KATA PENGANTAR Kiranya tak ada kata yang pantas terucap dari penulis selain rasa syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sahabatsahabatnya dan para pejuang yang telah memperjuangkan agama Islam sehingga sampai kepada kita. Adapun dengan terselesaikannya skripsi ini yang berjudul : "PENAFSIRAN HAMKA TERHADAP AYAT- AYAT YANG MENGANDUNG LAFAZD MAKAR (STUDI ATAS TAFSIR AL-AZHAR)". Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini, tidak akan bias tuntas tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dukungan dan konstribusi dari banyak pihak. Ucapan terimakasih yang tulus dan tak terhingga penulis haturkan kepada Ayah dan Bunda tersayang. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi- tingginya kepada: 1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, M.Ag. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Bustamin, M.Si. selaku ketua Jurusan Tafsir Hadis. 4. Dr. Lilik Umi Kaltsum, MA. Selaku sekretaris Jurusan Tafsir Hadis 5. Dr. Ahsin Muhammad Sakho, MA. Selaku pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis khususnya dalam bidang tafsir, serta selalu meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran.
6. Seluruh Dosen dan staf pengajar pada program studi Tafsir Hadis (TH) atas segala motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan, dan pengalaman yang mendorong penulis selama menempuh studi. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah jakarta. 7. Pimpinan dan segenap Perpustakaan Utama, Perpustakaan FUF, UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Iman Jama'. 8. Teristimewa Ayahanda A. Hidayat.S, BA. Dan Ibunda Ratna.S yang selalu memotivasi, mendidik penulis dengan kelembutan dan cinta kasihnya, serta memberikan semangat yang begitu luar biasa agar penulis dapat meraih cita- cita. Dan tak lupa untuk kakak ku tersayang Rahmat Taufik Hidayat, SE. Adik kuu Siti jamilah Lutfi Nur Sa'adah dan calon suami ku Irman Zainal Abidin yang membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang memberikan motivasi, perhatian dan kasih sayangnya terhadap penulis, semoga kami menjadi anak soleh dan solehah yang bisa membanggakan kedua orang tua kami. 9. Seluruh sahabat- sahabat penulis yang selalu di sayang oleh Allah swt, Putri Ajeng Fatimah, Maysaroh, Siti Fatimah Zahro, dan Ana fauziah (Bunda), terima kasih atas persahabatan kita selama ini, terimakasih atas semua motivasi kalian mudah mudahan persahabatan itu akan terjalin baik. Dan terima kasih juga pada teman teman Tafsir Hadis angkatan 2007 khususnya TH B, yang tidak dapat di sebutkan satu - persatu kebersamaan kita begitu indah dan tidak akan pernah bisa dilupakan. 10. Dan pihak- pihak yang telah membantu penulis, tetapi tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga Allah yang membalasnya Aamiin. Akhirnya penulis pun menyadari dengan wawasan keilmuan penulis masih sedikit, referensi dan rujukan- rujukan lain yang belum terbaca, menjadikan penulis skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis telah berupaya menyelesaikan skripsi ini dengan
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis sebagai manusia. Oleh karena itu, penulis meminta saran dan kritik yang membangun dari pembaca sebagai bahan perbaikan penulisan ini. Penulis berharap semoga Allah swt. Memberikan balasan yang lebih baik dari semua pihak pada umumnya. Dengan segala kerendahan hati yang penulis miliki, penulis ingin menyampaikan harapan yang begitu besar semoga skripsi ini bermanfaat buat pembaca sekalian, semoga setiap bantuan yang di berikan kepada penulis mendapat imbalan dari Allah swt. Kepada Allah jualah penuls memohon, semoga jasa baik yang kalian sumbangkan menjadi amal shaleh dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah swt. Aamiin.
Ciputat, 10 Mei 2011
Siti Nuril Inayah
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi ini berjudul Penafsiran HAMKA Tentang Ayat- Ayat Yang Mengandung Lafadz Makar (Studi Atas tafsir Al-Azhar)
telah di ujikan dalam sidang munaqasah
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 21 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Jurusan Tafsir Hadits. Jakarta, 22 Juni 2011
SIDANG MUNAQASAH Ketua Sidang,
Dr. M. Suryadinata, MA
Sekretaris Sidang,
Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA
NIP. 19600908 198903 1 005
NIP. 19711003 199903 2 001
Anggota, Penguji I,
Penguji II,
Dr. Suryadinata, MA
Zahruddin AR, MM.Si
NIP. 19600908 198903 1 005
NIP. 19520419 1981031 005
Pembimbing,
Dr. Akhsin Sakho Muhammad, MA NIP: 19560821 199603 1 001
KATA PENGANTAR
Kiranya tak ada kata yang pantas terucap dari penulis selain rasa syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sahabat-
sahabatnya dan para pejuang yang telah memperjuangkan agama Islam sehingga sampai kepada kita. Adapun dengan terselesaikannya skripsi ini yang berjudul : "PENAFSIRAN HAMKA TENTANG AYAT- AYAT YANG MENGANDUNG LAFAZD MAKAR (STUDI ATAS TAFSIR AL-AZHAR)". Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini, tidak akan bisa tuntas tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dukungan dan konstribusi dari banyak pihak. Ucapan terimakasih yang tulus dan tak terhingga penulis haturkan kepada Ayah dan Bunda tersayang. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi- tingginya kepada: 11. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 12. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F, MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 13. Dr. Bustamin, M.Si. selaku ketua Jurusan Tafsir Hadis. 14. Dr. Lilik Umi Kaltsum, MA. Selaku sekretaris Jurusan Tafsir Hadis 15. Dr. Ahsin Muhammad Sakho, MA. Selaku pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis khususnya dalam bidang tafsir, serta selalu meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran. 16. Seluruh Dosen dan staf pengajar pada program studi Tafsir Hadis (TH) atas segala motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan, dan pengalaman yang mendorong penulis selama menempuh studi. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah jakarta. 17. Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan FUF, UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Iman Jama'.
18. Teristimewa Ayahanda tersayang A. Hidayat.S, BA. Dan Ibunda tercinta Ratna.S yang selalu memotivasi, mendidik penulis dengan kelembutan dan cinta kasihnya, serta memberikan semangat yang begitu luar biasa agar penulis dapat meraih citacita. Dan tak lupa untuk kakak ku tersayang Rahmat Taufik Hidayat, SE. Adik kuu Siti jamilah Lutfi Nur Sa'adah dan calon suami ku Irman Zainal Abidin yang membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang memberikan motivasi, perhatian dan kasih sayangnya terhadap penulis, semoga kami menjadi anak soleh dan solehah yang bisa membanggakan kedua orang tua kami. 19. Seluruh sahabat- sahabat penulis yang selalu di sayang oleh Allah swt, Putri Ajeng Fatimah, Maysaroh, Siti Fatimah Zahro, dan Ana fauziah (Bunda), terima kasih atas persahabatan kita selama ini, terimakasih atas semua motivasi kalian mudah mudahan persahabatan itu akan terjalin baik. Dan terima kasih juga pada teman teman Tafsir Hadis angkatan 2007 khususnya TH B, yang tidak dapat di sebutkan satu - persatu kebersamaan kita begitu indah dan tidak akan pernah bisa dilupakan. 20. Dan pihak- pihak yang telah membantu penulis, tetapi tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga Allah yang membalasnya Aamiin. Akhirnya penulis pun menyadari dengan wawasan keilmuan penulis masih sedikit, referensi dan rujukan- rujukan lain yang belum terbaca, menjadikan penulis skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis telah berupaya menyelesaikan skripsi ini dengan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis sebagai manusia. Oleh karena itu, penulis meminta saran dan kritik yang membangun dari pembaca sebagai bahan perbaikan penulisan ini. Penulis berharap semoga Allah swt. Memberikan balasan yang lebih baik dari semua pihak pada umumnya. Dengan segala kerendahan hati yang penulis miliki, penulis ingin menyampaikan harapan yang begitu besar semoga skripsi ini bermanfaat buat pembaca sekalian, semoga setiap
bantuan yang di berikan kepada penulis mendapat imbalan dari Allah swt. Kepada Allah jualah penuls memohon, semoga jasa baik yang kalian sumbangkan menjadi amal shaleh dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah swt. Aamiin.
Ciputat, 10 Mei 2011
Siti Nuril Inayah
ABSTRAK
Penafsiran HAMKA tentang Ayat- Ayat yang Mengandung Lafadz Makar (Studi atas Tafsir Al-Azhar)
Dalam berbagai kurun waktu para pemikir, seperti halnya para mufassir yang telah berusaha mengkaji makna dari kandungan ayat- ayat dalam Al-Qur'an, karena Al-Qur‟an mengandung hukum dan prinsip yang beraneka ragam. Sehingga menghasilkan pemikiran dan pendapat yang berbeda- beda sesuai dengan aliran dan faham yang dianut oleh mereka. Sehingga kita banyak menemukan penafsiran yang cenderung fiqhy, falsafy, Ra’yi, Adabi Ijtima'I dan sebagainya. Maka skripsi ini berupaya dalam memahami al-Qur'an secara Aqli (logis) maka menghasilkan penafsiran yang rasional juga, seperti tafsir Al-Azhar karya Hj.Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Disini kita bisa melihat bagaimana beliau menafsirkan lafadz makar dalam al-Qur'an, Contoh seperti dalam surat Al- An'am ayat 123. Disini beliau menafsirkan lafadz Makar adalah segala tipu daya untuk memalingkan seseorang dari tujuan yang dimaksud, kepada tujuan yang lain. Baik dalam ucapan maupun perbuatan. Kasus Makar ini sudah ada sejak zaman Nabi sampai sekarang ini, baik dalam peperang maupun dalam politik. Banyak para penguasa besar mudah saja dalam melakukan makar untuk mempertahankan kekuasaannya, ataupun untuk mencapai tujuan yang dia inginkan. Bentuk nyata makar secara fisik seperti berbuat keonaran, kezhaliman, mendapatkan kekuasaan dengan cara bathil dan lain- lain. Karena tujuan dari maker itu adalah untuk mengingkari dan menandingi seruan yang telah dilakukan oleh Rasul- rasul Allah dan para kekasih-Nya. Oleh karena itu kita harus menghadapi makar dengan memohon perlindungan kepada Allah swt dengan ketaqwaan, shalat, kesabaran dan jihad untuk menegakkan agama islam dari ancamannya, inilah beberapa sikap yang diambil oleh Nabi saw, dalam menghadapi makarnya orang- orang kafir dan munafik.
PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan tidak dilambangkan
1
B
Be
T
Te
Ts
te dan es
J
Je
H
h dengan garis bawah
Kh
ka dan ha
D
da
Dz
De dan zet
R
Er
Z
Zet
S
Es
Sy
es dan ye
S
es dengan garis bawah
D
de dengan garis bawah
T
te dengan garis bawah
Z
zet dengan garis bawah
„
koma terbalik keatas, menghadap ke kanan
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105
Gh
ge dan ha
F
Ef
Q
Ki
K
Ka
L
El
M
Em
N
En
W
We
H
Ha
„
Apostrof
Y
Ye
Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku: Tanda Vokal Arab
______
Tanda Vokal Latin
Keterangan
A
fathah
I
kasrah
U
dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut: Tanda Vokal Arab ____
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ai
a dan i
au
a dan u
Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
Â
a dengan topi di atas
Î
i dengan topi di atas
Û
u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
Syaddah (Tashdid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf
yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.
Ta Marbûtah Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3). Contoh:
no
Kata Arab
Alih aksara
1
tarîqah
2
al-jâmî ah al-islâmiyyah
3
wahdat al-wujûd
Huruf Kapital Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................i KATA PENGANTAR .................................................................................... ii ABSTRAK ..................................................................................................... v PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................. vi DAFTAR ISI .................................................................................................. x BAB I
PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah .................................................................. 1 B. Perumusan Dan Batasan Masalah .................................................. 6 C. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 7 D. Metode Penelitian ........................................................................... 8 E. Sistematika Penulisan ..................................................................... 10
BAB II
SEKILAS TENTANG H. ABDUL MALIK KARIM AMRULLAH (HAMKA)
A. Biografi Intelektual Hamka ............................................................. 12 B. Metode Tafsir ................................................................................. 16 C. Sistematika Penulisan Tafsir ......................................................... 20 D. Corak Tafsir .................................................................................... 21 BAB III LANDASAN TEORITIS TENTANG MAKAR A. Pengertian Makar ........................................................................... 23 B. Kriteria Makar ................................................................................ 25 C. Bentuk-bentuk Makar ...................................................................... 29 D. Makar Pada Zaman Nabi …………………………………………. 35 BAB IV PENAFSIRAN HAMKA TERHADAP AYAT-AYAT MAKAR A. Inventarisasi Ayat-Ayat tentang Makar .......................................... 41 B. Pengertian Makar dalam Tafsir Al-Azhar ...................................... 42
C. Tujuan dan Akibat Makar ............................................................... 45 D. Pelaku-pelaku Makar ..................................................................... 53 E. Menghadapi Makar .......................................................................... 59 BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan .. ................................................................................... 71
B.
Saran- Saran ................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN- LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Dalam berbagai kurun waktu para pemikir, seperti halnya para mufasir telah berusaha
mengkaji makna dari kandungan ayat-ayat yang ada dalam Al Qur'an sebagai kitabullah yang terakhir. Al Qur'an mengandung berbagai macam hukum dan prinsip yang beranekaragam. Ia mempunyai intisari dari ktab-kitab samawi dahulu dan ia membawa aturan-aturan yang paling agung demi kesempurnaan kehidupan dunia akhirat Al Qur'an adalah wahyu Allah SWT (42:7) yang berfungsi sebagai mukjizat Rasulullah SAW (17:88, 10:38). Sebagai pedoman bagi setiap muslim (4:105, 5:40-50). Sebagai karakter serta penyempurnaan terhadap kitab-kitab sebelumnya, dan bernilai abadi untuk semua manusia, hukum-hukumnya berlaku baik bagi orang yang hadir maupun yang tidak, waktu Al Qur'an diturunkan. Ia sesuai untuk masa lalu dan masa sekarang.2 Kendati demikian dalam memahami Al Qur'an, umat Islam sering menemukan kesulitan. Hal ini terjadi karena adanya ayat-ayat tertentu surat dimengerti maksud dan kandungannya. Maka di sinilah fungsi tafsir sebagai kunci untuk membawa gudang simpanan yang tertimbun dalam Al-Qur'an sangat diperlukan dan karena fungsinya yang esensial, maka tafsir sepantasnya ditempatkan sebagai ilmu yang paling tinggi derajatnya.3 Tafsir yang berarti upaya memahami, menjelaskan, dan mengeluarkan hukum-hukum yang terkandung dalam Al Qur'an, secara praktis telah dimulai sejak Nabi SAW masih hidup dan beliau sebagai mufasir pertama bagi kitab Allah SWT .4
2
Muhammad Thaba taba'i, Al-Qur'an-Mizan fi Tafsir al-Qur'an, (Mansyurat Beirut, Libanon 1992)
hal:69. 3
4
Manna Khalil Al Qattan, Study Ilmu-ilmu Al Qur'an ,(Litera AntarNusa: halim Jaya,1972) hal: 327 Hasbi Ash Shidieqi, Tafsir An-Nur, 1972 ,hal: 193
Diantara mereka ada yang menafsirkan makar sebagai cara dan sarana berpaling dari satu jalan yang lurus kepada jalan yang sesat. Bahwa kata "makar" adalah tipu daya yang bermaksud buruk secara rahasia. Ada juga yang mengatakan makar di sini mempunyai pengertian segala perkataan dan perbuatan yang dijadikan sebagai sebuah siasat di dalam proses perjuangan untuk mencapai segala tujuan yang diinginkan.5 Dan adapun yang menafsirkan istilah makar sudah dipakai dalam bahasa hukum di Indonesia. Yaitu sebagai tindakan pidana yang bermaksud jahat disebut makar6. Perbedaan tersebut karena adanya factor atau pengaruh-pengaruh tertentu, selain adanya penegasan riwayat. Factor dan pengaruh yang dimaksud ialah factor lingkungan, yaitu segala sesuatu yang ada di luar individu, termasuk di dalamnya system nilai budaya, pandangan hidup dan ideology. Selain factor-faktor yang mempengaruhi penafsiran AL Qur'an sebagaimana disinggung di atas, perlu diketahui bahwa tafsir acapkali dipengaruhi oleh aliran dan faham mufasir,7 sehingga tidak heran jika kita sering menemukan tafsir yang cenderung Fiqh, Falsafy, Ilmy, Lughawi, Adab Ijtima'iy, pendekatan yang dipergunakanpun berbeda-beda, yang satu dengan yang lainnya. Pendekatan yang digunakan para mufasir Al-Qur‟an tidak akan terlepas antara pendekatan bi al-riwayat atau sering disebut al-ma'tsur, yakni menafsirkan Al Qur'an dengan menggunakan penjelasan-penjelasan Al-Qur'an itu sendiri, sunnah nabi dan riwayat-riwayat yang bersumber dari sahabat dan tabi'in dan pendekatan bir-ra'yi yaitu suatu ijtihad yang dibangun di atas dasar-dasar yang benar serta kaidah-kaidah yang lurus yang dipergunakan
5
Fazlur Rahman, Tema Pokok Al Qur'an (Terjemahan Anas Mahyudin). Pustaka Jakarta, 1995. hal:
6
Hamka, Tafsir Al Azhar,( Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984), hal: 35-36.
84.
7
Basuni faudah, Tafsir- tafsir Al-Qur’an, Perkenalan dengan Metodologi tafsir, (Bandung: Pustaka 1407 H), hal 107-108.
oleh orang-orang yang hendak menafsirkan Al Qur'an atau menggali maknanya. (Pendekatan macam kedua ini biasanya sering digunakan oleh para mufasir masa kini, seperti tafsir alManar karya Muhammad 'Abduh yang disempurnakan oleh Rasyid dari surat Yusuf sampai selesai, dan pada akhirnya diikuti oleh Prof. DR. Hamka pengarang Tafsir Al Azhar. Upaya memahami Al Qur'an dengan Aqli (logis), melahirkan kitab tafsir yang logis pula, kitab tafsir semacam ini misalnya kitab Tafsir Al Azhar yang dikarang oleh H. Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka). Salah satu penafsiran Al Azhar, Prof. Hamka dalam surat Al An'am ayat 123 " Dan dengan demikianlah, telah kami jadikan pada tiap-tiap negeri beberapa orang besar-besar jadi pendurhaka, supaya mereka menipu daya di dalamnya. Padahal tidaklah ia menipu daya melainkan kepada diri mereka sendiri , namun mereka tidaklah sadar”.8 Hamka menafsirkan ayat di atas yaitu: Li yum kuru fiha, karena hendak membuat tipu daya di dalamnya, yaitu di dalam negeri itu. Yamkuru ialah dari "makar", kita artikan tipu daya. Didalam bahasa hukum dalam bahasa Indonesia modern kata-kata makar itu telah diambil alih dan diadikan bahasa Indonesia. Segala tindak pidana untuk maksud yang jahat didalam bahasa hukum Indonesia telah disebut makar. Didalam maksud asalnya disebut maksud makar.9 Makar adalah segala tipu daya dan telah buat memalingkan seseorang dari tujuan yang dimaksudnya kepada tujuan yang lain, baik dengan perbuatan maupun dengan ucapan-ucapan yang manis. dan dipakai untuk memalingkan orang dari yang benar kepada yang salah, dari yang baik kepada yang jahat. Maka dalam ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa dalam perjuangan menegakkan Agama Allah SWT, janganlah heran jika mendapatkan hambatan dan gangguan dari orang-orang yang terkemuka di negeri itu. Karena yang begitu selalu terjadi pada tiap-tiap negeri apabila ada orang yang bermaksud baik dan bercita-cita mulia. Mereka itu selalu berbuat makar, dengan segala tipu daya akal busuk menyalah artikan. Dan ayat ini menjadi pedomanlah bagi umat Muhammad sampai akhir zaman, apabila mereka bermaksud akan menegakkan agama yang hak. Halangan pasti ada, yang menghalangi bukan sembarang orang bahkan orang-orang yang terkemuka di negeri itu. Di zaman yang modern ini, pihak-pihak yang berkuasa mudah saja melakukan makar itu dalam mempertahankan kekuasaannya. Orang berjuang hendak menegakkan ajaran Nabi 8
Hamka, Tafsir Al Azhar,( Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984), hal.30
9
Hamka, Tafsir Al Azhar,( Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984), hal.35-36
Muhammad SAW, menghadapi berbagai halangan dan rintangan. Cara propaganda yang modern bisa saja membuat satu cita-cita yang benar dan suci sebagai suatu kejahatan, keinginan agar hukum Allah berlaku dalam masyarakat dapat saja dituduh sebagai pemberontakan, dan segala usaha hendak menyingkirkan peraturan Allah SWT dari muka bumi dan mendapat pujian yang besar. Berusaha menegakkan siar Allah SWT, mengucapkan salam menurut ajaran Muhammad SAW teguh memegang ajaran Al Qur'an , sabda dan wahyu Allah, dapat saja dituduh panatik dan menghalang-halang kemajuan. Inilah usaha dari Akâbira mujrimîha, penjahat besar dalam negeri itu.10
Oleh karena itu, mengapa peringatan Al Qur'an dan seruannya terus menerus kepada manusia adalah agar manusia harus berjuang melawan tipu daya syetan (Q.S An Nisa [4] : 76, 118-120).11 Di sini harus dicatat bahwa walaupun syetan menghadang setiap arah, namun tipu daya tak akan mempan terhadap manusia yang benar-benar shaleh dan orang-orang yang memiliki taqwa. Yakni orang yang senantiasa berjaga-jaga terhadap bahaya moral, sehingga ia tidak terlena di dalam kejahatan, tatapi ia segera menyadari tipu daya tersebut. Hal ini disebabkan, karena syetan mempunyai strategi yang ampuh yaitu menghiasi dan menyebabkan terlihat indah dan menarik hati terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berharga, dan membuat hal-hal yang bermanfaat serta penting bagi manusia terlihat sebagai beban yang berat dan menakutkan.12 Dengan demikian, "jejak" syetan itu berarti setiap kejahatan yang dilakukan manusia, baik yang berupa pemborosan, korupsi, perang, dan segala bentuk kejahatan lainnya. Sehingga dapat dikatakan apabila satu bengsa berada di jalan yang negative dan jahat, dan tidak dapat membedakan antara kebenaran dengan kejahatan, maka bangsa tersebut tidak dapat menemukan cita-citanya dan hanya mengambil sikap hanyut. Pada saat yang kritis seperti inilah Allah SWT telah mengirimkan Rasul-Nya untuk menyerukan kebenaran dan kebajikan kepada bangsa tersebut, tetapi nyatanya seruan itu tidak dapat dipahami, dan 10
Hamka, Tafsir Al Azhar,( Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984), hal.36
11
Baiquni, N.A dkk, Indek Al Qur'an (Cara Mencari Ayat-ayat Al Qur'an). (Akola Surabaya. 1995). hal
:333. 12
Rahman, Fazlur . Tema Pokok Al Qur'an (Terjemahan Anas Mahyudin). Pustaka Jakarta, 1995.hal:182.
akhirnya mereka tolak. Walaupun demikian seruan ini membuat mereka gelisah karena mereka takut jika orang-orang miskin mau menerimanya. Oleh karenanya mereka berusaha melawan seruan-seruan tersebut dengan cara-cara dan strategi yang oleh Al Qur'an dikatakan sebagai Makar yakni sebuah perkataan yang berarti sebuah siasat didalam proses perjuangan.13 Bertolak dari masalah tersebut di atas, penulis sangat tertarik untuk meneliti konsep makar menurut Prof. Hamka dalam tafsir Al-Azhar yang sebenarnya akan dituangkan dalam sebuah sekripsi dengan judul : " PENAFSIRAN HAMKA TENTANG AYATAYAT YANG MENGANDUNG LAFADZ MAKAR (STUDI ATAS TAFSIR ALAZHAR)" B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Ayat –ayat al-Qur'an tentang makar tersebar dalam berbagai surat dengan berbagai
bentuk derivasi (turunan katanya), dan untuk mengetahui pengetahuan kata makar dalam alQur'an, terlebih dahulu harus ditelusuri dalam ayat –ayat tersebut dan dipahami sesuai konteksnya. Kata makar dalam al-Qur'an dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 40 kali dan tergelar dalam 14 surat dan 21 ayat. Pada setiap ayat adakalanya bentuk kata itu terulang beberapa kali. Akan tetapi di sini penulis hanya mengambil 8 surat dan 13 ayat tentang lafadz makar dalam Al-Qur'an, antaralain : "Tamkurûna", terdapat dalam surat Yunus (10) ayat 21, "Yamkuru", terdapat dalam surat alAnfal (8) ayat 30, "Liyamkurû", terdapat pada surat al-An'am (6) ayat 123-124 dan 51, AnNahl (16) ayat 127, An-Naml (27) ayat 70,50-51, "Makr" Saba' (34) ayat 33,"al-Mâkirîna" Al-Anfal (8) ayat 30,18.
13
84.
Fazlur Rahman, Tema Pokok Al Qur'an (Terjemahan Anas Mahyudin). Pustaka Jakarta, 1995. hal:
Lafadz- lafadz makar di atas akan diklasifikasikan pada tujuan dan akibat makar, bentuk- bentuk makar, dan pelaku- pelaku makar dalam Al-Qur'an menurut tafsir al-Azhar. 2. Perumusan Masalah Berangkat dari latar belakang masalah tentang strategi makar dalam Al-Qur'an, maka muncul permasalahan mendasar yang menjadi pokok penelitian yaitu: Bagaimana Penafsiran Hamka terhadap Ayat-Ayat yang mengandung lafadz Makar dalam Tafsir Al Azhar.? C. Tinjauan Pustaka Sebagaimana yang disebutkan pada pokok permasalahan, studi ini memusatkan pada penelitian mengenai penafsiran Hamka tentang ayat- ayat yang mengandung lafadz makar, yang tersaji dalam Tafsir Al-Azhar. Untuk menghindari kesamaan dalam penyusunan skripsi ini, maka setelah melalui beberapa pemeriksaan pustaka, penulis menemukan dua bahasan yang berkaitan diantaranya: Analisa Sifat Dan Tipu Daya Syaitan Dalam Kitab Shahih Bukhari Dan Muslim. Yang Ditulis Oleh: Dedi Maulana. Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jakarta 2010. Di dalam penulisan ini Dedi Maulana hanya menganalisis sifat dan tipu daya syetan yang lebih difokuskan terhadap analisa hadis- hadis tentang sifat dan tipu daya syaitan dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim, baik itu ditinjau dari potret setan dalam hadis nabi, upaya syaitan dalam menyesatkan manusia, dan cara mencegah tipu daya syitan dalam kitab hadis shahih Bukhari dan Muslim. Kemudian yang kedua adalah Tuduhan Makar Dalam Pencegahan Syariah Islam Perspektif Hukum Islam Dan Positif (Studi Kasus Abu Bakar Basyir). Yang Ditulis Oleh: Baddu Munawir. Fakultas Syari'ah Jakarta 2004. Skripsi ini lebih memfokuskan pada tuduhan makar terhadap Abu bakar Ba'asyir, dalam perspektif hukum Islam dan positif dalam pencegahan syari'ah Islam.
Sedangkan di sini penulis memusatkan pada pembahasan lafadz makar dalam AlQur'an perspektif tafsir Al-Azhar. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah sama- sama membahas tipu daya ( Makar). Dengan demikian, penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah ada karena di sini penulis lebih memusatkan pada penafsiran Hamka tentang ayat- ayat yang mengandung lafadz makar dalam tafsir Al-Azhar ( Studi atas Tafsir Al-Azhar). D. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian dalam skripsi ini adalah: 1. Membeerikan sumbangsih dalam kajian – kajian keislaman terutama yang berhubungan dengan tafsir. 2. Mengetahui perbedaan dan tanggapan para mufassir tentang ayat- ayat makar. 3. Mengetahui dan memahami penafsiran Hamka terhadap ayat-ayat makar dalam tafsir Al Azhar. E. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian tentang penafsiran Hamka terhadap ayat-ayat mengenai makar dalam tafsir Al Azhar , penulis menggunakan metode desktiptif Analisis yaitu mengumpulkan, mempelajari, dan menganalisa masalah yang ada kaitannya dengan penelitian di atas. Sedangkan teknik penelitiannya menggunakan teknik Liberary Reaserch. Mengenai metode tafsir yang digunakan, penulis menggunakan metode tafsir tematik atau metode tafsir maudhu'iy. Tafsir tematik suatu metode tafsir dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mempunyai satu makna dan penyusunan di bawah satu judul bahasan, kemudian menafsirkan secara maudhu'iy atau secara tematik.14
14
hal:24.
Al-farmawi, Metode Maudhu’iy (Suatu Pengantar Metode Tafsir Maudhu‟iy dan cara Penerapannya),
Dr. Abd Hayy Al-Farmawi seorang guru besar pada fakultas Ushuluddin Al Azhar, mengemukakan secara terperinci langkah-langkah yang hendak ditempuh untuk menerapkan metode maudhu'iy, langkah-langkah tersebut : 1. Memilih atau menetapkan masalah Al Qur'an yang akan dikaji secara maudhu'iy (tematik). 2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan. 3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya disertai dengan pengetahuan tentang Asbab al-Nuzul ( latar belakang turunnya ayat). 4. Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut didalam masing-masing suratnya. 5. Menyusun tema bahasan didalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna dan utuh (out line). 6. Melengkapi bahasan dan uraian dengan hadist, bila dipandang perlu sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan semakin jelas. 7. Mempelajari ayat-ayat tersebut keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian sama. Adapun teknik pengumpulan data yang akan ditempuh adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan ayat-ayat tentang makar. 2. Mempelajari dan menelaah ayat-ayat tersebut, kemudian mengklasifikasikannya menjadi bagian-bagian yang akan dikaji. 3. Mengumpulkan dan mempelajari ayat-ayat literature yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Sumber utamanya yaitu kitab tafsir Al Azhar yang dikarang oleh Prof. DR. Hamka, dan kedua akan digunakan kitab-kitab dan ilmu-ilmut tafsir, hadist, dan ilmu hadist, serta buku-buku yang ada kaitannya dengan pembahasan diatas.
4. Mengkaji dan menganalisis masalah yang akan dibahas. 5. Membuat kesimpulan-kesimpulan. F. Sitematika Penulisan Skripsi ini terbagi menjadi lima bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub-sub bab yang dimaksudkan untuk mempermudah dalam penyusunan serta mempelajarinya, dengan sistematika sebagai berikut : Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi beberapa sub- sub bahasan diantaranya : Latar belakang masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tinjauan Pustaka, Tujuan Penelitian, Kerangka Pemikiran dan metode Penelitian. Bab ini merupakan gambaran singkat tentang masalah yang akan dibahas pada bab- bab selanjutnya. Bab kedua membahas tentang riwayat hidup Hamka, baik metode ,sitematika maupun corak Hamka dalam menafsirkan al-qur'an. Pada bagian ini akan diuraikan perjalanan dan pendidikan beliau, kemudian menggambarkan metode, sistematika, serta corak penafsiran beliau dalam menafsirkan Al-Qur'an yang tersaji dalam Tafsir Al-Azhar. Bab ketiga membahas tentang landasan teoritis tentang makar dan
pemahaman
pengertian, criteria dan bentuk makar dalam tafsi Al-Azhar, serta pendapat mufassir lainnya. Bab keempat membahas tentang penafsiran Hamka tentang ayat- ayat yang mengandung lafadz makar Kata makar dalam al-Qur'an dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 40 kali dan tergelar dalam 14 surat dan 21 ayat.dan membahas tentang pengertian , tujuan, akibat, pelaku- pelaku makar dan cara menghadapi makar . Bab kelima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan yang didasarkan pada keseluruhan uraian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, juga memuat saran-saran yang diperlukan.
BAB II SEKILAS TENTANG H. ABDUL MALIK KARIM AMRULLAH (HAMKA) A.
Biografi Intelektual HAMKA Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. panggilan kecilnya
Abdul Malik. beliau dilahirkan pada tanggal 16 Febuari 1908 di Maninjau Sumatra Barat, dan beliau wafat pada tanggal 24 Juli 1981. Ayahnya bernama Syeikh Abdul Karim Amrullah yang terkenal dengan sebutan Haji Rosul dan pelopor tokoh gerakan islam kaum muda di Minangkabau.15 Pendidikannya diawali dengan membaca al-qur'an dirumah orang tuanya. Pada tahun 1914 M, Hamka dimasukan kemadrasah 'Thawalib School' yang menggunakan sistem klasikal, kurikulum dan materi cara lama. Lalu Hamka dimasukan kembali ke sekolah Diniyyah (petang hari) milik zainuddin Labai EI Yunusi di pasar Usang Padang Panjang.16 Hamka mempunyai bakat dalam bidang bahasa Arab yang membuat ia mampu membaca secara luas literatur Arab, termasuk terjemahan tulisan- tulisan barat. Pada pagi hari Hamka pergi ke sekolah desa, petang hari ke sekolah Diniyyah dan pada malam hari berada di Surau bersama teman- teman sebayanya.17 Keadaan ini membuat Hamka jenuh dan ditambah sikap ayahnya yang keras dan otoriter. Ayah Hamka memang terkenal dengan jiwa diktatornya. Pada sinar matanya terbayang jiwa memerintah. Semua orang mengetahui bahwa beliau seorang yang keras kepala dan apa yang menjadi pendiriannya akan diperintahkan dengan segenap pengetahuan dan pengalamannya.
15
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
16
Hamka, Falsafah Hidup, cet ke-2 (jakarta:Pustaka punjimas,184), h.2.
17
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
75
75.
Hamka merasa terkekang
dan hilang kebebasannya sehingga menimbulkan
sikapmenyimpang. selain itu, Hamka dikenal sebagai anak yang nakal. untuk mengantisipasi ras jenuhnya, Hamka sering mengunjungi perpustakaan dan
perpustakaan yang
dikunjunginya adalah perpustakaan yang dikelola oleh Zainuddin labai.18 Diperpustakaan inilah dirasakan sebagai tempet pelarian dari perasaan terkekang dengan membaca buku. banyak dari buku tersebut berisi tentang keadaan Tanah jawa. Karena minat yang sudah menjadi tradisi orang Sumatra Barat adalahh merantau, maka pada tahun 1924, dalam usia 16 tahun Hamka berkunjung ke tanah Jawa, yaitu Yogyakarta. Hamka tinggal bersama kakanya yang kebetulan istri dari A.R. Sutan Mansyur.19 Dan melalui pamannya Ja'far Amrullah, Hamka mendapat kesempatan kursus-kursus yang diselenggarakan oleh organisasi Muhammadiyah dan Syarikat Islam. Hamka berkesempatan bertemu denga Ki Bagus Hadikusumo. Dari belia Hamka mendapatkan pelajaran tentang ceramah islam dan sosialisme. KH. Fakhruddin mengadakan kursus- kursus pergerakan di gedung Abdi Dharmo Pakualaman, yogyakarta dan Hamka mengikutinya. Pada bulan Juli, ia kembali ke padang panjang dan turut mendirikan Tabligh Muhamadiyah dirumah ayahnya di Gatangan, Padang panjang. Sejak itulah ia berkiprah dalam organisasi Muhammadiyah.20 Pada bulan Febuari 1927, ia berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim disan lebih kurang 6 bulan. selama di Mekkah ia bekerja pada sebuah percetakan dan kembali pada bulan juli tahun 1927.21
18
Hamka, Falsafah Hidup, cet ke-2 (jakarta:Pustaka punjimas,184), h.2.
19
Hamka, Falsafah Hidup, cet ke-2 (jakarta:Pustaka punjimas,184), h.2.
20
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
21
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
76.
76.
Tahun 1928, organisasi Muhammdiyah mengadakan Mukhtamar disolo dan Hamka menjadi peserta. Sejak saat itu, ia tidak pernah absen dalam setiap Mukhtamar Muhammadiyah. Selanjutnya, pada tahun 1930, ia diutus oleh pengurus cabang Padang Panjang untuk mendirikan Muhammadiyah di Bengkalis. Pada Mukhtamar Muhammadiyah yang ke- 32 tahun 1953, hamka terpilih menjadi anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah sampai akhir hayatnya.22 Sejak tahun 1949, Hamka pindah ke jakarta dan memulai kariernya sebagai pegawai negeri golongan F dikementrian Agama yang dipimpin Wahid Hasyim. Tugas beliauuu adalah memberikann kuliah pada Perguruan Tinggi Agama Islam Negri (PTAIN) di Yogyakarta, Universitas Islam Jakarta, Universitas Muslim Indonesia dan Universitas islam Sumatra Utara (UISU) di Medan.23 Dalam bidang politik, Hamka menjadi anggota Konstituante hasil pemilihan umum pertama tahun 1955 untuk mewakili masyumi. dalam sidang konstituante Da'i Bandung, ia menyampaikan pidato penolakan gagasan presiden untuk menerapka Demokrasi Terppimpin. Setelah konstituante dibubarkan pada bulan juli 1959 Masyumi dibubarkan pada tahun 1960, Hamka memusatkan kegiatannya dalam dakwah Islamiyah dan menjadi Imam Masji Agung Al-Azhar, kebayoran jakarta. Pada tahun 1975, Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri dan Hamka terpilih menjadi ketua umum pertama dan terpilih kembali untuk periode kepengurusan kedua pada tahun 1980.24 Hamka meninggalkan karya yang sangat banyak. Karyanya yang sudah dibukukan tercatat 118 buah, belum termasuk karangan- karangan panjang dan pendek dimuat di media 22
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
23
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
24
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (jakarta: Icthiar baru Van Hoeve,1993), h.
76.
76.
76.
masa dan disampaikan dalam beberapa kesempatan kuliah dan ceramah ilmiah. Tulisan tulisan tersebut meliputi banyak bidang kajian, seperti : politik, sejarah, budaya, akhlak dan ilmu- ilmu keislaman. Pada Tahun 1928, ia mengarang buku romannya yang pertama dalam bahasa Minangkabau yang berjudul Si Sabariyah.Tahun 1929, bukunya yang lain seperti , Agama dan Perempuan , Pembela Islam, Ringkasan Tarikh Ummat Islam Kepentingan tabligh, Ayatayat Mi'raj. pada tahun 1938, ia kembali mengarang, Dibawah Lindungan Ka'bah. Tahun terbit buku, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijch dan buku Di Dalam Lembah Kehidupan yang dikarangnya pada tahun 1940. Dari karya-karyanya, ada sebuah buku yang beliau karang khusus mengenang ayahnya dengan judul Ayahku. Selanjutnya pada tahun 1950, karya yang lain adalah Kenang- Kenangan Hidup dan Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad.25 Semakin lama semakin jelas corak karangannya, beliau diakui oleh khalayaknya sebagai pujangga dan mufassir. Di samping kesibukannya, Hamka juga asyik mempelajari kesusastraan melayu. beliau juga bersungguh- sungguh dalam mempelajari kesusastraan arab. Pada tahun 1958, Hamka mulai melakukan penafsiran al-Qur'an. Dan karya utama beliau dalam bidang tafsir adalah Tafsir Al-Azhar. Penafsiran dari tafsir ini awalnya dilakukan lewat kuliah subuh setelah shalat subuh berjama'ah di masjid Agung Kebayoran baru Jakarta. B.
Metode Tafsir Merujuk pada pemetaan Islah Gusmian mengenai metode penafsiran. Maka terdapat
paling tidak tiga metode yang dipakai para penafsir dalam menyajikan karya tafsirnya. Pertama, klasifikasi metode tafsir berdasarkan sumber penafsiran, kedua, klasifikasi metode
25
1997)h, 26.
Rusdi Hamka, Kenang -Kenagan 70 Tahun Buya Hamka, cet ke-2 (Jakarta : Yayasan Nurul Islam,
berdasarkan cara penyajian, dan ketiga, klasifikasi metode berdasarkan keumuman dan kekhususan tema. Mengenai sumber tafsir terlebih dahulu harus didefinisikan kendati tidak terlalu definitive makna sumber tafsir itu. Sumber tafsir bisa dikatakan sebagaimana seorang penafsir mendapatkan ide atau gagasan yang dia tuangkan dalam tafsirnya. Sebagian ulama menyebutkan sumber tafsir itu adalah riwayat (ma'tsur) dan pemikiran (ra'yi), dan ulama lainnya menambahkan pengalaman spiritual atau yang dikenal dengan tafsir isyari. Dengan demikian paling tidak ada tiga sumber tafsir; ma'tsur, ra'yi dan isyari. Dalam pemetaan alFarmawi, ketiganya diletakkan berdampingan dengan kategori falsafi, fiqhi, ilmi, dan lain sebagainya dalam bingkai corak tafsir. Padahal antara corak dan sumber sangat jauh berbeda terutama dari segi ontologism. Hal inilah yang dikatakan Islah kalau al-Farmawi tidak memberikan batasan yang tegas antara wilayah metode dan pendekatan tafsir.26 Berdasarkan pemikiran tersebut, kemudian melihat dari isi tafsir al-Azhar maka tafsir al-Azhar jelas menggabungkan antara riwayah dan dirayah. Dalam menafsirkan al-Qur'an Hamka pertama-tama mengutip beberapa pendapat para ulama mengenai maksud kata (etimologis) atau pendapat ulama mengenai permasalahan yang akan dibahas kemudian beliau menjelaskan pemikirannya berdasarkan pemikiran ulama tersebut. Akan tetapi tidak jarang ia mengutip sebuah pendapat yang ia sendiri tidak setuju dengannya, tujuannya sebagai alat
pembanding. Seperti ketika menafsirkan sirat al-mustaqim dalam surat al-
Fatihah: "Hanya seorang ulama saja mengeluarkan tafsir agak sempit, yaitu Fudhail bin Iyadh. Menurut beliau Shiratal Mustaqim ialah jalan pergi naik haji. Memang dapat menunaikan Haji sebagai rukun Islam yang kelima, dengan penuh keinsafan dan kesadaran, sehingga
26
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia; dari Hermeneutika hingga Ideologi (Jakarta: Teraju, 2003), h. 115.
mencapai Haji yang Mabrur, sudah sebagian daripada Shiratal Mustaqim juga. Apalagi bagi orang semacam Fudhail bin Iyadh sendiri, adapun bagi orang lain belum tentu naik haji itu menjadi Shiratul Mustaqim, terutama kalau dikerjakan karena riya', mempertontonkan kekayaan, mencari nama, atau sebagai politik untuk mencari simpati rakyat yang bodoh." 27 Dalam hal memilih referensi Hamka bersifat moderat, tidak fanatic terhadap satu karya tafsir dan tidak terpaku pada satu mazhab pemikiran. Hamka mengutip dari berbagai kitab bukan saja kitab tafsir melainkan kitab hadits dan sebagainya yang menurutnya penting untuk dikutip. Akan tetapi ada beberapa kitab tafsir yang diakuinya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tafsirnya. Bukan saja dari segi pemikiran akan tetapi haluan serta coraknya. Pertama, Tafsir al-Manar karya Sayid Rasyid Ridha yang notabene berdasarkan pada ajaran tafsir gurunya Syeikh Muhammad 'Abduh. Selain itu ada Tafsir al-Maraghi, Tafsir alQasimi, dan Tafsir Fi Zilal al-Qur'an karya Sayid Qutub. Selain keempat kitab tafsir ini Hamka juga mengutip pendapat dari berbagai kitab tafsir lainnya. Sebagai contoh ketika beliau menafsirkan surat al-Fatihah, ada tiga tafsir yang dikutipnya dalam tempat yang berbeda. Seperti Ibnu Katsir mengenai maksud "tujuh yang diulang-ulang", Tafsir al-Kasysyaf karya Zamakhsyari mengenai nama-nama lain dari surat al-Fatihah, dan Tafsir al-Manar ketika ia menjelaskan perihal orang yang tersesat (al-dallin) dalam surat al-Fatihah. Hamka mengutip pendapat Muhammad 'Abduh yang membagi orang sesat atas empat tingkat:Pertama, yang tidak sampai kepadanya da'wah atau ada sampai tetapi hanya didapat dengan pancaindera dan akal, tidak ada tuntutan agama. Kedua, sampai kepada mereka da'wah, atas jalan yang dapat membangun minat fikiran. Ketiga, da'wah sampai kepada mereka dan mereka akui, akan tetapi mereka tidak mau menerimanya.
27
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982, h. 80.
Keempat, yang sesat dalam beramal, atau memutarbalikkan hukum dari maksudnya yang sebenarnya.28 Kedua, klasifikasi metode berdasarkan cara penyajian. Memperhatikan hal ini maka sebenarnya metode penyajian tafsir itu hanya ada dua yaitu apakah si penafsir menafsirkan ayat secara panjang lebar (tahlili) atau dengan cara singkat atau global (ijmali). Metode komparatif dan tematis dalam pemetaan al-Farmawi yang disejajarkan dengan metode tahlili dan ijmali sebenarnya kurang sesuai. Karena metode komparatif penjelasannya bisa mengambil bentuk ringkas ataupun analitis. Karenanya mestinya kedua metode terakhir tidak disejajarkan dengan metode komparatif maupun tematis. Berdasarkan pemetaan ini maka dapat dikatakan bahwa Tafsir al-Azhar mengambil bentuk Tahlili. Bentuk penyajian rinci atau Tahlili menitikberatkan pada uraian-uraian penafsiran secara detail, mendalam, dan komprehensif. Tema-tema kunci setiap ayat dianalisis untuk menemukan makna yang tepat dan sesuai dalam suatu konteks ayat. Setelah itu penafsir menarik kesimpulan dari ayat yang ditafsirkan, yang sebelumnya ditelisik aspek asbab an-nuzul dengan kerangka analisis yang beragam, seperti analisis sosiologis, antropologis dan yang lain.29 Ketiga, klasifikasi metode berdasarkan keumuman dan kekhususan tema. Dilihat dari klasifikasi terakhir ini maka seluruh karya tafsir bisa dibagi kedalam dua bagian yaitu tafsir umum dan tafsir tematis. Tafsir umum ialah karya tafsir yang tidak mengambil satu tema sebagai acuan penafsiran, sebaliknya dalam tafsir tematis seorang penafsir berangkat dari sebuah tema untuk memulai penafsiran. Yang termasuk dalam kategori tafsir umum ialah tafsir komparatif atau tafsir yang menggunakan system penulisan runtut. Berdasarkan 28
29
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982), h. 86-87
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, ; dari Hermeneutika hingga Ideologi (Jakarta: Teraju, 2003) h. 152
pemetaan ini dapat kita katakan bahwa Tafsir al-Azhar masuk dalam kategori tafsir dengan tema umum.
C.
Sistematika Penafsiran a. Menuliskan muqaddimah pada setiap awal Juz Pada setiap Juz baru sebelum beranjak penafsiran Hamka secara konsisten menyajikan
muqaddimah. Yang isinya bisa dikatakan merupakan resensi juz yang akan dibahasnya. Disamping itu Hamka juga mencari korelasi (munasabah) antara juz yang sebelumnya dengan juz yang akan dibahasnya. Metode ini seperti rupanya memberi kesan kepada Howard M. Federspiel seorang islamolog sehingga menurutnya metode tersebut menjadi bagian integral dari sebuah generasi ketiga karya tafsir di Indonesia. "Bagian ringkasan merupakan bagian penting dari generasi ketiga. Basanya ringkasan tersebut ditempatkan sebelum dimulainya teks bagi suatu surat. Ringkasan tersebut menjelaskan tentang tema-tema, hukum-hukum, dan poin-poin penting yang terdapat dalam surat tertentu. Ringkasan menyajikan suatu sinopsisi dari teks, dan merupakan petunjuk bagi pembaca untuk memahami bagian-bagian yang penting dari surat tersebut."30 b. Menyajikan beberapa ayat di awal pembahasan secara tematik Kendati Hamka menggunakan metode tahlili dalam menafsirkan al-Qur'an akan tetapi Hamka tidak menafsirkan ayat perayat seperti yang kita lihat dalam beberapa tafsir klasik. Akan tetapi ia membentuk sebuah kelompok ayat yang dianggap memiliki kesesuaian tema. Sehingga memudahkan kita mencari ayat-ayat berdasarkan tema, sekaligus memahami kandungannya. Sepertinya hal ini memang sesuai dengan tujuannya menyusun Tafsir AlAzhar yang diperuntukkannya bagi masyarakat Indonesia agar lebih dekat dengan al-Qur'an.
30
Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur'an di Indonesia; dari Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1996),h. 141.
Metode yang sama digunakan oleh Mahmud Syaltut dalam menuliskan Tafsirnya. Tafsir alQur'an al-'Azim. c. Mencantumkan terjemahan dari kelompok ayat Untuk memudahkan penafsiran, terlebih dahulu Hamka menerjemahkan ayat tersebut kedalam bahasa Indonesia agar lebih mudah dipahami. d. Manjauhi pengertian kata Dalam penafsirannya, Hamka menjauhkan diri dari berlarut-larut dalam uraian mengenai pengertian kata, selain hal tersebut dianggap tidak terlalu cocok untuk masyarakat Indonesia yang notabene banyak yang tidak memahami bahasa Arab, Hamka menilai pengertian tersebut telah tercakup dalam terjemah. Kendati demikian bukan berarti Hamka sama sekali tidak pernah menjelaskan pengertian sebuah kata dalam al-Qur'an. Sesekali jika dirasa sangat perlu maka penafsiran atas sebuah kata akan disajikan dalam tafsirnya. Contoh ketika ia menafsirkan surat at-Taubah ayat 97 mengenai perbedaan antara 'Arab dengan A'rab.31 e. Memberikan uraian terperinci Setelah menerjemahkan ayat Hamka memulai penafsirannya terhadap ayat tersebut dengan luas dan terkadang dengan kejadian pada zaman sekarang, sehingga pembaca dapat menjadikan al-Qur'an sebagai pedoman sepanjang masa. i.
Corak Tafsir Menurut Howard M Faderspiel, keunggulan tafsir Hamka adalah dalam menyingkap tentang sejarah dan peristiwa-peristiwa kontemporer.32 Atas dasar ini pula tafsir al-Azhar dapat dikategorikan sebagai tafsir yang bercorak adab al-ijtima'i. Dinamakan adabi dengan hipotesa bahwa Hamka adalah seorang pujangga yang menggeluti sastra sehingga setiap karyanya dipengaruhi nilai-nilai sastra, sedangkan ijtima'i karena dalam tafsirnya Hamka 31
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Punjimas:Jakarta 1982) hal. 12.
32
Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur'an di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996) h. 142.
tidak hanya menyajikan potret kehidupan bangsa arab abad ke-6. Akan tetapi lebih dari itu Hamka membawa permasalahan kontemporer kedalam tafsirnya. Penggarapan Tafsir Al-Azhar dimulai sejak tahun 1958 yang berbentuk uraian dalam kuliah Subuh Hamka bagi jamaah Masjid Agung Al-Azhar. Kemudian diangkat dalam majalah Gema Islam sejak tahun 1960. Kemudian penulisan berjalan terus hingga juz XXX diselesaikan pada 11 Agustus 1964 di rumah tahanan polisi Mega Mendung. Keseluruhan dari tafsir ini disempurnakan dengan tambahan-tambahan di rumah tinggal Hamka di Kebayoran Baru pada bulan Agustus 1975.33 penerbitan-penerbitan Tafsir Al-Azhar dilakukan oleh penerbit Pembimbing Masa, pemimpin Haji Mahmud, cetakan pertama untuk juz 1 sampai juz IV, juz XXX dan juz XV sampai dengan juz XXIX oleh Pustaka Islam Surabaya. Juz V sampai juz XIV diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam Jakarta.34
33
34
Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur'andi Indonesia , (Bandung: Mizan, 1996)h. 137
Muhammad Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Qur'an, Perkenalan dengan Metode Tafsir (Bandung: Pustaka, 1407 H), h. 249
BAB III LANDASAN TEORITIS TENTANG MAKAR A.
Pengertian Makar Secara bahasa (etimologis) kata makar berasal dari bahasa Arab yang dalam fi'il
madhinya "makara" yang berarti: menipu, memperdaya, tipu daya dan tipu muslihat dalam melakukan segala penipuan. Hal ini, dikarenakan arti makar dipakai oleh orang-orang yang berbuat makar. Dan jika dipakai buat Allah atau dihubungkan kepada-Nya, maka kata makar itu dimaksudkan untuk menimpakan suatu balasan Allah terhadap orang-orang yang berbuat makar .35 Begitu juga dalam kamus Mahmud Yunus kata Makar berasal dari kata Makara, yamkuru Makran yang artinya menipu. Sedang menurut istilah (terminologis), pengertian makar seperti diungkapkan oleh Muh. Husain Haikal dalam tulisannya:
"Merencanakan kejahatan kepada orang lain secara rahasia, agar dapat menimpakan kesulitan/kepayahan kepadanya".
Pengertian disini, didasarkan kepada Al-Qur'an surat Al-Anfal ayat 30:
"Dan ingatlah tatkala telah mengatur tipu daya orang-orang kafir terhadap engkau, buat menawan engkau atau membunuh engkau, atau mengeluarkan engkau. Dan mengatur tipu daya, sedang Allah mengatur tipu daya, dan Allah itu adalah sepandai-pandai mengatur tipu daya."36
35 36
Luis Ma'Luf, Al-Manjid Fi Al-Lughah Wa Al-'Ala, (Daar Al-Masyriq Beirut, Libanon 1983).hal:770. Hamka, Tafsir Al–Azhar. (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982).hal:296.
Kemudian makna makar
Menurut Ensiklopedia Hukum Islam terbitan PT Ichtiar Baru
Van Hoeve, kata makar berasal dari bahasa Arab al-makr sama artinya dengan tipu daya/tipu muslihat atau rencana jahat. Secara semantik makar mengandung arti: akal busuk, perbuatan dengan maksud hendak menyerang orang, dan perbuatan menjatuhkan pemerintahan yang sah.37 Selanjutnya, kata "makara" adalah pasangan kata "khaada'a", yaitu menipu atau memperdaya, juga berbeda halnya kata "makar" yang dipakai untuk Allah SWT, terhadap hamba-Nya (fulan), maka maksud makar atau berupa balasan terhadap orang yang berbuat makar atau berupa pertolongan terhadap para kekasih-Nya.38 Menurut Hamka, mengungkapkan bahwa: istilah makar sudah dipakai dalam bahasan hukum Indonesia, dan dijadikan sebagai bahasa Indonesia yaitu segala tindak pidana untuk maksud yang jahat disebut makar.39 Kemudian, bahwa makar Allah adalah menimpakan "bala" kepada musuh-musuh-Nya dan bukan kepada kekasih-Nya. Hal ini merupakan "istidraj" Allah terhadap hamba-hambaNya yang taat, dan mereka menyangka bahwa perbuatannya itulah yang diterima, padahal ditolak. Karena setiap perbuatan akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan yang mereka lakukan. Allah SWT berfirman: yang artinya: "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan serupa" (QS. Asy-Syu'ara[42] : 40). Ini berarti perbuatan mereka sia-sia, karena tujuan mereka bukan semata-mata karena Allah, melainkan karena dorongan hawa nafsunya sendiri. B.
Kriteria Makar
37
www.Tempoonline.com
38
Fu'ad Afram, Munjid Al-Thulab. (Daar al-Mashriq. Beirut, Libanon 1947), hal:741.
39
Hamka, Tafsir Al-Azhar (Pustaka Punjimas Jakarta: 1984) hal: 36.
1. Kriteria makar yang pertama adalah melakukan tipu daya setiap yang dihalalkan, yaitu dalam hal perang untuk berjaga-jaga dalam menghadapi serangan musuh-musuh Islam. Sehingga ini dihukumi tipu daya dan siasat ini halal dan boleh dilakukannya. Sedangkan tipu daya dalam setiap yang halal adalah haram, maksudnya adalah tipu daya sebagai siasat dalam menghaelah-haelah setiap perkataan dan perbuatan yang sudah tentu kehalalannya, lalu dirubah supaya menjadi haram. Seperti halnya perbuatan setan yang memperdayakan umat Islam agar ia terkecoh dan tertipu oleh pikiran-pikiran yang sesat, sehingga dapat menghalalkan setiap apa yang telah diharamkan Allah SWT., dan mengharamkan setiap apa yang telah dihalalkan-Nya, serta untuk menjauhi apa yang telah diperintahkan-Nya. Sejalan dengan hadits Nabi SAW., tentang bolehnya melakukan tipu daya atau siasat dalam perang.
"Dan telah memberitakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahman bin Sahm, telah memberitakan kepada kami Abdullah bin Mubarak, kemudian memberitakan lagi kepada kami Ma'mar dari Hamam bin Munabbih dari Abi Hurairah berkata, bahwa Rasulullah SAW, telah bersabda: perang itu adalah tipu daya (tipu muslihat)."40 Hadist tersebut di atas menjelaskan tentang perang sebagai tipu daya, maksudnya adalah bahwa perang itu tidak lepas dengan tipu muslihat dengan tujuan agar memperoleh kemenangan dan kemuliaan. Sementara
Islam
tidak
menghendaki
peperangan,
melainkan
menghendaki
ketenteraman dan ketertiban hidup. Akan tetapi, perang itu dibolehkan atau diizinkan bagi orang yang diperangi dan dianiaya. Allah SWT, berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 39:
40
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta :Pustaka AsSunnah,2008).hal:777.
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu."41
Setiap umat Islam berkewajiban memelihara, menjaga dan membela agamanya, apabila akan dirusak oleh orang lain. Demikian juga jika Islam diperanginya, maka pemeluknya pun berhak menahan serangan itu atau memerangi musuh-musuh yang lebih dahulu melancarkan serangannya. Firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 16:
"Dan barangsiapa yang memalingkan punggung dari antara mereka di hari itu, kecuali karena hendak mengatur siasat perang, atau karena hendak menggabungkan diri dengan suatu rombongan, maka sesungguhnya dia telah kembali dengan kemurkaan dari Allah, dan tempat mereka adalah dalam neraka jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."42 Bahwa yang lari meninggalkan barisan yang turut dalam peperangan itu, misalnya pura-pura lari, sehingga musuh terkecoh, lalu musuh itu menyerbu pada suatu tempat yang sampai di sana mereka bisa dikepung. Dalam hal yang seperti ini tidaklah terlarang. Tetapi barangsiapa yang lari saja karena pengecut atau melepaskan diri dari komando. Dia kembali pulang dari medan perang dengan kehinaan sebagai seorang pengecut yang dimurkai Allah dan dalam ayat inipun diberi penjelasan bahwa lari dalam siasat, atau lari pura-pura hingga musuh terjebak, bukanlah lari, tetapi termasuk dalam rangkaian peperangan juga atau lari kepada induk pasukan karena sudah sangat terdesak, yang kalau diteruskan juga berarti hancur, tidak pula terlarang.43 Demikian pula bila peperangan itu benar-benar terjadi, pasukan Islam dilarang melarikan diri dari pertempuran, terkecuali dengan alasan yang dibenarkan, oleh agama. Yakni untuk mengatur taktik peperangan bergabung dengan pasukan lain. Jika salah seorang pasukan Islam melarikan diri dari peperangan tanpa diizinkan oleh agama, berarti ia telah melakukan dosa besar dan akan mendapat ancaman siksa Allah yang pedih di akhirat nanti.
41
Hamka, Tafsir Al –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:171.
42
Hamka, Tafsir Al-Azhar , (Pustaka Panjimas, Jakarta 1985).hal:267.
43
Hamka, Tafsir Al-Azhar , (Pustaka Panjimas, Jakarta 1985).hal: 268.
2.
Kriteria makar yang kedua yang diharamkan Allah, seperti perbuatan orang-
orang kafir dan para setannya. Yaitu menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah berbuat fitnah dengan segala cara yang mereka gunakan, seperti dalam firman Allah dalam surat AlBaqarah ayat 217:
"Mereka akan bertanya kepada engkau dari hal bulan yang mulia (Tentang) berperang padanya katakanlah: berperang padanya adalah dosa besar tetapi menjauhkan manusia dari pada jalan Allah, dan kufur kepadaNya dan Masjidil Haram dan mengusir penduduknya daripadanya adalah lebih besar disisi Allah dan fitnah adalah lebih besar dari pembunuhan. Dan mereka akan selalu memerangi kamu sehingga dapatlah mereka mengembalikan kamu daripada agama kamu jika mereka sanggup."44 Dalam hal ini, dalam Tafsir Ibnu Katsir bahwa perang dalam bulan itu adalah dosa besar, dan berarti menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah adalah berarti menghalangi dari Masjidil Haram (Mekkah) lebih besar lagi (dosanya) di sisi Allah. Pendapat ini, berdasarkan pertimbangan, bahwa mengusir Nabi dan sahabatnya dari Masjidil Haram sama dengan menumpas agama Islam. Kemudian fitnah pada ayat tersebut, artinya penganiayaan dan segala perbuatan dimaksudkan untuk menindas Islam dan kaum muslimin.45 Sebagaimana dalam tulisannya Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dari kitabnya: "Ighatsatul Lahfan" yang dikutip oleh Hamka .46 bahwa setengah dari tipu daya setan adalah untuk memperdayakan umat Islam yang disebut Haelah, dan meruntuhkan apa yang diwajibkanNya, karena ia lahir dari pikiran-pikiran yang bathil dan sepakat ulama salaf mencelanya. 44
Hamka, Tafsir Al–Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:178.
45
Muhammad Nasib ar-Rifa'I, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:Gema Insani Press, 1999).hal:352. 46
Hamka, Tafsir Al –Azhar , (Pustaka Panjimas, Jakarta 1994).hal:169.
Ra'yu (pendapat/pikiran) itu ada dua macam: (1) pikiran yang sesuai dengan nash-nash agama yang dapat dipertanggung jawabkan kebenaran dan perbandingannya. Ra'yu inilah yang diakui dan diamalkan. (2) pikiran yang menyalahi nash-nash agama dan dapat disaksikan kesalahannya. Ra'yu semacam inilah yang dicela oleh ulama dan tidak mereka terima. Haelah pun ada dua macam: (1) Haelah bagaimana supaya diperintah Allah dapat dilaksanakan, dan apa yang Dia cegah dapat dihindari, serta membebaskan diri dari yang haram, dan melepaskan dengan selamat dan kezhaliman yang menghambat kelancarannya, dan mengeluarkan orang yang kena aniaya dan sewenang-wenang. Ini adalah Haelah yang terpuji, dipelihara orang yang mengerjakan dan mengajarkannya. (2) Haelah untuk melepaskan diri dari kewajiban, menghalalkan barang yang haram, dan memutar balik orang yang teraniaya, agar dipandang bahwa dialah orang yang dianiaya dan sebaliknya. Yaitu yang benar dianggap salah dan yang salah dianggap benar. Inilah Haelah jahat yang sepakat ulama salaf mencelanya. C.
Bentuk-bentuk Makar Telah dijelaskan pada bagian yang lalu, bahwa sunnah-Nya pada umat manusia
memutuskan pada tiap-tiap bangsa atau umat terdapat para pemimpin yang melakukan tipu daya terhadap Rasul-rasul Allah, penentang pembaharuan dan menentang setiap seruan mereka. Selagi hal itu mereka dilakukan, maka di sini Allah SWT, menerangkan tentang sunnah-Nya yang berlaku bagi mereka persis sebagaimana yang telah dilakukan para penjahat penduduk Mekkah yang bersikap menentang terhadap ayat-ayat yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Diantara bentuk-bentuk makar itu yang telah dikemukakan pada ayat-ayat di atas, adalah: 1. Kufur terhadap Allah SWT, dan Rasul-Nya, dalam surat Al-An'am ayat 124.
"Dan datang kepada mereka suatu ayat, mereka berkata: "Sekali-kali kami tidaklah percaya, sehingga didatangkan seumpama apa yang didatangkan kepada Rasul-rasul Allah". Tetapi Allahlah yang lebih mengetahui sekira-kira dimana yang patut Dia menjadikan risalah-Nya. Akan mengenailah kepada orang-orang yang berdosa itu suatu kehinaan dari sisi Allah dan siksaan yang sangat, lantaran apa yang mereka tipu dayakan itu".47
Inilah salah satu contoh betapa makar yang dilakukan oleh orang yang kafir terhadap Rasul Allah setelah didatangkan kepada mereka satu perintah Allah dengan perantaraan Rasul Allah, mereka menolak dan berkata: "Kami tidak mau percaya kepada keterangan itu, kalau dikatakan dia terima dari Allah dengan manusia, kamipun manusia. Kalau dia dapat wahyu, mengapa kepada kami tidak pula akan datang wahyu.48 Kufur kepada Allah adalah mengingkari adanya Allah serta tidak percaya dengan apa yang dibawa oleh Rasul-rasul-Nya, baik secara keseluruhan atau sebagian saja. Adapun pelakunya disebut kafir, jamaknya "Kâfirîn". Mengenai hal ihwal orang-orang kafir banyak disebut dalam Al-Qur'an yang berakibat buruk bagi mereka di akhirat kelak, dengan mendapat siksaan yang pedih sebagian balasan atas perbuatan mereka sewaktu hidup di dunia. Diantaranya surat Ali-Imran ayat 56:
"Maka adapun orang-orang yang kafir itu, maka akan Aku siksalah mereka dengan siksann yang sangat di dunia dan di akhirat. Dan tidaklah ada bagi mereka orang-orang yang akan menolong .49 47
Hamka, Tafsir Al –Azhar,( Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:30
48
Hamka, Tafsir Al –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:39.
49
Hamka, TafsirAl –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982).hal:178.
Kufur, tidak mau percaya kepada Allah sebagai unit, sebagai pusat dan pokok pangkal tempat bertolak di dalam hidup, akan menyebabkan hidup sendiri penuh dengan siksaan .50 2. Berbuat kesombongan di muka bumi dalam surat Faatir [35] : 43.
"Karena kesombongan di muka bumi dan rencana jahat. Dan tidaklah akan menimpa suatu rencana yang jahat itu, kecuali kepada ahlinya sendiri. Maka apakah yang mereka lihat selain dari sunnah yang berlaku pada orang-orang yang dulu? Maka sekali-kali tidaklah akan kamu dapati pada sunnatullah itu suatu pengganti".51 Ayat tersebut merupakan jawaban atas ayat yang sebelumnya (QS. Faatir [35]:42) yaitu tentang sumpahnya orang-orang kafir Mekkah dengan sumpah yang sungguh-sungguh, bahwa jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat yang lain, ketika ada perselisihan diantara mereka. Karena orang Yahudi itu mengatakan: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan". Demikian pula orang Nasrani mengatakan: "Orang-orang Yahudi itu tidak mempunyai suatu pegangan". Disebutkan di atas bahwa mereka berani bersumpah, bahkan berjanji dengan sepayahpayah bersumpah, artinya untuk membuktikan bahwa mereka benar. Bertambah tidak benar apa yang mereka janjikan itu bertambah hebatlah sumpah mereka.52 Sombong adalah perilaku yang menolak kebenaran dan meremehkan mereka dengan anggapan kepandaiannya lebih baik dan lebih tinggi derajat maupun pangkatnya daripada yang lain. Sombong pada prinsip dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan: a. Sombong terhadap Tuhan 50
Hamka, Tafsir Al–Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982).hal:186.
51
Hamka, Tafsir Al–Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:260.
52
Hamka, Tafsir Al –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:266.
b. Sombong terhadap Rasul dan kebenaran c. Sombong terhadap manusia Akibat dari kesombongan itulah ia akan mendapat ancaman siksa dari Allah SWT., seperti halnya terdapat dalam surat Az-Zumar ayat 60, An-Nahl ayat 29, 23, Al-Baqarah ayat 34, Luqman ayat 7, dan sebagainya. Firman Allah dalam surat Az-Zumar ayat 60:
"Dan pada hari kiamat akan engkau lihat orang-orang yang berbuat dusta atas Allah, mukanya akan dihitamkan. Bukankan di dalam neraka jahannam tempat tetap bagi orang-orang yang menyombongkan diri?."53 Ungkapan kata "muka dihitamkan" ini banyak juga terpakai dalam kata-kata seharihari. Orang yang dikuras, dibuka rahasianya di muka hakim, diseimbahkan akan dijemur di muka umum kesalahan yang telah diperbuatnya meskipun dia telah mencoba mengemukakan berbagai daih untuk mengelak, dengan jawaban yang berbelit-bekit, hitamlah mukanya karena telah terbongkar rahasianya dan terbuka kehinaannya. Maka akan hitamlah wajah orang-orang yang di masa hidupnya telah berdusta terhadap Allah itu, karena diri mereka telah dihinakan. Kedudukan yang menterang masa di dunia fana tidak ada harga lagi, walaupun sebesar zarrah. Sesungguhnya muka yang dihitamkan adalah sebagian imbalan dari sikap sombong di waktu hidup di dunia dahulu. Orang-orang yang sombong itupun selalu terbayang kesombongannya pada raut mukanya. Maka muka yang dihitamkan ialah timbalan dari muka yang memperlihatkan kesombongan di kala hidup di dunia.54 3. Melakukan sihir untuk menipu daya, dalam surat Thaha ayat 64.
"Maka himpunkanlah segala tipudaya (sihir) kamu sekalian, kemudian datanglah dengan berbaris, dan sesungguhnya beruntunglah orang yang menang pada hari ini".55 Sihir disini adalah suatu tata cara perbuatan bertujuan untuk menandingi orang lain, menghancurkannya dengan jalan minta bantuan pada setan. Banyak perbuatan yang tergolong
53
Hamka, Tafsir Al –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982).hal:78.
54
Hamka, TafsirAl –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982).hal:80
55
Hamka, Tafsir Al –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1988 ).hal:174.
sihir diduga oleh orang hanya perbuatan haram saja, padahal sebenarnya perbuatan tersebut termasuk kufur, karena tergolong perbuatan sihir. Misalnya mendatangkan suatu keuntungan baginya dengan cara memakai jampi-jampi atau mantra-mantra dan sebagainya. 4. Mencelakakan atau membinasakan orang yang tidak berdosa, pada surat Yusuf ayat 102.
"Demikianlah itu berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada engkau, padahal tidaklah engkau ada di hadapan mereka tatkala mereka menyatu padukan soal mereka itu, padahal mereka tengah mengatur tipu daya" .56
Membinasakan umat manusia adalah dengan cara memfitnah, membunuh, yang bukan pada haknya, mengadu domba diantara mereka. Sehingga berhasil mendatangkan niatnya yang jahat itu. Hal ini mereka lakukan didorong oleh keinginan hawa nafsunya demi untuk mendapat kepuasan hidup dengan segala kesenangan yang diperolehnya. Firman Allah dalam surat Yusuf ayat 5:
"Dia menjawab: "Wahai anakku! Janganlah engkau menceritakan mimpi engkau itu kepada saudara-saudara engkau, karena nanti mereka akan menipu daya engkau dengan semacam tipu daya. Sesungguhnya syaithan terhadap manusia adalah musuh yang nyata" .57 Ayat-ayat tersebut diatas, menurut sebab nuzulnya adalah berkenan dengan al-Walid bin al-Mughirah yang berkata: "Kalau nubuwwat ini memang datang kepada engkau (Muhammad), saya pun lebih pantas mendapat nubuwwat daripada engkau. Sebab usia saya lebih tua daripada usia engkau dan harta benda saya lebih banyak dari harta engkau dan Abu jahal pun berkata: "Demi Allah, kami tidak suka dan tidak akan sekalikali menjadi pengikutnya, kalau wahyu datang pula kepada kami seperti datang keadaannya itu, baru kami akan percaya".58 56
Hamka, Tafsir Al –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:43
57
Hamka, Tafsir Al–Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982).hal:165.
58
Hamka, Tafsir Al–Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:39.
Kemudian Allah SWT, menjawab pada akhir ayat itu, "Tetapi Allah-lah yang lebih mengetahui sekira-kira dimana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya. Maka nampaklah, bahwa orang-orang yang menyombongkan diri, seakan-akan tidak tahu diri, karena Allah memilih Rasul-Nya bukan semata-mata soal umur, karena banyak orang yang tua umurnya, tetapi tidak ada nilai apa-apa dalam jiwa dan otaknya. Dan bukan pada kekayaannya yang akan menentukan orang jadi Nabi. Menjadi Rasul bukanlah sengan menggunakan uang suap sebagaimana manusia ingin memperoleh pangkat dan jabatan, supaya dia dipilih oleh rakyatnya.59 D.
Makar Pada Zaman Nabi A. Kejahatan Yahudi Makar jahat mereka yang pertama terjadi pada zaman Nabi Ya‟qub moyang mereka.
Mereka berkeinginan menyingkirkan saudaranya sendiri, Yusuf yang berakhlaq mulia sehingga mereka lebih dicintai bapaknya. (QS.Yusuf: 7-18). Kegemaran mereka membunuh para Nabi dan Rasul seperti membunuh Nabi Yahya, Nabi Zakaria juga dibunuh secara keji. Mereka juga gemar membunuh orang-orang sholeh lainnya. “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar, dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka dengan siksa yang pedih“. (QS. Ali Imran: 21). Nabi Isa pun tidak luput dari rencana busuk mereka, akan tetapi Allah SWT menyelamatkannya. “Dan karena ucapan mereka: Sesungguhnya kami telah membunuh alMasih Isa ibnu Maryam Rasul Allah”. Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh dan salib itu ialah orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka (Yudas Iskaryot). Sesungguhnya orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan Isa) benar-benar dalam keraguan tentang (yang dibunuh) itu, kecuali mengikuti 59
Hamka, TafsirAl –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:40.
persangkaan belaka, mereka tidak yakin bahwa yang mereka bunuh itu Isa”. (QS. An-Nisa‟: 157). Singkat cerita, kejahatan Yahudi pada masa Rasulullah pun tak kurang kejinya. Yahudi Bani Qainuqa' adalah Yahudi pertama yang mengingkari janjinya dengan Rasulullah. Selain makar yang dilakukan oleh orang Yahudi, yang telah di uraikan diatas disini ada beberapa kisah makar pada zaman Nabi Muhammad s.a.w. bagaimana orang yang tidak mau menerima ajaran Nabi Muhammad, dan mereka berusaha untuk menyingkirkan dan membunuh Nabi dengan berbagai cara. Disini akan kita lihat beberapa kisah makarnya orangorang Quraisy yang ingin membunuh Nabi Muhammad, dengan makarnya Allah yang berupa pertolongan untuk melindungi para Rasul dan AgamaNya. B. Makar Orang- Orang Quraisy Terhadap Nabi Muhammad Dalam firman Allah Surat Al-Anfal ayat 30:
" Dan ingatlah tatkala telah mengatur tipu daya orang- orang kafir itu terhadap engkau, buat menawan engkau, atau membunuh engkau, atau mengeluarkan engkau dan mengatur tipu daya, sedangkan Allah mengatur tipu daya, dan Allah itu adalah sepandai- pandai mengatur tipu daya."
Dalam ayat ini dikisahkan makarnya Orang- orang Quraisy yang ingin menyingkirkan Nabi Muhammad s.a.w. Dalam Ketiga
maksud ini telah dimusyawarahkan oleh kaum
musyrikin, terutama oleh pemuka- pemuka mereka di Makkah. Menurut riwayat Ibnu Ishaq dalam sirahnya, Ibnu Jarir dalam Tafsirnya, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim dalam tafsir mereka pula, dan Abu Nu'aim dan Al-Baihaqi dalam Dalailul Nubuwwah, riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa orang- orang yang terkemuka dari kabilah –kabilah Quraisy berkumpul memperkatakan sikap yang akan diambil terhadap Nabi s.a.w. ke Majlis Darun Nadwah, yaitu balirung yang terkenal itu.
Abu Jahal dan kaum Quraisy yang lainnyapun merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad s.a.w
dengan cara menusuk beliau saat beliau terlelap tidur. Akan tetapi
tipudaya dari kaum kafir itupun tidak berhasil, diperingatkan kembali oleh Allah kepada Rasul-Nya, dan menjadi peringatan pula bagi kita. "Dan mereka mengatur tipudaya, sedang Allah mengatur tipudaya, dan Allah itu adalah sepandai- panadinya pengatur tipudaya." Dalam kisah bagaimana Rasulullah s.a.w. ke Madinah, kita melihat betapa gagalnya tipudaya kaum quraisy itu, yang digagalkan oleh tipudaya Allah. Meskipun keduanya disebut dengan makar, yang diartikan tipudaya, namun corak tipudaya adalah berbeda. Tipudaya si kafir bermaksud jahat, membunuh Rasul dan memadamkan islam sebelum tumbuh. Mereka berhadapan denga tipudaya Allah, yang bermaksud membela Rasul-Nya dan Agama-Nya.60 C. Nabi Shalih dan Kaum Tsamud Kalau sekarang nabi Muhammad saw berhadapan dengan kaumnya sendiri, kaum Quraisy, maka Nabi Shalih pun dahulu telah berhadapan pula dengan kaumnya sendiri, kaum tsamud.
Firman Allah dalam surat An-Naml Ayat 50:
" Dan mereka telah merencanakan suatu makar, dan Kamipun merencanakan suatu makar pula, tapi mereka itu tidaklah sadar." Dalam ayat ini dikisahkan bahwa mereka telah mengatur suatu siasat yang buruk sekali, untuk menganiaya Nabi Shalih, tetapi mengatur suatu siasat yang buruk sekali, untuk memelihara dan membela rasul-Nya. Tentu saja lebih cerdiklah Tuhan mengatur siasat-Nya. 60
Hamka, TafsirAl –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1985).hal:296-298.
Sebab Tuhan melihat yang tidak mereka lihat “tetapi mereka itu tidaklah sadar”(ujung ayat 50). Tuhan mengetahui siasat buruk mereka, namun mereka sedikit pun tidak mengetahui siasat yang diatur Tuhannya. Maka mereka-mereka yang kafir itu habis dimusnahkan azab. Nabi Shalih dan orang-orang yang beriman dipeliharakan oleh Tuhan. “maka perhatikanlah betapa jadinya akibat dari makar mereka itu” ( ayat 51). Semuanya musnah, semuanya hancur. Negerinya menjadi tumpukan puing. Orang-orangnya bergelimpangan di tengah jalan, setelah menderita azab siksaan kuning muka dihari pertama, merah dihari kedua dan hitam di hari ketiga, dan sorenya mati ranap mendengar bunyi pekik (jerit).61 “Sesungguhnya Kami telah menghancur-leburkan mereka dan kaum mereka seluruhnya.” ( ayat 51). Tidak ada sisanya lagi.
D. Kisah Nabi Nuh a.s dan Kaumnya Firman Allah dalam surat Nuh Ayat 22:
" Dan mereka telah menipu dengan sebesar- besar tipudayanya".
Dalam ayat ini dikisahkan bagaimana umat Nabi Nuh saat itu, bahwa syitan- ayaitan penipu yang menyesatkan mereka itu dari kebenaran, baik syaitan halus atau syaitan kasar, yaitu manusia yang menjalankan lakon syaitan, mereka itulah yang selalu membujuk, menipu, merayu membawa orang- orang yang tidak mau mengikuti ajaran Nabi itu, supaya mereka tinggalkan jalan yang benar dan tempuh jalan yang sesat.
61
Hamka, TafsirAl –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:223-225.
Menurut suatu riwayat dari Imam Bukhari, lima berhala pusaka kaum Nuh yang tersesat ini jadi waris turun- temurun bagi bangsa Arab yang jauh datang kemudian.62 Bertambah lama bertambah jauhlah mereka terpesona daripada ajaran yang benar, sudah sukar diharapkan untuk sembuh kembali. Sesungguhnya
sebab
kesalahan-
kesalahan
mereka,
merekapun
ditenggelamkan.(pangkal ayat 25). Bahwa kesalahan itu sudah terlalu banyak, maka jika datang hukuman Allah sudah wajar. Merekapun ditenggelamkan di dalam banjir besar yang telah meliputi bumi, sehingga puncak- puncak gunung yang tinggipun tidak kelihatan lagi, dari sangat naiknya air bah itu. " Dan berkata Nuh: Ya Tuhanku! Janganlah engkau biarkan diatas bumi, untuk orang yang kafir itu, suatu tempat tinggalpun." (pangkal ayat 26). Dari sangat kecewanya Nabi Nuh a.s melihat kedurhakaan kaumnya di waktu itu, beliau memohon kepada Allah agar mereka musnah semua, jangan seorangpun tinggal hidup. Karena hidup pun mereka tiada gunanya. 63
62
Hamka, TafsirAl –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:143.
63
Hamka, TafsirAl –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:142-144.
BAB IV PENAFSIRAN HAMKA TERHADAP AYAT-AYAT MAKAR A.
Inventarisasi Ayat-ayat tentang Makar Ayat –ayat Al-Qur‟an tentang makar tersebar dalam berbagai surat dengan berbagai
bentuk derivasi (turunan katanya), dan untuk mengetahui pengetahuan kata makar dalam AlQur‟an, terlebih dahulu harus ditelusuri dalam ayat –ayat tersebut dan dipahami sesuai konteksnya. Kata makar dalam Al-Qur‟an dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 40 kali dan tergelar dalam 14 surat dan 21 ayat. Pada setiap ayat adakalanya bentuk kata itu terulang beberapa kali. Yang memuat kata- kata itu antara lain : "Makara", terdapat dalam surat AlImran (3) Ayat 54, An-Nahl (16) Ayat 26, Ar-Ra'du (13) Ayat 42, " Makartumûhu", kata ini terdapat dalam surat al-A'raf (7) ayat 123. "Makarna", terdapat dalam surat an-Naml (27) ayat 50. "makaru", terdapat dalam surat Al-Imran (3) ayat 54, Ibrahim (14) ayat 46, An-nahl (16) ayat 45-46, An-Naml (27) ayat 50,
al-Mu'min (40) ayat 45, Nuh (71) ayat 22,
"Tamkurûna", terdapat dalam surat Yunus (10) ayat 21. "Yamkuru", terdapat dalam surat alAnfal (8) ayat 30. "Liyamkuru", terdapat pada surat al-An'am (6) ayat 123-124, al-Anfal (8) ayat 30, Yusuf (12) ayat 102, an-Nahl (16) ayat 127, an-Naml (27) ayat 70, Faatir 935) Ayat 10. kata "Makr" terdapat dalam surat al-A'raf (7) ayat 99 dan 123, Yunus (10) ayat 21, alRa'du (13) ayat 42, Saba' (34) ayat 33, Faatir (35) ayat 10. kata "Makran ", terdapat dalam surat
Yunus(10) ayat 21, an-Naml (27) ayat 50, Nuh (71) ayat 22. kata "Makruhum"
terdapat dalam surat ar-Ra'du (13) ayat 33, Ibrahim (14) ayat 46 dua kali terulang, an-Naml (27) ayat 51. kata " Bimakrihinna", terdapat dalam surat Yunus (12) ayat 31,. Kata "alMakirîna" terdapat dalam surat Ali- Imran (3) ayat 54, al-Anfal (8) ayat 30.
Ayat-ayat tentang makar diatas, lebih banyak dikemukakan tentang makarnya orangorang kafir terhadap para rosul atas dakwahnya, yaitu berupa ejekan, cercaan dan segala rintangan lainnya. Serta berusaha menandinginya dengan dalil-dalil mereka. Diantaranya adalah tentang makar saudara yusuf a.s terhadap nabi yusuf sendiri, yaitu melemparkannya ke dalam sumur. serta makarnya orang-orang yahudi terhadap nabi isa a.s (Almasih) yaitu berupa kebencian yang sangat kepada nabi isa sampai hendak menyalibnya. B.
Pengertian Makar dalam Tafsir Al-Azhar Tentang pengertian ini, para mufassir mengemukakan bahwa makar dalam Al-Qur‟an
umumnya diartikan dengan tipu daya, siasat, dan rencana jahat. Hanya yang membedakannya adalah segi tujuan dari pelaku makar itu sendiri. Al-Maraghi, misalnya mengemukakan bahwa kata al-makr adalah tipu daya bermaksud buruk secara rahasia.64 Muh. Husain Al-Thabathaba'I menjelaskan bahwa al-makr adalah segala macam tipu daya dan muslihat orang-orang musyrik yang dijadikannya untuk memperoleh kemulian dan kemenangan.65 Sedangkan hamka di dalam tafsirnya mengatakan : bahwa makar ialah segala tipu daya dan helah buat memalingkan orang dari yang benar kepada yang salah dari yang baik kepada yang jahat.66 Adapun makar yang disandarkan kepada Allah (makarullah) diartikan dengan siasat Allah. Karena tipu daya yang dipakai untuk manusia sudah membayangkan yang buruk. Maka buat Allah diartikan dengan siasat. Karena setiap permukaan bumi terdapat beberapa skrup dan pesawat, yang suatu waktu dari lawan bisa dijadikan menjadi lawan. Seperti yang diungkapkan Ahmad Hasan dalam Tafsir al-Furqan mengartikan makr dengan "percobaan Allah".67 64
Ahmad Mustofa Al'Maraghi,Tafsir Al-Maraghi (jilid 13), CV. Thaha Putra, Semarang 1994. hal:216. Muhammad Husain Al-Thabathabaiy,Al-Qur’an-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an (Juz IV), (Mansyurat Beirut, Libanon).hal: 24. 66 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:36. 65
67
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:26.
Ibnu qayyim al-jauziyyah menjelaskan bahwa tipu daya yang disifatkan Allah kepada diri-Nya adalah pembalasan orang-orang yang melakukan tipu daya terhadap rosul-rosul-Nya dan para kekasih-Nya. Maka Allah membalas tipu daya mereka yang buruk dengan tipu daya yang baik. Tipu daya mereka merupakan tipu daya yang lebih buruk, sedangkan tipu daya dari Allah merupakan tipu daya yang lebih baik, karena itu merupakan cermin keadilan dan pembalasan atas pendustaan terhadap rosul dan wali-Nya.68 Istilah "makar" sudah dipakai dalam bahasa hukum di Indonesia dan sudah dijadikan sebagai bahasa Indonesia. Yaitu segala tindakan pidana untuk maksud jahat dalam bahasa hukum di Indonesia telah disebut makar.69 Dengan demikian, bahwa pengertian makar mencakup segala tindakan baik ucapan atau perbuatan yang mengandung sebuah tipuan dengan cara bersiasat yang cerdik untuk menimpakan segala kemungkinan yang terjadi, bahaya atau kerugian kepada pihak yang hendak ditipu, baik dilakukan secara rahasia maupun secara terang-terangan. Seperti halnya perkataan makar, dewasa ini sering diungkapkan orang, baik itu di media cetak, yang mempunyai pengertian segala perkataan dan perbuatan yang mengandung tipu daya untuk merugikan orang lain, mencelakakannya dan merampas hak-haknya. Hal ini tidak terlepas kaitannya dengan masalah politik dan kekuasaan suatu bangsa atau Negara. Misalnya pihak-pihak yang berkuasa itu mudah saja untuk melakukan makar dalam mempertahankan kekuasaannya. Orang-orang yang hendak berjuang menegakkan ajaran Allah swt. Dan rosul-Nya senantiasa mendapat berbagi halangan dan rintangan. Cara-cara propaganda yang modern bisa saja membuat cita-cita yang benar dan suci sebagai kejahatan. Keinginan agar hukum Allah berlaku di masyarakat dapat saja dituduh sebagai pemberontakan. Akan tetapi, segala usaha hendak menyingkirkan peraturan Allah di muka 68
Ibnu Qayyim Al-jauziyah, Perangkap Setan terj. Khatur Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998)
69
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:35.
hal:48.
bumi mendapat pujian yang besar. Sedangkan usaha untuk menegakkan syiar Allah dalam memegang ajaran Al-Qur‟an dan sunnah rosul-Nya, dapat saja dituduh sebagai fanatic dan menghalang-halangi kemajuan. Inilah usaha-usaha dari " Akâbira mujrimîha" (penjahatpenjahat terbesar yang melakukan tipu daya di dalam suatu negeri).70 Dalam menyikapi hal ini, bahwa setiap perkataan atau perbuatan yang melanggar peraturan perundangan-undangan yang dibuat berdasarkan hukum dan syariat Islam, serta tidak semata-mata bertujuan hanya untuk mendiskriditkan suatu golongan tertentu serta bukan karena dorongan hawa nafsunya, akan tetapi undangan-undang itu dibuat semata-mata bertujuan untuk keamanan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan masyarakat bangsa atau Negara, maka hal ini dapat dikatakan sebagai perbuatan atau makar yakni melakukan tipu daya untuk merencanakan kejahatan. Oleh karena itu perkataan makar ini, harus diketahui makna dan tujuan serta akibatnya. B.
Tujuan dan Akibat Makar Dari analisa penulis terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an yang telah dihmpun sebelumnya,
surat al-anfal ayat 30, al-An'am ayat 123.
"Dan ingatlah tatkala telah mengatur tipu daya orang-orang kafir terhadap engkau, atau mengeluarkan engkau. Dan mereka mengatur tipu daya sedangkan Allah pun mengatur tipu daya, dan Allah itu adalah sepandai-pandai tipu daya".71
70
71
Soenarjo dkk, Al-Qur’an dan Terjemah,(Surabaya: Jaya Sakti 1998).hal:208. Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1985).hal:296.
"Dan demikianlah, telah kami jadikan pada tiap-tiap negeri beberapa orang besar-besar jadi pendurhaka, mereka menipu daya di dalamnya, padahal tidaklah mereka menipu daya melainkan kepada diri mereka sendiri, namun mereka tidaklah sadar".72 Pada kata "Akâbira mujrimîha" mengartikan orang-orang yang paling aniaya dalam suatu masyarakat atau kebuayaan tertentu, untuk mencari cara-cara dan siasat. Dengan ini memberi peringatan kepada rasul-rosul Allah dan sekalian orang-orang yang beriman, bahwa pada tiap-tiap negeri besar atau kecil telah ditakdirkan Allah ada saja orang-orang besar di negeri itu yang mendurhakai dan berusaha menghalanghalanginya segala maksud yang baik dengan menipu daya didalamnya.73 "Li Yam Kuru Fîha”, Kata artikan karena hendak membuat tipu daya di dalamnya, yaitu di dalam negeri itu:”Yam Kuru” ialah dari kata makar, kita artikan tipu daya. Di dalam hukum bahasa Indonesia telah disebut makar. Segala tindak pidana untuk maksud yang jahat . Didalam maksud asalnya disebut makar. Makar ialah segala tipu daya dan helah buat memalingkan seseorang dari tujuan yang dimaksudnya kepada tujuan yang lain, baik dengan perbuatan ataupun dengan ucapan-ucapan yang manis. Dan dipakai untuk memalingkan orang dari yang benar kepada yang salah, dari yang baik kepada yang jahat.74 Asal makna “Aniaya” adalah kezhaliman dan melampaui batas yang telah ditentukan. Arti zhalim menurut ahli bahasa dari kebanyakan ulama adalah “meletakkan sesuatu bukan pada tempat atau letaknya”. Oleh karena itu, kata kezhaliman diartikan sebagai penyimpangan dari ketentuan, baik besar ataupun kecil.75 Sebagian Hukama (ahli Filsafat Islam) membagi kezhaliman itu ke dalam tiga bagian, yaitu : 1. Kezhaliman manusia terhadap Allah SWT. Kezhaliman yang terbesar dari jenis ini adalah kufur (mengingkari Allah), Syirik (Menyekutukan Allah), dan Nifak (mengaku beriman dengan lidahnya akan tetapi batinnya menolak). Allah berfirman dalam surat Luqman ayat 13: 72
Hamka, Tafsir Al –Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:84.
73
Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an (Terjemahan Anas Mahyudin), Putaka Jakarta, 1984. hal: 84.
74
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:35.
75
Muhammad Ali Usman, Hadis Qudsi (Pola Pembinaan Akhlak Muslim) cet-21 (CV Diponegoro Bandung 1996)hal: 157.
“Dan ingatlah tatkala luqman berkata kepada puteranya di kala dia mengajarinya:” Wahai anakku! Janganlah engkau persekutukan dengan Allah, sesungguhnya mempersekutukan itu adalah aniaya yang amat besar”.76
Mempersekutukan yang lain dengan Allah adalah aniaya paling besar. Sebab tujuan hidup bisa jadi pecah berderai. alam itu pecah bederai. Dan manusia itu sendiri pun jadi berpecah-belah karena syirik. Sebab masing-masing menghadap dan menyembah apa yang dipertuhannya itu. Padahal itu sama. Bertambah maju hasil penyelidikan manusia dan berkembangnya teknologi, bertambah pula orang yang mempersekutukan Tuhan itu meninggalkan Tuhan-Tuhannya. Kepercayaan atau berbilang banyak kian hilang. Kemajuan teknologi itu sendiri membawa manusia berpikir kepada kesatuan kuasa. Tidak mungkin berbilang Islam menyediakan “dulang” penampungan jalan pikiran demikan dengan ajaran tauhidnya.77 2. Kezhaliman manusia dengan sesamanya Yaitu berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain rugi karena perbuatannya, seperti melanggar janji, takabur, membuat keonaran, kacak dan sebagainya. Allah SWT berfirman dalam surat asy-syuraa ayat 40: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berjahat) maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”.78 3. Kezhaliman terhadap diri sendiri
76
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:125.
77
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:128.
78
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1989).hal:179.
Yaitu berbuat maksiat dan kedurhakaan, seperti berzina, meminum minuman keras dan melanggar larangan Allah SWT. Lainya seperti firman Allah SWT. Dalam surat al-Baqorah ayat : 57
“Dan tidaklah mereka menganiaya kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya mereka sendiri”.79 Allah SWT, telah mewahyukan kepada Nabi dan Rosul-Nya : Daud a.s agar melarang orang yang melakukan kezhaliman mengatas namakan perbuatannya itu dengan atas nama Allah, atau menyebut-nyebut salah satu sifat-sifat-Nya. Seringkali orang melakukan kezhaliman berpura-pura dzikir kepada Allah. Seolah-olah hendak menipu Allah. Padahal orang yang melakukan dzikir dengan sungguh-sungguh pasti akan menghentikan kezhalimannya, dan mereka merasa enggan diri agar melakukan kezhaliman orang yang sebagian dzikir tujuan yang menipu dirinya sendiri tanpa disadarinya. Allah berjanji akan selalu ingat kepada orang dzikir kepada-Nya dengan melimpahkan rahmat dan karunia serta ampunan-Nya, akan tetapi bagi orang-orang yang berpura-pura dzikir di saat melakukan kezhaliman, Allah akan ingat pula dengan melaknat atau membalasnya sesuai dengan perbuatan yang tidak diridhai-Nya.80 Menurut Hamka pada ayat itu, Allah SWT menegaskan bahwa dalam menegakkan agama Allah tidaklah heran, jika mendapat hambatan dan gangguan dari orang-orang yang terkemuka di negeri itu, sebab itu selalu terjadi pada tiap-tiap negeri apabila ada orang yang bermaksud baik dan bercita-cita mulia. Mereka selalu berbuat makar dengan segala tipu daya 79
80
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:30.
Muhammad Ali Usman, Hadis Qudsi (Pola Pembinaan Akhlak Muslim) cet-21 (CV Diponegoro Bandung 1996)hal: 159.
akal busuk menyalahartikan segala maksud yang baik itu, dan berusaha membelokkan tujuannya. Maka ayat ini menjadi pedomanlah bagi umat nabi Muhammad saw. Sampai akhir zaman, apabila mereka bermaksud akan menegakkan agama yang hak di muka bumi halangan pasti ada. Yang menghalangi bukan sembarang orang bahkan orang-orang yang terkemuka di negeri itu.81 4.
Menghalang- halangi manusia dari jalan yang benar dengan tipu daya, dalam
surat Ar-Ra‟du ayat 33 dan An-Nisa ayat 76:
“Apakah dia yang menjaga tiap-tiap jiwa bersama dengan apa yang diusahakan? (sama dengan yang tidak menjaga). Dan mereka menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu”. Katakanlah :”Sebutlah nama mereka” atau apakah kamu hendak memberitakan kepadaNya apa yang tidak diketahuinya di bumi atau degan kulit lahir kata saja? Bahkan dihiaskan bagi orang-orang kafir tipu daya yang dihalangi mereka dari jalan Allah. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidaklah baginya yang akan memberi petunjuk”.82
“Orang-orang yang beriman, berperanglah mereka pada jalan Allah, tetapi orang-orang yang kafir, berperang mereka pada jalan thagut. Maka perangilah olehmu pengikutpengikut syaitan itu. Sesungguhnya tipu daya syaitan adalah lemah”.83 5. Mengajak manusia kafir kepada Allah SW. Seperti dalam Firman Allah, Surat Saba‟ ayat 33 :
81
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:36.
82
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1989).hal:95.
83
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:160.
“Dan orang-orang yang diperlemah berkata kepada orang-orang yang membesarkan diri tadi :”Bahkan tipu daya siang dan malamlah seketika kamu perintahkan kami supaya kami kafir terhadap Allah dan mengadakan sekutu-sekutu untuk-Nya “. Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. Dan kami jadikan belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tdaklah mereka akan diganjari melainkan dari sebab apa yang telah mereka kerjakan”.84 Pada ayat ini manusia yang diperlemah itu memberikan pula jawaban yang lemah. Mreka katakan bahwa hal itu telah terjadi, mereka telah tertipu atau terpengaruh oleh orang-orang yang membesarkan diri itu karena tipuan siang dan malam. Akhirnya ialah :”kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka telah melihat azab”. Tidak lagi satu piha menyalahkan yang lain atau menimpakan kesalahan pada yang lain, melainkan telah sama-sama menginsafi dan merasakan bahwa mereka sama-sama salah. Golongan istakbarû, yang membesarkan diri insaflah di waktu itu bahwa mereka adalah makhluk kecil. Hina dan lemah, yang tidak ada harga sama sekali, yang tidak dapat mengangkat muka dihadapan Allah. Yang diperlemah itupun merasalah kejatuhan karena salah mereka sendiri, mengapa dikorbankan kemerdekaan diri, kemerdekaan akal dan pikiran, kemerdekaan menyatakan kebebasan keyakinan, lalu merunduk jadi hina di hadapan sesama manusia? Waktu itulah keduanya sama-sama mengerti, yaitu di waktu azab siksaan Ilahi telah nampak di hadapan mereka, pintu neraka ternganga dan akan sama dihalaukan kedalamnya. Itulah pengangkatan bagi orang-orang yang beriman, yang tidak membesarkan diri dan tidak pula menerima dianggap hina dan diperlemah oleh sesama manusia sehingga hilang pendiriannya dan hanya jadi Pak Turut. Orang yang hidup taat menuruti garis yang ditentukan Allah dan diturunkan Nabi tidaklah akan merasakan azab yang demikian.85 6. Menentang tanda-tanda kekuasaan Allah dan kebenaran Islam, pada surat yunus ayat 21 dan An- naml ayat 51.
“Dan apabila Kami merasakan kepada manusia suatu rahmat, sesudah bahaya menyentuh mereka, tiba-tiba ada bagi mereka tipu daya pada ayat-ayat Kami. 84
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1988).hal:172.
85
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:179.
Katakanlah :”Allah lebih cepat pada tipu daya itu”. Sesungguhanya utusan-utusan kami menuliskan apa yang kamu tipu dayakan”.86
Rahmat nikmat yang diterima setiap hari, apalagi mukjizat, tidaklah akan banyak membawa perubahan bagi jiwa mereka, karena hati mereka telah tertutup. Maka selanjutnya bersabdalah Tuhan kepada rosul-Nya:”Katakanlah:”Allah lebih cepat pada tipu daya”. Artinya janganlah kamu coba berlarut-larut mengingkari kekuasaan Allah dengan memakai tipu daya, dengan mengemukakan berbagai dalih, bukan dalil. Janganlah mencoba mengelak dari kebenaran ilahi sebab peredaran tipu daya Tuhan itu cepat jalannya. Rahmat yang telah ada bisa dicabutnya pula kembali dengan segera kalau hal itu kejadian, kemana lagi kamu akan mengadu, sedangkan secara tipu daya, kamu telah memungkiri Tuhan.87
Firman Allah swt dalam surat Al-An'am ayat 51
”Maka perhatikanlah berapa jadinya akibat dari makar mereka itu, sesungguhnya kami telah melebur-leburkan mereka dan kaum mereka seluruhnya”.88
Oleh sebab itu, semua perbuatan baik dan perbuatan jahat sudah pasti ada akibat dan balasannya dari Allah swt. Diantara balasan Allah swt terhadap orang-orang yang berbuat makar yang tersebut di atas, adalah dikemukakan pada surat al-an‟am ayat 124.
86
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:174.
87
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:181.
88
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1989).hal:259.
“Dan apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata :”Sekali-kali kami tidak akan percaya sehingga didatangkan seumpama apa yang didatangkan kepada rosul-rosul Allah”. Tetapi Allahlah yang lebih mengetahui sekira-kira dimana yang patut dia menjadikan risalah-Nya, akan mengenailah kepada orang-orang yang berdosa itu suatu kehinaan di sisi Allah dan siksaan yang sangat lantaran apa yang mereka tipudayakan itu”.89
Pada ayat tersebut dua akibat makar, pertama, bahwa mereka akan ditimpa oleh kehinaan. Menurut Hamka kehinaan ini terambil dari kata “Shaghârun” yang arti asalnya kecil, karena dia dikecilkan oleh Allah, dan dipandang hina. Ini adalah merupakan balsan dari sifat “Takabbur” dan atau sombong, baik karena dia tidak mau beriman kepada Allah dan kepada nabi Muhammad saw. Sebagai rasul-Nya yang kedua, mereka akan ditimpa oleh azab siksaan alla, dikarenakan tipu daya makar yang telah mereka perbuat itu, walaupun mereka tetap mangatur siasat buat menghambatnya. Namun semua tipu daya mereka akan digagalkan oleh Allah SWT. Maupun dia ingin menjadi orang besar. Sehingga ingin dipuja oleh semua orang ataupun tidak mau menerima dari orang lain dan sebagainya.90 D.
Pelaku-Pelaku Makar Setelah diuraikan pada bagian atas tentang makar dalam Al-Qur‟an, maka akan dapat
diketahui para pelaku makar yang dikemukakan oleh Al-Qur‟an. Diantaranya adalah orangorang kafir, orang-orang munafik dan orang-orang musyrik. Antara lain, Al-Qur‟an surat arRa‟du:42, Saba‟ :33, dan an-Nisa:76, 142, Al-Anfal:18, Al-Anfal:30.
“Dan sesungguhya telah menipu daya orang-orang yang sebelum mereka, tetapi bagi Allahlah (balasan) sekalian tipu daya. Dia mengetahui apa yang diusahakan oleh tiap-
89
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:30.
90
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:40.
tiap diri, dan akan mengetahuilah orang-orang yang kafir, bagi siapakah balasan akhirat itu”.91
“Dan orang-orang yang diperlemah berkata kepada orang-orang yang membesarkan diri tadi:”Bahkan tipu daya siang dan malamlah seketikda kamu perintahkan kami supaya kami kafir terhadap Allah dan mengadakan sekutu-sekutu untuk-Nya: kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab dan kami jadikan belenggu dileher orang-orang yang kafir. Mereka tidaklah mereka akan diganjari melainkan dari sebab apa yang telah mereka kerjakan”.92
“Orang-orang yang beriman, berperanglah mereka pada jalan Allah, tetapi orang-orang yang kafir, berperang mereka pada jalan thagut. Maka perangilah olehmu pengikutpengikut syaitan itu. Sesungguhnya tipu daya syaitan adalah lemah”.93
"Dan orang-orang yang diperlemah berkata kepada orang-orang yang membesarkan diri tadi:”Bahkan tipu daya siang dan malamlah seketika kau perintahkan kami supaya kami kafir terhadap Allah dan mengadakan sekutu-sekutu untuk-Nya”. Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. Dan kami jadikan belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidaklah mereka akan diganjari melainkan dari sebab apa yang telah mereka kerjakan".94
91
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:106.
92
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1988).hal:172.
93
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:160.
94
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1988).hal:172.
“Sesungguhnya orang-orang yang munafik itu menipu Allah. Dan Allah pun (balas) menipu mereka. Dan apabila mereka berdiri kepada sembahyang, mereka berdiri dalam keadaan malas, mereka hendak menonjol-nonjolkan kepada manusia, dan tidaklah mereka mengingat Allah, kecuali sedikit”.95 “Begitulah!Dan sesungguhnya Allah melemahkan tipu daya orang-orang yang kafir”.96
“Dan ingatlah tatkala telah mengatur tipu daya orang-orang kafir terhadap engkau, buat menawan engaku atau membunuh engkau , atau mengeluarkan engaku, dan mengatur tipu daya, sedangkan Allah mengatur tipu daya, dan Allah itu adalah sepandai-pandai mengatur tipu daya”.97 1.
Kategori Kafir
“Bahwa yang termasuk orang-orang kafir adalah siapa saja menolak Islam membencinya, memusuhinya, memeranginya, membuat dan melaksanakan hukum selain hukum Allah. Kategori kafir juga dapat dikenakan kepada mereka yang merendahkan serta menganggap bahwa hukum ciptaan manusia lebih baik dan lebih tepat untuk dilaksanakan serta lebih mampu menjawab problema masyarakat modern yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dari pada hukum Allah. Termasuk kafir juga orang yang mengangkat pemimpin selain orang yang beriman (Yahudi, Nasrani dan sejenisnya), sebagai pemimpin mereka dengan meninggalkan orang-orang yang beriman. Mereka merasa aman dan mencari kemuliaan di sisi orang-orang kafir, mereka tidak menyukai kejayaan dan kemajuan orang-
95
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:331.
96
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1985).hal:267.
97
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1985).hal:296.
orang Islam, sebaliknya merasa gembira jika umat Islam mendapat musibah dan kekalahan, merekalah orang-orang kafir lagi zhalim.
2.
Munafik
Ayat diatas menjelaskan sebagian sifat-sifat orang munafik, yang bermaksud menipu Allah dengan shalat, karena ketika mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas dan bermaksud riya. Yaitu melakukan suatu amal tidak semata-mata mencari keridhaan Allah, tetapi untuk mencari pujian atau polaritas di masyarakat, sementara mereka melakukan hal ini hanyalah sekali-kali saja pada saat berada dihadapan orang banyak. Dalam kitab tafsirnya ibnu katsir berkata, yang dikutip Hamka, inilah sifat orang munafik terhadap suatu amalan semulia-mulianya dan seutama-utamanya dan sebaik-baiknya yaitu sembahyang. Kalau mereka berdiri akan mengerjakanya merapun merasa malas, karena tidak ada niat terhadap sembahnyang itu tidak ada imannya, dan tidak ada rasa takutnya kepada Allah dalam perasaan malam. Tetapi hendaklah ia berdiri dengan muka jernih berseri. Dengan sebesar-besar keinginan an kegembiraan. Sebab dia akan menyampaikan permohonan kepda Allah dan akan berhadapan dengan dia, dan Allah akan memberinya ampun dan akan memperkenankan doanya “Mereka hendak menonjol-nonjolkan kepada manusia”, artinya, meskipun mereka mengerjakan sembahyang juga, namun maksud mereka hanya semata-mata riya. Yaitu hendak mempertontonkan kepada manusia bahwa dia orang sembahnya yang akan mengganggu kesenangan nafsunya masalah dia mengerjakan “.98 Nifak adalah suatu sifat yang berbeda antara lahir dan batin atau dengan kata lain berbeda antara perkataan dan perbuatannya, adapun orang disebut “munafik”, secara ringkas munafik itu dapat disimpulkan antara lain adalah orang yang berpura-pura menampakkan
98
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:332.
keIslamannya dengan mengucapkan dua kalimah syahadat, mengerjakan shalat, dan sebagainya. 3.
Musyrik
Syirik menurut etimologi adalah persekutuan atau bagian, sedangkan menurut terminology adalah menyekutukan Allah dengan selain-Nya baik dalam segi keyakinan, ucapan, ataupun perbuatan. Orang yang melakukan syirik disebut musyrik. Perbuatan syrrik adalah dosa yang sangat besar dari semua dosa yang dapat diapuni Allah yaitu syirik, terkecuali dosa syirik itu apabila ia dapat bertaubat sebelum mati, Surat An-Nisa ayat 48. Yang artinya : “Sesungguhnya Allah tidaklah akan memberi ampun bahwa dia diperserikatkan, dan barang siapa yang dia kehendaki. Dan barangsiapa yang mempersekutukan dengan Allah, sesungguhnya dia telah membuat dusta suatu dosa yang besar”.99
Syirik juga kezhaliman yang sangat besar, sebagaimana terdapat dalam firman Allah pada surat al-An‟am ayat 82:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu orang-orang yang mendapat petunjuk”.100
Ayat itu mereka rasakan berat, sehingga mereka bertanya kepada rasulullah SAW :”Wahai Rasulullah, siapakah diatara kami yang tidak pernah berbuat zhalim kepada dirinya? Beliau menjawab : ……. “Sesungguhnya mempersekutukan itu adalah aniaya yang amat besar”.101
99
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:95.
100
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:200.
101
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:125.
Menurut hamka, bahwa syrik itu macam-macam, antara lain sebagai berikut.102 1.
Syirik al-istiqlal, yaitu menetapkan pendirian bahwa fulan itu dua dan keduanya bebas bertindak sendiri-sendiri, seperti syirik orang majusi (penyembah api).
2.
Syirik at-taidh, yaitu menyusun Tuhan dari beberapa Tuhan, sebagai syiriknya orang nasrani.
3.
Syirik at-taqrib, yaitu beribadat, memuja kepada yang selain Allah untuk mendekatkan diri kepada Allah; sebagaimana syiriknya orang jahiliyah zaman dahulu.
4.
Syirik al-Asbab, yaitu menyandarkan pengaruh kepada sebab-sebab yang biasa, sebagaimana syiriknya orang-orang ahli filsafat dan penganut faham naturalis.
5.
Syirik at-taqlid, yaitu memuja, beribadat kepada yang selain Allah karena taqlid (turuta-turutan)kepada orang lain.
6.
Syirik al-Aghraadh, yaitu beramal bukan karena Allah.
Nabi SAW Bersabda :
“Satu hadist dari jabir, bahwa seorang bertanya kepada Rasulullah SAW.: “ya rasulullah : 1. Barangsiapa yang mati tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Allah, pastilah masuk syurga. 2. Dan barangsiapa yang mempersekutukan dengan Dia, pastilah masuk neraka” (H.R Muslim dan „Abd bin Humaid dalam musnadnya).103
102
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:99.
103
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:100.
Maksud dari menyekutukan di sini adalah dengan amalnya itu, ia tidak ingin dipuji. Rasulullah bersabda: “Jauhilah olehmu syirik kecil, para sahabat bertanya : “Ya rasulullah, apakah yang dimaksud syirik kecil itu? Beliau menjawab :”Yaitu Riya”. E.
Mengahadapi Makar Diantara ayat-ayat yang mengemukakan tentang cara menghadapi makar menurut Al-
Qur‟an adalah sebagai berikut : 1.
Bersabar dan tidak bersedih hati, surat an-Nahl ayat 127-128 dan an-Naml
ayat 70.
“Dan bersabarlah engkau! Dan tidaklah sabar engaku itu melainkan dengan Allah, dan jangan engkau berduka cita terhadap mereka, dan jangan engkau bersempit hati lantaran tipu daya mereka”.104 “Sesungguhnya Allah adalah orang-orang yang bertaqwa dan beserta orang yang berbuat kebajikan”.105 “Dan janganlah engkau berduka cita terhadap mereka, dan janganlah merasa sempit dari sebab tipu daya mereka itu”.106 2.
Memohon pertolongan Allah, Surat al-anfal ayat 62.
“Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mu‟min”.107 104
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:314.
105
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:314.
106
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:12.
107
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:187.
3.
Berjihad, surat an-Nisa ayat 76 dan surat yusuf ayat 33
“Orang-orang yang beriman, berperanglah meraka pada jalan Allah, tetapi orang-orang yang kafir, berperang mereka pada jalan thagut. Maka perangilah olehmu pengikutpengikut syaitan itu. Sesungguhnya tipu daya syaitan adalah lemah”.108
“Dia berkata : Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada apa yang mereka ajak aku kepadanya. Dan jika tidak engkau palingkan daripadaku tipu daya mereka, niscaya rebahlah aku kepada mereka dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bodoh”.109 4.
Bersabar dan bertaqwa, surat Ali Imran ayat 120 .
“Jika kamu memperoleh kebaikan niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak akan mendatangkan kemadharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan”.110
Ayat-ayat diatas mengungkapkan sikap yang diambil oleh nabi saw. Dalam menghadapi makar/tipu dayanya orang-orang kafir dan orang-orang munafik, yaitu sikap sabar dengan keteguhan hati (lapang dada). Dan keteguhan tersebut hanya dengan
108
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:160.
109
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1988).hal:220.
110
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:96.
pertolongan Allah SWT. Dan janganlah berduka cita serta gelisah (sempit dada) menghadapi tipu muslihat mereka. Disinilah
pentingnya
sebuah
perjuangan
yang
menganjurkan
manusia
agar
memperjuangkannya dari yang bathil kepada yang benar hingga dapat mengalahkan kebathilan dan keburukan. Hal ini, dapat terlaksana dengan sendirinya apabila melalui perjuangan. Istilah Al-Qur‟an menyebut perjuangan adalah dengan “Al-jihad”, namun kata ini sering dipersempit artinya atau disalahpahami. Karena jihad merupakan cara yang ditetapkan Allah untuk menguji manusia. Tampak pula kaitan yang sangat erat dengan kesabaran. Sebagai isyarat bahwa jihad adalah sesuatu yang sulit dan memerlukan ketabahan yang merupakan ujian dan cobaan bagi kualitas iman seseorang.111 Asal mula arti al-jihad adalah mengeluarkan segala kesungguhan, kekuatan, dan kesanggupan kepada jalan yang dii‟tikadkan manusia. Bahwa jalan itulah yang hak dan benar. Namun demikian, kata al-jihad itu sering dipakai dalam arti “perang sabil” atau memerangi musuh-musuh Islam dan membela diri dari serangan dan gangguan mereka. Adapun cara-cara jihad itu bermacam-macam. Ada yang dengan ucapan dalam usaha menyampaikan kata-kata yang benar, adapula dengan harta kekayaan, dan ada kalanya dengan senjata serta dengan jiwa. Allah SWT. Telah berfirman dalam surat al-Anfal ayat 72:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah (dari mekkah ke madinah atau dari maksiat kepada taat). Serta berjihad fi sabilillah dengan harta dan jiwanya, dan 111
Quraish shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung : Mizan 1996). Hal: 501.
orang-orang yang member tempat tinggal (bagi tamu-tamu) dan menolong (al-anshar), mereka itu saling melindungi satu sama lain”112. Yang dimaksud dengan “fi sabilillah” (jalan Allah) adalah jalan yang telah digariskan Allah dan diisyaratkan kepada hamba-Nya untuk dijalankan sebagai ibadah dalam batasanbatasan yang telah ditentukan-Nya. Menurut Hamka, bahwa yang boleh dikatakan jihad fi sabilillah yaitu perang karena mempertahankan agama.113 Adapun jihad ada dua macam : a.
Jihad ashgar (kecil), yaitu memerangi orang-orang kafir, jihad seperti ini
disebut jihad kecil, meskipun terjadi pertempuran dan pertumpahan darah yang begitu dhsyat dalam pandangan lahiriyah manusia. b.
Jihad akbar (besar), yaitu jihad memerangi hawa nafsu. Pengertian ini
didasarkan pada hadits Nabi saw : “kita sekarang kembali dari jihad ashgar (perang badar/Uhud) kepada jidah akbar, yaitu memerangi hawa nafsu. Pada umumnya ayat yang berbicara tentang jihad tidak menyebutkan objek yang harus dihadapi. Yang secara tegas dinyatakan objeknya hanyalah berjihad menghadapi orang-orang kafir dan munafik sebagaimana telah disebutkan Al-Qur‟an dalam surat at-taubah ayat 73:
"Wahai Nabi berjihadlah menghadapi orang- orang kafir dan orang- orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka jahanam, dan itulah tempat kembali yang seburuk- buruknya.114
112
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:223.
113
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:163.
114
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:152.
Tetapi ini tidak berarti bahwa kedua objek itu yang harus dihadapi dengan jihad, melainkan dalam ayat-ayat lain disebutkan bahwa musuh-musuh yang dapat menjerumuskan manusia kepada kejahatan, adalah setan dan hawa nafsu mereka sendiri. Keduanyapun harus dihadapi dengan perjuangan. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 168:
"Hai orang- orang yang beriman, makanlah apa-apa yang halal lagi baik yang ada dibumi, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah setan, karena sesungguhnya dia merupakan musuh nyata bagimu" .115
Hawa nafsupun diperingakan Al-Qur‟an agar tidak diikuti sekehendak hati. Firman Allah pada surat al-Qashash ayat 50:
"Maka tidak dijadikan mereka jawab tantanganmu itu, maka ketahuilah bahwa mereka ikuti tidak lain hanyalah hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang- orang yang memperturutkan hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah? Sesungguhnya Allah tidaklah akan memeberi petunjuk kepada kaum yang Zalim".116
Kebenaran dalam Al-Qur‟an ini telah nyata. Alasan dari agama ini telah kokoh. Kalau ada yang menolak sudah nyata menolak dengan hawa nafsu. Karena orang tidak mau menuruti jalan yang jujur, pasti ia menempuh yang curang. Artinya bahwa akhir kesudahan dari orang yang bertahan pada kesalahan itu, karena memperturutkan haawa nafsu tidak
115
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1989).hal:41.
116
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:96.
jugalah akan selamat. Mereka pasti gagal atau hancur atau kalah. Jalan mereka buntu. Kalau mereka tidak juga mau percaya, tidak ada sebab yang lain, karena hawa nafsu itu juga. Itulah yang akan membawa mereka celaka.117 Maka jelaslah bahwa perjuangan menghadapi orang kafir, munafik, syaitan dan hawa nafsu dapat dikatakan:"bahwa sumber dari segala kejahatan adalah syaitan yang sering memanfaatkan kelemahan nafsu manusia". Ketika manusia tergoda oleh syaitan, ia menjadi kafir, munafik dan menderita penyakit- penyakit hati, atau pada akhirnya manusia sendiri yang menjadi syitan. Sementara syitan sering didefinisikan sebagai "manusia atau jin" yang durhak kepada Allah serta merayu pihak lain untuk melakukan kejahatan. (QS.114:5-6). Menghadapi mereka tentunya tidak harus melalui peperangan atau kekuatan fisik, tetapi pada saat yang sam harus diingat pula bahwa perjuangan (jihad) fisik sama sekali bukan tidak diperlukan lagi, karena Allah memerintahkan untuk mempersiapkan kekuatan dan mengatur strategi dalam menghadapi musuh sebelum berjuang. Salah satu yang membantu kemenangan adalah pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan musuh serta tipu dayanya. Karena itu pula Al-Qur‟an banyak mengurai sifat- sifat syaitan, nafsu manusia, orang- orang kafir dan orang- orang munafik. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa sumber segala kejahatan adalah syaitan yang sering menggunakan kelemahan nafsu manusia. Syaitan adalah nama yang paling popular diantara nama-nama siperayu kejahatan. Begitu populernya sehingga menyebut namanya saja terbayang kejahatan itu. Sedangkan nama syaitan dikenal dalam tiga agama antara lain Yahudi. Nasrani dan Islam. Yang jelas Allah tidak menciptakan syaitan secara sia- sia. Sejak manusia mengenalnya, sejak itu pula terbuka lebar pintu kebaikan bagi manusia, karena denagn mengenalnya, mengetahui sifat- sifatnya, manusia dapat membedakan mana yang baik dan 117
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:99.
mana yang buruk.bahkan dapat mengenal subtansi kebaikan, dan kebaikan bukanlah sekedar sesuatu yang tidak jelek atau jahat, bukan pula lawan dari kejelekan atau kejahatan. Namun wujud nyata kebaikan baru nyata pada saat kejahatan itu diabaikan lalu dipilihnya yang baik. Itu sebabnya manusia melebihi malaikat, karena kejahatan tidak dimiliki oleh malaikat, sehingga mmereka tidak dapat tergoda. Manusia dapat menjadi syitan pada saat ia enggan memilih yang baik, lalu menyuruhnya yang lain memilih kejahatan. Ketika syaitan (iblis) dikutuk oeleh Allah swt. Ia bersumpah dihadapan-Nya, Firman Allah dalam surat Al-A'raf ayat 16-17
" Dia Berkata: " Demi sebab engkau telah menyesatkan daku, maka sesungguhnya akan aku halangi mereka dari jalan engkau yang lurus iti." Kemudian itu, aku akan mendatangi mereka dan dari hadapan mereka dan dari belakang mereka, dan dari kanan mereka, dan dari kiri mereka, dan tidaklah akan engkau dapati kebanyakan mereka itu berterimakasih".118
Dalam hal ini, Hamka, menjelaskan. Bahwasannya manusia telah diberi ketetapan buat hidup di atas bumi dan telah diberi berbagai ragam mata penghidupan, tetapi amat sedikitlah mereka yang berterimakasih kepada Allah atas Rahmat yang dilimpahkan Allah kepada manusia. Kemudian Allah memberi peringatan kepada kita, bahwa sebab yang terbesar makanya manusia tidak berterimakasih lalu karena mereka telah kena oleh rencana perdayaan syaitan dan Iblis, Telah kena subversi dengan berbagai gangguan dari syaitan dan Iblis119. Dan ayat inipun mengisyaratkan bahwa setan akan menghadang dan merayu manusia dari empat penjuru: depan, belakang, kiri dan kanan, sehingga tinggal dua penjuru yang aman. Yaitu arah atas lambing kehadiran Allah SWT, dan arah bawah lambang kesadaran 118
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:179.
119
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:84.
manusia dan kelemahannya dihadapan Allah, sekaligus menyadari kelemahannya sebagai makhluk, agar dapat selamat dari godaan dan rayuannya. Begitu juga dengan para ulama, dalam menggambarkan godaan setan seperti virus, yaitu seseorang tidak dapat terjangkiti olehnya selama memiliki kekebalan tubuh. Ilumisasi menjadi cara terbaik untuk memelihara diri dari penyakit jasmani. Kebaikan jiwa diperoleh saat berada di arah "atas" maupun "bawah". Al-Qur‟an surat an-Nisa ayat 76 menggaris bawahi bahwa:
" Sesunguhnya tipu daya syaitan itu lemah".120
Ini tentunya bagi mereka yang memiliki kekebalan jiwa, serta menjadi dasar Al-Qur‟an memerintahkan manusia untuk berta'awudz atau memohon perlindungan-Nya saat terasa ada godaan. Sebagaimana dalam berjihad seorang muslim dianjurkan banyak berdzikir, antara lain dengan menyebut dan memekikkan kalimat takbir Allahu Akbar. Di sini perlu diingat bahwa kemiskinan, kebodohan, dan penyakit merupakan senjata setan, sekaligus menjadi iklim segar yang mengembangkan virus kejahatan, seperti dalam surat al-Baqarah ayat 268.
" Syaitan menakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat keji. Sedangkan Allah menyediakan ampunan daripada-Nya dan karunia Allah adalah Maha Luas pintu rezeki terbuka lagi Maha Mengetahui".121
120
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:160.
121
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982).hal: 50.
Pada
ayat
ini
mempertunjukkan
perjuangan
batin
orang
yang
dianjurkan
membelanjakan harta benda pada jalan Allah. Setiap harta akan dibelanjakan, syaitan selalu hendak campur tangan."Orang yang beriman tentu lekas sadar ketika mendapat rayuan dari syaitan itu. "Aku tidak mau memperturutkan tipu dayamu hai syaithan! Aku orang beriman, Tuhanku telah menjanjikan bahwa jika aku seorang pemurah. Tuhan pun pemurah pula untuk mengampuni dosa-dosaku, dan Tuhan akan memberiku karunia berlipat ganda. "Tentu janji Allah lah yang benar, sebab Allah Maha Luas, pintu rezeki terbuka, dan Allah Maha Mengetahui apa kurnia yang akan ditimpakan-Nya kepada hamba-Nya yang dermawan itu selanjutnya. Sedang syaitan tidak membawa kepada keluasan dan tidak membawa kepada tim ilmu.122 Penyakit juga merupakan senjata syaitan, deperti keluhan Nabi Ayub a.s yang diabadikan Al-Qur‟an surat shad ayat 41. ketika menderita penyakit bertahun- tahun lamanya.
" Dan ingatlah akan hamba kami, Ayub a.s ketika ia menyeru Tuhannya, sesungguhnya aku akan diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan (penyakit)".123
Kebodohan juga merupakan senjata dan lahan subur bagi setan untuk memberi janjijanji kepada manusia. Allah berfirman dalam surat an-Nisa ayat 120:
" Dia (syaitan) akan memberi jalan mereka dan akan memenuhi mereka dengan anganangan. Dan tidak ada yang dijanjikan syaitan kepada mereka, selain tipu belaka". 124
122
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982).hal: 53.
123
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal: 38.
124
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal: 281.
Pada ayat ini, bujuk rayu syaitanlah tipu belaka, guna menyesatkan para hamba Allah dari jalan yang lurus. Di sinilah perlu kesanggupan seseorang membentang dirinya dengan kekuatan iman dan akidah kepada Ilahi. Sebab tempat berlindung hanya Tuhan, lain tidak.125 Oleh karena itu, manusia dituntut oleh Allah SWT., untuk berjuang menghadapi segala macam rayuan, bisikan serta gangguan yang dilancarkan oleh orang-orang kafir, munafik dan musyrik yang terjangkiti oleh syetan. Dengan ini pula manusia harus mempersiapkan iklim dan lokasi yang sehat untuk menghalangi tersebarnya wabah dan virus yang diakibatkan oleh mereka, selanjutnya yang akan terjangkiti hati adalah orang-orang kafir, munafik, dan orangorang musyrik.
125
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal: 290.
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Berdasarkan uraian- uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan dari tulisan ini dengan merujuk kepada rumusan masalah diatas sebagai berikut: Jika dari segi sosiohitoris ataupun budaya pada zaman Nabi dan fenomena sekarang ini makar menurut Hamka adalah segala usaha tipu daya dan siasat seseorang untuk mencapai atau mendapatkan kekuasaan dengan cara bathil, baik dalam bentuk ucapan ataupun perbuatan. Berbeda dengan kata makar yang disandarkan kepada Allah SWT, itu merupakan suatu balasan bagi mereka yang berbuat makar. Tujuan makar yang dikemukakan adalah untuk mengingkari dan menandingi ajaran – ajaran Allah yang di bawa oleh Rasul- Rasul Allah dan para kekasih-Nya. Sedangkan Bentuk nyata dari makar secara fisik adalah berbuat kerusakan dimuka bumi, membuat keonaran, menyebarkan kebatilan, kzhaliman, ingkar kepada Allah dan rasul-Nya, serta bentuk kejahatan lainnya yang ditunjukan semata-mata untuk mendapat kekuasaan, kemewahan dunia secara bathil. Dengan demikian, cara menghadapi mereka yang berbuat makar adalah tiada lain hanyalah memohon perlindungan dari Allah swt. Dengan kesabaran dan salat, serta berjihad untuk menegakkan islam. Dengan ini pula, maka segala tipu daya makar mereka sedikitpun tidak akan mendatangkan kemhadaratan terhadap orang- orang yang bersabar dan bertakwa kepada Allah SWT. B.
Saran- saran Dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan pada ayat- ayat yang mengandung lafadz
makar dalam al-qur'an, yang ditafsirkan dalam tafsir Al-Azhar. maka dari itu penulis berharap di
kemudian hari ada penulis yang menyempurakan penelitian ini dengan bahasan dan penafsiran yang lebih luas lagi. Karena penulis sadar kesimpulan akhir dari skripsi ini tidak menutup kemungkinan ada kesimpulan lain dari analis yang di lakukan penulis. Penulis juga berharap ada penelitian lanjutan yang lebih komprehensif, terhadap ayat- ayat makar dalam al-qur'an dan tidak hanya menggunakan tafsir Al-Azhar saja. Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya, para pembaca, dan orang lain pada umumnya. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shabuni, Muhammad Ali, Rawaih al-Bayan Tafsiru Ayat al-Ahkam min al-Qur’an, (Beirut : Dar elFikr, tth.) Al-Qattan , Mann Khalil, Study Ilmu-ilmu Al Qur'an. Mansyurat al-Asr al-Hadis. 1972. Al- Albani, Muhammad Nasshiruddin, Ringkasan Shahih Muslim, Pustaka as-Sunnah, Jakarta. 2008. Ar- Rifa'i, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Gema Insani Press, Jakarta. 1999. Baiquni, N.A dkk, Indek Al Qur'an (Cara Mencari Ayat-ayat Al Qur'an). Akola Surabaya. 1995. Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, Ictiar Baru Van Hoeve, Jakarta. 1993. Federspiel, Howard, kajian Islam di Indonesia, Mizan, Bandung. 1996. Gusmian, Islah, Kajian Tafsir Indonesia dari hermeneutik Hingga Ideologi, Teraju, Jakarta. 2003. Hamka, Tafsir Al-Azhar (Juz III), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1983. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz V), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984 ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz VII), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz VIII), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz IX), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz XI), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1982. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz XIII), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1982. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz XIV), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz XV), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz XIX), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz XX), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz XXI), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz XXII), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1988. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz XXIV), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1982. ---------, Tafsir Al-Azhar (Juz XXIX), Pustaka Panjimas, Jakarta. 1984.
Hamka, Falsafah Hidup Hamka , Cet- 2, Pustaka Punjimas, Jakarta. 1984. Hamka, Rusdi, Kenang- kenangan 70 tahun Buya Hamka, Cet-2, Yayasan Nurul Islam, Jakarta. 1997 Mustafa, Al- Maraghi Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, (jilid 13). Terjemahan K. Anshari Umar Sitanggal, dkk, CV. Thaha Putra, Semarang. 1996. Ma'luf , Luis, Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-'Alam, Daar Al-MAsryriq. Beirut, Libanon, 1983. Muhammad Thaba taba', Al-Qur'an-Mizan fi Tafsir al-Qur'an, (Mansyurat Beirut, Libanon 1992). Nasution Harun. Islam Rasional. Gagasan dan Pemikiran, Mizan, Jakarta: 1999. Rahman, Fazlur . Tema Pokok Al Qur'an (Terjemahan Anas Mahyudin). Pustaka Jakarta, 1995. Shihab , Quraish, Membumikan Al Qur'an, Mizan , Bandung. 1996. Syirbasi, Ahmad al-. Sejarah Tafsir al-Quran, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1985. Soenarjo, Al-Qur'an dan Tarjamah, CV. Jaya Sakti, Surabaya. 1989. Shaleh dan Ahmad Dahlan. Asbab Al-Nuzul. CV. Diponegoro. Bandung. 2000. Usman, Ahmad Ali, Hadis Qudsi ( Pola Pembinaan Akhlak Muslim), cet- 21, CV Diponegoro,1996.
Lampiran 1 Ungkapan ayat –ayat tersebut antara lain: 1.
Kata "Makara", mengandung arti tipu daya (jahat) yang dilakukan oleh orang-
orang kafir terhadap Nabi a.s. Yaitu Al-Imran (3):54, An-Nahl (16) :26, Ar-Ra'du (13):42.
"Dan mereka telah membuat tipu daya, tetapi Allah pun telah menipu daya pula danAllah adalah sepandai-pandai (pembalasan ) tipu daya"126.
" Sesungguhnya telah menipu daya orang- orang yang sebelum mereka, maka Allah binasakan bangunan- bangunan mereka itu dari dasar- dasarnya, maka runtuhlah atapnya kepada diri mereka dari atas mereka, dan datanglah azab kepada mereka dari jurusan yang tidak mereka sadari"127.
"Dan sesungguhnya telah menipu daya orang-orang yang sebelum mereka tetapi bagi Allahlah (balasan ) sekalian tipu daya. Dia mengetahui apa yang diusahakan oleh tiaptiap diri, dan akan mengetahuilah orang- orang yang kafir, bagi siapakah balasan akhirat itu"128.
126
Hamka, Tafsir Al–Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982).hal:178.
127
Hamka, Tafsir Al–Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983)hal:230.
128
Hamka, Tafsir Al-Azhar,( Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:106.
2.
Kata " Makartumuuhu" , mengandung arti suatu muslihat yang telah
direncanakan oleh ahli- ahli sihirnya Fira'un terhadap dirinya, Yaitu Al-A'Raf (7):123.
" Berkata Fir'aun " Kamu percaya kepadanya, sebelum aku beri izin kepada kamu. Sesungguhnya ini adalah suatu tipu daya yangtelah kamu pertipudayakan didalam negri ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari dalamnya. Lantaran itu kamu akan tahu sendiri"129.
3.
kata " Makarna" , berarti : Merencanakan Makar (rencana Jahat) dengan
sungguh- sungguh yaitu An-Naml (27): 50
" Dan mereka merencanakan suatu makar, dan kamipun merencanakan suatu makar pula, tapi mereka itu tidaklah sadar130."
4.
Kata "Makaru", Mengandung arti: rencana jahat yang besar, yaitu: Al-Imran
(3):54, Ibrahim (14):46, An-Nahl (16) :46, An- Naml (27):50,Al-Mu'min (40): 45, Nuh (71):22.
129
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1985).hal:30.
130
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta 1984.hal:259.
" Dan mereka telah membuat tipu daya, tetapi Allah pun telah menipu daya pula dan Allah adalah sepandai-pandai (pembalasan) tipu daya"131.
" Dan sesungguhnya mereka telah melakukan tipu daya, pada sisi Allahlah tipu daya mereka itu, meskipun dengan tipu daya itu mereka hendak menghilangkan gunung"132.
" Dan mereka merencanakan suatu makar, dan dan kemipun merencanakan suatu makar pula, tetapi mereka itu tidak sadar133."
" Maka peliharalah Allahlah akan dia dari kejahatan rencana buruk mereka dan dikepunglah golongan Fira'un itu oleh seburuk- buruknya azab"134.
"Dan mereka telah menipu dengan sebesar-besar tipu daya"(Hamka,1983:141)
5.
"Tamkuruuna" berarti : tipu daya bermaksud menentang kekuasaan Allah,
yaitu ; Yunus (10) :21.
131
Hamka, Tafsir Al-Azhar,( Pustaka Panjimas, Jakarta 1982).hal:178.
132
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal:158.
133
Hamka, Tafsir Al-Azhar,( Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal:259.
134
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982).hal: 140.
"Dan apabila kami merasakan kepada manusia suatu rahmat, sesudah bahaya menyentuh mereka, tiba-tiba ada bagi mereka tipu daya pada ayat-ayat kami. Katakanlah :"Allah lebih cepat pada tipu daya itu". Sesungguhnya utusan-utusan kami menuliskan apa yang kamu tipu dayakan"135. 6.
Kata "Yamkuru" berarti : tipu daya bermaksud menangkap dan memenjarakan
atau membunuh serta mengusir nabi SAW. Yaitu ;Al'Anfal (8):30.
"Dan ingatlah tatkala telah mengatur tipu daya orang-orang kafir terhadap engaku, buat menawan engkau atau membunuh engakau, atau mengeluarkan engaku. Dan mengatur tipu daya, sedangkan Allah mengatur tipu daya, dan Allah itu adalah sepandai-pandai mengatur tipu daya"136.
7.
Kata"Liyamkuruu" berarti : tipu daya (sebagai penjahat-penjahat tersebar,
yaitu; Al-An'am (6):123
"Dan demikianlah, telah kami jadikan pada tiap-tiap negeri beberapa orang besar-besar jadi pendurhaka, supaya mereka metipu daya di dalamnya. Padahal tidaklah mereka menipu daya melainkan kepada diri mereka sendiri, namun mereka tidaklah sadar"137.
135
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1974).hal: 84.
136
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1985).hal: 296.
137
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal: 30.
8.
Kata "Yamkuruuna" yang berarti : siasat jahat atau rencana buruk, yaitu Al-
An'am (6 : 123, 124, Al-Anfal (8 : 102, An-Nahl 16 :127, An-Naml (27 :70, Fstir 35 :10.
"Dan apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata : "Sekali-kali kami tidak akan percaya sehingga didatangkan seumpama apa yang didatangkan kepada Rasul-rosul Allah". Tetapi allahlah yang lebih mengetahui sekira-kira dimana yang patut dia menjadikan risalah-Nya. Akan mengenailah kepada orang-orang yang berdosa itu suatu kehinaan di sisi Allah dan siksaan yang sangat lantaran apa yang mereka tipudayakan itu"138.
"Dan ingatlah tatkala telah mengatur tipu daya orang-orang kafir terhadap engaku, buat menawan engkau atau membunuh engaku, atau mengeluarkan engaku. Dan mengatur tipu daya, dan Allah itu adalah sepandai-pandai mengatur tipu daya"139.
"Demikian itulah berita-berita ghaib yang kami wahyukan kepada engakau, padahal tidaklah engkau ada di hadapan mereka tatkala mereka menyatupadukan soal mereka itu, padahal mereka tengah mengatur tipu daya"140.
138
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal: 30.
139
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1985).hal: 296.
140
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal: 43.
"Dan bersabarlah engkau! Dan tidaklah sabar engaku itu melainkan dengan allah, dan jangan engkau berduka cita terhadap mereka, dan jangan engkau bersempit hati lantaran tipu daya mereka"141.
"Dan janganlah engkau berduka cita terhadap mereka, dan jangan merasa sempit dari sebab tipu daya mereka itu"142.
"Maka barangsiapa yang ingin kemulian, maka bagi allahlah kemulian itu semuanya. Kepada –Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shaleh akan mengangkatnya. Dan orang-orang yang merencakan kejahatan bagi mereka adalah azab yang sangat, sedang rencana kejahatan mereka itu akan hancur lebur"143.
9.
Kata "Makr" berarti : tipu daya berarti azab (balasan), yaitu Al-A'raf (7):99,
123, Yunus (10):21,Ar-Ra'du (13):42, Saba' (34):33, Fatir (35):10.
141
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal: 318.
142
Hamka, Tafsir Al-Qur'an –Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta 1984.hal: 12.
143
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1988) hal: 216.
"Adakah mereka merasa aman dari siasat Allah, maka tidaklah ada yang akan (merasa) aman dari siasat Allah, melainkan kaum yang rugi"144.
"Berkata Fir'aun: "Kamu percaya kepadanya, sebelum aku beri izin kepada kamu. Sesungguhnya ini adalah suatu tipu daya yang telah kamu pertipudayakan didalam negeri ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari dalamnya. Lantaran itu kamu akan tahu sendiri"145.
"Dan apabila kami merasakan kepada manusia suatu rahmat, sesudah bahaya menyentuh mereka, tiba-tiba ada bagi mereka tipu daya pada ayat-ayat kami. Katakanlah :"Allah lebih cepat pada tipu daya itu ". Sesungguhnya utusan-utusan kami menuliskan apa yang kamu tipu dayakan "146.
"Dan sesungguhnya telah menipu daya orang-orang yang sebelum mereka, tetapi bagi Allahlah (balasan) sekalian tipu daya. Dia mengetahui apa yang diusahakan oleh tiaptiap diri, dan akan mengetahuilah orang-orang yang kafir, bagi siapakah balasan akhirat itu"147 144
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1985) hal: 13.
145
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1985).hal: 30.
146
Hamka, Tafsir Al–Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal: 174.
147
Hamka, Tafsir Al–Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal: 106.
"Dan orang-orang yang diperlemah berkata kepada orang-orang yang membesarkan diri tadi :"Bahkan tipu daya siang dan malamlah seketika kamu perintahkan kami supay kami kafir terhadap allah dan mengadakan sekutu-sekutu-Nya". Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. Dan kami jadikan belenggu di leher orang-orang kafir. Mereka tidaklah mereka akan diganjari melainkan dari sebab apa yang telah mereka kerjakan. "148
"Maka barangsiapa yang ingin kemuliaan, maka bagi allahlah kemulian itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shaleh akan mengangkatnya. Dan orang-orang yang merencakan kejahatan bagi mereka adalah azab yang sangat, sedang rencana kejahatan mereka itu akan hancur lebur"149(Hamka, 1988:216).
10.
Kata "Makran" berarti : tipu daya yang amat besar, yaitu : Yunus (10 :21, An -
Naml (27):50, Nuh (71):22
148
Hamka, Tafsir Al–Azhar,( Pustaka Panjimas, Jakarta 1988).hal: 172
149
Hamka, Tafsir Al–Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1988).hal: 216
"Dan mereka merencanakan suatu makar, dan kamipun merencanakan suatu makar pula, tetapi mereka itu tidaklah sadar"150
"Dan apabila kami merasakan kepada manusia suatu rahmat, sesudah bahaya menyentuh mereka, tiba-tiba ada bagi mereka tipu daya pada ayat-ayat kami. Katakanlah :"Allah lebih cepat pada tipu daya itu" Sesungguhnya utusan-utusan kami menuliskan apa yang kamu tipu dayakan"151.
"Dan mereka telah menipu dengan sebesar-besar tipu daya"152.
11.
Kata "Makruhum" berarti : tipu daya orang-orang kafir yang dijadikan syaitan
memandang baik, untuk menghalang-halang jalan yang benar, yaitu Ar-Ra'ad (13):33,Ibrahim (14):46, An-Naml (27):51.
"Apakah dia yang menjaga tiap-tiap jiwa bersama dengan apa yang usahakan? (sama dengan yang tidak menjaga). Dan mereka menjadikan bagi allah sekutu-sekutu". Katakanlah : sebutlah nama mereka" atau apakah kamu hendak memberitakan kepadaNya apa yang tidak diketahuinya di bumi atau dengan kulit lahir kata saja? Bahkan dihiaskan bagi orang-orang kafir tipu daya yang dihalangi mereka dari jalan Allah. Dan
150
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal: 295.
151
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal: 174.
152
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal: 141.
barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidaklah baginya yang akan memberi petunjuk."153
"Dan sesungguhnya mereka telah melakukan tipu daya, pada di sisi allahlah tipu daya mereka itu: meskipun dengan tipu daya itu mereka hendak menghilangkan gunung "154
"Maka perhatikanlah berapa jadinya akibat dari makar mereka itu. Sesungguhnya kami telah melebur-leburkan mereka dan kaum mereka seluruhnya"155.
12.
Kata "Bimakrihinna" yang berarti "Cercaan", yaitu ; Yusuf 12 :31.
"Maka tatkala didengarkan celaan mereka itu, diundangnyalah mereka dan disediakannya untuk mereka persandaran, dan diberinya tiap-tiap seseorang dari mereka sebelah pisau, dn dia berkata :"Keluarlah engkau kepada mereka ! maka setelah mereka melihatnya, semuanya mengaguminya dan mereka lukai tangan mereka dan mereka berkata : "Maha suci allah! Ini bukanlah manusia. Ini tidak lain, melainkan seorang malak yang mulia"156. (Hamka, 1988,219)
153
Hamka, Tafsir Al–Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1989).hal: 95
154
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1983).hal: 158
155
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1984).hal: 158
156
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta 1988.hal: 219
13.
Kata "Al-Maakiriin", yang berarti :balasan tipu daya dengan tipu daya yang
lebih baik, yaitu :3:54.
"Dan mereka telah membuat tipu daya, tetapi Allah pun telah menipu daya pula dan allah adalah sepandai-pandai (pembalasan) tipu daya"157.
"Dan ingatlah tatkala telah mengatur tipu daya orang-orang kafir terhadap engkau, buat menawan engkau atau membunuh engkau, atau mengeluarkan engkau. Dan mengatur tipu daya, sedang allah mengatur tipu daya, dan allah itu adalah sepandai-pandai mangatur tipu daya"158.
157
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1982).hal:178
158
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Pustaka Panjimas, Jakarta 1985).hal: 296