KATA PENGANTAR Buku yang berjudul “Modul Pembelajaran Bidang Pangan: Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan” ini sangat bermanfaat bagi pembaca yang ingin mempelajari dan mempraktekkan proses pengolahan pangan, karena dalam buku ini diulas sepintas mengenai dasar-dasar pengetahuan bahan hasil pertanian dan perairan serta perubahan-perubahan yang dapat terjadi selama proses pengolahan. Disamping itu, dalam buku ini juga dilengkapi dengan contoh formulasi bahan dan tahapan prosesnya di bagian lampiran pada setiap bahasan proses produksi, sehingga buku ini dapat dijadikan pedoman bagi pembaca yang ingin mempraktekkan langsung proses pengolahan pangan dalam rangka untuk mengawali wirausahanya. Buku ini fokus membahas tentang proses produksi aneka pangan, mulai dari proses produksi pangan berbasis tepung sebagai alternatif pengganti makanan pokok (pembuatan tiwul instan), proses produksi pangan berbasis buah-buahan sebagai makanan ringan atau minuman penyegar (pembuatan keripik pisang, dodol buah dan nata de coco), maupun proses produksi pangan berbasis komoditas hasil perairan (pembuatan nugget ikan, bakso ikan, abon ikan dan pembuatan manisan rumput laut). Buku ini juga dilengkapi dengan pengenalan jenis-jenis kemasan yang sesuai untuk mengemas produk-produk yang telah dibahas sebelumnya, agar pembaca mendapatkan wawasan tentang bahan pengemas yang cocok dan dapat melindungi produk yang dikemas, sehingga produk menjadi tahan lebih lama disimpan dan sampai ke konsumen masih dalam keadaan baik. Pengemasan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses pengolahan pangan, tetapi proses pengemasan merupakan tahapan yang perlu mendapat perhatian khusus. Sekalipun semua tahapan proses pengolahan berlangsung optimal, namun apabila pemilihan bahan kemasan tidak tepat dan proses pengemasan tidak optimal, produk yang dihasilkanyapun menjadi tidak akan artinya lagi. Dibahas pula dalam buku ini tentang Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB) atau Good Manufacturing Practices (GMP). CPPB adalah suatu teknik atau cara dalam mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan proses produksi pangan mulai dari penerimaan bahan baku sampai produk akhir. Tujuannya untuk memberikan jaminan pada konsumen dan produsen bahwa prouk yang dihasilkan bermutu, aman dan layak. Serpong, Mei 2011 Penyusun Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
i
DAFTAR ISI Kata Pengantar ........................................................................ Daftar Isi .................................................................................
i ii
PANDUAN TEKNOLOGI PANGAN Modul 1 Tiwul Instan .......................................................... Modul 2 Keripik Pisang ........................................................ Modul 3 Abon Ikan ............................................................. Modul 4 Dodol Buah ........................................................... Modul 5 Nugget Ikan .......................................................... Modul 6 Bakso Ikan ............................................................ Modul 7 Nata De Coco ........................................................ Modul 8 Manisan Rumput Laut ............................................. Modul 9 Pengemasan ......................................................... Modul 10 Good Manufacturing Pratices .................................
1 11 21 32 43 57 67 77 86 95
ii
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
MODUL 1
PEMBUATAN TIWUL INSTAN Pendahuluan Bagi rakyat pedesaan, utamanya keluarga petani, makan tiwul telah menjadi tradisi. Makan tiwul mereka sebut sebagai makan “nasi tiwul”. Karena itulah, dalam penyajiannya untuk disantap dilengkapi dengan sayur dan lauk pauk seperti halnya makan nasi dari beras. Masyarakat pedesaan merasa lebih mantap untuk mengatasi lapar, jika sudah makan tiwul. Sebagai variasi, ada yang mencampurnya dengan nasi dari beras. Karena makan tiwul telah menjadi tradisi, nasi tiwul selayaknya dihargai sebagai hasil kreasi masyarakat pedesaan yang cerdas dalam memanfaatkan tanaman pangan yang tumbuh di lingkungan tempat tinggal mereka. Jika dikaji secara mendalam, ada beberapa aspek dan pengertian tentang tradisi makan tiwul, yakni dari sisi budaya makan, pengetahuan dan pengembangan teknologi pangan serta pemanfaatan kekayaan hayati dan sebagainya. Dengan demikian ketela pohon atau ubi kayu sebagai tanaman pangan bahan pembuatan tiwul sudah selayaknya diakui sebagai salah satu pilihan dalam upaya diversifikasi pangan, memandirikan pangan dan memantapkan ketahanan pangan yang berbasis sumber daya lokal. Tiwul adalah makanan yang dibuat dari gaplek singkong yang ditumbuk atau dihaluskan, kemudian dikukus. Tiwul merupakan salah satu jawaban untuk mengatasi masalah ketersediaan pangan, karena dapat dijadikan makanan alternatif pengganti beras ke pangan yang lebih beragam. Tiwul ini, adalah tiwul tradisional warisan budaya lokal yang sudah dikenal baik oleh penduduk di pulau Jawa. Kini, tiwul sebagai makanan pokok pilihan rakyat yang berbasis tradisi, telah ditransformasikan ke “titan” (tiwul instan) yang diperkaya kandungan gizinya lewat rekayasa industri pengolahan pangan. Titan sebagai makanan bergizi berbasis tradisi telah dirintis dan diproduksi sebagai industri pangan nasional yang berlokasi di Gunung Kidul. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
1
Pengembangan proses pengolahan tiwul menjadi produk instan, adalah langkah yang tepat untuk menjaga ketahanan pangan dengan tidak meninggalkan akar budaya kita yaitu mengkonsumsi makanan tradisional, tetapi penyajiannya cepat, mengikuti perkembangan jaman yang menuntut semuanya serba praktis. Pengembangan produk tiwul instan juga diharapkan dapat memperluas pemasarannya, tidak hanya dipasarkan di daerah penghasil tiwul saja tetapi dapat dipasarkan pula ke luar daerah sehingga produk dapat dinikmati oleh setiap orang. Mengenal Produk Tiwul Instan Tiwul merupakan makanan tradisional dari singkong yang pada umumnya terdapat di daerah pulau Jawa bagian selatan. Tiwul bukan merupakan produk baru, melainkan sudah lama dikonsumsi untuk menggantikan nasi beras oleh masyarakat yang bermukim di daerah selatan pulau Jawa, terutama di daerah selatan propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sampai selatan propinsi Jawa Timur. Selama ini masyarakat dalam mengolah singkong menjadi tiwul masih menggunakan cara tradisional, yaitu dengan mengeringkan singkong sehingga menjadi gaplek yang kemudian ditumbuk menjadi tepung, proses terakhirnya tepung gaplek tersebut dikukus dan menjadi tiwul. Berkaca dari proses pembuatan tiwul secara tradisional yang tidak memiliki nilai tambah selain hanya untuk makanan sehari-hari saja, maka ada peluang untuk mengolahnya secara modern sehingga tiwul memiliki nilai tambah tidak hanya sebagai makanan sehari-hari saja. Proses pengolahan dari singkong menjadi tepung kurang lebih sama hanya perlu dipertimbangkan penggunaan mesin pemotong, mesin pengering dan mesin penepung, sehingga proses dapat berlangsung menjadi lebih singkat. Tiwul merupakan produk olahan dari tepung ubi kayu dengan proses tradisional, dengan cara tepung ubi kayu dicampur dengan air kemudian di kukus. Pada bahan berpati seperti pada tepung ubi kayu dapat dilakukan proses lebih lanjut atau dijadikan produk instan. Pati yang telah tergelatinisasi dapat dikeringkan kembali. Pati yang sudah dikeringkan ini masih dapat menyerap air kembali. Berdasarkan prinsip ini maka tiwul dapat diolah menjadi produk yang bersifat instan, yang lebih awet dan mudah dalam penyajiannya. Untuk membuat tiwul menjadi instan dan tanpa bahan pengawet, maka pengeringan dilakukan menggunakan mesin pengering yang dapat mengeringkan tiwul dengan kadar air dibawah 10%. Dengan kadar air di bawah 10% maka tiwul instan menjadi tahan lama 2
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
tanpa bahan pengawet. Sehingga penikmat tiwul sekarang tidak perlu lagi mengolah singkong gaplek, kemudian menumbuk gaplek menjadi tepung, baru mengolahnya menjadi tiwul. Untuk menikmati tiwul, sekarang tinggal mencampur tiwul instan dan air sesuai takaran, kemudian dikukus beberapa menit. Keunggulan kandungan gizi tiwul instan dibandingkan dengan tiwul tradisional dan nasi putih dapat dilihat pada Tabel 1.1 Tabel 1.1
Perbandingan nilai gizi tiwul instan, tiwul tradisional dan nasi putih Kandungan gizi per Tiwul Tiwul instan Nasi putih 100 g tradisional Abu (g) Max. 4 Max. 3 Max. 3 Protein (g) 5 1,5 2,1 Lemak (g) 1,4-5 0,7 0,1 Karbohidrat (g) 76,4-80 80 65-70 Gula (g) 4,6 1-2 <1 Serat makanan (g) 1.300 Vitamin B6 (mg) 0,8 Vitamin B12 (mcg) 0,5 Asam folat (mcg) 100 Besi (mg) 20 1,9 0,5 Seng (mg) 7 Iodium (mcg) 20 -
Prospek Bisnis Tiwul Instan Tiwul, makanan yang menjadi ciri khas Gunung Kidul. Tiwul terbuat dari singkong yang dikeringkan (gaplek). Makanan yang selama ini diidentikkan dengan kemiskinan, sekarang menjelma menjadi oleholeh yang paling banyak dicari. Tiwul berhasil mendongkrak image menembus batas gengsi. Kenangan masa lalu terobati ketika butir-butir halus tiwul dinikmati. Makanan yang dulu dipakai sebagai pengganti nasi, sekarang menjadi camilan dengan pemanis gula kelapa. Eksistensi tiwul juga berhasil merambah dunia industri. Tiwul instan diproduksi untuk menyederhanakan proses pembuatan tiwul dan mempermudah distribusi. Setiap hari, suatu industri dapat mengolah 50-100 ton singkong menjadi ribuan kemasan tiwul instan. Dengan Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
3
semakin meningkatnya permintaan tiwul instan, maka memproduksi tiwul instan cukup prospektif untuk dikembangkan. Proses Pengolahan Tiwul Instan Bahan baku tiwul instan adalah tepung kasava. Pemakaian tepung kasava sebagai bahan pangan olahan masih ketinggalan dibandingkan dengan tepung tapioka (pati, aci atau cassava starch) yang lebih populer. Saat ini tepung kasava masih belum banyak diketahui, dikenal atau dimengerti oleh banyak pihak, terutama konsumen sebagai pengguna industri pengolahan pangan pada skala rumah tangga ataupun industri kecil dan menengah. Padahal, tepung kasava memiliki manfaat yang sama gunanya sebagaimana jenis tepung-tepungan lainnya, yaitu tepung terigu, tepung beras, tepung ubi jalar, maizena dan lainnya, yang tentu saja setiap jenis tepung yang berasal dari tanaman (biji-bijian) atau umbi-umbian yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Untuk mengatasi kekurangan protein pada tepung kasava sebagai bahan baku tiwul instan dicampur dengan tepung jagung, tepung terigu atau tepung berprotein lainnya dan difortifikasi dengan vitamin (vitamin A, B6, B12 dan asam folat) dan mineral (zat besi, seng dan iodium) yang dibutuhkan sehingga menjadi makanan bermutu, berenergi dan bergizi tinggi. Proses pembuatan tiwul instan secara garis besar diawali dengan penyiapan bahan, formulasi, pencampuran, pengukusan, pengeringan, penepungan dan pengemasan. Diagram alir proses pengolahan kripik pisang aneka rasa dapat dilihat pada Gambar 1. Formulasi bahan. Awal proses pembuatan tiwul instan adalah menyiapkan bahan baku dan bahan tambahan yang terdiri atas tepung kasava, tepung berprotein (tepung jagung, tepung kacang hijau, tepung kacang kedelai atau lainnya), gula merah, gula pasir, ensens (vanili, daun pandan) dan air. Kemudian masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan proporsinya. Penambahan tepung berprotein berkisar 15-25% dari total tepung yang digunakan. Gula merah dan gula putih dilarutkan dalam air dengan cara dididihkan dan didinginkan pada suhu ruang. 4
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Tepung kasava Tepung kacang hijau
Air gula
daun pandan
FORMULASI BAHAN
garam vanili
PENCAMPURAN
PENGUKUSAN (95oC, 25-30 menit)
Tiwul
PENGERINGAN (60oC, 16-18 jam)
PENEPUNGAN
PENGEMASAN
Tiwul instan Gambar 1.1 Diagram alir proses pengolahan tiwul instan Pencampuran. Pada tahap ini, dilakukan pencampuran bahanbahan yang terdiri atas tepung kasava, tepung berprotein, garam dan vanili dalam keadaan kering. Kemudian, air gula ditambahkan ke dalam campuran tepung sedikit demi sedikit dan diaduk hingga rata dan membentuk butiran-butiran kecil. Penambahan air dimaksudkan untuk menyediakan air selama proses gelatinasi pada proses pemanasan. Apabila penambahan air terlalu sedikit, menyebabkan gelatinisasi kurang sempurna, sedangkan apabila penambahan air terlalu banyak maka produk tiwul terlalu lembek. Pengukusan. Pengukusan dilakukan pada suhu 95oC selama 25-30 menit. Selama pengukusan akan terjadi proses gelatinisasi. Bahan tiwul yang telah tergelatinisasi akan mejadi setengah basah dan bertekstur lembut setengah padat. Gelatinisasi adalah perubahan sifat Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
5
fisik pati karena adanya air dan pemanasan. Pada awal proses gelatinisasi, granula pati yang berisi molekul amilosa dan amilopektin mulai menyerap air. Penyerapan air meningkat dengan meningkatnya suhu pemanasan yang menyebabkan granula pati membengkak. Pada saat granula membengkak amilosa mulai berdifusi keluar granula dan akhirnya terbentuk matriks gel setelah granula pecah. Suhu saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi berbedabeda untuk setiap jenis bahan, misalnya suhu gelatinisasi pati singkong 52-64oC, pati jagung 62-70oC dan pati beras 68-78oC. Pengeringan. Setelah proses pengukusan, dilanjutkan dengan proses pengeringan. Pengeringan dilakukan menggunakan oven pengering pada suhu 60oC selama 16-18 jam. Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan atau mengeluarkan sebagian air tersebut dengan menggunakan energi panas. Pati yang telah tergelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi molekul-molekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifatnya sebelum gelatinisasi. Bahan yang kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah besar karena struktur bahan kering menjadi lebih porus. Sifat inilah yang dijadikan dasar pada pembuatan produk instan. Penepungan. Tahap selanjutnya adalah proses penepungan dengan melakukan penggilingan remah tiwul kering dan dilanjutkan dengan pengayakan. Tujuannya adalah untuk memperluas permukaan remah tiwul agar proses penyerapan air lebih cepat pada waktu tiwul instan dimasak ulang (dikukus) untuk dikonsumsi. Untuk mendapatkan tiwul instan matang maka harus dilakukan pengukusan selama 3-5 menit, yang sebelumnya permukaan tiwul kering diperciki dengan sedikit air. Pengemasan. Metode pengemasan yang tepat akan membantu melindungi produk dari kerusakan. Produk tiwul instan adalah produk berkadar air rendah yang sangat sensitif terhadap udara luar. Tepung tiwul instan akan cepat menggumpal apabila dibiarkan di ruang terbuka. Oleh karena itu, perlu dipilih bahan kemasan yang sesuai agar dapat melindungi produk dari faktor kerusakan tersebut. Alternatif pengemasan tiwul instan dapat dilakukan pembungkusan dengan kantong alumunium foil (Al foil) berlaminasi atau kantong plastik. a. Kantong Al foil berlaminasi adalah bahan pengemas yang bersifat kedap terhadap uap air, fleksibel, mudah direkat dengan panas karena salah satu bagian sisinya dilapisi plastik. Namun, kemasan jenis ini relatif lebih mahal. 6
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
b. Kantong plastik jenis Poly Ethylene (PE) adalah jenis plastik yang memiliki sifat daya perlindungannya terhadap uap air cukup baik, transparan sehingga produk dapat terlihat langsung, titik leburnya rendah sehingga mudah direkat dan harganya relatif murah. Penutup Kunci keberhasilan pembuatan tiwul instan yang bermutu, berenergi dan bergizi tinggi diantaranya adalah pada tahapan penentuan formulasi bahan dengan perlakuan penambahan tepung sumber protein. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai bahan baku akan membantu produsen untuk menghasilkan produk akhir dengan kualitas yang baik. Selain itu, produsen juga harus memperhatikan tahap demi tahap proses pengolahannya sehingga hasil akhirnya akan lebih optimal. Proses lain yang akan menentukan kualitas tiwul instan yang dihasilkan adalah metode pengemasan. Metode pengemasan yang tepat akan membantu melindungi produk dari kerusakan.
SUMBER PUSTAKA Djuwardi, A., . Cassava, Solusi Pemberagaman Kemandirian Pangan: Manfaat, Peluang Bisnis dan Prospek. Grasindo. Jakarta. Tim Klaster Industri Makanan Berbasis Ketela, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Provinsi Jawa Tengah, 2010. Aneka Resep Makanan Berbasis Ketela. CV. Sinar Ilmu Jaya. Semarang.
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
7
Lampiran 1.1 Praktek pengolahan tiwul instan Bahan:
800 g 200 g 1 sdt 1 sdt 150 g 150 g 3 lembar 400 ml
tepung kasava tepung kacang hijau garam vanili gula merah gula pasir daun pandan air
Alat:
timbangan nampan dandang kompor oven pengering mesin penggiling pengayak sealer kemasan plastik
Cara membuat: 1. Tepung kasava dan tepung kacang hijau dicampur, kemudian diayak agar tercampur merata. Ditambahkan garam dan vanili. 2. Gula merah dan gula putih dilarutkan dalam air dengan cara dididihkan, kemudian didinginkan. 3. Air gula ditambahkan ke dalam campuran tepung sedikit demi sedikit dan diaduk hingga rata dan membentuk butiran-butiran kecil. 4. Selanjutnya dikukus, selama 25-30 menit hingga matang, dengan menyisipkan daun pandan selama pengukusan; dan didinginkan. 5. Setelah tiwul dingin, dilanjutkan dengan proses pengeringan pada suhu 60oC selama 16-18 jam. 6. Kemudian dilakukan penepungan dan pengayakan. 7. Produk dikemas menggunakan kantong plastik Polietilen dan di seal, kemudian disimpan di tempat kering. Cara penyajian: 1. Percikkan sedikit air di atas permukaan tiwul kering. 2. Kemudian dikukus selama 3-5 menit. 3. Dihidangkan dengan kelapa parut. 8
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
TEST FORMATIF 1. Sebagai bahan utama pembuatan tiwul instan adalah a. Kacang hijau b. Ubi kayu c. Kacang d. Gula 2. Kata instant dalam tiwul menunjukkan bahwa : a. Mudah disajikan dalam waktu singkat b. Lebih awet dari tiwul yang lain c. Tanpa bahan pengawet d. Kadar air dibawah 10% 3. Kalimat yang tidak tepat berikut ini adalah……………. a. Ditinjau zat gizinya tiwul instant lebih unggul dari pada tiwul tradisional b. Dalam proses pembuatan tiwul instant sebenarnya sama saja dengan tiwul tradisional c. Pengeringan yang baik untuk tiwul instant adalah panas yang homogen agar kadar air tiwul instant kurang dari 10% d. Pengukusan dalam pembuatan tiwul instant penting untuk membuat tepung menjadi tergelatinasi 4. Gelatinasi adalah proses yang penting dalam pembuatan tiwul instant. Gelatinasi adalah………… a. proses pembentukan matrik gel karena panas b. proses pecahnya granula pati karena penyerapan molekul air c. proses pembengkakan granula pati karena menyerap molekul air d. panas yang cukup menyebabkanpati menjadi lengket. 5. Urutan yang benar dalam proses pembentukan tiwul instan adalah………….. jika diketahui sebagai berikut: 1. Penepungan, 2 pengukusan, 3 percampuran, 4 pengeringan 5. Pengemasan, 6 formulasi bahan a. 1-2-3-4-5-6 b. 6-1-4-3-5-2 c. 6-3-2-1-4-5 d. 6-3-2-4-1-5 Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
9
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban tes Formatif yang terdapat pada lembar berikut. Hitunglah jawaban Anda yang benar . Kemudian gunakan rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Modul 4 ini Rumus Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban Anda yang benar x100% 5 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90-100 % = baik sekali 80-89 % = baik 70-79% = cukup <70% = kurang KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF MODUL TIWUL INSTAN 1. a 2. a 3. a 4. a 5. d
10
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
MODUL 2
PEMBUATAN KERIPIK PISANG ANEKA RASA Pendahuluan Snack atau camilan kering adalah salah satu jenis makanan ringan yang sudah populer karena dihidangkan dalam setiap acara baik resmi maupun tidak resmi. Jenis makanan yang biasanya ringan, tidak mengenyangkan atau sekedar mengganjal perut memang banyak diminati, mulai anak-anak sampai orang dewasa. Salah satu jenis camilan kering adalah keripik pisang. Prospek Bisnis Keripik Pisang Melimpahnya ketersediaan pisang di berbagai daerah di Indonesia membuka peluang kegiatan usaha bagi masyarakat. Salah satunya adalah mengolah buah pisang menjadi keripik guna meningkatkan nilai tambah dan nilai jualnya. Pengembangan produk ini pun dinilai masih sangat potensial mengingat besarnya peluang pasar yang dapat dituju dan munculnya beragam diversifikasi produk keripik pisang. Diversifikasi keripik pisang diwujudkan dalam bentuk keripik pisang dengan rasa yang beraneka ragam dan penampakan produk secara keseluruhan. Diversifikasi tersebut akan menjadikan produk keripik pisang menjadi menarik sehingga akan lebih disukai konsumen dan mengatasi rasa bosan konsumen. Pengolahan pisang menjadi keripik tidak memerlukan teknologi yang tinggi dan modern. Oleh karena itu, industri ini dapat diterapkan pada industri skala kecil, industri rumah tangga atau industri menengah. Pendirian industri ini akan membantu meningkatkan perekonomian masyarakat selain menjadi salah satu usaha untuk meningkatkan nilai tambah buah pisang. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
11
Proses Pengolahan Keripik Pisang Aneka Rasa Pisang dapat digolongkan menjadi empat, yaitu: pisang yang dapat dimakan langsung, contohnya pisang Kepok, pisang Susu, pisang Hijau, pisang Emas dan pisang Kapas; pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, contohnya pisang Tanduk, pisang Uli, pisang Kapas dan pisang Bangkahulu; pisang yang dapat dimakan langsung maupun setelah diolah terlebih dahulu, contohnya pisang Kepok dan pisang Raja; pisang yang dapat dimakan ketika masih mentah, contohnya pisang Klutuk atau pisang Batu untuk dibuat rujak. Jenis pisang yang digunakan pada pembuatan kripik adalah pisang yang perlu diolah dahulu sebelum dikonsumsi misalnya pisang Nangka, Kepok, Raja, Tanduk dan Siam. Untuk mendapatkan harga bahan baku yang lebih murah, produsen dapat menggunakan buah pisang yang tidak lolos dalam penyortiran. Buah pisang tersebut umumnya memiliki penampakan kulit pisang yang tidak menarik meskipun isi buahnya baik. Pisang yang akan digunakan dalam pembuatan kripik ini sebaiknya pisang yang mentah dan sudah tua dengan warna hijau tua pada permukaan kulit pisang. Pisang mentah yang digunakan akan memudahkan dalam membuat aneka bentuk irisan pisang. Selain itu, dari pisang mentah dapat diolah dengan aneka rasa keripik pisang sesuai dengan seasoning yang diberikan. Adapun pisang yang sudah matang akan menghambat proses pengirisan karena terlalu lembek, susah dibentuk, penampakan atau tekstur kurang bagus. Kandungan gula yang tinggi pada pisang matang akan menyulitkan pada pemberian aneka rasa. Cara pengolahan keripik pisang aneka rasa secara garis besar diawali dengan penyiapan bahan, pengirisan, penggorengan, penirisan, pemberian aneka rasa dan pengemasan. Diagram alir proses pengolahan kripik pisang aneka rasa dapat dilihat pada Gambar 2.1. Penyiapan bahan. Awal proses pembuatan kripik pisang adalah proses pengupasan kulit pisang, yang dapat dilakukan secara manual menggunakan pisau. Tahap selanjutnya adalah pencucian pisang. Proses pencucian ini bertujuan membersihkan kotoran yang menempel pada permukaan daging pisang. Apabila dalam proses pengupasan pisang, kebersihan dapat dijaga maka pencucian tidak perlu dilakukan. Pisang kemudian direndam dalam larutan natrium bisulfit (NaHSO3) 1%. Perendaman dilakukan selama 5 – 10 menit dengan tujuan untuk menghindari timbulnya warna kecoklatan pada permukaan pisang dan pada irisan pisang. Perendaman ini dilakukan terutama bila skala produksi relatif besar dan waktu tunggu irisan pisang digoreng relatif lama. 12
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Buah pisang mentah PENGUPASAN PENCUCIAN PERENDAMANAN (lart Na bisulfit 1%, 10 mnt) PENGIRISAN (ketebalan 1-1,5 mm) PENGGORENGAN (180oC, 5-10 mnt) PENIRISAN (1-2 mnt) PEMBERIAN ANEKA RASA
PENGEMASAN Keripik pisang aneka rasa Gambar 2.1. Diagram alir proses pengolahan keripik pisang aneka rasa Pengirisan. Pengirisan dapat dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan alat pengiris. Pengirisan hendaknya dilakukan dengan hati-hati agar dihasilkan irisan pisang dengan bentuk dan ketebalan yang seragam, yaitu antara 1 – 1,5 mm. Bentuk irisan maupun ketebalan irisan merupakan faktor yang dapat dibedakan sesuai dengan keinginan produsen. Pisang dapat diiris memanjang maupun bentuk lingkaran. Bentuk lain yang dapat dibuat yaitu bentuk irisan serong dan bergelombang. Bila kapasitas produksi besar maka Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
13
dapat digunakan larutan bisulfit untuk merendam irisan pisang sebelum penggorengan untuk menghambat reaksi pencoklatan. Sebelum digoreng dilakukan penirisan terlebih dahulu. Penggorengan. Penggorengan hendaknya dilakukan pada suhu 180oC, dengan cara memanaskan minyak dalam wajan sampai berasap. Waktu tunggu irisan pisang untuk digoreng maksimal 10 menit setelah pisang ditiriskan. Untuk menghindari pencoklatan, dapat dilakukan dengan menggoreng pisang secepat mungkin setelah pisang diiris. Penggorengan keripik pisang dilakukan dengan cara deep frying yaitu seluruh bahan yang digoreng tercelup dalam minyak. Bila penggorengan dilakukan sekaligus maka setiap 1 kg pisang memerlukan 3 liter minyak. Minyak tersebut dapat digunakan 4 kali penggorengan. Irisan pisang dimasukkan ke dalam minyak yang sudah panas sekitar 180oC. Irisan dimasukkan secara bertahap agar tidak lengket. Selama penggorengan juga dilakukan pengadukan secara perlahan untuk mencegah hancurnya irisan pisang. Penggorengan diakhiri setelah keripik tampak kuning keemasan dan kering. Penirisan. Setelah proses penggorengan, dilakukan penirisan yang bertujuan untuk meniriskan minyak sehingga keripik menjadi kering. Penirisan dapat dilakukan dengan sentrifuse atau menggunakan nyiru dengan alas kertas yang mudah menyerap minyak. Pemberian aneka rasa. Bahan tambahan yang dapat digunakan untuk mendapatkan rasa yang berbeda, antara lain gula, garam, cabai bubuk dan seasoning. Seasoning digunakan untuk menghasilkan keripik pisang dengan aneka rasa seperti barbeque, jagung bakar, ayam, keju dan sebagainya. Pengemasan. Metode pengemasan yang tepat akan membantu melindungi produk dari kerusakan. Produk keripik pisang sangat sensitif terhadap udara luar. Kerenyahan keripik akan cepat berkurang apabila produk dibiarkan di ruang terbuka. Jenis kemasan yang dapat melindungi produk adalah kemasan plastik jenis Poly Ethylene (PE), Poly Propelene (PP) atau Poly Ethylene Terephtalate (PET). Teknik pengemasan yang dilakukan adalah sealing atau melekatkan dua ujung plastik dengan menggunakan sealer. Pengemasan dan Penyimpanan Pengemasan dan penyimpanan merupakan proses lanjutan yang akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Pengemasan dan penyimpanan yang baik akan membantu mempertahankan mutu produk yang dihasilkan. Selain itu, pengemasan dan penyimpanan yang 14
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
baik juga dapat meningkatkan nilai tambah produk, terutama penggunaan kemasan yang menarik. Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan. Adanya bungkus atau kemasan dapat mencegah atau menghambat kerusakan dan melindungi produk dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (getaran, gesekan atau benturan). Kemasan yang dapat digunakan untuk produk keripik pisang adalah kemasan plastik. Penggunaan kemasan plastik sangat menarik mengingat plastik memiliki beberapa sifat yang menguntungkan, antara lain luwes, mudah dibentuk dan mudah dalam penanganannya. Bahan kemasan lain yang dapat digunakan adalah kemasan kaleng. Dengan kemasan ini, jumlah produk yang dikemas lebih banyak. Keuntungan lain dari kemasan kaleng adalah dapat melindungi produk dari gangguan fisik seperti getaran dan benturan, relatif ringan dan murah. Apabila pengemasan menggunakan kaleng, sebaiknya bagian dalam kaleng diberi plastik untuk menghindari kontaminasi antara bahan kaleng dan produk. Agar produk yang dijual mempunyai nilai jual tinggi maka kemasan perlu diberi label. Pemberian label untuk menginformasikan produk seperti nama produk, komposisi, berat bersih, nama dan alamat produsen, tanggal kadaluwarsa dan lain-lain. Ketentuan pemberian label pada kemasan produk untuk industri rumah tangga atau industri kecil hendaknya sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan. Proses penyimpanan diperlukan sebelum produk dapat dipasarkan seluruhnya. Ruang penyimpanan harus memiliki sistem ventilasi yang baik. Ruangan tidak boleh lembab dan tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung. Bagian lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan. Penutup Kunci keberhasilan pembuatan kripik pisang diantaranya adalah pemilihan bahan baku. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai bahan baku akan membantu produsen untuk menghasilkan produk akhir dengan kualitas yang baik. Selain itu, produsen juga harus memperhatikan tahap demi tahap proses pengolahannya sehingga hasil akhirnya akan lebih optimal. Proses lain yang akan menentukan kualitas keripik pisang yang dihasilkan adalah metode pengemasan. Metode pengemasan yang tepat akan membantu melindungi produk dari kerusakan. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
15
SUMBER PUSTAKA Hambali, E., A. Suryani dan W. Purnama, 2002. Membuat Keripik Aneka Rasa. Penebar Swadaya. Jakarta. Alamsyah, 2010. 30 Resep dan Peluang Usaha Snack Kering dalam Kemasan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
16
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Lampiran 2.1. Praktek Pengolahan Keripik Pisang Keripik pisang klasik adalah kripik pisang yang tidak memiliki rasa khas selain rasa pisang. Jenis keripik ini adalah yang umumnya diproduksi oleh masyarakat. Keripik pisang klasik dapat diolah lagi menjadi keripik pisang dengan berbagai rasa, seperti manis, asin atau seasoning. Keripik pisang klasik Bahan: 5 kg pisang mentah 1,5 kg minyak goreng 3g natrium bisulfit 30 g garam 3 liter air Alat:
alat pengiris (slicer) pisau stainless steel talenan timbangan 5 kg wajan (penggorengan besar) baskom besar kompor wadah peniris sealer kemasan plastik
Cara membuat: 8. Pisang dikupas kulitnya, kemudian dicuci. 9. Disiapkan larutan natrium bisulfit dengan menambahkan 30 gram natrium bisulfit ke dalam 3 liter air. Pisang direndam selama 5 – 10 menit, kemudian ditiriskan. 10. Kemudian pisang diiris menggunakan pisau (manual) atau menggunakan alat pengiris. 11. Irisan pisang ditiriskan agar kandungan air yang tersisa berkurang. 12. Kemudian digoreng dalam minyak yang bersuhu 180oC sampai keripik berwarna kuning keemasan dan cukup kering. Selanjutnya ditiriskan. 13. Keripik pisang siap dibumbui. Keripik pisang klasik yang dihasilkan sekitar 2 kg dari 5 kg bahan mentah pisang tanpa kulit. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
17
Keripik pisang asin Bahan: 2 kg keripik pisang klasik 20 g garam halus Cara membuat: 1. Ditambahkan 20 gram garam halus pada keripik pisang klasik, kemudian diaduk rata. 2. Dilakukan pengemasan. Keripik pisang manis dengan gula halus Bahan: 2 kg keripik pisang klasik 40 g gula halus Cara membuat: 1. Ditaburkan gula halus pada saat keripik pisang masih dalam keadaan panas, kemudian diaduk secara merata. 2. Keripik pisang ditiriskan dengan cara menghamparkan keripik di atas wadah penirisan. 3. Dilakukan pengemasan.
Keripik pisang manis pedas Bahan: 2 kg keripik pisang klasik 40 g gula halus 10 g garam 4g bubuk cabai Cara membuat: 1. Dicampur hingga merata gula halus, garam dan bubuk cabai. 2. Ditaburkan campuran bahan pemberi citarasa tersebut pada saat keripik pisang masih dalam keadaan panas, kemudian diaduk secara merata. 3. Dilakukan pengemasan. Keripik pisang aneka seasoning Bahan: 2 kg keripik pisang klasik 40 g seasoning (barbeque/ jagung bakar/ keju) 10 g garam
18
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Cara membuat: 1. Dicampur hingga merata seasoning dan garam. 2. Kemudian ditaburkan pada keripik pisang klasik yang masih dalam keadaan panas, kemudian diaduk secara merata. 3. Dilakukan pengemasan.
TEST FORMATIF 1. Kripik pisang berbeda dengan kripik singkong kalimat ini benar karena a. Keduanya sama sama kripik b. Keduanya kripik dengan bahan baku yang berbeda c. Keduanya melalui proses yang sama perajangan dan penggorengan d. Bumbu pada kedua kripik berbeda. 2. Keberhasilan utama dalam menentukan kualitas klripik pisang adalah a. Cara penggorengannya b. Bahan bakunya dan minyaknya c. Bumbunya serta cara menggorengnya d. Bahan baku dan cara pengemasannya 3. Urutan yang benar dalam proses pembuatan keripik pisang adalah sebagai berikut; I. Penirisan, II Penggorengan III. Penyiapan bahan Baku IV . Pengirisan, V pengemasan, VI pemberian aneka rasa a. I-II-IV-VI-III-V b. III-IV-II-I-VI-V c. III-IV-I-II-VI-V d. III-IV-IV-II-I-V 4. Minyak yang digunakan untuk menggoreng keripik pisang biasanya bersuhu……………….. a. 300 derajad Celcius b. 200 derajad Celcius c. 180 derajad Celcius d. 150 derajad Celcius Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
19
5. Bahan baku yang dapat digunakan untuk keripik pisang y harus memenuhi kriteria sebagai berikut ………… a. Mentah tapi tua sehingga kulitnya masih keras b. Matang tapi tua sehingga dagingnya mudah diiris c. Matang tapi kulitnya keras sehingga melindungi daging buahnya d. Tua tapi daging buahnya masih keras sehingga mudah diiris Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban tes Formatif yang terdapat pada lembar berikut. Hitunglah jawaban Anda yang benar . Kemudian gunakan rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Modul 4 ini Rumus Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban Anda yang benar x100% 5 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90-100 % = baik sekali 80-89 % = baik 70-79% = cukup <70% = kurang
KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF MODUL KERIPIK 1. 2. 3. 4. 5.
20
b d a c d
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
MODUL 3
PEMBUATAN ABON IKAN Pendahuluan Ikan sebagai komoditas utama di sub sektor perikanan merupakan salah satu bahan pangan yang kaya akan sumber protein (17%). Tubuh sangat memerlukan protein ikan karena selain mudah dicerna, pola asam amino protein ikan pun hampir sama dengan pola asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia. Disamping itu, kadar lemak ikan yang rendah (4,5%) sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Namun demikian, ikan merupakan komoditas yang cepat mengalami pembusukan (perishable food). Pembusukan disebabkan oleh enzim, baik yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri maupun berasal dari mikroorganisme serta kerusakan akibat proses ketengikan (rancidity). Kadar air ikan segar yang tinggi mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk yang terdapat di dalamnya. Daya tahan ikan segar yang tidak lama, menjadi kendala dalam usaha perluasan pemasaran hasil perikanan. Bahkan sering menimbulkan kerugian besar pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, sejak lama masyarakat melakukan berbagai macam proses pengolahan pasca panen ikan guna meminimalkan kendala tersebut. Pada dasarnya proses pengolahan pasca panen ikan bertujuan untuk mengurangi kadar air daging ikan. Penurunan kadar air ini dapat menghambat perkembangbiakan mikroorganisme dalam daging ikan sehingga produk olahan ikan akan memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan daging ikan segarnya. Terdapat bermacam-macam pengolahan ikan mulai dari cara tradisional sampai modern. Salah satu diantara produk olahan ikan adalah abon ikan. Abon merupakan produk olahan yang sudah cukup dikenal luas oleh masyarakat. Abon didefinisikan sebagai suatu jenis makanan kering berbentuk khas yang terbuat dari daging yang direbus, disayat-sayat, Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
21
dibumbui, digoreng dan dipres. Pembuatan abon menjadi alternatif pengolahan ikan dalam rangka penganekaragaman produk perikanan dan mengantisipasi melimpahnya tangkapan ikan di masa panen. Abon ikan merupakan jenis makanan olahan ikan yang diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas dan mempunyai daya awet yang relatif lama. Seperti halnya produk abon yang terbuat dari daging ternak, abon ikan cocok pula dikonsumsi sebagai pelengkap roti ataupun sebagai lauk pauk. Proses pembuatan abon ikan relatif mudah sehingga dapat langsung dikerjakan oleh anggota keluarga sendiri. Peralatan yang dibutuhkan pun relatif sederhana sehingga untuk memulai usaha ini relatif tidak memerlukan biaya investasi yang besar. Oleh karena itu, usaha pengolahan abon ikan ini dapat dilakukan dalam skala usaha kecil. Hal ini membuat usaha ini sangat berpotensi untuk dikembangkan di banyak wilayah di Indonesia yang memiliki sumber daya perikanan laut yang melimpah. Prospek Bisnis Abon Ikan Sampai saat ini, belum ada data kuantitatif tentang jumlah konsumsi masyarakat terhadap abon ikan. Meskipun demikian, dapat diprediksi bahwa jumlah konsumsi abon ikan relatif tinggi karena makanan olahan ini banyak digemari oleh masyarakat luas. Ritme kehidupan modern saat ini menuntut segala sesuatu yang serba cepat dan waktu yang semakin terbatas, semakin memperkuat alasan prospektifnya permintaan pasar bagi produk-produk makanan olahan siap saji, termasuk abon ikan. Indikasi peningkatan permintaan tersebut sejalan dengan informasi dari produsen abon ikan di Cisolok, Sukabumi yang menyatakan bahwa potensi permintaan abon ikan sebenarnya relatif masih tinggi. Faktor keterbatasan modal kerja membuat produsen tersebut hanya dapat memenuhi permintaan abon ikan untuk wilayah Sukabumi, Bogor, Jakarta dan Tangerang. Dengan kata lain, masih banyak permintaan abon ikan di berbagai wilayah di luar wilayahwilayah tersebut yang belum terpenuhi. Disamping itu, bila kendala keterbatasan modal kerja dapat diatasi, sebenarnya peluang ekspor abon ikan pun masih terbuka lebar. Di tengah banyaknya variasi produk olahan ikan, abon ikan merupakan salah satu produk yang prospektif untuk dikembangkan. Sejauh ini persaingan antar pengusaha abon ikan belum dirasakan 22
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
menjadi kendala. Hal ini karena keterbatasan produksi abon ikan di Indonesia sehingga peluang pasar abon ikan dapat dikatakan masih besar. Disamping itu, juga dapat menjadi produk substitusi abon daging serta dapat menjadi komoditas ekspor. Oleh karena itu, kondisi ini merupakan suatu peluang yang bagus, baik bagi para pengusaha untuk lebih mengembangkan usahanya, maupun bagi para calon investor untuk menanamkan modalnya dalam sektor agroindustri pengolahan abon ikan di berbagai wilayah perairan Indonesia. Proses Pengolahan Abon Ikan Bahan baku yang cocok digunakan dalam pembuatan abon ikan adalah ikan berdaging tebal juga harus memiliki serat kasar dan tidak mengandung duri. Sejumlah spesies ikan yang memenuhi kriteria tersebut adalah Marlin/Jangilus (Istiophorus, sp), Tuna, Cakalang, Ekor kuning, Tongkol, Tenggiri dan Cucut. Spesies-spesies ini pada umumnya dapat ditangkap sepanjang tahun oleh nelayan dengan alat tangkap pancing di perairan laut dalam. Beberapa spesies ikan air tawar pun dapat digunakan, misalnya Nila dan Gabus. Ciri-ciri fisik yang harus dimiliki daging ikan yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan abon ikan adalah dalam kondisi segar, warna dagingnya cerah, kenyal dan tidak berbau busuk. Sejumlah bahan pembantu yang biasa digunakan dalam pembuatan abon ikan adalah rempah-rempah, gula, garam dan penyedap rasa. Jenis rempah-rempah yang digunakan adalah bawang putih, ketumbar, lengkuas, sereh dan daun salam. Gula yang digunakan adalah gula pasir. Gula pasir dapat memberikan rasa lembut sehingga dapat mengurangi terjadinya pengerasan. Garam dapur, selain sebagai bumbu garam dapur pun berfungsi sebagai pengawet karena kemampuannya menarik air dari dalam jaringan. Bawang putih mempunyai aktivitas antimikroba. Senyawa allicin pada bawang putih berperan memberikan aroma yang khas serta memiliki kemampuan merusak protein kuman penyakit sehingga kuman tersebut mati. Sementara itu, penyedap rasa berfungsi untuk menambah kenikmatan rasa abon ikan yang dihasilkan. Komposisi bahan-bahan dalam pembuatan abon ikan dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi bahan pembantu yang digunakan oleh produsen abon ikan di Cisolok, Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Komposisi bahan pembantu per 10 kg bahan baku daging ikan Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
23
Jenis bahan pembantu (bumbu) Bawang merah Bawang putih Ketumbar Lengkuas Daun salam Sereh Gula pasir Asam jawa Kelapa Sumber: www.ristek.go.id
Jumlah
Satuan
150 100 10 3 10 3 700 6 10
gram gram gram iris lembar tangkai gram mata butir
Tabel 3.2. Komposisi bahan pembantu per 10 kg bahan baku daging ikan (Cisolok, Sukabumi) Jenis bahan pembantu (bumbu) Bawang merah Bawang putih Ketumbar Lengkuas Daun salam Sereh Gula pasir MSG Kelapa Garam dapur Garam rebus Sumber: data primer (2007)
Jumlah
Satuan
500 150 250 500 5 2 2000 16 2 700 2000
gram gram gram gram lembar batang gram gram butir gram gram
Proses produksi abon ikan relatif sederhana dan mudah dilakukan. Pada prinsipnya proses pengolahan abon ikan, diawali dengan penyiapan bahan, perebusan, pengepresan I, pencabikan I, pemberian bumbu dan santan, penggorengan, pengepresan II, pencabikan II dan pengemasan. Penyiapan bahan. Bahan baku ikan yang masih utuh dan segar (misalnya ikan Marlin) sebelum diproses, disiangi terlebih dahulu. Proses penyiangan ikan dilakukan dengan cara membersihkan sisik (bila 24
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
ada), membuang bagian kepala, isi perut dan maupun sirip ikan agar tidak mempengaruhi kualitas abon. Ikan kemudian dipotong menjadi bagian yang lebih kecil dengan ukuran 4x3x3 cm dan dicuci dengan air bersih yang mengalir, untuk menghilangkan darah, lendir maupun kotoran yang menempel. Daging ikan yang telah bersih kemudian direndam dalam air yang dicampur dengan air cuka. Kadar air cuka yang dipakai adalah kira-kira 2%. Ini dilakukan untuk membuat bau amis hilang. Perebusan. Potongan ikan yang telah direndam dalam air cuka kemudian disusun dalam badeng (panci) dan direbus selama 30-60 menit. Proses perebusan dihentikan setelah daging ikan lunak. Selama proses perebusan ditambahkan daun salam dan garam rebus. Pengepresan I. Ikan yang telah direbus kemudian dipres dengan mesin pengepres. Sebelum dipres, daging ikan tersebut sebaiknya ditiriskan terlebih dahulu sekitar 5-10 menit. Kemudian tulang, kulit dan sisik ikan dibuang. Agar lebih mudah, sebaiknya pembuangan tulang, kulit dan sisik dilakukan pada saat daging ikan masih dalam keadaan panas. Tahap pengepresan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada daging ikan yang telah direbus. Makin sedikit kadar air yang dikandung dalam daging, maka akan makin baik pula serat-serat daging yang dihasilkan. Pencabikan I. Setelah daging ikan dipres, kemudian dilakukan proses pencabikan sampai menjadi serat-serat. Proses ini dapat dilakukan dengan tangan atau dengan mesin pencabik (giling). Pemberian bumbu dan santan. Pada tahap ini, serat-serat daging hasil pencabikan ditambahkan bahan-bahan pembantu (bumbu). Bumbu-bumbu yang ditambahkan terdiri atas bawang putih, ketumbar, lengkuas yang telah diparut dengan mesin parutan, gula pasir, garam dapur dan santan kelapa. Penggorengan. Setelah bumbu-bumbu tercampur secara merata dalam serat-serat daging ikan, kemudian dilakukan penggorengan lebih kurang selama 60 menit. Selama penggorengan, secara terus menerus dilakukan pengadukan agar abon ikan yang dihasilkan matang secara merata dan bumbu-bumbu dapat meresap dengan baik. Tahap penggorengan ini dihentikan apabila serat-serat daging yang digoreng berwarna kuning kecoklatan. Pengepresan II. Tahap produksi berikutnya adalah pengepresan kembali serat-serat daging ikan yang telah digoreng. Pengepresan tahap kedua ini bertujuan untuk mengurangi kadar minyak pasca proses penggorengan. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
25
Pecabikan II. Setelah dipres, kemudian dilakukan pencabikan tahap kedua agar tidak terjadi penggumpalan. Proses pencabikan tahap kedua ini dihentikan setelah terbentuk produk akhir berupa abon ikan dengan tekstur yang seragam. Pengemasan. Pada tahap akhir produksi dilakukan pengemasan produk abon ikan. Jika pengemasan tidak langsung dilakukan, maka produk abon ikan disimpan terlebih dahulu dalam kantong plastik besar di gudang penyimpanan, sebelum dilakukan pengemasan. Rata-rata waktu yang dibutuhkan dalam setiap kali produksi abon ikan dengan kapasitas 150 kg bahan baku ikan Marlin, yaitu mulai dari tahap penyiangan ikan sampai tahap pengemasan adalah satu hari kerja. Diagram alir proses pengolahan abon ikan dapat dilihat pada Gambar 1. Ikan PENYIANGAN daun salam garam rebus
PEREBUSAN 30-60 menit
PENGEPRESAN I
Kepala, isi perut, sirip duri
air
air
PENCABIKAN I
Bumbu santan
Minyak goreng
PENAMBAHAN Bumbu + santan
PENGGORENGAN
PENGEPRESAN II
Minyak goreng
PENCABIKAN II
Abon ikan
Gambar 3.1. Diagram alir proses pengolahan abon ikan 26
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Kapasitas produksi optimal adalah 5:3, yaitu bahan baku dibanding hasil produksi. Sebagai contoh untuk 10 kg bahan baku ikan Marlin, yang dicampur dengan bahan-bahan pembantu, akan diperoleh hasil sekitar 4 kg abon ikan (rendemen 40%). Aspek dampak lingkungan berkaitan dengan analisis potensi limbah yang mungkin dihasilkan dari suatu unit usaha produksi. Unit usaha produksi abon ikan tidak menghasilkan limbah berbahaya, baik bagi manusia maupun lingkungan sekitar. Limbah yang dihasilkan hanya air kotor sisa pembersihan. Biasanya air ini dibuang melalui saluran air yang dapat langsung meresap ke tanah. Air limbah juga tidak mengandung zat-zat kimia yang membahayakan organisme tanah dan tanaman. Sisa proses produksi abon ikan justru masih dapat dimanfaatkan, misalnya bagian-bagian bahan baku ikan Marlin yang dibuang pada tahap penyiangan, dapat diolah lebih lanjut menjadi hidangan sop ikan yang banyak diminati masyarakat setempat. Air sisa rebusan ikan pada tahan perebusan dapat diolah lebih lanjut menjadi produk kecap ikan. Penutup Usaha pengolahan abon ikan sangat berpotensi untuk dikembangkan di wilayah Indonesia yang memiliki sumberdaya perikanan laut yang melimpah. Proses pembuatan abon ikan relatif mudah dan peralatan yang dibutuhkan pun relatif sederhana sehingga untuk memulai usaha ini tidak memerlukan biaya investasi yang besar. Salah satu spesies ikan yang cocok dijadikan sebagai bahan baku produksi abon ikan adalah ikan Marlin/Jangilus (Istiophorus, sp), karena selain dagingnya tebal juga tidak banyak durinya.
SUMBER PUSTAKA Afrianto, E. Dan E. Liviawaty, 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Karyono dan Wachid, 1982. Petunjuk dan Praktek Penanganan dan Pengolahan Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Mukti, A.T.D., 2001. Analisis Harga Pokok Produksi dan Titik Impas Produk Abon Ikan di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
27
Jawa Barat. Skripsi pada Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB. Bogor. Wijaya, A., 2007. Analisis Preferensi Konsumen terhadap Pengembangan Produk Abon Ikan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Hurip Mandiri (Kasus Konsumen Abon Ikan di Kabupaten Sukabumi). Skripsi pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
TEST FORMATIF 1. Jenis ikan yang kurang cocok untuk abon ikan adalah sebagai berikut ……….. a. Ikan cucut, ikan tuna, ikan selar, ikan cakalang b. Ikan cucut dan ikan ekor kuning c. Ikan tuna, ikan yang berdaging tebal dan tidak berduri d. Ikan cucut ikan cakalang dan ikan tuna 2. Bumbu yang tidak biasa digunakan untuk abon ikan adalah sebagai berikut….. a. Daun salam , ketumbar , bawang putih . bawang merah, gula b. Daun salam , dau kunyit, bawang merah , bawang putih c. Gula, ketumbar, daun salam, bawang merah .bawang putih d. Lengkuas, asam jawa, sereh, bawang putih, bawang merah 3. Definisi abon ikan adalah……………. a. Daging ikan yang yang disuwir suwir setelah dimasak b. Daging ikan yang disuwir suwir sebelum dimasak c. Daging ikan yang digoreng sebelum dimasak d. Daging ikan yang dipres sebelum dimasak 4. Proses pengolahan abon ikan yang benar adalah………………. I. Penyiangan II. Penggorengan III. Pencabikan II IV. Pencabikan I V. Pengepresan I VI. Perebusan VII. Pengepresan II VIII. Penambahan bumbu 28
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Urutan a. b. c. d.
yang benar dalam proses pembuatan abon ikan adalah…. I-II-III-IV-V-VI-VII-VIII I-VI-V-IV-VIII-II-VII-III I-VI-V-III-IV-VIII-VII-II I-VI-V-IV-II-VIII-III-VII
5. Kualitas abon ikan yang baik mempunyai cirri sebagai berikut: a. Warnanya kuning cerah bau harum tidak tengik, kering b. Warnanya coklat cerah, bau khas abon, strukturnya terpisah pisah c. Warnanya tidak dapat dipakai patokan tergantung dari bahan bakunya d. Warnanya coklat cerah, bau minyak dan strukturnya menggerombol serta tidak terpisah pisah.
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban tes Formatif yang terdapat pada lembar berikut. Hitunglah jawaban Anda yang benar . Kemudian gunakan rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Modul 4 ini Rumus Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban Anda yang benar x100% 5 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90-100 % = baik sekali 80-89 % = baik 70-79% = cukup <70% = kurang KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF 1. a 2. b 3. a 4. d 5. b
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
29
Lampiran 3.1. Praktek Pengolahan Abon Ikan Bahan:
5 kg 350 g 1 kg 1 kg 250 g 75 g 125 g 250 g 3 lembar 1 batang 8g 1 butir
daging ikan garam garam rebus gula pasir bawang merah bawang putih ketumbar lengkuas daun salam sereh bumbu penyedap kelapa
Alat:
timbangan pisau stainless steel, talenan panci perebusan kompor mesin pengepres garpu besar baskom plastik besar, kecil
wajan penggorengan ember plastik mesin parutan saringan kelapa saringan peniris sealer kemasan plastik
Cara membuat: 1. Ikan Marlin segar disiangi dan dipotong-potong, kemudian direndam dalam air yang mengandung cuka 2%. 2. Potongan ikan disusun dalam panci dan direbus selama 30-60 menit sampai daging ikan lunak. Selama perebusan ditambahkan garam rebus dan daun salam. 3. Daging ikan rebus ditiriskan selama 5-10 menit, selanjutnya dipres untuk mengurangi kadar airnya. 4. Setelah itu, dilakukan proses pencabikan menggunakan garpu besar sampai daging ikan menjadi serat-serat. 5. Kemudian ditambahkan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan dan santan kelapa. 6. Setelah bumbu tercampur merata dalam serat-serat daging ikan, kemudian dilakukan penggorengan sampai berwarna kuning kecoklatan. Selama penggorengan, dilakukan pengadukan agar abon ikan matang secara merata dan bumbu meresap dengan baik. 30
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
7. Tahap berikutnya adalah pengepresan kembali abon ikan setelah penggorengan untuk mengurangi kadar minyaknya. 8. Setelah dipres, dilakukan pencabikan tahap kedua agar tidak terjadi penggumpalan abon ikan. 9. Tahap terakhir adalah pengemasan dalam kantong plastik per 100 atau 250 gram, kemudian di seal.
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
31
MODUL 4
PEMBUATAN DODOL BUAH Pendahuluan Sebagai negara tropis, Indonesia bagaikan surga buah-buahan segar. Musim buah datang silih berganti. Permasalahannya adalah sifat komoditi buah yang mudah rusak sehingga tidak mempunyai umur panjang setelah dipanen. Disamping itu tidak sedikit pula produsen buah-buahan yang berlokasi jauh dari konsumen yang membutuhkannya. Dengan demikian diperlukan suatu cara penanganan agar konsumen terpenuhi keinginannya mengkonsumsi buah sesuai dengan yang diharapkan. Ada dua golongan prinsip cara penanganan buah-buahan yang dapat dikembangkan menjadi satu industri. Dua prinsip dasar tersebut adalah pengawetan dan pembuatan produk olahan. Cara-cara pengawetan yang dapat dilakukan meliputi pengalengan, pendinginan, pengeringan, pengawetan dengan konsentrasi gula tinggi, atau dengan bahan pengawet. Pembuatan produk olahan buah-buahan antara lain pembuatan produk manisan, sari buah, jeli, selai dan dodol buah. Pemilihan cara pengawetan atau bentuk produk olahan yang akan dihasilkan untuk setiap jenis buah-buahan sangat ditentukan oleh sifat masing-masing buah. Dodol Buah Dodol buah merupakan makanan tradisional yang cukup populer di beberapa daerah di Indonesia. Dodol diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dodol yang diolah dari buah-buahan dan dodol yang diolah dari tepung-tepungan, antara lain tepung beras dan tepung ketan. Saat ini dodol lebih dikenal dengan nama daerah asal seperti dodol Garut, dodol atau jenang Kudus, gelamai Sumatra Barat, dodol durian (lempog) dari Sumatra dan Kalimantan, dodol buah-buahan seperti dodol apel, dodol sirsak dan sebagainya. 32
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Dodol buah terbuat dari daging buah yang dihancurkan, kemudian dimasak dengan penambahan bahan makanan lainnya. Sesuai dengan definisi tersebut maka dalam pembuatan dodol buahbuahan diperbolehkan penambahan bahan lainnya, seperti tepung ketan, tepung hunkue, bahan pewarna maupun bahan pengawet. Bahan-bahan yang ditambahkan harus sesuai dan tidak boleh melebihi dari aturan yang telah ditentukan. Prospek Bisnis Dodol Buah Upaya peningkatan produksi buah-buahan telah dilakukan dengan cara perluasan areal tanam, penggunaan bibit unggul serta perbaikan bercocok tanam. Berbagai jenis buah ditanam dan dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia yang disesuaikan dengan agroklimatnya. Namun, peningkatan produksi buah-buahan tanpa diikuti dengan penanganan yang memadahi hasilnya akan sia-sia, sehingga menghasilkan buah yang tidak memenuhi kriteria mutu sebagai buah meja. Untuk pasar luar negeri, kriteria standar mutu buah ditentukan oleh negara pengimpornya. Mutu buah sangat dipengaruhi oleh tingkat ketuaan, ukuran serta penampakan kulit buah. Buah yang memenuhi standar mutu harus utuh, terbebas dari luka memar, lecet maupun bekas luka. Selain itu, ukuran buahpun harus seragam dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Buah-buahan yang tidak memenuhi standar mutu tersebut dapat dimanfaatkan menjadi dodol. Pengolahan buah-buahan menjadi dodol merupakan salah satu upaya untuk memperpanjang daya simpan buah dan menekan kehilangan lepas panen buah-buahan. Pada awalnya dodol dibuat dan dimanfaatkan pada perayaan hari besar seperti idul fitri, perkawinan, kelahiran dan sebagainya. Akan tetapi saat ini dodol telah dipasarkan lebih meluas, terutama di tempat pariwisata dengan kemasan yang menarik. Dodol tersebut banyak dijadikan buah tangan oleh para wisatawan, terutama wisatawan domestik. Dodolpun menjadi ciri khas pada daerah wisata sehingga permintaannya akan tetap ada. Selain itu rasa dodol buah yang khas dan enak menjadikannya tetap diminati. Bila mutu dodol yang dihasilkan baik, enak rasanya, dan kemasannya menarik akan terbuka peluang untuk pemasaran antar daerah. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
33
Proses Pengolahan Dodol Buah Hampir semua jenis buah dapat diolah menjadi dodol. Cita rasa yang dihasilkan tergantung dari jenis buah yang digunakan. Cara pembuatan dodol buah dapat digolongkan berdasarkan perbedaan bahan pendukung yang digunakan, yaitu pembuatan dodol buah tanpa penambahan tepung dan dengan penambahan tepung. Dodol buah tanpa penambahan tepung menggunakan bahan baku hanya bubur buah, gula, asam sitrat dan bahan pengawet. Selama proses pemanasan senyawa pektin yang terkandung dalam buah bersama-sama dengan gula dan asam sitrat akan membentuk adonan kental dan memadat setelah didinginkan. Pektin adalah senyawa menyerupai agar-agar yang terkandung dalam setiap jenis buah; banyaknya tergantung dari jenis buahnya dan tingkat kematangan buah. Dodol buah dengan penambahan tepung, dibuat dengan menambahkan tepung ketan. Selain itu bahan pendukung lain yang perlu ditambahkan pada pembuatan dodol buah cara ini adalah santan kelapa, agar adonan kalis dan tidak lengket. Selama proses pemanasan, bubur buah yang dicampur tepung ketan akan mengental dan memadat setelah didinginkan. Cara pembuatan dodol buah yang akan dibahas selanjutnya adalah cara yang pertama, yaitu pembuatan dodol buah tanpa penambahan tepung. Diagram alir proses pembuatan dodol buah selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1. Penyiapan bahan. Buah sebagai bahan baku pembuatan dodol adalah campuran buah yang masih setengah matang dan buah yang sudah matang. Buah setengah matang diperlukan untuk membentuk produk yang kental dan tidak lengket, sedangkan buah yang matang diperlukan untuk menghasilkan aroma dan cita rasa dodol buah yang diinginkan. Perbandingan gula dan bubur buah 1:3 sampai 3:4. Asam sitrat yang ditambahkan berkisar 1-5 gram per kilogram bubur buah, tergantung jenis buah yang diolah. Untuk buah yang asam, asam sitrat yang ditambahkan cukup 1 gram. Sementara untuk buah yang tidak asam, jumlah asam sitrat yang ditambahkan berkisar 1-5 gram per kilogram bubur buah. 34
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Buah PENCUCIAN PENGUPASAN PENGECILAN UKURAN PENGHANCURA N
Bubur buah Gula pasir
FORMULASI BAHAN
Asam sitrat
PEMASAKAN PENCETAKAN PENGEMASAN
Dodol buah Gambar 4.1. Diagram alir proses pengolahan dodol buah Penghancuran. Sebelum buah dihancurkan, terlebih dahulu buah dikupas, dicuci dan diperkecil ukurannya. Penghancuran dilakukan dengan menggunakan blender sampai terbentuk bubur buah. Formulasi bahan. Hancuran daging buah yang sudah berbentuk bubur, selanjutnya ditambah gula pasir dan asam sitrat sesuai dengan perbandingan yang sudah disebutkan di atas. Pemasakan. Campuran bahan dimasak menggunakan wajan dengan api kecil sampai matang dan kalis selama 30-60 menit. Pemasakan dodol skala besar dapat digunakan wajan dobel jaket yang dilengkapi dengan pengaduk otomatis. Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan alat pemasak dodol buah adalah alat terbuat dari stainless steel atau wajan berlapis email, bukan terbuat dari besi atau aluminium. Penggunaan alat dari bahan yang tidak disarankan akan menimbulkan Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
35
reaksi kimia antara buah/bahan yang bersifat asam dan komponen logam dalam alat. Pencetakan. Adonan dodol yang telah masak, selanjutnya dituang ke dalam loyang yang sudah dilapisi plastik dan didinginkan agar adonan memadat. Adonan yang telah dingin kemudian dipotong kecil-kecil. Pengemasan. Pengemasan dilakukan terhadap potongan adonan yang telah dingin. Bahan kemasan yang biasa digunakan untuk membungkus dodol buah adalah plastik selopan. Sifat plastik jenis ini transparan, agak elastis, tahan terhadap suhu, tahan terhadap air dan minyak, dalam keadaan kering relatif kedap terhadap gas. Pengemasan dan Penyimpanan Agar mutu dodol buah dapat dipertahankan, perlu pengemasan dan penyimpanan yang baik dan sesuai. Pengemasan dan penyimpanan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam industri pangan. Selain itu, pengemasan dan penyimpanan yang baik akan memperpanjang daya simpan produk. Pada awalnya, pengemasan bahan pangan bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap bahan yang dikemas. Akan tetapi kini pengemasan merupakan sarana yang sangat perlu untuk meningkatkan pemasaran. Ukuran, bentuk, model dan desain kemasan akan mempengaruhi tingkat kesukaan selera konsumen. Bahan kemasan yang dibutuhkan untuk dodol buah adalah plastik sebagai pembungkus dodol dan kertas karton sebagai pengemas luar. Jenis plastik yang cocok untuk dodol adalah jenis plastik selopan. Sifat plastik jenis ini transparan, agak elastis, tahan terhadap suhu, tahan terhadap air dan minyak, dalam keadaan kering relatif kedap terhadap gas. Kertas karton diperlukan sebagai kotak pengemas dodol yang telah dibungkus dengan plastik selopan. Kotak dirancang sedemikian rupa agar menarik. Di bagian luarnya diberi gambar dan keterangan mengenai keunggulan dodol dan komposisi bahan bakunya. Selain itu, dalam kotak tersebut dicantumkan keterangan tanggal produksi dan kadaluwarsa. Dodol yang telah dikemas dimasukkan ke dalam karton yang lebih besar untuk memudahkan pendistribusian. Penyimpanan diperlukan sebelum dodol dipasarkan. Ruang penyimpanan harus bersih dan dijaga agar terbebas dari binatang pengganggu. Kotak yang berisi dodol disusun sedemikian rupa dalam rak-rak penyusunan agar kemasan tidak rusak akibat tumpukan yang terlalu banyak. Seminggu sekali dilakukan pemeriksaan terhadap dodol. 36
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Pemeriksaan tidak hanya dilakukan terhadap penyimpanan, tetapi juga dodol yang ada di pasar.
dodol
di
ruang
Persyaratan Mutu Dodol Buah Dodol merupakan salah satu produk olahan pangan yang daya simpannya lama. Sebagai produk pangan, maka syarat keamanan dan kesehatan harus dipenuhi. Bila menggunakan pewarna untuk memperbaiki penampakan dodol, maka pewarna yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai pewarna pangan dan sesuai dengan dosis Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang dodol. Demikian pula dengan penggunaan bahan pengawet, jumlahnya tidak diperkenankan melebihi batas maksimum yang diijinkan. Untuk mengetahui mutu dodol yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan atau tidak, perlu dilakukan pengujian. Pengujian dapat dilakukan dengan mengirimkan contoh produk ke laboratorium pengawasan obat dan makanan atau ke laboratorium lainnya. Adapun contoh syarat mutu dodol buah dapat dilihat pada Lampiran 1. Penutup Hampir semua jenis buah dapat diolah menjadi dodol. Walaupun proses pembuatan dodol buah kelihatannya tidak terlalu sulit, namun diperlukan kehati-hatian dalam mengendalikan proses selama pembuatannya. Komposisi bahan untuk pembuatan dodol buah tidaklah selalu sama, tergantung jenis buah, kandungan senyawa pektin dan tingkat keasaman buah yang digunakan sebagai bahan baku. Oleh karena itu, diperlukan ketelatenan untuk mencoba formulasi bahan dari berbagai jenis buah, agar keberlanjutan produksi dodol buah dapat disesuaikan dengan datangnya musim buah jenis tertentu. Pengendalian proses selama pemasakan juga perlu mendapat perhatian. Selama proses pemasakan, nyala api harus dikendalikan dan pengadukan terus dilakukan agar dodol tidak gosong. Diperlukan pengalaman untuk menghentikan proses pemasakan agar diperoleh dodol yang tidak lengket setelah dingin dan mudah diiris serta dikemas.
SUMBER PUSTAKA Astawan, M. Dan M.W. Astawan, 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta. Satuhu, S., 1994. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
37
TEST FORMATIF 1. Buah dapat lebih awet melalui proses a. Pengawetan dan pemasakan b. Pengawetan dan pengolahan c. Pengawetan dan pengeringan d. Pengawetan dan penghancuran 2. Dodol tersusun atas a. Gula tepung buah dan essence b. Gula dan tepung serta aroma buah c. Gula, asam sitrat, buah. d. Gula, garam dan buah 3. Agar mudah diiris dodol yang sudah jadi artinya sudah kalis harus.. a. dimasukkan dalam lemari pendingin kemudian diiris b diangin anginkan saja baru dibungkus . c. dibungkus langsung dengan kertas baru diiris iris d. didinginkan dalam lemari pendingin kemudian di bungkus 4. Buah yang dapat di manfaatkan sebagai bahan baku dodol buah tanpa tepung adalah buah yang… a. Banyak air dan rasanya harus manis dan harus matang semua b. Sedikit air dan tidak perlu manis yang penting buah setengah matang c. Harus asam manis dan banyak air d. Semua buah yang masak dapat dimanfaatkan bahan baku dodol 5. Proses pembuatan dodol buah tanpa tepung sebagai berikut: I Penghancuran buah II Pemasakan III Penambahan gula IV Pencetakan V.Pengemasan a. b. c. d. 38
I-II-III-IV-V I-V-II-III-IV I-V-IV-III-II I-III-II-IV-V
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban tes Formatif yang terdapat pada lembar berikut. Hitunglah jawaban Anda yang benar . Kemudian gunakan rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Modul 4 ini Rumus Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban Anda yang benar x100% 5 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90-100 % = baik sekali 80-89 % = baik 70-79% = cukup <70% = kurang
Lampiran 4.1. Syarat mutu beberapa jenis dodol buah Jenis uji
Dodol nangka Warna normal, khas Bau normal, khas Rasa normal, khas Kadar air maks. 20% Kadar abu maks. 1,5 % Kadar gula (sukrosa) min. 35 % Kadar protein Kadar lemak Kadar serat kasar maks. 2,5 % Pemanis buatan sesuai SNI Pewarna sesuai SNI Pengawet Total mikroba maks.500 cfu/g Total Coliform Total Salmonela Total Vibrio cholera Total S.aureus Total kapang Total khamir Sumber : Satuhu dan Sunarmani, 2002
Persyaratan mutu Dodol nanas Dodol sirsak normal, khas normal, khas normal, khas maks. 20% maks. 20% maks. 1,5 % maks. 1 % min. 35 % min. 35-45 % maks. 1,5 % maks. 2 % tidak boleh ada tidak boleh ada sesuai SNI sesuai SNI maks.500 maks.500 cfu/g cfu/g 20 APM/g 20 APM/g negatif negatif negatif negatif negatif negatif maks. 50 cfu/g maks. 50 cfu/g maks. 50 cfu/g maks. 50 cfu/g
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
39
Lampiran 4.2. Praktek pengolahan dodol buah Dodol pepaya Pepaya yang dapat diolah menjadi dodol diantaranya adalah pepaya Semangka dan pepaya Bangkok. Pepaya Semangka kulitnya kuning ketika matang. Bentuknya lonjong dan ujungnya berputing, daging buahnya berwarna merah seperti Semangka. Pepaya Bangkok, berukuran besar, berdaging keras, berwarna jingga kemerahan bila matang. Bahan:
5 kg pepaya (3 kg bubur buah) 1875 g gula pasir 15 g asam sitrat 10 g garam atau sesuai selera
Alat:
baskom plastik pisau stainless steel talenan timbangan 5 kg blender kompor panci double jacket pengaduk kayu nampan plastik, dialasi lembaran plastik tahan panas keranjang plastik kemasan plastik selopan kemasan karton
Cara membuat: 1. Buah dicuci dengan air bersih, lalu dikupas dan dipotong kecil-kecil agar mudah dalam penghancuran. 2. Daging buah dihancurkan hingga menjadi bubur buah dengan blender. 3. Pencampuran bubur buah dengan bahan lainnya. Untuk setiap kilogram bubur buah ditambahkan gula pasir sebanyak 5/8 kilogram dan asam sitrat sebanyak 5 gram. 4. Adonan dimasak disertai pengadukan hingga kental dan kalis selama 60-90 menit. Sebelum pemasakan dihentikan, tambahkan garam. 5. Kemudian adonan yang telah masak, dicetak dengan menuangkan adonan ke dalam nampan plastik yang telah dilapisi lembaran plastik tahan panas dan didinginkan. 40
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
6. Selanjutnya adonan yang telah dingin, dipotong sesuai selera dan dibungkus dengan plastik selopan. Sejumlah bungkusan dodol dikemas lagi dengan menggunakan kotak karton yang telah dirancang dengan desain yang menarik. Dodol pisang Jenis pisang yang enak diolah menjadi dodol adalah pisang Ambon. Selain rasanya enak, aroma pisang Ambon sangat kuat sehingga dodol yang dihasilkan bercita rasa enak. Pisang yang digunakan dalam pembuatan dodol biasanya off grade, pisang berukuran kecil dan burik (banyak scab). Buah dengan tampilan tersebut memang kurang menarik untuk buah meja, tetapi cita rasanya sama. Sebaiknya tingkat ketuaan dan kematangan buah yang akan diolah cukup atau over ripe (lewat matang) karena kondisi buah tersebut rasanya manis, tidak sepet dan aromanya kuat. Cara 1 Bahan :
Alat
:
1,5 kg pisang 1 kg gula pasir 1g asam sitrat baskom plastik pisau stainless steel talenan timbangan 5 kg blender kompor panci double jacket pengaduk kayu nampan plastik, dialasi lembaran plastik tahan panas keranjang plastik kemasan plastik selopan kemasan karton
Cara membuat: 1. Buah dikupas, kemudian dikukus selama 10 menit, untuk mencegah timbulnya warna coklat pada pisang. 2. Setelah itu, buah dihaluskan dengan blender hingga menjadi bubur. Kemudian ditambahkan gula pasir dan asam sitrat ke dalamnya. Setiap 1 kg bubur buah ditambahkan gula pasir sebanyak 1 kg dan 1 g asam sitrat.
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
41
3. Adonan dimasak disertai pengadukan hingga kental dan kalis selama 60-90 menit. Sebelum pemasakan dihentikan, tambahkan garam. 4. Kemudian adonan yang telah masak, dicetak dengan menuangkan adonan ke dalam nampan plastik yang telah dilapisi lembaran plastik tahan panas dan didinginkan. 5. Selanjutnya adonan yang telah dingin, dipotong sesuai selera dan dibungkus dengan plastik selopan. Sejumlah bungkusan dodol dikemas lagi dengan menggunakan kotak karton yang telah dirancang dengan desain yang menarik. Cara 2 Bahan :
1,5 kg 250 g 1 kg 1 sdt 1 lt
pisang tepung ketan gula merah garam dapur santan kental
Cara membuat: 1. Pisang dikupas, lalu dihaluskan hingga menjadi bubur. 2. Gula merah direbus dengan 250 ml hingga larut, lalu disaring. 3. Kemudian gula merah, tepung ketan dan santan dicampurkan ke dalam bubur buah. 4. Adonan dimasak dengan api sedang sampai kalis dan kental selama 30 menit. 5. Kemudian adonan yang telah masak, dicetak dengan menuangkan adonan ke dalam nampan plastik yang telah dilapisi lembaran plastik tahan panas dan didinginkan. 6. Selanjutnya adonan yang telah dingin, dipotong sesuai selera dan dibungkus dengan plastik selopan. Sejumlah bungkusan dodol dikemas lagi dengan menggunakan kotak karton yang telah dirancang dengan desain yang menarik Kunci Jawaban Test Formatif 1. a 2. c 3. a 4. d 5. d 42
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
MODUL 5
PEMBUATAN NUGGET IKAN Pendahuluan Sebagai negara maritim, potensi sumber perikanan laut dan tawar di Indonesia sangatlah besar. Namun, sayangnya kekayaan tersebut belum dimanfaatkan secara optimum. Keterbatasan armada penangkapan dan teknik pengolahan ikan pascapanen merupakan kendala yang utama. Di sisi lain, ikan merupakan sumber pangan yang kaya protein, lemak, vitamin dan mineral. Kelebihan ikan dibandingkan dengan sumber pangan hewani lainnya antara lain kandungan asam lemak dan protein yang tinggi. Asam lemak omega tiga yang terkandung dalam ikan merupakan salah satu asam lemak yang sangat penting bagi kesehatan dan perkembangan otak bayi untuk potensi kecerdasannya. Banyak cara pengawetan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan atau pembusukan pada ikan. Produk olahan ikan dapat dikelompokkan atas olahan tradisional dan olahan modern. Termasuk dalam pengolahan tradisional adalah: pembuatan ikan asin, ikan pindang, ikan asap, ikan peda, terasi, kecap dan lain – lain. Sedang yang tergolong pengolahan modern adalah ikan dalam kaleng, gel ikan, ikan beku, fillet, nugget ikan, baso ikan dan lain-lain. Dari total tangkapan ikan laut per tahunnya, hanya sekitar 51% yang dikonsumsi dalam keadaan segar, sedangkan sisanya diolah menjadi berbagai produk olahan. Sebaran pengolahan ikan adalah 30,5% penggaraman, 6,2% pembekuan, 5,4% pemindangan, 2,4% peragian (fermentasi), 1,8% pengasapan, 1,2% pengalengan, 1,0% pengawetan lain dan 0,5% pembuatan tepung ikan. Makanan yang diolah dari bahan-bahan yang segar masih menjadi idola bagi sebagian besar konsumen baik di dunia maupun di Indonesia. Namun seiring dengan semakin padatnya kesibukan yang Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
43
mereka lakukan setiap harinya, menuntut mereka harus berpikir untuk mendapatkan produk pangan yang praktis dalam penyajiannya. Salah satu produk yang ditawarkan oleh industri pangan adalah makanan beku (frozen food), antara lain produk nugget. Mengenal Produk Pangan Beku (Frozen Food) Frozen food hadir untuk memberikan kepraktisan bagi konsumennya, karena biasanya produk-produk ini tinggal dihangatkan saja beberapa menit sesudah itu langsung dapat dikonsumsi. Perlahan tapi pasti, konsumen mulai mengenal dan merasakan berbagai produk frozen food. Bagaimana tidak tergoda, produk-produknya hadir sedemikian rupa sehingga dapat disajikan untuk menu sarapan, makan siang, makan malam hingga hidangan penutup. Frozen food dibuat melalui serangkaian proses sehingga makanan dapat bertahan dalam beberapa waktu tanpa mengubah cita rasa makanan tersebut. Selain itu, yang menarik adalah meskipun dibuat dengan pembekuan lebih dahulu, pada dasarnya produk ini tidak akan kehilangan banyak zat gizi. Pada prosesnya, pembekuan dilakukan setelah makanan masak (pre-cooked atau fully cooked). Menurut para ahli, mengawetkan makanan dengan cara pembekuan lebih baik daripada teknik pengawetan lainnya seperti pengeringan, penggaraman, pengasapan, pengalengan dan sebagainya, yang terkadang harus menambahkan bahan pengawet. Dengan mengandalkan suhu beku, makanan menjadi awet, nutrisi makanan tidak berkurang dan tidak perlu menambahkan bahan pengawet. Pada umumnya bahan pangan beku yang masih mentah, harus dicairkan terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Karena jika langsung diolah dapat menyebabkan produk keras dan kadang-kadang di bagian tengah masih mentah. Tetapi frozen food aman untuk langsung dimasak seperti nugget, bakso dan lainnya, karena beberapa industri pangan telah merancang sedemikian rupa dalam metoda pembuatannya. Oleh karena itu selain awet, frozen food juga praktis penyajiannya. Jika diklasifikasikan berdasarkan bahan bakunya, produk frozen food yang beredar di pasaran dapat dibagi menjadi enam, yaitu berbahan seafood, daging, tepung, sayur-sayuran, tahu dan keju. 44
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Berikut beberapa makanan beku yang sering ditemui di pasaran: seafood, nugget, bakso, pizza, roti, fried potato, sayuran (buncis, jagung manis, wortel, brokoli), tofu, keju. Namun, produk olahan daging dan seafood masih menjadi idola bagi konsumen frozen food. Tidak mengherankan jika ditanyakan kepada konsumen tentang produk frozen food, tentu yang akan disebutkan pertama kali adalah nugget dan bakso. Prospek Bisnis Nugget Bentuk produk olahan makanan beku yang saat ini sangat digemari masyarakat luas adalah nugget. Jenis nugget yang banyak dijual di pasaran adalah nugget ayam (chicken nugget) dan nugget ikan (fish nugget). Produk nugget menjadi idola karena sejak kehadirannya konsumen mempunyai alasan produk ini dapat dijadikan makanan yang mampu memenuhi kebutuhan protein baginya maupun keluarganya. Selain itu harga yang ditawarkan relatif murah jika dibandingkan apabila harus membeli daging fresh. Sebenarnya pasar produk nugget masih terbuka lebar di berbagai daerah. Dengan semakin berkembangnya teknologi pangan dan minat serta pandangan masyarakat terhadap makanan beku, daya jual makanan ini semakin meningkat. Persaingan antara industri pangan semakin menambah variasi produk pangan beku di pasaran. Dari hasil survey menunjukkan bahwa pasar frozen food di Indonesia meningkat antara tahun 2001-2006, dengan pertumbuhan rata-rata per tahun pada kisaran 7,2%. Pengetahuan masyarakat mengenai produk pangan beku sudah baik. Nugget sekarang bukan lagi produk supermarket, tetapi sudah menjadi produk curah di pasar tradisional. Semua pilihan dilimpahkan kepada konsumen, tinggal memilih produk curah atau kemasan. Proses Pengolahan Nugget Ikan Daging ikan tuna yang akan diolah menjadi nugget harus dipisahkan terlebih dahulu dari bagian durinya menggunakan pisau. Dijaga selalu suhu ikan tetap dingin saat proses pemisahan kulit dan tulang karena tuna rawan terjadinya histamin penyebab gatal. Dipilih selalu tuna yang masih segar. Bila sudah dipisahkan dari bagian duri, segera disimpan di dalam lemari pendingin. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
45
Hal -hal yang perlu diperhatikan saat membuat makanan beku adalah: 1. Suhu adonan. Suhu adonan harus dingin (di bawah 5oC). Suhu panas membuat protein rusak, bila daging ikan kurang dingin sebaiknya dimasukkan freezer beberapa saat. Untuk adonan sebaiknya menggunakan es atau air es agar adonan tetap dingin. Suhu yang dingin membantu juga saat mencetak atau membentuk makanan. 2. Suhu penggorengan. Untuk pre-fry suhu penggorengan harus di atas 180oC atau penggorengan kelihatan berasap. Minyak harus penuh agar tercelup. Untuk penggorengan pasca beku sebaiknya digunakan panas sedang (170oC-175oC). 3. Suhu freezer. Suhu freezer yang baik harus minus (-18oC). Selama proses pembekuan makanan, pintu freezer jangan terlalu sering dibuka. Bila produk masih panas jangan dimasukkan freezer, ditunggu hingga dingin. 4. Teknik pembekuan. Agar hasil pembekuan sempurna, makanan diletakkan pada nampan satu persatu. Jangan saling menumpuk agar suhu dingin sampai pada tengah makanan karena ini akan mempengaruhi daya simpannya. Makanan dibiarkan 4-5 jam dalam freezer (sampai makanan mengeras), bila makanan sudah beku, diambil lalu dikemas dalam plastik dan ditutup rapat agar udara dingin tidak masuk. Kemasan plastik yang tidak rapat menyebabkan makanan menjadi kering sehingga mempengaruhi rasa makanan. Kemudian disimpan kembali makanan yang sudah dikemas dalam freezer. 5. Cara memasak makanan beku. Makanan beku tidak perlu dicairkan. Diambil secukupnya sesuai kebutuhan, lalu digoreng hingga matang. Untuk makanan yang sudah di pre-fry agar praktis dapat dimasak dengan menggunakan oven atau microwave. Beberapa istilah yang dipakai dalam pembuatan aneka olahan makanan beku: 1. Predusting. Pelapisan adonan yang sudah dicetak agar memudahkan melekatnya adonan premix. Tepung yang dapat digunakan untuk predusting adalah tepung jagung, tepung tapioka atau tepung terigu protein tinggi. 2. Premix. Premix adalah campuran beberapa macam tepung (tepung jagung, tepung terigu atau pati) yang diikat dengan protein (telur, 46
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
3.
4.
5. 6.
7.
vegetable protein atau lainnya), dengan air dingin dan diaduk menggunakan mixer. Breading. Pelapisan dengan tepung roti setelah adonan dicelup dalam tepung premix. Breading dapat menggunakan tepung panir, panko atau crackers. Tepung roti (bread crumb). Remah roti kering yang dijual di pasaran atau supermarket. Ada berbagai jenis tepung roti yaitu japanese style/ panko dengan struktur lonjong dan rasanya renyah, tepung roti yang sedikit keras, tepung roti yang agak halus atau yang dari crackers. Lapisan (coating). Merupakan gabungan dari tepung predust, premix dan tepung roti. Prosentase lapisan (coating). Tebal tipisnya lapisan pada makanan atau perbandingan antar adonan dan lapisan. Prosentase lapisan biasanya 50, 30 atau 20%. Untuk menentukan tebal tipisnya lapisan dapat dilakukan dengan menambahkan atau mengurangi air dalam adonan premix dan juga tergantung pada besar kecilnya ukuran tepung roti yang digunakan. Semakin besar ukuran tepung roti, lapisan semakin tebal. Pre-fry. Penggorengan awal sebelum produk dibekukan. Tujuannya agar makanan tetap utuh dan tidak rusak, bila makanan cair. Poses pre-fry biasanya hanya 30–60 detik, langsung diangkat agar tidak gosong. Cara membuat lapisan atau coating: 1. Tepung predust (untuk 500 gram) Terigu high protein 375 g Pati jagung 125 g Kedua bahan dicampur hingga merata. Campuran tersebut digunakan sebagai tepung predust, dapat juga ditambahkan penyedap rasa, bubuk bawang putih, kaldu ayam dan sebagainya sesuai selera. 2. Tepung premix (untuk 500 g) Terigu high protein 125 g Pati jagung 75 g Baking soda 1 sdt Telur ayam 75 g Air es/dingin 225 g Bumbu sesuai selera Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
47
Bumbu dapat berupa penyedap, garam, merica bubuk, bawang putih bubuk dan sebagainya. Cara pembuatan adonan premix Bahan kering dicampur, kemudian ke dalam campuran dimasukkan telur dan diaduk dengan mixer kecepatan rendah. Selanjutnya, dimasukkan sebagian air dingin dan diaduk dengan kecepatan rendah. Setelah itu, dimasukkan lagi sebagian air, kemudian diaduk dengan kecepatan tinggi. Mixer dimatikan, adonan diaduk dengan spatula hingga merata sampai tidak ada sisa tepung, kemudian sisa air dimasukkan dan diaduk dengan kecepatan tinggi. Pengadukan tidak boleh terlalu lama karena mengakibatkan tingkat kelengketan adonan berkurang. Bila sudah tercampur semua, pengadukan dihentikan. Suhu adonan premix dipertahankan tetap dingin (05oC), bila suhu naik tingkat kelengketan berkurang. Apabila adonan nugget belum siap, adonan premix disimpan terlebih dahulu dalam lemari es. Gunakan penjepit, garpu atau penyaring stainless steel saat mengambil adonan di dalam larutan adonan premix. Cara pengolahan nugget ikan secara garis besar diawali dengan penyiapan bahan, penghancuran dan pencampuran, pencetakan, pelapisan (coating), pre-frying, pembekuan dan pengemasan. Diagram alir proses pengolahan nugget ikan dapat dilihat pada Gambar 5.1. Penyiapan bahan. Bahan baku yang cocok digunakan dalam pembuatan nuget ikan adalah ikan berdaging tebal dan tidak mengandung duri. Sejumlah spesies ikan yang memenuhi kriteria tersebut adalah Marlin/Jangilus (Istiophorus, sp), Tuna, Cakalang, Ekor kuning, Tongkol, Tenggiri, Kakap, Kerapu atau yang lain. Bahan baku disiapkan dengan cara memisahkan daging ikan terlebih dahulu dari bagian durinya menggunakan pisau. Dijaga selalu agar suhu ikan tetap dingin saat proses pemisahan kulit dan tulang karena tuna rawan akan terbentuknya histamin penyebab gatal. Dipilih selalu ikan yang masih segar. Bila sudah dipisahkan dari bagian duri, segera disimpan di dalam lemari pendingin. Kemudian daging ikan dipotong kota-kotak kecil. Penghancuran dan pencampuran. Bahan-bahan yang terdiri atas daging ikan, tepung tapioka dan bumbu dicampur dan dihancurkan menggunakan food processor hingga adonan kalis. Apabila diinginkan tekstur nuget yang kenyal, daging ikan tidak perlu dihancurkan sampai halus, tetapi cukup dicincang atau digiling tidak terlalu halus. 48
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Ikan Kulit & duri
PENGHILANGAN KULIT & DURI PENGECILAN UKURAN
tapioka
PENGHANCURAN & PENCAMPURAN
bumbu
PENCETAKAN
Tepung predust
PREDUSTING
Adonan premix
PELAPISAN DG PREMIX
Tepung roti
BREADING
PRE-FRYING 180-190oC, 30 dt
PEMBEKUAN -18oC, 4-5 jam
PENGEMASAN
Nugget ikan
Gambar 5.1. Diagram alir proses pengolahan nugget ikan Pencetakan. Adonan selanjutnya dicetak sesuai selera, misalnya menjadi bentuk panjang-panjang seperti jari tangan, bulat pipih, bentuk lonceng atau bentuk lainnya. Kemudian dibekukan selama 30-60 menit sampai agak keras. Untuk mempermudah proses pencetakan, dapat pula dilakukan pengukusan adonan terlebih dahulu Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
49
sebelum pencetakan. Pengukusan dilakukan selama 30 menit dengan cara menempatkan adonan pada loyang. Apabila pencetakan didahului dengan pengukusan, setelah pencetakan, adonan cukup didinginkan saja; tidak perlu dibekukan. Pelapisan (coating). Pelapisan awal dilakukan dengan cara menggulingkan cetakan adonan ke dalam tepung predust sampai rata (predusting), hal ini bertujuan untuk memudahkan pelekatan adonan premix. Setelah itu, dimasukkan ke dalam adonan premix, lalu diangkat kemudian digulingkan di atas tepung roti (breading), dengan agak ditekan sedikit agar tepung roti melekat, kemudian diangkat dan dirapikan dalam wadah. Pre-frying. Penggorengan awal sebelum produk dibekukan, dilakukan dengan cara memanaskan minyak dalam wajan sampai berasap (180-190oC). Nugget digoreng selama 30 detik sampai berwarna kecoklatan, ditiriskan dan kemudian dibiarkan dingin. Tujuannya agar nugget tetap utuh dan tidak rusak, bila produk dikeluarkan dari freezer. Pembekuan. Nugget goreng selanjutnya dibekukan selama 45 jam (sampai mengeras), dengan cara menyusun satu persatu di atas nampan. Diusahakan jangan saling menumpuk agar suhu dingin sampai pada tengah makanan karena ini akan mempengaruhi daya simpannya. Pengemasan. Bila nugget sudah beku, selanjutnya dikemas dalam plastik dan ditutup rapat agar udara dingin tidak masuk. Kemasan plastik yang tidak rapat menyebabkan makanan menjadi kering sehingga mempengaruhi rasa produk. Kemudian disimpan kembali nugget yang sudah dikemas dalam freezer. Bila nugget akan disajikan, maka nugget digoreng terlebih dahulu menggunakan minyak panas dengan suhu 170oC, selama 4-5 menit atau dapat pula dipanggang dalam oven atau microwave. Penutup Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses pengolahan makanan beku (frozen food), bahwa suhu adonan harus dalam keadaan dingin (di bawah 5oC). Hal ini dapat dipertahankan dengan menggunakan es atau air es selama pengadonan, karena suhu yang dingin akan mempermudah proses pencetakan. Untuk pre-frying suhu penggorengan diusahakan di atas 180oC atau penggorengan kelihatan berasap. Minyak untuk menggoreng harus banyak sampai bahan terendam minyak. Frozen food tidak perlu dicairkan dulu sebelum digoreng. Pemilihan bahan baku merupakan titik kritis yang 50
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
menentukan daya simpan dan rasa makanan. Pengawetan dengan pembekuan tidak memerlukan bahan pengawet, oleh karena itu kebersihan selama proses perlu mendapat perhatian. SUMBER PUSTAKA Alamsyah, Y., 2004. Membuat Sendiri Frozen Food: Sea food nugget. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Astawan, M., 2004. Ikan yang Sedap dan Bergizi. Tiga Serangkai. Solo. Astawan, M., 2008. Sehat dengan Hidangan Hewani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
51
Lampiran 5.1. Praktek pengolahan nugget ikan Nugget tuna Bahan: 500 g daging tuna potong kasar 1 sdt garam ½ sdt gula ¼ sdt jahe bubuk ½ sdt merica 30 g tepung tapioka bumbu penyedap secukupnya 100 g 300 g 500 g
Alat:
tepung predust adonan premix tepung roti minyak goreng secukupnya
meja pengolahan pisau stainless steel, talenan, nampan penggiling daging meat separator (pemisah daging dan duri) meat stirrer (pembuat adonan) atau food processor penggiling lada (grinder) wajan (penggorengan besar) freezer kompor sealer kemasan plastik
Cara membuat: 1. Daging tuna dipotong kotak-kotak agak kecil. Semua bahan dicampur dalam food processor hingga adonan kalis, lalu dicetak dengan bentuk sesuai selera (misalnya bentuk lonceng), kemudian diatur di atas nampan dan disimpan dalam freezer selama 30-60 menit sampai agak keras. Untuk mempermudah proses pencetakan, dapat pula dilakukan pengukusan adonan terlebih dahulu sebelum pencetakan. Pengukusan dilakukan selama 30 menit dengan cara menempatkan adonan pada loyang. Apabila pencetakan didahului dengan pengukusan, setelah pencetakan, adonan cukup didinginkan saja; tidak perlu dibekukan. 2. Kemudian digulingkan ke dalam tepung predust sampai rata. 52
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
3. Selanjutnya dimasukkan dalam adonan premix, diangkat dan digulingkan di atas tepung roti, tutup dengan tepung roti (sedikit ditekan agar tepung roti lengket dan dilakukan secepat mungkin), diangkat dan dirapikan. Suhu adonan premix dipertahankan tetap dingin (0-5oC), bila suhu naik tingkat kelengketan berkurang. Apabila adonan nugget belum siap, adonan premix disimpan terlebih dahulu dalam lemari es. 4. Minyak dalam wajan dipanaskan sampai berasap (suhu 180-190oC). Nugget digoreng selama 30 detik sampai berwarna kecoklatan, ditiriskan dan dibiarkan dingin. 5. Dirapikan di atas nampan satu per satu, dibekukan dalam freezer selama 4-5 jam. 6. Produk dikemas dalam plastik dan di seal rapat, kemudian disimpan kembali dalam freezer. Produk tahan disimpan selama 6 bulan. 7. Bila nugget akan disajikan, tinggal menggorengnya dalam minyak panas suhu 170oC, selama 4-5 menit atau dimasak dengan oven ataupun microwave. Fish finger Bahan:
500 g 1 sdt 1 sdt 1 sdt 50 ml 50 g 3 siung 2 batang 50 ml 100 g 300 g 500 g
daging ikan kuniran/kurisi/kerapu garam gula merica putih telur tepung terigu bawang putih cincang, tumis irisan daun bawang bumbu penyedap secukupnya air dingin/es serut tepung predust adonan premix tepung roti minyak goreng secukupnya
Cara membuat: 1. Dipilih ikan yang masih segar. Dibuang bagian kepala, kulit dan durinya. 2. Semua bahan dicampur dalam food processor sambil ditambahkan air es atau es serut sedikit demi sedikit hingga adonan kalis. Proses Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
53
3.
4. 5.
6.
7. 8.
9.
jangan terlalu lama karena adonan akan panas dan merusak protein. Adonan yang terbentuk dipindahkan ke wadah, kemudian dicampurkan irisan daun bawang dan diaduk dengan spatula. Adonan dicetak panjang-panjang sebesar jari tangan, kemudian dirapikan di atas nampan dan disimpan dalam freezer selama 30-60 menit sampai agak keras. Untuk mempermudah proses pencetakan, dapat pula dilakukan pengukusan adonan terlebih dahulu sebelum pencetakan. Pengukusan dilakukan selama 30 menit dengan cara menempatkan adonan pada loyang. Apabila pencetakan didahului dengan pengukusan, setelah pencetakan, adonan cukup didinginkan saja; tidak perlu dibekukan. Cetakan adonan kemudian digulingkan ke dalam tepung predust sampai rata. Selanjutnya dimasukkan dalam adonan premix, diangkat dan digulingkan di atas tepung roti, tutup dengan tepung roti (sedikit ditekan agar tepung roti lengket dan dilakukan secepat mungkin), diangkat dan dirapikan. Suhu adonan premix dipertahankan tetap dingin (0-5oC), bila suhu naik tingkat kelengketan berkurang. Apabila adonan nugget belum siap, adonan premix disimpan terlebih dahulu dalam lemari es. Minyak dalam wajan dipanaskan sampai berasap (suhu 180-190oC). Nugget digoreng selama 30 detik sampai berwarna kecoklatan, ditiriskan dan dibiarkan dingin. Produk dirapikan di atas nampan satu per satu, dibekukan dalam freezer selama 4-5 jam. Fish finger yang sudah beku dikemas dalam plastik dan di seal rapat, kemudian disimpan kembali dalam freezer. Produk tahan disimpan selama 6 bulan. Bila nugget akan disajikan, tinggal menggorengnya dalam minyak panas suhu 170oC, selama 4-5 menit atau dimasak dengan oven ataupun microwave.
TEST FORMATIF UNTUK MODUL NUGGET 1. Nugget dan bakso ikan termasuk kedalam produk a. Olahan daging b. Frozen food product c. Olahan ikan d. Frozen fish 54
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
2. Beberapa istilah yang tidak terkait dengan pembuatan nugget ikan adalah………………. a. Premix dan breading b. Pre-fry dan premix c. Coating dan tepung roti d. Tepung roti dan tepung kacang 3. Pembuatan nugget ikan pada prinsipnya sama dengan penmbuatan nugget daging ini benar karena a. Sama sama sumber karbohidrat b. Keduanya sumber vitamin c. Keduanya sumber protein d. Keduanya mengandung lemak yang sama 4.
Produk nugget lebih awet dan aman dikonsumsi dan siap disajikan dibandingkan dengan ikan segar hal ini benar karena….. a. Awet kalau disimpan di suhu dingin aman karena sudah dimasak lebih dahulu sebelum digoreng b. Awet kalau disimpan di freezer, aman karena tidak mengandung racun c. Awet kalau disimpan di freezer, aman karena sudah dimasak sebelum digoreng d. Awet kalau disimpan disuhu kamar, aman karena tidak berbahaya
5. Ikan yang dapat dibuat nugget haruslah ikan………. a. Banyak mengandung duri seperti ikan selar dan kembung b. Ikan tenggiri karena murah harganya serta lezat rasanya c. Ikan tuna, karena sedikit mengandung minyak dan protein d. Semua jenis ikan yang sedikit mengandung duri dan banyak dagingnya
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban tes Formatif yang terdapat pada lembar berikut. Hitunglah jawaban Anda yang benar . Kemudian gunakan rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Modul 4 ini Rumus Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban Anda yang benar x100% 5 Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
55
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90-100 % = baik sekali 80-89 % = baik 70-79% = cukup <70% = kurang
KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF NUGGET IKAN 1. b 2. d 3. c 4. c 5. d
56
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
MODUL 6
PEMBUATAN BAKSO IKAN Pendahuluan Bakso adalah produk makanan yang berasal dari Cina. Bakso sangat digemari masyarakat Indonesia. Produknyapun semakin berkembang, baik jenis maupun variasinya. Pada awalnya, bakso hanya dibuat dari daging sapi. Namun sekarang ada berbagai jenis bakso yang dijual di pasaran, diantaranya bakso ayam dan bakso ikan. Bakso tidak hanya dihidangkan dengan kuah, tetapi dapat pula dicampur dengan aneka masakan lain, seperti cap cay, sup, nasi goreng, mie dan lain-lain. Tahap awal yang perlu dipertimbangkan apabila akan memilih bisnis bakso adalah menentukan jenis bakso yang akan diproduksi. Disamping itu perlu dipertimbangkan pula potensi ketersediaan bahan baku dan daya saing dalam pemasarannya. Untuk daerah pantai yang memiliki potensi hasil perikanan lautnya, produksi bakso ikan dapat menjadi pilihan yang tepat. Bakso ikan dikenal dengan aromanya yang khas. Bakso ikan yang paling populer adalah bakso yang terbuat dari ikan tengiri. Mengenal Aneka Jenis Bakso Bakso merupakan produk daging giling yang dicampur dengan tepung (tepung kedelai, konsentrat protein, atau susu skim), dihaluskan, dibentuk bulatan-bulatan dan kemudian direbus hingga matang. Istilah bakso biasanya diikuti dengan dengan nama jenis dagingnya, seperti bakso ikan, bakso udang, bakso ayam, bakso sapi dan lain-lain. Bakso sapi umumnya berwarna kecoklatan, sedangkan bakso ikan berwarna putih. Tekstur bakso sapi lebih keras dibandingkan bakso ikan. Berdasarkan jenis daging dan jumlah tepung yang digunakan, bakso dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu bakso daging, bakso urat dan bakso aci. Bakso daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
57
urat. Bakso urat adalah bakso yang dibuat dari daging yang banyak mengandung urat atau jaringan ikat. Bakso aci adalah bakso yang jumlah penambahan tepungnya lebih banyak dibandingkan dengan jumlah dagingnya. Bakso memiliki daya simpan yang relatif singkat pada suhu kamar. Salah satu upaya untuk memperpanjang daya simpan bakso adalah dengan penambahan bahan pengawet. Bahan pengawet yang cukup aman untuk digunakan pada produk bakso adalah Sodium Tripolyphosphat (STTP). Penggunaan STTP juga dapat memperbaiki tekstur bakso menjadi lebih kenyal. Cara lain untuk memperpanjang masa simpan bakso adalah dengan menggunakan kemasan vakum dan penyimpanan pada suhu rendah (vacum chill). Prospek Bisnis Bakso Peluang pasar produk bakso sangat luas, dari pasar tradisional hingga pasar swalayan. Di pasar swalayan, bakso biasanya dijual dalam bentuk kemasan vacum chill. Sementara itu di pasar tradisional, bakso dijual dalam kemasan plastik biasa atau berupa bakso curah. Harganya, tentu saja lebih murah dibandingkan dengan harga bakso yang dikemas vacum chill. Bakso curah tersebut banyak sekali konsumennya, mulai dari dari pedagang bakso, bakmi, capcay, mie atau nasi goreng dan ibu rumah tangga. Bakso adalah makanan sepanjang masa. Pangsa pasar bakso cukup besar. Hal ini menunjukkan peluang membuka usaha pembuatan bakso masih terbuka lebar. Siapapun dapat melakukannya karena bisnis bakso dapat dijalankan dengan modal kecil, tergantung dari skala usahanya. Proses Pengolahan Bakso Ikan Bahan Untuk mengenal lebih dekat proses pengolahan bakso perlu digambarkan garis besar komposisi adonan bakso. Pada intinya komposisi adonan bakso, baik daging maupun seafood memiliki kesamaan. Hanya bentuk dan teksturnya yang kadang berbeda. Komposisi utamanya adalah bahan baku yang dapat berupa daging sapi, ayam, ikan, udang atau cumi. Bahan baku bakso ikan harus dipilih dari jenis ikan yang menghasilkan produk bakso yang bermutu baik. Salah satu persyaratan mutu bakso ikan adalah berwarna putih bersih, tanpa kotoran dan tanpa campuran warna lain. Agar warnanya putih, maka digunakan ikan-ikan yang berdaging putih saja. 58
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Ikan yang berdaging putih akan menghasilkan bakso ikan yang lebih elastis. Jenis ikan tersebut antara lain ikan Cunang atau ikan Remang, ikan Kerapu, Tengiri, Kakap, Layur dan ikan Golok-golok. Selain warnanya putih, daging ikan ini juga memiliki kandungan aktin dan miosin cukup tinggi sehingga tekstur bakso yang dihasilkan bagus. Udang dan teripang dapat pula diolah menjadi bakso. Tentu saja baksonya menjadi istimewa mengingat udang memiliki rasa yang khas, sedangkan teripang dikenal sebagai makanan berkhasiat dan mahal harganya. Ikan yang berdaging merah seperti Tuna, Cangkalang, Tongkol dan Kembung biasanya kurang bagus dibuat bakso. Daging merah pada ikan tersebut banyak mengandung histidin yang oleh bakteri diubah menjadi histamin yang menimbulkan reaksi alergi gatal-gatal. Selain itu daging merah akan menghasilkan bakso dengan warna yang kurang menarik. Elastisitasnyapun tidak sebagus bakso ikan yang yang dibuat dari ikan berdaging putih. Jenis ikan berlemak tidak disarankan, seperti Lemuru dan ikan Layang. Selain berlemak, daging ikan tersebut menyebabkan warna bakso menjadi krem dan mudah tengik selama penyimpanan. Komponen kedua adalah es, yang merupakan bagian penting. Es berfungsi sebagai pelarut adonan agar lembut dan menjaga suhu agar tetap dingin. Dengan demikian, protein dan komponen penting pembentuk adonan tidak mudah rusak. Pada umumnya air yang ditambahkan adalah dalam bentuk es sekitar 15%. Komponen ketiga adalah bahan pengisi (filler), biasanya berupa bahan berpati seperti tapioka, tepung kentang, tepung jagung atau tepung sagu. Fungsinya untuk membentuk adonan dan sebagai penahan air sehingga air tidak mudah lepas. Untuk menghasilkan bakso yang lezat dan bermutu tinggi, jumlah tepung tapioka yang digunakan sekitar 10-15%. Komponen keempat adalah bahan pengikat, biasanya berupa bahan berprotein misalnya tepung kedelai, putih telur, konsentrat protein atau bahan berprotein lainnya. Bahan pengikat dibutuhkan untuk menyatukan kembali cacahan daging. Proses pencacahan akan menurunkan mutu daging sehingga kemampuan mengikat adonan berkurang. Bahan pengikat sekaligus dapat berfungsi sebagai bahan pengenyal yang membuat adonan menjadi kompak dan elastis. Salah satu bahan pengikat khusus untuk bakso adalah bahan pengenyal F&E yang merupakan campuran protein nabati dan mineral. Biasanya ditambahkan sebanyak 2-3% dari total adonan bakso. Dalam Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
59
pemakaiannya bahan pengenyal dicampurkan dengan tepung (tapioka, kentang atau jagung). Komponen kelima adalah bahan tambahan yang berupa fosfat dan bahan pengawet yang aman untuk dikonsumsi. Fosfat sangat dibutuhkan sebagai penahan agar cairan yang ada di dalam adonan bakso tidak keluar selama penyimpanan dan pemasakan, sehingga bakso tetap berair dan juicy. Fosfat juga berfungsi meningkatkan kemampuan mengikat air, sehingga penambahan es ke dalam adonan menjadi lebih banyak. Fosfat ditambahkan pada saat pencacahan daging atau seafood. Penggunaannya tidak boleh lebih dari 0,3-0,75%. Komponen terakhir adalah bumbu berupa garam (2,5% berat daging, gula, merica dan bawang putih (2% berat daging) dan bahan penyedap. Proses Pada prinsipnya proses pengolahan bakso, diawali dengan penyiapan bahan, penghancuran dan pelumatan daging, pembuatan adonan, pencetakan adonan, pemasakan, pendinginan dan pengemasan. Penyiapan bahan. Jenis ikan yang digunakan akan menentukan tekstur dan rendemen bakso yang dihasilkan. Jenis ikan gemuk dan sedikit berduri, akan menghasilkan rendemen yang tinggi. Sementara itu, ikan yang berduri besar dan berkulit tebal, akan menghasilkan rendemen yang lebih kecil. Oleh karena itu, sebaiknya dipilih jenis ikan berdaging putih, berdaging tebal, tidak banyak berduri dan harganya murah. Salah satu jenis ikan yang memenuhi kriteria tersebut adalah ikan Cunang. Jika daging ikan ini dibuat surimi lebih dahulu sebelum dibuat bakso, dapat menghasilkan rendemen hingga 50%. Jenis ikan lain umumnya hanya menghasilkan rendemen sekitar 25-30% saja. Daging ikan yang digunakan dapat berupa fillet ikan segar atau fillet ikan beku. Sebelum digunakan, fillet ikan sebaiknya disimpan di dalam lemari es agar suhunya tetap dingin. Suhu dingin sangat mempengaruhi pembentukan adonan bakso menjadi lebih baik. Tekstur daging ikan lebih lembut dibandingkan dengan daging ayam atau daging sapi. Ketika membuat bakso ikan, pastikan tidak ada duri atau sisik yang ikut dalam adonan. Penghancuran. Penghancuran daging dilakukan dengan cara mencacah (mincing), menggiling (grinding) atau mencincang sampai halus/lumat (chopping). Bahan baku yang berupa daging sapi atau daging ayam, harus dicacah dulu dengan mesin pencacah (mincer). 60
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Untuk bahan baku berupa seafood tidak perlu dicacah dulu karena teksturnya sudah lembut. Bakso ikan yang dihasilkan lebih baik dan tinggi rendemennya jika dibuat surimi terlebih dahulu. Surimi sebenarnya adalah daging ikan lumat. Secara spesifik surimi diartikan sebagai daging ikan yang dibersihkan dari kulit, tulang dan kotoran lain serta dicuci 2-3 kali dengan air, lalu dilumatkan. Dalam produksi skala besar, proses penggilingan daging perlu ditambah es. Pada umumnya air yang ditambahkan adalah dalam bentuk es sekitar 15% dari berat daging untuk mempertahankan suhu akibat gesekan mesin giling (chopper) serta untuk menghasilkan emulsi yang baik. Fosfat dalam bentuk STTP ditambahkan pada saat pencacahan daging atau seafood. Penggunaannya tidak boleh lebih dari 0,3%. Pengadonan. Bahan pengisi (filler), biasanya berupa bahan berpati seperti tapioka yang digunakan sekitar 10-15% berat daging. Proses pembentukan adonan dapat dilakukan dengan mencampur semua bahan kemudian menghancurkannya (mixing and chopping). Dapat juga dengan cara menghancurkan daging, kemudian mencampurkannya dengan semua bahan lainnya (mincing, grinding and mixing). Pencetakan. Pencetakan bakso dilakukan dengan menggunakan alat pencetak bakso atau manual dengan tangan. Pencetakan dengan tangan dapat dilakukan dengan mengepal-ngepal adonan, kemudian ditekan sehingga adonan yang telah memadat akan keluar dari kepalan tangan berupa bulatan halus. Pemasakan. Pemasakan bakso umumnya dilakukan dalam air mendidih selama beberapa menit. Supaya bakso tidak saling menempel, ke dalam air perebus ditambahkan beberapa sendok makan minyak goreng. Bakso yang matang akan mengapung ke permukaan. Pendinginan. Pendinginan bakso dilakukan dengan mencelupkan ke dalam air dingin (air es). Setelah itu ditiriskan hingga tidak ada air yang menetes lagi. Pengemasan. Bakso dikemas menggunakan plastik atau dikemas dalam bentuk kemasan vacum chill. Pastik pembungkus diusahakan jangan sampai bocor. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan plastik yang kuat dan tidak mudah sobek. Pengemasan bakso menggunakan vacum chill lebih tahan lama daripada pengemasan biasa. Diagram alir proses pengolahan bakso ikan dapat dilihat pada Gambar 6.1. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
61
Ikan Kulit & duri
PENGHILANGAN KULIT & DURI
es
Filler, Bahan pengikat
PENGHANCURAN
fosfat
PENGADONAN
bumbu
PENCETAKAN
PEMASAKAN 100oC, 15 mnt
Air es
PENDINGINAN
PENGEMASAN
Bakso ikan
Gambar 6.1. Diagram alir proses pengolahan bakso ikan Penutup Mutu bahan baku sangat mempengaruhi tingkat kekenyalan bakso yang dihasilkan. Semakin bagus mutu bahan baku yang digunakan, hasilnya akan semakin enak dan kenyal. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku bakso diantaranya daging sapi, daging ayam, ikan, cumi dan udang. Penanganan setiap bahan baku berbeda, tergantung pada teksturnya. Untuk menghasilkan bakso yang kenyal dan enak perlu penambahan beberapa bahan tambahan dan tepung khusus. Semua bahan tambahan tersebut harus merupakan bahan yang aman untuk dikonsumsi. Perlu diperhatikan, larangan penggunaan boraks dan formalin karena bahan tersebut berbahaya bagi kesehatan.
62
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
SUMBER PUSTAKA Alamsyah, Y., 2007. Panduan Wirausaha: Membuat Aneka Bakso. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta. Astawan, M., 2008. Sehat dengan Hidangan Hewani. Penebar Swadaya. Jakarta. Wibowo, S., 2002. Membuat 50 Jenis Bakso Sehat dan Enak. Penebar Swadaya. Jakarta
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
63
Lampiran 6.1. Praktek pengolahan bakso ikan Bahan: 1 kg daging ikan, dibuat surimi 25 g garam 10 g gula pasir 15 g bawang putih 5g merica 3-5 but ir putih telur 100-150 g tepung tapioka bumbu penyedap secukupnya 150-200 g es batu atau air es Untuk mengurangi bau amis ikan dapat digunakan campuran bawang merah, bawang putih dan jahe dengan perbandingan 15:3:1 Alat:
meja pengolahan pisau stainless steel, talenan, nampan penggiling daging meat separator (pemisah daging dan duri) meat stirrer (pembuat adonan) atau food processor penggiling lada (grinder) panci perebusan lemari pendingin kompor vacum sealer kemasan plastik
Cara membuat: 1. Daging ikan dipotong kotak-kotak agak kecil. 2. Kemudian dilumatkan sambil ditambah garam dapur dan bumbu lain yang telah dihaluskan dan dicampurkan hingga merata. 3. Ditambahkan es dan tepung tapioka sedikit demi sedikit sambil diremas-remas atau diaduk hingga diperoleh adonan yang rata. 4. Putih telur dimasukkan dalam adonan sambil diaduk hingga terbentuk adonan yang kalis. 5. Adonan dibentuk menjadi bulatan bakso, kemudian direbus ke dalam air mendidih hingga matang, yang ditandai bakso mengapung di permukaan air. Bakso yang telah matang diangkat, ditiriskan dan didinginkan. 6. Produk dikemas secara vakum dalam plastik, kemudian disimpan dalam lemari pendingin. 64
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
TEST FORMATIF BAKSO IKAN 1. Untuk menghasilkan kualitas bakso ikan yang baik maka bahanbahan baku bakso ikan adalah jenis ikan yang………….. a. Daging tebal sedikit duri dan sedikit lemak termasuk ikan cunang, ikan remang dan ikan ,ikan kerapu dan ikan kakap b. Daging yang berwarna merah sedikit duri dan sedikit lemak c. Daging yang berwarna putih sedikit duri dan banyak lemaknya d. Semua jenis ikan bias yang penting duri sedikit. 2. Bahan bahan yang dipakai untuk bakso ikan adalah sebagai berikut kecuali…….. a. es b. daging ikan c. filler dan bahan pengingat d. gula 3. Proses pengolahan bakso Ikan sebagai berikut: I. Penghancuran II. Pendinginan’ III. Pencetakan IV. Pengadonan V. Pemasakan Urutan yang paling tepat untuk mengolah bakso ikan adalah………. a. I-II-III-IV-V b. V-II-III-IV-I c. I-IV-III-V-II d. I-IV-V-III-II 4. Banyaknya es yang ditambahkan dalam proses pembentukan bulatan bulatan bakso adalah………………. a. 10% b. 12,5% c. 15% d. 17,5% 5. Senyawa posfat dan bahan pengisi misalnya tepung tapioca yang digunakan dalam pembuatan bakso sebesar…….% dan …….% dari berat dagingnya. a. b. c. d.
0,1% 0,3% 0,4% 0,5%
dan dan dan dan
10-15% 10-15% 10% 15% Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
65
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban tes Formatif yang terdapat pada lembar berikut. Hitunglah jawaban Anda yang benar . Kemudian gunakan rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Modul 4 ini Rumus Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban Anda yang benar x100% 5 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90-100 % = baik sekali 80-89 % = baik 70-79% = cukup <70% = kurang
KUNCI TEST FORMATIF MODUL BAKSO IKAN 1. 2. 3. 4. 5.
a d c c b
66
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
MODUL 7
PEMBUATAN NATA DE COCO Pendahuluan Nata adalah salah satu jenis makanan yang sudah lama dikenal di negara Filipina. Kemudian, belakangan ini nata menjadi makanan dan minuman yang disukai oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, industri nata menjadi industri yang cukup berkembang di Indonesia. Industri nata meliputi industri nata de coco, nata de pina, nata de soya dan nata de aloe. Nata de coco adalah produk hasil fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Produk ini berbentuk padat, kokoh, kuat, putih, kenyal dan banyak digunakan sebagai bahan pencampur koktail buah, sirup, jeli dan bahan makanan penyegar lainnya. Bakteri pembentuk nata de coco adalah bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri tersebut berbeda dengan spesies lainnya, bila ditumbuhkan pada media yang mengandung gula, bakteri ini mampu mengubah gula menjadi selulosa. Selulosa yang dikeluarkan ke dalam media tersebut berupa benang-benang yang bersama–sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu jalinan, atau suatu lapisan bertumpuk pada permukaan media, sehingga dapat mencapai ketebalan 1–2 cm. Nilai gizi makanan ini sangat rendah sekali, kandungan terbesarnya adalah air yang mencapai 98%. Oleh karena itu, produk ini dapat dipakai sebagai sumber makanan rendah kalori untuk keperluan diet. Nata de coco juga mengandung serat yang sangat dibutuhkan untuk melancarkan proses pencernaan dalam tubuh. Mengenal Aneka Nata Nata adalah produk hasil fermentasi menggunakan mikroba Acetobacter xylinum. Nata dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku air kelapa, limbah cair tahu, limbah industri nanas. Nata de coco Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
67
adalah nata yang dibuat dengan bahan baku air kelapa. Nata de pina adalah nata yang dibuat dengan bahan baku limbah nanas. Nata de soya adalah nata yang dibuat dengan bahan baku limbah cair tahu. Adapun nata de aloe adalah nata yang dibuat dari bahan baku lidah buaya. Nata de aloe sebenarnya bukan termasuk nata. Nata de aloe adalah minuman lidah buaya, yaitu minuman (sirup) yang ditambahkan potongan gel lidah buaya yang telah diproses terlebih dahulu. Nata de coco, nata de pina, nata de soya dan nata de aloe tidak memiliki rasa. Namun, karena nata diolah menjadi minuman dengan tambahan bahan-bahan aditif perasa maka produk yang dihasilkan mempunyai rasa yang enak. Biasanya produk minuman yang dihasilkannya mempunyai rasa manis dengan berbagai aroma seperti vanila, cocopandan, leci dan strawberi. Prospek Bisnis Nata De Coco Nata de coco sudah dikenal oleh masyarakat luas, tidak saja di daerah perkotaan tetapi juga sampai ke pelosok daerah. Nata de coco yang bentuknya mirip dengan kolang–kaling dapat dijadikan alternatif penggantinya. Nata de coco dapat dijadikan bahan campuran dalam berbagai minuman seperti es buah atau pengisi puding. Sebagian besar industri nata de coco adalah industri menengah ke bawah, hanya sebagian kecil yang merupakan industri besar. Industri kecil dan industri rumah tangga nata biasanya hanya membuat nata untuk dipasok ke industri besar sebagai bahan baku minuman nata. Namun, ada pula industri kecil dan rumah tangga yang juga memproduksi minuman nata. Meskipun nata de coco dibuat dari bahan baku air kelapa yang dikategorikan sebagai limbah, tetapi produk tersebut disukai konsumen. Bahkan, karena bahan baku yang digunakan adalah limbah, produk nata de coco mempunyai nilai tambah yang tinggi. Banyaknya alternatif cara penyajian menyebabkan permintaan nata de coco semakin meningkat. Teksturnya yang kenyal sangat disukai konsumen. Akibatnya, permintaan nata de coco terus meningkat. Permintaan tidak hanya datang dari pasar domestik, tetapi juga berasal dari pasar luar negeri, diantaranya Jepang dan negara – negara Timur Tengah. 68
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Bahan baku air kelapa relatif mudah diperoleh dalam jumlah besar dengan harga murah. Banyaknya permintaan konsumen menjadikan pasar cukup luas. Kedua hal tersebut memberikan peluang besar untuk mendirikan industri kecil pengolahan nata de coco. Proses Pengolahan Nata De Coco Bahan baku untuk membuat nata de coco adalah air kelapa. Air kelapa yang digunakan berasal dari kelapa tua, bukan air kelapa muda. Air kelapa dapat diperoleh dari pabrik kopra, pasar tradisional atau tempat – tempat pemarutan kelapa. Cara pengolahan nata de coco secara garis besar diawali dengan penyiapan bahan, pengaturan pH, inokulasi, inkubasi, pemanenan dan perebusan. Diagram alir proses pengolahan nata de coco dapat dilihat pada Gambar 7.1. Penyiapan bahan. Air kelapa didiamkan sementara agar kotorannya mengendap. Selanjutnya disaring menggunakan kain kasa untuk membersihkan air kelapa dari kotoran. Kemudian, ke dalam air kelapa ditambahkan gula pasir (20 gram/ liter air kelapa) dan urea atau ZA (2 gram/liter air kelapa) dan dilanjutkan dengan proses pemanasan. Pemanasan dilakukan sampai air kelapa mendidih 10 – 15 menit, yang bertujuan membunuh mikroba pencemar. Setelah itu, dibiarkan dingin pada suhu ruang dan dituang ke dalam nampan plastik (ukuran alas 25 cm x 20 cm) dengan ketebalan 1,5 – 2 cm atau sebanyak satu liter. Pengaturan pH. Pengaturan pH dilakukan dengan menambahkan asam cuka 96% (5 ml / liter air kelapa) sampai pH 4,0 – 4,5. Tujuannya untuk menyesuaikan pH pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Inokulasi. Inokulasi adalah proses menyemaikan bibit nata de coco pada media air kelapa yang sudah disiapkan. Bibit nata de coco dipersiapkan sebelumnya dengan cara menumbuhkan biakan murni Acetobacter xylinum pada media yang mempunyai komposisi dan kondisi yang sama dengan media produksi, hanya ditumbuhkan secara bertahap mulai dari volume 10 ml, 100 ml dan seterusnya sampai volume yang diinginkan yaitu 10% dari volume media produksi. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
69
Air kelapa (1 liter) Gula pasir (20 g)
PENCAMPURAN
Urea/ ZA (5 g)
PEMANASAN (mendidih, 10 mnt)
PENDINGINAN (suhu ruang)
Asam cuka 96% (5 ml)
Bibit (100 ml) (Acetobacter xylinum)
PENGATURAN pH (pH 4,0 – 4,5)
INOKULASI
INKUBASI (suhu ruang, 7 hari)
PEMANENAN
PEREBUSAN (15 mnt)
Nata de coco mentah
Gambar 7.1. Diagram alir proses pengolahan nata de coco Inkubasi (pemeraman). Menyimpan media air kelapa yang sudah ditambahkan bibit nata de coco selama waktu tertentu (7-15 hari), untuk memberi kesempatan bakteri Acetobacter xylinum tumbuh dan memproduksi nata. Selama inkubasi nampan – nampan plastik ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet. 70
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Pemanenan. Setelah pemeraman akan terbentuk nata de coco dengan ketebalan 2 – 3 cm. Nata de coco dikumpulkan dalam satu wadah, kemudian dicuci dengan air bersih yang mengalir beberapa kali untuk menghilangkan rasa asam. Perebusan. Apabila setelah dicuci tiga kali masih berbau dan terasa asam, maka dilakukan perebusan dalam air mendidih selama 15 menit. Nata de coco mentah siap diolah lebih lanjut menjadi makanan atau minuman yang siap dikonsumsi atau dapat pula dipasarkan dalam bentuk nata de coco mentah. Produk nata de coco mentah dapat diolah lebih lanjut menjadi manisan nata de coco, sejenis minuman dengan aneka rasa buah yang menyegarkan. Secara garis besar pengolahan manisan nata de coco diawali dengan pemotongan nata de coco, pemasakan dalam larutan gula yang mengandung esens dan diakhiri dengan pengemasan. Diagram alir proses pengolahan manisan nata de coco dapat dilihat pada Gambar 7.2. Pemotongan. Nata de coco yang sudah bersih dan tidak berbau asam dipotong dadu dengan ukuran 1 cm x 1 cm. Pemasakan. Terlebih dahulu air didihkan bersama gula (1 kg/3 liter air), esens dan natrium benzoat (1 g/ liter larutan gula). Kemudian dimasukkan potongan nata de coco, dan dibiarkan mendidih selama 5 menit. Untuk 3 kg nata de coco dibutuhkan larutan yang terdiri atas 10 liter air bersih, 3 kg gula pasir dan 10 g natrium benzoat. Pengemasan. Manisan nata kemudian dikemas menggunakan gelas plastik. Untuk menarik konsumen, kemasan diberi label yang menarik. Nata de coco mentah (1 kg) PEMOTONGAN
Gula pasir (1 kg)
PEMASAKAN (3 liter air), mendidih 5 mnt
Esens, Na benzoat (3 g)
PENGEMASAN Manisan nata de coco PEMOTONGAN
Gambar 7.2. Diagram alir proses pengolahan manisan nata de coco Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
71
Pengemasan dan Penyimpanan Produk pangan mempunyai karakteristik mudah rusak. Pengemasan dan penyimpanan dilakukan untuk mengatasi karakteristik tersebut. Dengan pengemasan dan penyimpanan yang baik, maka diharapkan produk yang dihasilkan aman dikonsumsi. Keuntungan lain dari pengemasan adalah ukuran produk menjadi seragam, menjadi sarana promosi dan mampu meningkatkan promosi penjualan. Beberapa alternatif kemasan yang dapat digunakan dapat dilihat dari dari sisi bahan baku dan bentuk kemasan. Kemasan dapat terbuat dari dari bahan kertas, kaca logam dan plastik. Bentuk kemasan dapat berupa kantung, kardus, boks, botol, kaleng dan cup. Masingmasing bahan baku dan bentuk kemasan mempunyai keunggulan dan kelemahan. Produk nata de coco di pasaran pada umumnya menggunakan kemasan cup berbahan baku plastik, walaupun ada juga yang menggunakan kemasan kantung plastik, kaleng dan botol kaca. Kemasan cup mempunyai beberapa keunggulan seperti penggunaannya yang sekali pakai, harganya relatif murah dan praktis. Selain itu cup mempunyai sifat transparan sehingga warna minuman nata dapat terlihat jelas. Keunggulan lainnya, cup tidak mudah pecah. Hal tersebut memberikan kemudahan dalam penanganan dan transportasi produk. Alternatif kemasan lain untuk minuman nata de coco adalah kemasan kantung plastik. Kantung plastik yang digunakan harus cukup tebal dan bagian bawahnya didesain khusus agar dapat diletakkan tegak. Kapasitas kantung plastik pun dapat bervariasi. Biasanya kapasitas kantung plastik yang digunakan cukup besar, seperti setengah atau satu liter. Botol kaca jarang digunakan karena sifatnya yang mudah pecah, berat dan relatif lebih mahal serta kurang praktis. Kemasan logam juga jarang digunakan kecuali oleh industri besar. Kemasan sekunder yang digunakan terbuat dari kertas misalnya kardus atau boks. Fungsi kemasan ini adalah untuk memudahkan penyimpanan dan distribusi produk. Perlengkapan kemasan lain yang perlu ditambahkan adalah label. Untuk kemasan cup, label dapat sekaligus digabung dengan tutup cup. Label ini berfungsi untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan produk dan promosi. Produk yang telah dikemas kemudian disimpan pada ruang penyimpanan. Ruang penyimpanan terpisah dengan ruang proses. Hal ini untuk menghindari segala sesuatu yang dapat menyebabkan 72
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
kerusakan produk. Selain itu, sebaiknya dibedakan antara ruang penyimpanan bahan baku dan bahan pembantu dengan ruang penyimpanan produk akhir. Ruang penyimpanan produk pangan harus bersih, kering, tidak terkena sinar matahari langsung dan ada sirkulasi udara. Ruang penyimpanan juga harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga dan tikus. Lantai ruang penyimpanan sebaiknya terbuat dari keramik atau ubin. Agar produk lebih aman, sebaiknya di atas lantai ditambahkan palet. Penambahan palet tersebut membuat produk yang telah dikemas tidak kontak langsung dengan lantai keramik atau ubin. Aspek administrasi dalam penyimpanan produk perlu diperhatikan. Perlu dibuat aturan pencatatan terhadap produk yang dihasilkan berdasarkan tanggal produksi dan tanggal dipasarkan. Produk yang lebih awal diproduksi harus lebih dahulu dipasarkan. Hal ini untuk menghindari adanya produk yang terlalu lama disimpan. Penutup Hal yang perlu mendapat perhatian pada proses produksi nata de coco adalah kualitas air kelapa (tidak bercampur air, tidak bercampur garam, tidak disimpan lebih dari satu bulan), suhu pemeraman (2627oC), derajad keasaman media diatur pada pH 4,0–4,5; bibit yang digunakan berkualitas baik, kebersihan alat selalu dijaga.
SUMBER PUSTAKA Thayib, S., A. Amar, S. Sukotjo dan D. Nurani, 1997. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Teknik. Institut Teknologi Indonesia. Serpong, Tangerang. Warisno dan K. Dahana, 2010. Inspirasi Usaha Membuat Aneka Nata. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
73
Lampiran 7.1. Praktek pengolahan manisan nata de coco Manisan nata de coco adalah produk nata dalam larutan gula yang mengandung esens sesuai selera. Pada umumnya dikemas dalam gelas plastik yang siap dikonsumsi. Atau dalam kemasan kantong plastik dengan volume yang lebih besar. Bahan:
5 liter air kelapa 5,5 kg gula pasir 25 g urea
Alat:
kompor, panci, plastik, nampan rak fermentasi, stainless steel, sealer
500 ml bibit nata de coco 50 g natrium benzoat 20 liter air bersih esens
pengaduk, jerigen plastik, corong plastik, gayung plastik, kertas koran, timbangan, alat pengukur pH, pisau talenan, kemasan gelas plastik, cup
Cara membuat: 1. Air kelapa didiamkan sementara untuk mengendapkan kotorannya, setelah itu disaring menggunakan kain kasa, kemudian dipanaskan hingga mendidih. 2. Gula, urea ditambahkan ke dalamnya sambil diaduk hingga terlarut, dan dilanjutkan dengan perebusan selama 15 menit. 3. Larutan didinginkan pada suhu ruang dan diatur pH nya menggunakan asam cuka 96% (5 ml/ liter air kelapa). 4. Selanjutnya larutan dituang dalam nampan plastik setinggi 1,5 – 2 cm atau sebanyak satu liter. 5. Diinokulasi dengan bibit nata de coco sebanyak 10%, selanjutnya nampan ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet. 6. Kemudian diperam selama 7 hari. 7. Setelah pemeraman akan terbentuk nata dengan ketebalan 2 – 3 cm, atau menghasilkan nata de coco sebanyak 1 kg setiap penggunaan satu liter air kelapa. 8. Nata yang diperoleh selanjutnya dicuci dengan air bersih mengalir beberapa kali untuk menghilangkan bau asam. Apabila setelah dicuci tiga kali, bau asam belum juga hilang dapat dilanjutkan dengan proses perebusan dalam air bersih selama 15 menit atau dapat juga dilakukan dengan cara pengepresan menggunakan alat yang terbuat dari besi atau kayu. 74
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
9. Nata yang telah bersih dan tidak berbau asam lagi, kemudian dipotong-potong bentuk dadu ukuran 1 cm x 1 cm. 10. Selanjutnya didihkan dalam larutan gula dengan api sedang selama 5 menit (untuk 5 kg nata dibutuhkan 5 kg gula pasir dilarutkan dalam sekitar 17 liter air bersih dan ditambahkan 50 g natrium benzoat dan esens secukupnya). 11. Pengemasan dilakukan pada saat produk masih agak panas, tujuannya untuk mensterilkan bagian dalam kemasan gelas plastik, kemudian di seal bagian atasnya. Produk dalam kemasan gelas plastik kemudian disusun dalam kotak karton dan siap disimpan atau langsung dipasarkan.
TEST FORMATIF MODUL NATA DECOCO 1. Nata decoco adalah produk olahan berbahan baku air kelapa dengan menggunakan bantuan mikroorganisme Acetobacter xylinum terbentuklah gel atau semacam matrix yang elastic, gel ini sebenarnya adalah………….. a. Hidrokoloid hasil metabolism bakteri yang tumbuh sejalan dengan pertumbuhan mikroba b. Hidrokoloid hasil ekskresi bakteri yang semakin hari semakin tipis c. Lender bakteri yang harus dibuang karena hasil eksresi bakteri d. Sisa hasil fermentasi 2. Jika bahan baku nata berasal dari sisa pabrik tahu disebut sebagai a. Nata de coco b. Nata de pina c. Nata de cassava d. Nata de soya 3. Kandungan zat gizi yang baik yang ada pada nata de coco adalah a. Gula b. Serat c. Garam d. Vitamin 4. Proses pengolahan nata de coco yang jika dimulai dari bahan yang sudah disaring dan diididihkan dan sudah didinginkan pada suhu ruang maka urutan berikutnya Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
75
I. II. III. IV. V.
Pengaturan pH Inokulasi Inkubasi Pemanenan Perebusan
a. b. c. d.
I-II-IV-V-III I-II-III-IV-V I-V-II-III-IV I-V-III-II-IV
5. Pengaturan pH pada media sangat penting untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum saat membuat nata de coco. pH yang benar untuk proses pembuatan nata decoco adalah………. a. 3 b. 4 c. 4,5 d. 5,5 Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban tes Formatif yang terdapat pada lembar berikut. Hitunglah jawaban Anda yang benar . Kemudian gunakan rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Modul 4 ini Rumus Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban Anda yang benar x100% 5 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90-100 % = baik sekali 80-89 % = baik 70-79% = cukup <70% = kurang
KUNCI TEST FORMATIF MODUL NATA DE COCO 1. a 2. d 3. b 4. b 5. c 76
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
MODUL 8
PEMBUATAN MANISAN KERING RUMPUT LAUT Pendahuluan Rumput laut adalah salah satu tumbuhan ganggang atau alga yang hidup di dasar perairan, dengan keadaan yang tidak begitu keras, tempat terlindung dari arus dan ombak yang kuat dan di area tersebut masih tergenang air pada pasang surut terendah antara 0,30–1,00 meter. Potensi rumput laut cukup besar dan tersebar hampir diseluruh perairan Nusantara diantaranya adalah perairan pantai barat Sumatra, Maluku, Kepulauan Seribu, Bangka, Belitung, pantai barat dan selatan Jawa, Kepulauan Karimunjawa, Madura, Bali dan NTB. Rumput laut digolongkan ke dalam empat famili yaitu alga merah (Rhodophyceae), alga hijau (Clorophycea), alga coklat (Phalophyceae) dan alga biru (Cynphyceae). Jenis rumput laut yang ada di Indonesia terdiri atas alga hijau, alga coklat dan alga merah. Alga hijau terdiri atas Ulva, Enteromorpha, Caulerpa spp, alga coklat terdiri atas Sargassum, Harmophysa, Turbinaria spp. Sedangkan alga merah terdiri atas Rhodymenia spp, Gigartina spp, Hypnea, Gelidium spp, Gracilaria spp, dan Eucheuma spp. Eucheuma cottonii adalah jenis rumput laut/alga yang mudah didapat di pasaran, rumput laut ini berwarna putih apabila sudah direndam dengan air sehingga memungkinkan dapat diberi warna sesuai keinginan. Manfaat rumput laut sangat beraneka ragam antara lain rumput laut dapat dijadikan sebagai sumber gizi karena pada umumnya mengandung karbohidrat, protein sedikit lemak. Selain itu, rumput laut mengandung vitamin A, B1, B2, B6 dan B12 dan Vit C serta mengandung mineral seperti fosfor, kalium, natrium, besi, dan sodium. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
77
Pada saat musim panen raya biasanya rumput laut banyak ditemukan di pasar-pasar tradisional dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan harga di luar masa panen raya. Jika rumput laut hanya dijual begitu saja dalam keadaan basah maupun kering, maka nilai jualnya relatif murah dibandingkan rumput laut yang telah diolah. Selain itu masyarakat kurang menyukai rumput laut yang dijual begitu saja. Saat ini produk olahan dari rumput laut baru berupa agar-agar dan manisan basah rumput laut atau sebagai campuran untuk es campur. Oleh karena itu perlu penanganan dan pemanfaatan rumput laut tersebut menjadi produk makanan yang digemari masyarakat, pembuatannya mudah dan juga memiliki daya simpan relatif lama, misalnya manisan kering. Manisan kering adalah manisan yang setelah direndam air gula pekat kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari atau menggunakan oven pengering. Teknik penggulaan mempunyai beberapa keunggulan yaitu memperkaya rasa (terutama rasa manis), memperbaiki tekstur dan menambah nilai gizi. Pada pembuatan manisan kering, gula mempunyai efek sebagai pengawet. Teknik pengeringan juga memiliki beberapa keunggulan yaitu volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat pengepakan dan berat bahan menjadi berkurang sehingga memudahkan pengangkutan. Dalam hal penyimpanan manisan basah, produk tersebut mudah rusak jika tidak disimpan di almari pendingin, sedangkan manisan kering dapat tahan lama meskipun disimpan pada suhu ruang. Mengenal Aneka Produk Manisan Kering Manisan kering merupakan salah satu jenis makanan awetan sebagai hasil olahan dengan metode penggulaan dan dipadukan dengan metode pengeringan. Manisan kering adalah manisan yang setelah direndam air gula pekat kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari atau menggunakan oven pengering. Kadar air pada manisan kering sangat minimal dan penggunaan gula dengan konsentrasi tinggi dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme, sehingga manisan kering dapat bertahan lebih lama dalam penyimpanan. 78
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Jenis manisan yang dijual di pasaran berdasarkan bentuknya dapat dibagi mejadi 3 golongan yaitu: a. Manisan basah dengan larutan gula encer yaitu buah direndam dalam larutan gula encer selama beberapa waktu, sebelum dimakan. Contoh jenis manisan basah dengan larutan gula encer yaitu jambu, mangga, salak, kedondong, lobi-lobi dan gandaria. b. Manisan basah dengan larutan gula kental menempel pada buah. Jenis buah yang sering dibuat manisan jenis ini antara lain lobi-lobi dan cermai. c. Manisan kering dengan gula utuh yaitu sebagian gula tidak larut dan menempel pada buah, jenis buah yang sering dibuat misalnya pala, sirsak, pepaya. Manisan kering yang beredar di pasaran beragam jenisnya baik bentuk, warna, rasa, dan penyelesaian akhir. Contoh manisan kering dalam bentuk utuh yaitu manisan kering cermai, anggur dan belimbing wuluh, sedangkan contoh manisan kering dalam bentuk potongan yaitu manisan kering pala, pepaya dan nanas, dan lain-lain. Contoh jenis manisan kering berdasarkan warna yaitu coklat untuk manisan kering anggur, merah untuk manisan kering pepaya, kuning untuk manisan kering nanas dan nangka. Contoh manisan kering menurut rasa yaitu rasa manis untuk manisan kering nangka, pepaya dan rasa agak asam untuk manisan kering nanas, cermai, dan belimbing wuluh. Berdasarkan penyelesaian akhir, manisan kering dapat diselesaikan dengan cara dijemur di bawah panas matahari langsung, diangin-anginkan, disalut gula pasir kering, atau dengan alat bantu pengering yaitu oven. Pada umumnya pembuatan manisan kering menggunakan buah-buahan sebagai bahan baku, tetapi seiring perkembangan teknologi pengolahan pangan dan produk dapat bertahan relatif lama maka manisan kering rumput laut mempunyai nilai tersendiri dan dapat dikonsumsi meskipun tidak pada musimnya, yaitu dengan cara diawetkan. Prospek Bisnis Manisan Kering Rumput Laut Rumput laut mempunyai potensi pasar sangat besar, baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Prospek yang menguntungkan disebabkan oleh manfaat rumput laut yang sangat beragam untuk berbagai jenis industri, misalnya industri makanan, kosmetik, farmasi, tekstil dan food suplemen. Rumput laut banyak mengandung dietary Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
79
fiber yang baik untuk pencernaan manusia dan kandungan kalsium yang cukup tinggi. Pada tingkat petani usaha peningkatan nilai tambah rumput laut dapat dilakukan dalam lingkup rumah tangga dan industri kecil. Salah satu contoh produk olahan rumput laut adalah manisan kering rumput laut. Produk manisan kering memiliki pangsa pasar yang luas karena digemari oleh berbagai kalangan dan usia. Manisan kering dapat dikonsumsi sebagai makanan cemilan sebagai bekal bepergian dan sebagai buah tangan jika berkunjung karena manisan kering merupakan makanan khas daerah tertentu. Proses Pengolahan Manisan Kering Rumput Laut Bahan Bahan yang diperlukan dalam pembuatan manisan kering rumput laut dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu bahan dasar, bahan bantu dan bahan tambahan. Bahan dasar adalah bahan baku atau bahan utama yang digunakan dalam pembuatan manisan kering rumput laut. Rumput laut yang digunakan harus bermutu baik yaitu kering, tidak berjamur, utuh, tidak terlalu banyak mengandung garam. Rumput laut yang dipakai adalah jenis Eucheuma cottonii, karena jenis ini banyak terdapat di pasar tradisional, tekstur seperti tulang rawan sehingga tidak terlalu lunak. Bahan bantu adalah bahan yang diperlukan dalam proses pengolahan. Bahan bantu yang digunakan adalah: gula pasir, air, kapur sirih, dan garam. Gula yang digunakan dalam pembuatan manisan kering adalah dalam bentuk larutan gula yang dibuat dengan mencampurkan gula pasir dan air dengan kadar tertentu. Larutan sukrosa 60–70 persen dapat mematikan bakteri kontaminan. Air berfungsi untuk merendam, mencuci dan mengolah bahan baku. Kapur sirih diperlukan dalam pembuatan manisan terutama dalam proses perendaman dengan tujuan untuk memperkuat tekstur sehingga tidak mudah hancur. Kapur sirih yang digunakan dalam pembuatan manisan adalah dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan kapur sirih pada pembuatan manisan adalah sebesar 1% dan lama perendaman dalam larutan kapur sirih sekitar 20 sampai 30 menit. Fungsi penambahan garam dapur pada pembuatan manisan kering ini adalah untuk memantapkan rasa. 80
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Bahan tambahan yang digunakan untuk membuat manisan kering terdiri atas pewarna makanan, bahan aroma dan asam sitrat. Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Daya tarik suatu makanan sangat dipengaruhi oleh penampakan fisik salah satunya adalah warna. Pewarna yang digunakan dalam pembuatan manisan kering adalah pewarna buatan jenis fost green FCF cl food green (no. 42053), yang didapat di toko bahan makanan. Pewarna buatan memiliki banyak kelebihan yaitu kestabilan warna, keseragaman, cara penyimpanan lebih mudah, lebih tahan lama dan harganya lebih terjangkau. Bahan aroma yang digunakan dalam pembuatan manisan kering rumput laut adalah bahan aroma buatan karena aromanya tajam dan mudah dalam penyimpanan. Bahan rasa digunakan jika bahan baku yang digunakan tidak atau kurang berasa asam, sehingga dalam pembuatannya digunakan asam sitrat (citrunzuur). Fungsi asam sitrat pada pembuatan manisan kering adalah untuk memberikan sedikit rasa asam, menjernihkan larutan gula pasir, dan pencegah terjadinya kristalisasi gula. Penggunaan asam sitrat pada manisan kering sebanyak 0,5% dari banyaknya gula pasir. Proses Pada prinsipnya proses pengolahan manisan kering rumput laut, diawali dengan penyiapan bahan, pemasakan dalam larutan gula, perendaman dalam larutan gula, pengeringan dan pengemasan. Penyiapan bahan terdiri atas tahapan-tahapan pencucian, pemotongan, perendaman dalam air tawar dan perendaman dalam larutan kapur sirih. Diagram alir proses pengolahan manisan kering rumput laut dapat dilihat pada Gambar 8.1. Penyiapan bahan. Bahan baku dipilih yang segar, kering, tidak berjamur, warna putih kecoklatan. Bahan yang sudah disortasi dicuci dengan air yang mengalir sampai bersih. Bahan dibersihkan dari kotoran berupa pasir dengan cara digosok dengan tangan sampai kotoran lepas dari bahan. Bahan direndam dengan air tawar sampai bahan baku benar-benar terendam. Perendaman dilakukan selama 1 - 2 hari, setiap 12 jam sekali air rendaman diganti dengan yang baru agar air tidak berlendir dan rumput laut dapat mengembang dengan sempurna seperti semula. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
81
Rumput laut PENCUCIAN I
air
PERENDAMAN (air tawar, 1-2 hari)
air
PEMOTONGAN
Lart kapur sirih
PERENDAMAN (larutan kapur sirih 1%, 24 jam)
Lart kapur sirih
PENCUCIAN II
Larutan gula
PEMASAKAN (lart gula 150%, mendidih, 10 menit) 1)
PERENDAMAN (larutan gula, 24 jam) 1) Manisan basah Rumput laut
2)
4) 3) PENGERINGAN sinar matahari, 1-2 hari
Larutan gula
PEMASAKAN (mendidih, 10 mnt)
PERENDAMAN (lart gula, 12 jam) Larutan gula
PENGEMASAN manisan kering rumput laut
Gambar 8.1. Diagram alir proses pengolahan manisan kering rumput laut Bahan yang sudah direndam kemudian diiris dengan pisau stainless steel. Pengirisan bertujuan untuk memperkecil ukuran bahan, sehingga mempercepat peresapan larutan ke dalam bahan baku manisan. Bahan yang sudah diiris kemudian direndam dengan larutan kapur sirih 1% selama 12 jam. Tujuan perendaman dengan larutan 82
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
kapur sirih, yaitu untuk memperkuat tekstur bahan baku. Bahan yang sudah direndam larutan kapur sirih, kemudian dicuci dengan air bersih yang mengalir agar sisa-sisa larutan kapur sirih segera hilang. Pemasakan. Larutan gula dimasak sehingga mendidih selama 5 menit, kemudian bahan baku dimasukkan dalam rebusan larutan gula tersebut, selanjutnya dimasak selama 10 menit. Larutan gula dan bahan yang sudah dimasak kemudian diangkat dari perapian dan dimasukkan dalam wadah. Perendaman. Bahan dibiarkan terendam dalam larutan gula selama 24 jam. Selanjutnya larutan gula dipisahkan dari bahan untuk dipekatkan dengan cara dimasak sampai mendidih, kemudian bahan dimasukkan dalam larutan gula tersebut, diangkat dari api, dibiarkan selama 12 jam. Cara tersebut diulangi lagi tiga sampai empat kali. Pengeringan. Bahan yang sudah direndam ditempatkan pada tampah yang dialasi dengan daun pisang kering kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Selama pengeringan bahan dibolak-balik sampai bahan kering. Lama pengeringan berkisar 1-2 hari tergantung dari kondisi cuaca. Pengemasan. Pada tahap akhir produksi dilakukan pengemasan produk manisan kering rumput laut. Pengemasan dilakukan setelah manisan kering, dengan bahan pengemas yang tidak membahayakan kesehatan. Bahan pengemas dapat digunakan dari bahan plastik atau kaca. Penutup Usaha pengolahan manisan kering rumput laut sangat berpotensi untuk dikembangkan di wilayah Indonesia yang memiliki sumberdaya hasil laut yang melimpah. Proses pembuatan manisan kering rumput laut relatif mudah dan peralatan yang dibutuhkan pun relatif sederhana sehingga untuk memulai usaha ini tidak memerlukan biaya investasi yang besar. Salah satu jenis rumput laut yang cocok dijadikan sebagai bahan baku produksi manisan kering rumput laut adalah Eucheuma cottonii, karena jenis ini banyak terdapat di pasar tradisional, tekstur seperti tulang rawan sehingga tidak terlalu lunak. SUMBER PUSTAKA Fachruddin, L., 1998. Membuat Aneka Manisan. Kanisius. Yogyakarta Heru
Prihmantoro, 1990. Jenis-Jenis Manisan Buah Membuatnya. Info Agrobisnis, Trubus. Jakarta
dan
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Cara
83
TEST FORMATIF UNTUK MODUL RUMPUT LAUT 1. Apakah yang dimaksud dengan manisan basah rumput laut dan manisan kering rumput laut? 2. Jenis rumput laut apakah yang dapat digunakan sebagai manisan kering rumput laut? 3. Apakah fungsi penambahan garam dapur dalam pembuatan manisan kering rumput laut? 4. Berapa persen kadar gula yang digunakan dalam pembuatan manisan basah rumput laut? 5. Apakah fungsi air kapur dalam pembuatan manisan kering rumput laut? Jawaban. 1. Manisan basah rumput laut adalah manisan berbahan baku rumput laut yang sebelumnya sudah diolah dan direndam dalam larutan gula dan dikonsumsi dalam kondisi basah, sedangkan Manisan kering rumput laut adalah manisan basah yang dikeringkan selama 1-2 hari dibawah sinar matahari. 2. Eucheuma cottoni 3. Untuk mengintensifkan rasa 4. 75% 5. Untuk memperkuat tekstur manisannya.
84
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Lampiran 8.1. Praktek pengolahan manisan kering rumput laut Bahan: 1 kg rumput laut 750 g gula pasir 500 ml air 1 liter larutan kapur sirih 1% 10 g asam sitrat 2g garam 1,5 g esens 3g pewarna Alat:
panci pisau stainless steel, talenan, nampan kompor sendok kayu baskom plastik timbangan saringan sealer kemasan plastik
Cara membuat: 1. Rumput laut yang telah dicuci bersih, direndam dalam air bersih selama 2 hari, air perendaman diganti setiap 12 jam sekali. 2. Kemudian dilakukan pemotongan dengan ukuran sesuai selera. 3. Selanjutnya rumput laut direndam dalam larutan kapur sirih 1% selama 12 jam, apabila teksturnya sudah agak keras, ditiriskan kemudian dicuci sampai bersih. 4. Larutan gula direbus sampai mendidih, kemudian dimasukkan ke dalamnya potongan rumput laut dan dilanjutkan pemanasan selama 10 menit, setelah itu diturunkan dari perapian, dimasukkan asam sitrat, aroma, pewarna dan garam. 5. Setelah itu, rumput laut didiamkan selama 24 jam. Perlakuan perendaman dalam larutan gula dilakukan dua sampai tiga kali perendaman (menggunakan larutan gula yang telah dipisahkan dari bahan hasil perendaman tahap sebelumnya). 6. Bahan yang sudah direndam ditempatkan pada nampan atau tampah yang dialasi dengan daun pisang kering kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Selama pengeringan bahan dibolak-balik sampai bahan kering. Lama pengeringan berkisar 1-2 hari tergantung dari kondisi cuaca. 7. Pengemasan dilakukan setelah manisan kering, dengan bahan pengemas yang tidak membahayakan kesehatan. Bahan pengemas dapat digunakan dari bahan plastik atau kaca. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
85
MODUL 9
PENGEMASAN PANGAN Pendahuluan Kemasan pangan telah menjadi bagian dari peradaban manusia, dengan beraneka ragam bentuk dan jenisnya baik sebagai wadah, pelindung, sarana transportasi, promosi maupun fungsi penting lainnya. Perkembangan industri pengemasan untuk pangan dari tahun ke tahun semakin banyak berubah, menyesuaikan dengan kondisi dan mengantisipasi tuntutan industri, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Kemasan gelas misalnya, walaupun relatif lebih mahal dibanding bahan kemasan lain, namun akan terus digunakan karena sejumlah kelebihan yang dimilikinya. Demikian pula dengan kemasan kaleng, yang terus dibutuhkan oleh industri pangan seperti industri hasil laut, buah dan sayuran yang diawetkan. Kemasan kaleng juga digunakan pada susu bubuk, makanan ringan dan minuman ringan. Hal yang sama juga terjadi pada kemasan kertas dan kemasan plastik yang berkembang secara nyata mendukung laju perkembangan industri pangan. Hal penting yang perlu dicermati dalam hal perkembangan industri pengemasan antara lain adalah perihal interaksi kemasan dengan produk pangan, seperti masalah migrasi monomer, residu, katalis, plasticizer, antioksidan dan lain-lain. Migrasi tersebut berpotensi menimbulkan resiko terhadap kesehatan manusia. Pengemasan merupakan tahapan akhir dari rangkaian proses pengolahan pangan, tetapi merupakan tahapan yang perlu mendapat perhatian. Sekalipun semua tahapan proses pengolahan berlangsung optimal, namun apabila pemilihan bahan kemasan tidak tepat dan proses pengemasannya tidak optimal, produk yang dihasilkannyapun menjadi tidak akan ada artinya lagi. Oleh karena itu perlunya pemahaman tentang jenis dan sifat kemasan yang sesuai dengan jenis dan sifat produk pangan yang 86
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
dikemas, terutama bagi industri kecil dan menengah. Pengemasan adalah bagian dari proses pengawetan pangan yang diharapkan dapat melindungi produk agar mutu dan keamanannya masih terjamin sampai ke konsumen, jangan sampai justru kemasan menjadi penyebab produk tidak layak dikonsumsi. Fungsi Kemasan Pengemasan pangan adalah proses menempatkan bahan pangan dalam suatu wadah untuk memberikan perlindungan dan kemudahan bagi produsen selama penyimpanan, transportasi, distribusi dan memberikan kemudahan bagi konsumen dalam pemakaiannya serta untuk tujuan menarik perhatian konsumen. Pada awalnya, fungsi kemasan adalah sebagai wadah (containment), terutama untuk produk dalam bentuk tepung, butiran atau cairan. Dapat dibayangkan betapa repotnya industri harus menangani susu jika tidak dilakukan pengemasan. Namun demikian, fungsi utamanya adalah sebagai pelindung (protection) bagi bahan pangan yang dikemas, baik terhadap kerusakan fisik (benturan, gesekan,goresan dan lain-lain) maupun kerusakan kimia (karena bereaksi dengan oksigen dan air) dari lingkungan. Kemasan pangan juga berfungsi mencegah kontaminasi: baik kontaminasi karena mikroba, serangga, binatang pengerat; maupun bahan-bahan kimia pada produk yang dikemas. Kemasan juga diperlukan untuk memberikan kemudahan (covenient) bagi konsumen dalam penanganan produk baik dalam transportasi, penyimpanan maupun penggunaannya. Demikian pula bagi produsen, produk menjadi lebih mudah ditransportasikan, mudah di loading dan unloading, mudah dijajakan dan sebagainya. Kemasan juga berfungsi sebagai media untuk berkomunikasi (communication) dan memberikan informasi kepada konsumen, terutama melalui pelabelan yang baik. Pada pelabelan yang dicetak atau ditempelkan pada kemasan produk pangan, produsen dan konsumen dapat berkomunikasi mengenai identitas produk, instruksi penyimpanan dan penyiapannya, pernyataan mengenai ingridien (komponen) yang digunakan, informasi gizi dan keterangan lain yang perlu diketahui oleh konsumen tentang produk yang dikemas. Disamping itu, peranan kemasan penting sekali dalam pemasaran produk (marketing). Kesan pertama yang diterima oleh konsumen terhadap suatu produk adalah melalui kemasan. Oleh karena itu, kemasan perlu dipilih dan didesain untuk memberikan ukuran dan bentuk agar mudah ditangani, disimpan dan mudah dijajakan di ruang display supermarket. Kemasan harus dipilih dan didesain untuk Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
87
memenuhi nilai-nilai estetika yang sesuai dengan produk yang dikemas, dengan ilustrasi dan dekorasi yang menarik perhatian dan pelabelan yang jelas, benar dan tidak menyesatkan, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jenis dan Karakteristik Bahan Pengemas Berdasarkan pada intensitas interaksinya terhadap produk pangan yang dikemas, bahan pengemas dibedakan menjadi kemasan primer, kemasan sekunder dan kemasan tersier. Kemasan primer yaitu bahan pengemas yang kontak langsung dengan produk pangan. Kemasan sekunder yaitu bahan pengemas yang dalam penggunaannya kontak dengan kemasan primer, atau kadang-kadang bersifat memberikan perlindungan terhadap kemasan primer, misalnya krat yang berfungsi memberikan perlindungan kemasan botol. Sedangkan kemasan tersier adalah bahan pengemas yang digunakan untuk mengemas atau menyatukan beberapa pengemas sekunder. Berdasarkan karakteristik fisiknya, bahan pengemas dapat dikelompokkan menjadi kemasan kaku dan kemasan fleksibel. Yang termasuk kemasan kaku adalah kaleng (tin can atau aluminium) dan gelas. Sedangkan kemasan fleksibel dapat berupa kertas, aluminium foil dan plastik. Karakteristik Kemasan Kaleng 1. Bahan bersifat kaku dengan kerapatan yang bervariasi, dari kerapatan tinggi (baja, baja alloy) sampai kerapatan rendah (aluminium). 2. Daya perlindungan sangat baik terhadap cahaya, uap air, senyawa volatil dan kontaminan mikroorganisme, serangga maupun binatang pengerat. 3. Memerlukan penutup dan sambungan untuk membentuk wadah. 4. Memerlukan pelapisan sesuai dengan produk pangan yang dikemas. Pelapisan yang tidak baik akan memungkinkan terjadinya reaksi dengan produk. Karakteristik Kemasan Plastik 1. Tersedia dalam berbagai kisaran sifat-sifat permeabilitas, baik permeabilitas terhadap oksigen, uap air atau senyawa volatil lainnya. 2. Kerapatan rendah. 3. Tersedia dalam berbagai kisaran sifat fisik. 4. Umumnya bersifat fleksibel. 88
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
5. Ada yang bersifat transparan. 6. Bersifat fungsional dalam kisaran suhu yang lebar dan beragam, tergantung jenis plastiknya. Karakteristik Kemasan Gelas 1. Bersifat inert (tidak bereaksi) terhadap produk pangan yang dikemas. 2. Transparan terhadap cahaya dan dapat diberi warna sesuai dengan kebutuhan. 3. Bersifat kedap, tidak tembus terhadap gas, uap air, senyawa volatil dan kontaminan mikroba. 4. Dapat digunakan kembali. 5. Memerlukan tutup secara khusus dan tersendiri. 6. Mudah pecah. Karakteristik Kemasan Kertas 1. Bahan bersifat ringan, dengan kerapatan rendah. 2. Memiliki tingkat kekakuan baik. 3. Dapat dilipat dan direkatkan dengan lem. 4. Tidak mudah pecah. 5. Mudah dilakukan pencetakan. 6. Sifat perlindungannya terhadap uap air, senyawa volatil dan kontaminan tidak baik. 7. Bersifat higroskopis. Aplikasi Pengemasan Bahan Pangan 1. Pengemasan Produk Tiwul Instan Tiwul instan adalah produk kering berkarbohidrat yang rentan terhadap kerusakan akibat penyerapan uap air dari kelembaban lingkungan. Penyerapan uap air dapat menyebabkan penggumpalan produk. Penyerapan air pada tingkat tertentu dapat memberi kesempatan mikroba tumbuh sehingga akan mempercepat penurunan mutu atau produk menjadi tidak tahan lama. Oleh karena itu, perlu dipilih bahan kemasan yang sesuai agar dapat melindungi produk dari faktor kerusakan tersebut. Alternatif pengemasan tiwul instan dapat dilakukan pembungkusan dengan kantong alumunium foil (Al foil) berlaminasi atau kantong plastik. a. Kantong Al foil berlaminasi adalah bahan pengemas yang bersifat kedap terhadap uap air, fleksibel, mudah direkat dengan panas karena salah satu bagian sisinya dilapisi plastik. Namun, kemasan jenis ini relatif lebih mahal. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
89
b. Kantong plastik jenis Poly Ethylene (PE) adalah jenis plastik yang memiliki sifat daya perlindungannya terhadap uap air cukup baik, transparan sehingga produk dapat terlihat langsung, titik leburnya rendah sehingga mudah direkat dan harganya relatif murah. 2. Pengemasan Produk Keripik Pisang Keripik pisang adalah produk kering yang mengandung minyak hasil penggorengan, sehingga rentan terhadap kerusakan akibat penyerapan uap air yang dapat menurunkan tingkat kerenyahannya. Disamping itu produk keripik rentan terhadap proses ketengikan, akibat kerusakan komponen minyak oleh oksigen yang dapat dipicu adanya kontak langsung dengan cahaya. Kerusakan lain adalah keripik pisang mudah hancur. Oleh karena itu, perlu dipilih jenis kemasan dan proses pengemasan yang tepat agar dapat melindungi produk dari faktorfaktor kerusakan tersebut. Alternatif pengemasan keripik pisang dapat dilakukan dengan teknik pengemasan pillow pack, pengemasan menggunakan kaleng atau pembungkusan dengan kantong plastik. a. Pillow pack adalah teknik pengemasan menggunakan kantong Al foil berlaminasi, dengan bentuk kemasan menyerupai bantal karena oksigen dalam kemasan digantikan dengan gas nitrogen. Kelebihan teknik pengemasan ini, produk akan terlindungi dari kerusakan yang disebabkan oleh uap air, oksigen dan cahaya. Penggantian udara dalam kemasan dengan gas nitrogen selain untuk meminimalkan terjadinya oksidasi minyak juga untuk mencegah produk hancur akibat benturan selama penanganan dan transportasi. Hanya, teknik pengemasan ini membutuhkan investasi perlatan yang relatif mahal. b. Bahan kemasan lain yang dapat digunakan adalah kemasan kaleng. Dengan kemasan ini, jumlah produk yang dikemas lebih banyak. Keuntungan lain dari kemasan kaleng adalah dapat melindungi produk dari kerusakan yang disebabkan oleh uap air, oksigen dan cahaya serta gangguan fisik seperti getaran dan benturan. Selain itu kemasan kaleng relatif ringan dan murah. Apabila pengemasan menggunakan kaleng, sebaiknya bagian dalam kaleng diberi plastik untuk menghindari kontaminasi antara bahan kaleng dan produk. c. Kantong plastik jenis Poly Propylene (PP) adalah jenis plastik yang memiliki sifat daya perlindungannya terhadap uap air dan gas oksigen cukup baik, transparan sehingga produk dapat terlihat langsung, mudah direkat dan harganya relatif murah. 90
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
3. Pengemasan Produk Abon Ikan Abon ikan adalah produk kering berprotein yang mengandung minyak hasil penggorengan, sehingga rentan terhadap kerusakan akibat penyerapan uap air yang dapat menurunkan mutunya. Disamping itu produk abon ikan rentan terhadap proses ketengikan, akibat kerusakan komponen minyak oleh oksigen yang dapat dipicu adanya kontak langsung dengan cahaya. Oleh karena itu, perlu dipilih jenis kemasan dan proses pengemasan yang tepat agar dapat melindungi produk dari faktorfaktor kerusakan tersebut. Alternatif pengemasan abon ikan dapat dilakukan dengan kantong Al foil, teknik pengemasan vakum atau pengemasan dengan plastik. a. Kantong Al foil berlaminasi adalah bahan pengemas yang bersifat kedap terhadap uap air, oksigen dan cahaya, fleksibel, mudah direkat dengan panas karena salah satu bagian sisinya dilapisi plastik. b. Teknik pengemasan vakum adalah teknik pengemasan menggunakan kantong plastik dan mengeluarkan udara dari dalam kemasan. Kelebihan teknik pengemasan ini, produk akan terlindungi dari proses ketengikan selama penyimpanan karena oksigen dikeluarkan dari dalam kemasan, mudah dalam penanganan, penyimpanan dan transportasi karena dapat disusun lebih rapat, tidak makan tempat. Jenis plastik yang dapat digunakan adalah Poly Propylenen (PP), karena jenis plastik ini perlindungannya terhadap uap air dan gas oksigen lebih baik daripada plastik PE. c. Kantong plastik jenis Poly Propylene (PP) adalah jenis plastik yang memiliki sifat daya perlindungannya terhadap uap air dan gas oksigen cukup baik, transparan sehingga produk dapat terlihat langsung, mudah direkat dan harganya relatif murah. 4. Pengemasan Produk Dodol Buah Dodol buah adalah produk semi basah, yang akan berkeringat jika suhu lingkungan panas dan berkondensasi jika suhu dingin, sehingga rentan terhadap kerusakan akibat tumbuhnya kapang yang akan menurunkan mutu produk. Oleh karena itu, perlu dipilih jenis kemasan dan proses pengemasan yang tepat agar dapat melindungi produk dari faktor-faktor kerusakan tersebut. Alternatif pengemasan dodol buah adalah pengepakan dengan kemasan yang tidak terlalu rapat, untuk mengontrol uap air disekitar produk, hal ini dapat Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
91
dilakukan dengan membungkus produk menggunakan plastik selopan dan dikemas dalam kotak kertas atau keranjang anyaman bambu. a. Bahan kemasan yang dibutuhkan sebagai pembungkus dodol adalah plastik selopan. Sifat plastik jenis ini transparan, agak elastis, tahan terhadap suhu, tahan terhadap air dan minyak, dalam keadaan kering relatif kedap terhadap gas. b. Kertas karton diperlukan sebagai kotak pengemas dodol yang telah dibungkus dengan plastik selopan. Sifat kertas sebagai kemasan sekunder ini diharapkan dapat menjaga kelembaban di sekitar produk, agar tidak terlalu kering atau tidak terlalu lembab. Kotak dirancang sedemikian rupa agar menarik. Di bagian luarnya diberi gambar dan keterangan mengenai keunggulan dodol dan komposisi bahan bakunya. Selain itu, pada kotak tersebut dicantumkan keterangan tanggal produksi dan kadaluwarsa. Dodol yang telah dikemas dimasukkan ke dalam karton yang lebih besar untuk memudahkan pendistribusian (kemasan tersier). c. Selain kotak karton, sebagai pengemas sekunder dapat digunakan keranjang anyaman dari bambu atau rotan, yang kemudian ditutup dengan plastik cling wrap. Dengan pengemasan tersebut kelembaban di sekitar produk dapat tetap terjaga. Pengemasan cara ini akan terlihat lebih menarik dan unik, apalagi dodol buah akan dijadikan sebagai buah tangan. 5. Pengemasan Produk Nugget Ikan Nugget ikan adalah produk beku berprotein yang basah di bagian dalamnya, tetapi kering di bagian permukaannya karena dilapisi tepung dan mengandung minyak hasil penggorengan. Produk ini rentan terhadap ketengikan, akibat kerusakan komponen minyak oleh oksigen. Oleh karena itu, perlu dipilih jenis kemasan dan proses pengemasan yang tepat agar dapat melindungi produk dari faktorfaktor kerusakan tersebut. Alternatif pengemasan nugget ikan dilakukan dengan pembungkusan menggunakan kantong plastik yang kedap uap air dan oksigen dan tahan pada suhu penyimpanan beku. Kantong plastik jenis Poly Ethylene (PE) adalah jenis plastik yang memiliki sifat daya perlindungannya terhadap uap air dan gas oksigen cukup baik, tahan pada suhu penyimpanan beku, tidak meninggalkan bau pada produk, transparan sehingga produk dapat terlihat langsung, mudah direkat dan harganya relatif murah. 92
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
6. Pengemasan produk bakso ikan Bakso ikan adalah produk berprotein dan berkadar air tinggi, sehingga rentan terhadap proses pembusukan. Oleh karena itu, perlu dipilih jenis kemasan dan proses pengemasan yang tepat agar dapat melindungi produk dari faktor kerusakan tersebut. Alternatif pengemasan bakso ikan dilakukan dalam bentuk kemasan vacum chill. Pengemasan vacum chill adalah teknik pengemasan menggunakan kantong plastik dan mengeluarkan udara dari dalam kemasan dan disimpan pada suhu dingin. Kelebihan teknik pengemasan ini, produk akan terlindungi dari proses kebusukan selama penyimpanan dingin karena oksigen dikeluarkan dari dalam kemasan, sehingga mikroorganisme aerobik mesofilik tidak dapat tumbuh. Plastik pembungkus diusahakan jangan sampai bocor. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan plastik yang kuat dan tidak mudah sobek. Pengemasan bakso menggunakan vacum chill lebih tahan lama daripada pengemasan biasa. 7. Pengemasan produk minuman nata de coco dan manisan kering rumput laut Minuman nata de coco adalah produk cair dengan irisan nata de coco yang rasanya manis dan bersifat asam. Manisan kering rumput laut adalah produk setengah basah yang rasanya manis dan bersifat asam. Kedua jenis produk ini rentan terhadap kerusakan karena kontaminasi mikroorganisme tahan asam. Oleh karena itu, perlu dipilih jenis kemasan dan proses pengemasan yang tepat agar dapat melindungi produk dari faktor kerusakan tersebut. Alternatif pengemasan minuman nata de coco dan manisan kering rumput laut adalah menggunakan jenis kemasan yang kedap terhadap kontaminasi mikroorganisme dan tahan asam, misalnya botol kaca, kemasan kaleng, cup plastik atau kantung plastik. a. Botol kaca adalah bahan kemasan yang bersifat kedap dan inert atau tidak bereaksi dengan bahan yang bersifat asam. Namun, botol kaca jarang digunakan karena sifatnya yang mudah pecah, berat dan relatif lebih mahal serta kurang praktis. b. Kemasan kaleng tipe Medium Residual (MR) cocok untuk mengemas minuman nata de coco dan manisan kering rumput laut, karena bersifat kedap dan tipe kaleng tersebut dirancang untuk mengemas produk yang bersifat asam. Namun, jenis kemasan kaleng yang juga jarang digunakan kecuali oleh industri besar. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
93
c.
Kemasan cup plastik mempunyai beberapa keunggulan seperti penggunaannya yang sekali pakai, harganya relatif murah dan praktis. Selain itu cup mempunyai sifat transparan sehingga penampakan produk dapat terlihat jelas. Keunggulan lainnya, cup tidak mudah pecah. Hal tersebut memberikan kemudahan dalam penanganan dan transportasi produk. Jenis plastik yang digunakan disarankan dari bahan Poly Propylene (PP), karena sifatnya tahan terhadap asam, tahan suhu tinggi sehingga cocok untuk pengisian produk pada kondisi suhu panas dan sterilitas kemasan dapat lebih terjamin. d. Alternatif kemasan lain untuk minuman nata de coco dan manisan kering rumput laut adalah kemasan kantung plastik. Kantung plastik yang digunakan harus cukup tebal dan bagian bawahnya didesain khusus agar dapat diletakkan tegak. Kapasitas kantung plastik pun dapat bervariasi. Biasanya kapasitas kantung plastik yang digunakan cukup besar, seperti setengah atau satu liter. Penutup Pemahaman tentang jenis dan sifat kemasan yang sesuai dengan jenis dan sifat produk pangan yang dikemas perlu diberikan, terutama bagi industri kecil dan menengah. Pengemasan adalah bagian dari proses pengawetan pangan yang diharapkan dapat melindungi produk agar mutu dan keamanannya masih terjamin sampai ke konsumen, jangan sampai justru kemasan menjadi penyebab produk tidak layak dikonsumsi.
SUMBER PUSTAKA Robertson, G.L., 1993. Food Packaging: Principles and Practice. Marcel Dekker. New York. Syarief, R., S. Santausa dan Isyana, 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Lab. Rekayasa Proses Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor
94
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
MODUL 10
GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) Pendahuluan Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB) adalah suatu teknik atau cara dalam menjalankan, mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan proses produksi pangan mulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan produk akhir. Tujuannya untuk memberikan jaminan pada konsumen dan produsen bahwa produk yang dihasilkan bermutu, aman dan layak. Mutu adalah hal-hal tertentu yang membedakan produk satu dengan lainnya, terutama yang berhubungan dengan daya terima dan kepuasan konsumen. Aman berarti bahwa produk yang dikonsumsi tidak mengandung kontaminan berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit, keracunan atau kecelakaan yang merugikan konsumen akibat bahan kimia, mikrobiologi atau fisik. Layak berarti suatu kondisi yang menjamin makanan yang diproduksi sudah layak dikonsumsi manusia yaitu kondisi produk tidak mengalami kerusakan, berbau busuk, kotor, tercemar atau terurai. Ruang lingkup CPPB mencakup cara-cara produksi yang baik dari sejak bahan mentah masuk ke pabrik sampai produk dihasilkan, termasuk persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah berbagai hal yang dibahas dalam CPPB: 1. Lingkungan produksi 2. Bangunan dan fasilitas 3. Peralatan produksi 4. Suplai air 5. Fasilitas, kegiatan higiene dan sanitasi 6. Pengendalian hama 7. Kesehatan dan higiene karyawan 8. Pengendalian proses Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
95
9. 10. 11. 12. 13.
Label pangan Penyimpanan Manajemen pengawasan Pencatatan dan dokumentasi Pelatihan karyawan
1. Lingkungan Produksi Pada waktu menetapkan lokasi industri perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang dapat menjadi sumber pencemaran potensial dan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya, yaitu: a. Jauh dari daerah industri yang terpolusi atau perusahaan lain yang mungkin dapat menimbulkan pencemaran terhadap makanan yang membahayakan kesehatan. b. Tidak berada di daerah yang mudah tergenang air (daerah banjir) karena sistim saluran pembuangan airnya tidak baik, karena genangan air dapat merupakan tempat berkembang biaknya serangga, parasit dan mikroorganisme yang dapat mencemari makanan. c. Bebas dari daerah yang merupakan sarang hama seperti hewan pengerat dan serangga. d. Jauh dari daerah tempat pembuangan sampah atau limbah, baik limbah padat, cair maupun gas, karena timbunan sampah dan limbah merupakan sarang hama dan penyakit. e. Jauh dari tempat pemukiman penduduk yang padat dan kumuh. f. Jauh dari penumpukan barang bekas, daerah kotor dan daerah lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran terhadap makanan. g. Tidak menjadi satu dengan rumah atau tempat tinggal atau fasilitas lain yang bersamaan letak dan atau penggunaannya dengan bangunan. Lingkungan pabrik pun harus dipertahankan dalam keadaan bersih. Sampah dan bahan buangan pabrik seharusnya ditangani sedemikian rupa sehingga menjamin kebersihan lingkungan, tidak menimbulkan bau dan tidak mengakibatkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi, yaitu: a. Sampah dan bahan buangan pabrik dikumpulkan di tempat khusus dan segera dibuang/diolah sehingga tidak menumpuk, mengundang hama dan mencemari lingkungan. 96
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
b. Sistem pembuangan dan penanganan limbah cukup baik untuk menghindari pencemaran terhadap makanan. c. Sistem saluran pembuangan air diusahakan supaya selalu berjalan lancar untuk mencegah terjadinya genangan air yang merupakan sumber hama. 2. Bangunan dan Fasilitas Industri Bangunan dan fasilitas industri sejak awal telah dirancang dan dibangun sedemikian rupa, sehingga dapat menjamin bahwa bahan pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis dan kimia serta mudah dibersihkan. Persyaratan ruang produksi terdiri atas desain dan tata letak, konstruksi lantai, konstruksi dinding atau pemisah ruangan, konstruksi atap dan langit-langit, konstruksi pintu, konstruksi jendela, kelengkapan ruang produksi dan tempat penyimpanan. 2.1 Desain dan Tata Letak Desain pabrik dan tata letak ruangan seharusnya diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi praktek higiene makanan yang baik, yaitu mudah dibersihkan dan didesinfeksi, serta melindungi makanan dari kontaminasi silang selama dan di antara proses. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut: a. Bangunan pabrik terdiri atas ruangan pokok yaitu ruangan yang digunakan sebagai tempat proses produksi makanan dan ruangan pelengkap yaitu ruangan yang digunakan sebagai tempat administrasi produksi dan pelayanan karyawan seperti ruang mandi, mencuci dan toilet. b. Ruangan pokok dan ruangan pelengkap dalam keadaan terpisah sehingga tidak mengakibatkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi. c. Persyaratan untuk ruangan pokok adalah sebagai berikut: - Ruang cukup luas untuk menempatkan peralatan dan menyimpan bahan-bahan. Luas ruangan sesuai dengan jenis dan kapasitas serta jumlah karyawan yang bekerja. - Tata ruangan pabrik diatur sesuai dengan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang siur dan tidak mengakibatkan kontaminasi silang di antara produk. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
97
d. Persyaratan untuk ruangan pelengkap adalah sebagai berikut: - Ruangan cukup luas sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja. - Tata letak ruangan diatur sesuai dengan urutan kegiatan yang dilakukan dan tidak menimbulkan lalu lintas yang simpang siur. 2.2 Konstruksi Lantai Konstruksi lantai didesain sedemikian rupa sehingga memenuhi praktek higiene makanan yang baik, yaitu tahan lama, memudahkan pembuangan air, tidak tergenang dan mudah dibersihkan serta didesinfeksi. Persyaratan untuk lantai ruangan pokok/pengolahan adalah sebagai berikut: a. Rapat atau kedap air, yang berarti air tidak dapat menyerap ke bawah. b. Tahan terhadap air, garam, basa atau bahan kimia lainnya, yang berarti jika tertumpah oleh larutan garam, larutan asam/basa atau bahan kimia lainnya lantai tidak larut, tidak menimbulkan reaksi dan tidak menjadi rusak. c. Permukaan lantai rata serta halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan. Lantai sebaiknya tidak terbuat dari bahan keramik yang permukaannya mengkilat karena akan menjadi licin jika terkena air, tetapi terbuat dari bahan ubin yang tidak mengkilat, atau lantai semen yang dihaluskan. d. Untuk ruangan pengolahan yang juga digunakan untuk pencucian dan pembilasan, lantai memiliki kemiringan yang cukup ke arah pembuangan air sehingga memudahkan pengaliran air dan mempunyai saluran air atau lubang pembuangan yang dilengkapi dengan penahan bau. Kemiringan yang kurang akan menimbulkan genangan air di dalam ruang pengolahan. e. Pertemuan antara lantai dengan dinding tidak membentuk sudut mati atau sudut siku-siku yang dapat menahan air atau kotoran, tetapi membentuk sudut yang melengkung atau menyambung dan tidak menyerap air sehingga mudah dibersihkan. Untuk lantai di ruang pelengkap memiliki persyaratan sebagai berikut: 98
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
a. Tidak menyerap air. b. Tahan terhadap air, yaitu tidak larut jika terkena air. c. Permukaannya datar, rata serta halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan. Untuk ruang administrasi yang tidak terkena air dapat digunakan lantai dari bahan keramik yang halus. d. Ruangan untuk mandi, mencuci dan sarana toilet harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan sehingga tidak menimbulkan genangan air. 2.3 Konstruksi Dinding atau Pemisah Ruangan Konstruksi dinding atau pemisah ruangan juga didesain sedemikian rupa sehingga tahan lama dan memenuhi praktek higiene makanan yang baik, yaitu mudah dibersihkan dan didesinfeksi, serta melindungi makanan dari kontaminasi selama proses. Persyaratan untuk dinding ruangan pokok/pengolahan adalah sebagai berikut: a. Dinding terbuat dari bahan yang tidak beracun. b. Sekurang-kurangnya 20 cm di bawah dan 20 cm di atas permukaan lantai tidak menyerap air, yang berarti fondasi bangunan terbuat dari semen. c. Permukaan bagian dalam terbuat dari bahan yang halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan. Bahan yang baik untuk membuat dinding ruangan seperti porselen atau keramik yang berwarna putih atau warna muda lainnya, tetapi tidak yang berwarna tua karena tidak mudah dilihat jika kotor. d. Sekurang-kurangnya setinggi 2 cm dari lantai bersifat tidak menyerap air, serta tahan terhadap air, garam, basa, asam atau bahan kimia lainnya, yang berarti jika terkena bahanbahan tersebut, dinding tidak larut, rusak atau menimbulkan reaksi. e. Pertemuan antara dinding dengan dinding, dan antara dinding dengan lantai tidak membentuk sudut mati atau sudut siku-siku yang dapat menahan air dan kotoran, tetapi membentuk sudut melengkung atau menyambung serta tidak menyerap air sehingga mudah dibersihkan. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
99
Persyaratan untuk dinding di ruangan pelengkap adalah sebagai berikut: a. Sekurang-kurangnya 20 cm di bawah dan 20 cm di atas permukaan lantai tidak menyerap air, yang berarti fondasi bangunan terbuat dari semen. b. Permukaan bagian dalam terbuat dari bahan yang halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mngelupas dan mudah dibersihkan. c. Ruangan untuk mandi, mencuci dan sarana toilet selain memenuhi persyaratan tersebut di atas, sekurangkurangnya setinggi 2 cm dari lantai bersifat tidak menyerap air sehingga tidak menjadi lembab dan air tidak menembus ke dinding ruangan di sebelahnya. Dinding ruangan untuk mandi, mencuci, sarana toilet sebaiknya terbuat dari porselen atau keramik berwarna putih atau warna muda lainnya. 2.4 Konstruksi Atap dan Langit-Langit Konstruksi atap dan langit-langit didesain sedemikian rupa sehingga memenuhi praktek higiene yang baik, yaitu dapat melindungi ruangan dan tidak mengakibatkan pencemaran pada makanan yang diproduksi. Persyaratan atap ruangan pengolahan dan ruangan pelengkap adalah terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor, yang berarti bahan yang digunakan tidak larut air dan tidak mudah pecah. Persyaratan langit-langit ruangan pengolahan dan ruangan pelengkap adalah sebagai berikut: a. Terbuat dari bahan yang tidak mudah terkelupas atau terkikis sehingga tidak menimbulkan debu dan partikelpartikel yang dapat mencemari makanan. Langit-langit sebaiknya tidak terbuat dari bambu atau bilik yang dikapur karena mudah terkelupas atau melepaskan partikel yang dapat mencemari makanan dan mudah bocor. b. Tidak terdapat lubang dan tidak retak sehingga mencegah keluar masuknya tikus dan serangga serta mencegah kebocoran. c. Tahan lama dan mudah dibersihkan, yang berarti langitlangit tidak mudah retak dan tidak menahan kotoran. 100 Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
d. Tinggi langit-langit dari lantai sekurang-kurangnya 3 meter untuk memberikan aliran udara yang cukup dan mengurangi panas yang diakibatkan oleh proses produksi. e. Permukaan dalam harus rata dan berwarna terang, yang berarti permukaan tidak bergelombang dan tidak berwarna gelap sehingga mudah dibersihkan. f. Khusus langit-langit di dalam ruang pengolahan yang menimbulkan atau menggunakan uap air sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak menyerap air. Bagi ruangan semacam ini langit-langit sebaiknya dilapisi dengan cat yang tahan panas, bukan dikapur. 2.5 Konstruksi Pintu Pintu ruangan pengolahan dan ruangan pelengkap seharusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Dibuat dari bahan yang tahan lama, yaitu kayu atau bahan lain yang kuat dan tidak mudah pecah. b. Permukaan pintu rata, halus, berwarna terang sehingga mudah dibersihkan. Khusus untuk ruangan pengolahan atau ruangan pelengkap untuk mandi, mencuci atau toilet sebaiknya pintu dilapisi dengan bahan yang tidak menyerap air, seperti dari bahan alumunium atau formika, sehingga mudah dibersihkan dan jika perlu didesinfeksi. c. Pintu dapat ditutup dengan baik. d. Khusus untuk ruangan pengolahan sebaiknya pintu membuka keluar sehingga debu atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan pengolahan. 2.6 Konstruksi Jendela Jendela ruangan pokok dan ruangan pelengkap seharusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Dibuat dari bahan yang tahan lama, yang berarti tidak mudah pecah atau rusak. b. Permukaannya rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan. c. Sekurang-kurangnya setinggi 1 meter dari lantai untuk memudahkan membuka dan menutup. d. Lebar jendela sesuai dengan lebarnya bangunan. Khusus untuk ruang pengolahan dihindari jumlah jendela yang Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
101
terlalu banyak atau terlalu lebar untuk menghindari pencemaran dari luar. e. Konstruksi jendela sedemikian rupa sehingga mencegah terjadinya penumpukan debu, seperti letak jendela tidak terlalu tinggi sehingga memudahkan pembersihan. f. Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kasa pencegah serangga yang dapat dilepas sehingga mudah dibersihkan. 2.7 Kelengkapan Ruang Produksi Kelengkapan ruang produksi terdiri atas penerangan dan tersedianya perlengkapan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K). Penerangan di ruang produksi dapat berasal dari cahaya matahari maupun lampu. Persyaratan cahaya tersebut harus cukup terang, sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan penuh perhatian dan teliti. Perlengkapan P3K disediakan di ruang produksi untuk menjaga keselamatan karyawan. 2.8 Tempat Penyimpanan Fasilitas penyimpanan seharusnya tersedia dalam jumlah cukup yaitu untuk menyimpan bahan makanan, ingridien (bahan tambahan) dan bahan-bahan non pangan secara terpisah seperti bahan pencuci, pelumas, oli dan bahan-bahan lain. Gudang penyimpanan makanan seharusnya didesain dan dikonstruksi sedemikian rupa sehingga: a. Memudahkan pemeliharaan dan pembersihan. b. Mencegah masuknya hama, yaitu binatang pengerat, burung dan mikroorganisme. c. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap makanan dari pencemaran selama penyimpanan. d. Mencegah kerusakan makanan, seperti pengaturan suhu dan kelembaban yang sesuai dengan jenis makanan yang disimpan. 3. Peralatan Produksi Peralatan pengolahan dan wadah yang mengalami kontak langsung dengan makanan seharusnya didesain, dikonstruksi dan diletakkan sedemikian rupa untuk menjamin mutu dan keamanan produk yang dihasilkan. Persyaratan peralatan yang digunakan dalam proses produksi adalah sebagai berikut: 102 Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
a. Sesuai dengan jenis produk. b. Permukaan yang berhubungan langsung dengan makanan harus halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air dan tidak berkarat. c. Tidak mencemari hasil produksi dengan mikroorganisme, bahan-bahan logam yang terlepas dari peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan lain-lain. d. Mudah dibersihkan, didesinfeksi dan dipelihara untuk mencegah pencemaran terhadap makanan. e. Peralatan terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dilepas, sehingga memudahkan pemeliharaan, pembersihan, desinfeksi, pemantauan serta memudahkan pemeriksaan terhadap hama. Peralatan juga seharusnya ditempatkan di dalam ruangan sedemikian rupa sehingga: a. Memudahkan perawatan, pembersihan dan pencucian. b. Berfungsi sesuai dengan tujuan kegunaan dalam proses pengolahan. c. Diletakkan sesuai dengan urutan proses sehingga memudahkan praktek higiene yang baik dan mencegah terjadinya kontaminasi silang, seperti kontaminasi produk olahan oleh bahan mentah. 4. Suplai Air Bangunan pabrik seharusnya dilengkapi dengan sarana penyediaan air yang terdiri atas: a. Sumber air b. Pipa-pipa untuk mengalirkan air c. Tempat penampungan air d. Pipa-pipa untuk mendistribusikan air ke ruangan-ruangan tertentu. Ada beberapa persyaratan tentang sarana penyediaan air yang harus dipenuhi, yaitu: a. Sumber air bersih jumlahnya harus cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi. b. Air yang digunakan untuk proses pengolahan dan mengalami kontak langsung dengan makanan seharusnya memenuhi persyaratan kualitas air bersih. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
103
c.
memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 41/Menkes/Per/IX/1990 dan dapat diminum setelah dimasak. Air yang tidak dikonsumsi dan tidak mengalami kontak langsung dengan makanan, seperti air untuk pemadam kebakaran, produksi uap, pendinginan dan tujuan lain yang sejenis, seharusnya mempunyai sistem yang terpisah dengan air untuk konsumsi dan air minum. Sistem air non konsumsi seharusnya diberi tanda dan tidak mempunyai hubungan atau tidak dapat masuk ke dalam sistem air konsumsi atau air minum.
5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi 5.1 Sarana Pembersihan/Pencucian Sarana pembersihan/pencucian harus disediakan dengan suatu rancangan yang tepat. Sarana pembersihan/pencucian untuk makanan hendaknya dipisahkan dari sarana pembersihan/pencucian peralatan dan perlengkapan lainnya. Sarana pembersihan/pencucian harus dilengkapi alatalat pembersihan/pencucian seperti sikat, pel, detejen dan bahan sanitasi, sumber air bersih dan apabila memungkinkan dilengkapi dengan suplai air panas dan dingin. 5.2 Fasilitas Higiene Karyawan Sarana higiene karyawan seharusnya tersedia sesuai dengan kebutuhannya, yaitu untuk menjamin karyawan dan untuk mencegah kontaminasi terhadap makanan yang diproduksi. Sarana higiene karyawan terdiri atas: a. Sarana pencuci tangan b. Sarana toilet Persyaratan sarana pencuci tangan adalah sebagai berikut: a. Diletakkan di tempat-tempat yang diperlukan, seperti di depan pintu masuk ruangan pengolahan. b. Dilengkapi dengan air mengalir yang tidak boleh digunakan berkali-kali dan sabun atau deterjen. c. Dilengkapi dengan alat pengering dari handuk, kertas serap atau bila mungkin dengan alat pengering yang berupa aliran udara panas. d. Dilengkapi dengan tempat pembuangan kertas atau tempat sampah yang tertutup. 104 Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
e. Disediakan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah karyawan. Sarana toilet/jamban yang terdapat di dalam bangunan pabrik seharusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Sarana toilet/jamban didesain dan dikonstruksi dengan memperhatikan persyaratan higienis. b. Sarana toilet/jamban dilengkapi dengan sumber air mengalir dan saluran pembuangan. c. Letaknya tidak terbuka langsung ke ruang proses pengolahan, sehingga udara dan bau dari toilet tidak masuk ke dalam ruang pengolahan. d. Diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun atau deterjen sesudah menggunakan toilet. 5.3 Kegiatan Higiene dan Sanitasi Pemeliharaan dan kegiatan sanitasi terhadap bangunan, fasilitas dan peralatan pabrik yang dilakukan secara berkala menjamin terhindarnya kontaminasi silang terhadap makanan yang diproduksi. Pembersihan dapat dilakukan menggunakan: a. Proses fisik, yaitu penyikatan, penyemprotan dengan air bertekanan atau penghisapan vakum. b. Proses kimia, yaitu pembersihan dengan dengan deterjen, basa atau asam. c. Gabungan proses fisik dan kimia. Yang dimaksud dengan kegiatan pembersihan dan sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Menghilangkan kotoran dari permukaan. b. Melepaskan tanah dan lapisan mikroorganisme (biofilm) menggunakan deterjen dan merendamnya di dalam larutan deterjen. c. Membilas dengan air bersih yang memenuhi persyaratan untuk menghilangkan tanah yang sudah terlepas dari sisa deterjen. d. Jika diperlukan melakukan tindakan desinfeksi, seperti menggunakan deterjen, larutan klorin dengan konsentrasi 100-250 mg/l, larutan iodin dengan konsentrasi 25-50 mg/l. Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
105
Kegiatan higiene dan sanitasi menjamin bahwa semua bagian dari pabrik telah dibersihkan dengan baik, termasuk pencucian alat-alat pembersih. Kegiatan higiene dan sanitasi sebaiknya dilakukan secara berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika perlu dilakukan pencatatan. Catatan program pembersihan mencakup: a. Area, benda, peralatan dan perlengkapan yang harus dibersihkan. b. Karyawan yang bertanggung jawab pada pembersihan. c. Cara dan frekuensi pembersihan. d. Cara memantau kebersihan. 6. Pengendalian Hama Hama berupa binatang mengerat seperti tikus, burung, serangga dan hama lain adalah penyebab utama terjadinya pencemaran pada makanan yang menurunkan mutu dan keamanan produk makanan. Serangan hama dapat terjadi jika di dalam pabrik terdapat sarang hama dan persediaan makanan. Praktek higiene yang baik seharusnya diterapkan untuk mencegah keadaan yang merangsang masuknya hama ke dalam pabrik. Program pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan serangan hama, yaitu melalui: a. Program sanitasi yang baik. b. Pengawasan terhadap bahan-bahan yang masuk ke dalam pabrik. c. Memantau atau mengurangi penggunaan pestisida dan insektisida yang mungkin dapat mencemari makanan. Untuk mencegah masuknya hama ke dalam pabrik perlu dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: a. Bangunan pabrik selalu dalam keadaan terawat dengan kondisi yang baik untuk mencegah masuknya hama. b. Adanya lubang-lubang dan saluran yang memungkinkan masuknya hama selalu dalam keadaan tertutup. Jendela, pintu dan ventilasi dilapisi dengan kasa dari kawat untuk menghindari masuknya hama. c. Hewan seperti anjing dan kucing tidak boleh berkeliaran di pekarangan pabrik dan di dalam ruang pengolahan.
106 Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Untuk mencegah timbulnya sarang hama di dalam pabrik diperlukan tindakan-tindakan sebagai berikut: a. Adanya makanan dan air merangsang timbulnya sarang hama. Oleh karena itu makanan hendaknya selalu disimpan dalam wadah yang tahan hama dan/atau disusun dengan posisi yang tidak langsung terkena lantai dan jauh dari dinding dan langitlangit, yaitu: - Jarak makanan dan lantai sekurang-kurangnya 15 cm - Jarak makanan dan dinding sekurang-kurangnya 5 cm - Jarak makanan dan langit-langit sekurang-kurangnya 60 cm. b. Area di dalam maupun di luar pabrik selalu dalam keadaan bersih. Tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup dan dibuat dari bahan yang tahan lama. c. Pabrik dan lingkungannya selalu diperiksa dan dipantau terhadap kemungkinan timbulnya sarang hama. Sarang hama sebaiknya segera dimusnahkan dengan cara yang tidak mempengaruhi keamanan dan mutu produk. Perlakuan dengan bahan kimia, bahan biologi atau secara fisik harus dilakukan dengan pertimbangan tidak mempengaruhi keamanan dan mutu produk. 7. Kesehatan dan Higiene Karyawan Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat memberikan jaminan bahwa pekerja yang mengalami kontak baik langsung maupun tidak langsung dengan makanan tidak akan mencemari produk yang diolah. Prosedur tersebut harus dimulai sejak direncanakan untuk menerima karyawan baru sampai dengan higiene sehari-hari yang harus terpelihara secara berkesinambungan. Prosedur tersebut harus direncanakan dalam tiga bidang yang saling berkaitan dan harus dilaksanakan secara terpadu, yaitu: a. Seleksi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan karyawan. b. Pendidikan dan pengawasan higiene dan sanitasi. c. Praktek higiene dan sanitasi di pabrik. 7.1 Kegiatan Higiene dan Sanitasi Karyawan yang bekerja pada proses produksi makanan, baik yang mengalami kontak langsung maupun tidak langsung Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
107
dengan makanan, seharusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Karyawan dalam keadaan sehat. Karyawan yang sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan melakukan pekerjaan yang berhubungan langsung dengan makanan (mengolah makanan) karena kumannya dapat mencemari makanan. Karyawan yang menunjukkan gejala sakit sebaiknya diistirahatkan. b. Diperiksa dan diawasi kesehatannya secara berkala. 7.2 Kebersihan Karyawan Karyawan pengolah makanan seharusnya tidak menjadi sumber pencemaran terhadap makanan yang diolah. Oleh karena itu, karyawan seharusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Selalu menjaga kebersihan badan. b. Mengenakan pakaian kerja dan perlengkapannya yaitu penutup kepala, sarung tangan dan sepatu kerja (sebaiknya sepatu dari karet). Pakaian dan perlengkapan kerja tidak boleh dibawa keluar pabrik. c. Jika ada luka-luka kecil harus ditutup dengan plester dan jika lukanya cukup besar/parah karyawan harus diistirahatkan. d. Karyawan selalu mencuci tangan dengan sabun dan pada saat sebelum memulai kegiatan mengolah makanan, sesudah keluar dari toilet/jamban dan sesudah menangani bahan mentah atau bahan terkontaminasi lainnya karena dapat mencemari makanan lainnya (mengakibatkan kontaminasi silang). 7.3 Kebiasaan Karyawan Selama melakukan pekerjaan mengolah makanan, karyawan seharusnya meninggalkan kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang dapat menyebabkan pencemaran pada makanan, yaitu: mengunyah, makan, minum, merokok, meludah, bersin atau batuk dan mengenakan perhiasan (cincin, gelang, kalung), arloji, peniti atau perlengkapan lain yang jika terlepas dan jatuh ke dalam makanan dapat membahayakan kesehatan atau mencelakakan konsumen. 108 Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
8. Pengendalian Proses Untuk mengurangi resiko terhadap produksi makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan, perlu dilakukan tindakan pencegahan untuk menjamin mutu dan keamanan pangan melalui pengendalian yang ketat terhadap kemungkinan bahaya yang dapat terjadi pada setiap tahap proses. Perusahaan seharusnya dapat mengendalikan bahaya keamanan yang mungkin timbul pada makanan melalui penerapan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Sistem HACCP merupakan tindakan pencegahan yang efektif terhadap kemungkinan timbulnya bahaya selama tahap-tahap proses produksi makanan. Sistem HACCP seharusnya diterapkan pada seluruh rantai makanan mulai dari produksi primer sampai konsumen akhir. Pengendalian proses dibedakan atas persyaratan untuk setiap jenis produk/makanan dan setiap satuan pengolahan (satu kali proses). Untuk setiap jenis makanan yang diproduksi seharusnya ada petunjuk yang menyebutkan mengenai: a. Jenis bahan yang digunakan meliputi bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta persyaratan mutunya. b. Jumlah seluruh bahan yang digunakan untuk satu kali pengolahan. c. Tahap-tahap proses pengolahan secara terperinci. d. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan sehingga tidak mengakibatkan peruraian, pembusukan, kerusakan dan pencemaran produk akhir. Faktorfaktor proses yang penting meliputi: suhu, waktu, kelembaban, tekanan dan lain-lain. e. Jumlah hasil yang diperoleh untuk satu kali pengolahan. f. Uraian mengenai wadah, label serta cara pewadahan dan pembungkusan. g. Tata cara pemeriksaan bahan, produk antara dan produk akhir. h. Hal lain yang dianggap perlu sesuai dengan jenis produk untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan. Untuk setiap satuan pengolahan (satu kali proses) seharusnya ada petunjuk tertulis yang menyebutkan nama makanan, tanggal pembuatan dan nomor kode, jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan dalam satu kali proses, tahap-tahap pengolahan dan hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
109
pengolahan, jumlah hasil pengolahan dan hal lain yang dianggap perlu. Bahan pengemas termasuk wadah, pembungkus dan gas yang digunakan dalam pengemasan. Penggunaan bahan pengemas yang sesuai dan memenuhi persyaratan akan mempertahankan mutu produk dan melindungi produk dari pengaruh luar. Bahan pengemas atau gas yang digunakan dalam pembungkusan tidak boleh beracun, membentuk/menimbulkan racun atau menimbulkan penyimpangan yang membahayakan kesehatan. Wadah dan pembungkus yang digunakan untuk makanan seharusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Dapat melindungi dan mempertahankan mutu makanan dari pengaruh luar, terutama selama penyimpanan dalam jangka waktu lama. b. Tidak berpengaruh atau menimbulkan reaksi terhadap makanan di dalamnya. c. Dibuat dari bahan yang tidak larut atau tidak melepaskan senyawa-senyawa yang dpat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu makanan. d. Menjamin keutuhan dan keaslian makanan di dalamnya. e. Tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan dan distribusi, yang berarti kemasan tidak mudah penyok, sobek atau pecah selama proses pengolahan atau akibat benturan selama pengangkutan. Wadah yang akan digunakan, sebelumnya dilakukan: a. Pembersihan dan tindakan sanitasi. b. Proses sterilisasi bagi produk yang akan diisi aseptik. Produk akhir yang bermutu baik dan memenuhi persyaratan akan menjamin mutu dan keamanan produk serta meningkatkan kepercayaan konsumen. Produk akhir yang dihasilkan dari proses produksi makanan seharusnya memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan oleh menteri dari segi mutu mikrobiologi, kimia dan fisik serta tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan. b. Produk akhir, yang standar mutu atau persyaratannya belum ditetapkan oleh menteri, persyaratannya dapat ditentukan sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan. 110 Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
c.
Sebelum diedarkan, terhadap produk akhir dilakukan analisis atau pemeriksaan secara organoleptik, fisik, kimia, mikrobiologi dan/atau biologi.
9. Label Pangan Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dengan cara dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan pangan. Pemberian label yang jelas dan informatif memudahkan konsumen untuk memilih, menangani, menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi produk. Persyaratan label makanan adalah sebagai berikut: a. Memenuhi ketentuan yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 69 tahung 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. b. Label makanan sebaiknya dibuat dengan ukuran, kombinasi warna dan/atau bentuk yang berbeda-beda untuk setiap jenis makanan agar produk mudah dibedakan satu sama lain. 10. Penyimpanan Bahan yang digunakan pada proses produksi, baik bahan baku, bahan tambahan maupun penolong harus disimpan dengan cara penyimpanan yang baik karena kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan keamanan makanan. Cara penyimpanan bahan dan produk akhir yang baik adalah sebagai berikut: a. Bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan produk akhir masing-masing disimpan terpisah satu sama lain di dalam ruangan yang bersih, bebas hama, cukup penerangan, terjamin aliran udaranya dan pada suhu yang sesuai. b. Penyimpanan bahan baku/bahan tambahan sebaiknya dilakukan pada suhu seperti yang tertera dalam tabel berikut. Tabel 10.1. Suhu penyimpanan bahan mentah Jenis bahan mentah Daging, ikan, udang Telur dan susu Sayuran, buah dan minuman Tepung, gula dan bahan kering lainnya
3 hari atau kurang -5 sampai 0oC 5 sampai 7oC
Lama penyimpanan >3 hari-1 minggu 1 minggu atau lebih -10 sampai -5oC Kurang dari -10oC -5 sampai 0oC Kurang dari -5oC
10oC
10oC
10oC
25oC
25oC
25oC
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
111
c. Kelembaban ruangan penyimpanan sebaiknya 80-90%. d. Penyimpanan bahan tambahan makanan dilakukan sesuai dengan peraturan yang tercantum pada label. e. Untuk mencegah timbulnya sarang hama, cara penyimpanan bahan mentah sebaiknya tidak langsung menyentuh lantai dan tidak menempel pada dinding serta jauh dari langit-langit. f. Bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan produk akhir diberi tanda dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga: - Jelas dapat dibedakan antara yang belum diperiksa dengan yang sudah diperiksa. - Jelas dibedakan antara yang memenuhi persyaratan dengan yang tidak memenuhi persyaratan. - Bahan yang lebih dahulu masuk seharusnya digunakan terlebih dahulu (first in first out). - Produk akhir yang lebih dahulu diproduksi disarankan diedarkan terlebih dahulu. g. Bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong sebaiknya disimpan dengan sistem kartu dengan menyebutkan: nama bahan, tanggal penerimaan, asal bahan, jumlah penerimaan di gudang, tanggal pengeluaran dari gudang, sisa akhir di dalam kemasan, tanggal pemeriksaan dan hasil pemeriksaan. h. Produk akhir sebaiknya juga disimpan dengan sistem kartu dengan menyebutkan: nama produk, tanggal produksi, kode produksi, tanggal penerimaan di ruang penyimpanan, jumlah penerimaan di ruang penyimpanan, tanggal pengeluaran dari ruang penyimpanan, jumlah pengeluaran dari ruang penyimpanan, sisa akhir, tanggal pemeriksaan dan hasil pemeriksaan. Bahan berbahaya seperti insektisida, pestisida, rodentisida, desinfektan, bahan yang mudah meledak dan bahan-bahan berbahaya lainnya harus disimpan dalam ruangan tersendiri dan diawasi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan atau mencemari bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan produk akhir, serta tidak membahayakan karyawan. Wadah dan pembungkus disimpan secara rapi di tempat yang bersih dan terlindung dari pencemaran supaya dalam penggunaannya tidak mencemari makanan. Label sebaiknya disimpan secara rapi dan teratur sedemikian rupa supaya tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya. 112 Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
Peralatan produksi yang telah dibersihkan dan dikenakan tindakan sanitasi dan belum akan digunakan untuk produksi sebaiknya disimpan sedemikian rupa. Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan dan produk pangan yang diolah. 11. Manajemen Pengawasan Lancar tidaknya kegiatan suatu industri, baik industri berskala kecil, menengah maupun besar sangat ditentukan oleh manajemennya. Manajemen dan pengawasan perusahaan yang baik memberikan jaminan bahwa semua persyaratan telah dipenuhi dan tahap-tahap dalam proses produksi telah dilaksanakan dengan baik, sehingga mutu dan keamanan produk yang dihasilkan dapat terjamin. Manajemen dan pengawasan perusahaan yang diperlukan tergantung dari besarnya usaha, jenis kegiatan serta jenis makanan yang diproduksi. Beberapa persyaratan yang diperlukan yaitu: a. Pimpinan dan pengawas produksi seharusnya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang prinsip-prinsip dan praktek pengolahan makanan yang higienis agar: - Dapat mempertimbangkan resiko bahaya yang mungkin timbul. - Dapat melakukan tindakan pencegahan dan bila perlu dapat melakukan perbaikan yang sesuai. - Dapat menjamin pelaksanaan pengawasan secara efektif. b. Perusahaan yang memproduksi makanan seharusnya menunjuk dan menetapkan penanggung jawab untuk bidang produksi dan pengawasan mutu yang memiliki kualifikasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Sebaiknya penanggung jawab bidang produksi tidak merangkap sebagai penanggung jawab pengawasan mutu. c. Pengawasan terhadap perusahaan dan proses produksi hendaknya dilakukan secara berkala. 12. Pencatatan dan Dokumentasi Perusahaan yang baik mempunyai dokumentasi/pencatatan yang lengkap mengenai hasil produksinya. Pencatatan yang baik bermanfaat bagi perusahaan karena meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk, mencegah produk melampaui batas Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
113
kadaluwarsa serta meningkatkan kredibilitas dan keefektifan sistem pengawasan makanan. Catatan yang teliti dan lengkap sebaiknya disimpan selama suatu periode yang melebihi masa simpan produk. Catatan yang diperlukan mencakup: a. Cara produksi dan tahap-tahap proses pengolahan. b. Jumlah dan tanggal produksi. c. Distribusi yang meliputi tujuan, jumlah dan lain-lain. 13. Pelatihan Karyawan Pada dasarnya pelatihan dan pembinaan merupakan hal yang penting dalam setiap sistem produksi makanan. Kurangnya pelatihan dan pembinaan terhadap karyawan yang mengolah makanan merupakan suatu ancaman terhadap mutu dan keamanan makanan. Pimpinan dan para pengawas pengolah makanan seharusnya mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsipprinsip dan praktek higiene makanan agar dapat menduga resiko yang mungkin terjadi dan bila perlu dapat memperbaiki penyimpangan yang terjadi. Pelatihan karyawan harus dilaksanakan, bukan hanya sampai taraf kognitif tetapi sampai pada perubahan tingkah laku. Oleh karena itu, pelatihan karyawan harus dilakukan secara rutin, berkala dan diawasi terus menerus. Program pelatihan yang diberikan sebaiknya dimulai dari prinsip dasar sampai praktek produksi yang baik, meliputi: a. Pelatihan dasar tentang higiene pribadi dan higiene makanan terhadap petugas pengolah makanan. b. Prinsip dasar faktor-faktor yang menyebabkan penurunan mutu dan kerusakan makanan, termasuk faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembusuk. c. Prinsip dasar faktor-faktor yang mengakibatkan penyakit dan keracunan melalui makanan. d. Cara produksi makanan yang baik, termasuk penanganan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan dan transportasi. e. Pengetahuan tentang masa simpan makanan. f. Petugas yang menangani bahan pembersih kimiawi yang keras atau bahan kimia berbahaya lainnya diberi petunjuk mengenai teknik penanganan yang aman. 114 Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
g. Prinsip-prinsip dasar pembersihan dan sanitasi peralatan dan fasilitas lainnya.
SUMBER PUSTAKA Anonimous,1999. Pedoman Penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik. Disampaikan pada pelatihan Penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik di Propinsi Jawa Barat. Bandung. Anonimous, 2001. Materi Penyuluhan bagi Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Sleman. Sleman. BPOM, 2003a. SK BPOM RI No: HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. Jakarta BPOM, 2003b. Pedoman Penilaian Label Pangan. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. Jakarta. Winarno, F.G. dan Surono,2004. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M-BRIO PRESS. Bogor
Pengolahan Hasil Pertanian, Perikanan dan Kelautan
115