|i KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan segala puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya Laporan Evaluasi kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur untuk tahun 2012 telah selesai disusun. Laporan ini berisi tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai pemerintahan integral dari sistem pemerintahan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, secara
historis
manajemen.
telah
mengalami
Perubahan
berbagai
tersebut,
selain
perubahan tuntutan
pada
tatanan
reformasi
yang
mengharuskan pemerintahan lebih responsif, transparan, akuntabel, juga dipengaruhi oleh berbagai fenomena dan desakan kebutuhan. Seiring dengan perkembangan dinamika organisasi publik, perubahan implementasi otonomi daerah
diharapkan
pemerintahan masyarakat
daerah sehingga
dapat dalam
mengoptimalkan
kinerja
mengakomodasikan
diperlukan
penyelenggaraan
berbagai
kebutuhan
evaluasi kebijakan agar tujuan dari
perencanaan yang telah disusun oleh pemerintah daerah tersebut dapat tercapai. Penelitian
ini
bermaksud
untuk
melakukan
evaluasi
kebijakan
Pemerintah Kabupaten Ngawi di Bidang Ekonomi dan Pembangunan. Evaluasi kebijakan
sebagaimana dimaksud dapat dilihat dari dua dimensi, yakni:
pertama, penguatan kapasitas kelembagaan (capacity building) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan kedua, peningkatan keberhasilan pembangunan
secara
bertahap
di
bidang
sosial,
ekonomi,
politik,
pemerintahan, keuangan daerah ataupun bidang lainnya sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kota/Kabupaten dalam menyusun kebijakan otonomi daerah
ke depan, terutama dalam
mendorong daerah untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan. Laporan ini disusun dan disajikan secara ringkas dengan berharap agar dapat memberikan informasi yang cukup memadai mengenai perkembangan kondisi perekonomian di Kabupaten Ngawi Jawa Timur.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| ii Disadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang berkompeten untuk lebih menyempurnakan laporan ini
pada periode
mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat sebagai bahan acuan dalam perkembangan perekonomian di Kabupaten Ngawi Jawa Timur.
Ngawi,
Oktober 2012
KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN NGAWI
Drs. M. ARIF SUYUDI, M.M. Pembina Utama Muda Nip. 19571207 198503 1 010
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| iii DAFTAR ISI Hal. KATA PENGANTAR .......................................................................................
i
DAFTAR ISI .................................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
v
BAB 1
PENDAHULUAN..............................................................................
1
1.1 Latar Belakang ........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................
3
1.3 Maksud dan Tujuan..................................................................
3
1.4 Sasaran Kegiatan.....................................................................
3
1.5 Keluaran...................................................................................
4
1.6 Lokasi Kegiatan........................................................................
4
1.7 Sistematika Penulisan ..............................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................
6
2.1 Landasan Teori ........................................................................
6
2.1.1 Pengertian dan Kedudukan Otonomi Daerah ...............
6
2.1.2 Kebijakan Otonomi daerah & Pembangunan wilayah....
7
BAB 2
2.1.3 Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) ............ 10 2.1.4 Good Governance ......................................................... 11 2.1.5 Indikator Kinerja Pemerintah Daerah............................. 13 2.1.5.1 Derajat Kesejahteraan umum........................... 13 2.1.5.2 Indikator Bidang Ekonomi ................................ 14 2.1.5.3 Indikator Bidang Pembangunan ....................... 17
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN........................................................... 23 3.1 Ruang Lingkup Kegiatan ......................................................... 23 3.2 Jenis dan Sumber Data............................................................ 23 3.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 23 3.4 Teknik Analisis ........................................................................ 23 3.5 Kerangka Berpikir..................................................................... 24
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| iv BAB 4
PEMBAHASAN................................................................................ 25 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Ngawi........................................ 25 4.1.1 Letak Geografis ............................................................. 25 4.1.2 Demografi ...................................................................... 26 4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Ngawi ..................... 27 4.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat............................................ 28 4.2.1 Kemerataan Ekonomi ................................................... 28
BAB 5
KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI .............................. 44 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 44 5.2 Saran ....................................................................................... 44 5.3 Rekomendasi ………………………………………………... ....... 45
Daftar Pustaka
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
|v DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Karakteristik Good Governance.................................................. 13 Gambar 2.2 Kurva Lorenz............................................................................... 19 Gambar 3.1 Kerangka Berpikir ....................................................................... 24 Gambar 4.1 Peta Kabupaten Ngawi Jawa Timur............................................ 26 Gambar 4.2 PDRB Kabupaten Ngawi Jawa Timur ......................................... 28 Gambar 4.3 PDRB per Sektoral Kabupaten Ngawi Jawa Timur ..................... 30 Gambar 4.4 PDRB per Sektoral Kabupaten Ngawi Jawa Timur ..................... 31 Gambar 4.5 Kondisi per Sektoral Kabupaten Ngawi ..................................... 32 Gambar 4.6 Disparitas Angkatan Kerja dan Lowongan Kerja......................... 34 Gambar 4.7 Peningkatan Sektor Industri ........................................................ 35 Gambar 4.8 Pertumbuhan Inflasi .................................................................... 36 Gambar 4.9 Pertumbuhan Inflasi per Sektoral................................................ 37 Gambar 4.10 Pendapatan per Kapita Penduduk ............................................. 39 Gambar 4.11 Kondisi Kesehatan ...................................................................... 40
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
|1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Penyelenggaraan
pemerintahan
daerah
sebagai
pemerintahan
integral dari sistem pemerintahan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, secara historis telah mengalami berbagai perubahan pada tatanan manajemen penyelenggaraan pemerintahan daerah yang ditandai dengan adanya penyempurnaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang
diteruskan
Undang-Undang
Nomor
32
tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah. Hal ini tentunya menuntut sebuah konsekuensi yang mendorong terjadinya perubahan dalam proses implementasi dengan prinsip otonomi seluas-luasnya di daerah. Perubahan tersebut, selain tuntutan reformasi yang mengharuskan pemerintahan lebih responsif, transparan, akuntabel, juga dipengaruhi oleh berbagai fenomena dan desakan kebutuhan. Seiring dengan perkembangan dinamika organisasi publik, perubahan implementasi otonomi daerah diharapkan dapat mengoptimalkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam mengakomodasikan berbagai kebutuhan masyarakat. Beberapa fungsi penyelenggaraan pemerintahan menurut pasal 14 ayat 1 UU Nomor 32 Tahun 2004 terdapat 16 fungsi (urusan) pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten atau Kota, yakni : perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana umum, penanganan bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, penanggulangan masalah sosial, pelayanan bidang ketenagakerjaan, fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah,
pengendalian
lingkungan
hidup,
pelayanan
pertanahan,
pelayanan kependudukan dan catatan sipil, pelayanan administrasi umum pemerintahan; pelayanan administrasi penanaman modal; penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya, dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Selain itu, pemerintah Kabupaten/Kota juga menjalankan beberapa urusan pilihan. Menurut pasal 14 ayat (2) urusan pemerintahan pilihan di Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
|2 tingkat kabupaten/kota, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dalam penjelasan pasal 14 ayat (2)
urusan pilihan diantaranya:
pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, pariwisata. Merujuk pada tersebut, bahwa daerah otonom memiliki kewenangan yang sangat luas sebagai pencerminan dari prinsip otonomi yang luas. Luasnya kewenangan daerah dapat dikelompokkan dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, keuangan daerah dan permasalahan khusus lainnya. Sebagai implikasi dari luasnya kewenangan dan urusan pemerintah Kabupaten/Kota
sebagaimana
dimaksud,
maka
dalam
menentukan
kebijakannya perlu direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi. Perencanaan pemerintah Kabupaten/Kota dapat kategorikan menjadi tiga, yakni : Pertama, rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD). Kedua, rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Ketiga, rencana kerja pemerintah
daerah
(RKPD).
Untuk
mengukur
keberhasilan
proses
pembangunan di daerah perlu adanya evaluasi guna mengukur tingkat pencapaian pelaksanaan RPJPD, RPJMD, dan RKPD. Karena ketiga dokumen tersebut merupakan dokumen yang menjadi salah satu acuan pelaksanaan pembangunan di daerah. Pelaksanaan evaluasi kebijakan selama ini, sering kali dilakukan oleh pemerintah sendirimelalui instansi-instansi teknisnya, sehingga terkadang hasilnya bias. Bahkan evaluasi kebijakan seringkali terlalu fokus pada pencapaian indikator-indikator normatif dan variabel-variabel statistik semata, sehingga terlihat kaku atau kurang fleksibel terutama dalam menangkap isuisu strategis. Selain itu, evaluasi kebijakan juga lebih banyak dilakukan secara sektoral, sehingga isu-isu yang bersifat multi-sektor tetapi strategis seringkali luput dari perhatian. Memahami dasar dan fenomena tersebut, penelitian ini bermaksud untuk melakukan evaluasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Ngawi di Bidang Ekonomi dan Pembangunan. Evaluasi kebijakan sebagaimana dimaksud dapat dilihat dari dua dimensi, yakni : pertama, penguatan kapasitas kelembagaan (capacity building) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan kedua, peningkatan keberhasilan pembangunan secara Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
|3 bertahap di bidang sosial, ekonomi, politik, pemerintahan, keuangan daerah ataupun
bidang
lainnya
sesuai
dengan
perkembangan
kebutuhan
masyarakat. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kota/Kabupaten dalam menyusun kebijakan otonomi daerah ke depan, terutama dalam mendorong daerah untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan.
1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah performa kinerja Pemerintahan Daerah Kabupaten Ngawi pada periode 2010 – 2011dibidang ekonomi ? 2. Bagaimanakah performa kinerja Pemerintahan Daerah Kabupaten Ngawi pada periode 2010 – 2011dibidang pembangunan ? 3. Bagaimanakah kesesuaian antara pelaksanaan agenda pembangunan dengan Rencana Pembangunan Kabupaten Ngawi pada periode terakhir? 4. Bagaimanakah keberhasilan kinerja SKPD melalui: (a) Target kinerja yang direncanakan sebagaimana termuat dalam Rencana Kerja SKPD; (b) Realisasi kinerja SKPD tahun sebelumnya; dan (c) Seluruh realisasi kinerja SKPD ?
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN Penelitian ini bermaksud untuk melakukan pengumpulan data dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja pembangunan Daerah di Pemerintah Kabupaten Ngawi pada periode terakhir. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk
mendeskripsikan
dan
menganalisis
performa
Kinerja
Pemerintahan Daerah Kabupaten Ngawi pada periode 2010-2011; 2. Mengevaluasi indikator capaian dan keberhasilan kinerja SKPD melalui indikator-indikator ekonomi dan pembangunan.
1.4 SASARAN KEGIATAN Sasaran dari kegiatan Evaluasi kebijakan
Pemerintah Daerah
Kabupaten Ngawi periode 2010 – 2011 adalah untuk mengetahui kinerja Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
|4 yang telah dilakukan oleh SKPD-SKPD serta
penerapan kebijakan
pemerintah daerah di Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur.
1.5 KELUARAN (Output) Keluaran atau output yang dihasilkan dari penelitian ini adalah berupa profil capaian kinerja penyelenggaraan pembangunan daerah sebagai bahan evaluasi kebijakan periodik tahunan dan informasi sebagai bahan acuan dan pertimbangan kebijakan pemerintah dalam pengembangan daerah. Selain itu,hasil laporan dalam penelitian ini juga memuat rekomendasi berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah ditentukan.
1.6 LOKASI KEGIATAN Adapun tempat pelaksanaan kegiatan Evaluasi Kinerja Pengelolaan Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi yaitu diwilayah Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi menjadi enam bagian yang dalam pembahasannya saling terkait, yaitu :
BAB 1 Pendahuluan Bab pendahuluan menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, maksud dan tujuan penelitian, keluaran (output), lokasi kegiatan dan sistematika penulisan.
BAB 2 Tinjauan Pustaka Bab ini akan membahas tentang landasan teori, dan konsep yang terkait dengan penelitian mengenai evaluasi kinerja Pemerintahan Daerah.
BAB 3 Metode Penelitian Bab ini berisikan tentang metode pendekatan yang digunakan, jenis dan sumber data yang digunakan, serta langkah-langkah pengolahan data.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
|5 BAB 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini akan memuat output penelitian mengenai LAPORAN EVALUASI KINERJA Pemerintahan dalam pembangunan daerah.
BAB 5 Kesimpulan dan Rekomendasi Memuat Kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian yang ditarik dari hasil penelitian yang diperoleh.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
|6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian dan Kedudukan Otonomi Daerah Dalam terminologi ilmu pemerintahan dan hukum administrasi negara, kata otonomi ini sering dihubungkan dengan otonomi daerah dan daerah otonom. Otonomi diartikan sebagai pemerintahan sendiri, dan
diartikan
sebagai
kebebasan
atas
kemandirian,
bukan
kemerdekaan. Sedangkan Otonomi Daerah menurut Pasal 1 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pengertian otonomi daerah menurut Pasal 1 ayat (5) UU No.32 Tahun 2004 dapat dijelaskan bahwa : 1. Kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus didaerah dengan keuangan sendiri, menentukan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri, dan pemerintahan sendiri. 2. Pendewasaan politik rakyat lokal dan proses menyejahterakan rakyat. 3. Adanya pemerintahan lebih atas memberikan atau menyerahkan sebagian
urusan
rumah
tangganya
kepada
pemerintah
bawahannya. Sebaliknya pemerintah bawahan yang menerima sebagian urusan tersebut telah mampu melaksanakan urusan tersebut. 4. Pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Menurut Pasal 1 ayat (6) UU No. 32 Tahun 2004, daerah otonom,selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
|7 mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004, pemberian otonomi daerah memiliki empat tujuan. Pertama, pemberian otonomi daerah bertujuan untuk mengikutsertakan dan menyalurkan aspirasi masyarakat kedalam program-program pembangunan baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk mendukung kebijakan nasional tentang demokratisasi. Kedua,pemberian otonomi daerah bertujuan meningkatkan dayaguna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan memperluas jenisjenis pelayanan dalam berbagai kebutuhan masyarakat. Ketiga, pemberian otonomi daerah bertujuan meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat untuk tidak terlalu banyak bergantung kepada pemberian pemerintah dalam proses pertumbuhan daerahnya sehingga daerah memiliki daya saing yang kuat. Keempat, pemberian otonomi daerah bertujuan menyukseskan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat. Tujuan pemberian otonomi daerah dapat tercapai manakala didasarkan pada prinsip-prinsip yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dilaksanakan secara optimal oleh penyelenggara negara baik ditingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota.
2.1.2 Kebijakan Otonomi Daerah dan Pembangunan Wilayah Pembangunan
dalam
bidang
apapun
pada
hakikatnya
menghendaki terjadinya keseimbangan, dan tercermin dalam konsep pemerataan
pembangunan.
Terkait
erat
dengan
idealisasi
pembangunan serta pelaksanaan pembangunan yang berimbang di daerah, maka diterbitkanlah UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua undang-undang ini mengamanahkan pemberian kewenangan (otonomi) oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Otonomi Daerah (OTODA) yang secara universal Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
|8 dikenal sebagai desentralisasi. Dalam Teori pemerintahan modern mengajarkan bahwa untuk mewujudkan good governance perlu dijalankan
desentralisasi
pemerintahan.
Dengan
desentralisasi
pemerintahan maka pemerintahan akan semakin dekat dengan rakyat. Asumsinya pemerintahan yang dekat dengan rakyat, maka pelayanan yang diberikan menjadi lebih cepat, hemat, murah, responsif, inovatif, akomodatif dan produktif. Ryaas Rasyid mengatakan ”the closer givernment, the better it service”.1 Dalam
desentralisasi
terkandung
makna
otonomi
dan
demokratisasi. Dua kata tersebut yakni otonomi dan demokrasi tidak mungkin dipisahkan, hal tersebut ibarat dua sisi mata uang yang satu dan yang lain saling memberi nilai. Desentralisasi juga bukan hanya sekedar proses administrasi politik menyangkut pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah semata, namun yang lebih penting lagi adalah transfer proses pengambilan keputusan (transfer of decisionmaking process)
dalam merencanakan,
melaksanakan
dan
mempercepat seluruh kegiatan pembangunan yang hasilnya ditujukan untuk
kesejahteraan
rakayat
di
daerah
tersebut.
Penerapan
desentralisasi merupakan respon atas gagalnya sistem pembangunan nasional yang sentralistik dan keinginan berbagai daerah untuk mendapatkan manfaat
dan
rasa
keadilan
dalam alokasi hasil
pengelolaan sumberdaya alam. Sistem sentralistik yang diterapkan di Indonesia telah berakhir dengan kondisi anti klimaks ditandai dengan terjadinya krisis ekonomi, sosial, dan politik. Sentralisasi ekonomi dan pemerintahan yang diterapkan oleh pemerintahan orde baru telah banyak menguras sumberdaya alam (SDA) lokal dan mengalirkan keuntungan ekonomi yang diperoleh ke pusat pemerintahan sehingga menimbulkan ketimpangan ekonomi dan sosial di daerah. Indikator hasil pengurasan SDA secara sentralistik di Indonesia ditunjukkan dengan terjadinya kesenjangan ekonomi antara daerah dan pusat, distribusi pendapatan semakin melebar, tingginya tingkat kemiskinan di daerah, kerusakan lingkungan hidup di daerah ,
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
|9 dan lemahnya kelembagaan di daerah. Pelaksanaan OTODA dalam pembangunan wilayah diharapkan dapat mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat, dan mengembangkan fungsi dan peran kelembagaan
(legislatif)
di
daerah.
Asumsinya
adalah
dengan
desentralisasi maka rentang birokrasi semakin pendek, sehingga pembangunan dapat dijalankan lebih terfokus dan tepat sesuai dengan aspirasi dan perkembangan masyarakat serta dinamika pembangunan. Daerah
mendapat kewenangan yang luas dalam pengaturan,
pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya nasional serta perimbangan keuangan
pusat
dan
daerah
secara
berkeadilan.
Kebijakan
desentralisasi yang menitikberatkan pada penyelenggaraan otonomi di suatu daerah, menurut Djohan, 1998 (dalam Kartodihardjo, 2004) pada hakekatnya adalah : 1. Mendekatkan penyelenggaraan dan pelayanan pemerintah dengan masyarakat sehingga kebijakan yang disusun akan lebih sesuai dengan aspirasi masyarakat. 2. Mendekatkan pemerintah dengan situasi dan kondisi kehidupan masyarakat sehingga pemerintah dengan cepat mengetahui dan memantau perkembangan kualitas kehidupan masyarakat 3. Menyesuaikan kebijakan-kebijakan maupun program pemerintah dengan kebutuhan masyarakat baik ekonomi, sosial, politik, budaya, spiritual maupun faktor-faktor lokal/indigeneous lainnya. 4. Menggunakan sistem nilai dan mekanisme sosial yang hidup dan berkembang di masyarakat setempat sebagai rujukan untuk sistem dan mekanisme birokrasi pemerintahan daerah. 5. Mengoptimalkan upaya pengembangan produktifitas sektor-sektor yang
memiliki
keunggulan
komparatif
atau
dominan
di
kabupaten/kota/wilayah untuk dapat dikembangkan secara maksimal bersama-sama perintah daerah. 6. Menciptakan sistem birokrasi pemerintahan daerah yang sesuai dengan kondisi kedaerahan dan karakter penduduknya masingmasing, sehingga akan terwujud suatu manajemen pemerintahan daerah yang berbeda satu sama lain. Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 10 7. Meringankan beban tugas pemerintah (pusat)/instansi vertikal dengan memberikan pelimpahan wewenang kepada daerah dengan tetap memperhatikan azas efisiensi dan efektifitas. 8. Mengutamakan
kepentingan
kabupaten/kota
yang
dapat
menampilkan keunggulan, keistimewaan dan kreatifitasnya. Menurut UU No. 25 Tahun 1999, dalam rangka beberapa peran dan manfaat yang diharapkan dari penerapan desentralisasi antara lain adalah : (a) mempercepat terselenggaranya pelayanan publik dan pengadaan fasilitas kepada masyarakat, sehingga mempercepat pembangunan ekonomi daerah ,(b) alokasi dan distribusi hasil pemanfaatan sumberdaya alam lebih adil dan merata, (c) membuka peluang
berkembangnya
berbagai
daerah
yang
pusat-pusat lebih
pertumbuhan
merata,
(d)
ekonomi
meningkatkan
di
peran
pemerintah daerah dan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara lebih efisien, efektif, dan sesuai dengan dinamika masyarakat di daerah, dan (e) menempatkan posisi pengambil kebijakan lebih dekat dengan kepentingan masyarakat.
2.1.3 Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Undang-undang
Nomor
25
Tahun
2004
tentang
Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir
dengan
Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2008,
mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah
Daerah
berkewajiban
menyusun
perencanaan
pembangunan daerah sebagai satu kesatuan sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah tersebut meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Maksud penyusunan RKPD adalah untuk mewujudkan sinergitas antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 11 pembangunan antar wilayah, antar sektor pembangunan dan antar tingkat pemerintahan serta mewujudkan efisiensi alokasi berbagai sumber daya dalam pembangunan daerah. RKPD tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan perencanaan pembangunan tahunan daerah yang bersumber dari dana Anggaran Pembangunan dan Belanja Daeran (APBD) maupun dana non APBD. 2.1.4 Good Governance Menurut World Bank (2007), Good Governance adalah suatu penyelenggaraan
manajemen
pembangunan
yang
solid
dan
bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang
efisien,
pencegahan
penghindaran korupsi
baik
salah secara
alokasi politik
dana
investasi
maupun
dan
administratif,
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal serta kerangka perpolitikan bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Prinsip-prinsip good governance dapat diuraikan sebagai berikut (Haris, 2005) : 1. Partisipasi Masyarakat Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. 2. Tegaknya Supremasi Hukum Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu termasuk di dalamnya hukumhukum yang menyangkut hak asasi manusia. Penyelenggaraan hukum yang adil memerlukan suatu pengadilan independen dan suatu aparat penegak hukum yang tidak berat sebelah. 3. Transparansi Informasi tersebut tersedia dengan cuma-cuma dan secara langsung dapat diakses oleh masyarakat atau yang berwenang. Jadi dengan kata lain bahwa cukup informasi berkenaan dengan
penyelenggaraan
pemerintah
dan
sebagainya
yang
disiapkan dan disajikan dalam bentuk media yang mudah dan dapat dimengerti. 4. Peduli pada Stakeholder (Responsif) Good governance memerlukan institusi dan proses usaha untuk melayani semua pemerintah di dalam suatu timeframe layak. Oleh karena itu, lembaga-lembaga dan Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 12 seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. 5. Berorientasi
pada
Konsensus
Good
governance
berorientasi
penyelesaian sengketa dengan penengahan kepentingan yang berbeda di dalam masyarakat untuk menjangkau suatu konsensus yang luas dalam masyarakat pada suatu mufakat terbaik masyarakat yang utuh dan cara mendapatkannya. 6. Kesetaraan Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Suatu kesejahteraan masyarakat tergantung pada kepastian bahwa semua anggotanya merasa mempunyai suatu pegangan di dalamnya dan tidak merasa dikeluarkan dari tendensi masyarakat. 7. Efektifitas dan Efisiensi Good governance berarti proses dan produk institusi
yang
dapat
memenuhi
kebutuhan
masyarakat
dan
memanfaatkan sebaik mungkin sumberdaya pada diri mereka. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil
sesuai
kebutuhan
warga
masyarakat
dan
dengan
menggunakan sumberdaya seoptimal mungkin dan memberikan perlindungan lingkungan. 8. Tanggung jawab (Akuntabilitas) Institusi tidak hanya pada bidang pemerintah
saja,
tetapi
juga
sektor
swasta
dan
organisasi
masyarakat sipil harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan kepada kelembangaan yang berwenang. Siapa bertanggungjawab
kepada
siapa
bervariasi,
tergantung
pada
keputusan atau tindakan diambil berupa internal atau di luar suatu organisasi atau institusi. 9. Visi Strategis Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka
juga
harus
memiliki
pemahaman
atas
kompleksitas
kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 13 Karakteristik good governance menurut United Nation (UN) tersebut dapat dilihat dari Gambar 2.1.
Sumber : UN-ESCAP, 2008 Gambar 2.1 Karakteristik Good Governance
2.1.5 Indikator Kinerja Pemerintah Daerah Merujuk pada Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam Hadianto (2006), terdapat tiga indikator yang digunakan untuk evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah di era otonomi daerah periode 1999 – 2003, yaitu : indikator derajat kesejahteraan umum, pelayanan publik dan kehidupan demokrasi lokal.
2.1.5.1 Derajat Kesejahteraan Umum 1. Indikator ekonomi Rata-rata
PDRB/kapita
pertumbuhan
ekonomi
cenderung daerah
meningkat,
meningkat
di
tren awal
penyelenggaraan namun menurun pada tahun berikutnya 2. Indikator sosial Pengangguran terbuka turun dari 6.03% ke 4.13% di awal namun turun di tahun berikutnya hingga 6.97%, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) dari 107 daerah, 59 daerah kategori IKM rendah (<23), 60 daerah kategori IKM menengah (23-25) dan 8 daerah ber IKM tinggi ( > 35). IPM cenderung meningkat namun tidak ada satupun yang memenuhi standar internasional (>80), kesenjangan IPM antara Indonesia Barat-Timur dan lainnya. Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 14 2.1.5.2 Indikator Bidang Ekonomi Pembangunan selalu menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Oleh karena itu diperlukan indikator sebagai tolak ukur
terjadinya
pembangunan.
Dalam
paradigma
tradisional
pembangunan cenderung mengindentikkan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi. Salah satu definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima adalah : Suatu proses dimana pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak timpang (meier,1995:7) Untuk
mencapai
keberhasilan
pembangunan
daerah
diperlukan perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi yang harus dilakukan dengan cermat. Perencanaan dan evaluasi tersebut perlu diukur dengan alat yang tepat/sesuai. Oleh karena data/indikator statistik
itu dibutuhkan
yang mendukung sebagai acuan tolak ukur
keberhasilan.Indikator-indikator ekonomi yang dibutuhkan sedapat mungkin mencerminkan potret atau gambaran riil perekonomian dari suatu
daerah.
Menurut
kriteria
utama
Bank
Dunia
dalam
mengkalisifikasikan kinerja perekonomian suatu wilayah adalah :
A. PDRB ( Produk Domestik Regional Bruto) PDRB
pada
yang dihasilkan oleh
dasarnya merupakan jumlah nilai tambah seluruh
unit usaha dalam suatu daerah
tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan
harga
yang
berlaku
pada
setiap
pendahuluan tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. Cara langsung penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan 3 pendekatan ; Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 15 a. Pendekatan Produksi (production approach) PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Unit-unit tersebut dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu : 1. Pertanian, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri Pengolahan, 4. Listrik, gas dan air, 5. Bangunan, 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran, 7. Pengangkutan dan Komunikasi, 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, 9. Jasa-jasa b. Pendekatan Pendapatan (income approach) PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji (balas jasa tenaga kerja), sewa tanah (balas jasa tanah), bunga modal (balas jasa modal) dan keuntungan (balas jasa kewirausahaan/enterpreneurship),
semuanya
sebelum
dipotong
pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan Pendahuluan pajak tidak langsung netto (pajak tak langsung dikurangi subsidi). c. Pendekatan Pengeluaran (expenditure approach) PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan stok, dan (5) ekspor netto, ekspor netto merupakan ekspor dikurangi impor.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 16 B. Tingkat Pengangguran Tingkat pengangguran menjadi salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang kondisi riil berbagai sektor ekonomi. Indikator ini dapat menjadi alat untuk menganalisis sehat atau tidaknya perekonomian suatu negara. Apabila perekonomian berada dalam kondisi baik, maka tingkat penganggurannya rendah. Tetapi jika perekonomian dalam keadaan lesu, maka tingkat pengangguran meningkat.
C. Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Inflasi Indikator lain sebagai alat ukur keberhasilan ekonomi suatu wilayah
adalah
Indeks
Harga
Konsumen
(IHK)
dan
laju
inflasi.Perubahan IHK merupakan indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk memberikan gambaran tentang laju inflasi suatu daerah/wilayah.Selain itu, IHK juga merupakan salah satu indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk membuat analisis sederhana mengenai perkembangan ekonomi di suatu wilayah/daerah pada periode tertentu. Indeks Harga Konsumen adalah
angka yang
mencerminkan perbandingan nilai konsumsi rumah tangga yang terjadi pada dua periode waktu yang berbeda, dimana turut diperhitungkan pula peranan dari setiap barang/jasa dari paket komoditas sesuai dengan pola konsumsi masyarakat. Dalam ilmu ekonomi inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu). Di sisi lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi. Banyak cara yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan
adalah
Indeks
Harga
Konsumen
(Consumer
Price
Index/CPI) dan Gross Domestic Product/GDP Deflator. Berdasarkan penyebabnya inflasi dapat digolongkan menjadi tiga antara lain :
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 17 a. Inflasi permintaan (demandpullinflation), yaitu
inflasi
yang
timbul
sebagai
akibat
dari
meningkatnya
permintaan agregat dari barang/jasa yang menjadi kebutuhan hidup masyarakat. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment. b. Inflasi penawaran (cost push inflation/supply inflation) yaitu inflasi yang timbul akibat dari bertambahnya biaya produksi yang disebabkan kenaikan biaya bahan baku atau upah. Harga barang-barang naik karena produsen cenderung untuk melimpahkan kenaikan ongkos produksi pada konsumen, sehingga terjadi inflasi. c. Inflasi campuran (mixed inflation), yaitu inflasi yang timbul sebagai akibat gabungan dari kedua sebab di atas.
2.1.5.3 Indikator Bidang Pembangunan Dalam bukunya yang berjudul Pembangunan Ekonomi Todaro (2006) menguraikan beberapa indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu wilayah :
A. Pendapatan Nasional Per Kapita Angka pendapatan nasional bruto per kapita merupakan konsep yang paling sering dipakai sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk di suatu negara. Konsep GNI (Gross National Income) merupakan indikator yang paling umum digunakan mengukur besar-kecilnya aktifitas secara keseluruhan. GNI merupakan interpretasi dari nilai tambah atas segenap kegiatan ekonomi yang dimiliki di dalam negeri maupun di luar negeri tanpa dikurangi oleh depresiasi atas stok modal domestik.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 18 B. Distribusi pendapatan nasional Perlu diketahui bahwa tingkat pendapatan dari semua negara di dunia tidak sama yang sampai batas tertentu terdapat ketimpangan pendapatan (Income Inequality). Baik di negara maju maupun negara berkembang, kesenjangan antara orang kaya dan miskin pasti ada. Untuk
menganalisis
seberapa
besar
ketimpangan
pendapatan terdapat beberapa cara: 1. Indentifikasi Kurva Lorenz dan Indeks Gini Cara untuk mengalisis distribusi pendapatan perorangan adalah membuat kurva yang disebut kurva Lorenz. Dinamakan kurva Lorenz adalah karena yang memperkenalkan kurva tersebut adalah Conrad Lorenz seorang ahli statistik dari Amerika Serikat. Pada tahun 1905 ia menggambarkan hubungan antara kelompok-kelompok penduduk dan pangsa (share) pendapatan mereka. Gambar membuat
di bawah ini menunjukkan bagaimana cara
kurva
Lorenz
tersebut.
Jumlah
pendapatan
digambarkan pada sumbu horizontal, tidak dalam angka mutlak tetapi
dalam
persentase
kumulatif.
Misalnya,
titik
20
menunjukkan 20 persen penduduk termiskin (paling rendah pendapatannya), dan pada titik 60 menunjukkan 60 persen penduduk terbawah pendapatannya, dan pada ujung sumbu horizontal merupakan jumlah 100 persen penduduk yang dihitung pendapatannya. Sumbu vertikal menunjukkan pangsa pandapatan yang diterima oleh masing-masing persentase jumlah penduduk. Jumlah ini juga kumulatif sampai 100 persen, dengan demikian kedua sumbu itu sama panjangnya dan akhirnya membentuk bujur sangkar. Sebuah garis diagonal kemudian digambarkan melalui titik origin menuju sudut kanan atas dari bujur sangkar tersebut. Setiap titik pada garis diagonal tersebut menunjukkan bahwa persentase pendapatan yang diterima sama persis dengan persentase penerima pendapatan tersebut. Sebagai contoh, Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 19 titik tengah dari diagonal tersebut betul-betul menunjukkan bahwa 50 persen pendapatan diterima oleh 50 persen jumlah penduduk. Demikian juga titik 75 atau 25. Dengan kata lain, garis diagonal tersebut menunjukkan distribusi pendapatan dalam keadaan kemerataan sempurna (perfect equality). Oleh karena itu garis tersebut bisa juga disebut sebagai garis kemerataan sempurna.
Sumber : UN-ESCAP, 2008 Gambar 2.2 Gambar Kurva Lorenz
Semakin jauh kurva Lorenz tersebut dari garis diagonal (kemerataan
sempurna),
semakin
tinggi
derajat
ketidakmerataan yang ditunjukkan. Keadaan yang paling ekstrim dari
ketidakmerataan sempurna, misalnya keadaan
dimana seluruh pendapatan hanya diterima oleh satu orang, akan ditunjukkan oleh berhimpitnya kurva Lorenz tersebut dengan sumbu horizontal bagian bawah dan sumbu vertikal sebelah kanan.
Koefisien Gini Suatu
ukuran
yang
lain
mengenai
derajat
ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam suatu wilayah biasa diperoleh dengan menghitung luas daerah antara garis
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 20 diagonal
(kemerataan
sempurna)
dibandingkan dengan luas total
dengan
kurva
Lorenz
dari separuh bujur sangkar
dimana terdapat kurva Lorenz tersebut. Secara matematis rumus koefisien Gini adalah sebagai berikut: n KG = 1 - Σ f (Y 1 i
+ Y ) i+1
i
dimana : KG = Angka Koefisien Gini Xi = Proporsi jumlah rumah tangga kumulatif dalam kelas i Fi = Proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas i Yi = Proporsi jumlah pendapatan rumah tangga kumulatif dalam kelas i Koefisien Gini ini merupakan ukuran ketidakmerataan agregat dan nilainya terletak antara 0 (kemerataan sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan sempurna). Koefisien Gini dari negara-negara yang mengalami ketidakmerataan tinggi berkisar antara 0,50 – 0,70; ketidakmerataan sedang berkisar antara 0,36 – 0,49 ; dan yang mengalami ketidakmerataan rendah berkisar antara 0,20 0,35. 2. Distribusi pendapatan menurut Bank Dunia Pemerataan
pendapatan
ini
diperhitungkan
berdasarkan
pendekatan yang dilakukan oleh Bank Dunia, yaitu dengan mengelompokkan berdasarkan berpendapatan
penduduk
besarnya rendah,
ke
dalam
pendapatan 40%
tiga 40%
penduduk
kelompok penduduk
berpendapatan
menengah, dan 20% berpendapatan tinggi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk. Kategori ketimpangan ditentukan sebagai berikut :
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 21 1. jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan tinggi. 2. jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh
penduduk
antara
12-17
persen
dikategorikan
ketimpangan pendapatan sedang/menengah. 3. jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan rendah.
3. Indeks ketimpangan Williamson (Indeks Ketimpangan Regional) Indeks
ketimpangan
Regional),
adalah
Williamson
indeks
untuk
(Indeks
Ketimpangan
mengukur
ketimpangan
pembangunan antar kecamatan di suatu kabupaten/kota atau antar kabupaten/kota di suatu provinsi dalam waktu tertentu. Rumus menghitung Indeks ketimpangan Williamson :
IW =
(
– )
Dimana : Untuk tingkat kabupaten/kota
Yi = PDRB perkapita di kecamatan I Y = PDRB perkapita rata-rata kab/kota fi = jumlah penduduk di kecamatan i n = jumlah penduduk di kab/kota Untuk tingkat provinsi Yi = PDRB perkapita di kab/kota
C. Kesehatan dan pendidikan Untuk menganalisis keberhasilan pembangunan negara maka digunakan suatu indeks pembangunan manusia sebagai indikator pembangunan dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Salah satu keuntungan terbesar dari HDI adalah indeks ini
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 22 mengungkapkan bahwa suatu negara dapat berbuat jauh lebih baik pada tingkat pendapatan yang rendah dan bahwa kenaikan pendapatan yang besar dapat berperan relatif kecil dalam pembangunan manusia. HDI terdiri dari tiga komponen yakni indeks pendapatan, indeks usia harapan hidup, dan indeks pendidikan (indeks kemampuan
baca
tulis
orang
dewasa
dan
indeks
masa
bersekolah bruto). HDI = (indeks pendapatan) + (indeks usia harapan hidup) + (indeks pendidikan) Lebih jauh, HDI juga mengingatkan bahwa pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan manusia dalam arti luas, bukannya hanya pendapatan yang tinggi tetapi juga terjaminnya kesehatan dan pendidikan.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan studi ini mencakup beberapa hal, antara lain : 1. Inventarisasi
data
sekunder,
berupa
dokumen-dokumen
resmi
pemerintahan serta peraturan perundangan dan kebijakan di bidang pembangunan ekonomi di Kabupaten Ngawi. 2. Melakukan kajian/ studi pustaka berhubungan dengan permasalahan; 3. Melakukan analisis atas data sekunder dengan lebih menekankan pada teknik analitik daripada deskriptif. 4. Membuat laporan hasil evaluasi kinerja Pemerintahan Daerah Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. 5. Menyusun rekomendasi kebijakan.
3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa dokumen resmi pemerintahan, laporan, serta data statistik maupun data non-statistik yang sudah dipublikasi.
3.3 Teknik Pengumpulan data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder, sehingga teknik pengumpulan data yang dilakukan pada umumnya menggunakan metode studi literatur dan analisis substansi dokumen, Surat Keputusan, laporan, data statistik, maupun data non-statistik yang sudah terdokumentasikan.
3.4 Teknik Analisis Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kualitatif.
Analisis dimulai dengan data sekunder
yang
selanjutnya diolah dan dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis disajikan dalam bentuk naratif dan tabel, kemudian diinterpretasikan untuk mendapat kesimpulan
sementara.
Hasil
tersebut
kemudian
diverifikasi
untuk
mendapatkan kesimpulan akhir, dan akhirnya dapat disusun suatu Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 24 informasi tentang tentang hasil evaluasi kinerja Pemerintahan Daerah Kabupaten Ngawi pada periode penelitian.
3.5 Kerangka Berpikir Kinerja pemerintah memiliki cakupan bidang yang luas jika diukur keberhasilannya. Kinerja Pemerintah Daerah
Indikator Ekonomi
Evaluasi Target dan Pencapaian
1. Survey literatur Identifikasi komponen ekonomi makro, indikator pembangunan ekonomi 2. Output indikator keberhasilan pembangunan ekonomi
1. Survei Literatur Identifikasi komponenkomponen yang mewakili penilaian kinerja pemerintah daerah (contoh : deplesi, degradasi, polusi)
Penilaian dan Saran
Penilaian hasil evaluasi dan pemberian saran untuk kinerja pemerintah periode selanjutnya
2. Evaluasi membandingkan kinerja tahun sebelumnya dengan pencapaian tahun terakhir 3. Output Hasil evaluasi kinerja pemerintah daerah bidang ekonomi dan pembangunan
Gambar 3.1 Gambar Kerangka Berfikir
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 25 BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Ngawi 4.1.1 Letak Geografis Kabupaten Ngawi terletak diwilayah barat Propinsi Jawa Timur. Berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi110010’ – 111040’ Bujur Timur dan 7021’ - 7031’ Lintang Selatan. Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Ngawi tahun 2004, secara administrasi wilayah ini terbagi ke dalam 19 Kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km2, dimana sekitar 39 persen atau sekitar 504,8 km2 berupa lahan sawah. Kabupaten Ngawi merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur. Seperti Kabupaten lainnya, unit pemerintahannya dikoordinir langsung oleh kabupaten adalah Kecamatan. Kecamatan di Kabupaten Ngawi dibagi dalam 19 Kecamatan dan 217 Desa/Kelurahan. Kecamatan Karangjati merupakan kecamatan yang memiliki unsur desa/kelurahan yang paling banyak yaitu 17 desa/kelurahan sedangkan Kecamatan yang memiliki jumlah desa yang paling sedikit adalah desa Kecamatan Gerih yaitu hanya memiliki 5 desa/kelurahan. Selanjutnya gambar dibawah ini memperlihatkan petak letak Kabupaten Ngawi sebagai berikut :
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 26
Gambar 4.1 Gambar Peta Kabupaten Ngawi Jawa Timur
4.1.2 Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Ngawi akhir tahun 2011 adalah 911.911 jiwa, terdiri dari 448.424 penduduk laki-laki dan 463.487 penduduk perempuan, dengan sexratio sebesar 96 artinya bahwa setiap 100 penduduk wanita terdapat sekitar 96 penduduk laki-laki. Dibandingkan dengan tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Ngawi bertambah sebesar 17.236 jiwa atau meningkat sebesar 1,92 persen. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Ngawi pada tahun 2011 dapat dikatakan bertambah cukup pesat dibandingkan peningkatan yang terjadi pada tahun 2010 yang hanya sebesar 0,29 persen yaitu bertambah sebanyak 2.624 jiwa. Mayoritas penduduk di kabupaten Ngawi memeluk agama Islam dan minoritas memeluk agama katholik, Kristen, Hindu dan Budha. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar adalah Paron dengan 89.403 jiwa, sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kasreman yaitu 24.292 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk Kab. Ngawi tahun 2010 adalah 688 jiwa/km2, naik sekitar 2 jiwa untuk setiap kilometer persegi dari tahun sebelumnya. Tingkat kepadatan per kecamatan tertinggi adalah Geneng (1905 jiwa/km2) dan tingkat kepadatan terendah adalah Kecamatan Karanganyar (228 jiwa/km2).
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 27 4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Ngawi Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat di amati melalui beberapa indikator makro, diantaranya nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap sektor produksi yang dikenal dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan nilai tambah yang dasar pengukurannya timbul akibat adanya berbagai aktifitas ekonomi dalam suatu wilayah. Data PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat bergantung pada potensi sumber daya alam dan faktor produksinya. Pada tahun 2009 perekonomian di Kabupaten Ngawi mengalami pertumbuhan sebesar 5,65%, PDRB Kabupaten Ngawi tahun 2010 menurut penggunaan yang dihitung berdasarkan harga konstan 2000 mencapai Rp 3.121.821,49 (juta) menunjukkan peningkatan sebesar 6,09 % jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 2.942.602,51 (juta). Dilihat dari komponennya, sektor pertanian masih memiliki kontribusi terbesar dengan nilai Rp 1.145.589,73 (juta) kemudian diikuti sektor Perdagangan, Hotel & Restoran sebesar Rp 923.010,01 (juta) dan sektor jasa-jasa sebesar Rp 412.818,32 (juta). Pertumbuhan tertinggi pada tahun 2010 terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 8,8 2 persen diikuti sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8.09 persen Sampai dengan tahun 2011 perekonomian Kabupaten Ngawi masih didominasi sektor pertanian. Sumbangan sektor ini terhadap total PDRB sampai dengan 2011 sekitar 36,63 %. Tidaklah aneh bila sektor ini menjadi sektor unggulan bagi Kabupaten Ngawi. Namun demikian sumbangan sektor ini dari tahun ke tahun terus menunjukkan penurunan luas
lahannya
walaupun
sebenarnya
secara
produksi
mengalami
pertumbuhan. Sektor lainnya yang memberi sumbangan cukup besar terhadap perekonomian Kabupaten Ngawi adalah sektor perdagangan. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir sumbangan sektor ini selalu di atas 25 % dari total PDRB yaitu sebesar 28,66 %. PDRB
per
kapita
menggambarkan
tingkat
produktifitas
tiap
penduduk, dimana besarannya diperoleh dari PDRB dibagi jumlah Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 28 penduduk pertengahan tahun.Menurut perhitungan atas dasar harga berlaku, pendapatan regional per kapita penduduk Kabupaten Ngawi Tahun 2011 sebesar Rp. 7.547.781,25 meningkat sekitar 7,31% dari tahun 2010
yang
hanya
mencapai
Rp.
7.033.529,80.
Dapat
diartikan
penghasilan penduduk Ngawi tahun 2011 sebesar Rp. 628.981,77. Sedangkan pendapatan regional per kapita atas dasar harga konstan (2000) mencapai Rp 3.251.909,76 meningkat sekitar 1,26 % dari tahun 2010 yang mencapai Rp. 3.211.416,58.
4.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat 4.2.1 Kemerataan Ekonomi Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pembangunan
ekonomi
adalah
melalui pengukuran
pencapaian
indikator makro ekonomi yang masing-masing indikatornya terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen indikator makro tersebut diantaranya adalah: Produk Domestik Bruto (PDRB), laju pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran, PDRB perkapita dan tingkat inflasi. a. Pertumbuhan PDRB Pembangunan ekonomi yang dilakukan sejak tahun terus mengalami kemajuan, hal ini tercermin dari meningkatnya total PDRB setiap tahunnya baik atas dasar berlaku maupun atas dasar konstan. Perkembangan PDRB Kabupaten Ngawi dirinci pada tabel berikut ini: 14% 12% 10% 8%
Atas Dasar Harga Konstan
6%
Atas Dasar Harga Berlaku
4% 2% 0% 2009
2010
2011
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi 2011, diolah kembali Gambar 4.2 Gambar PDRB Kabupaten Ngawi Jawa Timur
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 29 Pertumbuhan PDRB di Kabupaten Ngawi merupakan jumlah dari seluruh nilai tambah dari produk barang dan jasa
yang
dihasilkan akibat dari berbagai aktifitas ekonomi di Kabupaten Ngawi. Pertumbuhan PDRB baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan menunjukkan pola seperti gambar diatas bahwa terdapat peningkatan dari tahun 2009 yang mengidentifikasi bahwa kondisi ekonomi yang terjadi pada tahun 2010 dan tahun 2011 semakin baik, dimana jumlah output yang dihasilkan bertambah sehingga
pendapatan
yang
diterima
oleh
Kabupaten
Ngawi
meningkat. PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Ngawi tahun 2009 yaitu sebesar 6,444,782.83 juta rupiah dan PDRB atas dasar harga konstan sebesar 2,942,602.51 juta rupiah. Jumlah tersebut naik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 Pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 7,245,842.42 dan atas dasar harga konstan sebesar 3,121,821.49 juta rupiah. Kenaikan pada PDRB tahun 2010 tersebut sebesar 6 persen atas harga berlaku dan 12 persen atas harga konstan. Peningkatan tersebut juga terjadi pada tahun 2011 baik pertumbuhan PDRB atas harga berlaku dan atas harga konstan yaitu peningkatannya sebesar 7 persen dan 13 persen. Pola PDRB atas harga berlaku mempunyai kecepatan pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan PBRB atas harga konstan. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku
masih
dipengaruhi
oleh
faktor
harga,
sedangkan
pertumbuhan PDRB atas harga konstan lebih lambat karena PBRB atas
dasar
harga
konstan
adalah
angka
murni
yang
menggambarkan kenaikan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan PDRB total dapat diperoleh dari kontribusi masing-masing sektor ekonomi terhadap total PDRB di suatu daerah, kontribusi baik dari sektor primer, sektor sekunder maupun dari sektor tersier. Hasil tersebut dapat kita lihat melalui gambar dibawah ini.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 30
20% 15% Primer 10%
Sekunder Tersier
5% 0% 2009
2010
2011
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi 2011, diolah kembali Gambar 4.3 Gambar PDRB per Sektoral Kabupaten Ngawi Jawa Timur
Gambar tersebut menunjukkan bahwa, pertama sektor ekonomi primer pada tahun 2010 dan 2011 mengalami penurunan kontribusi terhadap total Melihat
Struktur
pertumbuhan PDRB Kabupaten Ngawi.
perekonomian
di
Kabupaten
Ngawi
masih
didominasi oleh sektor primer yaitu pertanian, hal tersebut menandakan terdapat pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder. Besarnya penurunan kontribusi sektor primer dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mencapai 3 persen.Penurunan tersebut disebabkan oleh perubahan luas lahan pertanian menjadi lahan perumahan akibat pembangunan ekonomi sepanjang tahun 2011. Kedua, sektor sekunder dan sektor tersier memiliki peningkatan kotribusi terhadap total PDRB Kabupaten Ngawi, dimana kenaikan kontribusi sektor sekunder yang meningkat signifikan dari tahun sebelumnya yaitu sekitar 7 persen dan diikuti oleh peningkatan pada sektor tersier sebesar 2-3 persen.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 31
Pertanian
25%
Pertambangan
20%
Industri Pengolahan
15%
Listrik,Gar dan Air
10%
Kontruksi Perdagangan
5%
Angkutan
0% 2009
2010
2011
Keuangan Lain-lain
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi 2011, diolah kembali Gambar 4.4 Gambar PDRB per sektoral Kabupaten Ngawi Jawa Timur
Lebih jauh, analisa mengenai struktur ekonomi suatu wilayah pada
umumnya dapat dillihat melalui pergeseran PDRB sektoral
seperti yang telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya, dimana PDRB sektoral dibagi menjadi sektor primer, sekunder dan tersier. Sektor primer mencakup sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian, sektor sekunder meliputi sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih srta sektor bangunan, sedangkan sektor tersier mencakup sektor perdagangan, hotel dan restaurant, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Ditinjau dari peran setiap sektor berdasarkan data diatas, pada tahun 2010 dan 2011 sektor bangunan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Pada tahun 2009 sektor bangunan hanya sebesar 11 persen dan pada tahun-tahun berikutnya meningkat menjadi 17 persen dan pada tahun 2011 menjadi 20 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Ngawi selama tahun 2010-2011 melakukan peningkatan perbaikan infrastruktur seperti tempat tinggal, gedung, jalan, jembatan, rumah sakit, sekolah dan terminal maupun layanan publik lainnya. Sektor kedua yang mengalami peningkatan adalah sektor industri pengolahan. Sektor industri Kabupaten Ngawi masih didominasi oleh sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Kontribusi sektor ini terhadap Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 32 PDRB Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 dan tahun 2011 yaitu sebesar 13 persen dan 17 persen dari total PDRB Kabupaten Ngawi. Selama tahun 2010 dan tahun 2011 sektor-sektor mengalami
peningkatan
dan
penurunan
dari
yang
tahun-tahun
sebelumnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
25% Pertanian
20%
Perdagangan
15%
Angkutan
10%
Keuangan
5% Listrik,Gar dan Air
0% 2009
2010
Lain-lain
2011
Selama tahun 2010 dan tahun 2011 sektor-sektor
yang
mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini : 25% 20% 15% 10% 5% 0% 2009 Pertambangan
2010 Industri Pengolahan
2011 Kontruksi
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi 2011, diolah kembali Gambar 4.5 Gambar Sektor-sektor di Kabupaten Ngawi yang mengalami peningkatan dan penurunan.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 33 Sektor yangmengalami penurunan yaitu antara lain sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, sektor listrik, gas dan air serta sektor jasa. Sebaliknya sektor yang mengalami peningkatan yaitu meliputi sektor industri pengolahan dan sektor kontruksi, sedang yang mengalami penurunan adalah sektor pertambangan. Indikator lain yang dapat digunakan sebagai acuan kondisi perekonomian suatu wilayah selain pertumbuhan PDRB dari wilayah tersebut adalah sumber daya manusia yaitu tenaga kerja dan kondisi kesempatan kerja. Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan kerja. Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja. Semakin baik kondisi perekonomian suatu wilayah maka peluang kesempatan kerja semakin banyak dan sebaliknya. Kesempatan Kerja (demand for labour adalah suatu keadaan yang menggambarkan/ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja untuk diisi oleh para pencari kerja). Dengan demikian kesempatan kerja dapat diartikan sebagai permintaan atas tenaga kerja. Sementara itu, angkatan kerja (labour force) menurut Soemitro Djojohadikusumo didefinisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif. Berikut ini merupakan grafik yang menunjukkan kondisi angkatan kerja dan ketersediaan lowongan pekerjaan di Kabupaten Ngawi:
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 34 50% 40% 30% 20% 10%
Angkatan Kerja
0%
Lowongan Kerja
-10%
2009
2010
2011
-20% -30% -40% Sumber : BPS Kabupaten Ngawi 2011, diolah kembali Gambar 4.6 Disparitas antara angkatan kerja dan lowongan kerja Kabupaten Ngawi Jawa Timur
Hasil analisis data yang diperoleh
angkatan kerja di
Kabupaten Ngawi pada tahun 2009 yaitu sebesar 455.957 jiwa dan pada tahun 2010 meningkat sebesar 2 persen menjadi 456.678 jiwa. Namun pada tahun 2009 dengan jumlah angkatan kerja tersebut tidak diimbangi oleh kesempatan kerja yang tersedia untuk menampung para pencari kerja karena kesempatan kerja pada tahun 2009 menunjukkan pada level negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi perekonomian pada saat itu berada pada kondisi yang tidak baik. Namun pada tahun-tahun berikutnya yaitu pada tahun 2010 peningkatan angkatan kerja di Kabupaten Ngawi diikuti oleh semakin banyaknya lowongan kerja yang tersedia. Hal seperti itu dapat terjadi karena kondisi perekonomian yang semakin baik dan puncaknya pada tahun 2011. Kondisi perekonomian yang semakin baik di Kabupaten Ngawi dapat dibuktikan dengan meningkatnya sektor industri seperti yang tertera pada grafik dibawah ini.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 35
Sektor Industri 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0%
Sektor Industri
2009
2010
2011
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi 2011, diolah kembali Gambar 4.7 Peningkatan Sektor Industri di Kabupaten Ngawi Jawa Timur
Berdasarkan pada grafik diatas menunjukkan bahwa sektor industri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, meski demikian kenaikan pada sektor industri belum menampakkan kemajuan yang signifikan yaitu sebesar 7 persen. Melihat adanya peningkatan pada sektor industri tersebut, bila diamati dalam 2 tahun terakhir terjadi pergeseran lapangan usaha pekerjaan masyarakat Kabupaten Ngawi
yaitu
dari
sektor
pertanian
ke
sektor
industri
dan
perdagangan.Hal ini bisa dimengerti karena lapangan usaha sektor pertanian semakin berkurang seiring berkurangnya lahan pertanian sementara lapangan usaha sektor industri di pandang semakin prospektif sehingga banyak dibangun infrastruktur fisik yaitu bangunan, perumahan dan pabrik-pabrik. Kenaikan sektor industri dari tahun ketahun diharapkan dapat berkembang dengan baik dan didukung oleh fasilitas dari pemerintah daerah seperti kemudahan peraturan dan perundang-undangan mengenai perindustrian yang mampu mendorong sektor industri menjadi lebih maju dan menjadi sektor penyokong bagi perekonomian di Kabupaten Ngawi di waktu yang akan datang.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 36 Tingkat inflasi PDRB Kabupaten Ngawi Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10 persen setahun, inflasi sedang antara 10 persen - 30 persen setahun, inflasi berat antara 30 persen - 100 persen setahun, dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100 persen setahun. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang
menjadi
tidak
bersemangat
kerja,
menabung,
atau
mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan
swasta
serta
kaum
buruh
juga
akan
kewalahan
menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Untuk mengetahui perkembangan tingkat inflasi yang terjadi diKabupaten Ngawi dapat dilihat pada pola gambar di bawah ini: 10 8 6 Kabupaten Ngawi
4
Jawa Timur
2 0 2008
2009
2010
2011
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi 2011, diolah kembali Gambar 4.8 Pertumbuhan Inflasi di Kabupaten Ngawi Jawa Timur
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 37 Dalam 3 tahun terakhir inflasi PDRB kabupaten Ngawi tertinggi pada tahun 2008 yang mencapai 8,69 persen. Berdasarkan data pada tahun 2008 inflasi pada kondisi yang tinggi dikarenakan terkena dampak dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 2008 yang dipicu oleh ”suprime mortgage” di Amerika Serikat yang berdampak pada sektor investasi. Namun krisis tersebut tidak terlalu berpengaruh
pada
tingkat
pertumbuhan
Kabupaten
Ngawi
dikarenakan konsumsi akhir Kabupaten Ngawi masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Tingkat inflasi pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi sebesar 5,72 persen dan selanjutnya pada tahun 2010 mengalami peningkatan pada level 6,24 persen namun tidak peningkatan yang terjadi tersebut masih rendah. Meski sempat naik dan turun, pada tahun 2011 inflasi PDRB Kabupaten mencapai angka terendah ke level 5,53 persen. Melihat inflasi PDRB yang terjadi di Kabupaten Ngawi masih tergolong inflasi yang rendah karena kenaikan harga yang terjadi kurang dari 10 persen setiap tahunnya. Komponen Inflasi PDRB dapat diperoleh dari kontribusi masing-masing sektor baik dari sektor ekonomi maupun sektor yang lain seperti sektor jasa, sektor listrik, gas dan air. Untuk lebih jelasnya mengenai inflasi sektoral tersebut seperti terlihat pada grafik. Jasa-Jasa
2011
Keuangan dan Persewaan Angkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel dan Restoran
2010
Kontruksi Listrik, Gas dan Air
2009
Industri Pengolahan Pertambangan dan Penggalian
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
Pertanian
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi 2011, diolah kembali Gambar 4.9 Pertumbuhan Inflasi per sektoral di Kabupaten Ngawi Jawa Timur
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 38 Inflasi pada tahun 2009 yang tertinggi diperoleh dari kontribusi sektor listrik, gas dan air dimana sektor ini merupakan sektor yang bekerja
untuk
memenuhi
kebutuhan
seluruh
masyarakat
di
Kabupaten Ngawi sehingga membuat harga meningkat ketika permintaannya tinggi yang pada akhirnya menyebabkan tingkat inflasi pada saat itu tinggi. Sebesar 8,88 persen sektor listrik, gas dan air berkontribusi tinggi dalam menciptakan inflasi dan sektor berikutnya yaitu sektor pertambangan & penggalian dan sektor pertanian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sektor yang memberikan kontribusi besar penyebab inflasi adalah sektor-sektor penunjang pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kabupaten Ngawi. Namun pada tahun-tahun berikutnya yaitu pada tahun 2010 dan 2011, terjadi penurunan pertumbuhan inflasi pada sektor listrik, gas dan air. Sedangkan inflasi yang tinggi pada tahun 2010 dan 2011 diperoleh dari kontribusi
sektor kontruksi dan industri
pengolahan. Inflasi yang tinggi pada sektor tersebut dimungkinkan karena pemerintah daerah membutuhkan dana yang tinggi untuk membiayai
pembangunan
fisik
infrastruktur
di
Ngawi
dimungkinkan
Kabupaten
guna dan
memperbaiki pada
sektor
fasillitas industri
inflasi yang timbul akibat dari bertambahnya biaya
produksi sehingga menyebabkan inflasi tinggi yaitu sebesar 10,62 persen untuk sektor kontruksi dan 9.61 persen untuk sektor indusri. Pendapatan perkapita merupakan gambaran pendapatan yang
diterima
oleh
masing-masing
penduduk
sebagai
keikutsertaannya dalam proses produksi. Berikut merupakan grafik yang menggambarkan tingkat pendapatan perkapita penduduk di Kabupaten Ngawi selama 3 tahun terakhir :
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 39
15% Atas Dasar Harga Konstan
10% 5%
Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan
0% 2009
2010
2011
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi 2011, diolah kembali Gambar 4.10 Pendapatan perkapita di Kabupaten Ngawi Jawa Timur
PDRB per kapita atas harga berlaku berguna untuk menunjukkan nilai PDRB per-kepala atau satu orang penduduk. Sedangkan PDRB per kapita atas harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi perkapita penduduk suatu daerah. PDRB per kapita dihitung berdasarkan pendapatan regional netto atas dasar biaya faktor dibagi dengan jumlah penduduk regional pertengahan tahun. Grafik diatas menunjukkan rata-rata pendapatan perkapita yang diperoleh oleh penduduk di Kabupaten Ngawi berdasarkan harga konstan maupun atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan dari tahun ke tahun meski dapat dilihat peningkatannya tidak begitu besar namun peningkatan tersebut menandakan nilai yang
positif
kesejahteraan
dimana
tingkat
penduduk
pendapatan
meningkat.
Pada
fisik
yang
tahun
berarti
2009
nilai
pendapatan perkapita pendudukan di kabupaten Ngawi menurut harga konstan adalah sebesar Rp 2.860.209,64. selanjutnya pada tahun 2010 bertambah menjadi Rp.3.034.410,48 atau meningkat sebesar 1,00 persen. Pada tahun 2011 meningkat lagi sebesar Rp.3.220.658,80 atau mengalami peningkatan sebesar 0.98 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara berdasarkan harga berlaku pada tahun 2009 nilai pendapatan perkapita penduduk sebesar Rp 7.042.958,83. Kemudian pada tahun 2011 menjadi
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 40 sebesar Rp 8.733.544,07 dan mengalami peningkatan yang sama seperti tahun sebelumnya yaitu sebesar 1 persen. Untuk kondisi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Ngawi, dapat kita lihat dari variabel seperti pendidikan dan kesehatan. Dimana kualitas dari variabel pendidikan dan kesehatan yang baik mencerminkan indeks pembangunan yang positif dari suatu wilayah dan berlaku sebaliknya. Variabel kesehatan meliputi banyaknya balita yang mendapatkan imunisasi, jumlah balita yang memiliki gizi buruk dan banyaknya kematian bayi seperti yang tercermin pada grafik dibawah ini : 120.00% 100.00% 80.00%
Balita yang mendapatkan Imunisasi
60.00%
Balita gizi buruk
40.00%
Angka Kematian Bayi
20.00% 0.00% 1
2
3
Sumber : BPS Kabupaten Ngawi 2011, diolah kembali Gambar 4.11 Kondisi Kesehatan di Kabupaten Ngawi Jawa Timur
Perkembangan
perbaikan
kesehatan
yang
diukur
dari
prosentasi Jumlah balita yang mendapatkan imunisasi di Kabupaten Ngawi menunjukkan adanya peningkatan pada tahun 2011 yaitu sebagian besar balita (98 persen) yang telah di imunisasi. Meskipun pada tahun sebelumnya, tahun 2010 terjadi sedikit penurunan (15%) bayi tidak mendapatkan imunisasi, namun pemerintah daerah Kabupaten Ngawi merasa hal ini penting dan harus dilakukan sehingga pemerintah daerah merealisasikan program tersebut dengan menambah jumlah bayi yang harus mendapatkan imunisasi pada tahun 2011.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 41 Variabel
lainnya
yaitu
kualitas
gizi
bayi
dan
angka
kelangsungan hidup bayi. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik.Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk. Jumlah bayi yang mengalami gizi buruk di Kabupaten Ngawi sangat rendah, yang ditunjukkan hanya 1,02 persen pada tahun 2009. Pada tahun berikutnya, tahun 2010 terdapat penurunan jumlah bayi yang mengalami gizi buruk 0.84 persen dan pemerintah terus mengupayakan usaha perbaikan sehingga pada tahun 2011 menjadi sebesar 0,55 persen. Oleh karena itu, persentase balita gizi buruk diartikan sebagai persentase balita dalam kondisi gizi buruk terhadap jumlah balita. Keadaan tubuh anak atau bayi dilihat dari berat badan menurut umur. Klasifikasi status gizi dibuat berdasarkan standar WHO. WHO (1999)
mengelompokkan
wilayah
yaitu
kecamatan
untuk
kabupaten/kota dan kabupaten/kota untuk provinsi berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok dari seluruh jumlah balita, yaitu : a. rendah
= di bawah 10 %
b. sedang
= 10-19 %
c. tinggi
= 20-29 %
d. sangat tinggi = 30 % sedangkan
Angka
Kelangsungan
Hidup
Bayi
(AKHB)
tercermin dari banyaknya kematian bayi yang terjadi. Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Prosentasi kematian bayi yang terbesar terjadi pada tahun 2009 yang mencapai 24 persen. Banyak faktor - faktor yang dikaitkan dengan penyebab kematian bayi tersebut. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 42 endogen atau yang umum disebut dengan kematian neo-natal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. Angka kematian bayi (AKB) menggambarkan keadaansosial ekonomi masyarakat Kabupaten Ngawi. Dari grafik diatas menggambarkan kondisi sosial masyarakat Kabupaten Ngawi pada tahun 2009 tergolong buruk. Namun demikian terjadi penurunan yang signifikan pada tahun 2010 dan 2011 yaitu sebesar 5 persen dan 2 persen. Penurunan sebesar 20 persen tersebut menunjukkan usaha yang tinggi oleh pemerintah daerah Kabupaten Ngawi untuk meningkatkan kondisi sosial masyarakatnya sesuai program-program yang telah direncanakan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia dari aspek kesehatannya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia selain dari aspek kesehatan juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang ditempuh. Dengan semakin banyaknya program yang direalisasikan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Pemerintah
Kabupaten
Ngawi
memprioritaskan
pembangunan
pendidikan tidak hanya melalui peningkatan dari kualitas pendidikan tetapi juga peningkatan angka partisipasi penduduk Ngawi dalam menempuh jenjang pendidikan. Dalam konteks ini, kegiatan pendidikan yang dicakup adalah kegiatan pendidikan formal baik dibawah Departemen Pendidikan dan di luar Departemen tersebut, yaitu dibawah Departemen Agama. Kegiatan pendidikan meliputi banyaknya sekolah, murid dan guru dirinci menurut jenjang yaitu SD, SMP,SMU/SMKdan Perguruan Tinggi. Salah satu penyebab utama rendahnya angka partisipasi sekolah pada tingkat SMP dan SMA adalah desakan ekonomi. Ada Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 43 desakan bagi anak usia remaja untuk ikut membantu perekonomian keluarga, Rendahnya kualitas sumber daya manusia dapat menjadi salah satukendala untuk produktivitas tenaga kerja di Jawa Timur. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dapat meningkatkan kesempatan masyarakat miskin untuk mengakses peluang ekonomi secara
lebih
menghambat
luas,
sementara
kesempatan
kapasitas
mereka
untuk
yang
lemah
sepenuhnya
dapat meraih
manfaat dari pertumbuhan. Kapasitas manusia itu sendiri bergantung pada dua faktor dasar utama, pencapaian dan akses kepada pendidikan.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 44 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Angka-angka indikator diatas kiranya dapat disimpulkan bahwa kondisi pemerintah kabupaten ngawi pada tahun 2010-2011 mengalami perbaikan. Dalam era kepemimpinan pada tahun tersebut dengan melihat kondisi ekonomi yang diukur dari indikator ekonomi dan pembangunan yang mencakup PDRB, tingkat pengangguran, tingkat iflasi, Pendapatan perkapita, distribusi pendapatan dan indeks pembangunan manusia menunjukkan nilai yang positif. Memang tidak seluruh indikator yang digunakan sebagai acuan namun sebagian besar indikator seperti peningkatan PDRB, tingkat inflasi yang terkendali, penurunan tingkat pengangguran. Meskipun terdapat penurunan pada sektor pertanian yang selama ini menjadi sektor dominan dan berpengaruh besar dalam kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Ngawi, karena pembangunan pada tahun 2010-1011 lebih menekankan pada pembangunan fisik yang meliputi pembangunan dan perbaikan infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan, gedung sekolah dan bangunan fisik lainnya. Hal tersebut juga juga dibuktikan oleh semakin pesatnya pembangunan pabrik dan perumahan.
5.2 Saran Disamping keberhasilan yang telah dicapai oleh Kabupaten Ngawi sebagaimana ditunjukkan oleh fakta-fakta diatas, tentu saja masih masih banyak program dan kegiatan yang hasilnya belum tampak perlu terus dipacu, dipercepat, didorong, dikembangkan, difasilitasi dan dibantu sehingga seluruh masyarakat di Kabupaten Ngawi yang sejahtera lebih cepat terwujud karena Tantangan Perekonomian Daerah Tahun 2012. Perekonomian di Kabupaten Ngawi
secara
langsung
maupun
tidak
langsung
dipengaruhi
oleh
perkembangan saat ini dan yang akan datang, baik pada perkembangan eksternal maupun internal. Perkembangan lingkungan eksternal Kabupaten Ngawi sangat dipengaruhi oleh kebijakan perekonomian Provinsi Jawa Timur dan Nasional sedangkan faktor internalnya dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dan pemerintah. Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 45 Oleh karena itu, tantangan ini harus dapat diatasi secara proporsional melalui penetapan prioritas pembangunan daerah, penetapan rencana kerja dan
pendanaannya,
serta
penataan
hubungan
tata
kerja
dalam
pelaksanaannya, sehingga terjadinya sinergitas dan kebersamaan dari semua stakeholders pembangunan di Kabupaten Ngawi.
5.3 Rekomendasi 1. Perlu
dilakukan
kebijakan-kebijakan
dalam
rangka
mengantisipasi
pergeseran tata guna lahan, agar pertumbuhan sektor primer sebagai unggulan tetap stabil. 2. Perlu dikembangkan sentra-sentra industri pengolahan yang mendukung pengembangan dari sektor primer.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 46
DAFTAR PUSTAKA
Denhardt, Janet V. and Denhardt, Robert B.2003, The New Public Service :Serving, not Steering, New York, M.E. Sharpe, Inc. J.P.G Sianipar, 1999, Manajemen Pelayanan Publik, Jakarta : LAN. Juhanto, Dodik. 2011. Sistem Informasi Pembayaran Rekening Air PDAM Ngawi Menggunakan Visual Basic Dan MYSQL. Yogyakarta: AMIKOM. Kepmen PAN No. 25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum PenyusunanIndeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Kepmen PAN No. 63/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum PenyusunanIndeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993Tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Ngawi Tahun Anggaran 2011. Moenir, A.S. 2001. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Penyertaan Modal Pada Perusahaan Daerah Air Minum. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Perusahaan Daerah Sumber Bhakti. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2010-2015. Siagian, Sondang P., 1994, Patologi Birokrasi, Jakarta : Bumi Aksara. Sukesi. 2011. Analisis Konsekuensi Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Masyarakat (Kajian pada Pengguna Pelayanan Publik Dinas Perhubungan dan LLAJ Provinsi Jawa Timur). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol 12, No 1 : 61-75. Warella, Y. 1997, Administrasi Negara dan Kualitas Pelayanan Publik Pidato
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan
| 47 Pengukuhan jabatan Guru Besar Madya ilmu Administrasi Negara. Semarang, Universitas Diponegoro. www.ngawikab.go.id (Diakses pada tanggal 3 November 2012). www.sumberbhakti.com (Diakses pada tanggal 3 November 2012) Zeithaml, Valarie A., (et.al), 1985, Servqual : A Multiple-Item Scale forMeasuring Consumer Perceptions of Service Quality dalam Journal ofRetailing, Spring. Zeithaml, Valarie A., (et.al), 1990, Delivering Quality Services : BalancingCustomer Perceptions and Expectations, The Free Press, A Division of Macmillan Inc., New York.
Laporan Akhir Kajian Aktual di Bidang Perekonomian dan Pembangunan