KATA PENGANTAR Executive Summary Report kegiatan ”Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan” adalah salah satu rangkaian dari beberapa laporan yang harus dikerjakan oleh konsultan. Laporan ini pada hakekatnya telah menggambarkan data dan informasi dari lokasi studi yang telah dikaji, konsep rumusan naskah akademis pedoman di bidang transportasi penyeberangan, serta buku konsep tersebut. Konsep pedoman di bidang transportasi penyeberangan tersebut meliput; 1)
Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
2)
Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
3)
Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan laut yang digunakan untuk angkutan penyeberangan
4)
Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan laut yang khusus digunakan untuk angkutan penyeberangan
5)
Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan komersial
6)
Pedoman Penempatan kapal penyeberangan sesuai daerah operasi
7)
Pedoman Pengurusan izin pengoperasian kapal penyeberangan
8)
Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat operasi
9)
Pedoman Penempatan kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan perintis
10) Pedoman pengukuran jarak lintas antar pelabuhan penyeberangan pada lintas penyeberangan Konsultan masih menyadari, bahwa substansi Executive Summary Report ini masih belum sempurna seperti yang diharapkan oleh Tim Pengarah dan Tim Pendamping. Berkenaan dengan itu, konsultan mengharapkan adanya masukan yang sifatnya konstruktif tertutama dalam penyempurnaan laporan ini. Jakarta,
November 2012
PT. Diksa Intertama Consultant
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan” BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan transportasi angkutan penyeberangan adalah merupakan salah satu moda transportasi yang sangat dibutuhkan di negera Indonesia. Hal ini, dikarenakan Negara Indonesia terdiri dari berbagai pulau yang jumlahnya sekarang ini mencapai 17.404 buah, yang tersebar di 32 provinsi ( http://id.wiki,2009). Jumlah penduduk di pulau tersebut, relatif cukup banyak, dengan kegiatan sehari beraneka ragam, beberapa di antaranya adalah bergerak di bidang pertanian dan perdagangan. Untuk memenuhi kebutuhan primer penduduk tersebut sebagian besar di datangkan dari pulau lainnya, yang sudah barang tentu membutuhkan transportasi, salah satu di antaranya adalah angkutan penyeberangan. Angkutan penyeberangan merupakan angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya 1
Melihat relatif banyaknya pulau di Indonesia, sudah barang tertentu membutuhkan berbagai moda transportasi, salah satu di antaranya adalah
moda transportasi
angkutan penyeberangan. Dalam kondisi yang demikian, pemerintah tidak mungkin memenuhi secara keseluruhan menyediakan angkutan penyeberangan. Berkenaan dengan itu, , pemerintah memberikan peluang bagi pihak swasta untuk bergerak dalam usaha angkutan penyeberangan. Jumlah kapal angkutan penyeberangan dalam tahun 2007 mencapai 196 unit. Di antaranya memilik PT.ASDP Ferry Indonesia sebanyak 80 unit, dan milik KSO dengan jumlah 2 unit serta milik swasta sebanyak 112 unit (www.hubdat.web.id//Perhubungan Darat Angka – Edisi IV-Maret , 2008 ).
Dalam operasi angkutan kapal penyeberangan perlu dilakukan pembinaan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kelencaran, kenyamanan dan keselamatan. Hal ini telah ditegaskan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dimana dalam pembinaan pelayaran dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat dan diarahkan untuk 1 2
2
; a. memperlancar arus perpindahan
Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 22 ayat (1) Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 5 ayat (6) point a dan b
PT. Diksa Intertama Consultant
I- 1
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan” orang dan/atau barang secara massal melalui perairan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman, dan berdaya guna, dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat; b. meningkatkan penyelenggaraan kegiatan angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim sebagai bagian dari keseluruhan moda transportasi secara terpadu dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jenis angkutan di perairan terdiri atas angkutan laut, dan angkutan sungai dan danau, serta angkutan penyeberangan 3
Berkenaan dengan adanya penjelasan seperti telah disebutkan sebelumnya, maka untuk menjamin adanya keselamatan, keamanan, dan kenyamanan para penumpang, maka diperlukan adanya pedoman penyelenggaraan angkutan penyeberangan. Untuk itu, diperlukan
suatu kegiatan “ Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang
Transportasi Penyeberangan”.
Dari segi regulasi, dasar pelaksanaan kegiatan ‘Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan adalah sebagai berikut; 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran 2. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan 3. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan 4. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian 5. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan 6. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.3 tahun 2005 tentang Lambung Timbul Kapal 7. Peraturan
Menteri
Perhubungan
No.
PM.26
tahun
2011
tentang
No.
PM.26
tahun
2012
tentang
Telekomunikasi Pelayaran 8. Peraturan
Menteri
Perhubungan
Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan 9. Keputusan Menteri Perhubungan No. 53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan 10. Keputusan Menteri Perhubungan No. 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan
3
Undang –Undang No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 6
PT. Diksa Intertama Consultant
I- 2
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan” 11. International Maritime Organization ( IMO ) 12. Navguide IALA
B. Maksud dan Tujuan a. Maksud kegiatan adalah melakukan studi penyusunan pedoman di bidang transportasi penyeberangan b. Tujuan Kegiatan Tujuan dari studi ini adalah merumuskan konsep pedoman di bidang transportasi penyeberangan
C. Hasil Yang Diharapkan Hasil yang diharapka dari kegiatan ini adalah adanya tersusunnya pedoman di bidang transportasi angkutan penyeberangan yang meliputi 10 (sepuluh) konsep pedoman, yaitu: 1)
Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
2)
Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
3)
Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan laut yang digunakan untuk angkutan penyeberangan
4)
Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan laut yang khusus digunakan untuk angkutan penyeberangan
5)
Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan komersial
6)
Pedoman Penempatan kapal penyeberangan sesuai daerah operasi
7)
Pedoman Pengurusan izin pengoperasian kapal penyeberangan
8)
Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat operasi
9)
Pedoman
Penempatan kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan
perintis 10) Pedoman pengukuran jarak lintas antar pelabuhan penyeberangan pada lintas penyeberangan D. Lokasi Studi a. Ambon b. Medan c. Kendari d. Mataram PT. Diksa Intertama Consultant
I- 3
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan” E. Ruang Lingkup Kegiatan
Pedoman di bidang transportasi penyeberangan adalah relative luas, karena itu konsultan memfokuskan beberapa pedoman sesuai dengan ruang lingkup kegiatan yang ditetapkan dalam TOR adalah sebagai berikut; 1)
Pedoman pemeliharaan/perawatan kapal penyeberangan
2)
Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan
3)
Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan laut yang digunakan untuk angkutan penyeberangan
4)
Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan laut yang khusus digunakan untuk angkutan penyeberangan
5)
Pedoman penentuan jumlah kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan komersial
6)
Pedoman Penempatan kapal penyeberangan sesuai daerah operasi
7)
Pedoman Pengurusan izin pengoperasian kapal penyeberangan
8)
Pedoman penanganan kecelakaan kapal penyeberangan pada saat operasi
9)
Pedoman
Penempatan kapal penyeberangan pada lintas penyeberangan
perintis 10) Pedoman pengukuran jarak baring pada lintas penyeberangan
PT. Diksa Intertama Consultant
I- 4
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Diksa Intertama Consultant
I- 5
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” BAB II PEDOMAN DI BIDANG TRANSPORTASI PENYEBERANGAN A. Pedoman Pemeliharaan Kapal Penyeberangan 1. Latar Belakang Penyusunan Undang–Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal
130, dan
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 91. 2. Tujuan penyusunan Tujuannya adalah untuk menjamin kelaiklautan kapal selama beroperasi. 3. Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan konsep pedoman pemeliharaan kapal penyeberangan adalah sebagai acuan kepada pengusaha/operator kapal, nahkoda dan ABK serta pejabat pemeriksa kelaiklauatn kapal dalam kegiatan pemeliharaan kapal. 4. Jangkauan penyusunan Jangkauan penyusunan konsep pedoman ini adalah panduan dan tanggung jawab awak kapal terhadap semua bagian kapal termasuk permesinan dan kelengkapan bantu kapal meliputi; a. Manajemen Pemeliharaan ISM Code b. Survei dan Pengujian Keselamatan Kapal c. Pemeliharaan Bagian Kapal: 1)
pemeliharaan pelat lambung
2)
pemeliharaan ruang penumpang dan sanitary
3)
pemeliharaan sarana tambat
4)
pemeliharaan alat-alat keselamatan
5)
pemeliharaan pemadam kebakaran
6)
pemeliharaan ramp door
7)
pemeliharaan alat navigasi
8)
pemeliharaan mesin induk
9)
pemeliharaan motor bantu
10) pemeliharaan pesawat bantu PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 1
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 11) pemeliharaan departemen radio dan sipil
5. Objek atau arah pengaturan a. Manajemen Pemeliharaan ISM Code 1) Pada Klausul 10.2 ISM Code menyebutkan: Perusahaan harus menjamin bahwa setiap ketidaksesuaian telah dilaporkan dengan kemungkinan penyebabnya
apabila
diketahui
–dan
tindakan
perbaikan
telah
dilaksanakan (Dalam konteks ini “ketidaksesuaian” harus diartikan sebagai kekurangan teknis atau cacat atau kesalahan operasional daripada bagian lambung kapal atau permesinan dan peralatannya/lihat klausul ISM Code). Masalah-masalah yang ditemukan selama inspeksi teknis rutin atau perbaikan, setelah terjadinya kerusakan atau pada kejadian lain harus dilaporkan. Elemen elemen mendasar daripada proses investigasi kerusakan dan kesalahan atau ketidaksesuaian –dapat dikaji pada diagram berikut ini. Perlu diperhatikan bahwa tidaklah mudah untuk melakukan tindakan korektif. Efektifitas tindakan tersebut harus dikaji terlebih dahulu.Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 2
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Gambar 2.1 BLOK DIAGRAM PROSES TINDAKAN KOREKTIF
IDENTIFIKASI MASALAH
PASTIKAN PENYEBABNYA
RUMUSKAN USULAN SOLUSI
EVALUASI USULAN SOLUSI
PILIH SATU
TOLAK SEMUA
USULAN
USULAN
LAKSANAKAN USULAN
EVALUASI EFEKTIFITASNYA
EFEKTIF
TIDAK EFEKTIF
SELESAI
2) Perusahaan pelayaran dalam mengembangkan atau meningkatkan prosedur pemeliharaan –perbaikan diharuskan juga untuk memperhitungkan hal hal tersebut dibawah ini: a) Rekomendasi produsen peralatan permesinan mengenai perbaikan dan spesifikasinya.b) Riwayat peralatan dan permesinan termasuk kelemahan, cacat dan kerusakan serta tindakan PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 3
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” perbaikan yang pernah dilakukan.c) Hasil inspeksi pihak ketiga.d) Usia kapal.e) Identifikasi peralatan permesinan serta sistem yang dinilai kritis.f) Dampak kelemahan-kegagalan peralatan permesinan pada keselmatan opersonil kapal. 3) Penetapan interval (jangka waktu) pemeliharaan-perbaikan. Interval pemeliharaan dan perbaikan harus ditentukan berdasarkan berikut: a) Rekomendasi produsen peralatan-permesinan dan spesifikasinya. b) Prediksi dan determinasi teknik pemeliharaan dan perbaikan (misalnya: analisa minyak lumas dan getaran).c) Pengalaman praktis dalam pengoperasian dan pemeliharaan-perbaikan
kapal dan permesinannya
termasuk kecenderungannya yang merupakan hasil inspeksi rutin dan berdasarkan sifat sifat dan tingkat kegagalan yang pernah terjadi. d) Tingkat pemakaian peralatan : kontinyu, sebentar sebentar, siaga (stand by), atau darurat. e) Batasan operasional atau praktis misalnya: pemeliharaan perbaikan yang harus dilaksanakan di atas dok.f) Interval yang merupakan ketentuan Klasifikasi, konvensi, ketentuan pemerintah dan ketentuan perusahaan dan g) Pengujian reguler untuk peralatan permesinan yang harus selalu siaga (stand by\). 4) Spesifikasi jenis inspeksi dan peralatan ukur yang diperlukan serta tingkat ketepatan dan ketelitiannya. Berikut ini adalah contoh jenis atau tipe inspeksi dan pengujian yang
perlu
dilaksanakan yaitu: a) Visual.b)
Getaran. c)Tekanan. d) Suhutemperature. e) Elektrikal. f) Pembebanan. g) Kekedapan (kedap air). 5) Penugasan personil yang tepat dan bertanggung jawab untuk kegiatan inspeksi. 6) Penugasan personil yang tepat dan bertanggung jawab untuk kegiatan pemeliharaan dan perbaikan. 17)Definisi yang jelas mengenai mekanisme dan persyaratan pelaporan. Dalam hal ini cacatan harus disimpan dan dikelola sebagai bukti terpenuhinya prosedur pemeliharaan – perbaikan serta efektifitasnya dapat dikelompokkan dalam dua kategori utama yaitu: catatan yang diperoleh dari pihak luar meliputi: a) Catatan dan laporan klasifikasi dan sertifikatnya.b) Catatan dan laporan statutori dan sertifikatnya.c) Laporan pemeriksaan pihak Pemerintah bendera kapal.d)Laporan organisasi terkait PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 4
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” lainnya. Kedua adalah catatan yang berasal dari perusahaan sendiri yang meliputi; a) catatan inspeksi rutin atas kapal. b) catatan pekerjaan pemeliharaan perbaikan yang pernah dilaksanakan. c) catatan hasil pengujian peralatan yang senantiasa tersedia dan kritis lainnya.d) catatan hasil pengujian keadaan bahaya dan penghentian darurat.e) catatan kunjungan superintenden dan hasil inspeksinya.f) laporan audit internal dan pihak ketiga.g) laporan ketidaksesuaian, kecelakaan, dan kejadian yang membahayakan, h) catatan mengenai implementasi dan verifikasi pelaksanaan tindakan koreksi dan i) daftar permintaan suku cadang, surat pesanan, pemberitahuan surat pengiriman dan lain lainnya. 18) Pada Klausul 10.3 ISM Code yang menyatakan : “Perusahaan harus menyusun prosedur yang merupakan bagian dari SPPPK (SP-3-K) untuk mengidentifikasi
kemungkinan
terjadinya
kegagalan
operasional
mendadak (tidak terduga) pada peralatan dan sistem teknis yang dapat menimbulkan keadaan bahaya. SP-3-K harus menyiapkan tindakan khusus dan spesifik dengan tujuan menunjukkan kehandalan sebuah peralatan atau system. Prosedur tersebut harus meliputi pengujian secara berkala seperti halnya perlengkapan, permesinan dan sistem teknis yang harus berstatus siaga serta yang tidak beroperasi secara kontinyu” 19) Apabila peralatan-perlengkapan sudah diidentifikasi, pengujian yang tepat dan
sesuai dan prosedur lainnya harus ditetapkan
untuk menjamin
kehandalannya. Di atas kapal terdapat banyak perlengkapan-permesinan dan sistem teknis dimana kegagalan operasionil mendadak dapat menimbulkan keadaan berbahaya dan untuk itu, diperlukan tindakan yang efektif didukung adanya peralatan yang sudah memadai. Tindakan yang tepat harus dilaksanakan. Lebih jelasnya daftar konrol manajemen sistem pemeliharaan dan perbaikan dapat dilihat pada tabel berikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 5
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Tabel 2.2. DAFTAR KONTROL MANAJEMEN SISTEM PEMELIHARAAN - PERBAIKAN No.
PEMERIKSAAN
Yes No
Apakah informasi yang baru/diperbarui mengenai statutory, klasifikasi, peraturan pelabuhan internasional/nasional, 1 peraturan kode industry dan pedomannya selalu diterima tepat waktu dan memadai Apakah pengawasan atau kontrol ditempat untuk menjamin peraturan yang bersifat wajib dan untuk menjamin 2 kesesuaian bahwa kode yang sesuai pedoman dan standar telah diperhitungkan Apakah tanggung jawab petugas dan otoritasnya, baik di kapal 3 dan atau dikantor terlibat dalam pemeriksaan/inspeksi dan aktifitas pemeliharaan-perbaikan telah dirumuskan Apakah aktifitas inspeksi, pemeliharaan-perbaikan dilimpahkan 4 kepada petugas yang tepat terlatih dan berpengalaman Apakah telah dilakukan pemeriksaan atas tersedia atau tidaknya 5 dokumen teknis maupun prosedur serta yang berlaku adalah terbitan terakhir apabila setiap saat dibutuhkan telah dilakukan tindakan untuk menjamin agar dokumen 6 Apakah yang sudah kedaluwarsa tidak digunakan secara tidak sengaja sudah tersedia sistem untuk pelaporan dan analisa cacat, 7 Apakah kecelakaan dan keadaan yang membahayakan jenis dan besarnya cacat dan kecelakaan/kejadian telah 8 Apakah dilaporkan secara jelas, lengkap dan benar prosedur untuk implementasi tindakan korektif dan 9 Apakah verifikasi atas efektifitasnya telah tersedia Apakah catatan pemeliharaan-perbaikan memungkinkan dipakai secara tepat untuk monitoring kronologis pemeliharaan-perbaikan 10 kapal 11 Apakah interval inspeksi telah ditetapkan metode, tipe dan ketelitian inspeksi dan akurasi peralatan 12 Apakah yang akan dipakai telah dibakukan criteria untuk 13 Apakah ditetapkan/dibakukan
penolakan
&
penerimaan
sudah
14 Apakah interval pemeliharaan-perbaikan telah ditetapkan Apakah catatan hasil inspeksi dan pelaksanaan pemeliharaantelah tersimopan dengan baik untuk menunjukkan 15 perbaikan kesesuaian dengan persyaratan perusahaan dan peraturan yang wajib
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 6
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Apakah seluruh perlengkapan peralatan dan sistem teknis yang harus selalu siaga dan jarang difungsikan, dimana 16 termasuk dapat terjadi kesalahan operasional yang akan menimbulkan keadaan yang rawan atau berbahaya Apakah prosedur periizinan untuk bekerja pada tempat yang dimasuki serta risiko yang akan terjadi sewaktu aktifitas inspeksi pemeliharaan-perbaikan dan untuk menjamin 17 dan dilaksanakannya pengawasan yang memadai Apakah hasil analisa informasi pemeliharaan-perbaikan telah 18 tersedia untuk diikutkan dalam pembahasan mengenai efektifitas sistem manajemen oleh para pimpinan armada dan perusahaan
b. Survei dan Pengujian Keselamatan Kapal Pengujian dan pemeliharaan-perbaikan perlengkapan peralatan siaga (stand by) yang jarang dipergunakan harus menjadi bagian dari rencana pemeliharaan perbaikan yang dipersiapkan oleh perusahaan. Berikut ini adalah contoh dari instalasi yang harus diinspeksi dan diuji yaitu: a) Tanda bahaya dan perangkat pemutusan pada keadaan darurat.b) Kehandalan sistem bahan bakar (terutama dalam keadaan bahaya). c) Kehandalan sistem bongkar muat muatan.d) Peralatan perlengkapan keselamatan (pemadam kebakaran dan detector CO-2 dan lainnya). e) Pengujian perangkat sistem kemudi darurat pada saat tiba dan bertolak, jenerator, pompa kebakaran darurat, peralatan komunikasi dan lainnya serta f) Peralatan perlengkapan pemadam kebakaran dan pertolongan bagi menusia. c.
Survey Mempertahankan Kelas Agar kapal dapat terus beroperasi maka sertifikat secara periodik harus dipertahankan salah satunya adalah melalui : SURVEY MEMPERTAHANKAN KELAS (SMK). Dokumen yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan SMK adalah meliputi : a) Permohonan survey.b) Sertifikat Klasifikasi Lambung dan Mesin. c) Sertifikat Instalasi Pendingin (apabila ada). d) Sertifikat Garis Muat.e) Buku Instalasi Bongkar Muat (apabila ada). Dalam rangka menjamin keselamatan, keamanan, kenyamanan dan atau kelaiklautan kapal selama berlayar, salah satu kegiatan yang perlu dilakukan adalah survey periodik dan pemeliharaan. Survey periodik terdiri 6 (enam)
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 7
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” kategori yaitu 1: a.survey tahunan (annual survey), b.survey antara (intermediate survey), c.survey pembaharuan klas (class renewal survey), d.survey pengedokan, e.survey berkala dan pengujian dari sistem penggerak dan sistem pengemudian, f.survey berkala dan uji masing-masing bagian instalasi. Untuk lebih jelasnya masing-masing survey tersebut adalah sebagai berikut; 1) Survey Tahunan Survey tahunan adalah survey periodik yang dilaksanakan setiap tahun sesuai tanggal jatuh temponya dengan rentang waktu (time window) 3 bulan sebelum dan sesudah tanggal jatuh tempo. Sementara Survey periodik untuk sistem otomasi / kendali jauh seperti halnya sistem
otomasi mesin penggerak
utama.Di lain pihak, pemeriksaan lambung adalah meliputi; a) Lambung di atas garis air beserta alat penutupannya (geladk cuaca, ambang dan tutup palkah, palkah kecil, b) Perlengkapan jangkar dan peralatan tambat.c) Semua pintu kedap air pada sekat kedap air terutama rampa dan d) Efisiensi dari sistem pengoperasian manual dan atau otomatis dari pintu anti kebakaran terutama yang berhubungan dengan ruang penumpang’. Perlindungan terhadap bahaya kebakaran dan jalan penyelamatan darurat. Khusus pemeriksaan dan pengujian instalasi mesin dan listrik adalah meliputi: a) Mesin utama dan perlengkapannya.b) Mesin bantu dan generator listrik.c) Kompresor, pompa, peralatan pemindah panas dll. d)
Sistem poros dan baling baling (poros
antara,
dan
poros
baling
baling
sistem
kekedapannya
sejauh
memungkinkan).e) Katup katup laut.f) Jalan penyelamatan darurat. g) Semua susunan pencegahan bahaya kebakaran dan peledakan. h) Semua peralatan utama dan bantu dari kemudi termasuk perlengkapan fasn sistem kontrolnya.i) Peralatan komunikasi antara anjungan, ruang kontrol kamar mesin dan ruang mesin kemudi.j) Pemeriksaan eksternal terhadap bejana tekan termasuk katup keamanan dan manometer (bila ada). k) Pemeriksaan eksternal terhadap ketel uap dan perlengkapannya termasuk peralatan pengaman (bila ada). l) Sumber tenaga listrik utama dan darurat, papan hubung dan peralatan listrik lainnya (termasuk alat control dan peralatan pemindah). m) sistem pemadam kebakaran, deteksi asap beserta perlengkapannya.
1
SOLAS, IMO edisi 2004
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 8
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Pemeriksaan peralatan pemadam kebakaran meliputi: a) Kendali jarak jauh untuk penghentian kipas angin, instalasi mesin serta suplai bahan bakar didalam kamar mesin. b) Alat penutup ventilasi, ruang cerobong gas buang, jendela cahaya, koridor dan terowongan dan c) Sistem pemadam kebakaran, deteksi asap beserta perlengkapannya.
2) Survay Antara Survey Antara dapat dilaksanakan bersamaan dengan Survey Tahunan kedua dan paling lambat pada Survai Tahunan Ketiga. Item survai antara pada dasarnya sama dengan item survai tahunan namun ditambah dengan item survai sebagai berikut: a) Pemeriksaan Tangki Balas, meliputi: (1) Untuk kapal umur di atas 5 tahun s/d 10 tahun. Pemeriksaan internal tangki yang dipilih yang digunakan untuk ballast air laut. Bila pada pemeriksaan tersebut di atas tidak ditemukan cacat pada konstruksi, pemeriksaan dapat dibatasi dengan anggapan bahwa lapisan cat pelindung masih baik. (2) Untuk kapal yang berumur di atas 10 tahun. Pemeriksaan internal seluruh tangki yang digunakan untuk ballast air laut. Bila pada pemeriksaan tersebut di atas tidak ditemukan cacat pada konstruksi, pemeriksaan dapat dibatasi dengan anggapan cat pelindung masih baik. (3) Untuk tangki alas ganda. Bila ditemukan kerusakan yang cukup berarti pada lapisan cat pelindung, korosi atau cacat lainnnya pada tangki balas air laut atau apabila pada saat kapal dibangun tidak digunakan lapisan cat pelindung, maka pemeriksaan dapat diperluas ke tangki ballast lainnya yang sejenis. (3) Apabila ditemukan lapisan cat pelindung rusak dan tidak diperbaiki atau apabila tidak menggunakan lapisan cat pelindung saat kapal dibangun kelas kapal dapat dipertahankan dengan catatan tangki tersebut harus diperiksa internal dan diadakan pengukuran ketebalan pada setiap survai tahunan berikutnya.
b) Pemeriksaan Permesinan Dan Instalasi Listrik, meliputi; (1) Pengukuran tahanan isolasi jaringan (hanya dilakukan pada saat kapal dalam keadaan bebas gas). (2) Pengukuran simpangan poros engkol mesin induk.(3) Pengukuran PT. Sugitek Patih Perkasa
simpangan
poros
engkol
mesin
bantu
(bila II - 9
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” memungkinkan).(4)Pengukuran
tahanan
isolasi
untuk
generator,
elektromotor, papan hubung utama, alat alat listrik dan kabel.(5) Pengukuran ruang main aksial bantalan tekan system poros.(6) Uji coba generator darurat termasuk papan hubungnya (black out tes).(7) Uji coba peralatan udara start dan kontrol botol angin dan (8) Uji operasi secara umum dari instalasi mesin dan listrik 3) Survay Pembaruan Kelas a) Komponen survay kelas Survai pembaruan kelas dikenal dengan SS adalah survai yang dilaksanakan dilaksanakan setiap lima tahun sekali (setiap berakhirnya masa berlaku Sertifikat Klasifikasi) dan dilaksanakan dilates dok.Sementara
Survai
periodik untuk system otomasi/kendali jauh seperti halnya sistem otomasi sistem penggerak utama. Dalam
pembaruan kelas akan dilakukan
pemeriksaan lambung yang meliputi: (1) Lambung di bawah garis air (pelat alas, pelat sisi, linggi haluan dan linggi buritan, kotak laut berserta kelengkapannya, daun kemudi, tongkat kemudi, pena kemudi, pengukuran ruang main bantalan kemudi). (2) Lambung di atas garis air beserta alat penutupannya (pelat sisi, geladak cuaca, ambang dan tutup palkah, rampa, palkah kecil, pintu kedap cuaca dan jendela cahaya, pipa udara, pipa duga,beserta
penutupannya,
kubu
kubu,
ventilasi
udara
beserta
penutupannya, kubu kubu berikut lubang pembebasan, pagar, tingkap sisi dan jendela termasuk penutupannya, pintu muat dan bukaan lainnya yang sejenis pada lambung, ruang muat, geladak kedua, ruang mesin dan lain lain, skaper, pipa pembuangan dan katup, bangunan atas, rumah geladak dan alat penutupannya, kondisi umum tiang agung, dudukan batang derek dan pondasi kran). b) Survay SS( side steel ) ke 4 Untuk SS (side steel) ke-4 dan seterusnya seluruh pelat kulit di atas dan dibawah garis air termasuk pelat lunas dan sea chest, pelat penguat ambang palkah dan tutup palkah, seluruh pelat geladak utama, tiga penampang melintang 0.5 L pada tengah kapal, bagian dalam FPT dan APT, geladak PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 10
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” bangunan atas terbuka yang dipilih (poop, bridge, dan forecastle deck) harus diperiksa dengan alat Ultrasonic Test yang meliputi : (1) Peralatan jangkar dan peralatan tambat. (2) Untuk jangkar dan rantai jangkar harus dikalibrasi. (3)
(4) Semua pintu kedap air termasuk rampa pada sekat
kedap air (bila ada).(5)
Efisiensi dari sistem manual dan atau otomatis
dari pintu anti kebakaran (bila ada). (6) Perlindungan terhadap bahaya kebakaran dan jalan penyelamatan darurat diperiksa. c) Untuk kapal di atas 5 tahun s/d 10 tahun Untuk kapal umur di atas 5 tahun s/d 10 tahun. Pemeriksaan internal untuk dilakukan untuk semua tangki air (air tawar & air laut) dan tangku muatan. Bila pada pemeriksaan tersebut di atas tidak ditemukan cacat pada konstruksi, pemeriksaan dapat dibatasi dengan anggapan bahwa lapisan cat pelindung masih baik, pressure test tangki dapat ditiadakan. Untuk tangki bahan bakar (double bottom) bagian depan dan belakang bila hasil pemeriksaan internal baik, pemeriksaan tangki lainnya dapat diabaikan. Sementara untuk tangki bahan bakar tinggi (FO deep tank), tangki minyak pelumas, dan feed water tank dapat dipilih salah satu tangki, bila hasil pemeriksaan internal baik, tangki yang lainnya dapat diabaikan.
d) Untuk kapal berumur 10 tahun s/d 15 tahun Untuk kapal yang berumur 10 tahun s/d 15 tahun. Pemeriksaan internal dan pressure test seluruh tangki air (air tawar dan air laut). Untuk tangki bahan bakar, minyak pelumas dan feed water tank diperiksa internal dan diuji dengan max working pressure. Untuk semua tangki muatan diperiksa internal dan diuji hidrolik (diisi air sampai bagian atas ambang tangki muatan) atau uji tekan dengan udara (max 0.2 bar).
e) Untuk kapal yang berumur di atas 15 tahun Untuk kapal yang berumur di atas 15 tahun semua tangki harus diperiksa internal secara cermat dan dilaksanakan uji tekan sampai tinggi pipa limpah. Kapal muatan kering umur dilates 15 tahun (berlaku juga untuk ferry). Pemeriksaan internal ruang muat dalam hal kapal ferry ro ro pemeriksaan geladak kendaraan dan rampa. PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 11
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” f) Pemeriksaan mesin dan listrik
Pemeriksaan mesin dan instalasi listrik, meliputi: (1) Mesin utama dan perlengkapannya harus dibuka lengkap dan diperiksa (uji coba mesin utama berikut kelengkapannya setelah mesin utama selesai dirakit kembali). (2) Mesin bantu dan generator listrik harus dibuka lengkap dan diperiksa (uji coba mesin bantu dan generator listrik, setelah mesin bantu dan generator listrik selesai dirakit kembali. (3) Kompressor, pompa, peralatan pemindah panas dll (bagian bagian dari compressor, pompa, peralatan pemindah panas dibuka diperiksa dan diuji coba). (4) Sistem poros dan baling baling (pemeriksaan poros antara, poros baling baling dan sistem kekedapan sejauh memungkinkan, pengukuran ruang main poros baling baling, poros baling baling dicabut dan diperiksa dan pemeriksaan baling baling). (5) Katup katup laut harus dibuka, dirawat dan diperiksa. (6) penyelamatan
darurat.(7)
Pemeriksaan
susunan
Pemeriksaan jalan pencegahan
bahaya
kebakaran dan peledakan. (8) Pemeriksaan semua peralatan utama dan bantu (darurat) dari kemudi termasuk perlengkapannya dan system control. (9) Pemeriksaan peralatan komunikasi antara anjungan, ruang control kamar mesin dan ruang mesin kemudi. (10) Pemeriksaan eksternal & internal serta uji hidrolik 1.5 x tekanan kerja bejana tekan termasuk katup keamanan dan manometer. (11) Pemeriksaan eksternal terhadap ketel uap (apabila ada) dan perlengkapannya termasuk perlengkapan pengaman. (12) Pemeriksaan sumber tenaga listrik utama dan darurat, papan hubung dan peralatan listrik lainnya. (13) Pemeriksaan mesin mesin geladak.
g). Pemeriksaan peralatan pemdam kebakaran; Pemeriksaan peralatan pemadam kebakaran, meliputi: (1) Kendali jarak jauh untuk penghentian kipas angin, instalasi mesin serta suplai bahan bakar didalam kamar mesin. (2)
Alat penutup ventilasi, ruang cerobong gas
buang, jendela cahaya, koridor dan terowongan. (3) Sistem pemadam kebakaran, deteksin asap berserta perlengkapnnya.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 12
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 4) Survey Pengedokan a) Periode Survay pengedokan Dalam satu periode masa berlaku kelas (lima tahunan) kapal harus melaksanakan 2 (dua) kali survai pengedokan yaitu : survai pengedokan I (survai pengedokan antara) dan survai pengedokan II (survai pengedokan SS) dan survai pengedokan II merupakan salah satu item pemeriksaan pembaruan kelas. Khusus untuk kapal penumpang survey pengedokan merupakan salah satu item pemeriksaan survai tahunan (berlaku untuk ferry ro-ro). Tujuan survai pengedokan adalah: (1) Mengetahui kondisi teknis/konstruksi bagian bawah air.(2) Memperpanjang umur pakai kapal.(3) Membersihkan tumbuhan laut yang menempel di badan kapal agar kecepatan kapal tidak menurun.(4) Memenuhi ketentuan dan peraturan tentang keharusan kapal diadakan pengedokan (ketentuan pemerintah/badan klasifikasi).(5) Mengetahui kondisi katup katup laut dan kerangan laut.(6) Mengetahui kondisi poros baling baling dan tongkat kemudi berikut ruang mainnya (clearance). Berdasarkan peraturan kelas, periode pengedokan adalah sebagai berikut: (1) Kapal kelas A 100 setiap 24 bulan maksimal 30 bulan. (2) Kapal kelas A 90 setiap 18 bulan maksimal 24 bulan.(3) Kapal penumpang akomodasi > 12 penumpang setiap 12 bulan (kapal ferry ro-ro).
b) Lingkup Survai Pengedokan adalah: 1) Lambung, (survai alas) meliputi: (1) Pemeriksaan pelat alas dan pelat sisi, termasuk beberapa komponen yang melekat, kotak laut, kemudi, tongkat kemudi, pipa pembuangan dan pipa pengering air (water drain pipes), termasuk juga penutupnya. Untuk SS ke 3 dan seterusnya semua pelat kulit harus diukur ketebalannya. (2) Pemeriksaan sistem kemudi (steering gear), meliputi pelat daun kemudi, flens kopling kemudi, baut pas kemudi, tongkat kemudi, pena kemudi, bantalan dan ruang main kemudi. Bila hasil pengukuran ruang main tongkat kemudi dan pena kemudi sudah mendekati toleransi yang diijinkan atau bila dari hasil pemeriksaan dicurigai adanya kerusakan, maka tongkat kemudi harus dicabut. Sistem kemudi utama dan darurat harus diuji coba operasionalnya. (3) Pemeriksaan perlengkapan yang menempel pada pelat kulit seperti PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 13
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” misalnya bilge keel, shaft bracket jika ada. (4) Pemeriksaan kotak laut dan saringannya berikut baut baut pengikatnya harus dibuka.(5) Pemeriksaan bagian lainnya, seperti terowongan bow thruster (jika dilengkapi). (6) Pemeriksaan jangkar berserta perlengkapan kapal (khusus SS jangkar dan rantai jangkar harus dikalibrasi), tali tambat, pipa urlup dan bak rantai jangkar. 2) Permesinan dan system propulsi permesinan dan sistem propulsi meliputi pemeriksaan poros baling baling, bantalan poros, baling baling, kopling flens. Untuk lebih detil pelaksanaannya sebagai berikut: (1) Pengukuran ruang main bantalan serta kekedapan perapat tabung poros. (2) Pemeriksaan kelurusan dan keretakan pada poros baling baling. (3) Pemeriksaan baling baling untuk memastikan tidak adanya kerusakan, keretakan atau korosi karena adanya kavitasi pada daun baling baling. (4) Pemeriksaan kopling flens dan baut baut pas. 3) Katup katup laut, katup isap dan katup katup buang yang berada dibawah geladak lambung timbul, serta sambungan sambungan pada sistem perpipaannya harus dibuka dan diperiksa dengan tujuan untuk memastikan kondisi dan tingkat keausan katup dan pipa tersebut. 4) Dalam keadaan tertentu tidak bisa naik dok, dapat dilakukan survai bawah air sebagai penundaan survai pengedokan atau usulan pengganti survai pengedokan dengan persetujuan BKI. Survai bawah air harus dilaksanakan pada daerah perairan yang cukup jernih, tenang serta pencahayaan yang cukup, kapal dalam keadaan kosong, dan pelat kulit dibawah garis air dalam keadaan bersih dari hewan dan tumbuhan laut. Survai bawah air harus dilaksanakan oleh perusahaan jasa inspeksi bawah air yang telah disetujui oleh BKI, dibawah pengawasan Surveyor menggunakan kamera bawah air dengan monitor serta sistem komunikasi dan pencatatan. Foto foto dan video hasil pemeriksaan bawah air berikut laporan dari perusahaan jasa inspeksi bawah air diserahkan ke Surveyor lapangan.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 14
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” c) Lingup Survay dibawah air: 1) Umum Secara umum survay dibawah air adalah meliputi ; (1) Pemeriksaan bagian bagian kapal di bawah garis air dibuat dalam interval 6 (enam) bulan baik itu diluar jatuh tempo (secara normal setiap 30 bulan). (2) Survai bawah air diusulkan untuk menunda survai pengedokan sebagai pengganti survai pengedokan dan survai pembaruan kelas tidak melebihi 36 bulan.(3) Untuk kapal berumur kurang dari 15 tahun survai bawah air dapat diusulkan sebagai pengganti survai pengedokan. (4) Foto foto bawah air pada layar monitor harus memberikan informasi teknis yang akurat sedemikian rupa agar surveyor dapat menetapkan bagian bagian / lokasi yang harus diperiksa. (5) Dokumentasi yang sesuai untuk reproduksi video termasuk suara harus tersedia untuk BKI. (6) Rencana dan prosedur survai bawah air dikirim untuk pemeriksaan dan berisi foto foto untuk mengidentifikasi daerah yang disurvai tingkat kebersihan lambung, lokasi pengujian dan untuk pencatatan semua kerusakan yang ditemukan. 2) Pemeriksaan tambahan Pemeriksaan tambahan adalah meliputi ; (1) Dalam hal misalnya diasumsikan bahwa terjadi kandas, maka surveyor dapat meminta agar lambung dibawah garis air diperiksa dari dalam.(2) Dalam hal selama pelaksanaan survai bawah air ditemukan kerusakan yang hanya dapat diperiksa dilates dok atau memerlukan perbaikan segera, maka kapal harus naik dok. (3) Bila cat lapis pelindung dari lambung dibawah air dalam kondisi yang dapat menimbulkan kerusakan karena korosi yang mempengaruhi kelas kapal sebelum pengedokan berikutnya, maka kapal harus naik dok. 5) Survay Periodik Survay periodik terdiri dari ; a)
Survai kerusakan dan perbaikan Survai
kerusakan dan perbaikan terjadi saat lambung kapal, instalasi mesin atau listrik kapal dan atau beberapa perlengkapan khusus yang dikelaskan mengalami kerusakan yang akan mempengaruhi kelas, atau jika mengakibatkan kelas kapal ditangguhkan. b) Survay modifikasi ( perombakan ) dilakukan untuk untuk modifikasi lambung atau mesin kapal, survai dilaksanakan sesuai dengan PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 15
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” ketentuan khusus yang relevan dalam hal prosedur mirip dengan survai penerimaan kelas bangunan baru dengan persyaratan; (1) Permohonan klasifikasi dimasukkan ke BKI dan menggunakan form yang telah disediakan oleh BKI. (2) Gambar gambar agar disampaikan kepada BKI dalam rangkap 3 (tiga) termasuk gambar gambar komponen akan diinstall harus dikirim ke BKI untuk mendapatkan persetujuan. (3) Untuk kepentingan pemeriksaan gambar, BKI berhak memperoleh informasi tambahan. (4) BKI berhak menilai sarana produksi dan prosedur galangan dan pabrik liannya, apakah memenuhi persyaratan konstruksi. (5) Semua material, komponen, peralatan dan instalasi harus memenuhi persyaratan dan diperiksa, bila tidak dapat diperiksa harus disertai dengan sertifikat yang disetujui oleh BKI. (6) Setiap pemeriksaan harus direncanakan dengan kantor BKI terdekat. (7) Untuk pelaksanaan pengujian yang dipersyaratkan, galangan atau pabrik agar memberikan bantuan staf dan peralatan yang memadai. (8) Lambung dan permesinan dan/atau perlengkapan tertentu harus sesuai dengan gambar yang disetujui oleh BKI. (9) Semua pengujian dan percobaan harus dilaksanakan dengan hasil baik dan semua pekerjaan harus memenuhi standard engineering dan persyaratan kelas. (10) Bagian bagian yang dilas harus dikerjakan oleh juru las yang qualified. 6) Survay Otomasi Pemilik/operator kapal mengajukan permohonan survai otomasi terlebih dahulu harus memastikan kondisi di bawah ini dalam keadaan baik. Survay otomasi terdiri dari: a) Pengujian otomasi berkaitan dengan Suplai Tenaga Listrik meliputi : (1) Pengujian pada generator set cadangan, meliputi: (a) Genset cadangan, dapat distart dan terhubung secara otomatis untuk memenuhi kebutuhan listrik utama, apabila suplai listrik dari genset utama padam. (b) Genset cadangan dapat distart dengan kontrol jarak jauh.(c) • Suplai listrik secara otomatis telah terhubung dengan battery (aki). (d) Pengujian kelangsungan suplai tenaga listrik yang dijaga dengan pengoperasian secara terus menerus beberapa genset yang dirangkai secara parallel. (e) Terjadi pemutusan aliran listrik secara otomatis dalam waktu 5 detik jika ada arus yang masuk dan ada
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 16
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” peringatan pada nilai tertentu untuk generator, apabila penggunaan listrik tidak terlalu diperlukan. b) Pengujian otomasi berkaitan dengan motor motor bantu meliputi : (1) Pompa minyak pelumas mesin induk. (2) Pompa minyak pelumas untuk camshaft.(3) Pompa pendingin piston.(4) Pompa pendingin jacket silinder.(5) Pompa sirkulasi untuk sistem pendinginan air tawar.(6) Pompa pendingin katup, pendingin air laut, booster, bahan bakar, minyak pelumas untuk reduction gear.(7) Pompa minyak untuk servo CPP, pendingin jaket, untuk mesin bantu, pendingin air laut.(8)Kompresor udara start.(9)Pompa sirkulasi system pemanas minyak (apabila ada), c) Pengujian ini (butir a) s/d i) di atas harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: (1) Dilengkapi starting dengan kontrol jarak jauh.(2) Secara otomatis terhubung dengan motor cadangan.(3) Dapat distart ulang setelah terjadi kegagalan dan terdapat penerusan power. d) Pompa hidrolis untuk sistem kemudi meliputi : (1) Dilengkapi starting secara kontrol jarak jauh.(2) Dapat distart ulang setelah terjadi kegagalan dan terdapat penerusan power. e) Pompa utama pemadam kebakaran meliputi; (1) Dilengkapi starting secara kontrol jarak jauh. (2) Pengujian sistim komunikasi. (3) Pengujian sistem komunikasi dari brigde ke akomodasi.(4) Pengujian sistem alarm di kamar mesin 7) Survay Poros Baling-Baling dan Tabung Poros Survai yang umunya dilakukan dalam hal ini adalah: a) Pemeriksaan poros baling baling, baut baut kopling poros dan tabung poros.b) Pemeriksaan NDT pada bagian yang bersentuhan dari baling baling.c) Pengukuran ruang main/keausan bantalan tabung poros (sebelum dicabut & setelah dipasang).d) Pemeriksaan (dibuka) sistem kekedapan tabung poros (sealing devices).e) Untuk CPP, gigi pengatur kisar dan bagian bagian yang bekerja dari perlengkapan baut baut daun baling baling diperiksa dengan magnetic partikel test (uji partikel magnet).f) LO tank low level alarm, pengukuran temperatur oli peralatan, sistem pipa LO dan pompa sirkulasi LO.g) Gaya pemasangan poros baling baling tanpa pasak berikut peralatannya. PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 17
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 8) Survay Parsial (survai cicilan)/ survai penundaan (untuk penyesuaian dengan survai pengedokan) Beberapa survay yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah meliputi: a) Survai penundaan (6 bulan untuk bantalan pelumasan air laut dan12 bulan untuk bantalan pelumasan minyak) yang terdiri dari : (1) Pemeriksaan poros baling baling visual dari dalam kamar mesin.(2) Catatan ruang main / keausan dari bantalan tabung poros. (3) Pemeriksaan catatan perawatan dari sistem kekedapan tabung poros.(4) Konfirmasi mengenai pengoperasian putaran motor induk pada putaran yang berakibat getaran torsional.(5) Pemeriksaan sistem pipa pendingin air laut untuk bantalan tabung poros. (6) Uji operasi (kerja) dari LO low level alarm, temperatur oli peralatan, sistem pipa LO dan pompa sirkulasi LO. (7) Survai parsial untuk poros dari jenis bantalan tabung poros pelumasan minyak (penundaan 3 tahun dari tanggal selesai survai) meliputi: (a) Pemeriksaan NDT dengan uji partikel magnet pada bagian fitting baling baling. (b) Ruang main/keausan bantalan tabung poros. (c) Pemeriksaan (dibuka) sistem kekedapan tabung poros (sealing devices). (d) LO low level alarm, peralatan pengontrol temperatur, sistem pipa LO dasn pompa sirkulasi LO.
9) Survai parsial untuk poros dari jenis bantalan tabung poros pelumasan minyak (penundaan 5 tahun dari tanggal selesai survai): Beberapa survay yang dilakukan dalam hal ini adalah: a) Pemeriksaan seperti semua persyaratan pada butir 2 dilates.b) Pengecekan “Catatan sistem monitoring dari bantalan tabung poros dan peralatan sistem kekedapan minyak”. 10) Survay pembaruan Kelas bersampung ( CHS-CMS) Ada dua jenis survai pembaruan kelas bersambung yaitu: a) Survai bersambung lambung (Continuous Hull Survey/CHS), dan b) Survai bersambung mesin (Continuous Machinery Survey/CMS). Survai bersambung lambung dan mesin ini dapat dilaksanakan bersamaan dengan survai jenis lainnya (survai
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 18
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” mempertahankan kelas dan survai khusus). Jangka waktu antara dua survai yang berurutan dari tiap bagian yang disurvai tidak boleh lebih dari 5 tahun. Survai bersambung lambung (CHS) adalah item pemeriksaan survai pembaruan klas lambung yang dilaksanakan secara bertahap sejak setelah melaksanakan SS sampai SS berikutnya. CHS ini dapat diikuti oleh berbagai jenis kapal kecuali kapal tanki minyak/produk minyak, kapal tangki kimia dan kapal curah dengan notasi ESP. Survai bersambung mesin (CMS) adalah item pemeriksaan pembaruan kelas instalasi mesin yang dilaksanakan secara bertahap dan harus selesai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun. Instalasi sistem poros baling baling, ketel uap dan botol angin tidak termasuk item survai CMS dan disurvai terpisah. Sebagian item CMS pemeriksaan pada waktu dibuka lengkap dapat diwakili oleh KKM dengan ijasah minimal ATT-II dan laporan pemeriksaan diserahkan kepada Surveyor pada saat survai (survey confirmation) paling 3 (tiga) bulan setelah pemeriksaan. Sebagian item CMS dapat diwakili kecuali pemeriksaan crank pin & bearing, crank-journal & bearing, crosshead & bearing. 11) Enhanced Survay Programme (ESP) Persyaratan kelas untuk Enhanced Survey Programme (ESP) telah diberlakukan sejak tanggal 1 Juli 1993 untuk kapal tangki minyak dan kapal curah (termasuk pengangkut bijih besi) dan sejak 1 April 1998 untuk kapal tangki kimia. Pada survai berkala pemeriksaan internal, pemeriksaan jarak dekat (close-up survey), pengukuran ketebalan dipersyaratkan sebagai tambahan. lebih jelasnya beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 19
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (1) pemeriksaan kapal dan kelengkapannya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.2.Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan Kapal dan Kelengkapannya Item
Kegiatan
Periode
Pelaksana
Keterangan
Konstruksi Lambung Bottom Plate
Survey Alas
1 Tahun
Klas
Saat Dok
Side Sheel (Pelat Sisi) Survey
1 Tahun
Klas
Saat Dok
Superstructure (Bangunan Atas)
Survey
2 Tahun
Klas
Saat Dok
Lower Deck
Survey
5 tahun
Klas
Saat Dok
Main Deck
Survey
5 Tahun
Klas
Saat Dok
Winchlass
Survey
5 tahun
Klas
Saat Dok
Rantai dan Jangkar
Survey
1 tahun
Klas
Saat Dok
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
(Pelat Alas)
(geladak Utama) (Geladak Kendaraan) Sarana Tambat
Alat-alat Keselamatan
Sekoci dan dewi-dewi
Life jacket
Lifebouy
ILR (liferaft)
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 20
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Pemadam Portable
Instalasi Foam
Permesinan General Overhoul Survey Mesin Induk
Max. tahun
5 Klas
Saat Dok
Gear Box pada Mesin Induk
5 tahun
Klas
Saat Dok
General Overhoul Survey Mesin Bantu
10000 Hs
Klas
Saat Dok
F.O Furifier
survey
5 tahun
Klas
Saat Dok
LO St By Pump M/E & Gear Box
survey
5 tahun
Klas
Saat Dok
Pompa Sanitary dan service air tawar
survey
5 tahun
Klas
Saat Dok
Pompa Pemadam
survey
5 tahun
Klas
Saat Dok
Blower Ventilasi
survey
5 tahun
Klas
Saat Dok
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Survey
Departemen Radio dan Sipil
Transceiver HF-SBB
Alarm tone generator
Radio VHF
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 21
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Survey
1 tahun
Syahbandar
Tergantung masa expire sertifikat
Battery/Accumulator
SART
Portable life boat radio
EPIRB
Watch keeping 2182 khz
Radar
(2) Kelengkapan pemeliharaan dan bangunan atas kapal dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.3.Pelaksanaan Pemeliharaan Lambung dan Bangunan Atas Kapal Kegiatan Pemeliharaan
Periode
Pelaksana
Bottom Plate
Skrap, Meni, Cat
1 Tahun
Dok/Galangan
Laporan Dok
(Pelat Alas)
Ukur ketebalan
5 Tahun
Dok/Galangan
Laporan Dok
6 bulan
Crew
Lap. Perawatan
1 bulan
Crew
Lap. Perawatan
Item
Side sheel Ketok, mani, cat (Pelat sisi) Soaping
PT. Sugitek Patih Perkasa
Dokumentasi
II - 22
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Superstructure (Bangunan Atas)
Ketok, mani, cat
6 bulan
Crew
Lap. Perawatan
Soaping
1 minggu Crew
Lap. Perawatan
Sweep, meni, cat
5 tahun
Dok/Galangan
Laporan Dok
Ketok, meni, cat
1 tahun
Crew
Lap. Perawatan
Pembersihan
Harian
C. Service
Lap. Perawatan
Main Deck
Sweep, meni, cat
5 Tahun
Dok/Galangan
Laporan Dok
(geladak Utama)
Ketok, meni, cat
1 Tahun
Crew
Lap. Perawatan
(Geladak Kendaraan)
Pembersihan
Harian
C. Service
Lap. Perawatan
Ketok, meni, cat
6 bulan
Crew
Lap. Perawatan
Ketok, meni, cat
6 bulan
Crew
Lap. Perawatan
Ketok, meni, cat
6 bulan
Crew
Lap. Perawatan
Pembersihan
Harian
Crew
Lap. Perawatan
Ketok, meni, cat
6 bulan
Crew
Lap. Perawatan
Pembersihan
Harian
C. Service
Lap. Perawatan
Lancarkan
3 Hari
C. Service
Lap. Perawatan
lower Bersihkan, keringkan
3 Hari
C. Service
Lap. Perawatan
3 Hari
C. Service
Lap.
Lower Deck
Forecastle
Poop Deck Passenger Deck
Boat Deck
Drainage Got-got deck
Check saringan
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 23
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Perawatan
Nav. Bridge Deck
Ketok, meni, cat
6 bulan
Crew
Lap. Perawatan
Pembersihan
Harian
Mualim 2
Lap. Perawatan
(3) Pemeliharaan Ruang Penumpang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.4.Pelaksanaan Pemeliharaan Ruang Penumpang dan Sanitary Item
Kegiatan Pemeliharaan
Periode
Pelaksana
Dokumentasi
Lantai
Pembersihan
Harian
C. Service
Lap. Perawatan
Dinding
Soaping
3 Hari
C. Service
Lap. Perawatan
Langit-langit
Soaping
1 Bulan
C. Service
Lap. Perawatan
Tempat duduk
Ketok, mani, cat
6 bulan
C. Service
Lap. Perawatan
- Kaki
Ganti kulit yang 1 tahun rusak
C. Service
Lap. Perawatan
Pembersihan
Harian
C. Service
Lap. Perawatan
Ketok, meni, cat
6 bulan
C. Service
Lap. Perawatan
- Jok
Sanitari
Lebih jelasnya pemeliharaan sarana tambat kapal dapat dilihat pada tabel beikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 24
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Tabel 2.5. Pelaksanaan Pemeliharaan Sarana Tambat Kapal Item
Kegiatan Pemeliharaan
Periode
Pelaksan a
Dokumentasi
Pelumasan & 1 bulan check pengoperasiannya
Crew
Lap. Perawatan
Ketok, mani, cat
6 bulan
Crew
Lap. Perawatan
Pelumasan
1 bulan
Crew
Lap. Perawatan
Ketok, mani, cat
3 bulan
Crew
Lap. Perawatan
Bollard
Ketok, mani, cat
3 bulan
Crew
Lap. Perawatan
Tali-tali
Chek
Setiap saat
Crew
Lap. Perawatan
Rantai dan Jangkar
Cat /Kalibrasi
5 tahun
Galangan
Lap. Docking
Winchlass
Fair lead
` (1) Pemeliharaan Alat-Alat Keselamatan Yang dilakukan Mualim 3/ Mualim 4
Tabel 2.6. Pelaksanaan Pemeliharaan Alat Keselamatan Kapal Item
Kegiatan Pemeliharaan Check Inventaris Cat dewi
Sekoci dan dewi-dewi
Periode
Pelaksana
1 tahun
Crew
lambung/dewi- 1 tahun
Crew
Ganti air minum
1 bulan
Crew
Check sumbat
1 bulan
Crew
Coba motor
1 bulan
Mualim 3 / 4
PT. Sugitek Patih Perkasa
Dokumenta si Checklist Pemeriksaa n sekoci
II - 25
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Check tali pengayut
1 bulan
Crew
Check jacobs ladder
1 bulan
Crew
keeping 1 bulan
Crew
Greased lopor
1 bulan
Crew
Greased roller
1 bulan
Crew
Test Winch
1 bulan
Crew
Periksa kelengkapan 1 bulan dan bersihkan
Crew
Periksa tali dan lampu
1 bulan
Mualim 3 / Check. alat 4 keselamatan
Cat kabel
6 bulan
Mualim 3 / Check. alat 4 keselamatan
Service
1 Tahun
Teknisi
Periksa tali penarik
1 minggu Mualim3
Check. alat keselamatan
Periksa lashing
1 minggu Mualim3
Check. alat keselamatan
Cat dudukan
6 bulan
Crew
Lap. Perawatan
Periksa kondisi
1 bulan
Mualim 3
Lap. Perawatan
Periksa kelengkapan, 1 bulan periksa expire date
Mualim 2
Lap. Perawatan
Periksa / rapikan
Mualim 3
Lap. Perawatan
Greased block
Lifejacket
Check. alat keselamatan
Lifebouy
ILR
Isyarat Cerawat / asap Obat-obatan
Line throw
PT. Sugitek Patih Perkasa
1 bulan
Lap. Service
II - 26
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Tabel 2.7 Pelaksanaan Pemeliharaan Alat Pemadam Kebakaran Kapal Jenis Pemadam portable
Kegiatan
1 tahun
Dokumentasi
Teknisi
Catatan Service
Mualim 4
Laporan Perawatan
Mualim 4
Dry Chemical
Periksa kondisi, 1 bulan tanggal inspeksi terakhir, test fungsi
Laporan Perawatan
Hydrant
Periksa kondisi, test 1 bulan fungsi
Mualim 4
Catatan Latihan
Mualim 4
CO2
Periksa kondisi, 1 bulan periksa tanggal inspeksi terakhir, test fungsi
Laporan Perawatan
Slang + Nozzle
Periksa kondisi dan 1 bulan kelengkapannya, test fungsi
Mualim 4
Laporan Perawatan
Test cairan
1 tahun
Syahbandar
Catatan Service
Test pompa
1 bulan
Masinis 3
Catatan Latihan
Test sliding door
1 bulan
Masinis 3
Catatan Latihan
Rawat Sliding door
1 bulan
Masinis 4
Laporan Perawatan
Rawat Katup blower
1 bulan
Crew
Laporan Bulanan
Greased
1 bulan
Crew
Laporan Perawatan
Test buka tutup
1 bulan
Crew
Laporan Perawatan
Mualim 4
Laporan Perawatan
Instalasi Foam
Service ulang
Periode Pelaksanaan
Periksa tanggal inspeksi terakhir, test 1 bulan fungsi
W S door
Baju tahan api
Periksa kondisi dan 1 bulan kelengkapannya
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 27
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Periksa kondisi
1 bulan
Mualim 4
Check isi pasir
1 bulan
Mualim 4
Laporan Perawatan
Kotak Pasir
Tabel 2.8. Pelaksanaan Pemeliharaan Ramp door Kapal Jenis
Kegiatan
Periode
Pelaksanaan
Dokumentasi
Keping Blok
Greased
3 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Wire Rope
Greased
3 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Plunger
Greased
3 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Engsel
Greased
3 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Seal / Packing
Check Kondisi
Setiap dioperasikan
Crew
Lap. Bulanan
Tabel 2.9. Pelaksanaan Pemeliharaan Alat-alat Navigasi Kapal Peralatan
Kompas Standar
Radar
Kegiatan
Periode
Pelaksanaan
Dokumentasi
Kalibrasi
1 tahun
Kalibrator
Catatan kalibrasi
Bersihkan reflektor
1 bulan
Mualim 2
Lap. Perawatan Bulanan
Periksa cairan
1 bulan
Mualim2
Soaping Scanner
1 bulan
Mualim 2
Greased motor
1 bulan
Mualim 2
baut 1 bulan
Mualim 2
Cursor dibersihkan
1 bulan
Mualim 2
CRT bersihkan
1 bulan
Mualim 2
Check scanner
PT. Sugitek Patih Perkasa
Laporan Perawatan Bulanan
II - 28
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Echo Sounder
Peta - peta
Check transciever
1 tahun
Mualim 2
Lap. Perawatan
Bersihkan layar
1 bulan
Mualim 2
Laporan Perawatan
Check kertas
1 bulan
Mualim 2
Dikoreksi
Setiap saat
Mualim2
Catatan Peta
Koreksi
Harian
Perwira radio
Catatan Koreksi Chronometer
Check Batteray
1 bulan
Mualim 2
Lap. Perawatan
Periksa inventaris/ 1 bulan bersihkan
Mualim 2
Lap. Perawatan
Chrono meter
Bendera
Koreksi
Tabel 2.10. Pelaksanaan Pemeliharaan Mesin Induk Kapal Jenis
Kegiatan
Periode
Pelaksanaan
Dokumentasi
Top Overhoul
Survey
1500 jam
Crew
Berita Acara
Injector
Test/set tekanan
3000 jam
Crew
Lap. Bulanan
Klep/katup
Set clereance
1500 jam
Crew
Lap. Bulanan
Check level
Harian
Crew
Lap. Bulanan
Ganti LO baru
1000 jam
Crew
Ganti LO filter
2000
Crew
LO. Charter
Bosch Pump
Service timing
/
check 6000 jam
Crew
Lap. Bulanan
1 bulan
Crew
Buku harian
1000 jam
Crew
Lap. Bulanan
Overhoul / survey
10000 Hs
KKM/OS
Lap. Survey
Check pelumas
1000 jam
Crew
Buku Harian
Check deflection
6000 jam
Crew
Berita Acara
Cuci filter Turbo Charger Ganti LO
Crank Shaft
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 29
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Govenor
Carn Shaft
Periksa shaft drive
1 bulan
Crew
Buku harian
Ganti LO
6000 jam
Crew
Lap. Bulanan
Kalibrasi
5 tahun
Teknisi
Berita Acara
Periksa
1000 jam
Crew
Buku Harian
Cuci
2 hari
Crew
Buku Harian
Ganti Baru
3000 jam
Crew
Lap. Bulanan
FO. Filter
F.W Pump
Cek seal tekanan
dan Tiap hari
Crew
Buku Harian
S.W Pump
Cek seal tekanan
dan Tiap hari
Crew
Buku harian
Intercooler
Dicuci press
Crew/Dock
Lap. Bulanan
Plummer Block
Gear Box
LO Cooler
&
ditest 10000 Hs
Cek pelumas
Tiap hari
Crew
Buku harian
Ganti LO
5000 jam
Crew
Lap. Bulanan
Cuci LO filter
1 bulan
Crew
Buku harian
Overhoul
1 tahun
Kontraktor
Berita Acara
Tubing pipe check
2 bulan
Crew
Buku harian
Tabel 2.11. Pelaksanaan Pemeliharaan Motor Bantu Kapal Jenis
Kegiatan
Periode
Dokumentasi
Crew
Berita Acara
General Overhoul
Bongkar mes
Top Overhoul
Bongkar/pasang mes
10000 Hs
Crew
Berita Acara
Injector
Kalibrasi
10000 Hs
Teknisi
Lap. Kalibrasi
LO. Carter
Check LO level
Harian
Crew
Buku Harian
PT. Sugitek Patih Perkasa
/pasang 10000 Hs
Pelaksanaa n
II - 30
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” LO filter
Ganti baru
1500 jam
Crew
Buku Harian
Cuci
3 hari
Crew
Buku Harian
Ganti baru
1500 jam
Crew
Buku Bulanan
Bersihkan
2 bulan
Crew
Buku Harian
Bersihkan filter
3 hari
Crew
Buku Harian
Kalibrasi
1 tahun
Teknisi
Berita Acara
SW Pump
Dibersihkan
2 bulan
Crew
Buku Harian
Mechanic Harian
Crew
Buku Harian
FW Pump
Check seal
Harian
Crew
Buku Harian
Check level air accu Harian
Crew
Buku Harian
Check accu charger Harian
Crew
Buku Harian
Check beban/pararel
Harian
Crew/ Electricien
Buku Harian
Bersihkan Exiter
1 minggu
Electricien
Buku Harian
Megger test
1 bulan
Electricien
Lap. Bulanan
Electricien
Lap. Harian
Lap. Harian
FO filter
FW Cooler
PT. Pump
Check connection
Accu
Switch Board
Alternator
A/E Darurat
Check kabel
Instalasi 1 minggu
Check rectifier
1 minggu
Electricien
Pemanasan
1 minggu
Crew / Buku Harian Electricien
Lebih jelasnya pelaksanaan pemeliharaan pesawat bantu kapal dapat dilihat dalam tabel berikut
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 31
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Tabel 2.12. Pelaksanaan Pemeliharaan Pesawat Bantu Kapal Jenis
Mesin Kemudi
Kompresor Udara
Air Condition
Pompa pendingin AC
Motor sekoci
Oil Water Separator
Pompa G/S, Ballast dan
Kegiatan
Periode
Pelaksanaan
Dokumentasi
Check Oil level
Harian
Crew
Buku Harian
Check Electr System
Harian
Electricien
Buku Harian
Check Hydraulic eq.
Harian
Crew
Buku Harian
Check Oil level
4 jam
Crew
Buku Harian
Ganti Oli
1 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Bersihkan klep-klep
1 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Ganti bearing motor
1 tahun
Crew
Lap. Bulanan
Check tekanan Freon
4 jam
Crew
Buku Harian
Sogok cooler
3 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Ganti bearing motor
1 tahun
Crew
Lap. Bulanan
Cici evaporator
6 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Check inst. listrik
Harian
Electricien
Buku Harian
Grease pompa pend.
1 minggu
Crew
Buku Harian
Ganti Bearing
1 tahun
Crew
Lap. Bulanan
Ganti Mekanik seal
1 tahun
Crew
Lap. Bulanan
Check RO level
1 minggu
Crew
Buku Harian
Check LO level
1 minggu
Crew
Buku Harian
Pemanasan motor
1 minggu
Crew
Buku Harian
Check V. belt
1 minggu
Crew
Buku Harian
Ganti bearing motor
1 minggu
Crew
Buku Harian
Bersihkan saringan
1 minggu
Crew
Buku Harian
Ganti karet kopling
1 tahun
Crew
Lap. Bulanan
Cek mekanical seal
1 minggu
Crew
Lap. Bulanan
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 32
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Bilge
Ro ro Equipment
Ganti bearing pompa
1 tahun
Crew
Lap. Bulanan
Ganti bearing motor
1 tahun
Crew
Lap. Bulanan
Check inst. listrik
1 bulan
Electricien
Lap. Bulanan
Check Oil Level
2 hari
Crew
Buku Harian
Check Inst Listrik
1 minggu
Electricien
Buku Harian
Check Inst. pipa
1 minggu
Crew
Buku Harian
Cuci filter oli
1 bulan
Crew
Buku Harian
Ganti kopling pompa
1 tahun
Crew
Lap. Bulanan
Ganti bearing motor
1 tahun
Electricien
Lap. Bulanan
Overhaul / survey
5 tahun
Crew
Berita Acara
Crew
Buku Harian
Tiup pakai bertekanan
udara 4 jam
Check inst. Listrik
1 minggu
Electricien
Buku Harian
Ganti kopling motor
6 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Cuci element
1 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Check Inst listrik
1 minggu
Electricien
Buku Harian
Ganti bearing motor
1 tahun
Crew
Lap. Bulanan
Cuci saringan LO
1 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Check inst. listrik
1 minggu
Electricien
Buku Harian
Ganti Mecanic seal
1 tahun
Crew
Lap. Bulanan
Ganti bearing motor
1 tahun
Crew
Lap. Bulanan
Cuci saringan hisap
1 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Pompa Pemadam
Check inst. Listrik
1 bulan
Electricien
Lap. Bulanan
Check putaran
1 bulan
Crew
Lap. Bulanan
Stern Tube &
Check Oil level
4 jam
Crew jaga
Buku Harian
F.O Furifier
LO St By Pump M/E & Gear Box
Pompa Sanitary dan service air tawar
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 33
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” As Propeller
Blower Ventilasi
Ganti seal
2 tahun
Dock
Berita Acara
Ukur clereance
5 tahun
Dock
Berita Acara
Check inst. Listrik
1 bulan
Electricien
Lap. Bulanan
Bersihkan saringan
1 minggu
Crew
Buku Harian
Lebih jelsnya pelaksanaan pemeliharaan pada Departemen radio dan Sipil lihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.13. Pelaksanaan Pemeliharaan pada Departemen Radio dan Sipil Kapal Peralatan
Transceiver HF-SBB
Alarm tone generator
Radio VHF
Battery/ accumulator
Portable life Boat Radio
Kegiatan
Periode
Pelaksana
Dokumentasi
Bersihkan Antena
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Check Battery
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Kemampuan & Penggunaan freg
Jurnal 1 bulan
Perwira Radio
Bersihkan Antena
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Check Battery
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Bersihkan Antena
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Kemampuan freg
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Check Battery
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Bersihkan
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Check cairan
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Check voltage
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal Jurnal
Kemampuan freg
1 bulan
Perwira Radio
Check Battery
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Kemampuan freg
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
EPIRB
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 34
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Watch keeping 2182 KHZ
Check batteray
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Kemampuan freq
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Test tone
1 bulan
Perwira Radio
Jurnal
Teknisi
Laporan Survey
Survey
tahunan
Bersihkan antenna
1 bulan
Kemampuan jarak
1 bulan
Magneton
1 bulan
Klystron
1 bulan
Tuning
1 bulan
Bersihkan CRT
1 bulan
Periksa kertas
1 bulan
Kemampuan sounding
1 bulan
Radar
Echo Sounder
Stykes
1 bulan
Bersihkan layer
1 bulan
Check Transeiver
Tahunan
Antena
1 bulan
Sarana Hiburan Booster video, VCD Kemampuan Player, LD penerimaan
1 bulan
Bersihkan
1 bulan
Bersihkan
Harian
Semprot anti insect
Minggua n
Bersihkan
Harian
Soaping dinding
1 Bulan
Dapur / salon makan
Gang Akomodasi
1 bulan
PT. Sugitek Patih Perkasa
Perwira Radio dan Mualim 2 Dibantu ABK deck dan Cleaning service
Lap. Perawatan
Perwira Radio dan Mualim 2
Lap. Perawatan
Perwira Radio dibantu C. Service
Lap. Perawatan
Koki/pelayan Lap. Perawatan Koki/pelayan Pelayan dibantu Cleaning
Lap. Perawatan
II - 35
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Kabin perwira
Service
Kabin VIP Kamar mandi WC Perwira dan VIP
Bersihkan
Harian
Sikat lantai
1 bulan
Cat
1 tahun
Pelayan dibantu Cleaning Service
Lap. Perawatan
B. Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan Penyeberangan
1. Latar Belakang Penyusunan Dilatarbelakangi oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75 ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan ayat (6), Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 77, Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan pada Pasal 17, 18, 30, 31, 32, 33, 34, 35, dan Pasal 36, serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13, diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan
Kepentingan
(DLKp)
Pelabuhan
Laut
Untuk
Kepentingan
Penyeberangan.
2. Tujuan Penyusunan Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan penyeberangan bertujuan untuk menyusun panduan penetapan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan penyeberangan di luar perairan daerah kerja pelabuhan untuk kenyamanan bagi pengguna pelabuhan penyeberangan.
3. Sasaran Yang Diwujudkan Dalam Penyusunan Sasaran yang diharapkan dari studi ini adalah tersusunnya Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan penyeberangan adalah adanya
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 36
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” acuan bagi pemerintah daerah dalam memberikan rekomendasi dalam penggunaan DLKp.
4. Jangkauan Penyusunan
Ruang lingkup penyusunan pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
adalah
menetapkan
daerah
lingkungan
kepentingan
pelabuhan
penyeberangan yang meliputi: a. Menentukan ukuran luas pelabuhan termasuk koordinat geografis. b.Menentukan ukuran alur pelayaran dari dan ke pelabuhan Menentukan ukuran luas keperluan keadaan darurat.d. Menentukan ukuran luas pengembangan pelabuhan jangka panjang. e.Menentukan ukuran luas percobaan berlayar dikaitkan dengan jumlah dan ukuran kapal yang melakukan percobaan berlayar. f. Menentukan ukuran luas fasilitas pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan kapal untuk mengantisifasi apabila terjadi kecelakaan kapal atau musibah kapal lainnya. g. Menentukan ukuran luas sarana bantu navigasi pelayaran
5. Objek atau Arah Pengaturan
a.Daerah Lingkungan Kepentingan ( DLKp )
Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran 2. Untuk kepentingan angkutan penyeberangan, maka pelabuhat laut maupun pelabuhan sungai dan danau harus menyediakan areal khusus untuk kepentingan pelayanan angkutan penyeberangan.
Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan ditetapkan dengan koordinat geografis untuk menjamin kegiatan kepelabuhanan. Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja perairan yang digunakan untuk alur-pelayaran dari dan ke pelabuhan, keperluan keadaan darurat, pengembangan pelabuhan jangka panjang, penempatan kapal mati, percobaan berlayar, kegiatan pemanduan,
2
Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 37
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” fasilitas
pembangunan,
dan
pemeliharaan
kapal.
Daerah
Lingkungan
Kepentingan pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja perairan, dan digunakan untuk 3:
a)
alur pelayaran dari dan ke pelabuhan;
b)
keperluan keadaan darurat;
c)
penempatan kapal mati;
d)
percobaan berlayar;
e)
kegiatan pemanduan kapal;
f)
fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan
g)
pengembangan pelabuhan jangka panjang.
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan perlu ditetapkan dalam rangka untuk
memberikan
rekomendasi
untuk
penetapan
lokasi
pelabuhan,
sebagaimana halnya DLKp pelabuhan. Penetapan DLKp adalah oleh: a)Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; b) gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; atau b) bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya menetapkan batas-batas DLKp pelabuhan penyeberangan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak hasil penelitian diterima.
4
Dalam penetapan batas
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana paling sedikit memuat 5: 1) luas perairan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan; dan 2) titik koordinat geografis sebagai batas Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan
3 4 5
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 31 Ibid, Pasal 12 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 33
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 38
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” b. Menetapkan ukuran DLKP wilayah perairan Fasilitas daerah lingkungan kepentingan di pelabuhan penyeberangan yang akan diukur adalah sebagai berikut 6: 1) Alur pelayaran dari dan ke pelabuhan, Fasilitas keperluan keadaan darurat, 2) Pengembangan pelabuhan jangka panjang, 3) Percobaan berlayar,
dan 4) Fasilitas pembangunan serta
pemeliharaan dan perbaikan kapal. Untuk memperoleh ukuran daerah lingkungan kepentingan wilayah perairan yang digunakan untuk penyediaan fasilitas tersebut adalah dengan pendekatan sebagai berikut
1) Area Alur Pelayaran Alur pelayaran adalah sarana untuk keluar masuk kapal dari dan keluar pelabuhan. Untuk menentukan ukuran alur pelayaran maka harus diketahui variabel
lebar
kapal
maksimum
yang
beroperasi
di
pelabuhan
penyeberangan. Besarnya ukuran lebar alur pelayaran ditentukan dari sembilan kali lebar kapal maksimum yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan ditambahkan dengan 30 meter. Secara matematis dapat dilihat pada formula berikut 7:
W = 9B + 30
Keterangan: W
= Lebar alur pelayaran
B
= Lebar kapal maksimum
2) Area Keperluan Keadaan Darurat Untuk mengantisipasi apabila terjadi kecelakaan kapal atau musibah kapal lainnya maka diperlukan area yang memadai. Musibah tersebut adalah berupa kecelakaan kapal, kebakaran kapal, kapal kandas dan lain-lain. Variabel yang harus diketahui sebelum menentukan ukuran keperluan darurat adalah variabel luas areal pindah labuh kapal. Penentuan ukuran area salvage diperkirakan luasnya 50% dari luas areal pindah labuh kapal.
6
7
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Pasal 10 ayat (4) Ibid, Lampiran II
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 39
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Artinya luas ukuran keperluan darurat adalah setengah dari luas arela pindah labuh kapal, secara matematis dapat dilihat dari rumus berikut 8:
Ad = 0,5 * A atau Ad = 0,5 * N * π * R2 dimana R = L + 6D + 30
Keterangan: Ad
= Area keperluan keadaan darurat
A
= Luas areal berlabuh
N
= Jumlah kolam putar
π
= Konstanta (3,14)
R
= Jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
L
= Panjang kapal yang berlabuh
D
= Kedalaman air
3) Area Pengembangan Pelabuhan Jangka Panjang Penetapan rencana area pengembangan suatu pelabuhan tentunya disesuaikan dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi daerah yang dilayani. Pertumbuhan ekonomi yang pesat akan memicu mobilitas penduduk dan juga mobilitas barang dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Mobilitas orang dan barang tersebut tentunya akan membutuhkan ruang lebih di tempat-tempat pelayanan jasa tidak terkecuali di pelabuuhan penyeberangan. Pelaksana teknis pelabuhan sebagai penanggung jawab kegiatan operasional di pelabuhan penyeberangan setidaknya menyiapkan dua kali luas eksisting pelabuhan yang ada untuk rencana pengembangan pelabuuhan ke depan.
8
Ibid, Pada Lampiran II
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 40
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 4) Area Percobaan Berlayar Dalam hal menetapkan ukuran area percobaan berlayar maka faktor utama yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal rencana yang akan berlayar di pelabuhan penyeberangan. 9
5) Area Pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan kapal Sama halnya dengan penentuan ukuran area percobaan berlayar, dalam hal menetapkan ukuran fasilitas pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan kapal maka faktor utama yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal maksimum yang akan dibangun atau diperbaiki. 10
6) Menentukan titik koordinat geografis sebagai batas DLKp Setelah ukuran DLKp berhasil dirumuskan dan dihitung, maka langkah selanjutnya adalah dengan mengukur atau mengeplotkannya ke dalam areal atau rencana lokasi pelabuhan. Untuk itu diperlukan gambaran atau data secara in situ (fakta di lapangan) tentang kondisi geografis lahan daratan dan perairan agar dapat menjamin kelancaran, keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayanan penyeberangan. Data tersebut meliputi data topografi daratan, bathimetri perairan, oceaongrafi, cuaca, termasuk peruntukan lahan sesuai RTRW setempat.
Penggambaran secara geografis untuk pemetaan DLKp harus menyertakan titik-titik yang menjelaskan lokasi batas paling luar dari DLKp dari setiap fasilitas pokok maupun penunjang pelabuhan. Selain penyebutan titik-titk koordinat dalam Bujur dan Lintang, juga harus disertakan penjelasan secara fisik daerah batas-batas alam atau keadaan yang telah ada, misalnya sungai, batu karang, mercusuar, dan bangunan lainnya. Secara jelas harus juga diuraikan bagaimana titik-titik koordinat batas dihubungkan satu sama lain sehingga membentuk suatu area/daerah. Hal ini mutlak dikarenakan peta dibuat sebagai sarana penyajian grafis ari bentuk ruang dan hubungan keruangan antara berbagai perwujudan yang diwakili. 9
10
Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 41
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Sebagai contoh adalah Batas-batas DLKp Wilayah perairan Pelabuhan Penyeberangan Ketapang sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor KM.53 tahun 2003.
Gambaran
titik-titik kordinat geografis tersebut dalam sebuah peta DLKp
pelabuhan. Penggambaran peta wajib memenuhi kaidah atau standar kartografi dalam pemetaan. Dalam kaidah kartografi, biasanya ukuran peta didasarkan pada: a.Peta kadastral/hak milik, dengan skala ≥ 1 : 5.000; b.Peta skala besar, 1 : 5.000 – 1 : 25.000; c.Peta skala medium, 1 : 25.000 – 1 : 500.000; d.Peta skala kecil, 1 : 500.000 – 1 : 1.000.000; dan e.Peta umum, <
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 42
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 1 : 1.000.000
11
. Sumber peta sebai peta dasar dalam penggambaran objek
(dalam hal ini lokasi pelabuhan) dapat diperoleh dari lembaga yang dipercaya (misalnya Bakosurtanal), atau juga dari peta satelit langsung, kemudian baru diregistrasi sesuai titik-titik koordinatnya. Selanjutnya dari peta dasar ini akan digunakan untuk penggambaran peta tematik lokasi pelabuhan dan batasbatas DLKp. Peta tematik ini akan menggambarkan tentang penggunaan lahan wilayah daratan (tata guna lahan) di lokasi pelabuhan sesuai dengan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang serta lahan wilayah perairan.
Peta harus diplot dengan skala yang cukup sehingga seluruh batas-batas DLKp dapat tercantum dalam peta tersebut. Dalam keterangan gambar perlu juga ditampilkan insert peta yang berupa lokasi pelabuhan dalam suatu wilayah administrasi propinsi atau kabupten/kota tertentu sehingga mudah dalam pencarian lokasi tersebut.
Gambar 5.2.Contoh Peta DLKp Pelabuhan
Lebih jelasnya alir penetapan DLKP pelabuhan laut untuk angkutan penyeberangan dapat dilihat pada diagram berikut.
11
Sariyono dan Nursa’ban, Kartografi Dasar, UNY, 2010
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 43
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Permohonan dari Pemerintah/Pemda yang tergabung dalam kesatuan Permohonan Lokasi Pelabuhan Melengkapi berkas
DITOLA K
Penelitian berkas permohonan oleh Menteri/Gubernur/ Bupati/Walikota
DITERI MA Penetapan oleh Menteri/Gubernur/ Bupati/Walikota
Data dukung: - RTRW Propinsi/Kabupaten/Kota - Data Ukuran DLKp Perairan - Peta Lokasi Pelabuhan dengan batas-batas Koordinat Geografis Hasil penelitian DITERIMA/ DITOLAK maksimal waktu 30 hari setelah semua beras LENGKAP Kriteria: - Kesesuaian dengan RTRW Propinsi/Kabupaten/Kota - Kesesuaian Luas DLKp perairan - Kesesuaian titik koordinat geografis
Penetapan maksimal waktu 14 hari setelah hasil penelitian diterima
Gambar Diagram 2.3.Alir Penetapan DLKp Pelabuhan Laut untuk Kepentingan Angkutan Penyeberangan
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 44
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” C. Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DKr) Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan Penyeberangan
1. Latar Belakang Penyusunan Dilatarbelakangi oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75 ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan ayat (6), Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 77, Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan pada Pasal 17, 18, 30, 31, 32, 33, 34, 35, dan Pasal 36, serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13, diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan Penyeberangan.
2. Tujuan Penyusunan Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan penyeberangan bertujuan untuk menyusun panduan penetapan daerah lingkungan kerja baik wilayah perairan maupun wilayah daratan sehingga dapat memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna pelabuhan penyeberangan.
3. Sasaran Yang Diwujudkan Dalam Penyusunan Sasaran yang diharapkan dari penyusuna konsep Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) Pelabuhan Laut untk Kepentingan Penyeberangan ini adalah sebagai pedoman dalam menentukan ukuran DLKr terutama darata.
4. Jangkauan Penyusunan Pedoman ini disusun untuk menjadi pegangan dalam penetapan daerah lingkungan kerja (DLKr) pelabuhan penyeberangan. Ruang lingkup penyusunan pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah menetapkan daerah lingkungan kerja pelabuhan penyeberangan dan penggunaannya.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 45
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 5. Objek atau Arah Pengaturan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan 12. Dalam hal untuk kepentingan angkutan penyeberangan. Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan yang ditetapkan oleh Menteri yang harus sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional wajib disertai dengan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan
13
. Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan ditetapkan dengan koordinat geografis untuk menjamin kegiatan kepelabuhanan. Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan tersebut, terdiri atas
14
: a) wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok
dan fasilitas penunjang; dan b) wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur-pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan.
Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan untuk pelabuhan laut untuk kepentingan angkutan penyeberangan ditetapkan oleh
15
: a)
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul setelah mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota akan kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota; dan b) gubernur atau bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan.
Rencana peruntukan wilayah daratan dalam DLKr disusun untuk penyediaan fasilitas dalam melayani kegiatan angkutan penyeberangan, yaitu
16
; 1) fasilitas
poko yang terdiri dari: a) Fasilitas pokok meliputi : b) terminal penumpang;b) penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang); c) jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way); d) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa; e) fasilitas bunker; f) instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi; g) akses jalan dan/atau jalur kereta api; h) fasilitas pemadam 12 13 14 15 16
Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 Ibid, Pasal 72 Ibid, Pasal 75 Ibid, Pasal 76 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 26
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 46
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” kebakaran; dan dan i) tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal. 2) Fasilitas penunjang meliputi: a) kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan;
b)
tempat
penampungan limbah; c) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan; d) areal pengembangan pelabuhan; dan e) fasilitas umum lainnya. Lebih jelasnya penetapan dan ukuran DLKPr
a. Menetapkan ukuran DLKr wilayah daratan
Untuk memperoleh ukuran daerah lingkungan kerja wilayah daratan yang digunakan untuk penyediaan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang, adalah dengan pendekatan sebagai berikut.
1). Menetapkan Area Terminal Penumpang Untuk menentukan luas area terminal adalah dengan cara menjumlahkan luas areal ruang tunggu, luas areal ruang kantin/kios, luas areal ruang administrasi, luas areal ruang utilitas, dan luas areal ruang publik. Secara matematis untuk menentukan ruang areal terminal penumpang ada sebagai berikut 17:
A = a1 + a2 + a3 + a4 + a5 Keterangan: A
= Luas total areal gedung terminal (m2)
a1
= Luas areal ruang tunggu (m2)
a2
= Luas areal ruang kantin/kios (m2)
a3
= Luas areal ruang administrasi (m2)
a4
= Luas areal ruang utilitas (m2)
a5
= Luas areal ruang publik (m2)
Penetapan luas areal ruang tunggu (a1) diperoleh dari hasil perkalian antara luas area yang dibutuhkan untuk satu orang dengan jumlah penumpang dalam satu kapal yang direncanakan beroperasi di pelabuhan penyeberangan dan jumlah
17
Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Lampiran II
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 47
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” kapal yang datang/berangkat pada saat yang bersamaan serta rasio konsetrasi dan rata-rata fluktuasi. Secara matematis dapat ditunjukan dengan formula berikut 18:
a1 = a * n * N * x * y
Keterangan: a1 = Luas areal ruang tunggu a
= Luas area yang dibutuhkan oleh satu orang (1,2 m2 per orang)
n
= Jumlah total penumpang dalam satu kapal
N
= Jumlah kapal yang datang/berangkat pada waktu bersamaan
x
= Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6)
y
= Rata-rata fluktuasi (1,2)
Luas area ruang kantin (a2) diperoleh dari 15% total luas area ruang tunggu (15% * a1). Sementara luas areal administrasi (a3) juga diperoleh dari 15% total luas area ruang tunggu (15% * a1). Sedangkan luas areal ruang utilitas (a4) diperoleh dari 25% dari total jumlah luas areal ruang tunggu, luas areal kantin/kios, dan luas areal ruang administrasi (25% * [a1 + a2 + a3]). Terakhir luas areal ruang publik (a5) diperoleh dari 10% dari total jumlah luas areal ruang tunggu, luas areal kantin/kios, luas areal ruang administrasi, dan luas areal ruang utilitas (10% * [a1 + a2 + a3 + a4]). 19
2). Area Penimbangan Kendaraan Bermuatan Jembatan timbang adalah tempat untuk menimbang kendaraan beserta muatannya. Untuk mengetahui kapasitas timbangan akan digunakan berdasarkan Jumlah Berat Diperbolehkan (JBB) dan juga berdasarkan Muatan Sumbu Terberat (MST) . Besarnya angka JBB dan MST tergantung jenis kapal yang beroperasi. Di Indonesia kemampuan kapal terbesar yang beroperasi untuk mengangkut kendaraan yang memiliki JBB baru sebatas 40 ton sementara untuk angka MST baru sebatas 10 ton. Sehingga disain jembatan timbang yang akan dipakai di
18 19
Ibid, Lampiran II Ibid, Lampiran II
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 48
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” pelabuhan penyeberangan minimal harus mampu mengukur JBB 40 ton dan MST 10 ton. 20
3). Area Jalan penumpang keluar/masuk (gang way) Jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way) adalah tempat untuk memisahkan akses penumpang dan akses kendaraan dengan menggunakan jalan/jembatan. Untuk menentukan ukuran panjang jalan keluar/masuk penumpang maka harus mengetahui variabel panjang dermaga dan jarak antara ruang tunggu dan area dermaga. Sementara untuk lebar jalan penumpang keluar/masuk adalah harus mampu mengakomodasi pejalan kaki tiga orang penumpang berderet. Oleh karena itu, jalan penumpang keluar/masuk kapal minimal memiliki panjang dari total penjumlahan panjang dermaga dan jarak antara ruang tunggu dengan dermaga, sementara lebar gang way minimal mampu mengakomodasi tiga orang penumpang jalan berderet. 4).Area Perkantoran Untuk Kegiatan Pemerintahan dan Pelayanan Jasa Untuk menentukan besarnya luas areal perkantoran digunakan 15% dari luas ruang tunggu. Artinya adalah 0,15 kali dari luas ruang tunggu penumpang. secara matetamatis dapat ditunjukkan dengan formula berikut 21:
a3 = 0,15 * a1 atau a3 = 0,15 * a * n * N * x * y Keterangan: a3 = Luas area perkantoran a1 = Luas areal ruang tunggu a = Luas area yang dibutuhkan oleh satu orang (1,2 m2 per orang) n = Jumlah total penumpang dalam satu kapal N = Jumlah kapal yang datang/berangkat pada waktu bersamaan x = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6) y = Rata-rata fluktuasi (1,2) 20
21
Lampiran III Ditektur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 73/AP005/DRJD/2003 Tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan Menyangkut Persyaratan Pelayanan Pemuatan Kendaraan di Kapal Penyeberangan Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 49
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 5). Area Fasilitas Penyimpanan Bahan Bakar (Bunker) Berdasarkan alasan tersebut, maka perlu diketahui variabel jenis dan jumlah kapal yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan. Secara matematis dapat ditunjukkan dengan formula berikut 22:
V = D1 + D2 + D3 + ... + Dn
Keterangan: V
= Volume bungker (tanki)
D1 = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal pertama D2 = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal kedua D3 = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal ketiga Dn = Kebutuhan (demand) bahan bakar minyak kapal-kapal selanjutnya
6). Area Instalasi Penyediaan Air Bersih Untuk mengetahui besarnya fasilitas penyediaan air bersih dapat diukur dari perkalian besarnya kebutuhan air perorang per hari dengan total penumpang dan pegawai yang ada di pelabuhan penyeberangan. Secara matematis dapat ditunjukkan dengan formula berikut 23:
V = d * (P + W)
Keterangan: V
= Volume tangki air bersih
d
= Kebutuhan air per orang per hari untuk di terminal/perkantoran (25 liter)
P
= Jumlah rata-rata penumpang per hari di terminal penyeberangan
W
= Jumlah pegawai di terminal penyeberangan
7). Area Fasilitas Listrik dan Telekomunikasi Instalasi listrik adalah fasilitas untuk memasok tenaga listrik guna mendukung kegiatan bongkar muat di pelabuhan sementara fasilitas telekomunikasi adalah 22 23
Ibid, Pada Lampiran II Sutrisno. T., Suciastuti. E. Teknologi Penyediaan Air Bersih, 2002, Rineka Cipta
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 50
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” fasilitas untuk memudahkan komunikasi intern dan ekstern di pelabuhan. Ukuran fasilitas listrik dan telekomunikasi di pelabuhan penyeberangan dikonfersikan dari besarnya ruang yang dibutuhkan untuk menempatkan sumber pembangkit listrik (generator) serta server alat komunikasi yang dipakai. Jadi kebutuhan areal untuk generator didasarkan pada standar kebutuhan ruang untuk fasilitas listrik seluas 150 m2. Sementara untuk fasilitas telekomunikasi membutuhkan area seluas 60 m2. 24
8). Area Akses Jalan dan/atau Jalur Kereta Api Kebutuhan ruang stasiun diperoleh berdasarkan perkalian dari kebutuhan ruang per orang penumpang dikalikan dengan jumlah penumpang tiap gerbong, jumlah gerbong yang datang/pergi secara bersamaan, rasio konsentrasi dan rata-rata fluktuasi. Secara matematis dapat ditampilkan sesuai formula berikut 25:
A=a*n*N*x*y Keterangan: A = Luas areal ruang tunggu a = Luas area yang dibutuhkan oleh satu orang (0,6 m2 per orang) n = Jumlah total penumpang dalam satu gerbong N = Jumlah gerbong yang datang/berangkat pada waktu bersamaan x = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6) y = Rata-rata fluktuasi (1,2)
9). Area Fasilitas Pemadam Kebakaran Fasilitas pemadam kebakaran adalah fasilitas untuk menanggulangi bahaya kebakaran dapat berupa hydrant, tabung kebakaran, dan alarm pendeteksi kebakaran dan unit mobil pemadam kebakaran. Ukuran fasilitas mobil pemadam kebakaran dapat diperoleh dari perkalian kebutuhan ruang tiap mobil pemadam dan
24
25
Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan Ibid, Pada Lampiran II
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 51
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” total mobil yang disediakan di lokasi pelabuhan penyeberangan. Secara matematis dapat dilihat dari formula berikut 26:
A=a*n Keterangan: A
= Total kebutuhan ruang parkir mobil pemadam kebakaran
a
= Kebutuhan ruang untuk satu mobil pemadam kebakaran (60 m2)
n
= Jumlah mobil pemadam kebakaran yang tersedia di lokasi pelabuhan
10).
Area Tempat Tunggu Kendaraan Bermotor Sebelum Naik Kapal.
Untuk menentukan besarnya area tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik kapal dapat ditentukan dari perkalian antara luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan, jumlah kendaraan dalam satu kapal, jumlah kapal yang datang/pergi secara bersamaan, rata-rata pemanfaatan dan rasio konsentrasi. Secara matematis dapat dilihat pada formula berikut 27:
A=a*n*N*x*y Keterangan:
26
27
A
= Luas total areal parkir untuk kendaraan menyeberang
a
= Luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan, dimana: Truk 8 Ton
= 60 m2
Truk 4 Ton
= 45 m2
Truk 2 Ton
= 25 m2
Kendaraan Penumpang
= 25 m2
n
= Jumlah kendaraan dalam satu kapal
N
= Jumlah kapal datang / berangkat pada saat bersamaan
x
= Rata-rata pemanfaatan
y
= Rasio konsentrasi
Lampiran III Ditektur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 73/AP005/DRJD/2003 Tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan Menyangkut Persyaratan Pelayanan Pemuatan Kendaraan di Kapal Penyeberangan Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 52
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” b. Fasilitas Penunjang DLKp Beberapa fasilitas penunjang daerah lingkungan kerja di area darat untuk pelabuhan penyeberangan adalah sebagai berikut 28: a) Kawasan
perkantoran
untuk
menunjang
kelancaran
pelayanan
jasa
kepelabuhanan, b) Tempat penampungan limbah c) Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan d) Areal pengembangan pelabuhan, e) Fasilitas umum lainnya meliputi: (1) Tempat peribadatan (2) Area taman (3) Area jalur hijau (4) Tempat pelayanan kesehatan (5) Area parkir kendaraan antar/jemput
1). Area Kawasan Perkantoran Untuk Menunjang Kelancaran Pelayanan Jasa Kepelabuhanan Kawasan perkantoran yang dimaksud dalam hal ini adalah kawasan pelayanan jasa pendukung untuk melayani penumpang di lokasi pelabuhan penyeberangan. Kebutuhan ruang untuk kawasan perkantoran disubsitusi dari kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung. Jadi berdasarkan hal tersebut maka luas kawasan yang dibutuhkan untuk membangun kawasan perkantoran diperoleh dari perkalian kebutuhan ruang untuk satu kantor dengan jumlah kantor yang akan dibangun. Secara matematis dapat dilihat dari formula berikut 29: A=a*n
Keterangan:
28
29
A
= Total luas kawasan perkantoran
a
= Luas untuk satu ruang perkantoran (60 m2)
n
= Jumlah seluruh kantor yang akan dibangun
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK.2681/AP.005/DRJD/2006, Pasal 5 ayat (3) Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Lampiran II
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 53
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 2). Area Tempat Penampungan Limbah Penampungan limbah yang dimaksudkan dalam hal ini adalah limbah cair domestik dan limbah padat (sampah) yang dihasilkan dari aktivitas pelabuhan. Untuk menentukan besarnya penampung limbah cair domestik diperoleh dari variabel kebutuhan air rata-rata per hari di terminal, sedangkan untuk menentukan besarnya penampungan limbah padat (sampah) dapat diperoleh dari besarnya volume timbulan sampah per orang per hari. Oleh karena itu, besarnya volume limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan pelabuhan diperoleh dari 25% dikalikan dengan besarnya kebutuhan air bersih per hari di pelabuhan. Artinya besarnya limbah yang dihasilkan adalah 0,25 dari total kebutuhan air di pelabuhan. Secara matematis dapat dilihat dari formula berikut 30:
V = 0,25 * D Keterangan: V
= Volume air limbah yang dihasilkan di pelabuhan penyeberangan
D = Kebutuhan total air bersih di pelabuhan penyeberangan
Sedangkan untuk menentukan besarnya volume limbah padat (sampah) dapat diperoleh dari perkalian timbulan sampah per orang per hari dari penumpang dengan jumlah total penumpang dan pegawai di pelabuhan, secara matematis dapat dilihat dari formula berikut 31:
V = t * (P + W) Keterangan: V
= Volume timbulan sampah total di pelabuhan penyeberangan
t
= Timbulan sampah per orang penumpang per hari (0,15 m3)
P = Jumlah total penumpang per hari di pelabuhan penyeberangan W = Jumlah pegawai di pelabuhan penyeberangan
30 31
Darmasetiawan. M, Sarana Sanitasi Perkotaan, 2004, Ekamitra Engineering Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Lampiran II
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 54
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 3). Area
Fasilitas
Usaha
Yang
Menunjang
Kegiatan
Pelabuhan
Penyeberangan Fasilitas usaha yang dimaksud dalam hal ini adalah kawasan perdagangan untuk melayani penumpang di lokasi pelabuhan penyeberangan. Kebutuhan ruang untuk kawasan perdagangan disubsitusi dari kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung. Jadi berdasarkan hal tersebut maka luas kawasan yang dibutuhkan untuk membangun kawasan perdagangan diperoleh dari perkalian kebutuhan ruang untuk satu tempat usaha dengan jumlah total tempat usaha yang akan dibangun. Secara matematis dapat dilihat dari formula berikut 32:
A=a*n Keterangan: A = Total luas kawasan perdagangan a = Luas untuk satu ruang tempat usaha (60 m2) n = Jumlah seluruh tempat usaha yang akan dibangun
4). Area Pengembangan Pelabuhan Penetapan rencana area pengembangan suatu pelabuhan tentunya disesuaikan dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi daerah yang dilayani. Pertumbuhan ekonomi yang pesat akan memicu mobilitas penduduk dan juga mobilitas barang dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya. Mobilitas orang dan barang tersebut tentunya akan membutuhkan ruang lebih di tempat-tempat pelayanan jasa tidak terkecuali di pelabuuhan penyeberangan. Pelaksana teknis pelabuhan sebagai penanggung jawab kegiatan operasional di pelabuhan penyeberangan setidaknya menyiapkan dua kali luas eksisting pelabuhan yang ada untuk rencana pengembangan pelabuuhan ke depan.
5). Area Fasilitas Umum Lainnya Fasilitas umum lainnya yang dimaksud dalam hal ini adalah sebagai berikut 33: (a). Tempat peribadatan
32 33
Ibid, Lampiran II Ibid, Lampiran II
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 55
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Kebutuhan ruang untuk fasilitas peribadatan disubsitusi dari kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung. Jadi besarnya ruang yang dibutuhkan berdasarkan hal tersebut adalah 60 m2. (b).Area taman Besarnya areal taman dikonfersikan dari besarnya ruang utilitas yaitu 15% dari luas ruang tunggu, artinya 0,15 dikalikan dengan luas ruang tunggu penumpang. (c). Area jalur hijau Sama halnya dengan area taman, besarnya areal jalur hijau juga dikonfersikan dari besarnya ruang utilitas yaitu 15% dari luas ruang tunggu, artinya 0,15 dikalikan dengan luas ruang tunggu penumpang. (d).Tempat pelayanan kesehatan Sama hanya dengan tempat peribadatan, kebutuhan ruang untuk fasilitas kesehatan juga disubsitusi dari kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial bagi 250 orang penduduk pendukung. Jadi besarnya ruang yang dibutuhkan berdasarkan hal tersebut adalah 60 m2. (e). Area parkir kendaraan antar/jemput Untuk menentukan besarnya kebutuhan ruang untuk area parkir kendaraan antar/jemput, maka harus diketahui beberapa variabel yang mempengaruhi kebutuhan lahan yaitu: (1) Luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan (2) Jumlah penumpang dalam satu kapal (3) Jumlah penumpang dalam satu kendaraan (4) Jumlah kapal datang / berangkat pada saat bersamaan (5) Rata-rata pemanfaatan (6) Rasio konsentrasi (7) Rata-rata pemanfaatan
Jadi untuk menentukan besarnya lahan perkir yang dibutuhkan diperoleh dari perkalian antara luas area yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan, jumlah dalam satu kapal, jumlah kapal datang/berangkat pada saat bersamaan, rata-rata pemanfaatan, rasio konsentrasi, dan rata-rata pemanfaatan serta dikalikan
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 56
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” dengan satu per jumlah penumpang dalam satu kendaraan. Secara matematis dapat dilihat dalam formula berikut 34:
A = a * n1 * N * x * y * z * 1/n2
Keterangan: A = Luas total area parkir untuk kendaraan antar/jemput a = Luas areal yang dibutuhkan untuk satu unit kendaraan (25 m2) n1 = Jumlah penumpang dalam satu kapal n2 = Jumlah penumpang dalam satu kendaraan (8 penumpang per kendaraan) N = Jumlah kapal datang / berangkat pada saat bersamaan x = Rata-rata pemanfaatan (1,0) y = Rasio konsentrasi (1,0 - 1,6) z = Rata-rata pemanfaatan (1,0 : Seluruh penumpang meninggalkan terminal dengan kendaran)
c. Menetapkan ukuran DLKr wilayah perairan Selanjutnya, untuk menetapkan ukuran daerah lingkungan kerja wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan, dengan pendekatan sebagai berikut:
1). Area Alur Pelayaran Alur pelayaran adalah sarana untuk keluar masuk kapal dari dan keluar pelabuhan. Untuk menentukan ukuran alur pelayaran maka harus diketahui variabel lebar kapal maksimum yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan. Besarnya ukuran lebar alur pelayaran ditentukan dari sembilan kali lebar kapal maksimum yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan ditambahkan dengan 30 meter. Secara matemati dapat dilihat pada formula berikut 35:
34
35
Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Lampiran II Keputusan Menteri Perhubungan No; KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan, Lampiran II
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 57
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” W = 9B + 30 Keterangan: W
= Lebar alur pelayaran
B
= Lebar kapal maksimum
2). Area Sandar Kapal Fasilitas sandar kapal adalah sarana untuk sandar kapal dalam rangka bongkar muat kapal termasuk untuk naik turun kendaraan beserta muatannya. Fasilitas sandar kapal yang dimaksud di sini juga termasuk dermaga. Untuk menentukan panjang fasilitas sandar kapal dan panjang dermaga harus diketahui variabel panjang kapal maksimal yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan. Jadi panjang dermaga yang dibutuhkan di suatu pelabuhan penyeberangan sebesar 1,3 kali panjang kapal maksimum yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan, sedangkan luas area yang sandar kapal diperoleh dari 1,8 panjang kapal maksimum dikalikan dengan 1,5 panjang kapal maksimum. Secara matematis dapat dilihat pada formula berikut 36:
Ad = 1,3 * L dan A = 1,8L * 1,5L
Keterangan: Ad = Panjang dermaga/tempat sandar kapal A = Luas perairan tempat sandar untuk satu kapal L = Panjang kapal maksimal
3) Area Tempat Labuh Perairan tempat labuh adalah area perairan yang digunakan untuk lego jangkar kapal yang sedang istirahat, docking ringan atau sedang menunggu antrian sebelum masuk kolam pelabuhan. Dalam hal penentuan ukuran perairan tempat labuh kapal, maka harus diketahui beberapa variabel, variabel-variabel tersebut adalah jumlah kolam putar yang ada di pelabuhan penyeberangan, jari-jari areal untuk berlabuh per kapal, panjang kapal yang berlabuh, dan kedalaman air di
36
Ibid, Lampiran II
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 58
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” pelabuhan penyeberangan. Jadi untuk menentukan ukuran perairan yang digunakan untuk tempat berlabuh kapal diperoleh dengan cara perkalian antara jumlah kolam putar yang ada dengan konstanta (π) serta kuadrat jari-jari areal untuk berlabuh per kapal, sementara jari-jari areal untuk berlabuh per kapal didapat dari total penjumlahan panjang kapal berlabuh dan enam kali kedalaman air serta ditambahkan 30 meter. Secara matematis dapat dilihat dari rumus berikut 37
: A = N * π * R2 dimana R = L + 6D + 30
Keterangan: A
= Luas areal berlabuh
N
= Jumlah kolam putar
π
= Konstanta (3,14)
R
= Jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
L
= Panjang kapal yang berlabuh
D
= Kedalaman air
4) Area Kolam Pelabuhan Untuk Kebutuhan Sandar dan Olah Gerak Kapal Penentuan kedalaman kolam pelabuhan diperoleh dari menambahkan minimal 1 meter dari tinggi beban muatan penuh (full load draft) sebagai kelonggaran kedalaman. Sedangkan penentuan areal kolam putar diperoleh dengan cara perkalian antara jumlah kolam putar dengan konstanta (π) serta kuadrat diameter areal kolam putar dibagi dengan empat. Secara matematis dapat dilihat dari rumus berikut 38:
37 38
Ibid, Lampiran II Ibid, Lampiran II
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 59
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” d=1+f dan A = N * π * D2/4 dimana D=3*L Keterangan: d = Kedalaman kolam pelabuhan f
= Beban muatan penuh (full load draft)
A = Luas areal kolam putar N = Jumlah kolam putar rencana π = Konstanta (3,14) L = Panjang kapal yang berlabuh D = Diameter areal kolam putar
5) Menentukan titik koordinat geografis sebagai batas DLKr Setelah ukuran-ukuran dari DLKr berhasil dirumuskan dan dihitung, maka langkah selanjutnya adalah dengan mengukurkan atau mengeplotkannya ke dalam areal atau rencana lokasi pelabuhan. Untuk itu diperlukan gambaran atau data secara in situ (fakta di lapangan) tentang kondisi geografis lahan daratan dan perairan agar dapat menjamin kelancaran, keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayanan penyeberangan. Data tersebut meliputi data topografi daratan, bathimetri perairan, oceaongrafi, cuaca, termasuk peruntukan lahan sesuai RTRW setempat.
Penggambaran secara geografis atau pemetaan DLKr tersebut harus menyertakan titik-titik yang menjelaskan lokasi batas paling luar dari DLKr dari setiap fasilitas pokok maupun penunjang pelabuhan. Selain penyebutan titik-titk koordinat tersebut dalam Bujur dan Lintang, juga harus disertakan penjelasan secara fisik daerah tersebut dengan batas-batas alam atau keadaan yang telah ada, misalnya sungai, batu karang, mercusuar, dan bangunan lainnya. Secara jelas harus juga diuraikan bagaimana titik-titik koordinat batas tersebut dihubungkan satu sama lain sehingga membentuk suatu area/daerah. Hal ini mutlak dikarenakan peta dibuat sebagai sarana penyajian grafis ari bentuk ruang dan hubungan keruangan antara berbagai perwujudan yang diwakili.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 60
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Sebagai contoh adalah Batas-batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Penyeberangan Ketapang sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor KM.53 tahun 2003.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 61
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Selanjutnya adalah penggambaran titik-titik kordinat geografis tersebut dalam sebuah peta DLKr pelabuhan. Penggambaran peta wajib memenuhi kaidah atau standar kartografi dalam pemetaan. Dalam kaidah kartografi, biasanya ukuran peta didasarkan pada: a.Peta kadastral/hak milik, dengan skala ≥ 1 : 5.000; b.Peta skala besar, 1 : 5.000 – 1 : 25.000; c.Peta skala medium, 1 : 25.000 – 1 : 500.000; d.Peta skala kecil, 1 : 500.000 – 1 : 1.000.000; dan e.Peta umum, < 1 : 1.000.000 39
39
. Sumber peta sebai peta dasar dalam penggambaran objek (dalam hal ini lokasi
Sariyono dan Nursa’ban, Kartografi Dasar, UNY, 2010
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 62
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” pelabuhan)
dapat
diperoleh
dari
lembaga
yang
dipercaya
(misalnya
Bakosurtanal), atau juga dari peta satelit langsung, kemudian baru diregistrasi sesuai titik-titik koordinatnya, baru kemudian didigitasi sehingga dapat ditampilakan secara giografis. Selanjutnya dari peta dasar ini digunakan untuk penggambaran peta tematik lokasi pelabuhan tersebut dan batas-batas DLKr. Peta tematik ini akan menggambarkan tentang penggunaan lahan wilayah daratan (tata guna lahan) di lokasi pelabuhan sesuai dengan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang serta lahan wilayah perairan.
Lebih jelasnya diagram alir penetapan DLKr pelabuhan laut untuk kepentingan angkutan penyeberangan dapat dilihat pada gambar berikut
Melengkap i berkas
DITOL AK
Permohonan dari Pemerintah/Pemda yang tergabung dalam kesatuan Permohonan Lokasi Pelabuhan
Penelitian berkas permohonan oleh Menteri/Gubernur/ Bupati/Walikota DITERI MA Penetapan oleh Menteri/Gubernur/ Bupati/Walikota
Data dukung: - RTRW Propinsi/Kabupaten/Kota - Data ukuran DLKr daratan - Data Ukuran DLKr Perairan - Peta Lokasi Pelabuhan Hasil penelitian dengan batas-batas DITERIMA/ DITOLAK Koordinat Geografis maksimal waktu 30 hari setelah semua beras Kriteria: LENGKAP - Kesesuaian dengan RTRW Propinsi/Kabupaten/Kota - Kesesuaian Luas DLKr daratan - Kesesuaian Luas DLKr perairan Penetapan maksimal - Kesesuaian dengan titik waktu 14 hari geografis setelah koordinat hasil penelitian diterima
Gambar Diagram 2.4.Alir Penetapan DLKr Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan Angkutan Penyeberangan
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 63
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” D.
Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan
1. Latar Belakang Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17
Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 188 ayat (3), dan Pasal 193, Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pada Pasal 8 dan Pasal 17,
serta
Peraturan Menteri Nomor PM. 68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut pada Pasal 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, dan Pasal 37,
laut diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep
Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan. 2. Tujuan Penyusunan Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan adalah untuk menjamin ketertiban, kelancarana, keselamatan dan keamanan pelayaran di alur penyeberangan. 3. Sasaran yang diwujudkan Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan adalah adanya acuan atau Pedoman Berlalulintas bagi Nahkoda pada suatu alur pelayaran. 4. Jangkauan penyusunan Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan adalah: a. Berlalu lintas memasuki pelabuhan b. Berlalu lintas meninggalkan pelabuhan c. Berlalu lintas di Alur penyeberangan d. Sistem Perambuan e. Ruang Bebas Alur penyeberangan 5. Objek atau arah pengaturan Pemerintah,
sebagaimana
diamanatkan
oleh
penyelenggaraan alur-pelayaran berkewajiban untuk
undang-undang, 40
dalam
: a.menetapkan alur-
pelayaran; b.menetapkan sistem rute; c.menetapkan tata cara berlalu lintas; dan d.menetapkan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya. Nakhoda semua 40
Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 188 ayat (3)
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 64
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” kapal dalam pelayarannya, wajib mematuhi ketentuan yang berkaitan dengan
41
:
a.tata cara berlalu lintas; b.alur-pelayaran; c.sistem rute; d.daerah-pelayaran lalu lintas kapal; dan e.Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, serta pada wilayah tertentu wajib melaporkan semua informasi melalui Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat.
a. Berlalu lintas memasuki pelabuhan Pemilik, operator kapal, atau Nakhoda wajib memberitahukan rencana kedatangan kapalnya di pelabuhan kepada Syahbandar dengan mengirimkan telegram radio Nakhoda (master cable) kepada Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, atau Syahbandar melalui stasiun radio pantai dengan tembusan kepada perusahaan angkutan laut atau agen umum dalam waktu paling lama 48 (empat puluh delapan) jam sebelum kapal tiba di pelabuhan. Pemberitahuan kedatangan kapal oleh Nakhoda dengan mengirimkan telegram radio Nakhoda (master cable) disampaikan kepada Syahbandar melalui stasiun radio pantai. Pemberitahuan kedatangan kapal yang telah diterima oleh stasiun radio pantai disampaikan kepada Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, atau Syahbandar dan perusahaan angkutan laut atau agen umum dengan menggunakan sarana telepon, faksimili, surat elektronik (e-mail), radio, dan/atau ordonan (caraka)
42
. Telegram
radio Nakhoda (master cable) birisikan : a).nama kapal; b).tanda panggilan (callsign); c).Maritime Mobile Services Identities (MMSI); d).tanggal dan waktu pelaporan; e).posisi pada saat pelaporan; dan f).pelabuhan asal dan pelabuhan tujuan 43. Kapal yang akan memasuki pelabuhan harus mendahulukan kapal lain yang akan keluar pelabuhan, terutama jika area berlabuh yang terbatas, atau akan sandar pada dermaga yang sama. Untuk selalu diingat, saat memasuki pelabuhan, alur yang disyaratkan adalah ditandai dengan rambu suar di sebelah kiri dengan warna merah dan sebelah kanan dengan warna hijau. Sesaat sebelum memasuki pelabuhan atau sebelum sandar, ABK harus mengingatkan para penumpang untuk tidak terburuburu berebutan keluar kapal, karena bisa mengakibatkan ketidak seimbangan kapal karena penumpang berkumpul pada satu titik. Kapal harus dipastikan telah diikat 41 42 43
Ibid, Pasal 193 Ibid, Pasal 82 ayat (1) Peraturan Menteri No. PM 26 tahun 2011 tentang Telekomunkasi Pelayaran, Pasal 52 ayat (3)
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 65
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” sempurna dengan dermaga sebelum penumpang dan kendaraan diperbolehkan meninggalkan kapal. Penumpang orang hendaknya didahulukan dalam proses bongkar, baru kemudian kendaraan.
Gambar 2.5. Panduan Perambuan Kapal Memasuki Pelabuhan Berdasarkan IALA ( International Of Association Of Marine Aid to Navigation Lighthouse Authorities )
setiap
kapal yang memasuki
pelabuhan harus
memperhatikan perambuan dengan nama, warna, huruf serta tanda
yang juga
dapat digunakan pada pelabuhan penyeberangan sebagai berikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 66
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 67
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Gambar 2.6
b. Berlalu lintas meninggalkan pelabuhan Setiap kapal yang meninggalkan pelabuhan harus secepatnya memberitahukan kepada stasiun radio pantai atau stasiun-stasiun terkait bahwa jam dinas stasiunnya akan dibuka kembali sepanjang diizinkan oleh peraturan yang berlaku, namun stasiun yang tidak mempunyai jam dinas tetap, pemberitahuan dilakukan ketika pertama kali dinas stasiunnya dibuka setelah berangkat dari pelabuhan 44. Setiap kapal yang berlayar wajib memiliki Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) yang dikeluarkan oleh Syahbandar setelah kapal memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal dan kewajiban lainnya. Untuk memperoleh Surat Persetujuan
Peraturan Menteri No. KM. 01 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar, Pasal 3 44
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 68
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Berlayar (Port Clearance), pemilik atau operator kapal mengajukan permohonan secara tertulis kepada Syahbandar, dengan melampirkan 45: a) surat pernyataan kesiapan kapal berangkat dari Nakhoda (Master Sailing Declaration); dan b) dokumen muatan serta bukti-bukti pemenuhan kewajiban kapal lainnya, meliputi : 1)
bukti pembayaran jasa kepelabuhanan; 2) bukti pembayaran
jasa kenavigasian; 3)
bukti pembayaran penerimaan uang perkapalan; 4)
persetujuan (clearance) Bea dan Cukai (jika ada); 5) persetujuan (clearance) Imigrasi (jika ada); 6) persetujuan (clearance) Karantina kesehatan (jika ada); dan/atau, 7) persetujuan (clearance) Karantina hewan dan tumbuhan (jika ada);
Berkas permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) diserahkan kepada Syahbandar setelah semua kegiatan di atas kapal selesai dan kapal siap untuk berlayar yang dinyatakan dalam surat pernyataan kesiapan kapal berangkat dari Nakhoda (Master Sailing Declaration). Penyerahan permohonan dapat dilakukan dengan cara : a).menyerahkan ke loket pelayanan satu atap pada Kantor Syahbandar; atau b).mengirimkan secara elektronik (upload) melalui Inaportnet pada pelabuhan yang telah menerapkan National Single Window (NSW). Selanjutnya, berdasarkan permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance), pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal melakukan pemeriksaan kelaiklautan kapal, meliputi: a).administratif; dan b).fisik di atas kapal. Pemeriksaan
administratif
kelaiklautan
kapal,
dilakukan
untuk
meneliti
kelengkapan, dan masa berlaku atas: a) surat-surat dan dokumen yang di lampirkan pada saat penyerahan surat permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance);dan b) sertifikat dan surat-surat kapal yang telah diterima oleh Syahbandar pada saat kapal tiba di pelabuhan.
45
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Pasal 82 ayat (2)
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 69
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Berdasarkan hasil pemeriksaan, pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal membuat kesimpulan atau resume tingkat pemenuhan persyaratan administratif dengan menggunakan daftar pemeriksaan yang telah disiapkan.
Pemeriksaan fisik kelaiklautan, dilakukan oleh pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal di atas kapal guna meneliti: a).kondisi nautis-teknis dan radio kapal; dan b).pemuatan dan stabilitas kapal; sesuai dengan keterangan yang disebutkan dalam surat pernyataan kesiapan kapal berangkat dari Nakhoda (Master Sailing Declaration). Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ini, pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal membuatkan kesimpulan atau resume tingkat pemenuhan persyaratan teknis kelaiklautan kapal dengan menggunakan daftar pemeriksaan yang telah disiapkan. Kekurangan persyaratan teknis kelaiklautan kapal, wajib disampaikan kepada pemilik atau operator kapal untuk dilengkapi. Selanjutnya
Syahbandar
mengeluarkan
Surat
Persetujuan
Berlayar
(Port
Clearance) berdasarkan hasil kesimpulan atau resume pemenuhan persyaratan administratif dan teknis kelaiklautan kapal yang telah terpenuhi semua. Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) yang telah ditandatangani oleh Syahbandar, segera diserahkan kepada pemilik atau operator kapal atau badan usaha yang ditunjuk mengageni kapal untuk diteruskan kepada Nakhoda kapal. Setelah Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) diterima di atas kapal, Nakhoda kapal wajib segera menggerakkan kapal untuk berlayar meninggalkan pelabuhan sesuai dengan waktu tolak yang telah ditetapkan. Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) berlaku 24 (dua puluh empat) jam dari waktu tolak yang ditetapkan dan hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) kali pelayaran. Dalam keadaan tertentu, dalam hal kondisi cuaca pada perairan yang akan dilayari kapal dapat membahayakan keselamatan berlayar, Syahbandar dapat menunda pemberangkatan kapal. Penundaan keberangkatan kapal yang melebihi 24 (dua puluh empat) jam dari waktu tolak yang telah ditetapkan, pemilik atau operator kapal atau badan usaha yang ditunjuk menjadi agen kapal wajib mengajukan surat permohonan ulang penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) kepada Syahbandar. Sesaat sebelum melepas sauh dari dermaga, atau sesaat setelah meninggalkan pelabuhan atau pada saat maneuver, ABK harus memperagakan pemakaian baju PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 70
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” pelampung untuk keadaan darurat, serta memberitahu dimana penempatan baju pelampung tersebut. Pada saat maneuver meninggalkan dermaga, nahkoda harus memastikan tidak ada halangan yang bisa mengganggu maneuver kapal. Nahkoda harus memastikan berlayar meninggalkan pelabuhan dengan kecepatan aman, serta memastikan alur yang dialui adalah benar dengan selalu memperhatikan rambu penuntun yang ada di pelabuhan. Untuk selalu diingat, saat keluar dari kolam pelabuhan, alur yang disyaratkan adalah ditandai dengan rambu suar di sebelah kiri dengan warna hijau dan sebelah kanan dengan warna merah.
c. Berlalu lintas di alur penyeberangan Selama dalam pelayaran, Nakhoda wajib memberitahukan posisi tengah hari (noon positioning) dengan mengirimkan telegram radio tidak berbayar dan/atau hubungan komunikasi dari kapal ke stasiun radio pantai terdekat. Telegram radio dan hubungan komunikasi tersebut berisi koordinat posisi, haluan kapal dari dan tujuan kapal, kondisi kapal, serta kondisi awak kapal pada posisi tengah hari (noon positioning). Stasiun radio pantai setelah menerima pemberitahuan posisi tengah hari kemudian meneruskan berita posisi tengah hari (noon positioning) tersebut kepada Syahbandar setempat 46. Selama dalam pelayaran, kapal harus mematuhi tata cara berlalu lintas di alur penyeberangan sesuai dengan peraturan yang berlauku ataupun peraturan internasional.
Tata
cara
berlalu
lintas
di
alur
penyeberangan
harus
mempertimbangkan : a.kondisi alur-pelayaran; b.kepadatan lalu lintas; c.kondisi, ukuran dan sarat (draught) kapal; d.arus dan pasang surut; dan e.kondisi cuaca. Pada alur-pelayaran yang lalu lintasnya padat dan sempit, perlu dilakukan pengaturan lalu lintas kapal melalui sistem rute kapal (ship's routeing system) yang meliputi 47: 1) bagan pemisah lalu lintas (traffic separation scheme); 2) rute dua arah (two way routes); 3) jalur yang direkomendasikan (recommended tracks); 4) area yang harus dihindari (areas to be avoided); 2) daerah lalu lintas pantai (inshore traffic zones); 3) daerah putaran (roundabouts); 46 47
Ibid, Pasal 83 Peraturan Menteri No. PM.68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut, Pasal 24.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 71
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 4) daerah perhatian khusus (precaution areas); 5) rute air dalam (deep water routes).
d. Tata cara berlalu lintas di alur-pelayaran diantaranya meliputi : 1). kecepatan aman; Dalam menentukan kecepatan aman harus memperhitungkan faktor-faktor sebagai berikut: a)keadaan penglihatan; b)kepadatan lalu lintas, termasuk pemusatan kapal atau kapal lain apapun; c)kemampuan olah gerak kapal dengan acuan khusus pada jarak henti dan kemampuan berputar dalam keadaan yang ada; d)pada malam hari adanya bahaya latar belakang seperti yang berasal lampuIampu darat atau hambur-pantul dari penerangan-penerangan sendiri; e)keadaan angin, laut dan arus, serta adanya bahaya-bahaya navigasi di sekitarnya; f)sarat (draught) kapal sehubungan dengan kedalaman air yang ada
48
. Kapal-kapal
penyeberangan didesain dengan kecepatan dinas 10 knot dan 15 knot. 2) tindakan untuk menghindari tubrukan; Setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan, jika keadaan mengizinkan, harus tegas dan segera dilakukan dalam waktu yang cukup lapang dan benar-benar memperhatikan syarat-syarat kepelautan yang baik. Setiap perubahan haluan dan/atau kecepatan untuk menghindari tubrukan, jika keadaan mengizinkan, harus cukup besar sehingga segera menjadi jelas bagi kapal lain yang sedang mengamati dengan penglihatan atau dengan radar, dengan catatan serangkaian perubahan kecil dari haluan dan/atau kecepatan hendaknya dihindari. Jika ada ruang gerak yang cukup, perubahan haluan saja mungkin merupakan tindakan yang paling berhasil guna untuk menghindari situasi saling mendekati terlalu rapat, dengan ketentuan bahwa perubahan itu dilakukan dalam waktu yang cukup dini, bersungguh-sungguh dan tidak mengakibatkan terjadinya situasi saling mendekati terlalu rapat. Jika diperlukan untuk menghindari tubrukan atau memberikan waktu yang lebih banyak untuk menilai keadaan, kapal harus mengurangi kecepatannya atau
48
Ibid, Pasal 27.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 72
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” menghilangkan kecepatannya sarna sekali dengan memberhentikan atau menjalankan mundur sarana penggeraknya 49. 3) alur-pelayaran sempit; Kapal yang sedang berlayar menyusuri alur-pelayaran sempit, harus berlayar sedekat mungkin dengan batas luar alur-pelayaran atau air pelayaran yang terletak di sisi kanannya, bilamana hal itu aman dan dapat dilaksanakan. Kapal yang panjangnya kurang dari 20 meter atau kapal layar tidak boleh merintangi jalan kapal yang hanya dapat berlayar dengan aman di dalam alur-pelayaran sempit. Kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi jalan setiap kapal lain yang sedang berlayar di dalam alur-pelayaran sempit. Kapal tidak boleh memotong alur-pelayaran sempit jika pemotongan demikian merintangi jalan kapal yang hanya dapat berlayar dengan amandi dalam alur-pelayaran sempit. Kapal yang merasa dihalang-haloangi oleh gerakan memotong kapal lain, boleh menggunakan isyarat bunyi yang ditentukan di dalam COLREG, jika ragu-ragu terhadap maksud kapal yang memotong itu. Pada alur-pelayaran sempit jika penyusulan hanya dapat dilakukan jika kapal yang disusul itu harus melakukan tindakan untuk memungkinkan pelewatan dengan aman, maka kapal yang bermaksud menyusul itu harus menyatakan maksudnya dengan memperdengarkan isyarat yang sesuai dengan yang ditentukan di dalam COLREG, kapal yang akan disusul itu, jika menyetujui, harus memperdengarkan isyarat yang sesuai yang ditentukan di dalam COLREG dan mengambil langkah untuk
melewatinya
dengan
aman.
Jika
ragu-ragu,
kapal
itu
boleh
memperdengarkan isyarat-isyarat yang ditentukan di dalam COLREG. Kapal yang sedang mendekati tikungan atau daerah alur-pelayaran sempit yang di tempat itu kapal-kapal lain dapat terhalang oleh alingan, harus berlayar dengan kewaspadaan khusus dan berhati-hati serta harus memperdengarkan isyarat yang sesuai dengan yang ditentukan di dalam COLREG. Setiap kapal, jika keadaan mengizinkan, harus menghindarkan dirinya berlabuh jangkar di dalam alur-pelayaran sempit 50.
49 50
Ibid, Pasal 28. Ibid, Pasal 29.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 73
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 4).bagan pemisah lalu lintas; Kapal yang sedang menggunakan bagan pemisah lalu-lintas harus; 1) berlayar di dalam jalur lalu-lintas yang sesuai denganarah lalu-lintas umum untuk jalur itu; 2) sedapat mungkin tetap bebas dari garis pemisah atau zona pemisah lalu-lintas; 3) jalur lalu-lintas dimasuki atau ditinggalkan pada umumnya dari ujung jalur, tetapi bilamana tindakan memasuki atau meninggalkan jalur itu dilakukan dari salah satu sisi, tindakan itu harus dilakukan sedemikian rupa hingga membentuk sebuah sudut yang sekecil-kecilnya terhadap arah arus lalu-lintas umum. Kapal sedapat mungkin, harus menghindari memotong jalur-jalur lalu lintas, tetapi jika terpaksa melakukannya, harus memotong arah arus lalu lintas umum dengan sudut yang sekecil-kecilnya terhadap arah arus lalu-lintas umum. Zona-zona lalulintas dekat pantai pada umumnya tidak boleh digunakan oleh lalu-lintas umum yang dengan aman dapat menggunakan jalur lalu-lintas yang sesuai di dalam bagan pemisah yang berbatasan, tetapi kapal-kapal yang panjangnya kurang dari 20 meter dan kapal-kapal layar dalam segala keadaan boleh berada di dalam zonazona lalu-lintas dekat pantai. Kapal yang sedang memotong atau kapal yang sedang memasuki atau sedang meninggalkan jalur, tidak boleh memasuki zona pemisah atau memotong garis pemisah, kecuali: 1)dalam keadaan darurat untuk menghindari bahaya mendadak; 2)untuk menangkap ikan di dalam zona pemisah. Kapal yang sedang berlayar di daerah-daerah dekat ujung bagan pemisah lalulintas harus berlayar dengan sangat hati-hati. Kapal sedapat mungkin, harus menghindarkan dirinya berlabuh jangkar di dalam bagan pemisah lalu-lintas atau di daerah dekat ujung-ujungnya. Kapal yang tidak menggunakan bagan pemisah lalu-lintas harus menghindarinya dengan ambang batas selebar-lebarnya. Kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi jalan setiap kapal lain yang sedang mengikuti jalur lalulintas, demikian juga kapal yang panjangnya kurang dari 20 meter atau kapal layar. Kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas, bilamana sedang melakukan operasi untuk merawat sarana keselamatan pelayaran di dalam bagan pemisah lalu-lintas, atau sedang operasi untuk meletakkan, memperbaiki atau mengangkat pipa dan kabel laut, di dalam bagan
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 74
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” pemisah lalu-lintas,
dibebaskan dari kewajiban untuk memenuhi aturan ini
karena pentingnya penyelenggaraan operasi itu 51. 5) penyusulan; Kapal harus dianggap menyusul bilamana sedang mendekati kapal lain dari arah yang lebih besar daripada 22,5 derajat di belakang arah melintang, yakni dalam suatu kedudukan sedemikian sehingga terhadap kapal yang sedang disusul itu pada malam hari kapal hanya dapat melihat penerangan buritan, tetapi tidak satupun dari penerangan-penerangan lambungnya. Bilamana kapal dalam keadaan ragu-ragu apakah ia sedang menyusul kapal lain atau tidak, kapal itu harus beranggapan bahwa demikianlah halnya dan bertindak sesuai dengan itu. Setiap perubahan baringan antara kedua kapal yang terjadi kemudian tidak akan mengakibatkan kapal yang sedang memotong dalam pengertian aturan-aturan ini atau membebaskannya dari kewajiban untuk menghindari kapal yang sedang disusul itu sampai kapal tersebut dilewati dan bebas sama sekali 52. 6) situasi berhadap-hadapan; Bilamana dua kapal sedang bertemu dengan haluan-haluan berlawanan atau hampir berlawanan sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, masingmasing harus, mengubah haluannya ke kanan sehingga masing-masing akan berpapasan di lambung kirinya. Situasi demikian itu harus dianggap ada bilamana kapal melihat kapal lain tepat atau hampir di depan dan pada malam hari kapal itu dapat melihat penerangan-penerangan tiang kapal lain tersebut terletak segaris atau hampir segaris dan/atau kedua penerangan lambung serta pada siang hari kapal itu mengamati gatra (aspek) yang sesuai mengenai kapal lain tersebut. Bilamana kapal dalam keadaan ragu-ragu atas terdapatnya situasi demikian, kapal itu harus beranggapan bahwa situasi itu ada dan bertindak sesuai dengannya 53.
Ibid, Pasal 30. Ibid, Pasal 32. 53 Ibid, Pasal 33. 51 52
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 75
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 7). situasi memotong; Bilamana dua kapal sedang berlayar dengan haluan saling memotong sedemikian rupa sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, kapal yang mendapati kapal lain di sisi kanannya harus menghindar, dan jika keadaan mengizinkan, harus menghindarkan dirinya memotong di depan kapal lain itu. 8).tindakan kapal yang menghindari; Setiap kapal yang diwajibkan menghindari kapal lain, sedapat mungkin melakukan tindakan secara dini dan tegas untuk tetap bebas sama sekali. 9) tanggung jawab antar kapal; Kapal yang sedang berlayar harus menghindari: 1).kapal yang tidak terkendalikan; 2).kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas; 3).kapal yang sedang menangkap ikan; 4).kapal layar. Setiap kapal, kecuali kapal yang tidak dapat dikendalikan atau kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas, jika keadaan mengizinkan harus menghindarkan dirinya merintangi jalan aman sebuah kapal yang terkendala oleh saratnya. Kapal yang terkendala oleh saratnya harus berlayar dengan kewaspadaan khusus dengan benar-benar memperhatikan keadannya yang khusus itu. 10).olah gerak kapal dalam penglihatan terbatas. Setiap kapal harus berlayar dengan kecepatan aman yang disesuaikan dengan keadaan dan suasana penglihatan terbatas yang ada serta harus benar-benar memperhatikan keadaan dan suasana penglihatan terbatas yang ada. Kapal yang mengidera kapal lain hanya dengan radar harus menentukan apakah sedang berkembang situasi saling mendekati terlalu rapat dan/atau apakah ada bahaya tubrukan. Jika kapal itu harus melakukan tindakan dalam waktu yang cukup lapang ketentuan bahwa bilamana tindakan demikian terdiri dari perubahan haluan, maka sejauh mungkin harus dihindari hal-hal sebagai berikut : 1).perubahan haluan ke kiri terhadap kapal yang ada di depan arah melintang, selain daripada kapal yang sedang disusul; 2).perubahan haluan ke arah kapal yang ada di arah melintang atau di belakang arah melintang. Kecuali telah yakin bahwa tidak ada bahaya tubrukan, setiap kapal yang mendengar isyarat kabut PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 76
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” kapal lain yang menurut pertimbangannya berada di depan arah melintangnya, atau yang tidak dapat menghindari situasi saling mendekati terlalu rapat hingga kapal yang ada di depan arah melintangnya, harus mengurangi kecepatannya serendah
mungkin
yang
dengan
kecepatan
itu
kapal
tersebut
dapat
mempertahankan haluannya. Jika dianggap perlu kapal meniadakan kecepatannya sama sekali dan bagaimanapun juga berlayar dengan kewaspadaan khusus hingga bahaya tubrukan telah berlalu. 11).Sistem perambuan Sesuai dengan ketentuan
IALA, sistem pemasangan
perambuan di dunia
dikelompokkan pada dua bagian yaitu sistem A dan sistem B.
Gambar 2.7. Sistem Pelampung Internasional
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 77
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Gambar 2.8. Sistem Perambuan Internasional
d. Indonesia menganut Sistem A dalam berlalu linta Indonesia menganut sistem A, karena itu pemasangan rambu suaru dilakukan sebegai berikut
54
;
1) SBNP rambu suar ataupun pelambung suar sebagai penuntun memasuki pelabuhan, berada di sebelah kanan masuk kapal pelabuhan dengan warna hijau. 2) SBNP rambu suar ataupun pelambung suar sebagai penuntun memasuki pelabuhan, berada di sebelah kiri masuk kapal pelabuhan dengan warna merah. 3) SBNP pengenal pelabuhan dengan warna putih. SBNP tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a). Menara Suar ( Mensu ) Lighthouse Di dalam berlalu lintas, perlu diperhatikan Menara Suar merupakan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran tetap yang bersuar dan mempunyai jarak tampak sama atau lebih 20 (dua puluh) mil laut . Menara suar dapat membantu para navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal, menunjukkan arah
54
IALA- Navguide, 2001
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 78
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” daratan dan adanya pelabuhan serta dapat dipergunakan sebagai tanda batas wilayah negara 55. Spesifikasi menara suar adalah 56 ; - Jarak tampak minimum :20 NM - Jenis Konstruksi Atas
Baja Galvanis dengan sifat bangunan;
Beton
Terbuka, Beton Tertutup, Steel Chub, Lampu Sesuai Standar IALA warna lampu putih.Tipe lampu revolving, rotating, dan flashing, serta mempunyai karakteristik
lampu adalah sebagai berikut;
1). perairan aman: a) cerlang panjang dengan periode 10 detik,b) cahaya isophasa, c) cahaya tunggal terputus,d) cahaya kode morse dengan karakter tunggal “A”; 2) tanda khusus dengan sifat; a) kelompok terputus, b) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang panjang dengan periode 10 detik,c) kelompok cerlang dengan 1 kelompok terdiri dari empat, lima, atau (secara luar biasa) enam cerlang,d) kelompok cerlang campuran,e) cahaya kode morse tetapi bukan karakter tunggal “A” maupun “U”; 3) Luas Area 5000 M2, dan cara pengoperasian secara Manual dan Dijaga secara Otomatis .
Gambar 2.9 . Menara Suar
55 56
Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 1 IALA – AIMS ( Internastional Assosiation of Lighthouse Authority ), 2006
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 79
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Gambar 2.10. Contoh Menara Suar (Mensu) Lighthouse. 4).Rambu Suar (Ramsu) Light Beacon Rambu Suar adalah sarana Bantu navigasi pelayaran tetap yang bersuar dan mempunyai jarak tampak sama atau lebih dari 10 (sepuluh) mil laut . Rambu Suar dapat membantu untuk menunjukkan kepada para navigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara karang, air dangkal, gosong, dan bahaya terpencil serta menentukan posisi dan /atau haluan kapal Suar ( Ramsu ) Light Beacon adalah
58
57
. Spesifikasi Rambu
: Ciri-cirinya adalah sebagai berikut
- Jarak Tampak Minimum : 15 NM - Tipe Lampu; Sesuai Standar IALA, tipe lampu revolving, rotating, dan flashing, serta mempunyai karakteristik lampu sebagai berikut:(1). bahaya terpencil, (2) kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua cerlang dalam satu periode 5 detik, (3) kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua cerlang dalam satu periode 10 detik, (2). perairan aman dengan karakteristik; (1) cerlang panjang dengan periode 10 detik, (2) cahaya isophasa; (3) cahaya tunggal terputus, (4) cahaya kode morse dengan karakter
tunggal
“A”, (5) tanda khusus adalah :((a) kelompok terputus,(b) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang panjang dengan periode 10 detik, (c) kelompok cerlang dengan 1 kelompok terdiri dari empat atau lima, atau (secara luar biasa) enam cerlang.(d) kelompok cerlang campuran, (e) cahaya kode morse tetapi bukan karakter tunggal “A” maupun “U”; 5) tanda khusus penandaan kapal tenggelam, a) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang
57 58
Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 1 IALA – AIMS ( Internastional Assosiation of Lighthouse Authority ), 2006
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 80
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” panjang dengan periode 3 detik, b) cahaya kode morse “D”,c) lateral, a)
semua
irama/karakter yang direkomendasikan, tetapi termasuk dalam kelompok cerlang campuran, dengan kelompok (2+1) cerlang, dan semata-mata digunakan untuk tanda lateral yang di modifikasi untuk menandai alur yang dianjurkan,b) modifikasi lateral; kelompok pancaran cahaya yang tersusun dengan satu kelompok (2+1) pancaran dalam satu periode tidak lebih dari 16 detik; 7) kardinal; kardinal terdiri : kardinal utara, kardinal timur dan kardinal selatan serta kardinal barat. Kardinal utara memiliki kharakteristik sebagai berikut: (1) cahaya terus menerus secara sangat cepat, (2) cahaya terus menerus secara cepat. Kardinal timur memiliki kharakteristik: (1) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 5 detik, (2) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 10 detik; Kardinal selatan memiliki kharakteristik; (1) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam satu periode 10 detik, (2) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam satu periode 15 detik; Kardinal barat memiliki kharakteristik sebagai berikut: (1) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari sembilan cerlang dalam satu periode 10 detik, (2) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari sembilan cerlang dalam satu periode 15 detik; Warna Lampu; (1) bahaya terpencil, perairan aman, dan kardinal berwarna cahaya putih, (2) untuk tanda lateral menggunakan warna cahaya merah atau hijau (3) . untuk tanda khusus menggunakan cahaya warna kuning; dan (4) untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan cahaya warna kuning dan biru; Tanda Puncak digunakan untuk: (1). bahaya terpencil, menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua) buah bola hitam yang
tersusun
vertical
(2)
perairan
aman,
menggunakan tanda puncak berupa 1 (buah) bola merah, (3) kardinal menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua) buah kerucut hitam, (4) tanda lateral menggunakan tanda puncak dengan bentuk silinder merah untuk sisi kiri alur dan kerucut hijau PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 81
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” untuk sisi kanan alur, (5) untuk perairan khusus menggunakan sebuah tanda puncak bentuk “X” berwarna kuning, (6) untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan sebuah tanda - Jenis Sumber Tenaga
puncak berbentuk “+” berwarna kuning;
: - Sistem Tenaga Surya
- Jenis Konstruksi Atas : (a) Baja Galvanis, (b) Beton Terbuka, (c) Beton Tertutup (d) Steel Chub, (e) Steel Pipe, (f) - Sigle Pipe - Warna Konstruksi (a) bahaya terpencil menggunakan warna hitam dengan satu atau lebih lajur-lajur merah mendatar (b) perairan aman menggunakan warna merah putih melajur tegak (c) kardinal menggunakan warna, meliputi Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik Lajur hitam diatas lajur Kuning; Sementara kardinal Selatan: puncak kebawah dengan karakteristik Lajur Hitam dibawah lajur Kuning dan Kardinal Barat: puncak ke dalam dengan karakteristik lajur hitam dibawah dan diatas lajur Kuning (Hitam ditengah lajur – lajur Kuning); Kardinal Timur: Puncak keluar dengan karakteristik Lajur Hitam diatas dan dibawah lajur Kuning (Kuning ditengah lajur-lajur Hitam); Lateral menggunakan warna merah dan hijau, tanda khusus menggunakan warna kuning dan tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan warna Kuning biru Melajur tegak. Cara Pengoperasian adalah Otomatis Tanpa Dijaga dengan luas ramsu darat adalah 400 M2
Gambar 2.11. Contoh Rambu Suar (Ramsu) Light Beacon.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 82
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 8) Pelampung Suar ( Pelsu ) Light Buoy Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy adalah sarana bantu navigasi pelayaran apung dan mempunyai jarak tampak lebih kurang dari 6 (enam) mil laut. Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy dapat membantu untuk menunjukkan kepada para navigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka kapal dan untuk menunjukkan perairan aman serta pemisah jalur 59. Spesifikasi Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy adalah
60
: Jarak Tampak
adalah 2 s/d 6 NM, dan jenis lampu suar adalah a) Jenis Lampu Suar Sesui standart IALA, tipe lampu flashing dengan karakteristik lampu sebagai berikut : (1) bahaya terpencil yang terdiri dari kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua cerlang dalam satu periode 5 detik serta kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua cerlang dalam satu periode 10 detik; b) perairan aman;(1) cerlang panjang dengan periode 10 detik, (2) cahaya isophas (3) cahaya tunggal terputus, (4) cahaya kode morse dengan karakter tunggal “A”; c) tanda khusus; (1) kelompok terputus; (2) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang panjang dengan periode 10 detik (3) kelompok cerlang dengan 1 kelompok terdiri dari empat, lima, atau (secara luar biasa) enam cerlang, (4) kelompok cerlang campuran, (5) cahaya kode morse tetapi bukan karakter tunggal “A” maupun “U”; d) tanda khusus penandaan kapal tenggelam dengan kharakteristik sebagai berikut: (1) cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang panjang dengan periode 3 detik, (2) cahaya kode morse “D”, (3)
Lateral, (4)
semua irama/karakter yang
direkomendasikan, tetapi termasuk dalam kelompok cerlang campuran, dengan kelompok (2+1) cerlang, dan semata – mata digunakan untuk tanda lateral yang di modifikasi untuk menandai alur yang dianjurkan, (5) modifikasi lateral; kelompok pancaran cahaya yang tersusun dengan satu kelompok (2+1) pancaran dalam satu periode tidak lebih dari 16 detik;
59 60
Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 1 IALA – AIMS ( Internastional Assosiation of Lighthouse Authority ), 2006
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 83
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Kardinal utara memiliki kharakteristik; (1) cahaya terus menerus secara sangat cepat, (2) cahaya terus menerus secara cepat. Sementara kardinal timur memiliki kelompok cahaya: (1) Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 5 detik, (2) Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 10 detik, Kardinal selatan: kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam satu periode 10 detik, kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam satu periode 15 detik. Kardinal barat: (1) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari sembilan cerlang dalam satu periode 10 detik, (2) kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok terdiri dari Sembilan cerlang dalam satu periode 15 detik; Warna Lampu ; (1) bahaya terpencil, perairan aman, dan kardinal berwarna cahaya putih, (2) untuk tanda lateral menggunakan warna cahaya merah atau hijau, (3) untuk tanda khusus menggunakan cahaya warna kuning; dan (4). untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan cahaya warna kuning dan biru;
Tanda Puncak memiliki kharakteristik : (1) bahaya terpencil, menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua) buah bola hitam yang tersusun vertical, (2) . perairan aman, menggunakan tanda puncak berupa 1 (buah) bola merah, (3) kardinal menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua) buah kerucut hitam, (3) tanda lateral menggunakan tanda puncak dengan bentuk silinder merah untuk sisi kiri alur dan kerucut hijau untuk sisi kanan alur, (4) untuk perairan khusus menggunakan sebuah tanda puncak bentuk “X” berwarna Kuning, (5)
untuk tanda khusus
penandaan kapal tenggelam menggunakan sebuah tanda Puncak berbentuk “+” berwarna kuning. Kharakteristik secara khusus adalah: (a) Diameter
:
1 -
3 M ( IALA Navigator ). Jenis s Sumber Tenaga :Sistem Tenaga Surya, dan jenis konstruksi adalah Baja Galvanis serta Steel Pipe.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 84
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Warna Konstruksi ; (1) bahaya terpencil menggunakan warna hitam dengan satu atau lebih lajur – lajur merah mendatar, (2) perairan aman menggunakan warna merah putih melajur tegak, (3) . kardinal menggunakan warna, meliputi, (a) Kardinal Utara: puncak keatas dengan
karakteristik lajur hitam diatas lajur
kuning,(b) kardinal Selatan: puncak kebawah dengan karakteristik lajur hitam dibawah lajur kuning, (c) kardinal Barat: puncak ke dalam dengan karakteristik lajur hitam dibawah dan diatas kuning), (d)
lajur kuning (hitam ditengah lajur – lajur
Kardinal Timur: puncak keluar dengan karakteristik Lajur Hitam
diatas dan dibawah lajur Kuning (Kuning ditengah lajur-lajur Hitam) Lateral menggunakan warna merah dan hijau, sementara rambu suar untuk tanda khusus menggunakan warna kuning.Rambu suar untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan warna kuning biru melajur tegak. Cara Pengoperasian
adalah
Otomatis Tanpa Dijaga, perlengkapan bahan
pelampung dengan alat tambahan Radar Beacon - AIS
Gambar 2.12. Contoh Pelampung Suar (Pelsu) Light Buoy. 9) Tanda Siang (Day Mark) Tanda Siang (Day Mark) adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran berupa anak pelampung dan/atau rambu siang yang dapat membantu para navigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka kapal dan menunjukan perairan yang aman serta pemisah alur yang hanya dapat dipergunakan pada siang hari 61. Spesifikasi bangunan tanda siang adalah Tinggi paling rendah 7,5 m. Sementara jenis konstruksi adalah: (a) baja galvanis, (b) beton terbuka, (c) beton tertutup, atau steel pipe.
61
Peraturan Menteri Nomor PM.25 Tahun 2011 tentang sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Pasal 1
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 85
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Warna konstruksi adalah: (a) bahaya terpencil menggunakan warna , (b) hitam dengan satu atau lebih lajur– lajur merah mendatar, (c) perairan aman menggunakan warna merah putih melajur tegak, (d) kardinal menggunakan warna, meliputi; (1) Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik Lajur hitam diatas lajur Kuning, (2) Kardinal Selatan: puncak kebawah dengan karakteristik Lajur Hitam dibawah lajur Kuning, (3) Kardinal Barat: puncak ke dalam dengan karakteristik Lajur hitam dibawah dan diatas lajur Kuning (Hitam ditengah lajur – lajur Kuning), (4) kardinal Timur: Puncak keluar dengan karakteristik Lajur Hitam diatas dan dibawah lajur Kuning (Kuning ditengah lajur-lajur Hitam), (5) lateral menggunakan warna merah dan hijau, (6) tanda khusus menggunakan warna kuning, (7) tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan warna kuning biru melajur tegak.
Tanda puncak dengan kharakteristik sebagai berikut; (a) kardinal menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua) buah kerucut hitam, (b) tanda lateral menggunakan tanda puncak dengan bentuk silinder merah untuk sisi kiri alur dan kerucut hijau untuk sisi kanan alur, (c) untuk perairan khusus menggunakan sebuah
tanda
puncak bentuk “X” berwarna kuning. Untuk lebih jelasnya system lalu lintas kapal di Indonesia yang menggunakan sistem A dapat dilihat ( IALA ) dalam gambar berikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 86
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Gambar 2.13. Keterangan rambu tanda-tanda Lateral, Terpencil dan Aman
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 87
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Gambar 2.14. Keterangan rambu tanda-tanda Kardinal dan Khusus
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 88
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Selain itu, untuk kepentingan keamanan dan keselamatan SBNP tersebut dibuat zona keamanan dan keselamatan di sekitar bangunan atau instalasi Sarana Bantu NavigasiPelayaran. Zona keamanan dan keselamatan berfungsi: a) sebagai batas pengaman konstruksi; dan
b) melindungi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dari gangguan
sarana lain. Zona keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a) zona terlarang pada area 500 (lima ratus) meter dihitung dari sisi terluar instalasi atau bangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran b) zona terbatas pada area 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) meter dihitung dari sisi terluar zona terlarang atau 1.750 (seribu tujuh ratus lima puluh) meter dari titik terluar instalasi atau bangunan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
Di luar zona keamanan dan keselamatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dapat dilalui oleh kapal dengan menjaga jarak aman. Sementara di dalam zona keamanan dan keselamatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran tidak dapat dilalui oleh kapal dan berlabuh jangkar kecuali pada alur sempit, sungai, atau danau yang lebar alurnya kurang dari 500 (lima ratus) meter. Kapal yang berlabuh jangkar pada alur sempit, sungai, atau danau yang lebar alurnya kurang dari 500 (lima ratus) meter wajib menjaga jarak aman paling sedikit satu setengah kali panjang kapal. Begitu juga halnya, kapal negara yang melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan/atau perawatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dapat mendekati Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran .
Sesuai dengan Ketentuan IMO – SOLAS Chapter V, telah mengisyaratkan untuk menjamin keselamatan dan keamanan berlayar, perlu dibangun sarana bantu navigasi pelayaran. Berdasarkan statatemen tersebut, IALA - AIMS (The Internastional Assosiation of Marine Aids to Navigation and Lighthouse Authorities ). Lembaga tersebut menjelaskan beberapa spesifikasi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran ( SBNP ) dengan ketentuan teknis
62
62
:
IALA – AIMS, Internastional Assosiation of Lighthouse Autthority , 2006
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 89
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
e. Ruang Bebas Alur Penyeberangan Alur pelayaran penyeberangan, terdiri atas
63
;
a)alur-pelayaran masuk dan di
dalam pelabuhan; dan b) alur-pelayaran umum dan perlintasan. Spesifikasi teknis alur pelayaran lintas penyeberangan dilakukan berdasarkan kriteria: a) kedalaman alur; b) lebar alur; dan c) tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas
alur.
Dalam
perencanaan
spesifikasi
teknis
alur
pelayaran
lintas
penyeberangan harus memperhatikan: a) karakteristik kapal (sarat, lebar, tinggi tiang, antena ragar, cerobong, dll) yang beroperasi atau direncanakan beroperasi pada alur yang bersangkutan; b) kondisi geografis (pasang surut, kedalaman, gelombang) lintas penyeberangan; c) kemampuan alur pelayaran dengan frekuensi serta beban lalu lintas dan angkutan melewatinya; d) penempatan konstruksi bangunan yang melintas di atas alur pelayaran; dan e) spesifikasi teknis terminal penyeberangan.
Kedalaman alur-pelayaran penyeberangan adalah jarak antara permukaan perairan penyeberangan pada saat air surut terendah dengan bagian dasar perairan. Kedalaman alur dipelabuhan yang dipergunakan untuk daerah olah gerak kapal, kedalamannya harus ditentukan dengan memperhatikan informasi yang diberikan mengenai under keel clearance 64.
Gambar 2.15. Ilustrasi Perhitungan Kedalamam Alur Penyeberangan
63 64
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pasal 7 ayat (2) Peraturan Menteri No. PM.68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut, Pasal 13.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 90
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Lebar alur-pelayaran penyeberangan adalah jarak permukaan antara dua tepian perairan penyeberangan yang diukur pada saat air surut terendah yang dianggap aman dan selamat untuk dilayari. Pada alur satu arah lebar dari alur-alur satu arah tidak boleh kurang dari 5 (lima) kali lebar kapal yang terbesar. Pada lebar alur dua arah, lebarnya harus ditambah dengan 3 (tiga) atau sampai 5 (lima) kali lebar kapal yang terbesar ditambah dampak penyimpangan karena arus dan/atau angin. Sedangkan Iebar dalam belokan-belokan alur, lebar tambahan untuk lintasannya berdasarkan panjang P dari kapal, jadi 1/8 x P2/R, dengan R- radius belokan
65
.
Khusus untuk jalur-jalur pelayaran sempit garis mengemudi lurus yang ditandai, cukup dengan kepanjangan minimal 5 (lima) kali panjang kapal terbesar pada kedua ujung jalur 66. Ruang bebas minimal bagi pergerakan atau maneuver sebuah kapal pada suatu alur pelayaran di dalam pelabuhan adalah dengan memperhitungkan jarak aman paling sedikit satu setengah kali panjang kapal, dapat dihitung dengan formula 67: Lbap ≥ 1,5 x Loa meter Dimana: Lbap : lebar ruang bebas alur di dalam pelabuhan Loa : panjang kapal seluruhnya
Ibid, Pasal 10, 11 dan 12. Ibid, Pasal 8. 67 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pasal 40 ayat (3) 65 66
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 91
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
a). 2 Arah
a). 1 Arah Gambar 2.16. Ilustrasi Perhitungan Lebar Alur Penyeberangan PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 92
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Tinggi ruang bebas di bawah bangunan atau instalasi yang melintas di atas alur penyeberangan adalah jarak yang diukur dari bagian tertinggi konstruksi kapal dengan bagian bawah bangunan yang melintas di atas alur penyeberangan yang diukur pada saat surut terendah. Toleransi ketinggian bangunan (safety factor) yang melintas di atas alur pelayaran adalah ditentukan sebesar 2 sampai 5 meter dari titik tertinggi kapal (Marine Handbook), setelah memperhatikan:
(1) Data traffic kapal melintas di alur (2) Kondisi kapal yang tertinggi digunakan sebagai referensi dengan kondisi tidak ada muatan (3) Dimensi / ukuran kapal (tinggi tiang, antena ragar, cerobong, dll) (4) Kondisi perairan (pasang surut, kedalaman, gelombang) (5) Penempatan konstruksi bangunan yang melintas di atas alur
Ruang bebas alur penyeberangan yang dilintasi jembatan, dihitung dengan memperhatikan
68
: a).bentangan jembatan; b).kepadatan lalu lintas kapal (traffic),
dan pesawat udara; c).dimensi kapal; d).kondisi alur; e). air pasang tertinggi; f). tinggi tiang utama kapal; g).gelombang; h).kedalaman perairan; dan i).pilar konstruksi jembatan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut;
68
Peraturan Menteri No. PM.68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut, Pasal 46.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 93
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Gambar 2.17. Ilustrasi Perhitungan Ruang Bebas Atas Alur Penyeberangan
Dimana: HHWL
: Air Pasang Paling Tertinggi (High Highest Water Level)
TM : tinggi maximum kapal (m) SM : freeboard + draft (sarat maksimal) (m) M
: tinggi tiang mast (m)
TK
: tinggi muatan (m) / tinggi crane
Fk
: faktor keselamatan 10%
Dalam rangka penentuan spesifikasi teknis alur pelayaran lintas penyeberangan, Pemerintah melakukan koordinasi dengan Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika untuk melakukan identifikasi dan kajian tinggi gelombang. Tinggi PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 94
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” gelombang pada semua lintas penyeberangan dikelompokkan pada tujuh (7) region 69
, sebagai berikut;
a) Region A, dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter; b) Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter; c) Region C, dengan tinggi gelombang maksimum 2 meter; d) Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter; e) Region E, dengan tinggi gelombang maksimum 3 meter; f) Region F, dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter; g) Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter;
Spesifikasi teknis alur pelayaran lintas penyeberangan, terdiri atas: a) kedalaman alur-pelayaran masuk dan di dalam pelabuhan, dengan ketentuan 70
; d ≥ 1,1 x D Dimana: d : kedalaman alur D : draft kapal
b) kedalaman alur-pelayaran umum dan perlintasan alur-pelayaran, dengan ketentuan 71; h =D+t = D + (t1 + t2 + t3 + t4) dimana: h : kedalaman alur D : sarat/draft kapal t1: angka keamanan navigasi di bawah lunas kapal dengan jenis tanah dasar alur penyeberangan, sebagaimana tabel berikut;
Studi Kelaikan Kapal Sungai dan Penyeberangan dengan Daerah Operasi, Balitbang-Dephub, 2007. Lampiran SK Dirjen Perhubungan Darat No. HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman Teknis Pemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Perairan Daratan dan Penyeberangan. 71 Lampiran SK Dirjen Perhubungan Darat No. HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman Teknis Pemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Perairan Daratan dan Penyeberangan. 69 70
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 95
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Angka keamanan berdasar ukuran kapal
t2 :
Jenis tanah
LOA >185 meter
125
LOA < 86 meter
Campuran pasir
0,20
0,20
0,20
Pasir
0,30
0,25
0,20
Padat
0,45
0,30
0,20
Keras
0,50
0,45
0,20
angka keamanan karena adanya gelombang = 0,3 H – t1
H:
tinggi gelombang, berdasarkan region lintasan sebagaimna dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Jika t2 adalah negatif, maka t2 dianggap nol (t2 = 0)
t3 :
angka keamanan yang disebabkan oleh gerakan kapal =
k:
k.v
koefisien yang tergantung dari keadaan kapal, sebagaimana tabel berikut:
Ukuran kapal Koefisien
LOA >185 125
0,027
LOA < 86 meter
125
0,022
0,017
v : kecepatan kapal (km / jam) t4 : angka keamanan untuk pekerjaan pengerukan alur, berkisar ±0,40 meter c). lebar alur-pelayaran, dengan ketentuan 72; (1) Satu arah 72
Lampiran SK Dirjen Perhubungan Darat No. HK.206/1/20/DRPD/93 tentang Pedoman Teknis Pemeliharaan dan Pengerukan Alur Pelayaran Perairan Daratan dan Penyeberangan.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 96
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” L = 4,8 x B meter (2) Dua arah L = 7,6 x B meter (3) Lebar di Kolam Pelabuhan L ≥ 1,5 x Loa meter Dimana: L : Lebar alur (meter) B : Lebar kapal (meter) Loa : panjang kapal (meter)
d).Tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas alur penyeberangan, dengan ketentuan; t = T + tsf Dimana: t : tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas alur penyeberangan (meter) T : tinggi puncak atau bangunan tertinggi bagian kapal tsf: toleransi ketinggian bangunan (safety factor) yang melintas di atas alur pelayaran adalah ditentukan sebesar 2 sampai 5 meter dari titik tertinggi kapal.
Berdasarkan data yang diperoleh di lokasi studi, karakteristik kapal yang melintasi alur penyeberangan pada umumnya mempunyai ukuran utama paling besar adalah: Panjang Seluruhnya (LOA)
: 45,5 meter
Panjang Garis Air (LPP)
: 42,4 meter
Lebar tengah (B)
: 12 meter
Tinggi geladak (H)
: 3,7 meter
Sarat air (D)
: 2,46 meter
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 97
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Tinggi sampai bangunan atas (T)
: 15 meter
Kapasitas angkut
: 400 orang
Kecepatan (V)
: 12 knot = 22.22 km/jam (1 knot = 1,852 km/jam)
Selanjutnya Spesifikasi Teknis Alur Pelayaran Penyeberangan dapat dihitung sebagai berikut: a) Kedalaman alur pelayaran (1) Kedalaman alur pelayaran di luar pelabuhan dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut: (a) Region A; tinggi gelombang 1,25 meter. h
= D + (t1 + t2 + t3 + t4)
= D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4} = 2,46 + {0,2 + (0,3x1,25 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04} = 8,1234 meter (b) Region B; tinggi gelombang 1,5 meter. h
= D + (t1 + t2 + t3 + t4) = D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4} = 2,46 + {0,2 + (0,3x1,5 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04} = 8,1984 meter
(c)Region B; tinggi gelombang 2 meter. h
= D + (t1 + t2 + t3 + t4) = D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4} = 2,46 + {0,2 + (0,3x2 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04} = 8,3484 meter
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 98
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (d)Region B; tinggi gelombang 2,5 meter. h
= D + (t1 + t2 + t3 + t4) = D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4} = 2,46 + {0,2 + (0,3x2,5 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04} = 8,4984 meter
Karena itu; (a) Region B; tinggi gelombang 3 meter. h
= D + (t1 + t2 + t3 + t4) = D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4} = 2,46 + {0,2 + (0,3x3 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04} = 8,6484 meter
(b)Region B; tinggi gelombang 3,5 meter. h
= D + (t1 + t2 + t3 + t4) = D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4} = 2,46 + {0,2 + (0,3x3,5 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04} = 8,7984 meter
(c)Region B; tinggi gelombang 4 meter. h
= D + (t1 + t2 + t3 + t4) = D + {t1 + (0,3xH – t1) + (kxv) + t4} = 2,46 + {0,2 + (0,3x4 – 0,2) + (0,22x22.22) + 0,04} = 8,9484 meter
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 99
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” b) Kedalaman alur pelayaran di dalam pelabuhan dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut: d ≥ 1,1 x D d ≥ 1,1 x 2,46 d ≥ 1,1 x 2,46 d ≥ 2,706 meter Sehingga kedalaman pada alur di dalam pelabuhan tidak boleh kurang dari 2,706 meter di seluruh pelabuhan penyeberangan. c) Lebar alur pelayaran Lebar alur ditentukan berdasarkan formula berikut: (a) Satu arah L = 4,8 x B meter = 4,8 x 12 meter = 57,6 meter (b) Dua arah L = 7,6 x B meter = 7,6 x 12 meter = 91,2 meter (c) Ruang bebas minimal bagi maneuver kapal pada alur dalam pelabuhan: L ≥ 1,5 x Loa meter ≥ 1,5 x 45,2 ≥ 68,25 meter
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 100
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” d)Tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas alur penyeberangan Untuk alur penyeberangan, maka dengan memperhatikan tingginya pasang surut, maka ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di alur adalah dengan ditambah 5 meter (t = T + 5 meter) t=T+5 = 15 + 5 = 20 meter
E. Pedoman Pengukuran Jarak Lintas Antar Pelabuhan Penyeberangan Pada Lintas Penyeberangan 1. Latar Belakang Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17
Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 35, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 171 dan Pasal 172 ayat (2) butir d dan ayat (3) pada butir c dan d, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM. 26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan Pasal 17, diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Pengukuran Jarak Baring pada lintas Penyeberangan Komersil, untuk data dukung dalam penentuan tarif berdasarkan jarak pelayaran
2.Tujuan Penyusunan Tujuan penyusunan
Konsep Pedoman Pengukuran Jarak Baring pada Lintas
Penyeberangan Komersil pada hakekatnya untuk memberikan panduan bagi pemerintah daerah, pengelola pelabuhan penyeberangan, serta perusahaan angkutan penyeberangan untuk dapat dipakai sebagai salah satu patokan dalam menentukan biaya operasional Pelayaran. Semakin panjang jarak antara 2 (dua) pelabuhan, maka biaya operasional akan semakin tinggi, dan inilah yang akan menjadi dasar penentuan tarif angkutan pelayaran penyeberangan. PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 101
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 3. Sasaran yang diwujudkan Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Pengukuran Jarak Baring pada Lintas Penyeberangan Komersil adalah tersusunnya pedoman bagi pemerintah daerah, pengelola pelabuhan penyeberangan serta perusahaan angkutan penyeberangan
dalam menentukan tarif angkutan yang akan
diberlakukan pada suatu lintasan penyeberangan. Penentuan tarif tersebut didasarkan pada hasil pengukuran jarak baring diantara pelabuhan penyeberangan . 4.Jangkauan penyusunan Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Pengukuran Jarak Baring pada Lintas Penyeberangan Komersiel Jumlah Kapal pada Lintas Penyeberangan Komersil adalah: a. Total Waktu Pelayaran Kapal b. Jarak antara pelabuhan penyeberangan yang terdiri dari: c. Jarak pelayaran lurus (jarak diatas peta) tanpa memperhitungan arus dan angin d. Jarak pelayaran nyata dengan memperhitungkan arus dan angin. e. Keceptan dinas kapal
5. Objek pengukuran Dalam pengoperasian kapal penyeberangan, jarak yang menentukan waktu pelayaran adalah salah satu faktor utama atau
yang paling penting untuk
menentukan biaya pokok langsung operasional kapal. Untuk memperoleh hasil Pengukuran Jarak Baring maka diperlukan data hasil pengukuran sebagai berikut: a) Jarak pelayaran lurus antara pelabuhan penyeberangan berdasarkan peta
yang ada; b) Kecepatan dan arah arus laut (derajat) terhadap garis tengah kapal (arah
haluan kapal) c) Kecepatan dan arah angin (derajat) terhadap garis tengah kapal (arah
haluan kapal);
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 102
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” a. Pedoman menentukan jalur yang akan ditempuh
Berlalu lintas di lautan berbeda dibandingkan dengan berlalu lintas di darat. Dalam hal di Indonesia harus berkendara disisi kiri. Sedangkan apabila kita berlayar disisi kanan maka kita harus bertahan pada posisi tersebut sehingga kapal dari arah berlawanan akan melintas disisi kanan. Pelayaran yang paling tepat ketika melintasi selat adalah berlayar mengikuti arah arus dan angin, namun dalam hal pelayaran penyeberangan keadaan tersebut agak berbeda. Mempertimbangkan pengaruh arah dan kecepatan angin dan arus mempengaruhi jalur pelayaran kapal maka
nakhoda harus terlebih dahulu mendapatkan
informasi berkaitan dengan : 1) Arah arus dan arahnya terhadap pelayaran lurus kapal diantara pelabuhan penyeberangan atau terhadap arah haluan kapal; 2) Menentukan besarnya kecepatan resultante atau kecepatan kapal yang telah dipengaruhi oleh kecepatan arus dan angin.
Rumus Kecepatan Resultante kapal dengan memperhitungkan kecepatan arus: = √[{(
+
∗
( )} + {
∗
( )} ]
Dimana : =
= kecepatan kapal (knot)
(
)
VA = Kecepatan arus ( knot )
Arah haluan kecepatan resultante kapal adalah:
∶ µ=
PT. Sugitek Patih Perkasa
terhadap jalur baringan sejati
II - 103
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Arah pelayaran riel
µ
β
VK Arah jarak lurus
µ
α VA
Arah arus & angin
VR Resultante kecepatan kapal
Gambar 2.18. Sketsa Resultante Kecepatan Kapal, Arus dan Angin
Maka dengan adanya pengaruh angin dan arus air laut arah pelayaran adalah sesuai sketsa tersebut diatas dengan kecepatan VR
dengan arah haluan µ
terhadap jalur pelayaran lurus atau jarak baringan sejati. Dengan arah pelayaran riel tersebut maka akan terjadi perbedaan jarak terhadap jarak lurus diantara dua pelabuhan penyeberangan. Untuk pelabuhan yang jarak lurusnya pendek maka perbedaan tersebut tidak signifikan.
Pada umumnya pada saat berlayar
kecepatan kapal dapat dibaca di pesawat GPS. Namun sebelum bertolak tentunya Nakhoda harus atau ingin mengetahui berapa prakiraan kecepatan yang diperlukan oleh kapal dengan memperhitungkan kecepatan dan arah angin serta arus. Kecepatan tersebut dapat diprakirakan dengan menggambar paduan kecepatan tersebut diatas pada kertas skala. Kecepatan dinas sebuah kapal pada umumnya telah ditentukan pada saat perencanaan menjelang pembangunannya. Kecepatan resultante seyogyanya tidak lebih besar dari kecepatan dinas. Berarti kecepatan pada pelayaran tanpa pengaruh arus dan angin hendaknya lebih kecil dari kecepatan dinas.
Langkah dalam menghitung jarak baring alur pelayaran tersebut adalah:
a)
Menghitung Jalur Pelayaran Riil Dengan adanya pengaruh arus dan angin maka agar kapal tiba di pelabuhan tujuan tidak terlalu menyimpang maka berdasarkan analisa kecepatan
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 104
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” tersebut diatas maka jalur lintasan pelayaran kapal adalah kurang lebih sebagai berikut.
C Lintasan kapal (S) simpangan
Pel A
D
Pel B
Gambar 2.19. Sketsa Lintasan Kapal akibat pengaruh angin dan arus
Panjang kurva lintasan pelayaran akan sedikit lebih panjang dibandingkan dengan lintasan pelayaran lurus dari Pel A ke Pel B. Simpangan jalur pelayaran Riel dapat dihitung dengan memantau posisi kapal (garis lintang dan garis bujur. Data tersebut dapat diperoleh dari GPS yang sekaligus mencantumkan kecepatan dan haluan kapal. Apabila jarak simpangan terhadap jalur pelayaran lurus diketahui maka dengan rumus Pithagoras dimana:
Jarak CD =S = simpangan berdasarkan jarak garis lintang
Jarak antara D & A dan D& B = perbedaan garis bujur
AC = √ (CD2 + AD2) & CB= √ (CD2 + AD2)
Panjang jalur riel = AC + CB
Untuk simpangan sudut kecil panjang ACB = ± AB;
Untuk jarak A & B yang berdekatan perbedaan panjang jalur pelayaran dapat diabaikan.
b) Menghitung jangka waktu pelayaran Jangka waktu pelayaran diantara 2 pelabuhan penyeberangan tentunya ditentukan sebagai berikut : Jarak antara L (mil) : lama pelayaran * kecepatan kapal/jam = W (jam) * VK (mil/jam) Jarak pelayaran tersebut adalah panjang jalur pelayaran sesuai lintasan jalur pelayaran kapal dengan memperhitungkan pengaruh angin dan arus. Jarak PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 105
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” tersebut diatas kemudian di bandingkan dengan jarak pelayaran yang direncanakan atau ditetapkan.
c)
Menghitung Konsumsi Bahan bakar Konsumsi bahan bakar dapat ditentukan dengan melakukan pencatatan posisi
permukaan bahan bakar didalam tangki harian kapal sebelum kapal berlayar dan sesaat sesudah kapal tiba dipelabuhan tujuan. Pencacatan dilakukan dengan melihat gelas duga yang terpasang pada tangki harian kapal. Dari pencatatan tersebut dapat dihitung berapa m3 (ton) bahan bakar yang terpakai untuk pelayaran tersebut sehingga data lain yang dibutuhkan dapat dihitung yaitu sebagai berikut :
Pemakaian bahan bakar/jam (Kbbm/jam) : A ton untuk W (jam) = A/W ton/jam atau
Pemakaian bahan bakar/mil (Kbbm/mil) : A ton untuk L (mil) = A/L (ton/mil).
b. Persyaratan yg diperlukan Persyaratan yang diperlukan untuk pelaksanaan pedoman tersebut diatas adalah : 1) Nakhoda sudah menguasai alur pelayaran penyeberangan secara lengkap atau setidaknya pernah menjadi Mualim I dikapal tersebut. 2) Adanya pencatatan data cuaca terutama angin dan arus secara rutin setiap hari dari musim ke musim. Data cuaca sebaiknya diperoleh langsung dari satelit cuaca. Apabila memungkinkan dapat diolah dan dianalisa sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan operasional sehari hari. Analisa dan pengolahan data tersebut sebaiknya dilaksanakan oleh staf di Kantor Perusahaan Pelayaran. 3) Beberapa jalur penyeberangan di perairan Indonesia berbatasan dengan perairan Internasional maka sebaiknya Kapal penyeberangan hendaknya dilengkapi dengan Peralatan Navigasi berstandar Internasional dan terpelihara secara baik dan dapat diandalkan.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 106
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” F. Pedoman Penanganan Kecelakaaan Kapal Saat Operasi 1. Latar Belakang Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 244, Pasal 245 Pasal 249, Pasal 258 dan Pasal 259, Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pada Pasal 77, 78, 79, dan Pasal 80, Peraturan Menteri Perhubungtan Nomor PM.26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran pada Pasal 45, 46, 47, 48, 49, dan Pasal 50, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal 86. 2. Tujuan Penyusunan Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Penanganan Kecelakaaan Kapal Saat Operasi adalah untuk menjamin terselenggaranya penanganan kapal yang mengalami kecelakaan pada saat operasi secara cepat, efisian, terkontrol dan terkoordinasi sehingga dapat dihindari terjadinya kecelakaan kapal; dan dapat diminimalisasinya terjadinya korban jiwa apabila kecelakaan tidak dapat dihindari. 3. Sasaran yang diwujudkan Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Penanganan Kecelakaaan Kapal Saat Operasi adalah adanya acuan bagi Nahkoda, ABK serta penumpang kapal dalam melakukan tindakan yang tepat saat terjadi kecelakaan kapal pada saat operasi. 4. Jangkauan penyusunan Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Penanganan Kecelakaaan Kapal Saat Operasi adalah: a)
Tanggung Jawab Pengangkut
b)
Komunikasi Marabahaya
c)
Latihan Penanganan Kedaruratan Kapal
d)
Penanganan Kecelakaan Kapal Terbakar
e)
Penanganan Kecelakaan Kapal Tubrukan
f)
Penanganan Kecelakaan Kapal Kandas
g)
Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam
h)
Penanganan Kecelakaan Orang Jatuh ke Laut
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 107
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” i) Penanganan Meninggalkan Kapal
5. Objek atau arah pengaturan Beberapa .aspek yang perlu dirumuskan terkait dalam penanganan kecelakaan kapal saat operasi adalah sebagai berikut; a. Tanggung Jawab Pengangkut Perusahaan Pelayaran Penyeberangan harus menjamin kehandalan armadanya serta menjamin terlaksananya aspek keselamatan pada saat berlayar dengan berpedoman pada: (1) Terpenuhinya syarat kecakapan pelaut khususnya Nakhoda dan Kepala Kamar Mesin untuk mengoperasikan kapal di jalur penyeberangan tersebut; (2) Terpenuhinya persyaratan keselamatan pelayaran sesuai SOLAS ataupun peraturan Biro Klasifikasi dan ketentuan Pemerintah lainnya; (3) Terpasangnya gambar/diagram Rencana Keselamatan (Safety Plan) yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal di setiap ruangan di kapal terutama ruang penumpang; (4) Menjamin bahwa tanda pengenal kotak penyimpan baju renang atau pelampung terbaca oleh penumpang dan mudah dijangkau; (5) Posisi penempatan sekoci atau life raft dapat dijangkau oleh penumpang walaupun dalam keadaan panik dan berebut; (6) Secara periodik memeriksa status kedaluwarsa peralatan pemadam kebakaran berbahan busa, life raft beserta isi dan kelengkapannya. (7) Menetapkan peraturan dilingkungan perusahaan mengenai keharusan adanya pelatihan penyelamatan saat terjadi kecelakaan misalnya: (a) Pemadaman kebakaran; (b) Penurunan sekoci atau life raft; (c) Penggunaan dan berfungsi atau tidaknya katup darurat bahan bakar ke mesin induk dan mesin bantu (emergency fuel stop valve); (d) Penggunaan baju renang / pelampung oleh penumpang.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 108
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Menjamin tersedianya kotak P-3-K serta terjaganya mutu obat obatan yang tersedia; Secara umum tanggung jawab keselamatan pelayaran khususnya pelayaran penyeberangan ada dipundak Nakhoda Kapal yang akan mengkoordinir para Anak Buahnya. Namun dalam banyak kasus penyebab kecelakaan kapal adalah faktor Manusia atau yang sering dikenal dengan Human Error, maka dengan sendirinya penumpang harus merasa ikut bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran penyeberangan yang sedang dijalaninya. Tanggung jawab Nakhoda tersebut yang paling tepat adalah: (1) Menghindari terjadinya kecelakaan pada saat beroperasi (2) Memimalisasi terjadinya korban jiwa dan korban luka Penanggung jawab tertinggi diatas sebuah kapal adalah Nakhoda yang dalam pelaksanaannya harus dibantu oleh anak buah terkait bidang masing-masing misalnya untuk ruang mesin, ruang penumpang, geladak kendaraan. Adapun lingkup tanggung jawab nahkoda tersebut sebagai berikut: (1) Mengumumkan bahwa kapal dalam keadaan darurat, yang kemudian diteruskan oleh seluruh Anak buah kapal sehingga menjangkau setiap sudut dari kapal. (2) Memerintahkan anak buah agar segera mengambil tindakan penyelamatan misalnya: (a) Melokalisasi dan memadamkan kebakaran; (b) Mengamankan para penumpang; (c) Memerintahkan penumpang untuk menggunakan pelampung dan bergerak ke lokasi sekoci dan life raft. Sementara tanggung jawab anak buah kapal, dalam rangka untuk menghindari terjadinya kecelakaan dan meminimalisir jatuhnya korban maka tanggung jawab adalah sebagai berikut: (1) Perlu ditunjuknya salah satu Anak Buah Kapal secara bergantian untuk menjadi penanggung jawab keselamatan setiap hari dan ABK tersebut bertanggung jawab kepada Nakhoda; (2) Melaporkan apabila mengetahui atau mencium tanda tanda adanya kebakaran atau benda terbakar ketika kapal sedang berlayar; PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 109
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (3) Mengatur dan memeriksa apakah semua kendaraan telah diikat ke geladak; (4) Memeriksa apakah tata letak kendaraan bermotor sudah benar dan sesuai dengan rencana tata letak yang berlaku diatas kapal tersebut; (5) Memeriksa apakah semua kendaraan bermotor telah kosong dari penumpang; (6) Segera bertindak ketika mengetahui bahwa arah haluan kapal akan mengakibatkan terjadinya tabrakan atau benturan,dengan kapal lain, sambil melaporkan keadaan tersebut kepada atasannya atau langsung kepada Nakhoda; (7) Mengumumkan terjadinya keadaan darurat kepada seluruh penumpang; (8) Memberi petunjuk kepada penumpang tempat penyimpanan baju renang dan alat keselamatan lainnya serta cara memakainya; (9) Menenangkan
kepanikan
para
penumpang,
mengkoordinir
dan
mengarahkan pergerakan penumpang untuk menaiki sekoci atau pelampung (life raft);
Selain awak kapal, penumpang juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab jika terjadi keadaan darurat kapal saat operasi, diantaranya adalah; (1) Mematuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku diatas kapal misalnya : tidak sembarangan membuang puntung rokok atau bahkan mematuhi larangan tidak merokok; (2) Segera melapor kepada ABK yang bertugas atau sedang piket apabila melihat atau mengetahui adanya anggota keluarga/rombongan atau orang lain yang terjatuh kelaut (3) Sesampainya di ruang penunmpang maka para penumpang dianjurkan segera mengetahui tempat penyimpanan alat keselamatan misalnya: baju renang, pelampung (4) Memberitahu kepada ABK yang bertugas apabila ada yang mencium bau asap yang bisa diduga sebagai akibat adanya kebakaran atau sebagai tanda terjadinya kebakaran; (5) Penumpang harus turun dari bis dan naik kapal lewat jalan orang yang telah disediakan; PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 110
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (6) Apabila penumpang ikut didalam bus ketika bus masuk kedalam kapal maka penumpang harus segera turun dan duduk di ruang penumpang; (7) Penumpang yang mengetahui cara penggunaan peralatan pemadam kebakaran seyogya ikut mengoperasikan peralatan tersebut apabila diperlukan. b. Komunikasi Marabahaya Bahaya terhadap kapal dan/atau orang merupakan kejadian yang dapat menyebabkan terancamnya keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia. Setiap orang yang mengetahui kejadian bahaya tersebut wajib segera melakukan upaya pencegahan, pencarian dan pertolongan serta melaporkan kejadian kepada pejabat berwenang terdekat atau pihak lain. Sementara itu Nakhoda wajib melakukan tindakan pencegahan dan penyebarluasan berita kepada pihak lain apabila mengetahui di kapalnya, kapal lain, atau adanya orang dalam keadaan bahaya. Selain penyebarluasan berita, Nakhoda juga wajib melaporkan bahaya tersebut kepada Syahbandar pelabuhan terdekat 73. Berdasarkan kode internasional, yang juga diadopsi oleh pemerintah Indoensia, setiap kapal dalam keadaan marabahaya dan memerlukan pertolongan segera wajib disiarkan secara luas melalui stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi pantai
dalam
jaringan
Telekomunikasi-Pelayaran
oleh
penyelenggara
Telekomunkasi Pelayaran. Penyiaran berita dilaksanakan segera setelah diterima dan disiarkan ulang secara periodik 2 (dua) kali dalam 1 (satu) jam selama waktu tenang dengan menggunakan kanal penyiaran frekuensi marabahaya internasional pada Band Medium Frequency dan Band High Frequency, sedangkan penyiaran verita marabahaya di Band Very High Frequency dilaksanakan segera setelah diterima. Penyiaran berita dilaksanakan dengan panggilan marabahaya/berita marabahaya “MAYDAY MAYDAY MAYDAY” atau didahului dengan tanda segera “PAN PAN PAN” untuk informasi minta pertolongan terhadap orang yang sakit di atas kapal; dan informasi minta pertolongan terhadap orang yang jatuh di laut atau panggilan “SECURITE SECURITE SECURITE” untuk dukungan operasi pencarian dan penyelamatan (SAR). Stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi pantai, harus menyiarkan berita marabahaya yang diterimanya. Sementara Nakhoda wajib meliput berita marabahaya tersebut baik 73
Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 244
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 111
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” dari kapal di sekitarnya maupun dari stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi pantai untuk tujuan pencarian, penyelamatan, dan keselamatan berlayar 74. Penyiaran berita marabahaya dari stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi pantai ke kapal dengan tata cara sebagai berikut 75: (1) apabila menggunakan radio teleponi dengan kelas emisi J3E disiarkan melalui frekuensi 2182 KHz, 4125 KHz, 6215 KHz, 8291 KHz, 12290 KHz, dan 16420 KHz, dengan jam penyiaran menit ke 00 – 03 dan menit ke 30 – 33 pada setiap jamnya; (2) apabila menggunakan radio teleponi dengan kelas emisi G3E disiarkan melalui frekuensi 156.800 MHZ (chanel 16) dengan jam penyiaran 0000 – 2400 UTC; (3) apabila menggunakan perangkat DSC dengan kelas emisi FIB/J2B disiarkan melalui frekuensi 2187.5 KHz, 42075 KHz, 6312 KHz, 8414.5 KHz, 12577 KHz, 16805.5 KHz dan 156.525 MHz (Chanel 70) dengan jam penyiaran 0000 – 2400 UTC; (4) apabila menggunakan perangkat NBDP dengan kelas emisi FIB/J2B disiarkan melalui frekuensi 2174.5 KHz, 4177.5 KHz 6288 KHz, 8376.5 KHz, 12520 KHz, 16695 KHz dengan jam penyiaran 0000 – 2400 UTC. Stasiun Radio Pantai dan/atau stasiun bumi pantai yang menerima berita marabahaya, harus menyampaikan ke Badan Search And Rescue Nasional (SAR), Direktur Jenderal dan Syahbandar pelabuhan terdekat.Setiap kapal yang dilengkapi dengan perangkat komunikasi radio, jika sedang berlayar harus menyelenggarakan dinas jaga radio pada frekuensi-frekuensi marabahaya dan keselamatan serta informasi keselamatan pelayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ABK yang bertanggung jawab atas dinas jaga radio kapal selama dalam pelayaran wajib menyelenggarakan tugastugas 76: (1) menerima dan/atau memancarkan berita marabahaya, berita segera dan berita keselamatan pelayaran; (2) berita dalam usaha pencarian dan pertolongan; 74 75 76
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Pasal 78 Peraturan Menteri No. PM.26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran, Pasal 48 Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Pasal 76
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 112
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (3) berita keselamatan mengenai navigasi dan meteorologi (cuaca buruk yang membahayakan keselamatan berlayar); (4) berita-berita lain mengenai keperluan kapal dan pelayaran; (5) melaporkan posisi kapal; dan (6) mengisi buku harian radio kapal;
Pemilik atau operator Kapal, menyediakan wajib frekuensi radio, sehingga bilamana terjadi keadaan darurat, Nahkoda dapat menggunakan untuk memancarkan ke berbagai radio di darat, misalnya dengan frekuensi 2182 KHZ, 6215 KHZ, 8291 KHZ, 156.8 MHZ. Sementara itu kapal yang dilengkapai dengan fasilitas GMDSS dapat berhubungan langsung dengan petugas pelabuhan di darat. Kepala Pelabuhan harus menyiapkan personil di darat untuk memonitor pelayaran kapal. Stasiun radio di darat standby di frekuensi 9158 KHZ sebagai media komunikasi dengan kantor Pusat atau dengan
stasiun
cabang lainnya serta memantau operasional. Sistem komunikasi dengan Tim Tanggap Darurat untuk pelayaran jarak dekat dapat menggunakan VHF, SSB, HT, Handpone, Telepon Satelit. Untuk memudahkan komunikasi dalam keadaan darurat/kebakaran kapal, Nahkoda harus memiliki Daftar Kontak berupa Nomor telepon Kantor Pelabuhan yang dilintasi, Rumah dan Handpone Pejabat PT. ASDP Indonesia Ferry ( Persero ), dan seluruh anggota Tim Tanggap Darurat serta Instansi yang terkait dan jika perlu daftar kontak telepon alamat penumpang dan awak kapal. c. Latihan Penanganan Kedaruratan Kapal Kapal sesuai dengan dan ukuran harus memiliki peralatan alarm darurat umum,yang dapat dioperasikan dari anjungan atau tempat lainnya disertai tuntunan latihan. Peralatan alarm darurat umum harus dapat dioperasikan dengan sumber arus listrik dari sumber tenaga listrik utama atau dari sumber tenaga listrik darurat. Di setiap kapal harus ada sijil berkumpul yang menyebutkan rincian dari isyarat alarm keadaan darurat umum dan tindakan yang harus diambil oleh anak buah kapal serta penumpang pada waktu alarm dibunyikan dan juga harus menjelaskan perintah meninggalkan kapal yang diberikan. Sijil berkumpul harus menunjukan tugas-tugas yang diwajibkan kepada perwiraperwira kapal dan anak buah kapal lainnya serta harus selalu siap diperiksa pada PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 113
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” saat kapal akan berlayar. Di setiap kapal yang memiliki sekoci harus tersedia sijil sekoci yang memuat petunjuk bagi anak buah kapal dan penumpang untuk menempati sekoci penolong apabila dalam keadaan bahaya dan ada perintah nahkoda meninggalkan kapal. Di kapal penumpang yang memiliki tonase kotor 150 (GT.150) atau lebih dan dikapal barang yang memiliki tonase kotor 300 (GT.300) atau lebih harus ada sijil darurat bagi awak kapal dan penumpang, sehubungan dengan kebakaran, kebocoran, orang jatuh kelaut dan meninggalkan kapal. Pada setiap sijil harus dinyatakan tugas dan tanggung jawab masingmasing awak kapal dan kewajiban pelayar dalam keadaan darurat 77. Semua peralatan kedaruratan kapal baik yang tetap maupun yang dapat dipindah harus dipelihara dan dirawat dengan baik serta setiap saat dapat digunakan. Anak buah kapal harus terlatih dalam hal yang perlu mereka lakukan bila terjadi musibah atau meninggalkan kapal dan jika mungkin bagi pelayar lainnya. Di kapal yang memiliki tonase kotor 500 (GT.500 ) atau lebih harus diselengarakan dinas ronda yang tepat guna sehingga setiap ada musibah dapat dengan segera diketahui. Latihan peran kebakaran, peran kebocoran, peran pertolongan orang jatuh kelaut dan peran meninggalkan kapal dilakukan 1(satu) kali dalam 1 (satu) minggu atau paling sedikit 1 (satu) kali dalam pelayaran jika lama berlayar kurang dari 1(satu) minggu. Peralatan yang digunakan setiap latihan harus digunakan secara bergiliran dan bergantian. Setiap selesai latihan masing-masing peran, wajib ditulis dibuku harian kapal dengan catatan tingkat keberhasilan dari setiap latihan peran. ABK perlu
melakukan sistem penanggulangan dan
kesiagaan keadaan darurat secara periodik, sehingga profesionalisme orang tersebut dapat lebih handal. Jika pada saat operasi ternyata benar-benar terjadi kecelakaan kapal, yang berupa: a).kapal tenggelam; b).kapal terbakar; c).kapal tubrukan; dan d).kapal kandas; maka setiap orang yang berada di atas kapal yang mengetahui terjadi kecelakaan dalam batas kemampuannya harus memberikan pertolongan dan melaporkan kecelakaan tersebut kepada Nakhoda dan/atau Anak Buah Kapal
78
. Nakhoda
yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapal lain wajib mengambil tindakan penanggulangan, 77 78
meminta
dan/atau
memberikan
pertolongan,
dan
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Pasal 83 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 246
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 114
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” menyebarluaskan berita mengenai kecelakaan tersebut kepada pihak lain. Selanjutnya Nakhoda wajib melaporkan kepada Syahbandar pelabuhan terdekat. Dalam
melakukan
tindakan
terhadap
penanggulangan,
Nahkoda
harus
mempertimbangkan tingkatan keadaan darurat, meliputi: (1) Peringatan Tingkat 1 (2) Setiap insiden/kecelakaan yang dapat ditangani, wajib dikomunikasikan oleh dan setiap awak pada instansi terkait. (3) Peringatan Tingkat 2 (4) Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim untuk mengatasi termasuk mengevakuasi penumpang. (5) Peringatan Tingkat 3 (6) Setiap
insiden/kecelakaan
yang
memerlukan
Tim/Pasukan
untuk
mengendalikan dan mengatasinya termasuk mengevakuasi penumpang dan semua awak kapal.
d. Penanganan Kecelakaan Kebakaran Kapal
1) Pemberitahuan Awal (1) Setiap orang termasuk ABK/Crew yang mengetahui kejadian adanya kebakaran di atas kapal, segera menginformasikan kepada petugas jaga/Nahkoda (2) Nahkoda selaku pemimpin tertinggi dalam Kapal, segera mengambil alih Komando dan melakukan koordinasi pada ABK untuk menangani Kebakaran dan secara simultan membunyikan tanda bahaya alarm (3) ABK memberikan pengumuman, agar penumpang semua tenang dan menempati tempat semula, dan menangani kebakaran sesuai dengan SIJIL KEBAKARAN (4) Apabila kebakaran semakin tinggi
dan
kapal sulit melanjutkan
perjalanan, maka tindakan secara simultan yang dilakukan oleh Nahkoda adalah menghubungi kapal lain yang sedang berlayar, TNI AL, dan Syahbandar melalui Petugas STC
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 115
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (5) Apabila kebakaran dapat diatasi, maka perjalanan kapal dapat dilanjutkan (6) Bilamana kebakaran tidak dapat diatasi, Nahkoha memerintahkan penumpang meninggalkan kapal, dan ABK menyiapkan berbagai peralatan (7) Untuk mengurangi tingkat kebakaran yang semakin tinggi, Nahkoda segera memerintahkan untuk membuang barang/kendaraan ke laut 2) Penanganan Internal (1) Tugas Jaga di anjungan menentukan posisi kapal pada saat kejadian kebakaran dan ditulis dalam jurnal kapal (2) Juru mudi siap dianjungan dan melaksanakan instruksi dari Nahkoda (3) Makronis melakukan tugasnya sebagai berikut; (a)
Menyiapkan peralatan komunikasi untuk hubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan
(b)
Menyiapkan surat-surat kapal
(c)
Menyiapkan alat komunikasi (HT) untuk regu pengendali kejadian
(d)
Memberitahu awak kapal dan penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi di kapal melalui Publicaddresor
(4) Masinis Jaga segera menuju tempat Pompa Pemadam Kebakaran untuk Menyiapkan dan menghidupkan Pompa Bilga di Kamar Mesin (5) Regu Pemadam Kebakaran segera menyiapkan Peralatan Breating Aparatus, peralatan P3K, dan melaksanakan pemadam kebakaran sesuai dengan Sijil Kebakaran. 3) Penanganan Eksternal
(1) Jika kebakaran tidak bisa ditangani oleh tim internal, maka Nahkoda segera mengirim berita kebakaran kapal kepada petugas STC (Ship Traffic Control). (2) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu Bagian STC (Ship Trafic Control) yang
menerima keadaan darurat segera meneruskan ke Manajer
Operasional.
PT. Sugitek Patih Perkasa
Bilamana Kapal Memiliki GMDSS, petugas radio
II - 116
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” darat dapat berhubungan
langsung dengan Kapal yang sedang
mengalami kebakaran. (3) Manajer operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan tentang keadaan darurat kapal penyeberangan, berikut lokasi Lokasi Kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan. (4) Kepala Pelabuhan, segera melakukan koordinasi dengan SAR, Polisi Air
Pemadam Kebakaran, TNI AL.
(5) SAR mengevakuasi penumpang, sementara Pemadam Kebakaran dan Polisi Air berusaha memadamkan kebakaran. (6) Penumpang yang mengalami luka maupun yang tewas, petugas SAR membawa ke Rumah Sakit untuk diotopsi. 4) Evaluasi dan Pelaporan (1) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa. (2) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke kantor
Cabang operator.
(3) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke Kantor Pusat. (4) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Secara singkat proses penanganan adalah seperti diagram berikut;
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 117
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Petugas jaga memberitahukan kepada Nahkoda dan mencatat posisi kapal, dan waktu kejadian Kebakaran - Juru mudi siap dianjungan, - Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untuk hubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untuk regu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi dan Nahkoda menganalisa tingkat membunyikan alarm kebakaran kedaruratan kebakaran Kebakaran dapat ditangani secara internal Masinis Jaga segera menuju tempat Pompa Pemadam Kebakaran untuk Menyiapkan dan menghidupkan Pompa Bilga di Kamar Mesin Regu Pemadam Kebakaran segera menyiapkan Peralatan Breating Aparatus, peralatan P3K, dan melaksanakan pemadaman kebakaran Nahkoda mengidentifikasi kerusakan kapal dan kondisi penumpang Nahkoda memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan
Kebakaran tidak dapat ditangani secara internal
Nahkoda memerintahkan ABK dan penumpang untuk meninggalkan kapal, dan ABK mempersiapkan peralatan evakuasi Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR, Syahbandar, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya, melalui petugas STC pelabuhan Di Pelabuhan Petugas STC pelabuhan melaporkan ke manajer operasional tentang keadaan darurat Kebakaran Manajer operasional lapor ke Syahbandar yang juga langsung menghubungi SAR dan petugas berwenang lainnya untuk melakukan pertolongan dan penyelamatan penumpang serta menyiapkan tempat penampungan dan Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan pengobatan sementara yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantor Pusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 118
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” e.
Penanganan Kecelakaan Tubrukan Kapal
1) Pemberitahuan Awal: (1) Dalam pelayaran apabila terjadi peristiwa tubrukan kapal, maka Perwira
Jaga
segera
memerintahkan
STOP
MESIN,
untuk
mengurangi kerusakan yang semakin parah pada badan kapal. (2) Perwira Jaga harus mencatat Posisi Kapal dan waktu kejadian di Buku Jurnal Kapal lalu melaporkan kejadiannya ke Nakhoda. 2) Penanganan Internal: (1) Nakhoda
selaku
pimpinan
tertinggi
dalam
kapal
segera
mengambil alih Komando dan melakukan tindakan penanganan yang diperlukan, yaitu memeriksa keadaan Penumpang dan Crew Kapal serta memeriksa besarnya kerusakan yang terjadi pada kapal. (2) Apabila akibat kejadian tubrukan pada kapal mengakibatkan kerusakan yang fatal pada kapal sehingga kapal tidak dapat meneruskan perjalanan pelayaran, maka segera menghubungi SAR, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta bantuan untuk kondisi darurat kapal. (3) Nakhoda segera memerintahkan penumpang kapal untuk meninggalkan
kapal
kepada semua ABK dan
meninggalkan kapal. Dalam proses agar
sesuai
dengan
penanganan
meninggalkan kapal (SIJIL Meninggalkan Kapal) (4) Apabila akibat kejadian tabrakan pada kapal mengakibatkan dampak
berupa
Kebakaran,
Orang
Jatuh
kelaut/Cedera,
Kebocoran & Tumpahan Minyak, maka Nakhoda memerintahkan penanganan sesuai dengan jenis kejadiannya. (5) Jika pada kapal tidak terjadi kerusakan yang fatal, maka Nakhoda segera memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan. 3) Penanganan Eksternal:
(1) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control) yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 119
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” bantuan harus segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila kapal dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku jurnal radio. (2) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan. (3) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari dan menyelamatkan penumpang (4) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan sebaliknya. (5) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul (6) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan (7) Melakukan Jalur Komunikasi antara :
(a) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang (b) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat (c) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat (d) Tim Tanggap Darurat dengan Direksi 4) Merinci Laporan dari Kapal/Cabang yang meliputi informasi datadata : (1) Jenis Kejadian yang dialami (2) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta (3) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun) (4) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang) (5) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi (6) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan (7) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 120
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 5)
Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain: (1) Syahbandar (2) Badan SAR Nasional (3) Rumah Sakit (4) KPPP (5) TNI AL (6) Kepolisian (7) Instansi terkait lainnya.
6) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda 7) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan yang sudah/akan dilakukan. 8) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi kejadian 9) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi 10) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota Tim. 11) Untuk
mempercepat
pertolongan
,
segera
disiapkan
tempat
penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap siaga selama proses evakuasi korban berlangsung. 12) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa ke rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi yang meninggal. 13) Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum melalui media cetak,audio dan visual. Keluarga korban yang bisa dihubungi
segera
dihubungi
mengenai
kondisi
korban
yang
sebenarnya. 14) Bila dianggap perlu , menunjuk personil yang bertugas untuk menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas izin Direksi. PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 121
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 15) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses pertolongan dan kondisi Korban. 14) Evaluasi dan Pelaporan (a) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa. (b) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke kantor
Cabang.
(c) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke Kantor Pusat. (d) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya teknis dan atau alir penanganan dapat dilihat pada diagram berikut;
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 122
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Perwira jaga segera perintahkan STOP MESIN dan memberitahukan kepada Nahkoda dan mencatat posisi kapal, dan waktu kejadian - Juru mudi siap dianjungan, - Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untuk hubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untuk regu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan penumpangNahkoda tentang keadaan darurat yang terjadi dan menganalisa tingkat membunyikan alarm tubrukan kerusakan akibat tubrukan Tidak menimbulkan kerusakan fatal dan dapat melanjutkan perjalanan Nahkoda mengidentifikasi kerusakan kapal dan kondisi penumpang Nahkoda memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan
Menimbulkan kerusakan fatal dan tidak dapat melanjutkan perperjalanan Nahkoda memerintahkan ABK dan penumpang untuk meninggalkan kapal, dan ABK mempersiapkan peralatan evakuasi Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR, Syahbandar, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya, melalui petugas STC pelabuhan Di Pelabuhan Petugas STC pelabuhan melaporkan ke manajer operasional tentang keadaan darurat tubrukan Manajer operasional lapor ke
Syahbandar yang juga langsung menghubungi SAR dan petugas berwenang lainnya untuk melakukan pertolongan dan penyelamatan penumpang serta menyiapkan tempat Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan penampungan dan pengobatan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian sementara kecelakaan yang serupa, mengirim semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantor mengarsip dokumen kejadian Tubrukan Kapal GambarPusat, 2.20.dan Diagram Alirsemua Penanganan Kecelakaan
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 123
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
f. Penanganan Kecelakaan Kapal Kandas 1) Pemberitahuan Awal (a) Dalam pelayaran apabila terjadi peristiwa kapal kandas, maka Perwira
Jaga
segera
memerintahkan
STOP
MESIN,
untuk
mengurangi kerusakan yang semakin parah pada badan kapal. (b) Perwira Jaga harus mencatat Posisi Kapal dan waktu kejadian di Buku Jurnal Kapal lalu melaporkan kejadiannya ke Nakhoda. 2) Penanganan Internal (a) Nakhoda selaku pimpinan tertinggi dalam kapal segera mengambil alih Komando dan melakukan tindakan penanganan yang diperlukan, yaitu memeriksa keadaan Penumpang dan Crew Kapal serta memeriksa besarnya kerusakan yang terjadi pada kapal. (b) ABK memberikan pengumuman, agar penumpang semua tenang dan menempati tempat semula, agar tidak semakin membahayakan kondisi kapal yang kandas. (c) Nahkoda segera memerintahkan kepada ABK mempersiapkan peralatan
untuk memeriksa kondisi kapal (sekoci kerja, tali,
pelampung). (d) Menurunkan sekoci untuk memeriksa kondisi sekitar kapal untyuk mengetahui seberapa dalam kandas, seberapa luas area kandas. (e) Jika kandas dirasa dapat dapat diatasi sendiri, Nahkoda melakukan tindakan sebagai berikut : 3) Memerintahkan penumpang untuk turun sementara dengan menggunakan sekoci ataupun baju pelampung yang ada dengan perlahan-lahan agar tidak mengakibtakan kapal oleng/terbalik. 4) Jika diperlukan, untuk mengurangi bahaya tenggelamnya kapal, Nahkoda memerintahkan ABK untuk mengurangi muatan dengan membuang barang/kendaraan ke laut. 5) Menyiapkan stand by olah gerak untuk maneuver kecil, 6) Mengkomunikasikan dengan dengan kapal yang berlayar di sekitarnya atau kepada para nelayan di sekitarnya. PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 124
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 7) Apabila kandas dapat diatasi, dan tidak terjadi kerusakan yang fatal dan dapat melanjutkan perjalanan, maka Nakhoda segera memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan. 8) Apabila akibat kejadian kapal kandas mengakibatkan dampak berupa orang jatuh kelaut/cedera, kebocoran dan tumpahan minyak, maka Nakhoda memerintahkan penanganan sesuai dengan jenis kejadiannya. 9)
Bilamana kandas tidak dapat diatasi, Nakhoda segera memerintahkan kepada semua ABK dan penumpang kapal untuk meninggalkan kapal dan ABK menyiapkan berbagai peralatan. Dalam proses meninggalkan kapal agar sesuai dengan penanganan meninggalkan kapal (SIJIL Meninggalkan Kapal). Nahkoda segera menghubungi SAR, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta bantuan untuk kondisi darurat kapal.
10) Penanganan Eksternal a) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control) yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta bantuan harus segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila kapal dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku jurnal radio. b) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan. c) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari dan menyelamatkan penumpang d) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan sebaliknya. e) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul f) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan g) Melakukan Jalur Komunikasi antara : PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 125
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (1) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang (2) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat (3) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat (4) Tim Tanggap Darurat dengan Direksi
11) Merinci Laporan dari Kapal/Cabang yang meliputi informasi data-data a) Jenis Kejadian yang dialami b) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta c) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun) d) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang) e) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi f) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan g) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang . h) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain: (1) Syahbandar (2) Badan SAR Nasional (3) Rumah Sakit (4) KPPP (5) TNI AL (6) Kepolisian (7) Instansi terkait lainnya. 12) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda 13) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan yang sudah/akan dilakukan. 14) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi kejadian 15) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi 16) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota Tim. 17) Untuk mempercepat pertolongan , segera disiapkan tempat penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap siaga selama proses evakuasi korban berlangsung. PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 126
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 18)
Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa ke rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi yang meninggal.
19)
Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum melalui media cetak,audio dan visual. Keluarga korban yang bisa dihubungi segera dihubungi mengenai kondisi korban yang sebenarnya.
20)
Bila dianggap perlu , menunjuk personil yang bertugas untuk menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas izin Direksi.
21)
Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses pertolongan dan kondisi Korban.
22)
Evaluasi dan Pelaporan (a) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa. (b) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke kantor
Cabang.
(c) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke Kantor Pusat. (d) Nahkoda dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya penanganan kecelakaan tubrukan kapal dapat dilihat pada diagram berikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 127
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Perwira jaga segera perintahkan STOP MESIN dan memberitahukan kepada Nahkoda dan mencatat posisi kapal, dan waktu kejadian - Juru mudi siap dianjungan, - Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untuk hubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untuk regu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan penumpang tentang keadaan darurat yang Nahkoda tingkat terjadi danmenganalisa membunyikan alarmkedaruratan kapal kandas kandas, bersama Mualim memeriksa kondisi sekitar kapal untuk mengetahui seberapa dangkal kandas, seberapa luas area kandas Tidak menimbulkan kerusakan fatal dan dapat ditangani internal
Menimbulkan kerusakan fatal dan tidak dapat ditangani internal
Nahkoda memerintahkan ABK dan penumpang untuk meninggalkan kapal, dan ABK mempersiapkan peralatan evakuasi Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR, Syahbandar, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya, melalui petugas STC pelabuhan Di Pelabuhan Petugas STC untuk maneuver kecil, sambil pelabuhan melaporkan ke mengkomunikasikan dengan manajer operasional tentang dengan kapal yang berlayar di keadaan darurat tubrukan sekitarnya atau kepada para Manajer operasional lapor ke Nahkoda mengidentifikasi nelayan di sekitarnya. Syahbandar yang juga langsung kerusakan kapal dan kondisi menghubungi SAR dan petugas penumpang berwenang lainnya untuk melakukan Nahkoda pertolongan dan penyelamatan serta memerintahkan untuk menyiapkan tempat penampungan dan melanjutkan perjalanan pengobatan sementara Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk
Nahkoda memerintahkan penumpang untuk turun sementara dengan menggunakan sekoci/baju pelampung, dan jika perlu, untuk mengurangi bahaya tenggelamnya kapal, Nahkoda memerintahkan ABK untuk mengurangi muatanmemerintahkan dengan membuang Nahkoda untuk barang/kendaraan ke laut menyiapkan stand by olah gerak
mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantor Pusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
Gambar 2.21. Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Kapal Kandas
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 128
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” g. Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam
1) Pemberitahuan Awal Dalam pelayaran apabila terjadi peristiwa yang mengakibatkan kapal tenggelam karena kecelakaan kebakaran, kandas, atau tubrukan, maka Perwira Jaga harus mencatat Posisi Kapal dan waktu kejadian di Buku Jurnal Kapal lalu melaporkan kejadiannya ke Nakhoda. 2) Penanganan Internal (1) Nakhoda selaku pimpinan tertinggi dalam kapal segera mengambil alih Komando dan melakukan tindakan penanganan yang diperlukan, yaitu segera memerintahkan penumpang dan ABK untuk meninggalkan kapal. (2) ABK menyiapkan berbagai peralatan yang diperlukan (pelambung, baju penolong, sekoci). (3) Dalam proses meninggalkan kapal agar sesuai dengan penanganan meninggalkan kapal (SIJIL Meninggalkan Kapal). (4) Nahkoda segera menghubungi SAR, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta bantuan untuk kondisi darurat kapal. 3) Penanganan Eksternal (1) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control) yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta bantuan harus segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila kapal dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku jurnal radio. (2) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan. (3) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari dan menyelamatkan penumpang (4) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan sebaliknya. PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 129
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (5) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul (6) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan (7) Melakukan Jalur Komunikasi antara : (a) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang (b) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat (c) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat (d) Tim Tanggap Darurat dengan Direksi (8) Merinci Laporan dari Kapal/Cabang yang meliputi informasi data-data : (a)
Jenis Kejadian yang dialami
(b)
Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta
(c)
Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun)
(d)
Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang)
(e)
Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi
(f)
Tindakan penanganan yang sudah dilakukan
(g)
Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang .
(9) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain: (a)
Syahbandar
(b)
Badan SAR Nasional
(c)
Rumah Sakit
(d)
KPPP
(e)
TNI AL
(f)
Kepolisian
(g)
Instansi terkait lainnya.
(10) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda (11) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan yang sudah/akan dilakukan. (12) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi kejadian (13) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi (14) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota Tim. (15) Untuk
mempercepat
pertolongan
,
segera
disiapkan
tempat
penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 130
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan siap siaga selama proses evakuasi korban berlangsung. (16) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa ke rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi yang meninggal. (17) Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum melalui media cetak, audio dan visual. Keluarga korban yang bisa dihubungi segera dihubungi mengenai kondisi korban yang sebenarnya. (18) Bila dianggap perlu , menunjuk personil yang bertugas untuk menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas izin Direksi. (19) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses pertolongan dan kondisi Korban. 4) Evaluasi dan Pelaporan (1) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa. (2) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke kantor
Cabang.
(3) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke Kantor Pusat. (4) Nahkoda
dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya penanganan kapal tenggelam dapat dilihat pada dianggaram berikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 131
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Perwira jaga segera memberitahukan kepada Nahkoda dan mencatat posisi kapal, dan waktu kejadian
- Juru mudi siap dianjungan, - Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untuk hubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untuk regu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi dan membunyikan alarm mennggalkan kapal Nahkoda memerintahkan ABK dan penumpang untuk meninggalkan kapal, dan ABK mempersiapkan peralatan evakuasi yang diperlukan (pelambung, baju penolong, sekoci). Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR, Syahbandar, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya, melalui petugas STC pelabuhan Di Pelabuhan Petugas STC pelabuhan melaporkan ke manajer operasional tentang keadaan darurat tenggelam Manajer operasional lapor ke Syahbandar yang juga langsung menghubungi SAR dan petugas berwenang lainnya untuk melakukan pertolongan dan penyelamatan penumpang serta menyiapkan tempat penampungan dan pengobatan sementara Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantor Pusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
Gambar 2.22. Diagram Alir Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 132
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” h. Penanganan Orang Jatuh ke Laut 1) Pemberitahuan Awal a) Setiap orang yang mengetahui, ada orang jatuh ke laut dari atas kapal harus
memberitahukan sekuat-kuatnya berteriak “ADA ORANG
JATUH KE LAUT “. b) Orang yang mendengar teriakan tersebut segera
memberitahukan
kepada ABK dan ABK segera membunyikan alarm/suling sebagai tanda mesin Kepal segera dimatikan, dan secara simultan ABK tersebut segera melaporkan ke Nahkoda 2) Penanganan Internal a) Nahkoda segera memerintahkan kepada ABK mempersiapkan peralatan
pertolongan (tali, pelampung, boat kecil yang ada)
b) Melemparkan pelampung kepada orang yang jatuh atau benda lainnya sebagai pegangan sementara. c) Nahkoda melakukan tindakan sebagai berikut : 3) Menyiapkan stand by olah gerak/siap bantu, 4) Mengkomunikasikan dengan dengan kapal yang berlayar di sekitarnya atau kepada para nelayan di sekitarnya 5) ABK menurunkan tangga, sebagai jalan ke bahwah atau ke laut sekaligus membawa pelampung dan tali. 6)
ABK menurunkan sekoci ke bawah untuk digunakan menolong korban.
7)
ABK melempar tali kepada korban, sebagai pegangan untuk dapat naik ke atas boat/ sekoci.
8)
ABK membawa korban ke atas kapal melalui tangga yang telah disediakan,
dan selanjutnya
dibawa ke Ruang
Pemeriksaan
Kesehatan. 9)
Bilamana korban, mengalami luka, Dokter langsung melakukan pertolongan.
10) Korban dipersilahkan ke luar, bilamana korban sudah sehat.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 133
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 11) valuasi dan Pelaporan a) Nahkoda, harus mencatat kronologis jatuhnya orang dari Kapal, dan menyimpan sebagai dokumentasi. b) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa. c) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke kantor
Cabang.
d) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke Kantor Pusat.
Lebih jelasnya diagram penanganan kecelakaan orang jatuh ke laut dapat dilihat pada diagram berikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 134
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Siapapun Teriak “ADA ORANG JATUH KE LAUT “, dan segera memberitahukan kepada ABK dan Perwira Jaga segera membunyikan alarm/suling sebagai tanda STOP MESIN, dan secara simultan segera melaporkan ke Nahkoda
- Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untuk hubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan Nahkoda segera memerintahkan kepada ABK mempersiapkan peralatan pertolongan (tali, pelampung, boat kecil yang ada), dan segera melemparkan pelampung kepada orang yang jatuh atau benda lainnya sebagai pegangan sementara Nahkoda memerintahkan juru mudi untuk menyiapkan stand by olah gerak/siap bantu, dan memerintahkan markonis untuk mengkomunikasikan dengan dengan kapal yang berlayar di sekitarnya atau kepada para nelayan di sekitarnya ABK secara simultan menurunkan tangga, sebagai jalan ke bahwah atau ke laut sekaligus membawa pelampung dan tali dan menurunkan sekoci ke bawah untuk digunakan menolong korban. ABK melempar tali kepada korban, sebagai pegangan untuk dapat naik ke atas boat/sekoci, kemudian menaikkan korban melalui tangga yang telah disiapkan, sementara ABK yang lain kembali menaikkan sekoci dan peralatan lain ke tempat semula Setelah sampai diatas geladak, korban selanjutnya dibawa ke Ruang Pemeriksaan Kesehatan. Bilamana korban, mengalami luka, Dokter langsung melakukan pertolongan. Korban dipersilahkan ke luar, bilamana korban sudah sehat. Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantor Pusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
Gambar 2.23. Diagram Alir Penanganan Orang Jatuh Ke Laut
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 135
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” i. Penanganan Meninggalkan Kapal 1) Pemberitahuan Awal a) Nakhoda memerintahkan kepada semua penumpang dan ABK untuk meninggalkan kapal apabila kondisi kapal mengalami kerusakan yang fatal sehingga kapal tidak bisa melanjutkan pelayaran . b) Sebagai tanda untuk segera meninggalkan kapal, maka Nakhoda membunyikan Alarm/tanda bahaya sesuai dengan kejadiannya. c) Marconis
melakukan
tugasnya
dengan
memancarkan
Berita
MaraBahaya. d) Nakhoda memerintahkan kepada ABK untuk menghubungi SAR, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya untuk meminta bantuan untuk kondisi darurat kapal dengan mengikuti prosedur komunikasi yang berlaku. 2) Penanganan Internal a) ABK melaksanakan tugasnya sesuai dengan SIJIL MENINGGALKAN KAPAL b) ABK membimbing para penumpang untuk
menggunakan
Life
Jacket/Pelampung. Kemudian Life Jacket/Pelampung ikatkan dan kencangkan sesuai dengan aturan pemakaian. c) ABK menurunkan Sekoci penolong dan melaporkan kepada Nakhoda bahwa persiapan telah dilakukan. d) Para penumpang yang meninggalkan kapal dengan sekoci/ILR sesuai dengan nomor sekoci/ILR dan ABK .membantu dalam menurunkan sekoci ke air, menstart mesin, dan melepaskan kaitan sekoci dengan kapal. e) Penumpang yang akan melakukan tindakan terjun ke laut, oleh ABK diberi petunjuk mengenai tata cara terjun dilaut: (a) Sebelum terjun ke air, berusaha untuk turun sedekat mungkin dengan permukaan air. (b) Pakai dan ketatkan alat pelampung. (c) Sebelum terjun ke air, perhatikan apakah tempat jatuh anda bebas dari orang lain, benda-benda yang mencuat atau reruntuhan. (d) Lindungi mulut dan pencet hidung dengan jari.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 136
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (e) Eratkan pelampung dengan jalan menyilangkan lengan yang bebas di depan dada dan memegang tali pangkal alat pelampung. 3)
Para Penumpang yang berada di laut dengan cara terjun kelaut, segera dilakukan pertolongan untuk naik ke Sekoci/ILR.
4)
Penanganan Eksternal a) Petugas Radio di Pelabuhan yaitu di bagian STC (Ship Traffic Control) yang menerima keadaan darurat dari kapal yang meminta bantuan harus segera memberitahukan kepada Manajer Operasional. Apabila kapal dilengkapi dengan fasilitas GMDSS petugas radio darat dapat langsung berhubungan dengan kapal. Berita yang diterima harus dicatat dibuku jurnal radio. b) Manajer Operasional segera menghubungi Kepala Pelabuhan mengenai keadaan darurat kapal dengan merinci kondisi yang ada, yaitu lokasi kejadian, jumlah penumpang dan jenis bantuan yang diperlukan. c) Kepala Pelabuhan sebagai Tim Tanggap Darurat yang bertanggung jawab didarat untuk keadaan darurat di kapal, segera menghubungi SAR dan petugas yang berwenang untuk segera mengirim tim SAR untuk mencari dan menyelamatkan penumpang d) Tim Tanggap Darurat cabang yang menerima informasi keadaan darurat Kapal, harus segera menghubungi Tim Tanggap Darurat Pusat dan sebaliknya.. e) Semua Anggota Tim Tanggap Darurat berkumpul f) Ruang dan peralatan penunjang Tim Tanggap darurat telah disiapkan g) Melakukan Jalur Komunikasi antara : (1) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang (2) Kapal dengan Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat (3) Tim Tanggap Darurat Kantor Cabang dengan kantor Pusat (4) Tim Tanggapa Darurat dengan Direksi
5) Merinci Laporan dari Kapal / Cabang yang meliputi informasi data-data : a) Jenis Kejadian yang dialami b) Posisi kapal/lokasi kejadian yang telah diplot dalam peta c) Waktu kejadian (Jam, Hari, Tanggala, Bulan dan Tahun) d) Jumlah Muatan (Penumpang/Kendaraan/Barang) e) Ada tidaknya korban dalam insiden atau kecelakaan yang terjadi PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 137
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” f) Tindakan penanganan yang sudah dilakukan g) Jenis pertolongan yang diminta oleh kapal/cabang . 6) Melakukan kontak dengan instansi yang terkait, antara lain: a)
Syahbandar
b) Badan SAR Nasional c) Rumah Sakit d) KPPP e) TNI AL f) Kepolisian g) Instansi terkait lainnya. 7) Mengambil tindakan penanganan yang diperlukan untuk memberikan dukungan ke kapal sesuai dengan permintaan Nakhoda 8) Melakukan peninjauan terhadap tambahan tenaga yang dikirim ke lokasi kejadian 9) Bila dianggap perlu, melakukan kontak langsung dengan keluarga terdekat awak kapal dan menjelaskan kejadian serta tindakan bantuan yang sudah/akan dilakukan. 10) Menunjuk personil yang mengatur keberangkatan Direksi ke Lokasi kejadian 11) Melakukan peninjauan perlu tidaknya dilakukan evakuasi 12) Bila diperlukan evakusi, segera disampaikan kepada semua anggota Tim. 13) Untuk mempercepat pertolongan , segera disiapkan tempat penampungan dan pengobatan semetara bagi penumpang yang mengalami luka. Tim Medis, obat-obatan dan kendaraan ambulan
siap siaga selama proses
evakuasi korban berlangsung. 14) Penumpang yang mengalami luka ringan bisa ditangani di lokasi penampungan, korban yang luka parah dan meninggal segera di bawa ke rumah sakit terdekat untuk proses pengobatan dan identifikasi bagi yang meninggal. 15)Korban musibah baik penumpang maupun awak kapal yang meninggal yang telah diidentifikasi segera diumumkan kepada masyarakat umum melalui media cetak,audio dan visual. Keluarga korban yang bisa dihubungi segera dihubungi mengenai kondisi korban yang sebenarnya.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 138
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 16) Bila dianggap perlu, menunjuk personil yang bertugas untuk menjelaskan tentang insiden/kecelakaan kapal kepada media masa atas izin Direksi. 17) Tim Tanggap Darurat segera memberikan penjelasan mengenai proses pertolongan dan kondisi Korban. 18) Evaluasi dan Pelaporan: (a) Nahkoda berkewajiban untuk membuat analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa (b) Nahkoda berkewajiban untuk mengirim semua dokumen kejadian ke kantor
Cabang
(c) Semua dokumen hasil analisa/evaluasi oleh Kantor Cabang dikirim ke Kantor Pusat (d) Nahkoda
dan Kantor Cabang berkewajiban untuk mengarsip semua
dokumen jadian (laporan kejadian, proses penanganan, berita acara, hasil evaluasi dan analisa) dengan masa retensi 2 tahun.
Lebih jelasnya diagram/alir penanganan orang meninggalkan kapal dapat dilihat pada diagram berikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 139
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Perwira jaga mencatat posisi kapal, dan waktu kejadian - Makronis menyiapkan: peralatan komunikasi untuk hubungan dengan darat atau dengan kapal lain jika dibutuhkan, surat-surat kapal, alat komunikasi (HT) untuk regu pengendali kejadian, pemberitahuan awak kapal dan penumpang tentang keadaan darurat yang terjadi dan membunyikan alarm meninggalkan kapal Nahkoda memerintahkan ABK dan penumpang untuk meninggalkan kapal, dan ABK mempersiapkan peralatan evakuasi yang diperlukan (pelambung, baju penolong, sekoci) - Nahkoda koordinasi/menghubungi SAR, Syahbandar, Stasiun Pantai atau Kapal sekitarnya, melalui petugas STC pelabuhan - Marconis melakukan tugasnya dengan memancarkan Berita MaraBahaya untuk meminta bantuan untuk - ABK membimbing para penumpang untuk menggunakan kondisi darurat kapal dengan mengikuti prosedur Life Jacket/Pelampung, dankomunikasi segera terjun ke laut jika dengan petunjuk ABK yang berlaku. - ABK menurunkan Sekoci penolong dan melaporkan kepada Nakhoda bahwa persiapan telah dilakukan. - Para penumpang yang meninggalkan kapal dengan sekoci/ILR sesuai dengan nomor sekoci/ILR dan ABK membantu dalam menurunkan sekoci ke air, menstart mesin, dan melepaskan kaitan sekoci dengan kapal. Di Pelabuhan Petugas STC pelabuhan melaporkan ke - Para Penumpang yang berada di tentang laut dengan cara terjun manajer operasional keadaan daruratkelaut, segera dilakukan pertolongan untukkapal naik ke Sekoci/ILR. meninggalkan Manajer operasional lapor ke Syahbandar yang juga langsung menghubungi SAR dan petugas berwenang lainnya untuk melakukan pertolongan dan penyelamatan penumpang serta menyiapkan tempat penampungan dan pengobatan sementara Nahkoda melakukan analisa/evaluasi kecelakaan yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian kecelakaan yang serupa, mengirim semua dokumen kejadian ke kantor Cabang operator dan kantor Pusat, dan mengarsip semua dokumen kejadian
Gambar 2.24. Diagram Alir Penanganan Meninggalkan Kapal
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 140
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” G.
Pedoman Penempatan Kapal Pada Lintas Penyeberangan
Perintis 1. Latar Belakang Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17
Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 24, dan Pasal 25, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 71 dan Pasal 72, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan pada Pasal 12, 13, 14, dan Pasal 15, maka diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Pada Lintas Penyeberangan Perintis. 2. Tujuan Penyusunan Tujuan penyusunan Penyeberangan
Konsep Pedoman Penempatan Kapal Pada Lintas
Perintis
adalah
untuk
menjamin
kelancaran,
ketertiban,
keselamatan dan keamanan penempatan kapal pada lintas penyeberangan perintis sesuai daerah operasi. 3. Sasaran yang diwujudkan Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Pada Lintas Penyeberangan Perintis adalah adalah adanya acuan atau pedoman bagi pemerintah daerah, operator pelabuhan, serta pengusaha/operator angkutan penyeberangan yang akan menempatkan kapal pada suatu lintas penyeberangan perintis sesuai daerah operasi. 4. Jangkauan penyusunan Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Pada Lintas Penyeberangan Perintis adalah: a. Prosedur penempatan kapal b. Persyaratan Kelaiklautan kapal c. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 141
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 5. Objek atau arah pengaturan Sebagai sarana komunikasi atau penyeberangan antar pulau, kapal dapat dianggap sebagai jembatan penghubung antara jaringan jalan darat atau jaringan jalan kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Pada umumnya angkutan penyeberangan bersifat komersial terutama antar daerah atau pulau yang sudah maju dengan mobilitas masyarakat yang tinggi dan distribusi logistic memadai. Tingkat kemajuan antar daerah di Indonesia tidaklah sama bahkan terdapat kepincangan kemajuan yang bermuara pada kepincangan kesejahteraan. Karena itu sangat dibutuhkan angkutan penyeberangan perintis. a. Prosedur Penempatan Kapal 1) Belum Terlayani Angkutan Kapal Dalam rangka melayani mobilitas masyarakat Indonesia di daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil, maka Pemerintah menyelanggarakan angkutan penyeberangan perintis
dengan pertimbangan tertentu dengan
pertimbangan ekonomi.Kegiatan angkutan penyeberangan perintis pada dasarnya dilakukan untuk 79: a) menghubungkan daerah yang masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil yang belum berkembang dengan daerah yang sudah berkembang atau maju; b) menghubungkan daerah yang moda transportasi lainnya belum memadai; dan c) menghubungkan daerah yang secara komersial belum
menguntungkan
untuk
dilayani
oleh
pelaksana
angkutan
penyeberangan. Kegiatan pelayanan Angkutan Penyeberangan perintis hanya dapat dilakukan oleh perusahaan Angkutan Penyeberangan. Kegiatan pelayanan Angkutan Penyeberangan perintis ditentukan berdasarkan kriteria 80: a) belum dilayani oleh pelaksana kegiatan angkutan laut, angkutan sungai dan danau atau angkutan penyeberangan yang beroperasi secara tetap dan teratur; b) secara komersial belum menguntungkan; b) tingkat pendapatan perkapita penduduknya masih rendah; Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkuitan Penyeberangan, Pasal 13 80 Ibid, Pasal 14 79
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 142
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” c) dilayani oleh perusahaan angkutan yang memiliki surat izin usaha angkutan penyeberangan dan surat persetujuan pengoperasian kapal; dan d) faktor muatan rata-rata kapal kurang dari 60% (enam puluh per seratus) per tahun.
Biaya yang timbul akibat dilaksanakannya angkutan penyeberangan perintis, yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah merupakan subsidi sebesar selisih biaya pengoperasian kapal pelayaran perintis yang dikeluarkan oleh perusahaan angkutan penyeberangan dengan pendapatan dan/atau penghasilan uang tambang barang dan penumpang pada suatu trayek tertentu
81
. Subsidi diberikan kepada perusahaan Angkutan Penyeberangan
atas dasar penugasan oleh Pemerintah/pemerintah daerah yang sebagian biaya atau sepenuhnya dibebankan pada anggaran pemerintah baik yang bersumber dari APBN maupun APBD. Pelayanan Angkutan Penyeberangan Perintis untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil dilaksanakan oleh Menteri, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota. Kegiatan angkutan penyerangan perintis dapat dilakukan dengan cara kontrak jangka panjang dengan perusahaan angkutan di perairan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal yang diawaki oleh warga negara Indonesia 82. 2) Persyaratan Kelaiklautan kapal Setiap kapal yang akan ditempatkan pada suatu lintas penyeberangan perintis harus memenuhi kelaiklautan kapal yang dibuktikan dengan sertifikat dan surat kapal, sesuai dengan daerah operasinya yang meliputi 83: 3) Keselamatan Kapal; Persyaratan
keselamatan
kapal
meliputi
:
a).material;
b).konstruksi;
c).bangunan; d).permesinan dan perlistrikan; e).stabilitas; f).tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 72 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 25 83 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 117 81 82
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 143
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” g).elektronika kapal
84
. Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan
keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh Menteri. 4) pencegahan pencemaran dari kapal; Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian pencemaran oleh Menteri. 5) pengawakan kapal; Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional, dengan Nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk kapal berbendera Indonesia harus warga negara Indonesia, dan kapal yang memenuhi persyaratan diberikan setifikat pengawakan kapal. 6) garis muat kapal dan pemuatan; Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan persyaratan. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis Muat. Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang Marka Garis Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya. 7) kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang; Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi: a).gaji; b).jam kerja dan jam istirahat; c).jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan pemulangan ke tempat asal; d).kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami kecelakaan; e).kesempatan mengembangkan karier; f).pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman; dan g).pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan kerja, yang dinyatakan dalam perjanjian kerja antara Awak Kapal dengan pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan perundangundangan.
84
Ibid, Pasal 124
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 144
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Untuk menjamin kesehatan penumpang dan awak kapal selama pelayaran, setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas kesehatan bagi penumpang, meliputi: a).ruang pengobatan atau perawatan; b).peralatan medis dan obat-obatan; dan c).tenaga medis. b.Status hukum kapal; Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses: 1) pengukuran kapal; Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri. Berdasarkan pengukuran ini kemudian diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pada kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda Selar. Tanda Selar harus tetap terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca. 2) pendaftaran kapal; Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal Indonesia. Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar.
Pada kapal yang telah
didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran. 3) penetapan kebangsaan kapal. Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri. c.Manajemen keselamatan Dan Pencegahan Pencemaran Dari Kapal Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal diberi sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal berupa Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of Compliance/DOC) untuk perusahaan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety Management Certificate/SMC) untuk kapal.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 145
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” d. manajemen keamanan kapal. Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal diberi sertifikat Manajemen Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal Internasional (International Ship Security Certificate/ISSC). Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada setiap lintas penyeberangan harus memenuhi persyaratan 85: 1) spesifikasi teknis lintas; Spesifikasi teknis lintas penyeberangan meliputi: a) kondisi lintasan; b) perkiraan kapasitas lintas; c) kemampuan pelayanan alur; dan d) spesifikasi teknis terminal penyeberangan atau pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan. 2) spesifikasi teknis kapal; Spesifikasi teknis kapal
meliputi: a) ukuran kapal; b) pintu rampa; c)
kecepatan kapal; dan d) mesin bantu sandar. 3) persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan; Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi: a) persyaratan usaha; dan b) persyaratan pelayanan. 4) fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan; Fasilitas pelabuhan laut yang digunakan
untuk
melayani
angkutan
penyeberangan
atau
terminal
penyeberangan paling sedikit meliputi: a) jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal; b) kolam pelabuhan; dan. c) fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan. 1) persyaratan minimal pelayanan angkutan penyeberangan. Khusus mengenai persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan akan ditempatkan minimal harus memiliki: a)
Fasilitas ruang akomodasi penumpang
Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 66
85
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 146
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Standar pelayanan kenyamanan penumpang
dari
segi fasilitas ruang
akomodasi penumpang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang Tempat Duduk/ Urinoir/WC Sistem No Kelas Luas ( M2 ) K. Mandi Sirkulasi Udara 1 Sampai Ekonomi dengan 1,0 Geladak jam terbuka Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Geladak tertutup Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan 2 Diatas 1,0 Ekonomi Bangku/ 0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka jam s/d 4 Bisnis Kursi/ 0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC jam Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC 3 Diatas 4 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan s/d 8 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC 4 Diatas 8 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan s/d 12 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC Ac 5 Lebih dari 12 Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Jam Berlayar
P. Addreser CC TV Musik Video
Ada
-
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Tabel 2. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang Kamar Sistem No Kelas Jam Tempat Tidur/ Sirkulasi P. Addreser Berlayar Luas ( M2 ) Udara Musik 1 Di atas 8 jam Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada s/d 12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC Ada Eksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada 2 Lebig dari Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada 12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC Ada Eksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
b) Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang (1) Luas Ruangan -Luas lantai tempat duduk/tenpat tidur penumpang kurang lebih 60 % luas geladak ruangan c) Penumpang -Penumpang Geladak Terbuka: -Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30 – 0,45 m2 PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 147
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” d) Penumpang Geladak Tertutup - Tinggi atap minimal 1,90 m; - Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berulkuran 0,33 - 0,65 m2 e) Penumpang Kamar - Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 ( enam ) orang - Dilengkapi tenpat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70 m lebar - Luas lantai per orang minimal 1,26 m2 Untuk mengganti tempat tidur tetap diperbolehkan membuat ruang tidur secara tatami ( tanpa ranjang / bed ) dengan luas lantai per orang minimal 1,26 m2. Ruang tidur untuk penumpang kamar kelas eksekutif harus mempunyai tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,80 m lebar dengan luas lantai per orang minimal 1,44 m2 f) Tempat Duduk (1) Bangku : untuk tempat duduk penumpang kelas ekonomi: (a) Tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran tangan (b) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 ( enam ) orang untuk satu sisi keluar menuju gang/jalan lalu lintas orang (c) Luas bangku per orang minimal 0,30 m2, dengan ukuran lebar 0,4 m dan panjang 0,75 m (d) Bangku dapat ditempatkan pada ruangan penumpang geladak terbuka atau tertutup (2) Kursi : untuk tempat duduk penumpang kelas non ekonomi bisnis; (a) tempat duduk bersandaran tangan untuk masing-masing penumpang dan ditempatkan secara berderet pada ruangan penumpang geladak tertutup dan setiap kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok (b) Luas ukuran kursi minimal 0,40 m2 tiap kursi (c) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar berikut;
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 148
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Gambar 5.25. Konstruki Kursi Penumpang Kapal Penyeberangan
(3) Kursi Reklining ( Reklining Seat ) : untuk tempat duduk penumpang kelas non-ekonomi eksekutif (4) Tempat duduk dengan sandaran punggung yang dapat diatur dan setiap kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok, ditempatkan pada ruangan penumpang geladak tertutup (5) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi (6) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar 2 berikut; (7) Gang / jalan melintas untuk orang/penumpang; (8) Jarak antara ( lebar ) dari gang tempat untuk melintas orang/penumpang adalah sebagai berikut; (a) sampai dengan 100 penumpang, jarak minimal 0,80 m; (b) di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m (c) di atas 1.000 penumpang, jarak minimal 1,20 m; (d) sudut kemiringan tangga penumpang yang menghubungkan antar geladak tidak boleh melebihi 450
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 149
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” g) Kamar Mandi dan WC/Kakus Untuk penumpang harus tersedia kamar mandi dan WC/Kakus, dengan jumlah minimal sebegai berikut; (1) dari 13 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi dan WC/kakus, selanjutnya untuk setiap 50 atau bagian dari 50 penumpang sampai 500 penumpang harus ada tambahan 1 kamar mandi dan WC/kakus; (2) lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100 penumpang harus ada tambahan 1 WC/kakus; (3) kamar mandi dan WC/kakus dibagi untuk pria dan wanita, serta harus dilengkapi dengan dinding – dinding pemisah yang cukup (4) harus terdapat persediaan air pada tempat-tempat air dengan jumlah sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar
mandi dan WC/kakus, sejauh
perlengkapan kamar mandi dan WC/kakus masih belum memenuhi hal tersebut secara cukup (5) untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit harus ada satu kamar mandi dan satu WC/kakus bagi awak kapal, yang harus dapat digunakan juga untuk penumpang (6) untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4 ( pembagian menurut jam berlayar ), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi (7) kamar mandi dan WC/kakus harus terpisah dari rungan akomodasi dengan baik dan ruang-ruang tersebut harus cukup luas serta cukup sirkulasi udaranya, dengan penataan ruangan dan konstruksi sehingga memudahkan peyaluran air dan kotoran dalam pembersihannya. k) Sistem Lubang Angin/Ventilasi Udara Penumpang : (1) ruang akomodasi penumpang harus diberikan lubang angin/ventilasi udara yang cukup (2) ruang akomodasi penumpang di geladak tertutup, harus memakai sistem pengisap ( exhaust ) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam (3) ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai fan ( kipas angin ) atau sistem air conditioning ( penyejuk udara ) (4) ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan fasn untuk setiap 25 m2 disediakan 1 ( satu ) fan berdiameter minimal 40 cm
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 150
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (5) Ruang akomodasi penumpang
yang dilengkapi dengan sistem air
conditioning ( penyejuk udara ) temperatur ruang berkisar antara 230 C - 200 C; (6) Ruang akomodasi penumpang harus mendapat cukup cahaya melalui kaca pada tingkap-tingkap sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang dipasang untuk itu; (7) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi penerangan yang cukup (8) Kapal yang berukuran di atas 2.500 m3 ke atas, harus menyediakan ruangan untuk keperluan perawatan orang sakit ( klinik & kamar perawatan ) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begitu pula untuk pembuangan air dan kotoran harus dengan sistem pencuci kuman sebelum dibuang ke luar kapal l) Dapur dan Kantin/ Kafetaria (1)
dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan;
(2)
dapur harus mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruangan akomodasi;
(3)
kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik
(4)
bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki penyimpan gas harus terpisah dan pada saluran gas masuk harus dipasang minimal satu buah keran penutup cepat ( shut – off valve ) yang terdekat di luar ruang dapur
(5)
untuk pelayanan penumpang, diizinkan penempatan kafetaria di ruang penumpang
(6)
kafetaria harus menggunakan kompor/alat pemanas listrik;
(7)
sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor harus terpisah dengan ruang penumpang
(8)
pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan
m)
Ruang Publik : (1) kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan ruangan terbuka untuk tempat santai/rekreasi penumpang;
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 151
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (2) kapal penumpang wajib menyediakan
ruangan untuk tenmpat ibadah,
dengan luas yang sesuai dengan jumlah penumpang dan ruang kapal yang tersedia, serta harus selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya
n) Persyaratan ruang pemuatan kendaraan di kapal Persyaratan pelayanan pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan harus memenuhi persyaratan perlengkapan pintu rampa dan ruang kendaraan berserta fasilitasnya. Kapal penyeberangan yang mengangkut kendaraan, harus memenuhi perlengkapan dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut; (1) Pintu Rampa; (1) terdiri dari 2 pintu, yang dipasang di bagian haluan dan buritan ( type RO – Ro ) atau samping kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan ke luar dan masuk kendaraan (2) di
lintas – lintas tertentu yang memppunyai peralatan tangga rampa
samping ( elevated side – ramp , kapal yang melayani lintas tersebut harus mempunyai geladak atas untuk kendaraan ( upper car deck ) dan memuat dudukan atau tumpuan untuk rampa dermaga sehingga langsung dapat digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan (2) Spesifikasi pintu rampa adalah sebagai berikut; (a) Panjang : harus
disesuaikan
dengan
kondisi
prasarana
yang dilayani; (b) Lebar : minimum 4 m (c) Kecepatan buka/tutup pintu ; - membuka penuh : tidak lebih dari 2 menit - menutup penuh : tidak lebih dari 3 menit (d) Daya Dukung : Harus mampu mendukung beban kendaraan minimal : - Jumlah berat yang diperbolehkan ( JBB ) : 17, 5 ton - Muatan Sumbu Terberat ( MST )
:
8,0 ton
(3) Ruang Untuk Kendaraan:
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 152
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (a) lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan berat atau truk, dan mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 40 ton dan MST 10 ton untuk kapal yang beroperasi di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni , Ketapang – Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano dan Bajo E – Kolaka (b) tinggi ruang kendaraan:
kendaraan kecil / sedan minimal 2,50 m;
kendaraan besar/truk dan campuran , minimal 3,80 m;
kendaraan trailer /peti kemas, minimal 4,70 m
(c) Lantai ruang kendaraan dilengkapi dengan tanda jalur kendaraan yang dapat
dilihat secara jelas oleh pengemudi kendaraan dan penempatan
kendaraan harus berada di dalam jalur kendaraan (d) jarak minimal antar kendaraan :
jarak antara masing – masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan adalah 60 cm
jarak antara muka dan belakang masing – masing kendaraan adalah 30 cm
untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar gading – gading
( frame )
jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga
( web frame )
adalah 60 – 80 cm (e) antara
pintu rampa haluan / buritan dengan batas sekat pelanggaran,
dilarang dimuati kendaraan (f) untuk lintas – lintas penyeberangan yang kondisi lautnya berombak kuat sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 100, kendaraan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi dengan sistem pengikatan ( lashing )
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 153
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (g) ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, sistem sirkulasi udara, tanmgga/jalan masuk bagi pengemudi, serta harus ditempatkan/ditulisi
tanda
larangan
”
DILARANG
MEROKOK”
PENUMPANG DILARANG TINGGAL DI RUANG KENDARAAN” serta DILARANG MENGHIDUPKAN MESIN SELAMA PELAYARAN SAMPAI PINTU RAMPA DIBUKA KEMBALI ” yang dapat terlihat jelas dan muda dibaca 0).Persyaratan kecepatan pelayanan kecepatan kapal Persyaratan pelayanan kecepatan kapal terdiri dari 2 (dua) kategori, sebagai berikut; a) kapal pelayanan ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) knot per jam. b) kapal pelayanan non ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan ratarata pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 15 (lima belas) knot. Dalam pemenuhan kecepatan pelayanan, kapal yang melayani lintas pendek yang sampai dengan 6 (enam) mil kecepatan rata-rata pelayanan dapat disesuaikan untuk memenuhi jadwal perjalanan kapal
p) Persyaratan keselamatan kapal (1) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 300 dengan jarak lintasan yang dilayani hingga 15
mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (a) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit (b) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang (c) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) (d) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang (e) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) (f) Means Of Rescue (alat penolong) (g) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) (h) Helicopter Pick Up Area (area 154ystem154ter) (i) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) (j) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) (k) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units) PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 154
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (l) SART (1 Unit) (m) Distress Flare 12 (n) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) (o) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) (p) Public Address System (155ystem informasi umum) (q) Life Buoys (pelampung) 4 unit (2) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 500 dengan jarak lintasan yang dilayani 15 – 100 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (a)
Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit
(b)
Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(c)
(Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(d)
Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(e)
Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(f)
Means Of Rescue (alat penolong)
(g)
Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(h)
Helicopter Pick Up Area (area 155ystem155ter)
(i)
Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(j)
Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(k)
Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(l)
SART (2 Unit)
(m) Distress Flare 12 (n)
Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(o)
General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(p)
Public Address System (155ystem informasi umum)
(q)
Life Buoys (pelampung) 8 unit
(r)
Muster list and Emergency instruction
(s)
(tanda berkumpul dan instruksi bahaya)
(t)
1 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(u)
2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship
(v)
(sekoci penolong pada dua sisi kapal)
(3) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 800 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 155
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (a) Life Buoys/pelampung 8 unit (b) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit (c) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang (d) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) (e) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong) (f) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang (g) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) (h) Means Of Rescue (alat penolong) (i) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) (j) Helicopter Pick Up Area (area 156ystem156ter) (k) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) (l) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) (m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) (n) SART (2 Unit) (o) Distress Flare 12 (p) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) (q) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) (r) Public Address System (156ystem informasi umum) (s) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi bahaya) (t) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua sisi kapal) (4) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.300 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (a)
Life Buoys/pelampung 8 unit
(b)
Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c)
Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(d)
(Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e)
Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f)
Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(g)
Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h)
Means Of Rescue (alat penolong)
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 156
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (i)
Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j)
Helicopter Pick Up Area (area 157ystem157ter)
(k)
Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(l)
Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) (n)
SART (2 Unit)
(o)
Distress Flare 12
(p)
Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(q)
General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r)
Public Address System (157ystem informasi umum)
(s)
Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi bahaya)
(t)
2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(u)
2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
(5) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.800 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (a)
Life Buoys/pelampung 12 unit
(b)
Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c)
Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(d)
(Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e)
Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f)
Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(g)
Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h)
Means Of Rescue (alat penolong)
(i)
Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j)
Helicopter Pick Up Area (area 157ystem157ter)
(k)
Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(l)
Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m)
Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units)
(n)
SART (2 Unit)
(o)
Distress Flare 12
(p)
Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 157
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (q)
General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r)
Public Address System (158ystem informasi umum)
(s)
Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi bahaya)
(t)
2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(u)
2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
(6) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 2.500 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (a)
Life Buoys/pelampung 12 unit
(b)
Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit
(c)
Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(d)
(Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya)
(e)
Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong)
(f)
Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang
(g)
Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya)
(h)
Means Of Rescue (alat penolong)
(i)
Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%)
(j)
Helicopter Pick Up Area (area 158ystem158ter)
(k)
Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi)
(l)
Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan)
(m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) (n)
SART (2 Unit)
(o)
Distress Flare 12
(p)
Emergency Communication (alat komunikasi darurat)
(q)
General Emergency Alarm (alarm darurat umum)
(r)
Public Address System (158ystem informasi umum)
(b)
s. Muster list and Emergency instruction
(tanda berkumpul dan
instruksi bahaya) (a)
2 Unit Survival Craft (perahu kerja)
(b)
2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (. (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 158
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (7) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 3.200 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan
sesuai
dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (a) Life Buoys/pelampung 12 unit (b) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit (c) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang (d) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) (e) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong) (f) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang (g) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) (h) Means Of Rescue (alat penolong) (i) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) (j) Helicopter Pick Up Area (area 159ystem159ter) (k) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) (l) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) (m) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) (n) SART (2 Unit) (o) Distress Flare 12 (p) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) (q) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) (r) Public Address System (159ystem informasi umum) (s) Muster list and Emergency instruction ((tanda berkumpul dan instruksi bahaya) (t) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja) (u) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
Untuk penempatan kapal dari satu lintas ke lintas penyeberangan lain, maka kapal harus diuji stabilitas eksisting sesuai dengan kondisi lintas yang akan ditempati kapal. Kriteria dan kemampuan stabilitas kapal dapat dikaji dengan memanfaatkan kurva G-Z. Kurva G-Z disajikan dalam Dokumen Stabilitas atau dikenal dengan Stability Booklet, yang harus tersedia di kapal. Berdasarkan dokumen stabilitas kapal seperti disebutkan di atas, Nakhoda dapat mengetahui
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 159
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” kemampuan stabilitas kapal, kuantitas pemuatan, tiupan angin namun dalam keadaan laut tenang. q) Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi Pemerintah daerah atau operator pelabuhan perlu mengidentifikasi dan melakukan kajian kesesuaian ketika menempatkan kapal menyangkut beberapa aspek teknis pelabuhan yang termuat dalam DLKr pelabuhan meliputi; (1) wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran. (2) tempat labuh. (3) tempat alih muat antarkapal. (4) kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal. (5) kegiatan pemanduan. (6) tempat perbaikan kapal (7) penahan gelombang. (8) kolam pelabuhan. (9) alur pelayaran. (10) sarana bantu navigasi. (11)sistem keamanan dan ketertiban di pelabuhan. (12) fasilitas naik turun kendaraan. (13) Selain itu juga perlu melakukan kajian secara detail
Sementara DLKp perairan pelabuhan yang digunakan sebagai; (1) untuk alur pelayaran dari dan ke pelabuhan. (2) keperluan keadaan darurat. (3) penempatan kapal mati. (4) percobaan berlayar. (5) kegiatan pemanduan. (6) fasilitas pembangunan. (7) pemeliharaan kapal
Dari DLKp dan DLKr pelabuhan tersebut kemudian ditelaah kembali untuk melihat spesifikasi teknis pelabuhan sebagai dasar penempatan kapal. Spesifikasi teknis pelabuhan dapat dilihat dengan memperhatikan fasilitas pokok yang meliputi; (1)
Fasilitas pokok antara lain; (2) terminal penumpang, (3)
penimbangan kendaraan bermuatan. (4) jalan penumpang keluar/masuk kapal ( gang way ). (5) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa. (6) fasilitas penyimpanan bahan bakar ( bunker ). (7) instalasi air, listrik dan telekomunikasi. (8) akses jalan dan/atau jalur kereta api. (9) fasilitas pemadam kebakaran. (10 ) tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal. Sementara fasilitas penunjang, antara lain; (1) kawasan perkantoran untuk . (2) menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan. (3) tempat pembuangan limbah. (4) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan 4) areal pengembangan pelabuhan. (5) fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, jalur hijau dan kesehatan)
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 160
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Dari hasil kajian kesesuaian tersebut di atas, maka
akan dapat menetapkan
kriteria kapal (lebar, tinggi kapal, panjang kapal, dan GT kapal) sesuai dengan spesifikasi teknis pelabuhan.
r) Tinggi gelombang Selain spesifikasi teknis pelabuhan, juga perlu memperhatikan kondisi lintas penyeberangan sesuai daerah operasi. Kementerian Perhubungan melakukan koordinasi dengan instansi terkait
untuk melakukan identifikasi dan kajian
tinggi gelombang sebagai acuan bagi pengusaha kapal dan Pemerintah daerah atau operator pelabuhan untuk menempatkan kapal. Tinggi gelombang semua lintasan dikelompokkan pada tujuh (7) region dengan rincian sebagai berikut; 1) Region A dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter, terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1) Pulang Pisau – Kelawa (Belum Ops). (2) Banjar Raya – Saka Kajang (Belum Ops). (3) Kuin Alalak – Jelapat (Belum Ops). (4) Mantuli – Tambang Muara (Belum Ops). (5) Siwa – Lasusua (Belum Ops). (6). Ajibata – Tombok (Komersil). (7) Palembang – Muntok (Komersil). (8) Pontianak Kota – Siantan (Komersil). (9) Tebas Kuala – Tebas Sbrg (Perintis I). (10 ) Tayan – Terayu (Perintis I). (11) Taipa – Kariangau (Perintis I). (12) Tj.Harapan – Tl.Kalong (Perintis I). (13) Palembang – Kayuarang (Tidak Ops). (14) K.Kapuas – K.Kapauas Sbrg (Tidak Ops). (15) Kuala Pembuang – Kualu Pembuang (Tidak Ops). (16) P.Telo – P.Telo Sbrg (Tidak Ops). (17 ) Palangkaraya – P.R.Sbrg (Tidak Ops). (18 ) Cerbon – Marabahan (Tidak Ops). (19) Kartiasa Barat – Kartiasa Timur (Tidak Ops). (20 ) Semuntai – Sekadau (Tidak Ops)
2) Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1) Daruba – Tobelo (Perintis I). (2) Tobelo – Subaim (Perintis I)
3) Region C,
dengan
tinggi gelombang maksimum 2 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1) Patani – Sorong (Belum Ops). (2) Poso – Wakay (Belum Ops). (3) Luwuk – Sabang (Belum Ops). (4) Taliabu – Banggai (Belum Ops). (5) Bastiong – Babang/Payahe (Belum Ops). (6) Payahe – Sakete (Belum Ops). (7) Sakete – Babang (Belum Ops). (8) Sanana – Tlk.Bara PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 161
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (Belum Ops). (9) Sanana – Mangole (Belum Ops). (10) Mangole- Taliabu (Belum Ops). (11) Mangole- Laiwui (Belum Ops). (12) Laiwui – Labuha (Belum Ops). (13) Sibolga – Nias (Komersil). (14) Pagimana – Gorontalo (Komersil). (15) Bastiong – Sidangole (Komersil). (16) Bastiong – Rum (Komersil). (17 ) Bitung – Ternate (Komersil). (18) Biak – Serui (Perintis I). (19) Serui – Waren (Perintis I). (20) Numfor – Manokwari (Perintis I). (21) Saumlaki – Tepa (Perintis I). (22) Dobo – Benjina (Perintis I). (23) Sorong – Seget (Perintis I). (24) Seget – Mogem – Inawalan (Perintis I). (25) Mogem – Teminabuan (Perintis I). (26) Sorong – Saonek (Perintis I). (27) Sorong – Waigama (Perintis I). (28) Gorontalo – Wakai (Perintis I). (29) Luwuk – Salakan (Perintis I). (30 ) Salakan – Banggai (Perintis I).(31) Kendari – Langgara (Perintis I). (32) Bitung – Pananaro (Perintis I). (33) Bitung – P.Lembeh (Perintis I). (34) Bitung – Siau (Perintis I). (35) Bastiong – Geti/Tidore (Perintis II). (36) Tarakan – Tg.Selor (Perintis II). (37) Waren – Nabire (Tidak ops). (38) Biak – Nabire (Tidak Ops). (39) Biak – Numfor (Tidak Ops). (40) Serui – Nabire (Tidak Ops). (41) Sorong – Jefman (Tidak Ops). (42) Jefman – Kalabo (Tidak Ops). (43) Sorong – Teminabuan (Tidak Ops). (44) Bitung – Dago (Tidak Ops)
4) Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1) Balohan – Malahayati, Komersil. (2) Cilacap – Kalipuncang, Komersil. (3) Ujung – Kamal, Komersil. (4) Jangkar – Kalianget, Komersil. (5) Kalianget – P.Kangean, Komersil. (6) Kupang Waingapu, Komersil. (7) Bajoe – Kolaka, Komersil. (8) Torobulu – Tampo, Komersil. (9) Meolaboh – Sinabang, Perintis I. (10) Sinabang – Labuhan Haji, Perintis I. (11) Singkil – P Banyak – Sinabang, Perintis I. (12) Padang – Sikakap/Mentawai, Perintis I. (13) Padang – P.Siberut, Perintis I. (14) Padang – Tuapejat, Perintis I. (15)Pulau Bai – P.Enggano, Perintis I. (16) Cilacap – Majingklak
, erintis I. (17) Aimere – Waingapu, Perintis I. (18) Ende –
Waingapu, Perintis I. (19) Wara – Bau Bau, Perintis I. (20) Tarakan – Ancam, Perintis II. (21) Tarakan – Sembakung, Perintis II. (22) Marina – P. Kelapa, Tidak Ops. (23) Marina – P. Tidung, Tidak Ops. (24) Marina – P. Pramuka, Tidak Ops. (25) P.Pramuka – P.Kelapa, Tidak Ops. (26) P.Pramuka –
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 162
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” P.Tidung, Tidak Ops. (27) Marina – P.Untung Jawa, Tidak Ops. (28) P.Untung Jawa – P.Tidung, Tidak Ops
5)Region E, dengan tinggi gelombang maksimum3 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1) Stagen – Tarjun, Belum Ops. (2) Tarakan – ToliToli, Belum Ops. (3) Garongkong – Batulicin, Belum Ops. (4) Sape – Waingapu, Belum Ops. (5) Sulamu – Kadya Kupang, Belum Ops. (6) Toboali – P.Lepar, Belum Ops. (7) Batu Licin-Tj.Serdang, Komersil. (8) Balikpapan – Mamuju, Komersil. (9) Balikpapan – Penajam, Komersil. (10) Kupang – Aimere, Komersil. (11) Padang Bai- Lembar, Komersil. (12) Kayangan/Lombok – Pototano, Komersil. (13) Sape – Waikelo, Perintis I. (14) Kalabahi –Tl.gurita, Perintis I. (15) Tl.Gurita – Kisar, Perintis I. (16) Kupang – Waikelo, Perintis I (17)Aimere – Waikelo, Perintis I. (18) Tual – Larat, Perintis I. (19) Sadai – Tanjung Rum, Perintis I. (20) Dongkala – Mawasangka, Perintis I. (21)Kalabahi – Kabir, Perintis II. (22) Dongkala – Bau Bau, Tidak ops.(23) Pare Pare – Balikpapan, Tidak Ops. (24) Batulicin – Kotabaru, Tidak Ops. (25) Kupang – Naikliu, Tidak Ops. (26) Kupang – Hansisi, Tidak Ops. (27)Kalabahi – Maritaing, Tidak Ops. (28) Dili – P.Atauro, Tidak Ops. (29)Dili – Maritaing, Tidak Ops. (30) Tual – Elat, Tidak Ops. (30) Bau Bau – Tolandano, Tidak Ops. (31)Tampo – Maligano, Tidak Ops
6) Region F,
dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1) Ciwandan – Srengseng, Belum Ops. (2)Hansisi – Pantai Baru, Belum Ops. (3) Atapupu – Iilwaki, Belum Ops. (4)Atapupu – Wonreli, Belum Ops. (5)Tl.Gurita – Ilwaki, Belum Ops. (6)Kalabahi – Balauring, Belum Ops. (7) Tj.Pandan – Pontianak, Belum Ops. (8)Ketapang – Manggar, Belum Ops. (9) K.Tungkal – Tj.Uban, Belum Ops. (10)Bengkalis – Tanjung Balai, Belum Ops. (11) Belawan – Penang, Belum Ops.(12)Merak – Bakauheni, Komersil. (13)Ketapang – Gilimanuk, Komersil. (14) Sape – Labuhan Bajo, Komersil. (15) Kupang – Sawu/Seba, Komersil. (16) Kalabahi – Kupang, Komersil. (17) Kupang – Ende, Komersil. (18) Rasau Jaya – Tlk.Batang, Komersil. (19) Bira – Pamatata, Komersil. (20)Galala – Namlea, Komersil. (21) Poka – Galala, Komersil. (22)Rumbai Jaya – Mumpa, Komersil. (23) Waiwerang – Lowelaba, Perintis I. (24) Balauring – Baranusa, PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 163
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Perintis I. (25) Kalabahii – Baranusa, Perintis I. (26) Waingapu – SawuSeba, Perintis I. (27) Lewoleba – Balauring, Perintis I. (28) Kupang – Lewoleba, Perintis I. (29) Tual – Dodo, Perintis I. (30) Larat – Saumlaki, Perintis I. (31)Pomako I – Pomako II, Perintis I. (32) Sape – P.Komodo, Perintis II. (33)Labuhan Bajo – P.Komodo, Perintis II. (34) Mapura Jaya – Pamako, Perintis II. (35) Telaga Pungkur –Tj. Uban, Perintis II. (36) Bengkalis – Mengkapan, Perintis II. (37) Benoa-Senggigi, Tidsk ops. (38) Merak – Srengseng, Tidak Ops. (39) Merak – Panjang, Tidak Ops. (40) Atapupu – Kalabahi, Tidak Ops. (41) Balauring – Kabir, Tidak Ops. (42) Bakalang – Baranusa, Tidak Ops. (43) Sawu – Raijua, Tidak Ops. (44) Kariabela – Wonreli, Tidak Ops. (45) Dili – Wonreli, Tidak Ops. (46) Dili – Ilwaki, Tidak Ops. (47) Tl. Batang – Ketapang, Tidak Ops. (48) Negeri Lima – Namlea, Tidak Ops. (49) BT Bedarah – DS Pintas, Tidak Ops. (50) K.Kuning – M.Tebo, Tidak Ops. (51) Pangkal Pinang – Tj.Pandan, Tidak Ops. (52) S.Pakning – Bengkalis, Tidak Ops
7) Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1) Semarang – Kumai, Belum Ops. (2) Bambea – Sikeli, Belum Ops. (3) Kendal – Kumai, Belum Ops. (4) Ilwaki – Wonreli, Belum Ops. (5) Saumlaki – Adaut, Belum Ops. (46) Wonreli – Serwaru, Belum Ops. (47) Kupang – Rote, Komersil. (48) Kupang – Larantuka, Komersil. (49) Hunimua – Waipirit, Komersil. (50) Jepara – Karimun Jawa, Perintis I. (51) Larantuka – Waiwerang, Perintis I. (52) Tanah Merah – Kepi, Perintis I. (53) Merauke – Atsy, Perintis I. (54) Atsy – Senggo, Perintis I. (55) Atsy – Asgon, Perintis I. (56) Pamatata – Marapokot, Perintis I. (57) Bira –Tondasi, Perintis I. (58) Hurnala/Tulehu – Pelauw/Haruku, Perintis I. (59) Pelauw/Haruku – Umeputih/Saparua, Perintis I. (60) Wailey – Umeputih/Saparua, Perintis I. (61) Bitung – Melanguane, Perintis I. (62) Merauke – Tanah Merah, Perintis I. (63) Lewoleba – Larantuka, Perintis II. (64) Kalabahi – Bakalang, Perintis II. (65) Merauke – Poo, Perintis II. (66)
Atsy – Agat, Tidak ops. (67)
Larantuka – Kalabahi, Tidak Ops. (68) Ende – Aimere, Tidak Ops. (69) Agast – Ewer, Tidak Ops. (70) Hurnala/Tulehu – Umeputih/Saparua, Tidak Ops. (71) Dago – Talaud, Tidak Ops. (72) Gresik – Bawean, Tidak Ops
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 164
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Berdasarkan
tinggi
gelombang
setiap
region
tersebut,
kemudian
dapat
direncanakan spesifikasi kapal sesuai daerah operasi dengan pembagian region berdasar tinggi gelombang tersebut, yaitu dengan menentukan perbandingan ukuran kapal sebagaimana tabel berikut:
Tabel 2.13. Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan Gelombang Per Region Lintasan Tinggi Kecepatan Perbandingan Ukuran Kapal Region Gelombang Kapal L/B L/H B/H L/T H/T B/T (meter) (knot) A 1.25 10 3.780 7.897 2.089 16.684 2.113 4.413 15 3.780 7.980 2.111 16.932 2.122 4.479 B 1.5 15 3.905 8.570 2.195 17.425 2.033 4.462 C 2 10 4.155 9.501 2.286 18.224 1.918 4.386 15 4.155 9.589 2.308 18.441 1.923 4.438 D 2.5 10 4.405 10.396 2.360 19.271 1.854 4.375 15 4.405 10.486 2.380 19.477 1.857 4.421 E 3 10 4.655 11.225 2.411 20.327 1.811 4.366 15 4.655 11.316 2.431 20.526 1.814 4.409 F 3.5 10 4.905 12.013 2.449 21.387 1.780 4.360 15 4.905 12.108 2.468 21.581 1.783 4.400 G 4 10 5.155 12.775 2.478 22.451 1.757 4.355 15 5.155 12.870 2.496 22.642 1.760 4.392 Sumber: Laporan Studi Kelaikan Kapal ASDP Dengan Daerah Operasi, Balitbang Perhubungan –Dephub RI, 2007
Dari hasil pehitungan, spesifikasi kapal seperti tertuang dalam tabel di atas, juga dapat merencanakan
spesifikasi kapal untuk lintasan-litasan baru yang belum
beroperasi atau masih direncanakan. Penentuan spesifikasi kapal untuk lintasanlintasan ini adalah dengan mengacu pada spesifikasi kapal dimana lintasan tersebut tergabung pada kelompok lintas per region.
Lebih jelasnya alir penempatan/prosedur penempatan kapal
pada lintas
penyeberangan perintin dapat dilihat pada diagram berikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 165
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Pernyataan kesanggupan maksimal waktu 14 hari setelah surat permintaan diterima
Melengkapi berkas/ mengganti kapal
TIDAK SESUAI
Penerbitan maksimal waktu 14 hari setelah hasil penelitian diterima
Permintaan penugasan lintas perintas dari Dirjen/Gubernur/ Bupati/Walikota kepada pengusaha/operator kapal Pernyataan kesanggupan penempatan kapal pada lintas dari pengusaha/ operator kapal
Penelitian berkas/kapal oleh Dirjen/Gubernu r/ Bupati/Walikota SESUAI
Penerbitan Surat Persetujuan Penempatan Kapal oleh Dirjen/Gubernur/ Bupati/Walikota
Gambar 2.26. Diagram Alir Penempatan Kapal Pada
PT. Sugitek Patih Perkasa
Data dukung: - spesifikasi lintas yang akan dilayani - perhitungan besaran subsidi yang akan diberikan Data dukung: - surat-surat/sertifikat kelaiklautan kapal - akte Pendirian Perusahaan - surat keterangan domisili perusahaan - Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) - Surat izin usaha angkutan Hasil penelitian SESUAI/ penyeberangan TIDAK SESUAI maksimal waktu 30 hari setelah semua beras LENGKAP Kriteria:
- belum dilayani oleh pelaksana kegiatan angkutan laut, angkutan sungai dan danau atau angkutan penyeberangan yang beroperasi secara tetap dan teratur; - secara komersial belum menguntungkan; - tingkat pendapatan perkapita penduduknya masih rendah; - dilayani oleh perusahaan angkutan yang memiliki surat izin usaha angkutan penyeberangan dan surat persetujuan pengoperasian kapal; - faktor muatan rata-rata kapal kurang dari 60% (enam puluh per seratus) per tahun. - kesesuaian spesifikasi teknis kapal dengan kapasitas prasarana dan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan Lintas Penyeberangan Perintis yang tersedia; - tingkat kemampuan pelayanan alur; - kesesuaian dengan region lintasan sesuai tinggi gelombang II - 166 - kesesuaian pengujian stabilitas kapal
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” H. Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi 1.Latar Belakang Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran terutama pada Pasal 117, 122, 124, 126, 134, 135, 147, 151, 152, 154, 155, 163, 158, 169, dan Pasal 170, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 61, 65, 66, dan Pasal 67, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan pada Pasal 10, 22, 23 dan Pasal 24, diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi. 2.Tujuan Penyusunan Tujuan penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi adalah untuk menjamin kelancaran, ketertiban, keselamatan dan keamanan penempatan kapal pada lintas penyeberangan komersil sesuai daerah operasi. 3. Sasaran yang diwujudkan Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi adalah adanya acuan atau pedoman bagi pemerintah daerah, operator pelabuhan, serta pengusaha/operator angkutan penyeberangan yang akan menempatkan kapal pada suatu lintas penyeberangan komersil sesuai daerah operasi. 4. Jangkauan penyusunan Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi adalah: a) Prosedur penempatan kapal b) Persyaratan Kelaiklautan kapal c) Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
5. Prosedur Penempatan Kapal
a. Penempatan kapal untuk penampabahan kapasitas.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 167
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Penempatan kapal dengan tujuan untuk penambahan kapasitas angkut pada setiap lintas penyeberangan, dilakukan dengan mempertimbangkan 86: 1)
Faktor muat: a) faktor muat rata-rata kapal pada lintas penyeberangan mencapai paling sedikit 65% (enam puluh lima per seratus) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun meliputi; a) kapal yang ditempatkan tidak dapat memenuhi jumlah muatan yang ada; b) jumlah kapal yang beroperasi kurang dari jumlah kapal yang diizinkan melayani lintas yang bersangku tan; c) kapasitas prasarana dan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan yang tersedia; b) tingkat kemampuan pelayanan alur; dan/ atau c) belum optimalnya frekuensi pelayanan kapal yang ditempatkan.
2) factor penempatan untuk pengembangan/pengisian lintas Dalam penempatan kapal untuk pengembangan atau pengisian lintas, dilakukan berdasarkan pertimbangan 87: a) jumlah trip per hari dan jumlah kapal yang diizinkan melayani lintas yang ditetapkan; b) jumlah kapasitas kapal rata-rata tersedia; c) jumlah kapasitas kapal rata-rata terpakai; d) faktor muat; e) fasilitas prasarana pelabuhan yang tersedia danjatau; f) tingkat kemampuan pelayanan alur. 3) Penempatan kapal harus mendapat persetujuan: a) Direktur Jenderal, untuk lintas antarnegara dan lintas antarprovinsi; b) Gubernur, untuk lintas antar kabupaten/kota dalam provinsi; atau c) Bupati/Walikota, untuk lintas dalam kabupaten/kota. 4) Persyaratan: Permohonan perizinan penempatan kapal lintas pernyeberangan hanya dapat diberikan kepada perusahaaan yang mengajukan permohonan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut; a) perorangan warga negera Indonesia, Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkuitan Penyeberangan, Pasal 23 87 Ibid, Pasal 24 86
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 168
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (BUMD) atau Koperasi, yang didirikan khusus untuk usaha itu.b) Memiliki Akte Pendirian Perusahaan bagi pemohon berbentuk Badan Hukum Indonesia atau Kartu Tanda Penduduk bagi warga Negara Indonesia perorangan yang mengajukan permohonan izin usaha angkutan penyeberangan. c) Pernyataan tertulis sanggup untuk memiliki sekurangkurangnya 1(satu ) unit kapal penyeberangan berbendera Indonesia yang memenuhi
persyaratan
keselamatan
kelaiklautan
kapal
yang
diperuntukkan bagi angkutan penyeberangan dan kepastian rencana lintas yang akan dilayani, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. d) Memiliki tenaga ahli dalam pengelolaan usaha angkutan penyeberangan. e) Memiliki surat keterangan domisili perusahaan. f) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). g) Permohonan telah dilengkapi dengan dokumen yang meliputi: (1) Surat izin usaha angkutan penyeberangan, (2) Bukti kesiapan kapal untuk dioperasikan, antara lain: (a) memiliki
sertifikat
kesempurnaan
dari
Direktorat
Jenderal
Perhubungan Laut dan dikelaskan oleh Biro Klasifikasi Indonesia, (b) kapal yang sesuai dengan spesifikasi teksis lintas dan pelabuhan penyeberangan yang akan dilayani, (c) Nama dan ukuran kapal (GRT), (d) Lintas yang akan dilayani, (e) nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Pemberian atau penolakan atas penempatan kapal, diberikan oleh pejabat pemberi izin selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. Penolakan atas izin penempatan disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan penolakan. Sebelum diberikan persetujuan penempatan kapal, pemerintah/pemerintah daerah dan pengusaha/operator Kapal secara bersama-sama melakukan uji coba kapal pada pelayaran pada lintasan. Bilamana masih terdapat ketidak sesuaian terutama persyaratan teknis dan persyaratan keselamatan, maka pengusaha/operator kapal
diharuskan memenuhinya sesuai dengan
perayaratan yang telah ditetapkan.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 169
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” b. Persyaratan Kelaiklautan kapal Setiap kapal yang akan ditempatkan pada suatu lintas penyeberangan komersil harus memenuhi kelaiklautan kapal yang dibuktikan dengan sertifikat dan surat kapal, sesuai dengan daerah operasinya yang meliputi 88: 1) keselamatan kapal; Persyaratan keselamatan kapal meliputi : a).material; b).konstruksi; c).bangunan; d).permesinan dan perlistrikan; e).stabilitas; f).tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan g).elektronika kapal
89
. Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan
keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh Menteri. 2) pencegahan pencemaran dari kapal; Kapal
yang
dinyatakan
memenuhi
persyaratan
pencegahan
dan
pengendalian pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian pencemaran oleh Menteri. 3) pengawakan kapal; Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional, dengan Nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk kapal berbendera Indonesia harus warga negara Indonesia, dan kapal yang memenuhi persyaratan diberikan setifikat pengawakan kapal. 4) garis muat kapal dan pemuatan; Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan persyaratan. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis Muat. Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang Marka Garis Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya.
88 89
Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 117 Ibid, Pasal 124
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 170
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 5) kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang; Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi: a).gaji; b).jam kerja dan jam istirahat; c).jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan
dan pemulangan ke tempat asal; d).kompensasi apabila
kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami kecelakaan; e).kesempatan mengembangkan karier; f).pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman; dan g).pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan kerja, yang dinyatakan dalam perjanjian kerja antara Awak Kapal dengan pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kesehatan penumpang dan awak kapal selama pelayaran, setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas kesehatan bagi penumpang, meliputi: a).ruang pengobatan atau perawatan; b).peralatan medis dan obat-obatan; dan c).tenaga medis. 6) status hukum kapal; Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses: a)
pengukuran kapal;
Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri. Berdasarkan pengukuran ini kemudian diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pada kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda Selar. Tanda Selar harus tetap terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca. b) pendaftaran kapal; Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal Indonesia. Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar.
Pada kapal yang
telah didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran. PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 171
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” c) penetapan kebangsaan kapal. Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri. 7) Manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk jenis dan ukuran tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal. Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal diberi sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal berupa Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of Compliance/DOC) untuk perusahaan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety Management Certificate/SMC) untuk kapal. 8)
Manajemen keamanan kapal. Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk ukuran tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal. Kapal yang telah memenuhi
persyaratan
manajemen
keamanan
kapal
diberi
sertifikat
Manajemen Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal Internasional (International Ship Security Certificate/ISSC). Setiap kapal yang melayani angkutan penyeberangan wajib 90: a) memenuhi persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan; b) memiliki spesifikasi teknis sesuai dengan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan pada lintas yang dilayani; c) memiliki dan/atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan; d) memiliki fasilitas bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan kendaraan beserta muatannya; e) mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang ditempatkan pada bagian samping kiri dan kanan kapal; dan f)
90
Peratuarn Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 61
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 172
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” mencantumkan
informasi
atau
petunjuk
yang
diperlukan
dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. 9) Penempatan kapal Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada lintas penyeberangan dilakukan
dengan mempertimbangkan
91
:
a) adanya kebutuhan angkutan
penyeberangan; dan b) tersedianya fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan/terminal penyeberangan. 10) Penempatan kapal yang akan dioperasikan Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada setiap lintas penyeberangan harus memenuhi persyaratan
92
: a) spesifikasi teknis lintas penyeberangan: b)
kondisi lintasan; c) perkiraan kapasitas lintas; d) kemampuan pelayanan alur; dan e) spesifikasi teknis terminal penyeberangan atau pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan. 11) Spesifikasi teknis kapal; Spesifikasi teknis kapal
meliputi: a) ukuran kapal; b)
pintu rampa; c)
kecepatan kapal; dan d) mesin bantu sandar.
12) fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan; Fasilitas
pelabuhan
laut
yang
digunakan
untuk
melayani
angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan paling sedikit meliputi: a) jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal; b) kolam pelabuhan; dan c) fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
Ibid, Pasal 65 Ibid, Pasal 66
91 92
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 173
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” c. Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi: 1) fasilitas ruang akomodasi penumpang Standar pelayanan kenyamanan penumpang
dari
segi fasilitas ruang
akomodasi penumpang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang Tempat Duduk/ Urinoir/WC Sistem No Kelas Luas ( M2 ) K. Mandi Sirkulasi Udara 1 Sampai Ekonomi dengan 1,0 Geladak jam terbuka Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Geladak tertutup Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan 2 Diatas 1,0 Ekonomi Bangku/ 0,30 m2 Urinoir/WC Terbuka jam s/d 4 Bisnis Kursi/ 0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC jam Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC 3 Diatas 4 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan s/d 8 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC 4 Diatas 8 jam Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan s/d 12 jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC Ac 5 Lebih dari 12 Ekonomi Bangku/0,30 m2 Urinoir/WC Fan jam Bisnis Kursi/0,40 m2 Urinoir/WC Fan/AC Eksekutif K.Reklining/0,50 m2 Urinoir/WC AC Jam Berlayar
P. Addreser CC TV Musik Video
Ada
-
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Tabel 2. Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang Kamar Sistem No Kelas Jam Tempat Tidur/ Sirkulasi P. Addreser Berlayar Luas ( M2 ) Udara Musik 1 Di atas 8 jam Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada s/d 12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC Ada Eksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada 2 Lebig dari Ekonomi Tatami/ 1,26 m2 Fan Ada 12 jam Bisnis Tatami/ 1,26 m2 Fan/AC Ada Eksekutif T. Tidur/ 1,44 M2 AC Ada
2) Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang a) Luas Ruangan Luas lantai tempat duduk/tenpat tidur penumpang kurang lebih 60 % luas geladak ruangan b) Penumpang (1) Penumpang Geladak Terbuka: PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 174
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (2) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30 – 0,45 m2 3) Penumpang Geladak Tertutup a) Tinggi atap minimal 1,90 m; b) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berulkuran 0,33 - 0,65 m2 4) Penumpang Kamar a) Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 ( enam ) orang b) Dilengkapi tenpat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70 m lebar c) Luas lantai per orang minimal 1,26 m2 Untuk mengganti tempat tidur tetap diperbolehkan membuat ruang tidur secara tatami ( tanpa ranjang / bed ) dengan luas lantai per orang minimal 1,26 m2. Ruang tidur untuk penumpang kamar kelas eksekutif harus mempunyai tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,80 m lebar dengan luas lantai per orang minimal 1,44 m2 5)Tempat Duduk Bangku : untuk tempat duduk penumpang kelas ekonomi: a)
Tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran tangan
b)
Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 ( enam ) orang untuk satu sisi keluar menuju gang/jalan lalu lintas orang
c)
Luas bangku per orang minimal 0,30 m2, dengan ukuran lebar 0,4 m dan panjang 0,75 m
d)
Bangku dapat ditempatkan pada ruangan penumpang geladak terbuka atau tertutup
6)Kursi : untuk tempat duduk penumpang kelas non ekonomi bisnisz; a) tempat duduk bersandaran tangan untuk masing-masing penumpang dan ditempatkan secara berderet pada ruangan penumpang geladak tertutup dan setiap kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok b) Luas ukuran kursi minimal 0,40 m2 tiap kursi c) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar berikut;
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 175
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Gambar 5.27. Konstruki Kursi Penumpang Kapal Penyeberangan d) Kursi Reklining ( Reklining Seat ) : untuk tempat duduk penumpang kelas non-ekonomi eksekutif 7) Tempat duduk dengan sandaran punggung yang dapat diatur dan setiap kursi dilapisi bantalan dan sandaran jok, ditempatkan pada ruangan penumpang geladak tertutup 8) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi 9) Bentuk dan ukuran kursi sebagaimana dalam Gambar 2 berikut; 10) Gang / jalan melintas untuk orang/penumpang Jarak antara ( lebar ) dari gang tempat untuk melintas orang/penumpang adalah sebagai berikut; (a) sampai dengan 100 penumpang, jarak minimal 0,80 m; (b) di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m (c) di atas 1.000 penumpang, jarak minimal 1,20 m; (d) sudut kemiringan tangga penumpang yang menghubungkan antar geladak tidak boleh melebihi 450 11) Kamar Mandi dan WC/Kakus Untuk penumpang harus tersedia kamar mandi dan WC/Kakus, dengan jumlah minimal sebegai berikut;
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 176
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (a) dari 13 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi dan WC/kakus, selanjutnya untuk setiap 50 atau bagian dari 50 penumpang sampai 500 penumpang harus ada tambahan 1 kamar mandi dan WC/kakus; (b) lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100 penumpang harus ada tambahan 1 WC/kakus; (c) kamar mandi dan WC/kakus dibagi untuk pria dan wanita, serta harus dilengkapi dengan dinding – dinding pemisah yang cukup (d) harus terdapat persediaan air pada tempat-tempat air dengan jumlah sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar
mandi dan WC/kakus, sejauh
perlengkapan kamar mandi dan WC/kakus masih belum memenuhi hal tersebut secara cukup (e) untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit harus ada satu kamar mandi dan satu WC/kakus bagi awak kapal, yang harus dapat digunakan juga untuk penumpang (f) untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4 ( pembagian menurut jam berlayar ), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi (g) kamar mandi dan WC/kakus harus terpisah dari rungan akomodasi dengan baik dan ruang-ruang tersebut harus cukup luas serta cukup sirkulasi udaranya, dengan penataan ruangan dan konstruksi sehingga memudahkan peyaluran air dan kotoran dalam pembersihannya. 12) Sistem Lubang Angin/Ventilasi Udara Penumpang : (a) ruang akomodasi penumpang harus diberikan lubang angin/ventilasi udara yang cukup (b) ruang akomodasi penumpang di geladak tertutup, harus memakai sistem pengisap ( exhaust ) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam (c) ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai fan ( kipas angin ) atau sistem air conditioning ( penyejuk udara ) (d) ruang akomodasi penumpang yang dilengkapi dengan fasn untuk setiap 25 m2 disediakan 1 ( satu ) fan berdiameter minimal 40 cm (e) Ruang akomodasi penumpang
yang dilengkapi dengan sistem air
conditioning ( penyejuk udara ) temperatur ruang berkisar antara 230 C 200 C;
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 177
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (f) Ruang akomodasi penumpang harus mendapat cukup cahaya melalui kaca pada tingkap-tingkap sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang dipasang untuk itu; (g) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi penerangan yang cukup (h) Kapal yang berukuran di atas 2.500 m3 ke atas, harus menyediakan ruangan untuk keperluan perawatan orang sakit ( klinik & kamar perawatan ) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begitu pula untuk pembuangan air dan kotoran harus dengan sistem pencuci kuman sebelum dibuang ke luar kapal 13) Dapur dan Kantin/ Kafetaria (a) dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan; (b) dapur harus mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruangan akomodasi; (c) kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik (d) bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki penyimpan gas harus terpisah dan pada saluran gas masuk harus dipasang minimal satu buah keran penutup cepat ( shut – off valve ) yang terdekat di luar ruang dapur (e) untuk pelayanan penumpang, diizinkan penempatan kafetaria di ruang penumpang (f) kafetaria harus menggunakan kompor/alat pemanas listrik; (g) sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor harus terpisah dengan ruang penumpang (h) pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan 14) Ruang Publik : (a) kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan ruangan terbuka untuk tempat santai/rekreasi penumpang; (b) kapal penumpang wajib menyediakan
ruangan untuk tenmpat ibadah,
dengan luas yang sesuai dengan jumlah penumpang dan ruang kapal yang tersedia, serta harus selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 178
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 15) Persyaratan ruang pemuatan kendaraan di kapal Persyaratan pelayanan pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan harus memenuhi persyaratan perlengkapan pintu rampa dan ruang kendaraan berserta fasilitasnya. Kapal penyeberangan yang mengangkut kendaraan, harus memenuhi perlengkapan dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut; a) Pintu Rampa; (1) terdiri dari 2 pintu, yang dipasang di bagian haluan dan buritan ( type RO – Ro ) atau samping kiri dan kanan yang berguna sebagai jalan ke luar dan masuk kendaraan (2) di
lintas – lintas tertentu yang memppunyai peralatan tangga rampa
samping ( elevated side – ramp , kapal yang melayani lintas tersebut harus mempunyai geladak atas untuk kendaraan ( upper car deck ) dan memuat dudukan atau tumpuan untuk rampa dermaga sehingga langsung dapat digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan b) Spesifikasi pintu rampa adalah sebagai berikut; (1)Panjang :
harus
disesuaikan
dengan
kondisi
prasarana
yang dilayani; (2) Lebar : minimum 4 m (3) Kecepatan buka/tutup pintu ; - membuka penuh : tidak lebih dari 2 menit - menutup penuh : tidak lebih dari 3 menit (4) Daya Dukung : Harus mampu mendukung beban kendaraan minimal : - Jumlah berat yang diperbolehkan ( JBB ) : 17, 5 ton - Muatan Sumbu Terberat ( MST )
:
8,0 ton
(5)Khusus untuk lintas penyeberangan Merak – Bakauheni, Ketapang – Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano dan Bajo E – Kolaka: - Jumlah Berat yang Diperbolehkan ( JBB )
: 40 ton
- Muatan Sumbu Terberat ( MST )
: 10 ton
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 179
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Ketentuan daya dukung tersebut harus disesuaikan dengan kapasitas lalu lintas dan angkutan serta daya daya dukung jalan raya yang akan dilalui : c) Ruang Untuk Kendaraan: (1) lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 17,50 ton dan MST 8 ton untuk muatan berat atau truk, dan mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 40 ton dan MST 10 ton untuk kapal yang beroperasi di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni , Ketapang – Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano dan Bajo E – Kolaka (2) tinggi ruang kendaraan:
kendaraan kecil / sedan minimal 2,50 m;
kendaraan besar/truk dan campuran , minimal 3,80 m;
kendaraan trailer /peti kemas, minimal 4,70 m
(3) Lantai ruang kendaraan dilengkapi dengan tanda jalur kendaraan yang dapat
dilihat secara jelas oleh pengemudi kendaraan dan penempatan
kendaraan harus berada di dalam jalur kendaraan (4) jarak minimal antar kendaraan : (a) jarak antara masing – masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan adalah 60 cm (b) jarak antara muka dan belakang masing – masing kendaraan adalah 30 cm (c) untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar gading – gading
( frame )
(d) jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga
( web frame )
adalah 60 – 80 cm (5) antara
pintu rampa haluan / buritan dengan batas sekat pelanggaran,
dilarang dimuati kendaraan (6) untuk lintas – lintas penyeberangan yang kondisi lautnya berombak kuat sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 100, PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 180
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” kendaraan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi dengan sistem pengikatan ( lashing ) (7) ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, sistem sirkulasi udara, tanmgga/jalan masuk bagi pengemudi, serta harus ditempatkan/ditulisi
tanda
larangan
”
DILARANG
MEROKOK”
PENUMPANG DILARANG TINGGAL DI RUANG KENDARAAN” serta DILARANG MENGHIDUPKAN MESIN SELAMA PELAYARAN SAMPAI PINTU RAMPA DIBUKA KEMBALI ” yang dapat terlihat jelas dan muda dibaca 16) Persyaratan kecepatan pelayanan kecepatan kapal Persyaratan pelayanan kecepatan kapal terdiri dari 2 (dua) kategori, sebagai berikut; a) kapal pelayanan ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) knot per jam. b) kapal pelayanan non ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan ratarata pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 15 (lima belas) knot. Dalam pemenuhan kecepatan pelayanan, kapal yang melayani lintas pendek yang sampai dengan 6 (enam) mil kecepatan rata-rata pelayanan dapat disesuaikan untuk memenuhi jadwal perjalanan kapal
7) Persyaratan keselamatan kapal 1) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 300 dengan jarak lintasan yang dilayani hingga 15 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit (2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang (3) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) (4) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang (5) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) (6) Means Of Rescue (alat penolong) (7) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) (8) Helicopter Pick Up Area (area 181ystem181ter) PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 181
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (9) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) (10) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) (11) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 2 units) (12) SART (1 Unit) (13) Distress Flare 12 (14) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) (15) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) (16) Public Address System (182ystem informasi umum) (17) Life Buoys (pelampung) 4 unit 2) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 500 dengan jarak lintasan yang dilayani 15 – 100 mil, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (1) Resque Boat (Perahu Penyelamat) 1 unit (2) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang (3) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) (4) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang (5) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) (6) Means Of Rescue (alat penolong) (7) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) (8) Helicopter Pick Up Area (area 182ystem182ter) (9) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) (10) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) (11) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) (12) SART (2 Unit) (13) Distress Flare 12 (14) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) (15) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) (16) Public Address System (182ystem informasi umum) (17) Life Buoys (pelampung) 8 unit (18) Muster list and Emergency instruction (19) (tanda berkumpul dan instruksi bahaya) (20) 1 Unit Survival Craft (perahu kerja) (21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 182
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (22) (sekoci penolong pada dua sisi kapal) 3) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 800 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (1) Life Buoys/pelampung 8 unit (2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit (3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang (4) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) (5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong) (6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang (7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) (8) Means Of Rescue (alat penolong) (9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) (10) Helicopter Pick Up Area (area 183ystem183ter) (11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) (12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) (13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) (14) SART (2 Unit) (15) Distress Flare 12 (16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) (17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) (18) Public Address System (183ystem informasi umum) (19) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi bahaya) (20) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua sisi kapal) 4) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.300 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (1) Life Buoys/pelampung 8 unit (2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit (3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang (4) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) (5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong) PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 183
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang (7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) (8) Means Of Rescue (alat penolong) (9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) (10) Helicopter Pick Up Area (area 184ystem184ter) (11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) (12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) (13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) (14) SART (2 Unit) (15) Distress Flare 12 (16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) (17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) (18) Public Address System (184ystem informasi umum) (19) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi bahaya) (20) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja) (21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
5) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 1.800 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (1) Life Buoys/pelampung 12 unit (2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit (3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang (4) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) (5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong) (6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang (7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) (8) Means Of Rescue (alat penolong) (9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) (10) Helicopter Pick Up Area (area 184ystem184ter) PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 184
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) (12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) (13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) (14) SART (2 Unit) (15) Distress Flare 12 (16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) (17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) (18) Public Address System (185ystem informasi umum) (19) Muster list and Emergency instruction (tanda berkumpul dan instruksi bahaya) (20) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja) (21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua sisi kapal) 6) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 2.500 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (1) Life Buoys/pelampung 12 unit (2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit (3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang (4) (Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) (5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong) (6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang (7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) (8) Means Of Rescue (alat penolong) (9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) (10) Helicopter Pick Up Area (area 185ystem185ter) (11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) (12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) (13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) (14) SART (2 Unit) (15) Distress Flare 12 (16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) (17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) (18) Public Address System (185ystem informasi umum) PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 185
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (19) 2Muster list and Emergency instruction
(tanda berkumpul dan
instruksi bahaya) (20) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja) (21) 2 Life Boat in Board Places in Side Of Ship (. (sekoci penolong pada dua sisi kapal) 7) Kapal penyeberangan dengan GT hingga 3.200 dengan jarak lintasan yang dilayani 100 mil ke atas, harus memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan ketentuan SOLAS yaitu sebagai berikut; (1) Life Buoys/pelampung 12 unit (2) Fast Resque Boat/perahu cepat penyelamat 2 unit (3) Life Raft (Rakit Penolong) untuk 100% awak kapal dan penumpang (4) Inflatable life Raft with Light/rakit dengan cahaya) (5) Life Raft provided By Float Free Stowage (rakit penolong) (6) Life Jacket (baju pelampung) untuk 100% awak kapal dan penumpang (7) Life Jacket with light (baju pelampung dengan cahaya) (8) Means Of Rescue (alat penolong) (9) Extra Life Jacket (tambahan baju pelampung/10%) (10) Helicopter Pick Up Area (area 186ystem186ter) (11) Marine Evacuation System/MES (sistem evakuasi) (12) Embarkation Ladder ( Tangga keberangkatan) (13) Two Way VHF(radio VHF penerima dan pemancar) ( 3 units) (14) SART (2 Unit) (15) Distress Flare 12 (16) Emergency Communication (alat komunikasi darurat) (17) General Emergency Alarm (alarm darurat umum) (18) Public Address System (186ystem informasi umum) (19) Muster list and Emergency instruction ((tanda berkumpul dan instruksi bahaya) (20) 2 Unit Survival Craft (perahu kerja) (21) Life Boat in Board Places in Side Of Ship (sekoci penolong pada dua sisi kapal)
Untuk penempatan kapal dari satu lintas ke lintas penyeberangan lain, maka kapal harus diuji stabilitas eksisting sesuai dengan kondisi lintas yang akan PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 186
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” ditempati kapal. Kriteria dan kemampuan stabilitas kapal dapat dikaji dengan memanfaatkan kurva G-Z. Kurva G-Z disajikan dalam Dokumen Stabilitas atau dikenal dengan Stability
Booklet, yang
harus tersedia di kapal.
Berdasarkan dokumen stabilitas kapal seperti disebutkan di atas, Nakhoda dapat mengetahui kemampuan stabilitas kapal, kuantitas pemuatan, tiupan angin namun dalam keadaan laut tenang.
d.Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi Pemerintah daerah atau operator pelabuhan perlu mengidentifikasi dan melakukan kajian kesesuaian ketika menempatkan kapal menyangkut beberapa aspek teknis pelabuhan yang termuat dalam DLKr pelabuhan meliputi; 1)
wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran
2)
tempat labuh
3)
tempat alih muat antarkapal
4)
kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal
5)
kegiatan pemanduan
6)
tempat perbaikan kapal
7)
penahan gelombang
8)
kolam pelabuhan
9)
alur pelayaran
10) sarana bantu navigasi 11) sistem keamanan dan ketertiban di pelabuhan 12) fasilitas naik turun kendaraan
g.Selain itu juga perlu melakukan kajian secara detail DLKp perairan pelabuhan yang digunakan sebagai; 1)
untuk alur pelayaran dari dan ke pelabuhan
2)
keperluan keadaan darurat
3)
penempatan kapal mati
4)
percobaan berlayar
5)
kegiatan pemanduan
6)
fasilitas pembangunan
7)
pemeliharaan kapal
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 187
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” h.Spesifikasi teknis pelabuhan Dari DLKp dan DLKr pelabuhan tersebut kemudian ditelaah kembali untuk melihat spesifikasi teknis pelabuhan sebagai dasar penempatan kapal. Spesifikasi teknis pelabuhan dapat dilihat dengan memperhatikan; 1) Fasilitas pokok antara lain; a) terminal penumpang b) penimbangan kendaraan bermuatan c) jalan penumpang keluar/masuk kapal ( gang way ) d) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa e) fasilitas penyimpanan bahan bakar ( bunker ) f) instalasi air, listrik dan telekomunikasi g) akses jalan dan/atau jalur kereta api h) fasilitas pemadam kebakaran i) tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal 2) Fasilitas penunjang, antara lain; a) kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan b) tempat pembuangan limbah c) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan d) areal pengembangan pelabuhan e) fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, jalur hijau dan kesehatan) 3) Spesifikasi gelombang Dari hasil kajian kesesuaian tersebut di atas, maka
akan dapat menetapkan
kriteria kapal (lebar, tinggi kapal, panjang kapal, dan GT kapal) sesuai dengan spesifikasi teknis pelabuhan.Selain spesifikasi teknis pelabuhan, juga perlu memperhatikan kondisi lintas penyeberangan sesuai daerah operasi. Kementerian Perhubungan melakukan koordinasi dengan instansi terkait
untuk melakukan
identifikasi dan kajian tinggi gelombang sebagai acuan bagi pengusaha kapal dan Pemerintah daerah atau operator pelabuhan untuk menempatkan kapal. Tinggi gelombang semua lintasan dikelompokkan pada tujuh (7) region dengan rincian sebagai berikut; 1) Region A dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter, terdapat
pada
lintasan sebagai berikut; (1) Pulang Pisau – Kelawa (Belum Ops). (2) Banjar Raya – Saka Kajang (Belum Ops). (3) Kuin Alalak – Jelapat (Belum Ops). (4) PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 188
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (5) Mantuli – Tambang Muara (Belum Ops). (6) Siwa – Lasusua (Belum Ops). (7) Ajibata – Tombok (Komersil). (8) Palembang – Muntok (Komersil). (9)Pontianak Kota – Siantan (Komersil). (10) Tebas Kuala – Tebas Sbrg
(Perintis
I).(11)
Tayan – Terayu (Perintis I). (12) Taipa – Kariangau (Perintis I). (13) Tj.Harapan – Tl.Kalong (Perintis I). (14) Palembang – Kayuarang (Tidak Ops). (15) K.Kapuas – K.Kapauas Sbrg (Tidak Ops). (16) Kuala Pembuang – Kualu Pembuang (Tidak Ops). (17) P.Telo – P.Telo Sbrg (Tidak Ops). (18) Palangkaraya – P.R.Sbrg (Tidak Ops). (19) Cerbon – Marabahan (Tidak Ops).(20) Kartiasa Barat – Kartiasa Timur (Tidak Ops).(21) Semuntai – Sekadau (Tidak Ops)
2) Region
B,
dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1) Daruba – Tobelo (Perintis I). (2) Tobelo – Subaim (Perintis I)
3)Region C, dengan tinggi gelombang maksimum 2 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1) Patani – Sorong (Belum Ops). (2)Poso – Wakay (Belum Ops). (3) Luwuk – Sabang (Belum Ops). (4) Taliabu – Banggai (Belum Ops).(5) Bastiong – Babang/Payahe (Belum Ops). (6) Payahe – Sakete (Belum Ops).(7) Sakete – Babang (Belum Ops).(8)Sanana – Tlk.Bara (Belum Ops).(9) Sanana – Mangole (Belum Ops). (10) Mangole- Taliabu (Belum Ops). (11) MangoleLaiwui (Belum Ops). (12) Laiwui – Labuha (Belum Ops). (13) Sibolga – Nias (Komersil).(14) Pagimana – Gorontalo (Komersil).(15) Bastiong – Sidangole (Komersil).(16) Bastiong – Rum (Komersil). (17)Bitung – Ternate (Komersil). (18) Biak – Serui (Perintis I).(19) Serui – Waren (Perintis I). (20) Numfor – Manokwari (Perintis I).(21)Saumlaki – Tepa (Perintis I).(22) Dobo – Benjina (Perintis I).(23)Sorong – Seget (Perintis I).(24) Seget – Mogem – Inawalan (Perintis I).(25) Mogem – Teminabuan (Perintis I).(26) Sorong – Saonek (Perintis I).(27) Sorong – Waigama (Perintis I).(28) Gorontalo – Wakai (Perintis I).(29) Luwuk – Salakan (Perintis I).(30) Salakan – Banggai (Perintis I).(31) Kendari – Langgara (Perintis I).(32) Bitung – Pananaro (Perintis I).(33) Bitung – P.Lembeh (Perintis I).(34)Bitung – Siau (Perintis I).(35)Bastiong – Geti/Tidore (Perintis II). (36) Tarakan – Tg.Selor (Perintis II).(37) Waren – Nabire (Tidak ops). (38) Biak – Nabire (Tidak Ops).(39) Biak – Numfor (Tidak Ops). (40) PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 189
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Serui – Nabire (Tidak Ops).(41) Sorong – Jefman (Tidak Ops).(42) Jefman – Kalabo (Tidak Ops).(43) Sorong – Teminabuan (Tidak Ops).(44) Bitung – Dago (Tidak Ops)
4)Region D, lintasan
dengan
tinggi gelombang maksimum 2,5 meter
terdapat pada
sebagai berikut; (1)Balohan – Malahayati, Komersil.(2)Cilacap –
Kalipuncang, Komersil.(3)Ujung – Kamal, Komersil.(4)Jangkar – Kalianget, Komersil.(5)Kalianget – P.Kangean, Komersil.(6)Kupang Komersil.(7)Bajoe
–
Kolaka,
Komersil.(8)Torobulu
Waingapu, –
Tampo,
Komersil.(9)Meolaboh – Sinabang, Perintis I.(10)Sinabang – Labuhan Haji, Perintis I.(11)Singkil – P Banyak – Sinabang, Perintis I.(12)Padang – Sikakap/Mentawai, Perintis I.(13)Padang – P.Siberut, Perintis I.(14)Padang – Tuapejat, Perintis I.(15)Pulau Bai – P.Enggano, Perintis I.(16)Cilacap – Majingklak
, erintis I.(17)Aimere – Waingapu, Perintis I.(18)Ende –
Waingapu, Perintis I.(19)Wara – Bau Bau, Perintis I.(20)Tarakan – Ancam, Perintis II.(21)Tarakan – Sembakung, Perintis II.(22)Marina – P. Kelapa, Tidak Ops.(23)Marina – P. Tidung, Tidak Ops.(24)Marina – P. Pramuka, Tidak Ops.(25)P.Pramuka – P.Kelapa, Tidak Ops.(26)P.Pramuka – P.Tidung, Tidak Ops.(27)Marina – P.Untung Jawa, Tidak Ops.(28)P.Untung Jawa – P.Tidung, Tidak Ops
5)Region E, dengan tinggi gelombang maksimum3 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1)Stagen – Tarjun, Belum Ops.(2)Tarakan – ToliToli, Belum Ops.(3)Garongkong – Batulicin, Belum Ops.(4)Sape – Waingapu, Belum Ops.(5) Sulamu – Kadya Kupang, Belum Ops. (6)Toboali – P.Lepar, Belum Ops.(7) Batu Licin-Tj.Serdang, Komersil.(8)Balikpapan – Mamuju, Komersil.(9)Balikpapan – Penajam, Komersil.(10)Kupang – Aimere, Komersil.(11)Padang Bai- Lembar, Komersil.(12)Kayangan/Lombok – Pototano, Komersil.(13)Sape – Waikelo, Perintis I.(14)Kalabahi –Tl.gurita, Perintis I.(15)Tl.Gurita – Kisar, Perintis I.(16)Kupang – Waikelo, Perintis I.(17)Aimere – Waikelo, Perintis I.(18)Tual – Larat, Perintis I.(19)Sadai – Tanjung Rum, Perintis I.(21)Dongkala – Mawasangka, Perintis I.(22)Kalabahi – Kabir, Perintis II.(23)Dongkala – Bau Bau, Tidak ops.(24)Pare Pare – Balikpapan, Tidak Ops.(25)Batulicin – Kotabaru, Tidak Ops.(26)Kupang – Naikliu, Tidak Ops.(27)Kupang – Hansisi, Tidak PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 190
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Ops.(28)Kalabahi – Maritaing, Tidak Ops.(29)Dili – P.Atauro, Tidak Ops.(30)Dili – Maritaing, Tidak Ops.(31)Tual – Elat, Tidak Ops.(32)Bau Bau – Tolandano, Tidak Ops.(33)Tampo – Maligano, Tidak Ops
6)Region F, dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1)Ciwandan – Srengseng, Belum Ops.(2)Hansisi – Pantai Baru, Belum Ops.(3)Atapupu – Iilwaki, Belum Ops.(4)Atapupu – Wonreli, Belum Ops.(5)Tl.Gurita – Ilwaki, Belum Ops.(6)Kalabahi – Balauring, Belum Ops.(7)Tj.Pandan – Pontianak, Belum Ops.(8)Ketapang – Manggar, Belum Ops.(9)K.Tungkal – Tj.Uban, Belum Ops.(10)Bengkalis – Tanjung Balai, Belum Ops.(11)Belawan
–
Penang,
Belum
Ops.(12)Merak
–
Bakauheni,
Komersil.(13)Ketapang – Gilimanuk, Komersil.(14)Sape – Labuhan Bajo, Komersil.(15)Kupang
–
Sawu/Seba,
Komersil.(17)Kupang
–
Ende,
Komersil.(16)Kalabahi
Komersil.(18)Rasau
Jaya
– –
Kupang,
Tlk.Batang,
Komersil.(19)Bira – Pamatata, Komersil.(20)Galala – Namlea, Komersil.(21)Poka – Galala, Komersil.(22)Rumbai Jaya – Mumpa, Komersil.(23)Waiwerang – Lowelaba, Perintis I.(24)Balauring – Baranusa, Perintis I.(25)Kalabahii – Baranusa, Perintis I.(26)Waingapu – SawuSeba, Perintis I.(27)Lewoleba – Balauring, Perintis I.(28)Kupang – Lewoleba, Perintis I.(29)Tual – Dodo, Perintis I.(30)Larat – Saumlaki, Perintis I.(31)Pomako I – Pomako II, Perintis I.(32)Sape – P.Komodo, Perintis II.(33)Labuhan Bajo – P.Komodo, Perintis II.(34)Mapura Jaya
–
Pamako,
II.(36)Bengkalis ops.(38)Merak
Perintis –
–
II.(35)Telaga
Mengkapan, Srengseng,
Pungkur
Perintis
Tidak
–Tj.
Uban,
II.(37)Benoa-Senggigi,
Ops.(39)Merak
–
Panjang,
Perintis Tidsk Tidak
Ops.(40)Atapupu – Kalabahi, Tidak Ops.(41)Balauring – Kabir, Tidak Ops.(42)Bakalang
–
Baranusa,
Tidak
Ops.(43)Sawu
–
Raijua,
Tidak
Ops.(44)Kariabela – Wonreli, Tidak Ops.(45)Dili – Wonreli, Tidak Ops.(46)Dili – Ilwaki, Tidak Ops.(47)Tl. Batang – Ketapang, Tidak Ops.(48)Negeri Lima – Namlea, Tidak Ops.(49)BT Bedarah – DS Pintas, Tidak Ops.(50)K.Kuning – M.Tebo, Tidak Ops.(51)Pangkal Pinang – Tj.Pandan, Tidak Ops.(52)S.Pakning – Bengkalis, Tidak Ops
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 191
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 7)Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1)Semarang – Kumai, Belum Ops.(2)Bambea – Sikeli, Belum Ops.(3)Kendal
–
Kumai,
Belum
Ops.(4)Ilwaki
–
Wonreli,
Belum
Ops.(5)Saumlaki – Adaut, Belum Ops.(6)Wonreli – Serwaru, Belum Ops.(7)Kupang
–
Rote,
Komersil.(8)Kupang
–
Larantuka,
Komersil.(9)Hunimua – Waipirit, Komersil.(10)Jepara – Karimun Jawa, Perintis I.(11)Larantuka – Waiwerang, Perintis I.(12)Tanah Merah – Kepi, Perintis I.(13)Merauke – Atsy, Perintis I.(14)Atsy – Senggo, Perintis I.(15)Atsy – Asgon, Perintis I.(16)Pamatata – Marapokot, Perintis I.(17)Bira –Tondasi, Perintis I.(18)Hurnala/Tulehu – Pelauw/Haruku, Perintis I.(19)Pelauw/Haruku – Umeputih/Saparua, Perintis I.(20)Wailey – Umeputih/Saparua, Perintis I.(21)Bitung – Melanguane, Perintis I.(22)Merauke – Tanah Merah, Perintis I.(23)Lewoleba – Larantuka, Perintis II.(24)Kalabahi – Bakalang, Perintis II.(25)Merauke – Poo, Perintis II.(26)Atsy – Agat, Tidak ops.(27)Larantuka – Kalabahi, Tidak Ops.(28)Ende – Aimere, Tidak Ops.(29)Agast – Ewer, Tidak Ops.(30)Hurnala/Tulehu – Umeputih/Saparua, Tidak Ops.(31)Dago – Talaud, Tidak Ops.(32)Gresik – Bawean, Tidak Ops
Berdasarkan tinggi
gelombang setiap region tersebut, kemudian dapat
direncanakan spesifikasi kapal sesuai daerah operasi dengan pembagian region berdasar tinggi gelombang tersebut, yaitu dengan menentukan perbandingan ukuran kapal sebagaimana tabel berikut:
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 192
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Tabel 2.14.Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan Gelombang Per Region Lintasan Tinggi Kecepatan Perbandingan Ukuran Kapal Region Gelombang Kapal L/B L/H B/H L/T H/T B/T (meter) (knot) A 1.25 10 3.780 7.897 2.089 16.684 2.113 4.413 15 3.780 7.980 2.111 16.932 2.122 4.479 B 1.5 15 3.905 8.570 2.195 17.425 2.033 4.462 C 2 10 4.155 9.501 2.286 18.224 1.918 4.386 15 4.155 9.589 2.308 18.441 1.923 4.438 D 2.5 10 4.405 10.396 2.360 19.271 1.854 4.375 15 4.405 10.486 2.380 19.477 1.857 4.421 E 3 10 4.655 11.225 2.411 20.327 1.811 4.366 15 4.655 11.316 2.431 20.526 1.814 4.409 F 3.5 10 4.905 12.013 2.449 21.387 1.780 4.360 15 4.905 12.108 2.468 21.581 1.783 4.400 G 4 10 5.155 12.775 2.478 22.451 1.757 4.355 15 5.155 12.870 2.496 22.642 1.760 4.392 Sumber: Laporan Studi Kelaikan Kapal ASDP Dengan Daerah Operasi, Balitbang Perhubungan –Dephub RI, 2007
Berdasarkan hasil perhitungan spesifikasi kapal seperti tertuang dalam tabel di atas, juga dapat merencanakan spesifikasi kapal untuk lintasan-litasan baru yang belum beroperasi atau masih direncanakan. Penentuan spesifikasi kapal untuk lintasan-lintasan ini adalah dengan mengacu pada spesifikasi kapal dimana lintasan tersebut tergabung pada kelompok lintas per region.
Lebih jelasnya alir penempatan kapal sesuai dengan operasi dapat dilihat pada diagram berikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 193
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Data dukung: Permohonan dari pengusaha/operato r kapal
Melengkap i berkas
DITOLAK
Penelitian berkas permohonan oleh Dirjen/Gubernur/ Bupati/Walikota
- Surat-surat/sertifikat kelaiklautan kapal - Akte Pendirian Perusahaan - surat keterangan domisili perusahaan - Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) - Surat izin usaha angkutan penyeberangan Hasil penelitian DITERIMA/ DITOLAK maksimal waktu 30 hari setelah semua beras LENGKAP Kriteria:
- faktor muat rata-rata kapal pada lintas penyeberangan mencapai paling sedikit 65% - kapal yang beroperasi tidak dapat memenuhi jumlah muatan yang ada; - jumlah kapal yang beroperasi Penerbitan DITERIMA kurang dari jumlah kapal yang maksimal waktu diizinkan melayani lintas yang 14 hari setelah bersangkutan; Penerbitan Surat hasil penelitian - kesesuaian spesifikasi teknis Persetujuan Penempatan diterima kapal dengan kapasitas prasarana dan fasilitas Kapal oleh pelabuhan yang digunakan Dirjen/Gubernur/ untuk melayani angkutan Bupati/Walikota penyeberangan atau terminal penyeberangan yang tersedia; - tingkat kemampuan pelayanan alur; - belum optimalnya frekuensi pelayanan kapal yang ditempatkan. - kesesuaian dengan region lintasan sesuai tinggi gelombang Gambar 2.28. Diagram Alir Penempatan Kapal Sesuai Daerah Operasi - kesesuaian pengujian stabilitas kapal
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 194
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” I.
Pedoman Penentuan Jumlah Kapal Pada Lintas Penyeberangan Komersil
1. Latar Belakang Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17
Tahun 2008 tentang
Pelayaran terutama pada Pasal 21, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 65, 66, 67, dan Pasal 68, serta Peraturan Menteri Nomor PM. 26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan Pasal 10, 22, 23, dan Pasal 24, diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan
Konsep
Pedoman
Penentuan
Jumlah
Kapal
pada
Lintas
Penyeberangan Komersil. 2. Sasaran yang diwujudkan Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Penentuan Jumlah Kapal pada Lintas Penyeberangan Komersil adalah adanya acuan bagi pemerintah daerah, pengelola pelabuhan penyeberangan dalam memberikan pertimbangan atau perhitungan jumlah kapal yang sesuai pada suatu lintas penyeberangan komersil. 3. Jangkauan penyusunan Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Penentuan Jumlah Kapal pada Lintas Penyeberangan Komersil adalah: a. Total Waktu Pelayaran Kapal b. Kapasitas Dermaga
4. Objek atau arah pengaturan
a.Total waktu pelayaran Dalam pengoperasian pelabuhan penyeberangan, faktor pelayanan yang paling penting adalah sejauh mana pelabuhan tersebut mampu dalam melayani arus lalu lintas penumpang baik orang maupun barang/kendaraan. Kemampuan melayani arus lalu lintas tersebut dapat dilihat dari lancar tidaknya arus lalu lintas dalam arwal pelabuhan baik pemuatan maupun pembongkaran. Kelancaran arus lalu lintas pada pelabuhan penyeberangan sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana pelabuhan. Sarana pelabuhan diidentikan dengan jumlah dan PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 195
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” kapasitas kapal yang beroperasi, sementara prasarana pelabuhan ditentukan oleh jumlah dan kapasitas dermaga serta luas areal parkir kendaraan. Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada lintas penyeberangan selain mempertimbangkan adanya kebutuhan angkutan penyeberangan juga harus memperhatikan ketersediaan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan/terminal penyeberangan93. Persyaratan penempatan kapal yang tidak kalah penting adalah kesesuaian antara spesifikasi teknis kapal dan lintas penyeberangan, disamping juga persyaratan pelayanan minimal
angkutan
penyeberangan, fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan, dan keseimbangan antara kebutuhan penyedia dan pengguna jasa angkutan 94.
Untuk persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi persyaratan usaha dan persyaratan pelayanan. Sedangkan persyaratan fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani penyeberangan paling sedikit meliputi 2)
angkutan penyeberangan atau terminal 95
: 1)jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal;
kolam pelabuhan; dan ,3)fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
Penempatan kapal pada suatu lintas penyeberangan dimaksudkan dalam rangka pengisian kapal pada lintasan baru atau masih kosong, penambahan jumlah kapal dan/atau penggantian kapal dengan ukuran yang lebih besar. Dalam hal penambahan jumlah kapal atau penggantian kapal dengan ukuran yang lebih besar dilakukan jika frekuensi
pelayanan
kapal
pada
lintas
tersebut
sudah
optimal
serta
mempertimbangkan faktor muat rata-rata kapal pada lintas penyeberangan mencapai paling sedikit 65% (enam puluh lima per seratus) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun 96
: Berdasarkan uraian di atas, untuk menentukan jumlah kapal yang optimal pada
suatu lintas penyeberangan komersil, maka diperlukan lagkah-langkah: a. Mendata kebutuhan perjalanan penumpang / data produksi per tahun b. Mendata kapasitas angkut kapal yang beroperasi c. Menghitung Load Faktor Kapal dan Lintas 93 94 95 96
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 65 Ibid, Pasal 66 ayat (1) Ibid, Pasal 66 ayat (5) Ibid, Pasal 67 ayat (1)
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 196
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” d. Memprediksi total waktu pelayaran kapal e. Memprediksi jumlah lintas dan jumlah Kapal f. Memprediksi jumlah trip kapal g. Memprediksi jumlah dan kapasitas dermaga
Sebagai contoh, dalam kajian ini mengambil data di wilayah studi Mataram dengan Lintas Padang Bai – Lembar. Langkah pertama akan menghimpun data produksi lintasan dan data kapal, seperti dalam tabel di berikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 197
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Langkah berikutnya adalah mendata kapasitas angkut lintas sehingga diperoleh load factor lintas, sebagaimana tabel berikut:
.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 198
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Informasi di atas biasanya telah tersedia baik di kantor pengelolala pelabuhan ataupun dinas perhubungan setempat. Namun jika belum memperoleh data kumulatif, dapat diprediksi atau dihitung dengan menggunakan persamaan berikut. Pertama menghitung rata-rata produksi, dengan formula berikut: R
Pt = ---------Jt
Ket: R = Rata - rata produksi per tahun Pt = Total produksi per tahun Jt = Jumlah trip dalam satu tahun
Selanjutnya menghitung load factor masing-masing kapal dengan formula berikut: Lf
R = --------------- 100 % K
Lf
= Load factor
R
= Rata – rata produksi per tahun
K
= Kapasitas
Hasil dari dua formula di atas akan menghasilkan loas factor masing-masing kapal serta load factor lintas, sebagaimana tabel berikut:
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 199
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Berdasarkan data diatas, ternyata Load factor penumpang orang masih belum mencapai batas minimal untuk penambahan kapasitas angkut lintas, namun untuk penumpang kendaraan sudah mencapai batas tersebut (65%), sehingga diperbolehkan
untuk
menambah
kapasitas
angkut
lintas
dengan
cara
mengoptimalkan frekuensi pelayanan kapal atau menambah jumlah kapal atau mengganti kapal dengan ukuran yang lebih besar khususnya ruang muat kendaraan. Untuk memilih salah satu opsi di atas, secara teoritis dapat diprediksi untuk menentukan jumlah kapal yang optimal pada suatu lintas penyeberangan. Denan data produksi kapal yang ada, akan dapat ditentukan. Formula yang bisa dipergunakan adalah 97: 1) Total Waktu Pelayanan Kapal Total waktu pelayanan kapal adalah waktu pelayaran kapal yang dibutuhkan untuk melintasi antara dua pelabuhan penyeberangan, yang ditambah dengan waktu pelayanan di pelabuhan mulai dari manuver memasuki pelabuhan, 97
Priyanto, Sigit, Pemodelan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Penyeberangan, 2006
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 200
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” bongkar penumpang, muat penumpang, sandar atau waktu cadangan di pelabuhan dan manuver meninggalkan pelabuhan. Waktu pelayanan di pelabuhan seharusnya dibuat seminimal mungkin (terutama untuk pelabuhan yang padat), karena berpengaruh pada total waktu perjalanan kapal (siklus kapal) yang berpengaruh pada biaya operasional kapal, terkecuali pada lintasan yang jauh dan waktu pelayaran lama, namun kebutuhan belum banyak. Waktu pelayanan kapal pada suatu lintas dapat diilustrasikan sebagai berikut:
WP
T3 T4
T2
T2
T3 T4
T1 WP
WL = 2 x WP TL = WL = 2 x (T1 + T2 + T3 + T4) Ket: TL = total waktu pelayanan lintas/siklus kapal (cycle time) T1 = waktu berlayar (sailing time) T2 = waktu pelayanan di dermaga (manouver time) T3 = waktu bongkar muat (port time) T4 = waktu cadangan (reverse time)
Berdasarkan informasi dari lapangan, pada Lintas Pelabuhan Padangbai – Lembar ditempuh dengan waktu 4 Jam 20 Menit, dan waktu sandar 1 Jam 05 menit. Pelabuhan Lembar memiliki dua (2) dermaga dan beroperasi selama 24 Jam. Berdasarkan formula diatas, dapat diketahui:
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 201
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” TD = WD = 1 jam 05 menit (sudah termasuk T3 + T4) TP = 4 Jam 20 Menit (sudah termasuk T1 + T2) TL = WL =
2 x (5 jam 25 menit) (diasumsikan waktu sandar di Pelabuhan Padangbai dianggap sama dengan di Pelabuhan Lembar)
= 10 jam 50 menit tD = 24 jam (waktu operasi dermaga) JD = 2 (jumlah dermaga)
2) Jumlah Lintas dan Jumlah Kapal: tD L = ---------TL Dimana: L
= jumlah lintasan
tD = waktu operasi dermaga TL = total waktu pelayanan lintas/siklus kapal (cycle time)
Dengan data di atas, maka diperoleh: 24 jam L = ----------------------10 jam 50 menit
= 2,215 lintas
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 202
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Sehingga di Lintas Pelabuhan Padangbai – Lembar dapat dilayani dengan 2 kali melintas/trip.
WL
2 x WP
K = ------- = --------WD
WD
Ket: K
= jumlah kapal
WL = total waktu pelayanan lintas/siklus kapal (cycle time) = 2 x WP WD = waktu di dermaga Sehingga dengan data di atas, diperoleh:
WL
(10 jam 50 menit)
K = ------- = -------------------------- = 10 kapal tiap lintasan WD
(1 jam 5 menit)
Oleh karena pada lintas Padangbai-Lembar masing mempunyai 2 dermaga, maka lintasan tersebut dapat dilayani oleh 20 kapal dengan kapasitas dan kecepatan kapal yang ada saat ini.
3) Jumlah Trip Kapal Jumlah trip kapal didasarkan pata kebutuhan pelayanan perjalanan yang ada dan tergantung pada kapasitas kapal rata-rata yang ada.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 203
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” P Tk = --------Kp
Ket: Tk = jumlah trip kapal P
= jumlah kebutuhan pelayanan perjalanan lintas
Kp = kapasitas kapal
Berdasarkan data di tahun 2011, maka trip masing-masing kapal dapat diperoleh:
1.484104 Tk = ----------------- = 5.579 trip per tahun = 15,28 trip per hari (orang) 266
241.896 Tk = ----------------- = 9.675 trip per tahun = 26,5 trip per hari (kend R4) 25 b. Kapasitas Dermaga
Untuk menghitung kapasitas dermaga akan dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut; 1)
Kapasitas Dermaga
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 204
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Pada pelabuhan penyeberangan, kapasitas dermaga hanya bergantung pada jam operasi dermaga dan total waktu di dermaga.
tD KD = --------TD
Ket: KD = kapasitas dermaga tD = waktu operasi dermaga TD = total waktu kapal di dermaga
Berdasarkan data, maka kapasitas dermaga adalah:
24 jam KD = -------------------- = 22 kapal / hari 1 jam 5 menit
Sehingga dermaga yang ada masih cukup leluasa bisa untuk melayani kapal yang beroperasi, karena kapasitasnya adalah 44 kapal / hari untuk kedua dermaga dengan catatan tidak ada delay kedatangan atauoun keberangkatan.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 205
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Pengumpulan data produksi kebutuhan perjalanan penyeberangan Pengumpulan data dan jumlah kapasitas kapal Menghitung Load Factor Kapal dan Lintas Menghitung Proyeksi Kebutuhan Perjalanan Penyeberangan Menghitung Total Lama Pelayanan Penyeberangan Menghitung Jumlah Lintas, Kapal dan Trip Kapal Menghitung Kapasitas Dermaga
Meningkatkan Frekuensi Pelayanan
Menentukan Kebijakan Penambahan Kapasitas Muat
Menambah Jumlah atau Kapasitas Kapal
Menumbah Jumlah atau Kapasitas Dermaga Gambar 2.29. Diagram Alir Penentuan Jumlah Kapal pada Lintas Penyeberangan
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 206
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” J. Pedoman Pengurusan Ijin Operasional Kapal Penyeberangan 1. Latar Belakang Dilatarbelakangi penetapan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran terutama pada Pasal 28 ayat (6), 117, 122, 124, 126, 134, 135, 147, 151, 152, 154, 155, 163, 158, 169, dan Pasal 170, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan pada Pasal 109, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan pada Pasal 11, 31, 32, 33, 34, 35, dan Pasal 36, diperlukan adanya tindak lanjut penyusunan Konsep Pedoman Pengurusan Ijin Operasional Kapal Penyeberangan. 2. Tujuan Penyusunan Tujuan penyusunan
Konsep Pedoman Pengurusan Ijin Operasional Kapal
Penyeberangan adalah agar terjamin kelancaran, kesesuaian, dan kemudahan dalam rangka pengurusan ijin operasional kapal tersebut. 3. Sasaran yang diwujudkan
Sasaran yang diwujudkan dalam penyusunan Konsep Pedoman Pengurusan Ijin Operasional Kapal Penyeberangan adalah adanya acuan atau pedoman bagi pengusaha/opreator kapal, dan pemerintrah daerah dalam proses pengurusan ijin operasional kapal sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku. 4. Jangkauan penyusunan
Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan adalah: a.
Prosedur pengurusan ijin operasional kapal
b.
Persyaratan kelaiklautan kapal
c.
Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Penyeberangan
5. Objek atau arah pengaturan a. Prosedur Pengurusan ijin operasional kapal
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 207
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Bagi pengusaha/operator kapal, untuk mengoperasikan kapal pada lintas yang telah ditetapkan, wajib memiliki Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan. Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan memuat 98: 1) surat izin usaha angkutan penyeberangan; 2) persetujuan prinsip pengadaan kapal sesuai dengan daerah operasi bagi badan usaha yang belum memiliki kapal; 3) surat dan dokumen kapal yang akan dioperasikan yang membuktikan kapal memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal; 4) lintas yang dilayani; 5) spesifikasi teknis kapal yang akan dioperasikan; 6) bukti kepemilikan kapal (Grosse Akta); dan 7) proposal bisnis, yang paling sedikit memuat: a) potensi jumlah permintaan angkutan (demand) dan target yang akan diraih sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan; b) manajemen sumber daya manusia; c) manajemen pengoperasian kapal.
Ijin Operasional Kapal diberikan oleh: a)
Direktur Jenderal, untuk kapal yang melayani penyeberangan antar provinsi dan/atau antar negara;
b)
Gubernur,
untuk
kapal
yang
melayani
penyeberangan
antar
kabupaten/kota dalam provinsi; atau c)
Bupati/Walikota, untuk kapal yang melayani penyeberangan dalam kabupaten/kota.
Untuk
memperoleh
Ijin
Operasional
Kapal,
Badan
Usaha
Angkutan
Penyeberangan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan, Pasal 31 98
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 208
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Badan Usaha Angkutan Penyeberangan yang mengajukan perrnohonan Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan, diberikan persetujuan prinsip pengadaan kapal Angkutan Penyeberangan. Persetujuan prinsip pengadaan kapal Angkutan Penyeberangan berlaku selama 1 (satu) tahun. Apabila sampai dengan batas waktu tersebut perusahaan Angkutan Penyeberangan tidak mengadakan kapal yang memenuhi persyaratan spesifikasi teknis kapal yang akan dioperasikan,
maka
persetujuan
prinsip
pengadaan
kapal
Angkutan
Penyeberangan tidak berlaku. Berdasarkan permohonan Ijin Operasional Kapal yang diajukan, Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan penelitian aspek teknis dan aspek hukum atas persyaratan permohonan Ijin Operasional Kapal dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. Dalam hal hasil penelitian persyaratan belum terpenuhi, Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya menolak dan mengembalikan permohonan secara tertulis kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan. Permohonan yang ditolak dapat diajukan kembali dengan permohonan baru, setelah pemohon melengkapi persyaratan. Dalam hal hasil penelitian persyaratan terpenuhi, Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya
menerbitkan
Surat
Ijin
Operasional
Kapal
Angkutan
Penyeberangan. Surat Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal dengan tembusan disampaikan kepada Menteri 99
. Surat Ijin Operasional Kapal Angkutan Penyeberangan diberikan pada 1 (satu)
kapal hanya untuk melayani 1 (satu) Lintas Penyeberangan. Surat Ijin Operasional Kapal untuk pelayanan angkutan perintis dapat diberikan lebih dari 1 (satu) lintas apabila merupakan satu rangkaian.
b. Persyaratan Kelaiklautan kapal Setiap kapal yang akan ditempatkan pada suatu lintas penyebrangan komersil harus memenuhi kelaiklautan kapal yang dibuktikan dengan sertifikat dan surat kapal, sesuai dengan daerah operasinya yang meliputi 100:
Ibid, , Pasal 34 Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 117
99
100
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 209
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 1) keselamatan kapal; Persyaratan keselamatan kapal meliputi : a).material; b).konstruksi; c).bangunan; d).permesinan dan perlistrikan; e).stabilitas; f).tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan g).elektronika kapal
101
.
Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh Menteri. 2) pencegahan pencemaran dari kapal; Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian pencemaran diberikan sertifikat pencegahan dan pengendalian pencemaran oleh Menteri. 3) pengawakan kapal; Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional, dengan Nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk kapal berbendera Indonesia harus warga negara Indonesia, dan kapal yang memenuhi persyaratan diberikan setifikat pengawakan kapal. 4) garis muat kapal dan pemuatan; Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan persyaratan. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis Muat. Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang Marka Garis Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya. 5) kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang; Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi: a).gaji; b).jam kerja dan jam istirahat; c).jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan pemulangan ke tempat asal; d).kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi karena
mengalami
kecelakaan;
e).kesempatan
mengembangkan
karier;
f).pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman; dan g).pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan 101
Ibid, Pasal 124
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 210
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” kerja, yang dinyatakan dalam perjanjian kerja antara Awak Kapal dengan pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kesehatan penumpang dan awak kapal selama pelayaran, setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas kesehatan bagi penumpang, meliputi: a).ruang pengobatan atau perawatan; b).peralatan medis dan obat-obatan; dan c).tenaga medis. 6) status hukum kapal; Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses: a) pengukuran kapal; Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri. Berdasarkan pengukuran ini kemudian diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pada kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang Tanda Selar. Tanda Selar harus tetap terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca. b) pendaftaran kapal; Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal Indonesia. Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. Pada kapal yang telah didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran.
c) penetapan kebangsaan kapal. Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri. 7) manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal; dan Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk jenis dan ukuran tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 211
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” pencemaran dari kapal. Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal diberi sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal berupa Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of Compliance/DOC) untuk perusahaan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety Management Certificate/SMC) untuk kapal. 8) manajemen keamanan kapal. Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk ukuran tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal. Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal diberi sertifikat Manajemen Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal Internasional (International Ship Security Certificate/ISSC). Setiap kapal yang melayani angkutan penyeberangan wajib 102: 1) memenuhi persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan; 2) memiliki spesifikasi teknis sesuai dengan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan pada lintas yang dilayani; 3) memiliki dan/atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan; 4) memiliki fasilitas bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan kendaraan beserta muatannya; 5) mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang ditempatkan pada bagian samping kiri dan kanan kapal; dan 6) mencantumkan
informasi
atau
petunjuk
yang
diperlukan
dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada lintas penyeberangan dilakukan dengan mempertimbangkan 103:
Peratuarn Pemerintah No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 61 Ibid, Pasal 65
102 103
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 212
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 1) adanya kebutuhan angkutan penyeberangan; dan 2) tersedianya fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan/terminal penyeberangan.
9) spesifikasi teknis kapal; Spesifikasi teknis kapal mencakup beberapa aspek yaitu; Spesifikasi teknis kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a) ukuran kapal; b) pintu rampa; c) kecepatan kapal; dan d) mesin bantu sandar.
10) persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan; Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan meliputi: a) persyaratan usaha; dan b) persyaratan pelayanan.
11) fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan; Fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan paling sedikit meliputi: 1) jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal; 2) kolam pelabuhan; dan 3) fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
12) Persyaratan pelayanan angkutan penyeberangan Setiap kapal yang melayani Angkutan Penyeberangan wajib 104:
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM.26 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkuitan Penyeberangan, Pasal 10 104
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 213
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 1) memenuhi persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan; 2) memiliki spesifikasi teknis sesuai dengan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan pada lintas yang dilayani; 3) memiliki dan/ atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan; 4) memiliki fasilitas bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan kendaraan beserta muatannya; 5) mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang ditempatkan pada bagian samping kiri dan kanan kapal; dan 6) mencantumkan informasi atau petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
c. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Penyeberangan Spesifikasi teknis lintas penyeberangan dapat dilihat dari fasilitas dan sarana pelabuhan penyeberangan tersebut, dilihat dengan memperhatikan; 1) Fasilitas pokok antara lain; a) terminal penumpang b) penimbangan kendaraan bermuatan c) jalan penumpang keluar/masuk kapal ( gang way ) d) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa e) fasilitas penyimpanan bahan bakar ( bunker ) f) instalasi air, listrik dan telekomunikasi g) akses jalan dan/atau jalur kereta api h) fasilitas pemadam kebakaran i) tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal 2) Fasilitas penunjang, antara lain; a) kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan b) tempat pembuangan limbah c) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan d) areal pengembangan pelabuhan e) fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, jalur hijau dan kesehatan) PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 214
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Dari hasil kajian kesesuaian tersebut di atas, maka akan dapat menetapkan kriteria kapal (lebar, tinggi kapal, panjang kapal, dan GT kapal) sesuai dengan spesifikasi teknis pelabuhan.
Selain spesifikasi teknis pelabuhan, kapal yang akan dioperasikan dalam hal pengadaan kapal baru, setelah pemohon memperoleh Persetujuan Prinsip Pengadaan Kapal, pengusaha dan pemerintah daerah juga perlu memperhatikan kondisi lintas penyeberangan sesuai daerah operasi. Kementerian Perhubungan telah melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan identifikasi dan kajian tinggi gelombang sebagai acuan bagi pengusaha kapal dan Pemerintah daerah atau operator pelabuhan untuk menempatkan kapal. Tinggi gelombang semua lintasan dikelompokkan pada tujuh (7) region dengan rincian sebagai berikut; 1)Region A dengan tinggi gelombang maksimum 1,25 meter, terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1)Pulang Pisau – Kelawa (Belum Ops).(2)Banjar Raya – Saka Kajang (Belum Ops).(3)Kuin Alalak – Jelapat (Belum Ops).(4)Mantuli – Tambang Muara (Belum Ops).(5)Siwa – Lasusua (Belum Ops).(6)Ajibata
–
Tombok
(Komersil).(7)Palembang
–
Muntok
(Komersil).(8)Pontianak Kota – Siantan (Komersil).(9)Tebas Kuala – Tebas Sbrg
(Perintis I).(10)Tayan – Terayu (Perintis I).(11)Taipa – Kariangau
(Perintis I).(12)Tj.Harapan – Tl.Kalong (Perintis I).(13)Palembang – Kayuarang
(Tidak
Ops).(14)K.Kapuas
–
K.Kapauas
Sbrg
(Tidak
Ops).(15)Kuala Pembuang – Kualu Pembuang (Tidak Ops).(16)P.Telo – P.Telo
Sbrg
(Tidak
Ops).(17)Palangkaraya
–
P.R.Sbrg
(Tidak
Ops).(18)Cerbon – Marabahan (Tidak Ops).(19)Kartiasa Barat – Kartiasa Timur (Tidak Ops).(20)Semuntai – Sekadau (Tidak Ops)
2) Region B, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1)Daruba – Tobelo (Perintis I).(2)Tobelo – Subaim (Perintis I)
3) Region C,
dengan
tinggi gelombang maksimum 2 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1) Patani – Sorong (Belum Ops).(2)Poso – Wakay PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 215
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” (Belum Ops).(3)Luwuk – Sabang (Belum Ops).(4)Taliabu – Banggai (Belum Ops).(5) Bastiong – Babang/Payahe (Belum Ops).(6)Payahe – Sakete (Belum Ops).(7)Sakete – Babang (Belum Ops).(8)Sanana – Tlk.Bara (Belum Ops).(9)Sanana – Mangole (Belum Ops).(9)Mangole- Taliabu (Belum Ops).(10)Mangole- Laiwui (Belum Ops).(11)Laiwui – Labuha (Belum Ops).(12)Sibolga
–
(Komersil).(14)Bastiong
Nias
(Komersil).(13)Pagimana
–
Gorontalo
– Sidangole (Komersil).(15)Bastiong –
Rum
(Komersil).(16)Bitung – Ternate (Komersil).(17)Biak – Serui (Perintis I).(18)Serui – Waren (Perintis I).(19)Numfor – Manokwari (Perintis I).(20)Saumlaki – Tepa (Perintis I).(21)Dobo – Benjina (Perintis I).(22)Sorong – Seget (Perintis I).(23)Seget – Mogem – Inawalan (Perintis I).(24)Mogem – Teminabuan (Perintis I).(25)Sorong – Saonek (Perintis I).(26)Sorong – Waigama (Perintis I).(27)Gorontalo – Wakai (Perintis I).(28)Luwuk – Salakan (Perintis I).(29)Salakan – Banggai (Perintis I).(30)Kendari – Langgara (Perintis I).(31)Bitung – Pananaro (Perintis I).(32)Bitung – P.Lembeh (Perintis I).(33)Bitung – Siau (Perintis I).(34)Bastiong – Geti/Tidore (Perintis II).(35)Tarakan – Tg.Selor (Perintis II).(36)Waren – Nabire (Tidak ops).(37)Biak – Nabire (Tidak Ops).(38)Biak – Numfor (Tidak Ops).(39)Serui – Nabire (Tidak Ops).(40)Sorong – Jefman (Tidak Ops).(41)Jefman – Kalabo (Tidak Ops).(42)Sorong – Teminabuan (Tidak Ops).(43)Bitung – Dago (Tidak Ops)
4)Region D, dengan tinggi gelombang maksimum 2,5 meter terdapat pada lintasan
sebagai berikut; (1)Balohan – Malahayati, Komersil.(2)Cilacap –
Kalipuncang, Komersil.(3)Ujung – Kamal, Komersil.(4)Jangkar – Kalianget, Komersil.(5)Kalianget – P.Kangean, Komersil.(6)Kupang Komersil.(7)Bajoe
–
Kolaka,
Komersil.(8)Torobulu
Waingapu, –
Tampo,
Komersil.(9)Meolaboh – Sinabang, Perintis I.(10)Sinabang – Labuhan Haji, Perintis I.(11)Singkil – P Banyak – Sinabang, Perintis I.(12)Padang – Sikakap/Mentawai, Perintis I.(13)Padang – P.Siberut, Perintis I.(14)Padang – Tuapejat, Perintis I.(15)Pulau Bai – P.Enggano, Perintis I.(16)Cilacap – Majingklak
, erintis I.(17)Aimere – Waingapu, Perintis I.(18)Ende –
Waingapu, Perintis I.(19)Wara – Bau Bau, Perintis I.(20)Tarakan – Ancam,
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 216
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Perintis II.(21)Tarakan – Sembakung, Perintis II.(22)Marina – P. Kelapa, Tidak Ops.(23)Marina – P. Tidung, Tidak Ops.(24)Marina – P. Pramuka, Tidak Ops (25)P.Pramuka – P.Kelapa, Tidak Ops.(26)P.Pramuka – P.Tidung, Tidak Ops.(27)Marina – P.Untung Jawa, Tidak Ops.(28)P.Untung Jawa – P.Tidung, Tidak Ops
5)Region E, dengan tinggi gelombang maksimum3 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1)Stagen – Tarjun, Belum Ops.(2)Tarakan – ToliToli, Belum Ops.(3)Garongkong – Batulicin, Belum Ops.(4)Sape – Waingapu, Belum Ops (5)Sulamu – Kadya Kupang, Belum Ops.(6)Toboali – P.Lepar, Belum Ops.(7)Batu
Licin-Tj.Serdang,
Komersil.(9)Balikpapan Komersil.(11)Padang
Komersil.(8)Balikpapan
–
Mamuju,
–
Penajam,
Komersil.(10)Kupang
–
Aimere,
Bai-
Lembar,
Komersil.(12)Kayangan/Lombok
–
Pototano, Komersil.(13)Sape – Waikelo, Perintis I.(14)Kalabahi –Tl.gurita, Perintis I.(15)Tl.Gurita – Kisar, Perintis I.(16)Kupang – Waikelo, Perintis I.(17)Aimere – Waikelo, Perintis I.(18)Tual – Larat, Perintis I.(19)Sadai – Tanjung Rum, Perintis I.(20)Dongkala – Mawasangka, Perintis I.(21)Kalabahi – Kabir, Perintis II.(22)Dongkala – Bau Bau, Tidak ops.(23)Pare Pare – Balikpapan, Tidak Ops.(24)Batulicin – Kotabaru, Tidak Ops.(25)Kupang – Naikliu, Tidak Ops.(26)Kupang – Hansisi, Tidak Ops.(27)Kalabahi – Maritaing, Tidak Ops.(28)Dili – P.Atauro, Tidak Ops.(29)Dili – Maritaing, Tidak Ops.(30)Tual – Elat, Tidak Ops.(31)Bau Bau – Tolandano, Tidak Ops.(32)Tampo – Maligano, Tidak Ops
6)Region F,
dengan tinggi gelombang maksimum 3,5 meter terdapat pada
lintasan sebagai berikut; (1)Ciwandan – Srengseng, Belum Ops.(2)Hansisi – Pantai Baru, Belum Ops.(3)Atapupu – Iilwaki, Belum Ops.(4)Atapupu – Wonreli, Belum Ops.(5)Tl.Gurita – Ilwaki, Belum Ops.(6)Kalabahi – Balauring, Belum Ops.(7)Tj.Pandan – Pontianak, Belum Ops.(8)Ketapang – Manggar, Belum Ops.(9)K.Tungkal – Tj.Uban, Belum Ops.(10)Bengkalis – Tanjung Balai, Belum Ops.(11)Belawan – Penang, Belum Ops.(12)Merak – Bakauheni, Komersil.(13)Ketapang – Gilimanuk, Komersil.(14)Sape – Labuhan Bajo, Komersil.(15)Kupang
–
Sawu/Seba,
Komersil.(16)Kalabahi
–
Kupang,
Komersil.(17)Kupang – Ende, Komersil.(18)Rasau Jaya – Tlk.Batang, Komersil PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 217
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” Bira – Pamatata, Komersil.(19)Galala – Namlea, Komersil.(20)Poka – Galala, Komersil.(21)Rumbai Jaya – Mumpa, Komersil.(22)Waiwerang – Lowelaba, Perintis I(23)Balauring – Baranusa, Perintis I.(24)Kalabahii – Baranusa, Perintis I.(25)Waingapu – SawuSeba, Perintis I.(26)Lewoleba – Balauring, Perintis I.(27)Kupang – Lewoleba, Perintis I.(28)Tual – Dodo, Perintis I.(29)Larat – Saumlaki, Perintis I.(30)Pomako I – Pomako II, Perintis I.(31)Sape – P.Komodo, Perintis II.(32)Labuhan Bajo – P.Komodo, Perintis II.(33)Mapura Jaya – Pamako, Perintis II.(34)Telaga Pungkur –Tj. Uban, Perintis II.(35)Bengkalis
–
Mengkapan,
Perintis
II.(36)Benoa-Senggigi,
Tidsk
ops.(37)Merak – Srengseng, Tidak Ops.(38)Merak – Panjang, Tidak Ops.(39)Atapupu – Kalabahi, Tidak Ops.(40)Balauring – Kabir, Tidak Ops.(41)Bakalang – Baranusa, Tidak Ops.(42)Sawu – Raijua, Tidak Ops.(43)Kariabela – Wonreli, Tidak Ops.(44)Dili – Wonreli, Tidak Ops.(45)Dili – Ilwaki, Tidak Ops.(46)Tl. Batang – Ketapang, Tidak Ops.(47)Negeri Lima – Namlea, Tidak Ops.(48)BT Bedarah – DS Pintas, Tidak Ops.(49)K.Kuning – M.Tebo, Tidak Ops.(50)Pangkal Pinang – Tj.Pandan, Tidak Ops.(51)S.Pakning – Bengkalis, Tidak Ops
7)Region G, dengan tinggi gelombang maksimum 4 meter terdapat pada lintasan sebagai berikut; (1)Semarang – Kumai, Belum Ops.(2)Bambea – Sikeli, Belum Ops.(3)Kendal Ops.(5)Saumlaki
–
Kumai,
Belum
– Adaut, Belum
Ops.(4)Ilwaki Ops.(6)Wonreli
–
Wonreli,
Belum
– Serwaru,
Belum
Ops.(7)Kupang – Rote, Komersil.(8)Kupang – Larantuka, Komersil.(9)Hunimua – Waipirit, Komersil.(10)Jepara – Karimun Jawa, Perintis I.(11)Larantuka – Waiwerang, Perintis I.(12)Tanah Merah – Kepi, Perintis I.(13)Merauke – Atsy, Perintis I.(14)Atsy – Senggo, Perintis I.(15)Atsy – Asgon, Perintis I.(16)Pamatata – Marapokot, Perintis I.(17)Bira –Tondasi, Perintis I.(18)Hurnala/Tulehu – Pelauw/Haruku, Perintis I.(19)Pelauw/Haruku – Umeputih/Saparua, Perintis I.(20)Wailey – Umeputih/Saparua, Perintis I.(21)Bitung – Melanguane, Perintis I.(22)Merauke – Tanah Merah, Perintis I.(2)Lewoleba – Larantuka, Perintis II.(24)Kalabahi – Bakalang, Perintis II.(25)Merauke – Poo, Perintis II.(26)Atsy – Agat, Tidak ops.(27)Larantuka – Kalabahi, Tidak Ops.(28)Ende – Aimere, Tidak Ops.(29)Agast – Ewer, Tidak Ops.(30)Hurnala/Tulehu – Umeputih/Saparua, Tidak Ops.(31)Dago – Talaud, Tidak Ops.(32)Gresik – Bawean, Tidak Ops PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 218
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Berdasarkan
tinggi
gelombang
setiap
region
tersebut,
kemudian
dapat
direncanakan spesifikasi kapal sesuai daerah operasi dengan pembagian region berdasar tinggi gelombang tersebut, yaitu dengan menentukan perbandingan ukuran kapal sebagaimana tabel berikut:
Tabel 2.15.Perbandingan Ukuran Utama Kapal Desain Baru Berdasarkan Gelombang Per Region Lintasan Kecepatan Perbandingan Ukuran Kapal Kapal L/B L/H B/H L/T H/T B/T (knot) A 10 3.780 7.897 2.089 16.684 2.113 4.413 15 3.780 7.980 2.111 16.932 2.122 4.479 B 1.5 15 3.905 8.570 2.195 17.425 2.033 4.462 C 2 10 4.155 9.501 2.286 18.224 1.918 4.386 15 4.155 9.589 2.308 18.441 1.923 4.438 D 2.5 10 4.405 10.396 2.360 19.271 1.854 4.375 15 4.405 10.486 2.380 19.477 1.857 4.421 E 3 10 4.655 11.225 2.411 20.327 1.811 4.366 15 4.655 11.316 2.431 20.526 1.814 4.409 F 3.5 10 4.905 12.013 2.449 21.387 1.780 4.360 15 4.905 12.108 2.468 21.581 1.783 4.400 G 4 10 5.155 12.775 2.478 22.451 1.757 4.355 15 5.155 12.870 2.496 22.642 1.760 4.392 Sumber: Laporan Studi Kelaikan Kapal ASDP Dengan Daerah Operasi, Balitbang Region
Tinggi Gelombang (meter) 1.25
Perhubungan –Dephub RI, 2007
Berdasarkan hasil perhitungan spesifikasi kapal seperti tertuang dalam tabel di atas, juga dapat merencanakan spesifikasi kapal untuk lintasan-litasan baru yang belum beroperasi atau masih direncanakan. Penentuan spesifikasi kapal untuk lintasan-lintasan ini adalah dengan mengacu pada spesifikasi kapal dimana lintasan tersebut tergabung pada kelompok lintas per region. Lebih jelasnya alir pengurusan ijin operasional kapal penyeberangan dapat dilihat pada diangran berikut.
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 219
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
Data dukung:
Permohonan dari pengusaha/opera tor kapal
Melengka pi berkas
DITOLAK
Penerbitan maksimal waktu 14 hari setelah hasil penelitian diterima
Penelitian berkas permohonan oleh Dirjen/Gubernur/ Bupati/Walikota DITERIM A Penerbitan Surat Ijin Operasional Kapal oleh Dirjen/Gubernur/ Bupati/Walikota
- surat izin usaha angkutan penyeberangan; - persetujuan prinsip pengadaan kapal sesuai dengan daerah operasi bagi yang belum memiliki kapal; - surat dan dokumen kapal yang akan dioperasikan yang membuktikan kapal memenuhi persyaratan Hasil penelitian DITERIMA/ kelaiklautan kapal; DITOLAK maksimal waktu - lintas yang dilayani; 30 hari setelah semua -Kriteria: spesifikasi teknis kapalberas yang LENGKAP akan dioperasikan; -- bukti kepemilikanspesifikasi kapal kesesuaian (Grosse Akta); teknis kapal dengan - proposal (demand dan dan kapasitasbisnis prasarana target 5 tahun, manajemen fasilitas pelabuhan yang SDM, manajemen digunakan untuk melayani operasional angkutan kapal. penyeberangan
atau terminal penyeberangan yang tersedia; - tingkat kemampuan pelayanan alur; - kesesuaian dengan region Gambar 2.30. Diagram Alir Pengurusan Ijin Operasional Kapal lintasan sesuai tinggi gelombang - kesesuaian pengujian stabilitas kapal
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 220
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 221
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 222
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 223
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 224
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 225
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
II - 226
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” BAB III KESIMPUAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari berbagai kajian yang telah dipaparkan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Kapal Untuk mewujudkan operasioanl kapal yang aman, nyaman dan selamatn, maka diperlukan adanya adanya: a.Manajemen Pemeliharaan ISM Code, b.Survei dan Pengujian Keselamatan Kapal, c.Pemeliharaan Bagian Kapal meliputi 1) pemeliharaan pelat lambung 2) pemeliharaan ruang penumpang dan sanitary 3) pemeliharaan sarana tambat 4) pemeliharaan alat-alat keselamatan 5) pemeliharaan pemadam kebakaran 6) pemeliharaan ramp door 7) pemeliharaan alat navigasi 8) pemeliharaan mesin induk 9) pemeliharaan motor bantu 10) pemeliharaan pesawat bantu 11) pemeliharaan departemen radio dan sipil
2. Pedoman Penetapan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan Penyeberangan
Pedoman penetapan DLKp mencakup beberapa aspek yaitu: a. Area Alur Pelayaran dan kepelabuhanan b. Area Keperluan Keadaan Darurat c. Area Pengembangan Pelabuhan Jangka Panjang d. Area Percobaan Berlayar e. Area Pembangunan serta pemeliharaan dan perbaikan kapal f. Menentukan titik koordinat geografis sebagai batas DLKp PT. Sugitek Patih Perkasa
III - 1
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” 3. Pedoman penetapan Daerah Lingkungan Kerja ( DLKr) Pelabuhan Laut Untuk Kepentingan Penyeberangan Pedoman penetapan DLKr Pelabuhan laut untuk kepentingan penyeberangan terutama wilayah daratan mencakup beberapa aspek yaitu; a.
Menetapkan Area Terminal Penumpang
b.
Area Penimbangan Kendaraan Bermuatan
c.
Area Jalan penumpang keluar/masuk (gang way)
d.
Area Perkantoran Untuk Kegiatan Pemerintahan dan Pelayanan Jasa
e.
Area Fasilitas Penyimpanan Bahan Bakar (Bunker)
f.
Area Instalasi Penyediaan Air Bersih
g.
Area Fasilitas Listrik dan Telekomunikasi
h.
Area Akses Jalan dan/atau Jalur Kereta Api
i.
Area Fasilitas Pemadam Kebakaran
j.
Area Tempat Tunggu Kendaraan Bermotor Sebelum Naik Kapal.
Sementara fasilitas penunjang DLKr mencakup: a.
Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan,
b.
Tempat penampungan limbah
c.
Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan
d.
Areal pengembangan pelabuhan,
e.
Fasilitas umum lainnya meliputi: 1)
Tempat peribadatan
2)
Area taman
3)
Area jalur hijau
4)
Tempat pelayanan kesehatan
5)
Area parkir kendaraan antar/jemput
Dalam menetapkan DLKr wilayah perairan mencakup beberapa hal yaitu: a.
Area Alur Pelayaran
b.
Area Sandar Kapal
c.
Area Tempat Labuh
d.
Area Kolam Pelabuhan Untuk Kebutuhan Sandar dan Olah Gerak Kapal
PT. Sugitek Patih Perkasa
III - 2
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” e.
Menentukan titik koordinat geografis sebagai batas DLKr
4. Pedoman berlalulintas di alur penyeberangan Pedoman berlalu lintas di alur penyeberangan mencakup beberapa aspek yaitu sebagai berikut: a.
Berlalu lintas memasuki pelabuhan
b.
Berlalu lintas meninggalkan pelabuhan
c.
Berlalu lintas di Alur penyeberangan
d.
Sistem Perambuan
e.
Ruang Bebas Alur penyeberangan
5. Pedoman pengukuran jarak lintas antar pelabuhan penyeberangan pada lintas penyeberangan Pedoman pengukran jarak lintas antar pelabuhan penyeberangan pada lintas penyeberangan mencakup beberapa aspek yaitu: a. Total Waktu Pelayaran Kapal b. Jarak antara pelabuhan penyeberangan yang terdiri dari: c. Jarak pelayaran lurus (jarak diatas peta) tanpa memperhitungan arus dan angin d. Jarak pelayaran nyata dengan memperhitungkan arus dan angin. e. Keceptan dinas kapal
Untuk memperoleh hasil Pengukuran Jarak Baring maka diperlukan data hasil pengukuran sebagai berikut: a. Jarak pelayaran lurus antara pelabuhan penyeberangan berdasarkan
peta yang ada; b. Kecepatan dan arah arus laut (derajat) terhadap garis tengah kapal
(arah haluan kapal) c. Kecepatan dan arah angin (derajat) terhadap garis tengah kapal (arah
haluan kapal);
PT. Sugitek Patih Perkasa
III - 3
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
6. Pedoman penanganan kecelakaan kapal saat operasi Pedoman penangan kecelakaan kapal saat operasi mencakup beberapa aspek yaitu: a. Tanggung Jawab Pengangkut b. Komunikasi Marabahaya c. Latihan Penanganan Kedaruratan Kapal d. Penanganan Kecelakaan Kapal Kebakaran e. Penanganan Kecelakaan Kapal Tubrukan f. Penanganan Kecelakaan Kapal Kandas g. Penanganan Kecelakaan Kapal Tenggelam h. Penanganan Kecelakaan Orang Jatuh ke Laut i. Penanganan Meninggalkan Kapal
7. Pedoman penempatan kapal pada lintas penyeberangan perintis Dalam penempatan kapal pada lintas penyeberangan perintis harus memperhatikan beberapa faktor yaitu;
a.
Prosedur penempatan kapal
b.
Persyaratan Kelaiklautan kapal
c.
Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
8. Pedoman penempatan kapal sesuai daerah operasi Pedoman penempatan kapal sesuai dengan daerah operasi mencakup beberapa aspek yaitu; a. Prosedur penempatan kapal b. Persyaratan Kelaiklautan kapal c. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi
Prosedur Penempatan Kapal harus memperhatikan: a. Faktor muat: b. factor penempatan untuk pengembangan/pengisian lintas PT. Sugitek Patih Perkasa
III - 4
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan” c. Penempatan kapal harus mendapat persetujuan d. Persyaratan:
Sementara persyaratan kelaiklautan kapal harus memperhatikan: a. keselamatan kapal; b. pencegahan pencemaran dari kapal; c. pengawakan kapal; d. garis muat kapal dan pemuatan; e. kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang; f. status hukum kapal; g. Manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal h. Manajemen keamanan kapal. i.
Spesifikasi teknis kapal;
j. fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan k. Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan
Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Sesuai Daerah Operasi memperhatikan beberapa aspek yaitu: a. Spesifikasi detail DLKp perairan pelabuhan b. Spesifikasi teknis pelabuhan c. Fasilitas pokok antara lain; d. Fasilitas penunjang, antara lain; e. Spesifikasi gelombang
9. Pedoman penentuan jumlah kapal pada lintas penyeberangan komersil Pedoman penentuan jumlah kapal pada lintas penyeberangan komersil mencakup beberapa aspek yaitu: a. Load factor b. Total waktu pelayaran c. Kapasitas dermaga
PT. Sugitek Patih Perkasa
III - 5
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
10. Pedoman pengurusan ijin operasional kapal penyeberangan Pedoman
pengurusan ijin operasional kapal penyeberangan meliputi
beberapa aspek yaitu: a. Prosedur pengurusan ijin operasional kapal b. Persyaratan kelaiklautan kapal c. Persyaratan Spesifikasi Teknis Lintas Penyeberangan
. B. Rekomendasi Beberapa reokomendasi adalah sebagai berikut: 1. Diperlukan adanya sosialisasi Pedoman yang telah disusun sangat diperlukan bagi penyelenggara pelabuhan, dan untuk itu diperlukan adanya sosialisasi bagi penyelenggara pelabuhan di daerah baik ditingkat propinsi maupun kabupaten/kota serta pihak swasta yang berkepentingan 2. Untuk menjamin keselamatan operasional, pedoman pemeliharaan dan penempatan kapal sangat diperlukan. Untuk itu, perlu adanya sosialisasi pedoman yang telah disusun bagi operator dan pemerintah daerah agar selalu memperhatikan keselamatan pelayaran.
PT. Sugitek Patih Perkasa
III - 6
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
III - 7
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
III - 8
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
III - 9
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
III - 10
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
III - 11
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Penyeberangan”
PT. Sugitek Patih Perkasa
III - 12
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim. 2001. SOLAS Consolidated Edition 2001. IMO. London.
2.
Anonim, 2004. IALA ( International of Association Aid to Navigation Lighthouse Authorities )
3.
Anonim. 2007. Laporan Akhir Pekerjaan Studi
Kelaikan Kapal ASDP
dengan Daerah Operasi, Balitbang Perhubungan Dephub RI. 4.
Anonim. 2008. Laporan Akhir Pekerjaan Studi
Kebutuhan
Standar,
Norma, Pedoman, Kriteria Dan Sispro di Bidang ASDP, Balitbang Perhubungan Dephub RI. 5.
Anonim. 2007. Draft Laporan Akhir Pekerjaan Pedoman Pemeliharaan Kapal Penyeberangan, Ditjen. Hubdat Dephub RI-BKI.
6.
Priyanto, Sigit. 2006. Pemodelan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Penyeberangan, Jurnal Media Teknik No. 3 Tahun XXVIII Edisi Agustus.
7.
Suparsa,
I
Gusti
Putu.
2009.
Optimalisasi
Kinerja
Pelabuhan
Penyeberangan Ketapang Gilimanuk, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 13 No. 1 Januari. 8.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
10. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan 11. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian 12. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2000 tentang Perkapalan 13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 26 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan 14. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepalabuhanan 15. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan 16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 25 tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
PT. Diksa Intertama Consultant
1
“Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Penyeberangan”
17. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 26 tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran 18. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut 19. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor. KM. 3 tahun 2005 tentang Lambung Timbul Kapal
PT. Diksa Intertama Consultant
2