KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak dan ridhoNya kami dapat menyelesaikan laporan penelitian dan studi ini. Laporan ini merupakan produk lanjutan yang sebagian besar berisi hasil analisis data dari kegiatan survey yang telah dilaksanakan dari keseluruhan wilayah pekerjaan studi. Di dalam laporan ini juga disampaikan hasil analisis berupa proyeksi komoditas terkait visi MP3EI serta pengembangan Kapasitas dan Fasilitas pada Pelabuhan di Kalimantan Banyak kendala yang dihadapi dalam rangka penyusunan penelitian dan studi ini, berkat bantuan berbagai pihak dapat selesai pada waktunya. Dalam kesempatan ini dengan tulus kami menyampaikan terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, yang telah mempercayakan kami untuk melakukan penelitian dan “Studi Pengembangan Kapasitas Dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan”. Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah turut membantu dalam penyelesaian laporan akhir.
Jakarta, November 2012
Tim Studi
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
v
ABSTRAK Sebagaimana tercantum dalam Pembangunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Koridor Ekonomi Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional. Diharapkan dari program ini akan terjadi peningkatan produksi komoditas-komoditas unggulan yang terdapat di Kalimantan. Peningkatan komoditas-komoditas tersebut perlu diimbangi dengan peningkatan sarana dan prasarana transportasi, terutama pelabuhan. Hal ini dikarenakan komoditas-komoditas tersebut akan menuju ke pelabuhan untuk diekspor atau dikirim ke wilayah Indonesia lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya dan strategi yang sistematis dalam mengembangkan kapasitas dan fasilitas pelabuhan. Dalam studi ini akan coba dijabarkan kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan dalam mendukung program MP3EI. Analisis yang dilakukan akan memperhatikan potensi komoditas dari MP3EI, wilayah hinterland pelabuhan, serta rencana-rencana pengembangan pelabuhan yang telah ada sebelumnya yaitu RIPN (Rencana Induk Pelabuhan Nasional) dan RIP(Rencana Induk Pelabuhan). Analisis ini akan didukung dengan pengumpulan data sekunder maupun pengumpulan data primer atau survey/wawancara di lokasi studi. Sedangkan untuk komoditas yang diproyeksikan antara lain minyak bumi dan gas, batubara, CPO, bijih besi dan baja, perkayuan, serta bauksit. Pada akhir analisis didapatkan suatu konsep kebijakan dan strategi pengembangan kapasitas dan fasilitas masing-masing pelabuhan di koridor ekonomi Kalimantan baik untuk jangka pendek (2015), jangka menengah (2015) maupun jangka panjang (2025). Kata Kunci: MP3EI, proyeksi komoditas, pengembangan pelabuhan .
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
vi
ABSTRACT As stated in Master Plan for Acceleration and Expansion on Indonesian’s Economic Development (MP3EI, Pembangunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), Kalimantan Economic Corridor as a center production and processing of mining product and as a center of national energy. This program will increase potential commodities production in Kalimantan. The increase of these commodities will need an improvement of transportation facilities and infrastructure, especially ports. This is because these commodities will go to the port to be exported or shipped to other parts of Indonesia Therefore, we need a strategy and a systematic effort to develop the port capacity and facilities. This study will try to describe the port facilities and capacity development needs to support MP3EI program. The analysis will consider the potential of MP3EI commodity, its hinterland and harbor development plans that already existed the RIPN (Rencana Induk Pelabuhan Nasional) and RIP (Rencana Induk Pelabuhan). This analysis will be supported by secondary and primary data collection or surveys / interviews in the study area. As for the projected commodities include oil and gas, coal, palm oil, iron ore and steel, timber, and bauxite. At the end of the study will obtained a draft of policy and strategy development for each port facility and capacity in Kalimantan Economic Corridor, for the short term (2015), medium term (2015) and long term (2025). Keyword: MP3EI, commodity projection, port development
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
vii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................v ABSTRAK ................................................................................................vi ABSTRACT ................................................................................................vi DAFTAR ISI............................................................................................ viii DAFTAR TABEL.......................................................................................ix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvii BAB I
PENDAHULUAN .....................................................................1 A. Latar Belakang ...................................................................1 B.
Maksud dan Tujuan ............................................................2
C.
Dasar Hukum .....................................................................2
D. Ruang Lingkup dan Pekerjaan ...........................................3
BAB II
E.
Lokasi Pekerjaan ................................................................3
F.
Sistematika Penulisan.........................................................4
TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN ..................................6 A. Tinjauan Teori ....................................................................6 B.
Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole Theory) .............23
C.
Tinjauan Teori Terkait Pengembangan Pelabuhan...........29
D. Tinjauan Kebijakan Terkait Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan di Koridor Ekonomi Kalimantan .....32 BAB III METODOLOGI .......................................................................53 A. Metodologi .......................................................................53 B.
Kebutuhan Data ................................................................57
C.
Analisis Demand Pelabuhan.............................................58
D. Analisis Kinerja Pelabuhan ..............................................60 E.
Model Pemilihan Pelabuhan.............................................63
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
viii
BAB IV POTENSI EKONOMI DAN KOMODITAS HINTERLAND PELABUHAN .........................................................................67 A. Identifikasi Potensi Ekonomi Pada Koridor Ekonomi Kalimantan .......................................................................67 B.
Potensi Ekonomi Kalimantan Tengah ..............................79
C.
Potensi Ekonomi Kalimantan Selatan ..............................87
D. Potensi Ekonomi Kalimantan Timur ................................96 E. BAB V
Identifikasi Potensi Komoditas Hinterland Pada Koridor Ekonomi Kalimantan......................................................105
ANALISIS POTENSI KOMODITAS TERKAIT MP3EI ....137 A. Proyeksi Perkembangan Komoditas Terkait MP3EI di Koridor Ekonomi Kalimantan ........................................137
BAB VI PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN FASILITAS PELABUHAN DI KALIMANTAN ......................................183 A. Provinsi Kalimantan Timur ............................................183 B.
Provinsi Kalimantan Selatan ..........................................198
C.
Provinsi Kalimantan Barat .............................................206
D. Provinsi Kalimantan Tengah ..........................................210 BAB VII KESIMPULAN ......................................................................216 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................… LAMPIRAN...............................................................................................…
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
ix
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1
Potensi Komoditas Sektor Perkebunan di Kalimantan Barat .............................................................................................106
Tabel 4.2
Potensi Pengolahan Hasil Perkebunan ................................107
Tabel 4.3
Potensi Komoditas Sektor Pertanian Tanaman Pangan di Kalimantan Barat .................................................................108
Tabel 4.4
Potensi Komoditas Sektor Peternakan di Kalimantan Barat108
Tabel 4.5
Potensi Komoditas Sektor Perikanan di Kalimantan Barat .109
Tabel 4.6
Potensi Komoditas Sektor Kehutanan di Kalimantan Barat .............................................................................................109
Tabel 4.7
Potensi Komoditas Sektor Pertambangan di Kalimantan Barat .............................................................................................110
Tabel 4.8
Potensi Komoditas Sektor Perkebunan di Kalimantan Tengah .............................................................................................112
Tabel 4.9
Potensi Komoditas Sektor Perkebunan di Kalimantan Tengah .............................................................................................113
Tabel 4.10 Produksi Tanaman Pangan Tahun 2007 – 2008 ..................117 Tabel 4.11 Produktivitas Tanaman Pangan Tahun 2007 – 2008 ...........117 Tabel 4.12 Luas Panen Tanaman Pangan Tahun 2007 – 2008 ..............118 Tabel 4.13 Produksi Hortikultura Tahun 2007 – 2008 ..........................118 Tabel 4.14 Populasi Ternak ...................................................................122 Tabel 4.15 Produksi berbagai Jenis Ternak (ribu kg) ............................122 Tabel 4.16 Produksi Komoditas Perikanan dan Kelautan .....................123 Tabel 4.17 Produksi dan Konsumsi Hasil Perikanan ............................124 Tabel 4.18 Lokasi dan Sumberdaya Besi ..............................................124 Tabel 4.19 Lokasi dan Sumberdaya Mangan ........................................125 Tabel 4.20 Lokasi dan Sumberdaya Nikel.............................................125 Tabel 4.21 Lokasi dan Sumberdaya Batu Granit ...................................125 Tabel 4.22 Lokasi dan Sumberdaya Batubara .......................................126
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
x
Tabel 5.1
Proyeksi Produksi LNG Bontang, Kalimantan Timur terkait Visi MP3EI ..........................................................................139
Tabel 5.2
Proyeksi Produksi Migas di Lokus Balikpapan,.................140
Tabel 5.3
Proyeksi Produksi Batubara Berdasarkan Terkait Visi MP3EI .............................................................................................142
Tabel 5.4
Proyeksi Komoditas Batubara dan Turunan Batubara di Kaltim (juta ton) ..................................................................144
Tabel 5.5
Proyeksi Komoditas Turunan Batubara di Kalsel (juta ton)145
Tabel 5.6
Proyeksi Komoditas Turunan Batubara di Kalteng (juta ton) .............................................................................................145
Tabel 5.7
Proyeksi Komoditas Turunan Batubara di Kalbar (juta ton) .............................................................................................146
Tabel 5.8
Perjalanan Angkutan Batu Bara di Kalimantan...................150
Tabel 5.9
Terminal/Pelabuhan Muat Batu Bara di Kalimantan ..........152
Tabel 5.10 Proyeksi Produktifitas Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi CPO untuk setiap Satuan Lahan berdasarkan Visi MP3EI..154 Tabel 5.11 Proyeksi Produksi CPO berdasarkan Visi MP3EI...............154 Tabel 5.12 Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit di Kaltim (ton) .............................................................................................157 Tabel 5.13 Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit di Kalsel (ton)158 Tabel 5.14 Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit di Kalteng (ton) .............................................................................................159 Tabel 5.15 Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit di Kalbar (ton) .............................................................................................159 Tabel 5.16 Perjalanan Angkutan CPO di Kalimantan ...........................163 Tabel 5.17 Proyeksi Produksi Alumina terkait MP3EI .........................165 Tabel 5.18 Proyeksi Komoditas Turunan Bauksit di Kaltim (juta ton) .166 Tabel 5.19 Proyeksi Komoditas Turunan Bauksit di Kalbar (juta ton) .166 Tabel 5.20 Proyeksi Komoditas Turunan Bauksit di Kalteng (juta ton)167 Tabel 5.21 Proyeksi Kawasan Hutan Produksi di Kalimantan terkait MP3EI .................................................................................169 Tabel 5.22 Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan di Kaltim (ribu ton) .............................................................................................170
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
xi
Tabel 5.23 Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan di Kalsel (ribu ton) .............................................................................................171 Tabel 5.24 Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan di Kalteng (ribu ton) .............................................................................................172 Tabel 5.25 Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan di Kalbar (ribu ton) .............................................................................................172 Tabel 5.26 Proyeksi Bijih Besi/Baja dan Turunannya (dalam juta ton) di Kalimantan Tengah (Kotawaringin Barat) ..........................176 Tabel 5.27 Proyeksi Bijih Besi/Baja dan Turunannya (dalam juta ton) di Kalimantan Selatan (Batulicin, Tanah Bumbu, dan Tanah Laut). ...................................................................................176 Tabel 6.1
Rencana Pengembangan Pelabuhan (Studi Ulang Tatrawil Kaltim).................................................................................183
Tabel 6.2
Penanganan Pelabuhan Samarinda ......................................186
Tabel 6.3
Proyeksi Demand Pelabuhan Palaran Samarinda ................189
Tabel 6.4
Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Palaran Samarinda 189
Tabel 6.5
Penanganan Palaran Samarinda ...........................................189
Tabel 6.6
Penanganan Pelabuhan Balikpapan .....................................192
Tabel 6.7
Fasilitas bongkar muat Terminal Peti Kemas Kariangau ....196
Tabel 6.8
Proyeksi Demand Terminal Peti Kemas Kariangau ............196
Tabel 6.9
Proyeksi Konfigurasi Kapal Terminal Peti Kemas Kariangau .............................................................................................196
Tabel 6.10 Penanganan Terminal Peti Kemas Kariangau .....................197 Tabel 6.11 Penanganan Pelabuhan Tanah Grogot .................................198 Tabel 6.12 Rencana Pengembangan Pelabuhan (Studi Ulang Tatrawil Kalsel) .................................................................................199 Tabel 6.13 Proyeksi Demand Pelabuhan Banjarmasin ..........................203 Tabel 6.14 Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Banjarmasin ..........203 Tabel 6.15 Penanganan Pelabuhan Banjarmasin ...................................203 Tabel 6.16 Rencana Pengembangan Pelabuhan (Studi Ulang Tatrawil Kalsel) .................................................................................206 Tabel 6.17 Fasilitas Dermaga Pelabuhan Pontianak..............................208 Tabel 6.18 Fasilitas Bongkar Muat Pelabuhan Pontianak .....................208
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
xii
Tabel 6.19 Proyeksi Demand Pelabuhan Pontianak ..............................209 Tabel 6.20 Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Pontianak ..............209 Tabel 6.21 Penanganan Pelabuhan Pontianak .......................................209 Tabel 6.22 Proyeksi Demand Pelabuhan Bagendang-Sampit ...............211 Tabel 6.23 Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Bagendang-Sampit .............................................................................................211 Tabel 6.24 Penanganan Pelabuhan Bagendang-Sampit.........................212 Tabel 6.25 Proyeksi Demand Pelabuhan Bumiharjo-Kumai .................214 Tabel 6.26 Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Bumiharjo-Kumai .214 Tabel 6.27 Penanganan Pelabuhan Bumiharjo-Kumai ..........................214
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1 Peta Lokasi Studi ..................................................................4 Gambar 2.1 Konsep Pengembangan Wilayah...........................................7 Gambar 2.2 Landasan Teori terkait Pengembangan Wilayah ...................8 Gambar 2.3 Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ..........................12 Gambar 2.4 Kedudukan Rencana Induk Pelabuhan................................30 Gambar 2.5 Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Normatif ..............31 Gambar 2.6 Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Konteks MP3EI ...31 Gambar 2.7 Konektivitas Pusat Ekonomi ...............................................32 Gambar 2.8 Rencana Induk Koridor Indonesia.......................................34 Gambar 2.9 Koridor Ekonomi Kalimantan .............................................35 Gambar 2.10 Kedudukan RIPN dalam Kerangka Kerja MP3EI...............36 Gambar 2.11 Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Kalimantan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional ...............37 Gambar 2.12 Wilayah Depan dan Wilayah Dalam NKRI ........................38 Gambar 2.13 Tatanan Pelabuhan Penting dan Jalur Utama Pelayaran Domestik .............................................................................42 Gambar 2.14 Pengembangan Pelabuhan Hub Internasional .....................43 Gambar 2.15 Orientasi Transportasi Multimoda ......................................45 Gambar 3.1 Kerangka Pikir Studi ...........................................................54 Gambar 3.2
Informasi yang Diperlukan untuk Pengembangan Pelabuhan ............................................................................................58
Gambar 3.3 Pendekatan AHP .................................................................64 Gambar 3.4 Pendekatan Supply Chain ...................................................65 Gambar 3.5 Model Jaringan ....................................................................66 Gambar 4.1 Piramida Penduduk Kalimantan Barat ................................69 Gambar 4.2
Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Impor Kalimantan Barat Tahun 2009 .........................................................................71
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
xiv
Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Volume Ekspor Impor Tahun 2009.72 Gambar 4.4
Kontribusi PDRB atas dasar Harga Berlaku Kalimantan Barat Tahun 2009................................................................74
Gambar 4.5
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat Tahun 2009................................................................75
Gambar 4.6
Grafik Ekspor Kalimantan Tengah Menurut Kelompok Komoditas Januari-Desember 2011 ....................................83
Gambar 4.7
Grafik Impor Kalimantan Tengah Menurut Kelompok Komoditas Januari-Desember 2011 ....................................83
Gambar 4.8 Jumlah dan Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin .88 Gambar 4.9
Persentase Realisasi Ekspor Kalimantan Selatan Tahun 2009 ....................................................................................90
Gambar 5.1 Peta Investasi Koridor Ekonomi Kalimantan ....................137 Gambar 5.2
Proyeksi Produksi dan Lokasi Migas dan LNG di Kalimantan terkait Visi MP3EI ........................................141
Gambar 5.3
Proyeksi Produksi dan Lokasi Batubara di Kalimantan terkait Visi MP3EI ............................................................143
Gambar 5.4 Karakteristik Kandungan dan Penggunaan Batubara ........143 Gambar 5.5 Rantai Nilai Batubara ........................................................144 Gambar 5.6 Skema Jalur Batu Bara di Pulau Kalimatan ......................153 Gambar 5.7
Proyeksi Produksi dan Lokasi CPO di Kalimantan terkait Visi MP3EI .......................................................................155
Gambar 5.8 Pohon Industri Kelapa Sawit .............................................156 Gambar 5.9
Proyeksi Produksi dan Lokasi Alumina di Kalimantan terkait Visi MP3EI ............................................................165
Gambar 5.10 Rantai Nilai Industri Bauksit .............................................166 Gambar 5.11 Grafik Sebaran Kawasan Hutan Produksi di masing-masing Provinsi di Kalimantan dan Target Fast Track berdasarkan Rencana Investasi MP3EI (dalam ribu hektar) .................168 Gambar 5.12 Proyeksi Perkembangan Kawasan Hutan Produksi di Kalimantan terkait Visi MP3EI ........................................169 Gambar 5.13 Rantai Nilai Industri Perkayuan .......................................170 Gambar 5.14 Persentase Cadangan Bijih Besi di Kalimantan terhadap Cadangan Bijih Besi di Indonesia .....................................174
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
xv
Gambar 5.15 Pengolahan Bijih Besi ......................................................174 Gambar 5.16 Pohon Industri Besi Baja ..................................................175 Gambar 5.17 Kausal Loop Penyelesaian Permasalahan Transportasi Laut ..........................................................................................178 Gambar 5.18 Outlet Distribusi dan Potensi Komoditi Batu Bara dan CPO di Pulau Kalimantan..........................................................179 Gambar 5.19 Efisiensi Energi Relatif Antar Moda ................................180 Gambar 5.20 Pola Perangkutan Komoditas di Pulau Kalimantan .........181 Gambar 5.21 Pola Distribusi Angkutan Batubara & CPO .....................182 Gambar 6.1
Pelabuhan Samarinda Eksisting .......................................185
Gambar 6.2
Masterplan Pelabuhan Palaran Samarinda .......................188
Gambar 6.3
Geoposisi Maloy ..............................................................190
Gambar 6.4
Rencana Pengembangan Pelabuhan Maloy......................191
Gambar 6.5
Layout Pelabuhan Semayang, Balikpapan .......................193
Gambar 6.6
Masterplan Kariangau Container Terminal ......................195
Gambar 6.7
Pelabuhan Tanah Grogot ..................................................197
Gambar 6.8
Peta Lokasi Pelabuhan Banjarmasin ................................202
Gambar 6.9
Rencana Pengembangan Pelabuhan Banjarmasin ............202
Gambar 6.10 Fasilitas Pelabuhan Kota Baru .........................................205 Gambar 6.11 Layout Pelabuhan Pontianak ............................................207 Gambar 6.12 Rencana Pengembangan Pelabuhan Bagendang-Sampit .211 Gambar 6.13 Rencana Pengembangan Pelabuhan Bumiharjo-Kumai ...213
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman LAMPIRAN 1 Rencana Pengembangan Pelabuhan ..............................220 LAMPIRAN 2 Hirarkhi Pelabuhan di Kalimantan ................................222 LAMPIRAN 3 Kinerja Pelabuhan Samarinda .......................................223 LAMPIRAN 4 Kinerja Pelabuhan Balikpapan ......................................225 LAMPIRAN 5 Kinerja Pelabuhan Banjarmasin ....................................227 LAMPIRAN 6 Kinerja Pelabuhan Pontianak ........................................229 LAMPIRAN 7 Kinerja Pelabuhan Eksisting (BOR) .............................231 LAMPIRAN 8 Kinerja Pelabuhan Eksisting (YOR) .............................232 LAMPIRAN 9 Kinerja Pelabuhan Eksisting (Turn Around Time) .......233 LAMPIRAN 10 Photo Hasil Survey Pelabuhan ......................................234 LAMPIRAN 11 Formulir/Kuesioner .......................................................255
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam penyelenggaran pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proporsional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan. Untuk kepentingan tersebut di atas maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhan diatur mengenai Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN), penetapan lokasi, rencana induk pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggaran kegiatan di pelabuhan, perizinan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan atau terminal, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri, penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan sistem informasi pelabuhan. Pengembangan pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan. Pengembangan pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin yang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada: Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; Gubemur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan Bupati/Walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau. Berdasarkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden tanggal 20 Mei 2011, bahwa pembangunan ekonomi ke depan dilaksanakan berdasarkan potensi dan komoditas unggulan pada 6 (enam) koridor ekonomi Indonesia yaitu Koridor Ekonomi Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, serta Papua dan Kepualauan Maluku. Keberadaan prasarana dan sarana transportasi yang handal telah menjadi harapan dan kebutuhan mendesak dalam rangka mendukung pengembangan keenam koridor ekonomi. Koridor Kalimantan merupakan pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional. Peningkatan kualitas infrastruktur untuk mendukung distribusi dan logistik migas diperlukan untuk pengembangan kegiatan ekonomi utama migas di Kalimantan. Pengembangan pelabuhan pada koridor
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
1
ekonomi Kalimantan tentunya perlu diselaraskan terlebih dahulu dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan, khususnya pada Bab V Pembangunan dan Pengoperasian Pelabuhan, bagian ketiga tentang pengembangan pelabuhan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka untuk mempercepat pelaksanaan pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan dibutuhkan upaya dan strategi yang sistematis dan komprehensif. Pembangunan koridor ekonomi Kalimantan harus sinkron dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan yang sudah disusun. Diharapkan dapat diidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kendala dan sekaligus juga peluang sehingga nantinya dapat dirumuskan strategi baik jangka pendek, menengah dan panjang guna mendukung percepatan dan perluasan pembangun koridor ekonomi Kalimantan.
B. Maksud dan Tujuan 1.
2.
Maksud Menganalisis kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas dalam mendukung Percepatan Pengembangan Ekonomi di koridor Kalimantan. Tujuan Tersusunnya konsep kebijakan dan strategi pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan di koridor ekonomi Kalimantan untuk jangka pendek, menengah dan panjang.
C. Dasar Hukum Dasar hukum yang menjadi acuan dalam studi ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan Peraturan Pemerintah No 5 tahun 2010 tentang Kenavigasian Peraturan pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) tahun 2011-2025
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
2
7.
Keputusan Menteri Perhubungan No. 22 Tahun 1998 tentang Batas-Batas daerah Lingkungan kerja dan daerah Kepentingan Pelabuhan Balikpapan 8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 54 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut 9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 93 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pelabuhan Sangkulirang/Maloy 10. Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor : UM.002/38/18/DJPL-11Tentang Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan
D. Ruang Lingkup dan Pekerjaan Berdasarkan uraian di atas dalam kegiatan studi ini, maka dapat dirumuskan beberapa langkah untuk mendukung kegiatan studi, meliputi: 1. Inventarisasi peraturan-peraturan yang terkait dengan pengembangan pelabuhan; 2. Inventarisasi dan identifikasi potensi ekonomi pada koridor ekonomi Kalimantan; 3. Inventarisasi dan identifikasi potensi hinterland pada koridor ekonomi Kalimantan; 4. Inventarisasi dan identifikasi rencana induk pelabuhan nasional (RIPN) pada koridor ekonomi Kalimantan; 5. Inventarisasi dan identifikasi rencana induk pelabuhan (RIP) pada koridor ekonomi Kalimantan; 6. Analisis pengembangan potensi dan bangkitan transportasi pada koridor ekonomi Kalimantan; 7. Analisis aksesibilitas transportasi laut pendukung wilayah koridor ekonomi Kalimantan; 8. Analisis kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan di wilayah koridor ekonomi Kalimantan; 9. Analisis strategi untuk pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan dalam mendukung percepatan dan perluasan pembangunan wilayah koridor ekonomi Kalimantan; 10. Analisis tahapan pengembangan pelabuhan di wilayah koridor ekonomi Kalimantan; 11. Rekomendasi.
E. Lokasi Pekerjaan Kegiatan penelitian dilakukan di Samarinda, Balikpapan, Banjarmasin, Palaihari, Pulang Pisau, Tanah Grogot, Pontianak, Kumai dan Bumiharjo (Kalimantan Tengah). Pengembangan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
3
pelabuhan di koridor ekonomi Kalimantan. Berikut ini peta lokasi studi:
Gambar 1.1 : Peta Lokasi Studi
F. Sistematika Penulisan Dalam upaya menyajikan penelitian yang terstruktur dan mudah dipahami, maka laporan pendahuluan ini disusun dalam suatu sistematika penulisan tertentu. BAB 1 PENDAHULUAN Bagian ini menjelaskan mengenai latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup pekerjan, lokasi pekerjaan, dan sistematika penyajian.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
4
BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN Bagian ini mengulas teori yang dijadikan rujukan dalam melakukan penelitian. Teori yang diulas meliputi teori tentang pengembangan pelabuhan, pengembangan wilayah dan teori pusat pertumbuhan. Selain itu, penelitian ini juga mengulas kebijakan yang terkait dengan penelitian ini. Kebijakan yang diulas pada laporan pendahuluan ini meliputi Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan (MP3EI), Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), dan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN). BAB 3 METODOLOGI Bagian ini menjelaskan mengenai metode-metode yang akan digunakan dalam studi. Terkait metode pengambilan data, metode analisis demand dan kinerja pelabuhan. BAB 4 POTENSI EKONOMI DAN KOMODITAS HINTERLAND PELABUHAN Bagian ini akan membahas mengenai potensi-potensi baik potensi ekonomi maupun potensi komoditas yang terdapat di korodor ekonomi Kalimantan. BAB 5 ANALISIS POTENSI KOMODITAS TERKAIT MP3EI Bagian ini akan menjelaskan hasil analisis yang dilakukan terkait dengan proyeksi komoditas unggulan yang ada di MP3EI. Komoditas terserbut di antaranya adalah migas, batubara, CPO, bauksit, perkayuan, bijih besi dan baja. BAB 6 PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN FASILITAS PELABUHAN DI KALIMANTAN Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil perhitungan pengembangan kapasitas dan fasilitas masing-masing pelabuhan di Kalimantan terkait dengan proyeksi komoditas yang telah dilakukan sebelumnya. BAB 7 KESIMPULAN Pada bab ini akan disampaikan kesimpulan-kesimpulan yang didapatkan dari hasil analisis yang telah dilakukan.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
5
BAB II TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN
A. Tinjauan Teori Studi mengenai konsep kebijakan dan strategi pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan di koridor ekonomi Kalimantan didukung berberapa teori. Beberapa teori seperti teori pengembangan wilayah, pertumbuhan ekonomi, mengenai kepelabuhan dan lain-lain yang mendukung studi ini. Berikut dapat dilihat uraian beberapa studi yang dipilih untuk mendukung proses studi mengenai konsep kebijakan dan strategi pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan di koridor ekonomi Kalimantan. Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2006), wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: 1). Wilayah homogeny (uniform/homogenous region); 2). Wilayah nodal (nodal region); dan 3). Wilayah perencanaan (planning region atau programming region).
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
6
Gambar 2.1 : Konsep Pengembangan Wilayah
Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005), berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi: 1). fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2). fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. 3). fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
7
Gambar 2.2 : Landasan Teori terkait Pengembangan Wilayah
Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah adalah: 1. Sebagai growth center, Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional. 2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah. 3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan. 4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan kawasan.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
8
Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya (Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi, 2003). Sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya.Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktorfaktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosialekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect.Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan wilayah. Sutami (era 1970-an) menyampaikan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota. Ruslan Diwiryo (era 1980-an) memperkenalkan konsep Pola dan Struktur Ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang.Pada periode 1980-an ini pula, lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan sitem kota-kota nasional yang efisien dalam konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal-bakal lahirnya konsep Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
9
Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan.Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1. Berdasarkan diatas, secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan. 2. Berpijak pada pengertian diatas maka pembangunan tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumber daya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya. Secara substantif, Penyusunan penyusunan model keserasian pengembangan wilayah perbatasan antar provinsi dan kabupaten/kota tidak dapat dilepaskan dari pendekatan proses perencanaan pembangunan. Pendekatan yang digunakan umumnya berupa Mixed Scanning Planning Approach, dimana kajian sistem yang lebih makro tetap menjadi bagian dari kajian sistem yang Lebih mikro, walaupun tidak secara menyeluruh. Pertimbangannya adalah bahwa dengan melakukan pendekatan ini maka kajian yang dilakukan akan mempertimbangkan keseluruhan sistem yang mempengaruhi, baik sistem eksternal maupun internal. Pendekatan teknis perencanaan di wilayah perbatasan Provinsi dan kabupaten/kota secara teoritis dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, sejalan dengan perkembangan pemahaman akan perencanaan, yaitu: 1. Pendekatan rasional menyeluruh atau rational comprehensive approach, yangsecara konseptual dan analitis mencakup pertimbangan perencanaan yang luas. Dalam pertimbangan Iuas tersebut tercakup berbagai unsur atau subsistem yang membentuk sistem secara menyeluruh. Salah satu ciri yang membedakannya dengan pendekatan lain, menurut Meyerson
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
10
2.
3. 4.
5. 6.
7.
8.
Banfield, adalah peramalannya diarahkan pada tujuan jangka panjang dilandasi oleh kebijakan umum yang merumuskan tujuan yang ingin dicapai sebagai suatu kesatuan yang utuh. Pendekatan Perencanaan Terpilah atau Disjointed Incremental Planning Approach. Pendekatan ini muncul sebagai tanggapan dari ketidakefektifan perencanaan dengan pendekatan rasional menyeluruh. Dikemukakan oleh Charles E. Lindblom, dkk. Tidak perlu ditunjang oleh penelaahan serta evaluasi alternatif rencana secara menyeluruh. Hanya mempertimbangkan bagian-bagian dari kebijakan umum yang berkaitan langsung dengan unsur atau subsistem yang diprirotiaskan. Pelaksanaan menjadi lebih mudah dan realistik. Berbeda dengan pendekatan menyeluruh, pendekatan ini dianggap hanya merupakan usaha penyelesaian jangka pendek yang kurang mengkaitkan dengan sasaran dan tujuan jangka panjang serta dianggap sebagai penyelesaian permasalahan secara "tambal sulam" yang bersifat sementara sehingga harus dilakukan secara terus menerus (tidak efisien). Pendekatan Terpilah Berdasarkan Pertimbangan Mixed Scanning Planning Approach atau Third Approach (Amitai Etzioni), yang merupakan kombinasi antara pendekatan rasional menyeluruh dengan pendekatan terpilah, yaitu menyederhanakan pendekatan menyeluruh dalam lingkup wawasan secara sekilas dan memperdalam tinjauan atas unsur yang strategis terhadap permasalahan menyeluruh. Pendekatan ini dinilai sebagai penghematan waktu dan dalam lingkup penelaahan, analisa, serta proses teknis penyusunan rencana karena terdapat penyederhanaan dalam penelaahan dan analisa makro.
Dengan pendekatan Mixed Scanning Planning Approach, maka secara lebih substantif, pendekatan dalam pekerjaan ini dapat dibagi atas: a) Pendekatan eksternal, Penyusunan model keserasian pengembangan wilayah Provinsi dan Kabupaten/kota mempertimbangkan faktor-faktor determinan yang dianggap mempengaruhi dalam penentuan arah pengembangan, seperti kebijakan-kebijakan yang mengikat atau harus diacu, kondisi dinamika global, dan lain-lain. Dari pendekatan ini nantinya akan teridentifikasi gambaran tentang peluang yang tercipta dan tantangan yang harus dijawab dalam penataan kelembagaan suatu wilayah atau kawasan.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
11
b) Pendekatan internal, yang berarti bahwa dalam Penyusunan model keserasian pengembangan wilayah antar Provinsi dan Kabupaten/kota dipertimbangkan faktor-faktor lingkungan strategis yang berpengaruh, seperti kondisi fisik dan lingkungan, kependudukan, perekonomian, kelembagaan, dan lain-lain. Pendekatan ini terkait dengan potensi yang dimiliki dan permasalahan yang akan dihadapi dalam pengembangan kerjasama antar daerah dalam konteks wilayah antar provinsi dan kabupaten/kota. Sumitro Djojohadikusumo (1987) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi bertumpu pada proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat.Sedangkan pembangunan ekonomi mengandung pengertian yang lebih luas dan mencakup perubahan pada tata susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh.Pembangunan merupakan proses transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai dengan perubahan strktural yakni perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan.
Gambar 2.3: Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pada umumnya pembangunan selalu disertai dengan pertumbuhan, tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan. Pada tingkat permulaan, pembangunan ekonomi diikuti pula dengan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
12
pertumbuhan dan sebaliknya (Irwan dan M.Suparmoko,1988). Selama tiga dasawarsa perhatian utama pembangunan pada cara mempercepat tingkat pertumbuhan pendapatan nasional, baik negara maju/kaya mau pun negara terbelakang/miskin, baik yang menganut sistem kapitalis, sosialis maupun campuran selalu mengutamakan pertumbuhan ekonomi. Seperti diketahui bahwa suatu keberhasilan program pembangunan di negara berkembang sering dimulai berdasarkan tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan output dan pendapatan nasional.Baik buruknya kualitas kebijakan pemerintah dan tinggi rendahnya mutu aparat di bidang ekonomi secara keseluruhan biasanya diukur berdasarkan kecepatan pertumbuhan output yang dihasilkan. Namun demikian penyebaran pertumbuhan pendapatan tersebut masih sangat terbatas jangkauannya, kekuatan antara negara maju dan negara berkembang tidak seimbang sehingga cenderung memperlebar jurang kesenjangan antara kelompok negara kaya dan Negara miskin. Di negara berkembang perhatian utama terfokus pada dilema antara pertumbuhan dan pemerataan.Pembangunan eknomi mensyaratkan GNP yang lebih tinggi dan juga pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan suatu pilihan yang harus diambil.Namun yang menjadi masalah adalah bukan hanya soal bagiamana caranya memacu pertumbuhan, tetapi juga siap melaksanakan dan berhak menikmati hasilnya. Dengan demikian pembangunan ekonomi tidak sematamata diukur berdasarkan peningkatan GNP secara keseluruhan, tetapi harus memperhatikan distribusi pendapatan telah menyebar ke segenap penduduk/lapisan masyarakat,serta siapa yang telah menikmati hasil-hasilnya. 1.
Teori Terkait Pengembangan Ekonomi Wilayah a.
Teori Lokasi Teori Lokasi adalah suatu ilmu yang mengkhususkan analisanya pada penggunaan konsep space dalam analisa sosial-ekonomi.Teori lokasi sering dikatakan sebagai pondasi dan bagian yang tidak terpisahkan dalam analisa ekonomi regional. Peranan teori lokasi dalam ilmu ekonomi regional samahalnya dengan teori mikro dan makro pada analisa tradisional. Dengan demikian analisa ekonomi regional tidak dapat dilakukan tanpa peralatan teori lokasi. Secara garis besar teori lokasi dapat dikategorikan atas 3 kelompok utama.Pertama, Least Cost Theory yang menekankan analisa pada aspek produksi dan mengabaikan unsur-unsur pasar dan permintaan. Pelopor ini ini adalah
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
13
Alfred Weber (1909) yang beranggapan bahwa ada tiga faktor utama yang menentukan pemilihan lokasi perusahaan industri yaitu, ongkos transpor, perbedaan upah buruh dan kekuatan aglomerasi. Analisa least cost ini didasarkan pada beberapa asumsi pokok antara lain: (a). Lokasi pasar dan sumber bahan baku telah tertentu, (b). Sebahagian bahan baku adalah localized materials, (c). Tidak terjadi perubahan teknologi (fixed technical coefficients), dan (d). Ongkos transport tetap setiap kesatuan produksi dan jarak. Weber menyederhanakan persoalan pemilihan lokasi industri dalam bentuk Varignon problem yang kemudian dikenal dengan nama Weberian Locational Triangle Weber menyimpulkan bahwa lokasi optimum dari suatu perusahaanindustri umumnya terletak dimana permintaan terkonsentrasi (pasar) atau sumber bahan baku. Alasan yang diberikan adalah bila suatu perusahaan industri memilih lokasi pada salah satu dari kedua tempat tersebut, maka ongkos angkut untuk bahan baku dan hasil produksi akan dapat diminimumkan dan keuntungan aglomerasi yang ditimbulkan dari adanya konsentrasi perusahaan pada suatu lokasi akan dapat pula dimanfaatkan semaksimal mungkin. Dalam proses produksi berat barang berkurang (weight loosing process), lokasi optimum akan berada pada sumber bahan baku. Sebaliknya bila dalam proses produksi bila dalam proses produksi berat barang bertambah (weight gainning process), lokasi optimum akan berada pada pasar. Hanya bila industri menggunakan proses footloose, perusahaan akandapat bebas kedua alternatif lokasi tersebut. Moses (1956) mencoba menggabungkan dengan teori produksi ala Neo Classic.Ia menyimpulkan return to scale akan mempengaruhi pemilihan lokasi. Ini merupakan awal mempertimbangkan faktor teknologi pada teori lokasi melalui perubahan padakoeffisien produksi.Kelompok teori lokasi yang kedua dinamakan Market Area theory yang dipelopori oleh August Losch (1954), menurut kelompok ini faktor permintaanlebih penting artinya dalam persoalan pemilihan lokasi. Bila permintaan terhadap suatu barang adalah elastis terhadap harga, diperkirakan akantimbul berbagai pengaruh terhadap pemilihan lokasi perusahaan. Di samping itu adanya unsur persaingan antar tempat (spatial competition) diantara sesama produsen menetukan pula tingkah laku perusahaan dalam memilih lokasi.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
14
Teori Market Area disusun atas dasar beberapa asumsi utama yaitu: (a). Konsumen tersebar secara merata keseluruh tempat, (b). Bentuk persamaan permintaan dianggap sama, dan (c). Ongkos angkut untuk setiap kesatuan produksi dan jarak adalah sama. Berdasarkan ketiga asumsi ini, teori ini berkesimpulan bahwapemilihan lokasi perusahaan akan lebih banyak ditentukan oleh besarnya ongkos angkut untuk hasil produksi dan tingkat persaingan sesama produsen di pasar. Penelitian empiris pertama tentang teori area pasar dilakukan oleh Reilly (1929), hasil penelitian ini ternyata sangat memuaskan sehingga penemuan yang didapat kemudian dikenal dengan hukum Reilly yang berbunyi: lokasi perusahaan industri cenderung terkonsentrasi pada beberapa pusat sedangkan jumlah industri yang masuk ke konsentrasi tersebut sebanding dengan luas daerah pasar (diukur dengan jumlah penduduk) dan berhubungan terbalik dengan jarak antara pusat dengan daerah pinggiran daerah pasar. Kelompok teori lokasi ketiga, lazim dinamakan sebagai Bid Rent Theory yang dipelopori oleh Von Thunen, menurut kelompok ini pemilihan lokasi perusahaan industri lebih banyak ditentukan oleh kemampuan perusahaan yang bersangkutan untuk membayar sewa tanah. Tentunya teori ini lebih banyak berlaku untuk pemilihan lokasi pada daerah perkotaan dimana harga dan sewa tanah sangat tinggi sehingga merupakan bagian ongkos produksi yang cukup menentukan. Teori Bid Rent disusun atas beberapa asumsi tertentu yaitu: (a). terdapat seluas tanah yang dapat dimanfaatkan dan mempunyai tingkat keseburuan yang sama, (b). Ditengah tanah tersebut terdapat sebuah pusat produksi dan konsumsi yang menggunakan hasil pertanian yang diproduksi didaerah sekitarnya, (c). Ongkos angkut sama untuk setiap kesatuan jarak produksi, (d). Harga barang produksi juga sama untuk setiap jenis produksi. (e). Tidak terjadi perubahan teknologi (fixed technical coefficient). Berdasarkan asumsi tersebut, teori bid rent berkesimpulan bahwa lokasi perusahaan industri akan sangat ditentukan oleh titik kesamaan antara kemampuan perusahaan untuk
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
15
membayar sewa tanah (bid-rent) dan besarnya sewa tanah yang diinginkan oleh si pemilik tanah (land-rent). Variabel penentu dalam proses penentuan lokasi industri: 1) Limpahan sumber daya (resources endowment). Adalah tersedianya sumber daya yang digunakan sebagai faktor produksi, baik secara kuantitatif maupun secara kwalitatif di suatu wilayah. 2) Permintaan Pasar. Luas pasar ditentukan, oleh: a). jumlah penduduk, b). pendapatan perkapita, c). distribusi pendapatan. Dimana, pasar mempengaruhi lokasi melalui 3 unsur: ciri-ciri pasar, biaya distribusi dan harga yang terdapat di pasar yang bersangkutan. 3) Aglomerasi 4) Kebijaksanaan Pemerintah dan Wiraswasta Kebijaksanaan pemerintah: dorongan, hambatan, larangan (kebijaksanaan fiskal). Kebijaksanaan Wiraswasta: Pusat perusahaan, lokasi cabang 1) Fungsi unit produksi 2) Fungsi unit distribusi 3) Fungsi unit Pemasaran b.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi regional lebih dipusatkan pada pengaruh perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. Faktor yang menjadi perhatian utama dalam teori pertumbuhan ekonomi regional antara lain: 1) Keuntungan Lokasi 2) Aglomerasi 3) Migrasi 4) Arus lalu lintas modal antar wilayah. Teori Pertumbuhan Ekonomi Nasional faktor – faktornya: 1) Modal 2) Lapangan Kerja 3) Kemajuan Teknologi Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional dibagi atas 4 kelompok: 1) Export Base – Models Dipelopori oleh Douglas C. North. Kelompok ini berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi suatu region akan lebih banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi ( comperative advantage )dan dapat digunakan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
16
oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi umumnya berbeda setiap region,hal initergantung pada keadaan geografi daerah setempat. Export Base Models berorientasi pada prinsip Comperative advantage dan Comperative Competitive. 2) Neo Klassik Models Penekanan analisanya pada peralatan fungsi produksi.Unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja dan teknologi. Selain itu dibahas secara mendalam perpindahan penduduk (migrasi) dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Model Neo Klasik mengatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pertumbuhan suatu negara dengan perbedaan kemakmuran daerah (regional disparity) pada negara yang bersangkutan. Pada saat proses pembangunan baru dimulai (Negara Sedang Berkembang/NSB) tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah cenderung menjadi tinggi (Divergence) sedangkan bila proses proses pembangunan telah berjalan dalam waktu lama (Negara maju) maka perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah cenderung menurun (Convergence ).Teori Simon Kuznet Alasan (pada NSB) a) Lalu lintas orang dan modal masih belum lancar b) Belum lancarnya fasilitas perhubungan dan komunikasi c) Masih kuatnya tradisi yang menghalangi mobilitas penduduk yang mengakibatkan belum lancarnya arus perpindahan orang dan modal antar wilayah 3) Cumulative Causation Models Menurut Dixon dan Thirwall (1974) Setiap negara akan mengalami “Verdoorn Effect“. Tidak terjadi Convergence dalam perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah walaupun negara tersebut tergolong maju. Daerah maju tetap berkembang secara pesat karena adanya hubungan positif antara kemajuan teknologi dengan tingkat keuntungan perusahaan (usaha). Sedangkan daerah yang kurang berkembang akan tetap berkembang secara lambat karena tingkat keuntungan yang diperoleh usahawan pada daerah ini rendah. Peningkatan pemerataan pembangunan tidak dapat hanya diserahkan pada mekanisme pasar. Tapi dapat dilakukan melalui campur tangan aktif dari
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
17
4)
c.
pemerintah dalam bentuk program-program pembangunan wilayah. Core Periphery Models John Friedmanmenekankan analisanya pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan desa (periphery). Menurut teori ini gerak langkah pembangunan daerah perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa –desa sekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan daerah pedesaan sangat ditentukan oleh arah pembangunan daerah perkotaan, aspek interaksi antardaerah (spatial interaction). Menurut John Friedman, Hubungan Core Periphery dapat terjadi disebabkan karena: a) Perluasan pasar b) Penemuan sumber-sumber baru c) Perbaikan prasarana perhubungan d) Penyebaran teknologi antar daerah
Analisis Perencanaan Regional Ekonomi Basis dan Analisis Location Quotient Aktifitas dalam perekonomian regional digolongkan dalaam dua sektor yakni: aktivitas Basis dan Non Basis. Kegitatan Basis merupakan kegiatan yang melakukan aktifitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Aktifitas Basis memiliki peranan penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah semakin maju pertumbuhan wilayah. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional. Kegiatan non Basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasaran adalah bersifat lokal. Inti dari Model Ekonomi Basis (Economic Base Model), adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh eksporwilayah tersebut. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah teknik yang digunakan adalah Kuosien lokasi (Location Quotient = LQ). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan (leading sector). Indikator yang digunakan: Kesempatan Kerja
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
18
(Tenaga Kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah. Location Quotient yaitu usaha untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan cara membandingkakan peranannya dalam perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan atau industry sejenis dalam perekonomian regional atau nasional. LQ merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu (Industri) atau PDRB terhadap total tenaga kerja sektor tertentu atau total nilai PDRB disuatu daerah (kabupaten) dibandingkan dengan rasio tenaga kerja atau PDRB dan sektor yang sama di Propinsi. Formula Matematis = Dimana: Vi(s) V(s) Vi r Vr
= Jumlah PDRB suatu sektor Kabupaten/Kota = Jumlah PDRB total Kabupaten/Kota = Jumlah PDRB suatu sektor tingkat Propinsi = Jumlah PDRB total tingkat Propinsi
Penggandaan (multiplier effect ) jangka pendek = = !
=
1
1−
1−
1
" #$%# " &
Y = M x YB Dimana: Y YB Yn M
= Pendapatan total = Pendapatan basis = pendapatan non basis = penggandaan basis
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
19
YI MI
= pendapatan local yang diinvestasikan dalam barang capital = Pengeluaran local untuk import barang-barang investasi
RCA (Revealed Comperative Advantage)menunjukkan perbandingan pangsa ekspor suatu komoditi disuatu daerah terhadap ekspor komoditi ditingkat nasional. * '() =
Dimana, Ei(s) E (s ) Ei r Er d.
+*
* ,*,
= ekspor komoditi sektor I di propinsi = Total ekspor propinsi = ekspor komoditi sektor I di Indonesia (nasional) = Total ekspor Indonesia (nasional)
Analisis Perencanaan Regional (Analysis Shift – Share) Analysis Shift-Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan struktur perekonomian nasional. Teknik ini menggambarkan performance (kinerja) sektor– sektor disuatu wilayah dibandingkan kinerja perekonomian nasional.Analisis ini merupakan suatu teknik membagi atau menguraikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah sebagai perubahan atau peningkatan nilai suatu variable/indicator pertumbuhan perekonomian suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Tujuan analisis adalah untuk menentukan kinerja atau produktifitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (tingkat regional atau nasional). Tiga komponen utama dalam Analysis Shift-Share: 1) Pangsa Pertumbuhan Nasional (National Growth Share) yaitu pertumbuhan (perubahan) variable ekonomi disuatu wilayah yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi nasional. 2) Pangsa pertumbuhan proposional yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu sektor lokal
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
20
3)
yang diakibatkan pertumbuhan atau kemunduran sektor yang sama ditingkat nasional. Pangsa Lokal (pergeseran regional) yaitu pangsa dari pertumbuhan yang menggambarkan tingkat keunikan (kekhasan) tertentu yang dimiliki oleh suatu wilayah (Lokal) yang 21ect menyebabkan variable ekonomi wilayah dari suatu kelompok 21ector21y/21ector.
Wilayah yang dibahas dalam Shift Share Analysis: 1) Differential Shift (wilayah studi) adalah Melihat perubahan pertumbuhan dari suatu kegiatan/sektor/industri i di wilayah studi terhadap kegiatan/sektor/industri I tersebut diwilayah referensi 2) Proportionality shift (wilayah referensi) Melihat perubahan pertumbuhan suatu suatu sektor/industri/kegiatan I diwilayah refrensi terhadap keseluruhan (total) kegiatan /sektor/industri yang ada diwilayah referensi Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Merupakan alat untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial dengan formula: 1) Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi ( RPs ) 2) Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi ( RPr ) 1). Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) '
∆* ! -* ! = ∆* ,*,
∆Eij = perubahan PDRB sektor I di wilayah studi ∆E ij(t) = PDRB sektor I pada awal periode penelitian wilayah studi ∆E ir = perubahan PDRB sektor I diwilayah refrensi Eir (t) = PDRB awal periode penelitian wilayah refrensi RPs adalah perbandingan antara laju pertumbuhan pendapatan / Tenaga kerja kegiatan i wilayah studi dengan laju pertumbuhan pendapatan / Tenaga kerja kegiatan i diwilayah refrensi.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
21
2). Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) ∆* ,*, ' ,= ∆*,*, ∆Eir Eir (t) ∆E r E r (t)
= Perubahan PDRB kegiatan i diwilayah refrensi = PDRB disektor i pada awal periode penelitian = Perubahan PDRB di wilayah refrensi = PDRB pada awal penelitian wilayah refrensi
RPr adalah perbandingan antara laju petumbuhan pendapatan / tenaga kerja kegiatan i diwilayah refrensi dengan laju pertumbuhan total kegiatan (PDRB)/ total tenaga kerja wilayah refrensi. Keterangan Jika nilai RPr >1 Positip ( + ) Nilai RPr <1 negatif ( - ) RPr positif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu sektor tertentu dalam wilayah refrensi lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB total wilayah refrensi RPr Negatif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu sektor tertentu dalam wilayah refrensi lebih kecil dari pertumbuhan PDRB total wilayah refrensi. Jika nilai RPs >1 positip ( + ) RPs < 1 negatif ( - ) RPs positif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah studi lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pada wilayah refrensi. RPs Negatif artinya pertumbuhan suatu sektor pada tingkat wilayah studi lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor tersebut pada wilayah refrensi. Dari kombinasi kedua perbandingan tersebut dapat diperoleh deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial pada wilayah studi 1) Nilai RPr positip (+) dan nilai RPs (+) berarti pertumbuhan sektor tersebut menonjol pada wilayah referensi maupun wilayah studi disebut Dominan Pertumbuhan. 2) Nilai RPr positp (+) dan nilai RPs negatif (-) artinya sektor tersebut mempunyai pertumbuhan menonjol
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
22
3)
4)
pada wilayah refrensi tetapi belum menonjol pada wilayah studi. Nilai RPr negati (-) dan nilai RPs positip (+) artinya pertumbuhan sektor tsb tidak menonjol diwilyah refrensi tetapipada wilayah studi pertumbuhan sektor tsb menonjol. Nilai RPr negatif (-) dan nilai RPs negatif (-) berarti pertumbuhan sektor tsb adalah rendah baik diwilayah refrensimaupun wilayah studi.
Analisis Overlay digunakan untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan dan kriteria keunggulan komperative. Analysis Overlay ada 4 kemungkinan 1) RPs (+) dan LQ (+) menunjukkan suatu kegiatan yang sangat dominanbaik dari pertumbuhan maupun keunggulan komperative. 2) RPs (+) dan LQ (-) menunjukkan suatu kegiatan yang pertumbuhannyadominan tetapi tidak mempunyai keunggulan komperatif. 3) RPs (-) dan LQ (+) menunjukkan suatu kegiatan yang pertumbuhannya kecil tetapi mempunyai keunggulan komperatif. 4) RPs (-) dan LQ (-) menunjukkan bahwa suatu kegiatan yang tidakpotensial baik dilihat dari pertumbuhan maupun kriteria keunggulan komperatif.
B. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole Theory) 1.
Latar Belakang Teori Pusat Pertumbuhan Teori ini dipelopori oleh Francois Perroux Ahli ekonomi regional bekebangsaan Perancis pada sekitar tahun 1955. Teori Perroux berlandaskan pada Teori Inovasi ciptaan Shcumpeter, dimana Shcumpeter memfokuskan pada peran “Inovasi” (kewiraswastaan) di dalam meningkatkan pertumbuhan/ pembangunan ekonomi. Konsep Growth Pole menurut Perroux: berdasarkan fakta dasar perkembangan keruangan (spasial), pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara serentak; pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub-kutub perkembangan, dengan intensitas yang berubah-ubah; dan pertumbuhan itu menyebar sepanjang saluransaluran yang beraneka ragam terhadap keseluruhan perekonomian. Namun, selain Perroux, terdapat beberapa orang lain yang berusaha untuk mendefinisikan apa itu Growth Pole, antara lain:
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
23
a.
b.
c.
d.
e.
Boudeville (1966) mengenalkan tentang konsep kutub pertumbuhan regional, yakni sekelompok industri yang mengalami ekspansi yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan kegiatan ekonomi lebih lanjut keseluruh daerah pengaruhnya. McCrone (1969), menyebutkan tentang suatu pusat pertumbuhan yang terdiri dari suatu kompleks industri yang saling berkaitan dan mendapat keunggulan ekonomi dari keuntungan lokasi (locational proximity). Nichols (1969), Growth Pole merupakan suatu pusat kegiatan ekonomi diperkotaan yang mengalami pertumbuhan secara self sustaining, dan sampai suatu titik pertumbuhan itu didorong ke luar daerah pusat terutama ke daerah-daerah yang kurang berkembang. Parr (1973), Growth Pole adalah suatu pusat pengembangan yang umumnya di representasikan dalam suatu pusat perkotaan dengan dimana variable pertumbuhan yang diukur berdasarkan pada ukuran populasi yang berupa pertumbuhan penduduk (kesempatan kerja) pada tingkat yang lebih besar dari rata-rata pertumbuhan regional. Lasuen (1974) pusat pengembangan adalah sekelompok industri yang besar yang mempunyai keterkaitan yang kuat melalui hubungan input-output antara leading industry di sekitarnya yang secara geografi membentuk kluster. Leading industry mendorong pertumbuhan ke seluruh kelompok, menginovasi, dan tumbuh pada tempat yang lebih cepat daripada industri-industri eksternal ke pusat.
Gore, C (1974) berusaha untuk menyarikan beberapa inti pengertian Teori Growth Pole, antara lain: a. Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling berkaitan. b. Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling berkaitan yangmengandung suatu pertumbuhan “industri propulsive” (industri yang bersifat mendorong). c. Suatu aglomerasi spasial dari industri yang saling berkaitan, yang berlokasi di suatu pusat kota, yang melalui ekspansinya mendorong pertumbuhan pada daerah hinterland. d. Suatu pusat perkotaan yang tumbuh yang mendorong pertumbuhan pada daerah hinterland. e. Suatu pusat kota yang mengalami pertumbuhan. Sebagai sebuah teori, Growth Pole digunakan karena memiliki beberapa kelebihan antara lain:
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
24
a.
b. c.
d.
2.
Salah satu alat utama yang dapat melakukan penggabungan antara prinsip-prinsip “Konsentrasi“ dengan “Desentralisasi” Teori yang menjadi dasar strategi kebijakasanaan pembangunan wilayah melalui industri daerah. Awalnya pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di seluruh wilayah. Akantetapi terjadi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu dengan variabel-variabel yang berbeda intensitasnya yang berfungsi untuk memicu/ menstimulus perkembangan wilayah secara keseluruhan. Salah satu cara untuk menggalakan kegiatan pembangunan suatu daerah tertentu melalui pemanfaatan “aglomeration economies” sebagai faktor pendorong utama.
Pendekatan Yang Digunakan Dalam Teori Pusat Pertumbuhan Terdapat dua pendekatan di dalam Teori Growth Pole, antara lain: a. Secara Fungsional. Suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang sifat hubungannya, memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun keluar (daerah belakangnya). b. Secara Geografis Suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi didaerah yang bersangkutan dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada. Menurut Ferroux, growth pole lebih menyangkut economic region daripada geographic region, yang didasarkan pada konsep sebagai berikut: a. Leading Propulsive Industry, Pada kutub pertumbuhan, perusahaan-perusahaan pendorong yang besar yangtermasuk leading industries mendominasi unit-unit ekonomi lainnya. Suatu leading industry mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Kaitan-kaitan antar industri yang kuat dengan sektorsektor lainnya. Kaitan ini dapatberbentuk kaitan ke depan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage).
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
25
2)
b.
Permintaan terhadap produknya mempunyai elastisitas pendapatan yang tinggi, yang produknya biasanya dijual ke pasar-pasar nasional. Efek Polarisasi atau Backwash Effect Konsep dasar tentang efek polarisasi dan backwash effect sangat eratkaitannya dengan teori pusat pengembangan ini. Konsep ini menyatakan bahwa pertumbuhan dari leading industries (propulsive growth) akan mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya dari daerah hinterland ke kutub pertumbuhan. Dampak polarisasi bagi pusat pengembangan adalah adanya keuntungan aglomerasi, namun dapat menimbulkan polarisasi geografik dengan mengalirnya sumberdaya ke dan konsentrasi kegiatan ekonomi pada pusat-pusat yang jumlahnya terbatas di suatu daerah. Perroux sendiri dalam teorinya, secara singkat menyebutkan bahwa inti dari Growth Pole adalah 1) Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Keterkaitan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan dengan industri unggulan. 2) Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian karena akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah. 3) Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relative aktif (unggulan) dengan industri yang relatif pasif atau industri yang tergantung industri unggulan.
Pusat pertumbuhan mempunyai empat ciri antara lain: a. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada keterkaitan satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong sektor lain karena saling terkait. Kehidupan kota menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan menciptakan sinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan. b. Ada efek penggandaan (multiplier effect). Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan effek penggandaan. Permintaan akan menciptakan produksi baik sektor tersebut maupun sektor yang terkait yang akhirnya akan terjadi akumulasi modal.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
26
c.
d.
3.
Unsur efek penggandaan sangat berperan dalam membuat kota mampu memacu pertumbuhan daerah belakangnya. Adanya konsentrasi geografis. Konsentrasi geografis dari berbagai sektor/ fasilitas selain menciptakan efisiensi diantara sektor-sektor yang saling membutuhkan juga meningkatkan daya tarik dari kota tersebut. Bersifat mendorong daerah belakangnnya. Hal ini antara kota dan wilayah belakangnya terdapat hubungan yang harmonis. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakang untuk dapat mengembangkan dirinya.
Industri Sebagai Komponen Utama Dalam Teori Pusat Pertumbuhan Di dalam Teori Growth Pole disebutkan adanya Industri Unggulan (Utama) yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Tingkat konsentrasi tinggi b. Pengaruh multiplier (percepatan) dan pengaruh polarisasi lokal sangat besar c. Tingkat tekhnologi tinggi d. Keahlian manajerial modern e. Prasarana sudah sangat berkembang. Growth Pole pula menyebutkan tentang konsep Industri Utama dan Industri Pendorong, yang secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Konsep polarisasi, pertumbuhan dari pada industri utama dan industripendorong akan menimbulkan polarisasi unitunit ekonomi lain ke kutubpertumbuhan. b. Terjadinya aglomerasi yang ditandai: 1) Scale economies. Keuntungan yang dapat timbul karena pusat pengembangan memungkinkan perusahaan industri bergabung dalam operasi skala besar, karena ada jaminan sumber bahan baku dan pasar. 2) Localization Economies. Timbul akibat adanya saling keterkaitan antar industri sehingga kebutuhan bahan baku dan pasar dapat dipenuhi dengan mengeluarkan ongkos angkut yang minimum 3) Urbanization economies. Timbul karena fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi yang dapat digunakan secara bersamaan sehingga pembebanan ongkos untuk masing-masing perusahaan dapat dilakukan serendah mungkin. Sebagai sebuah kutub, tentu tidak semua industri dapat dikembangkan di dalam pusat wilayah
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
27
pertumbuhan, industri yang diprioritaskan pada pusat pertumbuhan dapat diidentifikasi melalui cara sebagai berikut: a) Pertama, melakukan inventarisasi tentang potensi pengembangan yang adapada wilayah setudi. Baik yang sudah dimanfaatkan maupun yang belum. Informasi tentang potensi melalui data produksi (kontribusi dan LQ masing-masing sektor terhadap PDRB). b) Kedua, melihat keterkaitan dari setiap kegiatan produksi tersebut dengan kegiatan lainnya. Dengan menggunakan tabel input output, melalui informasi ini diketahui keterkaitan industri hulu dan hilir. c) Ketiga, meneliti orientasi lokasi dari masing-masing industri tersebut dengan menggunakan peralatan analisa “Weber” (teori lokasi) d) Keempat, menentukan pembangunan fasilitas ekonomi yang dibutuhkan setiap pusat pengembangan. Sehingga dapat tumbuh dan berfungsi sebagai”motor penggerak” pembangunan untuk masing-masing wilayah. 4. Hambatan-Hambatan Yang Sering Ditemui Dalam Penerapan Teori Pusat Pertumbuhan Urbanisasi besar-besaran dan berkembangnya penduduk menimbulkan permasalahan lingkungan di daerah perkotaan itu sendiri. Leading industri itu sendiri dapat merosot. Memang pada tahap tertentu dengan berkembangnya penduduk dapat menurunkan biaya rata-rata perusahaan. Namun setelah itu kerugian-kerugian skala mulai melebihi manfaat-manfaat aglomerasi. Beberapa kerugian tersebut ditimbulkan dengan makin naiknya biaya pelayanan umum, makin naiknya harga-harga faktor produksi seperti upah dan sewa tempat/bangunan. Biaya social (external costs) juga makin meningkat, seperti konversi lahan pertanian ke non-pertanian, kebisingan, polusi udara, menurunnya debit dan kualitas air, kemacetan lalu lintas, dan semakin jauhnya jarak perjalanan yang harus ditempuh. Lebih jauh lagi berakibat pada terjadinya pengangguran dan kemiskinan di daerah perkotaan. Hal ini telah menjadi masalah besar yang dapat mendorong terjadinya kerusuhan-kerusuhan/konflik sosial.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
28
5. Kesimpulan Secara ringkas terdapat 3 sikap atau tanggapan terhadap teori pusat pertumbuhan ini, antara lain: a. Optimis adanya kemungkinan bahwa dengan mendorong pertumbuhan di beberapa pusat dapat meningkatkan pertumbuhan daerah sekitar (hinterland) melalui spread effect. b. Pesimis, walaupun spread effect Atau trickling down effect sebagai lawan dari backwasch effect atau polarisation effect sudah banyak dibahas. Namun demikian, masih terdapat keraguan yang cukup besar mengenai kekuatan relatif dari spread effect dibandingkan dengan backwash effect . Berdasarkan kenyataan menunjukkan tidak seimbangnya perkembangan antara backwash effect dengan spread effect, dimana perkembangan backwash effect jauh lebih cepat daripada spread effect. c. Melihat pusat-pusat pertumbuhan secara lebih luas, yaitu sebagaisuatu aspek perencanaan pembangunan yang lebih komprehensif
C.
Tinjauan Teori Terkait Pengembangan Pelabuhan Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran, merupakan tempat untuk menyelenggarakan pelayanan jasa kepelabuhan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi lainnya, ditata secara terpadu guna mewujudkan penyediaan jasa kepelabuhan sesuai dengan tingkat kebutuhan. Pelabuhan sebagaimana dimaksud di atas ditata dalam satu kesatuan tatanan kepelabuhan nasional guna mewujudkan penyelenggaraan pelabuhan yang handal, dan berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi nasional dan mempunyai daya saing global dalam rangka menunjang pembangunan nasional dan daerah. Pelabuhan memiliki peran sebagai berikut: 1. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hirarkinya 2. Pintu gerbang kegiatan perekonomian daerah, nasional, dan internasional. 3. Tempat kegiatan alih moda transportasi 4. Penunjang kegiatan industri dan perdagangan 5. Tempat distribusi, konsolidasi, dan produksi. Fungsi pelabuhan yaitu memberikan pelayanan untuk kegiatan Pemerintahan, Jasa Kepelabuhan, Jasa Kawasan, dan kegiatan penunjang kepelabuhan dengan memperhatikan: 1. Tata ruang wilayah 2. Sistem transportasi nasional
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
29
3. 4. 5. 6. 7.
Pertumbuhan ekonomi Pola/jalur pelayanan angkutan laut nasional dan internasional Kelestarian lingkungan Keselamatan pelayaran dan Standar internasional, nasional, kriteria, dan norma
Gambar 2.4 : Kedudukan Rencana Induk Pelabuhan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
30
Secara normatif, perencanaan pengembangan pelabuhan dapat digambarkan pada bagan alir sebagai berikut:
Gambar 2.5 : Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Normatif
Pada konteks perencanaan pengembangan pelabuhan di koridor ekonomi Kalimantan terkait MP3EI, perencanaan pengembangan pelabuhan digambarkan pada bagan alir sebagai berikut:
Gambar 2.6 : Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Konteks MP3EI
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
31
D. Tinjauan Kebijakan Terkait Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan di Koridor Ekonomi Kalimantan 1. Tinjauan terhadap MP3EI Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki berbagai potensi Indonesia sendiri terdapat beberapa dinamika yang perlu ditanggapi serius dalam perwujudan percepatan pembangunan ekonomi.Dalam hal ini perlu ada transformasi agar percepatan pembangunan ekonomi tidak terhambat.Berikut merupakan dinamika yang perlu ditanggapi di Indonesia. a. Kompetisi regional dan global yang menguat b. Belum optimalnya pengembangan potensi daerah dan sinergi dengan pengembangan sektoral c. Keterbatasan infrastruktur Salah satu transformasi yang dapat dilakukan adalah dengan menyediakan konektivitas strategis yaitu konektivitas yang didefinisikan oleh konetivitas utama yang menghubungkan pusatpusat ekonomi dan konektivitas pendukung yang menghubungkan sektor-sektor fokus ke infrastruktur pendukung.
Gambar 2.7 : Konektivitas Pusat Ekonomi
Terkait hal itu indonesia perlu meningkatan kapasitas baik dalam hal sarana prasarana maupun kelembagaan. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 20112025 ini adalah salah satu produk pemerintah Indonesia dalam
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
32
rangka pengembangan dan percepatan pertumbuhan atau pembangunan ekonomi di Indonesia yang didalamnya terdapat salah satu program penguatan dan peningkatan kapasitas Indonesia agar dapat mempercepat pembangunan ekonomi di Indonesia. MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. Fungsi MP3EI: a. acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian untuk menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di bidang tugas masingmasing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing-masing kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan; dan b. acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait. c. MP3EI tidak diarahkan pada kegiatan eksploitasi dan ekspor sumber daya alam namun lebih pada penciptaan nilai tambah. d. MP3EI tidak menekankan pada pembangunan ekonomi yang dikendalikan oleh pusat namun pada sinergi pembangunan sektoral dan daerah untuk menjaga keuntungan kompetitif nasional. e. MP3EI tidak menekankan pembangunan transportasi darat saja namun pada pembangunan transportasi yang seimbang antara darat, laut, dan udara. f. MP3EI tidak menekankan pada pembangunan infrastruktur yang mengandalkan anggaran pemerintah semata namun juga pembangunan infrastruktur yang menekankan kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS). g. MP3EI tidak diarahkan untuk menciptakan konsentrasi ekonomi pada daerah tertentu namun lebih pada pembangunan ekonomi yang beragam dan inklusif. Ini memungkinkan semua wilayah di Indonesia untuk berkembang sesuai potensinya masing-masing. Koridor Ekonomi Kalimantan Terdiri dari 4 hub: Pontianak, Palangka Raya, Balikpapan dan SamarindaKoridor diestimasikan dapat meningkatkan PRDB sebesar ~2.6x dari $59 milyar di 2008
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
33
ke $152 milyar di 2030 dengan estimasi laju pertumbuhan koridor sebesar 3.6% dibandingkan estimasi baseline sebesar 5.8%. Fokus sektor saat ini: a. Migas Eksplorasi lebih banyak untuk memastikan pertumbuhan produksi yang stabil. b. Minyak Kelapa Sawit. Meningkatkan produksi panen, beralih ke produk dengan nilai tambah tinggi dan produk hilir. c. Batubara. Meningkatkan produksi dengan membangun infrastruktur yang dapat mencapai tambang di pedalaman
Gambar 2.8 : Rencana Induk Koridor Indonesia
Industri Berkelanjutan di Masa Depan: a. Perikanan. Memperluas industri akuakultur udang b. Kayu. Membangun industri hutan yang berkelanjutan & memperluas ke produksi bernilai tambah tinggi (kertas) c. Karet. Meningkatkan industri karet Infrastruktur Kunci yang Dibutuhkan: a. Pelabuhan Sungai. Fasilitas Barge Loading Pelabuhan yang menghubungkan Rel Kereta Api untuk membawa batubara melalui sungai; Sungai Barito dan Mahakam;
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
34
b. c.
Rel Kereta Api. Dibutuhkan untuk membuat pertambangan batubara di pedalaman layak secara ekonomi; Kal-Teng Jalan Tol. Konektivitas yang lebih baik antara perkebunan kelapa sawit dan pertambangan dapat meningkatkan produksi CPO; Kalimantan Tengah dan Barat.
Gambar 2.9 : Koridor Ekonomi Kalimantan
2. Tinjauan terhadap Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) Berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional Indonesia, ada 12 pelabuhan aktif di Pulau Kalimantan. Danyang ditetapkan sebagai pelabuhan strategis koridor ekonomi Kalimantan ialah pelabuhan Pontianak Teluk Air, Pelabuhan Kumai, Pelabuhan Banjarmasin Pelaihari, Pelabuhan Balikpapan dan Pelabuhan Samarinda.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
35
Gambar 2.10 : Kedudukan RIPN dalam Kerangka Kerja MP3EI
Kebijakan pelabuhan nasional merupakan bagian dalam proses integrasi multimoda dan lintas sektoral. Peran pelabuhan tidak dapat dipisahkan dari sistem transportasi nasional dan strategi pembangunan ekonomi oleh karena itu kebijakan tersebut lebih menekankan pada perencanaan jangka panjang dalam kemitraan antar lembaga pemerintah dan antar sektor publik dan swasta. Munculnya rantai pasok global (supply chain management) sebagai model bisnis yang diunggulkan, merupakan faktor kunci dalam perubahan ekonomi global. Perkembangan teknologi informasi komunikasi dan transportasi mempengaruhi strategi bisnis yang terintegrasi antara produksi, pemasaran, transportasi, distribusi dan klaster industri dalam koridor ekonomi di Kalimantan.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
36
Gambar 2.11 : Pelabuhan Strategis dalam Koridor Ekonomi Kalimantan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional
3. Tinjauan terhadap Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS) Peran dan fungsi infrastruktur transportasi adalah memperlancar pergerakan arus barang secara efektif dan efisien serta dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim, yang mempunyai kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional (national economic security and souverignty), dan sebagai wahana pemersatu bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Ketersediaan jaringan infrastruktur transportasi yang memadai merupakan faktor penting untuk mewujudkan konektivitas lokal (local connectivity), konektivitas nasional (national connectivity), dan konektivitas global (global connectivity). Wilayah kepulauan Indonesia yang terbentang sepanjang 3.977 mil atau 6.363 Km, antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, merupakan tantangan besar bagi sektor logistik karena sulitnya memberikan jasa layanan logistik ke semua wilayah diberbagai pulau. Untuk itu, perlu diterapkan. Konsep Logistik Maritim
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
37
Indonesia yang berlandaskan kepada cara pandang wilayah NKRI sebagai sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau yang disatukan oleh laut, dan bukan dipisahkan oleh laut. Oleh sebab itu, pengembangan sistem logistik nasional akan berlandaskan kepada konsep Wilayah Depan dan Wilayah Dalam yang berada dalam bingkai wilayah kesatuan NKRI seperti dapat dilihat pada Gambar 2.12. Konsep Wilayah Depan dan Wilayah Dalam bukanlah konsep baru, karena merupakan perwujudan dari Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia; Undang Undang No. 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention onThe Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut); Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002 Tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing. Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan; dan Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan. Konsep ini akan semakin penting terutama sejak deklarasi Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia pada 21 Maret 1980, dimana batas wilayah perairan Indonesia adalah 12 mil laut dari wilayah daratan terluar dan ditambah dengan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sejauh 200 mil. Dengan berdasarkan ZEE ini maka wilayah NKRI dapat dibedakan atas wilayah depan dan wilayah dalam.
Gambar 2.12 : Wilayah Depan dan Wilayah Dalam NKRI
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
38
Wilayah depan adalah wilayah yang langsung berbatasan dengan negara lain atau wilayah yang berbatasan dengan perairan internasional, sedangkan wilayah dalam adalah wilayah yang berupa daratan dan lautan yang dikelilingi oleh wilayah depan. Wilayah dalam menjadi kedaulatan penuh NKRI, walaupun demikian di Wilayah Dalam, kapal berbendera asing masih diperbolehkan untuk melintasi perairan Indonesia sepanjang lintasan ALKIsampai sejauh 25 mil disebelah kiri dan kanan garis ALKI dan memenuhi ketentuan Internasional (innocent passage), namun tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan ekonomi dan perikanan. Selain pertimbangan aspek geografis, pengembangan konektivitas lokal dan konektivitas global perlu mempertimbangkan kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional. Selama ini, persaingan antara produk lokal dan impor pada proses distribusi di pasar domestik berlangsun secara kurang adil, karena produk impor dapatlangsung masuk ke Indonesia melalui “pintu masuk” pelabuhan yang lokasinya berdekatan dengan wilayah konsumen utama yang padat penduduknya. Seperti: Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan. Dengan demikian, biaya logistik produk impor menjadi relatif lebih rendah dibandingkan dengan produk domestik. Konsep wilayah depan dan wilayah dalam merupakan lompatan strategis di sektor logistik agar daya saing produk lokal di pasar domestik dapat meningkat. Selain itu, konsep ini diharapkan juga dapat menjadi dorongan transformasi pelabuhan Hub International menjadi Logistics Port, yaitu: sebagai fasilitas untuk memperlancar arus barang menggantikan pelabuhan sebagai tempat bongkar muat. Secara mikro, konsep ini juga mempercepat paling tidak 2 (dua) hal yaitu: (a) Pengembangan pelabuhan Short Sea Shipping (SSS) di wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua sebagai alternatif pengembangan infrastruktur jalan raya yang semakin sangat mahal, dan sering terkendala masalah pembebasan lahan, dan (b) Pengembangan Logistics Support di wilayah laut dalam untuk menunjang aktivitas eksploitasi kekayaan laut Indonesia di wilayah ZEE. a.
Jaringan Transportasi Lokal Infrastruktur dan jaringan transportasi lokal merupakan bagian dari konektivitas domestik yang diharapkan mampu menghubungkan masyarakat pedesaan, perkotaan (kota,
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
39
kabupaten, dan propinsi), pusat-pusat pertumbuhan ekonomi didalam satu pulau atau didalam satu koridor ekonomi. Pada tahun 2025, secara Nasionaldiharapkan jaringan infrastruktur transportasi massal baik darat (kereta api) maupun air (short sea shipping) yang menjadi tulang punggung harus sudah terbangun sehingga akan mengikat kuat interkoneksi antara kawasan-kawasan industri, perkotaan, dan pedesaan. Titik simpul logistik yang penting untuk dikembangkan adalah pelabuhan laut, bandar udara, terminal, pusat distribusi, pusat produksi, dan kawasan pergudangan yang harus terintegrasi dengan jaringan jalan raya, jalan tol, jalur kereta api, jalur sungai, jalur pelayaran dan jalur penerbangan. Dengan kondisi ini diharapkan produk nasional meningkat daya saingnya, serta kebutuhan bahan pokok dan strategis masyarakat dapat dipenuhi dengan jumlah yang sesuai dan harga terjangkau. b.
Jaringan Transportasi Antar Pulau Infrastruktur dan jaringan transportasi antar pulau merupakan bagian dari konektivitas domestik yang diharapkan mampu menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baik dalam (intra) koridor ekonomi dan wilayah dalamnya (hinterland), termasuk daerah tertinggal, terpencil dan terdepan (perbatasan) maupun antar (inter) koridor ekonomi, dan antar pulau (inter island). Pada tahun 2025, secara Nasional diharapkan jaringan infrastruktur transportasi harus sudah dibangun yang menghubungkan antara kawasankawasan industri, perkotaan, dan antar pulau. Titik simpul transportasi penting antar pulau adalah pelabuhan laut dan bandar udara yang harus terkoneksi dengan jalur pelayaran dan jalur penerbangan yang memadai dan efisien. Transportasi antar pulau (pelayaran dalam negeri) memegang peranan yang sangat strategis dan menjadi tulang punggung transportasi nasional karena sangat menentukan kelancaran arus barang dan biaya logistik. Oleh sebab itu, pelabuhan laut sebagai salah satu komponen sistem transpotasi laut perlu ditata sesuai dengan Undang-Undang No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya yang terkait dengan penataan Pelabuhan Utama, Pelabuhan Pengumpul, dan Pelabuhan Pengumpan. Pada setiap Propinsi diharapkan memiliki minimal satu pelabuhan pengumpul, sedangkan pelabuhan pengumpan berada pada Kabupaten/Kota untuk menunjang kelancaran arus lalu lintas komoditas unggulan ekspor, komoditas pokok, dan serta barang strategis. Oleh karena
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
40
besarnya investasi yang diperlukan, dan faktor efektivitas dan efisiensi operasinya, maka pelabuhan utama tidak perlu dikembangkan di setiap Propinsi, sehingga hanya di beberapa Propinsi yang pelabuhan pengumpannya memenuhi kriteria sebagai Pelabuhan Utama. Selain memenuhi aspek teknis, Pelabuhan Utama juga harus memenuhi kriteria lain seperti: mampu melaksanakan volume bongkar/muat barang minimal 6.000.000 ton/tahun atau 5.000.000 TEUs/tahun, mendukung hinterland yang luas dan memiliki pusat pertumbuhan ekonomi, memperkuat kedaulatan dan ketahanan nasional (ekonomi, politik, hankam, sosial, budaya, perdagangan, industri), meningkatkan efektifitas implementasi azas cabotage, mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim (Maritim State), meningkatkan daya saing produk domestik, berpotensi dapat dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang baru, menghela “Unusual Business Growth”, memiliki kecukupan lahan untuk pengembangan, tidak menimbulkan “social cost” yang besar, dan mempermudah pemerataan pembangunan ekonomi secara inklusif. Selain itu juga lokasi Pelabuhan Utama ini diharapkan terhubung dengan Hub Ekonomi (kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, dan sebagainya), Hub Logistik, dan Hub Pelabuhan Internasional.Alternatif pelabuhan utama yang perlu dikaji lebih lanjut berdasarkan atas kriteria tersebut adalah Sabang, Belawan, Kuala Tanjung, Batam, Jakarta, Surabaya, Banjarmasin, Balikpapan, Makasar, Bitung, Kupang, Sorong, dan Biak. Selanjutnya untuk menghubungkan wilayah kepulauan baik pada pulau itu sendiri maupun antar pulau maka harus dijalankan azas cabotage secara penuhmelalui jalur pelayaran utama yang menghubungkan antar pelabuhan utama, melalui jalur pelayaran yang menghubungkan antar pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpan, serta melalui penggunaan Short Sea Shipping (SSS) sebagaimana disajikan pada Gambar 2.13 berikut.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
41
Gambar 2.13 : Tatanan Pelabuhan Penting dan Jalur Utama Pelayaran Domestik
Guna mendukung konsep SSS nasional maka perlu dikaji lebih lanjut tentang rute pelayaran, dan hal-hal yang terkait dengan penyediaan armada kapal niaga yang memiliki karakteristik teknis diantaranya sebagai berikut: 1) Kebutuhan jenis kapal SSS (short sea shipping) seperti: Pelayaran Rakyat (Pelra) atau Pelayaran Nusantara, General Cargo Ship, Large Ro-Ro, Small Ro-Ro, Containers on Barge, Ro-Ro Barge, dan Container Ship, kapal curah cair dan curah padat 2) Kapasitas kapal niaga untuk masing-masing jenis kapal adalah sebagai berikut: Kapal General Cargo berkisar 1,000–5,000 ton DWT, Kapal Ro-Ro 1,000 – 5,000 GT, Kapal Curah Kering 10,000– 50,000 ton DWT (Handy Size), Kapal Curah Cair 10,000–30,000 ton DWT (General Purposedan Medium Range), dan Kapal Kontainer 1,000–3,000 TEUs (Small dan Feedermax type). 3) Kecepatan kapal niaga yang paling sesuai dengan kebutuhan SSS Indonesia: 10–15 knots, dan 15–20 knots. 4) Jarak jangkau kapal, dapat diklasifikasikan kurang dari 400 mil laut, antara 400–600 mil laut, atau lebih besar dari 600 mil laut. 5) Analisa komoditi yang cocok diangkut oleh pelayaran SSS. Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
42
c.
Infrastruktur dan Jaringan Transportasi Global Infrastruktur dan Jaringan Transportasi Globalmerupakan bagian dari konektivitas global (global connectivity) yang diharapkan mampu menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama (national gate way) ke pelabuhan hub internasional baik diwilayah barat Indonesia maupun wilayah timur Indonesia, serta antara Pelabuhan Hub Internasional di Indonesia dengan Pelabuhan hub internasional di berbagai negara yang tersebar pada lima benua. Pada tahun 2025 diharapkan Sistem Logistik Nasional akan terhubung dengan sistem logistik global, melalui jaringan infrastruktur multimoda sebagaimana disajikan pada Gambar 2.14. Selain memenuhi persyaratan aspek teknis pelabuhan internasional, lokasi Pelabuhan Hub Internasional dipilih dengan kriteria diantaranya berada di wilayah depan atau dilalui ALKI, memperkuat kedaulatan dan ketahanan nasional (ekonomi, politik, hankam, sosial, budaya, perdagangan, industri), meningkatkan efektifitas azas cabotage, mewujudkan Indonesia sebagai Negara Maritim, meningkatkan daya tahan dan daya saing produk domestik, filtering barang impor yang mengancam produsen produk domestik, berpotensi dapat dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang baru, menghela “unusual business growth”, memiliki kecukupan lahan untuk pengembangan, tidak menimbulkan “social cost” yang besar, mempermudah pemerataan pembangunan ekonomi secara inklusif.
Gambar 2.14 : Pengembangan Pelabuhan Hub Internasional
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
43
Berdasarkan konsep wilayah depan dan wilayah dalam di atas, maka diharapkan pintu-pintu masuk (pelabuhan) untuk barang-barang impor, terutama komoditas pokok dan strategis dan barang impor yang berpotensi merugikan industri domestik, hanya akan diperboleh untuk masuk Indonesia melalui wilayah depan Negara Indonesia. Pintu wilayah depan ini memiliki peranan sebagai sarana untuk menyaring barang masuk, yang dilaksanakan melalui proses clearance pabean, karantina, dan pemenuhan terhadap ketentuanketentuan yang berlaku di Indonesia dengan tidak melanggar azas kesepakatan (agreement) baik ASEAN 2015 maupun WTO 2020. Selain itu juga lokasi pintu-pintu masuk ini diharapkan menjadi Hub Ekonomi dan Hub Logistik yang menjadi fasilitator kerjasama Indonesia dengan negara-negara tetangga dalam kerangka kerjasama segitiga IMT (Indonesia, Malaysia dan Thailand), IMS (Indonesia, Malaysia dan Singapura), BIMP (Brunei, Indonesia, Malaysia dan Philipina) dan AIDA (Australia dan Indonesia). Sesuai dengan MP3EI untuk Wilayah Barat Indonesia adalah Kuala Tanjung, sedangkan untuk Wilayah Timur Indonesia yang menjadi Hub Internasional berdasarkan atas kriteria tersebut adalah Bitung. Adapun pergerakan barang dari pintu-pintu masuk ke wilayah dalam Indonesia akan diperlakukan sebagai pergerakan barang-barang dalam negeri. Dengan demikian tujuan strategis yang ingin dicapai adalah agar kelancaran barang ekspor bisa dijamin dan distribusi produk nasional dapat menjangkau seluruh pelosok secara efektif dengan biaya logistik yang rendah dan menjamin keberlangsungan pasokan. d.
Transportasi Multimoda Transportasi multi moda adalah transportasi barang dengan menggunakan paling sedikit dua moda transportasi yang berbeda, atas dasar satu kontrak yang menggunakan dokumen transportasi multimoda dari sesuatu tempat barang diterima oleh operator transportasi multimoda ke satu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang tersebut.Diharapkan pada akhir tahun 2025 telah terwujud sistem transportasi multimoda sebagaimana secara skematis disajikan pada Gambar 2.15.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
44
Paradigma Lama: Terpisah Satu Dengan Lainnya, dan Diatur oleh Regulasi Masing-Masing KAPAL
• • • •
KapalKontainer KapalFerry Tongkang Dll
KERETA API
• Kargo Kontainer • Standard Freight • Double
TRUK
• Truk Trailer • Truk Tronton
PESAWAT UDARA
• Pesawat Kargo • Pesawat Kombinasi
Biaya
Biaya TRANSPORTASI MULTIMODA
• Tertinggi Daya Saing • Kualitas Layanan • Kinerja • Daya Tarik Pasar • Jaringan
Hubs Dan Spokes Paradigma Baru Secara ideal berupa “point to pint” terpadu melalui sistem multimoda Gambar 2.15 : Orientasi Transportasi Multimoda
Gambar 2.15 mengilustrasikan paradigma dan perspektif pembangunan transportasi multimoda yang mempertimbangkan jenis dan karakteristik sistem transportasi yang digunakan, dan mempertimbangkan sisi efisiensi, efektivitas dan kemudahan sistem operasinya, sehingga mampu melahirkan sistem transportasi yang berdaya saing tinggi. Dalam pelaksanaannya transportasi multimoda dilakukan oleh operator transportasi multimoda (Multimodal Transport Operator-MTO) yang menurut Peraturan Pemerintah No.11 tahun 2011 disebut Badan Usaha Angkutan Multimoda (BUAM), yang merupakan badan hukum yang bertindak atas namanya sendiri atau melalui badan hukum lain yang mewakilinya, menutup dan menyelesaikan kontrak angkutan multimoda. BUAM adalah pihak penanggung jawab tunggal terhadap seluruh rantai kegiatan logistik mulai dari penerimaan barang hingga tujuan akhir penyerahan barang sesuai dengan kontrak yang disepakati dengan pemilik barang. Dalam pelaksanaannya BUAM dapat menyerahkan sebagian ataupun seluruhnya kepada operator transportasi pelaksana seperti perusahaan truk, kereta api, angkutan sungai dan penyeberangan, angkutan laut dan angkutan udara. Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
45
Konsekwensi dari sitem ini secara fisik setiap pembangunan simpul transportasi dan simpul logistik harus membangun fasilitas transportasi multimoda. e.
Pelabuhan Khusus Pelabuhan khusus diperuntukkan bagi kelancaran operasi ekspor dan impor dalam rangka mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus, industri pertambangan dan migas (batu bara, nikel, tembaga, LNG, minyak dan sebagainya), serta industri perikanan. Mengingat sifat komoditasnya yang berbasis pada sumber daya alam, maka lokasi dan penyelenggaraannya akan diatur secara tersendiri.
f.
Industri Perkapalan sebagai Industri Strategis Pendukung Logistik Industri perkapalan merupakan industri strategis yang berfungsi mendukung kelangsungan pelayaran domestik yang berperan sebagai komponen kunci logistik. Peran ini juga telah diperkuat dengan telah diakuinya peran penting industri perkapalan sebagai pendukung utama pelayaran nasional sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 56-58 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Sampai dengan saat ini, industri perkapalan masih dianggap sebagai industri yang “terpisah” dengan industri pelayaran dalam mendukung sistem logistik nasional. Industri ini masih dianggap berdiri sendiri bersama dengan sektor industri alat angkut lainnya, misalnya: industri mobil. Pembangunan industri perkapalan yang paling penting untuk ke depan adalah revitalisasi dan pendirian galangan baru yang terletak di sekitar jalur pelayaran domestik maupun ALKI guna mendukung kehandalan dan keselamatan pelayaran. Lokasi galangan kapal nasional yang perlu direvitalisasi atau dibangun baru adalah daerah sekitar pelabuhan: Belawan, Kuala Tanjung, Batam, Jakarta, Surabaya, Banjarmasin/ Balikpapan, Makasar, Bitung, Sorong, Kupang, dan Biak.Pasokan bahan baku dan bahan antara untuk industri perkapalan di lokasi tersebut juga harus dibangun sesuai dengan Pusat Distribusi Logistik Provinsi. Ada beberapa tuntutan sektor logistik global, antara lain: 1) Tuntutan Pelanggan Persaingan global dalam pemasaran barang dan jasa telah mendorong tuntutan standar yang lebih tinggi untuk kualitas layanan dari penyedia jasa logistik untuk para produsen barang. Tuntutan dari produsen barang akan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
46
semakin kompleks, misalnya: (a) Kecepatan tanggap pada tuntutan pelanggan, (b) Jangkauan layanan yang lebih luas, lintas Negara, (c) Ketepatan dan Kecepatan waktu pengantaran, (d) Fleksibilitas untuk melakukan pengantaran yang semakin sering dan cepat, (e) Tuntutan atas keamanan barang dari pencurian dan juga keutuhan barang selama perjalanan, (f) Tuntutan untuk dapat ikut menjaga dan meningkatkan corporate image dari produsen, (g) Tuntutan untuk dapat memberikan layanan yang memberi nilai tambah bagi produsen. Selain itu,produsen barang juga menuntut peningkatan efisiensi sehingga dapat menekan biaya-biaya yang terkait dengan aktivitas logistik, misalnya: (a) Transportasi dan Pergudangan, (b) Biaya Inventory, (c) Kerusakan atau penurunan mutu barang, (d) Kehilangan atas pencurian atau pendodosan, (e) Asuransi dan administrasi lain, (f) Proses pengeluaran Bea dan Cukai dan badan lainnya, dan (g) Pungutan-pungutan liar dan hambatan-hambatan yang mengada-ada. 2) Tuntutan Persaingan Persaingan bisnis kini sudah bergeser ke wilayah yang lebih luas. Persaingan tidak lagi antar penyedia jasa logistik di suatu kota atau negara, tetapi telah menjangkau tingkat kawasan regional dan global. Salah satu bentuk persaingan yang bisa diamati adalah Singapura, Port Klang (Malaysia) dan Laem Chabang (Thailand) yang saling bersaing untuk menjadi hub internasional. Ketersedian infrastruktur yang memadai dengan konsep terkini serta didukung oleh lokasi yang strategis akan menjadi faktor penting untuk meningkatkan daya saing produk domestik. 3) Teknologi Peningkatan persaingan di tingkat global telah mendorong para pemain logistik memanfaatkan teknologi terkini pada moda-moda transportasi dan pengelolaan informasi agar lebih efisien dalam operasinya. Hal tersebut tampak pada penggunaan mesin-mesin terbaru yang hemat energi maupun penggunaan kapal-kapal/wahana yang lebih besar dan lebih efisien, dan meningkatkan lalu lintas pengiriman, kemampuan monitoring serta kemampuan pengendalian. Perkembangan teknologi informasi juga telah membuka banyak peluang pada lalu lintas informasi atas barang kiriman, yang sangat membantu semua pihak mendapatkan kepastian terhadap transportasi barang-
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
47
4)
5)
6)
7)
barangnya, sehingga secara signifikan meningkatkan efisiensi operasionalnya. Standarisasi dan Kompatibilitas Multimodal Lalu lintas inter-modal transit dan multi-modal semakin penting peranannya. Kunci dari kelancaran multi-modal transportation ini adalah kompatibilitas antara moda angkutan, mulai dari kapal pengangkut, peralatan penanganan kontainer, sampai kepada truk pengangkutnya. Kompatibilitas ini harus juga berlaku untuk angkutan kereta api dan angkutan udara, dan bahkan sesama angkutan truk sehingga multi-modal transportation benarbenar dapat berjalan dengan efisien. Energi Biaya energi menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi daya saing ekonomi. Semakin berkurangnya ketersediaan energi murah secara berkelanjutan sebagai akibat dari berkurangnya energi berbasis fosil, menyebabkan harga energi menjadi sulit dihitung. Selain itu, penurunan kualitas iklim memungkinkan akan diberlakukannya pajak energi yang lebih tinggi. Dengan demikian faktor ketersediaan energi (terutama energi yang tidak terbarukan) harus menjadi pertimbangan utama dalam menangani kegiatan logistik. Keamanan Tuntutan terhadap standar keamanan yang tinggi terhadap transportasi barang terus meningkat dan bahkan terhadap seluruh moda pengangkutan, terutama armada pelayaran international. Selain standar keamanan langsung terhadap barang dan alat angkut, beberapa negara maju kini mulai menerapkan audit keamanan, mengacu kepada standar keamanan nasional negara tersebut ataupun standar keamanan internasional. Penerapan standar keamanan adalah dalam rangka menghindari adanya ancaman terorisme, pengiriman narkotika dan obat-obatan terlarang, dan kontaminasi biologis. Implikasi dari penerapan standar keamanan ini adalah diperlukannya investasi yang lebih besar dan waktu yang lama, yang hal ini dianggap sebagai beban bagi sebagaian pelaku usaha. Ketidakseimbangan kapasitas (Bottlenecks) Peningkatan volume yang terjadi di tingkat global tidak diantisipasi dengan baik secara merata. Bottleneck- ketidak seimbangan kapasitas pelabuhan dengan barang muatan yang masuk menjadi trend global. Kondisi pelabuhan di
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
48
Indonesia juga mengalami hal yang sama. Hingga tahun 2012, sekitar satu lusin Mega Container Ships dengan kapasitas angkut lebih dari 10,000 kontainer akan masuk dalam jajaran pelayaran dunia untuk rute Asia dan Eropa. Hal ini mengindikasikan bahwa kapal-kapal dengan ukuran yang lebih besar akan memasuki jalur-jalur feeder termasuk pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Hal ini menuntut kesiapan infrastruktur pelabuhan untuk dapat melayani kapal yang lebih besar. Pelayanan logistik sangat bergantung pada infrastruktur publik yaitu: jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, rute pelayaran (shipping routes) dan lain-lain. Sedangkan penambahan kapasitas infrastruktur saat ini tampaknya tidak seimbang dengan pertumbuhan muatan barang dunia. Fokus utama kegiatan pembangunandan pengembangan infrastruktur diarahkan kepada: (a) pelabuhan utama dan hub internasional, (b) angkutan laut,(c) angkutan sungai, danau dan penyeberangan,(c) angkutan jalan (truk),(d) kereta api, dan(e) bandar udara dan angkutan udara. Sasaran strategis yang ingin dicapai adalah tersedianya jaringan infrastuktur transportasi yang memadai dan handal dan beroperasi secara efisien. Secara umum strategi yang akan ditempuh adalah membangun konektivitas domestik (domestic connectivity) baik konektivitas lokal (local connectivity) maupun konektivitas nasional (national connectivity) dan konektivitas global (global connectivity) yang terintegrasi sehingga mampu meningkatkan kelancaran arus baranguntuk mendukung efisiensi dan efektifitas kinerja sistem logistik nasional. Adapun program yang direncanakan untuk setiap komponen infrastruktur transportasi adalah: 1) Transportasi Laut Sasaran pembangunan dan pengembangan transportasi laut diarahkan agar pembangunan pelabuhan hub laut internasional di Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Barat Indonesia dapat beroperasi secara efektif dan efisien, dan beroperasinya jaringan transportasi antar pulau secara efektif sehingga transportasi laut berperan sebagai backbone transportasi nasional. Sasaran ini akan dicapai melalui program: a) Pembangunan konektivitas global dengan mengembangkan pelabuhan ekspor-impor dan Pelabuhan Hub Internasional baik di Wilayah Barat Indonesia maupun di Wilayah Timur Indonesia.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
49
b)
c)
d)
e)
f)
Pembangunan konektivitas antar pulau, dan nasional secara terintegrasi dengan mengembangkan dan revitalisasi pelabuhan pengumpul disetiap propinsi dan pelabuhan utama di beberapa propinsi, dan pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan. Pembangunan konektivitas lokal, antar pulau, dan nasional secara terinegrasi dengan mengembangkan jalur pelayaran short sea shipping, dan operasi pelayarannya secara terjadwal, dan pemberian insentif kepada pelaku dan penyedia jasa logistik yang bergerak dalam jalur short sea shipping. Peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan pelabuhan melalui penetapan dan peningkatan kapasitas beberapa pelabuhan utama sebagai pusat distribusi regional, peningkatan efisiensi waktu angkut pelabuhan-pelabuhan utama, penguatan dan ekspansi kapasitas pelabuhan untuk terminal hasil pertambangan, pertanian dan peternakan, dan pengembangan pelabuhan perikanan. Pemberlakuan azas cabotage untuk angkutan laut dalam negeri secara penuh sesuai jadwal Roadmapmelalui pelaksanaan azas cabotage untuk seluruh jenis barang/muatan kecuali untuk penunjang kegiatan usaha hulu dan hilir migas (offshore), seluruh muatan angkutan laut dalam negeri diangkut oleh kapal berbendera Indonesia dan dioperasikan oleh perusahaan angkutan laut nasional (full cabotage), mempromosikan kemitraan kontrak jangka panjang antara pemilik barang dan pemilik kapal melalui pemanfaatan informasi ruang kapal dan muatan sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2005, dan melaksanakan Inpres Nomor 2 tahun 2009 terkait dengan kewajiban angkutan barang milik pemerintah diangkut oleh kapal berbendera Indonesia. Peningkatan aksesibilitas angkutan barang di daerah tertinggal dan/atau wilayah terpencil, dan daerah padat (macet) melalui revitalisasi pelabuhan lokal serta optimalisasi pelayaran perintis, dan mekanisme Public Service Obligation (PSO), optimalisasi angkutan perintis untuk mendukung kelancaran arus barang di daerah terpencil, termasuk short sea shipping, mendorong pembangunan kapal nasional untuk menunjang logistik antar pulau, mendorong
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
50
penggunaan kapal ro-ro (short sea shipping) di sepanjang Pantura untuk mengurangi beban jalan. g) Peningkatan jumlah armada angkutan laut melalui pembangunan kapal nasional dan armada nasional. h) Peningkatan efisiensi dan efektifitas pelayanan angkutan laut secara terpadu melalui peningkatan dan membangun pelayaran lintas di dalam koridor ekonomi, percepatan implementasi pengembangan jaringan pelabuhan nasional sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN), dan peningkatan keamanan untuk menekan risiko kerugian dalam angkutan barang. 2) Angkutan Sungai, Danau Dan Penyeberangan Sasaran pembangunan dan pengembangan adalah menjadikan angkutan sungai, danau dan penyeberangansebagai bagian integral dari sistem angkutan multi moda dalam rangka mewujudkan konektivitas lokal dan nasional yang dilakukan melalui program: a) Pengembanganangkutan sungai, danau dan penyeberangan dalam rangka konektivitas lokal melalui pengembangan sungai yang potensial untuk transportasi sungai di pedalaman khususnya di Kalimantan untuk angkutan penumpang dan barang, restrukturisasi dan reformasi kelembagaan angkutan sungai, danau dan penyeberangan, peningkatan pembangunan prasarana dan sarana angkutan sungai danau dan penyeberangan, dan intensifikasi kerjasama keterlibatan sektor swasta dalam penyediaan pelabuhan dan sarana angkutan penyeberangan b) Revitalisasi sungai yang berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi bagian dari sistem transportasi melalui revitalisasi angkutan penyeberangan dan mekanisme PSO, rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana dan fasilitasi dermaga sungai, danau dan penyeberangan, dan peningkatan pelayanan pada lintas penyeberangan di sabuk utara, sabuk tengan dan sabuk selatan c) Pengembangan industri angkutan ferry untuk meningkatkan kelancaran dan kapasitas lintasan pelayaran di sabuk selatan, tengah dan utara sehingga membentuk jaringan transportasi multi-moda yang efisien
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
51
3) Transportasi Jalan dan Lalu Lintas Angkutan Sasaran pembangunan dan pengembangan transportasi jalan adalah menjadikan angkutan truk sebagai bagian integral dari sistem angkutan multi moda dalam rangka mewujudkan konektivitas lokal dan nasional yang dilakukan melalui program: a) Pengurangan beban jalan secara bertahap dengan meningkatkan kapasitas jalan eksisting dan mengembangkan jaringan transportasi multimoda dan logistics center sebagai upaya meningkatkan kelancaran angkutan barang dari pusat produksi menunju oulet-inlet ekspor impor dan antar pulau, dan peningkatan keterhubungan jaringan jalan nasional dengan pelabuhan dan stasiun kereta api, yang merupakan jalur logistik, dan perbaikan kapasitas pelayanan jalan lintas Kabupaten/Kota; b) Peningkatan kelancaran angkutan barang antar pulau dan antara pusat produksi ke dengan oulet-inlet ekspor impor, melalui peningkatan kapasitas jalan pada lintas-lintas utama, peningkatan kualitas jalan (lebar jalan dan kekuatan tekanan jalan) dan kelas jalan di wilayah pedesaan, peningkatan konektivitas jaringan jalan Kabupaten/Kota, peningkatkan dan pembangunan jalan lintas di dalam koridor, peningkatan jalan akses lokal antara pusat-pusat pertumbuhan dengan fasilitas pendukung (pelabuhan) dan dengan wilayah dalamnya, pengembangan jaringan logistik darat antar lokasi perkebunan-sentra pengolahan dan akses ke pelabuhan, penguatan jalan untuk mengangkut produk peternakan, peningkatan dan pengembangan akses ke daerah eksplorasi, pembangunan jalan antara areal tambang dengan fasilitas pemrosesan, perbaikan akses jalan di perkebunan menuju pengolahansawit, dan peningkatan kualitas infrastruktur untuk mendukung distribusi dan logistik migas. Pada dasarnya adalah peningkatan aksesibilitas sangatlah penting dalam hal pengembangan koridor ekonomi di Kalimantan. Terutama transportasi laut yang dikarenakan belum optimalnya transportasi darat di Kalimantan. Selaras dengan SISLOGNAS perlu adanya kajian mengenai pengembangan koridor ekonomi di Indonesia salah satunya di Kalimantan.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
52
BAB III METODOLOGI
A. Metodologi Kerangka berfikir studi pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan di Kalimantan harus mencakup berbagai aspek yaitu program nasional seperti MP3EI, keputusan menteri perhubungandan lain-lain serta situasi dan kondisi saat ini yang meliputi sosioekonomi masyarakat dan operasional pelabuhan di lokasi objek studi, serta jaringan angkutan Nasional saat ini. Kerangka berfikir dalam penelitian ini ditampilkan pada gambar 3.1: 1. Tahap Persiapan Di dalam tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai awal (inisiasi) dari seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan. Hasil tahap persiapan ini akan sangat mempengaruhi proses yang dilakukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Secara umum terdapat 3 (tiga) kegiatan utama di dalam tahap persiapan ini, yakni: a. Pemantapan metodologi, maksud dari kegiatan ini adalah: 1) Merencanakan secara lebih detail tahap-tahap pelaksanaan kegiatan berikutnya, untuk mengefisienkan penggunaan waktu dan sumber daya. 2) Menetapkan metoda kegiatan yang akan digunakan, hal ini penting untuk ditetapkan karena akan mempengaruhi kebutuhan data, penyediaan waktu dan kualitas hasil kegiatan secara keseluruhan. b. Kajian terhadap studi literatur dan peraturan terkait meliputi: regulasi, kelembagaan,tahapan pelaksanaan, hingga kendala/permasalahan.Kajian ini bermanfaat untuk identifikasi awal kondisi dan problem pada kondisi eksisting dan tahapan pelaksanaan kegiatan. c. Koordinasi dengan pemberi tugas dan stakeholder terkait, yang juga digunakan untuk menyusun daftar ketersediaan data dan membuat rencana kerja/tahapan pelaksanaan kegiatan.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
53
Prediksi Pertumbuhan Wilayah
Peraturan Perundangan terkait Pembangunan
Prediksi Sistem Arus Logistik
Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Kondisi • Sistem kepelabuhanan, pelabuhan umum dan khusus • Kapasitas dan kondisi saranaprasarana • Demand menurut komoditas dan bongkar/muat/transit • Jalur pelayaran, jumlah dan jenis kapal yang beroperasi • Tingkat pelayanan dan tarif-tarif serta biaya-biaya jasa pelayanan maupun pembangunan • Hinterland dan akses pelabuhan/infrastruk tur moda lain
Prediksi Demand
• Demand masa yang akan datang berdasarkan trend historis • Demand masa yang akan datang dengan pengaruh perkembangan hinterland • Demand masa yang akan datang dengan pengaruh
Prediksi Kinerja Pelabuhan Masa Depan Kesenjangan Kapasitas SaranaPrasarana
Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS)
Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN)
Rencana-rencana pembangunan lainnya
Sistem Pelabuhan, Jaringan Transportasi Laut dan Kinerja Pelabuhan yang diharapkan di masa
Kebutuhan Pengembangan Kapasitas Sarana-
Strategi Pengembangan Sarana-PrasaranaI
Gambar 3.1 : Kerangka Pikir Studi
2. Tahap Persiapan Di dalam tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai awal (inisiasi) dari seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan. Hasil tahap persiapan ini akan sangat mempengaruhi proses yang
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
54
dilakukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Secara umum terdapat 3 (tiga) kegiatan utama di dalam tahap persiapan ini, yakni: a. Pemantapan metodologi, maksud dari kegiatan ini adalah: 1) Merencanakan secara lebih detail tahap-tahap pelaksanaan kegiatan berikutnya, untuk mengefisienkan penggunaan waktu dan sumber daya. 2) Menetapkan metoda kegiatan yang akan digunakan, hal ini penting untuk ditetapkan karena akan mempengaruhi kebutuhan data, penyediaan waktu dan kualitas hasil kegiatan secara keseluruhan. b. Kajian terhadap studi literatur dan peraturan terkait meliputi: regulasi, kelembagaan,tahapan pelaksanaan, hingga kendala/permasalahan.Kajian ini bermanfaat untuk identifikasi awal kondisi dan problem pada kondisi eksisting dan tahapan pelaksanaan kegiatan. c. Koordinasi dengan pemberi tugas dan stakeholder terkait, yang juga digunakan untuk menyusun daftar ketersediaan data dan membuat rencana kerja/tahapan pelaksanaan kegiatan. 3. Tahap Pengumpulan Data Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan data, baik data dari sumber sekunder dari instansi terkait maupun data sekunder dari sumber lain yang menyediakan data tentang rencana pengembangan pelabuhan. Data sekunder digunakan untuk menganalisis permasalahan dan mencari solusi kebijakan yang tepat dalam usaha mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan rencana tersebut. a. Teknik Pengumpulan Data Secara garis besar metodologi penelitian ini dilakukan dengan Desk Study dan Site Survey (mengumpulkan data sekunder dan primer) yang mencakup: 1) Inventarisasi peraturan-peraturan yang terkait dengan pengembangan pelabuhan; 2) Inventarisasi dan identifikasi potensi ekonomi pada koridor ekonomi Kalimantan; 3) Inventarisasi dan identifikasi potensi hinterland pada koridor ekonomi Kalimantan; 4) Inventarisasi dan identifikasi rencana induk pelabuhan nasional (RIPN) pada koridor ekonomi Kalimantan; 5) Inventarisasi dan identifikasi rencana induk pelabuhan (RIP) pada koridor ekonomi Kalimantan; Secara umum teknik pengumpulan data dapat dibedakan menjadi 2, di antaranya adalah: 1).Teknik Pengumpulan Data Primer Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
55
Data primer dikumpulkan untuk memecahkan masalah khusus. Beberapa data baru yang belum dimiliki sebelumnya, dapat dikumpulkan melalui observasi, interview atau survey. Data primer yang diperoleh melalui interview utamanya akan digunakan untuk mendukung fakta-fakta yang didapat yang nantinya akan digunakan untuk membuat rekomendasi dan juga digunakan pada bagian analisis ketika data sekunder tidak tersedia. Interview membantu periset untuk memperoleh informasi tertentu yang dapat digunakan untuk keperluan analisa ketika data sekunder belum dapat memenuhi kebutuhan riset. Ada berbagai cara dalam interview, dan yang paling sering dilakukan adalah face-to-face interview. Orang yang akan diinterview akan dikontak lebih dahulu menggunakan telepon atau email dan ditanyakan kesediaan mereka untuk interview per-telepon ataupun face-to-face. Orang yang diinterview tersebut dipilih berdasarkan pengetahuannya yang mapan mengenai transportasi, logistik, hukum, kepelabuhanan, kepabeanan atau hal lainnya yang terkait logistik. 2).Teknik Pengumpulan Data Sekunder Metoda pengumpulan data sekunder dapat digambarkan sebagai penggunaan data yang telah diperoleh sebelumnya, seperti statistik yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Nasional, laporan-laporan dari institusi pemerintah dan swasta, pusat data bisnis dan ekonomi. Sebelum digunakan, data tersebut akan di teliti ataupun dicek kepada penerbitnya lebih dahulu sebelum digunakan dalam studi ini. Diskusi tentang status dan rencana pembangunan infrastruktur dibeberapa wilayah studi akan berasal dari data sekunder ini, seperti statistik nasional, departemen perdagangan, departemen perhubungan, kamar dagang dan industri, dan asosiasi terkait dengan kegiatan logistik. Cara memperoleh data tersebut dapat melalui internet, jurnal ataupun laporan. Sumber data tersebut dipilih berdasarkan atas kehandalannya, validitasnya dan kredibilitasnya. Untuk menjamin memenuhi kriteria tersebut, penulis akan menggunakan data sekunder yang ditulis oleh para ahli dibidang transportasi, logistik, hukum, kepelabuhanan dan kepabeanan dari buku, majalah ataupun surat khabar yang sudah dikenal luas baik ditingkat nasional maupun internasional.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
56
4. Tahap Analisis Dalam tahap ini dilakukan beberapa analisis untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan KAK. Beberapa analisis tersebut antara lain: a. Analisis Prediksi Pertumbuhan Wilayah b. Analisis Prediksi Sistem Arus Logistik c. Analisis Prediksi Demand d. Analisis Prediksi Kinerja Pelabuhan Kemudian untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi permasalahan yang muncul akibat kesenjangan akan menggunakan perangkat analisis sebagai berikut: a. Analisis pengembangan potensi dan bangkitan transportasi pada koridor ekonomi Kalimantan; mengidentifikasi potensi yang ada sehingga dapat menentukan positioning pelabuhan disesuaikan dengan sector unggulan baik dalam industry, perdagangan dan lain-lain b. Analisis aksesibilitas transportasi laut pendukung wilayah koridor ekonomi Kalimantan; identifikasi kapasitas dan fasilitas transportasi laut pendukung seperti RORO dan kapalkapal lainnya c. Analisis kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan di wilayah koridor ekonomi Kalimantan; identifikasi kemampuan pelabuhan/daya tamping, kemampuan sarana transportasi laut dalam hal ini RORO atau fery d. Analisis strategi untuk pengembangan kapasitas dan fasilitas pelabuhan dalam mendukung percepatan dan perluasan pembangunan wilayah koridor ekonomi Kalimantan; e. Analisis tahapan pengembangan pelabuhan di wilayah koridor ekonomi Kalimantan; 5. Tahap Penyempurnaan Tahap penyempurnaan ditujukan untuk melengkapi laporan studi sesuai dengan hasil diskusi dengan pihak pemberi kerja dan masukan dari berbagai instansi untuk dijadikan hasil akhir dari studi ini. Hasil Tahap Finalisasi Studi ini akan disampaikan pada Laporan Akhir.
B. Kebutuhan Data Perolehan data sekunder dilakukan untuk mendapatkan data awal yang nantinya akan dipergunakan untuk pekerjaan ini. Kebutuhan data sekunder dan data primer lebih lanjut dijelaskan pada lampiran (perangkat survey). Beberapa data sekunder yang diperlukan dalam studi ini di antaranya adalah: 1. Data arus keluar - masuk kendaraan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
57
2. 3. 4. 5. 6.
Data arus keluar – masuk kapal Alur bongkar muat kontainer Sistem pergerakan dalam lingkungan pelabuhan Data infrastruktur eksisting pelabuhan Komoditas hinterland
Gambaran jelas mengenai kebutuhan data/informasi dalam studi ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini:
Gambar 3.2 : Informasi yang Diperlukan untuk Pengembangan Pelabuhan
C. Analisis Demand Pelabuhan Berikut ini akan dijelaskan perencanaan teknis dalam melakukan perencanaan pelabuhan: 1. Penentuan Data Demand Pelabuhan a. Penentuan data demand muat : 1) Tentukan daerah hinterland pelabuhan 2) Tentukan potensi komoditas daerah hinterland 3) Cari data dari potensi daerah hinterland. 4) Untuk selanjutnya, komoditas yang berpotensi tersebut akan menjadi demand pelabuhan. 5) Cari data jumlah penduduk b. Penentuan data demand bongkar : 1) Tentukan daerah pelabuhan eksisting di sekitar wilayah pelabuhan rencana. 2) Cari data bongkar di wilayah pelabuhan eksisting tersebut Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
58
2.
Penentuan Proyeksi Demand Pelabuhan Pada Tahun Rencana a. Penentuan proyeksi demand muat : 1) Tentukan penggunaan lahan untuk masing-masing demand dengan sebelumnya melakukan alokasi luas lahan untuk masing-masing demand. 2) Tentukan besar lahan yang digunakan untuk masingmasing demand pada tahun rencana yang disesuaikan dengan lahan. Sebelumnya ditentukan terlebih dahulu angka pertumbuhan lahan masing-masing demand dengan referensi data yang ada. 3) Tentukan produktivitas demand pada tahun rencana, sehingga akan didapatkan produksi masing-masing demand pada tahun rencana. Penentuan angka pertumbuhan produktivitas dengan menggunakan data produktivitas yang ada. Produksi demand didapatkan dengan mengalikan luas lahan dengan produktivitas masing-masing demand. 4) Tentukan jumlah penduduk wilayah di tahun rencana dengan terlebih dahulu mengetahui angka pertumbuhan penduduk pertahun dari data jumlah penduduk yang ada. 5) Tentukan tingkat konsumsi lokal penduduk wilayah untuk masing-masing demand. 6) Tentukan Surplus demand tersebut dengan mengurangi produksi demand dengan tingkat konsumsi lokal penduduk pada masing-masing periode waktu. 7) Lakukan pembagian porsi distribusi surplus demand tersebut untuk darat, laut domestik, dan laut internasional. 8) Demand pelabuhan adalah porsi surplus demand yang didistribusikan ke moda split laut. b. Penentuan proyeksi demand muat: 1) Tentukan nilai rate yang didapat dengan membagi jumlah bongkar pelabuhan eksisting di sekitar pelabuhan rencana dengan jumlah penduduk wilayah pelabuhan eksisting. 2) Tentukan bongkar pelabuhan rencana dengan mengalikan rate dengan jumlah penduduk wilayah hinterland pelabuhan rencana. 3) Cari pertumbuhan bongkar dengan menggunakan referensi pertumbuhan PDRB daerah hinterland. 4) Dengan mendapatkan pertumbuhan bongkar, maka dapat ditentukan jumlah bongkar pelabuhan pada tahun rencana.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
59
D. Analisis Kinerja Pelabuhan Pada bagian ini, akan dilakukan penilaian kapasitas pelabuhan melalui analisis indicator performance terminal. Metoda analisis indicator performance terminal berdasarkan metodologi yang dikeluarkan oleh Port of Singapore (PSA) untuk beberapa indikator seperti indicator dari output, indicator dari pelayanan, indicator dari utilitas dan indicator produktifitas. Berikut adalah metoda penilaian untuk masing-masing indicator tersebut. 1. Indikator dari Output Pada indikator ini kita akan menilai performa sebuah terminal dari output yang dihasilkan oleh terminal tersebut dalam operasinya. a. Berth Troughput Indikator Berth throughput menggambarkan sebuah berapa banyak petikemas yang dltangani oleh berth tersebut dalam setahun. Indikator ini menggambarkan seberapa baik sebuah berth digunakan.
=
, ℎ ℎ, 0 ℎ 0 *1
2
3
4 ,ℎ !02 ℎ 4 , ℎ
2
ℎ0
b. Ship Output Indikator ship Output memperlihatkan rata-rata dimana petikemas ditangani dari atau menuju kapal pada dermaga. Indikator ini memperlihatkan seberapa baik operasi penanganan petikemas terminal tersebut. ( (
(
, ,
,
, 5ℎ =
, 5ℎ =
, 5ℎ =
6 , 7 0, ! 2 7 0, ! 2
7 0, 2 3 ! 2
,ℎ 2 3 2 , , 2
,!
3 4 ,
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
4 ,ℎ
40ℎ
60
2. Indikator dari Pelayanan Indikator dari pelayanan merupakan suatu indikator yang digunakan untuk mengukur cualitas pelayanan sebuah pelabuhan kepada penggunanya. a. Waiting Time Waiting time adalah waktu penundaan yang diukur dari waktu dimana kapal sanpai di pelabuhan sampai dengan kapal diikat di dermaga. Diukur dalam jam/hari. ! 2
= b.
6
0 0 !02 ℎ
2 4 02 2 ,
Ship's Time at Berth Ships time at Berth adalah waktu total sebuah kapal saat merapat di dermaga, termasuk waktu saat pembongkaran, ataupun tidak (idle). Diukur dalam jam/hari. 5ℎ
c.
2
2
! 2 4 , !02 ℎ
, ℎ=
,
Ship Turnaround Times Idealnya ship turnaround harus ditekan sekecil-kecilnya untuk menghasilkan pelayanan terbaik pada klien. Untuk menghftung Ship Tumaround Times rata-rata sebuah pelabuhan digunakan formula berikut:
=
! 2
5ℎ 40 ℎ
0,
, 0 4 , !02 ℎ
2
40ℎ
3. Indikator dari Utilisasi Indikator dari utilisasi adalah sebuah indikator yang menyatakan seberapa intensif sebuah fasilitas pelabuhan digunakan. Dalam indikator ini yang dibahas adalah 3 faktor, yaitu Berth Occupancy Ratio, Yard Occupancy Ratio, dan Storage Occupancy Ratio. Indikator ini dinyatakan dalam bentuk persentase (0/0). Yang harus diingat adalah Occupancy yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kemacetan (congestion) di areal pelabuhan sedangkan Occupancy yang terlalu rendah menyatakan bahwa fasilitas tersebut tidak sering digunakan (underused) dan tidak ekonomis. Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
61
a. Berth Occupancy Ratio (BOR) Berth Occupancy Ratio menyatakan tingkat permintaan (demand) pada pelayanan dermaga pelabuhan. Untuk perhitungannya digunakan formula: 8' %
=
:
0
4 , !02 ℎ ,2
,2 ∗ 365
∗ 100
b. Yard Ocrupancy Ratio (YOR) Yard Occupancy Ratio menyatakan tingkat permintaan (demand) pada pelayanan lapangan penumpukan petikemas. Untuk perhitungannya digunakan formula: 8' %
= c.
:
0
4 , !02 ℎ
∗ 365
∗ 100
Storage Occupancy Ratio (SOR) Storage Occupancy Ratio menyatakan tingkat permintaan (demand) pada pelayanan gudang. Untuk perhitungannya digunakan formula: 58' % =
:
0
4 , !02 ℎ 0
0 ∗ 365
∗ 100
4. Indikator dari Produktivitas Dalam indikator-indikator sebelumnya kita bisa mengetahui sejumlah informasi mengenai performa terminal tersebut, tapi tidak bisa mengukur keefektivitasan sebuah operasi bongkar muat. Efisiensi adalah suatu indikator dimana kita menggunakan sedikit mungkin biaya/usaha dalam satu unit produksi. Karena itu misalnya dalam pelabuhan kita bisa saja menambahkan banyak alat dan tenaga kerja di suatu pelabuhan, yang hasilnya akan menambah throughput pelabuhan tersebut, tapi belum tentu dengan dilakukannya tindakan tersebut keefisiensian dan produktivitas pelabuhan tersebut akan naik. Malah bisa jadi costeffectiveness pelabuhan tersebut akan turun. Karena itu sebagai planner kita harus membandingkan kondisi eksisting dan kondisi rencana untuk memperkirakan keefektivitasan sebuah kebijakan sebelum kebijakan tersebut dilakukan.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
62
E.
Model Pemilihan Pelabuhan Pada studi ini juga digunakan model pemilihan pelabuhan. Ada beberapa model pemilihan pelabuhan secara teoritis. Beberapa model pemilihan pelabuhan tersebut adalah sebagai berikut. 1 Model Gravity Port Choice (Blonigen & Wilson, 2006). Formula matematis model gravity port choice adalah sebagai berikut:
2
Pendekatan AHP (Cou, 2010). Gambaran pendekatan AHP adalah sebagai berikut:
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
63
Gambar 3.3 : Pendekatan AHP
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
64
3
Model Logit (Binomial atau Multinomial). Formula matematis model logit adalah sebagai berikut:
4
Pendekatan Supply Chain. Gambaran mengenai pendekatan supply chain adalah sebagai berikut:
Gambar 3.4 : Pendekatan Supply Chain
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
65
5
Model Jaringan: Jaringan nyata dan proses didalamnya dimodelkan menjadi ruas dan simpul (link & node). Gambaran model jaringan adalah sebagai berikut:
Gambar 3.5 : Model Jaringan
Pemilihan spesifikasi model sangat tergantung kepada data yang terkumpul. Dilihat dari scope-nya, kemungkinan besar adalah model logit dan model jaringan. Sesuai dengan spesifikasi model yang dipilih, maka diperlukan data: a. Inventarisasi data fisik, kondisi dan kinerja sarana-prasarana pelabuhan dan jaringan transportasi b. Biaya dan waktu transportasi (baik di darat – indland transport, maupun di laut – maritim transport) c. Biaya investasi menurut jenis prasarana d. Persepsi user terhadap pemilihan moda dan pelabuhan (baik produsen, konsumen/distributor, shipper, carrier)
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
66
BAB IV POTENSI EKONOMI DAN KOMODITAS HINTERLAND PELABUHAN
A. Identifikasi Potensi Ekonomi Pada Koridor Ekonomi Kalimantan 1. Potensi Ekonomi Kalimantan Barat Potensi ekonomi Kaliamantan Barat ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, keuangan dan investasi. Berikut ini adalah pembahasan potensi ekonomi Kalimantan Barat. a. Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Kalimantan Barat Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Kalimantan Barat ditinjau dari perkembangan sosioekonomi, perkembangan ekspor impor, pendapatan regional dan pertumbuhan ekonomi. Pembahasan lebih lanjut diuraikan sebagai berikut. 1) Karakteristik Perkembangan Sosioekonomi Kalimantan Barat Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2009 diperkirakan berjumlah sekitar 4,32 juta jiwa, dimana sekitar 2,18 juta jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 2,14 juta jiwa adalah perempuan. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat sebesar 146.807 Km2 atau lebih besar dari Pulau Jawa, maka kepadatan penduduk Kalimantan Barat baru sekitar 29 Jiwa per kilometer persegi. Kondisi ini tentunya kurang menguntungkan dalam rangka percepatan pembangunan wilayah khususnya menyangkut pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dengan segala potensi dan keragamannya. Persebaran penduduk Kalimantan Barat tidak merata antar wilayah kabupaten/kota,kecamatan, desa/kelurahan, maupun antar wilayah kawasan pantai bukan pantai atau perkotaan dan pedesaan. Misalnya daerah pesisir yang mencakup Kab. Sambas, Kab. Bengkayang, Kab. Pontianak, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya dan Kota Singkawang yang dihuni oleh hampir 50 persen dari total penduduk Kalimantan Barat dengan kepadatan mencapai 38 jiwa lebih. Sebaliknya tujuh kabupaten lain (bukan pantai) selain Kota Pontianak secara rata-rata tingkat Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
67
kepadatan penduduknya relatif lebih jarang. Kabupaten Kapuas Hulu dengan luas wilayah 29.842 km2 atau sekitar 20,33 persen dari luas wilayah Kalimantan Barat hanya dihuni rata-rata 6 (enam) jiwa per kilometer persegi, sedangkan Kota Pontianak yang luasnya kurang dari satu persen (107,80 km2) dihuni oleh rata-rata sekitar 1.648 jiwa per kilometer persegi. Penduduk berumur lima belas tahun ke atas merupakan penduduk usia kerja, di mana pada usia ini merupakan sumber tenaga kerja produktif yang dapat dimanfaatkan sebagai penggerak roda pembangunan. Komposisi penduduk yang bekerja di Provinsi Kalimantan Barat, masih didominasi oleh pekerja yang ber pendidikan rendah, yaitu sekitar 79,67 persen adalah tamat SLTP kebawah. Lapangan usaha yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu menyerap sekitar 63,14 persen dari total angkatan kerja yang bekerja. Jumlah Angkatan Kerja di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2009 sebanyak 2.200.895 orang, dimana 2.081.211 orang diantaranya bekerja (94,56 persen). Dengan demikian, Angkatan Kerja Kalimantan Barat yang belum terserap pada pasar kerja pada tahun 2009 adalah 119.684 jiwa. Hal ini mengindikasikan adanya pengangguran terbuka sebesar 5,44 persen. Sedangkan untuk yang bukan Angkatan Kerja adalah 795.701 jiwa dimana sekitar 27,91 persennya bersekolah atau berjumlah 222.111 jiwa, mengurus rumah tangga 480.765 jiwa (60,42 persen) dan lain-lain sebanyak 92.825 orang (11,67 persen). Pertumbuhan pencari kerja (terdaftar) daerah Kalimantan Barat dari tahun ke tahun berfluktuasi besarnya. Pada tahun 2009 pencari kerja tercatat sebesar 103.363 orang, menurun jika disbanding dengan tahun 2008 dan 2007 yang masingmasing mencapai 107.116 dan 106.329 orang. Jika melihat pertumbuhan pencari kerja daerah Kalimantan Barat pada tahun 2005-2009 amat pesat, diduga Ini merupakan salah satu dampak konsekuensi dari makin meningkatnya aktivitas pembangunan wilayah. Namun sayangnya, permintaan akan tenaga kerja selalu lebih rendah dari pada penawaran kerja sehingga munculnya pengangguran merupakan ekses yang tidak dapat dihindari. Persebaran penduduk yang tidak merata dapat menimbulkan ekses negative threaded pemerataan pembangunan daerah antar wilayah, terutama pembangunan bidang ekonomi, sarana dan prasarana perekonomian, sosial dan lainnya. Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
68
Berkenaan dengan itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah berupaya menggalakkan kembali perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain (transmigrasi), khususnya dari daerah padat ke daerah yang kurang padat penduduknya seperti dari Pulau Jawa dan NTB ke Sumatera, Kalimantan, dan kawasan Indonesia Bagian Timur. Sementara di Tahun 2009 tidak ada transmigrasi yang masuk di Kalimantan Barat, namun realisasi penempatan transmigrasi menurut daerah asal pada tahun 2008 terdapat sebanyak 770 Kepala Keluarga (KK) atau sebanyak 3.187 Jiwa. Lokasi penempatan terbanyak di Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Kayong Utara. Dilihat dari asal para transmigran khusus yang berasal dari luar Kalimantan Barat, terbanyak berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah masing-masing sebanyak 96 KK dan 76 KK. Transmigrasi yang berasal dari Jawa Barat, sebagian besar ditempatkan di Kabupaten Kapuas Hulu yaitu sebanyak 50 KK, Kabupaten Kayong Utara 41 KK, dan Kabupaten Sambas sebanyak 5 KK. Secara umum, transmigrasi yang berasal dari luar Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2008 ditempatkan di lima wilayah Kabupaten yaitu berturut – turut dari yang terbanyak adalah Kabupaten Kayong Utara 250 KK, Kabupaten Kapuas Hulu 200 KK, Kabupaten Bengkayang 200 KK, Kabupaten Sanggau 100 KK dan Kabupaten Sambas 20 KK.
Gambar 4.1 : Piramida Penduduk Kalimantan Barat
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
69
Salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan sumber daya manusia adalah melalui sektor pendidikan. Perkembangan dunia pendidikan di Kalimantan Barat tampaknya cukup menggembirakan terutama di tingkat pendidikan dasar. Jumlah prasarana SD sedikit menurun dari 4.059 tahun 2008/2009 menjadi 4.046 pada tahaun 2009/2010, demikian pula jumlah muridnya mengalami peningkatan 2,62 persen dari tahun sebelumnya atau dari 615.313 murid pada tahun 2008/2009 menjadi 631.455 murid pada tahun 2009/2010 menunjukkan terjadi kenaikan pada jumlah tenaga pengajar (guru) tingkat SD. Pada tahun 2008/2009 jumlah guru sebanyak 32.671 orang, periode berikutnya meningkat menjadi 37.118 orang. Pada tahun 2008/2009 rasio murid-guru sebanyak 19, artinya satu orang guru dibebani mengajar murid sebanyak 19 orang.Tahun 2009/2010 rasio tersebut menurun menjadi 17. Demikian juga untuk rasio guru terhadap sekolah, pada tahun 2008/2009 satu sekolah tersedia kurang dari 10 orang guru. Kondisi tahun 2009/2010. Untuk tingkat SLTP jumlah prasarana bertambah menjadi 1.022 buah atau meningkat 12,56 persen dan jumlah murid bertambah menjadi 176.589 orang meningkat sekitar 3,32 persen dari 2008/2009. Demikian halnya untuk jumlah guru pada tahun 2009/2010 mengalami peningkatan sebesar 15,22 persen dari tahun 2009/2010. Untuk jenjang pendidikan menengah umum (SMU), jumlah sekolah mengalami peningkatan dari tahun 2008/2009 sebanyak 338 buah. Dan untuk jumlah murid mengalami peningkatan dari 78.176 orang pada tahun 2008/2009 menjadi 82.424 orang pada tahun 2009/2010. Jenjang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jumlah guru mengalami peningkatan. Pada tahun 2008/2009 jumlah guru 2.243 orang meningkat menjadi 2.703 orang pada tahun 2009/2010. Demikian juga dengan jumlah sekolah mengalami peningkatan sebesar 3,45 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan untuk jumlah murid sebelumnya berjumlah 33.627 sedikit menurun menjadi 33.003 pada tahun 2009/2010. 2) Perkembangan Ekspor-Impor Kalimantan Barat Daerah Kalimantan Barat merupakan daerah yang banyak menghasilkan produk primer yang cukup laku di pasaran, sehingga kegiatan ekspor komoditas daerah tidak pernah berhenti dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 total nilai Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
70
ekspor Kalimantan Barat mencapai US$ 536 juta, menurun sebesar 40,28 persen dibanding tahun 2008 yang mencapai US $ 898 juta. Adapun pelabuhan yang banyak memberikan andil terhadap ekspor Kalimantan Barat adalah Pelabuhan Pontianak dengan nilai ekspor sebesar US $ 394 juta, diikuti kemudian oleh pelabuhan Kendawangan dengan nilai ekspor sebanyak US $ 75 juta. Dalam usaha mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, keperluan akan barang modal dan bahan baku impor masih belum dapat dihindari. Nilai impor Kalimantan Barat pada tahun 2009 sebesar US $ 158 juta dengan volume 229,35 juta kg. Ini berarti terjadi kenaikan nilai impor sebesar 53,33 persen dari tahun sebelumnya yang mencatat nilai US $ 103 juta, dari sisi volumenya terjadi peningkatan 102,20 persen dari tahun 2008. Volume dan nilai impor yang paling banyak melalui pelabuhan Pontianak. Perdagangan antar-pulau merupakan salah satu saluran ekspor-impor daerah Kalimantan Barat. Pemasukan barang dari daerah lain, khususnya beras dikelola oleh Dolog dan swasta. Untuk tepung terigu dan gula pasir mulai tahun 1998 dikelola oleh swasta. Bagi daerah Kalimantan Barat, ketiga komoditas tersebut masih kekurangan, karenanya harus didatangkan dari luar. Pada tahun 2009 telah dimasukkan 68.516 ton beras, 5.831 ton gula pasir, 1.486 terigu ke Kalimantan Barat. Pada bulan Mei 2009 terlihat bahwa volume perdagangan beras antar pulau (11.295 ton) mencapai angka tertinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, sedangkan gula pasir mengalami pasokan tertinggi pada bulan Agustus 2009 (981 ton) dan tepung terigu pada bulan April 2009 (204 ton).
Gambar 4.2 : Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Impor Kalimantan Barat Tahun 2009 Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
71
Gambar 4.3 : Grafik Perkembangan Volume Ekspor Impor Tahun 2009
3) Pendapatan Regional dan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Saat ini umumnya PDRB baru dihitung berdasarkan dua pendekatan, yaitu dari sisi sektoral/lapangan usaha dan dari sisi penggunaan.Selanjutnya PDRB juga dihitung berdasarkan harga berlaku dan harga konstan.Total PDRB menunjukkan jumlah seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh penduduk dalam periode tertentu. PDRB Kalbar atas dasar harga berlaku tahun 2009 mencapai 53,87 trilyun rupiah dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian (25,85%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (23,66%), dan sektor industri pengolahan (17,97%). Struktur ekonomi ini masih menempatkan sektor pertanian sebagai leading sector. Namun, jika dilihat dari strukturnya selama lima tahun terakhir tampak terjadi pergeseran sektoral, dimana sektor industri pengolahan mulai menurun peranannya digantikan oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 tumbuh sebesar 4,76 persen lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 yang sebesar 5,42 persen. Hal ini disebabkan sector industri pengolahan yang memiliki kontribusi ketiga terbesar mengalami pertumbuhan yang melambat dibandingkan tahun 2008. Sektor pertanian tahun 2009 tumbuh 4,61 persen sedangkan tahun 2008 tumbuh 6,57
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
72
persen, sedangkan sektor industri pengolahan tahun 2008 dan 2009 masing-masing 1,86 persen dan 1,11 persen. Sementara itu, sektor jasa-jasa yang sebelumnya tumbuh 4,56 persen kini mengalami pertumbuhan sebesar 5,88 persen. Meningkatnya PDRB secara total tahun 2009 diikuti dengan meningkatnya PDRB per kapita. Pada tahun 2008 PDRB per kapita Kalbar mencapai Rp.11 juta, sedangkan tahun 2009 meningkat sekitar 9 persen menjadi Rp.12 juta. Selain dari sektoral, perkembangan ekonomi dapat tercermin juga dari komponen-komponen penggunaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Penyajian menurut penggunaan/pengeluaran dapat menggambarkan komposisi penggunaan barang dan jasa. Baik yang dihasilkan di dalam region maupun yang berasal dari luar region. Komponen-komponen tersebut adalah: (1) Konsumsi rumah tangga, (2) Konsumsi lembaga swasta nirlaba, (3) Konsumsi Pemerintah, (4) Pembentukan modal tetap domestik bruto, (5) Perubahan Stok, (6) Ekspor barang dan jasa. Ditinjau dari sudut penggunaannya PDRB tahun 2009 atas dasar harga berlaku masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga yaitu sebesar 57,42 persen. Pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2008.Kondisi tersebut lebih disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran untuk konsumsi makanan maupun non makanan. Sementara itu, pengeluaran konsumsi lembaga swasta nirlaba memiliki proporsi terkecil dalam penggunaan PDRB yaitu hanya 0,80 persen. Laju pertumbuhan PDRB menurut penggunaan yang paling tinggi dialami oleh konsumsi pemerintah sebesar 11,64 persen, namun pertumbuhannya sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 17,33 persen. Berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000, kabupaten/kota yang memberi kontribusi terbesar terhadap perekonomian Kalimantan Barat adalah Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya. Tahun 2009, PDRB atas dasar harga berlaku Kota Pontianak mencapai Rp. 10,41 trilyun sedangkan Kabupaten Kubu Raya mencapai Rp. 7,61 trilyun atau kontribusinya terhadap perekonomian Kalimantan Barat masing- masing sebesar 19.32 persen dan 14,14 persen.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
73
Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 tertinggi pada Kabupaten Kubu Raya sebesar 5,87 persen, menyusul Kabupaten Sanggau sebesar 5,59 persen. Tingginya pertumbuhan Kabupaten Kubu Raya terutama disebabkan pertumbuhan yang tinggi pada sub sektor pertambangan, industri pengolahan dan bangunan. Sedangkan pertumbuhan yang relatif tinggi pada Kabupaten Sanggau terutama didukung oleh pertumbuhan sub sector perkebunan. Kabupaten yang mengalami pertumbuhan terendah adalah Ketapang dan Kabupaten Pontianak. Tahun 2009 pertumbuhan ekonomi kedua kabupaten tersebut masing-masing sebesar -1,22 persen dan 1,40 persen. Rendahnya pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten Ketapang terutama disebabkan turunnya pertumbuhan sektor Pertambangan dan Penggalian (-25,99 persen) serta sector Perdagangan, Hotel dan Restoran (2,32 persen). Untuk Kabupaten Pontianak, relatif kecilnya pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan melemahnya pertumbuhan sektor Pertanian (tumbuh 1,59 persen). PDRB Perkapita tertinggi adalah Kota Pontianak yang mencapai 19.744.437 rupiah menyusul Kabupaten Kubu Raya sebesar 15.142.983 rupiah.PDRB Perkepita terendah adalah Kabupaten Melawi besarnya 4.941.288 rupiah.
Gambar 4.4 : Kontribusi PDRB atas dasar Harga Berlaku Kalimantan Barat Tahun 2009
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
74
Gambar 4.5 : Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat Tahun 2009
2. Perkembangan Keuangan dan Investasi Perkembangan keuangan dan investasi di Kalimantan Barat ditinjau dari perkembangan kemampuan keuangan dan investasi dari daerah dan investasi dari pemerintah pusat, BUMN, dan swasta. Berikut ini dibahas perkembangan keuangan dan investasi di Kalimantan Barat. a. Keuangan Perubahan penerimaan daerah, tentunya akan membawa dampak pada bergeraknya roda perekonomian .Hal ini terjadi karena ada besar-kecilnya anggaran pendapatan dan belanja daerah amat berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian masyarakat.Anggaran yang berimbang dapat menjamin stabilitas perekonomian, dibanding anggaran deficit atau surplus.Karena itu realisasi penerimaan dan pengeluaran Propinsi dan Kabupaten/Kota perlu dipantau dan dievaluasi. Realisasi Penerimaan Propinsi Kalimantan Barat pada tahun anggaran 2009 mengalami kenaikan sebesar 103,693 milyar rupiah atau naik sebesar 7,03 persen dari tahun 2008. Dari komponen penerimaan, yang mengalami kenaikan tertinggi adalah komponen dana perimbangan, yang mencapai 12,19 persen dan lain-lain pendapatan daerah yang sah 24,48 pensen. Realisasi pengeluaran, khususnya untuk belanja pegawai naik 14,56 persen dari 287,833 milyar rupiah tahun 2008 naik menjadi 329,735 milyar rupiah pada tahun 2009. Menurut laporan Bappeda Provinsi Kalimantan Barat, pada tahun anggaran 2009 alokasi dana APBN sebesar 4.414.115.634 rupiah. Alokasi dana ini sebagian besar berasal Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
75
dari rupiah murni sebesar 4.015.563.776 rupiah dan dari bantuan luar negeri sebesar 267.886.302 rupiah. Penerimaan dari pajak sedang diusahakan sebagai sumber utama pembiayaan rutin dan pembangunan dan untuk mengurangi ketergantungan dengan pinjaman luar negeri dan ekspor. Untuk penerimaan pajak bumi bangunan (PBB), tercatat tahun 2009 tertinggi dari Kabupaten Kapuas Hulu sebesar 43,187 milyar rupiah, kemudian berturut-turut Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sanggau dan Sintang, masingmasing sebesar 38,610 milyar rupiah, 38,450 milyar rupiah dan 36,640 milyar rupiah. Sementara total penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) dari 14 Kabupaten/Kota menurun sebesar 10,64 persen dari tahun 2008 dengan jumlah 390,899 milyar rupiah. Kehadiran lembaga perbankan sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan pada pihak ketiga sangat dibutuhkan, dalam upaya menggerakkan roda perekonomian di Kalimantan Barat. Dari sisi jumlah Kantor bank yang ada di Kalimantan Barat pada tahun 2009 mengalami pertambahan dari 250 unit menjadi 277 unit atau naik sebesar 10,8 persen. Dana yang berhasil dihimpun baik dalam bentuk giro, deposito dan tabungan mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 dana yang dihimpun mencapai 17,965 trilyun rupiah naik menjadi 19,465 trilyun rupiah ditahun 2009 atau naik 8,35 persen. Untuk dana yang disalurkan keberbagai sektor ekonomi melalui kredit perbankan, mengalami kenaikan sebesar 21,82 persen. Dilihat dari institusi yang menyalurkan, Untuk Bank Pemerintah naik 30,73 persen, Bank Swasta naik 5,52 persen serta Bank Perkreditan Rakyat naik sebesar 10,16 persen dari tahun sebelumnya. Koperasi yang merupakan sokoguru perekonomian, belum cukup signifikan dalam menyumbangkan pertumbuhan ekonomi, apalagi jika dilihat dari jumlah nilai volume usaha. Jumlah koperasi primer di Kalimantan Barat pada tahun 2009 sebanyak 544 unit dengan jumlah anggota sebanyak 101.021 anggota dan volume usaha sebesar RP. 65 juta Dewasa ini pegadaian semakin banyak diminati oleh masyarakat. Nilai pinjaman tahun 2009 sebesar 744,47 milyar rupiah. Dari beberapa kantor pegadaian yang ada, Cabang Pontianak memberikan pinjaman terbesar 104,03 milyar rupiah atau sebesar 13,97 persen dari total pinjaman. Salah satu indikator stabilitas perekonomian adalah tingkat inflasi dalam tahun tertentu. Untuk Provinsi Kalimantan Barat Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
76
b.
pengukuran tingkat inflasi selain dilakukan di Kota Pontianak juga di Kota Singkawang. Adapun komulatif inflasi di Kota Pontianak pada 2009 berdasarkan tahun Kalender (Januari – Desember) sebesar 4,91 persen. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau yang tercatat 7,40 persen. Investasi Kegiatan Penanaman Modal (investasi) adalah kegiatan yang berperan sentral dalam perekonomian, karena PMDN maupun PMA dapat mempengaruhi produksi nasional maupun regional.Dengan penanaman modal pula diharapkan terjadi penambahan lapangan pekerjaan dalam rangka mengatasi masalah pengangguran. Pengaruh penanaman modal ini tercermin dalam perkembangan GNP atau PDRB maupun struktur angkatan kerja. Rencana Investasi PMDN tahun 2009, tercatat 50.094,94 trilyun rupiah, namun realisasinya baru mencapai 6.341,18 trilyun rupiah dengan demikian realisasinya baru mencapai 12,66 persen dari seluruh rencana. Untuk Investasi PMA, dari 2.778,90 juta US $ baru terealisasi sebesar 944,18 juta US $ atau kurang lebih sebesar 33,98 persen dari seluruh investasi yang terealisasi, sektor ekonomi yang menyerap realisasi tertinggi adalah sub sector perkebunan. Kondisi investasi, menunjukkan pertumbuhan yang melambat dibandingkan tahun 2008. Jika tahun 2008 investasi tumbuh 3,98 persen, maka pada tahun ini pertumbuhannya hanya 3,45 persen. Dalam rangka percepatan dan perluasan pembangunan Indonesia yang tertuang dalam MP3EI, di Kalimantan Barat dialokasikan investasi yang dilakukan oleh Pemerintah, BUMN, dan campuran (swasta, pemerintah, BUMN). Investasi pembangunan di Kalimantan Barat dalam MP3EI adalah sebagai berikut: 1) Investasi oleh Pemerintah a) Pembangunan Jalan Ketapang dan fasilitas penggilingan (mills) sepanjang 67,6 km b) Pembangunan Jembatan Tayan c) Pelabuhan Teluk Melano d) Pengembangan Pelabuhan Pontianak (55 Km) e) Peningkatan Jalan Pontianak - Sei Pinyuh - Sei Duri, 42 km 2) Investasi oleh BUMN a) Pembangunan pembangkit listrik Kalimantan Barat - PLN
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
77
b) c) d) e)
f)
Pembangunan fasilitas transmisi kelistrikan di Kalimantan Barat – PLN Proyek Fiber Optic Coverage dan BTS (lintas provinsi di Kalimantan) Investasi oleh Campuran Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu – Tanjung Isuy sepanjang 203 km (lintas provinsi Kalimantan) Kalimantan Power Plant (700 MW) (lintas provinsi Kalimantan)
Pada wilayah Koridor Ekonomi Kalimantan Barat ditetapkan dalam MP3EI beberapa Kawasan Perhatian Investasi (KPI). KPI tersebut antara lain: 1) KPI Bengkayang dan KPI Sambas (Lokasi : Bengkayang dan Sambas) Pembangunan ekonomi di KPI Bengkayang dan KPI Sambas tidak dapat terpisahkan satu sama lain. Keterikatan pembangunan akan menciptakan kegiatan ekonomi yang efektif dan efisien. Berdasarkan masterlis MP3EI KE Kalimantan nilai investasi riil pada KPI Bengkayang sebesar Rp.872 Milyar. Sedangkan, nilai investasi riil pada KPI Sambas sebesar Rp.311 Milyar. 2) KPI Sanggau (Lokasi : Sanggau) KPI Sanggau memiliki nilai investasi riil sebesar Rp.5.028 Milyar yang terdiri dari sektor kelapa sawit dan bauksit. Sedangkan, investasi infrastruktur terkait dengan pembangunan Jembatan Tayan dengan nilai investasi sebesar Rp,623 Milyar. Pada dasarnya pembangunan ekonomi di KPI Sanggau memiliki integrasi dengan KPI Kapuas Hulu dan KPI Sintang. Pembangunan rel kereta api dari Kalimantan Barat menuju Kalimantan Timur membuka akses transportasi yang dapat mendukung kegiatan investasi riil diketiga KPI tersebut. KPI Kapuas Hulu sendiri memiliki nilai investasi riil sebesar Rp.2.647 Milyar dan KPI Sintang nilai investasi riil sebesar Rp.319 Milyar. Akses penghubung dan integrasi memberikan insentif bagi peningkatan investasi baru. 3) KPI Pontianak (Lokasi : Pontianak) Pembangunan ekonomi di KPI Pontianak memiliki integrasi dengan KPI Kubu dan KPI Landak karena letaknya yang berdekatan. KPI Pontianak memiliki investasi pada sektor perkayuan, kelapa sawit, pertanian pangan, dan migas dengan nilai investasi riil sebesar
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
78
4)
Rp.9.846 Milyar. Sedangkan, pembangunan infrastruktur di KPI Pontianak sebesar Rp.2.716 Milyar. KPI Landak memiliki nilai investasi riil sebesar Rp.341 Milyar dengan pembangunan infrastruktur sebesar Rp.595 Milyar. Sedangkan, KPI Kubu memiliki total nilai investasi riil sebesar Rp.205 Milyar. Pembangunan ekonomi yang terintegrasi antar KPI akan menciptakan pembangunan yang efektif dan efisien. KPI Ketapang (Lokasi : Ketapang) KPI Ketapang memiliki potensi pengembangan ekonomi di provinsi Kalimantan Barat. Letaknya yang strategis memungkinkan aktivitas perdagangan antar provinsi dan pulau. Saat ini KPI Ketapang sesuai dengan masterlis MP3EI memiliki total nilai investasi sebesar Rp.11.656 Milyar pada sektor kelapa sawit, perkayuan, dan bauksit. Pembangunan infrastruktur dilakukan pada jalan dan pelabuhan dengan total nilai investasi sebesar Rp.1.108 Milyar. Kekuatan pembangunan ekonomi di KPI Ketapang juga membuka peluang investasi bagi KPI Mempawah dan KPI Melawi. Akses infrastruktur dalam mendukung perdagangan menjadi daya tarik bagi investasi baru. Pada KPI Mempawah total investasi riil sebesar Rp.10.000 Milyar. Sedangkan, KPI Melawi memiliki nilai investasi riil sebesar Rp.550 Milyar pada sektor perkayuan dan kelapa sawit. Kedua KPI ini akan menarik mengingat integrasi pembangunan antar KPI dapat berjalan dengan baik dan saling mendukung.
B. Potensi Ekonomi Kalimantan Tengah Potensi ekonomi Kaliamantan Tengah ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, keuangan dan investasi. Berikut ini adalah pembahasan potensi ekonomi Kalimantan Tengah. 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Kalimantan Tengah Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Kalimantan Tengah ditinjau dari perkembangan sosioekonomi, perkembangan ekspor impor, pendapatan regional dan pertumbuhan ekonomi. Pembahasan lebih lanjut diuraikan sebagai berikut. a. Karakteristik Perkembangan Sosioekonomi Penduduk laki-laki Provinsi Kalimantan Tengah lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh sex ratio yang nilainya lebih besar dari 100.Pada tahun 2010, untuk setiap 100 penduduk perempuan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
79
terdapat 109 penduduk laki-laki. Laju pertumbuhan penduduk untuk periode tahun 2000-2010 berada di bawah 3 persen, hal ini menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menekan angka kelahiran melalui program Keluarga Berencana (KB). Penyebaran penduduk Kalimantan Tengah masih belum merata khususnya didaerah pedesaan karena masih kurangnya sarana jalan darat, sehingga daerah sepanjang aliran sungai menjadi daerah pemukiman penduduk. Dengan luas wilayah sekitar 153.564 tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2010 mencapai 14 orang per km2. Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah yang harus dihadapi masing-masing daerah, dari total penduduk usia kerja (15 tahun ke atas), sekitar 3/4 penduduk Kalimantan Tengah termasuk dalam angkatan kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja mengalami sedikit penurunan selama periode 2008-2010 dari 71,24 persen menjadi 69,90 persen. Pasar tenaga kerja juga ditandai dengan tingginya angka kesempatan kerja. Persentase penduduk usia kerja yang bekerja mencapai lebih dari 90 persen. Tingkat pengangguran terlihat semakin menurun selama kurun waktu 2008-2010. Pada tahun 2008 tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 4,59 persen, angka ini menurun menjadi 4,14 persen pada tahun 2010. Menurut kelompok sektor, pilihan bekerja di sektor primer mendominasi pasar kerja (60 persen) pada tahun 2010, diikuti sektor tersier (30 persen) dan sisanya bekerja di sektor sekunder. Komposisi tersebut tidak banyak mengalami perubahan selama 2008-2010. Upah minimum provinsi (UMP) terus mengalami peningkatan. Hingga tahun 2010 UMP Provinsi Kalimantan Tengah sebesar Rp 1.446 juta. Penduduk laki-laki di Kalimantan Tengah seperti di derah lain memiliki kemampuan baca tulis lebih tinggi dibanding dengan perempuannya. Secara umum penduduk di perkotaan Kalimantan Tengah mempunyai kemampuan baca tulis yang lebih baik dibandingkan penduduk perdesaan. Peningkatan penduduk yang bersekolah selama tahun 20082010 merupakan keberhasilan dalam upaya memperluas pelayanan pendidikan. Dari rata-rata lama sekolah terlihat bahwa pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah baru berjalan sekitar 8 tahun. Pada jenjang pendidikan SD/MI/SDLB di Provinsi Kalimantan Tengah untuk tahun ajaran 2010/2011 seorang guru rata-rata
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
80
mengajar 11 murid. Untuk jenjang pendidikan SLTP rata-rata seorang guru mengajar 13 murid dan jenjang SLTA beban seorang guru hanya mengajar 12 murid. Kemampuan daya tampung sekolah tingkat SD/MI/SDLB di Kalimantan Tengah mencapai 111 siswa, SLTP 170 siswa dan SLTA 227 siswa. Secara keseluruhan tingkat keberhasilan pembangunan manusia Provinsi Kalimantan Tengah yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi dapat digambarkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tahun 2010, IPM mencapai 74,62 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 dengan nilai indeks 74,36. Selama periode tahun 2009–2010 status pembangunan manusia belum beranjak dari status pembangunan manusia berkategori “menengah atas”. Reduksi shortfallnya selama periode tersebut adalah positif 1,01 dan ini artinya IPM Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2010 dibanding tahun 2009 relatif naik 1,01 persen ke sasaran indeks pembangunan manusia ideal sebesar 100. Persentase penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Kalimantan Tengah mengalami penurunan yang cepat. Pada tahun 2006 persentase penduduk miskin sebesar 13,42 persen turun menjadi 9,38 persen di tahun 2007. Angka kemiskinan kembali turun pada tahun 2008 menjadi 8,71 persen dan 2009 sebesar 7,02 persen, ini berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 0,67 persen dari tahun 2008 untuk daerah perkotaan dan perdesaan. 1) Perkembangan Ekspor-Impor Perkembangan ekspor Kalteng sudah semakin baik, dilihat dari nilai ekpor yang terus meningkat dan jauh melebihi nilai impornya. Nilai ekspor Kalimantan Tengah pada tahun 2010 sebesar US$ 443,09 juta atau meningkat 35,56 persen dibanding tahun 2009. Peningkatan ini didominasi oleh ekspor komoditas ekspor pada kelompok Lemak & Minyak Hewan/Nabati yaitu dengan produk andalannya Crude Palm Oil (CPO) yang meningkat sebesar 44,39 persen. Perkembangan nilai total impor Kalteng tengah tahun 20082009 menurun sebesar –9,32 persen. Namun pada tahun 2010 impor Kalteng meningkat tajam hingga sebesar 64,33 persen. Peningkatan itu terutama pada komoditas mesin/pesawat mekanik yang diimpor hingga lebih dari dua kali lipat dari tahun 2009. Terdapat 3 pintu ekspor-impor di Kalteng yaitu Pelabuhan Kumai, Pelabuhan Sampit, dan Pelabuhan Pangkalan Bun. Ekspor terbesar dilakukan melalui Pelabuhan Kumai senilai Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
81
US$231,64 juta (52,28 persen), diikuti Pelabuhan Sampit senilai US$122,14 juta (27,57 persen) dan Pelabuhan Pangkalan Bun dengan nilai US$86,28 juta (19,47 persen). Sedangkan impor dilakukan melalui Pelabuhan Sampit sebesar US$44,32 juta (77,10 persen) dan Pelabuhan Kumai sebesar US$10,90 juta (18,96 persen). Nilai ekspor Kalimantan Tengah bulan Desember 2011 sebesar US$161,66 juta, naik 38,25 persen dibanding bulan November 2011 yang mencapai US$116,93 juta. Secara kumulatif nilai ekspor Kalimantan Tengah Januari – Desember 2011 mencapai US$1.339,65 juta atau naik 11,37 persen dibanding periode yang sama tahun 2010 yang sebesar US$1.202,84 juta. Komoditas ekspor bulan Desember 2011 adalah Bahan bakar mineral (27) US$ 102,12 juta (63,17 persen), lemak & minyak hewani/nabati (HS 15) sebesar US$ 28,00 juta (17,32 persen), Karet dan Barang dari Karet (40) sebesar US$ 17,61 juta (10,89 persen), kayu, barang dari kayu (HS 44) senilai US$ 5,33 juta (3,30 persen) dan bijih kerak dan abu logam ( HS 26) senilai US$ 6,42 juta (3,97 persen). Ekspor terbesar bulan Desember 2011 dilakukan melalui Pelabuhan Kumai dengan nilai US$22,33 juta (13,82 persen), Pelabuhan Pangkalan Bun dengan nilai US$11,26 juta (6,97 persen) dan di luar pelabuhan Kalimantan Tengah US$124,01 (76,71 persen). Secara kumulatif ekspor terbesar dilakukan melalui Pelabuhan Kumai sebesar US$295,18 juta (22,03 persen) di luar Kalimantan Tengah (65,52 persen). Negara tujuan ekspor bulan Desember 2011 adalah China sebesar US$ 87,80 juta (54,31 persen), India sebesar US$ 17,15 juta (10,61 persen) dan Malaysia sebesar US$ 15,37 juta (9,51 persen). Pada bulan Desember 2011 nilai impor Kalimantan Tengah sebesar US$ 17,43 juta. Secara kumulatif nilai impor Kalimantan Tengah Januari – Desember 2011 mencapai US$ 88,79 juta atau naik 54,42 persen dibanding periode yang sama tahun 2010 yang sebesar US$57,50 juta. Komoditas impor terbesar bulan Desember 2011 adalah mesin/pesawat mekanik (HS 84) senilai US$ 6,39 juta, secara kumulatif Januari - Desember 2011 mesin/pesawat mekanik (HS 84) senilai US$ 53,11 juta (59,82 persen) dan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
82
benda-benda dari besi dan baja (HS 73) senilai US $ 10,30 juta (11,60 persen). Impor bulan Januari - Desember 2011 dilakukan melalui pelabuhan Sampit sebesar US$57,83 juta (65,13 persen) dan Kumai sebesar US$17,15 juta (19,32 persen) dan Pangkalan Bun sebesar US$6,58 juta (7,41 persen).
Gambar 4.6 : Grafik Ekspor Kalimantan Tengah Menurut Kelompok Komoditas Januari-Desember 2011
Gambar 4.7 : Grafik Impor Kalimantan Tengah Menurut Kelompok Komoditas Januari-Desember 2011 Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
83
2) Pendapatan Regional dan Pertumbuhan Ekonomi Seiring dengan dengan membaiknya perekonomian Nasional, perekonomian Kalimantan Tengah pada tahun 2010 tumbuh relatif stabil dan bahkan menunjukkan tren meningkat, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi selalu di atas 5 persen selama periode 3 tahun terakhir. Secara kumulatif perekonomian Kalimantan Tengah pada tahun 2010 tumbuh sebesar 6,47 persen. Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan sebesar 18,68 persen, diikuti sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 11,78 persen dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 8,37 persen. Selama tiga tahun terakhir, distribusi PDRB Kalimantan tengah di dominasi sektor Pertanian, dan pada tahun 2010 sebesar 28,59 persen sekaligus menjadi unggulan perekonomian Kalimantan Tengah. Kontributor kedua terbesar adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (20,90%) kemudian disusul sektor Jasa-jasa (12,88%). Selama sepuluh tahun terakhir, PDRB Kalimantan Tengah telah naik 3,8 kali lipat. Kenaikan ini.terutama didominasi oleh pertumbuhan sektor tersier. Sedangkan PDRB perkapitanya naik 3,1 kali lipat dibanding tahun 2000. 2.
Perkembangan Keuangan dan Investasi Berdasarkan MP3EI, investasi pembangunan akan dilakukan di Kalimantan Tengah. Investasi tersebut antara lain: a) Investasi oleh Pemerintah 1) Pembangunan jalan dari Kotawaringin ke fasilitas penggilingan (mills) sepanjang 116 km 2) Peningkatan jalan batas Propinsi Kalteng TenggarongSamarinda (357,9 km) 3) Adpel Pulau Pisau 4) Peningkatan Jalan Strategis Nasional dari Sampit Bagendang - Ujung Pandaran - 82 km (35 km masih tanah) 5) Peningkatan jalan dari Sampit - Sp. Runtu – Pangkalan Bun - Kumai - Sp. Runtu -runtu - 399 km 6) Pengembangan Pangkalan Bun (58,5 Km) 7) Pelabuhan Tongkang Bangkuang (17 Km)
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
84
8)
b)
c)
Pembangunan Intake dan saluran transmisi air baku Palingkau 220 I/s 9) Pembangunan jalan trans Kalimantan sepanjang 385 Km (lintas provinsi di Kalimantan) 10) Pembangunan akses jalan menuju bandara dan Pelabuhan (lintas provinsi di Kalimantan) Investasi oleh BUMN 1) Pembangunan pembangkit listrik Kalimantan Tengah PLN 2) PLTU Sampit (2x25 MW) 3) Pembangunan fasilitas transmisi kelistrikan di Kalimantan Tengah – PLN 4) Pembangunan Jaringan Transmisi PLN SampitPangkalan Bun 5) Pembangunan Transmisi Tegangan Tinggi 150 KV Palangkaraya- Kuala Kurun 6) Pengembangan kapasitas Pelabuhan Kumai di Kabupaten Kumai, Kalimantan Tengah 7) Pembangunan PLTU Buntok 2 x 7 MW 8) Pembangunan PLTU 2 x 3 MW Kuala Pembuang 9) Pengembangan Pelabuhan Bumiharjo 10) Proyek Fiber Optic Coverage dan BTS (lintas provinsi di Kalimantan) Investasi oleh Campuran 1) Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu Bangkuang sepanjang 185 km 2) Pembangunan PLTU PT IDMU 2 x 100 MW 3) Pembangunan PLTGU Bangkanai 120 MW di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. 4) Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu – Tanjung Isuy sepanjang 203 km (lintas provinsi di Kalimantan) 5) Kalimantan Power Plant (700 MW) (lintas provinsi di Kalimantan)
Berdasarkan MP3EI di Kalimantan Tengah ditetapkan Kawasan Perhatian Investasi (KPI). KPI di Kalimantan Tengah tersebut antara lain: (a) KPI Kotawaringin Timur (Lokasi : Kotawaringin Timur) Pembangunan ekonomi di KPI Kotawaringin Timur mengacu pada sektor kelapa sawit dan perkayuan dengan nilai investasi sebesar Rp.967 Milyar.Pembangunan infrastruktur untuk jalan, PLTU, dan pelabuhan dengan nilai investasi sebesar Rp.1.396 Milyar. Keberadaan pembangunan infrastruktur di KPI Kotawaringin Timur akan terintegrasi dengan KPI sekitarnya seperti, KPI
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
85
(b)
(c)
(d)
Lamandau dan KPI Katingan dengan nilai masing-masing KPI sebesar Rp.330 Milyar dan Rp.85 Milyar. Peluang investasi baru pada ketiga KPI masih terbuka lebar karena potensi ekonomi yang dimiliki masih dapat dikembangkan. KPI Kotawaringin Barat (Lokasi : Kotawaringin Barat) KPI Kotawaringin Barat memiliki investasi riil yang terdiri atas sektor perkayuan, kelapa sawit, dan bijih besi dengan nilai investasi sebesar Rp.33.191 Milyar. Pembangunan infrastruktur meliputi jalan dan pelabuhan dengan nilai investasi sebesar Rp.1808 Milyar. Potensi ekonomi dan investasi baru di KPI Kotawaringin Barat terintegrasi pula dengan KPI Sukamara dan Seruyan. Integrasi ekonomi ekonomi pada ketiga KPI tersebut karena letaknya yang berdekatan.Di KPI Sukamara nilai investasi riil sebesar Rp.446 Milyar. Sedangkan, untuk nilai investasi sektor riil KPI Seruyan sebesar Rp.57 Milyar. Integrasi ekonomi pada ketiga KPI memberikan kesempatan bagi masuknya investasi baru. Melalui pembangunan yang terintegrasi akan memberikan kemudahan dalam akses dan aktivitas ekonomi. KPI Kapuas (Lokasi : Kapuas) KPI Kapuas memiliki investasi di sektor batubara, kelapa sawit, perkayuan, dan pertanian pangan dengan total nilai investasi sebesar Rp.7.464 Milyar. Nilai investasi untuk infrastruktur sebesar Rp.430 Milyar. Pembangunan ekonomi di KPI Kapuas akan terintegrasi dengan KPI Barito yang letaknya berdekatan. KPI Barito sendiri memiliki nilai investasi riil sebesar Rp.1.490 Milyar dengan nilai investasi infrastruktur Rp.2.140 Milyar. Intergrasi ekonomi antara KPI Kapuas dengan KPI Barito akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan ekonomi. Hal ini akan meningkatkan daya tawar bagi penambahan investasi baru. KPI Murung Raya (Lokasi : Murung Raya) KPI Murung Raya memiliki kekayaan alam berupa perkayuan dan batubara berkalori tingggi. Maka, investasi yang terdapat di KPI Murung Raya untuk sektor perkayuan dan batubara dengan nilai investasi sebesar Rp.76.521 Milyar. Kekayaan alam yang dimiliki oleh Kabupaten Murung Raya memiliki potensi ekonomi yang besar bagi kesejahteraan masyarakat. Pengembangan dan pembangunan ekonomi yang berdaya saing harus menjadi bagian dalam realisasi MP3EI di KPI Murung Raya.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
86
C. Potensi Ekonomi Kalimantan Selatan Potensi ekonomi Kaliamantan Selatan ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, keuangan dan investasi. Berikut ini adalah pembahasan potensi ekonomi Kalimantan Selatan. 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Kalimantan Selatan ditinjau dari perkembangan sosioekonomi, perkembangan ekspor impor, pendapatan regional dan pertumbuhan ekonomi. Pembahasan lebih lanjut diuraikan sebagai berikut. a. Karakteristik Perkembangan Sosioekonomi Jumlah penduduk yang besar menjadi salah satu modal dasar yang efektif bagi pembangunan bila diikuti dengan kualitas baik. Namun dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, sulit untuk meningkatkan mutu. Data jumlah penduduk yang disajikan pada publikasi ini adalah data jumlah penduduk tahun 2009 hasil Proyeksi Penduduk. Pada pertengahan tahun 2009 berdasarkan Hasil Proyeksi Penduduk, jumlah penduduk Kalimantan Selatan telah bertambah menjadi 3.496.125 jiwa, terdiri atas laki-laki 1.753.112 jiwa dan perempuan 1.743.013 jiwa. Jumlah penduduk ini jika dilihat menurut daerah kabupaten/kota, maka yang terbanyak penduduknya adalah Kota Banjarmasin yaitu 638.902 jiwa, disusul Kabupaten Banjar 498.088 jiwa dan Kotabaru 281.120 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terendah berada di Kabupaten Balangan 102.696 jiwa. Jika dikaitkan dengan luas wilayah (tingkat kepadatan penduduk), maka Kota Banjarmasin menjadi kota terpadat yaitu 8.792 orang per km2, kemudian Kota Banjarbaru dengan kepadatan penduduk 522 orang per km2. Tingkat kepadatan penduduk terendah di Kabupaten Kotabaru yaitu 30 orang per km2, hal ini dikarenakan Kotabaru mempunyai wilayah yang paling luas dibanding kabupaten lain sedangkan penduduknya tidak terlalu banyak.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
87
Gambar 4.8 : Jumlah dan Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Ditinjau menurut jumlah rumah tangga, tercatat sebesar 942.773 rumah tangga ada di Kalimantan Selatan pada tahun 2009. Laju pertumbuhan penduduk secara alami dipengaruhi oleh banyaknya penduduk lahir, mati, dan migrasi. Berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk, laju pertumbuhan penduduk Kalimantan Selatan mengalami penurunan sejak dua dasawarsa ini. Tercatat laju pertumbuhan penduduk Kalimantan Selatan selama 2005-2009 sebesar 1,66 persen. Jika dilihat menurut Kabupaten/Kota, laju pertumbuhan penduduk yang paling rendah terjadi di kabupaten Balangan yakni sebesar 0,55 persen dan tertinggi ada di Kabupaten Tanah Bumbu sebesar 2,36 persen. Masalah penduduk sangat berkaitan erat dengan masalah tenaga kerja. Salah satu contoh adalah tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akan berpengaruh juga pada tingginya penyediaan tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja yang tinggi tanpa diikuti penyediaan kesempatan kerja yang cukup akan menimbulkan dampak yaitu pengangguran. Hasil SAKERNAS 2009 mencatat bahwa penduduk Kalimantan Selatan yang berusia 15 tahun ke atas sebanyak 2.543.850 jiwa. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.705.905 jiwa (67,06%) berstatus bekerja sedangkan yang mencari kerja atau pengangguran sebanyak 115.812 jiwa (4,55%). Penduduk yang Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
88
bukan angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan kegiatan lainnya, sejumlah 722.133 jiwa (28,39%) dari total penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut kegiatan utama dan status pekerjaan utama yang dikatagorikan menjadi tiga kelompok primer, sekunder dan tersier. Dari tabel tersebut ternyata masih banyak penduduk yang bekerja di lapangan perkerjaan utama primer yaitu sebanyak 727.745 jiwa (42,66%). Penduduk yang bekerja di lapangan pekerjaan utama sekunder sebesar 252.201 jiwa (14,78%), dan di lapangan pekerjaan utama tersier sebesar 725.959 jiwa (42,56%). b. Perkembangan Ekspor-Impor Pada tahun 2008 nilai realisasi ekspor Kalimantan Selatan mencapai 5,1 milyar US$ lebih. Penyumbang terbesar ekspor Kalimantan Selatan adalah produk tambang yang mencapai 88,21 persen dari total nilai ekspor. Komoditi lain yang diekspor diantaranya adalah produksi kayu lapis, karet dan produk perikanan. Ekspor Kalimantan Selatan masih bertumpu pada potensi sumber daya alam. Oleh karena itu yang perlu diperhatikan adalah keseimbangan ekosistem dan kelestarian alam. Di samping itu juga perlu dikembangkan ekspor untuk komoditi lainnya. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya nilai ekspor tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 26,98 persen. Apabila dilihat perkomoditi, hampir semua komoditi mengalami kenaikan, kecuali untuk komoditi produk karet alam dan produk kayu. Karet alam mengalami penurunan terbesar (67,97 persen) dibandingkan dengan tahun sebelumnya, nilai ekspor tahun 2009 sebesar 52,4 juta US$ sangat jauh dibandingkan dengan ekspor tahun 2008 sebesar 163,5 juta US$. Penurunan terbesar kedua nilai ekspor adalah produk kayu yaitu 45,09 persen, nilai ekspor produk kayu sebesar 284,8 juta di tahun 2008, kemudian turun menjadiUS$ 156,4 juta US$ pada tahun 2009. Produk tambang adalah komoditi ekspor terbesar di kalsel, produk ini adalah batubara (4,4 Milyar US$), disusul oleh biji besi (44 juta US$), dan linker 18,8 juta US$). Kenaikan ekspor batubara disebabkan oleh tingginya permintaan batubara sebagai sumber energi di luar negeri. Untuk negara tujuan ekspor, dari total komoditi yang diekspor Kalimantan Selatan, Jepang merupakan negara tujuan utama eksportir, disusul kemudian RRC, India, dan Korea Selatan. Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
89
Dirinci menurut jenis komoditi ekspor, komoditi karet alam sebagian besar diekspor ke Cina. Untuk komoditi kayu, sebagian besar produk ini diekspor negara-negara Asia dan Timur Tengah, seperti Jepang, Taiwan, dan Saudi Arabia. Tujuan utama ekspor rotan adalah Cina dan Jepang. Komoditi udang beku terbesar diekspor ke Jepang, disusul kemudian ke Belanda dan Taiwan. Adapun batubara terbesar diekspor ke Jepang, China, India, dan Korea Selatan.
Gambar 4.9 : Persentase Realisasi Ekspor Kalimantan Selatan Tahun 2009
Penyaluran dan penjualan beras yang dilakukan oleh Depot Logistik (Dolog) Kalimantan Selatan pada tahun 2009 mencapai 42.865 ton. Jika dibandingkan dengan tahun lalu ternyata mengalami penurunan sebesar 8,3 persen, tahun 2008 Dolog berhasil menyalurkan beras sebesar 46.735 ton. Tahun 2009 yang mengalami kenaikan adalah persedian awal, yaitu naik 46,11 persen. Karena tahun sebelumnya banyak sekali persedian beras sampai akhir tahun 2008.Pemasukan beras, dibandingkan dengan tahun sebelumnya, mengalami penurunan sebesar 45, 7 persen (hanya 29.941 ton). Sedangkan persediaan yang dikuasai (fixed stock) mengalami penurunan sebesar 23,1 persen, dari 73.735 ton di tahun 2008, menjadi 56.676 ton pada tahun 2009.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
90
Pengadaan dan Penyaluran Pupuk untuk pertanian yang dilakukan oleh PT Pupuk Kaltim dan PT Petrokimia putra, di tahun 2009 semuanya mengalami penurunan baik pupuk urea maupun pupuk NPK. Pengadaan pupuk turun sebesar 37,8 persen dari 46.972 ton (tahun 2008) menjadi 29.237 ton di tahun 2009. Sedangkan penyaluran pupuk mengalami penurunan sebesar 21,3 persen, dari 47.202 ton di tahun 2008 menjadi 37.131 ton. Untuk data pengadaan dan penyaluran obat-obatan pertanian hanya tersedia data yang diperoleh dari PT. PERTANI. Penyaluran jenis obat-obatan pertanian yang terbesar adalah Dry Up, disusul oleh paratop, Kedua jenis obatobatan inilah yang mendominasi di pasaran Kalimantan Selatan c.
Pendapatan Regional dan Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kalimantan Selatan menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku dengan migas tahun 2009 mencapai 51.177 milyar rupiah dan 50.548 milyar rupiah tanpa migas. Sedangkan atas dasar harga konstan, PDRB tahun 2009 mencapai 28.918 milyar rupiah dengan migas dan 28.458 milyar rupiah tanpa migas. Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebesar 5,01 persen. Dilihat dari kontribusi per sektor, sektor pertanian masih memberikan andil terbesar dalam pembentukan total PDRB, kemudian disusul sektor pertambangan dan penggalian serta sektor perdagangan, restoran dan perhotelan. Pendapatan regional perkapita atas dasar harga berlaku tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 9,33 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun ini pendapatan regional perkapita tercatat 14,5 juta rupiah pertahun. PDRB menurut penggunaan untuk tahun 2009 memperlihatkan komposisi penggunaan barang dan jasa yang digunakan untuk konsumsi akhir, baik yang dihasilkan di wilayah sendiri maupun yang berasal dari wilayah lain (impor). Dilihat dari penggunaannya, pada tahun 2009 ekspor lebih dominan dengan menyerap sekitar 70,4 persen dari total PDRB, dengan rincian untuk ekspor ke luar negeri sebesar 63,3 persen dan ekspor antar propinsi sebesar 7,12 persen. Pengeluaran konsumsi rumah tangga juga cukup dominan yaitu sekitar 51 persen dengan rincian 31,4 persen konsumsi makanan dan 19,6 persen konsumsi non makanan.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
91
2. Perkembangan Keuangan dan Investasi a. Keuangan Realisasi penerimaan PBB yang dicatat oleh Inspeksi Pajak Bumi dan Bangunan menunjukkan bahwa pada tahun 2009 hampir semua Kabupaten dan kota telah mencapai target yang ditetapkan, realisasi tertinggi dicapai oleh Kabupaten Tapin (123%), sedangkan realisasi terendah adalah Kota Banjarmasin (87,61%). Realisasi PBB terbesar berasal dari sektor pertambangan sebesar 386,8 milyar lebih. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya angka ini mengalami penurunan, dimana realisasi PBB pada tahun 2008 hanya mencapai 446 milyar. Jika dirinci menurut Kabupaten/Kota maka realisasi PBB dari sektor pertambangan terbesar berasal dari Kabupaten Tabalong sebesar 89 milyar lebih, kemudian disusul Kabupaten Balangan dan Hulu Sungai Utara masing-masing sebesar 45 milyar dan 35 milyar lebih. Jumlah realisasi pendapatan daerah tingkat I sebesar 2,03 trilyun rupiah yang berarti tingkat pencapainya sekitar 116,8 persen dari target yaitu sebesar 1.,7 trilyun rupiah. Dirinci menurut komponen penerimaan, terbesar berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu sebesar 1 trilyun lebih. PAD yang telah diterima ini, merupakan 108,4 persen dari target yang dicanangkan yaitu hanya 945 milyar rupiah. Posisi dana simpanan perbankan di Kalsel baik melalui Giro, Deposito maupun Tabungan pada akhir tahun 2009 mencapai 17.866 milyar lebih dengan jumlah kredit pada akhir tahun sebesar 17.661 milyar lebih Kredit perbankan tersebut terbesar disalurkan melalui bank umum pemerintah sebesar 3.441 milyar lebih pada bulan Desember 2009, disusul oleh bank swasta nasional sebesar 2.157 milyar sedangkan sisanya adalah bank asing dan campuran, serta Bank Perkreditan Rakyat. Dana kredit di Kalsel tersebut jika dirinci menurut penggunaannya pada akhir tahun 2009 sebagian besar digunakan untuk modal kerja (34,87%), kemudian konsumsi (34,67%) serta untuk investasi (30,46%) Pada tahun 2009 jumlah koperasi primer tercatat sebanyak 2.136 buah, dengan jumlah anggota sebanyak 301.183 jiwa. Jumlah KUD pada tahun 2009 tercatat sebanyak 377 KUD dengan jumlah anggota sebanyak 112.548 orang. Dirinci menurut jenisnya maka Koperasi Pegawai Negeri adalah jenis Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
92
terbanyak dengan jumlah 449 koperasi diikuti dengan Koperasi Unit Desa sebanyak 377 koperasi. Data harga-harga khususnya harga konsumen yang dikumpulkan oleh BPS meliputi seluruh keperluan hidup masyarakat. Data harga ini digunakan sebagai dasar penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK mengukur tingkat perubahan harga suatu komoditi pada dua periode berurutan. Sejak bulan April 1999, penghitungan IHK mengalami perubahan tahun dasar menjadi 1996=100, yang sebelumnya menggunakan tahun dasar 1993.Berdasarkan tahun dasar baru, maka indeks harga konsumen dibedakan menjadi 7 kelompok indeks dan satu indeks umum. Pada bulan Desember 2009 indeks umum di Banjarmasin sebesar 119,40. Dari perbandingan IHK ini dapat dihitung tingkat inflasi. Laju inflasi sampai akhir tahun 2009 sebesar 0,26 persen. Selama tahun 2009 jumlah pembayaran untuk pensiunan sebesar 578.063 milyar rupiah lebih. Sedangkan pembayaran klaim program asuransi Tabungan Hari Tua (THT) mencapai 42.932 milyar rupiah dengan jumlah klaim lebih dari 2.102 klaim. Pembayaran klaim program asuransi kematian (Askem) tahun 2009 mencapai 3.022 Milyar rupiah lebih dengan jumlah klaim mencapai 1.313 klaim. Dari pegadaian tercatat jumlah kredit pada tahun 2009 mencapai 16.573 barang jaminan dengan nilai uang pinjaman sebesar 91.521 milyar rupiah lebih, sedangkan pelunasan mencapai 16.204 barang jaminan dan dengan nilai 88.437 milyar lebih. BPS mencatat pengeluaran rumah tangga melalui Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) Pengeluaran digolongkan menjadi kelompok makanan dan non makanan. Berdasarkan hasil Susenas 2009, pengeluaran rata-rata perkapita sebulan di Kalimantan Selatan untuk kelompok makanan yang tertinggi adalah untuk padi-padian dengan rata-rata sebesar 82.692,63 rupiah, diikuti ikan dan makanan jadi. Sementara pengeluaran rata-rata perbulan perkapita untuk non makanan tertinggi pada kelompok perumahan sebesar 102.773 rupiah.Sedangkan urutan berikutnya adalah kelompok aneka barang dan jasa disusul dengan pakaian, alas kaki dan tutup kepala. b. Investasi Pada tahun 2009 terdapat 6 proyek dalam negeri yang telah disetujui pemerintah. Sehingga secara kumulatif sampai dengan tahun 2009 telah disetujui sebanyak 239 proyek. Untuk proyek penanaman modal asing yang disetujui pemerintah sebanyak 22 Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
93
proyek disetujui pada tahun 2009. Proyek terbanyak di Kota Banjarmasin sebanyak 9 proyek, Kabupaten Tanah Bumbu 6 proyek, Kabupaten Kotabaru 4 proyek, sedangkan Batola dan Tapin masing-masing 1 proyek. Dari sisi tenaga kerja yang terserap oleh proyek, investasi di Kabupaten Tanah Laut adalah yang mampu menyerap tenaga kerja cukup besar yaitu 937 jiwa yang kesemuanya merupakan tenaga kerja Indonesia (TKI). Rencana investasi pembangunan di Kalimantan Barat menurut MP3EI adalah sebagai berikut: 1) Investasi oleh Pemerintah: a) Pembangunan jalan trans Kalimantan sepanjang 385 km (lintas Kalimantan) b) Satker Sementara Pembangunan Faspel Laut Palaihari c) Pembangunan fasilitas transmisi kelistrikan di Kalimantan Selatan – PLN 2) Investasi oleh BUMN a) Proyek Fiber Optic Coverage dan BTS (lintas provinsi di Kalimantan) 3) Investasi oleh Campuran a) Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu – Tanjung Isuy sepanjang 203 km (lintas provinsi Kalimantan) b) Kalimantan Power Plant (700 MW) (lintas provinsi Kalimantan) Pada wilayah Koridor Ekonomi Kalimantan Selatan ditetapkan dalam MP3EI beberapa Kawasan Perhatian Investasi (KPI). KPI tersebut antara lain: 1) KPI Tabalong (Lokasi : Tabalong) KPI Tabalong memiliki investasi riil di sektor batubara sebesar Rp.5.400 Milyar dengan dukungan pembangunan PLTU Mulut Tambang sebesar Rp.1.440 Milyar.KPI Tabalong pun terintegrasi dengan KPI disekitarnya. Selain itu, integrasi pembangunan ekonomi melibatkan hubungan antar provinsi. Hal ini menunjukkan peluang investasi baru di KPI Tabalong masih terbuka lebar. Integrasi ekonomi KPI Tabalong juga melibatkan KPI Balangan yang memiliki investasi riil sebesar Rp.360 Milyar di sektor batubara. Konsep pembangunan ekonomi yang terintegrasi antar wilayah ini yang akan menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. 2) KPI Tanah Bumbu (Lokasi : KPI Tanah Bumbu) Integrasi pembangunan antar KPI menjadi kunci pembangunan ekonomi yang efektif dan efisien. KPI Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
94
3)
4)
5)
Tanah Bumbu merupakan bentuk dari integrasi pembangunan ekonomi di Kalimantan Selatan. Nilai investasi sektor riil pada KPI Tanah Bumbu sebesar Rp.3.789 Milyar. Sedangkan, pembangunan infrastruktur memiliki nilai investasi mencapai Rp.11.085 Milyar. Pembangunan PLTA, perbaikan jalan, dan peningkatan pelabuhan menjadi fokus pembangunan infrastruktur di KPI Tanah Bumbu. Adanya gap investasi antara sektor riil dan infrastruktur menjadi insentif bagi pengembangan investasi baru, tidak hanya yang berada di KPI Tanah Bumbu tetapi juga bagi KPI Kotabaru dan Tanah Laut yang lokasinya berdekatan. KPI Tanah Laut (Lokasi : Tanah Laut) KPI Tanah Laut memiliki nilai investasi di sektor riil sebesar Rp.3.312 Milyar dengan investasi infrastruktur sebesar Rp.587 Milyar. KPI Tanah Laut memberikan peluang investasi yang cukup besar karena akses infrastruktur jalan, pelabuhan, dan energi yang telah terintegrasi dengan baik. Akses bongkar muat dapat dilakukan di Pelabuhan Pelaihari, dengan kondisi jalan yang baik. Selain itu, pembangunan PLTU juga terus dilakukan untuk menunjang aktivitas ekonomi di KPI Tanah Laut. KPI Banjar (Lokasi : Banjar) KPI Banjar memiliki keunggulan wilayah karena berada relatif dengan ibukota Kalimantan Selatan. Akses jalan, pelabuhan, energi, dan bandara sudah tersedia. Dalam masterlis MP3EI akan ada peningkatan kapasitas Pelabuhan Trisakti dan TPK Banjarmasin dengan nilai sebesar Rp.1.850 Milyar. Investasi di sektor riil terdiri atas perkayuan dan kelapa sawit dengan nilai investasi sebesar Rp.749 Milyar. Keunggulan KPI Bankar dalam infrastruktur merupakan insentif bagi investor untuk menambah investasi baru. KPI Kotabaru (Lokasi : Kotabaru) KPI Kotabaru memiliki investasi dibeberapa sektor, yaitu migas, batubara, bijih besi, kelapa sawit, perkayuan, dan karet dengan nilai investasi mencapai Rp.8.670 Milyar. Investasi infrastruktur mencapai Rp.3.136 Milyar yang memberikan akses transportasi untuk sektor riil. Potensi ekonomi yang dimiliki KPI Kotabaru masih besar, apalagi ditunjang oleh akses infrastruktur untuk memperlancar kegiatan ekonomi yang berlangsung. Selain itu, integrasi pembangunan dengan KPI terdekat semakin memberikan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
95
kesempatan bagi penanaman modal baru, baik dari dalam maupun luar negeri.
D. Potensi Ekonomi Kalimantan Timur Potensi ekonomi Kaliamantan Timur ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, keuangan dan investasi. Berikut ini adalah pembahasan potensi ekonomi Kalimantan Timur. 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Kalimantan Timur Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Kalimantan Selatan ditinjau dari perkembangan sosioekonomi, perkembangan ekspor impor, pendapatan regional dan pertumbuhan ekonomi. Pembahasan lebih lanjut diuraikan sebagai berikut. a. Karakteristik Perkembangan Sosioekonomi Penduduk Kalimantan Timur dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup berarti. Jumlah penduduk pada tahun 2005 sebesar 2.887.100 jiwa, meningkat menjadi 3.164.800 jiwa pada tahun 2009. Berarti dalam periode tersebut penduduk Kalimantan Timur telah bertambah sekitar 56 ribu jiwa setiap tahunnya. Bahkan berdasarkan hasil sementara Sensus Penduduk 2010 tercatat penduduk Kalimantan Timur mencapai 3.550.586 jiwa Pertumbuhan penduduk Kalimantan Timur sebenarnya tidak merata sepanjang tahun. Sebagai contoh, pertumbuhan penduduk pada periode 2005-2006 sebesar 2,37 persen, periode 2006-2007 sebesar 2,34 persen, periode 20072008 sebesar 2,31 persen, sedangkan periode 2008-2009 sebesar 2,27 persen. Pada tahun 2008-2009 pertumbuhan penduduk di setiap kab/kota mengalami penurunan. Secara persentase, pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Nunukan sebesar 5,89 persen, sedangkan kab/kota lainnya pertumbuhannya berkisar 0,91–5,44 persen. Sebagaimana pertumbuhan penduduk, persebaran penduduk di Kalimantan Timur juga tidak merata. Pada tahun 2009 porsi terbesar penduduk Kalimantan Timur berada di Kota Samarinda (19,25%), yang merupakan ibukota Provinsi di Kalimantan Timur. Selebihnya berada di Kabupaten Kutai Kartanegara (17,02%), Kota Balikpapan (16,32%) dan tersebar di kabupaten/kota lain berkisar 1-6 persen. Pola persebaran penduduk seperti ini sejak tahun 2004 tidak banyak berubah. Pola persebaran penduduk Kalimantan Timur menurut luas wilayah sangat timpang, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat kepadatan penduduk antar daerah yang Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
96
mencolok, terutama antar daerah kabupaten dengan daerah Kota. Wilayah kabupaten dengan luas 98,87 persen dari wilayah Kalimantan Timur dihuni oleh sekitar 53,83 persen dari total penduduk Kalimantan Timur. Sedangkan selebihnya, yaitu sekitar 46,05 persen menetap di daerah kota dengan luas 1,13 persen dari luas wilayah Kalimantan Timur seluruhnya. Akibatnya kepadatan penduduk di daerah kabupaten hanya berkisar 1- 40 jiwa/km² dibanding kepadatan penduduk di Kota Balikpapan sebanyak 921,21 jiwa/km², Kota Samarinda 848,45 jiwa/km², Kota Tarakan 769,47 jiwa/km² dan Kota Bontang 844,73 jiwa/km². Sedangkan kepadatan penduduk Kalimantan Timur adalah 15,95 jiwa/km². Ditinjau dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di Kalimantan Timur masih lebih banyak dibanding perempuan.Ini terlihat dari rasio jenis kelamin yang lebih besar dari 100. Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan posisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Bagian dari tenaga kerja yang aktif dalam kegiatan ekonomi disebut angkatan kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah angkatan kerja untuk setiap 100 tenaga kerja. Selama kurun waktu 2007- 2009, angkatan kerja di Kalimantan Timur meningkat sebanyak 44 ribu orang dari 1.416.963 orang menjadi 1.460.996 orang. TPAK Kalimantan Timur pada tahun 2009 sebesar 64,41 persen, mengalami penurunan sebesar 2,65 persen dibandingkan dengan kondisi tahun 2007. Menurut jenis kelamin terlihat baik laki-laki maupun perempuan cenderung berfluktuasi pada kurun waktu yang sama. Tahun 2007 TPAK laki-laki sebesar 83,63 persen dan 2009 menjadi 85,03 persen. b. Perkembangan Ekspor-Impor Kalimantan Timur Perdagangan luar negeri merupakan sektor ekonomi yang sangat berperan dalam menunjang pembangunan ekonomi Indonesia padau mumnya dan Kalimantan Timur pada khususnya. Dari kegiatan ekspor dapat diperoleh devisa yang merupakan salah satu sumber dana untuk pembangunan, sementara dari kegiatan impor dapat diperoleh bahan baku dan barang modal yang diperlukan dalam pembangunan. Definisi ekspor adalah pengiriman barang dagangan keluar negeri melalui pelabuhan diseluruh wilayah Republik Indonesia, baik bersifat komersial maupun bukan komersial. Sedangkan yang dimaksudkan Impor adalah pengiriman barang dagangan dari luar negeri ke pelabuhan di seluruh wilayah Indonesia kecuali Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
97
wilayah bebas yang dianggap luar negeri, yang bersifat komersial maupun bukan komersial. Nilai ekspor adalah nilai transaksi barang ekspor sampai diatas kapal pelabuhan muat dalam keadaan freeon board (f.o.b), sedangkan nilai impor adalah nilai transaksi barang dagangan yang diimpor dari luar negeri dalam keadaan cost, insurance, and freight (c.i.f). Perkembangan nilai ekspor Kalimantan Timur selama empat tahun terakhir (2006–2009) menunjukkan trend yang selalu meningkat kecuali pada tahun 2009 yang menunjukkan adanya penurunan. Tahun 2006 nilai ekspor sebesar US$ 16,26 milyar meningkat menjadi US$ 24,70 padatahun 2008 namun tahun 2009 menurun menjadi US$ 18,92 hal ini desebabkan karena turunnya ekspor migas sebesar 45,43 persen. Kalimantan Timur dalam menghasilkan devisa negara melalui perdagangan luar negeri (ekspor), masih tergantung dengan golongan barang Minyak dan Gas. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan peran Minyak & Gas dalam membentuk nilai ekspor Kalimantan Timur. Sampai dengan tahun 2008 komoditi migas masih merupakan primadona ekspor Kalimantan Timur namun pada tahun 2009 nilai ekspor non migas lebih besar dari nilai ekspor migas. Besarnya nilai ekspor Kalimantan Timur bila diamati dari pelabuhan muat, maka pelabuhan Bontang merupakan pelabuhan terbesar untuk mengekspor barang-barang Kalimantan Timur ke Luar negeri sebesar US$7,96 milyar pada 2009. Sedangkan peringkat kedua tahun 2009 adalah pelabuhan Samarinda dengan nilai US$ 2,29 milyar. Perkembangan nilai impor Kalimantan Timur selama tahun 2004-2008 selalu mengalami peningkatan, namun pada tahun 2009 nilai impor turun sebesar 6,65 persen. Bila diamati dari golongan barang impor Kalimantan Timur sebagian besar adalah Minyak & Gas, dimana dari tahun ke tahun impor migas selalu lebih besar dari non migas dan pada tahun 2009 impor migas Kalimantan Timur mencapai 66,34 persen dibanding dengan impor non migas. Dengan demikian Kalimantan Timur pada beberapa tahun terakhir selain sebagai mengekspor migas juga mengimpor dalam jumlah yang semakin besar setiap tahunnya. Pelabuhan terbesar dalam hal barang impor Kalimantan Timur adalah Pelabuhan Balikpapan. Pada tahun 2009 Balikpapan membongkar impor senilai US$ 3,91 milyar nilai ini mencakup 80,02 persen dari total impor.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
98
c. Pendapatan Regional dan Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Timur Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kalimantan Timur menurut Lapangan Usaha pada tahun 2009 sebesar 2,32 persen dengan migas dan non migas sebesar 6,36 persen. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 4,82 persen dengan migas dan non migas 6,13 persen, maka pada tahun 2008, laju pertumbuhan PDRB dengan migas lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Beberapa sektor ekonomi di Kalimantan Timur pada tahun 2009 mengalami pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Diantaranya adalah sektor Industri Pengolahan, Keuangan, Persewaan dan jasa perusahaan, Pertanian serta Jasa-jasa. Untuk Pertambangan, Listrik Gas dan Air serta pengangkutan dan komunikasi cenderung sama dengan tahun sebelumnya sedangkan yang lainnya mengalami laju pertumbuhan yang lebih tinggi. Struktur ekonomi Kalimantan Timur tahun 2009 dengan migas maupun non migas tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. PDRB dengan migas menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang sangat berperan dalam pembentukan PDRB Kalimantan Timur adalah sektor Pertambangan (47,13 persen), Industri Pengolahan (26,78 persen), sektor Perdagangan, Hotel & Restoran (7,74 persen), serta sektor Pertanian (5,76 persen). Struktur PDRB non migas didominasi oleh lima sektor yaitu sektor Pertambangan (42,52 persen), sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (14,39 persen), sektor Pertanian (10,72 persen), sector Industri Pengolahan (8,96 persen), serta sektor Pengangkutan dan Komunikasi (6,96 persen). Dengan jumlah penduduk pertengahan tahun sebesar 3.164.800 jiwa, pendapatan perkapita netto atau pendapatan yang diterima penduduk Kalimantan Timur pada tahun 2009 sebesar 34.205.799 rupiah (dengan migas) mengalami penurunan 12,42 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 39.057.660, sedangkan pendapatan perkapita non migas naik 10,77 persen yaitu dari 16.146.406 menjadi 17.885.831 di tahun 2009. PDRB Kalimantan Timur menurut penggunaan pada tahun 2009, masih didominasi oleh komponen ekspor impor dengan kontribusi 65,56 persen (net ekspor). Disusul pengeluaran Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 14,18 persen dan pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga yaitu 13,50 persen. Sedangkan pertumbuhan untuk semua komponen penggunaan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
99
pada tahun 2009 melambat dibanding tahun sebelumnya kecuali komponen LNPRT dan perubahan inventori. PDRB menurut Kabupaten/Kota pada tahun 2009 terbesar ada di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan nilai PDRB sebesar 88,1 triliun rupiah disusul Kota Bontang dengan nilai 50,55 triliun rupiah dan Kota Balikpapan dengan 36,8 triliun rupiah. Sedang pertumbuhan ekonomi tertinggi menurut kabupaten/ kota pada tahun 2009 ada di Kabupaten Malinau sebesar 8,96 persen. 2. Perkembangan Keuangan dan Investasi a. Keuangan Penerimaan untuk daerah otonom menurut kabupaten/kota pada tahun anggaran 2009 sebesar 15,47 trilyun rupiah, jumlah tersebut belum angka realisasi dan masih merupakan angka sementara dari Dirjen Perimbangan Keuangan. Pada tahun anggaran 2009, porsi pengeluaran publik lebih kecil dari pengeluaran aparatur daerah yaitu sebesar 18,80 persen dari seluruh pengeluaran pada tahun 2008. Pada tahun anggaran 2009 bagian terbesar pendapatan asli daerah provinsi bersumber dari pajak daerah (local tax) sebesar 1,54 trilyun rupiah atau mencapai 69,40 persen dari total PAD yang berjumlah sekitar 2,2 trilyun rupiah. Sumbangan retribusi daerah terhadap PAD sangat kecil dan tidak mencapai satu persen sementara Laba perusahaan daerah menyumbang PAD sebesar 5,46 persen dan penerimaan lain-lain sebesar 24,90 persen. Pada tahun 2009, lembagakeuangan di Kalimantan Timur yang berbentuk kantor bank berjumlah 404 unit. Dari 404 unit kantor bank tersebut 149 unit berada di Kota Samarinda, 135 unit di Kota Balikpapan, 25 unit di Kota Tarakan, 24 unit di Kota Bontang dan 71 unit lainnya tersebar di 9 kabupaten lainnya. Posisi kredit bank yang telahdisalurkan pada tahun 2009 berjumlah 38,81 trilyun rupiah, dengan jumlah kredit terbesar pada sector pertambangan sebesar 8,4 trilyun rupiah. Seluruh sektor ekonomi mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya, kecuali Jasa Dunia Usaha. Sedangkan posisi deposito bank dirinci menurut kabupaten/kota sampai dengan Desember 2009 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya dari 13 trilyun rupiah menjadi 12 trilyun rupiah. Untuk tabungan pada tahun 2009 (periode Januari-Desember) tercatat sekitar 1,7 juta penabung dengan nilai tabungan sebesar 13 trilyun rupiah, berarti setiap penabung mempunyai nilai Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
100
tabungan rata-rata sebesar 8 juta rupiah. Dengan melihat perkembangan nilai tabungan di Kalimantan Timur yang mempunyai kecenderungan meningkat diharapkan pada tahuntahun yang akan datang baik jumlah penabung maupun nilai tabungan akan semakin meningkat. Selama tahun 2009 banyaknya jaminan dari penerima kredit kepada Perum Pegadaian di Kalimantan Timur adalah 987.662 potong dengan nilai kredit sebesar 2,2 triliun rupiah dengan nilai pelunasan sebesar 1,95 triliun rupiah. Sedang jumlah barang yang telah dilelang sebanyak 16.304 potong dengan nilai pelelangan 19 milyar rupiah. Selama tahun 2009, Kalimantan Timur mengalami inflasi sebesar 4,31 persen terdiri atas Kota Samarinda 4,06 persen, Kota Balikpapan 3,60 persen dan Kota Tarakan 7,21 persen. Inflasi Kota Samarinda tertinggi ditahun 2009 terjadi pada bulan Pebruari sedangkan inflasi tertinggi Kota Balikpapan terjadi pada bulan Juli dan inflasi tertinggi kota Tarakan terjadi pada bulan Desember. b.
Investasi Pada tahun 2009, jumlah proyek penanaman modal dalam negeri yang disetujui sebanyak 39 proyek. Namun dari 39 proyek tersebut hanya 8 proyek yang direalisasikan. Jadi dari 6 triliyun PMDN yang disetujui hanya terealisasi 1,5 triliun saja. Sementara penanaman modal asing yang disetujui sebesar 90 proyek dengan nilai investasi sekitar US$ 6milyar. Namun realisasinya hanya 30 proyek dengan nilai US$ 253 juta. Investasi pembangunan di Kalimantan Barat dalam MP3EI adalah sebagai berikut: 1) Investasi oleh Pemerintah a) Pembangunan Express Way Samarinda – Balikpapan b) Pengembangan kapasitas Pelabuhan Maloy c) Pembangunan jalan trans Kalimantan sepanjang 385 Km (lintas Kalimantan) d) Pembangunan akses jalan menuju bandara dan pelabuhan e) Pembangunan Jembatan Pulau Balang bentang panjang 1,314 meter f) Percepatan pembangunan bandara Samarinda baru (Pengembangan Destinasi Pulau Parai Kumala Tenggarong) g) Pengembangan Pelabuhan Internasional Balikpapan yaitu Terminal Peti Kemas Kariangau
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
101
h)
2)
3)
Pengembangan Pelabuhan Internasional Balikpapan yaitu Terminal Peti Kemas Kariangau i) Peningkatan Jalan Tj. Selor - Tj. Redeb - Maloy (523 km) j) Pembangunan Jembatan Pulau Balang bentang pendek 470 m k) Peningkatan Jalan Samarinda-Bontang, SangattaMaloy (287 km) l) Pelebaran Jalan Samarinda menuju Tenggarong (Pengembangan Destinasi Pulau Parai Kumala Tenggarong) m) Satker Sementara Pembangunan Faspel Laut Maloy/Sangkulirang n) Pembangunan Waduk Wain untuk kebutuhan air Baku o) Pelebaran jalan menuju kawasan wisata sepanjang p) 30 km ( Pengembangan Destinasi Pulau Derawan danTanjung Batu) q) Kanpel Sei Nyamuk r) Pelabuhan Tongkang Tanjung Isuy (90 Km) s) Pelabuhan Tanah Grogot t) Kanpel Nunukan u) Pembangunan jalan lingkungan kawasan wisata terpadu (Pengembangan Destinasi Pulau Derawan dan Tanjung Batu) Investasi oleh BUMN a) Proyek Fiber Optic Coverage dan BTS (lintas provinsi di Kalimantan) b) Pembangunan pembangkit listrik Kalimantan Timur PLN c) Bandara Balikpapan d) Pembangunan fasilitas transmisi kelistrikan di Kalimantan Timur – PLN e) Pengembangan fasilitas TPK Banjarmasin f) Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Tinggi 150 KV Muara Teweh-Buntok Investasi oleh Campuran a) Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu – Tanjung Isuy sepanjang 203 km (lintas provinsi di Kalimantan) b) Kalimantan Power Plant (700 MW ) (lintas provinsi di Kalimantan)
Dalam MP3EI ditetapkan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) di Kalimantan Timur. KPI tersebut antara lain:
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
102
1)
2)
3)
4)
KPI Balikpapan (Lokasi : Balikpapan) Merupakan salah satu KPI yang memiliki potensi ekonomi di Kalimantan. Pada masterlist MP3EI terdapat 3 proyek yang terdiri atas 2 kegiatan ekonomi, yaitu perkayuan dan migas dengan total nilai investasi Rp.6806 Milyar. Sedangkan, dukungan pemerintah melalui pembangunan infrastruktur bandara, pelabuhan, jalan, jembatan, dan PLTU mencapai Rp.17.783 Milyar. Hal ini menunjukkan terjadi gap investasi infrastruktur dengan sektor riil. Gap investasi yang terjadi akan memberikan peluang investasi di sektor riil. Artinya, kebutuhan akan akses transportasi dapat dipenuhi dan memberikan kemudahan bagi investor untuk berinvestasi di sektor riil. Dalam hal ini akses infrastruktur memungkinkan menarik investasi baru. KPI Penajam Paser Utara dan KPI Penajam Paser (Lokasi : Penajam Paser Utara dan KPI Penajam Paser) KPI Penajam Paser Utara dan KPI Penajam Paser merupakan KPI yang letak saling berdekatan. Total nilai investasi pada sektor riil di kedua KPI sebesar Rp.4.491 Milyar. Investasi pada kedua KPI tersebut terdiri atas sektor migas dan kelapa sawit. Integrasi pembangunan ekonomi berdasarkan KPI memberikan akses infrastruktur yang memadai.KPI Penajam Paser Utara memiliki integrasi dengan KPI Balikpapan. Artinya pembangunan infrastruktur di KPI Balikpapan juga memberikan manfaat bagi investasi sektor riil di KPI Penajam Paser Utara. Dukungan infrastruktur yang memadai menjadi insentif bagi penanaman investasi baru di masa mendatang. KPI Bontang (Lokasi : Bontang) Pembangunan KPI Bontang sangat berkaitan erat dengan KPI yang berada sekitarnya. Akses pembangunan KPI Bontang tidak terlepas dari pembangunan ekonomi di KPI yang berdekatan. Maka, menjadi hal yang wajar apabila pembangunan sektor riil mendominasi KPI Bontang dengan nilai investasi mencapai Rp.36.505 Milyar. Sedangkan, pembangunan infrastruktur di fokuskan pada penanganan jalan dengan nilai investasi sebesar Rp.1.939 Milyar. Meski pembangunan infrastruktur di KPI Bontang peluang investasi sektor riil masih memungkinkan dan terbuka lebar bagi investor. Akses infrastruktur, seperti bandara, pelabuhan dan jalan menjadi insentif bagi peningkatan aktivitas ekonomi di KPI Bontang. KPI Kutai Timur (Lokasi : Kutai Timur) KPI Kutai Timur memiliki pengembangan ekonomi berbasis kawasan industri dan sedang tahap penetapan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
103
5)
6)
kawasan ekonomi khusus (KEK). Investasi riil di KPI Kutai Timur terdiri atas sektor batubara, kelapa sawit dan perkayuan dengan nilai investasi sebesar Rp.54.344 Milyar. Rencana pembangunan infrastruktur berbasis kawasan memberikan peluang besar bagi peningkatan investasi di KPI Kutai Timur. Pembangunan kawasan industi dan pelabuhan internasional (KIPI) Maloy menjadi bukti dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam merealisasikan percepatan pembangunan ekonomi. Keberadaan KIPI Maloy akan menjadi gerbang pembangunan ekonomi Kalimantan Timur dan Pulau Kalimantan pada umumnya, yang akan terhubung langsung dengan perdagangan internasional. Pembangunan berbasis kawasan di KPI Kutai Timur ikut mendukung pelaksanaan investasi sektor riil di KPI Rapak dan Ganal. Aktivitas ekonomi sektor migas di KPI Rapak dan Ganal senilai Rp.70.000 Milyar akan sangat terbantu dengan pembangunan infrastruktur di KPI Kutai Timur, akses dan aktivitas ekonomi dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah. Maka, KPI Rapak dan Ganak membuka peluang yang terbuka bagi investasi baru. KPI Kutai Kertanegara (Lokasi : Kutai Kertanegara) KPI Kutai Kertanegara memiliki investasi sektor riil pada sektor perkayuan, batubara, kelapa sawit, migas, pariwisata, dan industri dengan total nilai investasi mencapai Rp.174.716 Milyar. Pembangunan infrastruktur yang direncanakan dalam masterlist di KPI Kutai Kertanegara sebesar Rp.1.743 Milyar terkait dengan penanganan jalan.Hal ini mengindikasikan peluang investasi infrastruktur sangat besar. Gap nilai investasi riil dengan infrastruktur menunjukkan permintaan akan infrastruktur akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan dari aktivitas ekonomi pada sektor riil. KPI Kutai Barat (Lokasi : Kutai Barat) Investasi di KPI Kutai Barat terdiri atas perkayuan dan kelapa sawit dengan total nilai investasi sebesar Rp.402 Milyar. Akses investasi di Kutai Barat akan terintegrasi dengan KPI disekitarnya, seperti KPI Kapuas Hulu, KPI Bulungan, dan KPI Kutai Kertanegara. Artinya, peluang investasi baru di KPI Kutai Barat sangat terbuka.Keberadaan KPI Kutai Barat memiliki posisi yang cukup strategis karena merupakan wilayah perbatasan antar provinsi dan antar negara. Maka, peningkatan nilai investasi di sektor riil sangat memungkinkan, khususnya di sektor perkayuan dan kelapa sawit.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
104
7)
8)
KPI Bulungan (Lokasi : Bulungan) KPI Bulungan menawarkan pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam terbarukan. Sesuai dengan masterlis KE Kalimantan KPI Bulungan terdiri atas sektor perkayuan, kelapa sawit, dan pertanian pangan. Pengembangan ekonomi di KPI Bulungan masih memberikan peluang besar bagi investasi baru, baik di sektor riil maupun infrastruktur. Nilai investasi yang tercatat di masterlis sebesar Rp.1.207 Milyar. Sedangkan, pembangunan infrastruktur akan mengarah pada kebutuhan akses jalan dan irigasi untuk mendukung investasi sektor riil. KPI Berau (Lokasi : Berau) Pengembangan KPI Berau merupakan langkah strategis dan efektif dari pemerintah dalam mewujudkan percepatan pembangunan ekonomi.Nilai investasi sektor riil di KPI Berau sebesar Rp.29.551 Milyar yang terdiri dari perkayuan, kelapa sawit, batubara, dan pariwisata. Pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah ialah penanganan jalan selor hingga Sp. Perdu sejauh 440,8 km dengan nilai investasi sebesar Rp.3443 Milyar. Selain itu, pembangunan infrastruktur Bandara Kalimarau telah selesai dan akan diresmikan pada Juli 2012.
E. Identifikasi Potensi Komoditas Hinterland Pada Koridor Ekonomi Kalimantan Potensi komoditas hinterland pada koridor ekonomi Kalimantan diidentifikasi dari potensi daerah yang dimiliki pada daerah tersebut. Berikut ini potensi komoditas hinterland pada Koridor Ekonomi Kalimantan. 1.
Potensi Komoditas Kalimantan Barat Potensi daerah Kalimantan Barat meliputi berbagai sektor perekonomian di Kalimantan Barat. Sektor tersebut antara lain sektor perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan pertambangan. Berikut ini akan dibahas potensi komoditas hinterland di Kalimantan Barat. a.
Potensi Komoditas Sektor Perkebunan Komoditas perkebunan yang ada di Kalimantan Barat antara lain kelapa sawit, karet dan kelapa. Luas potensi lahan kelapa sawit di Kalimantan Barat seluas 1.500.000 Ha tersebar di seluruh kabupaten di provinsi ini. Lahan kelapa sawit yang sudah diusahakan seluas 336.000 Ha. Terdapat
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
105
peluang pengembangan perkebunan kelapa sawit seluas 1.164.000 Ha. Luas potensi lahan komoditas Karet di provinsi ini seluas 1.000.000 Ha yang tersebar di seluruh kabupaten di Kalimantan Barat. Luas lahan yang sudah diusahakan seluas 464.000 Ha. Terdapat peluang lahan yang masih bisa dikembangkan seluas 536.000 Ha. Luas lahan potensial untuk perkebunan komoditas kelapa di Kalimantan Barat seluas 300.000 Ha terdapat di Kabupaten Pontianak, dan Ketapang. Lahan diusahakan saat ini seluas 109.000 Ha. Terdapat peluang pengembangan perkebunan kelapa di provinsi ini seluas 191.000 Ha. Tabel 4.1 : Potensi Komoditas Sektor Perkebunan di Kalimantan Barat
No. Komoditi
1.
Kelapa Sawit
Lokasi
Luas Potensi Lahan (Ha)
Sudah Diusahakan (Ha)
Peluang (Ha)
Seluruh Kabupaten
1.500.000
336.000
1.164.000
2. Karet
Seluruh Kabupaten
1.000.000
464.000
536.000
3. Kelapa
Kab. Pontianak, Sambas dan Ketapang
300.000
109.000
191.000
2.450.000
46.000
2.404.000
4.
Aneka Tanaman
Seluruh Kabupaten
Kalimantan Barat memiliki potensi pengolahan hasil perkebunan. Di Kalimantan Barat terdapat beberapa pabrik pengolahan hasil perkebunan. Pabrik pengolahan tersebut antara lain pabrik pengolahan kelapa sawit dan pabrik pengolahan Crumb Rubber yang merupakan pabrik pengolahan hasil perkebunan karet. Pabrik pengolahan kelapa sawit di Kalimantan Barat ada 14 unit kapasitas terpasang 665 ton Tbs/jam sedangkan kapasitas terpakai sebesar 523 ton Tbs/jam. Pabrik pengolahan crumb rubber ada 8 unit di Kalimantan Barat. Kapasitas terpasang 229 ton sedangkan kapasitas terpakai 114 ton.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
106
Tabel 4.2 : Potensi Pengolahan Hasil Perkebunan No.
Industri Pengolahan
Jumlah
1.
Pabrik Pengolahan Kelapa 14 Unit Sawit
2.
Pabrik Pengolahan Crumb 8 Unit Rubber
Kapasitas Terpasang
Terpakai
665 ton Tbs/jam
523 ton Tbs/jam
229.000 ton
114.000 ton
Dari kondisi tersebut di atas, terdapat peluang yang dapat dikembangkan untuk industri pengolahan hasil perkebunan di Kalimantan Barat. Peluang tersebut antara lain: 1) Down Stream CPO 2) Industri Hilir Karet dan Kelapa b.
Potensi Komoditas Sektor Pertanian Tanaman Pangan Kalimantan Barat memiliki potensi komoditas sektor pertanian tanaman pangan. Potensi tersebut antara lain lidah buaya, jagung, jeruk, dan padi. Potensi komoditas lidah buaya terdapat di Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak. Luas lahan potensial komoditas lidah buaya seluas 14.650 Ha. Luas lahan sudah diusahakan untuk pertanian lidah buaya seluas 139 Ha. Dengan demikian, terdapat peluang pengembangan pertanian lidah buaya seluas 14.511 Ha. Potensi komoditas jagung terdapat di Bengkayang, Sanggau, dan Pontianak. Luas lahan potensial komoditas jagung seluas 34.121 Ha. Luas lahan sudah diusahakan untuk pertanian jagung seluas 19.503 Ha. Dengan demikian, terdapat peluang pengembangan pertanian jagung seluas 14.618 Ha. Potensi komoditas jeruk terdapat di Kab. Sambas. Luas lahan potensial komoditas jeruk seluas 23.500 Ha. Luas lahan sudah diusahakan untuk pertanian jeruk seluas 3.665 Ha. Dengan demikian, terdapat peluang pengembangan pertanian jeruk seluas 19.835 Ha. Potensi komoditas Padi terdapat di semua Kab/Kota di Kalimantan Barat. Luas lahan potensial komoditas Padi seluas 23.500 Ha. Luas lahan sudah diusahakan untuk pertanian Padi seluas 3.665 Ha. Dengan demikian, terdapat peluang pengembangan pertanian Padi seluas 19.835 Ha.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
107
Tabel 4.3 : Potensi Komoditas Sektor Pertanian Tanaman Pangan di Kalimantan Barat No. Komoditi
Sudah Diusahakan (ha)
Peluang (ha)
Kota Pontianak dan Kab. Pontianak
14.650
139
14.511
2. Jagung
Bengkayang, Sanggau, Pontianak
34.121
19.503
14.618
3. Jeruk
Kab. Sambas
23.500
3.665
19.835
4. Padi
Semua Kab/Kota
1.
Lidah Buaya
Luas Potensi (ha)
Lokasi
c.
442.738
286.854 155.887
Potensi Komoditas Sektor Peternakan Kalimantan Barat memiliki potensi komoditas sektor peternakan. Potensi tersebut antara lain ayam dan sapi (lihat Tabel 4.4). Potensi komoditas tersebut tersebar di Singkawang, Sambas, Bengka yang, dan Sanggau. Kaliamantan Barat juga potensial untuk dikembangkan usaha penggemukan sapi. Potensi penggemukan sapi sebesar 911.807 Satuan Ternak. Saat ini diusahakan baru 176.521 Satuan Ternak. Dengan demikian terdapat peluang 735.296 Satuan Ternak. Lokasi potensial pengembangan tersebut terdapat di Kab. Bengkayang, Pontianak, Landak dan Kapuas Hulu. Tabel 4.4 : Potensi Komoditas Sektor Peternakan di Kalimantan Barat
No.
Jenis Ternak
1. Ayam a. Ayam Buras b. Ras Pedaging c. Ras Petelur 2. Sapi
Populasi (ekor) 5.741.327 1.234.273 2.538.804 1.968.250 48.797
Peluang
Lokasi
1, 6 juta Singkawang, Sambas, (Ha) Bengkayang, Sanggau
1, 7 Juta Singkawang, Sambas, (Ha) Bengkayang, Sanggau
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
108
d.
Potensi Komoditas Sektor Perikanan Tabel 4.5 : Potensi Komoditas Sektor Perikanan di Kalimantan Barat
No.
Jenis Usaha
Satuan
Potensi (000)
Pemanfaatan (000)
Peluang (000)
1. Penangkapan Ikan a. Di laut b. Perairan Umum
Ton Ton
1.660,6 102,2
64,62 12,92
1.565,98 89,28
2. Pembudidayaan Ikan a. Di laut b. Perairan Umum c. Kolam Panggung d. Tambak
Ha Ha Ha Ha
15,52 20,24 11,27 26,71
0,001 0,001 3,48 4,63
15,519 20,439 7,79 22,074
e.
Potensi Komoditas Sektor Kehutanan Tabel 4.6 : Potensi Komoditas Sektor Kehutanan di Kalimantan Barat
No. Kabupaten 1. Sambas
L K Luar KH (Ha)
LH Dalam KH (Ha)
Peluang Pemb.
HTI (Ha)
6.000
47.050
12.000
64.050
2. Bengkayang
25.100
156.500
0
181.600
3. Landak
21.015
179.930
0
200.945
4. Sanggau
54.860
265.025
200.000
519.885
5. Sintang
86.750
828.690
24.000
939.440
Kapuas Hulu
59.090
386.550
36.000
481.640
7. Ketapang
33.010
690.590
8. Pontianak
0
50.760
6.
360.635 1.084.235 15.000
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
50.760
109
f.
Potensi Komoditas Sektor Pertambangan Tabel 4.7 : Potensi Komoditas Sektor Pertambangan di Kalimantan Barat
No.
Bahan Tambang
Lokasi
Potensi (ton)
Keterangan
1. Bauksit
Kab. Sanggau
859.635.918
2. Batu Bara
Kab. Sintang, Kapuas Hulu
181.635.975 Teridentifikasi
3. Pasir Kuarsa
Kab. Sambas, Ketapang
633.664.441 Teridentifikasi
4. Kaolin
Kab. Ketapang, Bengkayang
317.048.857 Teridentifikasi
5. Emas
Kab. Pontianak, Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu
6. Granit
Kab. Sanggau, Pontianak, Landak
7. Pasir Sirkon
Kab. Sambas
8. Gambut
Kab. Pontianak, Ketapang, Kota Pontianak
3.
590.900
Penelitian
Penelitian
1.300.000 Teridentifikasi 5.410.484.720 Teridentifikasi 12.577.145.600
Penelitian
Potensi Daerah Kalimantan Tengah a.
Potensi Komoditas Sektor Perkebunan Jenis tanah di Kalimantan Tengah terdiri dari Organosol, Aluvial, Regosol, PMK, Podsol, Latosol, Litosol dan Laterit. Menurut Tingkat kesuburannya, tanah di Kalimantan Tengah termasuk dalam kelas IV, V dan III, yang secara umur mempunyai tingkat kesuburan yang rendah. Kalimantan Tengah pada umumnya beriklim tropis, wilayah ini rata-rata mendapat penyinaran matahari lebih dari 50 % sepanjang tahun.Suhu udara berkisar 21ºC - 33ºC dan maksimal mencapai 36ºC. Kalimantan Tengah beriklim tropis (lembab, panas) atau type A dengan suhu udara ratarata 330C dan curah hujan rata-rata 2000 mm per tahun. Sesuai dengan kondisi tanah dan keadaan agroklimat maka komoditi perkebunan yang potensial di Kalimantan Tengah antara lain : Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Lada, Kopi, Kakao, sedangkan komoditi lain yang dapat dikembangkan dalam skala kecil antara lain nilam dan tebu. Komoditas Perkebunan sampai saat ini masih menjadi salah satu sumber devisa non-migas di Indonesia. Produk yang di eksport sangat beragam, mulai dari jenis asalan sampai pada produk yang telah mengalami berbagai tingkat
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
110
Pengolahan. Dalam era globalisasi perdagangan dan investasi saat ini, keberadaan produk Agroindustri Perkebunan Indonesia di Pasar dunia harus bersaing dengan prduk sejenis asal negara lain. Produk Agroindustri Perkebunan yang dieksport Indonesia, khususnya lada, sebagian besar masih dalam bentuk hasil olahan yang sederhana. Sementara untuk komoditas berbasis kelapa dalam bentuk Crude Copra Oil (CCO) serta Desicated Coconut (DESCO), Serat Sabut Kelapa. Untuk komoditas karet dieksport dalam bentuk SIR 20 dan lateks pekat. Komoditas Kelapa Sawit sebagian besar dieksport dalam bentuk CPO, Biji Sawit serta sebagian kecil dalam bentuk hasil industri turunan CPO dan minyak inti sawit. Sesuai dengan Program Prioritas Pembangunan Provinsi Kalimantan Tengah yang keempat adalah peningkatan Ekonomi Kerakyatan, diantaranya melalui pengembangan perkebunan.Untuk itu sebagai Paradigma Pembangunan Perkebunan Kalimantan Tengah adalah Perkebunan untuk kemakmuran rakyat. Pembangunan perkebunan di Kalimantan Tengah dilakukan melalui pendekatan sistem dan usaha agribisnis terpadu, berkelanjutan melalui perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Visi pembangunan perkebunan Kalimantan Tengah sampai 2010 adalah : ”Agribisnis perkebunan terpadu berkelanjutan menjadi tulang punggung perekonomian Kalimantan Tengah” Adapun Misi untuk mencapai harapan tersebut adalah : ”Mengembangkan sistem dan usaha agribisnis perkebunan terpadu berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan kemajuan ekonomi daerah”. Terdapat perusahaan besar swasta di Kalimantan Tengah. Total Perusahaan Besar di Kalimantan Tengah berjumlah 336 unit dengan luas 4.200.418,982 Ha terdiri dari komoditi Kelapa Sawit 302 unit, Karet 30 unit dan Kelapa Sawit/Karet 4 unit. Perusahaan Besar yang sudah operasional sebanyak 154 unit dengan luas 1.744.799,722 Ha terdiri dari komoditi Kelapa Sawit 144 unit, Karet 9 unit dan Kelapa Sawit/Karet 1 unit. Perusahaan Besar yang belum operasional sebanyak 182 unit dengan luas 2.455.619,260 Ha terdiri dari komoditi Kelapa Sawit 158 unit, Karet 21 unit dan Kelapa Sawit/Karet 3 unit. Luas areal dan produksi tanaman perkebunan sampai tahun 2008 adalah sebagai berikut :
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
111
Tabel 4.8 : Potensi Komoditas Sektor Perkebunan di Kalimantan Tengah No.
Komoditas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Lada Kakao Cengkeh Jambu Mete Pinang Aren Kemiri Kapuk Randu Nilam Mendong JUMLAH
Luas (Ha) 413.244 84.721 876.217 7.184 4.336 929 38 1.294 469 256 1.347 61 509 987 1.391.591
Produksi (Ton) 251.053 79.295 1.449.302 2.489 1.785 308 1 49 93 12 17 4 63 47 1.784.519
Dari 147 Perusahaan Perkebunan Besar kelapa sawit, terdapat 33 Perusahaan yang telah membangun Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan total kapasitas 1.720 Ton TBS/jam yang menghasilkan minyak sawit mentah (CPO) dan 7 Pabrik minyak Inti sawit (Palm Kernel Oil) dengan total kapasitas terpakai 236,3 Ton Inti Sawit/jam yang menghasilkan minyak inti sawit. Pabrik Crumb Rubber berjumlah 3 buah tersebar di tiga kabupaten dengan total kapasitas 550 Ton karet kering/hari yang menghasilkan Karet SIR 20 sebanyak 78.000 Ton/tahun. Ketiga Perusahaan swasta tersebut menampung hasil Bahan Olah Karet (Bokar) petani dan Bokar Perusahaan Besar Negara.Di Kalimantan Tengah terdapat dua Perusahaan Besar Negara yang menanam Karet. Unit Pengolahan Hasil (UPH) skala kecil yang dikelola oleh industri kecil/industri rumah tangga terutama untuk mengolah hasil perkebunan rakyat untuk karet, kelapa, kopi, lada, kakao dan nilam serta industri pengolahan hasil samping kelapa, total berjumlah 835 unit. Produk olahan petani terdiri dari minyak goreng kelapa, Virgin Coconut Oil (VCO), kopra, gula kelapa, serat sabut, tepung tempurung, arang tempurung, lada putih, biji kakao, minyak nilam. Produksi PKS berupa CPO dan IS telah ada yang dijual keluar negeri/ekspor dan sebagian besar diantar pulau ke Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
112
pabrik industri Hilir Group Perusahaan Perkebunan yang berada di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Industri Hilir CPO di Pulau Jawa berada di Surabaya (Best Group), Semarang dan Jakarta (Astra Group), Industri Hilir CPO di Pulau Sumatera berada di Lampung, Palembang, Pekanbaru dan Medan/Belawan (Sinar Mas Group, Asam Jawa Group, Salim Group dan RGM/Raja Garuda Mas). Volume dan nilai eksport produk perkebunan Kalimantan Tengah : Tabel 4.9 : Potensi Komoditas Sektor Perkebunan di Kalimantan Tengah No.
Tahun
1.
2005
2.
2006
3.
2007
4.
2008
Komoditi Karet (SIR 20) Kelapa Sawit(Biji) Kelapa Sawit (CPO) Karet (SIR 20) Kelapa Sawit (Biji) Kelapa Sawit (CPO) Karet (SIR 20) Kelapa Sawit (CPO) Karet (SIR 20) Kelapa Sawit (CPO)
Volume (Ton) 16.032,68 6.666,43 126.799,31 21.156,91 15.758,20 128.158,90 14.799,02 70.216,42 9.828,41 92.364,79
Nilai Ekspor (US $) 20,347,625.11 2,234,482.84 44,935,733.63 40,898,841.95 3,413,614.26 46,486,773.16 20,957,612.07 39,242,664.44 26,102,755.06 13,496,612.58
Perdagangan produk olahan petani/industri kecil kebanyakan masih dilakukan dalam provinsi, dibawa ke provinsi tetangga Kalimantan Selatan, dan diantarpulaukan ke Jawa untuk hasil olahan berupa serat sabut kelapa setelah dibawa ke Cilegon, Surabaya kemudian dikemas untuk dieksport ke China. Sesuai dengan Visi, Misi dan Tujuan maka sasaran pembangunan perkebunan Kalimantan Tengah yang akan dicapai pada akhir Tahun 2010 adalah : 1 2 3 4
5
Meningkatnya produktivitas perkebunan hingga mencapai 75%. Meningkatnya devisa eksport komoditas perkebunan sebesar US$ 30 juta/tahun. Meningkatnya jumlah SDM Perkebunan yang berkualitas sebanyak 15%. Meningkatnya pendapatan petani pekebun rata-rata US$ 1.500 – 2.000/KK (kepemilikan 2 Ha/KK) yang diikuti dengan peningkatan kualitas hidup petani dan masyarakat sekitar perkebunan. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja perkebunan sebanyak 15.000 tenaga kerja/tahun.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
113
6 7
Meningkatnya pertumbuhan PDRB perkebunan sebesar 6,2%. Tumbuhnya 13 sentra-sentra wilayah pengembangan perkebunan.
Dalam jangka panjang, estimasi proyeksi luas Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar di Kalimantan Tengah dapat mencapai lebih dari enam juta hektar, dengan jenis tanaman skala besar adalah Karet dan Kelapa Sawit. Untuk peremajaan ± 350.000 Ha existing area kebun Karet dan pembangunan ± 1.150.000 hektar kebun Karet baru (termasuk untuk Program Revitalisasi Perkebunan), diperlukan bibit Karet sebanyak 750.000.000 batang. Untuk peremajaan ± 500.000 hektar existing area kebun Kelapa Sawit dan pembangunan ± 4.000.000 hektar kebun Kelapa Sawit baru (termasuk untuk Program Revitalisasi Perkebunan), diperlukan bibit Kelapa Sawit sebanyak 630.000.000 batang. Disamping itu, dalam skala kecil juga dikembangkan aneka tanaman perkebunan lainnya, seperti Kelapa, Kopi, Lada, Nilam, dsb. Penyediaan sarana produksi seperti pupuk, pestisida, dan benih (tanaman pangan) telah dilakukan oleh distributordistributor yang berada di Kota Kabupaten, dan pedagang pengecer yang berada di Kota Kecamatan maupun Desadesa yang merupakan sentra pengembangan pertanian. Dengan meningkatnya areal pengembangan perkebunan kiranya akan sangat di perlukan penyediaan sarana produksi yang lebih tepat. Ketepatan penyediaan sarana produksi mencakup tepat jenis, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat lokasi, tepat harga, dan tepat aplikasi. Untuk menunjang ketepatan tersebut merupakan peluang investasi di bidang penyediaan sarana produksi seperti jasa angkutan, pendirian cabang-cabang distributor dan kios-kios pengecer rakyat, pemerintah mengadakan kebijakan tentang pupuk bersubsidi. Mengingat rawannya terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan ini sehingga diperlukan perencanaan dan pengawasan yang ketat oleh petugas dalam peredaran pupuk bersubsidi Salah satu persyaratan minimal untuk membangun 1 (satu) unit industri Hilir CPO yang menghasilkan barang jadi (minyak goreng/makan, mentega /margarine dan produk turunan lainnya) apabila telah tersedia kebun kelapa sawit yang sudah menghasilkan TBS/berproduksi secara optimal seluas 150.000 -200.000 Ha. Untuk diketahui di Kalimantan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
114
Tengah kebun yang sudah menghasilkan sampai akhir tahun 2008 seluas 372.130,69 Ha dengan produksi 6.434.970,06 Ton TBS. Dengan demikian sampai saat ini sudah saatnya untuk dapat dibangun Pabrik Industri Hilir CPO. Sedangkan luas arealyang sudah tertanam sampai dengan tahun 2008 adalah 712.025,76 Ha. Pada saat ini telah berdiri pabrik minyak goreng (PT. Sinar Alam Permai) yang berada di Pangkalan Bun kabupaten Kotawaringin Barat yang menggunakan bahan baku CPO. Namun demikian pabrik tersebut sampai saat ini masih belum beroperasi secara optimal mengingat Perusahaan tersebut tidak memiliki kebun sawit di Kalimantan Tengah. Apabila ada Investor/Pengusaha yang bersedia membagun Industri Hilir pada prinsipnya tidak ada masalah bagi Pengusaha perkebunan kelapa sawit dan pengusaha industri hilir tersebut harus kerjasama dengan perusabaahn perkebunan sebagai penyedia bahan baku CPO/IS khususnya perusahaan-perusahaan perkebunan (Group) yang tidak mempunyai industri hilir di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Potensi produksi karet di Kalimantan Tengah cukup besar yaitu 254,735,64 Ton karet kering/tahun (2008). Sementara dari ketiga pabrik Crumb Rubber yang ada belum mampu menampung hasil karet yang ada sehingga masih ada peluang investasi untuk pembangunan Pabrik Crumb Rubber baru.Disamping itu untuk meningkatkan nilai tambah dari produksi Crumb Rubber yang ada tersedia peluang investasi untuk industri hilirnya seperti pembangunan Pabrik Ban kendaraan bermotor. Pada Tahun 2008 areal kelapa di Kalimantan Tengah seluas 88.719,82 Ha yang semuanya merupakan Perkebunan Rakyat. Potensi Produksi kelapa sebesar 87.554,81 Ton Kopra/Tahun, atau setara 350.219.21 butir kelapa /Tahun. Pelabuhan Curah Cair CPO untuk jangka panjang tidak bersifat permanen atau pada suatu saat akan tidak terpakai, apabila di Daerah atau pengusaha perkebunan/investor membangun industri hilir pengolahan CPO menjadi minyak goreng/makan, margarine/mentega atau produk jadi lainnya. oleh karen itu pelabuhan dimaksud bersifat fleksibel untuk dapat digunakan kegiatan lain. Pelabuhan Curah Cair CPO PT. Pelindo III di Desa Bumiharjo Kobar telah dioperasionalkan sejak tanggal 2 Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
115
Oktober 2002. Sampai saat ini beberapa pabrik kelapa sawit di wilayah Lamandau, Sukamara, Seruyan dan wilayah Kotawaringin Timur bagian barat telah menggunakan Pelabuhan tersebut untuk mengirim CPO antar pulau maupun eksport. Pelabuhan Curah Cair CPO PT Pelindo III di Desa Bagendang Kabupaten Kotawaringin Timur saat ini sudah dapat operasional namun belum optimal.Beberapa Pabrik (PKS) di wilayah Kotawaringin Timur bagian barat dan wilayah Kabupaten Seruyan masih menggunakan pelabuhan Bumiharjo di Kotawaringin Barat. 4.
Potensi Daerah Kalimantan Selatan a.
Potensi Komoditas Sektor Pertanian di Kalimantan Selatan Sektor pertanian merupakan sektor yang masih dominan dalam sektor-sektor ekonomi pembentuk PDRB, karena sektor ini memberikan kontribusi sebesar 22,50% terhadap PDRB yang meliputi subsektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sektor pertanian merupakan sektor basis/dasar untuk kemajuan ekonomi wilayah, karena ia mampu menyediakan komoditas-komoditas yang dapat diolah menjadi barang/produk yang bernilai ekonomi lebih tinggi. Subsektor tanaman pangan yang menjadi unggulan Kalimantan Selatan adalah padi yang dapat dikembangkan diseluruh kabupaten/kota di Kalimantan Selatan kecuali Kota Banjarmasin. Sejak tahun 2006 Kalimantan Selatan tercatat telah mengalami surplus produksi beras yang pada tahun 2006 mencapai sebesar 426.094 ton, tahun 2007 sebesar 641.721 ton, dan tahun 2008 mengalami surplus sebesar 656.573 ton (Angka Ramalan Sementara). Secara keseluruhan produksi, maupun produktvitas padi di Kalimantan Selatan pada tahun 2008 mengalami kenaikan dibanding tahun 2007 baik luas tanam maupun produksinya. Produksi pada tahun 2008 meningkat 1,22 % yaitu 1.977.789 ton dibanding tahun 2007 yang hanya 1.953.868 ton, dan produktvitas juga meningkat dari 38,63 kw/ha tahun 2007 menjadi 38,75 kw/ha pada tahun 2008.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
116
Tabel 4.10 : Produksi Tanaman Pangan Tahun 2007 – 2008 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Komoditi Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
2007 1.953.868 100.957 2.060 18.214 1.548 117.322 31.143
Produksi (ton) 2008*) 1.977.789 98.184 3.804 17.144 1.739 145.767 27.706
% 1,22 (2,80) 84,66 (5,87) 12,34 24,25 (11,04)
Sumber : Dinas Pertanian Prov.Kalsel *)berdasarkan ARAM III 2008
Untuk luas tanam padi di Kalimantan Selatan pada tahun 2008 juga mengalami peningkatan dibanding tahun 2007 yaitu dari 505.846 ha menjadi 510.373 ha atau naik 0,89%. Tabel 4.11 : Produktivitas Tanaman Pangan Tahun 2007 – 2008 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Komoditi Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
Produktivitas (ku/ha) 2007 2008*) % 38,63 38,75 0,31 45,39 46,35 2,12 11,41 11,79 3,33 11,50 11,67 1,48 10,20 10,83 6,18 142,99 146,21 2,25 115,73 109,94 (5,00)
Sumber : Dinas Pertanian Prov.Kalsel *)berdasarkan ARAM III 2008
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
117
Tabel 4.12 : Luas Panen Tanaman Pangan Tahun 2007 – 2008 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Komoditi Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
Luas Panen (ha) 2007 2008*) 505.846 510.373 22.241 21.182 1.806 3.226 15.843 14.693 1.517 1.650 8.205 9.970 2.691 2.520
% 0,89 (4,76) 78,63 (7,26) 8,77 21,51 (6,35)
Sumber : Dinas Pertanian Prov.Kalsel *)berdasarkan ARAM III 2008
Sedangkan pencapaian kinerja hortikultura pada tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.13 : Produksi Hortikultura Tahun 2007 – 2008 No 1. 2. 3. 4. 5.
Komoditi Jeruk Pisang Durian Sayuran Tanaman Hias (anggrek)**)
Produksi (ton) 2007 2008*) % 73.110 76.524 4,67 106.138 74.712 (29,61) 4.673 6.294 36,83 153.323 53.136 (65,34) 4.255 4.928 15,82
Sumber : Dinas Pertanian Prov.Kalsel *)angka estimasi **)produksi anggrek dalam kg/m2
Pada tahun 2008 produksi padi (Angka Tetap 2008) Provinsi Kalimantan Selatan mencapai 1,95 juta ton GKG dan pada tahun 2009 diperkirkan mencapai 2,01 juta ton GKG. Komoditi padi/palawija yan diramalkan mengalami kenaikan produksi pada tahun 2009 adalah padi sawah, kedeali, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, da ubi jalar. Sedangkan yang mengalami penurunan produksi hádala padi Madang. Produksi pada tahun 2008 mengalami sedkit kenaikan dari tahun 2007 yaitu 0,02 persen. Kenaikan ini dikarenakan kenaikan luas panen sebsar 1.473 ha atau naik 0,29 persen meski produktivitas menurun sebesar 0,11 ku/ha atau turun 0,28 persen. Perkembangan angka produksi padi dan palawija yang secara rutin dilaporkan BPS dan Departemen Pertanian dapat dijadikan sebagai salah salah satu dasar bagi pemerintah untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan dalam pembangunan pertanian yang sesuai dengan kondisi petani. Paa tahun 2006 produksi apdi sawah dan padi lading (ATAP 2008) Provinsi Kalimantan Selatan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
118
mencapai 1,95 ton GKG dan pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 2,01 ton GKG (ARAM II 2009). Angka tetap tahun2008 produksi sawah mengalami sedikit penurunan dibangkan tahun 2007 yaitu 20.825 ton atau turun 1,14 persen. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan luas panen sebesar 3.274 ha atau turun sebesar 0,71 persen. Disamping itu penuruna produktivitasjuga mempunyai andil dalam menurunkan produksi padi yaitu dari 39,88 ku/ha tahun 2007 menjadi 39,71 ku/ha pada tahun 2008 atau turun sebesar 0,43 persen. Penyebab penurunan luas panen pada tahun 2008 dibandingkan tahun2007 disebabkan terkendalanya penanaman di lahan lebar seperti di Kabupaten Tapin dan Hulu Sungai Selatan . Produksi padi ladang tahun 2008 (ATAP 2008) mencapai 144.699 ton mengalami kenaikan dari ATAP 2007 yang sebesar 123.459 ton. Produksi mengalami kenaikan sebesar 21.240 ton atau naik 17,20 persen, kenaikan produksi ini dikarenakan adanya kenaikan luas panen sebesar 4.747 ha atau 10,13 persen. Sedangkan produktivitas juga mengalami kenaiakan dari 26,35 ku/ha tahun 2007 menjadi 28,04 ku/ha. Terjadinya kenaikan luas panen ini karena adanya perubahan penggunaan lahan, dari yang sebelumnya ditanami kacang tanah, berpindah menjadi ditanami padi ladang. Kondisi curah hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun 2008 lebih merangsang petani untuk menanam padi ladang yang perawatannya lebih mudah dibandingkan kacang tanah. Produksi padi ladang pada tahun 2009 diperkirakan akan mencapai 127.032 ton atau mengalami penurunan 12,21 persen dari produksi tahun 2008. Penurunan produksi ini dipicu oleh penurunan luas panen sebanyak 6.172 ha atau turun 13,01 persen. Penurunan luas panen terjadi diperkirakan tidak ada lagi penanaman pada bulan Mei. Pada beberapa Kabupaten pada lahan kering mengalami alih fungsi lahan seperti di Kabupaten Tapin di Kecamatan Piani, Hatungan, Tapin Uatara dan Lok Paikat, lahan pertanian beralih fungsi menjadi perkebunan karet dan lahan batu bara/stockfile. Secara total produksi padi (sawah + ladang) tahun 2008 mencapai 1.954.283 ton (ATAP 2008) sedikit mengalami kenaikan dibandingkan dari ATAP 2007. Produsi naik sebesar 415 ton. Kenaikan produksi ini dikarenakan adanya Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
119
peningakatan luas panen sebesar 1.473 ha atau naik 0,29 persen meski produktivitas menurun sebesar 0,11 ku/ha atau turun 0,28 persen. Produksi jagung pada tahun 2008 mencapai 95.064 ton (ATAP 2008) mengalami sedikit penurunan dari produksi 2007. Produksi turun sebesar 5.893 ton atau turun 5,84 persen. Penurunan produksi ini disebabkan karena adanya penurunan luas panen yang cukup besar yaitu 2.125 ha meskipun hasil perhektar meninngkat 1,87 ku/ha. Penurunan luas panen ini disebabkan oleh panen muda yang dilakukan oleh petani sentar jagung di Kabupaten Tabalong, Kotabaru dan Banjar. Pada tahun 2009 diperkirakan produksi jagung akan mencapai 97.326 ton. Hasil produksi ini meningkat, yaitu sebesar 2.262 ton dibandingkan produksi tahun yang lalu. Pada tahun 2008 (ATAP 2008) produksi kedelai mencapai 3.817 ton, lebih tinggi dari tahun 2007 yang sebesar 2.060 ton.Peningkatan ini didukung oleh dilaksanakannya program UPSUS kedelai. Pada tahun 2009 produksi diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 1.052 ton atau 27,56 persen. Hal ini disebabkan adanya kenaikan luas panen sebesar 767 ha dan produktivitas sebesar 0,38 ku/ha karena adanya program BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul). Perkiraan produksi yang meningkat pada tahun 2009 ini karena masih dilanjutkan progarm UPSUS kedelai dan insentif yang diterima petani seiring semakin meningkatnya harga kedelai. Pada periode 2007-2008 penurunan pada produksi kacang tanah terjadi disebabkan karena iklim. Curah hujan yang cukup tinggi mengakibatkan pertanaman kacang tanah di lahan lebak tidak maksimal, Serta disebabkan bergesernya penggunaa lahan kacan tanah menjadi lahan padi ladang.ATAP 2008 memperlihatkan terjadinya penuruna dibandingkan dengan ATAP 2007. Dibanding produksi tahun 2007 produksi kacng tanah turun 1.738 ton atau 9,54 persen. Penuruna ini lebih disebabkan oleh turunnya luas panen yang mencapai 1.681 ha atau 10,61 persen. Walaupun hasil perhektar mengalami kenaikan sebesar 0,13 ku/ha tetapi hal tersebut masih belum bisa mengurangi penurunan produksi yang terjadi karena peningkatan yang terjadi relatif kecil (1,13 persen). Produksi kacang hijau tahun 2008 sebesar 1.529 ton (ATAP 2008). Produksi turun sedikit sebesar 19 ton atau 1,23 Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
120
persen. Andil dari penurunan produksi ini adalah luas panen yang turun dari 1.517 ha tahun 2007 menjadi 1.482 ha atau turun 2,31 persen. Meskipun produktivitas naik 0,11 ku/ha atau 1,08 persen tetapi hal tesebut belum bisa menyebabkan kenaikan terhadap produksi kacang hijau pada tahun 2008. Penyebab turunnya produksi kacang hijau pada taun 2008 ini disebabkan tingginya curah hujan yang berakibat luas panen di daerah lebak seperti Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah menjadi kurang maksimal. Pada ARAM II 2009 produksi diperkirakan akan mengalami peningkatan dari tahun 2008 walaupun kenaikannya relatif kecil. Produksi diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 0,85 persen sehingga pada tahun 2009 diharapkan produksi akan mencapai 1.542 ton. Di Kalimantan Selatan tanaman ini berkembang hanya secara alami sehingga kurang optimal. Produksi ubi kayu tahun 2008 sedikit lebih tinggi dari produksi tahun 2007. Kenaikan produksi sebesar 1.763 ton atau 1,50 persen. Kenaikan produksi ini dipicu oleh naiknya hasil per hektar yaitu 3,61 ku/ha atau 2,52 persen, meskipun luas panen sedikit mengalami penuruna yaitu sebesar 82 ha (turun sebesar 1,00 persen). Peningkatan hasil per hektar ini disebabkan program perbaikan varietas ubi kayu di Kabupaten Tanah Laut sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pabrik pengolahan tepung tapioka. Bila dibandingkan dengan angka ATAP 2008, produksi ubi kayu tahun 2009 (ARAM II 2009) juga diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan produksi tahun 2009 diperkirakan sebesar 20.008 ton atau 16,80 persen, sehingga produksi menjadi 139.093 ton Produksi ubi jalar 2008 mencapai 25.903 ton (ATAP 2008).Penurunan ini dipicu oleh penurunan luas panen dan juga penurunan produktivitas.Luas panen pada tahun 2008 sebesar 2.417 ha turun sebesar 274 ha dibandingkan tahun 2007 yang sebesar 2.691 ha. Produktivitas turun dari 115,73 ku/ha pada tahun 2007 menjadi 107,17 ku/ha pada tahun 2008. Penurunan ini terjadi karena pertanaman ubi jalar di daerah lebak yaitu di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Utara berkurang pada sub round Mei-Agustus karena curah hujan yang cukup tinggi sehingga permukaan air masih tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk bertanam ubi jalar. (Sumber : Berita Resmi Statistik BPS Prov. Kalsel No.20/07/Th XII, 1 Juli 2009)
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
121
5.
Potensi Komoditas Sektor Peternakan di Kalimantan Selatan Sektor peternakan merupakan salah satu potensi Kalimantan Selatan yang terus didorong untuk dikembangkan guna memberikan kontribusi bagi sektor perekonomian di daerah ini. Sesuai dengan potensi dan kondisi daerah, Provinsi Kalimantan Selatan sampai saat ini masih mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang perekonomian daerah, karena kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian regional masih yang terbesar dibandingkan dengan sektor lain. Kontribusi sektor pertanian terhadap total PDRB Kalimantan Selatan Atas Dasar Harga Berlaku pada tahun 2006 sebesar 22,77%, diantaranya sebesar 1,64% berasal dari sub sektor peternakan. Dari hasil pencapaian populasi ternak di Kalimantan Selatan selama empat tahun terakhir ini, khususnya mencermati perkembangan dari tahun 2006 sampai dengan Juni 2009 sektor ini mengalami pertumbuhan yang menggembirakan. Artinya target sasaran teknis yang ditetapkan telah dapat dicapai, bahkan kenaikan angka populasi ternak terus meningkat rata-rata 4,50 % per tahun. Keberhasilan sektor peternakan ini meliputi jenis ternak besar, kecil dan unggas, yang dapat digambarkan melalui tabel berikut ini berikut : Tabel 4.14 : Populasi Ternak
Jenis Ternak
No.
*)
Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009*)
Trend (%)
1. Ternak Besar
236.240
245.268
254.728
260.318
4,07
2. Ternak Kecil
118.783
122.667
127.525
130.405
3,91
3. Unggas
36.078.473 38.905.874 39.307.685 41.066.231
5,52
Jumlah
36.433.496 39.273.809 39.689.938 41.456.954
4,50
Angka sementara
Produksi daging dari berbagai jenis ternak maupun telur di Kalimantan Selatan dalam beberapa tahun terakhir (2006 s.d 2009) pada umumnya cukup menggembirakan. Hal ini terlihat jelas pada tabel berikut yang menunjukkan pertumbuhan produksi berbagai jenis ternak, yaitu : Tabel 4.15 : Produksi berbagai Jenis Ternak (ribu kg) No.
Jenis Ternak
2006
2007
2008
2009
1.
Ternak Besar
7.095
6.345
6.790
7.022
2.
Ternak Kecil
487
436
562
646
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
122
3.
Unggas
40.792
39.990
49.516
53.336
4.
Telur
42.710
42.637
49.496
52.691
Jumlah
91.084
89.408
106.364
113.695
Produksi daging tersebut diatas pada umumnya diperuntukan untuk konsumsi dalam daerah, dan sebagian daging unggas di pasarkan ke luar daerah. a.
Potensi Komoditas Sektor Perikanan dan Kelautan Potensi di sektor perikanan dan kelautan Kalimantan Selatan (Kalsel) boleh dibilang berlimpah dan akan menjadi sumber pendapatan yang menggiurkan bila digarap maksimal, apalagi dilengkapi dengan sentuhan tehnologi canggih. Potensi sektor ini cukup besar, yaitu memiliki Garis Pantai : 1.330 Km, Perairan Umum : 1 Juta Ha, Kolam : 2.400 Ha, Tambak: 53.382 ha dan Mina Padi : 3.752 Ha, sedangkan dari produksi dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2005 – 2008) terakhir terjadi peningkatan produksi perikanan. Pada tahun 2007 menunjukkan total produksi perikanan sebanyak 114.876 Ton meningkat menjadi 178.924 Ton pada tahun 2008. Produksi pada tahun 2008*) dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.16 : Produksi Komoditas Perikanan dan Kelautan No. 1
2
Kegiatan Penangkapan - Laut - Perairan umum Budidaya - Tambak - Kolam - Karamba - Minapadi/sawah - Jaring apung - Budidaya laut JUMLAH
Produksi (ton) 154.536 98.897 55.639 24.572 6.274 7.897 4.538 286 594 4.790 178.924
Sumber : Dinas Perikanan Prov.Kalsel
Produksi hasil perikanan, disamping sebagai konsumsi lokal, maupun dipasarkan sebagai komoditi ekspor antar pulau, sedangkan konsumsi per kapita tahun 2008 masih diatas standar Nasional, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
123
Tabel 4.17 : Produksi dan Konsumsi Hasil Perikanan
Tahun
Produksi (Ton)
Penduduk (ribu)
Non Konsumsi**)
Konsumsi Lokal (Ton)
2004 2005 2006 2007 2008*)
176.643 199.860 184.071 174.816 178.924
3.219.398 3.240.100 3.345.784 3.396.680 3.464.618
121.709.766 139.837.262 129.565.432 122.139.631 124.547.324
121.886.408 140.037.122 129.749.504 122.314.447 124.726.248
Konsumsi PerKapita (Kg)
Standar Nasional (Kg)
38 43 39 36 36
26,5 26,5 26,5 26,5 26,5
Sumber : Dinas Perikanan Prov.Kalsel *) Angka Sementara **) Ekspor, antar pulau, rusak, diolah, pakan segar, bahan baku pakan dll
b.
Potensi Komoditas Sektor Pertambangan dan Mineral 1)
Besi Berikut ini adalah gambaran potensi komoditas besi di Kalimantan selatan. Potensi terdapat di Tanah Laut, Tanah Bumbu, Kota baru dan balangan. Tabel 4.18 : Lokasi dan Sumberdaya Besi
No. 1
Lokasi Tanah Laut
Sumberdaya (ton) Indicated: Hypothetical: 3.429.500
Kualitas (%) Fe : 50,60 – 62,57 S : 0,03 – 0,25 P : 0,04 – 0,10
Tanah Bumbu Indicated: 100.000.000
Fe : 44,2 – 47,0 TiO2 : 0,24 – 0,4 Cr2O3 : 2,43 – 2,6 MnO : 0,40 – 0,78 SiO2 : 1,20 – 9,0
3
Kotabaru
Indicated : 86.120.700
Fe : 46,76 Cr2O3 : 1,44 SiO2 : 2,49 Ni : 0,37 Co : 0,04 AI2O3 : 8,88
4
Balangan
Indicated : 86.120.700
Fe : 54,86 – 58,75 S : 0,07 – 0,61 P : 0,03 – 0,05
2
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
124
2)
Mangan Berikut ini adalah gambaran potensi komoditas mangan di Kalimantan selatan. Potensi terdapat di Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Banjar.
Tabel 4.19 : Lokasi dan Sumberdaya Mangan Lokasi
No.
1
Tanah Laut
3)
Sumberdaya (ton)
Unknown
Kualitas (%) SiO2 : 3,37 – 28,51 MnO2 : 4,11 – 68,64 H2O : 0,2 – 6,2 AI2O3 : 11,89 Fe2O3 : 0,98 –18,59
Nikel Berikut ini adalah gambaran potensi komoditas nikel di Kalimantan selatan. Potensi terdapat di Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Banjar Tabel 4.20 : Lokasi dan Sumberdaya Nikel Lokasi
No.
Sumberdaya (ton)
Kualitas (%)
1
Tanah Laut
Indicated:
Ni : 1,2
2
Tanah Bumbu
Unknown
Ni : 1,12
3
Banjar
Unknown
Ni :
4)
Batu Granit Berikut ini adalah gambaran potensi komoditas batu granit di Kalimantan selatan. Potensi terdapat di Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai selatan, Tanah Laut dan Banjar
Tabel 4.21 : Lokasi dan Sumberdaya Batu Granit No.
Lokasi
Sumberdaya (ton)
Kualitas (%)
1
Hulu Sungai Tengah
Hypothetical : 00.000
-
2
Hulu Sungai Selatan
Hypothetical : 481.582.400
-
3
Banjar
Unknown
-
4
Tanah Laut
Unknown
-
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
125
5)
Batubara Berikut ini adalah gambaran potensi komoditas batu bara di Kalimantan selatan. Potensi terdapat di Tapin, Kota Baru, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Tabalong, Balangan, Tanah Laut dan Banjar
Tabel 4.22 Lokasi dan Sumberdaya Batubara No.
1
2
3
4
Lokasi
Kotabaru
Tanah Laut
Banjar
Tapin
Sumberdaya (ton)
Kualitas (%)
Hypothetical :
IM : 3,17 – 22,04 Ash : 0,42 – 20,99 FC : 29,17 – 51,1 S : 0,4 – 4,18 VM : 33,91 – 50,4 Kal : 4.821,8 – 7.280 kal/gr
Measured : 325.031
IM : 7,58 – 16,51 Ash : 1,21 – 24,29 FC : 25,94 – 46,62 S : 1,35 – 2,30 VM : 34,23 – 46,62 Kal : 4.714 – 6.316 kal/gr Stut : 0,28 – 1,62 HGI : 52 – 91 N.Cal : 5612 – 6415 kal/gr
Measured : Indicated :
IM : 2,87 – 18,6 Ash : 1,57 – 34,65 VM : 9,40 – 48,40 Kal : 4.030 – 7.908 kal/gr S : 0,25 – 1,5
Hypothetical : Indicated : Measured : Inferred :
IM : 5,00 – 37,75 Ash : 0,40 – 20,80 VM : 32,91 – 53,90 Kal : 4.442 – 7.340 kal/gr S : 0,02 – 4,24 HGI : 48 FC : 22,90 – 50,45
5
Hulu Sungai Selatan
Hypothetical :
IM : 2,05 – 22,20 Ash : 0,58 – 10,46 VM : 2,45 – 45,84 Kal : 5.416 – 7.457 kal/gr S : 0,24 – 1,44 FC : 4,21 – 50,41
6
Balangan
Hypothetical : Measured : 780.000.000
IM : 6,70 – 21,43 Ash : 1,00 – 11,74 VM : 34,15 – 46,80
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
126
No.
Lokasi
Sumberdaya (ton)
Kualitas (%)
Indicated : Kal : 4.806 – 7.111 kal/gr 292.000.000 S : 0,07 – 2,90 Inferred : 325.000.000 FC : 37,28 – 52,50
7
8
Tabalong
Hulu Sungai Tengah
6.
Hypothetical :
IM : 6,37 – 22,01 Ash : 2,36 – 24,09 VM : 29,06 – 42,71 Kal : 4.208 – 6.912 kal/gr S : 0,28 – 9,35 FC : 31,16 – 51,42
Hypothetical :
IM : 8,11 – 21,31 Ash : 0,72 – 13,91 VM : 36,14 – 46,28 Kal : 5.946 – 6.980 kal/gr S : 0,25 – 1,54 FC : 31,97 – 51,98
Potensi Daerah Kalimantan Timur a.
Potensi Komoditas Sektor Perkebunan Pengembangan areal perkebunan di Kalimantan Timur dari kawasan Budidaya Non Kehutanan berdasarkan Tata Ruang Kalimantan Timur yang telah disepakati pada Kawasan Budidaya Non Kehutanan seluas ± 6.520.622,73 Ha. Total lahan pada KBNK tersebut Pemprov Kaltim menetapkan potensi lahan perkebunan sawit mencapai 4,7 juta ha, sementara itu dari total luasan KBNK itu , 0,61 juta ha diperuntukan bagi pengembangan usaha perkebunan lainnya. Komoditi yang cocok dikembangkan untuk sektor perkebunan antara lain : karet, kelapa hybrida, kelapa sawit, kopi, lada, cengkeh dan coklat disamping komoditi perkebunan lainnya (kenaf, abaca, nira, jarak dan tanaman farmasi). Dalam perkembangannya sampai dengan tahun 2007 luas area perkebunan mencapai 514.158 ha, yang terdiri dari perkebunan rakyat seluas 230.565 ha, Perkebunan Besar Negara seluas 15.800 ha, Perkebunan Besar Swasta seluas 267.795 ha. Sedangkan potensi pengembangan investasi sektor perkebunan pada tahun 2007 terdiri dari komoditi Kelapa Sawit 339.292,50 ha, tanaman karet 67.851 ha, kelapa 36.057,50 ha, kopi 15.288 ha, dan kakao 34.557,50 ha.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
127
Pembangunan perkebunan di Kalimantan Timur diarahkan untuk meningkatkan kontribusi perkebunan dalam akselerasi pemulihan ekonomi seperti peningkatan pendapatan masyarakat, perluasan kesempatan kerja serta meningkatkan perannya dalam memperbaiki indikator ekonomi makro. Upaya yang telah dilakukan, memberikan berbagai manfaat dan kemajuan antara lain dalam sumbangannya terhadap pendapatan domestik bruto, pengembangan wilayah dan konservasi kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sub sektor perkebunan mempunyai peranan yang sangat penting baik dalam pengembangan wilayah, ekonomi, sosial maupun ekologi. Peranan tersebut semakin penting karena perkebunan merupakan sub sektor yang berbasis sumber daya alam yang tidak tergantung pada komponen impor, sehingga mampu menghadapi situasi krisis ekonomi. Pengembangan perkebunan di Kalimantan Timur yang telah dilaksanakan adalah dengan Pola Unit Pelaksana Perkebunan (UPP); PIR, Pola Swadaya/Parsial dan Pola Perkebunan Besar baik BUMN (PTPN XIII) maupun swasta. Luas tanaman perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Timur pada tahun 2006 seluas 202.761,50 Ha yang melibatkan jumlah petani sebanyak 242.597 TKP. Total produksi perkebunan Kelapa Sawit pada tahun 2006 sebanyak 1.203.682 ton dengan nilai produksi sebesar 1,742 trilyun. Sejalan dengan pertambahan luas areal, maka produksi perkebunan pun mengalami kenaikan.Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan luas areal tanaman yang produktif (tanaman menghasilkan) sebagai akibat dari hasil-hasil kegiatan peremajaan dan perluasan areal pembangunan perkebunan. Dengan meningkatnya luas areal perkebunan terjadi pula peningkatan jumlah Tenaga Kerja Perkebunan (TKP) yang terlibat dalam kegiatan usaha tani perkebunan. Pada tahun 2005 jumlah petani seluruhnya 242.597 TKP, maka pada tahun 2006 menjadi 296.012 TKP berarti mengalami kenaikan sebanyak 53.415 KK petani atau naik 7,05 %. Adapun jumlah Perkebunan Besar Swasta (PBS) yang aktif di Kalimantan Timur sampai posisi bulan Desember 2004 sebanyak 145 PBS dengan luas areal/ijin lokasi dari Bupati/Walikota seluas 1.801.123,73 Ha, dengan perincian sebagai berikut : Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
128
1)
Kabupaten Penajam Paser Utara ada 9 PBS dengan luas areal/ijin lokasi 93.881 Ha 2) Kabupaten Pasir ada 15 PBS dengan luas areal/ijin lokasi 138.756 Ha. 3) Kabupaten Kutai Kartanegara ada 17 PBS dengan luas areal/ijin lokasi 367.381,88 Ha. 4) Kota Samarinda ada 1 PBS dengan luas areal/ijin lokasi 3.100 Ha. 5) Kabupaten Kutai Timur ada 53 PBS dengan luas areal / ijin lokasi 460.648 Ha. 6) Kabupaten Kutai Barat ada 12 PBS dengan luas areal/ijin lokasi 165.800 Ha. 7) Kabupaten Berau ada 13 PBS dengan luas areal/ijin lokasi 233.042 Ha. 8) Kabupaten Bulungan ada 8 PBS dengan luas areal/ijin lokasi 101.800 Ha. 9) Kabupaten Nunukan ada 15 PBS dengan luas areal/ijin lokasi 224.714,85 Ha. 10) Kabupaten Malinau ada 2 PBS dengan luas areal / ijin lokasi 12.000 Ha. Potensi lahan bagi pengembangan Budidaya Non Kehutanan seluas 5.170.785 ha, dari luas tersebut telah dicadangkan bagi pengembangan PBS seluas 3.146.070 ha.Pembangunan kelapa sawit dikembangkan melalui peran pemerintah, swasta dan masyarakat. Melalui program PIR NES VII dan PIR Swadaya, petani sebagai plasma memiliki kebun sendiri rata – rata 2 ha, mereka tidak hanya sebagai buruh tani tetapi memiliki lahan sendiri yang diusahakan sebagai kebun kelapa sawit. Sedangkan potensi pengembangan investasi sektor perkebunan pada tahun 2009 terdiri dari komoditi Kelapa Sawit 530.554 ha dg produksi 2.298.185,50 ton, tanaman karet 75.924,50 ha dg produksi 49.620,50 ton, kelapa dalam 33.308,50 ha dg prodksi 29.250 ton, kopi 15.254,5 ha dg produksi 3.881 ton, kakao 15.254,50 ha dg prod. 24.134 ton dan lada seluas 14.900 ha dg prod. 11.120,50 ton b.
Potensi Komoditas Sektor Pertanian Produksi padi pada tahun 2011 diperkirakan sebesar 596,3 ribu Ton Gabah Kering Giling (GKG). Dibandingkan produksi tahun 2010, terjadi peningkatan sebanyak 7,5 ribu ton (1,27 persen). Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan produktivitas sebesar 0,81 kuintal per hektar (2,07 persen). Perkiraan kenaikan produksi padi
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
129
tahun 2011 terbesar terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, Kutai Timur dan Nunukan. Perkiraan kenaikan produksi padi tahun 2011 sebesar 7,5 ribu ton (1,27 persen) terjadi pada subround Januari-April sebesar 16,4 ribu ton (5,08 persen) dan subround Mei-Agustus sebesar 6,2 ribu ton (5,33 persen) dibandingkan dengan produksi pada subround yang sama tahun 2010 (year on year) . Sementara produksi jagung tahun 2011 diperkirakan sebesar 11,48 ribu ton pipilan kering. Dibandingkan produksi tahun 2010, terjadi penurunan sebanyak 511 ton (-4,26 persen). Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan produktivitas sebesar 1,15 kuintal per hektar (4,48 persen). Penurunan produksi jagung tahun 2011 yang terbesar terjadi di kota Balikpapan, Kutai Timur, Malinau, Nunukan. Sementara produksi kedelai tahun 2011 diperkirakan sebesar 2,68 ribu ton biji kering. Dibandingkan produksi tahun 2010, terjadi peningkatan sebanyak 479 ton (21,73 persen). Peningkatan produksi diperkirakan terjadi karena meningkatnya luas panen seluas 412 hektar (24,54 persen). Perkiraan peningkatan produksi kedelai tahun 2011 yang relatif besar terjadi di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Bulungan. c.
Potensi Komoditas Sektor Peternakan Areal yang dicadangkan untuk sektor peternakan di Kalimantan Timur adalah seluas 732.586,07 ha tersebar di wilayah Kabupaten/kota. Pada sektor peternakan ini masih memiliki prospek untuk dikembangkan, karena sampai saat ini untuk pemenuhan daging ternak maupun unggas bagi masyarakat Kalimantan Timur masih didatangkan dari luar daerah seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa Timur dan Bali. Usaha yang cocok untuk dikembangkan adalah sapi perah, pembibitan dan penggemukan sapi, babi, domba/kambing, pembibitan ayam (petelur & pedaging) dan industri pakan ternak. Oleh karena paradigma baru pembangunan peternakan tidak lagi menempatkan peternak hanya sebagai objek, tetapi sekaligus sebagai subjek pembangunan yang berperan sebagai pelaku ekonomi penting. Sehingga ke depan diharapkan dapat mencapai visi pembangunan peternakan, yaitu “Terciptanya peternakan modern, tangguh dan efisien berbasis sumber daya lokal dalam mewujudkan masyarakat yang sehat dan produktif”.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
130
Perkembangan produksi peternakan Kalimantan Timur tahun 2005 sampai dengan tahun 2006 tercatat, produksi ayam buras tahun 2005 sebanyak 2.754.600 ekor dan tahun 2006 sebanyak 2.809.692 ekor terdapat peningkatan rata – rata 2,00 % pertahun. dan produksi ayam pedaging tahun 2005 sebanyak 25.828.000 ekor tahun 2006 sebanyak 26.344.560 ekor terdapat peningkatan rata – rata sebesar 2,00 % pertahun Perkembangan populasi ternak pada tahun 2006 secara umum mengalami kenaikan terutama ternak sapi, kambing, adapun populasi ternak sapi dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2006 tercatat pada tahun 2005 sebanyak 69.024 ekor dan pada tahun 2006 sebanyak 72.475 ekor dengan pertumbuhan rata – rata pertahun sebesar 5,00 %. Sebagaimana kita maklumi, Kalimantan Timur merupakan peluang pasar yang cukup tinggi. Komoditi peternakan sebagian besar dipasok dari luar daerah yaitu berupa ternak potong, daging, susu dan telur. Untuk memenuhi kebutuhan daging sapi, sekitar 70% yang dipotong berasal dari luar atau antara 30.000 - 36.000 ekor. Potensi sumber daya lahan sebagai basis ekologis pengembangan ternak dan pakan sangat mendukung.Potensi sumber daya lahan Kalimantan Timur dapat menampung ± 734.050 satuan ternak ruminansia atau setara dengan 968.000 ekor ternak sapi. Sementara populasi yang ada masih sangat kecil sehingga sampai saat ini sangat tergantung pada pasokan dari luar. d.
Potensi Komoditas Sektor Kehutanan Hutan di Kalimantan Timur berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan/Padu Serasi Potensi Kawasan Hutan, terdiri dari ; a. Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) : 7.653.565,36 ha b. Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK): 6.520.622,73 ha c. Kawasan Lindung : 24.516,12 ha Secara ekonomis fungsi hutan yang ada saat ini memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri perkayuan dan industri kertas yang telah berkembang. Hasil hutan ikutan antara lain damar, lebah madu, anggrek, kulit buaya, sarang burung, kayu gaharu, buah tengkawang, akar tunjuk langit dan siraf. Sedangkan secara estetis dari fungsi hutan mempunyai nilai untuk pendidikan, seperti adanya hutan pendidikan/ penelitian Unmul, Taman Nasional
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
131
(Kayan Mentaran) dan Hutan Lindung (Tahura Bukit Suharto) dll. Potensi kehutanan, khususnya pada komoditi Log memiliki jatah tebang pada tahun 2006 adalah sebesar 2,4 juta M3. Sedangkan usaha di sektor ini pengembangannya lebih ditekankan kepada pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI). Kontribusi sektor kehutanan dan industri turunannya terhadap perekonomian nasional, khususnya dalam pemulihan krisis ekonomi akan sangat banyak apabila seluruh potensi yang tersedia dimanfaatkan secara optimal. Akan tetapi pada saat ini sektor kehutanan mengalami penurunan kualitas hutan secara drastis yang diakibatkan antara lain eksploitasi hutan yang berlebihan, konversi/pembukaan kawasan hutan untuk peruntukan lain dan bencana alam seperti kebakaran hutan. Maraknya kegiatan illegal logging antara lain disebabkan oleh lebarnya kesenjangan antara kapasitas industri dengan ketersediaan bahan baku, hal ini merupakan dampak dari kebijakan pengurangan jatah tebangan tahunan secara nasional (soft landing). Untuk tahun 2005, Provinsi Kalimantan Timur mendapat jatah tebangan tahunan sebesar ± 1,5 juta meter kubik, padahal untuk memenuhi kebutuhan seluruh industri di Provinsi Kalimantan Timur setidaknya diperlukan bahan baku kayu sebesar ± 3,2 juta meter kubik. Jumlah Hak Pengusahaan Hutan (HPH)/Ijin Usaha Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dari tahun 2000 hingga tahun 2005 dari segi kuantitas tidak mengalami perubahan yang signifikan. Namun pada tahun 2003-2005 yang lalu sebanyak 20 HPH/IUPHHK telah dicabut penguasaannya oleh Menteri Kehutanan serta telah habis masa berlaku/ijin HPH-nya, akan tetapi pada periode tersebut pula, Menteri Kehutanan telah memberikan pengakuan/melegalisir sebanyak 9 HPH/IUPHHK yang telah diterbitkan oleh bupati di Provinsi Kalimantan Timur agar dapat diberikan pelayan teknis dan administrasi karena HPH/IUPHHK tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dari jumlah IUPHHK di atas, pada saat ini hanya 45 IUPHHK yang aktif melaksanakan kegiatan (mendapat RKT), selebihnya tidak mendapat Rencana Karya Tahunan (RKT) dikarenakan antara lain ijin IUPHHK-nya belum definitif dan masih menunggak kewajiban pembayaran kepada Negara (PSDH dan DR). Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
132
Produksi kayu bulat (produksi RKT) selama kurun waktu 2000-2005 mengalami penurunan yang sangat signifikan terutama dari tahun 2002-2003.Penurunan tersebut terjadi karena adanya kebijakan soft landing dari pemerintah untuk mengurangi produksi kayu secara nasional sejak tahun 2003 yang lalu. Realisasi produksi di atas tidak termasuk kayu yang berasal dari perijinan yang diterbitkan oleh bupati (IPK/IPPK/HPHH dan IUPHHK yang RKT-nya diterbitkan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten yang bersangkutan). Produksi kayu olahan ada yang mengalami peningkatan seperti produk plywood, veneer, sawn timber dan moulding. Peningkatan produk tersebut dikarenakan mulai bergairahnya pasar yang ditandai dengan membaiknya kondisi harga produk-produk tersebut di atas, serta kebutuhan akan produk tersebut di atas semakin tinggi baik untuk pasar dalam negeri maupun untuk pasar luar negeri. Pencurian dan penyeludupan kayu di Kalimantan Timur selalu meningkat sejak tahun 2000 sebanyak 5.417 m3 sebanyak 10 kasus di 4 Kabupaten, sedangkan tahun 2006 meningkat tajam sebanyak 145.947 m3 dengan 247 kasus yang terjadi di 13 Kabupaten/Kota. e.
Potensi Komoditas Sektor Perikanan dan Kelautan Kalimantan Timur tidak hanya memiliki lahan darat yang luas dan potensial tapi juga mempunyai potensi perikanan dan kelautan yang sangat prospektif terdiri dari : 1. Wilayah ZEEI (Zone Ekonomi Ekslusif Indonesia) sepanjang Laut Sulawesi seluas ± 2.750.813 Ha. 2. Wilayah penangkapan di pantai seluas ± 12,00 juta ha. 3. Hutan mangrove yang dapat dikonversi untuk budidaya air payau seluas ± 91.380 ha. 4. Perairan umum seluas ± 2,77 juta ha. Secara umum potensi Perikanan Kalimantan Timur terdiri dari : 1. Potensi Perikanan Demersal terdapat jenis Kakap, Kerapu, Bawal, Sebelah, Lidah, Beronang, Cucut/Hiu, Pari, Kuro, Kakap Merah/Bambangan, Udang Barong, Udang Windu, Udang Dogol 2. Potensi Perikanan Pelagis terdapat jenis : Kembung, Layang, Selar, tenggiri, Alwalu, Kuwe, Tembang, Cumi Cumi, Sotong 3. Potensi Perikanan lainnya terdapat jenis Teripang, Ubur ubur, ajungan. Propinsi Kalimantan Timur terdiri
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
133
dari 13 Kabupaten / Kota dan sejumlah 10 diantaranya memiliki wilayah perairan laut dengan letak geografis (darat sarnpai ke laut) Untuk potensi produksi sumberdaya ikan di Kalimantan Timur: 1. Perairan laut : 139.200 ton dimanfaatkan sekitar 40,94% 2. Perairan umum : 69.348 ton dimanfaatkan sekitar 20,40% 3. Budidaya tambak : 122.450 ton yang dimanfaatkan sekitar 36,02% 4. Budidaya air tawar : 9.000 ton yang dimanfaatkan sekitar 2,64% Secara umum komoditi prospektif yang menonjol untuk dikembangkan yaitu: budidaya Udang Air Payau dan budidaya laut Ikan Kerapu, sedangkan untuk perairan ZEEI memiliki potensi ikan Tuna dan Perikanan Darmasal lainnya. f.
Potensi Komoditas Sektor Industri Potensi industri di Kaltim, baik yang memanfaatkan sumber daya alam, khususnya industri pengolahan hasil hutan, perkebunan, dan hasilfaut, maupun yang berbasis iptek, seperti petrokimia, peralatan pengeboran lepas pantai, metanol, dan galangan kapal, masih memiliki peluang dan potensi yang besar untuk dikembangkan secara lebih modern. Hanya persoalan investasi yang sampai sekarang masih menjadi kendala utama. Kendala lain menyangkut kualitas sumber daya manusia dan moralitas birokrasi setempat. Jumlah perusahaan industri besar dan sedang di Kaltim masih didominasi oleh subsektor industri kayu, yaitu mencapai 66 perusahaan (46,51 %) dan menyerap 47.902 orang tenaga kerja. Meski selama tiga tahun terakhir produksi kayu di Kaltim mengalami penurunan akibat kesulitan pasokan bahan baku, daerah Kaltim masih merupakan penghasil kayu terbesar dibandingkan propinsi lain. Banyaknya perusahaan besar dan sedang di Kaltim pada 1997 dan 1998 berjumlah 136 unit dan 129 unit, mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 54.052 orang dan 58.783 orang. Salah satunya adalah Pabrik Pupuk PT Kaltim yang berlokasi di Kabupaten Bontang, Kalimantan Timur.Sementara itu, industri aneka (1998) berjumlah 3.467
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
134
unit dan mampu menyerap 10.398 orang. Total investasinya mencapai sekitar US$ 16.254.750. Jumlah industri kecil menurut jenis usahanya adalah sebagai berikut: Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan (IHPK) berjumlah 226 unit, Industri Kecil Percetakan, Penerbitan, Kertas dan Fotokopi (IKPKF) ber¬jumlah 1.168 unit; dan Industri Kecil Hasil Pertanian dan Kehutanan (IKHPKNF) berjumlah 5.055 unit; jumlah tenaga yang dipekerjakan adalah IHPK 53.839 orang, IKHPKF 8.217 orang, dan IKHPKNF 15.620 orang. Nilai investasi IHPK US$ 2.940.923.291; IKHPKF US$ 18.027.615, dan IKHPKNF US$ 7.321.936,00. Daerah kabupaten di Kaltim yang memiliki banyak perusahaan adalah Kabupaten Samarinda, Balikpapan, Bulungan, Bontang, dan Kutai.Salah satu perusahaan besar di Bontang adalah PT Pupuk Kaltim dan Pabrik Petro Kimia. Kalimantan Timur berdasarkan Inpres Nomor I tahun 2010 sebagai Cluster Industri berbasis Pertanian, Oleochemical di Kawasan Maloy Kutai Timur dan bersama Provinsi Jawa Timur sebagai Cluster Industri berbasis migas dan kondensat di Kota Bontang. Di samping itu, di Kota Balikpapan telah dikembangkan Kawasan Industri Kariangau. Ketiga kawasan industri tersebut diharapkan dapat dikembangkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). g.
Potensi Komoditas Sektor Pertambangan dan Energi Daerah Kalimantan Timur memiliki banyak hasil tambang dan bahan galian yang tersebar di beberapa kabupaten.Kekayaan minyak bumi dan gas alam di Kaltim terdapat di pantai timur, termasuk di daratan sekitar Balikpapan, Pulau Bunyu, Pulau Tarakan, dan Bontang, serta di daerah lepas pantai yang memanjang dari utara sampai selatan. Begitu juga dengan tambang batubara, tambang tersebut ditemukan di beberapa daerah, antara lain di Kutai, Pasir, Berau, Bulungan dan Kota Samarinda. Endapan bahan galian golongan C banyak terdapat di Kabupaten Pasir, Berau, Kutai, Kota Samarinda dan Kota Balikpapan. Bahan galian ini antara lain berupa kaolin, bentonit, batu kapur, pasir kuarsa, dan pasir besi. Hasil tambang lainnya yang banyak terdapat di Kaltim adalah emas, timah hitam, fosfat, besi, dan nikel. Produksi Batubara di Kaltim adalah sebagai berikut: pada 1997 mencapai 26.330.775 ton, sedangkan 1998 meningkat menjadi 29.559.970 ton. Hasil tambang emas 1997
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
135
mencapai 14,71 ton, pada 1998 menurun sedikit menjadi 14,30 ton. Begitu juga produksi perak 1997 yang mencapai 10,19 ton, pada 1998 meningkat menjadi 13,10 ton. Produksi amoniak 1998 mencapai 471.683 ton, untuk distribusi dalam negeri 44.454 ton dan luar negeri 407.603 ton.Produksi minyak dan gas bumi dapat dilihat dari nilai ekspor Kaltim atas barang tersebut. Data yang ada menunjukkan bahwa hasil ekspor minyak dan gas bumi (migas) Kaltim pada 1997 dan 1998 berturut-turut adalah US$ 3.964.204.000,00 dan US$ 2.952.516.000,00. Ekspor migas tersebut menyumbang sekitar 62 % hingga 67 % dari seluruh total ekspor Kaltim untuk jenis migas. Dari data potensi Sumber daya energi adalah sebagai berikut : 1). Energi Tak Terbarukan (Unrenewable Energy) a).
b).
c).
d).
Batubara : + 90 Th cadangan Cad. : 25,13 Milliar Metric Ton (38 % Nasional) Prod. : 120,50 Juta Ton (68,5% Nasional) Gas Bumi : + 20 th cadangan Cad. : 24,96 TSCF (24,3 % Nasional) Prod. : 1,98 TSCF ( 37,0 % Nasional ) Minyak Bumi : + 10 Th cadangan Cad. : 765,75 MMSTB (11,0 % Nasional) Prod. : 57,0 MMSTB (6,1 % Nasional) Gas Metana Batubara : (dalam riset) Cad. : 108,3 TSCF (23,5 % Nasional)
2). Energi Terbarukan (Renewable Energy) a). Tenaga Air : Potensi : 5.916,3 MW Terbangun : 0,4 MW b). Biomasa : Potensi : 4.710 MW Terbangun : 160 MW c). Tenaga Surya : Potensi : Tersebar Terbangun : 17.425 unit (0,87 MW) d). Tenaga gelombang laut e). Tenaga palung laut f). Tenaga Angin
Untuk poin d, e, dan f belum dilakukan penelitian secara detail tetapi potensi tersebut ada dan dapat diperhitungkan sebagai sumber energi baru.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
136
BAB V ANALISIS POTENSI KOMODITAS TERKAIT MP3EI
A. Proyeksi Perkembangan Komoditas Terkait MP3EI Di Koridor Ekonomi Kalimantan Komoditas strategis MP3EI di Koridor Ekonomi Kalimantan meliputi migas, bauksit, kelapa sawit, besi baja dan perkayuan. Proyeksi perkembangan komoditas tersebut di masa yang akan datang (2015, 2020, 2025) dilakukan dengan mempertimbangkan tren perkembangan komoditas, potensi komoditas, kuantitas komoditas eksisting, target pencapaian MP3EI dan dengan asumsi skenario optimis investasi-investasi MP3EI (lihat Gambar 4.10) berjalan sesuai dengan yang direncanakan tanpa ada gangguan yang mengancam ketidakberhasilan investasi-investasi tersebut baik dari kondisi internal maupun global.
Gambar 5.1 : Peta Investasi Koridor Ekonomi Kalimantan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
137
1. Migas Berdasarkan MP3EI, regulasi dan kebijakan untuk pengembagan migas di Kalimantan adalah sebagai berikut: a. Menyiapkan kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract – PSC) yang lebih menarik bagi perusahaan migas, dimana daya tarik ditentukan dari biaya yang perlu dibayar di muka untuk mendapatkan kontrak bagi hasil dan besar kecilnya peran Pemerintah dalam kontrak tersebut (semakin kecil biaya yang perlu dibayar di muka dan semakin kecil peran Pemerintah, maka kontrak bagi hasil akan semakin menarik); b. Menyederhanakan regulasi (termasuk perijinan) di bidang minyak dan gas c. Mengurangi subsidi minyak dan gas secara bertahap MP3EI juga terdapat kebijakan Konektivitas (infrastruktur) yaitu peningkatan kualitas infrastruktur untuk mendukung distribusi dan logistik migas Selain itu terdapat pula kebijakan terkait SDM dan IPTEK untuk mendukung pengembangan migas di Kalimantan. Kebijakan tersebut antara lain: a. Pemberian dukungan teknis melalui peningkatan teknologi dan kualitas sumber daya manusia agar dapat menurunkan biaya ekplorasi terutama pada wilayah-wilayah dengan kondisi medan sulit, seperti eksplorasi di laut dalam; b. Pemberian investasi tambahan untuk pengembangan pemanfaatan teknologi untuk peningkatan kapasitas gas metana batu bara (MBB). c. Upaya mendorong percepatan penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR), sebagai satu upaya dalam meningkatkan upstream activity (eksplorasi & produksi), dimana penggunaan teknologi EOR ini akan mengoptimalkan kapasitas konsesi dari sumur-sumur minyak tua (brown fields); d. Pengembangan teknologi yang mendukung transportasi, refining, dan marketing untuk peningkatan kapasitas downstream (hilir). Proyeksi perkembangan komoditas migas di Kalimantan dilakukan menurut skenario bahwa target MP3EI optimis tercapai. Berdasarkan MP3EI, selain metode eksplorasi migas secara konvensional, peluang yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah peningkatan kapasitas gas Metana Batu Bara (MBB) sebagai salah satu pendongkrak tingkat produksi
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
138
gas nasional yang belum optimal. Peluang tersebut adalah optimalisasi kapasitas produksi MBB di Bontang – Kalimantan Timur. Pabrik pencairan LNG Bontang masih tersendat karena memerlukan investasi tambahan untuk pengembangan pemanfaatan teknologi MBB. Peningkatan eksplorasi MBB di Kaltim dilakukan agar dapat mendukung optimalisasi kapasitas produksi pabrik pencairan LNG Bontang yang berkapasitas sebesar 3,7 mkkph (milyar kaki kubik per hari). Saat ini pabrik tersebut hanya beroperasi pada level produksi 2,55 mkkph pada 2009 dan 2,38 mkkph pada 2010. Dengan kata lain, pada tahun 2025 sesuai dengan MP3EI dengan skenario optimis maka produksi pencairan LNG Bontang dapat optimal berproduksi dengan kapasitas 3,7 mkkph (milyar kaki kubik per hari). Untuk tahun 2015 dan 2020, dengan asumsi pertumbuhan linear maka produksi LNG Bontang tahun sebesar 2,82 mkkph (milyar kaki kubik per hari) dan pada tahun 2020 sebesar 3,26 mkkph (milyar kaki kubik per hari). Berikut ini adalah produksi eksisting LNG Bontang dan proyeksi sesuai dengan target MP3EI. Tabel 5.1 : Proyeksi Produksi LNG Bontang, Kalimantan Timur terkait Visi MP3EI No. 1 2 3 4
Tahun 2010 2015 2020 2025
Produksi dalam miliar kaki kubik per hari (mkkph) 2,38 2,82 3,26 3,7
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Menurut MP3EI, kegiatan eksplorasi migas di Kalimantan pada masa yang akan datang diperkirakan akan mengarah pada wilayah-wilayah yang kondisi medannya lebih sulit dan membutuhkan biaya yang sangat mahal, sepertieksplorasi di laut dalam. Kegiatan ekonomi utama minyak dan gas di Koridor Ekonomi Kalimantan direncanakan terdapat di lokus Balikpapan, Blok Delta Mahakam, Rapak, dan Ganal. Rencana investasi industri migas yang akan dilakukan di Kalimantan pada periode 2011—2015 berupa proyek-proyek utama seperti penambahan kapasitas produksiBBM di Balikpapan dan sekitarnya, serta eksplorasi laut dalam di Rapak dan Ganal.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
139
Komoditas Migas didistribusikan melalui pelabuhan laut dengan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) Pertamina.Kegiatan ekonomi utama minyak dan gas di Koridor Ekonomi Kalimantan akan melibatkan pihak swasta, BUMN, maupun pemerintah. Untuk komoditas minyak dan gas, strategi percepatan pertumbuhan pembangunan difokuskan untuk mendukung peningkatan produksi migas nasional menjadi 1 juta bph pada 2025 (sumber: Kementerian ESDM, 2010). Saat ini, realisasi rata-rata lifting Desember 2010 – Februari 2011 hanya sekitar 893 ribu bph. Produksi migas Kalimantan memiliki share terhadap produksi migas nasional adalah sebesar 37 %. Asumsi bahwa share migas Kalimantan terhadap Nasional tetap 37 %. Dengan demikian, pada akhir periode MP3EI dengan skenario optimis (tahun 2025) produksi migas di Kalimantan sebesar 37% dari target nasional pada tahun 2025 yaitu sebesar 370.000 bph (barel per hari). Kondisi produksi tahun 2010 komoditas migas di Kalimantan sebesar 330.410. Dengan asumsi pertumbuhan linear maka produksi migas pada tahun 2015 sebesar 343.607 bph dan migas pada tahun 2020 sebesar 356.803 bph. Tabel 5.2 : Proyeksi Produksi Migas di Lokus Balikpapan, Blok Delta Mahakam, Rapak dan Ganal, Kalimantan Timur terkait Visi MP3EI No. 1 2 3 4
Tahun 2010 2015 2020 2025
Produksi dalam barel per hari (bph) 330.410 343.607 356.803 370.000
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Komoditas Migas didistribusikan melalui pelabuhan laut dengan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) Pertamina seperti misalnya di Balikpapan.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
140
Gambar 5.2 : Proyeksi Produksi dan Lokasi Migas dan LNG di Kalimantan terkait Visi MP3EI
2. Batubara Sektor pertambangan batubara di Kalimantan diidentifikasi sebagai salah satu kegiatan ekonomi utama yang dapat menopang perekonomian Koridor Ekonomi Kalimantan di saat produktivitas sektor migas menurun.Pada tahun 2010, jumlah batubara yang digunakan untuk kebutuhan dalam negeri adalah sebesar 60 juta ton (18 persen dari total produksi). Sektor kelistrikan merupakan pengguna batubara terbesar di dalam negeri. Sementara sisanya sebesar 265 juta ton telah diekspor ke beberapa negara. Adapun, negara tujuan utama ekspor batubara Indonesia adalah Jepang, Cina, India, Korea Selatan, dan beberapa negara ASEAN. Batubara di Kalimantan tersebar di seluruh Kalimantan. Sumberdaya terbesar dan produksi terbesar berada di Kalimantan Timur. Batubara diangkut dari lokasi penambangan tambang dengan truk atau kereta ke pelabuhan khusus kemudian didistribusikan melalui pelabuhan khusus batubara tersebut yang dimiliki oleh perusahaanperusahaan pertambangan batubara ke tujuan pengiriman batubara. Distribusi batu batu bara ada yang terlebih dahulu
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
141
dikemas kemudian dimasukkan ke petikemas. Namun, mengingat produksi komoditas batubara di masa yang akan datang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan PLTU di dalam negeri yang sedang banyak dikembangkan di dalam negeri maka batu bara akan didistribusikan melalui pelabuhan khusus kemudian diditribusikan ke tujuan di dalam negeri tanpa dikemas terlebih dahulu. Hal tersebut juga mengingat pengemasan batu bara memerlukan biaya tambahan dibandingkan dengan batu baru langsung diangkut. Berdasarkan Kementrian ESDM, jika infrastruktur baik maka produksi batubara bisa mencapai 6,7 kali dari produksi eksisting. Sesuai dengan kebijakan MP3EI yang akan meningkatkan infrastruktur sampai tahun 2025, maka pada tahun 2025 (akhir periode MP3EI) diproyeksi bahwa produksi batubara di Kalimantan sebesar 6,7 kali dari produksi eksisiting di masing-masing wilayah di Kalimantan. Data eksisting (2010) dan proyeksi produksi batubara di setiap provinsi Kalimantan sesuai dengan target MP3EI yang jika infrastruktur baik maka produksi bisa mencapai 6,7 kali dari produksi eksisting adalah sebagai berikut. Tabel 5.3 : Proyeksi Produksi Batubara Berdasarkan Terkait Visi MP3EI No.
Tahun
1 2 3
2015 2020 2025
Kaltim 108,75 180 251,25
Produksi dalam juta ton Kalsel Kalteng 35,67 4,64 59.04 7,68 82,41 10,72
Kalbar 1,45 2,40 3,35
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
142
Gambar 5.3 : Proyeksi Produksi dan Lokasi Batubara di Kalimantan terkait Visi MP3EI
Gambar 5.4 Karakteristik Kandungan dan Penggunaan Batubara
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
143
Gambar 5.5 : Rantai Nilai Batubara Sumber: ITB dan Puslitbang ESDM Dalam Dokumen Presentasi Perhapi
Proyeksi komoditas batubara dan turunannya didasarkan atas kebijakan/regulasi MP3EI, skenario optimis investasi MP3EI, tren produksi dan produksi eksisting serta potensi nilai tambah yang bisa dikembangkan sesuai kebijakan/regulasi/investasi MP3EI. Berikut ini proyeksi komoditas batubara dan turunannya: Tabel 5.4 : Proyeksi Komoditas Batubara dan Turunan Batubara di Kaltim (juta ton) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
1
Liquefaction
-
3,600,000
5,025,000
2
Gasification
-
9,000,000
12,562,500
3
Kokas
-
12,600,000
15,075,000
4
Karbon aktif
-
18,000,000
22,612,500
5
Batubara mutu tinggi
108,750,000
90,000,000
75,375,000
Balikpapan, Samarinda, Maloy Balikpapan, Samarinda, Maloy Balikpapan, Samarinda, Maloy Balikpapan, Samarinda, Maloy Pelabuhan khusus
Jenis Muatan Petikemas
Petikemas
Petikemas
Petikemas
Curah Kering
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
144
Tabel 5.5 : Proyeksi Komoditas Turunan Batubara di Kalsel (juta ton) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
1 2 3 4
Liquefaction Gasification Kokas Karbon aktif Batubara mutu tinggi
-
1,180,800 2,952,000 4,723,200 7,084,800
1,648,200 4,120,500 6,592,800 9,889,200
35,670,000
29,520,000
24,723,000
Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin Pelabuhan khusus
5
Jenis Muatan Petikemas Petikemas Petikemas Petikemas Curah Kering
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 5.6 : Proyeksi Komoditas Turunan Batubara di Kalteng (juta ton) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
1
Liquefaction
0
153600
214400
2
Gasification
0
384000
536000
3
Kokas
0
614400
857600
4
Karbon aktif
0
921600
1286400
5
Batubara mutu tinggi
4640000
3840000
3216000
Pulang Pisau, Kumai, Bumiharjo Pulang Pisau, Kumai, Bumiharjo Pulang Pisau, Kumai, Bumiharjo Pulang Pisau, Kumai, Bumiharjo Pelabuhan khusus
Jenis Muatan Petikemas
Petikemas
Petikemas
Petikemas
Curah Kering
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
145
Tabel 5.7 : Proyeksi Komoditas Turunan Batubara di Kalbar (juta ton) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
1 2 3 4 5
Liquefaction Gasification Kokas Karbon aktif Batubara mutu tinggi
0 0 0 0
240000 480000 192000 288000
335000 670000 268000 402000
1450000
1200000
1675000
Pontianak Pontianak Pontianak Pontianak Pelabuhan khusus
Jenis Muatan Petikemas Petikemas Petikemas Petikemas Curah Kering
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Pola pergerakan angkutan batubara di Kalimantan Timur diuraikan sebagai berikut. Sebagian besar lokasi tambang di Provinsi Kalimantan Timur dekat dengan tepian sungai Mahakam atau tepian pantai maka untuk mengangkut batu bara memanfaatkan sungai yang ada sebagai alur transportasinya langsung menuju lepas pantai maupun pelabuhan bongkar muat yang ada di dekat muara sungai. Peningkatan akan penggunaan lahan untuk pertambangan batu bara di satu pihak telah menimbulkan permintaan (generated) akan kebutuhan transportasi; namun adanya pendangkalan yang terjadi di sepanjang sungai akibat perubahan musim sehingga menimbulkan sedimentasi pada saat banjir, telah menghambat jalur pengangkutan batu bara setiap harinya karena kedalaman yg berkurang menjadi < 5 m berakibat kapal pengangkut batu bara tidak bisa berjalan. Sebaliknya, agar kedalaman minimal 5 m harus dipertahankan tentunya memerlukan pengerukan konsekwensinya akan memakan biaya yang sangat besar. Berdasarkan data dari studi KCTP (Kalimantan Coal Transport Project) selama 5 tahun (2000–2004) sebanyak 5 juta m3 telah dikeruk dalam rangka pemeliharaan alur pengangkutan. Tanpa adanya pemeliharaan melalui pengerukan sungai tersebut maka kinerja transportasi akan menurun. Selain itu, dengan adanya Jembatan Mahakam yang terletak 4 km dari dari pelabuhan muat ke arah hulu, dimana bentang tengah jembatan adalah sempit, yaitu 40 m dan tinggi ruang bebas (clearance) hanya 12 m dimana saat musim hujan/banjir arus sungai sangat cepat sehingga menyulitkan tongkang untuk melakukan manuver. Di Delta Mahakam terdapat 2 pelabuhan muat lepas pantai yaitu Muara Jawa di selatan dan Muara Berau di utara. Kinerja kedua pelabuhan tersebut sangat tergantung musim. Saat bulan Januari-Mei Pelabuhan Muara Jawa akan berfungsi sementara
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
146
bulan lainnya akan berada di Muara Berau. Saat ini, Batu Bara yang berasal dari Kalimantan Timur akan didistribusikan pada 3 outlet pelabuhan muat lepas pantai di delta Mahakam, yakni: Balikpapan Coal Terminal, Pelabuhan Bontang dan Pelabuhan Tanjung Bara (KPC), selain itu juga banyak DUKS maupun TERSUS/PELSUS untuk kepentingan bongkar muat komoditi batubara ini. Karena produksi batubara yang semakin meningkat dan kondisi pelabuhan-pelabuhan umum yang semakin jenuh maka pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Timur berencana untuk membangun pelabuhan khusus batubara di Pelabuhan Kariangau. Dan juga Jepang berencana akan membangun pelabuhan terapung untuk bangkar muat batubara di muara Sungai Makaham. Pola pergerakan angkutan batubara di Kalimantan Selatan diuraikan sebagai berikut. Berdasarkan PERDA Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 3 tahun 2006 tentang Pengaturan Jalan Umum dan Jalan Khusus Hasil Tambang dan Hasil Perusahaan Perkebunan bahwa pengengkuta setiap hasil tambang tidak boleh melewati jalan umum melainkan diangkut melewati jalan khusus yang telah ditetapkan oleh Gubernur. Kecuali hasil tambang yang sudah berupa kemasan dan ditujukan untuk keperluan rumah tangga, dengan pembatasan tonase sesuai dengan kelas jalan yang sudah ditetapkan undangundang. Pola pergerakan batu bara di Provinsi Kalimantan Selatan dari lokasi tambang diangkut dengan truck dibawa ke dermaga sungai dan dengan tongkang dibawa ke pelabuhan lepas pantai atau pelabuhan muat. Karena produksi batubara yang semakin meningkat dan kondisi pelabuhan-pelabuhan umum yang semakin jenuh maka pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Selatan berencana untuk membangun pelabuhan khusus batubara di Tanjung Dewa, Kecamatan Kelumpang Tengah, Kabupaten Kotabaru. Pola pergerakan pengangkutan batubara di Kalimantan Tengah dijelaskan sebagai berikut. Ada tiga versi pengangkutan batu bara di Provinsi Kalimantan Tengah yaitu: a Pengangkutan versi Perusahaan Mengingat sebagian besar pertambangan di provinsi Kalimantan Tengah ini terletak di daerah perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan maka cara pemasaran batubara adalah lewat Kalimantan Timur
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
147
dan Kalimantan Selatan, hal ini dilakukan oleh perusahaanperusahaan karena dirasa lebih efektif,efisien dan ekonomis. b Pengangkutan Versi Pemerintah Daerah melalui Sungai Melalui Sungai Barito, Sungai Kapuas Munung, dan melalui Terusan Raya keluar menuju Bahaur (Muara Sungai Kahayan), Tanjung Malatayur dan Samuda. c Pengangkutan Versi Pemerintah Daerah dengan KA Menggunakan Kereta Api dari Puruk Cahu – Laung Tuhup – Lakai – Muara Teweh – Kandui – Labakanilan – Ampah – Mengkatip. Dari Mengkatip pengangkutan dilanjutkan dengan mengunakan tongkang hingga ke Bahaur. Pola jaringan angkutan batu bara di Kalimantan belum terstruktur mengikuti jaringan intermoda yang efisien dan efektif. Hal ini dapat dimengerti karena pola pertambangan dan sebaran lokasinya yang menyebar ke seluruh provinsi yang pada era otonomi daerah ini banyak menghadapi kendala khususnya dalam penyediaan prasarana transportasi serta peningkatan produksi dalam memenuhi kebutuhan pasar. Pergerakan angkutan batu bara cenderung mengikuti keberadaan sungai yang ada dengan membangun pusat pusat bongkar yang berupa dermaga untuk kemudian diangkut ke terminal muat yang tersedia jauh dari lokasi pertambangan. Hal ini sejalan dengan keberadaan sungai (Barito/Mahakam) sebagai satu-satunya prasarana transportasi yang ada di Kalimantan selain jalan yg memang tidak layak secara ekonomis untuk mengangkut batu bara dalam jumlah besar dengan jarak yang jauhnya lebih dari 100 km. Secara garis besar ada 4 tipe jalur/rute pengangkutan batu bara di Kalimantan saat ini sebagai berikut: a. Jalur pengangkutan dari lokasi tambang dengan truck dibawa ke dermaga sungai dan dengan tongkang dibawa ke pelabuhan lepas pantai; b. Jalur pengangkutan dari lokasi tambang dengan truck dibawa ke dermaga sungai dengan tongkang dibawa ke Pelabuhan muat; c. Jalur pengangkutan dari lokasi tambang dibawa truck langsung ke pelabuhan muat; d. Jalur pengangkutan dari lokasi tambang melalui konveyor ke pelabuhan muat.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
148
Pola jalur/rute menggambarkan koridor utama pelayanan angkutan berbentuk linier pada koridor sungai sebagai koridor utama dan dihubungkan dengan fungsi pelayanan yang lebih rendah (feeder routes) yang merupakan jalan khusus yg dibangun oleh perusahaan masing-masing dengan dermaga yang juga dibangun dan dimiliki oleh perusahaan sebagai tempat pemberhentian sementara untuk selanjutnya diangkut melalui angkutan kapal/tongkang. Kinerja pelayanan angkutan batu bara dapat diidentifikasikan dari kinerja operasional dan pelayanan angkutan batu bara. Berdasarkan hasil wawancara rata-rata waktu yang ditempuh dari pelayanan angkutan batu bara melalui kapal/tongkang menjadi lebih lama karena khususnya pada musim kemarau (surut) sehingga pengangkutan batu bara harus dilakukan dengan menggunakan tongkang yang lebih kecil kapasitasnya (< 3000 DWT). Selain itu untuk lokasi tambang yang berada jauh dari sungai Barito/Mahakam terpaksa harus membongkar dulu batu baranya di dermaga yang tentu saja akan menambah waktu tempuh dan biaya. Bahkan dengan semakin banyaknya dan beragamnya penggunaan sungai Barito/Mahakam sebagai sarana kapal mengangkut barang/container dan penumpang disamping batu bara telah menambah padatnya arus lalu lintas sungai. Sebagai gambaran tahun 2004 ketika jumlah produksi batu bara yg dikirim melalui pelabuhan lepas pantai di delta Mahakam mencapai 10 Juta ton jumlah tongkang yg melewati S.Mahakam adalah 2.460 trip dengan kapasitas tongkang rata rata 6.500 DWT (Studi: KCPT,2005). Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa survei asal tujuan dilakukan bersamaan saat wawancara dengan pelaku/pemilik perusahaan batu bara dengan menggunakan formulir survei yang telah disediakan sebelumnya. Pola asal tujuan perjalanan angkutan batu bara mempunyai pola yang sudah jelas (fix) yaitu secara garis besar adalah dari lokasi pertambangan langsung ke pelabuhan muat baik yang dimilik sendiri oleh perusahaan maupun pelabuhan umum berdasarkan atas kontrak sewa. Selain itu pengangkutan sebagian besar berasal dan menuju ke tujuan yang masih dalam wilayah provinsi sendiri. Secara umum pola asal-tujuan perjalanan angkutan batu bara saat ini dapat digambarkan dalam tabel berikut ini.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
149
Tabel 5.8 Perjalanan Angkutan Batu Bara di Kalimantan
No
Wilayah/ Provinsi
1. 2. 3. 4.
Kalsel Kaltim Kalteng Kalbar
Indonesian Bulk Terminal (IBT)
Pulau Laut Utara
Kalsel √ √ -
Kalsel √ √ -
Balik Papan Coal Terminal (BCT) Kaltim √ -
Bontang Coal Terminal
Tanjung Bara Coal Terminal
Kaltim √ -
Kaltim √ -
Pengangkutan batubara sangat penting karena berkaitan dengan penyediaan batu bara, mulai dari lokasi tambang sampai ke lokasi konsumen. Kenyataan bahwa sebagian besar tambang batu bara di Kalimantan yang ada saat ini berlokasi dekat dengan tepian sungai maupun pantai karena sangat menguntungkan dari segi biaya transportasinya dengan memanfaatkan sungai yang ada sebagai alur transportasinya langsung menuju lepas pantai maupun pelabuhan bongkar muat yang ada di dekat muara sungai. Sungai yang selama ini digunakan untuk alur pengangkutan batu bara di Kalimantan adalah: sungai Mahakam dan Sungai Barito. Peningkatan akan penggunaan lahan untuk pertambangan batu bara di satu pihak telah menimbulkan permintaan (generated) akan kebutuhan transportasi; namun adanya pendangkalan yang terjadi di sepanjang sungai akibat perubahan musim sehingga menimbulkan sedimentasi pada saat banjir, telah menghambat jalur pengangkutan batu bara setiap harinya karena kedalaman yg berkurang menjadi < 5 m berakibat kapal pengangkut batu bara tidak bisa berjalan. Sebaliknya, agar kedalaman minimal 5 m harus dipertahankan tentunya memerlukan pengerukan konsekwensinya akan memakan biaya yang sangat besar. Berdasarkan data dari studi KCTP (Kalimantan Coal Transport Project) selama 5 tahun (2000–2004) sebanyak 5 juta m3 telah dikeruk dalam rangka pemeliharaan alur pengangkutan. Tanpa adanya pemeliharaan melalui pengerukan sungai tersebut maka kinerja transportasi akan menurun. Selain itu, dengan adanya Jembatan Mahakam yang terletak 4 km dari dari pelabuhan muat ke arah hulu, dimana bentang
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
150
tengah jembatan adalah sempit, yaitu 40 m dan tinggi ruang bebas (clearance) hanya 12 m dimana saat musim hujan/banjir arus sungai sangat cepat sehingga menyulitkan tongkang untuk melakukan manuver. Tongkang ditarik menuju ke pelabuhan muat lepas pantai di delta Mahakam, Pelabuhan batu bara Balikpapan, Pelabuhan batu bara Bontang. Di Delta Mahakam terdapat 2 pelabuhan muat lepas pantai yaitu Muara Jawa di selatan dan Muara Berau di utara. Kinerja kedua pelabuhan tersebut sangat tergantung musim. Saat bulan Januari-Mei Pelabuhan Muara Jawa akan berfungsi sementara bulan lainnya akan berada di Muara Berau. Selain waktu tempuh menjadi lama juga biaya per ton-km nya menjadi lebih mahal. Relatif sama dengan sungai Mahakam kinerja sungai Barito akan terganggu khususnya pada musim kemarau dimana sepanjang sungai terjadi sedimentasi ketika musim hujan/banjir sehingga 2/3 dari panjang sungai ini praktis tidak bisa secara optimal digunakan untuk angkutan batu bara. Hanya pada daerah hilir sungai mempunyai kedalam > 20 sementara 2/3 dari total panjang sungai tepatnya di sungai Klanis hanya mempunyai kedalaman 6 m – 9m dan akan lebih dangkal lagi kearah hulu sehingga kinerja transportasinya menjadi terganggu. Bahkan alur dekat Pelabuhan Banjarmasin sekitar 14 km kearah hulu sungai setiap tahunnya berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan Provinsi Kalsel memerlukan pemeliharaan melalui pengerukan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi. Kedalaman sungai yang sangat bergantung pada musim dan karakteristik sepanjang sungai menyebabkan kapasitas pengangkutannya mengikuti kondisi sungai (kedalaman) yang ada; untuk daerah hulu sekitar 2/3 panjang sungai memakai tongkang dengan kapasitas < 3000 DWT dan didaerah hilir memakai tongkang dengan kapasitas antara 3000 – 10.000 DWT. Selain itu, pada umumnya perusahaan pemilik tambang batu bara membangun sendiri jalan angkutan batu bara dari lokasi tambang ke tepi sungai sebagai dermaga untuk selanjutnya diangkut melalui sungai menggunakan tongkang ke pelabuhan bongkar muat.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
151
Di kalimantan, terdapat 5 (lima) Terminal Batu bara dengan fasilitas bagi Armada Kapal Angkutan barang Besar. Berikut ni 5 terminal batu bara tersebut. Tabel 5.9 : Terminal/Pelabuhan Muat Batu Bara di Kalimantan Nama terminal Terminal Batu Bara Tj.Bara Terminal Bt.bara Pulau Laut Utara Terminal Bat.Bara Balikpapan (BCT) Indonesia Bulk Terminal (IBT) Terminal Batu Bara Bontang
PT.KPC
Kaltim
Kapasitas Handling (jt ton/th) 20
PT.Arutmin Indonesia
Kalsel
10
150.000
PT.Arutmin Indonesia
PT.Dermaga Perkara Pratama
Balikpapan
9
65.000
umum
PT.Indonesia Bulk Terminal
Kalsel
10
90.000
Umum
PT.Indonesia Mandiri
Kaltim
6
65.000
PT.Indonesia Mandiri
Pemilik
Lokasi
Maximum Ukuran Kapal 180.000
Pengguna Pelabuhan PT.KPC
Sumber: Buku Batu Bara Indonesia 2004-2005
IBT dan BCT hanya melayani kepada pemilik pertambangan berdasarkan kontrak, sementara pelabuhan lainnya semata mata hanya digunakan oleh pemilik pelabuhan yang sekaligus pemilik pertambangannya masing-masing. Saat ini dirasakan oleh pemilik tambang batu bara lainya khususnya yang tidak punya pelabuhan sendiri bahwa keterbatasan kapasitas terminal muat dari IBT (8 jt ton/th) & BCT (5 jt ton/th) tersebut karena pertumbuhan dan permintaan yang tinggi sehingga memaksa pemilik tambang yang lain untuk mencari alternatif menggunakan terminal/pelabuhan muat lepas pantai yang tentu saja biaya nya menjadi lebih mahal tentunya dengan waktu tunggu yang relatif lama.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
152
Gambar 5.6 : Skema Jalur Batu Bara di Pulau Kalimatan
3.
CPO Berdasarkan data BPS, tahun 2009 Luas perkebunan sawit Ha di Kalimantan Timur sebesar 530.554 Ha, Kalimantan Tengah 909.703 Ha, Kalimantan Selatan 292.800 Ha, dan Kalimantan Barat 601.192 Ha. Berdasarkan kebijakan MP3EI yang menghendaki intensifikasi dan lebih mengendaki peningkatan produktifitas CPO setiap satuan lahan maka luas lahan sampai tahun 2025 diasumsikan tetap. Berdasarkan target MP3EI yang menargetkan produktifitas produksi pengolahan kelapa sawit menjadi CPO untuk setiap satuan lahan adalah sebesar 7 ton/Ha (potensi produktifitas di
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
153
Indonesia menurut MP3EI). Dengan demikian, produksi CPO pada tahun 2025 di Kalimantan Timur sebesar 3.713.878 ton, Kalimantan Selatan 6.367.921 ton, Kalimantan Tengah sebesar 2.049.600 ton, dan Kalimantan Barat sebesar 4.208.344 ton. Kelapa sawit diangkut dari perkebunan menuju industri pengolahan kelapa sawit menjadi CPO. Kemudian, CPO dari industri pengolahan tersebut diangkut ke pelabuhan umum. CPO kemudian disitribusikan dari pelabuhan umum ke daerah tujuan. Tabel 5.10 : Proyeksi Produktifitas Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi CPO untuk setiap Satuan Lahan berdasarkan Visi MP3EI No. 1 2 3
Tahun 2015 2020 2025
Produktifitas (ton/Ha) 4,87 5,93 7
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 5.11 : Proyeksi Produksi CPO berdasarkan Visi MP3EI No.
Tahun
1 2 3
2015 2020 2025
Kaltim 2.582.029 3.147.954 3.713.878
Produksi dalam ton Kalsel Kalteng 4.427.221 1.424.960 5.397.571 1.737.280 6.367.921 2.049.600
Kalbar 2.925.801 3.567.073 4.208.344
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
154
Gambar 5.7 : Proyeksi Produksi dan Lokasi CPO di Kalimantan terkait Visi MP3EI
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
155
Gambar 5.8 : Pohon Industri Kelapa Sawit
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
156
Proyeksi komoditas turunan kelapa sawit didasarkan atas kebijakan/regulasi MP3EI, skenario optimis investasi MP3EI tercapai, tren produksi dan produksi eksisting serta potensi nilai tambah yang bisa dikembangkan sesuai kebijakan/regulasi/investasi MP3EI. Berikut ini proyeksi komoditas turunan kelapa sawit: Tabel 5.12 : Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit di Kaltim (ton) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
1,807,420
1,573,977
1,114,163
Balikpapan, Kariangau Samarinda, Maloy Balikpapan, Kariangau Samarinda, Maloy Balikpapan, Kariangau Samarinda, Maloy Balikpapan, Kariangau, Tanahgrogot, Samarinda, Maloy Balikpapan, Kariangau, Tanahgrogot, Samarinda, Maloy Balikpapan, Kariangau, Tanahgrogot, Samarinda, Maloy Balikpapan, Kariangau, Tanahgrogot, Samarinda, Maloy Balikpapan, Kariangau, Tanahgrogot, Samarinda,
1
CPO
2
-
157,398
185,694
3
Minyak goreng dalam kemasan Margarine
-
47,219
55,708
4
Sabun
-
47,219
55,708
5
Glyserine
-
31,480
37,139
6
Bungkil
258,203
314,795
371,388
7
Minyak inti sawit (palm kernel oil)
129,101
283,316
334,249
8
Tepung tempurung
51,641
94,439
111,416
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
Jenis Muatan Curah cair
Petikemas
Petikemas
Petikemas
Petikemas
General Cargo
Curah cair
General Cargo
157
No.
Komoditas
2015
2020
2025
9
Briket arang
258,203
314,795
371,388
10
Karbon aktif
-
62,959
74,278
11
Bahan Selulosa
-
31,480
37,139
12
Fatty Acid
77,461
188,877
222,833
Pelabuhan Maloy Balikpapan, Kariangau, Tanahgrogot, Samarinda, Maloy Balikpapan, Kariangau, Tanahgrogot, Samarinda, Maloy Balikpapan, Kariangau Samarinda, Maloy Balikpapan, Kariangau, Tanahgrogot, Samarinda, Maloy
Jenis Muatan Petikemas
Petikemas
Petikemas
Curah cair
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 5.13 : Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit di Kalsel (ton) No. 1
Komoditas CPO
3 4 5
Minyak goreng dalam kemasan Margarine Sabun Glyserine
6
Bungkil
2
7 8 9 10 11 12
Minyak inti sawit (palm kernel oil) Tepung tempurung Briket arang Karbon aktif Bahan Selulosa Fatty Acid
2015
2020
2025
3,099,055
2,698,786
1,910,376
-
269,879
318,396
442,722
80,964 80,964 53,976 539,757
95,519 95,519 63,679 636,792
221,361
485,781
573,113
88,544
161,927
191,038
442,722 132,817
539,757 107,951 53,976 323,854
636,792 127,358 63,679 382,075
Pelabuhan
Jenis Muatan
Pelabuhan khusus
Curah cair
Banjarmasin
Petikemas
Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin
Petikemas Petikemas Petikemas General Cargo
Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin
Curah cair General Cargo Petikemas Petikemas Petikemas Curah cair
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
158
Tabel 5.14 : Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit di Kalteng (ton) No.
Komoditas
Pelabuhan
Jenis Muatan
2015
2020
2025
99,7472
86,8640
614,880
Bumiharjo
Curah cair
Bumiharjo
Petikemas
1
CPO
2
Minyak goreng dalam kemasan
0
86,864
102,480
3
Margarine
0
26,059
30,744
4
Sabun
0
26,059
30,744
5
Glyserine
0
17,373
20,496
Bumiharjo
Petikemas
6
Bungkil
142,496
17,3728
204,960
Kumai, Bumiharjo
General Cargo
7
Minyak inti sawit (palm kernel oil)
71,248
15,6355
184,464
Bumiharjo
Curah cair
8
Tepung tempurung
28,499
52,118
61,488
General Cargo
9
Briket arang
142,496
17,3728
204,960
Kumai, Bumiharjo Kumai, Bumiharjo
10
Karbon aktif
0
34,746
40,992
Bumiharjo
Petikemas
11
Bahan Selulosa
0
17,373
20,496
Kumai, Bumiharjo
Petikemas
12
Fatty Acid
42,749
104,237
122,976
Bumiharjo
Curah cair
Kumai, Bumiharjo Kumai, Bumiharjo
Petikemas Petikemas
Petikemas
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 5.15 : Proyeksi Komoditas Turunan Kelapa Sawit di Kalbar (ton) No. 1 2
Komoditas CPO Minyak goreng dalam kemasan
2015
2020
2025
Pelabuhan
2048061 0
1783537 178354
2104172 210417
Pontianak
Jenis Muatan Curah cair
Pontianak
Petikemas
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
159
No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
3 4 5
Margarine Sabun Glyserine Bungkil
53506 53506 35671 356707
63125 63125 42083 420834
Pontianak Pontianak Pontianak
6
0 0 0 292580 146290
321037
378751
7 8 9 10 11 12
Minyak inti sawit (palm kernel oil) Tepung tempurung Briket arang Karbon aktif Bahan Selulosa Fatty Acid
58516
107012
126250
292580
356707
420834
0
71341
84167
0
35671
42083
87774
214024
252501
Pontianak
Jenis Muatan Petikemas Petikemas Petikemas General Cargo
Pontianak
Curah cair
Pontianak
General Cargo
Pontianak
Petikemas
Pontianak
Petikemas
Pontianak
Petikemas
Pontianak
Curah cair
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Pola pergerakan angkutan CPO sebagai produk olahan kelapa sawit di Kalimantan Timur cenderung mengikuti keberadaan jalan umum yang ada dengan membangun Pusat Pengolahan Kelapa sawit (PKS) dengan lokasi mendekati jalan umum yang ada, sehingga pengiriman selanjutnya langsung ke pelabuhan khsusus CPO atau pelabuhan umum. Pola Asal – Tujuan perjalanan angkutan CPO sebagai produk utama kelapa sawit mempunyai pola yang secara garis besar adalah dari lokasi perkebunan diangkut menggunakan truk (4 Ton) melalui jalan perkebunan sendiri, langsung dibawa ke PKS yang dibangun dan dimiliki sendiri, yang biasanya mendekati jalan umum dan dibawa langsung ke pelabuhan muat baik yang dimilik sendiri oleh perusahaan maupun pelabuhan umum berdasarkan atas kontrak sewa. Selain itu pengangkutan sebagian besar berasal dan menuju ke tujuan pelabuhan yang masih dalam wilayah provinsi sendiri. Dengan potensi pertanian dan perkebunan yang ada di Kalimantan Timur, maka Pemerintah RI telah menetapkan Kalimantan Timur sebagai zona claster industry berbasis pertanian dan oleo chemical, yang berlokasi di Maloy Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur dengan nama Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy. Pola pergerakan angkutan CPO di Kalimantan Selatan dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan PERDA Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 3 tahun 2006 tentang Pengaturan Jalan Umum dan Jalan Khusus Hasil Tambang dan Hasil Perusahaan Perkebunan bahwa
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
160
Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit hasil perkebunan rakyat perorangan ataupun yang melaksanakan kemitraan dengan perusahaan perkebunan dapat diangkut melalui jalan umum dengan pembatasan tonase sesuai dengan kelas jalan, sedangkan TBS kelapa sawit perkebunan besar swasta dan hasil perusahaan perkebunan harus diangkut melalui jalan khusus yang telah ditetapkan oleh Gubernur. Khusus untuk Kalimantan Selatan pemilik perkebunan membangun dermaga sendiri yang terletak di tepi sungai Barito untuk selanjutnya diangkut melalui sungai menggunakan tongkang ke pelabuhan bongkar muat untuk dikirim langsung baik tujuan ekspor maupun kebutuhan domestik. Pola pergerakan angkutan CPO di Kalimantan Tengah diuraikan sebagai berikut. Sesuai ketentuan Departemen Perhubungan bahwa Pelabuhan Curah Cair kelapa sawit berupa CPO merupakan klasifikasi pelabuhan khusus yang dapat dibangun sendiri oleh perusahaan perkebunan dengan mendapatkan ijin dari Dephub atau dibangun Pemerintah (BUMN/PT.Pelindo) atas dasar adanya kesepakatan (MOU) dengan para Pengusaha Perkebunan/GPPI. MOU tersebut sangat diperlukan karena BUMN seperti PT. Pelindo III di Kalimantan Tengah akan membangun pelabuhan Curah Cair CPO dan para pengusaha perkebunan memanfaatkannya dengan membayar sewa/retribusi ataupun biaya lainnya yang akan ditarik dari pengusaha perkebunan. Pelabuhan Curah Cair CPO untuk jangka panjang tidak bersifat permanen atau pada suatu saat akan tidak terpakai, apabila di Daerah atau pengusaha perkebunan/investor membangun industri hilir pengolahan CPO menjadi minyak goreng/makan, margarin/mentega atau produk jadi lainnya. Oleh karena itu pelabuhan dimaksud bersifat fleksibel untuk dapat digunakan kegiatan lain. Pelabuhan Curah Cair CPO PT. Pelindo III di Desa Bumiharjo Kobar telah dioperasionalkan sejak tanggal 2 Oktober 2002. Sampai saat ini. sudah ada kesepakatan 6 (enam) perusahaan perkebunan yang akan menggunakan pelabuhan PT. Pelindo III. Ke – 6 perusahaan tersebut merupakan program jangka pendek karena sudah menghasilkan CPO, dan untuk tahap pertama akan ditanda-tangani MOU antara PT. Pelindo III dengan Perusahaan Perkebunan Astra Agro Lestari Group di Kobar (9 unit perusahaan yang sudah operasional) dan Sinar Mas Group/PT. Lestari Unggul Jaya di Kotim/ Seruyan (2 unit perusahaan yang sudah operasional). Diharapkan semua perusahaan perkebunan di Kobar dan Seruyan akan menggunakan pelabuhan CPO PT. Pelindo III, kecuali perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Sukamara. Pelabuhan Curah Cair CPO PT. Pelindo III di Desa Bagendang Kotim masih dalam tahap penyempurnaan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
161
perbaikan dan belum operasional dan sekarang juga masih dalam tahap pembahasan pengoperasional antara PT. Pelindo III dengan para pengusaha perkebunan Wilayah Kotim/GPPI. Disamping itu produksi CPO di Kotim masih terbatas (baru 2 PKS yang operasional di wilayah Mentaya Hulu) dan jarak tempuh ke pelabuhan rata-rata diatas 100 Km. Pola pergerakan angkutan CPO di Kalimantan Barat diuraikan sebagai berikut. Kelapa sawit diangkut dengan truk dari perkebunan kelapa sawit ke tempat pengolahan kelapa sawit menjadi CPO. CPO dari pabrik pengolahan diangkut ke pelabuhan. Adapun pelabuhan tersebut adalah Pelabuhan Pontianak. Sama dengan pola jaringan angkutan batu bara di Kalimantan, pola jaringan angkutan CPO belum terstruktur mengikuti jaringan intermoda yang effisien dan effektif. Berbeda dengan batu bara, pola pergerakan angkutan CPO sebagai produk olahan kelapa sawit cenderung mengikuti keberadaan jalan umum yg ada dengan membangun Pusat Pengolahan Kelapa sawit (PKS) dengan lokasi mendekati jalan umum yang ada. Sehingga pengiriman selanjutnya langsung ke pelabuhan khsusus CPO atau pelabuhan umum, selain itu khusus untuk Kalsel pemilik perkebunan membangun dermaga sendiri yang terletak di tepi sungai Barito untuk selanjutnya dikirim langsung baik tujuan ekspor maupun kebutuhan domestik. Ada 2 tipe jalur pengangkutan kelapa sawit di Kalimantan: a Jalur pengangkutan dari lokasi perkebunan dibawa truk ke PKS dan langsung dibawa kepelabuhan muat; b Alur pengangkutan kelapa sawit dari lokasi perkebunan dibawa truk menuju dermaga sungai dengan tongkang dibawa ke pelabuhan muat/tujuan ekspor. Berdasarkan hasil survei lapangan khususnya di Kalbar sebagian besar pengangkutan minyak kelapa sawit (CPO) dilakukan melalui jalan umum yang sangat terbatas kapasitasnya yaitu rata-rata lebar jalan hanya 4.5 m dan hanya sebagian kecil mempunyai lebar 6 m. Dengan banyaknya jenis serta volume lalu lintas yang terus meningkat yang melewati jalan menyebakan kerusakan jalan yang semakin parah sehingga mengganggu kelancaran transportasinya. Hal ini menyebabkan waktu perjalanan yang semakin lama biaya yang semakin tinggi Selain itu keberadaan Pelabuhan muat yang masih terbatas di Pulau Kalimantan belum tersebar merata, yaitu terbatas di pelabuhan Pontianak untuk Kalbar serta Pelabuhan Bumi Harjo di Kalteng (sebagian kecil di Pelabuhan Sampit). Khusus Kalsel rata-rata
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
162
perusahaan perkebunan kelapa sawit mempunyai pelabuhan/dermaga sendiri yang terletak di tepi sungai Barito dan pengiriman langsung ke konsumen baik lokal maupun ekspor. Permasalahan mengenai keberadaan pelabuhan muat yang terbatas di Kalimantan masih ditambah lagi dengan fakta yang menunjukan bahwa Pelabuhan Pontianak saat ini sudah tidak efisien lagi sehingga dengan semakin tingginya kebutuhan akan CPO baik untuk domestik maupun ekspor menyebabkan pelabuhan Pontianak maupun Bumi Harjo akan mengalami masalah kapasitas dimasa yang akan datang yang perlu dicarikan alternatifnya pemecahannya. Sama dengan batu bara, bahwa survei ini dilakukan bersamaan saat wawancara dengan pelaku/pemilik perkebunan kelapa sawit dengan menggunakan formulir survei yang telah disediakan sebelumnya. Pola Asal – Tujuan perjalanan angkutan CPO sebagai produk utama kelapa sawit mempunyai pola yang secara garis besar adalah dari lokasi perkebunan diangkut menggunakan truk (4 Ton) melalui jalan perkebunan sendiri, langsung dibawa ke PKS yang dibangun dan dimiliki sendiri, yang biasanya mendekati jalan umum dan dibawa langsung ke pelabuhan muat baik yang dimilik sendiri oleh perusahaan maupun pelabuhan umum berdasarkan atas kontrak sewa. Selain itu pengangkutan sebagian besar berasal dan menuju ke tujuan pelabuhan yang masih dalam wilayah provinsi sendiri. Secara Umum pola perjalanan/asal-tujuan angkutan CPO saat ini dapat disampaikan dalam tabel berikut ini. Tabel 5.16 : Perjalanan Angkutan CPO di Kalimantan No
Wilayah
Pelabuhan Trisakti
1. 2. 3. 4.
Kalsel Kaltim Kalteng Kalbar
√ √ -
Ekspor/ Domestik Kalsel √ -
Bumiharjo/ Kumai Kalteng √ -
Sampit
Pontianak
Kalteng √ -
Kalbar √
Pel. Balikpapan Kaltim √ -
Beberapa Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam melihat kinerja sistem transportasi angkutan kelapa sawit adalah kondisi permukaan jalan dan jarak terminal muat. Semakin bagus kondisi jalan akan semakin lancar dan tepat waktu pengangkutannya; sementara semakin dekat lokasi terminal/pelabuhan muat dengan lokasi PKS maka semakin cepat pelayanan pengangkutannya ke tujuan akhir/konsumen.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
163
Sebagian besar jalan umum/provinsi/kabupaten untuk angkutan kelapa sawit di kalimantan mempunyai lebar 4.5 – 6 m, sementara alat angkut CPO nya ada 2 macam yaitu kapasitas 5-6 ton (sedang) maupun 10 ton (besar). Mengingat kebutuhan akan CPO terus meningkat dengan cepat maka kebutuhan alat pengangkutan semakin besar menuntut penyediaan baik sarana maupun prasarana trasnportasi yang lebih memadai (jalan diperlebar minimal: 6 m). Demikian juga kapasitas pelabuhan harus mengikuti terhadap kenaikan produksi kelapa sawit akibat permintaan pasar yang terus meningkat dengan cepat. 4.
Bauksit Berdasarkan MP3EI, Bauksit diarahkan untuk diolah terlebih dahulu sebelum diekspor. Bauksit diolah menjadi alumina. Pengolahan bauksit menjadi alumina yang saat ini sudah dikembangkan dan terus dikembangkan adalah di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Produksi bauksit di Kalimantan Barat pada tahun 2010 sebesar 10,29 juta ton dengan peningkatan produksi rata-rata per tahun adalah sebesar 2%. Dengan MP3EI, diasumsikan produksi rata-rata per tahun meningkat dari sebelumnya rata-rata 2% per tahun menjadi 4% per tahun. Dengan demikian produksi bauksit di Kalimantan barat pada tahun 2015 sebesar 12,35 juta ton, pada tahun 2020 sebesar 14,41 juta ton, dan pada 2025 sebesar 16,46 juta ton. Bauksit diolah menjadi alumina di pabrik smelter grade alumina atau berupa pabrik chemical grade alumina kemudian diangkut melalui pelabuhan. Berdasarkan data produksi pengolahan bauksit menjadi alumina (smelter grade alumina dan chemical grade alumina) di Sanggau, Kalimantan Barat, bauksit sebesar 3,42 juta ton diolah menghasilkan alumina sebesar 10,2 juta ton (30% dari bahan baku bauksit). Data tersebut kemudian menjadi dasar memproyeksi produksi alumina sesuai dengan bahan baku bauksit yang diproduksi di Kalimantan Barat yang sudah disebutkan di atas. Hasil proyeksi ditunjukkan pada Tabel 4.27. Alumina kemudian didistribusikan melalui pelabuhan ke daerah tujuan. Sedangkan di Kalimantan Timur, terdapat pengolahan bauksit menjadi alumina namun bahan baku dikirim dari India. Produksi alumina tahun 2010 di Kalimantan Timur sebesar 0,5 juta ton. Dengan MP3EI, diasumsikan produksi rata-rata per tahun meningkat dari sebelumnya rata-rata 2% per tahun menjadi 4% per tahun. Maka pada tahun 2025, produksi alumina sebesar 0,8 juta ton. Alumina hasil olahan bauksit di Kalimantan Timur kemudian didistribusikan melalui pelabuhan ke daerah tujuan.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
164
Bauksit di Kalimantan Tengah terdapat potensi lahan yang memiliki cadangan bauksit. Lahan di Kalimantan Tengah tersebut seluas 2.182.000 Ha. Berdasarkan MP3EI, cadangan bauksit di Kalimantan Tengah tersebut dapat dimanfaatkan kemudian diolah menjadi alumina. Asumsi besaranya produksi alumina di Kalimantan Tengah sama dengan Kalimantan Timur mengingat wilayah ini sama-sama menjadi target investasi MP3EI. Sedangkan di Kalimantan Selatan belum ditemukan cadangan bauksit. Rincian lebih lanjut proyeksi produksi alumina di Kalimantan setelah diolah dari bauksit adalah sebagai berikut. Tabel 5.17 : Proyeksi Produksi Alumina terkait MP3EI No.
Tahun
1 2 3
2015 2020 2025
Produksi dalam juta ton Kaltim Kalsel Kalteng Kalbar 0,6 3,68 3,68 0,7 4,30 4,30 0,8 4,91 4,91
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Gambar 5.9 : Proyeksi Produksi dan Lokasi Alumina di Kalimantan terkait Visi MP3EI
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
165
Gambar 5.10 :Rantai Nilai Industri Bauksit
Proyeksi komoditas turunan bauksit didasarkan atas kebijakan/regulasi MP3EI, skenario optimis investasi MP3EI tercapai, tren produksi dan produksi eksisting, potensi produksi, serta potensi nilai tambah yang bisa dikembangkan sesuai kebijakan/regulasi/investasi MP3EI. Berikut ini proyeksi komoditas turunan bauksit: Tabel 5.18 : Proyeksi Komoditas Turunan Bauksit di Kaltim (juta ton) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
1
Bauksit
48,000
56,000
30,000
Maloy
2 3
Alumina Alumunium (rod, sheet, flat bar, tube, round bar, square bar)
16,000 -
16,000 8,000
18,000 12,000
Maloy Maloy
Jenis muatan Curah Kering Petikemas Petikemas
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 5.19 : Proyeksi Komoditas Turunan Bauksit di Kalbar (juta ton) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
1
Bauksit
2,944,000
2,150,000
1,473,000
Pontianak
2
Alumina
736,000
860,000
982,000
Pontianak
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
Jenis muatan Curah Kering Petikemas
166
3
0
Alumunium (rod, sheet, flat bar, tube, round bar, square bar)
430,000
982,000
Pontianak
Petikemas
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 5.20 : Proyeksi Komoditas Turunan Bauksit di Kalteng (juta ton) No.
Komoditas
1 2
Bauksit Alumina
3
Alumunium (rod, sheet, flat bar, tube, round bar, square bar)
2015
2020
2025
2,944,000 860,000
2,150,000 860,000
1,964,000 1,473,000
0
430,000
982,000
Pelabuhan Kumai, Sampit Kumai, Sampit
Jenis muatan Curah Kering Petikemas
Sumber: Hasil Analisis, 2012
5.
Perkayuan Dalam perekonomian nasional, sejak tahun 2005 hingga 2009, sektor kehutanan memberi kontribusi antara 8 – 9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional atau dengan total produksi mencapai IDR 36,1 Triliun di tahun 2007 dan IDR 44,9 Triliun di tahun 2009 (BPS, 2010). Pulau Kalimantan merupakan salah satu paru-paru utama dunia terkait dengan masih luasnya area hutan yang terkandung di dalamnya. Pulau Kalimantan tercatat memiliki kawasan hutan terluas kedua setelah Pulau Papua dengan luas kawasan hutan masing-masing sebesar 41 Juta Ha dan 42 Juta Ha. Namun dari segi luas kawasan hutan produksi, Kalimantan merupakan pulau dengan luas kawasan hutan produksi tertinggi (29,8 Juta Ha), dan baru sekitar 52,7 persen (15,7 Juta Ha) yang sudah dimanfaatkan sebagai Hutan Produksi (berdasarkan data Kementerian Kehutanan, 2009). Menurut data dari Kementerian Kehutanan Kalimantan memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHKK) – Hutan Tanaman Industri (HTI) dan IUPHKK – Hutan Alam (HA) yang besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat potensi besar bagi pengembangan investasi di industri perkayuan, sebagai industri utama di sektor kehutanan.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
167
Sektor kehutanan sendiri secara umum masih menyimpan potensi lain (non-kayu) yang belum dioptimalkan pengelolaannya, yaitu seperti potensi buah-buahan, rotan, bambu, lebah, sutera, gaharu, dan tentu dapat berfungsi sebagai penyerap karbon yang terkemas dalam skema internasional Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD+). Analisis proyeksi perkembangan kawasan hutan produksi di Kalimantan terkait MP3EI dilakukan berdasarkan luasan lahan saat ini kemudian dirpoyeksikan sesuai target fast track jangka pendek (lima tahun) MP3EI (lihat Gambar 4.12). Luasan lahan saat ini dan proyeksi ditunjukkan pada Tabel 4.21 dan Gambar 4.13.
Gambar 5.11 : Grafik Sebaran Kawasan Hutan Produksi di masing-masing Provinsi di Kalimantan dan Target Fast Track berdasarkan Rencana Investasi MP3EI (dalam ribu hektar)
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
168
Tabel 5.21 : Proyeksi Kawasan Hutan Produksi di Kalimantan terkait MP3EI No.
Tahun
1 2 3
2015 2020 2025
Kawasan Hutan Produksi (Ribu Ha) Kaltim Kalsel Kalteng 7971.93 930.5 4860.19 8388.68 1019.9 5129.64 8805.43 1109.3 5399.09
Kalbar 3744,71 4749,2 5753,69
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Gambar 5.12 : Proyeksi Perkembangan Kawasan Hutan Produksi di Kalimantan terkait Visi MP3EI
Tabel 5.21 dan Gambar 5.11 menunjukkan masih besarnya potensi pengembangan industri perkayuan berdasarkan luasnya kawasan Hutan Produksi, yang terdiri dari Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan Hutan Alam (HA) yang belum dimanfaatkan potensi nilai ekonominya. Hasil ini juga tercermin pada stagnannya kontribusi sektor kehutanan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional, walaupun secara nominal terdapat peningkatan volume output pada sektor kehutanan. Menunjukkan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
169
belum optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan dalam perekonomian Indonesia.
Gambar 5.13 : Rantai Nilai Industri Perkayuan
Proyeksi komoditas turunan perkayuan didasarkan atas kebijakan/regulasi MP3EI, skenario optimis investasi MP3EI tercapai, tren pertumbuhan kawasan hutan produksi, tren produksi dan produksi eksisting, potensi produksi, serta potensi nilai tambah yang bisa dikembangkan sesuai kebijakan/regulasi/investasi MP3EI. Berikut ini proyeksi komoditas turunan perkayuan: Tabel 5.22 : Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan di Kaltim (ribu ton) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
797
352
370
126
132
Pelabuhan khusus Pelabuhan khusus
Jenis Muatan Curah Kering Petikemas
1
Kayu bulat
2
Pulp
3
Penggergajian kayu/kayu gergajian
-
59
62
Pelabuhan khusus
Petikemas
4
Pengawetan kayu/kayu awetan
-
42
44
Pelabuhan khusus
Petikemas
5
Pengawetan rotan, bambu dan sejenisnya/rotan awetan
-
50
53
Pelabuhan khusus
Petikemas
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
170
No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan Balikpapan, Samarinda, Maloy Balikpapan, Samarinda, Maloy
Jenis Muatan Petikemas
6
Pengolahan rotan/rotan olahan
-
42
44
7
Kayu lapis
-
17
18
8
Kayu lapis laminasi
-
34
35
Balikpapan, Samarinda, Maloy
Petikemas
9
Panel kayu lainnya
-
50
53
Balikpapan, Samarinda, Maloy
Petikemas
10
Veneer
-
67
70
Balikpapan, Samarinda, Maloy
Petikemas
Petikemas
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 5.23 : Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan di Kalsel (ribu ton) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
Jenis Muatan Curah Kering Petikemas Petikemas Petikemas
Petikemas Petikemas Petikemas Petikemas Petikemas
1
kayu bulat
9.305
10.199
11.093
2 3 4
penggergajian kayu pengawetan kayu pengawetan rotan, bambu dan sejenisnya pengolahan rotan kayu lapis kayu lapis laminasi panel kayu lainnya veneer
3.722 2.326 1.395
4.079 2.549 1.529
4.437 2.773 1.663
Pelabuhan Khusus Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin
1.674 2.791 930 1.116 1.209
1.835 3.059 1.019 1.223 1.325
1.996 3.327 1.109 1.331 1.442
Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin
5 6 7 8 9
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
171
Tabel 5.24 : Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan di Kalteng (ribu ton) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan Pelabuhan khusus Kumai, Sampit, Bumiharjo Kumai, Sampit, Bumiharjo Kumai, Sampit, Bumiharjo
1
kayu bulat
486.019
512.964
539.909
2
penggergajian kayu
194.407
205.185
215.963
3
pengawetan kayu
121.504
128.241
134.977
4
pengawetan rotan, bambu dan sejenisnya pengolahan rotan
72.902
76.944
80.986
87.483
92.333
97.183
6
kayu lapis
145.805
153.889
161.972
7
kayu lapis laminasi
48.601
51.296
53.990
8
panel kayu lainnya
58.322
61.555
64.789
9
veneer
63.182
66.685
70.188
5
Kumai, Sampit, Bumiharjo Kumai, Sampit, Bumiharjo Kumai, Sampit, Bumiharjo Kumai, Sampit, Bumiharjo Kumai, Sampit, Bumiharjo
Jenis Muatan Curah Kering Petikemas
Petikemas
Petikemas
Petikemas
Petikemas
Petikemas
Petikemas
Petikemas
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 5.25 : Proyeksi Komoditas Turunan Perkayuan di Kalbar (ribu ton) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
Jenis Muatan Curah Kering Petikemas
1
kayu bulat
374.471
474.920
575.369
2
penggergajian kayu pengawetan kayu pengawetan rotan, bambu dan sejenisnya
149.788
189.968
230.147
Pelabuhan khusus Pontianak
93.617
118.730
143.842
Pontianak
Petikemas
56.170
71.238
86.305
Pontianak
Petikemas
3 4
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
172
No.
2015
2020
2025
Pelabuhan
67.404
85.485
103.566
Pontianak
Jenis Muatan Petikemas
112.341 37.447
142.476 47.492
172.610 57.536
Pontianak Pontianak
Petikemas Petikemas
44.936
56.990
69.044
Pontianak
Petikemas
48.681
61.739
74.797
Pontianak
Petikemas
Komoditas
5
pengolahan rotan kayu lapis kayu lapis laminasi panel kayu lainnya veneer
6 7 8 9
Sumber: Hasil Analisis, 2012
6.
Besi Baja Baja adalah salah satu logam yang memiliki peranan strategis dalam meningkatkan daya saing dan pembangunan ekonomi bangsa. Industri baja memiliki multiplier effect yang besar karena keterkaitannya dengan industri-industri lain. Kalimantan memiliki cadangan biji besi terbesar di Indonesia, dan keberadaannya bagi industri besi dan baja Indonesia sangat penting. Sebesar 84 persen cadangan besi baja primer dan 29 persen cadangan bijih besi laterit Indonesia terdapat di Kalimantan. Tren pergerakan harga besi baja yang terus naik dan potensi kontribusinya terhadap perekonomian yang diperkirakan dapat naik dua kali lipat, adalah faktor-faktor yang mendorong pengembangan industri besi baja secara optimal. Kegiatan ekonomi utama besi baja di Kalimantan, terdapat di Kalimantan Tengah (Kotawaringin Barat) dan Kalimantan Selatan (Batulicin, Tanah Bumbu, dan Tanah Laut). Pengembangan proyek di lokasi tersebut antara lain pengolahan dan pemurnian bijih besi serta pengembangan industri benefisiasi yang mengolah bijih besi dari tambang menjadi bahan baku (pellet dan sponge iron) untuk industri baja di Indonesia. Pelaku usaha industri besi dan baja di Kalimantan didominasi oleh investor swasta dengan nilai investasi yang teridentifikasi hingga tahun 2015 sebesar IDR 40 Triliun. Sejak tahun 2004, permintaan industri baja terus mengalami peningkatan yang didorong oleh adanya peningkatan permintaan di berbagai industri lain, seperti elektronik, infrastruktur, dan otomotif. Walau demikian, tingkat konsumsi baja per kapita di Indonesia saat ini sebesar 37,1 kg/kapita per tahun masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Tingginya angka ekspor bijih besi dan banyaknya kegiatan penambangan liar yang mengabaikan good mining practice juga merupakan hal-hal yang perlu
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
173
diantisipasi. Sejak tahun 2006, volume ekspor bijih besi jauh lebih besar dari impor, namun hingga kini neraca perdagangan bijih besi masih defisit.
Gambar 5.14 : Persentase Cadangan Bijih Besi di Kalimantan terhadap Cadangan Bijih Besi di Indonesia
Gambar 5.15 Pengolahan Bijih Besi
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
174
Gambar 5.16 Pohon Industri Besi Baja
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
175
Proyeksi komoditas bijih besi/baja dan turunan bijih besi/baja didasarkan atas kebijakan/regulasi MP3EI, skenario optimis investasi MP3EI tercapai, tren produksi dan produksi eksisting, potensi produksi, serta potensi nilai tambah yang bisa dikembangkan sesuai kebijakan/regulasi/investasi MP3EI. Berikut ini proyeksi komoditas turunan bijih besi/baja: Tabel 5.26 : Proyeksi Bijih Besi/Baja dan Turunannya (dalam juta ton) di Kalimantan Tengah (Kotawaringin Barat) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
4,570,000
3,670,000
3,070,000
Kumai, Bumiharjo, sampit Kumai, Bumiharjo, sampit Kumai, Bumiharjo, sampit Kumai, Bumiharjo, sampit Kumai, Bumiharjo, sampit
1
Bijih besi/baja
2
Sponge iron
760,000
840,000
3
Pig iron
480,000
570,000
4
Fe Alloy
560,000
640,000
5
Stainlees steel (rod, sheet, flat bar, tube, round bar, square bar)
3,670,000
3,070,000
4,570,000
Jenis Muatan Curah Kering Petikemas
Petikemas
Petikemas
Petikemas
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 5.27 : Proyeksi Bijih Besi/Baja dan Turunannya (dalam juta ton) di Kalimantan Selatan (Batulicin, Tanah Bumbu, dan Tanah Laut) No.
Komoditas
2015
2020
2025
Pelabuhan
1
Bijih besi/baja Sponge iron Pig iron Fe Alloy
2,680,000
1,960,000
1,620,000
Banjarmasin
670,000 780,000 610,000
780,000 900,000 700,000
Banjarmasin Banjarmasin Banjarmasin
2 3 4
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
Jenis Muatan Curah Kering Petikemas Petikemas Petikemas
176
No. 5
Komoditas Stainlees steel (rod, sheet, flat bar, tube, round bar, square bar)
2015
2020
2025
2,680,000
1,960,000
1,620,000
Pelabuhan Banjarmasin
Jenis Muatan Petikemas
Sumber: Hasil Analisis, 2012
7.
Identifikasi Permasalahan Transportasi Laut dan Analisis Pengembangan Simpul dan Outlet Pengumpul di Kalimantan Beberapa permasalahan bidang transportasi laut yang berhasil diidentifikasi baik melalui survei, maupun dari sumber-sumber lain yang merupakan data sekunder, diantaranya adalah: a. Fasilitas pelabuhan yang kurang memadai; b. Pola rute angkutan laut; c. Jangkauan pelayanan transportasi laut; d. Jaringan dan sistem transportasi laut; Empat macam permasalahan di atas merupakan permasalahan yang terjadi secara simultan, artinya jika salah satu permasalahan ini tidak diatasi, maka kondisi transportasi laut yang diharapkan tidak akan terjadi. Penyediaan fasilitas pelabuhan terutama difokuskan untuk pelabuhan baru/perintis yang berada di wilayah/tidak jauh dari lokasi pelabuhan yang telah ada dan memiliki kondisi yang cukup sibuk, sehingga dalam perkembangannya akan terjadi over demand, sehingga diperlukan adanya pengelihan demand untuk menampung semua kebutuhan. Dengan adanya pengembangan pelabuhan perintis disamping pelabuhan utama/komersil, maka akan terbentuk pola rute angkutan laut yang baru yang dapat memperluas jangkauan pelayanan sehingga dapat memperbaiki jaringan dan sistem transportasi laut yang telah ada.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
177
Fasilitas Pelabuhan jenis angkutan/ kapal/ pelayanan yang dapat dilakukan
Rute angkutan laut yang dapat dilayani
Perencanaan yang dibangun simultan dan sinergis untuk koneksi setiap kawasan (Masterplan Infrastruktur Transportasi Laut)
Jangkauan pelayanan, jaringan dan sistem transportasi laut
Gambar 5.17 : Kausal Loop Penyelesaian Permasalahan Transportasi Laut Sumber: Hasil Analisis, 2012
Pembahasan pusat distibusi angkutan barang pada studi ini difokuskan pada angkutan Batubara dan CPO yang merupakan komoditi angkutan barang utama di Pulau Kalimantan, walaupun demikian dalam perhitungan komoditi lainnya juga diperhitungkan.Usulan konsep pengangkutan batu bara maupun kelapa sawit, tentu saja sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan rencana pengembangan pelabuhan laut sebagai outlet pengangkutan batu bara. Terdapat 5 pelabuhan yang digunakan/dikembangkan untuk pengangkutan batu bara di Pulau Kalimantan, yaitu: a. Indonesian Bulk Terminal (IBT), Kalsel b. Pulau Laut Utara, Kalsel c. Balikpapan Coal Terminal (BCT), Kaltim d. Bontang Coal Terminal, Kaltim e. Tanjung Bara Coal Terminal, Kaltim Sedangkan pelabuhan yang digunakan/dikembangkan melayani pengangkutan CPO, yaitu: a. Pelabuhan Trisakti, Kalsel b. Pelabuhan Ekspor/domestik, Kalsel c. Pelabuhan Bumiharjo/Kumai, Kalteng d. Pelabuhan Sampit, Kalteng e. Pelabuhan Pontianak, Kalbar f. Pelabuhan Balikpapan, Kaltim
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
untuk
178
Pada gambar di bawah ini disampaikan gambaran informasi lokasi potensi batu bara dan kelapa sawit yang diolah menjadi CPO serta lokasi outletnya di Pulau Kalimantan.
Usulan pelabuhan Kelapa Sawit baru Usulan ruas jalan rel baru
Gambar 5.18 : Outlet Distribusi dan Potensi Komoditi Batu Bara dan CPO di Pulau Kalimantan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
179
Strategi pengembangan simpul dan outlet untuk angkutan barang ini harus didasarkan pada karakteristik barang yang diangkut, karakteristik moda, wilayah dan jaraknya. Pada dasarnya barang curah mempunyai karakteristik volume yang besar dan berat volume yang besar per m2 sehingga point load-nya juga lebih besar. Apabila diangkut dengan moda jalan selain dapat menimbulkan kerusakan pada permukaan jalan juga sulit dalam mengatur manajemen pengangkutannya karena kapasitas angkut moda truk yang kecil. Negosiasi yang menguntungkan dengan biaya yang bersaing dengan moda lain dapat menjadi revenue bagi moda lainya.Selanjutnya, penyusunan Masterplan Pembangunan Infrastruktur Perhubungan Laut di Pulau Kalimantan ini berbasis pada 3 (tiga) kriteria atau pertimbangan, yaitu: a. Rencana pengembangan wilayah dan jaringan transportasi b. Ketersediaan pelabuhan eksisting maupun rencana pengembangan c. Lokasi potensi batu bara, kelapa sawit dan komoditi lainnya. Dasar pertimbangan yang pertama mengarah pada pertimbangan efisiensi biaya (energi) terkait dengan karakteristik operasi masingmasing moda dalam melayani perangkutan barang untuk jarak perjalanan tertentu. Gambaran perbandingan efisiensi energi perangkutan barang (termasuk dalam hal ini batu bara dan CPO) untuk beragam jenis moda perangkutan disampaikan pada gambar di bawah ini.
Gambar 5.19 : Efisiensi Energi Relatif Antar Moda Environmental Advantages of Barge Transportation (USDOT-Maritime Administration)
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
180
Dari gambar di atas terlihat bahwa pada kondisi normal, angkutan sungai (inland barge) memiliki tingkat efisiensi energi yang paling tinggi, relatif, dibandingkan dengan angkutan truk dan kereta api. Jika mengacu pada konsep efisiensi energi tersebut, maka angkutan sungai merupakan pilihan utama moda perangkutan batu bara maupun CPO di Kalimantan. Namun demikian, mengingat beragam permasalahan yang ditemui pada sistem perangkutan menggunakan moda angkutan sungai, maka perlu kompromi pilihan alternatif antara moda jalan dan moda jalan rel. Lebih lanjut, secara skematis, pola perangkutan batu bara, CPO, dan komoditas lainnya di Pulau Kalimantan disampaikan pada gambar di bawah ini.
Wilayah Produksi
Truk
Truk Penumpukan dan Pengolahan Batu Bara/Kelapa Sawit menjadi CPO/Bauksit menjadi Alumina/Besi Baja/kayu olahan
Jalan/KA/Sungai
Terminal Regional (Laut/Terminal Muat)
Gambar 5.20 : Pola Perangkutan Komoditas di Pulau Kalimantan
Mengacu pada gambar di atas, maka masing-masing pelabuhan batu bara maupun kelapa sawit melayani titik-titik potensi batu bara dan CPO, seperti ditunjukkan pada gambar. Namun demikian, implikasi dari usulan tersebut adalah dibutuhkannya tambahan pengembangan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
181
pelabuhan. Salah satu kemungkinan untuk pengembangan pelabuhan CPO diantaranya adalah: 1. Di sebelah selatan Pontianak, untuk melayani beberapa titik potensi yang belum terlayani Pelabuhan Pontianak; dan 2. Di sekitar Sangkulirang, untuk melayani beberapa titik potensi CPO di Kalimantan Timur bagian utara.
Gambar 5.21: Pola Distribusi Angkutan Batubara & CPO
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
182
BAB VI PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN FASILITAS PELABUHAN DI KALIMANTAN
A. Provinsi Kalimantan Timur 1. Tatanan Transportasi Wilayah Kalimantan Timur Dalam upaya dalam mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi terkait MP3EI, maka perlu dilakukan kajian ulang terhadap Tatanan Transportasi Wilayah yang ada. Kajian ini berguna untuk menyesuaikan Tatrawil yang telah ada dengan targettarget yang hendak dicapai pada MP3EI. Berikut ini adalah beberapa penyesuaian terkait transportasi laut khususnya pelabuhan yang tercantum di dalam dokumen Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan Timur dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi di Koridor III Kalimantan: Tabel 6.1 : Rencana Pengembangan Pelabuhan (Studi Ulang Tatrawil Kaltim) No
Rencana Program
1
Pengembangan Kapasitas Pelabuhan Maloy
2
Pengembangan Terminal Pel. Kariangau
3
Pengembangan Pel PPU
Jenis Program/Kegiatan Pelabuhan Maloy diarahkan untuk melayani kemasan kontainer dan multipurpose, CPO, Batubara dan Pelabuhan ikan. Jenis Pelayanannya adalah Pelabuhan Internasional Pelabuhan Kariangau diarahkan untuk melayani angkutan barang dan peti kemas serta berada dalam satu sistem pengembangan dengan Pel. Balikpapan. Pelabuhan Penajam Paser (PPU) sebagai pelabuhan pengumpul untuk mendukung daerah hinterlandnya yaitu pengembangan migas dan kelapa sawit
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
Sarana dan Prasarana Pendukung
Pengembangan Jaringan jalan dan kereta api
Pengembangan Jembatan P. Balang dan Akses dari jalan Tol
pengembangan fasilitas untuk CPO dan Migas
183
No
Rencana Program
4
Pembangunan Pelabuhan Tanjung Isuy
5
Pembangunan Pelabuhan Tanah Grogot
6
Pengembangan Pelabuhan Nunukan
7
Pengembangan Pelabuhan Palaran
Jenis Program/Kegiatan Pelabuhan Tanjung Isuy sebagai pelabuhan pengumpul dan bagian dari Pelabuhan Samarinda dan Palaran. Bertujuan untuk mendukung potensi industri dan jasa di daerahnya Pelabuhan Tanah Grogot sebagai pelabuhan Pengumpul untuk mendukung daerah hinterlandnya yaitu pengembangan migas dan kelapa sawit Pelabuhan Nunukan akan dikembangkan untuk menunjang pergerakan di daerah perbatasan (kaltim dengan Malaysia) Pelabuhan Palaran sebagai pelabuhan pengumpul dan bagian dari Pelabuhan Samarinda dan Pelabuhan Isuy. Diarahkan untuk melayani angkutan barang dalam bentuk peti kemas dan penumpang.
Sarana dan Prasarana Pendukung
pengembangan fasilitas untuk CPO dan Migas
aksesibilitas ke pelabuhan terkait pergerakan barang dalam bentuk peti kemas
2. Pelabuhan Samarinda Pelabuhan Samarinda Merupakan Pelabuhan Kelas II yang berlokasi di Kota Samarinda dengan lokasi koordinat di 00° 32'00" LS dan 17°09'00" BT. Pelabuhan ini melayani kegiatan bongkar/muat barang umum, barang curah, peti kemas, dan penumpang.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
184
Gambar 6.1 : Pelabuhan Samarinda Eksisting (Sumber : Buklet Pelabuhan Samarinda)
Data fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan ini dapat dilihat di bawah ini: - Alur Pelayaran Panjang alur pelayaran dari Samarinda sampai ambang luar Muara Pegah yaitu 60 Km atau 37 mil laut. Sedangkan lebar alur pelayaran antara 60 meter sampai 70 meter. - Kolam Pelabuhan Luas Kolam Pelabuhan Kedalaman minimum Kedalaman maksimum Kedalaman depan Dermaga
: : : :
150 5,50 20 5,50
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
Ha MLws MLws MLws
185
- Fasilitas Pelabuhan I. Bangunan Pelabuhan 1. Tambatan Beton : 827 Kayu & Besi : 50 Turap : 110
M’ M’ M’
2. Gudang
M’
: 1.200
3. Lapangan Penumpukan Lini I : 35.098 Lini II : 3.796
M’ M’
4. Dermaga
: 12.493
M’
5. Terminal Penumpang : 800
M’
II. Peralatan Pelabuhan 1. Darat Forklift kapasitas 3 Ton Mobile crane 25 Ton Mobil PMK Spreader
: 1 Unit : 1 Unit : 1 Unit : 2 Unit
2. Alat Apung Kpl. Pandu (MPI-005 & AP-014) : 2 Unit Kpl. Tunda (TB Sungai Sepaku) : 1 Unit Kpl. Kepil (MPS-003) : 1 Unit Kapal Cepat Muara Pegah : 1 Unit Fas.air minum kap.70 Ton/jam 3. Alat Swasta Forklift kapasitas 2 s/d 10 Ton : 1 Unit Crane kapasitas 15 s/d 130 Ton : 1 Unit Top Loader kapasitas 35 Ton : 1 Unit Spreader : 2 Unit Reach Stacker : 2 Unit Barge Crane : 2 Unit
Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi baik dengan pada stakeholder di daerah maupun dengan hasil sinkronisasi dengan rencana pembangunan yang telah ada, maka prioritas pembangunannya lebih diarahkan pada pembangunan Pelabuhan Maloy. Hal ini dikarenakan Pelabuhan Samarinda telah jenuh untuk dikembangkan lebih lanjut. Sehingga pengembangan pada pelabuhan ini akan lebih difokuskan untuk modernisasi alat bongkar muat serta perbaikan kinerja pelabuhan. Sedangkan pengembangan fasilitas dan kapasitas pelabuhan diprioritaskan pada Pelabuhan Maloy dan TPK Palaran. Tabel 6.2 : Penanganan Pelabuhan Samarinda Pelabuhan
Pelabuhan Samarinda
2015 1 Modernisasi alat bongkar muat 2 Peningkatan kinerja pelabuhan 3 Penambahan dermaga eksisting
2020 Pengembangan ke Pelabuhan Maloy dan TPK Palaran
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
2025 Pengembangan ke Pelabuhan Maloy dan TPK Palaran
186
3. Pelabuhan Samudera dan TPK Palaran Pelabuhan Samudera & Terminal Petikemas Palaran atau lebih dikenal dengan TPK Palaran adalah salah satu pelabuhan yang terdapat diKota Samarinda, provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Pelabuhan ini menggantikan Pelabuhan Yos Sudarso Samarinda yang sudah tidak bisa dikembangkan lagi. Pelabuhan ini berfungsi sebagai pintu gerbang pengiriman logistik dari Kota Samarinda dan Kawasan Hulu Mahakam ke Surabaya, Jakarta dan sebaliknya. Pelabuhan Palaran sebagai pelabuhan pengumpul dan bagian dari Pelabuhan Samarinda dan Pelabuhan Isuy. Diarahkan untuk melayani angkutan barang dalam bentuk peti kemas dan penumpang. Terminal Peti Kemas ini mempunyai kapasitas 220.000 teus (twenty feet equivalen units). Memiliki panjang Dermaga 270 m, dilengkapi dengan 2 unit Container Crane dengan kedalaman draft 6 m. Berikut ini beberapa hal yang melatarbelakangi pembangunan TPK Palaran: a. Program Pemerintah kota Samarinda dalam mengembangkan daerah Samarinda seberang. b. Penyediaan akses dari & ke luar kota Samarinda yang terbatas. Adanya program pPmkot sSmarinda untuk pembangunan jembatan Mahkota II dengan tinggi bebas 25 m (tinggi yang aman bagi pengguna jalan dan dengan biaya yang efisien), tetapi membatasi masuknya kapal menuju pelabuhan Samarinda. c. Tidak memiliki back up area untuk pengembangan pelabuhan. d. Kapasitas tampung lapangan penumpukan petikemas dengan luas ± 4,4 HA daya tampung hanya sebesar 130.000 TEU’s pertahun sementara trafik tahun 2009 telah mencapai 166.000 TEU’s. e. Dermaga yang ada tidak didesain untuk kegiatan alat bongkar muat petikemas modern Berikut adalah fasilitas dan operasional TPK Palaran Pelabuhan Samarinda : Fasilitas - Dermaga sepanjang 270 m - Gudang cfs seluas 3.000 m² - Lapangan penumpukan seluas 7,7 HA
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
187
Peralatan Container Crane 2 Units RTG 5 Units Reachstaker 1 Unit Head Truck 10 Units Chassis 20 Units Forklift 2 Units IT sistem ETOS Weight Bridge 1 Unit Operasional - Produktivitas B/M petikemas min 20 Box/Jam - Operasional 24 jam - Berthing time 1 hari - Menggunakan IT sistem ETOS - PPSA untuk pengaturan jadwal penggunaan dermaga - Disediakan sementara area untuk kegiatan Stuffing/Stripping seluas 2 HA
Gambar 6.2 : Masterplan Pelabuhan Palaran Samarinda
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
188
Tabel 6.3 : Proyeksi Demand Pelabuhan Palaran Samarinda
No.
Tahun
Jml Container
1. 2. 3.
2015 2020 2025
220,000 530,000 630,000
Jml Eff. Hari Kerja/ Tahun 360 360 360
Jml Eff. Jam
Berth Ocupancy
Produktivitas Crane/ Hari
Jml Crane/ Hari
Panjang Kapal
21 21 21
80% 80% 80%
15 20 20
2.04 3.68 4.38
254.63 460.07 546.88
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 6.4 : Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Palaran Samarinda 35000 DWT
Jumlah Konfigurasi Kapal di Dermaga 25000 15000 6000 2000 DWY DWT DWT DWT 1 2 1 2
700 DWT 2 4 3
Panjang Dermaga Perlu (m) 256 477 548
Tabel 6.5 : Penanganan Palaran Samarinda Pelabuhan
Pelabuhan Palaran Samarinda
2015
2020
Fasilitas masih mencukupi
- Penambahan container crane menjadi 4 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 477 m
2025 - Penambahan container crane menjadi 5 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 548 m
4. Pelabuhan Maloy Pelabuhan Maloy yang merupakan bagian dari Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Timur, Kecamatan Kaliorang yang mempunyai potensi-potensi, yakni jumlah penduduk yang besar, sumber daya alam yang melimpah, sumber daya manusia dengan kualitas yang memadai dan lokasi yang strategis, kedalaman yang memadai dan telah ditetapkan sebagai Kawasan Industri Pelabuhan Internasional yang akan berkembang. Pelabuhan Maloy diarahkan untuk melayani kemasan kontainer dan multipurpose, CPO, Batubara dan Pelabuhan ikan. Jenis pelayanannya adalah Pelabuhan Internasional.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
189
Jangka waktu rencana pembangunan dan pengembangan fasilitas kepelabuhanan pada Pelabuhan Sangkulirang/Maloy dilakukan berdasarkan perkembangan angkutan laut, meliputi: a. tahap I, jangka pendek, dari tahun 2011 s.d 2015; b. tahap II, jangka menengah, dari tahun 2011 s.d 2020; c. tahap III,jangka panjang, dari tahun 2011 s.d 2030 Beberapa hal/alasan utama yang menjadikan Maloy terpilih sebagai lokasi Pelabuhan Internasional adalah sebagai berikut: a.
b.
Kawasan Maloy memiliki letak geografis yang sangat strategis, berada di lintasan alur laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II) yang merupakan lintasan laut perdagangan internasional dan berada di Kawasan Pusat Ekonomi Dunia Masa Depan (Pacific RIM) Kawasan Maloy sesuai dengan RTRWN berada dalam Kawasan Andalan Sasamawwa (Sangatta, Sangkulirang dan Muara Wahau)
Gambar 6.3 : Geoposisi Maloy
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
190
Pada Pelabuhan ini direncanakan terdapat 4 (empat) rencana dermaga tanpa fasilitas darat, yaitu: a. Dermaga CPO (Crude Palm Oil), dengan fasilitas tambatan untuk maksimum kapal 65.000 DWT b. Dermaga BBM (Bahan Bakar Minyak), dengan fasilitas tambatan untuk maksimum kapal 50.000 DWT. c. Dermaga General Cargo beserta Container dengan fasilitas tambatan untuk maksimum kapal General Cargo 15.000 DWT dan Kapal Container 35.000 DWT. d. Dermaga Kapal Ferry, dengan fasilitas yang dibangun di atas dermaga eksisting.
Gambar 6.4 : Rencana Pengembangan Pelabuhan Maloy
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
191
Fasilitas Pelabuhan yang direncanakan di Maloy, Kabupaten Kutai Timur ini terdiri dari : a. Causeway (1000 m x 6 m) b. Trestle (500 m x 6 m) c. Loading Platform (32 m x 17 m), dengan breasting dolphin dan mooring dolphin d. Dengan struktur tersebut diharapkan bisa bertambat kapal 70.000 DWT 5. Pelabuhan Balikpapan Pelabuhan Balikpapan terletak pada teluk Balikpapan merupakan pintu gerbang Kalimantan Timur yang menunjang kegiatan perekonomian daerah dan mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah. Berdasarkan hasil study JICA & ADB, pengembangan pelabuhan Balikpapan diarahkan ke Lokasi Kariangau. Tabel 6.6 : Penanganan Pelabuhan Balikpapan Pelabuhan
Pelabuhan Balikpapan
2015 - Modernisasi alat bongkar muat - Peningkatan kinerja pelabuhan
2020
2025
Pengembangan ke TPK Kariangau
Pengembangan ke TPK Kariangau
Berikut ini adalah fasilitas eksisting di pelabuhan Balikpapan a. Kolam pelabuhan 1) Luas = 3.032 Ha 2) Kedalaman minimum = 13 M 3) Kedalaman maksimum = 30 M 4) Kedalaman di depan-dermaga = 8-13 M 5) Kedalaman di sekitar-kolam pelabuhan = 15-30 M b. Panjang dermaga 1) Semayang = 489 M 2) Kawasan Kampung Baru = 66 M
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
192
Gambar 6.5: Layout Pelabuhan Semayang, Balikpapan
c. DLKR Daratan : 4,8 HA Perairan : 10.395,208 HA d. DLKP Perairan : 65.862,840 HA e. Bangunan Pelabuhan Semayang Dermaga : 489 M Kedalaman : 6 m LWS s.d 13 m LWS Gudang : 2.450 m2 Lapangan Penumpukan : 11.820 m2 Terminal Penumpang : 2.500 m2 Lapangan Parkir : 5.000 m2 f. Peralatan Pelabuhan Semayang Kapal Pandu : 3 unit Kapal Tunda : 5 unit Forklift (5 t) : 1 unit Crane (25 ton & 35 ton) : 2 unit PMK : 1 Unit Fasilitas Air Supplay Maksimum : 200 Ton/jam Fasilitas Listrik : 240,00 KVA Dermaga : a. Balikpapan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
193
o Panjang o Konstruksi beton
b. Kampung Baru o Panjang o Konstruksi beton Gudang a. Balikpapan o Luas o Konstruksi beton b. Kampung Baru o Panjang o Konstruksi beton Lapangan Balikpapan a. Luas b. Konstruksi beton Alat Mekanik a. Kran Darat o Kapasitas 35T o Kapasitas 25T b. Forklift o Kapasitas 5T o Kapasitas 3T o Kapasitas 2T c. Tronton d. Truck Loader e. PMK
: 489 M
: 66 M
: 2.450 M2 : 720 M2 (20x36 M)
: 7528 M2
: 1 unit merk IHI : 1 unit merk LBS : 1 unit merk Nissan : 2 unit merk Toyota : 2 unit merk Datsun : 1 unit merk Nissan : 1 unit merk Toyota : 1 unit merk Nissan
Alat Apung a. Kapal Tunda (Tug Boat) o Bima VII Kap. 2400 HP o Selat Makassar Kap. 1700 HP o Anggada XV Kap. 980 Hp b. Kapal Pandu (Pilot Boat) o MPC Semayang I : 1 unit o MPC Semayang II : 1 unit o MPI. 027 : 1 unit o MPI. 039 : 1 unit
: 1 unit : 1 unit : 1 unit
Fasilitas Air Tawar a. Balikpapan : 650 Ton/M3 Kapasitas Maks. 240T/jam b. Kampung Baru : 10 Ton/M3
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
194
Fasilitas Listrik 1. Balikpapan 2. Kampung Baru
: 240 KVA. : 10.6 KVA.
6. Terminal Peti Kemas Kariangau Pelabuhan Kariangau diarahkan untuk melayani angkutan barang dan peti kemas serta berada dalam satu sistem pengembangan dengan Pelabuhan Balikpapan.
Gambar 6.6: Masterplan Kariangau Container Terminal
Berikut adalah hal-hal yang melatarbelakangi pengembangan Terminal Peti Kemas Kariangau a.
b.
c.
Untuk mengantisipasi terjadinya pelampauan kapasitas fasilitas akibat peningkatan volume arus petikemas. 1) Daya tampung lapangan peti kemas (± 50.000 TEUS) 2) Trafik tahun 2007 – 78.836 TEUs Keterbatasan area untuk pengembangan pelabuhan (backup area), karena berbatasan langsung dengan daerah perbukitan kawasan hutan lindung dan kota. Jalan akses dari dan ke pelabuhan juga merupakan jalan protokol kota Balikpapan yang sangat ramai dan sempit.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
195
d.
Pemecahan masalah operasional pelabuhan yang semakin padat sehingga sering menimbulkan hambatan dalam operasional pelabuhan
Terminal Peti Kemas Kariangau memiliki panjang dermaga sepanjang 260 m dan lebar sebesar 30 m. Untuk mendukung akses menuju pelabuhan ini disediakan jalan akses baru sepanjang 3,5 km. Sedangkan failitas bongkar muat pelabuhan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 6.7 : Fasilitas bongkar muat Terminal Peti Kemas Kariangau Fasilitas Bongkar Muat - Container Crane 2 unit - Transtainer 4 unit - Reach Stacker 2 unit - Tractor 12 unit - Trailer 36 unit - Dolly equipment 24 unit - Forklift 12 unit - Reefer container plug 16 unit - Weighing bridge 1 unit
Tabel 6.8 : Proyeksi Demand Terminal Peti Kemas Kariangau No.
Tahun
Jml Container
1. 2015 150,000 2. 2020 300,000 3. 2025 400,000 Sumber: Hasil Analisis, 2012
Jml Eff. Hari Kerja/ Tahun 360 360 360
Jml Eff. Jam
Berth Ocupancy
Produktivitas Crane/Hari
Jml Crane/Hari
Panjang Kapal
21 21 21
80% 80% 80%
15 20 20
1.39 2.08 2.78
173.61 260.42 347.22
Tabel 6.9 : Proyeksi Konfigurasi Kapal Terminal Peti Kemas Kariangau 35000 DWT
Jumlah Konfigurasi Kapal di Dermaga 25000 15000 6000 2000 DWY DWT DWT DWT 1 1 1 1
700 DWT 1 3 2
Panjang Dermaga Perlu (m) 190 322 393
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
196
Tabel 6.10 : Penanganan Terminal Peti Kemas Kariangau Pelabuhan
2015
2020
Terminal Peti Kemas Kariangau
Fasilitas masih mencukupi
Fasilitas masih mencukupi
2025 - Penambahan container crane menjadi 3 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 393 m
7. Pelabuhan Tanah Grogot dan Pelabuhan Penajam Paser Pelabuhan Tanah Grogot sebagai pelabuhan Pengumpul untuk mendukung daerah hinterlandnya yaitu pengembangan migas dan kelapa sawit. Sama halnya dengan Pelabuhan Penajam Paser (PPU) yang juga berfungsi sebagai pelabuhan pengumpul untuk mendukung daerah hinterlandnya yaitu pengembangan migas dan kelapa sawit. Fokus pengembangan pada kedua pelabuhan ini adalah pengembangan fasilitas untuk CPO dan Migas.
Gambar 6.7 : Pelabuhan Tanah Grogot
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
197
Dari hasil survey didapatkan bahwa Tidak terdapat data dokumentasi kinerja dari UPP (Unit Penyelenggara Pelabuhan) Tanah Grogot. Kondisinya fasilitas yang tersedia di Pelabuhan Tanah Grogot tidak digunakan oleh pengguna pelabuhan (shipper & forwarder). Dengan kata lain, fasilitas pelabuhan (gudang dan lapangan penumpukkan) terbengkalai begitu saja. Fasilitas pelabuhan yang digunakan hanya dermaga yang hanya bisa disandarai dua kapal rakyat pengangkut cargo komoditas yang dibongkar seperti semen, pupuk dan makanan. Sedangkan komoditas yang diangkut eksisting adalah cangkang sawit dan barang bekas. Berdasarkan hasil wawancara, waiting time kapal yang ingin bongkar muat bisa sampai satu minggu karena harus menunggu kapal yang sedang bongkar muat ke truk yang langsung ke gudang perusahaan komoditas. Persoalan tersebut bukan karena kurangnya fasilitas dan kapasitas pelayanan pelabuhan, namun lebih pada persoalan kapal yang langsung bongkar muat ke truk (tidak disimpan dulu ke gudang atau lapangan penumpukkan karena alasan perusahaan tidak mau membayar biaya sewa. Oleh karena itu pengembangan di Pelabuhan Tanah Grogot akan difokuskan pada pengembangan atau modernisasi alat bonkar muat pelabuhan dan peningkatan kinerja pelabuhan. Tabel 6.11 : Penanganan Pelabuhan Tanah Grogot Pelabuhan
Pelabuhan Tanah Grogot
2015 - Modernisasi alat bongkar muat - Peningkatan kinerja pelabuhan
2020 - Modernisasi alat bongkar muat - Peningkatan kinerja pelabuhan
2025 - Penambahan container crane menjadi 1 unit - Penambahan dermaga khusus petikemas sepanjang 101 m
B. Provinsi Kalimantan Selatan 1. Tatanan Transportasi Wilayah Kalimantan Selatan Dalam upaya dalam mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi terkait MP3EI, maka perlu dilakukan kajian ulang terhadap Tatanan Transportasi Wilayah yang ada. Kajian ini
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
198
berguna untuk menyesuaikan Tatrawil yang telah ada dengan targettarget yang hendak dicapai pada MP3EI. Berikut ini adalah beberapa penyesuaian terkait transportasi laut khususnya pelabuhan yang tercantum di dalam dokumen Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan Selatan dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi: Tabel 6.12 : Rencana Pengembangan Pelabuhan (Studi Ulang Tatrawil Kalsel) Rencana Program
Jenis Program/Kegiatan
Tahap Pengembangan
Pelabuhan Utama
Pelabuhan Trisakti di Kota Banjarmasin
2012-2014
Pelabuhan Mekar Putih di Kabupaten Kotabaru Pelabuhan Simpang Empat Batulicin di Kabupaten di Tanah Bumbu Pelabuhan Stagen di Kabupaten Kotabaru Pelabuhan Sebuku di Kabupaten Kotabaru Palabuhan Kintap di Kabupaten Tanah Laut Pelabuhan Pelaihari di Kabupaten Tanah Laut Pelabuhan Sungai Danau di Kabupaten Tanah Bumbu Pelabuhan Pagatan di Kabupaten Tanah Bumbu Pelabuhan Sungai Loban di Kabupaten Tanah Bumbu Pelabuhan Gunung Batu Besar di Kabupaten Kotabaru Rencana pembangunan Pelabuhan Tanjung Dewa di Kabupaten Tanah Laut sebagai pelabuhan umum alternatif dari pelabuhan utama Banjarmasin Rencana pengembangan fasilitas pelabuhan di Pelabuhan Utama Banjarmasin, Pelabuhan Pengumpul Batulicin, dan Pelabuhan Stagen Kotabaru Rencana peningkatan dan pengembangan terminal penumpang Pelabuhan Utama Banjarmasin, Pelabuhan Pengumpul Batulicin, dan
2015-2019
Pelabuhan Pengumpul
Pelabuhan Pengumpan
Rencana Pembangunan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
2015-2020 2015-2021 2015-2022 2015-2023 2015-2024
2026-2030
2012-2014
2012-2015
199
Rencana Program
Jenis Program/Kegiatan
Tahap Pengembangan
Pelabuhan Stagen Kotabaru
Rencana peningkatan dan pengembangan terminal peti kemas Pelabuhan Utama Trisakti Banjarmasin, Pelabuhan Pengumpul Batulicin, dan Pelabuhan Stagen Kotabaru Pembangunan Pelabuhan Laut di Tanah Laut (Swarangan)
2012-2016
2012-2017
2. Pelabuhan Banjarmasin Pelabuhan Banjarmasin merupakan pendukung utama transportasi laut yang secara langsung maupun tidak langsung berperan aktif dalam pembangunan ekonomi Propinsi Kalimantan Selatan. Dalam rangka memenuhi pelayanan jasa kepelabuhanan, Pelabuhan Banjarmasin menyediakan Terminal General Cargo, Terminal Curah Kering, Terminal Petikemas serta Terminal Penumpang. Dermaga trisakti adalah Dermaga Utama PT Pelindo III cabang Banjarmasin membentang di tepi Sungai Barito dengan total panjang 760 m. Dermaga Trisakti dibagi menjadi segmen-segmen sesuai dengan peruntukan kegiatan bongkar muat. a Dermaga General Cargo: • • •
Panjang: 320 x 20 m Jenis Konstruksi: Beton Kapasitas (Ton/M2) : 3 t/m2
b Dermaga Petikemas : • • •
Panjang: 120 x 20 m Jenis Konstruksi : Beton Kapasitas (Ton/M2) : 3 t/m2
c Dermaga Petikemas : • • •
Panjang: 240 x 36 m Jenis Konstruksi: Beton Kapasitas (Ton/M2) : 3 t/m2
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
200
d Terminal Penumpang : • • •
Panjang: 80 x 16 m Jenis Konstruksi: Beton Kapasitas (Ton/M2) : 3 t/m2
Tabel 6.8 : Peta Lokasi Pelabuhan Banjarmasin
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
201
Berdasarkan Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan Selatan dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi, fokus pengembangan di Pelbuhan Banjarmasin adalah pada pengembangan fasilitas pelabuhan serta peningkatan dan pengembangan Terminal Penumpang dan Terminal Peti Kemas. Karena pelabuhan Utama di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu Pelabuhan Banjarmasin atau Pelabuhan Trisakti sudah jenuh untuk dikembangkan lebih lanjut maka pelabuhan yang akan dikembangkan di Provinsi Kalimantan Selatan ini adalah Pelabuhan Pelaihari. Pelabuhan Banjarmasin ke depannya akan difokuskan untuk menangani Peti Kemas. Diperkirakan sekitar 36% dari jumlah muatan general cargo (GC) dari Pelabuhan Trisakti akan berpindah ke Pelabuhan Pelaihari. Rencana Pengembangan Pelabuhan Banjarmasin adalah sebagai berikut (2011-2013): • Akan dibangun dermaga sepanjang 265 m lebar 36 m, yang akan dilengkapi dengan : a. Container Crane total 2 unit b. RTG 7 unit c. Head Truck + Chassis 5 unit d. CY luas 2,7 Ha • Setelah pengembangan terminal petikemas, maka akan mampu melayani Peti Kemas dengan kapasitas 400.000 TeUS.
Gambar 6.9 : Rencana Pengembangan Pelabuhan Banjarmasin
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
202
Tabel 6.13 : Proyeksi Demand Pelabuhan Banjarmasin
No.
Tahun
Jml Container
1. 2. 3.
2015 2020 2025
400,000 700,000 900,000
Jml Eff. Hari Kerja/ Tahun 360 360 360
Jml Eff. Jam
Berth Ocupancy
Produktivitas Crane/Hari
Jml Crane/ Hari
Panjang Kapal
21 21 21
80% 80% 80%
15 20 20
3.70 4.86 6.25
462.96 607.64 781.25
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 6.14: Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Banjarmasin 35000 DWT
Jumlah Konfigurasi Kapal di Dermaga 25000 15000 6000 2000 DWY DWT DWT DWT 2 3 4
700 DWT 4 5 6
Panjang Dermaga Perlu (m) 477 632 787
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 6.15 : Penanganan Pelabuhan Banjarmasin Pelabuhan
2015
Pelabuhan Banjarmasin
Fasilitas masih mencukupi
2020 - Penambahan container crane menjadi 5 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 632 m
2025 - Penambahan container crane menjadi 7 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 787 m
3. Pelabuhan Pelaihari Pelabuhan Pelaihari berada di Desa Swarangan, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan yang berjarak ±56 km dari Kota Pelaihari sebagai ibukota kecamatan. Hingga saat ini, Pelabuhan Pelaihari masih dalam tahap perencanaan. Rencana Pembangunan Pelabuhan Pelaihari Untuk mengakomodir pergerakan barang dari dan menuju Provinsi Kalimantan Selatan, maka diperlukan adanya pengembangan pelabuhan sebagai berikut: a. Kebutuhan dermaga
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
203
1) Dermaga curah bijih besi yang akan dikembangkan sampai dengan tahun 2029 2) Kebutuhan dermaga pada tahun 2014 hingga tahun 2029 perpanjangan dermaga mencapai 750 m baik untuk curah kering maupun general cargo. b. Kebutuhan gudang Untuk menyimpan barang di pelabuhan, gudang yang dibutuhkan adalah seluas 1.200 meter persegi sampai tahun 2029.Gudang ini dimaksudkan untuk melayani komoditas general cargo yang sebagian besar merupakan cargo yang didatangkan dari luar Kabupaten Tanah Laut, khususnya untuk kegiatan antar pulau. c. Kebutuhan open storage Open storage yang dibutuhkan adalah seluas 2.000 m2 menjelang tahun 2014, seluas 3.000 m2 pada tahun 2019, dan seluas 3.500 m2 pada tahun 2024. d. Kebutuhan area parkir Kebutuhan area parkir dibedakan menjadi dua bagian, yaitu area parkir untuk kendaraan penumpang, dan area parkir untuk truk barang.Kebutuhan area parkir untuk kendaraan penumpang yang dibutuhkan adalah seluas 2.000 m2. Adapun kebutuhan parkir untuk kendaraan truk barang pada tahun 2014 seluas 2.000 m2, tahun 2019 seluas 2.500 m2, tahun 2024 seluas 3.000 m2, dan tahun 2029 seluas 3.500 m. 4. Pelabuhan Kotabaru Pelabuhan Kotabaru merupakan salah satu pelabuhan tersibuk yang ada di Indonesia. PT Pelabuhan Indonesia III mencatat arus bongkar muat barang di Pelabuhan Kota Baru, Kalimantan Selatan merupakan yang tertinggi dari 43 pelabuhan yang dikelolanya pada semester I2012 dengan volume 19,06 juta ton atau setara 40,4% dari total arus barang sebesar 47,14 juta ton yang ditangani.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
204
Gambar 6.10 : Fasilitas Pelabuhan Kota Baru
Berdasarkan Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan Selatan dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi, fokus pengembangan di Pelabuhan Kotabaru adalah pengembangan Pelabuhan Mekarputih sebagai pelabuhan utama di Kalimantan Selatan. Jangka waktu pengembangan pelabuhan Mekarputih ini 2015-2019.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
205
C. Provinsi Kalimantan Barat 1. Tatanan Transportasi Wilayah Kalimantan Barat Dalam upaya dalam mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi terkait MP3EI, maka perlu dilakukan kajian ulang terhadap Tatanan Transportasi Wilayah yang ada. Kajian ini berguna untuk menyesuaikan Tatrawil yang telah ada dengan targettarget yang hendak dicapai pada MP3EI. Berikut ini adalah beberapa penyesuaian terkait transportasi laut khususnya pelabuhan yang tercantum di dalam dokumen Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan Barat dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi: Tabel 6.16 : Rencana Pengembangan Pelabuhan (Studi Ulang Tatrawil Kalsel) Tahap Pengembangan
No.
Rencana Program
1
Pembangunan Pelabuhan Samudera di pulau Temajo atau pada lokasi alternatif lain sebagai pelabuhan utama primer (Pelabuhan Hub Internasional) Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan penumpang di Pontianak Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Pontianak sebagai Pelabuhan Utama Sekunder
2 3 4
5
6 7 8 9
10 11
Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Ketapang, Kendawangan, Sintete, Paloh,Sekura, Telok Air dan Sambas sebagai pebuhan utama tersier Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Telok Batang, Singkawang dan Merbau sebagai pelabuhan pengumpan regional Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Kakap, Kuala Menpawah sebagai pelabuhan pengumpan lokal Normalisasi alur pelayaran laut menuju/dari pelabuhan laut Peningkatan kinerja pelabuhan dengan peningkatan kapasitas pelabuhan dan fasilitas pendukung perlu pengadaan dan pengembangan fasilitas angkutan peti kemas di pelabuhan antarnegara yaitu Kuching dan Brunei Pengembangan Pelabuhan laut yang sudah berkembang menjadi pelabuhan Nasional Pengembangan
pelabuhan
regional/lokal
sebagai
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
2015-2030 2012-2014 2012-2014 2012-2014
2015-2019 2012-2014 2012-2014 2015-2019 2015-2019 2020-2030 2020-2030
206
No.
Rencana Program
Tahap Pengembangan
pelabuhan pendukung 12
Pemberian prioritas-prioritas kapal laut perintis
2015-2019
13
Pengembangan pelabuhan terbuka untuk luar negeri yaitu Kendawangan, Sintang dan Temajo
2015-2030
2. Pelabuhan Pontianak Pelabuhan Pontianak merupakan Pelabuhan Utama yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Pelabuhan Pontianak memiliki dua lahan untuk lokasi kegiatan yang terpisah, yaitu Pontianak (kota) dan Nipah Kuning, keduanya terpisah sejarak sekitar 5 km terletak di Sungai Kapuas Kecil termasuk dalam wilayah Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Hal utama yang menjadi fokus pengembangan pada Pelabuhan Pontianak adalah optimalisasi pemanfaatan pelabuhan penumpang dan optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Pontianak sebagai Pelabuhan Utama Sekunder.
Gambar 6.11 : Layout Pelabuhan Pontianak
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
207
Berikut ini adalah fasilitas dermaga dan bongkar muat eksisting dari Pelabuhan Pontianak: Tabel 6.17 : Fasilitas Dermaga Pelabuhan Pontianak Dermaga Dermaga 01 Dermaga 02 Dermaga 03 Dermaga 04 Dermaga 05 Dermaga 06 Dermaga 07 Dermaga 08 Boat Jetty 01 Nipah Kuning 01 Nipah Kuning 02 Sintete Beton 01 Sintete Kayu 02 Sintete Kayu 03 Sintete Kayu 04 Pemangkat kayu Singkawang kayu Sambas 01 Sambas 02 Telok Air Ketapang Kayu 01 Ketapang Kayu 02 Ketapang Kayu 03 Ketapang Kayu 04 Ketapang Kayu 05
Ukuran (m) 12 x 125 20 x 75 10 x 117 35 x 100 25 x 100 25 x 90 24 x 103 24 x 102 5 x 55 70 x 10 70 x 10 70 x 8 82 x 7 25 x 7 30 x 7 36 x 6 70 x 4.5 39 x 5 24 x 7 38 x 8 50 x 7 45 x 7 53 x 7 40 x 4 30 x 7
Kedalaman (LWS) -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -3 -3 -3 -3 -2 -2 -3 -3 -4 -3 -3 -3 -3 -3
Peruntukan Kapal penumpang (PELNI, dsb) General cargo, kayu olahan General cargo, konvensional Kapal dengan kontainer Kapal dengan kontainer General cargo, konvensional Kapal dengan kontainer Kapal dengan kontainer Kapal pandu dan tunda Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan Tambatan
Tabel 6.18: Fasilitas Bongkar Muat Pelabuhan Pontianak Nama Peralatan Container Crane Mobile Crane (2 unit) Forklift (12 unit) Head Truck Chassis
Jumlah (unit) 1 1 1 2 4 6 7 8
Kapasitas 30,5 ton 50 ton 25 ton 5 ton 3 ton 2 ton 40 ton 40’
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
208
Nama Peralatan (11 unit) Top Loader Side Loader (3 unit) Super Stacker
Jumlah (unit) 3 3 2 1 2
Kapasitas 20’ 40 ton 15 ton 7 ton 45 ton
Tabel 6.19 : Proyeksi Demand Pelabuhan Pontianak
No.
Tahun
Jml Container
1. 2. 3.
2015 2020 2025
250,000 300,000 900,000
Jml Eff. Hari Kerja/ Tahun 360 360 360
Jml Eff. Jam
Berth Ocupancy
Produktivitas Crane/Hari
Jml Crane/Hari
Panjang Kapal
21 21 21
80% 80% 80%
15 20 20
2.31 3.47 6.25
289.35 434.03 781.25
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 6.20 : Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Pontianak Jumlah Konfigurasi Kapal di Dermaga Panjang Dermaga
35000 DWT
25000 DWY
15000 DWT
289.35 434.03 781.25
6000 DWT
2000 DWT
700 DWT
1
1 2 3
3 4 6
Panjang Dermaga Perlu (m) 322 477 835
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 6.21 : Penanganan Pelabuhan Pontianak Pelabuhan
Pelabuhan Pontianak
2015 - Penambahan container crane menjadi 3 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 322 m -Pengerukan Sungai Kapuas hingga kedalaman 6 m
2020 - Penambahan container crane menjadi 5 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 477 m -Pengerukan Sungai Kapuas hingga kedalaman 6 m
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
2025 - Penambahan container crane menjadi 7 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 835 m -Pengerukan Sungai Kapuas hingga kedalaman 7 m
209
D. Provinsi Kalimantan Tengah 1. Pelabuhan Sampit Pelabuhan Sampit mulai berdiri sekitar tahun 1914 dan berfungsi sebagai pelabuhan komersial pada tahun 1958. Pada awal bersidirinya Pelabuhan Sampit dikaitkan dengan perkembangan industri kayu yang di produksi oleh suatu perusahaan Belanda sehingga dijuluki HAUTBEDRIJVEN sebelum akhirnya mengekspor kayu log. Pelabuhan Sampit memiliki fasilitas yang mendukung kelancaran transportasi laut sejalan dengan beberapa perbaikan yang telah dilakukan sehingga mejadikan Pelabuhan Sampit pelabuhan yang mengekspor komoditi seperti kayu olahan, plawood, karet, cangkang , kernel dan lain sebagainya. Perkembangan tetap berlanjut diikuti oleh rencana pemerintah dengan pengoperasian kontainer, penyediaan kapal khusus penumpang oleh PELNI dan peningkatan transportasi antar pulau dan samudra serta pembangunan terminal curah cair CPO. Dalam menghadapi era globalisasi, Pelabuhan Sampit telah menyiapkan pengembangan di Bagendang. Kawasan ini dikembangkan untuk Terminal Petikemas, Curah Cair, Serta General Cargo juga dilengkapi dengan fasilitas pergudangan dan perkantoran dimungkinkan dalam masa datang sebagai sebagai pintu masuk utama Kalimantan Tengah. Pelabuhan Sampit membawahi 3 (tiga) pelabuhan kawasan yaitu Pelabuhan Samuda, Pelabuhan Pagatan-Mendawai dan Pelabuhan Kuala Pembuang.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
210
Gambar 6.12: Rencana Pengembangan Pelabuhan Bagendang-Sampit
Tabel 6.22 : Proyeksi Demand Pelabuhan Bagendang-Sampit
No.
Tahun
Jml Container
1. 2. 3.
2015 2020 2025
50,000 150,000 300,000
Jml Eff. Hari Kerja/ Tahun 360 360 360
Jml Eff. Jam
Berth Ocupancy
Produktivitas Crane/Hari
Jml Crane/ Hari
Panjang Kapal
21 21 21
80% 80% 80%
15 20 20
0.46 1.04 2.08
57.87 130.21 260.42
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 6.23: Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Bagendang-Sampit Jumlah Konfigurasi Kapal di Dermaga 35000 DWT
25000 DWY
15000 DWT
6000 DWT
2000 DWT
700 DWT
2
1 2 1
Panjang Dermaga Perlu (m) 101 167 279
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
211
Tabel 6.24 : Penanganan Pelabuhan Bagendang-Sampit Pelabuhan
Pelabuhan Bagendang-Sampit
2015 - Penambahan container crane menjadi 1 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 101 m
2020 - Penambahan panjang dermaga menjadi 167 m
2025 - Penambahan container crane menjadi 2 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 279 m
2. Pelabuhan Kumai Pelabuhan Kumai terletak pada kota Kumai dan masuk ke dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah. Pelabuhan Kumai merupakan pelabuhan kelas-3 dalam jajaran cabang Pelindo III.Cabang Pelabuhan III Kumai mengelola Pelabuhan Umum dan Pelabuhan Kawasan: a. Pelabuhan Panglima Utar, Kumai Pelabuhan Panglima Utar memiliki fasilitas panjang dermaga 225 meter dengan lebar 10 M konstruksi beton, diperuntukkan untuk kapal penumpang, kapal RoRo, kapal General Cargo (Barang Curah), dan Peti Kemas Konvensional. Kepadatan yang sangat tinggi untuk arus peti kemas, menuntut perluasan lahan atau pengembangan lebih lanjut. b. Pelabuhan Kawasan Pangkalan Bun Pelabuhan Kawasan Pangkalan Bun memiliki dermaga sepanjang 86 meter, lebar 6 meter dengan konstruksi kayu ulin. Secara umum disinggahi kapal tipe PELRA, dan secara fisik terjadi banyak penurunan fasilitas yang membutuhkan pemeliharaan berkelanjutan. c. Pelabuhan Kawasan Sukamara Pelabuhan Kawasan Sukamara memiliki dermaga sepanjang 25 meter, lebar 6 meter dengan konstruksi kayu. Disinggahi kapal kayu PELRA ukuran rata-rata 300 Grt, dan sebagian besar kapal justru tambat di dermaga pinggiran. d. Pelabuhan Bumiharjo Pelabuhan CPO Bumiharjo memiliki 4 unit Dolphin dan dermaga kayu (cat walk) sepanjang 20 meter. Mengantisipasi lonjakan produk CPO dan turunannya, serta pengembangan dermaga multi fungsi dan pet1 kemas, kebutuhan pengembangan sangat nyata. Tahun 2007 dalam proses pengerjaan untuk Dermaga
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
212
Multipurpose yang ditujukan untuk bongkar muat peti kemas dan barang general cargo/curah. Realisasi kunjungan kapal tahun 2010 mencapai 3.191 Unit dan 3.918.960 GT atau masing-masing 97 % dan 105 % dari anggaran tahun 2010. Hal ini disebabkan adanya perubahan pola angkutan barang dengan menggunakan kapal yg ber GT lebih besar guna efisiensi muatan sehingga jumlah GT bertambah namun dalam unit berkurang. Sedangkan realisasi arus barang tahun 2010 mencapai 2.288.941 Ton dan 312.927 M³ atau masing-masing 98 % dan 80 % dari anggaran tahun 2010. Hal ini disebabkan adanya perubahan pola pengiriman barang yang semula dari general cargo beralih ke petikemas dan telah beroperasinya 3 (tiga) pelabuhan swasta di luar DLKR/DLKP namun berlokasi dekat dengan Pelabuhan Bumiharjo dan berada satu DAS dengan Pelabuhan Kumai yang menawarkan tarif yang responsif dan kemudahan prosedur pelayanan sehingga kapal-kapal general cargo dengan ukuran 1500 DWT banyak beralih ke sana
Gambar 6.13 : Rencana Pengembangan Pelabuhan Bumiharjo-Kumai
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
213
Tabel 6.25 : Proyeksi Demand Pelabuhan Bumiharjo-Kumai
No.
Tahun
Jml Container
1. 2. 3.
2015 2020 2025
50,000 150,000 300,000
Jml Eff. Hari Kerja/ Tahun 360 360 360
Jml Eff. Jam
Berth Ocupancy
Produktivitas Crane/Hari
Jml Crane/ Hari
Panjang Kapal
21 21 21
80% 80% 80%
15 20 20
0.46 1.04 2.08
57.87 130.21 260.42
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 6.26 : Proyeksi Konfigurasi Kapal Pelabuhan Bumiharjo-Kumai Jumlah Konfigurasi Kapal di Dermaga Panjang Dermaga
35000 DWT
25000 DWY
15000 DWT
6000 DWT
2000 DWT
23.15 43.40 86.81
700 DWT 1 1 1
Panjang Dermaga Perlu (m) 101 101 101
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 6.27 : Penanganan Pelabuhan Bumiharjo-Kumai Pelabuhan
Pelabuhan Bumiharjo-Kumai
2015 - Penambahan container crane menjadi 1 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 101 m
2020 -
2025 -
3. Pelabuhan Pulang Pisau Pelabuhan Pulang Pisau mempunyai 2 (dua) kawasan yang terletak sebagian di daratan Kalimantan Tengah. Posisi koordinat dari Pelabuhan Pulang Pisau dan kawasannya sebagai berikut : a. Pelabuhan Pulang Pisau yang lokasinya terletak pada posisi koordinat 02°-46’-00”LS dan 114°15’-16” BT untuk luas daratan ± 580.500 m2 Sertifikat HPL No.1 sesuai dengan SK BPN Nomor 207/HPL/BPN/89 tanggal 30 Nopember 1989; b. Pelabuhan Kawasan Kuala Kapuas terletak pada posisi koordinat 02°-57’-02”LS dan 114°-27’-02” BT dengan areal ± 7.500 m2;
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
214
c. Pelabuhan Kawasan Bahaur berada di Tanjung Perawan terletak pada posisi koordinat geografis 03°-12’-01” LS dan 114°-08’-28” BT dengan luas areal 500.000 m2. Di bagian Timur Kalimantan Tengah terdapat tak kurang dari 3 (tiga) sungai besar : Kahayan sepanjang 600 km, Kapuas sepanjang 600 km dan Barito sepanjang 900 km. Kanal-kanal penghubung daerah aliran sungai terdapat di Kapuas Murung (66,375 km), Anjir Serapat (28 km), Anjir Kelampan (14 km), Anjir Basarang (24 km) dan Anjir Tamban (25 km). Pelabuhan Pulang Pisau memiliki fasilitas sebagai berikut: a. Pelayanan Jasa Barang 1) Dermaga seluas 1980 m2 2) Gudang penumpukan seluas 980 m2 3) Lapangan penumpukan 1000 m2 b. Pengusahaan Alat-Alat 1) Pengusahaan PMK sebanyak 1 unit c. Pengusahaan TBAL 1) Tanah daratan seluas 32.114 m2 2) Tanah perairan seluas 43.530 m2 d. Fasilitas Rupa-Rupa Usaha 1) Gate pas pelabuhan dan retribusi sebanyak 1 unit Dari hasil wawancara dengan pihak Pellindo didapatkan bahwa pengembangan Pelabuhan Pulang pisau akan difokuskan kepada pengembangan pelabuhan khusus aspal.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
215
BAB VII KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini adalah sebagai berikut: 1 MP3EI mendorong adanya upaya Percepatan, Perluasan dan Pembangunan Ekonomi di Koridor Kalimantan yang merupakan pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional. 2 Komoditas-komoditas utama terkait MP3EI di Kalimantan di antaranya adalah CPO, Batubara, Migas, Besi, Bauksit dan Perkayuan 3 Sesuai dengan visi MP3EI bahwa komoditas yang diekspor bukan merupakan bahan mentah, maka komoditas batubara tersebut diolah dulu sehingga menjadi komoditas yang bernilai lebih tinggi, seperti: Batubara mutu tinggi, Liquefaction, Gasification, Kokas dan Karbon Aktif 4 Sesuai dengan visi MP3EI bahwa komoditas yang diekspor bukan merupakan bahan mentah, maka komoditas CPO tersebut diolah dulu sehingga menjadi komoditas yang bernilai lebih tinggi, seperti: Minyak goreng dalam kemasan, margarin, sabun, glyserin, bungkil, minyak inti sawit (Palm Kernel Oil), Tepung tempurung, Briket arang, karbon aktif, bahan selulosa, fatty acid dan tentu saja dalam bentuk CPO 5 Sesuai dengan visi MP3EI bahwa komoditas yang diekspor bukan merupakan bahan mentah, maka komoditas bauksit tersebut diolah dulu sehingga menjadi komoditas yang bernilai lebih tinggi, seperti:alumina dan alumunium 6 Sesuai dengan visi MP3EI bahwa komoditas yang diekspor bukan merupakan bahan mentah, maka komoditas perkayuan tersebut diolah dulu sehingga menjadi komoditas yang bernilai lebih tinggi, seperti: kayu bulat, kayu gergajian, kayu awetan, rotan awetan, rotan olahan, kayu lapis, kayu lapis laminasi, panel kayu dan veneer. 7 Sesuai dengan visi MP3EI bahwa komoditas yang diekspor bukan merupakan bahan mentah, maka komoditasbijih besi diolah dulu sehingga menjadi komoditas yang bernilai lebih tinggi, seperti: Sponge Iron, Pig Iron, Fe Alloy, Stainless Stell 8 Pengembangan pelabuhan terkait MP3EI di Provinsi Kalimantan Timur difokuskan pada Pengembangan Pelabuhan Maloy, Terminal Peti Kemas Kariangau, Pelabuhan Penajam Paser, Pelabuhan Tanjung Isuy, Pelabuhan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
216
Tanah Grogot, Pelabuhan Nunukan dan Pelabuhan Palaran. Terkait pengembangan masing-masing pelabuhan dapat dilihat di lampiran 1. 9 Pengembangan pelabuhan terkait MP3EI di Provinsi Kalimantan Selatan difokuskan pada Pengembangan Trisakti dan Pelabuhan Mekar Putih sebagai Pelabuhan Utama. Pelabuhan Simpang Empat Batulicin, Pelabuhan Stagen, Pelabuhan Sebuku, Pelabuhan Kintap, dan Pelabuhan Pelaihari sebagai Pelabuhan Pengumpul. Sedangkan Pelabuhan Sungai Danau, Pelabuhan Pagatan, Pelabuhan Sungai Loban dan Pelabuhan Gunung Batu Besar sebagai Pelabuhan Pengumpan. Terkait pengembangan masing-masing pelabuhan dapat dilihat di lampiran 1. 10 Pengembangan pelabuhan terkait MP3EI di Provinsi Kalimantan Barat difokuskan pada Pengembangan Pelabuhan Samudera di Pulau Temajo, Optimalisasi Terminal barang dan Penumpang di Pelabuhan Pontianak, Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Pontianak sebagai Pelabuhan Utama Sekunder, optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Ketapang, Kendawangan, Sintete, Paloh,Sekura, Telok Air dan Sambas sebagai pebuhan utama tersier, Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Telok Batang, Singkawang dan Merbau sebagai pelabuhan pengumpan regional serta Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan barang di Kakap, Kuala Menpawah sebagai pelabuhan pengumpan lokal. Terkait pengembangan masing-masing pelabuhan dapat dilihat di lampiran 1. 11 Pengembangan pelabuhan terkait MP3EI di Provinsi Kalimantan Tengah difokuskan pada Pengembangan Pelabuhan Sampit sebagai pelabuhan utama, Pengembangan Pelabuhan Kumai, Pelabuhan Pulang Pisau, Pelabuhan Kuala Kapuas, Pelabuhan Pangkalan Bun dan Pelabuhan Sukamara sebagai pelabuhan kolektor serta Pelabuhan Kuala Pembuang, Pegatan Mendawai, Pelabuhan Samuda, Pelabuhan Behaur, Pelabuhan Kereng Bengkirai, Pelabuhan Natal Kuini, Pelabuhan Teluk Sebangau, Pelabuhan Kahayan, Pelabuhan Kelanis dan Pelabuhan Rangga Ilung sebagai pelabuhan pengumpan. Terkait pengembangan masing-masing pelabuhan dapat dilihat di lampiran 1.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
217
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) tahun 2011-2025 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 93 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pelabuhan Sangkulirang/Maloy Keputusan Menteri Perhubungan No 7 tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kemenhub 2010-2014 Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor : UM.002/38/18/DJPL-11 Tentang Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan Departemen Perhubungan., 2011, Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Jakarta. Departemen Perhubungan., 2011, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010, Rencana Strategis tahun 2010-2014, Jakarta. Departemen Perhubungan., 2012, Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan Selatan dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi, Jakarta. Departemen Perhubungan., 2012, Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan Timur dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi di Koridor III Kalimantan, Jakarta. Departemen Perhubungan., 2012, Studi Ulang Tatrawil Provinsi Kalimantan Barat dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi, Jakarta.
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
218
LAMPIRAN
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
219
Lampiran 1 : Rencana Pengembangan Pelabuhan Pelabuhan
Pelabuhan Samarinda
2015 1 Modernisasi alat bongkar muat 2 Peningkatan kinerja pelabuhan 3 Penambahan dermaga eksisting
2020 Pengembangan ke Pelabuhan Maloy dan TPK Palaran
2025 Pengembangan ke Pelabuhan Maloy dan TPK Palaran
Fasilitas masih mencukupi
- Penambahan container crane menjadi 4 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 477 m
- Penambahan container crane menjadi 5 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 548 m
- Modernisasi alat bongkar muat - Peningkatan kinerja pelabuhan
Pengembangan ke TPK Kariangau
Pengembangan ke TPK Kariangau
Fasilitas masih mencukupi
Fasilitas masih mencukupi
- Penambahan container crane menjadi 3 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 393 m
- Modernisasi alat bongkar muat - Peningkatan kinerja pelabuhan
- Modernisasi alat bongkar muat - Peningkatan kinerja pelabuhan
- Penambahan container crane menjadi 1 unit - Penambahan dermaga khusus petikemas sepanjang 101 m
Fasilitas masih mencukupi
- Penambahan container crane menjadi 5 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 632 m
- Penambahan container crane menjadi 7 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 787 m
Pelabuhan Palaran Samarinda
Pelabuhan Balikpapan
Terminal Peti Kemas Kariangau
Pelabuhan Tanah Grogot
Pelabuhan Banjarmasin
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
220
Pelabuhan
Pelabuhan Pontianak
Pelabuhan BagendangSampit
Pelabuhan Bumiharjo-Kumai
2015 - Penambahan container crane menjadi 3 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 322 m - Pengerukan Sungai Kapuas hingga kedalaman 6 m
2020 - Penambahan container crane menjadi 5 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 477 m - Pengerukan Sungai Kapuas hingga kedalaman 6 m
- Penambahan container crane menjadi 1 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 101 m
- Penambahan panjang dermaga menjadi 167 m
- Penambahan container crane menjadi 1 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 101 m
-
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
2025 - Penambahan container crane menjadi 7 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 835 m - Pengerukan Sungai Kapuas hingga kedalaman 7m - Penambahan container crane menjadi 2 unit - Penambahan panjang dermaga menjadi 279 m -
221
Lampiran 2 : Hirarkhi Pelabuhan di Kalimantan
Hirarkhi Pelabuhan di Kalimantan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
222
Lampiran 3 : Kinerja Pelabuhan Samarinda Tabel Kinerja Pelabuhan Samarinda (1) No. Uraian 1 Utilisasi 1. Tambatan Konvensional a. Berth Occupancy Ratio (BOR) Samudera Nusantara Lokal/Rakyat Khusus b. Berth Through Put (BTP) Samudera Nusantara Lokal/Rakyat Khusus 2. Tambatan Peti Kemas a. Berth Occupancy Ratio (BOR) b. Berth Through Put (BTP) 3. Gudang a. Shed Occupancy Ratio (SOR) b. Shed Throuh Put (STP) 4. Lapangan Konvensional a. Yard Occupancy Ratio (YOR) b. Yard Through Put (YTP) 5. Lapangan Peti Kemas a. Container Yard Occupancy Ratio (YOR) b. Container Yard Through Put (YTP) 6. Peralatan a. Gantry Crane / Container Crane b. TT / RTG c. Kran Darat d. Mobil Crane e. Shore Crane f. Reach Stacker g. Top Loader h. Side Loader i. Wheel Loader j. Spreader k. Forklift l. Head Truck m. Chassis n. Reefer Plugs o. Conveyor p. Kapal Pandu q. Kapal Tunda r. Kapal Kepil
SAT
% % % % Ton/M Ton/M Ton/M Ton/M
2004
2005
TAHUN 2006
2007
2008
66.92 68.86 71.24 68.47 71.01 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 2091.23 2268.67 1855.88 1997.30 2234.65 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
% Box/M
-
-
-
-
-
% Ton/M
15.06 12
16.12 9.12
8.2 7,76
4.02 5.09
6.86 6.72
% Box/M
86.72 84.83
66.78 91.4
79.51 80.46
79.08 80.61
7.65 8.14
% Box/M
-
-
-
-
-
% % % % % % % % % % % % % % % % % %
N/A N/A 7.1 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 1.11 N/A N/A N/A N/A 7.96 13.55 N/A
N/A N/A 11.52 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 7.47 15.5 N/A
N/A N/A 10.26 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 6.29 9.49 N/A
N/A N/A 7.53 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 7.41 11.35 N/A
N/A N/A 10.7 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 8.22 16.07 N/A
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
223
Tabel Kinerja Pelabuhan Samarinda (2) No. Uraian 1 Waktu Pelayanan Kapal 1. Luar Negeri a. WT b. AT c. PT d. BT NOT ET IT e. TRT 2. Dalam Negeri a. WT b. AT c. PT d. BT NOT ET IT e. TRT 2 Produktivitas Bongkar Muat 1. Luar Negeri a. General Cargo b. Bag Cargo c. Unitized d. Curah Kering e. Curah Cair f. Peti Kemas UTPK Konvensional g. TSHB 2. Dalam Negeri a. General Cargo b. Bag Cargo c. Unitized d. Curah Kering e. Curah Cair f. Peti Kemas UTPK Konvensional g. TSHB
SAT
2004
2005
TAHUN 2006
2007
2008
Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam
13.00 4.00 47 7 38.00 2 64.00
34.80 4.00 34.74 3.39 29.41 1.94 73.54
17.00 3.00 57 2 53.00 2 77.00
6 4 126 50 73.00 3 136.00
5 4 135.6 82.75 50.85 2 144.60
Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam
9 5 68 13 50 5 82
7.33 5 76.46 10 59.21 7.25 88.79
4 5 67 3 62 2 76
3 5 52 20 30 2 60
2 4 65.93 22.73 41.2 2 71.93
T/G/J T/G/J T/G/J T/G/J T/J
17 19 N/A N/A N/A
N/A N/A N/A
N/A N/A N/A
N/A N/A N/A
N/A N/A N/A
B/C/H B/C/H T / Kpl /J
7 16.04
6 15
13.71
14.57
33.38
T/G/J T/G/J T/G/J T/G/J T/J
17 20 N/A N/A N/A
17 19 N/A N/A N/A
17 20 N/A N/A N/A
19 20 N/A N/A N/A
19 20 N/A N/A N/A
B/C/H B/C/H T / Kpl /J
7 8.13
6 12.08
1 5 12.04
5 12.64
7 19.5
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
224
Lampiran 4 : Kinerja Pelabuhan Balikpapan
Tabel Kinerja Pelabuhan Balikpapan (1) No.
U R A I A N
1
2
I.
PELAYANAN KAPAL: a. Kapal Luar Negri : 1. Turn Round Time(TRT) 2. Waiting Time : a. Waiting Time Net (WTN) b. Postpone Time ( PT ). c. Approach Time ( AT ). d. Waiting Time Gross (WTG) 2. Berthing Time ( BT ). a Effective Time ( ET ). b. Not Operating Time (NOT) c. Idle Time ( IT ) b. Kapal Dalam Negri : 1. Turn Round Time(TRT) 2. Waiting Time : a. Waiting Time Net (WTN) b. Postpone Time ( PT ). c. Approach Time ( AT ). d. Waiting Time Gross (WTG) 2. Berthing Time ( BT ). a Effective Time ( ET ). b. Not Operating Time (NOT) c. Idle Time ( IT )
II.
PELAYANAN BARANG : a. Pelayaran Luar Negri : 1. Kapal General Cargo 2. Kapal Bag Cargo 3. Kapal Peti Kemas a. Terminal P. Kemas b. Terminal Convensional c. Curah Cair d. Curah Kering b. Pelayaran Dalam Negri : 1. Kapal General Cargo 2. Kapal Bag Cargo 3. Kapal Peti Kemas a. Terminal P. Kemas b. Terminal Convensional c. Curah Cair d. Curah Kering c. Menurut Jenis Pelayaran 1. Samudera 2. Nusantara
SA TU AN 3
REALISASI TAHUN 2010 4
ANGGARAN TAHUN 2011 5
Jam
45.05
21.00
Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam
0.19 2.37 1.74 4.30 40.75 40.75 -
Jam
REALISASI TAHUN 2011 6
TREN 6: 5 7
6:4 8
68.70
327.15
152.52
0.50 2.00 2.50 5.00 16.00 13.00 3.00 -
0.05 23.39 6.13 29.57 39.13 39.13 -
9.86 1,169.60 245.23 591.44 244.55 300.98 -
987.01 353.11 688.37 96.02 96.02 -
39.83
22.00
49.06
223.00
123.17
Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam
0.13 2.39 0.80 3.32 36.51 36.41 0.10 -
0.50 2.00 2.50 5.00 17.00 13.00 4.00 -
0.07 23.45 0.82 24.34 24.72 24.72 -
14.05 1,172.52 32.91 486.87 145.39 190.13 -
981.19 102.89 733.33 67.70 67.88 -
T/G/J T/G/J
14.00 15.00
14.00 15.00
100.00 100.00
100.00 100.00
B/G/J T/G/J T/G/J
-
14.00 15.00 -
-
-
-
T/G/J T/G/J
14.00 15.00
14.00 15.00
100.00 100.00
100.00 100.00
B/G/J T/G/J T/G/J
10.00 -
14.00 15.00 10.00 -
10.00 -
T/Kpl/Hr T/Kpl/Hr
400.00 200.00
400.00 200.00
400.00 200.00
100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00
-
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
225
Tabel Kinerja Pelabuhan Balikpapan (2) No.
U R A I A N
1
2
III.
FASILITAS & PERALATAN a. Fasilitas 1. Dermaga : a. B.O.R. b. B.T.P. 2. Gudang : a. S.O.R. b. S.T.P. 3. Lapangan : a. O.S.O.R. b. O.S.T.P. b. Peralatan Darat : 1. Kran Darat 2. Reach Stacker 3. Forklift 4. Top Loader 5. Head Truck 6. Bottom Lift 7. Mobil Tronton 8. PMK 9. Transtainer 10. Gantry Crane c. Peralatan Apung : 1. Kapal Tunda 2. Kapal Pandu.
SA TU AN 3
REALISASI TAHUN 2010 4
ANGGARAN TAHUN 2011 5
REALISASI TAHUN 2011 6
% T/M
80.29 1,925.00
67.00 1,897.04
63.68 1,532.80
95.05 80.80
79.32 79.63
% T/M2
37.95 35.17
37.00 78.11
24.43 14.71
66.01 18.83
64.36 41.81
% T/M2
99.10 229.85
97.50 156.87
71.72 114.41
73.56 72.93
72.37 49.78
% % % % % % % % % %
2.56 30.37 8.76 14.06 23.32 -
15.00 15.00 5.00 14.00 25.00 -
3.02 24.33 3.57 22.65 30.13 -
20.13 162.20 71.46 161.78 120.52 -
117.85 80.10 40.77 161.12 129.18 -
TREN 6: 5 7
6:4 8
%
33.04
25.00
32.73
130.92
99.06
%
21.29
20.00
29.56
147.79
138.87
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
226
Lampiran 5 : Kinerja Pelabuhan Banjarmasin Tabel Kinerja Pelabuhan Banjarmasin (1) No. Uraian 1 Utilisasi 1. Tambatan Konvensional a. Berth Occupancy Ratio (BOR) Samudera Nusantara Lokal/Rakyat Khusus b. Berth Through Put (BTP) Samudera Nusantara Lokal/Rakyat Khusus 2. Tambatan Peti Kemas a. Berth Occupancy Ratio (BOR) b. Berth Through Put (BTP) 3. Gudang a. Shed Occupancy Ratio (SOR) b. Shed Throuh Put (STP) 4. Lapangan Konvensional a. Yard Occupancy Ratio (YOR) b. Yard Through Put (YTP) 5. Lapangan Peti Kemas a. Container Yard Occupancy Ratio (YOR) b. Container Yard Through Put (YTP) 6. Peralatan a. Gantry Crane / Container Crane b. TT / RTG c. Kran Darat d. Mobil Crane e. Shore Crane f. Reach Stacker g. Top Loader h. Side Loader i. Wheel Loader j. Spreader k. Forklift l. Head Truck m. Chassis n. Reefer Plugs o. Conveyor p. Kapal Pandu q. Kapal Tunda r. Kapal Kepil
SAT
% % % % Ton/M Ton/M Ton/M Ton/M
2004
2005
80 72.94 2665.00 1894.00 -
TAHUN 2006
74.73 127.44 -
2007
691.69 748.97 -
2008
736.65 793.16 -
% Box/M
-
-
-
-
-
% Ton/M
477 160
22.57 138
14.26 5
146.86 49.5
156.7 52.72
% Box/M
13 70
7.96 57
6.18 1.84
108.6 26.89
115.88 28.64
% Box/M
-
-
6.64 0.28
% % % % % % % % % % % % % % % % % %
N/A N/A 14.37 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 13.86 N/A N/A N/A N/A 6.89 19.17 14.14
N/A N/A 14.37 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 13.86 N/A N/A N/A N/A 6.89 19.17 14.14
N/A N/A 11.69 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 5.9 N/A N/A N/A N/A 16.86 16.8 16.53
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
13582.72 14.492.76 28.16 29.99 N/A 5200.5 158.72 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 84.76 N/A N/A N/A N/A 204.03 271.69
N/A 5418.92 165.39 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 88.32 N/A N/A N/A N/A 215.05 290.07
227
Tabel Kinerja Pelabuhan Banjarmasin (2) No. Uraian 1 Waktu Pelayanan Kapal 1. Luar Negeri a. WT b. AT c. PT d. BT NOT ET IT e. TRT 2. Dalam Negeri a. WT b. AT c. PT d. BT NOT ET IT e. TRT 2 Produktivitas Bongkar Muat 1. Luar Negeri a. General Cargo b. Bag Cargo c. Unitized d. Curah Kering e. Curah Cair f. Peti Kemas UTPK Konvensional g. TSHB 2. Dalam Negeri a. General Cargo b. Bag Cargo c. Unitized d. Curah Kering e. Curah Cair f. Peti Kemas UTPK Konvensional g. TSHB
SAT
2004
2005
TAHUN 2006
2007
2008
Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam
1.00 6.00 3.00 16 10.25 14.13 1.3 26.00
1.00 4.00 2.00 15 22.00
4.00 5.00 5.00 57 30 25.00 2 71.00
3.2 11.6 9.20 156.2 90.7 61.90 3.6 180.20
3.26 11.83 9.38 159.32 92.51 63.14 3.67 183.80
Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam
1 5 2 22 20.75 19.54 1.67 30
2 6 3 20 31
6 9 11 72 37 33 2 98
2.5 9.83 3.67 50.66 21.83 16.83 12 66.66
2.55 10.03 3.74 51.67 22.27 17.17 12.24 67.99
T/G/J T/G/J T/G/J T/G/J T/J
22 116 -
22 -
15.27 0.76 108.75 -
106.91 675 -
113.65 717.53 -
22 18 49.83 -
19 21 -
16.66 9.83 67.08 0.21 -
100.6 302 850 -
106.94 321.03 903.55 -
B/C/H B/C/H T / Kpl /J T/G/J T/G/J T/G/J T/G/J T/J B/C/H B/C/H T / Kpl /J
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
228
Lampiran 6 : Kinerja Pelabuhan Pontianak Tabel Kinerja Pelabuhan Pontianak (1) No. Uraian 1 Utilisasi 1. Tambatan Konvensional a. Berth Occupancy Ratio (BOR) Samudera Nusantara Lokal/Rakyat Khusus b. Berth Through Put (BTP) Samudera Nusantara Lokal/Rakyat Khusus 2. Tambatan Peti Kemas a. Berth Occupancy Ratio (BOR) b. Berth Through Put (BTP) 3. Gudang a. Shed Occupancy Ratio (SOR) b. Shed Throuh Put (STP) 4. Lapangan Konvensional a. Yard Occupancy Ratio (YOR) b. Yard Through Put (YTP) 5. Lapangan Peti Kemas a. Container Yard Occupancy Ratio (YOR) b. Container Yard Through Put (YTP) 6. Peralatan a. Gantry Crane / Container Crane b. TT / RTG c. Kran Darat d. Mobil Crane e. Shore Crane f. Reach Stacker g. Top Loader h. Side Loader i. Wheel Loader j. Spreader k. Forklift l. Head Truck m. Chassis n. Reefer Plugs o. Conveyor p. Kapal Pandu q. Kapal Tunda r. Kapal Kepil
SAT
2004
2005
TAHUN 2006
2007
2008
% % % %
N/A 74.03 N/A N/A
N/A 69.50 N/A N/A
N/A 67.88 N/A N/A
N/A 72.10 N/A N/A
N/A 72.05 N/A N/A
Ton/M Ton/M Ton/M Ton/M
N/A 1942.93 N/A N/A
N/A 1718.50 N/A N/A
N/A 1910.26 N/A N/A
N/A 2183.49 N/A N/A
N/A 2387.22 N/A N/A
% Box/M
61.96 450.54
60.7 421.81
68.41 323.13
68.52 460.98
85.73 427.72
% Ton/M
24.1 544.85
21.73 46.99
11.49 33.67
15.47 38.74
48.81 88.51
% Box/M
31.62 50.48
9.78 20.38
13.14 40.36
37.76 163.2
29.37 203.02
% Box/M
70.47 87.94
45.02 85.47
47.41 90.85
60.53 89.23
91.56 84.69
% % % % % % % % % % % % % % % % % %
N/A N/A N/A 7.96 N/A N/A 35.92 N/A N/A N/A 20.94 32.01 N/A N/A N/A 22.71 47.99 N/A
N/A N/A N/A 370 N/A N/A 8592 N/A N/A N/A 20617 22367.5 N/A N/A N/A 8429.55 4647.87 N/A
N/A N/A N/A 1086 N/A N/A 5030.5 N/A N/A N/A 177725.5 20165.5 N/A N/A N/A 9033.49 4481.8 N/A
N/A N/A N/A 745.5 N/A N/A 5055 N/A N/A N/A 14688.5 23001.5 N/A N/A N/A 7280.16 4705.46 N/A
N/A N/A N/A 566 N/A N/A 6619 N/A N/A N/A 10095.5 22116 N/A N/A N/A 7126.5 3820.43 N/A
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
229
Tabel Kinerja Pelabuhan Pontianak (2) No. Uraian 1 Waktu Pelayanan Kapal 1. Luar Negeri a. WT b. AT c. PT d. BT NOT ET IT e. TRT 2. Dalam Negeri a. WT b. AT c. PT d. BT NOT ET IT e. TRT 2 Produktivitas Bongkar Muat 1. Luar Negeri a. General Cargo b. Bag Cargo c. Unitized d. Curah Kering e. Curah Cair f. Peti Kemas UTPK Konvensional g. TSHB 2. Dalam Negeri a. General Cargo b. Bag Cargo c. Unitized d. Curah Kering e. Curah Cair f. Peti Kemas UTPK Konvensional g. TSHB
SAT
2004
2005
TAHUN 2006
2007
2008
Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam
0.87 4.11 3.47 26.75 6.02 15.46 5.27 35.20
0.76 4.12 7.29 25.23 5.93 16.60 2.7 37.40
0.47 4.18 6.39 26.13 5.61 11.68 8.84 37.17
0.34 4.27 13.50 27.77 7.07 7.75 12.95 45.88
0.44 4.51 29.43 39.94 11.16 10.33 18.45 74.32
Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam
0.89 4.14 3.38 41.06 10.23 23.24 7.59 49.47
0.89 4.16 15.06 47.77 10.3 19.35 18.12 67.88
0.73 4.23 11.4 48.88 9.78 21.09 18.01 65.24
0.6 4.25 23.82 50.78 13.66 14.86 22.26 79.45
0.85 4.36 92.94 71.56 23.19 19.02 29.35 169.71
T/G/J T/G/J T/G/J T/G/J T/J
23.85 36.56 N/A N/A 163.26
18.93 34.08 N/A N/A -
25.96 37.72 N/A N/A 175
24.62 28.93 N/A N/A -
19.36 28.07 N/A N/A -
B/C/H B/C/H T / Kpl /J
22.43 14.34 N/A
19.35 15.6 N/A
17.39 14.79 N/A
19.18 16.27 N/A
13.97 12.69 N/A
T/G/J T/G/J T/G/J T/G/J T/J
21.5 29.98 N/A N/A 140.91
21.77 30.55 N/A N/A 182.47
19.41 30.74 N/A N/A 215.45
22.83 31.1 N/A N/A -
22.75 33.34 N/A N/A -
B/C/H B/C/H T / Kpl /J
22.43 14.34 N/A
19.35 15.6 N/A
17.39 14.79 N/A
19.18 16.27 N/A
19.18 16.27 N/A
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
230
Lampiran 7 : Kinerja Pelabuhan Eksisting (BOR)
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
231
Lampiran 8 : Kinerja Pelabuhan Eksisting (YOR)
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
232
Lampiran 9 : Kinerja Pelabuhan Eksisting (Turn Around Time)
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
233
Lampiran 10 : Photo Hasil Survey Pelabuhan
Pelabuhan Kumai
Kondisi Jaringan Jalan Menuju Pelabuhan Kumai
Kantor PT. Pelindo III Cabang Kumai
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
234
Kondisi Jalan di Depan Pelabuhan Kumai
Kantor Adpel Cabang Kumai
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
235
Lapangan Penumpukan Pelabuhan Kumai
Lapangan Penumpukan Pelabuhan Kumai
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
236
Demaga Pelabuhan Kumai
Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Kumai
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
237
Kondisi Gudang
Terminal Penumpang
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
238
Pelabuhan Balikpapan
Kantor Cabang PT Pelindo III Balikpapan
Gudang dan Lapangan Penumpukan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
239
Dermaga dan Lapangan Penumpukan
Jaringan Jalan dan Pintu Masuk Pelabuhan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
240
Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (Tuks) PT. Pertamina
Kondisi Sirkulasi Kendaraan yang Padat
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
241
Kapal Roro Pengangkut Kendaraan dan Alat Berat
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
242
Pelabuhan Tanah Grogot
Dermaga Pelabuhan Tanah Grogot
Lapangan Penumpukan yang Sepi Pelabuhan Tanah Grogot
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
243
Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Tanah Grogot
Dermaga Pelabuhan Tanah Grogot
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
244
Gudang Penyimpanan Pelabuhan Tanah Grogot
Lapangan Parkir Pelabuhan Tanah Grogot
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
245
Pelabuhan Bagendang Sampit
Kondisi jaringan jalan dari dan ke pelabuhan yang rusak berat akses Pelabuhan Bagendang Sampit
Mobil Tangki CPO yang mogok karena jalan rusak berat akses Pelabuhan Bagendang Sampit
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
246
Kemacetan karena jalan rusak berat akses Pelabuhan Bagendang Sampit
Fasilitas penampungan curah cair CPO Pelabuhan Bagendang Sampit
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
247
Fasilitas lapangan penumpukan Pelabuhan Bagendang Sampit
Dermaga Pelabuhan Bagendang Sampit
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
248
Lapangan penumpukan Pelabuhan Bagendang Sampit
Aktivitas Bongkar Curah Cair CPO Pelabuhan Bagendang Sampit
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
249
Lapangan Penumpukan dan Fasilitas Curah Cair Pelabuhan Bagendang Sampit
Lapangan penumpukan Pelabuhan Bagendang Sampit
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
250
Lapangan penumpukan Pelabuhan Bagendang Sampit
Lapangan penumpukan Pelabuhan Bagendang Sampit
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
251
Pelabuhan Sampit
Aktivitas bongkar muat Pelabuhan Sampit
Dermaga dan aktivitas bongkar muat Pelabuhan Sampit
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
252
Lapangan penumpukan Pelabuhan Sampit
Kapal PT.Pelni KM. Leuser yang sedang berlabuh Pelabuhan Sampit
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
253
Kantor PT. Pelindo III Cabang Sampit
Terminal Penumpang Pelabuhan Sampit
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
254
Lampiran 11 : Formulir/Kuesioner
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
255
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER PRODUSEN KOMODITAS) Nama Instansi
: ________________________
Tanggal
: ______________________
Lokasi
: ________________________
Surveyor
: ______________________
1. Jenis komoditas yang dihasilkan adalah: 1. Minyak dan gas
2. Batubara
3. Besi dan Baja
5. Kelapa Sawit
6. Perkayuan
7. Lainnya..................
4. Bauksit
2. Pengiriman komoditas dilakukan dengan cara: 1. Dilakukan sendiri
2. Melalui Shipper
3. Melalui Forwarder
4. Lainnya...........
3. Mohon sebutkan pelabuhan eksisting yang digunakan dalam mengirimkan barang untuk setiap komoditas 1. ........................
2. .......................
3. ............................
4. Lima (5) komoditas yang dikirimkan oleh perusahaan Port of Shipment Komoditas
Moda pengiriman Dari
Biaya pengiriman
Ket
Ke
1 2 3 4 5
5. Berikan rangking secara berurutan dari beberapa faktor pemilihan pelabuhan ini berdasarkan tingkat kepentingan faktor tersebut dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan. ( isi dengan angka dari 1-11, di mana 1 adalah paling penting dan 11 paling tidak penting)
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
1
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER PRODUSEN KOMODITAS) Lokasi Pelabuhan Intensitas / Frekuensi keberangkatan kapal Efisiensi Pelabuhan (kecepatan dan reabilitas) Tingkat keamanan barang (kerusakan barang) Infrastruktur Pelabuhan (Jumlah Berth, crane, terminal, dll) Kemudahan Berurusan dengan Pihak Pelabuhan (Administrasi, Kontak, dll) Biaya Pelabuhan Kemudahan pengiriman dari dan ke pelabuhan Preferensi untuk jalur pelayaran tertentu Ketersediaan informasi pengiriman Besar dan ukuran tambahan dari kemampuan penanganan barang
6. Tolong berikan penilaian dari statemen berikut ini:
Statemen
Sangat Setuju
Setuju
Netral
Tidak setuju
Sangat Tidak Setuju
Pemilihan pelabuhan dilakukan tanpa adanya proses evaluasi formal Pemilihan pelabuhan dilakukan dengan cepat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki Pengambilan keputusan dilakukan dengan mengeliminasi pilihan yang kurang baik Harga adalah
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
2
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER PRODUSEN KOMODITAS)
Statemen
Sangat Setuju
Setuju
Netral
Tidak setuju
Sangat Tidak Setuju
pertimbangan yang paling utama Saya bersedia membayar lebih mahal untuk pelayanan dan pengiriman yang lebih baik Preferensi untuk jalur pelayaran tertentu lebih penting dari preferensi pelabuhan Saya cenderung untuk menghindari pelabuhan yang sulit untuk diajak kerjasama atau komunikasi Penting untuk pelabuhan menawarkan jasa online kepada pelanggan Penting bagi pelabuhan untuk terkoneksi dengan baik dengan moda transportasi lainnya Menjaga reputasi perusahaan dan kepuasan pelanggan adalah penting
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
3
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER SHIPPER DAN FORWARDER)
Nama Instansi
: ________________________
Tanggal
Lokasi
: ________________________
Surveyor
: ______________________ : ______________________
1. Tahun pendirian ________________________
2. Tipe Kepemilikan Swasta (Indonesia)
Milik Negara
Joint venture, tolong cantumkan negara asal perusahaan Semuanya Indonesia Indonesia dan negara asing, tolong sebutkan ___________________
3. Servis yang ditawarkan (tandai jika ada) serta kontribusi penghasilan terhadap perusahaan
□ Pergudangan □ Perusahaan Truk □ Keagenan □ Pengurusan cukai □ Grosir/eceran □ Industri pengolahan □ Pertanian/Pertambangan □ Perminyakan □ Lainnya, sebutkan
0 - 10% □ □ □ □ □ □ □ □ □ □
Besarnya dalam pendapatan total perusahaan 10 - 20% 20 - 30% 30 - 40% 40 - 50% 60 - 70% 70 - 80% 80 - 90% 90 - 100% □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □
□ □
□ □
□ □
□ □
□ □
□ □
4. Lima (5) komoditas teratas yang dikirimkan oleh perusahaan Kargo Utama
Port of Shipment Dari Ke
Volume Kargo (MT) 2009 2010 2011
1 2 3 4 5
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
1
□ □
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER SHIPPER DAN FORWARDER)
5. Fasilitas Logistik Item
Jumlah/unit
Truk
____________________ unit
Gudang
____________________ unit
Lahan
____________________ m2
Lainnya (Mohon jelaskan) ________________________________________ ________________________________________
6. Volume Kargo yang ditangani 2007
2008
2009
2010
2011
Konvensional/Bulk Cargo dalam MT Volume Kontainer dalam TEU
7. Mohon memberikan kami tarif angkut Anda dalam kaitannya dengan asal dan tujuan, untuk 5 komoditas teratas yang ditangani pada tahun 2002.
1 2 3 4 5
____________________ biaya: /TEU □ /CuM ____________________ biaya: /TEU □ /CuM ____________________ biaya: /TEU □ /CuM ____________________ biaya: /TEU □ /CuM ____________________ biaya: /TEU □ /CuM
____________________ □ /MT
□
____________________ □ /MT
□
____________________ □ /MT
□
____________________ □ /MT
□
____________________ □ /MT
□
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
2
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER SHIPPER DAN FORWARDER) 8. Biaya operasi utama pada tahun 2011, Mohon tandai 5 biaya terbesar dan besarnya dalam biaya pengeluaran total perusahaan. □ Gaji □ Biaya pengiriman □ Biaya administrasi □ Perawatan dan perbaikan □ Asuransi □ Pajak □ Pembayaran hutang □ Pengoperasian truk □ Klaim Liabilitas □ □
0 - 10% □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □
10 - 20% 20 - 30% 30 - 40% 40 - 50% 60 - 70% 70 - 80% 80 - 90% 90 - 100% □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □ □
9. Mohon berikan penilaian/rangking secara berurutan dari beberapa faktor pemilihan pelabuhan ini berdasarkan tingkat kepentingan faktor tersebut dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan. (isi dengan angka dari 1-11, di mana 1 adalah paling penting dan 11 paling tidak penting)
Lokasi Pelabuhan Intensitas / Frekuensi keberangkatan kapal Efisiensi Pelabuhan (kecepatan dan reabilitas) Tingkat keamanan barang (kerusakan barang) Infrastruktur Pelabuhan (Jumlah Berth, crane, terminal, dll) Kemudahan Berurusan dengan Pihak Pelabuhan (Administrasi, Kontak, dll) Biaya Pelabuhan Kemudahan pengiriman dari dan ke pelabuhan Preferensi untuk jalur pelayaran tertentu Ketersediaan informasi pengiriman Besar dan ukuran tambahan dari kemampuan penanganan barang
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
3
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR KUESIONER SHIPPER DAN FORWARDER) 10. Mohon berikan penilaian dari statemen berikut ini: Statemen
Sangat Setuju
Setuju
Netral
Tidak setuju
Sangat Tidak Setuju
Pemilihan pelabuhan dilakukan tanpa adanya proses evaluasi formal Pemilihan pelabuhan dilakukan dengan cepat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki Pengambilan keputusan dilakukan dengan mengeliminasi pilihan yang kurang baik Harga adalah pertimbangan yang paling utama Saya bersedia membayar lebih mahal untuk pelayanan dan pengiriman yang lebih baik Preferensi untuk jalur pelayaran tertentu lebih penting dari preferensi pelabuhan Saya cenderung untuk menghindari pelabuhan yang sulit untuk diajak kerjasama atau komunikasi Penting untuk pelabuhan menawarkan jasa online kepada pelanggan Penting bagi pelabuhan untuk terkoneksi dengan baik dengan moda transportasi lainnya Menjaga reputasi perusahaan dan kepuasan pelanggan adalah penting
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
4
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR KAPAL) Nama Instansi
: ______________________
Tanggal
Surveyor
: _____________________
Narasumber
: ______________________ : _______________________
Jenis Kapal Pertanyaan ini menggali informasi mengenai jenis kapal yang dimiliki dan digunakan oleh operator pelayaran beserta spesifikasinya dan kinerjannya. Keterangan
Kapal ________________________
Kapal ________________________
Nama Kapal
□ Milik Sendiri
□ Milik Sendiri
□ Sewa/ Leasing
□ Sewa/ Leasing
□ Carter:
□ Carter: Jenis kepemilikan kapal
О Per kapal
О Per kapal
О Per waktu
О Per waktu
О Per perjalanan
О Per perjalanan □ Lainnya __________________
Tipe kapal
Jenis pelayaran/ shipping service
□ Lainnya __________________
□ Penumpang
□ Container Penumpang
□
□ Container □ Bulker
□ Tanker
□ Bulker
□ Tanker
□ Convensional
□ Lainnya _________
□ Convensional
□ Lainnya ________ _
□ International
□ Perintis
□ Antar pulau
□ Spesial
□ Tradisional
□ International Perintis
□
□ Antar pulau Spesial
□
□ Tradisional
Kelas kapal
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
1
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR KAPAL)
Keterangan
Kapal ________________________
Kapal ________________________
Panjang (m)
Panjang (m)
Lebar (m)
Lebar (m)
Tinggi (m)
Tinggi (m)
Keb. Max Draft (m)
Keb. Max Draft (m)
GT
GT
DWT
DWT
HP
HP
___________________ Orang
___________________ Orang
___________________ TEUs
___________________ TEUs
___________________ MT
___________________ MT
Kapasitas mesin
___________________ HP
___________________ HP
Kecepatan normal
___________________ Knot
___________________ Knot
Apakah kapal ini memiliki alat
□ Tidak
□ Tidak
□ Ya (tolong dijabarkan)
□ Ya (tolong dijabarkan)
Rp. _______________/ tahun
Rp. _______________/ tahun
Biaya sewa : Rp ____________
Biaya sewa : Rp ____________
Tahun sewa : _______________
Tahun sewa : ______________
Jenis penyewaan kapal :
Jenis penyewaan kapal :
□ Per tahun
□ Per tahun
□ Per perjalanan
□ Per perjalanan
□ Lainnya __________________________
□ Lainnya __________________________
Ukuran kapal
Kapasitas angkut
Bongkar muat sendiri? Tahun pembuatan kapal Nilai asuransi kapal
Biaya sewa dan tahun penyewaan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
2
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR KAPAL)
Keterangan Apakah kapal ini disewa atau dibeli Dari perusahan luar negeri atau
Kapal ________________________
Kapal ________________________
□ Indonesia
□ Indonesia
□ Luar negeri (negara ________)
□ Luar negeri (negara _______)
□ Indonesia
□ Indonesia
Perusahaan Indonesia?
Total awak kapal
□ Non Indonesia : ____ orang
□ Total
□ Total
: _____ orang : ____________
: ____ orang
• Komoditas
: ____________
• Volume : ____________ □ MT □ TEUs □ CuM □ Pax • Pelabuhan bongkar : ________
• Volume : ___________ □ MT □ TEUs □ CuM □ Pax • Pelabuhan bongkar : _______
• Pelabuhan muat
• Pelabuhan muat
: ________
: _______
• Komoditas
: ____________
• Komoditas
: ____________
• Volume
: ____________
• Volume
: ___________
□ MT □ Pax
□ TEUs
□ CuM
□ MT □ Pax
□ TEUs
□ CuM
• Pelabuhan bongkar : ________
• Pelabuhan bongkar : _______
• Pelabuhan muat
• Pelabuhan muat
: ________
: _______
• Komoditas
: ____________
• Komoditas
: ____________
• Volume
: ____________
• Volume
: ___________
□ MT □ Pax
Total volume angkut per tahun
: ____ orang
□ Non Indonesia : _____ orang
• Komoditas
3 komoditas utama yang dilayani
: _____ orang
□ TEUs
□ CuM
□ MT □ Pax
□ TEUs
□ CuM
• Pelabuhan bongkar : ________
• Pelabuhan bongkar : _______
• Pelabuhan muat
• Pelabuhan muat
: ________
: _______
__________________ MT/ year
__________________ MT/ year
______________Passenger/ year
_____________Passenger/ year
Jumlah total perjalanan per tahun
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
3
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR KAPAL)
Keterangan
Kapal ________________________ • karena rusak
: _______ hari
Kapal ________________________ • karena rusak
: ______ hari
Jumlah hari kapal yang menganggur
• karena tidak ada muatan : ___________ hari
• karena tidak ada muatan : ___________ hari
Per tahun
• karena perbaikan ___________ hari
• karena perbaikan ___________ hari
:
• Di laut
: _______ hari
• Di pelabuhan : ________ hari
• Di pelabuhan
: _______hari
Berapa kali kapal dikirim ke galangan
• Dalam 3 tahun terakhir : ______________ kali
• Dalam 3 tahun terakhir : ______________ kali
Kapal untuk perbaikan/ maintenance
• Dalam 5 tahun terakhir : ______________ kali
• Dalam 5 tahun terakhir : ______________ kali
• Nama : __________________
• Nama : _________________
• Lokasi : __________________
• Lokasi : _________________
• Dock time
• Dock time
Hari operasi kapal
Nama dan lokasi galangan kapal Rata – rata waktu untuk maintenance
• Di laut
:
: ________hari
: ________ hari
: _______ hari
• Floating time : ________ hari
• Floating time : _______ hari
• Hull/ deck
: ___ kali/ tahun
• Hull/ deck
: __ kali/ tahun
• Mesin
: ___ kali/ tahun
• Mesin
: __ kali/ tahun
besar
• Total
: ___ kali/ tahun
• Total
: __ kali/ tahun
Total pengeluaran untuk gaji crew
Rp. ________________ / tahun
Rp. ________________ / tahun
Rp. ________________ / tahun
Rp. ________________ / tahun
( tanpa pengeluaran untuk operasi)
Rp. ________________/ bulan
Rp. ________________/ bulan
Biaya asuransi tahunan
Rp. ________________/ tahun
Rp. ________________/ tahun
Di galangan kapal Frekuensi pebaikan/ maintenance
Total pengeluaran untuk kapal (spare part, maintenance, BBM, dll) Total fixed cost
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
4
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR KAPAL)
Keterangan
Kapal ________________________
Kapal ________________________
Biaya perbaikan tahunan
Rp. ________________/tahun
Rp. ________________/tahun
Biaya administrasi kapal
Rp. _______________/ ______
Rp. _______________/ ______
Rp. _______________
Rp. _______________
Rp. ________________/tahun
Rp. ________________/tahun
• Volume
: _____ MT/tahun
• Volume
: ____ MT/tahun
• Biaya
: Rp. __________
• Biaya
: Rp. __________
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
5
Biaya pelabuhan (buang sauh, sandar, kapal pandu) Biaya buruh pelabuhan per tahun Konsumsi bahan bakar per tahun Biaya agen per panggilan
Rp. _______________ • ________________ : Rp. _____________/______
Pengeluaran lainnya
• ________________ : Rp. _____________/______ • ________________ : Rp. _____________/______
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN) Nama Instansi
: ____________________
Tanggal
Surveyor
: _____________________
Narasumber
: ________________________ : ________________________
Profil Pelabuhan a) Nama pelabuhan b) Lokasi pelabuhan c) Luas Pelabuhan
: _______________________________________ : _______________________________________ : ____________ Ha
Hinterland Pelabuhan Mohon disebutkan daerah – daerah mana saja yang menjadi hinterland dari pelabuhan ini.
No.
1
2
3
4
5
Daerah Hinterland
Jarak Dari Pelabuhan (km)
Jenis Kawasan
Jenis Komoditas
□ Kawasan Industri □ Kawasan Perkebunan □ Lainnya _______________ □ Kawasan Industri □ Kawasan Perkebunan □ Lainnya _______________ □ Kawasan Industri □ Kawasan Perkebunan □ Lainnya _______________ □ Kawasan Industri □ Kawasan Perkebunan □ Lainnya _______________ □ Kawasan Industri □ Kawasan Perkebunan □ Lainnya _______________ □ Kawasan Industri □ Kawasan Perkebunan □ Lainnya _______________ □ Kawasan Industri □ Kawasan Perkebunan □ Lainnya _______________
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
1
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN) Jalan Akses Pelabuhan Mohon disebutkan dan dijelaskan mengenai jalan – jalan akses dari dan/atau menuju pelabuhan ini. No.
Nama Jalan Akses
Panjang (m)
Lebar (m)
Kelas Jalan
Fungsi Jalan
Jenis Perkerasan
1
□ Arteri □ Kolektor
□ Aspal □ Beton
2
□ Arteri □ Kolektor
□ Aspal □ Beton
3
□ Arteri □ Kolektor
□ Aspal □ Beton
4
□ Arteri □ Kolektor
□ Aspal □ Beton
5
□ Arteri □ Kolektor
□ Aspal □ Beton
Kondisi □ Baik □ Sedang □ Rusak □ Rusak Berat □ Baik □ Sedang □ Rusak □ Rusak Berat □ Baik □ Sedang □ Rusak □ Rusak Berat □ Baik □ Sedang □ Rusak □ Rusak Berat □ Baik □ Sedang □ Rusak □ Rusak Berat
Fasilitas Pelabuhan & Peralatan a) Fasiltas Sisi Laut (Sea Side) : • Port Basin (Kolam Pelabuhan) • Turning Basin (Kolam Putar) • Panjang Break Water • Panjang Channel • Panjang Dermaga
: _________________ Ha : _________________ Ha : _________________ Meter : _________________ Meter : _________________ Meter
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
2
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN) b) Fasilitas Sandar : Kapasitas (unit berth)
Jenis Dermaga
Berth Occupancy Ratio (BOR)
Panjang Dermaga (m)
Kedalaman Draft (m)
a. General Cargo b. Container c. Penumpang d. Multi purpose (multi fungsi) e. Dermaga Khusus : •
Liquid Bulk
•
Dry Bulk
•
Minyak
•
Bahan Kimia
•
Lainnya :
•
Lainnya :
•
Lainnya : Total
Adapun detail profil dermaga yang terdapat pada pelabuhan ini, yaitu: No
Nama Dermaga
Jenis Konstruksi
Panjang (m)
Kedalaman (m)
Peruntukan Dermaga
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
3
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN) c)
Fasilitas Pergudangan (Storage) • Storage (Gudang) • Open Storage (Penyimpanan Terbuka) • Container Freight Station (CFS) • Container Yard • Tangki Minyak • Tangki Minyak Sawit • Tangki Bahan Kimia • Lainnya ___________________ • Lainnya ___________________ • Lainnya ___________________
: _____________ m2 : _____________ m2 : _____________ m2 : _____________ m2 : _____________ Unit : _____________ Unit : _____________ Unit : _____________ : _____________ : _____________
d) Ketersediaan Peralatan (Equiptment) Jenis Peralatan
Jumlah (Unit)
Kapasitas
a. Terminal Service •
Forklift
•
Mobile Crane
•
Head Truck
•
Chassis
•
Top Loader
•
Spreader
• •
Hopper Set Conveyer Belt
•
Lainnya :
•
Lainnya :
•
Lainnya :
b. Fasilitas Alat Lainnya •
Poluttan Barge
•
Water Barge
•
Floating Crane
•
Oil Barge
•
Cargo Barge
•
Lainnya :
•
Lainnya :
•
Lainnya :
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
4
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN)
e)
Fasilitas pandu kapal (Pilotage) Fasilitas ini merupakan fasilitas untuk memandu kapal yang akan masuk kedalam pelabuhan, dimana fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keselamatan (safety) kapal selama dalam areal pelabuhan.
No
Jenis Kapal
1
Tug Boat
2
Pilot Boat
3
Mooring Boat
4
Lainnya :
5
Lainnya :
6
Lainnya :
Jumlah
Kapasitas (Hp)
Tipe
Kinerja Pelabuhan a) Kinerja Pelayanan Kapal (Ship Service Performance) Jenis Kinerja (Jam)
International Ship
Domestic Ship
Jenis Kapal General Bag Cargo Cargo
Dry Bulk
Liquid Bulk
Container
• Turn Around Time • Waiting Time • Approach Time • Postpone Time • Berthing Time • Non Operation Time • Berth Working Time • Effective Time • Idle Time
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
5
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN) b) Kinerja Bongkar – Muat Jenis
Kinerja
General Cargo Ship •
International (T/G/J)
•
Domestic (T/G/J)
Bag Cargo Ship •
International (T/G/J)
•
Domestic (T/G/J)
Dry Bulk Ship •
International (T/G/J)
•
Domestic (T/G/J)
Liquid Bulk Ship •
International (T/G/J)
•
Domestic (T/G/J)
Container Ship
c)
•
Container Wharf (B/C/H)
•
Conventional Wharf (B/C/H)
Kinerja Fasilitas Pelabuhan Jenis
Kinerja
Dermaga •
Berth Occupancy Ratio (BOR) (%)
•
Berth Time Productivity (BTP) (Ton/M)
Gudang •
Storage Occupancy Ratio (SOR) (%)
•
Storage Time Productivity (STP) (Ton/M)
Yard •
Yard Occupancy Ratio (YOR) (%)
•
Yard Time Productivity (YTP) (Ton/M)
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
6
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JL. MERDEKA TIMUR NO.5 JAKARTA 10110 TELP. (021) 34832943
FAX. (021) 24832967
(FORMULIR SURVEY OPERATOR PELABUHAN) Kebutuhan Data Sekunder Dalam kegiatan studi ini, maka diperlukan beberapa data sekunder yang akan digunakan dalam melakukan studi ini yaitu: 1) Peta layout exsisting Pelabuhan (beserta data) 2) Peta layout rencana pelabuhan (beserta data) 3) Data demand pelabuhan • Bongkar – muat barang, berdasarkan: o Jenis komoditas o Jenis kargo (general kargo, container, dry bulk, liquid bulk, dll.) • Bongkar – muat penumpang. 4) Data traffic pelabuhan (berdasarkan jenis kapal) 5) Data fasilitas pelabuhan (termasuk kinerja fasilitas tersebut) 6) Dokumen rencana pengembangan pelabuhan
Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan
7