Daftar Isi 1
Daftar Isi
2
Kata Pengantar
3
Curriculum Vitae
4
Daftar Abstrak Pemakalah Undangan
5
Daftar Abstrak Pemakalah Oral
6
Daftar Abstrak Pemakalah Poster
Kata Pengantar Sejawat Apoteker yang kami banggakan, Memasuki abad ke 21, Semua unsur dan elemen kefarmasian Indonesia (regulator, perguruan tinggi, asosiasi profesi, masyarakat bisnis farmasi) harus bersama bergerak ke depan membangun keunggulan kompetitif yang dinamis, inovatif dan adaptif terhadap era perubahan khususnya pelayanan kesehatan di masa yang akan datang. Di abad ke 21, permasalahan kesehatan telah menjadi masalah yang sangat kompleks, karenanya fasiltas kesehatan harus mengambil langkah pendekatan yang lebih holistik terhadap pengobatan, penanganan dan perawatan pasien, perawatan kesehatan yang efektif harus melibatkan seluruh tenaga kesehatan termasuk didalamnya profesi apoteker. International Pharmaceutical Federation (FIP) telah mencanangkan tema untuk tahun 2015, yaitu “Pharmacists: your partners in health”. Setiap hari diharapkan tiga juta apoteker di dunia dan lebih dari 40 ribu apoteker di antaranya di Indonesia harus bertindak sebagai mitra profesi tenaga kesehatan lainnya, di seluruh rantai pelayanan kesehatan dengan visi bersama untuk mewujudkan kesehatan masyarakat yang lebih baik. RAPAT KERJA NASIONAL & PERTEMUAN ILMIAH NASIONAL 2015, yang berlangsung dari tanggal 7 Mei 2015 sampai dengan 10 Mei 2015 di Bukittinggi, Sumatera Barat diharapkan menjadikan: •
Organisasi IAI yang lebih kokoh untuk melaksanakan tugas pokok organisasi, mempersatukan, memberdayakan, melindungi, membina, dan mengayomi seluruh anggota ikatan
•
Apoteker menjadi profesi tenaga kesehatan yang paling mudah diakses oleh masyarakat dan sangat terampil di bidangnya untuk mewujudkan peningkatkan kualitas, mutu dan ketepatan biaya (cost effective) dengan menempatkan patient safety di atas segalanya pada seluruh pelayanan kesehatan di Indonesia
Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa membimbing dan melindungi langkah kita sehingga hidup kita semakin bermanfaat bagi diri kita, keluarga kita dan bagi nusa bangsa tercinta Jakarta, April 2015 Drs. Nurul Falah Eddy Pariang, Apt Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia
Curriculum Vitae
Maura Linda Sitanggang
1. Full Name
: Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D.
2. Institution Position
: Ministry of Health, Republic of Indonesia : Director General of Pharmaceutical Services and Medical Devices
3. Place/ Date of birth
: Medan, May 3rd 1958
4. Educational Background Undergraduate Pharmacist (Apoteker) Postgraduate
: : Faculty of Pharmacy, Institut Teknologi Bandung, 1981 : Faculty of Pharmacy, Institut Teknologi Bandung, 1982 : School of Pharmacology University of Bath, United Kingdom, 1988
5. Working experience 2001-2007
: : Director of Drug and Biological Product and Evaluation, National Agency of Drug and Food Control : Inspector of National Agency of Drug and Food Control : Director of Traditional Medicines Cosmetics and Food Suplement Evaluation, National Agency of Drug and food Control : Director General of Pharmaceutical Services and Medical Devices
2007-2010 2010-2012
2012- now
Arustiyono
Nama
: Drs. Arustiyono, Apt. MPH
Tempat/Tanggal Lahir
: Kudus, 12 Agustus 1963
Alamat
: Jl. Cempaka Putih Tengah XXA No. 11 Jakarta Pusat
Pekerjaan
: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT, Badan POM RI, Jl. Percetakan Negara 23, Jakarta Pusat
Riwayat Jabatan
:
Tahun 2009 – 2010: Kepala Biro Umum , Badan POM RI
Tahun 2010 -2014: Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan, Badan POM RI
Tahun 2014 – sekarang: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT, Badan POM RI
Riwayat Pendidikan
:
Tahun 1982 -1987: Farmasi, ITB
Tahun 1987-1988: Apoteker, ITB
Tahun 1998-1999: Master Public Health, Boston University, Amerika Serikat
Dayar Arbain
Nama
: Prof. Drs. Dayar Arbain, PhD, Apt
Tempat/Tanggal Lahir
: Bukittinggi, 27 Nofember 1948
Alamat
: Jl Perjuangan IV no 02, Belanti Timur, Padang 25137
Pekerjaan
: Dosen Falkultas Farmasi - Unand
Riwayat Jabatan
:
Riwayat Pendidikan
:
Ketua Jurusan Farmasi Unand 1988-1991
Ketua Lembaga Penelitian Unand, 1998-2006
Sarjana Farmasi- Unand 1976
Apoteker, Farmasi Unand 1977
PhD University of Western Australia, 1986
Dedy Almasdy
Nama
: Dr (clin pharm) Dedy Almasdy MSi., Apt.
Tempat/Tanggal Lahir
: Tanjung Alam / 19 Februari 1971
Alamat
: Jl. Barito no. 12 Padang Barat - Padang (25115)
Pekerjaan
: Staf Pengajar Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Riwayat Jabatan
: 1997 - 1998 : CPNS 1998 - 2002 : Asisten Ahli 2002 - 2008 : Lektor 2008 - 2015 : Lektor Kepala
Riwayat Pendidikan
: S1 : Fakultas Farmasi – Universitas Andalas (1996) S2 : Sekolah Farmasi – Institut Teknologi Bandung (2001) S3 : PP Sains Farmasi – Universiti Sains Malaysia (2011) Profesi Apoteker : Fakultas farmasi Universitas Andalas (1997)
Ernawati Sinaga
Nama Tempat/Tanggal Lahir Alamat
: Prof. Dr. Ernawati Sinaga, MS, Apt. : Pematang Siantar, 31 Juli 1955 : Jalan R.M. Kahfi I Tanah Baru RT 003/08 No. 18, Beji Depok
Pekerjaan Riwayat Jabatan
: Ketua Dewan Editor Jurnal Farmasi Indonesia : A. Struktural Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerjasama Universitas Nasional, tahun 2010 - sekarang Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Nasional, tahun 2011 - sekarang Kepala P3TO (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat) Universitas Nasional, tahun 2001 - 2010 Dekan Fakultas Biologi UNAS, tahun 1997 2000 B. Fungsional Dosen Fakultas Biologi UNAS, tahun 1982 – sekarang Dosen Program Pasca Sarjana Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2003 – sekarang Dosen Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, tahun 2005-sekarang Dosen Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003 – 2010 C. Lain-lain Ketua Dewan Editor Jurnal Farmasi Indonesia (terakreditasi), ISSN 1412-1107, Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia, 2002-sekarang Mitra Bestari Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia (terakreditasi), ISSN 1693 - 1831, Penerbit Universitas Pancasila, 2008-sekarang Mitra Bestari Jurnal Ekologi Kesehatan, ISSN 1412-4025. Penerbit Puslitbangkes. 2012sekarang
Riwayat Pendidikan
:
Mitra Bestari Jurnal Vis Vitalis, Fabiona, 2008 - sekarang Mitra Bestari Majalah Ilmu dan Budaya, Universitas Nasional, 2006-2011 Reviewer proposal Hibah Penelitian Desentralisasi Kemenristekdikti, tahun 2014sekarang
Program Doktor Ilmu Kimia, Kekhususan Biokimia-Biologi Molekuler, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, (Penelitian di Dept. Pharmaceutical Chemistry University of Kansas, Lawrence KS USA), lulus tahun 2001 Magister Sains Ilmu Kedokteran Dasar Program Studi Biomedik, Kekhususan Biokimia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, lulus tahun 1991 Pendidikan Apoteker, Jurusan Farmasi, FMIPA-UI, lulus tahun 1980
Henny Lucida
CURRICULUM VITAE Nama
: Prof. Dr. Henny Lucida, Apt
Tempat/Tanggal Lahir
: Padang Panjang, 15 Januari 1967
Alamat
:
Pekerjaan
: Guru Besar
Riwayat Jabatan
:
Riwayat Pendidikan
:
Sarjana Farmasi (Universitas Andalas, Padang), 1990 Apoteker (Universitas Andalas, Padang), 1991 Doctor of Philosophy (Curtin University of Technology, Perth, Western Australia) 1998
Iis Rukmawati
Nama
: IIS RUKMAWATI, S.Si., MM.Kes., Apt.
Tempat/Tanggal Lahir
:
Alamat
: UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung
Pekerjaan
:
Riwayat Jabatan
:
Tahun 1984 – 2011 Apotek Tahun 1991 Dinas Kesehatan Kota Bandung Tahun 1996 Puskesmas Salam Tahun 2008 Puskesmas Ibrahim Adjie
Riwayat Pendidikan
:
Sekolah Asisten Apoteker Tahun 1984 Teknologi Makanan Tahun 1988 Apoteker Tahun 2011 Magister Manajemen Kesehatan Tahun 2014
Lente Melanie
Nama
: Dra. Lente Melanie, Apt.
Tempat/Tanggal Lahir
: Bandung, 17 Oktober 1957
Alamat
: Jln. Mangga No. 17 Bandung
Pekerjaan
: PT. MEDIKA ANTAPANI - Director KBIH YAYASAN LABBAIK - Foundation President YAYASAN MAZAYA INSANI - Foundation President
Riwayat Jabatan
:
Tahun 1989 mendirikan Apotek Medika dan BP Medika Antapani Jl. Purwakarta No. 3 Antapani Bandung
Pemilik & Direktur Utama PT. Medika Antapani (unit usaha diantaranya: Klinik, Apotek, dan Lab).
Pemilik Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh Yayasan Labbaik Sejak Tahun 1993.
Pemilik dan Ketua Yayasan Mazaya Insani Sejak Tahun 2014
Riwayat Pendidikan
: 1984 Pharmacist Padjadjaran University. 1972-1974 SMA Negeri V Bandung 1969 - 1971 SMPN 5 Bandung 1963 -1968 SDN Banjarsari Bandung
Mariyatul Qibtiyah
Nama
: Mariyatul Qibtiyah, S.Si, SpFRS, Apt
Tempat/Tanggal Lahir
: Surabaya, 15 Februari 1971
Alamat
: Jl. Mejoyo I no. 23 Kalirungkut - Surabaya
Pekerjaan
:
Riwayat Jabatan
:
Riwayat Pendidikan
Ka.Unit Pelayanan Farmasi IRNA Anak RSUD Dr.Soetomo Sekretaris Tim PPRA RSUD Dr.Soetomo Praktisi Farmasis klinik di SMF. Ilmu Kes Anak Supervisor Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) Tim Trainer Layanan Sepenuh Hati (LSH) Tim Panitia Akreditasi Rumah Sakit (PARS) Sekretaris Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) RSUD Dr.Soetomo Sekretaris II Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA)- Kemenkes RI Pengajar program magister farmasi klinik di Universitas Airlangga dan Universitas Ahmad Dahlan
: - S-1 Farmasi – FFUA lulus th 1994 - Profesi Apoteker- FFUA lulus th 1995 - Spesialis Farmasi Rumah Sakit-FFUA lulus th 2001
Muslim Suardi
Nama
: Dr. Muslim Suardi, M.Si., Apt.
Tempat/Tanggal Lahir
: Bukittinggi, 14 Desember 1956
Alamat
: Jl. Durian No. 8 Purus Baru Padang 25115
Pekerjaan
: Dosen Fakultas Farmasi Unand
Riwayat Jabatan
:
Rektor
Universitas
Mohammad
Natsir
Bukittinggi
Riwayat Pendidikan
:
Dekan Fakultas Farmasi Unand
Pembantu Dekan III FMIPA Unand
Ketua Program Studi Pascasarjana Unand
S3: School of Pharmacy Universiti Sains Malaysia - Penang Malaysia
S2: Jurusan Farmasi ITB – Bandung
Apoteker: Jurusan Farmasi FMIPA Unand
S1: Jurusan Farmasi FMIPA Unand
Shirly Kumala
Nama Tempat/Tanggal Lahir Alamat Pekerjaan Riwayat Jabatan Riwayat Pendidikan
: Prof. Dr.Shirly Kumala, M.Biomed, Apt : : Srenseng Sawah, Jagakarsa Jakarta Selatan : Dewan Editor Jurnal Farmasi Indonesia : : 2005: Lulus Doktor Program Ilmu Kedokteran Dasar (Biomed) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1997: Lulus Magister Biomedik, Kekhususan Mikrobiologi Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia. 1982: Lulus Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila 1989: Lulus Sarjana Farmasi, Universitas Pancasila
Zullies Ikawati
Nama
: Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt.
Tempat/Tanggal Lahir
:
Alamat
: Jl.Kaliurang Km 6.7 Gg. Sumatera E 117, Yogyakarta
Pekerjaan
: Guru Besar
Riwayat Jabatan
: 1993 – sekarang: Dosen Fakultas Farmasi UGM 2001 – 2012 dan 2015 - sekarang: Pengelola Program Pasca Sarjana Magister Farmasi Klinik UGM
Riwayat Pendidikan
:
1992: Sarjana Farmasi FF UGM
1993: Apoteker FF UGM
2001: Doctor of Philosophy in Pharmacology, Ehime University School of Medicine, Japan
Asman Manaf
Jabatan
Prof. Dr. dr. Asman Manaf, SpPD-KEMD NIP 19450102 197503 1 001 Tempat/Tgl. Lahir Payakumbuh, 2 Januari 1945 Jurusan / Prodi Ilmu Penyakit Dalam / Endokrin Metabolik Istri dr. Gayatri Asman Anak 4 (empat) orang Fakultas Fak.Kedokteran / Univ Andalas Pendidikan S1 1973 : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Sp1 1980 : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Sp2 1992 : PB Perkeni S3 2004 : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Course 1990 : Thyroidology/Nuclear Medicine Paris, France 2002 – 2012 : Kepala Subbagian Endokrinologi Metabolik dan Diabetes Bag. IPD Fak. Kedokteran Unand/ RS Dr. M. Djamil Padang. _____________________________________________________ 2003: Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FK Unand 2004 – 2012 : KPS PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK Unand 2005 – 2012 : Ketua Tim Koordinator Pengelola PPDS ( TKP - PPDS ) FK Unand 2005 – Sekarang : Ketua Perkeni Cabang Sumatera Barat
Educational Background: NO
N a m e : MAYAGUSTINA ANDARINI Current Position: 1. Head of Sub Directorate Cosmetics Product Safety Evaluation, the Directorate of Traditional Medicine, Health Supplement and Cosmetics Product Safety Evaluation, the National Agency for Drug and Food Control, the Republic of Indonesia 2. Deputy Secretary General , the Indonesian Pharmacist Association
Subject
University
1
Level of Year of Education passed Undergraduate 1990
Pharmaceutical Sciences
2
Profession
1991
Pharmacist
3
Postgraduate
2007
Molecular Toxicology
Faculty of Pharmacy, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia Faculty of Pharmacy, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia Department of Pharmaceutical Sciences, Vrije Universiteit Amsterdam, the Netherlands
Working Experience: NO Position 1 Staff of the Sub Directorate Cosmetics and Medical Devices Regulations, the Directorate of Cosmetics and Medical Devices Control, the Directorate General of Drug and Food Control, Ministry of Health, the Republic of Indonesia 2 Acting Head Section of Cosmetics Products Registration, the Directorate of Cosmetics and Medical Devices Control, the Directorate General of Drug and Food Control, Ministry of Health, the Republic of Indonesia 3 Head Section of Drug’s Price Information, the Directorate General of Drug and Food Control, Ministry of Health, the Republic of Indonesia 4 Head Section of Permanent Secretary Administration, the National Agency for Drug and Food Control, the Republic of Indonesia 5 Head of Sub Directorate Cosmetics Standardization, the Directorate Standardization Traditional Medicines, Cosmetics and Complementary Products, the National Agency for Drug and Food Control, the Republic of Indonesia 6 Head of Sub Directorate Cosmetics Product Safety Evaluation, the Directorate of Traditional Medicine, Health Supplement and Cosmetics Evaluation, the National Agency for Drug and Food Control, the Republic of Indonesia
Year 1993-1999
1999-2000
2000-2001
2001-2002 2002-2005
2010 –now
Name: Xavier Couvignou Current Position: Regulatory Affairs Director for South East Asia Australasia for Foods and Home Personal Care Unilever. Xavier has been working 19 years for Unilever R&D in 5 different countries. Educational Background: BSc and MSc in Chemistry, Xavier specialized another 2 years with an Engineer degree (MEng) in Food Science from the ENSIA (French National Superior School for Food Industries) in Paris, France. Working Experience: He joined Unilever in November 94 in Strasbourg / France as Project Manager for Knorr products. In 97, he became R&D Manager for the European R&D Center of Excellence for liquid Savory products and led the Team who developed and launched liquid soups, sauces & bouillons across Europe. -
In February 2000, he moved to Argentina to lead the Department of new technologies for Argentina, Brazil, Chile, Uruguay & Paraguay. Two years later, he moved to Cambridge / UK and the Unilever Global Research Center in Colworth, north of London where he worked in the SEAC (Safety & Environmental Assurance Centre) global group for more than 7 years where he was successively Director of the Global Safety Approval Department, Programme Director and Resource Director.
-
In September 2009, he joined the other Unilever Global Research centre in Vlaardingen, in the Netherlands to be the Global Strategy and Operations Director for Unilever Clinicals group, coordinating Clinicals Teams & activities across 7 locations globally.
-
In September 2011, he then moved to Bangkok as Regulatory Affairs Director for South East Asia Australasia. His Teams, based across 10 locations in 6 countries, are ensuring regulatory compliance of all Foods and Home Personal Care Unilever products in the region, as well as driving Innovation support and advocacy activities.
Name
Current Position : Center,
: Ms. Fusae Harada Director of Human and Environmental Safety Evaluation Research
and
Development
Headquarters
(Lion
Corporation)
Education : April 1982- March 1985 : Bachelor of Science (Biology) at Ochanomizu University
Career History : o April 1985 Joined Lion Corporation o January 2009- Present : Director of Human and Environmental Safety Evaluation Center
NAME
Current Position : General Manager in Safety Research & Development Laboratory SHISEIDO
EDUCATION : o 1979 (Bachelor of Engineering; Chemistry) o 1981 (Master of Engineering; Chemistry) Waseda University (Tokyo, Japan) o 1991 (Master of Science; Cosmetic Science) University of Cincinnati (Ohio, USA) o (1992-1994) Researcher - Drug Analysis Laboratory - Nagoya City University (Aichi, Japan) o 1995 (Doctor of Philosophy; Pharmaceutical Sciences) Showa University (Tokyo, Japan)
AWARDS o 1991: Society of Cosmetic Chemists Ohio Valley Chapter Scholar Incentive Award o 1993: Japanese Society of Alternatives to Animal Experimentation Golden Presentation Award o 1999: Award for Scientific Research from Japanese Society of Alternatives to Animal Experimentation o 2004: Japanese Cosmetic Science Society Award
: Masato Hatao, Ph.D.
OTHER APPOINTMENTS o Japan Cosmetic Industry Association UV Task Force: Chair (2007-present) o ISO TC217 WG7 Expert (2007-present) o Japanese Society of Immunotoxicology : Committee Member (2003-present) o Research and Development of in vitro and in vivo Assays for Progressive Hazard Assessment Methods ”Development of in vitro assays to detect hepatotoxicity, nephrotoxicity, and neurotoxicity: Interim Evaluation Meeting Peer Review Panel (2013) o National Institute of Drug and Food Health Sciences (Japan) Research Project: Peer Review Board (2001-2008) o National Institute of Environmental Health Science / National Institute of Health (USA): Local Lymph Node Assay Peer Review Panel (1998) o Japanese Society of Alternatives to Animal Experiments: Auditor (1997-1999) Committee Member (1999-2003, 2005-present) o Alternatives to Animal Testing and Experimentation: Associate Editor (2000-2003, 2005-present)
PROFESSIONAL CAREER Shiseido Research Center (1981-present) o 2013-present : General Manager in Safety Research & Development Laboratory o 2009-2013 : General Manager of Functional Food Research & Development Center o 2008-2009 : Manager for Open Innovation in Innovative Science R& D Center o 2007-2008 : Director of Skin Research Laboratories o 2005-2007 : Director of Cosmetic Pharmacology Laboratories o 2001-2004 : Meiji Pharmaceutical University : Adjunct Lecturer - Cosmetic Science
SUPPLEMENTARY INFORMATION: Academic Societies: Japanese Society for Investigative Dermatology, Japanese Society of Immunotoxicology, Japanese Society for Photomedicine and Photobiology, Japanese Society of Alternatives to Animal Experiments Japanese Cosmetic Science Society, Japanese Society of Cosmetic Chemists 2013 : Invited Lectures, Symposia:The 67th Annual Congress of Japan Clinical Ophthalmology (Yokohama) 2012 : Fragrance Journal Seminar (Tokyo) 2012 : Society of Photoaging (Tokyo) 2012 : Oleo Science Seminar (Tokyo) 2007 : Societa Italiana di Chimica e Scienza Cosmetologiche (Milan) Innovation Day 2005 : The 7th Asian Congress of Dermatology (Kuala Lumpur) 2004 : The 29th Annual Meeting of Japanese Cosmetic Science Society (Tokyo) 2004 : Academic Conference of Dermatology of the Integration of TCM with Western Medicine (Guangzhou) 2002 : The 16th Annual Meeting of Japanese Society of Alternatives to Animal Experimentation (Tokyo) 2001 : The 74th Annual Meeting of Japanese Tissue Culture Society and The 15th Annual Meeting of Japanese Society of Alternatives to Animal Experimentation (Tsukuba) 2000 : European Society for Cosmetic & Aesthetic Dermatology (Niece) 1999 : The 24th Annual Meeting of Japanese Society of Investigative Dermatology (Kobe) 1999 : The 6th Annual Meeting of Japanese Society of Immunotoxicology (Sendai) 1998 : Workshop for the Status of Alternatives to Animal Experimentation and Related OECD Guidelines (Tokyo) 1998 : Japanese Society of Industrial Health Society (Tokai District Meeting) (Shizuoka) 1995 : The Tenth International Conference on Contact Dermatitis (Nagoya)
CURRICULUM VITAE Name Education Work Experiences
: SRI SAYEKTI : Graduated from University of Gadjah Mada, Majoring Pharmacist ( 1979 ) :
Pharmaceutical Industry Profesional for +/- 35 years at : • PT Phapros Tbk • PT Kalbe Farma • PT Novartis Biochemie • PT Combiphar • Mensa Group Job Position : • Registration Officer ; Quality Control supervisor ; Production Manager ; Logistics Manager (coordinating PPIC- Purchasing - Warehouse of Starting Material , Packaging & Finished Product ) ; Quality Assurance Manager ; • Plant Manager ; • Technical Operations Director ( for API & Pharma plants ) ; • Head of Quality Assurance & Product Development ; • Production Director ; • Corporate Technical Advisor Current assignments : 1. Expert team - Good Manufacturing Practice (GMP) – BPOMRI - Good Distribution Practice (GDP) – Directorate of Distribution - BPOMRI - Good Manufacturing Practice of Traditional Medicines – BPOMRI 2. Secretary and Organization Development Director of ISPE Indonesian Affiliate
Nama Lengkap : dr. Hari Paraton, SpOG(K) Tempat, tgl.lahir : Kediri, 1 Mei 1954 Alamat : Sidosermo V – 10 Surabaya Telepon/ email : 0811314571 , email:
[email protected] Unit Kerja : SMF/Dep. Obstetri Ginekologi RSUD Dr.Soetomo – FKUA Jabatan : 1. Kepala Divisi Uroginekologi Rekonstruksi SMF/Dep. OBSGIN RSUD Dr.Soetomo-FKUA 2. Ketua Tim PPRA RSUD Dr.Soetomo 3. Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) KEMENKES RI Riwayat Pendidikan: 1. Dokter : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tahun 1981 2. Spesialis ObGin : Fak. Kedokteran Unair/ RSU Dr. Soetomo tahun 1989 3. Konsultan ObGin : Kolegium Obstetri Ginekologi tahun 2003 Pendidikan tambahan: 1. Pelatihan Ketrampilan Melatih (CTS) dan Pelatihan Advanced Training Skill (ATS) di Jakarta th 1995 2. Pelatihan Instructional design di Jakarta th 1995 3. Pelatihan laparoskopi di bidang Ginekologi di Perth Autralia th 2000 4. Pelatihan Prudent Use of Antibiotics di Rotterdam th 2004 5. Pelatihan How to influence the people di Rotterdam th 2004 6. Pelatihan International Registered Certification Auditor (IRCA) di Surabaya th 2005 7. Pelatihan High Impact Presentation di Singapore th 2006 8. Pelatihan Uroginekologi di Sydney th 2007 Organisasi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Penasehat POGI cabang Surabaya Pengurus Pusat POGI Pengurus PERKINA cabang Surabaya Pengurus IDI Wilayah Jawa Timur Anggota IRCA (International Registered Certification Auditor) Anggota IHQN (Indonesian Heath Quality Network) Anggota APUA Indonesia chapter (Alliance Prudent Use of Antibiotic)
Riwayat pekerjaan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Puskesmas Dili Timor-Timor 1982-1983 Pertamina 1984-1985 PPDS OBSGIN FKUA 1985-1989 RSUD Baucau Timor-Timor 1990-1991 RSUP Dili Timor-Timor 1991-1992 RSUD Dr.Soetomo 1992-sekarang Auditor ISO 9001:2000 th 2006-sekarang Auditor PPRA Kemkes th 2005-sekarang
ABSTRAK PEMAKALAH UNDANGAN
Penguatan Quadruple Helix dalam Peningkatan Kompetensi Apoteker Guna Pengembangan Bahan Baku Farmasi"Oleh: Maura Linda Sitanggang Oleh: Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D Dirjen Binfar & Alkes, Kementerian Kesehatan RI
ABSTRAK Kemandirian di bidang bahan baku farmasi merupakan salah satu prioritas yang selalu diupayakan oleh pemerintah, mengingat ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku farmasi impor baik bahan aktif, bahan pembantu, bahan kosmetika maupun bahan baku obat tradisional masih sangat tinggi. Untuk menunjukkan keseriusan ini pemerintah telah mencantumkan program kemandirian bahan baku farmasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2010-2014 dan RPJMN tahun 2015-2019. Pengembangan bahan baku farmasi di Indonesia memerlukan keterlibatan berbagai stakeholder terkait, baik dalam penyediaan bahan baku, penelitian, pengembangan maupun pemasaran. Jejaring/networking pengembangan bahan baku farmasi yang terdiri dari kalangan akademisi (academic), dunia usaha (business), pemerintah (government) dan masyarakat (community) atau dikenal dengan Quadruple Helix, perlu terus ditingkatkan agar dapat terus berpartisipasi dalam koridornya masing-masing, untuk satu tujuan yang sama yaitu pengembangan bahan baku obat di Indonesia. Peranan apoteker dalam mengembangkan bahan baku farmasi sangatlah penting, mengingat apoteker merupakan peran kunci dalam keseluruhan pekerjaan kefarmasian. Apoteker dapat menjadi akademisi, pelaku usaha maupun pengguna dari bahan baku kefarmasian, baik dalam pengembangan produk kefarmasian, maupun sebagai tenaga profesi pelayanan kefarmasian. Untuk itu diambil langkah-langkah strategis, pemerintah bersama dengan apoteker, mengembangkan bahan baku farmasi dalam negeri untuk mewujudkan kemandirian di bidang bahan baku farmasi di dalam negeri, untuk mewujudkan ketahanan farmasi Indonesia.
Pengawasan Produk Biosimilar di Indonesia oleh: Ega Febrina Badan Pengawas Obat dan Makanan
ABSTRAK Perkembangan teknologi kedokteran telah memberikan banyak harapan baru bagi manusia. Berbagai jenis penyakit yang sebelumnya tidak dapat disembuhkan karena keterbatasan terapi, saat ini telah dapat diatasi. Bioteknologi sebagai salah satu cabang ilmu yang berkembang dalam 10 tahun terakhir memberi andil cukup besar dalam penyediaan produk biologi untuk kepentingan terapi, pencegahan (preventif), maupun penatalaksanaan berbagai jenis penyakit keganasan. Produk biologi umumnya digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit serius, termasuk multiple sclerosis, penyakit genetik yang jarang, anemia, dan defisiensi hormon pertumbuhan. Pengembangan produk biologi tidaklah sederhana dan tidak seperti obat kimia sintetis. Produk biologi merupakan molekul yang sangat kompleks yang diproduksi menggunakan sel hidup dan secara intrinsik sangat bervariasi. Mempertahankan konsistensi antar bets menjadi sebuah tantangan dalam memproduksi produk biologi karena perubahan sangat kecil dalam produksi, transportasi atau bahkan dalam penyimpanan, dapat mengakibatkan perubahan profil keamanan dan khasiat (efikasi) produk akhir pada beberapa kasus. Didasarkan pada teknik analisis yang ada saat ini, dua produk biologi sejenis tidak selalu bisa dibuktikan sebagai produk yang identik. Badan POM sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku memiliki peranan yang strategis berkaitan dengan tugas utama pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat di bidang Obat dan Makanan. Badan POM melakukan pengawasan terhadap produk-produk yang akan di edarkan di Indonesia untuk memastikan agar produkproduk tersebut memiliki mutu yang baik, aman dan berkhasiat. Pengawasan tersebut dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif meliputi pengawasan produk sebelum beredar (pre-market evaluation) dan pengawasan produk selama beredar di masyarakat (postmarket vigilance). Pengawasan pre-market mencakup pengawasan pada tahap pengembangan obat dan evaluasi aspek mutu, keamanan dan khasiat untuk mendapatkan izin edar. Pengawasan selama produk di peredaran (post-market vigilance) melalui inspeksi sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian, monitoring efek samping obat serta pengawasan iklan dan label. Setelah masa paten produk biologi originator habis, industri farmasi lain dapat mendaftarkan produk biologi tersebut yang biasanya dikenal dengan produk biosimilar. Saat ini berbagai produk biosimilar sedang dalam pengembangan atau sudah mendapat ijin edar di banyak negara. Berbagai produk biosimilar diperkirakan akan didaftarkan untuk diedarkan di Indonesia. Oleh karena itu, Badan POM sebagai institusi yang berwenang dalam pengawasan obat perlu membuat regulasi khusus terkait dengan produk biosimilar dalam upaya perlindungan masyarakat terhadap produk biosimilar. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Badan POM dalam pengawasan pre market adalah menyusun pedoman khusus untuk penilaian produk biosimilar dalam rangka registrasi dengan mempertimbangkan semua pedoman biosimilar yang ada di dunia saat ini. Dalam menyusun pedoman tersebut BPOM bekerjasama dengan ahli terkait di Indonesia.
Sertifikasi CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) dan Monitoring Distribusi Produk Farmasi Oleh: Drs. Arustiyono, Apt, MPH
ABSTRAK Standar distribusi obat yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa kualitas produk yang dicapai melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur distribusi. Aspek-aspek CDOB meliputi: (a) manajemen mutu, (b) organisasi, manajemen dan personalia, (c) bangunan dan peralatan, (d) operasional, (e) inspeksi diri, (f) keluhan, obat dan bahan Obat kembalian, diduga palsu dan penerikan kembali, (g) Transportasi, (h) sarana distribusi berdasarkan kontrak, dan (h) dokumentasi. Regulasi yang mengatur pendistribusian obat adalah (a) UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, (b) PP 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, (c) Permenkes 1148/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi yang telah diubah dengan Permenkes 34/2014, (d) PerKa Badan POM No. HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Upaya untuk menjaga mutu, keabsahan dan keamanan obat sepanjang rantai distribusi sesuai persyaratan dan tujuan penggunaan salah satunya perlu dilakukan pengakuan bagi sarana distribusi yang telah menerapkan CDOB diberikan dalam bentuk serifikat CDOB melalui proses sertifikasi.Tujuan sertifikasi CDOB adalah (a) memberikan jaminan konsistensi CDOB, (b) memberikan jaminan konsistensi mutu obat sesuai spesifikasi yang disetujui. Dalam rangka memonitor distribusi produk farmasi dilakukan (a) monitoring importasi bahan baku obat dan obat, (b) inspeksi rutin, (c) inspeksi surveilans untuk PBF yang telah memperoleh CDOB, (d) pelaporan distribusi obat oleh PBF. Ke depan implementasi CDOB menjadi semakin penting sehingga perlu komitmen semua pihak untuk mendistribusi obat sampai ke pengguna sesuai dengan kaidah-kaidah CDOB dan penegakan hukum yang lebih kuat utamanya untuk kasus-kasus tindak pidana.
Perlunya “Standar Praktik Permenkes.35 Thn.2014”
Apoteker”
Di
Apotek
Menyambut
Berlakunya
Oleh: Hisfarma PD.IAI Jawa Timur ABSTRAK Praktik apoteker di apotek mempunyai kepastian kriteria dan nomenklatur baru dengan diterbitkannya Permenkes.35/2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Disamping tentang standar pengelolaan maka standar pelayanan farmasi klinis akan menjadi parameter penentu kualitas praktik apoteker. Sudah menjadi kewajiban organisasi Hisfarma-PD.IAI Jatim untuk memandu para apoteker anggota dalam menjalankan praktik dapat memenuhi standar, serta melindungi/ mendukung/mengakui adanya berbagai model praktik apoteker kontemporal seiring dengan perkembangan praktik di era JKN-BPJS (visi2020). Organisasi segera menerbitkan berbagai dokumen-praktik apoteker, dalam membangun kebersamaan-praktik para anggota dimulai dari tingkat wilayah kabupaten/kota, tingkat daerah/provinsi sampai pada saatnya di tingkat nasional. Tahap awal akan diterbitkan naskah “standar praktik apoteker di apotek” yang dilengkapi dengan “pedoman pelaksanaan standar”, untuk membangun sistem manajemen mutu praktik. Dokumen selanjutnya adalah naskah “cara penyelenggaraan praktik di apotek yang baik (GPP di Apotek)” serta berbagai pedoman/panduan praktik pelayanan terapi pengobatan yang lebih spesifik/khusus sesuai dengan jenis/klaster farmakoterapi dan/atau sediaan farmasi. Organisasi menerbitkan juga “pedoman perilaku praktik apoteker (profesionalisme, etika dan disiplin) dan kebijakan tentang aturan pendelegasian tindakan dan pekerjaan dari apoteker kepada asisten tenaga kesehatan (asisten apoteker) dan tenaga teknis kefarmasian. Pada saatnya semua “dokumen-praktik” diharapkan akan memberikan perlindungan kepada para apoteker praktik dari kasus mal-praktik, pelanggaran etik dan disiplin untuk dapat diselesaikan oleh organisasi.
Kata kunci: Permenkes.35 Thn.2014, standar-praktik-apoteker, Hisfarma-Apotek
Cold Chain Management untuk Produk Farmasi oleh: Ir. Berty Argiyantari, MM, CISCP
ABSTRAK Cold chain management merupakan hal yang penting untuk dikelola dewasa ini seiring dengan meningkatnya perkembangan produk biopharmaceutical yang sensitive terhadap suhu dimana kualitas produk harus menjadi prioritas utama. Penanganan produk yang tepat sangat dibutuhkan untuk mencegah kerusakan produk. Bila produk tersebut rusak maka akan kehilangan efikasinya dan kerusakan tersebut tidak dapat dipulihkan kembali sehingga bisa membahayakan konsumen ketika digunakan. Cold chain system adalah system pengelolaan produk sesuai prosedur untuk menjaga produk tersimpan pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan.Menjaga kualitas produk bukan sebatas menyimpannya pada suhu dingin dan hanya dilakukan di tingkat pabrik saja namun diperlukan suatu system penjaminan kualitas yang menyeluruh di sepanjang Distribution Channel karena kegiatan ditribusi memegang peranan penting dalam sebuah rantai pasok yang terintegrasi bagi produk farmasi. Mengelola cold chain dengan baik dan benar dengan menerapkan system penjaminan kualitas yang baik di tiap titik distribusi merupakan factor penting sehingga akan menjamin ketersediaan produk yang berkualitas mulai dari penerimaan, penyimpanan, pengiriman hingga saat penggunaan oleh konsumen Tata cara pengelolaan cold chain dalam proses distribusi diatur dalam Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dimana terdapat persyaratan khusus terkait suhu yang harus dipenuhi sebagai standar pada saat penerimaan, penyimpanan dan pengiriman guna menjamin kualitas produk. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola cold chain sesuai CDOB adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Personel dan pelatihan Bangunan dan fasilitas Kegiatan operasional mulai dari penerimaan, penyimpanan dan pengiriman Pemeliharaan peralatan Kualifikasi, kalibrasi dan validasi
Obat Alternatif dan Tanggung Jawab Apoteker di Komunitas Oleh: Dayar Arbain
ABSTRAK Pemeliharaan kesehatan untuk semua rakyat di Indonesia dapat dikatakan masih belum memadai. Fenomena ini terlihat jelas dengan belum meratanya penyebaran fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit dan Puskesmas serta ketersediaan obat. Terlihat juga banyaknya kasus resistensi terhadap mikroba tertentu sedangkan obat pengganti belum tersedia, atau masyarakat tidak bisa mengakses pelayanan kesehatan yang ada baik karena lokasi yang terisolir, tidak mampu untuk membayar atau karena memang tidak tersedianya obat baru untuk pengganti obat yang tidak lagi bekerja dengan baik khususnya untuk penyakit-penyakit tropis seperti HIV/AIDS, TBC, malaria, Dengue, filariasis, infeksi saluran pernafasan dan cerna, hepatitis, penyakit anak-anak, dll Di sisi lain usaha pencarian dan penemuan obat baru yang berlangsung di negara-negara maju membutuhkan biaya besar sehingga faktor pengembalian investasi menjadi sangat dominan. Akibatnya obat-obat untuk penyakit tropis menjadi terabaikan karena tidak menjanjikan disebabkan daya beli masyarakatnya yang rendah. Akibatnya masyarakat Indonesia sesuai dengan segala keterbatasannya tidak akan tinggal diam dan berserah diri menunggu ajal kalau mereka sakit dan tidak bisa mengakses fasilitas kesehatan modern. Mereka akan berusaha mencari sendiri cara atau obat yang mungkin bisa meringankan atau mengobati penyakit mereka dengan menggunakan obat yang dikenal dengan istilah obat alternatif seperti jamu, obat tradisional dari kelompok etnik tertentu, TCM, Ayurvedic dll. Penggunaan obat alternatif ini sering menimbulkan masalah baru yang dikenal terkait dengan “efficacy, validation dan safety” baik dari sisi bahan obat yang digunakan atau bagaimana bahan obat tersebut digunakan. Disisi lain bahan obat alternatif dalam bentuk “food suplemen” juga ikut meramaikan pasar obat alternatif ini, dalam banyak hal dengan iklan dan promosi yang menyesatkan. Untuk mengatasi kesemuanya ini dibutuhkan kerjasama dan dukungan semua pihak terkait. Masalah-masalah pokok yang terkait dengan Obat Alternatif dan Tanggung Jawab profesi Farmasi akan didiskusikan.
The Pharmacogenetics and Pharmacogenomics of Asthma Therapy oleh: Dr (clin pharm). Dedy Almasdy, M.Si., Apt.
ABSTRAK Meskipun telah tersedia sejumlah obat-obatan untuk terapi asma, sejumlah pasien tetap gagal mencapai hasil terapi yang diharapkan. Penelitian membuktikan bahwa genetik merupakan faktor lain yang menentukan respon terapi. Makalah ini mendiskusikan temuan penting pada studi farmakogenetik dan farmakogenomik dalam pengobatan asma, dengan fokus pembicaraan pada tiga kelas utama, yaitu; β-adrenergik receptor agonists, inhaled corticosteroids dan leukotriene modifiers. Meskipun studi mempunyai keterbatasan secara metodologi, beberapa gen yang mempengaruhi respon terapi pada pasien asma telah berhasil diidentifikasi. Karena itu pada masa yang akan datang sangat dimungkinkan untuk melakukan pengobatan asma dengan rejimen dosis lebih individual (personalized treatment/tailored medication) sehingga dapat meningkatkan hasil terapi, mengurangi efek samping dan mewujudkan pelayanan yang lebih ekonomis (cost-effective).
The Pharmacogenetic and Pharmacogenomic of Asthma Therapy oleh: Dr (clin pharm). Dedy Almasdy M.Si., Apt.
Kiat Menulis Artikel Ilmiah yang Bermutu Oleh: Ernawati Sinaga1,2 1
Jurnal Farmasi Indonesia, 2Universitas Nasional
ABSTRAK Menulis artikel ilmiah sebetulnya mudah. Mempublikasi laporan penelitian di jurnal ilmiah merupakan kewajiban setiap peneliti, sebab penelitian belum selesai apabila belum dipublikasi. Namun, tidak banyak orang yang suka menulis. Menulis artikel ilmiah seringkali dianggap kegiatan yang rumit dan banyak memakan waktu. Akan tetapi, jika sudah dibiasakan dan terbiasa, menulis akan jadi kegiatan yang mengasyikkan. Di samping bermanfaat untuk diri sendiri, juga bermanfaat untuk masyarakat luas. Struktur umum sebuah tulisan ilmiah adalah: Judul, Afiliasi para penulis, Abstrak, Pendahuluan, Isi tulisan (dapat berupa subbab-subbab atau Metode penelitian, Hasil, dan Pembahasan), Kesimpulan, Ucapan terima kasih, dan Daftar Pustaka. Dalam penulisan artikel ilmiah yang bermutu, judul dan abstrak merupakan hal yang sangat penting. Judul menjadi pemikat pertama dan utama bagi pembaca, sedangkan abstrak merupakan jendela atau etalase isi tulisan. Oleh sebab itu dua bagian ini harus diupayakan semenarik, seinformatif, dan seakurat mungkin. Data yang disajikan harus valid, dan hasil penelitian harus dibahas secara ilmiah dan komprehensif. Jangan pernah lupa menyatakan terima kasih (acknowledgement) kepada pihak-pihak yang telah membantu, dan di bagian akhir tulisan harus selalu ada daftar pustaka sebagai bentuk kejujuran dan penghargaan intelektual terhadap penulis lainnya. Jangan pernah lupa untuk menyatakan sitasi, sebab tanpa pernyataan tersebut berarti telah melakukan plagiasi. Plagiasi adalah tindakan sangat tercela dalam penulisan ilmiah. Etik kepengarangan (authorship ethics) harus dijaga ketat. Nama yang muncul sebagai penulis suatu artikel seharusnya merupakan orang yang benar-benar berkontribusi dalam penyiapan artikel tersebut. Keywords: artikel ilmiah, bermutu, jurnal, plagiasi, etik kepengarangan
Kontrol Kualitas Obat Herbal (Fitofarmasi) dan Metoda Validasinya Oleh: Gunawan Indrayanto
ABSTRAK Untuk menjamin kualita (bahan) obat yang berasal dari alam (tanaman), termasuk Fitofarmasi, kontrol kualita lengkap yang meliputi analisa kandungan kimia alami, dan analisa adanya kontamian seperti logam berat, pestisida, mikroba pathogen dan toksin, mutlak harus dilakukan. Ada dua metoda yang dapat dipakai untuk analisa kandungan kimia alami (bahan) obat herbal/Fitofarmasi yaitu dengan metoda “pendekatan marker” dan “pendekatan profil metabolit”. Kandungan kimia alami (kualitatip dan kuantitatip) pada tanaman, dan produk-2nya dipengaruhi oleh beberapa variabel: lingkungan dimana tanaman dikultivasi/tumbuh, umur tanaman, cara panen, cara pengeringan dan cara fabrikasi. Sehubungan dengan hal ini, maka tanaman (obat herbal) identik dapat mengandung bahan kimia alami yang tidak sama, dan akibatnya khasiat atau toksisitasnya juga dapat berbeda. Karena adanya variabel2 tersebut, analisa dengan pendekatan profil metabolit lebih direkomendasikan, sedangkan pendekatan cara marker direkomendasikan untuk analisa kandungan marker spesifik, logam, toksin dan pestisida. Untuk mendapatkan hasil analisa yang valid dan dapat dipercaya, semua metoda analisa harus divalidasi lebih dahulu sebelum dapat dipakai secara rutin di laboratorium QC. Presentasi ini akan membahas dengan detail cara2 validasi metoda, dan parameter2 yang diuji berdasarkan referensi terbaru (tahun 2015). Untuk pendekatan marker dibahas stabilita, selektivitas, linireitas, presisi, akurasi, ketegaran, limit deteksi, limit kuantifikasi, sedangkan untuk pendekatan profil metabolit dibahas presisi. Pengertian dan prinsip tentang sistim kualita obat (herbal) dan faktor2 yang dapat mempengaruhi juga akan dibahas.
Harmonisasi di Bidang Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Oleh: Hary Wahyu T Badan Pengawas Obat dan Makanan
ABSTRAK Harmonisasi ASEAN merupakan kerjasama antar negara-negara ASEAN di bidang obat tradisional dan suplemen kesehatan untuk meminimalkan hambatan perdagangan tanpa mengabaikan aspek keamanan, efikasi/manfaat dan mutu produk yang diedarkan di ASEAN. Dalam rangka menjamin kemanan, efikasi/manfaat dan mutu produk yang diperdagangkan di ASEAN, negara-negara ASEAN menyusun standar, persyaratan teknis serta pedoman yang diharmonisasi serta kemudian dipayungi oleh Agreement ASEAN. Mempertimbangkan latar belakang yang berbeda di masing-masing negara ASEAN, standar, persyaratan teknis, pedoman serta Agreement disusun tidak terlalu mengikat. Topik atau aspek yang disusun tersebut merupakan topik atau aspek yang sudah ada di dunia internasional dan bagi Indonesia bukan merupakan hal yang baru. Sementara itu di era harmonisasi ataupun Masyarakat Ekonomi ASEAN tetap akan ada proses seleksi produk yang akan di edarkan di Indonesia melalui proses registrasi seperti biasa, termasuk untuk produk impor. Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai salah satu unsur Pemerintahan, senantiasa melakukan antisipasi dalam menyambut MEA melalui berbagai program kegiatan termasuk program lintas sektor seperti melakukan diseminasi informasi progress harmonisasi ASEAN, dan mempersiapkan industri seperti dengan memberikan berbagai pelatihan teknis. Sementara internal Badan POM sendiri melakukan upaya-upaya internal, seperti efisiensi sistem registrasi, menanggulangi OT mengandung bahan kimia obat dan menanggulangi produk ilegal. Dalam menghadapi dinamika regional ini, profesi Apoteker harus mampu mempersiapkan diri sehingga dapat menjawab dan mengantisipasi tantangan tersebut dan sekaligus harus dapat membuktikan bahwa Indonesia dapat mengambil peran positif di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sementara itu, untuk lebih mengoptimalkan hasil yang ingin dicapai, kemitraan antara Akademisi, Businessman, dan Government perlu lebih ditingkatkan sesuai dengan fungsi masing-masing.
Kata kunci: harmonisasi ASEAN; standar, persyaratan teknis dan pedoman; kompetensi apoteker
Nanopartikel untuk Berbagai Sediaan Farmasi Oleh: Prof. Dr. Henny Lucida, Apt.
ABSTRAK Kelarutan yang rendah di dalam air dan ketidakstabilan senyawa obat menjadi tantangan tersendiri dalam perancangan bentuk sediaan obat karena berdampak pada ketersediaan hayati. Teknologi nanopartikel dengan sifatnya yang unik dapat menjawab tantangan tersebut dengan penerapan yang luas untuk rute pemberian oral, parenteral, pulmonary, ocular, transdermal dan penghantaran spesifik ke sel target. Secara umum aplikasi nanosizing dibagi menjadi nanokristal (pengurangan ukuran partikel senyawa obat menjadi 10-1000 nm) dan system penghantaran obat nanopartikel (polymeric dan lipid nanoparticle). Pengurangan ukuran partikel akan meningkatkan kelarutan zat aktif dan laju dissolusi di dalam air sehingga sangat bermanfaat dalam pengembangan senyawa obat yang termasuk kelas II dan IV menurut Sistem Klasifikasi Biofarmasetik (Biopharmaceutics Classification System). Sistem penghantaran obat nanopartikel seperti liposom, nanoemulsi, D-phase gel dan solid lipid nanopartikel (SLN) menjadi pilihan untuk meningkatkan kestabilan zat aktif terhadap degradasi kimia dan biologis sehingga cocok untuk senyawasenyawa yang mudah terhidrolisis, teroksidasi (seperti antioksidan alami) termasuk insulin dan vaksin; merupakan alternatif untuk penghantaran obat transdermal bagi senyawa dengan bioavailabilitas oral rendah atau variabilitas tinggi. Sistem ini juga dipilih untuk penghantaran spesifik zat aktif ke sel target seperti anti kanker, sehingga dapat meningkatkan safety dan efficacy obat. Kecendrungan terjadinya aggregasi, agglomerasi dan ketakstabilan fisika lainnya sering ditemui dalam pembuatan sediaan nanopartikel. Pengecilan ukuran partikel/droplet melalui nanomilling maupun high pressure homogenizer memerlukan teknik optimasi untuk memilih jenis dan komposisi stabilizer (surfaktan dan kosurfaktan) serta lama proses penggilingan yang tepat. Parameter evaluasi seperti ukuran partikel/droplet, indeks polidispersitas, potensial zeta, morfologi partikel/droplet, laju sedimentasi, kekentalan dan sifat alir, drug loading serta uji laju permeasi zat aktif perlu dilakukan. Penelitian menggunakan griseofulvin sebagai model menunjukkan bahwa teknologi nanopartikel dapat memperbaiki kelarutan dan meningkatkan bioavailabilitasnya 3 sampai 4 kali. Formulasi nanoemulsi griseofulvin dan SLN ketokonazol meningkatkan jumlah zat aktif berpermeasi dibanding sediaan semisolid pembanding. Keywords: nanopartikel, stabilitas fisika
Menjaga Mutu Internal Dan Eksternal Puskesmas Oleh: Iis Rukmawati, S.Si., MM.Kes., Apt.
ABSTRAK Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di Indonesia dalam sistem kesehatan nasional terdiri dari dua komponen yaitu upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat merupakan tumpuan pelayanan bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah, agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iuran dibayar oleh pemerintah sehingga memahami metode pembayaran utilisasi review dan standar pelayanan di puskesmas serta memahami kapitasi sebagai jasa layanan bagi apoteker agar bisa mendorong terwujudnya apoteker praktek yang bertanggung jawab serta profesional. Dengan perhitungan 100 poin untuk apoteker dari dana kapitasi yang diberikan dengan besaran pembayaran perbulan yang dibayarkan dimuka kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama didasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar di fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah. Dengan sistem kendali mutu pelayanan kesehatan setelah sistem kendali biaya sistem jaminan kesehatan untuk membangun konsep pengukuran kualitas sarana di fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu puskesmas wajib tangani 155 penyakit.
Regulasi Apoptosis dan Regenerasi Sel Beta Pankreas sebagai Upaya Mendapatkan Strategi Terapi Kausatif pada Diabetes Mellitus Oleh: Junaidi Khotib, Khoirotin Nisak, Dewi Wara Shinta, Budi Suprapti
ABSTRAK Saat ini terdapat 8,4 juta penduduk Indonesia yang menderita diabetes mellitus (DM). Jumlah tersebut menempati peringkat keempat di dunia dan diperkirakan prevalensinya meningkat secara signifikan setiap tahun mengikuti perubahan gaya hidup. Berbagai metode dikembangkan untuk pengobatan penyakit ini seperti penggunaan insulin dan oral anti diabetik untuk menurunkan kadar glukosa darah serta transplantasi pankreas dan pengembangan stem cell untuk pembentukan sel beta pankreas. Penggunaan insulin dan oral diabetik diperlukan waktu sepanjang hidup pasien, selain itu dapat menimbulkan efek samping dan toleransi, sementara dua metode yang lain belum menunjukkan keberhasilan yang signifikan. Untuk itu diperlukan strategi pengobatan yang baru dalam mengatasi berbagai permasalahan pengobatan DM tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya telah didapatkan pendekatan potensial untuk dikembangkan dalam penanganan DM yaitu penggunaan senyawa yang mampu menghambat aktivitas enzim phosphotyrosine phosphatase. Senyawa yang mengandung logam vanadium menunjukkan penghambatan yang optimal terhadap PTPase sehingga mengakibatkan penurunan secara signifikan kadar glukosa darah, perbaikan jaringan target seperti atropi pada otot, perubahan struktur hepatosit dan kerusakan adiposa akibat DM. Hasil lain yang sangat menarik dan merupakan peluang besar dalam pengobatan DM adalah adanya peningkatan jumlah sel beta pankreas yang signifikan pada streptozotocin-induced diabetic animal model yang mendapatkan senyawa vanadil sulfat dengan dosis 5-100 mg/kg BB selama tujuh hari. Setelah treatment vanadil sulfat selama 7 hari, hewan dimatikan dan diambil jaringan pankreas untuk preparasi secara histokimia dan immunohistokimia. Pada pengamatan jaringan pankreas dengan pewarnaan aldehid fuchsin menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan jumlah sel beta pankreas dan luasan islet langerhaens. Dengan immunohistokimia menunjukkan adanya peningkatan signifikan ekspresi telomerase, cdk4 dan P53 yang menunjukkan adanya aktivitas proliferasi sel beta. Sementara apoptosis diamati dengan menggunakan antibodi apo Brdu dan caspase 3 menunjukkan adanya penurunan ekspresi keduanya pada jaringan pankreas. Hasil ini dapat digunakan untuk menjadi dasar pendekatan yang baru dalam terapi DM dengan mechanismbased therapy. Key words: Beta cell regeneration, beta cell proliferation, vanadyl sulphate, apoptosis, telomerase
Efektivitas Penggunaan Sitikolin terhadap Terapi Standar pada Stroke Trombotik Akut Dengan Parameter NIHSS (Penelitian di IRNA RSUD Dr. Soetomo Surabaya) Oleh: Junaidi Khotib1), Feriah Bte Mogundil1), Yudhi Adrianto2), Worokarti3) 1) Departemen Farmasi Klinik Fakultas Farmasi Universitas Airlangga 2) Departemen Ilmu Penyakit Syaraf RSUD Dr Soetomo Surabaya 3) Instalasi Farmasi RSUD Dr Soetomo Surabaya
ABSTRAK Stroke merupakan penyebab mortalitas utama di seluruh dunia. Terapi stroke saat ini ditujukan untuk mengurangi progresivitas kerusakan neurologi dan mengurangi angka kematian. Neuroprotektan merupakan salah satu terapi yang ditujukan untuk mengurangi terjadinya kerusakan sel karena terhambatnya aliran darah yang memasok oksigen dan makanan menuju otak. Sitikolin merupakan neuroprotektan yang digunakan pada pasien stroke trombotik akut di instalasi rawat inap SMF Saraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Sitikolin tersedia dalam bentuk injeksi intravena dan tablet peroral, dan memiliki rentang dosis yang dianjurkan yaitu 500 mg – 2000 mg per hari. Namun sampai saat ini, kemampuan sitikolin untuk meningkatkan perbaikan fungsi neurologi masih kontroversial dan menjadi perdebatan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui efektivitas sitikolin terhadap terapi standar pada pasien stroke trombotik akut dengan parameter NIHSS di Instalasi Rawat Inap SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Penelitian ini dilakukan dengan metode retrospektif dan data diperoleh dari dokumen rekam medik kesehatan pasien pada periode 01 November 2013 hingga 28 Februari 2014. Penilaian outcome pada pasien stroke trombotik akut diukur dengan menggunakan skala NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh 61 pasien stroke trombotik akut, 25 pasien (41%) yang mendapatkan terapi standar dikombinasikan dengan sitikolin dan 36 pasien (59%) yang mendapatkan terapi standar tanpa kombinasi sitikolin. Sitikolin diberikan secara intravena dengan dosis dalam rentang 500 mg - 2000 mg per hari yang diberikan dalam dosis terbagi dua atau tiga kali sehari. Hasil dari analisis menunjukkan adanya perbedaan perbaikan antara NIHSS awal dan akhir pada kelompok pasien yang mendapatkan terapi standar dan kelompok pasien yang mendapatkan terapi standar dikombinasikan dengan sitikolin secara statistik masing-masing nilai (p < 0,001). Terdapat perbedaan yang bermakna perbandingan delta NIHSS antara kelompok yang mendapatkan terapi standar dan kelompok pasien yang mendapatkan terapi standar dikombinasikan dengan sitikolin secara statistik (p=0,004). Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan efektivitas antara penggunaan terapi standar dikombinasikan dengan sitikolin dengan terapi standar saja pada pasien stroke trombotik akut bila diukur dari perbaikan outcome klinik berdasarkan NIHSS. Kata kunci: stroke trombotik, sitikolin, NIHSS.
Upaya Program Rujuk Balik dan Program Pelayanan Penyakit Kronis di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dalam Kendali Mutu dan Kendali Biaya Oleh: Lente Melanie
ABSTRAK Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Pemerintah telah menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, sebagai upaya memberikan perlindungan kesehatan kepada peserta untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dalam pelaksanaannya, program BPJS melibatkan seluruh komponen kesehatan, agar taraf hidup kesehatan masyarakat meningkat. Program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) dan Program Rujuk Balik (PRB) adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dengan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis. Tujuan program tersebut, untuk mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait, sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit tersebut, sehingga biaya pelayanan kesehatan menjadi efektif dan efisien. Salah satu program unggulan guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan serta memudahkan akses pelayanan kesehatan kepada peserta penderita penyakit kronis, maka dilakukan optimalisasi implementasi Program Rujuk Balik. Pelayanan Program Rujuk Balik diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan penderita penyakit kronis, khususnya penyakit: Diabetes Melitus, Hipertensi, Jantung, Asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Epilepsy, Stroke, Schizophrenia, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang sudah terkontrol/stabil namun masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan dalam jangka panjang. Tugas Apoteker adalah melakukan praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan, termasuk pengendalian untuk sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan penyimpanan dan pendistribusian, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Di sisi lain, pemberlakuan Undangundang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memberikan harapan pada industri farmasi nasional. Masyarakat lebih banyak mencari obat generik dikarenakan obat generik harganya lebih murah namun kualitas obatnya sama dengan obat berlabel, dan pemerintah sudah membuat Formularium Nasional. Dampak posistif bagi pertumbuhan industri farmasi dari hulu ke hilir atau disepanjang mata rantai bisnis kefarmasian, dengan kebutuhan obat nasional naik 2,5-3 kali lipat menjadi 240 juta dosis dari kebutuhan saat ini. UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 108 dan PP 51 Tahun 2009 dengan jelas mengatur fungsi dan peranan Apoteker dalam dunia kesehatan. Jika peranan tersebut
dimaksimalkan, diharapkan Apoteker mampu menekan biaya pelayanan kesehatan sekaligus mengontrol penggunaan obat menjadi lebih rasional dan peresepan yang berlebihan dapat dikendalikan. Peran Apoteker dan Apotek pada masa JKN ini menjadi sangat strategis dalam sistem pelayanan kesehatan maupun system adminitrasi kesehatan. Pada era JKN ini paling tidak ada 2 kompetensi Apoteker yang tidak dapat tergantikan dalam menjalankan praktek kefarmasian di Apotek yaitu kompetensi Apoteker dalam pengendalian persediaan ( perencanaan, pengadaan dan pengelolaan ) obat serta kemampuan Apoteker dalam pengendalian biaya obat peresep dimana Apoteker berperan sebagi verifikator resep dengan dasar farmakoekonomi dan farmakoterapi yang baik. Oleh karena itu, Apoteker diharapkan dapat mengubah mindsetnya dari seorang “pekerja” menjadi seorang Apoteker professional. Perubahan mindset Apoteker tersebut harus dimulai dengan tidak lagi berorientasi pada gaji dan tambahan uang R/ yang dihitung dari bersaran omzet apotek. Pada era JKN ini adalah momentum bagi para Apoteker untuk melakukan perubahan (transformasi). Apoteker akan berfungsi untuk memastikan obat yang diresepkan dokter rasional dan memastikan pasien memahami penggunaannya secara tepat, sehingga apoteker dalam kendali mutu dan biaya dapat tercapai. Inovasi dan kreativitas yang mengarah pada upaya promotif dan preventif lain yang dilakukan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)/Faskes Primer seperti: Senam Sehat, Penjaringan Posyandu, Penyuluhan, Konseling Perorangan,dan sebagainya diharapkan dapat meningkatkan upaya pelayanan kesehatan dasar bagi peserta BPJS Kesehatan pada khususnya.
Kata Kunci: Prolanis, Program Rujuk Balik, Peranan Apoteker Pada JKN
Stabilitas Fisika Nanoemulsi Parenteral Oleh: Mahdi Jufri
ABSTRAK Nanoemulsi lemak parenteral merupakan dispersi globul minyak dalam medium pembawa air yang distabilkan oleh agen pengenulsi fosfolipid. Agar emulsi ini aman digunakan secara intravena oleh karena itu ukuran globul minyak emulsi ini harus dalam kisaran ukuran kilomikron yaitu antara 80-500 nm.Kandungan nanoemulsi lemak parenteral antara lain minyak, bahan pengemulsi, bahan pengisotoni, bahan penstabil, bahan pengisotoni, bahan pengatur pH.Nanoemulsi mula-mula dibuat dispersi kasar kemudian pengecilan ukuran globul minyak dilakukan dengan alat High Pressure homogenizer(HPH) dan setelah pH diatur hingga mendekati pH cairan darah kemudian disterilkan dengan autoclave. Pengujian stabilitas perlu dilakukan untuk menjaga mutu dari nanoemulsi seperti uji sentrifugasi, uji ukuran globul minyak, zeta potensial serta uji stabilitas di berbagai suhu yaitu 4 , 25 dan 40 o C untuk mengetahui adanya pemisahan fasa minyak dan air.
Peran Apoteker dalam Penggunaan Antibiotik Secara Bijak pada Penanganan Infeksi Saluran Pernafasan Oleh: Mariyatul Qibtiyah
ABSTRAK Infeksi saluran pernafasan merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran pernafasan atas dan infeksi saluran pernafasan bawah. Infeksi saluran pernafasan atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran Pernafasan bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi saluran pernafasan ini bila tidak diatasi dengan baik dapat berdampak komplikasi yang membahayakan bahkan dapat berakibat kematian. Tingginya prevalensi infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) serta dampak yang ditimbulkannya membawa akibat pada tingginya konsumsi obat bebas (seperti anti influenza, obat batuk, multivitamin) dan antibiotik. Dalam kenyataan antibiotik banyak diresepkan untuk mengatasi infeksi ini. Peresepan antibiotik yang berlebihan tersebut terdapat pada infeksi saluran pernafasan atas akut dimana sebagian besar penyebabnya adalah virus. Penggunaan antibiotik yang kurang bijak ini selain tidak efektif juga akan meningkatkan resistensi bakteri maupun peningkatan efek samping yang tidak diinginkan. Sedangkan pada infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri maka penggunaan antibiotik yang tepat baik indikasi, pemilihan antibiotik dan rejimen dosis yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi dan mencegah terjadinya komplikasi yang membahayakan. Pengetahuan dan pemahaman tentang infeksi ini menjadi penting di samping karena penyebarannya sangat luas yaitu melanda bayi, anak-anak dan dewasa, komplikasinya yang membahayakan serta menyebabkan hilangnya hari kerja ataupun hari sekolah, bahkan berakibat kematian (khususnya pada pneumonia). Dalam mengatasi permasalahan ini membutuhkan keterpaduan semua profesi kesehatan untuk mengatasinya. Apoteker dengan pelayanan kefarmasiannya dapat berperan serta mengatasi permasalahan tersebut antara lain dengan mengidentifikasi, memecahkan problem terapi obat (PTO), memberikan konseling obat, promosi penggunaan obat yang rasional baik tentang obat bebas maupun penggunaan antibiotik secara bijak. Dengan memahami patofisiologi dan farmakoterapi infeksi saluran pernafasan, diharapkan Apoteker dapat berperan lebih optimal dalam peningkatan pelayanan kesehatan baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di masyarakat. Kata kunci: penggunaan antibiotik, infeksi saluran pernafasan, peran apoteker
If You Are Competent as A Pharmacist – Are You Ready to be Assessed? Speaker: Arijana Meštrović Pharma Expert Consultancy and Education, Zagreb, Croatia
ABSTRACT Development of competences in pharmacy is a basic prerequisite for providing pharmacy care and being responsible for patient treatment outcomes. The World Health Organization (WHO) has endorsed the public health role of pharmacists using evidence-based practice to ensure patient safety and the best use of medicines, including individual patient and population outcomes. Despite the differences in educational activities, teaching methods and programs internationally, all pharmacy practitioners have the same goal – to improve the status of the patients by improving therapeutic outcomes in pharmacotherapy. To achieve this noble goal in everyday pharmacy practice, in every environment, nation and culture – it is necessary to develop pharmacists’ competencies. There is a strong connection between competency and performance. Multiple-choice tests, oral examinations, or essays can be used to test factual knowledge, but more sophisticated methods are needed to assess performance, including observation, objective structured clinical examinations, and role play using standardized or real patients. International Pharmaceutical Federation (FIP) has published Global Competency Framework (GbCF) which has obtained its final form after validation of more than 60 countries all over the world. This model describes 3 clusters of pharmacists’ competence: pharmaceutical care competencies, professional and personal competencies and organisation and management competencies. GbCF has been used in England, Scotland, Ireland, Lithuania, Singapore, New Zeeland, Australia, Serbia, Bosnia and Herzegovina, Monte Negro, Cyprus and Macedonia and recently in Turkey. Numerous educational activities were organised, as well as the pharmaceutical care and public health projects, which were leading to the competency development and implementation of new services for our patients. The Framework can be used for self-assessment or assessment in peer review process to evaluate pharmacists’ current level of practice, thus allowing them to progress independently by participating in individually tailored education programs. Lessons learned so far will be presented and discussed in this presentation. Keywords: Competency assessment, Competency framework, Pharmacists performance, Competency development Quality Assurance in Pharmacy Education: Key Principles and Resources Speaker: Michael J. Rouse, BPharm (Hons), MPS
Director, International Services; Accreditation Council for Pharmacy Education, USA
ABSTRACT Pharmacy practice and education are facing tremendous changes following new scientific discoveries, technology trends and evolving patient needs, as well as the advanced competencies required of pharmacists for current and future practice as health care professionals and in other roles in society. The basic level of practice has been improved, but many countries are facing critical shortages in their pharmacy workforce capacity in order to make a meaningful contribution to the country’s health care system. There is a need to assure the development of an adequate and appropriately trained health care workforce, along with the academic and institutional infrastructure to deliver the required competency-based education and training. Therefore, many countries are introducing, expanding, or undertaking major transformations of pharmacy education. Such developments must be accompanied by robust systems to assure the quality of the educational context, structure, process, outcomes and impact. The most visible outcomes of an educational programme are the graduates who should be competent and capable of performing safely, effectively and professionally in their practice setting and contributing to the delivery of health care. Additionally, academic institutions providing education to health care professionals must ensure that they are socially accountable and demonstrate how they contribute to addressing national needs and priorities and improved health care outcomes. Pharmacy practice, pharmacy education and quality assurance systems for education differ from country to country. While developments in practice, regulation and education are reducing this diversity, current differences are still significant. In many countries, quality assurance systems for pharmacy education are well developed; in other countries, they do not exist or are still emerging. The presentation will discuss key principles for assuring the quality of pharmacy education and describe resources and tools that can support institutional and national efforts to assure and advance quality in pharmacy education. Keywords: quality assurance, pharmacy education, resources
Hidup Sehat dan Bugar dengan Vitamin Oleh: Muslim Suardi
ABSTRAK Vitamin berasal dari kata vita dan amin. Vita berarti kehidupan. Amin berasal dari amine suatu gugus kimia yang mengandung unsur N, anggapan awal tentang senyawa vitamin. Vitamin adalah sebutan umum untuk sejumah zat organik yang diperlukan dalam jumlah sedikit untuk fungsi metabolisme normal tubuh dan umumnya tidak dapat dihasilkan dalam tubuh. Vitamin ada yang larut air, dan ada yang larut lemak. Walaupun termasuk ke dalam kelompok obat yang boleh diberikan tanpa resep dokter, vitamin harus didapatkan, digunakan, disimpan dan dibuang dengan cara yang benar. Ia bisa saja menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak diinginkan. Beberapa aspek penting perlu diperhatikan dalam memperoleh vitamin. Sarana darimana vitamin didapatkan, mutu sediaan, produsen, dan sumber informasi yang benar perlu dipertimbangkan. Dalam menggunakan vitamin harus mengutamakan keamanan. Cara penggunaan, takaran, lama penggunaan, siapa yang akan menggunakan perlu diperhatikan. Vitamin merupakan senyawaan yang tidak stabil. Karena itu, penyimpanannya harus betul-betul sesuai dengan memperhatikan sifat-sifat kimianya. Di samping itu penyimpanan harus sedemikian rupa sehingga tidak digunakan oleh orang-orang yang tidak tepat. Agar vitamin yang sudah rusak tidak jatuh ke tangan orang-orang yang tidak berhak dan agar ia tidak merusak lingkungan, maka sediaan vitamin harus dibuang atau dimusnahkan dengan cara yang benar. Dagusibu merupakan singkatan dari dapatkan, gunakan, simpan dan buang obat dengan benar. Ia merupakan suatu program Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia yang sejalan dengan Gerakan Keluarga Sadar Obat. Kegiatan tersebut bertujuan agar masyarakat terhindar dari bahaya obat. Kata kunci: vitamin, keamanan, dagusibu.
Nanoparticle Drug Delivery Systems for Macromolecule Drugs Ronny Martien ABSTRACT Macromolecule drugs as protein are very importance for our body. Lack of protein such as insulin causes diseases like Diabetes mellitus. Macromolecule drugs such as protein and peptide are restricted by its low bioavailability. Due to solubility, stability and bioavailability of protein, nanoparticle can be one of the answers of those obstacles. Nanoparticle technology has been to develop as an alternative solution to improve drug delivery profile, especially for the less bio-available chemical. Nanoparticle technology can be used to improve pharmacological effect of the bioactive compound compare to modified ones. These technology also provide a better dosage form by improve their application.
Pillars and Foundations of Educational Quality: The Concept and Model Speaker: Michael J Rouse Accreditation Council for Pharmacy Education (ACPE), Chicago Illinois, USA
ABSTRACT The need to expand the health workforce to meet societal needs has resulted in increased capacity in education and training. In some countries, this has been achieved, but not always in a quality way. In recent years, much attention has been directed at developing competencybased educational models, programs and frameworks to evaluate and enhance quality, and to support initiatives that advance quality and build capacity. Many countries lack the resources and experience to effectively quality assure education and training. Furthermore, education and training of pharmacists must be viewed as a continuum by all key stakeholders, including educators, practitioners, regulators, policy makers and accreditors. Quality assurance systems must ensure that educational programs are competency-based, reflect a vision for practice and education developed through professionwide consensus, are of high quality and appropriate, and meet the needs of the country and its people. To be meaningful, educational activities must focus more on learning outcomes and impact, and less on structure and process, although the latter remain important “pillars” of quality. Traditional approaches to quality have focused on structure, process and outcomes. Contemporary approaches must go beyond these three “pillars” to include context and impact, which together reflect social accountability. New approaches, based on a competency foundation (science, practice and ethics), must consider healthcare needs and priorities, and be adopted at the individual, organizational and national levels. Without changes in the behavior and performance of pharmacists (graduates) and an impact on practice and patient outcomes, education does not fully achieve its desired objective. This interactive presentation will describe five “pillars” and three “foundations” of educational quality, and discuss how they can serve as the basis for both external evaluation of quality and internal self-assessment and quality improvement initiatives, determine the appropriate context for education and learning, and connect educational outcomes with competency development. Keywords: Context, Structure, Process, Outcomes, Impact of pharmacy education
Assuring Quality in Pharmacy Education Speaker: Dr. sc. Arijana Meštrović, M.Pharm Pharma Expert Consultancy and Education, Zagreb, Croatia
ABSTRACT Improvement cannot come without change, but not all change leads to improvement. For change to result in improvement, certain tenets of quality must be present. Appropriately taking into consideration the Context in which an education activity takes place and then ensuring the optimal Structure and Process for the activity, should lead to the desired Outcomes. Evidence has shown, however, that traditional approaches to education do not always achieve the desired Outcomes and intended Impact - sustained learning, changes in practitioners’ behavior and practice, and ultimately improved health-related outcomes for patients and populations. Responsibility for quality, however, not only rests with the providers of education and training. All stakeholders who have an interest in the quality education and training – whether pre-service, continuing, or advanced/specialized - have a role to play. Of note, practitioners themselves need to play much more of an active role in their own development than they have in the past. The presentation will describe the principles and strategies that must be applied to ensure that desired outcomes and impact are achieved regarding services provided and the benefits to patients and populations. The role and contribution of key stakeholders within this quality framework will be discussed. In order for educational activities to have the desired Impact, learners must be motivated to go beyond just having good intentions to change as a result of the educational activity, to being committed to change. New version of the Global Framework for Quality Assurance of Pharmacy Education was adopted by FIP in September 2014. The model is no longer static but intended to be more dynamic, bringing opportunities to drive changes at universities and national organizations to improve the quality of education. It primarily addresses “professional” (pre-service or entryto-practice) education for pharmacists, but the principles should apply to all levels of formal education. Keywords: Global Framework for QA in Pharmacy Education, Commitment to change, Outcomes, Impact
Achieving Excellence in Pharmacy Education Discussion and consensus/development of recommendations Moderators: Michael J Rouse1 & Arijana Meštrović2 1 Accreditation Council for Pharmacy Education (ACPE), Chicago Illinois, USA 2 Pharma Expert Consultancy And Education, Zagreb, Croatia Correspondence:
[email protected] Using a provided framework, participants will self-assess their own academic institutions and educational programs to identify opportunities for quality improvement. Using the guidelines, participants will create concrete examples (with take-home value) of how context, structure, process, outcomes and impact could be addressed to achieve better quality. In small group discussions, best practices will be shared and discussed. Finally, participants will consider areas or ways they can be committed to making changes at a personal and/or institutional level.
Learning Objectives:
Apply the “Pillars and Foundations of Educational Quality” model to identify and assess quality of educational and training programs in pharmacy Recognize the methods to improve educational programmes using the FIP Global Framework for Quality Assurance of Pharmacy Education Exchange best practices, experiences and examples to measure and improve context, structure, process, outcomes and impact of pharmacy education Identify specific areas for quality improvement, applying the principle of “Commitment to Change”
Peningkatan Kompetensi Apoteker Pengawasan Sediaan Farmasi
Dalam
Rangka
Mempertajam
Efektivitas
Oleh: Roy Sparringa Badan Pengawas Obat dan Makanan
ABSTRAK Tujuan paparan ini menekankan pentingnya peningkatan kompetensi apoteker dalam pengawasan sediaan farmasi, yang dapat berdampak pada kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa. Badan POM memiliki kewenangan untuk mengawasi sediaan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik. Apoteker memegang peran kunci dalam pengawasan pre market dan post market guna memastikan produk yang beredar aman, berkhasiat dan bermutu, serta informasi produk sesuai ketentuan. Pengawasan sediaan farmasi di era globalisasi semakin kompleks, antara lain dengan adanya perubahan gaya hidup masyarakat dan maraknya promosi sediaan farmasi secara on line. Sistem pengawasan sediaan farmasi juga harus dapat mendukung pengadaan obat secara nasional dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional, serta mendukung pengembangan sediaan farmasi, antara lain biosimilar dan sel punca. Hasil pengawasan sediaan farmasi pre market, antara lain ditemukan uji klinik untuk pengembangan produk baru belum menerapkan Cara Uji Klinik yang Baik, serta data keamanan, mutu dan khasiat/kegunaan dalam dokumen registrasi belum memadai. Hasil pengawasan post market di sarana produksi antara lain ditemukan proses produksi sediaan farmasi tidak memenuhi ketentuan cara pembuatan yang baik, belum semua industri farmasi mempunyai sistem farmakovigilans, memproduksi produk tanpa izin edar, obat tradisional mengandung bahan kimia obat, dan kosmetik mengandung bahan berbahaya. Di sarana PBF dan Apotek ditemukan banyak pelanggaran dalam hal pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dokumentasi, dan pelaporan untuk obat termasuk NAPZA (Narkotika Psikotropika, dan Zat Adiktif), serta masih ditemukannya obat palsu di Apotek. Selain itu ditemukan pula informasi produk dalam label/kemasan tidak mencantumkan nomor izin edar, nomor batch, dan lainlain. Badan POM dalam melaksanakan pengawasan sediaan farmasi bekerjasama dengan pelaku usaha dan masyarakat, dengan perubahan paradigma dari watch dog yang reaktif menjadi pro aktif yang mengutamakan pencegahan. Apoteker dituntut untuk terus meningkatkan kompetensi sesuai standar kompetensi bidang kerjanya, baik di instansi pemerintah, swasta, di sarana produksi, distribusi, maupun pelayanan. Upaya peningkatan kompetensi apoteker melibatkan peran serta perguruan tinggi, asosiasi profesi, asosiasi pelaku usaha, Komite Farmasi Nasional, dan pemerintah. Kata kunci: sediaan farmasi, pengawasan, apoteker, kompetensi
Sistem Sitasi Oleh: Shirly Kumala
ABSTRAK Sistem sitasi dan penulisan daftar rujukan merupakan salah satu bagian dalam penulisan makalah. Daftar Rujukan yang digunakan harus dituliskan, hal ini penting sebagai suatu bentuk kejujuran penulis dan penghargaan intelektual terhadap penulis lainnya. Penulisan rujukan bermacam-macam, antara lain dengan, sistem Vancouver, sistem nama-dan- tahun (Harvard), sistem kombinasi alfabet dan nomor. Cara penulisan daftar rujukan bervariasi menurut ketentuan yang diberlakukan oleh jurnal. Dengan memahami sistem sitasi dan penulisan daftar rujukan, diharapkan mampu membuat sitasi dan daftar rujukan untuk beberapa jenis bahan rujukan. Kata kunci: Sistem sitasi, daftar rujukan, Vancouver, Harvard
Sistem Evaluasi Praktik Kerja Profesi Farmasi Komunitas Oleh: Wahyu Utami
ABSTRAK Sistem evaluasi “praktik kerja profesi farmasi komunitas” mempunyai kepastian baru secara konseptual, baik di Apotek, di Puskesmas maupun di Klinik, sesuai/seiring telah diterbitkannya Permenkes di tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di berbagai wahana belajar praktik pelayanan primer tersebut. Domain maknawi “praktik” adalah keputusan, tindakan dan pekerjaan, sehingga sistem evaluasi seharusnya mengukur keberhasilan “belajar mengalami praktik” dalam tiga spektrum domain yang relevan dengan standar Permenkes, serta secara simultan mengukur pula tingkat perilaku praktik mahasiswa sebagai calon apoteker yang terdiri dari unsur professionalisme, etika dan disiplin. Evaluasi pembelajaran praktik merupakan proses kontinu selama jadwal waktu program dan selayaknya hanya dapat dilakukan oleh preceptor melalui suatu borang/form evaluasi berbasis skala ordinal untuk selanjutnya dikonversi menjadi skala nominal. Borang tsb. harus identik-korelatif dengan borang/format portfolio belajar mahasiswa sebagai suatu catatan hasil belajar dan ekspresi/impresi/kesan mereka setiap hari waktu belajar. Sistem evaluasi juga dapat mengukur perkembangan capaian belajar mahasiswa mulai dari awal sampai akhir, yang lebih relevan dilakukan oleh dosen pembimbing. Dosen pembimbing selain membimbing tugas individual penulisan naskah “practice business-plan”, juga melakukan diskusi konsultasi berkala dengan mahasiswa sehingga dosen dapat membantu, mengendalikan dan mensemangati mahasiswa untuk mencapai target program pendidikan. Sistem evaluasi masih memerlukan tahap akhir berupa ujian sidang dengan penguji adalah preceptor dan dosen pembimbing yang lain/berbeda untuk meningkatkan keterpaduan dan obyektivitas evaluasi dengan dipandu/dikendalikan oleh form kisi-soal. Kata kunci: sistem evaluasi belajar praktik, preceptor, dosen pembimbing, portfolio belajar praktik
Rancangan Pembelajaran Praktik Kerja Profesi Farmasi Komunitas Oleh: Umi Athijah
ABSTRAK Pembelajaran “praktik kerja profesi farmasi komunitas” mempunyai tambahan kepastian baru secara konseptual, baik di Apotek, di Puskesmas maupun di Klinik, sesuai/seiring telah diterbitkannya Permenkes di tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di berbagai wahana belajar praktik pelayanan primer tersebut. Para apoteker baru diharapkan sudah melalui proses belajar praktik di Apotek, di Puskesmas dan di Klinik pada “program pendidikan apoteker” dengan konsep pendidikan “experiential based learning”, baik tahap awal (early) di prodi sarjana farmasi ataupun tahap lanjut (advance) di prodi profesi apoteker. Pembelajaran praktik dimaknai dengan belajar tentang keputusan dan tindakan apoteker serta pekerjaan kefarmasian di tempat dimana/situasi praktik berlangsung seperti dilakukan preceptor. Pembelajaran praktik cenderung menggunakan konsep “self directed learning”, dimana mahasiswa dapat mengarahkan diri-sendiri untuk belajar praktik di tempat dimana praktik terjadi seperti dilakukan oleh preceptor, dengan demikian keberadaan suatu “modul belajar praktik” yang disusun oleh dosen dan preceptor mempunyai posisi penting sebagai panduan/pedoman bersama, mahasiswa, preceptor dan dosen pembimbing. Perencanaan pembelajaran juga memperhatikan konsep “hidden-curriculum”, yaitu semua hal baik/buruk, benar/salah yang dilihat, didengar, dialami dan dirasakan mahasiswa selama berada di wahana belajar praktik, khususnya pada situasi kesempatan bersama preceptor melakukan praktik. Selanjutnya peran dosen pembimbing diperlukan untuk mengendalikan/meluruskan persepsi/kesan belajar mahasiswa tentang hal tersebut. Capaian belajar praktik tertinggi adalah diperolehnya kesempatan/kepercayaan dari preceptor untuk melakukan praktik mandiri melayani pasien/pelanggan/client dari awal sampai akhir (tuntas), sebagai layaknya pembelajaran “internship/apprentice learning”. Sertifikasi preceptor dan akreditasi wahana belajar praktik menjadi pengendali mutu selanjutnya. Kata kunci: modul belajar praktik, farmasi komunitas, preceptor, dosen pembimbing, hidden-curriculum.
Revitalisasi Praktik Farmasi Komunitas Oleh: Wiryanto
ABSTRAK Praktik farmasi komunitas di Indonesia dideskripsikan sebagai praktik yang tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan. Mayoritas apoteker yang seharusnya menjadikan apotek sebagai tempat praktik profesi, lebih memilih tidak hadir setiap harinya. Obat dikelola lebih sebagai komoditas dagang dan dilakukan oleh siapa saja. Makalah ini bertujuan mengkaji model konseptual revitalisasi praktik sebagai instumen pembinaan dan pengawasan secara lebih terencana, sistematis, terukur, dan bertahap. Data berupa pelaksanaan 5 aspek standar terdiri dari 40 elemen di 5 apotek. Setelah data diinput ke dalam model penentuan kriteria praktik, dihasilkan 3 jenis kriteria praktik. Kriteria pertama menggambarkan capaian poin kumulatif dari 40 elemen standar mulai dari sangat baik hingga sangat tidak layak; Kriteria kedua menggambarkan capaian akreditasi mulai dari terakreditasi A hingga tidak terakreditasi; dan Kriteria ketiga menggambarkan capaian rerata poin dari masingmasing 5 aspek standar berupa diagram jaring laba-laba. Revitalisasi praktik dilaksakan melalui simulasi peningkatan sejumlah elemen standar sesuai kriteria masing-masing apotek. Ketidakberhasilan memenuhi target peningkatan sejumlah elemen standar dalam kurun waktu yang telah ditetapkan, akan dikenakan sangsi mulai dari peringatan hingga pencabutan izin apotek. Hasil penentuan kriteria praktik terhadap pelaksanaan 40 elemen standar di 5 apotek, Medan1: kurang, Medan 2: sangat baik, Medan 3: sangat tidak layak, Medan 4: sangat tidak layak, dan Medan 5: kurang. Setelah dilakukan revitalisasi praktik diperoleh peningkatan kriteria praktik, Medan1: cukup, Medan 2: sangat baik, Medan 3: kurang, Medan 4: kurang, dan Medan 5: cukup. Untuk keperluan revitalisasi praktik apotek di seluruh Indonesia pengambilan datanya dapat dilakukan secara online, dan apabila diperlukan dapat dilakukan visitasi langsung ke lapangan. Dari proses revitalisasi praktik terhadap 5 apotek dapat disimpulkan bahwa, model konseptual revitalisasi praktik dapat digunakan sebagai instrumen pembinaan dan pengawasan praktik farmasi komunitas secara terencana, sistematis, terukur, dan bertahap. Kata kunci: revitalisasi, praktik profesi, standar praktik, apoteker, apotek.
Manajemen Terapi dan Pharmaceutical Care pada Asma Kronis Oleh: Zullies Ikawati
ABSTRAK Asma merupakan penyakit respirasi kronis yang banyak dijumpai dan memerlukan pengobatan jangka panjang. Kontrol asma yang buruk sering dijumpai pada pasien yang kurang memahami penyakit dan kurang patuh pada pengobatannya. Apoteker dapat berperan besar dalam meningkatkan pemahaman paien tentang asma dan kepatuhan terapi, yang pada gilirannya meningkatkan control asma. Tatalaksana terapi asma dikelompokkan menjadi terapi fase akut dan terapi pemeliharaan. Terapi fase akut menggunakan obat-obat golongan beta agonis aksi pendek, antikolinergik, metil ksantin, dan kortikosteroid jangka pendek. Terapi pemeliharaan melibatkan penggunaan obat golongan kortikosteroid inhalasi dan beta agonis aksi panjang, dan beberapa obat pengontrol lain seperti antagonis leukotriene, nedokromil, dan omalizumab. Akan dibahas algoritma terapi dan masing-masing mekanisme aksinya, serta bagaimana dukungan ilmiahnya. Akan dibahas juga bagaimana assesmen pada asma, parameter pemantauan control asma, step wise approach pada asma, dan pencegahan utama asma.
Safety Evaluation of Oral Care Products Oleh: Ms. Fusae Harada
ABSTRAK Nowadays, many reports have been made on the relationship between those who have healthy teeth and their QOL (Quality of Life). Most of the results indicate that dental health is closely related with various aspects of one’s life, such as general health and motivation in life. The greatest causes of tooth loss are cavities and periodontal disease. Keeping number of your tooth and your mouth clean with oral care products is very important not only to prevent oral diseases but to maintain systemic health condition. Oral care products, such as dentifrices is used widely for a long period in a life. It is essential to ensure that a product will be safe for consumers under the recommended and customary conditions of use, as well as under reasonably foreseeable conditions of misuse, prior to launch. Safety evaluation is made up of hazard evaluation, exposure evaluation and risk assessment. As for exposure evaluation, the main exposure from oral care products is ingestion and contacts to oral mucous membranes, comparing with other cosmetic product categories which are usually applied on skin. I would like provide you how to conduct safety evaluation on dentifrices related to long-term safety and local effects like membrane irritation potential including test methods.
Strategi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba Oleh : Hari Paraton Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba Kementerian Kesehatan RI ABSTRAK Sejak tahun 1940 saat Penicillin ditemukan dan produksi, Alexander Fleming sudah mengingatkan bahwa suatu saat tidak sulit munculnya bakteri resisten apabila masyarakat dengan mudah mendapatkan antibiotik dan digunakan dosis rendah. Sejak saat itu mulai dilaporkan munculnya beberapa bakteri resisten diantaranya Staphyllococcus aureus yang resisten terhadap Penicillin. Sampai dengan tahun 1980 banyak varian antibiotik ditemukan dan diproduksi, beberapa antibiotik baru di temukan sampai era tahun 2000an, karena beaya penelitian dan produksi yang tinggi serta cepatnya timbul resistensi maka industri farmasi mengalami hambatan pengembangan penemuan antibiotik baru dan kini hampir tidak ada penemuan antibiotik baru yang mampu mematikan bakteri resisten secara efektif. Penelitian di RSUD.Dr. Soetomo Surabaya tahun 2010, dari 554 isolat ditemukan 5.6% bakteri pan-resisten, artinya semua antibiotik tidak dapat mematikan bakteri tersebut. Demikian pula data penelitian bersama PPRA-Litbangkes-WHO tahun 2013-2014 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi bakteri penghasil ESBL (extended spectrum beta lactamase) yang resisten terhadap antibiotik golongan sefalosporin generasi 3, pada enam rumah sakit pendidikan di Indonesia mencapai 26%-56% merupakan indikator yang serius terhadap risiko kegagalan pengobatan kasus infeksi. WHO melalui Antimicrobial Resistance Global Report on Surveillance-2014 melaporkan hasil surveillance adanya peningkatan diatas 50% bakteri resisten terhadap antibiotik yang sering digunakan. Rumah sakit menjadi sumber muncul dan menyebarnya bakteri resisten, karena dipicu oleh penggunaan antibiotik yang berlebihan dan perilaku tenaga kesehatan yang mengabaikan kewaspadaan baku, terutama perilaku cuci tangan akan menyebabkan tingginya penyebaran bakteri resisten diantara pasien dan petugas. Mengendalikan munculnya bakteri resisten diawali dari mencegah proses “selective pressure” yaitu penggunaan antibiotik secara rasional dan bijak. Antibiotik digunakan atas indikasi infeksi bakteri saja, pemilihan jenis antibiotik harus berdasarkan pola kuman dan rejimen dosis yang tepat sehingga pasien memperoleh antibiotik secara definitif sesuai dengan sumber infeksi bakteri pathogennya. Selain pengendalian penggunaan antibiotk di rumah sakit, juga sangat penting pengendalian di komunitas masih banyak dijumpai masyarakat mengkonsumsi antibiotik “self medication” tanpa indikasi infeksi yang pasti. Di bidang peternakan, pertanian dan perikanan juga menjadi perhatian penting di seluruh dunia karena residu antibiotik pada hewan ternak, ikan, telur, susu, buah dan sayuran yang termakan oleh manusia dapat memicu inisiasi munculnya bakteri resisten. Problem resistensi ini sangat kompleks, maka diperlukan pemahaman strategi pengendalian resistensi antimikroba dan kolaborasi semua pihak baik pemerintah dalam hal ini kementerian kesehatan, tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat, organisasi profesi serta lintas kementerian (Pendidikan, Ristek, Pertanian) dan WHO. Untuk itu pada tanggal 16 Oktober 2014 Menteri Kesehatan telah meresmikan terbentuknya Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba sesuai KMK No.HK.02.02/MENKES/273/2014. Diharapkan KPRA sebagai focal point dalam penanggulangan dan pengendalian resistensi antimikroba di Indonesia. Kata kunci: Strategi nasional, resistensi antimikroba, pengendalian.
Aspek Regulasi dan Ketentuan Pelaksanaan Komisioning, Kualifikasi dan Validasi (KKV) sesuai CPOB 2012
ABSTRAK
Salah satu peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah melindungi masyararakat sekaligus meningkatkan keunggulan daya saing industri nasional melalui penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di industri farmasi. Salah satu prinsip esensial dalam CPOB adalah kualifikasi dan validasi, yaitu suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan sehingga akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Sebagaimana tercantum dalam Pedoman CPOB 2012, aspek penting terkait kualifikasi dan validasi mencakup perencanaan validasi, dokumentasi, kualifikasi (desain, instalasi, operasional, dan kinerja), validasi proses, validasi pembersihan, validasi metode analisis, pengendalian perubahan dan revalidasi. Beberapa temuan audit CPOB yang dilakukan terhadap industri farmasi seringkali menyangkut masalah kualifikasi dan validasi. Industri perlu mengidentifikasi setiap proses kualifikasi dan validasi dalam pelaksanaan kegiatan di sarana produksi. Kualifikasi dan validasi membuktikan bahwa proses kritis yang terjadi sesungguhnya dapat dikendalikan. Faktor-faktor penentu dalam kualifikasi dan validasi juga harus didefinisikan dan didokumentasikan.
ABSTRAK PEMAKALAH ORAL
Sintesis Senyawa HGV-6, PGV-6, GVT-6 serta Mekanisme Molekulernya sebagai Antibakteri dan Antijamurs Navista Sri Octa U.1. Sardjiman1. Nihayatul Karimah1. Harno Dwi Pranowo2 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Kurkumin merupakan salah satu senyawa yang banyak terdapat di tanaman rimpang. Banyak penelitian menunjukkan senyawa ini memiliki berbagai aktivitas farmakologis seperti antioksidan, antibakteri, antijamur, antiinflamasi, dan antikanker. Senyawa ini dan turunannya berhasil disintesis melalui reaksi kondensasi karbonil. Pada penelitian ini, dilakukan sintesis HGV-6, PGV-6, dan GVT-6 beserta mengevaluasi aktivitas antibakteri dan antijamur. Sintesis HGV-6, PGV-6, dan GVT-6 berturut-turut disintesis dari 3-metoksi-4-hidroksibenzaldehid dengan golongan keton yaitu sikloheksanon, siklopentanon, dan aseton dalam suasana asam tanpa menggunakan pelarut. Aktivitas antibakteri dievaluasi terhadap bakteri Gram negatif (E. coli), dan Gram positif (S. pneumonia, S. aureus, B. Subtilis) sedangkan antijamurnya dievaluasi terhadap C. albican. Evaluasi mekanisme molekuler penghambatan aktivitas antibakteri dan antijamur oleh senyawa hasil sintesis dikaji melalui docking molekular. Senyawa HGV-6, PGV-6, dan GVT-6 yang diperoleh berwarna kuning dengan rendemen berturut-turut 43%, 47%, dan 56%. Ketiga senyawa tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli. Senyawa PGV-6 memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur yang paling dominan daripada kedua senyawa lainnya. Melalui docking molekular didapatkan bahwa ketiga senyawa menghambat enzim- enzim yang berperan dalam sintesis DNA bakteri seperti dihidropteroat sintetase, DNA gyrase, dihidrofolat reduktase dan menghambat enzim ErmC metiltransferase yang berpera dalam resistensi C. albican. Kata kunci: sintesis, kurkumin, antibakteri, antijamur, docking molekular
1
Pengembangan Sediaan Transdermal Menggunakan Eksipien Koproses Xanthan Gum Dan Amilosa Tersambungsilang Silvia Surini. Diah Lestari. Adisty Nida Imanicka. Santi Purna Sari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia ABSTRAK Sistem penghantaran transdermal adalah sistem penghantaran obat lepas terkendali yang digunakan pada permukaan kulit untuk tujuan sistemik. Untuk itu, diperlukan suatu eksipien pembentuk matriks transdermal yang dapat membawa dan menyimpan obat dalam sediaan patch transdermal. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan eksipien koproses xanthan gum dan amilosa tersambungsilang (Ko-CLA-XG) sebagai matriks sediaan transdermal, kemudian dilakukan uji penetrasi secara in vitro dan in vivo. Ko-CLA-XG diformulasikan dalam bentuk hidrogel dengan model obat natrium diklofenak. Uji penetrasi in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz yang kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV. Uji in vivo dilakukan dengan cara mengaplikasikan satu gram hidrogel dengan luas aplikasi 1,13 cm2 di atas kulit tikus bagian abdomen, kemudian sampel darah dikumpulkan melalui sinus orbitalis mata dan dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif obat yang terpenetrasi ke dalam kulit hingga 12 jam sebanyak 1435 ± 180 µg.cm-2 dengan nilai fluks sebesar 118,55 ± 23,, 01 µg.cm-2.jam-1 dan waktu tunda selama 48,6 ± 15,6 menit. Profil pelepasan natrium diklofenak selama 12 jam pada uji in vivo mencapai konsentrasi puncak plasma sebesar 2,236 ± 398 µg/ml pada 0,86 ± 0,21 jam dengan AUC sebesar 25,3 ± -1 4,1 µg.ml .jam. Kedua hasil uji memberikan gambaran bahwa hidrogel Ko-CLA6-XG dapat dikembangkan sebagai matriks pembawa obat untuk sediaan patch transdermal. Kata kunci: koproses xanthan gum dan amilosa tersambungsilang, hidrogel, transdermal, uji penetrasi.
2
tersambungsilang,
amilosa
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Undatus Britt & Rose) dan Formulasinya dalam Sediaan Gel Yudi Padmadisastra. Rahmat Santoso. dan Mutiara Azizah Sutisna Sekolah Tinggi Farmasi Bandung Email:
[email protected] ABSTRAK Buah naga merah yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, mengandung flavonoid yang berkhasiat sebagai antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan buah naga merah dalam bentuk sediaan gel. Ekstraksi buah naga merah dilakukan menggunakan metode maserasi dengan pelarut 96% etanol selama tiga hari.Ekstrak yang dihasilkan diperiksa aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH (1,1-diphenyl- picrylhydrazyl). Pembuatan sediaan gel ekstrak buah naga merah menggunakan gelling agent Viscolam mac10 dengan.variasi konsentrasi 3,0 %, 3.5 %, 4.0 %, 4.5 % and 5.0 %.. Evaluasi terhadap gel meliputi pemantauan fisik berupa aroma, warna, tekstur, homogenitas pH, viskositas, daya sebar, uji Hedonik dan pengujian terhadap aktivitas antioksidan sediaan gel. Hasil menunjukkan bahwa sediaan gel mengandung golongan senyawa flvonoid, dengan sifat sediaan yang relatif stabil secara fisik selama penyimpanan 28 hari dan sediaan gel menunjukkan aktivitas sebagai antioksidan, dengan aktivitas yang tergolong lemah. Konsentrasi ekstrak buah naga merah dalam sediaan gel yang paling baik dan stabil yaitu pada konsentrasi 4,5 %. Kata kunci: Buah naga merah, aktivitas antioksidan, sediaan gel.
3
Formulasi Tablet Ekstrak Kangkung Air (Ipomoea aquatica f.) dengan Variasi Kadar Amilum Manihot sebagai Bahan Penghancur Mimiek Murrukmihadi2 , Sutrisna Khaidir1, dan Aris Perdana Kusuma1 1 Program Studi Farmasi Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia 2 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Potensi kekayaan alam bahari Indonesia belum banyak dikenal dari segi keanekaragaman senyawa bioaktif yang dihasilkannya. Padahal, sebagai negara kepulauan dengan garis pantai kurang lebih 81.000 km dan beriklim tropis, di Perairan Indonesia terdapat biota laut yang melimpah dengan keanekaragaman yang tinggi. Spon laut Axinella carteri merupakan salah satu organisme laut yang banyak ditemukan di Perairan Pantai wilayah Sumatera Barat dan berpotensi sebagai sumber berbagai senyawa bioaktif seperti antijamur, sitotoksik, antitumor, antivirus, antibakteri, dan lain-lain. Kata kunci: amilum manihot, bahan penghancur, Ipomoea aquatica F
4
Formulasi Mikrosfer Efavirenz-PVP K-30 dengan Teknik Spray Drying Lili Fitriani. Muthia Fadhila. Erizal Zaini. Fakultas Farmasi Universitas Andalas Email:
[email protected] ABSTRAK Efavirenz merupakan antiretroviral golongan Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI) spesifik terhadap HIV tipe 1. Berdasarkan Biopharmaceutical Classification System (BCS), efevirenz termasuk kategori kelas 2 (kelarutan rendah, permeabilitas tinggi). Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan kelarutan efavirenz dan laju disolusi dengan pembuatan mikrosfer efavirenz dengan PVP K-30 menggunakan teknik spray drying. Mikrosfer dibuat dengan perbandingan efavirenz-PVP K-30 2:1 (F1), 1:1 (F2), dan 1:2 (F3). Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan ketiga formula menghasilkan partikel yang sferis dengan ukuran partikel < 10µm. Analisis difraksi sinar-x menujukkan efavirenz murni merupakan kristalin yang, sedangkan ketiga formula mikrosfer efavirenz-PVP K-30 merupakan amorf. Data pengujian termal Differential Scanning Calorimetry (DSC) menujukkan F2 dan F3 tidak terdapat fasa kristalin (zero crystallinity), namun F1 masih menunjukkan terdapat fasa kristalin. Hasil uji disolusi ketiga formula mikrosfer yaitu 78.20±0.28 %, 79.61±0.21 %, dan 71.51±0.17 % untuk F1, F2 dan F3 secara berturut-turut. Dapat disimpulkan bahwa formula mikrosfer efavirenz-PVP K-30 dengan perbandingan 1:1 memberikan hasil disolusi terbaik. Kata kunci: efavirenz, mikrosfer, PVP K-30, spray drying, uji disolusi
5
Pengaruh Konsentrasi Kitosan terhadap Karakteristik Fisik Mikropartikel Salbutamol Sulfat - Natrium Tripolifosfat dengan Metode Spray-Drying Alasen Sembiring Milala. Aditya Trias Pradana. Alief Shondra Berlianto. Fakultas Farmasi Universitas Surabaya Email:
[email protected]
ABSTRAK Dalam proses mikroenkapsulasi dibutuhkan polimer untuk menyalut bahan aktif dan agar mikropartikel yang diperoleh stabil diperlukan adanya ikatan sambung silang yang dibentuk oleh polimer seperti kitosan dengan senyawa polianion. Salah satu senyawa polianion yang aman untuk digunakan dalam farmasi adalah sodium tripolyphosphate (STPP). Dalam penelitian ini diteliti pengaruh berbagai macam konsentrasi kitosan (0,25%, 0,5%, 0,75%) terhadap karakteristik mikropartikel. Proses pembuatan mikropartikel diawali dengan pembuatan suspensi, kemudian dilakukan spray drying untuk memperoleh mikropartikel. Selanjutnya, mikropartikel yang diperoleh dikarakterisasi meliputi ukuran partikel dengan metode mikroskopi, morfologi permukaan dan bentuk mikropartikel dengan Scanning Electron Michroscope (SEM), efisiensi enkapsulasi dengan metode spektrofotometri, swelling mikropartikel dengan memperhitungkan selisih bobot mikropartikel basah dan kering, dan kandungan lembab mikropartikel yang diukur dengan moisture analyzer. Dari hasil karakterisasi mikropartikel diperoleh rata-rata ukuran partikel formula S1, S2 dan S3 berturut-turut 3,34 µm; 3,74 µm, dan 4,56 µm. Morfologi permukaan S1 terlihat kasar pada permukaan, bentuk yang kurang sferis, membentuk aglomerasi antar partikel dan pembentukan mikroenkapsulasi yang kurang sempurna pada sebagian mikropartikel. Untuk S2 terlihat kasar pada permukaan, sedikit lebih sferis dari sampel S1, membentuk aglomerasi antar partikel dan pembentukan mikroenkapsulasi lebih sempurna dari sampel S1. Untuk S3 terlihat lebih halus pada permukaan, kurang sferis dibandingkan dengan S2, membentuk aglomerasi antar partikel dan pembentukan mikroenkapsulasi terjadi sempurna. Hasil efisiensi enkapsulasi yang diperoleh dari sampel S1, S2 dan S3 bertutut-turut adalah 79,75%; 83,15%, dan 88,25%. Hasil swelling mikropartikel S1, S2 dan S3 bertututturut 0,5 sampai 4 jam (dimulai dari 381,94% sampai 262,695); 0,5 sampai 4 jam (dimulai dari 256,02% sampai 368,41%) dan 0,5 sampai 4 jam (dimulai dari 259,23% sampai 359,97%). Berdasarkan pengujian kandungan lembab mikropartikel S1, S2 dan S3 diperoleh hasil berturut-turut sebesar 19,52%; 18,06%, dan 16,25%. Berdasarkan karakterisasi utama efisiensi enkapsulasi maka formula S3 lebih baik dari sampel S1 dan sampel S2. Kata kunci: kitosan, mikropartikel, salbutamol sulfat, sodium tripolifosfat, spray drying.
6
OR-A07
Karakterisasi, Formulasi dan Evaluasi Tablet Hasil Komplek Inklusi Glibenklamid dengan Β-Siklodekstrin Yandi Syukri*, Farida Ulfa, Asih Lestari, Lelita Ayu Saputri, Rochmy Istikharah dan Aris Perdana Kusuma Program Studi Farmasi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Glibenklamid merupakan obat antidiabetes yang diberikan secara per oral yang sukar larut dalam air. Pembentukan komplek inklusi dengan β-siklodekstrin diharapkan mampu meningkatkan kelarutan glibenklamid. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi, memformulasi dan mengevaluasi tablet hasil komplek inklusi supaya memenuhi persyaatan farmakope. Komplek inklusi dibuat dengan perbandingan rasio molar glibenklamid dan βsiklodekstrin 1: 1 dan 1: 2 menggunakan metode spray drying. Hasil komplek inklusi dikarakterisasi meliputi spektroskopi FTIR dan Scanning Electro Microscope (SEM). Selanjtnya diformulasi menjadi tablet dengan teknik kempa langsung menggunakan primojel dan crospovidon sebagai disintegran. Tablet yang dihasilkan dievaluasi keseagaman bobot, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan disolusi. Uji disolusi tablet hasil komplek inklusi dilakukan dengan mengunakan alat uji disousi USP tipe II dan kadar obat terdisolusi ditetapkan menggunakan KCKT. Hasil dari FTIR dan SEM menunjukkan bahwa terjadinya pembentukan komplek antara glibenklamid dan β-silodekstrin setelah dibuat dengan metode spray drying. Hasil evaluasi tablet komplek inklusi glibenklamid dan β-silodekstrin dengan primojel dan crospovidon sebagai disintegran menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kadar disintegran akan meningkatkan waktu hancur tablet. Semua formula memenuhi persyaratan dalam farmakope. Dapat disimpulkan bahwa komplek inklusi glibenklamid dan β-silodekstrin telah berhasil meningkatkan kelarutan dari glibenklamid dan tablet memenuhi persyaratan farmakope. Kata kunci: Glibenklamid, β-siklodekstrin, primojel, crospovidon, komplek inklusi
7
OR-B01
Pengaruh Variasi Kadar Ekstrak Daun Sirih Terhadap Sifat Fisik-Kimia dan Aktivitas Antibakteri Patch Buccal Mucoadhesive Mufrod*1,Suwaldi2,Subagus Wahyuono3 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Email:
[email protected] ABSTRAK Daun sirih atau hasil perasannya telah lama digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan berbagai penyakit infeksi karena mengandung zat antibakteri .Streptococcus mutans merupakan bakteri yang banyak ditemukan di rongga mulut menghasilkan polisakarida seluler, dan membentuk plak gigi yang dapat menyebabkan penanggalan gigi, gigi berlubang, infeksi, dan bahkan kematian. Patch buccal mucoadhesive ekstrak daun sirih merupakan bentuk sediaan yang praktis dan efektif dalam penggunaan sebagai antibakter dalam mulut.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi kadar ekstrak terhadap sifat fisik-kimia serta aktifitas anti bakteri dari patch. Ekstrak kental daun sirih diperoleh dengan cara infundasi dilanjutkan dengan penguapan dari cairan infus yang diperoleh.Ekstrak kental yang diperoleh diuji viskositas, kandungan senyawa aktif dengan metoda KLT dan GC-MS. Aktifitas antibakteri dilakukan dengan metode mikrodilusi untuk menentukan nilai KHM dan KBM dengan konsentrasi akhir 0,05%, 0,1%, 0,2%, 0,5%, dan 1%. Patch dibuat dalam enam formula berdasarkan konsentrasi ekstrak F0(0%),F1(0,5%),F2(1%),F3(2%),F4(3%) dan F5(4%) dengan polimer kitosan. Patch yang diperoleh dilakukan uji terhadap sifat fisika-kima meliputi keseragaman bobot, folding endurance, surface pH, swelling index dan aktivitas antibakteri.Data yang diperoleh dari uji sifat fisika-kimia dianalisis secara deskriptif dan data hasil uji aktivitas antibakteri dianalisis dengan uji linieritas. Hasil yang diperoleh menunjukkan nilai KHM dan KBM adalah sebesar 0,05% v/v dan 1% v/v.Semua formula menghasilkan patch yang memenuhi syarat keseragaman bobot kecuali formula F0 dan F3.Nilai Folding endurance meningkat dengan kenaikan konsentrasi ekstrak, nilai surfce pH patch antara 6,40-6,93 dan nilai swelling index naik 1,5x.Aktivitas antibakteri ekstrak meningkat(zona daya hambat) sesusi peningkatan konsentrasi ekstrak(R=0,869 )juga aktivitas antibakteri patch meningkat sesuai kenaikan konsentrasi ekstrak dalam patch(R=0,9925). Kata kunci: ekstrak daun sirih, patch buccal mucoadhesive, chitosan, antibakteri, karies gigi
8
OR-B02
Formulasi Masker Peel Off dari Ekstrak Etanol Kulit Buah Asam Kandis (Garcinia Cowa, Roxb) Dan Uji Aktivitas Antioksidan Nya Henny Lucida, Ema Fitri dan Vinny Hosiana Fakultas Farmasi Universitas Andalas Email:
[email protected] ABSTRAK Telah diformulasi masker peel off dari ekstrak etanol kulit buah asam kandis (Garcinia cowa, Roxb) sebagai kosmetik dalam tiga formula dengan konsentrasi 1%; 1,5% dan 2% dengan menggunakan Poli Vinil Alkohol (PVA) sebagai bahan pembentuk lapisan film, Poli Vinil Pirolidon (PVP) sebagai pengental, propilenglikol sebagai humektan, nipagin dan nipasol sebagai pengawet dan etanol sebagai pelarut. Evaluasi masker meliputi pemerian, homogenitas, pemeriksaan pH, uji daya menyebar, uji iritasi kulit, uji elastisitas, uji waktu mengering, uji stabilitas fisik terhadap pendinginan dan uji aktivitas antioksidan menggunakan metoda DPPH (1,1-difenil-2-pikrihildrazil). Dari hasil evaluasi, ketiga formula relatif stabil secara fisik selama 6 minggu penyimpanan, dan masker yang paling baik adalah formula II dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit buah asam kandis 1,5%. Kata kunci: kulit buah asam kandis, Garcinia cowa, Roxb, masker peel off
9
OR-B03
Evaluasi Pengaruh Plasticizer Gliserol dan Sorbitol Terhadap Karakteristik Film Sambung Silang Kitosan-Tripolifosfat yang Mengandung Asiatikosida sebagai Penutup Luka Yuni Anggraeni, Farida Sulistiawati, Dwi Nur Astria. Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Plasticizer seringkali ditambahkan ke dalam formula suatu film untuk memperbaiki sifat mekaniknya. Film sambung silang kitosan-tripolifosfat yang mengandung asiatikosida sebagai penutup luka telah dibuat dengan menggunakan gliserol dan sorbitol sebagai plasticizer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh komposisi dan konsentrasi plasticizer gliserol dan sorbitol terhadap karakteristik film yang dihasilkan. Film dibuat sebanyak lima belas formula dengan variasi komposisi dan konsentrasi plasticizer. Plasticizer terdiri dari gliserol dan sorbitol dengan rasio 100:0 (formula A); 75:25 (formula B); 50:50 (formula C); 25:75 (formula D); dan 0:100 (formula E). Konsentrasi plasticizer yang digunakan adalah 40%, 60%, dan 80% v/b dari berat kitosan. Film yang dihasilkan dievaluasi meliputi stabilitas fisik, ketebalan, laju transmisi uap air, penyerapan lembab, kapasitas retensi air, uji pelipatan, kekuatan tarik dan perpanjangan putus. Hasilnya menunjukkan bahwa komposisi dan konsentrasi plasticizer gliserol dan sorbitol berpengaruh secara bermakna terhadap ketebalan, kekuatan tarik, dan perpanjangan putus film yang dibuat (p < 0,05) dan pengaruhnya tidak bermakna terhadap laju transmisi uap air dan kapasitas retensi air (p > 0,05). Berdasarkan karakteristik film di atas, formula C dengan konsentrasi plasticizer 60% dan 80% dapat dinominasikan untuk membuat film sambung silang kitosan yang mengandung asiatikosida sebagai penutup luka. Kata kunci: asiatikosida, film sambung silang, kitosan, plasticizer, tripolifosfat.
10
OR-B04
Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Polyacrylic Acid Flavia Laffleur1, Deni Rahmat2, Fabian Hintzen1, Katharina Leithner1, Andreas Bernkop Schnürch1 1 Departemen Teknologi Farmasi, Universitas Innsbruck, Austria 2 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Indonesia ABSTRAK Penelitian ini mengkaji sifat penetrasi melalui mukus dari nanopartikel netral yang terdiri dari polyacrylic acid (PAA) dan poly(allylamine) (PAM). Nanopartikel dibuat dengan dasar interaksi antara 2 polimer dan dikarakterisasi melalui pengukuran ukuran partikel dan zeta potensial. Nanopartikel kemudian diuji daya penetrasinya melalui mukus. Setelah itu, toksisitas nanopartikel ditentukan dengan resazurin dan lactate dehydrogenase assays. Hasil menunjukkan bahwa nanopartikel mempunyai ukuran sekitar 200 nm dan zeta potensial sebesar 0.9 mV dan menunjukkan peningkatan penetrasi sampai 2,5 kali dibandingkan kontrol serta tidak toksik. Nanopartikel yang dibuat dari polyacrylic acid (PAA) dan poly(allylamine)(PAM) mempunyai potensi dalam penghantaran obat melalui mukus. Kata kunci: nanopartikel, zeta potensial, mukus, polyacrylic acid (PAA)
11
OR-B05
Uji Banding Potensi Bahan Penghancur dari Beberapa Jenis Pati Pregelatinasi pada Formulasi Tablet Parasetamol Wira Noviana Suhery, Enda Mora, Winda Istiarsih Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau Email:
[email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang uji banding potensi bahan penghancur dari beberapa jenis pati pregelatinasi pada formulasi tablet parasetamol menggunakan metode granulasi basah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pati pregelatinasi yang memiliki potensi paling bagus sebagai bahan penghancur serta memberikan sifat fisik dan disolusi yang baik pada formulasi sediaan tablet. Penelitian dilakukan menggunakan tiga rancangan formula dengan memvariasikan bahan penghancur tablet yang digunakan yaitu FI (pati pregelatinasi singkong), FII (pati pregelatinasi ubi jalar) dan FIII (pati pregelatinasi bengkuang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua formula memenuhi syarat pemeriksaan fisik dan disolusi. Waktu hancur paling cepat ditunjukkan oleh FII yaitu selama 3,35 menit, sementara FI dan FIII adalah 3,48 menit dan 4,01 menit. Kata Kunci: Pati Pregelatinasi, Singkong, Ubi Jalar, Bengkuang, Bahan Penghancur
12
OR-B06
Studi Sistem Mikrokapsul Karbamazepin Menggunakan Polimer Hpmc Rina Wahyuni1, Auzal Halim2, Yustina Susi Irawati3 1 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang 2 Fakultas Farmasi Universitas Andalas (UNAND) Padang 3 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang sistem mikrokapsul karbamazepin dengan menggunakan HPMC sebagai polimer lepas lambat. Mikrokapsul karbamazepin dibuat menggunakan metoda emulsifikasi penguapan pelarut dengan perbandingan karbamazepin dan HPMC untuk F1, F2 dan F3 berturut turut yaitu 1:1; 1:1,5; 1:2. Hasil mikrokapsul dievaluasi dengan SEM, DTA, FT-IR, distribusi ukuran partikel, penentuan kadar dan profil disolusi. Mikrokapsul yang terbentuk berwarna putih agak kuning dan berbentuk bulat hampir sempurna. Profil disolusi mikrokapsul menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah polimernya maka pelepasan karbamazepin dalam mikrokapsul juga semakin kecil. Kadar obat yang dilepaskan dalam waktu 6 jam untuk F1, F2 dan F3 berturut turut adalah 53,7068 %; 46,5230 % dan 24,5296 %. Kinetika pelepasan obat dari mikrokapsul mengikuti persamaan Higuchi dimana pelepasan mikrokapsul karbamazepin dari matriks dikontrol oleh proses difusi. Hasil analisa statistik menggunakan anova satu arah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata efisiensi disolusi untuk masing masing formula pada tingkat kepercayaan 0,05. Kata Kunci: Mikroenkapsulasi, Karbamazepin, dan HPMC
13
OR-B07
Absorpsi In Vitro Kandungan Kuersetin Ekstrak Daun Murbei Bentuk Enkapsulasi Pada Usus Halus Tikus Siti Aminah, Suwaldi, Achmad Fudholi, Wahyono Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada Email:
[email protected] ABSTRAK Kuersetin merupakan salah satu kandungan di dalam tanaman murbei (Morus alba L.) Zat ini mempunyai kelarutan kecil di dalam air dan mengalami degradasi dalam cairan usus serta absorpsinya terbatas pada pemberian oral. Obat-obat dengan kelarutan yang kecil akan menemui kesulitan pada proses absorpsinya. Pada penelitian ini enkapsulasi dilakukan terhadap ekstrak daun murbei menggunakan kitosan dan selanjutnya diteliti absorpsi kuersetin yang terdapat didalam ekstrak terenkapsulasi secara in vitro. Metode remaserasi digunakan untuk membuat ekstrak dengan etanol 95 % sebagai penyari. Kandungan kuersetin di dalam ekstrak ditentukan dengan menggunakan HPLC. Enkapsulasi menggunakan 0,25 % b/v ekstrak, 0,5 mg/ml dan 1 mg/ml kitosan serta 1 mg/ml TPP. Karakterisasi enkapsulasi berupa ukuran partikel dan efisiensi enkapsulasi, sedangkan interaksi antara ekstrak dengan kitosan dan TPP dikarakterisasi dengan FTIR. Absorpsi dilakukan terhadap ekstrak daun murbei sebelum dan sesudah enkapsulasi dengan menggunakan metode kantung usus halus yang dibalik (Everted Small Intestine Sac Technique) pada tikus. Hasil menunjukkan bahwa kadar kuersetin dalam ekstrak daun murbei adalah (4,427 ± 0,065) mg/g. Kitosan-TPP dengan perbandingan 0,5:1 dan 1:1 menghasilkan partikel dengan ukuran (25,11- 45,21) nm dan (51,08 -119,54) nm serta efisiensi enkapsulasi (31,82 ± 0,33) % dan (24,10 ± 7,35) % pada ekstrak daun murbei terenkapsulasi. Absorpsi kuersetin dalam ekstrak daun murbei terenkapsulasi dengan kitosan – TPP (0,5: 1) dan (1:1) menunjukkan penurunan seperti diperlihatkan oleh penurunan permeabilitasnya. Kata kunci: kuersetin, absorpsi in vitro , ekstrak daun murbei, enkapsulasi, kitosan
14
OR-C01
Formulasi dan Uji Penetrasi Fraksi Non Polar dan Semipolar Rimpang Rumput Teki (Cyperus rotundus l.) dalam Sediaan Masker Peel Off Farida Rahim1, Friadi2, Tessa Tiara Putri NV 1 1 Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis 2 Fakultas Farmasi Universitas Andalas Email:
[email protected]
ABSTRAK Pada penelitian ini dilakukan formulasi dan uji penetrasi fraksi non polar, heksan dan fraksi semi polar, etil asetat dari rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) dalam sediaan masker peel off dengan konsentrasi 5 % . Evaluasi sediaan masker peel off meliputi pemeriksaan organoleptis, homogenitas, pH, uji daya menyebar, uji iritasi, uji waktu mengering, uji stabilitas terhadap suhu, uji elastisitas, dan kromatografi lapis tipis untuk memenuhi syarat sebagai sediaan masker peel off. Selanjutnya dilakukan uji penetrasi masker peel off menggunakan Metode difusi sederhana dan kertas saring Whatman® yang sudah dicelupkan dalam cairan Spangler yang dimodifikasi sebagai membran penetrasi. Cairan hasil penetrasi yang diambil pada waktu ke- 20, 30 dan 60 menit yang dilanjutkan dengan analisa kromatografi gas spektrofotometer massa (GCMS). Hasilnya menunjukkan adanya senyawa komponen minyak atsiri golongan hidrokarbon seskuiterpen yaitu (-)-alpha gurjunene, betaselinene, (+)-spathulenol, (-)-Caryophyllene oxide dan aristolone, golongan seskuiterpen memiliki kemampuan farmakologi sebagai analgetik. Kata kunci: Cyperus rotundus L, masker peel off, difusi, penetrasi,
15
OR-C02
Persepsi Mengenai Resep Racikan di Kalangan Pasien dan Apoteker di Rumah Sakit, Apotek, Industri Farmasi Aris Widayati, Sri Hartati Yuliani Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Proporsi resep racikan 5% - 7% dan berpotensi menimbulkan permasalahan. Penelitian ini bertujuan mengungkap persepsi mengenai peresepan racikan di kalangan pasien dan apoteker di rumah sakit, di apotek, dan di industri farmasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari 30 responden pasien dengan menggunakan kuesioner. Data kualitatif digali menggunakan metode wawancara terstruktur dari 15 responden apoteker di apotek dan rumah sakit, dan 15 apoteker di industri farmasi. Data kuantitatif diolah dengan statistik deskriptif, sedangkan data kualitatif di analisis dengan thematic analysis. Penelitian ini dilaksanakan dengan ijin penelitian dan ethical clearance. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan pasien mengenai resep racikan adalah baik (mean: 8; range: 5-11), 63% (N=30) dengan skor di atas rata-rata. Hasil wawancara dengan pasien mengungkap pasien tidak mempunyai masalah terkait dengan waktu tunggu ketika menebus resep racikan dan mengatakan meminum obat racikan lebih praktis daripada meminum setiap butir obat yang diterima. Namun, pasien mengharapkan pemberian informasi yang lebih rinci mengenai obat racikan. Hasil wawancara dengan 15 apoteker di RS dan apotek terungkap resep racikan penting untuk mengakomodasi kebutuhan dosis dan bentuk sediaan pada pediatrik. Mereka mengklaim peracikan sudah dilakukan sesuai panduan cara peracikan obat yang baik. Namun, para apoteker ini mengkawatirkan peresepan yang polifarmasi. Hasil wawancara dengan 15 apoteker di industri farmasi terungkap hal menarik yaitu adanya pro dan kontra. Pendapat yang pro menggarisbawahi peresepan racikan masih diperlukan terkait penyesuaian dosis dan bentuk sediaan bagi pasien anak, karena sangat terbatasnya formula yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Pendapat yang kontra mengkawatirkan jaminan kualitas sediaan racikan yang diracik di apotek, misalnya inkompatibilitas dan stabilitas sediaan. Kelompok kontra ini berpendapat bahwa peracikan sediaan jadi (tablet, salep, dll) merupakan praktek kefarmasian yang dapat dikategorikan sebagai “unauthorized practice”. Dari hasil disimpulkan keberadaan resep racikan masih penting. Namun, perlu diperhatikan mengenai cara peracikan yang dapat menjamin kualitas sediaan racikan. Kata Kunci: resep racikan; peracikan; komponding; persepsi apoteker di RS, apotek, industri, dan pasien.
16
OR-C03
Dispersi Padat Famotidin dengan Kombinasi PEG 6000 dan Sorbitol Deni Noviza, Putri Ayudia Komalasari, Auzal Halim Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang Email:
[email protected] ABSTRAK Famotidin merupakan zat aktif yang besifat sukar larut dalam air. Salah satu cara untuk meningkatkan kelarutannya adalah dengan pendekatan dispersi padat. Dispersi padat famotidine dibuat menggunakan metoda peleburan dengan beberapa perbandingan berat antara famotidine dan kombinasi PoliEtilenGlikol (PEG) 6000- sorbitol yaitu 2:8, 4:6, 6:4 dan 8:2. Karakterisasi sistem dispersi padat dan famotidin murni dievaluasi dengan Differential Thermal Analysis (DTA), difraksi sinar-X (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM), pengukuran daya penyerapan air, distribusi ukuran partikel. Dari hasil difraksi sinar-X terlihat famotidine sudah terdispersi di dalam pembawa yang ditandai dengan bertambahnya fasa amorf dalam sistem dispersi padat. Hasil ini didukung oleh data SEM yang memperlihatkan morfologi famotidine sudah tidak terlihat lagi dimana famotidine sudah tersalut oleh PEG 6000 dan sorbitol. Hal ini menunjukkan bahwa famotidine sudah terdispersi secara molekuler didalam partikel PEG 6000 dan sorbitol. Dari hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa famotidin membentuk system dispersi padat dengan PEG 6000 – sorbitol. Kata Kunci: Famotidin, Dispersi Padat, PEG 6000, Sorbitol
17
OR-C04
Stabilitas Fisika dan pH Mikroemulsi Magnesium Ascorbyl Phosphate dan Tocopheryl Acetat Ni Luh Dewi Aryani Fakultas Farmasi Universitas Surabaya Email:
[email protected] ABSTRAK Dilakukan formulasi sediaan mikroemulsi antiaging dengan bahan aktif Magnesium Ascorbyl Phosphate dan Tocopheryl Acetate yang merupakan bentuk ester dari vitamin C dan E yang lebih stabil. Sediaan mikroemulsi dibuat dengan tween 80 sebagai surfaktan dan gliserin sebagai ko-surfaktan. Kemudian dilakukan uji stabilitas fisika dan pH terhadap mikroemulsi tersebut. Uji stabilitas yang dilakukan adalah uji stabilitas dipercepat selama 3 bulan pada suhu 40°C ± 2°C dan kelembaban relatif (RH) 75%. Parameter stabilitas yang diamati adalah organoleptis, tipe emulsi, viskositas, sifat alir, ukuran droplet, dan pH. Hasil penelitian didapatkan bahwa mikroemulsi tersebut tidak stabil secara fisika dan pH selama waktu penyimpanan tersebut. Kata Kunci: Stabilitas, Mikroemulsi, Magnesium Ascorbyl Phosphate, Tokoferil Asetat,
18
OR-C05
Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Mahkota Dewa Terhadap Stabilitas Lotion – Krim Serta Uji Tabir Surya Secara Spektrofotometri A.Karim Zulkarnain,1* Marchaban,1 Subagus Wahyuono,1 Ratna Asmah Susidarti1 Faculty of Pharmacy, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia Email:
[email protected] ABSTRAK Latar belakang: Ekstrak daun mahkota dewa mengandung senyawa turunan benzofenon yang memiliki aktivitas sebagai tabir surya. Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas fisik dan kimia lotion dan krim o/w serta aktivitasnya sebagai tabir surya dengan spektrofotometer. Metode: Ekstrak diperoleh dengan metode maserasi metanol lalu diformulasi menjadi Lotion dan krim o/w serta diuji stabilitas fisik dan kimianya serta diuji SPF nya secara in vitro dengan spektrofotometer. Hasil penelitian: Hasil studi menunjukkan bahwa formula lotion dan krim o/w ekstrak mahkota dewa stabil selama penyimpanan 6 minggu. Kenaikan konsentrasi mahkota dewa akan menaikkan viskositas Lotion dan krim o/w secara signifikan. Krim selama penyimpanan lebih stabil homogenitasnya dibanding dengan lotion yaitu pada minggu ke enam minyak dari sediaan lotion mulai terlihat warna coklat dipermukaannya sedangkan krim lebih viskes dibanding dengan lotion. Sediaan selama penyimpanan 6 minggu memiliki kandungan phalerin yang relatif stabil. Aktivitas sediaan secara in vitro menunjukkan bahwa nilai SPF pada kadar ekstrak mahkota dewa 6 %, 8 % dan 10 % berturut turut untuk krim adalah 8,60, 11,51, 16,04 sedangkan SPF untuk lotion adalah 7,45, 10,83 dan 15,01 %. Kesimpulan: Sediaan lotion dan krim mahkota dewa stabil selama penyimpanan dan memiliki aktivitas sebagai tabir surya. Kata kunci: Mahkota dewa, lotion, krim, in vitro
19
OR-C06
Permodelan Kinetika Pelepasan Obat Dari Sediaan Tablet Floating Berbasis Kompartemen Dengan Winsaam Teuku Nanda Saifullah Sulaiman, Angi Nadya Bestari Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Analisis data hasil disolusi dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti kinetika orde nol, orde satu, model Higuchi, Korsmeyer-Peppas, dan Hixson-Crowell. Salah satu metode analisis data disolusi yang banyak diaplikasikan untuk menjelaskan kinetika pelepasan obat dari sediaan adalah dengan menggunakan permodelan kompartemen. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui model kinetika pelepasan obat dari sediaan tablet floating berbasis kompartemen. Lima formula tablet floating ranitidin HCL diuji disolusi dalam medium HCl 0,1 N, menggunakan alat tipe II USP dengan sinker. Data dan curve fitting dianalisis menggunakan software WinSAAM untuk memperoleh konstanta perpindahan obat. Analisis data hasil uji disolusi berdasarkan permodelan kompartemen dengan WinSAAM menghasilkan kinetika pelepasan obat dari tablet floating mengikuti model tiga kompartemen. Ketiga kompartemen tersebut yaitu: partikel obat yang terdispersi dalam tablet (kompartemen 1), matrik gel (kompartemen 2), dan medium disolusi (kompartemen 3). Kata kunci: disolusi, kinetika pelepasan obat, tablet floating, WinSAAM
20
OR-C07
Studi Sistem Dispersi Padat Ketoprofen-Urea Salman Umar, Anesia Chaersty, Muslim Suardi Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang Email; umar_salman@ yahoo.com ABSTRAK Penelitian tentang studi sistem dispersi padat ketoprofen-urea telah dilakukan secara pelarutan. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki karakteristik fisikokimia dan meningkatkan laju disolusi ketoprofen. Sebagai pembanding campuran fisik yang terdiri dari ketoprofen dan urea disiapkan dengan perbandingan yang sama. Karakteristik fisikokimia dan disolusi dari dispersi padat dan campuran fisik dievaluasi. Disolusi dilakukan dengan menggunakan alat tipe dayung dan sebagai medium disolusi digunakan dapar fosfat pH 7,5. Pengambilan sampel dilakukan pada menit ke 2,5, 5, 7,5, 10, 20, 30, 45 dan 60. Hasil disolusi menunjukkan bahwa dispersi padat dapat meningkatkan laju disolusi ketoprofen. Dispersi padat memberikan hasil disolusi yang lebih baik dibandingkan dengan campuran fisik (P<0,05). Hasil efisiensi disolusi yang paling baik didapat dari dispersi padat dengan perbandingan ketoprofen:urea 1:9. Kata kunci: solid dispersi, ketoprofen, urea
21
OR-D01
Uji Daya Larut Kalsium Oksalat dalam Infus Daun Alpukat (Persia americana Mill) secara Kompleksometri Tuty Taslim Akademi Farmasi Prayoga, Padang ABSTRAK Telah dilakukan penelitian uji daya larut Kalsium Oksalat dalam infus daun alpukat (Persia americana Mill). Perendaman 100 mg Kalsium Oksalat dalam larutan 10% infusa daun alpukat dilakukan selama 7 hari berturut-turut. Dan dilakukan penghitungan kadar kalsium terlarut dengan metoda kompleksometri dengan titrasi kembali menggunakan Na2 EDTA berlebih. Hasil penelitian menunjukkan infusa daun alpukat dapat melarutkan kalsium oksalat dan terlihat adanya peningkatan kadar kalsium oksalat terlarut dengan variasi waktu. Kata kunci: Kalsium Oksalat, infusa, daun Alpukat, kompleksometri.
22
OR-D02
Pembuatan Pereaksi Pendeteksi Merkuri dalam Krim Pemutih Kulit Titiek Martati, Liliek Nurhidayati, Tiana Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta email
[email protected] ABSTRAK Penggunaan merkuri dalam krim pemutih kulit telah dilarang oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena efek samping yang toksik dan membahayakan, namun saat ini masih ditemukan penyalahgunaannya. Untuk itu diperlukan alternatif cara mendeteksi kandungan merkuri dalam krim pemutih secara mudah dan cepat yaitu dengan menggunakan pereaksi pendeteksi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat pereaksi pendeteksi merkuri yang spesifik dan sensitif. Pemiihan pereaksi pendeteksi didasarkan pada reaksi kimia, yaitu yang dapat bereaksi secara spesifik dan memberikan hasil yang khas dengan merkuri, selanjutnya ditentukan uji batas meliputi uji spesifisitas dan sentitivitas. Pereaksi pendeteksi merkuri berbentuk larutan berisi campuran kalium bromida dalam asam asetat dan rhodamin B, spesifik terhadap merkuri dengan membentuk komplek warna ungu bila ditambahkan ke dalam krim yang mengandung merkuri. Batas deteksi pereaksi pendeteksi merkuri secara visual dalam krim merkuri amino klorida warna putih dan pink adalah 500 bpj, untuk krim warna hijau, jingga dan kuning adalah 600 bpj, secara instrumental pada krim warna putih adalah 18,65 bpj. Batas deteksi pereaksi pendeteksi merkuri secara visual dalam krim merkuri klorida warna putih adalah 300 bpj, untuk krim warna hijau dan kuning adalah 200 bpj, secara instrumental pada krim warna putih adalah 14,51 bpj. Kata kunci: pereaksi pendeteksi, merkuri, krim pemutih, kalium bromida, rhodamin B
23
OR-D03
Analisis Proksimat, Asam Amino Dan Profil Protein Sarang Burung Walet Dari Beberapa Wilayah di Indonesia Lina Elfita Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta E-mail:
[email protected] ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan avifauna termasuk burung wallet (Collocalia fuciphaga) yang menghasilkan sarang yang kaya akan nutrisi dan berharga bagi kesehatan manusia. Sebagai negara kepulauan, tidak menutup kemungkinan burung walet bermigrasi dari satu pulau ke pulau lainnya, yang menyebabkan sarang yang dibuat mempunyai nilai nutrisi yang berbeda. Sarang wallet terbuat dari air liur jenis burung Collocalia fuciphaga (sarang putih) dan Collocalia maxima (sarang hitam). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan komposisi nutrisi (analisis proksimat), asam amino dan profil protein sarang burung walet yang dikoleksi dari beberapa wilayah di Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi). Dari hasil analisis proksimat didapatkan hasil sebagai berikut: kadar air, 17,08 - 21,50%; abu, 5,44 – 6,25%, lemak, 0,07 – 0,76%, protein, 51,80 – 56,25%; karbohidrat, 19,56 – 23,60%; kalsium, 647,93 – 711,63 mg/100 g; nitrat, 443,05 – 1051,06 ppm; dan nitrit, 3,11 – 18,28 ppm. Hasil analisa menemukan bahwa sarang burung wallet mengandung 18 jenis asam amino yang terdiri dari 10 asam amino essensial dan 8 asam amino non essensial. Ditemukan juga perbedaan distribusi asam aspartat pada sarang burung walet dari 7 wilayah yang berbeda. Kadar asam aspartat pada sarang burung walet dari Sumatera Barat (SB), Jawa Timur (JT) dan Kalimantan Barat (KB) berkisara antara antara 3,27-4,21%. Angka ini jauh lebih tinggi disbandingkan dengan kadar asam aspartat pada sarang burung wallet dari sementara kadar asam aspartat pada sarang burung walet dari Sumatra Selatan (SS), Jawa Barat (JB), Sulawesi Tengah (ST) dan Sulawesi Tenggara (STR), yang berkisar antara 0,32-0,37%. Hasil analisis protein menggunakan SDS-PAGE menunjukan perbedaan jumlah pita protein pada sarang burung walet yang dikoleksi. Sarang burung walet STR, SS, KB, ST, dan SB memiliki 7 pita protein, sedangkan sarang burung walet JT dan JB masing memiliki 5 dan 8 pita protein. Berat molekul protein sarang burung walet berkisar antara 84,5 – 19,2 kDa. Kata kunci: Sarang burung walet, Pulau-pulau di Indonesia, Analisis proksimat, Asam amino, SDS-PAGE
24
OR-D04
Analisis Simultan Teofilin, Guaifenesin dan Difenhidramin Hidroklorida Dalam Sediaan Eliksir Secara Kromatografi Cair Kinerjatinggi Hayun1,*); Yahdiana Harahap1); dan Maria Olivia Puspasari1) 1) Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia. Email:
[email protected] ABSTRAK Metode KCKT fase terbalik untuk analisis secara simultan teofilin, guaifenesin dan difenhidramin hidroklorida telah dikembangkan dan divalidasi. Kondisi optimum untuk pemisahan pada kolom Kromasil®-C18 (250 x 4,6 mm; 5 µm) diperoleh dengan menggunakan fase gerak metanol-air (1:1, v/v) dengan laju alir 1,0 ml/menit. Panjang gelombang deteksi UV adalah 218 nm. Pada kondisi di atas, waktu retensi teofilin, guaifenesin dan difenhidramin hidroklorida berturut-turut 3,3; 5,3; dan 9,1 menit. Metode divalidasi dengan menentukan presisi, akurasi, spesifisitas, linieritas dan rentang. Hasil-hasil menunjukkan bahwa metode ini memenuhi karakteristik kinerja yang baik dan dapat diterapkan untuk penetapan kadar teofilin, guaifenesin dan difenhidramin hidroklorida dalam sediaan farmasi eliksir dengan hasil memuaskan. Hasil penetapan kadar teofilin, guaifenesin dan difenhidramin hidroklorida dalam sediaan farmasi eliksir berturut-turut 100,41 ± 1,04%; 100,49 ± 0,59% dan 99,72 ± 1,11% dari yang tertulis pada labelnya. Kata kunci: kckt, teofilin, guaifenesin, difenhidramin hidroklorida, eliksir
25
OR-D05
Validasi Metode Penetapan Kadar Rifampisin dalam Plasma secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Endang Lukitaningsih1*, Fathul Jannah1, Arief Nurrochmad1, Anggun Mukti Aji1 Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada Email:
[email protected]
ABSTRAK Kebutuhan obat Rifampisin di Indonesia masih cukup tinggi mengingat kasus tuberculosis masih banyak di jumpai. Oleh karena itu, banyak industri farmasi yang memproduksi obat ini. Obat inovator dari rifampisin telah habis masa patentnya, sehingga memungkinkan industri farmasi untuk membuat obat ”copy”. Obat ”copy” yang baik harus menunjukkan bioavailibilitas dan bioekuivalense dengan obat inovatornya. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji Ba/Be. Laboratorium Terpadu Fakultas Farmasi UGM merupakan salah satu Laboratorium terakreditasi ISO 17025-2008 yang saat ini sedang mengembangkan kemampuannya untuk bisa melayani kebutuhan uji Ba/Be tersebut. Untuk bisa menghasilkan data yang dipercaya kebenarannya, maka perlu melakukan validasi metode analisis obat rifampisin dalam plasma. Metode analisis yang dipilih adalah metode secara Kromatgarfi Cair Kinerja Tinggi-UV dengan kolom C18, dengan terlebih dahulu dilakukan deproteinasi dan ekstraksi obat secara liquid-liquid extraction. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan metode yang dikembangkan diperoleh parameter validasi penetapan kadar rifmpisin dalam plasma sebagai berikut: linieritas yang diekspresikan sebagai kurva baku antara luas area kromatogram (sumbu Y) terhadap konsentrasi rifampisin (sumbu X) memiliki harga R sebesar 0,9992 untuk rentang konsentrasi 20 – 100 ppm dengan persamaan regresi Y = 3x107 X – 165516. Sensitifitas diekspresikan dengan parameter limit of detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ) masingmasing sebesar 0,70 dan 2,30 ppm. Perolehan kembali yang diekspresikan sebagai harga recovery sebesar 96,68 ± 8,06 %. Presisi intra dan inter day yang diekspresikan dengan harga RSD dari seri pengulangan penetapan kadar pada hari yang sama (untuk intra day) dan pada hari yang berbeda (untuk inter day) masing-masing sebesar 2,98 % dan 1,13 %. Keseluruhan parameter validasi tersebut memenuhi persyaratan seperti dalam FDA tahun 2013, sehingga dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut termasuk dalam analisis bioavailabilitas dan bioekuivalensi suatu obat copy rifampisin. Kata kunci: validasi metode, rifampicin, plasma, kromatografi cair kinerja tinggi
26
OR-D06
Perbandingan Metode Spektrofotometri Sinar Tampak Dan Titrasi Kompleksometri Untuk Penentuan Kadar Zink Dalam Sediaan Sirup Juniar Moechtar, Asri Darmawati, Febri Annuryanti Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga ABSTRAK Zink adalah mikronutrien penting yang dapat digunakan untuk suplemen terapi diare pada anak. Untuk menjamin kualitas dan efektifitas sediaan sirup zink, telah dilakukan penetapan kadar zink dalam sediaan sirup menggunakan metode spektrofotometri sinar tampak berdasarkan intensitas warna komplek zink-dithizone dalam pelarut asetonitril:propanol (1:1), dibandingkan dengan penetapan kadar zink berdasarkan titrasi kompleksometri menggunakan indikator EBT. Hasil penetapan kadar zink dalam sampel sediaan sirup dengan menggunakan metode kompleksometri adalah (106.1±0.02) % dari jumlah yang tertera di etiket. Hasil penetapan kadar zink dengan metode kompleksometri ini lebih akurat dari hasil penetapan kadar zink dengan metode spektrofotometri sinar tampak. Kata kunci:
27
OR-D07
Pengaruh Lama Pengukusan terhadap Daya Antioksidan dari Umbi Ketela Rambat Ungu, Jingga dan Kuning (Ipomoea batatas (l.) L.) Kusuma Hendrajaya, Ririn Sumiyati, Azminah Fakultas Farmasi Universitas Surabaya ABSTRAK Dalam penelitian ini dilakukan uji aktivitas daya antioksidan tiga varietas ketela rambat yaitu ketela rambat ungu, jingga dan kuning dengan membandingkan uji ekstrak etanol umbi ketela rambat mentah dan yang telah mengalami pengukusan dengan waktu 20 atau 30 menit dengan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl). Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 70%. Pada pengujian secara kuantitatif dengan metode spektrofotometri tampak, diamati absorbansinya pada panjang gelombang 521,0 nm pada menit ke-5. EC50 untuk umbi ketela rambat ungu mentah, dikukus 20 dan 30 menit adalah 4500.88, 713,19 dan 757,51 bpj. EC50 untuk ekstrak etanol umbi ketela rambat jingga masing-masing adalah 7133,03; 3446,73 dan 1805,02 bpj sementara untuk ketela rambat kuning nilainya adalah 13782,77; 13325,94 dan 6866,66 bpj. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak ketela rambat ungu yang telah dikukus memiliki daya antioksidan tertinggi. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada pengukusan ketela rambat ungu 20 atau 30 menit. Hal ini juga didukung oleh hasil perhitungan statistik dengan uji ANOVA dan BNT. Kata kunci: antioksidan, DPPH, pengukusan, EC50, Ipomoea batatas
28
OR-E01
Analisis Dinamika Molekul Hasil Penambatan Kompleks Α-Glukosidase Dengan Sulochrin Arry Yanuar, Auilia Farkhani Universitas Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRAK Sulochrin telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai inhibitor α-glukosidase. Model tiga dimensi (3D) enzim dikonstruksi berdasarkan struktur kristal α-glukosidase S. solphataricus (MalA) dan sub-unit N-terminal Maltase-Glukoamilase manusia (NtMGAM) menggunakan Modeller9.10. Penambatan sulochrin dilakukan pada dua bentuk konformasi yakni berdasarkan energi terbaik dan klaster terbaik menggunakan Autodock4.2 dan hasilnya menunjukkan nilai ΔG secara berturut-turut yakni -6,90; -6,44 kkal/mol dan Ki= 8,74; 19,13 μM, sebagai kontrol inhibitor α-glukosidase digunakan akarbose, miglitol, voglibose, dan salasinol dengan skor nilai ΔG= -7,80; -7,60; -6,56 dan -4,25 kkal/mol, serta Ki= 2,12; 2,77; 15,75 dan 482,55 μM. Interaksi sulochrin pada situs aktif α-glukosidase manusia dipelajari melalui simulasi dinamika molekul 2 ns menggunakan AMBER 12 dan menunjukkan adanya interaksi kuat dan stabil pada residu Asp587, dibandingkan dengan akarbose yang menunjukkan interaksi dengan residu Asp587, Asp398, Asp511, dan Phe 518, sedangkan voglibose menunjukkan interaksi dengan residu Asp398 dan Asp511. Kata kunci: α-Glukosidase, antidiabetes, sulochrin, pemodelan homologi, simulasi dinamika molekul.
29
OR-E02
Skrining Ribosome Inactivating Proteins (Rips) dari Buah dan Sayur Lokal Indonesia Dan Stabilitasnya Setelah Proses Penyimpanan dan Perebusan Rumiyati, Sismindari, Yulia Damayanti dan Gabriela Kasih Mawarni Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. Email:
[email protected] ABSTRAK Ribosome Inactivating Protein (RIP) adalah protein yang diisolasi dari tanaman yang mempunyai aktivitas N-glikosidase, yaitu mampu memutus ikatan glikosidik Adenin4324 , sehingga menyebabkan terhambatnya sintesis protein. Disamping itu, protein tersebut telah diketahui mempunyai beberapa aktivitas antara lain antivirus, antibakteri, antitumor dan antikanker. Beberapa tanaman di Indonesia telah diketahui mengandung RIP. Untuk itu perlu dilakukan penapisan keberadaan RIP pada beberapa sayur dan buah yang sering dikonsumsi masyarakat. Pada penelitian penapisan RIP dilakukan pada sayur seperti buncis, kacang panjang, kenikir, bayam, leunca, dan buah apel, melon, belimbing, sirsat serta waluh. Disamping itu juga dianalisis efek penyimpanan buah dan perebusan sayur pada stabilitas RIP. Protein dari buah dan sayur diekstraksi menggunakan dapar fosfat. Ekstrak yang diperoleh kemudian di identifikasi terhadap kandungan RIP dengan menggunakan uji aktivitas pemotongan DNA superkoil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelima buah dan sayur yang diteliti mengandung RIP. Seperti ditunjukkan oleh adanya kemampuan memotong DNA superkoil menjadi bentuk sirkuler dan linier. RIP pada buah apel, melon dan belimbing bersifat stabil setelah penyimpanan selama 3 hari di suhu ruangan. Sementara itu dari kelima sayur yang diteliti, hanya RIP dari sayur buncis yang bersifat stabil setelah proses perebusan selama 5 menit. Kata kunci: Ribosome Inactivating Protein (RIP), sayur, buah dan stabilitas RIP.
30
OR-E03
Desain Molekul Boronhafagama Sebagai Pembawa Radioaktif Boron Untuk Terapi Kanker Payudara Hari Purnomo Fakultas Farmasi UGM Email:
[email protected] ABSTRAK Tamoxifen merupakan obat yang relatif lama (pertama kali mendapat approval tahun 1977), yang masih menjadi terapi hormonal standar bagi pasien kanker payudara, khususnya dengan status reseptor estrogen alpha (α) positif. Pemberian tamoxifen direkomendasikan selama 5 tahun atau 2-3 tahun dan dilanjutkan dengan inhibitor aromatase. Kemajuan di bidang radioaktif dan molecular docking memungkinkan untuk menggantikan tamoxifen dengan radioaktif yang dapat membunuh sel kanker secara tidak langsung. Boronhafagama (BHFG) adalah molekul pembawa boron radioaktif yang memungkinkan untuk menjadi solusi terapi kanker payudara. Pendekatan molecular docking menunjukkan skor ikatan BHFG2 dengan reseptor Estrogen alpha (α)( -97.4142) tidak berbeda secara bermakna dengan skor ikatan tamoxifen dengan reseptor Estrogen alpha (α) (-97.5704). Keunggulan senyawa BHFG2 adalah melepaskan boron radioaktif pada sel kanker payudara yang menjadi sasaran tembak sehingga lebih efektif dibanding mekanisme kerja tamoxifen konvensional. Interaksi BHFG2 dengan reseptor estrogen alpha (α) juga lebih kuat dibanding ikatan boronhafagama1, boronphenil , kurkumin , PGV0 dan PGV1 dengan reseptor estrogen alpha (α). Kata kunci: tamoxifen, boronhafagama, kurkumin, PGV0, PGV1
31
OR-E04
Uji Aktivitas In-Silico Senyawa Baru 1-Benzil-3-Benzoilurea Induk dan Tersubstitusi sebagai Agen-agen Antiproliferatif Farida Suhud Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, Jalan Raya Kalirungkut, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia ABSTRAK Studi ini terkait dengan rancangan dan penambatan molekul senyawa baru 1-benzil-3benzoilurea induk dan tersubstitusi sebagai antiproliferatif. Tujuan dari studi ini untuk memprediksi agen antiproliferatif yang lebih poten. Untuk mencapai tujuan tersebut, uji aktivitas in-silico terhadap reseptor 1-UWH dihitung dengan Molegro Virtual Docker 5 dan hidroksiurea digunakan sebagai pembanding. Hasil didapatkan semua senyawa 1-benzil-3benzoilurea induk dan tersubstitusi lebih poten dibandingkan hidroksiurea. Sangat direkomendasikan untuk dilakukan sintesis lebih lanjut semua senyawa 1-benzil-3benzoilurea induk dan tersubstitusi sebagai agen-agen antiproliferatif. Kata kunci: antiproliferatif
1-benzil-3-benzoilurea,
rancangan,
32
penambatan
molekul,
agen-agen
OR-E05
Pembuatan dan Karakterisasi Padatan Kompleks Logam Ni (Ii) - Kloramfenikol – Oksitetrasiklin Ni(CHL)(OTC)Cl2 Ilma Nugrahani Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
Kata kunci:
33
OR-F01
Desain Senyawa Analgetika Baru Hasil Reaksi Antara Para Aminofenol Dengan Beberapa Senyawa Alam M. Kuswandi Tirtodiharjo dan Hari Purnomo. Laboratorum Kimia Medisinal, Fakultas Farmasi, UGM Email:
[email protected] ABSTRAK Parasetamol adalah suatu analgetika yang masih banyak digunakan oleh masyarakat didunia cukup besar, namun terdapat kendala karena parasetamol mempunyai efek samping toksis terhadap hepar. Untuk tujuan itu maka kami telah mendesain beberapasenyawa baru dengan mereaksikan para amino fenol dengan beberapa senyawa alam, antara lain vanilin (KAPHAVAN), eugenol (KAPHAGENOL), sinamaldehid (KAPHALDEHID), sitrulin (KAPHARULIN) dan asam galat (KAPHALAT). Hasil analisis dengan molecular docking PLANTS (Protein Ligands ANTSystem) menunjukkan bahwa semua senyawa baru tersebut mempunyai skor -84 sedangparasetamol -67. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan 5 senyawa baru tersebut mempunyai ikatan dengan reseptor Cox-2 yg lebih kuat dibanding parasetamol, yang bermakna mempunyai aktivitas yg lebih tinggi dibanding parasetamol. Dengan adanya gugus yang lebih nukleofil pada gugus sekitar karbonil diprediksi toksisitas (hepatotoksis) senyawa senyawa baru tersebut lebih rendah dibanding Parasetamol. Kata kunci: modifikasi parasetamol, aktivitas, toksisitas, paraaminofenol, senyawa alam.
34
OR-F02
Aktivitas Larvasida Granul Minyak Daun Jeruk Purut Terhadap Larva Nyamuk Aedes Aegypti Sri Mulyani Didik Fakultas Farmasi UGM ABSTRAK Abatesasi merupakan salah satu cara untuk mencegah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penggunaan abate sebagai larvasida dilaporkan dapat menimbulkan bau yang tidak enak, menyebabkan karatan pada drum penampung air serta ada indikasi dapat menyebabkan terjadinya resistensi terhadap hewan target. Minyak daun jeruk purut diketahui memiliki aktivitas sebagai biopestisida, dan bentuk sediaan granul merupakan bentuk sediaan yang paling sesuai untuk larvasida. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan granul minyak daun jeruk purut dan menentukan nilai LC50, LC90 terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Granul minyak daun jeruk purut dibuat dengan menggunakan bahan pengisi laktosa dan pengikat CMC-Na. Aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Ae. aegypti instar III dilakukan dengan membuat 5 seri konsentrasi granul, yang masing-masing diujikan terhadap 20 ekor larva dan dibiarkan terpapar selama 24 jam. Percobaan dilakukan 3 kali, jumlah larva yang mati dihitung, dan dianalisis dengan analisis probit modifikasi Finney, untuk menentukan nilai LC50 dan LC90. Hasil penelitian menunjukkan granul yang dibuat memiliki aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Ae. aegypti instar III dengan LC50 sebesar 39,58 ppm dan LC90 sebesar 79,43 ppm. Kata kunci: jeruk purut, granul, larvasida, Ae. aegypti.
35
OR-F03
Uji Aktivitas Antiseptik Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Purut (Citrus Hystrix D.C) Dalam Prodak Deodoran Roll On Taty Rusliati Rusli Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah pemanfaatan secara komersial tanaman obat Indonesia yaitu kulit buah jeruk purut sebagai prodak Deodorant Roll On untuk antiseptik yang berefek bakterisid. Target khususnya adalah menghasilkan formula deodorant roll on yang stabil secarafisik, kimia dan mikrobiologi serta keamanan produk Deodorant Roll On berdasarkan ujiiritasi. Pada tahap awal penelitian dibuat minyak atsiri dari kulit buah jeruk purut yang diuji mutu fisik, kimia dan antiseptik. Uji mutu minyak atsiri dengan penetapan parameter fisik (Identitas, Organoletik, Kelarutan), uji antiseptik dilakukan secara in vitro dengan metode Difusi Agar. Selanjutnya dibuat sediaan formula Deodorant Roll On dengan variasi thickening agent yaitu HPC-m dan karbomer 940, prodak yang dihasilkan diuji mutu fisik, kimia, uji stabilitas dipercepat dan uji antiseptik In Vitro serta uji iritasi pada Panelis. Uji antiseptik In Vitro terhadap bakteri Staphylococcus aureus memiliki aktivitas pada konsentrasi 1 – 7% dengan diameter daerah hambat berkisar 4,0 – 12,0 mm. Hasil uji stabilitas dipercepat suhu kamar dan 40oC terhadap sediaan dihasilkan organoleptik dengan warna putih kekuningan, bau khas jeruk purut dan pH 4,54 – 5,11, uji daya hambat pada sediaan deodorant dengan thickening agent HPC-m sebesar 10,90 – 12,26 mm sedangkan dengan thickening agent karbomer 940 tidak memiliki ativitas pada bulan ke-3, serta uji iritasi pada panelis tidak menimbulkan iritasi. Kata kunci: minyak atsiri kulit buah jeruk purut, antiseptik, Staphylococcus aureus, deodorant Roll On
36
OR-F04
Aktivitas Antiproliferasi Pada Sel Widr Dan Antimikroba Senyawa 1,5-Bis(3’-Etoksi4’-Hidroksifenil)-1,4-Pentadien-3-on (EHP) Esti Mumpuni 1, Arief Nurrochmad 2, Harno Dwi Pranowo2, Umar Anggara Jenie 2 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta1 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta2 Emali:
[email protected] ABSTRAK Senyawa 1,5-bis(3’-etoksi-4’-hidroksifenil)-1,4-pentadien-3-on (EHP) adalah analog kurkumin. Sintesis dan elusidasi struktur senyawa tersebut sudah dilaporkan. Seperti halnya kurkumin, senyawa ini diharapkan potensial mempunyai aktivitas antikanker atau antimikroba. Telah dilakukan uji antiproliferasi terhadap sel kanker kolon WiDR dan uji antimikroba. Hasil uji senyawa EHP memberikan aktivitas antiproliferasi sel dengan nilai IC50 91,18 bpj. Kadar hambat minimum senyawa terhadap mikroba Staphylococcus aureus (ATCC 25923), Escherichia coli (ATCC 25922), Salmonella typhi (ATCC 14028) 0.063 bpj dan diameter daerah hambat minimum pada Staphylococcus aureus sebesar 11 mm. Kata kunci: sitotoksik, antimikroba, EHP
37
OR-G01
Toksisitas dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 70% dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Eka Putri, Yardi, Erwin Prawirodiharjo UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Toxicity effect and antioxidant activity of 70% ethanolic extract and aqueous extract of kayu jawa (Lannea coromandelica) stem bark have been studied. Kayu Jawa stem bark was collected on February 2014 from Watampone, Kabupaten Bone, South Sulawesi. 70% ethanolic exctract was obtained by maceration method, whereas aqueous extract was obtained by decoction method. Antioxidant activity was tested by DPPH (2,2 Diphenyl-1 Picrylhydrazyl) method with vitamin C as a positive control. The result of antioxidant activity showed that AAI (Antioxidant activity index) value of 70% ethanolic extract, aqueous extract, and vitamin C were 3,6792 (very strong); 0,0667 (weak); dan 9,6254 (very strong) respectively. Toxicity was done by using Brine shrimp lethality test (BSLT) method. The result of toxicity test which was computed by probit method showed that aqueous extract didn’t have toxic activity with LC50 value 3.171 ppm, whereas 70% ethanolic extract showed toxic activity with LC50 value 23,774 ppm. Based on this study, 70% ethanolic extract of kayu jawa (Lannea coromandelica) bark was thought to have anticancer potential. Keywords: Kayu jawa (Lannea coromandelica) stem bark, antioxidant, DPPH, AAI, toxicity, BSLT, LC50
38
OR-G02
Kajian Etnobotani dan Fitokimia Tumbuhan Pakis Sumatera Nova Syafni, Hernawati, Deddi Prima Putra, Amri Bakhtiar dan Dayar Arbain Fakultas Farmasi/Laboratorium Biota Sumatera Universitas Andalas email:
[email protected] ABSTRAK Sebagai tidak lanjut kajian senyawa bioaktif yang berasal dari tumbuhan Sumatera umumnya1 dan dari paku-pakuan khususnya2 telah dilakukan survey etnobotani paku-pakuan ini diberbagai lokasi di Propinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi yang dilanjutkan dengan uji bioaktifitas antimikroba terhadap berbagai mikroba patogen manusia diantaranya Escherichia coli ATCC 25922 NCTC 1224, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Vibrio cholera Inaba dan Salmonella thypimurium ATCC 14028 NCTCC 12023 dan Salmonella thyphosa NCTC 786. Secara tradisional pakis ini banyak digunakan sebagai obat demam dan sakit kepala. Terlihat juga adanya perbedaan penggunaan tradisional ini pada daerah yang berbeda seperti antidiare, bisul, antidote, penyakit kulit dan lain sebagainya. Dari kajian ini terlihat bahwa paku resam (Gleichenia lianearis [Burm.] Clarke), paku sayur (Diplazium esculentum [Retz.] SW.), paku lipan (Blechnum orientale L.) dan paku ruman (Trichomanes chinense L.) merupakan pakis yang umum dikenal dan digunakan di masyarakat. Kajian antimikroba ekstrak dan kandungan kimia senyawa hasil isolasi dari beberapa pakis Sumatera akan didiskusikan. Kata kunci: pakis, antimikroba, etnobotani, fitokimia, Sumatera
39
OR-G03
Senyawa Antibakteri dari Bakteri Staphylococcus sp. (C1) yang Berasosiasi dengan Spon Laut Haliclona fascigera Dian Handayani, Desi Elfira dan Harrizul Rivai Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Kampus Limau Manis Padang 25163. Email:
[email protected] ABSTRAK Dalam penelitian berkelanjutan kami untuk mencari agen antimikroba (antibiotik) dari mikroorganisme, bakteri endofit dari spon laut Haliclona fascigera diisolasi menggunakan metode pengenceran dan metode tuang pada media NA. Berdasarkan ciri morfologi, salah satu spesies bakteri endofit yang aktif telah diisolasi dan diidentifikasi dari spons. Bakteri tersebut termasul genus Staphylococcus spp. Dua senyawa murni, B1 dan E1 telah diisolasi dari fraksi etil asetat dari bakteri ini. Isolasi senyawa antimikroba dilakukan dengan metode kromatografi. Senyawa B1 berwujud minyak kekuningan (21 mg) dan dapat menghambat bakteri patogen Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada 0125% Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dengan metode difusi agar. Senyawa E1 berwujud minyak kekuningan (31 mg), namun itu tidak menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Kata Kunci: bakteri endofit, Antimikroba dan spon laut Haliclona fascigera.
40
OR-G04
Perbandingan Aktivitas Antioksidan Dan Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme (lodd.) Blume) dengan Metode Spray Drying Dan Freeze Drying Yuanahara Farida & Erma Wanda Mundari Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Email:
[email protected] ABSTRAK Keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) adalah salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk pengobatan alternatif sebagai antikanker. Telah dilakukan penelitian aktivitas antioksidan dengan metode peredaman radikal bebas DPPH dan toksisitas dengan metode BSLT terhadap ekstrak etanol yang dikeringkan menggunakan spray dryer dan freeze dryer. Serbuk daun keladi tikus dimaserasi menggunakan etanol 50, 70, dan 96%, kemudian dipekatkan dengan rotavapor, selanjutnya dikeringkan menggunakan spray drying dan freeze drying. Ekstrak kental dan kering di uji aktivitas antioksidan dan toksisitasnya, selanjutnya nilai IC50 dan LC50 yang diperoleh diuji secara statistik dengan metode ANOVA. Hasil uji aktivitas antioksidan maupun toksisitas tertinggi diperoleh dari ekstrak etanol 70% hasil freeze drying dengan nilai IC50 sebesar 38,57 bpj untuk uji aktivitas antioksidan dan nilai LC50 sebesar 17,46 bpj untuk uji toksisitas secara BSLT. Berdasarkan uji ANOVA diperoleh hasil bahwa perlakuan metode pengeringan memberikan perbedaan secara nyata pada nilai LC50 dan IC50, sedangkan perbedaan konsentrasi hanya dapat mempengaruhi nilai IC50 secara nyata. Kata kunci: Keladi tikus (Typhonium flagelliforme), antioksidan, BSLT, freeze drying, spray drying
41
OR-G05
Aktivitas Antioksidan Lecythophora sp., Jamur Endofit yang Diisolasi dari Alyxia reinwardtii bl Noor Erma N. Sugijanto Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Email:
[email protected] ABSTRAK Latar belakang: Jamur endofit merupakan sumber metabolit yang mempunyai arti ekonomi penting dalam bidang farmasi dan pertanian untuk produksi enzim, bahan obat dan bahan biologis lainnya. Beberapa jenis jamur endofit telah diisolasi dari Alyxia reinwardtii BL, salah satunya diidentifikasi sebagai Lecythophora sp. strain 30.1 and 30.5. Tujuan penelitian ini menentukan aktivitas antioksidan dari ekstrak jamur endofit Lecythophora sp. strain 30.1 and 30.5. Metode: Jamur dikultivasi di labu Erlenmeyer 300 mL yang mengandung malt extract broth (15 g/L), pH 6.5 pada temperature kamar selama 4 minggu. Kultur disaring dan cairannya diekstraksi dengan etil asetat. Residunya diekstraksi dengan metanol dilanjutkan dengan n-heksan dan n-butanol dan diuapkan pada 35 oC. Ekstrak diuji aktivitas antioksidannya dengan reagen DPPH. Hasil: Semua ekstrak menunjukkan aktivitas antioksidan/free radical scavenging activity dengan metode DPPH. Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan metabolite-metabolite yang dihasilkan jamur endofit Lecythophora sp yang diiisolasi dari Alyxia reinwardtii berpotensi sebagai sumber senyawa antioksidan alami. Kata kunci: Aktivitas Antioksidan, Lecythophora sp., Fungi Endofit, Alyxia reinwardtii BL.
42
OR-G06
Aktivitas Antioksidan dan Antiinflamasi Tumbuhan Paku Indonesia, Nephrolepis falcata dan Pyrrosia lanceolata Ismiarni Komala, Azrifitria, Yardi, Finti Muliati, Maliyathun Nikmah Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Indonesia Email:
[email protected] ABSTRAK Telah lama diketahui bahwa inflamasi merupakan salah satu gejala dari penyakit infeksi. Perkembangan penelitian secara molekular dan epidemiologi ternyata menunjukkan bahwa inflamasi tidak hanya berhubungan dengan penyakit infeksi, tetapi berhubungan juga dengan penyakit non infeksi lainnya seperti kanker, tumor, kerusakan sistem syaraf pusat, asma, dan arterosklerosis. Untuk beberapa kasus, obat antiinflamasi juga efektif dalam mengobati penyakit yang terjadi akibat dari inflamasi kronik. Pada kondisi tertentu, inflamasi telah diketahui dapat dimediasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh metabolit oksigen reaktif, sehingga suatu senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan juga berpotensi untuk dikembangkan menjadi senyawa antiinflamasi. Nephrolepis falcata dan Pyrrosia lanceolata merupakan jenis tumbuhan paku-pakuan yang mudah tumbuh di Indonesia. Nephrolepis falcata biasa ditemukan sebagai tumbuhan hias sedangkan Pyrrosia lanceolata merupakan tumbuhan liar yang belum termanfaatkan oleh masyarakat di Indonesia. Uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH mengindikasikan bahwa ekstrak etanol dari kedua jenis tumbuhan paku ini memiliki aktivitas antioksidan. Studi lebih lanjut untuk mengeksplorasi potensi antiinflamasi dari tumbuhan paku ini dilakukan dengan menguji aktivitas antidenaturasi protein dari ekstraknya. Antidenaturasi protein merupakan salah satu alternatif metoda yang dapat digunakan dalam studi pendahuluan penentuan aktivitas antiinflamasi suatu senyawa. Hasil pengujian aktivitas antidenaturasi menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dan metanol dari masing-masing tumbuhan paku ini memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai sumber senyawa antiinflamasi. Data lengkap aktivitas antioksidan dan antiinflamasi dari tumbuhan paku Nephrolepis falcata dan Pyrrosia lanceolata akan kami tampilkan dalam presentasi ini. Kata kunci: Antioksidan, antiinflamasi, antideanturasi protein, Nephrolepis falcata dan Pyrrosia lanceolata
43
OR-G07
Transformasi Amorphadiene Synthase (Ads), Gen Kunci Dalam Biosintesis Artemisinin dari Artemisia Annua Elfahmi1*, Nofiayni Safitri1, Agus Chahyadi1, Fani Mutia Chayani1, Syaikhul Aziz1, Tati Kristanti1, Sony Suhandono2 1 Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung 2 Sekilah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, ABSTRAK Malaria merupakan penyakit dengan prevalensi tinggi di dunia. Salah satu obat yang digunakan untuk pengobatan penyakit malaria adalah artemisinin yang diisolasi dari tanaman Artemisia annua L. dan direkomendasikan oleh WHO sebagai pilihan utama dalam kombinasi yang dikenal dengan ACTs (artemisinin-based combined therapies). Disebabkan kadar artemisinin dari tanaman A. annua yang rendah maka upaya untuk meningkatkan kadar tersebut telah dilakukan dengan berbagai pendekatan, salah satunya dengan pendekatan bioteknologi. Salah satu enzim kunci dari biosintesis yaitu amorpha-4,11-diene synthase (ads), merupakan salah satu target yang dikaji dalam meningkatkan kadar artemisinin dari tanaman Artemisia annua. Dengan meningkatkan level ekspresinya. Tujuan penelitian ini adalah mentransformasi gen ads pada tanaman A annua dengan bantuan Agrobacterium tumefaciens dalam upaya meningkatkan kadar artemisinin. Transformasi A. annua yang dimediasi oleh Agrobacterium dengan membawa pCAMBIA 1303-ads telah berhasil dilakukan. Hasil analisis ekpresi transien glucoronidase (GUS) sebagai marker untuk mengidentifikasi terjadinya transformasi menunjukkan bahwa efisiensi transformasi pCAMBIA 1303-ads lebih tinggi disbanding pCAMBIA 1303 kosong. Analisis histokimia menunjukkan bahwa transformasi ads telah berhasil dilakukan ke tanaman dan kultur akar A. annua dan meningkatkan kadar artemisinin Kata kunci: ads, p19, Artemisia annua L., Agrobacterium tumefaciens, malaria, artemisinin
44
OR-H02
Viabilitas Yeast Termotoleran dan Etanol-Toleran Untuk Fermentasi Etanol dengan Variasi Kadar Gula dalam Mollase Umi Marwati 1) Muchamad Sofy 2) 1 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta 2 Lab.Mikrobiologi. PT. Himikarta. Malang ABSTRAK Yeast merupakan agen biologis fermentasi etanol. Dalam industry etanol yang efektif dan efisien, kemampuan toleransi berbagai stres lingkungan merupakan salah satu kriteria penting untuk memilih strain yeast. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui viabilitas selsel yeast isolate T-1 yang telah diketahui merupakan yeast thermotoleran dan alcohol-toleran dalam berbagai variasi kadar sucrose dalam molase pada kondisi kultur, seperti variasi suhu, variasi kadar etanol dan variasi pH medium. Penelitian ini dilakukan dengan menghitung prosentase jumlah sel yang beraktivitas selama 72 jam proses fermentasi dan pengukuran kadar etanol. Terdapat perbedan viabilitas sel pada berbagai perlakukan. Viabilitas terbaik diperoleh dari sel yang dikulturkan dalam medium sucrose dalam molase dengan pH 5, suhu fermentasi 300C, dengan kadar etanol 10%. Kata kunci: yeast, etanol-toleran, termotoleran, mollase
45
OR-H03
Analisis Filogenetik dan Kajian Fitokimia terhadap Lichen Sumatra: Stereocaulon halei dan S. montagenanum Friardi Ismed1,3, Françoise Lohézic Le-Dévéhat1, Annie Guiller2, Amri Bakhtiar3 and Joel Boustie1 1 UMR CNRS 6226 ISCR, Produits Naturels, Synthèses et Chimie Médicinale, 2 UMR CNRS 6553 ECOBIO, Stratégies Evolutives et Dynamique Spatiale des Populations, Univ. Rennes 1, France, 3 Faculty of Pharmacy, Andalas University, Indonesia. Email:
[email protected] ABSTRAK Dua species fruticose lichen genus Stereocaulon yang dikoleksi dari Gunung Singgalang, Sumatera Barat yaitu Stereocaulon halei dan S. montagneanum menjadi fokus pada penelitian ini. Kedua spesies yang hampir mirip secara morfologi ini dibedakan dengan analisis mikroskopik dan filogenik. Hasil analisis menyatakan bahwa kedua lichen tersebut berbeda pada subseksinya yaitu Holostelidium dan Aciculisporaea. Dari kajian fitokimia terhadap kedua spesies ini, telah diisolasi senyawa depside Atranorin (1) dan beberapa monoaromatik fenol. Untuk kelompok senyawa depsidon terjadi perbedaan, asam lobarat (2) hanya diperoleh dari S. halei sedangkan asam stiktat dari S. montagneanun sebagai senyawa utamanya (>1% dari berat kering) bersama dengan empat senyawa depsidone lainya yaitu asan peristiktat (4), asam kriptosiktat (5), asam menegazziat (6) and asam norstiktat (7). Kata kunci: lichen, Holostelidium, Aciculisporaea, depside, depsidone
46
OR-H03
Perbedaan Tempat Tumbuh Pacing (Costus Speciosus) Terhadap Kandungan Senyawa Fenolik Dan Diosgenin Ika Puspita Sari, Andayana Puspitasari, Irfan Muris Setiawan, Triana Hertiani, Siti Rahayu, Ainun Yasinta Ronawa Fakultas Farmasi UGM Email:
[email protected] ABSTRAK Ekstrak Pacing (Costus speciosus) mampu menurunkan jumlah dan motilitas sperma pada mencit, serta meningkatkan persentase sperma yang abnormal secara terbalikkan. Mekanisme antifertilitas yang diakibatkan oleh ekstrak etanol herba Pacing (HP) kemungkinan adalah gangguan penghambatan hormon testosterone pada sel Leydig. Tikus jantan yang mendapat HP menyebabkan kebuntingan betina 20%. Salah satu kekhawatiran pria dalam mengkonsumsi obat KB adalah munculnya gangguan libido. Pemberian HP pada dosis 275 mg/kg berat badan terbukti tidak mempengaruhi aktivitas seksual hewan uji jantan. HP mengandung senyawa fenolik dan diosgenin yang diduga menyebabkan aktivitas antifertilitas. Perbedaan kondisis tempat tumbuh berpengaruh terhadap kadar senyawa aktif termasuk senyawa fenol dan diosgenin. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan kondisi tempat tumbuh di 2 lokasi yaitu Sleman dan Klaten terhadap kandungan senyawa fenol dan diosgenin pada daun dan rimpang Pacing. Pengumpulan daun dan rimpang dilakukan selama bulan April hingga Agustus. Kedua bahan dicuci bersih dan dibuat simplisia dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C, kemudian diserbuk dengan ukuran saringan mesh 30. Simplisia diekstraksi secara maserasi dengan menggunakan pengadukan yang konstan menggunakan shaker selama 16 jam kemudian disaring dan diuapkan. Ekstrak yang diperoleh dihitung rendemennya dan ditentukan kadar senyawa fenol dengan spektrofotometri sementara diosgenin dengan HPLC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan kondisi tempat tumbuh dengan kelembaban udara di Sleman berkisar 68 sedangkan Klaten 91 ditemukan kadar senyawa aktif yang berbeda (pH dan intensitas cahaya kedua lokasi mirip). Kadar senyawa fenol dan diosgenin pada rimpang umunya jauh lebih besar dibanding pada daun di kedua lokasi yaitu sekitar 10 kali lipat (p≤0,05). Kata kunci: lokasi tumbuh, Pacing, senyawa fenol, diosgenin
47
OR-H04
Efek Hepatoprotektif Ekstrak Rosella (Hibiscus Sabdariffa, L) Melalui Peningkatan Aktivitas Dan Ekspresi Glutathion-S-Transferase (Gst) Pada Tikus Yang Diberi Perlakuan Dimethyl Benz-A-Anthracene (DMBA) Nurkhasanah, Laela Hayu Nurani, Zainur Rahman Hakim Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Email:
[email protected] ABSTRAK Radikal bebas dalam tubuh dapat mengakibatkan kerusakan seluler, jaringan, dan genetik (mutasi). Enzim-enzim antioksidan telah tersedia di dalam tubuh., tetapi dalam kondisi oksidan yang berlebih tubuh memerlukan antioksidan exogen. Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan salah satu tanaman yang telah dilaporkan sebagai antioksidan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak rosela (Hibiscus Sabdariffa L): terhadap aktivitas enzim GST dan pengaruhnya sebagai hepatoprotectif. pada tikus yang diberi perlakuan DMBA. Hewan uji sebanyak 25 ekor dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok I adalah baseline, kelompok II adalah kelompok kontrol negatif, kelompok III, IV dan V adalah kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak rosela (EEKBR) dengan variasi dosis 10, 50 dan 100 mg/kgBB/hari selama 35 hari. Pada hari ke 36 diberikan DMBA dosis 75 mg/kgBB singledose. Hewan uji diambil darahnya melewati (plexus orbitalis) seminggu kemudian. Aktivitas SGPT, SGOT diukur dengan DIasys kit menggunkan metode kinetic, aktivitas GST diukur dari homogenate hati dengan metode CDNB. Ekspresi gen GST diamati menggunakan RT-PCR dan diamati peningkatan ekspresinya secara kualitatif. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak rosella meningkatkan aktivitas GST, dan menurunkan aktivitas SGPT dan SGOT secara signifikan. Pengamatan RT-PCR menunjukkan perlakuan ekstrak rosella meningkatkan ekspresi GST. Kata kunci: Hibiscus sabdariffa, rosella, SGPT, SGOT, GST
48
OR-H05
Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder Lichen Stereocaulon Halei Lamb Dari Gunung Singgalang Dan Uji Aktivitas Antimikroba Serta Potensi Sebagai Anti Tuberkulosis Sri Hartati, Friardi Ismed, Rama Mulyadi, Hanif E. Putra, Naura P. Vidian, Deddi P. Putra Email:
[email protected] Fakultas Farmasi, Universitas Andalas ABSTRAK Lichen Sumatera Stereocaulon halei Lamb, yang dikoleksi di Gunung Singgalang, Sumatera Barat, diteliti untuk mengetahui kandungan fitokimia, aktivitas antimikroba dan antituberkulosis. Thallus kering S. halei Lamb (1 Kg) dimaserasi bertingkat; pertama menggunakan n-heksan, dilanjutkan dengan etil asetat (EtOAc) dan aseton, terakhir dengan metanol. Tiap maserat dipekatkan secara in vacuo. Fraksi etil asetat (10 g) dikromatografi menggunakan fasa diam silica gel 60 dan eluen kepolaran bertingkat (n-heksan, etil asetat, metanol). Diperoleh 3 isolat murni yaitu atranorin (1) (4 g), asam lobarat (2) (1.1 g) dan metil orsinol karboksilat (3) (0.13 g). Setiap fraksi dan isolat diuji aktivitas anti mikroba menggunakan metode difusi agar pada bakteri gram positif (S. aureus, E. faecalis) dan bakteri gram negative (E. coli, S. thyphosa, S. thypomorium, dan P. aureginosa. Aktivitas anti-TB diuji terhadap pertumbuhan bakteri M.tuberculosis H37Rv menggunakan media Lowenstein Jensen. Asam lobarat dan atranorin memberikan aktivitas yang besar dalam menghambat bakteri S. aureus dan M. tuberculosis H37Rv. Kata kunci: Isolasi, Lichen, Stereocaulon halei Lamb, Anti-TB, antimikroba,
49
OR-H06
Penapisan Senyawa Antikanker Dari Batang Brotowali (Tinospora crispa) Dan Uji Aktivitas Pada Kultur Sel Widr Warsinah dan Harwoko Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Email:
[email protected] ABSTRAK Kanker merupakan penyakit degeneratif yang menjadi ancaman utama dibidang kesehatan karena kejadian dan kematian penderita setiap tahun meningkat, kanker kolon adalah salah satu jenis kanker. Upaya pengatasan kanker dengan kemoterapi belum memberikan hasil yang memuaskan karena menimbulkan efek samping seperti mual, rambut rontok bahkan timbul resistensi sel, sehingga pencarian senyawa baru antikanker dari bahan alam terus digalakkan. Brotawali (Tinospora crispa) merupakan tanaman yang telah dimanfaatkan secara tradisional untuk mengobati penyakit gastroenteritis dan kanker. Tujuan penelitian ini adalah melakukan penapisan dengan cara ekstraksi dan dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis untuk nelihat profil senyawa dan melakukan uji aktivitas sitotoksik dan induksi apotosis dari ekstrak tersebut. Ekstraksi batang brotowali dilakukan dengan maserasi menggunakan etanol kemudian di fraksinasi dengan n-heksan, kloroform, etilasetat berdasarkan tingkat polaritas dan dilanjutkan kromatografi lapis tipis menggunakan fase diam silica gel GF 254 dan fase gerak campuran, spot yang ada dilihat dibawah UV 254 nm dan 366 nm serta disemprot dengan reagen penampak noda. Ekstrak dan fraksi kemudian diuji aktivitas sitotosiknya dengan metode MTT dan induksi apoptosis dengan metode double staining dan flowcytometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanolik mengandung senyawa flavanoid, fenolik dan alkaloid. Ekstrak mempunyai efek sitotoksik IC50 sebesar 314 µg/ml dan fraksi F3 sebagai fraksi aktif mempunyai efek sitotoksik dengan IC50 sebesar 146 µg/ml. Pada konsentrasi 25 µg/ml fraksi mampu menginduksi apoptosis sebesar 28,9 %, kontrol sel 17,90% dan doxorubicin 63,12%. Pemacuan apoptosis ditunjukkan dengan adanya warna orange dan terjadinya banyak badan apoptosis pada sel Widr dengan perlakuan ekstrak yang lebih banyak dibandingkan dengan kontrol sel. Kata kunci: Ekstraksi, Tinospora crispa, aktivitas, anticancer, sel Widr
50
OR-H07
Aktivitas Antipathogen dari Ekstrak Daun Ricinus Communis Erna Prawita S, Sylvia T. Utami., Novia Dani A Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ABSTRAK Meningkatnya prevalensi resistensi antibiotik karena infeksi mikroba telah memicu pencarian antibiotik baru. Proses ini membutuhkan waktu lama dan biaya mahal. Pendekatan alternatif lain adalah mengganggu mekanisme yang mempromosikan ketahanan, daripada mencoba untuk membunuh bakteri (obat antipathogenik). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antipathogenik ekstrak daun Ricinus communis dalam menghambat produksi pigmen pyoverdin, salah satu faktor virulensi Pseudomononas aeruginosa. Daun Ricinus communis diserbuk dan dimaserasi menggunakan berbagai pelarut. Masing-masing fraksi ekstrak yang diperoleh diuji lebih lanjut untuk aktivitas antibakteri terhadap S. aureus ATCC 29213, E. coli ATCC 25922, dan untuk aktivitas penghambatan produksi pigmen pyoverdin oleh P. aeruginosa ATCC 27853. Fraksi etil asetat R. communis terbukti memiliki aktivitas penghambatan terhadap E. coli (MIC 50 = 15,63 mg / mL) dan S. aureus (3,37 mg / mL). Fraksi air R. communis menunjukkan aktivitas kurang menghambat pertumbuhan E. coli (MIC 50 = 18,64 mg / mL) dan S. aureus (8.23 mg / mL). Kedua fraksi yang ditemukan tidak memiliki aktivitas dalam menghambat produksi pigmen Pyoverdin P. aeruginosa ATCC 27853 Kata kunci: Ricinus communis, S. aureus ATCC 29213, E. coli ATCC 25922, antipathogenic, P. aeruginosa ATCC 27853
51
OR-I01
Model Indonesia Breast Cancer Health Related Quality Of Life Untuk Pengukuran Kualitas Hidup Dan Cost Utility Analysis Penderita Kanker Payudara Operable Di Rs Kanker Dharmais Agusdini BS, Iwan Dwiprahasto, Jarir At Thobari, Ronnie Rivany, dan Teguh Aryandono ABSTRAK Penggunaan protokol kemoterapi kanker payudara operable di Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) sebagian besar menggunakan protokol kemoterapi FluorouracilAdriamicyn-Cyclophosphamid (FAC) dan Taxane base. Keefektifan kedua terapi ini hanya diukur dari hasil keluaran secara fisik seperti sembuh dari penyakit, kematian, angka kesakitan dan angka kekambuhan. Namun, kualitas hidup juga harus diperhatikan. Sementara itu, alat ukur kualitas hidup yang sudah ada tidak mengakomodasi budaya Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model pengukuran status kesehatan yang mengarah pada kualitas hidup penderita kanker payudara Indonesia (INA-BCHRQoL) dan diaplikasikan pada cost utility analysis pada penderita kanker payudara operable yang memperoleh kemoterapi FAC dan kemoterapi berbasis Taxan. Rancangan penelitian ini adalah eksploratif dan konfirmatif. Responden merupakan seluruh penderita kanker payudara operable yang telah dioperasi, dikemoterapi adjuvant FAC dan berbasis Taxan, serta diradiasi mulai Januari 2011 – Desember 2012. Perhitungan biaya meliputi biaya langsung dan tidak langsung. Pengukuran quality of life dilakukan dengan memetakan lima atribut kuesioner ke EQ5D Calculator. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara skor kualitas hidup dan utility pada responden yang mendapatkan kemoterapi FAC dan Taxan. Terdapat perbedaan bermakna utility pada kelompok kemoterapi Taxan. Kemoterapi berbasis FAC lebih cost effective/utility dibandingkan denganTaxan. INA-BCHRQoL dapat digunakan untuk mengukur status kualitas hidup penderita kanker payudara di Indonesia. Kata kunci: kanker payudara, INA-BCHRQoL, cost QALY FAC dan Taxan
52
OR-I02
Pola Peracikan Krim Salisilat Di Beberapa Apotek Di Jakarta Lungguk Hutagaol1, Hesti2 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta ABSTRAK Krim mengandung asam salisilat banyak diresepkan oleh dokter berupa racikan, umumnya sediaan jadi krim dengan asam salisilat. Dalam prakteknya, diduga bahwa cara pencampuran yang dilakukan di beberapa apotek tidak sesuai dengan aturan meracik yang kemungkinan menyebabkan sediaan menjadi tidak homogen. Penelitian dilakukan untuk melihat apakah cara pencampuran yang dilakukan di apotek sudah memenuhi syarat homogenitas. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menebus resep yang sudah disiapkan berisi krim “X” ditambah Asam salisilat. Resep ditebus di 5 wilayah DKI Jakarta dengan kriteria apotek ramai dan apotek tidak ramai, kemudian diuji homogenitasnya pada bagian atas, tengah dan bawah sediaan. Uji homogenitas menggunakan uji kadar asam salisilat dan distribusi partikel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa krim asam salisilat racikan apotek tidak memenuhi syarat homogenitas. Terdapat perbedaan homogenitas antara krim racikan apotek ramai dengan yang tidak ramai. Kata kunci: Krim racikan, pola peracikan, homogenitas
53
OR-I03
Pengembangan Kuisioner untuk Mengukur Tingkat Pengetahuan Sikap dan Tindakan Masyarakat Terkait Asma, Hipertensi, Demam Berdarah dan Tuberkulosis Paru Titien Siwi Hartayu Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ABSTRAK Kuisioner merupakan alat ukur psikososial yang sering digunakan dalam penelitian terkait kesehatan masyarakat. Kuisioner dapat digunakan untuk mengukur jika memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Penelitian ini untuk menyusun kuisioner yang siap pakai dalam pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terkait dengan penyakit Asma, Hipertensi, Demam berdarah (DHF), dan Tuberkulosis (TBC) Paru. Penelitian eksperimental dengan cross sectional design, melibatkan 565 respoden dengan kriteria inklusi penduduk kecamatan Depok, Sleman Yogyakarta, bersedia mengikuti kegiatan dan tidak mempunyai latar belakang pendidikan terkait kesehatan. Pemilihan responden menggunakan metode purposive sampling. Uji validitas isi dilakukan oleh ahli di bidangnya yaitu dokter dan apoteker. Uji pemahaman bahasa oleh masyarakat dengan karakteristik yang sama dengan calon responden. Uji reliabilitas menggunakan metode Cronbach alpha. Uji reliabilitas diawali dengan seleksi aitem. Untuk aitem pengetahuan mengunakan uji korelasi Point Biserial, sedangkan untuk sikap dan tindakan menggunakan uji Pearson Product Moment. Nilai α > 0.60 dinyatakan reliable. Hasil penelitian menunjukkan ada 20 aitem pengetahuan ( α = 0.618), 17 aitem aspek sikap ( α = 0.635) d an 14 aitem aspek tindakan (α 0.627) untuk asma; 21 aitem aspek pengetahuan (α = 0.686), 15 aitem aspek sikap (α = 0.684) dan 15 item aspek tindakan (α = 0.684) untuk hipertensi; 20 aitem aspek pengetahuan (α = 0.638), 15 aitem aspek sikap (α = 0.689), 15 aitem aspek tindakan (α = 0.688) untuk DHF; 24 aitem aspek pengetahuan (α = 0.607), 15 aitem aspek sikap (α = 0.664) dan 15 aitem aspek tindakan (α = 0.697) untuk Tuberkulosis Paru. Dengan demikian maka kuisioner yang tersusun telah valid dan reliable sehingga siap digunakan. Kata kunci: pengetahuan, sikap, tindakan, kuisioner, validitas, reliabilitas, hipertensi, asma, DHF, TBC
54
OR-I04
Model Kolaborasi Apoteker-Bidan Pada Program Revitalisasi Posyandu Dalam Mendukung Pencapaian SDG 2030 Anita Purnamayanti Fakultas Farmasi Universitas Surabaya Email:
[email protected] ABSTRAK Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang telah ditetapkan pada tahun 2014, mensyaratkan pelayanan kefarmasian dipimpin oleh seorang Apoteker. Pelayanan kefarmasian meliputi kegiatan yang bersifat manajerial, dan pelayanan farmasi klinik. Salah satu jenis pelayanan farmasi klinik yang dilaksanakan adalah Informasi Obat melalui kegiatan penyuluhan untuk pasien rawat jalan dan rawat inap, serta untuk masyarakat. Obat di Puskesmas didistribusikan sampai ke sub unit pelayanan, seperti Posyandu yang dimotori oleh Bidan. Salah satu kegiatan yang bersifat manajerial adalah pendistribusian obat di Puskesmas maupun sampai ke sub unit pelayanan di wilayah kerja Puskesmas. Oleh karena itu diperlukan suatu model kolaborasi apoteker dengan Bidan dalam meningkatkan pelayanan yang selaras dengan Program Revitalisasi Posyandu. Tujuan penyusunan model kolaborasi ini adalah untuk mencapai kualitas hidup masyarakat yang optimal melalui pelayanan kesehatan primer. Hal tersebut selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDG) yaitu memastikan hidup sehat dan mempromosikan kesejahteraan bagi semua pada segala usia, yang harus dicapai pada tahun 2030. Keberhasilan model kolaborasi Apoteker dengan Bidan di Posyandu ini diukur dari aspek input / asupan, proses, luaran, dan dampak sebagaiamana ketentuan pada Program Reviatslisasi Posyandu. Apoteker secara nyata dapat berperan penting untuk mendukung pencapaian sebagian indikator pada berbagai aspek tersebut, terutama melalui layanan Informasi Obat berupa kegiatan penyuluhan bagi masyarakat dan kader Posyandu untuk meningkatkan pengetahuan dan derajat kesehatan, pencegahan penyakit, dan penggunaan obat yang tepat untuk mendukung pegobatan yang rasional. Sedangkan kegiatan yang bersifat manajerial, difokuskan pada pengelolaan obat untuk ibu dan balita. Hasil kolaborasi Apoteker dengan Bidan dapat memenuhi sebagian indikator pada aspek input / asupan, proses, luaran, dan dampak. Dapat disimpulkan bahwa model kolaborasi Apoteker-Bidan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk medukung pencapaian SDG Nasional pada tahun 2030 di bidang kesehatan dasar melalui peningkatan layanan kesehatan terintegrasi di Puskesmas. Kata kunci: Model Kolaborasi, Apoteker, Bidan, Revitaslisasi Posyandu, Puskesmas
55
OR-I05
Uji Banding Mutu Tablet Parasetamol Generik Berlogo (OGB) Dalam Kemasan Botol yang Beredar di Sumatera Barat Syofyan, Jerry Febrialdino & Erizal Fakultas Farmasi Universitas Andalas ABSTRAK Obat merupakan penyumbang terbesar untuk biaya pengobatan dalam mendukung kesehatan. Pemerintah telah mengeluarkan program obat murah tapi bermutu yang disebut obat generik berlogo (OGB). Kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan obat generik saat ini masih tergolong rendah salah satunya karena alasan mutu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat mutu tablet parasetamol generik berlogo (OGB) dalam kemasan botol plastik secara keseluruhan di 10 Kabupaten / Kota di Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Penentuan responden menggunakan metode sampling yang disebut accidental sampling. Evaluasi sampel uji meliputi uji keseragaman bobot, uji kerapuhan, uji disintegrasi, uji waktu hancur, uji disolus dan uji kadar obat dalam tablet. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa tablet parasetamol 500 mg dalam wadah botol plastik dari 10 kota / kabupaten di Sumatera Barat memiliki mutu fisik dan kimia yang baik berdasarkan Farmakope Indonesia sehingga sangat layak digunakan oleh masyarakat. Kata kunci: obat generik, obat generik berlogo, mutu, parasetamol
56
OR-I06
Distribusi Sediaan Farmasi: Tinjauan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Yustina Sri Hartini1,2 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma1, Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, bidang Legislasi & Peraturan Perundang-undangan Kefarmasian2 Email:
[email protected] ABSTRAK Dalam dokumen sistem kesehatan nasional disebutkan bahwa sediaan farmasi adalah komoditi untuk penyelenggaraan upaya kesehatan. Sediaan farmasi yang didefinisikan sebagai obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmeti; harus tersedia dalam jenis, bentuk, dosis, jumlah, dan khasiat yang tepat. Pemerintah menjamin keamanan, khasiat, manfaat, dan mutu sediaan farmasi melalui pengawasan dan pengendalian, sedangkan pelaku usaha bertanggung jawab atas keamanan, khasiat, dan mutu produk sesuai fungsi usaha dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tulisan ini meninjau relevansi peraturan perundang-undangan terkait distribusi sediaan farmasi terhadap tuntutan tanggung jawab pelaku usaha tersebut. Fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi adalah sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi. Ketentuan terkait distribusi sediaan farmasi tertuang dalam beberapa peraturan yakni peraturan terkait Cara Distribusi Obat yang Baik; industri obat, obat tradisional, dan kosmetik; Pedagang Besar Farmasi; fasilitas pelayanan kefarmasian berupa apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, dan praktek bersama. Idealnya seperangkat peraturan tersebut mampu menjadi payung hukum bagi pihak-pihak terkait distribusi sediaan farmasi, sehingga pada akhirnya dapat tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kata kunci: distribusi sediaan farmasi, peraturan perundang-undangan, pelaku usaha
57
OR-J01
Peran Pelayanan Kefarmasian Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Terhadap Sistem Jaminan Kesehatan Nasional Satibi, Nike Puliansari, Putu Dyana Christasani dan Sendy Stefanie Longe Fakultas Farmasi UGM ABSTRAK Sejak 1 Januari 2014 Indonesia telah resmi menerapkan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. JKN dalam pelaksanaannya diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Layanan JKN tersedia di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti: Puskesmas, Klinik Kesehatan, dan Rumah Sakit Tipe D, serta Apotek jejaring sebagai sarana penunjang fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pelayanan Kefarmasian juga memiliki peran penting dalam pelaksanaan JKN. Penelitian ini dilaksananakan pada Puskesmas, Klinik Kesehatan, dan Rumah Sakit Tipe D, serta Apotek jejaring di Provinsi DI Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan pasien rawat jalan terhadap pelayanan kefarmasian pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, mengetahui kepuasan pasien rawat jalan terhadap pelayanan sistem JKN melalui BPJS Kesehatan, mengetahui kepuasan apoteker terhadap sistem JKN. Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah deskriptif analitik menggunakan kuisioner yang berisi pernyataan tentang kepuasan pasien rawat jalan terhadap pelayanan kefarmasian, kepuasan pasien rawat jalan terhadap pelayanan JKN, dan kepuasan apoteker terhadap pelayanan JKN, serta melakukan wawancara mendalam terhadap beberapa responden penelitian. Data statistik dianalisis menggunakan analisis data komputerisasi dengan melihat nilai signifikansi. Karakteristik pasien berupa usia mempunyai hubungan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian sedangkan pekerjaan dan status kepesertaan mempunyai hubungan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang didapatkan dari jaminan kesehatan nasional. Karakteristik pasien berupa pendapatan akan mempengaruhi kepuasan pasien baik terhadap pelayanan kefarnasian maupun pelayanan JKN. Indikator pelayanan kefarmasian yang mempunyai hubungan dengan kepuasan pasien rawat jalan meliputi ketersediaan obat, waktu pelayanan, dan pemberian informasi obat oleh apoteker. Kepuasan peserta jaminan kesehatan nasional juga dipengaruhi oleh premi, informasi layanan, dan jenis kepesertaan. Proses pelayanan jaminan kesehatan nasional yang dirasakan oleh apoteker antara lain proses pengadaan obat dan pendistribusian obat. Kedua proses tersebut mempunyai hubungan dengan kepuasan apoteker sebagai pemberi pelayanan kefarmasian di puskesmas dan klinik. Kata kunci: pelayanan kefarmasian, JKN, fasilitas kesehatan pertama
58
OR-J02
Analisis Biaya Penghematan Konversi Penggunaan Terapi Levofloxacin Intravena Ke Oral di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tunggul Adi Purwonugroho1, Adibah1, Laksmi Maharani1, Ika Mustikaningtyas1 Budi Raharjo2 1 Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Univ. Jend. Soedirman 2 Instalasi Farmasi RS Margono Soekarjo Purwokerto Email:
[email protected] ABSTRAK Salah satu hal yang dapat diterapkan di rumah sakit untuk kendali mutu dan biaya adalah dengan konversi terapi intravena ke oral. Levofloxacin merupakan salah satu obat yang daapat dilakukan konversi karena memiliki bioavailabilitas per oral sebesar 99%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat persentase pasien yang dapat dikonversi dan biaya yang dapat dihemat jika terapi levofloxacin intravena diasumsikan/dihipotesiskan dikonversi ke oral berdasarkan kriteria konversi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif hipotetik dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Sampling menggunakan teknik total sampling dari seluruh pasien rawat inap yang menggunakan levofloxacin pada bulan Juli-Desember 2013 di Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto. Terapi diasumsikan dapat dikonversi jika pasien memenuhi kriteria konversi yang meliputi suhu, tekanan darah, nadi dan respiratory rate. Biaya yang dihitung adalah rata-rata biaya terapi (biaya obat dan alat kesehatan) per pasien, dalam bentuk rata-rata biaya ± SD. Analisis dilakukan dengan membandingkan antara biaya terapi pada pasien yang diasumsikan dilakukan konversi dan biaya terapi pada pasien yang sama yang tidak dilakukan konversi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 83 pasien yang menggunakan terapi levofloxacin intravena. Tujuh puluh lima pasien (90,4%) di antaranya dapat dilakukan konversi terapi. Rata-rata biaya terapi pada pasien yang menggunakan levofloxacin generik dan levofloxacin merk X intravena (biaya non konversi) masing-masing adalah Rp.356.621,± 168.127,66 dan Rp.1.456.239,- ± 653.889,03. Sedangkan rata-rata biaya konversi levofloxacin generik dan merk X masing-masing adalah Rp.84.406,- ± 30.800,16 dan Rp.655.345,- ± 306.646,22. Selisih total biaya terapi levofloxacin dari 75 pasien yang dapat dilakukan konversi terapi adalah Rp.23.639.929,- atau sebesar Rp.272.215 ± 163.940,04 per pasien pengguna levofloxacin generik dan Rp.809.521 ± 609.304,69 per pasien pengguna levofloxacin merk X. Konversi penggunaan levofloxacin dari intravena ke oral terbukti dapat memberikan penghematan biaya yang cukup besar. Apoteker memiliki peran vital dalam pengembangan protokol dan aplikasi dari program konversi ini sehingga pengendalian biaya dan mutu pelayanan kesehatan dapat terwujud. Kata kunci: cost saving analysis, levofloxacin, konversi terapi
59
OR-J03
Efektivitas Pelatihan Konseling Berhenti Merokok untuk Apoteker di Provinsi Yogyakarta, Indonesia Susi Ari Kristina,1* Montarat Thavorncharoensap,2 Petcharat Pongcharoensuk,2 dan Yayi Suryo Prabandari.3 1 Bagian Farmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281, 2 Social and Administrative Pharmacy Excellence Research Unit, Department of Pharmacy, Faculty of Pharmacy, Mahidol University, Bangkok 10400, THAILAND 3 Bagian IKM, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281, Email:
[email protected] ABSTRAK Latar belakang: Apoteker di komunitas berperan penting dalam upaya peengendalian tembakau di Indonesia. Pelatihan konseling berhenti merokok bagi apoteker sangat strategis untuk mendorong peran aktif apoteker dalam membantu pasien berhenti merokok. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas pelatihan konseling berhenti merokok melalui program continuing professional development (CPD) dengan parameter pengetahuan, persepsi peran, kepercayaan diri, intensi, dan ketrampilan konseling berhenti merokok. Metode: Desain penelitian kuasi eksperimental pretes postes digunakan dalam penelitian ini. Workshop CPD tentang konseling berhenti merokok, dibawah koordinasi IAI Provinsi Yogyakarta, dengan peserta 133 apoteker di apotek diselenggarakan pada tanggal 4 Oktober 2013. Workshop terdiri dari 3 jam seminar dan 3 jam sesi bermain peran (role play). Survei pre dan pos workshop dilakukan untuk mengukur efek pelatihan, dengan indikator pengetahuan, persepsi peran, dan kepercayaan diri dalam konseling. Intensi dan ketrampilan berhenti merokok menggunakan model 5A (ask, advise, assess, assist, arrange) dievaluasi hanya saat postes. Hasil penelitian: Setelah workshop, skor pengetahuan meningkat secara signifikan, dari 24,85 ± 2,58 menjadi 35,68 ± 3,54 (p < 0,001). Persepsi peran dan kepercayaan diri dalam konseling berhenti merokok juga meningkat signifikan dari 25,79 ± 2,73 menjadi 28,68 ± 2,24, dan 27,63 ± 4,44 menjadi 32,62 ± 3,63, berturut turut (p < 0.001). Hasil evaluasi pos workshop menunjukkan bahwa sebagian besar peserta pelatihan ingin melakukan langkah ask, advise, dan assess bagi pasien yang siap untuk berhenti merokok. Namun, hanya sedikit peserta yang ingin melakukan assist dan arrange follow up. Hasil evaluasi ketrampilan menunjukkan bahwa lebih dari 75% apoteker mampu melakukan konseling berhenti merokok dan 65% peserta bisa melakukan konseling 5A secara lengkap. Kesimpulan: CPD tentang konseling berhenti merokok mampu meningkatkan pengetahuan, persepsi peran dan kepercayaan diri apoteker. Pelatihan juga mempu menciptakan keinginan melakukan konseling dan ketrampilan konseling berhenti merokok. Pelatihan berkelanjutan sangat direkomendasikan untuk meningkatkan ketrampilan dalam assist dan arrange follow up. Kata kunci: Continuing professional development, konseling, apoteker, berhenti merokok.
60
OR-J04
Tingkat Pengetahuan Orangtua Terhadap Penggunaan Multivitamin Pada Anak Di Kota Yogyakarta Tahun 2013 Maria Wisnu Donowati Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta – Indonesia Email:
[email protected] ABSTRAK Pemenuhan kebutuhan nutrisi merupakan tanggung jawab orangtua dalam memenuhi hak anak (Unicef, 1989). Satu cara untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak dilakukan dengan tambahan pemberian multivitamin. Kurangnya pengetahuan mengenai penggunaan multivitamin berpotensi pada ketidaktepatan penggunaan. Dengan demikian diperlukan pengetahuan yang adekuat terkait penggunaan multivitamin untuk mendapatkan penggunaan yang rasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengetahuan orangtua terhadap penggunaan multivitamin pada anak. Penelitian observasional dengan design cross sectional, melibatkan 476 responden. Kriteria inklusi adalah laki-laki/perempuan, bertempat tinggal di Kecamatan Kotagede atau Mantrijeron atau Merganugsang atau Tegalrejo, atau Wirobrajan, Kota Yogyakarta, sudah menikah, memiliki anak dengan umur 2-12 tahun, sedang atau pernah menggunakan multivitamin, dan bersedia menjadi responden. kriteria eksklusi adalah tidak mengisi kuesioner secara lengkap. Teknik pengambilan sampel proportionate stratified sampling pada 15 Kelurahan di 5 Kecamatan tersebut. Instrumen berupa kuisioner dengan tipe pilihan jawaban bentuk dichotomous scale untuk meneliti fakta-fakta mengenai pengetahuan terhadap penggunaan multivitamin pada anak. Validasi instrumen dilakukan dengan uji validitas isi oleh ahli di bidangnya, yaitu apoteker dan dokter, serta uji pemahaman bahasa oleh subyek dengan karakteristik yang sama dengan responden. Reliabilitas instrumen diukur dengan metode Cronbach’s Alpha dengan hasil α = 0,767 (CI 95%). Responden yang terlibat dalam penelitian mempunyai rentang usia 20 – 56 tahun, dengan jumlah anak 1 – 6 orang, 85% wanita dan 82% berpendidikan terakhir SMA. Tingkat pengetahuan responden adalah 87% baik, 12,4% cukup baik, dan 0,6% kurang baik. Responden menjawab benar 96,3% untuk pernyataan terkait kandungan multivitamin, 93,7% pengertian multivitamin, 93,6% waktu kadaluwarsa, 91,5% dosis multivitamin pada anak, 89,1% penyimpanan multivitamin, 88,9% cara pemberian multivitamin pada anak, 79,1% informasi pemilihan, 77,6% indikasi penggunaan multivitamin pada anak dan 58,0% terkait efek samping multivitamin. Dengan demikian masih rendahnya pengetahuan terkait efek samping penggunaan multivitamin perlu mendapatkan perhatian untuk meningkatkan keamanan penggunaan obat. Kata kunci: Pengetahuan, Orangtua, Multivitamin, Anak, Kota Yogyakarta. OR-J05
Alternatif Pengelolaan Apotek Sebagai Efisiensi pendanaan Kesehatan Hendra Farma Johar
61
Kimia Farma Apotek ABSTRAK Pembiayaan kesehatan selama ini cenderung inefisien karena menghabiskan dana yang ada dengan berbagai konsep yang dilaksanakan selama ini, maka perlu perubahan metoda yang melibatkan tiga hal untuk dilaksanakan secara bersamaan dengan memperbaiki sistem pelayanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan dan peningkatan peran serta masyarakat. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang vital sebaiknya melakukan perubahan sistem pengelolaan dari praktik bisnis ritel menjadi pelayanan kesehatan oleh Apoteker. Apotek membebankan harga obat ke Badan Pelaksana sesuai harga beli dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) ditambah embalage. Sementara Apoteker Pengelola Apotek menerima dana kapitasi untuk praktik profesi yang dilakukannya.Metode: Apotek yang dimiliki Apoteker atau Apoteker yang berniat membuat Apotek dapat menggunakan metoda ini. Apotek model ini tidak mengambil keuntungan dari setiap pelayanan resep peserta asuransi kesehatan, akan tetapi hanya menambahkan beban embalage3 – 5% dari jumlah tagihan. Sedangkan Apoteker Pengelola Apotek menerima dana kapitasi dari Badan Pelaksana Rp.4.000 – Rp.5.000 per peserta, dengan rata-rata per Apoteker akan menerima 2.500 – 3,000 orang peserta. Dana kapitasi yang diterima Apoteker akan digunakan untuk biaya operasional Apotek termasuk untuk menggaji karyawan Apotek. Untuk resep tunai (pasien non asuransi) Apotek sebaiknya juga menerapkan pola yang sama, dimana pasien diberikan harga netto (harga dari PBF) ditambah embalage serta jasa konsultasi oleh Apoteker Rp.40.000 – Rp.60.000 setiap pasien yang memerlukan konsultasi oleh Apoteker. Hasil yang Diharapkan:Dari 2.500 orang peserta yang dikapitasikan ke Apoteker, biaya kapitasi Rp.4.000 per peserta, dengan beban embalage 3% dari total harga netto obat, perkiraan peserta yang berobat 20% dari jumlah peserta untuk Pemberi Pelayanan Kesehatan tingkat I (PPK I/dokter umum), 20% dari PPK I yang berobat dirujuk ke PPK II (dokter spesialis) dan 20% dari PPK II tersebut dirujuk ke PPK III (Rawat Inap). Asumsi harga obat per lembar resep Rp.60.000 untuk PPK I, Rp.75.000 untuk PPK II dan Rp.150.000 untuk PPK III, maka perbedaan biaya obat tidak signifikan dibandingkan pengelolaan Apotek saat ini yang menggunakan faktor harga jual 1,25. Akan tetapi pada model pengelolaan Apotek metoda ini keterlibatan Apoteker akan all out sehingga pasien akan terlayani dengan baik sesuai kebutuhan.Simpulan:Perbedaan biaya obat dengan simulasi metoda ini hanya 1% di atas model pelayanan Apotek yang ada sekarang, akan tetapi pola pengobatan akan semakin terarah, serta pasien mendapatkan haknya akan pentingnya informasi obat oleh Apoteker. Suatu pola yang akan mendorong terciptanya kesehatan masyarakat dengan menggunakan obat secara tepat sehingga terbentuk masyarakat sehat berbasis pengobatan rasional. Kata kunci: Apoteker, apotek, pengelolaan, pelayanan informasi obat, kapitasi Apoteker, pengobatan rasional
62
OR-J01
Spesifisitas Dan Sensitivitas Natrium Iodida Sebagai Pendeteksi Merkuri Dalam Krim Pemutih Liliek Nurhidayati, Brian Fernaldi Anggadha Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Jakarta, Indonesia Email:
[email protected] ABSTRAK Merkuri anorganik merupakan bahan aktif yang telah digunakan sejak zaman dahulu sebagai bahan pemutih kulit. Walaupun penggunaan merkuri dalam kosmetik telah dilarang, produk pemutih kulit yang mengandung merkuri masih beredar di pasar global. Oleh karena itu, perlu suatu cara yang cepat dan mudah untuk mendeteksi merkuri dalam krim pemutih sehingga masyarakat dapat menguji keamanan krim pemutih yang digunakan. Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu menggunakan test kit. Penelitian ini bertujuan untuk membuat test kit merkuri yang mudah digunakan, selektif, dan sensitif. Pereaksi yang digunakan adalah natrium iodida dalam air. Dari hasil uji spesifisitas diperoleh test kit bersifat spesifik karena memberikan hasil yang khas terhadap merkuri. Secara visual batas deteksi test kit untuk merkuri amino klorida dan merkuri klorida dalam krim berwarna putih, hijau, dan pink adalah 900 bpj, sedangkan untuk krim berwarna kuning dan jingga adalah 1000 bpj. Kata kunci: test kit, merkuri, krim pemutih, natrium iodida
63
OR-J02
Pemisahan Amlodipin Besilat Dan Valsartan Dalam Plasma Secara In-Vitro Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Novi Yantih, Dedy Cahyadi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Terapi hipertensi biasanya menggunakan kombinasi obat, salah satunya adalah kombinasi amlodipin besilat (AMD) dan valsartan (VAL). Dalam rangka studi farmakokinetik obat, diperlukan suatu metode pemisahan untuk menentukan kadar obat dalam darah. Pada penelitian ini, telah dikembangkan metode pemisahan untuk pemisahan AMD dan VAL dalam plasma dengan sistem KCKT. Sistem KCKT menggunakan kolom RP-18, 5µ (150 x 4,6 mm), dapar fosfat pH 3,6–asetonitril–metanol (50:40:10) sebagai fase gerak dengan laju alir 1,0 mL/menit, dan detektor pada 240,5nm. Pada penyiapan sampel, plasma diekstraksi menggunakan teknik pengendapan protein dengan asam perklorat 10%. Metode divalidasi pada rentang 2–12 µg/mL untuk AMD dan 32–192 µg/mL untuk VAL dengan nilai koefisien korelasi (r) untuk AMD dan VAL masing-masing 0,9971 dan 0,9984. Metode ini memenuhi parameter akurasi dengan nilai % diff sebesar -9,25–8,5%, dan nilai perolehan kembali sebesar 91,5-108,5% dengan presisi (KV) ˂ 5,32%, %. Pada uji stabilitas, AMD dan VAL dalam plasma stabil selama 3 siklus cair dan beku. Metode pemisahan valid sesuai dengan persyaratan Food and Drug Administration (FDA). Kata Kunci: Amlodipin besilat, Valsartan, KCKT, Plasma
64
OR-J03
Pengaruh Proses Pengolahan Terhadap Kadar Beta Karoten pada Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas (l.) Lam) dengan Metode Spektrofotometri Visibel Fitra Fauziah1, Roslinda Rasyid2, Reza Fadhlany1 1 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang, 2 Fakultas Farmasi Universitas Andalas (UNAND) Padang Email:
[email protected] ABSTRAK Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas) adalah salah satu komoditas pertanian yang merupakan sumber karbohidrat dan energi yang termasuk dalam famili Convolvulaceae. Ubi jalar ungu juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang juga baik untuk nutrisi dan kesehatan. Salah satu senyawa yang terkandung dalam ubi jalar varietas ungu adalah beta karoten. Beta karoten merupakan prekusor vitamin A. Ini sangat berguna sebagai antioksidan, meningkatkan sistem imun dan mengobati berbagai penyakit. Beta karoten bersifat tidak stabil, terutama pada suhu tinggi. Penilitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan bagaimana proses pengolahan ubi jalar varietas ungu dapat mempengaruhi kadar beta karoten dengan metode spektrofotometri visibel. Penelitian ini dilakukan terhadap 3 jenis perlakuan yaitu sampel mentah, digoreng, dan direbus. Berat untuk masing-masing sampel yaitu 15 gram. Sampel diekstraksi dengan ekstraksi cair-cair dan diukur dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang maksimum 452,5 nm. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata kadar beta karoten adalah 75,91 ± 1,92 ppm untuk sampel mentah, 63,05 ± 3,45 ppm untuk sampel yang digoreng dan 45,66 ± 0,82 ppm untuk sampel yang direbus. Hasil dihitung secara statistik dengan analisis statistik ANOVA satu arah. Analisis menunjukkan bahwa sig. 0,000 (P < 0,05), dan ini menunjukkan bahwa ada pengaruh proses pengolahan terhadap kadar rata-rata beta karoten pada ubi jalar ungu. Kata kunci: Ipomoea batatas, pengolahan, beta karoten, spektrofotometri visibel
65
OR-J04
Analisis Asam Retinoat Dalam Krim Pemutih Yang Diperoleh Dari Depok Jawa Barat Dengan Metode KCKT Wahidin, Gian Syahfitria Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Sains Teknologi Nasional, Jakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Studi analisis asam retinoat telah dilakukan dalam sampel krim pemutih, asam retinoat merupakan derivat vitamin A, yang dimanfaatkan sebagai bahan pemutih kulit. Penggunaannya dalam kosmetik dilarang oleh Badan POM karena efek sampingnya yang sangat berbahaya yaitu efek teratogenik. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kandungan asam retinoat dalam krim pemutih yang diperoleh dari toko-toko kosmetik di pusat perbelanjaan daerah Margonda-Depok Jawa Barat. Bahan uji sebanyak enam sampel yang diambil secara acak (random) dari 24 krim pemutih. Metode analisis asam retinoat menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, dengan kolom fase terbalik, oktadesilsilana (C18) dan fase gerak campuran methanol: air: asam asetat glasial (85:15:0,5). Deteksi dilakukan pada panjang gelombang UV 353 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lima sampel krim pemutih, yaitu krim A, B, C, E dan F, tidak terdeteksi kandungan asam retinoat sedangkan krim D terbukti positif mengandung asam retinoat dengan rata-rata kadar asam retinoat sebesar 5,09%. Penggunaan asam retinoat dalam kosmetik tidak diperbolehkan oleh Badan POM yang berarti asam retinoat tidak boleh ada dalam kosmetik. Kata kunci: Asam retinoat, teratogenik, kromatografi cair kinerja tinggi
66
OR-J05
Analisis Kandungan Cemaran Timbal Dalam Saus Cabe Produksi Industri Rumah Tangga Made Pasek Narendra, Muharam Marzuki, Sidik Yogaswara Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Ahmad Yani Cimahi Bandung Email:
[email protected] ABSTRAK Timbal merupakan bahan berbahaya bagi kesehatan apabila dikonsumsi terus menerus sehingga terakumulasi di dalam tubuh dan menyebabkan gangguan kesehatan bahkan sampai kematian. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kandungan cemaran timbal dalam saus cabe produksi rumah tangga. Metode yang digunakan adalah spektrofotometer serapan atom. Sampel diperoleh dari lima pasar tradisional di Bandung dan sekitarnya. . Sampel didestruksi menggunakan tanur pada suhu 500oC selama 12 jam. Hasil destruksi dianalisis menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 217 nm. Hasil uji kecermatan menunjukkan nilai perolehan kembali adalah 102,36%, dan hal ini memenuhi persyaratan untuk uji kecermatan. Kadar timbal dalam lima sampel saus cabe adalah antara 2,10 mg/Kg sampai 7,76 mg/Kg. Kata Kunci: Timbal, Saus Cabe, Produksi Rumah Tangga
67
OR-J06
Metode Isolasi Cepat Mangiferin dari Daun Mangifera indica L. M. Rifqi Efendi1, A. Bakhtiar1,2, and Deddi P. Putra1,2 1 Fakultas Farmasi Universitas Andalas 2 Laboratorium Biota Sumatera Universitas Andalas, Padang, Email:
[email protected] ABSTRAK Isolasi cepat dan sederhana telah dilakukan terhadap senyawa bioaktif mangiferin dari daun Mangifera indica L. Bark dan diperoleh 1.19 gram mangiferin. Isolat mangiferin dibandingkan dengan mangiferin standar melalui pengujian titik leleh, HPLC, IR, dan UV. Kata kunci: Mangifera indica L. Bark, Mangiferin, isolasi, Titik leleh, Hight performance liquid cromatoghrapy, Ultraviolet spectroscopy, Fourier transform spectroscopy.
68
OR-L01
Kandungan Kimia dari Tanaman Huruhejo (Phoebe Declinata) Berna Elyaab*, Katrin a , Roshamur C. F., Rosmalena Sofyanc and Ryan A. C. a Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok,16424 b Pusat Studi Obat Bahan Alam, aFakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok,16424 c Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424 ABSTRAK Tanaman Phoebe declinata Nees (Huruhejo) merupakan tanaman asli Indonesia yang berpotensi memiliki senyawa yang beraktivitas farmakologis, terutama terhadap aktivitas antioksidannya. Pada penelitian ini dilakukan isolasi senyawa alkaloid antioksidan dari fraksi aktif daun tanaman huruhejo. Metode ekstraksi yang digunakan adalah dengan cara refluks menggunakan pelarut n-heksan, diklormetan (DCM) dan metanol. Ekstrak n-heksan, ekstrak DCM, dan ekstrak metanol dari daun memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 berturut-turut 156,40; 136,21; dan 139,87 µg/mL dengan metode DPPH. Sementara itu dengan metode reducing power menunjukkan IC50 139,00; 126,25; dan 128,75 µg/mL. Pada ekstrak heksan dan diklormetan dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom. Isolat yang di dapat di karakterisasi dengan menggunakan data spektroskopi: MS, 1H dan 13CNMR, DEPT dan NMR-2D: COSY, HMQC, HMBC. Dari ekstrak n heksan didapatkan 15 fraksi, dan fraksi ke 7 diperoleh senyawa baru dengan nama deklinatin (1). Untuk ekstrak DCM dihasilkan 10 fraksi dan fraksi ke 4 dipisahkan kembali dan dimurnikan sehingga diperoleh senyawa deklinin (2). Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH untuk senyawa 1 and 2 dengan IC50 berturut-turut 6,42 and 11,80 µg/mL dan dengan metode reducing power untuk 1 and 2 dengan IC50 7,02 and 13,74 µg/mL. Kata kunci: Phoebe declinata, antioksidan, deklinatin, deklinin
69
OR-L02
Aktivitas Larvasida Granul Minyak Daun Jeruk Purut Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti Sri Mulyani Didik Fakultas Farmasi UGM ABSTRAK Abatesasi merupakan salah satu cara untuk mencegah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penggunaan abate sebagai larvasida dilaporkan dapat menimbulkan bau yang tidak enak, menyebabkan karatan pada drum penampung air serta ada indikasi dapat menyebabkan terjadinya resistensi terhadap hewan target. Minyak daun jeruk purut diketahui memiliki aktivitas sebagai biopestisida, dan bentuk sediaan granul merupakan bentuk sediaan yang paling sesuai untuk larvasida. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan granul minyak daun jeruk purut dan menentukan nilai LC50, LC90 terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Granul minyak daun jeruk purut dibuat dengan menggunakan bahan pengisi laktosa dan pengikat CMC-Na. Aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Ae. aegypti instar III dilakukan dengan membuat 5 seri konsentrasi granul, yang masing-masing diujikan terhadap 20 ekor larva dan dibiarkan terpapar selama 24 jam. Percobaan dilakukan 3 kali, jumlah larva yang mati dihitung, dan dianalisis dengan analisis probit modifikasi Finney, untuk menentukan nilai LC50 dan LC90. Hasil penelitian menunjukkan granul yang dibuat memiliki aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Ae. aegypti instar III dengan LC50 sebesar 39,58 ppm dan LC90 sebesar 79,43 ppm. Kata kunci: jeruk purut, granul, larvasida, Ae. aegypti.
70
OR-L03
Aktivitas Penangkapan Radikal 2-2’ Difenil-1-Pikril Hidrazil (DPPH) Kombinasi Ekstrak Andrographis paniculata Ness dan Euphorbia hirtaL Andayana Puspitasari*1, Suwijiyo Pramono1, Sudibyo Martono1, Sitarina Widyarini2 1 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, 2 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada email:
[email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penelitian aktivitas penangkapan radikal 2-2’ difenil-1-pikril hidrazil (DPPH) kombinasi ekstrak herba sambiloto (Andrographis paniculata Ness) dan herba patikan kebo (Euphorbia hirta L). Bahan uji meliputi ekstrak etanolik herba sambiloto, patikan kebo, ekstrak etanolik sambiloto terdeklorofilisasi dan kombinasi diantara ketiganya dibandingkan dengan senyawa murni andrografolid. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanolik patikan kebo memberikan nilai IC50 terendah dibandingkan ekstrak etanolik sambiloto. Kombinasi antara ekstrak sambiloto dan patikan kebo dapat menaikkan aktivitas penangkapan radikal DPPH ekstrak sambiloto namun belum melebihi ekstrak tunggal patikan kebo. Kata Kunci: Kombinasi ekstrak, penangkapan radikal, herba patikan kebo, herba sambiloto
71
OR-L04
Optimasi Formula Tablet Kunyah Ekstrak Etanol Buah Leunca (Solanum nigrum L) sebagai Anti Bakteri di Mulut dengan Kombinasi Bahan Pengisi Aerosil – Manitol Aplikasi Metode Factorial Design Yusransyah dan Sofi Nurmay Stiani Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang Email:
[email protected] ABSTRAK Buah leunca sudah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati infeksi. Telah dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah leunca (Solanum nigrum L) terhadap Streptococcus hemolitik-α serta profil kromatogramnya. Bentuk sediaan yang sesuai adalah tablet kunyah dengan menggunakan bahan tambahan yang dapat menutupi rasa pahit dari buah leunca. Dalam penelitian ini menggunakan bahan pengisi campuran komposisi Aerosil-Manitol yang dioptimasi dengan metode factorial design. Ekstrak etanol buah leunca (Solanum nigrum L) diperoleh dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%. Formula optimum diperoleh dari orientasi yang dilakukan berdasarkan metode factorial design yaitu P(1) Campuran Aerosil level rendah (5%) dan Manitol level rendah (250%); Pa campuran Aerosil level tinggi dan Manitol level tinggi (330%); Pab Campuran Aerosil level tinggi (10%) dan Manitol level tinggi (330%). Ekstrak buah Leunca (Solanum nigrum L) dicampur homogen dengan bahan pengisi dari P1, Pa, Pb, Pab secara terpisah kemudian dibuat massa granul dengan pengikat solutio gelatin 10%. Granul diayak dengan ayakan 10 mesh kemudian dikeringkan dengan suhu 500C. Granul kering diayak dengan ayakan no. 12/30 mesh. Granul yang diperoleh diuji sifat fisiknya meliputi indeks pengetapan, kompaktibilitas dan tanggapan rasa. Hasil uji sifat fisik granul dibuat profil dan dihitung respon totalnya untuk mendapatkan formula optimum. Tablet formula optimum diuji sifat fisiknya meliputi keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan tanggapan rasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah leunca (Solanum nigrum L) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus hemolitik-α, yang ditunjukkan dengan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM), dan didapatkan nilai KBM untuk Streptococcus hemolitik-α adalah 15% b/v. Analisis kromatografi lapis tipis mendapatkan hasil bahwa buah leunca (Solanum nigrum L) mengandung senyawa flavonoid (Rf=0,68), tanin (Rf=0,50) dan saponin (Rf=0,58). Hasil formulasinya menunjukkan bahwa Aerosil, Manitol, dan interaksi keduanya berpengaruh pada kompaktibilitas. Aerosil paling berpengaruh pada sifat alir dan Manitol berpengaruh pada rasa. Adapun campuran Aerosil 9,025% - Manitol 322,306% memiliki respon terbaik yang dijadikan formula optimum dalam pembuatan tablet kunyah dengan kekerasan 5,391kg, dan kerapuhan 0,242%, tetapi rasa sepat dari tablet masih terasa dan bahan aktif dalam ekstrak etanol buah leunca tetap stabil. Kata kunci: Buah Leunca, Antibakteri di mulut, Tablet Kunyah
72
73
OR-L05
Uji Aktivitas Antioksidan dan Identifikasi Golongan Senyawa Pada Fraksi Dan Ekstrak Etanol Kulit Batang Bintangur Batu (Calophyllum pulcherrimum Wall.) Rissyelly1,2, Andrianto, A.G1., Elya, B1 1 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Kampus Universitas Indonesia Depok, 16424 1 Pusat Studi Obat Bahan Alam, Kampus Universitas Indonesia Depok, 16424 ABSTRAK Famili Cluciaceae merupakan salah satu famili terbesar dengan kontribusi kandungan kimia yang menarik secara farmakologi. Calophyllum pulcherrimum Wall. merupakan salah satu tanaman yang termasuk ke dalam suku Clusiaceae. Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antioksidan dan identifikasi golongan senyawa dari kulit batang C.pulcherrimum Wall. Penelitian bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol kulit batangC. pulcherrimum dan fraksi teraktif yang memiliki aktivitas antioksidan serta menentukan identitas golongan senyawa kimia dari fraksi teraktif tersebut. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Ekstrak yang diperoleh difraksinasi secara berurutan dengan menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, n-butanol dan metanol. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode peredaman DPPH (1,1-difenil-2pikrilhidrazil). Hasil uji aktivitas antioksidan menunjukkan ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi n-butanol secara berurutan memiliki nilai IC50 sebesar 5,73; 2,895 dan 4,77 μg/mL. Hasil identifikasi golongan senyawa diketahui ekstrak etanol kulit batang C. pulcherrimum Wall. mengandung senyawa golongan flavonoid, terpenoid, saponin dan tannin sedangkan pada fraksi etil asetat mengandung senyawa golongan flavonoid dan tanin. Kata Kunci: antioksidan, DPPH,
74
OR-L06
Standardisasi Mutu Ekstrak Etanolik Batang Brotowali (Tinospora crispa) sebagai Obat Herbal Antihiperurisemi Harwoko dan Warsinah Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman Email:
[email protected] ABSTRAK Brotowali (Tinospora crispa) secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan asam urat dan secara ilmiah telah dilaporkan sebagai analgesik, antiinflamasi, dan antihiperurisemia. Batang brotowali termasuk salah satu bahan jamu yang perlu dilakukan standardisasi mutu. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan parameter mutu ekstrak etanolik batang brotowali yang meliputi parameter umum dan spesifik. Parameter umum yang ditetapkan meliputi kadar air, kadar abu total, angka kapang dan angka lempeng total, sedangkan parameter spesifik yang ditetapkan antara lain organoleptik, kadar sari larut air dan etanol serta profil kromatografi lapis tipis. Nilai parameter yang diperoleh dibandingkan dengan pedoman standardisasi mutu ekstrak tumbuhan obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak memiliki kadar air sebesar 8,12±0,06% dan kadar abu total 5,20±0,12%, sedangkan angka lempeng total 5x102 CFU/g dan angka kapang 5x103 CFU/g. Ekstrak etanolik batang brotowali memiliki karakteristik berupa ekstrak kental berwarna coklat tua, berasa pahit dan berbau khas dengan kadar sari larut air sebesar 45,09±0,67% dan kadar sari larut dalam etanol sebesar 14,19±0,14%. Selain itu, profil kromatografi lapis tipis ekstrak etanolik menunjukkan adanya senyawa flavonoid dan alkaloid. Ekstrak etanolik batang brotowali dapat dinyatakan telah memenuhi syarat sebagai ekstrak terstandar berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kata kunci: Brotowali, Tinospora crispa, standardisasi mutu, ekstrak terstandar
75
OR-M01
Efektivitas Losion Minyak Buah Adas Dan Minyak Daun Nilam Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti Siti Sa’diah1,2), Kartika Yuliani3), Hikmatillah3), Agus Kardinan4) 1) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, 2) Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB, 3) Program Studi Farmasi Universitas Pakuan, 4)Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Email:
[email protected] ABSTRAK Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penyebaran penyakit demam berdarah yang secara endemik prevalensi penyakit ini masih tinggi di Indonesia. Salah satu upaya pencegahan terjangkitnya penyakit demam berdarah adalah dengan penggunaan repellent atau senyawa yang dapat mencegah bagian tubuh dihinggapi nyamuk Aedes Aegypti. Pada penelitian ini telah dilakukan preparasi dan formulasi minyak buah adas (Foeniculum vulgare Mill) dan minyak daun nilam (Pogostemon cabila Bent) menjadi sediaan losion yang berbeda konsentrasi aktifnya. Semua fomula diuji efektivitasnya sebagai repellent dengan cara sediaan losion dioleskan pada tangan manusia (dari siku hingga telapak tangan) kemudian dimasukkan ke dalam kurungan nyamuk selama 10 menit lalu istirahatkan 50 menit di luar kandang, diulangi lagi sebanyak 6 kali atau selama 6 jam. Daya proteksi (DP) ditentukan dengan membandingkan jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan kontrol (K) dikurangi jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan perlakuan (P) dibagi dengan jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan kontrol dikali 100%. Hasilnya menunjukkan Formula losion minyak buah adas saja menghasilkan daya proteksi yang lebih tinggi dibandingkan Formula losion campuran minyak adas dan daun nilam. Daya proteksi tertinggi sebesar 63%. Formula losion yang dihasilkan memiliki karakteristik berwarna putih kekuningan, berbau khas aromatik dan homogen dengan vikositas antara 650 cPoise hingga 5065 cPoise. Kata kunci: Repellent, buah adas, daun nilam, aedes aegypti, losion
76
OR-M02
Efek Kalincuang dari Sentra Produksi Gambir Sumatera Barat terhadap Kadar Glukosa dan Kolesterol Darah Mencit Diabetes-Dislipidemia Armenia, Nurlaila Sandika, Mega, P. Sari dan Deddi Prima Putra Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang Email:
[email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai efek kalincuang dari Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Lima Puluh Kota (Sumatera Barat) terhadap kadar gukosa dan kolesterol darah mencit putih jantan diabetes-dislipidemia yang diinduksi dengan aloksan monohidrat (150 mg/ kgBB secara i.p.), koktail dislipidemia (1% BB) dan MDLT (Makanan Diet Lemak Tinggi). Sari air kental kalincuang hasil fraksinasi kalincuang dengan etil asetat, diberikan dalam bentuk larutan 1% secara oral dengan dosis 50 mg/ kgBB/ hari selama 1, 3 dan 7 hari. Sebagai pembanding adalah kelompok hewan yang diberi akarbose untuk penurun darah dan simvastatin untuk penurun kolesterol. Parameter yang diukur adalah kadar glukosa dan kholestrol darah puasa. Data penelitian dianalisis menggunakan ANOVA dua arah diikuti dengan Duncan Multy Range T Test. Tidak terdapat perbedaan kadar glukosa darah hewan yang diberi ekstrak gambir dari kedua sumber dengan kadar glokosa darah kelompok pembanding dan control, sedangkan kadar kolesterol kelompok hewan yang diberi simvastatin lebih rendah dibandingkan kelompok hewan yang diberi ekstrak kalincuang dan control positif. Lama perlakuan mempengaruhi kadar glukosa dan kolesterol darah hewan secara nyata (P < 0,05). Dalam hal ini, kadar glukosa dan kolesterol darah rata-rata hewan setelah perlakuan 3 – 7 hari lebih rendah dibandingkan pada saat awal sebelum perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kalincuang dari sentra produksi gambir tersebut berpotensi sebagai obat antidiabetes pada mencit putih jantan diabetes dislipidemia tetapi secara bersamaan tidak cukup efektif menurunkan kadar kolestrol darah. Kata Kunci: kalincuang, sari air, kadar glukosa darah, kolesterol, diabetes-dislipidemia
77
OR-M03
Ketoksikan Akut Fraksi Non-Heksan Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa (Jack) BL.) pada Tikus Wistar Betina Ediati S., Triana H., Nurlaila I. dan Alif Firman F. Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. Email:
[email protected] ABSTRAK Umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa (Jack) Bl.) yang banyak terdapat di daerah Papua dan Kalimantan, secara luas telah dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat. Dari hasil penelitian kami, umbi sarang semut mempunyai efek imunomodulator. Oleh karena itu, umbi sarang semut sangat berpotensi dikembangkan menjadi sediaan fitofarmaka. Untuk itu dilakukan uji praklinik terhadap umbi sarang semut, salah satunya adalah uji toksisitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketoksikan akut fraksi non heksan ekstrak etanol 95% umbi sarang semut (FNH) yang diberikan per oral pada tikus betina Wistar, dengan metode OECD 423 yang dimodifikasi. Dosis yang digunakan adalah 300 mg, 2000 dan 5000 mg/kg BB tikus. Tiap kelompok dosis menggunakan 6 ekor tikus dan dibagi ke dalam dua step, khusus kelompok dosis 5000 mg/kg BB hanya digunakan 3 ekor tikus dan dilakukan dalam satu step. Variasi dosis ditentukan oleh jumlah kematian pada tiap kelompok sesuai dengan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Pengamatan dilakukan selama 24 jam setelah pemejanan FNH, kecuali dosis 2000 mg/kg BB pengamatan dilanjutkan hingga 14 hari. Pengamatan meliputi gejala toksik, perkembangan berat badan, dan pengamatan histopatologis organ paru, hati, limpa, lambung, dan ginjal. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian oral FNH sampai dengan dosis tunggal 5000 mg/kg BB pada tikus betina Wistar tidak menunjukkan gejala toksik, perubahan tingkah laku, kematian atau perbedaan histopatologis dari organ terkait. Kata kunci: Myrmecodia tuberosa, FNH, uji toksisitas akut, OECD 423
78
OR-M04
Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksan Daun Mimba (Azadirachta indica a. Juss.) terhadap Vibrio Parahaemolyticus Hasil Isolasi Dari Udang Windu (Panaeus monodon) Sri Teguh Rahayu*, Aprilita Rinayanti* dan Andika Permana** *Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul ** Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta ABSTRAK Salah satu penyebab kegagalan budidaya udang windu adalah timbulnya penyakit, baik infeksi maupun non-infeksi. Penyakit infeksi umumnya karena serangan agen patogen, seperti virus, bakteri, parasit, dan jamur (Hameed dkk., dalam Effendy, 2003). Jenis bakteri dari golongan Vibrio merupakan jenis bakteri yang sering menimbulkan kematian massal dalam waktu yang relatif singkat, penyakit ini bersifat sangat akut dan ganas karena dapat mematikan populasi larva udang yang terserang dalam waktu 1-3 hari sejak awal infeksi (Rukyani et al, 1992). Mimba (Azadirachta indica A. Juzz.) secara empiris digunakan sebagai tanaman yang dapat mengatasi penyakit pada udang dan manusia. Khasiat tersebut berdasarkan senyawa yang terkandung pada daun dan kulit batang mimba berupa alkaloida, tannin, steroid, terpenoid, dan saponin. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas fraksi n-heksan daun mimba dalam menghambat pertumbuhan Vibrio parahaemolyticus pada udang windu (Panaeus monodon). Bakteri Vibrio parahaemolyticus diisolasi dari udang windu dengan media TCBS, Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Daun mimba diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%, dan selanjutnya difraksinasi dengan pelarut nheksan. Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode cakram menggunakan fraksi nheksan pada konsentrasi 25%, 50% dan 100% dengan kontrol positif kloramfenikol dan kontrol negatif aqua dest steril. Data zona hambat yang diperoleh diuji statistik dengan metode Anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ke tiga dosis fraksi n-heksan daun mimba dapat menghambat pertumbuhan Vibrio parahaemolyticus . Kata Kunci: Antibakteri, Fraksi n-heksan, udang windu, Vibrio parahaemolyticus
79
OR-M05
Pengaruh Penggunaan Kombinasi Ekstrak Herba Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus) dengan Irbesartan Terhadap Fungsi Hati Pada Mencit Jantan Galur Ddy Nurmeilis Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Kumis kucing (Orthosiphon stamineus) merupakan tanaman obat tradisional yang telah digunakan oleh masyarakat indonesia, antara lain sebagai diuretik, hipourisemik, antidiabetes, dan juga sebagai antihipertensi. Penggunaan obat tradisional ini juga sering dipakai bersamaan dengan obat sintetik. Namun efektivitas dan keamanannya belum banyak diketahui masyarakat. Penelitian ini bertujuan melihat efek dari pemakain bersamaan ekstrak herba kumis kucing dengan irbesartan terhadap fungsi hati pada mencit normal selama 28 hari, berdasarkan parameter kadar SGOT dan SGPT serum dan gambaran histopatologi jaringan hati. Rancangan percobaan menggunakan 6 kelompok yang masing-masing terdiri dari 5 ekor mencit putih galur ddY, dimana 2 kelompok diberikan suspensi ekstrak O. stamineus dosis tunggal 500 mg/kg and 1000 mg/kg, kemudian 2 kelompok diberikan secara bersamaan ekstrak O. stamineus dengan irbesartan 40 mg/kg secara oral, dan 1 kelompok sebagai kontrol normal hanya diberikan larutan tween 1%. Semua perlakuan diberikan obat uji secara oral selama 28 hari, dan pada hari ke 29, diambil serum darahnya, kemudian organ hatinya dibuat preparat untuk dianalisa secara histopatologi. Metode pengukuran SGOT dan SGPT secara kolorimetri menggunakan reagen Diasys dan diukur pada panjang gelombang 505 nm dengan spektrofotometri UV-Vis (Microlab 200). Data dianalisa secara statistik dengan ANOVA satu arah Hasil menunjukan bahwa kadar SGOT dan SGPT semua kelompok perlakuan tidak ada perbedaan yang signifikan (p> 0.05) dengan kelompok kontrol normal, begitu juga dengan gambaran histopatologi hati, tidak ada perubahan/kerusakan yang signifikan. Maka penggunaan kombinasi ekstrak kumis kucing (O. stamineus) dengan irbesartan tidak mempengaruhi fungsi hati selama pemakaian 28 hari. Kata kunci: ekstrak O.stamineus, irbesartan, fungsi hati
80
OR-M06
Ekspresi Protein Caspase-9 dan Gambaran Histologi Palatum Sekunder Mencit Prenatal Akibat Paparan Diazepam di Periode Organogenesis Rika Yulia Fakultas Farmasi Universitas Surabaya Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efek teratogenik paparan diazepam di periode organogénesis pada mencit prenatal melalui pemeriksaan histologi dan ekspresi protein caspase-9 pada pembentukkan palatum sekunder. Proses pembentukan palatum (palatogenesis) terdiri dari beberapa tahap dan diatur dengan ketat. Kegagalan pertumbuhan lempeng palatum, elevasi, kontak dan atau pengabungan dua lempeng palatum dapat menyebabkan terjadinya celah palatum (cleft palate). Delapan belas (18) ekor mencit (Mus musculus), betina, bunting, yang sudah diketahui umur dan berat badannnya digunakan dalam penelitian ini. hewan coba dibagi menjadi dua (2) kelompok: kelompok control, diberi aquades dan kelompok uji deberi injeksi diazepam 8 mg/kg/BB setiap hari. kelainan terjadinya celah palatum dievaluasi. Hasil histologi menunjukkan terjadinya celah palatum pada kelompok uji. Hasil imunohistokimia menunjukkan peningkatan ekspresi protein casapase-9 pada kelompok uji. Análisis hasil menunjukkan bahwa paparan diazepam menyebabkan terjadinya celah palatum dan peningkatan ekspresi caspase-9 pada mencit prenatal Kata kunci: diazepam, celah palatum, palatum sekunder, caspase-9
81
OR-M07
Aktivitas Antibakteri Dan Efek Iritasi Primer Gel Topikal Ekstrak Rimpang Temu Mangga (Curcuma mangga Val.) Hady Anshory Tamhid*, Tia Ayu Rahmadhanti, Giar Anjar Kesuma, Dimas Adhi Pradana* Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Islam Indonesia Email:
[email protected] ASBTRAK Telah dilakukan penelitian tentang aktivitas antibakteri dan efek iritasi primer gel ekstrak rimpang temu mangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri gel ekstrak rimpang temu mangga (GERT) terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Propionibacterium acnes ATCC 11827, serta untuk mengetahui efek iritasi primernya pada kulit kelinci jantan. Penelitian ini diawali dengan melakukan ekstraksi rimpang temu mangga dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%, selanjutnya diformulasi menjadi sediaan gel dengan basis kombinasi HPMC-Karbopol dengan konsentrasi ekstrak 0,15% (Formula 1), 0,3% (Formula 2), dan 0,6% (Formula 3). Sediaan gel yang diperoleh diuji sifat fisiknya meliputi organoleptis, homogenitas, daya lekat, daya sebar, dan viskositas. Selanjutnya aktivitas antibakteri sediaan gel diuji dengan metode well diffusion, serta efek iritasi primer diuji pada kulit kelinci jantan dengan waktu eksperimen selama 24 dan 72 jam untuk kulit insisi dan normal. Seluruh formula Sediaan GERT memiliki sifat homogenitas yang baik, daya lekat dan daya sebar sama, dan viskositas formula 3 paling rendah. Sediaan GERT memilki aktivitas antibakteri terhadap bakteri S.aureus dan P.acnes, bahkan aktivitas antibakteri sediaan GERT terhadap P.acnes lebih tinggi disbanding dengan kontrolnya (gel benzolac 2,5%). Indeks iritasi primer sediaan GERT formula 1 sampai 3 berturut-turut adalah 0,40; 0,66; dan 0,55. Nilai ini menunjukkan sifat iritasi sediaan GERT sangat ringan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan GERT yang dihasilkan memiliki potensi untuk digunakan dan dikembangkan sebagai sediaan antiinfeksi khususnya infeksi jerawat. Kata kunci: Gel ekstrak temu mangga (GERT), antibakteri, iritasi primer
82
OR-N01
Uji Efek Antimalaria Ekstrak Etanol Angkak (Monascus purpureus) pada Mencit (Mus musculus l.) yang Terinfeksi Plasmodium Berghei Aprilita Rina Yanti*, Ema Dewanti** dan Indriyanti*** * Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul, ** Fakultas Farmasi UHAMKA, ***Fakultas Farmasi UTA’45 Jakarta
ABSTRAK Malaria adalah suatu penyakit yang penting dan sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk di Indonesia, di antara 6 penyakit tropis lainnya. Hal ini dikarenakan malaria sering menyebabkan penyakit yang berat dan kematian bagi penderitanya. (Irianto K, 2009). Salah satu tanaman obat yang secara empiris yang mempunyai efek sebagai antimalaria terhadap plasmodium malaria adalah angkak (Monascus purpureus). Angkak merah mengandung isoflavon yang berperan sebagai agen antiinflamasi, saponin dan lovastatin sebagai agen proapoptosis, alkaloid dan terpen sebagai antimalaria dan Monakolin K sejenis Lovastatin yang mempunyai efek antilipidemia yang dapat menghambat enzim yang terlibat dalam biosintesis kolestrol (Tisnadjaja, 2006). Penelitian ini dilakukan untuk mengetaui efek antimalaria angkak (Monascus purpureu) dengan menggunakan mencit putih. Sebanyak 30 ekor mencit dibagi dalam 6 kelompok, yaitu: kelompok Kontrol Normal (KN), Kelompok kontrol negatif (KKN), kelompok kontrol positif (KKP), kelompok eksperimen I, II dan III. Induksi malaria dilakukan menggunakan Plasmodium berghei 0,2 ml terhadap semua kelompok kecuali KN. Dosis ekstrak yang digunakan adalah 1,12mg/g BB, 2,24 mg/g BB dan 4,48 mg/g B dengan kontrol positif klorokuin 25 mg/kg bb diberikan selama 7 hari. Setiap hari dilakukan pengambilan darah dan diperiksa parasitemianya menurut cara Markell et al. (1986).. Hasil uji ANOVA menunjukkan ketiga dosis ekstrak etanol angkak dapat menghambat pertumbuhan parasit P.berghei pada mencit dengan persentase pertumbuhan parasit berturut-turut sebesar 0,12, 0,19 dan 0,30 dan persentase penghambatan sebesar 65,09%, 75,89% dan 89,68%. Kata kunci: Efek anti malaria, ekstrak etanol, angkak, Plasmodium berghei
83
OR-N02
Efek Teratogenik Ramuan Segar Jamu Kunyit Asam pada Tikus Prima Mustikaningtyas Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
84
OR-N03
Pengaruh Fraksi Aktif Daun Wungu (Graptophyllum pictum (l.) Griff) terhadap Kadar Kolesterol Total Darah Mencit Putih Jantan Hiperkolesterol Helmi Arifin, Fita Pratiwi, Netty Suharti Fakultas Farmasi, Universitas Andalas
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh fraksi aktif dari ekstrak etanol "daun wungu" (Graptophyllum pictum (Linn) Griff.) terhadap kadar kolesterol total darah pada mencit putih jantan hiperkolesterol. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu uji pendahuluan dan uji lanjutan. Uji pendahuluan dilakukan terhadap fraksi heksan, fraksi etilasetat dan fraksi air. Hiperkolesterol pada mencit dilakukan dengan memberikan makanan campuran lemak sapi dan kuning telur puyuh (1: 5) sebanyak 1% berat badan selama 14 hari. Fraksi uji diberikan secara oral dengan dosis masing-masing 50 mg/kgBB selama 7 hari. Pada uji pendahuluan diketahui bahwa fraksi air memiliki persentase tertinggi dalam penurunan kadar kolesterol total. Pada kajian lanjut dari fraksi air diberikan peroral pada mencit hiperkolesterol dengan dosis 25, 50 dan 100 mg/kgBB selama 21 hari. Kadar kolesterol total diukur pada hari 0, 7, 14 dan 21 menggunakan NESCO® Multicheck. Data kolesterol total dianalisa dengan ANOVA dua arah, dan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi air dari ekstrak etanol daun wungu dengan dosis 25, 50 dan 100 mg/kgBB dapat menurunkan kadar kolesterol total pada mencit hiperkolesterol secara nyata (p <0,05). Kata Kunci: (Graptophyllum pictum (L.) Griff), kolesterol total, hiperkolesterol
85
OR-N04
Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Daun Sirih Hitam (Piper sp) pada Mencit Jantan (Mus musculus) Arsyik Ibrahim1), Lizma Febrina1), Esi Oseda Rajagukguk1) 1) Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, Samarinda Kalimantan Timur Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian efek antihiperurisemia ekstrak etanol daun Sirih Hitam (Piper sp) menggunakan hewan uji mencit jantan (Mus musculus) bertujuan mengetahui efek ekstrak etanol daun Piper sp dan menentukan dosis efektif sebagai antihiperurisemia. Uji ini menggunakan 15 ekor mencit jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok perlakuan sebagai berikut: Kelompok 1: Kontrol negatif Na CMC 0,5%; Kelompok 2: Kontrol positif Allopurinol dosis 100 mg/70 KgBB; Kelompok 3-5: Ekstrak etanol dosis 50; 250 dan 500 mg/KgBB. Untuk membuat kondisi hiperurisemia pada hewan uji diinduksi kalium oksonat 250 mg/KgBB secara i.p. setiap jam sekali selama 5 jam, dan dosis ekstrak diberikan secara oral pada jam ke-6. Pengukuran kadar asam urat menggunakan alat tes strip Nesco®. Analisis data menggunakan ANAVA dua arah dan uji lanjut Beda Nyata Jujur Duncant (BNJD) pada taraf kepercayaan α= 0,05 dan 0,01 %. Hasil penelitian menunjukan ekstrak etanol daun Piper sp memiliki efek sebagai antihiperurisemia, dan dosis efektif ekstrak etanol daun Piper sp sebagai antihiperurisemia adalah dosis 50 mg/KgBB. Kata kunci: Antihiperurisemia, Kalium Oksonat, dan Sirih Hitam (Piper sp)
86
OR-N05
Potensi Terapi Kuratif Hiperlipidemia dari Ekstrak Etanolik Daun Bayam Merah (Amaranthus tricolor l.) terstandar secara In Vivo Berdasarkan Parameter LDL (Low Density Lipoprotein) Dimas Adhi Pradana, Faras Sophia Rahmah, Tri Ratna Setyaningrum Prodi Farmasi Faulultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi terapi kuratif ekstrak etanolik daun bayam merah (Amaranthus tricolor L.) terstandar terhadap penurunan kadar LDL secara in vivo. Hewan uji yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus Wistar jantan berusia 2 – 3 bulan yang terbagi secara acak dalam 6 kelompok meliputi kontrol normal, kontrol negative, control positif dan 3 peringkat dosis eksktrak. Induksi hyperlipidemia dilakukan pada semua kelompok kecuali kontrol normal dengan menggunakan poloxamer pada hari ke-1 dan propiltiourasil pada hari ke-5 sampai hari ke-14. Pada kelompok kontrol positif diberikan terapi simvastatin sedangkan pada kelompok perlakuan diberikan 3 variasi dosis ekstrak pada masing – masing kelompok yakni 200mg/kgBB, 400mg/kgBB, dan 800mg/kgBB tikus. Ekstrak etanolik daun bayam merah yang digunakan telah melalui uji standardisasi berdasarkan parameter spesifik dan non-spesifik. Penetapan kadar LDL plasma dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu hari ke-0 (baseline), hari ke-4 (setelah proses induksi) dan hari ke-14(setelah terapi). Hasil yang diperoleh menunjukkan pemberian ekstrak etanolik bayam merah (Amaranthus tricolor L.) terstandar pada dosis 800mg/kgBB dapat menurunkan kadar LDL yang signifikan secara statistik (p<0,05) jika dibandingkan terhadap kelompok normal dan kelompok negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanolik daun bayam merah terstandar berpotensi sebagai agen terapi kuratif hyperlipidemia. Kata kunci: Amaranthus tricolor, Ekstrak Etanolik, Kuratif, LDL, Standardisasi,
87
OR-N06
In Vitro Solubility of Calcium Kidney Stone by Kelor Leaves (Moringa oleifera Lam.) Extracts Yance Anas*, Ali Imron**, Sekar Indah Ningtyas** *Pharmacology and Clinical Pharmacy Dept. of Pharmacy Faculty of Universitas Wahid Hasyim, ** Pharmacy Graduate Programe of Universitas Wahid Hasyim Email:
[email protected]
ABSTRAK Flavonoids in Moringa oleifera leaves suspected had an important role on dissolving calcium kidney stones. The purpose of this research is to reveal the effect of kelor leave's methanol extract (KLME) and ethanol extract (KLEE) on the in vitro solubility of calcium kidney stones. These experimental studies used randomized matched two groups post tests only design. The Moringa oleifera Lam. leave's simplisia extracted with maceration method. Methanol and ethanol 70% were used as solvent. An active flavonoid compound in KLME and KLEE has identified with TLC method. Kidney stone's powder soaked in KLME and KLEE series concentration (2%, 4%, 6%, 8% and 10%) and incubated for six hours at 37 °C. The dissolved calcium levels from kidney stones in KLME and KLEE were analyzed with AAS at a wavelength of 422,7 nm. The result showed that the KLME (2-10) % and KLEE (4-10%) can enhance the dissolved calcium levels from kidney stones in vitro. The dissolved kidney stone's calcium in KLME and KLEE deppend on it’s concentration. The levels of dissolved calcium from kidney stones in KLME dan KLEE series concentration were (86.27-185,87) ppm and (95.31–177.29) ppm repectively. Statistically, these calcium levels were bigger than calcium levels from kidney stones in control (60.41) ppm (p<0.05). The result of TLC analysis showed that the flavonoid found in KLME dan KLEE. Kata kunci: Calcium kidney stones, Flavonoid, Maceration, Moringa leaves (Moringa oleifera Lam.)
88
OR-N07
In Vitro Antiproliferasi Senyawa Tb3 dari Daun Tampa Badak Voacanga Foetida (Bl.) K. Schum) terhadap Sel Kanker Paru A-549 Adriani Susanty Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau
ABSTRAK Kata kunci:
89
OR-O01
Evaluasi Aktivitas Antibakeri Metabolit Sekunder Isolat Kapang Endofit Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) Shirly Kumala, Pepinawang Wulan. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Tanaman sudah lama dikenal dapat digunakan sebagai obat untuk mengobati penyakit infeksi, namun penggunaan tanaman dapat merusak lingkungan. Para peneliti berusaha mencari sumber lain salah satunya dengan memanfaatkan mikroba. Mikroba yang berada dalam tanaman dikenal sebagai mikroba endofit. Metabolit sekunder dari mikroba endofit dapat menghasilkan senayawa yang berpotensi sebagai anti mikroba. Metode yang digunakan untuk mendapatkan isolat dengan metode tanam langsung. Metabolit sekunder diperoleh dengan fermentasi goyang menggunakan media PDY (Potato Dextrose Yeast) selama12 hari. Untuk melihat aktivitas antibakteri digunakan metode difusi agar. Tanaman yang digunakan adalah kencur(KaempferiagalangaL.), yang mengandung minyak atsiri. Hasil penelitian diperoleh 8 isolat. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa pada ekstrak fas en-heksana,etilasetatdann-butanol memilik aktivitas sebagai antibakteri. Isolat kapang endofit yang paling aktif terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli adalah kapang IKG-r6 danIKG-r2. Kata kunci: Antibakteri,supernatant metabolit sekunder, kapang endofit, Kaempferia galanga
90
OR-O04
Aktivitas Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) pada Mencit Putih Jantan Yufri Aldi, Atikah Riani dan Meri Susanti Fakultas Farmasi Universitas Andalas Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian tentang uji aktivitas imunomodulator ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) telah dilakukan pada mencit putih jantan dengan metoda carbon clearance. Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) merupakan salah satu keanekaragaman hayati Indonesia yang mempunyai khasiat sebagai imunomodulator, sejak lama telah digunakan masyarakat untuk mempertahankan sistem imun tubuh. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metoda carbon clearance untuk mengukur aktivitas sel-sel fagosit dalam membunuh organisme patogen yang masuk kedalam tubuh. Dosis uji ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) yang digunakan 10 mg/kgbb; 30 mg/kgbb; 100 mg/kgbb dan Na CMC 0,5% sebagai kontrol negatif yang diberikan secara oral selama enam hari. Setelah enam hari karbon diinjeksikan secara intravena pada mencit putih jantan dan ditentukan indek fagositosisnya. Semakin tinggi dosis ekstrak etanol sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) yang diberikan akan semakin meningkatkan aktivitas fagositosis yang dihasilkan, dapat dilihat dari nilai indeks fagositosis, bobot limfa relatif, dan jumlah sel limfosit. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa ekstrak etanol sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) mempunyai kemampuan aktivitas imunomodulator yaitu sebagai imunostimulan. Kata kunci: sirih merah, piper crocatum Ruiz & Pav., imunomodulator, metoda carbon clearance.
91
OR-O05
Uji Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Daun Sisik Naga (Drymoglossum piloseillodes (l.) C. Presl) pada Mencit Putih Jantan Yang Diinduksi Streptozotocin Ria Afrianti, Lola Azyenela, Devi Umar Yani Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Email:
[email protected] ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktifitas antihiperglikemia dari ekstrak etanol daun sisik naga (Drygmolossum piloseilloides (L.) C. Presl pada mencit putih jantan yang diinduksi dengan streptozotocin 45 mg/kgBB. Penelitian ini menggunakan 6 kelompok kelompok, yaitu kontrol negatif, kontrol positif, kelompok pembanding dengan glibenklamid dosis 5 mg/kgBB, dan kelompok perlakuan yang diberikan secara peroral dengan dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kgBB, 300 mg/ kgBB. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke-0,5,10,15,20 dan 25, dengan menggunakan alat ACCU-CHEK. Data yang diperoleh di analisa dengan ANOVA dua arah dengan program SPSS17. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sisik naga (Drygmolossum piloseilloides (L.) C. Presl pada dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB dan 300 mg/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit hiperglikemia secara bermakna (p<0,05), dimana dosis 300 mg/kgBB merupakan dosis yang efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah, karena memberikan efek yang sama dengan pembanding. Kata Kunci: Drygmolossum piloseilloides L., antihiperglikemia, streptozotocin
92
OR-O06
Kloning Dan Ekspresi Gen Mer A Dan Overproduksi Protein Mer A Rekombinan Sebagai Pereduksi Merkuri Fatimawali PS Farmasi FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Merkuri adalah senyawa yang sangat toksik pada manusia. Detoksifikasi merkuri dapat dilakukan dengan menggunakan protein merkuri reduktase MerA yang diperoleh dari bakteri resisten merkuri. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh protein MerA melalui transformasi gen merA bakteri resisten merkuri pada sel Escherichia coli BL21 kompeten. Rangkaian nukleotida gen merA dari bakteri resisten merkuri Klebsiella pneumoniae isolat A1.1.1 yang telah diperoleh sebelumnya, dioptimasi menggunakan program designer (www.dna20/com) kemudian gen merA utuh disintesis secara komersial dan diklon pada vektor plasmid ekspresi pET32b. Selanjutnya plasmid ditransformasi kedalam E. coli BL21 untuk menghasilkan E. coli rekombinan. Overproduksi protein MerA dilakukan dengan menumbuhkan E. coli rekombinan dalam media cair luria bertani (LB) dan diinduksi dengan isopropyl-β-D-thiogalactopyranoside (IPTG). Protein MerA dianalisa dengan gel elektroforesis sodium dodesil sulfat poliakrilamid (SDS PAGE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein MerA dengan ukuran 60 kDa terdeteksi dengan SDS PAGE. Protein MerA yang diperoleh pada penelitian ini dapat digunakan pada penelitian lebih lanjut pada proses detoksifikasi merkuri secara enzimatik.
Kata kunci: Kloning, Gen merA, Protein MerA, Escherichia coli BL21
93
OR-O07
Kajian Molekular Gen E6 Dan E7 Human Papilloma Virus (HPV) sebagai Penyebab Kanker Servik Marlina1, Andani Eka Putra2, Yufri Aldi1, Akmal Djamaan1, Rustini1 Email:
[email protected] Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Kampus Limau Manis, Padang, Sumatera Barat1 Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Jl. Perintis Kemerdekaan, Padang, Sumatera Barat2 ABSTRAK Karsinoma serviks merupakan salah satu penyakit kanker yang menyerang wanita di dunia dan penyebab kematian 275.000 pasien setiap tahunnya. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan setiap 90-100 dari 100.000 penduduk Indonesia menderita kanker serviks. Penyebab kanker serviks adalah Human Papilloma Virus (HPV) dan tipe 16 merupakan yang paling banyak menginfeksi wanita di Indonesia. Infeksi HPV mempunyai potensi dapat menyebabkan transformasi keganasan. Untuk mendisain vaksin terapeutik yang poten untuk virus HPV, dilakukan kajian variasi molekuler dari HPV yang di peroleh dari pasien rawat inap dan jalan di RSUP M. Djamil Padang Sumatera Barat. Dua puluh sampel berupa darah, jaringan, hasil deteksi papsmear, urine dan saliva di kumpulkan dan dilakukan isolasi DNA menggunakan DNeasy Blood and Tissue kit. Penggunaan primer universal dilakukan untuk memastikan bahwa sampel mengandung HPV. Gen E6 dan E7 dideteksi masing-masing menggunakan primer spesifik dengan sequence yaitu 5’TTGCTTTTCGGGATTTATGC-3’ untuk forward dan 5’AGATCAGTTGTCTCTGGTTGCA-3’ sebagai reverse dengan amplicon 390 bp untuk E6 dan 5’ –ATAATATAAGGGGTCGGTGG-3’ untuk forward dan 5’CATTTTCGTTCTGTCATCTG-3’ untuk reverse untuk deteksi gen E7 pada amplicon antara 480-985 bp. Kata kunci: HPV, kanker serviks, variasi molekuler, metode PCR.
94
OR-P01
Pengaruh Pemberian Ektrak Etanol Herba Ceplukan (Physalis angulata l.) terhadap Gangguan Fungsi Ginjal Mencit Putih Jantan Sri Oktavia1, Surya Dharma2, Antonyarman1 1 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang1, 2 Fakultas Farmasi Universitas Andalas Email:
[email protected] ABSTRAK Ceplukan (Physalis angulata L.) merupakan herba yang tumbuh liar yang banyak digunakan sebagai pengobatan alternatif berbagai penyakit. Secara empiris, herba ceplukan digunakan sebagai obat alternatif pada penderita gangguan ginjal. Tumbuhan ini memiliki berbagai kandungan utama flavonoid dan polifenol yang bersifat antioksidan. Penelitian ini berupaya melihat pengaruh pemberian ekstrak etanol herba ceplukan terhadap fungsi ginjal mencit putih jantan. Penelitian ini dilakukan dengan 5 kelompok yaitu kelompok kontrol postif, kontrol negatif, dosis 375 mg/kgBB, 750 mg/KgBB, dan 1.500 mg/KgBB. Semua kelompok diinduksi dengan gentamisin selama 7 hari. Kadar kreatinin serum dan histopatologi ginjal dilakukan pada hari ke 8 dan 16. Kadar kreatinin serum dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA satu arah. Hasilnya menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dari masing-masing kelompok dosis. Hasil pemeriksaan histopatologi memperlihatkan pada dosis 1,500mg/kgBB terjadi perluasan ruang urinarius, perbaikan selsel glomerulus yang mengalami kerusakan, dan berkurangnya sel-sel epitel yang masuk kedalam lumen tubulus. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol herba ceplukan dapat memperbaiki gangguan fungsi ginjal. Kata Kunci: Ceplukan, Physalis angulata L., ginjal, histopatologi, kreatinin.
95
OR-P02
Studi Mekanisme Efek Extrak Eurycoma Longifolia Pada Metabolisme Rosiglitazone terhadap Tikus Tua Diabetes Jantan Purwantiningsih1*, Abas Hj Hussin2,3, Kit Lam Chan2 1Department of Pharmacology & Clinical Pharmacy, Faculty of Pharmacy, Gadjah Mada University, 55281 Yogyakarta, Indonesia; 2School of Pharmaceutical Sciences, Universiti Sains Malaysia, 11800 Penang, Malaysia; 3Centre for Drug Research, Universiti Sains Malaysia, 11800 Penang, Malaysia Email:
[email protected] ABSTRAK Eurycoma longifolia telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai afrodisiak terutama di Malaysia, Vietnam dan Indonesia. Beberapa studi telah dipublikasikan berkaitan dengan interaksi obat-herbal tersebut. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak terstandar dari E. longifolia berpengaruh pada metabolisme rosiglitazone terutama pada tikus tua jantan baik pada tikus diabetes maupun normal. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemungkinan mekanisme ekstrak E. longifolia dalam mempengaruhi metabolisme rosiglitazone fase I pada hepatosit tikus tua diabetes jantan. Percobaan dilakukan menggunakan sepuluh jenis stimulan/inhibitor seluler. Tikus tua jantan diabetes dibagi dalam sepuluh kelompok (n = 6) dan hepatosit diisolasi menggunakan teknik perfusi. Setiap kelompok memiliki kontrol negatif (diberikan larutan pembawa), kontrol positif (diberikan inhibitor/stimulan seluler) dan 6 sub-kelompok uji (diberikan inhibitor/stimulan seluler dan 0,001-100 µg/mL ekstrak E. longifolia). Pengaruh ekstrak E. longifolia pada metabolisme rosiglitazone fase I ditentukan menggunakan metode kolorimetri dari Nash pada panjang gelombang 415 nm. Hasil penelitian menunjukkan, ada pengaruh signifikan dari ekstrak E. longifolia pada metabolisme rosiglitazone setelah hepatosit tikus diabetes mendapat pra-perlakuan dengan trifluoperazine, 3-isobutil-methylxanthine/IBMX, phorbol-12-miristat-13-asetat /PMA dan guanylyl-5 ' -imidodiphosphate/GPP. Tidak ada perubahan signifikan dalam metabolisme rosiglitazone yang teramati setelah diberi perlakuan KT5823, KT5720, asam okadaic/OKA, furafyllin, genistein atau L-ornithine. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan efek dari ekstrak E. longifolia pada metabolisme rosiglitazone fase I pada tikus tua diabetes jantan dimediasi melalui aktivasi sistem protein-G, PKA di jalur cAMP, kalmodulin dan PKC Kata kunci: rosiglitazone, Eurycoma longifolia, tikus tua diabetes jantan, studi mekanisme, stimulan/inhibitor
96
OR-P03
Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatm Ruiz&Pav) Emrizal Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau ABSTRAK Kata kunci:
97
OR-P04
Ketoksikan Akut Ekstrak Air Eupatorium riparium Reg. pada Mencit Balb/C Dan Tikus Sprague-Dawley Nurlaila, Maria Nesy Anggraeni Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi UGM Email:
[email protected] ABSTRAK Tumbuhan Eupatorium riparium Reg. merupakan salah satu tumbuhan berkhasiat obat yang memungkinkan dimanfaatkan dengan optimal. Beberapa hasil penelitian dan penggunaan pada masyarakat memperlihatkan bahwa tumbuhan ini dapat digunakan sebagai diuretika, antiinflamasi, hepatoprotektor, imunostimulan, antimalaria, dan antiinfeksi. Oleh karena itu perlu adanya penelitian untuk evaluasi keamanan secara menyeluruh, salah satunya yaitu penentuan ketoksikan akut ekstrak air E. riparium Reg. pada mencit jantan Balb/C dan tikus Sprague-Dawley (SD). Uji ketoksikan akut ini menggunakan metode OECD 423. Hewan uji mencit jantan galur Balb/C dan tikus jantan galur SD. Hewan uji diberi ekstrak air E. riparium Reg. yang dimulai dengan dosis 2000 mg/kg BB (mengikuti OECD 423, 2001). Pengamatan dilakukan 24 jam dengan pengamatan intensif pada 4 jam pertama. Semua mencit yang diberi perlakuan mengalami kematian, sehingga dilakukan penurunan dosis menjadi 300 mg/kg BB juga menunjukkan kematian pada semua mencit. Kemudian diturunkan lagi menjadi 50 mg/kg BB, pada dosis ini ada 1 hewan uji yang mati, berdasarkan OECD 423, maka dilakukan pengujian ulang dengan dosis yang sama. Pada pengujian ulang tidak ada hewan uji yang mati, kemudian pengamatan dilanjutkan sampai 14 hari untuk melihat ada tidaknya efek toksik tertunda. Untuk tikus pada dosis 2000 mg/kg tidak ada tikus yang mati, dilakukan pengujian ulang juga tidak ada yang mati, sehingga pengamatan dilanjutkan sampai 14 hari Dosis dinaikkan 5000 mg/kg BB, ternyata tidak ada hewan yang mati, juga pada pengujian ulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi ketoksikan akut (LD50) (cut off) ekstrak air E. riparium Reg., pada mencit sebesar 200 mg/kgBB dan pada tikus sebesar > 5000 mg/kg BB. Selain itu sediaan uji memperlihatkan gejala toksik berupa gelisah, menjilat, keberangasan, keterpaksaan gerak, paralisis kaki belakang, dipsnea, dan kematian.
Kata kunci: ekstrak air E. riparium Reg., Ketoksikan akut, LD50, OECD 423.
98
OR-P05
Efektifitas Estrak Buah Delima (Punica granatum) secara Topikal dalam Proses Penyembuhan Luka Mukosa pada Tikus Putih (Galur Wistar) Eka Desnita Universitas Baiturrahmah, Padang ABSTRAK Kata kunci:
99
OR-P06
Plasmid Pwcmbf8-1 Yang Diisolasi Dari Penghasil Blis Weissella confusa Mbf8-1 Membawa Tiga Buah Gen Penyandi Bakteriosin Amarila Malik1, Sumayyah1, Nick C. K. Heng2 Bagian Mikrobiologi dan Bioteknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok 16424, Depok, Indonesia; 2Sir John Walsh Research Institute, University of Otago, P.O. Box 647, Dunedin 9054, New Zealand Email:
[email protected] ABSTRAK Produksi bakteriosin pada bakteri penghasilnya dilaporkan sebagai terkait plasmid. Aktivitas Bacteriocin Like Inhibitory Sequence (BLIS) telah banyak dilaporkan dari bakteri asam laktat. Bakteri penghasil BLIS berpotensi untuk direkayasa dalam rangka memperoleh peptida antimikroba baru untuk digunakan baik sebagai antimikroba maupun sebagai komplemen antibiotik dalam kemoterapi bakteri. Weissella confusa MBF8-1, yaitu bakteri asam laktat yang diisolasi dari limbah kedelai, menunjukkan aktivitas BLIS dengan spektrum menengah-sempit, yaitu dengan Ptype 410. Esei dilakukan dengan menggunakan uji deferred antagonism dan menunjukkan aktivitas BLIS terhadap Micrococcus luteus T18 (I1) dan Lactococcus lactis T21 (I6). Aktivitas juga ditunjukkan terhadap bakteri berkerabat dekat Leuconostoc mesenteroides TISTR 120. BLIS dari W. confusa MBF8-1 ini stabil pada suhu hingga 600C namun hanya stabil pada kisaran pH yang sempit, 6-7. Hal yang menarik adalah bahwa bakteri ini ternyata membawa lebih dari satu gen penyandi bakteriosin pada plasmidnya setelah dilakukan analisis lengkap data sekuensnya dengan menggunakan whole genome sequence hasil dari SOLiD dan dengan perangkat lunak penganalisa genom MIRA versi 4.0. Plasmid pWcMBF8-1, berukuran 17.643 bp, adalah suatu plasmid besar mengandung dua puluh tujuh open reading frame (ORF) dengan tiga gen penyandi bakteriosin yang putatif, yang dinamakan bacA, bacB dan bacC. Analisis ORF lainnya mengungkapkan bahwa plasmid tersebut juga membawa gen penyandi protein imunitas yang berfungsi sebagai pelindung untuk bakteri penghasil BLIS itu sendiri. Berdasarkan data sekuen DNA, maka ketiga bakteriosin dapat diproduksi hanya dengan satu langkah, baik dengan kloning gen ataupun dengan mensintesis peptida pendeknya. Kata kunci: bakteriosin, BLIS, plasmid, Weissella confusa, peptida antimikroba
100
OR-Q01
Evaluasi Pola Penulisan Resep Pada Pemakaian Obat Tb Paru Anak Selama Triwulan Pertama 2014 Di Daerah Bandung Timur Akhmad Priyadi, Siti Nurhasanah, Ruhmah Maulidah Muslihat. (Sekolah Tinggi Farmasi Bandung) ABSTRAK Latar belakang dan tujuan: Evaluasi penulisan resep dalam penggunaan obat merupakan suatu proses jaminan mutu yang terstruktur yang dilakukan secara terus menerus dan ditujukan untuk menjamin penggunaan obat yang aman, tepat dan efektif. Usia anak merupakan usia yang sangat rawan terhadap penularan penyakit TB terutama TB paru. TB Paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah utama di Indonesia maupun di dunia oleh karena tingginya tingkat prevalensi penderita TB paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Mengetahui pola penulisan resep obat TB paru pada anak selama Triwulan Pertama 2014 di daerah Bandung Timur, secara kuantitatif dan menilai ketepatan/ketidaktepatan penggunaannya secara kualitatif. Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif yang diambil secara retrospektif (JanuariMaret 2014). Hasil: Dari jumlah resep pada data retrospektif didapatkan hasil dalam kelengkapan resep yang di tulis oleh dokter tidak memenuhi administrasi, diantaranya tidak terdapat NSIP (No Surat Izin Praktek Dokter), umur penderita, dan alamat penderita dalam setiap resepnya. Berdasarkan kelompok pediatric paling banyak pada kelompok balita (1-5 tahun) 79,07%. Hal ini karena disebabkan system kekebalan tubuh yang masih belum stabil, sehingga sangat rentan terhadap infeksi kuman, bakteri atau virus dari luar. Kesimpulan: Hal ini menunjukkan bahwa dokter belum melakukan penulisan resep yang memenuhi ketentuan penulisan resep yang benar secara administratif, jumlah resep obat TB berdasarkan nama obat presentase yang paling banyak Rimactacid-paed, rekapitulasi jumlah obat berdasarkan golongan farmakologi-terapi presentase yang paling banyak antituberculosis, dan jumlah resep obat TB berdasarkan kelompok pediatric presentase yang paling banyak kelompok balita (1-5 tahun). Kata kunci: Antituberculosis, Resep, Pediatric (anak)
101
OR-Q02
Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Hasil Uji Sensitivitas Pada Pasien ICU di RSUP Fatmawati Bulan Januari – Desember 2014 Magdalena Niken & Anti Dharmayanti ABSTRAK Pemilihan penggunaan antibiotik sesuai dengan hasil uji sensitivitas merupakan salah satu indikator keberhasilan pengendalian resisitensi antibiotik di rumah sakit. ICU merupakan ruang perawatan yang tepat untuk pemantauan kesesuaian penggunaan antibiotik dengan hasil uji sensitivitas, karena hampir 95% pasien menggunakan antibiotik, serta munculnya kasus multi-drug resistant organism (MDRO) dimana penggunaan antibiotik menjadi tidak sensitif lagi dalam melawan infeksi, atau disebut dengan resistensi antibiotik (Sjamsiah, 2007). sehingga mengakibatkan perpanjangan lama waktu rawat, serta meningkatkan risiko kematian dan bahkan menjadi sumber penularan infeksi bagi pasien lain. Penelitian dilakukan dengan metode analisa deskriptif terhadap data rekam medis pasien yang dirawat di ICU bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2014. Penggunaan antibiotic dikatakan sesuai apabila pasien menggunakan antibiotik yang masih sensitive atau intermediet (jika hasil uji sensitivitas tidak ada yang sensitif). Penggunaan antibiotika dikatakan tidak sesuai jika ketika hasil uji sensitifitas keluar masih menggunakan anitbiotika yang resisten padahal masih ada pilihan lain. Ketidaksesuaian juga dapat terjadi jika antibiotik yang sensitif dikombinasi dengan antibiotik yang tidak sesuai dengan kumannya dan atau resisten, atau masih ada antibiotika yang lebih efektif. Hasil menunjukan bahwa penggunaan antibiotik di ICU periode bulan Januari– Desember tahun 2014 sebesar 65,31 % penggunaan antibiotik pada pasien sesuai dengan hasil uji sensitivitas, 20,99% penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dan 13,70 % sesuai dalam penggunaan namun kurang relevan.
102
OR-Q03
Studi Perbandingan Pemakaian Obat Antibiotika Dari Resep Racikan Pada Pasien Anak Di Dua Apotek Wilayah Bandung Timur Periode Januari – Maret 2014 Wecking, Noval Sekolah Tinggi Farmasi Bandung; Bandung, Indonesia ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pemakaian antibiotika dari resep racikan untuk pasien anak di dua Apotek wilayah Bandung Timur. Penelitian ini menggunakan metode retrospektif dengan cara skrining resep, meliputi penetapan klasifikasi pasien anak, kriteria pengkajian resep dan penetapan kriteria obat. Pengumpulan data periode Januari - Maret 2014 dan pengolahannya secara univariat. Hasil penelitian menunjukkan pemakaian antibiotika untuk anak menurut jumlah resep, apotek (A) yaitu 361 yang lebih banyak dari pada apotek (B) dengan 83 resep. Berdasarkan proporsi jumlah resep racikan apotek (B) dengan 59% lebih besar dibandingkan apotek (A) dengan 56%. Pasien anak lakilaki yang memakai antibiotika resep racikan terbanyak adalah sebesar 52,63% pada apotek (A) dan 63,86% pada apotek (B). Rentang usia terbanyak ialah (> 2,5 – 5 tahun) pada apotek (A) dan (> 5 – 11 tahun) pada apotek (B). Resep yang diterima oleh apotek (A) dan apotek (B) memenuhi kelengkapan administrasi sebesar 55,6%, memenuhi kesesuaian farmasetik berdasarkan bentuk sediaan, namun tidak diketahui kesesuaian dosis dan stabilitas racikan pada pasien anak. Pertimbangan klinis berupa adanya riwayat alergi dan efek samping belum diketahui pada pasien anak dan pada interaksi obat antibiotika yang diberikan tidak menimbulkan potensi merugikan. Golongan antibiotika terbanyak yang diresepkan adalah sefalosporin sebesar 95,84% pada apotek (A) dan 48,19% pada apotek (B). Obat antibiotika terbanyak yang digunakan pada apotek (A) adalah cefadroxil sebesar 63,99% dan pada apotek (B) adalah amoxicillin dan cotrimoxazole sebesar 24,10%. Kesimpulan pada dua apotek ini masih banyak ditemukan pemakaian antibiotika dalam resep racikan untuk pasien anak baik dari segi jumlah maupun itemnya, dimana apotek (A) lebih banyak dibandingkan apotek (B).
Kata Kunci: pemakaian antibiotika, resep racikan, pasien anak
103
OR-Q04
Perbandingan Harga Obat Generik Dalam Sistem E-CATALOGUE 2013 Dengan Harga Keputusan Menteri Kesehatan No. 094/2012, DPHO PT. Askes 2013, International Reference Price 2012 dan Harga Pengadaan Obat di RS Persahabatan Yusi Anggriani1, Ardiyanti Puspitasari1, Sri Sulistyati2 1 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila 2 Rumah Sakit Persahabatan ABSTRAK Obat adalah salah satu komponen penting dalam dalam pelayanan kesehatan. Untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat. Pada tahun 2013 Kementerian Kesehatan meluncurkan sistem pengadaan obat terbaru e-catalogue yaitu pengadaan secara elektronik dengan harga yang telah ditetapkan melalui tender atau negosiasi oleh Kementrian Kesehatan. Perlu dilakukan evaluasi untuk melihat apakah harga obat dengan sistem ecatalogue lebih murah dibanding dengan harga pengadaan dengan sistem dan kebijakan lain. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan harga pengadaan obat generik ecatalogue 2013 dengan KMK No. 094 tahun 2012, DPHO PT. Askes 2013, International Reference Price (IRP 2012) dan harga pengadaan RSUP Persahabatan Tahun 2013. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif. Data yang diambil adalah harga pengadaan obat generik e-catalogue, KMK No. 094 tahun 2012, DPHO PT. Askes 2013, harga obat IRP Tahun 2012, dan Laporan Pengadaan obat. Data yang telah terkumpul diorganisasikan dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Hasil analisa berupa rasio. Rasio < 1 menunjukkan bahwa harga obat e-katalog lebih murah. Hasil evaluasi menunjukkan rasio harga pengadaan obat generik dengan e-catalogue dibanding dengan KMK No. 094 tahun 2012 (0,18-2,38), rasio e-catalogue dengan DPHO PT. Askes tahun 2013 harga termurah (0,24-3,38), rasio e-catalogue dengan DPHO PT. Askes tahun 2013 harga termahal (0,08-2,47), rasio e-catalogue dengan IRP 2012 (0,0632,88), dan rasio KMK dengan Harga Pengadaan RSUP Persahabatan (0,07-9,14), rasio ecatalogue dengan Harga Pengadaan RSUP Persahabatan (0,06-6,25), rasio DPHO PT. Askes dengan Laporan Pengadaan RSUP Persahabatan (0,05-32,79). Studi menyimpulkan bahwa secara umum (lebih dari 50% jenis obat) harga pengadaan dengan sistem e-catalogue lebih murah dibandingkan dengan KMK 2012, IRP, dan harga pengadaan RSUP Persahabatan, namun masih ada harga obat yang lebih mahal dibanding dengan harga bukan e-katalog. Kata kunci: Harga Obat Generik, E-catalogue, KMK No. 094 tahun 2012, DPHO, IRP.
104
OR-Q05
Drug Related Problems In Stroke Patient At The Integrated Building a RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Rika Sari Dewi1, Yulia Trisna2, Syamsudin3 Email:
[email protected] Master of Pharmaceutical Science, Faculty of Pharmacy, Pancasila University1, Cipto Mangunkusumo Hospital2, Department of Pharmacology, Faculty of Pharmacy Pancasila University 3 ABSTRAK Background: Drug-related problems can give impact to the results of the therapy during treatment and failure to achieve a successfull therapy. In stroke patient, it is very important to monitor the therapeutic that is being done consider many of type of drugs, comorbidity and length of stay to recover patient’s condition. Objective: This research is to determine the type of drug-related problems as well as its percentage on the treatment of stroke’s patients in inpatient unit at the RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, find out the relation of drug-related problems incidence in stroke patients against types of drugs, comorbidity and length of stay, and know the type of recommendations given by pharmacists to prevent or resolve drug-related problems. Methods: This study was conducted by using descriptive analytical design by collecting the data prospectively towards reachable population, that is all of the stroke patients who are hospitalized at the building A of RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo. The data of stroke’s patients obtained from patient medical records containing their demographic data, such as age, gender, history of the disease and their history of drug use. The lack of data was completed by observing the condition of the patient, interviewing with doctors, pharmacists and nurses. After obtaining the data, the researcher conducted research to drugrelated problems, calculated its percentage, analyzed the relation of drug-related problems with the type of drugs, comorbidity and length of stay and type of recommendations can be given by pharmacist. Results: From 86 hospitalized stroke’s patient, the researcher discovered that 76 patients experienced drug-related problems (88.4%) and 10 patients did not experience any drug-related problems (11.6%). Type of drug-related problems that occurred were 54.0% drug interactions, 33.1% too-high dosage, 7.3% no-need drug’s therapy, 1.6% too-low dosage, 1.6% additional therapy needed, 1,6% failure of obtaining the drug and 0.8% wrong drug therapy. From the analysis conducted by the chi square test method, the results are; there is a relation between the type of drug to the incidence of drug-related problems, no correlation between comorbidities to the incidence of drug-related problems and no correlation between length of stay with incidence of drug-related problems. The most frequent recommendations given by pharmacist to the health workers are they need to modify the interval/frequency/time.
105
Kata kunci: drug-related problems, stroke patients, type of drugs, comorbidities, length of stay, recommendation
106
OR-Q06
Perbandingan Kejadian Hipoglikemia Pada Penggunaan Insulin Bolus Dan Insulin Bolus Basal Pada Pasien Diabetes Nefropati Dengan Hiperglikemia Budi Suprapti*, Novy Aryanti*, Agung Pranoto**, Wenny Putri Nilam Sari*, Fathia R* *Departemen Farmasi Klinis, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya, Indonesia, ** Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah dr Soetomo Surabaya, Indonesia Email:
[email protected] ABSTRAK Pada diabetes nefropati (DN) progresivitas kerusakan ginjal sangat ditentukan oleh kontrol gula darah. Disisi lain penurunan fungsi ginjal akan menyebabkan perubahan eliminasi, farmakodinamika insulin, dan respon glukoneogenik terhadap hipoglikemia. Dilaporkan resiko hipoglikemia pada pasien gangguan ginjal kronik 5 kali dibanding tanpa gangguan ginjal sehingga penggunaan insulin basal (long acting insulin) pada pasien ini masih diperdebatkan. Penelitian ini bertujuan membandingkan kejadian hipoglikemia dan capaian gula darah basal pada penggunaan insulin bolus dan bolus basal pada pasien DN hiperglikemia. Metode penelitian acak terkontrol, subyek dibagi dalam kelompok bolus dan bolus basal masing-masing terdiri 16 pasien. Kriteria inklusi pasien DN stadium 3–5 dengan atau tanpa hemodialisis (HD), laki-laki/ perempuan, usia 18–65 tahun, kadar gula darah (GD) saat MRS dalam rentang 140-400 mg/dL. Kriteria eksklusi: hiperkalemia dan ketoasidosis. Dosis disesuaikan kadar GD. Pemeriksaan GD basal dilakukan pada preprandial pagi, menjelang tidur (bed time-jam 10 malam) dalam 3 hari berturutan dan GD overnight dilakukan pada hari ke 3 jam 03.00. Hasil menunjukkan pada hari ke-1 tidak ada kejadian hipoglikemia baik pada GD preprandial pagi dan bed time pada kedua kelompok. Hari ke-2 tidak terjadi hipoglikemia pada GD preprandial pagi di kedua kelompok, tetapi terjadi hipoglikemia ringan GD bed time pada 6,3% pasien kelompok bolus basal. Pada hari ke 3 terjadi hipoglikemia ringan GD preprandial pagi pada 6,3% pasien kelompok bolus, sedangkan pada GD bedtime dan overnight tidak ada kejadian hipoglikemia. Penggunaan insulin basal secara umum meningkatkan capaian target GD preprandial pagi, bed time maupun overnight. Capaian target GD preprandial pagi hari ke 3 kelompok bolus basal lebih besar dibanding kelompok bolus (p=0,045. Kejadian hipoglikemia pada penggunaan insulin bolus dan basal bolus tidak berbeda, namun penambahan insulin basal meningkatkan pencapaian target GD. Kata kunci: Hipoglikemia, insulin bolus, basal-bolus, diabetes nefropati, gula darah preprandial, bed time, overnight
107
OR-Q07
Resistensi Bakteri Terhadap Sefalosporin Di Poliklinik THT dr. M. Djamil Padang Rustini1, Yan Edwar 2, Novialdi2, Sufita Hariyanti 1dan Aivi Yola Dwiputri 1 1 Fakultas Farmasi Universitas Andalas, 2 Bagian THT RSUP Dr. M. Djamil Padang Email:
[email protected] ABSTRAK Penentuan resistensi bakteri terhadap beberapa sefalosporin di poliklinik THT Rumah sakit Dr. M. Djamil Padang telah dilakukan antara bulan Juni – Agustus 2014.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi bakteri dan menentukan pola resistensinya terhadap beberapa jenis sefalosporin. 41 isolat bakteri didapat dari swab tonsil pasien tonsillitis dan secret telinga pasien otitis eksterna. Teknik kultur dan biokimia digunakan untuk mengidentifikasi isolat. Dari 41 isolat, 19 (46,3%) resisten terhadapCeftriaxon, 15 (36,6 %) terhadap Ceftazidime, 16 (39,0%) terhadap Cefotaxime, 11 (26,8%) terhadap Cefixime, 28 (68,3%) terhadap Cephalotine dan 28 (68,3%) terhadap Cephadroxil. Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap semua sefalosporin, 10 (71,4%), 8 (57,1%), 10 (71,4%), 7 (50%) terhadap Seftriakson, Seftazidim, Sefotaksin, Sefiksim secara berturut-turut dan resisten 100 % terhadap Sefalotin dan Sefadroksil. Staphylococcus aureus resisten 4 (40%), 2 (20%), 2 (20%), 5 (50%), 50 (50%) terhadap berturut-turut Seftriakson, Seftazidim, Sefotaksim, Sefalotin, Sefadroksil dan sensitif terhadap sefiksim. Klebsiellasp resisten 4 (33,3%) terhadap Seftriakson, Seftazidin, Sefotaksim, Sefiksim, 8 (66,7%) terhadap Sefalotin dan 9 (75%) terhadap Sefadroksil. Staphylococcus epidermidis sensisitf terhadap Sefotaksim, Sefiksim dan Sefadroksil, dan resisten 1 (50%) terhadap Seftriakson, Seftazidim dan Sefalotin sedangkan Streptococcus sp sensitive terhadap semua sefalosporin yang diujikan. Semua isolat memperlihatkan resistensi yang tinggi terhadap Sefalotin dan Sefadroksil. Untuk penderita tonsillitis dan otitis eksterna disarankan tidak menggunakan kedua jenis sefalosporin tersebut, sebaliknya yang paling efektif untuk semua isolate adalah sefiksim. Kata kunci; Sefalosporin, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Klebsiellasp, Streptococcus sp, Staphylococcus epidermidis, resistensi
108
OR-R01
Study Penggunaan Antibiotik Profilaksis di RSUD Dr.Soetomo Surabaya Mariyatul Qibtiyah *, Harry Parathon **, Fendy Matulatan*** *Department of Pharmacy, Dr. Soetomo Teaching Hospital, Surabaya **Department of Obstetri and Gynecology, Dr.Soetomo Teaching Hospital, Surabaya ***Departement of General Surgery, Dr.Soetomo Teaching Hospital, Surabaya On behalf of PPRA Team Dr. Soetomo Teaching Hospital and Faculty of Medicine Airlangga University Surabaya ABSTRAK Latar belakang: Infeksi daerah operasi merupakan infeksi paska operasi yang dapat menyebabkan morbiditas, mortalitas dan peningkatan biaya perawatan. Faktor risiko terjadinya infeksi daerah operasi dapat berasal dari pasien sendiri, lingkungan, saat operasi dan perawatan paska operasi. Penggunaan antibiotik profilaksis merupakan salah satu cara menurunkan kejadian infeksi daerah operasi dan efektivitasnya tergantung indikasi, pemilihan jenis antibiotik, rejimen dosis dan cara pemberian yang tepat. Tujuan: Mengevaluasi penggunaan antibiotik profilaksis pada operasi elektif di RSUD Dr.Soetomo. Metode: Pengambilan data dilakukan secara prospektif pada operasi elektif secara acak di bulan April 2014. Form lembar pengumpul data profilaksis diisi segera setelah operasi selesai di kamar operasi oleh dokter operator, kemudian form dianalisis dan di kaji oleh tim reviewer. Kriteria inklusi yaitu kasus operasi elektif dari bagian bedah dan obstetri ginekologi. Hasil: Terkumpul 144 kasus operasi elektif terdiri dari kasus bedah 96 kasus operasi dan Obgyn 48 kasus operasi. Jenis antibiotik profilaksis pada kasus bedah adalah Cefazolin 37%, Cefuroxim 27%, Ceftriaxon 28%. Antibiotik profilaksis pada kasus Obgyn adalah Cefazoline 100%. Berdasarkan Gyssens, kualitas penggunaan profilaksis di bagian bedah appropriate 64%, pemilihan kurang tepat 22%, penggunaan terlalu lama 4% dan tidak ada indikasi 4%. Sedangkan di bagian Obgyn appropriate 33%, waktu pemberian kurang tepat 59%, penggunaan terlalu pendek 6%, dan pemilihan kurang tepat 2%. Kesimpulan: Jenis antibiotik profilaxis yang terbanyak digunakan adalah Cefazoline pada kasus operasi bersih dan bersih terkontaminasi. Penggunaan yang tepat berkisar 33%-6$%. Pemantauan penggunaan antibiotik profilaksis perlu dilakukan secara berkala. Kata kunci: Evaluation, Antibiotic prophylaxis
109
OR-R02
Evaluasi Kesesuaian Dosis Levofloksasin Pada Pasien Gangguan Fungsi Ginjal Stadium Dua Muslim Suardi1, Raveinal2 , Della Rosalynna Stiadi1 1 Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang 2 Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian mengenai evaluasi kesesuaian dosis levofloksasin pada pasien gangguan fungsi ginjal stadium dua telah dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif secara retrospektif. Sampel yang dipilih adalah rekam medis pasien gangguan fungsi ginjal stadium dua yang memperoleh terapi levofloksasin dan dirawat inap dalam bulan Januari hingga Desember 2013. Kesesuaian dosis dihitung melalui perhitungan farmakokinetika menggunakan metoda Guisti-Hayton. Data mengenai kondisi dan hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh dari rekam medis pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis terapi levofloksasin yang diberikan pada pasien sesuai dengan dosis yang telah dihitung secara farmakokinetika. Kata kunci: dosis levofloxacin, gangguan fungsi ginjal, farmakokinetika.
110
OR-R03
Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di Suatu Rumah Sakit Pemerintah (Antidiabetic Usage Evaluation on Type-2 Diabetes Mellitus Patients in a Public Hospital) Dedy Almasdy1, Dita Permata Sari1, Suharti1 dan Nina Kurniasih2 1 Fakultas Farmasi Universitas Andalas 2 RSUD Dr. Rasidin Padang ABSTRAK Diabetes Melitus (DM) tipe-2 adalah gangguan metabolisme kronis yang prevalensinya terus meningkat. Keberhasilan penanganan penyakit ini tidak hanya ditentukan oleh ketepatan penanganan secara medis, tapi juga ditentukan oleh ketepatan dalam penggunaan obat. Penelitian ini berupa kajian deskriptif terhadap ketepatan penggunaan obat antidiabetik pada pasien DM tipe-2 pada suatu rumah sakit pemerintah di Kota Padang – Sumatera Barat, dengan menggunakan data prospektif. Evaluasi terhadap ketepatan penggunaan obat didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan, meliputi beberapa indikator, yaitu; ketepatan indikasi, ketepatan penderita, ketepatan regimen dosis dan ketepatan rute pemberian. Evaluasi juga dilakukan terhadap terjadinya interaksi obat. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa penggunaan obat antidiabetik pada pasien DM tipe-2 di rumah sakit tersebut 100% tepat indikasi dan tepat rute pemberian. Evaluasi terhadap ketepatan penderita dan regimen dosis masing-masingnya hanya sebesar 95.59% dan 40,82%. Selain itu juga dijumpai adanya interaksi obat. Kata Kunci: evaluasi penggunaan obat, antidiabetik, diabetes mellitus, farmasi rumah sakit
111
OR-R04
Analisis Efektifitas Obat Dan Analisis Efisiensi Biaya dalam Penggunaan Antibiotik Cefadroxil Dan Amoxycillin Pada Pasien Pasca Bedah Caesar Di Rspad Gatot Soebroto Tahun 2012 Delina Hasan1, Satya Chandra Indra Yanih2, Wahyudi Uun Hidayat3 1 Pengajar Prodi Farmasi, FKIK, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta 2 Dinas kesehatan Kabupaten Tangerang, Banten 3 Fakultas Farmasi Uiniversitas Pancasila, Lenteng Agung, Jakarta ABSTRAK Latar Belakang. Melahirkan seorang bayi adalah kodrat seorang ibu, namun tidak semua ibu bisa melahirkan dengan lancar, tidak sedikit ibu yang meninggal dunia saat melahirkan, bahkan ini salah satu penyumbang AKI di Indonesia. Untuk mencegah kematian ibu saat melahirkan salah satu dengan melakukan bedah caesar. Untuk mencegah terjadinya infeksi pada bedah caesar dokter memberikan antibiotik. Di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto antibiotika yang sering diberikan adalah Amoxycillin dan Cefadroxyl, namun belum diketahui efektifitas dan efisiensi kedua obat tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi biaya dari kedua antibiotika (Amoxycillin dan Cefadroxil) yang digunakan pada pasien pasca bedah caesar di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Metode Penelitian. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari rekam medik pasien yang melakukan bedah caesar di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto dan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel yang memenuhi kriteria & inklusi setelah dihitung sebesar 96 digenapkan menjadi 100 pasien, yang dibagi dalam 2 kelompok, kelompok I yang mendapatkan Cefadroxil dan kelompok II yang mendapatkan Amoxycillin. Analisis Data dilakukan dengan pendekatan Biostatistik (analisis Univariat dan Chi-Squaer) dan Farmakoekonomi dengan metode (Cost effectiveness analysis). Output yang dihasilkan adalah Infeksi luka operasi yang dapat dicegah dan Recovery serta Unit cost dari Amoxycillin dan Unit cost Cefadroxil. Hasil Penelitian: Pasien yang mendapatkan Cefadroxil lama hari rawat yang 3 hari dan tidak terjadi infeksi serta recovery sebanyak 39 orang sedangkan yang mendapatkan amoxycillin sebanyak 33 orang. Pasien yang mendapatkan Cefadroxil unit costnya sebesar Rp 7.916.721,76 sedangkan pada pasien yang mendapatkan Amoxycillin unit costnya Rp 7.959.710,48 Kesimpulan: Pasien yang mendapatkan antibiotika Cefadroxil lebih efektif dari pada pasien yang mendapatkan amoxycillin dalam mencegah infeksi luka pasca bedah dan recovery. Pasien yang mendapatkan antibiotika Cefadroxil lebih efisien dari pada pasien yang mendapatkan amoxycillin dalam mencegah infeksi luka pasca bedah dan recovery. Kata Kunci: Bedah Caesar, Efektif, Efisien, Cefadroxil, Amoxycillin, dan Recovery OR-R05
Kebijakan Review Antimikroba – Kajian pada Penggunaan Antimikroba Dan Luaran Klinis
112
Zamrotul Izzah1, Lisa Boateng2 1 Departemen Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Indonesia 2 Departemen Farmasi, Barts Health NHS Trust, London, United Kingdom Email:
[email protected] ABSTRAK Kebijakan review antimikroba dilaksanakan pertama kali pada Oktober 2010 di rawat inap medis akut dan trauma rumah sakit. Kebijakan tersebut kemudian diimplementasikan sepenuhnya di rumah sakit sejak Januari 2011 dengan tujuan untuk mendorong penggunaan antimikroba yang bijaksana dan hati-hati serta mencegah penggunaan yang berlebihan. Penerapan kebijakan sangat membutuhkan komitmen dokter dan apoteker untuk secara rutin mengkaji peresepan antimikroba yang tidak disertai durasi spesifik dengan penggunaan label “5 hari stop otomatis” sebagai bentuk pemberitahuan pada klinisi untuk mengkaji kembali penggunaan antimikroba pada rekam medik dan kartu catatan obat pasien. Pola penggunaan dan luaran klinis sejak penerapan kebijakan secara penuh belum diketahui. Oleh karena itu audit dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh penerapan kebijakan pada pola penggunaan antimikroba, durasi terapi, dan insiden terjadinya diare karena Clostridium difficile yang umum terjadi pada penggunaan antibiotik berlebihan. Audit dilaksanakan dengan mengambil sampel pasien yang menjalani rawat inap pada bulan Januari hingga Februari 2011 dan menerima terapi antimikroba. Data dikumpulkan secara retrospektif dan diambil dari rekam medik dan kartu catatan obat pasien. Luaran yang dievaluasi meliputi jenis antimikroba, durasi terapi, dan bukti kejadian diare karena C. difficile. Luaran tersebut juga dibandingkan dengan data tahun sebelumnya. Sebanyak 117 antimikroba diresepkan pada 83 pasien dan 46,6% diantaranya ditujukan untuk mengobati infeksi saluran pernafasan. Durasi median penggunaan antimikroba adalah 5 hari. Penggantian rute dari intravena ke oral menurunkan jumlah penggunaan antimikroba injeksi. Walaupun demikian, perubahan tersebut tidak menunjukkan pengaruh konsisten implementasi kebijakan pada penurunan konsumsi antimikroba di tingkat ruangan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tidak dijumpai kejadian diare karena C. difficile selama periode penelitian namun menunjukkan penurunan angka selama tahun 2011. Hasil audit tersebut menunjukkan kebijakan review antimikroba mampu menurunkan durasi penggunaan antimikroba, rute penggunaan intravena, dan insiden diare karena C. difficile. Kata kunci: antibiotik, antimicrobial stewardship, Clostridium difficile
113
OR-R06
Rekomendasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Diabetes Melitus Dengan Komplikasi Gangren: Studi Retrospektif Pada Salah Satu Rumah Sakit Di Kota Bandung Derisha A. Putri, Dika P. Destiani, Rizky Abdulah Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia. Email:
[email protected] ABSTRAK Pemilihan antibiotik empirik yang tidak tepat pada pasien infeksi kaki diabetik dapat menyebabkan amputasi daerah ektremitas bawah, sehingga menurunkan kualitas hidup pasien. Penelitian ini bertujuan untuk membantu para praktisi kesehatan dalam menentukan rekomendasi antibiotik empirik untuk pengobatan pasien non-insulin-dependen diabetes mellitus with peripheral circulatory complications. Penelitian dilakukan secara retrospektif menggunakan studi populasi yang diperoleh dari rekam medis pasien non-insulin-dependen diabetes mellitus with peripheral circulatory complications pada periode januari 2011 hingga juli 2014 di salah satu Rumah Sakit di Kota Bandung. Antibiotika empirik yang paling sering digunakan adalah metronidazole, ciprofloxacin, ceftriaxone, ampicilin dan cefazoline dengan 56% ciprofloxacin, 50.3% ceftriaxone dan 48.4 % cefazoline dinyatakan resisten terhadap data hasil kultur kuman. Bakteri Eschericia coli yang merupakan kuman flora normal pada manusia merupakan bakteri pada peringkat pertama yang menginfeksi 23.6% subjek penelitian, diikuti dengan bakteri patogen Klebsiella pneumoniae 21,6%, bakteri flora normal Staphylococcus aureus 13,4% dan Pseudomonas aeruginosa 6,4%. Methicillin-resistant S. aureus (MRSA) dan Eschericia coli ESBL (Extended spectrum beta lactamase) ditemukan pada populasi subjek penelititan dalam jumlah yang tidak signifikan. Dari penelitian ini dapat direkomendasikan bahwa bakteri gram negatif sensitif terhadap piperacilin-tazobactam dan amikacin, sedangkan bakteri gram positif sensitif terhadap imipenem, cefadroxyl, linezolide, cefazoline dan amoxcilin-clavulanate. Antibiotik spektrum luas yang sensitif terhadap bakteri gram positif dan negatif adalah levofloxacin, ampicilin-sulbactam, ciprofloxacin, ceftriaxone, cefepime. Sedangkan vancomycin dapat digunakan untuk pasien dengan resiko MRSA. Kata kunci: Sistem wagner, antibiotika empirik, non-insulin-dependen diabetes mellitus with peripheral circulatory complications, resistensi antibiotik, sensitivitas antibiotik, bakteri patogen.
114
OR-R07
Pola Penggunaan Antibiotika Pada Sepsis Neonatal Di Ruang Perina RSUP Fatmawati Periode Januari-Februari 2015 Setianti Haryani Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Email:
[email protected] ABSTRAK Sepsis neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. Pemberian antibiotika yang sesuai merupakan salah satu kriteria dalam tata laksana sepsis. Kesulitan mendapatkan hasil kultur berupa jenis bakteri dan uji kepekaan antibiotika dengan segera menyebabkan masalah pada pemilihan jenis, waktu dan lama pemberian antibiotika, sehingga pemberian antibiotika hanya berdasarkan empiris yang berpotensi menimbulkan resistensi dikemudian hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan antibiotika pada pasiensepsis neonatal di ruang perina. Penelitian dilakukan dengan cara observasi dan pencatatan langsung dari medical record pasien. Sebanyak 27 sampel dianalisa terkait kelengkapan data laboratorium atau hasil kultur. Terdapat 59% bayi perempuan dan 41% bayi laki-laki. BBLR 52 %, selebihnya 48% bayi lahir dengan berat normal. Hasil laboratorium menunjukkan angka trombosit berkisar antara 7-98 (103/mm3), CRP antara 0,2-13 ( ). Dari 14 sampel dengan hasil kultur darah positif didapatkan jenis kuman terbanyak adalah Pseudomonas luteola (36%), diikuti oleh Burkholderia cepacia (36%) dan Klebsiella ozaneae (7%), Serratia ficaria (7%), Acinetobacter baumanii (7%) dan Staphylococcus epidermidis (7%).Penggunaan antibiotik kombinasi Amoksisillin dan Gentamisin sebagai pengobatan lini pertama pada pasien perina sebanyak 85%, diikuti tahap lini kedua penggunaan kombinasi Cefotaksim dan Mikasin (85%), Ampicillin-Sulbactam (11%), Fosfomycin (4%) berikutnya sebagai lini ketiga penggunaan Ceftazidim (48%), Imipenem-Cilastatin Na (11%), Meropenem (7%). Kata kunci: sepsis neonatal, antibiotika, BBLR, CRP
115
OR-S01
Interaksi Obat Pada Pasien Kanker Dengan Terapi Paliatif Rawat Inap Di Rumah Sakit Kanker Dharmais Periode April – Juni 2013 Numlil Khaira Rusdi1, Priyanto1, Rizka Andalucia2, Sitti Hajjar2 1 Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof.DR.HAMKA, Jakarta 2 Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta ABSTRAK Berdasarkan data Departemen kesehatan (Riskesdas), prevalensi penyakit kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 orang penduduk. Gejala kanker sulit dideteksi sejak dini, sehingga penanganan kanker umumnya sudah pada stadium lanjut. Pengobatan kanker stadium lanjut dikenal dengan pengobatan paliatif. Terapi paliatif meliputi terapi simtomatis mengurangi rasa nyeri, mual, lelah, dan keluhan lainnya. Penggunaan bermacam-macam obat secara bersamaan yang diberikan dalam terapi paliatif ini memungkinkan terjadinya interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengobatan kanker paliatif dan meneliti kemungkinan terjadinya interaksi obat. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data pasien kanker paliatif di ruang rawat VIP/VVIP, kelas I, kelas II, dan kelas III. Data pemakaian obat dari catatan dimasukkan ke software Drug Interaction Facts 2013 dan Stockley’s Drug Interactions Pocket Companion 2010. Hasil penelitian menunjukkan dari 44 pasien didapatkan 37 pasien (84%) mengalami kejadian interaksi obat. Dari 149 kasus interaksi obat, perubahan efek yang terjadi akibat interaksi obat adalah 64% terjadi peningkatan toksisitas dan 36% penurunan efek terapi. Dilihat dari potensi interaksi pada tingkat signifikansi 1 sebanyak 5 kejadian (3%) dan tingkat signifikansi 2 sebanyak 60 kejadian (40%) dengan tingkat keparahan berdasarkan kategori berat (major) sebesar 3%, sedang (moderate) 75%, dan kecil (minor) 22%. Kata Kunci: Interaksi Obat, Kanker, Paliatif
116
OR-S02
Analisis Dosis Terapi Rumatan Metadon, Metadon Diberi Bersama Antiretroviral/Antituberkulosis pada Saat Awal, Setelah 2 Minggu dan 3-6 Bulan Diberikan di Rsko Jakarta Tahoma Siregar Prodi Farmasi FMIPA ISTN, Jakarta ABSTRAK Kata kunci:
117
OR-S03
Stability Evaluation of Crushed Antituberculosis Tablets Azrifitria,1 Mulyani Titi,2 1 2
Pharmacy Department of Islamic State University, Jakarta Pharmacy Department of Hospital UIN Syarif hidayatullah Jakarta
ABSTRAK Purpose: The purpose of this study was to determine the physical and chemical stability of crushed antituberculosis (isoniazid and rifampicin) tablets to ensure the quality. Methods: The Isoniazid and rifampicin tablets that crushed using a mortar and pestle were redeemed at hospital’s drugstore by prescribing simulation. The physical stability parameter of colour, smell, flavor and weight change were calculated. The physical and chemical stability of isoniazid that mixed with vitamin B6 and rifampicin and rifampicin alone were kept at two different temperatures (8 degrees C and 27 degrees C) for 4 weeks and quantified every week by using high-performance of liquid chromatography method.. Thin layer chromatography (TLC) was used for qualitative analysis. Result: No significant changes in physical appearance or colour, smell, flavor and were observed during the study. Weight homogeneity was low and relative standard deviation > 6%. The crushed Isoniazid and rifampicin tablets showed a different of Rf values at 4th week compared at zero week at 8 and 27 degrees C storage. A significant decreases in concentration of crushed isoniazid tablets that mixed with vitamin B6 and rifampicin from initial concentration at 2nd, 3rd, 4th week at the 8 degrees C storage (p ≤ 0,05). A significant decreases in concentration of crushed isoniazid tablets that mixed with vitamin B6 and rifampicin from initial concentration at 1st, 2nd, 3rd, 4th week at the 27 degrees C storage (p ≤ 0,05). A significant decreases in concentration of crushed rifampicin tablets that mixed with isoniazid and rifampicin alone from initial concentration at 1st, 2nd, 3rd, 4th week at 8 and 27 degrees C storage (p ≤ 0,05). Crushed rifampicin tablets were more unstable than isoniazid. Conclusion: This study proves that crushed isoniazid and rifampicin tablets were considered unstable (chemical instability) at 8 and 27 degrees C storage and not recommended in prescription. . Keywords: Stability, prescription, tablet crushed, isoniazid, rifampicin
118
OR-S04
Comparison of Therapeutic Effect between Combining Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor - Calcium Channel Blocker and Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor On Blood Pressure, Glomerular Filtration Rate and Proteinuria on Chronic Kidney Disease Patients in Dr Sardjito Hospital Yogyakarta Woro Harjaningsih1, Dhaniar Herawati 2 , Murni Ernawati 3 1 Laboratory of Pharmacotherapy and Clinical Pharmacy, Faculty of Pharmacy UGM Yogyakarta; 2 Faculty of Pharmacy UGM Yogyakarta; 3Faculty of Pharmacy UGM Yogyakarta email:
[email protected] ABSTRAK Chronic Kidney Disease is a world’s health problem which spends costly in medication. An outcome of this therapy is delaying kidney’s destruction. This research has a goal to explore comparison of therapeutic effect between combining Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-i) – Calcium Channel Blocker (CCB) and Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-i) on maintaining kidney’s function by measure blood pressure, Glomerular Filtration Rate (GFR) and proteinuria level on chronic kidney disease patients. Design of a study was cohort-retrospectively. Subject of the study was chronic kidney disease patients in Ambulatory Unit Dr Sardjito Hospital Yogyakarta on April-June 2010 who fulfilled inclusion criteria including the patients had no diabetes mellitus and didn’t do hemodialysis regularly. The amount of selecting patients was 33 patients. Data of blood pressure, serum creatinine and proteinuria are taken from medical records and laboratory examinations. Glomerular Filtration Rate (GFR) is measured by MDRD’s formula. A number of patients who had been reached in normal blood pressure range was 57%, combining ACE-i and diuretic was 22%, and combining ACE-i and CCB was 20% as well as diuretic and CCB was 29%. These drugs could decrease systolic and diastolic pressures not significantly (p value of systolic pressure were 0.210; 0.146; 0.740 and 0.863 whereas p value of diastolic pressure were 0.311; 0.931; 0.401 and 0.819). Lowering of blood pressure between combining ACE-i and ACE-i was not significant (p value of systolic pressure was 0.779 and 0.839 for p value of diastolic pressure). Using of ACE-I, combining ACE-i and diuretic and combining ACE-I with diuretic and CCB increased GFR not significantly (p = 0.614; 0.799 and 0.117). However the study found that combining ACE-i and CCB increased GFR significantly (p = 0.017). The result of study showed that either ACE-i and combining ACE-i – CCB lowered proteinuria level significantly (p = 0.000). Comparison of therapeutic effect on proteinuria level between ACE-i and combining ACE-i – CCB was not significant (p = 0.619). Kata kunci: Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor, Diuretic, Calcium Channel Blocker, Glomerular Filtration Rate, blood pressure, proteinuria
119
OR-S05
Kajian Pengunaan Ranitidin Injeksi di IGD Suatu Rumah Sakit di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat Hansen Nasif, Dewi Paramithasari, Rahmi Yosmar Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang Indonesia E-mail:
[email protected] ABSTRAK Ranitidin merupakan salah satu obat dari golongan H2 Reseptor Antagonis yang banyak digunakan pada sebagian besar rumah sakit di Indonesia, terutama pada Instalasi Gawat Darurat (IGD). Ada 5 jenis keadaan yang memenuhi kriteria tepat indikasi penggunaan injeksi ranitidin, yaitu: Stress ulcers, ulkus lambung, ulkus duodenal, refluk esofagitis dan keadaan hipersekresi patologis. Penelitian ini bertujuan mempelajari tepat indikasi penggunaan ranitidin injeksi di IGD bagi pasien yang selanjutnya menjalani rawat inap di SMF Ilmu Penyakit Dalam pada suatu rumah sakit di Kota Padang Panjang Sumatera barat. Penelitian ini merupakan suatu studi retrospektif, data diambil dari rekam medik pasien yang masuk melalui IGD rumah sakit, mendapatkan terapi ranitidin injeksi disana, dan dirawat inap di SMF Ilmu Penyakit dalam. Penelitian dilakukan pada Agustus sampai Oktober tahun 2014, dan data yang diambil adalah data pasien tahun 2013 dengan menggunakan metode random sampling. Hasil penelitian menunjukkan dari 174 data yang memenuhi kriteria inklusi, hanya 57% ( 100 pasien) penggunaan ranitidin injeksi nya yang sudah tepat indikasi. Peran farmasis sebagai Drug Therapy Advisor sangat diharapkan supaya penggunaan obat ini bisa tepat indikasi untuk semua penggunaanya. Kata Kunci: Ranitidin, IGD, Rumah Sakit
120
OR-S06
Analisis Interaksi Obat Penyakit Ginjal Tahap V (On Hemodialisa) Berdasarkan Resep Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Tahun 2013 Diana Laila Ramatillah1, Stefanus Lukas1, Tri Hastuti1 Fakultas Farmasi Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 Jakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Interaksi obat adalah interaksi yang terjadi jika efek suatu obat diubah oleh obat lain, makanan, atau minuman (Bailie, 2004). Interaksi obat dapat menyebabkan berkurangnya efek terapetik, peningkatan toksisitas atau aktivitas farmakologi yang tidak diharapkan sedangkan menurut tingkat keparahannya dibagi menjadi mayor, moderate dan minor (Stockley,2006). Tujuan dari penelitian interaksi obat adalah untuk mengetahui jenis interaksi yang terjadi dan jenis obat yang sering memunculkan interaksi obat. Penelitian ini merupakan studi deskriptif, pengumpulan data dari resep pasien gagal ginjal tahap V dengan hemodialisis dari Januari 2013 sampai Juni 2013 di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta. Hasil “Analisis Interaksi Obat Penyakit Ginjal Tahap V (On Hemodialisa) dapat disimpulkan dari 165 kemungkinan kejadian interaksi, 7,3 % atau sebanyak 13 kejadian mengalami interaksi dan jenis interaksi terbanyak adalah interaksi farmakokinetik sebanyak 9 kejadian dan dari tingkat keparahan maka yang terbanyak adalah tingkat keparahan minor sebanyak 8 kejadian sedangkan penyakit penyerta terbesar adalah diabetes mellitus sebanyak 35,25 %. Kata kunci: Gagal ginjal, Dialisis, Interaksi obat, Efek samping
121
OR-T01
Tingkat Kepatuhan Terhadap Terapi dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Mengalami Depresi Havizur Rahman 1, Helmi Arifin2, Arina Widya Murni3 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang1, Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang 2, Bagian Penyakit Dalam RSUP DR M.Djamil Padang 3 Email:
[email protected] ABSTRAK Tujuan: Depresi diketahui merupakan salah satu penyebab terjadinya ketidakpatuhan minum obat dan penurunan kualitas hidup pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh hubungan depresi terhadap tingkat kepatuhan dan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. Metode: Jenis penelitian adalah cross sectional, dengan teknik pengambilan data judgment sampling. Penilaian depresi menggunakan Beck Depression Inventory-II(BDI- II). Sedangkan penilaian tingkat kepatuhan menggunakan skala morisky dan kualitas hidup pasien menggunakan Short Form Health Questionnaire (SF-36). Hasil: Rata-rata tingkat kepatuhan pasien gagal ginjal kronik dengan menggunakan skala morisky pada penelitian ini termasuk kategori kepatuhan tinggi (53,03%). Nilai rata rata kualitas hidup pasien gagal ginjal pada penelitian ini adalah 61,42 yang berarti kualitas hidup rata-rata pasien baik. Ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara depresi dengan kepatuhan pada pasien gagal ginjal kronik (p>0,05). Dari korelasi menggunakan uji bivariate spearman terdapat hubungan yang cukup antara tingkat kualitas hidup dengan tingkat depresi, dimana diperoleh hasil pasien non-depresi memiliki kualitas hidup yang baik, dan sebaliknya (p<0,05). Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara depresi dengan kepatuhan pada pasien gagal ginjal kronik. Terdapat hubungan yang sangat kuat antara depresi dengan kualitas hidup, dimana kualitas hidup pasien non-depresi lebih baik dari pada depresi. Oleh karena itu perlu perhatian yang khusus terhadap pasien gagal ginjal yang mengalami depresi. Kata kunci: kepatuhan, kualitas hidup, depresi, gagal ginjal.
122
OR-T02
Tingkat Kepatuhan Pasien dalam Menggunakan Obat pada Penyakit Kronis di Rumah Sakit UGM Yogyakarta Fita Rahmawati Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Pengelolaan pasien dengan penyakit kronik memerlukan keterlibatan berbagai disiplin ilmu termasuk farmasis. Farmasis dapat berperan dalam meningkatkan outcome therapy pasien melalui identifikasi dan pengatasan problem yang berkaitan dengan obat. Salah satu problem yang sering terjadi pada pasien dengan penyakit kronis adalah masalah yang berhubungan dengan non-compliace (ketidakpatuhan) dalam penggunaan obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien penyakit kronis dalam menggunakan obat serta mengetahui faktor penyebab ketidakpatuhan dalam menggunakan obat. Penelitian ini merupakan penelitian observasional mengikuti rancangan cross sectional. Pengambilan data dilakukan pada sejumlah 74 pasien di unit rawat jalan di Rumah Sakit Akademik UGM Yogyakarta pada bulan September 2013. Kriteria inklusi sampel adalah pasien menderita penyakit kronis dan telah menggunakan obat penyakit kronis secara rutin minimal satu bulan sebelum penelitian, bersedia mengikuti penelitian, dan tidak ada gangguan mental. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien dalam menggunakan obat digunakan instrument kuesioner MMAS-8. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepatuhan pasien 6.7 ± 1.3 (mean±SD) dengan rentang minimum score 4 dan maximal score 8. Adapun faktor penyebab non-compliance diantaranya lupa minum obat 21 (28 %) pasien, penyebab selain lupa seperti terlambat kontrol ke dokter, bosan, beralih menggunakan obat herbal 24 (32%) pasien, timbulnya efek samping obat 6 (8%), lupa membawa obat ketika bepergian 9 (12%) pasien, pasien merasa kondisinya membaik 7 (9 %) pasien, merasa terganggu karena jadwal yang mengikat 15 (20%), aturan pakai tidak tepat 3 (4 %) pasien. Namun demikian cukup banyak pasien yang patuh dalam menggunakan obat sejumlah 29 pasien (39%) dengan skor maskimal (skor 8). Dari hasil wawancara sebagian besar pasien menjadi patuh dalam pengobatan karena mereka mengalami eksakerbasi penyakit yang mengakibatkan hospitalisasi pasien penyakit kronis. Hasil penelitian menunjukkan masih perlunya peran farmasis dalam memberikan motivasi kepada pasien untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat. Kata kunci: Kepatuhan penggunaan obat, pasien penyakit kronis, MMAS-8
123
OR-T03
Kepatuhan dan Kualitas Hidup Pasien Hipertensi di RS Gunung Jati Cirebon R Susilo1, DA Perwitasari2, W Supadmi2 1 Akademi Farmasi Muhammadiyah Cirebon 2 Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK Sampai saat ini hipertensi masih merupakan penyakit yang menjadi pemikiran tersendiri oleh pemerintah karena prevalensinya semakin meningkat pada tahun 2013. Saat ini peningkatan prevalensinya mencapai 9% per tahun. Efektivitas terapi pasien hipertensi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor karakteristik pasien dan kepatuhan pasien. Selain bertujuan untuk menurunkan tekanan darah, luaran lain dari terapi hipertensi adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepatuhan dan kualitas hidup pasien hipertensi serta memahami faktor prediksi kepatuhan dan kualitas hidup pasien. Sejumlah 85 pasien hipertensi yang telah mengkonsumsi obat hipertensi minimal 6 bulan berpartisipasi dalam penelitian ini. Kepatuhan pasien diukur dengan kuesioner Medication Adherence Report Scale versi Indonesia dan kualitas hidup pasien diukur dengan kuesioner Short Formulary-36 versi Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien hipertensi di RS Gunung Jati Cirebon berada pada tingkat tinggi dan moderat. Faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien adalah tingkat pendidikan dan usia. Kata Kunci: hipertensi, kepatuhan, SF-36, MARS
124
OR-T04
Efektivitas Buku Peraga Untuk Membantu Apoteker Memberikan Informasi Cara Penggunaan Metered-Dose Inhaler (MDI) di Apotek di Surabaya Benny Setiawan*, Amelia Lorensia**, Ananta Yudiarso***, Daniel Maranatha**** *Mahasiswa Magister Farmasi Klinis, Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya, Surabaya **Departemen Farmasi Klinis & Komunitas, Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya, Surabaya ***Departemen Psikologi Sosial, Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya, Surabaya ****Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedoteran, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRAK Latar belakang: Metered-dose inhaler (MDI) merupakan sediaan inhaler dalam pengobatan asma. Peran farmasi komunitas menjadi krusial dalam memberikan informasi teknik penggunaan sediaan khusus. Tujuan: Mengukur efektivitas penambahan buku peraga dalam edukasi teknik penggunaan inhaler asma terhadap kemampuan demonstrasi MDI farmasis komunitas di Surabaya dibandingkan edukasi pengetahuan saja Metode: Desain studi penelitian ini adalah intervensi dengan edukasi berbasis teori model motivation-behavioral skill (IMB), dengan purposive sampling. dengan menggunakan buku peraga sebagai dummy inhaler. Farmasis dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu yang memperoleh edukasi teknik penggunaan MDI saja (kontrol), dan yang memperoleh edukasi serta diberikan buku peraga dumm y inhaler. Penilaian dilakukan terhadap langkah-langkah demonstrasi MDI yang dilakukan oleh farmasis. Pengukuran dilakukan saat sebelum, setelah, dan 3 minggu setelah edukasi. Hasil: Sebanyak 25 farmasis komunitas di apotek terlibat dalam penelitian. (12 kontrol, 13 intervensi). Penambahan buku peraga dalam edukasi dapat meningkatkan kemampuan demonstrasi MDI asma farmasis komunitas dibandingkan edukasi pengetahuan saja. Efektivitas buku peraga terlihat lebih jelas dalam 3 minggu setelah edukasi. Kata Kunci: Metered-dose Inhaler (MDI), teknik penggunaan inhaler, apoteker, apotek
125
OR-T05
Pemetaan Problem Penatalaksanaan Tuberkulosis Dalam Upaya Menyusun Model Pelayanan Apoteker Bagi Pasien Tuberkulosis di Yogyakarta Nanang Munif Yasin 1, Djoko Wahyono 1, Bambang Sigit Riyanto2 dan Ika Puspita Sari 1
1)Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada 2)RSUP Dr. Sardjito Yogyaykarta Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh database pasien tuberkulosis (TB) meliputi karakteristik pasien, faktor resiko, kepatuhan, tingkat pengetahuan pasien, kejadian efek samping ; dan mengetahui peran dan posisi Apoteker dalam tim TB. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental. Subyek penelitian yang digunakan adalah semua pasien TB yang memenuhi kriteria inklusi eksklusi dan apoteker serta perawat yang terlibat dalam pelayanan TB di puskesmas dan rumah sakit khusus paru di kota Yogyakarta. Instrumen untuk mengukur tingkat kepatuhan adalah Modified Morisky Scale, sedangkan tingkat pengetahuan dan kejadian efek samping diukur dengan kuisioner dan wawancara. Hasil penelitian dianalisis menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan dari 73 pasien, mayoritas pasien laki-laki sebanyak 39 pasien (53,4%), berumur 20-40 tahun sebanyak 42 pasien (57, 5 %), pendidikan terakhir SLTA sebanyak 36 pasien (49,3%). Faktor resiko terkena penyakit TB yaitu memiliki riwayat keluarga sebanyak 18 pasien (24,7 %), riwayat merokok sebanyak 29 pasien (39,73%) , dan tinggal di lingkungan yang kurang sehat sebanyak 47 pasien (64,38%). Outcome terapi meliputi konversi BTA pada semua pasien 73 (100 %), gejala membaik pada semua pasien 73 (100 %) , dan berat badan naik pada 51 pasien (69,8 %). Pasien yang patuh sebanyak 70 pasien (95,89%) dan terbanyak berada di kuadran IV sebesar 66 (90,4%). Berdasarkan tingkat pengetahuan meliputi pengetahuan tinggi hanya 1 pasien(1,4 %) , menengah sebanyak 66 pasien (90,4%), dan rendah sebanyak 6 pasien (8,2 %). Pasien yang mengalami efek samping sebanyak 24 pasien (32,8 %) dan jenis efek samping yang paling banyak adalah mual pada 11 pasien (30,3 %). Hasil wawancara dan Focus Grup Discussion (FGD) diperoleh hasil bahwa peran apoteker belum optimal terutama dalam monitoring adverse drug reaction dan pelayanan home care pasien TB. Peran Apoteker dalam pelayanan TB perlu ditingkatkan melalui program intervensi komprehensif Apoteker yang mencakup aspek pengetahuan, kepatuhan, outcome terapi, dan monitoring adverse drug reaction dan berkolaborasi dengan tim TB lain terutama perawat. Kata kunci: obat antituberkulosis, kepatuhan, pengetahuan, efek samping, apoteker
126
OR-T06
Kajian Regimen Dosis Penggunaan Obat Asma pada Pasien Pediatri Rawat Inap di Bangsal Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang Rahmi Yosmar, Helmi Arifin, Meri Andani Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Kampus UNAND Limau Manis, Padang, 25163, Email:
[email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang kajian regimen dosis penggunaan obat asma pada pasien pediatri rawat inap di bangsal anak RSUP. DR. M. Djamil Padang yang bertujuan untuk membandingkan kesesuaian regimen dosis obat asma yang diberikan dengan regimen dosis pada literatur. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan teknik konsekutif sampling. Sampel diperoleh dari data rekam medik pasien selama tahun 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Prednison, Combivent® dan Ambroxol memenuhi tepat dosis pemberian 100%, Deksametason 7,14%, Salbutamol 75%, dan pemberian teofilin tidak ada yang tepat dosis. Untuk kriteria rute pemberian 100% dinyatakan tepat untuk semua obat. Sedangkan untuk kriteria interval pemberian, Deksametason, Prednison, Salbutamol, Teofilin, dan Ambroxol dinilai 100% tepat interval, namun Combivent® hanya 95,24%. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa dosis dan interval pemberian obat asma belum sepenuhnya sesuai dengan literatur, sedangkan untuk rute pemberian dinilai sudah sesuai dengan literatur. Kata Kunci: Asma, Pediatri, Regimen Dosis
127
ABSTRAK PEMAKALAH POSTER
Analisis Efektifitas Obat Dan Analisis Efisiensi Biaya Dalam Penggunaan Antibiotik Cefadroxil Dan Amoxycillin Pada Pasien Pasca Bedah Caesar Di Rspad Gatot Soebroto Tahun 2012 Delina Hasan1, Satya Chandra Indra Yanih2, Wahyudi Uun Hidayat3 1. Staf Pengajar Prodi Farmasi, FKIK, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta 2. Staf Dinas kesehatan Kabupaten Tangerang, Banten 3. Staf Pengajar Fakultas Farmasi Uiniversitas Pancasila, Lenteng Agung, Jakarta ABSTRAK Latar Belakang. Melahirkan seorang bayi adalah kodrat seorang ibu, namun tidak semua ibu bisa melahirkan dengan lancar, tidak sedikit ibu yang meninggal dunia saat melahirkan, bahkan ini salah satu penyumbang AKI di Indonesia. Untuk mencegah kematian ibu saat melahirkan salah satu dengan melakukan bedah caesar. Untuk mencegah terjadinya infeksi pada bedah caesar dokter memberikan antibiotik. Di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto antibiotika yang sering diberikan adalah Amoxycillin dan Cefadroxyl, namun belum diketahui efektifitas dan efisiensi kedua obat tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi biaya dari kedua antibiotika (Amoxycillin dan Cefadroxil) yang digunakan pada pasien pasca bedah caesar di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Metode Penelitian. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari rekam medik pasien yang melakukan bedah caesar di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto dan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel yang memenuhi kriteria & inklusi setelah dihitung sebesar 96 digenapkan menjadi 100 pasien, yang dibagi dalam 2 kelompok, kelompok I yang mendapatkan Cefadroxil dan kelompok II yang mendapatkan Amoxycillin. Analisis Data dilakukan dengan pendekatan Biostatistik (analisis Univariat dan Chi-Squaer) dan Farmakoekonomi dengan metode (Cost effectiveness analysis). Output yang dihasilkan adalah Infeksi luka operasi yang dapat dicegah dan Recovery serta Unit cost dari Amoxycillin dan Unit cost Cefadroxil. Hasil Penelitian Pasien yang mendapatkan Cefadroxil lama hari rawat yang 3 hari dan tidak terjadi infeksi serta recovery sebanyak 39 orang sedangkan yang mendapatkan amoxycillin sebanyak 33 orang. Pasien yang mendapatkan Cefadroxil unit costnya sebesar Rp 7.916.721,76 sedangkan pada pasien yang mendapatkan Amoxycillin unit costnya Rp 7.959.710,48 Kesimpulan: Pasien yang mendapatkan antibiotika Cefadroxil lebih efektif dari pada pasien yang mendapatkan amoxycillin dalam mencegah infeksi luka pasca bedah dan recovery. Pasien yang mendapatkan antibiotika Cefadroxil lebih efisien dari pada pasien yang mendapatkan amoxycillin dalam mencegah infeksi luka pasca bedah dan recovery. Kata Kunci: Bedah Caesar, Efektif, Efisien, Cefadroxil, Amoxycillin, dan Recovery
PO-A02
Kajian Regimen Dosis Antibiotik Pada Pasien Pneumonia Di Bangsal Rawat Inap Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang Dian Ayu Juwita, Helmi Arifin, Nelfa Yulianti email :
[email protected] Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang ABSTRAK Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang menduduki peringkat atas sebagai penyebab kematian pada anak dan balita. Peranan antibiotik dalam menurunkan morbilitas dan mortilitas penyakit infeksi ini masih sangat dominan. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat mengakibatkan muncul dan berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik serta munculnya toksisitas/efek samping obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian regimen dosis antibiotik yang diberikan pada pasien pneumonia anak dengan regimen dosis pada literatur. Penelitian dilakukan dengan metode analisa deskriptif retrospektif menggunakan data rekam medik pasien pneumonia anak selama tahun 2013. Data yang diperoleh dianalisis dan dibandingkan dengan literatur-literatur resmi. Hasil penelitian menunjukkan adanya ketidaktepatan pada beberapa regimen dosis antibiotik, seperti ketidaktepatan dosis kloramfenikol (5%), meropenem (50%), 1 pasien yang tidak tepat dosis eritromisin, azitromisin, seftazidim dan klindamisin. serta 2 orang pasien yang tidak tepat dosis ampisilin dan 10 pasien yang tidak tepat dosis gentamisin. Ketidaktepatan frekuensi pemberian (interval pemberian) ampisilin (50%), gentamisin (20%) dan 2 orang pasien yang tidak tepat interval pemberian sefotaksim. Ketidaktepatan lama pemberian amoksisilin (44.45%), kloramfenikol (45%), gentamisin (70%), meropenem (33,34%), seftriakson (66,67%) dan ampisilin (50%) serta 2 orang pasien yang tidak tepat lama pemberian sefotaksim. Sedangkan rute pemberian antibiotik sudah tepat 100%. Kata kunci : regimen dosis, antibiotika, pneumonia, anak
PO-A03
Kesesuaian Dosis Antibiotik Pada Pasien Pediatri Dita Maria Virginia Email :
[email protected] Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ABSTRAK Latar belakang : Antibiotik banyak diresepkan kepada pasien pediatrik untuk mengatasi berbagai indikasi dan beberapa bahkan tidak tepat indikasi seperti infeksi viral. Pengaturan dosis antibiotik juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan selain pemilihan jenis antibiotik. Penggunaan antibiotik dengan dosis yang kurang tepat akan memicu terjadinya resistensi. Pengaturan dosis paling baik untuk pasien pediatri berdasarkan berat badan karena pasien pediatri merupakan pasien yang berada dalam tahap tumbuh kembang. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara usia pasien pediatri dengan kesesuaian dosis antibiotik yang diterima oleh pasien pediatri berdasarkan berat badan. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data secara retrospektif dengan menggunakan data rekam medis di salah satu rumah sakit swasta tipe A di Yogyakarta. Kriteria inklusi adalah pasien anak yang berumur < 12 tahun dan menjalani rawat inap pada bulan Agustus 2014. Jumlah rekam medis yang dibutuhkan sebanyak 100 dan diperoleh secara random sampling. Data diolah secara deskriptif untuk menggambarkan karakteristik pasien. Analisis bivariat Chi-square untuk melihat hubungan ketidaksesuaian dosis dengan usia pasien. Hasil: Antibiotik yang diresepkan sebesar 88% dengan golongan sefalosporin yang paling banyak diresepkan (44,2%). Jenis antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah cefixime (30,3%). Dosis antibiotik yang tidak sesuai dengan berat badan pasien ditemukan sebanyak 42 kasus. Hasil analisis dengan Chi-square menunjukkan adanya hubungan bermakna (p=0,021) antara pasien pediatri dengan ketidaksesuaian dosis. Pasien pediatri berusia < 6 tahun berisiko 1,67 kali lebih besar mengalami ketidaksesuaian dosis antibiotik dibandingkan usia > 6 tahun. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara usia pasien pediatri dengan kesesuaian dosis antibiotik yang diterima oleh pasien pediatri berdasarkan berat badan. Kata kunci: antibiotik, dosis, pediatri
PO-A04
Survey Pengetahuan Masyarakat Terhadap Penyakit Diabetes Mellitus Di Puskesmas Seberang Padang. Dwisari Dillasamola1,Suryati2 Email : (
[email protected]) 1
Faculty of Pharmacy, Andalas University, Padang, Indonesia
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang Diabetes Mellitus (DM). Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Seberang Padang dengan metode survey research method. Sampel adalah masyarakat Seberang Padang yang berobat di Puskesmas Seberang Padang. Data diperoleh dengan menggunakan kuisioner yang telah divalidasi yang diberikan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan tentang Diabetes Mellitus. Diperoleh 30 masyarakat yang menderita penyakit Diabetes Mellitus sebagai responden dari penelitian ini. Dari hasil penelitian jumlah pasien yang diberikan konseling meningkat tingkat pengetahuannya terlihat mereka dapat menjawab kuisiner dengan benar yakni meningkat dari 5,33 % menjadi 95,20 % dan 100 % sehingga setelah mereka mendapatkan konseling ini mindset mereka tentang penyakit Diabetes Mellitus ini berubah menjadi bahwa penyakit Diabetes Mellitus bisa dikontrol dengan pola hidup yang sehat, makan yang terkontrol dan sudah tidak menjadi penyakit yang ditakuti lagi. Kata kunci: pengetahuan pasien, diabetes mellitus, obat andtidiabetes tradisional, puskesmas Seberang Padang
PO-A05
Evaluasi Penggunaan Obat Kemoterapi Pasien Kanker Payudara Di Poliklinik Bedah Onkologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Imanuel Sianipar1, Melati Fusvitasari2, Yulia Trisna1 Email:
[email protected] 1 2
Instalasi Farmasi, RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta Univeristas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta
ABSTRAK LATAR BELAKANG Kanker payudara merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di seluruh dunia. Terapi kanker terdiri dari operasi, radioterapi, dan kemoterapi. Pengobatan kanker payudara dengan agen sitostatik umumnya menggunakan obat yang berbeda secara bersamaan atau juga disebut kemoterapi kombinasi. Kasus kanker payudara di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan kasus stadium lanjut sehingga modalitas utamanya adalah kemoterapi. Kombinasi rejimen kemoterapi yang digunakan cukup banyak dan belum diketahui sebaran dari penggunan berbagai kombinasi tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran rejimen kemoterapi yang digunakan untuk pasien kanker payudara di Poliklinik Bedah Onkologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan memperoleh gambaran kesesuaian dosis pemberian dengan perhitungan dosis rejimen. METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Data pasien selama 12 bulan diambil dari rekam medis pasien kanker payudara yang berobat di Poliklinik Bedah Onkologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama periode Juli 2013 - Juni 2014. Dosis pemberian tiap obat kemoterapi dibandingkan dengan hasil perhitungan dosis rejimen berdasarkan luas permukaan tubuh pasien. HASIL Analisis dilakukan terhadap data 81 orang pasien kanker payudara yang mendapat kemoterapi. Dari data yang diperoleh, didapatkan sebaran penggunaan 10 jenis rejimen kemoterapi dan diketahui rejimen yang paling banyak digunakan adalah rejimen CAF (Cyclophosphamide/ Doxorubicin/5-Fluorourasil) sebesar 75%. Kesesuaian dosis pemberian dibandingkan perihitungan dosis menurut rejimen sebanyak 87,54%. Obat yang dosisnya ditemukan paling banyak digunakan tidak sesuai dengan perhitungan adalah Docetaxel. KESIMPULAN Rejimen kemoterapi yang digunakan oleh pasien kanker payudara pada Poliklinik Bedah Onkologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dalam periode Juli 2013 - Juni 2014 sangat beragam dengan yang paling banyak digunakan adalah rejimen CAF dan sebagian besar dosis yang digunakan dalam rejimen kemoterapi sesuai dengan perhitungan dosis rejimen. Kata kunci: evaluasi penggunaan obat, kemoterapi, kanker payudara
PO-A06
Pengaruh Reaksi Obat Merugikan Terhadap Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Di Dua Puskesmas Di Kota Bandung Lia Amalia1, Taohid2, Putri Ariin Wulandari1 1 2
Sekolah Farmasi – Institut Teknologi Bandung Puskesmas di kota Bandung
ABSTRAK Latar Belakang dan Tujuan : Indonesia merupakan negara dengan beban tuberkulosis (TB) terbesar nomor 4 di dunia. Berbagai faktor dapat menyebabkan hal tersebut, salah satunya adalah berkembangnya resistensi terhadap obat tuberkulosis, khususnya kasus MultidrugResistance dan Extensively Drug-Resistance. Berkembangnya resistensi ini salah satunya disebabkan oleh adanya interupsi terapi yang berasal dari pasien yaitu berupa ketidakpatuhan. Pengobatan TB merupakan suatu bentuk pengobatan yang dilakukan pada jangka waktu lama dan menggunakan kombinasi beberapa obat antituberkulosis (OAT) sehingga reaksi obat merugikan (ROM) dapat muncul dan dapat mengakibatkan timbulnya ketidakpatuhan pasien terhadap regimen pengobatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ROM dari obat antituberkulosis lini pertama, pola kejadian dan penanganan ROM, serta hubungannya dengan kepatuhan pasien. Metode Penelitian: Penelitian merupakan studi deskriptif –observasional yang dilakukan secara retrospektif dan konkuren dengan mengkaji data rekam medik dan wawancara pasien serta tenaga kesehatan yang berkaitan dengan perawatan pasien. Pengolahan data dilakukan melalui analisis statistik bivariat khi-kuadrat. Pengambilan data dilakukan di dua Puskesmas di kota Bandung. Hasil : Telah terjadi reaksi obat merugikan (ROM) seperti reaksi kulit (41,67%), mual dengan atau tanpa muntah (30,56%), ikterus (5,56%), pusing (33,33%), berkurangnya pendengaran (5,56%), nyeri sendi (8,33%), dan sindrom seperti flu (8,33%). Penanganan kejadian ROM tersebut diantaranya ialah parasetamol (26%), CTM (23%), vitamin B6 (16%), omeprazol (3%), antasida (7%), talk (6%), hospitalisasi (13%), dan terapi nonfarmakologi (6%). Asosiasi dari munculnya ROM dan kepatuhan pasien yang dilakukan dengan metode khi-kuadrat menunjukkan adanya hubungan antara kepatuhan pasien dan kejadian ROM pada aras keberartian 0,10, namun pada aras keberartian 0,005 tidak menunjukkan hubungan tersebut. Kesimpulan: ROM pada pasien tuberkulosis merupakan hal yang sering terjadi dan adanya pengaruh dari ROM terhadap kepatuhan pasien menunjukkan bahwa perlu ada pemantauan terhadap ROM dari OAT untuk meningkatkan kepatuhan pasien, meminimalkan kejadian putus obat, dan menurunkan kemungkinan terjadi resistensi. Kata kunci : tuberkulosis, reaksi obat merugikan, kepatuhan pasien
PO-A07
Analisa Efektivitas Biaya Pengobatan Skizofrenia Menggunakan Risperidon Dan Aripiprazol Di RSKD Duren Sawit Periode Juli Desember 2012 Numlil Khaira Rusdi1, Linda Rosalina2. Nur Tanti1 1 2
Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka RSKD Duren sawit
ABSTRAK Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri yang buruk. Pengobatan skizofrenia menggunakan antipsikotik golongan tipikal dan atipikal. Golongan atipikal merupakan golongan yang berkhasiat dalam mengatasi gejala positif maupun negatif, memulihkan fungsi kognitif dan efek samping ekstrapiramidal sangat minimal. Di RSKD Duren Sawit golongan atipikal yang banyak digunakan adalah risperidon dan aripiprazol. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas biaya dari risperidon dan aripiprazol pada pengobatan skizofrenia di RSKD Duren Sawit serta menghitung biaya langsung (laboratorium, dokter, obat dan kamar) yang dikeluarkan oleh pasien skizofrenia selama menjalani perawatan. Analisa statistik menunjukkan bahwa obat yang efektif dengan biaya murah adalah aripiprazol 15 mg. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa obat aripiprazol lebih efektif dibandingkan risperidon sehingga dapat menjadi pilihan obat utama pada pasien skizofrenia. Kata kunci : skizofrenia, risperidon, aripiprazol
PO-A08
Pengaruh Kualitas Pelayanan Kefarmasian Pada Era Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Terhadap Kepuasan Konsumen di Beberapa Apotek di Kota Bandung Rahmat Santoso, Yudi Padmadisastra, Muliharto Bandung School of Pharmacy (STFB), Bandung, Indonesia ABSTRAK Mutu pelayanan kefarmasian adalah derajat dipenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan yang baik serta kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan dan harapannya. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Kefarmasian pada era Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terhadap Kepuasan Konsumen Beberapa Apotek Di Kota Bandung. Desain penelitian menggunakan Deskriptif analitik. Variabel independen adalah mutu pelayanan kefarmasian dan variable dependen adalah kepuasan pasien. Sampel yang diambil menggunakan teknik Simple Random Sampling didapatkan 2.771 responden. Instrumen penelitian menggunakan lembar kuesioner. Data dianalisis menggunakan uji statistik Spearman Rho Correlation dengan tingkat kemaknaan ρ ≤ 0,05. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 1.593 responden (57,5%) mengatakan mutu pelayanan kefarmasian BPJS cukup baik. Sedangkan pada kepuasan konsumen sebanyak 1.462 responden (52,7%) menyatakan cukup puas dengan pelayanan kefarmasian yang diberikan. Hasil ujistatistik Spearman’s Rho Correlation menyatakan terdapat pengaruh antara mutu pelayanan kefarmasian BPJS dengantingkat kepuasan konsumen di apotek (ρ=0,002). Implikasi hasil penelitian menunjukan mutu pelayanan kesehatan BPJS memiliki peranan penting dalam kepuasan konsumen. Direkomendasikan bagi pemilik Apotek dan Apoteker Penanggung Jawab apotek untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dalam pelaksanaan programJaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS. Kata kunci : Mutu Pelayanan Kefarmasian, BPJS, Kepuasan Konsumen
PO-A09
Pengaruh Parecoxib Sebagai Preemtif Analgesik Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pascaoperasi Orif (Open Reduction with Internal Fixation) di RS. Muhammadiyah Lamongan Rully Yuliandhari1, Budi Suprapti1, Anas Makhfud2, Orizanov Mahisa2 1
Jurusan Farmasi Klinik Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya Bagian Anestesiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan, Jawa Timur
2
ABSTRAK Nyeri akut merupakan keluhan yang paling sering dijumpai dan merupakan pengalaman yang menakutkan bagi penderita pasca operasi dan merupakan penyebab stres, frustasi dan gelisah sehingga pasien mengalami gangguan tidur, cemas, tidak nafsu makan, dan ekspresi tegang. Peran parecoxib sebagai analgesik preemtif dalam menurunkan nyeri pascaoperasi hasilnya masih bervariasi. Penelitian ini bertujuan membandingkan efektivitas preemtif parecoxib 40 mg iv terhadap plasebo dalam menurunkan intensitas nyeri pasca operasi ORIF dan membandingkan kualitas manajemen nyeri antar kelompok uji dengan QUIPS. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Mann-Whitney U test dan didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0.001) antara skor VAS kelompok kontrol dengan kelompok parecoxib pada ketiga titik pengamatan (2, 8 dan 12 jam pasca operasi ORIF) yang artinya preemtif parecoxib lebih superior menurunkan intensitas nyeri pascaoperasi ORIF dibanding kelompok kontrol serta terdapat perbedaan bermakna (p < 0.001) pada bagian intensitas nyeri dan kepuasan pasien antara kelompok kontrol dengan kelompok parecoxib dengan QUIPS sehingga didapatkan kesimpulan bahwa preemtif parecoxib 40 mg iv efekif dalam menurunkan intensitas nyeri akut pascaoperasi ORIF dibanding dengan placebo dan kualitas manajemen nyeri pascaoperasi yang dinyatakan dalam alat ukur QUIPS juga lebih baik pada kelompok parecoxib dibanding kelompok kontrol. Kata Kunci : analgesik preemtif, parecoxib, open reduction with internal fixation
PO-A10
Kajian Penggunaan Kombinasi Kaptopril Dengan Furosemid Terhadap Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Bangsal Jantung Rsud Raden Mattaher Jambi Uce Lestari 1), Rasmala Dewi 2), Riana2) 1) Program Studi Farmasi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi 2) Program Studi Farmasi STIKES HI Jambi ABSTRAK Gagal jantung kongestif merupakan sindrom klinis dan masalah kesehatan dengan angka kejadian yang tinggi terutama pada penderita lanjut usia. Kaptopril dan furosemid adalah obat-obat pilihan yang sering digunakan pada pasien gagal jantung kongestif. Penggunaan obat yang tidak rasional pada pasien gagal jantung dapat mengakibatkan terjadinya perubahan efek terapi bahkan dapat menimbulkan efek toksik. Telah dilakukan penelitian mengenai kajian penggunaan kombinasi kaptopril dengan furosemid terhadap pasien gagal jantung kongestif dibangsal jantung RSUD Raden Mattaher Jambi. Penelitian ini bersifat deskriptif, dikerjakan secara prospektif terhadap 19 pasien. Analisis data dilakukan secara kuantitatif. Data ditabulasi berdasarkan persentase obat kaptopril dan furosemid yang digunakan berdasarkan jenis obat generik dan obat paten, persentase pasien gagal jantung kongestif yang menggunakan terapi kombinasi kaptopril dan furosemid berdasarkan ada tidaknya penyakit penyerta, tingkat keparahan penyakit, jenis kelamin dan rentang umur. Dan analisis data dilakukan secara kualitatif. Data yang diperoleh dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Lalu mempertimbangan kondisi pasien. Hasil perbandingan dan pertimbangan kondisi pasien akan menunjukan persentase ketepatan penggunaan kombinasi kaptopril dengan furosemid terhadap pasien gagal jantung kongestif. Hasil penelitian menunjukkan, tepat pasien sebesar 100 %, tepat indikasi sebesar 100 %, tepat dosis sebesar 100 %, tepat interval pemberian sebesar 100 % dan tepat saat penggunaan obat sebesar 60,98 %. Kata kunci : gagal jantung kongestif, kaptopril, furosemid.
PO-A11
Analisis Kompatibilitas Sediaan Rekonstitusi Parenteral dan Sediaan Intravena Tercampur serta Implikasi Klinisnya di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Miranda Yuneidi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta ABSTRAK Telah dilakukan penelitian terhadap kompatibilitas sediaan rekonstitusi parenteral dan sediaan intravena tercampur di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Analisa kompatibilitas dilakukan dengan cara membandingkan kejadian yang terjadi di rumah sakit dengan yang tertulis di literatur. Parameter kompatibilitas diukur berdasarkan keberhasilan efek terapi yang di tunjukkan oleh efek klinis dari pasien. Dari hasil penelitian didapat rekonstitusi sediaan antibiotik parenteral yang tidak sesuai dengan literatur. Penilaian terhadap efek klinis menunjukkan hanya dua pasien yang tidak efektif. Kata kunci :
PO-A12
Kajian Penggunaan Obat Golongan Angiostensin Receptor Blocker (ARB) Atau AceInhibitor Terhadap Fungsi Ginjal Dan Kadar Kalium Pada Pasien Hipertensi Di Irna Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang Rangki Astiani Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Abstrak Hipertensi merupakan penyakit yang sering diderita oleh pasien di Irna penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil Padang. Obat-obat yang sering diberikan ke pasien yaitu obat hipertensi golongan Angiostensin Receptor Blocker (ARB) dan ACE-inhibitor. Obat ini diketahui dapat mempengaruhi fungsi ginjal pasien dan kadar kalium pasien. Sehingga peneliti melakukan penelitian tentang Kajian Penggunaan Obat Golongan ARB atau ACEinhibitor terhadap Fungsi Ginjal dan Kadar Kalium pada Pasien Hipertensi di Irna Penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil Padang. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei hingga September 2013 di Irna Penyakit Dalam RSUP DR. M.Djamil Padang. Data pasien diambil dari rekam medik dan dilakukan secara observasi prospektif dengan metode judgement sampling dan dianalisa dengan statistik SPSS 17®. Dalam penelitian ini dilihat kreatinin serum dan kadar kalium pasien, kemudian di hitung kreatinin klirens pasien setiap minggu selama satu bulan. Maka didapatkan hasil 50 orang pasien hipertensi yang terdiri dari 34 orang menggunakan obat golongan ARB (candesartan), dan 16 orang golongan ACEinhibitor (15 orang ramipril dan 1 orang kaptopril). Pasien yang tetap pada stadium III fungsi ginjal sebanyak 7 orang (17%), tetap pada stadium akhir (stadium V) sebanyak 23 0rang (46%). Pasien yang mengalami perubahan stadium fungsi ginjal sebanyak 20 orang (40%), terdiri dari 6 orang (12% ) yang mengalami peningkatan stadium fungsi ginjal dari ginjal normal, dan 14 orang (28%) dari fungsi ginjal yang sudah terganggu. Pada penggunaan obat golongan ARB terjadi hiperkalemia sebanyak 5 orang, hipokalemia 4 orang dan kadar kalium normal 25 orang. Pada penggunaan obat golongan ACE-inhibitor terjadi hiperkalemia sebanyak 5 orang dan kadar kalium normal 11 orang. Jadi penggunaan obat golongan ARB dan ACE-inhibitor dapat mempengaruhi kadar kalium pasien hipertensi dengan pasien hiperkalemia sebanyak 10 orang (20%), hipokalemia 4 orang (8%) dan kadar kalium normal sebanyak 36 orang (72%). Selain itu terjadi perubahan stadium fungsi ginjal pada pasien hipertensi yang diberikan antihipertensi golongan ARB dan ACE-inhibitor. Kata kunci: Hipertensi, Obat Golongan Angiostensin Receptor Blocker (ARB) dan ACEinhibitor, Fungsi Ginjal, Kadar Kalium, RSUP DR. M. Djamil Padang
Optimasi Pembuatan Gambir Galamai (Black Cube) Menggunakan Oven Microwave Afdhil Arel1), Amri Bakhtar2), Deddi Prima Putra2) 1 Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang 2 Universitas Andalas Padang ABSTRAK Gambir is a dry extract from the leaves and twigs of Uncaria gambier (Hunter) Roxb. which have the mayor constituents are catechin and tannin. Traditionally, gambir used as batik dyes, leather tanning, eating betel concoction, antioxidant and antibacterial. In the market, there are different types of gambier such as gambier “Bootch“, mortars, “coin“ biscuit and “galamai“ (Black cube). Gambir galamai produced by used boiling back gambier to blackish brown with the aim to increase levels of tannins. The levels of tannins were analyzed by Lowenthal Procter method, while the catechin levels were analyzed by high-performance liquid chromatography. This study used a randomized block design in three factorial, water content of gambier (30%, 50% dan 70%) the power of the microwave oven (5 A; 4,9A dan 4,5A) and processing time (90, 180 dan 270 seconds). The optimum conditions obtained in galamai gambier processing with power strength is 4.9 A, the water content of the starting material and time gambier 50% during 270 seconds (p>0.05).
PO-B02
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Dengan Metode Bioautografi Atiek Soemiati, Puteri Amelia, Nurul Mukarromah* *Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRAK Medinilla speciosa Blume merupakan tumbuhan liar di lereng gunung atau di hutan dan kadang digunakan sebagai tanaman hias. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif dengan Metode Bioautografi. Pengujian dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus subtilis ATCC 6363, Escherichia coli ATCC 25922, dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Hasilnya menunjukkan diameter daerah hambat antibakteri dari ektrak etil asetat terhadap bakteri uji secara berurutan adalah 11 mm; 9 mm; 11,7 mm; 9 mm. Uji bioautografi dilkukan menggunakan berbagai perbandingan eluen yang berbeda kepolarannya. Pada ekstrak etil asetat dengan perbandingan eluen n-heksana : etil asetat (2:8) ditemukan zona hambat pada titik penotolan sampai Rf 0,14 serta pada Rf 0,7; Rf 0,8; dan Rf 0,9. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang ingin melakukan isoalsi senyawa katif antibakteri tanaman M. speciosa Blume Kata kunci : Medinilla speciosa Blume, ekstrak, antibakteri, bioautografi
Evaluasi Aktivitas Antibakteri Dan Antioksidan Dua Spesies Elephantopus dari Sumatera Barat Deddi P. Putra1, M. Rifqi Efendi2, Nofrizal2, Friardi1, Amri Bakhtiar1 1 Fakultas Farmasi Universitas Andalas 2 Program Magister pada Farmasi Universitas Andalas Email:
[email protected] ABSTRAK Tanaman obat Elephantopus scaber Linn. dan Elephantopus mollis Kunth. umumnya dikenal dengan nama „Tapak Liman‟telah digunakan secara tradisional untuk mengobati berbagai penyakit, seperti diare, gonoroe, demam, diuretic, hepatitis dan scabies. Kedua tanaman ini telah dilaporkan memiliki aktifitas antimikroba. Namun, masyarakat awan sukar membedakan kedua jenis tanaman ini, sewaktu segar dapat dilihat dari perbedaan warna bunganya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi activitas antibakteri dan antioksidan kedua tumbuhan ini. Serbuk daun kering disokletasi berturut-turut dengan n-heksana, etil asetat dan terakhir dengan methanol. Masing-masing fraksi diuji kemampuan menghambat pertumbuhan bankteri pada plat agar dengan mikroba uji; Gram (+) bacteria Staphyllococcus aureus, Streptococcus epidermidis, Streptococcus mutans, Enterococcus faecalis, Micrococcus luteus, and Gram (-) bacteria; Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Vibrio cholera, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa. Hasil uji menunjukkan bahwa fraksi nheksana pada kedua tanaman paling aktif menghambat pertumbuhan bakteri uji. Fraksi etil asetat kurang aktif yang diikuti oleh fraksi metanol. Sebaliknya, fraksi methanol sangat aktif pada kedua tanaman, dengan IC50 46.2 dan 45.5 ppm untuk Elephantopus mollis and Elephantopus scaber. Aktifitas antioksidan fraksi n-heksana dan etil asetat tidak bermakna pada uji menggunakan DPPH. Kata kunci : Elephantopus scaber L., Elephantopus mollis Kunth., Antibacterial activity, Gram (+) and Gram (-) bacteria
PO-B04
Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Puteri Amelia, Arsyadani, Arum Samudra 1 Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Email :
[email protected] ABSTRAK Obat Tradisional dapat memberikan khasiat karena adanya senyawa metabolit skunder yang terkandung di dalam tumbuhan. Variabel bibit, tempat tumbuh, iklim dan kondisi (waktu dan cara) panen dapat mempengaruhi senyawa metabolit skunder yang diharapkan dapat memberikan efek farmakologis yang diinginkan. Telah dilakukan penelitian tentang karaterisasi ekstrak etanol dari daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) yang tumbuh di daerah Bogor, Jawa Barat yang meliputi uji parameter spesifik dan non spesifik. Pengujian parameter spesifik menunjukkan hasil organoleptis ekstrak (kental, berwarna kecoklatan, bau tidak spesifik, rasa agak pahit), dengan kandungan senyawa larut air (61,958 % ± 2,1715) dan senyawa larut etanol (32,390 % ± 3,1019). Hasil Pengujian parameter nonspesifik menunjukkan kandungan air (4,437 % ± 0,4495), bobot jenis (0,8987 ± 0,0010), susut pengeringan (6,7406 % ± 0,0339), Kadar abu (5,003 % ± 0,1345), Kadar abu tidak larut asam (0,732 % ± 0,581) serta data cemaran mikroba (0,0567 x 103 koloni/gram) dan cemaran kapang (0,91 x 103 koloni/gram). Kata Kunci : Karakterisasi ekstrak, daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), uji parameter spesifik, uji parameter non spesifik.
PO-B05
Uji Aktivitas Antihiperpigmentasi Ekstrak Tumbuhan Suruhan (Peperomia pellucida L) Secara in Vitro Dengan Metoda Inhibisi Enzim Tirosinase Rahayu Utami, Musyirna Rahmah dan Kurnia Andini Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, Jalan Kamboja Simpang Baru Panam, Pekanbaru Email :
[email protected]
ABSTRAK Peperomia pellucida L merupakan salah satu tumbuhan yang mengandung senyawa flavonoid. Flavonoid dan steroid adalah metabolit sekunder yang diketahui memberikan aktivitas antihiperpigmentasi dengan jalan menginhibisi enzim tirosinase. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antihiperpigmentasi dari ekstrak tumbuhan Peperomia pellucida L secara in vitro melalui metoda inhibisi enzim tirosinase dengan menggunakan LDopa sebagai substrat dan asam kojat sebagai kontrol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak etanol tumbuhan ini memberikan persen inhibisi terbesar dibandingkan ekstrak lainnya. Persen inhibisi ekstrak etanol sebesar 47,405%; ekstrak n-heksana 24,618% sedangkan etil asetat sebesar 18,638%. Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak tumbuhan Peperomia pellucida L memberikan aktivitas antihiperpigmentasi yang lemah bila dibandingkan dengan asam kojat. Kata kunci : Peperomia pellucida L, antihiperpigmentasi, enzim tirosinase, inhibisi, in vitro
PO-B06
Penapisan Fitokimia , Uji Aktivitas Ekstrak Metanol Herba Seledri, Batang / Daun Ashitaba Dan Daun Petroseli (Apiaceae) Ratna Djamil, Endang Wijiastuti Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Email :
[email protected]
ABSTRAK Telah dilakukan penapisan fitokimia pada serbuk dan ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.), batang dan daun ashitaba (Angelica sp) serta daun petroseli (Petroselinum crispum (Mill) Nym. ex-Airy-Shaw). Kemudian dilanjutkan dengan uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) dan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Hasil penapisan fitokimia pada serbuk dan ekstrak herba seledri menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, saponin, tanin, steroid, kumarin, dan minyak atsiri. Serbuk dan ekstrak metanol batang dan daun ashitaba mengandung golongan senyawa flavonoid, saponin, tanin, steroid dan triterpenoid, kumarin, dan minyak atsiri. Serbuk dan ekstrak daun petroseli mengandung golongan senyawa flavonoid, saponin, steroid, kumarin, dan minyak atsiri. Hasil uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach metode BSLT diperoleh nilai LC50 herba seledri 193,5370 bpj, batang dan daun ashitaba 272,8878 bpj serta daun petroseli 50,7192 bpj. Hal ini menunjukkan bahwa semua ekstrak metanol memiliki sifat toksik dan ekstrak metanol daun petroseli memiliki nilai IC50 tertinggi. Hasil uji antioksidan metode DPPH menunjukkan nilai IC50 dari ekstrak herba seledri 240,0365 bpj, ekstrak batang dan daun ashitaba 40,2819 bpj serta daun petroseli 515,7599 bpj. Ekstrak metanol herba seledri dan ekstrak metanol daun petroseli tidak memiliki aktivitas antioksidan, sedangkan ekstrak metanol batang dan daun ashitaba memiliki aktivitas antioksidan. Kata kunci : apiaceae, seledri, ashitaba, petroseli, uji BSLT, uji DPPH
PO-B07
Pengaruh Perbedaan Pelarut Pengekstraksi Terhadap Komposisi Kimia Oleoresin Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum) Verawati, B.A. Martinus dan Riska Ramadhani Email :
[email protected] Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang ABSTRAK Jahe merah merupakan salah satu obat tradisional Indonesia yang memiliki berbagai khasiat seperti sebagai antioksidan, antiinflamasi, antikanker dan kardiotonik. Jahe merah memiliki kandungan oleoresin tertinggi dibandingkan dengan jenis jahe lainnya. Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi oleoresin dari serbuk kering jahe merah menggunakan pelarut ekstraksi yang berbeda kepolarannya. Analisa terhadap komposisi kimia oleoresin jahe merah dilakukan dengan metode Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS). Dari 50 g serbuk kering jahe merah yang diekstraksi menggunakan pelarut heksan, aseton dan etanol, maka diperoleh oleoresin dengan % rendemen secara berurutan 5,66%; 13,14% dan 22,64%. Data GC-MS menunjukkan komposisi oleoresin yang terdiri dari asam-asam lemak dan minyak menguap dimana pada oleoresin dari pelarut heksan teridentifikasi 28 senyawa, pelarut aseton sebanyak 21 senyawa, dan pelarut etanol sebanyak 17 senyawa. Pada ketiga tipe oleoresin mengandung beta sesquiphellandrene, zingiberene dan zingerone. Hanya pada oleoresin dari pelarut heksan ditemukan shogaol yang merupakan salah satu senyawa identitas jahe merah. Kata Kunci : Zingiber officinale var. Rubrum, Oleoresin, GC-MS
PO-B08
Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode Peredaman Radikal Bebas Dpph Dari Esktrak Daun Murbei (Morus alba L.) Wiwi Winarti,Victor Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta 12640 Email :
[email protected]. ABSTRAK Murbei secara empirik oleh masyarakat digunakan sebagai teh daun murbei, yang berpotensi sebagai antioksidan dan penangkal radikal bebas. Daun murbei mengandung kuersetin dan vitamin C yang berpotensi sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder, aktivitas antioksidan dengan peredaman radikal bebas 1,1–difenil–2–pikrihidrazil (DPPH)dari ekstrak daun murbei. Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi kinetik menggunakan pelarut air dan etanol dengan konsentrasi 50%, 70% dan 96%. Maserat yang dihasilkan dari pelarut air dikeringkan menggunakan metode freeze drying sedangkan maserat yang dihasilkan dari pelarut etanol dipekatkan dengan rotavapor. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol 50%, 70% dean 96% mengandung senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid, saponin, steroid dan minyak atsiri sedangkan pada ekstrak air mengandung senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid dan saponin. Hasil uji aktivitas antioksidan dengan metode peredaman radikal bebas DPPH terhadap ekstrak air dan ekstrak etanol 50%, 70%, 96% daun murbei menunjukkan nilai IC50 sebesar 115,9 bpj, 160,7 bpj, 95,0 bpj dan 131,4 bpj. Hasil penelitian menunjukkan, uji aktivitas antioksidan tertinggi adalah ekstrak etanol 70% daun murbei dengan IC50 sebesar 95,0 bpj. Kata kunci: Daun murbei (Morus alba L.), ekstrak air, ekstrak etanol 50%,70%,96%, antioksidan, DPPH
PO-C01
Analisis Kandungan Lemak Dan Protein Terhadap Kualitas Soyghurt Dengan Penambahan Susu Skim Diana Serlahwaty, Syarmalina, Novita Sari1 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila , Jakarta 12640, Indonesia E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Soyghurt merupakan produk fermentasi susu kedelai dengan menggunakan bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang umum dipakai pada pembuatan yoghurt. Sebagai pilihan pengganti susu sapi kini dapat digunakan susu nabati yakni susu kacang kedelai. Pada susu kacang kedelai tidak terkandung laktosa sehingga dapat dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa. Namun pemanfaatan susu kacang kedelai masih terbatas karena cita rasa yang kurang disukai (rasa langu) serta memiliki umur simpan yang relatif pendek, sehingga keterbatasan dari susu kacang kedelai dapat diatasi melalui proses fermentasi menjadi soyghurt agar masa simpan dari susu kacang kedelai dapat diperpanjang dan dihasilkan produk dengan cita rasa, aroma, serta tekstur yang khas dan enak . Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kandungan lemak dan protein serta pengaruh waktu simpan terhadap kualitas soyghurt dengan penambahan susu skim. Susu kacang kedelai fermentasi ditambahkan komponen lain dan dikombinasikan dengan susu skim. dengan variasi konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%. kemudian dilakukan uji sebelum dan sesudah fermentasi mencakup analisis protein dengan metode biuret, analisis lemak dengan metode soxhletasi, untuk mengetahui waktu simpan dari susu kedelai fermentasi dilakukan penghitungan jumlah asam laktat selama 7 hari, serta untuk mengetahui cita rasa serta tekstur dilakukan uji hedonik menggunakan 9 panelis dan dianalisis berdasarkan skala penilaian numerik 1-5. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa susu kacang kedelai setelah difermentasi kadar lemak menurun dan kadar protein terdapat peningkatan serta formula dengan konsentrasi susu skim 15% yang paling disukai dan memiliki umur simpan sampai hari ke 6 dilihat jumlah kadar asam laktat dan uji hedonik. Hasil pemeriksaan pH pada susu kacang kedelai 5,5 dan setelah fermentasi 4,4 Kadar lemak pada susu kacang kedelai berkisar antara 0,6% - 0,7% dan setelah fermentasi berkisar antara 0,1% - 0,2%. Kadar rata-rata protein pada susu kacang kedelai adalah 7,4% dan setelah fermentasi 17,1% Kata kunci : Soyghhurt, Kadar Lemak dan Protein, Waktu Simpan,Susu Skim
PO-C02
formulasi Sediaan Kapsul Dan Tablet Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)” Fifi Harmely, Surya Andrian, Chris Deviarny Email;
[email protected] Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang ABSTRAK Senyawa xanthon merupakan antioksidan tingkat tinggi, yang dapat membantu mengobati kerusakan sel akibat oksidasi radikal bebas, mengahambat proses penuaan dan mencegah penyakit generatif. Kulit buah manggis ( Garcinia mangostana L.) mengandung xanthon, flavonoid dan tanin. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dalam bentuk sediaan kapsul dan tablet. Evaluasi massa kapsul dan granul meliputi organoleptis, bobot jenis, uji kecepatan alir, sudut istirahat, uji kompresibilitas, faktor hausner, porositas, kandungan air serta kadar fines hanya dilakukan pada granul. Evaluasi sediaan kapsul dan tablet meliputi organoleptis, keseragaman bobot, waktu hancur, uji higroskopisitas, serta uji keseragaman ukuran, uji kekerasan dan uji kerapuhan yang hanya dilakukan pada sediaan tablet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah manggis dapat diformulasi dalam bentuk sediaan kapsul dan tablet. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan didapat sediaan kapsul dan tablet dari ekstak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) telah memenuhi persyaratan kecuali FI untuk sediaan tablet tidak memenuhi persyaratan keseragaman ukuran Kata
kunci:
formulasi
kapsul
dan
tablet,
ekstrak
etanol
kulit
manggis
PO-C03
Peningkatan Efisiensi Biaya Pengobatan Melalui Pembuatan Sediaan Oleh Instalasi Farmasi Hafzha Hilda, Idayanti, YuliaTrisna Email:
[email protected] Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ABSTRAK LATAR BELAKANG Pembuatan sediaan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit dilakukan dengan beberapa pertimbangan, antara lain: obat tidak tersedia di pasaran, obat memiliki formula khusus sesuai kebutuhan individu pasien, jauh lebih efisien jika dibuat sendiri. Biaya penggunaan obat mengambil porsi yang besar dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit sehingga efisiensi dalam penggunaan obat akan menurunkan biaya pengobatan secara bermakna. Penetapan tarif INA-CBG dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) membuat rumah sakit semakin berupaya untuk meningkatkan efisiensi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membuat sediaan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Penelitian bertujuan untuk memberikan gambaran tentang peran Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam memenuhi kebutuhan obat yang tidak ada di pasaran dan meningkatkan efisiensi biaya pengobatan melalui pembuatan sediaan yang jauh lebih murah dibandingkan dengan membeli produk komersial. METODE Pemetaan dilakukan terhadap sediaan obat yang dibuat oleh Instalasi Farmasi dengan kriteria sediaan tidak tersedia di pasaran dan/atau penggunaannya tinggi. Dari sediaan yang memenuhi kriteria, yaitu: cairan pembersih tangan berbasis alkohol, sirup Omeprazol, larutan campuran mineral, larutan pembasa urin dan larutan Klorheksidin 2%. Proses pembuatan sediaan dilakukan dengan menerapkan cara pembuatan obat yang baik skala rumah sakit untuk menjaga mutu sediaan. Biaya pembuatan sediaan obat dibandingkan dengan harga sediaan di pasaran HASIL Selama periode Januari-Desember 2014 telah dibuat 44.934 botol @ 500 ml cairan pembersih tangan dengan efisiensi biaya jika dibandingkan produk di pasaran sebesar Rp 2.500.753.758. Sedangkan pembuatan sediaan yang tidak ada di pasaran adalah larutan Klorheksidin 2% sebesar Rp 16.178.344, sediaan sirup Omeprazol sebesar Rp 11.200.630, larutan campuran mineral sebesar Rp 4.109.551, larutan pembasa urin sebesar Rp 467.360. KESIMPULAN Pembuatan sediaan obat oleh Instalasi Farmasi dapat memenuhi kebutuhan obat yang tidak tersedia di pasaran dan meningkatkan efisiensi biaya pengobatan secara bermakna. Kata kunci: efisiensi, pembuatan sediaan, farmasi rumah sakit
PO-C04
Optimasi Formula Sediaan Gel Ekstrak Daun Cincau Hijau (Cyclea barbata Miers.) dengan Variasi Gelling Agent Sebagai Antioksidan KARTININGSIH, HELEN ISMAYA, TESALONIKA Email :
[email protected] Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta ABSTRAK Tanaman cincau hijau (Cyclea barbata L.Miers) mengandung tanin, polifenol, flavonoid yang secara sinergis bekerja sebagai antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah memformulasikan sediaan gel wajah ekstrak daun cincau hijau yang stabil secara fisik dan kimia serta memiliki aktivitas antioksidan yang efektif melawan radikal bebas. Dalam penelitian ini, ekstrak daun cincau hijau dari hasil maserasi kinetik dengan etanol 70%, diuji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan diperoleh nilai IC50 sebesar 18.8160 µg/mL. Ekstrak daun cincau hijau diformulasikan menjadi 12 formula menggunakan basis gel HPCm 5-6%, HPMC 4-5%, dan kombinasi. karbomer 940 0.5-1,5%, dan sepigel 305 3-7% yang masing-masing telah dikembangkan. Sediaan gel yang terbentuk dievaluasi secara fisik dan kimia meliputi uji organoleptik, uji homogenitas, uji viskositas dan sifat alir, uji kemampuan menyebar dan uji pH. Hasil evaluasi menunjukan formula I dengan HPC-m 5% merupakan gel jernih berwarna hijau muda, berbau khas, homogen, memiliki viskositas 25416,67 cPs dengan sifat alir plastis, kemampuan sebar 3454,10 mm2 dan pH 6,0. Formula VI merupakan sediaan gel berwarna jernih hijau muda, tidak berbau, homogen, viskositas 10000 cPs dengan sifat alir plastis, kemampuan sebar 7208,4202 mm2, dan pH 5.85. Sediaan gel ini diuji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan diperoleh aktivitas antioksidan dengan IC50 formula 1 sebesar 35,5620 µg/ml dan formula 6 sebesar 39.2408 µg/mL yang termasuk kategori antioksidan sangat kuat. Kata kunci : Radikal bebas, ekstrak daun cincau hijau, antioksidan, metode DPPH, gel, HPC-m, HPMC, Karbomer 940, Sepigel 305
PO-C05
Uji Stabilitas Emulgel Serbuk Kasar Papain (Carica papaya L.) Moch. Futuchul Arifin, Syarmalina, Diana Serlahwaty, Anggi Yudhatama Subroto, Lukie Jean ABSTRAK Telah dilakukan optimasi formula sediaan emulgel serbuk kasar papain hasil semprot kering dengan rancangan faktorial 23. Diperoleh formula optimum: 2,5% HPMC; 6,5% parafin cair dan 2,4% kombinasi Tween 80: Span 80 (1:1,5). Tujuan penelitian adalah memastikan stabilitas emulgel serbuk kasar papain secara fisika, aktivitas proteolitik papain dan aktivitas antimikroba terhadap beberapa mikroba penyebab jerawat. Uji stabilitas dilakukan dengan menyimpan emulgel pada suhu 40°C selama 3 bulan. Parameter stabilitas fisika emulgel meliputi tipe emulsi, viskositas, sifat alir, daya sebar dan freez thaw cycling. Aktivitas proteolitik emulgel ditentukan melalui uji pelepasan dengan alat disolusi tipe 2 dan uji antimikroba menggunakan metode difusi agar. Pencuplikan dilakukan pada bulan ke-0, 1, 2 dan 3. Hasil penelitian menunjukkan : tipe emulsi m/a, viskositas pada rpm 0,5 turun dari 2.013,33-1.313,33dPa.S, sifat alir plastis, daya sebar meningkat dari 5,47-6,87mm dan tidak terjadi pemisahan fase maupun terbentuknya kristal pada uji freez thaw 6 siklus. Aktivitas proteolitik meningkat dari 3,12-4,29TU/mg dan aktivitas antimikrobanya juga mengalami peningkatan nilai diameter daerah hambat (DDH) terhadap P. acnes, S. aureus dan S. epidermidis, masing-masing dari: 14,67-16,70mm; 15,88-17,63mm dan 15,95-17,90mm. Penyimpanan emulgel serbuk kasar papain selama 3bulan pada suhu 40°C menyebabkan penurununan viskositas sebesar 34,77% namun sifat fisika lainnya tetap, meningkatkan aktivitas proteolitik sebesar 37,5% dan meningkatkan aktivitas antimikroba papain terhadap mikroba uji. Kata kunci : emulgel serbuk kasar papain, stabilitas, aktivitas proteolitik, antimikroba
PO-C06
Formulasi Thiamin HCl Dan Asam Askorbat Dalam Sediaan Emulsi Ganda AirMinyak-Air (A/M/A) Rachmat Mauludin, Agustian Surya, Sophi Damayanti Email :
[email protected] Sekolah Farmasi ITB. Jl. Ganesa no 10 Bandung ABSTRAK Latar belakang dan tujuan: Sediaan cair multivitamin terdiri dari beberapa komponen vitamin yang banyak memiliki interaksi satu dengan yang lain. Pada sediaan cair sangat sukar untuk membentuk sediaan yang mengandung banyak vitamin dengan kestabilan baik. Thiamin HCl diketahui rentan terhadap senyawa pereduksi dan pengoksidasi, sedangkan asam askorbat sendiri merupakan senyawa pereduksi. Supaya didapat sediaan cair yang mengandung dua komponen vitamin yang berinteraksi, dilakukan pemisahan dengan mengemulsikan thiamin HCl dan asam askorbat secara terpisah pada formulasi emulsi ganda A/M/A. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan formula dari emulsi ganda yang stabil, serta melihat efek dari formulasi emulsi ganda terhadap minimalisasi interaksi thiamin HCl dan asam askorbat. Metode: Thiamin HCl dan asam askorbat diemulsikan secara terpisah untuk membentuk emulsi air dalam minyak (A/M) menggunakan komponen fasa minyak asam stearat-minyak wijen dengan emulgator Kosteran 0/1(Span 80). Emulsi yang terbentuk kemudian diemulsikan kembali dalam air dengan pengemulsi Tween 80 dan penstabil Metholose 60 SH 50. Evaluasi kestabilan dipercepat dilakukan dengan penyimpanan sediaan dalam suhu 40oC dan melakukan pengukuran kuantitatif kadar dari Thiamin HCl dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Hasil: Emulsi ganda yang mengandung Thiamin HCl dan asam askorbat dibuat dengan dosis Asam Askorbat 10 mg/mL dan Thiamin HCl 2 mg/mL. Formulasi dari sediaan menggunakan fasa minyak asam stearat 4,5% dan minyak wijen 4,5%, dengan penstabil Span 80 8,844%, Tween 80 1,168%, dan Metholose 60 SH 50 0,5%. Jumlah kadar Thiamin HCl dalam sediaan emulsi ganda relatif lebih tinggi daripada kadar Thiamin HCl pada larutan pembanding pada 3 hari pengujian di suhu 40oC. Kesimpulan: Sediaan emulsi ganda A/M/A yang mengandung Thiamin HCl dan asam askorbat menggunakan diformulasikan dengan fasa minyak asam stearat-minyak wijen dengan penstabil Tween 80, Span 80, dan Metholose 60 SH 50. Metode emulsifikasi terpisah pada formulasi emulsi ganda A/M/A dapat meminimalkan laju penurunan thiamin HCl yang disebabkan karena interaksi dengan asam askorbat. Kata kunci: Emulsi, Thiamin HCl, Asam Askorbat, Stabilitas, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
PO-C07
pengaruh Beberapa Jenis Larutan Asam Pada Pembuatan Gelatin Dari Kulit Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) Kering Sebagai Gelatin Alternatif Revi Yenti1, Dedi Nofiandi1, Rosmaini1 Email :
[email protected] 1
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang
ABSTRAK Sampai saat ini bahan baku yang banyak digunakan untuk memproduksi gelatin adalah tulang sapi, kulit sapi dan kulit babi. Pemanfaatan gelatin dari mamalia tersebut masih banyak menemui kendala. Pada penelitian ini dibuat gelatin dari kulit ikan sepat rawa (Trichogaster trichopterus) kering menggunakan proses asam (tipe A). Larutan HCl 2% v/v, H3PO4 2% v/v dan CH3COOH 2% v/v digunakan sebagai variasi larutan perendaman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui larutan asam yang paling besar memberikan rendemen dan karakteristik gelatin yang dihasilkan tersebut. Analisa statistik menunjukkan bahwa jenis larutan asam memberi pengaruh yang berbeda nyata pada rendemen, kekuatan gel, viskositas, derajat keasaman (pH), kadar air, dan kadar abu, tapi tidak berbeda nyata pada kadar protein dan kadar lemak. Rendemen gelatin terbanyak adalah gelatin dengan perendaman larutan CH3COOH 2% v/v yaitu 3,51%. Kata Kunci : Trichogaster trichopterus, larutan asam, gelatin.
PO-C08
Optimasi Formula Masker Gel Peel Off Jeruk Lemon (Citrus limon (L.) Burm.f.) Setyorini Sugiastuti, Moch. Futuchul Arifin, Weny Widiya Email :
[email protected] Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta. ABSTRAK Jeruk lemon (Citrus limon (L.) Burm.f.) mempunyai khasiat sebagai antiaging. Salah satu bentuk sediaan untuk produk antiaging adalah sediaan masker gel peel Off. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan formula optimum masker gel peel off jeruk lemon. Perasan jeruk lemon dikeringkan menggunakan spray dryer dengan pengisi maltodekstrin. Serbuk jeruk lemon diformulasi menggunakan rancangan faktorial 22 dengan faktor PVA (10 dan 12%), dan Karbomer 940 (1 dan 2%). Optimasi formula menggunakan rancangan faktorial 23 dengan memasukkan faktor suhu penyimpanan yaitu 25°C dan 40°C. Ke empat formula yang diperoleh disimpan pada suhu 25°C dan 40°C selama 3 bulan, dilakukan uji viskositas, kemudahan sebar, kecepatan mengering, kekuatan tarikan, pH dan aktivitas antioksidan dengan menentukan nilai IC50 nya. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan kadar PVA, meningkatkan viskositas kekuatan tarikan film lapisan tipis dan menurunkan aktivitas antioksidan, daya sebar dan mempercepat pengeringan. Peningkatan kadar Karbomer 940, meningkatkan viskositas, menurunkan aktivitas antioksidan, daya sebar, mempercepat pengeringan dan kekuatan tarikan Peningkatan suhu pada penyimpanan selama 3 bulan, meningkatkan viskositas, daya sebar, kekuatan terhadap tarikan dan menurunkan aktivitas antioksidan, mempercepat pengeringan dan pH. Optimasi formula dilakukan dengan menumpang tindihkan plot kontur semua respon (contourplot superimposed), menggunakan standar sediaan masker gel pell off yang ada di pasaran, yaitu nilai viskositas 500-600 dPa.S; daya sebar 5-6,5 mm, kecepatan pengeringan 15-20 menit, kekuatan daya tarik 60-70 kg/cm3 , pH 4,5-6,5 dan nilai IC50 50-100. Tidak ditemukan adanya daerah irisan yang merupakan daerah optimum, sehingga dalam penelitian ini tidak dapat ditentukan formula optimumnya. Kata kunci : optimasi, masker gel, jeruk lemon
PO-C09
Night Cream Azelaic Acid Berbasis Medium Cream Sebagai Skin Whitening Dengan Uji Iritasi Siti Umrah Noor, Margaretta Theresia Email :
[email protected] Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta 12620 ABSTRAK Azelaic acid merupakan salah satu bahan sintetik bersifat asam dengan pka 5,498 yang berfungsi sebagai skin whitening. Tujuan penelitian ini agar didapatkan formula terbaik night cream yang memenuhi uji mutu fisik serta tidak mengiritasi kulit. Telah dilakukan formulasi 6 formula azelaic acid 0,5 % menggunakan medium cream dengan konsentrasi gliseril monostearat 0,1%; 0,5%; 0,9% sebagai emulsifying agent dan stiffening agent. Krim dibuat dengan mencampurkan fase terdispersi ke dalam fase pendispersi, kemudian dilakukan uji mutu fisik serta uji iritasi terhadap kulit panelis dengan metode patch test. Krim yang dihasilkan dievaluasi meliputi pemeriksaan organoleptik, homogenitas, tipe krim, spreadability, viskositas dan difat air, ukuran globul, sentrifugasi, dan uji pH. Dilakukan uji stabilitas mutu fisik yang disimpan pada suhu kamar dan suhu 40° C selama 4 minggu dan uji iritasi kepada panelis. Krim yang dihasilkan berbentuk semi padat, berwarna putih susu, berbau wangi, homogen, bertekstur lembut, dan bertipe M/A, nilai spreadability 3742,97 – 4162,36 mm2 , viskositas 76000 – 154000 cPs dengan sifat alir titsotropik plastis, ukuran globul 58,93 – 64,24 µm, hasil sentrifugasi dengan putaran 3800 rpm selama 5 jam tidak terjadi pemisahan fase krim, pH antara 4,19 – 4,21. Dapat disimpulkan bahwa formula dengan konsentrasi gliseril monostearat 0,5% menghasilkan krim yang memenuhi parameter mutu fisik dan tidak menimbulkan reaksi iritasi terhadap kulit panelis sehingga aman digunakan Kata Kunci : night cream, azelaic acid, medium cream, uji iritasi
PO-C10
Formulasi Gel Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) dengan Basis Carbopol Supomo Akademi Farmasi Samarinda ABSTRAK
Uji Banding Potensi Beberapa Pati Pregelatinasi Sebagai Bahan Pengikat Tablet dengan Metode Kempa Langsung Wira Noviana Suhery, Noveri Rahmawati, Adwinda Rahma Putri Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, Alamat : Jl. Kamboja Simpang Baru Panam Pekanbaru Email :
[email protected]
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai uji banding potensi beberapa pati pregelatinasi sebagai bahan pengikat tablet dengan metode kempa langsung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi pati pregelatinasi sebagai bahan pengikat dan memberikan sifat fisik serta disolusi yang baik pada formulasi sediaan tablet. Penelitian dilakukan menggunakan tiga rancangan formula dengan memvariasikan bahan pengikat tablet yang digunakan yaitu Formula I (pati pregelatinasi singkong), Formula II (pati pregelatinasi ubi jalar) dan Formula III (pati pregelatinasi bengkuang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati pregelatinasi singkong, ubi jalar dan bengkuang memiliki potensi yang hampir sama sebagai bahan pengikat tablet, namun pati pregelatinasi bengkuang yang paling berpotensi sebagai bahan pengikat tablet, karena tablet yang dihasilkan memiliki sifat fisik dan disolusi sesuai dengan persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia. Kata Kunci : Pati Pregelatinasi, Singkong, Ubi Jalar, Bengkuang, Bahan Pengikat, Cetak Langsung
PO-C12
Karakterisasi Fisikokimia Sistem Biner Glibenklamid dan Asam tartrat Erizal Zaini1), Ahmad Baikuni2) dan Maria Dona Octavia2) 1) Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang, 2) Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFRM) Padang Email :
[email protected]
ABSTRAK Telah dilakukan pembentukan sistem biner glibenklamid dan asam tartrat dengan teknik ko-kristalisasi dari pelarut menggunakan pelarut metanol yang dibuat dengan perbandingan ekuimol, sebagai pembanding dibuat campuran fisika dan serbuk glibenklamid. Padatan hasil ko-kristalisasi dikarakterisasi dengan analisis mikroskopik, difraksi sinar-X, termal DTA dan spektrofotometer FT-IR. Uji kelarutan dilakukan dengan alat orbital Shaker selama 48 jam dengan medium dapar posfat pH 7,4. Hasil interaksi menunjukkan pembentukan konglomerat atau eutektikal antara kedua fase kristalin dalam keadaan padat, dengan titik eutektik pada temperatur 146,32 0C. Kelarutan glibenklamid hasil ko-kristalisasi meningkat secara signifikan dibandingkan dengan campuran fisika dan glibenklamid murni. Kata kunci : Glibenklamid, Asam Tartrat, kelarutan dan eutetik.
PO-C13
Nanosensor Sensitif Ph Berbasis Cross-Link Antara Nanopartikel Emas Dan Poly(2Dimethylaminoethyl Methacrylate) (PDMAEMA) Erindyah R Wikantyasning, Isnaini Nur Hidayah, Broto Santoso, Suprapto Departemen Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi UMS, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Kartasura, Surakarta Corresponding author email:
[email protected]
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang sintesis dan karakterisasi cross-link antara nanopartikel emas (AuNPs) dengan polimer responsif pH, yaitu poly(2-dimethylaminoethyl methacrylate) (PDMAEMA). AuNPs disintesis dengan metode Turkevich, dan dikarakterisasi dengan TEM dan spektrofotometer UV-Vis. PMAA dan PDMAEMA disintesis dengan polimerisasi RAFT, selanjutnya dikarakterisasi dengan NMR dan di-crosslink dengan AuNPs. Hasil menunjukkan bahwa AuNPs mempunyai ukuran partikel rata-rata 14 nm dan menunjukkan puncak SPR pada 526 nm. Self-assembly dari PDMAEMA-AuNPs menunjukkan perubahan warna dari merah menjadi biru dengan kenaikan pH. Diketahui bahwa perubahan warna bersifat reversibel, dengan pH transisi pada pH 7-8 untuk AuNPs yang dicrosslink dengan PDMAEMA. Material smart tersebut diharapkan dapat diaplikasikan lebih lanjut untuk biosensor dan sistem penghantaran obat. Kata kunci: nanopartikel emas, nanosensor, polimer responsif pH, PDMAEMA
PO-D01
Pengaruh Konsentrasi Larutan Penyangga Terhadap Aktivitas Sal1 Dalam Mendigesti Plasmid pAcRP23 Abstrak Enzim restriksi ditemukan secara alami dalam bakteri. Enzim restriksi memotong untaian DNA di tempat spesifik karena mampu mengenali urutan nukleotida spesifik dalam DNA tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan penyangga (buffer) terhadap aktivitas enzim restriksi Sal1 dalam mendigesti plasmid pAcRP23. Untuk membuat larutan penyangga dengan konsentrasi 0,5X dan 2X KGB, sejumlah 5 μl larutan plasmid pAcRP23 (0,2 μg/ml) ditambahkan dengan 3 μl atau 12 μl KGB 5X, kemudian ditambah akuades steril hingga volumenya 28 μl. Sesudah itu, 2 μl Sal1 ditambahkan ke dalam masing-masing larutan campuran dan diinkubasi dalam suhu 37oC selama 1 jam. Sejumlah 6 μl loading buffer 6X yang sudah mengandung pewarna kemudian ditambahkan ke dalam larutan yang bervolume 30 μl tersebut. Fragmen DNA yang terbentuk dipisahkan dengan elektroforesis menggunakan agarose gel 0,8 dan 1%, dengan TAE sebagai running buffer dan dialirkan dalam arus 5,71 volt/cm. Fragmen yang dihasilkan dari elektroforesis ditentukan dengan memplotkan jarak migrasi dari ladder 1 kb terhadap log bpnya. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa perbedaan konsentrasi larutan penyangga dapat menyebabkan perbedaan aktivitas Sal1 dalam mendigesti plasmid pAcRP23 sehingga menghasilkan perbedaan ukuran fragmen plasmid. Kata kunci : enzim restriksi, konsentrasi larutan penyangga, Sal1, ukuran fragmen.
PO-D02
Molecular Identification Of Js-1 Isolate, A Β-Cyclodextrin Glycosyltransferase (CGTase) Producer Nur Miftahurrohmah, Moordiani Email:
[email protected] Fakultas Farmasi Universitas Pancasila ABSTRAK Cyclodextrin glycosyltransferase (CGTase) is a bacterial enzyme with numerous industrial applications due to its capabilities in converting starch into a cyclic oligosaccharide molecule, cyclodextrin (CD). Pharmaceutical industries using CD as drug excipient for enhance the solubility and bioavailability of some hydrophobic drug molecules, and also mask the unfavourable taste and odour. In Indonesia, there are still a few local bacteria that had reported as CGTase producers. From our previous work, we had isolated a soil bacterium from Sumedang, West Java, Indonesia, named JS-1 isolate, based on its specific colony appearance on Horikoshi agar medium. This research was aimed to identify JS-1 isolate using molecular identification method based on 16S rDNA gene sequence and analyze the enzymatic activity of CGTase produced by the isolate. The bacterial 16S rDNA gene was amplified using universal primer and the sequence was analyzed using BLASTn (NCBI). From BLAST analysis, it can be concluded that JS-1 isolate was similar to Paenibacillus sp. AG430 with %homology of 99.6%. To ensure the CGTase activity produced by JS-1 isolate, the crude enzyme which contained in the 48h culture‟s supernatant was analyzed using zymography assay, including starch hydrolytic and β-cyclization activity. The results of zymography assay were showed that CGTase produced by JS-1 isolate was proved has starch hydrolytic and β-cyclization activity.
PO-D03
Uji Aktivitas Anti Kandidiasis Batang Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.) Secara In Vitro Syarmalina, Nadya W.P. Email :
[email protected] Fakultas Farmasi Universitas Pancasila ABSTRAK Batang sereh wangi (Cymbopogon nardus L) mengandung senyawa kimia yaitu geraniol, sitronelol dan sitronella yang berkhasiat sebagai anti kandidiasis, tujuan penelitian mengetahui kandungan senyawa kimia batang sereh wangi (Cymbopogon nardus L.) berupa serbuk maupun estrak kental dengan uji penapisan fitokimia dan untuk mengetahui potensi ekstrak kental sebagai anti kandidiasis. Metode penelitian yang di lakukan adalah ekstrak kental etanol 70% batang sereh wangi diuji potensi anti kandidiasis terhadap isolat khamir yang diisolasi dari probandus penderita kandidiasis menggunakan mikroba uji pembanding Candida albicans dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram dan metode dilusi tabung menggunakan pengenceran tabung. Hasil penampisan fitokimia pada serbuk dan ekstrak kental etanol mengandung adanya golongan senyawa: flavanoid, saponin, tanin, triterpenoid, minyak atsiri dan kumarin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% batang sereh wangi dapat menghambat pertumbuhan khamir penyebab kandidiasis. Diameter Daya Hambat (DDH) anti kandidiasis paling efektif di peroleh dari isolasi IM1.1. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari ekstrak etanol batang sereh wangi terhadap isolasi IM1.1, IM2.2, IM3.1 dan Candida albicans adalah 25%. Kata kunci : batang sereh wangi, Cymbopogon nardus, kandidiasis.
PO-E01
Uji Aktivitas Penghambatan Xantin Oksidase Secara In-Vitro Oleh Isolat 6,4’Dihidroksi-4-Metoksibenzofenon-2-O-Β-D-Glukopiranosida (C20H22O10) Yang Diisolasi Dari Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) Aprilita Rina Yanti Eff*, Sri Teguh Rahayu* dan Resta Dwi Syachfitri ** Email:
[email protected] *Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul, **Fakultas Farmasi UTA‟45 Jakarta ABSTRAK Hiperurisemia adalah keadaan di mana terjadi peningkatan kadar asam urat di atas normal (Hidayat, 2009). Hiperurisemia merupakan faktor utama dalam perkembangan penyakit gout (Huang et al., 2011). Gout atau pirai adalah penyakit akibat adanya penumpukan kristal monosodium urat pada jaringan akibat peningkatan kadar asam urat (Sudoyo et al., 2006). Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.)Boerl) adalah tanaman obat asli Indonesia yang berkhasiat diantaranya menurunkan tekanan darah tinggi, obat kencing manis dan asam urat (Rostinawati, 2007). Kandungan kimia dari tanaman ini salah satunya adalah senyawa benzopenon yaitu 6,4‟-Dihidroksi-4-Metoksibenzofenon-2-O-β-D-Glukopiranosida (C20H22O10). Tujuan penelitin ini untuk mengetahui aktivitas isolat 6,4‟-Dihidroksi-4Metoksibenzofenon-2-O-β-D-Glukopiranosida (C20H22O10) dalam menghambat xantin oksidase secara in-vitro dengan alopurinol sebagai kontrol positif. Pengujian aktivitas penghambatan xantin oksidase dilakukan dengan metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat 6,4‟-Dihidroksi-4-Metoksibenzofenon-2O-β-D-Glukopiranosida (C20H22O10) dari buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) memiliki aktivitas penghambatan terhadap xantin oksidase dengan nilai IC 50 sebesar 15,705 μg/mL. Namun, alopurinol masih memiliki aktivitas penghambatan xantin oksidase yang lebih tinggi dibandingkan isolat dengan nilai IC50 sebesar 0,091 μg/mL. Dari plot Lineweaver-Burk menunjukkan bahwa isolat 6,4‟-Dihidroksi-4-Metoksibenzofenon-2-Oβ-D-Glukopiranosida (C20H22O10) memiliki aktivitas penghambatan kompetitif. Kata kunci: xantin oksidase, mahkota dewa, 6,4‟-Dihidroksi-4-Metoksibenzofenon-2-O-β-D Glukopiranosida
PO-E02
Uji Aktivitas Diuretik Ekstrak Terpurifikasi Herba Sambiloto Pada Mencit Putih Jantan Galur Swiss Eka Siswanto Syamsul, Supomo, Hamidah Email:
[email protected] Akademi Farmasi Samarinda ABSTRAK Sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f] Nees) secara empiris digunakan sebagai peluruh air seni (diuretik). Salah satu senyawa yang terkandung di dalamnya yaitu flavonoid polimetoksi flavon, dapat berkhasiat sebagai diuretik. Tujuan dilakukan penelitian uji yaitu untuk mengetahui potensi aktivitas diuretik dan dosis efektif ekstrak terpurifikasi herba sambiloto pada mencit putih jantan galur Swiss. Pembuatan Ekstrak terpurifikasi dengan jalan ekstrak kental etanol dimurnikan dengan pelarut n-heksana, Fraksi tak larut heksana dipurifikasi kembali dengan ditambahkan pelarut etil asetat dan divorteks kembali, diuapkan sampai menjadi ekstrak kental. Hewan uji dibagi 5 kelompok, tiap kelompok 4 ekor mencit putih jantan galur Swiss, dipuasakan selama 12-18 jam. Kelompok I kontrol negatif (suspensi PVP 4,76%), kelompok II kontrol positif (Furosemid), kelompok III (dosis 100 mg/kg BB), kelompok IV (dosis 200 mg/kg BB), dan kelompok V (dosis 300 mg/kg BB). Hewan uji dimasukkan ke dalam kandang metabolit, diberi 0,8 ml air minum per oral setiap 3 jam. Volume urine diukur pada jam ke 3, 6, dan 9. Hasil ANAVA satu jalan menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,000). Hasil uji LSD, kontrol negatif berbeda bermakna dengan control positif dan ekstrak terpurifikasi herba sambiloto dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, dan 300 mg/kg BB. Dosis 300 mg/kg BB merupakan dosis yang paling efektif sebagai diuretik. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak terpurifikasi herba sambiloto berpotensi sebagai diuretik. Kata Kunci: A. paniculata, Ekstrak terpurifikasi, diuretik
PO-E03
Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber officinale) dengan Beberapa Antibiotik Terhadap Staphylococcus aureus Elin Yulinah Sukandar, Neng Fisheri, Anissa Kamil Email :
[email protected] Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Ganesha 10, Bandung, Indonesia. ABSTRAK Indonesia merupakan negara tropis dengan suhu dan kelembaban yang memadai untuk memfasilitasi pertumbuhan mikroba. Staphylococcus aureus merupakan bakteri penyebab utama infeksi kulit dan jaringan lunak di dunia. Prevalensi infeksi kulit oleh S. aureus tinggi pada infeksi nosokomial. Pengobatan infeksi S. aureus lebih sulit karena pengembangan galur yang resisten yang dikenal dengan nama “Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)”. Kadang-kadang masyarakat menggunakan antibiotik bersamaan dengan minuman herbal atau suplemen herbal yang dapat memodifikasi efek antibiotik, oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi efek interaksi antibakteri secara in vitro di antara ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) dengan antibiotik tertentu meliputi penisilin V, ampisilin, dan tetrasiklin HCl terhadap Methicillin-sensitive Staphylococcus aureus (MSSA), and MRSA. Aktivitas antibakteri ekstrak and antibiotik secara in vitro diuji terhadap MSSA and MRSA, menggunakan metode mikrodilusi untuk menentukan konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bakterisidal minimum (KBM). Kombinasi antibakteri ekstrak jahe dan antibiotik diuji secara in vitro dengan memodifikasi metode “checkerboard” dan diinterpretasi sebagai index fraksi konsentrasi inhibisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan efek anti bakteri dari kombinasi ekstrak etanol jahe dan antibiotik terhadap bakteri di atas. Secara umum, efek kombinasi antibakteri ekstrak jahe dan antibiotic menunjukkan efek aditif dan sinergis terhadap MSSA, dan MRSA. Efek ini dapat terjadi karena interaksi antara komponen aktif dengan antibiotik.. Hasil ini menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak jahe dan antibiotik berguna untuk mengatasi infeksi. Kata kunci : Kombinasi antibakteri, MSSA, MRSA, modifikasi metode checkerboard
PO-E04
Kajian Efek Antiaterosklerosis Ekstrak Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Pada Burung Puyuh Elisma Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak daun gaharu ( Aquilaria malaccesis Lamk) terhadap pembentukan aterosklerosis pada burung puyuh jantan (Coturnix – coturnix japonica) yang diinduksi makanan lemak tinggi ( MLT ) dan propilthiourasil (PTU). Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 yang terdiri dari kelompok I sebagai kontrol negatif hanya diberikan makanan strandar, kelompok II sebagai control positif diberikan MLT dan PTU kelompok III, IV,V diberikan ekstrak daun gaharu dengan dosis 100 mg/kb Bb, 300 mg/kg BB, 900 mg/kg BB dan disertai dengan pemberian MLT dan PTU pemberian ekstrak diberikan secara oral selama 60 hari. Dosis yang digunakan adalah 100, 300, 900 mg/kg BB. Grup kontrol hanya diberikan makanan standar. Hasil penelitian menunjukan pemberian ekstrak daun gaharu dapat mencegah terjadinya aterosklerosis pada burung puyuh jantan dengan signifikan (P < 0,05). Dosis 100 mg/kg BB menunjukan efek pencegahan yang optimal. Kata kunci: Aquilaria malaccensis Lamk, aterosklerosis
POE05
Isolasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan Dari Ekstrak N-Heksan Kulit Batang Meranti Rambai (Shorea acuminata Dyer) Enda Mora 1 , Noveri Rahmawati 2, Zulfa Anggraini 3 Email :
[email protected] 1,2,3) Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau
ABSTRAK Telah dilakukan isolasi dan uji aktivitas anti oksidan ekstrak n-heksan kulit batang Meranti rambai (Shorea acuminata Dyer)dengan metoda DPPH. Penelitian ini bertujuan untuk karakterisasi hasil isolasi dan menguji aktivitas antioksidan dari hasil isolasi dan ekstrak n-heksan kulit batang Meranti rambai (Shorea acuminata Dyer)dengan metoda DPPH. Dari hasil isolasi diperoleh senyawa murni SS1 berupa kristal berwarna putih sebanyak ,5 mg dengan titik leleh C, positif terhadap reagen Lieberman-Burchard yaitu warna orange pudar yang menunjukkan golongan steroid. Senyawa hasil isolasi diidentifikasi dengan spektroskopi UV, IR, dan NMR. Dari hasil analisa data NMR senyawa murni SS1 memiliki 28 atom karbon dan 46 proton. Diduga senyawa isolasi adalah steroid βsitosterol. Nilai uji antioksidan ekstrak n-heksan dan senyawa murni SS1 memiliki sifat antioksidan lemah dengan nilai IC50 berturut-turut yaitu 160 µg/ml dan 599,471 µg/ml. Kata Kunci : Isolasi, ekstrak n-heksan,aktivitas antioksidan, metoda DPPH
PO-E06
Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada Tikus Putih Jantan Helmi Arifin 1) , Barmitoni 2) , Zet Rizal 2) 1) 2)
Fakultas Farmasi Universitas Andalas ( UNAND) Padang. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang.
ABSTRAK Penyembuhan luka merupakan suatu proses normal sebagai respon adanya cidera pada jaringan kulit. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh ekstrak etanol daun binahong terhadap penyembuhan luka sayat pada tikus putih jantan. Dibagi dalam 5 kelompok perlakuan yaitu kelompok I (kontrol negatif), kelompok II diberi povidone iodin 10% (kontrol positif), kelompok III, IV dan V diberi salaep ekstrak daun binahong dengan konsentrasi masing-masing 5%, 10% dan 15%. Dengan membuat luka sayat buatan dipunggung tikus dengan panjang luka 20 mm dan kedalaman 2 mm. Di oleskan salep perlakuan sesuai kelompoknya dua kali sehari selama 10 hari, pengukuran panjang dan lebar luka dilakukan setiap hari menggunakan jangka sorong. Data dianalisis dengan ANOVA dua arah dan dilanjutkan uji duncan. Hasil menunjukan bahwa ekstrak etanol daun binahong mampu menyembuhkan luka pada konsentrasi 10% - 15%, pengurangan panjang luka terjadi pada hari ke-7 semakin tinggi konsentrasi ekstrak efek penyembuhan luka semakin besar.
PO-E07
Pengaruh Ekstrak Etanol Biji Alpukat Terhadap Proteksi Hepar Dan Ginjal Pada Tikus Terinduksi Karbontetraklorida Komang Ayu Nopitasari, Rotua Winata Nopelia Silitonga, Phebe Hendra Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol biji alpukat (EEBA) terhadap proteksi hepar dan ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Sejumlah tikus sehat yang ditimbang dan dibagi secara acak ke dalam 6 kelompok perlakuan yang terdiri masing-masing 5 ekor. Kelompok 1 sebagai kontrol negatif dipejankan olive oil (2 ml/kg, i.p.). Kelompok 2 dipejankan karbon tetraklorida (2ml/kg BB, i.p.). Kelompok 3 sebagai kontrol perlakuan EESA 1,4 g/kg BB selama 6 hari. Kelompok 4-6 merupakan kelompok perlakuan EEBA 0,35; 0,70; 1,40 g/kg selama 6 hari berturut-turut selanjutnya diberikan karbon tetraklorida. Pengambilan darah dilakukan untuk menentukan aktivitas serum transaminase dan kreatinin. Perlakuan ekstrak etanol biji alpukat mempunyai aktivitas proteksi terhadap hepar dan ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Kata kunci: biji, alpukat, ekstrak etanol, karbon tetraklorida, hepar, ginjal
PO-E08
Toksisitas Subkronis Ekstrak Tali Putri (Cassytha filiformis L.) Terhadap Fungsi Ginjal Tikus Putih Yori Yuliandra, Annisa Nur Salasa, Friardi, dan Armenia Email:
[email protected] Fakultas Farmasi Universitas Andalas ABSTRAK Uji toksisitas subkronis ekstrak bebas lemak dari herba tali putri (Cassytha filiformis L.) terhadap fungsi ginjal telah dilakukan. Sebanyak 16 ekor tikus jantan berusia 2-3 bulan dengan berat badan ±250 gram dibagi menjadi 4 kelompok yang menerima dosis kontrol dan ekstrak 1,25; 2,5; dan 5 mg/kg. Sediaan uji diberikan setiap hari secara intraperitonial selama 14 hari. Data bersihan kreatinin, persentase fungsi ginjal, dan rasio berat organ ginjal dianalisis dengan ANOVA dua arah dengan rentang kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis ekstrak menyebabkan penurunan bersihan kreatinin dan persentase fungsi ginjal tikus secara bermakna (p<0,05) dan menyebabkan peningkatan rasio berat organ ginjal yang sangat bermakna (p<0,01). Lama pemberian ekstrak juga mempengaruhi bersihan kreatinin. Fungsi ginjal juga mengalami penurunan meskipun masih dalam rentang normal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak tali putri dengan dosis 1,25-5 mg/kgBB dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal, tetapi masih relatif aman bila digunakan selama 14 hari. Kata kunci: cassytha filiformis, tali putri, toksisitas subkronis, ginjal, bersihan kreatinin
PO-E09
Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Afrika Selatan (Vernonia Amygdalina D) Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Jantan Diabetes Yuliana Arsil, Lily Restusari, Fitri Email :
[email protected] Jurusan Gizi - Poltekkes Kemenkes Riau ABSTRAK Prevalensi kasus diabetes mellitus (DM) meningkat setiap tahunnya. WHO memprediksi pada tahun 2025 penderita DM di Indonesia sebanyak 12,4 juta jiwa. Hal ini yang menyebabkan untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai alternatif pengobatan DM, diantaranya melalui penggunaan tanaman obat. Daun Afrika Selatan (Vernonia amygdalina Delite) merupakan salah satu tanaman yang dikenal dapat menurunkan kadar gula darah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek ekstrak etanol daun Afrika Selatan (Vernonia amygdalina Delite) terhadap kadar gula darah tikus putih jantan yang diinduksi streptozotocin dengan dosis 50 mg/kgBB. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih jantan galur sprage dawley, yang dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok I adalah kontrol negatif tidak diberikan perlakuan, Kelompok II adalah kontrol positif, diberikan metformin dengan dosis 90 mg/kg, Kelompok III, IV dan V adalah kelompok yang diberikan ekstrak etanol daun Afrika Selatan dengan dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB dan dosis 400mg/kg BB. Data berupa persentase penurunan kadar gula darah pada hari ke 3, 6, dan hari ke 9. Analisis data menggunakan ANOVA dua arah dan dilanjutkan dengan Duncan multiple range test. Hasil penelitian menunjukkan persentase penurunan kadar gula darah tikus putih jantan kelompok I adalah sebesar 0,29 %, kelompok II sebesar 41,02 %, kelompok III, IV dan V berturut-turut sebesar 31,64 %, 29,9 % dan 41,41%. Persentase penurunan kadar gula darah dipengaruhi secara signifikan oleh dosis dan waktu pemberian ekstrak etanol daun Afrika Selatan (P< 0,05). Kata kunci : ekstrak, daun afrika selatan, gula darah, vernonia amygdalina
PO-E10
Efektifitas Sediaan Herbal Cair Kombinasi Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.) dan Herba Seledri (Apium graveolens linn.) Sebagai Antihipertensi Terhadap Tikus Putih Jantan (Sprague-Dawley) Erni Rustiani , Moerfiah , Dwi Nur Hardiyanto Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas sediaan herbal cair kombinasi kelopak bunga rosella (8%) dan herba seledri (2%) dalam menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi) pada tikus Sprague-Dawley jantan yang telah diinduksi NaCl 5%. Hewan uji yang digunakan sejumlah 20 ekor tikus putih jantan yang dibagi dalam 4 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok I sebagai kontrol positif diberi peroral obat X (mengandung seledri dan daun kumis kucing) dengan dosis 14,3 mg/200 g BB tikus, kelompok II diberi sediaan herbal cair dengan dosis 0,45 ml/200 g BB, kelompok III dengan dosis 0,225 ml/200 g BB dan kelompok IV diberi akuades sebagai kontrol negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sediaan herbal cair kombinasi kelopak bunga rosella dan herba seledri mempunyai efek sebagai antihipertensi dengan dosis yang paling efektif adalah dosis 0,45 ml/200 g BB dengan lama pengobatan yang paling efektif adalah 10 hari. Kata Kunci : Antihipertensi, Herba seledri, Kelopak bunga rosella.
PO-F01
Determination of β-Carotene In Some Lettuce (Lactuca sativa l.) Using Visible Spectrophotometry Faridah*, Irfan Fadilah* Email :
[email protected] Faculty of Pharmacy Pancasila University ABSTRAK Lettuce (Lactuva sativa L.) is a vegetable that has been recognized by Indonesian people, but the cultivated is not widespread yet. Some lettuce that widely consumed in Indonesia is watercress, looseleaf lettuce and crisphead lettuce. Lettuce contains some essential nutrients for health, such as β-carotene. β-carotene is one of antioxidant from carotenoid group that can protect the body from damage caused by free radical, so that can prevent degenerative diseases, such as coronary heart disease, stroke, cancer, and the aging process. The assay of β-carotene from watercress, looseleaf lettuce, and crisphead lettuce were 8,51 mg/100 g; 4,15 mg/100 g; 0,23 mg/100 g with relative standard deviation of 0,53%; 2,04%; and 7,76% respectively. The linearity result showed by correlation coefficient of 0,9987; 0,9953; and 0,9976 and the accuracy result showed by recovery of 100,3%; 100,5%; and 105,2% respectively. Keyword : β-carotene, lettuce, Lactuca sativa L., spectrophotometry
PO-F02
pengembangan Dan Validasi Metode Kromatografi Lapis Tipis–Densitometri Untuk Analisis Pewarna Merah Sintetik Pada Beberapa Merek Saus Sambal Sachet Fithriani Armin* , Bita Revira, Adek Zamrud Adnan Email:
[email protected] *
Fakutas Farmasi, Universitas Andalas Kampus Unand Limau manis Padang, 25163
ABSTRAK Saus sambel sachet A,B dan C yang mengandung pewarna merah sintetik diambil ditiga tempat makanan cepat saji dikota padang. Pewarna merah sintetik merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang digunakan oleh produsen pangan untuk memberikan sensasi warna pada produk pangannya. Penggunaan pewarna pangan ini diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Makanan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna. Metoda yang presisi untuk analisis bahan tambahan pangan ini adalah kromatografi lapis tipis (KLT)-densitometri. Pengembangan dan validasi metoda KLT untuk pemisahan secara kromatografi digunakan plat silica GF254 dengan fasa gerak campuran etanol:butanol:aquadest (4:5:5) dan bercak yang nampak dideteksi secara visual. Sebuah bercak merah pada sampel B teridentifikasi mengandung ponceau 4R dengan nilai Rf 0,76 dan dilanjutkan dengan analisis kadar dengan densitometry. Linieritas metode yang dilakukan ditemukan pada rentang 2-10 μg/ml dengan koefisien korelasi 0,994. Presisi intra-day ditunjukkan dari standar deviasi relative 1,11% dan inter-day 2,69%. Akurasi metode ditunjukkan dari persentase perolehan kembali terhadap 3 konsentrasi yang berbeda dengan persentase rata-rata 108,17%. Batas deteksi dan batas kuatitasi yang didapatkan adalah 0,8306μg/ml dan 2,7687μg/ml. Kadar ponceau 4R yang dikandung dalam sampel B adalah 11,9520 mg/kg bahan yang tidak melebihi batas maksimum penggunaan bahan pewarna menurut peraturan diatas yakni 70mg/kg bahan. Kata Kunci: KLT-Densitometri, Saus sambel, Pewarna sintetik
PO-F03
Pengaruh Penambahan Metionin Terhadap Produksi Monakolin K oleh Monascus purpureus Pada Fermentasi Cair dan Padat Marlia Singgih1 , Tutus Gusdinar1, Catur Jatmika2 dan Nunung Yulia3 1 Sekolah Farmasi ITB, Jalan Ganesa 10 Bandung 2 Fakultas Farmasi UI, Depok 3 STIKES BTH Tasikmalaya, Jalan Cilolohan-Tasikmalaya ABSTRAK Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder Monakolin K dari Monascus purpureus, disamping menghilangkan atau menekan jumlah metabolit lain yang merugikan seperti sitrinin. Pada biosintesis monakolin K, yang selanjutnya diketahui sebagai senyawa lovastatin, peran S-adenosil metionin (SAM) sangat penting sebagai donor metil pada rantai samping dalam pembentukan struktur monakolin,. Jumlah SAM sangat dipengaruhi oleh keberadaan metionin dalam media. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan metionin terhadap produksi monakolin dari Monascus purpureus pada fermentasi cair dan padat. Fermentasi cair dilakukan dengan menginokulasi M. purpureus ke dalam media cair YMP (Yeast-Malt-Pepton) , sedangkan fermentasi padat dilakukan menggunakan media beras (angkak). Keduanya dilakukan dengan kondisi tanpa penambahan metionin dan penambahan metionin dengan konsentrasi 0,3 sampai 1,0% b/v. Fermentasi cair dan padat dilakukan selama 20 hari dan analisis dilakukan setiap hari terhadap kadar monakolin K, yang ditentukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Kaldu hasil fermentasi cair dipisahkan dari selnya dengan sentrifugasi dan dekantasi, sedangkan hasil fermentasi padat di ekstraksi dengan pelarut etil asetat, disaring dan dicuci dengan Na2CO3. Analisis KCKT dilakukan dengan detektor UV-VIS pada λ 238 nm. Dari fermentasi cair diperoleh hasil bahwa pada kultur tanpa dan dengan penambahan metionin 0,3; 0,4; 0,5 dan 1% b/v, kadar monakolin yang diperoleh berturutturut adalah 0,013, 0,018, 0,031, dan 0,049 μg/mL. Sedangkan pada fermentasi padat, tanpa penambahan metionin dan penambahan metionin dengan konsentrasi 0,3; 0,4; 0,5 dan 1,0% b/v meningkatkan produksi monakolin K di hari ke 20 dengan kadar berturut-turut 0,48; 3,36, 3,57; 3,91 dan 7,02 μg/mg ekstrak. Dapat disimpulkan bahwa penambahan asam amino metionin dengan konsentrasi sampai 1% b/v dapat meningkatkan produksi monakolin K pada fermentasi beras sampai rata-rata19x lipat dibandingkan dengan tanpa metionin dan bahkan 143x lipat dibandingkan hasil fermentasi cair. Hal ini disebabkan biomasa yang terbentuk pada media padat jauh lebih banyak dibandingkan pada media cair, represi katabolit pada fermentasi padat jauh lebih rendah dibandingkan pada media cair sehingga pembentukan monakolin K jauh lebih cepat. Kata kunci : Monascus purpureus, Fermentasi, Cair , Padat, Beras, Metionin, Monakolin K
PO-F04
The Influence of Time And Temperature Of Storage Towards Degradation Level of Amoxicillin Concentration In Amoxicillin – Clavulanic Acid Suspension Nelly Suryani, Umar Mansur, Adina Siti Maryam Talogo Program studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRAK Amoxicillin – clavulanic acid suspension is first choice in drug of essential drugs list for infection therapy caused by betalactamase microorganism. Generally, people have been resistant to amoxicillin, so by combining clavulanic acid which is betalactamase inhibitor can extend the therapy effect of amoxicillin. It is very important to maintain the stability of the active ingredient in suspension, the addition of water in suspension will affect the stability of amoxicillin in it. There will be hydrolysis reaction that will cause degradation of amoxicillin concentration. In this research, there is influence of time and temperature of storage in maintaining amoxicillin concentration. This research used HPLC method to obtain amoxicillin concentration in specific time and temperature storage, based on USP 30th Edition in reverse phase; by using buffer phosphate and methanol with ratio 95:5 and pH 4,4 as mobile phase; C18 column (4mm x 30 cm, 2-10µm); flow rate 2 ml/min; λ 220 nm. Amoxicillin – clavulanic acid stored in room temperature (27-29 oC) and refrigerator temperature (4-8oC) for seven days. Percentage of degradation of amoxicillin concentration at room temperature (27-29 oC) from 0, 3, 5, and 7 days; 0 %, 55,05 %, 56,36 %, 56,58 %. Meanwhile, percentage of degradation of amoxicillin concentration at refrigerator temperature (4-8oC) are 0%, 1,46%, 5,22%, 10,9%. Amoxicillin concentration in amoxicillin-clavulanic acid suspension which was stored for five days at refrigerator temperature (4-8oC) was accepted according to standard regulation of suspension. Amoxicillin is more stable if stored in low temperature than high temperature. Kata kunci: Amoxicillin – clavulanic acid suspension, amoxicillin, stability, concentration, time, temperature, percentage of degradation
PO-F05
Analisis Gelatin Sapi dan Babi pada Cangkang Kapsul Keras Sediaan Vitamin Menggunakan FTIR dan KCKT Ofa Suzanti Betha, Zilhadia, Fathmah Syafiqoh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRAK Gelatin sering digunakan secara luas dalam industri farmasi pada pembuatan cangkang kapsul keras. Penggunaan gelatin pada cangkang kapsul keras menimbulkan kontroversi karena adanya kekhawatiran konsumen mengenai kehalalan sumber gelatin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan gelatin sapi dan gelatin babi pada cangkang kapsul keras dengan FTIR (Fourier Transform Infared Spectroscopy) dan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Analisis Komposisi asam amino pada cangkang kapsul keras dilakukan dengan KCKT, sampel dihidrolisis terlebih dahulu dengan HCl 6N kemudian diderivatisasi menggunakan AQC (Aminokuinolil-Nhidroksisuksini- midil karbamat). Analisis gugus fungsi pada sampel cangkang kapsul keras dilakukan dengan FTIR, sampel diekstraksi terlebih dahulu menggunakan aseton dingin pada suhu -20oC lalu dianalisis dengan alat FTIR pada panjang gelombang 4000-750cm-1. Setelah itu dilakukan analisis data menggunakan Principal Component Analysis (PCA) untuk mengklasifikasikan antara gelatin sapi dan babi pada cangkang kapsul keras. Berdasarkan kurva score plot FTIR standar gelatin babi berada pada kuadran 2 dan standar gelatin sapi berada pada kuadran 1. Pada lembar cangkang kapsul babi berada pada kuadran 3 dan lembar cangkang kapsul sapi berada pada kuadran 4. Sedangkan hasil kurva score plote KCKT standar gelatin babi dan lembar cangkang kapsul babi berada pada kuadran 2. Standar gelatin sapi dan lembar cangkang kapsul sapi berada pada kuadran 3. Hasil analisis gelatin sapi dan gelatin babi dengan metode FTIR dan KCKT dapat disimpulkan bahwa metode FTIR dan teknik kemometrik PCA dapat mengklasifikasikan antara gelatin sapi dan gelatin babi sedangkan analisis menggunakan KCKT dan teknik kemometrik PCA dapat membedakan komposisi asam amino pada standar gelatin sapi dan babi serta lembar cangkang kapsul yang dibuat sendiri, tetapi belum bisa membedakan sumber gelatin yang dipakai pada produk cangkang kapsul keras yang diambil dari pasaran.
PO-F06
Penggunaan Baku Internal Asam Askorbat Untuk Analisis Asam Maleat Dalam Tepung Terigu Secara Kckt Sophi Damayanti1 , Suci Nur Sari1, dan Slamet Ibrahim1 Email:
[email protected] 1
Sekolah Farmasi ITB, Jalan Ganesa 10 Bandung
ABSTRAK Asam maleat umumnya ditambahkan dalam makanan sebagai bahan tambahan pangan tidak langsung untuk menghindari ketengikan. Konsumsi asam maleat dalam jangka panjang pada jumlah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, terutama kerusakan pada reabsorpsi tubular. Metode analisis asam maleat dalam terigu diperlukan untuk mengetahui jumlah asam maleat yang terdapat dalam terigu untuk menjamin keamanan dan kualitas tepung terigu. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi metode analisis asam maleat dalam tepung terigu menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan asam askorbat sebagai baku internal. Hasil optimum diperoleh dengan menggunakan kolom LiChrospher® 100 RP-C18 10 µm (4,6 x 250 mm), fase gerak dapar fosfat 50 mM pH 3, laju alir 1 ml/menit, volume injeksi 20 µL, panjang gelombang detektor UV 221 nm, dan temperatur 25ºC. Metode memberikan hasil linearitas yang baik dengan persamaan garis y = 0,091x + 0,018; koefisien korelasi 0,9994; koefisien variansi regresi 1,95 % ; batas deteksi 1,12 bpj; batas kuantisasi 3,41 bpj, akurasi dengan persen perolehan kembali 96,78 - 100,09 %, presisi intraday jam ke-1 dan jam ke-2 memberikan nilai % KV 2,38 dan 1,93 %, presisi interday hari ke-1, hari ke-2, dan hari ke-3 memberikan nilai % KV 1,59; 1,75; 2,19 %. Sebagai kesimpulan asam maleat dapat ditentukan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor UV dan asam askorbat sebagai baku internal.
PO-F07
Analisis Senyawa Metampiron Pada Jamu Yang Diperoleh Dari Kota Depok Jawa Barat Wahidin,* Siti Nurzamzam Azis* Email :
[email protected] *Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Sains Teknologi Nasional, Jakarta ABSTRAK Studi Analisis senyawa metampiron pada jamu tradisional telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah metampiron masih ditambahkan pada jamu sebagai bahan berkhasiat. Sampel penelitian adalah 5 jenis jamu tradisional yang diperoleh dari beberappa toko jamu dari daerah Depok Jawa Barat, sampel jamu diberi kode A, B, C, D dan E. Metode yang digunakan untuk menganaliisis metampiron adalah metode Kromatografi Lapis Tipis, titrasi Iodimetri dan Spektrofotometri UV-Vis. Hasil analisis menunjukkan bahwa 3 dari 5 jenis jamu yang danalisis mengandung metampiron dengan kadar sebagai berikut ; Jamu Kode A = 0,18%. Kode C = 0,22% dan Kode D = 0,38%. Oleh karena itu 3 jamu tersebut tidak memenuhi syarat Berdasarkan peringatan Badan POM RI No. HM 03.05.1.43.11.13.4940/2013 tentang obat tradisional yang mengandung BKO. Kata Kunci : Metampiron, Jamu
PO-F08
Uji Efektivitas Rb-Check Sebagai Pereaksi Pendeteksi Rhodamin B Dalam Terasi Zuhelmi Aziz , Novi Yantih, Pricillia Email :
[email protected] Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Terasi merupakan bahan tambahan makanan yang berasal dari hasil olahan ikan dan udang. Pewarna makanan seringkali digunakan untuk membuat menarik penampilan terasi. Pewarna yang digunakan untuk membuat tampilan warna makanan menarik seringkali bukanlah pewarna yang ditujukan untuk mewarnai makanan seperti Rhodamin B yang umum digunakan untuk memberikan warna merah pada tekstil. RB-Check merupakan pereaksi pendeteksi rhodamin B yang telah dikembangkan oleh Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. RB-Check telah digunakan untuk mendeteksi rhodamin B dalam matriks kerupuk dan kue bolu dengan hasil yang spesifik dan sensitif. Dalam penelitian ini, RB-Check digunakan untuk mendeteksi rhodamin B dalam terasi. Penelitian dilakukan untuk menguji spesifisitas RB-Check dan menguji efektivitas RB-Check terhadap Rhodamin B dalam terasi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan terasi simulasi. Uji spesifitas dilakukan terhadap terasi simulasi yang diberi pewarna Rhodamin B dan berbagai pewarna lain sedangkan uji efektivitas dilakukan dengan cara menguji sensitivitas RB-Check. Hasil uji spesifitas menunjukkan RB-Check spesifik sebagai pereaksi pendeteksi Rhodamin B dalam terasi. RBCheck dapat digunakan untuk mendeteksi Rhodamin B dalam terasi sampai batas konsentrasi maksimal Rhodamin B, 150 bpj, dan menurun menjadi 125 bpj setelah penyimpanan 3 bulan pada suhu 40° C dan 50° C. Kata kunci: RB-Check, Rhodamin B, uji efektivitas, terasi