KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif”. Makalah ini merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah Auditing 1. Makalah ini terdiri dari 3 bab yaitu pendahuluan, pembahasan dan penutup. Dalam bab pendahuluan kami akan memaparkan mengenai latar belakang berikut contoh kasus, rumusan masalah, serta manfaat dan tujuan. Untuk bab pembahasan kami akan memaparkan mengenai akuntansi forensik dan audit investigatif, selanjutnya pada bab penutup berupa kesimpulan dan saran dari hasil makalah yang kami buat. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan serta memenuhi kewajiban tugas. Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Bandung, 5 Desember 2015 Penulis
DAFTAR ISI
1
KATA PENGANTAR.............................................................................................1 DAFTAR ISI...........................................................................................................2 PENDAHULUAN..................................................................................................4 1.1
Latar Belakang................................................................................................4
1.2
Rumusan Masalah..........................................................................................6
1.3
Tujuan..............................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................8 PEMBAHASAN.....................................................................................................8 2.1
AKUNTANSI FORENSIK.............................................................................8
2.1.1
Pengertian Akuntansi Forensik.....................................................................8
2.1.2
Disiplin dan Profesi Forensik Lainnya..........................................................9
2.1.3
Akuntan Forensik di Pengadilan...................................................................9
2.1.4
Akuntansi atau Audit Forensik....................................................................11
2.1.5
Praktik Akuntansi Forensik di Indonesia....................................................11
2.1.6
Akuntan Forensik Sektor Publik.................................................................12
2.1.7
Standar Akuntansi Forensik........................................................................13
2.1.8
Kode Etik Akuntansi Forensik....................................................................15
2.1.9
Kualitas Akuntansi Forensik.......................................................................15
2.2
AUDIT INVESTIGATIF..............................................................................16
2.2.1
Pengertian Audit Investigatif......................................................................16
2.2.2
Pendekatan Audit Investigasi......................................................................17
2.2.3
Hal-hal Yang Dilakukan (kompetensi) Seorang Auditor Investigasi...........18
2.2.4
Penyusunan Program Audit Investigasi......................................................19
2.2.5
Pelaksanaan Program Dan Tehnik-tehnik Audit Investigasi........................19
2.2.6
Hasil Investigasi.........................................................................................21
2.2.7
Standar Audit Investigatif...........................................................................23
BAB III..................................................................................................................26 PENUTUP.............................................................................................................26 3.1
Kesimpulan.................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27
2
BAB I PENDAHULUAN
3
1.1
Latar Belakang Tindak kecurangan di pemerintahan di Indonesia sudah mencapai tingkat
yang memprihatinkan. Bila kita sering membaca surat kabar atau melihat televisi, maka kita akan disuguhi banyak berita tentang kasus-kasus fraud yang telah melibatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, baik dijajaran lembaga legislatif, eksekutif bahkan yudikatif. Berbagai usaha telah dilakukan Pemerintah Indonesia baik dengan memberdayakan secara maksimal lembaga-lembaga penegak hukum, seperti Kejaksaan, Pengadilan, dan Kepolisian. Bahkan dalam dasawarsa terakhir Pemerintah juga telah membentuk dan memberdayakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun sayangnya hasil yang di dapat masih belum sesuai dengan harapan, di mana Indonesia masih menduduki 10 negara terkorup di dunia. Terjadinya kecurangan tersebut yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan dapat memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Adanya kecurangan berakibat serius dan membawa dampak kerugian. Apabila dilihat dari peran akuntan publik, fenomena kecurangan ini menjadi masalah yang serius karena menyangkut citra akuntan publik terutama auditornya. Kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah sulit terdeteksi karena pelaku biasanya merupakan orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan suatu proyek. Oleh karena itu, auditor laporan keuangan harus mempunyai keahlian untuk mendeteksi kecurangan ini. Untuk tindak lebih lanjut, auditor laporan keuangan ini hanya dapat mendeteksi saja sedangkan untuk pengungkapannya diserahkan pada akuntan forensik yang lebih berwenang. Akuntansi forensik inilah yang nantinya akan menggunakan suatu aplikasi audit lain selain audit biasa yang digunakan para auditor laporan keuangan untuk mengungkapkan kecurangan. Peran akuntansi forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari waktu ke waktu semakin terus meningkat. Akuntansi forensik banyak diterapkan ketika Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum 4
yang diperlukan untuk menangani kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada instansi tersebut. Akuntansi forensik juga digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian untuk menggali informasi selama proses pelaksanaan audit kecurangan (fraud audit) atau audit investigasi. Beberapa fenomena yang terjadi di Indonesia mengenai kecurangan yang terjadi hingga dikategorikan sebagai korupsi. Contoh kasus pada Bank Century yaitu mengalami gagal bayar. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Laporan Hasil Perhitungan (LHP) kerugian negara dari kasus Bank Century ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua BPK, Hadi Purnomo memaparkan dalam laporan tersebut disimpulkan bahwa terdapat penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga harus dikeluarkan penyertaan modal sementara. Terkait penyimpangan tersebut, lanjut Hadi, merugikan keuangan negara sebesar Rp 689.394 miliar dari pemberian FPJP ke Bank Century dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,742 triliun dari pemberian penyertaan modal sementara ke bank yang kini berganti nama menjadi Bank Mutiara tersebut (sumber: www.suarapembaruan.com diakses 5 Desember 2015). Contoh lainnya yaitu kasus hambalang yang merupakan salah satu kasus terjadinya kecurangan. Sidang kasus dugaan korupsi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang dengan terdakwa Teuku Bagus Mokhamad Noor selaku mantan Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya digelar. Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Andi Rahmat Zubaidi dihadirkan sebagai saksi ahli. Kepada hakim dan hadirin sidang, Andi membeberkan kerugian negara akibat korupsi proyek P3SON Hambalang yang muncul dari kontraktor konstruksi, manajemen konstruksi, dan konsultan perencanaan. Yakni sebesar Rp 464,5 miliar (sumber: www.liputan6.com diakses 5 Desember 2015).
5
1.2 Rumusan Masalah Penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa pengertian dari akuntansi forensic? 2. Bagaimana disiplin dan profesi forensic lainnya? 3. Bagaimana akuntansi forensic di pengadilan? 4. Apakah akuntansi atau audit forensic? 5. Bagaimana praktik akuntansi forensic di Indonesia? 6. Bagaimana akuntansi forensic sector public? 7. Apa standar akuntansi forensic? 8. Apa kode etik akuntansi forensic? 9. Bagaimana kualitas akuntansi forensic? 10. Apa pengertian audit investigative? 11. Bagaimana pendekatan audit investigative? 12. Hal-hal apa saja yang dilakukan seorang auditor investigasi? 13. Bagaimana penyusunan program audit investigasi? 14. Bagaimana pelaksanaan program dan teknik-teknik audit investigasi? 15. Bagaimana hasil investigasi? 16. Apa standar audit investigasi ?
1.3 Tujuan Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: 1. Pengertian akuntansi forensic. 2. Disiplin dan profesi forensic lainnya. 3. Akuntansi forensic di pengadilan. 4. Akuntansi atau audit forensic. 5. Praktik akuntansi forensic di Indonesia. 6. Akuntansi forensic sector public. 7. Standar akuntansi forensic. 8. Kode etk akuntansi forensic. 9. Kualitas akuntansi forensic. 10. Pengertian auditinvestigatif. 11. Pendekatan audit investigatif. 12. Hal-hal yang dilakukan seorang auditor investigasi. 13. Penyusunan program audit investigasi. 14. Pelaksanaan program dan teknik-teknik audit investigasi. 15. Hasil investigasi. 16. Standar audit investigasi.
6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 AKUNTANSI FORENSIK 2.1.1
Pengertian Akuntansi Forensik Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau luar pengadilan. Akuntansi forensik dipraktikkan dalam bidang yang luas, seperti: 1. Dalam penyelesaian sengketa antarinividu; 7
2. Di perusahaan swasta dengan berbagai bentuk hukum, perusahaan tertutup maupun yang memperdagangkan saham atau obligasi di bursa, joint venture, special purpose companies; 3. Di perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki negara, baik di pusat maupun di daerah (BUMN/BUMD); 4. Di departemen/kementrian, pemerintah pusat dan daerah, MPR,DPR/DPRD, dan lembaga-lembaga negara lainnya, mahkamah (seperti Mahkamah Konstitusi dann Mahkamah Yudisial), komisi-komisi (seperti KPU dan KPPU), yayasan, koperasi, Badan Hukum Milik Negara, Badan Layanan Umum, dan seterusnya. Definisi Crumbley menekankan bahwa akuntansi forensik tidak identik, bahkan tidak berurusan dengan akuntansi yang sesuai dengan generally accepted accounting principles (GAAP). Ukurannya bukan GAAP, melainkan apa yang menurut hukum atau ketentuan perundang-undangan adalah akurat. Crumbley dengan tepat melihat potensi untuk perseteruan di antara pihak-pihak yang berseberangan kepentingan. Demi keadilan, harus ada akuntansi yang akurat untuk proses hukum yang bersifat adversarial, atau proses hukum yang mengandung perseteruan.
2.1.2
Disiplin dan Profesi Forensik Lainnya Dalam sidang pengadilan ahli-ahli forensik dari disiplin yang berbeda, termasuk akuntan forensik, dapat dihadirkan untuk memberikan keterangan ahli. Di negara-negara yang berbahasa inggris, mereka disebut expert wit'ness (saksi ahli). Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) menggunakan istilah “ahli”, meskipun dalam percakapan sehari-hari dan oleh pers digunakan istilah “saksi ahli”. Dalam praktiknya, kelompok ahli lainnya juga terdiri atas para akuntan atau pelaksana audit investigatif yang memberi keterangan ahli demi keadilan. Istilah akuntan forensik dan akuntan forensik dikenal.
8
2.1.3
Akuntan Forensik di Pengadilan Di Indonesia, punggunaan akuntan forensik di sektor publik lebih menonjol dari pada sektor privat karena jumlah perkara yang lebih banyak di sektor publik. Akan tetapi, ada juga alasan lain, yakni kecenderungan untuk menyelesaikan sengketa sektor privat di luar pengadilan. Disektor publik, para penuntut
umum
(dari
kejaksaan
dan
Komisi
Pemberantasan
Korupsi)
menggunakan ahli dari BPK dan BPKP, dan Inspektorat Jendral dari Departemen yang bersangkutan. Di lain pihak, terdakwa dan tim pembelanya menggunakan ahli dari kantor-kantor akuntan publik; kebanyakan ahli ini sebelumnya berpraktik di BPKP. Tabel 2.1 Ahli Selaku Pribadi dan Lembaga (BPK) N O 1
Ahli Selaku Pribadi Kompetensi Ahli
Ahli
Ahli Selaku Lembaga
memberikan Ahli
(BPK) memberikan
keterangan yang diminta keterangan instansi yang berwenang, kerugian sesuai
kompetensi
yang
melekat
tentang negara
ahli merupakan
yang
kompetensi
pada BPK, bukan kompetensi
pribadinya.
pribadi, melekat
sehingga pada
tidak pribadi
pemegang jabatan anggota 2
Substansi keterangan ahli
Ahli
BPK atau pemeriksa BPK. memberikan Ahli memberi keterangan
keterangan substansi
tentang tentang yang
kerugian/daerah
menjadi karena pelaksanan tugas
kepakarannya, penguasaan kontitusional
BPK.
pengetahuannya
yang
pribadi,
secara Pendapat dan diberikannya
pengembangan
merupaka
pendapat BPK.
pengetahuannya. Pendapat 9
yang
diberikannya
merupakan 3
Pengolahan Informasi
pendapat
pribadi. Informasi yang dipaparkan Informasi tentang kerugian ahli dihadapan penyidik negara yang dipaparkan di maupun sidang pengadilan hadapan penyidik maupun diolahnya secara pribadi sidang pengadilan diolah dengan pengetahuan dan secara pengalaman
kelembagaan.
yang Informasi ini tidak dimiliki
dimilikinya secara pribadi.
sebelumnya,
sehingga
diperoleh 4
pemeriksaan investigatif. atas Keterangan yang diberikan Keterangan yang diberikan
Kepemilikan keterangan ahli
5
Kebebasan pendapat
melalui
ahli
merupakan
pribadinya. memberikan Ahli
milik merupakan
milik
BPK
sebagai lembaga negara. mempunyai Ahli merupakan
kebebasan pribadi dalam personifikasi BPK. Ia tidak memberikan yang
pendapat memiliki keebasan pribadi
berkaitan
keahliannya. yang
dengan dalam
memberikan
Pendapat keterangan. Ia senantiasa
diterangkannya harus
adalah
berkoordinasi
hasil dengan pimpinan karena
pemikiarannya.
yang
diterangkannya
adalah hasil pemeriksaan 6
Batas
Ahli
BPK. memberikan Ahli
memberikan
keterangan sesuai dengan keterangan sesuai dengan kepakaran dimilikinya.
yang hasil pemeriksaan BPK Ia
hanya
dibatasi oleh kedalaman pengetahuan
dan
pengalamannnya. 10
2.1.4
Akuntansi atau Audit Forensik Di Amerika Serikat pada mulanya akuntansi forensic digunakan untuk menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan. Misalnya, pembunuhan istri oleh suami untuk mendapatkan hak waris atau klaim asuransi, atau pembunuhan oleh mitra dagang untuk menguasai perusahaan. Bermula dari penerapan akutansi akuntansi untuk memecahkan persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Sekarang pun kadar akuntansinya masih terlihat, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam konteks keuangan negara, maupun di antara pihak-pihak dalam sengketa perdata. Ada yang menggunakan istilah audit forensik untuk kegiatan investigatif.
2.1.5
Praktik Akuntansi Forensik di Indonesia 1. Pada kasus Bank Bali, terlihat suksesnya akuntansi forensik. Akuntannya
adalah
PriceWaterhouseCoopers
(PwC)
berhasil
menunjukkan arus dana yang rumit. Bentuk diagramnya seperti cahaya yang mencuat dari sang surya (Sunburst). 2. Tahun 2005 merupakan suksesnya akuntansi forensik dan sekaligus sistem pengadilan. Komisi Pemilihan Umum, dimana akuntan forensiknya
adalah
Badan
Pemeriksa
Keuangan.
Komisi
Pemberantasan Korupsi berhasil menyelesaikannya di pengadilan. 3. Kasus Bank BNI. Akuntansi forensiknya bukan dilakukan oleh lembaga pemeriksa atau kantor akuntan, melainkan PPATK. Dua ahli PPATK dalam persidangan di pengadilan berhasil meyakinkan mengenai peran Adrian Waworuntu. 2.1.6
Akuntan Forensik Sektor Publik Akuntansi forensik sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada akuntansi forensik sektor privat. Di Indonesia terlihat peran-peran penting para akuntan forensik dari BPKP, BPK, dan aparat pengawasan internal pemerintah yang dalam APIP. Secara terinci dan dengan data statistik, penulis membahas 11
peran mereka di buku “ Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi”. Tabel 2.2 Perbandingan Akuntansi Sektor Publik dan Sektor Swasta DIMENSI Landasan penugasan
Sektor Publik Amanat undang-undang
Imbalan Hukum
spesifik Lazimnya tanpa imbalan Fee dan biaya Pidana umum dan khusus, Perdata, hukum administrasi negara.
Ukuran Keberhasilan
dan
administratif, aturan intern
memulihkan
kerugian. Dapat melibatkan
Pembuktian
arbitrase,
perusahaan perkara Memulihkan kerugian
Memenangkan pidana
Sektor Swasta Penugasan tertulis secara
instansi Bukti intern, dengan bukti
lain di luar lembaga yang ekstern yang terbatas. Teknik audit Investigatif
bersangkutan Sangat bervariasi
karena Relatif
kewenangan relatif besar
lebih
dibandingkan publik,
sedikit di
kreativitas
sektor dalam
pendekatan Akuntansi
Tekanan
pada
lebih
menentukan. kerugian Penilaian bisnis
negara dan keuangan negara
2.1.7
Standar Akuntansi Forensik Ringkasan Standar Umum dan Khusus Akuntansi Forensik 100
Indepedensi : Akuntan Forensik Harus Independen Dalam Melaksanakan Tugas 100
Garis pertanggung jawaban :
12
1. Untuk kegiatan internal lembaganya, akuntansi forensik harus cukup independen dalam melaksanakan tugasnya. Ia bertanggung langsung ke Dewan Komisaris kalau penugasan diberikan oleh lembaganya, atau kepada penegak hokum dan/ atau regulator, jika penugasannya datang dari luar lembaganya 2. Dalam hal akuntan forensik tersebut independen ia menyampaikan laporan kepada seorang eksekutif senior yang kedudukannya lebih tinggi dari orang yang diduga melakukan fraud, alternatifnya ialah akuntan forensik menyampaikan laporannya kepada dewan komisaris. 3. Dalam hal akuntan forensic tersebut independen dan penugasan diterimanya dan lembaga penegak hokum atau pengadilan, pihak yang menerima laporannya atau counterpart-nya harus ditegaskan dalam kontrak. 120
Objektivitas : Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam melaksanakan telaah akuntansi forensiknya
200
Kemahirn professional : akuntansi forensic harus dilaksanakan dengan kemahiran dan kehati – hatian professional 210.
Sumber Daya Manusia Semua sumber daya manusia yang menjalani akuntansi forensic harus mempunyai kemahiran teknis, pendidikan, dan pengalaman
220.
yang memadai sesuai dengan tugas yang diserahkan kepadanya Pengetahuan, Pengalaman, Keahlian dan Disiplin Akuntansi forensic harus memiliki atau menggunakan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan disiplin untuk melaksanakan tugasnya dengan baik
230.
Supervisi Dalam hal lada lebih dari satu akuntan forensic dalam satu penugasan, salah seorang diantara mereka berfungsi sebagai incharge yang bertanggung jawab dalam mengarahkan penugasan 13
dan memastikan bahwa rencana kerja dilaksanakan sebagai mana seharusnya dan dikomuntesaikan dengan baik. 240.
Kepatuhan terhadap Standar Prilaku Akuntan forensic harus mematuhi standar prilaku professional terbaik yang diharapkan dari akuntan, auditor, rekan dari profesi hokum baik tim pembela maupun jaksa umum dan regulator.
250.
Hubungan Manusia Akuntan forensic harus memiliki kemampuan berinteraksi dengan
300 400
2.1.8
sesame manusia (interpersonal skills) 260. Komunikasi 270. Pendidikan Berkelanjutan 280. Kehati-hatian Profesional Lingkup Penugasan Pelaksanaan Tugas Telaahan
Kode Etik Akuntansi Forensik Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan pemakai jasa dan stakeholder lainnya, dan dengan masyarakat luas. Kode etik berisi nilai – nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi. Profesi bisa eksis karena ada integritas (sikap jujur walaupun tidak diketahui orang lain), rasa hormat dan kehormatan (respect dan honour), dan nilai – nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya (trust) dari pengguna stakeholder lainnya. Dalam contoh kasus, kode etik KPK dapat di pakai karena perumusannya sangat relevan untuk mengatur prilaku akuntansi forensic . Kode etik KPK : 1. Nilai – nilai dasar pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dilaksanakan dalam bentuk sikap, tindakan, prilaku, dan ucapan pimpinan KPK 14
2. Pimpinan KPK wajib menjaga kewenangan luar biasa yang dimilikinyademi martabat KPK dan martabat pimpinan KPK dengan prilaku, tindakan, sikap, dan ucapan sebagaimana dirumuskan dalam kode etik 3. Kode etik diterapkan tanpa toleransi sedikitpun atas penyimpangannya, dan mengandung sanksi tegas bagi mereka yang melanggarnya 4. Perubahan atas kode etik pimpinan KPK menurut keputusan ini akan segera dilakukan berdasarkan tanggapan dan masukan dari masyarakat dan ditetapkan oleh pimpinan KPK\ 2.1.9
Kualitas Akuntansi Forensik 1. Kreatif, kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan suatu situasi bisnis yang normal. 2. Rasa ingin tahu, keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi. 3. Tak menyerah, kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah – olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit di peroleh. 4. Akal sehat, kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata 5. Business sense, kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat. 6. Percaya diri, kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita sehingga kita dapat bertahan dibawah cross examination.
2.2
AUDIT INVESTIGATIF
2.2.1
Pengertian Audit Investigatif Audit Investigasi adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan Negara dan / atau perekonomian Negara, untuk memperoleh kesimpulan yang mendukung 15
tindakan litigasi dan/atau tidakan korektif manajemen. Audit Investigasi dapat dilaksanakan atas permintaan Kepala Daerah dan Aparat Penegak Hukum. Audit Investigasi termasuk didalamnya audit dalam rangka menghitung kerugian keuangan Negara, audit hambatan kelancaran pembagunan, audit eskalasi audit klaim. 1.
Audit Investigasi Hambatan Kelancaran Pembagunan (AIHKP ) adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait dengan permasalahan hambatan kelancaran pembangunan untuk memperoleh kesimpulan yang mendukung tindakan mediasi dalam penyelesaian masalah;
2.
Audit Klaim adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait klaim/tuntutan pihak ketiga untuk memperoleh simpulan sebagai bahan pertimbangan
bagi
objek
penugasan
untuk
mengambil
keputusan
penyelesaian klaim/tuntutan; 3.
Audit Eskalasi adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait adanya penyesuaian harga satuan dalam kontrak pengadaan barang/jasa yang disebabkan oleh adanya inflasi atau kenaikan harga yang disebabkan oleh kebiajakan pemerintah.
2.2.2
Pendekatan Audit Investigasi Sebagaimana halnya penyelidikan dan penyidikan, audit investigatif bisa dilaksanakan secara REAKTIF atau PROAKTIF. 1. REAKTIF Audit investigatif dikatakan bersifat reaktif apabila auditor melaksanakan audit setelah menerima atau mendapatkan informasi dari pihak lain mengenai kemungkinan adanya tindak kecurangan dan kejahatan. Audit investigatif yang bersifat reaktif umumnya dilaksanakan setelah auditor menerima atau mendapatkan informasi dari berbagai sumber informasi misalnya dari auditor lain yang melaksanakan audit reguler, dari pengaduan masyarakat, atau karena adanya permintaan dari aparat penegak hukum. Karena sifatnya yang
16
reaktif maka auditor tidak akan melaksanakan audit jika tidak tersedia informasi tentang adanya dugaan atau indikasi kecurangan dan kejahatan. 2. PROAKTIF Audit investigatif dikatakan bersifat proaktif apabila auditor secara aktif mengumpulkan informasi dan menganalisis informasi tersebut untuk menemukan kemungkinan adanya tindak kecurangan dan kejahatan sebelum melaksanakan audit investigatif. Auditor secara aktif mencari, mengumpulkan informasi dan menganalisis informasi-informasi yang diperoleh untuk menemukan kemungkinan adanya kecurangan dan kejahatan. Audit investigatif yang bersifat proaktif perlu dilakukan pada area atau bidangbidang yang memiliki potensi kecurangan atau kejahatan yang tinggi. Audit yang bersifat proaktif dapat menemukan kemungkinan adanya kecurangan dan kejahatan secara lebih dini sebelum kondisi tersebut berkembang menjadi kecurangan atau kejahatan yang lebih besar. Selain itu Audit investigatif yang bersifat proaktif juga dapat menemukan kejahatan yang sedang atau masih berlangsung sehingga pengumpulan bukti untuk penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kejahatan tersebut lebih mudah dilaksanakan. Hasil dari suatu audit investigatif, baik yang bersifat reaktif maupun proaktif dapat digunakan sebagai dasar penyelidikan dan penyidikan kejahatan oleh aparat penegak hukum. Berdasarkan hasil audit tersebut, aparat penegak hukum akan mengumpulkan bukti-bukti yang relevan sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku untuk kepentingan penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. 2.2.3
Hal-hal Yang Dilakukan (kompetensi) Seorang Auditor Investigasi a. Melakukan evaluasi atas system pengendalian intern. b. Menentukan kekuatan dan kelemahan system pengendalian intern. c. Merancang scenario kerugian dari indikasi kecurangan yang telah terjadi berdasarkan kelemahan system pengendalian intern yang telah teridentifikasi. d. Mengidentifikasi situasi yang mencurigakan dan tidak biasa dalam pembukuan/ laporan.
17
e.
Mengidentifikasi transaksi-transaksi yang mencurigakan dan tidak
biasa. f. Membedakan antara kesalahan manusia (Human error) biasa dan kelalaian dengan indikasi kecurangan. g. Menurut arus dokumen yang mendukung transaksi-transaksi. h. Menurut arus dana masuk dan keluar rekening organisasi. i. Mendapatkan dokumen pendukung yang mendasari transaksi yang mencurigakan. j. Menelaah dokumen yang meliputi kejanggalan-kejanggalan yang terjadi. k. Mengumpulkan dan menyusun bukti-bukti. l. Mendokumentasikan dan melaporkan suatu kegiatan yang berindikasi kecurangan (korupsi) untuk tuntutan kriminal, perdata atau asuransi. m. Memahami kebijakan, prosedur, praktek manajemen, administrasi dan organisasi. n. Menguji situasi organisasi di bidang motivasi dan etika. 2.2.4
Penyusunan Program Audit Investigasi Disusun berdasarkan hasil telaahan informasi awal dan resume pengembangan informasi yang dirinci dalam beberapa langkah yang bersifat umum dan fleksibel. Program ini disusun dengan tujuan untuk memperoleh alat bukti yang memadai guna memperkuat adanya: a
Penyimpangan yang merupakan unsur melawan hukum, bisa dilakukan dengan
b c 2.2.5
sengaja atau akibat kelalaian dalam menjalankan kewajiban atau
tugas pokok dan fungsi. Unsur memperkaya diri, orang lain atau suatu badan atau korporasi. Unsur yang merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.
Pelaksanaan Program Dan Tehnik-tehnik Audit Investigasi Tehnik audit yang tepat perlu dikembangkan dan dituntut untuk seorang audit investigasi. Pengembangan kreatifitas ini perlu karena pada kenyataannya kasus yang berindikasi kecurangan sulit dipolakan secara tegas, karena tergantung kondisi dan hasil pengembangan di lapangan. Cara umum tehnik-tehnik audit investigasi hampir sama dengan audit keuangan maupun audit kinerja yaitu diarahkan untuk mendapatkan bukti-bukti,
18
namun karena audit ini lebih ditujukan kepada aspek hukum maka upaya pengungkapan kejadian diharapkan lebih pasti atau dengan lain perkataan tingkat keyakinan bukti yang diperoleh harus diterima oleh aspek hukum. Tehnik audit yang dapat digunakan diantaranya : a
Inspeksi ( peninjauan ) Memeriksa dengan menggunakan panca indera terutama mata, untuk memperoleh pembuktian atas sesuatu keadaan atau sesuatu masalah.
b
Observasi ( pengamatan ) Memeriksa dengan menggunakan panca indera terutama mata, yang dilakukan secara kontinyu selama kurun waktu tertentu untuk memperoleh pembuktian atas sesuatu keadaan atau masalah. Kadang observasi dikaitkan dengan melihat dari jarak jauh atau tanpa didasari oleh pihak yang diamati.
c
Wawancara Tehnik audit dengan tanya jawab ( lisan/tertulis ) untuk memperoleh pembuktian.
d
Konfirmasi Adalah pembuktian dengan mengusahakan informasi dari sumber lain yang independen, baik secara lisan maupun tertulis.
e
Analisa Memecahkan atau menguraikan sesuatu keadaan atau masalah ke dalam beberapa bagian atau elemen dan memisahkan bagian tersebut untuk dihubungkan dengan keseluruhan atau dibandingkan dengan yang lain.
f
Vouching dan verifikasi ( audit bukti tertulis ) Memeriksa ke-autentik-an dan kelengkapan bukti yang mendukung suatu transaksi. Verifikasi adalah audit atas ketelitian perkalian, penjumlahan, pemilikan dan eksistensinya.
g
Perbandingan Usaha untuk mencari kesamaan dan perbedaan antara dua dan lebih gejala/fenomena. 19
h
Rekonsiliasi Penyesuaian antara dua golongan data yang berhubungan tetapi masing-masing dibuat oleh pihak-pihak yang independen ( terpisah ).
i
Penelusuran ( trasir ) Kegiatan yang dilakukan dengan jalan menelusuri proses suatu keadaan atas suatu masalah kepada sumber atau bahan pembuktiannya.
j
Perhitungan kembali ( rekomputasi ) Menghitung kembali kalkulasi yang telah ada untuk menetapkan kecermatannya.
k
Penelaahan pintas ( scanning ) Melakukan penelaahan secara umum dan cepat untuk menemukan hal-hal yang memerlukan audit lebih lanjut. Misal membaca dengan cepat setiap lembaran catatan perusahaan untuk menemukan hal-hal penting, atau yang tidak lazim atau disangsikan kebenarannya.
l
Review analitis Prosedur review analitis dapat digunakan mendeteksi area dengan tingkat resiko yang tinggi untuk terjadi penyimpangan pelaporan keuangan. Ada tiga jenis utama prosedur analitis : trend analitis, ratio analitis dan modeling techniques. Trend analisis digunakan untuk menguji trend saldo akun atau perkiraan berbagai dasar untuk menentukan apakah data periode berjalan secara potential salah buku (misstated), yaitu apakah data tersebut menyimpang secara signifikan dibandingkan dengan data hisoris. Tehnik analisis kecenderungan bervariasi. Dari mulai perbandingan 2 periode sampai dengan time-series model. Analisis ini adalah prosedur analitis yang paling umum digunakan. Analisis ratio; merupakan prosedur analisis secara serentak dua atau lebih akun laporan keuangan. Misal current ratio, quik ratio, cash ratio dan debt equity ratio.
m Pemaparan
20
Adalah tindakan untuk menjelaskan temuan audit agar diperoleh gambaran secara jelas dan sistematis. Pemaparan berisikan antara lain : resume dan kasus posisi, flowchart modus operandi beserta uraiannya.
2.2.6
Hasil Investigasi Hasil audit investigasi tidak boleh dibocorkan kepada pihak yang tidak berhak mengetahuinya, di mana hasil ini biasanya telah diklarifikasi dan dibacakan ulang kepada si auditee, agar auditee mengerti sejauh mana investigasi dan eksaminasi dilakukan dan hasil yang didapatkan. Disebut keperluan internal karena sang auditor terikat dengan audit metodologi dengan melaporkan apa adanya suatu hasil investigasi dan auditor free to comment kepada atasannya dalam mengemukakan pendapatnya sebagai seorang auditor berdasarkan temuan dan dikategorikan preliminary summary (hasil sementara). Hasil atau kesimpulan sementara ini akan disikusikan dengan bos sang auditor sebelum dibuatkan keputusan final dan keputusan final hasil audit yang disebut executive summary akan dibuat oleh kepala audit kepada siapa sang auditor bertanggung jawab. Hasil audit investigasi dapat dianggap dan digunakan sebagai bukti awal untuk menunjang suatu pembuatan BAP oleh kepolisian atau kejaksaan atau bukti pendahuluan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi bila memang suatu fraud diduga terjadi yang mengarah kepada suatu peristiwa kriminal atau crime acts, dalam hal ini adalah korupsi. Audit investigasi adalah sebuah pekerjaan profesional atau expert works. Oleh karena itu, seorang fraud auditor harus mempunyai pengetahuan yang cukup, dan selayaknya seorang fraud auditor adalah seorang auditor yang telah diakui kecakapannya dengan mengantongi CFE (Certified Fraud Examiner) yang dikeluarkan Instute of Internal Auditor (IIA) melalui tahapan penguasaan beberapa modul yang telah dipersyaratakan secara internasional. Analisis fraud adalah merupakan tanggung jawab internal auditor untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kecurangan melalui pemeriksaan data laporan
21
keuangan dan terjadinya penyimpangan dalam proses tender, inventaris barang, sistem perpajakan, dan dapat juga pada sistem penggajian. Jika terdapat indikasi positif, selanjutnya dilakukan pemeriksaan menyeluruh yang akan dilakukan oleh seorang fraud auditor, di mana kegiatan ini disebut dengan audit investigasi. Kesimpulan akhir dari audit investigasi akan disampaikan kepada lembaga yang berwenang, seperti kejaksaan, kepolisian, komite anti korupsi, bila diminta, dengan mengikuti aturan main atau undang-undang yang dibuat untuk itubilamana ada-oleh kepala atau manajer audit setelah sebelumnya dilakukan penjelasan kembali (debriefing) dengan pihak atau atasan dari si auditee. Seorang fraud auditor tidak boleh melakukan deal dengan sang auditee menyangkut
hasil
audit
investigasi
ataupun
dengan
orang
lain
yang
berkepentingan dengan hasil audit. Apabila hal tersebut dilakukannya, dia dapat dikenai sangsi sesuai aturan yang ada untuk itu. Boleh dikatakan fraud auditor adalah orang suci yang bergeming dengan tawaran yang mungkin diberikan oleh daerah terperiksa, di samping pekerjaannya penuh risiko ancaman dari terperiksa. Untuk itu memang sangat diperlukan undang-undang proteksi bagi seorang fraud auditor, termasuk perlindungan bagi saksi suatu perkara. Selayaknya imbalan atau gaji seorang fraud auditor harus sepadan dengan risiko pekerjaannya karena sejarah mencatat di mana pun di dunia ini seorang fraud auditor selalu menghadapi risiko terhadap pekerjaannya, bergantung pada besar kecilnya suatu pemeriksaan yang dilakukannya.
2.2.7
Standar Audit Investigatif Secara sederhana, standar adalah ukuran mutu. Oleh karena itu, dalam pekerjaan audit, para auditor ingin menegaskan adanya standar tersebut. Dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee), pihak yang memakai laporan audit, dan pihak – pihak lain dapat mengukur kerja si auditor.
22
K.H Spencer Picket dan Jennifer Picket merumuskan beberapa standar untuk melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rajuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan. Standar tersebut adalah : 1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik yang diakui (accepted best practices) 2. Kumpulkan bukti – bukti dengan prinsip kehati – hatian (due care) sehingga bukti – bukti tadi dapat diterima di pengadilan 3. Pastikan seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan jejak audit tersedia 4. Pastikan bahwa para investigatormengerti hak – hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya 5. Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum dan administratif maupun hukum pidana 6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu 7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontakdengan pihak ketiga , pengamanan mengenai hal – hal yang bersifat rahasia, ikut tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggara catatan, melibatkan / dan atau melapor ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan. Standar – standar ini akan dijelaskan di bawah dengan konteks Indonesia : Standar 1 Seluruh investigasi harus dilandasi praktik – praktik terbaik yang diakui (accepted best practice). Dalam istilah ini tersirat dua hal. Pertama, adanya upaya membandingkan antara praktik – praktik yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik pada saat itu. Upaya ini disebut benchmarking. Kedua, upaya benchmarking dilakukan terus menerus untuk mencari solusi terbaik. Standar 2 Kumpulkan bukti – bukti dengan prinsip kehati – hatian (due care) sehingga bukti – bukti tadi dapat diterima di pengadilan.
23
Standar 3 Pastikn bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi sudah dilakukan dengan benar Standar 4 Pastikan bahwa para investor mengerti hak – hak asasi pegawai dan senantiasa menghormati. Kalau investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai yang bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya. Standar 5 Beban pembuktian ada pada perusahaan yang menduga pegawainya melakukan kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administrasi maupun kasus pidana. Standar 6 Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu. Dalam melakukan investigasi, kita menghadapi keterbatasan waktu. Dalam menghormati asas praduga tidak bersalah, hak dan kebebasan seseorang harus dihormati. Standar 7 Liput
seluruh
kunci
dalam
proses
investigasi,
termasuk
perencanaan,
pengumpulan bukti dan barang bukti., wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal – hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protocol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hokum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
24
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan Akuntan Forensik adalah Akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan hukum. Meskipun demikian Akuntan forensik juga mempraktekkan keahlian khusus dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan, metode-metode kuantitatif, bidangbidang tertentu dalam hukum, penelitian, dan keterampilan investigatif dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi materi bukti dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut. Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), dan juga bisa berperan dalam bidang hukum diluar pengadilan (non litigation). Misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
25
DAFTAR PUSTAKA
Tuanakotta, Theodorus M. 2012. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif. Jakarta: Salemba Empat. http://www.antikorupsi.org diakses pada 6 Desember 2015.
26