i
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Ungkapan syukur patut diucapkan kepada sang pencipta segala pengetahuan, pemahaman, sikap, dan perilaku sosial seluruh manusia di jagad raya ini, sehingga membentuk suatu fenomena sosial yang konstan untuk dijadikan sebagai obyek penelitian yang bermuara pada terbentuknya suatu teori sebagai landasan untuk mendeskripsikan, menafsirkan, dan memprediksi fenomena yang telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi di masa mendatang untuk terbentuknya kehidupan yang lebih bermakna dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan beragama. Sistem kebermasyarakatan dan kenegaraan yang dilandasi oleh nilai-nilai universal telah diteladankan oleh Baginda Rasulullan SAW, karenanya sanjungan salam niscaya kita sampaikan kepadanya dengan harapan dapat mewarisi semua pengetahuan, pandangan, sikap, dan perilaku kemasyarakatannya untuk diimplementasikan sehingga tercipta masyarakat madani di Indonesia. Pendidikan politik dapat dikembangkan melalui tiga jalur utama, yaitu: pendidikan politik informal, formal, dan nonformal. Pada masing-masing jalur pendidikan terdapat berbagai sarana dan prasarana yang memungkinkan terjadinya pendewasaan politik warga masyarakat dengan guru utamanya masingmasing. Pendewasaan politik diindikasikan dari kemampuan bertanggungjawab warga pada level intelektual, individual, dan sosial. lingkungan sosial yang dapat dimanfaatkan untuk pendidikan politik karenanya dapat mensinergikan lingkungan sosial warga, yaitu: keluarga, sekolah, dan peer gorup. Ketiga lingkungan sosial dan model pendidikan politik tersebut masing-masing mempunyai peran untuk terjadinya peningkatan melek politik warga masyarakat. Poin-poin itulah yang menjadi bagian terpenting dalam temuan penelitian ini, dan tentu masih banyak kekuarangan lainnya mulai dari aspek pengungkapan konteks penelitian, landasan teori penelitian, metode, analisis sampai menemukan hasil, oleh karenanya, masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk perbaikan penelitian ini. Akhirnya, ucapan terimakasih peneliti sampaikan kepada ketua, anggota dan kesekretariatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Blitar yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan kegiatan ini dan mempublikasikannya. Semoga semua ini menjadi amal hasanah yang diridloiNya bagi kita semua, dan menjadi kontribusi bagi terwujudnya pelaksanaan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber dan jurdil) di masa mendatang, amin. Blitar, 31 Juli 2015. Salam,
Ttd Peneliti
ii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr.wb. Pemilihan Umum baik pemilihan Legislatif maupun Presiden, adalah pesta demokrasi yang merupakan hajat bersama seluruh elemen bangsa di Indonesia, sehingga merupakan tanggungjawab bersama untuk mensukseskannya. Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku bagian dari penyelenggara Pemilihan Umum sesuai amanat undang-undang No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, adalah lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri yang bertugas menyelenggarakan pemilu. Sedangkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten /Kota yang selanjutnya disingkat KPU Kabupaten/Kota adalah penyelenggara pemilu yang bertugas melaksanakan pemilu di tingkat Kabupaten/Kota. KPU Kota Blitar, selalu berupaya maksimal dalam menjalankan tugasnya, termasuk salah satunya adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap penyelenggaran pemilu, baik itu pemilu Legislatif, Presiden maupun Pemilihan Kepala Daerah dalam hal ini pemilihan Walikota dan Wakil Walikota serta Gubernur dan Wakil Gubernur. Peningkatan peran serta masyarakat ini, dilakukan dalam bentuk sosialisasi secara berkala maupun pada setiap adanya event-event Pemilu. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilu serta hal-hal yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pemilu, Komisi Pemillihan Umum Kota Blitar, bekerjasama dengan centre for studying and miliue development (CESMiD), sebagai salah satu lembaga penelitian yang profesional, menyelenggarakan riset partisipasi masyarakat dengan judul Pengaruh Pendidikan Politik dan Lingkungan Sosial terhadap Melek Politik Warga Kota Blitar. Semoga Riset yang kami lakukan, dapat memberikan sumbangsih yang berarti, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu di masa mendatang. Tidak lupa kami sampaikan ucapan terimakasih atas bantuan dari semua pihak, sehingga riset ini dapat diselesaikan tepat waktu. Tak ada gading yang tak retak, tidak ada sesuatu yang sempurna, demikian pula dengan Riset yang kami selenggarakan, tentunya masih ada kekurangan di beberapa bagian. Untuk itu, saran dan masukan dari pembaca, sangat diharapkan untuk peningkatan kualitas Riset selanjutnya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Blitar, Agustus 2015 Ketua KPU Kota Blitar
Setyo Budiono, SE
iii
ABSTRAK Nur Kholis dan Rendra Erdkhadifa. Pengaruh pendidikan politik dan lingkungan sosial terhadap melek politik warga Kota Blitar. Penelitian, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kota Blitar, 2015. Kata Kunci: Pendidikan politik, Lingkungan sosial, dan Melek Politik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh pendidikan politik terhadap tingkat melek politik warga Kota Blitar, pengaruh lingkungan sosial terhadap tingkat melek politik warga Kota Blitar, dan pengaruh bersama antara pendidikan politik dan lingkungan sosial terhadap tingkat melek politik warga Kota Blitar. Jenis penelitian adalah kuantitatif, data diperoleh melalui angket dari sumber primer yang jumlah 399 responden. Variabel terdiri dari dua variabel prediktor, yaitu: pendidikan politik, lingkungan sosial, dan satu variabel respon yaitu melek politik warga. Langkah-langkah penelitian dilakukan melalui lima tahapan, yaitu: 1). Melakukan sampling. 2). Melakukan uji reliabilitas data. 3). Melakukan uji validitas data. 4). Melakukan uji pendugaan pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon, dan 5). Melakukan perbandingan hasil analisis. Hasil penelitian ini, sebagai berikut: 1). Uji reliabilitas menunjukkan bahwa hanya variabel pendidikan politik yang reliabel sedangkan variabel lingkungan sosial dan tingkat melek politik tidak reliabel, namun variabel tersebut tetap digunakan dalam analisis. Sedangkan dari hasil validitas menunjukkan bahwa semua variabel indikator telah valid meskipun ada satu item yang tidak valid pada variabel lingkungan sosial. 2). Hasil analisis regresi secara parsial antara pendidikan politik terhadap tingkat melek politik dapat dikatakan bahwa tolak H0 artinya hal ini menunjukkan bahwa pendidikan politik berpengaruh terhadap model dimana nilai kontribusi pendidikan politik sebesar 0,0418. 3). Analisis regresi secara parsial juga diterapkan pada variabel lingkungan sosial yang diduga berpengaruh terhadap tingkat melek politik. Hasil analisis menunjukkan bahwa tolak H0 artinya variabel lingkungan sosial berpengaruh secara signifikan dengan kontribusi sebesar 0,556. 4). Hasil analisis regresi secara serentak menunjukkan bahwa tolak H0 di mana kedua variabel prediktor berpengaruh secara signifikan dengan masing-masing kontribusi sebesar 0,0314 untuk variabel pendidikan politik dan 0,552 untuk variabel lingkungan sosial. 5). Berdasarkan perbandingan hasil analisis menunjukkan bahwa untuk model yang paling sesuai yaitu Y = 1,64 + 0,0314X 1 + 0,552X 2 + ε dengan nilai MSE sebesar 0,0299.
iv
DAFTAR ISI Halaman Judul....................................................................................................... i Kata Pengantar Peneliti ......................................................................................... ii Kata Pengantar Ketua KPU Kota Blitar ................................................................ iv Abstrak .................................................................................................................. v Daftar isi ................................................................................................................ vi Daftar Tabel ......................................................................................................... viii BAB I: PENDAHULUAN A. Latara Belakang Penelitian ....................................................................... 1 B. Rumusan Masalah Penelitian ................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 9 D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 9 BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Uji Validitas .............................................................................................. 11 B. Uji Reliabilitas .......................................................................................... 12 C. Analisis Regresi Linier Sederhana ............................................................ 13 D. Landasan Teori .......................................................................................... 19 BAB III: METODE PENELITIAN A. Sumber Data .............................................................................................. 34 B. Ukuran sampel .......................................................................................... 34 C. Variabel penelitian .................................................................................... 35 D. Langkah-Langkah penelitian ..................................................................... 36 BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ............................................................ B. Analisis Regresi Pendidikan Politik terhadap Melek Politik .................. C. Analisis Regresi Lingkungan Sosial terhadap Melek Politik.................. D. Analisis Regresi Pendidikan Politik, dan Lingkungan Sosial terhadap Tingkat Melek Politik ............................................................................. E. Perbandingan hasil Analisis .................................................................... F. Pengaruh Pendidikan Politik terhadap Melek Politik Warga .................. G. Pengaruh Lingkungan Sosial terhadap Melek Politik Warga ................. H. Pengaruh Pendidikan Politik dan Lingkungan Sosial terhadap Melek Politik Warga ..........................................................................................
39 41 45 49 54 55 62 73
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................. 81 B. Saran-Saran ............................................................................................. 82 Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1:
Pengujian pada anova....................................................
14
Tabel 3.1:
Konversi nilai variabel...............................................................
36
Tabel 3.2:
Organisasi Data dalam penelitian..............................................
36
Tabel 4.1:
Uji reliabilitas variabel laten.....................................................
39
Tabel 4.2:
Uji validitas variabel indikator.................................................
40
Tabel 4.3:
Hasil anova PP terhadap TMP..................................................
42
Tabel 4.4:
Hasil uji geljser PP terhadap TMP.............................................
43
Tabel 4.5:
Hasil anova LS terhadap TMP...................................................
46
Tabel 4.6:
Hasil uji glejser LS terhadap TMP............................................
47
Tabel 4.7:
Hasil anova PP terhadap TMP...................................................
50
Tabel 4.8:
Hasil uji parsial model PP dan LS terhadap TMP...................... 51
Tabel 4.9:
Hasil uji glejser PP dan LS terhadap TMP................................
52
Tabel 4.10:
Perbandingan hasil analisis rehresi............................................
54
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1:
Bagan langkah-langkah penelitian.............................................
38
Gambar 4.1:
Plot residual PP terhadap TMP.................................................
44
Gambar 4.2:
Plot probabilitas residual PP terhadap TMP..............................
45
Gambar 4.3:
Plot residual model LS terhadap TMP......................................
48
Gambar 4.4:
Plot probabilitas residual model LS terhadap TMP..................
49
Gambar 4.5:
Plot residual model PP dan LS terhadap TMP........................... 53
Gambar 4.6:
Plot probabilitas residual model PP dan LS terhadap TMP.......
vii
54
1
BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan ini berisi analisis tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. A. Latar belakang Penelitian Proses demokrasi di Indonesia, sejak runtuhnya rezim represif orde baru 1998 dapat dikatakan berlangsung cukup dramatis, bahkan dapat dikatakan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga terbesar (third largest democracy in the world) setelah India dan Amerika. Hal ini ditandai dengan tumbuh suburnya sejumlah partai politik baru, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, dan desentralisasi kekuasaan dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebagai hasil revisi Undang-undang nomor 22 tahun 1999. Tumbuh suburnya organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan organisasi non pemerintah
(LSM)
yang
bebas
mengkritisi
kebijakan
dan
perilaku
pemerintahan. Organisasi-organisasi ini dalam perkembangannya menjadi mitra dalam mengembangkan proses demokratisasi menjadi Negara yang tranparan, berkeadilan dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Tumbuh suburnya partai-partai dan organisasi non parttai baru tersebut melahirkan nilai-nilai baru dalam wacana kenegaraan yakni keterlibatan warga dalam urusan politik tumbuh dari kesadaran untuk mengatasi masalah sosial secara sukarela (volunteerism). Kesadaran dan jiwa volunteerism lebih lanjut diwujudkan dalam berbagai bentuk pelayanan dan pembelajaran sosial
2
(community service and learning), yang memberi kesempatan pada warga untuk belajar banyak hal dalam mengatasi persoalan publik (Suryadi, 2010: 8). Tumbuh suburnya partai politik dan organisasi yang dikelola masyarakat melahirkan harapan baru makin berkembangnya kekuatan masyarakat sebagai penyeimbang makin massifnya organisasi yang berorientasi kekuasaan, sehingga menguatkan hipotesis bahwa Indonesia merupakan kekuatan negera demokrasi terbesar ke tiga. Setelah runtuhnya rezim orde baru, menjelang pemilu 1999 tercatat 48 partai yang lolos verifikasi dan siap menjadi peserta pemilu tahun 1999, dan 24 partai yang lolos menjadi peserta pemilu periode berikutnya, yakni pemilu 2004. Beberapa partai peserta pemilu di orde reformasi sebagian merupakan reinkarnasi partai politik yang bertarung pada masa demokrasi parlementer, suatu masa yang diwarnai pertarungan ideologis antara lima aliran pemikiran politik Indonesia, yakni: komunisme, tardisionalisme jawa, nasionalisme radikal, sosialisme radikal, dan aliran pemikiran Islam (Feith & Castles, 1970: 14). Hasil pemilu pemilu di era reformasi sungguh di luar dugaan bahwa masih rendahnya perolehan suara partai-partai reinkarnasi era orde lama, yang tidak sebanding dengan fenomena menguatnya isu primordial. Menurut Suryadi (2010: 12) hal ini diduga karena absennya platform partai politik. Fenomena ini memunculkan dugaan bahwa
keputusan yang diambil pemilih saat
memberikan suara dan loyalitas yang terbangun di kalangan para anggota tidak didasarkan atas pemahaman tentang platform partai.
3
Platform partai yang kurang jelas atau tidak dipahami oleh warga pemilih diduga disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: lemahnya saluran atau kurangnya komunikasi yang dilakukan oleh partai-partai kepada warga masyarakat calon pemilih, media komunikasi yang kurang efektif, limitnya waktu sosialisasi parta-partai baru peserta pemilu, dan kurangnya pendidikan politik yang dilakukan oleh pemerintah dan paratai-partai politik peserta pemilu terhadap calon konstituen masing-masing. Para elit politik perlu merancang kegiatan yang dapat mengembangkan potensi politik warga masyarakat, komunikasi antara partai politik hendaknya tidak hanya dilakukan secara periodik pada moment-moment limat tahunan saja, sehingga tidak terkesan hanya memanfaatkan suara masyarakat untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Politikus yang kenegarawanan selalu berkorban dan menjual ide-ide atau gagasan yang dapat menjadi rujukan semua komponen masyarakat dalam proses pembangunan yang demokratis untuk tujuan mensejahterakan masyarakat. Ada banyak faktor terkait rendahnya pendidikan politik warga, diantaranya adalah disebabkan pemerintahan sentralistik-militeristik dan kebijakan massa mengambang yang diterapkan Orde Baru selama tiga puluh dua tahun ternyata benar-benar telah melumpuhkan wacana demokrasi dalam kehidupan
masyarakat
hingga
menyingkirkan
praktik-praktik
seleksi
kepemimpinan secara fair yang berdasarkan kompetensi, kapabilitas, dan integritas individu. Bersamaan dengan itu pendidikan kewarganegaraan selama masa transisi demokrasi ini belum mampu meningkatkan kesadaran politik
4
masyarakat yang cukup berarti dalam mendorong terwujudnya good governance di pemerintahan lokal. Pengaruh agama, budaya, rendahnya tingkat pendidikan serta kondisi ekonomi masyarakat bawah masih menjadi penghambat upaya pembangunan kekuatan civil society sebagai pilar demokrasi. Padahal dalam membangun pemerintahan dan masyarakat demokratis merupakan suatu keniscayaan, mayarakat yanag melek politik merupakan wujud pengejawantahan kedaulatan rakyat, suatu hal yang sangat fundamental dalam proses demokrasi. Apabila masyarakat memiliki tingkat kesadaran yang tinggi terkait pentingnya politik sebagai motor pembangunan bangsa, maka proses praktik demokratisasi di Indonesia akan berjalan dengan baik. Demokrasi, bagi suatu bangsa merupakan instrumen untuk mewujudkan masyarakat madani, terbentuknya warga masyarakat yang peduli, mengharagai keragaman dalam kesatuan, mengedepankan kesantunan dalam setiap aspek sosialisasinya di masyarakat, dan menanamkan kesadaran volunteerism dalam pembangunan. Partai politik didirikan diatas pondasi nilai dasar yang untuk menguatkan cita-cita mewujudkan masyarakat terbaik (khoirul bariyyah). Partai politik hakekatnya adalah instrumen atau kendaraan yang akan menghantarkan konstituennya mewujudkan jati dirinya dalam dinamika mewujudkan kebangsaan yang mensejahterakan, nilai-nilai dasar inilah yang kemudian disebut sebut sebagai platform suatu partai politik. Partai politik merupakan badannya, sementara platform merupakan jiwanya, nilai-nilai, idealismenya untuk mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan kebangsaan yang
5
makin kompleks. Pemahaman pengurus, anggota, simpatisan, dan konstituen tentang platform suatu partai politik merupakan suatu keniscayaan yang merupakan landasan dan motivasi pelembagaan fungsi partai politik, spirit yang melandasi hubungan artai politik dengan kelompok populis lainnya dan hubungan pemimpin-pengikut didalam suatu organisasi. Dalam pandangan Paulson (2000: 1042) platform suatu partai politik dimaknai sebagai alat (devices) sekaligus doktrin khusus (special pledge), platform adalah alat bagi partai politik untuk menonjolkan keberhasilannya dan mengambil sikap kritis atas oposisi. Platform juga mengandung dontrin khusus tentang tujuan kebijakan yang diharapokan dicapai partai politik pada masa mendatang, yang berfungsi untuk memperluas dukungan politis bagi partai politik bagi kemenangan partai pada hari pemilihan. Pemahaman platform demikian, meniscayaan optimalisasi peran fungsi partai politik, yakni peran internal dan peran eksternal, yang dalam praktiknya kedua peran fungsionalnya mempunyai hubungan yang bersifat reciprocal. Peran internal partai politik adalah mensolidkan dinamika kepengurusan, memfokuskan pencapain visi, misi dan program lembaga, menyatukan gerak kader dalam mewujudkan tujuan lembaga, mendinamisir hubungan antar lembaga lainnya dalam mewujudkan cita kebangsaan. Sedangkan peran eksternal lembaga adalah menccerdaskan konstituen, meningkatkan melek politik (political literacy) warga bangsa khususnya konstituennya, dan bersama dengan partai politik dan/atau organisasi
kemasyarakatan, organisasi
keagamaan, dan organisasi non pemerintah (ornop) lainnya mewujudkan
6
idealitas kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Partai politik yang ideal tidak egois hanya mencari dan berorientasi kemenangan, tetapi abai terhadap kemelekan politik warga bangsa, ia mempunyai tanggungjawab bersama dengan pemerintah untuk memangun kemampuan, kemauan, dan kesukarelaan dalam meningkatkan kapasitas politiknya secara lebih luas. Untuk itu, bagi partai politik penting melakukan mendidikan politik terutama konstituennya, secara terprogram, berkesinambungan melakukan komunikasi dan program-program lainnya yang dapat membantu mereka meningkatkan kapasitas diri dan kelompok melalui kader-kader terbaiknya yang duduk di parlement, sehingga meniscayakan adanya mekanisme komunikasi kepartaian dan komuniaksi kader partai dengan warga masyarakat konstituennya masingmasing, memberikan pencerahan dan tontonan dinamika politik yang elegan sehingga sehingga dapat menjadi media pembelajaran. Bangunan kepartaian di Indonesia dalam kurun periode orde lama, orde baru, dan orde reformasi belum menunjukkan secara ideal peran-peran kepartaian sebagaimana dimaksudkan di atas, gerakannya masih sebatas mobilitas dan peningkatan partisipasi dalam pemilihan umum melalui saluran materialisme. Semua warga, pemerintah, dan pelaku kepartaian memaklumi bahwa terjadinya budaya money politic mewarnai hitam pekat demokrasi di Indonesia. Berkembangnya budaya pragmatis ini melahirkan budaya demokrasi semu, tingkat partisipasi pada pemilihan presiden tahun 2014 di Kota Blitar yang mencapai 77, 64% tidak sepenuhnya mencerminkan kemelekan politik dan kesadaran demokrasi warga, tetapi juga diduga karena terjadinya politik
7
mobiltas pragamatism oleh team sukses masing-masing calon presiden dan wakil presiden. Jika hal demikian dibiarkan, dan dimaklumi berkembang secara terus menerus bisa jadi malah menjadi sumber masalah bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia di masa yang akan datang, menjadi suatu budaya yang dimaklumi sebagai suatu kebenaran sehingga menjadi pemicu budaya korupsi di kalangan eksekutif dan legislatif yang merembet pada kalangan yudikatif. Ini merupakan ancaman demokrasi dalam waktu cukup panjang, yang mengkhawatirkan menjadi pemicu terjadai negara bangkrut, di mana sumber APBN negara masih mayoritas dibiayai dari hutang luar negeri. Oleh karena itu, peneliti memandang perlu untuk mengetahui peran pendidikan politik dan lingkungan sosial warga masyarakat dalam mewujudkan warga masyarakat yang melek politik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotret gambaran pengaruh pendidikan politik terhadap tingkat melekpolitik wwrga, pengaruh lingkungan sosial terhadap tingkat melek politik warga masyarakat, dan pengaruh secara bersama upaya pendidikan politik dan lingkungan sosial warga terhadap melek politik warga masyarakat, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu program partai politik dan pemerintah untuk mensetting ulang model-model pendidikan politik dan rancangan lingkungan sosial yang kondusif yang dapat dilakukan oleh masing-masing partai politik untuk meningkatkan melek politik warga yang bermuara pada meningkatnya pasrtisipasi masyarakat dalam moment pemilihan umum dan proses pengawalan atau kontrol terhadap perilaku pemimpin.
Kebanyakan para ahli berpandangan bahwa pendidikan politik
8
kepada masyarakat adalah strategi utama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan melek politik masyarakat sehingga mempunyai ekses tingginya pertisipasi masyarakat dalam setiap hajatan pemilihan umum khususnya yang akan diselenggarakan sebentar lagi di Kota blitar. Pengetahuan publik atas informasi (well informed) menjadi salah satu faktor penting dalam peningkatan melek politik (political literacy) dan kesadaran politik warga. Media informasi, seperti televisi, koran, bahkan spanduk, leaflet, brosur, stiker dan media sosialisasi lainnya diasumsikan memiliki
fungsi
yang
sangat
besar dalam
mensosialisaikan
suksesi
kepemimpinan. Media komunikasi warga lainnya yang dapat dimanfaat adalah media komunikasi verbal yang ada di masyarakat seperti lingkungan keluarga, kelompok bermain, lemabag-lembaga pendidikan formal, lembaga pendidikan nonformal, budaya dan pekerjaan orang tua, dan situasi kondisi ekonomi, sosial, sistem kepercayaan, dan budaya yang berlaku di masyarakat diduga dapat mepengaruhi dinamika perkembangan melek politik warga. Oleh karenanya atas dasar pemikiran di atas peneliti bermasksud melakukan penelitian dengan judul pengaruh pendidikan politik dan lingkungan sosial terhadap
tingkat melek politik warga di Kota Blitar”. Penelitian ini juga
diharapkan dapat dijadikan sebagai bagian dari instrumen dalam pengambilan kebijakan pelaksanaan pemilihan umum, baik pada tingkat Nasional, wilayah, dan Kabupaten, dan pembelajaran bagi akademisi dan praktisi politik untuk untuk menampilkan diri sebagai politikus kenegarawan sehingga dapat menjadi model pembelajaran pendidikan politik bagi semua warga.
9
B. Rumusan Masalah 1. Apakah ada pengaruh pendidikan politik terhadap melek politik warga pada pemilu presiden dan wakil presiden di Kota Blitar tahun 2014? 2. Apakah ada pengaruh lingkungan sosial terhadap melek politik warga pada pemilu presiden dan wakl presiden di Kota Blitar tahun 2014? 3. Apakah ada pengaruh bersama-sama pendidikan politik dan lingkungan sosial terhadap melek politik warga pada pemilu presiden dan wakl presiden di Kota Blitar tahun 2014? C. Tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan politik terhadap melek politik warga pada pemilu presiden dan wakil presiden di kota Blitar tahun 2014? 2. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan sosial terhadap melek politik warga pada pemilu presiden dan wakl presiden di Kota Blitar tahun 2014? 3. Untuk mengetahuai dan menganalisis pengaruh bersama-sama pendidikan politik dan lingkungan sosial terhadap melek politik warga pada pemilu presiden dan wakl presiden di Kota Blitar tahun 2014? D. Manfaat penelitian Secara teoritik penelitian ini dapat memberikan deskripsi pendidikan politik, lingkungan sosial, melek politik warga, dan keterkaitan antara ketiga variabel tersebut sehingga dapat menambah pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran pelaku-pelaku politik dan kelembagaan politik. Sementara, manfaat praktis yang diaharapkan hasil penelitian dapat menjadi bagian dari dasar pertimbangan dalam pengambilan kebijakan oleh panitia pemilihan umum
10
untuk merumuskan model-model pendidikan politik, lingkungan sosial dan upaya peningkatan melek politik warga. Tingginya tingkat melek politik warga diharapkan bermuara pada terbentuknya kesadaran politik, partisipasi politik yang menguat sehingga masyarakat dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai pemasok kader untuk menjadi pemimpin bangsa dan sebagai pengontrol terhadap proses-proses pembangunan.
11
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini difokuskan pada tinjauan pustaka yang terbagi menjadi dua, yaitu tinjauan pustaka sebagai landasan metode penelitian dan tinjauan pustaka sebagai landasan teoritiknya, yaitu: uji validitas, uji reliabilitas, analisis regresi liner sederhana, dan landasan teori tentang pendidikan politik, lingkungan sosial, dan melek politik warga masyarakat. A. Uji Validitas Uji validitas merupakan suatu pengujian terhadap alat pengukur itu mengukur. Kevalidan suatu alat dalam kuisioner diperlukan agar variabel yang diukur mendapatkan hasil yang sesuai. Untuk melihat valid tidaknya suatu alat, maka metode yang digunakan adalah menggunakan korelasi product moment dimana mencari korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total (Simamora, 2002). Berikut ini merupakan hipotesis untuk mengukur validitas. H0: atribut tidak mengukur aspek yang sama H1: atribut mengukur aspek yang sama Statistik uji :
r=
n n n n ∑ x i y i − ∑ x i ∑ y i i =1 i =1 i =1 2 2 n 2 n n n n ∑ x i − ∑ x i n ∑ y i2 − ∑ y i i =1 i =1 i =1 i =1
Keterangan r : Koefisien korelasi produk momen x : Skor tiap pertanyaan/variabel
(2.1)
12
y : Skor total n : Jumlah responden Berdasarkan statistik uji kemudian dibandingkan dengan nilai nilai tabel pearson product moment (rα,df). Jika nilai koefisien korelasi produk momen dari suatu pertanyaan berada diatas nilai tabel, maka pertanyaan tersebut signifikan. Di sisi lain, signifikansi dapat dilihat dari p-value. Jika p-value < α (taraf signifikansi) maka pertanyaan tersebut signifikan, bergitupun sebaliknya. B. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas ini digunakan untuk melihat tingkat konsistensi alat ukur yang digunakan apabila digunakan secara berulang-ulang. Metode yang digunakan untuk uji reliabilitas yaitu metode α Cronbach. Metode ini digunakan setelah skor dibagi dua dan masing-masing dicari nilai standard deviasi kuadratnya demikian juga dengan standard deviasi kuadrat dari total skor (tanpa dibelah), dan dimasukkan dalam rumus (Simamora, 2002). Berikut ini hipotesis uji reliabilitas. H0 : Hasil pengukuran tidak konsisten H1 : asil pengukuran konsisten Statistik uji :
α
c
k = 1 − k − 1
k
∑
S
2
p =1
S
2
xt
p
Keterangan : k
: Banyak butir pertanyaan
S2p : Standard deviasi skor pada jumlah variabel total S2xt : Standard deviasi kuadrat dari variabel total.
(2.2)
13
Jika nilai kurang dari 0,6 maka reliabiltasnya dianggap kurang baik. Reliabilitas dapat diterima apabila nilai α Cronbach diatas 0.6 sehingga reabilitasnya dapat diterima. Jika nilainya lebih dari 0.8 maka reabilitasnya sudah cukup baik (Sekaran, 2006). C. Analisis Regresi Linier Sederhana Analisis regresi adalah merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel prediktor (bebas) dan variabel respon (terikat) serta mengetahui seberapa besar pengaruh prediktor terhadap respon. Hubungan antara variabel prediktor dan variabel respon digambarkan ke dalam suatu persamaan matematik. Persamaan ini juga memungkinkan untuk meramalkan nilai-nilai suatu variabel respon Y dari variabel prediktor X. Analisis regresi linier sederhana merupakan metode regresi dimana hanya memiliki 1 variabel prediktor. Model regresi yang dibentuk adalah sebagai berikut.
Y = β 0 + β1 X 1 + ε
(2.3)
Keterangan :
β0
:
Kemiringan gradient. Dalam interpretasi, β 0 merupakan suatu nilai Y dugaan jika variabel respon tidak signifikan.
β1
:
Intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak. Dalam interpretasi,
β 1 merupakan suatu besaran nilai pengaruh dari variabel prediktor X terhadap variabel respon Y.
ε
:
Menyatakan besarnya galat yaitu selisih antara nilai respon yang sesungguh-nya dengan nilai taksiran yang diperoleh dari model.
14
(Walpole:1995)
1. Pengujian Koefisin Regresi Untuk mengetahui apakah koefisien yang ada dalam model nyata atau tidak, digunakan uji F, dengan hipotesisnya sebagai berikut :
H 0 : β1 = 0
H 1 : β1 ≠ 0 Statistik uji:
Fhitung =
MS regresi (2.4)
MS residual
Dimana nilai Fhitung yang didapat dibandingkan dengan Fα
(V1,V2)
dengan derajat bebas V1 = k, V2 = n-k-1 dan tingkat signifikansi α. Apabila Fhitung > Fα (k, n-k-1), maka H0 ditolak, yang berarti β1 berpengaruh terhadap model, begitupun sebaliknya. Untuk lebih jelasnya dari analysis of variance (ANOVA) dari Response surface, maka ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Pengujian Pada ANOVA
Sumber Variansi
db
SS
Regresi
1
b T X T Y − mY 2
Residual
m-2
Y TY − bT X TY
Total
m-1
Y T Y − mY 2
MS SSregresi p SSresidual m − p −1
F hit MS regresi
MS residual
15
Keterangan : p
: banyak faktor
m
: banyak pengamatan
2. Pengujian Asumsi Residual Residual merupakan beda antara nilai sebenarnya dengan nilai dugaan. Residual memiliki beberapa asumsi yang harus dipenuhi yaitu identik, independen, dan berdistribusi normal. a. Asumsi Identik Salah satu asumsi residual yaitu identik yang artinya bahwa varians residual yang dihasilkan membentuk pola yang sama penyebarannya atau disebut dengan “homoskedas-tisitas” yang berarti varians dari error bersifat konstan (tetap). Pada model regresi jika asumsi identik tidak terpenuhi, maka penduga kuadrat terkecil tak bias dan konsisten, tetapi tidak efisien (varians membesar). Jika terjadi kondisi heterokedastistias, maka akibatnya adalah pengujian statistik yang tidak signifikan serta selang kepercayaan untuk parameter regresi cenderung lebih besar (Gujarati, 2004). Salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi asumsi identik adalah uji glejser. Uji glejser ini dilakukan dengan cara analisis regresi nilai absolut dari residual ei dengan variable prediktor. Beri-kut ini adalah model regresi yang digunakan.
p
ei = β 0 + ∑ β k x k k =1
H0 : β k = 0
(2.5)
16
H1 : β k ≠ 0 Statistik Uji : t hitung =
βˆ k se( βˆ k )
Dimana:
βˆ k
: penaksiran parameter ke-k terhadap error mutlak
se ( βˆ k )
: standard error penaksiran parameter ke-k terhadap error mutlak.
Keputusan : Tolak H0 jika nilai t hitung > t ( df error ;α
2
)
artinya bahwa
parameter ke-k signifi-kan terhadap model yang dibentuk atau dapat dikatakan asumsi residual identik tidak terpenuhi. Gagal tolak H0 jika t hitung ≤ t ( df error;α
2
)
artinya
bahwa parameter ke-k tidak signifi-kan terhadap model atau dapat dikatakan asumsi residual identik terpenuhi.
b. Asumsi Independen Salah satu konsep dasar dalam regresi linier adalah asumsi otokorelasi yang artinya bahwa komponen residual berkorelasi yang saling berkorelasi atau berkorelasi pada dirinya sendiri. Pada asumsi tersebut jika tidak terjadi otokorelasi, maka kovarians, misal antara ε i dengan ε j sama dengan nol. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
Cov(ε i ε j ) = E{[ε i − E (ε i )][ε j − E (ε j )]} = E (ε i ε j ) = 0
;i ≠ j
17
Dimana E (ε i ) = E (ε j ) = 0 . Komponen ε i tidak dipengaruhi oleh
ε j sehingga dapat di-katakan bahwa saling bebas (independen). Jika dikaitkan dengan waktu maka terdapat dependensi antara residual pada pengamatan ke-t dengan pengamatan ke- t+k. Wei (2006) menjelaskan bahwa untuk melihat asumsi independen dapat dilihat melalui plot ACF (Autocorrelation Function). Nilai setiap lag dapat dilihat pada persa-maan (2.25)
ρˆ k =
σˆ e ,e σˆ e σˆ e i
i
i+k
(2.6)
i+k
Berdasarkan hasil plot yang dibentuk, jika tidak terdapat lag yang keluar atau signifikan, maka asumsi residual independen terpenuhi. Jika dilakukan pengujian hipotesis maka dapat dilakukan dengan menggunakan uji durbin-watson. Berikut ini adalah pengujian hipotesisnya (Draper dan Smith, 1928). H0 : ρ k = 0 H1 : ρ k ≠ 0 m
Statistik Uji : d hitung =
∑ (e i =2
i
− ei −1 )
m
∑e i =1
Keputusan
(4 − d
hitung
)< d
L ,α
:
Tolak
2
2 i
H0
jika
nilai
d hitung < d L ,α
atau 2
artinya terdapat korelasi antar error atau dapat 2
dikatakan asumsi residual independen tidak terpenuhi. Gagal tolak H0
18
jika d hitung > d L ,α atau (4 − d hitung ) > d L ,α artinya tidak terdapat korelasi 2
2
antar error atau dapat dikatakan asumsi residual independen terpenuhi. Cara yang lain dapat dilihat dari plot residual dengan observation order. Jika plot cenderung berada di nilai sekitar nol maka asumsi independen terpenuhi c. Asumsi Berdistribusi Normal Salah satu asumsi residual yang harus dipenuhi adalah berdistribusi normal de-ngan mean 0 dan varians sebesar konstan yang disimbolkan dengan σ 2 . Salah satu pengujian kenormalan yang digunakan adalah uji kolmogorov-smirnov dimana dalam pengujian ini dibuat plot antara
residual dengan nilai probabilitas normal. Berikut ini adalah uji hipotesis pada uji kolmogorov-smirnov (Daniel, 1989): H0 : F ( x) = F0 ( x ) H1 : F ( x) ≠ F0 ( x) Statistik uji D = sup S ( x ) − Fo ( x ) Dimana : S ( x)
:
Proporsi
kumulatif nilai-nilai
pengamatan
dalam
sampel yang kurang dari atau sama dengan x F ( x)
Fungsi distribusi kumulatif atau dapat diartikan peluang bahwa nilai variabel acak X kurang dari atau sama dengan x. F ( x ) = P ( X ≤ x)
Fo (x)
Fungsi distribusi yang diketahui (distribusi normal)
19
Supremum untuk semua x yang berasal dari nilai
D
mutlak beda S ( x) dan Fo (x) Keputusan
Tolak H0 jika nilai D > kuantil 1-α (W1-α) pada tabel kolmogorov-smirnov. Jika dilihat dari nilai p-value dan
dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi. Residual berdistribusi normal jika nilai p-value lebih dari taraf signifikansi. Secara visual dilihat dari plot yang berada di sekitar garis diagonal.
D. Landasan Teori 1. Pendidikan Politik Pendidikan politik sering di samakan dengan istilah kampanye, meskipun dalam arti sesungguhnya pendidikan politik memiliki arti dan cakupan yang lebih luas. Istilah pendidika politik bisa disamakan dengan political sosialization yang artinya secara bahasa adalah sosialisasi
politik. Hal ini bisa diartikan bahwa sosialisasi politik adalah pendidikan politik dalam arti sempit. Atas dasar inilah akhirnya banyak yang menyamakan istilah political sosialization dengan pendidikan politik Suwarma Al Muchtar (2000:39) dalam bukunya mengutip pendapat David Easton dan Jack Dennis tentang political socialization. “Political sosialization is development process which persons acquire arientation and paternsof behaviour.” Pendapat yang hampir sama disampaikan oleh
Fred I. Greenstain tentang political socialization.
20
Political sosialization is all political learning formal and informal, delibrete and unplanne, at every stage of the life cycle inchiding not only explicit political tearning but also nominally nonpolitical learning of political lie relevant social attitudes and the acquistion of politically relevant personality characteristics.
Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa selain mempelajari sikap dan tingkah laku individu, pendidikan politik politik juga mengaitkan sikap dan tingkah laku individu tersebut dengan stabilitas dan eksistensi sistem politik. Sehingga dapat diartikan bahwa pendidikan politik adalah suatu bentuk pendidikan yang dijalankan secara terencana dan disengaja dalam bentuk formal maupun informal untuk mengajarkan kepada setiap individu agar sikap dan perbuatannya dapat sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku secara sosial. Ramlan Surbakti memberikan keterangan bahwa untuk memahami pendidikan politik seseorang harus mengerti tentang sosialisasi politik. Surbakti (1999:117) berpendapat bahwa: Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik. Berdasarkan pendapat Surbakti di atas secara sederhana dapat dikatakan bahwa pendidikan politik merupakan bagian dari sosialisasi politik. Dengan pendidikan politik masyarakat akan belajar tentang sistem demokrasi yang ada dalam suatu negara. Diharapkan dengan adanya pendidikan politik ini sikap dan orientasi politik masyarakat dapat terbentuk dengan benar. Artinya bahwa masyarakat akan tahu dan
21
sadar calon yang akan dipilih sehingga nantinya dapat menjadikan keputusan bersama dalam demokrasi akan menjadi lebih baik. Pendidikan
dan
politik
adalah
dua
unsur
yang
saling
mempengaruhi. Sistem politik yang terjadi disuatu negara seringkali memberikan andil yang cukup besar dalam proses pengembangan sistem pendidikan. Akibatnya permasalahan politik yang terjadi pada saat itu, seringkali berimplikasi di dunia pendidikan, terutama pada kebijakan pendidikan.
Termasuk
diantaranya
adalah
anggaran
pendidikan,
kurikulum, sampai pada keputusan-keputusan penting terkait pendidikan. Hubungan antara pendidikan dan politik tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan dari kekuatan-kekuatan sosio-politik penguasa pada saat itu. Seperti pendapat Kartini Kartono mengenai hubungan antara pendidikan dengan politik. Pendidikan dilihat sebagai faktor politik dan kekuatan politik. Sebabnya, pendidikan dan sekolah pada hakekatnya juga merupakan pencerminan dari kekuatan-kekuatan sosialpolitik yang tengah berkuasa, dan merupakan refleksi dari orde penguasa yang ada (Kartini Kartono, 1990:vii). Tujuan utama yang diharapkan dari pelaksanaan pendidikan politik adalah agar setiap individu dapat mengenal dan memahami nilai-nilai ideal yang terkandung dalam sistem politik yang sedang diterapkan. Setelah mengenal dan mengetahui pendidikan politik, maka diharapkan tidak berhenti sebatas tahu saja. Tetapi diharapakan dia dapat menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik untuk mampu
22
mengemban tanggung jawab yang ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik. Pendidikan politik dapat juga diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya (Rusadi Kartaprawira, 1988:54). Untuk itu pendidikan politik perlu dilaksanakan secara berkesinambungan agar masyarakat dapat terus meningkatkan pemahamannya
terhadap
dunia
politik
yang
selalu
mengalami
perkembangan. Dari berbagai pengertian diatas, penulis ingin menggaris bawahi bahwa yang dimaksud dengan pendidikan politik adalah upaya sadar yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu (pemerintah, anggota masyarakat, parpol) secara terencana dan sistematis dalam rangka menyampaikan konsep-konsep, ideologis, simbol tertentu kepada seluruh lapisan masyarakat agar dapat menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik untuk mampu mengemban tanggung jawab yang ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik. 2. Perkembangan Pendidikan Politik di Indonesia Hak untuk mendapatkan pendidikan dan berpolitik adalah dua hal yang dilindungi oleh UUD 1945. Karenanya, keduanya merupakan dua elemen penting dalam sistem sosial pemerintahan di suatu negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Pendidikan dan politik dalam suatu negara menjadi salah satu hal yang pokok dalam pembentukan
23
karakteristik masyarakat di suatu negara. Institusi pendidikan dalam menjalankan proses pendidikan menjadi mempunyai peran penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat di negara tersebut. Begitu juga sebaliknya, lembaga-lembaga dan proses politik di suatu negara membawa dampak besar pada karakteristik pendidikan yang ada di negara tersebut. Kepedulian terhadap hubungan pendidikan dan politik di Indonesia sudah terbentuk dalam wacana publik. Publikasi berbagai seminar ataupun diskusi yang mengangkat tema tentang pendidikan dan politik sudah banyak dilakukan oleh KPU, Ormas, organisasi mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat lainnya. Hanya saja fokus bahasannya belum begitu menyentuh aspek-aspek substantif hubungan politik dan pendidikan, masih di seputar aspek-aspek ideologis politik pendidikan. Walaupun demikian, keyakinan akan adanya hubungan yang tak terpisahkan antara politik dan pendidikan sudah mulai terbentuk. Perkembangan kesadaran masyarakat terhadap hubungan antara pendidikan dan politik menurut Mochtar Buchori (M. Shirozi, 2005:30) dapat didiketahui dari: Pertama, adanya kesadaran tentang hubungan yang erat antara pendidikan dan politik. Kedua, adanya kesadaran akan peran penting pendidikan dalam menentukan corak dan arah kehidupan politik. Ketiga, adanya kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan politik. Keempat, diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang politik. Kelima, pentingnya pendidikan kewarganegaraan (civic education).
24
Pendapat Muchtar Buchori diatas menggambarkan adanya hubungan erat antara pendidikan dan politik. Terdapat keyakinan bahwa melalui pendidikan dapat menghasilkan pemimpin politik yang berkualitas. Dari sini nampaknya akan timbul satu pertanyaan mengenai hubungan pendidikan dengan politik. Apakah nantinya politik akan dipadukan dengan pendidikan untuk menjalankan fungsi dan tujuannya ? Disadari ataupun tidak, seorang siswa akan mudah memahami secara tidak langsung mengenai seluk beluk politik melalui pendidikan. Begitu pula sebaliknya, bahwa dunia politik adalah salah satu sarana untuk mengaplikasikan berbagai ilmu yang telah didapat siswa melalui dunia pendidikan. Dalam pelaksanaannya pendidikan politik, harus berpegang teguh pada falsafah dan kepribadian bangsa Indonesia. Secara tidak langsung pendidikan
politik
merupakan
bagian
integral
dari
keseluruhan
pembangunan bangsa yang dilaksanakan sesuai dengan landasan yang telah mendasari kehidupan bangsa Indonesia. Adapun landasan hukum pendidikan politik di Indonesia berdasarkan Inpres No. 12 tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda (1982:13), yaitu: landasan ideologis (pancasila), Landasan konstitusional (UUD 1945), landasan operasional (GBHN), dan Landasan historis, (sumpah pemuda 28 Oktober 1928 dan proklamasi 17 Agustus 1945). Masyarakat harus mengawal wakil rakyat yang dipilih lewat pemilu, agar setiap keputusan wakil rakyat mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. Rakyat dalam hal ini berperan aktif dalam memberikan koreksi
25
yang membangun dengan cara yang santun dan memberikan sanksi setiap pelanggaran pada pemilu selanjutnya. Dan diharapkan agar setiap keputusan yang diambil dalam musyawarah agar dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik. Penolakan hasil pemilu atau pemilihan pemerintah daerah yang sudah dilakukan dengan baik, juga wujud dari tidak bertanggung jawabnya sebagian masyarakat. Pelaksanaan demokrasi dengan musyawarah mufakat berusaha untuk mencapai obyektifitas dalam berbagai bidang termasuk politik, namun nampaknya dalam persolan politk ini, musyawarah mufakat seringkali menemui jalan buntu. Oleh karena itu pemilu menjadi solusi terbaik dalam mengejawantahkan kebutuhan musyawarah mufakat. Sejauh ini kita sudah mengetahui adanya perbedaan atau kesenjangan antara corak-corak sikap dan tingkah laku politik yang tampak berlaku dalam masyarakat dengan corak sikap dan tingkahlaku politik yang dikehendaki oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pola sikap dan tingkah laku yang majemuk pada masyarakat inilah yang menjadi salah satu sumber perkembangan pendidikan politik di Indonesia. Masyarakat yang hidup dalam realitas ini seringkali terbentur oleh kenyataan yang berbeda dengan idealisme yang diterapkan oleh golongan elite politik. Tetapi sikap berlebihan atas idealisme justru menciptakan ideologi sempit yang menciptakan sikap dan tingkahlaku politik yang egois dan mau menang sendiri.
26
Kenyataan inilah yang nantinya bisa dirubah oleh pendidikan politik sesuai dengan fungsi pendidikan politik itu sendiri. Adapun fungsi pendidikan politik adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kehidupan politik yang pada gilirannya akan mendorong timbulnya kesadaran politik secara maksimal dalam suatu sistem politik. Senada dengan fungsi tersebut maka tidaklah salah jika pendidikan politik memiliki tujuan agar setiap warga negara bangkit kesadaran
politiknya,
seperti
menggunakan
hak
pilih,
hak
mengemukakan pendapat dan kebebasan berkumpul dan berserikat, termasuk di dalamnya kebebasan mimbar. Tidak itu saja kesadaran politik itu akan mengajari kita berdemokrasi. Berbeda dengan fungsi pendidikan politik diatas, maka jika dirujuk dari pengertian pendidikan politik, setidaknya ada dua fungsi utama. Pertama, pendidikan politik memiliki fungsi untuk mengubah dan membentuk tata perilaku seseorang agar sesuai dengan tujuan politik yang dapat menjadikan setiap individu sebagai partisipan politik yang bertanggung jawab. Kedua, fungsi pendidikan politik dalam arti yang lebih luas untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang sesuai dengan tuntutan politik yang ingin diterapkan. Selain itu fungsi dari pendidikan politik adalah untuk menjelaskan proses perekrutan dan upaya sosialisasi kepada rakyat untuk mengerti mengenai peranannya dalam sistem politik serta agar dapat memiliki orientasi kepada sistem politik. Fungsi yang disampaikan di atas lebih
27
menonjolkan fungsi pendidikan politik dalam mengubah tatanan masyarakat yang ada menjadi lebih baik dan lebih mendukung tercapainya proses demokrasi. Untuk individu masyarakat pun, pendidikan politik memiliki mengubah individu dan membentuk individu yang baru. Dalam artian bahwa seseorang individu dengan melalui pendidikan politik tidak hanya memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang politik tapi juga mempunyai
kesadaran
dan
sensitifitas
dalam
berpolitik
yang
direalisasikan dalam bentuk perbuatan yaitu dengan ikut berpartisipasi atau ditunjukkan dengan sikap dan perilaku politif yang lebih luas dalam usahanya untuk mencapai tujuan politik. 3. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial merupakan tempat di mana kualitas dan kapasitas kepribadian seseorang ditentukan. Semakin baik lingkungan sosial seseorang, maka ia mempunyai peluang untuk menjadi lebih baik, sebaliknya semakin jelek lingkungan sosial seseorang maka semakin berpeluang untuk menjadi diri yang tidak baik. Dalam kepercayaan orang jawa, putihnya beras karena adanya gesekan dengan beras-beras lainnya, jika kita banyak bergaul dengan penjual minyak wangi maka kita menjadi wangi, jika kita banyak bergaul dengan penjual tembakau maka kita akan menjadi perokok berat, jika kita berada dengan orang-orang yang sholeh maka kita mempunyai peluang besar menjadi orang yang sholeh juga, jika kita banyak bergaul dengan pemabuk maka kita juga akan mempunyai
28
peluang menjadi pemabuk. Beragamnya pilihan lingkungan sosial meniscayakan pada seseorang untuk secerdas mungkin memilih lingkungan yang dapat berefek pada makin baik dan berkualitasnya seseorang. Setiap individu seseorang mempunyai kebebasan untuk memilih lingkungan sosialnya yang tersedia di sekitarnya, namun tidak semua orang dengan mudah menemukan lingkungan sosialnya yang baik. Lingkungan sosial bersifat relatif, ukuran baik tidaknya lingkungan sosial antara individu satu dengan individu lainnya berbeda-beda, suatu lingkungan sosial dianggap baik oleh individu tertentu belum tentu bagi individu lainnya dianggap baik. Ukuran kebaikan suatu lingkungan sosial juga relatif, hal ini sangat tergantung dari orientasi pada masing-masing individu, kebaikan suatu lingkungan sosial ditentukan oleh orientasi pada masing-masing individu, misalnya; seseorang yang berorientasi pada pembalap motor maka ia akan menganggap lingkungan pembalap motor adalah pilihan tepatnya, seseorang yang berorientasi olah raga renang maka berkumpul dengan penghobi olah raga renang adalah hal terbaik, seseorang yang berorientasi kesenangan hidonist maka berkumpul dengan orang-orang yang cenderung mengedepankan kesenangan inderawiyah adalah hal yang menyenangkan. Disinilah letak pentingnya orang lain untuk mengarahkan pada hal-hal yang tidak dapat dilihat oleh individu bersangkutan, dalam istilahnya disebut dengan titik buta (the blind spot). Setiap individu seseorang tidak sempurna, meskipun ia merupakan ciptaan Allah SWT yang paling sempurna karena di sisi lainnya ia juga
29
dibekali ketidaksempurnaan seperti; sikap tergesa-gesa, mudah mengeluh, dan sebagainya. Individu seseorang selalu membutuhkan individu lainnya untuk menasehati, mengingatkan dan menegur jika ia melakukan kesalahan atau hal lainnya yang salah menurut kriteria nilai-nilai agama, norma kemasyarakatan dan sebagainya. Subyek membutuhkan perspektif lain supaya yang dilakukan selalu dalam koridor kemasyarakatan dan agama, apa yang dilihat subyek belum tentu obyektif dan sesuai dengan normanorma yang berlaku termasuk kesuaian dengan subyek, karenanya perspektif lain akan membantu subyek dapat memamahami dan mengenali secara obyektif hal-hal di sekitarnya. Dalam konteks inilah pentingnya dukungan orang-orang dalam lingkungan lingkungan sosialnya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun komunitas-komunitas (peer group). Ketiga lingkungan tersebut mempunyai perannya masing-masing, bahkan diperlukan
sinergi
antara
ketiga
lingkungan
tersebut
agar
tidak
menimbulkan pemahaman yang kontraproduktif. Terdapat empat komponen dalam struktur sosialisasi anak-anak, yaitu: microsystem, mesosystem, exosystem, dan macrosystem. (Bern, 2004: 1517).
Pertama, microsystem. Merpakan struktur dasar pertama dalam
kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh anak-anak, micro bermakna small, yang menunjukkan makna pada anktifitas-aktifitas dan berhubungan secara signifikan dengan pengalaman-pengalaman anak pada lingkungan yang kecil, seperti: lingkungan keluarga, sekolah, peer group, atau komunitas. Kedua, mesosystem merupakan struktur dasar yang kedua (meso berarti
30
intermediate), terdiri dari dua ata lebih hubungan microsistem-microsystem
anak, seperti hubungan keluarga dengan sekolah, sekolah dengan kelompok sebaya, atau hubungan antara ligkungan keluarga, sekolah, dan dukungan kelompok sebaya. Ketiga, exosystem merupakan struktur dasar yang ketiga, exo bermakna outside, menunjuk pada lingkungan di mana anak-anak tidak
terlibat secara langsung tetapi mempunyai efek bagi anak-anak, misalnya pekerjaan orang tua, jaringan dukungan sosial orang tua, dll. Pekerjaan orang tua yang membutuhkan gaya kekerasan, kesederhanaan, kedisiplinan, riang, cuek dan sebagainya. gaya-gaya seperti ini akan direfleksikan olek anak sebagai suatu hal yang patut ditiru. Keempat, macrosystem merupakan struktur dasar keempat, macro bermakna large, terdiri dari masyarakat dan sub budaya termasuk sistem kepercayaan, gaya hidup, pola interaksi sosial, dan perubahan hidup. Keempat struktur lingkungan sosial individu seseorang berperan dalam membangun pemahaman, pandangan, sikap, dan perilaku sosial politik seseorang. Intensitas hubungan antara individu satu dengan individu lainnya dalam setiap aktifitas melahirkan hubungan yang bersifat informal, hubungan yang tiada sekat, tidak ada jarak, hubungan yang egaliter, dan hubungan yang tidak terbatas yang bermuara pada pemahaman yang sama. Pemahaman yang sama mempengaruhi cara pandang seseorang, misalnya seseorang yang mempunyai pemahaman tentang urgennya pemeilihan presiden dan wakil presiden secara luber dan jurdil akan menghasilkan pandangan yang sama untuk mendukung pemilu tersebut. Pandangan
31
demikian memungkinkan melahirkan sikap yang mendukung atau terlibat dalam proses pemilu, baik terlibat dalam kepanitiaan maupun sebagai pemilih dengan datang ke TPS. 4. Masyarakat Melek Politik Program pendidikan dan pembelajaran politik pada institusi pendidikan sesungguhnya sudah mulai diberlakukan dengan adanya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Diharapkan dengan adanya mata pelajaran ini anak didik mampu menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan yuridis konstitusional suatu bangsa. Sehingga nantinya akan menjadi melek politik, termasuk paham dengan maksud dan tujuan pemilu maupun demokrasi. Menurut
Rusadi
Kartaprawira
(2004:56)
penyelenggaraan
pendidikan politik dapat diselenggarakan antara lain melalui: a). Bahan bacaan seperti surat kabar, majalah, dan lain-lain bentuk publikasi massa yang biasa membentuk pendapat umum. b). Siaran radio dan televisi serta film (audio visual media). c). Lembaga atau asosiasi dalam masyarakat seperti masjid atau gereja tempat menyampaikan khotbah, dan juga lembaga pendidikan formal ataupun iniformal. Kita bisa memberikan penilaian bahwa pendidikan politik dapat diberikan melalui berbagai jalur. Proses transfer ilmu pengetahuan khususnya pendidikan politik, tidak hanya dibatasi oleh lembaga pendidikan ataupun organisasi masyararakat tertentu, tetapi bisa juga dilakukan melalui media elektronik dan media cetak, seperti: koran, majalah, komik, leaflet,
32
benner, radio, televisi, dan sebagainya. Selain itu, di masyarakat banyak media komunikasi yang bisa dimanfaatkan seperti; kelompok komunitas, jamiyah keagamaan, paguyuban, dan lain sebagainya. Tidak menjadi persoalan tentang bagaimanapun bentuk dari pendidikan politik tersebut, yang terpenting adalah pendidikan politik yang dilakukan mampu memobilisasi simbol-simbol nasional sehingga pendidikan politik mampu menuju pada arah yang tepat. Ini tentu saja bisa menjadikan masyarakat memiliki daya pikir dan daya tanggap rakyat terhadap masalah politik lebih baik. Bentuk pendidikan politik yang dipilih nantinya diharapkan pula menjadikan masyarakat memiliki sense of belonging terhadap bangsa dan negara dan berani bertanggung jawab
atas pilihan politiknya. Tolak ukur utama keberhasilan pendidikan politik terletak pada penyelengaraan bentuk pendidikan politik yang terakhir yaitu melalui jalur lembaga atau asosiasi dalam masyarakat. Dan penulis sependapat bila pendidikan politik lebih ditekankan melalui jalur pendidikan formal yang diselenggrakan melalui institusi pendidikan. Dengan demikian warga negara yang melek politik bisa dikatakan sebagai warga negara yang sadar akan hak dan kewajiban sehingga dapat ikut serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam setiap proses pembangunan. Pendidikan politik diperlukan, keberadaannya terutama untuk mendidik generasi muda saat ini yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. Pendidikan politik dapat dikatakan sebagai media penyampaian konsep
33
politik yang memiliki tujuan akhir untuk membuat warga negara menjadi lebih melek politik, memahami calon pemimpin, visi, misi, program, dan kebijakan-kebijakan yang akan dijalankan oleh calon pemimpin bangsa, sehingga diharapkan dapat memberi kontribusi atas terwujudnya demokrasitisasi sebagai salah satu sarana untuk mensejahterakan warga bangsa. ;Salah satu upaya pemerintah untuk membendung laju laju informasi politik yang salah adalah dengan pendidikan politik kepada generasi bangsa, sehingga mereka memiliki paham yang jelas terhadap arah tujuan bangsa. Seperti halnya yang tertulis dalam Instruksi Presiden No. 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda yang menyebutkan bahwa bahan pendidikan politik antara lain: Penanaman kesadaran berideologi, berbangsa, dan bernegara; Kehidupan dan kerukunan hidup beragama; Motivasi berprestasi; Pengamalan kesamaan hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan penghormatan atas harkat dan martabat manusia; Pengembangan kemampuan politik dan kemampuan pribadi untuk mewujudkan kebutuhan dan keinginan ikut serta dalam politik; Disiplin pribadi, sosial, dan nasional; kepercayaan pada pcmcrintah; Kepercayaan pada pembangunan yang berkesinambungan. Bahan pendidikan politik di Indonesia harus bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dan berbagai makna yang dipetik dari perjuangan bangsa Indonesia.
34
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai data dan langkah-langkah dalam penelitian. Yaitu mendapatkan pengaruh pendidikan politik dan lingkungan sosial terhadap tingkat melek politik warga dengan menggunakan Analisis Regresi Linier di Kota Blitar. A. Sumber Data Data yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Sampel data yang digunakan diambil dengan menggunakan sampling acak random diambil dari warga Kota Blitar yang sudah memiliki hak dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu 2014. Untuk mendukung proses penelitian digunakan paket program komputer, yaitu software statistik SPSS 16.0 dan minitab 16. B. Ukuran Sampel Berdasarkan buku laporan penyelenggaraan pemilu KPU Kota Blitar (2014: 46) bahwa pemilih di Kota Blitar tersebar di Kecamatan Sukorejo (37.170 pemilih), Kecamatan Kepanjen Kidul 31.972 pemilih, dan Kecamatan Sananwetan berjumlah 40.513 pemilih sehingga total 109.655 orang (populasi) pengguna hak pemilih dengan rincian 53.540 pemilih laki-laki dan 56.115 pemilih perempuan. Untuk menentukan jumlah sampel yang digunakan maka menggunakan rumus slovin sebagai berikut.
35
n=
(3.1)
N 1 + Nα 2
Dimana N merupakan jumlah populasi sedangkan α merupakan nilai taraf signifikansi. Dengan menggunkan rumus tersebut dan ditetapkan taraf signifikansi yang digunakan sebesar 5%, maka jumlah sampel yang ditentukan adalah sebagai berikut. n=
109.655 N = = 398.124 ≈ 399 2 1 + Nα 1 + 109.655 (0.05) 2
(
)
Sehingga jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian dengan taraf signifikansi 5% adalah 399.
C. Variabel Penelitian Variabel adalah sesuatu yang menjadi fokus perhatian (center of attention) dalam suatu penelitian atau pusat yang memberikan pengaruh (effect) dan mempunyai nilai (value). Hal ini membuat variabel dapat berubah. Variabel dapat disebut juga sebagai peubah, objek penelitian yang dapat menentukan hasil penelitian juga merupakan variabel.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu variabel y (respon) atau dependen dan variabel x (faktor) atau independen. Variabel respon yang ditentukan yaitu tingkat melek politik warga yang diukur dengan menggunakan 13 variabel indikator. Sedangkan untuk variabel prediktor yaitu pendidikan politik yang diukur dengan menggunakan 15 variabel indikator dan lingkungan sosial yang diukur dngan 16 variabel indikator. Nilai variabel respon dan variabel prediktor didapatkan dari hasil penjumlahan masing-masing nilai variabel indikator kemudian dibagi dengan banyaknya indikator. Setiap variabel indikator
36
memiliki 5 pilihan jawaban dengan konversi nilai yang ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Konversi Nilai Variabel Indikator Jawaban Sangat Setuju (S) Setuju (S) Kurang Setuju (KS) Tidak Setuju (TS) Sangat Tidak Setuju (STS
Nilai 5 4 3 2 1
Berikut adalah organisasi data penelitian yang disajikan pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Organisasi Data dalam Penelitian Indikator respon
Resp.
Variabel Prediktor 1 15 Indikator
Variabel Prediktor 2 16 Indikator
1
X1,1
X2,1
Y11
Y12
K
Y1,15
Y1
2
X1,2
X2,2
Y21
Y22
K
Y2,15
Y2
3
X1,3
X2,3
Y31
Y32
K
Y3,15
Y3
M
M
M
M
M
M
M
399
X1,399
X2,399
O K
Y399,15
Y399
1
2
Y399,1 Y399,2
K
Variabel 13 Respon
D. Langkah-langkah Penelitian Setelah semua data hasil pengisian angket oleh para responden terkumpul maka langkah selanjutnya adalah menganalisis dengan mengikuti langkahlangkah sebagaimana akan diuraikan di bawah. Pemilihan responden dengan memperhatikan beberapa aspek yang diharapkan dapat mewakili keragaman populasi, diantaranya berkaitan dengan: aspek gender (laki-laki dan perempuan), aspek tingkat pendidikan (pendidikan SLTP, SLTA,dan
PT),
aspek wilayah geografis (perkotaan, dan pinggiran), aspek pekerjaan
37
(pegawai/karyawan, pedagang, petani, pengangguran). Pada bagian berikut ini peneliti uraikan adalah langkah-langkah analisis penelitian. 1. Melakukan sampling dengan menggunakan metode sampling acak sederhana untuk mendapatkan data. 2. Melakukan uji reliabilitas data 3. Melakukan uji validitas data. 4. Melakukan uji pendugaan pengaruh pendidikan politik dan lingkungan sosial terhadap tingkat melek politik warga dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana, baik secara masing-masing variabel prediktor maupun secara serentak. Pada bagian berikut ini diuraikan tahapantahapannya. a) Melakukan analisis regresi linier b) Melihat hasil pengujian variabel prediktor c) Melakukan pengujian asumsi residual dimana untuk asumsi identik dengan uji glejser, uji asumsi independen dengan menggunakan plot residual dengan observation order, dan uji plot residual distribusi normal dengan kolmogorov smirnov. 5. Melakukan perbandingan hasil analisis Hasil analisis uji statistik perlu disinergikan dengan analisis teorik dengan menggunakan model analisis induktif, membandingkan antara hasil uji lapangan dengan teori-teori yang dihasilkan oleh para ekspert sesuai bidang penelitian yang dikaji. Diharapkan dari hasil perbandingan hasil analisis ini menghasilkan beberapa temuan yang dapat saja menguatkan
38
teori-teori
sebelumnya
atau
mengcounter
hasil
penelitian
sebelumnya.Berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, untuk lebih jelasnya maka dapat digambarkan ke dalam Gambar 3.1 sebagai berikut.
Mulai
merumuskan masalah dan tujuan penelitian
pengambilan data sampel
Uji validitas dan reliabilitas
Tidak dihilangkan
Ya Analisis regresi Pendidikan politik terhadap tingkat melek Politik
\
Analisis regresi lingkungan sosial terhadap tingkat melek Politik Analisis regresi Pendidikan politik dan lingkungan sosial terhadap tingkat melek Politik
Perbandingan hasil analisis
kesimpulan
Selesai Gambar 3.1 Bagan Langkah-Langkah Penelitian
39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini mendeskripsikan dan menganalisis hasil penelitian, meliputi: hasil uji validitas dan reliabilitas, analisis regresi pendidikan politik terhadap melek politik, analisis regresi lingkungan sosial terhadap melek politik, analisis regresi pendidikan politik dan lingkungan sosial terhadap melek politik warga, dan analisis teoritik. A. Uji Validitas dan Reliabilitas Langkah awal yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian signifikansi atau pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon adalah uji validitas dan reliabilitas. Karena masing-masing variabel diukur dengan variabel indikator, guna melihat apakah variabel-variabel tepat sudah sesuai merupakan bagian dari variabel utama. Di samping itu, pengujian yang digunakan untuk melihat sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur konstruk teoritis tertentu yang diasumsikan atau dihipotesiskan sebelumnya terdiri dari indikator-indikator yang heterogen tetapi memiliki kemiripan dan merupakan pembentuk konstruk. Berikut ini adalah hasil uji reliabilitas untuk variabel laten. Tabel 4.1 Uji Reliabilitas Variabel Laten Variabel PP LS TMP
Nilai Alpha Cronbach 0.826 0.318 0.110
Indikator 15 16 13
Keterangan reliabel sangat tinggi reliabel rendah reliabel sangat rendah
40
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa variabel utama PP (pendidikan politik) memiliki reliabilitas yang sangat tinngi, artinya bahwa berapa kali pertanyaan akan diajukan kepada responden yang lain maka akan mengarah ke jawaban yang sama. Untuk variabel LS (lingkungan sosial) dan variabel TMP (Tingkat melek politik) memiliki variabel yang sangat rendah karena memiliki nilai yang kurang dari 0,6. Namun meskipun demikian variabel lingkungan sosial tetap digunakan karena secara teoritis berpengaruh terhadap variabel respon tigkat melek politik. Di sisi lain, meski memiliki nilai reliabel yang sangat rendah, variabel tingkat melek politik tetap digunakan dalam analisis. Tabel 4.2 Uji Validitas Variabel Indikator Variabel PP1 PP2 PP3 PP4 PP5 PP6 PP7 PP8 PP9 PP10 PP11 PP12 PP13 PP14 PP15
p-value 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Variabel LS1 LS2 LS3 LS4 LS5 LS6 LS7 LS8 LS9 LS10 LS11 LS12 LS13 LS14 LS15 LS16
p-value 0,001 0,000 0,011 0,3 0,002 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,002 0,000 0,000 0,000
Variabel TMP1 TMP2 TMP3 TMP4 TMP5 TMP6 TMP7 TMP8 TMP9 TMP10 TMP11 TMP12 TMP13
p-value 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Hasil analisis uji validitas dapat dilihat dari nilai r-hitung (korelasi) setiap variabel indikator dengan skor total atau dilihat dari nilai p-value (Lebih
41
lengkapnya hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4.2). Jika lebih dari 0,3 maka variabel indikator tersebut valid atau jika p-value kurang dari taraf signifikansi 5% maka dapat dikatakan valid. Berdasarkan hasil analisis ditunjukkan bahwa hampir semua variabel indikator valid, tetapi ada 1 variabel indicator yang cenderung tidak valid yaitu variabel indicator ke-4 untuk variabel lingkungan sosial. Namun jika dikaitkan dengan persoalan indikator tersebut tetap digunakan dalam analisis. B. Analisis Regresi Pendidikan Politik Terhadap Tingkat Melek Politik Tahap awal yaitu mendapatkan model antara tingkat melek politik yang diduga dipengaruhi oleh pendidikan politik. Berdasarkan hasil analisis model dapat dibentuk persamaan sebagai berikut.
Y = 3,7 + 0,0408 X 1 + ε Dari model tersebut dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan nilai pendidikan politik maka akan meningkatkan nilai tingkat melek politik sebesar 0,0408. Namun jika nilai pendidikan politik tidak meningkat maka tingkat melek politik memiliki nilai 3,7 1. Pengujian Signifikansi Variabel Pendidikan Politik Terhadap Tingkat Melek Politik Berikut ini merupakan hipotesis untuk pengujian apakah variabel prediktor berpengaruh secara signifikan.
H0 :
β1 = 0
H1 :
β1 ≠ 0
α : 5%
42
Tabel 4.3 merupakan hasil analisis untuk mengetahui hasil uji signifikansi varibel prediktor terhadap model yang dibentuk. Tabel 4.3 Hasil ANOVA PP Terhadap TMP Sumber Variasi df SS Regresi 1 0,24309 Residual 397 17,34226 Total 398 17,58535
MS 0,24309 0,04368
F 5,56
P-value 0,019
Tabel 4.3 menginformasikan bahwa untuk nilai dari p-value sebesar 0,019. Nilai taraf signifkansi yang ditentukan sebesar 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis H0 ditolak karena nilai p-value kurang dari taraf signfiikansi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan taraf signifikansi 5% maka variabel prediktor berpengaruh terhadap model tingkat melek politik. Di samping itu, dari ukuran kebaikan model MSE (mean square error) cenderung kecil yaitu sebesar 0,04368. 2. Pengujian Asumsi Residual Pendidikan Politik Terhadap Tingkat Melek Politik Langkah selanjutnya yaitu melakukan pengujian asumsi residual. Asumsi yang harus dipenuhi adalah identik, independen, dan mengikuti dis-
(
)
tribusi normal 0, σ 2 . a. Pengujian Asumsi Residual Identik Salah satu metode yang digunakan untuk pengujian identik adalah uji glej-ser dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : β k = 0 H1 : β k ≠ 0
43
Tabel 4.4 berikut merupakan hasil analisis uji glejser untuk pengujian asumsi residual identik. Tabel 4.4 Hasil Uji Glejser PP Terhadap TMP Variabel Konstanta X1
Estimasi 0,12009 0,01488
T 3,65 1,43
P-Value 0,000 0,155
Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 dapat dikatakan bahwa gagal tolak H0 atau dapat dikatakan tidak terdapat variabel prediktor yang berpengaruh secara signifikan. Signifikansi dilihat dari p-value dibandingkan dengan nilai taraf signfikansi sebesar 5% sehingga asumsi residual identik terpenuhi b. Pengujian Asumsi Residual Independen Asumsi residual lain yang harus dipenuhi adalah independen yang berarti bahwa antar komponen residual yang tidak saling berkorelasi atau tidak berkorelasi pada dirinya sendiri. Dengan kata lain pengujian ini bermaksud untuk melihat dependensi antar residual dengan selisih waktu. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengetahui asumsi independen dengan melihat plot residual dengan observation order pada Gambar 4.1.
44
V e r s us O r de r (r e spo ns e is Y) 0 .5 0
Residual
0 .2 5
0 .0 0
- 0 .2 5
- 0 .5 0
- 0 .7 5 1
50
1 00
1 50 200 250 Ob s e r v a t io n Or d e r
300
350
Gambar 4.1 Plot Residual PP Terhadap TMP Gambar 4.1 menunjukkan plot berada disekitar nilai nol, sehingga dapat dikatakan bahwa residual model orde kedua telah memenuhi asumsi independen. c. Pengujian Asumsi Residual Distribusi Normal Pengujian asumsi berikutnya yaitu uji asumsi normal dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov yang digambarkan melalui plot antara nilai residual dengan nilai probability normal. Berikut ini merupakan hipotesis uji kolmogorov-smirnov. H0 : F ( x) = F0 ( x) H1 : F ( x) ≠ F0 ( x) Hasil analisis yang ditunjukkan pada gambar 4.2 dapat dikatakan bahwa residual efisiensi DEA CCR telah memenuhi asumsi berdistribusi normal. Hasil ini dapat dilihat dari plot probabilitas residual kolmogorovsmirnov cenderung berada di garis lurus.
45
P robability P lot of R ES I1 Norm a l 99.9 99
Percent
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-0.75
-0.50
-0.25
0.00 RESI1
0.25
0.50
Gambar 4.2 Plot Probabilitas Residual PP Terhadap TMP C. Analisis Regresi Lingkungan Sosial Terhadap Tingkat Melek Politik Pada analisis ini ditentukan untuk variabel prediktor adalah lingkungan sosial yang diduga berpengaruh terhadap tingkat melek politik. Langkah awal yang dilakukan adalah analisis model regresi. Model yang terbentuk sebagai berikut.
Y = 1,72 + 0,556 X 2 + ε Model tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan nilai lingkungan sosial maka akan meningkatkan nilai tingkat melek politik sebesar 0,556. Namun jika poin lingkungan sosial tidak meningkat maka tingkat melek politik memiliki nilai 1,72. Sehingga nilai untuk tingkat melek politik tidak begitu tinggi tanpa dipengaruhi oleh lingkungan soisal. Secara implisit hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh lingkungan sosial terhadap model melek politik cukup tinggi.
46
1. Pengujian Signifikansi Variabel Lingkungan Sosial Terhadap Tingkat Melek Politik Untuk mengetahui apakah lingkungan sosial berpengaruh terhadap tingkat melek politik maka perlu dilakukan pengujian. Berikut ini adalah hipotesisnya.
H0 :
β2 = 0
H1 :
β2 ≠ 0
α : 5% Statistik uji : Tabel 4.5 Hasil ANOVA LS Terhadap TMP Sumber Variasi df Regresi 1 Residual 397 Total 398
SS 5,6004 11,9849 17,5854
MS F 5,6004 185,51 0,0302
P-value 0,000
Tabel 4.5 menunjukkan nilai p-value sebesar 0,0000. Nilai taraf signifikansi yang ditentukan sebesar 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tolak H0 karena nilai p-value kurang dari taraf signfiikansi. artinya dapat dikatakan bahwa dengan taraf signifikansi 5% maka variabel prediktor lingkungan sosial berpengaruh terhadap model tingkat melek politik. Melihat ukuran kebaikan model MSE (mean square error) cenderung kecil yaitu sebesar 0,0302. 2. Pengujian Asumsi Residual Lingkungan Sosial Terhadap Tingkat Melek Politik Pengujian asumsi residual yang harus dipenuhi adalah identik, inde-
(
)
penden, dan mengikuti distribusi normal 0, σ 2 .
47
a. Pengujian Asumsi Residual Identik Pengujian asumsi residual adalah identik yaitu untuk menunjukkan bahwa varians residual yang dihasilkan membentuk pola yang sama penyebarannya atau disebut dengan “homoskedastisitas” yang berarti varians dari error bersifat konstan (tetap). Salah satu metode yang digunakan untuk pengujian identik adalah uji glejser dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : β 2 = 0 H1 : β 2 ≠ 0 Tabel 4.6 yang menunjukkan hasil uji glejser dapat dikatakan bahwa tidak terdapat variabel prediktor yang berpengaruh secara signifikan. Signifikansi dapat dilihat dari nilai p-value yang dibandingkan dengan taraf signfikansi sebe-sar 5%. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa asumsi residual identik terpenuhi.
Tabel 4.6 Hasil Uji Glejser LS Terhadap TMP Variabel Prediktor Konstanta
Estimasi 0,30483
T 3,32
P-Value 0,001
X2
-0,04373
-1,81
0,072
b. Pengujian Asumsi Residual Independen Asumsi residual independen juga harus terpenuhi yang berarti bahwa antar komponen residual yang tidak saling berkorelasi atau tidak berkorelasi pada dirinya sendiri. Plot residual dengan observation order dari model tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.6.
48
Versus Order (response is Y) 0.50
Residual
0.25
0.00
-0.25
-0.50
-0.75 1
50
100
150 200 250 Observation Order
300
350
Gambar 4.3 Plot Residual Model LS Terhadap TMP
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa residual model telah memenuhi asumsi independen. Karena dari plot yang ada tcenderung berada di sekitar pada nilai 0, sehingga asumsi tersebut terpenuhi. c. Pengujian Asumsi Residual Distribusi Normal Berikut ini merupakan hipotesis uji kolmogorov-smirnov uuntuk pengujian asumsi berdistribusi normal. H0 : F ( x) = F0 ( x) H1 : F ( x) ≠ F0 ( x) Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada Gambar 4.4 dapat dikatakan bawa residual telah memenuhi asumsi berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari kondisi plot merah yang berada di sekitar garis diagonal.
49
P robability Plot of R ES I1 Norm al 99.9 99 95
Percent
90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-0.75
-0.50
-0.25
0.00
0.25
0.50
RESI1
Gambar 4.4 Plot Probabilitas Residual Model LS Terhadap TMP D. Analisis Regresi Pendidikan Politik dan Lingkungan Sosial Terhadap Tingkat Melek Politik Pada analisis sebelumnya ditunjukkan bahwa ketika dilakukan analisis regresi secara parsial variabel lingkungan sosial dan pendidikan politik berpengaruh secara signifikan. Kemudian kedua variabel prediktor tersebut dilakukan analisis regresi terhadap tingkat melek politik. Berikut persamaan yang terbentuk.
Y = 1,64 + 0,0314 X 1 + 0,552 X 2 + ε Berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan bahwa ketika nilai pendidikan politik dan lingkungan sosial naik 1 satuan maka akan meningkatkan nilai tingkat melek politik sebesar 0,5834. Namun jika yang meningkat hanya variabel pendidikan politik maka yang hanya berpengaruh sebesar 0,0314 sedangkan jika yang meningkat hanya variabel lingkungan sosial maka berpengaruh sebesar 0,552. Berdasarkan nilai tersebut yang paling memberikan kontribusi terbesar untuk nilai tingkat melek politik adalah lingkungan sosial,
50
tetapi perlu dilakukan pengujian signifikansi apakah kedua variabel berpengaruh terhadap model. 1. Pengujian Serentak Parameter Model Pengujian selanjutnya yaitu melakukan pengujian parameter secera serentak dari model tersebut. Dalam pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah parameter berpengaruh secara signifikan. Berikut ini adalah hipotesisnya.
H0 :
β1 = β 2 = 0
H1 : paling tidak ada salah satu β ≠ 0
α : 5% Statistik uji : Tabel 4.7 Hasil ANOVA PP dan LS Terhadap TMP
Sumber Variasi df Regresi 2 Residual 396 Total 398
SS 5,7435 11,8418 17,5854
MS F 2,8718 96,03 0,0299
P-value 0,000
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai p-value regresi sebesar 0,000 yang dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi (α) sebesar 5%. Nilai p-
value lebih kecil dari taraf signifikansi. Jadi keputusannya adalah tolak H0 artinya bahwa setidaknya terdapat parameter yang berpengaruh secara signifikan terhadap model. Ukuran kebaikan model MSE juga sangat kecil yaitu 0,0299.
51
2. Pengujian Parsial Parameter Model Berdasarkan hasil pengujian serentak ditunjukkan bahwa setidaknya terdapat salah satu parameter yang berpengaruh secara signifikan. Sehingga perlu dilakukan uji parsial untuk melihat variabel prediktor apa yang berpengaruh. Berikut ini adalah hipotesisnya.
βk = 0
H0 :
H1 : β k ≠ 0
α : 5% Statistik uji :
Tabel 4.8 Hasil Uji Parsial Model PP dan LS Terhadap TMP Variabel Prediktor Estimasi Konstanta 1,6401
T 10,35
P-Value 0,000
X1
0,03135
2,19
0,029
X2
0,55210
13,56
0,000
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa untuk variabel prediktor pendidikan politik dan lingkungan sosial memiliki nilai p-value yang kurang dari taraf signifikansi. Sehingga tolak H0 kedua variabel prediktor terebut berpengaruh secara signifikan terhadap model dengan besar kontribusi yang berbeda.
52
3. Pengujian Asumsi Residual Pondidikan Politik dan Lingkungan Sosial Terhadap Tingkat Melek Politik Dengan cara yang sama, maka perlu dilakukan pengujian asumsi residual yang meliputi uji asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal.
a. Pengujian Asumsi Residual Identik Berikut ini adalah hipotesis uji glejser untuk pengujian asumsi identik residual untuk melihat kondisi homokedastistias. H0 : β k = 0 H1 : β k ≠ 0
Tabel 4.9 Hasil Uji Glejser PP dan LS Terhadap TMP Variabel Prediktor Konstanta
Estimasi 0,26674
T 2,86
P-Value 0,004
X1
0,014047
1,67
0,096
X2
-0,04528
-1,89
0,059
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa tidak terdapat variabel prediktor yang berpengaruh secara signifikan. Signifikansi dapat dilihat dari nilai p-value yang dibandingkan dengan taraf signfikansi sebesar 5%. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa asumsi residual identik terpenuhi karena
p-value kurang dari taraf signifikansi.
53
b. Pengujian Asumsi Residual Independen Berikut ini adalah Plot residual dengan observation order dari model tersebut guna melihat bahwa antar komponen residual yang tidak saling berkorelasi atau tidak berkorelasi pada dirinya sendiri. Ver sus O r der (response is Y) 0.50
Residual
0.25
0.00
-0.25
-0.50
-0.75 1
50
100
150 200 250 Obser vation Orde r
300
350
Gambar 4.5 Plot Residual Model PP dan LS Terhadap TMP Gambar 4.5 menunjukkan bahwa residual model telah memenuhi asumsi independen. Karena dari plot yang ada tcenderung berada di sekitar pada nilai 0, sehingga asumsi tersebut terpenuhi.
c. Pengujian Asumsi Residual Distribusi Normal Berikut ini merupakan hipotesis uji kolmogorov-smirnov uuntuk pengujian asumsi berdistribusi normal. H0 : F ( x) = F0 ( x) H1 : F ( x) ≠ F0 ( x) Hasil analisis secara visual yang ditunjukkan pada Gambar 4.6 berikut dapat dikatakan bahwa plot berada di garis diagonal biru. Sehingga hal ini mengindikasikan bahwa residual telah memenuhi asumsi berdistribusi normal.
54
P r oba bili ty P lot of R E S I1 Norm a l 99.9 99 95
Percent
90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
- 0.75
-0.50
-0.25
0.00
0.25
0.50
RESI1
Gambar 4.6 Plot Probabilitas Residual Model PP dan LS Terhadap TMP
E. Perbandingan Hasil Analisis Perbandingan hasil analisis ini untuk melihat seberapa besar kontribusi setiap variabel predictor, detail tabelnya sebagai berikut. Tabel 4.10 Perbandingan Hasil Analisis Regresi
Model Y = 3,7 + 0,0408 X 1 + ε Y = 1,72 + 0,556 X 2 + ε Y = 1,64 + 0,0314 X 1 + 0,552 X 2 + ε
MSE 0,04368 0,0302 0,0299
Berdasarkan pada tabel 4.10 tentang perbandingan hasil analisis regresi, dari ketiga model tersebut ukuran kebaikan yang paling sesuai dilihat dari nilai MSE (Mean Square Error). Ukuran nilai MSE dipilih dari nilai MSE yang paling kecil yaitu nilai pendidikan politik ditemukan pengaruhnya sebesar 0,0299 pada model ketiga Y = 1,64 + 0,0314X 1 + 0,552X 2 + ε . Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa kontribusi variabel pendidikan politik yang tepat
55
berpengaruh terhadap tingkat melek politik sebesar 0,0314 sedangan untuk kontribusi variabel lingkungan sosial sebesar 0,552.
F. Pengaruh Pendidikan Politik terhadap Melek Politik Warga Secara terminologi, pendidikan politik terdiri dari dua kata yaitu pendidikan
dan
politik.
Pendidikan
diartikan
sebagai
upaya
untuk
meningkatkan kemampuan diri individu, yang meliputi; aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil pendidikan adalah perubahan yang bersifat meningkat dari sisi pengetahuan, pemahaman, cara pandang, cara bersikap, dan cara berperilaku. Sedangkan politik dapat dimaknai sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti: 1). Sistem pemerintahan, dasar pemerintahan. 2). Segala urusan, tindakan, kebijakan, siasat mengenai internal pemerintahan suatu Negara atau terhadap Negara lain. 3). Cara bertindak dalam menghadapi dan menangani suatu masalah pemerintahan. Dari kedua pengertian terminologi tersebut dapat dimengerti bahwa pendidikan politik merupakan
upaya
yang dilakukan secara terencana,
sistematis, dan
berkesinambungan agar peserta didik mengalami perubahan pada aspek pengetahuan, sikap, dan perilakunya terkait dengan sistem kepemerintahan dan kepemimpinan suatu negara, baik yang berhubungan dengan internal masyarakatnya maupun hubungan dengan Negara-Negara lainnya. Pendidikan politik dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya (Rusadi Kartaprawira, 1988:54). Untuk itu pendidikan politik perlu dilaksanakan secara berkesinambungan agar
56
masyarakat dapat terus meningkatkan pemahamannya terhadap dunia politik yang selalu mengalami perkembangan. Dari berbagai pengertian di atas, peneliti ingin menggarisbawahi bahwa yang dimaksud dengan pendidikan politik adalah upaya sadar yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu (pemerintah, anggota masyarakat, parpol) secara terencana dan sistematis dalam rangka menyampaikan konsep-konsep, ideologis, simbol tertentu kepada seluruh lapisan masyarakat agar dapat menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik untuk mampu mengemban tanggung jawab yang ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik. Pendidikan politik merupakan tanggung jawab bersama anatara tiga kekuatan utama, yaitu pemerintah, partai politik, dan masyarakat. Sinergi antar ketiga aktor utama tersebut diharapkan dapat melahirkan sarana, prasarana, dan perilaku politik warga yang diperlukan untuk meningkatkan akses pendidikan politik bagi warga masyarakatnya. Tujuan utama yang diharapkan dari pelaksanaan pendidikan politik adalah agar setiap individu warga masyarakat dapat mengenal dan memahami nilai-nilai ideal yang terkandung dalam sistem politik yang sedang diterapkan. Setelah mengenal dan mengetahui pendidikan politik, diharapkan tidak berhenti sebatas tahu saja, tetapi dapat menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik untuk mampu mengemban tanggung jawab yang ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik. Dengan demikian pengetahuan, pemahaman, pandangan, sikap, dan
57
perubahan perilaku merupakan tahapan linier sebagai proses perubahan perilaku individu seseorang sebagai hasil akhir dari proses pendidikan politik. Setidaknya ada dua model yang dapat dikembangkan oleh Pemerintah dalam meningkatkan melek politik warga melalui pendidikan politik, yaitu pendidikan secara permanen-berkesinambungan, dan pendidikan insidentilgradual. Pendidikan politik yang permanen berkesinambungan dapat dilakukan di sekolah-sekolah melalui kurikulum yang terstruktur, misalnya pemerintah perlu membuat regulasi pada berbagai aspek dalam proses pembelajaran pendidikan politik warga, misalnya mulai dari aspek menyediakan kurikulum dan model-model pembelajaran, menyiapkan sarana dan prasarana, menyiapkan tenaga pendidik, menyiapkan perangkat evaluasi pembelajaran, dan lain sebagainya. Sedangkan pendidikan politik insidentil-gradual dapat dilakukan oleh penyelenggara pemilihan umum, mulai dari tingkat lokal/desa sampai di tingkat pusat, dalam bentuk pembuatan sosialisasi dan iklan-iklan pemilu dalam berbagai bentuknya, baik cetak maupun online, sebagaimana yang telah dilakukan oleh KPU Kota Blitar (2014: 13-27). Selain itu, perilaku kepemimpinan yang ditunjukkan oleh eksekutif dapat menjadi media pendidikan politik bagi warga, mulai dari perilaku kepemimpinan, produk regulasi (undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan meneteri, keputusan-keputusan pemerintah, kebijakan pemerintah, dan sebagainya), maupun statemen dan gaya kepemimpinannya. Perilaku, kebijakan, dan gaya kepemimpinan mulai dari
58
Presiden, wakil presiden dan para pembantunya hendaknya merupakan satu kesatuan dan keterpaduan yang diorientasikan pada terbentuknya kesan politik yang positif bagi para warganya sehingga menjadi pelajaran dan respon positif bagi kelangsungan pembangunan. Pola perilaku dan gaya kepemimpinan para pelaku politik (anggota legislatif) dengan atribut partai politiknya menjadi bagian dari media pendidikan politik bagi warga masyarakat. Dalam membangun interaksi sosial antara eksekutif dengan legislatif, antara pemerintah dengan partaipartai politik menjadi pelajaran yang secara langsung bagi warga, mereka dapat melihat, mendengar, dan merasakan hasil sinergi kerjasamanya, jika sinergi tersebut dirasakan masyarakat baik bagi peningkatan kesejahteraan warga masyarakat maka akan berefek positif karena puas terhadap kepemimpinannya,
begitu
juga
sebaliknya
jika
perilaku
politiknya
menunjukkan atau cenderung menciderai warga masyarakat maka kelak dalam proses pergantian (pemilu) berikutnya warga akan cenderung apatis. Anggota legislatif dan partai politik tidak saja penting melakukan pendidikan politik yang tidak hanya diorientasikan untuk memobilisir suara warga melalui periode lima tahunan, tetapi juga penting dilakukan secara terstruktur, terencana, dan berkesinambungan menjalin kerjasama dengan para konstituennya sehingga hal demikian menjadi sarana pembelajaran atau pendidikan bagi warga masyarakat. Dinamika kebangsaan yang ada saat ini merupakan sarana pembelajaran bagi warga masyarakat, yang meliputi berbagai aspek kehidupan kebangsaan, diantaranya pendidikan, ekonomi,
59
agama, sosial, politik, hukum, seni, budaya, dan lain-lain. Untuk itu, penting semua elemen masyarakat dan bangsa menampilkan kebaikan dalam praktik pengelolaan bangsa sesuai dengan norma-norma agama, hukum sosial kemasyarakatan dan kebangsaan yang berlaku, jika pun ada intrikintrik politik untuk kepentingan kelompok hendaknya ditampilkan secara elegan dan transparan. Masyarakat secara keseluruhan juga mempunyai peran penting dalam keterlibatannya untuk meningkatkan melek politik warga bangsa. Semua elemen masyarakat perlu melibatkan diri secara sukarela dalam setiap situasi dan moment kebangsaan bersama-sama dalam mewujudkan negara yang demokratis dan sejahtera lahir batin. Ada banyak elemen masyarakat yang dapat mengambil peran ini, diantaranya tokoh masyarakat, tokoh agama, pelaku pers, pioner-pioner komunitas masyarakat lokal, dan sebagainya. Keterlibatan semuanya sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing akan memberikan dampak yang positif dalam ikut meningkatkan melek politik warga bangsa. Misalnya, dunia pers dapat menyiarkan dinamika yang berkembang di masyarakat yang berkaitan dengan berbagai hal secara tuntas, berimbang, komprehensip, dan transparan
sehingga
semua
orang
dapat
menganalisisnya
sesuai
kapasitasnya. Tokoh-tokoh masyarakat dan agama dapat mengambil peran dalam mensinergikan potensi-potensi internal anggotanya dengan potensipotensi bangsa sehingga tercipta suasana kondusif bagi berlangsungnya pendidikan politik di sekolah besar masyarakat bangsa. Tokoh-tokoh
60
komunitas masyarakat dapat berperan dalam pendidikan politik dengan melakukan upaya pemberdayaan anggotanya untuk mengambil hal-hal yang positif dari setiap fenomena dinamika di masyarakat, menampilkan ide-ide, gagasan, pandangan, dan sikap yang menginspirasi masyarakat umum lainnya dengan mengedepankan karya kreatifitasnya masing-masing. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa sumbangan pendidikan politik tidak terlalu banyak, hal ini menurut pandangan peneliti karena pendidikan politik yang dikembangkan selama ini direduksi pada mometmoment lima tahunan yang cenderung bersifat memobilisir suara warga masyarakat, sementara pada kurun waktu yang cukup panjang justru para pemimpin bangsa menampilkan perilaku politik yang kurang positif bahkan kadang menciderai amanat konstituen. Para anggota legislatif mengunjungi konstituennya hanya pada masa reses, itupun dimanfaatkan untuk kegiatankegiatan yang terkesan membagi-bagi proyek dengan konsekwensi potongan dana proyek dengan besaran tertentu. Di lain pihak, masyarakat sering dipertontokan pada perilaku politik para pemimpin yang tidak membangun kesadaran politiknya, karena masing-masing kelompok/partai lebih mengedepankan ego partainya bukan menampilkan diri sebagai negarawan yang sejati. Pendidikan politik selama ini dipahami oleh Pemerintah dan pihak lainnya yang berkepentingan sebagai sosialisasi pemilu yang diorientasikan pada meningkatnya partisipasi masyarakat dalam memberikan hak suaranya di TPS (KPU Kota Blitar, 2014: 12). Sosialisasikan dilakukan melalui; tatap muka, dialog interaktif, pemasangan
61
baliho dan benner di tempat-tempat strategis, iklan di radio dan TV, lagu jinggle, dan sebagainya. sasaran sosialisasi ditujukan kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh mahasiswa, pejabat pemerintah, masyarakat pada umumnya. Semua komponen dan elemen masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk meningkatkan pemahaman politik warga bangsa, agar mereka dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan mengontrol jalannya pembangunan sebagai hasil dari pendidikan politik. Pendidikan politik hendaknya tidak direduksi hanya semata sosialisasi pemilu, ia perlu direnacanakan
secara
matang
dengan
mempertimbangkan
struktur
perkembangan materi yang disesuaikan dengan perkembangan kognitif peserta, keberlangsungan dan kesinambungan materi, sarana prasaran lokal, diintegrasikan dengan berbagai bentuk pendidikan formal dan nonformal. Setiap pemimpin kelembagaan pemerintahan, legislatif, dan yudikatif perlu mempertimbangkan pandangan, sikap, dan perilaku kepemimpinannya karena semua sepak terjangnya merupakan laborat hidup bagi masyarakat dalam memahami dinamika kebangsaan yang tentu hal demikian menjadi bagian dari pendidikan politik, teori-teori yang dipelajari di bangku sekolah dan kuliah hendaknya tidak jauh berbeda dari kenyataan yang berkembang didalam
mengelola
kebangsaan,
sehingga
masyarakat
salah
tafsir.
Mengelola konflik negara secara elegan, postif, dan diorientasikan sematamata
untuk
kepentingan
bangsa
haruslah
menjadi
tujuan
utama,
menghindari semaksimal mungkin konflik-konflik pribadi dan kelompok.
62
Ke depan sesuai dengan hasil temuan ini perlu difikirkan oleh semua komponen masyarakat bahwa dinamika kemasyarakatan dan kebangsaan haruslah didekati secara elegan, transparan, dan lebih mengedepankan kepentingan
Nasional
ketimbang
kepentingan
individu
dan/atau
kelompoknya masing-masing, sehingga terbentuk rasa nasionalisme di kalangan masyarakat dan menjadi relawan kebangsaan sebagai hasil dari pendewasaan melalui pendidikan politik di sekolah besar masyarakat. Akhirnya, pendidikan politik tidak bisa dipahamai sebagai upaya memobilisir suara warga hanya pada moment tertentu, tetapi sudah selayaknya dipahami bahwa partisipasi mereka secara komprehensif menjadi suatu keniscayaan agar menjadi warga masyarakat dan bangsa yang baik dan secara terus menerus belajar dari dinamika kebangsaannya.
G. Pengaruh Lingkungan Sosial terhadap Melek Politik Warga Lingkungan sosial merupakan kekuatan masyarakat serta berbagai sistem norma di sekitar individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku mereka dan interaksi antara mereka. Dalam pengertian ini lingkungan dapat berupa lingkungan geografis; level, golongan, kalangan, dan strata dalam masyarakat; keadaan, kondisi, dan kekuatan di masyarakat. Geografis seseorang dapat mempengaruhi perilaku warga masyarakatnya, individu yang bertempat tinggal di pegunungan, dataran rendah, dan di sekitar laut akan berbeda dalam memandang, bersikap, dan perilakunya terhadap suatu fenomena tertentu, begitu juga cara bicaranya, orang yang di sekitar laut biasanya lebih keras dalam bicara karena anginnya banyak. Tokoh masyarakat, tokoh agama,
63
pemimpin, dan golongan masyarakat lainnya dapat mempengaruhi perilaku warga masyarakat lainnya, cara pandang, dan/atau cara berperilakunya dapat menginspirasi atau mempengaruhi orang-orang di sekitarnya, karena pemahaman demikian kebanyakan politikus memanfaatkan kedudukan tokoh tertentu untuk mendulang suara dalam suatu pesta pemilu, meski tidak semua tokohtokoh agama atau masyarakat yang memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pragmatis. Kondisi dan kekuatan individu atau kelompok juga dapat mempengaruhi perilaku warga masyarakat, dalam suatu organisasi kekuatan atau arus utama dapat mempengaruhi pandangan, sikap, dan perilaku seseorang individu, contohnya di partai tertentu kelompok yang kuat biasanya menjadi magnit bagi tumbuhnya perilaku tertentu yang kemungkinan menguntungkan bagi bersangkutan di masa mendatang. Lingkungan sosial juga dapat dimaknai sebagai lingkungan pergaulan antar individu seseorang satu dengan individu atau kelompok lainnya. lingkungan sosial dalam pengertian seperti ini, dapat dibedakan menjadi: lngkungan sosial dalam keluarga, lingkungan sekolah dalam sekolah, lingkungan sosial dalam pergaulan dengan sesama sebayanya (peer group). Setiap lingkungan sosial mempunyai perannya masing-masing dalam mengembangkan potensi internal individu seseorang, baik potensi yang cenderung kepada kebaikan maupun potensi yang cenderung kepada kejelakan. Potensi-potensi individu yang cenderung kepada kebaikan adalah potensi yang dikendalikan oleh pre frontalis dalam struktur otak manusia, ia dapat mengendalaikan perilaku manusia sesuai dengan norma-norma agama dan masyarakat, ia dapat memilah kebaikan dan
64
keburukan, hal yang boleh dan dilarang, ia juga dapat mengendalikan atau menunda keinginan-keingingan dengan mempertimbangkan dengan normanorma yang berlaku, kemampuan ini hanya dimiliki oleh manusia karena otak pada makhluk lainnya tidak dilengkapi dengan pre frontalis. Potensi-potensi individu yang cenderung kepada kejelakan adalah potensi yang dikendalikan oleh sistem limbik dalam struktur otak manusia, otak ini berada di depan, tepatnya di
bawah
pre frontalis,
ia bersifat
hawaniyah
yang
lebih
mengedepankan nafsu, bersifat spontanitas, reflek, reaksioner, otak ini juga terdapat pada semua hewan lainnya. Kedua fungsi otak individu manusia tersebut saling berebut untuk dikembangkan oleh individu manusia, karena itulah peran-peran pihak eksternal sebagai pengontrol, pendidik, pelatih diperlukan, seperti peran orang tua, guru, dan teman-teman yang baik lainnya. Keluarga mempunyai peran penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan, pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku anak. Cara berfikir, cara berpandangan, cara bersikap, dan cara berperilaku anak pertama kali akan meniru pada kedua orang tuanya, karenanya orang tua dalam teori pendidikan disebut sebagai guru utama dan pertama. Cara belajar anak pertama kali di dalam lingkungan keluarga adalah dengan cara mengimitasi terhadap semua hal yang dilakukan oleh orang tuanya, hal demikian banyak disebabkan oleh kemampuan berfikir anak yang masih bersifat kongkrit, model perkembangan kemamouan berfikir anak adalah bersifat linier dari yang kongkrit ke yang abstrak, dari yang ke berskala kecil ke meluas, dari hal-hal yang dekat ke hal-hal yang lebih jauh. Kemampuan refleksinya masih masih rendah
65
dibandingkan dengan kemampuan meniru, oleh karena itu orang tua menjadi model pertama dan utama dalam segala aspeknya, jika setiap bicaranya orang tua bersifat positif maka anak juga akan berbicara yang positif, dan sebaliknya. anak-anak
yang
dididik
dalam
lingkungan
keluarga
yang
selalu
mengedepankan kebaikan maka ia akan tumbuh menjadi pribadi yang baik, dan begitu pula sebaliknya. Lingkungan sekolah merupakan kelanjutan dari lingkungan rumah, gur merupakan orang tua kedua, ia merupakan tempat pergaulan antar pendidik dengan peserta didik serta orang-orang lainnya yang terlibat dalam interaksi pendidikan”. Menurut Syah (2009:154) mengungkapkan bahwa lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para tenaga kependidikan dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa.
Lingkungan
sekolah mempunyai peran yang cukup strategis dalam mengembangkan dan menumbuhkan potensi-potensi latent anak, bahkan ada anak yang lebih condong ke gurunya ketimbang ke orang tuanya. Apa yang dikatakan dan dinasehatkan guru lebih dituruti ketimbangkan orang tuanya, bahkan ada yang membandingkan nasehat dari orang tuanya dengan nasehat dari gurunya. Di masa sekolah ini anak telah mulai berkembangkan kemampuan berfikir asbtraknya, anak mulai dapat mengetahui, memahami, dan mereproduksi pengetahuannya dalam formula sesuai dengan kapasitas perkembangan intelektualnya. Anak mulai dapat mensinergikan pengetahuan yang diperoleh di rumah, di sekolah, dan lingkungan pergaulannya untuk dipedomani menjadi norma kesehariannya, karena itu penguatan, contoh, dan memberikan reaward ter-
66
hadap perilaku yang dikehendaki oleh orang yang lebih dewasa menjadi sangat penting. Kesesuaian antara praktik perilaku keseharian anak antara di di rumah, sekolah dan masyarakat penting agar anak jauh dari kemungkinan terjadinya pecah kepribadiannya (split personality). Lingkungan sosial pergaulan anak merupakan sarana yang secara alamiah berpengaruh dalam membentuk membentuk karakter anak, teman-teman pergaulannya merupakan cermin bagi anak, untuk mengetahui karakter anak diantaranya adalah dengan cara mengetahui karakter teman-teman pergaulannya. Menurut Hamalik (2011:104) bahwa hubungan-hubungan pribadi saling aksi dan mereaksi, penerimaan oleh anggota kelompok, kerjasama dengan teman teman sekelompok akan menentukan perasaan puas dan rasa aman di sekolah. Hal-hal ini sangat berpengaruh pada kelakuan dan motivasi belajarnya. Anak-anak yang bergaul dengan teman sebayanya yang giat belajar akan mempengaruhi anak menjadi lebih giat dalam belajarnya, dan sebaliknya jika anak-anak bergaul dengan teman-temannya pemalas juga akan membentuk karakter anak menjadi pemalas. Menurut Syah (2012:154) mengatakan bahwa “masyarakat dan teman sepermainan siswa juga mempengaruhi kegiatan belajar siswa”. Sejalan dengan pendapat tersebut, Djaali (2012:100) mengatakan bahwa apabila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakat terdiri atas orangorang yang berpendidikan, terutama anak-anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak lebih giat belajar. Dengan demikian orang tua sebagai guru utama perlu memperhatikan lingkungan pergaulan anak-anaknya, dan memastikan anak tidak berperilaku ganda; di rumah
67
nampak bai-baik saja sementara di luar nampak cukup liar dan jauh dari norma dan kebiasan di rumah atau masyarakat pada umumnya. Ketiga lingkungan sosial tersebut bagi anak-anak mempunyai pengaruh yang penting, sedangkan bagi individu-individu anggota masyarakat pada umumnya lingkungan sosial keluarga dan lingkungan pergaulan juga berperan dalam pembentukan dan pengembangan wawasan, pengetahuan, pemahaman, pandangan, sikap, dan perilakunya dalam menanggapi suatu fenomena di sekitarnya. Peristiwa pemilu misalnya, media komunikasi dalam komunitas masyarakat menjadi sangat penting, media dalam pengertian wadah atau saluran komunikasi antar individu atau individu dengan kelompok, berupa lembaga-lembaga formal dan nonformal yang memungkinkan masyarakat dapat saling bertukar informasi melalui proses sosial, interaksi sosial, dan saling melakukan imitasi. Sebagaimana hasil penelitian di atas bahwa media-media semacam ini efektif dalam menyatupadukan pandangan atas pilihan dan reaksi lainnya dalam pesta demokrasi yang berlangsung di masyarakat. Media komunikasi di masyarakat diantaranya; paguyuban, komunitas, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, jam’iyah, kelompok-kelompok kegiatan remaja, kelompok kegiatan keagamaan, dan kelompok kegiatan masyarakatan lainnya. Individu-individu orang lain; peer gorup, team sukses, dan orang terdekat mempengaruhi predisposisi politik subyek individu sebagaimana data di atas juga mempunyai pengaruh terhadap perilaku pemilih, orang terdekat dalam konteks penelitian ini diantaranya adalah ayah, ibu, peer group, team sukses
68
yang dikenal, orang-orang yang sering ketemu di warung kopi, atau tempattempat lainnya yang memungkinkan pemilih dapat bertemu dan diskusi secara nonformal sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan, pemahaman, pandangan, dan sikap pemilih. Relevan dengan hasil penelitian ini adalah hasil penelitiannya Gerald Pomper (1978) yang berhasil memerinci tentang pengaruh pengelompokan sosial dalam studi tentang voting behavior ke dalam dua variabel, yaitu: variabel predisposisi sosial ekonomi keluarga pemilih dan predisposisi sosial eknomi pemilih (voter). Kedua variabel ini mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku memilih seseorang. Artinya, preferensi politik keluarga, apakah preferensi ayah atau ibu akan berpengaruh pada preferensi politik anak. Sedangkan imbalan yang diterima pemilih berupa material dan nonmaterial, pemberian semacam sudah jamak terjadi pada setiap event pemilihan, baik pilkades, pilkada, pileg, dan/atau pilpres yang dalam konsep penelitian ini dipahami sebagai money politic. Bahkan istilah money
politic diperhalus supaya terkesan wajar dengan istilah biaya politik, karena dimasukkan dengan kategori biaya politk maka diharapkan semua masyarakat (penerima dan pemberi) menganggap sebagai hal yang wajar dan biasa sebagai modal politik kandidat. Aspek lainnya yang kadang terlupakan dalam suatu analisis konteks ini adalah otoritas kemandirian individu pemilih yang setiap pola perilakunya mengandung aspek tujuan atau motiv-motiv tertentu. Tujuan dari respon subyek individu pemilih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: material pragmatisme dan nonmaterial idealisme. Kelompok pertama berpandangan atau
69
beranggapan bahwa event pemilu merupakan sarana transaksi antara kandidat dengan pemilih, dalam penelitian ini, kelompok ini didominasi oleh pemilih yang secara pendidikan formalnya rendah sebagaimana hasil penelitian di atas atau dalam konsep di atas disebut sebagai pemilih awam. Mendapatkan imbalan merupakan tujuan jangka pendek pilihan politiknya yang harus diraihnya dalam pesta demokrasi, misalnya mendapat uang transport, uang ganti meninggalkan pekerjaan, kaos, topi, dan kerudung, uang rokok, uang makan, dan lain sebagainya. Sedangkan kelompok kedua didominasi oleh kelompok pemilih yang berpendidikan formal tinggi, relasinya luas, jaringannya kuat ke atas, mempunyai akses politik, dan mempunyai akses informasi. Implementasi perilaku politiknya diarahkan atau ditujukan untuk merealisasikan idealisme pengetahuan,
pandangan,
dan
sikapnya
berpartisipasi
dalam
rangka
mewujudkan proses demokrasi dan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas. Kelompok kedua ini mewakili dari kelompok pemilih rasional, yang didasarkan pada asumsi bahwa memilih adalah berusaha memaksimalkan manfaat yang diharapkannya dari kesempatan dalam persaingan pilihan. Model ini memandang ke depan berkaitan dengan implikasi dari pilihan yang dibuatnya. Menurut Himmelweit, dkk. (1981: 34) bahwa pemilih dari model ini mengandalkan kepada orientasi informal yang diperolehnya saat itu. Model ini tidak hanya mengandalkan aspek ideologi semata dan latar belakang pilihannya terdahulu, tetapi juga memperhatikan dinamka politik yang terjadi saat itu dengan mengaitkannya dengan keadaan diri dan lingkungannya. Dengan demikian, rasionalisasi yang dilakukan pemilih lebih merujuk kepada keun-
70
tungan yang akan didapatnya yang lebih luas, kalau memilih suatu partai politik. Rasionalisasi politik adalah suatu proses penggunaan pikiran oleh individu untuk memikirkan, menimbang dan memutuskan suatu tindakan politik yang sesuai dengan realitas politik yang berlangsung dan mampu memperkirakan kemanfaatannya keputusan yang dibuat dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Goddin, 1976: 103). Motivasi merupakan dorongan internal individu pemilih sebagai bentuk respon atas stimulan eksternal individu pemilih, motivasi pemilih sebagaimana hasil penelitian di atas dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: motif material dan motif nonmaterial. Motif material adalah setiap imbalan materi yang diinginkan oleh pemilih atau dijanjikan oleh kandidat sehingga dapat mendorong perilaku pemilih untuk merealisasikan hak politiknya, ada banyak varian motif material ini sebagaimana disinggung di atas. Motif nonmaterial adalah setiap imbalan yang mungkin dapat direalisasikan jika hak politiknya ditunaikan, diantaranya adalah idealisasi negara kebangsaan, terwujudnya kesejahteraan masyarakat, keadilan sosial, transparansi pemerintahan, dan sebagainya. Kedua bentuk motif ini memiliki peran cukup signifikan dalam menggerakkan individu manusia dalam merealisasikan hak politiknya, bedanya motif pertama dicapai dalam jangka pendek bahkan dapat terjadi seketika sedangkan motif yang kedua membutuhkan waktu yang cukup bahkan jangka panjang. Motif-motif ini dalam perkembangannya mengalami dinamika yang cukup massif ketika euforia politik terjadi, ia tidak saja menjadi energi yang mampu mendorong pikiran dan tindakanya nyata dalam mewujudkan hak-hak
71
politiknya, tetapi dapat berubah menjadi tujuan dari semua tindakan individu pemilih bersangkutan. Bagian-bagian yang merupakan unsur-unsur lingkungan sosial pemilih yang turut mempengaruhinya dapat disinergikan analisisnya dengan karakteristik pemilih yang dapat dipetakan menjadi tiga golongan, yaitu: Pertama, Beberapa pemilih berada di wilayah yang merupakan kumpulan komunitas masyarakat yang terbentuk atas dasar sistem kekerabatan (gemeinschaft by
blood ), dan yang menjadi pemuka masyarakat tersebut berasal dari keluarga terkemuka dari segi sosial ekonomi atau ketokohannya. Sikap ini mencerminkan adanya dominasi ketokohan yang berperan untuk mempengaruhi orientasi warga yang bergantung pada pemuka masyarakat tersebut. Sikap dan model perilaku paternalistik warga masyarakat secara turun temurun tidak pernah berubah meskipun terdapat berbagai perubahan dalam kondisi sosial ekonomi, tidak terpengaruh perubahan sosial budaya masyarakat setempat. Kecenderungan untuk melakukan perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam berbagai kehidupan sosial ekonomi, sosial politik maupun sosial budaya, terbatas pada adanya sistem ide atau gagasan dari pemuka masyarakat untuk memodifikasi sistem sosial dan sistem budaya yang sudah mapan dalam kehidupan masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi dan dinamika masyarakat. Faktor ini menjadi kendala bagi kandidat untuk menerobos masuk ke dalam komunitas masyarakat langsung. Jika kandidat berhasil masuk ke dalam komunitas masyarakat
tersebut, hanya sebatas etika pergaulan
72
masyarakat yaitu menerima setiap tamu yang bersilaturahmi, tetapi tidak akan mengikuti apa yang diinginkan oleh kandidat yang bersangkutan. Kedua, ikatan primordialisme keagamaan. Jika seorang kandidat memiliki latar belakang ikatan primordialisme yang sama dengan ikatan primordialisme masyarakat, maka hal tersebut menjadi alternatif pilihan masyarakat. Ikatan primordial keagamaan ini bermetamorfosis menjadi ikatan emosional yang tentu menjadi pertimbangan penting bagi masyarakat untuk menentukan pilihannya. Indikator dari ikatan emosional masyarakat antara lain; sistem kekerabatan, agama, asal daerah, tempat tinggal, ras/suku, budaya, status sosial ekonomi, dan sosial budaya. Hal tersebut terlihat pada basis komunitas masyarakat di daerah pemilihan atau kantong-kantong basis massa yang ditandai dengan adanya simbol-simbol partai yang memberikan gambaran dan sekaligus sebagai pertanda bahwa di wilayah tersebut merupakan kantong basis massa partai tertentu. Ketiga, komunitas masyarakat yang heterogen cenderung lebih bersifat rasional, pragmatis, tidak mudah untuk dipengaruhi, terkadang memiliki sikap
ambivalen, berorientasi ke materi. Sikap dan pandangan untuk memilih atau tidak memilih dalam proses politik lebih besar, sehingga tingkat kesadaran dan partisipasi politiknya ditentukan oleh sikap dan pandangan individu yang bersangkutan, tidak mudah untuk dipengaruhi oleh tokoh atau ikatan primordialisme tertentu. Kondisi sosial masyarakat pada strata demikian diperlukan adanya kandidat yang memiliki kapabilitas yang tinggi baik dari aspek sosiologis (memiliki kemampuan untuk mudah beradaptasi dengan kelompok masyarakat
73
dan mampu mempengaruhi sikap dan orientasi komunitas masyarakat tersebut), atau popularitas dan reputasi tinggi pada kelompok masyarakat tersebut. Jika hal tersebut mampu dilakukan oleh seorang kandidat, maka sangat terbuka perolehan suara pemilih didapat dari komunitas masyarakat tersebut. Kelompok terakhir ini banyak diwakili oleh pemilih dari kalangan terpelajar di Kota Blitar. Tingkat keterpilihan seorang kandidat idealnya pada kelompok demikian harus memenuhi standar yang diinginkannya, yakni: Seberapa besar kontribusi dan partisipasi kandidat terhadap pemilih atau kelompok pemilih, kapabilitas intelektual, kapabilitas kepemimpinan, kapabilitas etika dan moral, kejelasan tentang visi dan misi serta program yang disampaikan kandidat, kebutuhan, dan kepentingan masyarakat banyak atau tidak. Jika hal tersebut tidak dipenuhi, maka pemilih pada kelompok ini akan beralih sikap dan orientasinya ke kandidat lain atau lebih memilih golput, fenomena golput yang trendnya makin menguat dalam pandangan peneliti menunjukkan makin kritis dan cerdasnya pemilih di Indonesia.
H. Pengaruh Pendidikan Politik dan Lingkungan Sosial terhadap Melek Politik Warga. Pendidikan politik merupakan kegiatan pembelajaran yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perubahan perilaku menjadi warga negara yang baik. Bentuk-bentuk pendidikan politik dapat dilakukan dengan mengintegrasikan dengan kurikulum pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal. Menurut Al Muctar (2000:39) dengan mengutip pendapat David Easton dan Jack Dennis bahwa
74
“Political sosialization is development process which persons acquire
orientation and paterns of behaviour.” Selain mempelajari sikap dan tingkah laku individu, pendidikan politik juga mengaitkan sikap dan tingkah laku individu tersebut dengan stabilitas dan eksistensi sistem politik suatu bangsa. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pendidikan politik merupakan suatu bentuk pendidikan yang dijalankan secara terencana dan disengaja dalam bentuk formal maupun informal untuk mengajarkan kepada setiap individu agar sikap dan perbuatannya dapat sesuai dengan aturanaturan yang berlaku sesuai dengan norma kemasyarakatan dan agama. Pendidikan politik formal merupakan pendidikan yang dijalankan atau diintegrasikan dengan kurikulum pada sekolah-sekolah formal secara berjenjang. Penjenjangan demikian disesuaikan dengan perkembangan kognitif individu peserta didik, yang selalu berkembang secara linier, mulai dari yang konkrit ke abstrak, mulai dari skala kecil ke meluas, mulai dari sederhana ke yang kompleks. Pendidian politik dengan demikian dapat dilakukan mulai tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, dengan tujuan utamanya adalah agar peserta didik menjadi warga negara yang baik. Warga negara yang baik meniscayakan keluhuran dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku yang ditunjukkan pada kemauan melibatkan diri secara suka relah dalam setiap proses pembangunan masyarakat dan bangsa sesuai dengan wilayah dan bidang pengabdiannya. Pendidikan politik informal adalah pendidikan politik yang dilakukan di lingkungan keluarga masing-masing individu peserta didik, materi pendidikan tidak direncanakan
75
dan tidak disistematisasikan secara kaku, semua dijalankan secara alamiah dengan tujuan agar anak menjadi pribadi yang baik, pribadi yang berkualitas dan mamu bertanggung jawab terhadap diri sendiri, agama, dan masyarakatnya. Sementara, pendidikan politik non-formal merupakan penyelenggaraan
pendidikan
yang
tidak
direncanakan
dan
tidak
disistematisasikan secara kaku, tetapi ia merupakan proses yang terjadi secara alamiah sesuai dengan dinamika masyarakatnya dalam merespon kebijakan pemerintah untuk dilakukan penyesuaian-penyesuaian yang memungkinkan berkembangnya potensi internal peserta didik. Pendidikan politik model yang terakhir ini meniscayakan keterlibat semua unsur individu dan kelompok yang ada di masyarakat, baik secara individu maupun kelembagaan. Ketiga bentuk pendidikan politik tersebut sekaligus menunjukkan lingkungan-lingkungan
sosial
yang
penting
atau
mempengaruhi
pengetahuan politik bagi setiap individu masyarakat, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Perilaku sosial kebangsaan individu terbentuk secara sinergis dari ketiga lingkungan sosial tersebut, hal ini sesuai dengan yang diteorikan oleh Berns (2004: 15-17) bahwa lingkungan sosialisasi anak meliputi microsystem, mesosystem, exosystem, dan macrosystem. Dinamika perkembangan kepribadian seseorang individu tidak dapat dipisahkan dari salah satu keempat lingkungan tersebut, kesemuanya mempunyai peran masing-masing dalam membentuk kepribadian individu, karena itu mudah dimengerti mengapa kepribadian setiap individu
76
adalah unik sekalipun bersaudara dan dibesarkan dalam satu keluarga. Secara khusus, Berns (2004: 125-137) mengulas bahwa budaya, sosial ekonomi, agama, etnic mempengaruhi pandangan ideologi politik individu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa semua unsur yang diulas di atas memberikan andil dalam peningkatan melek politik individu, politik dalam konteks ini harus dimaknai secara lebih luas yang mengarah pada terbentuknya kepribadian warga bangsa yang baik. Melek politik seseorang individu tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi memerlukan proses belajar secara terus menerus, berorientasi masa depan dan dukungan lingkungan sosial yang baik. Efektifitas proses pembelajaran memerlukan lingkungan sosial yang dapat memungkinkan berkembangnya potensi-potensi internal seseorang individu, ada banyak individu yang berpotensi dan berbakat tetapi karena berada dalam lingkungan yang tidak memungkinkan berkembangnya potensi-potensi tersebut menyebabkan terkuburnya potensi dan bakat yang dimilikinya. Lingkungan sosial yang baik justru dapat menstimulan berkembang atau hidupnya potensi latent seseorang individu, ini sesuai dengan temuan penelitian ini bahwa sumbangan lingkungan sosial lebih besar terhadap melek politik warga ketimbang faktor pendidikan politik. Sistem pendidikan politik yang baik memerlukan terpenuhinya standar-standar pembelajaran yang baik, mulai dari standar perencanaan, standar proses, standar evaluasi, standar sarana prasarana, dan standar lingkungan sosialnya. Kurang tingginya pengaruh pendidikan politik, beradasrkan temuan penelitian
77
diantaranya disebabkan substansi pendidikan politik direduksi sebatas sosialisasi pemilu, “materi yang disampaikan dalam kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan KPU Kota Blitar diantaranya hari dan tanggal pemilihan, tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden 2014, pemutahiran data pemilih, kampanye, dan nama pasangan calon, tata cara pemungutan dan penghitungan suara dll”. (KPU Kota Blitar, 2014: 12). Terbentuknya sistem pemerintahan yang baik tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga memerlukan peran-peran masyarakat. Masyarakat dapat menyediakan diri menjadi lingkungan sosial yang dapat memungkinkan berkembangnya potensi melek politik warga masyarakat, setiap individu dalam komunitas masyarakat mempunyai kewajiban dalam meningkatkan kemampuan kritis melek politik warga dengan memaksimalkan kerelawanannya berpartisipasi dalam proses pembangunan. Peran-peran demikian dapat menjadi laboratorium hidup bagi warga masyarakat lainnya, sehingga menginspirasi tumbuh dan berkembangnya potensi-potensi secara lebih meluas, terutama kemampuan melek politik warga. Media-media komunikasi yang dapat dimanfaat masyarakat dalam konteks ini diantaranya adalah paguyuban-paguyuban desa, komunitas-komunitas masyarakat, organisasi formal kemasyarakatan, kelompok
jam’iyah
keagamaan,
organisasi
kepemudaan,
kelompok-
kelompok pemuda, tempat berhimpunnya berbagai kalangan misalnya warung kopi, makelar dan lain sebagainya. setiap kelompok masyarakat bisa mengembangkan potensi kritisnya terhadap proses pembangunan dan
78
kepemimpinan mulai dari tingkat pusat sampai lokal desa, jaringan-jaringan demkian efektif dalam mengembangkan, memobilisir, dan mendistribusikan gagasan dan ide kebangsaan yang alamiah terjadi di masyarakat. Hal demikian merupakan kegiatan nonstruktural dalam proses pendidikan politik warga masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak lain terkait dapat memanfaatkan media-media komunikasi masyarakat demikian untuk mensosilisasikan
isu-isu
pembangunan,
inilah
laboratorium
hidup
pendidikan politik yang sejati. Peran semua unsur dalam masyarakat, mulai dari pemimpin bangsa, pemimpin partai, pemimpin agama, pemimpin masyarakat, pemimpin organisasi keagamaan, pemimpin organisasi kemasyarakatan, media massa dan lain sebagainya sejatinya menjadi panutan masyarakat dan anak-anak mudah, juga dalam aspek pemahaman politiknya. Mereka inilah yang menjadi laboratorium hidup, jika mereka menampilkan peran-peran politiknya dengan baik dan menunjukkan trend sikap optimis untuk mengayomi, mensejahterakan, menambah kemakmuran dan kesejateraan maka hal ini dapat menjadi modal utama bagi tumbuh suburnya kemauan meningkatnya melek politik warga, warga tidak merasa hanya sebagai batu loncatan oleh individu atau kelompok tertentu untuk kepentingannya sendiri. Trend menurunnya partisipasi warga dalam pemilu dapat dilihat dari pandangan positif demikian, yaitu karena warga merasa sering dihianati sehingga merasa tidak penting menyalurkan hak politiknya di TPS. Karena itu, menjadi pemimpin yang cerdas, konsisten, dan selalu komitmen
79
terhadap visi dan misinya akan menjadi pelajaran penting bagi masyarakat untuk tumbuh suburnya budaya politik, budaya belajar politik yang bermuara menjadi warga negara yang baik. Keluarga merupakan basis pertama dan utama dalam pendidikan anak, pendidikan yang mengarahkan pada kepribadian anak, menjadi pribadi yang baik, peribadi yang sesuai dengan norma-norma agama dan masyarakatnya. Pendidikan keluarga dapat diupayakan dalam pembentukan pribadi yang mandiri, bertanggungjawab terhadap diri, keluarga, dan masyarakatnya. Kemampuan bertanggungjawab merupakan ciri penting dari kedewasaan seseorang individu, baik dewasa secara intelektual, individual, dan sosial. Dewasa intelektual ditunjukkan dari kemampuannya dalam memecahkan masalah-masalah sosial dengan pendekatan-pendekatan teori dan ketajaman analisis
secara
mandiri
dan/atau
berkelompok.
Dewasa
individual
ditunjukkan melalui kemampuan mengambil peran-peran individu dan kemampuan mengembangkan potensi-potensi individunya, ia dapat belajar secara otodidak terhadap banyak hal. Sedangkan dewasa sosial ditunjukkan melalui kemampuannya mengambil peran-peran dan bertanggungjawab dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatannya, misalnya dalam kegiatan karang taruna, kegiatan remaja masjid, kegiatan keagamaan, kegiatan kelompok sebaya, kegiatan pengembangan kelompok tani, kegiatan kelompok peternak, dan lain sebagainya. Peran keluraga dalam hal pengembangan kedewasaan demikian diperlukan karena anak mengalami proses pendidikan selama dua puluh empat (24) jam secara terus menerus,
80
ini adalah bagian penting dari peran orang tua dalam mengembangkan model pendidikan politik yang alamiah, sehingga anak-anak mereka mengalami proses transfer pengetahuan, transfer pandangan, transfer sikap, dan transfer perilaku dengan pendekatan interaksi sosial, proses sosial, dan imitasi yang terjadi setiap hari. Berdasarkan pada kajian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan politik warga masyarakat dapat dikembangkan menjadi tiga macam sesuai dengan lingkungan sosialnya, yaitu: pendidikan politik informal, pendidikan politik formal, dan pendidikan politik nonformal. Pendidikan politik informal adalah pendidikan yang berlangsung di dalam keluarga, orang tua berperan sebagai guru utama dan pertama. Pendidikan politik formal adalah pendidikan politik yang diintegrasikan dengan pendidikan formal mulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi, pengintegrasian demikian dimaksudkan lebih efektifitas dan efisiensi proses dan pencapaian pendidikan politik formal, semua guru dan terutama guru pendidikan kewarganegaraan (PPKn) dapat mengambil peran utama untuk proses ini yang muaranya untuk menjadikan peserta didik menjadi warga negara yang baik. Pendidikan politik nonformal adalah pendidikan yang dikembangkan secara nonformal di masyarakat melalui kelompok, paguyuban, jamiyah, peer group dan sebagainya, diantara mereka saling mengambil peran dalam posisi guru dan peserta didik karena sifatnya alamiah, take and give.
81
BAB V PENUTUP Bagian akhir dari laporan penelitian ini merupakan penutup yang berisi penjelasan sebagai kesimpulan dan sara-saran yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan penting dalam membuat kebiajakan pemilu dimasa mendatang. A. Kesimpulan 1. Uji reliabilitas menunjukkan bahwa hanya variabel pendidikan politik yang reliabel sedangkan variabel lingkungan sosial dan tingkat melek politik tidak reliabel, namun variabel tersebut tetap digunakan dalam analisis. Sedangkan dari hasil validitas menunjukkan bahwa semua variabel indikator telah valid meskipun ada satu item yang tidak valid pada variabel lingkungan sosial. 2. Hasil analisis regresi secara parsial antara pendidikan politik terhadap tingkat melek politik dapat dikatakan bahwa tolak H0 artinya hal ini menunjukkan bahwa pendidikan politik berpengaruh terhadap model dimana nilai kontribusi pendidikan politik sebesar 0,0418 3. Analisis regresi secara parsial juga diterapkan pada variabel lingkungan sosial yang diduga berpengaruh terhadap tingkat melek politik. Hasil analisis menunjukkan bahwa tolak H0 artinya variabel lingkungan sosial berpengaruh secara signifikan dengan kontribusi sebesar 0,556. 4. Hasil analisis regresi secara serentak menunjukkan bahwa tolak H0 di mana kedua variabel prediktor berpengaruh secara signifikan dengan masing-
82
masing kontribusi sebesar 0,0314 untuk variabel pendidikan politik dan 0,552 untuk variabel lingkungan sosial 5. Berdasarkan perbandingan hasil analisis menunjukkan bahwa untuk model yang paling sesuai yaitu Y = 1,64 + 0,0314X 1 + 0,552X 2 + ε dengan nilai MSE sebesar 0,0299. B. Saran-Saran. 1. Kepada pemerintah, hendaknya dapat merancang pendidikan politik bagi para warga yang terencana, terstruktur, sistematis, dan berkesinambungan, baik melalui integrasi dengan pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Kurikulum dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan kematangan inteligensi anak dan jenjang pendidikan formal, mulai dari yang kongkrit ke yang abstrak, dari sederhana ke yang komplek, dari sekala kecil ke yang meluas. Rancangan kurikulum hendaknya mencerminkan keterpaduan dan kecocokan mulai dari aspek perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran dengan jangkauan kesemua ranah pembelajaran yang diorientasikan pada peningkatan pengetahuan, siakp, dan perilaku. 2. Kepada
penyelenggara
pemilu,
hendaknya
memperluas
jangkauan
sosialisasi politik atau pendidikan politik semua kalangan dengan memanfaatkan berbagai media komunikasi masyarakat, media cetak, verbal, visual, dan online sesuai dengan situasi, kondisi, dan lingkungan sosial warga masyarakat. Waktu pendidikan politik/sosialisasi pemilu tidak perlu terbatas pada moment-moment tertentu, misal lima tahunan.
83
3. Kepada pengurus partai politik dan anggota legislatif, hendaknya konsisten melakukan
keberpihakan
pada
konstituen,
menggali
potensi
dan
permasalahan yang dihadapi konstituen dan kemudian memperjuangkannya dalam mengawal kebijakan pemerintah merupakan pilihan yang tidak boleh ditawar-tawar. Menghindari semaksimal mungkin perilaku yang hanya formalistik pada saat turun ke wilayah konstituen dengan membawa proyekproyek dengan syarat-syarat yang lebih menguntungkannya yang bersifat katitatif, hubungan antara anggota legislatif dengan para konstituen hendaknya didasari oleh upaya memberdayakan konstituen agar kelak mereka dapat mandiri. 4. Kepada masyarakat, terutama kepada tokoh agama, tokoh masyarakat dan lembaga-lembaga
formal
dan
nonformal
hendaknya
menunjukkan
pandangan, sikap, dan perilaku yang menginspirasi bagi tumbuh dan berkembangnya
potensi
melek
politik
warga
masyarakat
luas.
Meningkatnya melek politik warga masyarakat menjadi tangungan bersama, oleh karena itu akan lebih elegan jika masing-masing individu dan lembaga tidak hanya mengorientasikan kegiatannya untuk kepentingan diri dan lembaganya tetapi juga hendaknya dapat diorientasikan untuk meningkatkan melek politik warga yang bermuara pada peningkatan partisipasi warga terhadap proses pembangunan masyarakat dan bangsa.
84
DAFTAR PUSTAKA Al Muchtar, Suwarma (2000) Pengantar Studi Sistem Politik Indonesia. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri. Djaali. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Draper, N., R., Smith, H. (1998). Applied Regression Analysis, Third edition. Canada : John Wiley & Sons, Inc. Feith, Herbert dan Castles, Lance. (1970). Indonesian Political Thinking 19451965. USA: Cornell University. Goddin, Robert E. (1976). The Politics of Rational Man. Great Britain: The Pitmat Press Hamalik, Oemar. (2011). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Himmelweit, H.T., Humpreys, P., Jaeger, M., & Katz, M. (1981). How Voters Decided: a Longitudinal Study of Political Attitudes and Voting Extending Over Fifteen Years. London: Academic Press. Instruksi Presiden No. 12 Tahun (1982). Tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda. Jakarta: Kantaprawira, Rusadi. (2004) Sistem Polilik Indonesia: Suatu Model Pengantar Bandung: Sinar Baru Algensindo Kartono, Kartini. (1990) Wawasan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Penerbit CV Mandar Maju. Montgomery, D. C. (1997). Design and Analysis of Experiments, 5th edition. New York: John Wiley, Sons. Paulson, Darryl. (2000). “Political platform”, dalam Magill, Frank N, (2000). International encyclopedia of government and politics, 2, Ram Nagar, New Delhi: S. Chand&Company. Ltd. Sirozi, Muhammad. (2005) Politik Pendidikan: Dinamika Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan Politik Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Supranto, J. (2001). Statistik, Teori dan Aplikasi, Jakarta: Erlangga. Surbakti, Ramlan. (1999) Memahami Ilmu Polilik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Suryadi, Karim. (2010). Inovasi Nilai dan Fungsi Komunikasi Partai Politik bagi Penguatan Civic Literacy. Pidato pengukuhan jabatan guru besar. Bandung: UPI. Syah, Muhibbin. (2010). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
85
Team KPU Kota Blitar. (2014). Laporan Penyelenggaran Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. Blitar: KPU Kota Blitar Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Walpole, Ronald E., dan R.H. Myers. (1995). Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan, Bandung: ITB Press. Wei, W. W. (2006). Time Series Analysis. USA: Pearson Education.
86
ANGKET PENELITIAN
Nama :.......................... Usia :.......................... Petunjuk Pengisian Angket 1. Berilah tanda silang ( x ) pada pilihan statemen yang sesuai dengan pikiran dan/atau yang dialami responden. 2. Tersedia lima (5) pilihan: SS = sangat setuju; S = setuju; KS = Kurang setuju; TS = tidak setuju; dan STS = sangat tidak setuju. 3. Kesukarelaan menjadi responden berkontribusi pada upaya pemerintah dalam meningkatkan demokrasi di Indonesia. 4. Jati diri responden akan peneliti rahasiakan, karena penelitian ini semata-mata untuk kegiatan ilmiah. A. Pendidikan Politik (X1) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
Statemen Saya mengetahui calon presiden dan wakil presiden dari membaca koran. Saya mengetahui calon presiden dan wakil presiden dari membaca tabloit. Saya mengetahui calon presiden dan wakil presiden dari membaca komik. Saya mengetahui calon presiden dan wakil presiden dari baliho. Saya mengetahui calon presiden dan wakil presiden dari leaflet. Saya mengetahui calon presiden dan wakil presiden dari panflet. Saya mengetahui calon presiden dan wakil presiden melalui televisi. Saya mengetahui calon presiden dan wakil presiden dari radio. Saya mengetahui calon presiden dan wakil presiden melalui internet. Saya memahami program-program masing-masing calon presiden dan wakil presiden melalaui debat kandidat. Saya memahami program-program masing-masing calon presiden dan wakil presiden melalaui kampanye terbuka. Saya memahami program-program masing-masing calon presiden dan wakil presiden melalaui sosialisasi yang dilakukan oleh KPU.
SS
S
KS
TS
STS
87
13
14
15
Saya memahami program-program masing-masing calon presiden dan wakil presiden melalaui kampanye team sukses. Saya memahami program-program masing-masing calon presiden dan wakil presiden melalaui film animasi yang diproduk masing-masing team sukses. Saya memahami program-program masing-masing calon presiden dan wakil presiden melalaui kegiatan edutainment yang dikembangkan oleh masingmasing team sukses.
B. Lingkungan Sosial (X2) No 1
2 3
4
5
6
7
8
9
Statemen Pada moment pemilu presiden dan wakil presiden dibicarakan dengan keluarga pasangan yang akan dipilih. Di sekolah disosialisasikan/dilakukan pendidikan pemilih untuk membentuk warga negara yang baik. Pembicaraan tentang calon presiden dan wakil presiden dibicarakan juga pada pertemuan nonformal harian pada kelompok bermain (peer group). Di komunitas-komunitas misalnya penggemar motor tua, club sepeda onthel, klub futsal, dll juga dibicarakan tentang pilihan presiden dan wakil presiden. Dalam menentukan pilihan presiden dan wakil presiden, salah satu pertimbangannya adalah kesamaan nilai-nilai keyakinan, baik kesamaan agama, kecenderungan partai politik, maupun asal daerah. Dalam memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden disesuaikan dengan harapan kita dengan perkiraan kemampuan calon tersebut dapat memenuhi harapan dimaksud. Dalam memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden mempertimbangkan pengalaman di masa lalu, misalnya dari partainya, track record calon, dll. Dalam memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden mempertimbangkan kemampuan memimpin di masa lalu sebagai prediksi untuk memimpin pembangunan bangsa dan masyarakat. Pekerjaan orang tua berpengaruh terhadap pola pikir, sikap, dan pandangannya terhadap pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
SS
S
KS
TS
STS
88
10
11
12
13
14
15
16
Budaya orang tua di rumah berpengaruh terhadap kebiasaan dalam menentukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dukungan sosial orang tua menjadi salah satu yang dipertimbangkan dalam memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden. Sistem keparcayaan adalah seperangkat komponenkomponen yang membangun keyakinan seseorang. Dalam memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden ada banyak hal yang yang diyakini menjadi pertimbangan utama. Gaya hidup dalam keluarga mempengaruhi cara berfikir, cara pandang, dan pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dalam keluarga dikembangkan pola interaksi sosial yang demokratis dalam semua aspek pilihan, termasuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dalam keluarga kadang terjadi perubahan hidup/ lingkungan, misalnya: pengurangan dan penambahan anggota keluarga karena adanya kematian atau perkawinan, hal ini mempengaruhi cara pandang dan pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dinamika perkembangan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan sebagainya di Negara Indonesia mempengaruhi terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum.
C. Tingkat Melek Politik Warga No 1 2 3
4
5
Statemen Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya mengetahui nama masing-masing calon. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya mengetahui asal daerah masing-masing calon. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya mengetahui latar belakang pendidikan masingmasing calon. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya mengetahui latar belakang pekerjaan dan jabatan sebelumnya masing-masing calon. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya mengetahui latar belakang jejak rekam (track record) masing-masing calon.
SS
S
KS
TS
STS
89
6
7 8 9 10 11 12 13
Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya mengetahui sumber dana kampanye masing-masing calon. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya mengetahui partai pengusung masing-masing calon. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya mengenal team sukses masing-masing calon. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya memahami visi masing-masing calon. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya memahami misi masing-masing calon. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya memahami program-program masing-masing calon. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya mengetahui kegiatan-kegiatan masing-masing calon. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden saya mengetahui gagasan, ide-ide pro rakyat secara detail masing-masing calon.
90
Lampiran 1. Data Tingkat Melek Politik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
1 3 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 2 3 3 4 5 3 4 3 3 4 4 5 3 3 4 3 4 3 4 5 3 4
2 4 4 3 3 4 5 3 3 5 3 4 2 3 4 4 4 3 4 5 5 3 4 4 5 3 3 4 4 4 5 4 4 3
3 3 5 3 4 3 3 4 5 3 5 5 3 4 3 4 5 4 4 3 4 4 5 4 3 4 5 5 5 4 4 5 3 4
4 4 3 4 3 5 3 4 3 5 3 4 3 4 5 4 4 3 4 3 5 5 4 5 4 4 4 4 3 4 3 4 5 4
5 3 4 3 4 4 4 4 5 3 5 5 2 3 5 4 5 4 3 5 4 3 5 4 3 4 5 5 5 3 5 5 3 4
Statement 6 7 8 5 5 4 5 3 3 3 4 3 5 4 4 4 4 5 4 5 3 5 3 4 4 4 4 4 4 4 3 5 4 3 5 3 2 3 5 4 4 4 3 5 4 5 3 4 4 3 4 3 4 3 5 3 5 3 3 4 4 5 4 5 4 5 5 3 3 4 3 5 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 5 4 3 4 5 4 4 3 4 3
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
398 399
3 3
4 3
3 4
4 3
3 4
3 3
4 3
5 4
4 4
5 3
5 3
3 4
3 5
Responden
9 3 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 4 3 4 5 3 3 4 2 5 4 4 3 5 4 4 3 3 3 4 3 4 4
10 4 5 4 4 3 4 5 4 4 4 5 3 5 4 3 4 4 4 4 3 5 3 3 4 3 3 5 3 3 4 3 3 4
11 3 5 3 4 3 5 3 5 4 5 4 3 3 5 5 3 5 4 4 4 4 5 4 3 4 4 3 4 3 5 3 4 5
12 3 5 4 3 3 3 5 3 3 4 3 5 4 4 3 5 4 4 3 4 3 3 4 4 4 3 5 4 4 5 5 3 3
13 4 4 5 5 4 5 3 5 4 4 5 3 5 5 5 3 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 5
91
Lampiran 2. Data Pendidikan Politik responden
Statement 8 9 10 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 5 3 3 3 4 4 5 3 3 4 5 5 5 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 5 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 2 5 2 3 5 2 2 2 3 2 2 1 1 5 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 3 3 4 4 4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
1 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 3 3 1 3 3 3 3 3 2 1 2 2 4 2
2 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 1 4 4 4 3 2 3 3 3 3 3 2 1 2 2 4 2
3 4 4 3 4 4 4 3 5 4 4 4 4 5 5 3 4 2 2 4 3 2 1 3 3 3 3 3 2 2 2 2 4 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 2 3 4 3 3 1 3 3 4 4 3 2 2 2 3 4 5
5 3 4 3 4 4 4 4 3 4 5 3 4 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 4 2 4 4 4 1 2 2 3 5 5
6 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3 3 4 4 2 3 4 2 2 4 4 1 2 2 3 5 5
7 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 5 3 4 4 3 4 4 2 2 3 3 1 2 4 4 1 2 2 4 5 5
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
398 399
5 5
4 5
3 2
3 5
5 4
3 4
5 4
3 2
4 4
11 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 3 3 5 5 4 4 3 3 2 5 5 5 4 5 5 4 4 4 3 4
12 4 4 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 3 2 5 5 5 4 5 5 3 3 4 3 4
13 5 5 4 3 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 5 3 5 3 4 3 3 2 1 4 4 3 5 5 3 3 5 2 4
14 4 4 3 4 4 3 3 4 3 5 3 4 4 3 3 4 3 3 4 4 2 5 1 4 3 3 5 2 3 3 5 2 4
15 4 4 3 3 4 5 3 5 4 5 3 4 4 3 3 5 3 3 4 4 3 5 5 4 3 3 5 2 3 3 5 2 4
M
M
M
M
M
M
3 3
4 3
3 5
3 3
3 1
3 1
92
Lampiran 3. Data Lingkungan Sosial Responden
Statement 8 9 10 11 12 13 14 15 16 4 3 4 5 3 4 4 3 5 5 4 5 3 3 4 5 4 5 3 4 5 3 4 5 3 4 3 4 5 4 4 3 3 4 5 5 5 5 3 3 3 4 5 5 4 3 3 4 5 3 3 3 3 4 4 4 5 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 5 3 3 4 3 5 4 3 3 5 3 5 4 4 4 3 4 3 3 5 4 3 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 3 5 3 3 3 4 3 5 4 3 4 3 5 3 4 3 4 3 4 3 4 3 5 3 4 3 3 5 4 4 5 4 3 5 5 4 3 3 4 3 3 4 3 5 4 3 5 3 4 5 4 3 4 4 4 5 4 3 5 4 4 4 3 5 4 4 3 3 3 5 5 3 3 5 4 4 4 3 3 4 5 3 4 3 4 5 5 3 4 3 4 3 4 4 5 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 5 3 4 4 4 3 3 5 3 3 4 4 5 5 3 4 4 3 3 3 4 5 4 3 3 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 5 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 5 3 4 4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
1 3 3 4 3 4 4 3 4 5 4 4 5 3 5 4 4 3 4 4 5 3 4 3 5 3 5 3 4 3 4 5 3 5
2 4 4 3 3 3 5 3 3 3 3 5 3 4 3 5 4 5 4 5 3 3 4 5 3 5 3 5 4 5 4 4 5 3
3 5 5 3 5 5 3 4 5 3 5 4 3 4 5 4 5 3 4 4 4 5 4 4 3 4 4 4 5 4 4 4 3 3
4 4 3 4 3 3 3 4 3 5 3 4 3 4 3 4 4 3 4 3 5 3 4 4 4 5 4 4 3 4 3 4 3 5
5 3 4 5 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 5 4 3 4 3 5 5 3 4 5 3 4
6 5 5 3 5 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 5 4 3 5 5 4 4 5 4 4 3 3 3 4 3 5 4 3 4
7 3 3 4 4 4 5 3 4 4 5 5 3 4 3 3 3 5 3 3 4 5 3 5 3 4 4 3 4 3 4 4 4 3
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
397 398 399
3 3 3
3 4 3
4 3 4
4 4 5
4 3 4
3 3 3
3 4 5
4 5 4
4 4 4
4 5 3
3 5 5
3 3 4
4 3 5
4 5 4
4 4 4
3 3 3
93
Lampiran 3. Output Uji Reliabilitas Tingkat Melek Politik Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.110
13
Pendidikan Politik Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.826
15
Lingkungan Sosial Reliability Statistics Cronbach's Alpha .318
N of Items 16
94 Lampiran 4. Output Uji Validitas Tingkat Melek Politik
95 Pendidikan Politik
96 Lingkungan Sosial
97
Lampiran 5. Output Analisis Regresi PP dengan TMP Regression Analysis: Y versus X1 The regression equation is Y = 3.70 + 0.0408 X1 Predictor Constant X1
Coef 3.70034 0.04082
SE Coef 0.05449 0.01730
T 67.91 2.36
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0.24309 Residual Error 397 17.34226 Total 398 17.58535 Unusual Observations Obs X1 Y Fit 12 3.80 3.0769 3.8555 30 2.80 4.3077 3.8146 52 1.60 3.8462 3.7657 59 3.33 3.3846 3.8364 73 2.13 4.2308 3.7874 90 3.40 4.3077 3.8391 91 3.27 4.3077 3.8337 110 1.60 3.9231 3.7657 116 3.93 4.3077 3.8609 117 2.80 4.3077 3.8146 165 1.67 3.8462 3.7684 180 3.33 4.3077 3.8364 184 3.60 3.3846 3.8473 199 2.40 3.3077 3.7983 213 4.53 3.6154 3.8854 214 2.53 3.3846 3.8038 228 3.60 3.3846 3.8473 236 2.80 3.2308 3.8146 250 2.73 3.3077 3.8119 277 1.60 3.6154 3.7657 287 4.60 3.6923 3.8881 294 3.27 3.3846 3.8337 305 3.73 3.3846 3.8527 307 2.53 3.3846 3.8038 321 3.07 3.0769 3.8255 382 3.00 4.3077 3.8228
P 0.000 0.019
MS 0.24309 0.04368
SE Fit 0.0161 0.0116 0.0278 0.0113 0.0196 0.0118 0.0109 0.0278 0.0180 0.0116 0.0268 0.0113 0.0137 0.0159 0.0271 0.0142 0.0137 0.0116 0.0122 0.0278 0.0281 0.0109 0.0153 0.0142 0.0105 0.0106
F 5.56
Residual -0.7785 0.4931 0.0805 -0.4518 0.4433 0.4686 0.4740 0.1574 0.4468 0.4931 0.0778 0.4713 -0.4627 -0.4906 -0.2700 -0.4191 -0.4627 -0.5839 -0.5042 -0.1503 -0.1958 -0.4491 -0.4681 -0.4191 -0.7486 0.4849
P 0.019
St Resid -3.74R 2.36R 0.39 X -2.16R 2.13R 2.25R 2.27R 0.76 X 2.15R 2.36R 0.38 X 2.26R -2.22R -2.35R -1.30 X -2.01R -2.22R -2.80R -2.42R -0.73 X -0.95 X -2.15R -2.25R -2.01R -3.59R 2.32R
Regression Analysis: abs_res versus X1 The regression equation is abs_res = 0.120 + 0.0149 X1 Predictor Constant X1
Coef 0.12009 0.01488
SE Coef 0.03286 0.01043
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0.03229 Residual Error 397 6.30667 Total 398 6.33896
T 3.65 1.43
P 0.000 0.155
MS 0.03229 0.01589
F 2.03
P 0.155
98
Lampiran 6. Output Analisis Regresi LS dengan TMP Regression Analysis: Y versus x2 The regression equation is Y = 1.72 + 0.556 x2 Predictor Constant x2
Coef 1.7206 0.55643
SE Coef 0.1549 0.04085
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 5.6004 Residual Error 397 11.9849 Total 398 17.5854 Unusual Observations Obs x2 Y Fit 12 3.81 3.07692 3.84200 74 3.88 3.46154 3.87678 80 3.63 4.15385 3.73767 85 3.88 4.23077 3.87678 89 3.88 4.23077 3.87678 100 4.31 4.07692 4.12022 116 4.31 4.30769 4.12022 118 3.69 4.15385 3.77245 143 3.69 4.15385 3.77245 184 3.69 3.38462 3.77245 191 4.00 3.53846 3.94633 228 3.88 3.38462 3.87678 236 3.56 3.23077 3.70290 272 3.19 3.53846 3.49423 321 3.31 3.07692 3.56379 332 4.44 4.23077 4.18977 389 4.31 4.23077 4.12022 391 4.31 4.00000 4.12022 395 3.88 3.46154 3.87678 399 3.94 3.53846 3.91156
T 11.11 13.62
P 0.000 0.000
MS 5.6004 0.0302
SE Fit 0.00877 0.00945 0.01087 0.00945 0.00945 0.02325 0.02325 0.00956 0.00956 0.00956 0.01237 0.00945 0.01257 0.02590 0.02116 0.02805 0.02325 0.02325 0.00945 0.01071
F 185.51
P 0.000
Residual -0.76508 -0.41524 0.41617 0.35399 0.35399 -0.04330 0.18747 0.38140 0.38140 -0.38783 -0.40787 -0.49217 -0.47213 0.04423 -0.48686 0.04100 0.11055 -0.12022 -0.41524 -0.37310
St Resid -4.41R -2.39R 2.40R 2.04R 2.04R -0.25 X 1.09 X 2.20R 2.20R -2.24R -2.35R -2.84R -2.72R 0.26 X -2.82R 0.24 X 0.64 X -0.70 X -2.39R -2.15R
Regression Analysis: abs_res versus x2 The regression equation is abs_res = 0.305 - 0.0437 x2 Predictor Constant x2
Coef 0.30483 -0.04373
SE Coef 0.09174 0.02420
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0.03460 Residual Error 397 4.20663 Total 398 4.24122
T 3.32 -1.81
MS 0.03460 0.01060
P 0.001 0.072
F 3.27
P 0.072
99
Lampiran 7. Output Analisis Regresi PP, LS dengan TMP Regression Analysis: Y versus X1, X2 The regression equation is Y = 1.64 + 0.0314 X1 + 0.552 X2 Predictor Constant X1 X2
Coef 1.6401 0.03135 0.55210
SE Coef 0.1585 0.01433 0.04071
Analysis of Variance Source DF SS Regression 2 5.7435 Residual Error 396 11.8418 Total 398 17.5854 Source X1 X2
DF 1 1
T 10.35 2.19 13.56
P 0.000 0.029 0.000
MS 2.8718 0.0299
F 96.03
P 0.000
Seq SS 0.2431 5.5004
Unusual Observations Obs 12 74 80 106 118 143 184 191 228 236 266 321 332 395 399
X1 3.80 1.93 3.13 2.07 3.60 3.60 3.60 2.53 3.60 2.80 3.47 3.07 3.67 3.27 3.40
Y 3.07692 3.46154 4.15385 4.07692 4.15385 4.15385 3.38462 3.53846 3.38462 3.23077 3.46154 3.07692 4.23077 3.46154 3.53846
Fit 3.86413 3.84011 3.73971 3.70627 3.78885 3.78885 3.78885 3.92794 3.89237 3.69475 3.81917 3.56509 4.20501 3.88192 3.92060
SE Fit 0.01336 0.01922 0.01086 0.01798 0.01211 0.01211 0.01211 0.01491 0.01180 0.01305 0.01033 0.02107 0.02878 0.00969 0.01143
Residual -0.78721 -0.37857 0.41413 0.37065 0.36500 0.36500 -0.40423 -0.38947 -0.50775 -0.46399 -0.35764 -0.48817 0.02576 -0.42038 -0.38214
St Resid -4.57R -2.20R 2.40R 2.16R 2.12R 2.12R -2.34R -2.26R -2.94R -2.69R -2.07R -2.84R 0.15 X -2.43R -2.21R
Regression Analysis: abs_res versus X1, X2 The regression equation is abs_res = 0.267 + 0.0140 X1 - 0.0453 X2 Predictor Constant X1 X2
Coef 0.26674 0.014047 -0.04528
SE Coef 0.09318 0.008429 0.02394
Analysis of Variance Source DF SS Regression 2 0.06269 Residual Error 396 4.09497 Total 398 4.15767
T 2.86 1.67 -1.89
MS 0.03135 0.01034
P 0.004 0.096 0.059
F 3.03
P 0.049
DAFTAR RIWAYAT PENELITI
Nur Kholis, lahir di Gresik pada 16 Maret 1971. Pendidikannya dimulai di Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) Raden Paku Gresik, Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Mojokerto, IAIN Sunan Ampel di Tulungagung (S1), Universitas Negeri Yogyakarta (S2 dan S3) dalam Bidang Ilmu Pendidikan. Mengajar di IAIN Tulungagung sejak tahun 1998 sampai sekarang, beberapa artikel lepasnya derbitkan di Radar Tulungagung (Group Jawa Pos), aktif meneliti dalam bidang: sosial budaya pendidikan, diantaranya: 1) Kekerasan terhadap pekerja anak, studi kasus di sektor nelayan Popoh dan Sidem, Tulungagung. 2). Budaya sekolah dan partisipasi stakeholders sekolah. 3). Perilaku sosial santri, studi fenomenologi di ponpes Hidayatul Mubtadi’in, Ngunut, Tulungagung. 4). Pemikiran pendidikan K.H. Ahmad Dahlan dalam perspektif tokoh Muhammadiyah, studi kasus di SMK Muhammadiyah, Trenggalek. Rendra Erdkhadifa, M.Si, lahir di Tulungagung, 10 Februari 1990. Pendidikannya di mulai pada Sekolah Dasar (SD), SMPN 1Tulungagung, SMAN 1 Boyolangu, S1 ITS Jurusan Statistika (IPK 3,77), S2 Jurusan statistika (IPK 3,93). Pengalaman kerja asisten dosen statistika tahun 2011-2012, Dinas perindustrian dan perdagangan Kota Surabaya (Analisator Data) tahun 2013, dan dosen IAIN Tulungagung tahun 2014-sekarang. Karya ilmiah, diantaranya; 1). Perbandingan Geographically Weighted Poisson Regression, Geographically Weighted Poisson Regression Semiparametric (Studi Kasus : Kematian DBD Jawa Timur). 2). Optimasi Multirespon Dengan Menggunakan Metode Gabungan Data Envelopment Analysis Aggressive dan Response Surface (Studi Kasus: PT.Phillips Indonesia). 3). Optimizing Multiresponses in Response Surface by Data Envelop-ment Analysis, terbit di International Journal of Science and Research, tahun 2013.