KATA PENGANTAR
Buku ini adalah merupakan Laporan Akhir (Final Report) untuk Pekerjaan “Studi Penyusunan Pedoman Di Bidang Transportasi Perkeretaapian Perkotaan”. Dalam Laporan Akhir (Final Report) disampaikan Pendahuluan, Tinjauan pustaka, Metodologi Penelitian, Hasil Penelitian, Pembahasan, Penutup serta 5 (lima) buah Pedoman di Bidang Transportasi Perkeretaan Perkotaan. Mudah-mudahan Laporan Akhir (Final Report) ini dapat memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai keluaran yang diharapkan dari pekerjaan ini, yaitu naskah akademik dan pedoman bidang transportasi perkeretaapian perkotaan yang telah dilakukan oleh PT. KUTAMI MANAJEMEN TEKNOLOGI. Akhir kata, atas kesempatan yang diberikan kepada PT. KUTAMI MANAJEMEN TEKNOLOGI, kami ucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Darat, Tim Pengarah,Tim Pendamping, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Laporan Akhir (Final Report) ini.
Bandung, November 2011
PT. KUTAMI MANAJEMEN TEKNOLOGI
(Ir. Harjono Jahi) Direktur Utama
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
|i
ABSTRAK Kota-kota besar seperti Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Denpasar, Medan, Palembang, Pekanbaru, Padang, Bandar Lampung, dan Makasar, masuk ke dalam program prioritas untuk dilakukan revitalisasi dan pengembangan baru jalur perkeretaapian perkotaan. Kecuali Jabodetabek, kota-kota tersebut tidak memiliki jaringan kereta api kota sebagai alternatif moda perjalanan. Revitalisasi transportasi perkotaan di kota-kota ini akan diarahkan dengan membangun kereta api perkotaan (rail-based urban transport system). Salah satu dukungan terhadap revitalisasi dan pengembangan baru jalur perkeretaapian perkotaan adalah pedoman di bidang kereta api perkotaan, agar para pemegang kepentingan (stakeholders) perkeretaapian perkotaan dapat dengan mudah memahami dan melaksanakan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman yang akan dibuat adalah pembentukan kelembagaan otoritas perkeretaapian perkotaan; Pedoman pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan; Pedoman pelayanan terpadu antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan; Pedoman penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan; dan Pedoman penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan. Untuk melaksanakan studi tersebut akan dilakukan dengan analisis secara kualitatif, dimana data yang telah dikumpulkan akan diolah menjadi rumusan pedoman. Data yang diambil berupa data sekunder yang diperoleh dari seluruh instansi yang terkait dengan perkeretaapian perkotaan, literatur dan internet. Sedangkan untuk data primer adalah hasil wawancara dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, PT Kereta Api (Persero), PT. MRT Jakarta, PT.Jabodetabek Commuter, Dinas Perhubungan, dan Bappeda di kota Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Semarang, Purwokerto, dan Solo. Selain itu juga akan dilakukan studi banding sistem transportasi perkotaan dengan KA di negara Singapura. Studi akan dilaksanakan dalam waktu 7 (tujuh) bulan dengan 4 (empat) tahapan pelaksanaan pekerjan yaitu persiapan dan analisis pendahuluan, pelaksanaan survai lapangan, pengolahan dan analisis data, penyusunan dan rekomendasi.
Kata Kunci : Pedoman, Perkeretaapian Perkotaan
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| ii
ABSTRACT Major cities such as Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Denpasar, Medan, Palembang, Pekanbaru, Padang, Bandar Lampung, and Makasar, entered into a program of priority to be revitalization and new development of urban railway lines. Except for Jabodetabek, the cities have not a city railway network as an alternative mode of travel. Revitalization of urban transportation in these cities will be directed to build rail-based urban transport system. Supporting for the revitalization and new development of urban railway lines are guidelines in the field of urban railway, so the stakeholder of urban railways can easily understand and implement regulations and legislation of urban railway. Guidelines will be made is the establishment of the institutional authority of urban railways: Guidelines for integrated services a train ticket between the modes by mode of road; Guidelines for integrated services between the mode of inter-city train with urban railways, urban railways infrastructure implementation guide, and guide the implementation of a rolling stocks of urban railways. To perform these studies will be conducted with qualitative analysis, where data will be collected and will be processed to the formulation of guidelines. Secondary data obtained from all relevant institutions associated with urban railways, literature and internet. As for the primary data was conducted interviews with the Directorate General of Railways, PT Kereta Api (Persero), PT. MRT Jakarta, PT.Jabodetabek Commuter, the Dishub, and Bappeda in the city of Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Semarang, Purwokerto, dan Solo. They will also be carried out comparative studies of urban transport system with trains in the country of Singapore. The study will be carried out within 7 (seven) months, with 4 (four) stages of preparation and preliminary analysis, the implementation of field surveys, data analysis, formulation and recommendations.
Keywords: Guidelines, Urban Railways
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i ABSTRAK .................................................................................................. ii ABSTRACT............................................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................. iv DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR................................................................................ vii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang..................................................................I-1 1. Dasar Hukum ...............................................................I-1 2. Gambaran Umum Singkat ...........................................I-1 B. Fokus Penelitian ................................................................I-5 C. Maksud Dan Tujuan Penelitian.......................................I-5 D. Ruang Lingkup Penelitian................................................I-5 1. Uraian Kegiatan ...........................................................I-5 2. Batasan Kegiatan .........................................................I-6 E. Kegunaan Penelitian ........................................................I-6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori dan Konsep ........................................... II-1 1. UU No 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian ........ II-1 2. Naskah Akademik ................................................... II-16 B. Tinjauan Laporan Penelitian....................................... II-24 1. Umum ...................................................................... II-24 2. Kegiatan Bidang Perkeretaapian ............................. II-27 3. Kebijakan Pengembangan Sarana Transportasi Perkeretaapian ......................................................... II-31 4. Benchmark Pedoman Bidang Perkeretaapian .......... II-33 C. Definisi dan Istilah, Glosarium ................................... II-48 1. Pedoman .................................................................. II-68 2. Definisi yang berkaitan dengan Perkeretaapian Perkotaan ................................................................. II-69
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| iv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................. III-1 B. Lokasi Penelitian dan Sumber Data............................. III-2 C. Teknik Pengumpulan Data ........................................... III-2 D. Teknik Analisis Data ..................................................... III-9 E. Pengecekan Validitas Temuan/Kesimpulan.............. III-10 F. Tahap-Tahap Penelitian.............................................. III-10 1. Tahapan Pekerjaan .................................................. III-10 2. Keluaran (Output) Kegiatan Studi .......................... III-12 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Naskah Akademik .........................................................IV-1 B. Pedoman .......................................................................IV-47 BAB V
PEMBAHASAN A. Pola Pikir ....................................................................... V-1 B. Matrik Pedoman .......................................................... V-14
BAB VI PENUTUP ............................................................................VI-1 DAFTAR PUSTAKA
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
|v
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 3.1 Tabel 5.1
Pangsa Angkutan Penumpang Dan Barang Pada Berbagai Moda..................................................................................... II-25 Kepemilikan MRT di Beberapa Negara .............................. II-34 Tipe Kontrak dengan PPP ................................................... II-44 Cara Penentuan Tarif di Beberapa Negara .......................... II-50 Sumber Pendanaan Biaya Operasi di Beberapa Negara ...... II-51 Kebutuhan Data untuk Masing-masing Pedoman .................III-5 Matrik Pedoman ...................................................................V-14
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| vi
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15
Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar 2.18 Gambar 2.19 Gambar 2.20 Gambar 2.21 Gambar 2.22 Gambar 2.23 Gambar 2.24 Gambar 2.25 Gambar 2.26 Gambar 2.27 Gambar 2.28 Gambar 2.29 Gambar 2.30
Prasarana Perkeretaapian .................................................. II-1 Kereta Api menurut Jenisnya ............................................ II-3 Kereta Api Kecepatan Normal .......................................... II-4 Kereta Api Kecepatan Tinggi............................................ II-5 Kereta Api Monorel .......................................................... II-6 Kereta Api Motor Induksi Linear...................................... II-8 Kereta Api Gerak Udara.................................................... II-9 Kereta Api Levitasi Magnetik......................................... II-10 Trem................................................................................ II-11 Kereta Gantung ............................................................... II-12 Sarana Perkeretaapian ..................................................... II-13 Arah Pengembangan Teknologi Sarana dan Prasarana Kereta Api ....................................................................... II-33 Skema Manajemen Pengoperasian Transportasi di China........................................................................... II-35 Struktur Organisasi Fungsi Angkutan Kota di Pemerintah Guangzhou ................................................... II-36 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Perjalanan Perjalanan Per Hari Menggunakan Kendaraan Bermotor ....................................................... II-37 Rata-rata Biaya Investasi Berdasarkan Moda Transportasi dengan GDP ............................................... II-38 Biaya Operasi Dengan Amortisasi Berdasarkan PDB .... II-39 Sumber Pendanaan Transportasi Publik.......................... II-40 Pertumbuhan Pendapatan dari Pajak Transportasi di Perancis Sejak Tahun 2000 (Dalam M €) ....................... II-41 Daerah di Sekitar Stasiun Aguas Claras Brazil Setelah Dibangun Stasiun ............................................................ II-43 Jumlah dan Tipe Kontrak PPP di Perancis Pada Tahun 2005................................................................................. II-45 Struktur dan Aliran Finansial dari Sao Paulo Metro Jalur 4.............................................................................. II-46 Prinsip Pengembangan Bersama (Joint Development) di Hongkong.................................................................... II-47 Siapa yang Membayar Biaya Investasi Infrastruktur Transportasi Perkotaan.................................................... II-48 Siapa yang Membayar Baya Operasi Transportasi Perkotaan......................................................................... II-49 Skema Proses Konsultasi Tarif di MTRC....................... II-52 Skema Proses Review Tarif di KCRC ............................ II-53 Desain Sistem Tiket Terpadu di India............................. II-54 Arsitektur SIstem Tiket Terpadu di Beijing.................... II-55 Arsitektur Sistem Tiket Terpadu di Hongkong ............... II-56
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| vii
Gambar 2.31 Gambar 2.32 Gambar 2.33 Gambar 2.34 Gambar 2.35 Gambar 2.36
Arsitektur Sstem Tiket Terpadu di Singapura................. II-55 Tempat Pembelian Tiket ................................................. II-57 Tempat Check In............................................................. II-58 Transaksi di Stasiun Kereta Api Metro........................... II-58 Alat Baca Smartcard Pada Trem dan Bus ...................... II-59 Tiga Tipe Perkeretaapian Dasar dan Perkeretaapian Antara (Middle System Railways) .................................. II-63 Gambar 2.37 Stadtbahn Hanover di Terowongan Perlintasan pada Jalur Masuknya ............................................................... II-64 Gambar 2.38 Karlsruhe Stadtbahn di Aula Stasiun Kereta Api Utama sebelah Kereta Api Antar Kota, dan pada Line S5, sebelah Layanan Daerah ................................................. II-65 Gambar 2.39 S-Bahn di Berlin (Potsdam), dan di Hamburg, di luar Trek DB.......................................................................... II-66 Gambar 2.40 Stasiun Hankyu Awaji dan Metro Keihan Permukaan di Otsu ................................................................................ II-66 Gambar 2.41 Jalur JR Barat Tozai, dan Kereta Meitetsu di Metro Nagoya ........................................................................... II-66 Gambar 2.42 Interior kereta KCR di Hong Kong, dan Emu di Taipei II-66 Gambar 2.43 Jaringan Kereta Api Perkotaan di Budapest ................... II-67 Gambar 3.1 Metodologi Kerja .......................................................... III-14 Gambar 4.1 Jaringan Eksisting Kereta Api Perkotaan Kota Bandung ........................................................................IV-25 Gambar 4.2 Pengembangan Jaringan KA Perkotaan Kota Bandung IV-67 Gambar 4.3 Rencana Pengembangan Jalur Ganda Kota Surabaya ...IV-29 Gambar 4.4 Pengembangan KA Perkotaan Surabaya .......................IV-29 Gambar 4.5 Jaringan Eksisting Kereta Api Perkotaan Kota Bandung ........................................................................IV-39 Gambar 4.6 Pengembangan Jaringan KA Perkotaan Kota Bandung IV-40 Gambar 4.7 Rencana Pengembangan Jalur Ganda Kota Surabaya ...IV-42 Gambar 4.8 Pengembangan KA Perkotaan Surabaya .......................IV-42 Gambar 5.1 Pola Pikir Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan ................................... V-1 Gambar 5.2 Pola Pikir Penyusunan Pedoman Pembentukan Kelembagaan Otoritas Perkeretaapian Perkotaan ............. V-4 Gambar 5.3 Pola Pikir Penyusunan Pedoman Pelayanan Terpadu Satu Tiket Antara Moda Kereta Api Dengan Moda Jalan......... V-7 Gambar 5.4 Pola Pikir Penyusunan Pedoman Pelayanan Terpadu Antara Moda Kereta Api Antar Kota Dengan Kereta Api Perkotaan.................................................................... V-8 Gambar 5.5 Pola Pikir Penyusunan Pedoman Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Perkotaan ................................. V-9 Gambar 5.6 Pola Pikir Penyusunan Pedoman Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian Perkotaan ...................................... V-8
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| viii
BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. • Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. •
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api.
2. Gambaran Umum Singkat Lahirnya Undang-Undang No.23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian menandai era baru perkeretaapian di Indonesia, dengan tiga peraturan dasar yaitu (a) menghilangkan monopoli BUMN dan membuka peluang swasta dan pemerintah daerah dalam bisnis perkeretaapian, (b) memungkinkan pemisahan penyelenggaraan prasarana dan sarana yang semula terintegrasi, dan (c) menetapkan pemerintah sebagai pembina dan penanggungjawab penyelenggaraan perkeretaapian. UndangUndang No.23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian tersebut menetapkan bahwa penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian harus dilaksanakan oleh badan usaha yang dapat berupa BUMN/BUMD atau swasta, atau kerjasama pemerintah dan swasta. Sektor swasta diberikan hak yang sama untuk melakukan investasi, memiliki, mengelola, dan mengoperasikan sistem perkeretaapian di Indonesia. Undang-Undang No.23 Tahun 2007 mengharuskan pemerintah untuk menempatkan peran perkeretaapian sebagai tulang punggung angkutan massal penumpang dan barang dalam menunjang tumbuhnya perekonomian nasional. Penempatan peran perkeretaapian ini akan menciptakan sistem transportasi multimoda/intermodal terintegrasi yang merupakan keterpaduan dan integrasi kereta api dengan moda jalan raya, angkutan laut dan udara. Untuk itu akses jalan kereta api ke pelabuhan untuk angkutan barang dan ke bandara untuk angkutan penumpang harus dibangun. Di daerah perkotaan, kereta api kota harus berinteraksi dengan daerah pusat bisnis (central business district), daerah pemukiman, real estate, dan pusat pertokoan. Kota-kota besar di Jawa dan Bali seperti Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Denpasar, serta Sumatera seperti Medan, Palembang, Pekanbaru, Padang, Bandar
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| I-1
Lampung, dan di Sulawesi seperti Makasar, masuk ke dalam program prioritas untuk dilakukan revitalisasi dan pengembangan baru jalur perkeretaapian perkotaan. Kota-kota besar ini pada umumnya sudah mencapai tingkat kepadatan penduduk dan kepemilikan kendaraan bermotor sangat tinggi disertai kondisi angkutan umum yang jauh dari memadai dan kemacetan jaringan kota yang parah. Kecuali Jabodetabek, kota-kota ini pun tidak memiliki jaringan kereta api kota sebagai alternatif moda perjalanan. Revitalisasi transportasi perkotaan di kota-kota ini akan diarahkan dengan membangun kereta api perkotaan (rail-based urban transport system). Dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2007 disebutkan bahwa penyelenggaraan perkeretaapian menurut fungsinya terdiri atas perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus. Perkeretaapian umum terdiri atas perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antar kota. Perkeretaapian khusus hanya digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut. Penyelenggaraan perkeretaapian dapat diklasifikasikan berupa penyelenggaraan prasarana perkeretaapian, penyelenggaraan sarana perkeretaapian serta penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian. Di beberapa negara maju, perkeretaapian umum perkotaan sudah menjadi transportasi utama untuk menunjang kegiatan sehari-hari bagi masyarakat perkotaan itu sendiri (urban) maupun masyarakat yang tinggal di pinggiran kota (sub urban) yang mempunyai aktivitas di perkotaan atau sebaliknya. Untuk memperlancar kegiatan angkutan perkotaan, pemerintah kota diberikan kewenangan / otoritas penuh baik dalam kegiatan penyelenggaraan / pengelolaannya maupun pengembangannya, baik yang dilaksanakan oleh perusahaan daerah itu sendiri maupun oleh pihak lain / swasta. Dengan kondisi yang seperti itu telah dimungkinkan adanya multi operator baik sebagai penyelenggara prasarana, penyelenggara sarana, maupun penyelenggara prasarana dan sarana perkeretaapian, dan juga dimungkinkan adanya multi moda dalam penyelenggaran perkeretaapian perkotaan seperti pengoperasian Kereta Rel Listrik (Electric Multiple Unit), Mass Rapid Transit (MRT), Monorail, Rail Bus, dan lain-lain. Dengan adanya multi moda dan juga multi operator maka dalam pelaksanaan maupun pengembangan dan pembangunannya perlu adanya koordinasi yang baik agar diperoleh hasil yang optimal, yang kesemuanya ditujukan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada para pengguna jasa.
I-2 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut: a. Menghubungkan beberapa stasiun di wilayah perkotaan; b. Melayani banyak penumpang berdiri; c. Memiliki sifat perjalanan ulang alik/komuter; d. Melayani penumpang tetap; e. Memiliki jarak dan/atau waktu tempuh pendek; dan f.
Melayani kebutuhan angkutan penumpang di dalam kota dan dari daerah sub- urban menuju pusat kota atau sebaliknya.
Sebagai bagian dari upaya menjadikan kereta api sebagai tulang punggung angkutan penumpang khususnya di perkotaan sesuai dengan keunggulan yang spesifik dari angkutan kereta api dibandingkan moda angkutan lain, maka Pemerintah perlu melakukan upaya mendorong berkembangnya bisnis angkutan kereta api di seluruh wilayah negara, melalui intervensi langsung atau bekerjasama dengan swasta, yaitu: a. Kereta Api Jabodetabek Peluang mengembangkan bisnis angkutan kereta api di Jabotabek sangat besar. Tidak berlebihan jika PT Kereta Api Indonesia Commuter Jabodetabek (KCJ) menargetkan 2,2 juta penumpang pada tahun 2012. Kebutuhan sarana kereta penumpang sangat banyak karena kepadatan penumpang yang sudah sangat tinggi, terlihat dari banyaknya penumpang yang duduk di atap kereta atau bergelantungan di pintu kereta. Jumlah KRL dibandingkan kapasitas penumpang sering kali menembus rasio 150 persen sehingga penambahan kereta sangat mendesak. Pengoperasian kereta rel listrik atau KRL di Jabotabek perlu ditingkatkan untuk menambah alternatif sarana transportasi bagi terutama bagi para pekerja yang pulang selepas pukul 21.00. b. Kereta Api Perkotaan Pemerintah perlu menetapkan bahwa kota metropolitan dengan penduduk di atas lima juta jiwa membangun sistem transportasi publik berbasis rel untuk memenuhi peningkatan permintaan transportasi kota. Jakarta adalah kota metropolitan yang terlambat dalam pengembangan Mass Rapid Transit (MRT) dibandingkan dengan kota-kota lain negara tetangga seperti Bangkok, Manila dan Kuala Lumpur. Agar kota-kota lain tidak terlambat seperti Jakarta, maka kota-kota itu perlu menyiapkan
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| I-3
pembangunan MRT sejak sekarang. Untuk itu dukungan pemerintah daerah dan swasta sangat diperlukan. Penyediaan layanan angkutan kerata api metropolitan ini dimaksudkan untuk menekan beban biaya angkutan di masyarakat sekaligus mengurangi pencemaran di kota-kota besar. Untuk kota-kota metropolitan, sistem transportasi massal merupakan kebutuhan mutlak. Transportasi publik berbasis rel menjadi tulang punggung sistem transportasi publik di kota yang memiliki tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi. Biaya angkutan kereta api enam kali lebih murah dibandingkan dengan angkutan umum berbasis bus. Selain itu, angkutan kereta api 20 kali lebih murah dibandingkan dengan sepeda motor. Moda transportasi kereta api juga mampu mengangkut jumlah penumpang sangat besar dengan polusi sangat rendah. Angkutan kereta api di kota metropolitan tidak menimbulkan emisi CO2 jika digerakkan dengan tenaga listrik, sedangkan bus mengeluarkan emisi CO2 sebesar 15 gram per penumpang per km. Bila dibandingkan dengan kendaraan pribadi, angkutan kereta api juga lebih baik karena kendaraan pribadi mengeluarkan emisi CO2 sebanyak 244 gram per penumpang per km. Sepeda motor juga mengeluarkan emisi CO2 sebesar 98 gram per penumpang per km. Untuk kota-kota lainnya seperti Bandung, Surabaya, Medan, Semarang, Yogyakarta, Makasar dan Palembang perlu dilakukan pengkajian untuk menerapkan jenis kereta api perkotaan yang seperti apa yang cocok untuk diterapkan sesuai dengan kondisi geografis dan morfologis kotanya itu sendiri. Beberapa jenis kereta api perkotaan yang dapat diterapkan antara lain mulai dari jenis kereta api berat (heavy rail) seperti KRL dan MRT serta jenis kereta api ringan (light rail) seperti trem, monorail, kereta gantung, aeromovel. c. Kereta Api Bandara Soekarno Hatta Saat ini akses dari kota Jakarta ke Bandara Soekarno Hata hanya dapat dijangkau dengan menggunakan jalan tol, yang pada jam-jam sibuk mengalami kemacetan yang parah. Bagi masyarakat umum, angkutan yang dapat digunakan menuju bandara hanya bus DAMRI dan taksi. Jika proses pelibatan swasta dalam pembangunan kereta api Bandara ini mengalami kebuntuan, maka Pemerintah perlu melakukan alternatif lain yaitu melakukan pembangunan prasarana sendiri dengan dana APBN, selanjutnya melakukan tender terbuka untuk pengoperasian sarana / rolling stocks. Pertimbangan mengapa Pemerintah perlu membiayai sendiri
I-4 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
pembangunan prasarana kereta api Bandara Soekarno Hatta adalah: manfaatnya secara skala makro bagi masyarakat Indonesia yang akan berkunjung ke Ibukota negara, kondisi akses ke Bandara Soekarno-Hatta sudah sangat kritis yang memerlukan penanganan segera, perbaikan jalan tol yang ada tidak serta merta menyelesaikan masalah kemacetan dalam jangka menengah dan panjang, dan untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyediakan angkutan massal berbasis kereta api. B. FOKUS PENELITIAN Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan dilaksanakan untuk mewujudkan transportasi perkeretaapian yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman, dan efisien dengan menggunakan pedoman yang benar dan harmonis, terutama dengan akan adanya multi operator dan multi moda dalam penyelenggaraan perkeretaapian perkotaan. C.
MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN 1. Maksud Kegiatan Maksud studi ini adalah merumuskan pedoman di bidang transportasi kereta api perkotaan. 2.
Tujuan Penelitian Tujuan studi ini adalah tersedianya pedoman di bidang transportasi kereta api perkotaan.
D.
RUANG LINGKUP PENELITIAN 1. Uraian Kegiatan Uraian kegiatan/ruang lingkup dari studi ini sebagai berikut: a. Inventarisasi kegiatan-kegiatan perkeretaapian perkotaan.
penyelenggaraan
b. Inventarisasi kebijakan pengembangan perkeretaapian perkotaan. c. Inventarisasi perkembangan teknologi perkeretaapian perkotaan. d. Menganalisis dan mengevaluasi tingkat kepentingan masing-masing stakeholders (pemangku kepentingan). e. Merumuskan naskah akademis konsep pedoman di bidang perkeretaapian perkotaan, yang meliputi: 1) Pedoman pembentukan kelembagaan perkeretaapian perkotaan.
otoritas
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| I-5
2) Pedoman pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan. 3) Pedoman pelayanan terpadu antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan. 4) Pedoman penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan, yang meliputi: a) Pembangunan stasiun kereta api perkotaan. b) Pengoperasian stasiun kereta api perkotaan. c) Perawatan stasiun kereta api perkotaan. d) Pengusahaan stasiun kereta api perkotaan. e) Pembangunan jalur kereta api perkotaan. f) Pengoperasian jalur kereta api perkotaan. g) Perawatan jalur kereta api perkotaan. h) Pengusahaan jalur kereta api perkotaan. 5) Pedoman penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan. f.
Obyek penelitian dilakukan pada wilayah Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Purwokerto, Solo.
2. Batasan Kegiatan Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan adalah berupa penyusunan pedoman umum yang dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pedoman yang akan dibuat merupakan perwujudan dari good governance di bidang kereta api. Pedoman sudah tersirat dalam undang-undang dan ketentuan lainnya, tetapi untuk meningkatkan kinerja kereta api yang berkaitan dengan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dan untuk meningkatkan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat, maka pedoman harus didefinisikan dengan jelas. E.
KEGUNAAN PENELITIAN 1. Pedoman Pembentukan Perkeretaapian Perkotaan
Kelembagaan
Otoritas
Untuk mengatasi transportasi perkotaan, perlu dipikirkan membuat badan otoritas transportasi perkotaan Pihak yang terkait seperti Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah melebur di dalam badan tersebut.
I-6 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Badan otoritas transportasi perkotaan transportasi perkotaan dengan kereta mengatur transportasi perkotaan moda terjadi keterpaduan dan sinergi positif perkotaan.
ini tidak hanya untuk api, tetapi juga untuk lainnya sehingga akan antar moda transportasi
Dengan adanya badan otoritas transportasi, berbagai pihak yang terkait seperti Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah dapat melebur di dalamnya. Badan otoritas tersebut, nantinya yang akan mengeluarkan berbagai perizinan terkait dengan sektor transportasi di perkotaan. Selain itu, otoritas itu juga yang akan menetapkan kebijakan tentang subsidi silang bagi angkutan massal yang dibutuhkan rakyat. Saat ini, salah satu permasalahan dalam bidang transportasi adalah adanya semacam tumpang tindih perizinan dan kewenangan antarinstansi yang mengurus soal berbagai moda transportasi perkotaan. Dengan dibuatnya pedoman ini diharapkan permasalahanpermasalahan tersebut di atas dapat diatasi, karena semua pihak yang terlibat dapat berperan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 2.
Pedoman Pelayanan Terpadu Satu Tiket Antara Moda Kereta Api Dengan Moda Jalan
Tiket terpadu antar moda transportasi perkotaan akan meningkatkan efisiensi bagi pengguna jasa transporasi baik dipandang dari sudut biaya maupun waktu yang dikeluarkan. Hanya saja perlu dilakukan pengaturan mengenai share dari masing-masing moda transpotasi perkotaan tersebut sehingga dapat bersinergi secara positif, artinya tidak merugikan salah satu moda, baik dari sudut pendapatan dan beban moda transportasi tersebut. Dengan dibuatnya pedoman ini, maka seluruh pemangku kepentingan dapat bekerjasama dengan baik, sehingga akan tercipta efisiensi yang tinggi baik bagi pengguna jasa perkeretaapian perkotaan maupun penyelenggara sarana dan prasarana kereta api perkotaan. 3.
Pedoman Pelayanan Terpadu Antara Moda Kereta Api Antar Kota Dengan Kereta Api Perkotaan Pedoman ini sangat penting bagi pengguna jasa yang berasal dari luar kota yang hendak menuju kawasan perkotaan. Dengan tiket kereta api antar kota yang dimilikinya, pengguna moda kereta api antar kota dapat langsung menggunakan kereta api perkotaan. Hanya saja perlu diperhatikan fasilitas perpindahan baik untuk penumpang maupun barang.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| I-7
Dengan adanya pedoman ini diharapkan pengguna angkutan kereta api akan menjadi lebih mudah dalam melanjutkan perjalanan dari luar kota, begitu juga dengan penyelenggara sarana dan prasarana perkeretaapian perkotaan yang dapat menyediakan jasanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4.
Pedoman Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Perkotaan Pedoman penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan yang akan dibuat adalah sebagai berikut: a. Pembangunan stasiun kereta api perkotaan b. Pengoperasian stasiun kereta api perkotaan c. Perawatan stasiun kereta api perkotaan d. Pengusahaan stasiun kereta api perkotaan e. Pembangunan jalur kereta api perkotaan f.
Pengoperasian jalur kereta api perkotaan
g. Perawatan jalur kereta api perkotaan h. Pengusahaan jalur kereta api perkotaan Dengan dibuatnya pedoman ini diharapkan ketentuan-ketentuan yang memberikan arah bagaimana cara, langkah-langkah dan persyaratan dasar dalam penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan yang meliputi stasiun kereta api perkotaan dan jalur kereta api perkotaan dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman ini sangat diperlukan oleh suatu Badan Usaha, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun swasta yang sudah maupun yang akan bergerak dalam penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan, baik dalam pelaksanaan pembangunannya, pengoperasiannya, perawatannya maupun pengusahaannya. Khusus untuk pihak swasta, partisipasi swasta dalam penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia telah mendapat landasan hukum dengan ditetapkannya UU 23/2007 Tentang Perkeretaapian. Swasta dapat terlibat dalam banyak aspek penyelenggaraan perkeretaapian, mulai dari pemeliharaan kebersihan stasiun sampai pembangunan jaringan kereta api baru. Keterlibatan swasta dalam perkeretaapian dalam situasi persaingan yang sehat memberikan manfaat bagi perekonomian dalam bentuk layanan yang berkualitas dan tarif yang murah. Namun swasta tidak tertarik berusaha di jalur-jalur yang tidak menguntungkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk itu peran pemerintah untuk mendorong swasta menyelenggarakan layanan angkutan
I-8 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
kereta api di jalur-jalur tidak menguntungkan secara finansial jangka pendek ini sangat penting. Untuk mendorong tumbuhnya sektor swasta dalam bisnis perkeretaapian, Pemerintah perlu menyiapkan paket-paket proyek perkeretaapian sebagai insentif untuk menarik investor dan mengembangkan jaringan kereta api yang secara ekonomi cukup menguntungkan. Beberapa investor swasta dalam dan luar negeri telah berminat dalam membangun kereta api bandara Soekarno Hatta. Hal yang sama dapat dikembangkan di kota-kota besar lain seperti Makasar, Surabaya, dll. Pemerintah dapat bekerja sama dengan KADIN dalam mencarikan lebih banyak investor dalam sektor perkeretaapian. Ada banyak model kerjasama antara pemerintah – swasta yang dapat dikembangkan, antara lain: Milik-Rancang-Bangun-Operasi (Own Design Build Operate), Rancang-Bangun-Biaya-Operasi (Design Build Finance Operate), Rancang-Bangun-Operasi (Design Build Operate), Rancang-Bangun (Design Build) dan Pengoperasian Prasarana (Infrastructure Operations). Pemerintah perlu menjajagi kemungkinan penerapan model-model kerjasama tersebut untuk membangun berbagai proyek perkeretaapian. 5.
Pedoman Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian Perkotaan
Pedoman penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan adalah ketentuan yang memberikan arah bagaimana cara, langkah-langkah dan persyaratan dasar dalam penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan yang meliputi pelaksanaan pengadaan sarana perkeretaapian, pengoperasian sarana perkeretaapian, perawatan sarana perkeretaapian dan pengusahaan sarana perkeretaapian. Pedoman ini sangat diperlukan oleh suatu Badan Usaha, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun swasta yang sudah maupun yang akan bergerak dalam penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan, baik dalam pelaksanaan pengadaannya, pengoperasiannya, perawatannya maupun pengusahaannya.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| I-9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
TINJAUAN TEORI DAN KONSEP 1. UU No 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian Menurut UU No 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, dapat diuraikan mengenai prasarana perkeretaapian dan sarana perkeretaapian seperti berikut ini. a. Prasarana Perkeretaapian Prasarana perkeretaapian adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1.
JALUR KERETA API
PRASARANA
STASIUN KERETA API
FASILITAS OPERASI KERETA API
Peralatan Sinyal Peralatan Telekomunikasi Instalasi Listrik
Gambar 2.1. Prasarana Perkeretaapian Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api. Stasiun kereta api adalah tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api. Menurut jenisnya terdiri atas: stasiun penumpang; stasiun barang; atau stasiun operasi. Sedangkan menurut kelasnya stasiun penumpang dikelompokkan atas: stasiun penumpang kelas besar, kelas sedang dan kelas kecil.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-1
Fasilitas pengoperasian kereta api adalah segala fasilitas yang diperlukan agar kereta api dapat dioperasikan. Fasilitas operasi terdiri dari; peralatan sinyal; peralatan telekomunikasi dan instalasi listrik. Prasarana perkertaapian tersebut harus memenuhi persyaratan kelaikan agar kondisi prasarana siap operasi dan secara teknis aman untuk dioperasikan. Pada studi ini prasarana perkeretaapian lebih dititikberatkan pada prasarana perkeretaapian khususnya penyusunan pedoman untuk: 1) Pembangunan stasiun kereta api perkotaan; 2) Pengoperasian stasiun kereta api perkotaan; 3) Perawatan stasiun kereta api perkotaan; 4) Pengusahaan stasiun kereta api perkotaan; 5) Pembangunan jalur kereta api perkotaan; 6) Pengoperasian jalur kereta api perkotaan; 7) Perawatan jalur kereta api perkotaan; 8) Pengusahaan jalur kereta api perkotaan. Untuk itu prasarana perkeretaapian harus memenuhi persyaratan sistem yaitu kondisi yang harus dipenuhi untuk berfungsinya sistem jalan rel, sistem jembatan, sistem terowongan, sistem stasiun, sistem persinyalan, sistem telekomunikasi, dan sistem perlistrikan. Selain harus memenuhi persyaratan sistem, prasarana perkeretaapian juga harus memenuhi persyaratan komponen yaitu spesifikasi teknis yang harus dipenuhi setiap komponen sebagai bagian dari suatu sistem, misalnya sistem jalan rel terdiri atas rel, bantalan, balas, dan alat penambat. b. Sarana Perkeretaapian Kereta Api menurut jenisnya adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2.
II-2 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Gambar 2.2. Kereta Api menurut Jenisnya 1) Kereta api kecepatan normal Kereta api kecepatan normal (Conventional Train) adalah kereta api yang mempunyai kecepatan kurang dari 200 km/jam. Kereta api jenis ini disebut juga kereta api konvensional atau kereta api berat (heavy rail) seperti kereta api penumpang, kereta api barang, KRL, KRD yang beroperasi di Negara kita saat ini dan kereta api metro (subway). Beberapa kereta api kecepatan normal seperti terlihat pada Gambar 2.3.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-3
Kereta Api Penumpang
Kereta Api Barang
Kereta Rel Listrik (KRL)
Kereta Rel Diesel Elektrik
Kereta Rel Diesel Hidrolik
Kereta Api Metro (Subway)
Gambar 2.3. Kereta Api Kecepatan Normal 2) Kereta api kecepatan tinggi. Kereta api kecepatan tinggi (High Speed Train) adalah kereta api yang mempunyai kecepatan lebih dari 200 km/jam. Sejarah pengembangan kereta api cepat ini dimulai di Jepang dengan nama Shinkansen, pembangunannya dimulai pada tahun 1956 dan jalur pertama dibuka pada
II-4 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
1 Oktober 1964 yang menghubungkan Tokyo-Osaka bertepatan dengan Olimpiade Tokyo. Di Eropa ada 2 negara yaitu Prancis dan Jerman. Di Prancis dengan nama TGV, pengembangan dimulai sejak 1960an, tetapi jalur pertama baru mulai dibuka pada 27 September 1981 yang menghubungkan ParisLyon. Sedangkan di Jerman dengan nama ICE, pengembangan dimulai pada tahun 1982 dan jalur pertama dibuka tahun 1991 yang menghubungkan Hamburg-Frankfurt-München. Pada saat ini selain ke tiga negara tersebut, negaranegara yang telah mengoperasikan kereta api kecepatan tinggi adalah Korea Selatan, Taiwan, China, Italy, Inggris. Beberapa kereta api kecepatan tinggi seperti terlihat pada Gambar 2.4.
Shinkansen
ICE
TGV
Gambar 2.4. Kereta Api Kecepatan Tinggi 3) Kereta api monorel. Kereta api monorel (Monorail) adalah kereta api yang bergerak pada satu rel atau rel tunggal. Berbeda dengan kereta api kecepatan normal (keret api konvensional) yang memiliki dua rel paralel. Biasanya rel terbuat dari beton dan roda keretanya terbuat dari karet, sehingga tidak sebising kereta konvensional. Terdapat dua tipe kereta api monorel, yaitu: tipe Straddle-Beam dan Suspended. Kereta api monorel tipe straddle-beam adalah kereta api yang berjalan di atas rel, sedangkan kereta api
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-5
monorel tipe suspended adalah kereta api yang berjalan dan bergerak menggantung di bawah rel. Beberapa kereta api monorel seperti terlihat pada Gambar 2.5.
KA Monorel Type Straddle-Beam
KA Monorel Type Suspended
Gambar 2.5. Kereta Api Monorel 4) Kereta api motor induksi linear Kereta api motor induksi linear (Liner Motor) adalah kereta api yang menggunakan penggerak motor induksi linear dengan stator pada jalan rel dan rotor pada sarana perkeretaapian. Ada dua jenis kereta api motor induksi linier yaitu kereta api motor induksi linier akselerasi rendah dan kereta api motor induksi linier akselerasi tinggi. Kereta api motor induksi linier akselerasi rendah cocok untuk aplikasi kereta api maglev dan transportasi darat. Kereta api motor induksi linier akselerasi tinggi biasanya berukuran pendek, dan dirancang untuk mempercepat objek sampai kecepatan yang sangat tinggi dan kemudian melepaskannya, seperti roller coaster. Pada saat ini teknologi motor induksi linier pada kereta api yang telah diterapkan oleh perusahaan manufucturing Bombardier ART diberbagai Negara yaitu sebagai berikut:
II-6 |
•
Airport Express di Beijing (dioperasikan tahun 2008)
•
AirTrain JFK di New York (dioperasikan pada 2003)
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
•
Detroit People Mover di Detroit (dioperasikan pada 1987)
•
EverLine Rapid Transit System di Yongin (tahap konstruksi)
•
Kelana Jaya Line di Kuala Lumpur (dioperasikan pada tahun 1998)
•
Scarborough RT di Toronto (dioperasikan pada tahun 1985)
•
SkyTrain di Vancouver-Expo Line (dioperasikan padatahun 1985) dan Millennium Line dioperasikan pada 2002)
•
Beijing Subway Capital (dioperasikan pada tahun 2008)
Airport
Track
Selain Bombardier ART kereta api motor induksi linier juga dikembangkan oleh Kawasaki Heavy Industries pada beberapa jalur kereta api bawah tanah (sub way) di Jepang dan China sebagai berikut: •
Limtrain di track, 1988)
Saitama (short-lived demonstration
•
Nagahori Tsurumi-ryokuchi Line (dioperasikan pada tahun 1990)
•
Toei Ōedo Line di Tokyo (dioperasikan pada tahun 2000)
•
Kaigan Line diKobe (dioperasikan pada tahun 2001)
•
Nanakuma Line di Fukuoka (dioperasikan pada tahun 2005)
•
Imazatosuji Line di Osaka (dioperasikan pada tahun 2006)
•
Green Line di Yokohama (dioperasikan pada tahun 2008)
•
Tōzai Line di Sendai (tahap konstruksi)
di
Osaka
Beberapa kereta api motor listrik induksi linear seperti terlihat pada Gambar 2.6.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-7
Gambar 2.6. Kereta Api Motor Induksi Linear 5) Kereta api gerak udara. Kereta api gerak udara (Aeromovel) adalah kereta api yang bergerak dengan menggunakan tekanan udara. Rangkaian kereta pendek (satu kereta @ 2 gerbong) dimensi 2x 15 x 3,0 meter, mampu mengangkut 300 orang, selang kedatangan antar kereta dapat mencapai 3 menit, kecepatan dapat mencapai 70 km/jam. Salah satu kereta api gerak udara seperti terlihat pada Gambar 2.7.
II-8 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Gambar 2.7. Kereta Api Gerak Udara 6) Kereta api levitasi magnetik. Kereta api levitasi magnetik (Maglev) adalah kereta yang memanfaatkan gaya angkat magnetik pada relnya sehingga terangkat sedikit ke atas, kemudian gaya dorong dihasilkan oleh motor induksi. Kereta ini mampu melaju dengan kecepatan sampai 650 km/jam (404 mpj) jauh lebih cepat dari kereta biasa. Terdapat tiga jenis teknologi maglev, yaitu: •
Kereta menggantung pada magnet superkonduktivitas (suspensi elektrodinamik)
•
Kereta menggantung pada elektromagnetik terkontrol (suspensi elektromagnetik)
•
Kereta menggunakan (Inductrack)
magnet
permanen
Jepang dan Jerman merupakan dua negara yang aktif dalam pengembangan teknologi kereta api levitasi megnetik (maglev). Pada teknologi ini kereta diangkat oleh gaya tolak magnet dan melaju dengan motor linear. Kereta api levitasi magnetik seperti terlihat pada Gambar 2.8.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-9
Gambar 2.8. Kereta Api Levitasi Magnetik 7) Trem Trem (Tram) merupakan kereta yang memiliki rel khusus di dalam kota, dengan selang (headway) waktu 5-10 menit. Trem merupakan solusi untuk kemacetan. Rangkaian trem umumnya satu set terdiri atas dua kereta agar tidak terlalu panjang. Trem disebut kereta api ringan (Light Rail) karena menggunakan kereta yang beratnya ringan yaitu sekitar 20 ton seperti bus, tidak seberat kereta api yang 40 ton. Letak rel berbaur dengan lalu-lintas kota, atau terpisah seperti bus-way, bahkan bisa pula layang (elevated) atau sub-way, biasanya untuk sebagian lintasan saja. Contoh Trem seperti terlihat pada Gambar 2.9.
II-10 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Gambar 2.9 Trem 8) Kereta gantung. Kereta gantung (Cable Car) adalah sebuah kereta yang menggantung yang berjalan menggunakan kabel. Jalur kereta gantung umumnya berupa garis lurus dan hanya dapat berbelok pada sudut yang kecil di stasiun antara. Awalnya kereta gantung digunakan pada tempat-tempat wisata misalnya di daerah bersalju, daerah pegunungan seperti pegunungan Alpen, atau taman hiburan, namun kini telah juga digunakan untuk transportasi umum di daerah perkotaan seperti misalnya di kota Medellin, Colombia. Kapasitas kereta gantung dapat mencapai 3000 penumpang per jam, dengan kecepatan 4-6 meter per detik. Jenis kabin yang umum digunakan adalah gondola dengan kapasitas 4 hingga 12 penumpang. Ada pula jenis kabin yang kapasitasnya lebih besar hingga dapat menampung 150 penumpang. Kabin dengan tipe khusus dapat berputar 360 derajat untuk menikmati pemandangan ke segala arah. Contoh kereta gantung seperti terlihat pada Gambar 2.10.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-11
Gambar 2.10. Kereta Gantung Menurut UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, Sarana perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel dan menurut jenisnya sarana perkeretaapian terdiri dari: •
Lokomotif;
•
Kereta;
•
Gerbong;
•
Peralatan Khusus.
Diagram sarana perkeretaapian dapat dilihat pada Gambar 2.11.
II-12 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Gambar 2.11 Sarana Perkeretaapian 1) Lokomotif. Lokomotif adalah sarana perkeretaapian yang mempunyai penggerak sendiri yang bergerak dan digunakan untuk menarik dan/atau mendorong kereta, gerbong, dan/atau peralatan khusus dan menurut jenisnya terdiri dari:
a) Lokomotif
diesel, yaitu lokomotif yang menggunakan peralatan penggerak dengan sumber tenaga motor diesel yang terdiri atas lokomotif diesel hidrolik dan lokomotif diesel elektrik.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-13
b) Lokomotif diesel hidrolik merupakan lokomotif dengan peralatan penerus daya hidrolik. Sedangkan lokomotif diesel elektrik merupakan lokomotif dengan peralatan penerus daya elektrik.
c) Lokomotif Elektrik (Listrik), yaitu lokomotif yang menggunakan peralatan penggerak dengan sumber tenaga listrik dari luar lokomotif. 2) Kereta. Kereta adalah sarana perkeretaapian yang ditarik lokomotif atau mempunyai penggerak sendiri yang digunakan untuk mengangkut orang dan menurut jenisnya terdiri atas: a) Kereta yang ditarik lokomotif, merupakan kereta yang tidak mempunyai penggerak sendiri yang terdiri atas:
Kereta penumpang, yaitu kereta yang dilengkapi dengan fasilitas untuk penumpang.
Kereta makan, yaitu kereta yang dilengkapi dengan fasilitas untuk dapur dan makan.
Kereta pembangkit, yaitu kereta yang dilengkapi dengan fasilitas untuk pembangkit listrik.
Kereta bagasi, yaitu yang dilengkapi dengan fasillitas untuk mengangkut barang hantaran.
b) Kereta dengan penggerak sendiri. Kereta dengan penggerak sendiri dan terdiri atas:
II-14 |
Kereta rel diesel (KRD) yaitu kereta yang mempunyai penggerak sendiri yang menggunakan sumber tenaga motor diesel. Menurut jenisnya kereta rel diesel terdiri atas: o
Kereta rel diesel hidrolik (KRDH), yaitu kereta rel diesel dengan transmisi daya hidrolik/hydraulic torque converter (transmisi hidrolik, cardan shaft dan gear box).
o
Kereta rel diesel elektrik (KRDE), yaitu kereta rel diesel dengan transmisi daya elektrik (generator, pengatur daya elektrik dan motor listrik).
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Kereta rel listrik (KRL), yaitu kereta yang mempunyai penggerak sendiri yang menggunakan sumber tenaga listrik.
3) Gerbong. Gerbong adalah sarana perkeretaapian yang ditarik lokomotif yang digunakan untuk mengangkut barang dan terdiri atas: a) Gerbong datar. Gerbong datar merupakan gerbong tanpa badan dan atap untuk mengangkut barang. b) Gerbong terbuka. Gerbong terbuka merupakan gerbong yang memiliki badan tanpa atap untuk mengangkut barang. c) Gerbong tertutup. Gerbong tertutup merupakan gerbong yang memiliki badan dan atap dapat dibuka atau ditutup untuk mengangkut barang. d) Gerbong tangki. Gerbong tangki merupakan gerbong yang memiliki tangki untuk mengangkut barang. 4) Peralatan khusus. Peralatan khusus adalah sarana perkeretaapian yang tidak digunakan untuk angkutan penumpang atau barang tetapi untuk keperluan khusus dan menurut jenisnya terdiri atas: a) Peralatan khusus yang ditarik lokomotif. Peralatan khusus yang ditarik lokomotif merupakan peralatan khusus yang ditarik lokomotif atau tidak mempunyai penggerak sendiri. b) Peralatan khusus dengan penggerak sendiri. Peralatan khusus dengan penggerak merupakan peralatan khusus yang menggunakan peralatan penggerak dengan sumber tenaga motor diesel atau listrik. Peralatan khusus, antara lain terdiri atas: a) Kereta inspeksi (Iori).
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-15
Kereta inspeksi merupakan peralatan khusus untuk pemeriksaan jalan rel, membawa petugas, dan peralatan kerja. b) Kereta penolong. Kereta penolong merupakan peralatan khusus untuk membawa alatalatkerja yang digunakan untuk evakuasi sarana perkeretaapian. c) Kereta ukur. Kereta ukur merupakan peralatan khusus yang dilengkapi dengan instrumen pengukuran untuk pengujian sarana atau prasarana perkeretaapian. d) Kereta Derek. Kereta derek merupakan peralatan khusus yang digunakan untuk mengangkat sarana perkeretaapian. e) Kereta pemeliharaan jalan rel. Kereta pemeliharaan jalan rel merupakan peralatan khusus yang digunakan untuk perawatan jalan rel.
2.
Naskah Akademik a. Pengertian Di dalam ilmu Peraturan Perundang-undangan, Naskah Akademik merupakan prasyarat untuk menyusun rancangan peraturan perundang-undangan1. Naskah Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan rancangan peraturan perundang-undangan 2. Naskah Akademik adalah naskah/konsep awal yang menggambarkan tentang garis besar perundang-undangan yang akan di buat.
1
Harry Alexander, Panduan Perancangan Peraturan Daerah di Indonesia, Solusindo, Jakarta, 2004
2
Aan Eko Widiarto, Metode dan Teknik Penyusunan Naskah Akademik, www.legalitas.org, diakses tanggal 01 Juni 2010
II-16 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Tujuan dari Naskah Akademik adalah pertama, untuk menguraikan secara mendalam berbagai aspek yang berkaitan dengan sebuah rancangan peraturan. Dalam ilmu hukum (ilmu perundang-undangan), sebelum undangundang dibuat, seharusnya pokok peraturan yang hendak dibuat itu memang harus dikaji secara mendalam, baik dari sisi sosial, ekonomi, politik, dsb. Sehingga suatu undangundang akan tajam, berbobot dan tahan lama, sebab dalam pembuatannya memang sudah melewati beberapa filter dan tahapan yang ketat. Tujuan yang kedua dari Naskah Akademik adalah merumuskan pokok-pokok pikiran yang akan menjadi bahan dan dasar penyusunan sebuah rancangan peraturan. Dengan demikian, Naskah Akademik merupakan konsepsi pengaturan suatu masalah (jenis peraturan perundangundangan) yang dikaji secara teoritis dan sosiologis. Secara teoritik dikaji dasar filosofis, dasar yuridis dan dasar politis suatu masalah yang akan diatur sehingga mempunyai landasan pengaturan yang kuat. Dasar filosofis merupakan landasan filsafat atau pandangan yang menjadi dasar citacita sewaktu menuangkan suatu masalah ke dalam peraturan perundang-undangan. Dasar filosofis sangat penting untuk menghindari pertentangan peraturan perundang-undangan yang disusun dengan nilai-nilai yang hakiki dan luhur ditengah-tengah masyarakat, misalnya nilai etika, adat, agama dan lainnya. Dasar yuridis ialah ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum (rechtsgrond) bagi pembuatan peraturan perundangundangan. Dasar yuridis ini terdiri dari dasar yuridis dari segi formil dan dasar yuridis dari segi materiil. Dasar yuridis dari segi formil adalah landasan yang berasal dari peraturan perundang-undangan lain untuk memberi kewenangan (bevoegdheid) bagi suatu instansi membuat aturan tertentu. Sedangkan dasar yuridis dari segi materiil yaitu dasar hukum untuk mengatur permasalahan (objek) yang akan diatur. Dengan demikian dasar yuridis ini sangat penting untuk memberikan pijakan pengaturan suatu peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi konflik hukum atau pertentangan hukum dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Dasar politis merupakan kebijaksanaan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijakan-kebijakan dan
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-17
pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan3. Diharapkan dengan adanya dasar politis ini maka produk hukum yang diterbitkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Secara sosiologis Naskah Akademik disusun dengan mengkaji realitas masyarakat yang meliputi kebutuhan hukum masyarakat, aspek sosial ekonomi dan nilai-nilai yang hidup dan berkembang (rasa keadilan masyarakat). Tujuan kajian sosiologis ini adalah untuk menghindari tercerabutnya peraturan perundang-undangan yang dibuat dari akar-akar sosialnya di masyarakat. Banyaknya peraturan perundang-undangan yang setelah diundangkan kemudian ditolak oleh masyarakat lewat aksi-aksi demonstrasi merupakan cerminan peraturan perundangundangan yang tidak memiliki akar sosial kuat. Dengan demikian Naskah Akademik memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan peraturan perundangundangan karena didalamnya terdapat kajian yang mendalam mengenai substansi masalah yang akan diatur. Dalam rangka melakukan kajian teoritis tersebut maka metode yang digunakan harus ilmiah sehingga dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. Dalam konteks inilah metode penelitian hukum sangat penting peranannya sebagai cara menggali dan menganalisis bahan hukum primer maupun sekunder dalam sebuah penelitian hukum normatif dan/atau empiris. Dengan demikian dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan tidak boleh dilakukan secara pragmatis dengan langsung menuju pada penyusunan pasal per pasal tanpa kajian atau penelitian yang mendalam terlebih dahulu. Peraturan perundangan-undangan yang dibentuk tanpa pengkajian teoritis dan sosiologis yang mendalam akan cenderung mewakili kepentingankepentingan pihak berwenang pembentuk peraturan sehingga ketika diterapkan ke masyarakat yang terjadi adalah penolakan-penolakan. Masyarakat merasa tidak memiliki (tidak ada sense of belonging) atas suatu peraturan perundang-undangan akibat proses
3
Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Mandar Maju, Bandung, 1995, hal. 8
II-18 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
pembentukannya tidak partisipatif dengan mengikutkan dan meminta pendapat mereka. Keberadaan Naskah Akademik yang sangat penting tersebut ternyata tidak didukung dengan aturan hukum yang mengharuskan setiap penyusun peraturan perundangundangan untuk menyusun Naskah Akademik. Penyusunan Naskah Akademik dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia masih bersifat fakultatif (bukan keharusan). Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 pasal 3 ayat (1) yang menyebut istilah Naskah Akademik dengan istilah Rancangan Akademik untuk penyusunan undang-undang menentukan bahwa: “Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa penyusunan rancangan Undang-Undang dapat pula terlebih dahulu menyusun rancangan akademik mengenai Rancangan Undang-Undang yang akan disusun”. Penggunaan rumusan frase “dapat pula” tersebut mengandung makna tidak harus, sehingga Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa penyusunan rancangan Undang-Undang dapat tidak menyusun Naskah Akademik. Selain itu dalam pasal 3 ayat (1) tersebut hanya diatur penyusunan Naskah Akademik untuk rancangan Undang-Undang sehingga beberapa jenis peraturan perundang-undangan yang lain seperti Perda, PP, Perpres dan Perpu, tidak terikat ketentuan pasal tersebut. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Perundang-undangan juga tidak mengatur tentang naskah akademik dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian ketentuan Kepres Nomor 188 Tahun 1998 pasal 3 ayat (1) masih berlaku karena dalam Pasal 57 huruf c UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 ditentukan bahwa Peraturan Perundang-undangan lain yang ketentuannya telah diatur dalam Undang-Undang ini, dinyatakan tidak berlaku. Akibat Naskah akademik tidak diatur dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 maka ketentuan yang mengatur Naskah Akademik di dalam Kepres Nomor 188 Tahun 1998 tetap berlaku. Sedangkan berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional Pasal 13 diatur bahwa naskah akademik wajib disertakan dalam penyampaian perencanaan pembentukan Rancangan Undang-Undang dalam hal Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen telah menyusun
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-19
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang. Pengaturan ini membawa konsekuensi yuridis bahwasannya apabila Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen tidak atau belum menyusun Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang maka Naskah Akademik tidak wajib disertakan dalam penyampaian perencanaan pembentukan Rancangan Undang-Undang. Pengaturan pasal 13 tersebut lebih lanjut selaras dengan pasal 16 ayat (2) yang menentukan dalam hal konsepsi Rancangan Undang-Undang tersebut disertai dengan Naskah Akademik, maka Naskah Akademik dijadikan bahan pembahasan dalam forum konsultasi. Konsekuensi yuridis pasal 16 ayat (2) ini juga berupa tiadanya kewajiban menyertakan Naskah Akademik dalam pembahasan di forum konsultasi. Sedangkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden juga tidak mewajibkan dibentuknya Naskah Akademik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-Undang dapat terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang. Keberadaan Naskah Akademik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebenarnya sangat strategis dan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindarkan apabila membentuk peraturan perundang-undangan yang baik. Hal ini disebabkan dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia yang sedang dalam masa transisi demokrasi secara yuridis masih belum banyak aturan hukum yang lengkap untuk mengatur segala hal. Sementara itu arus perubahan yang diinginkan oleh masyarakat sangat kuat terutama terhadap produk peraturan perundangundangan yang responsif dan aspiratif. Masyarakat lebih banyak menuntut keberadaan suatu peraturan perundangundangan bukanlah kehendak penguasa (legislatif dan/atau eksekutif) belaka. Namun perlu adanya ruang-ruang publik yang memungkinkan suara rakyat tertampung dalam penyusunan substansi peraturan perundang-undangan. Dengan adanya Naskah Akademik maka ruang-ruang
II-20 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
publik tersebut sangat terbuka dan masyarakat bebas mengeluarkan aspirasi serta melakukan apresiasi terhadap substansi peraturan perundang-undangan yang sedang diatur. Sedangkan dalam konteks otonomi daerah, amandemen UUD 1945 juga memberikan peluang yuridis bagi daerah untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah daerah juga menentukan keleluasaan yang besar bagi daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Kewenangan yang luas tersebut tentunya harus dipahami untuk menuju kesejahteraan dan keadilan sosial bersama sehingga produk perundang-undangan daerah yang dihasilkan adalah produk perundang-undangan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Dengan demikian, untuk kepentingan masyarakat maka masyarakat harus diajak bersama-sama dalam merumuskan rancangan perundang-undangan di daerah. Hal ini tentunya tidak mengenyampingkan keberadaan wakil-wakil rakyat di DPRD. Perlu adanya kesinambungan peran antara masyarakat dengan DPRD karena pada kenyataannya wakil-wakil rakyat yang berada di dewan tidak mampu mewakili seluruh aspirasi masyarakat yang sangat dinamis itu. Disinilah dibutuhkan kearifan bersama antara Pemerintah Daerah, DPRD dan masyarakat dalam membuat peraturan perundang-undangan di daerah dengan menyusun Naskah Akademik sebelum merancang peraturan daerah. Hambatan yuridis dengan tidak adanya dasar hukum yang mengharuskan pembuatan Naskah Akademik dalam penyusunan rancangan peraturan daerah, bukanlah dasar penghalang untuk dibuatnya Naskah Akademik tersebut. b. Metoda Penyusunan Metode yang digunakan dalam penulisan Naskah Akademik adalah metode penelitian yuridis normatif dan empiris yang dikaji secara holistik kontekstual progresif. Holistik digunakan karena peraturan-peraturan yang ada maupun yang akan dibuat harus dikaji titik tautnya dengan peraturan dan aspek-aspek yang lain, terutama untuk melihat apakah kelemahan dan kekuatan peraturan yang ada ketika diimplementasikan pada kondisi nyata.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-21
Pengkajian aspek-aspek lain yang terkait, seperti pengalaman para stakeholders terkait, hasil-hasil penelitian dan konsep-konsep yang berkaitan dengan materi muatan peraturan perundang-undangan. Sedangkan secara kontekstual adalah suatu pengkajian tentang kebutuhankebutuhan yang sangat penting atau vital yang mendasari atau melatarbelakangi pembuatan peraturan daerah. Progresif adalah keharusan telah dikajinya peraturan yang dibuat dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan saat ini, mendesak, tapi masih punya nilai prospektif untuk masa mendatang dengan mengadakan pembaruanpembaruan. c. Penelitian Yuridis Normatif Pendekatan yuridis normatif digunakan untuk mengetahui landasan atau dasar hukum pengaturan suatu masalah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan praktik pelaksanaannya yang dilihat dari peraturan kebijakan, keputusan dan tindakan pejabat atau organ pemerintah maupun pemerintah daerah lainnya yang terkait dengan masalah penelitian. Pendekatan teoritis dilakukan untuk mengetahui: konsep ilmiah, landasan filosofis dan landasan politis suatu masalah yang diatur. Pembahasan dalam penelitian yuridis normatif dilakukan secara deskriptif analitis. Data penelitian didapatkan dari dokumen-dokumen sehingga merupakan penelitian dokumen. Dokumen yang dipilih adalah dokumendokumen yang terkait dan dapat menjawab permasalahan penelitian4. Dokumen-dokumen tersebut meliputi dokumen-dokumen hukum dan literatur terkait, media massa dan lain-lain5. Fokus penelitian yuridis normatif ini adalah:
Mengkaji landasan atau dasar hukum suatu masalah yang diatur sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan praktek pelaksanaannya yang dilihat dari peraturan kebijakan, keputusan dan tindakan pejabat atau organ pemerintah maupun pemerintah daerah.
Mengkaji konsep ilmiah suatu masalah yang diatur.
4
John W. Creswell, Research Design; Qualitative & Quantitative Approaches, (London: Sage Publication, 1994), hal. 148.
5
Kenneth D. Bailey, Methods of Social Research, Second Edition, (London: The Free Press, 1982), hal. 302
II-22 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Mengkaji landasan filosofis suatu masalah yang diatur.
Mengkaji landasan politis suatu masalah yang diatur.
Dokumen-dokumen yang akan diteliti sebagai sumber data dalam penelitian hukum disebut dengan bahan-bahan hukum. Bahan-bahan hukum dalam penelitian ini meliputi 6 :
Bahan Hukum Primer perundang-undangan.
Bahan Hukum Sekunder yang berupa pendapat ahli, literatur, hasil penelitian terdahulu, dan lain-lain.
Bahan Hukum Tertier yang berupa kamus dan ensiklopedi.
yang
berupa
peraturan
Proses analisis dilakukan dengan pengelompokan data yang terkumpul dan mempelajarinya untuk menemukan prinsipprinsip yang akan menjadi pedoman pembahasan 7. Prinsipprinsip tersebut diperoleh dengan penafsiran terhadap bahan-bahan hukum serta konteks ruang dan waktu dokumen tersebut dibuat 8. Data-data dikumpulkan berdasarkan permasalahan tinjauan yuridis yaitu dasar pengaturan suatu masalah yang diatur. Selanjutnya dilakukan analisis yang menghubungkan antara tinjauan yuridis dengan tinjauan teoritis. Dengan demikian akan menghasilkan gambaran atas suatu masalah yang diatur. d. Penelitian Empiris Penelitian empiris dilakukan untuk menganalisis pengalaman empirik dari para stakeholders yang terkait dengan suatu masalah yang diatur. Data empiris yang digunakan dalam penulisan Naskah Akademik ini adalah :
Kebutuhan hukum masyarakat dalam pengaturan suatu masalah.
Kondisi sosial masyarakat.
6
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Edisi Pertama, (Bandung: Alumni, 1994), hal. 134.
7
James E. Mauch and Jack W. Birch, Guide to the Successful Thesis and Desertation, Third Edition, (New York: Marcel Dekker Inc., 1993), hal. 115.
8
Asshiddiqie, Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, (Jakarta: Ind. Hill-Co, 1998), hal. 14.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-23
Nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat.
Teknik pengambilan data dilakukan dengan wawancara dapat dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview) melalui pendekatan participatory rural appraisal (PRA), survey, dan lain-lain.
B.
Tinjauan Laporan Penelitian 1.
Umum
Saat ini peran transportasi kereta api dalam angkutan penumpang dan barang masih rendah dibandingkan peran yang seharusnya dapat dilakukan. Pada Tabel 2.1 terlihat bahwa moda kereta api untuk angkutan penumpang sebesar 7,32% dan angkutan barang 0,67%, perannya masih sangat rendah bila dibandingkan dengan moda jalan yang masih sangat mendominasi yaitu 84,13% untuk angkutan penumpang dan 91,25% untuk angkutan barang, begitu juga dibandingkan dengan moda lainnya termasuk moda laut dan udara yang mencapai 8,05% untuk angkutan penumpang dan 8,06% untuk angkutan barang. Mengingat potensi dan kelebihan yang dimiliki moda kereta api, baik untuk angkutan penumpang maupun barang, pemerintah bermaksud menjadikan kereta api sebagai tulang punggung angkutan umum mengingat daya tampung yang besar, konsumsi BBM yang sedikit dan dengan demikian mengeluarkan polusi lebih sedikit, tidak memerlukan lahan yang luas, berkecepatan tinggi dan dapat menembus jantung kota. Dengan peran kereta api yang lebih besar dalam angkutan penumpang, baik di dalam kota maupun antar kota, maka penggunaan mobil pribadi akan berkurang sehingga mengatasi kemacetan di jalan raya. Di samping itu, dengan peran yang lebih besar dalam angkutan barang, beban jalan raya akan berkurang dan mengurangi kemacetan di jalan-jalan menuju pelabuhan laut. Sebagai negara berkembang dengan tingkat urbanisasi yang meningkat, maka kebutuhan angkutan kereta api menjadi semakin besar, karena semakin banyaknya penduduk yang melakukan perjalanan dari desa ke kota-kota besar. Perkembangan kota-kota sendiri menuntut penambahan sarana angkutan publik yang semakin banyak, dan kebutuhan itu dapat disediakan dengan baik oleh moda angkutan kereta api. Jadi di samping menjadi andalan untuk angkutan penumpang dan barang antar kota, kereta api juga menjadi andalan untuk angkutan penumpang di kota-kota besar. Dengan arah perkembangan demikian, maka berbagai pihak perlu dan dapat terlibat dalam pengembangan angkutan kereta api.
II-24 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Tabel 2.1. Pangsa Angkutan Penumpang Dan Barang Pada Berbagai Moda No
Jenis Moda
1.
Kereta Api
2.
Jalan
3.
Moda Lain
Angkutan Penumpang
Angkutan Barang
7,32%
0,67%
84,13%
91,25%
8,05%
8,06%
Sumber: PT. KA, 2007 Transportasi kereta api memiliki andil yang sangat vital dan berdimensi strategik bagi pembangunan nasional memasuki milenium ketiga, mengingat sifatnya sebagai penggerak dan pendorong kegiatan pembangunan serta sebagai jembatan kesenjangan, dan akan semakin penting peranannya sebagai bagian integral dari infrastruktur pembangunan. Azas menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, Bab 2 Azas dan Tujuan, Pasal 2, adalah Perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan:
Asas manfaat;
Asas keadilan;
Asas keseimbangan;
Asas kepentingan umum;
Asas keterpaduan;
Asas kemandirian;
Asas transparansi;
Asas akuntabilitas; dan
Asas berkelanjutan.
Tujuan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, Bab 2 Azas dan Tujuan, Pasal 3, adalah Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional. Diterbitkannnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian menandai era baru perkeretaapian di Indonesia, dengan tiga peraturan dasar yaitu:
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-25
a. Menghilangkan monopoli BUMN dan membuka peluang swasta dan pemerintah daerah dalam bisnis perkeretaapian; b. Memungkinkan pemisahan penyelenggaraan prasarana dan sarana yang semula terintegrasi, dan c. Menetapkan Pemerintah sebagai pembina dan penanggung jawab penyelenggaraan perkeretaapian. UU tersebut menetapkan bahwa penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian harus dilaksanakan oleh badan usaha, yang dapat berupa BUMN/BUMD atau swasta, atau kerjasama pemerintah dan swasta. Pasal-pasal pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian jelas membedakan peran dan tanggung jawab antara pemerintah dan operator perkeretaapian, dan lebih menegaskan bahwa petunjuk pelaksanaan dan pengawasan ada pada tatanan peraturan pemerintah maupun peraturan daerah. Peran serta sektor swasta sangat didorong melalui keikutsertaan dalam penyelenggaraan sarana maupun prasarana serta kegiatan pendukung kereta api, termasuk industri hulu dan hilirnya. Penyelenggaraan perkeretaapian menurut fungsinya terdiri atas perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus. Perkeretaapian umum terdiri atas perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antar kota. Perkeretaapian khusus hanya digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut. Penyelenggaraan perkeretaapian dapat diklasifikasikan berupa penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dan penyelenggaraan sarana perkeretaapian. Pemerintah bermaksud meningkatkan peran kereta api antara lain dengan menghidupkan kembali lintas-lintas kereta api yang tidak beroperasi lagi atau yang disebut juga lintas cabang. Lintas cabang juga dapat menjadi jalur alternatif lainnya bila terdapat gangguan pada jalur utama kemungkinan dapat merupakan jalur pengumpan (feeder line) pada jalur kereta api utama (lintas raya). Dalam melakukan perjalanan kereta api tidak dapat berhenti di sembarang tempat, disamping itu perjalanan kereta api juga sudah diatur jadwal pemberangkatan dan tibanya pada stasiun-stasiun tertentu. Dengan demikian, pengoperasian kereta api merupakan suatu sistem yang kompleks yang melibatkan banyak pihak serta membutuhkan pedoman-pedoman sebagai petunjuk teknis penyelenggaraan perkeretaapian nasional.
2.
II-26 |
Kegiatan Bidang Perkeretaapian
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Dengan lahirnya UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, maka peran perkeretaapian secara nasional diharapkan dapat ditingkatkan melalui pembangunan perkeretaapian yang tidak lagi selalu dilaksanakan oleh pemerintah pusat namun diharapkan dapat dikembangkan melalui pemerintah daerah, pihak swasta maupun industri perkeretaapian lainnya. Sebagai bagian dari upaya menjadikan kereta api sebagai tulang punggung angkutan penumpang dan barang sesuai dengan keunggulan yang spesifik dari angkutan kereta api dibandingkan moda angkutan lain, maka Pemerintah perlu melakukan upaya mendorong berkembangnya bisnis angkutan kereta api di seluruh wilayah negara, melalui intervensi langsung atau bekerjasama dengan swasta, yaitu: a. Kereta Api Jabodetabek Peluang mengembangkan bisnis angkutan kereta api di Jabotabek sangat besar. Tidak berlebihan jika PT. Kereta Api Indonesia Commuter Jabodetabek (KCJ) mentargetkan 2,2 juta penumpang pada tahun 2012. Kebutuhan sarana kereta penumpang sangat banyak karena kepadatan penumpang yang sudah sangat tinggi, terlihat dari banyaknya penumpang yang duduk di atap kereta atau bergelantungan di pintu kereta. Jumlah KRL dibandingkan kapasitas penumpang sering kali menembus rasio 150 persen sehingga penambahan kereta sangat mendesak. Pengoperasian kereta rel listrik atau KRL di Jabotabek perlu ditingkatkan untuk menambah alternatif sarana transportasi terutama bagi para pekerja yang pulang selepas pukul 21.00. b. Kereta Api Perkotaan Pemerintah perlu menetapkan bahwa kota metropolitan dengan penduduk di atas lima juta jiwa membangun sistem transportasi publik berbasis rel untuk memenuhi peningkatan permintaan transportasi kota. Jakarta adalah kota metropolitan yang terlambat dalam pengembangan Mass Rapid Transit (MRT) dibandingkan dengan kota-kota lain negara tetangga seperti Bangkok, Manila dan Kuala Lumpur. Agar kota-kota lain tidak terlambat seperti Jakarta, maka perlu menyiapkan pembangunan MRT sejak sekarang. Untuk itu dukungan pemerintah daerah dan pihak swasta sangat diperlukan.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-27
Penyediaan layanan angkutan kerata api metropolitan ini dimaksudkan untuk menekan beban biaya angkutan di masyarakat sekaligus mengurangi pencemaran di kota-kota besar. Untuk kota-kota metropolitan, sistem transportasi masal merupakan kebutuhan mutlak. Transportasi publik berbasis rel menjadi tulang punggung sistem transportasi publik di kota yang memiliki tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi. Biaya angkutan kereta api enam kali lebih murah dibandingkan dengan angkutan umum berbasis bus. Selain itu, angkutan kereta api 20 kali lebih murah dibandingkan dengan sepeda motor. Moda transportasi kereta api juga mampu mengangkut jumlah penumpang sangat besar dengan polusi sangat rendah. Angkutan kereta api di kota metropolitan tidak menimbulkan emisi CO2 jika digerakkan dengan tenaga listrik, sedangkan bus mengeluarkan emisi CO2 sebesar 15 gram per penumpang per km. Bila dibandingkan dengan kendaraan pribadi, angkutan kereta api juga lebih baik karena kendaraan pribadi mengeluarkan emisi CO2 sebanyak 244 gram per penumpang per km. Sepeda motor juga mengeluarkan emisi CO2 sebesar 98 gram per penumpang per km. c. Kereta Api Angkutan Barang Barang yang diangkut dengan kereta api selama ini terdiri dari minyak bumi (BBM), pupuk, semen, batu bara, hasil perkebunan, peti kemas, pasir kuarsa, karet, hantaran barang penumpang, dan lain-lain. Peluang besar adalah angkutan kereta api batu bara dari pedalaman Bengkulu, Sumatera Selatan dan Kalimantan ke pelabuhan, kontainer dari Jakarta ke Surabaya, baja dari Cilegon ke Surabaya, minyak sawit mentah (crude oil palm/CPO) di Sumut, angkutan air kemasan dari lokasi pengolahan di pedalaman ke kota besar, pasir besi dari Tasikmalaya Selatan ke Cilacap, dll. Mengingat prospek yang sangat baik dalam bisnis angkutan barang ini, maka akan menarik pihak swasta untuk ikut mengembangkan bisnis angkutan kereta api. Untuk itu Pemerintah perlu mendukung Pemerintah Daerah untuk mengembangkan bisnis angkutan kereta barang di daerahnya dan jika perlu bekerja sama dengan pihak swasta. Angkutan barang ini kemudian dapat dimanfaatkan untuk angkutan penumpang. Secara makro, optimalisasi angkutan barang dengan kereta api
II-28 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
berpotensi menyeimbangkan arus transportasi yang selama ini terpusat di jalan raya. d. Kereta Api Bandara Soekarno Hatta, Jakarta Saat ini akses dari kota Jakarta ke Bandara Soekarno Hatta hanya dapat jalan tol, yang pada jam-jam sibuk mengalami kemacetan yang parah. Bagi masyarakat umum, angkutan yang dapat digunakan menuju bandara hanya bus DAMRI dan taksi. Jika proses pelibatan swasta dalam pembangunan kereta api Bandara ini mengalami kebuntuan, maka Pemerintah perlu melakukan alternatif lain yaitu melakukan pembangunan prasarana sendiri dengan dana APBN, selanjutnya melakukan tender terbuka untuk pengoperasian sarana / rolling stocks. Pertimbangan mengapa Pemerintah perlu membiayai sendiri pembangunan prasarana kereta api Bandara Soekarno Hatta adalah manfaatnya secara skala makro bagi masyarakat Indonesia yang akan berkunjung ke Ibukota negara, kondisi akses ke Bandara SoekarnoHatta sudah sangat kritis yang memerlukan penanganan segera, perbaikan jalan tol yang ada tidak serta merta menyelesaikan masalah kemacetan dalam jangka menengah dan panjang, dan untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyediakan angkutan massal berbasis kereta api. e. Kereta Api di Luar Jawa Sarana angkutan kereta api di luar Jawa saat ini hanya terdapat di Sumatera, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Penambahan jaringan kereta api oleh Pemerintah sejak kemerdekaan hanya dilakukan di Provinsi NAD sebagai bagian dari rencana membangun Trans-Sumatera Railway dari Banda Aceh hingga Lampung (3000 km). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, di setiap pulau besar akan dibangun jaringan kereta api. Kementrian Perhubungan telah melaksanakan Peraturan Pemerintah ini dengan melakukan studi kelayakan pembangunan jaringan kereta api di berbagai daerah. Pemerintah akan menindaklanjuti pembangunan jaringan kereta api di luar Jawa tersebut secara bertahap dimulai pada periode Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-29
Pada pihak lain, beberapa Pemerintah Daerah telah berencana membangun kereta api di daerah masingmasing, yaitu Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Bengkulu: Pemerintah Provinsi Bengkulu berencana memulai pembangunan rel kereta api tahap pertama sepanjang 29 km dari total lintasan rel sepanjang 195 km dan tiga stasiun termasuk stasiun induk di Pelabuhan Pulau Baai. Anggaran untuk pembangunan rel dan dua stasiun itu berasal dari APBN sebesar Rp 400 miliar, sedangkan dana pembangunan stasiun induk Rp 2,5 miliar dari APBD Provinsi Bengkulu. Biaya selebihnya akan ditanggung oleh swasta yang akan mengoperasikan angkutan kereta api khusus batu bara. Kalimantan Tengah: Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berencana membangun jaringan rel kereta api (KA) angkutan batu bara sepanjang 185 kilometer mulai dari Kabupaten Murung Raya hingga Mengkatip, Kabupaten Barito Selatan. Biaya pembangunan jaringan rel diperkirakan Rp 7,6 triliun yang sepenuhnya dibiayai oleh konsorsium swasta. Kalimantan Selatan: Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan merencanakan membangun jaringan rel kereta api guna mengatasi persoalan angkutan bahan tambang, hasil perkebunan, dan sumberdaya alam lainnya. Pembangunan lintasan rel kereta api yang mencakup jalur Banjarmasin ke Kota Tanjung, Kabupaten Tabalong, hingga perbatasan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur akan mengambil peran jalan raya sehingga dapat digunakan untuk angkutan lain. Selama ini angkutan batu bara menggunakan jalan umum sehingga mengakibatkan kerusakan jalan serta menimbulkan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas yang tinggi. Kalimantan Timur: Pemerintah Daerah Provinsi Kaltim akan bekerjasama dengan investor Korea Selatan membangun rel kereta api angkutan batu bara. dana investasi mencapai Rp 9 triliun, yang akan diupayakan oleh perusahaan Korea Selatan (Posco Incorporate Ltd dan Canatect Co Ltd.). Pada tahap awal hanya untuk angkutan batu bara, namun dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah, maka kebutuhan
II-30 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
angkutan penumpang dan barang lain akan juga dipenuhi. Sulawesi Selatan: Hasil studi kelayakan menunjukkan bahwa proyek kereta api layak dibangun guna mendukung transportasi regional menghubungkan Makassar-Parepare-Mamuju-Palu dan MakassarParepare-Palopo-Palu, dengan total jaringan sepanjang 150 km. f.
Kereta Api Cepat Jawa Saat ini kemampuan kecepatan kereta api rata-rata masih di bawah 100 kilometer per jam. Hal ini menyebabkan jarak Surabaya – Jakarta (725 km) harus ditempuh dalam waktu yang relatif lama, sekitar 10 jam. Jika waktu tempuh dapat disingkat menjadi 3 jam, maka angkutan kereta api akan menambah pilihan lain bagi masyarakat dalam melakukan perjalanan antara dua kota terbesar di Indonesia tersebut. kereta api cepat Jawa dapat menggunakan jalur utara yaitu JakartaCirebon-Semarang-Surabaya yang relatif lurus. Alternatif lain adalah membangun rel kereta api pada jalan bebas hambatan dari Merak hingga Banyuwangi. Pembangunan kereta api cepat Jawa perlu direncanakan sejak awal mengingat kontribusinya yang besar dalam mendorong perekonomian. Pemerintah perlu melibatkan swasta nasional dan internasional untuk membangun kereta api cepat Jawa. Berbagai skema kerjasama pemerintah-swasta dapat didisain untuk mewujudkan rencana ini, di mana pada intinya pemerintah memberikan konsesi pengoperasian kereta api cepat ini dalam waktu lama (misalnya 30 tahun) dan pihak swasta melakukan pembangunan prasarana dan mengoperasikan layanan angkutan kereta api selama periode konsesi tersebut. Pada akhir periode konsesi, pemerintah dapat melakukan tender untuk menentukan operator baru atau memperpanjang konsesi kepada operator lama dengan skema kerjasama baru.
3.
Kebijakan Pengembangan Perkeretaapian
Sarana
Transportasi
Kebijakan pengembangan sarana transportasi ke depan diarahkan kepada penerapan teknologi yang dapat memberikan peningkatan pada pelayanan perkeretaapian seperti peningkatan kecepatan dan
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-31
beban gandar dengan tetap memperhatikan keselamatan (safety), kenyamanan (comfortability) dan kemudahan perawatan (maintainability). Selain faktor-faktor tersebut, yang tidak boleh dilupakan adalah terciptanya kemandirian dalam dukungan produksi dalam negeri terhadap penyediaan sarana dan prasarana perkeretaapian termasuk komponen dan suku cadang maupun proses perawatannya. Arah pengembangan sarana perkeretaapian di Indonesia pada masa yang akan datang, yaitu pada periode tahun 2030 adalah untuk mendukung transportasi kereta api yang mampu mencapai kinerja sebagai berikut: 1) Kereta api diharapkan memiliki kontribusi sebagai transportasi perkotaan, baik angkutan masal komuter maupun urban (kota) terpadu dengan pangsa pasar sebesar 20% di kota-kota besar seperti Jabodetabek (Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi), Bandung, Surabaya dan Medan. 2) Kereta api kecepatan tinggi (High Speed Train) JakartaSurabaya dengan pangsa pasar 30% untuk KA antar kota. 3) Kereta api barang sebagai bagian sistem intermoda terpadu dalam sistem logistik nasional dengan pangsa pasar 30% angkutan peti kemas. 4) Kereta api khusus untuk angkutan curah padat (Batubara) dan cair (BBM, LNG dan CPO). Adapun arah pengembangan teknologi perkeretaapian (sarana dan prasarana) yang akan diterapkan pada tahun 2030 adalah seperti yang tertera pada Gambar 2.12.
II-32 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Sumber: Direktorat Jenderal Perkeretaapian. Gambar 2.12. Arah Pengembangan Teknologi Sarana dan Prasarana Kereta Api 4.
Benchmark Pedoman Bidang Perkeretaapian
Dalam benchmark ini akan disampaikan beberapa pedoman yang telah digunakan di negara lain. Dalam studi ini, benchmark tersebut akan digunakan dalam memperoleh pola pikir dari pedoman yang akan disusun. A. Benchmark Untuk Perkeretaapian Perkotaan
Kelembagaan
Otoritas
1. Kepemilikan Pemerintahan telahn lama bertanggung jawab atas penyediaan jasa angkutan massal. Bahkan, sistem kereta api perkotaan di Negara Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Singapura, Perancis, Kanada dan Korea Selatan dimiliki dan dikelola dengan baik oleh Pemerintah secara langsung atau Perusahaan umum. Jasa transportasi disediakan untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat. Kepemilikan kereta api perkotaan seperti pada pengoperasian MRT di beberapa Negara berbedabeda ada yang menjadi milik Pemerintahan Kota
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-33
dan ada juga yang dimiliki oleh perusahaan umum. Kepemilikan MRT di beberapa Negara seperti terlihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Kepemilikan MRT di Beberapa Negara Kota
Perusahaan Pemerintah
Tokyo
Pelayanan Kereta Api Metro disediakan oleh Otoritas Pemerintah Kota
Osaka
Perkeretaapian Perkotaan dimiliki dan dioperasikan oleh Pemerintah Kota
Paris
Pelayanan Kereta Api Metro dioperasikan oleh Paris Transport Authority (RATP) dibawah kendali suatu Dewan yang terdiri dari Perwakilan Pemerintah dan Otoritas Kota
New York
Kereta Api Metro dioperasikan oleh anak perusahaan Metropolitan Transportation Authority (MTA). MTA diatur oleh Dewan yang mewakili masyarakat pinggiran kota yang dilayani Kereta Api Metro
Los Angeles
Pelayanan Kereta Api Metro disediakan Los Angeles County Metropolitan Transportation Authority Perusahaan Umum
Hongkong Pelayanan Kereta Api Perkotaan disediakan oleh Perusahaan Umum Singapura
Mass Rapid Transit Corporation (MRTC) adalah otoritas konstruksi untuk Kereta Api Metro, dan telah memberikan lisensi kepada Singapore Mass Rapid Transit Limited sebagaioperator.
Seoul
Kereta Api bawah tanah dioperasikan oleh Perusahaan Umum lokal yang didirikan oleh Pemerintah Kota
London
Pelayanan Kereta Api Metro disediakan oleh London Regional Transport dibawah kendali sepenuhnya Pemerintah Kota melalui Dewan yang telah dipilih.
Toronto
Pelayanan Kereta Api Metro disediakan oleh TorontoTransit Commission, dan bertanggung kepada Dewan Metropolitan Toronto.
Sumber : Bushell, C., Jane's Urban Transport Systems 1995-96, KCRC, Annual Report, 1992-95, London Department of Transport, Los Angeles County Metropolitan Transportation Authority, Metropolitan Transportation Authority, New York, MTRC, Annual Report, 1990-95, Osaka Municipal Transportation Bureau, Paris Transport Authority, Seoul Metropolitan
II-34 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Subway Corporation, Singapore Land Transport Authority, Toronto Transit Commission, Transportation Bureau of Tokyo Metorpolitan Government. Skema manajemen pengoperasian transportasi di China seperti terlihat pada Gambar 2.13, sedangkan Gambar 2.14 adalah struktur organisasi fungsi angkutan kota di pemerintah Guangzhou.
Gambar 2.13. Skema Manajemen Pengoperasian Transportasi Di China
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-35
Gambar 2.14 Struktur Organisasi Fungsi Angkutan Kota dii Pemerintah Guangzhou 2. Sumber Dana Pembangunan Infrastruktur Kereta Api Perkotaan Selanjutnya, karena MRT memerlukan sejumlah besar dana untuk pembangunannya, Pemerintah adalah salah satu sumber yang dapat menyediakan dana dengan kemampuan dana yang cukup untuk melakukan seperti proyek investasi. Pembangunan kereta api perkotaan sangat mahal dan tidak mungkin biaya konstruksinya ditutup oleh pendapatan. Memang, dalam beberapa kasus dapat ditutupi dari pendapatan tiket. Pembangunan kereta api perkotaan lebih menguntungkan dari sisi sosial. Para pengambil keputusan dan lembaga pendanaan harus tahu siapa yang dapat mendanai dan siapa yang harus mendanai pembangunan transportasi perkotaan. Sebelum membahas lebih jauh lagi mengenai sumber pendanaan, dapat dilihat hubungan antara tingkat pendapatan dengan perjalanan per hari menggunakan kendaraan bermotor seperti terlihat pada Gambar 2.15. Dari Gambar tersebut terlihat bahwa semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka akan semakin sering melakukan perjalanan menggunakan kendaraan
II-36 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
bermotor. Amerika Serikat merupakan Negara yang penduduknya memperoleh penghasilan yang paling tinggi, yaitu sebesar US $ 34.000 dan melakukan perjalanan per harinya sebanyak 3,5 kali. Sedangkan Negara Asia yang berpenghasilan tinggi dengan pendapatan sebesar US$ 17.000 melakukan perjalanan per harinya sebanyak 1,9 kali. Semakin tinggi pendapatan, maka kebutuhan akan transportasi juga semakin tinggi, tetapi disisi lain jika salah satu sumber pendanaan adalah dari pajak, maka pemenuhan kebutuhan dana untuk pembangunan perkeretaapian perkotaan akan lebih mudah diperoleh terutama dari pendapatan pajak.
Sumber : Urban Transport & Economic Growth, Seminar on Urban Transport : BID/CODATU, Santiago, Chile – 8 Oktober 2007 Gambar 2.15 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Perjalanan Perjalanan Per Hari Menggunakan Kendaraan Bermotor Besarnya dana yang dibutuhkan untuk pembangunan kereta api perkotaan tergantung kepada moda transportasi yang dipilih. Namun, terlepas dari pilihan yang dibuat, kuncinya adalah untuk menetapkan kondisi pendanaan jangka
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-37
panjang baik untuk investasi (infrastruktur dan rolling stock) dan operasi berbagai moda transportasi (operasi, pemeliharaan dan penggantian). Oleh karena itu semua biaya-biaya jangka panjang harus dipertimbangkan secara trategis. Untuk moda transportasi publik, beberapa unsur perbandingan berfungsi untuk mengamati berbagai parameter yang masuk ke dalam kriteria pemilihan. Gambar 2.16. memperlihatkan karakteristik investasi dengan produk domestic bruto (PDB) untuk MRT, BRT, dan Trem. Dari gambar tersebut terlihat bahwa biaya investasi MRT jauh lebih mahal dibandingkan dengan biaya investasi BRT dan Trem. Trem biaya investasinya paling rendah. Apabila dikaitkan dengan PDB, maka terlihat kecenderungan kenaikan biaya investasi untuk MRT lebih cepat peningkatannya dibandingkan dengan BRT dan Trem, dan trem kecenderungan biaya investasinya yang paling rendah.
Sumber : Sustainable Mobility Strategy in Cities in Developing Countries. MIDDAT, CERTU, 2008 Gambar 2.16 Rata-rata Biaya Investasi Berdasarkan Moda Transportasi dengan GDP Biaya operasi per km dengan amortisasi berdasarkan PDB seperti terlihat pada Gambar 2.17 Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa di Negara Maju biaya operasi per km untuk BRT lebih tinggi
II-38 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
daripada MRT. Makin besar kapasitasnya (orang per jam per satu kali jalan) maka biaya operasi per km nya semakin kecil. Semakin besar kapasitasnya, maka penurunan biaya operasi pada MRT lebih cepat dibandingkan dengan BRT. Sedangkan untuk Negara yang sedang berkembang, biaya operasi per km nya lebih rendah daripada Negara maju. Biaya operasi BRT lebih tinggi daripada MRT. Tetapi kecenderungan penurunannya lebih cepat MRT.
Sumber : Sustainable Mobility Strategy in Cities in Developing Countries. MIDDAT, CERTU, 2008 Gambar 2.17 Biaya Operasi Dengan Amortisasi Berdasarkan PDB Berdasarkan perbandingan secara internasional, kota-kota di negara berkembang, pendanaan moda transportasi perkotaan dana antara 1% dan 2% dari PDB untuk menutupi pengeluaran pada investasi jalan perkotaan,transportasi umum investasi dan kebutuhan operasi. Salah satu kekhasan dari sektor transportasi perkotaan adalah bahwa transportasi perkotaan tergantung pada pendanaan dari beberapa sumber
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-39
dan melibatkan berbagai mitra, baik negeri maupun swasta, individu dan kolektif. Otoritas publik adalah salah satu pihak utama yang terlibat dalam pendanaan moda transportasi perkotaan baik di bidang infrastruktur (paling umum), atau dalam operasi sistem pembayaran melalui subsidi atau dalam menjalankan langsung sistem transportasi oleh Perusahaan Pemerintah Kota. Jenis perannya bervariasi dan terkait erat dengan peran kelembagaan kota dan negara. Sumber-sumber dana publik untuk anggaran transportasi beragam dan kadang-kadang sangat spesifik, yaitu seperti terlihat pada Gambar 2.18
Otoritas Publik
Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung
Pembayar Pajak
Pajak Pemakaian Bahan Bakar dan Pajak Kendaraan Bermotor
Pengguna Transportasi Individu
Pajak Pendapatan Perusahaan
Pajak Asta Tanah (Pajak Bumi dan bangunan)
Penduduk
Pinjaman atau Hibah
Bank atau Lembaga Pendanaan
Gambar 2.18 Sumber Pendanaan Transportasi Publik
Pajak Transportasi di Perancis Pajak transportasi yang paling banyak dikenal dan diterapkan adalah Versement "Perancis
II-40 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Transportasi, "atau VT. Saat itu diperkenalkan pada tahun 1971 untuk perusahaan publik dan swasta dengan lebih dari sembilan gaji karyawan di wilayah Ile-de-France. Tujuannya adalah untuk menyediakan dana yang diperlukan untuk memperluas dan meningkatkan pelayanan transportasi umum di Paris, yang pada waktu itu mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat. Kemudian secara bertahap diperluas ke semua wilayah metropolitan dengan otoritas transit. VT, yang dihitung sebagai persentase dari biaya total perusahaan penggajian, adalah dikumpulkan oleh Jaminan Sosial dan ditransfer ke otoritas transit. Persentase tarif yang berlaku ditentukan oleh otoritas lokal. Pertumbuhan pajak transportasi di Perancis seperti terlihat pada Gambar 2.19.
Sumber : GART Transportasi Perkotaan 2007 Gambar 2.19 Pertumbuhan Pendapatan dari Pajak Transportasi di Perancis Sejak Tahun 2000 (Dalam M €) Pembangunan infrastruktur transportasi umumnya menimbulkan peningkatan nilai tanah dan bangunan disajikan. Nilai tanah diperkirakan naik antara 5% sampai 10% untuk properti hunian, dan naik antara 10% sampai 30% untuk property komersial. Menurut berbagai studi kasus, Misalnya, ketika metro dibangun di Helsinki, kenaikan harga apartemen itu berbanding terbalik dengan jarak dari stasiun metro dalam radius 750 meter, dengan sangat tingkat tinggi antara 250 dan 500 meter.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-41
Meningkatkan nilai 81.000 bangunan kurang dari 1 kilometer jaraknya diperkirakan antara US $ 550 juta sampai dengan US $ 670 juta. Sebaliknya, dapat memiliki dampak negatif: polusi, kebisingan, peningkatan lalu lintas , kehilangan prestise di daerah, atau penurunan nilai dalam daerah yang tidak dilayani oleh transportasi umum. Sekali lagi di Helsinki, daerah yang tidak dilayani oleh transportasi umum harga jualnya jatuh. Hilangnya nilai jual diperkirakan antara US $ 90 juta sampai US $ 150 juta untuk seluruh wilayah metropolitan. Jarak ke koridor transportasi umum. Dampak dari pembangunan infrastruktur transportasi adalah terhadap pertumbuhan wilayah, seperti terlihat pada Gambar 2.20 dimana pembangunan stasiun di Aguas Claras Brazil yang tadinya di lahan yang masih kosong, setelah dibangun stasiun daerahnya berkembang menjadi daerah bisnis. Aguas Claras, yang terletak 20 kilometer di luar pusat kota Brazilia itu, sebagian besar lahannya tidak terpakai sampai awal 1990-an. Tanah di daerah tersebut dibeli oleh Otoritas Distrik Federal sebelum dibangun jalur bawah tanah Brasilia – Samambaia, yang menghubungkan kota satelit yang telah dikembangkan di sekitar Brazilia. Tanah yang diperoleh kemudian dikembangkan dan dijual sebagai kavling perorangan untuk pengembang properti, dalam rangka untuk menangkap keuntungan nilai tanah yang signifikan yang dihasilkan oleh investasi. Sekarang 75.000 warga tinggal di kota baru tersebut, dan angka tersebut diperkirakan akan berlipat ganda pada tahun 2020. Proyek ini merupakan proyek pertama di Brazil dan sukses sekali, karena permintaan untuk properti di wilayah ini sangat tinggi. Dari biaya US $ 770.000.000 untuk membangun infrastruktur bawah tanah, 85% (atau US $ 680.000.000) dihasilkan dengan menjual tanah. Biaya pengembangan tanah dalam persiapan untuk menjual plot senilai US $ 50 juta.
II-42 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Sumber : Metro DF Gambar 2.20 Daerah di Sekitar Stasiun Aguas Claras Brazil Setelah Dibangun Stasiun Dalam pengembangan infrastruktur transportasi publik, ada pola PPP (Public Private Partnership), yaitu melibatkan pihak swasta dalam melaksanakan investasi awal dan / atau operasi proyek dengan mentransfer berbagi risiko ke pihak swasta, sementara setup atas jaminan keuntungan yang cukup (dengan cara subsidi sektor publik jika diperlukan) untuk menarik investor. PPP tidak, bukan sumber pendanaan, melainkan mekanisme untuk meningkatkan perolehan dana untuk membiayai proyek, dengan cara yang sama sebagai pinjaman, tetapi yang melakukan pemberi pinjaman (pihak swasta) dan membuat pihak swasta tersebut bertanggung jawab atas pelaksanaan yang tepat dari proyek tersebut. Dalam jangka panjang, pembiayaan sebenarnya datang dari pengguna dan / atau masyarakat sektor melalui penjualan tiket dan remunerasi dari mitra swasta bertanggung jawab untuk membayar kembali pinjaman. Berbagai tipe kontrak dengan PPP seperti terlihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Tipe Kontrak dengan PPP
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-43
Operasi dan Pemelihara an
Investasi Modal
Resioko Komersial
Pemili k
Lama Kontra k
Administr asi Langsung
Publik
Publik
Publik
Publik
Tidak ada Kontra k
Outsourci ng Pelayanan Publik
Publik/Swas ta
Publik
Publik
Publik
1–2 tahun
Kontrak Manajeme n
Swasta
Publik
Publik
Publik
3–5 tahun
Leasing
Swasta
Publik/Swa sta
Publik/Swa sta
Publik
8–15 tahun
Konsesi
Swasta
Swasta
Swasta
Publik
Lebih dari 20 tahun
BOT (Built Operation Transfer)
Swasta
Swasta
Swasta
Swast a
Lebih dari 20 tahun
Swasta Swasta Swasta Swast Tidak Swastanisa a terbatas si Sepenuhny a Sumber : Financial Issues of Urban Transportation Programs. Seminario de Transporte Urbano: BID/CODATU. Santiago de Chile – 8 October 2007. Nicolas Gauthier. Contoh Jumlah dan tipe kontrak PPP di Perancis seperti terlihat pada Gambar 2.21
II-44 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Sumber : Database on Urban Public Transport, 2005 Gambar 2.21 Jumlah dan Tipe Kontrak PPP di Perancis Pada Tahun 2005 Sistem transportasi publik di wilayah metropolitan São Paulo (20 juta penduduk) memiliki empat jalur metro, yang dioperasikan oleh Metropolitano de São Paulo (Metro), dan banyak jalur bus dan jalur kereta pinggiran kota. Konstruksi baru jalur (Jalur 4, atau garis kuning) 48 akan sepenuhnya menghubungkan jaringan rel metro, sehingga meliputi sebagian besar wilayah metropolitan São Paulo (SPMR). Kewenangan transit wilayah metropolitan, Sekretaris Metropolitan Transportasi Negara São Paulo, memilih jenis PPP yang baru untuk Brasil dan Amerika Latin: pemilik Metro dan operator merupakan konsorsium swasta perusahaan. Struktur PPP seperti terlihat pada Gambar 2.22
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-45
Gambar 2.22 Struktur dan Aliran Finansial dari Sao Paulo Metro Jalur 4 Dalam pola PPP untuk proyek pembangunan infrastruktur transportasi baru, otoritas publik menciptakan lingkungan yang aman bagi sektor swasta untuk melaksanakan proyek, dan mitra swasta menawarkan industri yang sudah jelas, menyediakan dana dan saham dalam resiko risiko. Bentuk paling umum dari PPP adalah "Pengembangan Bersama" seperti yang telah sukses dilaksanakan di Hongkong. Pengembangan bersama atau Joint Venture pada pola PPP seperti pada Gambar 2.23.
II-46 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Gambar 2.23 Prinsip Pengembangan Bersama (Joint Development) di Hongkong Yang membayar biaya investasi transportasi perkotaan adalah sebagai berikut: 1. Pengguna jalan, mobil pribadi, truk dan angkutan umum dengan bus (dengan pengecualian tertentu) membayar pajak atas pemakaian bahan bakar yang dialokasikan untuk nasional atau anggaran daerah. Semua atau sebagian dar pajak yang dialokasikan untuktransportasi perkotaan. 2. Para pengguna yang sama mungkin juga harus membayar untuk biaya atas kemacetan, pembangunan infrastruktur dan parkir tol yang dialokasikan kepada otoritas transit. 3. Pendapatan bersih dari sistem transportasi perkotaan diinvestasikan dalam pembelian peralatan. 4. Pengusaha membayar pajak pendapatan, yang dialokasikan kepada otoritas transit. 5. Wajib Pajak membayar pajak langsung dan tidak langsung untuk anggaran nasional, regional dan lokal. Otoritas publik dapat meminjam uang dari lembaga keuangan nasional dan internasional. 6. Dalam rangka PPP, mitra swasta memberikan kontribusi dana baik ke otoritas publik (dalam kasus perusahaan publik-swasta) atau untuk otoritas transit,
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-47
atau untuk sistem transportasi pada umumnya, jika pelayanan transportasi diserahkan sepenuhnya kepada pihak swasta. 7. Melalui berbagai modalitas, warga dan pengecer membayar sebagian keuntungan dari properti yang memperoleh dampak positif dari pembangunan infrastruktur transportasi di sekitar mereka. 8. Otoritas publik, di tingkat negara bagian dan lokal, memberikan kontribusi untuk transportasi umum berupa dana dari anggaran mereka, berdasarkan kontribusi langsung dan tidak langsung dari penerima, pembayar pajak dan pendukung keuangan. Gambar 2.24 memperlihatkan gambaran siapa yang membayar investasi infrastruktur transportasi perkotaan, serta menghubungkan antar elemen yang terkait.
Gambar 2.24 Siapa yang Membayar Biaya Investasi Infrastruktur Transportasi Perkotaan Yang membayar biaya operasional transportasi perkotaan adalah: 1. Pengguna sarana transportasi perorangan yang berkontribusi pada operasi dengan membayar tol (kompensasi atas kemacetan, parkir, infrastruktur) jika pendapatan ini dialokasikan untuk otoritas transit. Pengguna transportasi publik memberikan kontribusi dengan cara pembelian tiket.
II-48 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
2. Pihak Otoritas Publik memberikan kontribusi untuk menyeimbangkan anggaran operasi transportasi perusahaan, ketika defisit, dengan cara subsidi. 3. Pengusaha berkontribusi untuk pembelian tiket perjalanan dengan cara bantuan langsung kepada karyawan. 4. Penerima manfaat tidak langsung, perusahaan dan pengecer membayar sewa atau pajak untuk otoritas transit yang digunakan untuk pembangunan atau sewa kantor atau toko, pusat rekreasi, dll 5. Warga di dekat infrastruktur membayar pajak atas keuntungan nilai properti, yang mungkin dialokasikan untuk sektor transportasi. Gambar 2.25 memperlihatkan siapa yang membayar biaya operasional transportasi perkotaan dan juga memperlihatkan hubungan antar pihak-pihak yang berkontribusi terhadap biaya operasional.
Gambar 2.25 Siapa yang Membayar Biaya Operasi Transportasi Perkotaan B. Benchmark Untuk Penentuan Tarif dan Tiket Terpadu Tarif dikendalikan oleh otoritas masing-masing. Untuk system angkutan massal, karena untuk melayani kepentingan masyarakat maka tarif diatur oleh Pemerintah. Lebaga Otoritas cenderung hanya mengatur tingkat tarif yang disesuaikan dengan pelayanan yang diberikan. Untuk menentukan berapa
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-49
keuntungan atau kerugian yang akan diperoleh, maka besarnya tarif dan volume penumpang yang dapat diangkut harus dikendalikan dengan baik. Penentuan tarif di beberapa Negara seperti terlihat pada Tabel 2.4 Tarif ditentukan secara merata (flate fare) atau berdasarkan jarak. Pendapatan dari tarif yang telah ditentukan mungkin tidak cukup untuk menutupi semua biaya operasi. Karena Pemerintah bertanggung jawab untuk menjalankan transportasi umum utama di kota-kota metropolitan, maka Pemerintah menawarkan berbagai bentuk dukungan keuangan untuk operator agar bisa bertahan hidup. Pemerintah di Singapura dan London tidak memberikan subsidi untuk membiayai biaya operasional kereta api metronya. Tetapi operator kereta api metro di kota-kota lainnya seperti New York, Paris dan Seoul menerima subsidi dari Pemerintah. Tabel 2.4. Cara Penentuan Tarif di Beberapa Negara Kota Tarif Hongkong
Berdasarkan Jarak
Singapura
Berdasarkan Jarak
Tokyo
Berdasarkan Jarak
Osaka
Berdasarkan Jarak
Seoul
Berdasarkan Jarak
London
Berdasarkan Jarak
Paris
Rata
Toronto
Rata
New York
Rata
Sumber : Bushell, C., Jane's Urban Transport Systems 1995-96, KCRC, Annual Report, 1992-95, London Department of Transport, Los Angeles County Metropolitan Transportation Authority, Metropolitan Transportation Authority, New York, MTRC, Annual Report, 1990-95, Osaka Municipal Transportation Bureau, Paris Transport Authority, Seoul Metropolitan Subway Corporation, Singapore Land Transport Authority, Toronto Transit Commission, Transportation Bureau of Tokyo Metorpolitan Government. Subsidi berasal dari berbagai sumber pendapatan Pemerintah. Banyak subisdi dari dukungan Pemerintah Pusat berasal dari pendapatan umum, yang berasal dari berbagai jenis pajak seperti pajak pendapatan individu
II-50 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
dan perusahaan dan pajak bahan bakar. Namun, sebagian besar subsidi angkutan berasal dari Pemerintah Daerah. Sumber pendanaan di beberapa Negara seperti terlihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Sumber Pendanaan Biaya Operasi di Beberapa Negara Kota
Sumber Pendanaan
Menutup Biaya Operasi
Hongkong
Tiket
100%
Singapura
Tiket
100%
London
Tiket
100%
Tokyo
Tiket
79,3%
Sumber Komersial Lain
12,7%
Subsidi dari Pemerintah (37% Pemerintah Pusat dan 63% Pemerintah Kota/Metropolitan) Osaka
Toronto
8%
Tiket
90,7%
Sumber Komersial Lain
8,2%
Subsidi dari Pemerintah (11,5% Pemerintah Pusat dan 88,5% Pemerintah Kota/Metropolitan)
1,1%
Tiket
68%
Metro Toronto
16%
Pemerintah Provinsi Toronto
16%
New York Tiket (Tiket Sumber Komersial Lain Rata/Flate) Subsidi Pajak Retribusi Daerah
65,6% 1,2% 18,9% 14,3%
Sumber : Bushell, C., Jane's Urban Transport Systems 1995-96, KCRC, Annual Report, 1992-95, London Department of Transport, Los Angeles County Metropolitan Transportation Authority, Metropolitan Transportation Authority, New York, MTRC, Annual Report, 1990-95, Osaka Municipal Transportation Bureau, Paris Transport Authority, Seoul Metropolitan Subway Corporation, Singapore Land Transport Authority, Toronto Transit Commission, Transportation Bureau of Tokyo Metorpolitan Government.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-51
Kebijakan harga di Mass Transit Railway Corporation (MTRC) dan Cowling-Canton Railway Corporation Hongkong adalah sebagai berikut: Kenaikan harga yang diizinkan = Indeks Harga Konsumen – X Dimana : X = K K = tingkat pertumbuhan produktivitas yang diharapkan = parameter yang bernilai mulai 0 sampai dengan 1 Nilai = 0 artinya nilai pertumbuhan produktivitas yang diharapkan juga sama dengan nol, artinya harga yang diijinkan menaikan harga sama dengan tingkat inflasi dan semua keuntungan produktivitas akan diberikan kepada perusahaan. Sedangkan jika =1 artinya semua keuntungan produktivitas diberikan kepada konsumen, dan jika =0,5 artinya semua keuntungan produktivitas diberikan kepada perusahaan dan konsumen secara berimbang. Proses konsultasi tiket seperti terlihat pada Gambar 2.26, sedangkan proses review tiket seperti terlihat pada Gambar 2.27. MTRC Prinsip Kebijakan Komersial
Kebijakan Tarif MTRC Prinsip Yang Dibayar Pengguna
Komite Penasihat Transportasi
Review Tarif Tahunan Tahap Awal
Survei kepada penumpang tentang penerimaan kenaikan tariff dan nilai uang dari pelayanan yang diberikan
Tarif kompetitif yang didasarkan pada kualitas pelayanan, tariff dari moda transportasi lainnya dan pangsa pasar
Usulan Peningkatan Tarif Tahunan
Ekonomi (Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan Daya Beli)
Informasi Tentang Transportasi
Keputusan Dewan MTRC
Finansial (Pendapatan, Belanja Modal, dan Ongkos Operasi)
Komite Eksekutif
MTRC menginformasikan kenaikan tariff kepada Transport Advisory Committee (TAC) & Legislatif Council
Dewan Legislasi Transportasi
Pengumuman Kenaikan Tarif
Implementasi Kenaikan Tarif Menginformasi secara luas kepada penumpang
Sumber : MTRC Gambar 2.26 Skema Proses Konsultasi Tarif di MTRC
II-52 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
KCRC Prinsip Kebijakan Komersial
Survei penumpang
Kebijakan Tarif KCRC, Teratur tetapi perbaikan tariff yang beralasan
Dewan Kota (Diskusi formal dan informal
Konsultasi Tarif
Komite Penasihat Transportasi Dewan Legislasi Transportasi
Konsultasi Ekstentif dengan Pelanggan
Usulan Peningkatan Tarif Tahunan
Kelompok Perwakilan Penumpang
Pusat Pelayanan Konsumen
Hotline Pelanggan Informasi Tentang Transportasi
Keputusan Dewan KCRC
Komite Eksekutif
KCRC menginformasikan kenaikan tariff kepada Komite Penasihat Transportasi dan Dewan Legislasil
Pengumuman Kenaikan Tarif
Implementasi Kenaikan Tarif Menginformasi secara luas kepada penumpang
Sumber : KCRC Gambar 2. 27 Skema Proses Review Tarif di KCRC Untuk menjalankan pelayan terpadu satu tiket diperlukan dukungan kartu pintar (smartcard, peralatan untuk check In, penjualan tiket menggunakan mesin, dan teknologi informasi untuk mengelola transkasi transportasi perkotaan, dan lain sebagainya. Beberapa Negara telah berhasil mengimplementasikan single ticketing antara lain sebagai berikut: 1. Sistem Tiket Terpadu di India Tiket terpadu adalah bagian infrastuktur kota infrastruktur yang menyediakan kemampuan untuk smartcard (dan token lainnya) yang digunakan untuk pembayaran tiket transportasi umum dan lainnya. Jantung dari Sistem Tiket terpadu adalah Central Clearing House. Central Clearing House (CCH) adalah system yang system besar yang terdiri dari hardware dan software yang mencatat transaksi antara multi operator, biasanya dalam system tiket di perkotaan
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-53
secara luas. Sistem Automated Fare Collection (AFC) melibatkan multi moda transportasi seperti bus, kereta api, metro, kapal feri, dan lain sebagainya. India menggunakan Sistem Tiket Terpadu bertepatan dengan munculnya keunggulan teknologi tiket yang bisa dimanfaatkan di dalam system transportasi di India. Membangun dan memperluas kereta api Metro di sebagian besar Kota Metro India. Mengalokasikan dana untuk pengadaan bus baru yang dilengkapi dengan teknologi tiket terpadu, Kebijakan nasional tentang transportasi perkotaan mengusulkan lebaga otoritas tunggal, yaitu Urban Mass Transit Authority (UMTA) Gambar 2.28 menunjukan desain Sistem Tiket Terpadu secara keseluruhan.
Sumber : Urban Mobility India, 2009 Gambar 2. 28 Desain Sistem Tiket Terpadu di India 2. Sistem Tiket Terpadu di Beijing Sistem tiket terpadu di Beijing merupakan system yang paling baik di dunia. Dirancang dan diuji untuk kota besar, mirip dengan kota di India: o Perjalanan penumpang 10 juta per hari
II-54 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Sistem tiket terpadu dipasok oleh 4 vendor yang berbeda dan diintegrasikan kedalam system tiket terpadu. o 25 jalur di masa depan o 500 Stasiun ERG adalah tiket yang dibawa bersama tiket terpadu untuk memberikan kenyamanan kepada penumpang. Gambar 2.29 adalah arsitektur sistem tiket terpadu di Beijing. o
Sumber : Urban Mobility India, 2009 Gambar 2.29 Arsitektur Sistem Tiket Terpadu di Beijing 3. Sistem Tiket Terpadu di Hongkong
Sistem tiket terpadu di Hongkong menyatukan beberapa moda transportasi, menggunakan satu system yang mudah digunakan, dan penggunaan smartcard yang mulus.
Tiket terpadu digunakan bukan hanya dalam transit, tetapi juga untuk pembayaran lain seperti:
Ritel
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-55
Parkir
Telepon
Akses control
Gambar 2.30 adalah arsitektur sistem tiket terpadu di Hongkong.
Sumber : Urban Mobility India, 2009 Gambar 2.30 Arsitektur Sistem Tiket Terpadu di Hongkong 4. Sistem Tiket Terpadu di Singapura
Sistem tiket terpadu di Singapura menyatukan 6 operator angkutan meliputi bus, kereta api dan light rail.
Satu pusat system tiket terpadu mengelola seluruh proses transportasi (Automated Fare Collection) AFC, sehingga membuat perangkat lunak manajemen menjadi mudah.
Menurunkan biaya untuk Pemerintah Kota dan memberikan kenyamanan yang lebih besar bagi penumpang.
Gambar 2.31 adalah arsitektur sistem tiket terpadu di Singapura.
II-56 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Sumber : Urban Mobility India, 2009 Gambar 2.31 Arsitektur Sstem Tiket Terpadu di Singapura Beberapa sarana dan prasarana yang harus dilengkapi dalam pengoperasian tiket terpadu, seprti terlihat pada Gambar 2.32 sampai dengan Gambar 2.35.
Gambar 2.32 Tempat Pembelian Tiket
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-57
Gambar 2.33 Tempat Check In
Gambar 2.34 Transaksi di Stasiun Kereta Api Metro
II-58 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Gambar 2.35 Alat Baca Smartcard Pada Trem dan Bus C. Benchmark Untuk Pelayanan Terpadu Antara Moda Kereta Api Antar Kota Dengan Kereta Api Perkotaan 1. Keterpaduan Saat ini konsep yang paling sering digunakan dalam perencanaan perkotaan adalah keterpaduan. Secara formal, perbatasan yang ketat antara jaringan rel berat (heavy) dan jaringan rel ringan (light) menjadi tidak ada. Banyak sistem yang dapat dioperasikan antar jaringan rel berat dan ringan untuk memberikan kemudahan kepada konsumen dengan layanan dari pintu ke pintu (door to door service), dan diyakini bahwa mobilitas yang lancer adalah kunci dari angkutan umum yang menarik. Sebagian besar organisasi internasional melaksanakan keterpaduan pada angkutan umumnya. Seperti aliansi otoritas transportasi metropolitan di Eropa (EMTA) yang memadukan angkutan bus, trem, kereta api metro, kereta api perkotaan, dan juga angkutan air. Memadukan moda transportasi dan operator (memadukan pelayanan secara fisik, memadukan tariff, memadukan informasi, dan lain-lain), karena itu merupakan tugas mendasar dari otoritas transportasi, sehingga wisatawan dapat menikmati
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-59
perjalanan yang mulus. Union internationale des transports publics (UITP) juga mempromosikan gagasan keterpaduan antar moda yang memberikan layanan transportasi yang menggunakan beberapa moda transportasi, yang mendukung penumpang untuk dapat mencapai tempat yang ditujunya dengan mudah. Tipe dari kereta api ada 3, yaitu kereta api nasional, kereta api metro, dan trem (trem, streetcar, light rail). a. Perkeretaapian Nasional Perkeretaapian nasional adalah perkeretaapian yang menggunakan jaringan kereta api yang berat, yang dibangun untuk melayani angkutan kereta api antar kota, menempuh jarak yang jauh, baik yang dioperasikan oleh perusahaan kereta api nasional maupun perusahaan swasta. Dibandingkan dengan kereta api perkotaan, maksimum jumlah kereta per jam rendah; unit terkecil dari waktu yang digunakan dalam penjadwalan adalah 30 detik atau lebih, dan jalurnya sering digunakan untuk angkutan barang. Lokomotif traksi yang digunakan lebih luas dan terdiri dari beberapa unit lokomotif, jari-jari kurva panjang, gradient rendah, listrik – jika ada - memiliki tegangan tinggi. Stasiun yang jaraknya jauh dari satu stasiun ke stasiun lainnya; kereta api memiliki karakteristik kecepatan dan pengereman yang tidak efektif. Operatornya adalah perusahaan kereta api nasional. Namun, beberapa jalur kereta api telah dibangun oleh kereta api swasta, yang kemudian dinasionalisasi. Perkeretaapian nasional membentuk jaringan di seluruh dunia, tetapi interoperabilitasnya tidak selalu dapat dilakukan karena karakteristik jalur yang berbeda, sistem kelistrikan, sistem keamanan, perbedaan regulasi, dll. Ada kemauan politik yang kuat diantara beberapa negara untuk mempromosikan interoperabilitas, tetapi perusahaan kereta api nasional tidak cukup termotivasi untuk memperkenalkan itu.
II-60 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Perusahaan kereta api nasional meyakini bahwa terobosan untuk menjaga kelangsungan hidupnya adalah dengan melakukan keterpaduan antar sistem transportasi perkotaan di kota-kota besar. b. Metro Metro adalah istilah yang digunakan untuk rel kereta api bawah tanah, atau kereta bawah tanah di Amerika Serikat, yang melayani kebutuhan perjalanan perkotaan. Kereta api ini tidak memiliki lalu lintas barang, atau layanan jarak jauh; berjalan pada jalur yang terpisah, berada di bawah tanah, memiliki elevasi atau tingkatan, dan jarang melintasi perbatasan kota. Pemiliknya adalah Pemerintah Kota atau Perusahaan Umum yang mengoperasikan Metro tersebut; proyek pembangunnnya juga dibiayai sebagian oleh Pemerintah Kota. Kereta memiliki frekuensi sangat tinggi, 1 sampai 10 menit, menggunakan platform yang tinggi dan EMU, dengan akselerasi dan pengereman yang baik. Ada yang baru dari teknologi Metro, yang menggunakan trek khusus, yang berbeda dari kereta api klasik. Jalur metro pertama dibuka di London pada 1863, tetapi pembangunan yang pesat pada konstruksi metro dimulai pada awal abad 20 di negara-negara maju saat ini. Pada abad ke-21, sebagian besar kota di negara maju telah selesai membangun system metro, yang dapat memecahkan masalah kapasitas transportasi umum perkotaan, dan sekarang fokusnya adalah pada peningkatan kualitas layanan. Namun, di negara-negara berkembang masih sibuk membangun jalur metro baru untuk mengejar ketinggalan dalam memenuhi kebutuhan perjalanan yang cukup tinggi. c. Trem (trem, streetcar, light rail) Light rail adalah versi kontemporer dari trem, atau trem di AS yang ketinggian relnya sama dengan jalan, beroperasi dengan kendaraan yang pendek, tidak lebih dari 3 kendaraan dan dapat digabungkan. Sayangnya di SelatanTimur Asia, istilah light rail ini sering digunakan juga untuk beberapa kendaraan yang
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-61
digerakan oleh orang dan digunakan juga untuk system rel otomatis, hal ini menimbulkan kebingungan. Kata light mengacu pada ringannya jalan rel dan kendaraan diatasnya. Karakteristik teknis utama yang membedakan membedakan jalur trem (baik konvensional maupun yang telah dikembangkan) dari jalur rel berat (perkeretaapian nasional atau metro) yang dalam radius kurvamya lebih pendek, gradient yang lebih curam, sinyal yang kurang atau bahkan tidak ada sistem keselamatan yang dibangun di sebelah jalur rel, dan sering tidak terpisah jalan raya. Kapasitas trem terbukti tidak cukup memenuhi kebutuhan transportasi di perkotaan, sehingga kendaraan bermotor di jalan raya semakin banyak dan dan jalur trem banyak digantikan oleh jalur kereta api metro. Banyak kota-kota yang telah menutup jaringan tremnya sebagai layanan metro yang telah dikembangkan. Saat ini kebangkitan trem dapat dilihat, dalam bentuk yang berbeda, dengan nama light rail, bagaimanapun, kinerja ekonomi dari proyek LRT yang baru dibangun tidak selalu sukses, terutama di Amerika Serikat Salah satu perselisihan terbesar saat ini antara perencana transportasiperkotaan adalah tentang keuntungan dan kerugian dari proyek LRT dibandingkan dengan bus. Ketiga jenis kereta api tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan angkutan penumpang dari pinggiran kota maupun pengguna yang ingin melakukan perjalanan setiap hari dari daerahnya. Perkeretaapian nasional tidak dapat melayani seluruh daerah perkotaan, karena jalurnya terbatas hanya sampai beberapa stasiun, dan frekwensi perjalanannya jarang, serta tidak dapat membawa penumpang sampai ke pusat kota. Oleh karena itu, penumpang harus berpindah ke moda transportasi lain, terutama ke metro (atau trem atau bus), dan ini yang membuat perjalanannya tidak nyaman. Disisi lain, memperluas jalur metro sampai ke pinggiran kota memerlukan biaya yang sangat mahal, terutama karena jalur metro tidak dapat dengan mudah dibangun di
II-62 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
permukaan tanah. Masalah lainnya adalah kapasitas: metro dirancang sebagai kereta api perkotaan untuk membawa sejumlah besar penumpang, tetapi jumlah penumpang yang besar tidak mungkin ada pada daerah pinggiran kota yang jauh dari pusat kota. Jadi sebagian besar kota akan memiliki jalur metro yang belum selesai, dan tidak akan pernah selesai sesuai dengan perencanaan, begitu juga dengan terminal sementara akan menjadi terminal yang permanen, dan memaksa penumpang untuk berpindah moda transportasinya setiap akan melanjutkan perjalanan sampai ke tujuan akhir. Pembangunan Light Rail juga memerlukan iaya yang mahal, dan kecepatan jelajahnya rendah, sehingga LRT bukan solusi terbaik untuk daerah Komuter. Untuk mengatasi masalah ini, maka diperlukan perkeretaapian antara (middle system railways) yang berada diantara ketiga tipe perkeretaapian, seperti terlihat pada Gambar 2.36.
Karlsruhe
Stadtbahn
Model
Gambar 2.36 Tiga Tipe Perkeretaapian Dasar dan Perkeretaapian Antara (Middle System Railways) a. Stadtbahn Stadtbahn atau kereta api perkotaan adalah sebuah sistem tengah antara trem (light rail) dan metro. Sebuah system kereta api perkotaan asal Jerman, menjadi pemersatu dari
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-63
keuntungan dari trem dan metro. Jalur trem tradisional telah ditingkatkan untuk Stadtbahn sejak tahun 1970, dengan cara membangun terowongan lintas kota untuk jalur trem yang digabungkan, meningkatkan frekuensi dan kecepatan jelajah, dan menyediakan akses yang lebih baik ke pusat kota. Gambar 2.37 memperlihatkan Stadtbahn di Hanover.
Gambar 2.37. Stadtbahn Hanover di Terowongan Perlintasan pada Jalur Masuknya Karena stasiun Stadtbahn berada di bawah tanah di pusat kota, sistem ini sering ditandai dengan huruf U yaitu symbol "Underground”, meskipun sebagian besar jalur relnya berada di permukaan. Stadtbahn merupakan solusi yang baik hanya di kota-kota yang memiliki jaringan rel (trem) perkotaan yang luas. Pada saat proses meingkatkan trem menjadi Stadtbahn, jalur rel harus diperlebar menjadi 1435. Oleh karena itu, selama masa transisi beberapa bagian stasiun memiliki kedua platform rendah dan tinggi, atau kereta api perlu memiliki pijakan kaki yang memungkinkan penumpang naik dengan menggunakan platform yang tinggi dan yang rendah. Stadtbahn biasanya tidak interoperabel dengan kereta api nasional. Ketika bagian bawah sistem Stadtbahn dirancang untuk dapat digunakan oleh kereta api metro secara penuhkemudian, maka Stadtbahn ini sering disebut sebagai premetro. b. Karsruhe Model Karlsruhe RegioTram merupakan sebuah sistem tengah antara trem (light rail) dan kereta api nasional (DB), yang diperkenalkan pada
II-64 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
tahun 1992. Kendaraan trem dual voltage telah beroperasi pada kereta api nasional, berhenti di halte tambahan di sepanjang bagian pinggiran kota, menawarkan layanan yang lebih sering, menghubungkan pinggiran kota secara langsung dengan pusat kota, menghilangkan perpindahan penumpang antara moda transportasi yang berbeda. Sistem Karlsruhe juga disebut Stadtbahn, namun tidak mewakili urban (Stadt), tapi merupakan interoperabilitas pada tingkat regional. Jalur rel dioperasikan pertama antara Karlsruhe dan Bretten merupakan salah satu proyek transportasi yang paling sukses pada 1990-an.
Gambar 2.38 Karlsruhe Stadtbahn di Aula Stasiun Kereta Api Utama sebelah Kereta Api Antar Kota, dan pada Line S5, sebelah Layanan Daerah c. Metro like Railway Metro like Railway adalah sistem tengah antara perkeretaapian nasional dan metro, dan dikenal sebagai S-Bahn, RER, Passante, Cercanias, dan "gaya Jepang melalui operasi". Karakteristik umum Metro like Railway dapat diringkas sebagai berikut. Sistem ini telahberkembang dengan memadukan perkeretaapian nasional dengan sistem kereta api perkotaan. Ada dua pendekatan utama untuk memadukannya yaitu dengan memperluas jaringan, dan mengembangkan terowongan yang melintasi kota. Ketika memperluas jaringan, maka dibangun jalur metro dengan menggunakan rel kereta api nasional. Terowongan yang melintasi kota berarti menghubungkan dua jalur radial pinggiran kota di bawah pusat kota. Kedua pendekatan utama tersebut membutuhkan
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-65
kompromi dalam memecahkan masalah yang timbul dari perbedaan teknis dan organisasi. Kereta api pinggir kota tidak dapat dipadukan dengan baik ke jaringan perkotaan jika kereta pinggiran kota berakhir pada sebuah jalur yang tersembunyi. Terminal terletak di pinggir pusat kota. Layanan pinggiran kota harus beroperasi sampai ke jantung kota. Gambar 2.39 sampai 2.43 adalah beberapa contoh kereta api perkotaan di beberapa Negara.
Gambar 2.39 S-Bahn di Berlin (Potsdam), dan di Hamburg, di luar Trek DB
Gambar 2.40 Stasiun Hankyu Awaji dan Metro Keihan Permukaan di Otsu
Gambar 2.41 Jalur JR Barat Tozai, dan Kereta Meitetsu di Metro Nagoya
II-66 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Gambar 2.42 Interior kereta KCR di Hong Kong, dan Emu di Taipei
Gambar 2.43 Jaringan Kereta Api Perkotaan di Budapest Keterpaduan antara Kereta Api Metro dan Kereta Api Pinggir Kota adalah sebagai suatu sistem yang laing melengkapi satu sama lain. Kereta Api Metro menutupi kekurangan kerete api antar kota yaitu apa akses langsung ke pusat kota, sedangkan kereta api antar kota menutupi kekurangan kereta api metro yaitu jalur rel yang memiliki kapasitas tinggi di pinggiran kota. Oleh karena itu, jalur rel yang terpadu dan memiliki kemampuan interoperabilitas berarti paling ekonomis dan merupakan jawaban yang paling user-friendly untuk tantangan kereta api di pinggir kota. Negara-negara maju telah berpengalaman bahwa masalah perkeretaapian perkotaan tidak hanya penyediaan kapasitas yang memadai, tetapi lebih kepada kualitas yang menarik dari transportasi umum yang ditawarkan. Kebutuhan akan kenyamanan dan transportasi yang mulus akan menjadi tujuan yang lebih kuat dalam beberapa dekade kedepan termasuk di Negara berkembang, sehingga sudah
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-67
saatnya untuk mempertimbangkan proyekproyek transportasi massal yang memungkinkan interoperabilitas dengan kereta api tua dan kurang dimanfaatkan. C.
DEFINISI DAN ISTILAH, GLOSARIUM 1.
Pedoman
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan. Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit. Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Konsep adalah abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Suatu konsep adalah elemen dari proposisi seperti kata adalah elemen dari kalimat. Konsep adalah abstrak di mana mereka menghilangkan perbedaan dari segala sesuatu dalam ekstensi, memperlakukan seolah-olah mereka identik. Konsep adalah universal di mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap extensinya. Konsep adalah pembawa arti. Suatu konsep tunggal bisa dinyatakan dengan bahasa apa pun. Konsep bisa dinyatakan dengan 'Hund' dalam bahasa Jerman, 'chien' dalam bahasa Prancis, 'perro' dalam bahasa Spanyol. konsep merupakan peta perencanaan untuk masa depan sehingga bisa dijadikan pedoman dalam melangkah ke depan.
II-68 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
A guideline is any document that aims to streamline particular processes according to a set routine. By definition, following a guideline is never mandatory (protocol would be a better term for a mandatory procedure). Guidelines are an essential part of the larger process of governance. Guidelines may be issued by and used by any organization (governmental or private) to make the actions of its employees or divisions more predictable, and presumably of higher quality. Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruff (dalam Amin, 1987), mendefinisikan konsep sebagai berikut: (1) suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, (2) suatu pengertian tentang suatu objek, (3) produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objekobjek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Pedoman adalah dokumen yang mengandung bagian-bagian utama suatu proses yang berdasarkan kepada kegiatan-kegiatan rutin. Pedoman adalah bagian penting dari proses besar transparansi. Pedoman dapat dikeluarkan oleh setiap organisasi (organisasi pemerintah atau organisasi swasta) dan sekaligus menggunakan pedoman tersebut untuk membuat setiap aksi yang dilaksanakan oleh seorang pegawai atau satu unit organisasi lebih dapat diprediksi dan agar tercapai kualitas yang tinggi dari pekerjaan yang dilaksanakan. Pedoman adalah tata kelola, menjawab how/bagaimana melakukan sesuatu, apakah pedoman yang akan disusun sudah ada atau belum. Bila telah disusun harus ditinjau ulang setiap 5 tahun. Pedoman ada urutan langkah/tindakan, ada unsur/elemen yang terlibat langsung dan tidak langsung, termasuk aspek teknologi, ekonomi, lingkungan, investasi, dan keselamatan. Pedoman adalah kumpulan ketentuan dasar yg memberi arah bagaimana sesuatu harus dilakukan dan hal (pokok) yg menjadi dasar (pegangan, petunjuk, dsb) untuk menentukan atau melaksanakan sesuatu. 2.
Definisi yang Perkotaan
berkaitan
dengan
Perkeretaapian
a. Perkeretaapian perkotaan adalah perkeretaapian yang melayani perpindahan orang di wilayah perkotaan dan/atau perjalanan ulang-alik dengan jangkauan:
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-69
1) Seluruh wilayah administrasi kota; dan/atau 2) Melebihi wilayah administrasi kota. Dalam hal perkeretaapian perkotaan berada di wilayah metropolitan disebut kereta api metro. b. Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (2) huruf b yang berada dalam suatu wilayah perkotaan dapat: 1) Melampaui 1 (satu) provinsi; 2) Melampaui 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan 3) Berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota. c. Penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah pihak yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian. d. Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum. e. Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani : 1) Naik turun penumpang; 2) Bongkar muat barang; dan/atau 3) Keperluan operasi kereta api. f.
Stasiun kereta api untuk keperluan naik turun penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf a paling rendah dilengkapi dengan fasilitas: 1) Keselamatan; 2) Keamanan; 3) Kenyamanan; 4) Naik turun penumpang; 5) Penyandang cacat; 6) Kesehatan; dan 7) Fasilitas umum.
II-70 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
g. Stasiun kereta api dikelompokkan dalam: 1) Kelas besar; 2) Kelas sedang; dan 3) Kelas kecil. h. Angkutan kereta api dapat merupakan bagian dari angkutan multimoda yang dilaksanakan oleh badan usaha angkutan multimoda. i.
Yang dimaksud dengan “angkutan multimoda” adalah angkutan yang menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar perjanjian angkutan multimoda dengan menggunakan satu dokumen.
j.
Penyelenggaraan angkutan kereta api dalam angkutan multimoda dilaksanakan berdasarkan perjanjian antara Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dengan badan usaha angkutan multimoda dan penyelenggara moda lainnya.
k. Moda transportasi kereta api harus memenuhi asas keterpaduan, yaitu bahwa perkeretaapian harus merupakan satu kesatuan sistem dan perencanaan yang utuh, terpadu, dan terintegrasi serta saling menunjang, baik antarhierarki tatanan perkeretaapian, intramoda maupun antarmoda transportasi. l.
Moda transportasi kereta api harus terintegrasi dengan moda transportasi lain, yaitu menyinergikan moda perkeretaapian dengan moda transportasi lain sehingga terwujud keterpaduan jaringan serta mempermudah dan memperlancar pelayanan angkutan orang dan/atau barang.
m. Otoritas Transportasi Perkotaan (OTP) merupakan lembaga yang melaksanakan kerja sama antar wilayah dengan sasaran mencapai target sebesar-besarnya bagi pelayanan transportasi terhadap seluruh wilayah (aglomerasi), menghindari ketimpangan antar wilayah dan membagi peran kerja sama dan pendanaan. OTP dapat membentuk Badan Kerja sama Angkutan Umum (BKAU, Public Transport Council) yang berada dalam tanggung jawab OTP.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| II-71
n. Otoritas Transportasi Jakarta (OTJ) adalah lembaga yang memiliki empat fungsi utama, yakni konsultasi, fasilitasi, implementasi, dan supervisi (pengawasan). OTJ bertanggung Jawab langsung kepada Presiden karena dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden. OTJ Juga memiliki wewenang mengatur dan memerintahkan semua instansi demi terlaksananya rencana besar atau masterplan transportasi.
II-72 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.
PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN
Pendekatan deskriptif hanyalah berusaha memaparkan atau mendeskripsikan atau menjelaskan situasi dan kondisi tertentu dan pada suatu saat di suatu tempat di masa sekarang atau pada saat berlangsungnya kegiatan “Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan”. Kegiatan ini tidak bermaksud menguji hipotesis, tidak bermaksud memprediksi keadaan, dan juga tidak bermaksud mencari atau menjelaskan hubungan-hubungan antar variable. Namun demikian, sesuai dengan makna deskriptif yakni penjelasan, maka tentu melibatkan hubungan-hubungan tertentu antar aspek yang diteliti. Penelitian survei dan penelitian obsevasional termasuk dalam penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif hanya mampu menjawab pertanyaan: apa yang sedang terjadi pada saat ini (saat berlangsungnya penelitian); bagaimana ia terjadi (proses); hal-hal apa yang menonjol dari situasi seperti ini; dll. Penelitian ini tidak mampu secara jelas menjawab pertanyaan: mengapa hal itu bisa terjadi; faktor-faktor apa saja yang menyebabkan peristiwa tersebut bisa terjadi; bagaimana pola hubungan antar aspek dan sejauh mana tingkat hubungannya; dll. Jenis pertanyaan yang terakhir ini hanya bisa di jawab melalui penelitian verifikatif atau eksplanatori. Langkah-langkah dalam penelitian deskriptif pada umumnya hampir sama dengan penelitian-penelitian ilmiah lainnya. Hanya untuk jenis penelitian ini biasanya tidak disertai dengan pembuatan hipotesis formal dalam usulannya. Hipotesis akan muncul pada saat sedang berlangsungnya penelitian, atau bahkan jika penelitian sudah dalam tahap analisis data dan interpretasinya. Pendekatan studi adalah yang dominan adalah pendekatan kualitatif tetapi didukung dengan pendekatan kuantitatif. Dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) kegiatan “Studi Penyusunan Pedoman Di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan ini terdapat 5 (lima), yaitu: 1. Pedoman pembentukan kelembagaan otoritas perkeretaapian perkotaan; 2.
Pedoman pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan;
3.
Pedoman pelayanan terpadu antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan;
4.
Pedoman penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan;
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| III-1
5.
Pedoman penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan.
Sebelum menyusun ke 5 (lima) pedoman tersebut diatas perlu dipahami atau dimengerti mengenai permasalahan, kebijakan, teknologi, organisasi dan penerapan sistem transportasi perkotaan saat ini.
B.
LOKASI PENELITIAN DAN SUMBER DATA
Lokasi Penelitian dan sumber data adalah sebagai berikut:
C.
1.
Melakukan survei ke Kantor Pusat PT. Kereta Api (Persero) berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pengoperasian sarana dan prasarana perkeretaapian.
2.
Melakukan survei ke Dinas Perhubungan dan Bappeda di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Purwokerto, Semarang, Palembang dan Medan berkaitan dengan program pengembangan kereta api perkotaan.
3.
Melakukan kunjungan ke PT. MRT Jakarta dan PT.Jabodetabek Commuter berkaitan dengan program pengembangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan dan pengoperasian kereta api perkotaan.
4.
Melakukan survei ke Ditjen Perkeretaapian berkaitan dengan kebijakan pengembangan transportasi perkeretaapian perkotaan.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data yang dilakukam menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data berupa kuesioner yang secara langsung diminta pendapatnya kepada responden, sedangkan sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau dokumen. Pada studi ini sumber data sekunder yaitu laporan-laporan hasil studi atau laporan-laporan resmi dari instansi-instansi terkait. Sumber data sekunder dapat berupa Rencana Induk Pengembangan Perkeretaapian Nasional, Rencana Jangka Panjang Instansi Terkait, Laporan hasil penelitian yang terkait dengan perkeretaapian perkotaan. Dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui cara: 1.
Wawancara (Interview) Wawancara dilakukan terhadap responden berdasarkan kuesioner yang telah dibuat dan menggali masalah-masalah transportasi kereta api perkotaan dikaitkan dengan
III-2 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
pedoman yang akan dibuat. Dengan demikian permasalahan dan harapan responden terhadap transportasi kereta api perkotaan dapat diteliti secara lebih mendalam. Pada studi ini dilakukan wawancara dengan instansi terkait antara lain PT Kereta Api (Persero), PT Kereta Commuter Jakarta, dan PT MRT. 2.
Kuesioner (Angket) Teknik pengumpulan data lainnya yang kami lakukan adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis (kuesioner) kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien karena kondisi saat ini dan harapan dari responden tentang trnasportasi kereta api perkotaan dapat diukur dan diketahui secar lebih mendalam. Dengan demikian tujuan penelitian dapat tercapai, yaitu memperoleh informasi yang relavan dengan tujuan survey, dan memperoleh informasi yang andal (reliable) dan valid secara maksimal. Penggunaan kuesioner pada penelitian ini dilakukan terhadap Dinas Perhubungan (Dishub) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di kota-kota Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Kuesioner yang kami sebarkan dapat digunakan dalam wawancara tatap muka dengan responden dan dapat diisi sendiri oleh responden. Jika respondennya bersedia untuk dilakukan wawancara tatap muka, maka kami lakukan wawancara tatap muka, tetapi jika responden meminta waktu untuk mengisi kuesioner sendiri karena keterkaitan dengan data dan koordinasi dengan unit lain, maka kuesioner diisi sendiri oleh responden. Untuk kota-kota yang di Sumatera kuesioner yang sudah diisi responden kemudian dikirim melaui email. Adapun kuesioner yang kami buat berupa pertanyaan terbuka, karena pada penelitian ini responden dimintai pendapatnya tentang transportasi kereta api perkotaan baik kondisi saat ini dan kondisi yang akan datang, dan responden diberi kebebasan dalam memberikan jawaban. Karena data yang terhimpun melalui kuesioner hanyalah merupakan satu dimensi dari penelitian transportasi kereta api perkotaan dan hasil kuesioner sifatnya terbatas, maka diperlukan juga data skunder yang dapat diperoleh melalui
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| III-3
cara lain, seperti: wawancara bebas, observasi beradaptasi, studi kasus, dan lain-lain. 3.
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kota yang memiliki jumlah penduduk di atas 3 juta orang, antara lain Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan kotakota lainnya yang diperkirakan pada 5 (lima) tahun ke depan akan memiliki jumlah penduduk lebih dari 3 juta orang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah kota-kota yang pada saat ini mengalami masalah pada transportasi perkotaanya dan kereta api menjadi salah satu alternative transportasi missal yang akan diterapkannya. Sampel yang diambil dari populasi yang dianggap representatif (mewakili) pada penelitian ini adalah Dinas Perhubungan (Dishub) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di kota Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Purwokerto, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Selain dari Dishub dan Bappeda sampel lainnya adalah dari operator seperti PT Kereta Api (Persero) dan anak perusahaannya PT Kereta Commuter Jakarta, dan satu Badan Layanan Umum yang telah dibentuk di Pemprov DKI Jakarta yaitu PT MRT. Sampel penelitian tersebut sudah dianggap cukup mewakili kepentingan masing-masing pemangku kepentingan (stakeholders) transportasi kereta api perkotaan, kecuali pengguna jasa angkutan kereta api.
4.
Kebutuhan Data Untuk Masing-masing Pedoman Kebutuhan data untuk masing-masing pedoman seperti terlihat pada Tabel 3.1.
III-4 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Tabel 3.1 Kebutuhan data untuk masing-masing pedoman Pedoman Pedoman pembentukan kelembagaan otoritas perkeretaapian perkotaan
Indikator Peningkatan peran stakeholder perkeretaapian perkotaan
Kebutuhan Data Primer dan sekunder
Peraturan
Terciptanya lembaga otoritas yang memiliki kewenangan penuh dalam mengelola perkeretaapian perkotaan
Pedoman pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan
Terciptanya pelayanan satu tiket yang memudahkan pengguna jasa
perundang-undangan yang terkait dengan pembentukan lembaga otoritas Bencmark dengan lebaga otoritas di Bandara dan Pelabuhan Kesiapan operator dan pemerintah dalam pembentukan kelembagaan otoritas Harapan dan Keinginan pengguna angkutan kereta api perkotaan Dukungan asosiasi transportasi kereta api perkotaan Lingkup kewenangan yang diberikan Tumpang tindih kewenangan dengan instasi yang ada Tugas pokok dan fungsi yang ideal untuk lembaga otoritas (tarif, route, jadwal) Payung hukum yang diberikan baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Penerapan TITAM (tiket terpadu antara moda) Perencanaan dan implementasi pelayanan satu tiket di masingmasing kota Kesiapan operator Harapan dan kebutuhan pengguna jasa akan pelayanan satu tiket Kemudahan sistem satu tiket
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| III-5
Tabel 3.1 Kebutuhan data untuk masing-masing pedoman (Lanjutan) Pedoman
Indikator Terimplementasinya infrastruktur dan teknologi tiket yang memadai Terciptanya kemudahan pembayaran jasa moda kereta api dengan moda jalan
Kebutuhan Data Primer dan sekunder
Dukungan
infrastruktur Teknologi Informasi Dukungan pihak swasta
Dukungan kerjasama dengan
Pedoman pelayanan terpadu antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan
Terciptanya jadwal yang memudahkan pengguna jasa untuk melanjutkan perjalanan
Pedoman penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan
Terciptanya pembangunan prasarana perkeretaapian perkotaan yang memadai
III-6 |
Bank Tersedianya tempat pembelian dan cara memperoleh tiket yang memadai Tersedianya tempat untuk menguangkan kembali (refund) Peraturan perundangundangan Ketersedian jadwal yang terpadu Ketersedian media untuk merencanakan perjalanan taerpadu antar moda Sosialisasi keterpaduan yang memadai Peraturan perundangundangan terkait Persyaratan Prosedur Evaluasi Peran serta swasta (perencanaan dan dana pembangunan) Peran serta Pemerintah Daerah (perencanaan dan dana pembangunan) Peran serta Pemerintah Pusat (perencanaan dan dana pembangunan)
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Tabel 3.1 Kebutuhan data untuk masing-masing pedoman (Lanjutan) Pedoman
Indikator Terciptanya pengoperasian prasarana perkeretaapian perkotaan memadai
Kebutuhan Data Primer dan sekunder
Peraturan perundang-undangan
yang
Terciptanya perawatan prasarana perkeretaapian perkotaan yang memadai
Terciptanya pengusahaan prasarana perkeretaapian perkotaan yang sesuai
terkait Persyaratan Prosedur Evaluasi Peran serta swasta (perencanaan dan dana pengoperasian) Peran serta Pemerintah Daerah (perencanaan dan dana pengoperasian) Peran serta Pemerintah Pusat (perencanaan dan dana pengoperasian) Peraturan perundang-undangan terkait Persyaratan Prosedur Evaluasi Peran serta swasta (perencanaan dan dana perawatan) Peran serta Pemerintah Daerah (perencanaan dan dana perawatan) Peran serta Pemerintah Pusat (perencanaan dan dana perawatan) Peraturan perundang-undangan terkait Persyaratan Prosedur Evaluasi Peran serta swasta dalam pengusahaan Peran serta Pemerintah Daerah dalam pengusahaan Peran serta Pemerintah Pusat
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| III-7
dalam pengusahaan
Tabel 3.1 Kebutuhan data untuk masing-masing pedoman (Lanjutan) Pedoman
Indikator
Pedoman penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan
Terciptanya pengadaan sarana perkeretaapian perkotaan yang sesuai
Kebutuhan Data Primer dan sekunder
Terciptanya pengoperasian sarana perkeretaapian perkotaan yang memadai
Terciptanya perawatan sarana perkeretaapian perkotaan yang memadai
Terciptanya pengusahaan prasarana perkeretaapian perkotaan yang sesuai
III-8 |
Peraturan perundang-undangan terkait Persyaratan Prosedur Evaluasi Peran serta swasta (perencanaan dan dana pengadaan) Peran serta Pemerintah Daerah (perencanaan dan dana pengadaan) Peran serta Pemerintah Pusat (perencanaan dan dana pengadaan) Peraturan perundang-undangan terkait Persyaratan Prosedur Evaluasi Peran serta swasta (perencanaan dan dana pengoperasian) Peran serta Pemerintah Daerah (perencanaan dan dana pengoperasian) Peran serta Pemerintah Pusat (perencanaan dan dana pengoperasian) Peraturan perundang-undangan terkait Persyaratan Prosedur Evaluasi Peran serta swasta (perencanaan dan dana perawatan) Peran serta Pemerintah Daerah (perencanaan dan dana perawatan) Peran serta Pemerintah Pusat (perencanaan dan dana perawatan) Peraturan perundang-undangan terkait Persyaratan Prosedur Evaluasi Peran serta swasta dalam pengusahaan
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Peran serta Pemerintah Daerah dalam pengusahaan
Peran serta Pemerintah Pusat dalam pengusahaan
D.
TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis data yang dilakukan dalam studi ini adalah teknik deskriptif, dimana penelitian tertuju pada pemecahan masalah yang berkaitan dengan bidang transportasi perkeretaapian perkotaan pada saat ini. Kemudian dilakukan pengolahan data hasil survei sebagai berikut: 1.
Proses kegiatan penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian.
2.
Program pengembangan KA perkotaan di kota jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Yogyakarta.
3.
Kebijakan pengembangan KA perkotaan.
4.
Perkembangan teknologi perkotaan.
5.
Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
sarana
dan prasarana KA
6. Selain itu juga dilakukan analisis dan evaluasi terhadap peran serta tingkat kepentingan masing-masing stakeholders, meliputi: 1.
Regulator
2.
Penyelenggara sarana dan prasarana perkeretaapian
3.
Industri Perkeretaapian
4.
Lembaga Pendidikan
5.
Lembaga Keuangan/investor
6.
Masyarakat Pengguna Kereta Api
7.
Pemerintah Daerah
Dari hasil analisis tersebut kemudian dirumuskan dan direkomendasikan konsep pedoman di bidang transportasi perkeretaapian perkotaan, meliputi: 1.
Pedoman pembentukan perkeretaapian perkotaan.
kelembagaan
2.
Pedoman pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
otoritas
| III-9
E.
3.
Pedoman pelayanan terpadu antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan.
4.
Pedoman penyelenggaraan prasarana perkotaan (sebanyak 8 buah pedoman).
5.
Pedoman penyelenggaraan sarana kereta api perkotaan.
perkeretaapian
PENGECEKAN VALIDITAS TEMUAN/KESIMPULAN
Dengan menggunakan data yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Namun hal ini belum berarti bahwa dengan instrumen yang valid dan reliabel akan menghasilkan data yang valid dan reliabel, hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi objek yang diteliti dan kemampuan orang yang menggunakan instrumen dalam pengumpulan data. Untuk melakukan pengecekan validitas temuan/kesimpulan maka dilakukan pembahasan dengan tim pendamping dan tim pengarah serta dilakukan rekonfirmasi hasil penelitian kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
F.
TAHAP-TAHAP PENELITIAN 1.
Tahapan Pekerjaan
Sebelum melaksanakan kegiatan ”Studi Penyusunan Pedoman Di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan”, perlu disusun terlebih dahulu metodologi kerja yang akan dilakukan, dengan mengelompokkan kegiatan menjadi empat tahapan pekerjaan, yaitu: a. Tahap I
: Persiapan dan Analisis Pendahuluan
Melakukan persiapan pekerjaan dan melakukan Identifikasi UU No.23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, Peraturan Pemerintah (PP) No.56 Tahun 2009 Tentang perkeretaapian, Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Kereta Api. Melakukan inventarisasi dan pengumpulan data awal melalui studi literatur dan data sekunder khususnya yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian perkotaan, kebijakan pengembangan perkeretaapian perkotaan, dan perkembangan teknologi perkeretaapian perkotaan.
III-10 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Melakukan analisis pendahuluan terhadap data yang telah diperoleh baik dari hasil studi literatur maupun data sekunder. b. Tahap II : Pelaksanaan Survei Lapangan 1) Melakukan survei ke Kantor Pusat PT. Kereta Api (Persero) berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pengoperasian sarana dan prasarana perkeretaapian. 2) Melakukan survei ke Dinas Perhubungan dan Bappeda di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Palembang dan Medan berkaitan dengan program pengembangan kereta api perkotaan. 3) Melakukan kunjungan ke PT.MRT Jakarta dan PT.Jabodetabek Commuter berkaitan dengan program pengembangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan dan pengoperasian kereta api perkotaan. 4) Melakukan survei ke Ditjen Perkeretaapian berkaitan dengan kebijakan pengembangan transportasi perkeretaapian perkotaan. 5) Studi banding sistem transportasi perkotaan dengan KA di negara Singapura. c. Tahap III : Pengolahan dan Analisis Data 1) Melakukan pengolahan dan analisis data hasil survei khususnya yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian perkotaan, program pengembangan perkeretaapian perkotaan di masing-masing daerah/kota, kebijakan pengembangan transportasi perkeretaapian perkotaan serta perkembangan teknologi perkeretaapian perkotaan. 2) Melakukan analisis dan evaluasi peran serta tingkat kepentingan masing-masing stakeholders (pemangku kepentingan) yang terdiri dari Regulator, Penyelenggara Sarana dan Prasarana Perkeretaapian, Industri Perkeretaapian, Lembaga Pendidikan yang terkait dengan perkeretaapian, Lembaga Keuangan (Pemerintah, BUMN dan Swasta), Masyarakat Pengguna Transportasi Kereta Api serta Pemerintah Daerah. d. Tahap IV : Perumusan dan Rekomendasi
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| III-11
Merumuskan dan merekomendasikan naskah akademis konsep pedoman bidang transportasi perkeretaapian perkotaan, yang terdiri dari : 1) Pedoman pembentukan kelembagaan perkeretaapian perkotaan;
otoritas
2) Pedoman pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan; 3) Pedoman pelayanan terpadu antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan; 4) Pedoman penyelenggaraan perkeretaapian perkotaan :
prasarana
a) Pembangunan stasiun kereta api perkotaan; b) Pengoperasian stasiun kereta api perkotaan; c) Perawatan stasiun kereta api perkotaan; d) Pengusahaan stasiun kereta api perkotaan; e) Pembangunan jalur kereta api perkotaan; f) Pengoperasian jalur kereta api perkotaan; g) Perawatan jalur kereta api perkotaan; h) Pengusahaan jalur kereta api perkotaan; 5) Pedoman penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan Hasil kegiatan pada tahap IV ini akan disampaikan dalam bentuk Laporan Akhir (Final Report), Laporan Ringkas Eksekutif (Executive Summary) sebanyak 30 (tiga puluh) eksemplar dan Soft Copy Laporan dalam bentuk CD sebanyak 5 (lima) eksemplar yang disampaikan pada akhir bulan ke 7 (tujuh). 2.
Keluaran (Output) Kegiatan Studi
Keluaran (output) dari kegiatan studi ini adalah tersusunnya 4 (empat) laporan studi yaitu Laporan Pendahuluan, Laporan Interim, Rancangan Laporan Akhir dan Laporan Akhir. Laporan Akhir terdiri dari laporan studi penyusunan pedoman di bidang transportasi kereta api perkotaan dan 10 (sepuluh) konsep pedoman di bidang transportasi kereta api perkotaan. Metodologi kerja dalam melaksanakan ”Studi Penyusunan Pedoman Di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan” dapat
III-12 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
dibagi dalam kerangka umum seperti digambarkan pada flowchart Gambar 3.1.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| III-13
Gambar 3.1. Metodologi Kerja
III-14 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
BAB IV HASIL PENELITIAN A.
NASKAH AKADEMIK
Naskah akademik adalah mengolah data hasil survei berupa data primer dan sekunder untuk menginventarisasi data yang mendukung ruang lingkup pekerjaan. Naskah 1. Pedoman Pembentukan Perkeretaapian Perkotaan
Kelembagaan
Otoritas
Pedoman ini diperlukan oleh calon penyelenggara perkeretaapian, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun pihak swasta untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia. a. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian dalam Pasal 147 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 menyatakan antara lain bahwa angkutan kereta api dapat merupakan bagian dari angkutan multimoda yang dilaksanakan oleh badan usaha angkutan multimoda, dan dilaksanakan berdasarkan perjanjian antara penyelenggara sarana perkeretaapian dengan badan hukum angkutan multimoda dan/atau penyelenggara moda lainnya. Karena pengelolaan angkutan perkotaan belum dikelola oleh satu lembaga otorita, maka koordinasi pengelolaan angkutan perkotaan belum berjalan secara efektif dan efisien. Dimana perencanaan angkutan perkotaan yang dilakukan antar lembaga tidak memungkinkan untuk mempertimbangkan dampak perencanaan tata ruang perkotaan pada transportasi, maupun umpan balik dari sistem transportasi untuk pembangunan perkotaan. Perencanaan untuk infrastruktur transportasi baru juga tidak memperhitungkan kebutuhan untuk mengintegrasikan wilayah pusat kota dengan daerah penyangga disekitarnya. Oleh karena itu diperlukan suatu lembaga otorita angkutan perkotaan agar koordinasi antara moda transportasi dan perencanaan perkotaan dapat berjalan secara efektif dan efisien dan terpadu. Masyarakat akan lebih mudah dan nyaman dalam menggunakan moda transportasi perkotaan. Agar pembentukan kelembagaan otoritas perkeretaapian perkotaan lebih tepat mencapai sasaran yang diinginkan oleh berbagai pihak yang terkait dalam penyelenggaraan
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-1
transportasi perkotaan, maka pembentukan kelembagaan otoritas perkeretaapian perkotaan perlu dibuat pedomannya. b. Inventarisasi Kegiatan-Kegiatan Lembaga Otorita Perkeretaapian Adapun Tugas dari Kelembagaan Otoritas Perkeretaapian Perkotaan adalah sebagai berikut: 1. Membuat Visi, Misi, Strategi, dan Rencana Aksi tentang Keterpaduan Angkutan Perkotaan. 2. Membuat Master Plan tentang Angkutan Perkotaan yang Terpadu. 3. Membuat Keterpaduan Antar Moda Angkutan Perkotaan. 4. Mengelola Jalan (Jalan dan Jalan Rel). 5. Memenuhi Kebutuhan Masyarakat Akan Angkutan Perkotaan. 6. Menentukan Rute/Trayek. 7. Menentukan Tarif Masing-Masing dan Pelayanan Terpadu Satu Tarif. Dari hasil survei terlihat bahwa pedoman ini sangat diperlukan terbukti dari jawaban-jawaban responden terhadap kuesioner yang diajukan. c. Inventarisasi Kebijakan Pembentukan Lembaga Otorita Transportasi Perkeretaapian Adapun arah kebijakan bidang perkeretaapian yang mendukung pembentukan lembaga otorita adalah sebagai berikut: Revitalisasi peran dan fungsi stasiun-stasiun besar sebagai simpul transportasi dan transfer intermoda dengan memaksimalkan utilitas yang ada. Rehabilitasi dan revitalisasi sarana KA menuju pengembangan angkutan massal perkeretaapian di wilayah perkotaan. Menyelenggarakan angkutan kereta api dalam angkutan multimoda berupa pengembangan pelayanan KA akses dry port dan KA bandara untuk meningkatkan kelancaran barang/logistik nasional. Menyediakan pelayanan angkutan untuk masyarakat luas di perkotaan dan antar kota untuk kelas ekonomi yang tarifnya disesuaikan dengan daya beli masyarakat melalui skema pembiayaan PSO. Terselenggaranya layanan kereta api di wilayah kota atau perkotaan berpenduduk di atas 3 juta dengan layanan kereta api urban bertenaga listrik yang mampu
IV-2 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
mendukung perekonomian kawasan perkotaan yang terintegrasi intra dan antar moda dengan moda jalan meliputi integrasi jadwal, tempat transfer, dan tarif. Menyusun dan melaksanakan rencana aksi secara terpadu antara lembaga terkait untuk peningkatan keselamatan KA dan penanganan perlintasan sebidang secara komprehensif dan bertahap, diutamakan pada lintas yang padat dan rawan terjadi kecelakaan, serta rencana tindak pengamanan dan penertiban ruang milik jalur kereta api sepanjang jalur utama perkeretaapian yang menyertakan masyarakat sekitar untuk berpartisipasi dalam kontrol sosial. d. Analisis dan Evaluasi Tingkat Kepentingan Masing-masing Stakeholders 1. Pemerintah kota melakukan evaluasi kinerja lembaga otoritas atas pelayanan terpadu antar moda, tarif, rute, maupun jadwal transportasi perkotaan. 2. Lembaga otoritas melakukan evaluasi kinerja operator atas pelayanan terpadu antar moda, tarif, rute, maupun jadwal transportasi perkotaan. 3. Evaluasi kinerja yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Kinerja keberhasilan pelayanan b. Tingkat kemudahan pelayanan c. Tingkat ketersediaan tiket d. Tingkat keamanan tiket e. Tingkat okupansi penumpang f. Tingkat pertumbuhan penumpang g. Tingkat kegagalan pelayanan h. Tingkat kesalahan pelaksanaan i. Tingkat kesalahan perhitungan pendapatan masingmasing operator j. Tingkat ketepatan jadwal perpindahan antar moda 4. Jika evaluasi kinerja tidak terpenuhi, maka : a. Operator dapat mengajukan keberatan atas pelaksanaan pelayanan terpadu antar moda, tariff, rute, dan jadwal transportasi perkotaan. Keberatan diajukan kepada lembaga otoritas dengan tembusan kepada Pemerintah Kota, dan menyampaikan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. b. Lembaga otoritas menerima dan mengevaluasi atas pengajuan keberatan dari operator, dan mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Jika konsorsium menilai ada operator yang tidak dapat memenuhi persyaratan pelayanan yang telah disepakati, maka konsorsium
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-3
dapat mempertimbangkan operator untuk diberikan sanksi atau diganti dengan oerpator lainnya. Keputusan penggantian ada pada Pemerintah Kota, jadi konsorsium mengajukan kepada Pemerintah kota atas kinerja yang telah dilakukan oleh operator. c. Pemerintah kota dapat memberikan peringatan, sanksi, dan pemberhentian konsorsium jika kinerjanya tidak dapat memenuhi kesepatakan yang telah ditandatangani. e. Tinjauan Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. Pasal 2 butir e menyatakan bahwa perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan asas keterpaduan. Pasal 6 ayat 3 menyatakan tatanan perkeretaapian umum harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Pasal 147 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 menyatakan antara lain bahwa angkutan kereta api dapat merupakan bagian dari angkutan multimoda yang dilaksanakan oleh badan usaha angkutan multimoda, dan dilaksanakan berdasarkan perjanjian antara penyelenggara sarana perkeretaapian dengan badan hukum angkutan multimoda dan/atau penyelenggara moda lainnya. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. Pasal 65 ayat (1) menyatakan antara lain keterpaduan antar jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain serta dengan moda transportasi lain dilakukan di stasiun. Sedangkan ayat (2) menyatakan Stasiun kereta api merupakan simpul yang memadukan antara jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain dan jaringan jalur kereta api dengan moda transportasi lain. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Pasal 3 ayat (1) menyatakan Pelayanan angkutan kereta api merupakan layanan kereta api dalam satu lintas atau beberapa lintas pelayanan perkeretaapian yang dapat berupa bagian jaringan multimoda transportasi.
IV-4 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Pasal 2 butir h, menyatakan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan asas terpadu. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 2, butir g, menyatakan bahwa pelayaran diselenggarakan berdasarkan asas keterpaduan. f. Subyek Operator penyelenggara lembaga otorita, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota), Swasta, dan Pengguna Jasa. g. Obyek Lembaga otoritas perkeretaapian perkotaan dibentuk oleh Pemerintah Kota dengan pertimbangan dari DPRD. Dinas Perhubungan merencanakan transportasi perkotaan dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah membuat perencanaan perkotaan secara keseluruhan. Perencanaan transportasi perkotaan dengan perencanaan perkotaan akan terintegrasi karena berangkat dari kebutuhan masyarakat yang ditangkap oleh Lembaga Otoritas Perkeretaapian Perkotaan. Lembaga Otoritas Perkeretaapian Perkotaan membuat kebijakan jangka pendek dan jangka panjang tentang transportasi perkotaan, selain itu juga menentukan kebijakan tentang multi operator, baik untuk moda kereta api maupun moda jalan sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku. Lembaga Otoritas dapat terdiri dari perusahaan transportasi, universitas, asosiasi, dan sebagainya. Lembaga otoritas mengatur keterpaduan antar moda transportasi perkotaan. h. Metodologi Menggabungkan kajian literatur, analisis data primer (hasil survei) dan data sekunder (studi literatur). i. Pedoman yang Diperlukan Pembentukan Lembaga Otoritas Perkeretaapian Perkotaan harus memenuhi syarat sebagai berikut: Memenuhi perizinan yang diperlukan dalam pembentukan lembaga otoritas baik secara hukum maupun birokrasi. Memiliki studi kelayakan tentang pembentukan lembaga orotitas. Memiliki struktur organisasi lembaga otoritas. Memiliki SDM yang memadai. Memiliki Sarana dan Prasarana.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-5
Memiliki kemampuan untuk menentukan tarif tunggal (single tariff). Memiliki kemampuan untuk menentukan sharing biaya dan keuntungan antar moda transportasi, bahkan sampai ke tingkat operator . Memiliki kemampuan untuk dapat mewujudkan terciptanya keterpaduan inter moda angkutan perkotaan. Memiliki kemampuan untuk memperoleh sumber pendanaan. Memiliki Sistem dan Prosedur Operasi Lembaga otoritas yang memadai. Memiliki kemampuan untuk membina dan mengembangkan operator angkutan perkotaan. Memiliki kemampuan untuk menggunakan dukungan Teknologi Informasi dalam pengelolaan keterpaduan antar moda. Memiliki kemampuan untuk mengkaji kebutuhan transportasi perkotaan baik dari sisi teknologi, hemat bahan bakar, ramah lingkungan, keselamatan, kenyamanan, keamanan, ketepatan waktu, kecepatan, memperhatikan penyandang cacat.
2. Pedoman Pelayanan Terpadu Satu Tiket Penyelenggaraan tiket terpadu antara moda kereta api dengan moda jalan merupakan wujud peningkatan pelayanan angkutan umum dalam memberikan kemudahan bagi pengguna jasa serta kenyamanan sehingga dapat mendukung penyelenggaraan transportasi antar moda yang efektif dan efisien. a. Latar Belakang Pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan yang merupakan bentuk peningkatan layanan kepada pengguna jasa transportasi kereta api yang terpadu dengan moda jalan lainnya. Prinsip layanan pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan ini adalah bentuk layanan yang menggabungkan minimal dua moda dengan menggunakan satu tiket. Sehingga pengguna jasa yang akan berpergian dan harus menggunakan beberapa moda untuk mencapai tujuan akhir perjalanan cukup menggunakan satu tiket. b. Inventarisasi Kegiatan-Kegiatan Pelayanan Terpadu Satu Tiket Perkeretaapian
IV-6 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan harus memenuhi syarat sebagai berikut: Tiket terpadu harus selalu tersedia Tiket terpadu harus mudah digunakan Tiket terpadu harus menggambarkan nilai uang Tiket terpadu harus menutupi seluruh perjalanan Tiket terpadu harus fleksible Tiket terpadu harus adil dalam tarif maupun pelayanan Tiket terpadu harus memenuhi kebutuhan akan penghematan waktu Tiket terpadu harus mengurangi kerumitan dalam pelayanan angkutan penumpang Tiket terpadu harus memberikan dampak bahwa transportasi menjadi lebih mudah digunakan Tiket terpadu harus menciptakan kesan perjalanan yang mulus, meskipun ada kemungkinan terjadi perubahan (misal keterlambatan dari salah satu moda transportasi) Harga tiket terpadu harus lebih murah dari jumlah harga tiket jika dilakukan sendiri-sendiri Untuk pembagian (share) dari harga tiket terpadu : – Ditetapkan per periode secara tetap, atau – Disesuaikan dengan jumlah transaksi (perlu pencatatan yang akurat dari masing-masing moda transportasi) Tiket terpadu harus didukung oleh teknologi sistem tiketing yang memadai dan infrastruktur pelayanan tiket terpadu yang mendukung. Dari hasil survei terlihat bahwa pedoman ini sangat diperlukan terbukti dari jawaban-jawaban responden terhadap kuesioner yang diajukan. c. Inventarisasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Tiket Perkeretaapian Adapun arah kebijakan bidang perkeretaapian yang mendukung pelaksanaan pelayanan terpadu satu tiket adalah sebagai berikut: Meningkatkan mutu pelayanan menuju standar pelayanan bermutu tinggi dengan menjamin keamanan dan keselamatan perjalanan dari stasiun keberangkatan, dalam perjalanan, dan di stasiun tujuan disertai sistem penjaminan asuransi yang memadai. Menyediakan layanan angkutan penumpang dalam tiga atau dua kelas (ekonomi, bisnis dan eksekutif) dalam sebuah rangkaian dilengkapi sistem reservasi guna menjamin mutu pelayanan.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-7
Menyelenggarakan angkutan kereta api dalam angkutan multimoda berupa pengembangan pelayanan KA akses dry port dan KA bandara untuk meningkatkan kelancaran barang/logistik nasional. Menyediakan pelayanan angkutan untuk masyarakat luas di perkotaan dan antar kota untuk kelas ekonomi yang tarifnya disesuaikan dengan daya beli masyarakat melalui skema pembiayaan PSO. Terselenggaranya layanan kereta api di wilayah kota atau perkotaan berpenduduk di atas 3 juta dengan layanan kereta api urban bertenaga listrik yang mampu mendukung perekonomian kawasan perkotaan yang terintegrasi intra dan antar moda dengan moda jalan meliputi integrasi jadwal, tempat transfer, dan tarif. d. Analisis dan Evaluasi Tingkat Kepentingan Masing-masing Stakeholders 1. Pemerintah kota melakukan evaluasi kinerja konsorsium atas pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan yang telah dilaksanakan 2. Konsorsium yang ditunjuk melakukan evaluasi kinerja operator atas pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan yang telah dilaksanakan 3. Operator moda kereta api dan moda jalan melakukan evaluasi kinerja atas pelayanan terpadu satu tiket antar moda kereta api dengan moda jalan yang telah dijalankan 4. Evaluasi kinerja yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Kinerja keberhasilan pelayanan b. Tingkat kemudahan pelayanan c. Tingkat ketersediaan tiket d. Tingkat keamanan tiket e. Tingkat okupansi penumpang f. Tingkat pertumbuhan penumpang g. Tingkat kegagalan pelayanan h. Tingkat kesalahan pelaksanaan i. Tingkat kesalahan perhitungan pendapatan masingmasing operator j. Tingkat ketepatan jadwal perpindahan antar moda 5. Jika evaluasi kinerja tidak terpenuhi, maka: a. Operator dapat mengajukan keberatan atas pelaksanaan pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dan moda jalan. Keberatan diajukan kepada konsorsium dengan tembusan kepada Pemerintah Kota, dan menyampaikan alas an yang dapat dipertanggung jawabkan.
IV-8 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
b. Konsorsium menerima dan mengevaluasi atas pengajuan keberatan dari operator, dan mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Jika konsorsium menilai ada operator yang tidak dapat memenuhi persyaratan pelayanan yang telah disepakati, maka konsorsium dapat mempertimbangkan operator untuk diberikan sanksi atau diganti dengan oerpator lainnya. Keputusan penggantian ada pada Pemerintah Kota, jadi konsorsium mengajukan kepada Pemerintah kota atas kinerja yang telah dilakukan oleh operator. c. Pemerintah kota dapat memberikan peringatan, sanksi, dan pemberhentian konsorsium jika kinerjanya tidak dapat memenuhi kesepatakan yang telah ditandatangani. e. Tinjauan Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. Pasal 2 butir e menyatakan bahwa perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan asas keterpaduan. Pasal 6 ayat 3 menyatakan tatanan perkeretaapian umum harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Pasal 147 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 menyatakan antara lain bahwa angkutan kereta api dapat merupakan bagian dari angkutan multimoda yang dilaksanakan oleh badan usaha angkutan multimoda, dan dilaksanakan berdasarkan perjanjian antara penyelenggara sarana perkeretaapian dengan badan hukum angkutan multimoda dan/atau penyelenggara moda lainnya. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. Pasal 65 ayat (1) menyatakan antara lain keterpaduan antar jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain serta dengan moda transportasi lain dilakukan di stasiun. Sedangkan ayat (2) menyatakan Stasiun kereta api merupakan simpul yang memadukan antara jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain dan jaringan jalur kereta api dengan moda transportasi lain. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-9
Pasal 3 ayat (1) menyatakan Pelayanan angkutan kereta api merupakan layanan kereta api dalam satu lintas atau beberapa lintas pelayanan perkeretaapian yang dapat berupa bagian jaringan multimoda transportasi. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Pasal 2 butir h, menyatakan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan asas terpadu. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 2, butir g, menyatakan bahwa pelayaran diselenggarakan berdasarkan asas keterpaduan. f. Subyek Operator penyelenggara layanan terpadu satu tiket, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota), Swasta, dan Pengguna Jasa. g. Obyek Adapun prosedur pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah kota melalui dinas perhubungan dan badan perencanaan pembangunan daerah membuat rencana induk perkertaapian perkotaan. 2. Pemerintah kota membuat perencanaan transportasi perkotaan yang terpadu antara angkutan kereta api dengan moda jalan. 3. Pemerintah kota membuat studi kelayakan keterpaduan antar moda kereta api dengan moda jalan (sosial, ekonomi, budaya, financial, teknologi, dan SDM). 4. Pemerintah kota melakukan koordinasi dengan operator moda kereta api dan moda jalan untuk mempersiapkan rencana keterpaduan antar moda dan merencanakan pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan. 5. Pemerintah kota melakukan koordinasi dengan operator teknologi informasi seperti PT Telkom. 6. Pemerintah kota melakukan koordinasi/kerjasama dengan pihak bank atau lembaga keuangan lainnya. 7. Pemerintah kota dapat mendorong terciptanya suatu konsorsium yang akan mengelola pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan. 8. Pemerintah kota atau konsorsium yang telah ditunjuk membuat perencanaan yang lebih rinci tentang pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan, antara lain :
IV-10 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
a. Menentukan formulasi tarif. b. Menentukan jenis tiket apakah tiket dalam bentuk kertas, karton, atau tiket elektronik. c. Menentukan Network Infrastructure. d. Menentukan aplikasi reservasi (Reservation Application). e. Menentukan sistem setelmen (Settlement System) untuk kliring/perhitungan kewajiban dan hak atas transaksi transportasi antarmoda untuk masingmasing anggota. f. Menentukan Sistem Reservasi/Booking Tiket. g. Menentukan E- Tiket/Elektronik tiket. h. Menentukan Kode Booking. i. Menentukan Barcode untuk mempercepat proses pengolahan dan pengamanan tiket. j. Menentukan Nomor Tiket. k. Menyediakan Call Centre. l. Menyediakan layanan Costumer Care. m. Mempersiapkan Fasilitas Tempat Duduk/Seat. n. Melaporkan Status Booking. o. Mengeluarkan (Issued) Tiket. p. Tiket Terpadu Satu Tiket Antara Moda Kereta Api Dengan Moda Jalan. Tiket terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan adalah Tiket yang akan digunakan sebagai bukti sah perjalanan dengan ciri-ciri sebagai berikut: Kertas dengan ukuran yang seminimal mungkin, Logo Pemerintah jika diperlukan, Barcode, Kode Booking, Logo Operaotor, Nama Penumpang, Tipe Penumpang, No Tiket, Rute perjalanan meliputi: Tanggal, Moda Transportasi, Kelas, Berangkat (Tempat dan jam pemberangkatan) , Tiba (tempat kedatangan dan jam kedatangan), Status, Syarat dan ketentuan. q. Membuat prosedur perubahan jadwal (ReSchedule) r. Menjamin perjalanan pengguna jasa dengan Asuransi s. Menyediakan fasilitas Refund 9. Pemerintah kota atau konsorsium yang telah dibentuk melakukan sosialisasi tentang pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan. 10. Pemerintah kota atau konsorsium yang telah dibentuk melakukan pemasaran mengenai pelayanan terpadu satu tiket antar moda kereta api dengan moda jalan.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-11
11. Pemerintah kota atau konsorsium yang telah dibentuk secara periodik melakukan evaluasi keberhasilan penerapan pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan. 12. Pemerintah kota atau konsorsium yang telah dibentuk melakukan evaluasi terhadap tarif, tiket, rute, kinerja operator moda angkutan, dan keuangan. h. Metodologi Menggabungkan kajian literatur, analisis data primer (hasil survei) dan data sekunder (studi literatur). i. Pedoman yang Diperlukan Pentingnya pedoman pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan adalah sebagai berikut: 1. Adanya tiket yang memadai bagi pengguna jasa angkutan penumpang apakah bentuknya tiket berupa lembaran kertas, karton, atau tiket elektronik. 2. Adanya tiket yang memberikan kemudahan, kenyamanan, dan kecepatan dalam pembelian dan penggunaannya. 3. Adanya tarif yang lebih efisien jika menggunakan tiket terpadu. 4. Adanya kepastian keterpaduan jadwal antara moda transportasi yang akan digunakan oleh pengguna jasa angkutan penumpang. 5. Adanya kejelasan mengenai keuntungan yang akan diperoleh operator moda transportasi. 6. Adanya kejelasan mengenai keuntungan yang akan diperoleh pemenerintah kota. 7. Adanya kejelasan mengenai sharing pendapatan dari tariff yang ditetapkan, baik bagi operator yang terlibat maupun pemerintah kota. 3. Pedoman Keterpaduan Antar Moda Pengembangan sektor transportasi di Indonesia diupayakan dengan pendekatan kesisteman menuju perwujudan Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) yang efisien, efektif dan terjangkau oleh masyarakat pemakai jasa transportasi, baik dari aspek alokasi jaringannya maupun kewajaran tarifnya. a. Latar Belakang Ketika kereta api antar kota tiba di stasiun tujuan, maka penumpang akan melanjutkan perjalanan ke titik tujuan
IV-12 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
berikutnya dengan menggunakan moda kereta api perkotaan atau moda jalan lain. Yang paling penting dari keterpaduan antar moda adalah ketepatan dan kesesuaian jadwal perjalanan, sistem tiket yang terpadu, dan harga tiket yang lebih murah. Operator busway Transjakarta dan kereta api commuter Jabodetabek akan memadukan jaringan layanannya untuk menarik minat pengguna kendaraan pribadi beralih ke moda transportasi masal tersebut. Program layanan terpadu tersebut segera dimulai dengan membangun selasar untuk memudahkan penumpang melakukan perpindahan antar halte busway Transjakarta dan stasiun KA Jabodetabek. b. Inventarisasi Kegiatan-Kegiatan Keterpaduan antar Moda Perkeretaapian Pengembangan sistem transportasi antar moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan akan mengikuti pokok-pokok arah pengembangan Sistem Transportasi Nasional, antara lain sebagai berikut: 1. Pengembangan dilakukan secara terpadu baik dalam aspek antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan, maupun keterpaduan antara moda transportasi kereta api perkotaan dengan sektor pembangunan lainya sesuai kebutuhan dan perkembangan iptek serta dengan berpedoman kepada tata ruang perkotaan. 2. Penentuan pangsa pelayanan antar moda kereta api antar kota dengan kerta api perkotaan untuk tiap lintasan, yang didasarkan pada variabel dan volume angkutan agar tercapai biaya angkutan yang minimal. 3. Pengembangan dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan atau prinsip dasar hierarkhis, geografis, ekonomis dan mendukung pengembangan wilayah. 4. Dalam jangka menengah dan jangka panjang perlu mempertimbangkan faktor-faktor antara lain : jaringan transportasi yang telah ada, tata ruang, pola produksi dan konsumsi, serta hierarkhi kota yang bersangkutan. 5. Pengembangan mengarah kepada peningkatan daya saing melalui peningkatan efisiensi berupa penerapan teknologi maju, pengurangan subsidi, kerjasama antar perusahaan (sinergi), inovasi menajemen dan pelayanan, standardisasi pelayanan dan teknologi. 6. Penerapan berbagai kebijakan pemerintah guna meningkatkan peran serta sektor swasta berupa deregulasi, debirokratisasi, kemudahan perizinan,
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-13
fasilitas finansial, tarif, pengurangan intervensi, pengutamaan penggunaan produksi dalam negeri dan peningkatan keterpaduan pelayanan antar moda. Dari hasil survei terlihat bahwa pedoman ini sangat diperlukan terbukti dari jawaban-jawaban responden terhadap kuesioner yang diajukan. c. Inventarisasi Kebijakan Keterpaduan antar Moda Perkeretaapian Adapun arah kebijakan bidang perkeretaapian yang mendukung pelaksanaan keterpaduan antar moda adalah sebagai berikut: Meningkatkan mutu pelayanan menuju standar pelayanan bermutu tinggi dengan menjamin keamanan dan keselamatan perjalanan dari stasiun keberangkatan, dalam perjalanan, dan di stasiun tujuan disertai sistem penjaminan asuransi yang memadai. Menyediakan layanan angkutan penumpang dalam tiga atau dua kelas (ekonomi, bisnis dan eksekutif) dalam sebuah rangkaian dilengkapi sistem reservasi guna menjamin mutu pelayanan. Menyelenggarakan angkutan kereta api dalam angkutan multimoda berupa pengembangan pelayanan KA akses dry port dan KA bandara untuk meningkatkan kelancaran barang/logistik nasional. Menyediakan pelayanan angkutan untuk masyarakat luas di perkotaan dan antar kota untuk kelas ekonomi yang tarifnya disesuaikan dengan daya beli masyarakat melalui skema pembiayaan PSO. Terselenggaranya layanan kereta api di wilayah kota atau perkotaan berpenduduk di atas 3 juta dengan layanan kereta api urban bertenaga listrik yang mampu mendukung perekonomian kawasan perkotaan yang terintegrasi intra dan antar moda dengan moda jalan meliputi integrasi jadwal, tempat transfer, dan tarif. d. Analisis dan Evaluasi Tingkat Kepentingan Masing-masing Stakeholders 1. Pemerintah kota melakukan evaluasi kinerja konsorsium atas pelayanan terpadu antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan yang telah dilaksanakan 2. Konsorsium yang ditunjuk melakukan evaluasi kinerja operator atas pelayanan terpadu antara moda kereta api
IV-14 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
antar kota dengan kereta api perkotaan yang telah dilaksanakan 3. Operator moda kereta api dan moda jalan melakukan evaluasi kinerja atas pelayanan terpadu moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan yang telah dijalankan 4. Evaluasi kinerja yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Kinerja keberhasilan pelayanan b. Tingkat pencapaian target jumlah penumpang c. Tingkat kemudahan pelayanan d. Tingkat okupansi penumpang e. Tingkat pertumbuhan penumpang f. Tingkat kegagalan pelayanan g. Tingkat kesalahan pelaksanaan h. Tingkat ketepatan jadwal perpindahan antar moda 5. Jika evaluasi kinerja tidak terpenuhi, maka : a. Operator dapat mengajukan keberatan atas pelaksanaan pelayanan terpadu moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan. Keberatan diajukan kepada konsorsium dengan tembusan kepada Pemerintah Kota, dan menyampaikan alas an yang dapat dipertanggung jawabkan. b. Konsorsium menerima dan mengevaluasi atas pengajuan keberatan dari operator, dan mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Jika konsorsium menilai ada operator yang tidak dapat memenuhi persyaratan pelayanan yang telah disepakati, maka konsorsium dapat mempertimbangkan operator untuk diberikan sanksi atau diganti dengan oerpator lainnya. Keputusan penggantian ada pada Pemerintah Kota, jadi konsorsium mengajukan kepada Pemerintah kota atas kinerja yang telah dilakukan oleh operator. c. Pemerintah kota dapat memberikan peringatan, sanksi, dan pemberhentian konsorsium jika kinerjanya tidak dapat memenuhi kesepatakan yang telah ditandatangani. e. Tinjauan Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. Pasal 2 butir e menyatakan bahwa perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-15
f.
transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan asas keterpaduan. Pasal 6 ayat 3 menyatakan tatanan perkeretaapian umum harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Pasal 147 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 menyatakan antara lain bahwa angkutan kereta api dapat merupakan bagian dari angkutan multimoda yang dilaksanakan oleh badan usaha angkutan multimoda, dan dilaksanakan berdasarkan perjanjian antara penyelenggara sarana perkeretaapian dengan badan hukum angkutan multimoda dan/atau penyelenggara moda lainnya. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. Pasal 65 ayat (1) menyatakan antara lain keterpaduan antar jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain serta dengan moda transportasi lain dilakukan di stasiun. Sedangkan ayat (2) menyatakan Stasiun kereta api merupakan simpul yang memadukan antara jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain dan jaringan jalur kereta api dengan moda transportasi lain. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Pasal 3 ayat (1) menyatakan Pelayanan angkutan kereta api merupakan layanan kereta api dalam satu lintas atau beberapa lintas pelayanan perkeretaapian yang dapat berupa bagian jaringan multimoda transportasi. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Pasal 2 butir h, menyatakan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan asas terpadu. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 2, butir g, menyatakan bahwa pelayaran diselenggarakan berdasarkan asas keterpaduan.
Subyek Operator penyelenggara pelayanan keterpaduan antar moda, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota), Swasta, dan Pengguna Jasa.
g. Obyek Adapun prosedur pelayanan terpadu antara moda kereta api antara kota dengan kereta api perkotaan adalah sebagai berikut:
IV-16 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
1. Pemerintah kota melalui dinas perhubungan dan badan perencanaan pembangunan daerah membuat rencana induk perkertaapian perkotaan 2. Pemerintah kota membuat perencanaan transportasi perkotaan yang terpadu antara angkutan kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan 3. Pemerintah kota bersama dengan operator atau lembaga otoritas membuat studi kelayakan keterpaduan antar moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan (jadwal, tariff, rute, social, ekonomi, budaya, financial, teknologi, dan SDM) 4. Pemerintah kota melakukan koordinasi dengan operator moda kereta api antar kota dan kereta api perkotaan untuk mempersiapkan rencana keterpaduan antar moda 5. Pemerintah kota melakukan koordinasi dengan operator angkutan perkotaan, baik moda jalan maupun moda kereta api 6. Pemerintah kota melakukan koordinasi/kerjasama dengan pihak bank atau lembaga keuangan lainnya 7. Lembaga otoritas membuat perencanaan yang lebih rinci tentang pelayanan terpadu antar moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan, antara lain : a. Menentukan Network Infrastructure b. Menentukan aplikasi reservasi (Reservation Application) c. Menentukan sistem setelmen (Settlement System) untuk kliring/perhitungan kewajiban dan hak atas transaksi transportasi antarmoda untuk masingmasing anggota d. Menentukan Kode Booking e. Menentukan Barcode untuk mempercepat proses pengolahan dan pengamanan tiket f. Menyediakan Call Centre g. Menyediakan layanan Costumer Care h. Mempersiapkan Fasilitas Tempat Duduk/Seat i. Melaporkan Status Booking j. Membuat prosedur perubahan jadwal (ReSchedule) k. Menjamin perjalanan pengguna jasa dengan Asuransi 8. Pemerintah Kota, Lembaga otoritas, dan operator angkutan kereta api antar kota melakukan sosialisasi tentang pelayanan terpadu moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan, baik dari sisi tariff, maupun jadwal
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-17
9. Pemerintah Kota atau Lembaga Otoritas secara periodik melakukan evaluasi keberhasilan penerapan pelayanan terpadu moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan, baik dari sisi tarif, maupun jadwal 10. Pemerintah Kota, Lembaga otoritas, Operator Kereta Api Antar Kota, dan Operator Kereta Api Perkotaan melakukan evaluasi terhadap tariff, tiket, rute, kinerja operator moda angkutan, dan keuangan. h. Metodologi Menggabungkan kajian literatur, analisis data primer (hasil survei) dan data sekunder (studi literatur). i.
IV-18 |
Pedoman yang Diperlukan Pelayanan Terpadu Antara Moda Kereta Api Antar Kota Dengan Kereta Api Perkotaan harus memenuhi syarat sebagai berikut: Mampu melakukan kerjasama antara penyelenggara sarana kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan. Mampu melakukan kerjasama antara penyelenggara prasarana kerera api antar kota dengan kereta api perkotaan. Mampu memadukan jadwal kereta antara antar kota dengan kereta api perkotaan. Mampu mewujudkan terciptanya keterpaduan inter moda angkutan perkotaan. Mampu membangun infrastruktur (prasarana) yang memadukan kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan. Memiliki kemampuan untuk memperoleh sumber pendanaan pembangunan infrastruktur (prasarana) yang memadukan kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan. Memiliki Sistem dan Prosedur Operasi yang baku dalam memadukan kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan. Memiliki kemampuan untuk menggunakan dukungan Teknologi Informasi dalam pengelolaan keterpaduan antar moda. Memiliki kemampuan untuk mengkaji kebutuhan transportasi perkotaan baik dari sisi teknologi, hemat bahan bakar, ramah lingkungan, keselamatan, kenyamanan, keamanan, ketepatan waktu, kecepatan, memperhatikan penyandang cacat.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
4. Pedoman penyelenggara sarana perkeretaapian perkotaan Pedoman ini diperlukan oleh calon penylenggara sarana perkeretaapian perkotaan, baik Pemerintah Kota maupun pihak swasta untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan di Indonesia. a. Peningkatan Peran Pemerintah Kota dan Swasta Dalam Bisnis Perkeretaapian Perkotaan. 1) Latar Belakang UU No. 23/2007 menandai era baru perkeretaapian di Indonesia, dengan menghilangkan monopoli oleh pemerintah atau BUMN, serta membuka peluang investasi oleh pemerintah kota dan swasta untuk mendorong kompetisi dan peningkatan pelayanan. Khusus untuk pihak swasta, partisipasinya dalam penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia telah mendapat landasan hukum dengan ditetapkannya UU 23/2007 tentang Perkeretaapian. Pihak Swasta dapat terlibat dalam banyak aspek pada penyelenggaraan perkeretaapian perkotaan, mulai dari pemeliharaan kebersihan stasiun sampai dengan pembangunan jaringan kereta api baru. Keterlibatan pihak swasta dalam perkeretaapian perkotaan dapat memberikan manfaat bagi perekonomian dalam bentuk layanan yang berkualitas dan tarif yang lebih murah serta persaingan yang sehat. Disisi lain pihak swasta tidak tertarik berusaha di jalur-jalur yang tidak menguntungkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk itu peran pemerintah kota untuk mendorong pihak swasta dalam menyelenggarakan layanan angkutan kereta api di jalur-jalur tidak menguntungkan secara finansial dalam jangka pendek ini sangat penting. 2) Inventarisasi kegiatan-kegiatan penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan Operator Sarana Kereta Api perkotaan yang telah ada, yaitu PT KCJ (Kereta Commuter Jakarta) untuk angkutan penumpang perkotaan di Jakarta tetapi dengan market share yang masih rendah. Sedangkan Pemda DKI telah membetuk BUMD yaitu PT MRT. Pemerintah Daerah juga sudah mulai terlibat dalam angkutan Kereta Api perkotaan. a) Kereta Api Jabodetabek
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-19
Peluang mengembangkan bisnis angkutan kereta api di Jabotabek sangat besar. Tidak berlebihan jika PT. kereta api Indonesia Commuter Jabodetabek (KCJ) mentargetkan 2,2 juta penumpang pada tahun 2012. Kebutuhan sarana kereta penumpang sangat banyak karena kepadatan penumpang yang sudah sangat tinggi, terlihat dari banyaknya penumpang yang duduk di atap kereta atau bergelantungan di pintu kereta. Jumlah KRL dibandingkan kapasitas penumpang sering kali menembus rasio 150 persen sehingga penambahan kereta sangat mendesak. Pengoperasian kereta rel listrik atau KRL di Jabotabek perlu ditingkatkan untuk menambah alternatif sarana transportasi terutama bagi para pekerja yang pulang selepas pukul 21.00. (1) KRL Commuter Jabodetabek Tahun 2010 jumlah penumpang KRL adalah sebanyak 34.562.549 penumpang yang menggunakan kereta kelas ekonomi AC. Jumlah penumpang terbesar adalah penumpang kelas ekonomi yaitu sebanyak 69.388.415 penumpang, sementara penumpang KRL ekspres adalah sebanyak 19.992.258 penumpang. Untuk meningkatkan kapasitas angkut penumpang KRL Jabodetabek, PT KCJ merombak system pola operasinya. Perombakan sistem pola operasi moda transportasi kereta api (KA) yang menghubungkan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) diberlakukan pada 2 Juli 2011. Pada pola baru tersebut, kereta ekspres dihapus dan diganti oleh kereta commuter Jabodetabek non subsidi yang berhenti di setiap stasiun dengan sistem single operation. Perubahan ini dilakukan dengan alasan untuk meningkatkan daya angkut penumpang, sehingga nantinya hanya ada dua kelas kereta, yakni kelas ekonomi dan commuter line (non ekonomi).
IV-20 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
(2) Tarif Tarif commuterline yang diterapkan PT KCJ adalah tarif KRL AC tanpa subsidi. Selama ini, tarif KRL ekonomi AC di bawah biaya operasional karena ada subsidi pemerintah.. (3) Tiket Penggunaan tiket elektronik atau e-ticketing untuk perjalanan KRL di wilayah Jabodetabek perlu segera direalisasikan. Tiket elektronik akan diterapkan oleh KCJ pada tahun 2012. Disisi lain, sebenarnya mesin-mesin untuk membaca tiket elektronik itu sudah dipasang di sejumlah stasiun di Jabodetabek sejak tahun 2007. Namun, alat itu belum termanfaatkan. Sebagian penumpang sempat protes dengan rencana penggunaan alat tersebut. Dengan tiket elektronik, bisa diatur tarif tiket berdasarkan jarak tempuh setiap penumpang. Tiket itu juga bisa untuk mencegah kebocoran tiket dengan membayar di atas KRL, tetapi tidak dilaporkan sebagai pemasukan. Di Hongkong, misalnya, yang memiliki mass transit railway, setiap penumpang yang masuk stasiun harus membeli tiket elektronik. Besaran tarif tiket disesuaikan dengan jarak stasiun yang ditempuh oleh penumpang. Saat meninggalkan stasiun, penumpang harus kembali memasukkan tiket itu ke mesin. Di Jepang, sistem serupa diterapkan. Penumpang yang rutin menggunakan jasa KRL juga bisa membeli tiket langganan. Secara otomatis, saldo pada tiket itu akan terpotong bila pemegang melakukan perjalanan dengan KRL. Saldo tiket juga bisa ditambah dengan mengisi uang di mesin-mesin. b) Kereta Api Perkotaan Pemerintah perlu menetapkan bahwa kota metropolitan dengan penduduk di atas lima juta jiwa membangun sistem transportasi publik berbasis rel untuk memenuhi peningkatan permintaan transportasi kota.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-21
Penyediaan layanan angkutan kerata api metropolitan ini dimaksudkan untuk menekan beban biaya angkutan di masyarakat sekaligus mengurangi pencemaran di kota-kota besar. Untuk kota-kota metropolitan, sistem transportasi masal merupakan kebutuhan mutlak. Transportasi publik berbasis rel menjadi tulang punggung sistem transportasi publik di kota yang memiliki tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi. Biaya angkutan kereta api enam kali lebih murah dibandingkan dengan angkutan umum berbasis bus. Selain itu, angkutan kereta api 20 kali lebih murah dibandingkan dengan sepeda motor. Moda transportasi kereta api juga mampu mengangkut jumlah penumpang sangat besar dengan polusi sangat rendah. Angkutan kereta api di kota metropolitan tidak menimbulkan emisi CO2 jika digerakkan dengan tenaga listrik, sedangkan bus mengeluarkan emisi CO2 sebesar 15 gram per penumpang per km. Bila dibandingkan dengan kendaraan pribadi, angkutan kereta api juga lebih baik karena kendaraan pribadi mengeluarkan emisi CO2 sebanyak 244 gram per penumpang per km. Sepeda motor juga mengeluarkan emisi CO2 sebesar 98 gram per penumpang per km. (1) Pemprov DKI Jakarta Selain Comuter Liner Jakarta juga akan mengembangkan Mass Rapid Transit (MRT). Jakarta adalah kota metropolitan yang terlambat dalam pengembangan MRT dibandingkan dengan kota-kota lain negara tetangga seperti Bangkok, Manila dan Kuala Lumpur. Agar kota-kota lain tidak terlambat seperti Jakarta, maka perlu menyiapkan pembangunan MRT sejak sekarang. Untuk itu dukungan pemerintah daerah dan pihak swasta sangat diperlukan. (2) Kota Medan Pertambahan jumlah penduduk yang tinggi di satu sisi menuntut pelayanan jasa angkutan kota ataupun antar kota yang memadai. Hal ini tentunya menambah beban pada sistem transportasi kota maupun antar kota yang tersedia. Untuk kasus kota Medan beban
IV-22 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
transportasi tersebut tidak terlepas dari pertumbuhan daerah sekitarnya seperti Binjai, Belawan dan Lubuk Pakam, juga Rantau Prapat. Meningkatnya beban pada sistem transportasi kota dan antar kota Medan ini menuntut diadakannya suatu pemecahan, terutama yang berkaitan dengan sistem transportasi massal (Mass Rapid Transportation). Salah satu sistem transportasi massal yang cukup potensial sebagai angkutan massal yang cepat, aman, lancar adalah kereta api. Peranan kereta api inilah yang akan ditingkatkan sarana maupun prasarananya untuk menanggulangi masalah transportasi kota dan antar kota tersebut. Dengan adanya Pembangunan Bandara kuala namu yang akan menggunakan kereta api sebagai salah satu alat transportasi menuju ke bandara tersebut dan Pembangunan pusat kota haruslah dilengkapi dengan sarana dan prasarana dasar dan penunjang yang modern, pusat pertemuan, dan distribusi (stasiun utama) mass rapid transportation, disertai dengan penyediaan ruang publik yang memadai dan juga ditunjang dengan manajemen lalu lintas pusat kota yang kompak. Secara umum, transportasi dalam kerangka pembangunan ekonomi dapat berperan sebagai pemicu atau melayani kegiatan dan pertumbuhan ekonomi. PT Kerata Api (Persero) mengoperasikan kereta api komuter di Kota Medan sejak 6 Maret 2010, yaitu menggunakan Kereta Api Rel Diesel Indonesia (KRDI) yang diberi nama Sri Lelawangsa. Pengoperasian KRDI ini digunakan untuk mengurangi kemacetan dan memenuhi kebutuhan angkutan penumpang kereta api. KDRI Sri Lelawangsa ini melayani rute Medan-Belawan-Binjai dan Medan Tebing Tinggi. (3) Kota Palembang Transportasi kereta api di kota Palembang belum sampai ke pusat kota, stasiun paling dekat dengan pusat kota adalah stasiun Kertapati, yaitu sekitar 5,9 km dari pusat kota.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-23
Untuk memenuhi kebutuhan angkutan masal yang memadai di kota Palembang, Pemerintah Kota Palembang telah mengoperasikan angkutan masal Bus Rapid Transit (BRT) yang diberi nama Trans Musi sejak tahun 2010. Dalam pengoperasiannya Trans Musi adalah satu-satunya bus angkutan perkotaan yang tidak di subsidi oleh pemerintah daerah. Untuk perpindahan dari satu koridor ke koridor lainnya, pemegang karcis tidak perlu membeli karcis lainnya, cukup dengan karcis yang dibeli dari koridor awal. Bahkan karcis itu bisa juga di gunakan untuk naik bus air, yang dermaganya berada di bawah jembatan Ampera. Tiga moda angkutan penumpang yang saling berhubungan atau interkoneksi itu, yakni bus transmusi, bus air dan angkutan kereta api. Persiapkan moda transportasi perkotaan dengan menggunakan kereta api saat ini sudah diajukan usulan pembangunannya ke Kementrian Perhubungan dan sudah disikapi oleh Bappenas. Dimana, jalur tersebut akan menghubungkan Bandara SMB II, Tanjung Api-api, Terminal KM 12, Terminal Karya Jaya dan lainnya akan dihubungkan dengan jalur kereta api. (4) Kota Bandung Jaringan KA perkotaan Bandung dalam rangka pengembangan KA komuter meliputi Padalarang – Bandung – Cicalengka serta lintas cabang antara Rancaekek - Tanjungsari dan Cikudapateuh – Soreang – Ciwidey. Adapun kondisi jaringan KA Perkotaan Bandung eksisting pada gambar berikut.
IV-24 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Gambar 4.1. Jaringan Eksisting Kereta Api Perkotaan Kota Bandung Pengembangan jaringan KA perkotaan Bandung dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan jaringan KA sebagai penghubung pusat – pusat pertumbuhan di wilayah Perkotaan Bandung melalui peningkatan kapasitas jaringan eksisting termasuk reaktivasi jaringan KA yang tidak beroperasi dalam rangka memenuhi potensi demand penumpang yang sangat tinggi. Adapun lingkup kegiatan rencana pengembangan adalah sebagai berikut :
Elektrifikasi Padalarang – Bandung – Cicalengka (42 km); Pembangunan Jalur Ganda Kiaracondong – Cicalengka (22 km); Rehabilitasi persinyalan eksisting Stasiun Bandung; Peningkatan persinyalan (sinyal mekanik – sinyal elektrik); Penataan stasiun/halte eksisiting termasuk pembangunan stasiun/halte baru di 6 lokasi; Pengadaan kereta rel listrik (KRL); Pembangunan Dipo KRL dengan 4 alternatif lokasi yaitu Padalarang, Ciroyom, Kiaracondong dan Cicalengka; Pengembangan sistem tiket elektrik;
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-25
Gambar 4.2. Pengembangan Jaringan KA Perkotaan Kota Bandung Selain angkutan kereta api perkotaan, kota Bandung juga telah memiliki angkutan Bus Kota yang terkoneksi dengan stasiun. Selain Bus Kota, angkutan masal lainnya yaitu Trans Metro Bandung yang dioperasikan sejak bulan September 2009 dengan jalur Cibiru-Soekarno Hatta-Elang. Pada awal pengoperasiannya Trans Metro Bandung tidak memiliki shelter permanen, namun sekarang sudang dibangun Shelter Trans Metro Bandung (TMB) akan dilengkapi dengan sistem ticketing kartu elektronik smart card yang berbasis digital dengan menggunakan teknologi Radio Frekuensi Identification. (5) Kota Yogyakarta Kereta api Prambanan Ekspres merupakan nama bagi layanan transportasi kereta api (KA) yang menghubungkan Kutoarjo, Yogyakarta dam Surakarta (hingga Stasiun Palur di timur kota). Saat ini beroperasi sepuluh kali pulang pergi dan dikelola olehPT Kereta Api Daerah Operasi VI Yogyakarta. Selain kereta api perkotaan Prambanan Express, kota Yogya juga memiliki Bus Rapit
IV-26 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Transit (BRT) yang diberi nama TransJogja yang merupakan Buskota Terjadwal. Adanya TransJogja cukup mendesak karena sistem transportasi Yogyakarta dan sekitarnya sebelumnya dinilai tidak efisien. Pada tahap perencanaan banyak tantangan muncul dari pengelola bus yang telah ada serta para pengemudi becak. Penerapan sistem ini semula direncanakan pada tahun 2007, namun bencana gempa bumi pada 27 Mei 2006 menyebabkan pergeseran waktu pelaksanaan. (6) Kota Solo Selain Prambanan Express, kota Solo juga memiliki angkutan kereta api perkotaan Rail Bus yang telah diuji coba pada bulan Juli 2011. Moda transportasi berbentuk kereta yang jarang ditemui di kota-kota Indonesia ini akan beroperasi dari stasiun Purwosari, Solo, hingga Wonogiri. Penyediaan layanan transportasi ini selain untuk mengantisipasi kemacetan juga akan dijadikan ikon pariwisata Railbus dioperasikan untuk menggantikan kereta feeder jurusan Solo-Wonogiri yang sudah tidak beroperasi. Railbus dapat menampung penumpang sekitar 160 orang, baik duduk maupun berdiri. Untuk mendukung transportasi perkotaan Pemerintah Kota Solo sudah menerapkan tiket terpadu yang digunakan untuk angkutan Batik Solo Trans (BST), Prambanan Express, dan TransJogya menggunakan Smartcard. Tiket bisa sekali pakai atau tiket berlangganan yang disebut tiket regular. (7) Kota Surabaya Jaringan KA perkotaan Surabaya mencakup wilayah Surabaya, Lamongan, Sidoarjo, Mojokerto dan Gresik. Adapun kondisi eksisting jaringan KA perkotaan Surabaya membentuk satu kesatuan dengan panjang ± 152 km yang hampir seluruhnya masih berupa jalur tunggal (kecuali 8 km jalur ganda antara Sta. Surabaya Kota – Wonokromo).
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-27
Tujuan dan sasaran dari pengembangan KA Perkotaan Surabaya adalah menjadikan angkutan kereta api menjadi lebih menarik dan kompetitif melalui perbaikan/pengembangan jaringan eksisting serta mengintegrasikan angkutan kereta api dengan moda angkutan lainnya dalam wilayah perkotaan Surabaya dalam rangka peningkatan layanan angkutan kereta api regional secara khusus dan layanan angkutan nasional (yang melalui Surabaya) secara umum. Upaya pengembangan KA perkotaan Surabaya terdiri dari tiga fase/tahap. Pada tahap pertama pengembangan jangka pendek berupa pembangunan jalur ganda lintas Kandangan – Pasar Turi – Gubeng – Sidoarjo sepanjang 42 km serta penataan beberapa stasiun utama. Sistem persinyalan dan telekomunikasi juga ditingkatkan dengan terpusat di Sta. Gubeng. Pada tahap kedua pengembangan jangka menengah berupa pembangunan jalur ganda antara Lamongan – Kandangan (33 km), Sidoarjo – Porong (9 km), Wonokromo – Mojokerto (40 km) serta perpanjangan jaringan KA dari Sta. Waru menuju Bandara Juanda (6 km) berupa jalur ganda. Peningkatan jaringan juga dilaksanakan antara Tarik – Sidoarjo (22 km) melalui reaktivasi jaringan KA yang tidak beroperasi (jalur tunggal). Pengembangan juga direncanakan melalui elektrifikasi di seluruh lintasan (kecuali antara Sidoarjo – Tarik) sepanjang 130 km. Selain itu direncanakan penataan beberapa stasiun utama serta peningkatan fasilitas Depo Sidotopo untuk mendukung perawatan armada baik KRL dan KRD.
IV-28 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Gambar 4.3. Rencana Pengembangan Jalur Ganda Kota Surabaya
Gambar 4.4. Pengembangan KA Perkotaan Surabaya Pada fase ketiga, upaya pengembangan KA perkotaan Surabaya lebih pada pengoptimalan sistem/frekuensi operasi kereta api untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang dan tingkat keselamatan melalui peningkatan sistem persinyalan. 3) Inventarisasi Inventarisasi Kebijakan Pengembangan Sarana Transportasi Perkeretaapian
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-29
Adapun arah kebijakan bidang perkeretaapian dari Kementrian Perhubungan adalah sebagai berikut : Meningkatkan peran serta pemda dan swasta dalam mendukung penyelengaraan perkertaapian multi operator. Meningkatkan peran angkutan perkeretaapian nasional dan lokal yang serta berdaya bersaing secara sehat antar moda dan intermoda melalui pembangunan KA Bandara dan pelabuhan serta KA angkutan barang Meningkatkan frekwensi dan pelayanan angkutan KA yang terjangkau dan ramah lingkungan terutama dalam pengembangan KA perkotaan. Rencana pengembangan perkeretaapian di Sumatera antara lain Mengembangkan KA perkotaan di Medan, Lampung, Palembang, Pekanbaru dan Padang Rencana pengembangan perkeretaapian di Jawa antara lain pengembangan KA perkotaan di Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, dan Malang Rencana pengembangan perkeretaapian di Kalimantan antara lain membangun akses angkutan KA barang ke sentra produksi (tambang, perkebunan, perhutanan, dll) dan tidak menutup kemungkinan untuk angkutan penumpang. Mendukung peningkatan keterkaitan ekonomi antar wilayah di pulau Kalimantan dan intra wilayah dengan Malaysia dan Brunei dalam rangka Trans Asia Railways Rencana pengembangan perkeretaapian di Sulawesi antara lain pengembangan KA perkotaan metropolitan Makasar-Maros-SungguminahasaTakalar Pembangunan KA atau High Speed Train (HST) Jakarta Surabaya dan Jakarta Bandung untuk meningkatkan kompetitif moda dan share penumpang KA di pulau Jawa 4) Analisis dan Evaluasi Tingkat Kepentingan Masingmasing Stakeholder Pemerintah telah mengeluarkan regulasi yang memungkinkan badan usaha mengusahakan perkeretaapian umum termasuk perkeretaapian perkotan.
IV-30 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
5) Tinjauan Peraturan Perundang-Undangan a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. 1) Pasal 2 butir e menyatakan bahwa perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan asas keterpaduan; 2) Pasal 6 ayat 3 menyatakan tatanan perkeretaapian umum harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya; 3) Pasal 147 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 menyatakan antara lain bahwa angkutan kereta api dapat merupakan bagian dari angkutan multimoda yang dilaksanakan oleh badan usaha angkutan multimoda, dan dilaksanakan berdasarkan perjanjian antara penyelenggara prasarana perkeretaapian dengan badan hukum angkutan multimoda dan/atau penyelenggara moda lainnya. b) Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. 1) Pasal 65 ayat (1) menyatakan antara lain keterpaduan antar jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain serta dengan moda transportasi lain dilakukan di stasiun. Sedangkan ayat (2) menyatakan Stasiun kereta api merupakan simpul yang memadukan antara jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain dan jaringan jalur kereta api dengan moda transportasi lain. 2) Pasal 95 huruf b yaitu memberikan pelayanan kepada pengguna jasa kereta api antara lain penjualan tiket, pengaturan keluar masuk penumpang, dan penyediaan informasi c) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. 1) Pasal 3 ayat (1) menyatakan Pelayanan angkutan kereta api merupakan layanan kereta api dalam satu lintas atau beberapa lintas pelayanan perkeretaapian yang dapat berupa bagian jaringan multimoda transportasi. 2) Pasal 4 Lintas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan huruf e yang menyatakan keterpaduan intra dan antarmoda
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-31
transportasi dan huruf h yang menyatakan ketersediaan waktu untuk perpindahan intra dan antarmoda. d) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) yang dalam beberapa pasalnya menyebutkan keterpaduan transportasi antarmoda yaitu: 1) Pasal 2 butir h, menyatakan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan asas terpadu; 2) Pasal 33 ayat 1 menyatakan bahwa untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan antarmoda/multimoda ditempat tertentu, dapat dibangun dan diselenggarakan terminal; 3) Pasal 93 ayat 2 butir e menyatakan bahwa manajemen dan rekayasa lalu lintas dilakukan dengan pemaduan berbagai moda angkutan; 4) Pasal 165 ayat 1 dan 2 antara lain menyatakan bahwa angkutan umum di jalan yang merupakan bagian angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum angkutan multimoda, dan dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat antara badan hukum angkutan jalan dan badan hukum angkutan multimoda dan/atau badan hukum moda lain. e) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran juga mengatur masalah keterpaduan transportasi sebagaimana dimuat dalam pasal-pasal berikut: 1) Pasal 2, butir g, menyatakan bahwa pelayaran diselenggarakan berdasarkan asas keterpaduan; 2) Pasal 9 ayat 4 butir d, menyatakan bahwa jaringan trayek dan teratur angkutan laut dalam negeri disusun dengan memperhatikan keterpaduan intra dan antarmoda transportasi; 6) Subyek Operator Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Perkotaan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) , Swasta, dan Pengguna Jasa 7) Obyek Penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum dilakukan oleh Badan Usaha sebagai penyelenggara,
IV-32 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerja sama. Dalam hal tidak ada badan usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum, Pemerintah pusat atau Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan sarana perkeretaapian perkotaan. 8) Metodologi Menggabungkan kajian literatur, analisis data primer (hasil survei) dan data sekunder (dari berbagai sumber termasuk di Internet) 9) Pedoman yang Diperlukan Pedoman yang mengatur persyaratan yang berhubungan dengan badan hukum operator. Badan hukum dari operator adalah PT (Perseroan Terbatas). a) Pedoman pendirian penyelenggara sarana perkeretaapian perkotaan Persyaratan (Izin Usaha, Izin Operasi, Spesifikasi Teknis, dll) Prosedur pendirian penyelenggara sarana perkeretapian perkotaan Evaluasi penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan b) Pedoman pengadaan sarana perkeretaapian perkotaan Persyaratan pengadaan (Uji pertama, dll) Prosedur pengadaan Evaluasi pengadaan sarana perkeretaapian perkotaan c) Pedoman pengoperasian sarana perkeretaapian perkotaan Persyaratan Prosedur pengoperasian sarana perkeretaapian perkotaan Penentuan tariff Tiket termasuk pelayanan satu tiket (single ticketing) Keterpaduan antar moda Evaluasi pengoperasian sarana perkeretaapian perkotaan d) Pedoman perawatan sarana perkertaapian perkotaan Persyaratan perawatan (uji berkala, dll) Prosedur perawatan
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-33
Evaluasi perawatan sarana perkertaapian perkotaan e) Pedoman pengusahaan perkeretaapian perkotaan Persyaratan Prosedur pengusahaan Penentuan pola bagi hasil Evaluasi pengusahaan sarana perkeretaapian perkotaan 5. Pedoman perkotaan
penyelenggara
prasarana
perkeretaapian
Pedoman ini diperlukan oleh calon penylenggara prasarana perkeretaapian perkotaan, baik Pemerintah Kota maupun pihak swasta untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan di Indonesia. a. Peningkatan Peran Pemerintah Kota dan Swasta Dalam Bisnis Perkeretaapian Perkotaan. 1) Latar Belakang UU No. 23/2007 menandai era baru perkeretaapian di Indonesia, dengan menghilangkan monopoli oleh pemerintah atau BUMN, serta membuka peluang investasi oleh pemerintah kota dan swasta untuk mendorong kompetisi dan peningkatan pelayanan. Khusus untuk pihak swasta, partisipasinya dalam penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia telah mendapat landasan hukum dengan ditetapkannya UU 23/2007 tentang Perkeretaapian. Pihak Swasta dapat terlibat dalam banyak aspek pada penyelenggaraan perkeretaapian perkotaan, mulai dari pemeliharaan kebersihan stasiun sampai dengan pembangunan jaringan kereta api baru. Keterlibatan pihak swasta dalam perkeretaapian perkotaan dapat memberikan manfaat bagi perekonomian dalam bentuk layanan yang berkualitas dan tarif yang lebih murah serta persaingan yang sehat. Disisi lain pihak swasta tidak tertarik berusaha di jalur-jalur yang tidak menguntungkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk itu peran pemerintah kota untuk mendorong pihak swasta dalam menyelenggarakan layanan angkutan kereta api di jalur-jalur tidak menguntungkan secara finansial dalam jangka pendek ini sangat penting.
IV-34 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
2) Inventarisasi kegiatan-kegiatan penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan Operator Sarana Kerata Api perkotaan yang telah ada, yaitu PT KCJ (Kereta Commuter Jakarta) untuk angkutan penumpang perkotaan di Jakarta tetapi dengan market share yang masih rendah. Sedangkan Pemda DKI telah membetuk BUMD yaitu PT MRT. Pemerintah Daerah juga sudah mulai terlibat dalam angkutan Kereta Api perkotaan. a) Kereta Api Jabodetabek Peluang mengembangkan bisnis angkutan kereta api di Jabotabek sangat besar. Tidak berlebihan jika PT. kereta api Indonesia Commuter Jabodetabek (KCJ) mentargetkan 2,2 juta penumpang pada tahun 2012. Kebutuhan sarana kereta penumpang sangat banyak karena kepadatan penumpang yang sudah sangat tinggi, terlihat dari banyaknya penumpang yang duduk di atap kereta atau bergelantungan di pintu kereta. Jumlah KRL dibandingkan kapasitas penumpang sering kali menembus rasio 150 persen sehingga penambahan kereta sangat mendesak. Pengoperasian kereta rel listrik atau KRL di Jabotabek perlu ditingkatkan untuk menambah alternatif sarana transportasi terutama bagi para pekerja yang pulang selepas pukul 21.00. (1) KRL Commuter Jabodetabek Tahun 2010 jumlah penumpang KRL adalah sebanyak 34.562.549 penumpang yang menggunakan kereta kelas ekonomi AC. Jumlah penumpang terbesar adalah penumpang kelas ekonomi yaitu sebanyak 69.388.415 penumpang, sementara penumpang KRL ekspres adalah sebanyak 19.992.258 penumpang. Untuk meningkatkan kapasitas angkut penumpang KRL Jabodetabek, PT KCJ merombak system pola operasinya. Perombakan sistem pola operasi moda transportasi kereta api (KA) yang menghubungkan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) diberlakukan pada 2 Juli 2011. Pada pola baru
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-35
tersebut, kereta ekspres dihapus dan diganti oleh kereta commuter Jabodetabek non subsidi yang berhenti di setiap stasiun dengan sistem single operation. Perubahan ini dilakukan dengan alasan untuk meningkatkan daya angkut penumpang, sehingga nantinya hanya ada dua kelas kereta, yakni kelas ekonomi dan commuter line (non ekonomi). b) Kereta Api Perkotaan Pemerintah perlu menetapkan bahwa kota metropolitan dengan penduduk di atas lima juta jiwa membangun sistem transportasi publik berbasis rel untuk memenuhi peningkatan permintaan transportasi kota. Penyediaan layanan angkutan kerata api metropolitan ini dimaksudkan untuk menekan beban biaya angkutan di masyarakat sekaligus mengurangi pencemaran di kota-kota besar. Untuk kota-kota metropolitan, sistem transportasi masal merupakan kebutuhan mutlak. Transportasi publik berbasis rel menjadi tulang punggung sistem transportasi publik di kota yang memiliki tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi. Biaya angkutan kereta api enam kali lebih murah dibandingkan dengan angkutan umum berbasis bus. Selain itu, angkutan kereta api 20 kali lebih murah dibandingkan dengan sepeda motor. Moda transportasi kereta api juga mampu mengangkut jumlah penumpang sangat besar dengan polusi sangat rendah. Angkutan kereta api di kota metropolitan tidak menimbulkan emisi CO2 jika digerakkan dengan tenaga listrik, sedangkan bus mengeluarkan emisi CO2 sebesar 15 gram per penumpang per km. Bila dibandingkan dengan kendaraan pribadi, angkutan kereta api juga lebih baik karena kendaraan pribadi mengeluarkan emisi CO2 sebanyak 244 gram per penumpang per km. Sepeda motor juga mengeluarkan emisi CO2 sebesar 98 gram per penumpang per km. (1) Pemprov DKI Jakarta Selain Comuter Liner Jakarta juga akan mengembangkan Mass Rapid Transit (MRT). Jakarta adalah kota metropolitan yang
IV-36 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
terlambat dalam pengembangan MRT dibandingkan dengan kota-kota lain negara tetangga seperti Bangkok, Manila dan Kuala Lumpur. Agar kota-kota lain tidak terlambat seperti Jakarta, maka perlu menyiapkan pembangunan MRT sejak sekarang. Untuk itu dukungan pemerintah daerah dan pihak swasta sangat diperlukan. (2) Kota Medan Pertambahan jumlah penduduk yang tinggi di satu sisi menuntut pelayanan jasa angkutan kota ataupun antar kota yang memadai. Hal ini tentunya menambah beban pada sistem transportasi kota maupun antar kota yang tersedia. Untuk kasus kota Medan beban transportasi tersebut tidak terlepas dari pertumbuhan daerah sekitarnya seperti Binjai, Belawan dan Lubuk Pakam, juga Rantau Prapat. Meningkatnya beban pada sistem transportasi kota dan antar kota Medan ini menuntut diadakannya suatu pemecahan, terutama yang berkaitan dengan sistem transportasi massal (Mass Rapid Transportation). Salah satu sistem transportasi massal yang cukup potensial sebagai angkutan massal yang cepat, aman, lancar adalah kereta api. Peranan kereta api inilah yang akan ditingkatkan sarana maupun prasarananya untuk menanggulangi masalah transportasi kota dan antar kota tersebut. Dengan adanya Pembangunan Bandara kuala namu yang akan menggunakan kereta api sebagai salah satu alat transportasi menuju ke bandara tersebut dan Pembangunan pusat kota haruslah dilengkapi dengan sarana dan prasarana dasar dan penunjang yang modern, pusat pertemuan, dan distribusi (stasiun utama) mass rapid transportation, disertai dengan penyediaan ruang publik yang memadai dan juga ditunjang dengan manajemen lalu lintas pusat kota yang kompak. Secara umum, transportasi dalam kerangka pembangunan ekonomi dapat berperan sebagai pemicu atau melayani kegiatan dan pertumbuhan ekonomi.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-37
PT Kerata Api (Persero) mengoperasikan kereta api komuter di Kota Medan sejak 6 Maret 2010, yaitu menggunakan Kereta Api Rel Diesel Indonesia (KRDI) yang diberi nama Sri Lelawangsa. Pengoperasian KRDI ini digunakan untuk mengurangi kemacetan dan memenuhi kebutuhan angkutan penumpang kereta api. KDRI Sri Lelawangsa ini melayani rute Medan-Belawan-Binjai dan Medan Tebing Tinggi. (3) Kota Palembang Transportasi kereta api di kota Palembang belum sampai ke pusat kota, stasiun paling dekat dengan pusat kota adalah stasiun Kertapati, yaitu sekitar 5,9 km dari pusat kota. Untuk memenuhi kebutuhan angkutan masal yang memadai di kota Palembang, Pemerintah Kota Palembang telah mengoperasikan angkutan masal Bus Rapid Transit (BRT) yang diberi nama Trans Musi sejak tahun 2010. Pemerintah Kota Palembang memiliki target bahwa pada tahun 2012 angkutan darat, sungai, dan udara dapat terkoneksi menjadi satu kesatuan angkutan masal. Persiapkan moda transportasi perkotaan dengan menggunakan kereta api saat ini sudah diajukan usulan pembangunannya ke Kementrian Perhubungan dan sudah disikapi oleh Bappenas. Dimana, jalur tersebut akan menghubungkan Bandara SMB II, Tanjung Api-api, Terminal KM 12, Terminal Karya Jaya dan lainnya akan dihubungkan dengan jalur kereta api. Untuk mempermudah jalur kereta api tersebut nantinya akan direncanakan pembuatan beberapa stasiun yakni di Bandara SMB II, TAA, Plaju, Kenten, Terminal Talang Kelapa, Terminal Karya Jaya, Musi II dan Unsri. Dimana, pembangunan ini juga untuk menunjang jalur kereta api mahasiswa agar sampai langsung kelokasi kampus.
IV-38 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
(4) Kota Bandung Jaringan KA perkotaan Bandung dalam rangka pengembangan KA komuter meliputi Padalarang – Bandung – Cicalengka serta lintas cabang antara Rancaekek - Tanjungsari dan Cikudapateuh – Soreang – Ciwidey. Adapun kondisi jaringan KA Perkotaan Bandung eksisting pada gambar berikut.
Gambar 4.5 Jaringan Eksisting Kereta Api Perkotaan Kota Bandung Pengembangan jaringan KA perkotaan Bandung dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan jaringan KA sebagai penghubung pusat – pusat pertumbuhan di wilayah Perkotaan Bandung melalui peningkatan kapasitas jaringan eksisting termasuk reaktivasi jaringan KA yang tidak beroperasi dalam rangka memenuhi potensi demand penumpang yang sangat tinggi. Adapun lingkup kegiatan rencana pengembangan adalah sebagai berikut :
Elektrifikasi Padalarang – Bandung – Cicalengka (42 km); Pembangunan Jalur Ganda Kiaracondong – Cicalengka (22 km); Rehabilitasi persinyalan eksisting Stasiun Bandung; Peningkatan persinyalan (sinyal mekanik – sinyal elektrik);
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-39
Penataan stasiun/halte eksisiting termasuk pembangunan stasiun/halte baru di 6 lokasi; Pengadaan kereta rel listrik (KRL); Pembangunan Dipo KRL dengan 4 alternatif lokasi yaitu Padalarang, Ciroyom, Kiaracondong dan Cicalengka; Pengembangan sistem tiket elektrik;
Gambar 4.6. Pengembangan Jaringan KA Perkotaan Kota Bandung (5) Kota Yogyakarta Kereta api Prambanan Ekspres merupakan nama bagi layanan transportasi kereta api (KA) yang menghubungkan Kutoarjo, Yogyakarta dan Surakarta (hingga Stasiun Palur di timur kota). Saat ini beroperasi sepuluh kali pulang pergi dan dikelola olehPT Kereta Api Daerah Operasi VI Yogyakarta. (6) Kota Solo Selain Prambanan Express, kota Solo juga memiliki angkutan kereta api perkotaan Rail Bus yang telah diuji coba pada bulan Juli 2011. Moda transportasi berbentuk kereta yang jarang ditemui di kota-kota Indonesia ini akan beroperasi dari stasiun Purwosari, Solo, hingga Wonogiri. Penyediaan layanan transportasi ini selain untuk mengantisipasi kemacetan juga
IV-40 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
akan dijadikan ikon pariwisata Railbus dioperasikan untuk menggantikan kereta feeder jurusan Solo-Wonogiri yang sudah tidak beroperasi. Railbus dapat menampung penumpang sekitar 160 orang, baik duduk maupun berdiri. (7) Kota Surabaya Jaringan KA perkotaan Surabaya mencakup wilayah Surabaya, Lamongan, Sidoarjo, Mojokerto dan Gresik. Adapun kondisi eksisting jaringan KA perkotaan Surabaya membentuk satu kesatuan dengan panjang ± 152 km yang hampir seluruhnya masih berupa jalur tunggal (kecuali 8 km jalur ganda antara Sta. Surabaya Kota – Wonokromo). Tujuan dan sasaran dari pengembangan KA Perkotaan Surabaya adalah menjadikan angkutan kereta api menjadi lebih menarik dan kompetitif melalui perbaikan/pengembangan jaringan eksisting serta mengintegrasikan angkutan kereta api dengan moda angkutan lainnya dalam wilayah perkotaan Surabaya dalam rangka peningkatan layanan angkutan kereta api regional secara khusus dan layanan angkutan nasional (yang melalui Surabaya) secara umum. Upaya pengembangan KA perkotaan Surabaya terdiri dari tiga fase/tahap. Pada tahap pertama pengembangan jangka pendek berupa pembangunan jalur ganda lintas Kandangan – Pasar Turi – Gubeng – Sidoarjo sepanjang 42 km serta penataan beberapa stasiun utama. Sistem persinyalan dan telekomunikasi juga ditingkatkan dengan terpusat di Sta. Gubeng. Pada tahap kedua pengembangan jangka menengah berupa pembangunan jalur ganda antara Lamongan – Kandangan (33 km), Sidoarjo – Porong (9 km), Wonokromo – Mojokerto (40 km) serta perpanjangan jaringan KA dari Sta. Waru menuju Bandara Juanda (6 km) berupa jalur ganda. Peningkatan jaringan juga dilaksanakan antara Tarik – Sidoarjo (22 km) melalui reaktivasi jaringan KA yang tidak
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-41
beroperasi (jalur tunggal). Pengembangan juga direncanakan melalui elektrifikasi di seluruh lintasan (kecuali antara Sidoarjo – Tarik) sepanjang 130 km. Selain itu direncanakan penataan beberapa stasiun utama serta peningkatan fasilitas Depo Sidotopo untuk mendukung perawatan armada baik KRL dan KRD.
Gambar 4.7. Rencana Pengembangan Jalur Ganda Kota Surabaya
Gambar 4.8. Pengembangan KA Perkotaan Surabaya
IV-42 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Pada fase ketiga, upaya pengembangan KA perkotaan Surabaya lebih pada pengoptimalan sistem/frekuensi operasi kereta api untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang dan tingkat keselamatan melalui peningkatan sistem persinyalan. 6) Inventarisasi Kebijakan Pengembangan Prasarana Perkeretaapian Perkotaan Adapun arah kebijakan bidang perkeretaapian dari Kementrian Perhubungan adalah sebagai berikut : Meningkatkan peran serta pemda dan swasta dalam mendukung penyelengaraan perkertaapian multi operator. Meningkatkan peran angkutan perkeretaapian nasional dan lokal yang serta berdaya bersaing secara sehat antar moda dan intermoda melalui pembangunan KA Bandara dan pelabuhan serta KA angkutan barang Meningkatkan frekwensi dan pelayanan angkutan KA yang terjangkau dan ramah lingkungan terutama dalam pengembangan KA perkotaan. Rencana pengembangan perkeretaapian di Sumatera antara lain Mengembangkan KA perkotaan di Medan, Lampung, Palembang, Pekanbaru dan Padang Rencana pengembangan perkeretaapian di Jawa antara lain pengembangan KA perkotaan di Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, dan Malang Rencana pengembangan perkeretaapian di Kalimantan antara lain membangun akses angkutan KA barang ke sentra produksi (tambang, perkebunan, perhutanan, dll) dan tidak menutup kemungkinan untuk angkutan penumpang. Mendukung peningkatan keterkaitan ekonomi antar wilayah di pulau Kalimantan dan intra wilayah dengan Malaysia dan Brunei dalam rangka Trans Asia Railways Rencana pengembangan perkeretaapian di Sulawesi antara lain pengembangan KA perkotaan metropolitan Makasar-Maros-SungguminahasaTakalar Pembangunan KA atau High Speed Train (HST) Jakarta Surabaya dan Jakarta Bandung untuk
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-43
meningkatkan kompetitif moda dan share penumpang KA di pulau Jawa 7) Analisis dan Evaluasi Tingkat Kepentingan Masingmasing Stakeholders Pemerintah telah mengeluarkan regulasi yang memungkinkan badan usaha mengusahakan perkeretaapian umum termasuk perkeretaapian perkotan. 8) Tinjauan Peraturan Perundang-Undangan a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. 1) Pasal 2 butir e menyatakan bahwa perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan asas keterpaduan; 2) Pasal 6 ayat 3 menyatakan tatanan perkeretaapian umum harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya; 3) Pasal 147 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 menyatakan antara lain bahwa angkutan kereta api dapat merupakan bagian dari angkutan multimoda yang dilaksanakan oleh badan usaha angkutan multimoda, dan dilaksanakan berdasarkan perjanjian antara penyelenggara prasarana perkeretaapian dengan badan hukum angkutan multimoda dan/atau penyelenggara moda lainnya. b) Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. 1) Pasal 65 ayat (1) menyatakan antara lain keterpaduan antar jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain serta dengan moda transportasi lain dilakukan di stasiun. Sedangkan ayat (2) menyatakan Stasiun kereta api merupakan simpul yang memadukan antara jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain dan jaringan jalur kereta api dengan moda transportasi lain. 2) Pasal 95 huruf b yaitu memberikan pelayanan kepada pengguna jasa kereta api antara lain penjualan tiket, pengaturan keluar masuk penumpang, dan penyediaan informasi
IV-44 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
c) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. 1) Pasal 3 ayat (1) menyatakan Pelayanan angkutan kereta api merupakan layanan kereta api dalam satu lintas atau beberapa lintas pelayanan perkeretaapian yang dapat berupa bagian jaringan multimoda transportasi. 2) Pasal 4 Lintas pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan huruf e yang menyatakan keterpaduan intra dan antarmoda transportasi dan huruf h yang menyatakan ketersediaan waktu untuk perpindahan intra dan antarmoda; d) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) yang dalam beberapa pasalnya menyebutkan keterpaduan transportasi antarmoda yaitu: 1) Pasal 2 butir h, menyatakan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan asas terpadu; 2) Pasal 33 ayat 1 menyatakan bahwa untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan antarmoda/multimoda ditempat tertentu, dapat dibangun dan diselenggarakan terminal; 3) Pasal 93 ayat 2 butir e menyatakan bahwa manajemen dan rekayasa lalu lintas dilakukan dengan pemaduan berbagai moda angkutan; 4) Pasal 165 ayat 1 dan 2 antara lain menyatakan bahwa angkutan umum di jalan yang merupakan bagian angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum angkutan multimoda, dan dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat antara badan hukum angkutan jalan dan badan hukum angkutan multimoda dan/atau badan hukum moda lain. e) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran juga mengatur masalah keterpaduan transportasi sebagaimana dimuat dalam pasal-pasal berikut: 1) Pasal 2, butir g, menyatakan bahwa pelayaran diselenggarakan berdasarkan asas keterpaduan; 2) Pasal 9 ayat 4 butir d, menyatakan bahwa jaringan trayek dan teratur angkutan laut dalam
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-45
negeri disusun dengan memperhatikan keterpaduan intra dan antarmoda transportasi; 9) Subyek Operator Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Perkotaan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) , Swasta, dan Pengguna Jasa. 10) Obyek Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum dilakukan oleh Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerja sama. Dalam hal tidak ada badan usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum, Pemerintah pusat atau Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan prasarana perkeretaapian perkotaan. 11) Metodologi Menggabungkan kajian literatur, analisis data primer (hasil survei) dan data sekunder (dari berbagai sumber termasuk di Internet) 12) Pedoman yang Diperlukan Pedoman yang mengatur persyaratan yang berhubungan dengan penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan. a) Pedoman pendirian penyelenggara prasarana perkeretaapian perkotaan Persyaratan (Izin Usaha, Izin Operasi, Spesifikasi Teknis, dll) Prosedur pendirian penyelenggara prasarana perkeretapian perkotaan Evaluasi penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan b) Pedoman pembangunan prasarana perkeretaapian perkotaan Persyaratan pembangunan (Uji pertama, dll) Prosedur pembangunan prasarana perkeretaapian perkotaan Evaluasi pembangunan prasarana perkeretaapian perkotaan
IV-46 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
c) Pedoman pengoperasian prasarana perkeretaapian perkotaan Persyaratan pengoperasian prasarana perkeretaapian perkotaan Prosedur pengoperasian prasarana perkeretaapian perkotaan Penentuan tarif Keterpaduan prasarana perkertaapian perkotaan dengan perkeretaapian nasional Evaluasi pengoperasian prasarana perkeretaapian perkotaan d) Pedoman perawatan prasarana perkertaapian perkotaan Persyaratan perawatan (uji berkala, dll) Prosedur perawatan Evaluasi perawatan prasarana perkertaapian perkotaan e) Pedoman pengusahaan prasarana perkeretaapian perkotaan Persyaratan Prosedur pengusahaan Penentuan pola bagi hasil Evaluasi pengusahaan prasarana perkeretaapian perkotaan B.
PEDOMAN
Naskah akademik akan akan dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan pedoman bidang perkeretaapian perkotaan sesuai dengan yang telah ditetapkan pada ruang lingkup. Pedoman di bidang transportasi kereta api perkotaan dibuat dalam buku terpisah.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| IV-47
BAB V PEMBAHASAN
A.
POLA PIKIR
Agar penyusunan Pedoman lebih terarah, maka dibuat pola pikir secara keseluruhan dan masing-masing pedoman. Pola pikir secara umum seperti terlihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1 Pola Pikir Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan Dari Gambar tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Untuk menyusun pedoman ini harus diperhatikan landasan legalitasnya, antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) . 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran juga mengatur masalah keterpaduan transportasi. 6. Keputusan Menteri Perhubungan KM Nomor 34 Tahun 2011 tentang tata cara penentuan tarif.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| V-1
Berdasarkan landasan legalitas tersebut, maka Regulator membuat kebijakan yang berkaitan dengan bidang perkeretaapian perkotaan, yaitu kebijakan multi operator dan membagi operator menjadi 2 yaitu operator sarana KA dan operator prasarana KA. Landasan legalitas juga akan mempengaruhi perkembangan perkeretaapian (nasional, propinsi, perkotaan), dan juga sebaliknya perkembangan perkeretaapian (nasional, propinsi, perkotaan), akan mempengaruhi pemerintah dalam membuat landasan legalitas. Perkembangan perkeretaapian harus memperhatikan dinamika dan tantangan pengembangan perkeretaapian di masa yang akan datang, yang tentunya harus memperhatikan kebutuhan masyarakat akan angkutan kereta api yang murah, aman, cepat, dan selamat. Oleh karena itu kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan perkeretaapian (nasional, propinsi, perkotaan) juga harus memperhatikan dinamika dan tantangan pengembangan perkeretaapian di masa yang akan datang. Dinamika dan tantangan perkeretaapian di masa yang akan datang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (nasional, propinsi, perkotaan), baik secara langsung maupun tidak langsung. Artinya, jika pemerintah memperhatikan dinamika dan tantangan pengembangan perkeretaapian dengan baik, maka akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perekonomian (nasional, propinsi, perkotaan). Pertumbuhan perekonomian (nasional, propinsi, perkotaan) akan memberikan peluang kepada dunia usaha untuk memperluas bidang usahanya, termasuk dalam bisnis perkeretaapian perkotaan, baik sebagai operator sarana maupun operator prasarana. Untuk mewujudkan kebijakan multioperator, diperlukan pedoman yang jelas agar pelaku usaha yang tertarik dalam bisnis perkeretaapian menjadi lebih jelas bagaimana hak dan kewajiban yang harus dipenuhi jika ingin berbisnis di bidang perkeretaapian perkotaan. Pedoman yang dibuat adalah: Pedoman pembentukan lembaga otoritas perkeretaapia perkotaan. Pedoman pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api perkotaan dengan moda jalan. Pedoman pelayanan terpadu antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan. Pedoman penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan. Pedoman penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan. Dalam studi ini, pedoman yang dibuat untuk mendukung perkeretaapian perkotaan, oleh karena itu pedoman yang dibuat berkaitan erat dengan peningkatan pelayanan perkeretaapian perkotaan, antara lain yang berkaitan dengan lembaga otoritas, pelayanan terpadu satu tiket, dan pelayanan terpadu antar moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotan.
V-2 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Dengan dibuatnya kelima pedoman di atas, maka diharapkan perkeretaapian perkotaan yang diselenggarakan di Indonesia dapat meningkatkan kualitas pelayanannya, terpadu, meningkatkan kualitas manajemen, keselamatan, dan bisnis KA yang sehat, sehingga angkutan penumpang kereta api perkotaan dapat lebih menarik masyarakat pengguna angkutan dengan demikian peran kereta api dalam angkutan penumpang di perkotaan ditingkatkan lagi. Dalam penyusunan pedoman, setiap pedoman memiliki pola pikir masingmasing seperti terlihat pada Gambar 5.2. sampai dengan 5.6.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| V-3
1.
Pola Pikir Penyusunan Pedoman Pembentukan Kelembagaan Otoritas Perkeretaapian Perkotaan
Gambar 5.2 Pola Pikir Penyusunan Pedoman Pembentukan Kelembagaan Otoritas Perkeretaapian Perkotaan
V-4 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Dalam penyusunan pola pikir tersebut terdapat landasan legalitas diantaranya: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. 4. Peraturan Pemerintah No 102 Tahun 2000 Tentang Standarisasi Nasional. Berdasarkan landasan tersebut, maka pemerintah membuat kebijakan multi operator. Dalam membuat kebijakan multi operator tersebut pemerintah juga memperhatikan pengembangan perkeretaapian, kebijakan pertumbuhan ekonomi perkotaan. Pedoman pembentukan kelembagaan otoritas perkeretaapian perkotaan keluaran yang dihasilkan adalah Naskah Akademik Pembentukan Lembaga Otoritas Perkeretaapian Perkotaan serta Pedoman Pembentukan Lembaga Otoritas Perkeretaapian Perkotaan. Indikator keluaran dari pedoman ini adalah: 1. Meningkatkan pemahaman Perkeretaapian Perkotaan.
terhadap
Lembaga
Otoritas
2. Dengan pedoman yang dibuat diharapkan seluruh pemangku kepentingan dapat memahami dengan baik perannya masingmasing dalam Pembentukan Lembaga Otoritas Perkeretaapian Perkotaan. Lembaga otoritas yang dibentuk harus memiliki kewenangan yang besar sehingga dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Selain itu lembaga otoritas yang dibentuk juga harus dapat berkoordinasi dengan otoritas transportasi perkotaan yang sudah dibentuk maupun yang akan dibentuk. Otoritas Transportasi Jalan (OTJ), Otoritas Pelabuhan dan Otoritas Bandara sebagai lembaga otoritas transportasi dan pengelolaan pelabuhan harus dijadikan sebagai pembanding dalam pembentukan lembaga otoritas perkeretaapian perkotaan
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| V-5
2.
Pola Pikir Penyusunan Pedoman Pelayanan Terpadu Satu Tiket Antara Moda Kereta Api Dengan Moda Jalan
Gambar 5.3 Pola Pikir Penyusunan Pedoman Pelayanan Terpadu Satu Tiket Antara Moda Kereta Api Dengan Moda Jalan
V-6 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Dalam penyusunan pola pikir tersebut terdapat landasan legalitas diantaranya: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. 4. Peraturan Pemerintah No 102 Tahun 2000 Tentang Standarisasi Nasional. Berdasarkan landasan tersebut, maka pemerintah membuat kebijakan multi operator, sehingga terdapat tiket terpadu, keterpaduan, dan kemudahan bagi pengguna. Dalam membuat kebijakan multi operator tersebut pemerintah juga memperhatikan pengembangan perkeretaapian, kebijakan pertumbuhan ekonomi perkotaan. Pedoman Pelayanan Satu Tiket Antara Moda Kereta Api Dengan Moda Jalan keluaran yang dihasilkan adalah Naskah Akademik Pelayanan Satu Tiket Antara Moda Kereta Api Dengan Moda Jalan serta Pedoman Pelayanan Satu Tiket Antara Moda Kereta Api Dengan Moda Jalan, dengan mencakup antara lain tiket (Tiket Konvensional atau Smartcard), Tarif (Flat atau berdasarkan Jarak), Teknologi (Manual atau Komputerisasi), sharing (Murni swasta atau Subsidi), dan Pembayaran (Konvensional atau Lembaga Keuangan). Indikator keluaran dari pedoman ini adalah: 1. Meningkatkan pemahaman terhadap Pelayanan Satu Tiket Antara Moda Kereta Api Dengan Moda Jalan. 2. Dengan pedoman yang dibuat diharapkan seluruh pemangku kepentingan dapat memahami dengan baik perannya masingmasing dalam Pelayanan Satu Tiket Antara Moda Kereta Api Dengan Moda Jalan. Pelaksanaan TITAM sekarang masih terkendala oleh kurangnya sosialisasi dan kesiapan serta keinginan pengguna jasa dalam memanfaatkan tiket terpadu, disamping itu operator juga masih terkendala dengan dukungan teknologi intormasi. Oleh karena itu dalam penyusunan pedoman ini akan ditekankan pada pemanfaatan dukungan teknologi informasi dalam pelayanan satau tiket. Penggunaan teknologi informasi saat ini sangat memungkinkan dilaksanakan dalam pelayanan satu tiket, karena masyarakat sudah peduli dalam memanfaatkan tekonologi informasi. Seperti dalam penggunaan handphone dan juga penggunaan smart card dalam bertransaksi sangat memungkinkan untuk diterapkannya tekonologi informasi dalam pelayanan terapdu satu tiket. Dukungan operator jaringan teknologi informasi seperti PT Telkom dan pengelola keuangan seperti Bank juga dapat dijadikan dasar untuk segera merapkan pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| V-7
3.
Pola Pikir Penyusunan Pedoman Pelayanan Terpadu Antara Moda Kereta Api Antar Kota Dengan Kereta Api Perkotaan
Gambar 5.4 Pola Pikir Penyusunan Pedoman Pelayanan Terpadu Antara Moda Kereta Api Antar Kota Dengan Kereta Api Perkotaan
V-8 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Dalam penyusunan pola pikir tersebut terdapat landasan legalitas diantaranya: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. 4. Peraturan Pemerintah No 102 Tahun 2000 Tentang Standarisasi Nasional. Berdasarkan landasan tersebut, maka pemerintah membuat kebijakan multi operator, sehingga terdapat tiket terpadu, keterpaduan, dan kemudahan bagi pengguna. Dalam membuat kebijakan multi operator tersebut pemerintah juga memperhatikan pengembangan perkeretaapian, kebijakan pertumbuhan ekonomi perkotaan. Pedoman Pelayanan Terpadu Antara Moda Kereta Api Antar Kota Dengan Kereta Api Perkotaan keluaran yang dihasilkan adalah Naskah Akademik Terpadu Antara Moda Kereta Api Antar Kota Dengan Kereta Api Perkotaan serta Pedoman Pelayanan Terpadu Antara Moda Kereta Api Antar Kota Dengan Kereta Api Perkotaan, dengan mencakup antara lain Jadwal (Masing-masing atau Terpadu), Rute (Masing-masing atau Terpadu), Teknologi (Manual atau Komputerisasi), Insfrastruktur (Masing-masing atau Terpadu). Indikator keluaran dari pedoman ini adalah: 1. Meningkatkan pemahaman terhadap Pelayanan Terpadu Antara Moda Kereta Api Antar Kota Dengan Kereta Api Perkotaan. 2. Dengan pedoman yang dibuat diharapkan seluruh pemangku kepentingan dapat memahami dengan baik perannya masingmasing dalam Pelayanan Terpadu Antara Moda Kereta Api Antar Kota Dengan Kereta Api Perkotaan. Keterpaduan antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan yang sekarang ada sudah memperhatikan aspek keterpaduan, tetapi masih belum berjalan dengan baik karena masih adanya keterlambatan, baik pada jadwal kereta api antar kota maupun jadwal kereta api perkotaan. Keterpaduan antara kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan masih memungkinkan untuk dilaksanakan dengan lebih baik, karena operatornya masih satu perusahaan yaitu PT Kereta Api Indonesia (Persero). Apabila nanti operator sudah lebih dari satu (multi operator) maka kebutuhan akan keterpaduan lebih meningkat dan menjadi kompleks. Oleh karena itu pedoman ini sangat diperlukan, agar keterpaduan antara kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga pengguna jasa dapat dengan nyaman menggunakan angkutan kereta api.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| V-9
4.
Pola Pikir Penyusunan Pedoman Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Perkotaan
Gambar 5.5 Pola Pikir Penyusunan Pedoman Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Perkotaan
V-10 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Dalam penyusunan pola pikir tersebut terdapat landasan legalitas diantaranya: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. 4. Peraturan Pemerintah No 102 Tahun 2000 Tentang Standarisasi Nasional. Berdasarkan landasan tersebut, maka pemerintah membuat kebijakan multi operator, sehingga terdapat persaingan, peluang pebisnis, dan alternatif pilihan bagi pengguna. Dalam membuat kebijakan multi operator tersebut pemerintah juga memperhatikan pengembangan perkeretaapian, kebijakan pertumbuhan ekonomi perkotaan. Pedoman Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Perkotaan keluaran yang dihasilkan adalah Naskah Akademik Pendirian Penyelenggara Prasarana KA Perkotaan serta Pedoman Penyelenggara prasarana KA Perkotaan. Indikator keluaran dari pedoman ini adalah: 1. Meningkatkan pemahaman terhadap Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Perkotaan. 2. Dengan pedoman yang dibuat diharapkan seluruh pemangku kepentingan dapat memahami dengan baik perannya masingmasing dalam Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Perkotaan. Penyelenggara prasarana kereta api sekarang diberikan ijinnya kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero), baik untuk pengoperasiannya maunpun perawatannya. Tetapi sekarang masih ada kebijakan yang belum terkoordinasi dengan baik, yaitu koordinasi antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Dengan pedoman ini dihadapkan penyelenggaraan prasarana kereta api perkotaan dapat dilaksanakan secara lebih baik.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| V-11
5.
Pola Pikir Penyusunan Pedoman Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian Perkotaan
Gambar 5.6 Pola Pikir Penyusunan Pedoman Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian Perkotaan
V-12 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Dalam penyusunan pola pikir tersebut terdapat landasan legalitas diantaranya: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. 4. Peraturan Pemerintah No 102 Tahun 2000 Tentang Standarisasi Nasional. Berdasarkan landasan tersebut, maka pemerintah membuat kebijakan multi operator, sehingga terdapat persaingan, peluang pebisnis, dan alternatif pilihan bagi pengguna. Dalam membuat kebijakan multi operator tersebut pemerintah juga memperhatikan pengembangan perkeretaapian, kebijakan pertumbuhan ekonomi perkotaan. Pedoman Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian Perkotaan keluaran yang dihasilkan adalah Naskah Akademik Pendirian Penyelenggara Sarana KA Perkotaan serta Pedoman Penyelenggara Sarana KA Perkotaan. Indikator keluaran dari pedoman ini adalah: 1. Meningkatkan pemahaman terhadap Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian Perkotaan. 2. Dengan pedoman yang dibuat diharapkan seluruh pemangku kepentingan dapat memahami dengan baik perannya masingmasing dalam Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian Perkotaan. Penyelenggara sarana kereta api perkotaaan sekarang diberikan ijinnya kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero), baik untuk pengoperasiannya maunpun perawatannya. Tetapi sekarang PT Kereta Api Indonesia (Persero) masih ada perlu dibantu dalam pengadaan sarana kereta api perkotaan, karena biaya investasi untuk pengadaan sarana kereta api perkotaan sangat mahal. Untuk itu dukungan dari Kementerian Perhubungan dan Direktorat Jenderal Perkeretaapian sangat dibutuhkan. Dengan pedoman ini dihadapkan penyelenggaraan sarana kereta api perkotaan terutama jika multi operator dapat diwujudkan, penyelenggaraan sarana kereta api perkotaan dapat dilaksanakan secara lebih baik.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| V-13
B.
MATRIK PEDOMAN Dalam penyusunan pedoman diperlukan beberapa peraturan sebagai landasan pedoman, dibawah ini beberapa peraturan yang dipakai sebagai acuan penyusunan pedoman. Tabel 5.1 Matrik Pedoman No. Pedoman Peraturan Menteri Perhubungan Tahun Keterangan 1.
Pedoman Pembentukan Belum ada Lembaga Otoritas Perkeretaapian Perkotaan
2.
Pedoman pelayanan terpadu Nomor KM 54 tentang Perubahan Atas satu tiket antara moda kereta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM api dengan moda jalan 33 Tahun 2010 tentang Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas ekonomi
2010
Nomor KM 48 tentang Perubahan Atas Peraturan menteri Perhubungan Nomor KM 35 tentang Tarif Angkutan Orang Dengan Kereta Api Kelas Ekonomi
2010
Nomor KM 38 tentang Pedoman Penetapan Tarif Angkutan Orang Dengan Kereta Api
2010
Nomor KM 7 tentang Tarif Angkutan Orang Dengan Kereta Api Kelas Ekonomi
2009
Nomor KM 34 tentang Tata Cara Penentuan
2011
V-14 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Harus dibuat baru, pada tahun 2011 arah kelembagaan otoritas sudah ada seperti di Jakarta akan dibentuk Otoritas Transportasi Jakarta (OTJ) atau secara umum akan dibentuk Otoritas Transportasi Perkotaan (OTP) Harus dibuat baru, pernah diterapkan Tiket Terpadu Antar Moda (TITAM) tapi belum berhasil. Peraturan dan Pedoman Tarif yang ada masih terpaku pada angkutan kereta api kelas ekonomi. Keterpaduan satu tiket antar moda kereta api dengan moda jalan dapat dibuat sebagai penyempurnaan dari TITAM
No.
Pedoman
Peraturan Menteri Perhubungan
Tahun
Keterangan
Tarif 3.
Pedoman pelayanan terpadu Belum ada antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan
4.
Pedoman penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan
a. Stasiun
Kereta Perkotaan 1) Pembangunan
2) Pengoperasian
Harus dibuat baru, dengan memperhatikan multioperator dan pengembangan kereta api perkotaan selain KRL, KRDI, KRD, KRDE juga dioperasikan Trem, Monorel, dll
Api Nomor PM 33 tentang Jenis, Kelas, dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api
2011
Nomor PM 29 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api
2011
Nomor PM 9 tentang Standar Pelayanan Minimum Untuk Angkutan Orang Dengan Kereta Api
2011
Nomor KM 29 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas Ekonomi
2010
Sudah ada Pedoman yang terbaru, tetapi perlu dilengkapi
Pedoman tentang pengoperasian stasiun secara utuh harus dibuat lagi sesuai dengan aktivitas operasi yang seharusnya ada di stasiun.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| V-15
No.
Pedoman
3) Perawatan
Kereta Perkotaan
V-16 |
Tahun
Nomor PM 31 tentang Standard an Tata Cara Pemeriksaan Prasarana Perkeretaapian
2011
Nomor KM 41 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas Ekonomi
2009
Nomor 72 tentang Angkutan Kereta Api
dan
2009
IM 2 tentang Peningkatan Keselamatan Pengoperasian Kereta Api
2007
Nomor PM 32 tentang Standard an Tata Cara Perawatan Prasarana Perkeretaapian
2011
Nomor PM 30 tentang Tata Cara Pengujian dan Pemberian Sertifikat Prasarana Perkeretaapian
2011
Lalu
Lintas
Belum ada
4) Pengusahaan
b. Jalur
Peraturan Menteri Perhubungan
Api
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
Keterangan
Pedoman tentang perawatan stasiun sudah ada pada PM nomor 30 dan 32, tetapi belum utuh dan perlu dilengkapi.
Harus dibuat baru dengan memperhatikan aktifitas non operasi yang seharusnya ada di stasiun
No.
Pedoman
Peraturan Menteri Perhubungan
Tahun
1) Pembangunan
Belum ada
2) Pengoperasian
Nomor PM 9 tentang Standar Pelayanan Minimum Untuk Angkutan Orang Dengan Kereta Api
2011
Nomor KM 29 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas Ekonomi
2010
Nomor PM 31 tentang Standard an Tata Cara Pemeriksaan Prasarana Perkeretaapian
2011
Nomor KM 41 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas Ekonomi
2009
Nomor 72 tentang Angkutan Kereta Api
dan
2009
IM 2 tentang Peningkatan Keselamatan Pengoperasian Kereta Api
2007
Keterangan Harus dibuat pedoman tentang pembangunan jalur kereta api perkotaan secara utuh
Lalu
Lintas
Pedoman tentang pengoperasian jalur kereta api perkotaan secara utuh harus dibuat lagi sesuai dengan aktivitas operasi yang seharusnya ada di jalur kereta api perkotaan.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| V-17
No.
Pedoman
3) Perawatan
4) Pengusahaan
5.
Peraturan Menteri Perhubungan
Tahun
Keterangan
Nomor PM 32 tentang Standard dan Tata Cara Perawatan Prasarana Perkeretaapian
2011
Pedoman tentang perawatan jalur kereta api perkotaan sudah ada pada PM nomor 30 dan 32, tetapi belum utuh dan perlu dilengkapi.
Nomor PM 30 tentang Tata Cara Pengujian dan Pemberian Sertifikat Prasarana Perkeretaapian
2011
Belum ada
Harus dibuat baru dengan memperhatikan aktifitas non operasi yang seharusnya ada di jalur kereta api perkotaan
Pedoman penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan
1) Pengadaan
UU No 23 tentang Perkeretaapian
2007
Sudah ada, tetapi belum utuh karena merupakan bagian dari UU No 23
2) Pengoperasian
Nomor PM 9 tentang Standar Pelayanan Minimum Untuk Angkutan Orang Dengan Kereta Api
2011
Pedoman tentang pengoperasian sarana secara utuh harus dibuat lagi sesuai dengan aktivitas operasi yang seharusnya ada di sarana.
V-18 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
No.
Pedoman
Peraturan Menteri Perhubungan
Tahun
Nomor KM 29 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas Ekonomi
2010
Nomor PM 42 tentang Standard Spesifikasi Teknis Kereta Dengan Penggerak Sendiri
2010
Nomor KM 41 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas Ekonomi
2009
Nomor 72 tentang Angkutan Kereta Api
dan
2009
IM 2 tentang Peningkatan Keselamatan Pengoperasian Kereta Api
2007
3) Perawatan
UU No 23 tentang Perkeretaapian
2007
Pedoman tentang perawatan sarana belum utuh dan perlu dilengkapi.
4) Pengusahaan
UU No 23 tentang Perkeretaapian
2007
Harus dibuat baru dengan memperhatikan aktifitas non operasi yang seharusnya ada di sarana kereta api perkotaan.
Lalu
Lintas
Keterangan
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| V-19
BAB VI PENUTUP Dengan diimplementasikannya UU No 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian yang diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, maka kebijakan multi operator untuk sarana KA akan dapat dilaksanakan dengan baik, apalagi dilengkapi dengan pedoman yang memadai. Berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, hasil penelitian, dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: A.
Secara umum seluruh pedoman sudah memperhatikan pedoman secara teknis dan administrasi, Pedoman bisa digunakan oleh pemerintah, operator, pengguna jasa, dan masyarakat.
B.
Pedoman pembentukan kelembagaan otoritas perkeretaapian perkotaan telah diselesaikan. Lembaga otoritas yang terbentuk bisa melibatkan pemerintah, swasta, asosiasi transportasi perkotaan, dan lain-lain, sehingga bisa saling mengontrol sebagai suatu korporasi yang dapat berbentuk Badan Layanan Umum (BLU, semi BLU, atau BLU murni). Adapun pentingnya pedoman pembentukan kelembagaan otoritas perkeretaapian perkotaan adalah sebagai berikut: 1. Agar lembaga otoritas perkeretaapian perkotaan dapat menyediakan sistem transportasi darat yang efisien, biayaefektif dan berpusat pada rakyat untuk memperoleh pelayanan akan angkutan perkotaan yang dibutuhkannya. 2. Untuk menyediakan jaringan transportasi darat yang terintegrasi, efisien, biaya-efektif dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di perkotaan. 3. Untuk merencanakan, mengembangkan dan mengelola sistem transportasi perkotaan di Indonesia untuk mendukung kualitas lingkungan, mengoptimalkan sistem transportasi perkotaan agar dapat mencapai kinerja yang dapat memenuhi kesejahteraan masyarakat pengguna jasa ketika bepergian. 4. Untuk mengembangkan dan melaksanakan kebijakan untuk mendorong penumpang untuk dapat memilih moda transportasi yang paling tepat. 5. Adanya moda transportasi dengan tarif yang lebih efisien.
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| VI-1
6. Adanya kepastian keterpaduan jadwal antara moda transportasi yang akan digunakan oleh pengguna jasa angkutan penumpang. 7. Adanya kejelasan mengenai sharing pendapatan dari tarif yang ditetapkan, baik bagi operator yang terlibat maupun pemerintah kota. C.
Pedoman pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan Agar pelaksanaan tiket terpadu lebih tepat mencapai sasaran yang diinginkan oleh berbagai pihak yang terkait dalam penyelenggaraan transportasi perkotaan, maka pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan perlu dibuat pedomannya. Pentingnya pedoman pelayanan terpadu satu tiket antara moda kereta api dengan moda jalan adalah sebagai berikut: 1. Adanya tiket yang memadai bagi pengguna jasa angkutan penumpang apakah bentuknya tiket berupa lembaran kertas, karton, atau tiket elektronik. 2. Adanya tiket yang memberikan kemudahan, kenyamanan, dan kecepatan dalam pembelian dan penggunaannya. 3. Adanya tarif yang lebih efisien jika menggunakan tiket terpadu. 4. Adanya kepastian keterpaduan jadwal antara moda transportasi yang akan digunakan oleh pengguna jasa angkutan penumpang. 5. Adanya kejelasan mengenai keuntungan yang akan diperoleh operator moda transportasi. 6. Adanya kejelasan mengenai sharing pendapatan dari tarif yang ditetapkan, baik bagi operator yang terlibat maupun pemerintah kota.
D.
Pedoman pelayanan terpadu antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan Pedoman membangun keterpaduan dengan moda lain harus dilihat dari segi fisik, tiket, schedule, kesetaraan pelayanan, dan jaringan, integrasi antar moda, interkoneksitas dalam kota/angkutan jarak jauh, dan infrastruktur teknologi pelayanan. Ke depan kereta api di Jakarta seperti KRL Jabodetabek dan MRT harus terpadu, dengan pedoman ini akan memberi kemudahan Ditjen Perkeretaapian mengantisipasi persoalan ke depan. Pentingnya pedoman Pelayanan Terpadu Antara Moda Kereta Api Antar kota Dengan Kereta Api Perkotaan adalah sebagai berikut:
VI-2 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
1. Agar penyelenggara sarana dan penyelenggara prasarana perkeretaapian perkotaan dapat menyediakan sistem transportasi kereta yang efisien, biaya yang efektif dan berpusat pada kebutuhan masyarakat untuk memperoleh pelayanan angkutan perkotaan yang dibutuhkannya. 2. Untuk menyediakan jaringan transportasi darat yang terintegrasi, efisien, biaya yang efektif dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di perkotaan. 3. Untuk merencanakan, mengembangkan dan mengelola sistem transportasi perkotaan di Indonesia untuk mendukung kualitas lingkungan, mengoptimalkan sistem transportasi perkotaan agar dapat mencapai kinerja yang dapat memenuhi kesejahteraan masyarakat pengguna jasa ketika bepergian. 4. Untuk mengembangkan dan melaksanakan kebijakan untuk mendorong penumpang untuk dapat memilih moda transportasi yang paling tepat. 5. Adanya kepastian keterpaduan jadwal antara moda kereta api antar kota dengan kereta api perkotaan E.
Pedoman penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian mempunyai tujuan untuk mendorong peran swasta dan Pemerintah Daerah dalam bisnis penyelenggaraan perkeretaapian baik sebagai penyelenggara sarana perkeretaapian, penyelenggara prasarana perkeretaapian maupun penyelenggara sarana dan prasarana sebagai satu kesatuan sistem penyelenggaraan perkeretaapian. Untuk dapat menjadi penyelenggara perkeretaapian dan khususnya menjadi penyelengggara prasarana perkeretaapian perkotaan diperlukan beberapa izin, yaitu Izin Usaha, Izin Pembangunan dan Izin Operasi. Selain izin tersebut penyelenggara juga harus dapat menyelenggarakan prasarana kereta api perkotaan mulai dari pembangunan, pengoperasian, perawatan dan pengusahaan. Oleh karena itu disusun pedoman agar menjadi acuan bagi suatu badan usaha baik swasta maupun pemerintah daerah yang berminat berusaha di bidang perkeretaapian yaitu menjadi penyelanggara prasarana perkeretaapian perkotaan. Dengan pedoman yang dibuat diharapkan calon penyelenggara prasarana perkeretaapian perkotaan dapat dengan jelas, mudah dan transparan mengikuti tata cara dan prosedur penyelenggaraan prasarana perkeretaapian perkotaan termasuk didalamnya evaluasi dan penilaian terhadap kelengkapan yang dipersyaratkan. Selain itu seluruh pemangku kepentingan juga dapat memahami dengan baik perannya masing-masing, sehingga perbedaan pendapat yang
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
| VI-3
berhubungan dengan penerapan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah dalam penyelenggaraa prasarana perkeretaapian perkotaan menjadi lebih jelas dalam penerapannya. Dengan dibuatnya pedoman ini, maka diharapkan minat swasta dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan perkeretaapian khususnya di bidang prasarana perkeretaapian perkotaan dapat terealisasikan sehingga penyelenggaraan perkeretaapian multi operator dapat terwujud. Dengan adanya penyelenggaraan perkeretaapian multi operator diharapkan terjadi suatu kompetisi yang sehat diantara penyelenggaran prasarana perkeretaapian perkotaan sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanannya, meningkatkan kualitas manajemen, meningkatkan kualitas keselamatan, dan bisnis perkeretaapian yang sehat. Dengan demikian angkutan perkeretaapian perkotaan dapat lebih menarik bagi masyarakat, dan peran kereta api dalam angkutan penumpang di perkotaan dapat lebih meningkat. F.
Pedoman penyelenggaraan sarana perkeretaapian perkotaan Dengan pedoman ini diharapkan calon penyelenggara sarana perkeretaapian perkotaan dapat dengan jelas, mudah dan transparan mengikuti tata cara dan prosedur pendirian penyelenggara sarana perkeretaapian perkotaan termasuk didalamnya evaluasi dan penilaian terhadap kelengkapan yang dipersyaratkan. Selain itu seluruh pemangku kepentingan juga dapat memahami dengan baik perannya masing-masing, sehingga perbedaan pendapat yang berhubungan dengan penerapan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah dalam pendirian penyelenggara sarana perkeretaapian perkotaan menjadi lebih jelas dalam penerapannya. Dengan demikian diharapkan minat swasta dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan perkeretaapian khususnya di bidang sarana perkeretaapian dapat terealisasikan sehingga penyelenggaraan perkeretaapian multi operator dapat terwujud. Dengan adanya penyelenggaraan perkeretaapian multi operator diharapkan terjadi suatu kompetisi yang sehat diantara penyelenggaran sarana perkeretaapiansehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanannya angkutan, meningkatkan kualitas manajemen, meningkatkan kualitas keselamatan, dan bisnis perkeretaapian yang sehat, sehingga angkutan perkeretaapian baik angkutan penumpang maupun barang dapat lebih menarik bagi masyarakat, dengan demikian peran kereta api dalam angkutan penumpang dan barang dapat lebih meningkat.
VI-4 |
Laporan Akhir – Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Kereta Api Perkotaan
DAFTAR PUSTAKA Aan Eko Widiarto, Metode dan Teknik Penyusunan Naskah Akademik, www.legalitas.org, diakses tanggal 01 Juni 2010. Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Master Plan Perkeretaapian Sampai Tahun 2030, 2010. FIPS Publication 183 released of IDEFØ December 1993 by the Computer Systems Laboratory of the National Institute of Standards and Technology (NIST). Harry Alexander, Panduan Perancangan Peraturan Daerah di Indonesia, Solusindo, Jakarta, 2004. ICAM Architecture Part II-Volume IV - Function Modeling Manual (IDEF0), AFWAL-TR-81-4023, Materials Laboratory, Air Force Wright Aeronautical Laboratories, Air Force Systems Command, Wright-Patterson Air Force Base, Ohio 45433, June 1981. James E. Mauch and Jack W. Birch, Guide to the Successful Thesis and Desertation, Third Edition, Marcel Dekker Inc., New York, 1993. John W. Creswell, Research Design; Qualitative & Quantitative Approaches, Sage Publication, London, 1994. Guideline For Setting Up Inland Container Depot (ICD) and Container Freight Station (CFS) in India. Guideline For Railway Vehicle Driver (Loco Driver) Medical Fitness, Department of Industry and Resources, Australia, 1997. Kenneth D. Bailey, Methods of Social Research, Second Edition, The Free Press, London, 1982. PT Kereta Api (Persero), Laporan Akhir Tim Evaluasi Perawatan Sarana Kereta Api, PT Kereta Api (Persero), 2010. PT Kereta Api (Persero), Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) PT Kereta Api (Persero), 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Railway Safety Commision, Third Party Guidance on Railway Risk, Volume 4, Dublin, Ireland,2008. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Mandar Maju, Bandung, 1995.
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke20, Edisi Pertama, Alumni, Bandung, 1994. Siti Maimunah, Evaluasi Penyelenggaraan Tiket Terpadu Antar Moda (TITAM) Di Stasiun Gambir, Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kementrian Perhubungan, 2010. Systems Engineering Fundamentals. Defense Acquisition University Press, 2001. The Train Driver Workload Principle Guidance Note, Rail Safety and Standard Board, 2005. Takshi ENDO, Life Cycle of Rolling Stock, East Japan Railway Company, 2001. Tim Teknis Revitalisasi Perkeretaapian Nasional, Laporan Revitalisasi Perkeretaapian Nasiolan Republik Indonesia, 2009.
Akhir
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. Varun Grover, William J. Kettinger (2000). Process Think: Winning Perspectives for Business Change in the Information Age. p.168. Pengusahaan jalur kereta api perkotaan.