KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya, sehingga Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) ini dapat diwujudkan. Laporan EKPD ini berisis tentang Evaluasi Capaian Kinerja 13 Indikator Evaluasi Relevansi Evaluasi Tematik. Draft ini dianalisis berdasarkan data yang ada di Pemda Riau dan Rujukan lain yang diperoleh dari berbagai sumber. Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan, terutama pihak pemerintah daerah, agar dalam pengembangan pembangunan dapat lebih efektif dan efisien. Laporan ini dirasakan masih banyak kekurangan, untuk itu saran dan masukan senantiasa diperlukan untuk kesempurnaan.
Pekanbaru, November 2011
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................................
i
DAFTAR ISI ...............................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................
iii
BAB I .
PENDAHULUAN ........................................................................................ A. Latar Belakang ....................................................................................... B. Tujuan, Sasaran .....................................................................................
1 1 2
BAB II.
HASIL EVALUASI TERHADAP CAPAIAN PRIORITAS NASIONAL 2010 DAN 2011 ................................................................................................... A. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola ...................................................... B. Pendidikan ............................................................................................. C. Kesehatan .............................................................................................. D. Penanggulangan Kemiskinan ................................................................. E. Ketahanan Pangan................................................................................. F. Insfrastruktur .......................................................................................... G. Iklim Investasi dan Iklim Usaha .............................................................. H. Energi..................................................................................................... I. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana ........................................ J. Daerah Tertinggal Terdepan .................................................................. K. Kebudayaan, Kreatifitas, Inovasi, Teknologi ........................................... L. Kesejahteraan Rakyat Lainnya ............................................................... M. Politik, Hukum, Keamanan lainnya ......................................................... N. Perekonomian lainnya ............................................................................
3 3 4 5 8 14 18 20 21 22 26 27 28 32 33
BAB III. RELEVANSI ISU STRATEGIS, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ..................................................................
52
BAB IV. EVALUASI TEMATIK ................................................................................
63
BAB V.
80 80 80
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................................ A. Kesimpulan ............................................................................................ B. Rekomendasi .........................................................................................
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tujuan, Sasaran Dan Keluaran Kegiatan ...................................................... 2 Tabel 2. Indikator, Target Capaian dan Capaian RPJMN 2010-2014 Provinsi Riau ................................................................................................ 16 Tabel 3. Data Rekapitulasi Evaluasi Kinerja Capaian.................................................. 35 Tabel 4. Analisis Provinsi Riau terhadap Target dan Capaian Tahun 2010 .................44 Tabel 5. Isu strategis...................................................................................................52 Tabel 6. Sasaran ........................................................................................................57 Tabel 7. Arah Kebijakan dan Strategi ..........................................................................58 Tabel 8. Potensi Abrasi di Kab. Bengkalis...................................................................68
Tabel 9. Laju dan besarnya Abrasi di Beberapa Lokasi di Kab. Bengkalis ..................69
Tabel 10. Potensi Daerah yang Terkena Dampak Banjir.............................................70
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan 5 (lima) tujuan pelaksanaan sistem perencanaan pembangunan nasional, yaitu: (1) untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; (2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar daerah, antar ruang, antar waktu, dan antar fungsi pemerintah, serta antara pusat dan daerah; (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (4) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan (5) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Mengacu pada 5 (lima) tujuan tersebut, maka dalam Rencana Strategis (Renstra)
Bappenas
dijelaskan
bahwa
pelaksanaan
tugas
Kementerian
PPN/Bappenas mencakup 4 peran yang saling terkait, yaitu peran sebagai: (1) pengambil kebijakan/keputusan (policy maker) dengan penjabaran pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan; (2) koordinator; (3) think-tank; pengelolaan
dan
(4)
laporan
administrator hasil
dengan
pemantauan
penjabaran
terhadap
penyusunan
pelaksanaan
dan
rencana
pembangunan dan penyusunan laporan hasil evaluasi. Dengan demikian, salah satu peran utama Bappenas adalah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan. Sebagai tindak lanjut dari peran tersebut telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, yang didalamnya mencakup evaluasi ex-ante, on-going, dan expost. Terkait dengan peran utama Bappenas diatas, maka evaluasi tahunan terhadap pelaksanaan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 mutlak diperlukan, demikian juga pencapaian di tiap daerah.
1
B. Tujuan, Sasaran Tujuan, sasaran dan keluaran yang ingin dicapai dari kegiatan adalah seperti disajikan pada Tabel I. Tabel I : Tujuan, Sasaran, dan keluaran Kagiatan No Tujuan 1 Untuk melengkapi baseline data 2009 dan mengetahui tingkat pencapaian prioritas nasional 2010 dan 2011 berdasarkan RPJMN 2010-2014 di tiap daerah.
Sasaran Tersedianya baseline data 2009 dan hasil evaluasi terhadap capaian prioritas nasional 2010 dan 2011 berdasarkan RPJMN 2010-2014 di tiap daerah.
2
Untuk mengetahui relevansi isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi daerah
3
Untuk mengetahui masalah spesifik melalui evaluasi tematik di tiap daerah
Dokumen hasil evaluasi relevansi terhadap isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 Tersedianya informasi dasar dengan kondisi untuk melakukan revisi RPJMN daerah oleh pemerintah dan revisi RPJMD oleh pemerintah daerah. Tersedianya hasil evaluasi Dokumen hasil terhadap masalah spesifik evaluasi terhadap melalui evaluasi tematik di tiap masalah spesifik daerah. melalui evaluasi tematik di tiap Tersedianya informasi dasar daerah. bagi pemerintah maupun pemerintah daerah dalam merumuskan langkah kebijakan mengatasi masalah spesifik melalui evaluasi tematik di tiap daerah.
Tersedianya informasi dasar untuk merumuskan kebijakan terutama yang berupa langkah penanganan segera, baik oleh pemerintah maupun oleh pemerintah daerah. Tersedianya hasil evaluasi yang menunjukkan kesesuaian dan atau ketidaksesuaian antara isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi daerah.
Keluaran Dokumen data dasar evaluasi dan dokumen hasil evaluasi terhadap capaian prioritas nasional 2010 dan 2011 berdasarkan RPJMN 20102014 di tiap daerah.
2
BAB II HASIL EVALUASI TERHADAP CAPAIAN PRIORITAS NASIONAL 2010 DAN 2011
A. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola 1. Indikator Tercapai bidang reformasi tidak terlepas dari indikator reformasi secara nasional adalah: 1.1.
Kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan (2010:71%);
1.2.
Kabupaten/kota yang memiliki pelaporan daerah pelayanan satu atap;
1.3.
kabupaten/kota yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) (2011:1 tingkat provinsi);
1.4.
persentase kabupaten/kota yang telah memiliki e-procurement; dan persentase kabupaten/kota yang telah memiliki Perda Transparansi (2011:100%).
2. Analisis Pencapaian Indikator Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan pada tahun 2010 adalah 71%. Disebabkan oleh semakin meningkat peran dan fungsi instansi terkait dalam menangani kasus korupsi di Provinsi Riau. Melihat kindisi tersebut menunjukkan bahwa program reformasi birokrasi dan tata kelola dalam menangani kasus korupsi di Propinsi Riau sudah berjalan dengan baik. Secara umum kabupaten/kota di Provinsi Riau telah memiliki lembaga pelayanan terpadu sehingga setiap pelayanan kepada masyarakat sudah dalam satu atap. Kondisi terkait dengan kebijakan otonomi daerah telah berpengaruh terhadap kebijakan dalam menjalankan program yang terkait dengan potensi dan permasalahan masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau. Persentase kabupaten/kota di Provinsi Riau yang memiliki pelaporan wajar tanpa pengecualian (WTP) dari tahun 2009 sampai awal tahun 2011 sudah mencapai 100%. Hal ini dapat berjalan dengan baik karena didukung dengan anggaran dan kebijakan daerah kabupaten/kota yang diarahkan dari level 3
provinsi dan nasional. Begitu juga dengan persentase kabupaten/kota di Provinsi Riau telah memiliki e-procurement tahun 2010 dan awal tahun 2011 menunjukkan capaian indikator ini sudah mencapai 100%. Capaian ini juga dipengaruhi oleh anggaran dan kebijakan yang dijalan oleh kabupaten/kota di Provinsi Riau.
3. Rekomendasi Kebijakan a. Penanganan kasus korupsi harus direformasi dan dikelola dengan transparans dalam upaya mendukung dan melanjutkan upaya aksi nasional dalam pemberantasan korupsi. b. Meningkatkan peran dan fungsi dalam mengimplementasikan peraturan daerah pelayanan satu atap. B. Pendidikan 1.
Indikator Indikator di bidang pendidikan yang menjadi prioritas nasional adalah: 1.1.
rata-rata lama sekolah (2010:8.44 th dan 2011: 8,66 th);
1.2.
angka partisipasi murni (SD/MI);
1.3.
angka partisipasi kasar (SD/MI);
1.4.
angka melek aksara 15 tahun ke atas.
1.5. 2.
Analisis Pencapaian Indikator Rata-rata lama sekolah masyarakat (penduduk) di Provinsi Riau menunjukkan angka yang ditetapkan secara nasional yakni program wajib belajar 9 tahun, hal ini terlihat angka rata-rata lama sekolah dari tahun 2009 – pertenggahan 2011 menunjukkan angka 8,60 tahun 2009; angka 8,44 tahun 2010 dan 8,60 tahun 2011. Kondisi ini disebabkan penyebaran sarana sekolah untuk setiap jenjang pendidikan pada setiap daerah (desa dan kecamatan) di masingmasing kabupaten/kota tidak merata. Dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau yang telah berhasil mencapai
program wajib belajar 9 tahun adalah Kota Pekanbaru, Kota Dumai dan Kabupaten Siak dengan rata-rata lama sekolah berkisar 9,03 tahun sampai 11,32 tahun. Belum tercapainya program pendidikan wajib belajar 9 tahun karena tingginya persentase angka partisipasi murni (SD/MI) sebesar 95,56%; 4
persertase angka partisipasi kasar (SD/MI) sebesar 110,60% dan persentase angka melek aksara 15 tahun ke atas sebesar 98,11%. Rendahnya tingkat rata-rata lama sekolah di Provinsi Riau disebabkan oleh penyebaran sarana sekolah untuk setiap jenjang pendidikan pada setiap daerah (desa dan kecamatan) di masing-masing kabupaten/kota tidak merata, sehingga mempengaruhi kemudahan akses terhadap fasilitas pendidikan. Penyebaran sarana sekolah yang tidak meratanya terkait dengan letak geografis Riau yang banyak dipisahkan oleh sungai dan laut, sehingga sekolah tidak mungkin dibangun jika jumlah murid yang ada terlalu sedikit. Sementara itu, fasilitas pendidikan yang tidak tersedia menyebabkan anak sulit untuk mengakses sekolah yang jauh.
3.
Rekomendasi Kebijakan a.
Pemerataan kebijakan fasilitas pendidikan di Provinsi Riau agar daya tampung di semua jenjang / jenis pendidikan.
b.
Meningkatkan kebutuhan minimal sarana dan prasarana pendidikan
c.
Meningkatkan
kemampuan
profesionalisme
guru
dan
tenaga
kependidikan. d.
Meningkatkan kualitas
dan
kuantitas
lembaga
pendidikan
yang
berwawasan keunggulan dan berwawasan teknologi e.
Meningkatkan kerjasama Perencanaan Pendidikan tingkat Kab/Kota, Instansi dan Pemerintah Pusat
C. Kesehatan 1.
Indikator Indikator di bidang kesehatan yang menjadi prioritas nasional adalah: 1.1.
angka kematian bayi,
1.2.
angka harapan hidup,
1.3.
persentase penduduk ber KB atau memakai kontrasepsi
1.4.
dan laju pertumbuhan penduduk.
5
2.
Analisis Pencapaian Indikator Angka Kematian Bayi Angka Kematian Bayi Provinsi Riau; target 2010 adalah 24,47 per 1000 penduduk, capaian 2010 adalah 37 orang per 1000 penduduk. Disebabkan oleh rendahnya keadaan sosial ekonomi masyarakat dan kondisi wilayah terdiri dari sungai dan laut sehingga kebijakan dibutuhkan anggaran yang disesuaikan dengan kondisi wilayah kabupaten/kota masing-masing. Target penurunan angka kematian bayi Provinsi Riau dalam RPJMN
adalah 24,47 bayi per 1000 penduduk pada tahun 2010 dan berdasarkan buku III RKP 2010 Provinsi Riau, diketahui bahwa angka kematian bayi pada tahun 2010 mencapai 37,00 bayi per 1000 penduduk. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pencapaian kurang 12,53 bayi per 1000 penduduk. Ada banyak faktor yang menyebabkan tidak tercapainya target tahun 2010, namun tidak mudah untuk menentukan faktor yang paling dominan. Tersedianya berbagai fasilitas atau faktor eksesibilitas dan pelayanan kesehatan dari tenaga medis yang terampil serta kesediaan masyarakat untuk merubah kehidupan tradisional ke norma kehidupan modern dalam bidang kesehatan. Namun demikian program provinsi dan kabupaten/kota tidak henti-hentinya dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Angka kematian bayi Provinsi Riau; target 2011 adalah 20,40 per 1000 penduduk, capaian s.d Agustus 2011 adalah 37 per 1000 penduduk. Target 20,4 per 1000 penduduk sulit untuk dicapai dengan sisa waktu 4 bulan. Hal ini didukung dengan beberapa kabupaten/kota di Provinsi Riau kondusif setelah dilaksanakan Pemilukada. Target kinerja penurunan angka kematian bayi Provinsi Riau dalam RPJMN adalah 20,40 per 1000 penduduk pada tahun 2011 dan berdasarkan hasil identifikasi data dari BPS Provinsi Riau, diketahui bahwa angka kematian bayi hingga agustus 2011 mencapai 37 per 1000 penduduk. Kondisi ini menunjukkan target 20,40 per 1000 penduduk sulit dicapai.
6
Angka Harapan Hidup Angka harapan hidup Provinsi Riau; target 2010 adalah 71,92 tahun, capaian 2010 adalah 72,20 tahun. Tercapainya target angka harapan hidup disebabkan oleh semakin bertambahnya tingkat kesadaran masyarakat arti pentingnya kesehatan dan didukung program kesehatan yang baik. Target kinerja peningkatan angka harapan hidup Provinsi Riau dalam RPJMN adalah 71,92 tahun pada tahun 2010 dan berdasarkan hasil identifikasi data dari BPS Provinsi Riau, diketahui bahwa angka harapan hidup penduduk pada tahun 2010 mencapai 72,20 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa pencapaian telah melebihi 0,28 tahun dari target yang telah ditentukan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan program pembangunan di bidang kesehatan
dari
indikator
angka
harapan
hidup
telah
berjalan
dengan
baik,berbagai program yang telah dilaksanakan misalnya program pengobatan gratis, dll. Angka harapan hidup Provinsi Riau; target 2011 adalah 72,40 tahun, capaian s.d Agustus 2011 adalah 72,40. Target ini dengan sisa waktu 4 bulan diprediksi akan konstans sampai akhir tahun. Kondisi ini didukung dengan program kesehatan yang dijalankan, didukung dengan fasilitas kesehatan semakin baik. Semakin meningkatnya angka harapan hidup penduduk Provinsi Riau dari tahun sebelumnya (meningkat 0,20 tahun), hal ini diakibatkan oleh semakin baiknya perekonomian masyarakat Riau dan kondisi perekonomian daerah juga, terlebih dengan adanya program Kemiskinan, Kebodohan dan Infrastruktur (K2I). Persentase Penduduk ber KB Capaian persentase penduduk ber KB di Provinsi Riau tahun 2010 adalah 53,10%. Angka capaian ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya yakni 17,80%. Kondisi disebabkan pada tahun 2010, terjadi penambahan jumlah kabupaten/kota di Provinsi Riau yaitu Kabupaten Meranti dengan persentase KB aktif yang sangat rendah yaitu 25% sehingga akumulasi jumlah KB aktif tingkat provinsi menjadi merosot tajam yaitu 53%. 7
Laju Pertumbuhan Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Provinsi Riau tahun 2010 dan sampai bulan Agustus 2011 sebesar 3.59 persen. Kondisi ini disebabkan
Provinsi
Riau
daerah
tujuan
investor
dalam
menanamkan investasi baik skala nasional maupun internasiona sehingga menjadi daya tarik penduduk luar provinsi bermigrasi untuk mendapatkan pekerjaan. Pertumbuhan penduduk di Provinsi Riau tergolong
tinggi dan diatas
standard nasional diangka 1,3 persen. Tingginya laju pertumbuhan penduduk secara nasional, terutama dipengaruhi oleh migrasi penduduk dari provinsi lain terutama dari provinsi tetangga seperti Sumatera Barat dan Sumatera utara. Selain dipengaruhi oleh daerah tujuan investor dan pencari tenaga kerja juga tingkat kesejahteraan masyarakat baik, tingkat kelahiran penduduk juga meningkat. 3.
Rekomendasi Kebijakan a. Peningkatan penyediaan sarana kesehatan, yakni Rumah Sakit (RS), Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu) dan Puskesmas Keliling (Pusling) yang telah menjangkau sebagian besar masyarakat sampai ke daerah-daerah
sehingga
diharapkan
sebagian
besar
masyarakat
terutama masyarakat pedesaan mendapatkan pelayanan kesehatan yang mudah dicapai dan bermutu
D. Penanggulangan Kemiskinan 1.
Indikator Dalam penanggulangan kemiskinan, indikator yang menjadi prioritas nasional adalah: 1.1.
persentase penduduk miskin (2010: target=10,49%; capaian 8,65%);
1.2.
dan tingkat pengangguran terbuka.
8
2.
Analisis Pencapaian Indikator Persentase Penduduk Miskin
Penduduk miskin Provinsi Riau; target 2010 adalah 10,49%, sementara capaian 2010 adalah
8,65%.
Kondisi tersebut
disebabkan oleh
meningkatnya kesejahteraan masyarakat (khususnya petani, pekebun, nelayan, petani ikan, peternak, dll) dan didukung dengan anggaran dan kebijakan yang tepat sasaran. Tercapainya target kinerja penurunan penduduk miskin di Provinsi Riau dalam RPJMN adalah 10,49 % pada tahun 2010 dan berdasarkan hasil identifikasi data dari BPS Provinsi Riau, dapat diketahui bahwa persentase penduduk miskin pada tahun 2010 mencapai 8,65%. Capaian tersebut telah melebihi 1,84% dari target yang telah ditentukan. Kondisi
tersebut
menunjukkan
bahwa
pelaksanaan
program
pembangunan telah berjalan dengan baik, dengan berbagai program yang telah dilaksanakan, seperti program K2I, PNPM Mandiri, perbankan yang mendukung perkreditan rakyat, meningkatnya investor yang masuk ke Provinsi Riau sehingga terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat. Selain itu dengan berkembang pesat sektor perkebunan sawit dan berkembangnya sentra industri di beberapa kota/kabupaten
di
Provinsi
Riau
berpengaruh
terhadap
meningkatnya
kesejahteraan petani yang ditandai dengan meningkatnya nilai tukar petani dari 99,06 tahun 2009 menjadi 103,43 tahun 2010. Dukungan dana dari kementerian terkait untuk pembangunan infrastruktur pertanian juga berpengaruh terhadap nilai tambah dalam pencapaian penurunan penduduk miskin. Sementara penduduk miskin Provinsi Riau; target 2011 adalah 7,75%, dan capaian s.d Agustus 2011 adalah 4,04 %. Target 7,75% sudah tercapai dengan sisa waktu 4 bulan. Kondisi ini didukung dengan faktor kondisi provinsi yang kondusif, meskipun di beberapa kabupaten/kota telah/akan dilaksanakan Pemilukada.
Target kinerja penurunan penduduk miskin Provinsi Riau dalam RPJMN adalah 7,75% pada tahun 2011 dan berdasarkan hasil identifikasi data dari BPS 9
Provinsi Riau, menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin hingga Agustus 2011 mencapai 4,04 %. Kondisi ini memperlihatkan bahwa target 7,75% sudah tercapai (lebih 3,71%). Penurunan persentase penduduk miskin hingga Agustus 2011 dapat dicapai dengan baik, hal ini diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang baik, pendanaan program penanggulangan kemiskinan berjalan dengan baik dan didukung kondisi daerah yang kondusif. Keberhasilan penurunan persentase penduduk miskin belum dibarengi dengan pemerataan pembangunan kepada seluruh lapisan masyarakat atau pembangunan untuk semua nampaknya belum berhasil dilakukan di Provinsi Riau. Masih terdapat kelompok masyarakat yang kurang tersentuh oleh pembangunan termasuk masyarakat Komunitas Adat Terpencil, masih banyak desa-desa yang terisolir sebagai akibat dari lemahnya infrastruktur. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau tersebut tersebar di kantongkantong kemiskinan pada daerah pesisir, aliran sungai, kepulauan dan daerah pedalaman yang terisolir. Selain dari pada itu letak geografis dan kekayaan alam Provinsi Riau juga menjadi daya tarik tersendiri. Hal tersebut menyebabkan banyaknya migran yang masuk ke daerah Riau yang berkeinginan untuk merubah perbaikan sosial ekonominya. Tingkat Pengangguran Terbuka Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Riau; target 2010 adalah 6,14%, sementara capaian 2010 adalah 7,21%. Tidak tercapainya target 6,14% disebabkan peningkatan jumlah penduduk usia kerja dan rendahnya tingkat penyerapan tenaga kerja. Target kinerja penurunan tingkat pengangguran terbuka Provinsi Riau dalam RPJMN adalah 6,14% pada tahun 2010 dan berdasarkan hasil identifikasi data dari BPS Provinsi Riau, diketahui bahwa tingkat pengangguran terbuka tahun 2010 mencapai 7,21%. Belum tercapainya target 6,14 %, hal ini diakibatnya oleh lajunya pertumbuhan penduduk rata-rata 3,59 % per tahun. Lajunya pertumbuhan penduduk tersebut selain disebabkan oleh meningkatnya angka kelahiran, juga disebabkan pertambahan jumlah migrasi yang masuk ke daerah Provinsi Riau. Disisi lain itu juga meningkatnya jumlah penduduk usia kerja dan rendahnya penyerapan tenaga kerja di Provinsi Riau. 10
Sementara tingkat pengangguran terbuka Provinsi Riau; target 2011 adalah 5,75 %, capaian s.d Agustus 2011 adalah 6,35%. Target 5,75% sulit untuk tercapai dengan sisa waktu 4 bulan. Hal ini didukung oleh beberapa daerah kabupaten/kota telah/akan melaksanakan pemilukada dan masih tingginya laju pertumbuhan penduduk.
Target kinerja penurunan tingkat pengangguran terbuka Provinsi Riau dalam RPJMN adalah 5,75 % pada tahun 2011 dan berdasarkan identifikasi data dari BPS Provinsi Riau menunjukkan bahwa persentase tingkat pengangguran terbuka hingga Agustus 2011 mencapai 6,35 %, sehingga target 5,75 % sulit untuk tercapai. Penurunan persentase tingkat pengangguran terbuka hingga 2011 dengan target 5,75 % belum tercapai dan kemungkinan sulit untuk dicapai, hal ini diakibatkan oleh masih tingginya rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Riau sebagai dampak dari pemekaran daerah dan geliat pembangunan serta berkembangnya sentra industri pengolahan telah menjadi daya tarik sendiri bagi pencari kerja dari daerah lain (migrasi). Keberhasilan penurunan Indeks kemiskinan tersebut tidak terlepas dari semakin membaiknya akses penduduk terhadap air bersih dan fasilitas kesehatan serta adanya perbaikan gizi balita. Keberhasilan menurunkan nilai Indeks kemiskinan di kabupaten/kota merupakan hasil dari peningkatan penyediaan pendidikan dasar, perbaikan akses terhadap air bersih dan perbaikan gizi balita. Melalui kebijakan ekonomi jangka menengah angka kemiskinan diharapkan menurun sebesar 1% per tahun. Upaya
dilakukan
Pemerintah
Provinsi
Riau
dalam
mengatasi
penanggulangan kemiskinan melalui kebijakan pengentasan kemiskinan dengan upaya memberdayakan masyarakat desa menuju kepada desa mandiri. Upaya tersebut dilakukan antara lain melalui pemberian modal usaha desa, sertifikasi aset produksi, sertifikasi lahan, pembangunan sarana dan prasarana desa, upaya-upaya penanggulangan kerawanan pangan, serta pengembangan produk unggulan. Selain itu peningkatan dan pengembangan kelembagaan desa serta ketrampilan masyarakat untuk meningkatkan keahlian (skill) juga merupakan salah satu upaya aktualisasi pengentasan kemiskinan. 11
Penurunan angka kemiskinan di Provinsi Riau terutama disebabkan oleh penurunan jumlah penduduk miskin di perkotaan, sedangkan di daerah pedesaan jumlah penduduk miskin meningkat, namun mengalami peningkatan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan penduduk miskina perkotaan. Selama periode Maret 2010 - Maret 2011, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 67.000 jiwa, sedangkan di daerah perdesaan mengalami kenaikan sebesar 48.800 jiwa. Namun, secara secara proporsional penduduk miskin mengalami penurunan daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Dengan demikian, penurunan penduduk miskin di Riau menunjukkan penurunan penduduk miskin di pedesaan tidak secepat penurunan penduduk miskin di perkotaan. Hal ini disebabkan oleh peluang kerja dan berusaha untuk memperoleh pendaatan di pedesaan lebih sulit jika dibandingkan dengan diperkotaan. Tingkat kemiskinan yang diukur dengan Garis Kemiskinan di Provinsi Riau menunjukkan kecenderungan meningkat, yang salah satu penyebabnya dalah kenaikan garis kemiskinan. Pada periode Maret 2010 – Maret 2011 terjadi kenaikan Garis Kemiskinan di Provinsi Riau sebesar 10,03 persen yaitu dari Rp. 256.112/kapita menjadi Rp. 282.479/kapita. Kenaikan garis kemiskinan ini mengindikasikan
bahwa
terjadi
kenaikan
pengeluaran
penduduk
untuk
memenuhi kebutuhan makanan dan non makanan, namun tidak diikuti oleh kenaikan pendapatan, dengan demikian mengakibatkan terjadi pertambahan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan. Dengan kata lain laju peningkatan pengeluaran penduduk lebih cepat dibandingkan dengan laju peningkatan pendapatan penduduk. Perolehan pendapatan oleh penduduk berhubungan dengan kesempatan bekerja dan berusaha. Tingkat penaggguran yang tinggi akan menyebabkan semakin banyak penduduk yang tidak memperoleh pendapatan, sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Riau selama periode 2009-2011 cenderung mengalami penurunan, yaitu dari 8,56 persen pada tahun 2009 menjadi 7,17 persen pada Februari 2011. Tingkat pengangguran di Provinsi Riau masih lebih tinggi dari tingkat pengangguran nasional, dimana pada Febriari 2011 tingkat pengangguran terbuka di Indonesia hanya sebesar 6,80 persen. 12
Sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling dominan dalam penyerapan tenaga kerja di Provinsi Riau, yaitu sebesar 43,7 persen pada periode Februari 2011, dan memiliki kecenderungan yang menurun jika dibandingkan dari tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 45,9 persen pada tahun 2009. Kebanyak penduduk bekerja sebagai buruh/karyawan yaitu sebanyak 37,4 persen. Jenjang pendidikan pekerja di Provinsi Riau paling banyak adalah Sekolah Dasar ke bawah yaitu sebesar 940.393 orang (39,05 persen) pada tahun 2011, pendidikan Diploma sebesar 87.234 orang (3,62 persen) dan pekerja dengan pendidikan Sarjana hanya sebesar 130.814 orang (5,43 persen). Sektor dominan yang menyerap tenaga kerja dan status pekerjaan sebagai buruh menjadi salah satu penyebab tingginya angka kemiskinan di pedesaan di Provinsi Riau. Jika dibandingkan dengan tingkat upah minimum regional pada tahun 2011 sebesar Rp. 1.120.000, maka dengan rata-rata jumlah anggot rumah tangga sebanyak 4 (empat) orang, diperoleh pendapatan perkapita sebesar Rp. 280.000,-/bulan, lebih rendah jika dibandingkan dengan garis kemiskinan Riau yang mencapai Rp. Rp. 282.479/kapita/bulan. Untuk itu, upah tingkat upah di Riau perlu disesuaikan untuk meningkatkan pendapatan penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, agar terlepas dari kemiskinan. Beberapa keberhasilan pencapaian penurunan angka kemiskinan di Provinsi Riau adalah pertumbuhan ekonomi Riau tanpa minyak dan gas bumi yang cukup tinggi yaitu 7,14 persen, sehingga membeikan dampak pada pergerakan ekonomi pada masyarakat. Selain dari aspek ekonomi program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan melalui Program Pemberdayaan Desa (PPD) dengan salah satu kegiatannya pengembangan ekonomi pedesaan melalui pengembangan keuangan mikro pedesaan yang diberi nama Usaha Ekonomi Desa – Simpam Pinjam (UED-SP) yang telah dimulai sejak tahun 2005. Sampai dengan tahun 2010 telah mencakup 632 desa di Provinsi Riau dengan jumlah dana berkiran Rp. 250 juta s/d Rp. 500 juta setiap desa sebagai dana usaha desa.
Perguluran dana di
pedesaan telah mampu mendorong
pengembangan usaha pedesaan, sehingga dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan produksi pedesaan dan meningkatkan pendapatanpenduduk pedesaan. PPD juga menonjolkan kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan ekonomi dan sosial. Selain program PPD sebagai inisiasi 13
Pemerintah Provinsi Riau, juga dilaksanakan program PNPM Mandiri Pedesaan, PNPM PUAP, PNPM Pamsimas, PNPM P2KP, dan program ketahanan pangan lainnya. Isu strategis pembangunan Riau yang dibungkus dalam Program K2I yang merupakan terjemahan dari penanggulangan Kemiskinan, Kebodohan, dan pembangunan Infrastruktur telah memberikan dampak pada penurunan angka kemiskinan di Provinsi Riau sampai dengan tahun 2010. 3.
Rekomendasi Kebijakan a. Pengembangan Lembaga Ekonomi Pedesaan, Perkuatan Permodalan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil, Pengembangan Industri Kecil dan Menengah,
Peningkatan
Keberdayaan
Masyarakat,
Peningkatan
Kesejahteraan Petani, Peningkatan Produksi Perkebunan/Peternakan, Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan, Pengembangan Budidaya Perikanan, dan Pengembangan Perikanan Tangkap, Pembangunan Rumah Layak Huni, Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, serta air bersih. b. Memberikan pelayanan pengobatan gratis di Puskesmas dan Rawat Inap di Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah, dan pelayanan Jaminan Kesehatan Daerah. c. Memberdayakan lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat sebagai wadah pengembangan kegiatan usaha produktif dan memberdayakan masyarakat miskin serta mendorong berkembangnya lembaga-lembaga keuangan mikro dalam rangka mendekatkan masyarakat pada akses permodalan guna mengembangkan ekonomi kerakyatan. E. Ketahanan Pangan 1.
Indikator Indikator dibidang ketahanan pangan yang menjadi prioritas nasional adalah: 1.1.
PDRB Sektor Pertanian (2010: 574.864 ton);
1.2.
Nilai Tukar Petani;
1.3.
Produksi Padi (ton);
1.4.
dan jumlah penyuluh pertanian.
14
2.
Analisis Pencapaian Indikator PDRB sektor pertanian Provinsi Riau, rata-rata setiap tahun menunjukkan trend meningkat. Meningkatnya PDRB sektor pertanian tersebut tidak terlepas dari meningkatnya produksi padi per tahunnya, yakni 531.429 ton (tahun 2009); 574.864 ton tahun 2010 dan sampai agustus 2011 sudah mencapai 568.679 ton. Peningkatan PDRB sektor pertanian Provinsi Riau, selain disebabkan
anggaran dan kebijakan pembangunan yang mendukung sektor pertanian juga dipengaruhi oleh berkembangnya sektor industri pengolahan hasil pertanian sehingga nilai tukar petani setiap tahunnya mengalami peningkatan. Program K2I yang dicanangkan Provinsi Riau juga berpengaruh dalam segala aspek pembangunan, misalnya adanya program kebun K2I di setiap kabupaten/kota. Meningkatnya PDRB Sektor pertanian juga dibarengi dengan peningkatan jumlah penyuluh pertanian dari 730 orang tahun 2010 menjadi 760 orang sampai Agustus 2011. Kehadiran para penyuluh pertanian dapat meningkatkan produksi di sektor pertanian sehingga akhirnya akan berpengaruh terhadap meningkatnya PDRB sektor pertanian. Rapuhnya sistem ketahanan pangan bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi dibanyak negara-negara di dunia, sehingga negara-negara di dunia memperhatikan masalah pangan sebagai persoalan yang penting. World Food Summit (WFS) pada tahun 1996 telah menghasilkan kesepakatan berupa komitmen bersama masyarakat dunia untuk mewujudkan ketahanan pangan bagi setiap orang, dan mengahapuskan penduduk dari kelaparan di seluruh negara. Sasaran kuantitatif yang ingin dicapai adalah mengurangi jumlah penduduk rawan pangan yang menjadi setengahnya paling lambat tahun 2015. Hal ini juga merupakan rumusan tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs). Kinerja sektor pertanian sangat berhubungan erat dengan pencapaian ketahanan
pangan.
Arah
kebijakan
pembangunan
pertanian
adalah
meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkokoh pembangunan ekonomi. Salah satu peran penting sektor pertanian adalah penyediaan kebutuhan pokok masyarakat yaitu pangan. Beberapa indikator capaian pembangunan pertanian di Provinsi Riau pada periode 2009-2011 digambarkan pada tabel berikut. 15
Tabel 2. Indikator, Target Capain dan Capaian RPJMN 2010-2014 Provinsi Riau Priorotas No. Indikator Satuan 2009 2010 2011 Nasional 1. Ketahanan PDRB Rp. 16.057.90 pangan Sektor Juta 0 Pertanian Nilai Tukar Indeks 99,06 104,1 104,21* Petani 1 Produksi Ton 531.429 574.8 552.761 ** Padi 64 Jumlah Orang 1.455 Penyuluh Pertanian Sumber: BPS Provinsi Riau (Data Annual 2011 Provinsi Riau) * Data Juli 2011 (BI) dan ** ARAM II (BPS) Capaian kinerja pembangunan pertanian di Provinsi Riau menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor dominan dalam struktur perekonomian Riau tanpa minyak dan gas bumi. Pada tahun 2009 nilai PDRB sektor pertanian mencapai Rp. 16 M, dan penyumbang terbesar adalah subsektor perkebunan yaitu 40,10 persen terhdap PDRB sektor pertanian, sub sektor kehutanan menyumbang sebesar 32,97 persen, dan sub-sektor tanaman pangan menyumbang sebesar 11,42 persen, perikanan 10,12 persen, dan peternakan 5,39 persen. Data ini menunjukkan bahwa Riau mengandalkan perkembangan kegiatan pada perkebunan dan kehutanan dalam perekonomian sektor pertanian, yang pada umumnya lebih dikuasai oleh perusahaan pertanian, sedangkan sub-sektor tanaman pangan, perikanan, dan peternakan merupakan aktivitas ekonomi yang berbasis kerakyatan. Perkembangan sektor pertanian memberikan manfaat bagi petani dengan meningkatnya nilai tukar petani. Pada tahun 2009 nilai tukar petani di Riau sebesar 99,06 yang berarti nilai yang dibayar petani lebih besar daripada nilai yang diterima petani, atau terjadi defisit penerimaan petani untuk memenuhi pengeluarannya. Kemudian pada tahun 2009 terjadi peningkatan menjadi surplus yaitu sebesar 104,11, dan pada Juli 2011 meningkat lagi menjadi 104,21. Namun jika diperhatikan lebih jauh, ternyata nilai tukar petani tanaman pangan pada Juli 2011 lebih bagus jika dibandingkan dengan nilai tukar petani lannya, yaitu sebesar 113,03, nilai tukar petani hortikultura sebesar 112,23, nilai tukar petani
16
perkebunan sebesar 102,05, nilai tukar petani peternakan 101,24, dan nilai tukar nelayan masih defisit yaitu sebesar 92,01. Program
pembangunan
pertanian
yang
mendukung
peningkatan
ketahanan pangan adalah Operasi Riau Pangan Makmur (OPRM) yang dilakukan melalui intensifikasi lahan padi, rehabilitasi sawah terlantar, dan pencetakan sawah baru. Walaupun belum ada evaluasi menyeluruh dampak program ini terhadap peningkatan produksi padi di Riau untuk mengurangi defisit kebutuhun dari produksi, namun program ini telah dilaksanakan mulai tahun 2009, dan direncakan akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2013. Ketersediaan bahan pangan di Riau banyak yang mengalami deficit, sehingga menjadi masalah tersendiri bagi di Provinsi Riau. Namun memperhatikan konsep ketahanan pangan bukan hanya dari sisi kemampuan produksi sendiri maka defisit pangan tersebut masih teratasi melalui perdagangan antar daerah. Sampai dengan tahun 2009 defisit beras di Provinsi Riau mencapai 262.526,90 kg, dan secara keseluruhan ketersediaan pangan Riau mengalami deficit sampai dengan 269.008,00 kg yang meliputi komoditi beras, jagung, kacang-kacangan, umbi-umbian, sagu, buah-buahan, sayuran, dan telur. Ketersediaan bahan pangan yang mengalami surplus di Provinsi Riau adalah jagung, ubi kayu, daging, dan ikan. Untuk mengatasi defisit pangan tersebut, maka selain melaksanakan program peningkatan produksi padi sebagai bahan pangan utama, Pemerintah Provinsi Riau melalui Satuan Kerja Pemerintah Daerah terkait seperti Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau dan juga kabupaten/kota melaksanakan kegiatan soialisasi dan gerakan percepatan diversifikasi pangan dan gizi, yang bertujuan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan dan konsumsi gizi penduduk, pengembangan dan peningkatan pemanfaatan lahan pekarangan, dan kegiatan lain yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat dan menurunkan ketergantungan pada konsumsi beras. Namun demikian masih ditemukan permasalahan dalam pengembangan eksistensi lahan pertanian di Riau, dimana perkembangan komoditi perkebunan yang semakin diminati masyarakat (khususnya kelapa sawit) telah memberikan dampak pada penggunaan lahan-lahan pertanian pangan untuk perkebunan kelapa sawit (alih fungsi lahan), semakin tidak beragamnya komoditas tanaman perkebunan karena kecenderungan merubah tanaman perkebunan kelapa dan 17
karet dengan kelapa sawit, sehingga keanekaragaman komoditas perkebunan semakin berkurang. Mempertahankan lahan pangan juga masih menjadi permasalahan karena masih minimnya areal pertanian pangan (khususnya padi) yang memiliki infrastruktur irigasi. Untuk itu, pembangunan pangan Riau memerlukan perhatian pada upaya mempertahankan lahan pertanian pangan dengan membangun infrastruktur irigasi dan jalan usahatani, selain tetap memberikan insektif produksi dan harga kepada petani pangan. 3.
Rekomendasi Kebijakan a.
Melakukan re-strukturisasi dan re-alokasi kepemilikan asset produktif kepada petani dan masyarakat dengan memakai standar skala ekonomi keluarga petani sejahtera (kurang lebih 4 Ha/KK) dengan pendapatan perkapita US$ 1.750 pertahun.
b.
Meningkatkan
pembangunan
infrastruktur
yang
dibutuhkan
bagi
pengembangan potensi pertanian dalam arti luas agar efisien dan berdaya saing tinggi terutama yang menyangkut prasarana produksi yang berupa pengairan/irigasi, sarana untuk jaringan pemasaran produk ke
terminal
agribisnis,
serta
meningkatkan
fungsi
dan
peran
kelembagaan penunjang lainnya seperti penyuluh dan pendamping lapangan, balai benih/pem-bibitan, koperasi, termasuk pemanfaatan teknologi maju dibidang pertanian. F. Infrastruktur 1.
Indikator Indikator bidang infrastruktur yang menjadi prioritas nasional adalah: 1.1.
persentase jalan nasional dalam kondisi baik, sedang dan buruk;
1.2.
jumlah pembangunan rumah sederhana;
1.3.
Perda RTRW;
1.4.
dan Persentase kabupaten/kota yang telah mensahkan Perda RTRW.
18
2.
Analisis Pencapaian Indikator Persentase Panjang Jalan Nasional Capaian persentase panjang jalan nasional Provinsi Riau pada tahun 2010 dalam kondisi baik 84,16 %; 50,83 % dalam kondisi sedang dan 33,33 % panjang jalan nasional dalam kondisi buruk. Kemudian sampai bulan Agustus 2011 ini kerusakan semakin parah, terutama jalan-jalan akses ke Kota Dumai. Kondisi ini disebabkan oleh kondisi topografi dan geologi tanah yang berawa/gambut, semakin berkembangnya sektor industri pengolahan (kayu, pertambangan dan pertanian), selain itu anggaran dan kebijakan terpecah dengan insfrastruktur lainnya. Besarnya tingkat kerusakan infrastruktur jalan di Provinsi Riau bukan
merupakan hal yang luar biasa mengingat tiga sektor pendukung perekonomian Riau adalah industri pengolahan seperti industri pengolahan kayu, pertambangan dan pertanian yang didominasi perkebunan kelapa sawit dan karet. Ketiga sektor perekonomian ini memberikan beban yang sangat besar pada infrastruktur jalan di Provinsi Riau akibat mobilisasi kendaraan angkutan peralatan, bahan baku dan hasil olahan yang bertonase tinggi. Disamping itu, kerusakan infrastruktur jalan juga disebabkan sebagian besar kondisi tanah dasar (subgrade) di Provinsi Riau merupakan tanah lunak dengan daya dukung yang rendah. Keterbatasan anggaran biaya dan pemanfaatan teknologi stabilisasi/perkuatan tanah lunak pada pembangunan infrastruktur jalan di Provinsi Riau merupakan beberapa faktor yang menyebabkan daya dukung infrastruktur jalan yang dibangun tidak sesuai dengan beban tonase lalu lintas kendaraan yang ada. Kerusakan infrastruktur jalan ini baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi dasa saing perekonomian dan minat investasi di Provinsi Riau. Kerusakan infrastruktur jalan diperkirakan menjadi salah satu alasan menurunnya tingkat investasi Provinsi Riau pada tahun 2010 sampai Agustus 2011. Perda RTRW Pada dasarnya setiap kabupaten/kota dalam Provinsi Riau sudah menyusun draft perda RTRW, namun karena RTRW Provinsi Riau Sampai Agustus 2011 belum disahkan maka status RTRW kabupaten/kota dalam 19
lingkungan Provinsi Riau masih bersifat menunggu. Sampai Agustus 2011 belum satu pun kabupaten/kota di Provinsi Riau yang telah mensahkan Perda RTRW. 3.
Rekomendasi Kebijakan a. Meningkatkan upaya pembangunan infrastruktur terutama perhubungan secara proporsional, untuk meningkatkan aksesibilitas dan kelancaran lalu lintas arus barang dan orang, distribusi kebutuhan bahan pokok, hasil produksi dan faktor pendukung produksi lainnya, serta memacu pengembangan kawasan (kawasan potensial, kawasan sentra produksi, kawasan agropolitan) untuk dapat dijadikan sebagai kutub pertumbuhan ekonomi daerah yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya secara sinergis. b. Peningkatan ketersediaan infrastruktur dasar yang langsung menyentuh kebutuhan publik, terutama masyarakat yang berada pada kantongkantong kemiskinan, seperti penyediaan rumah sederhana layak huni bagi masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, penyediaan infrastruktur perdesaan, penyediaan prasarana air minum perdesaan dan meningkatnya penyediaan jaringan telekomunikasi di pedesaan
G. Iklim Investasi dan Iklim Usaha 1.
Indikator Indikator utama bidang iklim investasi dan iklim usaha yang menjadi
prioritas nasional adalah: 1.1.
persentase kredit UMKM;
1.2.
nilai realisasi investasi PMA;
1.3.
dan nilai realisasi investasi PMDN. Sementara indaktor pendukung bidang iklim investasi dan iklim usaha adalah jumlah alokasi kredit perbankan dan jumlah tabungan masyarakat.
20
2.
Analisis Pencapaian Indikator Nilai realisasi investasi PMA dan PMDN Provinsi Riau 2010 menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya. Capaian nilai realisasi investasi PMA Provinsi Riau tahun 2010 sebesar US$ 86,60 juta, nilai capaian ini menurun dari tahun 2009 yang mencapai US$ 251,60 juta. Sementara nilai realisasi investasi PMDN tahun 2010 sebesar 1.037,10 milyar dan tahun 2009 3.386,00 milyar. Tercatat sampai triwulan I nilai realisasi investasi PMA sebesar US$ 15,8 juta dan PMDN sebesar Rp. 60,6 milyar. Diperkirakan sampai akhir tahun 2011 nilai realisasi investasi PMA dan PMDN belum mencapai seperti tahun 2009. Menurunnya capaian nilai realisasi investasi PMA dan PMDN Provinsi Riau 2010 disebabkan oleh imbas dari kelesuan ekonomi dunia pada tahun 2008. Selain itu, penyebab dari dalam Provinsi Riau sendiri adalah kondisi infrastruktur jalan banyak yang rusak dan minim dana pemeliharaan, terutama jalan nasional dan provinsi.
Menurunnya pencapaian realisasi investasi PMA dan PMDN Provinsi Riau disebabkan sebagai imbas memburuknya perekonomian dunia dan infrastruktur jalan nasional, provinsi dan kabupaten banyak yang rusak. Rusaknya infrastruktur jalan tersebut disebabkan oleh perkembangan industri pengolahan (kayu, minyak dan pertanian) di Provinsi Riau. Salah satu dampak atau akibat dari menurunnya realisasi investasi PMA dan PMDN adalah menurunnya angka penyerapan tenaga kerja. 3.
Rekomendasi Kebijakan 3.1.
Pengembangan dan peningkatan mutu infrastruktur jalan nasional, provinsi dan kabupaten/kota
3.2.
Peningkatan daya beban jalan raya provinsi
H. Energi 1.
Indikator Indikator bidang energi yang menjadi prioritas nasional adalah rasio
elektrifikasi.
21
2.
Analisis Pencapaian Indikator Rasio elektrifikasi Provinsi Riau; target tahun 2010 adalah 67,2 %, sementara capaian tahun 2010 adalah 51,55 %. Belum tercapainya target kinerja peningkatan rasio elektrifikasi di Provinsi Riau disebabkan oleh prasarana dan sarana pendukung belum memadai, selain itu belum opptimalnya anggaran dan kebijakan untuk pengembangan energi. Target kinerja peningkatan persentase rasio elektrifikasi Provinsi Riau
dalam RPJMN adalah 67,2 % pada tahun 2010 dan berdasarkan Renstra KESDM tahun 2010 – 2017, diketahui bahwa persentase rasio elektrifikasi tahun 2010 mencapai 51,55 %. Belum tercapainya target persentase rasio elektrifikasi Provinsi Riau tahun 2010 disebabkan ketersediaan fasilitas pendukung seperti prasarana dan sarana elektrifikasi belum memadai. Sementara rasio elektrifikasi Provinsi Riau; target 2011 adalah 70,4 %, capaian s.d Agustus 2011 adalah 70,4 %. Tercapainya target kinerja peningkatan rasio elektrifikasi disebabkan oleh bertambahnya fasilitas elektrifikasi di Provinsi Riau, terlebih Riau tahun 2012 sebagai penyelenggara PON. Tercapainya target kinerja peningkatan rasio elektrifikasi sampai Agustus 2011 dan diprediksi sampai akhir tahun 2011 persentase rasio elektrifikasi akan meningkat. Kondisi ini didukung dengan program dan kebijakan serta anggaran, baik yang bersumber dari APBN maupun APBD. 3.
Rekomendasi Kebijakan 3.1. Dalam upaya meningkatkan rasio elektrifikasi di Provinsi Riau harus didukung oleh semua stakeholders terlebih lagi meningkatkan kebijakan dan anggaran elektrifikasi. 3.2. Pengembangan pembangkit listrik baru dengan kapasitas yang lebih besar
I.
Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
1.
Indikator Indikator utama bidang lingkungan hidup dan pengelolaan bencana yang
menjadi prioritas nasional adalah: 22
1.1. persentase luas lahan rehabilitasi dan dalam hutan terhadap lahan kritis. 1.2. Sementara indikator pendukung dalam bidang lingkungan hidup dan pengelolaan bencana adalah frekuensi bencana, persentase ruang terbuka hijau (RTH) di ibukota provinsi dan persentase pembentukan BPBD di kabupaten/kota/provinsi. 2.
Analisis Pencapaian Indikator Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis Provinsi Riau sampai Agustus 2011 relatif besar. Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis tersebut sebagai akibat tingginya alih fungsi lahan dan hutan, kegiatan ilegal logging yang terjadi beberapa dekade belakang ini. Tingginya alih fungsi lahan dan hutan merupakan salah satu penyebab
terjadinya kerusakan lingkungan di wilayah Riau. Alih fungsi
tersebut
dipergunakan untuk kegiatan perkebunan, pertanian, industri perkayuan, permukiman, dan perladangan. Umumnya alih fungsi lahan tersebut terjadi di bagian hulu, tengah, dan hilir DAS yang sebagian diantaranya tidak mengindahkan konsep konservasi. Perubahan fungsi lahan secara tidak terkendali selain berpotensi menyebabkan bencana banjir dan genangan di wilayah hilir karena berkurangnya daerah resapan air serta perubahan lahan pertanian di daerah tangkapan air. Hal tersebut juga menimbulkan kerusakan badan sungai berupa longsoran dan abrasi tebing dan tanggul sungai oleh aktifitas bongkar-muat bahan dan produk industri; pendangkalan sungai yang menimbulkan dampak berkurangnya panjang alur sungai efektif yang dapat dilayari; pencemaran badan sungai oleh limbah industri dan penurunan keanekaragaman hayati. Terjadinya alih fungsi lahan diindikasikan dengan semakin luasnya lahan terlantar yang tidak dikelola, sebagaimana diindikasikan dengan meningkatnya luas lahan lahan tidur dan terbentuknya padang rumput. Berdasarkan data dari Balai Pengelolaan DAS Indragiri – Rokan, menunjukkan bahwa hutan tanaman industri (HTI), dan pertanian lahan kering dalam kawasan DAS Siak semakin luas, sehingga secara bertahap mengurangi luasan hutan sebagai resapan dan reservoir air. 23
Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan budi daya dan perkebunan turut meningkatkan produksi pertanian.
Meskipun demikian, tidak sedikit pula
menyebabkan lahan-lahan terlantar. Keberadaan lahan terlantar ini menciptakan lahan kritis di beberapa bagian wilayah Provinsi Riau. Pembukaan hutan sekunder untuk keperluan lahan pertanian dan kebun penduduk telah menyebabkan terbentuknya lahan-lahan kritis oleh karena lahan garapan tersebut tidak dipelihara dengan baik dan ditinggalkan untuk berpindah ke lokasi lainnya. Lahan yang ditinggalkan berubah menjadi semak belukar dan alangalang, sehingga tidak mampu menahan air lebih lama untuk diresapkan ke dalam tanah. Lahan kritis yang luasnya mencapai ratusan ribu hektar perlu dipulihkan dan difungsikan secara lestari. Provinsi Riau juga menghadapi permasalahan pencemaran badan sungai dan pesisir pantai oleh kegiatan industri dan permukiman yang berada di sepanjang badan sungai dan pantai Timur. Kegiatan industri hulu yang mengolah sumber daya hutan, perkebunan, dan pertambangan, seperti industri pengolahan kelapa sawit, crumb rubber, plywood, pulp dan kertas, permukiman penduduk, kegiatan komersial dan jasa, dan lainnya yang terkadang membuang limbahnya ke badan sungai telah menurunkan kualitas air sungai dan pesisir. Indikasi penurunan kualitas air sungai oleh sumber-sumber domestik dan industri antara lain ditunjukkan oleh pencemaran pada Sungai Siak, dimana konsentrasi parameter pencemar telah melampaui baku mutu serta beban limbah yang besar yang dibuang oleh industri pengolahan hasil hutan dan perkebunan ke Sungai Siak. Pencemaran badan sungai oleh sumber-sumber domestik, industri, dan kegiatan lainnya yang berlokasi di sepanjang sungai dan dalam DAS memberikan dampak terhadap pemanfaatan sumber daya air tersebut bagi kebutuhan masyarakat, dimana sebagian penduduk yang bermukim di tepi sungai memanfaatkannya untuk keperluan MCK dan kota-kota yang berlokasi di bagian tengah DAS menggunakannya sebagai air baku penyediaan air bersih. Kerusakan fisik badan sungai yang ditandai oleh tingginya sedimentasi dan konsentrasi tingkat solid yang tersuspensi (TSS) dan tingkat solid yang terlarutkan (TDS) yang disebabkan alih fungsi lahan dalam DAS maupun kegiatan bongkar-muat bahan baku dan produk industri di tepi sungai telah mengakibatkan gangguan terhadap kelancaran kegiatan transportasi sungai yang menjadi salah satu moda transportasi penting di Provinsi Riau. Transportasi 24
sungai melayani kebutuhan pergerakan barang dan penumpang antara wilayah hulu menuju pusat-pusat perkotaan di wilayah tengah dan hilir. Permasalahan lingkungan yang dihadapi Provinsi Riau sejak beberapa tahun terakhir dan berlangsung secara berkala adalah perubahan pola iklim yang tak menentu yang cenderung meningkatkan suhu bumi dan dampak kebakaran hutan pada musim kemarau yang telah mengganggu kegiatan ekonomi dan sosial serta kondisi kesehatan seluruh pihak di Provinsi Riau, bahkan negara tetangga terdekat. Kebakaran hutan terutama disebabkan oleh kebiasaan masyarakat
dan
pengembangan
perusahaan
areal
pertanian,
melakukan
pembersihan
perkebunan,
dan
lahan
kehutanan,
untuk dimana
pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut masih belum optimal. Walaupun belum memberikan hasil yang memadai bagi pengendalian dan penanggulangan kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan, namun dapat dicatat telah dilakukan berbagai upaya menuju terwujudnya kualitas lingkungan yang lebih baik di Provinsi Riau. Beberapa upaya ke arah lingkungan yang lestari antara lain dilaksanakan melalui pengelolaan tata guna lahan dan tata guna air; pengendalian pencemaran terhadap badan perairan; peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam menjaga kelestarian lingkungan; serta peningkatan kapasitas kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan tata guna lahan dan tata air diupayakan melalui penyiapan rencana pengelolaan DAS terpadu; penataan permukiman di tepian sungai melalui konsep river front development; penataan lokasi pertambangan, industri, dan fasilitas umum; pengelolaan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil; legalisasi dan sosialisasi RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota; reboisasi dan penghijauan; penertiban lokasi log pond; pengendalian kegiatan perladangan berpindah, perambahan hutan, dan illegal logging; pengendalian kebakaran hutan; pembangunan kanal dan prasarana penanggulangan banjir; pelaksanaan pengawasan kawasan perlindungan tata air dan penyediaan prasarana pengamatan tata air; dan pengendalian pemanfaatan air tanah. Pengendalian pencemaran terhadap badan air diupayakan melalui penataan lokasi sumber-sumber pencemar; pengendalian pencemaran limbah B3; pelaksanaan program land application untuk industri kelapa sawit; 25
pengendalian limbah domestik dan industri melalui pembangunan IPAL; dan membangun sistem informasi lingkungan (SIL) untuk pengendalian pencemaran badan sungai, pesisir, dan laut. Pengendalian dan penanggulangan kebakaran hutan telah diupayakan melalui pemadaman kebakaran, pembentukan Posko Siaga kebakaran hutan, pengaturan melalui keputusan Gubernur Riau, membangun sistem informasi kebakaran hutan, penegakkan hukum terhadap pembakar lahan secara ilegal, dan
membangun
kerjasama
internasional
melalui
pembentukan
pusat
pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada skala ASEAN. 3.
Rekomendasi Kebijakan 3.1. Optimalisasi organisasi lingkungan seperti forum DAS 3.2. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan 3.3. Penerapan undang undang lingkungan hidup
J.
Daerah Tertinggal, Terdepan 1. Indikator Indikator utama bidang daerah tertinggal, terdepan yang menjadi prioritas nasional adalah indeks Gini dan jumlah kabupaten tertinggal. Sementara yang menjadi indikator pendukung bidang daerah tertinggal, terdepan adalah persentase kemiskinan. 2. Analisis Pencapaian Indikator Indeks Gini (Indeks Pembangunan Manusia) Provinsi Riau; target tahun 2010 adalah 75,6 %, sementara capaian tahun 2010 adalah 75,6 %. Tercapainya target kinerja peningkatan indeks gini di Provinsi Riau disebabkan oleh meningkatnya program kesehatan dan pendidikan sudah baik. Salah satu indikator kesehatan antara lain ekspektasi angka harapan hidup terlihat beberapa kabupaten berada di atas rata-rata nasional. Untuk itu, pembangunan kesehatan dan pendidikan perlu upaya ditingkatkan lagi disamping pembangunan infrastruktur sehingga antara satu daerah pesisir dan pulau dengan daerah daratan terdapat konektivitas.
Jumlah kabupaten tertinggal Provinsi Riau, sampai tahun 2010 tinggal 3 (tiga) kabupaten lagi, yakni Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten 26
Kuantan Sengingi dan Kabupaten Rokan Hulu. Capaian penurunan kabupaten tertinggal, jika dibandingkan tahun 2003 terdapat 9 (sembilan) kabupaten, yakni Kabupaten Bengkalis (13 desa), Kabupaten Indragiri Hilir (47 desa), Kabupaten Indragiri Hulu (27 desa), Kabupaten Kampar (19 desa), Kabupaten Kuantan Sengingi (12 desa), Kabupaten Pelalawan 18 desa), Kabupaten Rokan Hulu (8 desa), Kabupaten Rokan Hilir (13 desa) dan Kabupaten Siak (6 desa). Penurunan jumlah kabupaten tertinggal di Provinsi Riau seiring dengan berjalannya program K2I dan dukungan program nasional dalam rangka mengatasi kabupaten tertinggal. 3. Rekomendasi Kebijakan a.
Pemerataan dan peningkatan program pembangunan yang sudah dijalankan selama ini.
b.
Peningkatan aksebilitas antar daerah agar perekonomian daerah dapat meningkat.
K. Kebudayaan, Kreatifitas, Inovasi dan Tekonologi 1.
Indikator Indikator utama bidang kebudayaan, kreatifitas, inovasi dan teknologi yang menjadi prioritas nasional adalah: 1.1. jumlah paten (HAKI) (2010: 9). 1.2. jumlah dosen peneliti pada perguruan tinggi negeri dan swasta (3.747); 1.3. jumlah perpustakaan (27); 1.4. dan jumlah hasil Riset dari lembaga riset (32).
2.
Analisis Pencapaian Indikator
Jumlah paten (HAKI) Provinsi Riau; target 2010 adalah 9 unit, capaian tahun 2011 adalah 6 unit. Capaian jumlah paten ini tidak sebanding dengan jumlah dosen peneliti PTN/PTS pada tahun sebanyak 3.747 orang. Kondisi ini disebabkan oleh rendah penelitian hiibah yang didapatkan dosen peneliti yang tidak sebanding dengan jumlah dosen peneliti. Sementara capaian target jumlah paten sampai Agustus 2011 belum tercapai, menginggat implementasi kegiatan riset masih pada tahap pelaksanaan. 27
Pencapain target jumlah paten (HAKI) Provinsi Riau tersebut sebenarnya dapat tercapai jika memanfaatkan indikator pendukung seperti jumlah dosen peneliti, jumlah perpustakaan yang ada dan jumlah hasil riset dari lembaga riset. Untuk jumlah dosen peneliti perguruan tinggi negeri dan swasta di Riau menunjukkan peningkatan dari tahun 2010 sebanyak 3.747 orang dan tahun 2011 sebanyak 3.800 orang dosen peneliti. Jumlah perpustakaan sampai tahun 2011 sebanyak 27 buah. Jumlah hasil riset sampai Agustus 2011 sebanyak 32 buah penelitian dengan jumlah anggaran penelitian sebesar 9,9 Milyar. 3.
Rekomendasi Kebijakan 3.1. Implementasi pelaksanaan riset penelitian harus mengarah kepada peningkatan jumlah paten (HAKI) 3.2. Memberikan isentif dan penghargaan bagi dosen peneliti yang dapat mematenkan hasil penelitiannya. 3.3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas riset penelitian bagi kalangan dosen peneliti, baik dari intansi terkait dengan skala daerah maupun pusat 3.4. Meningkatkan peran Dewan Riset Daerah
L
Kesejahteraan Rakyat Lainnya
1.
Indikator Indikator utama bidang kesejahteraan rakyat lainnya yang menjadi
prioritas nasional adalah: 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 1.2. Pendapatan per kapita. 1.3. penyadang masalah sosial dan gizi buruk (2010: target 5%: capaian 2,1%). 2.
Analisis Pencapaian Indikator Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Provinsi Riau dalam periode 9
(sembilan) tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Peningkatan IPM Provinsi Riau tersebut disebabkan oleh semakin baik daya beli dan pendapatan masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat dan kesehatan masyarakat.
28
Persentase Gizi Buruk Provinsi Riau; target tahun 2010 adalah 5 %, sementara capaian 2010 adalah 2,1 %. Disebabkan oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dukungan kebijakan dan anggaran yang tepat sasaran. Target kinerja penurunan persentase gizi buruk Provinsi Riau dalam RPJMN adalah 5 % pada tahun 2010 dan berdasarkan identifikasi data dari Dinkes Riau, diketahui bahwa persentase gizi buruk pada tahun 2010 mencapai 2,1 %. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pencapaian telah melebihi 2,9 % dari target yang telah ditentukan. Kondisi
tersebut
menunjukkan
bahwa
pelaksanaan
program
pembangunan telah berjalan baik, berbagai program yang telah dilaksanakan misalnya
penanggulangan
kemiskinan,
pengobatan
gratis,
peningkatan
pelayanan pos yandu, dll. Dukungan dana anggaran juga memberikan nilai tambah dalam mendukung pencapaian penurunan persentase gizi buruk. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Riau sebagai indikator ekonomi makro jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, masih sedikit dibawah pertumbuhan ekonomi nasional dengan minyak dan gas. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Riau tanpa minyak dan gas justri lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Kndisi ini menggambarkan bahwa ketahanan ekonomi Riau tanpa minyak dan gas justru lebih kuat jika dibandingkan dengan perekonomian nasional tanpa minyak dan gas. Kekuatan perekonomian Riau tanpa minyak dan gas didukung oleh sector pertanian sebagai
sektor
dominan.
Kontribusi
terbesar
dalam
sektor
pertanian
disumbangkan oleh sub sektor perkebunan dan kehutanan. Produksi perkebunan di Riau lebih didominasi oleh perkebunan kelapa sawit yang sampai pada tahun 2009 memiliki luas 1.925.341 Ha dengan berbagai pola pengusahaan (Data Annual Prov. Riau 2011). Perkembangan luas areal perkebunan sawit di Provinsi Riau diperkirakan meningkat secara signifikan dan semakin melibatkan banyak rakyat sebagai pemilik dan penggarap. Kondisi ini memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan penduduk dan pemerataan pembangunan antara penguasaan swasta dan rakyat. Pengembangan perkebunan denan pola PIR telah menggeser dominasi PBN dalam kepemilikan luas areal perkebunan di Riau. Perkembangan 29
perkebunan kelapa sawit rakyat yang semakin besar proporsinya dan total luasan areal perkebunan Riau merupakan bukti keberhasilan pengembangan perkebunan pola PIR, yang juga diikuti oleh transfer teknologi budidaya kelapa sawit kepada masyarakat tempatan. Sampai dengan tahun 2009 penyebaran konsentrasi perkebunan kelapa sawit terbesar terdapat di Provinsi Riau yaitu sebesar 1,92 juta hektar atau 23,34 persen dari total luas areal Indonesia. Pembangunan ekonomi rakyat yang dilaksanakan memiliki dampak terhadap
peningkatan
kesejahteraan
penduduk.
Salah
satu
indicator
pembangunan kesejahteraan rakyat dapat dilihat dari perkembangan Indek Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Riau yang telah mencapai 75,60 dan termasuk kategori menengah (IPM 66,0-79,9). Meskipun data IPM menunjukkan kecendrungan pembangunan manusia yang relatif baik, namun dari segi pemerataan masih tergolong kurang antara daerah perkotaan dan pedesaan yang ditunjukkan dengan nilai Gini Ratio 0,33 pada Tahun 2009. Pembangunan manusia yang diukur dari IPM menggambarkan akumulatif dari seluruh aspek pembangunan
kehidupan
masyarakat
yaitu
pembangunan
pendidikan,
kesehatan, dan ekonomi. Secara regional dapat diperhatikan bahwa dari 12 kabupaten/Kota di Provinsi Riau yang memiliki tingkat IPM tertinggi adalah daerah perkotaan yaitu Kota Dumai 77,33 dan Kota Pekanbaru 76,91. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan manusia di perkotaan Riau masih lebih baik jika dibandingkan dengan daerah pedesaan. Sementara Kabupaten Siak merupakan daerah kabupaten yang memiliki capaian IPM tertinggi diantara 10 kabupaten lain di Provinsi Riau, dan Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten yang memiliki capaian IPM paling rendah. Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan wilayah pemekaran kabupaten baru di Provinsi Riau yang merupakan wilayah kepulauan dan memiliki sebaran desa-desa yang memiliki keterbatasan infrastruktur pendidikan dan kesehatan. Dalam hal peningkatan kesejahteraan penduduk dalam pembangunan, maka terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Riau secara makro telah mampu meningkatkan pendapatan penduduk. Pada tahun 2009 penedapatan perkapita penduduk dengan minyak dan gas mencapai Rp. 16,15 juta, dan sebesar 546 persen dari garis kemiskinan Provinsi Riau yang hanya mencapai Rp 246.481 per bulan. Sedangkan pendapatan perkapira penduduk Riau tanpa minyak dan 30
gas telah mencapai Rp. 7,81 juta, dan berada 264 persen dari garis kemiskinan Provinsi Riau pada tahun 2009. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi makro memberikan dampak yang baik terhadap pembangunan kesejahteraan penduduk di Provinsi Riau. Dampak positif pembangunan ekonomi terlihat dari indikator pendapatan perkapita penduduk yang sangat jauh diatas garis kemiskinan di Provinsi Riau. Namun demikian, indikator ekonomi makro ini bukan berarti secara otomatis tingkat kesejahteraan penduduk Riau sudah sangat bagus, karena masih rerdapat sebanyak 106,824.00 orang penduduk Riau yang merupakan penyandang masalah sosial yang tentu saja memerlukan penanganan. Penyandang masalah sosial merupakan orang-oirang yang temasuk fakir miskin, anak terlantar, anak cacat, dan sebagainya masih merupakan hal yang perlu penanganan di Provinsi Riau. Dengan demikian keberhasilan pembangunan ekonomi akan berdampak pada penyelesaian masalah sosial yang juga merupakan persoalan pembangunan kesejahteraan penduduk. Penangan masalah
sosial
menjadi
penting
untuk
pemerataan
pembangunan
dan
pelaksanaan prinsip pembangunan untuk semua (development for all) dalam rangka meingkatkan kualitas pembangunan manusia. Selain permasalahan penyandang masalah sosial, permasalahan kondisi gizi bayi dan balita yang justru mengalami peningkatan di Riau dari tahun 2009 – 2010. Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 1,80 persen bayi dengan kondisi gizi buruk, dan meningkat menjadi 2,10 persen pada tahun 2010. Daerah yang memiliki balita dengan gizi buruk tertinggi terdapat di Kabupaten Rokan Hulu yaitu 4,1 persen, diikuti oleh Kabupaten Pelalawan sebanyak 2,9 persen. Sedangkan daerah dengan balita pada kondisi gizi buruk terendah terdapat di Kota Dumai yaitu 0,3 persen. 3.
Rekomendasi Kebijakan 3.1.Peningkatan fasilitas dan pelayanan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia 3.2.Peningkatan program penanggulangan kemiskinan 3.3.Pembukaan lapangan kerja dengan pengembangan diversifikasi industri hilir 31
M. Politik, Hukum, dan Keamanan Lainnya 1. Indikator Indikator utama bidang politik, hukum dan keamanan yang menjadi prioritas nasional adalah: 1.1. indeks kriminalitas. 1.2.persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional 1.3.dan persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional. 2.
Analisis Pencapaian Indikator Indeks kriminalitas Provinsi Riau; pencapaian pada tahun 2010 adalah 1,87. Indeks kriminalitas meningkat dari tahun sebelum sebesar 1,12, berarti meningkat 0,75. Kondisi disebabkan letak dan geografis Provinsi Riau yang terdiri dari daratan dan perairan; daerah pertumbuhan wilayah yang pesat; daerah tujuan migrasi penduduk.
Peningkatan kriminalitas Provinsi Riau sangat terkait dengan pertumbuhan penduduk relatif tinggi dengan latar etnis yang heterogen. Sehingga persaingan hidup yang berat, disisi lain kompetensi dan keterampilan yang dimiliki tidak memadai.
Bentuk
kriminalitas
yang
terjadi
seperti
curamor,
narkotika,
pembunuhan, tabrak lari dan lain lain. 3.
Rekomendasi Kebijakan 3.1. Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) Kepolisian Riau 3.2. Pengembangan Strategi Keamanan dan Ketertiban 3.3. Pemberdayaan Potensi Keamanan 3.4. Peningkatan Pemeliharaan Kamtibmas 3.5. Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana 3.6. Peningkatan pencegahan dan Pemberantasn Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba
32
N. Perekonomian Lainnya 1.
Indikator Indikator utama bidang perekonomian lainnya yang menjadi prioritas nasional adalah: 1.1. pertumbuhan ekonomi. 1.2. inflasi, perkembangan PAD, 1.3. Pertumbuhan Ekspor dan Pertumbuhan Impor.
2.
Analisis Pencapaian Indikator Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau, target tahun 2010 adalah 3,84 % dan target 2011 adalah 5,08 – 5,55 %. Pencapaian pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tahun 2010 adalah 4,17 % untuk Migas dan 7,16 % non migas. Pencapaian target pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau ini sangat dipengaruhi persentase inflasi, perkembangan PAD, perkembangan ekspor, dan Persentase perkembangan impor. Laju pertumbuhan ekonomi Riau tanpa minyak dan gas lebih tinggi jika
dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dengan minyak dan gas. Laju pertumbuhan ekonomi tanpa migas pada tahun 2010 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu dari 6,56 persen menjadi 7,16 persen, dan tetap masih berada di atas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,60 persen. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi dengan migas juga mengalami peningkatan pada periode 2009-2010 yaitu dari 2,97 persen menjadi 4,17 persen, dan laju pertumbuhan ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dengan migas nasional sebesar 6,10 persen. Kekuatan perekonomian Riau tanpa minyak dan gas sebagai sektor dominan adalah sektor pertanian. Kontribusi terbesar dalam sektor pertanian disumbangkan oleh sub sektor perkebunan dan kehutanan. Diprediksi sampai akhir tahun 2011 kontribusi sektor pertanian tersebut akan meningkat. Hal terkait luas areal perkebunan sawit di Provinsi Riau diperkirakan meningkat secara signifikan mengingat tingginya proses persiapan dan pekerjaan alih fungsi lahan ke perkebunan sawit yang belum terdata. Sedangkan dua perusahaan besar dibidang industri pulp and paper melakukan aktivitas produksi di Provinsi Riau. Selain peran sektor pertanian, sektor industri pengolahan semakin penting dalam 33
struktur perekonomian Riau. Perkembangan sektor industri pengolahan di Provinsi Riau sangat berhubungan dengan pertanian, sehingga komoditi ekspor Riau merupakan komoditi olahan pertanian yaitu komoditi dengan nilai ekspor tertinggi adalah crude palm oil, pulp and paper, crumb rubber, kertas dan barang dari kertas, minyak kelapa/kelapa, kayu lapis, dan kayu olahan. Walaupun terjadi penurunan kontribusi sektoral, namun secara absolut kontribusi sektor primer yaitu pertanian dan pertambangan masih mendominasi perekonomian
Riau.
Hal
ini
mengindikasikan
bahwa
ketergantungan
perekonomian Riau dengan minyak dan gas kepada sektor pertambangan dan pertaninan masih sangat kuat. Sektor industri pengolahan merupakan sektor sekunder dengan kontribusi yang cukup berarti dalam perekonomian Riau. Laju inflasi sebagai indikator ekonomi makro di Provinsi Riau dihitung pada tingkat inflasi Kota Pekanbaru. Capaian inflasi Kota Pekanbaru tahun 2010 berkisar 0,20 – 7,0 %. Inflasi 0,20 % terjadi pada bulan Februari dan inflasi 7,0 % terjadi pada bulan Desember. Sementara inflasi sampai bulan April 2011 berkisar 0,58 – 2,07 %, inflasi 0,58 % terjadi pada bulan April dan inflasi 2,07 % terjadi pada Februari. Fluktuasi inflasi di Kota Pekanbaru sebagai indikator inflasi Provinsi Riau Inflasi lebih banyak disebabkan oleh kenaikan harga bahan konsumsi penduduk, sedangkan bila dilihat dari sisi pengeluaran pendapatan regional Riau sebanyak lebih dari 70 persen bersumber dari konsumsi rumah tangga. Dengan demikian peningkatan pendapatan penduduk akan rentan untuk meningkatkan inflasi.
3.
Rekomendasi Kebijakan 3.1. Pemihakan dan pelibatan tenaga kerja local dalam industri 3.2. Penerapan system inti plasma dalam pembangunan pertanian 3.3. Pengembangan dan diversifikasi produk industry perkebunan
34
Tabel 3. Data Rekapitulasi Evaluasi Kinerja Capaian INDIKATOR, TARGET CAPAIAN DAN CAPAIAN RPJMN 2010-2014 PROVINSI RIAU
No
1
Prioritas Nasional Reformas i Birokrasi dan Tata Kelola
Indikator
Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingk an dengan yang dilaporkan Persentase kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap Persentase kabupaten/ kota yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa
Satuan
%
Keterangan indikator
2009 Data
Sumber
2010 Target
Sumber
2011
Capaian
Target
Sumber
Capaian
U
0.71
%
Sumber
0/6
U
100
%
U
1
1
35
Sumber
Pengecuali an (WTP)
2
Pendidik an
Persentase % kab/kota yang telah memiliki eprocuremen t Persentase % kab/kota yang telah memiliki Perda Transparan si Rata-rata Tahun Lama Sekolah
U
Angka Partisipasi Murni (SD/MI) Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)
P
%
1
1
0
0
U
U 8.60
Buku III 8.44 RKP 2010
Buku III 8.60 RKP 2011
95.5 6 %
P 110. 60 36
3
Kesehata n
Angka melek aksara 15 tahun keatas Angka Kematian Bayi
Angka Harapan Hidup
%
per 1000 kelahira n hidup Tahun
P
98,1 1
BPS
37.0 0
SDKI 2007
U
4
Penangg ulangan Kemiskin an
37.00
SDKI 2007
Buku III RKP 20.40 2011
37.00
SDKI 2007
U
72.1 0 Persentase % penduduk ber-KB (contracepti ve prevalence rate) Laju % pertumbuha n penduduk Persentase % penduduk miskin
Buku III RKP 24.47 2010
Proyeksi BPS, 20052025
Proyeksi BPS, 20052025 71.92
Proyeksi BPS, 20052025 72.20
Buku III RKP 72.40 2011
Proyeksi BPS, 20052025 72.40
U
70.9 0
Diskes Pempro v
53.10
diskes
P
U
9.48
Buku III RKP 10.49 2010
BPS 8.65
7,757,41
Buku III RKP 2011
4.04 37
BPS
Tingkat % penganggur an terbuka
U
PDRB Sektor Pertanian
Rp
U
Nilai Tukar Petani
Indeks
P
Produksi Padi (Ton)
Ton
P
Jumlah Penyuluh Pertanian
Orang
P
BPS 8.96
5
Ketahana n Pangan
16.0 57.9 89
Buku III RKP 6.14 2010
BPS 7.21
Infrastruk tur
% panj ang jalan nasi onal dala m kond isi:
Baik
%
U
Sed ang
%
U
Bur uk
%
U
Buku III RKP 2011
Riau dlm Angka
531. 429 BPS
574,864 BPS
730.00 6
5,756,35
568.679
760
Badan Penyulu han
Sumber : Subdit 84.16 Data dan Informas 50.83 i, Direktor at Bina Program 33.33 , Bina 38
BPS
Marga, Dep. PU
7
Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Jumlah Pembangu nan Rumah Sederhana/ Provinsi
Unit
U
Perda RTRW
Unit
U
Persentase kabupaten/ kota yang telah mensahkan Perda RTRW
%
P
Persentase kredit UMKM Nilai Realisasi Investasi PMA
%
U
US$ Juta
U
Nilai Realisasi Investasi PMDN
Rp Milyar
251. BKPMD 60
86.60 BKPM
U 3,38 BKPM 6.00
1,037.10 BKPM
39
8
Energi
Jumlah alokasi kredit perbankan Jumlah tabungan masyarakat Rasio Elektrifikasi
Rp M
P
Rp M
P
%
U
Statistik Ketenag alistrika n dan 56.7 Energi 9 tahun 2009 Ditjen LPE
9
Lingkung an Hidup dan Pengelol aan Bencana
Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis
%
67,2 *
Renstra KESDM dan presenta si tentang Rencan a Kerja Ditjen Ketenag alistrikan KESDM tahun 2015
Renstra KESDM dan presenta si tentang Rencan 70,4 * 51.55 a Kerja Ditjen Ketenag alistrika n KESDM tahun 2015
Renstra KESDM tahun 20102017
Renstra KESDM tahun 20102017
70,4 **
U
40
10
11
Daerah Tertingga l, Terdepan , Terluar, dan Pasca Konflik Kebuday aan, Kreatifita s, Inovasi dan Teknologi
Frekuensi terjadi bencana
Kali/Thn
P
Persentase ruang terbuka hijau (RTH) di Ibukota Provinsi Persentase pembentuk an BPBD di Kab/Kota/P rovinsi Indeks Gini
%
P
%
P
Indeks
U
Jumlah Kabupaten Tertinggal Kemiskinan
Kab
U
%
P
Jumlah paten (HAKI) Jumlah dosen peneliti PTN/PTS
Unit
U 6.00
Orang
9.00
6.00
9.00
P
41
Jumlah perpustaka an Jumlah hasil riset dari lembaga riset
Buah
P
Buah
P
IPM
Indeks
U
Pendapatan per kapita
Rp.Juta/ tahun
U
Penyandang masalah sosial Gizi Buruk
%
P
%
P
Prioritas Lainnya 1
Kesejaht eraan rakyat lainnya
75.0 6
1.80 2
Politik, Hukum, dan Keaman an lainnya
Indeks kriminalitas
Indeks
U
Persentase penyelesaia n kasus kejahatan konvensiona l
%
P
Diskes Riau
1.12 Polri
2.1
Diskes Riau
1.87 Polri
42
3
Perekon omian lainnya
Persentase penyelesaia n kasus kejahatan transnasion al Pertumbuha n ekonomi
%
P
%
U
Inflasi
%
P
Perkemban gan PAD Pertumbuha n Ekspor Pertumbuha n Impor
%
P
%
P
%
P
3.84
Buku III RKP 2010
5,08 5,55
Buku III RKP 2011
Catatan : *)Target nasional tahun 2010- 2011 sesuai Renstra KESDM tahun 2010-2014 **) Merupakan perkiraan capaian
43
Tabel 4. Analisis Provinsi Riau terhadap Target dan Capaian Tahun 2010 Prioritas Pembangunan
Kegiatan/Output
Provinsi Riau Target 2010 Capaian 2010
Analisis
Rekomendasi
Pendidikan Implementasi Jumlah siswa SD/SLB Bantuan sasaran BOS (siswa) Operasional Siswa (BOS)
745016
745016
Sasaran siswa SD/SLB 1. Peningkatan ditargetkan sebanyak 745016 pengawasan siswa dengan total dana BOS penggunaan dana Rp321.870.000.000. Sasaran BOS dengan siswa ditentukan berdasarkan melibatkan pihak pendataan yang dilakukan oleh terkait. Tim sekaligus melakukan 2. Meningkatkan manajemen pendataan siswa baru. dalam Capaian implementasi bantuan pengelolaan dana operasional siswa (BOS) BOS mulai pada Provinsi Riau tahun 2011 tingkat provinsi, mencapai 100%, yakni tersebar kabupaten sampai di 12 kabupaten/kota. Dana kepala kepala BOS ini dipergunakan secara sekolah. umum untuk peningkatan akses pendidikan yang berkualitas dan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun. Permasalahan dalam pelaksanaan program BOS ini adalah ketidaksesuaian pos anggaran dengan juklak; masih terdapat kepala sekolah bekerja tidak sesuai dengan program sekolah, dimana program sekolah disusun berdasarkan pengeluaran yang 44
2.
Jumlah siswa 258188 SMP/SMPLB sasaran BOS (siswa)
258188
dilakukan dan dalam penyusunannya tidak melibatkan dewan guru. Sasaran siswa SMP/SMPLB 1. Diseminasi tahun 2010 ditargetkan penggunaan dana sebanyak 258188 siswa BOS sesuai dengan dengan total dana BOS sebesar juklak Rp. 111.544.833.500. Siswa 2. Tim manajemen SMP/SMPLB di Kota sebanyak provinsi dan 81.026 siswa dengan dana kabupaten lebih BOS sebesar proaktif dalam Rp.35.005.580.000 dan siswa meningkatkan di kabupaten Rp. manajerial kepala 76.539.253.500. Sasaran siswa sekolah terutama pada administrasi keuangan SMP/SMPLB ditentukan berdasarkan usulan pertahun dan pemanfaatan setelah dilakukan pendataan dana BOS. yang dilakukan oleh tim sekaligus melakukan pendataan siswa baru. Oleh karena itu target tahun 2010 capainya sama dengan targetnya. Secara umum dana BOS untuk peningkatan akses pendidikan yang berkualitas dan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun. Adapun yang menjadi kendala dana BOS adalah ada pos anggaran yang tidak sesuai dengan juklak. Masih terdapat kepala sekolah tidak bekerja berdasarkan program sekolah, program 45
Kesehatan Penurunan tingkat Persentase ibu bersalin 86,00 % kematian ibu saat yang ditolong oleh tenaga melahirkan kesehatan terlatih (cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN)
Pemberian 1. Pemberian Imunisasi Imunisasi dasar dasar kepada bayi kepada bayi
98 %
88,53 %
89,74 %
sekolah (RAPBS) disesuaikan berdasarkan pengeluaran yang dilakukan dan penyusunannya tidak melibatkan dewan guru tetapi dilakukan sendiri oleh kepala sekolah. 76539253500 Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar pada masa persalinan. Salah satu penyebabnya adalah pertolongan persalinan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan. Capaian pertolongan ibu bersaliin sejak tahun 2009 telah melampaui target. Namun demikian masih terdapat beberapa kabupaten/kota di Riau masih belum memenuhi target (4 kabupaten/kota). Jumlah ibu yang bersalin oleh tenaga kesehatan di tahun 2010 sebanyak 37.973. Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) merupakan proyeksi terhadap cakupan atas imunisasi secara lengkap terhadap bayi. Pencapaian UCI dapat juga menggambarkan besarnya tingkat kekebalan
1. Penambahan bidan desa di wilayah pedesaan yang terisolir atau di wilayah perairan. 2. Pelatihan pelayanan persalinan pada tenaga persalinan non medis 3. Pemerataan dan jangkauan akses pelayanan pada masyarakat miskin.
1. Meningkatkan peran Posyandu sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan ibu dan anak serta lansia. 2. Dukungan pemerintah 46
2. Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN 1)
96 %
81,18 %
masyarakat atas bayi terhadap daerah terhadap penularan penyakit yang dapat program imunisasi dicegah dengan imunisasi. 3. Pemerataan dan Indikator target UCI tahun 2010 jangkauan akses diukur berdasarkan wilayah pelayanan kesehatan desa/kelurahan. Target UCI tahun 2010 adalah 98 %, namun tingkat capaiannya baru 89,74%. Disisi lain di Riau capaian yang melampaui target hanya ada di 4 (empat) kabupaten/kota. Keempat wilayah tersebut didukung aksebilitas sudah baik. Sementara daerah yang belum melampaui target tersebut disebabkan oleh jangkauan pelayanan kesehatan yang belum merata dan kondisi geografis. 1. Peningkatan pelayanan kesehatan Usia bayi kurang dari satu secara pro-aktif tenaga bulan merupakan golongan kesehatan umur yang memiliki resiko (bidan) gangguan kesehatan paling 2. Desiminasi pelayanan tinggi. Menginggat pertolongan neonatal pada persalinan dengan medis dan pasangan usia subur pelayanan neonatal pada usia 0 3. Pemerataan dan – 7 hari dan pada usia 8 – 28 jangkauan akses hari adalah sangat penting. pelayanan kesehatan Capaian pelayanan neonatal di Riau baru mencapai 81,18%, belum mencapai target. Belum 47
tercapainya target disebabkan oleh masih relatif tingginya pertolongan persalinan dengan tenaga non medis dan pemerataan pelayanan kesehatan yang belum merata. Terdapat beberapa daerah kabupaten yang kunjungan neonatalnya masih dibawah 50 %. Namun demikian ada beberapa kabupaten/kota telah mencapai target lebih dari 96 %. Pertanian Perluasan pertanian
Areal Pengembangan areal pertanian baru sampai Desember 2011(Ha) : 64380,96 a. Padi 26601,27 b. Jagung 8930,88 c. Kedelai
12.774 5.278,03 1.772
Pengembangan areal pertanian 1. Peningkatan baru sampai akhir desember konsistensi antara 2011 terjadi pada tanaman peningkatan luas padi, jagung dan kedelai. tanam komoditi Tercatat sampai akhir pangan dan Desember 2011 sudah hortikultura dengan terealisasi penambahan areal peningkatan usahatanam seluas 19.824,03 hektar usaha pemeliharaan (19,82 persen). Ketiga komoditi agar korelasi positif pertanian tersebut tidak terhadap peningkatan mencapai target, namun luas panen dan meningkat bila dibandingkan produksi. tahun 2010. Belum tercapainya 2. Mengembangkan target penambahan areal potensi wilayah lahan sampai akhir tahun 2011 rawa dan pasang disebabkan tingkat minat petani surut untuk terhadap perkebunan sawit menunjang swasembada pangan. sehingga berdampak terhadap alih fungsi lahan pangan ke 48
Pemberian Subsidi
Jumlah Pupuk bersubsidi (ton)
65490
50698,30
perkebunan juga relatif tinggi, selain itu kondisi iklim yang sukar diprediksi juga menyebabkan petani sulit menambah luas areal tanam komoditi pertanian. Jumlah pupuk bersubsidi yang 1. Pelaksanaan program dialokasikan pemerintah melalui pengendalian pasokan berbagai program di Provinsi dan distribusi pupuk Riau tahun 2010 sebanyak melalui pelaksanaan 50.698,30 ton yang terdiri dari kegiatan pemetaan Urea (27.177,30 ton); ZA kebutuhan pupuk. (33665 ton); SP-36 (5.308 ton); 2. Peningkatan alokasi Phonska (12.678 ton); dan pupuk bersubsidi Organik 1.870 ton). Jumlah melalui sistem pupuk yang bersubsidi tersebut distribusi yang benar masih berada dibawah target berdasarkan hasil yang diinginkan sebanyak pemetaan kebutuhan 65.490 ton, sehingga capaian pupuk. target baru mencapai 77,41%. 3. Pemberdayaan kelompok tani dalam Belum tercapainya sasaran tersebut disebabkan pembuatan pupuk mekanisme penyaluran organik. melalaui dua pendekatan, yakni pendekatan sistem RDKK dan sistem penebusan, disamping itu juga disebabkan rendahnya tingkat kemampuan petani (keuangan) dalam penebusan pupuk bersubsidi berdasarkan kebutuhan/teknologi yang digunakan.
Infrastruktur 49
Peningkatan 1. Ditingkatkan kapasitas jalan dan kapasitasnya/ jembatan pelebaran (Km)
2. Jumlah jalan dibangun
1702,350
yang
1693,99
1457,212
1269,04
Dari 1702,350 km peningkatan 1. Harus adanya jalan jalan yang dilaksanakan hanya alternatif untuk 85,60% jalan yang ditingkatkan/ menunjang pelebaran pendistribusian tersebut telah komoditi perdagangan terpenuhi dengan kondisi baik. dan industri Sedangkan sepanjang 245,138 km dalam kondisi sedang. 2. Melakukan pningkatan/ pembangunan terhadap ruas jalan provinsi dan nasional yang merupakan jalan utama perekonomian seperti lintas timur, lintas tengah dan lintas penghubung. 3. Melakukan peningkatan jalan arteru primer dan strategis di kawasan perkotaan untuk mengurangi kemacetan. Dari target 1693,99 km Diperlukan peran pembangunan jalan di Riau, serta yang aktif dari hanya dapat dilakukan 1269,04 pemerintah untuk km dalam kondisi baik karena merampungkan masih adanya kendala-kendala pembebasan tanah seperti; kondisi lapangan, dan pendekatan yang pembebas tanah yang belum intensif kepada rampung sehingga masyarakat pemilik mempengaruhi pelaksanaan di yang akan lapangan. dibebaskan. 50
3. Jumlah jembatan yang dibangun (m)
1310
1310
Peningkatan kapasitas irigasi
1. Pencetakan/perbaikan saluran irigasi teknis (m)
22.243
22.243
Pembangunan Perumahan rakyat
Jumlah rumah sederhana yang terbangun
4234
4234
Jembatan yang dibangun atau Melakukan diganti sebanyak 58 unit dan pembangunan dan terealisasi seluruhnya dengan peningkatan jembatan kondisi 100 % dapat digunakan yang ada di Riau. Percetakan/perbaikan saluran a. Tersedianya irigasi dapat tercapai 100% infrastruktur sesuai dengan target. sumberdaya air yang handal, bermanfaat dan berkelanjutan. b. Merencanakan peningkatan dan pengembangan jaringan irigasi di Riau perlu diperhatikan lagi c. Terlaksananya rehabilitasi/pemelihara an jaringan irigasi d. Terlaksananya program operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Pada tahun 2010 capaian Pembangunan sederhana sesuai target dan perumahan masih telah habis terjual diperlukan karena sesuai dengan data dari PU cipta karya kebutuhan perumahan di Provinsi Riau sebanyak 1.106.926 unit.
51
BAB III RELEVANSI ISU STRATEGIS, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN Tabel 5. Isu strategis RPJMN 2010-2014 1. Optimalisasi pengembangan sektor dan komoditas unggulan wilayah.
RKPD 2010 pembukaan perkebunan Sawit, dan produksinya berupa TBS,CPO, dan pengangkutan bahan untuk industri pulp and paper
Komoditas unggulan wilayah Sumatera yang berperan strategis secara wilayah ataupun nasional di antaranya kelapa sawit, karet, pulp, tanaman pangan dan hortikultura. Namun, nilai tambah komoditas tersebut masih relatif kecil bagi wilayah penghasilnya karena belum berkembangnya mata rantai industri pengolahan. Bentang alam wilayah Sumatera juga memiliki keindahan alam yang sangat potensial dikembangkan sebagai tujuan wisata nasional. Jika mengingat lokasi geografisnya yang sangat strategis, pengembangan sektor dan komoditas tersebut berpotensi menjadi penggerak utama pertumbuhan wilayah bahkan nasional dalam kerangka perekonomian regional ASEAN yang semakin terintegrasi 2. Keterbatasan sumber daya energi listrik dalam Pengembangan mendukung pengembangan ekonomi lokal. Infra struktur listrik dan air Kapasitas jaringan pembangkit listrik di wilayah Sumatera bersih terutama sudah sangat mendesak untuk ditingkatkan. Untuk di daerah di luar memenuhi kebutuhan saat ini saja, seringkali terjadi perkotaan. pemadaman bergilir pada saat beban puncak. Arah pengembangan wilayah Sumatera sebagai pusat pengembangan industri pengolahan berbasis sumber daya alam mutlak membutuhkan pasokan energi listrik yang
RKPD 2011 Pengembangan produk industry hilir sawit
Analisis Relevansi Kegiatan yang dilakukan relevan dengan isu strategis dengan mengembangkan komoditas unggulan wilayah yaitu sawit
Pengembangan pembangkit listrik
Relevan dengan isu nasional dengan adanya upaya pembangunan pembangkit baru
Rekomendasi Perlu didukung industri hilir untuk menunjang pengembangan sektor dan komoditas unggulan wilayah.
Pemanfaatan sumberdaya alam batu bara tersedia dan mikrohidro di Riau untuk kepentingan masyarakat
52
andal dengan sistem jaringan yang terintegrasi untuk satu wilayah. 3. Integrasi jarigan transportasi intermoda wilayah Pembangunan Infrastuktur di Keragaman potensi sumber daya yang dimiliki provinsi- Provinsi Riau provinsi di wilayah Sumatera berpotensi untuk secara umum meningkatkan perdagangan domestik dan menghasilkan memiliki sasaran sinergi pengembangan industri unggulan wilayah. Untuk utama yaitu itu, dukungan jaringan transportasi wilayah menjadi sangat pembangunan strategis. Kondisi saat ini menunjukkan belum optimalnya infrastruktur kapasitas jaringan jalan lintas sumatera serta belum yang berorientasi berkembangnya integrasi jaringan transportasi jalan, kereta kepada kepentingan api, angkutan sungai, laut dan udara publik dan pembangunan infrastuktur yang berorientasi untuk mendukung investasi dan pengembangan wilayah. Pembangunan infrastuktur yang mendukung pengentasan kemiskinan dengan ketersediaan infrastuktur dasar yang langsung kepada masyarakat yang
pembangunan infrastruktur yang berorientasi kepada kepentingan publik dan pembangunan infrastuktur yang berorientasi untuk mendukung investasi dan pengembangan wilayah.
Secara umum relevansi isu strategis RPJMN dan RKPD Provinsi sudah relevan untuk meningkatkan jaringan transportasi yang terintegrasi dalam rangka mendukung pengembangan industri unggulan wilayah. Peningkatan dibidang jaringan integrasi transportasi diharapkan meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Isu strategis untuk pembangunan transportasi perlu dipertajam dengan isu kondisi tanah lunak disebagian besar wilayah provinsi Riau. Kondisi wilayah seperti ini memerlukan dana dan pemanfaatan teknologi konstruksi sistem transportasi yang modern apalagi jika ditinjau bahwa tiga sektor pendukung perekonomian Riau adalah industri pengolahan seperti industri 53
berada pada kantong-kantong kemiskinan, seperti penyediaan infrastuktur pedesaan, rumah sederhana layak huni, prasarana air minum pedesaan dan penyediaan jaringan telekomunikasi di pedesaan.
4.
Kualitas sumber daya manusia dan kemiskinan
Peningkatan Kualitas Sumber Sebagai wilayah dengan peranan terpenting kedua bagi Daya Manusia. perekonomian nasional setelah Jawa dan Bali, serta Keberhasilan mempertimbangkan arah pengembangan ke depan serta percepatan
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Melalui pendidikan dan
Relevan dengan isu nasional dengan menitikberatkan pada
pengolahan kayu, pertambangan dan pertanian yang didominasi perkebunan kelapa sawit dan karet. Ketiga sektor perekonomian ini memberikan beban yang sangat besar pada infrastruktur transportasi di Provinsi Riau akibat mobilisasi kendaraan angkutan peralatan, bahan baku dan hasil olahan yang bertonase tinggi. Perlu pemetaan SDM dan disiapkan lapangan kerja bagi SDM yang 54
sebagai pusat industri pengolahan di luar Jawa, dukungan kualitas sumber daya manusia yang unggul menjadi sangat strategis. Seiring dengan transformasi struktural perekonomian wilayah, kualitas angkatan kerja yang dituntut tidak lagi sekadar bersaing di tingkat nasional, tetapi di tingkat regional ASEAN bahkan global. Di sisi lain, upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia menghadapi tantangan berat, terkait masih tingginya tingkat kemiskinan di beberapa provinsi: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung. Dengan demikian, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan akses pendidikan dan pelayanan kesehatan bagi rumah tangga miskin merupakan isu strategis yang saling melengkapi. 5. Kualitas birokrasi dan tata kelola Kualitas birokrasi dan tata kelola yang baik berpotensi meningkatkan daya tarik dan daya saing daerah. Melalui penyederhanaan perijinan dan kejelasan regulasi, investasi di daerah akan berpeluang meningkat. Meningkatnya aktivitas ekonomi akan menyerap tenaga kerja yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan juga dimungkinkan melalui menurunnya biaya yang harus dikeluarkan rumah tangga miskin dalam mengakses pelayanan publik.
6.
Pengembangan kawasan perbatasan, pulau-pulau terdepan dan terpencil.
pembangunan daerah harus didukung oleh tersedianya sumber daya alam dan juga sangat ditentukan oleh tersedianya sumber daya manusia yang handal.
pelatihan
peningkatan kualitas SDM dalam bentuk penyediaan dana beasiswa S2 dan S3 oleh pemerintah
sudah selesai melaksanakan pendidikan
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Keberhasilan serta percepatan pembangunan daerah harus didukung oleh tersedianya sumber daya alam dan juga sangat ditentukan oleh tersedianya sumber daya manusia yang handal.
Pengembangan sistem eProquerment disetiap SKPD
Relevan dengan adanya program pelayanan satu atap dan satu pintu
Optimalisasi peningkatan dana pendidikan pasca sarjana
pembangunan
Pembangunan
Relevan dengan dijadikannya isu
Promosi investasi pulau55
Letak geografis wilayah Sumatera yang berada di jalur pelayaran internasional sangat berpotensi menjadi lokasi kegiatan-kegiatan ilegal lintas negara, berupa penyelundupan barang dan manusia, pencurian ikan dan gangguan keamanan lain. Hal ini diperparah dengan masih belum tuntasnya perjanjian perbatasan antarnegara yang berpotensi konflik klaim atas pulau-pulau terdepan. Tantangan utama dalam menjaga keutuhan kedaulatan negara adalah kesenjangan tingkat kesejahteraan dengan wilayah negara tetangga.
7. Kerawanan bencana dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
infrastruktur pulau-pulau kecil yang berorientasi kepada kepentingan publik dan pembangunan infrastuktur yang berorientasi untuk mendukung investasi dan pengembangan wilayah. Pembangunan infrastuktur yang mendukung pengentasan kemiskinan, seperti penyediaan infrastuktur pedesaan, rumah sederhana layak huni, prasarana air minum pedesaan dan penyediaan jaringan telekomunikasi di pedesaan. Degradasi Kebakaran hutan Lingkungan dan bencana
pencaplokan pulau-pulau kecil terluar oleh Negara tetangga
pulau kecil
Relevan dengan RPJM
Tindak lanjut dari peraturan 56
Secara geologis, wilayah Sumatera berada pada pertemuan lempeng bumi dan lintasan gunung api aktif (ring of fire). Dinamika lempeng bumi dalam mencari keseimbangan berakibat pada tingginya frekuensi gempa bumi khususnya di sepanjang pesisir barat wilayah Sumatera. Potensi gempa bumi juga diikuti potensi terjadinya bencana tsunami. Kejadian bencana di Provinsi NAD pada akhir tahun 2004 dan di Padang pada tahun 2009 memberi dampak kerusakan yang luas bagi perekonomian wilayah. Di sisi lain, bencana alam juga dapat diakibatkan oleh aktivitas pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan yang melebihi daya dukung lingkungan .
Hidup akibat pembukaan hutan dan rawa gambut untuk perkebunan.
asap
system pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan
Tabel 6. Sasaran RPJMN 2010-2014 meningkatnya standar hidup masyarakat Sumatera yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, pengangguran, angka kematian bayi, angka harapan hidup, pengangguran serta pendapatan per kapita;
meningkatnya produksi dan produktivitas sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan di wilayah Sumatera;
RKPD 2011 Meningkatnya Meningkatnya IPM, IPM, pendapatan pendapatan perkapita dan perkapita dan berkurangnya berkurangnya angka angka kematian bayi kematian bayi Meningkatnya Meningkatnya Produksi Produksi perkebunan perkebunan dan dan perikanan perikanan RKPD 2010
Analisis Relevansi Relevan dengan ditetapkannya sasaran IPM sebagai sasaran utama RKPD Relevan dengan adanya sasaran peningkatan produksi sector unggulan Riau
Rekomendasi Perlu upaya pemerataan pendapatan dan peningkatan mutu layanan kesehatan
Sektor perkebunan terutama sawit, karet, sagu serta sector perikanan budi daya ikan local (patin, baung, selais)
57
berkembangnya jaringan dan meningkatnya transportasi di wilayah Sumatera;
berkembangnya Sumatera bagian tengah dan Sumatera bagian utara sebagai pusat perkebunan dan agribisnis;
Meningkatnya Infrastruktur jalan darat dan udara Meningkatnya diversifikasi Produksi hilir perkebunan dan agribisnis.
Meningkatnya Infrastruktur jalan darat dan udara Meningkatnya diversifikasi Produksi hilir perkebunan dan agribisnis.
Relevan dengan RPJM
Peningkatan kuantitas dan kualitas jalan darat
Relevan dengan RPJM karena sasaran pembangunan pertanian dan perkebunan dengan system agribisnis
Optimalisasi system agribisnis yang melibatkan masyarakat
Tabel 7. Arah Kebijakan dan Strategi RPJMN 2010-2014 1. Pengembangan Sumatera sebagai sentra produksi pertanian dan perkebunan dilaksanakan dengan strategi meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan perkebunan, khususnya tanaman pangan, hortikulutura, sawit, dan karet;
RKPD 2010 Meningkatkan pembangunan perekonomian berbasis potensi sumberdaya daerah dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui Koperasi dan UKM sebagai Kelanjutan Pengentasan kemiskinan.
RKPD 2011 Meningkatkan produksi tanaman perkebunan sawit dan karet
Analisis Relevansi Kebijakan pemerintah Riau relevan dengan mengembangkan komoditas sawit dan karet sebagai komoditas unggulan
Rekomendasi Sistem agribisnis berbasis kesejahteraan dan kelestarian dijadikan sebagai arah kebijakan
58
2. Pengembangan sentra produksi perikanan dan hasil Peningkatan laut dilakukan dengan strategi meningkatkan produksi perikanan produktivitas usaha perikanan dan rumput laut; melalui budi daya
Kebijakan ini relevan apalagi kalau ditinjau dari stagnannya produksi ikan dari hasil penangkapan Mengembangkan Kebijakan ini dumai sebagai relevan dengan pusat industry posisi dan pengolahan kekuatan yang dimiliki
Sistem minapolitan air tawar di kabupaten Kampar dan system minapolitan ikan air laut di Meranti
4. Pengembangan Sumatera sebagai sentra industri Pengkajian migas dan lumbung energi nasional dilakukan mengenai produksi dengan strategi: pertambangan, energi, air bawah a. mengoptimalkan produksi minyak, gas, dan tanah, dan batubara; migas. b. mengembangkan sumber energi alternatif.
Optimalisasi produk migas dan mengembangkan sumber energy alternatif
Perlu pekajian sumber migas baru, energy alternative seperti mikrohidro dan batubara
5. Pengembangan industri pariwisata alam dan budaya dilakukan dengan strategi mengembangkan pusatpusat tujuan wisata dalam suatu jalur wisata terpadu;
Menjadikan budaya melayu sebagai ikon pariwisata
Relevan dengan RPJM mengingat Riau sebagai penghasil minyak dan gas, namun diperlukan juga antisipasi pengembangan industry baru Relevan dengan RPJM dengan mengembangkan wisata berbasis budaya
Strategi sudah relevan dengan RPJM
Mendesak peningkatan kapasitas listrik seiring laju industry dan 59
3. Pengembangan gugus (cluster) industri unggulan dilakukan dengan strategi mengembangkan PKN Medan, Batam, Pekanbaru, dan Palembang sebagai pusat industri pengolahan yang melayani kawasan sentra produksi;
6. Pengembangan sistem jaringan listrik terintegrasi dengan strategi:
Menjadikan pekanbaru sebagai kota niaga
Mengembangkan daerah tujuan wisata yang memiliki ciri khas budaya melayu sebagai bagian kebudayaan nasional a. Pemerataan pasokan, cakupan dan
Pengembangan system minapolitan di Riau
a. Peningkatan kapasitas pembangkit
Perlu perencanaan dan road map pengembangan
Program sadar wisata dan infrastruktur pariwisata lebih difokuskan
a. meningkatkan kapasitas pembangkit listrik; b. mengembangkan integrasi sistem jaringan listrik; c. diversifikasi sumber energi pembangkit listrik.
7. Penguatan keterkaitan domestik wilayah Sumatera dilakukan dengan strategi: a.
meningkatkan integrasi jaringan transportasi darat lintas Sumatera: Lintas Barat-Lintas Tengah-Lintas Timur; b. meningkatkan kapasitas pelabuhan laut; c. meningkatkan kapasitas pelabuhan udara; d. mengembangkan sistem jaringan transportasi sungai. 8. Pengembangan Sumatera sebagai pool angkatan kerja berkualitas dan berdaya saing regional ASEAN dilakukan dengan strategi: a. meningkatkan akses pendidikan dasar, menengah, dan tinggi; b. memperluas jangkauan pelayanan kesehatan
kwalitas layanan infrasrtuktur energi dan kelistrikan. b. Pembinaan dan pengembanga n bidang ketenagalistrik an dan energi. c. Peningkatan daya mampu Pembangkit listrik Riau (MW)
b. Peningkatan system integrasi jaringan c. pengembang an energy alternatif
Memperkuat Keseimbangan Pembangunan antar Wilayah sebagai Kelanjutan Infrastruktur.
Peningkatan integrasi transportasi darat
Mewujudkan SDM berkualitas sebagai Kelanjutan Pengentasan Kobodohan
Program Kemiskinan, kebodohan dan infrastruktur (K2I)
pertambahan penduduk
Relevan dengan RPJM
Jalan tol dumai pekanbaru segera direalisasikan
Relevan dengan RPJM karena roh RKPD adalah K2I
Road map K2I lebih focus dan diikuti oleh SKPD
Pengembangan kapasitas pelabuhan laut dan udara
60
khususnya kepada rumah tangga miskin; c. meningkatkan akses pelatihan keterampilan kerja. 9. Peningkatan program penanggulangan kemiskinan dengan strategi meningkatkan efektivitas
10. Reformasi birokrasi dan tata kelola dilakukan dengan strategi: a. meningkatkan kualitas legislasi; b. meningkatkan penegakan hukum, HAM, dan pemberantasan korupsi; c. meningkatkan kualitas pelayanan publik yang terukur dan akuntabel.
11. Pengembangan kawasan perbatasan sebagai beranda depan wilayah nasional dilakukan dengan strategi: a. meningkatkan stabilitas kemanan dan ketertiban kawasan perbatasan;
Meningkatkan Pembangunan Perekonomian berbasis Sumberdaya Daerah dan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan melalui Perkuatan Koperasi dan UKM sebagai Kelanjutan Peningkatan kualitas legislasi
Pengembangan BUMD dan BUMDes
Relevan dengan RPJM untuk menanggulangi kemiskinan secara efektif
Program pendampingan desa oleh sarjana lebih dikembangkan
Peningkatan kualitas legislasi
Peningkatan kualitas penegakan hukum
Peningkatan kualitas penegakan hukum
Penyusunan dan implementasi SOP layanan public yang efektif dan efisien
Peningkatan pelayanan publik Kajian potensi pulau-pulau kecil
Peningkatan pelayanan publik Pengembangan tata ruang pulaupulau kecil
Relevan dengan RPJM karena banyaknya kegiatan penyusunan perda berkaitan dengan penegakan hukum dan layanan publik Relevan dengan RPJM dengan adanya beberapa kegiatan penelitian dan
Perlu pembangunan fisik di pulau terluar sebagai bukti kepemilikan terhadap pulau tersebut
61
b.
mengembangkan kegiatan ekonomi lokal kawasan perbatasan.
12. Pembangunan wilayah Sumatera yang sesuai dengan daya dukung lingkungan dilakukan dengan strategi: a. meningkatkan mitigasi bencana alam; b. meningkatkan pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup.
Penanggulangan kebakaran hutan dan system pembukaan lahan perkebunan
Pengembangan Giam Siak Kecil sebagai cagar Biosfer Dunia
pembangunan pulau-pulau kecil dan terluar Relevan dalam peningkatan mitigasi dan pengelolaan SDA
Konservasi berbasis wisata efektif diterapkan
62
BAB IV. EVALUASI TEMATIK
Evaluasi Tematik meliputi : 1. Identifikasi dokumen hasil evaluasi yg telah dilaksanakan;2.
Penyusunan
Laporan
Hasil
Identifikasi
Dokumen;
3.
Rekomendasi kebijakan sesuai dengan isi dokumen hasil evaluasi yg telah dilaksanakan oleh PT sebelumnya. Hasil evaluasi isu terpenting yang bersifat strategis di daerah yang merupakan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi atau bekerjasama dengan pihak lainnya.
Mengakomodasi
usulan kebijakan yang akan disampaikan ke pemerintah dari hasil kajian/evaluasi yang telah dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi. Menjadi masukan untuk perencanaan periode berikutnya. Berdasarkan identifikasi dokumen diperoleh hasil kajian yang dilakukan tahun 2011 sebanyak 32 kegiatan dengan jumlah dana yang disalurkan kuran lebih 9,9 milyar. Lebih lengkapnya disajikan pada Tabel berikut. Berdasarkan table tersebut menunjukkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menggunakan hasil kajian dan penelitian oleh perguruan tinggi ataupun lembaga lain dalam pengambilan keputusan. Namun tidak banyak hasil kajian yang ditindak lanjuti, dan yang perlu diperbaiki adalah konsistensi pemerintah yang kurang dalam menaati RENSTRA dalam implementasi pembangunan. Hasil Penelitian Terpenting antara Perguruan Tinggi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis adalah penelitian seperti disajikan ringkasannya seperti berikut:
63
RENCANA AKSI PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BENGKALIS , RIAU Oleh 1)
Pareng Rengi , Usman Muhammad Tang2) dan Dedi Erianto3) (Lembaga Penelitian Universitas Riau) Jl. Subrantas Km 12,5 Pekanbaru. Telp. 0761-567093 ABSTRAK Jenis bencana yang menimpa Kabupaten Bengkalis adalah: 1) abasi, 2) intrusi air laut, 3) erosi, 4) tanah turun, 5) kebakaran hutan dan pemukiman serta, 6) gelombang
besar (Rob). Untuk menanggulangi bencana tersebut diteliti
faktor-faktor penyebab dan rencana aksi yang harus ditempuh. Hasil penelitian menunjukkan Potensi abrasi paling tinggi di Merbau, laju abrasi tertinggi di Tanjung Medang. Gelombang pasang potensial menyebabkan banjir yang berdampak pada pemukiman dan perkebunan. Daerah rawan kebakaran terjadi di P.Padang dan P.Rangsang. Sejumlah rencana aksi bagi mitigasi dan upaya pengurangan bencana telah direkomendasikan dalam penelitian ini. Kata kunci: Bencana, Bengkalis, rencana aksi.
64
PENDAHULUAN Latar Belakang Bencana yang terjadi di Kabupaten Bengkalis adalah (1) Bencana abrasi yaitu hilangnya dan berpindahnya massa tanah di pantai akibat tergerusnya garis pantai oleh gelombang yang menerjang pantai.
Abrasi dapat terjadi karena
adanya energi kinetik gelombang ke pantai tanpa adanya penghalang yang dapat memecah energi kinetik dari gelombang tersebut. Selain itu, faktor penyebabnya adalah tidak adanya tanaman dan tanggul yang dapat mencegah terjadinya abrasi pantai. (2) Intrusi air laut adalah masuknya air laut ke daratan akibat dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : (a) masuknya air laut ke dalam areal pesisir, (b) air laut yang masuk ke akuifer. Mekanisme masuknya air asin ke daratan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu berkurangnya atau berbaliknya gradien air tanah, ketika air asin masuk menggantikan air tawar, rusaknya batas antara air asin dan air tawar dan pembuangan aliran bawah tanah akibat air asin. Kemudian menurut Andrari et al (1986), intrusi adalah masuknya air laut ke arah daratan akibat pemompaan air tanah yang berlebihan di daerah pantai sehingga mengganggu keseimbangan aliran air tanah tersebut. Pengambilan air tanah di daerah pantai secara berlebihan dan tidak terkendali akan mengakibatkan penurunan muka air tanah, interusi air laut ke daratan yang berarti air tanah menjadi tercemar (asin). Bahkan jika hal ini berlangsung dalam jangka panjang akan mengakibatkan terjadinya penurunan muka air tanah (Land Subsidence). (3) Bencana erosi adalah hilangnya dan berpindahnya massa tanah akibat tergerusnya tanah oleh aliran air yang berasal dari aliran sungai dan curah hujan. Sedangkan longsor adalah berpindahnya massa tanah yang sangat besar akibat aliran air, adanya lapisan meluncurnya tanah karena kemiringan lokasi yang besar,dan tidak adanya vegetasi penahan.
(4) Land subsidence
(tanah turun): hal ini disebabkan adanya variasi geologi lingkungan yang khas di pantai.
Untuk itu terjadinya peristiwa tanah turun akan berpotensi terjadi di
Kabupaten Bengkalis
(5) Kebakaran hutan merupakan suatu kondisi dimana
massa api yang sangat besar menyebabkan ekosistem hutan terbakar. Massa api di hutan terbakar dapat dilihat dari titik-titik api.
Kebakaran hutan dapat
disebabkan oleh kegiatan pembukaan lahan hutan akibat perladangan, pembukaan kebun dengan membakar, pembukaan hutan tanaman industri dengan membakar, faktor alam karena musim kemarau, dan kebakaran areal 65
gambut. (6) Kebakaran kota yang terjadi di Kabupaten Bengkalis terjadi di beberapa tempat yang padat penduduknya seperti daerah Kecamatan Mandau, Kota Bengkalis, dan daerah Selat Panjang memiliki potensi untuk terjadinya kebakaran kota. (7) Ancaman gelombang besar (ROB), ancaman ini terjadi khususnya di daerah pesisir pantai yang dapat menyebabkan kerusakan tempat tinggal, banjir, kapal dan perahau nelayan. Berdasarkan uraian tersebut dilakukan penelitian yang mengkaji potensi bencana dan rencana aksi jika bencana datang di Kabupaten Bengkalis. TUJUAN Tujuan penyusunan kawasan rawan bencana di Kabupaten Bengkalis adalah 1.
Melakukan identifikasi dan analisis penyebab dari bencana alam
2.
Mengkaji dan menyusun atau memetakan daerah – daerah atau titik – titik di Kabupaten Bengkalis yang rawan terjadi bencana, baik bencana gelombang besar, kebakaran lahan/hutan, abrasi maupun bencana lainnya.
3.
Menyusun rencana aksi pengurangan resiko bencana alam di Kabupaten Bengkalis berdasarkan skala prioritas secara bertahap, yang diselaraskan dengan RPJM Kabupaten Bengkalis.
4.
Penyusunan rencana penanggulangan tanggap darurat akibat bencana alam
5.
Penyusunan rencana aksi pemulihan, rehabilitasi dan rekontruksi METODOLOGI Dalam kegiatan penyusunan kawasan rawan bencana di Kabupaten
Bengkalis dilakukan beberapa tahapan yaitu (1) identifikasi dan analisis peyebab terjadinya bencana alam (2) mengkaji dan menyusun atau memetakan daerah – daerah atau titik – titik di Kabupaten Bengkalis yang rawan terjadi bencana, baik bencana gelombang besar, kebakaran lahan/hutan, abrasi maupun bencana lainnya (3) menyusun rencana aksi pengurangan resiko bencana alam (4) penyusunan rencana aksi penanggulangan tanggap darurat bencana alam dan (5) Rencana aksi pemulihan, rehabilitasi dan rekontruksi. Ruang lingkup studi dari kegiatan penyusunan kawasan rawan bencana di Kabupaten Bengkalis dibangun berdasarkan beberapa aspek yaitu : 1) Aspek 66
fisik; 2) Aspek Ekologi; 3) Aspek sosial; 4) Aspek Bencana alam; 5) Aspek pemetaan; 6) Aspek Mitigasi dan Pengurangan Resiko Bencana (PRB). Lokasi kajian Penyusunan Kawasan Rawan Bencana adalah di Kabupaten Bengkalis, yang meliputi 13 Kecamatan. Data yang dikumpulkan dalam rangka penyusunan master plan kawasan rawan bencana di Kabupaten Bengkalis adalah •
Data penyebab bencana berupa data kerusakan ekosistem hutan, kerusakan ekosistem mangrove dan ekosistem lainnya, penebangan, pertambangan,
konversi
areal
menjadi
peruntukan
lain,
sampah,
pemukiman dan pertumbuhan penduduk. •
Data potensi bencana berupa potensi dan prediksi terjadinya bencana potensi gelombang besar, tanah turun, erosi, intrusi dan abrasi
•
Data dampak bencana berupa data penurunan keankeragaman hayati, berkurangnya garis pantai, sedimentasi, rusaknya ekosistem mangrove dan ekosistem
lainnya,
berkurangnya
tingkat
pendapatan
masyarakat,
kematian, penyakit dan hilangnya lapangan pekerjaan. •
Data-data areal kritis dan areal yang akan direkontruksi dan direhabilitasi.
•
Data kebijakan pengurangan resiko bencana, mitigasi bencana dan tanggap darurat bencana
•
Data rencana rehabilitasi dan rekontruksi wilayah, arah dan kebijakan pengelolaan, penentuan jalur lindung. Analisis Data: 1) Analisis Lahan Kritis, 2) Analisis Potensi Rawan
Bencana,3) Peta Areal Rawan Bencana Rencana Aksi Pengurangan Resiko Bencana dan Tanggap Darurat: 1) Penyelenggaraan
Penanggulangan
Bencana,
2)
Perencanaan
dalam
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, 3) Rencana penanggulangan Bencana, 4) Rencana Pengurangan Resiko Bencana, 5) Rehabilitasi dan Rekontruksi HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Abrasi Ada dua faktor yang sangat erat kaitannya dengan abrasi, yaitu faktor alam dan manusia. Faktor alam : Iklim, ombak dan arus laut selat Malaka, aliran 67
air sungai, litologi endapan tua dan endapan tua yang tidak terkonsoilidasi, rapuh dan lunak, dll. Faktor manusia: Penggunaan dan cara pengolahan lahan dengan membabat hutan mangrove. Gelombang Selat Malaka yang menghempas pantai dapat merusak pantai itu, dan sedikit demi sedikit mundur. Pantai demikian dinamakan pantai yang mengalami pemunduran atau abrasi. Pada pengikisan pantai terjadi mulamula terdapat bagian yang melekuk pada muka laut, kemudian lama kelamaan pantai itu runtuh dan mundur sedikit demi sedikit. Selain oleh angin gelombang dapat pula ditimbulkan oleh gempa bumi yang berjadi di dasar laut. Seringkali di Selat Malaka gelombang itu mempunyai ukuran yang besar dan dapat menyerang pantai serta menimbulkan banjir dan bencana di daerah pantai. Gelombang semacam ini dinamakan tsunami. Kondisi ini kecil kemungkinan dapat terjadi di Selat Malaka yang berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis Muara Sungai Siak umumnya menumpahkan bahan-bahan yang dibawa sungai ke laut Selat Malaka. Oleh karena itu perubahan kecepatan air sungai yang terjadi di muara maka bahan-bahan yang terangkut ini segera mengendap, dan membentuk pantai yang tumbuh atau mengalami akresi. Kondisi ini secara makro telah terjadi jutaan tahun berumur kuarter terhadap kejadian genesa pulau-pulau di Kabupaten Bengkalis. Potensi Abrasi di Kabupaten Bengkalis terdiri dari analisis citra satelit landsat 2007 dan SPOT 2008 dan peta rupa bumi tahun 1989. Dari hasil overlay ketiga peta tersebut didapatkan data bahwa telah terjadi abrasi seluas 2.238 ha. Dan Abrasi yang terluas terdapat di Kecamatan Rangsang Barat sekitar 750 ha, dan Kecamatan Rangsang seluas 699 ha.
Potensi abrasi di Kabupaten
Bengkalis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 8. Potensi Abrasi di Kabupaten Bengkalis Kecamatan Pinggir Bukit Batu Mandau Rupat Siak Kecil Rupat Utara Bengkalis Bantan Tebing Tinggi Merbau
Luas (Ha) 209 803 49 1011 405 488 1251 68
Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Barat Jumlah Total Sumber: Data Primer analisis citra 2008
374 492 5082
Dampak Abrasi adalah terjadinya pengurangan panjang garis pantai (Tabel 2). Tabel 9. Laju dan Besarnya Abrasi di Beberapa Lokasi di Bengkalis
1
Tanjung Bakau
Luas Abrasi pantai Laju Abrasi per (Ha) tahun 19 1,5 – 2,5
2
Tanjung Medang
25
6,3 – 13,5
3
Sei Gayung Kiri
17
5,6 – 10,5
4
Tanjung Kedabu
10
5,0 – 4,5
5
Bungur
6
1,4 – 4,5
6
P.Topang
20
4,2 – 7,2
No
Lokasi
Sumber : Analisis Geologi 2007 2. Gelombang Pasang Pada beberapa wilayah Kabupaten Bengkalis terdapat fenomena yang disebut dengan istilah Rob, yaitu meluapnya air laut ketika air laut pasang yang diperkirakan mempunyai keterkaitan dengan fenomena penjalaran gelombang Kelvin Samudera Hindia, Selat Malaka. ketika energinya bersinergi dengan pasang purnama yang menaikkan muka laut rata-rata dibanding waktu biasanya. Pada dekade terakhir ini semakin hari makin tinggi, bahkan limpasan air rob ini telah memasuki areal pemukiman dan jalan, dengan ketinggian air
bisa
mencapai 1 meter. Luapan rob selain membanjiri perumahan, fasilitas sosial dan jalan-jalan yang tidak jauh dari pantai, rob juga menggenangi areal tambak milik warga, akibatnya ikan dan udang yang dipelihara warga ikut hanyut keluar dari tambak. Rob juga telah merusakkan bangunan-bangunan di dekat pantai Sejauh ini, kajian tentang fenomena rob telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Di Kabupaten Bengkalis fenomena Rob sering terjadi pada bulan November – Desember, karena adanya pengaruh angin utara dari Selat Malaka. Fenomena rob, sebenarnya tidak bisa dipahami secara sendiri-sendiri. Banyak faktor dan kejadian yang menyertai penyebab adanya fenomena rob. Faktorfaktor tersebut saling mempengaruhi dan kait-mengkait dalam mendekatkan permasalahan tersebut. Suatu hal yang belum pernah dikaji adalah penjelasan 69
fenomena rob dalam kajian oseanografi. Dalam kacamata oseanografi, fenomena naiknya muka laut bukanlah hal yang serta merta sukar dipahami. Selain faktor meteorologis, pengaruh karakter dari kedua samudera yang melingkupinya yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik juga turut andil mempengaruhi karakter perairan di Indonesia Potensi banjir di Kabupaten Bengkalis banyak terjadi di daerah pemukiman. Kondisi ini berarti dampak dari bencana banjir ini langsung mengenai kawasan pemukiman dan langsung mengancam kehidupan masyarakat. Untuk itu perlu adanya upaya untuk mengurangi resiko bencana alam, adanya rencana kegiatan tanggap darurat dan adanya upaya untuk mitigasi bencana jika bencana telah terjadi. Potensi dampak gelombang pasang dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 10. Potensi daerah yang terkena Dampak Banjir Eksisting Pada Lokasi Banjir Kampung,Kebun,Rawa Kantor Dispenda Masjid Pemukiman,Rawa,Perkebunan Perkampungan Pemukiman Pemukiman,Perkebunan Pemukiman,Karet Pemukiman,Kebun Kelapa Pemukiman,Mangrove Pemukiman,Rawa Pemukiman,Pantai Pemukiman,Semak Perumahan.Rawa Tambak Udang,Pelabuhan Dll Sumber : Data Survey 2008 dan peta Banjir 2007
Jumlah Titik Banjir 1 1 1 2 1 24 13 1 1 1 7 1 2 5 1 26
3. Kebakaran Hutan dan Kota Kebakaran hutan di Propinsi Riau semakin meluas. Areal kebakaran bahkan sudah menjalar hingga ke perkebunan dan kawasan permukiman. Kebakaran hutan di propinsi ini antara lain terjadi di Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hulu dan Kotamadya Dumai. Dari pantauan udara terlihat, kebakaran hutan ini diperkirakan terus meluas karena titik api berada di lahan gambut dan hutan bekas praktik illegal logging.
70
Berdasarkan hasil analisis, daerah rawan kebakaran di Kabupaten Bengkalis dapat diidentifikasi sebagai berikut (Dinas Kehutanan Kabupaten Bengkalis, 2007): -
Rawan kebakaran tinggi : Sebagaian besar P. Padang dan P. Rangsang, sebagian kecil di P. Bengkalis, P. Rangsang, P. Rupat, Kec. Bukit batu, Siak kecil, Kec. Mandau dan Kec. Pinggir.
-
Rawan kebakaran sedang : Sebagian besar Kec. Bukit Batu, Kec. Rangsang, sebgian P. Rupat, P. Tebing Tinggi, P. Bengkalis, Kec. Mandau, Kec. Pinggir.
-
Rawan kebakaran Rendah : Sebagian besar Kec. Mandau, Kec. Pinggir, Kec. Rupat Utara, sebagian kecil Kec. Bukit Batu, Kec. Rupat, P. Bengkalis, P. Padang, P. rangsang dan P. Tebing Tinggi.
Potensi Kebakaran Hutan di Kabupaten Bengkalis Bengkalis masuk kedalam daerah yang rawan kebakaran hutan dan lahan. Dari data Sekber Pusdalkarhutla Bapaeda Riau didapatkan data bahwa sekitar 36 desa di Kabupaten Bengkalis temasuk kedalam kategori rawan terbakar. Kebakaran pemukiman merupakan suatu proses kebakaran yang terjadi dibeberapa areal pemukiman penduduk.
Kebakaran pemukiman ini terjadi
dikarenakan beberapa faktor. 1. Tingkat Kepadatan pemukiman penduduk 2. Sistem Jaringan Listrik yang Tidak tertata dan konsleting listrik 3. Penggunaan Alat masak seperti tabung gas 4. Pembakaran alang-alang dan semak belukar untuk ladang Dari potensi titik api (hotspot) yang dioverlaykan dengan hasil survey dan kepadatan pemukiman maka didapatkan hasil potensi kebakaran pemukiman terjadi di beberapa kecamatan diantaranya adalah (1) Di Kecamatan bengkalis yaitu disepanjang jalan protokol kota dan sebagian besar di daerah Kabupaten Bengkalis.
ibukota
Mulai dari daerah hotel, ruko-ruko, pasar sukadamai
sampai areal tempat air jernih, dan beberapa tempat yang sangat rapat. Selain itu terdapat beberapa pemukiman tradisional yang terbuat dari kayu di pinggir ibukota kabupaten, juga rawan kebakaran (2) di kecamatan Tebing Tinggi Barat terutama di kota selat panjang, yang memiliki tingkat hunian yang sangat padat dan kurang tertata, didaerah pasar sampai ke pelabuhan tradisional. Banyak ruko-ruko kecil yang terbuat dari kayu yang mudah terbakar. (3) Kecamatan Siak 71
Kecil, terdapat pada daerah disepanjang jalan menunju ibukota kecamatan mulai dari pelabuhan Sungai Pakning sampai kota. Terdapat penumpukan pemukiman penduduk dengan kondisi yang kurang tertata. (4) kecamatan Pinggir. Potensi kebakaran terjadi di jalur lintas sumatera banyak pemukiman yang dibangun secara sederhana dari kayu yang mudah terbakar dengan kondisi pemukiman tidak tertata dan pada jalan protokol, sudah dibangun berderet ruko yang sangat rapat dan rawan akan kebakaran pemukiman. Kebakaran pemukiman yang pernah terjadi di Kabupaten Bengkalis adalah : 04 Maret 2006 di Merbau yang menyebabkan rumah terbakar (20 unit), kios terbakar (33 pintu), rumah klenteng etnis cina (1 unit), kapal pompong (5 buah), warga mengungsi (250 jiwa). Tanggal 21 Maret 2006 di Tebing Tinggi yang menyebabkan 1 buah kedai kopi, 6 buah toko pakaian, 1 buah toko senshe, 2 buah toko konveksi, 2 buah rumah Penduduk, 2 buah kedai mie, 1 buah mess national timber, 2 buah bengkel sepeda, 1 buah penginapan (3 pintu), dan 1 buah toko buku. 4. Bencana Alam Kondisi dan penyebaran mandala air tanah di Kabupaten Bengkalis dipulau – pulau Rupat, Bengkalis, Padang, Tebing Tinggi, Rangsang terdapat dan berbatasan langsung dengan pantai, di daerah ini terdapat bidang sentuh {interface) antara air tanah tawar dan air asin, sehingga terjadi dampak negatif yang merugikan terhadap lingkungan maupun air tanah itu sendiri antara lain dapat mengakibatkan terjadinya penyusupan air laut (asin) ke dalam akuifer air tanah tawar. Kondisi air tanah pada suatu daerah terutama sangat dikontrol oleh beberapa faktor seperti curah hujan, jenis batuan, dan bentuk medan. Faktorfaktor tersebut secara berkesinambungan membentuk suatu sistem yang dinamis dan terpadu sehingga mempengaruhi tingkat keterdapatan air tanah di daerah tersebut. Air tanah tersebut berasal dan bersumber dari aliran air tanah sebagai hasil peresapan air hujan pada daerah setempat dan atau dari daerah ketinggian lainnya secara regional. 5. Kegempaan dan Tsunami Gempa bumi secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua bagian besar berdasarkan gaya yang menyebabkannya, yaitu gempa bumi vulkanik dan gempa bumi tektonik. Gempa bumi vulkanik merupakan gempa bumi yang ditimbulkan akibat proses aktivitas gunung merapi. Dimana bahaya dan bencana 72
yang ditimbulkan berupa material yang berasal dari gunung merapi tersebut (aliran lahar, awan panas, semburan gas dan lain-lain). Gempa ini relatif dapat diprediksi dan dilokalisir karena sumber penyebab gempanya diketahui sehingga dapat dipantau secara intensif. Gempa bumi tektonik merupakan gempa bumi yang
berasal
dari
pergerakan
kulit
bumi.
Dimana
gempa
ini
sering
mengakibatkan bahaya dan bencana yang sangat besar dan sulit untuk diprediksi lokasi dan waktu kejadiannya secara spesifik karena sumber penyebab gempanya
tidak
diketahui.
Dengan
mengetahui
daerah
pusat
gempa
(hiposenter), dan prediksi kekuatan gempa bumi yang mungkin terjadi, maka diperlukan antisipasi untuk mengurangi atau mereduksi tingkat kerusakan yang ditimbulkannya. Sedikitnya terdapat lima jalur patahan besar atau zone subduksi yang aktif di Indonesia. Misalnya saja yang belum lama ini aktif, memicu gempa Aceh sekaligus mega tsunami dahsyat, adalah tumbukan antara lempeng benua IndoAustralia dengan lempeng benua Eurasia. Di satu zone subduksi itu saja, paling tidak saling bertabrakan lima lempeng benua, masing lempeng benua India yang bertabrakan dengan lempeng benua Australia, yang kemudian bergerak ke arah lempeng benua Eurasia dengan kecepatan 66 milimeter per tahun seperti terlihat pada gambar dibawah. Struktur
geologi
didaerah
kabupaten
Bengkalis
pada
umumnya
dipermukaan tidak berkembang. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa daerah pesisi Riau berada di wilayah pantai laut timur pulau Sumatera yang secara geologi jauh dengan zona subduksi. Kondisi pantai timur tidak rawan terhadap gempa bumi yang sering terjadi dan kecil kemungkinan terjadinya tsunami. Kedua hal ini tidak membahayakan bagi keselamatan masyarakat setempat dan wilayah wisata pantai yang ada. 6. Rawan Bencana Sosial Rawan bencana sosial yang dialami oleh masyarakat di Kabupaten Bengkalis baik yang berada di kecamatan pesisir maupun kecamatan lainnya yaitu (1) masalah amukan gajah, (2) bencana angin putting beliung dan (3) musibah tenggelamnya dan tabrakan kapal nelayan dengan ponton. Potensi rawan bencana sosial dapat dilihat pada Tabel 7.5 Mengenai amukan gajah, telah terjadi beberapa kali yaitu tanggal 22 November 2004 di Kecamatan Mandau dengan kerusakan berupa rumah rusak 73
berat (3 unit), rumah rusak ringan (11 unit), warga mengungsi (14 KK), kemudian tanggal 23 Februari 2006 di Kecamatan Pinggir telah merusakkan rumah rusak berat (1 unit), rumah rusak ringan (1 unit), dapur rusak ringan (3 unit), kandang babi rusak ringan (1 unit) dan warga mengungsi (146 KK) Musibah angin putting beliung telah terjadi pada tanggal 3 Oktober 2005 di Kecamatan Rangsang telah menyebabkan rumah rusak berat (8 unit), rumah rusak ringan (12 unit), rumah rusak atap daun (66 unit), dan warga mengungsi (8 KK). Tanggal
3 November 2006 terjadi musibah bencana angin kencang di
Kampung Bhakti Ujung Pasir Dusun Hutan Samak Desa Titi Akar Kecamatan Rupat Utara Sedangkan musibah tabrakan antara kapal nelayan dengan ponton dan tenggelamnya kapal pompong terjadi tanggal 1 November 2005 di Rangsang yaitu tenggelamnya kapal pompong yang menyebabkan warga meninggal dunia (6 orang), warga belum di temukan (2 orang), dan warga selamat (12 orang). Tanggal 2 Januari 2007 di Rangsang terjadi musibah tabrakan kapal nelayan dengan ponton menyebabkan meninggal i orang, dan selamat 1 orang dan tanggal 27 januari 2007 di Merbau terjadi tenggelamnya sampan nelayan yang menyebabkan korban meninggal sebanyak 12 orang. Rencana Aksi Rencana Aksi Pengurangan Resiko Bencana Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana Banjir a. Kontrol
penggunaan
lahan
dan
perencanaan
lokasi
untuk
menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman b. Desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan dibuat bertingkat c. Infrastruktur harus kedap air. d. Tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir. e. Pengaturan kecepatan aliran air permukaan dari daerah hulu sangat membantu mengurangi terjadinya bencana banjir. Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mengatur kecepatan air masuk kedalam 74
sistem
pengaliran
diantaranya
adalah
dengan
pembangunan
bendungan/waduk, reboisasi dan pembangunan sistem peresapan. f.
Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka maupun dengan pipa atau terowongan dapat membentu mengurangi resiko banjir.
g. Untuk daerah pantai, perlu dibuat tembok penahan dan tembok pemecah ombak untuk mengurangi energi ombak jika terjadi badai atau tsunami. h. Untuk daerah teluk, karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecah gelombang perlu diperhatikan. i.
Pembersihan sedimen
j.
pembangunan pembuatan saluran drainase
k. Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir l.
Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi kuat)
m. Pelatihan pertanian yang sesuai dengan kondisi daerah banjir n. Kewaspadaan terhadap penggundulan hutan o. Pelatihan
tentang
kewaspadaan
penyimpanan/pergudangan
perbekalan,
banjir tempat
seperti
cara
istirahat/tidur
di
tempat yang aman (daerah yang tinggi) p. Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat alat penyelamatan lainnya Strategi Mitigasi Gelombang pasang Tindakan mitigasi yang banyak dilakukan sekarang ini secara garis besar meliputi: a. Pengkajian Bahaya (identifikasi serta peta potensi rendaman gelombang pasang) b. Monitoring secara real time terhadap gelombang pasang serta sistem
peringatan
dini
(pendistribusian
informasi
kepada
penduduk) c. Pendidikan masayarakat (respons komunitas dan awareness penduduk)
75
Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan a. Pembuatan dan sosialisasi kebijakan pengelolaan hutan dan perkebunan b. Peningkatan penegakan hukum c. Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanganan kebakaran secara dini d. Pembuatan waduk waduk kecil didaerahnya untuk pemadaman api e. Pembuatan barrier/penghalang api terutama antara lahan perkebunan dengan hutan f.
Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran
g. Pembakaran lahan bisa dilakukan jika selalu dalam pengawasan dan segera dimatikan jika sudah terlalu besar h. Hindarkan pembakaran lahan secara serentak sehingga membakar wilayah yang luas yang akan berpotensi menjadi kebakaran yang tak terkendali i.
Hindarkan penanaman tanaman sejenis untuk daerah yang luas.
Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana Gempa a. Bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa b. Perkuatan bangunan dengan mengikuti standard kualitas bangunan c. Pembangunan fasilitas umum denggan standard kualitas yang tinggi d. Perkuatan bangunan bangunan vital yang telah ada e. Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana f.
Asuransi
g. Zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan h. Membangun rumah dengan konstruksi yang aman terhadap gempa bumi i.
Kewaspadaan terhadap resiko gempa bumi
j.
Selalu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi goncangan gempa bumi
k. Sumber api, barang barang berbahaya lainnya harus ditempatkan pada tempat yang aman dan stabil. 76
l.
Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan dan kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi
m. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama Strategi Mitigasi dan Pengurangan Bencana Abrasi a. Zonasi rawan abrasi b. Merehabilitasi
kawasan
pesisir
dengan
menanam
tanaman
mangrove atau pantai c. Membuat sistem tataguna lahan yang berbasis mitigasi bencana d. Membuat tanggul penahan gelombang e. Selalu menghitung dan memprediksi laju abrasi pantai Rencana Aksi Untuk Pengurangan
Resiko Kebakaran dan Kebakaran
Pemukiman Rencana aksi untuk mengurangi resiko kebakaran pemukiman dan kebakaran lahan dan hutan terdiri dari 2 kegiatan •
Kegiatan untuk rencana aksi pengurangan resiko kebakaran pemukiman ditujukan untuk daerah Bengkalis, Duri dan Selat Panjang
•
Kegiatan untuk rencana aksi pengurangan resiko kebakaran lahan dan hutan difokuskan pada kecamatan Pinggir, Kecamatan Mandau dan Kecamatan Bukit Batu
Rencana Aksi •
Membuat Tanggul
•
Membeli beberapa unit mobil pompa
•
Membentuk Personel Taruna Siaga Bencana
•
Rehabilitasi Ekosistem Mangrove sebagai Bufferzone Pantai Kegiatan rehabilitasi mangrove sebagai bufferzone dibangun dengan
memperhatikan karakteristik pantai dan kesesuaian jenis pohon seperti pada panduan rehabilitasi mangrove. Kenali Penyebab Banjir •
Curah hujan tinggi
•
Permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut.
•
Terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan pengaliran air keiuar sempit. 77
•
Banyak pemukiman yang dibangun pada dataran sepanjang sungai.
•
Aliran sungai tidak lancar akibat banyaknya sampah serta bangunan di pinggir sungai.
•
Kurangnya tutupan lahan di daerah hulu sungai.
Tindakan Untuk Mengurangi Dampak Banjir •
Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan.
•
Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai yang sering menimbulkan banjir.
•
Tidak membangun rumah dan pemukiman di bantaran sungai serta daerah banjir.
•
Tidak membuang sampah ke dalam sungai. Mengadakan Program Pengerukan sungai.
•
Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan laut.
•
Program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu dilaksanakan serta mengurangi aktifitas di bagian sungai rawan banjir.
Tindakan Prepentif sebelum Banjir Di Tingkat Warga •
Bersama aparat terkait dan pengurus RT/RW terdekat bersihkan lingkungan sekitar Anda, terutama pada saluran air atau selokan dari timbunan sampah.
•
Tentukan lokasi Posko Banjir yang tepat untuk mengungsi lengkap dengan fasilitas dapur umum dan MCK, berikut pasokan air bersih melalui koordinasi dengan aparat terkait, bersama pengurus RT/RW
di
lingkungan Anda. •
Bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda, segera bentuk tim penanggulangan
banjir
di
tingkat
warga,
seperti
pengangkatan
Penanggung Jawab Posko Banjir. •
Koordinasikan melalui RT/RW, Dewan Kelurahan setempat, dan LSM untuk pengadaan tali, tambang, perahu karet dan pelampung guna evakuasi.
•
Pastikan pula peralatan komunikasi telah siap pakai, guna memudahkan mencari informasi, meminta bantuan atau melakukan konfirmasi. 78
Di Tingkat Keluarga • Simak informasi terkini melalui TV, radio atau peringatan Tim Warga
tentang curah hujan dan posisi air pada pintu air. • Lengkapi dengan peralatan keselamatan seperti: radio baterai, senter,
korek gas dan lilin, selimut, tikar, jas hujan, ban karet bila ada. • Siapkan bahan makanan mudah saji seperti mi instan, ikan asin, beras,
makanan bayi, gula, kopi, teh dan persediaan air bersih. • Siapkan obat-obatan darurat seperti: oralit, anti diare, anti influenza. • Amankan dokumen penting seperti: akte kelahiran, kartu keluarga, buku
tabungan, sertifikat dan benda-benda berharga dari jangkauan air dan tangan jahil. Tindakan Saat Banjir • Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan
aliran listrik di wilayah yang terkena bencana, • Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih
memungkinkan untuk diseberangi. • Hindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus
banjir. Segera mengamankan barang-barang berharga ketempat yang lebih tinggi. • Jika
air
terus
meninggi
hubungi
instansi
yang
terkait
dengan
penanggulangan bencana seperti Kantor Kepala Desa, Lurah ataupun Camat. Tindakan Setelah Banjir • Secepatnya membersihkan rumah, dimana lantai pada umumnya tertutup
lumpur dan gunakan antiseptik untuk membunuh kuman penyakit. • Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit diare
yang sering berjangkit setelah kejadian banjir. • Waspada terhadap kemungkinan binatang berbisa seperti ular dan lipan,
atau binatang penyebar penyakit seperti tikus, kecoa, lalat, dan nyamuk. • Usahakan selalu waspada apabila kemungkinan terjadi banjir susulan
79
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil evaluasi capaian, evaluasi relevansi dan evaluasi tematik, dapat disimpulkan bahwa: 1.
Dari 11 indikator utama, 6 indikator yang belum memenuhi target capaian yaitu: pendidikan, kesehatan, infrastruktur, investasi, energy, lingkungan hidup dan daerah tertinggal. 5 indikator memenuhi target capaian, yaitu: reformasi birokrasi, kemiskinan, energi, ketahanan pangan dan kebudayaan&kreativitas
2.
Dari 3 indikator lainnya, 2 indikator memenuhi target yaitu Kesejahteraan lainnya dan ekonomi lainnya; sedangkan aspek indicator politik hukum dan keamanan tidak memenuhi target.
3.
Hasil evaluasi relevansi antara RPJM dengan RKPD 2010 dan 2011 menunjukkan bahwa seluruhnya relevan, hanya saja format antara isu,
sasaran,
arah
kebijakan
dan
strategi
tidak
sesuai
pengelompokannya, namun jika dilhubungkan dengan kegiatan yang dilakukan maka akan tergambar relevansi tersebut. 4.
Hasil evaluasi tematik menunjukkan bahwa kajian yang dilakukan dan dana yang disalurkan cukup banyak untuk mendukung kebijakan pemerintah, namun implementasi masih minim dan ketaatan terhadap renstra masih rendah dan belum lengkapnya roadmap dan SOP pengembangan penelitian
B. Rekomendasi Berdasarkan hasil evaluasi, maka direkomendasikan sebagai berikut: 1. Diperlukan kesepahaman dalam penyusunan target masing-masing indikator kepada masing-masing SKPD kabupaten/kota 2. Indikator yang memenuhi target perlu dipertahankan dan lebih dikembangkan lagi 3. Diperlukan pemahaman dan sosialisasi penyusunan RKPD dan RPJM agar jelas keterkaitan antara isi, sasaran, arah kebijakan dan strategi 4. Optimalisasi dan sinergi antara pemerintah dengan lembaga riset yang ada dalam menyusun RENSTRA dan Roadmap riset 80
5. Pemanfaatan sumberdaya alam batu bara tersedia dan mikrohidro di Riau untuk kepentingan masyarakat 6. Pembangunan transportasi perlu dipertajam dengan isu kondisi tanah lunak disebagian besar wilayah provinsi Riau. 7.
Pemetaan SDM dan disiapkan lapangan kerja bagi SDM yang sudah selesai melaksanakan pendidikan.
8. Promosi investasi pulau-pulau kecil 9. Tindak lanjut dari peraturan system pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan. 10. Perlu upaya pemerataan pendapatan dan peningkatan mutu layanan kesehatan 11. Pengembangan sektor perkebunan terutama sawit, karet, sagu serta sector perikanan budi daya ikan local (patin, baung, selais). 12. Sistem agribisnis berbasis kesejahteraan dan kelestarian dijadikan sebagai arah kebijakan. 13. Sistem minapolitan air tawar di kabupaten Kampar dan system minapolitan ikan air laut di Meranti. 14. Perlu pekajian sumber migas baru, energy alternative seperti mikrohidro dan batubara. 15. Program sadar wisata dan infrastruktur pariwisata lebih difokuskan. 16. Mendesak peningkatan kapasitas listrik seiring laju industry dan pertambahan penduduk. 17. Jalan tol dumai pekanbaru segera direalisasikan. 18. Road map K2I lebih focus dan diikuti oleh SKPD 19. Program pendampingan desa oleh sarjana lebih dikembangkan. 20. Penyusunan dan implementasi SOP layanan public yang efektif dan efisien. 21. Perlu pembangunan fisik di pulau terluar sebagai bukti kepemilikan terhadap pulau tersebut. 22. Konservasi berbasis wisata efektif diterapkan.
81
DAFTAR PUSTAKA
Andradi, G., Nandang., Masmui dan Priyono. 1996. Algoritma Selidik Berurut Untuk Minimasi Intrusi Air Laut di Akuifer Pantai. Majalah BPP Teknologi no LXXII. Jakarta Bengen, D. G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 59 hal Chapman, D. 1985. Coastal Erosion Controls. Coastal Zone '85. Proceedings of the Fourth Symposium on Coastal and Ocean Management, vol.2. American Society of Civil Engineering, New York. Diposaptono, Subandono. 2001. Erosi pantai (Costal Erosion). Direktorat Bina Pesisir. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulu-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Hal 102-103. Hadi, A.S., Feisal.,M.Wibowo. 1996. Model Simulasi Numerik Intrusi Air Laut pada Akifer Pantai. Majalah BPP Teknologi no LXXII/ Agustus/ 1996. BPPT, Jakarta Hilmi, E. S., Parengrengi dan Sahri, A. S. 2006. The Relation Between Degradation Mangrove Forest And Tsunami Effect (Tidak diterbitkan). Hutabarat, S dan Stewart, M. E. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia. Jakarta. 211 hal. Komite Nasional Penelolaan Lahan Basah. 2004. Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia. KLH Jakarta. Marsoedi, D., Widagdo, Dai, J., Suharta, N., Darul., Hardjowigeno, S., Hof, J. and Jordens, E. R. 1996. Second Land Resource Evaluation and Planning Project. ADB LOAN No. 1099 INO. Part C. Strengthening Soil Resources Mapping. Centre Soil and Agroclimate Research. Bogor. 32 pages. Murdiyanto, B. 2003. Mengenal, Memelihara dan Melestarikan Ekosistem Bakau. Direktorak Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Noor, Y. R, M. Khazali dan I. N. N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Hutan Mangrove di Indonesia. Ditjen PKA dan Wetlands InternationalIndonesia Programme, Bogor. 220 hal Nuhman. 2004. Fungsi Mangrove dalam Budidaya Perikanan. Jurnal Perikanan, Vol. 1 No. 1 Agustus 2004: 31 – 33. Nybakken, J.W. 1993. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia, Jakarta. 82
Pramudji dan Suyarso. 2001. Kajian Hutan Mangrove di Beberapa Daerah di Kawasan Pesisir Kepulauan Natuna Besar. Bidang Sumberdaya Laut. Pramudji. 2001. Ekosistem Hutan Mangrove dan Peranannya Sebagai Habiitat Berbagai Fauna Aquatik. Oseana. Majalah Ilmiah Semi Populer. Vol XXVI, No 4. Puslitbang Oseanologi, LIPI. Jakarta. Hal 13-23. Pramudji. 2002. Eksploitasi Hutan Mangrove di Indonesia: Dampak dan Upaya Penanggulanganya. Oseana. Majalah Ilmiah Semi Populer. Vol XXVII, No 3. Puslitbang Oseanologi, LIPI. Jakarta. Hal 11 – 17. Sulaiman, D. M. 1989. Proposed Coastal Erosion Management for the Northern Coast of Java Indonesia. Special Project. Marine Resource Management Program College of Oceanography Oregon State University Corvallis, Oregon. 44 pages. Triatmodjo, Bambang . 1999. Teknik Pantai. Edisi Kedua. Beta Offset. Yogyakarta. 397 hal.
83