'Ebook" Wanda Waya Gaya Surakarta oleh Pengajar ASKI Surakarta (1978/1979) by Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppets) on Monday, April 11, 2011 at 12:01am 'Ebook' Wanda Wayang Purwa Gaya Surakarta Disusun bersama oleh para pengajar ASKI ( Akademi Seni Karawitan Indonesia ) Surakarta, nama-nama nya tertulis di dalam Kata Pendahuluan. Diterbitkan oleh Sub / Bagian Proyek Akademi Seni Karawitan Indonesia, Proyek Pengembangan Institut Kesenian Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, tahun 1978 / 1979.
Pindaian ini bisa terlaksana atas bantuan Eko Prasetyo dan Rudy Wiratama Partohardono dari Surakarta yang bisa mengusahakan foto copy dari buku ini. Pindai dilaksanakan di Jakarta tanggal 10 April 2011 oleh B A Soewirjo.
Kata Pendahuluan di buku tersebut : Seperti telah kita ketahui, bahwa pakeliran ada juga menggunakan medium pokok “rupa”, selain medium pokok lainnya seperti gerak, suara dan bahasa. Kesemuanya itu saling mendukung keberhasilan sajian. Medium rupa dalam wayang mempunyai unsur tatahan, sunggingan dan wanda. Di dalam pakeliran “wanda” sebagai salah satu unsur medium rupa, berperan penting untuk memantapkan “rasa” suatu tokoh. Kemantapan ini bisa dicapai karena ada kesesuaian antara suasana adegan dengan wanda tokoh yang digunakan, di samping juga unsur-unsur penting lainnya, yaitu penyuaraan, sanggit, sabet, sulukan dan lain sebagainya. Dengan demikian jelaslah bahwa ketetapan seorang seniman dalang memilih “wanda” mempunyai andil dalam keberhasilan sajian. Untuk -
jelasnya di sini kami kemukakan contoh-contoh penggunaan “wanda” dari tokoh Baladewa : Pada adegan yang bersuasana netral “merdika” ( tidak ada “rasa” susah, marah dan sebagainya) digunakan Baladewa wanda “Paripeksa”. Dalam peperangan digunakan Baladewa wanda “Geger”. Untuk menghadiri suatu peralatan, Baladewa wanda “Jagong”. Dalam suasana marah, terkejut, wanda “Kaget” yang digunakan.
Dengan demikian jelas bahwa penggunaan wanda itu tergantung pada suasana yang ingin didukung. Tentunya penggunaan wanda seperti tersebut di atas adalah didasari oleh kebiasaan konvensionil dalang-dalang pada waktu terdahulu. Dewasa ini jarang sama sekali seniman dalang memperhatikan masalah ini. Ini bisa kami amati pada survey pendahuluan, yaitu pengamatan terhadap sajian pakeliran, wawancara dengan dalang-dalang muda, adalah jarang memperhatikan masalah wanda tersebut. Salah satu sebab ialah kurangnya informasi tentang wanda. Keadaan semacam ini perlu disesalkan, apalagi sampai saat ini belum ada sama sekali yang menulis tentang “Wanda Wayang”. Ditambah lagi adanya situasi yang mengkhawatirkan, yaitu makin menyusutnya seniman dalang yang tahu tentang “wanda”, karena usia mereka yang kebanyakan sudah lanjut, yaitu lebih dari 65 tahun. Dengan pertimbangan tersebut maka kami juga memilih “wanda wayang” sebagai salah satu sasaran pendokumentasian. Karena terbatasnya dana, tenaga dan waktu, kami juga membatasi sasaran pada “wanda wayang purwa gaya Surakarta” yang terdapat di derah eks Karesidenan Surakarta. Hasil pendokumentasian ini diharapkan bisa merupakan bahan penyusunan “Pengetahuan Wanda Wayang”, untuk melengkapi bahan perkuliahan di Akademi Seni Karawitan Indonesia, khususnya pada Jurusan Pedalangan. Lebih luasnya bagi para calon seniman dan seniman dalang, hasil ini diharapkan juga bisa memacu timbulnya kreativitas dalam sajian. Daerah sasaran kami pilih yang tersebar, dan memiliki banyak dalang yang berpotensi. Informan kami pilih dalang-dalang tua yang mempunyai koleksi wayang lengkap, tahu tentang tatahan dan sunggingan wayang terutama tentang wanda. Setelah diadakan survey pendahuluan, kemudian ditentukan 15 informan yang tersebar di daerah Kabupaten Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Wonogiri, Boyolali dan Surakarta. Di bawah ini kami kemukakan nama, umur dan alamat dalang informan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Bapak Bapak Bapak Bapak Bapak Bapak Bapak Bapak Bapak Bapak Bapak Bapak Bapak Bapak Bapak
Tiksnosudarso, 85 tahun, Jombor, Klaten *) saat laporan ini dibuat beliau sudah meninggal dunia. Natacarita, 70 tahun, Ceper, Klaten. Mintadiyata, 70 tahun, Manisrenggo, Klaten. Nartosuwiryo, 65 tahun, Ngawangga, Klaten. Sarwodisono, 67 tahun, Manggisan, Klaten. Gondoijoyo, 68 tahun, Karangtalun, Klaten. Gondopandoyo, 85 tahun, Senden, Klaten. Sutino, 65 tahun, Eromoko, Wonogiri. J (cetakan tidak terbaca), 69 tahun, Kedungleri, Wonogiri. Sukarno, 64 tahun, Gombang, Boyolali. Gondowarongko, 63 tahun, Pengging, Boyolali. Gondopawiro, 67 tahun, Karangpandan, Karanganyar. Parnowiyoto, 69 tahun, Manyaran, Wonogiri. Naryocarito, 65 tahun, Kartosuro, Sukoharjo. Yosocarito, 69 tahun, Surakarta.
Dalam mengumpulkan data kami adakan wawancara berkisar pada : Nama wanda, ciri-cirinya, perbedaan dengan wanda yang lain pada tokoh yang sama, penggunaannya di dalam pakeliran, siapa penatah dan penyunggingnya, kapan dibuat, tiruan dari mana, siapa pembuat wandanya dan sebagainya.
Selain itu juga diadakan pemotretan untuk tokoh wayang yang sudah mempunyai nama wanda, secara ututh dan bagian-bagian yang menunjukkan ciri khususnya, karena ada sebagian yang belum mempunyai wanda. Wanda wayang adalah merupakan kesatuan unsur-unsur yang terdiri antara lain :
Tunduk tengadahnya muka (praupan) wayang, Ukuran dan bentuk sanggul, Ukuran dan bentuk mata, Keadaan badan, yaitu ukuran dan posisinya, Ukuran dan tancap dari leher, Datar dan tidaknya dan panjang dan pendeknya bahu, Bentuk dari perut, Busana yang dipakai, Posisi kaki, Sunggingan.
Setiap satu tokoh wayang bisa mempunyai lebih dari satu wanda. Misalnya tokoh Baladewa, mempunyai wanda : Geger, Paripekso, Kaget, Jagong dan sebagainya, yang masing-masing wanda bisa menimbulkan kesan dan penggunaan yang berbeda, walau tokohnya sama. Dari keterangan yang dikumpulkan, sulit untuk diketahui kapan masing-masing wanda dibuat dan siapa pembuatnya. Keterangan yang ada masih simpang siur, sukar untuk bisa dipertanggung jawabkan. Sehingga kami hanya mengutarakan nama wanda, ciri-ciri dan penggunaannya. Laporan kami susun berdasarkan abjad dari nama tokoh wayang dan demikian pula nama wandanya. Dengan menyantumkan ciri-ciri wanda dan penggunaannya. Pada akhirnya tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada para seniman dalang yang telah memberik informasi tentang wanda, dan kepada siapa saja yang telah membantu kami dalam pendokumentasian ini. Team dokumentasi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Dr. Soetarno, penganalisa merangkap pembuat laporan. R. Sutrisno, penganalisa, pengumpul data merangkap juru potret. Bambang Murtiyoso DS., penganalisa. Bambang Suwarno, penganalisa. Sri Joko Raharjo, pengumpul data. Sarwanto, pengumpul data merangkap juru potret. Sudarko, pengumpul data. Catur Tulus, pengumpul data merangkap juru potret. Sukardi Sm., pengumpul data. Sumanto, penganalisa merangkap pembuat laporan. Rahayu Supanggah, penganalisa merangkap penanggung jawab.
Akhir dari Kata Pendahuluan. Setelah Kata Pengantar ada daftar arti kata-kata istilah, misalkan untuk kata-kata yang mulai dengan huruf L : Lancap = muka menengadah. Longok = muka agak menengadah ( Lebih tunduk dari lancap ). Luruh magak = muka agak menunduk. Luruh = muka menunduk. Lanyap = muka yang tengadah seperti melihat kejauhan. Lencir = badan tinggi kecil. .... dan seterusnya Contoh uraian tokoh dan salah satu wandanya : Samba wanda Bontit. Ciri-ciri : Mata - bedahan brebes nyamar Raut muka - kelihatan tersenyum Leher - longok Pundak - lurus Badan - agak besar
Langkah kaki Busana Gunanya
- lebar (njonjong) - sumping bunga kluwih, jamang dua, sanggul kecil, gruda mendukung sanggul, pantat besar. : kalau Samba sebagai utusan, atau mencuri.
Sayangnya buku ini dicetak secara teknik stencil ( jaman tersebut ini teknik yang paling memungkinkan untuk menekan dana ) sehingga lampiran foto-foto buku ini tidak tercetak jelas, akibatnya makin tidak jelas ketika difoto copy / dipindai. ‘Ebook’ buku ini – tanpa lampiran foto-foto nya – dapat diunduh di URL : http://www.4shared.com/document/9bienUfB/Wanda_Wyng_Surakarta_ASKI.html http://wayangpustaka.wordpress.com/2011/04/10/987/
Daftar nama tokoh dan wandanya yang diuraikan dalam buku ini : Abimanyu wanda Bontit, Banjet, Brebes, Jayeng gati, Kanyut, Malatsih, Mangu, Mriwis, Panji, Rangkung, Bulus. Anoman wanda Bambang, Barat, Manuko, Prambanan (Reco, Bambang). Aswatama wanda Merong. Bagong wanda Gembor, Ngrengkel, Sembada, Gilut, Jembar Baladewa wanda Bantheng, Geger, Jagong, Kaget, Jago, Sembada, Sepuh. Bambangan wanda Maya, Miling, Padasih. Banuwati wanda Berok, Golek, Bilung wanda Giti. Bima wanda Bambang, Bedhil, Bugis, Gendhu, Gurnat, Jagong, Jagor, Kedhu, Ketug, Lindhu, Lindhu Panon, Lindhu Bambang, Lintang (Luntang), Panon, Mimis, Thathit. Bratasena wanda Angkawijaya, Babad,Lindhu Bambang, ? (biasa), Bocah, Bondhan, Gurnat, Jaka, Lindhu Panon, Pecah Bungkus, Putran, Sembada. Burisrawa wanda Canthuk. Boma wanda Encik, Sumilih, Wingit/Sutijo. Cakil wanda Bathang, Kikik, Panji, Gunung Sari. Cangik wanda Cangik, Mangir. Darmakusuma wanda Dhanyang, Demit, Deres, Dukun, Jimat, Panuksma, Puthut, Rangkung. Denawa Nom wanda Barong, Blebar, Jaka, Kopek. Denawa Raton wanda Bagus, Barong, Begog, Endog, Jaka, Macan, Mendhung, Wewe.l Durga wanda Belis, Gedrug, Gidrah, Murgan, Surak, Wewe. Dursasana wanda Gambyong, Golek, Canthuk. Durmagati wanda Poncol. Duryudana wanda Jaka, Janggleng, Jangkung, Rangkung. Gareng wanda Prekul, Wregul, Gembor, Gembor Alit, Gondok, Kancil, Gulon, Wewe. Gathutkaca wanda Gandrung/Gembleng, Gelap, Jaka, Guntur, Kilat, Sampluk, Pideksa, Thathit. Guru wanda Karno, Rama, Reca/Arca. Hudawa wanda Jaka, Jaran, Lapak, Lare, Tandang. Indrajit wanda Setan. Jayajatra wanda Bantheng. Janaka wanda Bronjong, Gendreh, Janggleng, Jimat, Kadung, Kanyut, Kedhu, Kinanthi, Lintang, Malat, Malatsih, Mangu, Mangungkung, Muntap. Kongso wanda Bogis, Belis. Karno wanda Bedru, Geblag, Lonthang, Rangkung. Kakrasana wanda Bantheng, Jagong, Sembada, Jaladara, Kilat, Slebrak. Kartamarma wanda Bukuh, Merang. Kayon wanda Jaler, Estri/Wedok. Kenyawandu wanda Surak. Kresna wanda Banjet, Botoh, Bontit, Surak, Gendreh, Jagong, Jangkung, Lendeh, Mangu atau Rondhon Sore, Mawur, Rondhon, Wedok. Kumbakarno wanda Begog, Jaka, Wewe. Kurupati wanda Sembada, Jangkung, Rangkung. Limbuk wanda Gendroh, Bethem. Nakula wanda Genes. Narada wanda Reca.
Narayana wanda Bocah, Geblag, Widarakandang, Jaka, Srengat, Sembada. Parekan wanda Rintik, Runtut. Petruk wanda Genjong, Bagus, Cangak, Bujang, Sambel Goreng, Jamblang, Moblong, Jlegong, Boging. Prabawa wanda Drigul, Bundhel. Pragota wanda Poncol, Bundhel. Permadi wanda Kadung, Jangkung, Rangkung, Jaka, Mriwis, Jayus, Mesem/Kinanthi, Pecel, Pengawe, Pengarih, Pengasih, Temanten. Puntadewa wanda Jaka, Kinanthi, Lare, Malatsih, Miling, Putut. Rara Ireng wanda Lentreng. Rahwana wanda Begal, Belis, Bengis, Bogis, Gambyong, Klana. Samba wanda Banjet, Bontit, Geblag, Gunung Sari, Lindur, Rengat, Layar, Sembada. Semar wanda Brebes, Mega, Dhunuk, Dhukun, Glegek, Paled, Jenggel, Mesem, Mendhung, Jenggleng, Wedhon, Demit. Sembadra wanda Banjet, Lanceng, Lentreng, Rangkung. Setyaki wanda Akiki, Mimis, Wisuna Srikandhi wanda Cemuris, Cemuris Nem, Nglanangi, Patrem Siti Sundari wanda Gandes. Togog wanda Barong, Gropak.
‘Ebook’ lain tentang (boneka pipih) wayang kulit yang sudah pernah disajikan Wayang Pustaka : ‘Ebook’ ‘ Pitakonan Lan Wangsulan Bab Wanda Wayang Kulit Purwa ‘ oleh R. Sutrisno (tahun 1964) di URL : http://wayangpustaka.wordpress.com/2009/12/05/pitakonan-lan-wangsulan-bab-wanda-wajang-purwa-r-sutrisno/ ‘Ebook’ ‘ Bab Natah Lan Nyungging Ringgit Wacucal ‘ oleh Sukir (tahun 1930an, 1980) di URL : http://wayangpustaka.wordpress.com/2009/11/10/bab-natah-sarta-nyungging-ringgit-wacucal/ ‘Ebook’ ‘ Princening Gambar Wayang ‘ oleh RM Soelardi (tahun 1933, 1953) di URL : http://wayangpustaka.wordpress.com/2010/03/05/ebook-wayang-printjening-gambar-ringgit-wacucal-1933-1953-karya-rm-soelardi/