Perancangan Sistem Mekanikal Alat Top-Drive Pemutar Rangkaian Pipa Pengeboran Pringgo Jatmiko, 0906556093 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Depok 2013 Abstrak
Teknologi pengeboran dewasa ini semakin berkembang dengan semakin meluasnya penggunaan alat topdrive sebagai pemutar rangkain pipa pengeboran. Penggunaan top-drive dianggap jauh lebih efektif dan murah dibandingkan menggunakan sistem rotary table. Beberapa kelebihan dari penggunaan top-drve dibandingkan rotary table adalah proses pengeboran menjadi lebih cepat karena dengan top-drive langsung dapat memutar 3 rangkaian pipa pengeboran sekaligus dan tidak perlu lagi menggunakan kelly sebagai penghubung antara rotating system dengan pipa pengeboran. Ada 2 tipe top-drive yang dewasa ini sering digunakan, yaitu jenis hidrolik dan elektrik. Kedua jenis ini dibedakan berdasarkan tipe motor yang yang digunakan. Salah satu komponen utama dari alat top-drive hidrolik ini adalah sistem penggerak yang terdiri dari komponen-komponen mekanikal seperti poros dan roda gigi. Sistem mekanikal yang terdapat dalam sistem penggerak ini meliputi roda gigi, poros, bantalan-bantalan, dan juga sistem pelumasan menjadi bahasan utama yang akan dirancang untuk memenuhi kebutuhan operasi pengeboran. Pemenuhan spesifikasi yang akan dicapai adalah untuk dapat menjalankan operasi pengeboran dengan torsi maksimal pada 55000 Nm dan pada putaran 70 rpm. Terdapat 2 motor hidrolik yang akan menjadi suplai daya untuk sistem penggerak ini. Maka perancangan sistem penggerak ini dilakukan untuk memenuhi spesifikasi tersebut agar nantinya rancangan ini dapat digunakan pada operasi-operasi pengeboran. Kata kunci: Top-drive hidrolik, sistem penggerak, roda gigi, poros, bantalan (bearing), sistem pelumasan 1. Pendahuluan
Dewasa ini, kegiatan eksplorasi minyak dan gas semakin berkembang dan terus mengalami perluasan. Mulai dari kegiatan eksplorasi di darat sampai lautan. Kegiatan eksplorasi ini juga telah banyak dilakukan oleh perusahaan penyedia layanan eksplorasi dari dalam negri. Kegiatan ini tentunya didukung dengan penggunaan rig-rig pengeboran yang terus dikembangkan. Optimalisasi operasi pengeboran terus dilakukan oleh hampir seluruh pelaku operasi tersebut. Salah satu hal yang dilakukan adalah menggunakan sistem TopDrive sebagai pemutar rangkaian pipa pengeboran. Alat top-drive adalah pengembangan dari alat pemutar rangkaian pipa pengeboran sebelumnya yaitu rotary table. Dibandingkan dengan rotary table, top-drive memiliki beberapa kelebihan, yaitu: dapat meningkatkan kecepatan penetrasi proses pengeboran permukaan dari sumur, proses pengeboran dilakukan dengan 3 rangkaian pipa pengeboran sehingga mengurangi waktu operasi pengeboran, mengurangi resiko kecelakaan dari driller karena dapat secara otomatis mengambil rangkaian pipa pengeboran dari rak. Keuntungan itulah yang menjadikan top-drive sebagai alat utama dalam memutar rangkaian pipa pengeboran di hampir seluruh operasi pengeboran yang dilakukan. Salah satu komponen dari Top-Drive ini adalah sistem penggerak roda gigi (gear box) yang digunakan
untuk mentransmisikan daya yang diberikan oleh motor ke poros utama. Komponen ini menjadi sangat penting dan juga kritikal karena mengalami beban yang cukup besar untuk memenuhi spesifikasi operasi pengeboran. Selama ini, ketersediaan suku cadang dari komponen-komponen tersebut masih disediakan dengan cara mengimpor komponen tersebut dari pihak luar negri. Hal itulah yang menjadikan masalah tambahan ketika terjadi suatu kerusakan pada komponen tersebut, ketersediaan suku cadang harus menunggu proses impor yang cukup lama sehingga waktu diam (downtime) menjadi lebih lama. Karena itulah, perancangan ini ditujukan pula untuk memberikan referensi agar komponen-komponen dari sistem penggerak ini dapat diproduksi sendiri di Indonesia. 2. Tahapan proses perancangan Penggunaan alat top-drive sebagai pemutar utama dari rangkaian pipa pengeboran dinilai cukup efektif dan aman dibandingkan dengan penggunaan alat pemutar sebelumnya.Secara umum, top-drive ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu hidrolik dan elektrik.Kedua jenis tersebut memiliki pembeda pada sumber motor penggeraknya. Dari kedua jenis top-drive tersebut, yang lebih mudah untuk diproduksi secara mandiri adalah top-drive tipe motor hidrolik. Hal ini karena komponen-komponennya yang cenderung lebih sederhana karena dikendalikan secara sistem mekanikal dan tidak dikontrol secara penuh dengan sistem elektrik. Karena itulah, perancangan ini akan dilakukan
Perancangan sistem..., Pringgo Jatmiko, FT UI, 2013.
untuk bisa menghasilkan rancangan sistem penggerak dari alat top-drive motor hidrolik. Pada sistem penggerak alat top-drive ini terdapat beberapa komponen utama yang akan dirancang yaitu roda gigi, poros, bantalan-bantalan, dan rekomendasi pelumasan. Dalam proses awal sebelum merancang komponen-komponen tersebut, terlebih dahulu dilakukan penentuan spesifikasi dari sistem penggerak ini. Spesifikasi yang diinginkan diperoleh dengan cara studi perbandingan literature tentang operasi pengeboran dan juga analisis produk serupa di pasaran. Sehingga nantinya sistem ini dapat berjalan sesuai kebutuhan dan bisa bersaing di pasaran jika di perjualbelikan secara umum.
besarnya debit pelumas dan spesifikasi pelumas yang sesuai untuk mengatasi panas yang dihasilkan oleh sistem penggerak ini. Pelumasan juga berfungsi sebagai pelindung komponen-komponen yang saling bergesekan dari kerusakan mekanikal akibat adanya gesekan tersebut.
Dari hasil analisis kebutuhan dan produk sejenis, maka didapatkan spesifikasi yang akan dicapai yaitu sistem penggerak ini mampu untuk mentransmisikan torsi sebesar 55000 Nm pada putaran optimal 70 rpm pada poros utamanya. Ditentukan pula bahwa rasio dari sistem penggerak ini sebesar 12,6 : 1. Aspek lain yang juga ditentukan adalah aspek ketersediaan ruang untuk penempatan sistem ini pada alat top-drive. Dengan spesifikasi yang telah ditentukan tersebut maka akan dilanjutkan pada tahapan perancangan tiap-tiap komponen dari sistem penggerak ini. Yang pertama kali dirancang adalah komponen roda gigi. Komponen roda gigi dirancang terlebih dahulu karena roda gigi adalah komponen utama dari sistem penggerak ini. Perancangan roda gigi yang dilakukan meliputi perancangan banyaknya susunan roda gigi yang digunakan, geometri dari masing-masing profil roda gigi, dan kekuatan dari roda gigi dalam menanggung beban yang diterima saaat alat beroperasi. Selain perhitungan roda gigi, perancangan ini juga meliputi perhitungan dari penggunaan poros yang digunakan.Perhitungan poros ini meliputi perhitungan dimensi poros, analisis pembebanan pada masingmasing poros, kekuatan poros, dan rekomendasi material yang sesuai untuk poros. Setelah perhitungan poros, dilanjutkan dengan proses pemilihan bearing atau bantalan yang sesuai dengan keadaan pembebanan yang ada pada poros. Pemilihan bantalan meliputi jenis dan ukuran dari bantalan yang sesuai untuk digunakan. Yang terakhir adalah perancangan sistem pelumasan dari roda gigi dan bantalan. Perancangan sistem pelumasan ini dilakukan untuk memenuhi kriteria kerja dari sistem penggerak ini. Karena tersusun dari komponen-komponen mekanikal yang mengalami gesekan atau contact stress seperti roda gigi dan bantalan, maka rekomendasi pelumasan yang optimal harus diperhitungkan. Pada perancangan sistem pelumasan ini dilakukan perhitungan jumlah panas yang dihasilkan oleh sistem, sehingga didapatkan
Gambar 1. Diagram alir perancangan sistem penggerak pada alat top-drive bermotor hidrolik.
3. Hasil Perancangan dan Diskusi Setelah seluruh aspek kebutuhan diidentifikasi maka didapatkan sistem penggerak roda gigi yang digunakan menggunakan sistem penggerak paralel dengan 2 sumber penggerak yang bergerak secara simultan.
Gambar 2. Susunan sistem penggerak.
Perancangan sistem..., Pringgo Jatmiko, FT UI, 2013.
Seluruh perhitungan dilakukan dengan acuan spesifikasi yang diinginkan yaitu pada kondisi torsi yang ditransmisikan sebesar 55000 Nm, putaran 70 rpm pada poros utama, dan ruang yang tersedia sebesar 1500 x 1300 mm x 600 mm. 3.1. Perancangan sistem roda gigi. Setelah susunan roda gigi telah dapat ditentukan dengan sistem pembagian rasio putaran bertingkat atau menggunakan gear train untuk membagi rasio menjadi 2 bagian, maka tahap selanjutnya adalah penentuan awal untuk beberapa parameter yang akan digunakan sebagai dasar perancangan. Berikut adalah parameter yang ditentukan terlebih dahulu dalam proses perancangan roda gigi: Tabel 1. Data awal perancangan roda gigi.
Parameter Jenis roda gigi Rasiogear train a (mG) Rasio gear train b (mG) Center distancegear train a (C) Center distance gear train b (C) Pressure Angle (Ø)
Ukuran Spur gear 3:1 4,2 : 1 324 mm 468 mm
(5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) DG : Diameter gear, mm DP : Diameter pinion, mm P : Diametral Pitch, teeth/inch m : Modul, mm p : Circular pitch, mm t : ketebalan teeth Dengan memanfaatkan persamaan (3) sampai (11) maka dapat ditentukan nilai dari masing-masing dimensi roda gigi untuk gear train a dan gear train b.
Full-Depth 20o
Dengan data estimasi awal perancangan roda gigi pada table 1, maka langsung dapat ditentukan jumlah minimal teeth dari tiap gear train agar tidak terjadi interference [1] dengan menyelesaikan persamaan matematik berikut: (1)
Np : Jumlah minimum teeth pada pinion. k : Konstanta untuk spur gear = 1. mG : Rasio gear. Ø : Sudut kontak. Dari perhitungan persamaan (1) didapatkan jumlah teeth minimal untuk gear train a, pinion : NP = 14.981. Maka nilai NP yang digunakan = 15. Sehingga jumlah teeth minimal dari gear (NG) : (2) Sehingga NG = 45 teeth. Sedangkan untuk gear train b didapatkan nilai Np =15,512 dan Ng =67,2. Karena jumlah teeth harus bilangan bulat, maka jumlah teethakan dilipatgandakan menjadi: untuk gear train a Np = 27 dan Ng = 81, untuk gear train b Np = 20 dan Ng = 84. Maka untuk diameter dari masing-masing roda gigi dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan rasio dan center distance(C). Perhitungan awal dilakukan untuk menentukan geometri dimensi dari masing-masing roda gigi dengan memanfaatkan persamaan: (3) (4)
Gambar 3. Nomenclature dari teeth spur gear.
Berikut adalah hasil perhitungan untuk dimensi roda gigi pada gear train a dan gear train b. Tabel 2. Data spesifikasi geometri gear train a.
Gear Train a Rasio (mG) Center Distance (C) Pressure Angle (Ø) Teeth pinion (NP) Teeth gear (NG) Diameter pinion (DP) Diameter gear (DG) Diametral pitch (P) Module (m) Circular pitch (p) Ketebalan teeth (t) Addendum Dedendum Face Width Jumlah pinion Jumlah gear
Perancangan sistem..., Pringgo Jatmiko, FT UI, 2013.
Besar 3:1 324 mm Full-Depth 20o 27 81 162 mm 486 mm 4,233 teeth/inch 6 mm 18,857 mm 9,428 mm 6 mm 7.5 mm 114 mm 4 4
sehingga American Gear Manufactures Association (AGMA) memberikan detil perhitungan stress yang dialami oleh teeth dari roda gigi dengan penambahan faktor-faktor lain yang berpengaruh pada kondisi pembebanan. Dengan memodifikasi lewis bending stress maka didapatkan AGMA stress equation [1]:! (12)
Tabel 3. Data spesifikasi geometri gear train b.
Gear Train b Rasio (mG) Center Distance (C) Pressure Angle (Ø) Teeth pinion (NP) Teeth gear (NG) Diameter pinion (DP) Diameter gear (DG) Diametral pitch (P) Module (m) Circular pitch (p) Ketebalan teeth (t) Addendum Dedendum Face Width Jumlah pinion Jumlah gear
Besar 4.2 : 1 468 mm Full-Depth 20o 20 84 180 mm 756 mm 2,822 teeth/inch 9 mm 28,285 mm 14,142 mm 9 mm 11.25 mm 170 mm 4 1
KO : Overload factor KV : Dynamic factor KS : Size Factor KH : Load-distribution factor KB : Rim-thickness factor YJ : geometry factor for bending strength Keterangan untuk tiap konstanta yang digunakan untuk perhitungan stess pada gear train a dan b terdapat pada tabel 6 dan 7 berikut ini: Tabel 6. Data konstanta untuk perhitungan AGMA stress equation pada gear train
Kons
Perhitungan kekuatan dari masing-masing gear dimulai dengan menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada teeth dengan mencari nilai beban yang ditransmisikan dari torsi yang harus didapatkan. (12) Wt : Beban yang ditransmisikan (kN). T : Torsi (Nm) D : Diameter gear/pinion (mm). Dengan menggunakan persamaan (12) bisa didapatkan nilai beban yang ditransmisikan oleh tiap teeth dalam bentuk gaya tangensial: Tabel 4. Besar transmitted load pada tiap gear train.
Roda Gigi Gear Pinion
Gear train a 14,337 kN 14,337 kN
Gear train b 154,8411 kN 38,7103 kN
Perhitungan kekuatan pada roda gigi dengan menggunakan persamaan yang didefinikan oleh Lewis atau biasa dikenal sebagai lewis bending stress [1]. Dengan menggunakan persamaan lewis bending stress maka akan didapatkan nilai bending stress dari teeth : (13) Wt : Beban yang ditransmisikan (N). P : Diametral pitch (teeth/mm). Y : Lewis form factor F : Face width (mm). Dengan menyelesaikan persamaan (13) didapatkan hasil sebagai berikut: bending
Gear train b Pinion Gear 2 2 1,253 1,253 1,711 1,726 1,382 1,304 1 1 0,339 0,339
Setelah nilai konstanta-konstanta tersebut didapatkan, maka persamaan (12) dapat diselesaikan untuk mendapatkan besarnya stress yang terjadi pada teeth. Tabel 7 menunjukkan nilai hasil perhitungan stress yang terjadi: Tabel 7. Hasil perhitungan stress untuk tiap gear train.
AGMA stress Gear train a Gear train b
Pinion 374,4218 MPa 443,6551 MPa
Gear 361,7804 MPa 421,8544 MPa
Setelah nilai bending stress tersebut didapatkan, maka untuk mendapatkan rekomendasi material dari roda gigi harus dikalikan dengan nilai safety factor. Safety factor ditentukan menggunakan metode Pugsley. Penentuan safety factor menggunakan metode pugsley diawali dengan pemilihan kriteria sebagai berikut: A = good, B = good, dan C = good, sehingga nilai nsx = 1,75. Untuk kriteria D = serious dan E = very serious, sehingga nilai nsy = 1,4. Maka didapatkan nilai safety factor
(13) maka
Tabel 5. Hasil perhitungan Lewis bending stress.
Lewis stress Pinion Gear
Ko Kv Ks KH KB YJ
Gear train a Pinion Gear 2 2 1,407 1,407 1,642 1,652 1,292 1,241 1 1 0,337 0,337
Gear train a
Gear train b
60,688 MPa 48,328 MPa
79,198 MPa 57,729 MPa
Perhitungan nilai minimal yield strength dari material roda gigi tersebut dirumuskan sebagai:
(14)
Perhitungan dengan hanya menggunakan lewis bending stress dirasa kurang memenuhi kriteria dan faktor-faktor pembebanan lain saat roda gigi beroperasi,
! !all SF YZ ZN
: AGMA stress : yield strength minimal : Safety factor : Reliability factor : Stress cycle factor
Perancangan sistem..., Pringgo Jatmiko, FT UI, 2013.
Nilai Zn adalah 1 untuk semua roda gigi kecuali pada gear di gear train b, Zn = 0,956 karena dalam 1 putaran gear tersebut mendapatkan 4 kali kontak dari 4 pinion. Maka nilai minimal dari yield strength material untuk roda gigi didapatkan: Tabel 8. Perhitungan nilai Sy material roda gigi.
Sy minimal Gear train a Gear train b
Pinion 908,16 MPa 1076,085 MPa
Gear 877,498 MPa 1070,044 MPa
Selain ketahanan terhadap bending stress, pada roda gigi terdapat kemungkinan terjadi kerusakan akibat gesekan atau kontak antar teeth pinion dan gear. Kerusakan akibat kontak permukaan tersebut disebut sebagai pitting. Secara matematis, perhitungan contact stress (Hertzian Stress) [1] dirumuskan sebagai: (15) (16) Cp Vp Vg Ep Eg Kv
: Koefisien elastisitas : poisson’s ratio pinion = 0.3 : poisson’s ratio gear = 0.3 : modulus elastisitas pinion = 200 GPa : modulus elastisitas gear = 38200 GPa : Dynamic factor = 1.35272
(18) Tabel 9. Perhitungan nilai contact stress pada teeth.
Geartrain a 263,7534 27,703 mm 83,111 mm 14,337 kN 114 mm 1,407 -797,103 MPa
Tabel 11. Properti material AISI 4340 tempering 400oC.
AISI 4340 alloy steel (tempering 400oC) Yield strength 1237 MPa Tensile strength 1366 MPa E pinion 2.105 MPa E gear 383.105 MPa Poisson’s ratio 0,3 3.2.
Perancangan Poros Yang pertama kali di asumsikan adalah dimensi dari poros, sehingga perhitungan kekuatannya akan menghasilkan rekomendasi material yang sesuai. Berikut adalah dimensi dari poros yang akan digunakan: Tabel 12. Asumsi dimensi dari poros.
(17)
Contactstress Cp r1 r2 Wt F Kv !C
Dp 162 180 I 0,275 0,148 !C.Strength 1087,704 MPa 1880,3 MPa Maka dari hasil perhitungan tersebut dapat dilakukan rekomendasi material yang sesuai untuk kedua gear train berdasarkan nilai Sy minimal ditentukan material yang sesuai adalah Steel AISI 4340 dengan proses tempering pada suhu 400oC [9] dengan property material sebagai berikut:
Geartrain b 263,7534 30,7812 mm 129,284 mm 38,71 kN 170 mm 1,25 -922,787 MPa
Nilai contact stress tersebut akan dibandingkan dengan nilai kekuatan atau ketahanan dari material saat menerima contact stress atau disebut sebagai pitting resistance [6] (19) (20)
Dimensi Do Di L Jumlah
Driver 100 mm 80 mm 530 mm 2
Idler 100 mm 80 mm 530 mm 4
Utama 340 mm 240 mm 530 mm 1
Perancangan poros dimulai dari analisis sambungan antara poros dengan roda gigi. Pada perancangan ini digunakan sambungan tipe interference fit pada lokasi roda gigi berada. Karena ada torsi yang bekerja, maka perhitungan tekanan yang harus diberikan pada sambungan dirumuskan sebagai: (21) T f p l
: torsi yang ditransmisikan poros (Nmm) : Koefisien gesek dari material poros (0,108) : tekanan yang terjadi pada sambungan (MPa) : panjang poros yang bersentuhan dengan gear (mm) d : diameter luar poros (mm) Setelah mendapatkan besarnya tekanan pada interference fit tersebut, maka besarnya diametral interference antara poros dan roda gigi dapat dihitung dengan persamaan (22). Diasumsikan pada awal perancangan material yang digunakan untuk poros adalah material yang sama dengan material roda gigi:
Tabel 10. Hasil perhitungan pitting resistance.
Pitting resistance F Kv Ko Ks Kh
Geartrain a
Geartrain b
114 mm 1,407 2 1,642 1,292
170 mm 1,25 2 1,711 1,382
(22) do : diameter luar roda gigi (mm) di : diameter dalam poros (mm) " : diametral interference (mm) Hasil perhitungan sambungan interference fit pada tiap poros ditunjukkan pada tabel 13 berikut: Tabel 13. Hasil perhitungan interference fit.
Interference
Poros
Perancangan sistem..., Pringgo Jatmiko, FT UI, 2013.
Poros idler
Poros
fit T p "
driver utama 1091,3 Nm 3273,8 Nm 55000 Nm 5,642 MPa 16,928 MPa 5,292 MPa 0,0191 mm 0,0366 mm 0,042 mm Selanjutnya adalah perhitungan kekuatan dari tiap poros dalam menggung pembebanan yang terjadi. Analisis menggunakan metode diagram NVM untuk menganalisis besarnya gaya aksial, shear, dan momen yang bekerja pada poros.
(29) (30) Fc : Gaya berat yang menyebabkan buckling. Estimasi gaya great yang mungkin menyebabkan buckling berasal dari berat rangkaian pipa pengeboran pada poros utama dan juga berat dari roda gigi serta berat poros itu sendiri. Tabel 17. Estimasi nilai Fc pada tiap poros.
Tabel 14. Hasil perhitungan NVM pada tiap poros.
Poros N V M
Driver 324,072 kN 5,218 kN 641,851 Nm
Idler 1,819 kN 11,051 kN 2928,717 Nm
Utama 1960 kN 28,179 kN 7467,394 Nm
Setelah nilai M diketahui pada masing poros, dengan acuan nilai M dan T dari tiap poros, maka perhitungan kekuatannya menggunakan persamaanpersamaan berikut : (23) (24) (25) (26) Dengan menggunakan persamaan (23) sampai (24) maka bisa didapatkan nilai allowable bending stress dan allowable shear stress dari material poros. Tabel 15. Perhitungan # dan ! pada tiap poros.
Poros Te
Driver 2274,962 Nm
Idler 4392,632 Nm
Me
1458,406 Nm
3660,674 Nm
# !
19,616 MPa 25,151 MPa
37,877 MPa 63,131 MPa
Utama 55504,612 Nm 31486,003 Nm 9,563 MPa 10,85 MPa
Untuk mendapatkan material yang sesuai, maka menggunakan pengali dari safety factor yang ditentukan dengan metode Pugsley yaitu 2,45. (27) Tabel 16. Nilai Sy minimal dari material poros.
Poros Sy
Driver 160,202 Mpa
Idler 309,327 Mpa
Utama 78,104 Mpa
Selain perhitungan kekuatan karena adanya bending dan beban torsional, perhitungan kekuatan poros juga dipertimbangkan akibat pembebanan beban aksial yang mungkin bisa menyebabkan terjadinya buckling pada poros [4]. (28)
Berat Fc Estimasi berat
Driver 324,071 N
Idler 1,819 kN
Utama 1962,861 kN
Persamaan (28) sampai (30) digunakan untuk mendapatkan nilai E minimal dari poros agar dapat melakukan pemilihan material yang sesuai. Tabel 18. Nilai modulus elastisitas minimal dari material poros.
Buckling E
Driver 47,592 MPa
Idler 267,173 MPa
Utama 379,847 MPa
Dari hasil perhitungan keseluruhan untuk kekuatan poros, maka material yang sesuai untuk poros dapat dipilih AISI 4340 dengan propertis sebagai berikut: Tabel 19. Properties material poros (AISI 4340).
Material E Sy Su
Driver 197,054 GPa 1237 MPa 1366 MPa
Idler 197,054 GPa 1237 MPa 1366 MPa
3.3.
Utama 197,054 GPa 1237 MPa 1366 MPa PemilihanBea
ring Pemilihan bantalan dilakukan berdasarkan karakteristik pembebanan yang terjadi pada tiap bantalan. Untuk poros utama, terdapat beban aksial yang besar dan juga beban arah radial akibat adanya torsi yang bekerja pada poros tersebut. Selain itu, kecepatan putaran poros tergolong tidak cepat, oleh karena itu untuk poros utama digunakan bantalan jenis tapered roller bearing [14]. Untuk poros idler dan driver beban aksialnya tidak terlalu besar namun beban radialnya cukup besar dan dalam kondisi kecepatan putaran yang cukup tinggi. Sehingga untuk kedua poros tersebut digunakan bantalan jenis cylindrical roller bearing [15]. Berikut adalah analisis pembebanan pada tiap bantalan: Tabel 20. Hasil perhitungan spesifikasi minimal bantalan.
Bearing Ra Rb Ra.aksial Co C
Driver 5,218 kN 5,218 kN 324,072 N 5,228 kN 2,3302 kN
Idler 11,052 kN 8,256 kN 1,819 kN 11,201 kN 5,785 kN
Utama 28,178 kN 28,178 kN 1960 kN 1960,21 kN 1481,27 kN
Maka bearing yang bisa dipilih adalah dengan spesifikasi berikut:
Perancangan sistem..., Pringgo Jatmiko, FT UI, 2013.
Tabel 21. Spesifikasi bantalan yang digunakan.
Bearing Jenis Jumlah Co C Di Do T
Driver Single-row roller bearing 4 110 kN 84,2 kN 95 mm 145 mm 24 mm
Idler Single-row roller bearing 8 110 kN 84,2 kN 95 mm 145 mm 24 mm
Utama Single-row tapered roller bearing 2 3100 kN 1540 kN 320 mm 480 mm 100 m
3.4.
Q $ c t1 t2
Perancangan
Pelumasan Pada perancangan sistem penggerak top-drive ini, terdapat komponen-komponen mekanikal yang bergerak dan mengalami gesekan seperti pada roda gigi dan bantalan-bantalan gelinding. Gesekan tersebut akan menyebabkan terjadinya suatu kerugian yang dilepas dalam bentuk panas atau kalor. Panas inilah yang nantinya harus dapat diantisipasi dengan penggunaan pelumas sebagai media pendingin yang disirkulasikan ke dalam sistem yang mengalami gesekan tersebut. Kerugian pada bantalan gelinding: (31) H
Sedangkan untuk panas yang dihasilkan dari roda gigi diasumsikan daya yang hilang dan menjadi panas sekitar 0,2% dari daya yang ditransmisikan roda gigi [17]. Maka total panas yang dihasilkan karena gesekan pada roda gigi sebesar 1,6133 kW. Sehingga dijumlahkan dengan panas yang dihasilkan dari bearing menjadi 6,31337 kW panas yang dihasilkan sistem. Setelah didapatkan total panas yang dihasilkan, maka tahap selanjutnya adalah menghitung banyaknya kebutuhan pelumas untuk menyerap panas yang timbul: (32)
: Jumlah kerugian akibat gesekan (HP)
: Debit aliran pelumas (ltr/detik) : densitas dari pelumas (kg/m3) : kapasitas kalor pelumas (kJ/kg oC) : suhu masuk pelumas (oC) : suhu keluar pelumas (oC)
Pada rancangan ini diasumsikan bahwa suhu masuk pelumas adalah t1 = 40oC dan suhu keluar adalah t2 = 80oC. Viskositas dari pelumas yang digunakan berdasarkan kecepatan terbesar dari pada pitch-line (pitch-line velocity) dengan rumusan: (33) v : pitch-line velocity (m/s) Maka range viskositas dari pelumas yang digunakan adalah
Di : Bore diameter dari bantalan (in) W
: beban di bantalan (lb)
N
: putaran bantalan (RPM)
Fc : konstanta jenis bearing Self-aligning ball bearing
: 0,0010
Deep-groove ball bearing
: 0,0015
Angular-contact ball bearing
: 0,0013
Cylindrical roller bearing
: 0,0011
Tapered roller bearing
: 0,0018
Berikut adalah hasil perhitungan dari persamaan (31) untuk panas yang dihasilkan oleh gesekan pada bantalan-bantalan. Tabel 22. Panas yang dihasilkan dari bearing.
Poros Panas Juml Utama ah Bantalan a 4,3987 kW 1 Bantalan b 0,06323 kW 1 Poros idler Bantalan a 0,01897 kW 4 Bantalan b 0,01398 kW 4 Poros driver Bantalan a 0,02657 kW 2 Bantalan b 0,02657 kW 2 Total panas yang dihasilkan karena kerugian di bantalan
Total panas 4,39871 kW 0,06323 kW 0,07589 kW 0,05594 kW
Dengan range viskositas yang telah didapatkan, maka jenis pelumas yang tepat untuk digunakan adalah jenis light mineral oil based dengan standar ISO-VG 68. Untuk perhitungan densitas pelumas dan kapasitas panas menggunakan standar yang diberikan oleh API (American Petroleum Institute) [12]. (34) Dengan mentukan API degree sebesar 40, untuk tipe light oil, maka didapatkan nilai specific gravity sebesar:
Maka besarnya densitas dari pelumas tersebut adalah 823 kg/m3. Bisa didapatkan pula nilai dari kapasitas kalor dari pelumas sebesar: (35) Suhu yang diinginkan adalah 40oC c = 1,944 kJ/kg oC Debit pelumas yang dibutuhkan !
0,05314 kW 0,05314 kW 4,70049 kW Q
Perancangan sistem..., Pringgo Jatmiko, FT UI, 2013.
Dengan kecepatan putaran (pitch-line velocity) dalam kriteria dibawah 3000 ft/min, maka sistem pelumasan yang paling sesuai adalah sistem pelumasan ciprat (spash lubrication system). [13] Sistem tersebut digunakan untuk seluruh komponen baik poros, gear, dan bantalan yang ada didalam sistem penggerak ini. 4. Kesimpulan Rancangan sistem mekanikal alat Top-Drive yang digunakan sebagai sistem pemutar utama rangkaian pipa pengeboran ini telah sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dalam operasi pengeboran. Rancangan ini dapat pula dijadikan acuan untuk memproduksi komponen-komponen mekanikal tersebut secara mandiri sehingga diharapkan ketergantungan akan impor komponen-komponen ini semakin berkurang. Segala faktor yang digunakan pada perhitungan ini telah disesuaikan dengan standar yang ada untuk memenuhi kriteria kehandalan design yang dibuat.
[13]. [14]. [15]. [16]. [17]. [18]. [19]. [20]. [21].
Davis, J.R. (2005). Gear Materials, Properties, and Manufacture. ASM International. SKF Tapered Roller Bearings Catalogue. SKF Cylindrical Roller Bearings Catalogue. Morris Industrial Lubricants Catalogue. Shell International Petroleum Company Limited. (1964). The Lubrication of Industrial Gears. London: U.K. Shell Publisher. Maitra, G.M. (1994). Handbook of Gear Design – Second Edition. New Delhi: India. Tata McGraw-Hill. TESCO HMIS 250 TON Top-Drive Data Sheet. Aker Maritime Portable Hydraulic Top-Drive Data Sheet. National Oilwell Varco Hydraulic Top-Drive Data Sheet.
Referensi [1]. [2]. [3]. [4]. [5]. [6].
[7]. [8]. [9].
[10]. [11]. [12].
Budynas, Nisbett. (2008). Shigley’s Mechanical Engineering Design Eight Edition. McGrawHill. R.S. Khurmi., J.K. Gupta. (2005). A Textbook of Machine Design. Eurasia Publishing House Ltd. Eugene, A., Theodore B. (1996). Mark’s Standard Handbook for Mechanical Engineers – Teenth Edition. McGraw-Hill. Virgil, M. F. (1970). Design of Machine Elements – fourth edition. The Macmillan Company. AGMA 917-B97. (1997). Design Manual for Fine-Pitch Parallel Shaft Gearing. AGMA. AGMA 908-B89. (1999). Geometry Factors for Determining the Pitting Resistance and Bending Strength of Spur, Helical, and Herringbone Gear Teeth. AGMA. AGMA 2001-D04. (2001). Fundamental Rating Factor and Calculation Methods for Involute Spur and Helical Gear Teeth. AGMA. AGMA 9005-E02. (2002). Industrial Gear Lubrication. AGMA. Woei-Shyan, L., Tzay-Tian, S. (1999). Mechanical properties and microstructural feature of AISI 4340 high-strength alloy steel under quenched and tempered conditions. ELSEVIER. Jan, P., Jozef, L., Jamil, B. (1996). TDS – Top Drive System, New Drilling Technology. Acta Montanistica Slovaca. NTN Tapered Roller Bearings Catalogue. Stachowlak, G., Wiatchelor, A. (2005). Engineering Tribology - Third edition. Elsevier Inc.
Perancangan sistem..., Pringgo Jatmiko, FT UI, 2013.