GAMBARAN SINDROM PRAHAID DAN HUBUNGANNYA DENGAN INTENSITAS AKTIVITAS FISIK PADA MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN AJARAN 2012/2013 Erwin Ardian Noor*, Dwiana Ocviyanti** *Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia **Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Sindrom prahaid (SPH) termasuk ke dalam salah satu masalah kesehatan perempuan yang semakin meningkat prevalensinya. SPH dapat menurunkan kualitas hidup perempuan saat masa suburnya. Sejauh ini telah diketahui beberapa terapi farmakologi maupun nonfarmakologi untuk mengurangi keparahan gejalanya dan aktivitas fisik adalah salah satu terapi yang telah direkomendasikan. Namun, hanya sedikit bukti yang mendukung bahwa memang ada hubungan antara SPH dengan aktivitas fisik, termasuk data di Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan data gambaran yang mengaitkan dua variabel tersebut. Menggunakan desain penelitian cross-sectional peneliti ingin melihat gambaran SPH dan hubungannya dengan intensitas aktivitas fisik pada 106 mahasiswi di Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia yang berada dalam rentang usia 15-24 tahun. Data didapatkan dari 106 responden yang berada pada tahun ajaran 2012/2013 dengan menggunakan kuesioner tervalidasi. Diagnosis SPH berdasarkan kriteria dari The American College of Obstetrics and Gynecology sedangkan penilaian aktivitas fisik menggunakan kuesioner Rapid Assessment of Physical Activity. Hasil uji distribusi data 62.3% perempuan masuk ke dalam kriteria SPH (ringan 19.8%, sedang 29.2%, dan berat 13.2%). Nilai p Chi-Square antara kejadian SPH dengan intensitas aktivitas fisik 0.804 (p<0.050). Dilakukan penggabungan data aktivitas fisik (aktif, tidak aktif) dan didapatkan p=1.000. Sebagai kesimpulan, tidak ditemukan ada hubungan antara SPH dengan intensitas aktivitas fisik. Kata kunci: sindrom prahaid, perempuan usia 15-24 tahun, aktivitas fisik, RAPA Premenstrual Syndrome (PMS) is one of women’s health problem with an increasing of its prevalence. PMS can reduce women’s quality of life in their reproductive age. Nowadays, there are various therapies that have been used to decerease the severity of the symptomps and physical activity is one of the recommended therapy. However, no clear evidence to support a relationship between PMS and physical activity, including in Indonesia. Therefore, specific data that shows relation between those variables is needed. Using a crosssectional design, we evaluated PMS’s distribution in 106 college students between 15-24 years old and were participating in 2012/2013 academic year in Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia and its relationship to physical activity. Datas from respondents were assessed by validated questionnaire. Diagnostic of PMS based on The American College of Obstetrics and Gynecology criteria and Rapid Assessment of Physical Activity were used to classified the intensity of physical activity. Distribution test shows that 62.3% women met established criteria of PMS, (mild 19.8%, moderate 29.2%, and severe 13.2%). Value of p=0.804 were obtained from Chi-Square test between PMS and physical activity (p<0.050). Integration of several categories of physical activity were calculated (active, non-active) and results in p=1.000 from Kolmogorov-Smirnov test. As a conclusion, the results do not support a relationship between prevalent of PMS and intensity of physical activity. Keyword: Premenstrual syndrome, women aged 15-24 years old, physical activity, RAPA
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
1
1. Pendahuluan Sistem reproduksi adalah salah satu sistem regulasi penting pada wanita yang merupakan gabungan antara regulasi homeostatik tubuh, struktur anatomis, jaras persarafan, dan tentunya regulasi hormonal. Dalam sistem reproduksi kita mengenal adanya siklus hormonal yang bermanifestasi sebagai suatu siklus haid/menstruasi. Selama siklus ini dapat terjadi gangguan dan salah satu gangguan haid yang paling sering terjadi adalah sindrom prahaid atau premenstrual syndrome (PMS).1,2 Sindrom prahaid adalah kumpulan gejala yang muncul selama 7-14 hari sebelum menstruasi dan akan menghilang segera setelah menstruasi minimal selama 3 siklus berturut-turut.1,2,3 Data epidemiologi menyatakan 70-90% wanita mengalami gejala-gejala sindrom prahaid selama siklus menstruasinya. Data dari American Congress of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), 85% wanita yang mengalami mensturasi memiliki sedikitnya 1 gejala sindrom prahaid.1 Selama ini telah dilaporkan lebih dari 300 gejala sindrom prahaid, gejala ini bervariasi dari gejala emosional dan perilaku seperti depresi, marah, mudah tersinggung, cemas, bingung, sedih, menangis, konsentrasi menurun, gangguan tidur, gangguan interaksi sosial, dan gangguan nafsu makan dan rasa haus, hingga gejala fisik seperti nyeri payudara, kembung, sakit kepala, berat badan naik, bengkak pada tangan dan kaki, nyeri-nyeri di seluruh tubuh, dan kram perut.2,4 Sindrom prahaid dapat terjadi di berbagai usia walaupun paling banyak antara usia awal 20 hingga awal 40. Sekitar 75% gejala sindrom prahaid dikeluhkan oleh wanita dalam usia reproduktif.3, Sekitar 15-20% wanita yang sedang menstruasi mengeluhkan gejala sindrom prahaid dengan keparahan gejala berkisar dari ringan hingga sedang.5,6 Pada sekelompok wanita yang juga dalam rentang usia reproduktif juga ditemukan adanya gejala yang lebih berat (severe) dengan prevalensi antara 5-8% yang disebut dengan premenstrual dysphoric disorder (PMDD).5,7,8 Namun pada penelitian di Swiss digunakan sampel hingga usia 15 tahun dan didapatkan bahwa prevalensi dari sindrom prahaid masih tinggi (>90%).9 Hal ini juga didukung fakta bahwa sindrom prahaid banyak terjadi pada perempuan dengan golongan usia remaja akhir hingga dewasa muda (young adult) terkait status belum menikah bahkan dengan gejala yang lebih menonjol. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan insiden sindrom prahaid pada usia 16-20 tahun.9 Salah satu metode untuk meredakan gejala sindrom prahaid
adalah dengan
melakukan aktivitas fisik sesuai rekomendasi ACOG sebagai pereda depresi dan kelelahan pada sindrom prahaid.1 Departemen Kesehatan Amerika Serikat merekomendasikan aktivitas fisik yang rutin sebagai terapi nonfarmakologi.10,11 Namun pada penelitian
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
2
sebelumnya tidak ditemukan hubungan yang jelas antara aktivitas fisik dengan sindrom prahaid, beberapa penelitian menemukan tidak ada hubungan.12 Beberapa penelitian lain mendapatkan justru perempuan dengan aktivitas fisik intensitas tinggi atau latihan fisik memiliki peningkatan risiko mengalami gejala sindrom prahaid.13,14 Atas dasar permasalahan tersebut maka peneliti ingin melihat hubungan sindrom prahaid dengan aktivitas fisik pada perempuan remaja akhir hingga dewasa muda di Jakarta. Terlebih lagi karena di Jakarta belum ada data terkait persebaran dan gambaran sindrom prahaid mengingat berdasarkan data sensus penduduk di DKI Jakarta tahun 2012 didapatkan dari 9,294,949 penduduk Jakarta ada 32.37% wanita yang masuk dalam usia subur dan sangat rentan terkena sindrom prahaid dengan risiko mengganggu aktivitas yang juga tinggi. Dengan deteksi dini dan terapi yang efektif maka dapat memberikan efek yang lebih besar bagi kesehatan reproduksi wanita. .
2. Tinjauan Teoritis Berdasarkan The American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG), sindrom prahaid digambarkan sebagai suatu kumpulan gejala berulang yang muncul selama 7-14 hari sebelum menstruasi dan akan menghilang segera setelah menstruasi (biasanya saat hari pertama menstruasi) minimal selama 3 siklus berturut-turut.1,2 Gejala ini mencakup gejala fisik, psikis, dan perilaku, serta mengganggu aktivitas sehari-hari.1,2,4 The American Congress of Obstetricians and Gynecologists memperkirakan sekitar 85% perempuan yang mengalami siklus menstruasi mengalami setidaknya 1 gejala sindrom prahaid sebagai bagian dari siklus per bulannya.1 Tingkat keparahan gejalanya bervariasi dari ringan, sedang, hingga berat. Kira-kira 12-20% perempuan mengaku mengalami gejala ringan hingga sedang dan hanya 5-8% yang termasuk gejala berat.1,2,4 Sindrom prahaid banyak pada usia 20-40 tahun namun pada usia lebih muda juga ditemukan adanya gejala yang cukup mengganggu. Sekitar 75% gejala sindrom prahaid dikeluhkan oleh wanita dalam usia reproduktif dan sekitar 15-20% wanita yang sedang menstruasi mengeluhkan gejala sindrom prahaid ringan hingga sedang.2,4 Pada kasus yang lebih berat (severe) dengan prevalensi antara 5-8% yang disebut dengan premenstrual dysphoric disorder (PMDD).1,2,4 Namun pada penelitian di Swiss digunakan sampel hingga usia 15 tahun dan didapatkan bahwa prevalensi dari sindrom prahaid masih tinggi (>90%).4 Gangguan ini juga banyak terjadi pada perempuan dengan golongan usia dewasa muda (young adult). Penelitian menunjukkan adanya peningkatan insiden sindrom prahaid pada usia 16-20 tahun.2,4
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
3
Gejala-gejala pada sindrom prahaid terdiri dari gejala fisik, psikis, dan perilaku. Gejala yang mungkin timbul antara lain gejala fisik berupa nyeri payudara, sakit kepala, bengkak di ekstremitas, mudah lelah (fatigue), nyeri di perut atau kram perut, dan rasa mual atau kembung, sedangkan gejala psikis yang dapat muncul antara lain mudah marah, depresi, cemas, sulit tidur, sulit konsentrasi, dan mudah tersinggung (irritable).4,5 Gejala tersebut pada beberapa sumber disebutkan sebagai suatu gejala yang etiologinya terkait psikoneuroendokrinologi. Pada banyak data literatur disebutkan bahwa etiologi hormonal adalah yang paling berperan dalam petofisiologi sindrom prahaid.2,17 Terutama hormonhormon steroid gonad seperti estrogen dan progesteron yang akan meningkat kadarnya dan aktivitasnya selama fase luteal yaitu terutama pada 5-7 hari sebelum menstruasi.17,18 Berbarengan dengan munculnya gejala dari sindrom prahaid. Hormon-hormon seks ovarium tersebut memberikan efek pada neuro transmitter yang nantinya secara lebih spesifik lagi akan menjadi dasar dari munculnya gejala-gejala sindrom prahaid. Sebenarnya secara umum gambaran patofisiologi dari sindrom prahaid ini masih belum jelas dan masih cukup banyak variasi yang dan belum bisa dipastikan namun secara hipotesis sudah ada beberapa jalur parofisiologi yang ditemukan antara lain neurotransmitter serotonin (5-HT), sistem neurotransmitter GABA-ergik, dan jalur POMC khususnya β-endorfin.2,17 Dalam menegakkan diagnosis sindrom prahaid dapat menggunakan beberapa kriteria antara lain: WHO’s International Classification of Diseases, 10th edition (ICD-10) dan The American College of Obsetrics and Gynecology (ACOG).17,18
Gambar 1. Kriteria diagnosis Sindrom Prahaid oleh ACOG17 Pedoman The American College of Obsetrics and Gynecology (ACOG) adalah salah satu yang sering dipakai dan dikembangkan oleh University of California at San Diego (UCSD) dan National Institute of Mental Health (NIMH). Kriteria ini melihat gejala
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
4
fisik maupun psikis dari sindrom prahaid. Selain itu gejala-gejala yang dikeluhkan harus mempengaruhi kehidupan sehari-hari selama 5 hari sebelum menstruasi dan tetap ada selama 3 siklus haid. Gejala akan mereda dalam 3-4 hari.17,18 Berdasarkan gejala-gejala tersebut pula dapat dipakai beberapa kategori berdasarkan tingkat keparahan gejalanya yaitu ringan, sedang, dan berat, sesuai keluhan subjektif dari pasien. Penatalaksanaan dari sindrom prahaid salah satunya yang diketahui dan telah direkomendasikan adalah aktivitas fisik, terutama aktivitas fisik aerobik. Sesuai rekomendasi ACOG sebagai pereda depresi dan kelelahan pada sindrom prahaid.1 Departemen Kesehatan Amerika Serikat merekomendasikan aktivitas fisik yang rutin sebagai terapi nonfarmakologi.10,11 Hal ini berkaitan dengan adanya beberapa fisiologi atau mekanisme. Penignkatan hormone endorfin dan penurunan level serotonin diketahui dapat membantu meredakan keparahan gejala sindrom prahaid. Selain itu dengan adanya aktivitas fisik secara teratur diduga dapat mencegah hipoksia dari dinding endometrium yang mengalami proses peluruhan sehingga dapat mengurangi nyeri perut dan kram perut.1,2 Menurut definisi dari Physical Activity Guidelines for Americans tahun 2008, aktivitas fisik secara umum lebih dikategorikan sebagai gerakan yang dapat memperbaiki kondisi kesehatan tubuh.20 Hal ini disebabkan karena banyak ditemukannya efek positif dari aktivitas fisik yang baik dan terkontrol. Efek positif itu antara lain bukan hanya mengurangi berat badan tapi juga membuat kita lebih berenergi, memperbaiki mood, dan mencegah munculnya penyakit kronik.20 Klasifikasi yang ditemukan didasari oleh besarnya atau beratnya aktivitas fisik tersebut dan ada yang didasari oleh jenis atau bentuknya saja. Klasifikasi aktivitas fisik berdasarkan intensitasnya atau beratnya pun bermacam-macam bergantung dari data karakteristik sosiodemografi dan klinis di daerah tersebut. Bisanya dilakukan penyeragaman penilaian dengan menggunakan kuesioner untuk dapat mempermudah klinisi atau peneliti untuk melihat gambaran aktivitas fisik tersebut berdasarkan intensitasnya. Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi 3 jenis berdasarkan intensitasnya yaitu: ringan (mild), sedang (moderate), dan berat (severe).20 Penggolongan ini dapat dibedakan dengan melihat energi yang dibutuhkan dengan satuan metabolic equivalent of task (MET).20,22 Definisi dari MET adalah energi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk melakukan suatu pekerjaan/task atau suatu aktivitas.20,22 Tubuh kita mengenal yang dinamakan dengan resting metabolic rate atau energi yang dibutuhkan tubuh saat isitrahat dengan kata lain untuk menjalankan fungsi kerja organ saja atau bisa disebut dengan BMR (basal metabolic
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
5
rate). Energi yang dikeluarkan saat isirahat ini disebut dengan 1 MET, 2 MET berarti dua kalinya, 3 MET berarti tiga kalinya, dan seterusnya. Jika dinilai lebih dalam, 1 MET itu berarti sama dengan proses metabolisme tubuh kita yang mengkonsumsi 3.5 milimeter oksigen (O2) per kilogram berat badan tubuh (kgBB) per menit atau mengkonsumsi 1 kilokalori (kkal) per kilogram berat badan tubuh per jam. Penghitungan baik dengan satuan konsumsi oksigen maupun kalori dapat dihitung berdasarkan definisi di atas.20,22 Berdasarkan guideline CDC dan WHO aktivitas fisik sedang atau moderate berada dalam batas MET 3.0-6.0 sedangkan aktivitas fisik ringan dibawah 3.0 MET dan aktivitas fisik berat di atas 6.0 MET (7.0 pada anak-anak).21 Secara subjektif, aktivitas fisik juga dapat dinilai.Jika kita melakukan aktivitas fisik ringan maka kita bukan hanya masih dapat berbicara tapi juga dapat menyanyi, jika sudah masuk ke sedang maka kita hanya dapat berbicara saja, dan jika berat makan kita sudah tidak dapat berbicara. Klasifikasi yang kedua adalah berdasarkan jenis atau bentuk aktivitasnya. Terdapat 4 golongan yang utama yaitu: (1)aerobik, (2)muscle-strengthening, (3)bone-strengthening, dan (4)peregangan.20 3. Metode Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan bentuk analitik observasional untuk melihat gambaran sindrom prahaid dan hubungannya dengan intensitas aktivitas fisik pada perempuan usia 15-24 tahun di Jakarta. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dari bulan November 2012 hingga Juni 2013 Sampel pada penelitian ini diambil dari mahasiswi FKUI dalam rentang usia 15-24 tahun dari angkatan 2008-2012 pada periode tahun ajaran 2012/2013. Dimana besar sampelnya sebesar 106 orang yang dipilih menggunakan metode simple-random sampling. Sampel yang terpilih harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi. Kriteria inkusinya yaitu merupakan mahasiswi FKUI pada periode tahun ajaran 2012/2013 yang berusia 15-24 tahun, telah mengalami haid selama minimal 5 siklus menstruasi sebelum waktu pengambilan data, dan bersedia menjadi sampel peneltian dengan mengisi kuesioner dan menandatangani lembar informed consent. Kriteria ekslusinya adalah subjek tidak mampu menyebutkan tanggal-tanggal pada siklus menstruasinya, mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung estrogen dan progesteron, mengonsumsi alkohol, dan kuesioner tidak dapat terisi dengan lengkap atau tidak dikembalikan. Data didapatkan dengan menggunakan kuesioner tervalidasi yang disebarkan kepada seluruh sampel penelitian. Kuesioner telah divalidasi pada Juli 2012. Pada
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
6
kuesioner tercantum bagian identitas responeden yang berisi nama lengkap, usia, tempat tinggal, tahun pendidikan, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan nomor telefon serta email. Selain itu terdapat pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk menegakkan diagnosis sindrom prahaid berdasarkan The American College of Obsetrics and Gynecology (ACOG). Pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup gejala fisik sindrom prahaid seperti nyeri payudara, sakit kepala, kembung, dan bengkak di ekstremitas, dan gejala psikis seperti mudah marah, marah meluap, depresi, cemas, malas berinteraksi, dan bingung. Selain itu ditanyakan juga mengenai kekambuhan gejala dan kriteria eksklusi seperti konsumsi obat-obatan dan alkohol. Pada kuesioner juga terdapat beberapa skala yang digunakan untuk menilai intensitas aktivitas fisik berdasarkan kriteria Rapid Assessment of Physical Activity (RAPA). Lembar inform consent harus ditandatangani oleh responden sebelum mengisi keusioner dan responden harus mengisi kuesioner secara lengkap. Bila terjadi ketidaklengkapan data pada kuesioner maka peneliti akan menghubungi responden untuk akhirnya dapat melengkapi kuesioner tersebut. Peneliti menjamin kerahasiaan dari data pada kuesioner tersebut. Setelah data yang didapat telah lengkap maka baru diklasifikasi sesuai dengan variabelnya. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian sindrom prahaid sedangkan variabel bebasnya adalah skor intensitas aktivitas fisik. Data untuk variabel sindrom prahaid selanjutnya akan dibagi menjadi 3 tingkat berdasarkan keparahan gejalanya yaitu ringan, sedang, dan berat.24,25 Disamping itu untuk aktivitas fisik sesuai kriteria RAPA akan dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: sedentary, underactive, underactive regular-light exercise, underactive-regular, dan active.23,26 Selain data di atas, dari kuesioner juga didapatkan data sosiodemografi responden berdasarkan usia, tahun pendidikan, dan pekerjaan. Usia dibagi menjadi 2 kategori yaitu remaja akhir (15-19 tahun) dan dewasa muda (20-24 tahun) berdasarkan kriteria Center of Diesease Control and Prevention (CDC).27 Setelah semua data rapi terbagi barulah dilakukan pengolahan data menggunakan program SPSS 16.0 for Windows® dimana semua data sosiodemografi akan dioleh secara deskriptif untuk melihat persebaran variabel pada sampel/responden. Variabel bebas dan terikat tadi akan dibandingkan dan dilihat adakah perbedaan yang bermakna antara keduanya.
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
7
4. Hasil 4.1. Karakteristik Variabel pada Responden Dari 106 sampel yang dipilih berdasarkan sistem simple-random sampling didapatkan data-data dari responden melalui kuesioner dan dapat dilihat gambaran persebaran variabel pada tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Distribusi Variabel Data Responden Berdasarkan Karakteristik Klinis dan Sosiodemografi pada Mahasiswi FKUI Tahun Ajaran 2012/2013 Variabel
n = 106 orang Jumlah (%)
Usia
Median (Min-Max) = 20 (16-24)
•
15-19 tahun
33 (31.1)
•
20-24 tahun
73 (68.9)
Masa Pendidikan 7 (6.6)
•
Tahun pertama
•
Tahun kedua
28 (26.4)
•
Tahun ketiga
21 (19.8)
•
Tahun keempat
31 (29.2)
•
Tahun kelima
19 (17.9)
Status Pendidikan Terakhir •
S1
14 (13.2)
•
SMA
92 (86.7)
Dari tabel di atas, dari 106 orang sampel, didapatkan 68.9% dalam rentang usia 2024 tahun, berdasarkan klasifikasi CDC termasuk ke dalam golongan dewasa muda, dan sisanya berada pada rentang usia 15-19 tahun yaitu remaja akhir. Dilakukan uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan didapatkan nilai p<0.050 (0.000) maka dapat disimpulkan bahwa persebaran data usia pada sampel tidak normal dan tidak dapat ditentukan nilai rata-rata sehingga digunakan nilai median yaitu 20 dengan nilai maksimum pada usia 16 tahun dan nilai minimum pada usia 24 tahun. Dari karakteristik sosiodemografis didapatkan kebanyakan sampel adalah mahasiswi tahun kedua sampai keempat. Persentase tahun pertama sebesar 6.6%, tahun kedua sebesar 26.4%, tahun ketiga sebesar 19.8%, tahun keempat dengan jumlah terbanyak sebesar 29.2%, dan tahun kelima
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
8
dengan 17.9%. Didukung juga dengan data bahwa 92 orang berpendidikan terakhir SMA (belum lulus S1 kedokteran). Pada tabel 4.2 melaporkan distribusi responden penelitian berdasarkan intensitas aktivitas fisik. Tabel 4.2 Distribusi Variabel Intensitas Aktivitas Fisik pada Mahasiswi FKUI Tahun Ajaran 2012/2013 Variabel
n = 106 orang Jumlah (%)
Kategori Aktivitas Fisik (berdasarkan Rapid Assessment of Physical Activity) 4 (3.8)
• Sedentary • Underactive
36 (34.0)
• Underactive regular-light exercise
34 (32.1)
• Underactive regular
21 (19.8)
• Active
11 (10.4)
Berdasarkan kategori dari Rapid Assessment of Physical Activity (RAPA) didapatkan hanya 11 orang dari 106 sampel yang masuk ke dalam kategori aktif. Selain itu hanya 4 orang (3.8%) yang masuk ke kategori sedentary. Sisa sampel masuk ke dalam kategori underactive sebanyak 36 orang (34%), underactive regular-light exercise sebanyak 34 orang (32.1%), dan underactive regular sebanyak 21 orang (19.8%). 4.2 Gejala Sindrom Prahaid Berdasarkan kriteria ACOG 2010 untuk sindrom prahaid didapatkan beberapa gejala yang dimasukkann ke dalam kriteria diagnosisnya.Terdapat 4 gejala fisik dan 6 gejala psikis dan tingkah laku.Berikut persebaran datanya di sampel dalam tabel 4.3. Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 10 gejala fisik sindrom prahaid yang paling banyak dikeluhkan adalah nyeri payudara yaitu sebanyak 47 orang (44.3%) sedangkan gejala psikis sindrom prahaid yang paling banyak dikeluhkan adalah mudah tersinggung (irritable) yaitu sebanyak 80 orang (75.5%). Pada sindrom prahaid tipe mild dan moderate ditemukan bahwa gejala fisik yang paling banyak adalah nyeri payudara, sakit kepala, dan kembung (abdominal bloating).
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
9
Tabel 4.3 Distribusi Data Gejala-gejala Sindrom Prahaid pada Mahasiswi FKUI Tahun Ajaran 2012/2013 Variabel Gejala
Diagnosis PMS
n = 106
Tidak
Mild
Moderate
Severe
Total
PMS (%)
PMS (%)
PMS (%)
PMS (%)
(%)
Nyeri
7 (6.6)
13 (12.3)
20 (18.9)
7 (6.6)
47 (44.3)
Sakit Kepala
3 (2.8)
1 (0.9)
10 (9.4)
8 (7.5)
22 (20.8)
Kembung
6 (15.7)
9 (8.5)
12 (11.3)
4 (3.8)
31 (29.2)
Ekstremitas bengkak
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
Depresi
2 (1.9)
4 (3.8)
6 (5.7)
6 (5.7)
18 (17.0)
Cemas
8 (7.5)
5 (4.7)
11 (10.4)
7 (6.6)
31 (29.2)
Marah
10 (9.4)
7 (6.6)
9 (8.5)
3 (2.8)
29 (27.4)
Bingung
4 (3.8)
2 (1.9)
9 (8.5)
4 (3.8)
19 (17.9)
Mudah Tersinggung
26 (24.5)
16 (15.1)
27 (25.5)
11 (10.4)
80 (75.5)
Malas Interaksi sosial
19 (17.9)
8 (7.5)
12 (11.3)
7 (6.6)
46 (43.4)
Gejala Mereda
28 (26.4)
21 (19.8)
31 (29.2)
14 (13.2)
94 (88.7)
4.3 Hubungan Sindrom Prahaid dengan Intensitas Aktivitas Fisik Analisis antara kejadian sindrom prahaid dengan intensitas aktivitas fisik tertera pada tabel 4.4 dimana didapatkan Pada kategori sedentary ditemukan hanya 1 orang yang menderita sindrom prahaid dengan gejala severe dan 3 orang dengan keparahan gejala moderate. Tidak ditemukan ada gejala ringan pada kelompok aktivitas fisik sedentary maupun sampel yang tidak menderita sindrom prahaid. Pada kategori underactive hingga underactive regular secara umum terlihat ada penurunan persentase sampel tanpa sindrom prahaid (14.2% menjadi 6.6%), sampel dengan gejala ringan (8.5% menjadi 4.7%), dan sampel dengan gejala berat (4.7% menjadi 1.9%). Namun ternyata didapatkan pada kategori aktivitas fisik active justru ditemukan sampel dengan gejala mild, yaitu sebanyak 2 orang dan sampel tanpa gejala sindrom prahaid, yaitu sebanyak 4 orang. Pada tabel 4.4 juga didapatkan hasil uji hipotesis antara dua variabel tersebut dengan uji Chi-Square. Hasilnya 60% nilai expected count kurang dari 5 maka tabel ini tidak layak diuji dengan uji Chi-Square dan digunakan alternatif dengan melakukan penggabungan data.
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
10
Tabel 4.4 Hasil Uji Hipotesis Hubungan Sindrom Prahaid dengan Aktivitas Fisik pada Mahasiswi FKUI Tahun Ajaran 2012/2013 Rapid Assessment of Physical Activity (RAPA)
Sedentary • Jumlah • Expected Count Underactive • Jumlah • Expected Count Underactive regular-light exercise • Jumlah • Expected Count Underactive regular • Jumlah • Expected Count Active • Jumlah • Expected Count
Tidak PMS
Mild PMS
Moderate PMS
Severe PMS
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
0 1.5
0
0 0.8
0
3 1.2
2.8
1 0.5
0.9
4 4.0
3.8
15 4.2
14.2
8 2.2
7.5
8 3.2
7.5
5 1.5
4.7
36 36.0
34
14 12.8
13.2
6 6.7
9 9.9
8.5
5 4.5
4.7
34 34.0
32.1
7 7.9
6.6
5 4.2
4.7
7 6.1
6.6
2 2.8
1.9
21 21.0
19.8
4 4.2
3.8
2 2.2
1.9
4 3.2
3.8
1 1.5
0.9
11 11.0
10.4
5.7
Pearson ChiSquare Test p = 0.804 Value = 7.759
Pengelompokan data berdasarkan guidelines dari WHO dan CDC yaitu disarankan untuk melakukan aktivitas fisik sedang (moderate) minimal 30 menit atau lebih dengan frekuensi sering dalam seminggu. Oleh karena itu berdasarkan kategori yang tertera pada kuesioner RAPA maka dapat dikelompokkan kategori aktivitas fisiknya menjadi active dan nonactive. Hal ini juga didasari oleh penelitian di Amerika pada tahun 2010 didapatkan bahwa dilakukan penghitungan nilai MET yang dikonversi dari guidelines yaitu 0.5 jam x 4 METs x 5 hari. Nilai 4 MET didapatkan dari rata-rata energi yang dikeluarkan saat melakukan aktivitas fisik sedang. Hasilnya adalah 10 MET-jam/minggu. Berdasarkan data dan perhitungan di atas maka didapatkan hasil uji hipotesis dalam tabel 4.5. Dilihat dari tabel tersebut melalui uji hipotesis hubungan antara intensitas aktivitas fisik dan sindrom prahaid tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p>0.050) antara kedua variabel tersebut. Menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p=1.000.
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
11
Tabel 4.5 Hasil Uji Hipotesis Hubungan Sindrom Prahaid dengan Aktivitas Fisik pada Mahasiswi FKUI Tahun Ajaran 2012/2013 Variabel
Tidak
(Aktivitas
PMS
Fisik)
n
%
Mild PMS
n
%
Moderate
Severe
PMS
PMS
n
%
n
Total
%
n
%
Non-active •
Jumlah
36
•
Expected
35.8
34
19
17.
27
18.8
9
27.8
2
1.9
4
25.5
13
12.3
12.5
95
Pearson
p
Chi-
(Kolmogorov
Square
-Smirnov)
0.942
1.000
89.6
95.0
Count Active •
Jumlah
4
•
Expected
4.2
3.8
2.2
3.2
3.8
1 1.5
0.9
11
10.4
11.0
count
5. Pembahasan Terkait dengan data mengenai sindrom prahaid, pada penelitian di Spanyol tahun 2010 pada sampel perempuan sejumlah 2108 orang didapatkan 73.7% melaporkan gejala sindrom prahaid.5,7 Pada penelitian di daerah Asia Barat didapatkan 79.9% mengeluhkan gejala sindrom prahaid (dengan kriteria ICD-10), 12.7% (dengan kriteria ACOG), dan 5.5% (dengan kriteria DSM IV).30 Dari beberapa penelitian dapat dilihat bahwa prevalensi sindrom prahaid berkisar antara 30-80% akan tetapi pada penelitian di Perancis didapatkan hanya 65 orang dari 3027 orang sampel (hanya 8.8%) yang mengeluhkan gejala sindrom prahaid.25 Jika dapat disimpulkan, gambaran persebaran data sidrom prahaid pada sampel penelitian ini masuk ke dalam rata-rata range prevalensi yang sudah diteliti di dunia. Perbedaan prevalensi dengan penelitian lain dapat disebabkan oleh perbedaan tehnik diagnosis sindrom prahaid, perbedaan tehnik pengambilan data, perbedaan sampel, dan populasi. Terutama dalam hal variasi atau keheterogenan dari sampel. Namun sayangnya belum didapatkan data prevalensi di Indonesia sebagai pembanding. Data karakteristik sindrom prahaid berdasarkan keparhannya juga didapatkan dan hasilnya berbeda dengan penelitian di Arab Saudi, tepatnya pada sampel penelitian yang cukup mirip dengan penelitian ini yaitu pada mahasiswi kedokteran di Universitas di AlAhsa, pada penelitian tersebut ditemukan bahwa prevalensi gejala ringan sebanyak 45%, gejala sedang sebanyak 32.6%, dan gejala berat sebanyak 22.4%.24 Dapat dilihat bahwa gejala ringan dari 250 mahasiswi lebih banyak daripada gejala sedangnya. Berbeda dengan yang didapatkan di FKUI bahwa sampel lebih banyak gejala moderate dibandingkan
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
12
dengan mild. Hal ini dapat dipengaruhi oleh perbedaan budaya dan tingkat stress antara kedua kelompok sampel sehingga berpengaruh pada kesadaran (awareness) terhadap kesehatan menstruasinya. Walaupun begitu penelitian yang menghubungkan gejala sindrom prahaid dengan pekerjaan (bekerja, pelajar, tidak bekerja/bukan pelajar) mendapatkan bahwa tidak ditemukan ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut (p=0.11). Pada sindrom prahaid tipe mild dan moderate ditemukan bahwa gejala fisik yang paling banyak adalah nyeri payudara, sakit kepala, dan kembung (abdominal bloating) hal ini sesuai dengan penelitian Antai et al (2004) dan Balaha et al (2010).24,30 Keluhan ekstremitas bengkak jarang ditemukan, pada data di tabel 4.2 justru tidak ditemukan adanya keluhan bengkak pada ekstremitas. Balaha et al menyebutkan dari 89 orang yang menderita PMS sekitar 75.3% mengeluhkan, sebagai yang terbanyak, sensasi kembung.24 Untuk gejala psikis yang terbanyak adalah iritabilitas/mudah tersinggung.24 Fakta ini juga sesuai dengan hasil yang didapatkan. Jika terjadi perbedaan pada karakteristik gejala yang ditemukan pada tiap-tiap penelitian mengenai sindrom prahaid maka sudah didapatkan pejelasan yang cukup logis. Penelitian Grant et al pada tahun 2004 mengenai stressor dan psikopatologi pada anak dan remaja menunjukkan bahwa adanya gap pada budaya maupun interaksi sosial dapat mempengaruhi respon adaptasi suatu individu terhadap stressor.31 Jika secara strata/derajat sosial suatu individu lebih tinggi maka ia akan lebih mudah beradaptasi dari lingkungannya dan bermanifestasi pada tingkat gejala psikis maupun fisik yang diderita.31 Mungkin saja hal ini dapat berupa variasi sampel yang didapatkan dari mahasiswi FKUI tingkat pertama hingga kelima yang memiliki perbedaan background asal usul, beberapa dari perkotaan dan sebagian lainnya dari pedesaan di luar Jakarta. Meniliai hubungan antara sindrom prahaid dengan aktivitas fisik, penelitian di Amerika Serikat pada Mei 2010 juga mengungkapkan hasil yang sama yaitu tidak adanya bukti bahwa perempuan dengan kategori intensitas aktivitas fisik yang lebih tinggi (aktif) memiliki hubungan dengan penurunan risiko sindrom prahaid dan gejalanya.32 Data dari penelitian-penelitian sebelumnya memiliki beberapa perbedaan yakni dalam hal hubungan sindrom prahaid dengan aktivitas fisik. Beberapa penelitan sebelumnya menyatakan bahwa ada peningkatan sindrom prahaid dan keluhan gejalanya pada perempuan yang aktif secara fisik jika dibandingkan dengan perempuan yang tidak/kurang aktif sedangkan penelitian lainnya menyatakan sebaliknya. Deuster et al. menemukan bahwa 10% dari perempuan dengan aktivitas tinggi mengalami sindrom
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
13
prahaid dan dibandingkan dengan hanya 4.7% dari kelompok perempuan yang tidak aktif, ditambah dengan adanya penurunan keparahan gejala yang signifikan sebesar 60% pada perempuan yang inaktif (95% CI: 0.2-0.7).33 Pada uji terkini lainnya didapatkan bahwa justru tidak ada efek dari aktivitas fisik pada sindrom prahaid terutama dari perbaikan gejala depresi, pada beberapa sampel didapatkan justru stress akan bertambah jika beraktivitas lebih berat. Diduga hal ini disebabkan karena pada wanita dengan keparahan gejala yang berat melaporkan kecenderungan untuk melakukan aktivitas fisik, hal ini harus dibedakan dengan beberapa individu yang sudah rutin melakukan aktivitas fisik namun tidak pernah dikaitkan dengan gejala sindrom prahaidnya.34 Pada tahun 2008 penelitian meta analisis melihat 4 penelitian yang mencari hubungan antara aktivitas fisik dengan sindrom prahaid. Keempat penelitian tersebut menggunakan uji eksperimental dan ternyata didapatkan hasil bahwa belum bisa dipastikan efek dari aktivitas fisik (terutama tipe aerobik) dengan keparahan gejala sindrom prahaid.35 Jika melihat bukti dari penelitian terdahulu kebanyakan mempermasalahkan besarnya sampel yang dinilai kurang. 32-35 Melihat uji di atas dapat dilihat bahwa mungkin saja hasilnya dipengaruhi oleh adanya bias. Jenis kuesioner yang dipilih pada penelitian ini adalah RAPA yaitu salah satu metode tercepat untuk melakukan penilaian terhadap aktivitas fisik seseorang. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini sudah divalidasi sehingga bias akibat misklasifikasi dapat diabaikan. Selain metode RAPA banyak jenis kuesioner aktivitas fisik lain yang lebih kompleks dan lengkap namun lebih banyak dan harus dibawa pulang oleh responden sehingga kemungkinan untuk terjadinya human error saat masa pengisian akan lebih besar. Selain itu tentunya waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data akan semakin lama. Terkait dengan human error jika kita menggunakan kuesioner tentunya banyak data yang bersifa recall atau retrospektif. Hal ini sangat mungkin menimbulkan kesalahan dan ketidakakuratan pada data yang didapat. Tingkat kesadaran perempuan (terutama yang masuk ke dalam sampel) juga berbeda-beda. Jika beberapa sudah mengetahui bahwa perubahan aktivitas fisik baik itu berperan sebagai pengurang munculnya gejala atau justru pemicu terjadinya stress, maka tentunya akan lebih mengingat aktivitas fisik yang dijalaninya dan dapat menambah keakuratan data yang didapat. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional sehingga yang bisa dilihat hanya gambaran atau suatu “foto” saja dari sindrom prahaid dan hubungannya dengan aktivitas fisik. Apakah benar ada hubungan yang bersifat terapeutik atau justru sebagai faktor risiko tidak dapat dilihat. Ternyata setelah melihat distribusi sampel, dari 106 orang hanya 11 (10.4%) orang yang dapat dikategorikan active dan lagi setelah diuji kenormalan
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
14
distribusi data didapatkan nilai p>0.050 (dengan uji Kolmogorov-Smirnov) yang berarti persebaran data aktvitas fisik pada sampel tidak normal. 6. Kesimpulan Cukup banyak mahasiswi FKUI yang menderita sindrom prahaid (62.2% dari 106 mahasiswi). Gejala sedang terbanyak dengan 29.2%, disusul gejala ringan 19.8% dan berat 13.2%. Selain itu didapatkan gejala fisik terbanyak adalah nyeri payudara (44.3%) dan gejala psikis yang terbanyak adalah iritabel atau mudah tersinggung (75.5%). Tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna antara sindrom prahaid dan intensitas aktivitas fisik pada mahasisiwi FKUI tahun ajaran 2012/2013 (p>0.050). Gambaran aktivitas fisik pada mahasiswi FKUI tahun ajaran 2012/2013 dapat dilihat melalui data bahwa hanya 10.4% yang memenuhi standar aktivitas fisik yang direkomendasikan oleh WHO. 7. Saran Peneliti memiliki beberapa saran untuk penelitian selanjutnya yang terkait atau meneliti topik yang mirip dengan penelitian ini. Pertama, penelitian selanjutnya sebaiknya mengambil target populasi yang lebih luas dan tidak berasal dari satu ruang lingkup sosio demografi yang sama atau sederajat untuk membuat persebaran sampel lebih heterogen. Kedua, dikarenakan banyaknya data yang salah atau kurang dari pengisian kuesioner oleh responden sendiri maka pada penelitian selanjutnya sebaiknya diganti dengan wawancara saja. Ketiga, sebaiknya penelitan selanjutnya berbentuk studi prospektif atau dengan randomized trial agar meminimalisir bias dari studi cross-sectional. Jika memungkinkan penelitian tipe eksperimental juga disarankan agar benar-benar dapat dibuktikan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan sindrom prahaid. Yang terakhir, data mengenai gambaran aktivitas fisik dan sindrom prahaid yang didapatkan di penelitian ini dapat digunakan untuk melakukan edukasi dan tindakan preventif pada mahasiswi di FKUI. Daftar Pustaka 1. American College of Obstetrics and Gynecology: ACOG practice bulletin: premenstrual syndrome. Washington, DC: ACOG. 2000;15. [PubMed] 2. Rapkin AJ, et.al. The Premenstrual Syndromes: PMS and PMDD. London, Inggris: Informa Healthcare;2007
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
15
3. Curtis MG, Overholt S, Hopkins MP. Glass’ Office Gynecology 6th Edition. United State of America: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 160-175 4. Campagne DM, Campagne G. The Premenstrual Syndrome Revisited. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 2007;130:4–17 5. Duenas JL, Lete I, Bermejo R, Arbat A, Perez-Campos E, Martinez-Salmean J, et.al. Prevalence of premenstrual syndrome and premenstrual dysphoric disorder in a representative cohort of Spanish women of fertile age. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 2011;156:72-77 6. Pearlstein T. Prevalence, impact on morbidity and disease burden. In: O’Brien S, Rapkin AJ, Schmidt PJ, editors. The premenstrual syndromes: PMS and PMDD. London: Informa UK, Ltd.; 2007. p. 37-47\ 7. Lete I, Duenas JL, Serrano I, Doval JL, Martinez-Salmean J, Coll C, et.al. Attitudes of Spanish women toward premenstrual symptoms, premenstrual syndrome and premenstrual dysphoric disorder: results of a nationwide survey. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 2011;159:115–118 8. Yonkers
KA,
O'Brien
PM,
Eriksson
E.
Premenstrual
syndrome.
Lancet.
2008;371(9619):1200–1210. 9. Tschudin S, Bertea PC, Zemp E. Prevalence and predictors of premenstrual syndrome and premenstrual dysphoric disorder in a population-based sample. 2010;13(6):485-94 10. The National Women’s Health Information Center. What You Hould Know About PMS and PMDD, Patient Handout. The Female Patient [cited 2013 June 4]. Available from: http://medlineplus.gov/ 11. US Departement of Health and Human Services, Hendrick V. Premenstrual Syndrome. 2007. Avaliable from: http://www.womenshealth.gov/faq/premenstrual-syndrome.pdf 12. Kritz-Silverstein D, Wingard DL, Garland FC. The association of behavioral factors associated with menstrual symptoms. J Womens Health Gend Based Med. 1999;8(9):11851193 13. Deuster PA, Adera T, South-Paul J. Biological, social, and behavioral factors associated with premenstrual syndrome. Arch Fam Med. 1999;8(2):122-128 14. Rasheed P, Al-Sowielem LS. Prevalence and predictors of premenstrual syndrome among college-aged women in Saudi Arabia. Ann Saudi Med. 2003;23(6):381-387 15. Tortora, GJ and BD. Principles of Anatomy and Physiology. 12th Ed. USA : John Wiley & Sons Inc;2009. p. 1112-3 [e-book]
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
16
16. Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of Anatomy & Physiology. 9th Ed. USA: Pearson Ed; 2012 [e-book] 17. Edmond DK. Dewhurt’s Textbook of Obsetrics and Gynecology 7th Edition. Australia: Blackwell Publishing; 2007. p.409-12 18. Setiati S dan Laksmi PW.Kesehatan Perempuan. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2010. p 104-5 19. World Health Org. int [homepage on the internet]. Geneva: World Health Organization; 2013. Available from: http://www.who.int/topics/physical_activity/en/ 20. US Department of Health and Human Services. Physical Activity and Weight Control. 2010. Available from: http://www.health.gov/PAGuidelines 21. Global Recommendation on Physical Activity for Health. Geneva, World Health Organization. 2010 22. Jette M, Sidney K, Blumchen G. Metabolic Equivalents (METS) in exercise prescription, and evaluation of functional capacity. Pubmed. 1990;13(8):555-65 23. University of Washington. How Physically Active Are You? An assessment of level and intensity of physical activity. University of Washington Health Promotion Research Center. 2006. Available from: http://depts.washington.edu/hprc/rapa 24. Ballaha MH, Amr MAEM, Moghannum MSA, Muhaidab NSA. The phenomenology of premenstrual syndrome in female medical students: a cross sectional study. Pan African Med J. 2010;5(4):1-14 25. Potter J, Bouyer J, Trussell J, Moreau C. Premenstrual Syndrome Prevalence and Fluctuation over Time: Results from a French Population-Based Survey. Journal of Women’s Health. 2009;18(1):31-39 26. TopolskiTD.,LoGerfo J, Patrick, MAJMB. The Rapid Assessment of Physical Activity (RAPA) Among Older Adults. Prev Chronic Dis. 2006;3(4):A118 27. Centers for Disease Control and Prevention. Guiding Principles for Promoting Adolescent Health. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention; 2004. 28. World Health Organization. BMI Classification. 2006[updated 2011 Jun 7; cited 7 Juni 2013]. Available from: http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html. 29. Pal SA, Dennerstein L, Lehert P. Premenstrual symptoms in Pakistani women and their effect on activities of daily life. J Pak Med Asoc. 2011;61:763-768 30. Antai B, Udezi W, Ekanem A, Okon J, Umoiyoho U. Premenstrual Syndrome: Prevalence In Students Of The University Of Calabar,Nigeria. Afr J Biomed Res. 2004;7:45 -50
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
17
31. Grant KE, Compas BE, Thurm AE, McMahon SD, Gipson PY, Campbell AJ. Stressors and child and adolescent psychopathology: evidenceof moderating and mediating effects. ClinPsychol Rev. 2006;26(3):257-83. 32. Kroll A. Recreational Physical Activity and Premenstrual Syndrome in College-Aged Women[thesis]. University of Massachusetts; 2010. 33. Deuster PA, Adera T, South-Paul J. Biological, Social, and Behavioral Factors Associated with Premenstrual Syndrome. Arch Fam Med. 1999;8(2):122-128 34. Lustky MKB., Widman L, Paschane A, Ecker E. Stress, Quality of Life and Physical Activity in Women with Varying Degrees of Premenstrual Symptomatology. DOI. 2004;39(3):35-44
Gambaran sindrom..., Erwin Ardian Noor, FK-UI, 2013
18