Pengaruh Pemberian Sari Kulit Buah Naga Untuk Mendeteksi Adanya Formalin Pada Tahu Di Pasar Setono Betek Dan Pasar Pahing Kota Kediri
Ratna wardani, Novita Ana Anggraini
[email protected],
[email protected] STIKes Surya Mitra Husada Kediri Kandungan antosianin yang terdapat pada kulit buah naga dapat digunakan sebagai pengujian untuk mendeteksi adanya senyawa kimia seperti formalin, karena antosianin akan mudah bereaksi jika dicampur asam kuat karena kandungan pH kulit buah naga sangat kuat sehingga warnanya akan semakin pekat jika berikatan dengan asam, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian ekstrak kulit buah naga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya formalin pada makanan terutama tahu. Penelitian ini menggunakan desain penelitian pre eksperimental one shot case study. Populasi penelitian semua pedagang tahu di Pasar Setono Betek dan Pasar Pahing di Kota Kediri sejumlah 15 pedagang sedangkan sampelnya berjumlah 13 pedagang. Variable independen penelitian ini pemberian ekstrak kulit buah naga dan variable dependenya deteksi formalin pada tahu. Dalam pengambilan data menggunakan observasi dengan uji statistik menggunakan uji Kruskal Wallis. Hasil uji mengunakan uji visual sebagian besar sampel negatif formalin sebanyak 8 sampel dan yang positif formalin sebanyak 5 sampel. Untuk hasil uji mengunakan uji tes kit dan sari kulit buah naga sebagian besar sampel negatif formalin sebanyak 10 sampel dan yang positif formalin sebanyak 3 sampel. Hasil analisa tes uji statistic Kruskal wallis pada derajat kemaknaan α = 0,05 didapatkan nilai sig.= 0,610. maka H0 di terima dan H1 ditolak, tidak ada perbedaan hasil uji formalin antara visual, sari buah naga, dan uji test kit, dan nilai Kruskal Wallis = 0,610. Pemberian sari kulit buah naga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya formalin pada tahu hal ini dibuktikan dengan pengujian menggunakan uji tes kit didapatkan hasil yang sama antara pengujian menggunakan buah naga dengan tes kit. Kata kunci: Sari Kulit Buah Naga, , Tes Kit, Deteksi Formalin secara Visual, Tahu.
Giving Effect Of Dragon Fruit Peel Essence To Detect Formalin In Soya Flour In Market Setono Betek And Market Pahing Kediri City
Ratna Wardani, Novita Ana Anggraini
[email protected],
[email protected] STIKes Surya Mitra Husada Kediri The anthocyanins contained peel of dragon fruit can be used as a test to detect the presence of chemical compounds such as formaldehyde, because anthocyanin will easily react when mixed with a strong acid because the pH content of dragon fruit skin is very strong so the color will be more intense if it binds with acid, this study aims to know skin of dragon fruit extract can be used to detect the presence of formalin in food especially soya flour . This study used a pre- experimental research design one- shot case study. The study population all traders soya flour Setono Betek and Market Pahing in Kediri city. There is all population 15 traders while the sample was 13 merchants Independent variables of this study dragon fruit peel extract and formaldehyde detection variable dependen to detected a formalin in soya flour In collecting data using observations with statistical test using Kruskal Wallis test . The test results using visual test mostly negative samples of formalin as much as 8 positive samples and 5 samples were formalin. To test the results of the test using the test kit and dragon fruit peel essence mostly negative samples of formalin as many as 10, and 3 samples were positive samples formalin. Results of statistical analysis the Kruskal Wallis test, the test at significance level α = 0.05 obtained sig.= 0.610 then H0 is accepted and H1 is rejected, there is no difference between the visual results of formalin test, dragon fruit peel essence test and test kits , and the value of Kruskal-Wallis = 0.610 . Dragon fruit peel essence can be used to detect the presence of formaldehyde in soya flour this is evidenced by used test using kits obtained similar results between test using dragon fruit with peel essence with the test kit . Keywords : peel Dragon Fruit Essence, Test Kit, Visual Detection formalin, soya fluor.
LATAR BELAKANG Buah naga (Dragon Fruit) kandungan vitaminnya cukup banyak terutama vitamin c, buah naga juga mempunyai kandungan antioksidan yang sangat tinggi yang berfungsi menangkal radikal bebas penyebab kanker. Merupakan buah yang banyak digemari oleh masyarakat karena memiliki rasa yang enak, bagian dari buah naga 30 - 35% merupakan kulit buah namun seringkali hanya dibuang sebagai sampah, kulit buah naga banyak mengandung antosianin sebagai zat pewarna alami, antosianin merupakan zat warna yang terdapat pada tumbuhan yang berperan memberikan warna merah pada buah naga yang berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna sintetis yang lebih aman bagi kesehatan (Citramukti, 2008). Formalin adalah larutan asam yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk, di dalam formalin mengandung sekitar 37% formaldehid, didalam air biasanya ditambah metanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri (Astawan & Made, 2006). Dalam perkembangan dunia yang semakin modern banyak sekali cara yang digunakan untuk mengawetkan bahan makanan, hal ini dikarenakan berbagai kondisi di mana bahan makanan yang digunakan diusahakan agar tidak mudah mengalami pembusukan baik disebabkan bakteri pembusuk maupun oleh fungi/ jamur (Wahyuni, 2006). Pada umumnya dalam pengolahan bahan makanan selalu diusahakan agar menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas, makanan yang tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa yang enak serta tahan lama, untuk mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka pada proses pembuatannya sering
dilakukan penambahan Bahan tambahan makanan (BTM) atau sekarang lebih dikenal dengan Bahan Tambahan Pangan (BTP), (Wahyuni, 2006). Di Indonesia banyak sekali temuan makanan yang mengandung zat pengawet kimia formalin, penggunaan formalin banyak disalahgunakan oleh masyarakat terutama pedagang makanan, hal tersebut dapat dilakukan para pedagang makanan untuk mengawetkan berbagai produk olahan jajanan atau makanannya misalnya penambahan formalin pada makanan dilakukan untuk menjadikan bahan makanan tidak mengalami proses pembusukan (Villani, 2006). Pedagang kebanyakan tidak mengetahui bahwa penggunaan formalin tidak boleh ditambahkan pada makanan, para pedagang hanya mengetahui penggunaan zat kimia formalin menjadikan barang dagangannya tidak mudah mengalami pembusukan serta membuat tampilan produk olahannya menjadi bagus ( Villani, 2006). USEPA (United State Environmental Agency) sendiri telah menentukan prosentase penggunaan formalin pada beberapa produk seperti: pasta gigi yaitu sebesar 0,1% dan untuk produk shampoo yaitu sebesar 0,2% sedangkan pada makanan sendiri pakar kesehatan dunia termasuk di Indonesia yang dikelola oleh badan pengawas obat dan makanan (BPOM) sepakat bahwa penggunaan formalin pada makanan yaitu zero tolerance disini diartikan bahwa penggunaan formalin pada makanan tidak boleh walaupun sangat sedikit (Luthfi, 2006 ). DESAIN PENELITIAN Pengolahan dilakukan dengan melalui cara editing, coding, scoring, dan tabulating, analisis data dilakukan menggunakan uji kruskall Wallis untuk menguji sampel dengan melakukan uji visual, uji sari kulit buah naga dan uji tes kit untuk mengetahui kadar formalin pada
tahu. Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pre eksperimental one shot case study jenis penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan perlakuan / treatment kemudian diobservasi untuk dilihat dampaknya atau pengaruhnya (Hidayat, 2010). Penelitian ini dilakukan di pasar setono betek dan pasar pahing kota kediri populasi dari pasar tersebut berjumlah 15 pedagang kemudian sampel berjumlah 13 pedagang. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan sari kulit buah yang bewarna merah untuk mendeteksi sampel tahu yang mengandung formalin. HASIL PENELITIAN Dari data yang diambil dengan pengujian menggunakan uji visual diketahui dari 13 sampel tahu, 5 (39%) sampel tahu mengandung formalin dan 8 (61%) tahu negatif formalin. Dengan menggunakan sari kulit buah naga dari 13 sampel tahu terdapat 3 (23%) mengandung formalin dan 10 (77%) sampel tahu tidak mengandung formalin. Dengan menggunakan tes kit yaitu terdapat 3 (23%) sampel tahu dinyatakan mengandung formalin yaitu 2 sampel dari pasar setono betek dan 1 sampel dari pasar pahing, sedangkan 10 (77%) sampel tahu tidak mengandung formalin. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa masih terdapat tahu yang mengandung formalin yang berjumlah 3 sampel dari sampel yang diambil dari pasar setono betek berjumlah 10 (77%) dan pasar pahing 3 (23%) dinyatakan mengandung formalin yaitu 2 sampel dari pasar setono betek dan 1 sampel dari pasar pahing kota kediri. Data BPOM di Indonesia tercatat banyak sekali kasus makanan yang mengandung berbahan pengawet non pangan / formalin hampir di seluruh pelosok daerah di Indonesia. Pada tahun 2005 ditemukan terdapat sampel penggunaan formalin yang ditemukan pada makanan. di
beberapa tempat di sekolah dasar di 18 propinsi termasuk di jawa timur dari 66 sampel bakso yang dilakukan uji analisis 1 sampel bakso mengandung formalin begitu juga dengan pengujian pada tahu dari 10 sample tahu yang di uji (4) diantaranya positif formalin, penggunaan formalin tidak hanya ditemukan pada jajanan anak sekolah tetapi makanan yang dijual di pasar, pada tahun 2003 hingga 2005 Badan POM menemukan lebih dari separuh sampel mi (51%) dan lebih dari seperlima (22%) tahu yang dianalisis jelas mengandung formalin. hanya satu sampel bakso yang mengandung formalin, sebanyak 13 sampel tahu mengandung formalin, di kota kediri data kasus penggunaaan formalin pada tahu terdapat 5 sampel tahu positif berformalin dari 24 sampel tahu yang diuji di laboratoriumdinas kesehatan kota kediri (BPOM, 2005). Dari data, makanan yang berformalin semakin bertambah karena kurangnya pengawasan dari instansi kesehatan terutama di pasar pasar tradisional menjadikan celah yang digunakan oknum tak bertanggung jawab untuk meraup untung dengan mengawetkan bahan makanan menggunakan formalin bukan peruntukannya bukan untuk ditambahkan pada makanan (BPOM, 2005). Sidak yang sudah dilakukan BPOM dirasa masih belum efektif untuk menekan penggunaan formalin pada makanan karena sidak yang dilakukan hanya 2 tahun sekali dan dilakukan apabila ada penemuan beberapa kasus penggunaan formalin. Hal ini sangat berbeda dengan pengawasan di negara – negara maju dimana setiap produk makanan yang dijual harus melalui seleksi yang ketat sebelum beredar luas dipasaran. Di negara maju makanan yang dijual harus mempunyai ijin mulai dari dinas kesehatan, dinas perindustrian setempat dan perdagangan ke masyarakat. Penggunaan berbagai bahan pengawet di negara – negara maju mempunyai batas – batas toleransi berbeda -beda tergantung kebijakan setiap negara (BPOM, 2005).
Salah satu kemajuan yang memiliki dampak positif dan negatif adalah kemajuan di bidang pengolahan makanan yang biasanya menggunakan zat pengawet,baik secara alami maupun sintetis. Penggunaan berbagai bahan pengawet yang aman bagi kesehatan mulai berkurang. Hal ini disebabkan harga pengawet tersebut yang dibilang cukup tinggi dibandingkan jenis zat kimia formalin. Senyawa ini termasuk disinfektan kuat yang dapat membasmi berbagai bakteri pembusuk, namun berbahaya bagi kesehatan jika digunakan dalam bahan makanan. Oleh sebab itu pengujian sederhana terhadap zat kimia formalin sangat diperlukan. Kurangnya pengawasan dinas kesehatan merupakan faktor utama yang menjadi penyebab utama adanya penggunaan formalin pada makanan. BPOM dapat menyatakan bahwa pengunaan formalin pada makanan sudah sama sekali tidak diperbolehkan, namun berbeda fakta dilapangan tetap ditemukan adanya kasus tahu berformalin. Minimnya tentang sosialisasi juga menjadi faktor pencetus penggunaan zat kimia formalin tetap ditemukan pada makanan. Ketidaktahuan cara dalam pengawetan makanan menjadi alasan penggunaan formalin pada makanan, meskipun telah ada pengawet makanan yang sudah diperbolehkan namun harga yang tidak ekonomis mengakibatkan produsen tahu lebih memilih menggunakan formalin untuk mencegah kerugian. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil data penelitian menggunakan uji visual ternyata didapatkan hasil dari 13 sampel tahu yang diuji 5 (39%) sampel tahu mengandung formalin dan 8 (61%) contoh sampel negatif mengandung formalin. Dari hasil pengujian menggunakan sari kulit buah naga didapatkan hasil dari 13 sampel tahu yang diuji 3 (23%) sampel tahu mengandung formalin dan 10 (77%)
sampel negatif mengandung formalin. Dari hasil data pengujian menggunakan tes kit didapatkan hasil dari 13 sampel tahu yang diuji 3 (23%) sampel tahu mengandung formalin dan 10 (77%) sampel negatif mengandung formalin. Berdasarkan hasil penelitian di pasar setono betek dan pasar pahing kota kediri menunjukkan bahwa ada sampel tahu yang mengandung formalin setelah dilakukan pengujian yaitu uji visual 5 (39%) sampel, uji sari kulit buah naga 3(23%) sampel dan uji menggunakan tes kit sebanyak 3 (23%) sampel yaitu 2 sampel dari pasar setono betek dan 1 sampel dari pasar pahing. Dari hasil analisis statistic di ketahui bahwa Tidak ada perbedaan hasil uji formalin antara visual, sari kulit buah naga, dan uji test kit, sehingga uji formalin dengan sari kulit buah naga dapat digunakan untuk mengetahui kandungan formalin pada makanan. KEPUSTAKAAN Astawan Dan Made. 2006. “Macam – Macam Penggunaan Formalin”. (http://www. Nurs.com.net). Diakses tanggal 14 maret 2014. BPOM RI. Peraturan Penambahan Bahan Tambahan pangan. Jakarta: Bpom 2005. Citramukti. 2008. “Zat Antosianin”pada Buah Naga”. (http://Citamukti.web. co.id). Diakses tanggal 28 februari 2014. Hidayat. 2010. Paradigma Kuantitatif. Surabaya: Health Books Publishing. Luthfi. 2006. ”Uji Formalin – Sederhana”. (http://luthfi.web.id). Diakses tanggal 28 april 2014. Villani.2006.”Formalin”.(http://Villani.co.i d). Diakses tanggal 16 april 2014. Wahyuni. 2006. Food Control Policy, WHO national Consultant Report. Directorate General of Drug and Food Control, Ministry of Health. Jakarta, 2006.