1
PENGGUNAAN MEDIA PUZZLE MAGNET UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII-A SMPN 1 TRAWAS TENTANG KUBUS DAN BALOK MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI)
Oleh: Imama Nanda Anthaqo Mahasiswa S1 Jurusan Matematika FMIPA UM e-mail:
[email protected] Gatot Muhsetyo Dosen Jurusan Matematika FMIPA UM e-mail:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) proses pelaksanaan pembelajaran dengan media puzzle magnet untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII-A SMPN 1 Trawas tentang kubus dan balok melalui model PBI, (2) peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII-A SMPN1 Trawas tentang jaring-jaring dan luas permukaan kubus dan balok. Data-data dikumpulkan dengan teknik dokumenter, observasi, tes tertulis, wawancara, dan angket. Data dianalisis dengan teknik persentase dan kualitatif. Hasil penelitian adalah: (1) Rata-rata nilai tes akhir siklus meningkat 16.47, yaitu 65.64 pada siklus 1 dan 82.11 pada siklus 2, (2) Siawa tuntas meningkat sebesar 53.31%, yaitu 25.64% (10 siswa) pada siklus 1 dan 78.95% (30 siswa) pada siklus 2. Hasil tambahan yang diperoleh adalah: (1) peningkatan keaktifan siswa saat pembelajaran sebesar 8.16%, yaitu 78.47% (kategori cukup) pada siklus 1, dan 86.63% (kategori baik) pada siklus 2, (2) respon siswa terhadap keseluruhan pelaksanaan pembelajaran adalah 86.74% dengan kategori setuju (baik). Kata kunci: Puzzle Magnet, Hasil Belajar, Problem Based Instruction (PBI), Kubus dan Balok Matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu, dan memajukan daya pikir manusia (Depdiknas, 2006:390). Oleh karena itu, matematika harus diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, sesuai amanat Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Kenyataan yang terjadi di lapangan, siswa SMP masih mengalami kesulitan dalam pelajaran matematika, terutama geometri. Berdasarkan survei yang dilakukan Bako (2010) pada siswa sekolah menangah di Perancis, diperoleh kesimpulan bahwa siswa sekolah menengah cenderung kesulitan belajar tentang “3D”, seperti bangun ruang dalam geometri: “The fifteen-year-old students most repulsive subjects in mathematics were spatial geometry and statistics. Only ten percent of teachers taught spatial geometry. They said that they don’t have enough time to teach it, but the real reason is that the students ‘cannot see in 3D’. We mean this, as the students cannot picture a spatial situation of a teacher’s blackboard figure.”
2
Hal ini juga terjadi di SMPN 1 Trawas. Berdasarkan hasil observasi pada siswa SMPN 1 Trawas dan wawancara guru matematika kelas VIII, siswa kelas VIII-A mengalami kesulitan dalam geometri ruang yang ditandai dengan hasil belajar yang rendah. Berikut hasil wawancara dengan guru pengampu kelas VIII-A. 1. Siswa masih banyak yang merasa kesulitan menyelesaikan soal-soal matematika baik rutin maupun tidak rutin. Buktinya adalah setiap ulangan harian (termasuk pokok bahasan kubus dan balok), lebih dari 50% siswa di kelas VIII-A harus mengikuti remidi karena nilainya belum memenuhi KKM. Bukti lain ditunjukkan dengan masih ada sekitar 40% siswa yang tidak bisa menjawab secara langsung pertanyaan yang diberikan guru saat proses pembelajaran. 2. Kebiasaan sebagian besar siswa dalam mengerjakan soal-soal adalah mengerjakan secara sama persis dengan contoh-contoh cara penyelesaian soal yang diberikan guru. Siswa juga sering mencontoh jawaban teman yang pandai pada saat menyelesaikan tugas-tugas rumah atau sekolah yang diberikan guru. 3. Berkaitan dengan materi kubus dan balok, guru mengungkapkan bahwa dari pengalaman tahun-tahun ajaran sebelumnya, kesulitan siswa berkaitan dengan konsep garis pada bidang, diagonal garis dan diagonal ruang, menentukan jaringjaring, serta luas permukaan kubus dan balok. Menurut guru, faktor penyebab kesulitan siswa yang menonjol adalah siswa tidak mengingat dan memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip geometri yang telah dipelajari di sekolah dasar. Saat pembelajaran kubus dan balok, guru memang tidak menggunakan alat peraga. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah yang dialami siswa keas VIII-A adalah dengan melaksanakan pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara aktif dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan dalam usaha meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa kelas VIII-A SMPN 1 Trawas adalah pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Instruction (PBI) dengan menggunakan media manipulatif puzzle magnet. Hal ini mengacu dari pernyataan yang dikemukakan oleh Sudjana (2005:2) dan Ismail (2006:219) bahwa media pembelajaran, khususnya puzzle, dapat mempertinggi proses belajar siswa yang pada gilirannya dapat mempertinggi hasil beajar yang dapat dicapainya. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penggunaan puzzle dalam pembelajaran adalah penelitian yang dilakukan Purwantoko, dkk (2010), David Stahnke (2009), dan Marie Kubinova, dkk (2001). Penelitian Purwantoko, dkk (2010) yang menghasilkan kesimpulan bahwa penggunaan puzzle teka-teki dapat meningkatkan pemahaman IPA siswa. David Stahnke (2009) melakukan penelitian tindakan kelas pada siswa kelas 12 di High Tech High Media Arts (HTHMA) California yang memperoleh kesimpulan bahwa “Incorporating puzzles in mathematic led to increased perseverance, motivation, and creative thinking”. Kesimpulan Stahnke berarti bahwa penggunaan puzzle dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menghubungkan beberapa hal, meningkatkan motivasi, dan berpikir kreatif siswa. Penelitian yang dilakukan Marie Kubinova dkk di Republik Ceko tentang penggunaan proyek dan puzzle matematika memperoleh kesimpulan akhir bahwa dengan menggunakan puzzle matematika, siswa memperoleh pemahaman tentang kebutuhan, mengalami pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kemampuan menyusun dugaan, bekerja secara sistematis, dan mengembangkan kemampuan komunikasi mereka.
3
Berkaitan dengan model PBI, Sutarman, dkk (2005:4) mengemukakan bahwa dengan model PBI, siswa akan secara aktif dan kreatif menemukan gagasan atau ideide yang berasal dari dirinya sendiri sehingga membuat siswa mempunyai semangat kreativitas, dan kebebasan otonomi dalam belajar. Berdasarkan uraian dan fakta sebagai latar belakang yang telah dikemukakan, penulis berasumsi bahwa materi bangun ruang sisi datar kubus dan balok sesuai apabila dalam pembelajarannya menggunakan model PBI dengan media puzzle magnet sehingga peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penggunaan Media Puzzle Magnet untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII-A SMPN 1 Trawas Materi Kubus dan Balok Melalui Model Problem Based Instruction (PBI)”. Puzzle magnet dalam penelitian ini dirancang, dikembangkan, dan dibuat oleh peneliti. Puzzle dibuat dari bahan mika dengan dilapisi sterofoam dan ditempeli magnet berbentuk lingkaran di tengahnya. Puzzle memiliki bentuk utuh pentomino atau heksomino. Puzzle yang dapat dibentuk menjadi jaring-jaring kubus atau balok tertutup tediri atas 6 potongan puzzle yang masing-masing potongan diasumsikan sebagai sisisisi kubus atau balok. Potongan puzzle berwarna kuning berbentuk persegi dengan ukuran 5cm x 5cm. Satu set puzzle biru berbentuk persegi panjang dan terdiri atas 3 pasang potongan berukuran sama yaitu sepasang berukuran 5cm x 6cm, 4cm x 5cm, dan 4cm x 6cm. Potongan puzzle memiliki bentuk berbeda yang dilihat pada lapisan sterofoam. Pada lapisan sterofoam, terdapat tangan dan sarung. Dalam penggunaannya, puzzle dilengkapi dengan papan seng berukuran 40cm x 50cm. Berikut ini gambar puzzle magnet dari salah satu jaring-jaring kubus dan balok dengan beberapa contoh potongan puzzle beserta papan logam yang digunakan untuk menempelkannya.
Gambar 1. Tampilan Belakang Puzzle Magnet Pada Gambar 1, angka 1 menunjukkan lapisan sterofoam yang memiliki berbagai bentuk. Bentuk lapisan ini dibedakan berdasarkan tangan dan sarung yang dimilikinya. Angka 2 menunjukkan magnet berbentuk lingkaran. Angka 3 menunjukkan bagian sarung pada potongan puzzle. Angka 4 menunjukkan bagian tangan pada potongan puzzle. Tampilan depan dari potongan puzzle pada Gambar 1. yang telah dirangkai ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2. Tampilan Depan Puzzle Magnet Gambar 2 adalah tampilan depan puzzle magnet yang direkatkan pada papan logam. Pada penelitian ini, papan logam terbuat dari seng yang di dalamnya dilapisi triplik kemudian dicat.
4
METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus dengan tiga pertemuan pada tiap-tiap siklus. Dua pertemuan pertama adalah pelaksanaan pembelajaran, dan satu pertemuan terakhir adalah tes tertulis. Data, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Data nama dan nilai siswa dikumpulkan dengan teknik documenter dengan arsip sekolah sebagai sumber data. 2. Data hasil belajar siswa dikumpulkan dengan teknik tes tertulis dengan siswa sebagai sumber data. Tes tertulis dilaksanakan pada tiap akhir siklus penelitian dengan alokasi waktu 40 menit. Soal tes terdiri atas dua soal uraian. Tes dinilai dengan berpedoman pada rubric penilaian. Skor maksimal untuk masing-masing nomor adalah 10, sehingga skor maksimal tes adalah 20. Nilai tes siswa dihitung dengan rumus . Nilai rata-rata kelas dihitung dengan rumus rumus
. Persentase siswa tuntus dihitung dengan Peningkatan hasil belajar siswa kelas
VIII-A dilihat dari peningkatan nilai rata-rata kelas. Indikator keberhasilan penelitian ini adalah apabila terdapat peningkatan hasil belajar (nilai) kelas VIII-A, serta terdapat lebih dari atau sama dengan 75% siswa dalam kelas VIII-A yang tuntas (mencapai atau melampaui nilai 75) 3. Data pelaksanaan pembelajaran dengan media puzzle magnet melalui PBI dikumpulkan dengan teknik observasi dengan guru sebagai sumber data. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi pelaksanaan pembelajaran dengan 20 aspek yang diamati. Terdapat 5 deskriptor untuk masing-masing aspek, yaitu: 1) A (skor 5): selalu, 2) B (skor 4): sering, 3) C (skor 3): kadang-kadang, 4) D (skor 2): jarang, dan 5) E (skor 1): tidak pernah. Persentase keterlaksanaan pembelajaran dihitung dengan rumus NR = . Hasil data dianalisis dengan pedoman dalam Tabel 1. berikut. Tabel 1. Pedoman Persentase Pelaksanaan Pembelajaran Rentang Persentase (%) 90% NR 100% 80% NR 90% 70% NR 80% 60% NR 70% 0% NR 60%
Kriteria Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila pelaksanaan pembelajaran termasuk kategori baik, yaitu minimal 80% terlaksana sesuai RPP. 4. Data keaktifan siswa saat pembelajaran dikumpulkan dengan teknik observasi dengan siswa sebagai sumber data. Terdapat 7 aspek yang diamati untuk tiap kelompok yang meliputi keaktifan bertanya, menjawab pertanyaan, berdiskusi, memahami masalah dalam LKS, melakukan penyelidikan dengan puzzle magnet, bekerja sama, dan menemukan penyelesaian masalah. Deskriptor dan penghitungan persentase untuk lembar observasi aktivitas siswa sama dengan pelaksanaan pembelajaran. Penarikan kesimpulan juga menggunakan pedoman yang terdapat
5
pada Tabel 1. Dikatakan terdapat peningkatan keaktifan siswa apabila persentase mencapai atau melampaui 75%. 5. Data respon siswa dikumpulkan dengan teknik angket dengan siswa sebagai sumber data. Angket terdiri atas 20 aspek. Terdapat 5 deskriptor yaitu: (1) SS (sangat setuju): skor 5, (2) S (setuju): skor 4, (3) KS (kurang setuju): skor 3, (4) TS (tidak setuju): skor 2, dan (5) STS (sangat tidak setuju): skor 1. Data dianalisis dengan penghitungan dan pedoman yang sama dengan pelaksanaan pembelajaran (Tabel 1.) 6. Data hasil wawancara dikumpulkan dengan pedoman wawancara. Terdapat dua jenis wawancara, yaitu: (1) wawancara guru: untuk mengetahui pendapat dan tanggapan guru, dan (2) wawancara siswa: untuk mengetahui pendapat dan tanggapan siswa. Wawancara siswa dilakukan pada 3 siswa masing-masing perwakilan kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, (4) tes, dan (5) refleksi. Adapun derajat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) ketekunan pengamat, (2) triangulasi, dan (3) teman sejawat. HASIL Penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus dengan 3 pertemuan pada setiap siklus. Pada tahap perencanaan, peneliti menyusun instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran. Hasil validasi adalah: (1) RPP: skor 4.4 (sangat valid), (2) LKS: skor 4.5 (sangat valid), (3) Soal tes dan rubric penilaian: skor 4.2 (sangat valid), (4) pedoman wawancara siswa: skor 3.8 (valid), (5) pedoman wawancara guru: 3.3 (valid), (6) lembar observasi pelaksanaan pembelajaran: skor 3.6 (valid), (7) lembar observasi aktivitas siswa: skor 3.1 (valid), dan (8) angket: skor 3.5 (valid). Peneliti juga membagi 40 siswa ke dalam 7 kelompok heterogen dengan anggota 5-6 siswa. Waktu pelaksanaan penelitian dan materi yang dipelajari terdapat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Waktu Pelaksanaan Penelitian Si klus
Perte muan
Hari, Tanggal
Waktu
Materi
Menentukan jaring-jaring kubus (LKS 1) 1 Menentukan jaring-jaring 2 Rabu, 27 Maret 2013 07.00 – 08.20 balok (LKS 2) 3 Kamis, 28 Maret 2013 07.00 – 07.40 Tes 1 Menghitung luas 1 Senin, 01 April 2013 09.00 – 10.20 permukaan kubus (LKS 3) 2 Menghitung luas 2 Rabu, 3 April 2013 07.00 – 08.20 permukaan balok (LKS 4) 3 Kamis, 04 April 2013 07.00 – 07.40 Tes 2 Pada tahap pelaksanaan, pembelajaran dengan media puzzle magnet melalui PBI tentang jaring-jaring kubus dan balok dimulai dengan membagikan dua bendel LKS, satu set puzzle magnet, dan satu lembar papan seng untuk masing-masing kelompok. LKS yang disusun peneliti berisi tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan jaring-jaring dan luas permukaan bangun ruang sisi datar kubus dan balok. Data-data yang diperoleh dari penelitian ini disajikan dalam tabel tiap-tiap siklus. Hasil pelaksanaan pembelajaran pada siklus 1 ditunjukkan pada Tabel 3. berikut. 1
Senin, 25 Maret 2013
09.00 – 10.20
6
Tabel 3.Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1
Nilai RataNilai rata Kategori Rata-rata Persentase Kategori Pertemuan Siklus 1 1 84 Baik 86.2 86.2% Baik 2 2 88.5 Baik Hasil observasi aktivitas beajar siswa pada siklus 1 ditunjukkan pada Tabel 4 berikut. No. Pertemuan
Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Diskusi Kelompok Siklus 1
Nilai KateRata-rata KatePersentase Rata-rata gori Persentase Siklus gori 1 186 75.92% Cukup 78.47% Cukup 2 198.5 81.02% Baik Hasil tes tertulis siswa pada siklus 1 ditunjukkan pada Tabel 5 berikut Pertemuan
Tabel 5. Hasil Tes Tertulis Siklus 1
Siswa Tuntas Siswa Belum Tuntas Jumlah Nilai Rata-rata siswa Total Banyak Persentase Banyak Persentase 39 2560 65.64 10 25.64% 29 74.36% Hasil pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 ditunjukkan pada Tabel 6. berikut. Tabel 6. Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 2
Nilai RataNilai rata Kategori Rata-rata Persentase Kategori Pertemuan Siklus 1 1 89 Baik Sangat 90.25 90.25% Sangat Baik 2 2 91.5 Baik Hasil observasi aktivitas beajar siswa pada siklus 2 ditunjukkan pada Tabel 7 berikut. No. Pertemuan
Tabel 7. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Diskusi Kelompok Siklus 2
Nilai KateRata-rata KatePersentase Rata-rata gori Persentase Siklus gori 1 211 86.12% Baik 86.63% Baik 2 213.5 87.14% Baik Hasil tes tertulis siswa pada siklus 2 ditunjukkan pada Tabel 8 berikut Pertemuan
Tabel 8. Hasil Tes Tertulis Siklus 2
Jumlah siswa 38
Nilai Total 3120
Rata-rata 82.11
Siswa Tuntas Siswa Belum Tuntas Banyak Persentase Banyak Persentase 30 78.95% 8 21.05%
PEMBAHASAN Secara keseluruhan, pelaksanaan pembelajaran menggunakan media puzzle magnet melalui model PBI berjalan dengan kategori baik. Pembelajaran dilaksanakan dengan rata-rata 88.2% langkah-langkah dalam RPP terlaksana di setiap pertemuan sehingga pembelajaran dikatakan berhasil. Pembelajaran dengan media puzzle magnet melalui PBI juga terbukti dapat meningkatkan hasil belajar serta aktivitas siswa. Hasil belajar siswa diperoleh dari nilai tes tertulis masing-masing siklus. Nilai rata-rata siswa pada siklus 1 adalah 65.64 dengan 25.64% (10 siswa) siswa tuntas. Pada siklus 2, nilai
7
rata-rata siswa adalah 82.11 dengan 78.95% (30 siswa) siswa tuntas. Jadi terdapat peningkatan nilai rata-rata siswa sebesar 16.47 dan peningkatan persentase siswa tuntas sebesar 53.31%. Karena pada siklus 2 terdapat peningkatan nilai rata-rata kelas dan terdapat lebih dari 75% siswa tuntas. Dengan kata lain, indikator keberhasilan dalam penelitian ini telah tercapai sehingga tidak perlu melanjutkan melaksanakan siklus 3. Persentase keaktifan siswa diperoleh dari lembar observasi hasil pengamatan oleh observer. Aktivitas siswa dalam diskusi kelompok pada siklus 1 termasuk dalam kategori cukup yaitu dengan persentase 78.47% dan pada siklus 2 termasuk kategori baik dengan persentase sebesar 86.63%. Jadi terdapat peningkatan aktivitas siswa sebesar 8.16%. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Sudjana (2005:2) dan Ismail (2006:219) bahwa media pembelajaran, khususnya puzzle, dapat mempertinggi proses belajar siswa yang pada gilirannya dapat mempertinggi hasil beajar yang dapat dicapainya. Dari hasil angket respon siswa, diperoleh informasi bahwa persentase rata-rata respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan media puzzle magnet melalui model PBI sebesar 86.74% yaitu termasuk kategori baik (setuju). Dari hasil wawancara dengan guru, pembelajaran dengan media puzzle magnet melalui model PBI sesuai untuk membelajarkan materi jaring-jaring dan luas permukaan bangun ruang sisi datar. Guru tertarik untuk menggunakan pembelajaran ini sebagai variasi pembelajaran untuk siswa yang dapat meningkatkan motivasi dan keaktifan siswa untuk belajar. Saran dari guru jika menggunakan media puzzle magnet melalui PBI adalah banyak membaca referensi tentang permasalahan sehari-hari, serta lebih kreatif untuk mengembangkan media puzzle magnet untuk bahasan lain seperti untuk prisma dan limas. Hasil wawancara pada siswa menunjukkan bahwa terdapat sedikit perbedaan tentang tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan media puzzle magnet antara siswa kelompok tinggi, sedangdan rendah. Ketiga siswa bisa memahami sifatsifat, cara penggunaan, dan cara penyelesaian media puzzle magnet. Hal ini diungkapkan juga oleh ketiga siswa sebagai kendala yang dialaminya dalam diskusi kelompok. Siswa yang secara langsung melakukan penyelidikan adalah siswa putra kelompok sedang. Siswa putri kelompok tinggi lebih dipercaya teman-temannya untuk menyelesaikan LKS sehingga kecil kesempatannya untuk mengutak-atik puzzle magnet. Demikian pula dengan siswa putri kelompok rendah. Anggota kelompok yang lain tidak mempercayakan padanya tugas untuk mengutak-atik puzzle magnet dan hanya memberi tugas membantu mengisi LKS sehingga siswi ini tidak berkesempatan secara langsung memahami puzzle magnet. Siswi ini hanya memahami dengan penjelasan dari teman kelompoknya. Berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran dengan media puzzle magnet melalui PBI secara keseluruhan siswa mengaku senang, tidak tegang, menjadi lebih semangat, terbuka, dan lebih bisa saling berbagi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutarman, dkk (2005) bahwa melalui pembelajaran model PBI, siswa berkesempatan untuk secara aktif dan kreatif menemukan gagasan atau ide-ide yang berasal dari dirinya sendiri sehingga siswa mempunyai semangat kreativitas, dan kebebasan otonomi dalam belajar. Beberapa hambatan yang ditemui peneliti selama penelitian beserta solusi yang dillakukan untuk mengatasinya adalah sebagai berikut. 1. Siswa yang tidak terbiasa belajar dengan cara berdiskusi kelompok dengan menggunakan LKS yang harus diselesaikan dengan media puzzle magnet. Hal ini membuat pertemuan pertama pembelajaran menjadi sangat kaku dan tidak bisa
8
segera berjalan dengan baik. Siswa kebingungan bagaimana cara mengisi LKS. Siswa belum bisa membaca LKS dan mengikuti langkah-langkah yang ada secara berurutan Siswa melepas bendel LKS dan membagikan satu lembar untuk masingmasing kelompok dan menginstruksikan untuk menyelesaikan sendiri-sendiri. Padahal LKS yang diberikan adalah LKS konstruktivis yang harus dikerjakan secara runtut. Keadaan ini juga berpengaruh pada manajemen waktu oleh peneliti. Pembelajaran selesai setelah lewat 8 menit dari bel pergantian pelajaran. Peneliti mencoba mengatasi kendala ini dengan secara aktif mendatangi kelompokkelompok dan menjelaskan bahwa jawaban satu poin pertanyaan berhubungan dengan jawaban pada poin sebelumnya. Jadi LKS harus dikerjakan secara urut dengan diskusi kelompok dengan satu sekretaris yang bertugas mencatat hasil diskusinya. Cara membaca LKS juga jangan langsung halaman tengah, tapi dibaca satu per satu mulai halaman dapan. Pada pertemuan dua, kendala ini sudah teratasi karena siswa sedikit banyak sudah tahu langkah-langkah yang benar. Pembelajaran juga berakhir tepat saat bel pergantian pelajaran. 2. Siswa yang belum terbiasa diajar oleh peneliti membuat jalannya pembelajaran masih diisi dengan siswa takut dan sungkan untuk bertanya jika ada hal yang tidak dimengerti. Peneliti mencoba mengatasinya dengan bersikap lebih akrab pada siswa. Hal ini dilakukan dengan lebih sering memotivasi siswa, memberikan senyum ramah dan pujian pada siswa yang sudah berani mencoba meskipun salah. Kendala ini ditemui pada pertemuan pertama. Pada pertemuan selanjutnya siswa sudah lebih berani bertanya pada peneliti dengan mengacungkan tangan saat bertanya. 3. Siswa masih malu-malu dan tidak percaya diri dalam mengajukan diri serta melakukan presentasi di depan kelas. Peneliti mengatasinya dengan menunjuk secara acak kelompok dan menginformasikan bahwa semua kelompok pasti akan mendapat tugas untuk presentasi pada pertemuan selanjutnya. Saat presentasi, siswa hanya membaca secara pelan dan belum bisa improvisasi. Peneliti mengatasinya dengan cara memberi motivasi dan menuntun garis besar yang harus dipresentasikan serta meminta kelompok yang tidak presentasi memberikan tepuk tangan untuk kelompok yang telah presentasi. Meskipun sudah berkurang, kendala ini masih berlanjut sampai pertemuan pada siklus 2. Sebenarnya siswa bisa untuk presentasi, hanya butuh dibiasakan saja. 4. Siswa putra yang cenderung memonopoli media puzzle magnet dan enggan mengisi LKS. Masalah ini terutama ditemui pada kelompok 3, kelompok 6, dan kelompok 7. Pembagian tugas kelompok membuat diskusi kelompok kurang merata. Siswa putri tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengutak-atik puzzle magnet,dan siswa putra tidak memahami masalah dalam LKS secara jelas. Peneliti mencoba mengatasinya dengan cara menukar tugas kelompok pada pertemuan berikutnya. Tapi di sela-sela pembelajaran saat tidak diperhatikan peneliti, kelompok tersebut bertukar kembali tugasnya seperti semula. Untuk kelompok 1, 2, 4, dan 5, pembagian tugas antara puzzle dan LKS cenderung merata. Di luar kendala-kendala di atas, pembelajaran dalam penelitian ini cenderung tertib. Saat diskusi kelompok dan diskusi kelas tidak ada siswa yang berkeliaran atau berkeliling kelas dan menganggu kelompok lain. Siswa juga cenderung tertib saat tes berlangsung meskipun guru pengampu matematika kelas VIII-A tidak ikut menjaga dan mengawasi jalannya ujian.
9
PENUTUP Kesimpulan Terdapat dua kesimpulan utama dari hasil penelitian ini, yaitu: 1.) Proses pembelajaran dengan media puzzle magnet melalui model Problem Based Instruction (PBI) yang diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII-A SMPN 1 Trawas tentang kubus dan balok dilakukan dengan cara: 1) pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 5-6 siswa, 2) penggunaan media puzzle magnet serta LKS yang berisi masalah tentang jaring-jaring dan luas permukaan kubus dan balok, 3) pemberian kesempatan pada siswa untuk melakukan penyelidikan dalam menyelesaikan puzzle magnet, 4) pemberian kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan masalah dalam LKS dengan mengaitkan informasi yang telah diperoleh (termasuk penyelesaian puzze, 5) presentasi kelompok di depan kelas untuk menyajikan hasil diskusi kelompok dan konfirmasi jawaban, 6) pengambilan nilai siswa melalui tes tertulis pada pertemuan terakhir. 2.) Dugaan peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII-A SMPN 1 Trawas tentang materi kubus dan balok dengan menggunakan media puzzle magnet melalui model Problem Based Instruction (PBI) terbukti benar. Dari hasil tes siswa, rata-rata nilai kelas VIII-A sikus siklus 1 adalah 65.64 dengan persentase siswa tuntas sebesar 25.64% (10 siswa). Pada siklus 2, nilai rata-rata siswa adalah 82.11 dengan persentase siswa tuntas 78.95% (30 siswa). Jadi terdapat peningkatan nilai rata-rata siswa sebesar 16.47 dan peningkatan persentase siswa tuntas sebesar 53.31%. Dengan kata lain, indikator keberhasilan dalam penelitian ini telah tercapai.
Saran Beberapa saran yang perlu dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dalam pelaksanaannya, akan lebih efektif jika memberikan dua atau lebih dari satu set puzzle magnet dengan bentuk jaring-jaring yang berbeda. Masalah yang lebih rumit juga dapat lebih meningkatkan antusiasme siswa. 2. Pemberian kesempatan presentasi siswa diperlukan untuk mengasah rasa percaya diri siswa. 3. Pemberian hadiah atau sertifikat pada kelompok dengan nilai terbaik untuk membuat siswa lebih termotivasi dan antusias dalam pembelajaran. 4. Memperbanyak variasi masalah berdasarkan kehidupan sehari-hari. Diharapkan dengan pemberian masalah yang berdasarkan aplikasi sehari-hari, siswa dapat memperluas wawasan serta meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. 5. Peneliti yang tertarik untuk melaksanakan penelitian serupa dapat mengembangkan media puzzle magnet. Media pembelajaran puzzle magnet dapat dikembangkan untuk bahasan selanjutnya, yaitu bangun datar prisma dan limas.
10
DAFTAR RUJUKAN Bako, Maria. Different Projecting Methods In Teaching Spatial Geometry , European Research in Mathematics. (Online), (http://www.osun.org/spatial sense/ Education III), diakses 3 Februari 2013. Ismail, Andang. 2006. Education Games Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan Edukatif. Yogyakarta: Nuansa Aksara. Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Pusat kurikulum, Depdiknas. Kubinova, Marie. 200. Projects and Mathematical Puzzle – A Tool for Development of Mathematical Thinking. European Research in Mathematics Education, (Online), 1 (2): 53-63, (http://www.fmd.uni-osnabrueck.de/ebooks/erme/cerme1proceedings/papers_vol2/g5_kubinova_novotna_littler.pdf), diakses 8 Mei 2013. Purwantoko, R.A, Susilo, Sutikno. 2010. Keefektifan Pembelajaran dengan Menggunakan Media Puzzle terhadap Pemahaman IPA Pokok Bahasan Kalor pada Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, (Online), 6: 123-127, (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPFI/article/download/1124/1043), diakses 8 Mei 2013. Sudjana, Nana , dan Ahmad Rivai. 2002. Media Pengajaran. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo. Sutarman, dkk. 2005. Meningkatkan Pemahaman Kontekstual Terhadap Konsep Fisika Mahasiswa Tahun Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Observasi Gejala Fisis pada Perkuliahan Fisika Dasar I. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Stahnke, David. 2009. Mathematics…the art of the puzzle. (Online), (http://dp.hightechhigh.org/~dstahnke/David%2520Stahnke%27s%2520Digital %2520Portfolio/David%2520Stahnke%2520Action%2520Research.pdf), diakses 10 Mei 2013.