HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT PELAKSANA DAN FUNGSI PENGORGANISASIAN DENGAN KEPUASAN PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RSI SITI RAHMAH PADANG Sari Setiarini*, Rika Sabri,SKp,MKep,Sp.Kom, Dessie Wanda,SKp,MN
ABSTRAK Kemampuan kepala ruangan dalam menerapkan fungsi pengorganisasian di pengaruhi oleh karakteristik perawat terhadap kepuasan kerja perawat. Kepuasan kerja adalah bagian dari indikator pengendalian mutu layanan, dimana hal ini dapat di pengaruhi oleh kemampuan kepala ruangan dalam menerapkan fungsi pengorganisasian. Maka dalam hal ini dilakukan analisa bagaimana Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi pengorganisasian kepala ruangan dan karakteristik perawat pelaksana dengan kepuasan perawat pelaksana di ruang rawat Inap RSI Siti Rahmah Padang. Desain yang di gunakan pada penelitian yaitu observasional analitik dengan jumlah populasi 75 responden dimana semua populasi menjadi subjek dalam penelitian ini. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner. Data diolah dengan uji statistic chi-square. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan fungsi pengorganisasian kepala ruangan terhadap kepuasan perawat pelaksana di ruang rawat inap RSI Siti Rahmah Padang dengan (p value =0,001). Namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik perawat dengan kepuasan perawat. Penelitian ini merekomendasikan kepada kepala ruangan mengoptimalkan penerapan metode tim dan melaksanakan evaluasi serta kepada bidang perawatan agar meningkatkan pemahaman perawat dengan mengadakan pelatihan terkait manajemen keperawatan.
Kata kunci : Perawat, manajemen keperawatan, kepuasan.
Alamat Korespondensi Ns. Sari Setiarini, S.Kep Akademi Perawatan Baiturrahmah Padang
PENDAHULUAN Kepuasan perawat adalah bagian dari rangkaian proses mutu layanan keperawatan pada fungsi pengendalian manajemen keperawatan. Sebagai organisasi yang bergerak dibidang jasa, rumah sakit seharusnya memperhatikan mutu layanan karena mustahil kepuasan pasien akan optimal jika pemberi layanan merasa tidak puas dalam bekerja. Frederick Herzberg (2000, dalam Robin 2008) berpendapat bahwa jika faktor pemuas terpenuhi maka dapat menimbulkan kepuasan kerja yang akan membentuk motivasi yang kuat untuk menghasilkan kinerja yang baik. Salah satu indikator mutu pelayanan rumah sakit yaitu tingkat kepuasan kepada pelanggan baik internal maupun eksternal. Pelanggan internal rumah sakit terdiri dari beberapa profesi yang diantaranya adalah perawat, sedangkan pelanggan eksternal rumah sakit yaitu pasien dan keluarganya. Menurut Wijono (1999) bahwa kepuasan adalah tingkat keadaan dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Penilaian itu, bukan hanya untuk menilai mutu pelayanan yang diberikan tetapi juga untuk meningkatkan mutu rumah sakit sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Robbins (2008) menyatakan bahwa kepuasan kerja berkenaan dengan kesesuaian antara harapan
dengan kenyataan yang tersedia. Penelitian terhadap perawat di Florida (Ginzberg et al, 1992) dalam Gillies (1998) menjelaskan adanya ketidak puasan dalam bekerja karena faktor karir keperawatan, gaji yang tidak memadai, devaluasi dari pekerjaan bawahan serta jam kerja yang tidak sesuai. Sedangkan penelitian perawat di Texas ketidak puasan perawat adalah karena faktor gaji, pekerjaan pencatatan yang banyak, kurang dukungan administrasi serta kurangnya peningkatan dalam pendidikan. Menurut hasil survei dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI (2006, dalam Adysetiadi, 2012) melaporkan sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stress kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah tanpa insentif memadai. Hasil penelitian Puskesmas terpencil di 10 Propinsi, 20 Kabupaten dan 60 Puskesmas, oleh Depkes. RI dan Universitas Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa : (1) 69% menyatakan Puskesmas tidak mempunyai sistem penghargaan bagi perawat; (2) 78,8% melaksanakan tugas petugas kebersihan; (3) 63,6% melakukan tugas administrasi; (4) lebih dari 90% perawat melakukan tugas non keperawatan (menetapkan diagnosis penyakit, membuat resep obat, melakukan tindakan pengobatan), sementara hanya sekitar 50% melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan peran dan fungsinya. Fenomena yang terjadi dewasa ini adalah pengelolaan
manajerial keperawatan yang belum optimal. Pada kenyataannya saat ini tenaga perawat yang ada di lapangan masih belum memenuhi standar. Pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga keperawatan masih banyak yang bersifat monoton (cenderung fungsional), motivasi yang masih kurang serta sikap pemimpin atau supervisor dalam memberikan bimbingan atau pembinaan yang belum mempunyai standar. Peraturan yang di tetapkan oleh pemerintah tentang standar manajemen pelayanan keperawatan yang menjadi acuan bagi manajer keperawatan dalam mengelola pelayanan keperawatan melalui proses pengelolaan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengaturan ketenagaan, pengarahan, evaluasi dan pengendalian mutu (Depkes, 2001). Proses manajerial pada suatu perusahaan sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Rowland dan Rowland, (1997) yang mengatakan dua belas kunci kepuasan kerja yang salah satunya adalah fungsi manejerial. Manajemen keperawatan merupakan koordinasi dan integrasi sumbersumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai tujuan dan objektifitas pelaksanaan pelayanan keperawatan (Hubberd, 2000). Penelitian yang di lakukan oleh Mayasari pada tahun 2009 di RSUD kota Semarang mengenai analisis peran kepemimpinan dan aspek manajerial terhadap kepuasan kerja menyatakan bahwa aspek manajerial mempengaruhi kepuasan kerja perawat pelaksana. Penelitian yang hampir sama di kemukakan
oleh Baihaqi pada tahun 2010 di Yogyakarta melaporkan bahwa fungsi manajerial berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Salah satu fungsi manajerial yang berpengaruh langsung pada kepuasan adalah fungsi pengorganisasian. Pengorganiasian (organizing) merupakan fungsi manajemen yang mengatur proses mobilisasi dalam suatu organisasi. Menurut Hubber (2006), Marriner dan Tommey (1992) menyatakan bahwa pengorganisasian merupakan fungsi kedua dari fungsi manajemen setelah perencanaan yang menggerakkan seluruh sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya (material) dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Melalui fungsi ini, manajer keperawatan akan mengatur seluruh perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan yang disesuaikan dengan karakteristik pekerjaan masing-masing sehingga tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal. Aspek yang di kemukakan pada pengorganisasian ini adalah struktur organisasi, pengelompokkan kegiatan, koordinasi kegiatan, evaluasi kegiatan serta kelompok kerja. Penelitian Simamora (2005) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara fungsi pengorganisasian dengan kinerja perawat. Hal yang senada juga di kemukakan oleh Warsito (2006) menemukan bahwa perawat pelaksana yang mempunyai persepsi tentang fungsi pengarahan kepala ruang tidak baik, cenderung menunjukkan pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan yang
juga tidak baik. Demikian juga dengan perawat pelaksana yang mempunyai persepsi tentang fungsi pengawasan kepala ruangan yang tidak baik, cenderung memiliki pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan yang juga tidak baik. Dalam hal ini dapat di asumsikan bahwa jika kepala ruangan mempunyai kemampuan fungsi pengorganisasian baik maka akan berdampak pada kepuasan kerja perawat. Dimana dalam fungsi pengorganisasian yang di nilai adalah: struktur organisasi, pengelompokkan kegiatan, koordinasi, evaluasi dan kelompok kerja.
memberikan layanan kepada pasien tersebut. Disinilah peran kepemimpinan kepala ruangan sangat penting sebagai pemimpin yang mengatur perawat dalam memberikan pelayanan langsung pada pasien. Kemampuan manajerial kepala ruangan terutama fungsi pengorganisasian adalah masalah yang paling dominan diantara berbagai fungsi manajemen lainnya. Sehingga perlu kita cermati bagaimana penilaian kemampuan kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi perngoganisasian pada proses manajemen.
Faktor lainnya yang ikut berkontribusi terhadap kepuasan kerja adalah karakteristik individu yakni : umur, jenis kelamin, pendidikan dan lama kerja. Menurut Robbin (2002) mengungkapkan bahwa kepuasan cenderung meningkat diantara professional seiring dengan bertambahnya usia sedangkan diantara non professional kepuasan tersebut cenderung menurun selama usia pertengahan. Dari aspek jenis kelamin Nguyen et all (2003) menunjukkan bahwa lakilaki lebih puas terhadap pekerjaan mereka dibanding wanita hal ini dipengaruhi oleh faktor keamanan dan peluang promosi. RSI dengan Bed Occupation rate (BOR) cukup tinggi yakni 78% membutuhkan layanan yang optimal pada pasien dan keluarga, sehingga perawat sebagai sumber daya manusia (SDM) yang paling banyak tentunya memberikan layanan yang bermutu untuk memberikan kepuasan pada pasien. Untuk itu perlu di perhatikan apakah perawat juga merasakan kepuasan dalam
Desain penelitian ini adalah observasional analitik, yang bertujuan melihat hubungan antar variabel yaitu, fungsi pengorganisasian kepala ruangan dengan kepuasan perawat pelaksana. Dilihat dari dimensi waktu, penelitian ini bersifat cross sectional karena pengukuran fungsi pengorganisasian kepala ruangan dalam hal pengorganisasian dengan kepuasan perawat pelaksana dilakukan dalam waktu yang bersamaan (Setiadi, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di RSI Siti Rahmah Padang yang berjumlah 75 orang. Pada penelitian ini di gunakan total populasi dimana populasi dijadikan subjek penelitian.
METODE PENELITIAN
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran karakteristik responden a. Umur Pada ruang rawat inap RSI Siti Rahmah Padang menunjukkan bahwa usia perawat
pelaksana berada pada rata-rata 25 tahun dan kurang dari 30 tahun adalah 89,3%. Menurut Tyson dan Jakcson (2001) mengatakan bahwa sampai umur 25 tahun individu mulai bekerja dan merupakan awal karir dari seseorang, sedangkan umur 25-40 adalah merupakan puncak karir seseorang, dan umur di atas 40 tahun adalah masa penurunan karir. Hubungan umur dengan perilaku menurut Suwarto (1999), semakin tua seseorang maka produktifitas semakin menurun. Sesuai dengan pendapat Siagian (1999) bahwa umur mempunyai kaitan dengan berbagai kehidupan organisasional. b. Jenis Kelamin Pada ruang rawat inap RSI Siti Rahmah Padang menunjukkan bahwa jenis kelamin perawat pelaksana, lakilaki adalah 9 orang sedangkan berjenis kelamin perempuan adalah 66 orang. Secara umum harapan karyawan perempuan lebih sedikit dari pada laki-laki. Selain itu, kepuasan tergantung pada nilainilai individu terhadap pekerjaan. Nilai laki-laki banyak mengacu pada otonomi dan imbalan ekstrinsik (seperti gaji dan promosi) sedangkan nilai-nilai karyawan perempuan lebih kepada ketertarikannya ke pekerjaan dan imbalan sosial (hubungan baik dengan bawahan dan supervisor). Pada pekerjaan tingkat bawah, ada perbedaan nilai pada gender (Marquis & Houston , 1998).
c. Pendidikan. Pendidikan perawat pelaksana di RSI Siti Rahmah di dominasi oleh Diploma III keperawatan berjumlah 74 orang dan sarjana keperawatan 1 orang. menurut Gibson (1994) bahwa tingkat pendidikan yang tinggi umumnya menyebabkan seseorang lebih mampu dan bersedia menerima tanggung jawab, sebagaimana di kemukakan oleh Siagian (1999). Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula keinginan untuk mendapatkan pengetahuan yang dimilikinya pendapat ini sesuai dengan Darly (2000), Seedy dan Jackson (2000) mengatakan bahwa semakin tinggi kemampuannya dalam menerapkan proses keperawatan. d. Lama kerja. Hasil analisis univariat pada ruang rawat inap RSI Siti Rahmah Padang menunjukkan bahwa lama kerja responden rata-rata lama kerja responden 2 tahun atau 97,3% dengan lama kerja kurang dari 5 tahun. Menurut Herzberg, Peterson, dan Capwell (1957, dalam scott, Swotzel & Taylor, 2000) pada awal bekerja karyawan mempunyai moral dan kepuasan kerja tinggi, dan setelah tahun pertama moral dan kepuasan kerja mulai turun dan menetap pada tingkatan yang rendah dalam beberapa tahun, dan kemudian meningkat kembali kepuasan kerjanya seiring dengan kemajuan karirnya. Menurut Robbin (2002), Kepuasan kerja relativ meningkat pada awal kerja, menurun berangsur-angsur selama 5-8 tahun kemudian meningkat
perlahan-lahan dan pada puncaknya mencapai setelah 20 tahun kerja. 2. Analisis Gambaran Fungsi Pengorganisasian Kepala Ruangan di Ruang Rawat Inap RSI Siti Rahmah Padang. Fungsi pengorganisasian kepala ruangan di RSI Siti Rahmah Padang berdasarkan persepsi perawat pelaksana, secara statistik bernilai kurang baik sebanyak 53,3%. Fungsi pengorganisasian pada ruang rawat inap RSI Siti Rahmah meliputi aspek struktur organisasi, pengelompokkan kegiatan, koordinasi kegiatan, evaluasi dan kelompok kerja. Maka penilaian kurang baik dari fungsi pengorganisasian adalah pada aspek pengelompokkan kegiatan dan proses evaluasi dan penilaian yang baik dari fungsi pengorganisasian adalah struktur organisasi, koordinasi kegiatan dan kelompok kerja. 3. Analisis Hubungan Fungsi Pengorganisasian Dengan Kepuasan Perawat Pelaksana di RSI Siti Rahmah Padang Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian yang menyatakan bahwa fungsi pengorganisasian kepala ruangan baik, merasa puas sebanyak 82,9% dan merasa tidak puas sebanyak 17,1%, sedangkan perawat yang mempersepsikan fungsi pengorganisasian kepala ruangan kurang baik, merasa tidak puas sebanyak 75,0% dan merasa puas sebanyak 25%. Hasil uji statistik diperoleh p=0,001, maka dapat di peroleh hasil bahwa secara statistik terdapat
perbedaan yang bermakna, artinya ada hubungan antara pelaksanaan fungsi pengorganisasian kepala ruangan dengan kepuasan perawat. Selanjutnya terdapat nilai Odds ratio (OR) yang didapat sebesar 14,500 artinya perawat pelaksana mempersepsikan fungsi pengorganisasian baik mempunyai peluang sebesar 14 kali lebih besar untuk merasa puas dengan pekerjaannya di banding dengan perawat pelaksana yang mempersepsikan kurang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Mayasari (2009) bahwa ada hubungan yang bermakna antara fungsi manajerial ruangan dalam hal pengorganisasian dengan kepuasan perawat. Serta penelitian Parmin (2010) yang juga mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara fungsi pengorganisasian dengan kinerja perawat. Menurut analisis peneliti, penilaian perawat dalam kategori baik tentang fungsi pengorganisasian yang di lakukan kepala ruangan pada ruangan rawat inap RSI Siti Rahmah Padang adalah dinilai dalam hal kemampuan membuat struktur organisasi karena dalam pembuatan struktur organisasi, dimana dalam pembuatan struktur organisasi kepala ruangan sudah menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staff atasan baik vertikal maupun horizontal sebanyak 82%. Terbentukya struktur, bentuk dan bagan pada ruang rawat inap yang menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staff atasan baik vertikal maupun horizontal, memberi pemahaman tentang
organisasi pelaksana.
pada
perawat
Pentingnya struktur organisasi bagi perawat adalah untuk memahami bagaimana staff memahami struktur organisasi dan tanggung jawab dari struktur tersebut, hal ini juga meningkatkan pengetahuan staff akan organisasi, memahami bagaimana bawahan yang mengalami masalah serta mengembangkan jaringan pengawasan (Marquis dan Houston, 2000). Dengan mengetahui pola hubungan antara atasan dan bawahan membuat perawat merasa puas dalam melaksanakan tanggung jawab yang di berikan. Begitu juga dengan berkomunikasi, ketika perawat mengetahui struktur organisasi yang menggambarkan tanggung jawab disetiap lininya maka perawat menjadi tahu dengan siapa harus berkoordinasi sesuai dengan struktur yang sudah di tetapkan. Bagian dari fungsi pengorganisasian lainnya dari fungsi pengorganisasian adalah aspek Pengelompokkan kegiatan. Hal ini dinilai baik oleh perawat ketika kepala ruangan membuat pengelompokkan kegiatan sering sesuai spesifikasi metoda TIM untuk memudahkan pembagian tugas sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan perawat yang di sesuaikan dengan kebutuhan pasien. Penelitian ini sama dengan penelitian Simamora (2005) dimana didapatkan kemampuan kepala ruangan baik (69,5%)dalam hal pembagian tugas di RS Koja Jakarta. Pada dasarnya metode tim dibuat
bertujuan untuk mengendalikan kegiatan asuhan keperawatan pada pasien kelolaan kepada pembagian kegiatan dikelompok kerja yang diketuai oleh ketua tim berdasarkan tingkat ketergantungan pasien (Nursalam, 2010). Meskipun belum optimal namun kegiatan ini sering didiskusikan oleh kepala ruangan untuk mengakomodir semua pasien berdasarkan tingkat ketergantungan agar jelas tanggung jawab yang di berikan pada perawat untuk bertanggung jawab terhadap pasien kelolaan. Metode tim juga berdampak pada kepuasan pasien, dimana memberi kemudahan pada pasien untuk mengetahui siapa petugas yang bertanggung jawab pada program rawatan yang sedang mereka jalani. Bagi perawat ketika juga bisa lebih maksimal mengetahui kondisi pasien sehingga tanggung jawab dan tanggung gugat bisa terlaksana. Hal ini tentu saja mendukung rasa puas bagi perawat ketika berhasil mengelola pasien karena merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah dalam melayani pasien. Salah satu penerapan metoda tim adalah membuat rentang kendali oleh kepala ruangan. Walapun belum optimal rentang kendali yang di buat oleh kepala ruangan juga memudahkan perawat pelaksana untuk bekerja sesuai posisi yang ada pada rentang kendali yang di tetapkan oleh kepala ruangan. Maka hal ini juga membuat peningkatan oleh perawat pelaksana untuk melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien.
Dengan adanya rentang kendali maka perawat merasa jelas ketika di tugasi untuk mengelola dan bertanggung jawab terhadap sekelompok pasien kelolaan, sehingga mudah untuk mengikuti perkembangan kondisi pasien. Henry fayol (dalam Siagian, 2007) berpendapat cara terbaik dalam menggerakkan anggota organisasi adalah dengan cara memberikan komando dan tanggung jawab pada pelaksanaan suatu kegiatan. Seorang kepala ruangan harus mampu menciptakan iklim kerja yang kondusif melalui kemampuan dalam memotivasi dan membimbing perawat pelaksana sehingga mereka memberikan asuhan keperawatan yang baik. Aspek lainnya yang di nilai baik sebagai bagian dari kegiatan fungsi pengorganisasian adalah kegiatan koordinasi adalah dimana sebagai koordinator, kepala ruangan sering menciptakan kerja sama antara perawat pelaksana yang selaras satu sama yang lain. Begitu juga ketika kepala ruangan melakukan pendelegasian tugas dan koordinasi kegiatan juga dinilai baik, maka tentu saja hal ini menimbulkan kenyamanan dalam bekerja. Kenyamanan dalam bekerja akan meningkatkan motivasi yang berujung terhadap kinerja. Penelitian ini tidak sama dengan penelitian Simamora (2005) di RS Koja Jakarta di dapatkan bahwa kemampuan kepala ruangan kurang sebanyak (65,5%). Dengan pendelegasian, seorang pimpinan dapat mencapai tujuan dan sasaran kelompok melalui usaha orang
lain, hal mana merupakan inti manajemen. Selain itu dengan pendelegasian , seorang pimpinan mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal lain yang lebih penting seperti perencanaan dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat pengembangan dan latihan manajemen yang bermanfaat. Staf yang memiliki minat terhadap tantangan yang lebih besar akan menjadi lebih komit dan puas bila diberikan kesempatan untuk memegang tugas atau tantangan yang penting. Sebaliknya kurangnya pendelegasian akan menghambat inisiatif staf (Marquis & Houston, 2000). Namun pada kegiatan evaluasi, kepala ruangan hanya kadang-kadang (34,6%) melakukan evaluasi kerja sesuai rencana yang telah di rumuskan sebanyak. Marquis and Houston, (2000) berpendapat bahwa kebijakan tertulis mempunyai arti yang besar. Maka ketika kepala ruangan belum optimal menetapkan kebijakan yang jelas mengenai standar evaluasi yang akan dilaksanakan, tentu saja membuat kegiatan evaluasi juga tidak berjalan. Hal ini tentu saja berujung kepada kurangnya pengawasan terhadap kinarja perawat. Dampak bagi perawat dengan kinerja yang baik tentu merasa tidak puas, ketika berhasil mencapai suatu prestasi namun tidak di evaluasi oleh kepala ruangan, begitu juga sebaliknya untuk perawat dengan kinerja kurang, maka mereka lebih senang jika kekurangan mereka tidak di perbaiki akibat
kurangnya evaluasi.
pengawasan
atau
Pada RSI Siti Rahmah mekanisme punishmen yang belum jelas membuat motivasi kepala ruangan malas untuk merumuskan dengan baik standar evaluasi tersebut. Hal ini karena kepala ruangan akan merasa siasia saja ketika aturannya ada, namun tindak lanjutnya tidak jelas. Teori Maslow (dalam Robbin, 2006) membagi lima kebutuhan menjadi kebutuhan yang tinggi (kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktualisasi diri) dan kebutuhan yang rendah ( kebutuhan fisik dan kebutuhan rasa aman), dimana kebutuhan yang tinggi terpuaskan secara internal sedangkan yang rendah terpuaskan secara eksternal. Pada perawat pelaksana RSI Siti Rahmah kebutuhan yang dapat meningkatkan kepuasan dari aspek pengorganisasian adalah memberikan uraian tugas sesuai dengan kemampuan dan menetapkan standar penampilan kerja. Selain dari pada itu kepala ruangan juga baik dalam hal memotivasi kebersamaan dalam bekerja sama sehingga memudahkan untuk kegiatan koordinasi kegiatan ataupun pendelegasian tugas. Kepala ruangan juga membuat rentang kendali yang memudahkan perawat sebagai panduan bekerja sesuai dengan posisi yang di tetapkan oleh kepala ruangan, walaupun dalam penerapannya belum optimal.
KESIMPULAN DAN SARAN Karakteristik perawat pelaksana yang terlibat dalam penelitian ini sebagian besar dari aspek umur, sebagian besar perawat berumur kurang dari 30 tahun, berjenis kelamin perempuan, latar belakang pendidikan tamatan DIII keperawatan dan bekerja kurang dari 5 tahun. Persepsi perawat pelaksana tentang fungsi pengorganisasian yang kurang baik lebih besar dari kategori baik. Tingkat kepuasan perawat pelaksana didapatkan kategori puas lebih banyak dari kategori tidak puas. Terdapat dua karakteristik perawat dari aspek umur dan jenis kelamin tidak berhubungan dengan kepuasan kerja, sedangkan dari aspek pendidikan dan lama kerja tidak dapat dilihat hubungan kebermaknaan antara dua variable karena terdapat cell yang kosong sehingga tidak memenuhi sarat untuk uji chi-square Terdapat hubungan yang bermakna antara fungsi pengorganisasian dengan kepuasan kerja. DAFTAR PUSTAKA Aprizal, & Probandari. (2008).Kepuasan Kerja Perawat Di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang. UGM. Juni 12, 2012. http://www.lrckmpk.ugm.ac.id/id/UP PDF/_working/No.17_Yana_0 4_08.pdf. As’ad, M (2008). Psikologi Industry: Seri Sumber daya Manusia. Yogyakarta: Liberty.
Cushway, B., & Lodge D. (1995). Organizational Behavior Design. (Swarno Tjiptowardojo, Penerjemah). Jakarta: PT. Elex Media. Daryanto, D (2008). Hubungan karakteristik individu dan system penghargaan dengan kinerja perawat berdasarkan persepsi perawat pelaksana di RS Sumber Waras Jakarta. Prospek Volume 1 No 1 Januari 2008. Depkes. (2001). Standar Manajemen Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan di Sarana Kesehatan. Jakarta. Dumauli, (2008). Hubungan persepsi perawat pelaksana tentang pelaksanaan fungsi manajemen kepala ruangan dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Budi Asih Jakarta. Program pasaca sarjana. UI.Tesis.Tidak dipublikasikan. European Foundation For The Improvement of Living and Working Conditions. (2007). Measuring Job Satisfaction in Surveys - Comparative Analytical Report. Juni 13, 2012. http://www.eurofound.europa.e u/ewco/reports/TN0608TR01/ TN0608TR01. pdf
Fletcher. J. M. , Sindelar. J. L & Yamaguci (2009). Cummulative effect job on health.11 Juni 2012. http://repository.ui.ac.id/conten ts/koleksi/16/cf0991bbe72c7b2 941307bd2647cdf369ed69ed6a e98.pdf Hubberd D. (2000). Leadership Nursing and Care Management. Second edition. Philadelphia : W.B. Saunders Company. Ilyas
Yaslis.(2004). Perencanaan SDM Rumah Sakit. (Edisi revisi). Jakarta : Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Indonesia.
Ilyas, Yaslis. (2002). Kinerja, Teori, Penilaian, dan Penelitian. Depok: FKM UI. Julianti, B.B. (2002). Hubungan Karakteristik Perawat Pelaksana dengan Kepuasan Berdasarkan Dimesi Kerja Rumah Sakit Pelni Petamburan Jakarta Tahun 2002.