Potensi Geowisata pada Kawasan Cekungan Bandung Shandra Rama Panji Wulung Program Magister Perencanaan Kepariwisataan Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung
[email protected] Abstrak Setiap ilmu memiliki objek penelitian yang unik, salah satunya geowisata. Geowisata berasal dari gabungan dua disiplin ilmu, yakni ilmu bumi dan ilmu pariwisata. Geowisata mencakup pariwisata geologi dan pariwisata geografi. Pada pariwisata geologi memiliki sudut pandang bahwa geowisata adala ilmu yang mempelajari kondisi geologi dan geomorfik dari suatu destinasi wisata. Sedangakan dari sudut pandang pariwisata geografi, geowisata difokuskan mempelajari tentang pemandangan alam dalam suatu wilayah fisik geografi dan keterlibatan dalam pergerakan manusia. Studi mengenenai geowisata mencakup semua isu-isu ilmiah ilmu bumi dari perspektif pariwisata atau semua isu-isu pariwisata dipelajari oleh teori dan metode ilmu bumi, tidak hanya mempelajari objek dari pariwisata (sumber daya pariwisata) tetapi perlu memperhatikan dua subjek lainnya dari pariwisata (pasar pariwisata dan media serta jasa pariwisata dan fasilitas). Dengan kata lain, ketiga elemen pariwisata tersebut memiliki topik keilmuan mengenai bumi dan beberapa ketentuan yang tertunda untuk diekplorasi dan diteliti oleh para peneliti ilmu bumi. Kawasan Cekungan Bandung dijadikan sebagai Wilayah Pengembangan (WP) Kawasan Khusus (KK) di Provinsi Jawa Barat yang meliputi Kota Bandung; Kabupaten Bandung; Kabupaten Bandung Barat; Kota Cimahi dan 5 Kecamatan di Kabupaten Sumedang. Kawasan Cekungan Bandung memiliki sumber daya lingkungan yang melimpah seperti air, tanah, lahan dan keindahan alam dimana salah satunya kegunaannya yaitu untuk aktivitas pariwisata khususnya geowisata. Meskipun demikian belum terdapat studi yang meneliti tentang geowisata di Kawasan Cekungan Bandung, hal itu yang membangkitkan peneliti melakuan studi potensi geowisata di Kawasan Cekungan Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi geowisata di kawasan Cekungan Bandung. Adapun metodologi analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan perolehan data secara sekunder (desk study) mengenai potensi geowisata di kawasan Cekungan Bandung. Hasil penelitian potensi geowisata pada Kawasan Cekungan Bandung terbagi menjadi tiga bagian yaitu Cekungan Bandung Timur (Kab. Bandung dan Kab. Sumedang); Bandung Tengah (Kab. Bandung, Kota Bandung, Kab. Bandung Barat dan Kota Cimahi) dan Cekungan Bandung Barat (Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat) Kata kunci: Pariwisata Geologi, Pariwisata Geografi, Geowisata, Cekungan Bandung
Pendahuluan Geowisata secara luas mencapkup ilmu geografi yang konteksnya meliputi sosial, ekonomi dan budaya dimana hal tersebut termasuk kedalam pariwisata geografi (Stueve dkk., 2002). Sedangkan Downing (2011) memaparkan bahwa geowisata pada dasarnya merupakan pariwisata geologi yang fokus terhadap elemen geologi dan bentang alam yaitu bentuk (bentang alam, jenis batuan, sendimen, tanah dan kristal) dan proses (vulkanik, erosi, glasiasi dan lainnya). Pemahaman lebih luas dipaparkan oleh Chen dkk. (2016) bahwa geowisata tidak hanya mencakup ilmu geologi, geografi dan pariwisata tetapi juga merupakan hasil interaksi sebab akitab dari ketiga ilmu tersebut yang disebut sebagai geowisata. Geowisata merupakan suatu ilmu multidisiplin yang bersasal dari disiplin ilmu geologi, geografi dan pariwisata. Geowisata merupakan ilmu multidisiplin yang mengunakan teori dan metode ilmu bumi dan mengacu kepada esensi dari disiplin ilmu lainnya dalam memenuhi kebutuhan survey, evaluasi, perencanaan, pengembangan, pengelolaan dan perlindungan sumber daya pariwisata, sehingga dapat menyokong perkembangan pariwisata. (Chen dkk., 2016). Tujuan yang mendasari Geowisata diantaranya untuk menciptakan dan meningkatkan destinasi pariwisata yang mudah diakses, ramah lingkungan, informatif dan menarik pada pengembangan pariwisata suatu wilayah perekonomian (Chen dkk., 2016). Cekungan Bandung merupakan cekungan besar apabila dikaitkan dengan jajaran pegunungan disekitarnya. Secara geologi lebih dikenal sebagai Cekungan Bandung (Bandung Basin). Cekungan Bandung memiliki sumber geologi yang melimpah berupa energi, lingkungan, dan mineral. Sumber daya lingkungan, mulai dari air, tanah, lahan, dan keindahan alam sebagian besar sudah dipergunakan untuk sarana pemukiman, pariwisata, industri, dan kebutuhan hidup lainnya. (Bronto dan Hartono, 2006). Saat ini Cekungan Bandung menjadi salah satu Wilayah Pengembangan (WP) Kawasan Khusus (KK) yang secara administratif meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang (Kec. Jatinangor, Kec.Tanjungsari, Kec.Cimanggung, Kec.Sukasari dan Kec.Pamulihan) yang bebatasan dengan Kota Bandung (Perda Provinsi Jawa Barat No.22 Tahun 2010). Salah satu komoditas unggulan kawasan Cekungan Bandung adalah sektor jasa, dimana komoditas unggulannya yaitu wisata alam dan wisata adat (Saputra dkk., 2016). Sesuai Perda Provinsi Jawa barat No.22 Tahun 2010 tentang RTRW 2009 – 2029, Kawasan Cekungan Bandung dijadikan menjadi salah satu kawasan andalan sistem nasional dengan memiliki empat sektor unggulan yaitu industri, pertanian, pariwisata dan perkebunan. Studi yang telah dilakukan terkait geologi dan geografi kawasan Cekungan Bandung belum memiliki fokus pada sektor pariwisata. Meskipun demikian hanya terdapat beberapa studi yang meneliti tentang kekayaan geologi terkait pariwisata di Kawasan Cekungan Bandung, hal itu yang mendorong peneliti untuk melakuan studi potensi kekayaan geowisata di Kawasan Cekungan Bandung. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi keberadaan geowisata dikawasan Cekungan Bandung. Isi penelitian ini dimaksudkan sebagai sumbangan informasi dan pikiran dari segi geowisata agar menjadi bahan pertimbangan para stakeholder dalam menata kembali kawasan Cekungan Bandung, sehingga meningkatkan perekonomian, kehidupan sosial dan pemeliharaan lingkungan alam kawasan tersebut. Konsep Geowisata pada dasarnya adalah gabungan dari kata “pariwisata geologi” dimana unsur geologisnya berfokus pada geologi dan lanskap, baik itu dalam bentuk (bentang alam, singkapan batuan, jenis batuan, sedimen, tanah dan kristal) maupun proses (vulkanisme, erosi, glasiasi dan lain-lain), yang dijadikan sebagai daya tarik wisata (Newson and Downing, 2006).
1
Sementara itu komponen pariwisata pada geowisata melibatkan pergerakan wisatawan untuk mengunjungi situs geologi dengan tujuan untuk melakukan aktivitas rekreasi, keingintahuan akan ketakjuban akan bentang alam, apresiasi serta pembelajaran yang dalam prosesnya terdapat suatu aktivitas wisata, baik individu maupun kelompok, secara berkala dengan adanya infrastruktur pariwisata pendukung seperti akomodasi, trasportasi hingga teknologi informasi. Secara sudut pandang pariwisata geologi dapat diartikan bahwa geowisata sebagai ilmu yang mempelajari kondisi geologi dan geomorfik dari tempat-tempat wisata (destinasi pariwisata) dan sudut pandang ini berfokus pada pembuatan suatu penelitian tentang pariwisata geologi oleh profesional geologi sehingga hasil penelitian yang berupa pengetahuan geologi disebarkan bagi dan dinikmati oleh para wisatawan. Selain itu pariwisata geologi disebut juga sebagai panorama geologi, lanskap geologi, taman geologi, tempat wisata geologi dan sebagainya (Chen dkk., 2016). Padangan ini kemudian dikembangkan dengan menyertakan ekplorasi dan evaluasi sumber daya pariwisata geologi sebagai suatu objek penelitian pariwisata geologi dalam upaya untuk menyediakan sumber daya pariwisata. Hingga saat ini masyarakat pada umumnya masih beranggapan bahwa geowisata itu adalah pariwisata geologi. Sedangkan geowisata dalam sudut pandang pariwisata geografi difokuskan pada penelitian tentang pemandangan alam itu sendiri yang pada dasarnya dalam wilayah geografi fisik serta melibatkan geografi manusia dan ilmu-ilmu sosial lainnya yang tidak hanya secara langsung menyajikan kepada wisatawan mengenai bimbingan ilmiah, menyebarkan pengetahuan ilmiah, memperkenalkan tempat-tempat penting tetapi juga menyajikan pariwisata dalam bentuk penelitian dan pengembangan yang berbasis pariwisata, rektifikasi lahan nasional dan pemeliharaan lingkungan (Chen dkk., 2016). Geowisata, menurut Dowling (2010), adalah bentuk dari kawasan wisata alam yang secara khusus berfokus pada geologi dan bentang alam, hal itu mempromosikan situs geologi dan konservasi geodiversity serta pemahaman tentang ilmu bumi melalui apresiasi dan pembelajaran dimana hal itu dicapai melalui kunjungan independen ke suatu fenomena geologi, menelusuri geo-trails, melihat pemandangan, tur berpemandu, aktivitas geologi (geoactivities), dan patronase dari pusat wisatawan geosite (geosite visitor centres). Goldner dan Ritchie (2012) memaparkan bahwa komponen yang sangat mendasar dalam pariwisata adalah sumber daya alam dan lingkungan serta lingkungan buatan. Sumber daya alam dan lingkungan sekitarnya menjadi produk utama destinasi pariwisata yang tidak dapat dirubah (unchangeably), hal itu dikarakteristikan secara fisiografi (alam dan tampilan lanskap), iklim (keadaan cuaca selama periode satu tahun seperti panas dan dingin, kelembaban dan kekeringan serta angin), dan manusia yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu (1) mereka yang tinggal di kawasan destinasi pariwisata (masyarakat setampat) dan (2) mereka yang saat ini dan berpotensi melakukan kunjungan ke destinasi pariwisata (wisatawan). Sedangkan menurut komponen lainnya lingkungan buatan/ binaan yang telah dibuat oleh manusia. Lingkungan buatan ini meliputi: 1) Kebudayaan masyarakat setempat (culture of the resident), dimana kebudayaan dari manusia mencerminkan berbagai dimensi perkembangan cara hidup pada dari masa lalu dan saat ini. 2) Infrastruktur, hal-hal mendasar sebagai penunjang dalam melayani wisatawan menuju destinasi pariwisata. Infrastruktur pariwisata merupakan rantai pasokan dari: Transportasi (transportation infrastructure), menyediakan akses wisatawan ke destinasi wisata yang meliputi bandara, jalan, pelabuhan dan jalur kereta api. Sosial (social infrastructure), ketersediaan kamar untuk mengakomodasi wisatatawan dan struktur fisik untuk kegiatan eksibisi, event dan pelayanan yang dapat menarik wisatawan. Hal ini meliputi hotel, pusat pertemuan (convention centre), stadion, gallery pada kawasan destinasi pariwisata.
2
Lingkungan (environmental infrastructure), diantaranya sturktur fisik di taman nasional, taman laut dan cagar alam, termasuk juga falisitas bagi wisatawan Kolaborasi (collaborative infrastructure), merupakan jaringan organisasi pariwisata kabupaten/ kota, provinsi dan nasional yang memasarkan destinasi serta mendistribusikan produk pariwisata. Fisiografi
Pariwisata
SDA & Lingkungan
Iklim Manusia Kebudayaan Infrastruktur
Buatan
Teknologi Informasi Tata kelola
Gambar 1 Komponen Pariwisata (Goeldner & Ritchie, 2012)
3) Teknologi, salah satu hal terbaru dan berpengaruh dalam lingkungan buatan yang membentuk sifat baik produk/ jasa dan pengalaman selama perjalanan. Invasi besar teknologi telekomunikasi, terkait erat dengan teknologi komputer, memiliki dampak yang dramatis pada esensi dari fenomena pariwisata. 4) Informasi, keberhasilan destinasi pariwisata ditentukan oleh kemampuan dalam menghimpun, menafsirkan dan memanfaatkan informasi secara efektif. Beberapa jenis informasi diantaranya informasi mengenai potensi pasar wisatawan yang sangat penting untuk desain dan pengembangan destinasi pariwisata; informasi mengenai tingkat kepuasan pengunjung terhadap kualiatas yang diberikan destinasi pariwisata; informasi mengenai pesaing dan kegiatan mereka; informasi mengenai fungsi dan kinerja destinasi pariwisata dalam upaya memberikan pengalaman terbaik untuk wisatawan; dan informasi mengenai sejauh mana masyarakat setempat memahami dan mendukung pariwisata sebagai komponen jangka panjang dari sistem sosial ekonomi. 5) Tata kelola (govenance), keseluruan sistem pengelolaan terkait perhatian terhadap fungsi dari sistem pariwisata. Sistem tata kelola dalam pariwisata (hukum, politik dan fiskal) memiliki dampak yang bedasr pada kemampuan destinasi pariwisata untuk bersaing dalam pasar internasional. Sistem tata kelola suatu negara atau wilayah dapat dilihat sebagai evolosi budaya, hal itu berpengaruh dan berubah dalam jangka waktu yang panjang. Terkadang perubahan tersebut bisa sangat dranatis dan dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Geowisata (Downing, 2006) terdiri dari unsur-unsur geologi dari “bentuk dan proses” yang dikombinasikan dengan komponen pariwisata (Tabel 2.1) seperti atraksi, akomodasi, tour, aktivitas, interpretasi serta perencanaan dan manajemen dengan tujuan untuk menciptakan produk geowisata yang melindungi geoheritage, membantu pengembangan masyarakat, komunikasi dan promosi warisan geologi dan bekerja dengan berbagai macam orang yang berbeda.
3
Tabel 1. Konsepsualitas Sifat dan Ruang Lingkup Geowisata Komponen
Elemen
Bentuk Geologi Proses
Atraksi
Pariwisata
Akomodasi Tour Aktivitas Interpretasi Perencanaan dan Manejemen
Lanskap Vulcanic landforms, glasial, Bentang Alam lanskap sungai, Aeolian landforms, karst, lingkungan sendimen, pesisir Sendimen pantai, singkapan batu, regolith Bebatuan section dan mineral Fosil Aktivitas Tektonik Pegunungan, aktivitas vulkanik, Igneous process aliran lava, weathered profiles, tanah longsor, lapisan es, glester, Weathering air terjut, tebing pantai, lembah Erosi sungai, delta, lumpur. Deposisi Skala Makro (Grand Canyon, USA); skala meso (Wave Rock, AUS) dan skala mikro (Fossil Beds, UK) Geolodges dan Georesorts Penerbangan wisata, paket wisata, self guided tour (hiking) Site locality visitor centre, virtuals tour. Visitor centres, guided and self guided trails, pamplets Geoconservation, desain situs untuk pariwisata, manajemen wisatawan.
Sumber: Dowling, 2010
Dari sudut pandang pariwisata holistik, Morrison (2013) beberapa atribut dalam menentukan keberhasilan pengembangan destinasi pariwisata berdasarkan, atribut tersebut diantaranya: 1) Awareness (kesadaran), atribut ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan wisatawan tentang destinasi pariwisata dan dipengaruhi oleh jumlah dan jenis dari informasi yang mereka terima. Apakah terdapat tingkat kesadaran antara wisatawan potensial dengan destinasi pariwisata? 2) Attractiveness (daya tarik wisata), jumlah dan cakupan geografis dari daya tarik objek wisata tujuan. Apakah destinasi pariwisata menawarkan keragaman daya tarik wisata bagi wisatawan? 3) Availability (ketersediaan), atribut ini ditentukan oleh kemudahan pemesanan dan reservasi pada destinasi pariwisata, serta saluran pemesanan yang tersedia. Dapatkah destinasi pariwisata dapat direservasi melalui berbagai saluran distribusi? 4) Access (aksesibilitas), kemudahan dalam melakukan perjalanan dari dan ke destinasi pariwisata, serta kemudahan dalam pergerakan selama di destinasi pariwisata. Adakah terdapat kemudahan akses dari dan ke destinasi pariwisata menggunakan moda transportasi? Apakah terdapat kenyamanan pada transportasi di daerah tujuan wisata? 5) Appreciation (apresiasi), perasaan wisatawan yang diterima dari keramahtamahan destinasi pariwisata. Apakah wisatawan diterima dan mendapatkan pelayanan yang baik di destinasi pariwisata? 6) Assurance (jaminan), atribut ini mengenai keselamatan dan keamanan pada destinasi pariwiata bagi wisatawan. Apakah destinasi pariwisata bersih, aman dan nyaman? 7) Activities (Aktivitas), banyaknya kegiatan yang tersedia untuk wisawatan selama di destinasi pariwisata. Apakah destinasi pariwisata menawarkan berbagai kegiatan dimana wisatawan dapat terlibat? 8) Appearance (Kesan), atribut ini mengukur sejauh mana kesan yang diberikan destinasi pariwisata kepada wisatawan, baik itu ketika wisatawan pertama kali tiba maupaun selama wisatawan menghabiskan waktunya di destinasi pariwisata. Apakah destinasi pariwisata melakukan kesan pertama dengan baik? Apakah destinasi pariwisata membuat kesan positif dan abadi?
4
9) Action (Perencanaan), ketersediaan perencanaan pariwisata dalam jangka panjang dan perencanaan pemasaran untuk pariwisata adalah beberapa tindakan yang diperlukan. Apakah pengembangan dan pemasaran pariwisata terencana dengan baik? 10) Accountability, atribut ini tentang evaluasi kinerja DMO. Apakah DMO mengukur efetivitas kinerjanya? Geowisata merupakan aktivitas yang dilakukan di kawasan geopark yang dalam perkembangan produk-produknya, karakteristik utama geowisata dimunculkan lebih komprehensif berkaitan dengan unsur-unsur dan proses geologi (lanskap, karst, mineral, aktivitas tektonik, pegunungan, lembah sungai dll), akomodasi (geolodge, georesort), aktivitas (geotour/ geotrack, geokayaking) daya tarik (geo-museum yang dilengkapi cinderamata yang disebut dengan geo- souvenir, serta geo-interpretation yang merupakan fasilitas dan pelayanan yang dapat memberikan informasi dan edukasi kepada pengunjung mengenai bentukan dan proses geologi dan lansekap yang terdapat ditempat tersebut), akses (bandara, jalan), fasilitas (geovisitor centre), sistem reservasi, perencanaan dan pengembangan geowisata, mitigasi bencana, hospitality hingga evaluasi dari DMO geowisata. Analisis Potensi geowisata di Cekungan Bandung sangat dipengaruhi oleh sumber daya geologi pada kawasan tersebut. Secara fisik, bentang alam wilayah Bandung dan sekitarnya yang termasuk ke dalam Cekungan Bandung, merupakan cekungan berbentuk lonjong (elips) memanjang berarah timur tenggara – barat barat laut. Cekungan Bandung ini dimulai dari daerah Nagreg di sebelah timur sampai ke Padalarang di sebelah ba-rat dengan jarak horizontal lebih kurang 60 km. Sementara itu, jarak utara – selatan mempunyai lebar sekitar 40 km. Cekungan Bandung ini hampir dikelilingi oleh jajaran kerucut gunung api berumur Kuarter, di antaranya di sebelah utara terdiri atas kompleks Gunung Burangrang – Sunda – Tangkuban- parahu, Gunung Bukittunggul, tinggian batuan gunung api Cupunagara, Gunung Manglayang, dan Gunung Tampomas. Batas timur berupa tinggian batuan gunung api Bukitjarian, Gunung Karengseng – Gunung Kareumbi, kompleks batuan gunung api Nagreg sampai dengan Gunung Mandalawangi. Batas selatan terdiri dari kompleks gunung api Kamojang, Gunung Malabar, Gunung Patuha dan Gunung Kendeng. Hanya di sebelah barat, Cekungan Bandung dibatasi oleh batuan gunung api berumur Tersier dan batugamping yang termasuk ke dalam Formasi Rajamandala (Sudjatmiko (1972) dalam Bronto dan Hartono, (2006). Cekungan Bandung sendiri dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni bagian timur, tengah, dan barat. Cekungan Bandung bagian timur dimulai dari dataran Nagreg sampai dengan Cicalengka; bagian tengah membentang dari Cicalengka hingga Cimahi – kompleks perbukitan Gunung Lagadar, dan cekungan bagian barat terletak di antara Cimahi – Batujajar hingga Cililin dan Waduk Saguling (Bronto dan Hartono, 2006). Potensi tersebut dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:
5
Tabel 2 Potensi Geowisata Cekungan Bandung Komponen Elemen Sub-elemen Alam Bentuk dan Lanskap Proses Sendimen Bebatuan Aktivitas Tektonik Buatan
Kebudayaan
Attractiveness Activities
Infrastruktur
Access
Cekungan Bandung Timur Batas timur berupa tinggian batuan gunung api Bukitjarian, Gunung Karengseng – Gunung Kareumbi, kompleks batuan gunung api Nagreg sampai dengan Gunung Mandalawangi Kebudayaan Geotrack, geosouvenir. geointerpretation Terminal, Jalan Provinsi, Statiun
Aminities Accomodation Availibility Awareness
Moda Transportasi, Restaurant Hotel, exhibition centre Online booking Website.
Cekungan Bandung Tengah Gunung Burangrang – Sunda – Tangkuban- parahu, Gunung Bukittunggul, tinggian batuan gunung api Cupunagara, Gunung Manglayang, dan Gunung Tampomas. Kebudayaan, geomuseum Geotrack, geosouvenir. geointerpretation, Bandara, Terminal, Jalan provinsi, Statiun, , Restaurant, moda transportasi Hotel, exhibition centre Online booking Geo visitor centre, website
Appreciation Assurance Appearace Action
hospitality
hospitality
hospitality
Tidak ada
Tidak Ada
Tidak ada
Paket wisata, event Geoconservation, marketing plan
Paket wisata, event Geoconservation, marketing plan
Paket wisata, event Geoconservation, marketing plan
Evaluasi, Komunitas
Evaluasi, Komunitas
Evaluasi, Komunitas
Teknologi Infomasi Tata Kelola
Acountability Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2016
Cekungan Bandung Barat Batas selatan terdiri dari kompleks gunung api Kamojang, Gunung Malabar, Gunung Patuha dan Gunung Kendeng Kebudayaan, Karst Geotrack, geo-interpretation Statiun, Jalan Provinsi, Terminal, Moda Transportasi, Restaurant Hotel, , Online booking website
6
Kesimpulan Pariwisata saat ini menjadi kebutuhan yang tak dapat dihindarkan bagi manusia, hal itu dengan adanya tenakanan kesibukan sehari-hari. Sementara lahan dan taman terbuka untuk bermain semakin menghilang. Hal tersebut akan mendorong semakin tingginya keinginan manusia untuk pergi ke berbagai tempat yang bersifat alami dan mengandung unsur pengetahuan. Geowisata merupakan aktivitas menuju berbagai tempat di permukaan bumi untuk menikmati dan mempelajari keindahan dan keajaiban alam serta budaya setempat. Hal tersebut dapat berupa bentangan alam (gunung, danau, sungai, gua dan hutan) dan kebudayaan (bahasa, ada istiadat, cara hidup). Cekungan Bandung dikarunia keragaman bumi yang sangat kaya. Potensi geowisata Cekungan Bandung yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Cekungan Bandung Timur (Kab. Bandung dan Kab. Sumedang); Bandung Tengah (Kab. Bandung, Kota Bandung, Kab. Bandung Barat dan Kota Cimahi) dan Cekungan Bandung Barat (Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat).
7
DAFTAR PUSTAKA Allan, M. (2016): Exploring the Potential for Geotourism Development in The United Arab Emirates. Anatolia, 1 – 4. Bahtiar, P., dan Syafriani, D. (2012): Bandung Purba: Panduan Wisata Bumi. Badan Geologi. Bandung. Brahmantyo, B., Bachtiar, T., Damajani, D., dan Kusumawardhani, S. (2006): Geowisata, Sejarah Bumi Bandung, Badan Geologi, Pusat Survei Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung. Brahmantyo, B., dan Bachtiar, T. (2009). Wisata Bumi Cekungan Bandung. Truedee Pustaka Sejati, Bandung. Bronto, S., dan Hartono, U. (2006): Potensi Sumber Daya Geologi di Daerah Cekungan Bandung dan Sekitarnya. Indonesian Journal on Geoscience, 1 (1), 9 – 18. Chen, A., Lu, Y., dan Ng, Y. C. (2015): The Principles of Geotourism. Springer, Beijing. Dowling, R. K., dan Newsome, D. (2006): Geotourism. Elsevier, Britania Raya. Dowling, R. K. (2010): Geotourism’s Global Growth. Geoheritage, 3 (1), 1 – 13. Nasri, M. Z., dan Antony, D. (2016): Sosialisasi Kawasan dan Potensi Geopark Merangin Jambi ke Sma di Kabupaten Merangin. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 31 (2). 63 – 68. Hardiyono, A., Syafri, I., Rosana, M. F., Yuningsih, E. Y., dan Andriany, S. S. (2015): Potensi Geowisata Di Kawasan Teluk Ciletuh, Sukabumi, Jawa Barat. Bulletin of Scientific Contribution, 13 (2), 119 – 127.
Jafar, J., Xiao, H. (2016): Encyclopedia of Tourism. Springer, Cham, Swiss. Morrison, A. M. (2013): Marketing and Managing Tourism Destinations. Routledge, New York. Panasiuk, A. (2007): Tourism Infrastructure as a Determinant of Regional Development. Ekonomika ir vadyba: aktualijos ir perspektyvos, 1(8), 212 – 215. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.15 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 – 2025. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.22 Tahun 2010 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2029. Saputra, O. F., Wardhani, E., dan Pharmawati K. (2016): Kajian awal Telapak Ekologis di Kawasan Strategi Nasional Perkotaan Cekungan Bandung. Jurnal Rekayasa Lingkungan. 4 (1), 1 – 11. Stueve, A. M., Cook, S. D., dan Drew, D. (2002): The geotourism study: Phase I executive summary. National Geographic Traveler/TIA, 1-20. UNWTO (2014): Glossary of Tourism Terms. Williams, S. dan Lew, A. A. (2015): Tourism Geography: Critical Understandign of Place, Space and Experience, Third Edition, Routledge, New York.
8