Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia – ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398 Vol. 2, No 8 Agustus 2017
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA Solehudin SMA Negeri 2 Cirebon
[email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan perangkat pembelajaran hidrolisis garam yang lebih valid dan efektif guna memberi peningkatan pada kompetensi terkait sikap ilmiah, proses sains, dan hasil belajar siswa peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui basis laboratorium menjadi hal yang penulis pilih. Penelitian ini merupakan pengembangan model 4-D, yang tersusun atas empat tahapan, yaitu tahap define, design, develop, dan disseminate. Produk yang menjadi fokus pengembangan disini adalah rencana pelaksanaan pembelajaran, silabus, bahan ajar, serta lembar kerja yang memiliki kriteria valid dengan rerata nilai sebesar 3,42. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa model pembelajaran peneliti kembangkan secara efektif dapat memberi peningkatan pada kompetensi terkait sikap ilmiah dan proses sains, dengan N-gain kompetensi proses sains 0,54 (sedang), dan N-gain sikap ilmiah peserta didik sebesar 0,64 (sedang). Prestasi hasil belajar memberi peningkatan yang cukup mencolok pada nilai pre-test dan post-test dengan N-gain sebesar 0,69 (sedang), dan persentase ketuntasan belajar 84,38%. Besarnya dampak kompetensi sikap ilmiah dan proses sains secara bersama-sama atas hasil belajar peserta didik sebesar 81,7%. Siswa memberikan respon positif terhadap implementasi instrumen dan model pembelajaran yang dibesarkan melalui kriteria baik atau sebesar 83,44%. Dari semua pembahasan di atas penulis berkesimpulan bahwa model pembelajaran yang disebut di atas memberi dampak positif terhadap sikap ilmiah, proses sains, dan hasil belajar. Kata Kunci: Model Pembelajaran Inkuiri, Hidrolisis Garam Pendahuluan Berdasarkan field study yang telah diterapkan
(Januari, 2014) dengan cara
pengumpulan data wawancara dan angket, terhadap guru dan siswa di SMA Negeri 2 Cirebon, didapatkan: (1) proses pembelajaran masih dominan metode ceramah, media power point masih bersifat monoton, dan kegiatan bersifat praktikum masih belum optimal; (2) masih banyak peserta didik yang tidak memenuhi KKM; (3) respon siswa
112
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Hidrolisis Garam
cukup baik terhadap pembelajaran kimia; (4) diperlukan inovasi dan improvisasi terkait proses pem belajaran dengan tujuan meningkatkan aktivitas, kreativitas, efektivitas, serta mood peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Angket diterapkan guna mendapat informasi terkait data respon siswa pada pembelajaran kimia melalui metode berbasis praktikum di laboratorium, yang disebarkan ke seluruh sampel yang menjadi responden. Sampel dalam field study adalah siswa kelas XI IPA.6, XI IPA.7, XI IPA.8, dan XI IPA.9 SMA Negeri 2 Cirebon sebanyak 128 siswa yang dilakukan per tanggal 13 dan 14 Januari 2014. Hasil field study memberikan permasalahan mendasar yang dialami siswa, yaitu: konsep-konsep kimia sulit (59%), nilai ulangan harian di bawah KKM (77%), pembelajaran kimia masih berorientasi pada model ceramah (6%), berarti siswa menginginkan kegiatan belajar mengajar untuk dapat memberi peningkatan pada aktivitas belajar siswa, dan guru belum optimal dalam proses pembelajaran berbasis laboratorium(69%). Rendahnya aktivitas belajar peserta didik sedikit banyaknya dipengaruhi oleh desain pembelajaran yang kurang menarik. Dari data filed study menunjukkan ada 94% siswa yang tidak setuju bahwa pembelajaran kimia cukup melalui metode ceramah yang monoton, siswa hanya berperan sebagai objek pembelajaran sehingga kurang diberi peluang untuk menggali informasi dan mengeksplorasi pengetahuannya, berelaborasi dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas, dan menyelesaikan masalah sendiri yang dihadapinya. Akibat dari hal tersebut peserta didik kemudian merasa kesulitan dalam hal belajar, tidak sepenuhnya memahami materi pelajaran yang mereka pelajari yang berdampak pada minimnya hasil belajar. Guna memberi peningkatan pada kompetensi hasil belajar serta proses sains diperlukan strategi pembelajaran yang menggunakan berbagai model pembelajaran. Menurut Sudarmin (2012), pembelajaran kimia belum memperlihatkan hasil yang positif, sebab pembelajarannya yang baiknya membangun logika siswa untuk berpikir sistematis, kreatif melalui pendekatan kompetensi proses sains, obyektif, ternyata cukup banyaknya dilakukan dalam bentuk ceramah dan praktikum yang masih bersifat verifikatif. Widhy (2010) menyatakan bahwa kendala pembelajaran yang belakangan dialami adalah minimnya waktu pelaksanaan praktikum akibat waktu penggunaan untuk materi yang terlalu banyak. Oleh karerna itu guru perlu merancang pembelajaran kimia
Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017
113
Solehudin
yang berbasis laboratorium, artinya pembelajaran konsep yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan praktikum. Merujuk pada urian di atas, diperlukan upaya untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam mata pembelajaran kimia. Salah satunya melalui cara penggunaan suatu motode pembelajaran yang dapat memberi peningkatan pada
minat dan
kompetensi terkait proses sains peserta didik dalam pelajaran kimia. Metode praktikum adalah metode yang cocok digunakan guna menambah minat peserta didik dalam mata pembelajaran kimia. Hal ini karena metode praktikum memungkinkan siswa melaksanakan proses pembelajaran secara lebih mandiri, menambah pengalaman, menumbuhkan sikap ilmiah dan hasil belajar dapat bertahan cukup lama dalam ingatan peserta didik (Rustaman, 2005). Untuk itu perlu mengembangkan prosedur praktikum yang melatih peserta didik agar mampu bekerja secara ilmiah, dimana praktikum disusun dengan berbagai pertimbangan agar siswa mempunyai kesempatan untuk mengemangkan knowledge dan memberikan kesempatan peserta didik untuk mengambil andil dalam proses pembelajaran. Pengembangan kegiatan praktikum kimia pada masa sekarang diarahkan dan difokuskan pada praktikum berbasis inkuiri. Dalam praktikum berbasis inkuiri, lingkungan belajar dipersiapkan untuk memfasilitasi agar proses pembelajaran berpusat pada siswa, bukan pada guru, dan untuk memberi bimbingan secara cukup agar dapat menjamin keberhasilan siswa dalam penemuan konsep ilmiah (Sund dan Trowbridge, 1973). Menurut Wiyanto (2008), pemberlakuan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dapat memberi fasilitas pada siswa untuk belajar mengidentifikasi dan merumuskan masalah, mengolah data, memberi kesimpulan serta menyampaikan hasil atas penyelesaian masalah yang dimaksud. Penelitian tentang pemanfaatan kegiatan laboratorium dengan orientasi inkuiri terbimbing guna memberi peningkatan pada keterampilan berkomunikasi ilmiah dilakukan oleh Suyanto (2007). Hasil dari penelitian tersebut memperlihatkan bahwa lembar kerja siswa atau LKS berorientasi inkuiri melalui pemanfaatan laboratorium dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi ilmiah siswa.
114
Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Hidrolisis Garam
Metode Penelitian Populasi penelitian adalah siswa XI IPA SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2013/2014 terdiri atas 9 kelas yang berjumlah 288 siswa. Subjek penelitian siswa kelas XI IPA 8 dan XI IPA 9 ( 2 kelas), masing-masing memiliki jumlah 32 siswa sehingga kuantitas subjek penelitian seluruhnya 64 siswa. Adapun subjek uji coba skala terbatas perangkat pembelajaran dan isntrumen penilaian hasil belajar dan proses sains dilakukan pada kelas XII IPA 8 yang berjumlah 32 siswa. Teknik sampling dilakukan dengan pengambilan sampel semetode cara cluster random sampling yaitu dipilih dua kelas secara acak, satu sebagai kelompok eksperimen dan yang lain sebagai kelompok kontrol (Sugiyono, 2012). Dengan syarat peserta didik dari kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama (homogen). Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing sedangkan variabel terikat adalah sikap ilmiah siswa, proses sains, dan hasil belajar. Penelitian ini adalah penelitian bermodelnya 4-D yang dikembangkan oleh Thiagarajan, Semmel and Semmel. Penelitian ini hanya meliputi tahap define, design, dan develop, sedangkan tahap disseminate tidak dilakukan. Desain penelitian yang diterapkan disini adalah pre-test post-test control experimental group design. Perangkat pembelajaran yang difokuskan pada penelitian ini adalah RPP atau rancangan pelaksanaan pembelajaran, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar, lembar kerja siswa atau LKS, lembar observasi terkait sikap ilmiah siswa, keterampilan proses sains, dan alat penilaian. Data yang dianalisis disini adalah tingkat validitas instrumen, keterampilan proses sains, sikap ilmiah siswa, hasil belajar, dan respon siswa terhadap pembelajaran. Analisis data dilaksanakan dengan memanfaatkan SPSS 16 dengan taraf signifikansi 5%.
Hasil Dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1.
Validitas Perangkat Pembelajaran Validitas instrumen pembelajaran dilaksanakan sebelum mengadakan penelitian oleh 4 orang validator. Instrumen dianggap valid jika nilai dari validator baik atau sangat baik. Hasil validasi ahli dari tiap perangkat pembelajaran tercantum pada Tabel 1.
Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017
115
Solehudin
Tabel 1 Rekapitulasi Skor Validasi Tiap Perangkat Pembelajaran No 1 2 3 4
Perangkat Pembelajaran Skor Kriteria Klasifikasi Silabus 3,48 Valid Sangat Baik RPP 3,51 Valid Sangat Baik Bahan Ajar 3,31 Valid Sangat Baik LKS 3,38 Valid Sangat Baik Rata-rata 3,42 Valid Sangat Baik Besarnya rerata skor validasi instrumen belajar mengajar yang ditingkatkan
adalah 3,42 dengan kriteria valid dan klasifikasi sangat baik, sehingga dengan masukan-masukan dan revisi dari validator dapat diterapkan untuk uji coba perangkat pembelajaran. 2.
Keterampilan Proses Sains Siswa Untuk mengetahui adanya kenaikan terkait proses sains peserta didik menggunakan penilaian lembar observasi kompetensi proses sains siswa selama proses pembelajaran berlangsung, dan sebagai observer terdiri dari 2 orang guru, yaitu Dra. Linceria Sihombing dan Tuty Supriati, S.Pd. Persentase peningkatan tiap aspek kompetensi proses sains siswa dari nilai kesepahaman dua observer pada masing-masing pertemuan dianalisis seperti dapat dilihat pada Gambar 1.
Persentase (%)
Gambar 2 Hasil Analisis Peningkatan Tiap Aspek Keterampilan Proses Sains Siswa
100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RPP 1 83,99 82,03 74,22 71,49 74,61 71,88 65,24 75,00 75,39 80,47 RPP 2 97,27 94,63 84,77 82,53 85,16 75,00 76,96 90,24 84,77 88,68 RPP 3 0 0 0 0 90,24 82,03 0 0 85,94 93,36
Aspek keterampilan proses sains 1. Mengamati 2. Mengelompokkan 3. Menafsirkan hasil penelitian 4. Memprediksikan 5. Mengajukan pertanyaan
116
6. Merumuskan hipotesis 7. Merencanakan percobaan 8. Menggunakan alat dan bahan 9. Menerapkan konsep 10. mengkomunikasikan
Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Hidrolisis Garam
Hasil perhitungan N-gain untuk tiap aspek kompetensi proses sains siswa dari awal sampai akhir proses pembelajaran, yaitu (1) mengamati 0,83; (2) mengelompokkan
0,70;
(3)
menafsirkan
hasil
pengamatan
0,41;
(4)
memprediksikan 0,39; (5) mengajukan pertanyaan 0,62; (6) merumuskan hipotesis 0,36; (7) merencanakan percobaan 0,34; (8) memksimalkan alat dan bahan 0,61; (9) menerapkan konsep 0,43; dan (10) mengkomunikasikan 0,66. Berdasarkan hasil penelitian ini, secara klasikal siswa mengalami pertambahan kompetensi proses sains sepanjang proses belajar mengajar pada materi hidrolisis garam melalui model pembelajaran seperti yang disebutkan dengan N-gain sebesar 0,54 termasuk kriteria sedang. Hasil penelitian ini memperlihatkan pembelajaran pada materi hidrolisis garam dengan orientasi praktikum melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dapat memberi peningkatan atas keterampilan proses sains peserta didik. Hal ini sesuai dengan penelitian Muzzafar Khan (2011), bahwa metode pengajaran inkuiri laboratorium lebih efektif dalam mengembangkan keterampilan proses ilmiah peserta didik untuk pelajaran biologi. Begitu juga hasil penelitian Haryono (2006), bahwa model pembelajaran dengan orientasi kompetensi dan/atau keterampilan atau kompetensi proses sains secara signifikan efektif untuk menambah kompetensi terkait proses sains siswa (dari 46,08% menjadi 67,27%).
3.
Sikap Ilmiah Siswa Untuk mendapat informasi mengenai pertambahan sikap ilmiah peserta didik peneliti memberlakukan lembar penilaian observasi terkait sikap ilmiah peserta didik sepanjang proses belajar mengajar berlangsung, dan sebagai observer terdiri atas 2 orang guru kimia SMA Negeri 2 Cirebon, yaitu Dra. Linceria Sihombing dan Tuty Suprapti, S.Pd. Persentase peningkatan masing-masing aspek sikap ilmiah siswa dari nilai kesepahaman dua observer pada setiap pertemuan dianalisis seperti dapat dilihat pada Gambar 2.
Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017
117
Solehudin
Persentase (%)
Gambar 2 Hasil Analisis Peningkatan Tiap Aspek Sikap Ilmiah siswa
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 RPP 1 RPP 2 RPP 3
1 81,25 92,97 96,09
2 73,05 83,59 88,67
Aspek sikap ilmiah siswa 1. Sikap ingin tahu 2. Sikap respek terhadap data 3. Sikap kritis 4. Sikap penemuan dan kreativitas
3 63,29 79,69 80,86
4 64,46 77,74 78,13
5 82,81 89,06 98,43
6 80,47 87,11 93,36
7 89,84 94,11 96,48
5. Sikap berpikiran terbuka dan kerjasama 6. Sikap ketekunan 7. Sikap peka terhadap lingkungan sekitar
Hasil perhitungan N-gain untuk masing-masing aspek sikap ilmiah siswa dari awal sampai akhir proses pembelajaran, yaitu (1) sikap ingin tahu 0,79; (2) sikap respek terhadap data 0,58; (3) sikap berpikir kritis 0,47; (4) sikap penemuan dan kreativitas 0,39; (5) sikap berpikiran terbuka dan kerjasama 0,91; sikap ketekunan 0,66; dan (7) sikap peka terhadap lingkungan sekitar 0,65. Berdasarkan hasil penelitian ini, secara klasikal peserta didik mendapat pertambahan sikap ilmiah selama pembelajaran berjalan melalui penggunaan model pembelajaran yang telah ditetapkan dengan N-gain sebesar 0,64 termasuk kriteria sedang. Dari penelitian ini diperoleh simpulan bahwa kegiatan belajar mengajar pada materi hidrolisis garam dengan orientasi praktikum melalui model pembelajaran yang telah ditetapkan secara efektif dapat memberi peningkatakan pada sifat ilmiah peserta didik. Hal ini sesuai dengan penelitian Rustaman (2005), menyatakan bahwa melalui metode praktikum peserta didik diberi peluang untuk melaksanakan agenda praktikum secara mandiri, menambah pengalaman pengalaman, menumbuhkan
118
Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Hidrolisis Garam
sikap ilmiah serta hasil belajar akan bertahan pada ingatan peserta didik. Demikian juga hasil penelitian Poppy (2010), bahwa pembelajaran.
4.
Hasil Belajar Siswa Penilaian hasil belajar siswa diperoleh dari tes tertulis berupa tes objektif (pilihan ganda) terkait materi yang sama, yang dilaksanakan pada kelas XI IPA.8 dan kelas XI IPA.9 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2013/2014. Soal yang diberikan kepada siswa berjumlah 25 butir soal yang telah melalui uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Sebelum penelitian, soal tersebut diujikan pada kelas XI IPA.8 dan XI IPA.9 sebagai pre-test. Data penelitian diperoleh setelah siswa melaksanakan pembelajaran untuk materi tersebut berupa post-test, dan soal tes yang diujikan sama dengan soal pre-test. Untuk mendapat informasi terkait penambahan hasil belajar peserta didik dilakukan dengan uji Normalitas Gain (g), berdasarkan data nilai hasil pre-test dan post-test seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Rata-Rata Klasikal N-gain Kelas Eksperimen dan Kontrol Ukuran Statistik Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Rata-rata pre-test 50,59 51,66 Rata-rata post-test 86,03 80,97 Rata-rata N-Gain 0,69 0,58 Kriteria Sedang Sedang Berdasarkan Tabel 2 peningkatan hasil belajar siswa yang diukur dari data nilai pre-test dan post-test kelas eksperimen diperoleh N-gain sebesar 0,69 dan untuk kelas kontrol dengan N-gain 0,58. Persentase ketuntasan hasil belajar peserta didik pada kelas eksperimen yang mencapai KKM 82 adalah 84,38%, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 62,50%. Hal ini memperlihatkan bahwa kelas eksperimen telah mencapai target ketuntasan minimal 75%. Target ketuntasan dalam lingkup nasional diharapkan minimal mencapai 75 (Depdiknas, 2008). Kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan 75% karena menggunakan pembelajaran melalui
model
pembelajaran
praktikum
yang
lebih
menekankan
pada
pengembangan sikap ilmiah siswa dan kemampuan proses yang menjadi pondasi pemahaman konsep peserta didik dibandingkan dengan pembelajaran berbasis praktikum yang bersifat verifikatif saja.
Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017
119
Solehudin
Analisis data uji beda dua rata-rata post-test kelas kontrol dan eksperimen menggunakan Independent Sample t-Test dengan bantuan SPSS 16 menunjukkan bahwa Sig. 0,001 < 0,05 dengan H0 ditolak atau dengan H1 diterima, hal tersebut memperlihatkan ketidaksamaan signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran praktikum dengan orientasi verifikasi. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain: (1) pembelajaran dengan model pembelajaran yang peneliti tetapkan siswa lebih terarah dan terstruktur dalam pelaksanaan percobaan yang diarahkan oleh lembar kegiatan siswa yang berisi tentang
pertanyaan-pertanyaan
untuk
mengambil
keputusan;
(2)
proses
pembelajaran memungkinkan kebebasan pada peserta didik untuk melakukan eksperimen dan menyalurkan pendapat sendiri dalam rangka menemukan konsep hidrolisis garam; (3) pembelajaran lebih bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian Bilgin (2009), bahwa siswa dalam kelompok eksperimen memiliki pemahaman yang lebih baik pada konsep asam dan basa, dan sikap yang lebih positif terhadap instruksi inkuiri terbimbing. Begitu juga penelitian yang dilaksanakan oleh Sunarno (2010), bahwa siswa yang mendapat pembelajaran melalui metode inkuiri terbimbing memperoleh prestasi belajar pada aspek kognitif lebih tinggi dibanding siswa yang mendapat pembelajaran melalui metode eksperimen. Uji pengaruh kompetensi proses sains dan sikap ilmiah terhadap hasil belajar peserta didik melalui analisis regresi ganda dengan bantuan SPSS 16 diperoleh nilai sig= 0,000 < 0,05 yang berarti H0 ditolak. Hal penelitian memperlihatkan hasil bahwa regresi linier, artinya terdapat dampak yang cukup terlihat terkait kerampilan proses sains serta sikap ilmiah siswa (secara bersamasama) terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa, dengan persamaan regresi: , Dan diperoleh nilai R Square atau R2 = 0,817, berarti 81,7% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh keterampilan terkait proses sains dan sikap ilmiah siswa, sedangkan 18,3% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Oktavia (2008), dengan pembelajaran inkuiri terbimbing menunjukkan adanya peningkatan konstruksi pengetahuan dan keterampilan proses serta sikap sains siswa berlangsung dengan kategori baik. Begitu juga penelitian Ramyize Ergul (2011), penggunaan model
120
Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Hidrolisis Garam
inkuiri dalam pembelajaran signifikan meningkatkan keterampilan dan kompetensu terkait proses sains dan sikap ilmiah siswa.
5.
Respon Siswa terhadap Pembelajaran Respon siswa terhadap pembelajaran hidrolisis garam dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang telah diterapkan diungkap melalui 10 pertanyaan kuesioner. Respon siswa yang diharapkan meliputi sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan kompetensi terkait proses sains dan sikap ilmiah siswa yang dicobakan memberikan respon positif sebesar 83,44%.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) perangkat pembelajaran hidrolisis garam dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan proses sains, sikap ilmiah, dan hasil belajar siswa yang dikembangkan memiliki kriteria valid dengan rata-rata skor sebesar 3,42; (2) Implementasi perangkat pembelajaran hidrolisis garam dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikembangkan efektif dapat meningkatkan keterampilan proses sains, sikap ilmiah , dan hasil belajar siswa. Dengan N-gain keterampilan proses sains siswa 0,54, dan sikap ilmiah siswa 0,64; (3) Implementasi perangkat pembelajaran hidrolisis garam dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikembangkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan N-gain 0,69. Persentase ketuntasan belajar siswa dengan KKM
82 mencapai 84,38%; (4) Siswa memberikan respon
positif terhadap perangkat pembelajaran hidrolisis garam dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikembangkan dengan kategori baik atau sebasar 83,44%.
Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017
121
Solehudin
BIBLIOGRAFI Bilgin. I. 2009. The effects of guided inquiry instruction incorporating a cooperative learning approach on university students’achievement of acid and bases concepts and attitude toward guided inquiry instruction. Journal of Scientific Research and Essay. Depdiknas, 2008. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. Ergul, R., Simsekli, Y., Calis, S., and Ozdilek, Z. 2011. The Effect of Inq1uiry-Based Science Theaching on Elementary School Student’s Science Process Skills and Scinece Attitudes. Bulgarian Journal of Science and Education Policy (BJSEP). Haryono. 2006. Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 7 No. 1, 2006: 1-13. Semarang:PPs Unnes. Khan, M. dan Iqbal, M. Zafar. 2011. Effect of Inquiry Lab Teaching Method on the Development of Scientific Skills Through the Theaching of Biology in Pakistan. Islamabad: Departement of Education Faculty of Social Sciences International Islamic University. Oktavia. 2009. efektifan Penggunaan Metoda pembelajaran Inkuiri terbuka dan Inkuiri Terbimbing dalam Meningkatkan Proses Pembelajaran dan hasil belajar Kimia Siswa SMA Laboratorium Malang Kelas X. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Unnes. Sudarmin. 2012. Keterampilan Generik Sains dan Penerapannya dalam Pembelajaran Kimia Organik. Semarang: Press Unnes. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sunarno. 2010. Pembelajaran Metode eksperimen dan Inkuiri Terbimbing Ditinjau dari Sikap Ilmiah dan Kemampuan dalam Menggunakan Alat Ukur. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Sund, R. B., dan Trowbridge, L. W. 1973. Teaching Science by Inquiry in the Secondary School. Second edition. University of Northem Corado. Suyanto. 2007. Pemanfaatan Kegiatan Laboratorium Berwawasan Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) untuk Meningkatkan Kompetensi Berkomunikasi Ilmiah. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Unnes. Widhy, P. 2010. Pembelajaran IPA (Kimia) Berbasis Laboratorium; Pelatihan Pembelajaran MIPA Berbasis laboratorium: Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNY.
122
Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Hidrolisis Garam
Wiyanto. 2008. Menyiapkan Guru Sains Mengembangkan Kompetensi Laboratorium. Semarang: Unnes Press.
Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017
123