PERBEDAAN HASIL BELAJAR KIMIA MATERI HIDROLISIS GARAM SISWA SMA NEGERI 1 REJOTANGAN TULUNGAGUNG YANG DIBELAJARKAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING KOLABORATIF DAN NON KOLABORATIF TAHUN PELAJARAN 2012-2013 Eprysca Noviasari, Ridwan Joharmawan, Yudhi Utomo Universitas Negeri Malang Email:
[email protected] ABSTRACT: The purposes of this research are to know: students achievement that taught by collaborative guided inquiry learning model and without collaborative; and the different of students achievement that taught by these model in the Salt Hydrolysis. Data was collected using multiple choice test and analyzed using descriptive and inferential statistics (t-test). The result of this research shows the average score of students that taught without Collaborative model is 48.62; while by collaborative guided inquiry learning model is 61.03; there is a different of students achievement between students that taught by collaborative guided inquiry learning model and without collaborative. Students achievement that taught by guided inquiry learning model is better than that of by without collaborative model. ABSTRAK: Tujuan penelitian adalah mengetahui: hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model inkuiri terbimbing kolaboratif; hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model non kolaboratif; dan apakah ada perbedaan hasil belajar siswa yang dibelajarkan menggunakan model LC 6E dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model inkuiri terbimbing kolaboratif pada materi hidrolisis garam. Data dikumpulkan dengan menggunakan soal tes dan lembar observasi kemudian dianalisis menggunakan statistika deskriptif dan inferensial (uji-t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan inkuiri terbimbing kolaboratif sebesar 61,03; sedangkan pada model non kolaboratif sebesar 48,62; dan ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model inkuiri terbimbing kolaboratif dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model non kolaboratif. Siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model inkuiri terbimbing kolaboratif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model non kolaboratif.
Kata kunci: Inkuiri Terbimbing kolaboratif, hidrolisis garam Karakter ilmu kimia merupakan ilmu yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, bersifat abstrak, berurutan, dan materi yang dipelajari sangat banyak. Menurut Chiu (2005: 1) ilmu kimia mengandung konsep yang bersifat kompleks. Suatu konsep yang bersifat kompleks bisa dikuasai jika dilakukan konstruksi konsep yang tepat. Guru disarankan menggunakan model pembelajaran yang dapat mengkontruksi konsep di dalam pembelajaran yang ia lakukan di kelas. Inkuiri terbimbing digunakan untuk mengkonstruksi konsep dengan baik (Sanjaya, 2006), namun dalam sebuah kelas sering didapati siswa memiliki kemapuan intelektual yang heterogen. Sehingga, proses kontruksi konsep antara siswa satu dengan yang lainnya tidak selalu sama. Hal tersebut bisa diatasi dengan proses kontruksi konsep secara bersama-sama (Santrock, 2007: 62). Salah satu materi yang bersifat abstrak dan kompleks yang dipelajari siswa SMA adalah hidrolisis garam. Ketika membelajarkan materi hidrolisis garam
dikaitkan dengan materi asam-basa dan perhitungan pH. Di SMAN 1 Rejotangan hasil belajar siswa pada materi ini masih tergolong rendah. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang terjadi kebanyakan belum memberikan pemaknaan konsep yang tinggi, sehingga konstruksi konsep sulit dilakukan. Sehingga diperlukan inovasi dalam pembelajaran ilmu kimia yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu alternatif untuk mengatasi hasil belajar yang rendah adalah menggunakan model pembelajaran yang mampu mengkonstruksi konsep siswa dan mampu mengatasi keheterogenan siswa di kelas, misalnya menggunakan model inkuiri terbimbing kolaboratif. Model inkuiri terbimbing kolaboratif adalah model pembelajaran yang menggabungkan model inkuiri terbimbing dan model kolaboratif. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri terbimbing kolaboratif lebih banyak memberikan pertanyaan sehingga siswa dapat berperan aktif. Hal ini sesuai dengan pemikiran Vygotsky (1986) yang memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individu dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Secara umum, teori Vygotsky berfokus pada interaksi sosial atas tiga faktor, yakni budaya (culture), bahasa (language), dan zone of proximal development (ZPD) (Santrock, 2007: 62). Teori tentang ZPD dari Vygotsky ini bermakna bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial guru dan teman sejawat. Melalui tantangan dan bantuan dari guru atau dari teman yang lebih mampu, siswa bergerak ke dalam ZPD mereka dimana pembelajaran terjadi. Konstruktivisme sosial menekankan pada konteks sosial dalam pembelajaran, yaitu pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara bersama. Pembelajaran kolaboratif menurut Sato (2007) adalah pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelompok, namun tujuannya bukan untuk mencapai kesatuan yang didapat melalui kegiatan kelompok, namun, para siswa dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat atau pemikiran yang dikeluarkan oleh tiap individu dalam kelompok. Pembelajaran tidak terjadi dalam kesatuan, namun pembelajaran merupakan hasil dari keragaman atau perbedaan. Hal inilah yang menjadi dasar diadakannya penelitian dengan menggunakan model inkuiri terbimbing kolaboratif. METODE Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei tahun 2013. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan eksperimental semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMAN 1 Rejotangan Tulungagung semester 2 tahun pelajaran 2012/2013. Sampel dipilih menggunakan teknik Cluster Random Sampling yaitu kelas XI IPA-4 sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model inkuiri terbimbing kolaboratif dan kelas XI IPA-1 sebagai kelas kontrol dengan menggunakan model inkuiri terbimbing non kolaboratif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi instrumen perlakuan (silabus, RPP, dan LKS) dan instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa. Instrumen pengukuran untuk materi hidrolisis garam berjumlah 20 soal tes obyektif dan masing-masing soal memiliki 5 alternatif jawaban. Sebelum soal tes digunakan, dilakukan validasi isi oleh 2 orang guru kimia dan 1 orang dosen. Hasil validasi isi untuk materi hidrolisis garam sesuai dengan indikator dan bahasa yang digunakan mudah dipahami. Hasil uji coba pada kelas yang lain
diperoleh nilai validitas butir soal yang digunakan untuk mengambil data memiliki signivikansi lebih dari 0,05; daya bedanya antara 0,167 – 0,580; taraf kesukarannya antara 0,150 – 0,723; reliabilitas soal evaluasi hasil belajar materi hidrolisis garam 0,683. Pada penelitian ini diperoleh tiga data siswa. Pertama, data hasil belajar kognitif siswa berupa nilai tes materi hidrolisis garam. Kedua, data hasil belajar afektif siswa yang diperoleh dari merata-rata nilai observasi keterampilan perilaku berkarakter siswa, serta data hasil belajar kognitif yang diperoleh dari observasi kegiatan siswa selama praktikum. Analisis nferensial hanya dilakukan pada data hasil belajar kognitif karena hasil belajar afektif dan psikomotor dianggap terjadi bukan sebagai satu-satunya akibat dari pembelajaran menggunakan model inkuiri terbimbing kolaboratif. Data hasil belajar kognitif siswa dianalisis dengan menggunakan uji t independent, yang terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis berupa uji normalitas dan uji homogenitas varian. HASIL Deskripsi Data Kemampuan Awal dan Hasil Belajar Siswa Data kemampuan awal siswa diperoleh dari skor IQ dan hasil ulangan harian materi asam basa. Data IQ dan data hasil ulangan harian materi asam basa diperlukan sebagai dasar analisis sebelum diadakannya perlakuan pada penelitian ini. Data IQ yang dimaksud adalah IQ seluruh siswa kelas XI IPA yang diikutkan dalam undian penentuan sampel dan dari nilai evaluasi hasil belajar harian kelas eksperimen dan kelas kontrol pada materi asam-basa. Pemilihan IQ untuk uji normalitas populasi dan homogenitas antar kelas karena instrument tes IQ adalah instrument yang terpercaya dan terstandarisasi, sehingga data normalitas dan homogenitas sebagai syarat awal penelitian ini bisa dikatakan valid. Sedangkan data kemampuan awal siswa pada materi asam basa hanya diuji pada kelas kontrol dan kelas eksperimen karena memiliki tingkat kepercayaan yang kurang. Sedangkan hasil belajar siswa diperoleh dari rata-rata evaluasi hasil belajar materi hidrolisis garam. Deskripsi data kemampuan awal dan hasil belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini: Tabel 1 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa Ket Skor IQ Kemampuan Awal Hasil Belajar Kognitif
Jumlah Siswa
Nilai terendah
NIlai tertinggi
Rata-rata
Modus
Standar Deviasi
194
94
124
111,90
111
8,236
40 39
24 25
98,5 78
50,90 51,73
44 48
15,378 13,271
Kontrol
40
25
80,0
48,62
50
13,088
Eksperimen
39
35
85,0
61,03
70
12,731
Kelas Semua kelas XI IPA (POPULASI) Kontrol Eksperimen
Hasil Analisis Data Kemampuan Awal dan Hasil Belajar Siswa Data kemampuan awal siswa digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelas yang digunakan memiliki kemampuan awal yang sama atau berbeda. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada perbedaan hasil belajar siswa yang
dibelajarkan menggunakan model inkuiri terbimbing kolaboratif dengan siswa apakah kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama dan untuk pengujian hipotesis dianalisis menggunakan uji t independent dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows. Sebelum diuji perlu dilakukan uji persyaratan analisis yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varian. Berdasarkan hasil uji persyaratan analisis diperoleh bahwa data skor IQ, data kemampuan awal dan hasil belajar siswa memiliki sebaran normal dan memiliki ragam yang homogen. Hasil uji t independent, dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini: Tabel 2 Uji t independent Hasil Belajar Kognitif Kelas
Rata-rata
Standar Deviasi
Df
Sig.(2 tailed)
thitung
ttabel
Eksperimen Kontrol
61,03 48,62
12.731 13,088
77 76,999
0,000 0,000
4,281
1,991
Tabel tes statistik memaparkan analisis hipotesis. Dalam analisis uji t dengan signifikansi α= 0.05, diperoleh nilai thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil uji t digunakan untuk dasar uji hipotesis. Dengan demikian dari data di atas, berarti H0 ditolak dan H1 diterima atau terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, yang berarti ada pengaruh penggunaan model pembelajaraan inkuiri terbimbing kolaboratif terhadap hasil belajar kognitif siswa. Sedangkan hasil belajar ranah afektif perilaku berkarakter siswa diperoleh dari nilai observasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Penilaian ranah afektif perilaku berkarakter ini meliputi sifat tanggungjawab yang direkam berdasarkan aktivitas siswa dalam mengeksplorasi handout dan menyelesaikan handout yang diberikan guru dan membuat kesimpulan di buku catatan siswa, sifat teliti yang direkam berdasarkan aktivitas siswa dalam menyelesaian evaluasi yang diberikan, serta sifat jujur yang direkam dari aktifitas siswa dalam mengerjakan soal evaluasi. Data Hasil Belajar Siswa Ranah Afektif Perilaku Berkarakter dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Data Hasil Belajar Siswa Ranah Afektif Perilaku Berkarakter
Kelas Kontrol Eksperimen
Jumlah Siswa 40 39
Nilai terendah 1.35 1.35
Nilai tertinggi 3.82 3.95
Rata-rata
Modus
2.82 3.23
3.00 3.00
Standar Deviasi 0.66 0.40
Data hasil belajar psikomotor siswa selama pembelajaran diperoleh dari kegiatan siswa pada praktikum ”menentukan sifat keasaman larutan garam” yang dilaksanakan pada pertemuan pertama. Hasil belajar ranah psikomotor ini tidak dibandingkan satu sama lain karena kedua kelas diberikan perlakuan yang sama saat praktikum dilakukan. Pelaksanaan praktikum ini bertujuan agar siswa mampu mengkontruksi pengetahuannya tentang larutan garam di kehidupan sehari-hari. Data hasil belajar siswa baik pada kelas eksperimen ataupun kelas kontrol tertera pada Tabel 4.
Tabel 4 Data Nilai Psikomotor Siswa Kelas Eksperimen Rata-Rata Nilai Kriteria 3,41 Baik 3,56 Sangat baik 3,16 Baik
Aktivitas
1 2 3 Keterangan : 1. Membuat larutan garam 2. Menggunakan pipet tetes 3. Mengukur pH menggunakan indikator
Kelas Kontrol Rata-Rata Nilai Kriteria 3,30 Baik 3,21 Baik 2,88 Cukup
PEMBAHASAN 1. Analisis Ranah Kognitif Pada penelitian ini kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi perlakuan berbeda, yaitu pelaksanaan model pembelajaran yang berbeda. Kelas eksperimen dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif, sedangkan kelas kontrol dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing non kolaboratif. Sebelum dilaksanakan pembelajaran, peneliti merancang instrumen yang dibimbing oleh dosen. Ketika melakukan pembelajaran dilakukan observasi oleh observer. Tingkat keterlaksanaan menunjukkan hasil yang mendekati 100% sesuai dengan RPP. Sehingga, hasil belajar, yang merupakan variabel terikat pada penelitian ini dipengaruhi oleh perlakuan seperti yang dirancang. Hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diberi perlakuan yang berbeda tersebut kemudian dianalisis. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.Nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 61,03 dan kelas kontrol 48,62. Nilai rata-rata hasil belajar tersebut menunjukkkan tingkat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran yang diberikan. Perbedaan ini bisa di lihat pada Gambar 1 di bawah ini. nilai rata-rata 70 60 50 40 30 20 10 0
46.5
48.5
48.62
61.03
Gambar 1 Rata-Rata Nilai Ulangan Hidrolisis Garam Tahun 2011- 2013
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006 :3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tidak belajar dan tidak mengajar. Nilai rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Ini bisa juga
dikarenakan adanya interaksi antar siswa yang memungkinkan siswa mampu belajar bersama siswa lain. Sehingga, siswa tidak merasa canggung ketika ia harus bertanya. Berbeda dengan kelas kontrol yang dijaga agar siswa benar-benar mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Jika siswa merasa kesulitan untuk membangun pengetahuannya, satu-satunya cara adalah dengan bertanya kepada guru atau berusaha mencarinya sendiri. Sehingga, jika siswa tidak melakukan membangun pengetahuanya sendiri, maka otomatis nilainya tidak akan mengalami kenaikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari guru pengajar kimia kelas XI di SMAN 1 Rejotangan, diperoleh nilai asli (sebelum remidial teaching) rata-rata ulangan harian hidrolis garam pada kelas XI selama dua tahun terakhir (Tahun pelajaran 2010-2011 dan 2011-2012) berturut-turut 46,5 dan 48,0. Data ini menjelaskan bahwa sebenarnya telah terdapat perbedaan yang cukup berarti terhadap hasil belajar rata-rata kelas pada pembelajaran dengan metode kolaboratif berbasis inkuiri terbimbing di tahun 2013 ini dibanding tahun sebelumnya. Namun, rata-rata hasil belajar siswa masih dibawah dari nilai standar ketuntasan minimum (SKM) di SMA Negeri 1 Rejotangan Tulungagung, yaitu 70,0. Hal ini bisa dikarenakan siswa belum sepenuhnya tuntas mempelajari materi prasyarat atau pemberian materi prasyarat belum memberikan pemaknaan yang tinggi bagi siswa. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil belajar kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif dengan metode pembelajaran inkuiri terbimbing non kolaboratif. Hasil belajar kognitif kelas eksperimen dengan nilai rata-rata kelas 61,03, lebih baik daripada nilai ratarata kelas kontrol sebesar 48,62 , sehingga model pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif dapat meningkatkan hasil belajar pada materi hidrolisis garam dibandingkan dengan pembelajaran inkuiri terbimbing non kolaboratif 2. Analisis Ranah Afektif Pada saat pembelajaran berlangsung, pada kelas eksperimen dan kelas kontrol juga dilakukan observasi ranah afektif perilaku berkarakter oleh observer. Sedangkan hasil belajar ranah afektif keterampilan diskusi kolaboratif tidak dibandingkan dalam penelitian ini karena perilaku ini hanya muncul ketika siswa dikelompokkan dalam pembelajaran. Hal ini memberikan nilai lebih pada sehingga model pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif dibandingkan pembelajaran inkuiri non kolaboratif. Berdasarkan data yang tersaji pada tabel 4.8 nilai rata-rata afektif perilaku berkarakter kelas eksperimenl pada skala 0-4 adalah 3,23 atau 80,75 % sedangkan nilai rata-rata afektif perilaku berkarakter kelas kontrol pada skala 0-4 adalah 2,82 atau 70,5 % . Data hasil belajar afektif perilaku berkarakter tersebut disajikan dalam tabel 5 Tabel 5 Distribusi Siswa Berdasarkan Kriteria Ranah Afektif Perilaku Berkarakter Kriteria Kurang Cukup Baik Sangat Baik
Persentase di Kelas Eksperimen 0 0 35, 9% 64, 1%
Persentase di Kelas Kontrol 0 20% 40% 40%
Perilaku afektif berkarakter yang diukur dalam penilaian ini meliputi sikap tanggungjawab yang direkam dari aktivitas siswa dalam mengeksplorasi handout, aktivitas siswa dalam menyelesaikan LKS, dan membuat kesimpulan di LKS, sikap teliti direkam dari data aktivita siswa dalam menyelesaikan soal evaluasi yang diberikan, dan sikap jujur dalam menyelesaikan aktifitas siswa dalam menyelesaikan soal evaluasi yang diberikan. Persentase nilai siswa berdasarkan ranah afektif perilaku berkarakter pada kelas ekspermen lebih tinggi dibandingkan pada kelas kontrol. Hal ini merupakan salah satu kelebihan model pembelajaran kolaboratif berbasis inkuiri terbimbing karena pada saat pembelajaran, siswa di kelas kontrol dan di kelas eksperimen sama-sama dibelajarkan dengan pendekatan inkuiri terbimbing, namun, pada siswa di kelas eksperimen siswa dikelompokkan, sehingga dengan adanya interaksi antar siswa, siswa termotivasi untuk memiliki karakter baik. Selain penilaian afektif perilaku berkarakter, juga dilakukan penilain tambahan pada kelas eksperimen, yaitu ranah afektif keterampilan diskusi kolaboratif. Pada saat pembelajaran berlangsung, kegiatan diskusi siswa di kelas eksperimen diamati berdasarkan lembar observasi. Pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif ini diamati dari nilai rata-rata indikator yang digunakan untuk menilai kriteria ketercapaian keterampilan diskusi kolaboratif. Nilai ratarata indikator tersebut juga dilihat dari setiap RPP pada pembelajaran berlangsung. Hal ini digunakan untuk mengetahui perubahan keterampilan dikusi kolaboratif siswa tiap pertemuannya. Ringkasan nilai rata-rata ketercapaian indikator keterampilan dikusi kolaboratif siswai dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 6 Nilai Rata-Rata Ketercapaian Indikator Keterampilan diskusi kolaboratif
Indikator Melaksanakan Diskusi dalam kelompok kolaboratif Melaksanakan diskusi kelompok saat mengerjakan soal diskusi Mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas Melaksanakan diskusi kelas dengan baik Membuat kesimpulan dari diskusi kelas yang telah dilakukan
Nilai rata-rata (tiap pertemuan) 1 2 3 4
Rata-rata total
Kriteria ketercapaian
2.6
2.8
2.8
2.9
2.775
Baik
2.9
3.2
3.3
3.3
3.175
sangat baik
3.2
3.2
3.2
3.3
3.225
sangat baik
2.9
3.1
3.1
3.3
3.1
sangat baik
2.8
3.1
3.1
3.4
3.1
sangat baik
Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa berdasarkan rata-rata nilai hasil observasi terhadap siswa selama pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif berlangsung, ketercapaian setiap indikator dapat dikategorikan baik. Nilai ratarata masing-masing indikator dari pertemuan pertama sampai pertemuan keempat mengalami peningkatan. Semua kriteria ketercapaian indikator keterampilan diskusi kolaboratif pada pembelajaran ini adalah baik, sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif dapat terlaksana dengan baik dan memberikan kontribusi yang baik terhadap peningkatan keterampilan diskusi kolaboratif siswa.
Hal yang sangat diperhatikan dalam penelitian ini adalah adanya interaksi siswa dalam berkolaborasi. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat lonjakan nilai yang cukup berarti pada siswa dengan kemampuan cukup dan siswa yang berkemampuan kurang. Ketika berdiskusi secara kolaboratif, siswa dengan kemampuan tinggi membantu kawannya yang berkemampuan kurang untuk belajar memahami materi yang sulit dipahami. Pada gambar 2 berikut disajikan nilai rata-rata keterampilan diskusi kolaborasi siswa pada setiap pertemuan di kelas eksperimen. 3.3 3.2 3.1 3 2.9 2.8 2.7
3.24 3.07
3.13 nilai rata-rata
2.89
RPP 1
RPP 2
RPP 3
RPP 4
Gambar 2 Rata-rata Keterampilan Diskusi Kolaboratif di Kelas Eksperimen
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif pada penelitian ini berjalan dengan baik, hal ini ditunjukkan dari kesesuaian pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif dengan RPP sebesar 96,81%. 2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar kognitif antara kelas yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif dan kelas yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing non kolaboratif. Saran Mengacu dari hasil penelitian yang telah dilakukan saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa SMAN 1 Rejotangan Tulungagung masih memiliki nilai rata-rata di bawah SKM meskipun telah ada perbedaan hasil belajar antara kelas inkuiri terbimbing kolaboratif dan kelas inkuiri terbimbing nonkolaboratif. Peneliti menyarankan agar dilakukan pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif pada materi prasyarat yaitu teori asam basa Bronsted-Lowry dan materi stoikiometri larutan, sehingga hasil belajar kognitif hidrolisis garam pada siswa SMAN 1 Rejotangan bisa melampaui SKM yang ditetapkan di SMAN 1 Rejotangan Tulungagung. 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif pada materi hidrolisis garam lebih baik dibanding menggunakan model pembelajaran non
kolaboratif. Oleh karena itu sangat dianjurkan penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing kolaboratif untuk materi hidrolisis garam pada pembelajaran berikutnya di sekolah. 3. Penelitian ini mengkaji pengaruh penerapan model inkuiri terbimbing kolaboratif terhadap hasil belajar siswa. Diharapkan peneliti lain dapat menguji pengaruh penerapan model kolaboratif berbasis inkuiri terbimbing dengan variabel yang lainnya, misalnya pada motivasi belajar, pemahaman konsep, perbedaan sikap siswa dan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
DAFTAR RUJUKAN Chiu, M.H. 2005. A National Survey of Students Conceptions in Chemistry in Taiwan. Chemical Education International, (Online), 6 (1): 1 – 8, (http://www.elesevier.com), diakses 19 Oktober 2012. Dimyati &Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineaka Cipta Santrock, John W. 2007. Educational Psycholoy 2nd edition.( terjemahan oleh Tri Wibowo, B.S). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sato, M. (2007). Tantangan yang Harus Dihadapi Sekolah, makalah dalam Bacaan Rujukan untuk Lesson Study – Berdasarkan Pengalaman Jepang dan IMSTEP. Jakarta: Sisttems. Vygotsky, L.S.1986. Thought and Language ( rev. ed). A Kozulin ( Ed.). Cambridge, MA : The MIT Press.