Pengaruh Model Penemuan Terbimbing Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Yulianti S Gesa1, Evi Hulukati2, Abdul Wahab Abdullah3 Jurusan Pendidikan Matematika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan melalui model penemuan terbimbing dengan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensional, serta pengaruh interaksi antara kedua model pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa pada sub pokok materi kubus dan balok. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain faktorial 2x2. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kota Gorontalo, terdiri atas 33 siswa yang diberikan model penemuan terbimbing dan 33 siswa yang diberikan model pembelajaran konvensional dengan penentuan sampel menggunakan simple random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian terdiri atas : (1) tes untuk mengumpulkan data kemampuan komunikasi matematika siswa; (2) angket untuk mengumpulkan data motivasi belajar siswa. Analisis data menggunakan tehnik analisis varians (ANAVA) dua jalur yang dilanjutkan dengan uji Tuckey. Berdasarkan analisis data penelitian, diperoleh hasil sebagai berikut : (1) terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diajarkan melalui model penemuan terbimbing dan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensioanal, dimana kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan melalui model penemuan terbimbing lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensioanal; (2) terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa; (3) untuk siswa yang cenderung memiliki motivasi belajar tinggi, terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diajarkan melalui model penemuan terbimbing dengan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensional dimana kemampuan komunikasi matematika siswa yang mengikuti model penemuan terbimbing lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensioanl; (4) untuk siswa yang cenderung memiliki motivasi belajar rendah, tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diajarkan melalui model penemuan terbimbing dengan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensioanal. Kata Kunci : Kemampuan komunikasi Matematika, Motivasi Belajar, Model Penemuan Terbimbing dan Model Pembelajaran konvensioanal
1
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNG Dosen Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNG
2,3
2
Matematika merupakan dasar dari ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat ini. Oleh karena itu, matematika memberikan peranan yang sangat besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini ditunjukkan bahwa Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Mata pelajaran matematika terdiri dari topik yang saling berkaitan satu sama lainnya, keterkaitan tersebut tidak hanya ada dalam ruang lingkup matematika saja, akan tetapi juga berkaitan dengan disiplin ilmu lainnya. Selain berkaitan dengan disiplin ilmu lainnya, matematika juga erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan matematika dalam dunia pendidikan dan perkembangan teknologi pada saat ini. Tetapi, matematika sampai saat ini juga masih dikatagorikan sebagai pelajaran yang sulit dimengerti, dipahami dan kurang disenangi oleh sebagian besar siswa. Pada umumnya juga, pembelajaran matematika pada saat ini guru hanya mengejar target waktu yang tersedia, hal ini berakibat pada materi yang diajarkan tersebut kurang dipahami betul oleh siswa. Tidak mengherankan bila siswa dapat mengerjakan perhitungan matematikanya akan tetapi kurang menunjukkan hasil yang memuaskan terkait dengan pengaplikasian dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran matematika bukan hanya menguasai konsep matematika saja melainkan berkaitan dengan aplikasinya dalam kehidupan nyata, seperti: mengeanalisis, menyajikan, mempersentasikan data serta mengkomunikasikannya sangat perlu untuk dikuasai. Kemampuan komunikasi matematika salah satu terpenting dalam proses pembelajaran matematika, akibatnya sangat perlu dikembangkan terhadap siswa. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Mahmudi (2009:2) bahwa komunikasi matematika merupakan salah satu standar kompetensi kelulusan dalam bidang matematika siswa sekolah dari pendidikan dasar sampai menengah. Kemampuan komunikasi matematika siswa sangat perlu diperhatikan, disamping standar kelulusan komunikasi matematika merupakan cara yang digunakan siswa untuk menyatakan suatu gagasan atau ide matematika baik dengan lisan maupun tulisan yang dapat menggambarkan proses berfikir seseorang. Gejalah yang diperoleh, sesuai dengan hasil observasi pada salah satu sekolah yang terletak dikota Gorontalo tepatnya di SMP Negeri 1 Gorontalo, guru matematikanya masih mengalami kesulitan yakni siswa kurang mampu untuk berkomunikasi matematika dengan baik. dimana saat guru mengajar dan memberikan suatu permasalahan matematika, masih kebanyakkan para siswa yang kurang dapat menafsirkan permasalahan tersebut, kurang mampu untuk menyatakan ide-ide kedalam matematika, sebagian juga siswa yang mengerti dengan permasalahan tersebut akan tetapi masih kesulitan untuk mengungkapkan kembali dengan bahasa mereka sendiri. Bahkan bila guru menanyakan kembali tentang yang dijelaskan sebelumnya, siswa hanya terdiam dan tidak bisa menjawab, hanya sebagian siswa saja yang dapat menjawab itupun hanya para siswa yang berprestasi saja. Hal seperti ini dikarenakan oleh beberapa faktor, salah satunya yakni motivasi belajar siswa kurang, dalam hal ini untuk mengembangkan komunikasi matematika siswa motivasi belajar sangat dibutuhkan, baik motivasi dari dalam diri siswa maupun dari luar, untuk menumbuhkan semangat siswa dalam belajar. Dengan adanaya motivasi baik dari dalam maupun dari luar diri siswa ini akan mempermudah untuk siswa dapat berkomunikasi matematika. Faktor kedua yakni karena model pembelajaran yang tidak mendukung proses komunikasi siswa, ini mengakibatkan komunikasi matematika siswa tidak dapat berkembang dengan baik. Sesuai dengan observasi peneliti langsung model pembelajaran yang sering digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif, dimana siswa
3
diberi penjelasan awal tentang cara pemecahan soal-soal kemudian dibentuk dalam kelompok untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru, dalam model pembelajaran ini masih terlihat peran guru dalam kelas, siswa kurang berperan dan tidak dapat terlihat komunikasi matematika siswa. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat mengembangkan komunikasi matematika siswa serta dapat termotivasi belajar matematika, yaitu dengan model pembelajaran penemuan terbimbing. Pada model pembelajarn ini, siswa didorong untuk berfikir sendiri, menganalisa sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan dan data yang telah disediakan oleh guru pengajar sehingga siswa juga akan termotivasi belajar. Dalam model ini siswa dihadapkan pada situasi dimana ia bebas berkomunikasi serta bebas berfikir dan menarik kesimpulan. Guru bertindak sebagai petunjuk jalan atau sebagai fasilitator bagi siswa agar mempermudah ide, konsep, dan, keterampilan yang mereka sudah pelajari sebelumnya untuk mendapat pengetahuan yang baru, hal ini dapat membangkitkan motivasi belajar siswa karena dapat dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran.Jadi, dalam hal ini guru pengajar harus pintar-pintar dalam memilih model pembelajaran, pemilihan model pembelajaran yang baik dapat memicu respon siswa untuk belajar sehingga siswa merasa senang menerima pembelajaran dan mampu mengkomunikasikannya. Penelitian ini mengacu pada empat rumusan masalah, yaitu: “(1)apakah terdapat perbedaaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran penemuan terbimbing dan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensional?;(2)apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa?;(3)untuk siswa yang motivasi belajarnya tinggi, apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensional?;(4)untuk siswa yang motivasi belajarnya rendah, apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensional?” Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “(1)apakah terdapat perbedaaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran penemuan terbimbing dan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensional?;(2)apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa?;(3)untuk siswa yang motivasi belajarnya tinggi, apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensioanal?;(4)untuk siswa yang motivasi belajarnya rendah, apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensional? Motivasi Belajar Menurut Cropley (Siregar & Nara, 2010:49) motivasi merupakan sebagai tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu.Sedangkan menurut uno (2013:1) motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan antara dapat melaksanakan.Motivasi lebih dekat pada mau melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan.atau Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
4
Sedangkan Ames (Siregar & Nara, 2010:50) menjelaskan motivasi dari pandangan kognitif, menurut pandangan ini, motivasi didefinisikan sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya, sebagai contoh, seorang siswa yang percaya ia memiliki kemampuan untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan dari seoarang guru, disini dia akan termotivasi untuk menyelesaiakan tugas tersebut. Menurut Hartinah (2008:135) proses motivasi meliputi tiga langkah, yaitu: 1. Adanya suatu kondisi yang terbentuk dari tenaga-tenaga pendorong (desakan motif, kebutuhan dan keinginan) yang menimbulkan suatu ketegangan atau tensional. 2. Berlangsungnya kegiatan atau tingkah laku yang diarahkan kepada pencapaian sesuatu tujuan yang akan mengundurkan atau menghilangkan ketegangan 3. Pencapaian tujuan dan berkurangnya atau hilangnya ketegangan Menurut Siregar dan Nara (2010:51) secara umum, terdapat dua peranan penting motivasi dalam belajar.pertama, motivasi merupakan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar demi mencapai satu tujuan. Kedua, motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar, sehingga siswa yang mempunya motivasi belajar tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Ini menujukkan bahwa motivasi sangat diperlukan dalam proses belajar, dimana untuk menumbuhkan semangat dalam belajar. Hal ini senada dengan Hamzah Uno (2013:27) dimana ia mengatakan bahwa, motivasi belajar dapat berperan dalam pengutan belajar apabila seorang anak yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlulukan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya. Sebagai contoh, seorang anak akan memecahkan materi matematika dengan bentuk tabel logaritma. Tanpa bantuan tabel tersebut, anak itu tidak dapat menyelesaikan tugas matematika.Dalam kaitan itu, anak berusaha mencari buku tabel matematika.Upayah untuk mencari tabel matematika merupakan peran motivasi yang dapat menimbulkan pengutan belajar. jadi dapat disimpulkan berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas bahwa motivasi belajar merupakan dorongan atau daya penggerak, yang mampu memicu timbulnya keinginan atau rasa ingin tahu siswa dalam mencari suatu hal atau pengetahuan yang akan dipelajarinya, daya dorong yang dimaksud yakni bersumber dari dalam diri peserta didik dan dari luar diri peserta didik. Kemampuan Komunikasi Matematika Menurut Asikin (Wahab,2010:15) komunikasi matematika adalah suatu peristiwa saling berhubungan/dialog yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di lingkungan kelas adalah guru pengajar dan peserta didik, sedangkan cara pengalihan pesan dapat secara lisan maupun tulisan menurut Grenes dan Schulman (Umar,2012:2) yang mengatakan bahwa komunikasi matematika merupakan (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika, (2) model keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan menyelesaikan dalam eksplorasi dan investigasi matematika, (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya unutk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakini orang lain. dengan pendapat ini bahwa komunikasi matematika sangat penting dalam suatu pembelajaran matematika, dimana komunikasi matematika sebagai model keberhasilan siswa dan wadah untuk bertukar ide-ide atau pengetahuan yang berkaitan dengan matematika dan dapat meyakinkannya kepada orang lain baik dalam bahasa lisan maupun
5
tulisan. Seperti yang diungkapkan oleh umar (2012:1) kemampuan komunikasi matematika dalam pembelajaran matematika sangat perlu untuk dikembangkan, karena melalui komunikasi matematika siswa dapat mengorganisasikan berfikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan . Menurut Sumarmo (Sugandi : 2011) kemampuan komunikasi matematik meliputi kemampuan siswa dalam : 1. menghubugkan benda nyata, gambar dan diagram kedalam ide matemtika 2. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar 3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematik 4. Mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika 5. Membaca dengan pehamana suatu presentasi matematika tertulis 6. Membuat konjektur, menyususn argumen, mermuskan definisi dan generalisasi, 7. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang dipelajari. Sedangkan menurut NCTM (Bistari,2010:8) juga mengungkapkan, bahwa komunikasi matematika lebih ditekankan pada kemampuan siswa dalam hal: 1. Membaca dan menulis matematika dan menafsirkan makna dan ide dari tulisan itu, 2. Mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematika secara lisan dan tertulis, 3. Merumuskan definisi matematika dan membuat generalisasi yang ditemui melalui investigasi, 4. Menuliskan sajian matematika dengan pengertian, 5. Menggunakan kosa kata atau bahasa matematika, notasi struktur secara matematika untuk menyajikan ide, menggambar hubungan, dan pembuatan model, 6. Memahami, menafsirkan, menginterpretasikan dan menilai ide yang disajikan secara lisan, dan tulisan atau dalam bentuk visual lainnya, 7. Mengamati dan membuat dugaan, merumuskan pernyataan, mengumpulkan dan menilai informasi dan, 8. Menghasilkan dan menyajikan argumen yang meyakinkan. Jadi dalam suatu pembelajaran pendekatan komunikasi matematika ini sangat perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran matematika, sebab dengan komunikasi matematika peserta didik dapat mampu mengorganisasi, mengembangkan dan mendalami ide-ide matematika. dapat disimpulkan bahwa kemapuan komunikasi matematika merupakan suatu kemampuan bertukar informasi dari dua orang atau lebih yang dapat mengembangkan pola berfikir matematika siswadalam mengungkapkan ide-ide atau pengetahuan kedalam bahasa matematika yang dapat diyakini kebenarannya kepada orang lain. Model Penemuan Terbimbing Menurut Encylopedia of Educational Reserch (Suryosubroto,2002:192) penemuan merupakan suatu metode yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya. dengan demikian metode penemuan ini merupakan suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siwanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja. Sedangkan menurut bruner (Ruseffendi,2006:155-156) dalam pembelajaran matematika siswa harus banyak menemukan sendiri, menemukan disini terutama adalah menemukan lagi (discovery), bukan menemukan yang sama sekali. Jadi dalam penyajian materi kepada siswa bentuk akhirnya atau cara mencarinya itu tidak diberitahukan. Dalam hal ini guru lebih banyak bertindak membimbing daripada memberitahu. Misalnya, dalam proses pembelajaran
6
siswa mengungkapkan “saya belum tahu” maka guru akan berperan lebih mengarahkan seperti “mungkin, coba periksan dibagian sini”, dan semacamnya sehingga siswa mulai terarah pada jawabannya. Menurut Markaban (2006:15) metode penemuan yang dipandu oleh guru ini kemudian dikembangkan dalam suatu model pembelajaran yang sering disebut model pembelajaran dengan penemuan terbimbing. Pembelajaran dengan model ini dapat diselenggarakan secara individu atau kelompok. Model ini sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika sesuai dengan karakteristik matematika tersebut. Guru membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Menurut Sobel & Maletsky (2004:15) untuk kebanyakan situasi di dalam kelas, peling baik diterapkan pendekatan penemuan terbimbing, dimana guru memimpin muridmurid dengan tahapan-tahapan yang benar, mengijinkan adanya diskusi, menanyakan pertanyaan yang menuntun, dan memperkenalkan ide pokok bila dirasa perlu. Ini merupakan kerjasama yang semakin menyenangkan karena hasil akhirnya dapat diperoleh Jadi, dapat disimpulkan model penemuan terbimbing adalah model yang sangat akan mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, dimana siswa dibawah untuk berfikir atau berkomunikasi matematika menemukan suatu pengetahuan atau konsep dengan bimbingan guru, ketika siswa tersebut kesulitan dalam mencari sesuatu informasi tersebut, maka peran guru melihat kerja siswa tersebut dan dapat mengkomunikasikan dan mengarahkan kepada siswa kepada suatu hal yang akan dituju. Model Pembelajaran Konvensioanal Menurut Rusefendi (2006:350) pengajaran tradisional atau konvensional adalah pengajaran yang pada umunya yang biasa kita lakukan sehari-hari. Arti lain dari pembelajaran tradisional adalah pembelajaran klasikal. Pembelajaran yang sehari-hari yag dimaksukan disini yaitu pembelajaran kooperatif. Menurut Trianto (2012:58) pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pembelajaran yag melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama,sedangka menurut Slavin (2005:4) pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompokkelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainya dalam mempelajari materi pelajaran Artzt & Newman (dalam Triato: 2012) meyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya. Didalam kelas pembelajaran kooperatif siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yag sederajat tetapi heterogen. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempata kepada semua siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang akan membagi siswa kedalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki anggota 4-6 siswa yang heterogen, yang berkolaborasi untuk mencapai suatu tujua pemebelajaran.
7
METODE PENELITIAN Penelitian ini di laksanakan di kelas VIII SMP Negeri 1 Gorontalo pada semester genap tahun ajaran 2013-2014 dalam waktu ± selama 4 bulan yang dimulai dari penyusunan instrumen dan perangkat pembelajaran, pengumpulan data, sampai pada analisis data. Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu pemberian pelakuan berupa penerapan model pembelajaran penemuan terbimbing dan model pemebalajaran konvensional. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain factorial 2 x 2. Menurut Sugiyono (2013:113) desain Faktorial ini merupakan modifikasi dari desain true experimental, yaitu dengan memperhatikan kemungkinan adanya variabel moderator yang mempengaruhi perlakuan (variabel bebas) terhadap hasil (variabel terikat). Jadi dalam merancang analisis penelitiannya dengan menggunakan rancangan faktorial 2X2. Faktor pemilahnya adalah variabel moderator yaitu motivasi belajar siswa. Pemilihan dibagi atas dua tingkatan yaitu motivasi belajar matematika siswa tinggi diatas rata-rata kelompok (33% dari atas) dan motivasi belajar matematika siswa rendah dibawah rata-rata kelompok (33% dari bawah) setelah data diurutkan dari yang paling besar ke yang paling kecil. Dengan pemilihan ini diharapkan dapat menambah kecermatan penelitian ini. Dalam pelaksanaan penelitian ini, pemisahan tingkat motivasi belajar matematika siswa bersifat semua artinya dalam kegiatan eksperimen, para siswa tidak dipisahkan secara nyata yang memiliki motivasi belajar tinggi diatas rata-rata dan motivasi belajar dibawah rata-rata kelompok. Rancangan analisis penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1 Desain Penelitian Perlakuan Model Pembelajaran (A) Penemuan Terbimbing (A1) Konvensional (A2) Motivasi Tinggi (B1) A1 B1 A1 B2 Belajar (B) Rendah (B2) A2 B1 A2 B2 Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Gorontalo yang berjumlah 268 orang dan tersebar di delapan kelas. Penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel Tehnik pengambilan sampelnya menggunakan simpel random sampling dimana pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tampa memperhatikan strata dari populasi itu (Sugiyono,2013:124). Dengan menggunakan simpel random sampling kelas yang terpilih menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol yakni kelas VIII3 dan kelas VIII1. Dimana untuk kelas eksperimen kelas VIII3 yang berjumlah 33 siswa, dan kelas kontrol VIII1 yang berjumlah 33 siswa. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data mengenai motivasi belajar dan kemampuan komunikasi matematika siswa. Data mengenai motivasi belajar siswa dikumpulkan melalui instrumen berupa angket kepada seluruh siswa yang merupakan sampel sedangkan data mengenai kemampuan komunikasi matematika siswa dikumpulkan melalui instrumen berupa tes tertulis kepada seluruh siswa yang merupakan sampel. Kedua instrumen ini dikembangkan dan divalidasi dengan menggunakan validasi konten dan validasi empirik. Sedangkan analisis data menggunakan analisis deskriptif (untuk mendeskripsikan data hasil penelitian melalui tabel distribusi frekuensi) dan analisis inferensial (untuk pengujian hipotesis penelitian). Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan Analisis Varians (ANAVA 2x2) dua jalur. Anava dua jalur dilakukan untuk pengujian hipotesis rumusan masalah pertama dan ke dua sedangkan untuk pengujian hipotesis rumusan masalah ke tiga dan ke empat dilakukan dengan uji lanjut menggukan Uji Tuckey. Sebelum dilakukan analisis
8
inferensial, dilakukan uji persyaratan analisis yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas data. PEMBAHASAN Tabel 2 Data umum Hasil kemampuan pemecahan masalah matematika Mean Data/ Skor Skor Modus Median St.Dev n Sumber Min Max (Mo) (Me) (s) (X ) A1 22 37 100 69,59 56 & 90,67 69 19,02 A2 22 30 89 60,41 74,5 58,07 14,69 B1 22 37 100 73 76,83 75 17,85 B2 22 30 89 58,14 54,5 56,64 16,2 A1 B1 11 70 100 85,86 81,5 84,5 6,23 A1 B2 11 37 78 58,86 53 57,13 8,43 A2 B1 11 37 70 51,64 43,7 50 7,25 A2 B2 11 30 87 61,55 67 64 10,63
Varians ( ) 361,76 215,8 318,62 262,44 38,81 71,06 52,56 113
Keterangan: A1 : Skor kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan dengan Model Penemuan Terbimbing A2 : Skor kemampuan komunikasi matematika siswa dengan menggunkan model pembelajaran konvensional B1 : Skor kemampuan komunikasi matematika siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi B2 : Skor kemampuan komunikasi matematika siswa yang memiliki motivasi belajar rendah A1B1 : Skor Komunikasi matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing dan memiliki motivasi belajar tinggi A2B1 : Skor komunikasi matematika siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional dan memiliki motivasi belajar tinggi A1B2 : Skor komunikasi matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model ponemuan terbimbing dan memiliki motivasi belajar rendah A2B2 : Skor komunikasi matematika siswa yang diajarkan dengan menggunkan model pembelajaran konvensional dan memiliki motivasi belajar rendah Pengujian normalitas data dalam penelitian ini menggunakan uji liliefors pada taraf nyata α = 0,05. Tabel 3 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Nama Sel Lhitung Ltabel keterangan A1 Normal 0,1063 A2 Normal 0,0752 0,1832 B1 Normal 0,1154 B2 Normal 0,0951 A1B1 Normal 0,1083 A2B1 Normal 0,1677 0,249 A1B2 Normal 0,1634 A2B2 Normal 0,1068
9
Untuk pengujian homogenitas menggunakan uji F untuk dua kelompok data dan uji Bartlet untuk empat kelompok data. Tabel 4 Ringkasan Perhitungan Homogenitas Data Pada Pasangan Kelompok Data Sel A1 dengan Sel A2 dan Sel B1 dengan Sel B2 Melalui Uji-F Nama Sel Fhitung Ftabel keterangan A1 dan A2 Homogen 0,19826 2,05 B1 dan B2 Homogen 0,14087 Pengujian homogenitas data lainnya dilakukan terhadap empat kelompok data yaitu: kelompok data kemampuan komunikasi matematika siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing yang memiliki motivasi belajar tinggi (A1B1); kelompok data kemampuan komunikasi matematik siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing yang memiliki motivasi belajar rendah (A1B2); kelompok data kemampuan komunikasi matematik siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yang memiliki motivasi belajar tinggi (A2B1); dan kelompok data kemampuan komunikasi matematika siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yang memiliki motivasi belajar rendah (A2B2). Uji statistika yang digunakan adalah uji Bartlett dengan taraf signifikansi = 0,05. Berikut ringkasan perhitungan uji homogenitas data disajikan pada tabel berikut Tabel 5 Rangkuman Hasil Perhitungan Homogenitas Data Pada Empat Kelompok Data dengan Uji Bartlett Varians Varians Harga Kelompok Gabungan Ket 2hitung 2tabel 2 (s ) (B) 2 (s ) A1B1 117,6182 A1B2 138,2727 171,977 89,419 2,519 7,815 Homogen A2B1 146,3636 A2B2 285,6545 Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan hipotesis statistik. Dalam penelitian ini, terdapat empat hipotesis. Hipotesis untuk rumusan masalah pertama dan ke dua diuji dengan ANAVA dua jalur dengan kriteria pengujian tolah H0 yang menyatakan tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan melalui model penemuan terbimbing dan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran langsung (hipotesis untuk rumusan masalah perrtama) serta terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa (hipotesis untuk rumusan masalah ke dua) jika nilai F hitung melebihi nilai F yang ada dalam daftar (F tabel), untuk hal lainnya H0 ditolak,
10
Tabel 7 Rangkuman Hasil Perhitungan Anava Sumber Variansi
JK
db
RJK
Fhitung
Kolom (A)
430.4718
Baris (B) (BK) Dalam (d)
853.3846 3460.7417 4332.2737
1 1 1 40
736,364 2128,091 4561,455 171,977
4,282 12,374 26,254 -
Total (T)
9076.8718
43
332,674
-
Ftabel (α=0,05) 4,08 -
Hipotesis pertama; hasil pengujian menunjukkan bahwa Fhitung ≥ Ftabel atau 4,282 ≥4,08 pada α = 0,05, artinya H0 yang menyatakan tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing dan dibelajarkan dengan menggunkan model konvensional, ditolak. Hipotesis Kedua, yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kemampuan komunikasi matematika. Hasil pengujian menggunkan uji F menunjukkan bahwa Fhitung ≥ Ftabel atau 26,254 ≥ 4,08 pada taraf signifikan 0,05, artinya H0 yang menyatakan tidak ada interaksi antar model pembelajaran (penemuan terbimbing dan konvensional) dan motivasi belajar (motivasi tinggi dan rendah) siswa terhadap kemampuan komunikasi matematika, ditolak. Selanjutnya karena terdapat interaksi, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji tuckey untuk menguji hipotesis untuk rumusan masalah ke tiga dan ke empat. Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 yang menyatakan bahwa untuk siswa yang memiliki motivasi belajat tinggi, tidak terdapat perbedaaan kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan melalui model penemuan terbimbing dengan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensional (hipotesis untuk rumusan masalah ke tiga) serta untuk siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, tidak terdapat perbedaaan kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan melalui model penemuan terbimbing dengan siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran konvensional (hipotesis untuk rumusan masalah ke empat). Adapun hasil perhitungan dengan menggunakan uji tuckey disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Ringkasan Hasil Perhitungan Uji Tuckey No 1
Kelompok A1B1 dengan A2B1
Qhitung 8,6545
Qtabel 3,11
Kesimpulan Memiliki perbedaan 2 A1B2 dengan A2B2 0,68032 3,11 Tidak memiliki perbedaan Berdasarkan Tabel 8, maka dapat ditarik kesinpulan sebagai berikut: Hipotesis Ketiga, hasil pengujian menunjukkan bahwa Qhitung ≥ Qtabel atau 8,6545 ≥ 3,11 , pada α = 0,05, artinya H0 dittolak, H1 diterima atau terdapat perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki motivasi belajar tinggi menunjukkan bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan komunikasi matematika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Juga nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematika dari kelompok A1B1 (̅̅̅ 85,86) lebih tinggi dari kelompok A2B1 (̅̅̅̅ 51,64),
11
Hipotesis ketiga, hasil pengujian menunjukkan bahwa Qhitung ≤ Qtabel atau 0,68032 ≤ 3,11 , pada α = 0,05 artinya H1 ditolak, H0 diterima atau tidak terdapat perbedaan. Hasil analisis dari uji Tukey untuk kelompok (A2B2) yang memiliki motivasi belajar rendah menunjukkan, bahwa model pembelajaran konvensional memberikan pengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematika dibandingakan dengan model pembelajaran penemuan terbimbing (A1B2), akan tetapi tidak signifikan. Ini juga dapat dilihat dari nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematika dari kelompok A2B2 (̅̅̅̅ lebih tinggi dari kelompok A1B2 ( ) ini terlihat ada perbedaan antara A2B2 dan A1B2, akan tetapi perbedaannya tidak signifikan . KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika yang dibelajarkan dengan model pembelajaran penemuan terbimbing dengan kemampuan komunikasi matematika siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional,. 2. Terdapat pengaruh interaksi anatara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kemampuan komunikasi matematika 3. Peserta didik yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan menggunakan model pembelajara penemuan terbimbing kemampuan komunikasi matematika lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. 4. Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matemateika peserta didik yang memiliki motivasi belajar rendah dengan menggunkan pembelajaran penemuan terbimbing dan menggunakan model pembelajaran konvensional.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Wahab. 2010. Pengaruh Kreativitas dan sikap Kreatifitas Peserta Didik Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika. Tesis UNG: Gorontalo, Tidak Diterbitkan. Ahmadi, Abu & Nur Ubhiyati. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. BsY, Bistari. 2010. Pengembangan Kemandirian Belajar Berbasis Nilai Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik. urnal endidikan atematika an . iakses February 18, 2014, 1:24:01 PM Datau, Gamar. 2013. Pengaruh Pembelajaran Strategi Discovery Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa. Skripsi UNG: Gorontalo, Tidak Diterbitkan Hartina, Sitti. 2008. Perkemvbangan Peserta Didik. Bandung: PT Rafika Aditya Lateka, Nangsi. 2012. Pengaruh Metode Penemuan Terbimbing dan Proses Berfikir siswa Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika. Tesis UNG: Gorontalo. Tidak Diterbitkan Mahmudi, Ali. 2009. Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal MIPMIPA UNHALU. Diakses February 17, 2014, 8:01:27 AM NK, Roestiyah. 2001. Strategi Balajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Pango, Andi. 2011.Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif TIPE TAI (Team Accelerated Instruction) dan Komunikasi Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika di Sekolah Menengah Atas. Tesis UNG: Gorontalo, Tidak Diterbitkan
12
Puspapratiwi, Dian. 2012. Hubungan Penggunaan Tes Formatif Terhadap Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika. Skripsi UNG: Gorontalo. Tidak Diterbitkan Rahaju, Endah Budi. 2008. Contextual Teaching And Learning Matematika Sekolah Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Perbukuan Depertemen Pendidikan Nasional Rusefendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensi Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sagala, Syaiful. 2013. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Siregar, Eveline & Hartini Nara. 2010. Teori Belajar danm Pembelajaran. Bogor: Ghali Indonesia Slavin, Robert. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Diterjemahkan Oleh: Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media Sobel, Max & Evan Maletsky. 2004. Mengajar Matematika. Jakarta: Erlangga. Sugandi, Asep. 2011. Menumbuhkan Karakter Bangsa Melalui Pembelajaran Matematika yang Berorientasi pada Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA Unila. ISBN: 978 – 979 – 8510 – 32 - 8 Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar Disekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sutikno, Sobry. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Taduengo, Fatmawati. 2013. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Gorontalo pada Materi Statistika. Skripsi UNG: Gorontalo. Tidak Diterbitkan Trianto. 2012. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Umar, Wahid. 2012. Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Uno, Hamzah. 2013. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara