STUDI PENERAPAN INSTALASI PENGOLAH AIR BERSIH KOMPAK MODULAR DENGAN PARAMETER TSS, KEKERUHAN, DAN pH STUDY OF APPLICATION COMPACT MODULAR WATER TREATMENT UNITS WITH TSS, TURBIDITY, AND pH PARAMETERS Siska Ayu Mahyaningsih1 dan Suprihanto Notodarmodjo2 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung 40132 1
[email protected],
[email protected] Abstrak : Air permukaan merupakan sumber yang potensial untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat, karena jumlahnya yang berlimpah. Namun, kualitasnya secara umum lebih rendah dibanding sumber-sumber air lainnya, sehingga menuntut pengolahan yang juga lebih lengkap. Penelitian ini menguji kemungkinan penggunaaan instalasi modular dalam pengolahan air bersih dalam skala lapangan. Reaktor yang digunakan berupa pipa PVC yang dengan diameter 21-30 cm dengan menggunakan bioball pada unit sedimentasi. Air baku yang dialirkan merupakan air artifisial dan air baku di Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air Uji Model Hidraulika Teknik Sipil ITB . Koagulan yang dipergunakan adalah PAC (Poly Aluminium Chloride) dengan dosis 5-20 mg/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reaktor mampu menurunkan konsentrasi TSS sampai 1-3 mg/L dengan efisiensi penyisihan mencapai 72,7-97,3%. Dan menurunkan kekeruhan sampai 0,6-3,5 NTU dengan efisiensi mencapai 63,3-95,85% . Dapat disimpulkan bahwa reaktor yang diuji memberikan hasil yang cukup baik. Kata kunci : Instalasi pengolah air modular, Poly Aluminium Chloride, TSS, Kekeruhan
Abstract : Surface water is a potential resource to fulfill water demands for people, because it has big quantity. However, in general comparison, the quality of surface water is lower than other water resource, that’s makes it needs further complete treatment. This research examines the possibility of modular installation usage on clean water treatment in field scale. The reactors used consisted of PVC pipes with average diameter 21-30 cm with usage of bioball in sedimentation unit. The raw water used are artificial water and the raw water from Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air Uji Model Hidraulika Teknik Sipil ITB. The coagulant used is PAC (Poly Aluminium Chloride) with 5-20 mg/L dose. Researches results that reactor capable to reducing TSS concentration to 1-3 mg/L with elimination efficiency reaches 72.7-97.3%. Also capable to reducing turbidity to 0.6-3.5 NTU with efficiency reaches 63.3-95.85%. In conclusion, the performance of reactor, could give good results. Key word : Modular Water Treatment, Poly Aluminium Chloride, TSS, Turbidity.
PENDAHULUAN Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Seseorang tidak dapat bertahan hidup tanpa air, karena itulah air merupakan salah satu penopang hidup bagi manusia. Penyediaan air bersih merupakan kebutuhan dasar dan merupakan faktor penting bagi peningkatan taraf hidup. Khususnya bagi masyarakat perdesaan yang rata-rata belum mendapatkan akses PDAM dan kurangnya kuantitas dan kualitas sumber air yang ada, penyediaan air bersih juga merupakan faktor penting dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, maupun lingkungan.
WS-1
Air permukaan merupakan sumber yang potensial untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat, karena jumlahnya yang berlimpah. Namun, kualitasnya secara umum lebih rendah dibanding sumber-sumber air lainnya, sehingga menuntut pengolahan yang juga lebih lengkap. Dalam pengolahan air bersih, terutama yang berasal dari air permukaan, menghilangkan atau menurunkan zat padat, baik tersuspensi maupun koloidal yang menyebabkan kekeruhan, merupakan hal yang sangat penting. Pengolah air bersih modular yang terdahulu pernah dioperasikan dan diteliti memiliki efisiensi yang sudah baik namun debitnya masih relatif kecil sehingga air olahan yang dihasilkan masih sedikit (Juliah, 2003). Dalam penelitian ini, pengolah air bersih modular yang sudah ada diharapkan dapat dioperasikan dengan debit yang lebih besar dengan adanya penambahan reaktor. Namun, untuk mendapatkan kualitas effluent yang lebih baik, dalam penelitian ini dilakukan modifikasi pada alat yang sudah ada dengan menambahkanmedia pengadukan berupa static mixer pada unit koagulasi yang sebelumnya memakai media berbutir yaitu kerikil (Juliah, 2003) , penambahan media apung pada unit sedimentasi dan resirkulasi air pada unit koagulasi. Disinilah diharapkan penelitian dapat berkontribusi dalam meningkatkan penyisihan partikel koloidal yang banyak ditemui dalam air permukaan alami dengan cara yang sederhana, biaya dan pemeliharaan yang relatif murah. Media apung yang digunakan berupa bioball, mempunyai prinsip seperti plate settler, yang berfungsi untuk membantu mempercepat pengendapan pada unit sedimentasi. Namun, pada penelitian ini digunakan aliran upflow yang dibantu dengan bioball tersebut dengan harapan flok-flok yang terbentuk dapat lebih cepat tersisihkan. Sama halnya dengan resirkulasi air pada unit koagulasi ke awal (influent ) yang bertujuan untuk membesarkan flok sehingga mudah disisihkan, mengingat keterbatasan ruang yang ada pada alat tersebut, sehingga pengolahannya dapat efektif.
METODOLOGI Penelitian dan studi pendahuluan penerapan alat dilakukan di Laboratorium kualitas air Teknik Lingkungan ITB dengan air artifisial, begitu juga dengan pemeriksaan kualitas air dilakukan di laboratorium Penelitian Departemen Teknik Lingkungan ITB . Instalasi Instalasi yang digunakan untuk penelitian yaitu berupa instalasi pengolah air yang kompak dan modular sehingga memungkinkan untuk dibawa ke tempat dimana terdapat air baku dan dirakit di tempat. Selain itu, instalasi modular ini memiliki kriteria sebagai berikut; (1)Jumlah modul/unit pengolahan air bersih dapat disesuaikan dengan kualitas air baku yang akan diolah, (2)Andal dan kompak sehingga mudah dipindahkan (Transportable/Mobile), (3)Sederhana dalam operasional dan pemeliharaannya, (4)Menggunakan peralatan dan bahan dalam negeri, (5)Relatif murah (6)Energi listrik yang dibutuhkan cukup dari genset 1 kW yang selebihnya direncanakan beroperasi menggunakan sistem gravitasi. Gambar dari instalasi tersebut yang dapat dilihat pada Gambar 1. Koagulator berupa static mixer dalam sebuah pipa PVC 0,21 m sepanjang 3 m yang diletakkan vertikal. Dari koagulator aliran dibagi menjadi empat menuju empat flokulator yang masing-masing berupa pipa PVC 0,21 m dengan panjang 1,5 m yang berisi bioball. Sedimentasi merupakan suatu sistem up-flow pada pipa PVC 0,3 m sepanjang 3 m dimana ada penggunaan bioball juga sebagai pengganti plate settler, dimana arah aliran berasal dari bawah menuju ke atas. Filter yang digunakan terdiri dari empat buah pipa PVC 0,21 m setinggi 1,5 m yang berisi kerikil setebal 30 cm sebagai media penyangga dan diatasnya berisi pasir aktif setebal 60 cm. WS-2
FILTRATION MODULES
Coagulant
Water Recirculation Raw Water
COAGULATOR MODULE
Bioball addition
static mixer
Clean Water/ Treated Water
FLOCCULATOR-SEDIMENTATOR MODULES
Figure 1 Modular Water Treatment Gambar 1 Skema Instalasi
Air Baku Air baku menggunakan air artifisial dengan penambahan kaolin dan lempung, dengan dosis kaolin 0,2 gr/L dan lempung 0,48 gr/L. Uji coba dengan menggunakan air artifisial bertujuan untuk studi pendahuluan dan mengetahui kerja alat sebelum dilakukan di lapangan yakni di laboratorium Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air Uji Model Hidraulika Teknik Sipil ITB. Kemungkinan besar untuk penelitian tugas akhir ini akan memakai sumber air baku dari Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air Uji Model Hidraulika Teknik Sipil ITB yang tepatnya berada di samping Gedung Kuliah Umum Timur dengan pertimbangan sebagai berikut (1)Tempat yang memadai sehingga pemasangan alat dapat lebih aman dilakukan, (2)Akses untuk mencapainya mudah dan dekat dari akses jalan umum. Koagulan Koagulan yang digunakan pada uji pendahuluan ini adalah Poly Alumunium Chloride (PAC) teknis. Dosis koagulan yang dibutuhkan ditentukan dengan melakukan percobaan jartest. Dari percobaan tersebut didapat dosis koagulan optimum untuk pengolahan air baku artifisial adalah 5 mg/l. Sedangkan dosis untuk pengolahan air baku Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air Uji Model Hidraulika Teknik Sipil ITB yaitu 20mg/l. Uji Coba Alat Air baku disimpan pada bak penampungan sementara berkapasitas 500L. Dari bak ini air dialirkan menuju koagulator melalui pipa. Pada pipa tersebut diinjeksikan koagulan dengan bantuan dossing pump. Dari koagulator air dialikan ke clarifier yang didalamnya terdapat flokulator dan sedimentator. Pengolahan terakhir dilakukan oleh filter sebelum akhirnya air hasil pengolahan dapat diambil. Sampling dilakukan pada beberapa titik, yaitu (1) Inlet , pada bak pengumpul air baku, (2) Outlet clarifier reaktor 1, 2, 3, 4, (4) outlet filter 1, 2, 3, 4 .Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan botol ukuran 500 mL yang telah dibersihkan. Pengambilan sampel dan pengukuran parameter dilakukan secara duplo agar lebih akurat. Debit yang dipergunakan adalah 10 L/menit. Untuk air baku di Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air Uji Model Hidraulika Teknik Sipil ITB WS-3
menggunakan variasi resirkulasi air pada unit koagulator 10%, 20%, dan 30% karena pembentukan flok pada air baku tersebut sulit dan berukuran kecil, sehingga dilakukan resirkulasi bertujuan untuk memperbesar flok yang terbentuk dalam meningkatkan efisiensi penyisihan parameter TSS dan kekeruhan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Air Baku Air artifisial yang dibuat sendiri merupakan air baku untuk uji coba pendahuluan alat. Air artifisial tersebut merupakan air dari PDAM ditambah dengan kaolin dengan dosis 0,2 gr/L dan lempung dengan dosis 0,48 gr/L. Dengan penambahan kaolin dan lempung tersebut didapatkan air artifisial dengan karakteristik yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Karakteristik Awal Air Artifisial Parameter
Satuan
Kekeruhan TSS pH
NTU mg/L -
inlet Sampel Sampel 1 2 139 141 590 530 6.59
rata2 140 560
Sumber : Hasil Pengukuran Air artifisial tersebut dibuat sedemikian rupa agar dapat melihat pembentukan flok yang terdapat pada instalasi tersebut. Maka dari itu, dibuat air artifisial yang memiliki kekeruhan dan kadar partikel tersuspensi yang cukup tinggi agar flok yang terbentuk dapat terlihat. Sedangkan air baku dari Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air Uji Model Hidraulika Teknik Sipil ITB memiliki karakteristik yang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Karakteristik Air Baku Parameter
Satuan
sampel 1
sampel 2
sampel 3
sampel 4
rata-rata
pH TSS Kekeruhan
mg/l NTU
7.67 21.7653425 13.4
7.105 23.820137 19.985
7.465 17.65575 14.1
7.32 20.3954795 14.75
7.39 20.9091781 15.55875
Sumber : Hasil Pengukuran Air baku tersebut diambil dalam 4 kali sampling dalam waktu yang berbeda kemudian dirata-ratakan sehingga didapat hasil seperti diatas. Percobaan Jar Test Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 diatas, pH air atrifisial dan air baku berturut-turut sebesar 6,59 dan 7,39 dan yang berarti air baku tersebut memeiliki pH yang cukup netral. Proses koagulasi-flokulasi menggunakan PAC efektif pada pH air berkisar antara 6-8 (Yuliati, 2006) dan alum efektif pada pH air berkisar antara 4.5-8 (Reynolds, 1982). Kondisi ini menunjang proses koagulasi dan flokulasi karena biasanya koagulan dapat efektif bekerja pada pH netral (Anggriani, 2008). pH mempunyai peranan penting dalam keberlangsungan WS-4
5
Kekeruhan (NTU)
Kekeruhan (NTU)
proses koagulasi-flokulasi. pH ditentukan dan diukur dari kandungan H+ dan OH- yang terkandung dalam dalam air. Keberadaan ion ini dalam air akan mengubah partikel koloid menjadi lebih positif atau lebih negatif (Shammas,2005). Untuk mengolah air tersebut dengan proses koagulasi-flokulasi, terlebih dahulu ditentukan dosis optimum koagulan yang akan dibubuhkan secara tepat dengan percobaan jar-test. Percobaan jar-test merupakan simulasi dari proses koagulasi-flokulasi sebenarnya. Koagulan yang digunakan untuk air artifisial adalah PAC dan Al 2(SO4)3. Penentuan dosis koagulan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
4 3 2 1 0 0
2 4 6 Kekeruhan (NTU) Dosis PAC (mg/L)
8
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 2 4 6 Kekeruhan (NTU) Dosis Alum (mg/L)
8
Gambar 2 Dosis Optimum Koagulan
Kekeruhan (NTU)
Koagulan yang dipilih adalah koagulan jenis PAC karena koagulan ini lebih cenderung menghasilkan flok yang lebih besar dibandingkan dengan koagulan Alum Sulfat. Selain itu juga dosis optimumnya lebih mudah ditentukan dengan dosis yang tidak begitu besar sehingga lebih efektif dan ekonomis. Walaupun dosis optimumnya sebesar 6 mg/L, tetapi dosis PAC yang digunakan adalah 5 mg/L karena pengaturan dosing pump lebih mudah dilakukan pada dosis 5mg/L dan perbedaan hasilnya pun tidak begitu signifikan. Dengan makin besarnya dosis koagulan PAC yang diberikan maka nilai kekeruhan akan semakin kecil. Namun, pada penambahan dosis sebanyak 7 mg/l nilai kekeruhan meningkat lagi. Hal ini terjadi karena pada penambahan dosis tersebut telah berlebih sehingga koloid yang terbentuk telah menjadi stabil kembali karena tidak adanya ruang untuk membentuk penghubung partikel (Weber, 1972). Sehingga koagulan yang dipakai untuk air baku dari Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air Uji Model Hidraulika Teknik Sipil ITB adalah PAC dengan dosis 20 mg/l dengan penentuan dosis koagulan dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini. 4 3 2 1
0 0 5 10 15 20 Kekeruhan (NTU) Dosis PAC (mg/l)
25
30
Gambar 3 Dosis Optimum Koagulan Uji Coba Alat Alat tersebut kemudian di uji coba di laboratorium dengan air artifisial yang telah dibuat dan diuji coba juga di Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air Uji Model Hidraulika Teknik Sipil ITB. Waktu detensi seluruhnya adalah 105 menit maka pengambilan sampel
WS-5
dilakukan setelah alat berjalan selama 2 kali waktu detensi agar alirannya sudah steady (Juliah,2003). Percobaan tanpa menggunakan bioball bertujuan untuk melihat pengaruh dari penggunaan media apung berupa bioball pada dua unit sedimentator yang lain dalam penyisihan senyawa koloidal. Media yang digunakan yaitu media apungnya berupa bioball yang mempunyai prinsip seperti plate settler yang berfungsi untuk membantu mempercepat pengendapan pada unit sedimentasi dan pada penelitian ini digunakan aliran upflow yang dibantu dengan bioball tersebut dengan harapan flok-flok yang terbentuk dapat lebih cepat tersisihkan. 1. Air Artifisial Hasil percobaan pada setiap unit di alat tersebut dengan air artifisial dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini. Kekeruhan (NTU)
200
190 190
800
150
599 599
100
400
53.4 22.625
50
TSS (mg/L)
600
36.55 13.2
200
2.95 2
0
60.543.5
36.75 24.75
6.54.125
0 inlet
outlet flokulator
Kekeruhan Non-Bioball
outlet outlet filtrasi sedimentator
inlet
outlet flokulator TSS Non-Bioball
Kekeruhan dengan Bioball
outlet outlet filtrasi sedimentator TSS dengan Bioball
Gambar 4 Perbandingan Parameter Kekeruhan dan TSS
pH
Parameter kekeruhan dan TSS pada unit yang menggunakan bioball dan tanpa menggunakan biobal pada Gambar 4 di atas terlihat perbedaan yang signifikan pada outlet sedimentator. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh bioball sebagai bola berongga yang memiliki fungsi sebagai plate settler sehingga flok-flok yang terbentuk dapat tersisihkan dengan tertangkapnya oleh bioball tersebut sehingga tidak terbawa ke unit selanjutnya yaitu filtrasi. Penggunaan bioball ini juga dapat memperlambat terjadinya clogging pada unit filtrasi sehingga backwash tidak perlu terlalu sering dilakukan sehingga menghemat energi untuk mekanisme backwash. Efisiensi untuk penyisihan kekeruhan dan TSS tanpa menggunakan bioball berturut-turut 98,45 % dan 98,41% sedangkan penyisihan kekeruhan dan TSS dengan menggunakan bioball berturut-turut 98,95 % dan 99,311%. 6.80 6.60 6.40 6.20 6.00 5.80 5.60
6.596.59
6.566.51
6.49 6.3 6.115
inlet pH Non-Bioball pH dengan Bioball
outlet flokulator
outlet sedimentator
6.05
outlet filtrasi
Gambar 5 Perbandingan pH Pada Gambar 5 diatas menunjukkan bahwa penambahan dosis koagulan PAC berpengaruh pada penurunan nilai pH. Penurunan pH ini diakibatkan oleh koagulan yang dibubuhkan memiliki sifat asam. Pemakaian PAC (Poly Aluminium Chloride) yang apabila bereaksi dengan air akan membentuk asam walaupun kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim sehingga WS-6
penghematan dalam penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan. (SMK 3 Madiun, 2008). Penambahan koagulan berbanding lurus dengan perubahan penurunan pH, semakin besar dosis koagulan yang ditambahkan maka penurunan pH akan semakin besar (Amir, 2009) . Perbedaan pH antara reaktor dengan menggunakan bioball dan tidak menggunakan bioball terlihat ada perbedaan. pH di dalam reaktor yang menggunakan bioball lebih rendah dibandingkan dengan pH di dalam reaktor tak ber-bioball. Hal tersebut disebabkan karena penggunaan bioball pada tabung sedimentasi lebih berpotensi air menjadi asam akibat dari air yang menuju bioball bertemu dengan flok dalam bioball yang mengandung ion chlorida dalam PAC sehingga pH menjadi lebih rendah. 2. Air Baku di Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air Uji Model Hidraulika Teknik Sipil ITB Pada air baku di Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air Uji Model Hidraulika Teknik Sipil ITB dilakukan variasi resirkulasi yaitu sebesar 10%, 20%, dan 30% pada debit 10 L/menit dengan parameter pH, TSS, dan kekeruhan yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8 berikut ini. Unit 2 (without bio-ball)
pH
pH
Unit 1 (without bio-ball) 7.60 7.40 7.20 7.00 6.80 6.60 6.40 6.20
7.60 7.40 7.20 7.00 6.80 6.60 6.40 inlet
inlet no recirculation recirculation 20%
outlet clarifier 1 outlet filter 1 recirculation 10% recirculation 30%
7.60 7.40 7.20 7.00 6.80 6.60 6.40 6.20 6.00
outlet filter 2
no recirculation
recirculation 10%
recirculation20%
recirculation 30%
Unit 4 (with bio-ball)
pH
pH
Unit 3 (with bio-ball)
outlet clarifier 2
7.60 7.40 7.20 7.00 6.80 6.60 6.40 inlet
inlet outlet clarifier 3 outlet filter 3 no recirculation recirculation 10% recirculation 20% recirculation 30%
outlet clarifier 4
outlet filter 4
no recirculation
recirculation 10%
recirculation 20%
recirculation 30%
Gambar 6 pH Setiap Variasi Resirkulasi Gambar 6 di atas menunjukkan fluktuasi pH pada setiap unit pengolahan dengan 3 variasi resirkulasi, resirkulasi 30% menunjukkan penurunan pH di keempat outlet filtrasi yang paling rendah, walaupun perbedaannya hanya sedikit dibandingkan dengan variasi resirkulasi yang lain dan semua variasi resirkulasi masih memenuhi baku mutu pada PP 82/2001 Golongan Kelas I yaitu pH-nya berkisar 6-9. Hal tersebut dapat disimpulkan ketiga variasi resirkulasi pada debit 10 l/menit tidak menurunkan kualitas air untuk parameter pH dan mengalami penurunan pH yang tidak begitu signifikan.
WS-7
Unit 2 (without bio-ball) TSS (mg/L)
TSS (mg/L)
Unit 1 (without bio-ball) 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 inlet
70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
outlet clarifier outlet filter 1 1
inlet
no recirculation
recirculation 10%
recirculation 20%
recirculation 30%
no recirculation recirculation20%
TSS (mg/L)
TSS (mg/L) inlet
outlet clarifier outlet filter 3 3
no recirculation recirculation 20%
recirculation 10% recirculation 30%
Unit 4 (with bio-ball)
Unit 3 (with bio-ball) 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 -20.00
outlet outlet filter clarifier 2 2
80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 -20.00
recirculation 10% recirculation 30%
inlet
outlet clarifier 4
outlet filter 4
no recirculation
recirculation 10%
recirculation 20%
recirculation 30%
Gambar 7 TSS Setiap Variasi Resirkulasi Efisiensi alat dalam pengurangan kadar TSS sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7 di atas terlihat penurunannya pada setiap unit. Hasil pengolahan dengan reaktor sudah jauh di bawah baku mutu yang ditetapkan yaitu 50 mg/l. Penurunan kadar TSS pada tanpa resirkulasi dan dengan resirkulasi 10%, 20%, dan 30% dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Efisiensi TSS Variasi non resirkulasi resirkulasi 10% resirkulasi 20% resirkulasi 30%
Parameter
Inlet
Efluen rata2 (tanpa bioball)
Efisiensi 1
Efluen rata2 (dengan bioball)
Efisiensi 2
TSS (mg/l)
32.039 37.519 56.012 60.806
8.750 6.012 2.245 1.636
72.680 83.976 95.992 97.309
3.272 2.587 1.290 2.245
89.787 93.104 97.690 96.308
Sumber : HasilPengukuran Efisiensi penurunan kadar TSS dengan resirkulasi menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa resirkulasi. Hal ini dapat terjadi karena waktu mixing koagulan dalam reaktor dapat lebih lama dan optimum dengan me-resirkulasikan kembali air yang terdapat dalam koagulator sebelum dialirkan ke dalam tangki flokulator sebesar 10%-30%-nya dan juga pembentukan flok yang lebih besar dan mudah untuk mengendap. Untuk penurunan kadar TSS yang paling optimum terdapat pada resirkulasi 20% dan 30% yang efisiensinya relatif sama.
WS-8
25.00 Turbidity (NTU)
Turbidity (NTU)
Unit 1 (without bio-ball) 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 inlet
20.00
15.00 10.00 5.00 0.00
outlet clarifier outlet filter 1 1
inlet
no recirculation
recirculation 10%
no recirculation
recirculation 20%
recirculation 30%
recirculation20%
Turbidity (NTU)
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 inlet
outlet clarifier 3
no recirculation recirculation 20%
outlet clarifier 2
outlet filter 2
recirculation 10% recirculation 30%
Unit 4 (with bio-ball)
Unit 3 (with bio-ball) Turbidity (NTU)
Unit 2 (without bio-ball)
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
outlet filter 3
inlet no recirculation
recirculation 10%
outlet clarifier outlet filter 4 4 recirculation 10%
recirculation 20%
recirculation 30%
recirculation 30%
Gambar 8 Kekeruhan Setiap Variasi Resirkulasi Efisiensi alat dalam pengurangan kadar kekeruhan sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8 di atas terlihat penurunannya pada setiap unit. Penurunan kadar kekeruhan pada reaktor tanpa resirkulasi dan dengan resirkulasi 10%, 20%, dan 30% dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Efisiensi Kekeruhan Variasi
Parameter
Inlet
Efluen rata2 (tanpa bioball)
Efisiensi 1
Efluen rata2 (dengan bioball)
Efisiensi 2
non-resirkulasi resirkulasi 10% resirkulasi 20% resirkulasi 30%
Kekeruhan (NTU)
9.51 19.99 14.10 14.75
3.49 4.51 1.97 1.58
63.28 77.43 86.01 89.27
2.78 3.49 2.30 0.61
70.82 82.55 83.69 95.85
Sumber : HasilPengukuran Efisiensi penurunan kadar kekeruhan dengan resirkulasi menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa resirkulasi. Untuk penurunan kadar kekeruhan yang paling optimum terdapat pada resirkulasi 30% yaitu 89.27% dengan reaktor tanpa menggunakan bioball dan 95.85% dengan reaktor menggunakan bioball.
KESIMPULAN Instalasi yang digunakan untuk penelitian yaitu berupa instalasi pengolah air yang kompak dan modular sehingga memungkinkan untuk dibawa ke tempat dimana terdapat air baku dan dirakit di tempat. Koagulan yang dipilih adalah koagulan jenis PAC dengan dosis 5mg/L dan 20mg/l karena koagulan ini lebih cenderung menghasilkan flok yang lebih besar dibandingkan dengan koagulan Alum Sulfat. Penggunaan bioball dapat memperlambat terjadinya clogging pada unit filtrasi. Efisiensi untuk penyisihan kekeruhan dan TSS pada air baku artifisial tanpa menggunakan WS-9
bioball berturut-turut 98,45 % dan 98,41% sedangkan penyisihan kekeruhan dan TSS pada air baku artifisial dengan menggunakan bioball berturut-turut 98,95 % dan 99,311%. Kinerja alat pada air baku di Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air Uji Model Hidraulika Teknik Sipil ITB menghasilkan efisiensi penurunan kadar TSS dengan resirkulasi menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa resirkulasi. Untuk penurunan kadar TSS yang paling optimum terdapat pada resirkulasi 20% dan 30% yang efisiensinya relatif sama. Sedangkan untuk penurunan kadar kekeruhan yang paling optimum terdapat pada resirkulasi 30%.
DAFTAR PUSTAKA Amir, R. (2009). Penentuan Dosis Optimum Aluminium Sulfat dalam Pengolahan Air Sungai Cileueur Kota Ciamis dan Pemanfatan Resirkulasi Lumpur dengan Parameter pH, Warna, Kekeruhan, dan TSS. Bandung : Jurusan Teknik Lingkungan ITB. Anggraini, D. (2008). Pemilihan Koagulan Untuk Pengolahan Air Bersih Di PDAM Badak Singa Kota Bandung. Bandung: Jurusan Teknik Lingkungan ITB. Juliah, A. (2003). Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Menggunakan Clarifier Media Berbutir dengan Parameter Utama Zat Organik dan pH. Bandung : Jurusan Teknik Lingkungan ITB. Reynolds, Tom D, (1982). Unit Operations and Processes in Environment Engineering. Brooks/Cole Engineering Division: California. Shammas, Nazih K, (2005). Physicochemical Treatment Processes Volume 3. Human Press: Lenox. SMK 3 Madiun. (2008). Bahan Kimia Penjernih Air (Koagulan). Diakses pada tanggal 8 Mei 2013 pukul 01.20. dari http://smk3ae.wordpress.com/ Weber, E.J. (1972). Physiochemical Processes for Water Quality Control. John Willey & Sons Inc, USA. Yuliati, S. (2006). Proses Koagulasi – Flokulasi pada Pengolahan Tersier Limbah Cair PT. Capsugel Indonesia. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
WS-10