Pengaruh Dosis Koagulan PAC Dan Surfaktan SLS Terhadap Kinerja Proses Pengolahan Limbah Cair Yang Mengandung Logam Besi (Fe), Tembaga (Cu), Dan Nikel (Ni) Dengan Flotasi Ozon Eva Fathul Karamah, Setijo Bismo Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI Depok 16424 Email:
[email protected];
[email protected]
Abstrak Flotasi telah lama digunakan sebagai proses separasi logam-logam berat dari air limbah. Biasanya pada proses ini digunakan oksigen sebagai difusernya. Akan tetapi, pada penelitian ini digunakan campuran udara-ozon sebagai difuser. Dengan ditambahkan ozon yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan oksigen, proses kinerja proses flotasi diharapkan akan meningkat. Pada proses flotasi diperlukan beberapa bahan kimia tambahan, diantaranya surfaktan dan koagulan. Oleh karena itu perlu diketahui berapa dosis yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang optimum. Pada proses flotasi ini digunakan tiga jenis limbah, yaitu limbah besi, limbah tembaga, dan limbah nikel. Pertama-tama air limbah yang dibuat dari garamnya dicampur dengan zeolit yang berfungsi sebagai bahan pengikat, Sodium Lauril Sulfat (SLS) sebagai surfaktan, NaOH sebagai pengatur pH, dan Polyaluminum chloride (PAC) sebagai koagulan. Kemudian limbah yang telah dicampur dimasukkan ke dalam tangki flotasi. Campuran udara-ozon sebagai difuser dialirkan sehingga dapat mengangkat limbah logam ke permukaan sehingga dapat dipisahkan dari air. Sampel yang diambil dianalisis kandungan logamnya, pH, DO, dan CODnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan dosis PAC dan SLS dapat meningkatkan persentase pemisahan logam dari air limbah hingga mencapai diatas 95%. Akan tetapi kenaikan tersebut memiliki kondisi optimum. Dosis PAC optimum untuk tembaga dan besi adalah 0,133 g/L sedangkan untuk nikel adalah 0,067 g/L. Dosis optimum SLS untuk ketiga logam tersebut adalah 0,4 g/L. Dengan dosis PAC dan SLS optimum didapat persentase pemisahan logam besi sebesar 99,67%, sedangkan persentase pemisahan logam tembaga sebesar 89,39%, dan persentase pemisahan logam nikel sebesar 99,15% Kata kunci: Flotasi; Ozon; Polyaluminum chloride, Sodium Lauril Sulfat. 1. Pendahuluan Salah satu metode pemisahan logam berat yang banyak digunakan adalah flotasi. Secara umum flotasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana padatan, cairan atau zat terlarut yang bersifat non-polar mengapung di permukaan larutan dengan menempel pada zat yang bersifat hidrofobik, yang mempunyai berat jenis lebih kecil dari air, misalnya gelembung gas[1]. Proses flotasi banyak digunakan karena prosesnya mudah dan cepat, serta menghasilkan pemisahan yang baik. Pada penelitian ini mekanisme yang digunakan adalah sorptive flotation. Sorptive flotation meliputi persiapan pemisahan ion logam menggunakan bahan pengikat. Contoh sorben yang telah diuji adalah zeolit sintetik dan zeolit alami. Setelah proses penyerapan, lalu diikuti oleh proses flotasi dimana partikel sorben yang telah jenuh dengan logam dipisahkan dari larutan yang diolah[2]. Pada flotasi konvensional difuser yang digunakan adalah oksigen murni atau udara. Akan tetapi, untuk meningkatkan kinerjanya, pada penelitian ini ditambahkan ozon pada udara sebagai difuser. Ozon digunakan karena merupakan oksidator yang lebih kuat dan memiliki kelarutan yang jauh lebih besar dibandingkan oksigen sehingga proses oksidasi akan semakin cepat terjadi. Selain itu juga ozon merupakan bahan kimia pembantu (chemical aid) yang mempercepat terbentuknya flok.
Dalam proses flotasi, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terangkatnya komponen ke permukaan adalah ukuran partikel, pH larutan, surfaktan, dan bahan-bahan kimia tambahan. Bahan-bahan kimia yang banyak digunakan sebagai bahan kimia tambahan antara lain surfaktan dan koagulan. Surfaktan dalam proses flotasi berfungsi sebagai kolektor. Kolektor merupakan reagen yang memiliki permukaan selektif, karena mempunyai gugus polar dan non polar sekaligus. Kolektor berfungsi untuk mengubah sifat kompleks ion dari hidrofil menjadi hidrofob, disamping itu juga berfungsi sebagai pembuih. Sedangkan koagulan berfungsi untuk membentuk flok sehingga terbentuk partikel-partikel yang berukuran lebih besar sehingga lebih mudah dipisahkan dari air limbah. 2.
Metodologi Penelitian
Secara umum penelitian terbagi menjadi preparasi dan karakterisasi zeolit alam Lampung, uji produktivitas ozonator, preparasi sampel, proses flotasi, analisis sampel sebelum dan setelah proses, serta pengolahan data. Preparasi zeolit alam Lampung dimulai dengan pengayakan zeolit untuk mendapatkan zeolit berbentuk granular dengan ukuran partikel antara 0,3-0,4 mm. Zeolit dicuci untuk menghilangkan pengotor-pengotornya dengan aquades selama 30 menit dengan pengadukan berulang-ulang. Zeolit dikeringkan pada suhu ± 120oC selama 2 jam. Karakterisasi zeolit dilakukan sebelum dan sesudah proses preparasi untuk mengetahui luas permukaan dan volum porinya menggunakan alat BET Autosorb. Uji produktivitas ozonator dilakukan dengan menggunakan metode Iodometri menggunakan larutan Kalium Iodida yang akan dioksidasi oleh ozon yang dihasilkan oleh ozonator. Selanjutnya hasil oksidasi tersebut akan dititrasi dengan menggunakan larutan Natrium Tiosulfat sehingga dapat dihitung produktivitas ozonator yang digunakan. Proses preparasi limbah cair sintetik dimulai dengan pembuatan larutan limbah logam tunggal Fe, Cu dan Ni dengan konsentrasi masing-masing 100 mg/L sebanyak 3 L Proses flotasi dilakukan secara batch di dalam kolom flotasi dengan menggunakan udara-ozon sebagai diffuser. Skema peralatan pada proses flotasi yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema alat proses flotasi secara batch Penelitian ini menggunakan limbah cair sintetik yang mengandung satu jenis logam berat yang berasal dari garam logamnya. Untuk limbah besi garam yang digunakan adalah FeSO4. 7 H2O; untuk limbah tembaga garamnya adalah Cu(NO3)2 .4H2O; sedangkan untuk limbah nikel garam yang digunakan adalah NiCl2. 6H2O. Zeolit alam Lampung digunakan sebagai bahan pengikat. Zeolit ini digunakan karena selain harganya murah, ketersediaannya di Indonesia juga berlimpah. Sodium Lauril Sulfat (SLS) digunakan sebagai surfaktan yang berfungsi sebagai kolektor. SLS memiliki rumus kimia C12H25NaO4S atau CH3(CH2)11-O-SO3-Na+. SLS bekerja dengan baik pada pH netral atau basa dan mudah terhidrolisis dalam suasana asam[3]. Untuk koagulan, digunakan Polyaluminum chloride (PAC) dengan rumus kimia Al13(OH)20(SO4)2Cl15 , merupakan hidrolisis parsial dari larutan aluminum klorida. PAC efektif bekerja pada rentang yang cukup luas yaitu pH 6 sampai dengan 9. Sebagai pengatur pH digunakan larutan NaOH 3 M.
Limbah sintetik yang mengandung campuran logam sebanyak masing-masing 40mg/L dimasukkan ke dalam mixing tank dan ditambahkan zeolit dengan jumlah 2 gr/L dan surfaktan SLS sebanyak 0,4 gr/L. Untuk variasi dosis surfaktan, penambahan surfaktan divariasikan sebesar 0 g/L, 0.2 g/L, 0.4 g/L, dan 0.6 g/L. pH di dalam tangki pencampuran diatur sampai pH yang diinginkan dengan penambahan NaOH 3M setetes demi setetes. Proses pencampuran dilakukan selama 20 menit. Setelah 20 menit kemudian ditambahkan koagulan PAC sambil dilakukan pengadukan cepat selama 1 menit dan pengadukan lambat selama 10 menit. Untuk variasi dosis PAC, penambahan PAC divariasikan sebesar 0 g/L, 0.067 g/L, 0.013 g/L, dan 0.2 g/L. Selanjutnya cairan dimasukkan ke dalam tangki flotasi. Campuran udara-ozon yang digunakan sebagai diffuser dialirkan melalui bagian bawah tangki flotasi dengan tekanan kompressor sebesar 8 psia. Proses flotasi dilakukan selama 25 menit. Setelah proses flotasi selesai, froth yang terbentuk pada permukaan bagian atas tangki diambil dengan cara skimming dan dimasukkan ke dalam tangki penampung froth, sedangkan air hasil olahan dialirkan ke dalam tangki penampung air. Larutan sampel sebelum dan setelah proses flotasi dianalisis kandungan logamnya dengan AAS. Selain itu juga dianalisis parameter kualitas air lainnya yaitu pH, DO, dan COD. Persentase pemisahan logam berat dari limbah sintetik ini diperoleh dengan cara mengukur konsentrasi logam berat awal dan akhir pada air hasil olahan, dengan persamaan % pemisahan berikut: C − Ca (1) % Pemisahan Logam = o x100% Co (mg/L) dengan: Co = konsentrasi logam awal (mg/L) Ca = konsentrasi logam akhir 3.
Hasil dan Diskusi
45 44 43 42 41
3/
46
(cm g)
48 47
Volume Poro Mikro Zeolit
2
Luas Permukaan Zeolit (m /gr)
Hasil karakterisasi zeolit alam lampung dapat dilihat pada Gambar 3(a) dan (b) berikut. 0.008 0.007 0.006 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 0 1
40 Zeolit Sebelum Preparasi
1 Zeolit Sebelum Aktivasi
Zeolit Setelah Preparasi
Zeolit Setelah Aktivasi
a. b. Gambar 2 (a) dan (b). Perbandingan zeolit alam Lampung sebelum dan setelah dipreparasi. Gambar 2 menunjukkan telah terjadi peningkatan luas permukaan zeolit alam Lampung setelah preparasi dengan pemanasan sebesar 10,18%, yakni dari semula 43,14 m2/g menjadi 47,53% m2/g. Peningkatan ini juga diiringi oleh peningkatan volum pori zeolit alam lampung sebesar 41,15%, yakni dari volum pori semula 0,005035 cm3/g menjadi 0,007107 cm3/g.
%Pemisah an
Pengaruh Dosis PAC Terhadap Proses Pemisahan Logam Fe, Cu, dan Ni Pengaruh dosis PAC terhadap kinerja proses pemisahan logam dapat dilihat pada Gambar 3. 100% 95% 90% 85% 80% 75% 70% 65% 60% -0.001
Fe Cu Ni
0.066
0.133
0.200
Jumlah PAC (g/L)
Gambar 3 Pengaruh variasi dosis PAC terhadap persentase pemisahan Logam Fe,Cu, dan Ni
Dari Gambar 3 terlihat bahwa semakin tinggi dosis PAC yang ditambahkan, maka semakin tinggi juga persentase pemisahan logamnya. Kenaikan ini disebabkan semakin banyak PAC yang ditambahkan maka semakin banyak juga flok yang terbentuk. Oleh karena itu, semakin banyak pula logam yang dapat terangkat ke permukaan dan terpisah dari air limbah. Akan tetapi pada suatu titik persentase pemisahan logamnya akan turun kembali. Pada limbah besi dan tembaga yang pH awalnya adalah 7, penurunan terjadi pada penambahan dosis PAC sebesar 0,133 g/L. Hal ini disebabkan penambahan PAC akan menyebabkan penurunan pH larutan dan semakin banyak PAC yang ditambahkan maka semakin besar pula penurunan pHnya. Pada titik tertentu tersebut, penurunan pHnya sudah menyebabkan larutan menjadi lebih asam sehingga menurunkan kinerja surfaktan SLS yang bekerja dengan baik dalam kondisi netral atau basa. Pada limbah nikel yang pH awalnya adalah 9, penurunan evektivitas proses flotasi juga disebabkan oleh penurunan pH. Akan tetapi penurunan pH ini menyebabkan penurunan pembentukan hidroksida nikel sehingga flok nikel yang terbentuk juga semakin sedikit.
Pengaruh Dosis PAC terhadap Parameter Kualitas Air Pengaruh dosis PAC terhadap pH dan COD air limbah diperlihatkan oleh Gambar 4.a dan Gambar 4.b. 8
150
143 130
7.5 120
pH
6.5
Fe Cu
6
Ni
5.5
COD (ppm)
7 90
Fe 70
43 33
5
24
30
4.5 4 -0.001
Cu Ni
60
7 0
0.066
0.133
0.200
Dosis PAC (g/L)
Gambar 4a. Pengaruh dosis PAC terhadap pH akhir limbah
0.000
0.067
0.133
0.200
Dosis PAC (g/L)
Gambar 4b. Pengaruh dosis PAC terhadap COD akhir limbah
Nilai pH awal merupakan pH saat pengadukan di tangki pencampuran, yaitu 7 untuk limbah besi dan tembaga. pH 7 dipilih karena pembentukan hidroksida besi dan tembaga memiliki rentang pH yang luas antara 6-9. sedangkan untuk limbah nikel pH yang dipilih adalah pH 9. pH 9 dipilih karena pembentukan hidroksida nikel berada pada rentang pH 9. Selain itu, pH netral sampai basa ini merupakan rentang pH dimana surfaktan SLS dapat bekerja dengan optimal. Setelah proses flotasi, nilai pH mengalami penurunan seperti terlihat pada Gambar 4a. Penurunan ini disebabkan oleh senyawa-senyawa sisa asam yang terdapat dalam air limbah dan penggunaan PAC sebagai koagulan pada proses flotasi. PAC merupakan bahan koagulan yang bersifat asam karena memiliki sisi keasaman Bronsted-Lowry. Jadi semakin banyak PAC yang ditambahkan, maka pH larutan akan semakin rendah. Nilai COD menggambarkan jumlah senyawa organik yang terkandung dalam air limbah. Dari Gambar 4.b terlihat semakin tinggi dosis PAC yang ditambahkan, maka semakin rendah COD akhir limbah, akan tetapi pada suatu titik nilai CODnya akan kembali tinggi. Fenomena ini seperti yang terjadi pada pengaruh PAC terhadap persentase pemisahan logam. Hal ini membuktikan bahwa proses flotasi selain dapat memisahkan logam juga dapat mengurangi kandungan senyawa organik yang terdapat dari air limbah.
Pengaruh Dosis SLS Terhadap Proses Pemisahan Logam Fe, Cu, dan Ni Gambar 5 memperlihatkan pengaruh dosis PAC terhadap kinerja proses pemisahan logam. Dari Gambar 5 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi SLS yang ditambahkan, persentase pemisahan logam Fe, Cu, dan Ni semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin banyak SLS yang ditambahkan, maka semakin banyak gelembung yang terbentuk. Dengan banyaknya gelembung yang terbentuk, maka flok yang dapat diapungkan dipermukaan akan semakin banyak sehingga logam yang terpisah akan semakin banyak. Seharusnya persentase pemisahan logam berat akan terus meningkat seiring dengan penambahan dosis SLS hingga mencapai hasil flotasi maksimum dimana sudah tidak ada lagi logam yang dapat diflotasi seperti yang terjadi pada logam besi.
% P em isah an
100% 95% 90% 85% 80% 75% 70% 65% 60% 55% 50%
Fe Cu Ni
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Jumlah Surfaktan (g/L)
Gambar 5. Pengaruh variasi dosis SLS terhadap persentase pemisahan logam Fe,Cu, dan Ni Akan tetapi untuk logam tembaga dan nikel, pada titik tertentu terjadi penurunan efisiensi. Hal ini terjadi karena konsentrasi SLS 0,6 g/L mungkin sudah melewati konsentrasi misel kritis (KMK). KMK adalah konsentrasi surfaktan dimana mulai terbentuk misel. Sedangkan misel adalah kumpulan sejumlah molekul-molekul surfaktan yang membentuk partikel ukuran koloid sehingga mengganggu proses pembentukan gelembung.. Jika misel yang terbentuk cukup banyak untuk menurunkan kinerja surfaktan dalam membentuk gelembung. Karena gelembung yang dihasilkan tidak sempurna maka proses flotasi juga akan terganggu. Sehingga terjadilah penurunan persentase pemisahan logam dari air limbah.
Pengaruh Dosis SLS terhadap Parameter Kualitas Air Pengaruh dosis SLS terhadap pH dan COD air limbah diperlihatkan oleh Gambar 6.a dan Gambar 6.b. 8 140
7.5
pH
Fe Cu
6.5
Ni 6
COD (ppm)
120
7
98
100
Fe 80
Cu
60 40
5.5
20
5
Ni
43 28
26
24
16 6
0
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Dosis SLS (gr/L)
Gambar 6a. Pengaruh dosis SLS terhadap pH akhir limbah
0
0.2
0.4
0.6
Dosis SLS (gr/L)
Gambar 6b. Pengaruh dosis SLS terhadap COD akhir limbah
Seperti pada variasi sebelumnya, dimana pH limbah setelah proses flotasi mengalami penurunan, pada variasi dosis SLS juga terjadi penurunan pH seperti terlihat pada Gambar 6.a.. Akan tetapi tidak seperti variasi dosis PAC, penurunan pH pada variasi dosis SLS relatif lebih konstan. Hal ini disebabkan senyawa sisa asam dan konsentrasi PAC yang menyebabkan penurunan pH pada variasi ini konstan. Dari Gambar 6.b terlihat semakin tinggi konsentrasi SLS maka nilai COD setelah proses flotasi semakin meningkat..Hal ini terjadi karena senyawa SLS mengandung senyawa organik. Jadi semakin banyak SLS yang digunakan, maka semakin banyak pula senyawa organik yang terdapat dalam limbah cairnya.
5. Kesimpulan 1. Peningkatan dosis koagulan PAC dapat meningkatkan % pemisahan logam berat dari air limbah. akan tetapi perlu diperhatikan penurunan pH yang diakibatkan oleh penambahan PAC tersebut. 2. Peningkatan surfaktan SLS juga dapat meningkatkan % pemisahan logam berat dari air. akan tetapi efeknya tidak sesignifikan penambahan dosis PAC. 3. Untuk kondisi operasi seperti pada penelitian ini, dosis PAC optimum adalah untuk besi dan tambaga sebesar 0,013 g/L sedangkan untuk nikel adalah 0,067 g/L. 4. Sedangkan dosis optimum untuk SLS untuk kondisi operasi seperti penelitian ini adalah sebesar 0,4g/L. 5. Dengan dosis PAC dan SLS optimum didapat % pemisahan logam besi sebesar 99,67%, sedangkan % pemisahan logam tembaga sebesar 89.39%, dan % pemisahan logam nikel sebesar 99,15%
6. Daftar Pustaka [1]
Shergold, H.L 1984. The Scientific Basis of Flotation, NATO ASI Series, K.J. Ivesed, Martinus Nijhoff Publishers, Boston.
[2]
Lazaridis, N.K. et al 2004. Copper removal from Effluents by Various Separation Techniques. Hydrometalurgy, Aristotle University, Greece. p.149-156.
[3]
Rosen, Milton J, Surfactant and Interfacial Phenomena 2nd Edition, New York: John Wilie & Sons, Inc, 1988