ANALYSIS USING POLY ALUMINIUM CHLORIDE COAGULANT (PAC) AND CHITOSAN IN WATER PURIFICATION PROCESS IN PDAM TIRTA PAKUAN BOGOR Hardina Noviani, Dra. Ardi Muharini, M.Si. dan Rinda Lilianti, S.T., M.Si. Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ABSTRACT Water is a natural resource that is essential for living things. Water treatment processes, coagulation takes a chemical called a coagulant. Coagulants used to aid the coagulation process to obtain the suspended sediment. Coagulant used is Poly Aluminium Chloride PDAM (PAC). This study conducted a comparison between PAC and chitosan coagulant to find the best used coagulant for the coagulation process. Jar test is done by inserting the known raw water pH into 5 pieces each beaker as 1L. Five pieces of glass cup, Poly Aluminium Chloride affixed (PAC) 1% and 1% chitosan concentration of 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, and 25 ppm. Jar test tool operated with rapid stirring at 160 rpm rotation speed for 1 minute, followed by slow stirring at a speed of 80 rpm for 10 minutes and be allowed to happen sedimentation. Furthermore, each of the crystal clear water goblet taken and testing the parameters of turbidity, pH, total dissolved solids (TDS) late after the jar test. Cisadane river raw water before covering the jar test parameters of turbidity, pH, TDS, hardness, and the determination of levels of iron (Fe) is well within the standards by decree. Governor Kep 6 1999 and Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990. Once the jar test in addition to the concentration of 10ppm PAC optimum value 4.28 NTU. The addition of the optimum concentration of chitosan was not there, because it can reduce the turbidity in accordance with the standards set at 5 NTU. Chitosan coagulant used for binding metals such as Cu, Pb, Fe, and Ni. Chitosan coagulant is not suitable for the specification of raw water PDAM Tirta Pakuan Bogor, because PDAM Tirta Pakuan raw water from the river Bogor Cisadane not contaminated by heavy metals. Production costs incurred per month for PAC 10ppm at 26.89 NTU turbidity Rp. 94,608,000, - with waste water discharge 1000 L / sec, while for chitosan production costs can not be calculated because there is no optimum concentration of chitosan. Coagulant PAC better than chitosan in terms of efficiency and economy. Keywords: Natural Water, Process coagulant, coagulant PAC, coagulant Chitosan. lain untuk keperluan air minum, air pencuci, kegiatan rumah tangga, mandi, bersih-bersih, dan wudhlu. Kebutuhan air bersih perlu dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu agar air tersebut layak dan aman untuk dikonsumsi masyarakat. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bogor merupakan perusahaan yang memproduksi air
PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan primer manusia dan kebutuhan mahluk hidup lainnya. Fungsi air bagi mahluk hidup antara lain sebagai bahan pelarut dan sebagai bahan pendispersi berbagai senyawa yang ada di dalam bahan makanan. Kehidupan sehari-hari air banyak digunakan oleh manusia, antara
1
bersih khususnya air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Kota Bogor. Sumber air yang digunakan PDAM adalah sumber air permukaan yang berasal dari air sungai Cisadane. Metode pengolahan air yang dilaksanakan di PDAM Kota Bogor adalah metode pengolahan secara lengkap yang dimulai dengan intake, proses penyaringan awal, prasedimentasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, aerasi, filtrasi, desinfeksi, dan reservoar. Proses pengolahan ini bertujuan untuk menjernihkan air baku, membebaskan dari bau dan rasa, mengurangi efek korosi pada pipa serta menghilangkan bakteri patogen. Setiap tahapan proses pengolahan terjadi perbaikan atau penghilangan unsur padatan dan kimia yang terkandung dalam air baku. Proses penjernihan air secara koagulasi dibutuhkan bahan kimia yang disebut dengan koagulan. Koagulan digunakan untuk membantu terjadinya proses koagulasi sehingga didapatkan endapan tersuspensi. Koagulan yang digunakan PDAM adalah Poly Aluminium Chlorida (PAC). Bahan kimia yang digunakan sebagai koagulan hendaknya mudah didegradasi, tidak mengakibatkan efek atau pengaruh tambahan, tidak beracun, anti mikroba dan aman bagi lingkungan. Salah satu contoh koagulan yang memenuhi kriteria tersebut adalah kitosan. Kitosan merupakan biopolimer alam yang bersifat polielektrolitkationik yang berpotensi tinggi untuk penyerapan logam dengan mudah terbiodegradasi serta tidak beracun. Muzarelli (1977) melaporkan bahwa kitosan sudah pernah digunakan untuk menyerap logam seperti Cu, Pb, Fe, Ni, dan semua logam tersebut didapati mudah terserap dengan baik. Diharapkan kitosan dapat dijadikan
alternatif sebagai koagulan dalam proses penjernihan air secara koagulasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui koagulan yang paling baik digunakan untuk proses koagulasi, antara Poly Aluminium Chlorida (PAC) dan kitosan serta mencari dosis optimum dari kedua koagulan tersebut. Hipotesis dari penelitian ini adalah PAC akan lebih baik digunakan sebagai koagulan dalam proses penjernihan air di PDAM dibandingkan dengan kitosan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pengambilan sampel, pengujian sampel, dan pengolahan data. Pengujian sampel dilakukan sebelum dan sesudah jar test dengan parameter kekeruhan, pH, total zat padat terlarut (TDS), kesadahan, dan penetapan kadar besi (Fe). Pengambilan sampel dilakukan pada bak prasedimentasi. Penelitian ini digunakan dua jenis koagulan, yaitu PAC cair dan kitosan padatan. Masing-masing koagulan dibuat dalam konsentrasi 1%. PAC cair yaitu diambil 1 ml PAC pekat dan diencerkan dalam labu takar 100 ml, untuk padatan kitosan yaitu ditimbang 1 gram kitosan lalu dilarutkan dengan 100 ml larutan asam asetat 1%. Kemudian dilakukan Jar Test dengan penambahan konsentrasi koagulan 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm. Jar test dilakukan dengan memasukkan air baku yang telah diketahui pHnya ke dalam 5 buah gelas piala masing-masing sebanyak 1L. Pengaduk alat jar test diturunkan kemudian diaduk sebentar agar endapan atau kotoran yang ada merata. Lalu ke dalam 5 buah gelas piala tersebut, dibubuhkan Poly Aluminium Chlorida (PAC) 1% dan kitosan 1% dengan 2
konsentrasi yang berbeda. Kemudian alat jar test dioperasikan dengan pengadukan cepat pada kecepatan putaran 160 rpm selama 1 menit, dan dilanjutkan dengan pengadukan lambat pada kecepatan 80 rpm selama 10 menit. Setelah flokulasi selesai, alat jar test dimatikan, pengaduk alat jar test diangkat, dan larutan didiamkan selama 10 menit agar terjadi sedimentasi. Selanjutnya masing-masing dari gelas piala diambil air jernihnya dan dilakukan pengujian terhadap parameter kekeruhan, pH, total zat padat terlarut (TDS), kesadahan total, dan penetapan kadar besi (Fe) akhir setelah jar test.
bahwa karakteristik air baku sungai Cisadane yang meliputi kekeruhan, pH, TDS, kesadahan, dan penetapan kadar besi (Fe) masih dalam batas baku mutu kualitas air baku berdasarkan SK. Gubernur Jawa Barat No 6, Tahun 1999 dan Kep Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990. Air sungai Cisadane ini setiap harinya dapat mengalami perubahan, misalnya kekeruhannya yang selalu naik turun dan juga terhadap parameter lain seperti pH, TDS, kesadahan, dan penetapan kadar besi (Fe). Hal ini disebabkan karena berubahnya kondisi air buangan yang berada di hulu sungai dan tingginya padatan tersuspensi yang berada dalam air.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Air Baku Sungai Cisadane Sebelum Jar Test Hasil analisis air baku sungai Cisadane sebelum jar test dapat dilihat pada Tabel 1. Parameter kualitas air baku berdasarkan SK. Gubernur Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 Tabel 1. Karakteristik air baku sungai Cisadane sebelum jar test Parameter pH TDS (mg/L) Fe (mg/L)
Hasil Analisis 7,44 84,3 1,31
Karakteristik Air Baku Sungai Cisadane Setelah Jar Test Jar test atau uji jar adalah metode yang digunakan untuk menentukan kondisi optimum dari proses pengolahan air. Metode ini dapat dilakukan untuk menentukan pH optimum, variasi dosis koagulan, alternatif kecepatan pengadukan atau menguji jenis koagulan yang berbeda. Tabel 2 dapat dilihat terjadinya perubahan kadar pada setiap parameter (kekeruhan, pH, TDS, kesadahan, dan penetapan kadar besi (Fe)), setelah proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi setelah jar test atau uji jar. Tabel 2. Hasil analisis air sungai Cisadane setelah jar test
Baku Mutu 6,0-9,0 1000 0,3-1,0
Sumber: SK. Gub No.6 Tahun 1999 Berdasarkan Kep Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990 kualitas air bersih mempunyai nilai kekeruhan dibawah 5 NTU. Dapat dilihat Tabel 1 Dosis (ppm)
Parameter Kekeruhan
pH
(NTU)
TDS
Kesadahan
Fe
(mg/L)
(mg/L)
(mg/L)
PAC
Kitosan
PAC
Kitosan
PAC
Kitosan
PAC
Kitosan
PAC
Kitosan
0
26,89
26,89
7,44
7,44
84,3
84,3
87,48
87,48
0,93
0,93
5
8,67
17,43
7,03
7,98
84,1
84,9
67,18
64,37
0,83
0,811
10
4,28
15,23
7,01
6,54
83,1
84,1
67,18
64,8
0,25
0,09
15
3,45
14,32
7,23
6,09
82,4
83,5
52,92
65,02
0,08
0,05
20
2,45
13,89
7,07
5,92
82,1
83,1
64,15
64,37
0,009
0,003
25
0,34
12,43
7,01
5,64
80,4
82,8
50,33
58,57
0,002
0,001
3
Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi koagulan PAC optimum pada 10ppm dengan menghasilkan nilai kekeruhan 4,28 NTU, sedangkan pada penambahan koagulan kitosan tidak terdapat konsentrasi optimum karena pada konsentrasi kitosan 25ppm menghasilkan nilai kekeruhan 12,43 NTU. Hal ini disebabkan karena koagulan kitosan tidak menurunkan kekeruhan sesuai dengan baku mutu yang telah disyaratkan, yaitu 5 NTU. Hubungan Dosis Kekeruhan
Koagulan
yang terlihat pada Tabel 6. Koagulan kitosan lebih baik digunakan untuk proses pengolahan limbah cair industri yang mengandung logam berat seperti Cu, Pb, Fe, dan Ni. Kadar logam dalam air baku PDAM Tirta Pakuan Bogor masih memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Muzarelli (1977) melaporkan bahwa kitosan sudah pernah digunakan untuk menyerap logam seperti Cu, Pb, Fe, Ni, dan semua logam tersebut didapati mudah terserap dengan baik. Penggunaan koagulan PAC lebih baik daripada koagulan kitosan. Hal ini disebabkan karena koagulan PAC dalam proses koagulasi dapat menurunkan kekeruhan dengan membentuk flok lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan koagulan kitosan yang hanya mengikat logam berat dengan reaksi penukaran ion.
Dengan
Kekeruhan (NTU)
Kejernihan air ditentukan oleh warna air atau kekeruhan (turbidity) dalam air. Di alam kekeruhan ini timbul sebagai akibat adanya pengotoran baik oleh tanah liat, lumpur, bahan organik maupun partikel kecil tersuspensi lainnya. 30.00 20.00
PAC
10.00
Kitosan
Hubungan Dosis Koagulan Dengan pH Hasil pengukuran pH air baku sebelum penambahan koagulan berkisar pada nilai pH netral, yaitu pH 7. Dari nilai pH menunjukkan bahwa hasil koagulasi dengan penambahan koagulan PAC pada konsentrasi optimum 10ppm, yaitu 7,01. Hal ini menunjukkan bahwa pada penambahan koagulan PAC dapat menghasilkan air yang memenuhi persyaratan air bersih sesuai baku mutu SK. Gubernur No.6 Tahun 1999, sedangkan hasil koagulasi dengan penambahan koagulan kitosan 20ppm dan 25ppm dengan nilai 5,92 dan 5,64, tidak dapat memenuhi persyaratan air bersih, karena persyaratan yang ditetapkan oleh SK. Gubernur No/ 6 tahun 1999 adalah 6,0-9,0. Nilai pH air mengalami penurunan drastis pada penambahan kitosan. Hal ini disebabkan karena kitosan dilarutkan terlebih dahulu dengan larutan asam asetat 1% sehingga
0.00 0
5 10 15 20 25
Gambar 1. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kekeruhan Kekeruhan air sebelum penambahan koagulan mempunyai nilai 26,89 NTU. Kekeruhan air setelah penambahan PAC dengan konsentrasi 5ppm, 10ppm, 15ppm, 20ppm, dan 25ppm mengalami penurunan dengan nilai sekitar 8,67-0,34 NTU, sedangkan kekeruhan air setelah penambahan kitosan dengan konsentrasi tersebut mengalami penurunan dengan nilai sekitar 17,43-12,43 NTU. Konsentrasi optimum yang dicapai oleh koagulan PAC yaitu pada konsentrasi 10ppm dengan nilai 4,28 NTU. Penambahan koagulan kitosan tidak terdapat konsentrasi optimum yang dicapai, karena koagulan kitosan tidak cocok dengan karakteristik air baku seperti 4
memberikan kondisi yang agak asam. Menurut Knorr (1982), kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai polikationik dalam larutan asam asetat.
Nilai TDS pada air sebelum penambahan koagulan mempunyai nilai yang tinggi, yaitu 84,3 mg/L. Nilai TDS pada air setelah penambahan PAC dengan konsentrasi 5ppm, 10ppm, 15ppm, 20ppm, dan 25ppm mengalami penurunan dengan nilai sekitar 84,180,4 mg/L, sedangkan nilai TDS pada air setelah penambahan kitosan dengan konsentrasi tersebut mengalami penurunan dengan nilai sekitar 84,982,8 mg/L. Konsentrasi optimum koagulan PAC 10ppm memiliki nilai TDS 83,1 mg/L dan pada penambahan koagulan kitosan tidak didapatkan konsentrasi optimum karena tidak dapat menurunkan kekeruhan sesuai baku mutu yang telah disyaratkan yaitu 5 NTU.
10.00
pH
8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 0
5
PAC Kitosan Baku Mutu 1 Baku Mutu 2 10 15 20 25
Gambar 2. Hubungan Dosis Koagulan Dengan pH Kenaikan konsentrasi ion hidrogen atau turunnya pH cenderung dapat menstimulir proses pengkaratan dari logam. Hal ini disebabkan karena makin cepat ion hidrogen melapisi logam, akibatnya makin banyak kemungkinan mendesak ion Fe pada lapisan luar logam masuk ke dalam air membentuk ferihidroksida (Winarno dan Fardiaz, 1973).
Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kesadahan Kesadahan pada dasarnya menggambarkan kandungan Ca, Mg, dan io logam polivalen lainnya seperti : Al, Fe, Mn, Sr, dan Zn yang terlarut dalam air. Kation tersebut terutama akan berikatan dengan anion bikarbonat, karbonat, dan sulfat. Tetapi hanya karena Ca dan Mg yang biasa terdapat dalam perairan alami dalam jumlah relative besar, sedangkan ion logam lainnya ada dalam jumlah yang sedikit, maka kesadahan dapat dianggap hanya menggambarkan kandungan Ca dan Mg yang terlarut dalam air. Apabila Ca dan Mg secara bersama-sama membentuk air sadah, maka kesadahan itu disebut kesadahan total.
Hubungan Dosis Koagulan Dengan Total Zat Padat Terlarut (TDS) Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai TDS pada penambahan koagulan PAC lebih kecil dibandingkan dengan nilai TDS pada penambahan koagulan kitosan. 86.0
82.0 Kesadahan (mg/L)
TDS
84.0
PAC
80.0
Kitosan
78.0 0
5
10 15 20 25
Gambar 3. Hubungan Dosis Koagulan Dengan TDS
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
PAC Kitosan 0
5
5
10
15
20
25
bentuk senyawa organik berupa kolodial (Alaerts dan Santika, 1984). Fe (mg/L)
Gambar 4. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kesadahan Nilai Kesadahan pada air sebelum penambahan koagulan mempunyai nilai 87,48 mg/L. Nilai kesadahan pada air setelah penambahan PAC dengan konsentrasi 5ppm, 10ppm, 15ppm, 20ppm, dan 25ppm mengalami penurunan dengan nilai sekitar 67,1850,33 mg/L, sedangkan nilai kesadahan pada air setelah penambahan kitosan dengan konsentrasi tersebut mengalami penurunan dengan nilai sekitar 64-58 mg/L. Konsentrasi optimum koagulan PAC 10ppm memiliki nilai kesadahan 67,18 mg/L dan pada penambahan koagulan kitosan tidak memiliki konsentrasi optimum karena tidak dapat menurunkan kekeruhan sesuai baku mutu yang telah disyaratkan, yaitu 5 NTU.
1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000
PAC Kitosan
0
5
10
15
20
25
Gambar 5. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Penetapan Kadar Besi (Fe) Nilai Fe pada air sebelum penambahan koagulan mempunyai nilai yang tinggi, yaitu 0,93 mg/L. Nilai Fe pada air setelah penambahan PAC dengan konsentrasi 5ppm, 10ppm, 15ppm, 20ppm, dan 25ppm mengalami penurunan dengan nilai sekitar 0,830,002 mg/L, sedangkan nilai Fe pada air setelah penambahan kitosan dengan konsentrasi tersebut mengalami penurunan dengan nilai sekitar 0,8110,001 mg/L. Koagulan kitosan lebih baik dibandingkan koagulan PAC dalam parameter penetapan kadar besi (Fe). Hal ini disebabkan karena kitosan mempunyai gugus amino bebas yang bersifar polikationik dan dapat menyerap logam dengan reaksi penukar ion.
Hubungan Dosis Koagulan Dengan Penetapan Kadar Besi (Fe) Besi adalah salah satu elemen yang dapat ditemukan hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air (sungai). Umumnya besi yang berada dalam air bersifat : 1. Terlarut sebagai Fe2+ atau Fe3+ 2. Tersuspensi sebagai butir kolodial. 3. Tergabung dengan zat organik atau zat padat anorganik (seperti tanah liat). Permukaan air jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1 mg/L, akan tetapi di dalam air tanah Fe jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe yang tinggi ini dapat dirasakan dan dapat menodai kain dan perkakas dapur. Air yang tidak mengandung O2, besi berada sebagai Fe2+ yang dapat terlarut, sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi erosi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+. Air sungai, besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut dan Fe3+ dalam
Biaya Produksi Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengolahan air selain kualitas air yang dihasilkan yaitu biaya produksi. Dilihat dari segi pemakaian dan pengolahannya koagulan PAC lebih efisien dibandingkan koagulan kitosan dan juga dilihat dari segi ekonomi (biaya) koagulan PAC lebih murah dibandingkan koagulan kitosan. Tabel 3 dapat dilihat dari segi biaya koagulan PAC yang harus dikeluarkan perbulan untuk mengolah air baku sungai dengan tingkat kekeruhan 26,89 NTU dengan debit air yang diolah sebesar 1000 6
L/det, sedangkan harga koagulan selanjutnya yaitu filtrasi, aerasi, dan kitosan per kg yaitu Rp. 600.000,-. desinfeksi. Proses desinfeksi di PDAM Tabel 3. Kebutuhan dan Biaya Produksi Koagulan Koagulan
PAC
Pemakaian
Kebutuhan
Kebutuhan
Kebutuhan
Harga
Biaya Produksi
Koagulan
Per Jam
Per Hari
Per Bulan
Koagulan
Per Bulan
(mg/L)
(kg/jam)
(kg/hari)
(kg/bulan)
Per kg
10
36
864
25920
Rp. 3650,-
Tabel 3 menunjukkan bahwa dilihat dari segi ekonomi (biaya) sangat terlihat jelas bahwa koagulan PAC lebih hemat dibandingkan dengan koagulan kitosan untuk menghasilkan penjernihan air PDAM. Koagulan kitosan tidak mampu menurunkan kekeruhan pada air baku PDAM Tirta Pakuan Bogor. Faktor yang mendukung bahwa koagulan PAC lebih baik dibandingkan dengan koagulan kitosan adalah : 1. Koagulan PAC yang digunakan dalam bentuk cair sehingga tidak perlu proses pelarutan terlebih dahulu sedangkan koagulan kitosan dalam bentuk serbuk sehingga perlu proses pelarutan dan membutuhkan waktu yang lama. 2. Koagulan PAC cair bisa dilarutkan dengan air sedangkan koagulan kitosan harus dilarutkan dalam larutan asam seperti larutan asam asetat sehingga penggunaannya kurang efisien. 3. Koagulan PAC sangat mudah didapatkan sedangkan koagulan kitosan sulit untuk didapatkan karena untuk mendapatkan koagulan kitosan perlu dilakukan proses demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi dari limbah udang. Setelah dilakukan proses penjernihan air dengan koagulan PAC dan kitosan, perlu dilakukan penanganan lebih lanjut agar diperoleh air yang benar-benar bersih sehingga sapat digunakan untuk keperluan air minum. Proses yang harus dilakukan
Rp. 94.608.000,-
Tirta Pakuan Bogor menggunakan gas klor dengan kandungan yang rendah berkisar antara 0,2-0,5 ppm. Setelah proses tersebut air dialirkan menuju reservoir dan konsumen. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengujian dan pengolahan data yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Koagulan PAC dapat digunakan untuk mengolah air baku PDAM Tirta Pakuan Bogor karena dapat menurunkan parameter kekeruhan, pH, TDS, kesadahan, dan penetapan kadar besi (Fe) sesuai baku mutu SK Gubernur No.6 Tahun 1999 dan Kep Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990, sedangkan koagulan kitosan tidak baik digunakan dalam proses pengolahan air baku di PDAM Tirta Pakuan Bogor karena tidak dapat menurunkan kekeruhan sesuai baku mutu yang telah disyaratkan. 2. Koagulan kitosan baik digunakan untuk mengikat logam seperti Cu, Pb, Fe, dan Ni. Koagulan kitosan tidak cocok untuk spesifikasi air baku PDAM Tirta Pakuan Bogor. Hal ini disebabkan karena air baku PDAM Tirta Pakuan Bogor yang berasal dari sungai Cisadane tidak terkontaminasi oleh logam berat. 3. Penggunaan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) optimum pada konsentrasi 10ppm, sedangkan koagulan kitosan tidak terdapat 7
konsentrasi optimum karena tidak dapat menurunkan kekeruhan pada proses pengolahan air baku PDAM Tirta Pakuan Bogor. 4. Biaya produksi yang dikeluarkan per bulan untuk PAC 10ppm pada kekeruhan 26,89 NTU sebesar Rp. 94.608.000,- dengan debit air limbah 1000 L/det, sedangkan kitosan tidak terdapat konsentrasi optimum karena tidak dapat menurunkan kekeruhan sehingga dikatakan tidak efisien sebagai koagulan dalam proses pengolahan air baku PDAM Tirta Pakuan Bogor. Biaya yang dikeluarkan untuk per kg kitosan sebesar Rp. 600.000,-, sedangkan untuk per kg PAC hanya sebesar Rp. 3650,-. PDAM Tirta Pakuan Bogor sudah benar memilih PAC sebagai koagulan dalam proses penjernihan air. Koagulan kitosan tidak mampu menurunkan parameter kekeruhan hingga memenuhi baku mutu yang disyaratkan. Namun kitosan baik digunakan pada proses penjernihan air yang banyak mengandung logam seperti pada limbah cair dari industri.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogyakarta : Kanisius. Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fessenden Fessenden. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta. Gozan, Misri dan Diyan Supramono. Pengolahan Air untuk Utilitas Pabrik. Departemen Teknik Kimia. FTUI: Depok. 2006. Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: Semarang Press. Hendayana, Sumar (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan: in Encyclopedia of Industrial Chemistry. Completely revised edition. Weinheim. New York. Joslyn, M. A. 1963. Food Processing Operation. The AVI Publishing CO., Westport. Connecticut. Kusnaedi, 2002. Mengolah Air Gambut & Air Kotor Untuk Air Minum. Penebar Swadaya. Jakarta. Knorr, D. 1983. Dye Binding Properties of Chitin and Chitosan. J. Food Sci. 48. P: 36-41. Kristanto. P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit Andi. Lab. PDAM. 2011. SOP Laboratorium PDAM Tirta Pakuan. ISO 9001: 2008. Lab. Protan. 1987. Cational Polymer for Recovering Valuable by Product From Processing Waste. Borgges. USA. Linsley, R. K., M. A. Kohler dan J. L. H. Paulhus. 1986. Hidrologi Untuk Insinyur (terjemahan). Penerbit Erlangga. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G. dan S, Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Akademi Teknik Tirta Wijaya Magelang. Basset, J. 1994. Analisis Kimia Kuantitatif Anorganik. Setiono, L. Penerjemah. Jakarta: ECG. Terjemahan dari: Vogel Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis. Dunn, ET., EW. Grandmaison dan MFA. Goosen. 1997. Applications and properties of chitosan. Di dalam MFA. Goosen (ed). Applications of Chitin and Chitosan. Technomic Pub, Basel, p 3-30 8
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia Pustaka, Jakarta Ornum, J. 1992. Shrimp Waste Must it be Wasted? Infofish 6/92. Hal. 4851. Panji, M. 1999. Kualitas Fisika-Kimia Perairan dan Struktur Makrobenzoothos di Sungai Ciliwung. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Roussy et al. 2005. Treatment of inkcontaining waste water by coagulation/flocculation using biopolymers. Journal of Water SA 3: 375-378. SAENI, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidiksn Tinggi Pusat antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sandford, P. 1989. Chitosan: Commercial uses and potential applications. Di Dalam G. SkjakBraek, T. Anthonsen, P. Sandford (ed.). Chitin and Chitosan: Sources, Chemistry, Biochemistry, Physical Properties and Application. Elsevier, London Suptijah, P., E. Salamah, H. Sumaryanto, S. Purwaningsih dan J. Santoso. 1992. Pengaruh Berbagai Metode Isolalsi Kitin Udang Terhadap Mutunya. Laporan Penelitian. Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor. Sutrisno, C. T. dan E. Suciati. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. PT Bina Aksara. Jakarta. Tim Kimia Analitik Instrumen. 2009. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Wanatabe M dan Ushiyama T. 2002. Characteristic and effective applicationmof polimer coagulant [makalah pribadi]. Tokyo: Kurita Water Industries Ltd. Winarno, F.G. 1986. Air Untuk Industri Pangan. PT Gramedia. Jakarta. Winarno, F. G, S. Fardiaz, dan D, Fardiaz. 1973. Air Untuk Industri Pangan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta, IPB. Bogor.
9