FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN STRATEGI BISNIS PACET SEGAR CIANJUR DALAM OLAHAN VEGETABLE MIX Oleh : Ir. Endah Lisarini, SE., MM.* Suci Pelita, SP.**
RINGKASAN
Penelitian dilakukan untuk mendapatkan faktor-faktor Internal dan Eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman bagi Pacet Segar dan untuk merumuskan kebijakan strategi bisnis Pacet Segar dalam menjalankan usahanya. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Dari analisis Matriks IFE didapatkan faktorfaktor internal yang menjadi kekuatan bagi Pacet Segar adalah : Lokasi perusahaan, Mutu produk, Komunikasi yang terjalin antar pemilik & karyawan, Memiliki izin dari Dinas Perindustrian & Perdagangan, dan Dinas Kesehatan, Memiliki saluran disribusi, Penggunaan peralatan pengolahan, SDM yang memiliki keterampilan di bidangnya, Memiliki pelanggan tetap, Ketersediaan bahan baku, Hubungan baik antar pemasok bahan baku, Kompensasi gaji. Total bobot skor rata-rata EFE sebesar 2,41 sehingga posisi perusahaan Pacet Segar berada pada sel IV yaitu Growth and Build (hasil analisis matriks IE). Penggabungan hasil analisis IE dengan analisis SWOT didapatkan alternatif strategi yaitu : S-O, dilakukan dengan (1) perencanaan perluasan pasar (2) peningkatan Variant produk; S-T, dilakukan dengan (1) mempertahankan kualitas produksi dan (2) menjalin komunikasi yang baik; W-O, dilakukan dengan restrukturisasi organisasi; W-T, dilakukan melalui penguatan sistem manajemen perusahaan untuk mengatasi segala masalah yang ada di perusahaan. Kata kunci : Faktor internal, factor eksternal, strategi bisnis.
ABSTRACT
Research was done to get internal factor as strengths or weaknesess and external factor as opportunities or threat for formulating business strategy policy. Methods for processing and analizing data is descriptive analysis. From IFE Matrix analysis was known internal factors as Pacet Segar strengths : company location, quality of product, communication between employee and owner, there is a permission from Industrial and Trading Official and Health Duties, distribution channel, utilization of processing tools, skilled human resources, loyal customer, availability of raw maretial, good relationship among suppliers dan compensation. The average of weighted score total EFE was 2,41. From IE matrix was known that Pacet Segar position at 4’th cell or Growth and Buid Strategy. Merging of the IE matrix and SWOT analysis result strategy alternaties as follows : S-O was conducted by (1) planning of market extention, (2) increasing product variant; S-T was conducted by (1) maintaining product quality, create good communication; W-O was conducted by organizational restruction; W-T was conducted by strengthen company management in order to be against any companie’s problems. Keywords : internal, external factors, business strategy. *Dosen Fakultas Pertanian UNSUR **Alumni Fakultas Pertanian UNSUR
Faktor faktor yang mempengaruhi kebijakan strategi bisnis pacet segar Cianjur dalam olahan vegetable Mix
1
PENDAHULUAN Perubahan gaya hidup ke arah kembali ke alam berdampak pada pola mengkonsumsi sayuran di kalangan masyarakat Indonesia sekarang ini. Tambahan lagi kecenderungan konsumen menyukai produk-produk cepat saji mendorong produsen berupaya menjual produknya dalam kemasan siap saji. Permintaan yang besar akan sayuran organik yang dijual dengan kemasan siap saji memberikan peluang besar bagi para pengusaha sayur olahan seperti halnya vegetable mix. Vegetable Mix masih terbilang sedikit. Sayuran wortel, buncis dan jagung merupakan bahan baku dari pembuatan Vegetable Mix. Bahan baku yang dihitung dengan formulasi untuk 800gr Vegetable Mix memerlukan 35% wortel, 35% jagung dan 30% buncis (Novianti, 2012). Makin bertambahnya pengusaha di area hilir yang memproduksi aneka sayur olahan, menambah tingkat persaingan di antara mereka. Untuk memposisikan diri menjadi perusahaan yang unggul diperlukan strategi bersaing atau strategi bisnis yang tepat. Strategi bisnis secara fungsional berorientasi pada fungsi-fungsi kegiatan manajemen, misalnya strategi pemasaran, strategi produksi, strategi distribusi, strategi organisasi, dan strategi-strategi yang berhubungan dengan keuangan (Gunawan, 2010). Sementara Jauch (2000) menyebutkan bahwa srtategi bisnis disebut juga strategi bersaing, biasanya dikembangkan pada level divisi, dan menekankan pada perbaikan posisi persaingan produk atau jasa perusahaan dalam industri khusus atau segmen pasar yang dilayani oleh divisi tersebut. Guna mendapatkan rumusan strategi bisnis yang tepat, perusahan perlu mengevaluasi potensi perusahaan melalui analisis faktor internal dan faktor
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
eksternal. Manakah dari faktor internal yang menjadi faktor kekuatan atau kelemahan, dan manakah faktor eksternal yang merupakan peluang atau ancaman bagi perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang selanjutnya dapat digunakan untuk merumuskan strategi bisnis yang sesuai dengan kondisi perusahaan Pacet Segar penghasil sayur olahan (Vegetable Mix). METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Pacet Segar yang berlokasi di Kp Panyawean Rt 03/04 Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabuten Cianjur, Jawa Barat selama bulan Juni hingga September 2013. Objek penelitian adalah pemilik dan pengelola perusahaan Pacet Segar. Sampel penelitian berjumlah 5 orang, yaitu pemilik perusahaan, pengelola keuangan, karyawan produksi, karyawan pengemasan, dan karyawan pengangkutan. Responden ditentukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Variabel yang diteliti meliputi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman di Pacet Segar. Yang meliputi aspek organisasi, manajemen pemasaran, manajemen produksi dan manajemen keuangan. Setelah mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman maka dapat merumuskan kebijakan strategi pemasaran dan strategi bersaing untuk Pacet Segar. Analisis matrik IFE, EFE hingga IE (Rangkuti, 1997) digunakan untuk mengetahui factor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahan serta factor eksternal yang menjadi peluang atau ancaman bagi perusahaan. Untuk merumuskan strategi yang sesuai dengan kondisi Pacet segar,
2
analisis dilanjutkan dengan analysis (Rangkuti, 2001).
SWOT
HASIL DAN PEMBAHASAN Pacet Segar merupakan perusahaan perseorangan yang khusus bergerak pada kegiatan produksi dan pemasaran sayur-mayur. Pacet Segar pada awalnya menjual sebanyak 105 jenis sayuran yang dipasarkan ke swalayan seperti Carefour dan Hero hingga tahun 2000. Setelah itu sejak tahun 2000 hingga 2007 Pacet Segar menjadi pemasok lettuce dan tomat untuk Mc. Donald sejak awal tahun 2008 sampai akhir 2009. Omset penjualan Pacet Segar sekitar Rp. 700.000.000 – Rp. 800.000.000 pertahun, sehingga perusahaan ini masih tergolong usaha yang berskala kecil karena memiliki hasil penjualan pertahun yang masih kurang dari Rp. 1.000.000.000. hal tersebut sesuai dengan UU NO 9 tahun 1995 tentang kriteria perusahaan kecil. Pacet Segar memiliki karyawan sebanyak 14 orang, terdiri dari 6 orang karyawan pria dan 8 karyawan wanita yang semuanya merupakan tenaga kerja tetap. Karyawan tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu karyawan di bagian produksi dan karyawan di bagian pengemasan, dalam pembagian kerja karyawan paling banyak pada bagian produksi. Tabel 1. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Pacet Segar Tingkat PersenPendidikan Pria Wanita tase SD
0
5
35,71 %
SMP
5
2
50,00 %
SMA
1
1
14,29 %
6
8
100,00 %
Jumlah
Analisis Lingkungan Internal Lingkungan internal merupakan lingkungan yang ada di dalam suatu perusahaan yang akan memberikan dampak langsung terhadap kondisi perusahaan tersebut. Analisis lingkungan internal dilakukan untuk mengidentifikasi suatu keadaan internal perusahaan yang meliputi kekuatan dan kelemahan. Berdasarkan identifikasi lingkungan internal perusahaan, maka diperoleh beberapa faktor internal yang berupa kekuatan dan kelemahan perusahaan Pacet Segar. Faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan bagi Pacet Segar yaitu: 1. Kekuatan Lokasi perusahaan Mutu produk Komunikasi yang terjalin antar pemilik & karyawan Kepemilikan izin dari Dinas Perindustrian & Peragangan, dan Dinas Kesehatan Kepemilikan saluran distribusi Penggunaan peralatan pengolahan SDM yang memiliki keterampilan di bidangnya Kepemilikan pelanggan tetap Ketersediaan bahan baku Hubungan baik antar pemasok bahan baku Kompensasi Gaji 2. Kelemahan Keterbatasan modal Luas tempat produksi Struktur Organisasi Jumlah konsumen Menggunakan merek perusahaan lain Lokasi pemasaran Faktor internal yang menjadi pendukung perusahaan adalah Sumber daya manusia (sdm). SDM merupakan hal yang sangat penting,
Faktor faktor yang mempengaruhi kebijakan strategi bisnis pacet segar Cianjur dalam olahan vegetable Mix
3
karena manusialah yang menjalankan seluruh kegiatan usahanya. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan faktor yang sangat penting dalam kemajuan suatu perusahaan. Penguasaan proses produksi pembuatan Vegetable Mix merupakan hal yang sangat diperhatikan. Terkait mutu yang akan dihasilkan, dengan sumber daya manusia yang terampil inilah perusahaan Pacet Segar dapat menghasilkan produk yang berkualitas. Sedangkan Faktor internal yang menghambat, yaitu : 1. Jumlah konsumen Pacet Segar hanya memiliki satu konsumen saja yaitu perusahaan Wiguna Makmur, hal ini merupakan suatu faktor penghambat bagi kemajuan Pacet Segar, oleh karena itu belakangan ini perusahaan Pacet Segar berencana untuk bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan makanan siap saji, hal tersebut dilakukan untuk keberlangsungan dan kemajuan Pacet Segar untuk menjadi perusahaan yang lebih baik lagi. 2. Lokasi Pemasaran Jarak antara Pacet Segar dengan Wiguna Makmur cukup jauh dan menghabiskan waktu. Jarak yang harus di tempuh yaitu 2 sampai 3 jam, itupun jika tanpa adanya gangguan di perjalanan seperti macet, bocor ban, kendaraan mogok dan lain sebagainya. Hal tersebutlah yang merupakan salah satu penghambat keberlangsungan Pacet Segar. Analisis Lingkungan Eksternal Berdasarkan identifikasi lingkungan eksternal perusahaan, maka
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
diperoleh beberapa faktor eksternal yang berupa peluang dan ancaman bagi perusahaan Pacet Segar. Faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman bagi Pacet Segar yaitu: 1. Peluang Ketersediaan SDM Adanya permintaan terhadap produk dari perusahaan lain Perluasan Pasar Ketersediaan bahan baku Perkembangan teknologi Gaya hidup 2. Ancaman Persaingan dengan perusahaan lain Tidak terpenuhinya bahan baku Pemutusan kontrak Sepihak Faktor Eksternal Sebagai Pendukung Pacet Segar, yaitu : 1. Adanya permintaan terhadap produk dari perusahaan lain, Western Restaurant, Obonk Steak and Ribs merupakan perusahaan yang bergerak di bidang makanan siap saji. Perusahaan tersebut mengajak Pacet Segar bekerja sama dengan perusahaannya untuk memasok Vegetable Mix (Gambar 1) sebagai bahan bakunya. Hal tersebut merupakan peluang bagi Pacet Segar untuk terus mengembangkan usahanya.
Gambar 1. Vegetable mix produksi Pavet Segar 4
2. Perkembangan Teknologi yang begitu pesat sangat berdampak baik bagi perusahaan, salah satu penggunaan teknologi yang bisa digunakan oleh Pacet Segar yaitu Pemasaran dengan menggunakan internet. Pacet Segar bisa berjualan secara online, karena di jaman sekarang ini banyak sekali perusahaan yang bergerak di bidang apapun memasarkan dan mencari konsumen melalui berjualan secara online. Sedangkan Faktor Eksternal yang menghambat perusahaan adalah pemutusan kontrak secara sepihak yang merupakan ancaman bagi Pacet Segar, karena jika pihak Wiguna Makmur memutuskan kontrak dengan Pacet Segar maka pihak perusahaan Pacet Segar terancam bangkrut. Dari matriks IFE (Tabel 2) dapat dilihat skor faktor-faktor internal dari skor tertinggi hingga terendah yang menunjukkan makin kuat atau lemahnya faktor internal. Tabel 2. Analisis Matriks IFE Pacet Segar Faktor-Faktor Internal
Rating Rata-Rata Bobot Rata-Rata Skor Pemobotan Kekuatan Lokasi Perusahaan 4.0 0.06 0.25 Mutu Produk 3.8 0.06 0.23 Komuniasi Yang Terjalin Antar Pemilik & Karyawan 4.0 0.06 0.25 Memliki Izin Dari Dinas Perdagangan dan Dinas Kesehatan 4.0 0.06 0.23 Memiliki Saluran Disribusi 4.0 0.06 0.23 Penggunaan Peralatan Pengolahan 3.0 0.06 0.18 SDM Yang Memiliki Keterampilan Dibidangnya 3.8 0.06 0.22 Memiliki Pelanggan Tetap 4.0 0.06 0.22 Ketersediaan Bahan Baku 3.8 0.08 0.31 Hubungan Baik Antar Pemasok Bahan Baku 4.0 0.04 0.17 Kompensasi Gaji 4.0 0.05 0.21 Jumlah 2.51
Sementara untuk mengetahui kuat lemahnya faktor eksternal sebagai peluang atau ancaman bagi Pacet Segar dapat dilihat pada analisis matriks EFE (Tabel 3). Makin tinggi skor makin menunjukkan peluang, sedangkan makin kecil skor makin menunjukkan sebagai faktor ancaman. Tabel 3. Analisis Matriks EFE Pacet Segar Faktor-Faktor Eksternal
Rating Rata-Rata Bobot Rata-RataSkor Pembobotan Peluang
Ketersediaan SDM Adanya Permintaan Terhadap Produk Dari Perusahaan Lain Perluasan Pasar Ketersediaan Bahan Baku Perkembangan Teknologi Jumlah Ancaman Persaingan Dengan Perusahaan Lain Tidak Terpenuhinya Bahan Baku Pemutusan Kontrak Sepihak Jumlah Jumlah Skor Peluang dan Ancman
3.0 2.6 2.8 2.4 2.2
0.12 0.17 0.14 0.13 0.11
0.36 0.44 0.39 0.31 0.24 1.75
2.6 2.0 1.2
0.11 0.13 0.09 1
0.29 0.26 0.11 0.66 2.41
Posisi perusahaan Pacet Segar dapat diketahui dari matriks IE (Gambar 1) yang diturunkan dari matriks IFE dan EFE. Pacet Segar berada di sel IV yang berarti pada area dengan strategi Tumbuh dan Kembangkan (Grow and Buid).
Kelemahan Keterbatasan Modal Lokasi Produksi Struktur Organisasi Jumlah Konsumen Menggunakan Merk Perusahaan Lain Lokasi Pemasaran Organisasi Jumlah Total Skor Kekuatan Dan Kelemahan
2.0 1.8 1.8 2.0 1.8 2.0 1.8
0.05 0.05 0.05 0.03 0.06 0.05 0.06
0.11 0.09 0.09 0.06 0.10 0.10 0.10
0.65 1
3.16
Gambar 2. Matriks IE Pacet Segar. Sumber : Data primer diolah, 2013 Analisis matriks SWOT menggunakan data yang telah diperoleh dari matriks IFE dan EFE. Empat strategi utama yang disarankan yaitu S-O
Faktor faktor yang mempengaruhi kebijakan strategi bisnis pacet segar Cianjur dalam olahan vegetable Mix
5
(Strength and Opportunites), W-O (Weakness and Opportunites), S-T (Strength and Threats), dan W-T (Weakness and Threats) berikut ini (Gambar 2). 1. Strategi S-O (Agresif) a. Memperluas Pemasaran b. Meningkatkan variant produk 2. Strategi W-O (Turn Around) a. Melaksanakan restrukturisasi organisasi
KEKUATAN (Strengts) Lokasi perusahaan Mutu produk Komunikasi yang terjalin antar pemilik & karyawan Memiliki izin dari Dinas Perindustrian & Peragangan, dan Dinas Kesehatan Memiliki saluran distribusi Penggunaan peralatan pengolahan SDM yang memiliki keterampilan dibidangnya Memiliki pelanggan tetap Ketersediaan bahan baku Hubungan baik antar pemasok bahan baku Konfensasi Gaji
ANALISIS INTERNAL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
ANALISIS EKSTERNAL
8. 9. 10. 11.
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3.
3. Strategi S-T (Defensif) a. Mempertahankan kualitas produksi b. Menjalin komunikasi yang baik 4. Strategi W-T (Diversivication) a. Menguatkan sistem manajemen perusahaan untuk dapat mengatasi segala masalah yang ada di perusahaan.
KELEMAHAN (Weakness) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Keterbatasan modal Lokasi produksi Struktur Organisasi Mitra Usaha Menggunakan merk perusahaan lain Lokasi pemasaran Organisasi
PELUANG (Opportunities) Ketersediaan SDM Adanya permintaan terhadap produk dari perusahaan lain Perluasan Pasar Ketersediaan bahan baku Perkembangan teknologi
STRATEGI S-O (Agresif) 1. Melakukan perencanaan perluasan pasar (S1, S2, S3, S5, S6, S7, S8, S9, S1O, O1,O2,O3,O4,O5) 2. Meningkatkan kualitas produk (S1, S2, S6, S7, S9, O1)
STRATEGI W-O(Turn around) 1. Melaksanakan restrukturisasi organisasi (W3, W7, O1)
ANCAMAN (Threats) Persaingan dengan perusahaan lain Tidak terpenuhinya bahan baku Pemutusan kontrak Sepihak
STRATEGI S-T(Defensif) 1. Mempertahankan kualitas produksi (S2 S6, S7, S9) 2. Menjalin komunikasi yang baik (S3, S10)
STRATEGI W-T(Diversifikasi) 1. Menguatkan sistem manajemen perusahaan untuk dapat mengatasi segala masalah yang ada di perusahaan (W1, W2, W2, W4, W5, W6, W7, T1, T2, T3)
Gambar 3 . Hasil analisis SWOT Pacet Segar Sumber : Data primer diolah, 2013.
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
6
KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan bagi Pacet Segar adalah : (1) Lokasi perusahaan, (2) Mutu produk, (3) Komunikasi yang terjalin antar pemilik & karyawan, (4) Memliki izin dari Dinas Perindustrian & Perdagangan, dan Dinas Kesehatan, (5) Memiliki saluran disribusi, (6) Penggunaan peralatan pengolahan, (7) SDM yang memiliki keterampilan di bidangnya, (8) Memiliki pelanggan tetap, (9) Ketersediaan bahan baku, (10) Hubungan baik antar pemasok bahan baku, (11) Kompensasi gaji. Sedangkan faktor-faktor internal yang menjadi kelemahan bagi Pacet Segar adalah : (1) Keterbatasan modal, (2) Lokasi produksi, (3) Struktur organisasi, (4) Jumah konsumen, (5) Menggunakan merk perusahaan lain, (6) Lokasi pemasaran, (7) Organisasi. 2. Faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang bagi Pacet Segar adalah : (1) Adanya permintaan terhadap produk dari perusahaan lain, (2) Perluasan pasar, (3) ketersediaan bahan baku, (4) perkembangan teknologi. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang menjadi ancaman bagi Pacet Segar adalah : (1) Persaingan dengan perusahaan lain, (2) tidak terpenuhinya bahan baku, (3) Pemutusan kontrak sepihak. 3. Pacet Segar berada pada kuadran IV (tumbuh dan kembangkan) yaitu memiliki kemampuan Internal yang kuat dan Eksternal yang sedang. Perusahaan seperti ini paling baik dikendalikan dengan strategi tumbuh dan kembangkan
(Grow and Build). Strategi yang dapat ditetapkan adalah strategi agresif yang meliputi penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk. Penetrasi pasar yaitu mencari pangsa pasar yang lebih besar dari produk yang sudah ada saat ini melalui usaha pemasaran yang lebih gencar. Pengembangan produk yaitu mencoba meningkatkan kualitas dan penjualan produk yang sudah ada. DAFTAR PUSTAKA Gunawan, Adisaputro. 2010. Manajemen Pemasaran Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta. Jauch, Lawrence R. dan William F. 1998, Manajemen Strategis dan KebijakanPerusahaan. Cetakan keenam. Airlangga. Jakarta . Novianti, 2012. Sayuran Olahan. C.V. Bunga Bangsa. Bekasi. Rangkuti, Freddy. 1997. Matriks IFEEFE, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rangkuti, Freddy. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. CV. Alfabeta . Bandung.
Faktor faktor yang mempengaruhi kebijakan strategi bisnis pacet segar Cianjur dalam olahan vegetable Mix
7
Upaya Penemuan Media Alternatif Perbanyakan Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium R.) secara Kultur Jaringan Yuliani, S.P., M.Si. * Leston Erwin S. , SP. **
RINGKASAN
Upaya penemuan media alternatif perbanyakan tanaman krisan dilakukan untuk mencari jenis dan komposisi media tanam yang tepat, murah dan mudah didapat. Hal ini dilakukan karena ketergantungan para petani kultur jaringan terhadap bahan kimia pure analisis maupun teknis yang berasal dari luar negeri (komposisi Murashige and Skoog “MS” dan komposisi media lainnya). Penelitian ini untuk mencari media alternatif dengan menggunakan pupuk majemuk lengkap dan bahan organik.Rancangan percobaan yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap menggunakan 12 jenis media percobaan, 4 ulangan dengan objek perlakuan subkultur tanaman krisan pada berbagai komposisi media perlakuan dengan media kontrol (½ MS + 0,1 ppm IAA tanpa air kelapa) dan media alternatif baru (Growmore Netral dan Gandasil D) dengan penambahan konsentrasi air kelapa yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan : untuk parameter tinggi tunas, jumlah daun, panjang akar dan bobot basah, yang terbaik adalah media 1,5 gram Growmore Netral + 0,1 ppm IAA + 200 ml air kelapa. Sedangkan parameter waktu tumbuhnya tunas yang terbaik adalah media ½ MS + 0, 1 ppm IAA + 100 ml air kelapa. Kata kunci: Krisan, Media alternatif, Kultur jaringan
ABSTRACT
Alternative media discovery efforts chrysanthemum plant propagation is performed to find the type and composition of appropriate planting medium, cheap and easy to obtain.This research is done because of the dependence of farmers on the tissue culture of pure chemicals analysis and technical that comes from abroad. The design of the experiments conducted is completely randomized design using 12 types of media experiment, 4 replicates objects treated with chrysanthemum subculture in various media compositions treatment with control media (½ MS + 0, 1 ppm IAA + without coconut water) and new alternative media (Growmore Neutral and Gandasil D) with the addition of different concentrations of coconut water. The results showed: for high parameters of shoots, number of leaves, root length and fresh weight, the best thing is the media 1,5 gram Growmore Netral + 0,1 ppm IAA + 200 ml coconut water. While the timing parameters of the best shoots are the media ½ MS + 0, 1 ppm IAA + 100 ml coconut water. Keywords : Chrysanthemum, Alternative media, Tissue culture * Dosen Faperta UNSUR **Alumni Faperta UNSUR
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
8
PENDAHULUAN Latar Belakang Krisan (Chrysanthemum morifolium R.) merupakan salah satu tanaman hias yang sangat populer di Indonesia.Perbanyakan bunga krisan secara generatif jarang dilakukan karena sulit dan bersifat heterozigot (keturunan dari biji tidak sama dengan induknya). Selain itu, perbanyakan secara generatif membutuhkan waktu lama dan penanganan khusus. (Nugroho dan Sugito, 2001) Perbanyakan krisan secara vegetatif biasanya melalui setek pucuk, anakan dan kultur jaringan.Perbanyakan krisan secara kultur jaringan dapat menghemat waktu dan dapat diperoleh jumlah bibit krisan banyak. Selain itu, kelebihan kultur meristem yang mampu menghasilkan bibit tanaman identik dengan induknya. Mengingat tingginya biaya awal kultur jaringan dan biaya pengadaan bahan kimia untuk suplai unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, serta sulitnya memperoleh beberapa bahan kimia makro dan mikro, maka perlu dilakukan penelitian mengenai upaya penemuan media alternatif pengganti media dasar ½ MS untuk perbanyakan tanaman krisan dan nantinya dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan pemanfaatan media alternatif tersebut guna memperkecil biaya produksi. (Gunawan, L.W., 1988) Pupuk Growmore Netral memiliki kandungan N:P:K yang seimbang ditambah berbagai unsur dengan jumlah mencapai 20 jenis kandungan kimia. Untuk jenis Gandasil D merupakan pupuk mejemuk lengkap yang sering diaplikasikan untuk mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga sangat tepat
digunakan untuk perbayakan tunas krisan pada konsentrasi yang sesuai. Sedangkan air kelapa yang merupakan senyawa organik lengkap yang mengandung berbagai nutrisi penting (terdapat 23 jenis komposisi kandungan pada air kelapa muda) untuk pertumbuhan kultur diharapkan akan membantu proses pertumbuhan kultur krisan pada konsentrasi yang sesuai. (Yusnida, dkk., 2006) Tujuan Adapun tujuan dilaksanakannya kegiatan penelitian ini adalah: 1. Menemukan jenis komposisi media selain ½ MS sebagai media alternatif baru dari pupuk majemuk lengkap (Growmore Netral dan Gandasil D) untuk kultur jaringan krisan . 2. Mengetahui respon dan pengaruh berbagai media alternatif yang dicobakan dalam pembentukan tunas, akar, daun, bobot basah tanaman krisan secara kultur jaringan dengan penambahan air kelapa dengan konsentrasi berbeda pada pertumbuhan planlet krisan. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Surya Kancana Cianjur Alat dan Bahan Alat yang digunakan : botol kultur, gelas ukur, pipet ukur, petridish, erlenmeyeralat diseksi (pinset, scalpel, gunting), laminar air flow cabinet (LAFC), pH meter/pH indikator, timbangan analitik, hot plate and magnetik strirer/penggojok, autoclave, oven, handsprayer, alat ukur, fasilitas
Upaya Penemuan Media Alternatif Perbanyakan Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium R.) secara Kultur Jaringan
9
pendukung Lab. Kutur Jaringan lainnya. Adapun bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah: eksplan krisan, komposisi media tanam (Murashige and Skoog), pupuk majemuk netral (Growmore 20:20:20 dan Gandasil D 20:15:15), ZPT (indole asetat acid - IAA), KOH dan HCl, air kelapa muda, gula dan agar, air dan aquades steril. Pelaksanaan Penelitian Adapun metode palaksanaan penelitian mengacu pada langkah kerja sebagai berikut: a. Penyiapan alat dan bahan b. Pembuatan media perlakuan c. Penanamankultur/sub kultur d. Pengamatan e. Analisis dan pengolahan data
J= K= L=
IAA 1,5 g Gandasil D + 0,1 ppm IAA + 100 ml/ltr air kelapa 1,5 g Gandasil D + 0,1 ppm IAA + 150 ml/ltr air kelapa 1,5 g Gandasil D + 0,1 ppm IAA + 200 ml/ltr air kelapa
Variabel yang Diukur : Tinggi tunas, jumlah ruas daun, panjang akar, bobot basah, dan lama/waktu pertumbuhan tunas. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tunas Krisan Data pertambahan tinggi tunas krisan (minggu 1, 2, 3 dan 4) dapat dilihat pada tabel 1 berikut : Tabel 1 . Rata-rata tinggi tunas krisan
Rancangan Percobaan Penelitian yang dilakukan menggunakan metode percobaan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 12 perlakuan media dan 4 kali pengulangan, yaitu : A= B= C= D= E= F= G= H= I =
½ MS +0,1 ppm IAA (sebagai kontrol) ½ MS + 0,1 ppm IAA + 100 ml air kelapa ½ MS + 0,1 ppm IAA + 150 ml air kelapa ½MS + 0,1 ppm IAA + 200 ml air kelapa 1,5 g Growmore + 0,1 ppm IAA 1,5 g Growmore + 0,1 ppm IAA + 100 ml/ltr air kelapa 1,5 g Growmore + 0,1 ppm IAA + 150 ml/ltr air kelapa 1,5 g Growmore + 0,1 ppm IAA + 200 ml/ltr air kelapa 1,5 g Gandasil D + 0,1 ppm
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
Berdasarkan data diatas dan hasil analisis of variance (anova) dapat diketahui bahwa pemberian air kelapa berpengaruh meningkatkan tinggi tunas terhadap media dasar ½ MS, media dasar Growmore dan Gandasil D dengan kombinasi media terbaik adalah media H = Growmore + 0,1 ppm IAA + 200 ml air kelapa dengan tinggi rata-rata 5,23 cm yang berbeda 10
nyata terhadap media A = ½ MS + 0,1 ppm IAA (kontrol) dengan tinggi ratarata 1,2 cm. Air kelapa adalah salah satu bahah alami, didalamnya terkandung hormon seperti sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberelin sedikit sekali serta senyawa lain yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan tunas (Morel, 1974 dalam Yusnida, dkk., 2006) 2. Jumlah ruas daun krisan Berdasarkan data pertambahan ruas daun/nodus krisan, maka didapat hasil rata-rata jumlah ruas daun atau nodus krisan hingga pengamatan minggu ke 4 dapat dilihat di tabel 2. Media yang terbaik untuk pertumbuhan ruas daun atau nodus pada minggu ke 4 adalah media B = ½ MS + 0,1 ppm IAA + 100 ml air kelapa dengan jumlah ruas daun ratarata 6,5 yang berbeda nyata terhadap kontrol (media A = ½ MS + 0,1 ppm IAA) dengan jumlah rata-rata ruas daun 3,5. Media yang terbaik untuk pertumbuhan ruas daun atau nodus pada minggu ke 4 adalah media B = ½ MS + 0,1 ppm IAA + 100 ml air kelapa dengan jumlah ruas daun ratarata 6,5 yang berbeda nyata terhadap kontrol (media A = ½ MS + 0,1 ppm IAA) dengan jumlah rata-rata ruas daun 3,5.
Tabel 2 . Jumlah ruas daun atau nodus
Perlakuan Media A B C D E F G H I J K L
Rata-rata jumlah daun/nodus I
II
III
IV
0.50a 2.25b 2.25b 1.25ab 1.75ab 1.50ab 2.25b 2.25b 1.00ab 1.00ab 1.00ab 1.00ab
1.25a 3.75bc 4.50bc 3.00bc 2.75b 3.50bc 3.75bc 4.75c 1.25ab 3.25bc 1.25ab 2.00ab
2.00a 6.00c 6.00c 5.25bc 4.25bc 4.75bc 5.25bc 5.25bc 3.00ab 3.75ab 3.50b 2.75ab
3,5a 6,5c 6,0bc 5,3b 4,8ab 5,5bc 6,0bc 6,0bc 4,8ab 5,0ab 3,8ab 4,0ab
3. Panjang Akar Planlet Krisan Dari hasil penelitian rata-rata panjang akar yang tumbuh pada tanaman krisan dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Rata-rata panjang akhir akar planlet krisan Perlakukan Media
Ratarata (cm)
A = ½ MS + 0,1 ppm IAA (Kontrol) B = ½ MS + 0,1 ppm IAA + 100 ml Air Kelapa C = ½ MS + 0,1 ppm IAA + 150 ml Air Kelapa D = ½ MS + 0,1 ppm IAA + 200 ml Air Kelapa
0,9a
E = Growmore + 0,1 ppm IAA F = Growmore + 0,1 ppm IAA + 100 ml Air Kelapa G = Growmore + 0,1 ppm IAA + 150 ml Air Kelapa H = Growmore + 0,1 ppm IAA + 200 ml Air Kelapa
1,2ab
I = Gandasil D + 0,1 ppm IAA J = Gandasil D + 0,1 ppm IAA + 100 ml Air Kelapa K = Gandasil D + 0,1 ppm IAA + 150 ml Air Kelapa L = Gandasil D + 0,1 ppm IAA + 200 ml Air Kelapa
1,6ab
4,4bc 4,3bc 4,5bc
3,0b 4,4bc 4,7bc
1,9ab 2,0ab 1,8ab
Berdasarkan data dari tabel 3 maka dapat diketahui terjadi pengaruh
Upaya Penemuan Media Alternatif Perbanyakan Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium R.) secara Kultur Jaringan
11
yang signifikan berhadap beberapa jenis media, dimana jenis media H= Growmore + 0,1 ppm + 200 ml air kelapa dengan panjang rata-rata 4,7 cm merupakan media terbaik dalam penumbuhan akar yang terpanjang. Sedangkan media kontrol hanya mampu menumbuhkan panjang akar mencapai 0,9 cm. Panjang akar akan berkaitan dengan jumlah akar. 4. Bobot basah atau bobot segar Hasil pengamatan rata-rata bobot segar pada krisan yang sedang mengalami proses pendewasaan kultur pada minggu akhir dapat dilihat pada tabel 4. Dari tabel 4 menunjukkan bahwa terjadi pengaruh signifikan terhadap masing-masing perlakuan. Adapun media terbaik untuk menghasilkan krisan dengan bobot segar tertinggi adalah media H=Growmore + 0,1 ppm + 200 ml air kelapa.
Gb.1. Pengeluaran dari dalam botol kultur untuk pengamatan terakhir
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
Tabel 4 . Rata-rata bobot basah dan bobot kering krisan Perlakuan Media
Rerata Bobot basah (g)
A = ½ MS + 0,1 ppm IAA (Kontrol) B = ½ MS + 0,1 ppm IAA + 100 ml Air Kelapa C = ½ MS + 0,1 ppm IAA + 150 ml Air Kelapa D = ½ MS + 0,1 ppm IAA + 200 ml Air Kelapa
0,1630a
E = Growmore + 0,1 ppm IAA F = Growmore + 0,1 ppm IAA + 100 ml Air Kelapa G = Growmore + 0,1 ppm IAA + 150 ml Air Kelapa H = Growmore + 0,1 ppm IAA + 200 ml Air Kelapa
0,3000ab
I = Gandasil D + 0,1 ppm IAA J = Gandasil D + 0,1 ppm IAA + 100 ml Air Kelapa K = Gandasil D + 0,1 ppm IAA + 150 ml Air Kelapa L = Gandasil D + 0,1 ppm IAA + 200 ml Air Kelapa
0,2350ab
0,5400bc 0,5380bc 0,4380b
0,3800ab 0,4780bc 0,6250bc
0,2450ab 0,3550ab 0,4500b
5. Waktu/ lama tumbuhnya nodus Pengamatan ini dilakukan setiap hari hingga seluruh tunas tumbuh pada hasil percobaan subkultur, bertujuan untuk mengetahui kapan/berapa hari tumbuh tunas setelah tanam, sehingga didapat data waktu/lama tumbuhnya nodus dalam bentuk grafik seperti pada gambar 2. Media B= ½ MS + 0,1 ppm IAA + 100 ml air kelapa merupakan jenis media tercepat menumbuhkan tunas (4 hari). Sedangkan media yang paling lama menumbuhkan tunas adalah kontrol atau media ½ MS +0,1 ppm IAA tanpa penambahan air kelapa dengan lama unur tumbuhnya tunas adalah pada 7 hari setelah tanam.
12
Penggunaan air kelapa dalam media kultur anggek telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Katuuk (2000) dalam Yusnida (2006) menyatakan bahwa pemberian 250ml/l air kelapa menunjukkan waktu yang paling cepat dalam perkecambahan biji anggek macan (Gammatohyllum scriptum). KESIMPULAN
Gambar 2. Grafik waktu tumbuh nodus Air kelapa adalah salah satu bahah alami, didalamnya terkandung hormon seperti sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberelin sedikit sekali serta senyawa lain yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan (Morel, 1974 didalam Yusnida, dkk., 2006)
Gb.3. Pertumbuhan planlet krisan pada beberapa kombinasi air kelapa dengan beberapa media dasar
Dari hasil kegiatan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Melalui kegiatan penelitian ini ditemukan jenis media alternatif terbaik dari 12 perlakuan untuk media kultur jaringan krisan menggunakan media: 1,5 gr Growmore Netral + 0,1 ppm IAA + 200 ml air kelapa untuk hasil pengamatan parameter tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar dan bobot basah. Sedangkan parameter jumlah ruas/daun dan waktu tumbuhnya tunas media terbaik adalah media: ½ MS + 0, 1 ppm IAA + 100 ml air kelapa. 2. Penambahan air kelapa 100 200 ml pada 1 liter media kultur jaringan krisan untuk parameter tinggi nodus, jumlah ruas daun, jumlah akar, panjang akar dan bobot basah serta lama tumbuhnya tunas atau nodus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Dimana media alternatif : 1,5 gr Growmore Netral + 0,1 ppm IAA + 200 ml air kelapa, menghasilkan tunas tertinggi mencapai 5,25 cm, jumlah daun terbanyak mencapai 6,75, jumlah akar 11, panjang akar 4,7 cm dan bobot basah tertinggi mencapai
Upaya Penemuan Media Alternatif Perbanyakan Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium R.) secara Kultur Jaringan
13
0,625 gam. Sedangkan media ½ MS + 0, 1 ppm IAA + 100 ml air kelapa menghasilkan ruas daun tertinggi 6,5 dan pertumbuhan tunas tercepat (4 hari setelah tanam). Media tersebut memegang peran penting dalam menghasilkan jumlah nodus atau daun terbanyak dan waktu tumbuh tunas tercepat, namun tidak berbeda nyata dengan media alternatif yang ditemukan yaitu media 1,5 gr Growmore Netral + 0,1 ppm IAA + 200 ml air kelapa.
Secara Efisien. Pustaka. Bogor.
Agromedia
DAFTAR PUSTAKA Gunawan, L.W., 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nugroho dan Sugito. 2001. Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya. Jakarta. Raharja,
1998. Kultur Jaringan Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penebar Swadaya. Jakarta Publishers.
Yusnida, Wan Syafii dan Sutrisna. 2006. Pengaruh pemberian giberelin (ga3) dan air kelapa Terhadap perkecambahan bahan biji anggek bulan (Phalaenopsis amabilis bl) secara in vitro. UNRI. 28293. Riau Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
14
USAHA MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KEDELAI VARIETAS ANJASMORO Anjasmoro(Glycine max. (L.) Merril) MELALUI PEMBERIAN PUPUK HAYATI Oleh : Widya Sari, SP., MP* Refi Abdi Zabari, SP**
RINGKASAN
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai khususnya Varietas Anjasmoro Anjasmoro ialah dengan memanfaatkan pupuk hayati dalam bentuk inokulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis inokulan pupuk hayati yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai khususnya Varietas Anjasmoro Anjasmoro pada lahan bekas penanaman padi sawah di daerah Cianjur. Perlakuan pada penelitian ini yaitu Lahan diberi kapur tanpa inokulasi bakteri (R1), Lahan tanpa kapur, dan biji kedelai diinokulasi bakteri (R2), Lahan diberi kapur dan biji kedelai diinokulasi bakteri (R3), Lahan ditabur dengan tanah bekas tanam kedelai, diberi kapur serta biji tidak diinokulasi bakteri (R4). Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan lahan ditaburi dengan tanah bekas tanam kedelai, dan diberi kapur serta biji tidak diinokulasi (R4) memberikan respon yang tertinggi untuk setiap parameter pengamatan dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kata kunci : kedelai, pupuk hayati, bakteri bintil akar, bakteri endofit.
ABSTRACT
One of method that can increase the growth and productivity of soybean Anjasmoro varieties especially are using biological fertilizers in the form of inoculan.. The purpose of this research is to find the type of biofertilizer inoculant that can be increase growth and productivity of soybean especially Anjasmoro varieties in the ex-planting rice field Cianjur area. The experiment in this research are land of block sprinkled with agricultural lime without bacterial inoculation (R1), land of block sprinkled without agricultural lime, and soy beans inoculated bacteria (R2), land of block sprinkled with agricultural lime and soy beans inoculated bacteria (R3), land of block sprinkled with former ground soybean planting, agricultural lime and without bacteria inoculation on seed (R4). The results showed that the experiment of land of block sprinkled with former ground soybean planting, agricultural lime and without bacteria inoculation on seed (R4) gives the highest response for every observation parameters compared with other experiment. Keywords : soybean, biofertilizer, root nodule bacteria, endophyt bacteria. * Dosen Fakultas Pertanian UNSUR **Alumni Fakultas Pertanian UNSUR
Usaha meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai varietas Anjasmoro(Glycine max. (L.) Merril) melalui pemberian pupuk hayati
15
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L) Merril) merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat untuk berbagai keperluan, antara lain untuk konsumsi manusia, makanan ternak, dan untuk bahan baku industri. Di Indonesia penggunaan kacang kedelai masih terbatas sebagai bahan makanan manusia dan ternak (Cahyadi, 2012). Indonesia merupakan Negara pertanian (Agraris), seharusnya Indonesia sudah biasa mencukupi kebutuhan kedelai dalam Negeri bahkan untuk mengekspor, nyatanya Indonesia merupakan Negara pengimpor kedelai. Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengakui kebutuhan kedelai di Indonesia masih mengandalkan dari impor sebesar 60%. Pasalnya produksi dalam negeri yang hanya memasok 800,000 ton dari kebutuhan hingga 3 juta ton per tahun (Dhany, 2012). Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan di tingkat nasional, khususnya ketersediaan bahan pangan kedelai, diperlukan upaya yang sangat serius untuk meningkatkan produksinya dan tentunya harus diprogramkan secara teliti, terencana, berjangka panjang, dan tepat sasaran. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan produksi dalam negeri secara bertahap agar pemenuhan kebutuhan kedelai melalui impor bisa dikurangi atau hanya dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri benar-benar tidak dapat dipenuhi (Adisarwanto, 2008). Selanjutnya menurut Adisarwanto (2008), penerapan pola tanam memegang peranan yang sangat penting dalam penanaman kedelai
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
terlebih semakin sempitnya lahan pertanian yang tersedia. Di lahan sawah irigasi teknis, pola tanam yang paling dominan dilaksanakan adalah padipadi-kedelai, di lahan sawah semi teknis adalah padi-kedelai-palawija lain atau padi-kedelai-kedelai, sedangkan untuk sawah tadah hujan adalah kedelai-padi-jagung. Dimana pola tanam tersebut perlu diperhatikan oleh petani. Dengan ini upaya meningkatkan hasil tanaman kedelai dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi budidaya yang antara lain dengan beberapa pemberian perlakuan pupuk hayati seperti bakteri penambat N (nitrogen) yang berpotensial untuk meningkatkan kesuburan tanah dan bakteri Endofitik. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian perlakuan tersebut. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan pasca padi sawah di Kp. Sedong Kulon Desa Bojong Herang Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur pada bulan Agustus s/d Desember 2012. Tempat pelaksanaan penelitian berada pada ketinggian 500 m dpl. Bahan Dan Alat 1). Bahan yang akan digunakan meliputi: a. Benih kedelai Varietas Anjasmoro b. Inokulan bakteri penambat nitrogen dan bakteri endofitik c. Mulsa jerami padi d. Kapur pertanian e. Tanah bekas penanaman kedelai 16
2). Peralatan yang dipakai: - Cangkul / sekop - Penugal - Label petak - pH meter percobaan - Oven desikator - Meteran - Arit / pisau - Handsprayer
- Timbangan analitik - Gembor
- Tali rapia
- Plastik
Perancangan Penelitian Perlakuan yang diuji adalah sebagai berikut: 1) Lahan diberi kapur tanpa inokulasi (A1) 2) Lahan tanpa kapur, dan biji kedelai diinokulasi (A2) 3) Lahan diberi kapur dan biji kedelai diinokulasi (A3) 4) Lahan ditabur dengan tanah bekas tanam kedelai, dan diberi kapur serta biji tidak diinokulasi (A4) Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan sebagai kelompok dan 4 perlakuan. Setiap unit perlakuan terdapat 9 sampel tanaman. Adapun kombinasi perlakuannya seperti yang dijelaskan dalam tabel 1.
Tabel 1. penelitian Lambang
A1
A2
A3
A4
Kombinasi
perlakuan
Perlakuan Kedelai Varietas Anjasmoro tidak diinokulasi dengan pupuk hayati di tanam dilahan yang diberi kapur Kedelai Varietas Anjasmoro yang diinokulasi dengan pupuk hayati dan ditanam di lahan tanpa kapur Kedelai Varietas Anjasmoro yang diinokulasi dengan pupuk hayati dan ditanam di lahan yang diberi kapur Kedelai Varietas Anjasmoro yang tidak diinokulasi dengan pupuk hayati, ditanam di lahan yang ditabur dengan tanah bekas tanam kedelai, dan diberi kapur
Penempatan perlakuan pada tempat percobaan sebagaimana dijelaskan dalam tabel 2.
Usaha meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai varietas Anjasmoro(Glycine max. (L.) Merril) melalui pemberian pupuk hayati
17
Tabel 2. Tata letak perlakuan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
A1 3
A2 2
A3 2
A2 3
A3 1
A4 2
A4 1
A1 1
A2 1
A3 3
A4 3
A1 2
Pelaksanaan penelitian Lahan tempat penelitian dipersiapkan terlebih dahulu dengan tindakan-tindakan berikut: 1) Tanah diolah ringan dengan dicangkul sedalam 15 – 20 cm dan dibalikkan, 2) Pembuatan bedengan pertanaman sesuai dengan denah percobaan. Jarak antar petak besar dalam baris 30 cm, jarak antar petak besar dalam kolom 40 cm, jarak antar plot dalam petak adalah jarak tanam kedelai yaitu 20 x 20 cm2, sehingga luas petak adalah 1,40 x 0,30 m2. Total luas lahan percobaan 4,50 x 2,38 m2. 3) Dilakukan pemupukan dasar dengan pupuk kandang satu kg/m2 sebelum penanaman. 4) Pemberian label / etiket sesuai denah penempatan perlakuan. 5) Pemberian masing-masing perlakuan menurut label percobaan.
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
6) Pemberian kapur dilakukan dua minggu sebelum penanaman sebanyak 0,03 kg/m2 pada petak A1, A3 dan A4 dengan cara disebar merata, lalu dicangkul merata. 7) Penaburan tanah bekas penanaman kedelai sebanyak 0,05 kg/m2 bagi petak dengan perlakuan A4 saja. 8) Sebelum biji kedelai ditanam, untuk A2 dan A3 biji diinokulasi terlebih dahulu dengan inokulan Rhizobium sp sebanyak 7 g/kg biji. 9) Penanaman benih kedelai Varietas Anjasmoro dengan cara tugal sedalam 3 cm, setiap lubang tanam diberi 2 biji kedelai kemudian ditutup dengan tanah tipis. 10) Selanjutnya dilakukan penutupan dengan mulsa jerami padi secara merata pada semua petak setebal 5 cm. Sebelum lahan siap ditanami, masing-masing petak besar diberi perlakuan menurut label percobaan. Pemberian kapur dilakukan dua minggu sebelum penanaman sebanyak 45 g/petak kecil, pada petak dengan perlakuan A1, A3 dan A4 dengan cara disebar lalu dicangkul merata. Setelah itu dilakukan penaburan tanah bekas penanaman kedelai sebanyak 75 g/petak kecil, bagi petak dengan perlakuan A4 saja. Selanjutnya dilakukan penutupan dengan mulsa jerami padi pada semua petak setebal 5 cm. Penanaman dilakukan dengan cara ditugal sedalam 3-5 cm, setiap lubang tugal diberi 2 benih kedelai lalu ditutup dengan tanah tipis. Bagi biji yang diberi perlakuan A2 dan A3, diinokulasi terlebih dahulu dengan inokulan bakteri penambat N dan bakteri endofitik sebanyak 7 g/kg biji. 18
Parameter Pengamatan dan Pengambilan Data Pengamatan dilakukan terhadap parameter : 1) Tinggi Tanaman Pengukuran tunggi tanaman dimulai 2 minggu setelah tanam atau 2 minggu setelah tanam sampai dengan panen, teknik pengukurannya dengan menggunakan ajir yang telah diberi tanda pada permukaan tanah dan diukur sampai titik tertinggi (titik tumbuh/pucuk), sehingga pengukuran pertambahan tinggi tanaman lebih akurat. 2) Jumlah Cabang Utama Pengamatan jumlah cabang utama dimulai 2 minggu setelah tanam atau 2 minggu setelah tanam sampai dengan panen, cabang utama yang dihitung yaitu cabang yang tumbuh dari batang utama sekitar + 5mm telah muncul dari ketiak daun. 3) Jumlah Polong Total Penghitungan jumlah polong total dilakukan setelah panen dengan cara polong dipisahkan dari batangnya, baik polong yang berisi maupun polong yang kosong. 4) Jumlah Polong Isi Penghitungan jumlah polong isi dilakukan setelah panen dan penghitungan jumlah polong total selesai, dengan cara polong dipisahkan dari polong yang kosong. 5) Jumlah Biji Total Pengitungan jumlah biji total dilakukan setelah panen, kemudian biji dikeluarkan dari
polongnya dan dihitung secara manual. 6) Bobot Basah Biji Pengukuran bobot basah biji dilakukan setelah panen yang terlebih dulu dipisahkan dengan polongnya, kemudian di timbang dengan menggunakan timbangan analitik. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara hasil budidaya yang biasa dilakukan para petani dengan hasil penelitian yang dilakukan. 7) Bobot Kering Biji Pengukuran bobot kering biji dilakukan setelah penimbangan bobot basah biji selesai terlebih dulu, kemudian biji dimasukan kedalam oven dengan suhu (80°C), sampai beratnya stabil. hal ini bertujuan untuk mengetahui penyusutan dan berat konstan biji. Analisis data Sebelum data diolah, terlebih dahulu dihitung Covariancenya untuk mengetahui apakah data tersebut dapat diolah lanjut atau masih harus dirapikan (dibuang data pencilan). Apabila Covariance dibawah 20%maka data dapat diolah lebih lanjut. Pengolahan selanjutnya adalah dengan menggunakan program Minitab dan Excel untuk pengujian Anova dan uji lanjutnya (Tukey). Langkah terakhir adalah interprestasi hasil untuk menjawab perumusan masalah penelitian.
Usaha meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai varietas Anjasmoro(Glycine max. (L.) Merril) melalui pemberian pupuk hayati
19
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati terhadap Tinggi Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro Parameter pertama yang diamati dalam penelitian ini yaitu pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap tinggi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Penghitungan tinggi tanaman dilakukan setelah tanaman kedelai berumur dua sampai delapan minggu setelah tanam.
Hasil analisis sidik ragam pengaruh inokulasi bakteri terhadap tinggi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro (Lampiran 1) menunjukkan bahwa pemberian pemberian pupuk hayati berpengaruh terhadap tinggi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Untuk melihat pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap tinggi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey dan Dunnet. Hasil uji lanjut disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap tinggi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro Rata-rata Tinggi Tanaman (cm)
Per-lakuan
Kelompok 2
1 A1
Rata-rata Perlakuan 3
42,0a
42,3a
42,5a
42,3 a
A2
37,6a
43,3 a
46,3 a
42,4 a
A3
48,3ab
43,8 ab
45,8 ab
45,9 ab
A4
48,1 b
50,4 b
53,2 b
50,6 b
Ket : Nilai pada tabel yang diikut huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Tukey dan Dunnett.
Dari hasil penelitian yang disajikan pada table.2 dapat dilihat bahwa pemberian beberapa perlakuan pupuk hayati dapat berpengaruh terhadap tinggi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Data pada tabel 2 menunjukan secara jelas dari beberapa perlakuan yaitu A1 (kaptan), A2 (inokulasi bakteri bintil akar dan endofitik), A3 (kaptan, inokulasi bakteri bintil akar dan endofitik) dan A4 (kaptan dan tanah bekas
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
penanaman kedelai) mempunyai tinggi yang berbeda-beda. Pada perlakuan A4 memberikan pengaruh yang signifikan tehadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Ini terlihat dari fisik tanaman yang lebih tinggi dibanding perlakuan A3, A2, dan A1. Pemberian pupuk hayati pada perlakuan A4 (kaptan dan tanah bekas penanaman kedelai) ternyata dapat meningkatkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dari nilai rata-rata 50,618 cm. Nilai ini tidak berbeda nyata 20
dengan perlakuan A3 (45,985 cm), disusul dengan perlakuan A2 (42,470 cm), namun terlihat adanya perbedaan yang sangat nyata terhadap perlakuan A1 (42,314 cm). Ternyata tanah yang biasa ditanami kedelai umumnya telah banyak mangandung bakteri Rhizobium sp. Tanah tersebut merupakan inokulan yang dapat digunakan untuk menginokulasi bakteri Rhizobium sp dengan cara dicampurkan pada lahan dan benih. Hasil analisis data tinggi tanaman menggunakan bantuan software minitab, nilai P value perlakuan (0.000), dengan tingkat kepercayaan 95% maka memiliki nilai analisis lebih kecil dibanding dengan nilai alpha (0.05) yang berarti bahwa perlakuan kaptan dan tanah bekas penanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , sedangkan untuk kelompok diperoleh nilai P value sebesar 0,189 lebih besar dibanding dengan nilai alpha (0,05) yang berarti bahwa kelompok tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , sebagaimana tercantum dalam lampiran 1. Pemberian perlakuan A4, merupakan perlakuan yang paling cocok untuk dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai Varietas Anjasmoro seperti yang dapat dilihat pada gambar 1 grafik pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap tinggi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro yang di dominasi oleh perlakuan A4.
Gambar 1. Grafik pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap tinggi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati terhadap Jumlah Cabang Utama Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro Parameter kedua yang diamati dalam penelitian ini yaitu pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah cabang utama tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Penghitungan jumlah cabang utama dilakukan setelah tanaman kedelai berumur 2-8 minggu setelah tanam. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah cabang utama tanaman kedelai Varietas Anjasmoro sebagaimana tercantum dalam lampiran 2, menunjukkan bahwa pemberian pemberian pupuk hayati berpengaruh terhadap jumlah cabang utama tanaman kedelai Varietas Anjasmoro Untuk melihat pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah cabang utama tanaman kedelai Varietas Anjasmoro dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey dan Dunnett. Hasil uji lanjut
Usaha meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai varietas Anjasmoro(Glycine max. (L.) Merril) melalui pemberian pupuk hayati
21
disajikan pada tabel 3 Pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah cabang utama tanaman kedelai Hasil analisis data jumlah cabang utama tanaman menggunakan bantuan software minitab, nilai P value perlakuan (0.000), dengan tingkat kepercayaan 95% maka memiliki nilai analisis lebih kecil dibanding dengan nilai alpha (0.05) yang berarti bahwa perlakuan kaptan dan tanah bekas penanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang utama tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , sedangkan untuk kelompok diperoleh nilai P value sebesar 0,612 lebih besar dibanding dengan nilai alpha (0,05) yang berarti bahwa kelompok tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang utama tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , sebagaimana tercantum dalam lampiran 2.
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk hayati berpengaruh terhadap jumlah cabang. Pada minggu ke 4, A1 (kaptan), A2 (inokulasi bakteri bintil akar dan endofitik), A3 (kaptan, inokulasi bakteri bintil akar dan endofitik) dan A4 (kaptan dan tanah bekas penanaman kedelai) merupakan perlakuan yang memiliki jumlah cabang yang banyak yaitu dengan nilai rata-rata 5,444 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3 (4,999), A2 (4,814), dan A1 (4,666). Untuk melihat lebih jelasnya lagi nilai tersebut dapat gambarkan dalam grafik garis berikut:
Tabel 3. Pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah cabang utama tanaman kedelai Varietas Anjasmoro
Perlakuan
Rata-rata Jumlah Cabang Utama
Rata-rata Perlakuan
Kelompok 1 2 3 4,4 4,5 A1 a a 5,0a 4,6 a 4,5 5,2 4,6 A2 a a a 4,8 a 4,8 4,8 A3 a a 5,2a 4,9 a 5,3 5,6 5,3 A4 a a a 5,4 a Keterangan: Nilai pada tabel yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Tukey dan Dunnett.
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
Gambar 2. Grafik pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah cabang utama tanaman kedelai Varietas Anjasmoro Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati terhadap Jumlah Polong Total Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro Parameter ketiga yang diamati dalam penelitian ini yaitu pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah polong total tanaman kedelai
22
Varietas Anjasmoro . Penghitungan jumlah polong total dilakukan setelah tanaman kedelai berumur 12 minggu setelah tanam atau pada saat panen. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah polong total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Seperti yang tercantum dalam lampiran 3,
menunjukkan bahwa pemberian pemberian pupuk hayati berpengaruh terhadap jumlah polong total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Untuk melihat pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah polong total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey dan Dunnett.
Tabel 4. Pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah polong total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro Rata-rata Jumlah Polong Total Perlakuan
Rata-rata Perlakuan
Kelompok 1
2
3
A1
32,3 a
37,4 a
30,4 a
33,4 a
A2
59,5 b
51,5 b
71,3 b
60,8 b
A3
59,4 b
79,4 b
49,8 b
62,9 b
A4
71,4 b 69,6 b 58,7 b 66,6 b Keterangan: Nilai pada tabel yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Tukey dan Dunnett. Jumlah polong total dihitung pada minggu ke 12, dari perhitungn tabel 4 diatas terlihat jelas bahwa pemberian tanah kedelai pada tanaman kedelai mempengaruhi jumlah polong tanaman tersebut. Dapat dilihat bahwa perlakuan A4 memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu 66,629, dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya seperti A3 (62,925), A2 (60,814) dan yang paling sedikit yaitu perlakuan A1 (33,407). Hal ini menunjukan bahwa perlakuan A4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3 dan A2, namun
berbeda sangat nyata dengan perlakuan A1. Dari hasil analisis data jumlah polong total tanaman menggunakan bantuan software minitab, nilai P value perlakuan (0.000), dengan tingkat kepercayaan 95% maka memiliki nilai analisis lebih kecil dibanding dengan nilai alpha (0.05) yang berarti bahwa perlakuan kaptan dan tanah bekas penanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap jumlah polong total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , sedangkan untuk kelompok diperoleh
Usaha meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai varietas Anjasmoro(Glycine max. (L.) Merril) melalui pemberian pupuk hayati
23
nilai P value sebesar 0,595 lebih besar dibanding dengan nilai alpha (0,05) yang berarti bahwa kelompok tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro.
Gambar 3. Grafik pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah polong total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro Anjasmoro
Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati terhadap Jumlah Polong Isi Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro Anjasmoro
Parameter keempat yang diamati dalam penelitian ini yaitu pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah polong isi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Penghitungan jumlah polong isi dilakukan setelah tanaman kedelai berumur 12 minggu setelah tanam atau pada saat panen. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah polong total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , seperti yang tercantum dalam lampiran 4, menunjukkan bahwa pemberian pemberian pupuk hayati berpengaruh terhadap jumlah polong isi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Untuk melihat pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah polong isi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey dan Dunnett. Hasil uji lanjut disajikan pada tabel 5 Pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah polong isi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro
Tabel 5. Pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah polong isi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro Ansjamoro Rata-rata Jumlah Polong Isi Kelompok 1 2 3
Per-lakuan
Rata-rata Perlakuan
A1
28,5a
32,4 a
26,2 a
29,0 a
A2
54,8 b
50,2 b
67,0 b
57,0 b
A3
58,2 b
74,7 b
48,0 b
60,3 b
A4
59,2 b
66,7 b
57,7 b
61,9 b
Hasil perhitungan analisis pada tabel 5 terlihat jelas bahwa pemberian
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
24
tanah kedelai pada tanaman kedelai mempengaruhi jumlah polong isi ini dapat dilihat bahwa tanaman yang memiliki rata-rata nilai tertinggi yaitu perlakuan A4 (61,259) yang disusul oleh perlakuan A3 (60,333), A2 (57,370) dan terakhir dengan nilai yang paling kecil pada perlakuan A1 (29,074). Maka hasil analisis data jumlah polong isi, pemberian pupuk hayati khususnya pada perlakuan A4 berpengaruh nyata dan positif terhadap jumlah polong isi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Untuk melihat lebih jelas tabel ini disajikan dalam bentuk diagram batang seperti pada gambar 4. Hasil analisis data jumlah polong isi tanaman menggunakan bantuan software minitab, nilai P value perlakuan (0.000), dengan tingkat kepercayaan 95% maka memiliki nilai analisis lebih kecil dibanding dengan nilai alpha (0.05) yang berarti bahwa perlakuan kaptan dan tanah bekas penanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap jumlah polong isi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , sedangkan untuk kelompok diperoleh nilai P value sebesar 0,635 lebih besar dibanding dengan nilai alpha (0,05) yang berarti bahwa kelompok tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong isi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , sebagaimana tercantum dalam lampiran 4.
Gambar 4. Grafik pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah polong isi tanaman kedelai Varietas Anjasmoro
Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati terhadap Jumlah Biji Total Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro Selanjutnya yaitu parameter kelima, yang diamati adalah pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah biji total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Penghitungan jumlah biji total dilakukan setelah tanaman kedelai berumur 12 minggu setelah tanam atau pada saat panen kemudian satu persatu biji dikeluarkan dari polongnya dan dihitung secara manual. Untuk melihat pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah biji totaltanaman kedelai Varietas Anjasmoro dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey dan Dunnett. Hasil uji lanjut disajikan pada tabel 6. Pengaruh pemberian pupuk hayati
Usaha meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai varietas Anjasmoro(Glycine max. (L.) Merril) melalui pemberian pupuk hayati
25
terhadap jumlah biji total tanaman
kedelai Varietas Anjasmoro .
Tabel 6. Pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah biji total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro Rata-rata Jumlah Biji Total Per-lakuan 1
Kelompok 2
Rata-rata Perlakuan 3
A1
54,0 a
66,4 a
55,1a
58,5 a
A2
100,6b
94,2 b
141,5 b
112,1 c
120,4 b
140,5b
102,4 b
121,1 b
132,4 b
123,7 b
123,0 b
126,4 b
A3 A4
Keterangan: Nilai pada tabel yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Tukey dan Dunnett. Hasil perhitungan pada tabel 6 terlihat jelas bahwa pemberian tanah kedelai pada tanaman kedelai mempengaruhi jumlah biji total ini dapat dilihat tanaman yang memiliki rata-rata nilai tertinggi yaitu perlakuan A4 (126,207) yang disusul oleh perlakuan A3 (121,148), A2 (112,148) dan terakhir dengan nilai yang paling kecil pada perlakuan A1 (58,518). Maka perlakuan A4 sangat berbeda nyata dengan perlakuan A1. Hasil analisis data jumlah biji total menggunakan bantuan software minitab, diperoleh nilai P value perlakuan (0,001), dengan tingkat kepercayaan 95% maka memiliki nilai analisis lebih kecil dibanding dengan nilai alpha (0,05) yang berarti bahwa perlakuan kaptan dan tanah bekas penanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap jumlah biji total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , sedangkan untuk kelompok diperoleh nilai P value sebesar 0,945 lebih besar
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
dibanding dengan nilai alpha (0,05) yang berarti bahwa kelompok tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah biji total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro .
Gambar 5. Grafik pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap jumlah biji total tanaman kedelai Varietas Anjasmoro
26
Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati terhadap Bobot Basah Biji Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro
Bobot basah didapat setelah biji dihitung dan dijumlahkan selanjutnya dilakukan penimbangan untuk mendapatkan bobot basah tersebut. Dari hasil pengolahan data selanjutnya dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey dan Dunnett yang dapat dilihat hasilnya pada tabel 7.
Pada parameter ketujuh, yang diamati adalah pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap bobot basah biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro .
Tabel 7. Pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap bobot basah biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro Rata-rata Bobot Basah Biji (g) Per-lakuan
Kelompok 1
2
Ratarata Per-lakuan
3
A1
16,6 a
19,2 a
14,6 a
16,8 a
A2
29,0 b
27,2 b
43,1 b
33,1 b
A3
31,3 b
42,5 b
29,8 b
34,5 b
A4
43,6 b 38,8 b 34,4 b 38,9 b Keterangan: Nilai pada tabel yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Tukey dan Dunnett. Bobot basah biji ditimbang pada minggu 12, dari tabel tersebut didapatkan nilai rata-rata A4 (38.964) dimana memakai perlakuan kaptan dan tanah bekas penanaman kedelai, A3 (34.593), A2 (33.172) dan A1 (16.864) yang hasilnya sangat berbeda nyata dengan A4. Hal ini berarti terdapat pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap bobot basah biji tanaman kedelai. Hasil analisis data bobot basah biji menggunakan bantuan software
minitab, diperoleh nilai P value perlakuan (0,001), dengan tingkat kepercayaan 95% maka memiliki nilai analisis lebih kecil dibanding dengan nilai alpha (0,05) yang berarti bahwa perlakuan kaptan dan tanah bekas penanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap bobot basah biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , sedangkan untuk kelompok diperoleh nilai P value sebesar 0,912 lebih besar dibanding dengan nilai alpha (0,05) yang berarti bahwa kelompok tidak berpengaruh nyata terhadap bobot
Usaha meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai varietas Anjasmoro(Glycine max. (L.) Merril) melalui pemberian pupuk hayati
27
basah biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro .
Tabel 8. Pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap bobot kering biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro
Perlakuan
Rata-rata Bobot Kering Biji (g) Kelompok 1
2
3
Ratarata Perlakuan
8,3 12,1 7,3 9,2 a a a a 18,6 19,2 24,6 20,8 A2 b b b b 18,5 24,9 21,3 A3 b b 20,6b b 33,3 29,1 29,8 30,7 A4 c c c c Keterangan: Nilai pada tabel yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Tukey dan Dunnett. A1
Gambar 6. Grafik pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap bobot basah biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati terhadap Bobot Kering Biji Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro Parameter keenam yang diamati dalam penelitian ini yaitu pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap bobot kering biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Penghitungan bobot basah biji dilakukan setelah tanaman kedelai berumur 12 minggu setelah tanam atau pada saat panen, setelah biji dikeluarkan dari polongnya dan ditimbang bobot basahnya, selanjutnya biji dibungkus menggunakan alumunium foil dan dimasukan kedalam oven dengan suhu rendah 80°C selama 24 jam. Sampai berat biji stabil. Selanjutnya untuk mengetahui bobot kering dari pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap tanaman kedelai Varietas Anjasmoro dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey dan Dunnett. Hasil uji lanjut disajikan pada tabel 8 Pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap bobot kering biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
Dari tabel 8 terlihat sangat jelas bahwa pemberian pupuk hayati sangat berpengaruh terhadap bobot kering biji, ini dapat dilihat dari nilai rata-rata A4 (30,753), A3 (21,362), A2 (20,842) dan A1 (9,295). Dari semua perlakuan yang terlihat tidak berbeda nyata antara perlakuan A2 dan A3 namun sangat terlihat jelas berbeda nyata yaitu antara A4 dan A1. Ini membuktikan adanya pengaruh pemberian pupuk hayati yang sanga positif terhadap tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Hasil analisis data bobot kering biji menggunakan bantuan software minitab, diperoleh nilai P value perlakuan (0,001), dengan tingkat kepercayaan 95% maka memiliki nilai analisis lebih kecil dibanding dengan nilai alpha (0,05) yang berarti bahwa perlakuan kaptan dan tanah bekas 28
penanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap bobot kering biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , sedangkan untuk kelompok diperoleh nilai P value sebesar 0,824 lebih besar dibanding dengan nilai alpha (0,05) yang berarti bahwa kelompok tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro .
Gambar 7. Grafik pengaruh pupuk hayati terhadap bobot kering biji tanaman kedelai Varietas Anjasmoro Pembahasan Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa pemberian beberapa perlakuan pupuk hayati dapat berpengaruh terhadap parameter pengamatan tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Data hasil analisis menunjukan secara jelas dari beberapa perlakuan yaitu A1 (kaptan), A2 (bakteri bintil akar dan endofitik), A3 (kaptan, bakteri bintil akar dan
endofitik) dan A4 (kaptan dan tanah bekas penanaman kedelai) mempunyai pengaruh yang berbeda-beda. Secara keseluruhan hasil analisis data pemberian pupuk hayati berpengaruh nyata dan positif terhadap parameter pengamatan tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Khususnya pemberian perlakuan A4 yaitu kaptan dan dicampur dengan tanah bekas penanaman kedelai berpengaruh nyata dan positif terhadap seluruh parameter pengamatan dapat memacu dan meningkatkan baik pertumbuhan maupun produktivitas tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Rhizobium sp adalah bakteri yang bersifat aerob, bentuk batang, koloninya berwarna putih berbentuk sirkular, merupakan penambat nitrogen yang hidup di dalam tanah dan berasosiasi simbiotik dengan sel akar legume, bersifat host spesifik satu spesies Rhizobium cenderung membentuk nodul akar pada satu spesies tanaman legume saja. Bakteri Rhizobium sp adalah organotrof, aerob, tidak berspora, pleomorf, gram negatif dan berbentuk batang (Krisno, 2012). Rhizobium sp yang tumbuh dalam bintil akar leguminoceae mengambil nitrogen langsung dari udara dengan aktifitas bersama sel tanaman dan bakteri, nitrogen itu disusun menjadi senyawaan nitrogen seperti asam-asam amino dan polipeptida yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan, bakteri dan tanah disekitarnya. Baik bakteri maupun legum tidak dapat menambat nitrogen secara mandiri, bila Rhizobium sp tidak ada dan nitrogen tidak terdapat dalam
Usaha meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai varietas Anjasmoro(Glycine max. (L.) Merril) melalui pemberian pupuk hayati
29
tanah legum tersebut akan mati (Krisno, 2012). Kemudian menurut Purwanto dalam Diniyah S. (2010), mikroba endofit umumnya dapat menghasilkan senyawa sejenis yang terkandung pada tanaman inang dengan bantuan aktivitas suatu enzim. Beberapa senyawa endofit yang bersimbiose dengan tanaman inangnya juga ada yang mampu menghasilkan senyawa antibiotik. Senyawa antibiotik ini aktif terhadap mikroba-mikroba patogen manusia dan patogen tanaman.Tanaman mendapatkan manfaat dengan kahadiran bakteri endofit ini seperti memacu pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan resistensi tanaman pada dari berbagai macam patogen dengan memproduksi antibiotik. Endofit juga memproduksi metabolit sekunder yang sangat penting bagi tumbuhan. Senyawa anti mikroba yang dihasilkan tersebut mampu menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuh mikroba yang merugikan. Berdasarkan sifat kerjanya, antimikroba melawan mikroba patogen dengan cara mengganggu metabolisme sel mikroba, menghambat sintesis dinding sel mikroba, mengganggu permeabilitas membrane sel mikroba, menghambat sintesis protein sel mikroba, atau menghambat sintesis/merusak asam nukleat sel mikroba. Mikroorganisme endofit memiliki hubungan mutualistik dengan tanaman inang, yaitu mikroorganisme tersebut memperoleh kebutuhan hidupnya pada tanaman inang yang di tempatinya dan berperan dalam melindungi tanaman inang terhadap hama serangga, patogen, dan hewan pemangsanya (Purwanto dalam Diniyah, 2010).
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
Pada dasarnya lahan yang digunakan pada penelitian ini merupakan lahan bekas sawah yang tidak pernah ditanami tanaman kedelai dengan pH 4,5. Sedangkan menurut Kuswardi (1993), tanaman kedelai memerlukan Ca dalam jumlah besar, karena disamping kebutuhan elemennya, dan memerlukan pengapuran dalam jumlah besar. Kebutuhan pH optimal adalah 5,8-7,0. Dengan pH kurang dari 5,8 hanya beberapa Varietas Anjasmoro kedelai saja yang bisa tumbuh dengan baik, seperti Varietas Anjasmoro orba, galur 1815 dan galur 2359, sedangkan Varietas Anjasmoro wilis, lokon, galunggung, dan lain-lain, yang terkenal unggul dalam produksi, baru memberikan hasil yang optimal bila ditanam di tanah netral atau tanah yang telah dikapur. Selain itu penambahan Kaptan dapat memberikan efek biologis juga yaitu menstimulir aktivitas organisme tanah heterotrofik termasuk bakteri Rhizobium sp. Dan meningkatkan ketersediaan P, Mo, Ca dan Mg. menurut Buckman dan Brady (1982), kemudian unsur nitrogen dan phospat merupakan dua unsur yang paling banyak dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu pupuk hayati yang dikembangkan pada umumnya diarahkan untuk menyediakan kedua macam kebutuhan nutrisi tanaman tersebut (Yuwono, 2006). Pada pelitian ini perlakuan A4 (kaptan dan tanah kedelai) memberikan respon paling baik pada tujuh parameter pengamatan, hal ini diduga karena pada tanah kedelai sudah mengandung inokulum Rhizobium sp. Hal ini sesuai dengan penelitian Jutono (1981), yang mengatakan bahwa adanya anggapan dalam tanah bekas 30
penanaman kedelai akan tumbuh bakteri Rhizobium japonicum. Tanah tersebut merupakan inokulan yang dapat digunakan untuk menginokulasi bakteri Rhizobium sp dengan cara dicampurkan pada lahan dan benih. Rao dalam Nurhayati H., (2006) juga menyebutkan bahwa bakteri yang hidup bebas dan memiliki kemampuan untuk memfikasasi nitrogen molekuler dapat dibedakan menjadi organisme aerob obligat, aerob fakultatif, dan anaerob. Pada penelitian ini, pemberian tanah bekas penanaman kedelai memperlihatkan pengaruh yang terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Menurut Jutono (1981), bahwa adanya anggapan dalam tanah bekas penanaman kedelai akan tumbuh bakteri Rhizobium japonicum. Tanah tersebut merupakan inokulan yang dapat digunakan untuk menginokulasi bakteri Rhizobium sp dengan cara dicampurkan pada lahan dan benih. Rao dalam Nurhayati, (2006) juga menyebutkan bahwa bakteri yang hidup bebas dan memiliki kemampuan untuk memfikasasi nitrogen molekuler dapat dibedakan menjadi organisme aerob obligat, aerob fakultatif, dan anaerob. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Secara keseluruhan hasil analisis data pemberian pupuk hayati berpengaruh nyata dan positif terhadap parameter pengamatan tanaman kedelai Varietas Anjasmoro . Khususnya pemberian perlakuan A4 yaitu kaptan
dan dicampur tanah bekas penanaman kedelai dengan dosis standar, berpengaruh nyata dan positif terhadap seluruh parameter pengamatan baik dari tinggi tanaman, jumlah cabang utama, jumlah polong total, jumlah polong isi, jumlah biji total, bobot basah biji dan bobot kering biji. Hal tersebut dapat memacu dan meningkatkan baik pertumbuhan maupun produktifitas tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab 4. Sehingga pemberian perlakuan A4, merupakan perlakuan yang paling cocok untuk dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai Varietas Anjasmoro , maka dengan hal tersebut apabila dapat diaplikasikan terhadap masyarakat khususnya petani kedelai, tidak menutup kemungkinan produksi kedelai dalam negeri akan meningkat dan dapat menekan prosentase kebutuhan kedelai impor. Saran 1) Melakukan penanaman komoditas kedelai tidak hanya di area bekas tanaman padi saja, tetapi bisa dicoba pada bekas tanaman yang lainnya misalnya bekas tanaman jagung dsb. 2) Perlu penelitian lebih lanjut tentang Efektifitas penggunaan berbagai biakan murni Rhizobium sp. 3) Melakukan penelitian tentang jumlah populasi Bakteri Rhizobium sp. Dalam 100 gr tanah bekas penanaman kedelai yang
Usaha meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai varietas Anjasmoro(Glycine max. (L.) Merril) melalui pemberian pupuk hayati
31
akan digunakan, sehingga bisa dikonversikan dengan nilai akhir produksi yang akan kita peroleh. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, sehingga dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai bakteri yang terdapat dalam tanah kedelai tersebut sehingga kedelai dapat tumbuh dengan optimal. DAFTAR PUSTAKA AAK,
1989. Kedelai, Yogyakarta.
Ar-Riza,
Astuti, M., 2012. Petunjuk Praktis Kedelai Hitam, Penebar Swadaya, Jakarta. Balitkabi,
Kanisius,
Adijaya I Nyoman, Suratmini Putu dan Mahaputra Ketut, 2004. Aplikasi Pemberian Legin (Rhizobium) Pada Uji Beberapa Varietas Anjasmoro Kedelai Di Lahan Kering, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Jalan By Pass Ngurah Rai Pesanggaran Denpasar. Adisarwanto, T. 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta. Adisarwanto, T. 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya, Jakarta. Albrecht, S.L. 1998. Eukaryotic Algae and Cyanobacteria. p. 94131. In D.M. Sylvia, J.J. Fuhrmann, P.G. Hartel, and D.A. Zuberer (Eds.). Principles and Applications of Soil Microbiology. Prentice-Hall, Inc.
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
2005. Pedoman Teknis Budidaya Palawija di Lahan Lebak. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
2012. http://balitkabi.litbang.depta n.go.id/hasilpenelitian/kedelai/761efektifitas-multiisolatrhizobium-iletrisoy-padatanaman-kedelai-di-tanahmasam-ultisol.html. (Diakses 20 Januari 2013).
Bandara dkk dalam Diniyah S., 2010. Potensi Isolat Bakteri Endofit Sebagai Penghambat Pertumbuhan Bakteri (Ralstonia solanacearum) Dan Jamur (Fusarium sp. Dan Phytopthora infestans) Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman, Skripsi, Universitas Islam Negeri, Maulana Malik Ibrahim, Malang. BPTP
Bogor, 1990. Petunjuk Bergambar Untuk Identifikasi Hama dan Penyakit Kedelai di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Balai Penelitian Tanaman Pangan,
32
Japan International Cooperation Agency, Bogor. Buckman, H.,O. dan Brady, N.,C. 1982. Ilmu Tanah (Alih Bahasa). Bharata Karya Aksara. Jakarta. Budiyanto, M.,A.,K. 2004. Mikrobiologi Terapan. Universitas Muhammadiyah. Malang. DIPERTA, 2006. Teknologi Produksi Kedelai, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Bandung.
Usaha meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai varietas Anjasmoro(Glycine max. (L.) Merril) melalui pemberian pupuk hayati
33
APLIKASI METODE EOQ PADA PENGENDALIAN BAHAN BAKU NATA DE COCO “PRIMAISKA” DESA SINDANGLAKA KECAMATAN KARANGTENGAH KABUPATEN CIANJUR Ir. Ramli, MP* dan Ema Nurahmawati, SP**
RINGKASAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan metode EOQ (Economic Order Quality), untuk mengendalikan bahan baku secara kontinyu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tingkat ekonomis antara kebijakan perusahaan dengan metode EOQ, pada tahun 2010 untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan Primaiska sebanyak 2.518.500 liter air kelapa dengan biaya pemesanan pertahun Rp.717.225.000.- setelah EOQ Rp.669.480.000.- pada tahun 2011 untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan Primaiska sebanyak 2.628.000 liter dengan biaya pemesanan pertahun Rp.754.455.000.- setelah EOQ Rp.742.924.100 .- Pada tahun 2012 untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan Primaiska sebanyak 2.463.750 liter dengan biaya pemesanan pertahun Rp.786.210.000.- setelah EOQ Rp.733.566.600.Disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode EOQ dapat diketahui frekuensi pemesanan ekonomis untuk tahun 2010 sebanyak 62.921,23 liter dengan frekuensi pembelian 9 hari sekali sebelum EOQ 365 kali. Pemesanan ekonomis tahun 2011 sebanyak 64.028,74 liter dengan frekuensi pembelian 9 hari sebelum EOQ 365 kali. Pemesanan ekonomis untuk tahun 2012 dengan menggunakan metode EOQ sebanyak 62.698,08 liter dengan frekuensi pembelian 9 hari sekali sebelum EOQ 365 kali.
ABSTRACT
The main purpose of this research is to apply EOQ (Economic Order Quality) method, to control resource continually. The results showed that the ratio between the level of economic policy with the company EOQ method, in the year 2010 to meet the raw material needs of the company as much Primaiska 2.5185 million liters per year Rp.717.225.000 booking fees. - After EOQ Rp.669.480.000. - On in 2011 to meet the raw material needs of as many as 2.628 million liters Primaiska company with annual fees Rp.754.455.000. - after EOQ Rp.742.924.100. - In the year 2012 to meet the raw material needs of the company as much as 2,463,750 liters with Primaiska Rp.786.210.000 booking fee per year. - after EOQ Rp.733.566.600. - It is concluded that by using the EOQ method is known frequency economic order for the year 2010 as many as 62921.23 liters with the purchase frequency of 9 days before EOQ 365 times. Economic order as much 64028.74 liters in 2011 with the purchase frequency of 9 days before EOQ 365 times. Economic order for the year 2012 using the EOQ method as purchase frequency 62698.08 liters with 9 days before EOQ 365 times. Key words: EOQ method, control of raw materials * Mahasiswa Program Studi Agribisnis ** Dosen Fakultas Pertanian UNSUR
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
34
PENDAHULUAN Perusahaan Primaiska yang dipimpin oleh Bapak. Ade Sukmana merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis yang kegiatan utamanya adalah memproduksi nata de coco mentah atau pengolahan ½ jadi yang berupa Nata de coco potongan dan nata de coco lembaran. Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi Nata de coco ini adalah air kelapa, dengan bahan pembantu yaitu gula putih, amonium sulfat (ZA), cuka bibit glacial 98%, dan natrium asetat. Nata de coco adalah sejenis makanan ringan berasal dari Filipina yang mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1981. Nata sebenarnya berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim, sehingga nata de coco dapat diartikan sebagai krim air kelapa. Nata de coco dihasilkan dari proses fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum (Hayati 2003). Berdasarkan di lapangan persediaan bahan baku pada perusahaan Primaiska belum direncanakan dengan baik sehingga persediaan bahan baku yang di perusahaan kurang optimal, dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Kebutuhan bahan baku air kelapa tahun 2010-2012 Tahun
Kebutuhan Bahan Baku (per tahun dalam liter)
2010
2.518.500
2011
2.628.000
2012
2.463.750
Sumber: Data Perusahaan Primaiska
dari
Dari tabel di atas terlihat bahwa tahun 2010 sampai 2012
mengalami penurunan bahan baku, maka perlu adanya pengendalian. Menurut Assauri (2004) pengendalian bahan baku dapat dinyatakan sebagai usaha untuk menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. Metode EOQ berusaha untuk mencapai tingkat persediaan yang seminimum mungkin, biaya rendah dan mutu yang lebih baik. Pengaplikasian metode EOQ dalam suatu perusahaaan akan mampu meminimalisasi terjadinya out of stock sehingga tidak mengganggu proses dalam perusahaan dan mampu menghemat biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan karena adanya efisisensi persediaan bahan baku di dalam perusahaan yang bersangkutan. Menurut Kholil (2009), metode ini pertama kali dicetuskan oleh Ford Harris pada tahun 1915, tetapi lebih dikenal dengan nama metode Wilson karena dikembangkan oleh Wilson pada tahun 1934, metode ini digunakan untuk menghitung minimasi total biaya persediaan berdasarkan persamaan tingkat atau titik equilibrium kurva biaya simpan dan biaya pesan. Menurut Riyanto (2001) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal. Pada dasarnya, metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan, Jumlah ukuran pemesanan ekonomis (EOQ), Titik pemesanan kembali (Reorder Point), Jumlah cadangan pengaman (Safety stock). Ahyari (2003) menyatakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan terdiri dari tiga macam, Biaya pemesanan antara lain: Biaya persiapan pembelian, biaya
Aplikasi metode EOQ pada pengendalian bahan baku nata de coco “primaiska” desa sindanglaka kecamatan karangtengah cianjur
35
pembuatan faktur, biaya ekspedisi dan administrasi, biaya bongkar bahan yang diperhitungkan untuk setiap kali pembelian, biaya biaya pemesanan lain yang terkait dengan frekuensi pembelian, Biaya telepon, Biaya angkut Biaya Penyimpanan (Holding Cost) merupakan biaya yang harus antara lain Biaya asuransi bahan, Biaya kerusakan bahan dalam penyimpanan, Biaya pemeliharaan bahan, Biaya pengepakan kembali, Biaya modal untuk investasi bahan, Biaya kerugian penyimpanan, Biaya sewa gudang per satuan unit bahan, Risiko tidak terpakainya bahan karena usang, Biaya biaya lain yang terikat dengan jumlah bahan yang disimpan dalam perusahaan yang besangkutan. Tujuan penelitian ini untuk: Mengaplikasikan metode EOQ (Economic Order Quality) untuk mengendalikan bahan baku secara kontinu.
Desain Penelitian Menurut Sekaran (1999). Tujuan (Deskripsi), Tipe Investigasi (menghitung biaya sebelum dan sesudah EOQ), Keterlibatan Peneliti: Minimum (kekadian sebagaimana adanya) Persiapan penelitian: Tidak disiapkan (noncountrived), Unit analisis (Organisasi), Time Horizon Tiga periode (2010-2011-2013).
BAHAN DAN METODE
Teknik analisis dan Pengolahan Data Untuk pengolahan data menggunakan microsoft excell, dan analisisnya menggunakan metode EOQ. Rumus yang digunakan menurut Thoha (1999) sebagai berikut:
Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan pembuatan nata de coco Primaiska Desa Sindanglaka, Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur. Pengambilan data di perusahaan Primaiska dilaksanakan pada tanggal 6 April sampai 28 Mei 2013.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan pemimpin perusahaan dan karyawan nata de coco dengan menggunakan alat bantu panduan wawancara. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen perusahaan seperti buku penjualan, buku pembelian, buku kas, dan cara penelusuran literatur.
EOQ (Unit atau liter) = Keterangan: D = Penggunaan/permintaan yang diperkirakan per periode atau per tahun K = Biaya pemesanan per
pesanan
H = Biaya penyimpanan per tahun
Gambar 1 Peta Desa Sindanglaka
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
36
HASIL DAN PEMBAHASAN Perusahaan pembuatan nata de coco Primaiska berdiri sejak 03 Maret 2000, nama perusahaan diambil dari putera puteri pendiri perusahaan yaitu Prima, Iqbal, dan Sekar, disingkat menjadi Primaiska. Manajemen perusahaan, pola yang diterapkan terhadap karyawan perusahaan “Primaiska” yaitu dengan menggunakan pola manajemen partipatif yaitu melalui pendekatan kekeluargaan dalam hubungan kerja serta hubungannya dengan perkembangan perusahaan yang dipimpinnya
Dari grafik di atas dapat diketahui dengan menggunakan metode EOQ perusahaan hanya membutuhkan 64.028,74 liter dengan frekuensi pembelian 41 kali dalam setahun dan daur pemesanan ulang untuk setiap kali pembelian yaitu 9 hari dengan ROP (Reorder Point) 7.200 liter.
62.698.08
Gambar 4 Grafik persediaan bahan baku dengan EOQ tahun 2012
Gambar 2 Grafik persediaan bahan baku dengan EOQ tahun 2010
Dari grafik di atas dapat diketahui dengan menggunakan metode EOQ pada tahun 2010 untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan hanya membutuhkan 62.921,23 liter dengan frekuensi pembelian 40 kali dalam setahun dan daur pemesanan ulang untuk setiap kali pembelian yaitu 9 hari dengan ROP (Reorder Point) 6.900 liter.
Dari grafik di atas dapat diketahui dengan menggunakan metode EOQ perusahaan hanya membutuhkan 62.698,08 liter dengan frekuensi pembelian 40 kali dalam setahun dan daur pemesanan ulang untuk setiap kali pembelian yaitu 10 hari dengan ROP (Reorder Point) 6.750 liter. Tabel 4.7 Pemakaian bahan baku sebelum dan sesudah EOQ Tahun Tanpa Dengan Selisih EOQ EOQ Dalam Per Per liter Tahun Tahun dalam dalam liter liter
64.028,74
2010
2.518.500
2.516.849
1.651
2011
2.628.000
2.625.178
2.822
2012
2.463.750
2.455.225
8.525
Gambar 3 Grafik persediaan bahan baku dengan EOQ tahun 2011
Aplikasi metode EOQ pada pengendalian bahan baku nata de coco “primaiska” desa sindanglaka kecamatan karangtengah cianjur
37
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pemakaian bahan baku antara sesudah menggunakan
EOQ selisihnya tidak jauh berbeda dengan sebelum menggunakan EOQ.
Tabel 4.8 Penghematan Biaya pemesanan Persediaan Bahan Baku Tahun Tanpa EOQ Dengan EOQ Penghematan Per Tahun
Per Tahun
2010
Rp. 717.225.000
Rp. 669.480.000
Rp. 47.745.000
2011
Rp. 754.455.000
Rp. 742.924.100
Rp. 11.530.900
2012
Rp. 786.210.000
Rp. 733.566.600
Rp. 52.643.400
Tabel 4.9 Penghematan biaya pembelian bahan baku Tahun Tanpa EOQ Dengan EOQ Penghematan Per Tahun
Per Tahun
2010
Rp. 671.600.000
Rp. 669.480.000
Rp. 2.120.000
2011
Rp. 744.600.000
Rp. 742.924.100
Rp. 1.675.900
2012
Rp. 739.125.000
Rp. 733.566.600
Rp. 5.558.400
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
38
Setelah melakukan analisis data maka diketahui perbandingan tingkat ekonomis antara kebijakan perusahaan sebelum menggunakan metode EOQ dengan perhitungan menggunakan metode EOQ, pada tahun 2010 untuk biaya pemesanan dalam setahun meliputi biaya pembelian bahan baku, biaya telepon, biaya bongkar muat, biaya administrasi dan biaya angkut akan lebih efisien karena pembelian bahan baku dilakukan setiap 9 hari sekali dengan frekuensi pembelian 40 kali dalam setahun, jika dibandingkan dengan sebelum menggunakan metode EOQ yang dilakukan setiap hari yaitu Rp. 717.225.000.- (Rp. 1.965.000 x 365 kali pemesanan) sedangkan jika menggunakan metode EOQ perusahaan hanya mengeluarkan Rp. 669.480.00.- (16.737.000 x 40 kali pembelian), maka perusahaan akan menghemat biaya sebesar Rp. 47.745.00.-. Pada tahun 2011 untuk biaya pemesanan dalam setahun meliputi biaya pembelian bahan baku, biaya telepon, biaya bongkar muat, biaya administrasi dan biaya angkut akan lebih efisien karena pembelian bahan baku dilakukan setiap 9 hari sekali dengan frekuensi pembelian 40 kali dalam setahun, jika dibandingkan dengan sebelum menggunakan metode EOQ yang dilakukan setiap hari yaitu Rp. 754.455.000.- (Rp. 2.040.000 x 365 kali pemesanan) sedangkan jika menggunakan metode EOQ perusahaan hanya mengeluarkan Rp. 742.924.100.- (18.120.100 x 40 kali pembelian), maka perusahaan akan menghemat biaya sebesar Rp. 11.530.000.-. Pada tahun 2012 untuk biaya pemesanan dalam setahun meliputi biaya pembelian bahan baku, biaya telepon, biaya bongkar muat, biaya administrasi dan biaya angkut
akan lebih efisien karena pembelian bahan baku dilakukan setiap 9 hari sekali dengan frekuensi pembelian 40 kali dalam setahun, jika dibandingkan dengan sebelum menggunakan metode EOQ yang dilakukan setiap hari yaitu Rp. 786.210.000 (Rp. 2.025.000 x 365 kali pemesanan) sedangkan jika menggunakan metode EOQ perusahaan hanya mengeluarkan Rp. 733.566.600.- (18.809.400 x 39 kali pembelian), maka perusahaan akan menghemat biaya sebesar Rp.52.643.400.Pada tahun 2010 untuk biaya pembelian bahan baku sebelum menggunakan metode EOQ sebesar Rp. 671.600.000.- (Rp. 1.840.000 x 365 kali pembelian) sedangkan jika dengan menggunakan metode EOQ akan lebih efisien karena pembelian bahan baku air kelapa dilakukan setiap 9 hari sekali jika dibandingkan dengan sebelum menggunakan metode EOQ yang dilakukan setiap hari, perusahaan hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp. 669.480.000.- (Rp. 16.737.000 x 40 kali pembelian) maka perusahaan akan menghemat biaya sebesar Rp. 2.120.000.-. Pada tahun 2011 untuk biaya pembelian bahan baku sebelum menggunakan metode EOQ sebesar Rp. 744.600.000.- (Rp. 2.040.000 x 365 kali pembelian) sedangkan jika dengan menggunakan metode EOQ akan lebih efisien karena pembelian bahan baku air kelapa dilakukan setiap 9 hari sekali jika dibandingkan dengan sebelum menggunakan metode EOQ yang dilakukan setiap hari, perusahaan hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp. 742.924.100.- (Rp. 18.120.100 x 41 kali pembelian) maka perusahaan akan menghemat biaya sebesar Rp. 1.765.900.- Pada tahun 2012 untuk biaya pembelian bahan baku sebelum menggunakan metode EOQ sebesar
Aplikasi metode EOQ pada pengendalian bahan baku nata de coco “primaiska” desa sindanglaka kecamatan karangtengah cianjur
39
Rp. 739.125.000.- (Rp. 2.025.000 x 365 kali pembelian) sedangkan jika dengan menggunakan metode EOQ akan lebih efisien karena pembelian bahan baku air kelapa dilakukan setiap 9 hari sekali jika dibandingkan dengan sebelum menggunakan metode EOQ yang dilakukan setiap hari, perusahaan hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp. 733.566.600.- (Rp. 18.809.400 x 39 kali pembelian) maka perusahaan akan menghemat biaya sebesar Rp. 5.558.400.KESIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan dengan metode EOQ, pemesanan ekonomis untuk tahun 2010 setelah menggunakan metode EOQ sebanyak 62.921,23 liter dan untuk pemesanan bahan baku dilakukan sebanyak 9 hari sekali, sementara sebelum menggunakan metode EOQ 365 kali, Pemesanan ekonomis untuk tahun 2011 setelah menggunakan metode EOQ sebanyak 64.028,74 liter dan untuk pemesanan bahan baku dilakukan sebanyak 9 hari sekali, sementara sebelum menggunakan metode EOQ 365 kali, pemesanan ekonomis untuk tahun 2012 setelah menggunakan metode EOQ sebanyak 62.698,08 liter dan untuk pemesanan bahan baku dilakukan sebanyak 9 hari sekali, sementara sebelum menggunakan metode EOQ 365 kali.
Hamdy A Thoha. 1995. Operation Research, an Introduction. 5 th edition. Prentice Hall International, Inc. London Hayati. 2003. Membuat Nata de Coco, Adicita Karya Nusa. Yogyakarta. Sofyan Assauri. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi, Universitas Indonesia. Jakarta. Uma Sekaran.1999. Research Methods For Business.Third edidtion.Jhon Willey and Sons,inc.New York.10158-0012.
DAFTAR PUSTAKA Ahyari Nasution. 2003. Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Edisi Satu. Institut Teknologi Surabaya November. Surabaya
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
40
PENGARUH PEMBERIAN LAMA WAKTU KEJUTAN SUHU TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN GINOGENESIS IKAN KOI (Cyprinus carpio) R. Selfi Nendris Sulistiawan, S.Pi * Rukoyah, S.Pi **
RINGKASAN Ginogenesis adalah suatu proses penurunan sifat maternal secara total melalui perkembangan telur tanpa kontribusi sperma secara genetik untuk menjadi embrio yang dimaksudkan agar keturunan yang dihasilkan bersifat homozigotik (cloning). Keberhasilan ginogenesis dilihat dari derajat pembuahan telur (FR), kelangsungan hidup embrio (SRe), derajat penetasan (HR), kelangsungan hidup larva (SR-4 hari) dan kelangsungan hidup ikan saat berumur 28 hari (SR-28 hari). Hasil penelitian menunjukkan tingginya nilai FR yang menunjukkan kualitas telur yang baik pada setiap percobaan. Nilai SR4 dan SR28 hari yang rendah pada percobaan UV menunjukkan pengaruh dalam meradiasi sperma, sehingga mengakibatkan rendahnya embrio yang mampu berkembang menjadi telur dan larva yang mengakibatkan kematian. Waktu kejutan suhu yang baik dalam mempengaruhi keberhasilan ginogenesis berturut-turut adalah 1,5 menit, 1 menit dan 2 menit dengan nilai SR28 masing-masing 10.75 %, 6,55 %, dan 0.00 %.
ABSTRACT Ginogenesis is a process of reduction in total maternal nature through the development of an egg without sperm genetic contribution to the embryo which meant that the resulting descent are homozigotik (cloning). Ginogenesis seen the success of the degree of egg fertilization (FR), embryo survival (SRE), hatching (HR), larval survival (SR-4 days) and survival of fish at the age of 28 days (SR-28 days). The results showed high FR values indicating a good quality of eggs in each experiment. SR4 and SR28 values were lower in the experiments show the effect of the UV irradiated sperm, so that resulting in low embryos capable of developing into eggs and larvae that resulted in death. A good time in a temperature shock affects the success ginogenesis row is 1.5 minutes, 1 minute and 2 minutes to the value of SR28 each 10.75%, 6.55%, and 0.00%. * Mahasiswa Program Studi Agribisnis ** Dosen Fakultas Pertanian UNSUR
Pengaruh pemberian lama waktu kejutan suhu terhadap tingkat keberhasilan giogenesis ikan koi (Cyprinus caprio)
41
PENDAHULUAN Lingkungan budidaya merupakan kegiatan yang cakupannya sangat luas. Akan tetapi diperlukan suatu pengembangan akan pengetahuan yang digunakan untuk mengembangkan potensi tersebut. Kebutuhan ikan hias merupakan kebutuhan yang penting seperti kebutuhan akan ikan konsumsi. Para pecinta ikan hias semakin banyak seiring dengan perkembangan zaman. Para pecinta ikan hias gemar mengkoleksi berbagai ikan hias karena keunikan yang dimiliki spesies-spesies tersebut. Namun beberapa ikan hias tidak semua dapat dimiliki oleh para pecinta ikan hias karena harga yang sangat mahal dan sulit untuk dibudidayakan. Salah satu ikan hias yang cantik, unik, memiliki daya tarik tersendiri dan tidak sulit untuk dibudidayakan yaitu ikan koi. Ginogenesis dapat terjadi secara alami dan buatan, namun pada ginogenesis alami jarang sekali ditemukan sperma yang membuahi telur dalam keadaan material genetik tidak aktif. Ginogenesis adalah suatu perlakuan untuk mengatasi masalah untuk menonaktifkan material genetik sperma dan merangsang diploidisasi. Menurut Hollebecq et al., (1986) suhu minimum 38 ⁰C untuk mencegah terlepasnya polar body II dan kelangsungan hidup larva diploid tertinggi pada suhu 39 ⁰C, 39,5 ⁰C, dan 40 ⁰C dengan lama kejutan 1,2 sampai 2 menit pada percobaan ginogenesis ikan mas (Cyprinus carpio, L) setelah 3-5
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
menit terjadinya pembuahan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian percobaan ginogenesis pada ikan koi (Cyprinus carpio) yang dilakukan dengan lama waktu kejutan suhu yang berbeda untuk melihat tingkat keberhasilan ginogenesis dalam menghasilkan ikan diploid ginogenetik (G2N-meiotik). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama waktu kejutan suhu yang efektif terhadap tingkat keberhasilan ginogenesis yang dilakukan pada ikan koi (Cyprinus carpio) pada suhu 40 ⁰C. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum (BPPPU) Ciherang Kabupaten Cianjur pada bulan November tahun 2012 sampai bulan Febuari 2013. Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan antara lain : Tabel 1. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian No
Nama Bahan
Ukuran/Jumlah
1
Induk Jantan
3 kg/2 ekor
2
Induk Betina
3kg/1 ekor
3
Ovaprim
3 cc
4
Larutan Fisiologis
9 ml
5
Larutan Pembuahan (Aquabides)
9 ml
42
Alat-alat meliputi :
yang
digunakan
Tabel 2. Alat-alat yang digunakan pada penelitian No
Nama Alat
Ukuran/Jumlah
1
Akuarium
20x15x15 cm³
2
Kotak Radiasi UV 15 watt
57x43x55 cm³
Variabel Penelitian Pengukurnya
dan
Tabel 3. Variabel Penelitian dan Pengukurnya Konsep Variabel
Variabel
Indikator
Pengukuran
3
Sendok teh kecil
1
4
Bulu Ayam
1
5
Mangkuk
2
6
Baskom
1
7
Pemanas Air
1
8
Kertas Tissue
1
9
Stopwatch
1
10
Saringan
1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, dengan melihat keberhasilan ginogenesis berdasarkan nilai pembuahan telur (FR), kelangsungan hidup embrio (SRe), derajat penetasan (HR), kelangsungan hidup larva (SR-4 hari) dan kelangsungan hidup ikan saat berumur 28 hari (SR-28 hari) yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
Pembuahan Telur (FR)
Pembuahan Telur (FR)
Presentase (%)
Kelangsungan Hidup Embrio (SRe)
Pengukuran Kelangsungan Hidup Embrio (SRe)
Presentase (%)
Derajat Penetasan (HR)
Pengukuran Derajat Penetasan (HR)
Presentase (%)
Kelangsungan Hidup Larva (SR-4 hari)
Pengukuran Kelangsungan Hidup Larva (SR-4 hari)
Presentase (%)
Kelangsungan Hidup Ikan Saat Berumur 28 Hari (SR28 hari)
Pengukuran Kelangsungan Hidup Ikan Saat Berumur 28 Hari (SR28 hari)
Presentase (%)
Analisis Data 1. Derajat Pembuahan (FR) Derajat pembuahan atau Fertilization Rate (FR) adalah presentase jumlah total telur. Dihitung 4 jam setelah pembuahan, telur yang masih hidup bening, sedangkan telur yang mati berwarna putih.
Pengaruh pemberian lama waktu kejutan suhu terhadap tingkat keberhasilan giogenesis ikan koi (Cyprinus caprio)
43
2. Kelangsungan Hidup Embrio (SRe) Kelangsungan hidup embrio atau Survival Rate embrio (SRe) adalah persentase jumlah embrio yang hidup dibagi jumlah telur yang dibuahi (zigot yang hidup) sebelum menetas. Dihitung 10 jam setelah pembuahan, masa embrio ditandai dengan terbentuknya organ-organ tubuh dan adanya gerakan.
3. Derajat Penetasan (HR) Derajat penetasan atau Hatching Rate (HR) adalah persentase jumlah telur yang menetas dari jumlah telur yang dibuahi (zigot yang hidup). Pengamatan dilakukan 30 jam sejak pembuahan atau sampai diperkirakan suhu tidak ada lagi telur yang menetas.
4. Kelangsungan Hidup Larva (SR-4 hari) Kelangsungan hidup larva (SR-4) atau Survival Rate Larva adalah
persentase larva berumur 4 hari (benih) terhitung sejak adanya telur yang menetas.
5. Kelangsungan Hidup Ikan saat Umur 28 Hari (SR-28 hari) Kelangsungan hidup ikan saat umur 28 hari (SR-28) adalah persentase total individu yang hidup pada umur 28 hari (benih).
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Derajat Pembuahan (FR) Pada perlakuan 1 nilai rata-rata derajat pembuahan (FR) hampir mencapai 100 % yaitu 95,52 %. Pada perlakuan 2 nilai rata-rata derajat pembuahan (FR) hanya mencapai 90,37 %, sedangkan pada perlakuan 3 nilai rata-rata derajat pembuahan (FR) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 2 mencapai 93,87 % sedangkan pada perlakuan 4 nilai ratarata derajat pembuahan telur (FR) hanya mencapai 83,08%.
ULANGAN
Tabel 4. Jumlah telur dan presentase dari derajat pembuahan (FR) pada ke 4 percobaan ginogenesis pada ikan koi (Cyprinus carpio) Total Total Total Total P1 P2 P3 P4 Telur Telur Telur Telur 288 98.26 238 86.55 273 91.94 240 79.16 276 96.01 219 96.80 248 93.14 211 89.09 299 92.30 229 87.77 259 96.52 241 80.99 Rata 288 95.52 229 90.37 239 93.87 231 83.08 rata Keterangan : P 1 (tanpa kejutan), P 2 (1 menit), P 3 (1,5 menit), P 4 (2 menit)
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
44
Pada perlakuan 1 kelangsungan hidup embrio (SRe) mencapai 68,75 %, sedangkan pada perlakuan 2 mendapatkan nilai kelangsungan hidup embrio (SRe) hanya mencapai 68,27 %, lebih rendah jika dibandingkan perlakuan 3 dengan nilai kelangsungan hidup embrio (SRe) mencapai 68,34 %. Sedangkan pada perlakuan 4 mendapatkan nilai SRe 0,00 %.
Gambar 1. Persentase derajat pembuahan (FR)
2. Kelangsungan Hidup Embrio (SRe)
Tabel 5. Jumlah telur dan presentase dari kelangsungan hidup embrio (SRe) pada ke 4 percobaan ginogenesis pada ikan koi (Cyprinus carpio) Total
Total P1
ULANGAN
Telur
Rata -rata
Total P2
Telur
Total P3
Telur
P4 Telur
288
67.29
238
75.63
273
70.76
240
0.00
276
74.88
219
78.08
248
70.16
211
0.00
299
64.09
229
51.09
259
64.09
241
0.00
288
68.75
229
68.27
239
68.34
231
0.00
Keterangan : P 1 (tanpa kejutan) , P 2 (1 menit), P 3 (1,5 menit), P 4 (2 menit)
Gambar 2. Persentase kelangsungan hidup embrio (SRe)
nilai derajat penetasan telur (HR) lebih rendah dibandingkan pada perlakuan 1 yang mencapai 37,04 % sedangkan pada perlakuan 3 nilai derajat penetasan telur (HR) lebih tinggi dari semua perlakuan mencapai 50,76 %. Pada perlakuan ke 4 tidak terdapat nilai derajat penetasan telur atau 0,00 % yang merupakan nilai paling terkecil diantara ke 4 perlakuan.
3. Derajat Penetasan (HR) Nilai rata-rata derajat penetasan telur (HR) pada perlakuan 1 mencapai 50,65 %. Pada perlakuan 2 Pengaruh pemberian lama waktu kejutan suhu terhadap tingkat keberhasilan giogenesis ikan koi (Cyprinus caprio)
45
Tabel 6. Jumlah telur dan presentase dari derajat penetasan telur (HR) pada ke 4 percobaan ginogenesis pada ikan koi (Cyprinus carpio)
ULANGAN
Total Total Total P1 P2 Telur Telur Telur 288 64.28 238 37.81 273 276 47.94 219 29.22 248 299 39.73 229 44.10 259 Rata -rata 288 50.65 229 37.04 239 Keterangan : P 1 (tanpa kejutan), P 2 (1 menit), P 3 (1,5 menit), P 4 (2 menit)
Gambar 3. Persentase derajat penetasan telur (HR)
4. Kelangsungan Hidup Larva (SR4) Pada perlakuan 1 tanpa pemberian kejutan suhu menunjukan ada pengaruh yaitu terdapat ikan yang hidup ataupun telur yang menetas sampai berumur 4 hari (SR4) walaupun
P3 37.36 60.48 54.44 50.76
Total Telur 240 211 241 231
P4 0.00 0.00 0.00 0.00
presentase kelangsungan hidupnya hanya mencapai 14,98 %. Pada perlakuan 2 dengan pemberian kejutan 1 menit menunjukan nilai kelangsungan hidup larva (SR4) menghasilkan presentase larva yang hidup lebih banyak yaitu 28,72 %. Sedangkan pada perlakuan 3 yaitu pemberian kejutan 1,5 menit nilai kelangsungan hidup larva (SR4) lebih tingggi dibandingkan semua perlakuan yaitu mencapai 31,25%. Pada perlakuan 4 ketika lama waktu kejutan suhu ditingkatkan menjadi 2 menit nilai kelangsungan hidupnya 0,00 %.
ULANGAN
Tabel 7. Jumlah telur dan presentase dari kelangsungan hidup larva (SR4) pada ke 4 percobaan ginogenesis pada ikan koi (Cyprinus carpio)
Rata – rata
Total Telur 288 276 299 288
14.98 10.42 19.69
Total Telur 238 219 229
14.98
229
P1
34.03 23.74 28.38
Total Telur 273 248 259
28.72
239
P2
28.20 34.27 31.27
Total Telur 240 211 241
31.25
231
P3
P4 0.00 0.00 0.00 0.00
Keterangan : P 1 (tanpa kejutan), P 2 (1 menit), P 3 (1,5 menit), P 4 (2 menit)
5. Kelangsungan Hidup Ikan Saat Umur 28 Hari (SR-28 hari) Kelangsungan hidup ikan saat umur 28 hari (SR-28) adalah persentase total individu yang hidup pada umur 28 hari (benih). Individu tersebut sudah berbentuk ikan normal dan ikan Gambar 4. Persentase kelangsungan hidup larva (SR4)
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
46
tersebut merupakan hasil ginogenesis murni. Pada perlakuan 1 tanpa pemberian kejutan suhu menunjukan tidak ada sama sekali ikan yang dapat bertahan hidup sampai ikan berumur 28 hari (SR-28) atau 0,00 %. Nilai kelangsungan hidup ikan ini sama dengan perlakuan 4 yang diberikan kejutan suhu selama 2 menit. Nilai kelangsungan hidup ikan saat umur 28 hari (SR-28) pada perlakuan 2 dengan kejutan suhu selama 1 menit menunjukan terdapat
larva yang bisa bertahan hidup mencapai 6,55 %. Sedangkan pada perlakuan 3 dengan kejutan suhu selama 1,5 menit, nilai kelangsungan hidup ikan saat umur 28 hari (SR-28) menunjukan larva yang bisa bertahan hidup lebih tinggi yaitu mencapai 10,75 %. Nilai kelangsungan hidup ikan ini ini merupakan hasil yang paling tinggi dibandingkan dengan semua perlakuan pemberian kejutan suhu.
ULANGAN
Tabel 8. Jumlah telur dan presentase dari kelangsungan hidup ikan (SR-28) hari pada ke 4 percobaan ginogenesis pada ikan koi (Cyprinus carpio) Total Total Total Total P1 P2 P3 P4 Telur Telur Telur Telur 288 0.00 238 6.95 273 13.44 240 0.00 276 0.00 219 8.46 248 10.95 211 0.00 299 0.00 229 4.24 259 7.86 241 0.00 Rata 288 0.00 229 6.55 239 10.75 231 0.00 rata Keterangan : P 1 (tanpa kejutan), P 2 (1 menit), P 3 (1,5 menit), P 4 (2 menit)
Gambar 5. Persentase kelangsungan hidup ikan saat umur 28 hari (SR-28 hari)
Pembahasan 1. Derajat Pembuahan (FR) Pada perlakuan 1 telur banyak yang terbuahi saat proses pembuahan, terlihat dari hasil derajat pembuahan telur (FR) mencapai 95,52 %. Pada perlakuan 2 nilai derajat pembuahan
telur (FR) mencapai 90,37 %, hal ini menunjukan telur terbuahi dengan baik dikarenakan dengan pemberian kejutan suhu dapat berpengaruh dalam memperbanyak presentase perkembangan telur. Pada perlakuan 3 nilai derajat pembuahan telur (FR) sedikit lebih besar jika dibandingkan perlakuan 2 yaitu mencapai 93,87 %. Sedangkan pemberian lama waktu kejutan suhu 2 menit pada perlakuan 4 merupakan titik lethal, sehingga derajat pembuahan telur (FR) yang dihasilkan lebih sedikit hanya mencapai 83,08 %. Sesuai dengan Darojat (1999) kejutan panas
Pengaruh pemberian lama waktu kejutan suhu terhadap tingkat keberhasilan giogenesis ikan koi (Cyprinus caprio)
47
selama 2 menit menyebabkan kematian total pada embrio dan itu merupakan titik lethal, sedangkan titik yang sublethal terjadi pada lama waktu kejutan selama 1,5 menit. Sebaliknya pemberian lama waktu kejutan suhu 1 menit diduga kurang efektif menginduksi diploidisasi untuk menghasilkan individu ginogenetik karena kurang lama dalam menahan polar body II (Gustiano et al., 1990). 2. Kelangsungan Hidup Embrio (SRe) Pada perlakuan 1 saat embrio berkembang sampai menetas (SRe) mengalami penurunan persentase menjadi 68,75 %. Pada perlakuan 2 kelangsungan hidup embrio (SRe) juga mengalami penurunan menjadi 68,27 %, hal ini dikarenakan banyaknya sebagian telur yang rusak dan gagal menjadi embrio akibat pemberian kejutan panas kurang efektif. Sedangkan pada perlakuan 3 kelangsungan hidup embrio (SRe) mengalami penurunan menjadi 68,34 %. Pada perlakuan 4 dengan pemberian kejutan suhu selama 2 menit menunjukan pengaruh yang sangat merugikan yaitu telur tidak ada yang berkembang satupun menjadi embrio (SRe). Hal ini dikarenakan tidak terjadi pembuahan pada sel telur oleh sperma. Pada saat suhu terlalu panas maka akan menyebabkan kematian pada sperma sehingga yang rusak tidak hanya materi genetiknya saja tetapi juga keseluruhan bagian sperma baik badan, ekor dan kepala
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
sperma, sehingga telur tidak bisa berkembang menjadi embrio. Hal tersebut dapat juga diduga karena adanya perbedaan kekuatan telur dalam penerimaan panas. (Gustiano et al., 1990). 3. Derajat penetasan (HR) Pada perlakuan 1 nilai derajat penetasan telur (HR) mencapai 50,65 %. Hal ini dikarenakan pengaruh pemberian UV tanpa pemberian kejutan suhu, telur akan bisa berkembang dengan baik sampai telur menetas menjadi larva sampai 4 hari (Tave, 1993). Pada perlakuan 2 pemberian lama waktu kejutan suhu 1 menit menghasilkan derajat penetasan telur (HR) mencapai 37,04%. Penurunan yang cukup tinggi dari nilai kelangsungan hidup embrio (SRe) disebabkan banyaknya telur yang rusak atau mati sebelum menetas, sehingga telur sebagian tidak sempat berkembang karena kurang efektifnya pemberian lama kejutan suhu pada perlakuan ini. Pada perlakuan 3 pemberian lama waktu kejutan suhu 1,5 menit menghasilkan derajat penetasan telur (HR) lebih tinggi yaitu mencapai 50,76 %. Sedangkan pada perlakuan 4 tidak terjadi derajat penetasan (HR) atau 0,00 %. Hal ini dikarenakan telur sudah benar-benar rusak akibat kejutan panas yang terlalu lama. Gagalnya penetasan pada perlakuan ini dapat disebabkan karena tidak terjadinya pembuahan pada sel telur oleh sperma (Gustiano et al., 1990). 48
4. Kelangsungan Hidup Larva (SR4) Hari Kelangsungan hidup larva (SR4) pada perlakuan 1 menghasilkan larva sebesar 14,98 %. Pada perlakuan 2 menghasilkan larva 4 hari mencapai 28,72 %, sedangkan pada perlakuan 3 hasilnya lebih tinggi yaitu mencapai 31,25 %. Hal ini menunjukan pemberian lama waktu kejutan suhu 1 menit diduga kurang efektif menginduksi diploidisasi untuk menghasilkan individu ginogenetik karena kurang lama dalam menahan polar body II dibandingkan 1,5 menit pada perlakuan 3. Sedikitnya presentase benih ginogenetik (SR4) diduga akibat dari banyaknya embrio abnormal, disebabkan karena gagalnya polar body II untuk melebur pada inti sel telur sehingga terbentuk individu abnormal. 5. Kelangsungan Hidup Ikan saat Umur 28 Hari (SR-28 hari) Pada perlakuan 1 ikan tidak bisa hidup lama karena sperma yang membuahi telur telah teradiasi yang mengakibatkan sperma bersifat steril sehingga menghasilkan individu abnormal yang menyebabkan kematian larva. Selain itu larva abnormal juga sulit mencari makan sehingga tidak ada energi untuk hidup setelah kuning telur habis sehingga larva terebut akan mati. Larva abnormal ditandai dengan ekor pendek dan bengkok, dan kuning telur rusak (Siraj et al., 1993). Pada perlakuan 3 dengan lama waktu kejutan suhu 1,5 menit,
menghasilkan larva ginogenetik terbanyak dari saat terjadi pembuahan sampai ikan berusia 28 hari (SR-28) yaitu sebesar 10,75 %. Selain itu juga dikarenakan lama waktu kejutan suhu 1,5 menit merupakan waktu yang tepat dalam menahan polar body II sehingga larva ginogenetik bisa lebih lama hidup. Menurut Yuliantiyo (1988) lama waktu kejutan panas yang terbaik pada suhu 40⁰C adalah 1,5 menit untuk diploidisasi pada ginogenesis ikan mas (Cyprinus carpio, L). Sedangkan pada perlakuan 4 terlihat semakin lama waktu kejutan suhu yang diberikan, maka semakin sedikit presentase kelangsungan hidup, dari mulai derajat pembuahan telur (FR) sebesar 83,08 % sampai 0,00 % pada saat ikan usia 28 hari (SR-28).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan ke 3 dengan pemberian lama waktu kejutan suhu selama 1,5 menit, merupakan perlakuan yang paling efektif menghasilkan larva ginogenetik terbanyak dari saat terjadi pembuahan (FR) sampai ikan berusia 28 hari (SR-28) yaitu sebesar 10,75 %. Hal tersebut dikarenakan pemberian lama waktu kejutan suhu selama 1,5 menit merupakan waktu yang tepat dalam menahan polar body II sehingga larva ginogenetik bisa lebih lama hidup.
Pengaruh pemberian lama waktu kejutan suhu terhadap tingkat keberhasilan giogenesis ikan koi (Cyprinus caprio)
49
Saran Dari penelitian yang telah dilaksanakan, disarankan untuk keberhasilan ginogenesis ikan koi (Cyprinus carpio), dilakukan pemberian lama waktu kejutan suhu selama 1,5 menit pada suhu 40°C.
DAFTAR PUSTAKA Darojat, A. 1999. Pengaruh Lama Waktu Kejutan Panas Terhadap Kelangsungan Hidup Embrio dan Larva Ikan Patin (Pangasius hypophihlamus, Sauvage). Skripsi. Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Temperature Shock. Suisan Sakkaishi.
Nippon
Tave, D. 1993. Genetics for Fish Hatchery Managers. Van Nostrand Reinhold. New York. Yuliantiyo, I. 1988. Pengaruh Lama Kejutan Panas pada Suhu 40 ⁰C terhadap Keberhasilan Ginogenesis Ikan Mas (Cyprinus carpio, L). Karya Ilmiah, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
Gustiano, R., A. Hardjamulia, dan L. Dharma. 1990. Penggunaan Sperma Ikan Tawes (Puntius gonionotus, Blkr) dan Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) terhadap Keberhasilan Ginogenesis Ikan Mas (Cyprinus carpio, L). Bull, Penelitian Perikanan Darat. Jakarta. Hollebecq, M. G., D. Chourrout, G. WohlfartH, dan R. Billard. 1986. Diploid Gynogenesis Inuced by Heat Shocksnafter Activation with UV-Irradiated Sperm in Common Carp. Siraj, S. S., S. Seki, A. K. Jee, Y. Yamada dan N. Taniguchi. 1993. Diploid Gynogenesis in Lampam Jawa Puntius gonionotus using UV Irradiated Sperm of Puntius schwanenfeldii Followed by
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
50
PENGARUH PENYULUHAN MELALUI METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TEKNOLOGI SISTIM TANAM LEGOWO DI KELOMPOK TANI KARYA MUKTI III DESA SUKAKARYA KECAMATAN SUKANAGARA KABUPATEN CIANJUR Oleh : Rosda Malia, SP., M.Si* Leni Supartika Rahayu, SP**
RINGKASAN
Teknologi penanaman padi secara jajar legowo merupakan rekayasa teknologi pengaturan jarak tanam untuk mendapatkan nilai lebih dari penanaman cara tegel yang sudah biasa dilaksanakan petani. Untuk mengimplementasikan teknologi sistim tanam legowo perlu disosialisaikan diantara melalui pendidikan non formal seperti penyuluhan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Tingkat pengetahuan teknologi sistim tanam legowo di Kelompok Tani Karya Mukti III Desa Sukakarya Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur sebelum dan setelah diberi penyuluhan. (2) Pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan teknologi sistim tanam legowo di Kelompok Tani Karya Mukti III Desa Sukakarya Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur. Waktu penelitian dilakukan selama Bulan Mei 2012. Respoden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 32 orang. Metode pengolahan dan analisis data terdiri dari analisis deskriptif, analisis kolerasi dan uji –t. Hasil perhitungan uji kolerasi didapat nilai sebesar r = 0,555 yang berarti kategori tingkat hubungan sedang antara penyuluhan dan tingkat pengetahuan petani tentang teknologi sistim tanam legowo. Hasil uji –t didapat nilai t = 3,653 sedangkan t table pada taraf kepercayaan (a = 0,05) adalah sebesar 2,042. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat perbedaan pengetahuan antara sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan adalah signifikan, artinya penyuluhan menyebabkan peningkatan pengetahuan petani tentang teknologi sistim tanam legowo. Kata Kunci: metode ceramah dan diskusi, Teknologi sistim tanam legowo.
ABSTRACT
Rice cultivation technology in an engineering technology legowo spacing to get more value from the investment that has been used way tiles farmers implemented. The purpose of this study was to determine: (1) The level of technological knowledge legowo planting system in Farmers Group III Karya Mukti village Sukakarya Sukanagara Cianjur District before and after being given counseling. (2) The effect of education on the level of technological knowledge legowo planting system in Farmers Group III Karya Mukti village Sukakarya Sukanagara Cianjur district. Time the study was conducted during the month of May 2012. Sampling in this study using census method. Methods of processing and data analysis consisted of descriptive analysis, alalisis correlation and t-test. Key Word: Methods Lecture and Discussion Methods, cropping sytems teknology legowo. *Dosen Faperta UNSUR **Alumni Faperta UNSUR Pengaruh penyuluhan melalui metode ceramah dan diskusi terhadap tingkat pengetahuan teknologi system tanam legowo di kelompok tani karya mukti III desa sukakarya kecamatan sukanagara kabupaten cianjur
51
PENDAHULUAN Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Kebutuhan beras dalam negeri setiap tahun terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dan pencapaian target surplus 10 juta ton beras tahun 2014 memerlukan dukungan tersedianya inovasi teknologi padi unggulan spesifik lokasi yang dapat diadopsi oleh petani dan para pengguna umumnya. Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi padi adalah melalui perbaikan cara bercocok tanam, yakni mengatur jumlah populasi tanaman persatuan luas dengan cara mengatur jarak tanam. Pengaturan jarak tanam dalam budidaya padi sawah terdapat dua macam cara yaitu pengaturan jarak tanam dengan penanaman cara tegel dan jajar legowo. Penanaman cara tegel sudah biasa diterapkan oleh petani yaitu antar barisan rumpun tanaman padi mempunyai jarak yang sama. Akan tetapi penanaman secara sistim jajar legowo berbeda yaitu di antara dua barisan tanaman padi terdapat ruang terbuka yang luas dan memanjang sepanjang barisan tanaman padi (D. Subandi, 2009). Untuk mengimplementasikan teknologi sistim tanam legowo perlu disosialisaikan diantara melalui pendidikan non formal seperti penyuluhan. Penyuluhan teknologi sistim tanam legowo dilakukan di Kelompok Tani Karya Mukti III Desa Sukakarya Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur. Agar didapat peningkatan
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
pengetahuan petani, maka penyuluhan dilakukan melalui metode ceramah dan diskusi. Kemudian untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan pengaruh penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan petani, maka dilakukan penelian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan teknologi sistim tanam legowo dan pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan teknologi sistim tanam legowo di Kelompok Tani Karya Mukti III Desa Sukakarya Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei 2013, bertempat di Kelompok Tani Karya Mukti III di Desa Sukakarya Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur. Pengumpulan data penelitian berupa data primer dan data sekunder diperoleh melalui wawancara, observasi dan studi pustaka. Responden dalam penelitian ini adalah petani padi sawah yang ada di Kelompok Tani Karya Mukti III. Pengambilan responden dilakukan dengan cara sensus. Responden yang dipilih sebanyak 32 orang atau seluruh anggota Kelompok Tani Karya mukti III. Metode pengolahan dan analisis data terdiri dari: 1) Analisis deskriptif yang tujuannya untuk melukiskan, menggambarkan dan menganalisis kelompok data tanpa membuat atau menarik kesimpulan atas populasi yang diamati (Yitnosumarto, 1990); 2) Uji kolerasi dan uji –t untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan petani. Adapun uji kolerasi yang digunakan adalah uji 52
kolerasi Pearson Product Moment (r) maksud dari pengujian dengan metode ini adalah untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel satu dengan variabel lain. Setelah selesai di uji kolerasi dengan metode kolerasi Pearson Product Moment, langkah selanjutnya yaitu pengujian dengan uji –t. Uji –t pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan teknologi sistim tanam legowo.
Terdiri dari 22 orang laki-laki dan 10 orang perempuan yang merupakan petani pemilik dan petani penggarap padi sawah. Gambaran Umum Responden Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur No
Umur Responden
1
Usia Produktif
2
Usia tidak produktif
Jumlah (orang)
Persen tase (%)
32
100
-
-
32
100
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Desa Sukakarya memiliki luas wilayah 2.965,872 Ha, terdiri dari luas lahan sawah 23,46 Ha, sedangkan sisanya 2.942,472 Ha merupakan luas lahan kering. Menurut letak geografis Desa Sukakarya memiliki ketinggian 800 meter di atas permukaan laut, curah hujan mencapai 60 mm/tahun dengan suhu rata-rata sekitar 24°C. Jarak dari kota kecamatan 11 km, dari kota kabupaten 65 km dan dari kota provinsi 120 km. Penduduk di Desa Sukakarya menurut jenis kelamin yaitu laki-laki berjumlah 2.194 orang dan perempuan 2.225 orang serta jumlah kepala keluarga sebanyak 1.474 kepala keluarga. Dan bermata pencaharian sebagian besar sebagai di bidang pertanian.
Jumlah
Sumber: Data Primer (olahan) 2013 Dilihat pada tabel di atas, usia responden 100% dalam keadaan produktif, hal ini menunjukan petani anggota Kelompok Tani Karya Mukti III berpotensi dalam mengembangkan usaha taninya dan ikut aktif dalam program penyuluhan. Karakteristik pendidikan anggota Kelompok Tani Karya Mukti III Desa Sukakarya Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Gambaran Umum Kelompok Tani Kelompok Tani Karya Mukti III merupakan kelompok tani dewasa yang berada pada kelas pemula yang dibentuk pada tahun 2011, mempunyai anggota sebanyak 32 orang petani. Pengaruh penyuluhan melalui metode ceramah dan diskusi terhadap tingkat pengetahuan teknologi system tanam legowo di kelompok tani karya mukti III desa sukakarya kecamatan sukanagara kabupaten cianjur
53
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan No
Tingkat pendidikan Formal (Tahun)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
Tidak Tamat
8
25,00
2
0 – 6 (SD)
18
56,20
3
7 – 9 (SLTP)
5
15,60
4
9– 12 (SLTA)
1
3,20
5
12 Ke atas (D1-S1)
-
-
32
100,00
Jumlah
Sumber: Data Primer (Olahan) 2013 Melihat tabel di atas, mayoritas pendidikan responden ada di pendidikan SD, artinya tingkat pendidikan petani anggota Kelompok Tani Karya Mukti III masih rendah.
Karakteristik responden berdasarkan kepemilikan lahan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan Sawah No
Luas lahan ( Ha)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
0,00 - 0.08
9
28,13
2
0.09 - 0.25
15
46,88
3
0.26 - 0.42
4
12,50
4
0.43 - 0.59
1
3,13
5
0.60 - 0.76
1
3,13
6
0.77 - 0.93
1
3,13
7
>93
1
3,13
32
100.00
Jumlah
Sumber: Data Primer (Olahan) 2013 Dilihat dari tabel di atas, mayoritas kepemilikan lahan petani/ responden antara 0.09 – 0.25 ha, dalam hal tersebut petani harus memanfaatkan semaksimal mungkin lahan yang kecil agar berproduksi tinggi
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka dari itu perlu adanya pembinaan petani di Kelompok Tani Karya Mukti III serta perlu adanya penyuluhan teknologi sistim tanam legowo untuk 54
peningkatan produksi padi kondisi lahan yang terbatas.
pada
Karakteristik responden berdasarkan lamanya bertani dapat di lihat pada tabel 4:
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bertani No
Lama Bertani (Tahun)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
0 – 05
2
6.25
2
06 – 10
1
3.13
3
11 – 15
2
6.25
4
16 – 20
6
18.75
5
21 – 25
9
28.13
6
26 – 30
5
15.63
7
30 – 35
4
12.50
8
>35
3
9.38
32
100.00
Jumlah
Sumber: Data Primer (Olahan) 2013 Dari tabel 4, dapat dilihat mayoritas lama bertani petani lebih dari 20 tahun, dengan pengalaman bertani sampai saat ini seharusnya para petani mampu meningkatkan produksinya sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarganya. Tingkat Pengetahuan Teknologi Sistim Tanam Legowo Sebelum Penyuluhan Untuk mengetahui tingkat pengetahuan sistim legowo sebelum
penyuluhan dilakukan pretest. Setelah penyuluhan dengan metode ceramah dilakukan posttest 1, posttest 2 dilakukan setelah penyuluhan dengan metode diskusi. Sebelum dilakukan penyuluhan, tingkat pengetahuan petani tentang teknologi sistim tanam legowo relatif rendah. Persentase jawaban benar ratarata sebesar 20%, atau mereka hanya mampu menjawab 4 soal dari 20 pertanyaan yang disiapkan.
Pengaruh penyuluhan melalui metode ceramah dan diskusi terhadap tingkat pengetahuan teknologi system tanam legowo di kelompok tani karya mukti III desa sukakarya kecamatan sukanagara kabupaten cianjur
55
Tingkat Pengetahuan Teknologi Sistim Tanam Legowo Setelah Penyuluhan dengan Metode Ceramah
satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi. Metode Ceramah dengan materi sistem tanam legowo dilaksanakan di Kelompok Tani Karya Mukti III Desa Sukakarya Kecamatan Sukanagara pada tanggal 24 Mei 2013 dengan lokasi penyuluhan di saung petani.
Metode Ceramah yaitu sebuah metode penyuluhan dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah petani yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-
Tabel 5. Nilai Maksimal, Minimal dan Rata-rata dalam Persentase Jawaban Benar Persentase Jawaban Benar (%) Sebelum Penyuluhan
Sesudah penyuluhan
Rata-rata Peningkatan Pengetahuan Sesudah Penyuluhan (%)
Metode Ceramah
Maksimal
35
80
45
Minimal
10
50
40
Rata-rata
20
70
50
Sumber data: Primer (Olahan) 2013 Setelah dilakukan penyuluhan dengan metode ceramah, terdapat peningkatan pengetahuan petani tentang sistim tanam legowo dengan nilai yang tertera pada tabel 5. Persentase jawaban benar terendah petani setelah mendapatkan penyuluhan adalah 50% atau mampu menjawab 10 pertanyaan dari 20 pertanyaan. Persentase jawaban benar tertinggi setelah mendapatkan penyuluhan sebesar 80% atau mampu menjawab 16 pertanyaan. Kemudian dapat dirata-ratakan persentase
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
jawaban benar yang diperoleh petani setelah mendapatkan penyuluhan sebesar 70%. Rata-rata peningkatan pengetahuan petani setelah mendapatkan penyuluhan mencapai 50%. Sehingga tingkat pengetahuan teknologi sistim tanam legowo setelah penyuluhan melalui metode ceramah cukup baik.
56
Tingkat Pengetahuan Teknologi Sistim Tanam Legowo Setelah Penyuluhan dengan Metode Diskusi Diskusi merupakan pertemuan yang diadakan untuk bertukar pendapat mengenai suatu kegiatan yang akan diselenggarakan atau mengumpulkan saran-saran untuk memecahkan persoalan. Tujuannya mengajak petani untuk membicarakan dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan
penerapan teknologi baru, penyaluran sarana produksi, pemasaran hasil, pengorganisasian kegiatan kelompok tani dan kelestarian sumberdaya alam. Metode diskusi dilaksanakan di Kelompok Tani Karya Mukti III pada tanggal 27 Mei 2013 yang bertempat di madrasah sekitar Kelompok Tani Karya Mukti III. Hasil dari diskusi tersebut, tingkat pengetahuan petani dapat dilihat pada tabel 6 :
Tabel 6. Nilai Maksimal, Minimal dan Rata-rata dalam Persentase Jawaban Benar Persentase Rata-rata Peningkatan Jawaban Benar (%) Pengetahuan Sesudah Penyuluhan (%) Posttest 1 Posttest 2 Maksimal
80
100
20
Minimal
50
70
20
Rata-rata
70
80
10
Sumber data: Primer (Olahan) 2013 Dari tabel 6, dapat dilihat peningkatan pengetahuan petani tentang sistim tanam legowo setelah mendapatkan penyuluhan dengan metode diskusi. Dimana persentase pengetahuan awal petani dilihat dari hasil penyuluhan teknologi sistim tanam legowo melalui metode ceramah. Persentase jawaban benar terendah petani adalah 50% dan persentase jawaban benar tertinggi petani adalah 80% dari total pertanyaan yang telah disiapkan. Kemudian setelah mendapatkan penyuluhan sistim tanam legowo dengan metode diskusi terlihat peningkatan pengetahuan petani
dengan persentase jawaban benar terendah sebesar 70% persen dan persentase jawaban benar tertinggi petani mencapai 100% atau petani mampu menjawab keseluruhan pertanyaan yang telah disiapkan sebanyak 20 pertanyaan. Rata-rata persentase jawaban benar yang diperoleh petani dalam penyuluhan dengan metode diskusi ini sebesar 80% sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 10%. Tingkat pengetahuan petani setelah dilakukan penyuluhan dengan metode diskusi relatif tinggi.
Pengaruh penyuluhan melalui metode ceramah dan diskusi terhadap tingkat pengetahuan teknologi system tanam legowo di kelompok tani karya mukti III desa sukakarya kecamatan sukanagara kabupaten cianjur
57
Peningkatan ini disebabkan oleh munculnya tahap minat dari responden yaitu tumbuhnya minat yang seringkali ditandai oleh keinginan untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih banyak tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.
Tingkat Pengetahuan Teknologi Sistim Tanam Legowo Setelah Penyuluhan Pengetahuan petani tentang teknologi sistim tanam legowo setelah penyuluhan dapat terlihat dari hasil posttest 2 yang dilakukan setelah penyuluhan dengan metode diskusi. Tingkat pengetahuan petani dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Teknologi Sistim Tanam Legowo Setelah Penyuluhan Jumlah Jawaban Pretest
Posttest 2
Persentase Hasil test (%) Pretest
Posttest 2
Peningkatan
Maksimal
7
20
35
100
75
Minimal
2
14
10
70
50
Rata-rata
4
16
20
80
60
Sumber data: Primer (Olahan) 2013 Sebelum dilakukan penyuluhan, tingkat pengetahuan petani tentang teknologi sistim tanam legowo relatif rendah. Dilihat dari pretest yang dilakukan sebelum penyuluhan, persentase jawaban benar rata-rata sebesar 20%, responden hanya mampu menjawab 4 soal dari 20 pertanyaan yang disiapkan. Kemudian setelah penyuluhan sistim tanam legowo dengan metode diskusi terlihat peningkatan pengetahuan, rata-rata persentase jawaban benar yang diperoleh petani dalam penyuluhan dengan metode diskusi ini sebesar 80% sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 60%. Tingkat pengetahuan petani setelah dilakukan penyuluhan dengan metode diskusi relatif tinggi.
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
Hasil uji t didapat nilai t = 3,653 sedangkan t tabel menurut tabel distribusi pada taraf kepercayaan (a = 0,05) adalah sebesar 2,042. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel yang berarti perbedaan tingkat pengetahuan antara sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan adalah signifikan, artinya penyuluhan menyebabkan peningkatan pengetahuan petani tentang teknologi sistim tanam legowo. Sebelum penyuluhan, tingkat pengetahuan petani tentang sistim tanam legowo relatif rendah. Hal ini terjadi karena petani belum mengetahui informasi tersebut.
58
Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Petani Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan petani tentang teknologi sistim tanam legowo maka dilakukan analisis uii kolerasi dan uji –t. Hasil perhitungan uji kolerasi didapat nilai sebesar r = 0,555 yang berarti kategori tingkat hubungan sedang antara penyuluhan dan tingkat pengetahuan petani tentang teknologi sistim tanam legowo. Setelah penyuluhan, tingkat pengetahuan petani tentang teknologi sistim tanam legowo relatif tinggi. Pemberian materi yang berulang melalui metode ceramah dan diskusi membuat petani memahami materi tersebut. Metode ceramah efektif untuk tahap penyampaian materi yang bersifat teori (Ade Rahmana, 2008). Sedangkan metode diskusi cocok untuk pemahaman materi. Pemilihan metode yang tepat membuat peningkatan pengetahuan tentang teknologi sistim tanam legowo signifikan. Metode Penyuluhan Pertanian adalah cara penyampaian materi (isi pesan) penyuluhan pertanian oleh penyuluh pertanian kepada petani beserta anggota keluarganya baik secara langsung KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tingkat pengetahuan teknologi sistim tanam legowo di Kelompok Tani Karya Mukti III Desa Sukakarya Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur sebelum dan sesudah penyuluhan adalah sebagai berikut : a) Sebelum dilakukan penyuluhan, tingkat pengetahuan petani tentang teknologi sistim tanam legowo rela-
maupun tidak langsung agar mereka tahu, mau dan mampu menggunakan inovasi baru (Kementrian Pertanian, 2009). Menurut Erna Hermawati (2009), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : pendidikan, media dan informasi. Dalam hal ini penyuluhan teknologi sistim tanam legowo termasuk ke dalam kategori informasi yang disampaikan dalam pendidikan non formal. Penelitian serupa dilakukan Siti Malihah (2009), mengkaji pengaruh penyuluhan peternakan sapi potong terhadap pengetahuan peternak di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian menunjukan hubungan kolerasi r=0,512 dimana terdapat tingkat hubungan yang sedang antara penyuluhan peternakan sapi potong terhadap tingkat pengetauan peternak, dengan nilai t hiting > t tabel (5,706 > 1,699) berarti tingkat perbedaan antara sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan adalah signifikan, dimana penyuluhan menyebabkan peningkatan pengetahuan peternak. Dengan demikian, pendidikan non formal seperti penyuluhan efektif meningkatkan pengetahuan petani karena sesuai dengan kondisi masyarakat petani. tif rendah. Dilihat dari pretest yang dilakukan sebelum penyuluhan, persentase jawaban benar rata-rata sebesar 20%, responden hanya mampu menjawab 2-7 soal dari 20 pertanyaan yang disiapkan. b) Setelah dilakukan penyuluhan dengan metode ceramah, terdapat peningkatan pengetahuan petani tentang sistim tanam legowo, persentase jawaban benar rata – rata yang diperoleh responden setelah mendapatkan penyuluhan sebesar 70%. Rata-rata peningkatan pengetahuan
Pengaruh penyuluhan melalui metode ceramah dan diskusi terhadap tingkat pengetahuan teknologi system tanam legowo di kelompok tani karya mukti III desa sukakarya kecamatan sukanagara kabupaten cianjur
59
petani setelah penyuluhan dengan metode ceramah mencapai 50%. c) Kemudian setelah penyuluhan sistim tanam legowo dengan metode diskusi terlihat peningkatan pengetahuan, rata-rata persentase jawaban benar yang diperoleh petani dalam penyuluhan dengan metode diskusi ini sebesar 80% sehingga terdapat peningkatan pengetahuan sebesar 10%. Tingkat pengetahuan petani setelah dilakukan penyuluhan dengan metode diskusi relatif tinggi.
han sistem tanam legowo hendaklah menggabungkan beberapa metode penyuluhan diantaranya menggunakan metode ceramah dan diskusi dengan dilengkapi bahan materi dan alat peraga dalam penyuluhan. 3. Agar petani mau mengadopsi teknologi sistim tanam legowo, hendaknya penyuluhan dilengkapi dengan metode demlpot.
2. Pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan teknologi sistim tanam legowo di Kelompok Tani Karya Mukti III Desa Sukakarya Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur dianalisis dengan uji kolerasi dan uji –t. Hasil perhitungan uji kolerasi didapat nilai sebesar r = 0,555 yang berarti kategori tingkat hubungan sedang antara penyuluhan dan tingkat pengetahuan petani tentang teknologi sistim tanam legowo. Hasil uji –t didapat nilai t = 3,653 sedangkan t tabel menurut tabel distribusi pada taraf kepercayaan (a = 0,05) adalah sebesar 2,042. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai t lebih besar dari pada t tabel yang berarti perbedaan tingkat pengetahuan antara sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan adalah signifikan, sehingga penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan petani tentang teknologi sistim tanam legowo.
Ade Rahmana. 2008. Evaluasi Metode Penyuluhan di Desa Jayagiri Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur. Skripsi. Universitas Suryakancana. Cianjur.
Saran 1. Para petani di Kelompok Tani Karya Mukti III Desa Sukakarya Kecamatan Sukanagara Kebupaten Cianjur diharapkan dapat menerapkan teknologi tersebut pada lahan usaha taninya, hal ini untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. 2. Untuk para petugas penyuluh pertanian, dalam melaksanakan penyuluJurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
DAFTAR PUSTAKA
D. Subandi. 2009. Penerapan Teknologi Jajar Legowo Dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Padi sawah. Makalah Penyuluh Pertanian Madya. BP4K Cianjur Erna
Hermawati. 2009. Upaya Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Petani Memalui Penyuluhan (Pembuatan Pupuk Cair dan Kompos) Di Kelompok Tani Mandiri Desa Slaawi Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Universitas Suryakancana. Cianjur
Kementrian Pertanian. 2009. Modul Pendidikan dan Pelatihan Penyuluh Pertanian. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian. Siti Malihah. 2009. Pengaruh Penyuluhan Peternakan Sapi Potong Terhadap Pengetahuan Peternak Di Desa Mekarsari Kecamatan Agrabinta Kbupaten Cianjur. Skripsi. Universitas Suryakancana. Cianjur. 60
Penggunaan Hormon Akar dan Hydrogen Cyanamide pada Perbanyakan Stek Mawar Mini dengan Sistem Pengkabutan Intermittent Yoyo Sulyo, V. Jaka Prasetia, R. W. Prasetio dan I. B. Rahardja
RINGKASAN
Mawar mini merupakan salah satu tanaman hias pot, yang memiliki karakter vase life yang lama. Untuk alasan estetika, waktu yang lebih singkat, dan nilai komersial yang tinggi, maka lebih disukai perbanyakan melalui stek daripada okulasi. Tujuan dari penelitian ini yaitu a). untuk mendapatkan konsentrasi ZPT (NAA dan IBA) dan Hydrogen cyanamide yang dapat lebih mempersingkat pengakaran dan pertunasan stek mawar mini; b). Untuk mendapatkan waktu yang tepat pada pemindahan stek berakar ke media tanam di pot. Percobaan dilakukan sejak bulan Juni s/d Desember 2009 di Balai Penelitian Tanaman hias (1.100 m dpl). Varietas yang digunakan untuk percobaan ZPT, yaitu varietas warna Merah, Orange dan Merah Marun. Kata Kunci : Mawar Mini, Stek, Hormon akar, Hidrogen Cianamid. Pengkabutan intermitent ABSTRACT The application of rooting hormones and hydrogen cyanamide on baby roses cutting under intermittent mist propagation system.Baby rose is one of flowering potted plants with longer vase life. For the estethics reason, readiness and commercial purposes, cutting propagation is more preferable than budding. The objectives of the experiments were a). to obtain the concentration of rooting hormones that can accelerate root and shoot formation of baby rose cuttings; b). to obtain the appropriate stages for rooted cutting transplanting into the potting medium. The experiments were conducted from June to December 2009 at IOCRI (1,100 m asl.), Segunung, Pacet, Cianjur, West Java. Baby rose varieties used in the experiment were Red, Orange and Red MaroonThe results of the experiments showed that rooting hormone treatments were able to accelerate the growth of 3 varieties of baby roses. Keywords : Baby Roses, Cutting, intermittent Mist Propagation, Rooting Hormone, Hydrogen Cyanamide.
Penggunaan Hormon Akar dan Hydrogen Cyanamide pada Perbanyakan Stek Mawar Mini dengan Sistem Pengkabutan Intermittent
61
PENDAHULUAN Mawar mini (Rosa sp.), merupakan salah satu jenis mawar yang bunganya berukuran kecil dan ditampilkan dalam pot sebagai tanaman hias pot berbunga. Tidak seperti halnya tanaman mawar pada umumnya yang perbanyakannya melalui cara okulasi, tanaman mawar mini perlu diperbanyak dengan cara stek. Jika mawar mini diperbanyak dengan cara okulasi, selain waktunya lama, ada kesulitan karena mata tempelnya berukuran kecil. Biasanya tanaman mawar mini ditampilkan dalam pot berdiameter 15 cm dengan 5 tanaman per pot. Jika tanaman diperbanyak dengan cara okulasi, maka bekas tempelan akan mengganggu estetika dari tampilannya di pot. Dalam memproduksi tanaman hias pot berbunga, seperti mawar mini dan krisan pot masalah waktu sangat penting, karena pemasaran diproyeksikan pada even-even tertentu. Pada saat dipasarkan tanaman harus dalam keadaan paling prima. Jika penyiapan bibit sudah dapat dipastikan, maka siklus produksi dapat dihitung mundur sampai waktu pemasaran. Perbanyakan vegetatif melalui stek secara konvensional tingkat keberhasilannya rendah dan perlu tenaga untuk menyiram secara berkala agar lingkungan tetap lembab. Teknik-teknik pengakaran stek yang dapat meningkatkan keberhasilan dan menghasilkan bibit tanaman lebih cepat, sangat diharapkan oleh produsen mawar pot. Salah satu teknik pengakaran stek yang menjamin tingkat keberhasilan yang tinggi dan waktu yang lebih singkat, yaitu dengan sistem pengkabutan intermittent (intermittent misting) Tidak banyak informasi yang menyangkut perbanyakan mawar mini melalui stek dengan pengkabutan intermittent dan penggunaan ZPT. Respon tanaman mawar terhadap pemberian ZPT untuk merangsang Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
pengakaraan, ternyata berbeda-beda, tergantung kepada varietas dan spesiesnya. Nilawati et al. (2002) melaporkan bahwa NAA + IAA merupakan perlakuan yang paling baik untuk pengakaran stek mawar pagar untuk batang bawah (Rosa multiflora). Hussain & Khan (2004) melaporkan bahwa perlakuan IBA 1000 ppm merupakan yang terbaik pengaruhnya terhadap pengakaran stek 2 spesies mawar (R. bourboniana dan R. gruss-an- teplitz). Beberapa konsentrasi Rooton F (gabungan antara IBA dan derivat NAA) pernah juga dicoba pada pengakaran stek mawar mini oleh Vitriawati dan Lisarini(2008).Proses pemindahan stek berakar hasil pengkabutan setelah ditanam di polybag/pot umumnya mengalami beberapa kendala. Karena Pertumbuhan akar yang pesat, maka pertumbuhan tunas dapat terhambat. Pada penyetekan tanaman lain seperti anggur dan blueberry digunakan hydrogen cyanamida (H2CN2) untuk memecahkan dormansi mata tunas (Dokoozlian & Williams, 1995;Williamson, et al. 2002). Dengan dipercepatnya pengakaran stek dan pertunasan , maka siklus produksi tanaman hias pot mawar mini akan lebih dipersingkat dibandingkan sebelumnya. Penerapan teknologi pengkabutan intermittent ini dapat meningkatkan keberhasilan pengakaran stek s/d > 90 % dan memperpendek waktu untuk menghasilkan bibit ( Schnelle, Hendersen & Dole. 2003) . Dengan sistem pengkabutan intermittent, daun tidak perlu dibuang, seperti halnya pada cara penyetekan konvensional. Dengan adanya daun, maka foto sintesis akan terus berlangsung, sehingga hasil fotosintesis ini menjadi bahan untuk pembentukan akar (Hartman et al., 1997). Sistem ini juga menjadikan suhu bagian stek yang ada di permukaan menjadi dingin, sedangkan suhu media pengakaran lebih hangat, sehingga energi disalurkan ke bagian stek yang ada di dalam media pengakaran. Dengan adanya kabut 62
(butiran butiran air) maka spora yang menempel ke permukaan daun juga tercuci, sehingga penyakit tidak berkembang. Demikian juga untuk tanaman yang sulit berakar karena adanya zat penghambat (hormon) tertentu, akan tercuci oleh partikel air. Dengan demikian stek tanaman tadi jadi mudah diakarkan. Untuk merangsang tumbuhnya akar pada sistem pengkabutan ini dapat dengan cara menghangatkan media melalui pemasangan kabel/elemen pemanas (bottom heat, Nilawati, et al., 2002). Tujuan penelitian yaitua). Mendapatkan suatu konsentrasi ZPT yang masing-masing dapat mempercepat perakaran dan memecahkan dormansi mata tunas stek mawar mini; b). mendapatkan stadia (waktu) pemindahan stek berakar mawar mini ke tempat pendederan (pot) yang paling tepat, sehingga tingkat survivenya dapat lebih ditingkatkan .
METODOLOGI Percobaan lapangan efek ZPT pada 3 varietas mawar mini. Percobaan dilaksanakan di KP, Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung, 1100 m d.p.l. dari bulan Maret s/d bulan Juni 2009. Area pengkabutan berbahan batako yang diplester dengan semen berukuran 1.2 m x 20 m x 25 cm dengan dasar
beton yang diisi media arang sekam setebal 8 cm, dibangun di salah satu petak kebun. Nozel dipasang pada tiang pipa PVC setinggi 1 m di atas media dengan jarak antar nozel 1 m. Sumber air berasal dari tangki yang diisi secara otomatis menggunakan pelampung. Bak pengkabutan ini diletakkan di bawah naungan rumah plastik yang berkonstuksi besi siku 4x4 cm, berukuran 5 x 10 m, tinggi 3 m. Untuk menjaga kelembaban tempat penyetekan, maka lingkungn tempat penyetekan diberi pengkabutan intermittent. Frekuensi pengkabutan dikendalikan dengan alat yang diberi nama Mist-A-Matic atau Electronic leaf ( Gb. 1. Morton‟s Horticultural Products, Inc.). Varietas mawar mini yang digunakan, yaitu: Merah Marun, Orange dan Merah. Rancangan percobaaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 13 Perlakuan (Tabel 1) dan 3 ulangan. Setiap unit percobaan terdiri atas 10 stek. Setiap stek (3-4 buku) yang seragam dicelupkan ke dalam larutan klorok (0,5 % b.a.) terlebih dulu sebelum diberi perlakuan selama 5 detik ke dalam larutan ZPT . Setelah dicelupkan kedalam ZPT sesuai perlakuan, maka stek ditancapkan ke media arang sekam sedalam 2 cm. Peubah pengamatan terdiri atas: Persentase stek survive, persentase stek berakar, waktu pertama keluar akar, jumlah akar dan panjang akar
Penggunaan Hormon Akar dan Hydrogen Cyanamide pada Perbanyakan Stek Mawar Mini dengan Sistem Pengkabutan Intermittent
63
Tabel 1. Perlakuan pada percobaan efek ZPT terhadap pengakaran stek mawar mini No
Kode
1
A
IBA 2000 ppm
2
B
IBA 1500 ppm
3
C
IBA 1000 ppm
4
D
IBA 500 ppm
5
E
NAA 2000 ppm
6
F
NAA 1500 ppm
7
G
NAA 1000 ppm
8
H
NAA 500 ppm
9
I
IBA 2000 ppm + NAA 2000 ppm
10
J
IBA 1500 ppm + NAA 1500 ppm
11
K
IBA 1000 ppm + NAA 1000 ppm
12
L
IBA 500 ppm + NAA 500 ppm
13
M (Kontrol)
Pembanding (akuades)
Percobaan dilaksanakan di KP, Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung, 1100 m d.p.l. dari bulan Juni s/d Desember 2009. Area pengkabutan yang digunakan yaitu sama dengan percobaan a., kecuali media pengakaran diganti dengan arang sekam baru. Varietas mawar mini yang digunakan, yaitu berwarna Merah.
Gambar 1. Electronic Leaf Percobaan Efek Hydrogen Cyanamide terhadap pemecahan dormasi mata tunas pada mawar mini. Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
Rancanganyang digunakan yaitu Rancangan acak kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan (Tabel 2). Konsentrasi ZPT yang digunakan, diperoleh dari percobaan a (1500 ppm NAA + 1500 ppm IBA) Setiap unit percobaan terdiri atas 20 stek. Setiap stek (3-4 buku) yang seragam dicelupkan ke dalam larutan ZPT pengakaran selama 5 64
detik, kemudian diberi perlakuan Hydrogen cyanamide ( Aldrich, cat. C-8, 790-8), setelah satu hari ditancapkan ke media arang sekam. Peubah pengamatan terdiri atas: Persentase stek survive, persentase stek berakar, waktu pertama keluar (inisiasi) akar, jumlah akar, panjang akar, saat keluar tunas, panjang tunas, tinggi tanaman dan persentase tanaman hidup. Tabel 2. Perlakuan pada percobaan efek Hydrogen cyanamide terhadap pemecahan dormansi mata tunas mawar mini No
Kode
Perlakuan
A
Hydrogen Cyanamide (Dormex) 4 %
B
Hydrogen Cyanamide (Dormex) 3 %
C
Hydrogen Cyanamide (Dormex) 2 %
D
Hydrogen Cyanamide (Dormex) 1.5 %
E
Hydrogen Cyanamide (Dormex) 1 %
F
G (kontrol)
Hydrogen Cyanamide (Dormex) 0.5 % akuades
Percobaan penentuan pemindahan stek berakar
saat
Percobaan dilaksanakan di KP, Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung, 1100 m d.p.l. dari bulan Juni s/d Desember 2009. Paralel dengan kegiatan percobaan b. Area pengkabutan yang digunakan, yaitu area yang sama dengan percobaan a. Varietas mawar mini yang digunakan, yaitu Merah , Orange dan Merah Marun. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 6 perlakuan (Tabel 3.) dan 4 ulangan. Setiap unit percobaan menggunakan 20 stek. Stek ditancapkan ke media pengakaran dengan perlakuan terbaik pada percobaan a. (1500 ppm NAA + 1500 ppm IBA). Pada stadia panjang akar tertentu sesuai perlakuan, stek dipindahkan ke media pendederan, yang terdiri atas arang sekam : sabut kelapa: kompos (1:1:1 v/v) di pot plastik berdiameter 15 cm. Satu pot ditanam 5 stek. Pot-pot yang telah ditanamani stek berkar ini ditempatkan di lokasi pendederan (rumah paranet) dengan penyiraman melalui pengkabutan yang frekuensinya diatur dengan Timer. Makin lama frekuensinya pengkabutannya dikurangi. Peubah pengamatan terdiri atas: jumlah tunas, panjang tunas dan persentase tanaman hidup .Data hasil tabulasi di analisis secara statistik menggunakan ANOVA. Harga rata-rata stiap perlakuan dibandingkan menggunakan metode Beda nyata terkecil (LSD) pada taraf 5 % dan 1%.
Data hasil tabulasi di analisis secara statistik menggunakan ANOVA. Harga rata-rata setiap perlakuan dibandingkan menggunakan metode Beda nyata terkecil (LSD) pada taraf 5 % dan 1 %. Penggunaan Hormon Akar dan Hydrogen Cyanamide pada Perbanyakan Stek Mawar Mini dengan Sistem Pengkabutan Intermittent
65
Tabel 3. Perlakuan pada percobaan pengaruh saat pemindahan stek terhadap pertumbuhan mawar mini No
Kode
Perlakuan
A
Pemindahan pada saat 10 hari setelah stek
B
Pemindahan pada saat 15 hari setelah stek
C
Pemindahan pada saat 20 hari setelah ste
D
Pemindahan pada saat 25 hari setelah stek
E
Pemindahan pada saat 30 hari setelah stek
HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan efek ZPT pada 3 varietas mawar mini. a. Persentase stek hidup Dari 3 varietas yang digunakan dalam penelitian perbanyakan mawar mini
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
melalui stek, dengan teknik pengkabutan intermittent, tenyata persentase hidup antara 93 s/d 100 %. Hal ini tidak dipengaruhi oleh perlakuan hormon perakaran, karena yang tanpa perlakuan hormon pun persentase hidupnya juga tinggi. Tingginya persentase hidup ini lebih disebabkan oleh pengaturan kelembaban yang akurat, sesuai dengan kebutuhan penyetekan hasil kerja alat yang disebut ”electronic leaf”.Dibandingkan dengan penggunaan pewaktu (timer), alat ini dapat lebih menghemat air, karena bekerjanya sesuai dengan kondisi lingkungan. b. Waktu inisiasi akar. Data waktu inisiasi akar untuk ketiga varietas yang diteliti, dapat dilihat pada Tabel 4, 5 dan 6. Dari Tabel dapat dilihat, bahwa perlakuan gabungan antara IBA 2000 ppm dan NAA 2000 ppm menghasilkan inisiasi akar yang paling cepat untuk ketiga varietas yang diteliti. Yang diberi perlakuan NAA 2000 ppm dan IBA 2000 ppm inisiasi akar sudah terbentuk pada umur 9,67 hari, sedangkan yang tidak diberi perlakuan inisiasinya 10,22 hari. Perlakuan NAA 500 ppm bahkan lebih lambat, yaitu 11,44 hari.. Perlakuan lainnya yang mempercepat inisiasi akar yaitu, IBA 1500 ppm.
66
Tabel 4. Hasil pengamatan stek tanaman mawar mini var Merah Marun (21 hari setelah tanam) yang diberi perlakuan IBA dan NAA Perlakuan (Treatments) Persentase Inisiasi Jumlah akar Panjang hidup akar utama pada akar (cm pada hari umur 21 hari ke 21 (%) IBA 2000 ppm
100.00 a
11.67 a
7.00 bc
5.81 abc
IBA 1500 ppm
100.00 a
9.67
b
9.11 abc
7.12 ab
IBA 1000 ppm
100.00 a
10.22 ab
7.94 abc
6.12 abc
IBA 500 ppm
100.00 a
10.55 ab
5.33 c
3.22 c
NAA 2000 ppm
100.00 a
10.22 ab
9.22 abc
4.14 abc
NAA 1500 ppm
100.00 a
11.44 a
6.67 bc
4.41 abc
NAA 1000 ppm
100.00 a
11.44 a
7.44 bc
5.46 abc
NAA 500 ppm
100.00 a
10.22 ab
9.55 ab
6.03 abc
IBA 2000 ppm + NAA 2000 ppm
96.67 b
9.55 b
11.67 a
6.774 abc
IBA 1500 ppm + NAA 1500 ppm
100.00 a
11.55 a
8.22 abc
4.36 abc
IBA 1000 ppm + NAA 1000 ppm
100.00 a
10.77 ab
8.67 abc
7.28 a
IBA 500 ppm + NAA 500 ppm
100.00 a
9.67 b
6.67 bc
6.97 ab
Pembanding (akuades)
100.00 a
10.22 ab
8.89 abc
3.90 bc
Keterangan : Harga rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada 5 % uji Beda Nyata Terkecil. c. Jumlah akar Data jumlah akar dapat dilihat pada Tabel 4, 5 dan 6. Jumlah akar sebenarnya merupakan karakter genetik daripada varietas mawar mini. Pada varietas berwarna Merah, jumlah akar pada stek tanpa perlakuan umur 21 hari jumlah rata-ratanya , ada 28,44 buah.
Perlakuan hormon perakaran yang menghasilkan jumlah akar paling banyak, yaitu perlakuan kombinasi NAA + IBA antara 1000-2000 ppm.
Penggunaan Hormon Akar dan Hydrogen Cyanamide pada Perbanyakan Stek Mawar Mini dengan Sistem Pengkabutan Intermittent
67
d. Panjang akar. Respon varietas terhadap hormon akar pada parameter panjang akar ternyata berbeda-beda. Perlakuan IBA 1500 ppm dan kombinasi IBA + NAA 1000 ppm menghasilkan panjang akar paling tinggi pada varietas Merah Marun. Sedangkan pada varietas Orange, perlakuan NAA 500 ppm dan Kombinasi antara IBA dan IAA 500 ppm yang panjang akarnya paling tinggi. Pada Varietas mawar mini Merah,
perlakuan kombinasi antara IBA dan NAA tidak memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada sendiri sendiri. NAA 500 ppm menunjukkan yang paling tinggi. Kombinasi antara NAA dan IBA memang banyak dilaporkan pada tanaman lain dapat merangsang perakaran tanaman pada krisan (Widayani,1990). kiwi (Caldwell, et al., 1988); Douglas-fir (Copes and Mande, 2000); Warburgia ugandensis (Akwatulira, et al. ,2011)
Tabel 5. Hasil pengamatan stek tanaman mawar mini var Orange (21 hari setelah tanam) yang diberi perlakuan IBA dan NAA Perlakuan
Persentase Inisiasi akar hidup (hari) pada hari ke 21 (%)
Jumlah akar utama pada umur 21 hari(buah)
Panjang akar (cm)
IBA 2000 ppm
93.33 a
9.77 bcde
8.00 b
3.04 ab
IBA 1500 ppm
90.00 a
9.44 ab de
6.33 b
3.78 ab
IBA 1000 ppm
100.00 a
10.11 bcde
9.06 b
3.10 ab
IBA 500 ppm
100.00 a
9.22 e
5.22 b
2.86 b
NAA 2000 ppm
96.67 a
10.77 abc
7.72 b
3.26 ab
NAA 1500 ppm
100.00 a
9.88 bcde
5.89 b
4.81 ab
NAA 1000 ppm
96.67 a
9.55 cde
6.22 b
3.54 ab
NAA 500 ppm
100.00 a
9.67 bcde
6.89 b
4.36 ab
IBA 2000 ppm + NAA 2000 ppm
90.00 a
9.17 e
18.33 a
3.50 ab
IBA 1500 ppm + NAA 1500 ppm
96.67 a
10.88 ab
5.33 b
3.67 ab
IBA 1000 ppm + NAA 1000 ppm
93.33 a
9.22 e
5.94 b
3.29 ab
IBA 500 ppm + NAA 500 ppm
100.00 a
10.55 abcd
6.67 b
5.31 a
Pembanding (akuades)
100.00 a
11.61 a
5.39 b
2.97 b
Keterangan: Harga rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada 5 % uji Beda Nyata Terkecil..
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
68
Tabel 6. Hasil pengamatan stek tanaman mawar mini var Merah (21 hari st) yang diberi perlakuan IBA dan NAA Perlakuan (Treatments)
Inisiasi akar (hari)
Jumlah akar utama pada umur 21 hari(buah)
Panjang akar (cm)
IBA 2000 ppm
Persenta se stek hidup pada hari ke 21 (%) 100.00 a
10.00 ab
34.11 a
4.54 bc
IBA 1500 ppm
100.00 a
9.88 ab
26.11 bcd
6.05 abc
IBA 1000 ppm
100.00 a
10.22 ab
19.33 defg
6.24 ab
IBA 500 ppm
100.00 a
11.33 a
16.33 efg
6.05 abc
NAA 2000 ppm
96.67 a
11.44 a
23.22 cde
5.59 abc
NAA 1500 ppm
93.33 a
11.77 a
21.22 cdef
4.10 c
NAA 1000 ppm
100.00 a
11.22 a
17.44 efg
5.73 abc
NAA 500 ppm
100.00 a
10.44 ab
13.62 g
6.91 a
IBA 2000 ppm + NAA 2000 ppm
96.67 a
8.56 b
28.44 abc
6.01 abc
IBA 1500 ppm + NAA 1500 ppm
96.67 a
10.11 ab
31.00 ab
5.35 abc
IBA 1000 ppm + NAA 1000 ppm
100.00 a
10.89 a
28.22 abc
5.27 abc
IBA 500 ppm + NAA 500 ppm
96.67 a
10.00 ab
17.00 efg
5.41 abc
Pembanding (akuades)
100.00 a
11.67 a
14.00 fg
4.72 abc
Keterangan: Harga rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada 5 % uji Beda Nyata Terkecil.
Penggunaan Hormon Akar dan Hydrogen Cyanamide pada Perbanyakan Stek Mawar Mini dengan Sistem Pengkabutan Intermittent
69
Pengaruh Hydrogen Cyanamide
Tabel 7. Hasil pengamatan pada percobaan efek Hydrogen cyanamide terhadap pemecahan dormansi mata tunas mawar mini var. Merah Perlakuan Hydrogen Cyanamide 4 %
Persentase hidup (%) 43.33
c
Tinggi tanaman (cm) 11.03 b
Panjang tunas (cm)
Jumlah akar (buah)
Panjang akar (cm)
4.577 b
16.44 b
7.277 b
Hydrogen 80.00 ab 12.01 ab 5.357 ab 24.78 ab 8.030 ab Cyanamide 3 % Hydrogen 70.00 b 10.53 b 4.667 b 19.33 ab 8.147 ab Cyanamide 2 % Hydrogen 90.00 ab 11.90 ab 4.630 b 19.34 ab 7.690 b Cyanamide 1,5 % Hydrogen 93.33 a 13.55 a 5.857 ab 27.67 a 9.477 ab Cyanamide 1 % Hydrogen 100.0 a 13.72 a 6.777 a 27.22 a 10.47 a Cyanamide 0,5 % Akuades 100.0 a 13.35 a 6.397 a 24.89 ab 9.473 ab (Kontrol) Keterangan: Harga rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada 5 % uji Beda Nyata Terkecil. Dari Tabel 7 di atas dapat dilihat, bahwa aplikasi Hydrogen Cyanamida tidak sesuai dengan yang diharapkan. Makin tinggi konsentrasi hydrogen cyanamide, makin rendah persentase hidup. Rupanya zat ini menyebabkan fitotoksik terhadap varietas tanaman mawar mini ( Merah) yang dicoba. Kemungkinan aplikasinya tidak lebih dari 1 %. Karena konsentrasi di atas 1 % , semua peubah yang diamati seperti persentase hidup, tinggi tanaman, panjang tunas , panjang dan jumlah akar, menunjukkan efek yang menghambat. Pada anggur konsentrasi yang baik menurut Dokoozlian & Williams (1995) yaitu 2,5 %. Mekanisme kerja HC terhadap mata tunas pada tanaman anggur menurut Perez, Vergara & Rubio( 2008) yaitu Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
menyebabkan terjadinya stress oksidatif dan gangguan respirasi yang berhubungan dengan pecahnya endo dormansi. Lebih jauh karena ekspresi aktifitas enzim katalase dihambat oleh HC, maka level H2O2 menjadi meningkat sehingga menyebabkan pecahnya endo dormansi pada mata tunas tanaman anggur. Tidak terlihatnya efek HC pada pemecahan dormansi mawar mini, karena efeknya pada pada tanaman lain seperti anggur baru kelihatan setelah 21 hari. Padahal pada percobaan ini umur 21 hari stek berakar sudah dipindah.
70
Percobaan lapangan penentuan saat pemindahan stek berakar terhadapkeberhasilan pertumbuhan mawar mini. Tabel 8.Hasil pengamatan pada percobaan pengaruh saat pemindahan stek terhadap keberhasilan hidup dan pertumbuhan mawar mini N o
Hari setela h tana m
Persentas e tan. Hidup (%)
Jumla h tunas 30 hst
Panjan g tunas (cm)
1
10
80,00 a
1,52 a
8,80 a
2
15
76,67 a
1,69 a
9,31 a
3
20
70,00 a
1,58 a
8,20 a
4
25 83,33 a
1,50 a
10,28 a
80,00 a
1,89 a
6,38 b
5
30
Hst = hari setelah tanam; Keterangan. Harga rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada 5 % uji Beda Nyata terkecil. Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa pemindahan stek dari 10 hari setelah tanam sampai dengan 30 hari setelah tanam tidak berbeda nyata pada peubah persentase tanaman hidup dan jumlah tunas. Dapat disimpulkan bahwa pemindahan stek dapat dilakukan 10 hari setelah stek mawar mini, lebih cepat dari sistem budidaya mawar mini yang dilakukan oleh petani yaitu 21 hari setelah stek.
KESIMPULAN 1. Sistem pengkabutan intermitent yang digunakan dalam percobaan sangat cocok untuk pengakaran stek mawar mini. 2. Perlakuan gabungan antara IBA 2000 ppm dan NAA 2000 ppm dapat memperpendek waktu inisiasi akar dan memperbanyak jumlah akar. Sedangkan pada parameter panjang akar perlakuan kombinasi antara IBA + NAA tidak menghasilkan efek meningkatkan. 2. Perlakuan Hydrogen Cyanamide lebih dari 1 % menyebabkan efek fitotoksik terhadap kultivar mawar mini yang dicoba, sedangkan aplikasi < 0.5 % pun tidak lebih baik dari kontrol. 3.
Pemindahan stek berakar dapat dilakukan sejak 10 hari setelah tanam, tidak harus menunggu sampai > 25 hari setelah tanam.
DAFTAR PUSTAKA Akwatulira, F., Gwali, S., Okullo, J. B. L. Segawa, P., Tumwebaze, S. B., Mbwambo, J. R. and A. Muchugi. 2011. Influence of rooting media and indole-3butyric acid(IBA) concentration on rooting and shoot formation of (IBA) concentration on rooting and shoot formation of Warburgia ugandensis stem cuttings. African J. Pl. Sci. 5(8): 421-429 Caldwell, J. D., Custon, D. C., and K. H. Brock. 1988. Rooting of semihardwood „Hayward‟ kiwifruit cutting. HortScience 23(4):714717.
Penggunaan Hormon Akar dan Hydrogen Cyanamide pada Perbanyakan Stek Mawar Mini dengan Sistem Pengkabutan Intermittent
71
Copes, D. L., and N. L. Mandel. 2000. Effect of IBA and NAA treatments on Douglas-fir stem cuttings. New Forest. 20: 249-257. Hartmann, H. T., Kester, D. E., Davies Jr., F. T. and R. L. Geneve. 1997. Plant propagation: Principles and Practices. 6th Ed. Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Oag , David R . 2001. Grape Production in Australia InM. K. Papademetriou and Frank J. Dent (Eds.)GRAPE production in the asia-pacific region.Food and Agriculture Organization of the united nations Regional office for Asia and The Pacific Bangkok, Thailandhttp://www.fao.org/docrep /003/x6897e/x6897e04.htm#T opOfPage
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
Perez, F. J. R. Vergara and S. Rubio. 2008. H2O2 is involved in the dormancy-breaking effect of hydrogen cyanamide in grapevine buds. 7p. http://www.captura.uchile.cl/bi tstream/handle/2250/6789/Per ez_Francisco_J.pdf?sequence=1 Schnelle, M. A.; Hendersen, J. C. and J. M. Dole. 2003. Mist propagation systems and humidity chambers for the nursery and greenhouse. Oklahoma coop. Ext. Service. OSU Ext. Fact. F-6708. Vitriawati, W. dan E. Lisarini. 2008. Respon pertumbuhan akar dan tunas mawar mini pot (Rosa sinensis Jacq)terhadap posisi stek batang dan konsentrasi ZPT Rooton F. J. Agrosci. Vol. 1. 57-64.
72
UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS CABAI (Capsicum annum L.) TERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM YANG DISEBABKAN CENDAWAN Fusarium oxysporum f.sp capsici
Oleh:
Asep Saepul Alam, SP* Widya Sari, SP.,MP* Muhammad Achviana**
RINGKASAN
Cabai (Capsicum annum) merupakan salah satu komoditas yang dikonsumsi di dalam negeri maupun komoditas eksport. Sebagai rempah-rempah, cabai mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, untuk itu usaha untukmeningkatkan produksi cabai terus dilaksanakan karena dari waktu ke waktu permintaan produksi cabai terus meningkat. Namun usaha peningkatan produksi cabai seringkali mengalami beberapa hambatan. Salah satu hambatan tersebut disebabkan oleh gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT)yaitu penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp capsici, serta selain pengaruh patogen kualitas benih sangat menentukan produksi cabai.Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis varietas cabai yang baik dalam menghambat persentase penyakit layu fusarium pada buah cabai, serta mengetahui jenis varietas cabai yang baik terhadap intesitas serangan layu fusarium Hasil Penelitian menunjukkan bahwa varietas yang paling rendah tingkat intensitas serangannya adalah varietas kawat yaitu sebesar 23.310% dan varietas yang paling tinggi tingkat intensitas serangannya adalah varietas gelora sebesar 87.103%. sedangkan varietas yang paling rendah tingkat insiden serangannya adalah varietas kawat yaitu sebesar 38.25% dan varietas yang paling tinggi tingkat insiden serangannya adalah varietas gelora sebesar 93.92%.Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa varietas kawat memiliki ketahanan terhadap penyakit fusarium yang lebih bagus dari varietas yang diujikan pada penelitian ini. Kata kunci: Capsicum annum L., Fusarium oxysporum f.sp capsici
ABSTRACT
Chilli ( Capsicum annuum ) is one commodity that is consumed in the domestic and export commodities. As a spice, chili has a high economic value, to the effort to increase the production of chilli continue to be implemented as from time to time request chilli production continues to increase. However, efforts to increase the production of chili often have multiple barriers. One of the obstacles caused by the disruption of plant pests ( OPT ) is Fusarium wilt disease caused by Fusarium oxysporum f.sp capsici, and in addition to the effect extremely determine pathogens quality seed production of chilli . The purpose of this study is to determine the type of good chili varieties in inhibiting the percentage of Fusarium wilt disease on chilies, as well as knowing a good chili varieties against Fusarium wilt intensity attacks Research shows that most varieties of low-level intensity of their attacks are varieties of wire that is equal to 23,310 % and most varieties of high -level intensity of their attacks are varieties surge of 87 103 %. while most varieties of low-level attacks are varieties of incidence is equal to 38.25 % of wire and varieties of the highest incidence rates are varieties offensive surge by 93.92 %. So it can be concluded that the varieties of wire has resistance to fusarium disease better than the varieties tested in this study. Keywords: CapsicumannuumL., Fusariumoxysporumf.spcapsici Uji ketahanan beberapa varietas cabai (Capsicum annum L.) terhadap layu fusarium yang disebabkan cendawan fusarium oxysporum f.sp capsici
73
PENDAHULUAN Cabai (Capsicum annum) merupakan salah satu komoditas yang dikonsumsi di dalam negeri maupun komoditas eksport. Sebagai rempahrempah, cabai mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Cabai adalah salah satu rempah yang paling banyak digunakan dalam bentuk segar atau olahan untuk konsumsi rumah tangga, industri dan pengolahan makanan (Anonim, 1997). Usaha untuk meningkatkan produksi cabai terus dilaksanakan karena dari waktu ke waktu, permintaan produksi cabai terus meningkat. Namun usaha peningkatan produksi cabai seringkali mengalami beberapa hambatan. Salah satu hambatan tersebut disebabkan oleh gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Cahyono, 1994). Salah satu penyakit penting pada tanaman cabai adalah penyakit layu Fusarium. Penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp capsici. Jamur ini menyerang jaringan empulur batang melalui akar yang luka dan terinfeksi. Batang yang terserang akan kehilangan banyak cairan dan berubah warna menjadi kecoklatan, tepi bawah daun menjadi kuning, merambat ke bagian lain secara cepat sehingga seluruh permukaan daun tersebut menguning (Anonim, 1997). Selain pengaruh patogen kualitas benih sangat menentukan produksi cabai. Menurut Syamsudin (2007), tingkat keberhasilan suatu program pembenihan ditentukan oleh keunggulan benih yang tersedia bagi konsumen. Penggunaan benih yang unggul dan bermutu tinggi merupakan syarat mutlak untuk
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
mendapatkan produksi tanaman yang menguntungkan secara ekonomis. Suatu varietas disebut tahan apabila varietas tersebut memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman itu menghindar, atau pulih kembali dari serangan hama/penyakit pada keadaan yang mengakibatkan kerusakan pada varietas lain yang tidak tahan atau memiliki sifatsifat genetik yang dapat mengurangi tingkat kerusakan oleh serangan hama dan penyakit. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui ketahanan lima varietas cabai terhadap serangan layu fusarium. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui jenis varietas cabai yang baik dalam menghambat persentase penyakit layu fusarium pada buah cabai. 2. Mengetahui jenis variettas cabai yang baik terhadap intesitas serangan layu fusarium METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Net House Fakultas Pertanian Universitas Suryakancana Cianjur, pada bulan januari sampai Maret 2013. Lokasi tersebut memiliki temperatur 280C-320C dengan ketinggian tempat 400 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok, terdiri dari enam perlakuan (lima varietas cabai dan satu perlakuan kontrol) diulang sebanyak empat kali.
74
Setiap perlakuan terdiri dari tiga tanaman cabai yaitu sebagai berikut: 1. AC : Varietas Hellboy + cendawan Fusarium Sp. 2. BC : Varietas Kawat + cendawan Fusarium Sp. 3. CC : Varietas Ferosa + cendawan Fusarium Sp. 4. DC : Varietas Gelora + cendawan Fusarium Sp. 5. EC : Varietas Landung + cendawan Fusarium Sp.
Suspansi Suspansi Suspansi
berdasarkan luas serangan pada masing masing varietas cabai. Intensitas serangan penyakitdinyatakan berdasarkan skor penyakit(Kusnanta 2005). Skor/Score
Suspansi
0
Suspansi
1
Pelaksanaan Penelitian a. Inokulasi Cendawan Fusarium oxysporum fsp. capsici Perlakuan dilakukan dengan cara inokulasi suspensi spora dengan konsentrasi spora sama (5,10-5). Bibit masing-masing varietas cabai yang sudah berumur 45 hari disiram dengan suspensi tersebut sebelum ditanam di polybag yang sudah berisi media tanam di atas. Untuk kontrol perlakuan menggunakan bibit cabai direndam dengan aquades. Cabai yang telah diinokulasi, diteaan sesuai denah perlakuan.Setelah perlakuan inokulasi, dilakukan pengamatan dari satu hari setelah inokulasi (HSI) sampai limabelas HSI. b. Pengamatan dan Pengambilan Data Pengamatan dilakukan setiap hari setelah inokulasi, untuk melihat dan menghitung persentase tanaman cabai yang terserang penyakit dan menentukan Intensitas serangan penyakit Fusarium yang dihitung
2 3 4
Intensitas serangan penyakit/ Disease intensity Bagian tanaman terserang 0% sehat/healthy Bagian tanaman terserang 1-25% serangan ringan/mild Bagian tanaman terserang 26-50% serangan sedang/medium Bagian tanaman terserang 51-75% serangan berat/severe Bagian tanaman terserang > 75% gejala sangat berat/advance
Intensitas serangan penyakitdihitung dengan menggunakan rumus Σ(n x v) Intensitas serangan = / Disease intensity
x 100 % NxZ
Keterangan/Note: n =Jumlah tanaman dari tiap kategoriserangan (The number of plant from each category) v =Nilai skor dari tiap kategori serangan (Score value of each category) N = Jumlah tanaman yang diamati (Totalnumber of observed plants) Z = Nilai skor dari kategori serangantertinggi (The highest score in category)
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, bila berbeda nyata diuji lanjut dengan DMRT pada taraf nyata 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Intensitas Serangan Layu Fusariumoxysporum f.sp capsici Dari hasil penelitian didapatkan data rataan umum (Tabel 1. Dan
Uji ketahanan beberapa varietas cabai (Capsicum annum L.) terhadap layu fusarium yang disebabkan cendawan fusarium oxysporum f.sp capsici
75
Lampiran 1.) intensitas serangan yang diamati 6 kali pengamatan.
Tabel 1. Intensitas serangan layu Fusarium terhadap beberapa varietas cabai
Intensitas Serangan (%) Varietas Cabai
34 HS T
37 HS T
40 HS T
43 HST
46 HST
49 HST
Hell boy (AC)
0.93 6a
0.88 7a
1.11 1a
1.197 a
2.83 7a
37.69 7a
Kawat (BC)
1.31 3a
1.22 8a
2.36 9a
2.853 ab
3.69 1a
23.31 0a
Ferosa(C C)
0.50 0a
0.47 2a
0.14 7a
2.089 ab
2.24 1a
25.13 0a
Gelora (DC)
0.73 0a
0.68 3a
0.81 7a
1.511 a
2.24 1a
87.10 3b
Landung (EC)
1.14 8a
1.09 3a
2.28 0a
4.561 b
5.07a
33.50 7a
Pada pengamatan 34 HST, berdasarkan hasil pengolahan data Anova (lampiran 1). Didapat bahwa intensitas serangan layu fusarium oxysporum f.sp capsiciterhadap beberapa varietas cabai tidak berpengaruh nyata dengan F = 1.68 dari tarap 5%. Tetapi apabila dilihat dari tabel diatas rata-rata intensitas serangan layu fusarium oxysporum f.sp capsici yang paling bagus daya tahan serangan yaitu varietas Ferosa dengan rata-rata 0.500%, dilanjutkan dengan varietas Gelora, varietas Hell boy, varietas Kawat, dan varietas Landung. Dengan rata-rata nilai intesitas serangan layu fusariumnya berturut-turut adalah 0.730%, 0.936%, 1.313% dan 1.148%. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena cendawan fusariumoxysporum f.sp capsici yang di Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
infeksikan ke beberapa varietas cabai, cendawan tersebut masih dalam tahap inkubasi. Pada pengamatan 37 hst, berdasarkan hasil pengolahan data Anova (lampiran 1). Didapat bahwa intensitas serangan layu fusariumoxysporum f.sp capsici terhadap beberapa varietas cabai tidak berpengaruh nyata dengan F = 1.68 dari tarap 5%. Tetapi apabila dilihat dari tabel diatas rata-rata intensitas serangan layu fusarium oxysporum f.sp capsici yang paling bagus daya tahan serangan yaitu varietas Ferosa dengan rata-rata 0.472, dilanjutkan dengan varietas Gelora, varietas Hell boy, varietas Landung dan varietas Kawat, dengan rata-rata intesitas serangan layu fusariumnya berturut-turut 0.683%, 0.887%, 1.093% dan 1.228%. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena cendawan fusarium oxysporum f.sp capsici yang di infeksikan kebeberapa varietas cabai masih dalam tahap inkubasi. Pada pengamatan 40 hst, berdasarkan hasil pengolahan data Anova (lampiran 1). Didapat bahwa intensitas serangan layu fusariumoxysporum f.sp capsici terhadap beberapa varietas cabai tidak berpengaruh nyata dengan F = 2.40 dari tarap 5%. Tetapi apabila dilihat dari tabel diatas rata-rata intensitas serangan layu fusarium yang paling bagus daya tahan serangan yaitu varietas Ferosa dengan rata-rata 0.147, dilanjutkan dengan varietas Gelora, varietas Hell boy, varietas Landung dan varietas Kawat. Dengan rata-rata intesitas serangan layu fusariumnya berturut-turut 0.817%, 1.111%, 2.280% dan 2.369%. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena cendawan fusarium oxysporum f.sp capsici yang di infeksikan kebeberapa varietas cabai masih dalam tahap inkubasi. Pengamatan Intensitas Serangan Cendawan fusariumoxysporum f.sp capsici pada 43 hst, menunjukan bahwa nilai rata-rata terendah intensitas serangan 76
layu fusarium oxysporum f.sp capsici adalah varietas Hell Boy dengan nilai rata-rata 1.197 % berbeda nyata dengan varietas landung dengan nilai rata-rata 4.561%, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Gelora, varietas Ferosa dan varietas kawat dengan nilai rata-rata berturut-turut adalah 1.511%, 2.089% dan 2.853%. Diduga bahwa varietas kawat memiliki daya tahan tubuh yang tinggi terhadap serangan layu fusariumoxysporum f.sp capsici. Pada pengamatan 46 hst, berdasarkan hasil pengolahan data Anova (lampiran 1). Didapat bahwa intensitas serangan layu fusarium oxysporum f.sp capsici terhadap beberapa varietas cabai tidak berpengaruh nyata dengan F = 1.44 dari tarap 5%.tetapi apabila dilihat dari tabel diatas rata-rata intensitas serangan layu fusarium oxysporum f.sp capsici yang paling bagus daya tahan serangan yaitu varietas Ferosa dengan rata-rata 2.241, dilanjutkan dengan varietas Gelora, varietas Hellboy, varietas Kawat dan varietas Landung. Dengan rata-rata intesitas serangan layu fusariumnya berturut-turut 2.241%, 2.837%, 3.691% dan 5.071%. Pengamatan Intensitas Serangan Cendawan fusarium oxysporum f.sp capsici pada 49 hst, menunjukan bahwa nilai rata-rata terendah intensitas serangan fusarium oxysporum f.sp capsici adalah varietas Kawat dengan nilai rata-rata 23.310 % berbeda nyata dengan varietas Gelora dengan nilai rata-rata 87.103%, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Ferosa, varietas Landung dan varietas Hell Boy dengan nilai rata-rata berturut-turut adalah 25.130%, 33.507% dan 37.697%. Diduga bahwa varietas kawat memiliki daya tahan tubuh yang tinggi terhadap serangan layu fusariumoxysporum f.sp capsici.
Gambar 4. Grafik tabel intensitas serangan fusarium terhadap beberapa varietas cabai
2. Insiden Serangan Layu Fusarium Dari hasil penelitian didapatkan data rataan umum (Tabel 2. dan Lampiran 2.) insiden serangan yang diamati 6 kali pengamatan Tabel 2. Insiden serangan layu Fusarium terhadap beberapa varietas cabai Insiden Serangan (%) Varieta 34 37 40 43 46 49 s Cabai hst hst hst hst hst hst Hell 3.74 3.54 3.92 3.73a 5.17 45.35 boy a a a a a (AC) Kawat 5.25 4.91 6.66 6.91a 9.01 38.52 (BC) a a a b a a Ferosa 2.00 1.89 2.37 5.07a 5.29 41.20 (CC) a a a b a a Gelora 2.92 2.74 3.85 3.64a 5.37 93.92 (DC) a a a a b Landu 3.3a 2.52 7.62 9.38 8.38 44.76 ng a a b a a (EC)
Pada pengamatan 34 HST, berdasarkan hasil pengolahan data Anova (lampiran 2). Didapat bahwa insiden serangan layu fusarium oxysporum f.sp capsiciterhadap beberapa varietas cabai tidak berpengaruh nyata dengan F Uji ketahanan beberapa varietas cabai (Capsicum annum L.) terhadap layu fusarium yang disebabkan cendawan 77 fusarium oxysporum f.sp capsici
= 1.67 dari tarap 5%. Tetapi apabila dilihat dari tabel 2. diatas rata-rata insiden serangan layu fusarium oxysporum f.sp capsici yang paling rendah yaitu varietas Ferosa dengan rata-rata 2.001%, dilanjutkan dengan varietas Gelora, varietas Hell boy, varietas Landung, dan varietas Kawat. Dengan rata-rata nilai insiden serangan layu fusariumnya berturut-turut adalah 2.918%, 3.742%, 4.590% dan 5.246%. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena cendawan fusariumoxysporum f.sp capsici yang di infeksikan ke beberapa varietas cabai, cendawan tersebut masih dalam tahap inkubasi. Pada pengamatan 37 hst, berdasarkan hasil pengolahan data Anova (lampiran 2). Didapat bahwa insiden serangan layu fusarium oxysporum f.sp capsiciterhadap beberapa varietas cabai tidak berpengaruh nyata dengan F = 1.68 dari tarap 5%. Tetapi apabila dilihat dari tabel 2. diatas rata-rata insiden serangan layu fusarium oxysporum f.sp capsici yang paling rendah yaitu varietas Ferosa dengan rata-rata 1,889%, dilanjutkan dengan varietas Gelora, varietas Hell boy, varietas Landung, dan varietas Kawat. Dengan rata-rata nilai insiden serangan layu fusariumnya berturut-turut adalah 2.737%, 3.541%, 4.370% dan 4.913%. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena cendawan fusariumoxysporum f.sp capsici yang di infeksikan ke beberapa varietas cabai, cendawan tersebut masih dalam tahap inkubasi. Pada pengamatan 40 hst, berdasarkan hasil pengolahan data Anova (lampiran 2). Didapat bahwa insiden serangan layu fusariumoxysporum f.sp capsici terhadap beberapa varietas cabai tidak berpengaruh nyata dengan F = 2.24 dari tarap 5%. Tetapi apabila dilihat dari tabel diatas rata-rata insiden serangan layu fusarium yang paling bagus daya tahan serangan yaitu varietas Ferosa dengan rata-rata 2.372, dilanjutkan dengan varietas Gelora, varietas Hell Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
boy, varietas Kawat dan varietas Landung. Dengan rata-rata insiden serangan layu fusariumnya berturut-turut 3.848%, 3.917%, 6.662% dan 7.620%. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena cendawan fusarium oxysporum f.sp capsici yang di infeksikan kebeberapa varietas cabai masih dalam tahap inkubasi. Pengamatan Insiden Serangan Cendawan fusariumoxysporum f.sp capsici pada 43 hst, menunjukan bahwa nilai rata-rata terendah insiden serangan layu fusarium oxysporum f.sp capsici adalah varietas Gelora dengan nilai rata-rata 3.640 % berbeda nyata dengan varietas landung dengan nilai rata-rata 10.000%, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Hell boy, varietas Ferosa dan varietas kawat dengan nilai rata-rata berturut-turut adalah 3.727%, 5.073% dan 6.907%. Diduga bahwa varietas kawat memiliki daya tahan tubuh yang tinggi terhadap serangan layu fusariumoxysporum f.sp capsici. Pada pengamatan 46 hst,berdasarkan hasil pengolahan data Anova (lampiran 2). Didapat bahwa insiden serangan layu fusarium oxysporum f.sp capsici terhadap beberapa varietas cabai tidak berpengaruh nyata dengan F = 1.37 dari tarap 5%.tetapi apabila dilihat dari tabel diatas rata-rata insiden serangan layu fusarium oxysporum f.sp capsici yang paling bagus daya tahan serangan yaitu varietas Ferosa dengan rata-rata 5.286, dilanjutkan dengan varietas Gelora, varietas Hellboy, varietas Landung dan varietas Kawat. Dengan rata-rata insiden serangan layu fusariumnya berturut-turut 5.374%, 6.179%, 8.377% dan 9.013%. Pengamatan Insiden Serangan Cendawan fusarium oxysporum f.sp capsici pada 49 hst, menunjukan bahwa nilai rata-rata terendah insiden serangan fusarium oxysporum f.sp capsici adalah varietas Kawat dengan nilai rata-rata 38.52 % berbeda nyata dengan varietas Gelora dengan nilai rata-rata 93.92%, 78
akan tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Ferosa, varietas Landung dan varietas Hell Boy dengan nilai rata-rata berturut-turut adalah 41.20%, 44.76% dan 45.35%. Diduga bahwa varietas kawat memiliki daya tahan tubuh yang tinggi terhadap serangan layu fusariumoxysporum f.sp capsici.
Gambar 5. Grafik tabel insiden serangan fusarium terhadap beberapa varietas cabai
Pembahasan Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa varietas kawat mempunyai ketahanan yang paling tinggi terhadap serangan penyakit layu fusarium. Hal ini terlihat dari nilai intensitas serangan dan nilai insiden penyakit yang lebih rendah disbanding varietas lainnya. Secara umum tumbuhan dapat bertahan dari serangan patogen tersebut dengan kombinasi sifat pertahanan diri yang dimilikinya, yaitu (1) sifat-sifat struktural yang berfungsi sebagai penghalang fisik dan menghambat patogen yang akan masuk dan berkembang di dalam tumbuhan, dan (2)
reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel dan jaringan tumbuhan yang menghasilkan zat beracun bagi patogen atau menciptakan kondisi yang menghambat pertumbuhan patogen pada tumbuhan tersebut. Kombinasi antara sifat struktural dan reaksi biokimia yang digunakan untuk pertahanan bagi tumbuhan berbeda antara setiap sistem kombinasi inang – patogen (Agrios, 1996). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sumarno (1992), suatu varietas disebut tahan apabila : (1) memiliki sifatsifat yang memungkinkan tanaman itu menhindar, atau pulih kembali dari serangan penyakit pada keadaan yang akan mengakibatkan kerusakan pada varietas lain yang tidak tahan, (2) memiliki sifat-siat yang dapat mengurangi tingkat kerusakan yang disebabkan oleh serangan penyakit, (3) memiliki sekumpulan sifat yang dapat diwariskan, yang dapat mengurangi kemungkinan penyakit untuk menggunakan tanaman tersebut sebagai inang, atau (4) mampu menghasilkan produksi yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan varietas lain pada tingkat populasi penyakit yang sama. Tanaman menggunakan berbagai sistem untuk menghambat, membatasi atau mencegah pertumbuhan penyakit. Semua tanaman mempunyai potensi secara genetik untuk mekanisme resistensi terhadap jamur, bakteri, virus dan nematode patogen. Mekanisme tersebut pada tanaman yang resistensi cepat setelah pathogen muncul, sehingga dapat menghambat atau mencegah perkembangan pathogen, sebaliknyua pada tanaman yang rentan, mekanisme tersebut lebih lambat terjadi sehingga pathogen telah berkembang terlebih dahulu. Ada dua mekanisme pertahanan diri yang dimiliki oleh tanaman, yaitu: sifat-sifat struktual pada tanaman yang berfungsi sebagai penghalang fisik dan
Uji ketahanan beberapa varietas cabai (Capsicum annum L.) terhadap layu fusarium yang disebabkan cendawan fusarium oxysporum f.sp capsici
79
akan menghambat patogen untuk masuk dan menyebar di dalam tanaman, dan responbiokimia yang betupa reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam sel dan jaringan tanaman sehingga patogen dapat mati atau terhambat pertumbuhannya (Sumarno 1992). Sedangkan menurut Suharyanto et al. (2002), tanaman yang tidak tahan, dapat disebabkan oleh ketidak mampuan tanaman beradaptasi denagan perubahan lingkungan sebagai akibat dari rendahnya keragaman genetik tanaman. Seperti yang sudah kita ketahui, untuk terjadinya penyakit pada tanaman diperlukan interaksi dari tiga factor, yang dikenal dengan istilah segitiga penyakit, yakni : inang, patogen dan lingkungan (Blanchard dan Tattar, 1981). Epidemi penyakit timbul bilamana ketiga faktor diatas berada dalam kondisi yang sesuai bagi perkembangan penyakit. Oleh sebab itu cara untuk mengendalikan penyakit adalah dengan memanipulasi salah satu atau lebih faktor-faktor tersebut sehingga tercapai kondisi yang merugikan bagi pertumbuhan penyakit dan mencegah terjadinya infeksi oleh penyakit. Tumbuhan inang dapat dimanipulasi dengan cara meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara pemuliaan melalui seleksi tanaman yang secara genetik resisten terhadap penyakit tertentu. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil dan penelitian diatas bahwa:
pembahasan
1. Varietas yang paling rendah tingkat intensitas serangannya adalah varietas kawat yaitu sebesar 23.310% dan varietas yang paling tinggi tingkat intensitas serangannya adalah varietas gelora sebesar 87.103%. Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
2. Varietas yang paling rendah tingkat insiden serangannya adalah varietas kawat yaitu sebesar 38.25% dan varietas yang paling tinggi tingkat insiden serangannya adalah varietas gelora sebesar 93.92%. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa varietas kawat memiliki ketahanan terhadap penyakit fusarium yang lebih bagus dari varietas yang diujikan pada penelitian ini. Saran Dari hasil penelitian ini penulis menyarankan bahwa: 1. Bagi petani apabila untuk daerah yang sesuai dengan penelitian ini yaitu 230C disarankan bisa memakai varietas kawat 2. Bagi para peneliti bisa dilakukan penelitian lanjutan mengenai penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Agrios, G, N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Ketiga. UGM Press. Yogyakarta. Anonim. (1997). Pengenalan dan Pengendalian Penyakit benih. Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Holtikultura. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta. Cahyono, B. (1994). Usaha Tani Cabai Merah yang Berhasil. CV Aneka Solo. Semarang. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2008. Luas Panen, ratarata hasil dan produksi tanaman 80
hortikultura di Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta. Duriat, AS., Sulyo Y., Gunaeni N., Korlina E. 1994. Screening of Pepper Cultivars for resistance to CMV and CuMV in Indonesia. Proceeding of the Aunef 11 Midterm Workshop AVROV, ADB and PCARRD. Endah, H.J. (2002). Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Agro Media Pustaka. Jakarta.
menggunakan agen biokontrol ekstrak botani. Agrobio 2 (2).
dan
Warisno dan Dahana, K. 2010. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. PT. Gramedia Yunasfi. 2002. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit dan penyakit yang disebabkan oleh jamur. USU digital library : 1-13.
Mulyaman., S. Sukamto, A. Kustaryati, dan U.Damiati. 2002. Hasil Identifikasi dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman Sayur, Dirjen Bina Produksi Hortikultura Direktorat Perlindungan Hortikultura. Pracaya, 2010. Hama Dan Penyakit Tanaman Edisi Revisi. PT. Penebar Swadaya. Pratnanto, F. (2002). Kiat Sukses Bertanam Cabai di Musim Hujan. Penebar Swadaya. Jakarta. Setiadi, 1992. Bertanam Cabe. Penerbit Swadaya, Jakarta. Suheriyanto, D. 2001. Kajian komoditas fauna pada pertanaman bawang merah dengan dan tanpa aplikasi pestisida. Lap. Universitas Brawijaya. Malang. Hal 1-50. Syamsudin. 2007. Pengendalian penyakit terbawa benih (seed born diseases) pada tanaman cabai (Capsicum annuum Liin.) Uji ketahanan beberapa varietas cabai (Capsicum annum L.) terhadap layu fusarium yang disebabkan cendawan fusarium oxysporum f.sp capsici
81
PENGARUH MACAM MEDIA TANAM DAN ZAT PENGATUR TUMBUH GROWTONE TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TANAMAN JARAK PAGAR ( Jatropa curcas Linn ) Oleh : Pasetriyani ET
RINGKASAN
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan interaksi antara media tanam dan zat pengatur tumbuh Growtone terhadap pertumbuhan stek batang tanaman jarak pagar. Percobaan dilaksanakan dari bulan Desember 2012 sampai dengan Februari 2013 di kebun percobaan SMK Padalarang. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial dan diulang sebanyak tiga kali. Perlakuan terdiri atas dua faktor yaitu: Media tanam (M) dan Zat Pengatur Tumbuh Growtone (G).Taraf faktor M terdiri atas tanah, campuran tanah : sekam (2:1), campuran tanah : pupuk kandang (2:1), campuran tanah : pasir (2 : 1). Faktor G terdiri atas tanpa ZPT , pakai ZPT 10 mg/bibit.Hasil percobaan menunjukkan tidak terjadi interaksi antara media tanam dengan ZPT terhadap pertumbuhan stek batang kecuali pada 28 hari setelah tanam ada interaksi terhadap jumlah tunas stek batang yang tumbuh.Media tanam campuran tanah : sekam (2:1) cenderung dapat meningkatkan pertumbuhan stek batang dibandingkan dengan media tanam lainnya. Sedangkan zat pengatur tumbuh Growtone sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan stek batang.
ABSTRACT
The objective of this research was to understand the interaction between planting media and plant growth regulator, Growtone, on the growth of stem cutting of Jatropha. The experiment was conducted from December 2012 to February 2013 in an experimental farm at SMK Padalarang.This research used Factorial Randomized Block Design with three replications. The factor levels were: planting media (M) and Growtone plant growth regulator (G). Factor level M consisted of soil, soil mixture:chaff (2:1), soil mixture: manure (2:1), soil mixture: sand (2:1). Factor level G consisted of without ZPT, and with ZPT as much as 10mg/seed. The experiment’s result showed that there wasn’t any interaction between the planting media with ZPT on the growth of the stem cutting except for 28 days after planting when there was an interaction in the number of buds that were grown out of the stem cutting.
*Dosen Tetap Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
82
PENDAHULUAN Pertumbuhan populasi manusia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk sehingga kebutuhan energi terus meningkat. Sumber-sumber energi yang digunakan selama ini berasal dari sumber yang tidak dapat diperbaharui. Sumber energi ini berasal dari fosil yang semakin habis. Pengambilan minyak bumi secara terus menerus tanpa henti menyebabkan persediaan semakin menipis selain itu juga merusak lingkungan sekitar. Perlu adanya sumber energi lain yang dapat diperbaharui dan dikembangkan. Matahari dan angin merupakan alternatif sumber energi yang terus diteliti namun belum ada teknologi yang lebih murah dibanding dengan bahan bakar fosil. Teknologi terus dikembangkan untuk mengexplorasi semua sumber daya alam yang ada yang berasal dari tumbuhan. Salah satu tanaman penghasil energi (Bioenergi) adalah tanaman jarak pagar(Suryono, 2010) Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn) relatif mudah dibudidayakan bahkan tanaman ini dapat ditanam pada lahan kritis . Tanaman jarak pagar dapat digunakan untuk memanfaatkan lahan kritis di Indonesia yang luasnya mencapai 23,24 juta ha (Departemen Kehutanan dalam Santoso, 2005) Pemerintah menargetkan penanaman jarak pagar (J. curcas Linn) sampai satu juta ha pada tahun 2006, tetapi pada tahun tersebut lahan yang sudah ditanami jarak pagar berkisar antara 600 sampai dengan 1000 ha. Target sampai dengan 2020 adalah 1,5 juta ha (Timnas BBN, 2005). Apabila untuk memproduksi biji jarak yang akan diolah menjadi biodiesel digunakan populasi 2500 tan/ha, maka untuk mencapai target pemerintah tahun 2020 diperlukan bahan tanam sekitar 3,74 trilyun benih. Potensi terbesar jarak pagar (J. curcas Linn) ada pada buah yang terdiri
dari biji. Setiap pohon jarak pagar memiliki 40 cabang, setiap cabang memiliki tiga tandan buah per pohon dan setiap tandan menghasilkan 10-15 buah dengan jumlah biji perbuah sebanyak tiga butir. Jadi jumlah biji yang dihasilkan dalam satu hektar selama satu tahun mencapai 3600 – 5400 biji (Mahmud,2006). Biji ini yang menjadi bahan dasar perbuatan biodiesel sumber energi pengganti solar. Perbanyakan jarak dapat dilakukan generatif ataupun vegetatif, melalui stek, okulasi maupun kultur jaringan (Nurcholis dan Sumiarsih, 2007). Menurut Suryono (2010), stek batang diambil dari batang yang sudah tua dengan diameter batang 2 -3 cm dengan panjang stek 25 – 40 cm. Media tanam berperan di dalam pembibitan tanaman sebagai tempat tumbuh dan perakaran. Menurut Purwowidodo (1983) tanah sebagai media pertumbuhan tanaman memberikan pengaruh bagi kelangsungan hidup tanaman. Media yang biasa digunakan untuk pertumbuhan adalah: pupuk kandang, arang sekam dan juga serbuk gergaji. Semua bahan media ini merupakan media organik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Tanah dan pupuk kandang sangat bagus untuk pertumbuhan jarak pagar (Jatrophus curcas Linn) terutama pada awal pertumbuhan atau di pembibitan . Zat pengatur merupakan substansi organik yang secara alami diproduksi oleh tanaman, bekerja mempengaruhi proses fisiologi tanaman dalam konsentrasi rendah. Dalam percobaan ini hormon yang digunakan adalah zat pengatur tumbuh Auksin dengan merek dagang Growtone, yang mengandung bahan aktif asam arsenik naftalen 3%, Naftalen arsenik amid 0,75% (NAA). Hendriyanto (2007) menyatakan bahawa panjang stek 25 cm dan lama perendaman dalam growtone
Pengaruh macam media tanam dan zap pengarur tumbuh growtine terhadap pertumbuhan stek batang tanaman jarak pagar (jatropa curcas linn)
83
dengan konsentrasi 0,8 gr/lt air selama 45 menit berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tunas jarak pagar. Zat pengatur tumbuh dapat merangsang pertumbuhan stek (akar dan tunas) sedangkan media tanam merupakan tempat tumbuh stek sehingga ada interaksi antara zat pengatur tumbuh dengan media sebagai penyedia unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman agar pertumbuhan stek, subur, sehat dan kuat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jenis media tanam dan zat pengatur tumbuh yang berpengaruh terhadap pertumbuhan stek batang jenis pagar. BAHAN DAN METODE PERCOBAAN Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan dilaksanakan dari bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Februari 2013, dilahan praktek SMK Negeri 4 Padalarang Kabupaten Bandung Barat. Lahan tersebut terletak pada ketinggian 695 meter diatas permukaan laut (Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Padalarang) Metode Penelitian Metoda Penelitian yang digunakan adalah metode percobaan di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola factorial terdiri atas 2 faktor yaitu: Faktor I adalah empat macam media tanam (M): m1 = tanah m2 = campuran tanah dan sekam perbandingan 2:1 m3 = campuran tanah dan pupuk kandang perbandingan 1:1 m4 = campuran tanah dan pasir perbandingan 2:1 Faktor II zat Pengatur Tumbuh Growtone (G): go = tanpa zat Pengatur Tumbuh Growtone Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
g1
= pakai zat Pengatur Tumbuh Growtone dibuat bubur sehingga berbentuk pasta (10 mg/Tanaman)
Dalam percobaan ini terdiri dari 8 perlakuan, setiap perlakuan diulang sebanyaktiga kali sehingga terdapat 24 plot percobaan. Setiap perlakuan terdiri dari 5 stek sehingga jumlah seluruhnya 120 stek. Pelaksanaan Percobaan Pembuatan sungkup dari kerangka bambu dan atap plastik yang diatasnya dilapisi dengan paranet yang berkadar 50%, dengan ukuran panjang 2,5 m, lebar 100cm dengan tinggi 50 cm. Polybag yang digunakan untuk tempat media berukuran 15 cm x 25 cm. Pencampuran media yaitu campuran tanah dan sekam dengan perbandingan 2:1, campuran tanah dan pupuk kandang perbandingan 1:1, campuran tanah dan pasir perbandingan 2:1, masing-masing media disiramkan larutan fungisida Dithane M-45 dengan konsentarasi 2 gr/lt air dilakukan satu minggu sebelum tanam. Penyiapan zat pengatur tumbuh Growtone yang diberikan beberapa tetes air suling sehingga membentuk pasta, sebanyak 10 mg/stek yang pemberiannya dilakukan dengan cara dioleskan pada dasar stek. Bahan stek diambil dari pohon induk yang sudah memenuhi syarat dan hanya bagian tengah stek yang diameter 1 - 1,9 cm kemudian batang dipotong miring 45 derajat dengan panjang 25 cm.Sebelum ditanam stek dicelupkan dahulu dalam larutan Dithane-M.45 dengan konsentrasi 2 gr/lt air selama 3–5 detik untuk mencegah serangan penyakit diawal pertumbuhan. Stek ditanam dalam polybag yang telah berisi media dengan satu polybag ditanam satu stek kedalaman penanaman stek sepertiga panjang stek (± 8 cm). Polybag yang 84
telah ditanami stek jarak pagar ditempatkan didalam sungkup dan disusun sesuai layout percobaan. Penyiraman dilakukan setiap hari agar kelembaban tetap terjaga. Pengamatan Utama Pengamatan utama meliputi: Jumlah tunas yang muncul, jumlah daun pada setiap stek, tinggi tunas stek, dan panjang akar stek. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali sampai minggu ke-8
Jumlah Tunas umur 14 hst – 56 hst Hasil pengamatan dan analisis data menunjukkan tidak terjadi interaksi antara media tanam dengan zat pengatur tumbuh terhadap jumlah tunas setek batang jarak pagar pada umur 14, 42, dan 56 hari setelah tanan (HST). Akan tetapi pada pengamatan umur 28 HST terjadi interaksi antara perlakuan tersebut. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1. di bawah ini. Untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan digunakan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% dan disajikam pada Tabel 1. di bawah ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Jumlah Tunas per Bibit Tanaman Jarak Pagar akibat Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada Berbagai Media Tanam umur 28 Hari Setelah Tanam (HST) Perlakuan g 0 = tanpa ZPT g 1 = ZPT 10gr/tan m1 = tanah 0,60 aA 4,13 aB m2 = 2 tanah : 1 sekam 0,73 aA 3,53 aB m3 = 1 tanah : 1 Pupuk Kandang 0,80 aA 4,27 aB m4 = 2 tanah : 1 pasir 1,13 aA 3,20 aB Keterangan : Angka rata-rata yang ditandai dengan huruf besar yang sama (Arah Horizontal) dan huruf kecil yang sama (Arah Vertikal) menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf nyata 5 %. Pada umur 28 HST, auksin dalm ZPT merupakan komponen penting yang berperan sebagai pengontrol gen, perkembangan kloroplas dan sintesa metabolit sekunder untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Kleber,2002). Perlakuan media tanam, tanah yang dicampur dengan pupuk kandang dan setek yang diolesi dengan ZPT ternyata paling banyak jumlah tunas yang tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusumawardana (2008), yang menyatakan bahwa pupuk kandang dapat menghasilkan jumlah tunas yang banyak, panjang tunas, dan jumlah daun yang signifikan pada tanaman panili. Kombinasi antara ZPT dengan media tanam dapat meningkatkan jumlah daun, tinggi tanaman (Kasir,2006).
Hasil pengujian selanjutnya pada pengamatan 14, 42. 56 HST, menggunakan uji jarak berganda Duncan untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. di bawah ini.
Pengaruh macam media tanam dan zap pengarur tumbuh growtine terhadap pertumbuhan stek batang tanaman jarak pagar (jatropa curcas linn)
85
Tabel 2. Jumlah Tunas per Bibit Tanaman Jarak Pagar akibat Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada Berbagai Media Tanam umur 14, 42, 56 Hari Setelah Tanam (HST) Jumlah Tunas Umur Perlakuan 14 HST 42 HST 56 HST Media Tanam Tunas Tunas Tunas m1 = tanah 1,83 a 2,53 a 2,47 a m2 = 2 tanah : 1 sekam 1,30 a 2,50 a 2,57 a m3 = 1 tanah : 1 Pupuk Kandang 1,67 a 2,20 a 2,57 a m4 = 2 tanah : 1 pasir 1,83 a 2,60 a 3,20 a Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Tunas Tunas Tunas g0 = tanpa ZPT 0,60 a 1,52 a 2,12 a g0 = ZPT 10gr/tan 2,72 a 3,40 a 3,28 a Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %. Jumlah Daun Umur 14 - 56 Hari Setelah Tanam (HST) Hasil pengamatan dan analisis data menunjukkan tidak terjadi interaksi antara media tanam dengan zat pengatur tumbuh terhadap jumlah tunas setek batang jarak pagar pada umur 14 sampai
56 hari setelah tanan (HST). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 3. di bawah ini.
Tabel 3. Jumlah Daun per Bibit Tanaman Jarak Pagar akibat Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada Berbagai Media Tanam umur 14, 28, 42, 56 Hari Setelah Tanam (HST) Jumlah Daun Umur Perlakuan 14 HST 28 HST 42 HST 56 HST Media Tanam Helai Helai Helai Helai m1 = tanah 2,07 a 4,60 a 7,57 a 9,63 a m2 = 2 tanah : 1 sekam 0,90 a 4,07 a 7,43 a 10,17 a m3 = 1 tanah : 1 Pupuk 2,00 a 5,33 a 8,27 a 10,07 a Kandang m4 = 2 tanah : 1 pasir 1,53 a 4,00 a 6,50 a 8,53 a Zat Pengatur Tumbuh Helai Helai Helai Helai (ZPT) g0 = tanpa ZPT 0,25 a 0,98 a 3,62 a 5,48 a g0 = ZPT 10gr/tan 3,00 a 8,02 a 11,27 a 13,72 a Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %.
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
86
Tabel 4. Tinggi Tunas dan Panjang Akar per Bibit Tanaman Jarak Pagar Akibat Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada Berbagai Media Tanam Umur 56 Hari Setelah Tanam (HST) Perlakuan Tinggi Tunas Panjang Akar Media Tanam Cm Cm m1 = tanah 21,83 a 9,63 a m2 = 2 tanah : 1 sekam 24,92 a 10,17 a m3 = 1 tanah : 1 Pupuk Kandang 24,92 a 10,07 a m4 = 2 tanah : 1 pasir 24,17 a 8,53 a Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Cm Cm g0 = tanpa ZPT 22,17 a 6,38 a g0 = ZPT 10gr/tan 25,75 a 13,72 a Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %. Pada tabel di atas , terlihat peningkatan jumlah daun pada setiap dua minggu pada berbagai media tanam maupun zat pengatur tumbuh. Walaupun secara statistik macam media tanam memberikan hasil jumlah daun yang tidak berbeda nyata tetapi jumlah daun berbeda pada setek yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh Growton. Terlihat jelas bahwa pada umur 28 HST , jumlah daun meningkat tajam. Hal ini sejalan dengan data di Tabel 1. bahwa pada umur 28 HST jumlah tunas bertanbah banyak. Jumlah daun tampak sama banyaknya pada 42 HST sampai 56 HST hal ini disebabkan energi yang tersedia pada setek tersebut digunakan untuk pertumbuhan bagian setek lainnya seperti tinggi batang setek dan panjang akar. Tinggi Tunas Setek dan Panjang Akar Setek Hasil pengamatan dan analisis data menunjukkan tidak terjadi interaksi antara media tanam dengan zat pengatur tumbuh terhadap tinggi tunas setek batang jarak pagar dan panjang akar pada umur 8 minggu aaau 56 hari setelah tanan (HST). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4. di bawah ini.
Pada tabel di atas ,terlihat secara statistik macam media tanam memberikan hasil tinggi tunas setek dan panjang akar yang tidak berbeda nyata tetapi tinggi tunas dan panjang akar berbeda pada setek yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh Growton. Pertumbuhan tinggi tunas dan perpanjangan akar terjadi seiring dengan pemberian zat pengatur tumbuh. Hal ini diduga karena pengaruh fisiologi zat pengatur tunbuh terhadap bahan setek dapat meningkatkan aktifitas sel yang meliputi pembesaran sel, diferensial sel, permebialitas sel dan menimgkatkan ketersediaan beberapa metabolit untuk sintesa protein ( Prawiranata dkk. 1981). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil percobaan ini didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak terjadi interaksi antara media tanam dengan zat pengatur tumbuh Growton terhadap pertumbuhan stek batang tanaman jarak pagar kecuali interaksi hanya terjadi antara media tanam dengan zat pengatur tumbuh terhadap
Pengaruh macam media tanam dan zap pengarur tumbuh growtine terhadap pertumbuhan stek batang tanaman jarak pagar (jatropa curcas linn)
87
jumlah tunas stek pada umur 28 hari setelah tanam. 2. Semua jenis media tanam yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan stek batang tanaman jarak pagar, akan tetapi perlakuan campuran tanah dengan sekam(2:1) memberikan pengaruh yang cenderung meningkatkan pertumbuhan stek dibandingkan dengan media tanam lainnya. 3. Pemberian zat pengatur tumbuh Growton 10 mg/bibit berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan stek batang tanaman jarak pagar dibandingkan dengan tanpa dioleskan ZPT. Saran
Saran untuk penelitian ini adalah dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan stek batang tanaman Jarak Pagar (Jatrophus curcas Linn). DAFTAR PUSTAKA Aries
Handriyano,2007 Pengaruh panjang Stek dan Lama Perendaman Dalam Growtone terhadap Pertumbuhan Stek Jarak Pagar (Jatrophus curcas L). http. /skripsi. www. go. id/files/disdik/201/jiptummppgal-S1-2007. arieshandr-10016PENDAHULUAN-N.Pdf.
Kusumawardana.A 2008. Pengaruh Konsentrasi Rootone F dan Jenis Media Tanam Konsentrasi hormon Gibbralin (GA3) dan Komposisi Media Iumbuh terhadap Pertumbuhan Kayu Putih (M.caputri linn) .Thesis Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
University Malang.
of
Muhamadiah
Prawiranata dkk. 1981. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jilid II. Departemen Botani IPB Bogor. Purwowidodo 1983. Teknologi Mulsa. Dewa Ruci: Jakarta 163 hal Santoso ,D.A 2005. Tinjauan Kritis terhadap Kebijakan Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn). Untuk Biodesel Seluas 10 juta Hektar di Indonesia. Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar untuk Biodesel dan Minyak Pagar. Bogor. Surtaetant and Bioenergy Research centre LPPM-IPB 162-175 Suryono. 2010. Budidaya Tanaman Jarak Pagar & Kepyar. Penerbit Pustaka Baru Press Jogyakarta Sumarto, 2006 Pengaruh Media dan Waktu Panen Buah terhadap Pertumbuhan , Bibit Jarak pagar (Jatrophus curcas L) Lokakarya II Status Tnologi Tanaman Jarak pagar (Jatrophus curcas L) Bogor 103-106h Tim
Nasional Bahan Bakar Nabati.2005.Rencana Pengembangan Komoditas Penghasil Bahan Bakar Nabati. Tim Nasional Bahan Bakar Nabati. Departemen Pertanian. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Departemen Energy dan Sumber Daya Mineral Jakarta.
88
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CAISIM (Brassica chinensis L) TERHADAP WAKTU APLIKASI MOL (Mikroorganisme Lokal) DARI KEONG EMAS (Pomacea canaliculata) Oleh: Melissa Syamsiah, S.Pd., M.Si Acep Badar Badriman, SP
RINGKASAN Caisim (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman semusim yang banyak digemari oleh masyarakat luas dengan permintaan yang semakin lama semakin meningkat. Salah satu upaya peningkatan produksinya dapat dilakukan melalui penambahan bahan alami yang dapat mempercepat proses penyuburan tanah. Salah satunya yaitu dengan menggunakan MOL (Mikroorganisme Lokal) dari Keong Emas. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Agustus sampai bulan Desember 2012 di Net House Fakultas Pertanian Universitas Suryakancana Cianjur. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari enam perlakuan dan 5 ulangan. Setiap unit percobaan diberikan MOL Keong Emas sebanyak 250 ml. T1= aplikasi MOL keong emas 2 minggu sebelum tanam, T2= aplikasi MOL Keong Emas 1 minggu sebelum tanam, T0= aplikasi MOL Keong Emas saat tanam, T3= aplikasi MOL Keong Emas 1 minggu setelah tanam, T4= aplikasi MOL Keong Emas 2 minggu setelah tanam dan K= kontrol. Variabel penelitian meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan bobot basah tanaman. Kata kunci : Caisim, MOL Keong Emas
ABSTRACT Chinese cabbage (Brassica chinensis L.) much-loved by the public more and more increasing demand. One of the efforts to increase the production can be done through the addition of natural ingredients that can speed up the process of soil enrichment. This study was started from August until December 2012 at the Net House Faculty of Agricultur, Suryakancana University Cianjur. Experimental design used in this study was completely randomized design (CRD) consisting of six treatments with 5 replications and each treatment received 250 ml Golden Snail MOL solution. T1 = Golden Snail MOL applications at 2 weeks prior to planting, T2 = Golden Snail MOL applications at 1 week before planting, T0 = Golden Snail MOL application at planting, T3 = golden snail MOL applications at 1 week after planting, T4 = Golden Snail MOL aplication at 2 weeks after planting and C = control. The variables of study include plant height, number of leaves and plant fress weight. Key words : Chinese cabbage, MOL Golden Snail. *Dosen Fakultas Pertanian UNSUR ** Alumni Fakultas Pertanian UNSUR
Respon pertumbuhan dan produksi tanaman caisim (Brassica chinensis L) terhadap waktu aplikasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dari keong mas (Pomacea canaliculata)
89
PENDAHULUAN Keadaan alam Indonesia memungkinkan dilakukannya pembudidayaan berbagai jenis tanaman sayuran, baik yang lokal maupun yang berasal dari luar negeri. Hal tersebut menyebabkan Indonesia ditinjau dari aspek agroklimatologis sangat potensial untuk pembudidayaan sayur-sayuran. Diantara bermacam-macam jenis sayuran yang dapat dibudidayakan, tanaman Caisim (Brassica chinensis L.) merupakan jenis sayuran yang mempunyai nilai komersial dan prospek yang cukup baik (Supriati dan Herliana, 2002). Pada era sekarang pertanian modern lebih bergantung pada penggunaan bahan kimia seperti pupuk berbahan kimia, fungisida dan pestisida untuk meningkatkan hasil panen. Penggunaan bahan kimia mengakibatkan dampak buruk pada lingkungan karena bahan kimia tidak mudah untuk dihancurkan secara keseluruhan oleh mikroorganisme tanah. Untuk mengurangi dampak buruk tersebut banyak usaha yang dilakukan. Salah satunya yaitu dengan memanfaatkan sistem pertanian organik (Gustin, 2010). Pertanian organik dapat meningkatkan produksi tanaman yang dibudidayakan salah satu upayanya yaitu dapat dilakukan melalui penambahan bahan alami yang dapat mempercepat proses penyuburan tanah. MOL (Mikroorganisme Lokal) yang mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, dapat digunakan sebagai bahan untuk mempercepat proses penyuburan tanah (Setianingsih, 2009). MOL ini dapat dibuat dengan memanfaatkan bahan-
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
bahan yang ada di sekitar, seperti buahbuahan busuk, limbah sayuran, Keong Emas dan lain-lain. Keong Emas merupakan hama yang sangat ganas dalam merusak tanaman padi. Siklus hidupnya cukup lama yaitu 2 hingga 6 tahun dengan kemampuan bertelur mencapai 1000 hingga 1200 butir. Dalam waktu dua sampai tiga hari, seratus Keong Emas dapat menghabiskan satu petak tanaman padi. (Wardana 2008). Maka dari itu beberapa peneliti memanfaatkan Keong Emas sebagai bahan pembuatan MOL. Untuk memperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman Caisim yang baik, maka waktu pemberian MOL Keong Emas harus diperhatikan sehingga perlu diketahui waktu aplikasi MOL Keong Emas yang tepat untuk tanaman Caisim. Penelitian ini bertujuan mengetahui respon pertumbuhan dan perkembangan tanaman Caisim terhadap waktu aplikasi MOL dari bahan baku Keong Emas. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan yaitu mulai dari bulan Agustus sampai bulan Desember 2012 di Net House Fakultas Pertanian Universitas Suryakancana Cianjur. Alat dan Bahan Pada percobaan ini bahan yang digunakan adalah benih tanaman caisim, MOL, tanah, pasir, pestisida organik, dan pupuk kandang. Alat yang digunakan antara lain ember, timbangan, baskom, penggaris,
90
meteran, ayakan, cangkul, pisau, talenan, handsprayer, plastik, sabit, sekop, papan nama, alat tulis, dan kamera digital. Persiapan penelitian a. Membuat MOL dari bahan baku Keong Emas. b. Persiapan benih yang sudah diseleksi terlebih dahulu c. Persemaian benih selama tiga minggu atau setelah benih berdaun 3-4 helai dengan tinggi awal tanaman yang seragam. Pelaksanaan Penelitian 1. Penyiapan lahan tanam, 90 polybag disiapkan dengan ukuran diameter 25 cm. 2. Persiapan media, media tanam yang akan digunakan adalah campuran tanah, pasir, dan kompos dengan perbandingan 1:1:1. Campuran tersebut diisikan ke dalam polybag yang telah disiapkan sebelumnya. 3. Penanaman dilakukan dengan cara meletakan bibit caisim pada lubang media tanam yang sebelumnya sudah disiapkan, kemudian ditutup kembali dengan media tanam tersebut. Satu polybag berisi satu tanaman Caisim, dengan jumlah total 90 tanaman. 4. Pemberian perlakuan, perlakuan diberikan sesuai dengan rancangan percobaan. Pemberian MOL Keong Emas dilakukan dengan cara melarutkannya ke dalam 14 L air, kemudian disiramkan pada media tanam sesuai dengan waktu aplikasi MOL. Setiap media tanam diberikan 250 ml MOL Keong Emas.
5. Pemeliharaan tanaman sampai pemanenan. Panen dilakukan setelah caisim berumur 45 HST (Hari setelah tanam). Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan dan satu kontrol. Setiap perlakuan terdiri dari 3 polybag yang masing-masing berisi 1 tanaman, dengan 5 ulangan dan setiap polybag diberikan MOL Keong Emas sebanyak 250 ml. K : Tanpa Aplikasi MOl Keong Emas (kontrol) T1 : Aplikasi MOL Keong Emas 2 Minggu Sebelum Tanam T2 : Aplikasi MOL Keong Emas 1 Minggu Sebelum Tanam T0 : Aplikasi MOL Keong Emas Saat Tanam T3 : Aplikasi MOL Keong Emas 1 Minggu Setelah Tanam T4 : Aplikasi MOL Keong Emas 2 Minggu Setelah Tanam Parameter yang diamati : Tinggi tanaman Caisim, jumlah daun tanaman Caisim dan bobot basah tanaman Caisim HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Hasil pengamatan tinggi tanaman Caisim (Tabel 1) menunjukkan bahwa pada minggu ke I
Respon pertumbuhan dan produksi tanaman caisim (Brassica chinensis L) terhadap waktu aplikasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dari keong mas (Pomacea canaliculata)
91
pengaruh perlakuan waktu aplikasi MOL Keong Emas terhadap tinggi tanaman Caisim sudah mulai terlihat. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 (Aplikasi MOL Keong Emas 2 minggu sebelum tanam) mempunyai perkembangan yang lebih baik dari pada kelima perlakuan lainnya. Perlakuan T1 (Aplikasi MOL Keong Emas 2 minggu sebelum tanam) menunjukkan nilai 8.20cm sedangkan kelima perlakuan lainnya menunjukkan nilai di bawah 8.00 cm.
Berdasarkan hasil uji statistik F hitung diperoleh sebesar 26.15 sedangkan F tabel sebesar 2.62 berarti bahwa perlakuan waktu aplikasi pemberian MOL Keong Emas berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman Caisim.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman Caisim (Brassica chinensis L) Rata-rata Tinggi Tanaman per Minggu (cm)
Perlakuan
Minggu ke I
II
III
IV
V
VI
Kontrol
7.05bc
9.92 b
12.98 b
15.62 b
18.04 b
20.69 c
T1
8.20 a
12.11 a
17.19 a
22.20 a
27.08 a
32.15 a
T2
11.76 a
15.86 a
20.15 a
24.43 a
28.58 ab
T0 T3
7.92 ab 6.68 c 7.97 ab
9.59 b 12.46 a
12.29 b 16.39 a
15.38 b 19.70 a
18.23 b 22.87 a
21.46 c 26.16 b
T4
7.18 abc
9.62 b
12.32 b
15.21 b
18.52 b
21.76 c
Keterangan : Angka-angka pada lajur sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak beda nyata berdasarkan Uji Tukey pada taraf 5%. Perlakuan (Aplikasi MOL Keong Emas) pada: T0= saat tanam; T1= 2 minggu sebelum tanam; T2 = 1 minggu sebelum tanam; T3 = 1 minggu setelah tanam; T4= 2 minggu setelah tanam. Kontrol (tanpa pemberian MOL Keong Emas) adalah pada perlakuan Setelah dilakukan pengamatan T1 (Aplikasi pemberian MOL Keong selama enam minggu maka diperoleh Emas 2 minggu sebelum tanam) waktu aplikasi pemberian MOL Keong dengan rata-rata tinggi tanaman paling Emas yang berbeda nyata dengan besar 32.15 cm.
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
92
Perlakuan T1 (Aplikasi pemberian MOL Keong Emas 2 minggu sebelum tanam) menunjukkan perlakuan yang paling baik memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman Caisim. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut merupakan waktu adaptasi mikroba-mikroba dalam MOL Keong Emas yang optimum. Selain itu diketahui pula berdasarkan hasil penelitian Suhastyo (2011) bahwa total populasi mikroba pada MOL Keong Emas rata-rata mengalami pertumbuhan optimum pada hari ke14. Sehingga diduga pada saat itulah kondisi lingkungan serta sumber bahan makanan untuk mikroba dalam keadaan tersedia dan optimum, yang mengakibatkan pada hari ke 14 pada saat ditanami bibit tanaman Caisim, unsur-unsur hara dan mikrobamikroba seperti A. niger yang
membantu pertumbuhan dan kesuburan tanah dalam media tanam sudah berada pada kondisi yang optimum. Imaningsih, et al (2011) melaporkan bahwa tanaman jagung tertinggi (83 cm) diperoleh dari pemupukan dengan kompos lahan gambut yang diinokulasi A. niger : 22.5 ml, selama 3 minggu pengomposan. Tanaman jagung terendah (65 cm) diperoleh dari pemupukan dengan kompos lahan gambut yang diinokulasi A. niger : 22.5 ml, selama 0 minggu pengomposan. Jumlah Daun Data jumlah daun tanaman Caisim (B. chinensis L) dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-6 dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata jumlah daun tanaman Caisim (Brassica chinensis L)
Perlakuan Kontrol T1 T2 T0 T3 T4
I 4.67 b 5.40 a 5.06 ab 4.73 b 5 ab 4.67 b
Rata-rata Jumlah Daun per Minggu (helai) Minggu ke II III IV V 5.5 b 6.13 c 7.4 c 8.73 c 6.8 a 8.26 a 10.06 a 12.06 a 6.13 ab 7.40 ab 9.06 ab 11.13 ab 5.5 b 6.60 bc 7.93 bc 9.6 bc 6.13 ab 7.33 ab 8.6 b 10.33 bc 5.46 b 7.40 ab 8.06 bc 9.86 bc
VI 10.2 d 14.06 a 13.06 ab 11.26 cd 12.26 bc 12.06 bc
Keterangan : Angka-angka pada lajur sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak beda nyata berdasarkan Uji Tukey pada taraf 5%. Perlakuan (Aplikasi MOL Keong Emas) pada: T0= saat tanam; T1= 2 minggu sebelum tanam; T2 = 1 minggu sebelum tanam; T3 = 1 minggu setelah tanam; T4= 2 minggu setelah tanam. Respon pertumbuhan dan produksi tanaman caisim (Brassica chinensis L) terhadap waktu aplikasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dari keong mas (Pomacea canaliculata)
93
Pada Tabel 2 dapat dilihat perlakuan T1 (Aplikasi MOL Keong Emas 2 minggu sebelum tanam) memperlihatkan perkembangan yang baik dari pada kontrol (Tanpa pemberian MOL Keong Emas) dengan menunjukan nilai rata-rata jumlah daun tanaman caisim paling tinggi yaitu 5,40 helai. Sedangkan perlakuan T2 (Aplikasi MOL Keong Emas 1 minggu sebelum tanam), T0 (Aplikasi MOL Keong Emas pada saat tanam), T3 (Aplikasi MOL Keong Emas 1 minggu setelah tanam), dan T4 (Aplikasi MOL Keong Emas 2 minggu setelah tanam) memperlihatkan perkembangan yang sama dengan kontrol (Tanpa pemberian MOL Keong Emas) dengan nilai rata-rata jumlah daun pada setiap perlakuan di bawah 5,40 helai. Berdasarkan hasil uji statistik F hitung diperoleh sebesar 10,86 sedangkan F tabel sebesar 2,62 berarti bahwa perlakuan waktu aplikasi pemberian MOL Keong Emas berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman Caisim. Setelah melakukan pengamatan jumlah daun tanaman caisim selama 6 minggu maka diperoleh waktu aplikasi pemberian MOL Keong Emas yang menunjukkan berbeda nyata dengan kontrol (Tanpa pemberian MOL Keong Emas) adalah perlakuan T1 (Aplikasi MOL Keong Emas 2 minggu sebelum tanam) dengan nilai rata-rata jumlah daun tanaman sebesar 14,06 helai. Perlakuan aplikasi pemberian MOL Keong Emas 2 minggu sebelum tanam merupakan perlakuan yang paling signifikan diantara perlakuan lainnya hal ini dikarenakan mikroba yang ada dalam MOL Keong Emas pada waktu tersebut sedang mengalami proses dekomposisi, hasil dekomposisi itulah yang kemudian
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi tanaman. Selain itu menurut hasil penelitian Suhastyo (2011) menyatakan bahwa MOL Keong Emas mempunyai kandungan N tersedia. Manfaat N itu sendiri bagi tanaman yaitu untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian tanaman, seperti daun, batang dan akar (Sudjijo, 1994). Bobot Basah Data bobot basah tanaman Caisim (B. chinensis L) dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 (Aplikasi MOL Keong Emas 2 minggu sebelum tanam) menunjukkan nilai rata-rata bobot basah tanaman caisim tertinggi yaitu sebesar 100,67 g dibanding dengan ke lima perlakuan lainnya yang menunjukan nilai rata-rata bobot basah tanaman caisim dibawah 90 g. Berdasarkan hasil uji statistik F hitung diperoleh sebesar 34,23 sedangkan F tabel sebesar 2,62 berarti bahwa perlakuan waktu aplikasi pemberian MOL Keong Emas berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman Caisim. Perlakuan T1 (aplikasi MOL keong emas 2 minggu sebelum tanam) merupakan perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman Caisim seperti pada pembahasan sebelumnya tinggi tanaman dan jumlah daun didominasi oleh perlakuan T1 (Aplikasi MOL Keong Emas 2 minggu sebelum tanam).
94
Tabel 3. Rata-rata bobot basah tanaman Caisim (Brassica chinensis L) Rata-rata bobot basah tanaman Perlakuan caisim minggu ke VI (g) Kontrol
52,24 d
T1
100,67 a
T2
80,21 b
T0
55, 73 cd
T3
68,03 bc
T4
64,26 cd
Keterangan : Angka-angka pada lajur sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak beda nyata berdasarkan Uji Tukey pada taraf 5%. Perlakuan (Aplikasi MOL Keong Emas) pada: T0= saat tanam; T1= 2 minggu sebelum tanam; T2 = 1 minggu sebelum tanam; T3 = 1 minggu setelah tanam; T4= 2 minggu setelah tanam. MOL yang dibuat dari bahan dasar Keong Emas ternyata memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan tanaman Caisim. Keong Emas mengandung protein yang cukup tinggi selain kandungan bahan yang lain. Menurut Suhastyo (2011) menyatakan bahwa perombakan protein akan menghasilkan nitrogen dan amonia yang bersifat alkalis sehingga perombakan protein ini akan menyebabkan nilai pH menjadi
meningkat dan MOL Keong Emas mempunyai kandungan N tersedia. Seperti yang telah diketahui bahwa Keong Emas mengandung protein yang cukup tinggi 12,2 g/100g daging Keong Emas (Suharto dan Kurniawati, 2008). Didalam jaringan N merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial seperti protein, asam amino, asam nukleat, nukleotida dan banyak senyawa penting untuk metabolisme. Pada proses dekomposisi, protein merupakan senyawa yang cepat terurai. Penguraian ini menghasilkan bentuk-bentuk sederhana senyawa nitrogen seperti NH4+, NO2-, NO3maupun N2. Pada MOL Keong Emas juga diketahui memiliki kandungan fosfat yang cukup. Berdasarkan hasil penelitian Suhastyo (2011) setelah dilakukan identifikasi diketahui bahwa MOL Keong Emas mengandung mikroba Staphyllococcus sp., dan A.niger. Bharata 2004 menyatakan bahwa A. niger termasuk dalam kelompok fungi pelarut fosfat yang mempunyai peranan seperti bakteri pelarut fosfat. Selain itu Aspergillus niger juga berpotensi menghasilkan enzim selulase yang berfungsi untuk mendegradasi selulosa. Hasil penelitian Maningsih dan Anas (1996) dalam Suhastyo, 2011 menunjukkan A. niger dapat meningkatkan kelarutan fosfat dari AlPO4 sebesar 13,5% dan dapat meningkatkan fosfat larut dalam tanah Ultisol 30,4% dibanding kontrol. Beberapa spesies dari genus Aspergillus mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam melarutkan fosfat terikat dibandingkan dengan bakteri. Pertumbuhan merupakan peningkatan komponen-komponen sel
Respon pertumbuhan dan produksi tanaman caisim (Brassica chinensis L) terhadap waktu aplikasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dari keong mas (Pomacea canaliculata)
95
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan ukuran sel, peningkatan jumlah sel, atau peningkatan keduaduanya. Kecepatan pertumbuhan masing-masing mikroba tidak sama. Hal ini sesuai dengan tahapan pertumbuhan mikroba yang terdiri dari 4 fase yaitu pertama fase adaptasi (lag phase), fase pertumbuhan dipercepat (exponential phase), fase pertumbuhan tetap (stationary phase) dan fase kematian (death phase) (Imaningsih, et al., 2011). Dari 4 fase tersebut diduga fase pertumbuhan dipercepat (exponential phase) pada mikroba yang terkandung dalam MOL Keong Emas terjadi setelah pengaplikasian 2 minggu sebelum tanam, dimana pada saat itu proses metabolisme sel paling aktif, sehingga proses perombakan bahanbahan organik di dalam tanah oleh mikroba menjadi optimum. Hasil perombakan bahan-bahan organik tersebut diserap oleh tanaman dan digunakan untuk proses metabolisme dalam tanaman sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. KESIMPULAN 1. Pemberian MOL Keong Emas berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman Caisim (B. Chinensis L). 2. Waktu aplikasi pemberian MOL Keong Emas yang memberikan pertumbuhan optimal terhadap tanaman Caisim (B. chinensis L) adalah perlakuan T1 (Aplikasi MOL Keong Emas 2 minggu sebelum tanam) yang berpengaruh terhadap semua parameter pertumbuhan
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
DAFTAR PUSTAKA Endang. 2007. Pengaruh Takaran Pupuk Organik dan Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Mentimun (Cucumis sativus L). Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Imaningsih. W, Hidayaturrahmah, Gunawan . 2011. Pertumbuhan Tanaman Jagung ( Zea mays ) yang diberi Kompos Tanah Gambut dengan Stimulator EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISM 4). http://fmipa.unlam.ac.id/bioscienti ae/wpcontent/uploads/2012/02/B-Vol.8-No.-2-2.pdf. Diakses pada tanggal 16 januari 2013. Gustin. 2010. Isolasi dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) dari Akar Tanaman Jagung. Medan: USU.Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Universitas Sumatra Utara (2007). Maulana. A, 2009. Peranan Unsur Nitrogen Bagi Tanaman http://worldplant.multiply.com/jo urnal/item/13/Peranan-Nitrogenterhadap-Tanaman. Diakses pada tanggal 20 januari 2013.
Setianingsih, 2009. Kajian pemanfaatan pupuk organik cair mikroorganisme lokal (MOL) dalam priming, umur bibit dan
96
peningkatan daya hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) (uji coba penerapan System of Rice Intensification (SRI)) [tesis]. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Sudjijo. 1994. Pengaruh beberapa Jenis Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Wortel. Jurnal Hortikultura Suharto H, Kurniawati N. 2008. Keong mas dari hewan peliharaan menjadi hama utama padi sawah. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/ index.php. Diakses pada tanggal 20 Desember 2012 Suhastyo. A. A, 2011. Studi Mikrobiologi dan Sifat Kimia Mikroorganisme Lokal (Mol) yang digunakan pada Budidaya Padi Metode Sri ( System Of Rice Intensification ) Supriati dan Herliana, Ersi. 2012. Bertanam 15 Sayuran Organik Dalam Pot.Penebar Swadaya. Jakarta. Wardana, P.I Juliardi, Sumedi, Iwan S. 2005. Kajian perkembangan system of rice intensification (SRI) di Indonesia. Kerja sama Yayasan Padi Indonesia ( YAPADI) dan Badan Litbang Pertanian.
Respon pertumbuhan dan produksi tanaman caisim (Brassica chinensis L) terhadap waktu aplikasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dari keong mas (Pomacea canaliculata)
97
Upaya Penemuan Media Alternatif Perbanyakan Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium R.) secara Kultur Jaringan
Jurnal Agroscience Volume 7 : Januari – Juni 2014
98