1
Sintesis Zat Warna Komposit Berbasis Anthocyanin Dari Ekstrak Kulit Manggis, Wortel, Dan Kunyit Sebagai Fotosensitiser Pada Dye Sensitized Solar Cell (Dssc) Moch. Leonard Sidik, Doty Dewi Risanti, dan Dyah Sawitri Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 e-mail:
[email protected] Abstrak— Pada penelitian ini telah dilakukan percobaan mengenai uji karakteristik pewarna komposit berbasis Anthocyanin dari kulit manggis dengan Beta Carotene dari wortel, dan curcumin dari kunyit yang diekstrak menggunakan sohxlet extractor yang kemudian dikarakterisasi menggunakan UV-Vis. Hasil uji UV-Vis menunjukkan absorbansi pada panjang gelombang 399 nm untuk kulit manggis, 470 nm untuk kunyit, dan 471 nm untuk wortel. Penelitian ini menggunakan fase anatase dari TiO2 untuk fabrikasi DSSC yang disintesis menggunakan metode co-precipitation. Ukuran partikel yang dihasilkan bervariasi dari 12-23 nm yang diperoleh dengan menggunakan persamaan Scherrer. Kurva arus-tegangan (I-V) DSSC yang dihasilkan dengan variasi dye komposit ABC’(Anthocyanin-Beta Carotene-Curcumin) multilayer memperlihatkan hasil terbaik dibanding yang lain, dengan efisiensi sebesar 0,042% dan Fill Factor sebesar 32,30%. Hasil terendah adalah DSSC dengan fariasi dye komposit AB(Anthocyanin-Beta Carotene)single layer dengan efisiensi sebesar 0,0002% dan Fill Factor sebesar 16,49%. Kata kunci: DSSC, kulit manggis, wortel, kunyit, anatase
I. PENDAHULUAN
S
Selain masalah pangan dan kesehatan, energi merupakan salah satu hal yang sangat krusial dalam kehidupan manusia. Semakin banyak penduduk di suatu negara juga berakibat semakin banyak energi yang dibutuhkan, semakin maju pula suatu negara secara otomatis akan menyebabkan kebutuhan energi yang sangat besar pula terkait dengan berkembangnya industri dan perekonomiannya. Sayangnya kesadaran masyarakat di dunia yang masih kurang dalam menjaga ketersediaan sumber daya alam terutama sumber daya alam fosil, konflik politik negara – negara timur tengah yang merupakan produsen minyak bumi, meledaknya populasi penduduk, dan semakin menipisnya cadangan energi fosil menyebabkan terjadinya krisis energi dunia. Berbagai macam penelitian telah dilakukan dalam bidang ini yang bertujuan untuk mengatasi krisis energi dunia. Salah satu penelitian yang dikembangkan adalah tentang sel surya. Saat ini dalam perkembangannya, berdasarkan bahan pembuatannya solar cell dapat dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama merupakan solar cell yang dibuat dari silikon kristal tunggal dan silikon multi kristal. Kedua adalah thin film solar cell dan yang terakhir, sel surya organik yang biasa disebut Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) [1]. Dari ketiga jenis solar
cell tersebut jenis yang paling berpotensi dikembangkan di Indonesia merupakan Dye Sensitized Solar Cell karena DSSC merupakan solar cell berbahan organik yang murah dan cocok dengan Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati dan kekayaan alam yang melimpah. Karena itu walaupun efisiensi DSSC lebih kecil dari tipe solar cell berbahan silikon, namun memiliki keunggulan tersendiri yang cocok dengan karakteristik Indonesia. DSSC sendiri terdiri atas beberapa komponen yang disusun menjadi satu antara lain, semikonduktor oksida, lapisan dye, counter elektroda, dan elektrolit. Lapisan dye merupakan komponen yang memiliki peranan penting dalam DSSC, yaitu bertugas menyerap cahaya matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik [2]. Pada DSSC zat warna sintesis yang digunakan umumnya merupakan organik logam berbasis ruthenium komplek, tetapi zat warna sintesis ini cukup mahal. Sedangkan zat warna alami dapat diekstrak dari bagian-bagian tumbuhan seperti daun, kulit buah atau bunga yang tentu saja lebih murah walaupun memiliki kekurangan berupa efisiensi yang kurang dari DSSC dengan dye ruthenium komplek [3]. Maka dari itu banyak penelitian yang berkembang kearah dye alami dengan tujuan penambahan efisiensi. Zat – zat pewarna alami yang sering digunakan dalam penelitian DSSC adalah Beta Carotene, Anthocyanin, Chlorophyl, Curcumin [2,3,4,5,6] Pada penelitian yang telah dilakukan oleh A. Z. Abidin dkk (2012) diperoleh data masing – masing memiliki efisiensi 0,08% untuk Beta Carotene yang diekstrak dari wortel, 0,16% untuk Anthocyanin dari kol merah, 0,25% untuk Chlorophyl dari daun seledri , dan 0,43% untuk Curcumin dari kunyit. Selain itu dari penelitian yang sama didapatkan bahwa pewarna komposit dengan basis Chlorophyll dapat menghasilkan efisiensi sebesar 0,57% . Berdasarkan itulah pada penelitian ini dilakukan percobaan mengenai uji karakteristik pewarna komposit berbasis Anthocyanin dari kulit manggis dengan Beta Carotene dari wortel, dan curcumin dari kunyit. . II. URAIAN PENELITIAN A. Ekstraksi Pewarna Kulit Manggis, Wortel, dan Kunyit Bahan pewarna alami yang digunakan berasal dari kulit manggis, wortel, dan kunyit. Untuk kulit manggis dan kuyit
2 dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari . kemudian ditumbuk hingga menjadi bubuk. Sedangkan untuk wortel di blender hingga menjadi pulp dan kemudian dijemur dibawah sinar matahari. Sebanyak 40 gram bubuk kulit manggis diekstrak dengan pelarut 100 ml ethanol 96% pada soxhlet extractor selama 1 siklus, begitu pula untuk wortel dan kunyit. Selanjutnya larutan pewarna disaring dan disimpan dalam botol gelap. B. Sintesis TiO2 dengan Metode Co-Precipitation Nanopartikel TiO2 disintesis dengan metode coprecipitation. TiCl3 sebanyak 10 ml diaduk bersama dengan 4,7 ml aquades dan 0,3 ml HCl 37% dengan menggunakan magnetic stirrer selama 2-3 menit pada temperatur 45oC. Kemudian ditambahkan 20 ml HCl 37% dalam posisi terus mengaduk. Setelah larutan berwarna ungu encer kemudian ditambahkan NH4OH 25% sebanyak 50 ml dan terus diaduk hingga berwarna ungu hitam. Larutan terus ditetesi NH4OH hingga larutan berwarna putih dan mulai menghasilkan endapan. Selanjutnya proses dihentikan dan larutan dibiarkan mengendap. Setelah mengendap, endapan dan cairan NH4OH dipisahkan. Endapan tersebut dicuci dengan aquades kemudian dikalsinasi pada temperatur 400oC selama 5 jam untuk mendapatkan fasa anatase. C. Pelapisan TiO2 pada Kaca TCO dan Perendamannya di dalam Pewarna Alami Pelapisan TiO2 dilakukan dengan membuat pasta TiO2 terlebih dahulu dengan cara melarutkan 2 gram bubuk TiO2 dengan 0,7 ml aquades sambil digerus di mortar. Kemudian ditambahkan 1 ml CH3COOH 98% sambil terus dicampur hingga rata dan kemudian ditambahkan 0,1 ml Triton X-100. Pada tahap pelapisan pasta TiO2 pada kaca TCO sisi-sisi kaca dilapisi dengan scotchtape agar terbentuk bagian seluas 0,5 x 0,5 cm pada tengah kaca yang akan dilapisi TiO2. Setelah pelapisan pasta TiO2 selesai, dilanjutkan dengan mensintering kaca TCO yang sudah terlapisi TiO2 pada temperatur 225oC selama 2 menit dengan menggunakan hotplate. Setelah kaca TCO yang berlapis TiO2 disinter, kemudian didinginkan selama beberapa menit. Selanjutnya, kaca TCO direndam di dalam larutan pewarna selama 12 jam [6] pada tiap jenis pewarna, baik single layer maupun multilayer sehingga terbentuk 7 sampel seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2 Tabel 1 Sampel DSSC single layer
No.
Nama Sampel
Jenis Sampel
1
AB
2 3
AC ABC
Anthocyanin + Beta Carotene single layer (rasio 1:1) Anthocyanin+Curcumin single layer (rasio 1:1) Anthocyanin + Beta Carotene + Curcumin single layer (rasio 1:1)
Tabel 2 Sampel DSSC multi layer
No. 1 2 3
Nama Sampel AB’ AC’ ABC’
4
ACB’
Jenis Sampel Anthocyanin + Beta Carotene multi layer Anthocyanin + Curcumin multi layer Anthocyanin + Beta Carotene + Curcumin multi layer Anthocyanin + Curcumin + Beta Carotene multi layer
D. Perakitan DSSC Perakitan DSSC ini menggunakan struktur sandwich. Dimana susunan tersebut terdiri atas kaca TCO yang berlapis TiO2 dan pewarna yang dihimpitkan dengan kaca TCO berlapis platina yang kemudian diantara kedua kaca tersebut di tambahkan larutan elektrolit dengan cara disuntikan melalui celah kedua kaca tersebut. Elektrolit tersebut berfungsi untuk membantu proses regenerasi pada siklus DSSC sehingga dapat mengembalikan pewarna yang melepaskan elektron agar kembali pada kondisi semula. Elektrolit tersebut dibuat dengan melarutkan 0,8 gram KI (0.5M) dan 0.127 gram I2 (0.05M) ke dalam acetonitril. E. Karakterisasi dan Pengukuran Pewarna alami dan TiO2 Pada penelitian ini, jenis karakterisasi yang dilakukan adalah UV-vis Spectrophotometer,dan XRD. Pengujian UVvis Spectrophotometer dilakukan untuk mengetahui spektrum absorbansi dari pewarna yang diekstrak dari kulit manggis, wortel dan kunyit dengan menggunakan UV1100 Spectrophotometer. Larutan yang akan diuji dan pelarut yang digunakan dimasukkan di dalam kuvet dan kemudian dimasukkan ke UV1100 secara bergantian. Pembacaan UV1100 ini dilakukan pada panjang gelombang 300 nm hingga 800 nm. X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan untuk mengetahui tingkat kristalinitas, ukuran partikel, persentase fasa dari TiO2. Pengujian XRD ini menggunakan alat X’pert Pro PANalytical yang dan beroperasi pada tegangan 40 kV dengan 20 mA. Pada penelitian ini, untuk mngetahui ukuran partikel, persentase fasa anatase dilakukan pengujian pada sudut 15o sampai dengan 65o dengan peak base width 2. Hasil pengujian XRD ini berupa grafik yang nantinya akan digunakan untuk menghitung ukuran kristal dari TiO2 dengan menggunakan persamaan Scherrer berikut. k D cos * FWHM (1) D merupakan ukuran kristal suatu bahan (nm), k adalah konstanta (k=0,94), λ merupakan panjang gelombang sinar X (Cu-K) yang bernilai 0,154 nm, FWHM (Full Width Half Maximum) (radian), dan θ merupakan sudut difraksinya. Untuk mengidentifikasi fasa yang terbentuk digunakan Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS) 211272 untuk anatase. F. Pengukuran Efisiensi Konversi Cahaya dengan IPCE DSSC yang sudah berhasil dirakit kemudian diuji sensitivitasnya terhadap panjang gelombang cahaya tampak dengan menggunakan IPCE. IPCE didapatkan dengan menggunakan Persamaan (3). Pengukuran IPCE dilakukan dengan alat – alat antara lain monokromator (CT-10T,
3 JASCO) dan lampu halogen (GR-150). Jarak antara lampu halogen ke monokromator adalah 4 cm. Sedangkan jarak antara DSSC ke monokromator adalah 1 cm. sebelum dilakukan pengukuran IPCE terlebih dulu dilakukan pengukuran daya cahaya pada tiap panjang gelombang cahaya tampak dengan menggunakan Optical Power Meter (Thorlab S-120C). Untuk mengukur keluaran arus pada DSSC diperlukan rangkaian ekuivalen yang berfungsi memberikan hambatan sehingga dapat timbul arus listrik. . Untuk menghitung nilai IPCE digunakan Persamaan (3). 1240[eV .nm] J SC [ A cm 2 ] [nm] Pcahaya[ W cm 2 ]
A. Hasil Pengujian XRD TiO2 Gambar 2 merupakan hasil pengujian XRD dari TiO2 fase anatase. Dari gambar tersebut dapat diamati puncak yang terbentuk yang dapat digunakan untuk menggolongkan termasuk fase anatase atau bukan berdasarkan nilai 2θ yang ada. Dari hasil tersebut terlihat bahwa TiO2 yang dikalsinasi pada temperatur 400 oC selama 5 jam menghasilkan fase anatase ditunjukkan dengan grafik yang kemudian dicocokkan dengan JCPDS 21-1272. 600
(3)
1240 (eV nm) merupakan faktor konversi cahaya ke arus, JSC adalah kerapatan arus (µA cm-2), λ adalah panjang gelombang yang diubah-ubah pada monokromator (nm), dan Pcahaya adalah daya yang diukur pada setiap panjang gelombang (µW cm-2). Gambar 1 merupakan skema dari alat yang digunakan untuk mengukur IPCE.
A
500
400
Intensitas
IPCE [%]
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
300
200
A
A
AA
A
100
0 15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
0
2 ( )
Gambar 2. Hasil uji XRD TiO2 fase anatase
Gambar 1. Skema Pengujian IPCE
G. Pengukuran Arus dan Tegangan yang Dihasilkan DSSC Pengukuran arus dan tegangan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk kurva I-V dan efisiensi dari DSSC yang dihasilkan untuk tiap sampel. Pengukuran ini dilakukan dengan mengukur arus dan tegangan dengan mengubah-ubah hambatan luar pada rangkaian ekuivalen. Karakteristik lain yang digunakan untuk mengetahui performansi DSSC adalah fill factor (FF) pada Persamaan (4)
FF
VMPP . I MPP VOC I SC
(4)
Nilai FF ini adalah perbandingan antara daya maksimum dengan daya hasil perkalian VOC dan ISC. Daya maksimum didapatkan dari VMPP dikalikan IMPP dimana VMPP dan IMPP adalah tegangan dan arus yang jika dikalikan menghasilkan nilai maksimum. Dari nilai FF yang sudah didapatkan akan dihitung nilai daya listrik maksimum yang dihasilkan oleh DSSC dengan persamaan (5)
PMAX VOC .I SC .FF
Sehingga, akan didapatkan persamaan (6) sebagai berikut,
PMAX PCahaya
efisiensi
DSSC
(5) dengan
(6)
Pada pembacaan XRD sesuai standar JCPDS terdapat fase anatase yang terbentuk yaitu pada sudut 25,3909o; 37,9730o; 48,1174o; 53,9098o; 55,0471o; 62,7489o. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.1 dimana peak yang menandakan fase anatase diberi tanda dengan huruf “A”. Selain dapat melihat fase apa yang terbentuk, dari hasil uji XRD juga dapat dihitung komposisi masing-masing fase beserta ukuran kristalnya dengan Persamaan (1). Dengan persamaan tersebut didapatkan hasil ukuran kristal TiO2 yang dipakai untuk fabrikasi DSSC sebesar 23,115 nm, 18,163 nm, dan 12,712 nm. Dari hasil tersebut terlihat bahwa TiO2 yang dihasilkan memenuhi syarat untuk dijadikan DSSC. Karena terbukti berfase anatase dan memiliki ukuran kristal standar. B. Hasil Pengujian UV-Vis Pewarna Alami Pengujian UV-vis dilakukan untuk mengetahui sensitifitas zat pewarna yang dihasilkan terhadap panjang gelombang cahaya tampak, dengan kata lain absorbansi zat pewarna tersebut yang kemudian dibandingkan dengan hasil penelitian Abidin, dkk. (2012) dari Teknik Kimia ITB untuk mengetahui kelayakan dalam penggunaan zat pewarna tersebut. Gambar 3, 4, dan 5 merupakan grafik hasil perbandingan uji UV-vis dengan penelitian Abidin, dkk. (2012). Pada penelitian ini, ekstraksi dilakukan dengan mengekstrasi 40 gram spesimen berupa kulit manggis untuk anthocyanin, wortel untuk beta carotene, dan kunyit untuk curcumin dengan 100 ml pelarut berupa ethanol 96%. Sedangkan pada penelitian Abidin, dkk. (2012) ekstraksi dilakukan dengan mengekstraksi 200 gram spesimen berupa kol merah untuk anthocyanin, wortel untuk beta carotene, dan kunyit untuk curcumin dengan 250 ml pelarut ethanol 95%.
4 C. Spektrum IPCE Gambar 7 menunjukkan daya per panjang gelombang cahaya tampak yaitu 400 – 700 nm yang diukur dengan Optical Power Meter (Thorlab S-120C).
Anthocyanin Anthocyanin (Abidin, dkk.,2012) 3.5
3.0
0.000030
2.0 0.000025
1.5
Pcahaya (W)
Absorbance
2.5
1.0
0.5
0.000020
0.000015
0.000010
0.0 350
0.000005
400
450
500
550
600
650
(nm)
0.000000 400
450
500
Gambar 3. Hasil UV-vis Anthocyanin
650
700
Gambar 7, menunjukkan grafik spektrum IPCE untuk DSSC dengan pewarna komposit multilayer dan single layer. IPCE merupakan efektifitas transfer elektron dari pewarna ke pita konduksi semikonduktor, maka semakin besar nilai IPCE, proses transfer elektron dari pewarna ke pita konduksi semikonduktor semakin efektif. Nilai IPCE yang tinggi juga menunjukkan transfer elektron dari elektrolit ke pewarna berlangsung secara efektif juga [7]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai IPCE, semakin banyak foton yang diubah menjadi arus [8].
3.0
2.5
Absorbance
600
Gambar 6. Daya cahaya tiap panjang gelombang cahaya tampak
Beta Carotene Beta Carotene (Abidin, dkk.,2012)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 350
550
(nm)
400
450
500
550
600
650
(nm) 12
Gambar 4. Hasil UV-vis) Beta carotene
10
120
8
Curcumin Curcumin (Abidin, dkk.,2012)
3.5
6 100
4 2
IPCE (%)
3.0
Absorbance
2.5
0 -1 400
80
410
420
430
440
450
460
2.0
40 1.5
20 1.0
480
490
0
0.5
0.0 250
470
ABC' AB' AC AB ABC ACB' AC'
60
400
450
500
550
600
650
700
(nm) 300
350
400
450
500
550
600
650
(nm)
Gambar 5. Hasil UV-vis Curcumin
Terlihat bahwa pewarna yang dihasilkan memiliki absorbansi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian oleh Abidin, dkk. (2012) ,dengan rincian nilai absorbansi tertinggi pada anthocyanin 1,666 (399 nm) ; curcumin 2,092 (470 nm) ; beta Carotene 2,444 (471 nm). Sedangkan pada penelitian Abidin, dkk. (2012) didapatkan absorbtion peak tiap dye 300 nm untuk anthocyanin, 460 nm untuk beta carotene, dan 420 untuk curcumin.
Gambar 7. Grafik IPCE
Dari hasil perhitungan IPCE dengan Persamaan (3), dan dari grafik yang dihasilkan didapatkan hasil IPCE yang tertinggi adalah kombinasi multilayer ABC’. Selain itu juga dapat dilihat bahwa nilai IPCE dari semua sampel DSSC menurun setiap kenaikan panjang gelombang. D. Performansi DSSC Pada penelitian ini terdapat 7 buah sampel DSSC dengan rincian 3 buah DSSC dengan single layer dye dan 4 buah DSSC dengan multi layer dye. Ke 7 jenis sampel tersebut kemudian dibandingkan berdasarkan data pengukuran yang diperoleh
5 a. Perbandingan AB (Single Layer) dan AB’ (multi Layer) . AB' sebelum fitting AB sebelum fitting
40
merupakan data pengukuran ABC sebelum melalui proses fitting. Garis berwarna merah muda merupakan grafik dari ACB’.
AB' setelah fitting AB setelah fitting
35
ABC sebelum fitting ABC' sebelum fitting ABC setelah fitting ABC' setelah fitting ACB'
3
90 30 2
80 25
I (A)
70
1
20
60 15
0
I(A)
50
10 5
0
5
10
15
20
25
30
40 30
0
20 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
V(mV)
10 0
Gambar 8. Kurva I-V DSSC AB (single layer) dan AB’ (multi layer)
0
50
100
150
200
250
300
350
V(mV)
Dari Gambar 8 terlihat jelas bahwa arus dan tegangan yang dihasilkan oleh AB’ jauh lebih besar dari AB, sedangkan besar dari nilai arus dan tegangan mempengaruhi nilai fill factor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa performansi AB’ lebih baik daripada AB. b. Perbandingan AC (Single Layer) dan AC’ (multi Layer) AC 14
AC'
12
10
I (A)
8
6
4
2
0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
V(mV)
Gambar 9. Kurva I-V DSSC AC (single layer) dan AC’ (multi layer)
Dari Gambar 9 terlihat bahwa arus dan tegangan yang dihasilkan oleh AC’ lebih besar dari AC, sehingga dapat disimpulkan bahwa performansi AC’ lebih baik daripada AC. Walaupun dari kestabilan arus dan tegangan, AC lebih baik. Terlihat dari grafik AC’ yang menurun curam dibandingkan AC yang lebih landai. c. Perbandingan ABC (Single Layer), ABC’ (multi Layer), dan ACB’ (multi Layer) Gambar 10 merupakan perbandingan kurva I-V antara DSSC ABC (anthocyanin-beta carotene-curcumin single layer) dengan DSSC ABC’ (anthocyanin-beta carotenecurcumin multi layer) dan DSSC ACB’(anthocyanincurcumin - beta carotenemulti layer). Grafik berukuran kecil merupakan perbesaran dari grafik ABC yang ditandai dengan kotak berwarna biru muda. Garis berwarna biru tua merupakan grafik dari ABC’ setelah proses fitting, dan titik berwarna merah merupakan data pengukuran ABC’ sebelum melalui proses fitting. Garis berwarna hijau pada grafik merupakan grafik ABC setelah proses fitting, dan titik berwarna oranye
Gambar 10. Kurva I-V DSSC ABC (single layer), ABC’ (multi layer), dan ACB’ (multi layer)
Dari Gambar 10 terlihat bahwa arus dan tegangan yang dihasilkan oleh ABC’ lebih besar dari ACB’ dan ABC, sehingga dapat disimpulkan bahwa performansi ABC’ lebih baik daripada ACB’ maupun ACB’. Dari Gambar 10 juga terlihat bahwa performansi ACB’ lebih baik daripada ABC. Dari Gambar 8, Gambar 9, dan Gambar 10 terlihat bahwa performansi DSSC dengan composite dye multi layer memiliki performansi yang lebih baik daripada DSSC dengan composite dye single layer. d. Hasil Perhitungan Performansi Efisiensi DSSC sangat bergantung pada nilai ISC, VOC, dan FF. Nilai dari ISC, VOC, dan FF beserta efisiensi dari DSSC yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3 DSSC yang menggunakan multi layer composite dye dengan fariasi tiga pewarna menunjukkan performansi yang lebih baik dibandingkan DSSC dengan kombinasi pewarna yang lain. Hal ini ditunjukkan dalam Tabel 3 yang berisi informasi mengenai performansi tiap jenis sampel DSSC. Semakin baik performansi dari pewarna atau sensitiser, maka semakin banyak foton yang akan dikumpulkan sehingga arus yang dihasilkan akan semakin besar pula. Tabel 3. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Melalui Persamaan (4,5,6) No Kombinasi Voc Isc Vmpp Impp FF η (mV) (A) (mV) (%) (%) (A) 1 2 3 4 5
AB AB’ AC AC’ ABC
34,54 164,8 33,5 41 24,35
7 37,3 3,2 12,4 3
33,23 138,3 28,87 16,12 14,4
1,2 9,9 2,3 4,7 1,8
16,49 22,27 61,94 14,90 35,48
0,0002 0,019 0,001 0,001 0,0004
6
ABC’
343,2
77,7
170,9
50,4
32,30
0,042
7
ACB’
160
34
90,3
15,4
25,56
0,019
Dari semua DSSC yang telah difabrikasi, DSSC yang menggunakan komposit dye multi layer dengan kombinasi ABC’ menghasilkan efisiensi tertinggi yaitu 0,042%. Efisiensi terendah dihasilkan oleh DSSC yang menggunakan komposit dye single layer dengan komposisi AC’, yaitu 0,0002%. Hal
6 ini menunjukkan bahwa penambahan layer sensitiser pada DSSC dapat meningkatkan efisiensi. Dari penelitian juga didapatkan hasil bahwa DSSC dengan komposit dye multilayer tiga layer memiliki efisiensi lebih baik daripada multilayer dua layer. Terbukti dengan nilai efisiensi tiga layer yang lebih besar. Selain itu dapat dibuktikan dengan nilai Fill Factor tiga layer lebih besar daripada dua layer.
[13]
[14]
[15]
IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan analisa yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa perbedaan komposisi komposit dye berpengaruh terhadap efisiensi yang dihasilkan oleh DSSC, komposisi pewarna komposit AB menghasilkan efisiensi terendah yaitu 0,0002%. Komposisi pewarna komposit multi layer dengan 3 layer dye ABC’ memiliki efisiensi tertinggi sebesar 0,042% dan Fill Factor sebesar 32,30%. DSSC dengan pewarna komposit multi layer memiliki efisiensi yang lebih tinggi yaitu ABC’ sebesar 0,042% dari pewarna komposit single layer, yaitu AB 0,0002%. DAFTAR PUSTAKA [1] Ningsih, R., Hastuti, E., Karakterisasi Ekstrak Teh Hitam Dan Tinta Cumi-Cumi Sebagai Fotosensitiser Pada Sel Surya Berbasis Pewarna Tersensitisasi [2] Abidin,A. Z., I. Noezar, J. Jaya, Hendra, 2012, ” Identification of Potential Dyes and Developing Methods to Improve Dye-sensitized Solar Cell’s Efficiency”, Department of Chemical Engineering Faculty of Industrial Technology, Institut Teknologi Bandung [3] Hao, S., Jihuai, W., Yunfang, H., Jianming, L., 2006. “Natural Dyes ss Photosensitizers for Dye-Sensitized Solar Cell”. Solar Energy 80 (2006) 209–214 [4] Kumara, Maya S. W. , 2012, ―Studi Awal Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan Menggunakan Ekstraksi Daun Bayam (amaranthus hybridus l.) Sebagai Dye Sensitizer Dengan Variasi Jarak Sumber Cahaya pada Dssc‖, Surabaya : Fisika ITS [5] Zhou.H, Liqiong, W., Yurong, G., Tingli, M., 2011. “Dye-sensitized solar cells using 20 natural dyes as sensitizers”, Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry 219, hal. 188–194 [6] Wahyuono, R.A.. 2013. “Dye-Sensitized Solar Cells (DSSC) Fabrication with TiO2 and ZnO Nanoparticle for High Conversion Efficiency”. Master Thesis, ITS [7] Hara, K., Horiguchi, T., Kinoshita, Tohru., Sayama, K., Sugihara, H., Arakawa, H., 2000. “Highly Eficient Photon-To-Electron Conversion With Mercurochrome-Sensitized Nanoporous Oxide Semiconductor Solar Cells”. Solar Energy Materials & Solar Cells 64 (2000) 115 134 [8] Varghese, K., Grimes, C.A., 2008. “Appropriate Strategies For Determining The Photoconversion Efficiency of Water Photoelectrolysis Cells: A Review With Examples Using Titania Nanotube Array Photoanodes Oomman”. Solar Energy Materials & Solar Cells 92, hal. 374–384 [9] Ali, R. A. M dan Nayan, N., 2009. “Fabrication And Analysis Of DyeSensitized Solar Cell Using Natural Dye Extracted From Dragon Fruit”. International Journal of Integrated Engineering (Issue on Electrical and Electronic Engineering) hal. 55 – 62. [10] Asrori, M.Z., Permana, A., Sukma, D., Darminto., 2010. “Development of Nanocomposite PANi (HCl) – TiO2 as Anti Corrosion Material”. Proceeding of 16th National Seminars of Nuclear Power Plant Facilities, Technology and Safety ISSN: 0854 – 2910, pp. 275-281 [11] Buscaino, R., Baiocchi, C., Barolo, C., Medana, C., Grätzel, M., Nazeeruddin, Md.K., Viscardi, G., 2008. “A Mass Spectrometric Analysis of Sensitizer Solution Used for Dye Sensitized Solar Cell”. Inorg. Chim. Acta 361 (2008) 798–805 [12] Byranvand, Malekshahi, 2012, Electron Transfer in Dye-Sensitized Nanocrystalline TiO2 Solar Cell, School of Chemistry, University
[16] [17]
[18]
[19] [20]
[21]
[22]
[23]
[24]
[25] [26]
[27]
[28]
[29] [30]
[31] [32]
[33] [34]
[35]
[36]
College of Science, University of Tehran, Tehran, Iran, et al./ JNS 2 (2012) 19-26 Castro, A.L., Nunes, M.R., Carvalho, A.P., Costa, F.M., Florencio, M. H., 2008. “Synthesis of Anatase TiO 2 Nanoparticles With High Temperature Stability And Photocatalytic Activity”. Solid State Sciences vol. 10, pp. 602 – 606 Chiba, Y., Islam, A., Watanabe, Y., Komiya, R., Koide, N., dan Han, L.Y., 2006. “Dye-sensitized solar cells with conversion efficiency of 11.1%”. Jpn. J. Appl. Phys. 45 (2006) L638–L640. Furukawa, S., 2011, “Dye-Sensitized Solar Cells Using Natural Dyes and Nanostructural Improvement of TiO2 Film” pada Zang, L., 2011, “Energy Efficiency and Renewable Energy Through Nanotechnology”. Department of Materials Science and Engineering University of Utah, 299-316. Green, M. A., 1982, “Solar Cells Operating Principles Technology and System Application”, Prentice Hall, Inc; Evylewood Cliffs N.J. Halme, Janne (2002). Dye-sensitized nanostructured and organic photovoltaic cells: technical review and preliminary tests. Master Research Department of Engineering Physics and Mathematics, Helsinki University of Technology. P. 42 – 54 Hara, Kohjiro, Arakawa, Hironori, Dye-sensitized solar cells. 2003. National Institute of Advanced Industrial Science and Technology (AIST),Tsukuba, Japan. Honsberg, C., Bowden, Stuart. 2013. Standard solar spectra,
Ito, S., Chen, P., Comte, P., Nazeeruddin, M.K., Liska, Paul., Pechy, P., dan Grätzel, M., 2007. “Fabrication of Screen-Printing Pastes From TiO2 Powders for Dye-Sensitised Solar Cells”. Wiley InterScience (www.interscience.wiley.com) DOI: 10.1002/pip.768 Jasim, Khalil Ebrahim (2011). Dye Sensitized Solar Cells - Working Principles, Challenges and Opportunities, Solar Cells - Dye-Sensitized Devices, Prof. Leonid A. Kosyachenko (Ed.), ISBN: 978-953-307-7352, InTech, 172 – 198 Kalyanasundaram, K., Grätzel, M.,1998. Applications of functionalized transition metal complexes in photonic and optoelectronic devices. Coordination Chemistry Reviews, vol. 177, pp. 347 - 414. Kang, S. H., Kang, M.S., Kim, H.S., Kim, J.Y., Chung, Y.H., Smyrl, W.H., Sung, Y.E., 2008. “Columnar Rutile TiO 2 Based Dye-Sensitized Solar Cells By Radio-Frequency Magnetron Sputtering”. Journal of Power Sources 184 (2008) 331–335 Kay, A., Grätzel, M., 1996. “Low Cost Photovoltaic Modules Based On Dye Sensitized Nanocrystalline Titanium Dioxide And Carbon Powder”. Solar Energy Materials and Solar Cells 1996;44:99–117. KSAnalyticalSystems. 2010. "I-XRD-Diagram". Última atualização.
Narayan, M.R., 2011. “Dye Sensitized Solar Cells Based on Natural Photosensitizers”. Renewable and Sustainable Energy Reviews xxx (2011) xxx– xxx Ningsih, R., Hastuti, E., Karakterisasi Ekstrak Teh Hitam Dan Tinta Cumi-Cumi Sebagai Fotosensitiser Pada Sel Surya Berbasis Pewarna Tersensitisasi Sardela, M., 2008. “X-ray Analysis Methods. Advanced Materials Characterization Workshop”. The Frederick Seitz Materials Research Laboratory – University of Illinois at Urbana-Champaign. Sastrawan, R., 2006. “Photovoltaic modules of dye solar cells”, Disertasi University of Freiburg. Septina, W.,Fajarisandi, D., Aditia, M., 2007. Pembuatan Prototipe Solar Cell Murah dengan Bahan Organik-Inorganik (Dye-sensitizedSolar Cell). ITB. Bandung. Shah, A., dkk., 1999, “PhotovoltaicTechnology: The Case for Thin-Film Solar Cells”, Science, 30 July, 285, 692-8. Smestad, GP., 1998 “Education And Solar Conversion: Demonstrating Electron Transfer”. Solar Energy Materials and Solar Cells 1998;55:157–78. Smestad, G.P., 2002, “Optoelectronics of Solar Cells”. SPIE PRESS Triyati, Etty, 1985. “Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak serta Aplikasinya dalam Oseanologi”. Oseana, Volume X, Nomor 1 : 39 - 47. Zhang, H., Banfield, J.F., 2000, “Understanding Polymorphic Phase Transformation Behavior during Growthof Nanocrystalline Aggregates: Insights from TiO2 “, J Phys Chem B, vol. 104, pp. 3481. Zhou.H, Liqiong, W., Yurong, G., Tingli, M., 2011. “Dye-sensitized solar cells using 20 natural dyes as sensitizers”, Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry 219, hal. 188–194