DIFERENSIASI ASAL GEOGRAFIS KUNYIT (Curcuma domestica Val.) MENGGUNAKAN FOTOMETER PORTABLE DAN ANALISIS KEMOMETRIK Antonio Kautsar1 dibawah bimbingan Drs. Husain Nashrianto, M.Si1 dan Rudi Heryanto, M.Si2 1. Jurusan Kimia – FMIPA UNPAK Bogor Jl. Pakuan PO BOX 452 Bogor, Jawa Barat 2. Pusat Studi Biofarmaka – LPPM IPB Bogor Jl. Taman Kencana No.03 Bogor, Jawa Barat e-mail :
[email protected];
[email protected]
Abstrak. Kunyit (Curcuma Domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak tumbuh dan digunakan sebagai obat di Indonesia. Sekarang ini tanaman obat telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat sebagai solusi alternatif dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi. Obat bermutu membutuhkan kunyit yang bermutu yang ditentukan oleh komposisi kimianya. Keragaman komponen kimia kunyit dapat ditentukan dengan menggunakan metode spektroskopi. Penelitian ini bertujuan untuk mendiferensiasikan asal geografis kunyit yang berasal dari Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri sebagai informasi dan kendali mutu dengan menggunakan alat fotometer portable dan metode kemometrik. Metode penelitian yang dilakukan terdiri dari analisis kadar kurkuminoid, uji aktivitas antioksidan DPPH, pembuatan pellet kunyit, pencirian sumber sinar, prosedur penggunaan fotometer portable, metode deteksi sinar, pengumpulan dan pengolahan data. Pengukuran sampel dengan fotometer portable diperoleh data berupa reflektans data unit (mV) yang selanjutnya diolah dengan menggunakan metode pengenalan pola kemometrik, PCA dan PLSDA. Hasil penelitian menunjukkan Kunyit ( Curcuma Domestica Val. ) yang berbeda daerah memiliki keragaman kandungan senyawa aktif. Kandungan kurkumin dan aktivitas antioksidan terkecil didapat pada kunyit asal Ngawi sebesar 3.28 % dan 75.10 µg/ml. Sedangkan untuk daerah Karanganyar dan Wonogiri memiliki kandungan kurkumin sebesar 3.88 %dan 3.99 % dengan aktivitas antioksidan sebesar 61.77 µg/ml dan 62.59 µg/ml. Analisa PCA menggunakan dua PC pertama yaitu PC 1 = 92% dan PC 2 = 8%. Untuk Analisa PLSDA diperoleh 3 model data yaitu model Karanganyar, model Ngawi dan model Wonogiri. Pada masing – masing model diperoleh R2 yang mendekati 1 dan, RMSEP dan RMSEC yang mendekati 0. Kata kunci : fotometer portable, kunyit, LED, PCA, kemometrik 1.
masyarakat sebagai solusi alternatif dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi. Penggunaan tanaman obat yang semakin berkembang memerlukan adanya jaminan terhadap mutu dan keamanannya. Mutu tanaman obat dapat dilihat dari kandungan senyawa aktif kimia yang dimiliki. Menurut Singh et al. 2010, keragaman
Pendahuluan
Indonesia sebagai negara tropis yang dikenal dengan julukan the second mega biodiversity, memiliki berbagai jenis tanaman yang diketahui secara empirik berpotensi sebagai tanaman obat. Pada masa sekarang ini tanaman obat telah dimanfaatkan secara luas oleh 1
komposisi senyawa aktif kimia dipengaruhi oleh kondisi tanah dan lingkungan sehingga dapat mempengaruhi mutu suatu sediaan obat bahan alam. Untuk itu diperlukan kendali mutu dan diferensiasi asal geografis tanaman obat tersebut. Pada umumnya metode analisis yang biasa digunakan untuk pencirian tanaman obat adalah kromatografi. Dengan metode ini akan didapatkan suatu kromatogram sidik jari yang dapat menampilkan semua kandungan senyawa kimia yang menjadi karakteristik tanaman obat (Liang et al. 2004). Dengan melihat kromatogram sidik jari ini, kita dapat mengetahui mutu suatu tanaman obat. Walaupun metode ini memiliki kelebihan dalam hal akurasi, tetapi masih terdapat kelemahan dalam hal waktu, preparasi sampel, dan jumlah bahan kimia yang digunakan (Mao & Xu 2006). Pada penelitian ini digunakan metode spektroskopi. Prinsip dari spektroskopi adalah melihat perubahan komposisi kimia suatu bahan yang dapat mengakibatkan perubahan sifat optik (absorbansi, transmisi, dan refleksi) dari suatu bahan (Stuth et al. 2003). Umumnya alat yang digunakan untuk aplikasi metode spektroskopi adalah FTIR. Akan tetapi alat ini cukup mahal dan sulit dalam pengoperasiannya. Alternatif alat yang digunakan pada penelitian ini adalah fotometer portable. Fotometer portable menggunakan sumber cahaya berupa light emitting diode (LED) dan detektor photo diode array (PDA). Kelebihan dari alat ini adalah pengoperasiannya yang lebih sederhana, non-destruktif terhadap bahan, meminimalkan penggunaan bahan kimia, murah, ringan, dan mudah dibawa. Data yang dihasilkan dari alat fotometer portable selanjutnya dikombinasikan dengan metode kemometrik, yaitu principle component
analysis (PCA) dan partial least square discriminant analysis (PLSDA). PCA digunakan untuk melakukan pengenalan pola sehingga kita dapat mengelompokan tanaman berdasarkan keragaman asal geografis sampel tersebut. Sedangkan PLSDA digunakan untuk membangun model prediksi dari asal geografis sampel. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan diferensiasi asal geografis kunyit (Curcuma domestica Val.) yang berasal dari daerah Ngawi, Wonogiri, dan Karanganyar sebagai informasi dan kendali mutu dengan menggunakan fotometer portable dan metode kemometrik. Sehingga informasi dan klasifikasi mengenai asal tanam geografis sehingga mutu sediaan obat dapat terjaga. 2.
Metode Penelitian
2.1 Alat dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan kunyit yang berbeda daerah ( Ngawi, Wonogiri, dan Karanganyar ), asam borat, asam oksalat, standard kurkuminoid, DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazyl), Etanol, Alat-alat yang digunakan adalah fotometer portable, lampu LED ( LED UV, LED biru ungu, LED putih, LED biru, LED hijau, LED hijau kuning, LED orange, dan LED IR ), spektrofotometer UV-Vis, mikroplate reader, mikroplate, alat pembuat pellet, labu takar 25 ml, labu takar 250 ml, pipet volumetrik 1 ml dan neraca analitik. Perangkat lunak yang digunakan adalah Unscrambler 9.7, dan Minitab 15. 2.2 Penetapan Kadar Kurkuminoid Sampel ditimbang dengan seksama, kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml. Ditambahkan aseton, diaduk hingga rata kemudian disaring. Filtrat ditampung dalam labu terukur 250 ml ditambah aseton melalui kertas saring 2
hingga tanda batas. Diambil 1 ml dimasukkan ke dalam labu terukur 25 ml, ditambahkan 50 mg asam borat dan 50 mg asam oksalat dan dibiarkan selam 30 menit. Larutan ini diukur menggunakan spektrofotometer sinar tampak dengan panjang gelombang sebesar 491 nm. Kadar kurkuminoid dihitung dalam % b/b dengan membandingkan kurva baku.
LED orange, dan LED IR ) dicirikan terlebih dahulu. Sumber sinar tersebut dinyalakan dan sinar yang keluar diukur panjang gelombangnya menggunakan spektrometer USB 2000. 2.6 Prosedur Penggunaan Fotometer portable Fotometer portable dinyalakan dengan menekan tombol power, lalu intensitas awal fotometer ditentukan dengan meletakkan sumber cahaya pada area berwarna putih sebagai kontrol. Sumber cahaya diletakkan tegak lurus (90°) dengan permukaan kertas standar warna. Diperiksa perbedaan intensitas sinar pada area berwarna putih. Apabila tidak terdapat perbedaan, maka nilai intensitas awal dinaikkan. Intensitas yang sudah ditetapkan akan digunakan untuk pengukuran setiap sampel dengan sumber sinar yang sama. Setiap mengakhiri pengukuran, sumber cahaya dimatikan dan dinyalakan kembali sebelum mengukur warna standar lainnya. Nilai yang tertera pada fotometer dicatat setelah angka yang tertera tidak menunjukkan perubahan. Langkah tersebut diulangi dengan menggunakan kombinasi sumber lampu yang berbeda-beda. Lampu yang digunakan adalah LED UV, LED biru ungu, LED putih, LED biru, LED hijau, LED hijau kuning, LED orange, dan LED IR ,
2.3 Uji Aktivitas Antioksidan DPPH Uji aktivitas antioksidan yang digunakan adalah uji penangkapan radikal bebas 2,2- difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH). Sampel dilarutkan di dalam etanol hingga diperoleh konsentrasi 12,5; 25; 50; 100; dan 200 μg/mL. Alikuot sampel dan 100 μL larutan DPPH (11,8 mg DPPH dalam 100 mL etanol) ditambahkan ke masing-masing sumur 96- well plate. Setelah 30 menit, diukur absorbansnya pada 517 nm. Nilai IC50 diperoleh dengan cara menghitung menurut rumus y = a + b lnx. Harga y yang dimasukkan adalah 50, untuk menyatakan inhibisi sejumlah 50% setelah masa inkubasi 30 menit. Nilai a dan b diperoleh dengan perhitungan menggunakan rumus regresi linier berdasarkan data dari konsentrasi yang digunakan. Harga x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan inhibisi terhadap 50% radikal bebas. 2.4 Pembuatan Pellet Kunyit Serbuk kunyit ditimbang sebanyak 350 mg, lalu serbuk dimasukkan ke dalam alat pembuat pelet. Tekanan diatur hingga mencapai 80 kN, dan diberikan selama 2 menit. Pelet kunyit lalu dikeluarkan dari alat.
2.7 Metode Deteksi Sinar Permukaan pelet kunyit selanjutnya disinari dengan sumber sinar yang divariasikan. Pelet kunyit yang digunakan berbeda asal tanamnya dan diukur sebanyak 15 kali ulangan. Sinar radiasi ini kemudian ditangkap oleh detektor PDA dan intensitasnya diubah menjadi perbedaan tegangan listrik. Perbedaan tegangan listrik yang dihasilkan ini dideteksi oleh voltmeter dan dicatat angkanya.
2.5 Pencirian Sumber Sinar Sumber sinar yang akan digunakan ( LED UV, LED biru ungu, LED putih, LED biru, LED hijau, LED hijau kuning, 3
Aktivitas antioksidan diukur dengan melihat kemampuan ekstrak rimpang dalam menghambat aktivitas radikal bebas DPPH (1,1-difenil-2pikrilhidrazil). DPPH adalah radikal bebas yang stabil dalam larutan berair atau larutan dalam etanol serta memiliki serapan yang kuat pada panjang gelombang 517 nm dalam bentuk teroksidasi (Masuda et al. 1999). DPPH mampu menerima elektron atau radikal hidrogen dari senyawa lain sehingga membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Aktivitas antioksidan dari sampel dinyatakan dengan nilai IC50, yaitu konsentrasi sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50% aktivitas DPPH .Makin rendah nilai IC50 suatu bahan, makin tinggi aktivitas antioksidannya.
2.8 Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur intensitas sinar yang dihasilkan dari sampel serbuk rimpang kunyit (pellet kunyit) berbeda asal tanam dengan menggunakan masing – masing sumber sinar lampu LED yang memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda. Data yang dihasilkan dimasukkan ke dalam skema data yang kemudian dimasukkan ke dalam program Microsoft Excel 2007 dan dianalisis menggunakan metode multivariat dengan perangkat lunak The Unscrambler 9.7. 3.
Hasil dan Pembahasan
3.1 Penetapan Kadar Kurkuminoid Analisis kadar kurkuminoid dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 491 nm. Panjang gelombang ini merupakan panjang gelombang maksimum yang diserap oleh kurkuminoid.
Gambar 2. Aktivitas antioksidan. Berdasarkan Gambar 2 uji aktivitas antioksidan terhadap ekstrak rimpang yang mempunyai kadar kurkuminoid tertentu menunjukkan bahwa rimpang kunyit yang berasal dari Ngawi memiliki IC50 sebesar 75.10 µg/ml, sementara daerah Karanganyar dan Wonogiri berturut-turut memiliki IC50 sebesar 61.77 dan 62.59 µg/ml. Hal ini berarti rimpang kunyit yang berasal dari daerah Ngawi memiliki aktivitas antioksidan yang paling rendah. Vitamin C sebagai kontrol positif memiliki IC50 yang lebih rendah, yaitu sebesar 5.74 µg/ml.
Gambar 1. Kandungan kurkuminoid. Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui bahwa rimpang kunyit pada daerah asal wonogiri memiliki kandungan kurkuminoid tertinggi dibanding asal daerah Karanganyar dan Ngawi. 3.2 Aktivitas Antioksidan Kunyit 4
3.3 Korelasi Kurkuminoid antioksidan
orange, dan LED IR. Hasil pencirian sumber sinar bertujuan mengetahui nilai panjang gelombang yang dominan dari lampu LED yang digunakan sehingga untuk acuan penelitian selanjutnya.
Kandungan dan Aktivitas
Tabel 1. Hasil gelombang
Berdasarkan Gambar 3, kadar kurkuminoid dan aktivitas antioksidan rimpang kunyit didapatkan bahwa aktivitas antioksidan berkorelasi dengan kandungan kurkuminoidnya. Semakin tinggi kadar kurkuminoid maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Tetapi pada aktivitas antioksidan kunyit asal Wonogiri memiliki aktivitas yang lebih rendah dibandingkan asal Karanganyar meskipun memiliki kadar kurkuminoid yang besar, hal ini dimungkinkan karena sifat kurkuminoid yang sensitif terhadap cahaya dan mudah terdegradasi sehingga kemungkinan mempengaruhi terhadap aktivitas antioksidannya. Menurut Sidik et al. 1995, bila kurkuminoidoid terkena cahaya akan terjadi dekomposisi struktur berupa siklisasi kurkuminoidoid. Namun berdasarkan uji statistik ANOVA perbedaan nilai aktivitas daerah Karanganyar dan Wonogiri tidak berbeda nyata dimana nilai P diatas 5%.
panjang
UV
Panjang gelombang maksimal (nm) 409,29
Biru ungu
453,60
3874,20
Biru Putih
473,18 462,68
3873,93 3680,97
Hijau Hijau kuning Orange
518,02 571,68 625,74
3720,98 3870,09 3876,62
IR
986,62
3847,92
lampu LED
Gambar 3. Korelasi kandungan kurkuminoid ( ) dan aktivitas antioksidan ( . ).
pencirian
intensitas tertinggi (counts) 3877,26
3.5 Analisis rimpang kunyit menggunakan fotometer portable Hasil pengukuran dengan fotometer portable berupa intensitas radiasi yang ditangkap oleh PDA dan nilainya diubah menjadi nilai tegangan. Berdasarkan gambar 4. spektrum yang diperoleh memiliki pola yang sama untuk rimpang kunyit daerah Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri. Hal ini dikarenakan senyawa yang terkandung pada rimpang kunyit untuk setiap daerah sama. Perbedaan antara tiap daerah terlihat dari intensitas voltase yang dimiliki. Rimpang kunyit daerah Ngawi pada panjang gelombang 400 – 600 nm memiliki nilai voltase yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Nilai voltase yang tinggi menunjukkan sinar yang direfleksikan oleh rimpang kunyit juga tinggi. Hal ini dikarenakan kandungan senyawa aktif kimia pada kunyit daerah Ngawi paling rendah dibanding daerah lainnya pada panjang gelombang tersebut. Dengan demikian, intensitas sinar radiasi yang
3.4 Pencirian Sumber Sinar Pencirian sumber sinar dilakukan menggunakan spektrometer USB2000. Sumber sinar yang dicirikan adalah LED UV, LED biru ungu, LED putih, LED biru, LED hijau, LED hijau kuning, LED 5
direfleksikan semakin tinggi juga karena sinar yang tidak diserap direfleksikan oleh bahan.
3.6 Differensiasi Kunyit Menggunakan Analisis PCA Analisis PCA merupakan salah satu teknik kemometrik yang dapat digunakan untuk mengekstrak informasi dari data yang didapatkan sehingga kita dapat melakukan pengenalan pola untuk mengelompokkan tanaman kunyit berdasarkan asal daerahnya. Hal ini dikarenakan kerumitan data spektrum yang didapatkan dan juga banyaknya kemiripan dari spektrum yang dihasilkan. Dengan menggunakan PCA data yang berukuran besar ini selanjutnya direduksi menjadi komponen utama atau principle component (PC) yang dapat mewakili struktur dan varians dalam data (Miller & Miller 2000). Analisis PCA dilakukan dengan cara mencari 7 buah PC yang pertama dari data matriks. PC 1 memiliki nilai varians terbesar yaitu sebesar 92%, selanjutnya diikuti oleh PC 2 dengan nilai varians sebesar 8 %, Sedangkan PC 3 sampai PC 7 hanya menggambarkan 0.1% varians dalam data. Nilai dari PC 1 yang terbesar karena PC 1 dibuat dengan memaksimalkan varians dalam data. PC selanjutnya dibuat dengan memaksimalkan residual atau varians yang tertinggal dalam data setelah menghitung PC 1 (Brereton 2003). Sehingga seluruh PC dapat menjelaskan varians dari data dengan total 100%.
Gambar 4. Spektrum pengukuran kunyit Karanganyar ( ) , Ngawi ( ) , dan Wonogiri ( ). Sifat refleksi dari kunyit pada panjang gelombang 620 – 980 nm menunjukkan pola refleksi yang berbeda, yaitu kunyit asal daerah Wonogiri memiliki nilai voltase yang tinggi. Hal ini dimungkinkan karena interaksi sinar radiasi yang terjadi pada lampu LED pada panjang gelombang tersebut tidak sampai terserap oleh bahan. Menurut Stuth et al.2003, pada proses refleksi, jika tidak ada sinar radiasi yang diserap oleh bahan maka sinar radiasi yang datang hanya berinteraksi dengan permukaan dari bahan tanpa adanya sinar yang berpenetrasi kedalam bahan. Oleh karena itu, pada proses refleksi ini yang diperhatikan adalah sifat fisik bahan yang dapat menjelaskan aspek kimia bahan. Karena perbedaan intensitas yang dihasilkan sangat kecil, diperlukan teknik pengenalan pola secara kemometrik untuk mengelompokkan rimpang kunyit berdasarkan asal daerahnya.
Gambar 5. Proporsi varians PC 6
Berdasarkan nilai proporsi varians pada Gambar 5 maka score plot dibuat menggunakan nilai PC 1 dan PC 2. PC 1 dan PC 2 dapat mewakili varians sebesar 100% (PC 1 = 92% dan PC 2 = 8%). Menurut Brereton 2003, score plot dengan menggunakan dua buah PC yang pertama biasanya paling berguna karena kedua PC ini menggambarkan varians yang terbesar dari data. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya dengan dua PC pertama sudah dapat dibuat model PCA yang baik.
3.7 Pembentukan Model Rimpang Kunyit Menggunakan Analisis Diskriminan Kuadrat Terkecil Parsial (PLSDA) PLSDA merupakan salah satu teknik kemometrik yang digunakan untuk pengenalan pola. Pada penelitian ini, analisis PLSDA dilakukan dengan menggunakan 2 buah matriks, yaitu matriks X dan matriks Y. Matriks X berisi data asli yang berasal dari hasil pengukuran sampel rimpang kunyit Sedangkan matriks Y merupakan matriks respon untuk tiap daerah sampel rimpang kunyit. Kebaikan suatu model dengan menggunakan metode PLSDA dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2), galat kalibrasi akar rerata kuadrat (RMSEC) dan galat prediksi akar rerata kuadrat (RMSEP). Tabel 2. PLSDA
Kriteria
Kalibrasi
Sampel ( daerah )
Gambar 5. Score plot antara PC 1dan PC 2.
Karanganyar
Hasil didapat score plot antara PC 1 dan PC 2 pada gambar 5 yang menunjukkan bahwa sampel kunyit daerah Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri sudah dapat terpisah dan dikelompokkan dengan baik. Pengelompokkan kunyit dengan asal daerah yang sama berada saling berdekatan karena kemiripan sifat dan komposisi kimia yang dimilikinya. Kunyit asal daerah Karanganyar terlihat mengelompok pada daerah kuadran 4, sampel kunyit asal daerah Ngawi terletak diantara kuadran 1 dan 3. Sedangkan kunyit asal daerah Wonogiri terletak pada kuadran 2.
Ngawi
Wonogiri
kebaikan
R2 0.9 9 0.9 9 0.9 9
RMSEC 0.03
0.008
0.03
model Prediksi
R2 0.9 9 0.9 9 0.9 9
RMSEP 0.04
0.009
0.04
Nilai R2 mengindikasikan mutu data antara konsentrasi nyata dan konsentrasi dugaan. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan bahwa antara konsentrasi nyata dan dugaan memiliki nilai yang sangat dekat serta memiliki galat yang kecil. Nilai RMSEC merupakan galat yang dihasilkan dari set kalibrasi. Kebaikan suatu model dapat dilihat nilai R2 mendekati 1 dan nilai galat sangat kecil atau mendekati 0 (Brereton 2003).
7
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa model yang dibangun sebelumnya dapat memprediksi sampel yang diujikan dan mengklasifikasikan ke dalam daerah Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri.
Ngawi
Wonogi ri
Tabel 3. Data prediksi sampel kunyit dengan model PLSDA Karanganyar, Ngawi dan Wonogiri Model PLSDA
Sampel
Karanga nyar
Ngawi
Karanga nyar
Wonogi ri
Nagrak
Sukabu mi
Karanga nyar
Ngawi
Ngawi
Wonogi ri
Nagrak
Sukabu mi
Wonogi ri
Karanga nyar
Ulangan
Nilai prediksi
Nilai referensi
1
0.983
1
2
0.983
1
3
0.980
1
1
-0.014
0
2
0.052
0
3
-0.031
0
1
-0.026
0
2
-0.024
0
3
0.096
0
1
1.648
0
2
1.668
0
3
1.614
0
1
1.514
0
2
1.497
0
3
1.514
0
1
-0.003
0
2
-0.003
0
3
0.001
0
1
0.986
1
2
0.986
1
3
1.008
1
1
-0.011
0
2
0.011
0
3
-0.003
0
1
-0.912
0
2
-0.889
0
3
-0.869
0
1 2 3
-0.849 -0.844 -0.849
0 0 0
1
0.019
0
2
0.019
0
3
0.069
0
Nagrak
Sukabu mi
1
0.028
0
2
-0.038
0
3
0.023
0
1
1.037
1
2
1.013
1
3
0.906
1
1
0.265
0
2
0.222
0
3
0.255
0
1
0.335
0
2
0.347
0
3
0.335
0
Nilai referensi adalah nilai yang digunakan sebagai respon untuk membangun model. Nilai prediksi yang mendekati nilai referensi menunjukkan bahwa daerah sampel prediksi sama dengan model yang digunakan. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa nilai prediksi sampel yang diprediksi masing – masing berasal dari daerah Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri pada model PLSDA rimpang kunyit yang telah dibuat sebelumnya untuk masing – masing daerah Karanganyar, Ngawi, dan Wonogiri mendekati nilai referensi yang digunakan, yaitu 1. Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang diprediksi mempunyai nilai prediksi yang sama dengan nilai referensi masing – masing daerah yang diprediksi pada saat diregresikan dengan model PLSDA rimpang kunyit masing – masing daerah. 4.
Simpulan dan Saran
4.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa; 1 Kunyit ( Curcuma Domestica Val. ) yang berbeda daerah memiliki keragaman kandungan senyawa aktif. Alat fotometer portable yang dikombinasikan dengan analisis 8
2
3
kemometrik berupa teknik pengenalan pola dapat mendiferensiasikan kunyit asal daerah Karanganyar, Ngawi dan Wonogiri. Analisa PCA menggunakan dua PC pertama yaitu PC 1 = 92% dan PC 2 = 8%. Untuk Analisa PLSDA diperoleh 3 model data yaitu model Karanganyar, model Ngawi dan model Wonogiri. Pada masing – masing model diperoleh R2 yang mendekati 1 dan, RMSEP dan RMSEC yang mendekati 0. Kandungan kurkumin dan aktivitas antioksidan terkecil didapat pada kunyit asal Ngawi sebesar 3.28 % dan 75.10 µg/ml. Sedangkan untuk daerah Karanganyar dan Wonogiri memiliki kandungan kurkumin sebesar 3.88 dan 3.99 % dengan aktivitas antioksidan sebesar 61.77 dan 62.59 µg/ml.
Bapak Drs. Husain Nashrianto, MSi dan Bapak Rudi Heryanto, M.Si selaku pembimbing, atas waktu, wawasan, arahan serta bimbingannya. Seluruh dosen FMIPA Universitas Pakuan Bogor, atas ilmu yang telah diberikannya dan seluruh staf Tata Usaha FMIPA Universitas Pakuan Bogor atas segala kemudahan dan bantuan yang telah diberikan. Orang tua, adik dan Suci chaerunnisa yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini baik moril maupun materil. Rekan seperjuangan Program Studi Kimia 2008 atas dukungan dan persahabatannya. Laboratorium Pusat Studi Bioframaka sebagai institusi tempat dilaksanakannya penelitian serta rekan-rekan di Pusat Studi Biofarmaka dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuannya hingga terselesaikannya makalah ini. Muhammad Fakih rekan satu bimbingan yang telah banyak membantu dalam proses penelitian.
4.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian perlu dilakukan validasi antara pengukuran fotometer dengan instrument lain yang umum digunakan untuk mengetahui secara spesifik diferensiasi geografis terhadap rimpang kunyit dan perlu dilakukan penyeragaman ukuran partikel (mesh) serbuk kunyit sebelum dijadikan pellet untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam proses penyinaran menggunakan fotometer portable. 5.
6.
Daftar Pustaka
Adzkiya MAZ. 2006. Pola akumulasi kurkuminoid rimpang induk temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) pada berbagai masa tanam dan perlakuan budidaya tanam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Armala, M. M., 2009, Daya Antioksidan Fraksi Air Ekstrak Herba Kenikir (Cosmos caudatus H. B. K.) dan Profil KLT, Skripsi, 39, Fakultas Farmasi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Brereton RG. 2003. Chemometrics: Data Analysis for The Laboratory and Chemical Plant. Bristol: Wiley. Chew OS, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad MN. 2004. Assessment of herbal medicines by chemometrics-
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Prasetyorini, MS selaku dekan FMIPA Universitas Pakuan Bogor. Drs. Husain Nashrianto, MSi selaku Ketua Program Program Studi Kimia FMIPA Universitas Pakuan Bogor. Ibu Ade Heri Mulyati, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Kimia FMIPA Universitas Pakuan Bogor. 9
assisted interpretation of FTIR spectra. J Anal Chim Acta, in press. Fathniyah VEF. 2011. Pengembangan Fotometer Portable untuk Kendali Mutu Rimpang Kunyit (Curcuma xanthorriza) [skripsi].Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Gutierrez L, Coello J, Maspoch S. 2011. Application of near infrared spectral fingerprinting and pattern recognition techniques for fast identification of Eleutherococcus senticosus. Food Research International 44: 557-565. Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw Hill. Jayaprakasha GK, Jaganmohan RL, Sakariah KK. 2005. Chemistry and biological activities of Curcuma longa L. Trends in Food Science & Technology 16: 533-548. Jitoe A, Masuda T, Tengah IGP, Suprapta DN, Gara IWN, Nobuji. 1992. Antioxidant activity of tropical ginger extracts and analysis of the container curcuminoids. J Agri Food Chem 40: 1337-1340. Liang Xin-Mao, Yu Jin, Yan-ping Wang, Gao-wa Jin, Qing Fu, Yuansheng Xiao. 2008. Qualitative and quantitative analysis in quality control of traditional Chinese medicines. J.Chroma. 026:20332044 Lohninger H. 2004. Multivariate calibration. [terhubung berkala]. http://www.vias.org/tmdatanaleng/c c_multivaritae.html [20 Februari 2010] Mao J, Xu J. 2006. Discrimination of herbal medicines by molecular spectroscopy and chemical pattern
recognition. Spectrochim Acta A 65: 497–500. Masuda T, Isobe J, Jitoe A, Nakatani N. 1992. Antioxidative curcuminoide from rhizomes of Curcuma xanthorrhiza. Phytochemistry 31(10): 3645-3647.. Menn N. 2004. Practical Optics. New York: Elsevier. Miller JC, Miller JN. 2000. Statistic and Chemometrics for Analytical Chemistry. Ed ke-4. Harlow: Pearson Education. Novianty I. 2008. Analisa spektroskopi reflektans Vis-NIR untuk mengetahui proses pematangan buah stroberi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu. O’toole M, Diamond D. 2008. Absorbance Based Light Emitting Diode Optical Sensors and Sensing Devices. Sensors 2008, 8, 24532479. Rahman F, Logawa ED, Hegartika H, Simanjuntak P. 2008. Aktivitas antioksidan ekstrak tunggal dan kombinasinya dari tanaman Curcuma spp. J Ilmu Kefarmasian Indonesia 6 (2): 69-74. Senny PS. 2010. Pembuatan modul sensor warna berbasis mikrokontroler [skripsi]. Jakarta: Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta. Sidik, Moelyono MW, Mutadi A.1995. Temlawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jakarta: Phyto Medika. Singh SK, Jha SK, Chaudhary, Yadava RDS, Rai SB. 2010. Quality control of herbal medicines by using spectroscopic techniques and multivariate statistical analysis. Pharmaceut Biol 48:134-141. Skoog DA, Donald MW, F James Holler, Stanley RC. 2004. 10
Fundamentals of Analytical Chemistry. Ed ke-8. Canada: Brooks Cole. Stuth J, Jama A, Tolleson D. 2003. Direct and indirect means of predicting forage quality. Field Crops Research 84:45-56. Wijayakusuma H. 2000. Potensi tumbuhan obat asli Indonesia sebagai produk kesehatan. Prosiding Risalah Pertemuan Ilmiah Penelilian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, HPTAI. Jakarta. Woo AY, Kim JH, Cho HJ, Chung H. 1999. Discrimination of herbal medicines according to geographical origin with near infrared reflectance spectroscopy and pattern recognition techniques. Pharmaceut Biomed Anal 21:407-413. Wold S. 1995. Chemometrics; whats Do We Want From It?. Chemom Intel Lab Syst 30: 109-115.
11