Studi Terapi Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) Terhadap Ekspresi Tumor Nekrosis Faktor Alfa (TNF – α) dan Gambaran Histopatologi Jaringan Hepar Tikus (Rattus norvegicus) Hasil Paparan Asap Rokok A Study of Mangosteen Peel (Garcinia mangostana L) Ethanol Extract Therapy on the Expression of Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF - α) and Histopathological Appearance Liver Tissue of Rattus norvegicus Exposed with Cigarette Smoke Yusrina Suhartiningsih, Agung Pramana Warih Marhendra, Aulanni׳am, Aulanni׳am. Program Studi Kedokteran Hewan, Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Asap rokok mengandung karbon monoksida, ammonia, dan nitrogen oksida. Radikal bebas yang berasal dari asap rokok dapat mengaktifkan sitokin proinflamasi sehingga meningkatkan ekspresi TNF – α pada jaringan hepar. Ekstrak etanol kulit manggis mengandung xanthone sebagai antioksidan mampu untuk menurunkan ekspresi TNF – α dan memperbaiki kerusakan jaringan hepar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L) terhadap ekspresi TNF – α dengan menggunakan metode imunohistokimia dan pengamatan histopatologi pada jaringan hepar. Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) jantan strain Wistar yang dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok positif (P1) diberi paparan asap rokok 2 batang/hari/kelompok selama 1 bulan, kelompok P2,P3,P4 adalah kelompok yang diberi asap rokok kemudian diberi terapi ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 200mg/kg BB, 400mg/kg BB dan 600mg/kg BB. Hasil penelitian menunjukkan terapi ekstrak etanol kulit manggis secara signifikan (p<0,05) dapat menurunkan ekspresi TNF-α sampai 67,66% dan memperbaiki kerusakan histopatologi hepar. Perbaikan gambaran histopatologi hepar terjadi ditandai dengan perbaikan struktur sel – sel hepatosit. Penelitian ini menunjukkan ekstrak etanol kulit manggis mengandung antioksidan dosis 600mg/kg BB dapat menurunkan ekspresi TNF–α dan memperbaiki sel hepatosit jaringan hepar hasil paparan asap rokok. Kata kunci : Asap Rokok, Ekstrak Etanol Kulit Manggis, Ekspresi TNF – α, dan Histopatologi Jaringan Hepar ABSTRACT Cigarette’s smoke contains of carbon monoxide, ammonia, and nitrogen oxides.These free radicals derived from cigarette smoke activate proinflammatory cytokine so that can increase the expression of TNF – on liver tissue. Ethanol extract of mangosteen peel contains xanthone as an antioxidant which decrease the expression of TNF – a which lead on repairing damage on the liver tissue. This research was to determine the effect of ethanol extract of mangosteen peel (Garcinia mangostana L) therapy on the expression of TNF – by using immunohystochemistry and histopathology observation on liver tissue. Animals were divided into five groups: control group, positive group (P1) which was exposed with cigarette’s smoke in two rods per day per group for a month, group P2, P3, and P4 were exposed to cigarette smoke and then were treated with ethanol extract of mangosteen peel dose of 200 mg/kg BW to group P2, 400mg/kg BW to group P3, and group P4 with dose of 600mg/kg BW. The results of this research showed that ethanol extract of mangosteen peel significantly (P<0.05) could decrease the expression of TNF – up to 67,66% and repaired damage of liver histopathology. Liver histopathology shown repairing of hepatocytes cells. It also that ethanol extract of mangosteen peel contains dose of 600 mg/kg BW could reduce the expression of TNF – and repair liver tissue which was exposed cigarette smoke. Keywords: Cigarette smoke, Mangosteen peel extract, Antioxidants, expression of TNF – α and histopathology of the liver tissue.
PENDAHULUAN Rokok merupakan masalah yang banyak dijumpai di negara – negara berkembang. Rokok adalah salah satu zat adiktif yang mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat (Haryatmi, 2004). Lebih dari 4.000 macam bahan kimia terdapat dalam rokok dan asap rokok yang berbahaya untuk kesehatan antara lain yaitu tar, nikotin, karbon monoksida, timbal, dan formaldehid (Sugeng, 2007). Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2020 penyakit yang berkaitan dengan rokok akan menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Setiap tahunnya angka kematian yang diakibatkan oleh rokok terjadi di Asia sebanyak 8,7 juta orang (Depkes, 2006). Menurut penelitian Sianturi (2004), mengungkapkan bahwa kebiasaan merokok dapat merugikan baik pada perokok aktif maupun pasif. Resiko terbesar dapat terjadi pada perokok pasif daripada perokok aktif. Asap dari rokok yang mengandung ribuan bahan kimia beracun dan terdapat kurang lebih 1017 molekul radikal bebas yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit yaitu penyakit jantung, kanker paru – paru, kanker hepar, gangguan pembuluh darah, bronkitis, gangguan kehamilan, dan kematian. Radikal bebas merupakan senyawa yang tidak stabil sehingga dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ tubuh, seperti paru – paru, jantung, dan utamanya pada hepar. Hepar merupakan organ utama yang berfungsi sebagai pusat metabolisme dalam tubuh, dan sistem sirkulasi antara lain untuk menimbun metabolit, menetralisasi dan mengeluarkan substansi toksik yang melalui aliran darah. Radikal bebas yang dihasilkan rokok merupakan salah satu penyebab perubahan struktur dan fungsi. Mekanisme kerja yang mendasarinya yaitu lipid peroksidasi yang selanjutnya menyebabkan kerusakan membran sel. Hal ini menyebabkan perubahan biokimia dan akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan sel hepar (Droge, 2002). Produksi radikal bebas yang melebihi kapasitas normal didalam hepar dapat menimbulkan terjadinya ketidakseimbangan pada hepar sehingga terjadi stress oksidatif. Hal ini dapat memicu timbulnya reaksi inflamasi, perubahan patofisiologi secara kompleks, dan dapat mengakibatkan kerusakan pada sel hepatosit. Menurut Muriel (2008), terjadinya reaksi inflamasi disebabkan oleh stress oksidatif sehingga adanya rangsangan sitokin proinflamasi seperti TNF – α. TNF-α adalah sitokin proinflamasi berperan dalam
proses proliferasi, kematian sel, dan perbaikan fungsional hepar dengan cara proliferasi dan regenerasi hepatosit. Radikal bebas dapat distabilkan oleh antioksidan yang berfungsi sebagai menangkap radikal bebas dengan melepaskan atom hidrogen dari gugus hidroksil (Murray, 2000). Pemberian atom hidrogen ini akan mengakibatkan radikal bebas menjadi stabil dan tidak mengaktifkan mediator inflamasi, tidak merusak lipid, protein dan DNA yang menjadi target kerusakan seluler (Revianti, 2007). Pemberian terapi penderita penyakit akibat rokok dengan menggunakan obat – obatan kimiawi memiliki efek samping yang beragam. Salah satu terapi alternatif yang efisien dan tidak menimbulkan berbagai efek samping yaitu menggunakan terapi yang berasal dari bahan alami seperti sayuran dan buah – buahan yang memiliki antioksidan yang tinggi. Antioksidan merupakan senyawa yang memiliki kemampuan untuk menetralisir radikal bebas (Astuti, 2008). Antioksidan mampu mencegah kerusakan jaringan hepar dan mencegah peningkatan produksi sitokin proinflamatori. Salah satu tanaman yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah manggis. Manggis merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia yang mempunyai manfaat untuk kesehatan. Secara fitokimia ekstrak kulit manggis dilarutkan dengan larutan etanol (semi polar) sehingga terjadi unsur yang berikatan mempunyai nilai elektronegatifitas yang berbeda. Keunggulan manggis terdapat dalam ekstrak etanol kulit manggis yang berfungsi sebagai antioksidan. Peneltian Jung et al., (2006) menunjukkan kulit manggis kaya akan antioksidan terutama xanthone yang berguna sebagai antioksidan dan meningkatkan kekebalan tubuh. Mekanisme kerja senyawa xanthone dari kelas polifenol memiliki kemampuan memberi atom hidrogen dengan mekanisme memutus rantai pembentuk radikal bebas dan mengikat ion logam transisi sehingga menghambat pembentukan radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Menurut penelitian Hartanto (2011), kemampuan senyawa xanthone dalam kulit manggis melebihi dari vitamin C dan E, yang bisa digunakan untuk menangkal radikal bebas. Keuntungan ektrak etanol kulit manggis ini yang alami, murah dan terjangkau serta tidak mengakibatkan penimbun zat – zat kimia seperti obat – obatan. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini mengakaji tentang studi terapi ekstrak etanol kulit manggis (Garcina mangostana L) terhadap ekspresi Tumor Nekrosis Faktor Alfa (TNF –
α) dan gambaran histopatologi jaringan hepar tikus (Rattus norvegicus) hasil paparan asap rokok . MATERI DAN METODE PENELITIAN Perlakuan Hewan Coba Hewan model menggunakan tikus (Rattus norvegicus) jantan strain wistar. Hewan coba dibagi kedalam lima kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, kelompok terapi dosis 200 mg/kgBB, kelompok terapi dosis 400 mg/kgBB dan kelompok terapi dosis 600 mg/kg BB. Hewan coba diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta dengan umur 3 bulan dan berat badan rata-rata 200 gram. Penggunaan hewan coba dalam penelitian ini mendapatkan persetujuan laik etik dari Komisi Etik Penelitian Universitas Brawijaya, No 188-KEP-UB. Tatalaksana Induksi Asap Rokok Perlakuan induksi asap rokok dilakukan pada 20 ekor tikus (4 kelompok) dengan memberikan rokok yang dibakar sebanyak dua batang per hari. Sedangkan satu kelompok dengan lima ekor tikus sebagai kontrol negatif tidak dipapar asap rokok. Perlakuan ini dilakukan selama 30 hari. Pemaparan asap rokok dilakukan dengan memasukkan tikus dan rokok yang telah dibakar ke dalam box pengasapan (Mansour, 2013). Dosis Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Penentuan dosis ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) yaitu dosis 200 mg/kgBB, dosis 400 mg/kgBB dan dosis 600 mg/kgBB. Metode pembuatan ekstrak etanol kulit manggis yaitu simplisia kulit manggis di maserasi selama satu minggu dengan menggunakan etanol 50 %. Setelah itu dilakukan penyaringan sehingga diperoleh cairan kental berwarna kuning. Kemudian dilakukan destilasi untuk memisahkan memisahkan etanol dan air sehingga diperoleh eksrak kulit manggis. Pemberian Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terapi ekstrak etanol kulit manggis diberikan kepada tikus yang telah diinduksi asap rokok kecuali kontrol positif dilakukan selama 21 hari sesuai dengan dosisi perlakuan. Ekstrak kulit manggis diberikan secara sonde lambung sebanyak 1 mL/ekor/hari (Mansour, 2013).
Pembuatan Preparat Histopatologi Organ Hepar dengan Metode Pewarnaan HE Proses pembuatan preparat dimulai dengan hepar direndam dalam larutan fiksatif berupa formalin atau PFA 4% selama 1 – 7 hari. Setelah itu dilakukan perendaman dengan menggunakan alkohol 70% selama 24 jam, dan dilanjutkan dengan alkohol 80% selama 2 jam, selanjutnya direndam dalam alkohol 90% selama 20 menit. Tahapan selanjutnya adalah memindahkan hepar pada xylol 1 dan 2 masing – masing 20 menit. Xylol 3 dapat dilakukan pada suhu 60 – 63˚C selama 20 menit. Selanjutnya hepar dicelupkan dalam parafin cair pada wadah. Setelah itu, parafin akan memadat dan hepar berada dalam blok parafin. Jaringan hepar di potong dengan menggunakan microtome dengan ketebalan 4-5 µm dan direndam dengan waterbath. Jaringan hepar selanjutnya diletakkan pada object glass dan dikeringkan pada suhu 38 – 40˚C sampai kering. Preparat siap diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) (Shofia, 2012). Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) terdiri dari zat warna hematoxylin dan eosin. Proses pewarnaan dilakukan pada bagian awal dengan deparafinisasi preparat hepar menggunakan xylol yang bertujuan untuk menghilangkan parafin jaringan. Selanjutnya dilakukan rehidrasi menggunakan alkohol untuk mengembalikan kandungan air jaringan. Preparat kemudian dicuci menggunakan aquades. Setelah dilakukan pencucian, preparat dimasukkan kedalam larutan pewarna hematoxylin. Preparat yang telah terwarnai dibilas kembali dengan aquades. Tahap selanjutnya setelah preparat bersih diletakkan kembali di dalam pewarna eosin. Proses akhir preparata dicuci dengan aquades hingga bersih kemudian dehidrasi, clearing dan mounting (Shofia, 2012). Pengamatan Ekspresi TNF – α Organ hepar dibersihkan dan dicuci dengan NaCl – fisiologis 0,9% kemudian organ hepar dimasukan ke dalam larutan Praformaldehyde (PFA). Organ hepar selanjutnya dijadikan preparat untuk imunohistokimia dengan cara fiksasi, dehidrasi, clearing, embedding dan section. Tahap awal imunohistokimia adalah tahap deparafinisasi yaitu preparat direndam dalam larutan xylol, alcohol bertingkat 100%, 95%,90%,80%, dan 70%. Preparat dicuci dengan PBS pH7,4 dan diteteskan 3% hydrogen peroksida (H2O2), kemudian diberikan BSA 2% dilanjutkan dengan pemberian antibody primer anti-rat
TNF – α dan didiamkan selama 24 jam. Preparat selanjutnya ditambahkan antibody sekunder, anti rabbir labelled biotin selama satu jam, SA-HRP selama 45 menit, dan kromogen DAB (3,3- diaminobenzidine tetrahydrochloride) selama 10-20 menit. Counter staining dengan pewarnaan Major hematoxylin dilakukan lalu dicuci dengan akuades. Mounting dilakukan dengan entellen dan hasil akhir diamati dibawah mikroskop. Pengamatan dengan perbesaran 400x dan 600 x dan dihitung jumlah sel/100 sel dengan dilakukan perulangan sebanyak 3 kali (Junquiera, 2007).
data yang digunakan dalam perhitungan ekspresi TNF – α dengan dianalisa menggunakan ANOVA (Analysis of variance) diperoleh dari sofware SPSS 16 for windows dan dilanjutkan analisa uji Beda Nyata Jujur (Tukey) α = 0,05. Data kualitatif berupa hasil pengamatan histopatologi jaringan hepar dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekspresi Tumor Nekrosis Faktor Alfa (TNF - α) pada Hepar Tikus hasil paparan Asap rokok dan diterapi Ekstrak Etanol Kulit Manggis Ekspresi TNF – α pada hepar hewan tikus (Rattus norvegicus) hasil paparan asap rokok dan diterapi dengan ekstrak etanol kulit manggis ditunjukkan pada Gambar 1.
Analisa Data Analisa data penelitian ini terdiri dari data kuantitaif dan kualitatif. Data kuntitatif yaitu analisa
vs VS B
A
vs
vs
D
C
VS
E Gambar 1. Ekspresi TNF – α jaringan hepar tikus (Rattus norvegicus) dengan pewarnaan Imunohistokimia (perbesaran 400x) Keterangan : VS: vena sentralis, (A) kontrol negatif. (B) kontrol positif. (C) terapi 1 (200 mg/kgBB). (D) terapi 2 (400 mg/kgBB). (E) terapi 3 (600 mg/kgBB). Panah merah menunjukkan ekspresi TNF – α.
Ekspresi TNF – α sebagai salah satu sitokin proinflamasi pada organ hepar yang ditunjukkan oleh gambaran jaringan hepar (Gambar 1). Ekspresi TNF – α dengan teknik imunohistokimia ditunjukkan spot warna kecoklatan. Akumulasi bercak warna coklat menunjukkan adanya interaksi antara TNF – α pada jaringan hepar dengan antibodi yang ditambahkan (antibodi primer anti TNF – α dan anti rabbit labeled biotin). Menurut Duerr (2006) antibodi primer berikatan dengan antigen pada jaringan dan antibodi sekunder berlabel biotin. Pemberian antibodi sekunder diikuti penambahan Streptavidin – Horseradish Peroxidase (SA-HRP) dan substratnya berupa Diaminobenzidine (DAB). Diaminobenzidine (DAB) merupakan substrat dari peroksidase yang menghasilkan warna kecoklatan pada jaringan. Ekspresi TNF – α terlihat pada semua kelompok. Ekspresi TNF – α tersebar pada bagian vena sentralis dan sel hepatosit yang ditunjukkan dengan tanda panah merah (Gambar 1). Kelompok kontrol negatif menunjukkan adanya ekspresi TNF – α sedikit dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Hal tersebut menunjukkan ekspresi TNF – α muncul dalam kondisi normal dibutuhkan untuk pertahanan kondisi homeostasis dalam sistem imunitas (Gambar 1 A). Kelompok paparan asap rokok (P2) menunjukkan adanya ekspresi TNF – α Tabel 1. Ekspresi Tumor Nekrosis Faktor (TNF- α) Perlakuan
paling banyak dibandingkan dengan kontrol negatif, warna coklat pada bagian vena sentralis dan sel hepatosit (Gambar 1 B). Ekspresi TNF – α banyak terdapat di vena sentralis, karena vena sentralis adalah pembuluh darah yang membawa darah dari seluruh tubuh ke hepar sehingga zat toksik akan terakumulasi di sekitar vena sentralis. Kelompok tikus terapi ekstrak etanol kulit manggis dosis 200 mg/Kg BB (C) menunjukan penurunan ekspresi TNF – α yang lebih sedikit daripada kelompok tikus paparan asap rokok. Kelompok tikus paparan asap rokok yang diterapi ekstrak etanol kulit manggis dosis 400 mg/Kg BB (D) menunjukan penurunan ekspresi TNF – α yang lebih sedikit daripada kelompok tikus terapi 200 mg/Kg BB. Kelompok tikus paparan asap rokok yang diterapi ekstrak etanol kulit manggis dosis 600 mg/Kg BB (E) menunjukan ekspresi TNF – α yang lebih sedikit daripada kelompok tikus 400 mg/Kg BB. Ekspresi TNF – α pada kelompok tikus paparan asap rokok yang diterapi ekstrak etanol kulit manggis dosis 600 mg/Kg BB mendekati kelompok tikus kontrol negatif. Hal ini didukung dengan analisis menggunakan program Axiovision dan diperoleh dalam satuan persentase area (Tabel 1). Ekspresi TNF – α dianalisis dengan uji statistic one – way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji BNJ (Tukey) α= 5%.
Rata – rata Ekspresi TNF α
Kontrol negatif (P1)
0,320 ± 0,116 a
Paparan asap rokok (P2) Terapi I 200mg/kgBB (P3) Terapi II 400mg/kgBB (P4) TerapiIII 600mg/kgBB (P5)
3,410 ± 1,069 d 2,835 ± 0,370 cd 2,092 ± 0,459 bc 1,102 ± 0,429 ab
Ekspresi TNF – α (%) Peningkatan Penurunan terhadap kontrol Terhadap negative paparan asap rokok 965,62 -
16,86 38,63 67,66
Keterangan: Perbedaan notasi a,b,c,d menunujukan adanya perbedaaan yang signifikan (p<0,05) antara kelompok perlakuan. Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa adanya notasi yang berbeda hasil uji Tukey (Tabel terapi ekstrak etanol kulit manggis (Garcina 1). Paparan asap rokok (P2) menujukkan ekspresi mangostana L) pada tikus (Rattus norvegicus) TNF – α meningkat 965,62%. Namun setelah terapi menyebabkan penurunan ekspresi TNF – α secara dengan ekstrak etanol kulit manggis (Garcina signifikan (P< 0,05) yang ditunjukkan dengan mangostana L) dengan dosis 600 mg/kg BB mampu
menurunkan ekspresi TNF – α sebesar 67,66%. Hal ini sesuai dengan hasil analisis stastistik menunjukkan perbedaan yang efektif antara kontrol dengan terapi 600mg/kgBB (Tabel 1). Ekspresi TNF – α kelompok tikus P2 (paparan asap rokok) mengalami peningkatan sebesar 965,62 dan menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05) terhadap kelompok kontrol negatif. Peningkatan ekspresi TNF – α dikarenakan adanya akumulasi asap rokok pada hewan coba, sehingga adanya peningkatan radikal bebas menyebabkan ketidakstabilan metabolisme jaringan hepar. Produksi ROS meningkat tersebut akan mengaktifkan jalur NFkβ. NFkβ bertranslokasi dari sitoplasma ke dalam inti sel (nukleus) secara otomatis. Aktivasi NFkβ menginduksi transkripsi gen diantaranya sitokin proinflamasi TNF – α, dan akan terjadi proses inflamasi dalam hepar. Hal ini didukung oleh Epstein (2003) bahwa peningkatan radikal bebas dalam hepar mengaktifkan jalur NFkβ (nuclear factor kappa beta) yang menginduksi sitokin proinflamatori TNF – α beberapa molekul adhesi seperti leukosit dan neutrofil. Kelompok tikus terapi ekstrak etanol kulit manggis dosis 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB, 600 mg/kg BB menunjukkan penurunan ekspresi TNF – α secara berturut – turut sebesar 16,86%, 38,63%, dan 67,66%. Ekspresi TNF – α pada kelompok terapi 600mg/kg BB menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (P > 0,05) terhadap kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa terapi ekstrak etanol kulit manggis dosis 600 mg/kg BB adalah dosis optimum dan efektif untuk terapi paparan asap rokok. yang ditunjukkan dengan notasi yang berbeda nyata dengan penurunan ekspresi TNF – α sebesar 16,86%. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit manggis mengandung xanthone sebagai antioksidan dapat menurunkan ekspresi TNF – α (mendekati kelompok tikus kontrol negatif) dengan menstabilkan radikal bebas pada organ hepar tikus (Rattus norvegicus). Antioksidan tersebut akan mendonorkan atom H+ untuk berikatan dengan radikal bebas yang terdapat dalam asap rokok
sehingga ikatan radikal bebas dan menghambat NFkβ dalam mengendalikan ekspresi TNF – α yang terlibat pada proses inflamasi (Nanji, 2003). Kandungan bioaktif ekstrak etanol kulit manggis sebagai antioksidan yaitu xanthone telah dikonfirmasi dengan hasil uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Terapi ekstrak etanol kulit manggis memiliki kandungan xanthone yang dapat menurunkan ekspresi TNF – α dengan hambatan pada aktifitas NFkβ. Dimana xanthone akan menghambat aktivasi NFkβ dengan penghambatan degradasi Ikβ dan terjadinya fosforilasi ke dalam nukleus. Dengan penurunan aktivitas NFkβ maka transkripsi gen dan sitokin proinflamatori TNF – α serta mediator inflamasi leukosit dan neutrofil menjadi menurun. Hal ini sesuai Menurut Anindhita (2009), bahwa ekstrak etanol kulit manggis sebagai senyawa antioksidan menghambat pembentukkan radikal bebas dengan bertindak sebagai donor H terhadap radikal bebas sehingga radikal bebas berubah menjadi bentuk yang lebih stabil. Aktivitas antioksidan erat kaitanya dengan kemampuan menyumbangkan elektron hidrogen pada gugus (OH-) reaktif, sehingga penambahan antioksidan tersebut dapat menghambat atau memperlambat reaksi pembentukan peroksida. Antioksidan mentransfer atom hidrogen ke radikal bebas hasil oksidasi menjadi senyawa non – radikal. Gambaran Histopatologi Jaringan Hepar Tikus (Rattus norvegicus) Hasil Paparan Asap Rokok dan Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis dengan Pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin) Perbandingan Gambaran histopatologi jaringan hepar tikus hasil paparan asap rokok dengan pemberian terapi ekstrak etanol kulit manggis dengan variasi dosis berbeda (Gambar 2).
VS VS
B
A
VS
C
VS
VS
D E Gambar 2. Histopatologi Jaringan hepar tikus (Rattus norvegicus) dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (Perbesaran 400 kali) Keterangan : VS : vena sentralis, (A) kontrol negatif. (B) kontrol positif. (C) terapi 1 (200 mg/kg BB). (D) terapi 2 (400 mg/kg BB). (E) terapi 3 (600 mg/kg BB). Panah biru menunjukkan sel hepatosit normal. Panah merah menunjukkan hepatosit mengalami degenerasi, Panah hitam menunjukkan sinusoid mengalami dilatasi
Keadaan sel hepatosit pada histopatologi hepar tikus kontrol negatif (Gambar 2 A) terlihat normal dan teratur dengan bentuk sel polihedral, inti terlihat bulat, sitoplasma terlihat cerah dan sinusoid terlihat jelas tampak putih dalam lobulus hepar. Histopatologi kelompok paparan asap rokok
(Gambar 2 B) menunjukkan sel hepatosit mengalami degenerasi dan nekrosis. Sel hepatosit yang mengalami degenerasi tampak dengan pembengkakan sel, sedangkan sinusoid mengalami dilatasi dapat diketahui dengan perubahan pada celah antar sel. Kondisi sinusoid mengalami dilatasi menunjukkan adanya aktivasi sistem kinik
menyebabkan pembentukan bradikinin yang berefek peningkatan permeabilitas pembuluh darah (dilatasi). Mediator inflamasi juga menyebabkan aliran darah melambat sehingga leukosit bergerak (marginasi) dan menempel ke dinding pembuluh darah (adhesi). Terjadinya adhesi dikarenakan reseptor leukosit (selektin) teraktivasi setelah distimulasi mediator tertentu (IL-1 dan TNF-α). Adhesi yang kuat antara leukosit dan endotel menyebabkan pembuluh darah menjadi kaku kemudian leukosit masuk diantara endotel dan menuju ke jaringan sehingga terjadi infiltrasi leukosit (Arimbi dkk, 2013) Perubahan gambaran histopatologi hepar tikus pada kelompok kontrol positif merupakan hasil paparan asap rokok. Terhirupnya asap rokok akan beredar dalam sirkulasi darah menuju ke hepar melalui vena hepatika dan menyebar dalam lobulus ke vena sentralis. Hasil pembakaran asap rokok yang tidak sempurna menyebabkan pembentukan radikal bebas yang merupakan produk samping dari hidrokarbon. Karbon monoksida menyebabkan iskemia melalui produksi karboksi – hemoglobin (ikatan antara CO2 dan hemoglobin) dimana hemoglobin menjadi tidak efisien mengikat O 2. Ikatan antara hemoglobin dengan CO2 jauh lebih kuat dibandingkan dengan O2. Akibat terjadinya gangguan suplai oksigen ke hepar maka menimbulkan efek iskemia. Produksi radikal bebas yang berlebihan mengakibatkan stress oksidatif dan memicu inflamasi. Hal ini disebabkan hasil paparan asap rokok mengandung senyawa radikal bebas. Radikal bebas berlebih yang masuk dalam hepar dapat mengakibatkan terbentuk radikal yang bersifat oksidator dengan oksigen yang reaktif. Reaksi ini akan mengoksidasi zat – zat yang ada di dalam tubuh, sehingga menyebabkan membrane sel mengalami kerusakan (Yatman, 2012). Hal ini didukung oleh Menurut Murray et al., (2003), kerusakan pada membran dapat menonaktifkan ikatan membran dengan reseptor atau enzim yang dapat mengganggu fungsi normal sel. Gambaran histopatologi hepar yang mengalami perbaikan terlihat pada kelompok terapi 1, 2, dan 3 ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 200mg/kg BB, 400mg/kg BB dan 600mg/kg BB menunjukkan terjadinya perubahan secara bertahap dengan berkurangnya sel hepatosit yang mengalami
degenerasi dan sinusoid mengalami perubahan dalam kondisi normal (Gambar 2 C, D, dan E). Hal ini disebabkan dengan pemberian terapi ekstrak etanol kulit manggis mampu memperbaiki hepatosit dan inti tampak kembali seperti normal. Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut Nurchasanah (2013) dan Mansour et al., (2013), kandungan kulit manggis yang memiliki efek hepatoprotektor adalah xanthone. Xanthone merupakan senyawa polifenol yang memiliki aktifitas sebagai antioksidan dan antiinflamasi sehingga dapat menekan radikal bebas dan memperbaiki jaringan tubuh yang mengalami perubahan maupun kerusakan. Dosis terapi ekstrak etanol kulit manggis yang memberikan perbaikan pada gambaran histopatologi yang menyerupai kondisi normal adalah kelompok tikus terapi 3 dengan 600 mg/kg BB (Gambar 2 E). Gambar E menunjukkan berkurangnya sel hepatosit yang mengalami degenerasi dan banyak sel hepatosit normal. Hal ini membuktikan ekstrak etanol kulit manggis mampu mengurangi degenerasi dan mengurangi sinusoid yang mengalami dilatasi dengan mendonorkan satu atom hidrogen. Hal ini sesuai dengan Christijanti et al., (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa xanthone memiliki kemampuan untuk menyumbangkan satu atom hidrogennya dari gugus OH kepada hepatosit sehingga dapat memperbaiki sel hepatosit yang rusak. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Terapi ekstrak etanol kulit manggis mampu menurunkan ekspresi TNF – α pada organ hepar tikus (Rattus norvegicus). Dosis terbaik yaitu 600mg/kgBB mampu menurunkan ekspresi TNF – α sebesar 67,66%. 2. Terapi ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 200mg/kg BB, 400mg/kg BB, dan 600mg/kg BB mampu memperbaiki histopatologi hasil paparan asap rokok pada organ hepar tikus (Rattus norvegicus) dan dosis terbaik yaitu 600mg/kg BB yang ditunjukkan adanya perubahan perbaikan pada sel hepatosit.
news&task=viewarticle&sid=81&Itemid.Di akses 9 Mei 2007
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada staf Laboratorium Biokimia, Laboratorium Fisiologi Hewan Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya dan semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan kerjasama yang luar biasa untuk penyelesaian penelitian ini.
Droge W. 2002. Free Radicals in The Physiological Control of Cell Function. Physiol Rev. 82. p:47-95.
DAFTAR PUSTAKA
Duerr,
Arief S,.2007, Radikal Bebas. SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr.Soetomo Surabaya. Baratawidjaja K. G. 2004. Imunologi Dasar : Sitokin. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta.128131 Benowitz, N.L. and Fu, H. 2007. Smoking & Occupational Health. In J. Ladou (Eds), Occupational & Environmental Medicine, 4th Edition, (p. 710-718). New York: McGraw-Hill. Chang, H.F., Huang, W.T., and L.L Yang. 2010. Apoptotic Effects of γ-Mangostin from The fruit Hull of Gracinia mangostana on Human Malignant Glioma Cells. Molecules. 15:8953-66 Chen LG, YH Chen, CM Liu, W Chiang, and CC Lin. 2004. Anti - Inflamatory Activity of Mangostins from Garcina mangostana. Food chem. Toxicol.pp.46: 688−93. Chomnawang. M.T. Surassmo. S. Nukoolkarn. V.S. Gritsanapan. W.Effect Of Garcinia Mangostana on Inflammation caused by Propionibacterium Acnes.Fitoterapia.2007; 78: 401–408. Collins, T., dan Cybulsky, M.I.2001. NF-kβ: Piyotal Mediator or Innocent Bystander In atherogenisis. The Journal or Clinical Investigation, 107 (3):255-263 Departemen kesehatan .2006. Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Http://www.depkes.go.id/index.php?option=
J.S. 2006. Immunohistochemistry. Department of Biological sciences Ohio University. USA.
Epstein, F.H. 2003. Nuclear Faktor Kappa Beta a Privol transcription factor in chronic inflammatory Disease. NEJM. 363(15): 1066 – 1071. Evans, M.D dan M.S Cooke,. 2006. Lipid and Protein Mediated Oxidative Damage to DNA. In:Singh, K.S, editor. Oxidative stress, Disease and cancer. Singapura: Mainland Press.p. 201 - 220. Gonzalez, F.J. and R.H Tukey,. 2006. Drug Metabolism. In L.L. Brunton, J.S. Lazo, and K.L. Parker (Eds), Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics, 11th Edition, (p. 71-91). New York: McGraw-Hill. Handoyo, I. 2003. Pengantar Imunoasai Dasar. Airlangga university press, Surabaya. Iswari.K.
2011. Kulit Tinggi.APMMK. Jakarta.
Manggis Madya
Berkhasiat Centradifa.
Hancock JT, R. Desikan, and SJ. Neill. 2004. Role of Reactive Oxygen Spesies in Cell Signalling Pathways. Biochemical Aspects of Oxidative in Cell Signalling Pathways. Biochemical dan biomedical aspects of oxidative modification.University of the West England,Bristol. Hartanto, B.S. 2011. Mengobati Kanker dengan Manggis. Yogyakarta: Penerbit Second Hope. Halaman 19,24-25,30,50-51.
Haryatmi, S. 2004. Radikal Bebas Pada Rokok Terhadap Lanjut Usia. Journal MIPA. Vol.14 No.52 - 60 Ho CK, Huang YL, and CC Chen. 2002. Garcinone E, a Xanthone derivative, has Potent Pytotoxic Effect Against Hepatocellular Harcinoma Cell Lines, Planta Med., 68 (11):975-979. Hudgson, E. 2004. A Text Book of Modera Toxicology. Third edition, Wiley interscience, A John Wiley & Son Inc. Publication, 263 – 269. Jawi I M, N D Suprapta, U S Dwi, dan I Wiwiek. 2006. Efek Antioksidan Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu pada Darah dan Berbagai Organ pada Mencit yang Diberikan Beban Aktivitas Fisik Maksimal. (Bappeda Provinsi Bali 2006) Johnson KE. 2011. Histologi dan Biologi Sel. Jakarta : Binarupa Aksara. Jung, H.A.,Su, B. N. Keller, W.J. Mehta, R.G. Kinghorn, A,D. 2006. Antioidant Xanthones From The Pericarp of Gracinia mangostana (Mangosteen). J Agric. Food Junquiera, L.C, and J. Carneiro. 2007. Basic Histology. The McGraw-Hill Companies pp 373 – 381.
Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya Kumalaningsih, S,. 2006. Antioksidan AlamiPenangkal Radikal Bebas, Sumber, Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Surabaya: Trubus Agrisarana. Kresno, S.B., 2001. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, 137-145, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Mahabusarakam, W., K., Kuaha, and P., Wilairat .2000. Prenylated Xanthone as Potenntial Antiplasmodial Subtance, Planta Medica. 72: 912-6.
Mansour N.A.A, Aulanni׳am, and Kusnadi.J 2013. Garcinia mangostana Linn Pericarp Extract Reduced Malondialdehyde (MDA) Level in Cigarette smoke exposed Rats., International Refereed Journal of Engineering and Science (IRJES). Vol 2,Issue9,PP.01-05. www.irjes.com/Papers/vol2issue9/A02090105. pdf.
Miller, S.D, J.C. Russel , H.E. MacInes, J. Abdelkrim, and R.M. Fewster. 2010. Multiple peternity in wild population of invasive Rattus species. New Zeland Journal of Ecology 34(3): 360-362.
Kosem, N., Han, Y.H., and P. Moongkarndi. 2007. Antioxidant an Cytoprotective Activities of Methanolic Extract from Gracinia mangostana Hulls. Science Asia.33: 28392.
Moongkarndi P, Kosem N, Kaslungka S, Luanratana O, Pongpan N, Neungton N., 2004. Antiproliferation, Antioxidation and Induction of Apoptosis by Garcinia Mangostana (mangosteen) on SKBR3 Human Breast Cancer Cell Line, J Ethnopharmacol., 90(1):161-166.
Kuschner, W.G. and Blanc, P.D. 2007. Gases & Other Airborne Toxicants. In J. Ladou (Eds), Occupational & Environmental Medicine, 4th Edition, (p. 515-531). New York: McGraw-Hill.
Murray, R. K., D. Granner, P. A. Mayes, and V.W Rodwell,. 2000. Harper’s Biochemistry, 25th Ed. p: 124, 156 – 157, 618 – 620.
Kusriningrum. 2008. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak Lengkap.
Nakatani K, M. Atsumi, T. Arakawa, K. Oosawa, S. Shimura, N. Nakahata, and Y. Ohizumi. 2002. Inhibition of Histamine Release and Prostaglandin e2 Synthesis by Mangostin in
: Chaverri JP, Rodriguez NC, Ibarra MO, Rojas JMP. pp. 34: 344 – 47 Nurchasanah. 2013. Khasiat sakti manggis tumpas berbagai penyakit. Jakarta: Dunia Sehat. hlm 84−5 Pathom J, K. Pootakham, and P. Yanee., 2008, Chadarat Duangrat and Prasit Tharavichitkul Acute and Repeated Dose 28-Day Oral Toxicity Study of Garcinia mangostana Linn. Rind Extract., Department of Pharmaceutical Sciences, Faculty of Pharmacy, Chiang Mai University, Chiang Mai 50200, Thailand Potter, W.P. 2007. Rats and Mice :Introduction and use In Research. Health Sciences Center for Educational Resources University of Washington. Praptiwi., dan M. Poeloengan. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis. Media Litbag Kesehatan Volume XX Nomor 2. Robbins and Cotran. 2010. Pathologic Basis of Disease. Edisi ke-8. W. B. Saunders, Philadeplphia. 891-892, 895-896, 11301131, 1143. Ramos and JA. Vara,. 2005. "Technical Aspects of Immunohistochemistry". Vet Pathol 42 (4): 405–426. doi:10.1354/vp.42-4-405. PMID 16006601. Revianti S.2007. Pengaruh Radikal Bebas pada Rokok Terhadap Timbulnya kelainan di Rongga Mulut. Denta Jurnal Kedokteran Gigi FKG – UHT.
Sianturi,M. 2004. Evaluasi Emisi Karbon Monoksida dan Partikel Halus dari Asap Rokok.[SKRIPSI].Universitas Diponegoro. Shofia,V., 2013., Studi Pemberian Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum priamaticum) Terhadap Profil MDA, Ekspresi INOS dan Gambaran histologi Ginjal pada Tikus (Rattus norvegicus) Diabetes Mellitus Tipe 1. [Skripsi].Fak MIPA UB. TCSC – IAKMI. 2008. Pedoman pengembangan kawasan Tapa Roko,. Seri 5: pedoman penyusun undang – undang/ kawasan tanpa rokok. Vinay K, S. Ramzi., S Cotran, and L.Robbins., 2007, Robbins basic pathology,7th – Jakarta : EGC Yatman E. 2012. Kulit Buah Manggis Mengandung Xanthone yang Berkhasiat Tinggi.wawasan:Universitas Borobudur. Tahun 29 No. 324. hlm. 2 – 9. Weecharangsan W, P. Opanasopit, M. Sukma, T. Ngawhirunpat, U. Sotanaphun, and P. Siripong. 2006. Antioxidative and Neuroprotective Activities of Extracts From the Fruit Hull of Mangosteen (Garcinia mangostana Linn.), Med Princ Pract., 15(4):281-287. Winarsi, H.2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Wu, D., and A. I. Cederbaum, (2003). Alcohol, Oxidative Stress, and Free Radical Damage. Alcohol Research and Health, 27, 277-284.