Potensi Bioaktif Akar Gantung Pohon Beringin (Ficus benjamina L.) Terhadap Aktivitas Protease Dan Gambaran Histopatologi Sel Alveoli Pada Tikus (Rattus norvegiccus) Yang Dipapar Asap Rokok The Potency of Bioactive Banyan hanging roots (Ficus benjamina L.) Toward Protease Activity and Histophatology of Alveoli Cells on Rats (Rattus norvegiccus) Induced by Cigarette Smoke Tari Cahyani, Agung Pramana Warih Marhendra, Aulanni’am Program Studi Kedokteran Hewan, Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Kandungan asap rokok tergolong dalam Radical Oxygen Species (ROS) merupakan penyebab kerusakan sel alveoli. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari potensi terapi ekstrak akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.) terhadap aktivitas protease dan histopatologi sel alveoli yang dipapar asap rokok. Penelitian ini menggunakan lima kelompok tikus (Rattus norvegicus) jantan berumur 3 bulan, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif yang dipapar asap rokok, kelompok terapi yaitu tikus yang dipapar asap rokok dan mendapat terapi ekstrak akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.) 10mg/200g BB, 15mg/200g BB, dan 20mg/200g BB. Hasil penelitian menunjukkan pemberian terapi akar gantung pohon beringin sampai dosis 20mg/200g BB secara signifikan (p<0,05) mampu menurunkan aktivitas protease dan memperbaiki kerusakan sel alveoli tikus yang dipapar asap rokok. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.) dapat menurunkan aktivitas protease dan memperbaiki sel alveoli. Kata Kunci: Akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.), Asap rokok, Protease, Alveoli
ABSTRACT The content of cigarette smoke is classified to the Radical Oxygen Species (ROS) causes the damage of alveoli cells. The Ficus benjamina L. hanging root extract were used as an therapy on rats induced cigarete smoke. This research aimed to determine the effect of banyan hanging roots (Ficus benjamina L.) extract decrease protease activity and histophatology alveoli cells on rats induced cigarette smoke. The rats (Rattus norvegicus) divided into five groups were negatif control group, positif control group were induced cigarette smoke, and groups were treated of Ficus benjamina L. hanging root extract dose of 10mg/200g BW, 15 mg/200g BW and 20 mg/200g BW. The result showed that bioactive of banyan hanging root (Ficus benjamina L.) decrease protease activity significantly (P<0.05) and repair of alveoli cells. It can be concluded that therapy bioactive of banyan hanging root (Ficus benjamina L.) on rats that exposed by cigarette smoke decrease protease activity and repairing alveoli cells. Key Word : Banyan hanging root (Ficus benjamina L), Cigarette smoke, Protease and Alveoli.
1
senyawa fenolik bersifat antioksidan (Hutapea, 1994). Ditemukannya flavonoid dalam akar Ficus benjamina L. pada penelitian baru-baru ini semakin menguatkan akar gantung tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk menghambat peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) (Imran dkk., 2014). Sehingga bioaktifitas flavonoid pada akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.) diyakini potensial sebagai obat (Farihah, 2008; Rohyami, 2008). Maka, pada penelitian ini akan dikaji manfaat flavonoid dari akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.) terhadap aktivitas enzim protease dan gambaran histopatologi sel alveoli paru hewan coba tikus (Rattus norvegicus) yang dipapar asap rokok.
Pendahuluan Pemilik hewan kesayangan diketahui sering bermain dengan peliharaannya sambil melakukan aktifitas yang dapat mengganggu kesehatan hewan itu sendiri. Salah satunya adalah merokok. Paparan asap rokok pada hewan kecil seperti anjing dan kucing dapat menyebabkan kerusakan paru-paru. Asap rokok yang keluar dari ujung rokok dan yang dihembuskan oleh perokok menyebar ke udara masuk melalui inhalasi ke paru-paru hewan disebut Secondhand. Sementara itu asap rokok yang menempel pada karpet, rambut dan bendabenda disekitar hewan masuk ke dalam tubuh per oral seperti melalui jilatan disebut Thirdhand (Tu, 2009). Paparan asap rokok dapat menjadi faktor predisposisi gejala asma dan kanker paru-paru pada anjing. Resiko penyakit saluran pernafasan seperti nasal cancer lebih tinggi pada ras anjing berhidung panjang karena asap akan bertahan lama pada filter hidung. Sementara ras anjing berhidung pendek memiliki risiko lebih tinggi untuk kanker paruparu karena asap dapat dengan cepat melewati filter hidung menuju paru-paru (Reif dkk., 1998). Resiko paparan asap rokok juga terjadi pada kucing usia tua (King, 2004). Seperti penyakit paru obstruksi kronik, lymphoma dan oral cancer. Kucing yang tinggal dengan perokok (1-19 batang per hari) memiliki resiko terkena oral cancer 4 kali lipat dibandingkan dengan kucing yang tinggal dengan nonperokok (Bertone, 2002). Radikal bebas pada asap rokok mampu menyebabkan peningkatan enzim protease. Tingginya kadar enzim protease pada sel alveoli akan menyebabkan proteolisis komponen matriks ekstraseluler pembentuk septum alveolar pada sel alveoli (Kumar dkk., 2007). Hal ini akan mengganggu proses pertukaran O2 menjadi CO2 di dalam alveolus. Sehingga udara yang beredar keseluruh tubuh diyakini tidak seutuhnya bersih karena masih mengandung partikel berbahaya dari asap rokok. Pohon beringing merupakan tanaman yang tidak banyak dimanfaatkan oleh manusia. Padahal, akar pada tanaman ini mengandung
Materi dan Metode Penelitian Perlakuan Hewan Coba Hewan coba dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan strain wistar usia 3 bulan dengan berat badan 180-250 g (Kanaujia dkk., 2011). Hewan coba berasal dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta. Hewan coba diaklimatisasi terlebih dahulu selama satu minggu dengan pemberian pakan berupa ransum basal standar Association of Analytical Communities (AOAC) (2005). Kemudian dibagi kedalam lima kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif yang dipapar asap rokok, kelompok terapi yang dipapar asap rokok dan mendapat terapi ekstrak akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.) sebanyak 10mg/200g BB, 15mg/200g BB dan 20mg/200g BB. Penggunaan hewan coba dalam penelitian ini mendapatkan persetujuan laik etik dari Komisi Etik Penelitian Universitas Brawijaya, No.128-KEP-UB. Tatalaksana induksi asap rokok Perlakuan pertama adalah pemaparan asap rokok pada tikus kelompok kontrol positif dan kelompok terapi (TI 10mg/200g BB, TII 15mg/200g BB dan TIII 20mg/200g BB). Paparan asap rokok diberikan kepada setiap kelompok tikus dengan dosis 2 batang rokok 2
untuk 5 ekor tikus. Pemaparan asap rokok dilakukan setiap hari selama 2 minggu (Arkeman dan David, 2006).
mg/200g BB dan dosis 20 mg/200g BB. Masing-masing tikus pada setiap kelompok terapi diberikan ekstrak sebanyak 2 ml selama 2 minggu setelah pemaparan asap rokok.
Tatalaksana uji fitokimia ekstrak akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.)
Pengukuran Aktivitas protease
Uji fitokimia merupakan uji yang dilakukan untuk melihat keberadaan kandungan atau golongan senyawa bioaktif seperti flavonoid, alkaloid dan terpenoid yang dapat digunakan sebagai obat herbal. Uji fitokimia dilakukan dengan disertai uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Kromatografi lapis tipis dimanfaatkan untuk memisahkan senyawa dalam ekstrak. Uji konfirmasi keberadaan bioaktif ini dilakukan dengan menggunakan pelarut yang terdiri dari 3 ml asam asetat, 4 ml etil asetat dan 4 ml dietil eter. Selanjutnya diteteskan pelarut tersebut pada plat KLT, diamati noda yang terbentuk dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm dan dianalisis menggunakan spektrofotometer infrared (IR) agar gugus-gugus fungsi senyawa yang terkandung dalam ekstrak akar gantung pohon beringin dapat diketahui (Shofia, 2013). Setiap noda dianalisis dengan penghitungan harga Rf (retardation factor) dengan rumus:
Supernatan yang terbentuk dari hasil isolasi protease pada organ paru diambil 100 µl dimasukkan kedalam microtube, ditambah kasein 500 ppm sebanyak 200 µL, 300 µL larutan buffer fosfat pH 7 dan didiamkan 60 menit pada dalam inkubator dengan suhu 37˚C. Setelah itu ditambahkan 400 µL larutan TCA 4% dan didiamkan selama 30 menit pada suhu 27˚C (suhu kamar). Kemudian dihomogenkan dengan alat sentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil 100 µL dan diencerkan 5 kali volume sampel dengan bufer fosfat lalu diukur nilai absorbansinya pada λ maks tirosin sebesar 275 nm. Blanko yang digunakan dibuat dengan prosedur sama dengan penentuan aktivitas, tetapi untuk perlakuan penambahan TCA dilakukan secepatnya setelah penambahan larutan enzim. Pengukuran aktivitas enzim protease dilakukan berdasarkan metode walter (1984) menggunakan rumus : Aktivitas enzim =
[Tirosin]
x
v
x fp
Mr. Tirosin p x q Dimana : v q fp p
Tatalaksana ekstraksi akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.) Metode pembuatan ekstrak dilakukan dengan dekoksi. Akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L) berdiameter 3-5 cm diiris tipis, dicuci dan dikeringkan. Kemudian ditimbang sesuai dengan dosis masing-masing kelompok terapi. Setelah itu direbus dengan 100 ml aquadest pada suhu 79o C sampai air menyusut hingga 10 ml.
= volume total sampel (mL) = waktu inkubasi (mL) = faktor pengencaran = jumlah enzim (mL)
Pengamatan Histopatologi Paru Organ paru difikasi menggunakan Paraformaldehid (PFA) 10%. Selanjutnya, dibuat preparat organ paru dan dilakukan perwarnaan HE (Aulanni’am dkk., 2011). Gambaran histopatologi paru diamati secara kualitatif menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x
Dosis ekstrak akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.)
Hasil dan Pembahasan Penentuan dosis ekstrak akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.) berdasarkan penelitian Aurizza dkk. (2010), yaitu digunakan dosis 10 mg/200g BB, 15
Prinsip pengukuran aktivitas protease adalah mengukur asam amino tirosin yang terhidrolisis dari substratnya. Enzim 3
menghidrolisis substrat kasein dengan bantuan air menjadi asam amino dan peptida. Reaksi dihentikan dengan menambahkan Trichloroaceticacid (TCA). Serapan asam amino tirosin diukur menggunakan spektrofotometer. Pada penelitian ini diberikan perlakuan berupa pemaparan asap rokok dan pemberian ekstrak akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.) terhadap 5 kelompok tikus yang masing-masing diamati aktivitas protease. Data hasil pengamatan tertera pada Tabel 1.
antioksidan. Asap rokok mengaktivasi makrofag untuk melawan radikal bebas dengan mensekresi kemokin agar neutrofil bergerak ke daerah inflamasi (Kumar dkk., 2007). Hal ini terjadi agar protease di dalam granula lisosom neutrofil dapat dikeluarkan untuk membantu mencapai keseimbangan antara oksidan maupun antioksidan dengan cara mengendalikan aktivitas, sintesis dan perkembangan protein. Saat terjadi stress oksidatif, neutrofil ditarik oleh kemokin dalam jumlah banyak sehingga sekresi protease meningkat dan tidak terkontrol. Akibatnya terjadi defisiensi protease inhibitor yang menyebabkan proteolisis komponen pembentuk jaringan sehingga terjadi kerusakan jaringan (Greenlee, 2007; Shetty, 2008). Penurunan aktivitas protease terjadi pada kelompok yang diberikan ekstrak akar gantung pohon beringin. Penurunan aktivitas protease terbaik ditunjukkan pada kelompok terapi III yang mendapat dosis terapi 20mg/200g BB (0.01838 ± 0,00100b) dengan persentase penurunan aktivitas protease sebesar 51,078% dari kontrol positif. Sehingga dapat diartikan bahwa semakin tinggi dosis terapi semakin tinggi pula penurunan aktivitas protease. Keadaan ini diduga akibat peran antioksidan flavonoid yang ditemukan saat pengujian ekstrak akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.) melalui uji fitokimia dan uji KLT. Antioksidan flavonoid berperan sebagai penghambat chain reaction oleh radikal bebas sehingga menurunkan sekresi dan aktivitas protease hingga kadar yang masih seimbang dengan antiprotease. Semakin tinggi dosis ekstrak maka semakin banyak flavonoid yang mengikat oksigen reaktif dalam tubuh dan semakin besar penurunan aktivitas protease. Dugaan ini diperkuat oleh Pratiwi dkk., (2006) yang menyatakan bahwa antioksidan memecah ROS dalam tubuh dengan cara menangkap radikal bebas, mereduksi, mendonorkan atom hidrogen dan mengikat oksigen singlet. Keadaan ini menyebabkan chain reaction terhenti sehingga oksidan dan antioksidan kembali menjadi stabil. Keseimbangan tersebut menurunkan sekresi neutrofil protease hingga mencapai kestabilan dengan antiprotease dan mengurangi aktivitas protease.
Tabel 1. Perbandingan Aktivitas Protease pada hewan coba tiap perlakuan
Keterangan : Notasi a, b, c, d dan e menunjukkan adanya perbedaan antar kelompok perlakuan
Hasil analisa statistik (One-Way ANOVA) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan aktivitas protease pada berbagai perlakuan dengan α sebesar 5%. Berdasarkan analisis menggunakan uji Tukey menunjukkan bahwa terdapat perbedaan aktivitas protease organ paru yang nyata antara kelompok tikus kontrol negatif, kelompok kontrol positif, dan kelompok terapi. Kelompok tikus kontrol positif menunjukkan peningkatan aktivitas protease sebesar 59,75% dari kontrol negatif. Hal ini kemungkinan terjadi karena asap rokok menyebabkan stress oksidatif. Semakin banyak asap rokok masuk ke paru-paru maka maka semakin banyak radikal bebas yang mengaktivasi neutrofil untuk meningkatkan sekresi dan aktivitas protease. Dugaan tersebut diperkuat oleh Evans (2000) yang menyatakan bahwa paparan asap rokok secara terus menerus dapat memicu terjadinya stress oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara oksidan dan 4
Gambaran histopatologi pada 5 kelompok perlakuan (kontrol negatif, kontrol positif, terapi dosis 10 mg/200g BB, 15 mg/200g BB dan terapi dosis 200 mg/200g BB) tertera pada Gambar 1. Pada sel alveoli paru
Gambar 1
hewan coba (Rattus norvegicus) kelompok negatif (Gambar 1 A) gambaran septum alveolar terlihat tipis sehingga jumlah ruang alveolar sebagai tempat pertukaran udara masih terlihat banyak. Hal ini diduga karena peran
Histopatologi Sel Alveoli dengan pewarnaan HematoksilinEosin (HE) (400x)
Keterangan : (A) Tikus kontrol negatif, (B) Tikus kontrol positif, (C) Tikus yang diberi paparan asap rokok dan terapi 10mg/200g BB, (D) Tikus yang diberi paparan asap rokok dan terapi 15mg/200g BB, (E) Tikus yang diberi paparan asap rokok dan terapi 20mg/g BB. Tanda panah hitam menunjukkan : 1 : septum interalveolar 2 : ruang alveolar
5
antioksidan dalam tubuh dalam menghambat chain reaction oleh radikal bebas sehingga aktivitas protease masih dapat dikontrol oleh antiprotease untuk mencegah terjadinya proteolisis komponen matriks ekstraseluler septum alveolar. Kondisi ini menurut Susantiningsih (2014) merupakan keadaan alveoli normal. Tipisnya septum alveolar diakibatkan penghambatan aktivitas protease oleh antiprotease disebabkan kerja antioksidan dalam tubuh masih mampu melawan radikal bebas. Dengan demikian aktivitas protease yang disekresi oleh neutrofil masih terkontrol untuk menjalankan fungsinya sebagai pengendali, sintesis dan perkembangan protein.
luas ruang alveolar. Perbaikan struktur alveolar terlihat paling baik pada kelompok terapi III (Gambar 5.1 E) yang merupakan kelompok terapi dengan dosis tertinggi. Sehingga dapat diartikan bahwa semakin tinggi dosis pemberian terapi maka semakin tinggi perbaikan kerusakan sel alveoli. Perbaikan struktur alveolar tersebut diyakini karena adanya antioksidan flavonoid dari akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.) yang berperan dalam menghentikan chain reaction akibat paparan asap rokok, sehingga aktivitas neutrofil dapat diimbangi oleh antiprotease. Hal ini sesuai dengan Pratiwi dkk., (2006) yang menyatakan bahwa gugus (OH) didonorkan flavonoid untuk mereduksi lingkungan septum alveolar sehingga chain reaction terhenti, oksidan berbanding lurus dengan antioksidan serta protease yang disekresi neutrofil seimbang dengan antiprotease septum alveolar. Kondisi ini menyebabkan proses inflamasi berkurang.
Pada sel alveoli paru hewan coba (Rattus norvegicus) kelompok negatif (Gambar 1 B) terjadi pelebaran septum alveolar dan penurunan luas ruang alveolar. Keadaan ini diduga akibat kadar ROS pada alveoli terlalu tinggi sehingga tidak dapat dihambat oleh antioksidan. Akibatnya aktivitas protease tidak dapat dihambat oleh antiprotease. Menurut Aditama (2003) penebalan septum alveolar disebabkan oleh tekanan osmotik pada sel endotel akibat proses kemotaksis yaitu penarikan neutrofil ke daerah inflamasi. Pada kondisi ini sel-sel endotel kapiler menjadi adesif sehingga aliran darah di daerah inflamasi terhambat. Akibatnya, neutrofil agregasi pada permukaan dalam lapisan endotel sehingga meningkatkan tekanan hisdrostatik kapiler. Kondisi meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler mendesak neutrofil keluar dari kapiler menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat sehingga cairan dari jaringan vaskuler pindah ke jaringan interstitial. Kemudian, neutrofil dari cairan vaskuler mensekresi enzim proteolitik dari granula lisosom ke matriks ekstraseluler tempat tejadinya peradangan. Tingginya kadar enzim proteolitik menghambat kerja antiprotease sehingga protein komponen matriks ekstraseluler septum alveolar seperti kolagen dan elastin menjadi lisis dan menyebabkan penebalan septum alveolar (Robbins dan Kumar, 1995).
Protein yang lisis akan diperbaiki melalui proses fibrosis atau fibroplasia. Fibrosis diawali dengan migrasi dan proliferasi fibroblast ke daerah inflamasi yang dipacu oleh Transforming Growth Factor-ß (TGF-ß) yaitu faktor pertumbuhan yang dihasilkan jaringan granulasi yang terbentuk selama proses inflamasi. Migrasi dan proliferasi fibroblast meningkatkan sintesa kolagen dan elastin. Cairan yang keluar dari vaskuler pada jaringan interstitial akan diserap oleh kolagen kembali ke dalam pembuluh darah. Sementara peregangan matriks ekstraseluler akan dipertahankan oleh elastin agar cairan vaskuler bertahan di dalam pembuluh darah. Dengan demikian septum alveolar akan kembali menipis dan luas ruang alveolar berkurang (Robbins dan Kumar, 1995). Kesimpulan Terapi ekstrak akar gantung pohon beringin (Ficus benjamina L.) pada tikus yang dipapar asap rokok mampu menurunkan aktivitas protease dan mampu memperbaiki kerusakan sel alveoli.
Hasil pengamatan pada kelompok terapi I, II dan III (Gambar 1 C, D dan E) terjadi perbaikan struktur alveolar ditandai dengan menipisnya septum alveolar dan meningkatnya 6
Lapis Tipis. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Ucapan Terimakasih Terimakasih kepada DIKTI atas bantuan dana penelitian melalui Program Kreativitas Mahasiswa – Peneliitian (PKM-P) 2013. Serta staf Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Fisiologi Hewan Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya atas dukungan, bantuan, dan kerjasama yang luar biasa untuk penyelesaian penelitian ini.
Greenlee, K.J., Z., Werb and F. Kheradmand. 2007. Matrix Metalloproteinases In Lung: Multiple, Multifarious, And Multifaceted, Physiol. Rev., 87: 69-98. Hutapea, J.R. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Jilid III. Jakarta. Departemen Kesehatan RI dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Daftar Pustaka AOAC. International. 2005. Officials Methods Of Analysis Of AOAC International. 2 vols. 16 edition. Arlington VA. USA. Association of Analytical Community.
Imran, M., N. Rasool, R. Komal, M. Zubair, M. Riaz, M. Zia-Ul-Haq, A.R. Usman, N. Ayman and Z.E.J. Hawa 2014. Chemical composition and Biological studies of Ficus benjamina L. Chemistry Central Journal 2014, 8:12. p.1-10
Arkeman dan David. 2006. Efek Vitamin C Dan E Terhadap Sel Goblet Saluran Nafas Pada Tikus Akibat Pajanan Asap Rokok. Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti. Jakarta. Universa Medicina April-Juni 2006, Vol.25 No.2
Kahaujia, V.K., R. Irchhaiya, H.K., Singh, K. Deepak, V. Mohini, D.Y. Rahul, and S. Dileep. 2011. Evaluation of hepatoprotective activity on the leaves of Ficus benjamina Linn. Department of Pharmacognosy, Institute of Pharmacy, Bundelkhand University, Jhansi (U.P.), India. Central Drug Research Institute, Lucknow. J. Nat. Prod. Plant Resour., 2011, 1 (3): 59-69
Aulanni’am, A. Roosdiana, dan N.L. Rahmah. 2011. The Potency of Sargassum duplicatum Bory Extract on Inflammatory Bowel Disease Therapy in Rattus norvegicus. Journal of Life Sciences 6 (2012) 144-154. Aurizza, A.N., A.A. Aryoko, Y.M. Karo, R.M. Hardi, dan T.Cahyani. 2013. Bioaktif Air Rebusan Akar Gantung Pohon Beringin (Ficus benjamina L.) Untuk Terapi Penyakit Bronkitis Kronik Pada Pet Animals. Universitas Brawijaya, Malang. hal.4
King, L.G. 2004. Textbook of respiratory disease in dogs and cats. Elsevier. USA.
Bertone, E.R., L.A., Snyder,, and A.S., Moore, 2002. Environmental tobacco smoke and risk of malignant lymphoma in pet cats. American Journal of Epidemiology. 156: p.5
Pratiwi, P. Dewi, dan M. Harapini. 2006. Nilai peroksida dan aktivitas anti radikal bebas diphenyl picril hydrazil hydrate (DPPH) ekstrak methanol Knema laurina. Majalah Farmasi Indonesia. 17(1): 32-36.
Kumar, V.., R.S. Cotran dan S.L. Robbins. 2007. Robbins Buku Ajar Patologi Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Evans, W. J. 2000. Vitamin E, vitamin C, and exercise. Am J Clin Nutr, 72, 647S-52S.
Reif , JS., C. Bruns, and K.S. Bawah. 1888. Cancer of the nasal cavity and paranasal sinuses and exposure to environmental tobacco smoke in pet
Farihah. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Ficus Benjamina L. Terhadap Artemia Salina Leach Dan Profil Kromatografi 7
dogs. American Journal Epidemiology, 1998. 147(5): p. 4.
of
Robbins, S.L. dan V. Kumar. 1995. Buku Ajar Patology III. Edisi 4. Jakarta : ECG Rohyami, Yuli. 2008. Penentuan Kandungan Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl). Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) Universitas Islam Indonesia (UII). Yogyakarta. Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id. Vol.5 No.1Agustus 2008. Shetty S., J. Padijnayayveeti., T. Tucker., D. Stankowska., and S. Idell. 2008. The Fibrinolytic System and The Regulation Of Lung Epithelial Cell Proteolysis, Signaling, and Cellular Viability. Am. J. Physiol. Lung Cell Mol. Physiol., 295: L967-L975. Shofia, V. 2013. Studi Pemberian Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum prismaticum) terhadap Profil Malondialdehid dan Gambaran Histologis Ginjal pada Tikus (Rattus novergicus) Diabetes Militus Tipe I (SKRIPSI). Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Brawijaya, Malang Susantiningsih, T., AS. Pertiwi, D.N. Fiana, dan N. Carolina. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Gambaran Histopatologi Jaringan Paru Tikus Putih Betina yang Diinduksi Karsinogen.Dimethylbenz[α]anthrancen e (DMBA). Jurnal ISSN 2337-3776. p.13-14 Tu, Andrea. 2009. Smoking And Pets. Pets Are Wonderful Support (PAWS), Education Departement. San Fransisco. pp.1-4. Walter, H.E. 1984. Method With Haemoglobin, Casein, And Azocoll As Substrate In. Bergmeyer. HU (ed). Methods of enzymatic analysis. Verlag Chemie. Deerfield Beach Florida Basel. 8