Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” UPAYA PENINGKATAN MUTU GURU MATA PELAJARAN IPS TERPADU DALAM MENERAPKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI BIMBINGAN TEKNIS DI SEKOLAH SMP NEGERI 2 KOTA BIMA
Sri Aswati dan Ihyaudin Dinas Dikpora Kota Bima
[email protected]
ABSTRAK Guru merupakan ujung tombak pendidikan, untuk itu berbagai upaya dilakukan agar dapat meningkatkan mutu mengajar guru menjadi lebih baik. Dalam proses pembelajaran IPS selama ini masih menerapkan pembelajaran yang berpusat pada guru dan menggunakan buku teks sebagai sumber belajar yang siap diberikan kepada siswa. Padahal, pembelajaran yang demikian membuat siswa tidak aktif dan pembelajaran menjadi tidak bermakna. Tujuan dari Penelitian Tindakan Sekolah ini adalah untuk meningkatkan mutu guru IPS Terpadu kelas VIII A SMP Negeri 2 Kota Bima dalam menerapkan pendekatan kontekstual pada materi pokok penyimpangan sosial melalui bimbingan teknis pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Sekolah. Waktu penelitian dilakukan pada Bulan Agustus sampai dengan Bulan Oktober 2014. Adapun subyek dalam penelitian ini adalah guru IPS Terpadu kelas VIII A SMP Negeri 2 Kota Bima. Data diperoleh melalui teknik observasi, wawancara, dan tes. Alat atau instrumen dalam penelitian ini berupa lembar observasi dan tes tertulis. Proses penelitian ini terdiri dari dua siklus dengan masing-masing siklus meliputi: tahap perencanaan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap pengamatan, dan tahap evaluasi/refleksi. Hasil Penelitian Tindakan Sekolah bahwa tindakan bimbingan teknis dapat meningkatkan mutu mengajar guru dalam menerapkan Pendekatan Kontekstual. Berdasarkan hasil penelitian ada peningkatan mutu mengajar guru dari siklus I ke siklus II yaitu sebesar 15,52%. Keaktifan siswa juga naik 12,13% dari siklus I ke siklus II. Begitu juga dengan hasil belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 9,38% dari siklus I ke siklus II. kata kunci: bimbingan teknis, pendekatan kontekstual, dan mutu guru. A. PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan sosial sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia dan ilmu pengetahuan lainnya, seperti ilmu komunikasi, kewarganegaraan, psikologi dan sebagainya. Untuk itu diperlukan suatu upaya pembelajaran yang optimal agar peserta didik dapat menerima ilmu pengetahuan sosial dengan baik. Harus diakui bahwa ilmu pengetahuan sosial dianggap materi yang mudah dan membosankan oleh banyak siswa, sehingga lebih sering mereka menganggap remeh dan tak acuh terhadap mata pelajaran tersebut. Di sisi lain masih banyak proses pembelajaran di sekolah yang dilaksanakan dengan paradigma “guru mengajar”, siswa diposisikan sebagai objek, dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa, sementara guru memposisikan diri sebagai yang mempunyai pengetahuan. Guru berceramah dan menggurui, otoritas tertinggi adalah guru. Materi pembelajaran diberikan dalam bentuk jadi. Kecuali itu, guru-guru pada umumnya tidak menggunakan alat peraga yang baik dalam mengajar. Hal tersebut tidak sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku sekarang ini, yang memerlukan strategi baru terutama dalam kegiatan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang sebelumnya lebih banyak didominasi oleh peran guru (teacher centered) diperbaharui dengan sistem pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Dalam implementasi KTSP guru harus mampu memilih dan menerapkan model, metode atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi sehingga mampu mengembangkan daya nalar siswa secara optimal. Dengan demikian dalam pembelajaran guru tidak hanya terpaku dengan pembelajaran di dalam kelas, melainkan guru harus mampu melaksanakan pembelajaran dengan metode yang variatif. Di samping itu sesuai dengan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menyenangkan), guru harus mampu menghadapkan siswa dengan dunia nyata sesuai dengan yang dialaminya sehari-hari. Salah satu strategi pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan Pakem yang memungkinkan bisa mengembangkan kreativitas, motivasi dan partisipasi siswa dalam pembelajaran adalah dengan mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di SMP Negeri 2 Kota Bima (pada saat melakukan kegiatan pengawasan), guru-guru di sekolah tersebut khususnya guru mata pelajaran IPS Terpadu sangat jarang mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa. Untuk mengatasi hal itu perlu adanya diskusi diantara para guru mata pelajaran dalam bentuk Bimbingan Teknis untuk mendiskusikan cara menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran. Dalam kegiatan diskusi tersebut para guru bisa membagi pengalaman dalam menerapkan pendekatan kontekstual untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Penelitian ini didukung oleh penelitian Nur Mohamad (dalam Ekowati, 2001:102) menunjukkan diskusi kelompok memiliki dampak yang amat positif bagi guru yang tingkat pengalamannya rendah maupun yang tingkat pengalamannya tinggi. Bagi guru yang tingkat pengalamannya tinggi akan menjadi lebih matang dan bagi guru yang tingkat pengalamannya rendah akan menambah pengetahuan. Keunggulan Bimbingan teknis adalah keterlibatan guru bersifat holistic dan komprehensip dalam semua kegiatan. Dari segi lainnya guru dapat menukar pendapat, memberi saran, tanggapan dan berbagai reaksi sosial dengan teman seprofesi sebagai peluang bagi mereka untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang mendalam melalui penelitian ilmiah, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bimbingan teknis dan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPS Terpadu. Pengamatan dan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bimbingan teknis dapat meningkatkan pemahaman guru tentang pendekatan kontekstual.
B. KAJIAN TEORI 1. Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey(1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang akan dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi disekelilingnya. Trianto (2009:107) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang akan diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Landasan filosofi pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Menurut teori konstruktivis Bransford dkk (Elaine B, 2006:103) menyatakan bahwa manusia secara alami menyusun
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” pengetahuan baru dan pemahaman-pemahaman berdasarkan pada apa yang mereka ketahui dan yakini. Menurut Elaine B (2006:21) Pendekatan Kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). () Adapun tujuh komponen tersebut sebagai berikut: a. Konstruktivisme Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya. b. Menemukan Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, penyimpulan. c. Bertanya Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. d. Masyarakat Belajar Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari „sharing‟ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. e. Pemodelan Pemodelan pada dasarnya membaha-sakan yang dipikirkan, mende-monstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melaku-kan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar. f. Refleksi Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu. g. Penilaian yang sebenarnya Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang guru dikatakan berhasil melakukan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual apabila guru sudah menerapkan ketujuh komponen tersebut.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” 2. Bimbingan Teknis Bimbingan teknis menurut G.Erric Allenbaugh (Hani Khotijah, 2010:18) adalah suatu proses kegiatan berlanjut yang memberikan tuntunan, arahan dan memanfaatkan kekuatan yang ada pada seseorang sehingga yang bersangkutan menjadi mahir dan tarmpil untuk mengerjakan sesuatu menjadi produktif. Menurut panduan bimbingan teknis pelaksanaan program KTSP, pengertian bimbingan teknis adalah kegiatan pemberian bantuan secara sistematis kepada individu maupun kelompok, agar tahu, paham mau dan mampu mengembangkan dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi, sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing. Beberapa prinsip dalam bimbingan teknis antara lain: a. Menekankan pada pekerjaan bukan pribadi, berorientasi pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan bukan pada keberhasilan atau kegagalan yang dibimbing. b. Saling menghormati, menghargai nilai individu dan haknya untuk menjadi individu. c. Dimulai dengan tingkat kinerja yang dibimbing saat ini sebagai data dasar d. Sebagai proses berlanjut yang partisipasif e. Bimbingan teknik tidak hanya oleh atasan langsung tetapi juga pimpinan puncak f. Bimbingan yang efektif membuat pembimbing dengan yang dibimbing memperoleh pengetahuan dan pemahaman lebih besar terhadap tugas dan pekerjaannya serta meningkatkan hubungan kerja dan hubungan antar manusia diantara keduanya. g. Hasil bimbingan teknis menimbulkan motivasi yang kuat untuk mewujudkan kinerja pada tingkat yang optimal. Jadi pengertian bimbingan teknis pendekatan kontekstual adalah kegiatan pemberian bantuan secara sistematis dalam rangka pelaksanaan pendekatan kontekstual, kepada individu maupun kelompok agar tahu, paham, mau dan mampu mengembangkan dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi berkaitan dengan pelaksanaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran. C. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat. Subjek penelitian ini adalah guru mata pelajaran IPS Terpadu kelas VIIIA semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015 dimulai Bulan Agustus 2014 sampai dengan Bulan Oktober 2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualiktatif, karena penelitian yang akan dilakukan ini berdasarkan hasil observasi dan refkesi dari tiap siklus dan penelitian kualitatif ini lebih mengedepankan data-data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diperlukan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi guru, pedoman wawancara guru dan tes tertulis. Teknik analisis data dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Data tentang aktivitas guru diambil dari lembar observasi selama pembelajaran berlangsung. Untuk menganalisis data kemampuan mengajar guru di kelas, maka dihitung presentase nilai rata-rata kegiatan guru selama proses pembelajaran berlangsung untuk setiap kali pertemuan. 2. Keaktifan siswa Untuk mengetahui seberapa besar keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dilakukan analisis pada instrumen lembar observasi dengan porsentase ratarata. 3. Ketuntasan belajar siswa a). Ketuntasan belajar individu Dalam penelitian ini, untuk analisis hasil belajar didapat dari hasil akhir siswa melalui tes yang diberikan setelah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Dari hasil tes maka dapat diketahui keberhasilan siswa dengan pencapaian Kriteria Ketuntasan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Minimal (KKM) yang telah ditentukan untuk mata pelajaran IPS Terpadu secara individu adalah ≥ 7,74. jika siswa telah memenuhi KKM maka siswa tersebut dikatakan ”tuntas” dan sebaliknya jika tidak memenuhi KKM maka siswa tersebut ”tidak tuntas”. b). Ketuntasan belajar kelompok/klasikal Untuk ketuntasan klasikal, dikatakan tuntas secara klasikal jika terdapat 80% jumlah siswa di kelas telah mencapai ketuntasan belajar. D. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Ada dua siklus yang dirancang dalam penelitian tindakan sekolah ini, yaitu siklus I dan siklus II, meliputi empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh 3 observer yang mengamati keaktifan siswa sedangkan peneliti sendiri sebagai observer aktivitas guru. Sebelum dilakukan tindakan bimbingan teknis, peneliti melakukan observasi awal terhadap kemampuan mengajar guru dan tingkat keberhasilan mengajar guru sebelum dilakukan tindakan sebesar 49,14% . Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian untuk melihat apakah dengan menerapkan pendekatan kontekstual melalui Bimbingan Teknis akan dapat meningkatkan mutu guru, sehingga juga diharapkan akan meningkatkan prestasi belajar siswa. 1. Tindakan siklus I: a. Hasil Pengamatan Terhadap Guru Selama pembelajaran berlangsung pengamat melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan guru dengan pendekatan kontekstual. Pengamatan mengacu pada lembar observasi guru yang telah disediakan. Setelah diamati dan dicatat oleh pengamat tentang aktivitas guru selama pembelajaran dengan kontekstual, skor total yang diperoleh guru adalah 81, dari data tersebut diperoleh prosentase sebesar 68,10%. Keberhasilan mengajar guru cukup baik dan mengalami kenaikan 18,96% walaupun sedikit jika dibandingkan dengan data awal, tetapi masih belum memenuhi kriteria keberhasilan mengajar yang menjadi tolak ukur yaitu ≥ 70%. b. Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa Hasil analisis observasi siswa selama proses pembelajaran berlangsung mencatat keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan skor maksimum 16 tiap kegiatannya, maka jika presentase tiap siswa > 65% maka dikatakan aktif dan jika persentasenya ≤ 65% maka siswa dikatakan tidak aktif. Dari data hasil observasi diketahui bahwa jumlah siswa yang aktif adalah 21 siswa dan jumlah seluruh siswa 32 siswa. Keaktifan siswa pada siklus I sebesar 66%. Keaktifan siswa termasuk dalam klasifikasi sedang, ini berarti siswa sudah aktif dalam KBM siklus I, tetapi belum memenuhi kriteria keberhasilan yaitu mencapai 75%. c. Hasil Tes Siklus I Setelah siklus I selesai dilaksanakan, maka diberikan kepada siswa sebagai tolak ukur apakah materi penyimpangan sosial telah dikuasai siswa. Adapun hasil tes siklus I sebagai berikut: (1) untuk perorangan siswa yang dinyatakan tuntas belajar, yakni memperoleh nilai ≥ 7,74 ada 25 siswa tuntas dan tidak tuntas ada 7 siswa; (2) ketuntasan klasikal 78,12%, maka belum memenuhi kriteria keberhasilan.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
d. Evaluasi dan Refleksi Setelah melaksanakan pengamatan atas tindakan kelas, selanjutnya diadakan refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan. Pada pelaksanaan siklus I ditemukan beberapa kelemahan dan kekurangan, antara lain: 1. Saat kegiatan awal pembelajaran guru kurang menghubungkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya dan menyampaikan materi prasyarat. 2. Guru kurang menjelaskan pendekatan yang akan dilakukan beserta langkahlangkahnya secara rinci. 3. Pada kegiatan inti pembelajaran tidak terlihat guru memantau kerja siswa dengan berkeliling, guru kurang memotivasi siswa yang kurang aktif dalam mengerjakan LKS, dan juga terlihat guru kurang memberi bantuan seperlunya berupa pertanyaan atau arahan kepada siswa yang kesulitan. 4. Saat kegiatan akhir pembelajaran guru tidak meminta siswa agar mengatur tempat duduk ke posisi semula, guru kurang memperhatikan siswa seperti meminta siswa mengerjakan secara individu, mengawasi siswa mengerjakan soal, sehingga peneliti meminta guru agar lebih memperhatikan siswa dalam pembelajaran. 5. Peneliti dan guru saling bertukar pendapat dalam bimbingan teknis supaya dalam proses pembelajaran dan hasil belajar pada siklus II dapat lebih baik dibandingkan siklus I. Selain itu supaya tercapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Secara garis besar, pelaksanaan pada siklus I kurang berhasil. Hal ini dapt dilihat dari data yang diperoleh dan hasil tes siswa yang menunjukkan ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah 78,12% kurang dari 80%. Dengan demikian kegiatan pada siklus I perlu diulang agar mutu guru dalam mengajar dan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan masalah dengan menggunakan pendekatan kontekstual melalui bimbingan teknis dapat lebih ditingkatkan. 2. Tindakan Siklus II a. Hasil Pengamatan Terhadap Guru Selama pembelajaran berlangsung pengamat melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan guru dengan pendekatan kontekstual. Pengamatan mengacu pada lembar observasi guru yang telah disediakan. Setelah diamati dan dicatat oleh pengamat tentang aktivitas guru selama pembelajaran dengan kontekstual, skor total yang diperoleh guru adalah 97, dari data tersebut diperoleh prosentase sebesar 83,62%. Hasil di atas menunjukkan bahwa cara mengajar guru baik, dan mengalami peningkatan 15,52% dibandingkan dengan siklus I serta dikatakan berhasil karena telah memenuhi kriteria keberhasilan yaitu ≥ 70 %. b. Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa Hasil analisis observasi siswa selama proses pembelajaran berlangsung mencatat keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Tiap siswa dihitung persentase keaktifannya. Jika presentase tiap siswa >65% maka dikatakan aktif dan jika persentasenya ≤65% maka siswa dikatakan tidak aktif. Dari data hasil observasi diketahui bahwa jumlah siswa yang aktif adalah 25 siswa dari 32 siswa. Keaktifan siswa pada siklus II sebesar 78,13%. Keaktifan siswa termasuk klasifikasi tinggi, ini berarti siswa sudah aktif dalam KBM siklus II dan sudah memenuhi kriteria keberhasilan yaitu mencapai 75%. c. Hasil Tes Siklus II Setelah siklus I selesai dilaksanakan, maka diberikan kepada siswa sebagai tolak ukur apakah materi penyimpangan sosial telah dikuasai siswa. Adapun hasil tes siklus I
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” sebagai berikut: (1) untuk perorangan siswa yang dinyatakan tuntas belajar, yakni memperoleh nilai ≥ 7,74 ada 28 siswa tuntas dan tidak tuntas ada 4 siswa; (2) ketuntasan klasikal 87,5%, maka telah memenuhi kriteria keberhasilan. d. Evaluasi dan Refleksi Secara garis besar, pelaksanaan pada siklus II telah berhasil. Hal ini dapat di lihat dari data yang diperoleh dan hasilnya sebagai berikut: 1. Kemampuan dan keterampilan guru dalam kegiatan pembelajaran menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan siklus I. 2. Saat kegiatan awal pembelajaran guru menghubungkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya dan menyampaikan materi prasyarat. 3. Guru telah menjelaskan metode yang digunakan dalam pembelajaran beserta langkah-langkahnya dan siswa mendengarkan dengan seksama. 4. Pada kegiatan inti pembelajaran guru memantau kerja siswa dengan berkeliling, dan guru memotivasi siswa yang kurang aktif dalam mengerjakan LKS, serta juga memberi bantuan berupa pertanyaan atau arahan kepada siswa yang kesulitan sehingga siswa termotivasi untuk mau menyelesaikan masalah yang diberikan. Karena hasil yang diperoleh pada siklus II telah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditentukan maka tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh penerapan pendekatan kontekstual melalui Bimbingan Teknis dapat meningkatkan mutu guru IPS Terpadu sehingga juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan masalah penyimpangan sosial bagi siswa kelas VIIIA SMP Negeri 2 Kota Bima tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya mutu mengajar guru dalam kegiatan pembelajaran materi Penyimpangan Sosial dengan menerapkan Pendekatan Kontekstual dari siklus I ke siklus II, hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 Hasil Tindakan Siklus I dan II Mengaj Keaktifan Belajar N ar Hasil Siswa Siswa o Guru (%) (%) (%) 1 .
Data Awal
49,14%
62,5%
75%
2 .
Akhir Siklus I
68,10%
66%
78,12%
3 .
Akhir Siklus II
83,62%
78,13%
87,5%
Kenaika n siklusI ke II (%)
15,52%
12,13%
9,38%
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa adanya peningkatan mutu guru sebesar 15,52% dan dapat dikatakan bahwa bimbingan teknis dapat meningkatkan mutu guru dalam pembelajaran. Keaktifan siswapun mengalami peningkatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sebesar 12,13%. Keaktifan siswa juga dapat dilihat dari semangat siswa untuk belajar karena siswa hadir dalam setiap kegiatan pembelajaran mencapai 100%. Disamping itu, juga menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” menyelesaikan masalah secara klasikal ditandai dengan prosentase ketuntasan belajar klasikal 78,12% pada siklus I dan meningkatkan pada siklus II menjadi 87,5%. Jika di lihat secara individu, terdapat 7 siswa di siklus I yang tidak tuntas lalu berkurang menjadi hanya 4 siswa pada siklus II yang tidak tuntas, sedangkan siswa yang tuntas belajar yaitu 25 siswa pada siklus I lalu menjadi 28 siswa pada siklus II. Terjadi peningkatan kemampuan kognitif siswa dengan Hasil evaluasi pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri 2 Kota Bima Tahun Pelajaran 2014/2015 telah berhasil dengan mengacu pada indikator keberhasilan yang ditetapkan bahwa ketuntasan belajar klasikal sebesar 80% dan ketuntasan individu telah mencapai KKM ≥ 7,74. Meningkatnya keaktifan dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran siswa dilibatkan secara langsung, siswa menjadi senang, dan lebih semangat mengikuti pembelajaran dan dengan adanya diskusi dalm kelompok belajar, siswa berani mengungkapkan pendapatnya sehingga siswa menjadi lebih aktif dan bersemangat belajar, dalam kegiatan pembelajaran ini guru hanya berperan sebagai fasilitator dan membimbing siswa bila diperlukan. Dengan dilibatkannya siswa secara langsung dalam kegiatan pembelajaran maka pengetahuan yang baru diperoleh oleh siswa akan melekat dan membekas lebih lama, siswa juga dapat berinteraksi dengan guru dan siswa lainnya dengan baik sehingga siswa tidak merasa malu untuk mengemukakan pendapatnya. Dengan hasil penilaian pembelajaran yang bagus maka hal itu tidak terlepas karena mutu guru yang baik pula. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa melalui bimbingan teknis mampu meningkatkan mutu guru dalam menerapkan Pendekatan Kontekstual sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa pada materi Penyimpangan Sosial siswa kelas VIII A Semester ganjil SMP Negeri 2 Kota Bima Tahun Pelajaran 2014/2015. E. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tindakan sekolah yang telah dilaksanakan maka disimpulkan bahwa, melalui bimbingan teknis dapat meningkatkan mutu guru IPS dalam menerapkan Pendekatan Kontekstual. Hal ini dikarenakan dalam bimbingan teknis peneliti memberikan informasi mengenai konsep dan langkah-langkah penerapan Pendekatan Kontekstual pada materi Penyimpangan Sosial, peneliti dan guru berdiskusi dan bertukar pendapat mengenai upaya yang dapat dilakukan agar pembelajaran selanjutnya dapat menghasilkan hasil yang optimal, sehingga memacu guru untuk lebih meningkatkan mutunya dalam mengajar. Hal ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya kualitas mengajar guru dari siklus I ke siklus II sebesar 15,52%. Dengan meningkatnya mutu guru ini juga akan meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa pada materi Penyimpangan Sosial kelas VIIIA SMP Negeri 2 Kota Bima semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015, peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa ini juga disebabkan karena dalam pembelajaran diterapkan Pendekatan Kontekstual. Dapat ditunjukkan dengan peningkatan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran sebesar 12,13% dari siklus I ke siklus II. Sedangkan dari hasil belajar siswa, secara individu dari jumlah 32 siswa, terdapat siswa yang tuntas belajar yaitu 25 siswa pada siklus I lalu meningkat menjadi 28 siswa pada siklus II. Terjadi peningkatan kemampuan kognitif siswa dengan ditandai prosentase ketuntasan belajar klasikal yang meningkat 9,38% siklus I ke siklus II.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
DAFTAR PUSTAKA Ekowati. 2001. Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Pada Kemampuan Menyelsaikan Soal Aljabar dan Cerita Cerita Ditinjau Dari Gaya Belajar Pada Siswa Kelas X (Sepuluh) Madrasah Aliyah Di Kabupaten Bojonegoro. Tesis tidak diterbitkan. Surakarta. PPs UNS Press. Elaine B. Johnson. 2006. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung. MLC. Hani Khotijah Susilowati. 2010. Efektivitas Proses Bimbingan Teknis KTSP. Jakarta. UI Press. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana