Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 1 No. 4 ISSN 2338 3240
ANALISIS PERILAKU PEMECAHAN MASALAH FISIKA PADA SISWA YANG BERPIKIR SECARA KONVERGEN DAN DIVERGEN (STUDI KASUS PADA SISWA PESERTA OSN FISIKA DI SMA NEGERI MODEL TERPADU MADANI PALU) Priscilla Lusikooy, Haeruddin dan I Komang Werdhiana
[email protected] Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta Km. 9 Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu - Sulawesi Tengah Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku pemecahan masalah fisika pada siswa yang berpikir secara konvergen dan divergen. Penelitian ini di lakukan di SMA Negeri Model Terpadu Madani, pada siswa peserta OSN bidang Fisika. Tes yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tes “skala gaya berpikir” untuk membedakan siswa yang berpikir secara konvergen dan divergen, tes pemecahan masalah yang digunakan dengan metode Thinking-Aloud dan wawancara. Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif dengan merujuk tahapan pemecahan masalan menurut Polya. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa siswa dengan cara berpikir divergen lebih mudah menyelesaikan soal dengan tipe grafik, simbol dan linguistik dibandingkan dengan siswa yang berpikir secara konvergen, selanjutnya dalam penelitian ini menemukan bahwa siswa yang berpikir divergen cenderung melakukan empat tahap pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya yakni memahami masalah, merencanakan strategi, menjalankan strategi dan mengecek kembali jawaban. Guru sebaiknya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika dengan jenis soal yang berbeda dan tidak terpaku pada hitungan saja.
Kata Kunci: analisis, perilaku, pemecahan masalah fisika, konvergen, divergen I.
PENDAHULUAN
didapat ketika seseorang memecahkan masalah diyakini dapat ditransfer atau digunakan orang tersebut ketika menghadapi masalah didalam kehidupan sehari-hari. Cara siswa menyelesaikan masalah fisika berhubungan dengan cara berpikir yang dimiliki [4] masing-masing siswa. Ngilawajan mengemukakan bahwa meskipun menunjukkan kesamaan dalam menuliskan langkah-langkah pemecahan masalah yang sistematis, namun perbedaan terlihat dalam hal mengidentifikasi hal yang diketahui dan ditanyakan dari sebuah soal pemecahan masalah yang berimplikasi pada perbedaan dalam menyelesaikan masalah. Fakta ini menunjukkan adanya faktor-faktor kognitif yang berbeda diantara siswa tersebut yang mempengaruhi Kemampuan pemecahan masalah. Yohanes [5] menyatakan proses-proses kognitif yang terjadi pada setiap orang dalam mengolah informasi adalah berbeda-beda sehingga dari perbedaan tersebut melahirkan karakteristik setiap individu dalam mempersepsi, berpikir, mengingat, maupun memecahkan masalah. Proses kognitif yang dilakukan siswa dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan pada saat menyelesaikan masalah fisika sesuai dengan [5] pernyataan Yohanes proses berpikir
Pembelajaran fisika yang optimal seharusnya menghasilkan siswa dengan kemampuan pemecahan masalah fisika yang baik. Namun kenyataan di lapangan, guru lebih sering menggunakan cara mengajar konvensional yaitu ceramah sehingga pembelajaran terpusat pada guru dan sama sekali tidak mengasah kemampuan pemecahan masalah fisika pada siswa. Kemampuan pemecahan masalah yang baik penting untuk dimiliki siswa, hal ini sesuai dengan pernyataan Slameto [1], kemampuan pemecahan masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan. Pendapat ahli lainya yang mendukung pentingnya kemampuan pemecahan masalah fisika pada siswa adalah menurut Conney dalam Machmud [2] yang menyatakan bahwa mengajar siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa itu menjadi lebih analitis dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan. Selain itu menurut Shadiq [3], keterampilan serta kemampuan berpikir yang 1
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 1 No. 4 ISSN 2338 3240 II. METODE PENELITIAN
merupakan aktivitas kognitif yang tidak dapat dilihat secara kasat mata, namun dapat diketahui melalui ekspresi respon secara lisan maupun tulisan dan perilaku. Perilaku penyelesaian masalah tersebut dapat dilihat dari tahapan penyelesaian masalah yang dikemukakan oleh Polya [6] yakni understanding the problem, devising plan, carrying out the plan, dan loock back. Danili & Reid [7] berpendapat bahwa cara berpikir yang cukup berpengaruh dalam penyelesaian masalah adalah cara berpikir konvergen dan divergen. Pernyataan ini menegaskan bahwa siswa yang berpikir konvergen dan divergen akan memiliki proses kognisi yang berbeda dalam menyelesaikan masalah fisika. Melalui tahapan penyelesaian yang dikemukakan oleh Polya maka dapat dilihat perilaku yang dilakukan siswa dengan cara berpikir konvergen dan divergen. Penelitian yang dilakukan oleh Ugur Sak dan C. June Maker [8], tentang korelasi antara berpikir konvergen dan divergen dengan penekanan pada kelancaran, orisinalitas, fleksibilitas dan elaborasi dalam domain matematika, mengemukakan hasil bahwa adanya korelasi antara berpikir konvergen dan divergen. Dikemukakan pula bahwa, berpikir divergen memiliki dampak baik pada peningkatan akademik dalam domain matematika. Penelitian lain yang dilakukan oleh Danili & Reid [7] menyatakan bahwa karakter konvergen dan divergen berkorelasi dengan penilaian dimana bahasa merupakan faktor yang penting tetapi tidak pada tipe pertanyaan algoritmik dan simbol yang menggunakan bahasa yang sedikit. Penelitian di atas belum menjelaskan bagaimana cara siswa yang berpikir secara konvergen dan divergen melakukan proses pemecahan masalah dalam bidang fisika dan perilakunya berdasarkan langkah-langkah yang dikemukakan Polya secara deskriptif, sehingga peneliti melakukan penelitian mengenai perilaku pemecahan masalah fisika pada siswa yang berpikir secara konvergen dan divergen. Peserta OSN fisika diambil sebagai subyek penelitian dengan alasan peserta OSN fisika dianggap memiliki kemampuan yang lebih dalam menyelesaikan pemecahan masalah fisika, dikarenakan mereka lebih sering dihadapkan dengan soal-soal pemecahan masalah. Perilaku pemecahan masalah akan lebih mudah untuk dianalisis apabila subyek penelitian mampu mengerjakan soal tersebut.
Metode penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Penelitian dilakukan pada siswa peserta OSN fisika di SMA Negeri Model Terpadu Madani Palu, responden peneitian berjumlah 4 orang yakni dua orang yang berpikir secara konvergen dan 2 orang yang berpikir secara divergen. Untuk membedakan siswa yang berpikir secara konvergen dan divergen digunakan angket “tes skala berpikir” [10] yang dikembangkan oleh Lukman berpatokan pada rumusan yang ditulis Edward de Bono. Angket ini sebelumnya telah di uji coba lapangan dan didapat hasil uji coba realibilitas sebesar 0,900 sehingga angket ini dapat dikatakan sangat realible untuk digunakan. Data dianalisis, kemudian dibuatkan norma untuk interpretasi. Untuk skor individu, pada masing-masing gaya berpikir digunakan: ∑ Konvergen : Divergen
:
∑
Dari distribusi skor ini dapat diperoleh nilai mean atau rata-rata masing-masing (Mkon dan Mdiv) dan standar deviasinya masing-masing (Skon dan Sdivt). Lalu dikonversi menjadi z score, yakni: Konvergen : Zkon = (Xkon – Mkon)/Skon Divergen : Zdiv = (Xdiv-Mdiv)/Sdiv Dari skor z inilah kemudian digunakan sebagai dasar kategorisasi gaya berpikir, masuk dalam kategori konvergen atau divergen: Konvergen : Zkon ≥ 0,50 dan Zdiv < 0 Divergen : Zdiv ≥ 0,50 dan Zkon < 0 Setelah memberikan angket “skala gaya berpikir” responden diberikan soal pemecahan masalah fisika yang terdiri dari empat nomor soal diadaptasi dari jurnal internasional yang ditulis oleh Bashirah Ibrahim dan N. Sanjay Rebello (2012). Dalam jurnal ini, digunakan tiga representasi format tes yang berbeda yakni linguistik, grafik, dan simbolik. Dalam menyelesaikan empat nomor soal pemecahan masalah fisika, digunakan metode ThinkingAloud. Dan yang terakhir, digunakan pedoman wawancara, untuk mewawancarai responden yang berpikir secara konvergen dan divergen. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi terstruktur, yakni walaupun digunakan pedoman wawancara namun tidak menutup kemungkinan untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan agar lebih menggali informasi dari responden.
2
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 1 No. 4 ISSN 2338 3240 Dalam soal terakhir yang dikerjakan oleh R1, perilaku yang muncul adalah R1 mampu memahami soal, kemudian R1 mencari strategi pengerjaan yakni dengan menggambarkan grafik dan mengidentifikasinya sehingga mendapatkan persamaan yang tepat dan kemudian mengerjakan soal tersebut, dan pada akhir jawaban, R1 melakukan pengecekan kembali.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Pemecahan Masalah Fisika pada Siswa yang Berpikir Secara Divergen Dalam soal nomor satu, R1 dengan cara berpikir divergen mampu menjawab soal simbolik-linguistik dengan baik, adapun perilaku pemecahan masalah yang dilakukan oleh R1 dalam mengerjakan soal ini adalah memahami masalah, pemahaman R1 terhadap dapat dilihat dari R1 mampu mengungkapkan dengan kalimat sendiri apa maksud dari soal tersebut, perilaku yang kedua adalah menyelesaikan masalah tersebut, dan perilaku ketiga yang dilakukan mengecek kembali jawaban, hal ini dapat terlihat dari rekaman vidio bahwa sebelum menyelesaikan selanjutnya R1 terlebih dahulu membaca kembali hasil pekerjaannya.
Gambar 4. Kutipan jawaban R1 untuk soal nomor 4
Dalam pengerjaan soal dengan tipe simbolik linguistik ini R2 dapat memahami soal, namun tidak memiliki strategi untuk pengerjaan tetapi langsung mengerjakan. Dan pada tahap terakhir, R2 melakukan pengecekan terhadap jawabannnya.
Gambar 1. Jawaban R1 untuk nomor 1
Dalam mengerjakan soal dengan tipe linguitik-kalitatif, R1 melakukan empat perilaku yakni memahami masalah, merencanakan strategi pemecahan masalah, menyelesaikan masalah dan mengecek jawaban. Gambar 5. Kutipan jawaban R2 untuk nomor satu
Gambar 2. Kutipan Jawaban R1 saat mengidentifikasi variabel
Perilaku yang nampak dari pemecahan masalah fisika yang dilakukan oleh R2 adalah R2 mampu memahami masalah dengan baik dan menggunakan strategi pemecahan masalah yang beda dari yang biasa di lakukan dalam penyelesaian masalah fisika yakni R2 tidak menggunakan persamaan fisika. Selanjutnya R2 melaksanakan strategi yang ia pikirkan. Tahap akhir R2 melakukan pengecekan jawaban kembali.
Gambar 3. Jawaban R1 untuk soal nomor 3
Gambar 6. Kutipan jawaban R2 untuk nomor 2
Soal dengan tipe grafik-linguistik ini dikerjakan R1 dengan perilaku yang muncul yakni R1 memahami masalah, selanjutnya R1 langsung mengerjaka soal tersebut tanpa menggunakan strategi, pada akhir jawaban R1 mengecek kembali jawaban.
3
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 1 No. 4 ISSN 2338 3240
Perilaku yang nampak pada R2 pada saat mengerjakan soal nomor tiga bahwa R2 memahami soal dengan tipe seperti ini, kemampuann linguistik dan menginterpretasikan grafik ke dalam kata-kata bekerja dengan baik, strategi menggambar kembali grafik digunakan R2 dalam menyelesaikan soal dan mengerjakannya. R2 melakukan kembali pengecekan jawaban.
Gambar 9. Kutipan jawaban R3 untuk soal nomor 2
Perilaku yang ditampilkan R3 untuk mengerjakan soal grafik-kuantitatif, hampir sama dengan perilaku yang timbul saat mengerjakan soal dengan tipe linguistikkualitatif, pemahaman masalah yang dilakukan R3 kurang memadai. Namun R3 memiliki strategi pengerjaan dengan menggambar kembali grafik dari soal yang dikerjakan, selanjutnya R3 mengerjakan soal tersebut tanpa mengecek kembali.
Gambar 7. Jawaban R2 untuk soal nomor 3
Perilaku yang dapat terlihat dari pengerjaan soal nomor empat yang dilakukan oleh R2 adalah ia dapat memahami masalah dengan mudah, kemudian merencanakan strategi dengan menggambar kembali grafik sehingga ia mengetahui persamaan yang akan digunan, dan mengecek kembali jawaban.
Gambar 10. Kutipan jawaban R3 untuk soal nomor 4
Dalam soal dengan tipe grafik-linguistik, R3 memahami masalah, dan langsung mengerjakan soal tersebut tanpa menggunakan strategi, dan pada akhir jawaban tidak dilakukan pengecekan.
Gambar 8. Kutipan jawaban R2 soal nomor 4
Perilaku Pemecahan Masalah Fisika pada Siswa yang Berpikir Secara Konvergen Perilaku pemecahana masalah yang dilakukan oleh R3 adalah mencoba memahami masalah dengan menidentifikasi variabelvariabel yang diketahui, namun dalam memahami masalah R3 tidak meninjau konsep apa yang berlaku terhadap soal. Pada saat merencanakan strategi, R3 menggunakan strategi dengan menggunakan persamaan, namun persamaan yang digunakan R3 masih keliru, ini di karenakan pada saat proses pemahaman masalah R3 kurang memahami secara menyeluruh dan pada akhir bagian R3 tidak mengecek lagi jawaban.
Gambar 11. Jawaban R3 untuk soal nomor 3
Perilaku yang muncul, dalam mengerjakan soal simbolik-linguistik adalah R3 kurang memahami soal, namun ia memiliki strategi pengerjaan dengan menggambar arah gerak dari soal, mengerjakannya namun tidak mengecek kembali jawaban.
4
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 1 No. 4 ISSN 2338 3240 namun tidak melakukan pengecekan jawaban soal.
Gambar 12. Jawaban R3 untuk soal nomor 1 Gambar 16. Kutipan jawaban R4 untuk soal nomor 4
Perilaku yang tampak dari pekerjaan R4 untuk soal tipe grafik linguistik adalah R4 memahami masalah, tidak menggunakan strategi namun langsung mengerjakan soal tersebut, dan tidak mengecek kembali jawaban.
IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis perilaku pemecahan masalah fisika pada siswa yang berpikir kovergen dan divergen maka dapat disimpulkan: 1. Siswa dengan cara berpikir divergen lebih mudah memahami dan menyelesaikan soal dengan tipe grafik, simbol, dan linguistik dibandingkan siswa yang berpikir secara konvergen 2. Siswa yang berpikir secara divergen melakukan empat tahap perilaku pemecahan masalah yakni memahami masalah, menggunakan strategi, menjalankan strategi dan mengecek kembali jawaban.
Gambar 13. Jawaban R4 untuk soal nomor 3
Dalam mengerjakan soal tipe linguistikkuantitatif, R4 memahami masalah tidak secara menyeluruh. R4 memiliki strategi mengerjakan dengan menggunakan persamaan fisika dan menjawab soal tersebut berdasarkann persamaan fisika yang dipikirkannya dan pada hasil akhir tidak mengecek lagi jawaban.
DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
[3] Gambar 14. Kutipan jawaban R4 saat menggambar
[4]
Perilaku yang dilakukan R4 untuk memecahkan soal tipe simbolik adalah pemahaman terhadap soal yang kurang memadai, tidak menggunakan strategi tertentu untuk menjawab soal namun langsung menjawab soal tersebut, dan pada akhir penyelesaian tidak mengecek hasil jawaban.
[5]
[6] [7] [8]
Gambar 15. Jawaban R4 untuk soal nomor 1
Perilaku yang dilakukan oleh R4 untuk soal dengan tipe grafik-kuantitatif ini adalahh R4 tidak memahami soal secara mendalam, R4 menggunakan strategi pengerjaan berdasarkan persamaaan fisika, mengerjakan soal tersebut
5
Slameto (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Machmud Nely (2010). Analisis Kemampuan Pemecahan Mahasiswa Dalam Menyelesaikan SoalSoal Turunan Fungsi Pada Pembelajaran Matematika. Jurnal Penelitian pada prodi pendidikan matematika universitas Gorontalo: Tidak diterbikan Shadiq Fajar. (2004). Pemecahan masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: PPPG Matematika Ngilawajan, Darma Andreas (2013). Proses Berpikir Siswa SMA dalam memecahkan masalah matematika materi turunan ditinjau dari gaya kognitif field independent dan field dependent. Vol.2 No.1 Yohanes, Rudi Santoso (2012). Strategi Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri Ditinjau Dari Dominasi Otak Kiri dan Kanan. Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Tidak diterbitkan. Polya, G (1945). How to solve it: a new ascpect of mathematics method. 2nd edition. New Jearsey: Prnceton University press. Danili, E dan Reid, N. (2006). “Cognitive factor that can potentialy afect pupil’s test performance”. Chemistry research and education. 7, (2), 64-83. Ugar Sack (2005).”Divergence and Convergence of Mental Forces of Children in Open and Closed Mathematical Problem. International Education Journal. 6(2), 252-260.