Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian (Suatu Penelitian di Kelurahan Oluhuta Kecamatan Kabila) Deliana Dj. Yusuf NIM 281 409 079 Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. ABSTRAK Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang proses alih fungsi lahan pertanian menjadi kanal, keadaan petani sebelum dan sesudah alih fungsi lahan pertanian menjadi kanal, dan dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi kanal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat petani di Kelurahan Oluhuta yang terkena kebijakan alih fungsi lahan dan salah satu pejabat Biro Pemerintahan Provinsi Gorontalo. Pengumpulan data dilakukan dengan dengan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan hal-hal sebagai berikut: (1) Proses alih fungsi lahan pertanian di Kelurahan Oluhuta belum berjalan dengan baik karena kurangnya perencanaan yang matang dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari sejak awal tidak ada sosialisasi dari pemerintah sehubungan dengan pembangunan kanal yang mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian. (2) Sebagian besar petani lahan sawah merasa kesulitan dengan adanya alih fungsi lahan yang menyebabkan berkurangnya pendapatan petani, terlebih lagi justru lebih menyulitkan kehidupan petani penggarap dan buruh tani yang menggantungkan kebutuhan hidup keluarganya pada lahan pertanian. Lain halnya dengan petani lahan kebun yang merasa untung karena sebelumnya lahan kebun yang tidak membuahkan hasil, tetapi dengan adanya ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah sudah dijadikan sebagai modal. (3) Alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan semakin menyempitnya lahan pertanian dan juga menimbulkan konflik antara pihak pemerintah, aparat kepolisian, dan juga masyarakat yang tidak mau menyerahkan lahannya untuk dialih fungsikan menjadi kanal. Sebagai saran untuk Pemerintah bahwa dalam melaksanakan pembangunan agar di upayakan untuk tidak menggunakan lahan pertanian. Karena hal ini dapat mengakibatkan alih fungsi lahan yang tentunya dapat mengancam kehidupan petani yang menggantungkan kebutuhan hidup keluarganya pada lahan pertanian. Kata Kunci : Alih Fungsi Lahan Pertanian, Kanal, Konflik
Pendahuluan Luas lahan sawah di Kabupaten Bone Bolango sebesar 2.020 hektar dan lahan bukan sawah seluas 53.211 hektar. Berdasarkan data tentang keadaan luas areal lahan baik sawah maupun bukan sawah di wilayah Bone Bolango terlihat bahwa kondisi luas lahan sangat mendukung masyarakat khususnya masyarakat petani dalam melakukan usaha dalam bidang pertanian1. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan dinamika pembangunan, telah menggeser pemanfaatan lahan, yang akhirnya menimbulkan kompleksitas permasalahan lahan yang semula berfungsi sebagai lahan pertanian, berangsurangsur berubah menjadi lahan non pertanian. Proses alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, selain menghilangkan kesempatan reproduksi pangan dan aktifitas pertanian lainnya, juga semakin mengurangi kesempatan usaha yang pada akhirnya mengancam pendapatan petani. Kemudian dengan terjadinya alih fungsi lahan tersebut luas lahan sawah semakin menyempit, hal tersebut sangat memprihatinkan, sebab kondisi perubahan fungsi pertanian ke non-pertanian sangat signifikan, sehingga proses alih fungsi tersebut sangat membawa dampak yang cukup besar bagi masyarakat petani pada umumnya. Fenomena yang selama ini terjadi menunjukkan bahwa pada dasarnya proses pembangunan di pedesaan di tandai dengan berbagai perkembangan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat misalnya berubahnya sektor pertanian ke sektor non pertanian.2 Aktivitas pembangunan yang berlangsung di segala bidang, menyebabkan peningkatan kebutuhan jumlah lahan yang tidak sedikit. Pembangunan ini pada akhirnya menyebabkan lahan yang dapat dimanfaatkan semakin terbatas, Negara Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris akan kehilangan identitasnya, jika program yang dicanangkan hanya terfokus pada proses pembangunan infrastruktur belaka, kondisi demikian pula yang terjadi terjadi dalam pembangunan kanal di Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango 1 2
Dari data BPS tahun 2011, Rauf A. Hatu, 2010. Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Perkebunan Tebu Dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Pedesaan (Studi Kasus Perubahan Sosial Petani Di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo). Disertasi. Malang: Program Doktor Ilmu Pertanian Minat Sosiologi Pedesaan. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Hlm, 2
yang dimulai pada tahun 2007 silam. Pembangunan Kanal Tamalate-Bone merupakan salah satu bentuk kepedulian pemerintah untuk menanggulangi banjir yang setiap tahun melanda Kota Gorontalo dan daerah sekitarnya. Sebagaimana yang diketahui bahwa pembangunan kanal tentunya membutuhkan lahan yang tidak sedikit jumlahnya. Hal yang dilakukan oleh pemerintah secara konseptual, memang sangatlah progres, namun demikian, dengan pembuatan kanalisasi sangat membutuhkan lahan yang cukup luas dan ini akan berakibat pada peng-alihfungsian lahan-lahan milik petani yang masih produktif untuk dijadikan laha pertanian, hal ini akan memunculkan permasalahan yang cukup kontradiktif di kalangan petani. Berdasarkan
penjelasan
Pejabat
Biro
Pemerintahan
Provinsi,
pembangunan Kanal Tamalate-Bone yang terdapat di Kecamatan Kabila membutuhkan lahan seluas 142.500 meter persegi. Namun dalam kenyataannya pembangunan kanal tersebut belum terselesaikan dengan baik karena masih adanya penolakan keras dari masyarakat di Kelurahan Oluhuta yang tidak mau memberikan lahannya untuk dijadikan sebagai area pembangunan kanal. Lahan yang digunakan untuk pembangunan kanal di Kelurahan Oluhuta terdiri dari lahan sawah seluas 26.314,15 meter persegi dan luas lahan bukan sawah 58.900 meter persegi. Situasi ini tentunya menimbulkan kerisauan dan kesulitan bagi petani yang tentunya dapat mengancam pendapatan petani yang akhirnya ancaman tersebut arusnya ke masalah ekonomi masyarakat, selain itu juga dapat menyebabkan menyempitnya luas lahan pertanian. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif karena merupakan suatu pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan data dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alamiah. 3 Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif untuk memberikan gambaran terhadap persoalan-persoalan yang di angkat dalam penelitian ini sekaligus 3
Djam’an Satori Dan Aan Komariah. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Hlm 25
penjelasan
masalah
tentang
fenomena
yang
ditemukan.
Penelitian
ini
dilaksanakan di Kelurahan Oluhuta Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Daerah ini menarik diteliti karena merupakan daerah alih fungsi lahan. Dimana sebelumnya lahan tersebut merupakan area perladangan/persawahan milik masyarakat, namun dengan adanya kebijakan pemerintah dalam menanggulangi banjir maka daerah tersebut dijadikan sebagai area pembangunan kanal. Penelitian tentang Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian ini dilakukan selama kurang lebih 6 bulan terhitung sejak penyusunan proposal skripsi sampai dengan penyusunan hasil penelitian. Fase terpenting dalam penelitian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian adalah prosedur yang sistematis untuk memperoleh data yang diperlukan. Teknik-teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu : a.
Observasi Observasi memberi peluang pada peneliti untuk menggali data perilaku
subjek secara luas, mampu menangkap berbagai macam interaksi. Syaodih N menyatakan bahwa observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap
kegiatan
yang
sedang
berlangsung.
Sedangkan
Margono
mengungkapkan bahwa observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan data secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. 4 Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengamat penuh karena kedudukan antara peneliti dengan yang diteliti dipisah oleh satu dinding pemisah yang hanya meneruskan informasi satu arah saja. Subjek merasa tidak sedang diamati. b.
Wawancara Dalam penelitian ini wawancara atau interview pada prinsipnya
merupakan usaha untuk menggali keterangan yang lebih dalam dari sebuah kajian
4
Djam’an Satori Dan Aan Komariah. Ibid. Hlm 104-105
dari sumber yang relevan berupa pendapat, kesan, pengalaman, pikiran dan sebagainya.5 Dalam melakukan penelitian mengenai dampak alih fungsi lahan pertanian, peneliti melakukan teknik wawancara guna memperoleh informasi yang mendalam mengenai masalah yang diteliti. Wawancara dilakukan secara informal mengingat bahwa subyek telah mengenal peneliti, sehingga memungkinkan kegiatan ini dapat berinteraksi secara alamiah. Pelaksana tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. Informan yang diwawancarai dalam penelitian ini sejumlah 20 orang, yakni masyarakat petani di Kelurahan Oluhuta Kecamatan Kabila yang terkena dampak alih fungsi lahan pertanian dan juga salah satu pejabat Biro Pemerintahan Provinsi Gorontalo. Informan dipilih karena memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi yang diperlukan. Agar hasil wawancara dapat terekam dengan baik, peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber data, maka peneliti menggunakan alat bantu antara lain : buku catatan berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data, tape recorder berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan, dan kamera digunakan untuk memotret ketika peneliti sedang berbicara dengan informan/sumber data. Dengan adanya foto ini, maka dapat meningkatkan keabsahan penelitian akan lebih terjamin, karena peneliti benar-benar melakukan pengumpulan data. Analisis data dalam melakukan penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan. Nasution menyatakan analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.6 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data diantaranya reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verivikasi. 7
5 6 7
Ibid Hlm 129 Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Hlm 89 Tjepjep Rohendi Rohidi. 2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Universitas Indonesia. Hlm 16-18
1.
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis tetapi merupakan bagian dari analisis. Pilihanpilihan peneliti tentang bagian data mana yang dikode, mana yang dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar, cerita-cerita apa yang sedang berkembang. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya.
2.
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian, peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan, lebih jauh
menganalisis
ataukah
mengambil
tindakan-berdasarkan
atas
pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut. 3.
Penarikan Kesimpulan/Verifikasi hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverivikasi selama penelitian berlangsung. Verivikasi dilakukan penganalisis selama menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau mungkin menjadi begitu seksama dan makan teman sejawat untuk mengembangkan “kesepakatan intersubjektif” atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. singkatnya makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya dan kegunaannya.
Pembahasan Sejarah Oluhuta berawal dari perjalanan Raja Ilahudu dari Suwawa (Biluhudu) pada tahun 859 M. Kelurahan Oluhuta merupakan Kelurahan yang terletak di Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango, dengan luas wilayahnya 9800 km2. Kelurahan Oluhuta merupakan Kelurahan dataran rendah dan sepertiga wilayahnya merupakan areal persawahan. Adapun batas-batas wilayah Kelurahan
Oluhuta sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Poowo Barat, Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Luwohu, Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tumbihe, Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Padengo8. Kelurahan Oluhuta memiliki kelompok tani dengan kelas kemampuan pemula. Kelompok tani tersebut terdiri dari kelompok tani padi sawah, kelompok tani jagung, dan kelompok wanita tani yang mengusahakan pengelolaan pasca panen juga pemanfaatan pekarangan. Tabel 1. Data Kelompok Tani Nama No
Kelompok
Pengurus
Jumlah
Jenis
Anggota
Usaha
Hektar
Ekor
Tani 1.
Sertak 1
Abd. Hisam Nasaru
2.
Bina Tani
Zubair Harun
3.
Mawar Putih
Wini Isima
Tanaman 35
25
Pangan/
20,45
Sawah Jagung
10
15
1,43
Sumber : Kantor Kelurahan Oluhuta, 2012 Data pada tabel 6 diatas menunjukkan bahwa kelompok tani masih berkelas kemampuan pemula, maka perlu dilakukan kegiatan pembinaan untuk mengembangkan fungsi kelompok tani. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan kelas-kelas kelompok tani. A.
Proses Alih Fungsi Lahan Pertanian Berdasarkan hasil penelitian dilakukan di Kecamatan Kabila dengan
mengambil lokasi di Kelurahan Oluhuta bahwa Pemerintah Provinsi Gorontalo dan Pemerintah Kabupaten Bone Bolango, telah terjadi alih fungsi lahan untuk pembangunan Kanal Tamalate-Bone, guna menanggulangi bahaya banjir yang 8
Sumber : Kantor Kelurahan Oluhuta, 2012
sering melanda Kota Gorontalo. Proses alih fungsi lahan tersebut membutuhkan lahan seluas kurang lebih 14 Ha yang seluruhnya berada di Kecamatan Kabila yaitu masing-masing Desa Poowo, Poowo Barat, Oluhuta Utara, dan Kelurahan Oluhuta. Dari ke empat lokasi tersebut terdapat kurang lebih 152 bidang tanah yang akan dialih fungsikan untuk pembangunan kanal tersebut. Alih fungsi lahan untuk pembangunan kanal di Kabupaten Bone Bolango dilakukan melalui musyawarah. Kegiatan musyawarah antara panitia dan para pemegang hak atas tanah dipimpin oleh Ketua Panitia Provinsi Gorontalo. Kelurahan Oluhuta menimbulkan kontradiksi yang cukup besar dalam proses alih fungsi lahan. Hal ini karena sebagian besar masyarakat menolak lahannya dialih fungsikan untuk pembangunan kanal. Penolakan tersebut ditandai dengan permohonan/sikap tertulis yang diajukan kepada Gubernur. Pokok dari penolakan tersebut yaitu, masyarakat memohon agar Pemerintah Provinsi Gorontalo dapat memindahkan lokasi pembangunan kanal di luar wilayah Kecamatan Kabila ke tempat yang layak untuk pembangunan kanal, yakni daerah yang sering rawan banjir. Hal ini juga disertai dengan alasan penolakan pembangunan kanal, yaitu sebagai berikut : 1. Pidato/instruksi Presiden kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota se Indonesia
untuk
tidak
menjadikan lahan
pertanian/sawah
untuk
pembangunan 2. Biayanya tinggi dan tidak akan menjamin Kota Gorontalo terbebas dari banjir kiriman 3. Dari tahun ke tahun, dampak sosial/kerugian yang ditimbulkan akan dirasakan oleh rakyat secara turun temurun 4. Secara sistematis, pembangunan kanal hanya akan menyengsarakan masyarakat, sebab baik pemilik lahan pertanian/sawah maupun petani penggarap
yang
menggantungkan
kehidupan
keluarganya
akan
kehilangan sumber mata pencaharian, serta tempat tinggal dan harta warisan
5. Secara teknis, kanal tidak layak dibangun di wilayah Kecamatan Kabila, sebab dal galiannya melebihi kedalaman Sungai Bone. Dalam hal ini perbedaan ketinggian/elevasi tanah antara dataran tertinggi di Kelurahan Oluhuta dengan permukaan air Sungai Bone pada saat surut tidak lebih dari 2 (dua) meter 6. Sesuai hasil survei dengan menggunakan alat canggih, bentuk elevasi tanah di bagian Selatan (muara kanal) lebih tinggi dari Utara (titik 0) 7. Pada saat terjadi banjir di bagian Utara, air dari lima anak sungai dengan kapasitas debit air yang besar akan disalurkan ke kanal dan di alihkan ke Sungai Bone. Hal ini justru akan memperburuk kondisi wilayah pesisir sepanjang Sungai Bone 8. Besar kemungkinan kanal dengan fasilitas wisata baharinya akan menjadi pusat transaksi esek-esek serta tempat maksiat disamping menjadi sarana pembuangan sampah dan tinja secara besar-besaran. Sumber : Dokumen Formasi Masyarakat Kelurahan Oluhuta Adapun solusi yang di berikan masyarakat kepada Pemerintah Provinsi Gorontalo diantaranya : 1. Tindak tegas para pembabat hutan dan berantas illegal logging 2. Relokasi hunian penduduk dan tempat usaha yang ada di bantaran sungai 3. Perlebar/normalisasi Sungai Bone dan Delta di Muara Sungai (pelabuhan)serta semua anak sungai termasuk jembatan lintas/saluran air yang tersumbat di Kota Gorontalo 4. Fungsikan kembali lima saluran air yang melintasi jalan raya utara area persawahan ke selatan Sungai Bone mulai dari Eks. RSU Aloei Saboe hingga pasar minggu suwawa 5. Buatkan saluran yang baru ukuran lebar 1,5 sampai dengan 2 M melintasi jalan raya pada setiap jarak 800-1000 M, dan saluran pembuangan langsung (drainase) ke Sungai Bone dengan lebar 0,80-100 cm, mulai dari Kelurahan Ipilo depan eks RSU Aloei Saboe hingga pasar minggu suwawa. Sumber : Dokumen Formasi Masyarakat Kelurahan Oluhuta
Akan tetapi, alasan penolakan alih fungsi lahan dan solusi yang diberikan oleh masyarakat tidak membuahkan hasil/tanggapan positif dari pihak pemerintah. Pemerintah justru bersikeras untuk tetap melanjutkan pembangunan kanal tersebut. Sehingga hal ini menimbulkan konflik antara pemerintah dan warga pemilik lahan. B.
Keadaan Petani Sebelum Dan Sesudah Alih Fungsi Lahan Pertanian Alih fungsi lahan pertanian saat ini sudah menjadi permasalahan yang
cukup meresahkan masyarakat petani. Petani yang pada mulanya tergolong cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, namun seiring dengan bergulirnya waktu, alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan keadaan petani semakin memburuk dan tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Seperti halnya lahan pertanian di Kelurahan Oluhuta Kecamatan Kabila yang di alih fungsikan menjadi area pembangunan kanal. Berdasarkan data yang diperoleh, bahwa lahan pertanian yang dialih fungsikan yaitu sejumlah 38 (tiga puluh delapan) petak, yaitu terdiri dari 19 (sembilan belas) petak lahan sawah dengan luasan 2,631415 Ha dan 19 (sembilan belas) petak lahan kebun seluas 5,8900 Ha. Hal ini tentunya dapat menyulitkan petani, mengingat bahwa sebagian besar masyarakat di Kelurahan Oluhuta menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian. Dari data yang diperoleh di Kelurahan Oluhuta, penulis melihat bahwa sebagian besar masyarakat merupakan petani lahan sawah sekaligus sebagai penggarap. Kebanyakan dari petani memiliki lahan sawah lebih dari satu petak, ditambah lagi dengan sawah milik orang lain yang digarap. Sehingga dengan adanya hasil panen setiap tiga bulan sekali cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hasil panen tersebut dijual untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sisanya sebagai persediaan untuk makan selama tiga bulan sebelum panen tiba. Saat ini, penghasilan petani sudah berkurang setelah adanya alih fungsi lahan. Hasil panen yang biasanya diterima enam belas karung bahkan ada yang mencapai satu ton, kini tidak ada lagi. Yang lebih menyedihkan yaitu kehidupan buruh tani yang hanya menggantungkan hidupnya pada lahan sawah milik petani yang lahannya terkena kebijakan alih fungsi. Belum lagi petani yang diperhadapkan
dengan sulitnya mencari lahan sawah pengganti yang telah musnah. Olehnya itu, uang ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah sebagian besar digunakan untuk memperbaiki rumah. Adapun untuk petani yang hanya memiliki satu petak lahan dan telah musnah, uang ganti rugi atas penjualan tanah digunakan sebagai modal. Kondisi tersebut lebih banyak dialami oleh petani lahan kebun. Dalam hal ini, semua dikembalikan lagi kepada petani. Jika petani pandai memanfaatkan uang ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah, walaupun ganti rugi yang diberikan sangat rendah, tetapi bila digunakan dengan semestinya, tentu akan mendapatkan hasil yang baik. Namun jika petani hanya memanfaatkannya untuk hal-hal yang tidak penting, maka jelas dikemudian hari akan merasa rugi. Selama ini, hampir setiap pemilik tanah, khususnya bagi petani yang terkena alih fungsi lahan merasa dirinya tertekan, dimulai dari tekanan berupa uang ganti rugi yang tidak wajar, sulitnya mencari lahan baru sebagai pengganti lahan sawah/kebun yang telah musnah untuk tetap melanjutkan hidup keluarga petani, masih di tambah lagi dengan menyempitnya lahan pertanian. Setiap petani yang terkena alih fungsi lahan, pasti selalu mengharapkan tingkat kehidupan yang lebih baik, atau paling tidak sama dengan kondisi sebelumnya. Apabila para korban alih fungsi lahan ternyata akan menghadapi kehidupan yang lebih rendah dari sebelum lahannya di alih fungsikan tentu akan terjadi gejolak sosial demi mempertahankan keberadaan hidupnya. C.
Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Berdasarkan hasil penelitian di Kelurahan Oluhuta Kecamatan Kabila,
penulis melihat bahwa dampak alih fungsi lahan pertanian yaitu : Pertama; Dengan adanya alih fungsi lahan maka secara langsung memusnahkan lahan pertanian yang mengakibatkan semakin menyempitnya lahan pertanian, berkurangnya pendapatan petani, bahkan menghilangkan mata pencaharian buruh tani Kedua; Dengan adanya kebijakan pemerintah untuk membangun kanal di Kecamatan Kabila, yang sebagian besar lahan yang di gunakan merupakan areal pertanian. Maka, hal tersebut tentunya menimbulkan sentimen masyarakat
terhadap pemerintah, karena pemerintah dianggap tidak memikirkan kehidupan masyarakat petani khususnya di Kelurahan Oluhuta Ketiga; alih fungsi lahan mengakibatkan terjadinya konflik antara pemerintah dan masyarakat yang tidak mau menyerahkan lahannya, selain itu juga pihak keluarga yang saling merebutkan uang ganti rugi harga jual tanah. Penutup Simpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti menarik beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut : 1) Proses alih fungsi lahan di Kecamatan Kabila, khususnya di Kelurahan Oluhuta belum berjalan dengan baik, karena kurangnya perencanaan yang matang dari Pemerintah dan hanya berkesan mengutamakan formalitas daripada realitas. Karena sejak awal tidak ada sosialisasi dari pihak Pemerintah sehubungan dengan pembangunan kanal yang mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Sehingga masyarakat yang tidak memahami dengan maksud dari pembangunan kanal, menolak hal tersebut 2) Sebagian besar petani lahan sawah merasa kesulitan dengan adanya alih fungsi lahan yang menyebabkan berkurangnya pendapatan petani, terlebih lagi justru menyulitkan kehidupan petani penggarap dan buruh tani yang menggantungkan kebutuhan hidup keluarganya pada lahan pertanian, selain itu juga masyarakat yang diperhadapkan dengan sulitnya mencari lahan sawah yang baru. Sedangkan bagi petani lahan kebun merasa untung karena pada awalnya lahan kebun miliknya yang tidak membuahkan hasil,
tetapi dengan adanya ganti rugi dari pihak pemerintah sudah dijadikan sebagai modal untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari 3) Dengan adanya alih fungsi lahan pertanian tentunya memusnahkan lahan pertanian yang mengakibatkan semakin menyempitnya lahan pertanian. Selain itu, munculnya sentimen masyarakat terhadap pemerintah dan juga mengakibatkan terjadinya konflik antara pihak pemerintah, aparat kepolisian dan masyarakat. Saran Memperhatikan kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti mengemukakan saran sebagai berikut : 1) Pemerintah sebagai pengambil kebijakan diharapkan kiranya dalam melaksanakan
program-program
pembangunan
khususnya
yang
mengakibatkan alih fungsi lahan agar dapat mensosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat, sehingga program-program pembangunan yang dilaksanakan nantinya dapat berjalan dengan baik 2) Diharapkan kepada pemerintah bahwa dalam melaksanakan pembangunan agar dapat di upayakan untuk tidak menggunakan lahan pertanian. Karena hal ini dapat mengakibatkan alih fungsi lahan pertanian yang tentunya dapat mengancam kehidupan petani yang menggantungkan kebutuhan hidup keluarganya pada lahan pertanian 3) Selayaknya pemerintah memberikan perlindungan kepada warganya, terutama para korban alih fungsi lahan pertanian. Kepekaan pemerintah
untuk mengantisipasi semua permasalahan sangat dituntut terutama untuk kejadian-kejadian yang sifatnya membawa kesengsaraan dan keresahan terhadap masyarakat petani.
DAFTAR PUSTAKA Hatu, Rauf. 2010. Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Perkebunan Tebu Dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Pedesaan (Studi Kasus Perubahan Sosial Petani Di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo). Disertasi. Malang: Program Doktor Ilmu Pertanian Minat Sosiologi Pedesaan. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Tjepjep Rohendi Rohidi. 2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Universitas Indonesia Badan Pusat Statistik, tahun 2011
CURICULUM VITAE
1.
Riwayat Hidup Nama
: Deliana Dj. Yusuf
NIM
: 281 409 079
Fakultas
: Ilmu Sosial
Jurusan/Prodi
: Sosiologi
Tempat/Tanggal Lahir : Gorontalo, 24 Desember 1991
2.
Agama
: Islam
Alamat
: Kel. Padengo, Kec. Kabila, Kab. Bone Bolango
Riwayat Pendidikan A. Pendidikan Formal Lulus Sekolah Dasar Negeri Padengo Tahun 2003 Lulus SLTP Negeri 1 Kabila Tahun 2006 Lulus SLTA Negeri 1 Kabila Tahun 2009 Tingkat Perguruan Tinggi Universitas Negeri Gorontalo Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Sosiologi B. Pendidikan Non Formal Menjadi peserta Pembinaan Belajar di Kampus Tahun 2009 Menjadi peserta Bakti Sosial di Kecamatan Tilamuta Tahun 2009 Menjadi peserta PKL di Sulawesi Utara, Manado Tahun 2011 Menjadi peserta KKS di Kecamatan Lemito Tahun 2012