Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
ASESMEN PADA ABAD KE-21 (Perspektif Asesmen Otentik (Authentic Assessment) dalam Kurikulum 2013) Masrukhin1
Abstract Human resource quality from measurement result that developed by Human Development Index (HDI), Program for International Student Assessment (PISA), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS), show low result. This the result want toes be our stepping to does repair and direction change in national education development, therefore several solutions that can on the market: (1) national education program design development, want always involve school element, government and user society; (2) study system standardization and system assessment in every education program execution; (3) authentic evaluation (authentic assessment) in curriculum 2013, can to measures good cognate aspect, affective and psychomotor; (4) curriculum development should responsive global era in 21st century; (5) welfare enhanced and also private. Keywords: quality, human resource, curriculum, and authentic assessment.
A. Pendahluan Sumber daya manusia (SDM) bermutu merupakan faktor terpenting dan modal pembangunan nasional dalam menghadapi era global, berdasarkan pengalaman di banyak negara menunjukkan, sumber daya manusia yang berkualitas lebih penting daripada sumber daya alam yang melimpah, akan tetapi, beberapa decade terakhir ini, daya saing bangsa Indonesia di tengah bangsa-bangsa lain masih memperihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator-indikator pengukuran indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) Indonesia menempati rangking 121 dari 187 negara, IPM Indonesia naik 3 peringkat pada tahun 2012 dibandingkan tahun sebelumnya yang menempati posisi 124 dari 187 negara di dunia, nilai Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (IPM) ini dilihat atas dasar dari pembangunan manusia pada kelas menengah.2 Agar sumber daya manusia Indonesia berkualitas, maka faktor terpenting yang perlu diperhatikan dalam pembangunan nasional adalah pendidikan, penyelenggaran program pendidikan berkualitas perlu memperhatinkan pada dua aspek yaitu sistem pembelajarannya dan sistem penilaiannya. Penilaian merupakan komponen penting dalam dunia pendidikan, untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan upaya peningkatan kualitas sistem pembelajaran dan kualitas penilaiannya, sistem pembelajaran 1
Dosen STAIN Kudus dan Peneliti di Lembaga Kajian el-Kasyaf. Warta Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia http://.www.wartaekonomi.co.id 2
(IPM),18
Maret
2013,
15
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
yang baik, akan menghasilkan kualitas belajar yang baik, kualitas pembelajaran tersebut dapat dilihat dari hasil penilaian. Namun dalam realitasnya implementasi penilaian dalam dunia pendidikan seringkali dilakukan kurang memperhatikan kualitas instrumen penilaiannya, baik dilihat dari keterandalan soal dilihat dari validitas, reliabilitas, daya beda, tingkat kesukaran serta pengecoh soal, disamping itu juga instrumen yang dikembangkan belum mampu mengukur kemampuan siswa yang sebenarnya (the real mirror) pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil tes dari berbagai macam tes matematika dan sains yang telah dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) maupun Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS) hasil-hasil ujian siswa-siswi sekolah menengah di Indonesia masih memprihatinkan, selalu masuk dalam peringkat-peringkat terendah.3 Lebih lanjut data PISA 2012 hasilnya Indonesia menempati urutan di bawah negara Malaysia dan Vietnam, dan TIMMS 2011, mutu pembelajaran matematika di Indonesia tak kunjung membaik, pada tahun 2000, hasil siswa Indonesia dalam PISA pertama itu pada peringkat ke-39 dari 41 negara peserta, hanya lebih baik pada saat itu Peru dan Brazil di bawah Indonesia, sekarang sudah melejit ke atas4, hasil tersebut menjadi cermin kita dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang berkualitas, oleh karena itu kita perlu memperbaiki sistem pembelajaran untuk mempersiapkan siswa-siswa kita dan juga perbaikan sistem kegiatan asesmen dan evaluasi yang sesuai dan relevan dengan tujuan pendidikan nasional. B. Permasalahan Sehubungan dengan kondisi kualitas pembelajaran dan lulusan pendidikan di Indonesia yang masih rendah dan memprihatinkan, maka penulis tertarik membahas tentang bagaimanakah asesmen pada abad ke-21 dalam perspektif asesmen otentik (authentic assessment) pada kurikulum 2013? Kajian tentang asesmen pada abad ke-21 diharapkan kita dapat sedini mungkin mempersiapkan sistem pembelajaran, asesmen dan evaluasi yang relevan dengan perkembangan global, sehingga sumber daya manusia Indonesia mampu bersaing secara kompetitif dan komparatif di era global. C. Landasan Teoritis 1. Asesmen pada Abad ke-21 Sebelum kita membicarakan tentang asesmen pada abad ke-21, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang pembelajaran abad ke-21, berkaitan dengan hal 3 Ismet Basuki dan Hariyanto, Asesmen Pembelajaran, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung , 2014, hlm. 181. 4 Iwan Pranoto, Kasmaran Bermatematika, Kompas Desember 2013.
16
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
tersebut, maka dapat dilihat pada gambar 1 tentang pelangi pengetahuan dan ketrampilan abad ke-21 dibawah ini.
Gambar 1. Framework for 21st century learning5 Gambar tersebut dipublikasi oleh Partnership of 21st Century Skill yang merupakan suatu lembaga pendidikan yang berpusat di Tucson, Arizona, Amerika Serikat. Pada intinya pembelajaran pada abad ke-21 harus mampu mengembangkan keterampilan kompetitif yang diperlukan pada abad ke-21 yang berfokus pada pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thingking skills) misalnya: 1. Kurikulum inti dan tema pada abad 21 (core subjects and 21st century themes) yaitu: a). Kesadaran global (global awareness); b). Bebas buta tentang keuangan, ekonomi bisnis, dan kewirausahaan (financial, economic business and entrepreneurial literacy); c). Bebas buta tentang kewarganegaraan (civic literacy), and d). Bebas buta tentang kesehatan (health literacy). 2. Belajar dan ketrempilan berinovasi (Leaning and innovation skills) yaitu: a). kreativitas dan inovasi (creativity and innovation); b). Berpikir kritis (critical thinking) dan pemecahan masalah (problem solving); c). Keterampilan berkomunikasi (communication skills) dan kerjasama (collaboration). 5
June St. Clair Atkinson, Teacher Evaluation Process, Public School of North Carolina State Board of Education Departemen of Public Instruction. Tucson, Arizona, Amerika Serikat, 2009, hlm.13. Catatan: 3Rs meliputi reading (membaca), writi ng (menulis) dan arithmetic (berhitung). 4C meliputi: Critical thinking (berpikir kritis), Communication (komunikasi), collaboration (kolaborasi), dan creativity (kreativitas).
17
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
3. Ketrampilan Informasi, media dan teknologi (information, media and technology skills) yaitu: a). Bebas buta Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau (ICT, information and communication technology); b). Melek informasi (Information literacy); c). Melek media (Media literacy). 4. Ketrampilan atau kecakapan hidup dan karir (Life and Career Skills) yaitu: a). Fleksibel dan adaptif (flexibility and adaptability); b). Inisiatif dan mampu mengarahkan diri sendiri (Initiative and self-direction); c). Ketrampilan sosial dan persilangan budaya (social and cross-cultural skills); d). Produktif dan bertanggungjawab (productivity and accountability); e). Kepemimpinan dan responsif (Leadership and responsibility).6 Keterampilan kompetitif tersebut dikembangkan berdasarkan visi untuk abad 21st agar peserta didik menjadi manusia yang sukses dalam percaturan ekonomi global, terkait dengan penyiapan pembelajar untuk menguasai keterampilan dan kompetensi tersebut, dalam salah satu publikasinya, lembaga Partnership of 21st Century Skills mengemukakan ada beberapa ciri asesmen pada abad ke-21, antara lain sebagai berikut : a. Mendorong berlangsungnya asesmen yang seimbang, termasuk keseimbangan penggunaan tes baku berkualitas tinggi dengan penggunaan asesmen kelas, baik formatif maupun sumatif yang efektif; b. Menekankan kepada adanya umpan balik yang bermanfaat bagi kerja siswa dalam pembelajaran sehari-hari; c. Bertumpu kepada pengembangan portofolio dari hasil kerja siswa yang dapat mengukur penguasaan siswa terhadap berbagai keterampilan yang diperlukan pada abad ke-21 baik dalam pandangan pendidik maupun dalam pandangan pemberi kerja nantinya.7 2. Asesmen Otentik dalam Kurikulum 2013 Penilaian otentik atau authentic assessment merupakan penilaian langsung (direct assessment) dan ukuran langsung8, penilaian otentik lebih sering dinyatakan sebagai penilaian berbasis kinerja (performance based assessment), penilaian alternative (alternative assessment) atau penilaian kinerja (performance assessment). Ada beberapa ahli yang membedakan dalam penggunaan istilah penilaian otentik dengan penilaian kinerja, seperti Marzano (1994), sementara Stiggins (1987) dan Mueller (2006) menggunakan kedua istilah tersebut secara sinonim. Istilah alternative assessment digunakan sebagai alternative dari penilaian yang biasa digunakan (tradisional assessment), Istilah direct assessment digunakan karena penilaian otentik menyediakan
6
Ibid.., hlm. 13-14. Ismet Basuki dan Hariyanto, op.cit., 177-178. 8 Mueller, J., Authentic Assessment. North http://jonatan,muller,faculty.noctri.edu/toolbox/wahtisist.htm 7
18
Central,
2006,
hlm.
1.
tersedia:
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
lebih banyak bukti langsung dari penerapan ketrampilan dan pengetahuan. Pendapat serupa dikemukakan oleh Richard J. Stiggins (1987), bahkan Stiggins menekankan keterampilan dan kompetensi spesifik, untuk menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang sudah dikuasai, dengan pernyataan : “performance assessment call upon the examinee to demonstrate specific skills and competencies, tha is, to apply the skills and knowledge they have mastered”.9 Pada prinsipnya penilaian otentik memiliki karakteristik yang berbeda dengan penilaian tradisional. Sebagaimana Nurhadi mengemukakan bahwa karakteristik authentic assesment adalah sebagai berikut: 1). Melibatkan pengalaman nyata (involves real-world experience); 2). Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung; 3). Mencakup penilaian pribadi (self assesment) dan refleksi; 4). Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta; 5). Berkesinambungan; 6). Terintegrasi; 7). Dapat digunakan sebagai umpan balik; 8). kriteria keberhasilan dan kegagalan diketahui siswa dengan jelas.10 1) Alasan Perlunya Penilaian Otentik Adapun rasionalisasi diperlukannya penilaian otentik dalam pembelajaran yaitu : (1). keinginan pihak terkait dengan pendidikan (stakeholders pendidikan) untuk menyoroti sifat-sifat konstruktif dari pembelajaran dan pendidikan; (2). penilaian otentik mengizinkan peserta didik memilih jalannya sendiri untuk mendemonstrasikan kompetensi dan ketrampilannya; (3). penilaian otentik mengevaluasi seberapa efektif siswa secara langsung mampu menerapkan pengetahuannya dalam berbagai jenis dan tugas; (4). memberikan legitimasi pembelajaran dengan mengaitkannya pada konteks dunia nyata; (5). memberikan kemungkinan kolaborasi antar-siswa dan kolaborasi lintas kurikulum.11 Pada hakekatnya penilaian otentik (authentic assessment) dilakukan berdasarkan kinerja siswa dalam menyelesaikan berbagai macam tugas yang diberikan oleh seorang guru, hal ini dimungkinkan, tugas-tugas yang ada tidak dapat dikerjakan di dalam kelas, sehingga tugas-tugas tersebut harus dikerjakan di luar pelajaran bahkan di luar sekolah, bagaimana cara menilai pembelajaran seperti itu?. Sebagaimana Winggins12 mengatakan orang-orang biasanya menyebutkan pembelajaran berbasis proyek atau project-based learning, penilaian otentik syarat dengan menilai hasil belajar diantaranya berdasarkan
9
Stiggins, Student-Centered Classroom Assessment, Macmillan College Publishing Company, New York, 1987, hlm. 34. 10 Nurhadi, op.cit., hlm. 173. 11 Ismet Basuki dan Hariyanto, op.cit., hlm. 169. 12 Winggins, G., Grant Wiggins on Assessment, Edutopia. The George Lucas Educational Founfation (online), Etopia, Availlable: http://www.gief.org, 2005, hlm.2.
19
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
penugasan atau proyek, lebih lanjut Asmawi Zainul13 menekankan perlunya penilaian kinerja untuk mengukur aspek lain di luar kognitif, yaitu tujuh kemampuan dasar menurut Howard Gardner yang tidak mungkin dinilai dengan cara-cara yang biasa. Ketujuh kemampuan dasar tersebut adalah: (1) visual-spatial, (2) bodiy-kinesthetic, (3) musicalrhythmical, (4) interpersonal, (5) intrapersonal, (6) logical mathematical, (7). Verbal linguistic. Hanya dua sajalah cara penilaian yang kita lakukan yaitu logical mathematical dan verbal linguistic. Fakta empiris mengatakan bahwa sebagian besar guru tidak tertarik dan tidak mau menggunakan penilaian otentik atau penilaian berbasis kinerja, dengan alasan membuang waktu dan energi serta terlalu mahal, padahal menilai kinerja dengan tes tertulis termasuk dalam kategori tidak valid, menurut Wiggins14 merancang dan melaksanakan penilaian kinerja sangatlah efisien, karena ajeg atau konsisten (reliable), tidak mahal dan tidak membuang waktu. Standar tidak dapat dibuat tanpa melakukan penilaian berbasis kinerja, Grant Wiggins (1993) menekankan hal yang lebih unik lagi dengan menekankan perlunya kinerja secara efektif dan kreatif, yaitu: “…Engaging and worthy problems or questions of importance, in which students must us knowledge to fashion performance effectively and creatively. The tasks are either replicas of or analogous to the kinds of problems faced by adult citizens and consumers of professionals in the field”.15 2) Bentuk Penilaian Otentik Penilaian otentik dalam pendidikan agama Islam dapat menggunakan berbagai jenis alat penilaian yaitu : (1) Rubrik/Pemandu Penskoran; (2) Portofolio/e-portofolio; (3) Tugas Otentik; (4) Penilaian diri (Self Assessment) ; (5) Interviu/Wawancara; (6) Menceritakan Kembali kisah atau sebuah teks; (7). Contoh penulisan; (8). Proyek/Pameran; (9). Eksperimen/Demonstrasi; (10). Soal berbentuk tanggapan terkonstruksi (Constructed response items); (11). Catatan observasi guru; (12). Jurnal/Entri buku harian; (13). Karya tulis; (14). Kuis lisan; (15). Character map; (16). Graphic organizer; (17). Check list; (18). Reading Log; (19). Rekaman Video; (20). Rekaman proses diskusi, dan (21). Anecdotal record.16 Penilaian otentik dapat berbentuk tugas (task) bagi para siswa untuk menampilkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap, dan sebuah kriteria penilaian atau rubrik (rubrics) yang akan digunakan untuk menilai penampilan berdasarkan tugas tersebut. Dalam kesempatan ini, penulis akan mengembangkan hanya bentuk tugas otentik dan rubrik yaitu: 13
Aswani Zaenul, Alternative Assessment. Applied Approach Mengajar di Perguruan Tinggi, Pusat Antar Universitas untuk peningkatan dan pengembangan aktivitas instruksional. Ditjen Dikti Depdiknas, Jakarta, 2001, hlm. 7-8. 14 Wiggins, log.cit. 2-3. 15 Winggins Grant, Education Assessment, Jossy Bass, San Francisco, 1998, hlm. 229. 16 Ismet Basuki dan Hariyanto, op.cit., 171-173.
20
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
a. Tugas otentik Tugas otentik adalah the authentic tasks are assignment given to students designed to assess their ability to apply standard-driven knowledge and skills to real-world challenges. Lebih lanjut Baron’s (Marzano, 1993) mengemukakan lima kriteria task untuk penilaian otentik yaitu: 1) tugas tersebut bermakna baik bagi siswa maupun bagi guru; 2) tugas disusun bersama atau melibatkan siswa; 3) tugas tersebut menuntut siswa menemukan dan menganalisis informasi sama baiknya dengan menarik kesimpulan tentang hal tersebut; 4) tugas tersebut meminta siswa untuk mengkomunikasikan hasil dengan jelas; 5) tugas tersebut mengharuskan siswa untuk bekerja atau melakukan. Tugas-tugas penilain kinerja dapat berbentuk : 1) computer adaptive testing; 2) tes pilihan ganda diperluas; 3) extended response atau open ended question; 4) group performance assessment atau individual performance assessment; 5) interviu secara lisan dari asesor; 6) observasi partisipasif; 7) portofolio; 8) projek, expo atau dokumentasi; 9) constructed response (siswa perlu mengkonsruk sendiri jawabannya). b. Rubrics Kriteria penilaian (Rubrics) merupakan alat pemberi skor yang berisi daftar criteria untuk sebuah pekerjaan atau tugas17, secara singkat scoring rubrics terdiri dari beberapa komponen, yaitu: 1) dimensi; 2) definisi dan contoh; 3) skala; dan 4) standar. Dimensi akan dijadikan dasar menilai kinerja siswa, definisi dan contoh merupakan penjelasan mengenai setiap dimensi, skala ditetapkan karena digunakan untuk menilai dimensi, sedangkan standar ditentukan untuk setiap kategori kinerja. Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai suatu rubrics,18 yaitu: 1. Seberapa jauh rubrik tersebut (jelas) berhubungan langsung dengan criteria yang dinilai? 2. Seberapa jauh rubrik tersebut mencakup keseluruhan standar dimensi kinerja yang dinilai? 3. Apakah kriteria yang dipilih sudah menggunakan standar yang secara umum berlaku dalam bidang kinerja yang dinilai? 4. Sejauhmana dimensi dan skala yang digunakan terdefinisi dengan baik? 5. Jika menggunakan skala numerik sejauhmana angka-angka yang digunakan itu memang secara adil menggambarkan perbedaan dari setiap kategori kinerja? 6. Seberapa jauh selisih skor yang dihasilkan oleh rater yang berbeda? 7. Apakah rubric yang digunakan dipahami oleh siswa? 8. Apakah rubrik cukup adil dan bebas dari bias? 17 18
Aswani Zaenul, op.cit., hlm. 19 Aswani Zaenul, op.cit., hlm. 29-30
21
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
9. Apakah rubric mudah digunakan, cukup praktis dan mudah diadministrasikannya?. c. Deskriptor dan Level Kinerja Penilaian berbentuk rubrik sebaiknya juga menggunakan komponen yang secara umum digunakan dalam penilaian berbasis kinerja yaitu deskriptor. Deskriptor mengekspresikan tingkat kinerja siswa pada masing-masing level dari suatu penampilan. Contohnya: rumusan standar minimal dalam perumusan tujuan pembelajaran khusus, deskripsi juga digunakan untuk memperjelas harapan atau aspek yang dinilai, selain itu deskriptor juga membantu penilai (rater) lebih konsisten dan lebih objektif, bagi guru yang melaksanakan penilaian otentik, descriptor membantu memperoleh umpan balik yang lebih baik. d. Perbedaan Penilaian Otentik dan Penilaian Tradisional Penilaian tradisional merujuk pada ukuran-ukuran yang dipaksakan, seperti tes pilihan ganda, isian, benar salah, menjodohkan dan bentuk-bentuk serupa lainnya yang biasa digunakan dalam pendidikan, sedangkan penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menujukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan tercapai.19 Lebih lanjut Hill dan Ruptic 20 menyatakan bahwa asesmen adalah suatu proses untuk mengumpulkan bukti dan mendokumentasikan pembelajaran dan pertumbuhan anak. Pada hakekatnya baik penilaian tradisional maupun penilaian otentik sama-sama memiliki tujuan esensial berkaitan dengan misi utama sekolah adalah membantu warga negara produktif. Namun pada implementasinya kedua pandangan tersebut memiliki strategi dan teknik yang berbeda. Menurut pandangan penilaian tradisional (biasa) untuk menjadi warga yang produktif seseorang harus memiliki sejumlah pengetahuan dan keterampilan tertetu, sekolah harus membekali siswa dengan sejumlah keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang telah ditetapkan terlebih dahulu untuk menunjang agar setiap warga negara produktif, penilaian (asesmen) dikembangkan dan dilaksanakan untuk menentukan ketercapaian kurikulum atau berhasil atau tidaknya melalui serangkaian tes yang telah disiapkan untuk peserta didik, Sebaliknya penilaian otentik berangkat dari alas an dan praksis yaitu misi sekolah adalah mengembangkan warga Negara produktif. Untuk menjadi seorang warga Negara yang produktif, seseorang harus mampu menampilkan sejumlah task yang bermakna dai dunia sesungguhnya (real mirror). Sekolah mempunyai kewajiban untuk 19
Nurhadi, Kurikulum 2004, PT. Gramedia Widyasarana Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 172. Hill, Bonnie Cambel, and Cynthia A. Ruptic, Practical Aspect of Authentic Assessment, CristopherGordon Publishers, Norwood, 1994, hlm. 8. 20
22
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
membantu siswanya menjadi mahir dalam menampilkan sejumlah tugas yang akan dikuasai saat mereka lulus, penilaian digunakan untuk menentukan berhasil atau tidaknya siswa memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap melalui penampilan tugas-tugas bermakna yang menyerupai tantangan dunia sesunguhnya. Apakah siswa-siswa tersebut mampu melakukannya?. Penilaian otentik menggiring kurikulum atau rancangan kurikulum dengan langkah mundur, yang berarti bahwa setiap guru memiliki kewajiban untuk mendesain tugas-tugas yang memungkinkan siswa menampilkan apa yang telah dikuasainya, selanjutnya dikembangkan kurikulum yang memungkinkan siswa menampilkan kinerjanya dengan baik, pada aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang esensi, penilaian otentik merupakan pelengkap dari penilaian tradisional, hal ini bisa dilihat pada gambar 2 di bawah ini. Traditional Assessment
Authentic Assessment
Selecting a response
Performing a task
Contrived
Real life
Recall/Recognition
Construction /Application
Teacher-structured
Student-structured
Indirect Evidence
Direct Evidence
Gambar 2 Perbedaan Penilaian Tradisional dan Penilaian Otentik 3) Bagaimama Menyiapkan Penilaian Otentik Penilaian otentik dilakukan dengan cara siswa diminta menampilkan sejumlah tugas dalam dunia sesungguhnya yang memperlihatkan aplikasi pengetahhuan, ketrampilan dan sikap yang esensial, adapun langkah-langkah persiapannya dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini. STANDAR TUGAS-TUGAS OTENTIK KRITERIA RUBRIK Skor Rujukan Atau Benchmark
Penyesuaian Pembelajaran
Gambar 3 Diagram Alur Menyiapkan Penilaian Otentik 23
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
D. Pembahasan dan Penyelesaian Masalah Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia pada abad ke-21, melalui implementasi kurikulum 2013 yaitu: 1. Secara konseptual pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung. Namun dari beberapa pengalaman negara maju, pendidikan memiliki peran yang sangat strategis. Pendidikan yang didukung penuh oleh pemerintah dengan memberikan berbagai macam sarana dan prasarana pengembangan jauh lebih berkualitas, bila dibandingkan penyelenggaraan pendidikan yang tanpa didukung oleh pemerintah. Oleh karena itu, kerjasama pengembangan pendidikan dengan melibatkan pengembang sekolah, pemerintah dan masyarakat pengguna/stakeholders/user/industry sangat menentukan kualitas lulusan. Sebagaimana hubungan ketiga komponen tersebut dapat digambarkan 4 sebagai berikut: Sekolah
Pemerintah/Decision Maker
Masyarakat Pengguna/ Stakeholders/User/Industry
Gambar 4. Hubungan antara Sekolah, Pemerintah dan Masyarakat Pengguna/Stakeholders/User/Industry
Pada gambar 4 diatas menunjukkan hubungan ketiga komponen yang sangat interaktif dan interdepensi. Kemajuan, kualitas dan daya guna pendidikan sangat ditentukan oleh kerjasama (collborative), team work, dan tim cerdas yang baik dari ketiga komponen tersebut. Semakin tinggi ketiga komponen tersebut, dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing komponen, maka akan semakin tinggi kemajuan, kualitas dan daya guna program pendidikan yang dihasilkan. 2. Pengembangan standarisasi sistem pembelajaran dan sistem asesmen dalam setiap pelaksanaan program pendidikan yang berbasis siswa (students-based learning, and assessment system), baik pada saat awal pengembangan kurikulum, proses implementasi kurikulum, asesmen, dan evaluasi. Siswa menjadi pusat pembelajaran (student centered), bukan pembelajaran terpusat pada guru (teacher centered). Pembelajaran yang terpusat pada siswa dengan berfungsi sebagai kurikulum pengiring (nuturen crriculum), diharapkan dapat meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan oleh siswa, seperti misalnya: academic content, critical thinking, caring and creative. 24
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
Disamping itu juga standarisasi kompetensi guru yang telah ditetapkan yaitu: kompetensi kepribadian, profesional, pedagogik, dan sosial dan juga asesmen guru dalam kegiatan pembelajaran. Modifikasi proses tersebut dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini. Concept Map for Students-Based Learning and Assesment System Student Standards
Teacher Standards Teacher and Learning Process
Rich, Meaningful Curriculum Adequate Learning Resource Productive Structure and Climate
Student Learning : Academic Content Critical Thinking Caring and Creative Assessment of Student Learning
Teacher Preparation and Licensure New Teacher Introduction and Support Job-Embedded PD Assessment of Teacher Practice Licensure
Gambar 5. Peta Konsep Sistem Pembelajaran Berbasis Siswa dan Asesmen 21 3. Penilian otentik (authentic assessment) merupakan suatu cara untuk mengukur kemampuan siswa sesuai dengan apa yang dimiliki atau sesuai dengan kenyataan (the real mirror), melalui berbagai macam bentuk tes dan non tes seperti bentuk tugas dan portofolio. Ada beberapa hal yang patut dicatat sehubungan dengan implementasi kurikulum 2013 di Indonesia, antara lain yaitu: a. Amerika Serikat justru cenderung mengembangkan asesmen sumatif berskala besar yang berarti ada ujian yang berlaku untuk seluruh Negara (widestate test) yang identik dengan ujian nasional yang dilaksanakan di Indonesia. b. Mengingat keterampilan penguasaan TIK merupakan prasyarat keberhasilan menghadapi abad ke-21, hilangnya mata pelajaran TIK dalam kurikulum 2013 merupakan kemunduran, tidak bias hal itu cukup diserahkan kepada guru masingmasing bidang studi atau guru kelas karena banyak guru-guru di Indonesia yang justru gagap TIK. 21 National Education Association, Teacher Assessment and Evaluation: The National Education Association’s Framework for Transforming Education Systems to Support Effective Teaching and Improve Student Learning, NW. Washington, DC. 2003, hlm.1
25
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
c. Asesmen tetap berupa asesmen formatif maupun asesmen sumatif. d. Asesmen pada abad ke-21 sesuai dengan indikasi dalam butir –butir rekomendasi maupun arahan di atas, lebih difokuskan kepada asesmen otentik yang mengukur baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. e. Keterampilan untuk menyusun rubrik serta kecakapan menerapkan pembelajaran yang diakses dengan portofolio merupakan salah satu tugas dan kewajiban poko guru22. Diantara beberapa kelebihan penilaian otentik dalam penerapan kurikulum 2013 antara lain: (1). Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013; (2). Penilaian tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain; (3). Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik; (4). Penilaian autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai; (5). Penilaian autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunakan standar tes berbasis normatif, pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat; (6). Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran, karena memang lazim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik; (7). Penilaian autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara team teaching, atau guru bekerjasama dengan peserta didik; (8). Penilaian autentik akan mampu menilai siswa pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. 4. Pengembangan kurikulum yang ada hendaknya menyeseuaikan dengan perkembangan kurikulum global pada abad ke-21, diharapkan siswa dapat mampu bersaing secara kompetitif dan komparatif di era global, yaitu: a). Kurikulum inti dan tema pada abad 21 (core subjects and 21st century themes); b). Belajar dan ketrampilan berinovasi (Leaning and innovation skills); c). Ketrampilan Informasi, media dan teknologi (information, media and technology skills); d). Ketrampilan atau kecakapan hidup dan karir (Life and Career Skills). 5. Tidak adanya diskriminasi gaji guru baik negeri maupun swasta. Hal ini dikarenakan sama-sama memiliki tugas dan kewajiban yang sama, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Tingkat kesejahteraan guru akan mampu meningkatkan profesionalitas guru dalam mengajar. Gaji guru yang sekarang ada masih sangat kecil dan jauh bila dibandingkan dengan profesi-profesi lainnya dan juga dengan negara-negara yang lain, terlebih guru swasta. 22
26
Ismet Basuki dan Hariyanto, op.cit., 180-181.
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
E. Kesimpulan Ada beberapa kesimpulan yang bisa kita ambil dari apa yang dibahas berkaitan dengan asesmen pada abad ke-21 dalam perspektif asesmen otentik (authentic assessment) pada kurikulum 2013, yaitu: 1. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dari berbagai macam instrumen pengukuran yang dikembangkan oleh Human Development Index (HDI), Program for International Student Assessment (PISA), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS), dan lain-lain. Hendaklah kita jadikan cermin untuk melakukan perbaikan dan perubahan arah dalam pembangunan pendidikan nasional; 2. Kualitas pendidikan sangat ditentukan kerjasama sekolah, pemerintah dan masyarakat pengguna/stakeholders/user/industry; 3. Standarisasi sistem pembelajaran dan sistem asesmen dalam setiap pelaksanaan program pendidikan yang berbasis siswa (students-based learning, and assessment system) dan juga standarisasi guru dalam kompetensi kepribadian, profesional, pedagogik, dan sosial serta asesmen guru dalam kegiatan pembelajaran; 4. Penilian otentik (authentic assessment) yang diimplementasikan pada kurikulum 2013 sesuai dengan perkembangan abad ke-21, dengan indikator dalam butir –butir instrumen mampu mengukur baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor; 5. Pengembangan kurikulum yang ada hendaknya merespon dengan perkembangan kurikulum global pada abad ke-21; 6. Tidak adanya diskriminasi gaji guru baik negeri maupun swasta dan juga mempertimbangkan tingkat kesejahteraan hidup guru dalam melaksanakan tugas dan kewajiban.
DAFTAR PUSTAKA Aswani Zaenul, Alternative Assessment. Applied Approach Mengajar di Perguruan Tinggi, Pusat Antar Universitas untuk peningkatan dan pengembangan aktivitas instruksional. Ditjen Dikti Depdiknas, Jakarta, 2001. Hill, Bonnie Cambel, and Cynthia A. Ruptic, Practical Aspect of Authentic Assessment, Cristopher-Gordon Publishers, Norwood, 1994. Ismet Basuki dan Hariyanto, Asesmen Pembelajaran, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung , 2014. Iwan Pranoto, Kasmaran Bermatematika, Kompas Desember 2013. June St. Clair Atkinson, Teacher Evaluation Process, Public School of North Carolina State Board of Education Departemen of Public Instruction. Tucson, Arizona, Amerika Serikat, 2009, hlm.13. Catatan: 3Rs meliputi reading (membaca), writing 27
Kasyf el Fikr
Volume 1, Nomor 2, Desember 2014
(menulis) dan arithmetic (berhitung). 4C meliputi: Critical thinking (berpikir kritis), Communication (komunikasi), collaboration (kolaborasi), dan creativity (kreativitas). Mueller, J., Authentic Assessment. North Central, 2006, tersedia : http://jonatan,muller,faculty.noctri.edu/toolbox/wahtisist.htm Marzano, R. J., et al. Assessing Student Outcomes : Performance Assessment Using the Five Dimensions of Learning Model, Association for Supervision and Curriculum Development, Alixandria, 1994. National Education Association, Teacher Assessment and Evaluation: The National Education Association’s Framework for Transforming Education Systems to Support Effective Teaching and Improve Student Learning, NW. Washington, DC. 2003. Nurhadi, Kurikulum 2004, PT. Gramedia Widyasarana Indonesia, Jakarta, 2004. Stiggins, Student-Centered Classroom Assessment, Macmillan College Publishing Company, New York, 1987. Winggins, G., Grant Wiggins on Assessment, Edutopia. The George Lucas Educational Founfation (online), Etopia, Availlable: http://www.gief.org, 2005. Winggins Grant, Education Assessment, Jossy Bass, San Francisco, 1998. Warta Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM),18 Maret 2013, http://.www.wartaekonomi.co.id.
28