Volume 1, Nomor 2, Desember 2007
Barekeng, Desember 2007. hal.25-30
Vol. 1. No. 2
SIFAT-SIFAT INTEGRAL RIEMANN-STIELTJES (Properties Of Riemann-Stieltjes Integral) FRANCIS Y RUMLAWANG1, HARIMANUS BATKUNDE2 1 Staf Jurusan Matematika, FMIPA,UNPATTI 2 Calon Staf Jurusan Matematika, FMIPA,UNPATTI Jl. Ir. M. Putuhenam, Kampus Unpatti, Poka-Ambon E~Mail:
[email protected] ABSTRACT If f : [a, b ] → ℜ is limited and α : [a, b] → ℜ Monotone increase in [a, b ] , is Riemann-Stieltjes integral able to α on [a, b] simply written by f ∈ RS [α ] if I = J .
With
b
I=
∫
f ( x ) dα ( x )
is called Riemann Stieltjes lower integral f to
α
and
a
b
J=
∫
f (x ) dα (x ) is called Riemann Stieltjes upper integral f to
α
. Then
a
b
I=J=
∫ f (x ) dα (x ) is called Riemann Stieltjes upper integral f to α
on [a, b] . if f
a
ang g is Riemann Stieltjes integralable, and, k œ √ then f + g, kf, and fg is also Riemann Stieltjes integralable. But if f and α have united discontinue point then f is not Riemann Stieltjes integralable on α
Keywords: Rieman-Stieltjes, Riemann-Stieltjes Integral PENDAHULUAN
Salah satu konsep dasar dalam matematika analisis adalah integral atau antiturunan atau antiderivatif. Ide integral sebenarnya telah muncul pada zaman Archimedes. Tetapi jika dikatakan Teori integral, maka pertama kali ditemukan pada pertengahan abad ke-19. Teori integral klasik pertama kali diperkenalkan oleh Cauchy dan Riemann. Pada Tahun 1584 George F. Bernard Riemann memberikan syarat-syarat perlu dan cukup dari sebuah fungsi terbatas sehingga menjadi terintegralkan. Saat ini, sebuah fungsi demikian dikenal sebagai fungsi yang terintegral Riemann, dan sebagian besar mahasiswa yang mengambil kalkulus akan mempelajari bentuk integral Riemann ini. Riemann mendominasi kasus-kasus pengintegralan sampai 1894 ketika seorang berkebangsaan Belanda bernama Thomas Joannes Stieltjes mengembangkan Integral Riemann-Stieltjes. T. J. Stieltjes mengembangkan tipe integral ini ketika menyelidiki sebuah masalah khusus yang di fokuskan pada massa balok yang terdistribusi nonuniform (tidak seragam). Masalah khusus ini disebut pengembangan dari perluasan pertama Integral Riemann. Dengan demikian dikatakan bahwa Integral Riemann Stieltjes ini merupakan generalisasi dari integral Riemann. Nama Integral Riemann Stieltjes ini diambil dari nama penemunya yaitu Thomas Joannes Stieltjes yang mengembangkan integral Riemann. Pada umumnya teori yang sering diajarkan adalah Integral Riemann, padahal integral Riemann hanyalah merupakan bentuk khusus dari integral Riemann Stieltjes.
TINJAUAN PUSTAKA Kalkulus berhasil ditemukan sekitar tahun 1670, dan tokoh-tokoh matematika yang berperan dalam penemuan Kalkulus adalah Newton dan Leibniz (Gordon, R, A, 1994). Kedua tokoh ini berhasil mengembangkan teorema fundamental, yaitu mengenai antiderivatif. Kemudian A. Cauchy (1789-1857) mulai mengembangkan teori tersebut, dan berhasil meneliti tentang integral dari fungsi kontinu (Jain, P. K. and Gupta, V. P, 1986). Pada tahun 1584, Benhard Riemann mulai memperhalus definisi yang digunakan oleh Cauchy, dan Riemann pun mengadakan penelitian tentang integral fungsi diskontinu (Royden, H, L, 1989). Dari penelitian tersebut Riemann berhasil menemukan suatu metode khusus dari integral yang sangat sederhana untuk didefinisikan, sehingga metode integral itu disebut Integral Riemann (Soeparna, 2006). Kemudian pada tahun 1875 Darboux berhasil memodifikasi Integral Riemann dengan mendefinisikan integral atas dan integral bawah sehingga terdefinisi suatu integral baru yang ekuivalen dengan Integral Riemann. Konsep umlah Riemann dan jumlah Darboux pada dasarnya adalah sama (Muslich, 2005). Meskipun ada beberapa jenis teori integral tetapi Riemannlah yang banyak memberi inspirasi pembentukan integral lain dan sudah banyak pemakaiannya di bidang matematika maupun di bidang lainnya. Sementara integral Riemann-Stieltjes yang merupakan perluasan integral Riemann pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Joannes Stieltjes. Sifat-sifat yang berlaku pada integral Riemann Stieltjes akan berlaku juga pada Integral Riemann setelah dilakukan pengkhususan.
26 RUMLAWANG
SIFAT-SIFAT
Perbedaan besar antara Integral Riemann dan Integral Riemann Stieltjes sendiri terletak pada bentuk fungsi turunannya. Misalkan pada Integral Riemann Stieltjes b
bentuk umum fungsi yaitu
∫ f (x ) dα (x ) maka Integral a
b
Riemann memiliki bentuk umum
∫ f (x ) dx , sehingga a
terlihat jelas bahwa Integral Riemann Stieltjes akan sama dengan Integral Riemann jika α (x ) = x Definisi 1 (Kekontinuan fungsi di titik a) Fungsi f dikatakan kontinu di titik a jika dan hanya jika ketiga syarat berikut terpenuhi : 1. f (a ) ada
2.
lim f (x ) ada
3.
lim f ( x ) = f (a )
x→a
x→a
Jika salah satu syarat dari ketiga syarat di atas tidak terpenuhi maka fungsi f dikatakan tidak kontinu di titik a Definisi 2 (Kekontinuan fungsi di pada suatu selang) Suatu fungsi dikatakan kontinu pada suatu selang terbuka jika dan hanya jika fungsi tersebut kontinu di setiap titik pada selang terbuka tersebut. Definisi 3 (Fungsi kontinu di selang tertutup) Suatu fungsi f yang daerah asalnya memuat selang tertutup [a, b ] dikatakan kontinu pada [a, b ] jika dan hanya jika fungsi tersebut kontinu pada selang terbuka (a, b ) dan juga kontinu kanan di a dan kontinu kiri di b Definisi 4 (fungsi kontinu seragam) Fungsi f : D f ⊂ ℜ → ℜ dikataan kontinu seragam
(uniformlly continous) pada himpunan S ⊂ D f jika untuk setiap bilangan ε > 0 terdapat bilangan δ > 0 yang tak bergantung pada titik x ∈ S sehingga untuk y ∈ Nδ (x ) ∩ S (untuk setiap setiap
x, y ∈ D f dan x − y < δ ) berakibat Teorema 1 (i). Jika a ≥ b dan c ≥ 0, maka ca ≥ cb (ii). Jika a ≥ b dan c ≤ 0, maka ca ≤ cb Bukti : (i). Jika
a ≥ b berarti a − b ∈ P ∪ {0}. Jika c ≥ 0 maka Sehingga c ∈ P ∪ {0} c (a − b ) ∈ P ∪ {0} atau ca − cb ∈ P ∪ {0} ■ yang berarti ca ≥ cb.
(ii).
a ≥ b berarti a − b ∈ P ∪ {0}. Jika c ≤ 0 maka – c ≥ 0 maka − c ∈ P ∪ {0} Sehingga atau (− c )(a − b ) ∈ P ∪ {0} cb − ca ∈ P ∪ {0} yang berarti ca ≤ cb ■ Jika
Supremum dan Infimum Berikut ini akan diberikan pengertian dasar tentang batas atas dan batas bawah, serta supremum (batas atas terkecil) dan infimum (batas bawah terbesar). Misal sembarang A ⊂ ℜ dikatakan terbatas ke atas jika terdapat suatu bilangan N ∈ℜ sedemikian sehingga x ≤ N , untuk setiap x ∈ A , selanjutnya N disebut batas atas untuk A, dan A ⊂ ℜ dikatakan terbatas ke bawah jika terdapat suatu bilangan M ∈ℜ sedemikian sehingga M ≤ x , untuk setiap x ∈ A , selanjutnya M disebut batas bawah untuk A. Berdasarkan pengertian tersebut maka diberikan definisi berikut ini. Teorema 2 Diberikan S adalah himpunan terbatas di ℜ dan S 0 ≠ φ dengan S 0 ⊂ S dengan demikian berlaku :
inf S ≤ inf S0 ≤ sup S0 ≤ sup S Bukti : S adalah himpunan terbatas, dengan demikian, S memiliki infimum dan supremum. Karena S 0 ⊂ S maka S0 juga terbatas dan memiliki
infimum serta supremum Misalkan m adalah infimum untuk S maka : (i). m batas bawah untuk S. (ii). Tidak ada bilangan lebih kecil dari m yang merupakan batas bawah untuk S. Misalkan l adalah infimum S0 maka (i). l batas bawah untuk S0. (ii). Tidak ada bilangan lebih kecil dari l yang merupakan batas bawah untuk S0. Karena S 0 ⊂ S maka m ≤ l atau inf S ≤ inf S 0 ……….. (1) Misalkan M adalah supremum untuk S maka : (i). M batas atas untuk S. (ii). Tidak ada bilangan lebih besar dari M yang merupakan batas atas untuk S. Misalkan L adalah supremum S0 maka (i). L batas atas untuk S0. (ii). Tidak ada bilangan lebih besar dari L yang merupakan batas atas untuk S0. Karena S 0 ⊂ S
maka L ≤ M atau sup S 0 ≤ sup S Dari (1) dan (2) inf S ≤ inf S0 ≤ sup S0 ≤ sup S ■
……….. (2) diperoleh
Integral Riemann Pada bagian ini akan dijabarkan secara singkat mengenai Integral Riemann, karena integral Riemannstieltjes yang akan dibahas merupakan keadaan umum
Barekeng, Vol. 1, 2007
SIFAT-SIFAT 27
dari integral Riemann. Dengan demikian sangat penting untuk dikaji kembali tentang partisi dan integral Riemann untuk mendukung dan memperjelas pembahasan selanjutnya. Jika a,b ∈ ℜ dengan a < b maka terdapat bilangan riil x1 sehingga a < x1 < b . karena x1 < b tentu terdapat
bilangan
riil
x2
sehingga
memenuhi
x1 < x 2 < b . proses ini jika diteruskan akan diperoleh bilangan-bilangan x1 , x 2 ,..., x n sehingga
a = x1 < x2 < ... < xn = b Jadi untuk setiap [a, b ] dapat dibentuk himpunan D = {a = x1 , x2 ,..., xn = b} dengan a = x1 < x2 < ... < xn = b
berlaku
( )
mi ≤ f xi* ≤ M i ,
:
untuk
setiap
i = 1,2,3,..., n diperoleh teorema sebagai berikut : Teorema 2 Diberikan
dan f : [a , b ] → ℜ α : [a, b ] → ℜ naik monoton pada [a, b ] . Jika P partisi pada [a, b ] maka berlaku L ( f , P, α ) ≤ S ( f , P, α ) ≤ U ( f , P, α ) Khususnya jika f terbatas pada [a, b ] yaitu m ≤ f ( x ) ≤ M untuk setiap x ∈ [a , b ] maka berlaku m (α (b ) − α (a )) ≤ L ( f , P , α ) ≤ S ( f , P , α ) ≤ U ( f , P , α ) ≤ M (α (b ) − α (a )) fungsi
Bukti :
1. Integral Riemann Stieltjes
Diberikan fungsi
α : [a, b ] → ℜ naik monoton pada
[a, b ] dan terbatas pada [a, b ] . P = {a = x0 , x1 , x 2 ,..., x n = b}
Untuk setiap partisi pada
P = {a = x0 , x1 , x 2 ,..., x n = b} partisi pada [a, b ] dan mi = inf { f ( x ) : x ∈ [xi −1 , xi ]} dan M i = sup{ f ( x ) : x ∈ [xi −1 , xi ]} untuk setiap i = 1,2,3,..., n maka berlaku mi ≤ f (xi* ) ≤ M i Misalkan
HASIL DAN PEMBAHASAN
[a, b ]
didefinisikan:
∆ iα = α ( xi ) − α ( xi −1 ), i = 1,2,3,..., n Diberikan fungsi f : [a , b ] → ℜ , kemudian
didefinisikan:
Sehingga dapat ditulis
( ) atau
≤ M 1 + M 2 + ... + M n
∑ m ≤ ∑ f (x ) ≤ ∑ M n
n
i
i =1
m = inf { f ( x ) : x ∈ [a, b ]} dan M = sup{ f ( x ) : x ∈ [a , b ]} mi = inf { f ( x ) : x ∈ [xi −1 , xi ]} dan
( ) ( )
m1 + m 2 + .... + m n ≤ f x1* + f x 2* + ... + f x n* n
* i
i =1
i =1
i
dan jika dikalikan ∆ iα pada
tiap ruas dengan ∆ iα >0 Diperoleh
∑ m ∆ α ≤ ∑ f (x )∆ α ≤ ∑ M ∆ α n
M i = sup{ f ( x ) : x ∈ [xi −1 , xi ]}
i =1
Perlu diperhatikan bahwa jika f terbatas ke bawah pada [a, b ] maka m dan mi ada, demikian pula jika fungsi f terbatas ke atas pada [a, b ] maka M dan M i ada.
Selanjutnya dibentuk jumlahan-jumlahan sebagai berikut. n
n
i
i
n
* i
i =1
i
i
i =1
i
yang sama artinya dengan
L( f , P, α ) ≤ S ( f , P, α ) ≤ U ( f , p, α )
Dengan
memperhatikan
pertidaksamaan
( )
m ≤ mi ≤ f x ≤ M i ≤ M maka diperoleh * i
L ( f , P , α ) = ∑ mi ∆ i α ,
⇔ ∑ m∆ iα ≤ ∑ mi ∆ iα ≤ ∑ f xi* ∆ iα ≤ ∑ M i ∆ iα ≤ ∑ M∆ iα
U ( f , P, α ) = ∑ M i ∆ i α ,
i =1 n
i =1 n
[
i =1
dengan x ∈ x i −1 , x i
]
≤
n
i =1
i =1
i =1
∑ m ∆ α ≤ ∑ f (x )∆ α n
n
i =1
* i
untuk setiap
n
( )
n
n
i =1
i =1
⇔ m ((α ( x1 ) − α ( x 0 )) + (α ( x 2 ) − α ( x1 )) + ... + (α ( x n ) − α ( x n − 1 )))
S ( f , P, α ) = ∑ f (x )∆ iα , * i
n
i
i
n
∑M
i = 1,2,3,..., n
notasi L ( f , P , α ) disebut jumlah Riemann Stieltjes
bawah, U ( f , P , α ) disebut jumlah Riemann Stieltjes
atas, dan S ( f , P , α ) disebut jumlah Riemann Stieltjes
fungsi f pada [a, b ] terhadap partisi P. Karena selalu
i =1
i
* i
i =1
i
≤
∆ iα ≤ M
((α (x1 ) − α ( x 0 )) + (α (x 2 ) − α ( x1 )) + ... + (α (x n ) − α ( x n − 1 ))) n
⇔ m (α ( x n ) − α ( x 0 )) ≤ ≤
∑ f (x )∆ α ≤ ∑ M n
i =1
* i
∑m∆α i =1
n
i
i =1
i
i
i
∆ i α ≤ M (α ( x n ) − α ( x 0 ))
⇔ m (α (b ) − α (a )) ≤ L ( f , P , α )
≤ S ( f , P , α ) ≤ U ( f , P , α ) ≤ M (α (b ) − α (a ))
28 RUMLAWANG Teorema 3 Diberikan
SIFAT-SIFAT
dan f : [a , b ] → ℜ α : [a, b ] → ℜ naik monoton pada [a, b ] . Jika P1 dan P2 masing-masing partisi pada [a, b ] dan P1 ⊂ P2 maka fungsi
L ( f , P1 , α ) ≤ L ( f , P2 , α ) ≤ U ( f , P2 , α ) ≤ U ( f , P1 , α )
2. Syarat Fungsi Terintegral Riemann Stietjes Definisi 6 Jika fungsi f : [a , b ] → ℜ terbatas dan α : [a, b ] → ℜ
[a, b ]
naik monoton pada
, dikatakan terintegral
Riemann-Stieltjes terhadap α pada [a, b ] ditulis singkat dengan f ∈ RS [α ] jika
Bukti :
I=J b
Dibentuk jumlah Rieman Stieltjes atas dan jumlah Rieman Stieltjes bawah untuk tiap partisi P1 dan P2 pada
[a, b ] dengan P1 ⊂ P2 n
L( f , P1 , α ) = ∑ mi1 ∆ i α ,
Selanjutnya
nilai
I = J = ∫ f (x ) dα (x )
disebut
a
Integral Riemann Stieltjes fungsi f terhadap α pada [a, b ] cukup ditulis RS [α ]. Jika diambil α [x ] = x maka Integral Riemann merupakan kejadian khusus dari Integral Riemann Stieltjes.
i =1
Sifat-sifat Dasar Integral Riemann Stieltjes Teorema 4 (Sifat Linear) Jika f dan g ∈ RS (α ) pada [a, b ] dan k bilangan riil
n
L( f , P2 , α ) = ∑ mi 2 ∆ i α , i =1
n
maka k f ∈ RS (α ) dan f + g ∈ RS (α ) pada [a, b ] , dan berlaku
U ( f , P1 , α ) = ∑ M i1 ∆ i α , i =1
n
U ( f , P2 , α ) = ∑ M i 2 ∆ i α , i =1
Dimana
mi1 = inf { f (x ) : x ∈ [x i −1 , x i ] ⊂ P1 } dan M i1 = sup{ f ( x ) : x ∈ [x i −1 , x i ] ⊂ P1 } mi 2 = inf { f ( x ) : x ∈ [x i −1 , x i ] ⊂ P2 } dan M i 2 = sup{ f ( x ) : x ∈ [x i −1 , x i ] ⊂ P2 } Seperti diketahui bahwa P1 ⊂ P2 maka partisi P1 akan termuat dalam P2 sehingga n
n
n
n
i =1
i =1
i =1
i =1
f : [a , b ] → ℜ terbatas dan α : [a, b ] → ℜ naik monoton pada [a, b ] maka: i). Batas atas terkecil (bat) L ( f , α ) atau sup{L ( f , P ,α ) : P ∈ π [a , b ]} ditulis singkat fungsi
b
dengan
I = ∫ f ( x ) dα ( x ) disebut integral a
ii).
bawah Riemann Stieltjes fungsi f terhadap α Batas bawah terbesar (bbt) U ( f , α ) atau
inf {U ( f , P , α ) : P ∈ π [a , b ]} ditulis singkat b
dengan
J = ∫ f ( x ) dα ( x ) disebut integral a
atas Riemann Stieltjes fungsi f terhadap α
a
a
b
b
a
a
Bukti : Diberikan sembarang
ε >0
b
dα + ∫ g dα a
. Karena f , g ∈ RS (α )
pada [a, b ] maka terdapat partisi P1 dan P2 pada [a, b ] sehingga
U ( f , P1 ,α ) − L( f , P1 ,α ) <
ε
2( k + 1)
U (g , P2 , α ) − L(g , P2 ,α ) <
dan
ε
2 P = P1 ∪ P2 maka P merupakan partisi penghalus Pi , i =1, 2 pada [a, b ] sehingga berlaku
L ( f , P1 , α ) ≤ L ( f , P2 , α ) ≤ U ( f , P2 , α ) ≤ U ( f , P1 , α ) Ambil
Definisi 5 Jika
b
∫ ( f + g ) dα (x ) = ∫ f
(ii).
∑ mi1∆ iα ≤ ∑ mi 2 ∆ iα ≤ ∑ M i 2 ∆ iα ≤ ∑ M i1∆ iα atau
b
∫ kf dα = k ∫ f dα
(i).
L ( f , P1 , α ) ≤ L ( f , P , α ) ≤ U ( f , P , α ) ≤ U ( f , P1 , α )
L ( f , P2 , α ) ≤ L ( f , P, α ) ≤ U ( f , P , α ) ≤ U ( f , P2 , α ) Oleh karena itu diperoleh (i). U (kf , P ) − L (kf , P ) ≤ U (kf , P1 ) − L (kf , P1 )
≤ k (U ( f , P1 ) − L( f , P1 ))
ε
2( k + 1)
<ε
Terbukti bahwa k f ∈ RS (α ) pada berlaku
[a, b]
dan
Barekeng, Vol. 1, 2007
SIFAT-SIFAT 29
( )
mi* ≤ α ′ si* ≤ M i* dan mi* ≤ α ′(ti ) ≤ M i*
b
∫ kf dα = sup{L(kf , P, α ) : P ∈ π [a, b]} a
Sehingga diperoleh
∑ α ′(si* ) − α ′(ti )∆ i x ≤ ∑ (M i* − mi* )∆i x
= k ⋅ sup{L( f , P, α ) : P ∈ π [a, b]} b
= k ⋅ ∫ f dα jika k > 0
n
n
i =1
i =1
= U (α ′, P ) − L(α ′, P ) < ε
a
b
a
∑ ( ) n
= k ⋅ inf {U ( f , P, α ) : P ∈ π [a, b]}
i =1
i =1
=
ε
=
* i
n
* i
* i
i
( ( )
i
)
[a, b]
< Mε dan Sehingga
U ( f , P, α ) ≤ U ( fα ′, p ) + Mε
b
∫ ( f + g ) dα = sup{L( f + g , P, α ) : P ∈ π [a, b]}
Dan
+ sup{L( g , P, α ) : P ∈ π [a, b ]}
b
∫
b
= ∫ f dα + ∫ g dα
a
∫
b
f dα ≤ ∫ f α ′ dx + Mε
berlaku
a
untuk
[ ]
terbatas. Fungsi dan
hanya
jika
∫
a
berlaku
b
f dα ≤ ∫ f α ′ dx + Mε a
untuk
α ′ ∈ R[a, b] maka untuk setiap ε > 0 terdapat partisi P = {a = x 0 , x1 , x 2 , ... , x n = b} pada [a, b] dan berakibat U (α ′, P ) − L(α ′, P ) < ε Menurut teorema nilai rata-rata maka dapat dipilih t i ∈ xi −1 , xi sehingga
[
dan setiap
ε >0
setiap
maka
b
f dα = ∫ f α ′ dx a
b
Dari (1) dan (2) maka
Bukti : Diketahui
] ∆ iα = α ( xi ) − α ( xi −1 ) = α ′(ti )∆ i x mi* = inf {α ′(x ) : x ∈ [xi−1 , xi ]} Misalkan M i* = sup{α ′( x ) : x ∈ [xi −1 , xi ]} maka untuk s i* , t i ∈ [x i −1 , xi ] berlaku
Karena
∫
maka
a
a
b
ε >0
f dα = ∫ f α ′ dx
Demikian juga berlaku
4. Penghitungan Integral Riemann-Stieltjes Teorema 5 (Penghitungan Integral Riemann-Stieltjes) Diasumsikan α naik monoton pada a, b dan
setiap
b
b
a
α ′ ∈ R[a.b] dan f : [a, b] → ℜ f ∈ RS (α ) pada [a, b] jika fα ′ ∈ R[a, b]
b
Dan berakibat
a
= sup{L( f , P, α ) : P ∈ π [a, b]}
a
i
i =1
f + g ∈ RS (α ) pada
b
i
∑ f (s )(α ′(t )∆ x − α ′(s )∆ x ) n
Terbukti bahwa berlaku
* i
i
≤ M ∑ α ′ si* − α ′(ti ) ∆ i x
2
< ε
a
n
i =1
ε
+
i =1
∑ f (s )(∆ α − α ′(s )∆ x ) i =1
= U ( f , P, α ) − L ( f , P, α ) + U ( g , P, α ) − L ( g , P , α ) ≤ U ( f , P1 , α ) − L( f , P1 , α ) + U ( g , P1 , α ) − L( g , P1 , α )
( ) ( )
n
f si* ∆ iα − ∑ f si* α ′ si* ∆ i x
i =1
U ( f + g , P, α ) − L( f + g , P, α ) = U ( f , P, α ) + U ( g , P, α ) − (L ( f , P , α ) + L ( g , P , α ))
s ( k + 1)
∑ ( ) n
U ( f , P, α ) − U ( fα ′, P ) =
a
<
( )
n
= ∑ f si* α ′(ti )∆ i x
f si* ∆ iα
Maka diperoleh
b
= k ⋅ ∫ f dα jika k < 0 (ii).
M = sup{ f (x ) : x ∈ [a, b]} dan karena
Diambil
∫ kf dα = sup{L(kf , P, α ) : P ∈ π [a, b]}
f ∈ RS (α ) pada fα ′ ∈ R[a, b]
[a, b]
∫ a
b
f dα = ∫ f α ′ dx yaitu a
jika
dan
hanya
jika
■
Teorema 6 (Integral Parsial Rieman-Stiltjes) Diberikan F , G : a, b → ℜ yang berturut-turut
[ ] mempunyai turunan pada [a, b] . Jika F ′ = dan G′ = g ∈ R[a, b] maka:
f ∈ R[a, b]
30 RUMLAWANG
SIFAT-SIFAT
b
b
a
a
∫ f (x)g(x) dx = F (b)G(b) − F (a)G(a) − ∫ f (x)g(x) dx Bukti :
()
Didefinisikan fungsi H x = F karena F dan G mempunyai turunan, maka : i. a, b dan G kontinu pada
[ ]
F , G ∈ R[a, b] , dan
ii. mempunyai
(x )G(x )
turunan
pada
H ′ = FG′ + F ′G = Fg + fG
[a, b]
,
sehingga
()
dengan
Menurut teorema fundamental kalkulus berakibat b
∫ (F (x )g (x ) + f (x )G(x ))dx = H (b) − H (a ) a
= F (b )G (b ) − F (a )G (a )
Berakibat b
b
a
a
∫ F (x )g (x ) dx = F (b)G(b) − F (a )G(a ) − ∫ f (x )G(x ) dx Dengan demikian teorema terbukti. ■
KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah: 1. Integral Riemann Stieltjes adalah perluasan dari integral Riemann, dimana Integral Riemann merupakan pengkhususan dari integral Riemann Stieltjes. 2. Fungsi f terintegral Riemann Stieltjes pada α jika f : [a , b ] → ℜ dan α : [a, b ] → ℜ naik monoton
3.
4.
Hutahaean, Leithold., (1986), Kalkulus dan Ilmu Ukur Analitik, edisi kelima jilid 1. Erlangga, Jakarta. Jain, P. K. and Gupta, V. P., (1986), Lebesgue Measure and Integration. Wiley Eastern Limited, New Delhi. Muslich., (2005), Analisis Real II, Lembaga Pengembangan Pendidikan,Surakarta. Purcell, Edwin J, Varberg, Rigdon., (2003). Kalkulus, edisi kedelapan jilid 1. Erlangga, Jakarta. Royden, H, L., (1989),F Real Analysis, Third Edition, Macmillan Publishing Company, New York. Soeparna, D., (2006), Pengantar Analisis Real, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Soeparna, D., (2006), HPengantar Abstrak, x = F x Analisis Gx Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Soemantri, R., (1988), Analisis Real I, Karunia, Jakarta.
pada [a, b ] dan fungsi f kontinu. Jika fungsi f dan g terintegral Riemann Stieltjes, dan k ∈ ℜ maka fungsi f + g , kf dan fg terintegral Riemann Stieltjes. Jika fungsi f dan α memiliki titik diskontinu berserikat maka f tidak terintegral Riemann Stieltjes terhadap α DAFTAR PUSTAKA
Bartle, R. G., (1994), Introduction to Real Analysis, John Wiley & Sons, USA Gordon, R, A., (1994), The Integrals Of Lebesgue, Denjoy, Perron, and Henstock., Graduate Studies In Mathematics 4, Volume 4., American Mathematical Society,USA. Hutahaean, E., (1989), Analisis Real II, Penerbit Karunika, Universitas Terbuka, Jakarta.
() ()