Nama : Titin Kartini NPM : 14.06.1.0047 Kelas : Akuntansi C
Kasus Terungkapnya Skandal PT. Waskita Karya Kasus : Terungkapnya skandal PT. Waskita Karya, salah satu BUMN Jasa Kontruksi yang diduga melakukan rekayasa laporan keuangan. Di tengah gembargembor pelaksanaan implementasi Good Corporate Governance (GCG) BUMN, kasus ini memberikan tamparan keras untuk Kementerian Negara BUMN. Kasus Waskita, yang disebut-sebut sebagai Enron-nya Indonesia menunjukan bahwa Kementerian Negara BUMN perlu berupaya lebih keras lagi dalam implementasi GCG di BUMN. Terbongkarnya kasus ini berawal saat pemeriksaan kembali neraca dalam rangka penerbitan saham perdana tahun lalu. Direktur Utama Waskita yang baru, M.Choliq yang sebelumnya menjabat Direktur Keuangan PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, menemukan catatan yang tidak sesuai dimana ditemukan kelebihan pencatatan Rp 400 miliar. Direksi periode sebelumnya diduga melakukan rekayasa keuangan sejak tahun buku 2004-2008 dengan memasukan proyeksi pendapatan proyek multitahun ke depan sebagai pendapatan tahun tertentu. Kasus
ini
memberikan
beberapa
pelajaran
berharga.
Pertama,
implementasi GCG di Indonesia ternyata masih sekedar formalitas belaka. Fakta ini terungkap dari kengganan Direksi Waskita melaksanakan GCG DI Waskita
walaupun di Waskita telah beberapa kali assessment (pemetaan) implementasi GCG namuntetap saja kasus ini tidak terlacak. Hal ini menunjukan betapa canggih dan cermatnya penutupan jejak dari kasus ini. Hasil assessment GCG yang dilakukan Konsultan pada akhirnya kemungkinan besar hanya menjadi hiasan lemari Direksi belaka yang digunakan sebagai penggugur kewajiban terhadap kewajiban implementasi GCG. Kedua, terlihat bahwa terjadi kerjasama sistemik melakukan rekayasa keuangan yang dilakukan karena lemahnya fungsi internal control. Hal ini menunjukan bahwa pihak-pihak yang melakukan internal control mulai dari Dewan Komisaris sampai dengan Internal Audit tidak melakukan fungsinya dengan baik. Hal ini patut disayangkan mengingat GCG merupakan alat kontrol yang di ciptakan Check dan Balences
yang digunakan dalam pengawasan
pengelolaan perusahaan. Kementrian BUMN selaku pemegang saham dalam hal ini tidak dapat disalahkan mengingat selaku pemegang saham Kementerian BUMN telah menempatkan wakilnya untuk melakukan pengawasan yang melekat pada diri Dewan Komisaris. Selain itu potensi terjadinya kerjasama dengan Audit Eksternal semakin mencuatkan dengan kasus ini sebagai Enron-nya di Indonesia. Ketiga, GCG di BUMN berjumlah menjadi Corporate Culture, Implementasi GCG pada hakikatnya adalah menjadi Corporate Culture. Lemahnya Implementasi GCG menunjukan bukti bahwa GCG baru sampai tataran Compliance Driven belum menjadi Culture. Tidak menjadi Culture pada hakikatnya membuka peluang terjadinya fraud. Fraud dapat dengan mudah menjadi apabila insan perusahaan mendiamkan saja terjadinya pelanggaran.
Kebijakan Whistleblower belum memungkinkan terjadinya pelanggaran secara dini dinilai juga belum diterapkan di Waskita. Analisis kasus : PT. Waskita Karya merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang beroperasi sebagai kontraktor umum untuk kegiatan kontruksi seperti jalan raya, jembatan, pelabuhan, bandara, bangunan, sistem got dan pabrik. Beberapa prestasi meliputi penyelesaian Bandara Internasional Soekarno-Hatta, BNI City (bangunan pencakar langit) Gedung Kantor Bank Indonesia dan lain sebagainya. Dalam kasus ini Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah melakukan tindakan dengan mengganti Direksi yang diduga terlibat dalam kasus ini, namun dengan mengganti Direki tidak cukup dan perlu di lakukanya pembersihan terhadap intern Waskita dengan cara mengganti para pihak yang terlibat. Jika pimpian saja yang diganti tidak menutup kemungkinan dimasa yang akan datang kasus ini akan terulang kembali. Auditor Eksternal yang membantu pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab di PT. Waskita Karya dalam melakukan rekayasa keuangan, maka seharusnya yang terlibat dalam kasus ini harus di hukum baik perusahaannya maupun individunya. Kementrian Badan Usaha Milik Negar (BUMN) harus menyadari bahwa penguatan implementasi Good Corporate Governance (GCG) mutlak diperlukan agar kasus yang sama tidak terulang. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak cukup hanya dengan memaksa BUMN memiliki kelengkapan infrastruktur dan softstructure, namun harus menekankan pada tataran implementasi.
Selanjutnya
dengan
memperkuat
implementasi
Good
Corporate
Governance (GCG), penerapan Good Corporate Governance (GCG) dalam implementasi etika dalam bisnis memiliki peran yang sangat besar. Intinya etika bisnis bukan lagi merupakan suatu kewajiban yang dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi sebuah kebutuhan yang harus terpenuhi. Maka sudah bisa ditebak bahwa dalam kasus ini telah melanggar prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) tersebut, diantaranya : 1. Tranaparency (keterbukaan informasi) Secara sederhana bisa diartikan sebagai kebutuhan informasi. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Tapi dalam kasus rekasaya laporan keuangan yang di lakukan oleh direksi sebelunya telah melupakan tanggungjawabnya (tidak bertanggung jawab) sebagai profesinya. Jika keterbukaan ini dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat di tingkatkan. 2. Accountability (akuntabilitas) Yang dimaksud dengan akuntabilitas ini adalah kejelasan fungsi, struktur, systm dan pertanggung jawaban elemen perusahaan. Dalam kasus ini yang dilakukan oleh direksi sebelumnya tidak adanya pertanggungjawabannya kepada perusahaan dan seharusnya direksi ini bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya.
3. Responsibility (pertanggung jawaban) Bentuk pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya : masalah pajak, hubungan industrial kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip responsibility (pertanggung jawaban) di PT. Waskita karya diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada shareholder juga kepada stakeholde-lainnya. 4. Indenpandency (kemandirian) Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Dalam kasus ini direksi dan audit eksternal telah melanggar peraturan-peraturan yang berlaku dalam perusahaan. Seharusnya direksi dan audit internal bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilakukannya karna untuk memeliraha kepercayaannya kepada perusahaan. 5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran) Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Dalam kasus ini
direksi dan audit eksternal telah melanggar peraturan-peraturan yang ada di perusahaan dan seharusnya di hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku Contohnya dalam prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) mencerminkan
etika
bisnis
yang
dapat
memenuhi
keinginan
seluruh
stakeholdernya, etika bisnis yang baik dan sehat menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk membuatnya tetap berdiri dan tahan terhadap segala macam seragam ketidakstabilan ekonomi. Internal control system yang dimiliki BUMN masih lemah dan tindakan yang dilakukan belum sampai pada tahap pencegahan. Pendekatan GCG yang Compliance driven harus ditinggalkan dan diganti dengan penerapan GCG sebagai Corporate Culture. GCG haruslah menjadi sistem, struktur dan budaya yang satu sama lain tidak terpisah. Langkah selanjutnya dengan menerapkan dan memperkuat internal control system dan memiliki kebijakan whistleblower dan menerapkannya. Kebijakan whistleblower ini akan sangat bermanfaat untuk mendeteksi terjadinya fraud.