[11 April 2009]
Disusun Oleh: Aisyah Fitriyah Fitri Andriyani Rahma Fauzia A. Risalatul Amanah
[KARYA TULIS] Pengaruh Budaya Asing Terhadap Kebudayaan di Indonesia
PERSEMBAHAN DAN MOTO
Persembahan : Karya tulis ini dipersembahkan kepada : 1.
Keluarga kami tercinta,
2.
Teman-teman seperjuangan,
3.
Ustad dan Ustadzah yang senantiasa membimbing penulis,
4.
Generasi berikutnya, sebagai referensi
Moto Hidup : 1. Dunia akan menepi dan mengizinkan masuk siapapun yeng sudah tau kemana ia menuju. (David Starr Jordan) 2. Hanya ada satu sudut di dunia ini yang pasti dapat kita perbaiki. Yaitu diri kita sendiri. (Aldous Huxley) 3. Skenario nasib tidak lain dari tindakan yang kamu lakukan. (Unknow) 4. Kehidupanmu adalah ekspresi yang hidup tentang bagaimana kau menggunakan pikiranmu. (Unknow) 5. Setiap menit kita marah. Kita akan akan kehilangan 60 detik kebahagiaan. (Unknow)
2|Page
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, atas segala rahmat dan petunjuknya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini guna melengkapi tugas sejarah pada Outing Class bulan Maret SMAIT Nur Hidayah Surakarta. Melalui karya tulis yang berjudul “Pengaruh Budaya Asing Terhadap Kebudayaan di Indonesia” ini penulis ingin menyalurkan wawasan tentang pengaruh budaya asing terhadap budaya yang ada di Indonesia melalui objek fokus Candi Borobudur. Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis telah menerima bentuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Heri Sucitro selaku kepala SMAIT Nur Hidayah Kartasura yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Outing Class sehingga dapat menambah wawasan penulis. 2. Bapak Raharjo selaku guru pembimbing, yang telah membimbing dan memberikan banyak saran dalam menyusun karya tulis ini. 3. Teman-teman seperjuangan, yang dengan sukarela berbagi ilmunya dengan penulis. 4. Teman-teman dari dunia maya, yang karyanya penulis jadikan acuan. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
PENULIS
3|Page
DAFTAR ISI
Persembahan dan Moto Hidup
…………………………………………………...2
Kata Pengantar
…………………………………………………...3
Daftar Isi
…………………………………………………...4
BAB I, Pendahuluan A. Latar Belakang
…………………………………………………...6
B. Ruang Lingkup
…………………………………………………...6
C. Tujuan Penulisan
…………………………………………………...6
D. Sistematika Penulisan
…………………………………………………...7
BAB II, Budaya A. Pengertian Budaya
…………………………………………………...8
B. Unsur-unsur Budaya
…………………………………………………...9
C. Wujud dan Komponen
…………………………………………………...9
D. Hubungan Antar Unsur
…………………………………………………...11
E. Penetrasi Kebudyaan
…………………………………………………...11
F. Budaya Indonesia
…………………………………………………...12
BAB III, Borobudur A. Lokasi
…………………………………………………..15
B. Nama, Arti dan Fungsi
…………………………………………………..15
C. Sejarah Candi Borobudur …………………………………………………..16 D. Bangunan Candi
…………………………………………………..18
BAB IV, Penbahasan A. Borobudur-India
…………………………………………………..24
B. Borobudur-Mesir
…………………………………………………..33
C. Borobudur-Cina
…………………………………………………..34
D. Borobudur-Mesopotamia …………………………………………………..37 E. Borobudur-Yunani
…………………………………………………..38
Penutupan A. Kesimpulan
…………………………………………………..39
B. Saran
…………………………………………………..40
4|Page
Daftar Pustaka
………………………………………………….41
Lampiran
………………………………………………….42
5|Page
BAB I PENDAHULUAN
G. Latar Belakang Karya tulis ini dibuat guna memenuhi tugas sejarah. Latar belakang pembuatan karya tulis ini adalah untuk mempermudah pembaca dalam mengenal dan memahami budaya Indonesia serta budaya-budaya asing yang mempengaruhinya. Penulis mengambil judul “Pengaruh Budaya Asing Terhadap Kebudayaan di Indonesia” dengan berbagai pertimbangan. Antara lain : 1. Penulis ingin mengetahui budaya-budaya yang ada di Indonesia. 2. Penulis ingin mengetahui budaya-budaya asing yang mempengaruhi buday Indonesia. 3. Penulis ingin mengetahui akulturasi dari budaya Indonesia dengan budaya Asing.
H. Ruang Lingkup Di dalam karya tulis ini, penulis menekankan pada budaya-budaya asing yang mempengaruhi budaya di Indonesia dengan menggunakan objek fokus Candi Borobudur.
I. Tujuan Penulisan Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya. Banyak kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. Hanya saja, kebanyakan masyarakat Indonesia kurang memahami akan budaya yang ada di Indonesia. Penulis membuat karya tulis ini untuk membantu masyarakat dalam memahami budaya-budaya yang ada di Indonesia. Baik budaya asli maupun yang sudah beralkulturasi dengan budaya asing.
6|Page
J. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis telah berusaha sebaik-baiknya untuk menyusun laporan mengenai pengaruh budaya asing terhadap budaya yang ada di Indonesia dengan menggunakan objek focus Candi Borobudur. Selain itu penulis juga berusaha memudahkan pembaca dengan meyertakan sub bab dan meletakkanya pada bab yang benar. Melalui karya tulis ini, penulis akakn merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan budaya yang ada di Indonesia serta budaya asing yang diadaptasi oleh kebudayaan Indonesia. Sistematika penulisa tersebut ialah sebagai berikut : Bab I, Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang, ruang lingkup, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II, Budaya. Bab II meliputi pengertian budaya, unsure-unsur budaya, wujud dan komponen budaya, hubungan antara unsur-unsur kebudayaan, penetrasi kebudayaan, dan kebudayaan Indonesia. Bab III Dengan adanya sistematika penulisan, penulis dapat menjabarkan isi dari karya tulis dengan rapi dan teratur.
7|Page
BAB II BUDAYA
A.
Pengertian Kebudayaan Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Kebudayaan menurut Andreas Eppink adalah keseluruhan pengertian, nilai, norma, religius, pernyataan intelektual dan artistik, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Edward B. Tylor berpendapat, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
8|Page
B.
Unsur-Unsur Budaya Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu: o
alat-alat teknologi
o
sistem ekonomi
o
keluarga
o
kekuasaan politik
Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi: o
sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o
organisasi ekonomi
o
alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
o
C.
organisasi kekuatan (politik)
Wujud dan Komponen Budaya 1. Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga:
Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
9|Page
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
2. Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
Kebudayaan material Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan nonmaterial Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
10 | P a g e
D.
Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi) Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian. Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
E.
alat-alat produktif
senjata
wadah
alat-alat menyalakan api
makanan
pakaian
tempat berlindung dan perumahan
alat-alat transportasi
Penetrasi Kebudayaan Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara: Penetrasi damai (penetration pasifique) Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat. Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk
11 | P a g e
bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
Penetrasi kekerasan (penetration violante) Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat.
F.
Budaya Indonesia Indonesia merupakan negeri yang kaya akan budaya. Kebudayaan yang ada di Indonesia sangat beranekaragam. Hal ini ditandai dengan keanekaragaman yang terdapat di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia sudah ada sejak zaman prasejarah, dimana kebudayaan itu dibagi menjadi dua masa, yaitu : Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan serta Masa Bermukim dan Bercocok Tanam. Benda-benda peninggalan dari kedua masa tersebut masih dapat dijumpai pada masa sekarang ini. Sedangkan sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia pada zaman praaksara adalah dinamisme (kepercayaan pada kekuatan gaib yang ada pada benda-benda tertentu) dan animisme (kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang). Bangunan-bnagunan megalithik dibangun pada masa ini untuk tempat turunnya roh nenek moyang serta sebagai bangunan-bangunan pemujaan. Setelah masyarakat Indonesia mengenal sistem kepercayaan terhadapa dewadewa dan agama, dibangunlah bangunan-bangunan peribadatan seperti Candi Prambanan, Candi Borobudur, Candi Pawon, dan lain sebagainya. Setelah diamati dan ditelusuri, pada bangunan-bangunan tersebut ditemukan kemiripan dengan kebudayaan-kebudayaan yang ada di Negara asing. Hal ini didukung dengan letak Indonesia yang berada pada Jalur Perdagangan Internasional
12 | P a g e
sehingga banyak Negara yang mengunjungi Indonesia. Kunjungan ini mendukung proses penetrasi kebudayaan antara budaya negara yang berkunjung dengan kebudayaan asli Indonesia. Sebab inilah penulis hendak menyajikan budaya asing yang diadaptasi oleh budaya Indonesia dengan fokus objek Candi Borobudur pada bab-bab berikutnya.
13 | P a g e
BAB III BOROBUDUR Candi Borobudur merupakan candi Budha, terletak di desa Borobudur kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. A. Lokasi Candi Borobudur terletak di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Candi ini terletak 15 km sebelah selatan kota Magelang dalam jarak lurus. Borobudur dikelilingi oleh pegunungan. Gunung yang melingkari Candi Borobudur antara lain : sebelah timur terdapat Gunung Merbabu dan gunung Merapi, barat laut Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro. Sedangkan di sebelah utara dan selatan terdapat Gunung Tidar dan pegunungan Menoreh. Lekukan-lekukan pegunungan tersebu seolah menggambarkan kepala lengkap dengan hidung, bibir, dan dagu juga bagian perut sampaia kaki. Karena keadaan seperti itulah maka cerita rakyat yang berkembang bahwa yang sedang tidur terlentang itu adalah Gunadharma. Di sebelah timur candi Borobudur terdapat candi Pawon dan candi Mendud. Diantara 3 candi tersebut, candi Borobudur terletak di paling barat.
B. Nama, Arti, dan Fungsi Menurut Soediman, dalam bukunya “Borobudur salah satu keajaiban dunia” menjelaskan antara lain sebagai berikut : Nama Borobudur berasal dari gabungan kata Boro dan Budur. Boro berasal dari bahasa Sansekerta “vihara” yang berarti komplek candi dan bihara. Sedangkan Budur berasal dari bahasa Bali “Beduhur” yang artinya atas. Jadi, Borobudur dapat diartikan komplek candi atau bihara yang terletak di atas bukit. Pendapat lain dikemukakan oleh Casparis berdasarkan prasasti Sri Kahuluan (842M). Di dalam prasasti tersebut terdapat nama sebuah kuil “Bhumisambhara” yang menurut Casparis nama itu tidak lengkap. Agaknya masih ada lagi sepatah kata untuk “gunung” dibelakangnya, sehingga nama seluruhnya seharusnya “Bhumisambhara Budhara”. Dari kata inilah akhirnya terjadi nama Borobudur. Selain itu, pada piagam dari tahun 842M terdapat kata “Kamulan Bhumisambhara”, Kamulan berasal dari kata 14 | P a g e
Sansekerta “mula”, sedanglan Bhumisambhara diartikan menjadi Borobudur. Dengan demikian bangunan Borobudur menurut Casparis adalah tempat pemujaan atau penghormatan nenek moyang dari Wangsa Syailendra.
C. Sejarah Candi borobudur 1. Waktu Didirikan Banyak sudah buku-buku yang menuliskan tentang candi Borobudur. Akan tetapi kapan candi Borobudurr didirikan tidaklah dapat diketahui dengan pasti. Namun demikian, suatu perkiraan dapat diperoleh dengan tulisan-tulisan singkat yang dipahatkan diatas pigura-pigura relief kaki asli candi Borobudur (Karmawibhangga). Pada relief tersebut menunjukkan huruf yang sejenis dengan prasasti-prasasti dari akhir abad 8 sampai awal abad 9. Dari bukti-bukti tersebut ditarik kesimpulan bahwa candi Borobudur didirikan sekitar tahun 800 M. Kesimpulan diatas sesuai dengan kerangka sejarah Indonesia pada umumnya. Periode antara abad ke 8 dan pertengahan abad ke 9 terkenal sebagai “Abad Emas Wangsa Syailendra”. Kejayaan ini ditandai dengan dibangunnya sejumlah besar candicandi yang bernuansa Budha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa candi Borobudur dibangun oleh wangsa Syailendra yang terkenal dalam sejarah karena usahanya untuk menjunjung tinggi dan mengagungkan agama Budha Mahayana.
2. Penemuan Kembali Borobudur pernah mengalami kehancuran. Candi Borobudur terlupakan keberadaannya selama tenggang waktu yang cukup lama. Borobudur digunakan sebagai pusat ziarah kurang lebih selama 150 tahun. Dengan berakhirnya kerajaan Mataram tahun 930 M, pusat kehidupan dan kebudayaan Jawa bergeser ke timur. Karena terbengkalai, candi Borobudur ditumbuhi berbagai macam tumbuhan liar yang lama kelamaan rimbun dan menutupi bangunannya. Kira-kira abad ke 10 itulah Candi borobudur terbengkalai dan terlupakan. Pada tahun 1814, berkat kegiatan Sir Thomas Stamford Rafles, candi Borobudur muncul dari kegelapan masa silam. Tahun 1835 seluruh bangunan candi telah
15 | P a g e
dibebaskan dari apa yang menjadi penghalang pemandangan oleh residen Kedu bernama Hartmann.
3. Penyelamatan I Sejak candi Borobudur ditemukan kembali, dimulailah usaha-usaha perbaikan dan pemugaran candi Borobudur. Pemugaran pertama dilakukan oleh Theodore Van Erp. Di bawah pengarahan Theodore, stupa-stupa yang hancur ditata kembali, ukiran-ukiran dibersihkan dari lumut dan kotoran. Maksud dari pemugaran tersebut ialah untuk menghindarkan kerusakan-kerusakan lebih lanjut pada bangunan candi Borobudur.
4. Pemugaran Candi Borobudur Pemugaran di candi Borobudur dimulai pada 10 Agustus 1973. Prasasti dimulainya Proyek Pemugaran Candi Borobudur, terletak di halaman candi Borobudur sebelah barat laut. Karyawan pemugaran tidak kurang dari 600 orang, diantaranya ada tenaga-tenaga muda lulusan SMA dan STm bangunan yang memang diberikan pendidikan khusus mengenai teori dan praktek dalam bidang Chemiko-Arkeologi (CA) dan Tehno-Arkeologi (TA). Tehno-Arkeologi bertugas membongkar dan memasang batu-batu candi. ChemikoArkeologi bertugas membersihkan serta mengawetkan batu-batunya dan juga memperbaiki jika ada batu yang rusak maupun pecah. Pekerjaan-pekerjaan yang bersifat arkeologis ditangani oleh badan Pemugaran Candi Borobudur. Sedangkan pekerjaan yang bersifat teknis ditangani oleh kontraktor (PT. Nindya Karya dan The Construction and Development Corporation of The Philipine). Bagian-bagian yang dipugar ialah bagian yang disebut sebagai Ruphadatu pada semua sisinya, sedangkan kaki candi serta teras I,II, dan III juga stupa induk tidak ikut dipugar. Pemugaran selesai pada 23 Februari 1983 di bawah pimpinan Dr. Soekmono. Prasasti selesainya pemugaran berada di halaman barat candi Borobudur. Kronologis Penemuan dan pemugaran Borobudur
1814 - Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles
16 | P a g e
memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
1873 - monografi pertama tentang candi diterbitkan.
1900 - pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
1907 - Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
1926 - Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
1956 - pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
1963 - pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
1968 - pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
1971 - pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
1972 - International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
10 Agustus 1973 - Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984
21 Januari 1985 - terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali.
1991 - Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.
D. Bangunan Candi 1. Uraian Bangunan Candi Candi Borobudur dibangun menggunakan batu andesit sebanyak 55.000 meter kubik. Bangunan candi Borobudur berbentuk limas yang berundak-undak dengan
17 | P a g e
tangga naik pada keempaat sisinya (timur, selatan, barat, dan utara). Lebar dan panjang bangunan candi Borobudur adalah 123 m, sedangkan tinggi bangunan candi adalah 113 m. Bagian pada candi Borobudur terbagi dalam tiga bagian besar, yaitu :
Kamadhatu
: Dunia paling bawah atau dunia hasrat. Dalam tingkatan
ini, manusia masih terikat dan dikuasai oleh hasrat. Relief ini terdapat pada kaki candi bangunan asli yang sekarang sudah ditutup.
Rupadhatu
: Dunia yang lebih tinggi atau dunia rupa. Manusia telah
meninggalkan segala hasratnya tetapi masih terikat keapda nama dan rupa. Bagian ini terdapat pada langkan 1-5.
Arupadhatu
: Dunia yang tertinggi atau dunia tanpa rupa. Pada tingkat
ini sudah tidak ada nama maupun rupa. Manusia telah bebas dan memutuskan untuk selama-lamanya segala ikatan kepada dunia fana. Bagian ini terdapat pada teras bundar tingkat I, II, III beserta stupa induk.
2. Patung Budha Patung Budha yang terdapat di candi Borobudur berjumlah 504 buah, dengan uraian : Patung Budha yang berada pada relung-relung berjumlah 432 buah, sedangkan pada teras I, II, dan III berjumlah 72 buah. Patung-patung Budha memiliki ciri khas masing-masing. Ciri khas ini terwujud pada sikap tangannya yang disebut dengan Mudra. Sikap tangan patung Budha yang pokok di candi Borobudur ada 5 macam, yaitu :
Bhumispara – Mudra : Melambangkan saat sang Budha
1.
memanggil dewi bumi, sebagai saksi saat ia menangkis semua serangan iblis mara.
18 | P a g e
Wara – Mudra : Melambangkan pemberian amal,
2.
memberi anugrah. Mudra ini adalah khas bagi Dhyani Budha Ratnasambhawa.
Dhyana – Mudra : Melambangkan sedang semedi atau
3.
mengheningkan cipta, Mudra ini merupakan cirri khas bagi Dhyani Budha Amitabha.
4.
Abhaya – Mudra : Melambangkan sedang menenangkan, merupakan cirri khusus Dhyani Budha Amoghasidi.
19 | P a g e
Dharma Cakra – Mudra : Melambangkan gerak
5.
memutar roda dharma, merupakan cirri khas bagi Dhyani Budha Waicorana. Khusus pada candi Borobudur, Waicorana digambarkan dengan sikap tangan yang disebut Witarka – Mudra.
3. Patung Singa Patung singa besar berada pada halaman sisi barat yang juga menghadap ke barat. Patung singa ini seolah-olah sedang menjaga bangunan candi yang megah dan anggun.
20 | P a g e
4. Stupa
Stupa Induk Stupa induk memiliki ukuran lebih besar dari stupa-stupa lainnya dan terletak di tengah-tengah (paling atas), yang merupakan mahkota dari seluruh monument bangunan candi Borobudur.
Stupa Berlubang Stupa berlubang adalah stupa yang terdapat pada teras I, II, dan III. Di dalam Stupa berlubang ini terdapat patung Budha.
21 | P a g e
Stupa Kecil Stupa kecil memiliki bentuk hamper sama dengan stupa lainnya. Perbedaan yang menonjol adalah ukurannya yang memang lebih kecil dari stupa lainnya. Keberadaan stupa ini menempati puncak dari relung-relung pada langkan II sampai langkan V.
5. Relief Jumlah relief yang terdapat di candi Borobudur adalah 1460 pigura. Relief pada dinding yang menghadap keluar harus dibaca dari kanan ke kiri, sedangkan relief pada langkan ( yang menghadap ke dalam) harus dibaca dari kiri ke kanan.
22 | P a g e
BAB IV PEMBAHASAN Masyarakat Indonesia seringkali digambarkan sebagai masyarakat yang terbuka dan memiliki kehidupan dengan keterikatan kuat pada masa lampau. Perwatakan ini memungkinkan terjadinya pembauran budaya antara generasi sebelum dan generasi 'jauh' sesudahnya. Atau dengan kata lain, suatu unsur budaya akan mampu bertahan lama dalam suatu masyarakat karena setiap generasi merasa „dipengaruhi‟ / merasa memiliki keterkaitan dengan budaya dari generasi sebelumnya. Pada bab pembahasan ini, penulis hendak mengulas kemiripan-miripan antara benda dan budaya yang terdapat pada candi Borobudur dengan peradaban atau budaya dari bangsa asing yang mungkin diadaptasi dan mengalami proses penetrasi kebudayaan. A. Borobudur – India 1. Fisik Candi Borobudur Bentuk candi Borobudur adalah punden berundak yang dilengkapi dengan stupastupa. Dimana punden berundak adalah peninggalan dari kebudayaan Megalithikum di Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa candi Borobudur adalah penggabungan dua budaya, yaitu : bangunan megalithikum dan stupa India. Untuk candi Budha di India hanya berbentuk stupa, sedangkan di Indonesia stupa merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat agama Budha. Dengan demikian seni bangunan candi di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri karena Indonesia hanya mengambil intinya saja dari unsur budaya India sebagai dasar ciptaannya dan hasilnya tetap sesuatu yang bercorak Indonesia.
23 | P a g e
2. Bahasa Sansekerta Candi Borobudur yang oleh beberapa orang tertentu dianggap sebagai sebuah mandala raksasa, pada ribuan bas-reliefnya menunjukkan pemandangan atau adegan yang dimuat dalam sejumlah teks-teks dalam bahasa Sansekerta yang bernafaskan atau dijadikan dasar dari paham Mahayana. Teks-teks ini adalah: Mahakarmawibhangga, Lalitawistara, Diwyawadana dan Gandawyuha. Berdasarkan riwayat yang ada, teks-teks dengan bahasa sansekerta ini diadaptasi dari India.
3. Relief Gajah Pada candi Borobudur dijumpai beberapa jenis relief yang di dalamnya terdapat gajah. Penulis mengamati, hal ini berhubungan dengan patung ganesha atau relief gajah yang ada di India. Hanya saja bentuk dari gajah tersebut disesuaikan dengan alam dan masyarakat Indonesia, tidak diambil secara langsung. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa asal-usul patung ganesha ini ialah agama Budha. Sebab itulah penulis berspekulasi antara relief gajah di candi Borobudur berhubungan dengan relif gajah ataupun patung ganesha yang ada di India.
Gambar 1 : relief gajah di borobudur
Gambar 2 : patung ganesha India
4. Relief Monyet Di India selain banyak relief gajah juga banyak terdapat patung monyet atau kera. Hanya saja, patung monyet yang terdapat di India dengan patung monyet yang penulis dapati di candi Borobudur memiliki perbedaan bentuk. Menurut perkiraan penulis, hal ini disebabkan monyet yang terdapat pada dinding candi Borobudur telah disesuaikan dengan alam dan monyet yang ada di Indonesia. Memang, monyet yang terdapat pada dinding candi Borobudur nampak “Indonesia sekali”.
Gambar 1 : relief monyet ala India
Gambar 2 : relief monyet di candi Borobudur
5. Relief Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan . Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul), gambar timbul pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang berhubungan dengan ajaran agama Budha. Relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang. Relief ini mengisahkan riwayat hidup Sang Budha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara. Dari relief-relief tersebut apabila diamati lebih lanjut, ternyata Indonesia juga mengambil kisah asli cerita tersebut, tetapi suasana kehidupan yang digambarkan oleh relief tersebut adalah suasana kehidupan asli keadaan alam ataupun masyarakat Indonesia. Dengan demikian terbukti bahwa Indonesia tidak menerima begitu saja budaya India, tetapi selalu berusaha menyesuaikan dengan keadaan dan suasana di Indonesia. Artinya, meskipun arsitek pada masa Hindu-Buda (saat Candi Borobudur maupun Candi Lara Jonggrang) dibangun sangat dipengaruhi oleh bentuk-bentuk arsitektur India, namun kedua candi yang merupakan arsitektur klasik di negeri ini ternyata tidak sama persis dengan arsitektur India karena dipengaruhi oleh budaya arsitektur masyarakat asli.
25 | P a g e
Gambar : Relief Borobudur yang dikutip dari kisah yang terdapat di India. Namun, sudah disesuaikan.
6. Stupa Stupa inti candi Borobudur meiliki kemiripan terhadap stupa-stupa yang ada di India. Sedangkan stupa berlubang yang ada di candi Borobudur menunjukkan perbedaan motif dengan stupa yang ada di India. Pada umumnya stupa yang terdapat di India tidaklah berlubang. Namun, pada dasarnya bentuk stupa di candi Borobudur memiliki kemiripan dengan stupa di India, baik stupa berlubang maupun stupa inti. Meskipun, stupa init lebih mirip dibandingkan dengan stupa berlubang. Di sisi lain, stupa India merupakan bangunan inti dari candi di India, sedangkan pada candi Borobudur, stupa bukan bangunan inti.
26 | P a g e
Gambar 1 : Stupa Inti
Gambar 2 : Stupa Berlubang
Gambar 3 : Stupa India
27 | P a g e
7. Mudra Budha Patung-patung Budha memiliki ciri khas masing-masing. Ciri khas ini terwujud pada sikap tangannya yang disebut dengan Mudra. Di India juga terdapat Murda seperti halnya di candi borobudur. Salah satu Murda India adalah Anjali Mudra.
Gambar 1 : Abhya-Mudra
Gambar 2 : Anjali-Mudra
8. Fisik Patung Budha Dari segi fisik, ada beberapa kemiripan yang terdapat pada patung Budha di candi Borobudur dengan patung Budha di India. 1. Rambut : Rambut Budha India dengan rambut Budha di candi Borobudur memiliki kemiripan, yaitu sama-sama keriting bulat-bulat.
Gambar 1 : Budha India
28 | P a g e
Gambar 2 : Budha Borobudur
2. Posisi : posisi antara patung Budha India dengan patung Budha Borobudur memiliki kemiripan, yaitu duduk. Berbeda dengan patung Budha yang terdapat di Angkor Wat. Di Angkor Wat terdapat beberapa patung Budha yang berdiri.
Gambar 1 : Budha Borobudur
Gambar 2 : Budha India
9. Sistem Kerajaan Sebelum kedatangan bangsa India, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan tetapi masih secara sederhana yaitu semacam pemerintahan di suatu desa atau daerah tertentu dimana rakyat mengangkat seorang pemimpin atau kepala suku. Orang yang dipilih sebagai pemimpin biasanya adalah orang yang senior, arif, berwibawa, dapat membimbing serta memiliki kelebihan tertentu , termasuk dalam bidang ekonomi maupun dalam hal kekuatan gaib atau kesaktian. Masuknya pengaruh India menyebabkan muncul sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan, yang diperintah oleh seorang raja secara turun-temurun. Peran raja di Indonesia berbeda dengan di India dimana raja memerintah dengan kekuasaan mutlak untuk menentukan segalanya. Di Indonesia, raja memerintah atas nama desa-desa dan daerah-daerah. Raja bertindak ke luar sebagai wakil rakyat yang mendapat wewenang penuh. Sedangkan ke dalam, raja sebagai lambang nenek moyang yang didewakan.
29 | P a g e
10. Susunan lantai Nampak pada lantai-lantai dasar Candi Borobudur, “lantai segi empat berperspektif”.Perspektif adalah ciri candi hindu, dan tidak pernah ditemukan di candi-candi Buddha (kecuali Candi Borobudur). “Raja Gunung” pertama pun adalah seorang penganut agama Hindu. Anaknya, Wishnu, raja Sailendra pembangun Candi Borobudur, adalah penganut agama hindu yang pada pertengahan hidupnya kemudian berpindah ke agama Buddha Mahayana. Bisa jadi perpindahan agama tsb dikarenakan pengaruh integrasi Sailendra dengan Sriwijaya. Yang pada jaman dahulu agama juga dipakai sebagai sarana politis.
Candi India
Candi Borobudur
11. Sosial Masyarakat Kehidupan sosial masyarakat Indonesia sebelum masuknya pengaruh India sudah tampak pada adanya sistem gotong-royong, pembagian kerja dalam masyarakat, meskipun belum sangat teratur. Seiring perkembangan zaman serta ciri masyarakat Indonesia yang terbuka terhadap unsur-unsur yang datang dari luar, tetapi perkembangannya selalu disesuaikan dengan tradisi bangsa Indonesia sendiri. Maka ketika Masuknya pengaruh India di Indonesia menyebabkan mulai adanya penerapan hukuman terhadap para pelanggar peraturan atau undang-undang juga diberlakukan.
12. Sastra Kitab-kitab serta relief yang ada dan digunakan di candi Borobudur merupakan gubahan dari sastra atau cerita Hindu-Budha yang ada di India. Sastra tersebut dirubah dari bentuk aslinya dan disesuaikan dengan keadaan alam dan masyarakat
30 | P a g e
Indonesia. Namun, di sisi lain sastra tersebut memiliki inti yang sama dengan sastra yang terdapat di India.
13. Kepercayaan Kepercayaan yang dianut oleh candi Borobudur merupakan refleksi dari Budha Mahayana. Budha Mahayana sendiri berasal dari India yang memuncak pada masa Gupta. Seni Gupata sendiri merupakan gabungan antara seni arca Gandhara dan seni arca Mathura.
Relief Borobudur
31 | P a g e
B. Borobudur – Mesir 1. Piramid Borobudur = Pyramid. Candi Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. Borobudur mirip bangunan piramida Cheops di Gizeh Mesir. Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman Neolithic dan Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu nenek moyang bangsa Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan berupa bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa. Piramida Borobudur berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun, termasuk di India. Dan itulah salah satu kelebihan Candi Borobudur yang merupakan kekhasan arsitektur Budhis di Indonesia. Jika diamati konsepsi Borobudur adalah bentukan atlantean-pyramid yang memiliki nilai spiritual sebagaimana karya pyramid di kebudayaan Mesir atau Incamaya.
Dalam hal ini, karena pengaruh dari budaya Budha-India, maka pyramid Borobudur 32 | P a g e
dianggap sebagai pengambaran Mahameru, dimana lokasi Arupadhatu di anggap sebagai Nirmala sedangkan posisi adhibudha sebagai pelepasan sempurna.
2. Sphinx Sphinx adalah patung singa berkepala manusia yang difungsikan sebagai penunggu pyramid. Jika dilihat dari fungsinya, yaitu menjaga pyramid, terdapat kemiripan dengan petung singa yang terdapat pada candi Borobudur yang juga memiliki fungsi menjaga pyramid. Terlebih baik Borobudur maupun Pyramid menggunakan unsur singa pada penjaganya. Kemiripan ini memperkuat dugaan penulis untuk mengambil hubungan antara keduanya.
Sphinx pyramid
Arca singa Borobudur
C. Borobudur – Cina 1. Relief Perahu Bercadik Di dalam kuil Van Mieu di Vietnam, yang termasuk dalam rumpun Cina, terdapat relief perahu bercadik yang mirip dengan relief perahu bercadik yang ada di candi Borobudur. Hanya motifnya yang menunjukkan sedikit perbedaannya. Dari relief ini dapat diambil kesimpulan di antara Borobudur dan Cina terdapat hubungan.
Gambar 1 : Relief Borobudur 33 | P a g e
Gambar 2 : Relief peradaban Cina
Kuil Van Mieu
2. Tingkatan Manusia Di Candi Angkor Wat juga terdapat tingkatan yang menghubungkan manusia dengan dewa. Hanya saja, jika di Borobudur tingkatan yang menghubungkan manusia dari tingkatan yang terendah hingga tertinggi terdapat dalam relief-relief, pada Ankor Wat tingkatan ini terdapat atau dihubungkan oleh jembatan batu sepanjang 500 meter.
Gambar : Candi Angkor Wat dan jembatan batu.
3. Relief Gajah Thailand termasuk dalam rumpun Cina. Di Thailand terkenal dengan gajah putihnya. Begitupun dengan candi-candi di Thailand, di dalamnya terdapat reliefrelief gajah putih yang mirip dengan relief gajah yang ada di candi Borobudur. Hanya saja, seperti halnya India, relief gajah tersebut sudah disesuaikan dengan kultur Indonesia. Seperti warnanya yang bukan gajah putih lagi. 34 | P a g e
Gambar 1 : Relief gajah putih di Thailand
Gambar 2 : Relief gajah di candi Borobudur
4. Arca Singa Seperti halnya candi Borobudur, di bagian muka candi Angkor Wat juga terdapat singa yang seolah menjaga kemegahan candi.
5. Fisik Candi Candi gunung Borobudur lebih terkesan melebar. Namun, ciri "candi gunung yang melebar" dapat ditemukan pada candi - candi di Indocina yang sedang mengalami masa transisi antara agama hindu ke agama budha.
Gambar 1 : Candi di Indocina
35 | P a g e
Gambar 2 : Candi Borobudur
D. Borobudur – Mesopotamia 1. Ziggurat Ziggurat adalah tempat memuja dewa yang berkembang dan digunakan pada peradaban Mesopotamia. Ziggurat ini memiliki bentuk yang semakin ke atas semakin sempit atau kecil. Dari segi fisik inilah ziggurat memiliki kemiripan dengan Borobudur, yaitu semakin ke atas semakin kecil. Hanya saja pada Ziggurat tidak terdapat stupa-stupa yang diadaptasi candi Borobudur dari peradaban India. Kemiripan yang lain ialah, baik Borobudur maupun ziggurat digunakan untuk tempat pemujaan dewa-dewa.
Gambar 1 : Candi Borobudur, tampak dari gambar 1, struktur fisik candi Borobudur yang semakin ke atas semakin kecil.
Gamabar 2 : desain Ziggurat yang memiliki kemiripan dengan pundek berundak dan candi Borobudur.
36 | P a g e
E. Borobudur – Yunani 1. Hellenistic Gandhara Bersamaan dengan berkembangnya agama Buddha di Jawa, maka kesenian Buddhapun berkembang pula, karena kesenian dan aktivitas keagamaan pada masa itu merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Setelah memperhatikan ciri penggambaran relief yang terdapat di candi-candi Buddha masa Klasik Tua di Jawa Tengah, antara lain di Candi Borobudur, maka dapat disimpulkan adanya anasir seni yang mungkin meneruskan tradisi seni Hellenistic Gandhara yang diserap oleh kesenian Mathura dan Gupta yang pada akhirnya masuk ke Jawa.
Keterangan : gabungan dari keduanya disebut juga dengan Hellenistik Gandhara.
37 | P a g e
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Candi Borobudur, pusat peradaban Shiwa-Buddha terbesar dan teragung di dunia yang terletak di Magelang, Jawa Tengah, membuktikan basis antropologi dan historiografi Indonesia yang berakar pada peradaban Aria.
Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu - Budha ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai menganut mempercayai agama-agama tersebut. Agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain mengalami Sinkritisme. Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu. Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu - Budha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut dapat Anda lihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia serta bangunan candi Hindu-Budha yang ada di Indonesia yang memiliki cirri khasnya sendiri.
Upaya membangun kembali sebuah simbol-simbol peradaban yang pernah hilang berarti semakin membuka mata-hati kita tentang sejarah peradaban manusia Indonesia yang kaya dengan ilmu pengetahuan dan budaya. Dengan demikian, kita akan menjadi manusia berbudaya yang mampu menghargai budayanya sendiri sebagai bentuk jati diri dan identitas bangsa yang mandiri.
B. Saran
Lebih baik candi Borobudur diminimalisir jam kunjungannya, karena jika yang mengunjungi semakin banyak maka tingkat kerusakannya akan semakin tinggi. Padahal candi Borobudur harus dilestarikan karena merupakan warisan dunia dan satu-satunya di dunia. Lebih baik diantisipasi terlebih dahulu karena sejarah tidak akan terulang.
39 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Selayang Pandang Borobudur, 2006 2. Soekmono, R. DR., Candi Borobudur - Pusaka Budaya Umat Manusia , Jakarta: Pustaka Jaya, 1978. 3. www.wikipedia.org 4. www.tulisane-rina.blogspot.com 5. www.forumdesain.com 6. www.pakyoyok.multiply.com
LAMPIRAN
LEMBAR KERJA SISWA „Eksplorasi Budaya Asing di Situs Candi Borobudur‟
Budaya Asing
Bukti Pengaruh Budaya Asing Pada Aspek Peninggalan Fisik
Seni
Sosial Kemasyarakatan
Romawi Kuno Yunani Kuno
Hellenistik Gandhara
Mesopotamia
Ziggurat
Mesir
Pyramid, Sphinx
Rumpun Cina
Relief perahu bercadik Candhi Angkor Wat
India
Stupa, Patung Ganesha, Relief Kera, Patung Budha
Lainnya
Sistem Kerajaan Hukuman (menurut kitab Budha)
42 | P a g e