Hubungan Antara Karakteristik Individu, Asupan Gizi, dan Faktor Lainnya dengan Obesitas pada Pegawai Negeri Sipil Pria di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Tahun 2013 Karina Astheria, Kusharisupeni Djokosujono1 1
Program Studi Gizi, Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Obesitas merupakan kelebihan lemak dalam tubuh yang dapat berdampak pada berbagai penyakit degeneratif, salah satunya kardiovaskular. Nilai ambang batas obesitas menurut persen lemak tubuh yang umumnya berlaku pada pria yaitu 25%, namun belum spesifik pada populasi Asia, khususnya Indonesia. Skripsi ini bertujuan untuk menentukan nilai ambang batas (cut off point) dari persen lemak tubuh yang tergolong obesitas dan hubungannya dengan berbagai faktor penyebab obesitas pada pegawai negeri sipil (PNS) pria berusia 22-54 tahun di Kantor Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan pada tahun 2013. Penelitian ini menggunaan disain studi crosssectional. Hasil penelitian menunjukkan nilai ambang batas obesitas sebesar 24,1% pada pria usia 22-54 tahun. Adanya hubungan ditemukan pada faktor usia (p=0,0005; CI 95%), pengetahuan mengenai obesitas (p=0,043; CI 95%), asupan energi (p=0,012; CI 95%), asupan protein (p=0,005; CI 95%) dan asupan lemak (p=0,0005; CI 95%) dengan obesitas menurut persen lemak tubuh. Dianjurkan bagi para pegawai untuk mengontrol asupan makan, khususnya makanan yang tinggi lemak.
Association Between Individual Characteristic, Nutrient Intake, And Other Factors With Obesity On Male Civil Employee at Directorate Of Finance Balance Office 2013 Abstract Obesity defined as excess of fat in the body that may impact to many degenerative diseases, in particular cardiovascular disease. The cut off point of body fat percent considered as obese in male is 25%, however it is not specifically for Asian population, especially Indonesian. This thesis purposes to set the cut off point of body fat percent which is classified as obese and the association of its cut off value with factors that cause obesity on male civil employee age 22-54 years at Directorate of Finance Balance Office, Jakarta 2013. This study used the cross-sectional design. The results found the cut off point for obesity is 24.1% for male age 22-54 years. A relationship found between age (p=0,0005; CI 95%), obesity related knowledge (p=0,043; CI 95%), energy intake (p=0,012; CI 95%), protein intake (p=0,005; CI 95%), and fat intake (p=0,0005; CI 95%) with obesity in body fat percent. It is recommended that employee could control their nutrient intake, also their fat intake. Key words: obesity; body fat percent; cut off point; intake; physical activity
Pendahuluan Obesitas didefinisikan sebagai abnormalitas atau penumpukan akumulasi lemak yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2012). Setidaknya ada sekitar 2,8 juta orang dewasa yang meninggal tiap tahun disebabkan obesitas. Sebesar 23% penyakit jantung, dan berkisar antara 7% hingga 41% penyakit kanker disebabkan oleh obesitas (WHO, 2009). Beberapa
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
2
data menunjukkan bahwa dampak obesitas pada pria lebih tinggi dibanding pada wanita. Data Riskesdas (2007) menunjukkan prevalensi kejadian stroke secara nasional lebih tinggi pada pria dewasa (6,1%) dibanding wanita (5,8%). Reis (2007) juga menyimpulkan pria yang obesitas berisiko sekitar 6 kali lebih tinggi mengalami kematian yang disebabkan penyakit kardiovaskular dibanding wanita yang berisiko lebih rendah. Salah satu cara untuk mengetahui estimasi lemak dalam tubuh adalah dengan menilai persen lemak tubuh. Pada umumnya, nilai persen lemak tubuh dikategorikan obesitas untuk pria sebesar 25%. Nilai tersebut berlaku pada populasi ras kaukasia (Gallagher et al, 2000), namun belum spesifik pada populasi di Asia, khususnya Indonesia. Belum banyak penelitian mengenai persen lemak tubuh, khususnya dalam menentukan nilai batas obesitas menurut persen lemak tubuh untuk populasi Asia (Kim et al, 2011). Sekitar 500 juta penduduk usia ≥ 20 tahun di seluruh dunia diestimasikan mengalami obesitas pada tahun 2008, dimana prevalensi tertinggi di wilayah Amerika (26% obesitas) dan terendah di wilayah regional Asia Tenggara (3% obesitas) (WHO, 2012). Pada skala nasional, berdasarkan hasil Riskesdas (2010) mengenai obesitas, diperoleh angka sebesar 11,7% atau diperkirakan sebanyak 27 juta jiwa mengalami obesitas. Di wilayah DKI Jakarta, prevalensi obesitas tergolong melebihi angka prevalensi nasional, yaitu 16,2% atau sebesar kurang lebih 1,5 juta orang (BPS, 2010). Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu pekerjaan penyumbang prevalensi obesitas tertinggi sebesar 18,5% atau sekitar 800.000 PNS di Indonesia mengalami obesitas (Riskesdas, 2010). Faktor kerja (kebiasaan lembur), aktivitas fisik kurang, konsumsi tinggi lemak, dapat berpengaruh terhadap penambahan berat badan yang berujung pada obesitas. Hasil survey pendahuluan yang dilakukan pada PNS di lingkungan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menunjukkan sebesar 53% (15 orang) PNS pria mengalami obesitas menurut persen lemak tubuh >25%. Obesitas pada pegawai dapat memperbesar peluang risiko terjadinya masalah kesehatan yang berdampak pada produktifitas dan kualitas hidup pegawai. Melihat hasil tersebut, Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu, gaya hidup, dan asupan gizi dengan obesitas menurut persen lemak tubuh pada PNS pria di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan pada tahun 2013.
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
3
Tinjauan Pustaka Obesitas Menurut Persen Lemak Tubuh Lemak tubuh setiap individu berbeda dipengaruhi oleh jenis kelamin, tinggi, dan berat badan. Klasifikasi persen lemak tubuh yang digolongkan obesitas menurut pernyataan American Dietetic Association dan the National Research Council, dikatakan obesitas bila mencapai 25% pada pria dan 30% pada wanita (Williams, 2002). Nilai tersebut spesifik pada beberapa populasi ras Kaukasia di Amerika (Gallagher et al, 2000). Berbeda dengan populasi Kaukasia, beberapa penelitian di Asia menunjukkan nilai persen lemak tubuh tergolong obesitas <25%. Studi yang dilakukan di Cina menghasilkan nilai cut off sebesar 24.25% untuk obesitas pada pria (Ling Li et al, 2012). Kim (2011) mengajukan nilai 21% bagi populasi pria di Korea sebagai indikator obesitas yang disertai dengan peningkatan prevalensi faktor risiko penyakit jantung. Pengukuran obesitas menurut persen lemak tubuh menggunakan bioelectrical impedance analysis (BIA) merupakan metode pengukuran yang tergolong lebih akurat untuk mengukur massa bukan lemak dan persen lemak tubuh dibandingkan antropometri yang sudah banyak dipakai untuk menilai obesitas (NIH, 1994). Penelitian cross-sectional yang dilakukan Donini et al. (2013) di Italy yang bertujuan untuk menilai pengukuran komposisi tubuh yang tepat bagi subyek obesitas memperoleh hasil bahwa dibandingkan dengan indeks massa tubuh (IMT), BIA memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memisahkan subyek yang obes dan yang tidak obes (sensitivitas 85%). Faktor Risiko Obesitas Obesitas merupakan suatu keadaan yang kompleks dimana pengaruh gaya hidup, lingkungan, serta faktor lainnya berinteraksi satu dengan yang lain. Berikut ini beberapa faktor yang berpengaruh terhadap obesitas. Karakteristik Individu Meningkatnya obesitas biasanya seiring dengan peningkatan usia. Pada kelompok pria, obesitas meningkat hingga usia 50. Setelah usia 50 tahun, biasanya prevalensi obesitas menurun pada pria (Garrow, 1993). Fatmah dan Nasution (2011) menemukan bahwa kelompok dengan pendidikan tinggi memiliki persen lemak tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini dapat disebabkan karena tingkat pendidikan mempengaruhi besar penghasilan, yang membuat daya beli makanan juga jauh lebih tinggi. Begitu juga halnya dengan pengetahuan seseorang, dimana pengetahuan
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
4
tentang gizi dan obesitas sangat diperlukan, meskipun tidak dapat menjamin adanya perubahan perilaku (Hendrie, 2008). Faktor Gaya Hidup Sebagian besar obesitas dialami individu yang kurang aktivitas fisik (Garrow, 1993). Aktivitas fisik adalah kunci dalam pengeluaran energi, sehingga terjadi keseimbangan energi dan berat badan yang terkontrol (WHO, 2004). Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap obesitas dan aktivitas seseorang adalah lingkungan pekerjaan. Suatu penelitian yang meneliti hubungan antara kerja lembur pada pekerja white-collar dengan peningkatan berat badan menunjukkan hasil yang positif antara bekerja lembur dengan peningkatan indeks massa tubuh dalam waktu 3 tahun. Kebiasaan lembur dapat mempengaruhi gaya hidup pekerja, seperti kebiasaan mengonsumsi lemak dan makanan siap saji, kurang aktivitas fisik, dan konsumsi alkohol (Nakamura, 1998). Faktor kebiasaan merokok juga berpengaruh terhadap obesitas. Ketika seorang perokok berhenti merokok, biasanya berat badan meningkat sekitar 4,5 kg dalam waktu 6-12 bulan setelah merokok. Peningkatan berat badan ini dapat diakibatkan oleh peningkatan asupan makanan dan penurunan aktivitas fisik (Bray, 2008). Faktor Asupan Gizi Karbohidrat, lemak, protein mensuplai total energi yang diperoleh dari makanan. Rekomendasi yang dianjurkan menyarankan agar asupan energi disesuaikan dengan pengeluaran energi, sehingga tercapai suatu keseimbangan energi. Kelebihan energi yang tidak terpakai akan didepositkan dalam bentuk lemak tubuh, yang dalam jangka panjang akan menyebabkan obesitas (Institute of Medicine, 2005). Data epidemiologi mengajukan bahwa diet tinggi lemak berhubungan dengan obesitas. Diet tinggi lemak biasanya menyajikan berbagai sajian lezat dengan porsi sedikit namun mengandung kepadatan energi tinggi (Bray, 2008). Begitu juga dengan makanan tinggi protein yang cukup banyak bersumber dari hewan, dengan kadar lemak jenuh yang tinggi, sehingga konsumsi protein yang berlebihan seringkali juga dikaitkan dapat menyebabkan obesitas (Sizer, 2006). Berbeda dengan asupan lemak dan protein, diet tinggi serat merupakan cara untuk mencegah obesitas dan menjaga kesehatan jantung, yaitu dengan konsumsi kaya akan karbohidrat kompleks, seperti produk gandum utuh, sayur, buah, dan makanan lain yang berindeks glikemik rendah (Sizer, 2006). Disisi lain, makanan berkarbohidrat dengan indeks glikemik tinggi, seperti gula, menurut beberapa data penelitian menunjukkan hubungan yang postif dengan peningkatan adipose Bray dan Bouchard (2008).
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
5
Metode Penelitian Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi survey analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkorelasi dengan efek yang terjadi pada subyek penelitian dalam waktu bersamaan (Rothman, 1998). Penelitian dilaksanakan di Kantor Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI Jakarta. yang dilakukan pada bulan April-Mei 2013. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan atas dasar hasil survey awal yang telah dilaksanakan sebelumnya. Populasi dan Sampel Penelitian Sasaran populasi adalah seluruh pegawai negeri sipil pria yang bekerja di Kantor Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Jakarta. Jumlah seluruh populasi di lokasi penelitian sebesar 437 orang. Rentang usia pada populasi dibatasi pada usia 18-55 tahun (usia dewasa muda hingga menjelang dewasa akhir). Sampel yang dijadikan subyek penelitian dengan kriteria inklusi, yaitu pegawai berstatus aktif, berusia antara 18-55 tahun. Perhitungan besar sampel untuk penelitian ini menggunakan uji hipotesis beda 2 proporsi. Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel minimal (n) untuk penelitian, yaitu 60 orang. Jumlah tersebut dikalikan dua karena ingin dilihat perbedaan dari dua proporsi (60x2) dan ditambah 10% untuk mengantisipasi adanya responden yang tidak dapat hadir, sehingga didapatkan sejumlah sampel sebanyak 132 orang. Cara Pengambilan Sampel Penentuan dan pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Setiap unit dalam gedung Kantor Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan diambil sejumlah sampel secara proporsional. Variabel Penelitian Penelitian ini menempatkan obesitas dalam persen lemak tubuh sebagai variabel dependen. Beberapa variabel independen yang diukur antara lain karakteristik individu (umur, tingkat pendidikan, pengetahuan obesitas), gaya hidup (kebiasaan lembur, aktivitas fisik, dan status merokok), dan asupan gizi (energi, protein, lemak karbohidrat, dan serat). Cara Pengumpulan Data Obesitas Persen lemak tubuh: diukur dengan menggunakan alat bioelectric impedance analyzer (BIA) merk Omron HBF-300, dimana responden diminta untuk menggenggam alat BIA dengan kedua tangan secara horizontal. Pengukuran dilakukan dengan posisi berdiri tegak dan tidak
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
6
menggunakan benda-benda berat dan aksesoris yang terbuat dari logam yang dapat mengurangi keakuratan pengukuran. Untuk mengetahui nilai persen lemak tubuh, responden memasukkan Identitas (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan) pada BIA. Hasil ukur persen lemak tubuh akan dikategorikan. Sebelum dikategorikan, terlebih dahulu dilakukan analisis sensitivitas dan spesifisitas dengan uji ROC untuk mengetahui besar cut off point obesitas pada populasi penelitian. Karakteristik Individu Umur
diukur menggunakan pengisian kuesioner. Menurut Garrow (1993), umur
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu umur yang berisiko tinggi mengalami obesitas (≥ 35 tahun) dan usia tidak berisiko tinggi mengalami obesitas (< 35 tahun). Tingkat pendidikan diukur menggunakan kuesioner oleh responden, kemudian dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu tingkat pendidikan rendah (SMA kebawah) dan tingkat pendidikan tinggi (perguruan tinggi). Pengetahuan tentang obesitas diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang berisi 10 pertanyaan yang diadopsi dari Swift (2005) tentang pengetahuan mengenai obesitas dan dampaknya bagi kesehatan. Skor benar untuk masing-masing pertanyaan diberikan poin 1. Hasil ukur kemudian akan dikategorikan berdasarkan mean populasi. Gaya Hidup Kebiasaan lembur responden diukur menggunakan kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan tentang frekuensi lembur (dalam satuan jam) responden selama 1 bulan terakhir, kemudian akan dikategorikan berdasarkan median populasi. Aktivitas fisik diukur dengan pengisian kuesioner yang diadaptasi dari kuesioner aktivitas fisik GPAQ (WHO, 2006). Hasil ukur aktivitas fisik ditentukan berdasarkan kategori MET-menit/minggu yang terdiri dari tiga kelompok, yakni aktivitas rendah, sedang, dan tinggi (WHO, 2006). Status merokok diukur dengan pengisian kuesioner. Hasil jawaban kemudian dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu bukan perokok, pernah merokok (bila responden sudah berhenti merokok setidaknya sejak 6 bulan terakhir), dan perokok (McGovern, 2011). Analisis Data Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi variabel dependen (obesitas) dan variabel independen dalam bentuk tabel frekuensi menggunakan software komputer. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel independen dengan variabel dependen. Untuk menilai hubungan antara variabel kategorik (dependen) dan kategorik (independen) menggunakan uji Chi-Square (X2) dengan tingkat kemaknaan 95% (⍺=0,05). Hasil analisis dimana nilai P<⍺ menunjukkan bahwa ada
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
7
hubungan antara variabel independen dan dependen, hasil nilai P>⍺ menyatakan tidak ada hubungan. Analisis ROC seringkali digunakan untuk menentukan cut off point yang optimal dalam mengambil suatu keputusan (Westin, n.d.). Uji ROC pada penelitian ini dilakukan untuk menentukan cut off point nilai persen lemak tubuh untuk kemudian dijadikan dua kategori, yaitu obesitas dan tidak obesitas. Dalam uji ROC, terdapat kurva ROC memberikan beberapa nilai batas yang dapat dijadikan cut off point (Maupomé, 2004). Kurva ROC menyajikan nilai sensitivitas yang digambarkan dengan sumbu vertikal dan spesifisitas yang digambarkan dengan sumbu horizontal guna menilai kemampuan suatu tes dalam mendiagnosis suatu kasus atau penyakit (Westin,n.d.). Semakin tinggi sensitivitas dan spesifisitas mendekati nilai 1, maka semakin baik kemampuan suatu tes membedakan antara kasus (sakit) dan bukan kasus (tidak sakit) (Maupomé, 2004). Nilai sensitivitas dan spesifisitas biasanya disertai dengan indikator lainnya, seperti predictive value dan likelihood ratio yang juga dipakai untuk menilai kemampuan sebuah tes dalam mendiagnosis penyakit atau kondisi tertentu. Area bawah kurva (AUC) pada kurva ROC digunakan untuk mengukur keakuratan suatu prosedur tes. dimana nilai AUC yang mendekati 1, menunjukkan semakin akurat suatu tes dalam mendiagnosis kasus (Maupomé, 2004). Ambang batas (cut off point) persen lemak tubuh yang tergolong obesitas kemudian dipilih dari nilai sensitivitas dan spesifisitas yang sama-sama tinggi. Hasil Penelitian Uji Receiver Operating Chracteristic (ROC) Pada penelitian digunakan uji receiver operating characteristic ROC yang bertujuan untuk menentukan cut off point persen lemak tubuh (yang tergolong obesitas) dengan menggunakan alat ukur BIA. Besar cut off point ditentukan berdasarkan nilai sensitivitas dan spesifisitas pada hasil uji ROC. BIA Reference Value
Gambar 1. Kurva ROC
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
8
Kurva ROC menunjukkan area under curve ROC sebesar 0,861 dengan rentang 0,8010,921 pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa BIA memiliki keakuratan yang tergolong baik karena nilainya mendekati nilai 1 pada kurva. Gambar 1 menunjukkan area bawah kurva dan nilai sensitivitas dan spesifisitas pada beberapa cut off point persen lemak tubuh ditunjukkan pada tabel dibawah ini Tabel 1. Nilai Sensitivitas, Spesifisitas Beberapa Cut off point Cut off point
Sensitivitas
1-Spesifisitas
23,950
0,792
0,232
24,100
0,792
0,220
24,450
0,755
0,207
24,800
0,717
0,207
24,950
0,698
0,207
25,100
0,679
0,207
25,250
0,660
0,207
Tabel 2. Perbandingan Nilai Sensitivitas, Spesifisitas, Predictive value, dan Likelihood ratio Indikator
Cut off 24,1%
Cut off 25%
Sensitivitas
79,2%
67,9%
Spesifisitas
78%
79,3%
Positive predictive value (PPV)
70%
68%
Negative predictive value (NPV)
85%
79,3%
Likelihood ratio (+)
3,7
3,3
Likelihood ratio (-)
0,26
0,4
Dari tabel 2, terdapat beberapa nilai sensitivitas dan spesifisitas pada setiap ambang batas (cut off point). Pada cut off point 24,1%, nilai sensitivitas menunjukkan angka paling tinggi dibandingkan nilai-nilai dibawahnya yaitu 0,792 (79,2%), namun spesifisitas menunjukkan penurunan dibanding nilai dibawahnya (78%). Positive dan negative predictive value tergolong tinggi sebesar 70% dan 85%, nilai likelihood ratio (+) sebesar 3,6 dan likelihood ratio (-) 0,26. Bila dibandingkan dengan cut off point yang umumnya dijadikan standar persen lemak tubuh pada pria (25%), nilai sensitivitas menurun (67,9%) diikuti peningkatan nilai spesifisitas (79,3%), positive dan negative predictive value masih lebih rendah dibandingkan cut off point penelitian sebesar 68% dan 79,3%, serta LR (+) yang lebih rendah yaitu 3,3 dan LR (-) lebih tinggi (0,4). Dari hasil sensitivitas, spesifisitas, dan beberapa indikator lainnya,
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
9
nilai batas persen lemak tubuh 24,1% tergolong lebih baik untuk dijadikan cut off point optimal pada penelitian ini. Analisis Univariat
Tabel 3. Hasil Analisis Univariat No. 1
Variabel Persen Lemak Tubuh
Kategori
N
%
Obesitas (≥24,1%) Tidak Obesitas (<24,1%)
60 75
44,4 55,6
2
Usia
≥ 35 Tahun < 35 Tahun
49 86
36,3 63,7
3
Pengetahuan
4
Tingkat Pendidikan
69 66 88 38 8 1
51,1 48,9 65,2 28,1 6 0,07
5
Kebiasaan Lembur
Kurang≤ 5 Baik > 5 Sarjana Diploma SMA SD Sering (> 8 Jam) Jarang (≤ 8 Jam)
58 77
43,0 57,0
6
Status Merokok
7
Aktivitas Fisik
8
Asupan Energi
9
Asupan Protein
10
Asupan Lemak
11
Asupan Karbohidrat
12
Asupan Serat
Bukan Perokok Pernah Merokok Perokok Rendah Sedang Tinggi Lebih Cukup Lebih Cukup Lebih Cukup Lebih Cukup Kurang Cukup
79 23 33 63 51 21 11 124 66 69 39 96 4 131 131 4
58,5 17,0 24,4 46,7 37,8 15,6 8,1 91,9 48,9 51,1 28,9 71,1 3 97 97 3
Setelah dilakukan uji ROC, persen lemak tubuh dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu obesitas (≥24,1%) dan tidak obes (<24,1%). Responden dengan persen lemak tubuh yang tergolong obesitas hampir mencapai setengah dari total responden penelitian. Rata-rata persen lemak tubuh seluruh sampel sebesar 22,9%. Dari tabel 3, Partisipan dengan usia yang berisiko obesitas (≥ 35 tahun) memiliki prevalensi lebih rendah dibandingkan yang tidak berisiko obesitas (< 35 tahun). Nilai tengah usia pada populasi sebesar 31 tahun, dengan usia
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
10
termuda 22 tahun dan tertua 54 tahun. Hampir seluruh responden menyandang gelar sarjana, kemudian diikuti dengan gelar diploma, dan hanya sebagian kecil yang berstatus pendidikan terakhir SMA kebawah. Setengah dari seluruh responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang obesitas dan dampaknya. Dari tabel 3 dapat diketahui, lebih banyak responden yang kurang pengetahuan mengenai obesitas dan dampaknya bagi kesehatan. Rata-rata skor pengetahuan pada populasi penelitian sebesar 5. Dari seluruh responden, hampir setengah dari total responden tergolong sering lembur dalam satu bulan terakhir. Responden yang sering lembur lebih sedikit dibandingkan yang jarang. Nilai median jam lembur sebesar 8 jam dalam sebulan terakhir. Responden dengan tingkat aktivitas rendah lebih banyak dibanding responden yang beraktivitas sedang dan tinggi. Dari tabel 3 diketahui kelompok yang tergolong tidak pernah merokok lebih besar jumlahnya dibanding kelompok pernah merokok dan perokok. Rata-rata batang rokok yang dihisap sehari pada kelompok perokok sebanyak 10 batang per hari. Dari tabel 3 diketahui hanya sejumlah kecil responden memiliki asupan energi yang lebih, dan hampir seluruhnya memiliki asupan energi yang cukup. Rata-rata asupan energi sebesar 1764 kkal (74% AKG). Prevalensi responden dengan asupan protein lebih cukup besar karena hampir mencapai setengah dari total populasi penelitian. Rata-rata asupan protein pada populasi penelitian sebesar 60,5 gram. Responden yang memiliki asupan lemak yang tergolong lebih jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pada kelompok dengan asupan lemak yang tergolong cukup. Rata-rata asupan lemak 33,2% dari total asupan energi harian. Dari tabel 3 diketahui bahwa prevalensi responden dengan asupan karbohidrat sangat kecil dibandingkan dengan prevalensi responden dengan karbohidrat cukup. Rata-rata asupan karbohidrat sebesar 52,1% dari total energi harian. Hampir seluruh responden memiliki asupan serat kurang dari anjuran. Nilai median asupan serat pada populasi penelitian sebesar 6,7 gram.
Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat No.
Variabel Independen
Obesitas Ya
1.
2.
Usia ≥ 35 Tahun < 35 Tahun Tingkat Pendidikan Tinggi Rendah
Nilai P-Value
Odds Ratio (OR)
7,154
Tidak %
N
%
n
36 24
73 27,9
13 62
26,5 72,1
0,0005*
55
43,7
71
56,3
0,510
5
55,6
4
44,4
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
0,620
11
Tabel 4. Lanjutan Variabel Independen
Obesitas Ya
3.
4.
5.
6.
7
8.
9.
10.
11.
Kebiasaan Lembur Sering (> 8 Jam) Jarang (≤ 8 Jam) Status Merokok Bukan Perokok Pernah Merokok Perokok Pengetahuan Kurang Baik Aktivitas Fisik Rendah Sedang Tinggi Asupan Energi Lebih Cukup Asupan Protein Lebih Cukup Asupan Lemak Lebih Cukup Asupan Karbohidrat Lebih Cukup Asupan Serat Kurang Cukup
Tidak
Nilai P-Value
Odds Ratio (OR)
0,8
1,161
n
%
n
%
27 33
46,6 42,9
31 44
53,4 57,1
32 10 18
40,5 43,5 54,5
47 13 15
59,5 56,5 45,5
37 23
53,6 34,8
32 43
46,4 65,2
33 19 8
52,4 37,3 38,1
30 32 13
47,6 62,7 61,9
9 51
81,8 41,1
2 73
18,2 58,9
38 22
57,6 31,9
28 47
42,4 68,1
0,005*
2,899
28 32
71,8 33,3
11 64
28,2 66,7
0,0005*
5,091
2 58
50,0 44,3
2 73
50,0 55,7
1
1,259
58 2
72,7 50,0
73 2
55,7 50,0
1
0,795
OR1: 0,567 0,393
0,043*
0,221
0,012*
OR 2: 0,641
2,162 OR 1: 1,787 OR 2= 0,965
6,441
Hasil menunjukkan adanya hubungan antara usia dengan obesitas menurut persen lemak tubuh (p=0,0005), dengan odds ratio (OR) sebesar 7. tidak ada hubungan ditemukan antara tingkat pendidikan dengan obesitas menurut persen lemak tubuh (p=0,510). Ada hubungan antara pengetahuan mengenai obesitas dengan kejadian obesitas menurut persen lemak tubuh (p=0,04), dengan derajat hubungan (OR) sebesar 2,162. Tidak ada hubungan ditemukan antara kebiasaan lembur dan obesitas menurut persen lemak tubuh (p=0,8). Tidak ada hubungan juga ditemukan antara aktivitas fisik dengan obesitas menurut persen lemak tubuh (p=0,221). Begitu pula dengan status merokok, hasil uji chi-square menunjukkan tidak ada hubungan antara status merokok dengan obesitas menurut persen lemak tubuh (p=0,393). Dari tabel 4 menunjukkan ada hubungan antara asupan energi dengan obesitas menurut persen lemak tubuh (p=0,012), dengan OR sebesar 6,441. Terdapat hubungan antara asupan protein dengan obesitas menurut persen lemak tubuh (p=0,005) dengan derajat hubungan (OR) sebesar 2,899. Ada hubungan antara asupan lemak dengan obesitas menurut persen lemak
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
12
tubuh (p=0,0005), dengan nilai OR sebesar 5,091. Tidak ada hubungan yang signifikan ditemukan antara asupan karbohidrat dengan obesitas menurut persen lemak tubuh (p=1). Begitu juga dengan asupan serat, tidak diperoleh adanya hubungan antara asupan serat dengan obesitas menurut persen lemak tubuh (p=1). Pembahasan Kurva receiver operating characteristic (ROC) pada gambar 1 menunjukkan nilai area under curve (AUC) sebesar 86,1%. Nilai AUC pada penelitian ini tergolong baik karena mendekati nilai 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa BIA tergolong baik untuk mengukur obesitas dan akurat untuk menentukan nilai cut off point persen lemak tubuh antara kelompok obesitas dan bukan obesitas. Nilai sensitivitas pada cut off point penelitian ini tergolong lebih tinggi dibandingkan cut off point 25%, menunjukkan kemampuan BIA untuk mendeteksi kelompok yang benar-benar mengalami obesitas lebih baik. Spesifisitas pada cut off point penelitian lebih rendah dibandingkan cut off point 25%, dengan begitu dapat menimbulkan tingginya false positive, yang berarti banyak hasil tes positif yang sebenarnya bukan kasus (tidak obesitas). Pada penelitian ini, rendahnya spesifisitas ditandai sedikit meningkatnya angka false positive, hal tersebut memberikan dampak yang tidak merugikan karena dapat dijadikan sebagai upaya pencegahan untuk menekan prevalensi obesitas dengan jalan menghindari kelompok yang tidak obesitas berkembang menjadi obesitas. Pada cut off point 24,1%, nilai positive predictive value (PPV) lebih besar dibandingkan cut off point 25%. Hasil tersebut menunjukkan kemampuan yang lebih besar pada cut off point 24,1% untuk meyakinkan bila pengukuran BIA menunjukkan hasil positif, maka peneliti lebih yakin bahwa orang/kelompok tersebut benar-benar mengalami obesitas. Nilai negative predictive value (NPV) pada cut off point penelitian juga menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan cut off point 25%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada cut off point 24,1%, pada kelompok yang hasil tesnya negatif, peneliti lebih yakin bahwa kelompok tersebut tidak obes. Indeks lainnya, yaitu likelihood ratio (LR), yang terdiri dari likelihood ratio (+) dan likelihood ratio (-). Nilai LR+ pada cut off penelitian lebih tinggi dibandingkan pembandingnya 25% dan nilai LR- pada penelitian ini lebih rendah. Semakin besar nilai LR+ dan semakin rendah nilai LR(-), semakin baik hasil pengukuran mendiagnosis suatu penyakit atau kasus, yang artinya semakin baik BIA dalam mendeteksi obesitas. Dari beberapa indikator validitas yang telah disebutkan menunjukkan bahwa pada tingkat populasi penelitian, nilai persen lemak tubuh 24,1% lebih baik untuk dijadikan ambang batas obesitas bila merujuk pada IMT 27 dibandingkan dengan nilai pada umumnya saat ini yaitu
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
13
25%. Studi yang dilakukan di Cina dan Jepang menunjukkan nilai yang hampir sama dengan penelitian ini dalam penentuan cut off point persen lemak tubuh yang tergolong obesitas, sebesar 24,25% dan 24% pada pria. Nilai tersebut juga disertai dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular (Ling Li et al, 2012; Ito et al, 2003). Prevalensi obesitas menurut persen lemak tubuh pada populasi ini sebesar 44,4%, tidak jauh berbeda dengan prevalensi populasi pria di Korea (41,8%) (Kim, 2011). Nilai persen lemak tubuh yang digunakan pada penelitian ini lebih rendah (24,1%) dari yang diajukan oleh Gallagher (2000) bagi populasi di Amerika (25%). Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara usia dengan obesitas menurut persen lemak tubuh, dimana pada kelompok usia berisiko, peluang untuk terjadi obesitas meningkat 7 kali lipat dibandingkan kelompok yang tidak berisiko. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatmah dan Nasution pada tahun 2011 mendukung hasil penelitian ini. Seiring dengan bertambahnya usia, massa tulang ditemukan akan berkurang, sedangkan massa lemak secara nyata meningkat, dimana secara bertahap akan mengalami penurunan pada usia 80 tahun. Pada penelitian tersebut juga ditemukan adanya penurunan tingkat aktivitas fisik seiring bertambahnya usia, hal tersebut pada akhirnya meningkatkan peluang bertambahnya massa lemak hingga menimbulkan penimbunan lemak. Hasil analisis untuk tingkat pendidikan menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan obesitas menurut persen lemak tubuh. Hasill ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan pegawai, maka semakin kecil risiko untuk mengalami obesitas. Alasan hal tersebut dapat disebabkan tingkat pendidikan juga mempengaruhi pengetahuan seseorang mengenai gizi, dimana hal ini dapat mempengaruhi asupan makanan dan pilihan makanan yang dikonsumsi semakin baik (Wardle et al, 2000). Berbeda dengan hasil penelitian ini, penelitian Fatmah dan Nasution (2011) tidak sejalan dengan hasil penelitian ini. yang menunjukkan bahwa kelompok dengan pendidikan tinggi memiliki lebih besar mengalami obesitas dibandingkan dengan kelompok dengan tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini dapat disebabkan karena tingkat pendidikan responden mempengaruhi besar penghasilan, sehingga kemampuan dalam hal daya beli makanan juga jauh lebih tinggi. Pengetahuan mengenai obesitas berhubungan dengan obesitas menurut persen lemak tubuh, kelompok dengan pengetahuan yang kurang berisiko 2 kali lebih tinggi untuk mengalami obesitas. Penelitian yang dilakukan Roselly (2008) sejalan dengan hasil penelitian ini. Penelitian yang dilakukan Swift (2008) terkait dengan pengetahuan mengenai obesitas, diperoleh hasil penurunan berat badan yang lebih besar pada partisipan dengan pemahaman yang kuat mengenai obesitas dan dampaknya terhadap kesehatan. Hasil lainnya
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
14
mengemukakan bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang, semakin tinggi pula konsumsi buah dan sayur (Wardle et al, 2000). Tidak ada hubungan ditemukan antara kebiasaan lembur dengan obesitas menurut persen lemak tubuh, sejalan dengan penelitian yang dilakukan Choi, et al. (2010). Kebiasaan lembur dapat diasosiasikan dengan tingkat aktivitas fisik, dimana para pekerja lembur diasumsikan memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah karena kelelahan, sehingga peluang untuk mengalami obesitas lebih tinggi (Han et al, 2011). Namun pada penelitian ini kelompok yang tergolong sering lembur memiliki tingkat aktivitas fisik tinggi yang lebih besar dibandingkan kelompok yang jarang. Pada akhirnya, kebiasaan lembur yang sering tidak dapat sepenuhnya menjadi tolok ukur penentu obesitas, bila mereka yang sering lembur rutin melakukan aktivitas fisik atau berolahraga. Tidak ada hubungan ditemukan antara aktivitas fisik dengan obesitas menurut persen lemak tubuh, sejalan dengan penelitian lain (Zanovec, 2009), namun berbeda dengan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik berhubungan terbalik dengan massa lemak tubuh (Kromhout et al., 1988; Yao et al, 2002; Koppes, 2008). Meskipun hasil penelitian ini tidak berhubungan, namun terdaat kecenderungan pada kelompok dengan tingkat aktivitas rendah memiliki prevalensi obesitas lebih besar (52,4%) dibanding mereka dengan aktivitas sedang dan tinggi (37,3% dan 38,1%). Manfaat aktivitas fisik dan olahraga telah banyak diketahui dapat menurunkan risiko kejadian penyakit kardiovaskular, seperti tekanan darah dan kolesterol LDL (WHO, 2004). Status merokok tidak berhubungan dengan obesitas menurut persen lemak tubuh, sejalan dengan hasil yang diperoleh penelitian lain (Rachmawati, 2003). Berbeda dengan penelitian Kromhout (1988) yang menyebutkan pada golongan perokok, massa lemak tubuh lebih sedikit dibandingkan pada golongan non-perokok (bukan perokok dan mantan perokok). Penelitian ini menunjukkan pada golongan perokok, proporsi obesitas lebih besar terjadi dibandingkan pada bukan perokok dan mantan perokok. Penjelasan yang ada pada saat ini mengenai efek rokok terhadap berat badan terjadi akibat meningkatnya oksidasi lemak, pembakaran energi, dan penekanan nafsu makan pada mereka yang merokok, sehingga mengurangi risiko obesitas (Vinkness, 2011). Namun hasil penelitian ini tidak mampu membuktikan adanya hubungan antara status merokok dengan obesitas. Ada hubungan antara asupan energi dengan obesitas, dimana kelompok asupan energi lebih berisiko 6 kali lebih tinggi mengalami obesitas dibandingkan kelompok cukup, sejalan dengan penelitian lain yang menghubungkan antara asupan energi dan persen lemak tubuh (Nurfatimah, 2007; Adhi, 2012). Asupan energi terdiri dari komponen karbohidrat, protein,
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
15
dan lemak, dimana kelebihan energi yang tidak terpakai akan didepositkan dalam bentuk lemak tubuh, yang dalam jangka panjang akan meningkatkan massa lemak tubuh sehingga menyebabkan obesitas (Institute of Medicine, 2005). Ada hubungan ditemukan antara asupan protein dengan obesitas menurut persen lemak tubuh, dimana kelompok protein lebih berisiko sekitar 3 kali lebih besar untuk mengalami obesitas dibandingkan kelompok cukup. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian lainnya (Adhi, 2012; Roselly, 2008). Protein yang berasal dari hewan lebih cenderung meningkatkan massa lemak tubuh. Sehingga peningkatan massa lemak lebih mudah terjadi pada kelompok yang mengonsumsi protein tinggi, yang bersumber dari protein hewani (Vinkness et al, 2011). Jenis protein hewani yang disajikan dikantin ataupun rumah makan disekitar kantor pun cenderung mengandung lemak tinggi, seperti gulai kambing, ati ampela, dan makanan bersantan yang dapat meningkatkan massa lemak tubuh. Ada hubungan antara asupan lemak dengan obesitas, dimana kelompok dengan asupan lemak yang lebih berpeluang 5 kali lebih tinggi mengalami obesitas, sejalan dengan hasil beberapa penelitian sebelumnya (Adhi, 2012; Roselly, 2008). Bila asupan lemak meningkat, maka untuk menyeimbangkan komposisi lemak dalam tubuh, terjadi peningkatan simpanan lemak di dalam tubuh Westerterp et al (2008). Hal tersebut menyebabkan terjadinya perluasan jaringan adiposa yang lambat-laun akan menyebabkan tubuh menjadi lebih gemuk dan untuk mengkompensasi simpanan lemak yang menumpuk, tubuh akan menjadi obesitas (Nelson dan Tucker, 1996). Hasil penelitian menunjukkan asupan karbohidrat tidak berhubungan dengan obesitas. Hasil yang serupa diperoleh pada penelitian Roselly (2008). Proporsi pada kelompok dengan asupan karbohidrat lebih hanya sebesar 3%. Rendahnya persentase asupan karbohidrat lebih dapat disebabkan pengaruh underreporting.Disamping itu, sebuah teori menyatakan bahwa komponen lemak jauh lebih efisien untuk disimpan dalam tubuh dibanding karbohidrat dan energi yang berasal dari karbohidrat jauh lebih besar terbuang dibanding dari lemak tubuh (Dreon, 1988). Berbeda dengan hasil dari penelitian ini, Adhi (2012) menemukan bahwa ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan obesitas menurut persen lemak tubuh. Hasil tersebut didasari bahwa makanan atau minuman tinggi karbohidrat sederhana, seperti gula dapat memicu peningkatan berat badan (Dam, 2007). Hasil selanjutnya, tidak ada hubungan antara asupan serat dengan obesitas menurut persen lemak tubuh, selaras dengan hasil penelitian lain (Pujiati, 2010; Adhi, 2012). Asupan serat pada tingkat populasi penelitian tergolong kurang, hanya 3% memiliki asupan serat cukup. Sebuah studi mengemukakan bahwa kurang beraktivitas fiisk dan konsumsi serat yang rendah
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
16
menjadi faktor yang kuat dan berhubungan terhadap peningkatan massa lemak (Bloemberg, 2001). Hal ini tidak dapat dibuktikan pada penelitian ini dapat dikarenakan metode pengumpulan asupan makanan yang berbeda, dimana pada penelitian tersebut menggunakan metode food weighing. Konsumsi serat dapat mencegah asupan makan yang berlebihan dengan cara menimbulkan rasa kenyang sehingga menurunkan asupan makan, khususnya makanan tinggi lemak (Dreon, 1988). Kesimpulan dan Saran Dari hasil penelitian dapat disimpulkan besar cut off point persen lemak tubuh yang tergolong obesitas pada populasi sebesar 24,1%. Variabel usia, pengetahuan, asupan energi, asupan protein, dan asupan lemak berhubungan dengan obesitas menurut persen lemak tubuh. Menurut karakteristik individu, responden yang berusia ≥35 tahun berisiko 7 kali lebih tinggi mengalami obesitas dan responden dengan pengetahuan yang kurang mengenai obesitas berisiko 2 kali lebih tinggi mengalami obesitas menurut persen lemak tubuh. Hasil analisis asupan gizi menunjukkan responden dengan kelebihan asupan energi berisiko 6 kali lebih tinggi mengalami obesitas, responden dengan kelebihan asupan protein berisiko 3 kali lebih tinggi, dan responden dengan kelebihan asupan lemak berisiko 5 kali lebih tinggi mengalami obesitas menurut persen lemak tubuh. Disarankan bagi penelitian selanjutnya agar mengembangkan penelitian untuk menentukan cut off point persen lemak tubuh dari populasi/etnis yang berbeda di Indonesia sehingga dapat ditilik perbedaan antar persen lemak tubuh yang kemungkinan dipengaruhi etnis serta mengikutsertakan populasi wanita sebagai subyek. Disamping itu nilai persen lemak tubuh masih sangat minim dihubungakan dengan risiko penyakit jantung di Indonesia. Oleh karena itu sangat dianjurkan bagi penelitian selanjutnya untuk menganalisis hubungan antara cut off point obesitas menurut persen lemak tubuh dengan faktor risiko kardiovaskular atau sindrom metabolik, seperti dyslipidemia, diabetes mellitus, dan lainnya. Bagi para pegawai disarankan untuk dapat lebih memperhatikan jenis makanan, dengan memilih makanan yang kaya akan serat serta mengurangi makan-makanan berlemak tinggi seperti gorengan, jeroan, makanan bersantan, dsb. Meskipun secara statistik tidak diperoleh adanya hubungan antara aktivitas fisik dan obesitas, namun terdapat kecenderungan responden yang kurang beraktivitas lebih banyak mengalami obesitas dibandingkan dengan yang cukup beraktivitas. Aktivitas olahraga rutin disarankan setidaknya 3 kali seminggu. Kebiasaan olahraga dapat dimulai dengan mengikuti olahraga/senam rutin pagi hari yang diadakan dikantor setiap seminggu sekali untuk menjaga tubuh dari gangguan kesehatan yang dapat berakibat pada penurunan produktivitas kerja.
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
17
Daftar Pustaka Adhi, Dwi Hantoro. (2012). Asupan zat gizi makro, serat, indeks glikemik pangan hubungannya dengan persen lemak tubuh pada polisi laki-laki kabupaten purworejo tahun 2012. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Bloemberg, B D, Kromhout, JC Seidell, A Nissinen, dan A Menotti. (2001). Physical activity and dietary fiber determine population body fat levels: the Seven Countries Study. International Journal of Obesity (2001) 25, 301 – 306. Bray, George A. dan Claude Bouchard. (2008). Handbook of obesity : clinical applications. New York: Informa Healthcare USA, Inc. Choi, BongKyoo, et al. (2000). Sedentary work, low physical job demand, and obesity in us workers. Am. J. Ind. Med. 2010 Wiley-Liss, Inc. Depkes RI. (2008). Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Depkes RI. (2010). Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Donini, Lorenzo Maria, et al. (2013). How to estimate fat mass in overweight and obese subjects. International Journal of Endocrinology. Dreon, Darlene M, et al. (1988). Dietary fat:carbohydrate ratio and obesity in middle-aged men. Am J Clin Nutr l988;47:995-100. Dam, RM van dan and JC Seidell. (2007). Carbohydrate intake and obesity. European Journal of Clinical Nutrition (2007) 61 (Suppl 1), S75–S99. Fatmah dan Yusran Nasution. (2011). Light physical activity increased body fat percentage. Univ Med 2011;30:45-53. Gallagher, Dympna, Steven B Heymsfield, Moonseong Heo, Susan A Jebb, Peter R Murgatroyd, dan Yoichi Sakamoto. (2000). Healthy percentage body fat ranges: an approach for developing guidelines based on body mass index. Am J Clin Nutr 2000;72:694–701 Garrow, J.S dan James, W.P.T. (1993). Human nutrition and dietetics ninth edition. London: Churchill Livingstone. Han, K., Trinkoff, A. M., Storr, C. L., dan Geiger-Brown, J. (2011). Job stress and work schedules in relation to nurse obesity. The Journal of Nursing Administration, 41, 488495.
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
18
Hendrie, Gillian Anne,
John Coveney, dan David Cox. (2008). Exploring nutrition
knowledge and the demographic variation in knowledge levels in an Australian community sample. Public Health Nutrition: 11(12), 1365–1371. Institute of medicine of the national academies. (2005). Dietary reference intakes for energy, carbohydrate, fiber, fat, fatty acids, cholesterol, protein, and amino acids. Washington, DC: The national academic press. Ito, et al. (2003). Detection of cardiovascular risk factors by indices of obesity obtained from anthropometry and dual-energy X-ray absorptiometry in Japanese individuals. International Journal of Obesity (2003) 27, 232–237International Journal of Obesity (2003) 27, 232–237. Kim, Chul-Hyun, Hye Soon Park, Mira Park, Hyeoijin Kim, dan Chan Kim. (2011). Optimal cutoffs of percentage body fat for predicting obesity-related cardiovascular disease risk factors in Korean adults. Am J Clin Nutr 2011;94:34–9. Koppes, Lando L. J., Niels Boon, Astrid C. J. Nooyens, Willem van Mechelen, dan Wim H. M. Saris. (2009). Macronutrient distribution over a period of 23 years in relation to energi intake and body fatness. British Journal of Nutrition (2009), 101, 108–115. Kromhout, Daan, Wim HM Saris, dan Corrie H Horst. (1988). Energy intake, energy expenditure, and smoking in relation to body fatness: the Zutphen Study. Am J C/in Nutr l988;47:668 -74. Li, Ling, Chen Wang, Yuqian Bao, Liangpu Peng, Huilin Gu dan Weiping Jia. (2012). Optimal body fat percentage cut-offs for obesity in Chinese adults. Clinical and Experimental Pharmacology and Physiology (2012) 39, 393–398. Maupomé, Gerardo dan Pretty, Iain A. (2004). A closer look at diagnosis in clinical dental practice: part 1. reliability, validity, specificity and sensitivity of diagnostic procedures. J Can Dent Assoc 2004; 70(4):251–5. McGovern, J Audrain dan NL Benowitz. (2011). Cigarette smoking, nicotine, and body weight. Clin Pharmacol Ther. 2011 July ; 90(1): 164–168. doi:10.1038/clpt.2011.105. Nelson, Lisa H. dan Tucker, Larry A. (1996). Diet composition related to body fat in a multivariate study of 203 men. J Am Diet Assoc. 1996; 96:771-777. Nurfatimah, Hindiarti. (2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dan persen lemak tubuh (PLT) pada prajurit batalyon-33 cijantung jakarta timur tahun 2007. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Nakamura, K. (1998). Increases in body mass index and waist circumference as outcomes of working overtime. Occup. Med. Vol. 48, No. 3, pp. 169-173, 1998.
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
19
National Institutes of Health. (1994). Bioelectrical impedance analysis in body composition measurement: National Institutes of Health Technology Assessment Conference. Am J Clin Nutr 1996;64(suppl):524S-32S. Pujiati, Suci. (2010). Prevalensi dan faktor risiko obesitas sentral pada penduduk dewasa kota dan kabupaten indonesia tahun 2007. Thesis. Depok: Universitas Indonesia. Rachmawati, Amalia. (2003). Faktor-faktor yang berhubungan dengan persen lemak tubuh pada karyawan pria usia 40 tahun keatas di kantor pusat direktorat jenderal bea dan cukai tahun 2003. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Reis, Jared Paul. (2007). The influence of adiposity on mortality and cardiovascular risk. Dissertation. San Diego: University of California. Roselly, Nimas Ayu Arce. (2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan obesitas berdasarkan persen lemak tubuh pada pria (40-55 tahun) di kantor direktorat jenderal zeni TNI-AD tahun 2008. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Rothman, Kennteh J. dan Sander Greenland. (1998). Modern epidemiology second edition. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers. Vinkness, Kathrine, et al. (2011). Dietary intake of protein is positively associated with percent body fat in middle-aged and older adults. The journal of nutrition; Mar 2011; 141,3. Sizer, Frances Sienkiewicz dan Ellie Whitney. (2006). Nutrition: concepts and controversies 10 th edition. California: Thomson Wadsworth. Swift, Judy Anne, Cris Glazebrook, Abigail Anness, Rebecca Goddard. (2009) Obesityrelated knowledge and beliefs in obese adults attending a specialist weightmanagement service: Implications for weight loss over 1 year. Patient Education and Counseling 74 (2009) 70–76. Wardle, K. Parmenter dan J.Waller. (1999). Nutrition knowledge and food intake. Appetite (2000) 34, 269–275. Westerterp, Klaas R, Astrid Smeets, Manuela P Lejeune, Mirjam PE Wouters-Adriaens, dan Margriet S Westerterp-Plantenga. (2008). Dietary fat oxidation as a function of body fat. Am J Clin Nutr 2008;87:132-5. Westin, Lena Kallin. (n.d.). Receiver operating characteristic (ROC) analysis evaluating discriminance effects among decision support systems. Sweden: Department of Computing Science Umeå University. WHO. (2004). Global strategy on diet, physical activity and health. Geneva, World Health Organization.
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013
20
WHO. (2006). Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). Switzerland: Department of Chronic Diseases and Health Promotion World Health Organization WHO. (2009). Global health risks: mortality and burden of disease attributable to selected major risks. Switzerland: WHO Press. World Health Organization (WHO). 2012. World Health Statistics. Switzerland: WHO Press. Williams, Melvin H. (2002). Nutrition for health, fitness, and sport sixth edition. New York: McGraw-Hill. Yao, Manjiang. (2002). Relative influence of diet and physical activity on body composition in urban Chinese adults. Am J Clin Nutr 2003;77:1409–16. Zanovec, Michael,
Anantha P. Lakkakula, Lisa G. Johnson, Georgianna Turri. (2009).
Physical activity is associated with percent body fat and body composition but not body mass index in white and black college students. Int J Exerc Sci 2(3): 175-185, 2009
Hubungan antara ..., Karina Astheria, FT UI, 2013