karena kita begitu istimewa
Cantik
Satu
Soraya Renata, sosok perempuan menarik dan sempurna dari segala aspek. Kecerdasannya mampu menjadikan ia sebagai pusat perhatian. Caranya bergaul memberikan daya tarik tersendiri. Segala fasilitas hidup yang ia punya, komplit. Bagi orang yang melihatnya, ia hidup dalam sebuah kesempurnaan. Ata, biasa ia dipanggil. Ada beberapa temannya sering membuat panggilan sendiri, terkadang Soya, Raya-raya, bahkan ada yang memanggilnya dengan nama grup dangdut legendaris Indonesia, Soneta.
2
Kesempurnaan hidupnya itu tidak membuatnya besar kepala, ia dikelilingi banyak teman dan juga banyak yang mengidolakannya, tentu saja. Dan, orangtua yang menyayanginya. Ata adalah seorang pendatang baru di salah satu perusahaan televisi swasta nasional. Profesinya sebagai news anchor membuat ia harus selalu tampil prima. Baik secara penampilan maupun tindak tanduk perilakunya. Ia mulai dikenal banyak orang melalui penampilannya di layar kaca, meski baru bergabung di stasiun televisi swasta nasional ini, kemampuan Ata tak perlu diragukan lagi. Di samping dunia kuliahnya yang telah menempa Ata menjadi seorang lulusan sarjana yang matang, keaktifannya dalam beberapa komunitas sosial juga telah mampu mengisi otaknya mengenai berbagai wawasan dan ilmu pengetahuan. Serta pengalaman kerjanya sebagai news anchor televisi lokal cukup menjadi modal baginya untuk menjajal televisi nasional. Wajar saja jika Ata mampu mencuri perhatian pemilik stasiun televisi swasta nasional, produser pemberitaan, pimpinan redaksi, dan news anchor senior yang saat itu bertindak sebagai tim yang mengaudisi di setiap kota. Dan, 3
terpilihlah Soraya Renata, seorang putri daerah dari Makassar. Keberhasilannya ini memaksa ia harus pindah ke ibukota, jauh dari keluarga dan tanah kelahirannya. Semoga bekalnya cukup untuk bertarung di tengah godaan ibukota. Ayah dan ibunya berpesan, “Jika orang lain mampu menundukkan ibukota, mengapa Ata tidak.” Pesan orangtuanya itu, telah cukup membuat Ata bersemangat untuk menaklukkan Jakarta. “Aku datang, Monas. Please be good, yah,” ketik Ata dalam akun social media-nya menjelang keberangkatan Ata dari bandara Internasional Sultan Hasanudin. Selama ini, Ata tidak pernah bermimpi untuk menginjakkan kaki di tanah Jawa dan mengejar karier di sana. Ia cukup puas dengan apa yang sudah ia capai di tanah kelahirannya. Ata tidak berani bermimpi lebih jauh, karena ia khawatir orangtuanya tak memberikan izin itu. Ata menyadari keberadaannya sebagai satu-satunya harapan orangtuanya. Betapa sepinya rumah itu jika hanya dihuni oleh kedua orangtuanya saja.
4
Namun, ternyata semua ketakutan Ata tak beralasan. Ketika kedua orangtuanya mengetahui keberhasilan Ata, dukungan seratus persen menjadi milik Ata. “Berangkatlah, Nak. Ayah dan Ibu merestui, dengan satu syarat, jaga diri baik-baik,” ujar ayah ketika Ata menyampaikan hasil audisinya. Kemudian dialihkan pandangannya ke arah ibunya, di sana terlihat senyuman tulus. Cukuplah sebagai bukti bahwa ibunya juga telah merestui. “Ata janji sama Ayah dan Ibu, Ata akan jaga diri baik-baik, dan Ata tidak akan mengecewakan Ayah dan Ibu. Ata akan buat Ayah dan Ibu bangga sama Ata,” jawab Ata mantap sambil memeluk kedua orangtuanya yang akan segera ia tinggal merantau. Dan hari ini, dengan menggunakan penerbangan pertama, Ata telah siap di kursi pesawat yang akan membawanya lepas landas. Dilambaikan tangannya ke arah jendela, entah pada siapa Ata melambai, atau hanya sekadar ‘say goodbye’ pada tanah kelahirannya. Lampu tanda bagi penumpang untuk menggunakan safety belt telah menyala. Terlihat beberapa pramugari berjalan ke arah penumpang seraya menawarkan permen berbagai macam rasa. 5
Pesawat mulai bergerak mundur, meninggalkan lokasi parkirnya. Tanpa sadar Ata menitikkan air mata, merasa ada sesuatu yang hilang. Kehilangan waktu bersama kedua orangtuanya, meninggalkan teman-temannya, namun ada harapan lain yang ia gariskan, agar ia mampu menghilangkan bayangan masa lalunya yang menyakitkan.
•♥•♥•
6