11
KARAKTERISTIK TANAH YANG DIOLAH SECARA STRIP BERIRIGASI BAWAH PERMUKAAN
Pendahuluan Tanah merupakan suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik. Bowles (1989) menyatakan bahwa tanah adalah sistem yang heterogen, berfase banyak, rumit bersifat dispersi serta sarang, dimana luas pertemuan antar fase per satuan volume bisa sangat besar. Kondisi dispersi dari tanah dan kegiatan antar fase akan menghasilkan peristiwa seperti adsorbsi air dan bahan kimia, pertukaran ion, adesi, pengembangan dan pengkerutan, dispersi dan penggumpalan dan kapilaritas tanah merupakan sistem dispersi tiga fase yang selalu berada dalam keseimbangan yang dinamis. Ketiga fase tanah terdiri dari fase padat yang menyusun matrik tanah, fase cair yang terdiri dari air tanah yang selalu mengandung bahan-bahan terlarut dan fase gas yaitu atmosfir tanah (Hillel 1998; Sapei et al. 1990). Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman harus bertekstur sedang sampai berat. Lapisan solum sebaiknya cukup dalam, kira-kira 60 cm, sehingga akar dapat dengan mudah masuk ke dalam. Struktur tanah baik dan mantap, tidak ada lapisan pedas yang tidak bisa ditembus oleh akar, tidak tergenang air dan tanah mampu menahan kapasitas air tersedia (available water capacity) yang cukup pada waktu musim kemarau (Mostaghimi dan Mcmahon 1989). Menurut Doorenbos dan Kassam (1979), kemampuan tanah untuk menahan air (water holding capacity) atau air tanah tersedia adalah total ketersediaan air untuk tanaman atau selisih antar kadar air tanah pada kondisi kapasitas lapang (pF 2.54) dengan kadar air pada titik layu permanen (pF 4.2). Kalsim dan Sapei (1992) menerangkan bahwa notasi pF merupakan logaritma dari nilai absolut head tekanan (h), pF = log (-h), secara teoritis nilai pF mempunyai selang dari - ∞ sampai 7, tetapi dari - ∞ sampai 0 umumnya diabaikan dan pada nilai diatas 5.0 tidak mempunyai pengertian praktis (tanaman umumnya mati pada pF 4.2). Hubungan antar sifat fisik tanah dan pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa aerasi merupakan faktor pembatas yang penting dalam pengembangan sistem perakaran tanaman. Keadaan aerasi yang kurang baik dapat merugikan dan
12
melemahkan proses respirasi yang mantap, memperlambat penyerapan air, dan makanan serta menghambat fungsi pengaturan proses biologis terutama sehubungan dengan kesuburan tanah. (Harjowigeno, 1986). Kadar air tanah berpengaruh terhadap perubahan sifat fisik tanah yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman. Hubungan air, udara dan tanah dapat dilihat pada sifat fisik tanah terutama pada porositas dan permeabilitas tanah. Koduktivitas hidrolik merupakan rasio terhadap gradien hidrolik atau kemiringan flux terhadap kurva gradien. Konduktivitas hidrolik mengatur kemampuan tanah untuk menaikkan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai konduktivitas hidrolik tanah adalah distribusi ukuran pori tanah, tekstur tanah, gaya gesek antar molekul air dan kekentalan air. Oleh karena itu konduktivitas hidrolik tanah sangat berbeda antara satu jenis dengan jenis yang lain, bahkan antar lapisan tanah. (Hillel 1998) Tekstur merupakan atribut tanah yang bersifat permanen dan alami. Sehingga tekstur tanah ini dijadikan sebagai ciri susunan fisik tanah (Sapei et al. 1990). Vermeiren dan Jobling (1980) menyatakan bahwa pada tanah dengan textur halus seperti liat dan lempung berliat, gaya-gaya kapiler berkerja kuat dan gaya gravitasi dapat diabaikan. Liat tidak hanya memiliki permukaan yang luas tetapi juga bermuatan negatif. Muatan negatif tersebut menyebabkan liat mempunyai kemampuan mengikat air lebih tinggi dan juga jumlah ruang pori mikro pada liat jauh lebih besar daripada jumlah ruang pori mikro diantara butiran pasir selingga gerak air dan udara dalam fraksi liat terhambat (Sarief 1985). Harjowigeno (2002) menambahkan bahwa karena halusnya butir-butir liat maka susunan butir-butirnya sangat rapat. Air dan udara sukar masuk didalamnya, artinya sukar merembeskan air dan air yang telah masuk akan sukar keluar, maka itu tanah liat lambat kering. Lahan bertekstur lempung berliat sebagian besar merupakan lahan marjinal yang berpotensi untuk pengembangan perbaikan teknologi pemanfaatan lahannya. Notohadiprawiro (2006) mengungkapkan tanah yang didominasi terkstur lempung dan liat seperti podsolik merah-kuning memiliki banyak permasalahan terkait dengan hampir semua sifatnya, yaitu; fisik, fisikokimia, kimia, biologi dan morfologi. Pengelolaan lahan marjinal (podsolik merah kuning) diharapkan meningkatkan nilai manfaat menjadi berproduktivitas secara berkelanjutan. Perbaikan karakteristik tanah
13
diperlukan suatu teknologi yang dapat bekerja secara serbacakup (comprehensive). Mostaghimi et al. (1989) menyatakan lapisan tanah bertekstur liat tinggi biasanya memiliki permeabilitas yang lambat. Aliran air pada tanah liat tersebut didominasi oleh aliran pori makro. Hukum Darcy menggambarkan aliran air pada pori kecil (micropores), namun dalam aplikasinya pergerakan air memerlukan pori-pori makro karena sifat grafitasinya merupakan gaya pengendali utama. (Hillel 1980). Bahan organik membantu mengikat butiran liat membentuk ikatan butiran yang lebih besar sehingga memperbesar ruang-ruang udara diantara ikatan butiran (Schjønning et al. 2007). Kandungan bahan organik yang semakin banyak menyebabkan air yang berada dalam tanah akan bertambah banyak. Bahan organik dalam tanah dapat menyerap air 2–4 kali lipat dari berat bobotnya yang berperan dalam ketersediaan air (Sarief 1985). Penambahan bahan organik dalam tanah dapat dilakukan dengan cara pemberian pupuk organik. Keuntungan dari penambahan pupuk organik ke dalam tanah tidak hanya terletak pada kadar unsur haranya saja tetapi juga mempunyai peranan lain ialah meinperbaiki keadaan struktur, aerasi, kapasitas menahan air tanah, mempengaruhi atau mengatur keadaan temperatur tanah dan menyediakan suatu zat hasil perombakan yang dapat membantu pertumbuhan tanaman (Purnomo et al. 1992). Sifat fisik tanah juga sangat penting dalam mempelajari pergerakan air dalam tanah yang pada akhirnya dapat dipergunakan dalam menentukan suatu efesiensi kinerja irigasi di lapangan. Menurut Israelsen dan Hansen (1962), ada enam buah konsep efisiensi irigasi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian air, efisiensi penyebaran air, efisiensi penampungan air, efisiensi penggunaan air dan efisiensi penggunaan air konsumtif. Efisiensi penyaluran air merupakan efisiensi tingkat pertama yang harus dipertahankan sebelum efisiensi lainnya diperoleh. Sifat fisik tanah dalam penelitian lanjut di Laboratorium diperlukan dalam mempelajari pergerakan air dalam tanah untuk menentukan suatu proses infiltrasi air dalam tanah atau model sebaran kadar air. Infiltrasi air dalam tanah pada sebuah media tanah kering yaitu berupa kolom tanah horisontal merupakan dasar metode untuk mengukur “fungsi difusi air” tanah. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Bruce dan Klute (1956), meliputi infiltrasi (absorbsi) air kedalam kolom
14
horizontal tanah diikuti oleh pengukuran sampel untuk mendapatkan distribusi kandungan air pada waktu yang tetap. Metode Bruce dan Klute (1956) berdasarkan bentuk transformasi difusi dari persamaan aliran tak jenuh Boltzman. Aliran horizontal membentuk persamaan diperlihatkan di bawah. =
( )
/1/
θ adalah kadar air (L3L-3), D adalah diffusi (L2T-1), x adalah koordinat spasial (L) dan t adalah waktu (T). Nielsen et al. (1962) menyatakan bahwa persamaan (1) secara tidak langsung menyakatan bahwa hukum Darcy cukup akurat untuk aliran tidak jenuh dan dapat menjadikan asumsi adanya hubungan unik antara kadar air dan “pressure head”. Kondisi awal dan batasan (boundary) untuk suatu infiltrasi horisontal dijelaskan bahwa kondisi kandungan air awal (initial condition) dan terikat (boundary) adalah θi dan θo dengan asumsi θi < θo. Penggunaan transformasi Boltzman: /
( )=
/2/
“partial differential” persamaan (1) ditransformasikan ke dalam persamaan “ordinary differential” : −
=
/3/
Kesatuan persamaan dan penggunaan kondisi persamaan initial condition dan boundary menjadi persamaan diffusi air tanah : ( )=−
/4/
atau, x pada titik waktu, t ; ( )=−
/5/
Pengumpulan data informasi mengenai sifat karakteristik tanah pada olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan bertujuan untuk: 1) Mendapatkan informasi data sifat fisik tanah untuk tanah yang tidak diolah (padat) dan yang diolah serta kinerja irigasi pada lahan yang dipilih serta membangun definisi strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan. 2) Mempelajari sifat penambahan kandungan bahan organik pada tanah berliat.
15
3) Mendapatkan nilai-nilai parameter yang dibutuhkan dalam memenuhi sifat fisik tanah penelitian guna disimulasikan pada model pergerakan air horizontal pada strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan.
Bahan dan Metode
Pengukuran sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah, Departemen Teknik Pertanian, Fateta-IPB, Bogor. Pengukuran efesiensi irigasi dilakukan di lahan petani di Desa Hambaro, Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Mei 2010 sampai dengan Februari 2011. Contoh bahan tanah uji diambil dari daerah Leuwiliang, Bogor. Bahan yang digunakan adalah contoh tanah tak terganggu dan tanah terganggu, larutan Natrium Hexametaphospate, larutan H202
6%, air destilasi dan aliran air. Alat yang
digunakan adalah oven, timbangan digital, alat-alat pengambil sampel tanah, three phase meter, falling head (untuk konduktivitas tanah jenuh), timbangan analitik, alat-alat pengukur distribusi partikel, gelas ukur, mistar, pressure membrane apparatus, alat-alat untuk membuat bak uji, stopwatch, hand sprayer, alat pengolah tanah, ember, ajir elektronik, moisturemeter, stopwatch, dan pot pengalir. Karakteristik tanah yang di ukur adalah: density of solids (mean particle density) (ρs), dry bulk density (ρb), total (wet) bulk density (ρt), dry specific volume (vb), porosity (f), void ratio (e), soil wetness, mass wetness (w), volume wetness (θ),water volume ratio (vw), derajat kejenuhan (s), air-failed porosity (fractinal air content) (fs), tekstur tanah menurut USDA, stabilitas agregat, kadar bahan organik tanah, konduktivitas hidrolik jenuh, difusifitas, dan konduktivitas hidrolik tidak jenuh Pengukuran sifat fisik tanah: pengukuran kadar air dilakukan dengan gravimetri (JIS A 1230-1978), konduktivitas hidrolik kondisi jenuh menggunakan cara falling head method, hubungan massa dan volume pada three phase, analisis ukuran partikel menggunakan standar JIS A 1204-1980, klasifikasi tekstur tanah mangacu pada USDA (US Departement of Agriculture) menggunakan segitiga tekstur. Diagram alir dari pengumpulan data sifat fisik tanah untuk dipergunakan di lapangan dan laboratorium serta simulasi model ditunjukkan sebagai berikut:
16
Pengujian sifat fisik tanah di Laboratorium
Sifat fisik tanah digunakan untuk di lapangan
Pengembangan irigasi
konsep
Sifat fisik tanah digunakan untuk di Laboratorium dan pembuatan simulasi model
efesiensi Uji Infiltrasi horisontal
Data sifat fisik tanah untuk kinerja irigasi
Data sifat fisik tanah untuk simulasi model pergerakan air dalam tanah
Karakteristik tanah dalam penelitian
Gambar 4 Diagram alir data sifat fisik tanah dalam penggunaan informasi karakteristik tanah untuk pengujian di lapangan dan Laboratorium Pengukuran kadar air dilakukan di laboratorium untuk menentukan jumlah air dalam suatu tanah dalam berat keringnya. Definisi lain kadar air adalah perbandingan berat air dengan berat total (berat air dan padatan) yang disebut kadar air basis basah. Pengeringan tanah memerlukan suhu 110 oC selama minimal 24 jam. (Sapei et al. 1990) Konduktivitas hidrolik merupakan konstanta yang proporsional berhubungan dengan kemudahan fluida/air lolos pada suatu media porus. Konduktivitas hidrolik menggunakan cara falling head method mengikuti hukum Darcy (Bowles 1986). Hubungan massa dan volume pada three phase digunakan sebagai karakter kondisi fisik tanah. Gambar 5 adalah skema representative hipotikal tanah volume dan massa pada three phase. Sebelah kanan menunjukkan massa yang terdiri atas massa udara (Ma) yang diabaikan jika dibandingkan massa padatan dan air, massa air (Mw), massa padatan (Ms) dan massa total (Mt). Volume ditunjukkan pada sebelah kiri diagram. Volume udara (Va), Volume air (Vw), Volume pori (Vf=Va+Vw), volume padatan (Vs) dan volume total (Vt). Berdasarkan diagram dasar ini, digunakan untuk menentukan properties/sifat-sifat fisik tanah (Hillel 1998). a) Density of solids (mean particle density) (ρs)
17
Kebanyakan tanah-tanah mineral memiliki Density of solids pada 2.6-2.7 g cm-3. Density of solid juga disebut dengan specific gravity, yaitu perbandingan kerapatan bahan terhadap kerapatan air pada suhu 4 oC dan tekanan 1 atmosfer. udara
air
padatan
Gambar 5 Skema diagram tanah sebagai three phase system
b) Dry bulk density (ρb) Dry bulk density mengekspresikan rasio antara massa tanah kering atau padatan dengan volume total tanah. Tanah pasir ρb bias dapat mencapai 1.6 g cm-3sedangkan pada tanah agregat lempung dan liat ρb mempunyai nilai lebih rendah yaitu 1.1 g cm-3. Dry bulk density dipengerahui oleh struktur tanah, seperti kelonggaran atau derajat pemadatan, pengembangan, penyusutan yang dipengerahui oleh kandungan liat dan tingkat kebasahan/kadar air. c) Total (wet) bulk density (ρt) Persamaan tersebut mengekspresikan total massa tanah basah per unit volume dimana wet bulk density sangat tergantung pada kadar air tanah. d) Dry specific volume (vb) Merupakan volume perunit massa tanah kering, dan dapat sebagai indeks pemadatan tanah. e) Porosity (f) Porositas merupakan indeks volume relatif pori-pori dalam tanah, nilainya berkisar antara 0.3~0.6 (30~60%).
18
f) Void ratio (e) Void ratio juga merupakan indek volume fraksi pori tanah, tetapi ini terkait dengan perbandingan volume pori dengan volume padatan. Keuntungan void ratio adalah perubahan volume pori hanya tergantung pada pembilang sendiri, dibandingkan porositas akan berubah baik pada pembilang maupun penyebut. g) Soil wetness Kadar air tanah dapat diekspresikan bermacam-macam bentuk misalnya i) relatif terhadap massa padatan; ii) relatif terhadap total massa; iii) relatif terhadap volume padatan; iv) relatif terhadap total volume dan
v) relatif
terhadap volume pori. h) Mass wetness (w) Mass wetness adalah perbandingan berat air dengan berat partikel tanah kering, sering juga disebut sebagai gravimetric water content. Pada tanah mineral yang dijenuhkan, w biasanya berkisar antara 25~60% tergatung pada bulk density. Tanah liat umumnya mempunyai kadar air jenuh yang lebih tinggi daripada tanah pasir. i) Volume wetness (θ) Volume wetness sering juga disebut volumetric water content atau volume fraction of soil water adalah persentase volume air terhadap volume total. Volume wetness sering digunakan pada bidang pertanian seperti infiltrasi, evapotranspirasi dan irigasi. j) Water volume ratio (vw) Water volume ratio merupakan perbandingan antara kandungan volume air dengan volume padatan. k) Derajat kejenuhan (s) Indeks ini mengekspresikan volume air relatif terhadap volume pori. Indeks berkisar antara 0 pada tanah kering hingga satu pada tanah jenuh. l) Air-filled porosity (fractinal air content) (fs) Nilai ini menunjukkan kandungan udara relatif terhadap volume total pada tanah. Nilai ini penting untuk indikator aerasi tanah.
19
Tabel 2 Jenis, metode, dan alat-alat yang digunakan dalam analisis di laboratorium No.
Jenis analisis
Fisik: 1 Tekstur tanah 2.
Metode
Alat yang digunakan
Pipet
Tabung sedimentasi, gelas piala, pipet, dll Ayakan
4
Stabilitas agregat, Pengayakan basah dan DMR, dan GMD kering Karakteristik/distribusi - Kurva pF pori - Bouma, Rao, dan Brown (2004) - Inggaramo et al. (2004) Bobot isi Blake dan Hartge (1986)
5
Bobot jenis partikel
Blake dan Hartge (1986)
6
Jumlah pori
7
Konduktivitas hidrolik jenuh
Perhitungan menggunakan BI dan BJP Falling head
Permeameter
Walkley dan Black
Alat-alat gelas
Kjeldahl P-Bray I NH4OAc pH 7.0 Gravimeter Ekstraksi H20 Ekstraksi H20, Murphy dan Raleigh Ekstraksi H20
Kjeldahl Tabung Spektrofotometer Flamefotometer Oven FIA Star Analyzer 5000 Spektrofotometer
3
Kimia: 8 Kadar bahan organik tanah 9 Nitrogen total 10 Fosfor tersedia 11 Kalium tersedia 12 Kadar air 13 N-NH4 dan N-N02 14 P larut air 15
K larut air
Panci tekan
Timbangan, oven, ring sampel Labu ukur/piknometer, timbangan, gelas ukur
Flamefotomete
Keterangan: DMR = diameter massa rataan; GMD = geometric mean diameter (diameter rataan geometri), BI = bobot isi, BJP = bobot jenis partikel
Pendefinisian metode strip olah tanah terbatas yang diaplikasikan dalam penelitian disertasi ini adalah dengan membuat suatu pengujian awal menggunakan bak uji. Bak uji irigasi bawah permukaan pada dasarnya terdiri dari kondisi tanah yang dipadatkan (tanah tidak terolah) dan strip olahan tanah (200 cm x 20 cm x 20 cm). Aplikasi pengairan menggunakan perbedaan debit dari pipa berdiameter 0.5 inch, dan 0.75 inch. Prosedur pemadatan tanah dalam apparatus uji dilakukan setiap
10 cm
pemadatan lalu diisi lagi dengan tanah dan dipadatkan lagi setinggi 10 cm dan seterusnya. Sebelumnya tanah dikering anginkan dan ditimbang terlebih dahulu. Berat tanah kering angin dengan volume 40 cm3 adalah ± 170 kg. Kondisi kadar air dijaga relatif sama pada setiap 10 cm pemadatan tanah dengan penyemprotan air
20
menggunakan hand spryer sebanyak 1700 ml air. Kadar air rata-rata adalah 57.79 % untuk setiap penambahan 10 cm tinggi tumpukan tanah dengan proses pemadatan manual (ditumbuk/tekan dengan batu bata). Setelah tanah tidak diolah siap, maka dilakukan pembuatan strip olahan tanah berukuran 200x 20x20 cm. Tumpukan agregat olahan tanah disebar merata pada ruang strip olahan tanah. Proses aliran air irigasi bawah permukaan dalam strip olahan tanah mengalir secara langsung (konvensional). Parameter debit aliran air diatur oleh perbedaan diameter pipa (0.5 dan 0.75 inch) pada inlet dengan masing-masing debit 0.378 liter/detik dan 0.510 liter/detik. Air yang mengalir sebelumnya ditampung pada wadah, selanjutnya ketika pengaliran air ke bak uji maka head atau ketinggian muka air pada wadah dipertahankan. Kontrol tinggi muka air pada wadah dilakukan secara manual menggunakan operator pengontrol head dengan cara memasukan air. Pengukuran karakteristik aliran dan pergerakan air dengan cara mengukur kecepatan aliran dalam bak uji, perbedaan debit masuk dan keluar, serta pengukuran kadar air (di daerah pangkal, tengah dan ujung bak uji). Pengukuran kadar air pada kedalaman 15-20 cm, 10-15 cm, 5-10 cm dan 0-5 cm pada strip olahan tanah untuk mendapatkan pola pembasahan pada strip olahan tanah. Perhitungan efisiensi irigasi adalah dengan menghitung efisiensi penyaluran air (Ec), efasiensi aplikasi irigasi (Ea) dan efisiensi penyimpanan air irigasi (Es). efisiensi penyaluran irigasi dinyataka dalam persamaan oleh Hansen et al. (1986): =
100
/6/
Ec adalah efisiensi penyaluran air (%), Wf adalah jumlah air yang sampai pada lahan (l s-1) dan Wr adalah jumlah air yang dialirkan dari inlet (l s-1) Perhitungan efisiensi aplkasi irigasi dihitung berdasarkan persamaan oleh James (1988) "
#
= %$ 100
'( = 10 +0 =
/7/
&
1
23
)(
*+ − ,-. /
/8/ /9/
Ea adalah efisiensi aplikasi (%), Rz adalah jumlah air yang tersimpan dalam zona perakaran (mm), Fg adalah total air yang diaplikasikan (mm), Drz adalah kedalaman zona perakaran (m), Fc dan Pwp adalah kadar air tanah dalam persen volum pada
21
kondisi kapasitas lapang dan titik layu permanen secara berturut-turut, Q adalah debit rata-rata selama irigasi (mm3 s-1), t adalah lama irigasi (s), dan Al adalah luas areal irigasi. Efisiensi penyimpanan air irigasi menggunakan persamaan: 4
#
= -$ 100 5
64 ≈ 8-)
/10/
8-) = 9: − ;<
/11/
9: = 10 += >4
/12/
;< = 10 ;?=@ >4
)( )(
/13/
ws adalah jumlah air irigasi yang diperlukan untuk mengisi zona prakaran sampai kapasitas lapang (mm), Nwr adalah kebutuhan air netto (mm), Whc adalah kemampuan tanah menyimpan air pada daerah perakaran (mm), So adalah tinggi kolom air pada daerah perakaran sebelum irigasi (mm), SMCO adalah kadar air tanah pada daerah perakaran (%berat) dan As adalah apparent specific gravity. Beberapa pengujian sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Balitbang Bogor. Hasil pengujian disajikan pada Tabel 2. Nilai konduktivitas hidrolik tak jenuh didapat menggunakan metode distribusi kadar air pada tabung infiltrasi horizontal dengan membuat aparatus uji infiltrasi horizontal yang terdiri dari tabung perspek 1 cm sepanjang 65 perspek. Tekanan head pada tabung mariot sebesar -2.5 cm dengan peresapan pada tabung-tabung perspek selama 7 jam. Percobaan difusivitas tanah dilakukan di laboratorium dengan serapan horizontal seperti yang diajukan oleh Bruce dan Klute (1956). Alat yang digunakan berupa tabung-tabung perspek berukuran panjang 1.0 cm dan garis tengah 3.2 cm . Tabung-tabung tersebut dihubungkan hingga panjangnya 65.0 cm. Bagian bawah dari tabung diberi sarangan, kemudian dihubungkan dengan tabung gelas ukuran panjang 60.0 cm dan garis tengah 4.0 cm. Tabung perspek yang telah diberi tanah ditekan sampai kerapatan massa tanah tetap. Kemudian diberi air melalui tabung gelas seperti ditunjukkan pada Gambar 5 berikut: Tahapan pemberian air analisis difusivitas tanah dengan aparatus yang dirancang sebagai berikut: a. Kran K1 dibuka, kemudian secara lambat dan bersamaan kran K3 dan K4 dibuka,
22
b. Apabila udara telah keluar seluruhnya dari tabung B, maka dengan cepat dan bersamaan kran K1 dan K4 ditutup, Sedangkan kran K2 dibuka, c. Perhitungan serapan horizontal dilakukan sejak gelembung udara masuk ke dalam tabung A melalui kran K2. K1
Tabung perspek Tabung A Tanah dipadatkan dalam tabung perspek
Tabung mariot
K4 K2
K3
Pengaliran air pada kolom infiltrasi horizontal pada h =-2 dengan t = 500 menit
Tabung B h=-2 Tabung- tabung perspek 65 buah pada kolom infiltrasi horisontal Kain kassa
Gambar 6 Aparatus analisis difusivitas tanah dilakukan di laboratorium dengan serapan kolom horizontal Waktu serapan ditentukan 500 menit dan setelah jangka waktu tersebut, kolom tanah dipotong-potong sesuai dengan tabung perspeknya. Kemudian kandungan airnya ditetapkan secara gravimetris. Metode Bruce dan Klute populer pada tahun 1960-an, 1970-an, dan awal 1980an karena prosedurnya membutuhkan komputasi yang sedikit. Selama periode waktu ini, komputer masih tidak banyak digunakan atau digunakan tidak teratur sebagai alat untuk analisis data dalam pengukuran tekanan tanah. Metode Bruce dan Klute agar dapat dianalisis lebih baik dan lebih akurat dengan penggunaan inversi numerik, selain itu analisis berdasarkan pada persamaan (5) untuk penyelesaian fungsi kandungan “diffusivity-water”, dimana inversi numerik dapat menyediakan tambahan informasi tentang kurva retensi air dan fungsi “hydraulic conductivity” secara baik.
23
Gambar 7 Foto pegujian infiltrasi kolom horisontal tanah dilakukan di Laboratorium
Hasil dan Pembahasan Pengumpulan data sifat fisik tanah merupakan langkah awal dalam penelitian pengolahan tanah dan pengairannya. Data sifat fisik tanah hasil pengujian dari sampel
tanah
di
lahan
lokasi
penelitian
selanjutnya
digunakan
dalam
mendeskripsikan peluang keberhasilan penelitian terhadap pengolahan tanah dan pengairannya. Data sifat fisik tanah pada penelitian lanjut digunakan sebagai penyusun pendekatan simulasi model matematik terhadap hasil pengukuran pada pengujian untuk validasi. Hillel (1998) mengemukakan bahwa kajian dasar fisika tanah bertujuan untuk pengelolaan yang tepat pada tanah dengan cara irigasi,
24
drainase, konservasi tanah dan air, pengolahan tanah, aerasi, dan kegunaan bahan tanah untuk tujuan keteknikan. Data-data sifat fisika tanah yang berhubungan dengan pergerakan air dalam tanah di setiap tahapan penelitian ini sangat dibutuhkan untuk mempelajari kinerja pemberian air pada kondisi tak jenuh suatu strip olah tanah terbatas. Perlakuan pemberian air selanjutnya merupakan salah satu faktor utama dalam penelitian ini. Faktor lainnya adalah metode pengolahan tanah serta pemberian bahan organik. Faktor-faktor tersebut diaplikasikan pada upaya perbaikan lahan marjinal yaitu tanah jenis Podsolik bertekstur lempung liat berdebu. Soedarmo dan Prayoto (1985) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tekstur tanah dengan sifat-sifat tanah lain, seperti kapasitas tukar kation, porositas, kecepatan infiltrasi dan permeabilitas. Sifat fisik tanah juga sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah yang lain dalam hubungannya dengan kemampuannya untuk mendukung kehidupan tanaman. Kemampuan tanah menyimpan air tersedia, merupakan fungsi dari tekstur dan struktur tanah. Kemampuan tanah untuk menyimpan hara dan kemudian menyediakannya untuk tanaman sangat ditentukan oleh tekstur tanah dan macam mineral liat (Danielson 1972). Awal penelitian dilakukan pengujian sampel tanah di laboratorium terhadap sifat fisik tanah yang digunakan dalam uji kinerja pengairan bawah permukaan pada parit strip olah tanah terbatas (dalam bak aparatus uji seperti ditunjukkan pada Gambar 5). Hasil data sifat fisik tanah ditunjukkan pad Tabel 3 dan 4. Tabel 3 Sifat fisik tanah berdasarkan three phase (konduktifitas tanah jenuh) Variabel Specific gravity (g cm-3) Dry bulk density (g cm-3) Total (wet) bulk density (g cm-3) Dry specific volume (cm3g-1) Porosity (%) Void ratio (cm3 cm-3) Mass wetness (%) Volume wetness (%) Water volume ratio (%) Degree of saturation (%)
Simbol
Nilai hasil pengukuran pada tanah olah dalam strip
ρs ρb ρt vb f e w θ vw s
2.62 1.36 1.83 0.73 47.85 0.91 34.44 30.00 57.54 62.67
25
Hasil pengukuran distribusi partikel menggunakan analisis ukuran partikel (JIS A 1204-1980) untuk menentukan tekstur tanah yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Tekstur tanah yang digunakan dalam penelitian awal (USDA) Fraksi pasir debu liat
Persentase kandungan 25.05 30.56 44.39
Tekstur tanah Lempung berliat Jenis : Podsolik
Pengujian awal pada Gambar 8 menunjukkan definisi strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan yang dikembangkan dalam penelitian disertasi ini. Proses aliran air irigasi bawah permukaan dalam strip olahan tanah mengalir secara langsung (ilustrasi pada Gambar 8). Parameter debit aliran air diatur oleh perbedaan diameter pipa (0.5 dan 0.75 inch) pada inlet dengan masing-masing debit 0.378 liter/detik dan 0.510 liter/detik.
Gambar 8 Pendefinisian strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan menggunakan aparatus bak uji pengukuran aliran air pada irigasi bawah permukaan di tanah lempung berliat
26
Air yang mengalir sebelumnya ditampung pada wadah, selanjutnya ketika pengaliran air ke bak uji maka head atau ketinggian muka air pada wadah dipertahankan. Kontrol tinggi muka air pada wadah dilakukan secara manual menggunakan operator pengontrol head dengan cara memasukan air. Pengukuran karakteristik aliran dan pergerakan air dengan cara mengukur kecepatan aliran dalam bak uji, perbedaan debit masuk dan keluar, serta pengukuran kadar air (di daerah pangkal, tengah dan ujung bak uji). Pengukuran kadar air pada kedalaman 0-5 cm, 510 cm, 10-15 cm dan 15-20 cm pada strip olahan tanah untuk mendapatkan pola pembasahan pada strip olahan tanah. Pengukuran hisapan matriks tanah atau uji pF pada sampel tanah pada strip olahan dan sampel tanah yang tidak diolah tampak pada Gambar 9 menunjukkan grafik tegangan matriks tanah menunjukkan bahwa kurva kadar air tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah berliat. Bentuk grafik menunjukan sudut kurva yang lebih halus (gradual), keadaaan demikian menunjukan bahwa air akan banyak tertahan pada hisapan matrik tertentu. Informasi data sifat fisik tanah untuk tanah tidak diolah (padat) dan diolah sangat penting untuk menjelaskan harapan kepentingan drainase yang baik pada tanah padat dan drainase yang kurang baik pada strip olah tanah terbatas (air diserap agregat olah tanah terbatas). Sesuai pendapat Hardjowigeno (1986) menyatakan bahwa Keberadaan air dalam tanah karena tertahan (terserap) oleh masa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air (moisture tension) dalam tanah
water retention (pF)
tersebut. Kemampuan tanah dalam menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah. 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
tegangan matriks tanah yang tidak diolah tegangan matriks tanah yang diolah
0
10
20
30
40
50
60
% kadar air
Gambar 9 Grafik tegangan matriks tanah dari tanah padat (tidak diolah) dan tanah olahan
27
Pengujian distribusi agregat untuk melihat kekuatan struktur tanah pada agregat-agregat tanah pada strip olahan tanah di bak uji. Hasil pengujian distribusi agregat dari tanah yang digunakan dalam apparatus uji irigasi bawah permukaan menunjukan nilai indeks kestabilan 35.55. nilai tersebut menunjukkan kurang stabil sehingga dapat mengakibatkan keadaan struktur tanah yang mudah terdegradasi (menyebabkan pelumpuran, pengembangan, penyusutan dan erosi). Stabilitas agregat ini menunjukan kerawanan atau ketahanan yang kurang terhadap perusakan akibat gaya-gaya yang bekerja pada tanah tersebut oleh mekanis atau lingkungan alami (air). Agregat tanah hasil olahan pada strip olahan tanah dapat terkikis oleh pembasahan tiba-tiba sehingga abrasi oleh partikel terjadi karena bahan terlarut pada air limpasan (dalam irigasi bawah permukaan) mengikis permukaan agregat dan dapat merusak struktur agregat-agregat tanah. Kemantapan agregat tanah juga dipengaruhi oleh tipe mineral liat, dijelaskan oleh Sarief (1989), bahwa tanah-tanah yang terdiri dari mineral liat kaolinit (tipe 1:1) seperti pada tanah podsolik merah kuning ternyata menunjukkan kemantapan agregat yang rendah sekali dibandingkan pada tanah-tanah yang terdiri dari mineral liat montmorillonit atau illit (tipe 2:1). Langkah perbaikan stabilitas agregat selanjutnya adalah dengan penambahan bahan organik serta pemilihan lahan dengan tekstur tanah yang memiliki distribusi agregat lebih stabil.
Pengukuran aliran air pada bak uji ini merupakan pengujian awal dalam mempelajari kinerja irigasi bawah permukaan pada tanah lempung berliat (podzolik). Sifat fisik tanah dari tanah yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan sifat fisik tanah lempung berliat. Pengkondisian dengan keadaan tidak terolah dan tanah terolah pada suatu strip olahan (pendekatan minimum tillage) dengan irigasi bawah permukaan secara langsung. Tanah tidak diolah menunjukkan kadar air 57.79 % dan tanah pada strip olahan adalah 38.43 %, dengan kemiringan (gradient flow) 3o. Perbedaan kadar air bertujuan untuk mendapatkan dan memperjelas pola penyebaran kadar air pada strip olahan tanah dari adanya irigasi bawah permukaan. Fenomena aliran air pada irigasi bawah permukaan pada bak uji merupakan aliran tidak tetap (unsteady), tidak seragam dan mengalir di dalam ruang olahan tanah yang porus. Air melaju di dasar sepanjang strip olahan tanah serta terjadi peresapan dan pembasahan
28
(pergerakan air) disebabkan oleh gaya kapilaritas dan kemiringan (gradient flow) suatu lahan (bak uji). Sifat fisik tanah yang berbeda antara perlakuan tanah tidak diolah dan perlakuan strip olahan tanah memungkinkan terjadinya aliran air pada bawah permukaan yaitu di sepanjang dasar strip olahan tanah. Hasil pengukuran aliran air ditunjukkan pada Tabel 5 di mana kinerja aliran air irigasi bawah permukaan dalam strip olah tanah terbatas yang dialiri air secara langsung di sepanjang dasar strip olah tanah. Parameter debit aliran air diatur oleh perbedaan diameter pipa pada inlet, dengan aliran debit 0.378 l s-1 dan 0.510 l s-1. Waktu rata-rata yang dapat ditempuh dari debit 0.378 l s-1 adalah 59.95 s dengan kecepatan aliran dalam strip olahan 0.033 m s-1. Pada debit 0.510 l s-1 adalah 61.89 s dengan kecepatan aliran dalam strip olahan 0.032 m s-1. Nilai yang didapat menunjukan kondisi tidak berbeda jauh antara kedua perlakuaan debit yang berbeda. Keadaan demikian diduga bukan dari tekanan air akibat besarnya debit aliran. Aliran air lebih disebabkan oleh perambatan diantara agregat tanah dan adanya gradient flow. Tabel 5 Hasil pengukuran aliran air irigasi bawah permukaan pada saat pengujian di aparatus bak uji Pengukuran Rata-rata waktu aliran dari inlet strip olahan Kecepatan aliran pada strip olahan tanah Aliran debit air rata-rata dari outlet strip olahan pada bak uji
Debit 0.378 l s-1
Debit 0.510 l s-1
59.95 s
61.89 s
0.033 m/s
0.032 m s-1
0.076 l s-1
0.087 l s-1
Keterangan : Panjang strip olahan 200 cm Head wadah penampung air = 30 l dari ukuran 80 l
Sesuai dengan pendapat Hillel (1998) bahwa perbedaan penting antara aliran tidak jenuh dan aliran jenuh adalah pada kehantaran hidraulik. Jika tanah jenuh dan aliran jenuh, semua pori terisi air dan mengalirkan air sehingga kontinuitas serta keterhantaran dalam keadaan maksimum. Ketika tanah menjadi kering, beberapa bagian pori akan terisi udara dan bagian pengaliran dari luas penampang melintang
29
tanah juga menurun. Saat tebentuk hisapan, pori-pori yang pertama kosong adalah pori-pori terbesar yang mudah mengalirkan air sehingga air hanya mengalir pada pori-pori yang lebih kecil. Selanjutnya tanah-tanah beragregat dengan ruang antar agregat yang besar mempunyai kehantaran tinggi pada kondisi jenuh, namun saat proses pengeringan dapat menjadi penghalang terhadap aliran cairan dalam satu agregat ke agregat di sebelahnya Gambar 10 dan 11 merupakan grafik sebaran kadar air pada strip olahan tanah yang masing masing terkait dengan pengaruh dari hasil pengaliran air dari aliran debit 0.378 l s-1 dan 0.510 l s-1.
Gambar 10 Grafik pengukuran kadar air (sebaran kadar air) pada strip olahan tanah, pada bagian pangkal, tengah dan ujung dalam apparatus uji. Pengukuran setelah aplikasi aliran air debit 0.378 l s-1.
Gambar 11 Grafik pengukuran kadar air (sebaran kadar air) pada strip olahan tanah, pada bagian pangkal, tengah dan ujung dalam apparatus uji. Pengukuran setelah aplikasi aliran air debit 0.510 l s-1. Perhitungan terhadap kinerja irigasi selanjutnya menunjukkan nilai efisiensi irigasi dari debit 0.378 l s-1 dan 0.510 l s-1 adalah masing-masing untuk efisiensi
30
penyaluran air (Ec) sebesar 20% dan 17%, sedangkan efisiensi aplikasi (Ea) sebesar 47.25% dan 33.92%. Rendahya efisiensi penyaluran irigasi dan efisiensi aplikasi dapat disebabkan lintasan yang pendek (2 m) dan banyaknya pori pada agregat tanah dalam strip olahan yang dialiri irigasi bawah permukaan. Pertimbangan selanjutnya terhadap nilai parameter kinerja yang rendah (< 70%) adalah menunjukkan belum memenuhi kriteria atau kinerja irigasi yang rendah, dimana selanjutnya kondisi demikian pada nilai-nilai input perlu perbaikan sampai diperoleh kinerja irigasi yang tinggi. Efisiensi pemakaian air irigasi (Es) sebesar ≥ 0.99% dan ≥0.86% menyesuaikan pada zona perubahan kadar air dalam strip olahan. Nilai efisiensi yang cukup tinggi pada efisiensi pemakaian air irigasi menunjukkan kinerja yang baik terkait dengan jenis tanah yaitu lempung berliat. Hal ini ditunjang oleh pendapat Vermeiren and Jobling (1980) bahwa pada tanah dengan tekstur halus seperti liat dan lempung berliat, gaya-gaya kapiler berkerja kuat dan gaya gravitasi dapat diabaikan. Sifat fisik tanah lainnya pada penelitian lanjutan di lapangan (lahan) untuk keperluan data pendukung kinerja irigasi dan budidaya tanaman cabai ditunjukkan pada Tabel 6 dan 7, serta sebagai informasi kandungan bahan organik pada perlakuan di lahan percobaan ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 6 Hasil analisis Tekstur tanah dan distribusi agregat dari sampel tanah di lapangan yang digunakan dalam penelitian di lahan Fraksi
Persentase kandungan (fraksi)
Tekstur tanah
pasir debu liat perlakuan kontrol
6 59 35
Lempung liat berdebu
Indeks K0 K2
93 128.9
Agregat Kemantapan stabil stabil
Sumber: Hasil pengujian sampel di Litbang Tanah, Balitbang Pertanian Bogor
Tabel 7 Sifat fisik tanah yang digunakan dalam penelitian Perlakuan K1 K2 K3
Kadar Ruang air Pori (%) Total 45.1 55.1 42.31 56.4 38.31 58
pF 1 53.8 55 56.9
Kadar air Pori drainase Air tersedia pF 2 pF 2.54 pF 4.2 Cepat Lambat (% volume) 44.1 39.3 28.3 11.1 4.7 11.1 44.2 39.9 39.2 12.2 4.3 9.7 46.4 41.5 31.3 11.6 4.9 10.1
Sumber: Hasil pengujian sampel di Litbang Tanah, Balitbang Pertanian Bogor
31
Tabel 8 Hasil analisis bahan organik pada setiap perlakuan di lapangan Perlakuan K0 K1 K2 K3
Analisis bahan organik C (Walkley & Black0 N (Kjeldhl) % % 0.67 0.11 0.69 0.13 0.64 0.1 0.66 0.12
C/N % 6 5 6 6
Sumber: Hasil pengujian sampel di Litbang Tanah, Balitbang Pertanian Bogor
Informasi kandungan bahan organik tersebut menjadi penting dalam penjelasan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Data analisa kimia tanah disajikan pada Tabel 10 sebagai perbandingan yang menunjukkan komposisi mineral tanah dan kadar organik sebelum perlakuan. Tabel 9 Hasil analisis kimia tanah Parameter Ph Bahan organik C/N P205 K 20
Ca Mg K Na KTK KB* Al3+ H+
Metode H20 KCl Walkley & Black C Kjeldhl N Eks. HCl 25% Eks. HCl 25% Bray 1 P205 Morgan K20 Ekstrak NH4-asetat 1 N pH 7 Ekstrak NH4-asetat 1 N pH 7 Ekstrak NH4-asetat 1 N pH 7 Ekstrak NH4-asetat 1 N pH 7 Jumlah Ekstrak NH4-asetat 1 N pH 7 Ekstrak NH4-asetat 1 N pH 7
Nilai 5.22 4.28 0.67 0.11 6.00 7.00 9.00 16.00 21.00 3.54 1.65 0.09 0.12 5.40 10.49 51.00 1.82 1.12
Satuan
% % % mg/100 g mg/100 g ppm ppm cmol(+)/kg cmol(+)/kg cmol(+)/kg cmol(+)/kg cmol(+)/kg cmol(+)/kg % cmol(+)/kg cmol(+)/kg
Sumber: Hasil pengujian sampel di Litbang Tanah, Balitbang Pertanian Bogor
Penelitian awal tentang pengaruh pemberian bahan organik pada tanah liat dan lempung berliat terhadap kemampuan mengikat air terdiri tanah bertekstur liat dan lempung berliat serta pupuk organik kompos dan kandang ayam dengan perlakuan dosis pupuk organik 30 gram dan 50 gram dan kontrol untuk tiap-tiap tekstur tanah (tanpa bahan organik): 0 g dalam 5 kg-1 tanah bertekstur liat, 0 g dalam 5 kg-1 tanah bertekstur lempung berliat, pupuk kandang ayam dengan dosis 25 g, pupuk kandang
32
ayam dengan dosis 50 g, pupuk kompos dengan dosis 25 g, dan pupuk kompos dengan dosis 50 g. Data evaporasi aktual dilakukan dengan cara penimbangan pada masingmasing perlakuan, dari kondisi kapasitas lapang hingga tanah kembali pada keadaan berat kering semula. Hasil pengumpulan data dapat menunjukkan berapa lama tanah pada masing-masing tekstur untuk mengikat air. Suhu harian diukur pada pagi, siang dan sore di luar dan di dalam green house. Penentuan kandungan air tanah berdasarkan metode gravimetri. Volume air ditetapkan berdasarkan metode pressure plate pada berbagai tekanan. Air tanah tersedia (%) kandungan air tanah pada pF 2.54 (kapasitas lapang) dikurangi dengan kandungan air pada pF 4.2 (titik layu permanen). Kandungan karbon organik (%) yang ditetapkan dengan metode Walkley & Black, selanjutnya data diolah dengan cara analisis deskriftif. Hasil analisis sifat fisika tanah sebelum diberikan pelakuan bahan organik ditunjukkan pada Tabel 10 yang menunjukkan kandungan bahan organik, titik layu permanen, kadar air tersedia pada beberapa tekstur. Tabel 10 Hasil analisis kelas tekstur, kandungan bahan organik, kadar air tanah dan berat volume tanah sebelum pemberian bahan organik. % Fraksi Kelas tekstur Liat Lempung berliat
liat
debu
pasir
BO (%)
Berat Volume (g cm-3)
45
23
32
3.19
1.25
Kadar air tanah (% volume) Kadar air Jenuh Kapasitas Titik layu air lapang permanen tersedia (pF 0) (pF 2.54) (pF 4.2) 68.13 31.85 16.24 15.60
32
31
39
3.82
1.25
57.60
30.76
15.85
14.91
Hasil penimbangan menunjukkan bahwa pemberian bahan organik mampu menekan laju evaporasi yang terjadi didalam tanah. Pemberian bahan organik pada perlakuan pemberian pupuk kompos dengan dosis 50 g dapat menekan laju evaporasi yang terjadi sedangkan laju evaporasi tertinggi pada perlakuan kontrol. Rendahnya evaporasi yang terjadi pada perlakuan pemberian pupuk kompos dengan dosis 50 g diduga karena dengan pemberian pupuk kompos dapat menambah kandungan bahan organik yang sekaligus pula meningkatkan kadar humus dalam tanah. Humus bersifat hidrofil, oleh sebab itu humus dapat meningkatkan daya serap air dalam tanah dan juga menyebabkan daya simpan air menjadi tinggi.
33
Tanah dengan tekstur liat memiliki laju evaporasi terendah bila dibandingkan dengan tanah bertekstur lempung berliat. Hal ini diduga karena liat memiliki ukuran yang kecil dengan permukaan yang sangat luas sehingga manpu menahan air dalam jumlah yang besar dan sekaligus menyebabkan evaporasi yang terjadi pun rendah. Hasil pada Tabel 11, menunjukkan adanya penurunan kadar air tanah dengan semakin tinggi pF. Kadar air tertinggi terdapat pada pF 0 yaitu pada saat kondisi tanah jenuh air dan kadar air terendah pada pF 4.2 yaitu pada saat kondisi tanah titik layu permanen. Hasil analisa menunjukkan bahwa pada tanah dengan tekstur liat memiliki kadar air tertinggi daripada tanah dengan tekstur lempung berliat baik dalam kondisi jenuh air (pF0), kondisi jenuh lapang (pF1), kondisi kapasitas lapang (pF2.54), dan kondisi titik layu permanen (pF4.2). Tabel. 11 Hasil rata-rata analisis kadar air tanah berbagai pF dan berat volume. Kadar air (% vol) Perlakuan (Kontrol) 0 g/ 5 kg tanah bertekstur liat Pupuk kandang ayam; 30 g/5 kg tanah bertekstur liat Pupuk kandang ayam; 50 g/5 kg tanah bertekstur liat Pupuk kompos; 30 g/5 kg tanah bertekstur liat Pupuk kompos; 50 g/5 kg tanah bertekstur liat 0 g /5 kg tanah bertekstur lempung berliat Pupuk kandang ayam; 30 g/5 kg tanah bertekstur lempung berliat Pupuk kandang ayam; 50 g/5 kg tanah bertekstur lempung berliat Pupuk kompos; 30 g/5 kg tanah bertekstur lempung berliat Pupuk kompos; 50 g/5 kg tanah bertekstur lempung berliat
54.07
34.11
17.12
Kadar air tersedia (% vol) 16.99
53.42
34.03
17.36
16.66
51.58
33.63
17.09
16.54
63.04
33.37
16.37
17.00
63.41
33.87
16.51
17.35
47.87
28.08
14.42
13.66
47.75
27.27
14.44
14.91
48.15
29.46
15.30
14.16
48.26
29.94
15.34
14.59
49.47
30.16
15.47
15.47
pF1
pF2.54
pF4.2
Pemberian bahan organik dapat meningkatkan kadar air tersedia sehingga dapat mengurangi besarnya penguapan. Pada perlakuan yang diberi bahan organik baik berupa pupuk kandang ayam dan kompos mampu meningkatkan kadar air tersedia dalam tanah dibandingkan dengan tanpa bahan organik. Keadaan tersebut diduga dengan meningkatnya bahan organik dalam tanah akan meningkatkan daya
34
pegang tanah terhadap air, sehingga akan mengurangi laju evaporasi yang terjadi di dalam tanah. Sesuai pendapat Sarief (1989), bahwa dengan meningkatnya daya pegang tanah terhadap air akibat pemberian bahan organik maka akan meningkatkan pula volume air yang terkandung dan tersimpan dalam tanah yang berarti meningkatkan air tersedia bagi tanaman. Tabel 11 di atas menunjukkan pemberian bahan organik memberikan pengaruh terhadap kapasitas air tersedia dalam tanah. Pada perlakuan kompos dengan dosis kompos 50 g pada masing-masing tekstur menghasilkan kapasitas air tersedia yang tinggi yaitu pada tanah dengan tekstur liat rata-rata kapasitas air tersedia tertinggi sebesar 17.35 % dan pada tanah bertekstur lempung berliat rata-rata kapasitas air tersedia tertinggi adalah 15.47 %. Hal ini karena kompos berasal dari penumpukan bahan-bahan organik yang telah terdekomposisi sehingga lebih dapat menghasilkan humus dalam tanah, dan humus ini dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Menurut Sarief (1989), bahwa bahan organik dalam tanah dapat menyerap air 2–4 kali lipat dari berat bobotnya yang berperan dalam ketersediaan air. Pemberian kompos dalam tanah dapat membentuk struktur tanah menjadi lebih baik sehingga daya ikat air dalam tanah menjadi lebih besar. Hasil penelitian awal tersebut lebih merekomendasikan pemilihan bahan organik berupa pupuk kompos untuk penelitian lanjutan di lahan karena bersifat lebih dapat mempertahankan kapasitas air tersedia dibandingkan pupuk kandang Penelitian lanjutan yang berhubungan dengan sifat fisik tanah dalam membentuk karakteristik tanah yang digunakan dalam penelitian adalah pengukuran sifat fisik tanah menggunakan kolom infiltrasi horizontal. Hasil data yang diperoleh digunakan dalam pembuatan model simulasi pergerakan air horizontal pada strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan. Hasil data pengukuran menggunakan apparatus uji kolom infiltrasi horizontal yang telah diolah menggunakan transformasi Boltzman ditunjukkan pada Gambar 12. Formulasi perhitungan selanjutnya adalah mendapatkan data menggunakan fitting curve by eyes pada grafik D vs θ untuk hasil nilai θs, θr, α dan n, Ks dan ℓ dalam parameter model van Gencuhten yang juga digunakan dalam pembangunan model simulasi pergerakan air horizontal pada strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan.
Kadar air (θ)
35
0.46 0.44 0.42 0.4 0.38 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 0.36 0.34 0.32 0.3 0.28 0.26 0.24 0.22 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 Transformasi Boltzman (λ=xt -0.5) θ
Gambar 12 Hasil pengukuran perubahan kadar air pada infiltrasi kolom horizontal untuk tanah lempung liat berdebu (desa Hambaro,Leuwiliang), t = 500 menit Hasil grafik di atas selanjutnya diolah menggunakan persamaan difusivitas untk mendapatkan nilai hubungan atara difusifitas dengan kadara air, seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Difusifitas, D(θ) [cm2 min-1]
10
1
0.1 0
0.1
0.2 0.3 Kadar air, θ [cm3 cm-3]
0.4
0.5
h=-2cm, t=500 menit
Gambar 13 Grafik hasil perhitungan difusivitas dari nilai pengukuran kadar air dan plot grafik infiltrasi horizontal, h= -2cm, t=500 menit Pada saat air bergerak di tanah diperlukan lagi besaran yaitu unsaturated hydraulic conductivity, K(h) atau K(θ) yang merupakan fungsi pressure head atau water content. Fungsi Soil water rention yang paling terkenal dan sering digunakan adalah van Genuchten model (van Gencuhten 1980):
36
Se ( h ) =
θ (h ) − θr 1 = m θs − θr 1 + (α h )n
θ (h) =
θs − θr 1 + (α h )n
m
/14/
+ θr
/15/
Se merupakan derajat jenuh efektif, θr and θs adalah residual dan saturated water content (L3L-3), sedangkan m=1-1/n, selanjutnya n dan α merupakan suatu parameter empiris. Fungsi hidrolik konduktivitas tak jenuh lainnya yang paling terkenal adalah Mualem model (Mualem, 1976). Bentuk pendekatan dapat dihubungkan (closed form) dengan model dari van Genuchten (van Genuchten, 1980) sebagai berikut:
(
K ( S e ) = K s S e l 1 − 1 − S e11/ m
)
m
2
/16/
Ks dan ℓ merupakan hidrolik konduktivitas jenuh. Model dari van Gencuhten menjadi terkenal karena tersedia bentuk yang berhubungan dekat (closed form) dengan model Mualem. Hidrolik konduktivitas tak jenuh adalah sifat fisik tanah yang paling sulit diukur. Penggunaan closed form tersebut menjadikan hidrolik konduktivitas tak jenuh dapat diprediksi dengan mudah melalui parameter-parameter yang terdapat pada model dari van Gencuhten.
∂θ ( h ) ∂t
Persamaan air horizontal flow di tanah didapat dengan cara sebagai berikut:
=
∂ ( qx ) ∂x karena
qx = K ( h) maka ∂θ ( h )
∂t
=
∂h ∂x
∂ ∂h K (h) ∂x ∂x
Persamaan 19 diatas dapat diubah dalam bentuk difusivitas menjadi ∂θ ( h ) ∂ ∂h ∂θ ( h ) = K ( h ) ∂t ∂x ∂ θ ( h ) ∂ x ∂θ ( h ) ∂t
=
∂θ ( h ) ∂ 1 K ( h ) ∂x ∂ θ ( h ) / ∂ h ∂ x
Karena soil water capacity, C:
/17/ /18/
/19/
/20/ /21/
37
∂θ (h )
C (h ) =
∂h
=
α n (θ s − θ ) m n h 1 + ( α h
)
n
( n −1 )
( m +1)
/22/
Maka persamaan 22 diatas menjadi ∂θ ( h ) ∂ K ( h ) ∂θ ( h ) =
∂t
∂ x C ( h )
∂x
/23/
2 -1
Difusitivitas [L T ]: D (θ
)=
Maka
∂θ (h ) ∂t
=
K (h ) C (h )
/24/
∂θ (h ) ∂ D (θ ) ∂x ∂x .
/25/ Hasil perhitungan menggunakan lembar kerja di Ms. Excel ditunjukkan pada
Lampiran 6 dan 7. Cara setting parameters dengan fitting by eyes pada diffusivity curve, melihat grafik hubungan antara difusivitas dengan kadar air (D vs θ) seperti tampak pada Gambar 14.
D (cm2/min)
10 1 0.1 data pengukuran di Lab. data pembanding pada h =100 (Nilsen 1962)
0.01
D
0.001 0
0.1
0.2 0.3 θ (cm3/cm3)
0.4
0.5
Gambar 14 Grafik hubungan antara difusivitas dengan kadar air dari hasil pengukuran menggunakan aparatus kolom infiltrasi horizontal (D vs θ) Hasil fitting by eyes terhadap grafik tersebut maka didapatkan nilai-nilai parameter yang dibutuhkan dalam memenuhi sifat fisik tanah penelitian yang selanjutnya disimulasikan pada model pergerakan air horizontal pada strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan. Data hasil fitting by eyes terhadap plot pada grafik hubungan antara difusivitas dan kadar air ditunjukkan pada Tabel 12.
38
Koefesien-koefesien tersebut didapatkan dari formula van Gnuchten (1980) dan Mualem (1976) yang merupakan formula yang sama dalam pembuatan model pergerakan kadar air pada strip olah tanah terbatas (Bab 4). Tabel 12 Hasil fitting by eyes terhadap plot pada grafik hubungan antara difusivitas dan kadar air. Symbol Θr θs α n Ks ℓ m
Nilai (fitting pada grafik D vs θ) 0.065 0.44 0.075 1.51 0.005528 1.6 0.47644
Unit (cm3cm-3) ( cm3cm-3) (1 cm-1) (-) (cm min-1) (-) (-)
Keterangan
theta r dan <1 <0.5 >1.1 0.000165 cm s-1 >-4
Kesimpulan 1. Uji kinerja irigasi bawah permukaan menggunakan box aparatus uji merupakan definisi bentuk pengembangan metode strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan. Karakteristik tanah menunjukkan kondisi lahan marjinal yang sesuai untuk aplikasi perbaikan lahan menggunakan metode strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan. 2. Hasil penelitian awal pemilihan tekstur tanah dan penambahan bahan organik terhadap ketersediaan air menunjukkan pemberian bahan organik (kompos) pada tanah dengan tekstur liat dapat meningkatkan kadar air tanah dan kapasitas air tersedia serta dapat menurunkan berat volume tanah sehingga baik untuk diaplikasikan pada penelitian ini. 3.
Hasil fitting by eyes terhadap grafik difusifitas dan kadar air didapatkan nilainilai parameter yang dibutuhkan dalam memenuhi sifat fisik tanah penelitian yang selanjutnya disimulasikan pada model pergerakan air horizontal pada strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan.