87
PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK PADA TANAH BERLIAT DALAM PENGOLAHAN TANAH TERBATAS BERIRIGASI BAWAH PERMUKAAN UNTUK TANAMAN SEMUSIM Pendahuluan
Tanah memiliki fungsi sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan, serta tempat unsur-unsur hara dan air diberikan untuk pertumbuhan tanaman yang baik. Pada umumnya tanah-tanah yang subur sebagian besar sudah diusahkan penduduk di Indonesia. Tanah-tanah yang belum diusahakan umumnya berupa tanah kurang baik yang disebut tanah marginal. Tanah-tanah marginal merupakan sasaran dalam usaha perluasan areal pertanian (ekstensifikasi) di masa yang akan datang. Salah satu tanah yang digolongkan pada marginal tersebut adalah tanah podzolik merah kuning. Tanah podsolik merah kuning adalah jenis tanah yang mendominasi lahan kering di Indonesia. Daerah-daerah di Kalimantan luas lahan kering dengan jenis tanah podsolik merah kuning diperkirakan sekitar 20.7 juta ha (60%), umumnya tersebar pada daerah beriklim basah (Partohardjono et al. 1994). Podsolik merah kuning di indonesia secara keseluruhan luasnya diperkirakan mencapai 34.6 juta ha, sebagian besar terdapat di Sumatera, Kalimatan, Sulawesi dan Irian Jaya (Hidayat dan Mulyani 2002). Lahan pertanian bertekstur tanah lempung berliat dari jenis podsolik merupakan tantangan bagi perkembangan teknologi agar dapat meningkatkan produktifitas lahan pertanian. Notohadiprawiro (2006), mengungkapkan tanah podsolik merah-kuning memiliki banyak permasalahan terkait dengan hamper semua sifatnya, yaitu; fisik, fisikokimia, kimia, biologi dan morfologi. Pengelolaan lahan bertekstur podsolik merah kuning dengan diharapkan meningkatkan nilai manfaatnya dari marginal menjadi berproduktivitas secara berkelanjutan. Perbaikan karakteristik tanah diperlukan suatu teknologi
yang dapat bekerja secara serbacakup
(comprehensive). Beberapa ciri-ciri tanah podsolik merah-kuning yang menjadi permasalahan utama budidaya tanaman diantaranya sebagai berikut: 1. Daya simpan air terbatas: tanah mudah mengalami kekeringan karena kelembaban cuaca menurun sedikit saja. Penyampaian zat hara dari tanah ke akar pada umumnya berlangsung dengan media air (aliran massa, difusi). Mudah mengalami
88
kekurangan air yang dapat menyebabkan degradasi efektivitas tanah dalam menyampaikan hara kepada tanaman. 2. Kedalaman efektif tanah terbatas disebabkan tanah mempunyai horison berlempung relatif dangkal. Horison ini membatasi perkolasi air dan cenderung meningkatkan aliran run off yang dapat meningkatkan terjadinya erosi. Air perkolasi yang terhambat karena horison berlempung cenderung terdapat di atas bidang permukaan yang membuat licin bidang tersebut. Pengumpulan air perkolasi di dalam tanah pada bagian atas horison berlempung menyebabkan bobot massa tanah naik dan rentan longsor sepanjang bidang permukaan horison berlempung yang licin. 3. Derajat agregasi dari fraksi debu dan lempung bernilai rendah serta kemantapan agregatnya lemah. Keadaan tersebut menambah kerentanan tanah terhadap erosi di lahan berlereng, dan terhadap pemadatan (compaction) oleh penggunaan alat dan mesin pertanian. Salah satu upaya pemecahan masalah persoalan tanah marginal (podsolik merah-kuning), diperlukan teknologi pemupukan organik. Upaya yang diperlukan untuk menanggulangi berbagai kendala tanah podsolik merah-kuning tersedia dalam pemupukan organik. Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik maupun biologi tanah. Fungsi bahan organik didalam tanah sangat banyak, baik terhadap sifat fisik, kimia maupun biologi tanah antara lain (Stevenson 1994): 1) berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara, 2) memebentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi ,permeabelitas dan infiltrasi menjadi lebih baik, 3) meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman, 4) meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan dalam tanah, 5) meningkatkan kapasitas sangga tanah, 6) meningkatkan suhu tanah, dan 7) mensuplai energi bagi organisme tanah. Jumlah air yang diperoleh tanah tergantung pada kemampuan tanah menyerap cepat dan meneruskan air yang diterima dari permukaan tanah ke lapisan tanah di bawahnya. Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah dan bahan organik. Tanah bertekstur liat tidak hanya memiliki permukaan yang luas tetapi juga bermuatan listrik. Muatan listrik memberi sifat pada liat untuk dapat mengikat air
89
maupun hara tanaman pada permukaannya. Inilah yang menyebabkan liat lebih banyak menyimpan air. Bahan organik mempunyai peranan yang penting di dalam tanah yaitu terhadap sifat-sifat tanah (Reeves 1997). Pengaruhnya sendiri terhadap sifat listrik tanah antara lain bahan organik dapat mendorong meningkatkan daya mengikat air tanah dan mempertinggi jumlah air tersedia untuk kebutuhan tanaman (Jumin 2002). Bahan organik yang diberikan dalam tanah akan mengalami proses pelapukan dan perombakan yang selanjutnya akan menghasilkan humus. Humus bersilat koloid hidrofil yang dapat menggumpal dan berbentuk gel, oleh sebab itu humus penting dalam pembentukan tanah yang remah (Sarief 1985). Humus juga penting artinya agar tanah tidak akan cepat kering pada musim kemarau karena memiliki daya memegang air (water holding capacity) yang tinggi. Humus dapat mengikat air empat sampai enam kali lipat dari beratnya sendiri. Dengan terikatnya air oleh humus berarti dapat mengurangi penguapan air melalui tanah (Fitter dan Hay 1998). Menurut Hardjowigeno (1989), kapasitas lapang (FC, Field Capacity) adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air yang dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap oleh akar tanaman atau menguap sehingga tanah makin lama makin kering. Pada suatu saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air tersebut sehingga tanaman menjadi layu (titik layu permanen/WP, Wilting Point). Kandungan air tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen disebut total air tanah tersedia (TAM, Total Available Moisture). Titik kritis adalah batas minimum air tersedia yang dipertahankan agar tidak habis mengering (diserap oleh tanaman) hingga mencapai titik layu permanen. Titik kritis ini berbeda untuk berbagai jenis tanaman, tanah, iklim, serta diperoleh berdasarkan penelitian lapangan (Benami dan Offen 1984). Kandungan air antara kapasitas lapang dan titik kritis disebut RAM (Ready Available Moisture). Perbandingan antara RAM dengan total air tanah tersedia dinyatakan dengan faktor p yang besarnya dipengaruhi oleh iklim, evapotranspirasi, tanah, jenis tanaman dan tingkat pertumbuhan tanamana (Raes 1988). Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air (moisture tension) dalam tanah tersebut. Besarnya tegangan air
90
menunjukkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk menahan air tersebut dalam tanah. Kandungan air pada kapasitas lapang ditunjukkan pada pF 2.54, sedangkan kandungan air pada titik layu permanen adalah pada pF 4.2. Air yang tersedia bagi tanaman adalah yang terdapat pada selang antara pF 2.54 – Pf 4.2 (Doorenbos dan Kassam 1979). Bahan organik membantu mengikat butiran liat membentuk ikatan butiran yang lebih besar sehingga memperbesar ruang-ruang udara diantara ikatan butiran (Schjønning et al. 2007). Kandungan bahan organik yang semakin banyak menyebabkan air yang berada dalam tanah akan bertambah banyak. Bahan organik dalam tanah dapat menyerap air 2–4 kali lipat dari berat bobotnya yang berperan dalam ketersediaan air (Sarief 1985). Penambahan bahan organik dalam tanah dapat dilakukan dengan cara pemberian pupuk organik. Keuntungan dari penambahan pupuk organik ke dalam tanah tidak hanya terletak pada kadar unsur haranya saja tetapi juga mempunyai peranan lain ialah meinperbaiki keadaan struktur, aerasi, kapasitas menahan air tanah, mempengaruhi atau mengatur keadaan temperatur tanah dan menyediakan suatu zat hasil perombakan yang dapat membantu pertumbuhan tanaman (Purnomo et al. 1992). Pengolahan tanah secara konvensional dalam aplikasinya di lahan lebih banyak melakukan operasi pengolahan tanah dibandingkan minimum tillage atau pengolahan tanah terbatas (Kelly et al. 1996). Implementasi olah tanah terbatas pada lahan pertanian beririgasi di Shoutern Alberta menunjukkan kelayakan hasil yang tinggi untuk irigasi pertanian dalam jangka waktu yang lama, dan mendukung pertanian tanaman kacang-kacangan menahun dalam suatu crop rotation (Hao et al. 2000). Morrison (2002) menyatakan bahwa stripe tillage atau pengolahan tanah dalam strip merupakan sistem pengolaham tanah yang menerapkan prosedurprosedur hanya pada suatu strip untuk membatasi potongan tanah atau zona-zona pada tanah dimana barisan tanaman akan ditanam sampai panen berikutnya. Zona pengolahan tanah adalah tidak lebih dari 25% bidang area pengolahan tanah. Prosedur-prosedur strip pemotongan tanah untuk tanaman pertanian merupakan tipe konservasi dimana sisa tanaman pada tanah menjadi residu bahan organik selain itu dapat melindungi pemupukan pada zona barisan tanam.
91
a
b
Gambar 41 Sistem pengolahan tanah dalam strip merupakan suatu sistem konservasi pertanian di mana sedikitnya 75% bidang area adalah "interrow" yang tidak diolah dan perlindungan ruang tanam pada barisan tanaman (Morrison 2002) Salah satu metoda pengolahan tanah terbatas adalah zone tillage atau pengolahan tanah dalam strip. Vyn dan Raimbault (1991) menyatakan pengolahan tanah dalam strip dilakukan dengan pengolahan tanah pada suatu strip celah yang sempit dalam barisan, memilliki beberapa keuntungan potensial. Salah satu keuntungannya yaitu menyediakan keadaan yang cocok bagi tempat tumbuhnya benih tanaman, operasi dengan pengeluaran energi minimum, dan permukaan yang tidak terolah dalam antar barisan dapat mengurangi erosi. pengolahan tanah dalam strip dapat menghasilkan lingkungan yang mendukung untuk benih pada barisan tanam. (Janovicck et al. 2006). Pengolahan dalam strip pada barisan tanaman dikenal sebagai zone tillage atau precision tillage. Pengolahan tanah dalam strip merupakan pengembangan
sistem
lebar
pengolahan
tanah,
khususnya
efektif
untuk
melonggarkan tanah bagian bawah dari kedalaman normal pengolahan tanah dan dapat meningkatkan kedalaman akar serta kepadatan akar (Chaudhary et al. 1995). Pengolahan tanah dalam strip juga dapat meningkatkan kecepatan infiltrasi (Mukhtar et al. 1985), serta meningkatkan tersediannya air untuk tanaman sepanjang kedalaman akar tumbuh serta meningkatkan penyimpanan air (water recharge) (Trouse 1983).
92
Whitley dan Dexter (1982) menyatakan bahwa pada pemadatan alami tanpa pengolahan tanah, nilai tahanan penetrasi tergantung terhadap kadar air tanah (Gambar 42).
Gambar 42 Ilustrasi dari pengolahan tanah yang berbeda pada perlakuan: pengolahan tanah yang seragam (T); 30 mm kedalaman celah, (Ns); 30 mm kedalaman lubang (Nh) 30 mm kedalaman celah dengan retakan vertikal buatan hingga kedalaman 120 mm (Nc120), dan 300 mm (Nc300) Perlakuan penempatan benih pada celah (Ns) dengan lebar 30 mm dan perlakuan penempatan benih pada lubang sempit (Nh) kedalaman 30 mm pada kondisi tanpa olah tanah dapat membatasi pertumbuhan perkembangan akar. Pengaruh pada perlakuan (Nc120) celah 30 mm dan perlakuan pengolahan tanah (T) sampai kedalaman 120 mm terhadap perkembangan pemanjangan akar (tanaman kedelai dan bunga matahari) menunjukkan tren grafik yang sama. Kecepatan pemanjangan akar pada perlakuan (Nc120) celah 30 mm menunjukkan perbedaan nilai 50 % dibandingkan dengan perlakuan pengolahan tanah (T) sampai kedalaman 120 mm. Kirkha (1986) berpendapat kemampuan menyalurkan oksigen kepada zona akar (zone tillage) lebih dipengaruhi oleh lebar pengolahan dibanding kedalaman olah tanah. Peningkatan terbesar dalam penyaluran tersebut terjadi dengan celah
93
yang terkecil pada tanah (12.5% pada permukaan tanah olahan). Kedalaman pengolahan tanah menunjukkan pengaruh yang sedikit pada pergerakan oksigen terhadap tanaman, pegaruh akan meningkat pada penambahan pengolahan permukaan tanah. Pengolahan tanah merupakan salah satu pemecahan masalah lahan marginal pada lahan pertanian bertekstur tanah lempung berliat (podsolik), alternatif lain perlu diperhatikan dalam pemilihan teknologi pengairan lahan. Hagan et al. (1968), menyatakan praktek irigasi yang spesifik diperlukan untuk produksi tanaman yang akan membedakan situasi satu dengan situasi lainnya. Desain irigasi sebaiknya diprioritaskan untuk: 1) mengaplikasikan air irigasi disetiap waktu untuk produksi pertumbuhan tanaman yang diinginkan, 2) menyediakan air dalam jumlah lebih untuk mengganti kehilangan air dart tanah melalui evaporasi dan transpirasi, dan 3) dapat terjadi adanya pencucian profil tanah untuk meningkatkan kebutuhan akan keseimbangan garam dalam tanah. Air mempunyai banyak peranan penting terhadap tanaman, diantaranya pemberian air yang cukup diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Akar-akar tanaman mengabsorpsi air secukupnya dari tanah untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Keberadaan air sangat berguna dan esensial dalam keadaan yang mudah diabsorpsi oleh tanaman (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Pemberian air irigasi tanaman pada prinsipnya dapat dilakukan dengan berbagai metode. Umumnya irigasi dibedakan menjadi empat jenis yaitu Irigasi permukaan (Surface Irrigation), Irigasi bawah permukaan (Subsurface irrigation), Irigasi curah (springkler irrigation), Irigari tetes (drip irrigation) (Hakim et al. 1986). Batchelor et al. (1996), mengemukakan penggunaan teknik mikroirigasi meliputi low-head drip irrigation, pitcher irrigation dan subsurface irrigation menggunakan pipa tanah liat. Penggunaan subsurface irrigation menggunakan pipa tanah liat menunjukkan lebih efektif dalam memperbaiki hasil, kualitas tanaman dan efesiensi penggunaan air yang baik serta ekonomis (murah, sederhana dan mudah digunakan). Pemilihan dari beberapa alternatif teknologi irigasi, dapat dimungkinkan penggunaan irigasi bawah permukaan lebih sesuai untuk dikembangkan pada lahan marginal atau lahan bertekstur tanah lempung berliat (podsolik).Irigasi bawah
94
permukaan merupakan cara pemberian air irigasi melalui pergerakan air ke atas dalam profil tanah dari aliran air yang berada beberapa puluh sentimeter di bawah permukaan tanah. Air irigasi masuk ke dalam profil tanah dan bergerak ke daerah perakaran melalui pergerakan kapiler. Penggunaan instalasi pada sistem irigasi bawah permukaan akan memiliki dua fungsi, yaitu sebagai pensuplai air disaat air tanah kering dan sebagai drainase disaat air tanah berlebih. Sistem irigasi bawah permukaan relatif lebih murah dari segi biaya (Hakim et al. 1986). Kondisi tanah dan topografi alam di beberapa lokasi dapat sesuai untuk aplikasi pemberian air secara langsung di bawah permukaan tanah. Lahan yang cocok untuk irigasi bawah permukaan terdiri dari lima jenis lahan sebagai berikut: 1) lahan dengan subsoil berkedalaman dua meter atau lebih, 2) jenis tanah subsoil yang sangat permeabel, 3) tanah dengan permukaan tanah liat dan liat berpasir yang permeabel, 4) kondisi topografi. yang seragam dan 5) lahan dengan kemiringan yang sedang (Israelsen dan Hansen, 1962). Sistem irigasi bawah permukaan lebih banyak dilakukan dalam skala kecil yaitu pada lahan alkali dengan aluvial rendah serta berdekatan dengan tanah dasar sungai yang cukup permeabel. Pengaturan muka air tanah dapat disesuaikan dengan kedalaman untuk pertumbuhan tanaman (Stern, 1979) Lapisan tanah liat biasanya memiliki permeabilitas lambat dan subsoil dangkal yang membatasi pertumbuhan akar serta mengurangi produksi. Perlu penambahan air irigasi yang optimum untuk pertumbuhan tanaman yaitu dengan penambahan sistem irigasi dalam bentuk saluran sub-surface dengan jarak tertentu dibawah drainase permukaan (Mostaghimi et al. 1989). Pergerakan air ke atas dari aliran air dalam tanah (irigasi bawah permukaan) merupakan fenomena yang menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Pergerakan air dapat terjadi oleh aliran air dalam tanah sebagai proses irigasi bawah permukaan yang diharapkan dapat membasahi tanah olah dan memenuhi kebutuhan air tanaman. Menurut Hardjowigeno (1989), kapasitas lapang (FC, Field Capacity) adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air yang dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap oleh akar tanaman atau menguap sehingga tanah makin lama makin kering. Pada suatu saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap
95
air tersebut sehingga tanaman menjadi layu (titik layu permanen/WP, Wilting Point). Kandungan air tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen disebut total air tanah tersedia. Titik kritis adalah batas minimum air tersedia yang dipertahankan agar tidak habis mengering (diserap oleh tanaman) hingga mencapai titik layu permanen. Titik kritis ini berbeda untuk berbagai jenis tanaman, tanah, iklim, serta diperoleh berdasarkan penelitian lapangan (Benami dan Offen 1984). Pengolahan tanah terbatas dapat menjadikan perawatan ringan dan mudah serta tanah dapat dialiri air yang optimal bagi pertumbuhan akar. Pengaturan irigasi bawah permukaan memiliki target mencapai agragat-agragat tanah yang stabil. Satbilitas agregat tanah dapat diperbaiki dengan cara penambahan bahan organik pada tanah hasil olahan. Bahan organik membantu mengikat butiran liat membentuk ikatan butiran yang lebih besar sehingga memperbesar ruang-ruang udara diantara ikatan butiran (Schjønning et al. 2007). Bahan organik yang diberikan dalam tanah akan mengalami proses pelapukan dan perombakan yang selanjutnya akan menghasilkan humus (Handayanto 1998). Humus bersilat koloid hidrofil yang dapat menggumpal dan berbentuk gel, oleh sebab itu humus penting dalam pembentukan tanah yang remah (Sarief 1985). Humus juga penting artinya agar tanah tidak akan cepat kering pada musim kemarau karena memiliki daya memegang air (water holding capacity) yang tinggi. Humus dapat mengikat air empat sampai enam kali lipat dari beratnya sendiri. Dengan terikatnya air oleh humus berarti dapat mengurangi penguapan air melalui tanah (Fitter dan Hay 1998). Ruang pori khususnya pada pori mikro dapat menyebabkan tanah mempunyai kapasitas untuk menyimpan air yang disebut kelembaban tanah. Titik layu permanen terjadi pada keadaan lengas tanah yang tidak dapat dipindahkan dari tanah secara alami, seperti dengan osmosis, adsorpsi, gravitasi, dan kapilaritas. Keberadaan lengas tanah yang melebihi kadar lengas tanah pada titik layu permanen disebut lengas tanah tersedia. Kadar lengas tanah dibawah titik layu permanen dikatakan sebagai kekeringan yang menyebabkan tanaman mengalami cekaman air. Kondisi kekeringan dalam pertanian merupakan keadaan defisit air tanah yang terjadi karena keberadaan air di lahan lebih rendah dari laju evapotranspirasi (Pawitan et al. 2000). Pengembangan metode dari pengolahan tanah terbatas menjadi olah tanah terbatas dalm strip beririgasi bawah permukaan hanya untuk budidaya tanaman
96
semusim yang dapat diaplikasikan sebagai alternatif pemanfaatan lahan marjinal. Penelitian ini bertujuan mendapatkan pemilihan tekstur tanah dan penambahan bahan organik terhadap ketersediaan air serta melihat pengelolaan kelembaban tanah di zona perakaran, dan menganalisis hasil rancangan percobaan perbandingannya terhadap konsep fisika tanah.
Bahan dan Metode
Penelitian diawali melihat pengaruh pemberian bahan organik pada tanah liat dan lempung berliat terhadap kemampuan mengikat air. Penelitian lanjutan di lahan dalam lingkup aplikasi bahan organik (kompos) pada strip olah tanah terbatas terhadap pertumbuhan budidaya tanaman semusim (cabai) dilaksanakan pada bulan November 2010–April 2011 dilakukan di lahan petani di Desa Hambaro, Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Bahan yang digunakan dalam penelitian di lahan terdiri dari tanah lahan pertanian dengan tekstur lempung liat berdebu jenis Podsolik, bahan organik yang berupa kompos dan air untuk irigasi bawah permukaan serta benih cabai. Bahanbahan pendukung berupa bahan kimia yang digunakan untuk analisa sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tool kit berkebun, tali, meteran, ember 1 liter, ember 5 liter, timbangan, multimeter, gypsum blok, plastik naungan, rangka bambu dan alat-alat laboratorium untuk analisa sifat fisik dan kimia tanah. Pengujian di lapangan terhadap efesiensi irigasi dengan membuat suatu strip olahan tanah 20 x 20 cm sepanjang 1000 cm, pada setiap 100 cm dipasang ajir elektronik sebagai penanda adanya aliran pada dasar strip olahan tanah. Keseragaman kondisi tanah pada strip olahan tanah diukur menggunakan moisturemeter sebelum dilakukan pengujian pengaliran atau irigasi bawah permukaan. Hasil pengujian hisapan matrik tanah dan kadar air tanah pada perlakuan yang terdapat dalam rancangan percobaan terhadap pengujian tanaman semusim (cabai), dilanjutkan dengan perhitungan total lengas tanah tersedia (AM) dan total air tanah segera tersedia (Ready Available Moisture, RAM).
97
Pengujian teknik budidaya terhadap pertumbuhan tanaman uji di lahan petani pada lahan kering berkandungan tanah liat tinggi. Penelitian lapangan tersebut menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, yaitu; waktu pemberian air (A) dan dosis bahan organik kompos (K). Faktor pemberian air terdiri atas dua macam yaitu A1 (1 kali siram pada pagi hari), dan A2 (2 kali siram pada pagi hari dan sore hari), sedangkan faktor penambahan bahan organik kompos terdiri dari 4 level dosis pemberian yaitu tanpa bahan organik K0 (0 kg), K1 (1.5 kg), K2 (3 kg) dan K4 (4.5 kg). Penelitian rancangan acak legkap tersebut dilakukan dengan tiga ulangan. Penjelasan skematik pengujian tampak pada Gambar 43, 44 dan 45. Bila terdapat perbedaan yang nyata atau amat nyata maka untuk membandingkan dua rata-rata perlakuan digunakan uji beda nyata terkecil (Least Significant Difference) taraf 5% . Prosedur penelitian pengujian parameter agronomis adalah sebagai berikut: 1. Persiapan lahan Lahan tempat penelitian dibersihkan, diratakan dan dikikis bagian topsoil ± 10 cm sebelum dilakukan pembuatan parameter pengolahan tanah. Hal tersebut dilakukan agar mempermudah pembuatan plot dan dapat lebih melihat pegaruh olahanan kompos nantinya serta pendekatan kondisi lahan marginal. 2. Pembuatan strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan Pembuatan strip dengan mencangkul tanah sesuai pola parit yang akan dibuat yaitu 20x20x100 cm. pada pangkal parit diletakkan ember pot volume 2 liter yang telah diberi celah 1x2 cm pada bagian sisi dasar menghadap sejajar strip. 3. Persemaian cabe merah pada kotak persemaian Benih cabe merah yang baik desemai di kotak semai guna dibibitkan selama ± 10 hari, setelah itu dipindahkan ke lahan penelitian. Bibit yang dipindah adalah yang seragam ukurannya. 4. Pemberian bahan organik (kompos) Kompos dibeli dari toko pertanian dan telah diketahui komposisi kandungan unsur haranya. Pemberian kompos sesuai parameter terdiri dari 4 level dosis pemberian yaitu tanpa bahan organik K0 (0 kg), K1 (1.5 kg), K2 (3
98
kg) dan K4 (4.5 kg). Kompos diberikan sebelum bibit ditanam, diaduk pada tanah olahan. (K) merupakan perlakuan bahan organic kompos: K0 (0 kg), K1 (1.5 kg), K2 (3 kg) dan K4 (4.5 kg)
Strip olahan tanah
Pemberian air: A1= pagi saja dan A2 pagi sore
20 cm 1x2 cm
100 cm
Ketrangan desain percobaan: Rancangan Acak Lengkap, diulang 3 kali
Gambar 43 Skema pengujian strip olah tanah terbatas beririgasi permukaan terhadap budidaya tanaman semusim cabai dalam perlakuan pengairan dan penambahan bahan organik . Atap plastik
Tanaman uji
Pemberian air
Strip olahan tanah
celah inlet Drainase
Tanah tak diolah(padat)
Gambar 44 Ilustrasi aplikasi di lapangan perlakuan penelitian terhadap pengujian budidaya tanaman semusim pada lahan kering
99
Media tanah dan bahan organik pada strip olahan tanah terbatas
Budidaya tanaman semusim
Tanah tidak diolah
inflow
outflow saluran drainase
Gambar 45 Ilustrasi pengembangan konsep irigasi bawah pemukaan pada strip olahan tanah di lahan lempung berliat
Gambar 46 Foto-foto di lahan percobaan saat penelitian pengujian metode strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan dengan para meter penambahan bahan organik dan pemberian air terhadap budidaya tanaman cabai 5. Penanaman Penanaman menggunakan bibit tanaman cabe merah yang telah disemai dan tumbuh dengan ukuran yang sergam (setinggi 10 cm dan telah
100
berdaun 4, ditanam di lubang tanam pada baris perlakuan pengolahan tanah. Satu strip olahan tanah terdapat 3 lubang tanam, dimana pada satu lubang tanam berisi 2 bibit yan selanjutnya akan dipertahankan hanya 1 tanaman perlubang tanam. 6. Pemeliharaan a. Penyulaman: Penyulaman dilakukan apabila terdapat bibit yang mati atau cacat dalam pertumbuhannya, penyulaman dilakukan dari umur 7 sampai dengan 21 hari setelah tanam b. Penyiangan: Penyiangan dilakukan apabila terdapat gulma yang tumbuh di sekitar lingkungan penelitian. c. Pengendalian hama dan penyakit tanaman: Pengendalian hama penyakit tanaman mengunakan Curacron 5Ec untuk hama serangga
Pengambilan data agronomis: 1. Pertambahan tinggi tanaman (cm/tanaman) dan jumlah daun: Pengamatan dilakukan pada saat hari ke 14, 28, 42, 56, 70, 84, 98, 112, dan 140 setelah tanam. Pengambilan data pertambahan tinggi tanaman dengan mengukur 105 selisih dari pertambahan tinggi tanaman, cara pengukuran yaitu: daun-daun yang ada diikat lalu dikuncupkan kemudian diukur dari pangkal sampai ujung daun terpanjang. Pertambahan jumlah daun diperoleh dengan menghitung jumlah daun yang muncul sampai akhir penelitian. 2. Panjang akar (cm tanaman-1) Perhitungan panjang akar dilakukan pada akhir penelitian dengan mengukur jumlah panjang akar pada tanaman, kemudian dirata-ratakan. 3. Bobot kering tanaman (g rumpun-1) Diukur pada akhir penenlitian dengan cara mencabut tanaman selanjutnya dioven dengan suhu 800C selama 2 x 24 jam, atau jika ditimbang beratnya konstan. Pada pengukuran berat kering dibagi tiga bagian tanaman yaitu akar, helai daun serta total berat kering tanaman.
101
Hasil dan Pembahasan
Pengujian selanjutnya dilakukan di lahan kering dengan jenis tanah Podsolik bertekstur lempung liat berdebu lokasi didaerah Leuwiliang (Pongkor) desa Hambaro. Lahan yang dipilih sangat cocok mencerminkan kondisi lahan marjinal guna aplikasi perbaikan lahan menggunakan metode strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan untuk budidaya tanaman semusim. Rancangan penelitian kinerja irigasi dengan membuat parit strip olah tanah terbatas sepanjang 10 m. Setiap 1 m diberi ajir elektronik guna mendeteksi adanya aliran air dibawah atau dasar strip olah tanah terbatas. Seperti ditunjukkan pada Gambar 47. Kinerja irigasi menunjukkan pembasahan efektif dengan menggunakan strip olah tanah terbatas hanya dapat dikembangkan dengan lintasan pengairan irigasi yang pendek < 5 m (hasil pengukuran pada Tabel 14), sehingga cocok diaplikasikan pada pegelolaan lahan subsistem atau perbaikan bentuk tradisional.
Gambar 47 Tahapan persiapan pengujian kinerja irigasi bawah permukaan pada strip olah tanah terbatas di lahan.
102
Tabel 14 Hasil pengujian pengaliran irigasi bawah permukaan pada strip olah tanah terbatas di lapangan volume air yang dituang (liter)
volume pot penyalur (liter)
debit outlet
KA awal
l/detik
ratarata
70
1
0.507
30.4
70
1
0.507
39.7
70
1
0.507
34.2
waktu (detik) ulangan
1 hari ke 1 2 hari ke 2 3 hari ke 4
1m
2m
3m
4m
5m
6m
29
102
3172
-
-
-
18
78
1534
4251
-
-
19
91
1642
4723
-
-
Lebih lanjut pada aplikasi rancangan percobaan menggunakan tanaman semusim cabai, perencanaan dari irigasi ditunjukkan dalam Tabel 15. Data properties irigasi pada Tabel 15 menunjukkan nilai yang berbeda pada tiap perlakuan bahan organik, hal tersebut sangat berhubungan terhadap efesiensi irigasi. Efisiensi dalam sebuah sistem irigasi lahan kering merupakan sesuatu yang sangat penting untuk mengetahui perbandingan antara jumlah total air yang diirigasikan dengan jumlah air irigasi yang masuk ke daerah perakaran.Efisiensi penyaluran air merupakan fungsi dari dimensi saluran pembawa, macam saluran, sifat fisik tanah dan tingkat kepadatan tanah. Data sifat fisik tanah pada lahan percobaan yang diperlukan dalam perancangan irigasi adalah dua sifat fisik tanah yang penting adalah tekstur dan struktur. Struktur tanah penting artinya bagi penyusunan partikel tanah dalam agregat. Tekstur dan struktur ini membantu menentukan tidak hanya daya penyediaan unsur hara, tetapi juga penyediaan air dan udara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah terdiri dari 6% pasir, 59% debu dan 35% liat yaitu lempung liat berdebu darinjenis podsolik dengan indeks kemantapan 93% (stabil). Tekstur dan struktur sangat menentukan ruang pori tanah dimana perimbangan jumlah ruang pori drainase dan ruang pori air tersedia sangat berpengaruh pada pergerakan air dan udara yang selanjutnya berpengaruh pada ketersediaaan air, udara, dan hara. Selanjutnya peranan penembahan bahan organik sebagai pernantap agregat tanah diaplikasikann dalam penelitian ini guna mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik tanah. Perbaikan agregat tanah terjadi karena bahan organik dapat berperan sebagai pemantap mikroagregat, mesoagregat maupun makroagregat. Posisi dan komposisi bahan organik sangat menentukan pembentukan, distribusi dan
103
stabilitas agregat (Emmerson dan Greenland 1990; Beare et al. 1994). Bahan organik berperanan pada sifat fisik tanah yaitu meningkatkan daya retensi air karena bahan organik tanah mampu menjerap air, meningkatnya stabilitas agregat (Lu et al. 1998; Obi 1999) menurunkan tahanan penetrasi tanah (Purnomo et al. 1992; Haridjaja 1996). Efisiensi penampungan air merupakan nisbah volume air yang tersimpan di daerah perakaran dan volume air yang diperlukan di daerah perakaran menjelang pemberian air. Efisiensi penampungan air menunjukkan apakah air irigasi yang diberikan sudah memenuhi kebutuhan tanaman ditinjau dari defisit kebutuhan air dalam tanah dan kemampuan tanah menahan air. Efisiensi penyebaran air menunjukkan keseragaman penyebaran air di daerah perakaran selama irigasi. Berdasarkan ketersediaan air dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman, terdapat dua hal penting yaitu kapasitas lapang dan titik layu permanen. Hasil analisis hisapan matriks tanah lahan penelitian yang berkaitan dengan kapasitas lapang dan titik layu permanen terhadap data untuk perencanaan irigasi disajikan pada Tabel 15. Kapasitas lapang merupakan kadar air setelah drainase dan kandungan air relatif stabil. Tingkat tersebut dicapai satu atau dua hari setelah pengairan. Kapasitas lapang digunakan sebagai batas atas penyimpanan air dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman. Titik layu permanen atau koefisien layu permanen merupakan batas bawah ketersediaan air dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman. Kadar air tanah pada tingkat tersebut akan menyebabkan tanaman menjadi layu secara permanen bila tidak ada penambahan air (Kramer, 1969). Total lengas tanah (AM) tersedia merupakan kadar air tersedia, dimana tampak pada Tabel 15 dari hasil uji pF di Laboratorium menunjukkan kadar air tersedia (AM) paling rendah pada perlakuan K2. Kadar air tersedia dengan nilai tertinggi pada perlakuan control (tanpa penambahan bahan organik). Kedalaman peraakaran adalah 0.2 m menunjukkan dimensi dari desain strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan, dengan demikian nilai faktor deplesi adalah 0.25 (untuk jenis tanaman dengan kedalaman perakaran 0.3-0.5 m). Nilai RAM menunjukkan untuk pemilihan tekstur tanah di zona medium (tidak halus dan tidak kasar).
104
Tabel 15 Hasil analisis hisapan matriks (pF), total lengas tanah tersedia (Available Moisture, AM) dan total air tanah segera tersedia (Ready Available Moisture, RAM) pada tanah sampel dari lahan penelitian Analisis sampel tanah
Perlakuan bahan organik
Satuan K0
K1
K2
K3
Kadar air pada jenuh air (pF 1)
% volume
57.61
53.80
55.00
56.90
Kadar air pada kapasitas lapang (pF 2.54)
% volume
30.87
39.30
39.90
41.50
Kadar air pada titik layu permanen (pF 4.2)
% volume
15.95
28.30
30.20
31.30
volume
14.92
11.00
9.70
10.20
m
0.50
0.50
0.50
0.50
0.30
0.30
0.30
0.30
4.58
3.30
2.91
3.16
44.85
33.00
29.10
30.60
Total lengas tanah tersedia (AM) Panjang perakaran (cabai) Faktor deplesi (p) Total air tanah segera tersedia (RAM) Total air tanah segera tersedia (RAM) perakaran
%volume mm
Data perencanaan irigasi tersebut sangat berguna dalam mempelajari pengembangan konsep rigasi untuk kebutuhan air tanaman. Nilai-nilai kadar air pada Tabel 15 diatas menjadi pertimbangan dimana, air tersedia atau total lengas tanah tersedia (Available Moisture) merupakan merupakan air yang ditahan dengan gaya kapiler dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman. Total air tanah segera tersedia (Ready Available Moisture, RAM) merupakan kelembaban tanah antara
kapasitas lapang dan titik layu permanen dan merupakan besarnya kemampuan tanah untuk menyimpan air (water holding capacity). Pada perlakuan kontrol (tanpa penambahan bahan organik) baik terhadap AM maupun RAM menunjukkan nilai lebih besar karena berbanding lurus dengan tekstur liat yang tinggi. Air tanah tersedia berbeda-beda untuk setiap tekstur tanah untuk tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang luas sehingga dapat menyimpan air (Hakim et al. 1986). Jumlah ketersediaan air dalam tanah merupakan jumlah air yang dapat ditahan pada daerah perakaran tanaman (Keller dan Bliesner 1990). Antara kapasitas lapang dan titik layu permanen terdapat titik kritis. Kandungan air tanah antara kapasitas lapang dan titik kritis disebut RAM. Perbandingan antara total air tanah tersedia dan RAM dinyatakan sebagai faktor p,
105
dimana besarnya dipengaruhi oleh iklim, evapotranspirasi, tanah, jenis tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman. Efisiensi dalam sebuah sistem irigasi lahan kering merupakan sesuatu yang sangat penting untuk mengetahui perbandingan antara jumlah total air yang diirigasikan dengan jumlah air irigasi yang masuk ke daerah perakaran. Air berlebihan umumnya berupa air bebas yang berada pada kelembaban tanah lebih dari kapasitas lapang. Air ini tidak berguna bagi tanaman bahkan berpengaruh buruk terhadap tanaman. Berkaitan dengan hal tersebut maka hasil perhitungan analisis kebutuhan air untuk tanaman cabai pada lahan penelitian ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16 Hasil analisis kebutuhan air untuk tanaman cabai pada lahan penelitian Etcrop*
selang irigasi
0.3 0.6 0.95 0.8
(mm/hari) 1.86 3.72 5.89 4.96
(hari) 4.0 2.0 1.3 1.5
awal perkembangan pertengahan akhir
0.3 0.6 0.95 0.8
1.86 3.72 5.89 4.96
K2
awal perkembangan pertengahan akhir
0.3 0.6 0.95 0.8
K3
awal perkembangan pertengahan akhir
0.3 0.6 0.95 0.8
perlakuan penambahan BO
stadia pertumbuhan tanaman
K0
awal perkembangan pertengahan akhir
K1
kc cabai
Irrig. netto
Irrig. gross**
(mm) 1.9 3.7 5.9 5.0
(mm) 2.7 5.3 8.4 7.1
3.0 1.5 0.9 1.1
1.9 3.7 5.9 5.0
2.7 5.3 8.4 7.1
1.86 3.72 5.89 4.96
2.6 1.3 0.8 1.0
1.9 3.7 5.9 5.0
2.7 5.3 8.4 7.1
1.86 3.72 5.89 4.96
2.7 1.4 0.9 1.0
1.9 3.7 5.9 5.0
2.7 5.3 8.4 7.1
*asumsi tidak terjadi hujan karena menggunakan naungan untuk pengkondisian lahan kering ** asumsi nilai efesiensi irigasi pada nilai 0.7
Nilai pada Table 16 menunjukkan bahwa besarnya kebutuhan air setiap fase per fase tumbuhan selama siklus hidupnya tidak sama. Hal tersebut berhubungan langsung dengan fisiologis, morfiologis dan kombinasi ke dua faktor di atas dengan faktor-faktor lingkungan. Jurnlah air yang tepat untuk penyiraman adalah sebanyak air
yang
menguap
karena
evapotranspirasi
tanaman,
sehingga
besarnya
evapotranspirasi menjadi dasar untuk menentukan banyaknya air yang harus
106
diberikan pada saat penyiraman. Tahap pertumbuhan tanarnan terdiri dan masa tumbuh, masa berbunga (vegetatif), dan masa berbuah (generatif). Selama masa turnbuh, kebutuhan air terus meningkat sampal mencapai puncak pada masa berbunga, sedangkan pada tahap berbuah kebutuhan air terus menurun dan berhenti pada saat pembentukan buah masak. (Hansen et al. 1986). Penelitian lanjutan terhadap konsep penambahan bahan organik pada tanah berliat dalam pengolahan tanah terbatas beririgasi bawah permukaan untuk tanaman semusim di lakukan di lahan dengan tanaman uji cabai. Lahan yang dipilih merupakan lahan marjinal (pertanian lahan kering) dengan tekstur tanah lempung liat berdebu dan tingkat C/N rasio rendah sebesar 6% serta tingkat keasaman pH tanah 45. Lokasi lahan di desa Hambaro Leuwiliang Bogor dengan deskripsi kondisi lahan asli dari semak rumput ilalang serta topografi bentuk lahan sempit berteras (bekas dari lahan sawah tradisional yang tidak digunakan). Perlakuan penambahan bahan organik yang digunakan adalah bahan organik kompos, sedangkan perlakuan lainnya adalah pemberian air dari bawah permukaan. Konsep pengembangan teknik budidaya tanaman yang di ujikan di lahan merupakan pengelolaan kelembaban tanah di zona perakaran dimaksudkan untuk mempertahankan kelembaban atau kadar air tanah agar tersedia pada saat dibutuhkan oleh tanaman. Rangkaian penelitian sebelumnya terhadap konsep pemberian pengairan bawah permukaan pada strip olah tanah terbatas telah dikemukaaan dalam pembuatan model simulasi merupakan bentuk sebaran pembasahan dari kapilaritas yang dapat mencapai perakaran tanaman. Secara ekologi tanaman dapat dijelaskan bahwa tanaman mencukupi kebutuhan air dengan menyerap air tanah yang berdekatan sekali dengan permukaan jerapan akar. Dua fenomena yang memungkinkan tanaman mendapatkan air, yaitu: pertama merupakan pergerakkan kapiler air tanah ke perakaran dimana akar rambut mulai menyerap air dari setiap titik dalam tanah yang lembab, lapisan air menipis dan energi resistensinya naik. Air yang ada disekitar daerah itu akan tertarik ke daerah dimana serapan berlangsung sedangkan kecepatan pergerakkan air tergantung dari besarnya perbedaan hisapan yang terbentuk dan daya hantar pori tanah. Kedua merupakan kecepatan perpanjangan akar dimana selama periode pertumbuhan tertentu akar sering memanjang begitu cepat sehingga kontak baru selalu tercipta, walaupun suplai air
107
cepat menurun dan tanpa bantuan air kapiler. Media tanam dalam strip olah tanah terbatas dengan penambahan dosis bahan organik menunjukkan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan tanaman, namun fungsi mengikat air dalam menjaga ketersediaan air menunjukkan tidak berpengaruh optimal terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 17 yang merupakan hasil pengujian di lahan menggunakan rancangan percobaan dengan tanaman uji adalah cabai keriting. Hasil rekapitulasi data penelitian tersebut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bahan organik dinilai berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman cabai sedangkan untuk perlakuan pemberian air menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman cabai sebagai tanaman uji. Tabel 17 Rekapitulasi hasil penelitian aplikasi strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan dengan penambahan bahan organik dan pemberian air terhadap pertumbuhan tanaman cabai
K0A1
Tinggi tanaman (cm) 140 14 hst 70 hst hst a a 10.56 12.73 16.04
K1A1
10.00
a
22.18
a
K2A1
11.48
a
43.48
K3A1
11.98
a
K0A2
13.60
K1A2
perlakuan
Jumah daun (helai) 14 hst
70 hst
140 hst
Panjang akar (cm)
Berat kering (g)
a
4.75
a
7.58
a
10.33
a
12.41
a
1.39
a
25.78
a
5.50
a
15.58
a
21.08
a
18.09
a
3.57
a
b
53.97
b
6.08
a
48.08
b
65.33
b
21.13
a
15.67
b
40.18
b
49.78
b
6.67
ab
41.50
b
62.75
b
18.65
a
14.14
b
a
13.33
a
14.59
a
4.17
a
7.08
a
8.83
a
12.09
a
1.21
a
8.38
a
16.76
a
22.64
a
5.00
a
12.92
a
29.92
a
17.16
a
6.06
a
K2A2
10.49
a
23.90
a
36.83
a
4.92
a
13.25
a
31.67
a
17.69
a
6.49
a
K3A2
10.48
a
39.98
b
46.76
ab
7.08
b
36.83
b
55.67
ab
20.02
a
12.43
a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Gambar 48 dapat menunjukkan rekaman pertumbuhan tanaman selama penelitian dengan melihat perbedaan dan setiap pergerakan kurva pada grafik yang mencerminkan pertumbuhan tanaman. Sesuai hasil pengolahan data rancangan percobaan dan rekaman pertumbuhan tinggi tanaman di atas menunjukkan penjelasan yang berbeda terhadap hasil perlakuan pengaruh pemberian air, yaitu antara kondisi secara kuantitatif dan kualitatif. Perhitungan statistik secara kuantitatif kearah penjelasan agronomis sedangkan pengamatan grafik pertumbuhan tanaman secara
108
kualitatif menunjukkan pada level pemberian air satu kali memberikan pengaruh lebih baik terhadap kondisi air tersedia bagi tanaman, kecuali terhadap penambahan bahan organik terbanyak (K3) yang meyebabkan air terikat lebih banyak sehingga dapat berpegaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Sesuai dengan pendapat Hakim et al. (1986) menyatakan bahwa air tersedia merupakan merupakan air yang ditahan dengan gaya kapiler dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman. Air total tersedia merupakan kelembaban tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen dan merupakan besarnya kemampuan tanah untuk menyimpan air (water holding capacity). Jumlah air tanah yang bermanfaat untuk tanaman mempunyai batas-batas tertentu. Keadaan kelebihan air atau kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, disebabkan gaya-gaya adhesi, kohesi dan gravitasi air
60
60
50
50
Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman (cm)
didalam tanah. (Hardjowigeno, 1986).
40 30 20 10
40 30 20 10 0
0 K0
K1
K2
K0
K3
K1
60
50
50
Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman (cm)
60
40 30 20 10 0
K3
40 30 20 10 0
K0
K1
K2
K3
K0
K1
70 hst 60
60
50
50
40
40
30
30
20 10 0 K0
K1
K2 112 hst
K2
K3
98 hst
K3
Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman (cm)
K2 42 hst
14 hst
20 10 0 K0
K1
K2
K3
140 hst
A1
A2
Gambar 48 Grafik pertumbuhan rata-rata tinggi tanaman pada 14, 42, 70, 98, 112, dan 140 hari setelah tanam
109
Foto-foto pertumbuhan tanaman ditunjukkan pada Gambar 49 dapat lebih menjelaskan kondisi di lahan penelitian. Rangkaian foto pertumbuhan tanaman menunjukkan pertumbuhan tanaman pada awalnya tumbuh dengan cukup baik tetapi setelah 84 hari setelah tanam untuk tanaman yang telah berbuah dan pertumbuhan pesat sebelumnya ternyata menunjukkan kemunduran kualitas pertumbuhan. Kemunduran kualitas pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa pemberian irigasi berpengaruh terhadap kualitas pertumbuhan tanaman. Kondisi tersebut karena pada rancangan irigasi sebelumnya terkait dengan pemberian air atau kebutuhan air tanaman setiap fase atau stadia pertumbuhan adalah berbeda.
14 hst
28 hst
70 hst
42 hst
84 hst
112 hst
98 hst
140 hst
Gambar 49 Foto-foto pertumbuhan tanaman pada 14, 42, 70, 98, 112, dan 140 hari setelah tanam Pada Table 16 menerangkan kebutuhan air tanaman sesuai dengan kc dari tanaman cabai yang menunjukkan perbedaan nilai air yang dibutuhkah setiap fase pertumbuhannya. Keadaan tersebut tidak diterapkan dalam penelitian karena perlakuan pemberian air yang diseragamkan ada setiap fasenya. Hal tersebut merupakaan kelalaian peneliti yang diduga menjadi penyebab penurunan kualitas. Namun hal lain yang dapat diduga adalah kondisi penyebaran perakaran tanaman telah mencapai dasar strip olah tanah minmal dengan kondisi kadar air berlebih
110
selain itu kondisi bahan organik pada media yang terlalu basah menjadi media pertumbuhan mikroorganisme yang tidak baik bagi tanaman. Kondisi tersebut dapat
dijelaskan oleh pendapat Janick et al. (1969), Menyatakan bahwa kedalaman akar berkurang dengan bertambahnya air tanah, sebaliknya dalam keadaan stress air akan lebih panjang, lebih halus dan banyak cabang serta besar rasio akar dengan tajuk. Laju penyerapan air oleh akar merupakan fungsi sebaran akar. Kecepatan ekstraksi
air dari suatu lapisan tanah merupakan fungsi dari kecepatan akar. Sekitar 40 persen dari seperempat bagian teratas dari daerah akar, 30 persen dari perempat yang kedua,
20 persen dari perempat yang ke tiga dan 10 persen dari perempat terbawah dari jumlah seluruh air yang diekstraksi berasal. Selanjutnya Hakim et al. (1986) menerangkan bahwa air berlebihan umumnya berupa air bebas yang berada pada kelembaban tanah lebih dari kapasitas lapang. Air ini tidak berguna bagi tanaman bahkan berpengaruh buruk terhadap tanaman. Kedalaman perakaran sangat berpengaruh pada porsi air yang dapat diserap. Makin panjang dan dalam akar menembus tanah makin banyak air yang dapat diserap bila dibandingkan dengan perkaraan yang pendek dan dangkal dalam waktu yang sama. Hasil dokumentasi dokumentasi tanaman ditunjukkan pada Gambar 50 pada saat 140 hari setelah tanam (akhir penelitian). Gambar 50 menunjukkan perbandingan ukuran tanaman secara utuh pertumbuhan batang dan perakaran dari perbedaan perlakuan pada rancangan percobaan.
Gambar 50 Foto perbandingan pertumbuhan pada akhir penelitian (140 hst) antara perlakuan pemberian air A1 dan A2.
111
Tanaman-tanaman pada perlakuan kontrol (K0) tanpa pemupukan tampak terjadi stagnasi pertumbuhan sangat berbeda dengan perlakuan penambahan bahan organik K2 dan K3) tumbuh normal baik batang maupun perakarannya. Konsentrasi air dalam tanah akan berfluktuasi sesuai dengan jumlah penambahan air oleh penambahan air irigasi dan konsentrasi air dalam tanah tergantung pada faktor lingkungan (termasuk penambahan bahan organik). Lain halnya dengan konsentrasi air dalam jaringan tanaman, faktor lingkungan hanya berpengaruh tidak langsung. Hal yang berpengaruh langsung terhadap konsentrasi air dalam jaringan tanaman adalah kegiatan fisiologis dan morfologis tanaman. Sedangkan faktor-faktor lingkungan hanya mempercepat atau memperlambat proses fisiologis dan morfologis 116 tanaman. Air tanah yang dapat diisap oleh akar tanaman berada diantara keadaan air kapasitas lapang (filed capacity) dan titik layu permanen (permanent wilting point). Tersedianya air bagi tanaman ditentukan oleh jenis tanaman, kegiatan metabolism dalam jaringan tanaman yang sedang aktif dan respon tanaman (menyangkut daya adaptasinya terhadap penggunaan air). Kondisi air tanah yang berada sedikit dibawah kapasitas lapang merupakan ketersediaan air yang optimum. Selang waktu air yang tersedia bagi tanaman hanyalah kecil, karena sangat tergantung pada kondisi lingkungan dan aktivitas fisiologi tanaman. Tanaman cabai sebagai tanaman uji pada teknik budidaya strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan memiliki karakteristik tanaman semusim yang sensitif terhadap kelebihan pemberian air. Tanaman cabai biasanya dibudidayakan ketika awal musim kemaru atau musim kemarau dengan penyiraman tanaman yang cukup. Pola pergerakan kadar air tanah di lahan penelitian diukur menggunakan elektroda blok gypsum terhubung dengan multimeter untuk pembacaan nilai tahanan yang dapat dikalibrasikan dengan kadar air pengukuran gravimetrik. Elektroda blok gypsum ditanam dalam strip olah tanah terbatas lebih dari 1 minggu setelah itu dilakukan pengukuran pada jam 9.00, 11.00, 13.00, 15.00 dan 17.00 untuk mendapatkan pola pembasahan dari perlakuan pemberian air dalam satu hari. Gambar 51 menunjukkan hasil pengukuran pola pergerakan kadar air dalam bentuk grafik kontur pola pergerakan air pada strip olah terbatas beririgasi bawah permukaan di lahan penelitian pada perlakuan K0A1, sedangkan untuk perlakuan K0A2 ditunjukkan pada Gambar 52.
112
Gambar 51 dan 52 menunjukkan pergerakan air pada strip olah tanpa penambahan bahan organik. Perlakuan pemberian air satu kali pada pagi hari jam 8.00 tampak kontur yang lebih rapat menunjukkan pola sebaran kadar air yang kurang merata dibandingkan perlakuan pemberian air 2 kali pagi (jam 8.00)dan sore hari (jam 16.00).
Gambar 51 Grafik kontur kadar air (% volume) pada strip olah terbatas beririgasi bawah permukaan dengan perlakuan K0A1
113
Gambar 52. Grafik kontur kadar air (% volume) pada strip olah terbatas beririgasi bawah permukaan dengan perlakuan K0A2 Gambar kontur lebih menunjukkan pergerakan kadar air dari outlet atau pangkal strip olah bergerak ke arah inlet atau ujung strip olah tanah. Hal ini disebabkan pengaturan atau jumlah elektroda gypsum pada strip olah tanah masih kurang banyak jumlahnya sehingga garis garis kontur yang dihasilkan kurang mendekati prediksi model simulasi pergerakan kadar air yang telah dibangun sebelumnya.
114
Gambar 53 Grafik kontur kadar air (% volume) pada strip olah terbatas beririgasi bawah permukaan dengan perlakuan K3A1 Kondisi grafik kontur yang lebih merata ditunjukkan pada Gambar 53 dan 54 dengan perlakuan penambahan bahan organik K3 (dosis terbanyak) masingmasing terhadap perlakuan pemberian air A1 dan A2. Sebaran kadar air pada strip olah tanah terbatas tampak lebih renggang dengan sebaran kadar air pada nilai kapsitas lapang. Allen et al. (1998) mengemukakan, apabila kadar air dipermukaan tanah masih cukup untuk proses evapotranspirasi potensial (terbatas pada kondisi kapasitas lapang), maka terjadi evapotranspirasi yang besarnya konstan. Namun
115
apabila kadar air tidak mencukupi untuk proses evapotranspirasi potensial, maka laju evapotranspirasi menurun secara gradual mengikuti penurunan kadar air.
Gambar 54 Grafik kontur kadar air (% volume) pada strip olah terbatas beririgasi bawah permukaan dengan perlakuan K3A2 Kebutuhan air irigasi tersebut didasarkan pada zone perakaran sedalam 20 cm yang diprediksi dari kekurangan kadar air di lapangan terhadap kadar air minimum tersedia (allowable soil moisture depression).
116
Penggunaan naungan atap plastik transparan guna mengkondisikan lahan kering ternyata berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro disekitar tanaman sehingga tampak pertumbuhan tanaman di bawahnya kurang baik. Efek rumah kaca yang disebabkan naungan pelastik mdapat meningkatkan suhu dan proses evapotranspirasi serta aerasi yang terganggu pada tanah olahan mempengaruhi kondisi perakaran tanaman terutama terhadap penyerapan air. Penyerapan air oleh akar tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kondisi lingkungan dan morfologi akar. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penyerapan air oleh akar adalah; ketersediaan air tanah, temperatur tanah, sirkulasi udara tanah, konsentrasi larutan dalam tanah dan sistem perakaran.
Gambar 55 Penggunaan naungan atap plastik transparan guna mengkondisikan lahan kering berdampak pada kondisi iklim mikro disekitar tanaman sehingga tampak pertumbuhan tanaman di bawahnya kurang baik Kebuturan air tanaman (consumtive use) sama dengan evapotranspirasi, yaitu jumlah air pada suatu areal yang dipergunakan untuk transpirasi, pembentukan jaringan tanaman dan yang diuapkan melalui permukaan tanah, permukaan air serta yang diintersepsi oleh tanaman, dinyatakan dalam volume air per satuan luas, seperti meter kubik per hektar atau dalam tinggi air, seperti milimeter. Besarnya air yang hilang karena evapotranspirasi dipengaruhi oleh faktor-faktor suhu air, suhu udara
117
(atmosfir), kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan juga persediaan air tanah (Sosrodarsono dan Takeda 1980). Pada pengamatan kondisi perakaran pada 140 hari setelah tanam menunjukkan telah terjadi busuk akar pada beberapa bagian sistem perakaran. Busuk akar tampak pada perlakuan-perlakuan dengan bahan organik (K3 dan K2), hal ini juga terdeteksi ketika 128 hari setelah tanam dimana tanaman menunjukkan penurunan kualitas pertumbuhan (produksi hanya 1 kali panen pada K3A2, K3A1, K2A1 dan K2A2). Busuk akar pada tanaman disebabkan oleh kurangnya oksigen dan dapat meningkatkan ketersediaan unsur mikro, karena ketersediaan unsur mikro bertambah dalam kondisi pH rendah (masam). Akibat lain dari kurang baiknya sikulasi tanah adalah terbunuhnya mikro-organisme aerob, yang pada gilirannya akan terlambatnya pembusukan bahan organik. Kondisi seperti ini sering mengakibatkan tidak tersedianya pupuk pada tanaman terlebih dulu harus mengalami proses penguraian.
Kesimpulan 1. Konsep pengembangan teknik budidaya tanaman yang diujikan di lahan merupakan pengelolaan kelembaban tanah di zona perakaran dimaksudkan untuk mempertahankan kelembaban atau kadar air tanah agar tersedia pada saat dibutuhkan oleh tanaman. Kinerja irigasi menunjukkan pembasahan efektif dengan menggunakan strip olah tanah terbatas hanya dapat dikembangkan dengan lintasan pengairan irigasi yang pendek < 5 m, sehingga cocok diaplikasikan pada pegelolaan lahan subsistem atau perbaikan bentuk tradisional 2. Hasil
rekapitulasi
data
penelitian
menggunakan
rancangan
percobaan
menunjukkan bahwa pada perlakuan penambahan bahan organik dinilai berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman cabai sedangkan untuk perlakuan pemberian air menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman cabai sebagai tanaman uji. 3. Perhitungan statistik secara kuantitatif menunjukkan kearah penjelasan agronomis sedangkan pengamatan grafik pertumbuhan tanaman secara kualitatif menunjukkan bahwa pada level pemberian air satu kali memberikan pengaruh lebih baik terhadap kondisi air tersedia bagi tanaman, kecuali terhadap
118
penambahan bahan organik terbanyak (K3) yang meyebabkan air terikat lebih banyak sehingga dapat berpegaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman. 4. Tanaman-tanaman pada perlakuan kontrol (K0) tanpa pemupukan tampak terjadi stagnasi pertumbuhan sangat berbeda dengan perlakuan penambahan bahan organik K2 dan K3) tumbuh normal baik batang maupun perakarannya, kondisi demikian disebabkan oleh konsentrasi air dalam tanah dapat berfluktuasi sesuai dengan jumlah penambahan air oleh penambahan air irigasi dan konsentrasi air dalam tanah tergantung pada faktor lingkungan (termasuk penambahan bahan organik). 5. Tanaman cabai sebagai tanaman uji pada teknik budidaya strip olah tanah terbatas beririgasi bawah permukaan memiliki karakteristik tanaman semusim yang sensitif terhadap kelebihan pemberian air.