KARAKTERISTIK KEJU LUNAK PROBIOTIK DARI SUSU KAMBING DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK HERBAL DAN PENGARUHNYA DALAM PENGHAMBATAN AKTIVITAS ENZIM α-AMILASE
SKRIPSI RIBKA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
0
RINGKASAN Ribka. D14070012. 2012. Karakteristik Keju Lunak Probiotik dari Susu Kambing dengan Penambahan Ekstrak Herbal dan Pengaruhnya dalam Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Ir. B. N. Polii, SU Sekitar 80% pengobatan penyakit di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia bergantung pada pengobatan tradisional, terutama yang menggunakan herbal. Herbal juga banyak digunakan dalam pangan. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak mint, dill dan kemangi mampu menghambat aktivitas enzim α- amilase. Penghambatan aktivitas enzim tersebut berperan penting dalam manajemen diabetes tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisik, kimia, mikrobiologis dan organoleptik keju lunak probiotik dari susu kambing dengan penambahan ekstrak daun mint, dill atau kemangi. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri atas: 1) pemeriksaan kemurnian dan penghitungan populasi kultur starter keju; 2) uji kualitas susu kambing segar; 3) identifikasi taksonomi herbal; 4) ekstraksi herbal dan 5) uji fitokimia ekstrak herbal. Penelitian utama terdiri atas: 1) pembuatan keju; 2) ekstraksi ekstrak herbal dan keju; 3) pengamatan dan pengujian karakteristik fisik, kimia, mikrobiologis dan organoleptik keju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak herbal memperlambat koagulasi awal keju, kecuali keju dill. Rendemen keju herbal lebih rendah dari keju keju kontrol dan persentase terendah (P<0,01) pada keju dill. Keju dalam penelitian ini tergolong jenis keju lunak dengan kadar air > 50%. Penambahan ekstrak herbal meningkatkan total fenol keju (P<0,01), aktivitas antioksidan, aktivitas penghambatan enzim α-amilase (P<0,01) dan total BAL keju (P<0,01). Keju dengan total fenol tertinggi hingga terendah secara berurutan adalah keju kemangi (316,14 ± 12,72), dill (314,23 ± 0,36), mint (283,41 ± 14,33) dan kontrol (108,01 ± 6,92) dalam μg ekuivalen asam galat (EAG)/g bahan kering keju. Penghambatan DPPH oleh senyawa dalam keju kontrol dan mint bersifat dosis-independent, namun termasuk dosis-dependent pada keju dill. Penghambatan enzim α-amilase tertinggi diperoleh pada keju mint 2,89 ± 0,17 % dalam satu milligram bahan kering keju. Sinergisme antara ekstrak herbal, bahan-bahan keju dan bakteri probiotik mengingkatkan penghambatan α-amilase sebesar 10,17 sampai 32,11 dibandingkan keju kontrol. Persamaan regresi penghambatan DPPH (Y) dengan total fenol (X) (Y = 5,467 + 0,1555X; R2 = 35%; P <0,05) dan penghambatan DPPH (Y) dengan total BAL (X)(Y= 1,931X – 8,209; R2 = 44,8%; P<0,05) menunjukkan bahwa perubahan persen penghambatan DPPH sebesar 35% disebabkan nilai total fenol, sebesar 44,8% oleh BAL keju dan sisanya ditentukan oleh faktor lain. Persamaan regresi total fenol (Y) dan total BAL dalam keju (X) (Y = 7,186 + 0,06965X; R2 = 58,4%; P <0,01) menunjukkan bahwa perubahan total BAL keju sebesar 58,4% disebabkan oleh total fenol keju dan 41,6% ditentukan oleh faktor lain.
i
Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa ekstrak herbal secara nyata (P<0,05) menurunkan kesukaan panelis terhadap penampilan umum dan warna keju. Ekstrak mint menurunkan kesukaan panelis terhadap aroma (P<0,01) dan rasa keju. Ekstrak herbal tidak mempengaruhi daya oles dan aroma prengus, namun mampu menyamarkan aroma prengus keju. Teknologi fermentasi dengan bakteri probiotik saja sudah mampu menyamarkan aroma prengus keju, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan pengaruh dari ekstrak herbal. Rataan ranking karakteristik organoleptik menunjukkan bahwa keju yang memiliki karakteristik organoleptik terbaik oleh panelis adalah keju kontrol. Hasil penelitian ini mengindikasikan potensi terapeutik ekstrak mint, dill atau kemangi dalam keju lunak dari susu kambing sebagai pangan fungsional bagi manajemen diabetes tipe 2. Kata-kata kunci: susu kambing, keju lunak probiotik, ekstrak herbal, α-amilase
ii
ABSTRACT Characteristic of Herb Extract Included-Probiotic Soft Cheese Produced from Goat Milk and Their Effect on the Inhibition of Enzyme α-amylase Activity Ribka, R. R. A. Maheswari, B. N. Polii Herbs are widely used in culinary and as traditional medicine. Previous study investigated mint, dill and basil extract inhibition on enzim correlated with type 2 diabetes, was α-amylase. The objective of this research is to identify the physical, chemical, microbiological and sensory quality of mint, dill and basil cheeses. The result of this study showed that herb extract reduced pH of cheese during fermentation faster than plain cheese. The yield of mint and basil cheese were not very significantly different with plain cheese, but lower in dill cheese (P<0.01). The highest total phenolic content (TPC) was found in basil cheese (316.14 ± 12.72 μg GAE/g cheese DW). Herbs cheeses very significantly (P<0.01) inhibited DPPH (1,1diphenyl-2-picrylhydrazyl) and α-amylase activity, with the highest activity for each assay respectively were dill and mint cheese, 0.23 ± 0.02 % and 2.89 ± 0.17 % per mg cheese DW respectively. DPPH inhibition of plain and mint cheese was doseindependent, but otherwise in dill cheese. Herbs extract increased total LABs of cheese. Regression equations of DPPH inhibition (Y), TPC (X) and total LABs (Z) were Y = 5.467 + 0.1555X; (R2 = 35%; P <0.05), Y= 1.931Z – 8.209 (R2 = 44.8%; P<0.05) and X = 7.186 + 0.06965Z (R2 = 58.4%; P <0.01) respectively. The best formula of herbs cheese based on sensory quality is dill cheese. This study indicated the therapeutic potentiality of mint, dill or basil extract included-probiotic soft cheese produced from goat milk as functional food for people with type 2 diabetes. Keywords: goat milk, probiotic soft cheese, herbs extract, α-amylase
iii
KARAKTERISTIK KEJU LUNAK PROBIOTIK DARI SUSU KAMBING DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK HERBAL DAN PENGARUHNYA DALAM PENGHAMBATAN AKTIVITAS ENZIM α-AMILASE
RIBKA D14070012
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv
Judul : Karakteristik Keju Lunak Probiotik dari Susu Kambing dengan Penambahan Ekstrak Herbal dan Pengaruhnya dalam Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase Nama : Ribka NIM
: D14070012
Menyetujui, Pembimbing Utama
(Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA) NIP. 19620504198703 2 002
Pembimbing Anggota
(Ir. B. N. Polii, SU) NIP. 19480402 198003 2 001
Mengetahui Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212198603 1 004
Tanggal Ujian : 16 Maret 2012
Tanggal Lulus:
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1989 di Deli Serdang, Sumatera Utara. Penulis adalah anak kelima dari delapan bersaudara dari Japet Tarigan dan Sumarni Sinulingga. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SDN Buluh Nipes, pendidikan menengah pertama pada tahun 2004 di SMPN 2 Kutalimbaru dan pendidikan menengah atas pada tahun 2007 di SMAN 15 Medan. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Seluruh biaya pendidikan penulis dari SMP hingga kuliah merupakan kebaikan Tuhan melalui beasiswa pribadi, perusahaan dan institusi. Penulis terlibat aktif dalam kegiatan pengabdian ke masyarakat, Indonesia National Committee for UNESCO, the Indonesian Society for Lactic Acid Bacteria (ISLAB), Forces IPB, Komisi Literatur PMK IPB, IMKA IPB, POPK Fakultas Peternakan IPB, Tim PI dan Permata GBKP Rg Bogor serta CCC Indonesia (delegasi Indonesia ke Filipina dan Singapura). Penulis aktif sebagai asisten praktikum Mata Kuliah Dasar-dasar Teknologi Hasil Ternak, Teknik Penanganan dan Pengolahan Hasil Ikutan Ternak, dan Ilmu dan Teknik Pengolahan Susu. Penulis aktif mengikuti magang di PT Charoen Pokphand, ICDF atau Misi Teknik Taiwan, dan sebagai peserta IPB Go Field dalam program Pilot Plant Pertanian Terpadu di Indramayu. Penulis merupakan mahasiswa berprestasi tingkat Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2009 dan 2010. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa dari Yayasan Eka Tjipta Foundation dari PT Sinar Mas pada tahun 2007 sampai 2011, beasiswa alumni POPK Fakultas Peternakan IPB, beasiswa social media and leadership training dari PT Nutrifood Indonesia, research grant dari Yayasan Karya Salemba Empat dan penerima dana penelitian dari Dinas Pendidikan Tinggi Republik Indonesia pada tahun 2011 dan 2012 melalui Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian. Penulis terlibat aktif dalam kompetisi di tingkat institusi, nasional maupun internasional. Beberapa diantaranya adalah Social Generation di Universitas Gadjah Mada, Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional ke XXIV dan XXV, Nutrifood Leadership Award 2011, 2nd International Seminar on Animal Industry, IELSP cohort IX dan Tri University International Symposium tahun 2011 di Cina dan tahun 2012 di IPB. vi
KATA PENGANTAR Segala pujian dan hormat kemuliaan bagi Tuhan Yesus Kristus atas penyertaanNya yang sempurna hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul Karakteristik Keju Lunak Probiotik dari Susu Kambing dengan Penambahan Ekstrak Herbal dan Pengaruhnya dalam Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase merupakan karya tulis berupa tuangan ide penelitian dasar, penelitian tahap awal dari pengaplikasian ekstrak mint, dill dan kemangi dalam keju lunak probiotik susu kambing. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ketiga ekstrak herbal tersebut mampu menghambat aktivitas enzim penyebab hipertensi dan diabetes tipe 2. Penelitian ini dilakukan untuk mengobservasi karakteristik fisik, kimia, mikobiologis dan organoleptik keju lunak probiotik susu kambing dengan atau tanpa penambahan ekstrak mint, dill atau kemangi. Ekstrak herbal diharapkan mampu meningkatkan aktivitas penghambatan enzim terkait diabetes tipe 2 sekaligus berfungsi sebagai flavor keju. Penggalian potensi sumber daya alam yang diberi sentuhan teknologi tersebut diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah produk turunan susu kambing dan menjawab permasalah pangan bagi penderita diabetes tipe 2. Penelitian ini merupakan salah satu wujud aplikatif pengamalan Tridarma Perguruan Tinggi, sebagai salah satu lembaga yang menjembatani ilmu sains dengan masyarakat industri. Pelaksanaan penelitian ini hingga selesai merupakan anugerah dari Tuhan sehingga hasilnya saya kembalikan bagi kesejahteraan masyarakat. Semoga karya tulis ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan terhadap penyelesaian masalah yang dihadapi bangsa kita saat ini.
Bogor, Agustus 2012
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ......................................................................................................
i
ABSTRACT.........................................................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .........................................................................................
vii
DAFTAR ISI........................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
xiii
PENDAHULUAN ...............................................................................................
1
Latar Belakang ......................................................................................... Tujuan ......................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................
3
Susu.......................................................................................................... Susu Segar................................................................................... Susu Kambing ............................................................................. Keju.......................................................................................................... Karakteristik Keju ....................................................................... Koagulasi .................................................................................... Keju Lunak (Soft Cheese) ........................................................... Bakteri Asam Laktat (BAL) .................................................................... Bakteri Probiotik ......................................................................... Lactobacillus acidophilus ........................................................... Lactococcus lactis ....................................................................... Herbal ...................................................................................................... Mint (Mentha arvensis) .............................................................. Dill (Foeniculum vulgare Mill) .................................................. Kemangi (Ocimum basilicum) .................................................... Senyawa Fenol pada Tumbuhan ................................................. Aktivitas Antimikrob Senyawa Fitokimia .................................. Aktivitas Antioksidan Senyawa Fitokimia ................................. Enzim α-amilase dan Kaitannya dengan Diabetes Tipe 2 .......................
3 3 4 6 6 7 8 8 8 9 10 11 11 11 12 13 14 14 17
MATERI DAN METODE ...................................................................................
19
Lokasi dan Waktu .................................................................................... Materi....................................................................................................... Prosedur ................................................................................................... Penelitian Pendahuluan ...............................................................
19 19 20 20
viii
Uji Kualitas Susu Kambing Segar (BSN, 1998) dan Susu Evaporasi. ............................................................... Uji Determinasi Taksonomi Herbal. ............................... Ekstraksi Herbal (Kwon et al., 2006). ............................. Uji Fitokimia Ekstrak Herbal. ......................................... Penyegaran Kultur Starter Bakteri. ................................. Pemeriksaan Karakteristik Kultur Starter (Pelczar dan Chan, 2008). .................................................................... Perbanyakan Kultur Starter. ............................................ Penelitian Utama ......................................................................... Pembuatan Keju dari Susu Kambing (Nasution, 2010) .. Uji Fisik Keju Segar Susu Kambing (AOAC, 2007) ...... Uji Kimia Keju Segar Susu Kambing ............................. Uji Mikrobiologis Keju Segar Susu Kambing ................ Uji Organoleptik Keju Segar Susu Kambing .................. Bagan Alir Penelitian .................................................................. Rancangan dan Analisis Data ..................................................................
20 20 20 21 21 21 22 22 22 23 23 26 26 28 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
30
Karakteristik Susu Kambing .................................................................... Karakteristik Herbal................................................................................. Taksonomi Herbal....................................................................... Karakteristik Fitokimia Ekstrak Herbal ...................................... Karakteristik Kultur Starter Keju............................................................. Karakteristik Fisik Keju Segar Susu Kambing ........................................ Waktu Koagulasi Awal ............................................................... Rendemen ................................................................................... Karakteristik Kimia Keju Segar Susu Kambing ...................................... Komposisi Nutrien Keju ............................................................. Total Fenol .................................................................................. Aktivitas Antioksidan ................................................................. Uji Penghambatan Enzim α-amilase secara in vitro ................... Karakteristik Mikrobiologis Keju Segar Susu Kambing ......................... Karakteristik Organoleptik Keju Segar Susu Kambing ........................... Uji Hedonik................................................................................. Penampilan Umum .......................................................... Warna .............................................................................. Aroma .............................................................................. Rasa ................................................................................. Mutu Hedonik ............................................................................. Aroma Prengus ................................................................ Daya Oles ........................................................................
30 32 32 33 35 37 37 38 39 39 40 42 45 46 48 48 48 49 50 50 51 51 52
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
55
Kesimpulan .............................................................................................. Saran ........................................................................................................
55 55
UCAPAN TERIMA KASIH ...............................................................................
56
ix
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
57
LAMPIRAN .........................................................................................................
63
x
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Syarat Mutu Susu Segar berdasarkan SNI 3141.1:2011 ...............................
3
2. Pengelompokan Mutu Susu Kambing Segar Berdasarkan Beberapa Karakteristik ..................................................................................................
4
3. Jenis-jenis Keju Berdasarkan Kekerasan Produk Akhir dan Karakteristik Pemeramannya ………………………………………………………………
6
4. Klasifikasi Senyawa Fenol …………………………………………………..
14
5. Kualitas Susu Kambing Segar .......................................................................
30
6. Karakteristik Susu Kambing yang Telah Dievaporasi ..................................
31
7. Taksonomi Ketiga Sampel Herbal ................................................................
32
8. Hasil Uji Kualitatif Karakteristik Fitokimia Ekstrak Herbal ........................
33
9. Persentase Rendemen Keju ...........................................................................
38
10. Komposisi Nutrien, KLBK dan MFFB Keju ................................................
39
11. Kadar Fenol Ekstrak Keju dan Herbal ..........................................................
41
12. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Keju dan Herbal dalam Menghambat Aktivitas Radikal DPPH …………………………………………………....
42
13. Tren Aktivitas Antioksidan Ekstrak Keju dan Herbal dalam Menghambat Aktivitas Radikal DPPH ……………………………………………………..
43
14. Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase Oleh Ekstrak Keju dan Herbal ..
45
15. Populasi BAL Kultur Kerja dan Keju yang Difermentasi pada Suhu 37 oC
47
16. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Uji Hedonik Keju dengan atau tanpa Penambahan Ekstrak Herbal ........................................................................
48
17. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Uji Mutu Hedonik Keju dengan atau Tanpa Penambahan Ekstrak Herbal ........................................................................ 51 18. Perankingan Keju dengan Formula Terbaik berdasarkan Karakteristik Organoleptik ................................................................................................
53
xi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Sifat Fungsional Beberapa Peptida Susu ........................................................
5
2. Koagulasi Enzim yang Dimulai dengan Keberadaan Enzim (♀) diantara Misel Kasein (O) yang Stabil (a), Destabilisasi Kasein Misel (b), Agregasi Kasein dalam Gugus Kecil (c) dan Koagulasi Misel Kasein Menjadi Gugus yang Lebih Besar ................................................................................
7
3. Lactobacillus acidophilus ..............................................................................
10
4. Lactococcus lactis ..........................................................................................
10
5. Mentha arvensis L. ........................................................................................
11
6. Bagian Batang dan Daun (a) dan Biji (b) Foeniculum vulgare Mill atau Adas Manis ………………….………………………………………………
12
7. Ocimum basilicum ........................................................................................
12
8. Struktur Kimia Fenol ………………………………………………………..
13
9. Struktur Kimia Senyawa yang Efektif Menghambat Aktivitas Radikal Bebas: (a) Orto-dihidroksil (katekol) pada Cincin B, untuk Delokalisasi Elektron, (b) Ikatan Rangkap 2,3 Berkonjugasi dengan Fungsi 4-keto, Menyediakan Delokalisasi Elektron dari Cincin B dan (C) Gugus Hidroksil pada Posisi 3 dan 5, Menyediakan Ikatan Hidrogen untuk Gugus …………
15
10. Beberapa Senyawa Turunan Fenol yang Ditemukan Berperan dalam Penghambatan Enzim α-amilase:(a) Kuersetin, (b) Katekin, (c) Mirisetin dan (d) Kaempferol ………………..………………………………………..
17
11. Diagram Alir Proses Pembuatan Keju ..........................................................
22
12. Kurva Standar Asam Galat untuk Memperkirakan Total Fenol Keju dan Ekstrak Herbal ..............................................................................................
24
13. Alur Kerja Penelitian ....................................................................................
28
14. Perubahan dari Herbal Segar (a) Mint, (b) Dill dan (c) Kemangi Hingga Menjadi Ekstrak Herbal Evaporasi ...............................................................
34
15. Karakteristik Kultur Starter Keju (a) Lb. acidophilus RRM-01 dan (b) Lc. lactis RRM-01 ...................................................................................
35
16. Keju dengan Penambahan 0% Ekstrak Herbal (a), 5% Ekstrak Mint (b), 5% Ekstrak Dill(c) dan 5% Ekstrak Kemangi (d) ...............................................
49
xii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Nilai pH Bahan-bahan Penyusun Keju ...........................................................
64
2. Analisis Ragam Rataan Nilai Rendemen Keju ...............................................
64
3. Hasil Uji Banding Rataan Nilai Rendemen Keju ............................................
64
4. Uji Tukey Rataan Nilai Rendemen Keju (α = 1%) .........................................
64
5. Komposisi Nutrien dalam Berat Basah Keju ..................................................
65
6. Analisis Ragam Rataan Total Fenol Ekstrak Keju ..........................................
65
7. Hasil Uji Banding Rataan Total Fenol Ekstrak Keju ......................................
65
8. Uji Tukey Rataan Total Fenol Ekstrak Keju (α = 1%) ...................................
65
9. Analisis Ragam Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 6.000 ppm........................................................................................................
66
10. Analisis Ragam Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 8.000 ppm........................................................................................................
66
11. Hasil Uji Banding Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 8.000 ppm........................................................................................................
66
12. Uji Tukey Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 8.000 ppm (α = 5%) ........................................................................................
66
13. Analisis Ragam Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 10.000 ppm......................................................................................................
67
14. Hasil Uji Banding Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 10.000 ppm......................................................................................................
67
15. Uji Tukey Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 10.000 ppm (α = 1%) ......................................................................................
67
16. Nilai Absorbansi Sampel Dalam Uji Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase yang Diamati dengan Spektofotometer (λ = 540 nm) ....................
68
17. Analisis Ragam Rataan Persen Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase pada Konsentrasi 1.000 ppm ...........................................................................
68
18. Hasil Uji Banding Rataan Persen Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase pada Konsentrasi 1.000 ppm ...........................................................................
69
19. Uji Tukey Rataan Persen Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase pada Konsentrasi 1.000 ppm (α = 1%) ....................................................................
69
20. Komposisi de Man Rogosa Sharpe Broth (MRSB) ........................................
69
21. Komposisi de Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) .........................................
70
22. Komposisi Plate Count Agar (PCA) ...............................................................
70
23. Komposisi Buffer Peptone Water (BPW) .......................................................
70
xiii
24. Hasil Pemupukan (a) Lb. acidophilus dan (b) Lc. lactis pada Pengenceran Ketujuh Kultur Kerja.......................................................................................
71
25. Analisis Ragam Rataan Nilai Total BAL Keju ...............................................
71
26. Hasil Uji Banding Rataan Nilai Total BAL Keju ...........................................
71
27. Uji Tukey Rataan Nilai Total BAL Keju (α = 1%) .........................................
72
28. Persamaan Regresi Kombinasi Total Fenol, Penghambatan DPPH, Penghambatan Enzim α-amilase Secara in vitro dan Total BAL Keju ...........
72
29. Analisis Ragam Persamaan Regresi Penghambatan Enzim α-amilase Versus Total Fenol Ekstrak Keju ....................................................................
72
30. Analisis Ragam Persamaan Regresi Penghambatan DPPH Versus Total Fenol Ekstrak Keju ..........................................................................................
73
31. Analisis Ragam Persamaan Regresi Penghambatan Enzim α-amilase Versus Penghambatan DPPH Ekstrak Keju ....................................................
73
32. Analisis Ragam Persamaan Regresi Total BAL Keju Versus Total Fenol Ekstrak Keju ....................................................................................................
73
33. Analisis Ragam Persamaan Regresi Penghambatan Enzim α-amilase Versus Total BAL Keju Versus Total Fenol Ekstrak Keju .........................................
73
34. Analisis Ragam Persamaan Regresi Penghambatan DPPH Versus Total BAL Keju Versus Total Fenol Ekstrak Keju ..................................................
74
35. Form Uji Hedonik Keju Lunak .......................................................................
74
36. Form Uji Mutu Hedonik Keju Lunak..............................................................
75
37. Komposisi Nutrien Belcube Cheese Spread Plain 78 g (Pembanding pada Uji Mutu Hedonik Daya Oles Keju) ...............................................................
76
38. Komposisi Belcube Cheese Spread Plain 78 g (Pembanding pada Uji Mutu Hedonik Daya Oles Keju) ...............................................................................
76
39. Uji Kruskal Wallis Rataan Nilai Penampilan Umum Keju .............................
76
40. Analisis Ragam Rataan Nilai Penampilan Umum Keju .................................
77
41. Uji Banding Rataan Nilai Penampilan Umum Keju (α = 5%) ........................
77
42. Uji Kruskal WallisRataan Nilai Warna Keju ..................................................
77
43. Analisis RagamRataan Nilai Warna Keju .......................................................
78
44. Uji Banding Rataan Nilai Warna Keju (α = 5%) ............................................
78
45. Uji Kruskal Wallis Rataan Nilai Aroma Keju.................................................
78
46. Analisis Ragam Rataan Nilai Aroma Keju ......................................................
79
47. Hasil Uji Banding Rataan Nilai Aroma Keju (α = 5%) ...................................
79
48. Hasil Uji Banding Rataan Nilai Aroma Keju (α = 1%) ..................................
79
xiv
49. Uji Kruskal Wallis Rataan Nilai Rasa Keju ....................................................
80
50. Analisis Ragam Rataan Nilai Rasa Keju .........................................................
80
51. Hasil Uji Banding Rataan Nilai Rasa Keju (α = 5%) ......................................
80
52. Uji Kruskal Wallis Rataan Nilai Aroma Prengus Keju ..................................
81
53. Analisis Ragam Rataan Nilai Aroma Prengus Keju .......................................
81
54. Uji Kruskal Wallis Rataan Nilai Daya Oles Keju ...........................................
81
55. Analisis Ragam Rataan Nilai Daya Oles Keju ................................................
82
xv
PENDAHULUAN Latar Belakang Diabetes adalah satu dari beberapa penyakit yang jumlah penderitanya meningkat tajam setiap tahun. Diabetes secara umum dipicu oleh faktor hormonal dan faktor lain, tergantung jenis diabetesnya. Sekitar 90% dari kasus diabetes yang terjadi termasuk jenis diabetes tipe 2, yang dapat menyebabkan disfungsi dan kerusakan organ-organ vital seperti ginjal, mata, saraf, jantung dan pembuluh darah (CDA/Canadian Diabetes Association, 2010; WHO/World Health Organization, 2006). Pengoabatan menggunakan obat medis banyak dilakukan tetapi memiliki efek samping yang berbahaya bagi kesehatan pengonsumsinya. Selain menggunakan obat medis, pendekatan penyembuhan maupun pencegahan penyakit banyak dilakukan melalui pangan, yang dikenal sebagai pangan fungsional. Fakta saat ini menunjukkan adanya ketertarikan yang sangat tinggi dalam menggali berbagai peran zat xenobiotik (fitokimia) terhadap kesehatan manusia. Pemanfaatan zat xenobiotik ekstrak daun mint (Mentha piperita), dill (Anethum graveolence) dan kemangi (Ocimum basilicum) sebelumnya dilakukan dengan menambahkan ekstrak herbal pada susu fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis herbal tersebut berperan dalam regulasi penyerapan gula darah di usus dan tekanan darah (Amirdivani, 2008). Pemanfaatan zat xenobiotik melalui pangan fungsional harus mempertimbangkan aspek karakteristik organoleptik produk yang dipilih. Pertimbangan utamanya adalah memilih pangan yang banyak dikonsumsi dan disukai khalayak luas. Keju merupakan pangan yang banyak digemari oleh masyarakat. Sebanyak 30% dari jumlah keju saat ini dimanfaatkan sebagai ingredient dalam pangan (Gunasekaran dan Mehmet, 2003). Keju lunak tergolong jenis keju yang mudah dalam memproduksinya dan cara mengonsumsinya relatif lebih bervariatif. Keju diproduksi menggunakan bahan baku susu yang berasal dari ternak perah diantaranya sapi, kambing, domba dan kerbau. Pemilihan susu kambing sebagai bahan dasar pembuatan keju didasarkan pada kandungan asam lemak susu kambing yang sehat dan aman dikonsumsi oleh penderita diabetes tipe 2. Susu kambing memiliki manfaat terapeutik dan hipoalergenik. Namun demikian, daya terima susu kambing masih rendah karena aroma prengus yang kurang disukai konsumen. Kendala ini dapat 1
diatasi dengan melakukan pengolahan diantaranya melalui fermentasi menggunakan bakteri ataupun menambahkan flavor. Bakteri asam laktat mampu memperbaiki tekstur keju dan memberi flavor khas produk dari zat volatil yang dihasilkan. Bakteri probiotik berperan juga dalam pencernaan lemak. Kombinasi manfaat susu kambing bersama bakteri probiotik dan herbal diharapkan mampu memperbaiki karakteristik dan menambah nilai fungsi keju lunak. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisik, kimia, mikrobiologis dan organoleptik keju lunak probiotik dari susu kambing dengan penambahan ekstrak daun mint (Mentha arvensis), dill (Foeniculum vulgare Mill) atau kemangi (Ocimum basilicum). Penelitian juga mempelajari karakteristik fungsional tersebut, yaitu aktivitas antioksidan dan penghambatan aktivitas enzim αamilase.
2
TINJAUAN PUSTAKA Susu Susu Segar Susu segar menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 3141.1:2011 adalah cairan yang berasal dari ambing sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (BSN/Badan Standarisasi Nasional, 2011). Komposisi dan keadaan susu yang dapat dinyatakan sebagai susu segar menurut Badan Standarisasi Nasional disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Syarat Mutu Susu Segar berdasarkan SNI 3141.1:2011
Susunan Susu
Keadaan Susu
Parameter Berat jenis (BJ) pada suhu 27,5 oC Kadar lemak Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) atau solid non-fat (SNF) Kadar protein Cemaran logam berbahaya: - Timbal (Pb) - Merkuri (Hg) - Arsen (As)
Syarat Minimum 1,0270 g/ml Minimum 3,0 % Minimum7,8 %
Organoleptik (warna, bau, rasa dan kekentalan) Kotoran dan benda asing Total kuman Salmonella Eschericia coli (patogen) Koliform Streptococcus grup B Staphylococcus aureus Jumlah sel somatis Uji katalase Uji reduktase Residu antibiotika (Golongan penisilin, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida) Uji alkohol (70%) v/v Derajat asam pH Titik beku Uji peroksidase
Tidak ada perubahan
Minimum 2,8 % Maksimum 0,02 ppm Maksimum 0,03 ppm Maksimum 0,1 ppm
Negatif 1.000.000 cfu/ml Negatif Negatif 20 cfu/ml Negatif 100 cfu/ml Maksimum 4 x 105 sel/ ml Maksimum 3 cc 2 ~ 5 jam Negatif Negatif 6,0 - 7,5 SH 6,3 – 6,8 -0,520 s/d 0,560 oC Positif
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2011)
3
Susu Kambing Thai Agricultural Standard (2008) menyatakan bahwa susu kambing segar merupakan susu segar yang diperoleh dari induk kambing (Capra spp.) tidak kurang dari tiga hari setelah kelahiran, dan pada susu tidak dikurangi dan tidak ditambahkan komponen lain serta tidak boleh mengalami suatu perlakuan kecuali pendinginan. Susu segar tidak diperbolehkan mengandung kolostrum. Pengelompokan mutu susu kambing menurut Thai Agricultural Standard (2008) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pengelompokan Mutu Susu Kambing Segar berdasarkan Beberapa Karakteristik Karakteristik
Premium
Baik
Standar
Total plate count (cfu/ml)
< 5 x 104
5 x 104 – 105
> 105 - 2 x 105
Sel somatik (sel/ml)
< 7 x 105
7 x 105 -106
> 106 – 1,5 x 106
Protein (%)
> 3,70
> 3,40 – 3,70
3,10 – 3,40
Lemak (%)
> 4,00
> 3,50 – 4,00
3,25 – 3,50
Bahan kering (%)
> 13,00
> 12,00 -13,00
11,70 – 12,00
Sumber: Thai Agricultural Standard (2008)
Kualitas dan komposisi kimia produk susu adalah faktor terpenting yang mempengaruhi aktivitas metabolisme bakteri probiotik. Variabel esensial tersebut adalah ketersediaan karbohidrat, tingkat hidrolisis protein susu (menentukan ketersediaan asam amino esensial), dan tingkat hidrolisis lemak susu (menentukan ketersediaan asam lemak rantai pendek). Proteolitik dan liposisis selanjutnya akan menentukan rasa dan flavor produk susu (Heller, 2001). Susu kambing dikenal sebagai susu hipoalergenik dan terapeutik. Susu kambing mampu membantu penyembuhan alergi. Keunggulam nutrisi dan terapeutik dari susu kambing berasal dari asam lemaknya. Lemak susu kambing terdiri atas asam lemak rantai pendek hingga rantai sedang (C4:0-C12:0). Ukuran globula lemaknya lebih kecil daripada susu sapi dan diameternya sebesar 3,49 µm (Park, 2009). Sekitar 98% penyusun lemak susu kambing adalah triasilgliserol yang sebagian besarnya adalah asam lemak teresterifikasi. Susu kambing juga memiliki lemak-lemak sederhana seperti diasilgliserol, monoasilgliserol, ester kolesterol,
4
lemak kompleks seperti fosfolipida, dan komponen larut lemak seperti sterol, ester kolesterol dan hidrokarbon. Fraksi fosfolipida dari lemak terikat pada susu kambing terdiri atas 35,4% fosfatidil etanolamin, 3,2% fosfatidil serin, 4,0% fosfatidil inositol, 28,2% fosfatidil kolin dan 29,2% spingomielin (Park, 2006). Fraksi fosfolipida terdapat pada semua membran dalam tubuh. Senyawa ini berfungsi untuk meningkatkan kelarutan lemak dalam air. Lemak yang bersifat hidrofobik diikat oleh fosfolipida yang bersifat hidrofilik, sehingga dapat diterima oleh tubuh (Berg et al., 2000). Oleh karena itu, Park (2009) menyatakan bahwa lemak susu kambing baik untuk pencernaan, metabolisme lemak dan pengobatan sindrom malabsorpsi lemak. Korhonen dan Pihlanto (2006) menyatakan bahwa protein susu kambing sebagai sumber senyawa bioaktif angiotensin conventing enzyme (ACE), inhibitory peptides dan peptide hypertensive. Senyawa ini berperan untuk memberikan pertahanan bagi penyakit non-imun dan mengontrol infeksi mikrob. Sifat fungsional beberapa peptida susu kambing disajikan pada Gambar 1.
Antihipertensi Antioksidasi Sistem kardiovaskular Antitrombotik Hipokolesterolemia Opioid : aktivitasagonistik dan antagonistik
Sistem saraf
Pengikatan mineral Anti-appetizing
Sistem pencernaan
Antimikrob Imunomodulator Sistem imun Cytomodulatory
Gambar 1. Sifat Fungsional Beberapa Peptida Susu Sumber: Korhonen dan Pihlanto (2006)
5
Susu kambing terdiri atas lima jenis protein utama, yaitu β-laktoglobulin, αlaktalbumin, κ-kasein, β-kasein, dan αs2-kasein. Kandungan κ-kasein, β-kasein, dan αs2-kasein susu kambing lebih banyak dibandingkan susu sapi. Misel kasein susu kambing mengandung lebih banyak kalsium dan fosfor anorganik. Hal tersebut menyebabkan susu kambing kurang stabil terhadap pemanasan (Park, 2006). Bentuk susu kambing lebih lembut, mengandung αs1-casein dalam jumlah sedikit sehingga curd yang dihasilkan lebih lebih rapuh jika diasamkan (Park, 2009). Keju Karakteristik Keju Keju merupakan pangan yang diolah dari susu. Saat ini terdapat sekitar 2000 jenis keju. Klasifikasi keju didasarkan pada cara pembuatan, cara pematangan, kekerasan, agen pematang, sumber susu, penampakan umum (warna, ukuran, bentuk), dan analisis kimianya (Gunasekaran dan Mehmet, 2003). Keju berdasarkan kadar lemak dalam bahan kering (KLBK) keju adalah keju tinggi lemak, lemak penuh, lemak sedang, partially skimmed dan skim dengan KLBK masing-masing adalah lebih dari 60%, 45% hingga kurang dari 60%, 25% hingga kurang dari 45%, 10% hingga kurang dari 25% dan kurang dari 10% (CAC/Codex Alimentarius Commission, 2001). Karakteristik akhir keju sering diklasifikasikan kembali berdasarkan kekerasan dan karakteristik pemeramannya. Kekerasan keju dinilai berdasarkan persentase kadar air dalam produk tanpa lemak (Moisture Fat-Free Basis atau MFFB). Jenis keju berdasarkan kekerasannya menurut CODEX STAN 283-1978 disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Jenis-jenis Keju berdasarkan Kekerasan Produk Akhir dan Karakteristik Pemeramannya Berdasarkan Kekerasan Produk Akhir MFFB (%) < 51
Penyebutan
Berdasarkan Karakteristik Pemeraman
Sangat keras
Diperam
49–56
Keras
Diperam dan berkapang
54–69
Semi keras
Tidak diperam/segar
Lunak
Pada penggaraman
> 67
Sumber: Codex Alimentarius Commission (1978)
6
Koagulasi Koagulasi enzimatis merupakan metode koagulasi yang paling banyak digunakan dalam pembuatan keju. Enzim yang digunakan umumnya diekstrak dari abomasum ternak ruminansia dan mikroorganisme. Enzim ini biasanya tersedia dalam bentuk serbuk renet. Penambahan renet dapat digunakan untuk membuat keju peram atau segar (Gunasekaran dan Mehmet, 2003). Renet mampu bekerja secara efektif pada pH 6-6,3 (Crabbe, 2004). Kappa–kasein termasuk protein insensitif-kalsium, yang membentuk lapisan untuk mengelilingi kasein yang sensitif terhadap kalsium (α S1-,αS1-, β- dan γ-). Hal tersebut menyebabkan struktur misel stabil. Adanya kimosin menyebabkan misel menjadi tidak stabil dan terjadi koagulasi dengan dua tahap, yaitu 1) pemotongan κ– kasein pada ikatan F105-M106 yang menghasilkan residu glikopeptida hidrofilik (106169). Residu tersebut bersama dengan whey, sedangkan para-κ–kasein tinggal bersama dalam misel kasein; dan 2) fase pengumpalan diinisiasikan oleh 85-90% kappa-kasein dan merupakan pengaruh dari keberadaan Ca 2+ (Crabbe, 2004). Mekanisme koagulasi susu secara enzimatis disajikan pada Gambar 2.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2. Koagulasi Enzim yang Dimulai dengan Keberadaan Enzim (♀) diantara Misel Kasein (O) yang Stabil (a), Destabilisasi Kasein Misel (b), Agregasi Kasein dalam Gugus Kecil (c) dan Koagulasi Misel Kasein Menjadi Gugus yang Lebih Besar Sumber: Horne dan Banks (2004)
Pengkoagulasian biasanya dibantu dengan menggunakan asam laktat secara in situ melalui penambahan kultur starter dan jarang dilakukan dengan penambahan asam seperti HCl, atau asidogen (Fox dan McSweeney, 2004). Selanjutnya, Gunasekaran dan Mehmet (2003) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kecepatan terjadinya koagulasi atau mengurangi jumlah penggunaan renet, dapat dilakukan penambahan kalsium. Namun demikian, karakteristik produk akan berubah. Gel yang 7
terbentuk akan lebih keras. Namun demikian, keju dengan penambahan renet memiliki ukuran misel yang lebih besar dibandingkan dengan keju tanpa penambahan renet. Renet mencegah terjadinya fusi misel, sehingga partikel kasein berada dalam bentuk klaster dan rantai pendek (Farkye, 2004). Keju Lunak (Soft Cheese) Keju
lunak
terdiri
atas
tiga
kelompok
berdasarkan
karakteristik
pemeramannya, meliputi keju yang mengalami pemeraman oleh kapang, keju yang mengalami proses pemeraman oleh bakteri dan tidak mengalami pemeraman. Keju lunak memiliki kadar air 50-80% dan kadar lemak dalam bahan kering 10%dan kadar air dalam bahan kering tanpa lemak lebih dari 67% (Banks, 1998; CAC, 1978). Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri Probiotik Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang memberikan manfaat kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/Food Agricultural Organization, 2001). Bakteri ini menurut Webb (2006) mampu bertahan melewati kondisi gastrointestinal seperti pH dalam lambung dan garam empedu, resisten terhadap antibiotik dan memiliki sifat antagonistik terhadap bakteri patogen. Bakteri probiotik menempel pada permukaan villi usus halus dan menjaga keseimbangan mikroflora usus. Maheswari (2010) telah melakukan identifikasi dan karakterisasi isolat bakteri asam laktat dan mendapatkan Lactobacillus acidophilus RRM-01 dan Lactococcus lactis RRM-01 memiliki karakteristik sebagai bakteri probiotik. Tamime (2005) menyatakan bahwa suatu pangan dapat diklaim sebagai pangan probiotik jika mengandung bakteri probiotik dengan konsentrasi minimum 106 cfu ml-1 atau g-1 pada umur kadaluarsanya. Walaupun masih sedikit pengetahuan tentang interaksi antara kultur bakteri yang digunakan dalam produk susu, sinergistik dan antagonistik antara starter yang berbeda sangat berpengaruh terhadap karakteristik akhir produk. Sinergisme dapat mempercepat dan mengefisienkan pengasaman susu dan multiplikasi kultur bakteri. Sifat antagonistik biasanya diidentifikasikan dari substansi yang dihasilkan suatu strain bakteri yang menghambat pertumbuhan bakteri lain. Interaksi antar kultur bakteri dapat diperkecil melalui penyimpanan produk dalam suhu dingin (Heller,
8
2001). Penelitian Annuk et al. (2003) menemukan adanya aktivitas antioksidasi dan antagonistik bakteri dari genera Lactobacilli. Sifat tersebut lebih efektif terhadap bakteri Gram negatif. Beberapa penelitian dilakukan untuk mempelajari peran bakteri probiotik dalam menurunkan serum kolesterol dan memperbaiki profil lemak, sehingga mampu menurunkan resiko hipertensi. Hal ini terkait dengan tingginya kasus hipertensi yang diakibatkan oleh malabsorbsi lemak, terutama terkait dengan kolesterol (Pigeon et al., 2002; Aloglu dan Oner, 2006). Pigeon et al. (2002) mendapatkan bahwa bakteri probiotik mampu menurunkan kadar serum kolesterol darah dengan mekanisme asimilasi. Proses ini terjadi di usus halus. Aloglu dan Oner (2006) menemukan bahwa proses assimilasi tersebut dapat terjadi dalam media cair maupun padat. Asimilasi dapat dilakukan oleh bakteri probiotik yang hidup maupun yang mati. Asimilasi oleh bakteri yang telah mati dilakukan dengan pengikatan kolesterol ke permukaan sel. Namun demikian, degradasi kolesterol lebih efektif pada bakteri yang hidup (Liong dan Shah, 2005; Tahri et al., 1995). Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa bakteri probiotik mampu memproduksi eksopolisakarida (EPS), yang menempel pada permukaan sel dan mampu mengikat kolesterol. Kemampuan bakteri probiotik dalam mengikat kolesterol terkait dengan struktur dan komposisi kimia dinding selnya. Dinding sel bakteri probiotik terdiri atas peptidoglikan dengan beragam komposisi asam amino yang mampu mengikat kolesterol ke permukaan sel (Kimoto-Nira et al., 2007). Menempelnya kolesterol dengan bakteri probiotik menurunkan penyerapan kolesterol dalam usus halus, sehingga kadar serum kolesterol turun. Lactobacillus acidophilus Lactobacillus acidophilus termasuk ke dalam famili Lactobacillaceae dan banyak ditemukan di dalam usus halus.Bakteri ini tergolong ke dalam bakteri Gram positif, berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek, bersifat anaerobik fakultatif, tidak berspora dan termasuk dalam bakteri berkatalase negatif (Ray, 2004). Bakteri ini dikenal sebagai bakteri probiotik, resisten terhadap asam lambung dan masih dapat mempertahankan jumlah bakteri hidup sampai 10 7 cfu/ml (Surono, 2004). Lb. acidophilus memiliki kisaran suhu pertumbuhan antara 22-48oC dengan suhu 9
pertumbuhan optimum adalah 37oC. Bakteri ini merupakan bakteri homofermentatif yang mampu menghasilkan 0,3-1,9% asam laktat denganpH akhir produk yang dihasilkan adalah 4,2 (Heller, 2001). Fuller (1992) menyatakan bakteri ini menghasilkan beberapa substrat antimikrob, yaitu asidolin, asidofilin, bakteriosin dan laktosidin. Morfologi Lb. Acidophilus ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Lactobacillus acidophilus Sumber: Todar (2009)
Lactococcus lactis Lc. lactis dikenal pada awalnya sebagai Streptococcus lactis.Bakteri ini berbentuk bulat berantai pendek, katalase negatif, tidak berspora, tergolong dalam bakteri Gram positif dan memiliki suhu pertumbuhan optimum 28-31 oC. Lc.lactis mampu mensintesis folat dan riboflavin serta menghasilkan asam laktat yang berlimpah (Wahyudi dan Samsundari, 2008; Surono, 2004). Lc. Lactis menurut Heller (2001) memiliki kisaran suhu pertumbuhan antara 8-40oC dengan suhu optimum pertumbuhan adalah 30oC. Bakteri ini merupakan bakteri homofermentatif yang mampu menghasilkan 0,5%-0,7% asam laktat dengan pH akhir produk yang dihasilkan adalah 4,6. Morfologi bakteri ini disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Lactococcus lactis Sumber: Todar (2008)
10
Herbal Mint (Mentha arvensis) Salah satu jenis mint yang umum dikenal adalah Mentha arvensis (Gambar 5). Tanaman ini memiliki taksonomi sebagai berikut; 1) kelas Dikotiledon, 2) ordo Lamiales, 3) famili Lamiaceae Lindl, 4) Mentha L. dan 5) spesies Mentha arvensis dengan tujuh varietas yang berbeda (EMPP/The Euro+Med Plantbase Project, 2010).
Gambar 5. Mentha arvensis L. Sumber: The Euro+Med Plantbase Project (2010)
Mint telah digunakan sebagai flavor yang paling populer. Mint sering digunakan sebagai flavor pada teh, es krim, permen dan pasta gigi. Minyak mint mengandung menthone dan metal ester (Gracindo, 2006). Tanaman ini biasanya digunakan untuk mengobati masalah pencernaan seperti kram, kembung, mual, kehilangan nafsu makan dan sindrom radang usus besar (Salem, 1995). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa M. piperita, salah satu jenis mint, mengandung 24 senyawa aromatik dan dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan mempunyai aktivitas antioksidan baik secara in vitro maupun in vivo (Yadegarinia et al., 2006). Dill (Foeniculum vulgare Mill) Dill atau yang lebih dikenal dengan nama adas merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai flavor pada pangan. Salah satu jenis dill yang umumnya dikenal adalah Foeniculum vulgare Mill atau adas manis. Tanaman ini memiliki taksonomi sebagai berikut; 1) sub kelas Rosidae, 2) Ordo Apiales, 3) famili Apiaceae atau wortel-wortelan, 4) genus Foeniculum Mill atau adas dan 5) spesies Foeniculum vulgare Mill.(Cal-IPC/California Invasive Plant Council, 2006). Spesies tersebut bersama bagian-bagian fisiknya ditunjukkan pada Gambar 6.
11
(a)
(b)
Gambar 6. Bagian Batang dan Daun (a) dan Biji (b) Foeniculum vulgare Mill atau Adas Manis Sumber: California Invasive Plant Council (2006)
Dill mengandung rutin dan kuersetin, asam kafeat dan klorogenat, skopoletin, β-sitoserol dan musilase. Bagian daun mengandung polifenol yang jauh lebih tinggi daripada buahnya (Ortan et al., 2008). Daun dill juga dikenal luas sebagai tanaman obat. Daun dill memiliki senyawa antimikrob (Kaur dan Arora, 2010), mampu mengobati gangguan pencernaan (Perez et al., 2005) dan ekstrak daunnya berpotensi menurunkan aktivitas kortikosteroid yang berperan dalam regulasi diabetes tipe 2 (Panda, 2008). Daun dill dapat diknsumsi secara oral (Perez et al., 2005). Kemangi (Ocimum basilicum) Ocimum basilicum (Gambar 7) adalah tanaman yang umum dikonsumsi sebagai obat tradisional dan bumbu dapur. Tanaman ini memiliki taksonomi sebagai berikut; 1) sub divisi Magnoliophyta, 2) kelas Magnoliopsida, 3) famili Lamiaceae, 4) genus Ocimum L. dan 5) spesies Ocimum basilicum L. (USDA-NRCS/United States Department of Agriculture-Natural Resources Conservation Service, 2003).
Gambar 7. Ocimum basilicum Sumber: United States Department of Agriculture-Natural Resources Conservation Service (2003)
12
Minyak atsiri kemangi mengandung osinema, farsena, sineol, felandrena, sedrena, bergamotena, amorftena, burnesena, kardinena, kopaena, pinena, terpinena, santelena, sitral dan kariofilena (Javanmardi, 2003).Sejumlah komponen fenol dengan aktivitas antioksidan juga didapatkan dari tanaman ini. Komponen tersebut adalah 1,8-cineole, β-ocimene, linaool, L-camphor, methyl chavicol (estragole), eugenol, β-elemene, methyl eugenol, β-caryophyllene, α-humulene, germacrene-D, bicyclogermacrene, γ-candinene, α-amorphene dan β-cububene (Vani et al., 2009). Senyawa Fenol pada Tumbuhan Senyawa fenol banyak ditemukan pada tumbuhan tetapi umumnya dalam jumlah yang sedikit. Senyawa fenol yang umumnya ditemukan adalah asam galat dan asam salisilat. Senyawa fenol memiliki satu atau lebih gugus hidroksil yang berikatan secara langsung dengan cincin aromatik, yaitu benzena. Hal tersebut menyebabkan hidrogen pada gugus hidroksil fenol bersifat labil, sehingga fenol tergolong ke dalam asam lemah (Vermerris dan Nicholson, 2008). Struktur kimia fenol disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Struktur Kimia Fenol Sumber: Vermerris dan Nicholson, 2008
Senyawa fenol berfungsi dalam pertumbuhan, perkembangan dan pertahanan tumbuhan. Senyawa fenol melindungi tumbuhan dari serangga, jamur, bakteri dan virus. Sebagian besar senyawa fenol berada dalam bentuk ester atau glikosida. Senyawa fenol merupakan gula-gula sederhana sehingga mudah didegradasi oleh bakteri. Senyawa lainnya yang termasuk kedalam kelompok fenol adalah tanin dan lignin. Tanin dan lignin merupakan polimer fenol (Vermerris dan Nicholson, 2008). Fenol dikelompokkan berdasarkan struktur kimia atau susunan unsur penyusunnya. Beberapa kelas senyawa fenol berdasarkan strukturnya disajikan pada Tabel 4. 13
Tabel 4. Klasifikasi Senyawa Fenol Struktur
Kelas
C6
Fenol sederhana
C6-C1
Asam fenol dan senyawa yang terkait
C6-C2
Asetofenon dan asam fenilasetat
C6-C3
Asam sinamat, sinamil aldehid, sinamil alkohol, kumarin, isokumarin dan kromon
C15
Flavan, flavon, flavanon, flavanonol, antosianidin, antosianin,
C30
Biflavonil
C6-C1-C6, C6-C2-C6
Benzonfenon, xanton dan stilbena
C6, C10, C14
Kuinon
C18
Betasianin
Lignin, neolignan
Dimer atau polimer
Lignin
Polimer
Tanin
Oligomer atau polimer
Flobafena
Polimer
Sumber: Vermerris dan Nicholson (2008 )
Aktivitas Antimikrob Senyawa Fitokimia Senyawa fitokimia banyak diteliti karena memiliki korelasi dengan aktivitas antimikrob, antioksidan dan penghambatan enzim penyebab beberapa penyakit neurodegeneratif. Senyawa antimikrob dapat berupa antifungi, antivirus, bakterisidal (pembunuh bakteri), ataupun penghambat pertumbuhan bakteri. Aktivitas antimikrob dari senyawa fenol berhubungan dengan kemampuan fenol dalam mengubah permeabilitas sel, sehingga mampu membebaskan makromolekul dari dalam sel (Tiwari et al., 2009). Beberapa bakteri mampu memanfaatkan senyawa fitokimia seperti fenol sebagai makanan. Kemampuan tersebut didukung oleh mekanisme degradasi senyawa turunan fenol oleh fenol hidroksilase, katekol 1,2-dioksigenase dan katekol 2,3-dioksigenase (Sun et al., 2010). Aktivitas Antioksidan Senyawa Fitokimia Aktivitas antioksidasi ekstrak tanaman merupakan kajian penelitian yang sangat menarik dalam dekade terakhir. Senyawa antioksidan mampu mengikat radikal bebas, namun senyawa antioksidan tidak akan menjadi reaktif. Mekanisme
14
ini didukung oleh struktur antioksidan yang terdiri atas ikatan konjugasiyang memungkinkan senyawa antioksidan menstabilkan kembali struktur kimia yang berubah akibat netralisasi radikal bebas (Vermerris dan Nicholson, 2008). Beberapa struktur kimia dari suatu senyawa fenol tergolong efektif dalam menghambat aktivitas radikal bebas dibandingkan dengan struktur senyawa fenol lainnya. Struktur senyawa fenol yang efisien menangkap radikal bebas diilustrasikan pada Gambar 9.
(a)
(b)
(c)
Gambar 9. Struktur Kimia Senyawa yang Efektif Menghambat Aktivitas Radikal Bebas: (a) Orto-dihidroksil (katekol) pada Cincin B, untuk Delokalisasi Elektron, (b) Ikatan Rangkap 2,3 Berkonjugasi dengan Fungsi 4-keto, Menyediakan Delokalisasi Elektron dari Cincin B dan (C) Gugus Hidroksil pada Posisi 3 dan 5, Menyediakan Ikatan Hidrogen untuk Gugus Keto Sumber: Croft (1999)
Metode TEAC (trolox equivalent antioxidant capacity) dengan radikal 2,20azino-bis(3-ethylbenzothiazoline)-6-sulphonic acid), penghambatan DPPH (radikal 2,2-diphenyl-1-picryhydrazyl), ORAC (oxygen radical absorbance capacity), hemolisis sel darah merah dan ESR (electron spin resonance) untuk evaluasi radikal secara langsung dapat digunakan untuk menguji aktivitas antioksidannamun masingmasing metode menghasilkan data yang bervariasi (Tabart et al., 2009). Sebagian besar aktivitas antioksidan dari ekstrak tumbuhan berasal dari senyawa fenol, namun aktivitas antioksidan tidak selalu berkorelasi positif dengan total fenol pada suatu bahan (Wodjylo et al., 2007). Metode yang digunakan dalam pengukuran aktivitas antioksidan menentukan hasil yang diperoleh.Metode pengukuran aktivitas antioksidan dengan DPPH merupakan metode yang umum digunakan karena tidak membutuhkan preparasi khusus pada sampel, namun memiliki kekurangan pada jenis senyawa antioksidan yang terdeteksi. DPPH merupakan senyawa yang larut dalam pelarut organik, sehingga DPPH memiliki keterbatasan dalam mendeteksi keberadaan senyawa antioksidan yang hidrofilik (Tabart et al., 2009).
15
Aktivitas Penghambatan Enzim α-amilase Oleh Senyawa Fitokimia Enzim porcine pancreatic α-amylase (PPA) adalah endoglukanase yang mengatalisa hidrolisis ikatan α-1,4-glukosida pada pati, amilosa, amilopektin dan glikogen. PPA tersusun atas 496 residu asam amino dan 83% homologi dengan pankreas α-amilase pada manusia (Pasero et al., 1986). Mekanisme penghambatan PPA oleh senyawa fitokimia sangat kompleks. Narita dan Inouye (2011) mendapatkan bahwa asam sinamat dan asam klorogenat merupakan senyawa turunan fenolyang mampu menghambat aktivitas PPA. Efektivitas penghambatan PPA berbeda untuk setiap senyawa turunan fenol. Beberapa senyawa fenol lebih efektif menghambat PPA pada tipe enzim-substrat, namun sebagian senyawa turunan fenol lebih efektif pada tipe enzim. Efektivitas tersebut ternyata berhubungan dengan hidroksilasi senyawa fenol pada posisi meta atau para dari kelompok fenil. Penghambatan PPA lebih efektif dimodifikasi pada gugus hidroksil daripada gugus metoksil. Penghambatan PPA efisien pada pH 6,9 (Narita dan Inouye, 2009). Walaupun senyawa fenol berperan dalam penghambatan enzim, namun total fenol dalam suatu bahan pangan tidak selalu berkorelasi positif dengan kapasitas antioksidan dan penghambatan aktivitas enzim α-amilase (Ranilla et al., 2010). Tadera et al. (2006) menyatakan bahwa senyawa fenol yang efektif dalam menghambat aktivitas PPA adalah naringenin, kaempferol, luteolin, apigenin, (+)katekin/(-)-epikatekin, diadzein dan epigalokatekin galat. Penghambatan enzim αamilase oleh senyawa fenol bersifat dosis-dependent dan non-kompetitif.Dosisdependent artinya, penghambatan enzim α-amilase berkorelasi positif terhadap dosis penggunaan senyawa fenol (Shobana et al., 2009). Hasil penelitian terkait fitokimia sangat beragam dan memberikan hasil yang bervariasi meskipun untuk pengujian yang sama. Wang et al. (2009) menemukan bahwa penghambatan enzim α-amilase oleh senyawa fenol bersifat dosis-independent. Spesies tumbuhan, kondisi perlakuan, lingkungan dan metode pengujian sangat menentukan hasil yang diperoleh. Komponen fitokimia lainnya seperti polisakarida, protein dan peptida pada ekstrak tumbuhan juga memiliki peran sebagai kelator besi (Fe) yang lebih efektif dibandingkan senyawa fenol (Wang et al., 2009). Sifat tersebut terkait dengan penghambatan aktivitas enzim. Beberapa senyawa turunan fenol yang ditemukan berperan dalam penghambatan enzim α-amilase disajikan pada Gambar 10.
16
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 10. Beberapa Senyawa Turunan Fenol yang Ditemukan Berperan dalam Penghambatan Enzim α-amilase:(a) Kuersetin, (b) Katekin, (c) Mirisetin dan (d) Kaempferol Sumber: (McWilliam, 2005)
Enzim α-amilase dan Kaitannya dengan Diabetes Tipe 2 Enzim α-amilase adalah salah satu komponen yang dimanfaatkan dalam mengontrol kadar gula darah melalui makanan maupun obat-obatan. Enzim tersebut mengatalisis hidrolisis ikatan alfa 1,4 glikosida dalam polisakarida dan hasil degradasinya agar dapat diserap usus halus. Penghambatan aktivitas kedua enzim tersebut menjadi salah satu hal yang dilakukan dalam manajemen diabetes tipe 2 (Robyt dan Whelan, 1968 ; Krenzt dan Bailey, 2005). Diabetes adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakteraturan metabolisme dan dicirikan oleh hiperglikemia. Hiperglikemia terjadi akibat kurangnya sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya kelebihan gula dalam darah (Scobie, 2007). Diabetes tipe 2 disebabkan oleh resistensi reseptor insulin yang menyebabkan kekacauan metabolisme glukosa dalam tubuh (Steyn et al., 2004). Model kerja, sifat-sifat dan produk yang dihasilkan dari hidrolisis karbohidrat oleh enzim α-amilase berbeda-beda tergantung sumber enzim yang digunakan. Pada dasarnya alfa amilase mempunyai karakteristik khas sebagai berikut (Robyt dan Whelan, 1968; 1) menghidrolisis ikatan alfa 1,4 glikosidik, baik dalam molekul 17
amilosa maupun amilopektin, 2) unit glukosa yang dihasilkan mempunyai konfigurasi alfa pada atom C1, 3) mempunyai mekanisme serangan endo, yaitu memecah ikatan-ikatan alfa 1,4 dari bagian dalam molekul, 4) dapat dengan cepat mereduksi warna biru kompleks amilosa-iod, 5) dapat mereduksi kekentalan larutan pati dengan cepat, dan 6) mampu melampaui titik cabang alfa 1,6. Mekanisme kerja alfa amilase dalam pemecahan ikatan alfa 1,4 ada tiga pola yaitu: 1) single chain attack; enzim mendegradasi sebuah molekul polimer sampai selesai sebelum memecah polimer lain, 2) multi chain attack; enzim meninggalkan satu polimer setelah melepaskan satu produk pertama atau serangan hidrolitik, kemudian polimer lain lagi, dan 3) multiple attack; enzim memecah satu polimer kemudian beberapa kali memecah sejumlah produk pertama sebelum memecah polimer lain. Penghambatan α-amilase yang berlebihan dari penghambat tertentu αglukosidase (acarbose) mempunyai efek samping seperti distensi abdominal, timbul gas dalam perut dan diare (Horii et al., 1987). Penghambatan α-glukosidase dan αamilase secara alami dari tumbuhan telah ditemukan dari beberapa penelitian yang dilakukan. Tumbuhan memiliki efek penghambat yang rendah melawan aktivitas αamilase dan penghambat yang lebih kuat terhadap aktivitas α-glukosidase dan terbukti efektif digunakan dalam manajemen diabetes tipe 2 (Kwon et al., 2006).
18
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Susu, Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Laboratorium Uji Organoleptik, Laboratorium Terpadu Departemen IPTPFakultas Peternakan IPB, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (ITP) Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Penelitian Departemen Biokimia FMIPA IPB, Laboratorium Pilot Plant SEAFAST IPB, Laboratorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)-Bogor dan Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obatdan Aromatik (Balittro)-Bogor, sedangkan sampel herbal dan susu kambing masing-masing diperoleh dari Agropolitan, Cipanas-Pacet Kabupaten Cianjur dan Gunung Menyan Cemplang, Bogor. Penelitian ini berlangsung dari Februari 2011 hingga Februari 2012. Materi Bahan-bahan utama yang digunakan dalam pembuatan keju adalah susu kambing, daun mint, daun dill, daun kemangi, kultur bakteri koleksi Bagian Teknologi Hasil Ternak meliputi Lb. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM01,renetkomersial dan CaCl2. Bahan-bahan yang digunakan dalam uji organoleptik adalah roti tawar, susu evaporasi, keju oles (cheeses pread) plain komersial 78 gram, air minum dalam kemasan, mentimun dan bubuk kopi. Media dan bahan kimia yang digunakan adalah plate count agar (PCA), de Man’s Rogosa sharpe broth (MRSB), de Man’s Rogosa sharpe agar (MRSA), buffer peptone water (BPW), kristal violet, amonium oksalat, safranin, etanol 95%, H2O2, akuades, akuabides, fenolftalein 0,1%, NaOH (0,1 N), HCl (0,1 M), NaOH (0,1 M), 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), reagen Folin-Ciocalteu dan Na2CO3. Bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian aktivitas penghambatan enzim α-amilase adalah Na2HPO4, NaH2PO4, NaCl, kristal NaOH, DNS (asam 3,5-dinitrosalisiklik), NaK-tartrat, Na-metabisulfit, pati yang mudah larut dan porcine pancreatic α-amylase (EC 3.2.1.1) Sigma Chemical Co. Peralatan utama yang digunakan adalah oven, blender, waterbath, centrifuger dingin, milk rapid flow filter, evaporator vakum, jarum ose, gelas objek, mikroskop, perangkat lunak OPMIAS 1 OPTIKA, autoklaf, tabung ulir, tip 1 ml, pipet man,
19
botol Scott, gelas ukur, neraca OHAUS digital, cawan petri, pemanas bunsen, vortex, magnetic stirrer, kompor, panci stainless steel, pengaduk kayu, inkubator, termometer air raksa, kain kasa, pisau stainless steel, laminar air flow, plastik HDPE, pH meter, spektrofotometer, tabung ependorf dan labu Erlenmeyer. Peralatan yang digunakan dalam uji organoleptik adalah piring porselen, gelas, sendok oles, nampan, tisu, alat tulis, label dan lembar kuesioner. Prosedur Penelitian Pendahuluan Uji Kualitas Susu Kambing Segar (BSN, 1998) dan Susu Evaporasi. Uji kualitas susu kambing segar meliputi uji alkohol, pengukuran berat jenis, pengukuran pH dan total asam tertitrasi, uji protein dengan metode titrasi formol, kadar lemak dengan metode Gerber, penghitungan kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL) dengan rumus Fleischmann dan penghitungan total mikrob. Susu kambing yang dievaporasi juga diuji kualitasnya seperti pada pengujian kualitas susu segar, namun tanpa uji alkohol. Uji Determinasi Taksonomi Herbal. Daun mint, dill, dan kemangi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dalam bentuk segar berumur 2,5 sampai tiga bulan. Pengujian dilakukan di Laboratorium Herbarium Bogoriensis LIPI Bogor. Ekstraksi Herbal (Kwon et al., 2006). Herbal segar dipisahkan bagian daun dari batangnya. Daun segar kemudian dikeringudarakan selama 48 jam dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama 24 jam. Masing-masing herbal dihaluskan hingga menjadi tepung dengan menggunakan blender, disaring dan disimpan dalam botol gelap steril. Botol dihindarkan dari sinar matahari langsung. Tepung herbal diekstraksi dengan akuabides dan diinkubasi pada suhu 70 oC selama 24 jam. Perbandingan antara tepung herbal dan akuabides adalah 1:10. Ekstrak herbal diperoleh dengan proses sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 oC. Ekstrak disaring dengan milk rapid flow filter dan disimpan dalam tabung ulir. Ekstrak herbal dievaporasi vakum pada suhu 60 oC dan disimpan dalam suhu 4 oC sebelum digunakan.
20
Uji Fitokimia Ekstrak Herbal. Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan zat aktif pada ekstrak daun herbal sebelum dan sesudah dievaporasi. Pengujian dilakukan secara kualitatif di Laboratorium Balittro Bogor. Penyegaran Kultur Starter Bakteri. Penyegaran kultur starter bakteri bertujuan kultur starter segar dengan umur 24 jam. Sebanyak 1 ml bakteri stok dibiakkan ke dalam tabung berisi 9 ml media MRSB dan diinkubasi selama 24 jam (suhu 37oC). Penyegaran bakteri dilakukan sebanyak dua kali. Bakteri hasil penyegaran kedua selanjutnya diperiksa untuk meyakinkan tidak terdapat kontaminasi. Pemeriksaan Karakteristik Kultur Starter (Pelczar dan Chan, 2008). Kultur starter yang digunakan diperoleh dari koleksi Bagian Teknologi Hasil Ternak meliputi Lb. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01, diperiksa sifat morfologi dan biokimianya untuk mengetahui kemurniannya. Pengamatan morfologi kultur starter dengan bantuan pewarnaan Gram dan mikroskop pada perbesaran 10 x 100 serta pengamatan karakteristik biokimia dengan uji katalase. Pewarnaan Gram. Kultur bakteri yang digunakan adalah kultur umur 24 jam. Kultur bakteri dioleskan pada gelas objek dengan jarum ose yang sebelumnya telah dibakar di atas api bunsen untuk sterilisasi. Preparat bakteri difiksasi. Kristal violet diteteskan di atas preparat dan didiamkan selama 1 menit. Preparat dibilas dengan akuades dan dikeringudarakan. Preparat ditetesi dengan larutan lugol iodin, dibilas dengan akuades, kemudian ditetesi dengan etanol 95% selama lima detik dan selanjutnya dibilas dengan akuades dan dikeringudarakan. Preparat ditetesi dengan safranin selama 30 detik kemudian dibilas dengan akuades. Preparat
dikeringkan, ditetesi minyak
imersi dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 100. Pengujian Sifat Katalase. Sebanyak satu ose preparat bakteri dioleskan pada gelas objek, kemudian ditetesi dengan satu tetes H2O2. Jika dihasilkan gelembung gas O2 maka bakteri yang diuji termasuk kelompok bakteri katalase positif.Sebaliknya, jika tidak dihasilkan gelembung gas O2 maka bakteri tersebut termasuk kelompok bakteri katalase negatif.
21
Perbanyakan Kultur Starter. Kultur yang telah diperiksa kemurniannya ditumbuhkan untuk mendapatkan kultur induk, kultur antara dan kultur kerja. Kultur induk merupakan hasil inokulasi dari 1 ml kultur stok ke dalam 9 ml susu skim steril. Inkubasi dilakukan selama 24 jam. Kultur antara diperoleh melalui inokulasi 1 ml kultur induk dalam 9 ml susu skim steril dan diinkubasi selama 24 jam. Kultur kerja diperoleh cara inokulasi 20 ml kultur antara ke dalam 180 ml susu skim steril dan diinkubasi sampai diperoleh umur bakteri pada fase logaritmik. Fase logaritmik La. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01 secara berturut-turut adalah 15 dan 14 jam (Abdurrokhman, 2010). Penelitian Utama Pembuatan Keju dari Susu Kambing (Nasution, 2010). Susu kambing terlebih dahulu dievaporasikan secara vakum. Berikut adalah bagan alir proses pembuatan keju dalam penelitian ini. Susu evaporasi (80% terhadap volume total adonan keju) Penambahan 0,02% CaCl2 terhadap volume susu (b/v) Pemanasan susu(T= 90 oC; t= 15 detik) Pendinginan susu (suhu 40 oC) Penambahan kultur starter campuran (La:Ll = 1:1) dan ekstrak herbal yang dievaporasi (akuades steril untuk kontrol) masing-masing 5% terhadap volume total adonan keju Inkubasi pada suhu 40 oC hingga mencapai pH 6,3 Penambahan 0,06‰ renet terhadap volume susu (v/v) (dikondisikan pada suhu 37 oC) Penyaringan dan penirisan curd Whey Keju segar
Gambar 11. Diagram Alir Proses Pembuatan Keju Sumber: Nasution (2010)
22
Uji Fisik Keju Segar Susu Kambing (AOAC, 2007). Uji fisik keju yang dilakukan meliputi penghitungan waktu koagulasi awal dan rendemen keju (b/b). Penghitungan rendemen dilakukan menggunakan metode berikut. Waktu Koagulasi Awal. Waktu awal koagulasi (t) adalah waktu yang dibutuhkan masing-masing perlakuan untuk mulai membentuk curd. Waktu koagulasi dihitung dari selisih waktu terjadinya koagulasi (t 1) dengan waktu awal penambahan kultur campuran, herbal atau akuades steril dan renet (t0). Penentuan waktu awal koagulasi secara matematis adalah sebagai berikut: Waktu awal koagulasi (t) = t1- t0 Keterangan: t1 =waktu terjadinya koagulasi t0 = waktu awal penambahan kultur campuran, herbal atau akuades steril dan renet
Rendemen. Besar rendemen dihitung berdasarkan persentase berat keju yang dihasilkan terhadap berat susu evaporasi yang digunakan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
Uji Kimia Keju Segar Susu Kambing. Uji kimia yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas analisis proksimat keju, uji total fenol dan pengukuran aktivitas antioksidan dengan pengujian penghambatan radikal 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Analisis proksimat yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan methanol (MeOH) 100% sebagai bahan pengekstraksinya. Sebanyak 1 gram keju ditambahkan 2,5 ml MeOH dan dibiarkan pada suhu ruang selama 24 jam. Ekstrak dipisahkan melalui sentrifugasi dan residu diekstraksi kembali dengan MeOH selama 24 jam pada suhu ruang. Ekstrak yang diperoleh ditambahkan dengan metanol 100% hingga mencapai volume 10 ml. Ekstrak disentrifuse pada suhu 4 oC selama 20 menit dan disaring dengan kertas saring Whatman No 40. Ekstrak disimpan pada suhu -20 oC sampai digunakan untuk analisis. Uji Total Fenol (Shetty et al., 2005). Sebanyak 1 ml ekstrak dicampur dengan 1 ml etanol (EtOH) 95% dan 5 ml akuades. Reagen Folin-Ciocalteu 23
(50% v/v; 0,5 ml) ditambahkan ke setiap sampel kemudian dihomogenkan. Setelah 5 menit, sebanyak 1 ml Na 2CO3 ditambahkan ke dalam larutan campuran dan didiamkan selama 60 menit pada suhu ruang. Absorbansi dibaca pada spektrofotometer (λ = 725 nm). Nilai absorbansi dikonversi ke total fenol dan diekspresikan dalam mikrogram setara dengan asam galat per mililiter sampel. Kurva standar dibuat dengan mengukur absorbansi larutan asam galat (5-60 μg/ml) dalam metanol (Gambar 12).
Gambar 12. Kurva Standar Asam Galat untuk Memperkirakan Total Fenol Keju dan Ekstrak Herbal Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Pengujian Penghambatan DPPH (Apostolidis et al., 2006). Sebanyak 250 µl ekstrak keju dalam MeOH ditambahkan ke dalam 3 ml DPPH 60 μM dalam metanol 100%. Absorbansi dibaca pada spektrofotometer (λ = 517 nm). Pembacaan dibandingkan dengan blanko yang berisi 250 µl MeOH menggantikan ekstrak. Persentase penghambatan dihitung dengan rumus:
Uji Penghambatan Enzim α-amilase (Kwon et al., 2006). Persiapan pengujian diawali dengan pembuatan buffer natrium fosfat 0,02 M (pH 6,9 dengan NaCl 0,006 M), larutan asam dinitrosalisiklik dan larutan enzim. Masing-masing larutan disiapkan dalam bentuk segar. Pembuatan Buffer Natrium Fosfat. Ketiga larutan berikut disiapkan secara terpisah: 1) 1,582 g Na2HPO4 dalam 200 ml akuades, 2) 1,062
24
g NaH2PO4 dalam 200 ml akuades dan 3) 0,3506 g NaCl dalam 100 ml akuades. Ketiga larutan dicampur dan dihomogenkan, diikuti dengan penambahan 400 ml akuades. Nilai pH larutan diukur dengan pH meter. Jika pH menyimpang dari 6,9 maka disesuaikan dengan penambahan Na2HPO4 sebagai basa dan NaH2PO4 sebagai asam. Larutan dilengkapi hingga mencapai volume akhir sebesar 1.000 ml dalam labu takar. Buffer Na-fosfat disimpan pada suhu 25 oC dan digunakan sebelum dua minggu dari waktu pembuatan. Pembuatan Larutan Asam Dinitrosalisiklik. Sebanyak 16 g NaOH dalam 200 ml akuades, kemudian ditambahkan 10 g larutan DNS (asam 3,5-dinitrosalisiklik) dan dihomogenkan. Sebanyak 30 g NaKtartrat dan 8 g Na-metabisulfit dicampur dan dilarutkan kedalam 500 ml akuades. Kedua larutan dicampur dan ditambahkan akuades hingga diperoleh volume akhir larutan sebesar 1.000 ml. Larutan dilindungi dari cahaya selama pembuatan dan penyimpanan. Pembuatan Larutan 1% pati. Pati yang mudah larut digunakan dalam penelitian ini. Sebanyak 1 g pati dilarutkan dalam 100 ml buffer natrium fosfat yang telah disiapkan sebelumnya. Larutan dihomogenkan dengan pengadukan konstan pada suhu 90 oC. Larutan pati didinginkan dan disimpan pada suhu 4 oC. Larutan pati diinkubasi terlebih dahulu pada suhu 25 oC selama 5 menit sebelum digunakan dalam pengujian. Pembuatan Larutan Enzim α-amilase. Konsentrasi larutan porcine pancreatic α-amylase yang digunakan dalam pengujian adalah 0,5 mg/ml. Bubuk enzim dilarutkan dalam buffer natrium fosfat yang telah disiapkan sebelumnya. Buffer fosfat yang digunakan terlebih dahulu didinginkan untuk mempermudah kelarutan laktosa dalam enzim. Larutan enzim disiapkan segar dan disimpan pada suhu 4 oC sebelum digunakan. Analisis Penghambatan Enzim α-amilase. Sebanyak 500 μl ekstrak ditambahkan 500 μl larutan enzim α-amilase. Larutan diinkubasi pada
25
suhu 25 oC selama 10 menit. Sebanyak 500 μl larutan 1% pati ditambahkan ke dalam larutan campuran dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 25
o
C. Sebanyak 1 ml larutan asam DNS
ditambahkan ke dalam larutan campuran dan diinkubasi selama 5 menit dalam air mendidih. Larutan didinginkan hingga mencapai suhu 25 oC dan ditambahkan 10 ml akuades. Nilai absorbansi larutan diamati pada spektrofotometer (λ = 540 nm).
Uji Mikrobiologis Keju Segar Susu Kambing. Uji mikrobiologis keju dilakukan untuk penentuan populasi BAL yang ada dalam keju. Bakteri yang digunakan sebagai kultur starter keju merupakan bakteri probiotik, sehingga diasumsikan bahwa populasi BAL dalam keju mencerminkan populasi bakteri probiotik dalam keju. Penentuan Standar Populasi Bakteri Asam Laktat (Bacteriological Analytical Manual, 2001). Sebanyak 5 g sampel keju yang sudah homogen diambil dengan spatula steril, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer berisi 45 ml larutan BPW, sehingga terbentuk pengenceran 10 -1. Sebanyak 1 ml larutan dari pengenceran 10-1dimasukkan ke dalam tabung ulir berisi 9 ml larutan BPW, sehingga terbentuk pengenceran 10 -2. Pengenceran dilakukan sampai pada pengenceran 10-7. Sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7 dipindahkan ke dalam cawan petri steril. Sebanyak 15 ml media MRSA ditambahkan ke dalam cawan petri dan dihomogenkan.Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 C selama 24-48 jam. Koloni BAL yang terbentuk dihitung berdasarkan rumus berikut:
Keterangan : n1= Jumlah cawan pertama yang koloninya dapat dihitung (25-250 koloni) n2= Jumlah cawan kedua yang koloninya dapat dihitung (25-250 koloni) N = Faktor pengenceran
Uji Organoleptik Keju Segar Susu Kambing. Uji organoleptik dilakukan dalam ruangan uji organoleptik yang terlebih dahulu dikondisikan dalam keadaan nyaman 26
dan bersih. Ruangan uji organoleptik mempunyai pencahayaan yang cukup dan bersuhu sekitar 24 oC. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji hedonik dan mutu hedonik. Sampel disajikan di atas piring porselen dengan ukuran dan warna yang seragam. Panelis terdiri atas 21 orang mahasiswa untuk uji mutu hedonik dan 33 orang mahasiswa untuk uji hedonik. Panelis yang dipilih adalah panelis yang memiliki kesediaan untuk menjadi panelis tanpa paksaan,tidak alergi dengan produk yang disajikan dalam uji organoleptik dan memiliki waktu yang cukup untuk melakukan uji organoleptik dan pelatihan khusus Panelis diinstruksikan untuk minum dan berkumur-kumur sebelum melakukan uji organoleptik. Uji Hedonik. Atribut yang dinilai adalah meliputi kesukaan terhadap penampilan umum, warna, aroma, dan rasa. Sebanyak 10 gram keju lunak disajikan bersama dengan roti tawar dengan cara dioleskan ke seluruh permukaan roti ukuran 4 cm x 4 cm. Roti yang dipilih adalah roti tawar kupas. Sampel disajikan satu per satu. Mentimun diberikan sebagai penetral rasa dan bubuk kopi hitam sebagai penetral aroma. Form uji hedonik diberikan bersamaan dengan penyajian sampel. Panelis diberikan penekanan informasi bahwa masing-masing sampel harus dinilai objektif dan tidak dilakukan pembandingan antar sampel. Uji Mutu Hedonik. Atribut mutu yang dinilai adalah aroma prengus dan daya oles. Susu kambing evaporasi yang digunakan dalam penelitian ini disajikan sebagai bahan standar untuk menyatakan skor 4dalam penilaian atribut aroma prengus. Aroma ekstrak mint, dill dan kemangi yang telah dievaporasi diperkenalkan kepada panelis. Hal ini dilakukan untuk menghindari kekeliruan dalam memberikan penilaian aroma prengus, membedakan antara aroma ekstrak dengan aroma prengus. Roti tawar dengan ukuran 4 cm x 4 cm. Cheese spread plain komersial (78 gram) digunakan sebagai standar untuk menyatakan “mudah dioleskan” dalam penilaian daya oles. Tisu digunakan untuk membersihkan sendok oles sebelum digunakan untuk mengoles keju dari sampel berikutnya.
27
Bagan Alir Penelitian Penelitian ini terdiri atas dua bagian utama, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Alur kerja penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 13.
Stok kultur bakteri: La dan Ll
Susu kambing segar
Identifikasi: pewarnaan Gram dan uji katalase
Uji kualitas susu segar sesuai SNI 01-2782-1998
Daun mint, dill dan kemangi
Identifikasi taksonomi Bakteri murni
Bakteri terkontaminasi
Susu kambing segar lolos uji SNI
Susu kambing segar tidak lolos uji SNI
Ekstraksi herbal dengan akuabides
Evaporasi secara vakum
Uji Fitokimia
Uji kualitas susu sesuai SNI 012782-1998
Evaporasi secara vakum
Susu evaporasi terstandar
Uji fitokimia
Keju lunak
Ekstrak herbal hasil evaporasi yang telah diuji fitokimia
Uji mutu: fisik, kimia, mikrobiologis dan organoleptik keju lunak
Gambar 13.Alur Kerja Penelitian Rancangan dan Analisis Data Rancangan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan masing-masing dengan tiga kali pengulangan. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan Microsoft Excel 2007 untuk memperoleh nilai rataan untuk memperoleh nilai rataan dan standar deviasi. Data yang memiliki galat pada batasan
28
yang ditoleransi kemudian dikelompokkan ke dalam jenis data parametrik atau nonparametrik.
Analisis Data Pengujian data parametrik diawali dengan pengujian asumsi. Apabila data memenuhi uji asumsi, maka data dianalisis ragam dengan ANOVA. Apabila data masih tidak memenuhi uji asumsi, maka data ditransformasi terlebih dahulu dan apabila masih tidak memenuhi uji asumsi, maka akan dianalisis dengan uji Kruskal Wallis. Jika pada analisis ragam didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka analisis data dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995). Model matematik yang digunakan untuk RAL sesuai dengan Steel dan Torrie (1995): Yij= µ + Pi + εij Keterangan: Yij = variabel respon akibat pengaruh perlakuan ke-i (1 = keju tanpa ekstrak herbal atau kontrol; 2 = keju dengan 5% ekstrak mint; 3 = keju dengan 5% ekstrak dill; dan 4 = keju dengan 5% ekstrak kemangi) dan ulangan ke-j (1, 2, dan 3) µ = nilai rataan umum (rendemen keju, total fenol, persentase penghambatan DPPH, persentase penghambatan enzim α-amilase, dan populasi BAL dalam keju) Pi = pengaruh perlakuan ke-i Εij = galat dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
sedangkan model matematik yang digunakan untuk Kruskal Wallis menurut Casella (2008) adalah sebagai berikut:
Keterangan: ni = jumlah pengamatan dalam sampel ke-i (i = 1, 2, ..., k) n = ∑ni Ri = jumlah dari ranking untuk sampel ke-i
Analisis regresi linier digunakan untuk menentukan pengaruh total fenol terhadap aktivitas antioksidan, penghambatan enzim α-amilase secara in vitro dan total BAL keju serta kombinasinya. Korelasi antar variabel juga ditentukan. Data tersebut dianalisis menggunakan perangkat lunak Statistix 9.0.
29
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Susu Kambing Susu kambing yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan keju adalah susu kambing penuh (whole milk) dari bangsa Peranakan Ettawa. Kualitas susu segar diuji secara kimia. Hasil uji dibandingkan dengan Thai Agricultural Standard. Kualitas susu kambing segar ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Kualitas Susu Kambing Segar Karakteristik Massa jenis pada suhu 27,5 oC (kg/l) pH TAT (% asam laktat) Kadar Protein (%) Kadar Lemak (%) BKTL (%) BK (%) Uji alkohol Total plate count (cfu/ml)
Susu Segar1 1,0305 ± 0,000 5,90 ± 0,00 0,07 ± 0,00 4,39 ± 0,14 7,10 ± 0,00 9,39 ± 0,00 16,49 ± 0,00 Negatif 3,7 x 105
Klasifikasi Kelas Susu2
Premium (> 3,70) Premium (> 4,00) Premium (> 13,00) Tidak teridentifikasi3
Sumber: 1Hasil analisis Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (2011) 2 Thai Agricultural Standard (2008) 3 Jumlah TPC lebih tinggi dari batas maksimum TPC kelas standar
Hasil uji kimia kualitas susu kambing menunjukkan bahwa massa jenis susu kambing pada suhu 27,5 oC adalah 1,0305 kg/l. Massa jenis susu lebih tinggi dari massa jenis air murni yaitu 1 kg/l, karena terdapat komponen dalam bahan kering tanpa lemak yang memiliki massa per liter lebih dari 1 kg. Keasaman
susu
sangat
menentukan
kualitas
kerja
renet
dalam
mengkoagulasikan susu. Oleh karena itu, keasaman susu sangat penting untuk diukur. Susu kambing pada kondisi normal memiliki pH 6,50-6,80. Keasaman dapat meningkat akibat pakan, sanitasi ataupun penyakit. Keasaman susu pada saat akan diolah berturut –turut untuk pH dan TAT adalah 5,90 dan 0,07% asam laktat serta negatif untuk hasil uji alkohol. Keasaman susu ternyata tidak diiringi dengan hasil negatif pada uji alkohol. Jika dibandingkan dengan Thai Agricultural Standard, maka susu yang digunakan dalam penelitian ini tergolong ke dalam kelas premium kecuali untuk TPC sebesar 3,7 x 105 cfu/ml; lebih tinggi dari batas maksimum TPC susu kelas standar 30
(> 105 - 2 x 105 cfu/ml). TPC susu segar sangat terkait dengan sanitasi dan hygiene pada saat pemerahan maupun penanganan susu pascapemerahan. Kelompok mikroorganisme dan mikroflora yang umumnya ditemui pada susu segar adalah Micrococci, Streptococci, Asporogenous Gram positif berbentuk batang, koliform, spora Bacillus dan Streptomycetes (Cousins dan Bramley, 1981). Keragaman komposisi susu dipengaruhi oleh genetik dan faktor lingkungan, beberapa diantaranya adalah interval menyusui, fase laktasi, umur, pakan dan penyakit (Nasution, 2010). Susu segar selanjutnya dievaporasi secara vakum sebelum diolah menjadi keju. Evaporasi vakum merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menguapkan komponen air pada suatu produk. Evaporasi susu pada penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan bahan kering susu. Peningkatan bahan kering susu akan berkontribusi dalam penurunan volume whey yang dihasilkan dari proses koagulasi keju. Kondisi ini diharapkan mampu menekan terjadinya kehilangan BAL dan fitokonstituen dari ekstrak herbal ke dalam whey. Karakteristik susu evaporasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Susu Kambing yang Telah Dievaporasi Karakteristik BJ pada suhu 27,5 oC (kg/l)
Susu Evaporasi 1,0393 ± 0,0010
Ph
5,54 ± 0,00
Kadar Protein (%)
5,85 ± 0,55
Kadar Lemak (%)
19,00 ± 0,00
BKTL (%)
25,01 ± 0,00
BK (%)
44,01 ± 0,00
Sumber: Hasil analisis Laboratorium Ilmu Produksi Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (2011)
Susu kambing yang telah dievaporasi vakum memiliki karakteristik putih kekuningan, lebih kental dan lebih berminyak pada bagian permukaannya. Evaporasi menyebabkan hilangnya air, sehingga meningkatkan bahan kering dari 16,49% pada susu segar menjadi 44,01% pada susu evaporasi. Meningkatnya bahan kering susuevaporasi diiringi dengan peningkatan protein dan lemak yang merupakan komponen dari bahan kering susu. Peningkatan bahan kering tersebut ditunjukkan 31
juga oleh massa jenis susu evaporasi yang meningkat. Perubahan pH susu juga terjadi setelah dievaporasi. Penurunan pH susu yang telah dievaporasi diinisiasi oleh perubahan kimia protein selama pemanasan. Protein terdiri atas monomer berupa asam amino.Asam amino memiliki pH yang beragam dan bersifat ampoter. Asam amino yang dilepaskan dari rantai protein menyebabkan perubahan pH susu. Karakteristik Herbal Mint, dill dan kemangi adalah tiga dari beberapa jenis sayuran yang dihasilkan oleh petani di Agropolitan. Sayuran ini biasanya dipanen pada umur 2,5 sampai tiga bulan. Sampel dalam penelitian ini menggunakan mint dan kemangi yang berumur 2,5 bulan, sedangkan dill berumur tiga bulan. Kemangi tersebut lebih dikenal dengan nama basil atau kemangi Jepang. Aroma kemangi yang umumnya dikonsumsi masyarakat (kemangi lokal) tercium lebih tajam dibandingkan dengan aroma kemangi tersebut, sehingga kemangi jenis ini dikenal juga dengan sebutan basil manis. Taksonomi Herbal Dua dari tiga jenis herbal yang digunakan dalam penelitian ini tergolong ke dalam famili Lamiaceae. Taksonomi ketiga herbal tersebut sama seperti yang dinyatakan oleh EMPP (2010), Cal-IPC (2006) dan USDA NRCS (2003) bahwa mint dan kemangi termasuk famili Lamiaceae, sedangkan dill termasuk famili Apiaceae. Kwon et al. (2006) menyatakan bahwa herbal dari famili Lamiaceae mengandung senyawa aktif yang berperan dalam manajemen hipertensi dan diabetes tipe 2. Taksonomi ketiga jenis herbal ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7. Taksonomi Ketiga Sampel Herbal Peubah
Mint
Dill
Kemangi
Nama umum
Mentha (Min)
Adas
Selasih
Jenis
Mentha arvensis L.
Suku
Lamiaceae
Foeniculum vulgare Mill Apiaceae
Ocimum basilicum L. Lamiaceae
Sumber: Hasil analisis Laboratorium Herbarium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2011)
32
Karakteristik Fitokimia Ekstrak Herbal Uji fitokimia ekstrak herbal dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis fitokonstituen dalam ekstrak dan konsentrasinya secara kualitatif. Konsentrasi fitokonstituen secara kuantitatif khususnya untuk total fenol, diuji lebih lajut dan ditampilkan pada sub bahasan uji kimia. Pengujian secara kualitatif dilakukan terhadap ekstrak herbal sebelum dan sesudah dievaporasi. Ekstraksi menggunakan akuades. Hal ini terkait dengan hasil penelitian yang mendapatkan bahwa metode ekstraksi herbal dari famili Lamiaceae dengan air menghasilkan profil fitokonstituen yang lebih baik. Profil tersebut dikaitkan dengan aktivitas penghambatan enzim yang berkorelasi terhadap diabetes tipe 2 (Kwon et al., 2006). Ekstrak selanjutnya secara vakum dilakukan dengan empat tujuan utama, yaitu (1) meningkatkan konsentrasi fitokimia ekstrak herbal, (2) mengurangi fitokonstituen yang larut dalam whey; (3) mengurangi kerusakan fitokonstituen yang diinginkan dalam ekstrak akibat suhu dan (4) menurunkan populasi awal mikroorganisme yang tidak diinginkan yang kemungkinan ada pada ekstrak herbal. Jenis-jenis fitokonstituen dalam herbal dan konsentrasinya secara kualitatif pada ekstrak sebelum dan sesudah dievaporasi ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Kualitatif Karakteristik Fitokimia Ekstrak Herbal Fitokonstituen Alkaloid Saponin Tanin Fenol Flavonoid Triterpenoid Steroid Glikoksida
Mint * + +++ +++ + + +
Dill ** +++ ++ + ++
* ++ +++ ++ + +
Kemangi ** +++ +++ ++ + ++
* ++ +++ ++++ + + +
** +++ +++ ++ + ++ +
Keterangan: - ; negatif, + ; positif lemah, ++ ; positif, +++ ; positif kuat, ++++ ; positif kuat sekali *Ekstrak herbal sebelum dievaporasi: hasil analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (2011) **Ekstrak herbal setelah dievaporasi: hasil analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (2012)
Hasil uji kualitatif menunjukkan bahwa terdapat beragam jenis dan konsentrasi fitokonstituen dalam ketiga ekstrak herbal. Fitokonstituen yang ditemukan pada ketiga jenis ekstrak herbal sebelum evaporasi adalah alkaloid,
33
saponin, tanin, triterpenoid dan glikoksida, namun saponin dan tanin memiliki konsentrasi yang lebih kuat. Konsentrasi saponin pada ketiga ekstrak herbal dinyatakan memiliki hasil yang sama, positif kuat. Berbeda dengan konsentrasi saponin, konsentrasi tanin pada ekstrak herbal bervariasi dengan konsentrasi terkuat hingga terlemah secara berurutan adalah kemangi, mint dan dill. Hal tersebut membuktikan bahwa pemanasan mempengaruhi konsentrasi fitokonstituen dalam ekstrak herbal. Pemanasan juga mempengaruhi penampakan fisik ekstrak. Perubahan fisik dari daun herbal segar sampai diperoleh ekstrak herbal dievaporasi disajikan pada Gambar 14.
Daun segar
Tepung herbal
Ekstrak herbal
Ekstrak herbal yang dievaporasi
(a)
(b)
(c)
Gambar 14. Perubahan dari Herbal Segar (a) Mint, (b) Dill dan (c) Kemangi Sampai Menjadi Ekstrak Herbal Evaporasi
34
Pengolahan daun herbal dalam beberapa tahapan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14 menyebabkan perubahan fisik seperti warna, viskositas dan aroma. Peruabahan warna diakibatkan oleh komponen pigmen pada daun seperti tanin serta reaksi kimia yang terjadi secara alami selama proses pemanasan. Tanin berwarna coklat kehitaman, sehingga ekstrak herbal yang telah dievaporasi berwarna lebih gelap dibandingkan dengan ekstrak herbal sebelum dievaporasi. Hilangnya sebagian air dari ekstrak herbal menyebabkan peningkatan konsentrasi komponen pigmen ekstrak herbal. Perubahan warna tersebut juga terkait dengan klorofil, salah satu pigmen
pada
herbal.
McWilliam
(2005)
menyatakan
bahwa
pemanasan
menyebabkan terjadinya pergantian ion magnesium dengan hidrogen pada gugus klorofil menjadi feofitin atau feoforbit. Feofitin atau feoforbit menyebabkan perubahan klorofil yang memberikan warna hijau pada ekstrak herbal menjadi pemberi warna kecoklatan pada ekstrak herbal. Karakteristik Kultur Starter Keju Kultur starter keju yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas
Lb.
acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01. Pemeriksaan kultur starter bertujuan untuk mempelajari morfologi bentuk dan susunan bakteri, jenis Gram dan sifat katalase kedua jenis bakteri, sehingga menjamin bahwa kultur starter yang digunakan tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme lain. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Lb. acidophilus RRM-01 dan La. lactis RRM-01 tidak mengalami kontaminasi (Gambar 15).
(a)
(b)
Gambar 15. Karakteristik Kultur Starter Keju (a) Lb. acidophilus RRM-01 dan (b) Lc. lactis RRM-01
35
Hasil pewarnaan Gram mendapatkan bahwa Lb. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01 tergolong ke dalam bakteri Gram positif. Kedua bakteri tersebut mampu mempertahankan warna ungu dari kristal violet meskipun telah ditetesi dengan alkohol 95% dan diberi pewarna tandingan, safranin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ray (2004) dan Surono (2004) yang menyatakan bahwa Lb. acidophilus dan Lc. lactis tergolong ke dalam bakteri Gram positif. Mekanisme terbentuknya warna ungu-violet atau merah pada pewarnaan Gram berhubungan dengan struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri Gram positif dan Gram negatif memiliki perbedaan ketebalan dinding sel. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang lebih tebal dibandingkan dengan bakteri dalam kelompok Gram negatif. Bakteri Gram positif mengandung lemak dalam persentase yang lebih sedikit namun peptidoglikan dalam persentase yang lebih besar dibandingkan bakteri Gram negatif. Alkohol yang diteteskan ke preparat dalam proses pewarnaan Gram berfungsi untuk mengekstraksi lemak, sehingga akan meningkatkan porositas dinding sel. Ekstraksi tersebut menyebabkan ikatan kristal violet-iodin (KV-I) terdekolorisasi pada bakteri Gram negatif namun tetap dapat dipertahankan pada kelompok bakteri Gram positif (Pelczar et al., 1986). Pemeriksaan kedua kultur starter keju menunjukkan koloni yang seragam. Lb. acidophilus RRM-01 berbentuk batang dan berantai pendek, sedangkan Lc. lactis RRM-01 berbentuk bulat dan berantai pendek. Morfologi hasil pengamatan sesuai dengan pernyataan Ray (2004) yang menyatakan Lb. acidophilus berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek, bersifat anaerobik fakultatif dan tidak berspora serta Surono (2004) yang menyatakan Lc. lactis berbentuk bulat berantai pendek dan tidak berspora. Pemeriksaaan biokimia dengan uji katalase menunjukkan bahwa Lb. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01 tidak menghasilkan gelembunggelembung gas O2 setelah ditetesi dengan H2O2. Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa bakteri yang tidak menghasilkan gelembung gas O 2 setelah ditetesi H2O2 tergolong ke dalam bakteri katalase negatif. Bakteri berkatalase negatif memiliki enzim peroksidase yang dapat mencegah pembentukan O 2. Berdasarkan hal tersebut, Lb. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01 tergolong sebagai bakteri katalase negatif.
36
Karakteristik Fisik Keju Segar Susu Kambing Waktu Koagulasi Awal Susu segar yang diolah memiliki pH awal 5,90 dan turun menjadi 5,54 setelah dievaporasi, sehingga tidak memerlukan penurunan pH untuk membantu aktivitas renet. Kultur starter Lb. acidophilus dan Lc. lactis masing-masing memiliki pH awal sebesar 4,22 dan 4,11. Masing-masing pH keju pada jam ke-0 berbeda akibat penambahan ekstrak herbal. Ekstrak mint, dill dan kemangi yang dievaporasi masing-masing secara berurutan adalah 4,51; 5,25 dan 5,03. Ekstrak herbal termasuk asam karena kandungan fitokonstituen dalam ekstrak seperti fenol yang tergolong asam lemah. Besarnya perubahan pH akibat penambahan asam atau basa menunjukkan kemampuan susu mempertahankan kisaran pH selama pengasaman. Kemampuan tersebut disebut sebagai kapasitas buffer susu. Kapasitas buffer menentukan sensitivitas perubahan pH akibat adanya penambahan asam atau basa. Kapasitas buffer susu dipengaruhi oleh senyawa asam dalam susu (Salaün, Mietton dan Gaucheron, 2005). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keju tanpa penambahan ekstrak herbal dan keju dengan penambahan ekstrak dill mengalami koagulasi awal pada menit ke-18,95. Keju dengan penambahan ekstrak mint dan kemangi mengalami koagulasi awal pada menit ke-30. Kecepatan koagulasi ditentukan oleh pH susu pada saat penambahan renet, suhu inkubasi, aktivitas kultur starter dalam mengasamkan susu dan aktivitas enzim pada renet. Keasaman susu saat akan ditambahkan renet mempengaruhi aktivitas kerja renet dalam mengkoagulasikan susu. Kultur starter berperan dalam menginisiasi koagulasi susu dengan pengasaman. Kultur starter yang digunakan merupakan bakteri asam laktat yang mampu menghasilkan asam laktat sebagai hasil metabolismenya. Asam laktat yang dihasilkan akan menyebabkan pengasaman dan menurunkan pH susu. Pengasaman susu menginduksi perubahan molekuler yang menyebabkan presipitasi dan agregasi kasein. Selama proses pengasaman terjadi perubahan molekul kasein, solubilisasi ion kalsium dan fosfat organik, dan dehidrasi kasein. Proses tersebut diawali dengan terjadinya difusi ion-ion kalsium dan fosfat inorganik. Selama pengasaman, konsentrasi ion kalsium dan fosfat organik meningkat. Ahmad et al. (2008)
37
menyatakan bahwa perubahan kualitatif dan kuantitatif selama pengasaman ditentukan oleh komposisi susu. Komposisi susu tersebut lebih lanjut dipengaruhi oleh spesies atau bangsa ternak. Hasil pengujian pada karakteristik mikrobiologis keju mendapatkan bahwa waktu koagulasi awal yang lebih lama pada keju dengan penambahan ekstrak herbal mint dan kemangi ternyata tidak diakibatkan oleh adanya penghambatan aktivitas kultur starter. Fitokonstituen dalam ekstrak herbal tidak menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat (Tabel 15). Hal ini secara lebih jelas akan dibahas pada sub bab karakteristik mikrobiologis keju. Koagulasi lebih ditentukan oleh kualitas kerja renet. Fitokonstituen dalam ekstrak menghambat aktivitas enzim renet. Penghambatan aktivitas enzim oleh fitokonstituen dalam ekstrak mint, dill dan kemangi sebelumnya telah diteliti. Hasil penelitian Kwon et al. (2006) menyatakan bahwa ekstrak mint, dill dan kemangi mampu menghambat aktivitas enzim penyebab hipertensi dan diabetes tipe 2. Rendemen Rendemen merupakan salah satu faktor ekonomis dalam memproduksi keju. Rendemen akhir keju ditentukan oleh penambahan bahan selain susu dalam pembuatan keju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak dill dan keamangi sangat berpengaruh menurunkan rendemen keju (P<0,01). Persentase rendemen keju disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Persentase Rendemen Keju Keju Kontrol Mint Dill Kemangi
Bobot Keju (g) 454,45 ± 30,44 467,95 ± 12,84 374,41 ± 16,21 387,98 ± 14,43
Rendemen (% b/b) 83,77 ± 6,69A 81,53 ±3,45A 66,20 ± 3,09B 73,34 ± 1,81AB
Keterangan: Superskrip yang berbeda (A, B) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Tingginya rendemen keju yang dihasilkan dalam penelitian ini disebabkan oleh jenis susu yang digunakan. Susu yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan keju merupakan susu kambing penuh (whole milk) dari bangsa PE dan dievaporasi terlebih dahulu. Nasution (2010) menyatakan bahwa susu dari kambing PE menghasilkan keju lunak dengan rendemen tertinggi dibandingkan dengan susu 38
dari kambing Saanen maupun Peranakan Ettawa-Saanen (Pesa). Selain itu, proses evaporasi menyebabkan peningkatan bahan kering dari 16,49% pada susu segar menjadi 44,01% pada susu evaporasi. Peningkatan bahan kering menyebabkan peningkatan rendemen keju yang diperoleh. Penambahan ekstrak dill berpengaruh sangat nyata (P<0,01) menurunkan rendemen keju yang diperoleh. Pengaruh herbal diduga terkait dengan aktivitas penghambatan aktivitas kerja enzim dalam renet dan aktivitas kerja bakteri asam laktat selama proses fermentasi. Renet berperan dalam memperkuat matriks curd yang terbentuk, sehingga terkait dengan kemampuan curd mempertahankan zat cair yang ada dalam keju. Karakteristik Kimia Keju Segar Susu Kambing Komposisi Nutrien Keju Komposisi nutrien keju dianalisis dengan uji proksimat. Hasil analisis selanjutnya diolah untuk mengethaui kadar lemak dalam bahan kering (KLBK) dan moisture free-fat-basis (MFFB) keju. Nilai tersebut digunakan untuk menentukan jenis keju yang dihasilkan. Hasil analisis komposisi nutrien keju dalam 100% bahan kering disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Komposisi Nutrien, KLBK dan MFFB Keju Peubah
Kontrol
Keju Mint
Keju Dill
Keju Kemangi
Kadar Abu (%)
8,73
5,88
8,55
7,19
Kadar Protein Kasar (%)
44,59
31,10
38,17
34,93
Kadar Serat Kasar (%)
0,97
1,03
0,87
0,65
Kadar Lemak Kasar (%)
10,97
14,66
15,77
17,27
Beta-N (%)
34,74
47,33
36,64
39,96
KLBK (%)1
10,97
14,66
15,77
17,27
MFFB (%)2
66,83
68,39
67,66
63,44
Sumber: Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor 1 Hasil perhitungan dengan rumus yang merujuk pada CAC (2001) 2 Hasil perhitungan dengan rumus yang merujuk pada CAC (1978)
Keju yang dihasilkan dalam penelitian ini kecuali keju mint dan dill memiliki nilai MFFB > 67%, sehingga tergolong kedalam jenis keju lunak, sedangkan keju kontrol dan kemangi tergolong keju semi keras (CAC, 1978). Jika dianalisis kadar
39
airnya, maka seluruh keju yang dihasilkan termasuk keju lunak dengan kadar air > 55% (Lampiran 5). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Banks (1998) yang menyatakan bahwa keju lunak memiliki kadar air 50%-80%. Hasil perhitungan KLBK keju diperoleh dan dibandingkan dengan standar Codex. KLBK keju kontrol dan keju herbal berada pada kisaran lebih besar 10% dan kurang dari 25%, sehingga tergolong jenis keju partially skimmed (CAC, 2001). Keju merupakan produk yang dihasilkan dari koagulasi protein susu, sehingga keju kaya akan protein. Protein utama keju adalah kasein, sedangkan protein whey sebagian besar berada dalam whey. Kasein merupakan sumber penting peptida dan diperoleh setelah melewati proses hidrolisis enzimatis atau fermentasi. Peptida fungsional tersebut akan aktif jika berinteraksi dengan senyawa tertentu. Hal ini menunjukkan besarnya peran prose fermentasi dalam menghasilkan produk fungsional bagi penderita diabetes tipe 2. Kadar lemak keju masih tergolong rendah meskipun diolah dari susu kambing penuh (whole milk). Lemak merupakan komponan yang tidak ikut terkoagulasi selama proses pembentukan curd, namun sebagian lemak ikut terikat dalam matriks yang terbentuk selama pembentukan curd, bersama dengan air dan komponen lainnya yang tidak lolos dalam penyaringan. Terikutnya lemak dalam whey menurunkan kadar lemak keju, namun kadarnya lebih tinggi pada keju herbal. Selain itu, hasil penelitian ini (Tabel 10) mendapatkan bahwa penambahan ekstrak herbal ternyata mampu meningkatkan kandungan lemak keju. Komponen fitokimia dalam ekstrak herbal merupakan komponen penting yang berperan dalam pengikatan lemak dan mempertahankannya tetap berada dalam keju. Total Fenol Senyawa fenol banyak ditemukan pada tumbuhan tetapi umumnya dalam jumlah yang sedikit. Sebagian besar senyawa fenol berada dalam bentuk ester atau glikosida (Vermerris dan Nicholson, 2008). Hasil pengukuran total fenol ekstrak keju dan herbal diekspresikan dalam mikrogram setara dengan asam galat atau ekuivalen asam galat (EAG) per gram 100% bahan kering (BK) keju. Konsentrasi ekstrak herbal dalam satu gram 100% bahan kering (BK) keju selanjutnya dihitung dan dianalisis total fenolnya. Kedua nilai dibandingkan untuk mengamati apakah ada perubahan total fenol pada keju yang terjadi akibat proses pengolahan susu menjadi 40
keju. Hasil analisis total fenol keju dan ekstrak herbal yang telah disetarakan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Kadar Fenol Ekstrak Keju dan Herbal Ekstrak
Fenol Keju (μg EAG/g BK keju)
Kontrol
108,01 ± 6,92B
Mint
283,41 ± 14,33A
Dill
314,23 ± 0,36
Kemangi
A
316,14 ± 12,72
A
Fenol Ekstrak Herbal (μg EAG)*
Total Fenol Relatif**
33,10 ± 5,43
8,56
83,31 ± 4,18
3,77
143,41 ± 17,55
2,20
Keterangan: Superskrip yang berbeda (A, B) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) *Konsentrasi ekstrak setara dengan konsentrasi ekstrak dalam satu gram bahan kering keju dengan penambahan ekstrak yang sejenis **Rasio total fenol keju dengan ekstrak herbal setara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total fenol keju herbal lebih tinggi dari total fenol ekstrak pada konsentrasi ekstrak yang sama. Jika diasumsikan total fenol keju mint berasal dari komponen keju selain ekstrak dan ekstrak mint, maka hasilnya secara matematis adalah total fenol keju kontrol ditambahkan dengan total fenol eksrak mint. Secara matematis akan diperoleh nilai 141 μg EAG, namun hasil uji menunjukkan bahwa total fenol keju mint adalah sebesar 283,41 ± 14,33 μg EAG/g BK keju. Artinya, proses pengolahan susu dengan penambahan ekstrak herbal
difermentasikan menjadi keju lunak, mampu membentuk proses sinergis dalam menghasilkan fenol produk. Nilai total fenol relatif menunjukkan bahwa proses pengolahan 2,20 sampai 8,56 kali meningkatkan total fenol keju pada keju. Vermerris dan Nicholson(2008) menyatakan bahwa total fenol suatu bahan dipengaruhi oleh bahan pelarut yang digunakan. Beberapa senyawa fenol termasuk senyawa yang larut dalam pelarut organik, namun sebagian senyawa fenol larut dalam air. Artinya, beberapa senyawa fenol termasuk senyawa hidrofilik dan sebagian termasuk ke dalam senyawa hidrofobik. Total fenol pada ekstrak keju lebih rendah dari total fenol ekstrak herbal karena hilangnya sebagian senyawa fenol bersama whey. Kwon et al. (2006) menunjukkan bahwa herbal dari famili Lamiaceae, seperti mint dan kemangi, mengandung senyawa fenol utama yaitu asam rosmarinin, asam
41
kefein, asam protokatekuin, reseveratol, katekin, katekol, asam kumarin dan kuersentin. Reseveratol dan asam kumarin memiliki aktivitas penghambatan ACE. Total fenol berkorelasi terhadap aktivitas antioksidan dan penghambatan enzim αamilase. Aktivitas Antioksidan Aktivitas antioksidan ekstrak keju diuji menggunakan metode DPPH (radikal 2,2-diphenyl-1-picryhydrazyl). Metode ini merupakan metode pengujian aktivitas antioksidan yang umum digunakan, namun DPPH memiliki keterbatasan dalam mendeteksi keberadaan senyawa antioksidan yang hidrofilik (Tabart et al., 2009). Pengujian aktivitas antioksidan dalam penelitian ini dilakukan dalam dua bagian, yaitu pengujian untuk menentukan aktivitas antioksidan keju per gram bahan kering dan pengujian untuk menentukan tren aktivitas antioksidan terhadap dosis penggunaan. Aktivitas antioksidan diukur dari persen penghambatan bahan terhadap aktivitas radikal DPPH. Aktivitas antioksidan keju dalam satu miligram bahan kering keju disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Keju dan Herbal dalam Menghambat Aktivitas Radikal DPPH Keju
Penghambatan Aktivitas DPPH (% / mg BK keju )
Kontrol
0,17 ± 0,01
Mint
0,21 ± 0,01
Dill
0,23 ± 0,02
Kemangi
0,18 ± 0,01
Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak herbal dalam keju meningkatkan agen antioksidan keju. Secara alami, keju yang difermentasi mengandung senyawa yang berperan sebagai antioksidan. Peran herbal, meskipun tidak banyak meningkatkan aktivitas antioksidan, tetapi peranannya penting ketika bersinergi dengan komponen lain dalam keju. Hal tersebut tercermin dalam karaktersitik fungsional lainnya yang dihasilkan dalam sinergi tersebut. Peranan antioksidan yang sangat penting bagi kesehatan memerlukan informasi dosis dalam pengonsumsiannya. Beberapa jenis herbal memiliki aktivitas antioksidan yang semakin tinggi seiring dengan pertambahan dosis yang dikonsumsi.
42
Untuk melihat dosis penggunaannya, diperlukan informasi lebih lanjut mengenai tren aktivitas antioksidan keju dalam penelitian ini. Informasi dasar ini akan bermanfaat dalam pengaplikasian produk. Pengujian untuk menentukan tren aktivitas antioksidan terhadap dosis penggunaan dilakukan pada tiga dosis, yaitu 6.000, 8.000 dan 10.000 ppm. Pengujian dilakukan pada ekstrak keju dan ekstrak herbal. Hasil uji disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Tren Aktivitas Antioksidan Ekstrak Keju dan Herbal dalam Menghambat Aktivitas Radikal DPPH Penghambatan DPPH (%) Ekstrak dalam MeOH 6.000 ppm
Keju
Ekstrak Herbal Evaporasi
B
8.000 ppm 7,68 ± 0,18
10.000 ppm
ab
5,92 ± 0,13C
Kontrol
7,18 ± 0,17
Mint
7,23 ± 0,14AB
7,47 ± 0,14b
7,29 ± 0,12B
Dill
7,41 ± 0,16A
7,82 ± 0,06a
8,12 ± 0,02A
Kemangi
7,74 ± 0,61A
7,54 ± 0,04ab
6,42 ± 0,29C
Mint
80,53
80,09
80,53
Dill
71,00
75,27
82,97
Kemangi
81,17
92,30
69,84
Keterangan: Superskrip yang berbeda (A, B, C) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip yang berbeda (a, b) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Hasil uji pada Tabel 13 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi keju tidak selalu diiringi dengan peningkatan penghambatan aktivitas DPPH, kecuali pada ekstrak keju dill dan kemangi. Penghambatan aktivitas DPPH oleh keju kontrol dan mint meningkat sampai pada saat konsentrasi 8.000 ppm dan turun pada konsentrasi 10.000 ppm, sedangkan aktivitas antioksidan pada keju dill terus meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi penggunaannya. Berbeda dengan dengan tiga jenis keju lainnya, keju kemangi terus mengalami penurunan aktivitas penghambatan aktivitas DPPH pada tiga konsentrasi yang dicobakan. Pengujian dalam konsentrasi yang lebih rendah sangat diperlukan untuk memperlajari tren aktivitass antioksidan keju kemangi. Penghambatan aktivitas DPPH sangat dimungkinkan bersifat tidak terikat dosis, setelah melewati dosis maksimum maka aktivitasnya turun. Penghambatan aktivitas radikal DPPH yang semakin tinggi menunjukkan aktivitas antioksidan bahan yang tinggi. Hasil uji mengindikasikan bahwa penghambatan DPPH oleh senyawa dalam ekstrak keju kontrol dan mint bersifat
43
dosis-independent yang bermakna bahwa penghambatan DPPH tidak bergantung pada dosis senyawa antioksidan dalam produk, namun termasuk dosis-dependent pada ekstrak dill. Suatu bahan termasuk dalam pola dosis-independent atau dosisdependent, ditentukan oleh komposisi senyawa fitokimia relatif terhadap jenis uji (Wang et al., 2009). Jika dibandingkan aktivitas penghambatan DPPH pada keju herbal dengan masing-masing aktivitas penghambatan DPPH ekstrak herbal, maka didapatkan adanya penurunan.Hal tersebut disebabkan oleh terikutnya senyawa fitokimia ekstrak herbal bersama whey. Antisipasi terhadap tingginya angka penurunan aktivitas penghambatan DPPH keju dilakukan dengan menggunakan proses evaporasi pada bahan baku keju yang digunakan, seperti susu dan ekstrak herbal. Penghambatan DPPH dengan total fenol dan total BAL dianalisis dengan regresi linier. Penghambatan DPPH sebagai variabel terikat (Y), sedangkan total fenol dan total BAL keju sebagai variabel bebas (X). Persamaan regresi penghambatan DPPH dengan total fenol (Y = 5,467 + 0,1555X; R2 = 35%; P <0,05) dan penghambatan DPPH dengantotal BAL (Y= 1,931X – 8,209; R2 = 44,8%; P<0,05)menunjukkan bahwa perubahan nilai aktivitas antioksidan keju sebesar 35% disebabkan nilai total fenol, sebesar 44,8% oleh BAL keju dan sisanya ditentukan oleh faktor lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa BAL berperan dalam menentukan aktivitas antioksidan, melalui proses fermentasi yang menghasilkan bioaktif peptida, hasil metabolisme BAL maupun proses biokimia lainnya yang terjadi akibat peranan BAL. Senyawa antioksidan keju juga berasal dari peptida yang secara alami ada pada susu kambing (Korhonen dan Pihlanto, 2006). Perbedaan aktivitas penghambatan radikal DPPH oleh keju dengan penambahan ekstrak herbal yang berbeda yang ditunjukkan pada Tabel 13 mengindikasikan bahwa ekstrak mint, dill dan kemangi memiliki beragam senyawa fitokimia. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil analisis fitokimia pada Tabel 8. Perbedaan komposisi senyawa fitokimia berimplikasi pada efektivitas penghambatan radikal bebas, karena hanya beberapa senyawa fitokimia yang efektif memerangkap radikal bebas (Croft, 1999). Aktivitaspenghambatan radikal DPPH digunakan untuk menduga aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidan tersebut terkait dengan sifat redoks. Senyawa fenol sebagai salah satu sumber antioksidan keju merupakan
44
representatif dari kandungan katekol pada herbal (Galato et al., 2001; Zheng dan Wang, 2001). Uji Penghambatan Enzim α-amilase secara in vitro Enzim porcine pancreatic α-amylase (PPA) adalah endoglukanase yang mengatalisa hidrolisis ikatan α-1,4-glukosida pada pati, amilosa, amilopektin dan glikogen. PPA homologi dengan pankreas α-amilase pada manusia (Pasero et al., 1986). Enzim α-amilase berkorelasi dengan peningkatan aktivitas diabetes tipe 2, sehingga penghambatan PPA menjadi sangat penting dalam manajemen diabetes tipe 2. Hasil pengukuran penghambatan aktivitas PPA oleh ekstrak keju dan herbal diekspresikan dalam miligram 100% bahan kering (BK) keju. Konsentrasi ekstrak herbal dalam satu gram 100% bahan kering (BK) keju selanjutnya dihitung dan dianalisis penghambatan terhadap aktivitas PPA. Kedua nilai dibandingkan untuk mengamati apakah ada perubahan penghambatan PPA pada keju yang terjadi akibat proses pengolahan. Hasil uji penghambatan enzim α-amilase secara in vitro oleh satu milligram bahan kering keju disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase Oleh Ekstrak Keju dan Herbal Ekstrak
Penghambatan Enzim (% / mg BK keju )
Penghambatan Enzim oleh Herbal (%)1
Penghambatan Enzim Relatif2
Kontrol
0,27 ± 0,02C
Mint
2,89 ± 0,17A
0,09 ± 0,00
32,11
Dill
1,37 ± 0,11
B
0,11 ± 0,00
12,45
Kemangi
1,22 ± 0,21B
0,12 ± 0,02
10,17
Keterangan: Superskrip yang berbeda (A, B, C) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) 1 Konsentrasi ekstrak setara dengan konsentrasi ekstrak dalam satu miligram BK (bahan kering) keju dengan penambahan ekstrak yang sejenis 2 Rasio penghambatan enzim oleh keju dengan ekstrak herbal setara
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengolahan susu menjadi keju menghasilkan senyawa yang berperan dalam menghambat aktivitas enzim α-amilase sebesar 0,27% oleh setiap satu milligram keju dalam bahan kering 100%. Penghambatan enzim α-amilase oleh keju herbal sangat berbeda nyata (P<0,01) dibandingkan dengan penghambatan enzim α-amilase oleh keju kontrol. Jika dibandingkan aktivitas penghambatan enzim α-amilase oleh keju dan herbal, maka
45
didapatkan bahwa proses pengolahan susu menjadi keju meningkatkan efektivitas penghambatan enzim α-amilase sebesar 10,17 sampai 32,11 kali. Artinya, panghambatan aktivitas enzim α-amilase akan lebih rendah pada saat ekstrak herbal, keju dan bakteri probiotik beraktivitas secara tunggal. Sinergistik penghambatan enzim α-amilase dengan fenol, BAL dan aktivitas penghambatan radikal DPPH dianalisis dengan persamaan regresi antar variabel. Hasil uji menunjukkan korelasi yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Walaupun demikian, hasil uji determinan (R2) dari masing-masing persamaan mengindikasikan adanya aktivitas yang saling mempengaruhi antara penghambatan enzim α-amilase dengan fenol, BAL dan aktivitas penghambatan radikal DPPH (Lampiran 28). Jika dibandingkan dengan total fenol keju (Tabel 11), maka didapatkan bahwa penghambatan enzim α-amilase oleh keju bersifat dosis-independent terhadap total fenol, namun bersifat dosis-dependent oleh ekstrak herbal. Artinya, total fenol yang tinggi tidak selalu diiringi dengan penghambatan aktivitas enzim α-amilase yang tinggi oleh keju herbal. Ekstrak herbal yang memiliki total fenol tertinggi adalah ekstrak kemangi juga memiliki kemampuan tertinggi dalam menghambat aktivitas enzim α-amilase, tetapi menjadi yang terendah setelah diolah menjadi keju. Komposisi senyawa turunan fenol dalam ekstrak mint, dill dan kemangi sangat beragam. Variasi senyawa turunan fenol dalam ekstrak berimplikasi pada efektivitas penghambatan aktivitas enzim α-amilase, karena tidak semua senyawa turunan fenol memiliki efektivitas yang sama dalam menghambat aktivitas enzim αamilase. Tadera et al. (2006) menyatakan bahwa senyawa fenol yang efektif dalam menghambat aktivitas enzim α-glukosidase dan PPA adalah naringenin, kaempferol, luteolin, apigenin, (+)-katekin/(-)-epikatekin, diadzein dan epigalokatekin galat. Karakteristik Mikrobiologis Keju Segar Susu Kambing Susu segar secara alami mengandung komponen yang labil dalam pemanasan (seperti laktoferin, lisozim dan laktoferoksidase). Komponen tersebut mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus, S. enteritidis dan L. monocytogenes (Donelly, 2004). Pemanasan dalam proses evaporasi menurunkan jumlah awal bakteri yang tidak diinginkan dalam susu segar namun disisi lain merusak komponen antimikrob dalam susu. Rusaknya komponen tersebut meningkatkan resiko terjadinya kontaminasi pada susu, sehingga perlu 46
ditangani secepat mungkin. Penambahan kultur BAL dalam pengolahan keju memiliki peran yang sangat penting untuk menurunkan resiko kontaminasi setelah proses evaporasi. Kultur starter yang digunakan dalam dalam pembuatan keju adalah Lb. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01. Penambahan kultur starter bertujuan untuk membantu fermentasi susu menghasilkan curd dan menambah sifat fungsional keju sebagai pangan probiotik. Kultur starter tersebut juga diharapkan mampu menekan pertumbuhan mikroorganisme non kultur BAL. Lb. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01 memiliki karakteristik sebagai bakteri probiotik dan masingmasing memiliki populasi awal 6,3 x 10 8 dan 3,3 x 108cfu/ml. Pengujian total BAL keju dilakukan pada hari kedua dengan penyimpanan pada suhu 4 oC. Populasi BAL dalam kultur kerja dan keju ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15. Populasi BAL Kultur Kerja dan Keju yang Difermentasi pada Suhu 37 oC Populasi BAL Keju
Kultur Kerja (log10 cfu/ml)
Kontrol Mint Dill Kemangi
8,68
Adonan Keju1 (log10 cfu)
Keju (log10 cfu/g)
10,78 ± 0,01
7,51 ± 0,12B
10,80 ± 0,02
7,68 ± 0,18
B
10,76 ± 0,00
8,22 ± 0,12A
Keju2 (log10 cfu) 10,17 ± 0,09B 10,35 ± 0,16
AB
10,76 ± 0,12A
Keju3 (%) 94,36 ± 0,82B 95,84 ± 1,64AB 99,97 ± 1,11A
10,77 ± 0,02 7,96 ± 0,17AB 10,55 ± 0,18AB 98,01 ± 1,57AB Keterangan: Superskrip yang berbeda(A, B) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) 1 Hasil perkalian populasi BAL adonan (log10 cfu/g) dengan bobot adonan (g) 2 Hasil perkalian populasi BAL keju (log10 cfu/g) dengan bobot keju (g) 3 Persentase rasio total BAL dalam keju dengan total BAL adonan keju
Bakteri yang digunakan sebagai kultur starter keju merupakan bakteri probiotik, sehingga diasumsikan bahwa populasi akhir BAL keju mencerminkan populasi bakteri probiotik dalam keju. Populasi BAL keju yang diperoleh > 6 log10cfu/g, sehingga keju tersebut termasuk keju probiotik hingga umur pengujian dilakukan (Tamime, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan susu kambing evaporasi dengan teknologi fermentasi masih mampu mempertahankan populasi BAL dalam keju hingga 94,36%. Hanya sekitar 5,64% BAL yang berada dalam whey. Penambahan ekstrak dill berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap populasi BAL dalam keju. Keju dengan ekstrak mint, dill dan kemangi berturut-turut memiliki 47
2,25%, 9,40% dan 5,99% populasi BAL lebih tinggi dibandingkan dengan keju kontrol. Hal ini berarti bahwa ekstrak dill memberikan pertumbuhan BAL yang lebih baik dalam hal pertambahan jumlah populasi. Ekstrak herbal tidak menghambat pertumbuhan BAL. Hubungan antara total fenol dan BAL dalam keju dianalisis dengan korelasi dan regresi linier. Penghambatan total BAL dalam kejusebagai variabel terikat (Y), sedangkan total fenol sebagai variabel bebas (X). Persamaan regresi total fenol dan BAL dalam keju (Y = 7,186 + 0,06965X; R2 = 58,4%; P <0,01) menunjukkan bahwa perubahan total BAL keju sebesar 58,4% disebabkan oleh total fenol keju dan 41,6% ditentukan oleh faktor lain. Hal ini terkait dengan struktur fenol yang sederhana dan menjadi sumber energi yang dapat digunakan dengan mudah oleh BAL, sehingga ketersediaan fenol berkontribusi terhadap ketersediaan nutrien bagi makanan bakteri. Karakteristik Organoleptik Keju Segar Susu Kambing Uji Hedonik Uji hedonik dilakukan untuk mempelajari tingkat kesukaan panelis terhadap keju melalui penilaian berbagai peubah yang diamati.Atribut yang dinilai adalah penampilan umum, warna, aroma dan rasa keju. Rataan nilai hasil uji hedonik keju ditampilkan bersama dengan standar deviasi dan ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Uji Hedonik Keju dengan atau tanpa Penambahan Ekstrak Herbal Atribut Penampilan umum Warna Aroma Rasa
Kontrol 5,45 ± 0,87a 5,39 ± 1,06a 4,64 ± 0,90A 4,30 ± 1,24a
Keju Mint 3,76 ± 0,90b 3,82 ± 0,95b 3,33 ± 1,27B 3,30 ± 1,33b
Keju Dill 4,00 ± 1,01b 4,24 ± 1,17b 4,42 ± 1,15A 3,61 ± 1,25ab
Keju Kemangi 3,48 ± 0,97b 3,52 ± 1,12b 3,91 ± 1,07AB 3,61 ± 1,12ab
Keterangan: 1: amat sangat tidak suka, 2: sangat tidak suka, 3: tidak suka, 4: agak suka, 5: suka, 6: sangat suka, 7: amat sangat suka Superskrip yang berbeda (A, B) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip yang berbeda (a, b) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Penampilan Umum. Penampilan umum yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kesesuaian kombinasi warna, tekstur dan bentuk keju yang disajikan dengan cara dioleskan diatas roti tawar. Kesukaan panelis terhadap penampilan umum keju dipengaruhi secara nyata (P<0,05) oleh penambahan ekstrak herbal. Rataan nilai dari 48
hasil pengujian hedonik terhadap penampilan umum (Tabel 16) menunjukkan bahwa keju kontrol disukai, sementara keju dengan penambahan ekstrak herbal agak disukai oleh panelis. Keju herbal memiliki tingkat penerimaan yang berbeda oleh panelis meskipun tidak berbeda nyata secara uji statistik (P>0,05). Keju dengan penambahan ekstrak dill memiliki nilai penerimaan yang lebih tinggi (4,00 ± 1,01), dibandingkan dengan keju mint (3,76 ± 0,90) dan kemangi (3,48 ± 0,97). Penampilan umum keju dengan atau tanpa penambahan ekstrak herbal disajikan pada Gambar 16.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 16. Keju dengan Penambahan 0% Ekstrak Herbal (a), 5% Ekstrak Mint (b), 5% Ekstrak Dill(c) dan 5% Ekstrak Kemangi (d) Penampilan umum merupakan pengaruh dari kombinasi warna, ukuran, bentuk dan berbagai faktor yang terlihat dan terekam dalam memori panelis. Penambahan ekstrak herbal memberikan perubahan beberapa atribut organoleptik seperti warna dan tekstur (Tabel 16). Hal tersebut berimplikasi pada kesukaan panelis terhadap penampilan umum keju. Warna. Warna yang dinilai pada pengujian ini adalah tampilan warna keju, bukan keju dengan roti. Hasil pengujian hedonik terhadap warna keju menunjukkan bahwa ekstrak herbal mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna keju secara nyata (P<0,05), namun tidak berbeda nyata antar keju yang telah ditambahkan ekstrak herbal yang berbeda. Panelis cenderung lebih menyukai keju yang berwarna putih atau kuning, seperti keju yang umumnya ditemukan di pasar, namun beberapa panelis menyatakan suka terhadap keju yang berwarna kehijauan seperti keju dengan penambahan kemangi. Komentar yang diperoleh dari beberapa panelis menyatakan bahwa warna memberikan kesan suatu produk lebih enak untuk dikonsumsi, sehingga keju dengan warna kontras dengan roti lebih disukai dan penambahan ekstrak herbal menyebabkan keju terlihat lebih kusam.
49
Susu kambing mengandung beta karoten dalam jumlah yang relatif sedikit, sehingga keju yang dihasilkan dari susu kambing juga berwarna putih. Keju dengan penambahan ekstrak herbal memberikan tambahan pewarna pada keju yang berasal dari ekstrak herbal. Keju dengan penambahan ekstrak herbal memiliki warna agak kehijauan hingga coklat kehijauan.Warna pada ekstrak berasal dari tanin dan klorofil yang berubah menjadi feofitin atau feoforbit. Tanin dan feofitin atau feoforbit memberikan warna coklat kehijauan pada keju. Konsentrasi tanin yang lebih tinggi pada kemangi (Tabel 8) menyumbangkan warna yang lebih gelap pada keju. Aroma. Aroma merupakan bau dari komponen volatil suatu produk yang tercium oleh rongga nasal. Hasil pengujian hedonik terhadap aroma keju (Tabel 16) menunjukkan penambahan ekstrak mint sangat nyata menurunkan (P<0,01) kesukaan panelis terhadap aroma keju, namun tidak berbeda nyata pada penambahan ekstrak dill atau kemangi. Herbal segar memiliki aroma yang lembut, namun mengalami perubahan aroma menjadi lebih kuat setelah diekstraksi dan dievaporasi vakum. Pemanasan menyebabkan terjadinya perubahan kimia dalam ekstrak yang menimbulkan perubahan komposisi senyawa volatil dan komponen lainnya yang berperan dalam memberikan aroma keju. Ekstrak mint, dill dan kemangi memiliki komposisi senyawa fitokimia yang berbeda (Tabel 8) serta beragam fitokonstituen yang bersifat volatil. Proses pengolahan berupa pemanasan, fermentasi dan reaksi enzimatis berpengaruh terhdap profil senyawa fitokimia dalam herbal. Perubahan tersebut memberikan stimulus pada indera panelis, sehingga menghasilkan respon kesukaan yang berbeda terhadap aroma. Rasa. Nilai uji hedonik terhadap rasa keju berkisar antara 3,30 (tidak suka) sampai dengan 4,30 (agak suka). Penambahan ekstrak herbal menurunkan kesukaan panelis terhadap namun tidak berbeda nyata pada penambahan ekstrak dill dan kemangi dan tidak berbeda nyata antar keju tanpa ekstrak herbal. Keju yang umumnya dikenal oleh panelis adalah keju keras dengan penambahan garam, sehingga definisi rasa keju yang normal menurut panelis adalah agak asin. Keju dalam penelitian ini tidak ditambahkan garam, sehingga kurang disukai oleh panelis. Rasa pahit dan kesat di lidah juga timbul dari keju yang
50
ditambahkan ekstrak herbal. Rasa ekstrak herbal dalam keju dinyatakan lebih kuat oleh panelis, sehingga menutupi rasa keju. Rasa pahit dan kesat di lidah merupakan pengaruh dari fitokonstituen dalam ekstrak herbal seperti saponin dan alkaloid. Konsentrasi saponin dan alkaloid meningkat pada proses evaporasi, sehingga rasa pahit dan kesat di lidah sangat kuat setelah mengonsumsi keju herbal (after taste). Hal tersebut juga mempengaruhi kesukaan panelis terhadap keju. Mutu Hedonik Uji mutu hedonik dilakukan terhadap aroma prengus dan daya oles keju. Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan ekstrak herbal tidak memepengaruhi penurunan aroma prengus dan daya oles keju secara nyata (P>0,05). Rataan penilaian terhadap kedua atribut ditampilkan pada Tabel 17. Tabel 17. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Uji Mutu Hedonik Keju dengan atau Tanpa Penambahan Ekstrak Herbal Peubah Aroma Prengus* Daya Oles**
Kontrol 2,48 ± 1,44 2,33 ± 0,80
Keju Mint 2,19 ±1,47 2,62 ± 0,59
Keju Dill 1,81 ± 1,12 2,52 ± 0,75
Keju Kemangi 1,57 ± 1,12 2,67 ± 0,58
Keterangan: *0: tidak tercium, 1: sangat lemah, 2: lemah,3: agak kuat, 4: kuat **1: sangat mudah dioleskan, 2: mudah dioleskan, 3: sulit dioleskan
Aroma Prengus. Aroma prengus yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah aroma prengus yang tercium dari susu kambing yang telah dievaporasi vakum. Aroma prengus yang tercium dari susu tersebut dijadikan standar untuk menyatakan skor 4 (kuat) pada penilaian aroma prengus keju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan susu kambing evaporasi menjadi keju dengan penambahan kultur starter mampu mengurangi bau prengus dari skor 4 (kuat) menjadi 2,48 (lemah). Metode pembuatan keju dan penambahan kultur starter mempengaruhi karakteristik organoleptik keju, seperti flavor dan tekstur (Mehaia, 2002). Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa kompleks seperti karbohidrat dan protein menghasilkan senyawa yang lebih sederhana dan melepaskan energi. Proteolisis dan kultur
starter
keju
berperan
dalam
menghasilkan
senyawa
volatil
yang
mempengaruhi karakteristik keju. Selama proses fermentasi, kultur starter menghasilkan beberapa zat metabolit berupa senyawa volatil yang menentukan rasa dan flavor keju.
51
Penambahan ekstrak herbal berakibat menurunkan kekuatan aroma prengus dalam keju dari 2,48 menjadi 2,19; 1,81 dan 1,57 berturut-turut untuk keju mint, keju dill dan keju kemangi. McWilliam (2005) menyatakan bahwa herbal segar memiliki flavor yang lebih lembut dibandingkan dengan herbal yang telah dikeringkan, namun proses evaporasi menyebabkan beberapa komponen fitokimia dalam ekstrak herbal semakin pekat. Senyawa volatil dari herbal bersama dengan senyawa volatil dari hasil fermentasi menyamarkan aroma prengus keju. Daya Oles. Daya oles yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemudahan pengolesan keju secara merata pada permukaan roti tawar. Hasil penilaian uji mutu hedonik terhadap daya oles keju menunjukkan bahwa ekstrak herbal tidak nyata (P>0,05) mempengaruhi daya oles keju. Nilai rataan daya oles keju berada pada interval skor 2,33-2,67, yang berarti keju dalam penelitian ini lebih sulit dioleskan jika dibandingkan dengan keju komersial yang digunakan sebagai pembanding. Hal ini disebabkan tekstur keju yang agak kasar, bergranul dan kurang berminyak. Keju oles yang dijadikan sebagai standar untuk menyatakan skor 1. Keju pembanding yang digunakan dalam penelitian ini merupakan keju oles yang telah mengalami pengolahan lebih lanjut. Keju pembanding juga telah ditambahakan bahan lain untuk meningkatkan daya olesnya seperti mentega (Lampiran 38). Oleh karena itu, keju dalam penelitian ini jika diolah lebih lanjut dengan penambahan bahan lainnya juga masih memungkinkan untuk menjadi keju oles. Namun demikian, keju lunak seperti dalam penelitian ini memang dikonsumsi secara langsung bersama roti tawar meskipun tekstur belum menyerupai keju oles komersial. Keju komersil yang memiliki tekstur seperti keju dalam penelitian ini adalah Ricotta. Park (2006) menyatakan bahwa daya oles keju lebih ditentukan oleh kualitas susu, aktivitas renet dan metode pembuatan keju. Kandungan κ-kasein, β-kasein, dan αs2-kasein susu kambing lebih banyak dibandingkan susu sapi, namun α s1-kasein ditemukan dalam jumlah sedikit. Misel kasein susu kambing mengandung lebih banyak kalsium dan fosfor anorganik. Hal tersebut menyebabkan susu kambing kurang stabil terhadap pemanasan. Pemanasan susu kambing pada suhu 85 oC selama 10 menit atau 90 oC selama satu menit mampu meningkatkan ukuran misel kasein hingga 1,25 ukuran normal (Trujillo, 2005). Rendahnya kandungan kasein dan
52
karakeristik lainnya seperti proporsi dan ukuran misel αs1-kasein menyebabkan tekstur curd yang lemah pada keju susu kambing.Bentuk susu kambing lebih lembut, sehingga curdnya lebih rapuh jika diasamkan (Park, 2009). Penentuan Formula Terbaik berdasarkan Karakteristik Organoleptik Keju dengan formulasi jenis ekstrak yang berbeda memiliki tingkat kesukaan dan mutu hedonik, dengan kelebihan dan kekurangan yang beragam. Jika diasumsikan seluruh peubah yang dinilai dalam uji organoleptik memiliki tingkat kepentingan yang sama dalam menentukan formula terbaik, maka formula terbaik dapat dihitung dengan perankingan. Ranking didasarkan pada tingkat kesukaan dan karakteristik produk yang diinginkan, yaitu keju yang paling disukai, keju dengan tingkat aroma prengus yang terendah dan keju yang paling mudah dioleskan. Ranking satu diberikan pada keju yang paling disukai, keju dengan tingkat aroma prengus yang terendah dan keju yang paling mudah dioleskan. Berdasarkan hal tersebut, ranking satu diberikan pada keju dengan skor tertinggi dalam atribut penampilan umum, warna, aroma, dan rasa. Berbeda dengan sebelumnya, ranking satu pada atribut aroma prengus dan daya oles diberikan pada keju dengan skor terendah untuk kedua atribut tersebut. Tabel 18. Perankingan Keju dengan Formula Terbaik berdasarkan Karakteristik Organoleptik Peubah
BAL
Keju Mint
Keju Dill
Keju Kemangi
Penampilan umum
5,45 ± 0,87 (1)
3,76 ± 0,90 (3)
4,00 ± 1,01 (2)
3,48 ± 0,97 (4)
Warna
5,39 ± 1,06 (1)
3,82 ± 0,95 (3)
4,24 ± 1,17 (2)
3,52 ± 1,12 (4)
Aroma
4,64 ± 0,90 (1)
3,33 ± 1,27 (4)
4,42 ± 1,15 (2)
3,91 ± 1,07 (3)
Rasa
4,30 ± 1,24 (1)
3,30 ± 1,33 (2)
3,61 ± 1,25 (3,5)
3,61 ± 1,12 (3,5)
Aroma Prengus
2,48 ± 1,44 (4)
2,19 ±1,47 (3)
1,81 ± 1,12 (1)
1,57 ± 1,12 (2)
Daya Oles
2,33 ± 0,80 (1)
2,62 ± 0,59 (3)
2,52 ± 0,75 (2)
2,67 ± 0,58 (4)
9
18
12,50
20,50
Jumlah ranking
Rataan
ranking
terendah
merepresentasikan
formula
terbaik.
Hasil
perhitungan pada Tabel 20 menunjukkan bahwa keju yang memiliki karakteristik organoleptik terbaik oleh panelis adalah keju kontrol. Jika yang dibandingkan hanya
53
antar keju yang ditambahkan ekstrak herbal, maka keju yang memiliki nilai penerimaan tertinggi oleh panelis adalah keju dill. Formula terbaik dalam penelitian ini dapat saja berubah sesuai dengan tujuannya. Jika formula terbaik ditentukan berdasarkan gabungan antara karakteristik fungsional dan organoleptik, maka hasilnya dapat berubah. Misalnya, berdasarkan karakteristik fungsionalnya dalam penghambatan enzim α-amilase dan organoleptik. Jika karakteristik fungsional memiliki proporsi ranking tertentu yang menyebabkan rataan ranking menjadi yang terkecil berada pada keju mint, maka keju mint dapat dinyatakan sebagai formula terbaik.
54
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengolahan susu kambing dengan teknologi fermentasi menggunakan bakteri probiotik dan ditambahkan ekstrak mint, dill atau kemangi mampu meningkatkan sifat fungsional keju terkait penghambatan enzim α-amilase. Keju susu kambing dengan ekstrak mint, dill atau kemangi berpotensi sebagai pangan fungsional dalam manajemen diabetes tipe 2. Penambahan ekstrak herbal tersebut pada taraf 5% menurunkan penerimaan panelis terhadap karakteristik organoleptik keju. Keju herbal yang memiliki nilai penerimaan tertinggi oleh panelis adalah keju dengan penambahan ekstrak dill, namun dalam tingkat agak suka. Saran Penelitian ini memerlukan pengujian lebih lanjut mengenai penghambatan aktivitas enzim α-amilase secara in vivo dan perbaikan karakteristik organoleptik keju formula terbaik. Penelitian lebih lanjut juga disarankan terhadap karakteristik fungsional keju dari susu kambing dengan penambahan ekstrak herbal berupa kemangi lokal.
55
UCAPAN TERIMA KASIH Syukur
kepada
Tuhan
Yesus
Kristus
karena
perlindungan
dan
penghiburanNya yang sempurna memberikan kekuatan bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA sebagai pembimbing utama sekaligus dosen pembimbing akademik selama mengenyam pendidikan di Institut Pertanian Bogor dan kepada Ir. B. N. Polii, SU sebagai pembimbing anggota yang mengarahkan penulis dalam meneliti, mengikutsertakannya dalam kompetisi dan menuangkannya dalam karya tulisan ilmiah berupa skripsi. Terima kasih kepada Tuti Suryati, S.Pt., M.Si dan Prof. Dr. Komang G. Wiryawan sebagai dosen penguji serta Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si sebagai panitia ujian akhir sarjana yang memberikan banyak saran untuk perbaikan skripsi. Terima kasih kepada Dr. Syamsul Falah, S.Hut., M.Si yang banyak membimbing penulis selama melakukan penelitian, terutama diskusi terkait disiplin ilmu biokimia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Pendidikan Tinggi Republik Indonesia dan Yayasan Karya Salemba Empat yang membantu penyediaan dana penelitian dan penulisan skripsi, kepada seluruh laboran di Laboratorium Produksi Perah, Terpadu Departemen IPTP Fakultas Peternakan IPB, Ilmu Teknologi Pakan, Biokimia, Teknologi Industri Pertanian, Pilot Plan SEAFAST IPB, Balittro Bogor, LIPI Cibinong, dan seluruh pegawai PT. D’farm Agriprima yang membantu penulis selama meneliti. Terima kasih kepada orang tua saya yang terkasih; Japet Tarigan, Sumarni Br Sinulingga, Anthony Tarigan, SH., Ir. Evalina C. Pandia, MP., Ruth Sabrina, Anndy Sinarta dan seluruh jemaat GBKP Rg Bogor. Penulis bersyukur karena doa dan dukungan dari ayah dan ibu yang menguatkan penulis melalui kebersamaan kita. Terima kasih untuk doa dan dukungan rekan-rekan di tim PIMNAS XXIV; Acep Usman Abdullah dan M. Sarwar Khan- yang membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor-, kepada Rithoh Yahya, S.Pt., Risqiana Dewi, S.Si., Muhammad Danial, S.Pt., Joni Setiawan, S.Pt., Kasih Febrina Suheri, S.Pt. dan seluruh rekan-rekan di IPB. Penulis bersyukur atas kemurahan Tuhan menghadirkan kalian pada waktuNya yang tepat.
56
DAFTAR PUSTAKA Abdurrokhman, I. 2010. Proses pembuatan dan karakteristik fisik granul kultur starter dadih terenkapsulasi dengan imbangan laktosa dan sodium starch glycolate yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ahmad, S., I. Gaucher, F. Rousseau, E. Beaucher, M. Piot, J. F. Grongnet, & F. Gaucheron. 2008. Effects of acidification on physico-chemical characteristics of buffalo milk: A comparison with cow’s milk. Food Chem. 106:11–17. Aloglu, H. & Z. Oner. 2006. Assimilation of cholesterol in broth, cream, and butter by probiotic bacteria. Eur. J. Lipid Sci. Technol.108:709-713. Amirdivani, S. 2008. Inclusion of Mentha piperita, Anethum graveolence and Ocimum basilicum in yogurt and their effect on the inhibition of enzyme relevant to hypertension and type-2 diabetes. Tesis. Department of Biochemistry Institute of Biological Science University of Malaya, Kuala Lumpur. Annuk, H., J. Shchepetova, T. Kullisaar, E. Songisepp, M. Zilmer, & M. Mikelsaar. 2003. Characterization of intestinal lactobacilli as putative probiotic candidates. J. App. Microbiol. 94:403–412. AOAC. 2007. Official Methods of Analysis 18th. 2nd Ed. rev. AOAC International, Gaithersburg, Maryland. Apostolidis, E., T. I. Kwon, & K. Shetty. 2006. Potential of cranberry-based herbal synergis for diabetes and hypertension management. Asia Pac. J. Clin.Nutr.15(3):433-441. Bacteriological Analytical Manual. 2001. Aerobic Plate Count. http:/cfsan.fdagov/ bam.html. [27 November 2011]. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-2782-1998/Rev.1992: Metode Pengujian Susu Segar. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 3141.1:2011: Syarat Mutu Susu Segar. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Banks, J. M. 1998. Cheese. In: R. Early. The Technology of Dairy Products. 2 nd Edition. Blackie Academic & Professional, New York. Berg, J. M., J. L. Tymockzo, & L. Stryer. 2000. Biochemistry. 5th Edition. W. H. Freeman and Company and Sumanas Inc. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, & M. Wotton. 2007. Ilmu Pangan. Terjemahan. Hari Purnomo & Adiono. UI Press, Jakarta. [CAC] Codex Alimentarius Commission. 1978. CODEX General Standard for Cheese: CODEX STAN 283-1978. FAO/WHO Food Standards. [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2001. CODEX Group Standard for Unripened Cheese including Fresh Cheese: CODEX STAN 221-2001. FAO/WHO Food Standards.
57
[Cal-IPC] California Invasive Plant Council. 2006. California Invasive Plant Inventory: Cal-IPC Publication 2006-02. Berkeley, California. Casella, G. 2008. Statistical Design. Springer, New York. [CDA] Canadian Diabetes Association. 2011. www.diabetes.ca/ [20 Oktober 2011]. Cousins, C. M. & A. J. Bramley. 1981. The microbiology of raw milk. In: R. K. Robinson (ed). Dairy Microbiology. Volume 1: The Microbiology of Milk. Applied Science Pubishers, New Jersey. Crabbe, M. J. C. 2004. Renets: General and molecular aspects. In: Patrick F. Fox, P. L. H. McSweeney, T. M. Cogan & T. P. Guinee (eds). Cheese Chemistry, Physics and Microbiology Volume 1: General Aspects. Elsevier Ltd., London. Croft, K. D. 1999. Antioxidant effects of plant phenolic compounds. In: T. K. Basu, N. J. Temple & M. L. Garg (eds). Antioxidants in Human Health and Desease. CABI Publishing, Newcastle. Daulay, D. 1991. Fermentasi Keju. Pusat Antar Universitas-Pangan dan Gizi IPB, Bogor. [EMPP] The Euro+Med Plantbase Project. 2010. Mentha arvensis. http://www. bgbm.org/_EuroPlusMed/PTaxonDetail.asp?NameId=111936&PTRefFk=50 0000[26 Februari 2012]. Escuredo O., L. R. Silva, P. Valentão, M. C. Seijo, & P. B. Andrade. 2012. Assessing Rubus honey value: Pollen and phenolic compounds contentand antibacterial capacity. Food Chem. 130:671–678. FAO/WHO. 2001. Evaluation of health and nutritional properties of probiotics in food including powder milk with live lactic acid bacteria. Report of a Joint FAO/WHO Expert Consultation, Food Agriculture Organization of the United Nations, Roma. Farkye, N. Y. 2004. Acid-and acid/renet-curd cheeses Part B: Cottage Cheese. In: P. F. Fox, P. L. H. McSweeney, T. M. Cogan, & T. P. Guinee (eds). Cheese Chemistry, Physics and Microbiology Volume 2: Major Cheese Groups. 3rd Edition. Elsevier Academic Press, Amsterdam. Fox, P. F. & P. L. H. McSweeney. 2004. Cheese: an overview. In: P. F. Fox, P. L. H. McSweeney, T. M. Cogan, & T. P. Guinee (eds). Cheese Chemistry, Physics and Microbiology Volume 1: General Aspects. Elsevier Ltd., London. Fuller, R. 1992. Probiotic: the Scientific Basis. Chapman & Hall, London. Gracindo, L. 2006. Chemical characerization of Mint (Mentha spp.) germ plasm at Federal Distric, Brazil. III International Symposium. Breeding Research on Medicinal and Aromatic Plants. Campinas SP Brazil: A01-05. Gunasekaran, S. & M. Mehmet. 2003. Cheese Rheology and Texture. CRC Press, Boca Raton. Heller, K. J. 2001. Probiotic bacteria in fermented foods: product characteristics and starter organisms. Am. J. Clin. Nutr. 73:374S–379S.
58
Horii, S., K. Fukase, T. Matsua, K. Kameda, N. Asano, & Y. Masui. 1987. Synthesis and α-D-glukosidase inhibitory activity of N-substituted valiolamine derivatives as potent oral antidiabetic agents. J. Med. Chem. 29:1038-1046. Horne, D. S. & J. M. Banks. 2004. Renet-induced coagulation of milk. In: Patrick F. Fox, P. L. H. McSweeney, T. M. Cogan, & T. P. Guinee (eds). Cheese Chemistry, Physics and Microbiology Volume 1: General Aspects. Elsevier Ltd., London. Javanmardi, J. C. Stushnoff, E. Lock, & J. M. Vivanco. 2003. Antioxidant acivity and total phenolic content of Iranian Ocimum accessions. J. Food Chem. 10:547-547. Kaur, G. J. & D. S. Arora. 2010. Bioactive potential of Anethum graveolens, Foeniculum vulgare and Trachyspermum ammi belonging to the family Umbelliferae - Current status. Rom. Biotechnol. Lett.:087-094. Kimoto-Nira, H., K. Mizumachi, M. Nomura, M. Kobayashi, Y. Fujita, T. Okamoto, I. Suzuki, N. M. Tsuji, J. I. Kurisaki, & S. Ohmomo. 2007. Lactococcus sp. as potential probiotic lactic acid bacteria. Japan Agr. Res. Quart. 41:181-189. Korhonen, H. & A. Pihlanto. 2006. Bioactive peptides: production and functionality. Inter. Dairy J. 16(9):945-960. Krentz, A. J. & C. J. Bailey. 2005. Oral antidiabetic agents: current role in type 2 diabetes mellitus. Drugs 65:385-411. Kwon, Y. I., D. A.Vattem, & K. Shetty. 2006. Evaluation of clonal herbs of Lamiaceae species for management of diabetes and hypertension. Asia Pac. J. Clin.Nutr. 15:107-118. Liong, M. T. & N. P. Shah. 2005. Acid and bile tolerance and the cholesterol removal ability of bifidobacteria strains. Biosci. Micro. 24:1-10. Maheswari, R. R. A. 2010. Karakteristik Susu Sapi dan Susu Kambing yang Difermentasi dengan Kultur Starter BAL Indigenus Susu dan Olahannya. Laporan Penelitian. LPPM Institut Pertanian Bogor, Bogor. McWilliams, M. 2005. Foods Experimental Perspectives. 5th Edition. Pearson Prentice Hall, New Jersey. Narita, Y. & K. Inouye. 2009. Kinetic analysis and mechanism on the inhibition of chlorogenic acid and its components against porcine pancreas a-amylase isozymes I and II. J. Agric. Food Chem. 57:9218–9225. Narita, Y & K. Inouye. 2011. Inhibitory effects of chlorogenic acids from green coffee beans and cinnamate derivatives on the activity of porcine pancreas αamylase isozyme I. Food Chem. 127:1532–1539. Nasution, Z. 2010. Keragaman kualitas susu dan keju dari susu kambing peranakan etawah (PE), saanen dan persilangannya. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ortan, A., M. Popescu, A. Gaita, C. Dinu-Pirvu, & G. H. Campeanu. 2008. Contributions to the pharmacognostical study on Anethum graveolens, dill (Apiaceae). Rom. Biotechnol. Lett. 14:4342-4348.
59
Panda, S. 2008. The effect of Anethum graveolens L. (dill) on corticosteroid induced diabetes mellitus: involvement of thyroid hormones. Phytotherapy Res. 22: 1695–1697. Park, Y. W. 2006. Goat Milk: Chemistry and Nutrition. In: Y. W. Park & G. F. W. Haenlein (eds). Handbook of Milk of Non-bovine Mammals. Blackwell Publishing, Asia. Park, Y. W. 2009. Bioactive Components in Goat Milk. Wiley Blackwell. Fort Valley. Pasero, L., Y. Mazzei-Pierron, B. Abadie, Y. Chicheportiche, & G. Marchis-Mouren. 1986. Complete amino acid sequence and location of the five disulfide bridgesin porcine pancreatic α-amylase. Biochimica et Biophysica Acta 869:147–157. Pelczar, M. J., E. C. S. Chan, & N. R. Krieg. 1986. Microbiology. 5th Edition. McGaw-Hill, Inc., New York. Pelczar, M. J. & E. C. S. Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Terjemahan R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo & S. L. Angka. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Perez, S., M. Meckes, C. Perez, A. Susunaga, & M. A. Zavala. 2005. Antiinflammatory activity of Lippia dulcis. J. Ethnopharmacol. 102: 58–68. Pigeon, R. M., E. P. Cuesta, & S. E. Gilliland. 2002. Binding of free bile acids by cells of yogurt starter culture bacteria. J. Dairy Sci. 85:2705-2710. Ranilla, L. G., Y. Kwon, E. Apostolidis, & K. Shetty. 2010. Phenolic compounds, antioxidant activity and in vitro inhibitory potential against key enzymes relevant for hyperglycemia and hypertensionof commonly used medicinal plants, herbs and spices in Latin America. Bioresource Technol. 101:4676– 4689. Ray, B. 2004. Fundamental Food Microbiology 3rd Edition. CRC Press, New York. Salaün, F., B. Mietton, & F. Gaucheron. 2005. Buffering capacity of dairy products. Inter. Dairy J. 15:95–109. Salem, K. M. 1995. Accumulation of essential oils by Agrobacterium tumafacienttransformed shoot culture of Pimpinella anisum. Plant Cell Tissue Org. Cult. 40:209-215. Savaskan, E. 2005. The role of the brain renin-angiotensin system in neurodegenerative disorders. Curr. Alzheimer Res. 2:29-35. Scobie, I. N. 2007. Atlas of diabetes mellitus 3rd Ed. Informa Healthcare, UK. Shetty, K., F. Clydesdale, & D. Vattem. 2005. Clonal screening and srout based bioprocessing of fenolic phytochemicals for functional foods. In: K. Shetty, G. Paliyath, A. Pometto, & R. E. Levin (eds). Food Biotechnology. CRC Taylor & Francis, New York. Shobana, S., Y. N. Sreerama, & N. G. Malleshi. 2009. Composition and enzyme inhibitory properties of finger millet (Eleusine coracana L.) seed coat
60
phenolics: Mode of inhibition of α-glukosidase and pancreatic amylase. Food Chem. 115:1268–1273. Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri B. Penerjemah. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Steyn, N. P., J. Mann, P. H. Bennett, N. Temple, P. Zimmet, J. Tuomilehto, J. LindstrÖm, & A. Louheranta. 2004. Diet, nutrition and the prevention of type 2 diabetes. J. Public Health Nutr. 7:147–165. Sun, J. Q., Y. Q. Tang, W. Liu, L. Xu, J. J. Zhao, X. L. Wu, & F. M. Chen. 2010. Characteristics of degradation of phenolic compounds by two Pseudomonas strains. China Environ. Sci. 12(30):1633-1638. Surono, I. S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Tri Cipta Karya, Jakarta. Tabart J, C. Kevers, J. Pincemail, J-O. Defraigne, & J. Dommesa. 2009. Comparative antioxidant capacities of phenolic compounds measured by various test. Food Chem. 113:1226–1233. Tadera, K., Y. Minami, K. Takamatsu, & T. Matsuoka. 2006. Inhibition of αglukosidase and α-amylase by flavonoids. J. Nutriti. Sci. Vitaminol. 52:149– 153. Tahri, K., J. Crociani, J. Ballongue, & F. Schneider. 1995. Effects of three strains of bifidobacteria on cholesterol. Lett. Appl. Microbiol. 21:149-151. Tamime, A. Y. 2005. Probiotic Dairy Products. Blackwell Publishing, Australia. Thai Agricultural Standard. 2008. Raw Goat Milk. National Bureau of Agricultural Commodity and Food Standards Ministry of Agriculture and Cooperatives, Bangkok. Tiwari, B. K., V. P. Valdramidis, C. P. O’Donnell, K. Muthukumarappan, P. Bourke, & P. J. Cullen. 2009. Application of natural antimicrobials for food preservation. J. Agr. Food Chem. 57:5987–6000. Todar, K. 2008. Lactococcus lactis: nominated as the Wisconsin State Microbe. http://textbookofbacteriology.net/featured_microbe.html [29 Februari 2012]. Todar, K. 2009. The microbial world: the normal bacterial flora of humans. http://textbookofbacteriology.net/themicrobialworld/NormalFlora.html [29 Februari 2012]. [USDA-NRCS] United States Department of Agriculture-Natural Resources Conservation Service. 2003. Ocimum basilicum L.: sweet basil. USDA ARS National Arboretum, Washington. Vani, S. R., S. F. Cheng, & C. H. Chuah. 2009. Comparative sudy of volatile compounds from genus Ocimum. Am. J. App. Sci. 6(3):523-528. Vermerris, W. & R. Nicholson. 2008. Phenolic Compound Biochemistry. Springer Science + Business Media B. V., USA. Wahyudi & Samsundari. 2008. Bugar dengan Susu Fermentasi. Universitas Muhammadiyah Malang Press, Malang.
61
Wang, T., R. Jónsdóttir, & G. Ólafsdóttir. 2009. Total phenolic compounds, radical scavenging and metal chelation of extracts from Icelandic seaweeds. Food Chem. 116:240–248. Webb, G. P. 2006. Dietary Supplement and Functional Foods. Blackwell Publishing, Oxford. [WHO] World Health Organization. 2006. Global Strategy on Diet, Physical Activity and Health, Annual Report. WHO, Geneva. Wojdyło, A., J. Oszmian´ski, & R. Czemerys. 2007. Antioxidant activity and phenolic compounds in 32 selected herbs. Food Chem. 105:940–949. Yadegarinia, D., L. Gachkar, M. B Rezaei, M. Taghizadeh, S. A. Astaneh & I. Rasooli. 2006. Biochemical activities of Iranian Mentha piperita L. and Myrtus communis L. essential oils. J. Phytochem. 67:1249-1255.
62
LAMPIRAN
63
Lampiran 1. Nilai pH Bahan-bahan Penyusun Keju Bahan
Rataan
Susu segar
5,90 ± 0,00
Susu evaporasi
5,54 ± 0,00
Ekstrak mint evaporasi
4,51 ± 0,01
Ekstrak dill evaporasi
5,25 ± 0,01
Ekstrak kemangi evaporasi
5,03 ± 0,02
Kultur kerja Lb. Acodiphilus
4,22 ± 0,02
Kultur kerja Lc. Lactis
4,11 ± 0,01
Lampiran 2. Analisis Ragam Rataan Nilai Rendemen Keju Derajat
Jumlah
Kuadrat
Bebas
Kuadrat
Tengah
Jenis Keju
3
2.456,55
818,849
Galat
8
592,44
74,055
Total
11
3.048,99
Sumber Keragaman
F
P
11,1
0,0032
Lampiran3. Hasil Uji Banding Rataan Nilai Rendemen Keju Keju
N
Nilai Tengah
Kontrol
3
83,77
Mint
3
81,53
Dill
3
66,20
Kemangi
3
73,34
Keterangan: H = 6,79; P = 0,0789; Rataan Nilai Tengah = 79,874
Lampiran 4. Uji Tukey Rataan Nilai Rendemen Keju (α = 1%) Keju
Rataan
Kehomogenen antar Perlakuan
Kontrol
93,590
A
Mint
90,890
A
Dill
77,597
B
Kemangi
57,420
AB
Keterangan: Standard Error for Comparison = 7,0264 Critical Q Value = 6,215 Critical Value for Comparison = 30,879
64
Lampiran 5. Komposisi Nutrien dalam Berat Basah Keju Peubah Air (%) Abu (%) PK (%) LK (%) SK (%) Beta-N (%)
Kontrol
Keju Mint
64,21 ± 3,06 3,13 15,96 3,93 0,35 12,43
64,87 ± 2,04 2,06 10,93 5,15 0,36 16,63
Keju Dill
Keju Kemangi
63,80 ± 2,68 3,09 13,82 5,71 0,31 13,26
58,94 ± 7,33 2,95 14,34 7,09 0,27 16,40
Lampiran 6. Analisis Ragam Rataan Total Fenol Ekstrak Keju Derajat Bebas 3
Jumlah Kuadrat 88970,1
Kuadrat Tengah 29656,7
Galat
8
831,0
103,9
Total
11
89801,1
Sumber Keragaman Jenis Keju
F
P
286
0,0000
Lampiran 7. Hasil Uji Banding Rataan Total Fenol Ekstrak Keju Keju
N
Nilai Tengah
Kontrol
3
108,01
Mint
3
283,41
Dill
3
314,23
Kemangi
3
316,14
Lampiran 8. Uji Tukey Rataan Total Fenol Ekstrak Keju (α = 1%) Keju
Rataan
Kehomogenen antar Perlakuan
Kontrol
108,01
B
Mint
283,41
A
Dill
314,23
A
Kemangi
316,14
A
Keterangan: Standard Error for Comparison = 8,3214 Critical Q Value = 6,215 Critical Value for Comparison = 36,571
65
Lampiran 9. Analisis Ragam Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 6.000 ppm Derajat
Jumlah
Kuadrat
Bebas
Kuadrat
Tengah
Jenis Keju
3
0,57570
0,19190
Galat
8
0,89732
0,11216
Total
11
1,47301
Sumber Keragaman
F
P
1,71
0,2416
Keterangan: H = 5,57; P = 0,1346
Lampiran 10. Analisis Ragam Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 8.000 ppm Derajat
Jumlah
Kuadrat
Bebas
Kuadrat
Tengah
Jenis Keju
3
0,22041
0,07347
Galat
8
0,11497
0,01437
Total
11
0,33538
Sumber Keragaman
F
P
5,11
0,0289
Lampiran 11. Hasil Uji Banding Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 8.000 ppm Keju
N
Nilai Tengah
Kontrol
3
7,6835
Mint
3
7,4716
Dill
3
7,8240
Kemangi
3
7,5412
Keterangan:H = 64,36; P = 0,2254; Rataan Nilai Tengah = 7,6301
Lampiran 12. Uji Tukey Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 8.000 ppm (α = 5%) Keju
Rataan
Kehomogenen antar Perlakuan
Kontrol
7,6835
AB
Mint
7,4716
B
Dill
7,8240
A
Kemangi
7,5412
B
Keterangan: Standard Error for Comparison = 0,0979 Critical Q Value = 4,527 Critical Value for Comparison = 0,3133
66
Lampiran 13. Analisis Ragam Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 10.000 ppm Derajat Bebas 3
Jumlah Kuadrat 8,48693
Kuadrat Tengah 2,82898
Galat
8
0,23140
0,02893
Total
11
8,71833
Sumber Keragaman Jenis Keju
F
P
97,8
0,0000
Lampiran14. Hasil Uji Banding Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 10.000 ppm Keju
N
Nilai Tengah
Kontrol
3
5,9180
Mint
3
7,2895
Dill
3
8,1201
Kemangi
3
6,4207
Keterangan:H = 6,63; P = 0,0848; Rataan Nilai Tengah = 6,9371
Lampiran 15. Uji Tukey Rataan Persen Penghambatan DPPH pada Konsentrasi 10.000 ppm (α = 1%) Keju
Rataan
Kehomogenen antar Perlakuan
Kontrol
5,9180
C
Mint
7,2895
B
Dill
8,1201
A
Kemangi
6,4207
C
Keterangan: Standard Error for Comparison = 0,1389 Critical Q Value = 6,215 Critical Value for Comparison = 0,6103
67
Lampiran 16. Nilai Absorbansi Sampel Dalam Uji Penghambatan Aktivitas Enzim αamilase yang Diamati dengan Spektofotometer (λ = 540 nm) Ulangan
Pengukuran ke-
Sampel 1
2
3
1
0,106
0,108
0,110
2
0,082
0,082
0,082
3
0,106
0,108
0,110
1
0,277
0,277
0,277
2
0,270
0,270
0,270
3
0,277
0,277
0,277
1
0,652
0,652
0,652
2
0,622
0,622
0,622
3
0,627
0,627
0,627
1
0,634
0,634
0,634
2
0,642
0,642
0,642
3
0,686
0,686
0,686
Mint
Ta
0,340
0,340
0,340
Dill
Ta
0,383
0,383
0,383
Kemangi
Ta
0,279
0,279
0,279
Metanol+pereaksi
Ta
0,353
0,353
0,353
Kontrol
Mint Keju Dill
Kemangi
Ekstrak herbal Evaporasi Blanko
Keterangan: ta = tidak ada
Lampiran 17. Analisis Ragam Rataan Persen Penghambatan Aktivitas Enzim αamilase pada Konsentrasi 1.000 ppm Derajat Bebas 3
Jumlah Kuadrat 127,520
Kuadrat Tengah 42,5068
Galat
8
0,007
0,0008
Total
11
127,527
Sumber Keragaman Jenis Keju
F
P
51523
0,0000
68
Lampiran 18. Hasil Uji Banding Rataan Persen Penghambatan Aktivitas Enzim αamilase pada Konsentrasi 1.000 ppm Keju
N
Nilai Tengah
Kontrol
3
0,9733
Mint
3
10,147
Dill
3
4,9200
Kemangi
3
4,8867
Keterangan: H = 6,81; P = 0,0782; Rataan Nilai Tengah = 5,2317
Lampiran 19. Uji Tukey Rataan Persen Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase pada Konsentrasi 1.000 ppm (α = 1%) Keju
Rataan
Kehomogenen antar Perlakuan
Kontrol
0,9733
C
Mint
10,147
A
Dill
4,9200
B
Kemangi
4,8867
B
Keterangan: Standard Error for Comparison = 0,0235 Critical Value for Comparison = 0,1031
Lampiran 20. Komposisi de Man Rogosa Sharpe Broth (MRSB) Peptone 10,0 g/L ‘Lab-Lemco’powder 8,0 g/L Yeast extract 4,0 g/L Glukosa 20,0 g/L ‘Tween’ 80 ml/L Di-potassium hydrogen phosphate 2,0 g Sodium acetate 3H2O 5,0 g/L Tri-ammonium citrate 2,0 g Magnesium sulphate (MgSO4.7H2O) 0,2 g/L Manganese sulphate (MnSO4.4H2O) 0,05 g/L Cara Pembuatan Media: Sebanyak 52 gram MRSB dicampurkan ke dalam 1 Liter akuades, diaduk dan dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dengan cara dipanaskan pada suhu 60 o
C. Larutan kemudian dipipet ke tabung ulir sebanyak 9 ml dan diautoklaf pada suhu
121 oC selama 15 menit.Media dapat langsung digunakan atau disimpan dalam refrigerator dengan suhu 4-7 oC apabila tidak segera digunakan. pH 6,2 ± 0,2 pada suhu 25 oC. 69
Lampiran 21. Komposisi de Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) Peptone 10 g/L ‘Lab-Lemco’powder 8,0 g/L Yeast extract4 g/L Glukosa 20 g/L Di-potassium hydrogen phosphate (K2HPO4) 2 g/L Sodium acetate 3H2O 5,0 g/L Triammonium citrate 2 g/L Magnesium sulphate (MgSO4.7H2O) 0,2 g/L Mangan sulphate (MnSO4.4H2O) 0,05 g/L Agar 10 g/L Cara Pembuatan Media: Sebanyak 62 gram dicampurkan ke dalam 1 Liter akuades, diaduk dan dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dengan cara dididihkan. Larutan kemudian dipipet ke tabung ulir sebanyak 9 ml dan diautoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.Media dapat langsung digunakan atau disimpan dalam refrigerator dengan suhu 4-7 oC apabila tidak segera digunakan. pH 6,2 ± 0,2 pada suhu 25 oC. Lampiran 22. Komposisi Plate Count Agar (PCA) Tryptone 5 g/L Yeast extract 2,5 g/L Glukosa 1 g/L Agar 15 g/L Cara Pembuatan Media: Sebanyak 17,5 gram PCA dicampurkan ke dalam 1 Liter akuades, diaduk dan dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dengan cara dididihkan. Larutan kemudian dipipet ke tabung ulir sebanyak 9 ml dan diautoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.Media dapat langsung digunakan atau disimpan dalam refrigerator dengan suhu 4-7 oC apabila tidak segera digunakan. pH 7,0 ± 0,2 pada suhu 25 oC. Lampiran 23.Komposisi Buffer Peptone Water (BPW) Peptone 10,0 g/L Sodium chloride (NaCl) 5,0 g/L Disodium phosphate (Na2PO4) 3,5 g/L Dipotassium hydrogen phosphate (K2HPO4) 1,5 g/L
70
Cara Pembuatan Media: Sebanyak 20 gram BPW dicampurkan ke dalam 1 Liter akuades, diaduk dan dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer.Larutan kemudian dipipet ke tabung ulir sebanyak 9 ml dan diautoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.Media dapat langsung digunakan atau disimpan dalam refrigerator dengan suhu 4-7 oC apabila tidak segera digunakan. pH 7,2 ± 0,2 pada suhu 25 oC. Lampiran 24. Hasil Pemupukan (a) Lb. acidophilus dan (b) Lc. lactis Pengenceran Ketujuh Kultur Kerja
(a)
pada
(b)
Lampiran 25. Analisis Ragam Rataan Nilai Total BAL Keju Derajat Bebas 3
Jumlah Kuadrat 0,87265
Kuadrat Tengah 0,29088
Galat
8
0,17495
0,02187
Total
11
1,04760
Sumber Keragaman Jenis Keju
F
P
13,3
0,0018
Lampiran 26. Hasil Uji Banding Rataan Nilai Total BAL Keju Keju
N
Nilai Tengah
Kontrol
3
7,5133
Mint
3
7,6827
Dill
3
8,2197
Kemangi
3
7,9638
Keterangan: H = 0,46; P = 0,9585; Rataan Nilai Tengah = 7,8449
71
Lampiran 27. Uji Tukey Rataan Nilai Total BAL Keju (α = 1%) Keju
Rataan
Kehomogenen antar Perlakuan
Kontrol
7,5133
B
Mint
7,6827
B
Dill
8,2197
A
Kemangi
7,9638
AB
Keterangan: Standard Error for Comparison = 0,1207 Critical Q Value = 6,215 Critical Value for Comparison = 0,5306
Lampiran 28. Persamaan Regresi Kombinasi Total Fenol, Penghambatan DPPH, Penghambatan Enzim α-amilase Secara in vitro dan Total BAL Keju Y
X
Persamaan regresi
P
R2 (%)
Penghambatan enzim (%)
Total fenol (%)
Y = 15,24 + 3,921X
0,210
15,2
Penghambatan DPPH (%)
Total fenol (%)
Y = 5,467 + 0,1555X
0,043
35,0
Penghambatan enzim (%)
Penghambatan DPPH (%) Total fenol (%)
Y = 20,23X – 87,99
0,077
28,0
Y = 7,186 + 0.06965X
0,004
58,4
Penghambatan enzim (%)
Total BAL (log10 cfu/g)
Y = 13,03X - 49,90
0,715
1,4
Penghambatan DPPH (%)
Total BAL (log10 cfu/g)
Y= 1,931X – 8,209
0,017
44,8
Total BAL (log10 cfu/g)
Lampiran 29. Analisis Ragam Persamaan Regresi Penghambatan Enzim α-amilase Versus Total Fenol Ekstrak Keju Derajat
Jumlah
Kuadrat
Bebas
Kuadrat
Tengah
Regresi
1
1939,2
1939,24
Galat
10
10808,7
1080,87
Total
11
12748,0
Sumber Keragaman
F
P
1,79
0,210
Keterangan: S = 32,8766; R-Sq = 15,2%; R-Sq(adj) = 6,7%
72
Lampiran 30. Analisis Ragam Persamaan Regresi Penghambatan DPPH Versus Total Fenol Ekstrak Keju Derajat Bebas 1
Jumlah Kuadrat 3,05035
Kuadrat Tengah 3,05035
Galat
10
5,66798
0,56680
Total
11
8,71833
Sumber Keragaman Regresi
F
P
5,38
0,043
Keterangan: S = 0, 752860; R-Sq = 35,0%; R-Sq(adj) = 28,5%
Lampiran 31. Analisis Ragam Persamaan Regresi Penghambatan Enzim α-amilase Versus Penghambatan DPPH Ekstrak Keju Derajat Bebas 1
Jumlah Kuadrat 3566,4
Kuadrat Tengah 3566,37
Galat
10
9181,6
918,16
Total
11
12748,0
Sumber Keragaman Regresi
F
P
3,88
0,077
Keterangan: S = 30,3011; R-Sq = 28,0%; R-Sq(adj) = 20,8%
Lampiran 32. Analisis Ragam Persamaan Regresi Total BAL Keju Versus Total Fenol Ekstrak Keju Derajat Bebas 1
Jumlah Kuadrat 0,61202
Kuadrat Tengah 0,612021
Galat
10
0,43556
0,043556
Total
11
1,04758
Sumber Keragaman Regresi
F
P
14,05
0,004
Keterangan: S =0,208700; R-Sq = 58,4%; R-Sq(adj) = 54,3%
Lampiran 33. Analisis Ragam Persamaan Regresi Penghambatan Enzim α-amilase Versus Total BAL Keju Versus Total Fenol Ekstrak Keju Derajat Bebas 1
Jumlah Kuadrat 177,9
Kuadrat Tengah 177,95
Galat
10
12570,0
1257,00
Total
11
12748,0
Sumber Keragaman Regresi
F
P
0,14
0,715
Keterangan: S =35,4542; R-Sq = 1,4%; R-Sq(adj) = 0,0%
73
Lampiran 34. Analisis Ragam Persamaan Regresi Penghambatan DPPH Versus Total BAL Keju Versus Total Fenol Ekstrak Keju Derajat
Jumlah
Kuadrat
Bebas
Kuadrat
Tengah
Regresi
1
3,90506
3,90506
Galat
10
4,81327
0,48133
Total
11
8,71833
Sumber Keragaman
F
P
8,11
0,017
Keterangan: S =0,693777; R-Sq = 44,8%; R-Sq(adj) = 39,3%
Lampiran 35. Form Uji Hedonik Keju Lunak Produk
FORM UJI HEDONIK : Keju lunak herbal
Nama panelis : ……………………………….
Tanggal uji:.. Januari 2012
Petunjuk Nyatakan penilaian Anda terhadap empat sampel yang tersedia. Perhatikan kode setiap sampel dan jangan membandingkan sampel yang satu dengan yang lain! Tingkat Kesukaan Kode Sampel
Penampilan Umum
Warna
Aroma
Rasa
330 197 212 814 keterangan: 1: amat sangat tidak suka 2: sangat tidak suka
5: suka
3: tidak suka 4: agak suka
7: amat sangat suka
6: sangat suka
Berikan komentar Anda mengenai sampel yang disajikan! .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ........................................................ TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA 74
Lampiran 36. Form Uji Mutu Hedonik Keju Lunak FORM UJI MUTU HEDONIK Produk
: Keju lunak herbal
Nama panelis : ……………………………….
Tanggal uji: .. Januari 2012
Petunjuk Nyatakan penilaian Anda terhadap empat sampel yang tersedia dengan memberikan tanda (√) pada kolom kode sampel!
Aroma Prengus
Kode Sampel 330
197
212
814
Kuat (4) Agak kuat (3) Lemah (2) Sangat lemah (1) Tidak tercium (0)
Daya Oles
Kode Sampel 330
197
212
814
Sangat mudah dioleskan (1) Mudah dioleskan (2) Sulit dioleskan (3)
Berikan komentar Anda mengenai sampel yang disajikan! .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ........................................................ TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA
75
Lampiran 37. Komposisi Nutrien Belcube Cheese Spread Plain 78 g (Pembanding pada Uji Mutu Hedonik Daya Oles Keju) Nutrien
Jumlah
Energi
1120 kJ atau 271 kkal
Protein
11 g
Karbohidrat
5g
Lemak
23 g
Kalsium
290 mg
Lampiran 38. Komposisi Belcube Cheese Spread Plain 78 g (Pembanding pada Uji Mutu Hedonik Daya Oles Keju) No
Bahan
1
Susu
2
Skim keju
3
Mentega
4
Protein susu
5
Garam
6
Natrium Polifosfat (E450C)
7
Sitrat (E331)
8
Difosfat
9
Fosfat (E450)
Lampiran 39. Uji Kruskal Wallis Rataan Nilai Penampilan Umum Keju Keju
Ranking
N
Kontrol
105,2
33
Mint
53,5
33
Dill
61,5
33
Kemangi
45,8
33
Total
66,5
132
Keterangan: Kruskal-Wallis Statistic = 50,9536 P-Value, Using Chi-Squared Approximation = 0,0000
76
Lampiran 40. Analisis Ragam Rataan Nilai Penampilan Umum Keju Derajat Bebas 3
Jumlah Kuadrat 70062
Kuadrat Tengah 23354,1
Galat
128
110066
859,9
Total
131
180128
Sumber Keragaman Jenis Keju
F
P
27,2
0,000
Keterangan: Total number of values that were tied = 131 Max. diff. allowed between ties= 0,00001 Cases Included = 132 Missing Cases = 0
Lampiran 41. Uji Banding Rataan Nilai Penampilan Umum Keju (α = 5%) Perlakuan
Rataan
Kehomogenen antar Perlakuan
Kontrol
105,24
A
Mint
53,455
B
Dill
61,455
B
Kemangi
45,848
B
Keterangan: Critical Z Value = 2,638 Critical Value for Comparison = 24,843
Lampiran 42. Uji Kruskal Wallis Rataan Nilai Warna Keju Keju
Peringkat
Ukuran
Kontrol
99,6
33
Mint
53,6
33
Dill
66,5
33
Kemangi
46,2
33
Total
66,5
132
Keterangan: Kruskal-Wallis Statistic = 40,2421 P-Value, Using Chi-Squared Approximation = 0,0000
77
Lampiran 43. Analisis Ragam Rataan Nilai Warna Keju Derajat Bebas 3
Jumlah Kuadrat 55237
Kuadrat Tengah 18412,5
Galat
128
124577
973.,3
Total
131
179815
Sumber Keragaman Jenis Keju
F
P
18,9
0,000
Keterangan: Total number of values that were tied = 132 Max. diff. allowed between ties = 0,00001 Cases Included = 132 Missing Cases = 0
Lampiran 44. Uji Banding Rataan Nilai Warna Keju (α = 5%) Perlakuan
Rataan
Kehomogenen antar Perlakuan
Kontrol
99,621
A
Mint
53,621
B
Dill
66,530
B
Kemangi
46,227
B
Keterangan: Critical Z Value = 2,638 Critical Value for Comparison = 24,843
Lampiran 45. Uji Kruskal Wallis Rataan Nilai Aroma Keju Keju
Peringkat
Ukuran
Kontrol
85,2
33
Mint
42,7
33
Dill
77,2
33
Kemangi
61,0
33
Total
66,5
132
Keterangan: Kruskal-Wallis Statistic = 25,4978 P-Value, Using Chi-Squared Approximation = 0,0000
78
Lampiran 46. Analisis Ragam Rataan Nilai Aroma Keju Derajat Bebas 3
Jumlah Kuadrat 35053
Kuadrat Tengah 11684,4
Galat
128
145039
1133,1
Total
131
180093
Sumber Keragaman Jenis Keju
F
P
10,3
0,000
Keterangan: Total number of values that were tied = 131 Max. diff. allowed between ties = 0,00001 Cases Included = 132 Missing Cases = 0
Lampiran 47. Hasil Uji Banding Rataan Nilai Aroma Keju (α = 5%) Keju
Rataan
Kehomogenen antar Perlakuan
Kontrol
85,182
A
Mint
42,667
B
Dill
77,197
A
Kemangi
60,955
AB
Keterangan: Critical Z Value = 2,638 Critical Value for Comparison = 24,843
Lampiran 48. Hasil Uji Banding Rataan Nilai Aroma Keju (α = 1%) Keju
Rataan
Kehomogenen antar Perlakuan
Kontrol
85,182
A
Mint
42,667
B
Dill
77,197
A
Kemangi
60,955
AB
Keterangan: Critical Z Value = 3,144 Critical Value for Comparison = 29,605
79
Lampiran 49. Uji Kruskal Wallis Rataan Nilai Rasa Keju Keju
Ranking
N
Kontrol
82,9
33
Mint
55,9
33
Dill
64,3
33
Kemangi
62,9
33
Total
66,5
132
Keterangan: Kruskal-Wallis Statistic = 9,8757 P-Value, Using Chi-Squared Approximation = 0,0197
Lampiran 50. Analisis Ragam Rataan Nilai Rasa Keju Derajat Bebas 3
Jumlah Kuadrat 13115
Kuadrat Tengah 4371,65
Galat
128
160854
1256,67
Total
131
173969
Sumber Keragaman Jenis Keju
F
P
3,48
0,0180
Keterangan: Total number of values that were tied = 131 Max. diff. allowed between ties = 0,00001 Cases Included = 132 Missing Cases = 0
Lampiran 51. Hasil Uji Banding Rataan Nilai Rasa Keju (α = 5%) Keju
Rataan
Kehomogenen antar Perlakuan
Kontrol
82,864
A
Mint
55,924
B
Dill
64,333
AB
Kemangi
62,879
AB
Keterangan: Critical Z Value = 2,638 Critical Value for Comparison = 24,843
80
Lampiran 52. Uji Kruskal Wallis Rataan Nilai Aroma Prengus Keju Keju
Ranking
N
BAL
50,4
21
Mint
45,4
21
Dill
39,3
21
Kemangi
34,8
21
Total
42,5
84
Keterangan: Kruskal-Wallis Statistic = 5,1878 P-Value, Using Chi-Squared Approximation = 0,1585
Lampiran 53. Analisis Ragam Rataan Nilai Aroma Prengus Keju Derajat Bebas 3
Jumlah Kuadrat 2948,3
Kuadrat Tengah 982,770
Galat
80
44221,7
552,771
Total
83
47170,0
Sumber Keragaman Jenis Keju
F
P
1,78
0,1580
Keterangan: Total number of values that were tied = 84 Max. diff. allowed between ties = 0,00001 Cases Included = 84 Missing Cases = 0
Lampiran 54. Uji Kruskal Wallis Rataan Nilai Daya Oles Keju Keju
Ranking
N
Kontrol
36,8
21
Mint
44,3
21
Dill
42,9
21
Kemangi
46,1
21
Total
42,5
84
Keterangan: Kruskal-Wallis Statistic = 2,3965 P-Value, Using Chi-Squared Approximation = 0,4943
81
Lampiran 55. Analisis Ragam Rataan Nilai Daya Oles Keju Derajat Bebas 3
Jumlah Kuadrat 1023,2
Kuadrat Tengah 341,071
Galat
80
34414,3
430,179
Total
83
35437,5
Sumber Keragaman Jenis Keju
F
P
0,79
0,5014
Keterangan: Total number of values that were tied = 84 Max. diff. allowed between ties = 0,00001 Cases Included = 84 Missing Cases = 0
82