KARAKTERISTIK FANTASTIK DALAM TINJAUAN TEKNIK PENOKOHAN PADA NOVEL BIFTECK KARYA MARTIN PROVOST Oleh Rima Dwi Septiana1
Abstrak Karya ilmiah ini berjudul “Karakteristik Fantastik dalam tinjauan teknik penokohan pada Novel Bifteck Karya Martin Provost” yang bersumber dari novel yang ditulis oleh pengarang pada tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk teknik penokohan dan bagaimana teknik penokohan memperlihatkan karakteristik fantastic dari novel tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan analisis alur, tokoh, latar, sudut pandang, dan penokohan. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab pertama merupakan pendahuluan, bab kedua adalah tinjauan pustaka, bab tiga berisikan objek penelitian, bab empat merupakan analisis dan bab terakhir berisi simpulan dari analisis yang telah dikaji. Seluruh rangkaian analisis ini menunjukkan bahwa teknik penokohan yang digunakan pengarang mendukung terhadap jalannya cerita. Selain itu secara tematik, tampak bahwa berbagai peristiwa dan kejadian yang terjadi dalam hidup tokoh utama melatih dan membentuk tokoh menjadi pribadi yang dewasa. Kata Kunci: Karakteristik Fantastik, Teknik Penokohan, Analisis
1
Mahasiswa Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran
1
ABSTRACT This thesis entitled “The Characteristics Fantastic in a review of the characterizations in Bifteck Novel by Martin Provost” which took a novel written by the author himself in 2010 as a source. This research was aimed to know the forms of the technique characterization and the roles of that technique as well as the support capability to the story of the novel. Analysis of plot, character, background, point of view, and characterization were used to obtain that aims. This research used the descriptive analysis method in the process of analyzing. This thesis consisted of five chapters. The first chapter was the introduction, the second was the theories, the third was the object of the research, the fourth was the analysis and the last chapter was the conclusion of the examined analysis. This continuum analysis indicated that those techniques used by the author contributed to build the ways of the story. Besides thematic, various events that happened in the main character’s life trained and created him to be a grown up man. Keywords: Characteristic Fantastic, The characterization, Analysis
PENDAHULUAN Karya sastra tidak hanya dapat dinikmati dari isi ceritanya tetapi dapat dikaji atau pun dianalisis lebih lanjut untuk memahami lebih mendalam tema, ide, maupun pesan-pesan yang ingin disampaikan pengarang. Analisis karya sastra dapat ditelaah pada tataran naratif, figuratif, dan tematik untuk menggambarkan makna dalam suatu cerita, serta menginterpretasikan tema cerita dari tingkat paling konkrit sampai paling abstrak. Selain dianalisis secara tematik, karya sastra pun dapat dipelajari melalui teknik penulisan atau teknik penceritaannya. Pada hakikatnya setiap pengarang 2
berusaha menyampaikan pesan tertentu dalam karyanya, termasuk juga ide-ide, pendapat-pendapat bahkan perasaan dalam karyanya tersebut. Agar ide-ide tersebut dapat dimengerti oleh para pembaca, pengarang menggunakan
teknik-teknik
tertentu
dalam
membuat
karyanya
untuk
menghasilkan persepsi tertentu yang diharapkan timbul pada pembaca. Teknik penceritaan sangat berperan penting bagi keterpaduan cerita dalam suatu novel. Teknik penceritaan tertentu digunakan pengarang untuk membuat cerita menjadi lebih menarik. Dalam novel Bifteck, Martin Provost sang pengarang, menyajikan cerita dengan teknik penceritaan yang berbeda dengan karya-karya lain pada umumnya. Di sini, pengarang memilih sosok anak lelaki yang berusia muda namun memiliki sikap yang sangat dewasa, pengarang pun menyampaikan ide-ide pemikirannya melalui diri anak muda tersebut. Selain dari sisi kedewasaan yang ditampilkan, terlihat pula beberapa karakteristik fantastik yang muncul dalam cerita sehingga mempengaruhi keadaan, tindakan, dan pemikiran para tokoh. Untuk dapat mengupas berbagai hal yang ingin disampaikan pengarang melalui unsur-unsur pembentuk cerita, penelitian akan diperdalam dengan mempelajari salah satu teknik penceritaan yang meliputi teknik penokohan. Teknik tersebut menjadi bagian yang menarik untuk dibahas karena dapat menggambarkan peran teknik penokohan dalam menunjukkan karakterikstik fantastik. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis teknik penokohan yang digunakan pengarang dengan identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bentuk teknik penokohan seperti apa yang digunakan pengarang di dalam cerita? 2. Bagaimana teknik penokohan tersebut memperlihatkan karakteristik fantastik ? Untuk menemukan jawaban dari kedua pertanyaan di atas, penulis akan memperlajari unsur-unsur karya sastra dan teknik penceritaan yang menyertainya, yaitu teknik penokohan.
3
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bentuk teknik penokohan yang digunakan pengarang dan mengetahui peran teknik penokohan dalam memperlihatkan karakteristik fantastik. Dari penelitian terhadap novel Bifteck karya Martin Provost, terdapat beberapa manfaat yang dapat diambil, yaitu mengetahui pentingnya aspek teknik penokohan dalam keterpaduan suatu cerita dan mengenal karakteristik novel bergenre fantastik dalam khazanah karya sastra kontemporer. PEMBAHASAN Dalam karya tulis ini, akan dianalisis sebuah novel karya Martin Provost. Untuk itu, perlu mengenal terlebih dahulu mengenai riwayat pengarang. Martin Provost lahir pada 13 Mei 1957. Ia adalah seorang sutradara, sineas, dan penulis. Setelah lulus sekolah, Martin meninggalkan kota kelahirannya menuju Paris untuk menjadi seorang aktor. Ia mulai bermain di beberapa teater dan film seperti Nea de Nelly Kaplan atau La Zizanie de Claude Zidi. Pada awal tahun 1980, untuk pertama kalinya ia berperan sebagai pemeran utama, sebelum ia magang dan menjadi anggota di Comédie Française dan tinggal di sana selama 6 tahun. Lalu pada tahun 1989, ia mendapatkan peran figuran dalam film Pentimento de Tonie Marshall. Tiga tahun kemudian, ia menampilkan drama ke-2 nya Les Poupées, yang cukup terkenal dari Avignon sampai ke Paris. Di tahun yang sama, ia menerbitkan sebuah novel yang berjudul Aime-moi vite. Pada awal tahun 1990, Martin Provost memutuskan untuk menghidupkan kembali karier filmnya dengan merilis 2 film pendek, yaitu : Concon dan J’ai peur du noir. Tahun 1997, ia kembali merilis sebuah film yang berlokasi di sebuah apartemen borjuis di wilayah ke-16, di Paris, dan film tersebut berjudul Tortilla y cinema. Kemampuan berakting dan sineasnya semakin cemerlang dan tidak hanya itu bakat yang ia miliki, Martin kembali meluncurkan novel dan mengadaptasikannya ke dalam bentuk film « Le Ventre de Juliette », yang menceritakan kisah seorang gadis muda yang ditinggalkan ayahnya dalam keadaan hamil.
4
Lima tahun kemudian, Martin merilis filmnya yang berjudul « Séraphine » bersama Yolande Moreau (cerita seorang pelukis yang bernama Séraphine). Film ini sangat sukses dan banyak diakui oleh berbagai kalangan, baik itu pers, ataupun masyarakat luas. Film ini mendapatkan penghargaan pada tahun 2009. Selain itu ia juga merilis film « Où va la nuit » bersama Yolande Moreau dan Edith Scob, yang diadaptasi dari novel karangan Keith Ridgway « Mauvaise Pente » (Phébus, prix Femina 2001). Novel Bifteck ini merupakan karya ketiganya, setelah « Léger » terpilih untuk mendapatkan Prix Femina (2008). Novel Bifteck mendapatkan penghargaan Prix Livres En Vignes 2010, yaitu penghargaan untuk karya sastra kontemporer. Sebelum menganalisis novel ini, kita harus mengetahui ringkasan singkat dari isi cerita novel tersebut. Novel ini menceritakan tentang perjalanan kehidupan André Plomeur, yang lahir di Quimper, anak dari pasangan penjual daging. Pada Perang Dunia I, André yang masih berusia muda menemukan bakatnya untuk « membuat daging menari » - dan tentu saja : para wanita, lalu semua terjadi di depan toko daging tersebut. Perang Dunia I tersebut mengharuskan para lelaki untuk pergi berperang, hal ini memberikan peluang kepada para wanita yang kesepian untuk menggoda André. Sampai suatu pagi, di depan pintu toko daging Plomeur muncullah satu per satu sebanyak tujuh bayi mungil. Dengan berjalannya waktu, akhirnya salah satu suami dari wanita yang menjalin hubungan gelap dengan André pun mengetahui hubungan tersebut. Suami tersebut cemburu, marah, dan akan memburu André. Dengan ketujuh anaknya, André melarikan diri dengan sebuah perahu menuju benua Amerika. Dalam analisis ini dibahas aspek-aspek intrinsik yang membangun karya tersebut seperti alur, tokoh, latar, dan sudut pandang. Selanjutnya penulis juga akan menganalisis teknik penokohan, agar maksud dari penelitian ini dapat tercapai dan tersampaikan dengan jelas. Analisis pertama adalah urutan peristiwa/alur lalu diikuti dengan analisis sekuen secara krologis dan logis. Urutan ini mengenai perjalanan kehidupan tokoh utama. Analisis ini diulas dengan mengacu pada teori Goldensterin untuk membahas alur, karakter, latar, dan sudut pandang, serta teori Schmitt.Viala untuk 5
mendefinisikan karakter. Ketiga periode kehidupan dalam novel ini merupakan periode kehidupan tokoh utama dari masa kecil hingga remaja di kota Quimper, kehidupan tokoh utama dengan anak-anaknya di perahu, serta kehidupan tokoh utama dengan anak-anaknya di sebuah pulau misterius. Dari tiga periode yang berbeda, kita dapat menangkap kronologis cerita yang berlangsung. Tapi jika anda membaca alurnya, ada beberapa bagian yang tidak logis. Analisis tokoh juga merupakan analisis yang penting. Menurut Schmitt dan Viala (1982: 69), tokoh dalam cerita dapat menyajikan pesan penulis mengenai pemikirannya, karakter, dan sikap mereka. Informasi mengenai para tokoh dapat diberikan langsung oleh narator, tokoh itu sendiri, tokoh lain, atau secara tidak langsung dengan penjelasan rinci tentang sebuah objek, ujaran atau dari tindakan para tokoh. Dalam analisis tokoh, pengarang juga mempertimbangkan berbagai aspek yang berasal dari gambaran umum tokoh, baik dari fisik, mental, dan interaksi diantara para tokoh. Namun, sebagian besar analisis, tentu saja, berpusat pada tokoh André. Analisis, penulis mengungkapkan beberapa karakter André: pekerja keras, dewasa, penuh perhatian, dan itulah sebabnya mengapa ia bisa bertahan hidup. Begitu juga dengan tokh lainnya memiliki karakternya masing-masing. Dalam analisis teknik penokohan, pengarang menggunakan para tokohnya untuk menyampaikan pesan. Selanjutnya, dalam novel ini kita akan dapat melihat dua sisi kehidupan, yaitu baik dan buruk. Melalui dua nilai yang bertentangan ini, pengarang ingin menunjukkan bahwa dalam setiap hal yang buruk selalu ada kebajikan, dan dalam kondisi buruk, selalu ada kesempatan untuk mengubah hidup menjadi lebih baik. Analisis ketiga yaitu latar waktu dan latar tempat. Dalam teori Goldenstein (1988: 60), ia menyajikan bahwa latar dan tokoh saling memberikan arti satu sama lain, lalu latar memungkinkan adanya tindakan, dan latar adalah latar belakang dari sebuah karakter. Dalam analisis latar, kita mendapatkan gambaran keempat latar tempat yang memiliki ketenangan jiwa dan kebahagiaan. Terlepas dari semua latar yang dipelajari, ada banyak pelajaran hidup yang diterima oleh tokoh utama. 6
Selanjutnya, untuk analisis sudut pandang, penulis menggunakan teori Goldenstein dan Schmitt Viala, narator memiliki kekuatan untuk mengatakan kepada pembaca mengenai rahasia pikiran, dan bahkan yang tidak diketahui oleh tokoh. Sudut pandang memiliki peran besar untuk menginformasikan kepada pembaca mengenai pesan yang ingin disampaikan narator. Dalam analisis ini, terlihat bagaimana narator mengirimkan ide-idenya melalui tokoh. Selain itu, ia juga menjelaskan keanehan yang muncul, di mana eksentrisitas adalah suatu hal fantastik yang memberi warna pada cerita dalam novel ini. Selain itu, pengarang juga ingin menjelaskan sesuatu mengenai realitas kehidupan. Setiap orang harus menjaga dan memelihara hasil alam di dunia. Jika kita bisa memanfaatkan dengan baik, maka kita akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan kualitas yang baik pula. Lalu adanya kedewasaan yang hadir dalam diri manusia dapat menuntut kita untuk dapat bertindak lebih bijak. Selain itu, kita harus menghadapi semua masalah dengan sabar, sehingga kita akan mampu menjalani hidup ini dengan baik. Melalui tokoh Andreé, Martin Provost ingin berbagi pemikirannya, bahwa cinta dan perhatian adalah kekayaan yang berharga. Dengan itu kita dapat memiliki kebahagiaan. Selain
itu diharapkan kedewasaan dan kebijaksanaan
dapat hadir dalam hidup manusia.
SIMPULAN Setelah melakukan analisis terhadap novel Bifteck, karya Martin Provost, penulis dapat menarik beberapa simpulan. Analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kisah dalam novel ini telah disampaikan dengan menggunakan teknik penceritaan yang mendukung kepaduan cerita, yaitu teknik penokohan. Novel Bifteck ini mengarah kepada genre fantastik yang terdapat pada khususnya bagian akhir cerita, sehingga penggunaan teknik penokohan dinilai berhasil untuk memperlihatkan karakteristik fantastik dalam novel ini. Dengan penambahan aspek fantastik dalam novel ini, selain menambah hidup jalannya cerita, narator ingin mengungkapkan pesannya yang terdapat pada 7
alur, tokoh, latar, dan sudut pandangnya dalam novel ini. Oleh karena itulah, penulis berusaha mencari nilai-nilai yang ingin disampaikan pengarang melalui ujaran para tokoh khususnya mengenai kehidupan tokoh utama. Dari hasil analisis alur terlihat bahwa susunan peristiwa bersifat kronologis sehingga mendukung pembaca untuk dapat memahami jalannya cerita dengan baik. Selain itu cerita disajikan secara linear, maksudnya ialah gambaran cerita ini dipaparkan mulai dari kehidupan tokoh utama sejak lahir, tumbuh remaja, hingga ia dewasa. Namun demikian, jika dilihat dari analisis pengaluran, dalam novel ini ditemukan beberapa kejadian yang tidak logis. Peristiwa yang tidak logis ini tercermin melalui keanehan-keanehan yang kecil kemungkinannya terjadi dalam dunia nyata, pemaparan latar waktu, dan kepasrahan yang tidak wajar dari tokoh utama dalam menerima tiap masalah. Keseluruhan hal yang tidak logis ini justru menambah warna pada cerita yang menarik untuk pembaca. Pada analisis tokoh dapat diketahui bahwa para tokoh merupakan pendukung utama pembentuk alur karena mereka saling melengkapi satu sama lain. Dalam analisis penokohan dapat dilihat dengan jelas bentuk paparan cerita dan beberapa dialog antartokoh sebagai salah satu teknik pengarang untuk mengungkapkan jati diri tokoh utama yang sebenarnya. Selain itu kekuatan dalam kisah ini ialah ciri, karakter, dan kejiwaan tiap tokoh. Ciri dan karakter tersebut berkaitan erat dengan tindakan, ujaran, perasaan, dan pemikiran para tokoh yang pada akhirnya menciptakan alur dalam bentuk peristiwa-peristiwa. Novel ini seakan menyampaikan bahwa hendaknya manusia jangan pernah menyerah dalam menjalani kehidupan. Dari kisah ini, Martin Provost menggunakan tokoh sebagai media penyampai pesan, karena dengan penciptaan tokoh-tokohnya, pengarang ingin pembaca memahami pesan dan makna yang ingin disampaikannya. Selanjutnya dari sisi latar yang disajikan pengarang, tentu saja di dalamnya terdapat makna dan ide tersendiri. Dengan lukisan waktu dan tempat yang digambarkan tidak begitu rinci pembaca dapat tiba pada kesederhanaan ide pengarang. Kesederhanaan ini bukan berarti sesuatu hal yang biasa saja,
8
sebaliknya dari kesederhanaan tersebut melahirkan ide pemikiran yang luar biasa, yaitu kewajiban manusia untuk menghargai waktu dan tempat mereka berada. Selanjutnya pemahaman mengenai para tokoh tidak akan lengkap tanpa memahami sudut pandangnya. Dengan pemaparan cerita yang menggunakan sudut pandang orang ketiga, pembaca dapat mengetahui pendapat para tokoh, pandangan para tokoh, dan akhirnya pembaca mendapatkan keterpaduan cerita melalui informasi-informasi yang diutarakan oleh para tokoh. Penggunaan sudut pandang “dia” maha tahu, memungkinkan penyampaian buah pemikiran dan pengetahuan yang dimiliki oleh narator. Dalam hal ini, narator dapat lebih leluasa menggunakan kemampuan pemikirannya dalam mengulas tiap tokoh dengan baik. Melalui kisah novel ini, terdapat beberapa unsur fantastik yang muncul khususnya pada akhir cerita. Aspek-aspek fantastik ini tersebar di seluruh elemen pembentuk cerita, yaitu pada alur ada beberapa peristiwa yang tidak logis. Pada tokoh, ditemukan karakter tokoh utama yang tidak mungkin atau sangat kecil kemungkinannya ditemukan di dunia nyata. Latar juga memperlihatkan sisi fantastik terutama pada situasi di pulau misterius yang tidak bernama itu. Sedangkan pada sudutpandang, tampak bahwa narator sangat leluasa keluar dan masuk pikiran para tokohnya, yang berarti tidak mungkin terjadi pada kehidupan manusia. Ia seperti tuhan yang ‘maha tahu’/ omniscient, dan bisa hadir di mana saja ‘omnipresent. Keseluruhan unsur fantastik ini yang akhirnya akan membawa pembaca pada suatu pesan moral dan nilai kehidupan yang ingin disampaikan pengarang. Dari tiap peristiwa, tindakan, pemikiran, serta ujaran para tokoh, pengarang ingin menunjukkan sisi kehidupan manusia, di mana selalu terdapat kebaikan dan keburukan yang dapat melatih diri manusia lebih memiliki daya juang dan semangat hidup. Selain itu, dari unsur fantastik yang muncul serta kedewasaan pemikiran para tokoh, pengarang ingin menyampaikan pesan kepada pembaca untuk tetap menjaga, melestarikan alam yang telah ada. Tidak harus dimulai dari hal-hal yang besar, tidak harus dari lahan yang luas tetapi dari lingkungan sekitar pun dapat dijaga dan dilestarikan dengan baik, karena itu semua demi kelangsungan dan kesejahteraan hidup manusia untuk masa depan. Selain 9
memanfaatkannya dengan bijak, manusia harus berterima kasih pada alam yang menghidupinya. Melalui novel ini pengarang juga ingin memperlihatkan bahwa kedewasaan pemikiran yang jauh ke depan sangat dibutuhkan oleh tiap manusia. Pemikiran yang dewasa ini diharapkan dapat membantu manusia untuk lebih menghargai hidup, mengenal, dan menyadari hal kecil yang akan mengantarkan kita pada sebuah kehidupan yang bermakna. Selain itu, kisah dari novel ini juga mengajarkan kepada pembaca bahwa kesalahan harus diperbaiki dengan cara dipertanggungjawabkan dan diterima segala resikonya. Dari tokoh utama, terbukti bahwa cinta kasih ayah sangat besar bagi anak-anaknya, bahkan mungkin bisa lebih besar daripada cinta sang ibu. DAFTAR SUMBER Barthes, R. 1981. Analyse Structurale du Récit. Paris : Soleil. Bénac, H. 1988. Guide des idées littéraires. Paris: Hachette Éducation. Goldenstein, J. P. 1980. Pour Lire le Roman. Brussel-Paris : De Boeck-Duculot. Provost, M. 2010. Bifteck. Paris-Libella : Phébus Schmitt, M.P., dan A. Viala. 1982. Savoir lire. Paris : Didier. Nicole Everaert – Desmedt. 1989. Sémiotique du récit. De Boeck-Wesmael Tzvetan Todorov. 1970. Introduction à la littérature fantastique. Paris : Le Seuil Himawan Pratista. 2008. Memahami Film. Homerian Pustaka
10