KARAKTERISTIK DAGING BUAH KELAPA DAN KESESUAIANNYA DENGAN PRODUK Rindengan Barlina, A. Lay dan Novarianto Hengky BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN PENDAHULUAN Kelapa masih merupakan tanaman perkebunan terluas di Indonesia dibandingkan tanaman perkebunan lainnya, seperti kelapa sawit. Kelapa menempati 3.7 juta hektar dari 14.2 juta hektar areal perkebunan atau 26% dari total areal dan sekitar 97% merupakan perkebunan rakyat. Namun demikian sampai saat ini pemenuhan kebutuhan minyak goreng masih didominasi oleh minyak sawit yang diperkirakan mencapai 9 kg/kapita/tahun (Budianto dan Allorerung, 2003), dibandingkan minyak kelapa hanya 2.89 kg/kapita/tahun (Andries et al, 1997). Luas areal kelapa 3.7 juta hektar, yang terdiri atas kelapa Dalam dan Hibrida, dengan pemeliharaan intensif dapat mencapai produksi masing-masing 2.5 ton kopra/ha/thn dan 4.0 ton kopra/ha/thn (Allolerung dan Mahmud, 2003). Apabila produksi ini dicapai tentu akan tersedia bahan baku daging buah kelapa yang cukup banyak. Oleh karena itu potensi bahan baku ini harus didayagunakan secara optimal, sehingga kelapa dapat terangkat menjadi komoditas primadona dalam peningkatan nilai tambah bagi sekitar 16.32% penduduk Indonesia yang masih tergantung pada komoditas kelapa (Brotosunaryo, 2003). Untuk menunjang pendayagunaan daging buah kelapa secara optimal, sebagai bahan baku industri makanan, maka penelusuran lebih terinci mengenai sifat fisikokimia daging buah patut dilakukan sebab sifat fisikokimia baku sangat menentukan mutu produk yang dihasilkan. Dengan demikian upaya pengembangan pengolahan produk akan lebih terarah sesuai dengan sifat fisikokimia bahan baku kelapa. Penggunaan kelapa untuk pengolahan berbagai produk, berbeda-beda tingkat kematangannya, oleh karena itu, faktor umur panen dari masing-masing jenis kelapa sesuai dengan produk yang akan dihasilkan perlu ditelusuri. Berbagai hasil penelitian mengungkapkan, bahwa jenis kelapa dan tingkat umur panen akan mempengaruhi sifat fisikokimia daging buah. Oleh karena itu, setiap kultivar kelapa yang akan dikembangkan harus dilengkapi dengan sifat fisikokimia pada setiap umur panen, sebab tiap jenis produk menghendaki tingkat umur panen yang berbeda. Dalam tulisan ini akan diuraikan sifat fisikokimia daging buah beberapa jenis kelapa pada beberapa umur panen dan kaitannya terhadap pengolahan produk. SIFAT-SIFAT FISIKOKIMIA DAGING BUAH KELAPA DAN PRODUK YANG DIHASILKAN A. Daging Kelapa Muda Konsumsi terbesar daging kelapa muda umumnya hanya terbatas sebagai bahan untuk minuman es kelapa muda. Jika memperhatikan sifat fisikokimia daging
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
1
Rindengan Barlina, A. Lay, dan Novarianto Hengky
kelapa muda pada umur 8 bulan (Tabel 1), maka daging kelapa muda tersebut sesuai untuk makanan semi padat (selai, koktil, tart kelapa) dan suplemen makanan bayi. Tabel 1. Sifat fisikomia daging buah kelapa hibrida umur 8 bulan untuk bahan baku makanan semi padat dan suplemen makanan bayi Kelapa hibrida
Kadar air (%)
Kadar abu (% bk)
Kadar protein (% bk)
Kadar karbohidrat (% bk)
Kadar galaktomanan (% bk)
Kadar fosfolipida (% bk)
KHINA-1
85.26
3.81
10.88
43.51
4.40
0.18
PB-121
83.37
2.92
9.73
40.08
4.87
0.16
GKNxDTE
86.06
3.07
9.57
42.93
4.20
0.19
GKBxDTE
86.31
3.95
10.34
44.87
3.94
0.17
GKBxDMT
87.24
4.30
9.58
34.68
4.06
0.17
GRAxDMT
84.24
4.33
10.94
34.03
4.11
0.18
Sumber : Rindengan et al, (1996) Keterangan : bk = berat kering
1. Makanan semi padat Daging buah kelapa dengan kadar air tinggi, menunjukkan sifat fisiknya lunak sehingga sesuai untuk produk pangan yang menghendaki sifat lunak, seperti koktil dan tart kelapa. Ciri khas lain yang diperlukan adalah sifat kenyal. Sifat ini ternyata ditunjang oleh kadar galaktomanan tinggi yang terkandung dalam daging buah umur 8 bulan. Galaktomanan tergolong polisakarida yang hampir seluruhnya larut dalam air membentuk larutan kental dan dapat membentuk gel (Ketaren, 1975). Pada produk makanan, seperti koktil dan tart kelapa, sifat lunak dan kenyal berperan penting terhadap penerimaan konsumen. Oleh karena itu, kandungan galaktomanan tinggi sangat diperlukan agar diperoleh sifat organoleptik yang disenangi konsumen, nilai gizinya cukup tinggi sebab pada umur buah 8 bulan, daging buah kelapa memiliki kadar protein dan karbohidrat tinggi. Untuk pengolahan selai dibutuhkan bahan yang dapat memberikan tingkat homogenitas tinggi. Kadar protein, galaktomanan dan fosfolipida tinggi, menunjang sifat yang dibutuhkan produk ini. Di samping sebagai sumber gizi, ternyata protein dapat juga berfungsi sebagai emulsifier. Galaktomanan berperan mengatur tingkat kekentalan produk, dan fosfolipida berfungsi sebagai emulsifier. Kadar fosfolipida tinggi sangat cocok untuk bahan baku pengolahan selai kelapa. Karbohidrat (terutama gula sederhana) dapat berperan dalam mempercepat proses karamelisasi (pembentukan warna coklat). Analisis pengolahan selai kelapa dalam jumlah besar telah dilaporkan Sanchez (1996), dari pengolahan 4,368 butir dihasilkan 218.40 kg selai yang diperoleh keuntungan sebesar US $ 252,21. 2. Suplemen makanan bayi Berdasarkan hasil analisis fisikokimia, daging buah kelapa muda sangat berpeluang untuk digunakan sebagai salah satu sumber bahan baku dalam proses
2
KARAKTERISTIK DAGING BUAH KELAPA DAN KESESUAIANNYA DENGAN PRODUK
KARAKTERISTIK DAGING BUAH KELAPA DAN KESESUAIANNYA DENGAN PRODUK
pembuatan makanan bayi. Kadar protein buah umur 8 bulan dari keenam jenis kelapa berkisar 9.57 - 10.94% (Tabel 1) merupakan sumber protein potensial. Hal ini disebabkan protein kelapa tidak mengikat senyawa antinutrisi (Banzon dan Velasco, 1982), seperti bahan baku makanan bayi lainnya yang berasal dari jenis kacangkacangan. Kadar abu berkisar 2.92 - 4.33% merupakan sumber mineral yang cukup baik dalam daging buah kelapa (terdapat 8 mineral, yakni K, Ca, P, Mg, Fe, Zn, Mn, dan Ca (Kemala dan Velayutham, 1978). Komposisi asam lemak esensial linoleat (omega 6) pada daging buah kelapa muda juga tergolong tinggi sekitar 2.35% (Rindengan, 1999), dan sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Sampai saat ini belum ada industri pengolahan makanan bayi yang memanfaatkan potensi nutrisi yang terkandung pada daging buah kelapa muda. Pengolahan makanan bayi biasanya menggunakan peralatan seperti Drum Dryer dan Ekstruder, yang proses pemasakannya berlangsung beberapa menit saja. Produk yang diperoleh bersifat instan sehingga hanya dengan penambahan air panas langsung dapat diperoleh bentuk pasta dan siap dikonsumsi. Adanya kandungan galaktomanan, fosfolipida dan karbohidrat, menunjang diperolehnya bentuk pasta yang merupakan salah satu sifat organoleptik penting pada makanan bayi. 3. Makanan ringan Pada umumnya makanan ringan memiliki sifat-sifat fisik, antara lain renyah/garing dan kering (kadar air rendah). Untuk menghasilkan makanan ringan dengan sifat-sifat tersebut di atas, dibutuhkan bahan baku yang memiliki sifat fisikokimia yang dapat menunjang mutu yang diharapkan. Umumnya golongan umbi-umbian, misalnya kentang banyak digunakan. Kentang memiliki kadar air 77.80% (Anonim., 1981) hampir sama dengan kadar air daging kelapa yang berumur 9 bulan yaitu, berkisar 71.31 - 75.35% (Tabel 2), tetapi kadar karbohidrat agak berbeda, kentang 84.04%, sedangkan daging kelapa sekitar 34.60 - 45.60%. Daging buah berumur 8 bulan rata-rata memiliki kadar karbohidrat tinggi 34.03 - 43.51% dan kadar air sangat tinggi (Tabel 1) sehingga kalau dibuat makanan ringan, permukaan berkeriput karena ruang-ruang antar sel belum berisi penuh dengan bahan padatan. Karbohidrat sebagai sumber pati (terdiri dari amilosa dan amilopektin) sangat berperan pada sifat fisik produk, misalnya renyah/garing. Kadar amilosa turut berperan pada sifat fisik tersebut. Keseimbangan kadar air dan karbohidrat sangat penting untuk menghasilkan makanan ringan yang sesuai selera konsumen. Protein dan gula reduksi, selain sebagai sumber kalori juga berperan sebagai komponen yang menghasilkan warna agak coklat setelah mengalami proses karamelisasi. Salah satu jenis makanan ringan yang dapat diolah dari daging buah kelapa muda umur 9 bulan adalah coconut chip (keripik kelapa).
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
3
Rindengan Barlina, A. Lay, dan Novarianto Hengky
Tabel 2. Kadar air, karbohidrat, protein dan gula reduksi daging buah berbagai jenis kelapa umur 9 bulan Kelapa hibrida
Kadar air (% bk)
Kadar karbohidrat (% bk)
Kadar protein (% bk)
Kadar gula reduksi (% bk)
KHINA-1
73.60
45.60
9.55
1.13
PB-121
74.42
36.19
8.59
0.51
GKNxDTE
72.56
41.21
9.64
1.18
GKBxDTE
75.35
39.47
9.30
0.82
GKBxDMT
73.62
38.92
8.68
1.35
GRAxDMT
71.31
34.60
8.09
1.34
Sumber : Rindengan et al, (1996) Keterangan : bk = berat kering
B.
Daging Kelapa Matang
1. Kopra dan Minyak Kopra dan minyak kelapa merupakan produk tradisional yang diolah dari buah kelapa matang, rata-rata berumur 10 - 12 bulan. Pada umur tersebut terjadi peningktan bahan padatan dan kadar minyak, sebaliknya kadar air menurun. Kadar air daging buah umur 10 bulan berkisar 62.26 - 66.24%, karbohidrat 33.61 - 43.335 dan galaktomanan 1.85 - 3.89% (Tabel 3). Untuk diolah menjadi kopra, kadar air masih cukup tinggi, sehingga proses pengeringan akan lebih lama. Oleh karena itu sering dijumpai kopra yang diolah dari campuran buah berumur 10, 11, dan 12 bulan, sebagian ada yang hampir berwarna coklat kehitaman tetapi ada juga yang masih berwarna coklat muda (belum kering). Daging buah dengan kadar galaktomanan tinggi, jika diolah menjadi kopra akan menghasilkan kopra kenyal karena sifat galaktomanan yang larut dalam air membentuk larutan kental dan juga dapat membentuk gel (Ketaren, 1975). Selanjutnya jika dilakukan pengepresan minyak, akan mengakibatkan mesin pengepres macet. Dengan mempertimbangkan sifat-sifat tersebut diatas, maka buah yang dipanen 10 bulan sebaiknya diolah dengan cara basah, melalui proses pembuatan santan. Sedangkan bila melalui proses penggorengan, kadar air telah banyak yang menguap sehingga pembentukan larutan kental antara air dan galaktomanan dapat ditekan. Pada umur buah 11 - 12 bulan, kadar galaktomanan pada kelapa hibrida GRA x DMT, PB-121, dan GKB x DTE relatif tinggi, sehingga kurang sesuai dijadikan kopra. Bila akan diolah menjadi minyak sebaiknya dengan cara basah. Sedangkan kelapa Dalam DMT, DTA dan DTE serta kelapa Genjah GKB, GKN dan GRA pada umur buah 12 bulan kandungan galaktomanan umumnya rendah. 2. Kelapa parut kering (Desiccated coconut) Proses pengolahan kelapa parut kering sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kopra, yaitu prinsipnya mengeringkan daging buah kelapa. Tetapi kelapa parut kering diproses pada kondisi higienis, tanpa testa dan bentuknya bermacam-macam
4
KARAKTERISTIK DAGING BUAH KELAPA DAN KESESUAIANNYA DENGAN PRODUK
KARAKTERISTIK DAGING BUAH KELAPA DAN KESESUAIANNYA DENGAN PRODUK
dan berwarna putih. Kelapa parut kering adalah bahan baku yang banyak digunakan dalam pengolahan berbagai macam biskuit, roti atau jenis kue tertentu sehingga berfungsi sebagai substitusi penggunaan tepung. Dengan demikian, maka kelapa parut kering harus memiliki sebagian dari sifat-sifat tepung, antara lain tidak lengket (bergumpal) dan berwarna putih. Pada umumnya kelapa parut kering yang diolah dari buah kelapa hibrida menghasilkan sifat-sifat yang kurang sesuai, sehingga kelapa hibrida jarang digunakan. Hal ini disebabkan kadar galaktomanan dan fosfolipida yang tinggi, terutama pada umur buah 10 bulan (Tabel 3). Jadi yang diolah untuk kelapa parut kering adalah kelapa Dalam karena kadar galaktomanan dan fosfolipid yang rendah, yaitu kelapa Dalam DMT, DTA, DTE pada umur 12 bulan, umumnya kadar galaktomanan dan fosfolipida rendah, masing-masing berkisar 0.18 - 0.20% dan 0.110.13%. Tabel 3. Sifat sifat fisikomia daging buah kelapa yang mempengaruhi pengolahan kopra, minyak, kelapa parut kering, santan dan tepung. Jenis kelapa
KHINA-1
PB-121
GKNxDTE
GKBxDTE
GKBxDMT
GRAxDMT
DMT* DTA* DTE* GKB* GKN* GRA*
Umur buah
Kadar air
Kadar lemak
Kadar karbohidrat
(bulan) 10 11 12 10 11 12 10 11 12 10 11 12 10 11 12 10 11 12 12 12 12 12 12 12
(%) 66.24 59.49 56.38 62.26 59.25 50.31 63.82 56.30 50.51 65.22 59.67 56,13 65.14 56.19 55.88 63.75 57.47 55.09 49.80 51.60 51.90 51.60 51.60 51.60
(% k) 44.69 48.94 53.11 54.51 52.97 51.52 53.26 56.01 56.82 54.37 56.14 47.81 51.31 52.36 43.88 50.08 55.40 50.15 52.95 69.31 50.50 55.31 58.09 57.78
(% bk) 43.33 40.69 35.94 33.61 33.03 38.64 34.37 34.86 33.42 37.03 33.50 42.54 37.70 37.60 42.07 35.33 33.66 40.60 -
Kadar galaktomanan (%bk) 2.33 1.09 1.19 2.28 2.24 1.91 1.85 0.96 1.11 2.88 1.92 1.24 3.89 2.07 1.03 2.85 1.30 1.35 0.20 0.19 0.20 0.18 0.20 0.18
Kadar serat kasar (%bk) 18.85 19.26 20.77 19.59 22.69 17.71 19.70 22.47 21.91 20.43 23.13 22.65 21.51 23.16 23.19 20.43 21.22 20.13 -
Kadar fosfolipida (%bk) 0.14 0.08 0.12 0.10 0.09 0.09 0.15 0.10 0.13 0.15 0.12 0.12 0.15 0.05 0.11 0.17 0.14 0.14 0.13 0.12 0.11 0.11 0.13 0.11
Sumber : Rindengan et al,(1996), * Tenda et al, (1997) Keterangan : bk = berat kering
Berdasarkan Tabel 3, rata-rata kadar galaktomanan dan fosfolipida tertinggi dijumpai pada umur buah 10 bulan. Fosfolipida atau fosfatida mengandung esterester asam lemak, asam fosfat dan senyawa lain yang mengandung nitrogen MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
5
Rindengan Barlina, A. Lay, dan Novarianto Hengky
(Kirchenbauer, 1960). Proses oksidasi asam lemak tidak jenuh dari fosfolipida akan membentuk peroksida dan akan mudah terdekomposisi menjadi senyawa keton yang berwarna kuning, aldehid dan senyawa-senyawa lainnya. Aldehid yang dihasilkan dapat bereaksi dengan gugus amino dari protein membentuk komponen berwarna coklat (Ketaren, 1986). Untuk menghindari sifat-sifat yang diakibatkan oleh kedua sifat kimia tersebut, maka dalam pengolahan kelapa parut kering sebaiknya menggunakan buah kelapa berumur 11 bulan dari KHINA-1 dan GKN x DTE, umur 12 bulan dari GKB x DMT. Sedangkan PB-121, GKB x DTE dan GRA x DMT, sebaiknya diarahkan pada pengolahan produk yang diharapkan berwarna coklat, seperti candy (permen dan es krim). Kadar lemak kelapa hibrida pada umur 11-12 bulan berkisar 47.81 - 56.82%, kelapa Dalam DMT umur 12 bulan 52.95%, DTA 69.31%, DTE 50.50% sedangkan kelapa genjah GKB 55.31%, GKN 58.09% dan GRA 57.78%. Kadar lemak kelapa parut kering dari jenis kelapa Dalam berkisar 66% (Banzon dan Velasco, 1982). Saat ini telah dikembangkan kelapa parut kering berkadar lemak rendah. Oleh karena itu adanya variasi kandungan lemak pada beberapa jenis kelapa, maka pilihannya dapat dilakukan sesuai bahan baku yang tersedia. Sejalan dengan berkembangnya berbagai industri makanan, seperti biskuit, candy (permen), coklat dan es krim, maka permintaan produk ini semakin meningkat. Sehingga ekspor pada tahun 2000 menjadi 31,373 ton dengan nilai US $21.952.000 (Budianto dan Allorerung, 2003). 3. Santan kelapa Balasubramaniam (1976) menyatakan bahwa galaktomanan, fosfolipida dan protein dapat berfungsi sebagai emulsifier (pemantap emulsi) pada santan. Selain itu fosfolipida dapat menyebabkan perubahan warna menjadi kecoklatan akibat oksidasi lemak tak jenuh. Pada keenam jenis kelapa hibrida dengan umur buah 10 bulan, kadar galaktomanan dan fosfolipida cukup tinggi, meskipun kadar protein bervariasi. Oleh karena itu, untuk bahan baku santan segar dapat digunakan keenam jenis kelapa hibrida tersebut, sebab santan segar biasanya langsung dikonsumsi. Untuk santan pasta, sebaiknya digunakan buah kelapa yang berkadar fosfolipida rendah, seperti KHINA-1, GKB x DMT dan PB-121 berumur 11 bulan. Pada tahun 2000, Indonesia telah mengekspor santan pasta atau krim sebesar 9.234 ton dengan nilai US $ 8.534.000 (Budianto dan Allolerung, 2003). 4. Tepung kelapa Hasil analisis ampas kelapa dari jenis kelapa hibrida KHINA-1 pada umur 11-12 bulan, diperoleh kadar protein 4.11%, serat kasar 30.58%, lemak 15.89%, kadar air 4.65%, kadar abu 0.66% dan karbohidrat 74.69% (Rindengan, et al, 1997). Ampas kelapa dapat diolah lebih lanjut menjadi tepung kelapa. Tepung adalah bahan baku pada pembuatan berbagai jenis makanan (kue), selain berfungsi sebagai sumber pati (gizi), juga pembentuk struktur. Sifat fisik tepung yang diperhatikan adalah harus berwarna putih dan tidak bergumpal. Dikaitkan dengan sifat kimia (Tabel 3), maka yang berperan pada sifat tepung adalah galaktomanan dan fosfolipida. Oleh karena kadar serat kasar yang tinggi (30.58%), tepung dari ampas kelapa sangat baik digunakan sebagai salah satu bahan dalam membuat formula makanan, khusus bagi konsumen
6
KARAKTERISTIK DAGING BUAH KELAPA DAN KESESUAIANNYA DENGAN PRODUK
KARAKTERISTIK DAGING BUAH KELAPA DAN KESESUAIANNYA DENGAN PRODUK
yang beresiko tinggi terhadap obesitas, kardiovaskuler dan lain-lain. Untuk keenam jenis kelapa hibrida semakin matang buahnya, serat kasar relatif semakin tinggi, sebaliknya galaktomanan dan fosfolipida semakin rendah. Meskipun demikian, karena tepung kelapa hanya diolah dari hasil samping pembuatan santan, maka bahan baku yang digunakan sebaiknya mengikuti bahan baku pembuatan santan. KESIMPULAN 1.
2.
3. 4.
5. 6.
Daging buah kelapa hibrida berumur 8 bulan umumnya berkadar protein, galaktomanan, fosfolipida dan air yang tinggi, sedangkan serat kasar dan lemak rendah sehingga dengan karakteristik demikian sesuai menjadi bahan baku pengolahan semi padat dan suplemen makanan bayi. Daging buah kelapa hibrida berumur 9 bulan mempunyai sifat fisikokimia relatif sama dengan umur 8 bulan, kecuali kadar air dan protein lebih rendah, sehingga sesuai digunakan sebagai bahan baku pembuatan makanan ringan. Buah kelapa berumur 10 bulan kalau akan diolah menjadi minyak kelapa, sebaiknya menggunakan cara basah karena kadar galaktomanan dan fosfolipida masih cukup tinggi. Pada umur 11-12 bulan kelapa hibrida GRA x DMT, PB-121,dan GKB x DTE kurang sesuai untuk kopra karena kadar galaktomanan relatif tinggi. KHINA-1 dan GKN x DTE umur 11 bulan serta GKB x DMT umur 12 bulan, sesuai untuk pengolahan kelapa parut kering karena galaktomanan dan fosfolipida rendah. Buah kelapa KHINA-1 dan GKN x DTE berumur 11-12 bulan dapat diolah menjadi kopra. Kelapa Dalam dan Genjah umur 12 bulan memiliki kadar galaktomanan dan fosfolipida rendah sehingga dapat diolah menjadi kopra ataupun kelapa parut kering. Untuk pengolahan tepung berserat kasar tinggi mengikuti pengolahan minyak kelapa cara basah, sebab yang digunakan adalah hasil samping, yaitu ampas kelapa. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat gizi Depkes RI. Bhratara, Jakarta. 57 p. Andries, J., B. Harsono dan R.H. Akuba. 1997. Prospek pasar minyak kelapa di Indonesia. Prosiding Temu Usaha Perkelapaan Nasional. p.41-47. Allolerung, D, dan Z. Mahmud. 2003. Dukungan kebijakan Iptek dalam perberdayaan komoditas kelapa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22-24 Oktober 2002. p.70-82. Balasubramaniam, K. 1976. Polysaccharides of the kernel of maturity and mature coconuts. Journal of Food Science. 41(1370-1371). Banzon, J.A. and J.R. Velasco. 1982. Coconut Production and Utilization. Metro Manila, Philippines. 351 p. Budianto, J. dan D. Allolerung. 2003. Kelembagaan perkelapaan di Indonesia. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22-24 Oktober 2002. p.1-9. MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
7
Rindengan Barlina, A. Lay, dan Novarianto Hengky
Brotosunaryo, O.A.S. 2003. Pemberdayaan petani kelapa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22-24 Oktober 2002. p.10-16. Rindengan, B., A. Lay., H. Novarianto, dan Z. Mahmud. 1996. Pengaruh jenis dan umur buah terhadap sifat fisikokimia daging buah kelapa hibrida dan pemanfaatannya. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 1(6):263-277. Rindengan, B., H. Kembuan dan A. Lay. 1997. Pemanfaatan ampas kelapa untuk makanan rendah kalori. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 3(2):56-63. Rindengan, B. 1999. Komposisi asam lemak dan asam amino daging buah kelapa KHINA-1 pada berbagai umur buah. Prosiding Simposium Hasil Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Manado, 10 Maret. p.41-47. Kemala, D.C.D. and M. Velayutham. 1978. Changes in the chemical composition of nut water and kernel during development of coconut. Placrosym. 1:340-346. Ketaren, S. 1975. Gum Sumber dan Peranannya. Departemen Teknologi hasil pertanian, Fatemeta, IPB, bogor. 115p. Kirchenbauer, H.G. 1960. Fats and Oils. Second Edition. Reinhold Publ. Corp, New York. 239p. Sanches, P. 1996. Potensial of value-added products from coconut for the South Pacific. Cocoinfo International. 3(2):19-24. Tenda, E.T., H. G. Lengkey, dan J. Kumaunang. 1997. Produksi dan kualitas buah tiga kultivar kelapa Genjah dan tiga kultivar kelapa Dalam. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 3(2):64-71.
8
KARAKTERISTIK DAGING BUAH KELAPA DAN KESESUAIANNYA DENGAN PRODUK
MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL) : PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA Rindengan Barlina, Steivie Karouw dan Ronald T.P. Hutapea BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN PENDAHULUAN Produk utama dari buah kelapa yang selama ini diolah pada tingkat petani adalah kopra. Namun dengan menurunnya harga kopra, maka pendapatan yang diperoleh petani dengan hanya mengolah kelapa menjadi kopra sangatlah rendah. Dalam tiga tahun terakhir ini, harga kopra tidak pernah mencapai Rp. 4000/kg, seperti yang pernah dicapai pada tahun 1998. Pada pertengahan tahun 2000 harga kopra turun menjadi Rp. 850/kg sehingga sangat mempengaruhi kehidupan petani kelapa. Akhir bulan Januari 2001 kenaikannya hanya mencapai Rp. 1350/kg. Pada bulan Oktober 2002 hanya mengalami kenaikan menjadi Rp. 1800/kg dan pertengahan bulan Agustus 2003 turun menjadi Rp. 1700/kg. Untuk mengatasi rendahnya harga kopra, maka perlu dilakukan diversifikasi produk kelapa sehingga petani tidak hanya terfokus mengolah buah kelapa menjadi kopra tetapi dapat mengolahnya menjadi produk lain yang akhirnya akan berdampak pada perbaikan pendapatan petani. Dampak perbaikan pendapatan petani akan lebih nyata jika usaha diversifikasi produk penanganannya dilakukan oleh petani. Salah satu produk diversifikasi dari buah kelapa yang dapat dilakukan pada tingkat petani adalah minyak kelapa murni. Minyak kelapa murni adalah minyak kelapa yang diproses dari pengolahan kelapa segar melalui pembuatan santan dengan pemanasan bertahap. Pada prinsipnya pengolahan minyak kelapa murni hanya melakukan beberapa perbaikan pada pengolahan cara tradisional. Dibandingkan dengan minyak kelapa yang diolah secara tradisional dengan masa simpan kurang dari 2 bulan, maka minyak kelapa murni memiliki keunggulan, yaitu kadar air rendah 0.02 - 0.03%, kadar asam lemak bebas 0.02%, tidak berwarna (bening) dan berbau harum serta berdaya simpan 6 - 8 bulan. Pengembangan minyak kelapa murni dapat dilakukan oleh petani karena pengolahannya mudah. Minyak kelapa murni dapat dimanfaatkan sebagai minyak goreng bermutu tinggi dan bahan baku pada pengolahan produk kosmetik serta farmasi. TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA Pada prinsipnya ada 2 cara untuk menghasilkan minyak kelapa yaitu cara basah dengan bahan baku kelapa segar dan cara kering dengan bahan baku kopra. Mutu minyak yang dihasilkan dari pengolahan cara kering, tergantung mutu kopra yang digunakan. Pengolahan cara kering biasanya dilakukan pada skala industri menengah dan besar. Namun minyak hasil pengepresan belum siap dikonsumsi sehingga harus dimurnikan terlebih dahulu karena kualitas bahan baku yang tidak seragam dan kadang-kadang mengandung senyawa berbahaya yang larut dalam minyak.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
9
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Ronald T.P. Hutapea
Pengolahan minyak cara basah melalui tahap pembuatan santan. Proses pemecahan emulsi santan dapat berlangsung secara spontan maupun dengan penggunaan enzim. Fermentasi menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan fermentasi spontan. Enzim – enzim yang dapat digunakan di antaranya poligalakturonase, alfa amilase, protease dan pektinase. Akan tetapi kendala pengolahan minyak kelapa menggunakan enzim, membutuhkan biaya yang besar karena harga enzim mahal, hingga sulit untuk diterapkan pada tingkat petani. Pengolahan minyak kelapa cara tradisional yang telah lama dilakukan pada tingkat petani menghasilkan minyak dengan mutu yang kurang baik. Untuk memperbaiki mutu minyak kelapa yang diolah secara tradisonal, Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain telah melakukan perbaikan pengolahan minyak cara tradisional melalui pemanasan bertahap (Lay dan Rindengan, 1989). Minyak yang dihasilkan adalah minyak kelapa murni dengan mutu yang lebih baik dibandingkan dengan minyak yang diolah secara tradisional. Deskripsi Pengolahan Minyak Kelapa Murni Pengolahan minyak kelapa murni hanya melakukan beberapa perbaikan pada proses pengolahan cara tradisional. Pengolahan cara tradisional adalah sebagai berikut: Parutan kelapa ditambah air lalu diaduk-aduk dan diperas sehingga diperoleh santan. Kemudian santan diperam selama 1 malam (sekitar 12 jam), lalu krim (kaya minyak) yang berada pada lapisan atas dipisahkan dari skim. Selanjutnya krim dipanaskan/dimasak sampai terbentuk blondo yang berwarna coklat. Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk memisahkan minyak dan blondo. Proses pengolahan minyak kelapa murni adalah sebagai berikut : santan yang diperoleh didiamkan selama 3 jam, lalu dipisahkan krim dari skim. Selanjutnya krim dipanaskan sampai terjadi pembentukan blondo. Pada saat blondo masih berwarna putih, minyak disaring lalu dipanaskan sampai agak bening. Hasil minyak yang diperoleh didinginkan/disaring dengan kertas saring atau kain saring. Menurut Rindengan (2000) tahapan pengolahan minyak kelapa murni akan diuraikan sebagai berikut: 1. Persiapan bahan baku Buah kelapa yang akan diolah menjadi minyak sebaiknya menggunakan jenis kelapa Dalam yang sudah tua, yakni umur buah 11 – 12 bulan, ditandai dengan kulit sabut berwarna coklat. Buah kelapa tua akan menghasilkan rendemen minyak yang tinggi. 2. Pembuatan Santan Buah kelapa dikupas, kemudian dibelah lalu diparut secara manual atau dikeluarkan daging buahnya dari tempurung dan selanjutnya daging buah digiling menggunakan mesin giling kelapa. Hancuran daging buah ditambah air dengan perbandingan 1 : 2 kemudian ekstrak dikocok-kocok lalu diperas dan disaring hingga diperoleh santan. Untuk memarut dan memeras santan sebaiknya menggunakan alat pemarut kelapa dan pengepres santan.
10
MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL) : PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA
MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL) : PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA
3. Pemisahan Krim (kaya minyak) Santan yang diperoleh dituang pada wadah ember plastik transparan, lalu didiamkan selama 3 jam. Selama didiamkan, santan akan terbagi 3 lapisan yaitu lapisan atas adalah krim (kaya minyak), lapisan tengah adalah lapisan skim (kaya protein) dan lapisan bawah berupa endapan. Berdasarkan hasil penelitian dari 30 butir kelapa Dalam Mapanget (DMT), diperoleh 16 kg daging buah (berat daging buah rata-rata 500 g/butir). Setelah dibuat santan (dengan cara seperti di atas) diperoleh sekitar 48 liter santan. Selanjutnya setelah didiamkan 3 jam, krim yang berada pada lapisan tengah dikeluarkan dengan cara diisap menggunakan selang plastik. Krim yang diperoleh sekitar 10 liter (Rindengan, 2000). 4. Pemanasan Bertahap 4.1. Pemanasan krim Krim yang diperoleh dipanaskan menggunakan wajan sampai mendidih dengan suhu pemanasan berkisar 100 - 1100C. Setelah minyak agak masak, ditandai dengan terpisahnya blondo dan minyak (blondo masih berwarna putih), bahan yang dimasak didinginkan lalu disaring sehingga diperoleh minyak yang belum masak. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dari 10 liter krim yang dipanaskan sampai diperoleh minyak yang belum masak 3750 ml dan menghabiskan bahan bakar minyak tanah 3 liter (Rindengan, 2000). Selanjutnya blondo yang masih mengandung minyak sekitar 10 - 15% dipisahkan dengan cara penyaringan. 4.2. Pemanasan minyak Minyak yang belum masak dipanaskan pada suhu pemanasan sama dengan pemanasan krim. Pada tahap ini dilakukan sampai diperoleh minyak yang agak bening dan jika masih terdapat blondo warnanya harus coklat muda. Selanjutnya minyak didinginkan dan disaring menggunakan kertas saring. Produk akhir akan diperoleh adalah minyak kelapa murni dan secara singkat sistematika pengolahan minyak kelapa murni yang dapat diterapkan kepada petani dapat dilihat pada Gambar 1.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
11
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Ronald T.P. Hutapea
Buah kelapa
Pengupasan
Sabut
Pembelahan
Air kelapa
Pemisahan Tempurung
Tempurung
Daging buah
Pemarutan
Hancuran daging buah
Penambahan air (1:2)
Pengepresan
Ampas kelapa
Penyaringan
Skim kelapa
Santan (diamkan 3 jam)
Minyak Pemanasan Krim Penyaringan Dimasak (blondo terpisah, warna putih) Blondo (dipres)
Pengemasan
Penyaringan
Minyak kelapa murni
Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Minyak Kelapa Murni
12
MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL) : PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA
MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL) : PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA
PEMANFAATAN MINYAK KELAPA MURNI 1. Minyak makan/minyak goreng dan hubungannya dengan nilai gizi Minyak kelapa murni dapat dimanfaatkan sebagai minyak goreng bermutu tinggi, bahan substitusi pengolahan susu formula atau sebagai substitusi pada pengolahan produk-produk pangan yang membutuhkan minyak kelapa. Salah satu susu formula yang beredar di pasaran, telah menggunakan minyak kelapa sebagai salah satu komponen dalam formulanya adalah Enfagrow. Kemudian dilaporkan, bahwa makanan bayi yang menggunakan minyak kelapa, dapat membantu meningkatkan penyerapan kalsium. Keunggulan lain adalah minyak kelapa lebih mudah dicerna karena tergolong berantai medium, sehingga sangat sesuai untuk formula bayi prematur dan yang mengalami gangguan pencernaan. Selain itu dengan tingginya Asam Lemak Jenuh (ALJ), maka minyak kelapa memiliki kestabilan yang tinggi terhadap oksidasi atau bentuk-bentuk degradasi lainnya, sehingga banyak digunakan pada produk-produk pangan yang membutuhkan daya simpan lama seperti penggorengan kacang-kacangan, makanan ringan dan produk-produk biskuit (Rindengan, 1993), contohnya keripik salak (produksi Yogyakarta) digoreng menggunakan minyak kelapa. Akhir-akhir ini sudah mulai ada di pasaran, baik pasar tradisional maupun swalayan, minyak goreng berbahan baku kelapa walaupun warnanya agak kekuningan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian konsumen mulai kembali menggunakan minyak goreng kelapa. Harga minyak goreng kelapa (tergolong minyak goreng curah) Rp. 4500/kantong (650 ml) atau setara Rp. 7000/liter. Sedangkan minyak goreng kelapa sawit Rp. 2600/500 ml atau setara Rp. 5200/liter. Bila hasil proyeksi tahun 2000 tercapai, yakni konsumsi minyak goreng kelapa 2.89 kg/kapita/tahun (Andries et al, 1997) dan apabila angka ini digunakan pada tahun 2003, sebagai awal dimulainya penggunaan minyak kelapa sebagai minyak goreng, maka dengan jumlah penduduk 200 juta jiwa, kebutuhan minyak goreng dari kelapa menjadi 578,000,000 kg yang setara dengan 5,780,000,000 butir kelapa (10 butir kelapa setara dengan 1 kg minyak kelapa) atau 1,156,000,000 kg kopra (5 butir kelapa setara dengan 1 kg kopra) atau 1,156,000 ton kopra. Berdasarkan data di atas, jika buah kelapa hanya untuk diolah menjadi minyak goreng dengan harga Rp. 7000/liter maka nilai yang diperoleh adalah 578,000,000 x Rp. 7000 = Rp. 4,046 triliun. Sedangkan bila diolah menjadi kopra, nilai yang diperoleh 1,156,000,000 x Rp. 1850 = Rp. 2,139 triliun. Apabila diolah menjadi minyak kelapa murni dan menggunakan harga seperti di Filipina Rp. 21,600/ltr. (Bawalan, 2002), maka nilai yang diperoleh sebesar 578,000,000 x Rp. 21,600 = Rp. 12,485 triliun. Nilai tambah yang diperoleh bila dibandingkan dengan harga kopra adalah kalau hanya diolah menjadi minyak goreng hanya 190% sedangkan bila diolah menjadi minyak kelapa murni sebesar 584%. Berdasarkan laporan Taufikkurahman (2002), konsumsi minyak nabati yang digunakan untuk makanan, di Belanda meningkat dari 85,000 MT tahun 2000 menjadi 157,000 tahun 2001 dan minyak kelapa berada pada urutan ke-2 setelah minyak kedelai. Selanjutnya dikatakan secara umum dari hasil pengamatan menunjukkan adanya peningkatan permintaan terhadap virgin coconut oil di Eropa.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
13
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Ronald T.P. Hutapea
2. Minyak Kelapa Murni untuk Kosmetik Minyak kelapa juga memiliki prospek yang baik dalam industri farmasi dan kosmetika. Khusus di Filipina, saat ini penggunaan virgin coconut oil lebih difokuskan pada persediaan (preparasi) aromaterapi, minyak pijat, pengolahan produk-produk herbal dan produk perawatan kecantikan. Sedangkan di India minyak kelapa murni yang diperoleh dari kopra putih digunakan untuk minyak rambut yang dikemas dalam kemasan plastik putih dengan volume 1 ml. Di Indonesia produk-produk kosmetika seperti shampo, umumnya menggunakan minyak kelapa yang telah diproses lebih lanjut menjadi oleokimia, seperti fatty alcohol, asam lemak dan lain-lain. Khusus asam lemak laurat merupakan bahan dasar pembuatan detergen, seperti rinso, dino dan bahan dasar untuk shampo, seperti sunsilk dan clinic. Minyak kelapa murni yang diproses mengikuti prosedur dari BALITKA, pernah dianalisis oleh salah satu perusahaan kosmetik yang ada di Indonesia dan ternyata karakteristik minyak kelapa murni memenuhi syarat sebagai salah satu formulasi dalam pengolahan produk kosmetik 3. Minyak Kelapa Murni untuk Farmasi Hasil penelitian diperoleh bahwa asam laurat yang diubah dalam tubuh manusia menjadi monolaurin bersifat antivirus, antibakteri dan antijamur. Monolaurin dapat merusak membran lipida (lapisan pembungkus virus) di antaranya virus HIV, herpes, influenza dan cytomegalovirus. Bakteri patogen yang dapat diinaktifkan oleh monolaurin yaitu Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Streptoccocus agalactiae dan bakteri penyebab sakit maag Helicobacter pylori serta protozoa seperti Giardia lamblia (Enig, 1999). Penelitian terhadap penderita HIV menunjukkan bahwa pemberian monolaurin murni maupun minyak kelapa memperlihatkan proses perbaikan HIV (Dayrit, 2000 dalam Arancon, 2000). Selain itu telah dilakukan ujicoba pemberian minyak kelapa murni kepada pasien yang menderita penyakit sindrom pernafasan akut atau Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS).(Komentar, 2003). Dilaporkan pula ternyata minyak kelapa murni mempunyai khasiat untuk mencegah kanker kulit jenis Melanoma Malikna (MM) yang merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian (Manado Post, 2003). Minyak kelapa mempunyai manfaat yang besar untuk kesehatan yaitu: 1) mengurangi resiko aterosklerosis dan penyakit yang terkait, 2) menurunkan resiko kanker dan penyakit degeneratif lainnya, 3) membantu mencegah infeksi virus, 4) mensupport sistem kekebalan tubuh, 5) membantu mencegah osteoporosis, 6) membantu mengontrol diabetes, 7) memulihkan kembali (kehilangan) berat badan, 8) menyediakan sumber energi yang cepat, 9) menyediakan sedikit kalori dibandingkan dengan lemak lain, 10) menyediakan nutrisi penting untuk kesehatan, 11) memperbaiki sistem pencernaan dan penyerapan nutrisi, 12) membantu kulit tetap lembut dan halus, 13) membantu mencegah kanker kulit, 14) tidak mengandung kolestrol, 15) tidak menaikkan kolestrol darah dan 16) tidak menyebabkan kegemukan (Allorerung, 2000).
14
MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL) : PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA
MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL) : PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA
PENGEMBANGAN MINYAK KELAPA MURNI Berdasarkan pertimbangan bahwa teknik pengolahan minyak kelapa murni cukup sederhana dan mudah dilakukan petani, maka pengolahan minyak kelapa murni memungkinkan untuk dikembangkan di pedesaan. Transfer teknologi pengolahan kepada petani dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan. Pelatihan dapat dilakukan secara berkelompok dan institusi pelatih berasal dari tenaga ahli Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (Balitka). Selanjutnya proses produksi dapat dilakukan oleh masing-masing petani atau dalam sistem kelompok. Diperkirakan dalam sehari seorang petani dapat menghasilkan 5 kg minyak kelapa atau mengolah 45 - 55 butir kelapa/hari. Produksi ini dapat ditingkatkan hingga 6 kali jika petani bekerja sama dalam sistem kelompok sekitar 5 KK dengan menggunakan mesin pemarut dan alat pemeras. Selain produk minyak kelapa juga diperoleh hasil ikutan berupa blondo dan ampas kelapa yang dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak. Sebagai gambaran apabila petani mengolah buah kelapa menjadi minyak kelapa murni (VCNO), dari 4100 butir kelapa dapat diperoleh 400 liter VCNO. Apabila harga VCNO US$ 18/16 ons atau Rp. 95,625 (Kurs US $ 1 = Rp. 8500), maka pendapatan yang diterima petani sebesar Rp. 6,862,200. Secara rinci analisa usahatani pengolahan minyak kelapa murni disajikan pada Tabel Lampiran 1. Akan tetapi untuk pengembangan pengolahan minyak kelapa murni di pedesaan diperhadapkan pada permasalahan yakni petani tidak lagi memiliki peralatan untuk mengolah minyak kelapa murni karena sudah lama tidak mengolah buah kelapa mereka menjadi minyak karena hanya terfokus pada pengolahan buah kelapa menjadi kopra. Oleh karena itu untuk mendorong dan merangsang petani memulai lagi mengolah minyak kelapa, maka pemerintah perlu menyediakan insentif berupa perlengkapan pengolahan minyak kelapa untuk masing-masing KK sebesar Rp. 292,500 (Tabel 1). Tabel 1. Perlengkapan pengolahan minyak kelapa murni No.
Jenis Peralatan/Perlengkapan
Jumlah
Perkiraan Nilai (Rp)
1.
Panci Email
1 buah
60,000
2.
Wajan Besi
1 buah
150,000
3.
Saringan dan tretek
1 buah
35,000
4.
Ember Plastik Transparan
1 buah
30,000
5.
Waskom platik besar
1 buah
17,500
Jumlah insentif
292,500
Sumber : Rindengan dan Karouw (2002)
Pengembangan produksi minyak kelapa murni di pedesaan diprediksikan akan memberikan dampak positif yaitu : a. Mengurangi ketergantungan masyarakat pedesaan terhadap konsumsi minyak makan yang berasal dari minyak nabati lain. MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
15
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Ronald T.P. Hutapea
b. Produksi yang dihasilkan dapat dijual pada pasar lokal maupun regional yang hasilnya merupakan cash income bagi keluarga tani dengan nilai pendapatan jauh lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan nilai kopra sekarang. c. Membangkitkan dan menanamkan image positif terhadap masyarakat untuk mengkonsumsi minyak makan produksi sendiri. d. Mengurangi supplai kopra sehingga dapat mendorong meningkatnya harga kopra. e. Meningkatkan pendapatan petani dan nilai tambah komoditas. f. Penganekaragaman produk olahan kelapa dan efisiensi pemanfaatan bahan baku. g. Pengembangan pemanfaatan minyak kelapa murni untuk bahan baku industri farmasi dan kosmetika. h. Menciptakan lapangan kerja baru di desa maupun di kota. Jika pengolahan minyak kelapa murni telah berkembang pada tingkat kelompok tani, maka dengan adanya wadah koperasi dapat menampung produksi minyak kelapa murni dari masing-masing kelompok tani. Koperasi dapat menangani proses pengemasannya, sehingga penampilan produk akan lebih menarik. Selain itu akan lebih menjamin daya simpan produk lebih lama. Pada Gambar 2, dapat dilihat produk minyak kelapa murni dan pada Tabel 2 disajikan beberapa jenis produk farmasi di pasaran dan hasil perhitungan harga minyak kelapa per kemasan.
Gambar 2. Produk Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil)
16
MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL) : PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA
MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL) : PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA
Tabel 2. Beberapa jenis produk farmasi dan harga minyak kelapa No.
Nama produk/merk dagang
1.
Minyak telon/ Singa Minyak telon/ Gajah Minyak telon Si Mungil/Ny. Meneer Minyak telon/ Leoness Minyak telon/ Eagle Minyak telon/ Jamu-Konicare Minyak gosok/ Tawon Minyak gosok/Jempol
2. 3. 4 5 6. 7. 8.
Volume/ kemasan (ml) 10
Harga/ Kemasan (Rp) 1600
Campuran minyak kelapa (%) 30
30
3500
20
30
5000
18
60
6700
22
60
6500
25
60
11500
50
60
7000
60
50
7000
10
Harga minyak kelapa (Rp)* 160/ml 160,000/lt 117/ml 116,650/lt 167/ml 166,650/lt 112/ml 111,650/lt 108/ml 108,325/lt 192/ml 191,650/lt 117/ml 116,650/lt 140/ml 140,000/lt
Sumber : Rindengan (2003) Keterangan : * Harga dihitung berdasar data pada kemasan.
Berdasarkan Tabel 2, ternyata harga minyak kelapa setelah dijadikan bahan baku pengolahan produk farmasi mengalami peningkatan yang sangat tinggi, yakni sekitar Rp. 108,000,- sampai Rp. 191,000,- per liter. Dibandingkan dengan harga minyak kelapa murni di Filipina yang belum dijadikan bahan baku farmasi harganya berkisar: 1.80 – 2,40 US $/l (Rp. 16,200 – Rp. 21,600)/l, 1 US $ = Rp. 9,000), sedangkan di tempat-tempat turis Rp. 18.000/botol (350 ml) atau sekitar Rp. 54,900/l. Harga yang diperoleh melalui internet bervariasi dari 10 US $/botol (500 ml) atau Rp. 90.000/ 500 ml, 18,95 US $/454 g (Rp. 170,550/454 g), 17 US $/360 g (Rp. 153,000/360 g) sampai 50 US $/gallon (Rp. 450,000/gallon) (Bawalan, 2002). Dengan melihat harga minyak kelapa murni yang sangat tinggi dan berbagai manfaat yang dapat diperoleh, maka sudah saatnya pengembangan pengolahan minyak kelapa murni dilaksanakan terutama pada daerah-daerah penghasil kelapa di Indonesia, sehingga pemanfaaatannya dalam industri farmasi maupun kosmetika lebih berkembang. PENUTUP Minyak kelapa murni adalah minyak kelapa bermutu tinggi dengan kadar air 0.02-0.03%, kadar asam lemak bebas 0.02 %, tidak berwarna (bening) dan berbau harum dengan daya simpan 6 - 8 bulan, sedangkan minyak yang dihasilkan secara tradisional daya simpannya kurang dari 2 bulan. Pengolahan minyak kelapa murni cukup sederhana karena merupakan perbaikan pengolahan minyak kelapa cara tradisional sehingga dapat dilakukan oleh petani. Minyak kelapa murni merupakan produk alami yang sangat bermanfaat untuk gizi, kesehatan dan perawatan kecantikan. Upaya yang dapat ditempuh pemerintah untuk mendorong dan MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
17
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Ronald T.P. Hutapea
merangsang petani memulai lagi mengolah minyak kelapa yaitu menyediakan insentif berupa perlengkapan pengolahan minyak. Nilai jual minyak kelapa setelah dikembangkan menjadi bahan baku farmasi menjadi sekitar Rp. 108,000,- sampai Rp. 191,000,- per liter. DAFTAR PUSTAKA Allorerung, D. 2000. Hidup lebih sehat dengan minyak kelapa. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Manado. 7 hal. Andries, J., B. Harsono dan R.H. Akuba. 1997. Prospek pasar minyak kelapa di Indonesia. Prosiding Temu Usaha Perkelapaan Nasional. Hal.41-47. Arancon, R.N. Jr. 2000. The health benefit of coconut oil. Cocoinfo International 7(2): 15-19. Bawalan, D.D. 2002. Production, utilization and marketing of virgin coconut oil. Cocoinfo International. 9(1):5-9. Enig, M. 1999. Coconut : in Support of good health in the 21st century. Paper presented on APPC’S XXXVI session and 30th Anniversarry in Pohnpei, federated States of Micronesia, 27-28 September 1999. Komentar. 2003. Bahan baku obat SARS dan AIDS melimpah di Sulut. Surat Kabar Komentar. Senin 19 Mei 2003. Hlm 1-2. Lay, A. dan B. Rindengan. 1989. Pengolahan minyak kelapa dengan pemanasan bertahap. Terbitan Khusus No.15/VIII/1989. Balitka Manado. Hlm. 89-90. Manado Post. 2003. Minyak kelapa berkhasiat cegah kanker kulit. Surat Kabar Manado Post, Jumat 5 September 2003. Hlm 23. Rindengan, B. 1993. Kontroversi isu minyak tropis. Buletin Balitka (20): 1-12. Rindengan, B. 2000. Pengolahan minyak kelapa murni. Makalah Disampaikan pada Pelatihan Petugas dan petani ADP II Loan OECF IP - 454 Dinas Perkebunan Propinsi Sulawesi Utara 22-23 Nopember 2000. Rindengan, B. dan S. Karouw. 2002. Peluang pengembangan minyak kelapa murni. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V, 21-25 Oktober 2002. Tembilahan, Riau. hal.146-153. Rindengan, B. 2003. Pengembangan minyak kelapa murni (virgin coconut oil) untuk industri farmasi dan kosmetika. Makalah disampaikan pada Aplikasi Teknologi Pascapanen untuk Pemanfaatan Sumber Daya Perkebunan (Kelapa Dalam) di Sulawesi. Makassar, 2-7 September 2003. Kerajasama Deputi Sumber Daya Pembangunan Kementerian Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia dengan Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin. 12 hal. Taufikkurahman, L. 2002. Market outlook : 2nd half 2002. Cocoinfo International. 9(1): 26 - 28.s
18
MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL) : PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA
MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONUT OIL) : PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA
Tabel Lampiran 1. Analisa usahatani pengolahan minyak kelapa murni No. 1. 2.
3.
Uraian Penerimaan produksi Biaya a. Investasi Alat - Mesin pemarut - Mesin pengepres santan tipe skru - Kompor Hock 24 sumbu - Wajan besi - Panci email - Ember plastik transparan - Waskom plastik besar - Saringan kain - Corong Jumlah a b. Bahan - Kelapa butiran - Minyak tanah - Bensin - Jerigen Jumlah b c. Tenaga kerja - Kupas dan belah - Pemisahan tempurung - Pemarutan - Pengepres santan - Masak - Pengemasan/Pengepakan Jumlah c Total Biaya Pendapatan R/C Rasio
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
Jumlah Satuan 400 liter
Harga Satuan (Rp) 40,000,-
Nilai (Rp) 16,000,000,-
1 unit 1 unit
1,800,000,1,500,000,-
1,800,000,1,500,000,-
2 unit 2 buah 1 buah 2 buah 2 buah 2 buah 2 buah
180,000,150,000,60,000,30,000,20,000,20,000,15,000,-
360,000,300,000,60,000,60,000,40,000,40,000,30,000,4,190,000,-
4100 butir 30 liter 8 liter 20 buah
500,1,100,1,850,25,000,-
2,050,000,33,000,14,800,500,000,2,597,800,-
7 HOK 7 HOK 7 HOK 7 HOK 16 HOK 3 HOK
50,000,50,000,50,000,50,000,50,000,50,000,-
350,000,350,000,350,000,350,000,800,000,150,000,2,350,000,9,137,800,6,862,200,1.75,-
19
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA A. Lay, Patrik M. Pasang dan D.J. Torar BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN PENDAHULUAN Pengolahan minyak kelapa di tingkat petani ditandai oleh produktivitas rendah dan tidak efisien, disebabkan kurangnya sumberdaya manusia dalam bidang pengolahan hasil, rendahnya mutu, tampilan produk kurang menarik, pola pengolahan berorientasi subsisten, sistem proses manual, jenis dan jumlah produk terbatas. Selain itu, minimnya sarana dan prasarana pengolahan serta pemasaran. Dilaporkan Ibrahim (1989) bahwa pengembangan industri pertanian, seperti industri pengolahan kelapa, sebagian besar menerapkan teknologi tingkat sedang, penanganan kurang efisien, fasilitas terbatas, kurang tenaga terampil dan biaya produksi tinggi. Akibat sistem tersebut produk yang dihasilkan tidak kompetitif. Menurut Soebiapradja (1991) pengembangan industi kelapa dimasa mendatang perlu mempertimbangkan: (a) prinsip pengolahan mudah dilakukan petani dan produk memenuhi syarat mutu, (b) diperlukan industri skala besar yang menggunakan teknologi maju yang dioperasikan kontinu agar produk yang dihasilkan kompetitif, terutama dipasaran ekspor, dan (c) meningkatkan efisiensi pengolahan dan pengembangan produk bernilai ekonomi cukup tinggi dan mempunyai pasaran luas. Teknologi pengolahan minyak kelapa sangat beragam, mulai teknologi sederhana pada skala rumah tangga sampai dengan teknologi maju pada industri pengolahan minyak skala besar. Berbagai teknologi dan skala usaha pengolahan minyak kelapa mempunyai persyaratan tertentu baik dari aspek teknis proses dan pengelolaannya. Umumnya dikenal dua metode pengolahan minyak kelapa, yakni pengolahan cara basah (wet process) dan cara kering (dry process). Cara basah adalah pengolahan minyak yang melalui proses pengolahan santan, sedangkan proses kering tanpa melalui pengolahan santan (Grimwood, 1975). Berdasarkan kedua kelompok teknologi pengolahan ini dikembangkan berbagai modifikasi dengan tujuan untuk menghasilkan minyak bermutu dan efisiensi pengolahan yang tinggi. Variasi teknologi pengolahan akan mempengaruhi mutu produk minyak yang dihasilkan dan nilai ekonomi pengolahan. Pemahaman akan teknologi pengolahan minyak kelapa, mutu produk dan nilai ekonomi pengolahan akan dapat membantu petani dan stakeholder untuk menentukan pilihan teknologi yang sesuai untuk menghasilkan minyak dengan mutu tertentu dan secara ekonomi menguntungkan serta praktis dioperasionalkan. TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN APLIKASINYA 1. Teknologi pengolahan Teknologi pengolahan atau teknologi proses adalah studi tentang unit operasi yang melakukan proses secara mekanis, fisika, kimia dan biokimia dalam satu sistem proses (Van Bergeyk dan Liedekerken, 1981). Dilaporkan Irawadi (2000), bahwa
20
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA
teknologi pengolahan dapat dibagi tiga tingkatan yaitu: (1) Teknologi tradisional, teknologi ini sudah lama dikenal masyarakat pedesaan dan perlu diperbaiki dengan mengoptimalkan operasi dan memperbesar kapasitas olah, (2) Teknologi inovatif, teknologi ini merupakan pengembangan teknologi yang sudah ada untuk memenangkan persaingan, dirancang perubahan dan penyempurnaan sistem proses sehingga biaya produksi lebih murah dan waktu proses lebih singkat, dan (3) Teknologi maju, teknologi ini berperan untuk menghantarkan perusahaan menjadi market leader, produk yang dihasilkan merupakan komoditas baru baik kualitas maupun spesifikasinya dan dibutuhkan pasar, sehingga perlu dukungan riset secara terus menerus agar posisi market leader tetap terpelihara. 2. Aplikasi tingkat teknologi pengolahan minyak kelapa Umumnya teknologi pengolahan kelapa tradisional dijumpai pada pengolahan skala kecil/usaha perajin, contoh pengolahan minyak klentik secara manual. Teknologi inovatif dijumpai pada pengolahan skala menengah dengan sistem proses sebagian secara mekanis, yakni pengolahan minyak kelapa semi mekanis. Teknologi maju dijumpai pada industri pengolahan minyak kelapa kasar dan minyak goreng yang dipurifikasi. Berdasarkan sistem pengolahan, pengolahan kelapa dapat dibagi dalam dua sistem, yakni parsial dan terpadu. Pengolahan parsial adalah cara pengolahan dengan memanfaatkan sebagian atau salah satu dari komponen hasil kelapa yang terdiri dari sabut, tempurung, daging dan air kelapa dalam satu unit proses, seperti pengolahan kopra, dan penyeratan sabut. Pengolahan terpadu adalah cara pengolahan yang mendayagunakan seluruh komponen hasil kelapa pada beberapa unit proses dalam satu unit pengolahan (Grimwood, 1975). Unit pengolahan kelapa terpadu dapat menerapkan pengolahan dengan cara kering atau cara basah tergantung pada produk yang akan dihasilkan dan nilai manfaatnya (Gonzales, 1986). Pengolahan kelapa terpadu akan meningkatkan nilai tambah komoditas kelapa dan peningkatan harga kelapa butiran yang akan diterima petani (Nambiar, 1984). Menurut Mulyadi et al, (1989), pengembangan pengolahan terpadu akan lebih menguntungkan dibanding dengan pengolahan parsial antara lain: (a) peningkatan efisiensi bahan baku, (b) perluasan lapangan kerja, (c) peningkatan pendapatan petani, dan (d) pemantapan keterkaitan antar sektor industri, pertanian, jasa dan sektor lainnya. PENGOLAHAN MINYAK CARA BASAH 1. Pengolahan tradisional Pengolahan minyak kelapa cara basah (Wet process) adalah cara pengolahan minyak melalui proses santan terlebih dahulu. Santan yang diperoleh difermentasi atau dimasak, disaring, diperoleh minyak kelapa, cara ini dikenal dengan Kicthen method (Banzon dan Velasco,1982). Pengolahan minyak cara basah di tingkat petani kapasitas olah rendah, tidak efisien dan minyak mudah tengik, karena pemasakan kurang sempurna. Minyak kelapa yang diolah secara tradisional dengan cara basah dikenal dengan nama minyak klentik. Minyak klentik umumnya berkadar air cukup tinggi
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
21
A. Lay, Patrik M. Pasang, dan D.J. Torar
yakni 0.10 - 0.11% dan kadar asam lemak bebas 0.08 - 0.09%. Apabila minyak tersebut disimpan dalam wadah plastik atau botol tembus cahaya, selama satu bulan, kadar air dan asam lemak bebas masing-masing akan meningkat menjadi 0.15 – 0.16% dan 0.12 0.13%. Pada penyimpanan selama dua bulan minyak menjadi tengik, ditandai kadar air 0.18 – 0.20% dan kadar asam lemak bebas 0.16 – 0.18% (Lay dan Rindengan, 1989). Untuk itu, minyak klentik yang dihasilkan dengan cara tradisional sebaiknya tidak disimpan lama atau segera dikonsumsi. 2. Aqueous process Pada tahun 1971, dikembangkan pengolahan minyak cara basah, dikenal dengan Agueous procces. Teknik pengolahannya adalah daging kelapa diparut, ditambahkan air dengan perbandingan 1 : 1, dipres dan diperoleh santan. Santan disentrifus, dan membentuk tiga lapisan yakni: krim (lapisan atas), skim (lapisan tengah) dan residu (lapisan bawah). Dengan proses lanjut, krim akan menghasilkan minyak, skim menghasilkan cocopro syrop dan residu menghasilkan cocotein. Minyak yang dihasilkan bermutu tinggi, dikategorikan minyak murni (Clear oil atau Natural oil) dan hasil ikutannya tepung kelapa dan arang (Hagenmaier, 1977). Lebih lanjut dilaporkan Hagenmaier (1972) bahwa pengolahan minyak dengan Aqueous process akan menghasilkan beberapa jenis minyak kelapa, yakni (a) Natural oil atau Clear oil, yang ditandai dengan kadar asam lemak bebas sama dengan atau kurang dari 0.05% (dihitung sebagai asam laurat), kadar air sama atau kurang dari 0.02 – 0.08 %, bau khas dan bening, dan (b) Expelled oil, minyak yang dihasilkan dari kulit ari yang merupakan residu atau hasil samping pada pengolahan minyak murni (Natural oil). Expelled oil berkadar air 0.09 – 0.15 %, kadar asam lemak bebas 0.05% dan berwarna kuning. Pada pengolahan minyak dengan cara agueous procces, kedua jenis minyak Natural oil dan expelled oil ini diolah secara terpisah. 3. Pengolahan dengan cara bertahap Pengolahan minyak dengan metode Aqueous process, membutuhkan peralatan yang cukup canggih dan biaya mahal. Untuk menghasilkan minyak murni dengan peralatan sederhana dan biaya relatif murah, telah ditemukan cara pengolahan baru, yakni pengolahan minyak secara bertahap. Hasil pengujian menunjukkan bahwa minyak kelapa yang dihasilkan sebagai berikut: kadar air 0.08 – 0.12%, kadar asam lemak bebas 0.02 – 0.05%, tidak berwarna dan aroma khas (Lay dan Rindengan, 1989). Dilaporkan bahwa minyak kelapa dengan karakteristik: kadar air rendah 0.15%, kadar asam lemak bebas rendah 0.1% berwarna bening, tanpa meggunakan bahan kimia dan tanpa proses deodorisasi dikenal sebagai Virgin oil. Virgin oil sesuai untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat kulit, body lotion, minyak rambut, bahan pengikat (fixed oil) pada pembuatan parfum dan kosmetik (Anonim, 1998). Dengan demikian minyak kelapa yang dihasilkan dengan cara pemanasan bertahap dapat dikategorikan sebagai virgin oil. 4. Metode Ram Pres dan modifikasinya Dilaporkan oleh Temu dan Mpagalile (1997) bahwa pengepres tipe tekanan horisontal yang relatif sederhana tanpa menggunakan motor penggerak telah 22
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA
dikembangkan di Negeria yang dikenal dengan nama Ram Pres. Pengepres ini, semi mekanis berukuran kecil tanpa menggunakan tenaga motor. Pengepres ini, selain untuk mengepres kelapa parut dan kopra giling, juga mengepres biji bunga matahari, kacang tanah dengan hasil cukup efisien. Ram pres telah dimodifikasi baik kontruksi alat maupun sistem proses. Hasil pengujian Ram pres yang dimodifikasi, menunjukkan bahwa kapasitas olah 11.5 kg daging kelapa parut/jam dan efisiensi ekstraksi 62.16%. Minyak yang dihasilkan dengan metode ini dikenal sebagai minyak klentik. Dibanding dengan pengepresan manual (menggunakan tangan) kapasitas olah 6.22 kg/jam dan efisiensi ekstraksi 61.67%. Penggunaan Ram press lebih efisien dibanding pengepres manual (Lay dan Pandean, 2001). 5. Metode fermentasi Sekarang ini sedang dikembangkan cara pengolahan minyak dengan metode fermentasi, dengan menggunakan inokulum yang berasal dari fermentasi santan terlebih dahulu. Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 2 hari. Pada proses pengolahan minyak dengan cara fermentasi akan meningkatkan rendemen hasil minyak dibanding dengan proses fermentasi tanpa menggunakan inokulum atau yang lazim pada pengolahan minyak klentik. Selain itu pada proses pemasakan minyak membutuhkan energi panas relatif sedikit dibanding dengan pengolahan minyak cara basah. Pada penelitian ini tidak dilaporkan mutu minyak kelapa yang dihasilkan (Farida, 2002). PENGOLAHAN MINYAK CARA KERING 1. Metode Hiller dan IMC Pengolahan minyak cara kering dirintis oleh Hiller tahun 1963 (Hiller method), dengan cara pengolahan sebagai berikut: butiran kelapa dimasak, sehingga terpisah daging kelapa dari tempurung. Daging kelapa dicacah, dikeringkan secara vakum dan daging kelapa kering dipres. Produk yang dihasilkan terdiri dari minyak dan tepung kelapa putih (Grimwood, 1975). Pengolahan minyak cara kering skala kecil yang dikembangkan di Sri Lanka dengan metode Intermediate Moisture Content (IMC), cara kerjanya sebagai berikut: kelapa diparut dan dikeringkan dengan sinar matahari, sampai kadar air 11 - 12%, kemudian dipres dengan pengepres semi mekanis sistem skru. Efisiensi ektraksi sekitar 61%, minyak tidak berwarna, aroma khas, kadar air 0.1%, kadar asam lemak bebas 0.1%, hasil samping adalah bungkil putih. Minyak yang dihasilkan dengan metode IMC dikategorikan minyak klentik. Kelemahan metode IMC adalah kapasitas olah rendah 200 butir/hari. Teknologi ini, lebih sesuai pada daerah dengan upah tenaga kerja rendah dan terdapat industri pengolahan bungkil putih (Ranasinghe, 1997).
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
23
A. Lay, Patrik M. Pasang, dan D.J. Torar
2. Metode Industri dengan bahan baku kopra Teknologi pengolahan cara kering yang menggunakan bahan baku kopra telah berkembang secara luas sampai sekarang dalam industri pengolahan minyak skala besar, yakni: (a) pengolahan minyak kelapa kasar dengan sistem pengepres mekanis (full-press mechanical extraction plant), kapasitas 20 - 150 ton kopra/hari; (b) pengolahan minyak kelapa kasar dengan bahan pelarut (Full-solvent extraction plant), kapasitas 150 ton kopra/hari; dan (c) pengolahan minyak makan dan tepung kelapa (Oil and flour through edible copra proposed), kapasitas 150 ton kopra/hari (UNIDO, 1980a). Minyak kasar dari pengepresan kopra atau Crude coconut oil yang ditandai dengan kadar air 0.2%, kadar asam lemak bebas lebih dari 0.1%, warna minyak coklat dan bau tengik. Minyak kopra yang telah mengalami proses pemurnian dikenal dengan minyak makan atau Refined coconut oil, dengan karakteritik sebagai berikut: kadar air 0.1%, kadar asam lemak bebas kurang dari 0.1% warna minyak bening (Banzon dan Velasco, 1982). Minyak kelapa kasar yang dihasilkan dari kopra umumnya tidak layak dikonsumsi langsung, karena kadar asam lemak bebas tinggi, warna coklat tua dan bau tengik. Untuk perbaikan mutu minyak kopra menjadi minyak goreng layak konsumsi, telah dikembangkan sistem penjernihan dan deodorisasi, yang berfungsi menghilangkan bau menyengat, merubah warna minyak menjadi kuning muda/tidak berwarna dan menurunkan kadar asam lemak bebas. Peralatan yang digunakan dalam proses refinasi, terdiri dari: batch neutralization, physical ripening, batch deodorization, batch hydogenation, dan batch scap splitting (UNIDO,1980b). 3. Metode Penggorengan Pengolahan minyak cara kering yang dimodifikasi, caranya adalah penggorengan daging kelapa parut segar. Cara pengolahan ini telah lama dikembangkan di Indonesia dalam skala industri. Keuntungan dari metode ini dibanding dengan cara pengolahan minyak yang menggunakan bahan baku kopra dan santan antara lain: (a) proses pengolahan berlangsung cepat yakni 2 - 3 jam, (b) minyak tidak perlu direfinasi, dan (c) tidak menggunakan air proses. Kelemahannya membutuhkan minyak proses cukup banyak yang harus diganti setiap bulan. 4. Metode LBS, TOM dan DME Dewasa ini, telah dikembangkan unit pengolahan minyak kelapa cara kering skala menengah dengan metode terdiri dari: Los Banos System (LBS) dari Philiphina, Tinytech Oil Mill (TOM) dari India dan Direct Micro Expelling (DME) System dari Australia. Metode Los Banos System menggunakan cara pengolahan minyak dengan menggunakan bahan baku kelapa segar diolah menjadi kopra, kopra digiling, dipres, dan minyak kasar yang dihasilkan direfinasi dengan cara penambahan NaOH 2%. Pada metode ini, dari 2,500 butir kelapa akan dihasilkan 285 kg minyak goreng. Metode Tinytech oil mill menggunakan bahan baku kopra, kopra digiling dan dipanaskan sampai kadar air kopra mencapai 3%, dipres sebanyak dua kali, disaring diperoleh minyak kelapa. Produk yang diperoleh adalah minyak kelapa kasar dan bungkil, kapasitas 3 ton kopra per hari.
24
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA
Metode DME, menggunakan cara pengolahan daging kelapa segar, diparut dan dikeringkan dengan sistem oven dan dipres. Produk yang dihasilkan terdiri dari minyak berkadar asam lemak bebas kurang dari 0.02% dan hasil ikutan bungkil. Kapasitas produksi 60 - 150 kg. minyak murni untuk 24 jam operasi (Anonim, 2002). EKONOMI PENGOLAHAN 1. Pengolahan parsial Pengolahan minyak kelapa cara basah dengan menggunakan pengepres semi mekanis (Ram pres yang dimodifikasi) lebih menguntungkan dibanding pengepres manual. Pendapatan bersih sebulan penggunan pengepres semi mekanis (kapasitas olah 28 - 29 butir kelapa/jam) Rp. 611,325 dan manual (kapasitas olah 16 - 17 butir/jam) Rp. 25,550,-. Pengolahan minyak dengan pengepres semi mekanis pendapatan keluarga sebesar Rp. 1,261,325 dan cara manual Rp. 675,550/bulan. Pengolahan minyak kelapa dengan menggunakan pengepres semi mekanis akan memberikan pendapatan yang cukup memadai (Lay dan Pandean, 2001). Pengolahan minyak kelapa murni secara manual menunjukkan bahwa minyak yang diolah secara tradisional di Manado harga lokal Rp. 4,500/botol (650 ml), minyak murni dijual dengan harga Rp. 10,000/l. Jadi minyak kelapa murni harganya lebih tinggi sekitar 44% dari minyak kelapa tradisional, yang prosesnya pengolahan mudah dilakukan petani (Rindengan, 2001). Pengolahan minyak kelapa segar dengan sistem penggorengan pada pabrik pengolahan minyak kelapa di Pontianak, kapasitas olah 2 ton daging kelapa per hari (8 jam kerja/hari) membutuhkan investasi Rp. 100,377,000, biaya operasi dan keuntungan masing-masing Rp. 220,274,000 dan Rp. 33,614,000/tahun. Analisis finansial menunjukkan bahwa pengolahan minyak dengan cara penggorengan adalah menguntungkan, ditandai dengan NPV (10%) Rp. 109,350,000, IRR 32% dan lama pengembalian modal 3 tahun 1 bulan (Anonim, 1996). Pengolahan minyak kelapa sistem penggorengan pada Pabrik Minyak Kelapa (PMK) di Sukur Minahasa Sulawesi Utara, dengan investasi Rp. 450,000,000, kapasitas terpasang 1200 ton minyak kelapa dan 635 ton bungki/tahun. Pada kapasitas riil 60% membutuhkan biaya operasi Rp. 806,680,000, dengan pendapatan kotor Rp. 890,640,000 dan pendapatan bersih Rp. 83,960,000/tahun. Nilai produktivitas dan efisiensi relatif rendah 1.10 dan 1.31 (Lay, 1993). Industri pengolahan minyak kopra PT. KVO Amurang Minahasa Sulawesi Utara, dengan investasi Rp. 6,130,000,000, kapasitas terpasang 20.640 ton minyak kopra dan 10,450 ton bungkil/tahun. Pada kapasitas riil 72.73 %, biaya tetap dan biaya operasi Rp. 14,799,180,000, pendapatan kotor Rp. 15,890,360,000 dan pendapatan bersih Rp. 1,010,180,000/tahun. Nilai produktivitas dan efisiensi relatif sama dengan PMK Sukur: 1.07 dan 1.18 (Lay, 1993). 2. Pengolahan terpadu Evaluasi ekonomi penggunaan unit pengolahan kelapa terpadu skala pedesaan tipe Balitka, kapasitas olah 2000 - 2500 butir/hari. Pembangunan unit pengolahan membutuhkan investasi (alat, tanah dan bangunan) Rp. 425,000,000. Biaya
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
25
A. Lay, Patrik M. Pasang, dan D.J. Torar
pengolahan (biaya tetap dan biaya variabel) Rp. 35,500,000/bulan, pendapatan bersih Rp. 145,000,000/tahun. Produksi harian terdiri dari: 266 kg minyak kelapa, 150 kg bungkil, 135 kg arang, 144 kg sari kelapa, 288 kg serat sabut kering dan 434 kg debu sabut kering/hari. Analisis finansial yang didasarkan pada operasi pengolahan selama 10 tahun dengan tingkat bunga bank 16% adalah layak dan menguntungkan, yang ditandai dengan nilai BCR (16%) 1.26; NPV (16%) Rp. 992,136,000; IRR 41.3% dan waktu pengembalian investasi 3 tahun 2 bulan (Lay, 2000). Pengembangan usaha pengolahan kelapa terpadu skala industri besar di India, yang telah beroperasi selama enam tahun dengan kapasitas olah 100,000 butir kelapa per hari. Produk yang dihasilkan antara lain minyak goreng, arang aktif, serat sabut, tepung kelapa, madu kelapa, protein kelapa. Pendapatan total yang diperoleh lebih dari 14 juta Rupe, atau sekitar 55% dari besarnya investasi yakni 25 juta Rupe. Keuntungan yang diperoleh sekitar sepuluh kali lebih besar dibanding dengan pengolahan secara tradisional (Nambiar, 1984). PENGEMBANGAN UNIT PENGOLAHAN MINYAK KELAPA 1. Pendekatan pengembangan Beberapa pendekatan yang patut dipertimbangkan dalam pengembangan produk minyak kelapa masa depan antara lain: penggunaan teknologi tepat guna, partisipatif, pemasaran dan kelembagaan. Menurut Saragih (2002) teknologi tepat guna adalah inovasi teknologi yang memenuhi kriteria: (a) secara teknis teknologi dapat diterapkan oleh pengguna, (b) memberi nilai tambah dan insentif yang memadai, (c) dapat diterima oleh pengguna, dan (d) teknologi ramah lingkungan. Menciptakan teknologi tepat guna atau teknologi inovatif tidaklah mudah, namun kedepan harus mampu dilakukan, sehingga keberlanjutan penerapan teknologi lebih terjamin. Pendekatan partisipatif adalah memberdayakan masyarakat agar mampu mendukung pembangunan sumber daya manusia secara berkelanjutan. Pemberdayaan yang diinginkan adalah sebagai perubahan perilaku, agar masyarakat menjadi kuat dan mandiri, mengerti akan hak-hak dan kewajibannya. Mengembangkan pendekatan partisipatif berarti melaksanakan pendidikan masyarakat, dengan pemerintah berperan sebagai fasilitator untuk saling belajar, membagi pengetahuan dan pengalaman (Saragih, 2002). Efektifnya pembinaan dan pengendalian kegiatan pengembangan dibutuhkan wadah permanen, yakni kelompok tani dengan unit pengolahannya. Peran petani menyediakan bahan baku, mengolah dan memasarkan produk yang dihasilkan, dengan bimbingan teknis dan manajemen usaha dari instansi teknis/usaha swasta, sehingga petani secara bertahap termotivasi mengembangkan usaha dengan pola pikir bisnis-komersial. 2. Faktor-faktor penentu pengembangan Menurut Ulrich dan Eppinger (2001) bahwa pengembangan dikatakan sukses jika produk yang diproduksi dapat dijual dengan menghasilkan laba. Lima dimensi spesifik yang berhubungan dengan laba dan digunakan untuk nilai kinerja usaha
26
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA
pengembangan produk, yaitu kualitas produk, biaya produk, waktu pengembangan, biaya pengembangan dan kapabilitas pengembangan. Kualitas produk menentukan pangsa pasar dan harga yang ingin dibayar oleh pelanggan. Biaya produk menentukan berapa besar laba yang dihasilkan pada volume penjualan dan harga penjualan tertentu. Waktu pengembangan menentukan kemampuan dalam berkompetisi, perubahan teknologi, dan kecepatan pengembalian ekonomis. Biaya pengembangan merupakan komponen yang penting dari investasi yang dibutuhkan untuk mencapai profit. Kapasitas pengembangan merupakan aset yang dapat digunakan untuk mengembangkan produk dengan lebih efektif dan ekonomis di masa yang akan datang. Pengembangan produk merupakan aktivitas lintas disiplin hampir semua fungsi dalam satu unit usaha. Fungsi menentukan bagi pengembangan produk, yakni pemasaran, perancangan dan manufaktur. Fungsi pemasaran menjembatani interaksi perusahaan dengan pelanggan dan identifikasi peluang produk, segmen pasar dan kebutuhan pelanggan. Fungsi pemasaran secara khusus merancang komunikasi antara produsen dengan konsumen, menetapkan target harga, merancang peluncuran dan promosi produksi. Fungsi perancang berperan penting dalam menentukan bentuk fisik, estetika dan mutu produk. Fungsi manufaktur bertanggung jawab dalam merancang dan mengoperasikan sistem proses produksi dan pengendalian persediaan yang meliputi bahan baku, bahan penunjang, hasil olah dan produksi siap dipasarkan. Menurut Adam dan Ebert (1989) bahwa efisiensi, efektivitas, kualitas dan fleksibilitas merupakan kriteria dasar bagi keberhasilan pengembangan usaha pengolahan. Peningkatan efisiensi memerlukan biaya rendah dan produktivitas tenaga kerja. Efektivitas meliputi kemampuan pelayanan pemasaran dan teknis penanganan produksi. Kualitas berkaitan dengan penyediaan produk sesuai persyaratan konsumen. Fleksibilitas mencakup kemampuan adaptasi terhadap perubahan dan kesanggupan penyediaan produk. Dalam pengembangan produk perlu diperhatikan: (a) produk harus aman, mudah digunakan, (b) penampilan yang meliputi kombinasi bentuk, proporsi dan warna produk yang menyenangkan, (c) bersifat komunikatif; desain, mutu produk dan sifat spesifik produk tervisualisasi dengan baik. Pengembagan produk pada berbagai skala usaha senantiasa memperhatikan standar mutu yang berlaku (Ulrich dan Epinger, 2001). Faktor ketersediaan alat pengolahan secara lokal sangat menentukan dalam pengembangan produk. Dukungan alat dan mesin semakin diperlukan dalam rangka peningkatan produktivitas, peningkatan mutu hasil, mengurangi resiko kehilangan hasil, mengatasi kesulitan tenaga kerja, menekan biaya produksi dan biaya lainnya (Muljodihardjo, 1997). PENUTUP Teknologi pengolahan minyak kelapa sangat beragam, mulai teknologi sederhana, inovatif dan maju. Secara teknis proses dikenal dua metode pengolahan minyak kelapa, yakni pengolahan cara basah dan cara kering. Beberapa metode pengolahan minyak cara basah yang telah dikenal antara lain Kitchen method, Aqueous process, Pengolahan dengan cara bertahap, Metode Ram press dan modifikasinya serta metode fermentasi menggunakan inokulum. Sedangkan cara kering antara lain
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
27
A. Lay, Patrik M. Pasang, dan D.J. Torar
Metode Hiller, Metode Industri dengan bahan baku kopra, Metode penggorengan, Metode IMC, LBS, TOM dan DME. Kedua kelompok teknologi pengolahan minyak ini masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan, dan telah dikembangkan berbagai modifikasi dengan tujuan untuk menghasil minyak bermutu dan efisiensi pengolahan yang tinggi. Pada pengembangan unit pengolahan minyak patut dipertimbangkan sistem pengolahan minyak kelapa yang terpadu dengan produk lain baik dari komponen daging buah maupun komponen lain dari buah kelapa. Secara ekonomi pengolahan minyak kelapa secara parsial kurang efisien dibanding dengan pengolahan minyak kelapa yang terpadu dengan produk lainnya. Dalam upaya meningkatkan kinerja petani kelapa dalam pengolahan minyak kelapa dan pengolahan produk lainnya, langkah yang patut dilakukan adalah pemberdayaan petani dalam usaha pengolahan yang berorientasi teknologi inovatif dan maju, dengan sistem pengolahan terpadu, yang diarahkan pada pengembangan produk bernilai ekonomi, mempunyai pasaran luas dan harga memadai, yang dilakukan secara terprogram dan massal oleh pemerintah/instansi teknis bersama usaha swasta. DAFTAR PUSTAKA Adam, B.E. dan R.J. Ebert. 1989. Production and operation management. Prentice-Hall International, Inc, Englewood Cliff, New Jersey, p. 16-45. Anonim. 1998. Virgin oil de coco-crème. Quality First International Inc, Canada. Anonim. 2002. Oil mil performance and suitable evaluation. Friends, Philipines, Inc. Banzon, J. A. dan J. R. Velasco. 1982. Coconut production and utilization. PCRD, Metro Manila. Farida, 2002. Pengolahan minyak secara fermentasi. Makalah yang disampaikan pada Temu Usaha dan Temu Teknologi Perkelapaan di Propinsi Banten, 31 Oktober 2002. Gonzales, O.N. 1986. Coconut food. Coconut Today. Manila Ohilippines; 1(1):35-52. Grimwood, B.E. 1975. Coconut palm products; their processing in developing countries. FAO. Rome, p. 261. Hagenmaier, R. 1977. Coconut agueous processing. University of San Carlos, Cebu Philippina, p. 313. Ibrahim, M.A. 1989. Pola penerapan teknologi dalam peningkatan produksi dan pemerataan pembangunan. BPP-Teknologi, Jakarta. Irawadi, D. 2000. Kontribusi teknologi proses dalam pembangunan agroindustri perkebunan menuju otonomi daerah. Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. Jakarta , 20 November 2000. Lay, A. dan B. Rindengan. 1989. Pengolahan minyak kelapa secara bertahap. Laporan Balitka Manado, Tahun 1988/1989, hal. 89-90. Lay, A. 1993. Strategi pengembangan industri kelapa terintegrasi. Tesis Pascasarjana Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB. Bogor. Lay.A. 2000. Alat pengolahan kelapa terpadu skala pedesaan. Laporan Tahunan Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado, Tahun 2000.
28
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA
Lay, A. dan J.E. Pandean. 2001. Rekayasa teknologi alat pengepres santan semi mekanis skala petani. Buletin Palma; (27): 32-39. Muljodihardjo, S. 1997. Aspek kelembagaan dan organisasi pengembangan enjiniring pertanian. Diskusi Pengembangan Pertanian Modern. Jakarta, 4 Desember 1997. Mulyadi, D., Nurhidayat., L. Purwaningsih., H. Sony dan I. Sulmeiyan. 1989. Penelitian industri pengolahan kelapa terpadu. Litbang Industri Departemen Perindustrian. Jakarta Nambiar, T.V.P. 1984. Maximizing the utility by an integrated process for large production of protein, flour, coconut honey, oil fresh coconut kernel and shell by products such as fibre, carbon, and chemical from husk, and shell carbon, shell chemical, cooking gas from shell. Coconut R & D. Wiley Eastern, Ltd., New Delhi, p. 175-182. Ranasinghe, A.T. 1997. Intermediate moisture content (IMC). Technology Sri Lanka. APCC-NRI-CFC International Workshop on improving the small scale extraction of coconut oil. Bali, p. 192-202. Rindengan, B. 2001. Pengolahan minyak kelapa murni. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado. Saragih, B. 2002. Peranan teknologi tepat guna dalam pengembangan sistem agribisnis kerakyatan dan berkelanjutan. Analisis kebijaksanaan: Pendekatan pembangunan dan kebijaksanaan pengembangan agribisnis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Soebiarpraja, R. 1991. Kebijaksanaan dan peranan pemerintah dalam pengembangan industri pertanian. Ditjenbun Departemen Pertanian. Jakarta. Temu, N. dan J. Mpagalile. 1997. Aqueous processing techniques in Tanzania. Presentation to the International Workshop on Improving the Small-Scale Extraction of Coconut Oil. APCC. Jakarta. Ulrich, K.T. dan S.D. Eppinger. 2001. Product design and development (Perancangan dan pengembangan produk). Diterjemahkan N. Azmi dan I.A. Marie. Penerbit Salemba Teknika, Jakarta. UNIDO. 1980a. Coconut oil extraction. Coconut processing technology information documents, Part 2 of 7. APCC. UNIDO. 1980b. Coconut oil refining and modification. Coconut processing technology information documents, Part 2 of 7.APCC. Van Bergeyk, K. dan A.J. Liedekerken. 1981. Process technologie (Teknologi Proses). Jilid I. Diterjemahkan B.S.Anwir. Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
29
TEKNOLOGI PENGOLAHAN METIL ESTER DARI MINYAK KELAPA Rindengan Barlina*, Steivie Karouw* dan Joel Pasae** *BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN ** UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA, MAKASSAR PENDAHULUAN Produksi minyak kelapa Indonesia selain untuk konsumsi dalam negeri juga diekspor dalam bentuk minyak kelapa kasar (Crude Coconut Oil, CCO). Namun apabila minyak kelapa hanya dimanfaatkan untuk konsumsi pangan dan diekspor dalam bentuk minyak kelapa kasar, maka harga minyak kelapa akan sangat berfluktuatif karena harus bersaing dengan minyak sawit dan minyak nabati lainnya. Oleh karena itu, perlu dikembangkan pengolahan minyak kelapa menjadi produk oleokimia. Dalam dunia perdagangan dikenal dua jenis oleokimia, yaitu : 1) oleokimia alami (natural) yang diperoleh dari bahan baku berupa minyak nabati atau lemak hewani dan bersifat biodegradable, 2) oleokimia buatan diperoleh dari minyak bumi (petrokimia), seperti propilen dan etilen yang bersifat non biodegradable (Knault, 1984 dalam Anonim, 1997). Richtler dan Knault (1984), mendefinisikan oleokimia sebagai produk yang diperoleh dari hasil pemecahan minyak atau lemak, beserta turunannya. Asam lemak, gliserol dan metil ester diperoleh melalui reaksi hidrogenasi dari amina asam lemak. Produk-produk ini yang disebut oleokimia dasar (basic oleochemicals) yang dapat diturunkan menjadi oleokimia turunan melalui reaksi kimia lanjutan (derivative oleochemicals). Peranan produk-produk oleokimia semakin luas, terutama dalam kehidupan sehari-hari, yakni sebagai bahan baku sabun, detergen, kosmetik, plastik, pasta gigi, bahan makanan dan obat-obatan. Hal ini merupakan salah satu alasan, mengapa industri oleokimia menjadi sektor yang diminati oleh para investor dan makin banyak diperbincangkan dalam dunia bisnis baik ditingkat nasional maupun internasional. Akan tetapi industri oleokimia saat ini terutama berada di Eropa dan Amerika, sedangkan bahan baku berada di negara-negara berkembang penghasil minyak kelapa dan sawit. Oleh karena itu, tidak ada alternatif lain untuk membangun industri kelapa yang kuat, selain harus mengembangkan teknologi oleokimia sendiri. Teknologi ini akan berpeluang pada pengembangan industri berbasis kelapa yang lebih hilir untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri yang memanfaatkan senyawa turunan dari minyak kelapa. Oleh karena itu, penelitian ke arah pengembangan teknologi yang mampu memisahkan produk berupa metil ester perlu untuk dilakukan. Metil ester lebih mudah dikonversi menjadi produk lain karena titik didihnya lebih rendah, dibandingkan dengan asam lemaknya. Metil ester merupakan produk oleokimia yang menduduki urutan ke empat dalam perdagangan dunia. Pada tahun 1995, produksi metil ester dunia mencapai 544 ribu ton, dari Eropa Barat sebesar 255 ribu ton, Pasifik 160 ribu ton, Amerika Serikat 99 ribu ton dan wilayah lain 60 ribu ton (Anonim, 1997). Di Indonesia hanya ada satu pabrik yang memproduksi metil ester, yaitu PT Batam Mas Megah dengan kapasitas 5.300 ton/tahun. Di wilayah Pasifik, Indonesia merupakan negara penghasil
30
TEKNOLOGI PENGOLAHAN METIL ESTER DARI MINYAK KELAPA
TEKNOLOGI PENGOLAHAN METIL ESTER DARI MINYAK KELAPA
kelapa terbesar setelah Filipina, akan tetapi jika dilihat dari data kapasitas produksi metil ester tersebut, maka pasokan metil ester di pasaran dunia hanya 0.97% (jika diekpor). Indonesia dengan luas areal tanaman kelapa yang mencapai lebih dari 3.7 juta ha dan perkiraan produksi minyak kelapa kasar (Crude Coconut Oil, CCO) pada tahun 2003 sekitar 866,836 metrik ton (Allorerung, 2003), merupakan sumber bahan baku potensial untuk produk oleokimia. Dukungan teknologi untuk menghasilkan proses pengolahan yang lebih efisien sangat diperlukan dan keadaan ini hanya dapat diperoleh melalui penelitian-penelitian yang dilakukan secara berkesinambungan. KARAKTERISTIK MINYAK KELAPA Minyak kelapa dan minyak inti sawit berdasarkan komposisi asam lemaknya, mengandung asam laurat yang cukup tinggi, oleh karena itu minyak kelapa dan minyak inti sawit disebut juga sebagai minyak laurat (Rindengan, 2000). Minyak kelapa adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Minyak kelapa terdiri atas sekitar 90% asam lemak jenuh dan sekitar 10% asam lemak tak jenuh, lebih dari 50% merupakan senyawa rantai karbon pendek (6 - 12 atom C). Asam laurat (C - 12) merupakan komponen utama yang dapat mencapai 44 – 52%, diikuti berturut-turut oleh asam miristat (C - 14) 13 – 19%, palmitat (C - 16) 7.5 – 10.5%, asam kaprilat (C - 8) 5.5 - 9.5%, asam stearat (C - 18) 1.0-3.0%. Asam lemak tak jenuh hanya terdiri atas asam oleat (C - 18) sebesar 5.0 - 8.0%, asam linoleat (C-18) 1.5 - 2.5% dan asam palmitoleat (C - 16) 0 - 1.3% (Thieme, 1968 dalam Ketaren, 1986). Asam laurat minyak kelapa selain banyak digunakan dalam industri detergen, sabun, shampo, kosmetik juga digunakan dalam pembuatan alkyl resin, insektisida, bahan pelembab, industri makanan dan lain-lain. Dalam pembuatan detergen produk oleokimia dari kelapa dengan rantai C8 - C14 (khususnya laurat) memiliki keunggulan komparatif tersendiri karena tidak dapat disaingi oleh oleokimia yang dihasilkan dari minyak nabati lain. Garam kalium (K), natrium (Na), triethanoalamine (TEA) dan diethanolamin (DEA) dari asam laurat memiliki kemampuan membentuk busa yang baik (Fujino, 1984). Selain itu, minyak kelapa juga mengandung asam stearat yang banyak digunakan dalam industri tekstil, farmasi, plastik, semen dan lain-lain. METIL ESTER MINYAK KELAPA Selain asam laurat produk oleokimia lain yang dapat dihasilkan dari minyak kelapa yaitu metil ester. Minyak kelapa yang telah dikonversi ke dalam bentuk metil ester mudah untuk difraksinasi, lebih stabil dan tahan terhadap perubahan warna oleh oksidasi. Hal ini disebabkan karena titik didih metil ester lebih rendah dibandingkan dengan asam lemaknya. Selain itu, beberapa sifat fisiknya berubah sehingga mudah dikonversi menjadi produk lain. Konversi minyak kelapa menjadi metil ester dapat dilakukan melalui proses metanolisis. Selain metil ester juga diperoleh hasil ikutan berupa gliserol. Metil ester dapat diolah dari minyak nabati lain, seperti minyak kedelai, minyak bunga matahari dan minyak sawit (Ong et al, 1984). Namun metil ester dari minyak MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
31
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Joel Pasae
kelapa memiliki perbedaan dengan metil ester dari minyak nabati lainnya, karena minyak kelapa mengandung asam lemak rantai medium (C8 - C14) yang tinggi, sehingga akan memberikan performan yang baik, jika digunakan sebagai bahan bakar diesel. Metil ester dari minyak kelapa dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (biodiesel) ataupun dicampur dengan minyak solar sesuai perbandingan tertentu (Solly, 1984). 1. Pengolahan metil ester dari minyak kelapa Cara pelaksanaannya sebagai berikut: Minyak kelapa sebanyak volume tertentu, dipanaskan pada suhu 45 - 550C selama 1 jam, sambil dilakukan pengadukan, ditambahkan metanol dan katalis basa dalam perbandingan tertentu. Setelah reaksi, campuran didiamkan selama satu malam, apabila telah terbentuk endapan fase cair dipisahkan dari fase padat. Selanjutnya fase cair dipanaskan pada suhu 50 - 600C sambil diaduk selama 1 jam, lalu disaring. Fase cair yang diperoleh ditambah asam asetat, lalu dilakukan pencucian dan diendapkan selama 1 malam, kemudian dipisahkan dari air pencuci. Selanjutnya produk yang diperoleh (metil ester) dikeringkan pada suhu 600C (Rindengan, et al, 2003). 2. Karakteristik metil ester minyak kelapa Karakteristik metil ester dari minyak kelapa dengan menggunakan metanol dalam 2 perbandingan dan katalis NaOH 0.30%, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik metil ester dari minyak kelapa No.
Parameter
Metanol 12.50%
Metanol 22.50%
1.
Rendemen /Yield (%)
90.00
97.50
2.
Bilangan penyabunan
362.30
359.50
3.
Bilangan jodium
7.25
8.17
4.
Angka cetane
59.704
59.615
5.
Berat jenis
0.885
0.904
6.
Viskositas (kg/ms)
0.006
0.013
7.
Komposisi asam lemak: - C12 (laurat)
65.05
51.79
- C16 (palmitat)
13.79
16.90
- C18 (stearat)
2.93
5.21
- C18:1 (oleat)
7.98
11.25
10.25
14.85
Bening
Bening
- C18:2 (linoleat) 8.
Warna
Sumber : Rindengan et al, (2003).
Berdasarkan Tabel 1 di atas, menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan penambahan metanol menghasilkan rendemen yang berbeda demikian juga dengan karakteristik lainnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan, bahwa dengan penambahan
32
TEKNOLOGI PENGOLAHAN METIL ESTER DARI MINYAK KELAPA
TEKNOLOGI PENGOLAHAN METIL ESTER DARI MINYAK KELAPA
metanol hanya 12.50% diperoleh rendemen hasil 90.00% dan komposisi metil laurat 65.05% sedangkan pada penambahan metanol 22.50%, diperoleh rendemen hasil 97.50% dan komposisi metil laurat 51.79%. Menurut hasil studi dari PT. International Contact Bussines System, Inc., (ICBS) rendemen metil ester asam lemak adalah 81.15% yang diperoleh dari berbagai sumber (Anonim, 1997). Selanjutnya, hasil penelitian di Filipina, yaitu metil ester telah diproses lanjut menjadi cocodiesel antara lain memiliki sifat sebagai berikut: bening, angka cetane 39 – 44 (bahan bakar komersial 52 - 57), bilangan yodium 4.90–6.59 dan bilangan penyabunan 236.16 – 244.63 (Arida, 1989). Dari hasil yang diperoleh (Tabel 1) menunjukkan, bahwa hanya dengan penambahan metanol 12.50% dan katalis NaOH 0.30% telah menghasilkan rendemen 90.0% dan angka cetane 59.704 (mendekati angka cetane bahan bakar komersial) dan bening. EKSPOR PRODUK OLEOKIMIA INDONESIA Menurut hasil studi dari PT. International Contact Business System, Inc., (ICBS) volume ekspor produk oleokimia Indonesia, menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1996, volume dan nilai ekspor dari 4 jenis produk oleokimia dari kelapa sawit, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Volume dan nilai ekspor produk oleokimia Indonesia Tahun 1996 No.
Jenis produk oleokimia
1.
Asam stearat
2.
Lemak alkohol
3.
Asam lemak
4.
Gliserin (alami) Total
Volume (kg)
Nilai (US$)
296 809 105
138 448 725
55 889 538
48 319 787
134 427 642
69 792 275
79 404 488
47 274 844
566 530 773
303 835 634
Sumber : Anonim, 1997
Berdasarkan Tabel 2, metil ester belum termasuk pada produk ekspor oleokimia. Hal ini kemungkinan disebabkan pabrik yang mengolah metil ester di Indonesia hanya satu dengan kapasitas 5300 ton/tahun, sehingga produknya hanya untuk konsumsi dalam negeri dibandingkan dengan Filipina. Kapasitas produksi metil ester dari minyak kelapa, telah mencapai 57.3 juta ton, masing-masing Philipinas Kao, Inc. 35,000 MT/thn, Colgate-Palmolive Phils 6700 MT/thn, Proton Chemical 9600 MT/thn dan industri lainnya 6000 MT/thn (Arancon, 1997). PENUTUP Indonesia dengan luas areal tanaman kelapa yang mencapai lebih dari 3.7 juta ha, dan perkiraan produksi minyak kelapa kasar (Crude Coconut Oil, CCO) pada tahun 2003 sekitar 866,836 metrik ton, merupakan sumber bahan baku potensial untuk produk oleokimia. Produk oleokimia yang diproduksi dan diekspor dari Indonesia
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
33
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Joel Pasae
masih terbatas pada 4 jenis, yaitu asam stearat, lemak alkohol, asam lemak dan gliserin sedangkan metil ester belum diekspor. Oleh karena itu, dukungan teknologi untuk menghasilkan proses pengolahan yang lebih efisien, khususnya metil ester masih diperlukan. Keadaan ini hanya dapat diperoleh melalui penelitian-penelitian yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga membuka peluang pengembangan industri oleokimia khususnya metil ester yang selanjutnya akan membuka peluang pengembangan industri minyak kelapa. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1997. Studi Tentang Analisis Pasar dan Prospek Investasi Industri Oleokimia (Oleochemical) Indonesia. Disusun oleh : PT. International Contact Business System, Inc. Indonesia. 411p. Arida, V. 1989. Fuels from coconut. Proceeding of the working group meeting on coconut processing. Quezon City, Phillipines. Arancon, R.N. 1997. High value cocochemicals. Cocoinfo International, Volume 4(1):10-12. APCC, Jakarta-Indonesia. Allolerung, D. 2003. Indonesian country statement. The 39 Th APCC Session. 21-24 Januari 2003, Manado, Indonesia. 9p. Fujino, T. 1984. Coconut oil fatty acids in soap and detergents formulaton. Coconut Today, p:49-57. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak pangan. UI Press, Jakarta, p.315. Ong, A.S.H., C.H. May, Hj.A. Hitam dan G.S. Hock. 1984. Palm Oil Methyl Ester as Diesel Substitute. Coconut Today. November 1984. 2(2): 19-33 Rindengan, B. 2000. Minyak Laurat Kelapa : Potensi, Penelitian dan Pengembangannya. Buletin Palma. 26: 21-28. Balitka Manado. Rindengan, B., S. Karouw., J. Pasae., D. Allorerung., P. Pasang dan A. Lay. 2003. Pengembangan proses dan teknik pengolahan oleokimia. Laporan Penelitian TA.2003. Balitka Manado. 10p. Richtler, H.J. and Knaut. 1984. Challenges to a mature industry : Marketing and economics of oleochemicals in Western Europe. February, 1984. JAOCS, 61(2). Solly, R.K. 1984. Utilization of Coconut Oil as A Fuel for petroleum Diesel and Kerosene Substitution. Coconut Today 27 April 1984. p. 97-109.
34
TEKNOLOGI PENGOLAHAN METIL ESTER DARI MINYAK KELAPA
PENGOLAHAN DAN PENYIMPANAN DESICCATED COCONUT (KELAPA PARUT KERING) Steivie Karouw, Rindengan Barlina dan Patrik M. Pasang BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN PENDAHULUAN Desiccated coconut (kelapa parut kering) merupakan salah satu produk yang menggunakan daging buah kelapa sebagai bahan baku. Dibandingkan dengan produk-produk lain dari kelapa seperti kopra dan minyak kelapa, maka desiccated coconut memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sampai bulan Mei 2003 harga desiccated coconut mencapai US $ 716/ton, sedangkan minyak kelapa dan kopra masing-masing hanya sebesar US $ 434/ton dan US $ 270/ton (Anonim, 2003). Desiccated coconut memiliki pasaran yang luas baik untuk pasar domestik dan ekspor. Pasar ekspor utama adalah negara-negara Eropa, Amerika Serikat, Timur Tengah, Amerika Latin Bagian Utara dan negara-negara Afrika. Di pasar internasional, di antara produk yang berkaitan dengan kelapa, desiccated coconut mengalami pertumbuhan konsumsi yang paling pesat yaitu 3.36% per tahun. Volume ekspor produk desiccated coconut Indonesia mengalami peningkatan dari 2.774 ton pada tahun 1990 menjadi 24.150 ton pada tahun 1996 (Supriyono et al, 1997). Bahkan pada tahun 2000 volume ekspor desiccated coconut meningkat menjadi 31.373 ton dengan nilai ekspor sebesar US $ 21,952 juta (Budianto dan Allorerung, 2002). Ini memberikan indikasi bahwa industri desiccated coconut di Indonesia memiliki prospek yang cerah. Oleh karena itu cara-cara pengolahan perlu mendapat perhatian demi menjamin keamanan produk sehingga mampu bersaing baik di pasar domestik maupun internasional. Upaya peningkatan daya saing dapat dicapai melalui peningkatan stabilitas produk serta kemasan yang menarik sehingga akan menjamin daya simpan. Apabila proses pengolahannya terkontrol produk akan terhindar dari kontaminasi sehingga akan dihasilkan produk bermutu, selain itu faktor pengemasan dan kondisi penyimpanan perlu diperhatikan secara serius demi menjamin mutu produk untuk jangka waktu tertentu sehingga aman dikonsumsi oleh konsumen. DESKRIPSI PRODUK DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN Deskripsi Desiccated coconut berwarna putih, memiliki rasa dan bau khas kelapa. Penamaan produk desiccated coconut berhubungan erat dengan ukuran partikel yaitu extra fine, fine (macaroon), medium, coarse, shreds and treads dan sliced (Banzon dan Velasco, 1982). Namun yang paling umum diperdagangkan adalah medium, macaroon dan extra fine. Untuk lebih jelasnya spesifikasi desiccated coconut disajikan pada Tabel 1.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
35
Steivie Karouw, Rindengan Barlina, dan Patrik M. Pasang
Tabel 1. Spesifikasi desiccated coconut Woodroof, 1979 Kadar Lemak Kadar Asam lemak bebas Bakteri (Salmonella) Warna Kadar air
67 – 71% 0.15% Negatif Putih 4.0%
Banzon & Velasco, 1982 66% 0.3% Negatif Putih 2.5%
Anonim, 1999 65% minimun 0.3% minimum Negatif Putih 3.5% maximum
Desiccated coconut dimanfaatkan secara luas pada industri konveksionari (candy) sebagai bahan penambah aroma dalam pembuatan coklat batangan atau sebagai pengisi produk berbasis kacang-kacangan, industri pengolahan kue (bakery), industri es krim (frozen food) dan konsumsi rumah tangga (ready to cook mix). Teknologi Pengolahan Proses pengolahan produk desiccated coconut prinsipnya mengeringkan daging buah kelapa pada kondisi yang sangat higiEnis (Rindengan et al, 1996). Tahap-tahap pengolahan desiccated coconut meliputi seleksi bahan baku, pengeluaran tempurung dan kulit ari, pencucian dan stabilisasi, penggilingan/pemarutan, pengeringan, pendinginan dan pengemasan (Gambar 1). Secara rinci tahapan pengolahan desiccated coconut diuraikan sebagai berikut : 1. Seleksi bahan baku Seleksi bahan baku sangat penting untuk dilakukan, karena dalam pengolahan desiccated coconut kualitas bahan baku yang digunakan menentukan mutu produk akhir yang akan dihasilkan. Butiran kelapa tanpa sabut yang layak dijadikan bahan baku berdiameter antara 11.5 – 13.5 cm dengan berat rata-rata 850 g/butir (Karouw et al, 2001). Syarat bahan baku kelapa yang digunakan yaitu kelapa Dalam umur buah 10 bulan, segar dan tidak pecah (Banzon dan Velasco, 1982; Woodroof, 1979). Apabila akan menggunakan kelapa Hibrida, sebaiknya buah berumur 11 – 12 bulan, karena kalau umur buah 10 bulan kandungan galaktomanan dan fosfolipida masih cukup tinggi sehingga akan menghasilkan produk dengan warna kecoklatan dan agak menggumpal (Rindengan et al, 1996). 2. Pengeluaran tempurung dan kulit ari Pengeluaran tempurung dan kulit ari dapat dilakukan secara manual ataupun mekanis yang dijalankan oleh operator. Pada industri pengolahan desiccated coconut pengeluaran tempurung biasanya dilakukan oleh tenaga kerja pria menggunakan pisau khusus yang disebut shelling knife ataupun mesin pengupas tempurung (shelling machine), sedangkan pengeluaran kulit ari (paring) dilakukan oleh tenaga kerja wanita menggunakan pisau khusus yang disebut paring knife. Pengeluaran tempurung dilakukan oleh tenaga kerja yang trampil sehingga dapat diperoleh buah kelapa tanpa tempurung yang utuh/tidak pecah. Selanjutnya paring yang dipisahkan dari daging buah kelapa dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi minyak kelapa. Penelitian 36
PENGOLAHAN DAN PENYIIMPANAN DESICCATED COCONUT (KELAPA PARUT KERING)
PENGOLAHAN DAN PENYIIMPANAN DESICCATED COCONUT (KELAPA PARUT KERING)
yang dilakukan di India sekitar tahun 1950-an diperoleh minyak kelapa yang diolah dari paring (testa) memiliki kandungan asam lemak omega 9 dan omega 6 yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak dari daging buah kelapa (tanpa paring/testa). Kedua asam lemak tersebut berperan dalam proses pembentukan otak dan kecerdasan serta kesehatan. Asam lemak omega 9 sangat penting untuk pematangan fungsi sel-sel syaraf otak yang sebagian besar terjadi sejak lahir hingga usia keempat. Sedangkan omega 6 merupakan asam lemak esensial yang sangat diperlukan sejak masa konsepsi sampai dua tahun pertama usia anak. Untuk kesehatan, asam lemak omega 9 bermanfaat untuk menjaga kadar HDL – cholestrol (High Density Lipoprotein) atau kolestrol baik di dalam darah (Rindengan, et al, 2003). 3. Pencucian dan stabilisasi Pencucian dilakukan selama kurang lebih 5 menit dalam tanki yang telah diberi klorin dengan kandungan 3 – 5 ppm khlor. Selanjutnya dilakukan stabilisasi atau sulfurisasi. Stabilisasi dalam pengolahan desiccated coconut bertujuan untuk mencegah proses pencoklatan, memperbaiki warna produk, cita rasa dan mencegah pertumbuhan mikroba. Proses ini berperan untuk pemutihan produk dan mencegah kerja enzim dalam bahan yang diproses (Baramuli dan Lay, 1997) . Stabilisasi daging buah dapat dilakukan dengan menggunakan pengawet di antaranya sulfit dioksida dan senyawa-senyawa sulfit seperti kalsium sulfit, natrium bisulfit, kalium bisulfit, natrium metabisulfit dan kalium metabisulfit (Frazier dan Westhoff, 1988). 4. Penggilingan/pemarutan dan pengeringan Penggilingan daging buah kelapa dilakukan sesuai ukuran partikel yang diinginkan. Selanjutnya daging kelapa yang telah digiling dikeringkan. Agar proses pengeringannya seragam, tebal lapisan berkisar 1.5 – 2.0 inci. Pengeringan dilakukan secara bertahap dengan suhu menurun. Penggunaan suhu untuk pengeringan tahap A berturut-turut 85, 83 dan 820C, tahap B suhu 80 dan 750C dan tahap C suhu 75 dan 720C. Waktu pengeringan yang dibutuhkan pada masing-masing tahap berlangsung selama 10 menit (Baramuli dan Lay, 1997). Pada proses pengeringan panas yang digunakan berasal dari tanur pembakaran yang dihembuskan dengan blower ke ruang pengering melalui pipa penghembus, sehingga tidak ada kontak langsung antara udara panas hasil pembakaran dengan bahan yang dikeringkan sehingga bahan yang dikeringkan bebas asap dan bau yang berasal dari hasil pembakaran. 5. Pendinginan dan pengemasan Pendinginan produk dilakukan agar desiccated coconut yang akan dikemas mengandung uap air yang relatif kecil. Jika produk yang dikemas masih mengandung uap air yang cukup besar, maka uap air akan diserap oleh produk sehingga akan meningkatkan kadar air desiccated coconut. Kadar air yang tinggi akan mempercepat kerusakan sehingga mempersingkat masa simpan produk. Setelah proses pendinginan dilanjutkan dengan pengemasan. Pengemasan produk akhir didisain sedemikian rupa agar produk yang dihasilkan higienis sehingga akan memiliki masa simpan yang cukup lama.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
37
Steivie Karouw, Rindengan Barlina, dan Patrik M. Pasang
Seleksi bahan baku
Pengeluaran tempurung dan kulit ari
Pencucian
Stabilisasi
Penggilingan/pemarutan
Pengeringan
Pendinginan
Pengemasan
Desiccated Coconut Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan desiccated coconut PENYIMPANAN Perubahan Mutu Pengemasan produk biasanya menggunakan kemasan kertas sebanyak empat lapis dan pada lapisan dalam yang berkontak langsung dengan produk menggunakan kemasan plastik (Baramuli dan Lay, 1997). Di negara produsen seperti Sri Lanka, pengemasan menggunakan plastik jenis low density polyethylene (LDPE) dengan ketebalan 85 mikron dan 4 lapis kemasan kertas pada bagian luar (Samarajeewa dan Illeperuma, 1985). Pengemasan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan pasca produksi, karena meskipun produk yang dihasilkan sudah higienis namun pengemasannya kurang tepat maka akan mempengaruhi mutu produk. Selanjutnya kondisi penyimpanan turut pula mempengaruhi mutu produk. Pengemasan dan penyimpanan yang kurang tepat akan menyebabkan perubahan mutu desiccated 38
PENGOLAHAN DAN PENYIIMPANAN DESICCATED COCONUT (KELAPA PARUT KERING)
PENGOLAHAN DAN PENYIIMPANAN DESICCATED COCONUT (KELAPA PARUT KERING)
coconut yaitu mempengaruhi kadar air bahan olahan sehingga terjadi peningkatan kadar air yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kadar asam lemak bebas, warna menjadi berubah dan bau menjadi tengik. Suatu penelitian yang pernah dilakukan untuk mengetahui jenis bahan pengemas yang sesuai untuk mempertahankan mutu desiccated coconut telah dilaporkan oleh Samarajeewa dan Illeperuma (1985). Desiccated coconut jenis macaroon (fine) dengan kadar air awal 2.7% dikemas menggunakan 6 jenis bahan pengemas, yaitu 1) double layer low density polyethylene tebal 60 mikron, high density polyethyle tebal 40 mikron, low density polyethylene tebal 85 mikron, double laminated aluminium/polyethylene tebal 50 mikron, polypropylene tebal 50 mikron dan triple laminated polyester/aluminium/polyethylene tebal 81 mikron. Kemudian disimpan pada kondisi kelembaban yang berbeda yaitu 33%, 70%, 80%, 100% dan 73 – 83% (tekanan atmosfer). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa desiccated coconut yang disimpan menggunakan kemasan double laminated aluminium/polyethylene dan triple laminated polyester/aluminium/polyethylene dapat tahan simpan sampai 3 bulan (90 hari) pada tekanan atmosfer di mana kadar air masing-masing sebesar 3.1% dan 3.4%. Sedangkan dengan kemasan lainnya kadar air telah mencapai 4.0 – 4.3% yang berarti melebihi titik kritis desiccated coconut yaitu sebesar 3.5%. Pada kelembaban (RH) 33% untuk semua jenis kemasan sampai 90 hari penyimpanan mutu desiccated coconut relatif baik dengan kadar air berkisar 1.8 – 2.6%. Pada kelembaban 80% setelah disimpan 90 hari, kadar air desiccated coconut meningkat dari 2.7% menjadi 6.1–9.5% kecuali yang menggunakan kemasan double laminated aluminium/polyethylene dan triple laminated polyester/aluminium/polyethylene menjadi 3.1 – 3.5%. Hasil penelitian yang dilaporkan Karouw et al, (2001), pengolahan desiccated coconut menggunakan kelapa hibrida GKN x WAT dengan kadar air awal 2.25% setelah disimpan selama 2 bulan kadar airnya meningkat menjadi 3.47% yang berarti masih berada di bawah titik kritis kelapa parut kering yaitu 3.5%. Kadar air yang tinggi akan memungkinkan berkembangnya mikroorganisme seperti bakteri coliform, jamur serta kapang sehingga akan menyebabkan menurunnya kualitas dengan terbentuknya bau tengik. Jamur merupakan mikroba potensial penghasil aflatoxin. Aflatoxin adalah racun akut yang bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan kanker hati pada manusia serta kematian mendadak pada berbagai jenis ternak (Lay dan Rindengan 1994). Aflatoxin diproduksi oleh Aspergillus flavus, A. parasiticus dan Penicillium sp. Samarajeewa dan Arseculeratne (1983) melaporkan bahwa produk-produk kelapa seperti kopra giling, bungkil kopra, minyak kelapa dan bungkil testa berpeluang terkontaminasi aflatoxin lebih tinggi dibandingkan dengan desiccated coconut. Pengendalian Mutu Produk Distribusi ke konsumen membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga untuk menjamin mutu produk desiccated coconut, maka pengendalian mutu sebaiknya dimulai dari proses persiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penyimpanan produk. Bahan baku yang digunakan haruslah buah kelapa yang segar, utuh dan tidak pecah serta produk yang dihasilkan diupayakan berkadar air rendah. Demikian pula dengan bahan pengemas, paling baik menggunakan jenis double laminated aluminium/polyethylene (Samarajeewa dan Illeperuma, 1985). Sedangkan
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
39
Steivie Karouw, Rindengan Barlina, dan Patrik M. Pasang
kondisi ruang penyimpanan yaitu menggunakan sistem ventilasi yang baik sehingga dapat dihindari meningkatnya kelembaban udara dalam ruang penyimpanan (Lay dan Rindengan, 1994). Kondisi ideal ruang penyimpanan yaitu pada kelembaban (RH) 33% di mana produk desiccated coconut dapat tahan dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa terjadi perubahan warna, ketengikan dan tumbuhnya mikroorganisme seperti bakteri Coliform, jamur serta kapang (Samarajeewa dan Illeperuma, 1985). PENUTUP Desiccated coconut berwarna putih, rasa khas kelapa dan manis yang telah dimanfaatkan secara luas pada industri konveksionari (candy) sebagai bahan penambah aroma dalam pembuatan coklat batangan atau sebagai pengisi produk berbasis kacang-kacangan, industri pengolahan kue (bakery), industri es krim (frozen food) dan konsumsi rumah tangga (ready to cook mix). Untuk menjamin mutu produk desiccated coconut, maka pengendalian mutu sebaiknya dimulai dari proses persiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penyimpanan produk. Bahan pengemas untuk desiccated coconut paling baik menggunakan jenis double laminated aluminium/polyethylene, pada kondisi ideal ruang penyimpanan dengan kelembaban (RH) 33 %. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1999. Desiccated coconut spesification. C.J. Petrow and Co., Johanesburg, South Africa. 3 p. Anonim. 2003. Prices of coconut products and selected oils. The Cocomunity XXXIII (6):3-4. Banzon, J.A. & J.R. Velasco. 1982. Coconut production and utilization. PCRDF, Manila. 351 p. Budianto, J. dan D. Allorerung. 2002. Kelembagaan perkelapaan di Indonesia. Prosiding KNK V. Tembilahan-Indragiri Hilir, 22-24 Oktober 2002. Baramuli, A.N. dan A. Lay. 1997. Pengembangan industri kelapa parut kering PT. Unicotin di Sulawesi Utara. Prosiding Temu Usaha Perkelapaan Nasional. Buku II. Manado, 6-8 Januari 1997. hal. 48-56 Frazier, W.C., and D.C. Westhoff. 1988. Food microbiology fourth edition. Mc Graw Hill Book Company, New York. 539 p. Karouw, S., B. Rindengan dan P.M. Pasang. 2001. Penggunaan 2 kultivar kelapa hibrida pada pengolahan kelapa parut kering (desiccated coconut). Buletin Balitka No. 27. Balitka, manado hal 27-31. Lay, A. dan B. Rindengan. 1994. Aflatoxin pada produk kelapa. Buletin Balitka No. 21.Balitka Manado. hal 1–7. Rindengan, B., A. Lay, H. Novarianto, dan Z. Mahmud. 1996. Pengaruh jenis dan umur buah terhadap sifat fisikokimia daging buah kelapa hibrida dan pemanfaatannya. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 1(6): 263-277.
40
PENGOLAHAN DAN PENYIIMPANAN DESICCATED COCONUT (KELAPA PARUT KERING)
PENGOLAHAN DAN PENYIIMPANAN DESICCATED COCONUT (KELAPA PARUT KERING)
Rindengan, B., S. Karouw, dan P.M. Pasang. 2003. Kualitas minyak kelapa dari daging buah dengan dan tanpa testa. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 9(2):12-14. Samarajeewa, U. & S.N. Arceluleratne. 1983. A survey of Aflatoxin contamination of coconut products in Sri Lanka; Incidence, origin and recomendations. J. Natn. Sci. Count. Sri Lanka, 11 (2) :225-235 Samarajeewa, U & D.K.C. Illeperuma. 1985. Moisture adsorption through packaging materials used for desiccated coconuts. J. Natn. Sci .Coun. Sri Lanka, 13 (1) :4552. Supriyono, A. W.R. Susila, B. Dradjat dan Amrizal. 1997. Pemberdayaan industri kelapa Sulut berbasis ekonomi rakyat. Prosiding Temu Usaha Perkelapaan Nasional. Buku II. Manado, 6-8 Januari 1997. Woodroof, J.G. 1979. Coconut production processing product. Second edition. AVI Publising Company, Inc. Westport, Connecticut. 307 p.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
41
PENGOLAHAN MAKANAN RINGAN (SNACK FOOD) DARI DAGING BUAH KELAPA Rindengan Barlina, M. Terok dan G. Elvianus BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN PENDAHULUAN Peningkatan pendapatan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan pola menu makanan. Di daerah perkotaan dengan tingkat pendapatan yang relatif tinggi ada kecenderungan masyarakat mengurangi konsumsi makanan pokok namun meningkatkan konsumsi makanan tambahan. Di negara-negara maju, misalnya Amerika dan Eropa hal ini nampak jelas karena makanan ringan telah menjadi salah satu bagian penting dari gaya hidup mereka. Di Indonesia mengkonsumsi makanan ringan telah menjadi gaya hidup tersendiri, terutama pada masyarakat perkotaan. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya jenis makanan ringan yang beredar di pasar tradisional dan pasar swalayan. Bahan baku yang digunakan bermacam-macam, dari golongan umbiumbian, buah-buahan dan hasil samping ternak, berupa bagian kulitnya. Potensi jenis bahan baku makanan ringan dari daging kelapa cukup banyak, antara lain hasil samping pengolahan minyak kelapa cara basah, seperti ampas kelapa dan daging kelapa muda berumur 9 bulan. Karbohidrat sebagai sumber pati (terdiri dari amilosa dan amilopektin) sangat berperan pada sifat fisik makanan ringan, misalnya renyah/garing. Kadar amilosa turut berperan pada sifat fisik tersebut. Dengan demikian, maka keseimbangan kadar air dan karbohidrat sangat penting untuk menghasilkan makanan ringan. Sedangkan kadar protein, disamping sebagai sumber kalori juga berperan sebagai komponen yang menghasilkan warna agak coklat setelah mengalami proses karamelisasi (Rindengan et al, 1996). Salah satu jenis makanan ringan yang dapat diolah dari daging buah kelapa muda umur 9 bulan adalah coconut chip (keripik kelapa). Di Filipina, keripik kelapa (cocochip) selain diolah dari buah kelapa umur 9-10 bulan, juga diolah dari buah kelapa berumur 12 bulan. Produk ini telah diekspor ke berbagai negara, antara lain Jerman, Swedia, Canada dan Denmark dengan harga berkisar US$ 1 115/MT sampai $ 1 562/MT (Masa dan Montecillo, 2002). Malaysia dan India juga telah memproduksi keripik kelapa dan telah dipasarkan. BAHAN BAKU MAKANAN RINGAN a. Ampas kelapa Daging buah kelapa yang diolah menjadi minyak kelapa dari pengolahan cara basah akan diperoleh hasil samping ampas kelapa. Sampai saat ini pemanfaatannya masih terbatas untuk pakan ternak dan sebagian dijadikan tempe bongkrek untuk makanan, di desa-desa Provinsi Jawa Timur (Hutasoit, 1988). Untuk pengolahan minyak kelapa cara basah, dari 100 butir kelapa diperoleh ampas 19.50 kg. Balasubramaniam (1976), melaporkan bahwa analisis ampas kelapa 42
PENGOLAHAN MAKANAN RINGAN (SNACK FOOD) DARI DAGING BUAH KELAPA
PENGOLAHAN MAKANAN RINGAN (SNACK FOOD) DARI DAGING BUAH KELAPA
kering (bebas lemak) mengandung 93% karbohidrat yang terdiri atas: 61% galaktomanan, 26% manosa, dan 13% selulosa. Sedangkan Banzon dan Velasco (1982), melaporkan bahwa tepung ampas kelapa mengandung lemak 12.2%, protein 18.2%, serat kasar 20%, abu 4.9%, dan kadar air 6.2%. Hasil analisis yang dilakukan Rindengan et al, (1997) pada tepung ampas kelapa dari Genjah Kuning Nias dan Dalam Tenga (GKN x DTA) adalah sebagai berikut; kadar air 4.65%, protein 4.11%, lemak 15.89%, serat kasar 30.58%, karbohidrat 79.34% dan abu 0.66%. Berdasarkan hasil analisis, ampas kelapa masih bernilai tinggi bila dimanfaatkan sebagai makanan berkadar lemak rendah yang cocok dikonsumsi oleh golongan konsumen yang kegemukan (obesitas), beresiko tinggi terhadap kolesterol dan jantung koroner. Ampas kelapa mengandung selulosa cukup tinggi dapat berperan dalam proses fisiologi tubuh. Selulosa merupakan serat makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan. Namun peranannya dalam sistem pencernaan sangat penting, sebab dapat memperpendek waktu transit sisa-sisa makanan, sehingga mengurangi resiko kanker usus. Selain itu, serat dapat mengikat lemak, protein, dan karbohidrat lainnya, sehingga terbentuk kompleks lemak-proteinkarbohidrat-serat. Akhirnya senyawa kompleks ini tak dapat dicerna oleh enzimenzim pencernaan, yang selanjutnya terbuang bersama feses (Muchtadi, 1989). Dengan demikian konsumen dapat terhindar dari resiko kegemukan, hiperkolesterol dan jantung koroner. Rindengan et al, (1997) telah melakukan pengolahan makanan ringan rendah kalori dari campuran tepung ampas kelapa , tepung beras dan jagung dalam beberapa formulasi yang diolah dengan pemasak Ekstruder. Selanjutnya diperoleh tiga jenis Formula yang memberikan hasil terbaik. b. Daging buah kelapa muda (umur 9 bulan) Hasil analisis daging kelapa muda (umur 9 bulan), dari persilangan Genjah Kuning Nias dan Dalam Tenga (GKN x DTA) adalah sebagai berikut: kadar air 67.78%, karbohidrat 10.02%, protein 2.07%, lemak 17.91%, dan serat kasar 8.46% dan kadar abu 2.14%. Dengan komposisi yang demikian, maka daging kelapa umur 9 bulan, merupakan tingkat kematangan yang sesuai untuk makanan ringan. Sebagai pembanding, kentang yang biasanya digunakan sebagai makanan ringan mengandung kadar air 77.80% (Anonim, 1981). PROSES PENGOLAHAN MAKANAN RINGAN a. Pengolahan makanan ringan dari ampas kelapa Berikut ini akan diuraikan tahap-tahap pembuatan makanan ringan yang menggunakan ampas kelapa, dapat dilihat pada Gambar 1 (Rindengan et al, (1997). Dari 6 macam formula yang dibuat, diperoleh 3 formula yang terbaik berturut-turut adalah: Formula-2 dari campuran tepung ampas kelapa (TAK), tepung beras (TBE) dan tepung jagung (TJA) dalam perbandingan; (TAK : TBE : TJA= 2 : 3 : 5), Formula-4 (TAK : TBE : TJA= 4 : 3 : 3), dan Formula-3 (TAK : TBE : TJA= 3 : 5 : 2), masing-masing pada pengolahan dengan menggunakan pemasak Ekstruder dengan suhu 1800C. Adapun hasil analisis sifat fisikokimia produk makanan ringan, dapat dilihat pada Tabel 1.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
43
Rindengan Barlina, M. Terok, dan E. Goniwala
b. Proses pengolahan makanan ringan dari daging kelapa muda kelapa. Untuk pengolahan keripik kelapa dari daging buah kelapa muda dilakukan dengan mengikuti tahap-tahap sebagai berikut : Tahap 1. Persiapan daging buah Buah kelapa umur 9 bulan dikupas, dibelah lalu daging buahnya dikeluarkan. Selanjutnya lapisan testa yang berwarna agak kecoklatan dikeluarkan lalu daging buah diserut dengan ketebalan 2-3 mm dan dibilas air. Tahap II. Perebusan dan pengeringan Disiapkan larutan gula 30%, kemudian daging buah kelapa diserut, direndam dalam larutan gula selama 30 meit lalu ditiriskan dan didinginkan. Selanjutnya dikeringkan dalam oven suhu 900C selama 2 jam, kemudian suhu diturunkan 700C dan pengeringan dilanjutkan selama 3-4 jam, agar warnanya tetap putih. Tahap III. Pengemasan Setelah kering, keripik kelapa langsung dikemas dalam kantong plastik dengan berat 25 gram/kantong dan disealer. Sistimatika pengolahannya dapat dilihat pada Gambar 2. Sedangkan Gambar 3 adalah contoh produk makanan ringan dari daging kelapa muda.
44
PENGOLAHAN MAKANAN RINGAN (SNACK FOOD) DARI DAGING BUAH KELAPA
PENGOLAHAN MAKANAN RINGAN (SNACK FOOD) DARI DAGING BUAH KELAPA
Ampas kelapa
Dikeringkan
Digiling dan Diayak
Tepung Jagung
Tepung ampas kelapa
Tepung Beras
Formulasi
Pencampuran
Pemasakan (Ekstruder)
Makanan Ringan
Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan makanan ringan dari ampas kelapa (Rindengan et al, 1997).
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
45
Rindengan Barlina, M. Terok, dan E. Goniwala
Buah kelapa muda
Sabut
Pengupasan sabut
Pembelahan buah
Air kelapa
Daging kelapa muda
Pemisahan testa
Lapisan testa
Penyerutan daging buah
Pencucian
Perebusan (Larutan gula 30%, 30 menit)
Penirisan/pendinginan
Pengeringan I (900C, 2 jam), Pengeringan II (700C, 3 jam)
Keripik kelapa
Gambar 2. Diagram alir pembuatan makanan ringan
46
PENGOLAHAN MAKANAN RINGAN (SNACK FOOD) DARI DAGING BUAH KELAPA
PENGOLAHAN MAKANAN RINGAN (SNACK FOOD) DARI DAGING BUAH KELAPA
Gambar 3. Produk makanan ringan dari kelapa. KARAKTERISTIK PRODUK Hasil analisis makanan ringan dari campuran tepung ampas kelapa, tepung beras dan tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat fisikokimia makanan ringan dari campuran tepung ampas kelapa Rindengan et al, (1997). No.
Sifat fisikokimia
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kalori (kkal) Kadar air (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar abu (%) Kadar karbohidrat(%) Kadar serat kasar (%) Ratio PP (%) Indeks KDA (%) Indeks AA (%)
Keterangan :
Formula-2 430 7.25 4.77 6.61 0.87 87.75 2.13 7.25 0.27 3.66
Formula-4 439 6.24 4.89 8.64 0.91 85.60 6.06 6.24 0.08 3.42
Formula-3 454 5.75 4.73 10.83 1.00 84.44 5.26 5.75 0.14 3.55
% (bk) berat kering PP = Pengembangan Produk KDA= Kelarutan Dalam Air AA= Absorpsi Air
Berdasarkan Tabel 1, formula-4 mengandung serat kasar 6.06% yang lebih tinggi dari formula-2 dan formula-3. Dihubungkan dengan kesehatan, maka formula-4 yang merupakan campuran TAK : TBE : TJA = 4 : 3 : 3 adalah yang terbaik untuk dikembangkan sebagai formula makanan ringan terutama bagi konsumen yang menginginkan konsumsi serat pangan tinggi.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
47
Rindengan Barlina, M. Terok, dan E. Goniwala
Karakteristik makanan ringan dari daging kelapa muda Mutu keripik yang dihasilkan adalah sebagai berikut : kadar air 2.00%, protein 7.96%, lemak 41.14%, serat kasar 18.06%, dan asam lemak esensial linoleat 2.02%. (Rindengan dan Goniwala, 2000). Dengan komposisi yang demikian, keripik kelapa dapat menjadi sumber serat pangan yang bermanfaat dalam proses fisiologi tubuh, disamping juga sebagai sumber kalori, sekaligus sumber asam lemak rantai medium yang telah banyak dibuktikan memiliki khasiat untuk pencegahan/penyembuhan berbagai jenis penyakit. KESIMPULAN 1. 2.
3.
4.
Daging buah kelapa umur 9 bulan dan ampas kelapa sebagai hasil samping pengolahan minyak kelapa dapat digunakan untuk pengolahan makanan ringan. Kandungan serat kasar yang ada pada ampas kelapa maupun daging buah kelapa, dapat menjadi komponen penting untuk proses fisiologi tubuh yang normal. Pengolahan makanan ringan dari daging buah kelapa muda dapat langsung diterapkan terutama kepada ibu rumah tangga karena prosesnya sederhana, kecuali pada pengolahan dengan menggunakan Ekstruder akan lebih sesuai untuk industri. Untuk mempertahankan mutu produk, maka diusahakan selesai proses langsung dikemas. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1981. Daftar komposisi bahan makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Bhratara, Jakarta. 57 pp. Balasubramaniam, K. 1976. Polysaccharides of the kernel of maturity and mture coconuts. J. Of Food Sci. 41: 1370-1371. Banzon, J.A. and J.R. Velasco. 1982. Coconut production and utilization. Metro Mnila, Philippines. 351pp Hutasoit, G.F. 1988. Ampas kelapa : Dari tempe bongkrek ke pemanis. Majalah Perusahaan Gula Pasuruan. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia 24(3): 19-24. Muchtadi, D. 1989. Petunjuk laboratorium evaluasi nilai gizi pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor. 216pp Masa, D. B. and E. P. Montecillo. 2002. Production and marketing of coconut chips and crips: A Philippine Experience. Cocoinfo International 9(2) :5-7. Rindengan, B., H. Kembuan dan A. Lay. 1997. Pemanfaatan ampas kelapa untuk bahan makanan rendah kalori. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 3(2): 56-63. Rindengan, B., A. Lay dan Z. Mahmud. 1996. Karakterisasi daging buah kelapa hibrida dan peluangnya. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 1(6) : 263-377. Rindengan, B dan E. Goniwala. 2000. Pembuatan keripik dari daging buah kelapa. Leaflet Balitka.
48
PENGOLAHAN MAKANAN RINGAN (SNACK FOOD) DARI DAGING BUAH KELAPA
PENGOLAHAN PERMEN DARI SANTAN KELAPA Steivie Karouw, Yulianus R. Matana dan Ronald T.P. Hutapea BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN PENDAHULUAN Santan kelapa yang diperoleh dari ekstraksi daging buah kelapa, selain dimanfaatkan secara luas sebagai pelengkap makanan, diolah lanjut menjadi minyak goreng, ternyata dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan utama dalam pembuatan permen kelapa. Permen kelapa diolah menggunakan santan kelapa dan bahan-bahan lain seperti maltosa dan gula pasir. Permen kelapa dapat dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat terutama anak-anak. Selain sebagai sumber kalori, permen kelapa juga mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi karena komponen penyusun utama yaitu santan mengandung sejumlah asam lemak rantai medium seperti asam laurat serta asam lemak omega 9 dan omega 6. Pembuatan permen kelapa dapat dilakukan pada skala rumah tangga, karena teknik pengolahannya yang sederhana, selain itu peralatan yang dibutuhkan untuk proses pengolahan harganya tidak terlalu mahal sehingga terjangkau oleh petani. Pengolahan kelapa menjadi permen kelapa dapat meningkatkan pendapatan petani sekitar 3-5 kali bila dibandingkan hanya mengolah buah kelapa menjadi kopra. Di samping itu juga dapat membuka lapangan kerja untuk kaum perempuan dan anakanak. DESKRIPSI PRODUK DAN NILAI GIZI Deskripsi produk Permen kelapa diolah menggunakan santan kelapa sebagai salah satu bahan utama dan bahan-bahan lain, seperti maltosa dan gula pasir. Untuk penambah rasa digunakan bahan seperti durian, kacang tanah, essence pandan, coklat bubuk, jahe dan pisang. Permen yang dihasilkan akan memiliki rasa khas kelapa dan kombinasi rasa lain sesuai dengan bahan tambahan yang digunakan. Menurut Nguyen (2003) jenis-jenis permen kelapa yang dapat diolah pada skala rumah tangga adalah sebagai berikut : 1. Permen rasa kelapa (Flavored coconut candy) Permen ini memiliki rasa khas kelapa karena diolah menggunakan krim kelapa, gula pasir dan maltosa tanpa menggunakan bahan tambahan lain. 2. Permen kelapa rasa durian (Durian coconut candy) Permen ini merupakan modifikasi dari permen rasa kelapa. Untuk memberikan rasa durian, maka ditambahkan daging durian dan dapat juga digunakan pasta durian. Penambahan durian dilakukan di akhir proses pemasakan. Jenis permen ini sesuai untuk dikembangkan pada daerah penghasil durian, terutama pada musim panen. MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
49
Steivie Karouw, Julianus R. Matana, dan Ronald T.P. Hutapea
3. Permen kelapa rasa kacang (Peanut coconut candy) Jenis permen ini hampir sama dengan permen rasa durian yaitu pada akhir proses pemasakan ditambahkan kacang tanah. Kacang tanah yang akan digunakan terlebih dahulu disangrai, dikeluarkan kulit arinya kemudian digiling sesuai ukuran yang diinginkan. 4. Permen kelapa rasa durian dan kacang (Durian peanut coconut candy) Jenis permen ini beraroma durian dengan rasa kacang tanah yang dominan. Permen ini memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan permen kelapa lainnya. 5. Permen kelapa rasa pandan (Pandan fragrance coconut candy) Dalam pengolahan produk makanan dan permen beraroma pandan biasanya ditambahkan ekstrak pandan yang diolah secara alamiah dari daun pandan. Tapi dalam pengolahan permen kelapa, aroma pandan diperoleh dengan menambahkan essence pandan. 6. Permen kelapa rasa coklat (Cacao coconut candy) Permen ini diolah dengan menambahkan coklat bubuk sehingga diperoleh permen berwarna coklat dengan warna dan rasa yang khas. 7. Permen kelapa rasa kacang dan coklat (Cacao peanut coconut candy) Jenis permen ini merupakan kombinasi dari permen rasa kacang tanah dan rasa coklat. 8. Permen kelapa dengan rasa khas kelapa dan rasa coklat (half cacao coconut candy) Permen jenis ini dibuat untuk menghasilkan produk yang lebih menarik yaitu dengan kombinasi warna dan rasa. Jenis permen ini merupakan gabungan dari permen dengan rasa khas kelapa dan permen rasa coklat. 9. Permen kelapa dengan rasa khas kelapa dan beraroma pandan (Half pandan fragrance coconut candy) Jenis permen ini merupakan gabungan dari permen dengan rasa khas kelapa dan permen beraroma pandan. Permen yang dihasilkan memiliki warna yang menarik yaitu satu sisi berwarna hijau dan sisi lainnya berwarna putih. 10. Permen kelapa rasa pisang (banana coconut candy) Permen kelapa rasa pisang berbeda dengan permen jenis lainnya karena selain santan kelapa dan pisang, juga digunakan bahan lain seperti kacang tanah, jahe dan wijen. 50
PENGOLAHAN PERMEN DARI SANTAN KELAPA
PENGOLAHAN PERMEN DARI SANTAN KELAPA
Nilai Gizi Dalam pembuatan permen kelapa, prosentase santan yang digunakan sebesar 49% dari total bahan baku yang digunakan. Dilihat dari komposisi kimianya santan kelapa memiliki nilai gizi yang hampir sama dengan susu sapi. Bahkan kandungan proteinnya lebih tinggi sebesar 4.8% dibandingkan dengan kandungan protein susu sapi hanya 3.3%. Selanjutnya kandungan lemak pada santan sebesar 43.4% (Banzon dan Velasco, 1982). Lemak tersebut terdiri atas asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tak jenuh (ALTJ). Komposisi asam lemak santan kelapa hampir sama dengan komposisi asam lemak minyak kelapa karena keduanya diolah dari bahan dasar yang sama yaitu daging buah kelapa. Asam lemak jenuh terdiri atas asam laurat (C-12), asam miristat (C-14), palmitat (C-16), asam kaprilat (C-8) dan asam stearat (C-18). Asam lemak tak jenuh hanya terdiri atas asam oleat atau omega 9 (C-18), asam linoleat atau omega 6 (C-18), asam palmitoleat (C-16) (Thieme, 1968 dalam Ketaren, 1986). Kandungan asam lemak omega 6 pada daging buah kelapa tua jenis Dalam Tenga adalah 1960 mg/butir, sedangkan asam lemak omega 9 sebesar 6209 mg/butir (Rindengan, 2002). Dari asam-asam lemak tersebut, asam laurat merupakan asam lemak dominan yang terkandung dalam minyak dan santan kelapa yaitu sebesar 48%. Dilaporkan bahwa asam lemak rantai medium atau Medium Chained Fatty Acid (MCFA) yaitu asam lemak C-6 sampai C-12 khususnya asam laurat mempunyai kemampuan yang spesifik sebagai antivirus, antifungi, antiprotozoa dan antibakteri (Enig, 1999). Selanjutnya, asam laurat dalam tubuh manusia dan hewan akan diubah menjadi monolaurin. Monolaurin mempunyai efek kesehatan yang hampir sama dengan Air Susu Ibu (ASI) yaitu dapat meningkatkan sistem kekebalan pada bayi dari infeksi virus, bakteri dan protozoa. Oleh karena itu monolaurin berpeluang untuk dikembangkan sebagai obat penyakit sindrom pernafasan akut atau Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS) (Anonim, 2003). Asam lemak omega 9 dan omega 6 sangat penting untuk proses perkembangan dan pematangan sel-sel syaraf otak yang terjadi sejak bayi dilahirkan hingga usia empat tahun (Anonim, 2002). Permen pada umumnya sangat digemari oleh berbagai lapisan masyarakat khususnya anak-anak. Permen kelapa merupakan sumber kalori (Nurali, 2003), asam lemak omega 9, omega 6 dan asam lemak rantai medium yang cukup tinggi, yang sangat bermanfaat bagi anak-anak dalam masa pertumbuhannya karena dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus, bakteri dan protozoa. TEKNIK PENGOLAHAN DAN PROSPEK EKONOMI Peralatan dan Bahan yang Diperlukan Pembuatan permen kelapa dapat dilakukan secara manual maupun menggunakan mesin. Pengolahan secara manual menggunakan peralatan yang sederhana seperti cetakan yang terbuat dari papan ukuran 40 cm x 58 cm, pencungkil, pisau, meja dari kayu dengan ukuran sekitar 1.5 m x 1.5 m), wajan dan pengaduk. Peralatan dari mesin yang dapat digunakan seperti mesin pemarut, mesin pengepres dan pengaduk mekanis. Bahan-bahan yang dibutuhkan, yaitu buah kelapa tua, maltosa, gula pasir dan bahan penambah rasa seperti durian, kacang tanah, essence pandan, coklat bubuk, jahe dan pisang (Nguyen, 2003). MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
51
Steivie Karouw, Julianus R. Matana, dan Ronald T.P. Hutapea
Prosedur Pembuatan Proses pengolahan permen kelapa adalah sebagai berikut : daging buah kelapa diparut, kemudian dipres untuk mendapatkan santan. Santan yang diperoleh dicampur dengan maltosa dan dipanaskan selama lebih kurang 30 – 40 menit. Campuran yang telah masak dibiarkan selama kira-kira 20 – 30 menit sampai mengeras dalam cetakan yang terbuat dari kayu. Hasil yang diperoleh dipotongpotong kemudian dikemas menggunakan 2 lapis kertas. Bagian dalam yang langsung bersentuhan dengan produk menggunakan edible paper. Untuk lebih jelasnya tahapan pengolahan permen kelapa menurut Nguyen, (2003) adalah sebagai berikut: 1. Persiapan bahan baku dan pembuatan santan Buah kelapa yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan permen kelapa adalah buah kelapa berumur buah 11 – 12 bulan yang ditandai dengan kulit sabut berwarna coklat, utuh dan tidak pecah. Buah kelapa dikupas, dibelah kemudian diparut secara manual atau dikeluarkan daging buahnya dari tempurung kemudian daging buah digiling menggunakan mesin giling kelapa atau diparut. Daging buah kelapa yang telah diparut diperas dan disaring hingga diperoleh santan. Sebaiknya untuk memarut dan memeras santan menggunakan alat pemarut kelapa dan pengepres santan. 2. Pembuatan bahan dasar Santan dicampur dengan maltosa dan gula kemudian dipanaskan. Setelah campuran mencair, pemanasan dihentikan lalu cairan tersebut disaring menggunakan kain saring. Cairan yang diperoleh dibiarkan mengental dengan cara didiamkan selama 1 malam. Komposisi bahan dasar yaitu santan 49%, maltosa 25%, dan gula 25%. 3. Penambahan flavor Bahan dasar dimasak dalam wajan selama 30 – 40 menit sambil diaduk. Apabila proses pengolahan dilakukan secara manual, maka sebaiknya menggunakan pengaduk yang terbuat dari kayu. Penambahan flavor/rasa dilakukan 5 menit sebelum campuran diangkat dari wajan. 4. Pencetakan dan pemotongan Setelah campuran diangkat, diletakkan selama kira-kira 20 menit di atas meja kayu yang telah dilapisi plastik, kemudian dipindahkan ke dalam cetakan sampai mengeras selama lebih kurang 20 – 30 menit. Setelah mengeras, permen dipotongpotong dengan ukuran panjang sekitar 2 cm. 5. Pengemasan Untuk memperpanjang masa simpan produk dan menambah daya tarik konsumen, permen kelapa dikemas menggunakan edible paper pada bagian dalam yang langsung bersentuhan dengan produk dan lapisan luar adalah kertas pembungkus yang telah diberi label sesuai dengan rasa permen yang diproduksi. Secara singkat pengolahan permen kelapa dapat dilihat pada Gambar 1.
52
PENGOLAHAN PERMEN DARI SANTAN KELAPA
PENGOLAHAN PERMEN DARI SANTAN KELAPA
Buah kelapa
Pengupasan
Sabut
Pembelahan
Air kelapa
Pemisahan Tempurung
Tempurung
Daging buah
Pemarutan
Hancuran daging buah
Ampas kelapa
Pengepresan
Santan
Pencampuran santan + glukosa + maltosa
Pemasakan
Penambahan flavor Pencetakan dan pemotongan
Pengemasan
PERMEN KELAPA Gambar 1. Diagram alir pengolahan permen kelapa (Sumber : Nguyen, 2003).
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
53
Steivie Karouw, Julianus R. Matana, dan Ronald T.P. Hutapea
Prospek Ekonomi Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat, maka permintaan kebutuhan permen di pasaran tentunya akan meningkat. Dilaporkan oleh Nguyen (2003), bahwa pengolahan permen kelapa telah berkembang pada skala industri rumah tangga di Vietnam. Apabila dalam seharí satu keluarga dapat menghasilkan 8 kg permen kelapa, maka pendapatan bersih yang diperoleh berkisar US $ 1.93 – 2.68 atau Rp. 16,405 – 22,780. Sedangkan bila kapasitas produksi ditingkatkan dengan mempekerjakan 19 orang dan waktu kerja 8 – 10 jam/hari, dapat dihasilkan 384 kg permen kelapa. Pendapatan bersih yang diperoleh sebesar US $ 106,56/hari atau Rp. 905,760/hari. PENUTUP Permen kelapa diolah menggunakan santan kelapa sebagai salah satu bahan utama dan bahan-bahan lain, seperti maltosa dan gula pasir. Untuk penambah rasa digunakan bahan seperti pasta durian, kacang tanah, essence pandan, coklat bubuk, jahe dan pisang. Pembuatan permen kelapa dapat dilakukan pada skala rumah tangga, karena teknik pengolahannya sederhana dan dapat dilakukan secara manual maupun mekanis. Permen yang dihasilkan akan memiliki rasa khas kelapa dan kombinasi rasa lain sesuai dengan bahan tambahan yang digunakan. Permen pada umumnya sangat digemari oleh berbagai lapisan masyarakat khususnya anak-anak. Permen kelapa merupakan sumber kalori, asam lemak omega 9, omega 6 dan asam lemak rantai medium yang cukup tinggi yang sangat bermanfaat bagi anak-anak dalam masa pertumbuhannya karena dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus, bakteri dan protozoa. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2002. Omega-9 Leaflet. Mead Johnson. Anonim. 2003. Executive director speaks : sars and coconut oil. The Cocomunity. XXXIII (5). 1 May 2003. p. 2. Banzon, J.A. & J.R. Velasco. 1982. Coconut production and utilization. PCRDF, Manila. 351 p. Enig, M. 1999. Coconut : In support of good health in the 21st century. Paper presented on APPC’S XXXVI session and 30th Anniversarry in Pohnpei, Federated States of Micronesia, 27-28 September 1999. Ketaren, S. 1996. Pengantar minyak dan lemak pangan. UI Press, Jakarta. 315 hlm. Rindengan, B. 2002. Kandungan asam lemak omega 9 dan omega 6 pada beberapa jenis kelapa. Buletin Palma No. 28. Balitka. Manado. hal. 1 – 6. Nguyen, T.L.T. 2003. Production of coconut candy and confectionary products. Paper presented in Training course on Coconut based Candy and Confectionary making, 11-13 August 2003. Manado. 20 p. Nurali, E.J.N. 2003. Permen kelapa : aspek teknologi dan gizi. Makalah disampaikan pada Training Course on Coconut Based Candy and Confectionary making, 1113 August 2003. Manado. 54
PENGOLAHAN PERMEN DARI SANTAN KELAPA
POTENSI DAN PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA Rindengan Barlina* dan David Allorerung** *BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN **PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN, BOGOR PENDAHULUAN Buah kelapa muda merupakan salah satu produk tanaman tropis yang unik karena di samping daging buahnya dapat langsung dikonsumsi, juga air buahnya dapat langsung diminum tanpa melalui pengolahan. Keunikan ini ditunjang oleh sifat fisik dan komposisi kimia daging dan air kelapa, sehingga produk ini sangat digemari konsumen baik anak-anak maupun orang dewasa. Bagi masyarakat pedesaan mengkonsumsi buah kelapa muda dapat dilakukan sesaat setelah panen, tetapi bagi masyarakat perkotaan untuk mengkonsumsi buah kelapa muda diperlukan waktu untuk membeli di pasar-pasar tradisional atau di pinggiran jalan raya tertentu yang menjual kelapa muda, sehingga seringkali kesegarannya telah berkurang yang menyebabkan citarasa khas kelapa muda tidak diperoleh. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengolahan untuk mempertahankan mutunya setelah panen, sehingga citarasa khas buah kelapa muda dapat juga dinikmati oleh konsumen yang jauh dari sentra-sentra produksi kelapa. Buah kelapa muda selain bernilai ekonomi tinggi, daging buahnya memiliki komposisi gizi yang cukup baik, antara lain mengandung asam lemak dan asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh. Air kelapa disamping sebagai minuman segar juga mengandung bermacam-macam mineral, vitamin dan gula serta asam amino esensial. Akan tetapi bagi sebagian konsumen, mengkonsumsi buah kelapa terutama air kelapa hanya dianggap sebagai minuman untuk menghilangkan rasa haus, dan daging buahnya hanya sebagai pelengkap setelah minum airnya. Dibandingkan dengan minuman ringan lainnya, air kelapa yang mengandung nutrisi yang cukup baik dapat dikategorikan sebagai minuman bergizi tinggi, higienis, alami dan telah banyak dibuktikan dapat menyembuhkan beberapa jenis penyakit. Menurut Prasetyo (2002) dalam perkembangan terakhir air kelapa muda diharapkan dapat menjadi minuman isotonik untuk para olahragawan. Buah kelapa muda, walaupun berasal dari tanaman tahunan penanganannya setelah panen tidak berbeda dengan buah-buahan tanaman hortikultura. Oleh karena itu untuk mempertahankan mutunya diperlukan upaya penanganan pasca panen, antara lain cara pengolahan, pengawetan, pengemasan dan penyimpanan. Beberapa hasil penelitian untuk mempertahankan mutu buah kelapa muda, baik dalam bentuk buah utuh, sebagian sabut dikupas dan pengolahan daging dan air buah kelapa menjadi berbagai produk telah dilaporkan. Di samping tujuan utama untuk mempertahankan mutu, diharapkan juga dengan diolah menjadi produk baru dapat diperoleh nilai tambah untuk menunjang peningkatan pendapatan petani.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
55
Rindengan Barlina dan David Allorerung
POTENSI BUAH KELAPA MUDA A. Produksi serta konsumsi kelapa muda Menurut Allolerung dan Mahmud (2003) jika tanaman kelapa per hektar diremajakan karena tua dan rusak berada pada kisaran 20%, maka dari 110 pohon pada saat tanam, yang tersisa sekitar 88 pohon. Dari total tanaman kelapa jika menggunakan data luas areal tahun 2001 adalah sebanyak 3,690,832 x 88 pohon = 324,793,216 pohon. Pengamatan yang dilakukan terhadap jumlah buah kelapa muda (umur 8 bulan) dari 6 jenis kelapa hibrida, menunjukkan rata-rata jumlah buah kelapa muda per tandan adalah 7 buah (Rindengan, 1999). Jadi total buah kelapa muda yang tersedia adalah 324,793,216 pohon x 7 buah = 2,273,552,512 buah/bulan. Dilaporkan oleh Ramanandan (1980) produksi kelapa di India 6,000,000,000 buah/tahun dan lebih dari 3% dikonsumsi sebagai kelapa muda, sedangkan di West Bengal dapat mencapai 60%. Seandainya konsumsi buah kelapa muda di Indonesia sama dengan di India, yakni 3%, maka dengan total buah kelapa muda yang tersedia 2,273,552,512 buah/ bulan, jumlah yang dikonsumsi sebanyak 68,206,575 buah/bulan. B. Nilai gizi buah kelapa muda dan peranannya untuk kesehatan 1. Nilai gizi daging kelapa muda Hasil analisis kimia komponen daging kelapa Khina-1 dapat dilihat pada Tabel 1, kadar asam lemak oleat (omega 9) 13.24% dan asam lemak esensial linoleat (omega 6) 4.54%. Saat ini iklan di media masa gencar mengiklankan produk-produk yang mengandung omega 9 dan omega 6 disertai keunggulan-keunggulannya. Dalam proses perkembangan sel-sel syaraf otak sejak masa konsepsi hingga dua tahun usia bayi, omega 6 adalah salah satu asam lemak esensial yang sangat dibutuhkan, sedangkan omega 9 berfungsi dalam pematangan sel-sel syaraf otak sampai usia 4 tahun. Berdasarkan uraian di atas, ternyata buah kelapa muda dapat menjadi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan kedua jenis asam lemak tersebut. Selain itu daging buah kelapa muda mengandung karbohidrat, serat kasar, galaktomanan fosfolipida serta sejumlah makro dan mikromineral yang sangat berperan dalam pengolahan produk. Tabel 1. Komposisi daging buah kelapa muda (Khina-1)* Komposisi Kadar air Kadar lemak Kadar protein Kadar abu Kadar karbohidrat Kadar serat kasar Kadar galaktomanan Kadar fosfolipida Kadar gula total Kadar gula reduksi
Kadar (%) 85.26 6.16 1.60 0.56 3.39 2.29 0.70 0.03 0.30 0.17
Sumber : Rindengan et al, (1995). Keterangan : *Umur tanaman 6 tahun dan umur buah kelapa 8 bulan.
56
POTENSI DAN PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA
POTENSI DAN PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA
Untuk ibu hamil yang usia kehamilannya mencapai 6 bulan dianjurkan mengkonsumsi air kelapa muda sehingga bayi yang lahir kulitnya bersih. Melihat potensi gizi yang terkandung dalam daging buah kelapa muda, maka sebaiknya bukan hanya air kelapa saja yang dikonsumsi tetapi bersama dengan daging kelapa. Protein daging buah kelapa muda mengandung 15 jenis asam amino (Rindengan et al, 1995), 10 diantaranya termasuk asam amino esensial. Kesepuluh asam amino esensial adalah threonin (THR), tirosin (TYR), methionin (MET), valin (VAL), fenilalanin (PHE), ileusin (ILE), leusin (LEU), lisin (LYS), histidin (HIS) dan arginin (ARG). HIS dan ARG tidak esensial untuk orang dewasa, tetapi esensial untuk anak-anak. Di pasaran ada satu jenis produk yang digolongkan sebagai bahan nutrisi otak, produk tersebut adalah Cerebrovit dan ternyata, salah satu kandungan gizi yang ada adalah asam amino glutamat (GLU). Kandungan asam GLU pada daging kelapa muda adalah yang tertinggi, yaitu berkisar 3.59-4.02% dibandingkan dengan jenis asam amino lainnya. Jadi dengan mengkonsumsi daging buah kelapa muda, berarti dapat memenuhi sebagian kebutuhan asam amino esensial sekaligus memperoleh asam amino GLU sebagai nutrisi otak. Selain itu, ada produk sirup/obat-obatan untuk anak-anak, yang salah satu fungsinya meningkatkan selera makan, dan ternyata produk ini mengandung asam amino LYS. 2. Nilai gizi air kelapa muda Air kelapa muda bila diminum segar rasanya manis karena mengandung total gula 5.6%, selain itu mengandung sejumlah makro dan mikromineral, vitamin dan protein meskipun dalam jumlah yang kecil. Pada Tabel 2 dapat dilihat komposisi gizi air kelapa muda. Meskipun kandungan protein air kelapa muda hanya 0.1%, tetapi ARG, ALA, CYS, dan SER merupakan 4 jenis asam amino yang lebih tinggi dibanding yang terkandung pada protein susu sapi. Dari 12 jenis asam amino pada air kelapa, 7 diantaranya adalah esensial, yaitu : ARG, LEU, LYS, TYR, HIS, PHE dan CYS. GLU adalah jenis asam amino tertinggi yang merupakan nutrisi penting untuk otak. Berdasarkan nilai gizi yang terkandung pada air buah kelapa muda, maka beberapa pakar kesehatan telah menguraikan berbagai penyakit yang dapat disembuhkan dengan minum air kelapa muda. Beberapa khasiat yang dapat diperoleh dengan minum air kelapa muda akan diuraikan berikut ini : 1. Peredah haus Air kelapa muda termasuk minuman alami dan higienis serta memiliki komposisi gizi yang cukup baik. Oleh karena itu, dengan minum air kelapa muda selain dapat memenuhi rasa haus juga dapat mengurangi rasa lapar dalam beberapa waktu. 2. Penyembuh beberapa jenis penyakit Air kelapa muda dikenal sebagai minuman yang banyak khasiatnya, seperti membunuh cacing perut, minuman yang baik bagi penderita kolera, mengurangi gatal-gatal yang disebabkan oleh penyakit cacar dan berbagai penyakit kulit lainnya. MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
57
Rindengan Barlina dan David Allorerung
Hal ini disebabkan secara alami, air kelapa muda mempunyai komposisi mineral dan gula yang sempurna sehingga mempunyai kesetimbangan elektrolit yang sempurna, sama dengan cairan tubuh manusia (Prasetyo, 2002). Pada saat Perang Dunia II, orang Jepang yang berada di Sumatera dan orang Inggris di Sri Lanka menggunakan air kelapa muda sebagai pengobatan alternatif pada kasus wabah kolera (Kumar, 1995). Air kelapa muda memiliki unsur kalium (K) yang tertinggi, mencapai 7300 mg/l (Tabel 2), sehingga berperan penting dalam meningkatkan frekuensi buang air kencing dan membantu mengeliminasi obat-obat dan antibodi-antibodi lain yang biasanya digunakan pada kasus-kasus infeksi. Selain itu membantu mempercepat absorpsi obat-obat dengan cara meningkatkan konsentrasinya dalam darah dan juga sebagai penangkal penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kecanduan alkohol dan merokok (Kumar, 1995). Pada kasus-kasus peradangan ginjal, Dr. Macalalag (orologist) di Filipina telah melaporkan, bahwa selama 12 tahun melakukan penanganan terhadap 1670 kasus penyakit ginjal, hanya 134 kasus yang penyakitnya kambuh. Perlakuan yang diberikan adalah menggunakan air kelapa muda yang diminum langsung atau disuntikkan melalui urat nadi, yang terbukti efektif mencegah penyakit ginjal dan mereduksi/melarutkan semua jenis batu ginjal (Milla dan Boceta, 1989). Hasil penelitian terbaru di Universitas Kerala India menyebutkan, bahwa orang yang menderita penyakit jantung mungkin bisa mengurangi risiko terjadinya komplikasi jantung dengan minum air kelapa muda secara rutin. Penelitian itu dilakukan terhadap tikus sebagai ujicoba, karena tikus memiliki struktur jantung yang sama dengan manusia. Penelitian menunjukkan, bahwa tikus tersebut meningkat daya tahannya terhadap serangan penyakit jantung setelah diminumkan air kelapa muda. Dari 24 ekor tikus yang diujicobakan, 12 ekor yang diberi air kelapa muda ternyata terhindar dari masalah jantung. Tim peneliti yang diketuai Dr. T Rajamohan dan Dr. P. Anurag percaya kalau air kelapa muda bisa menolong penderita jantung karena di dalamnya mengandung Kalium (K), Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg), Anonim (2002). Selanjutnya dikemukakan oleh Oslon et al, (1984), dalam Karyadi dan Muhilal (1988) bahwa mengkonsumsi K yang tinggi dapat menurunkan hipertensi. Hanya saja di Indonesia belum ada data konsumsi K dalam sehari, sedangkan di negara maju diperkirakan 4-11 g/org/hari (dalam bentuk KCl). Air kelapa dapat juga menjadi minuman ideal untuk penderita diabetes.
58
POTENSI DAN PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA
POTENSI DAN PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA
Tabel 2. Komposisi air buah kelapa muda dari jenis kelapa Dalam Komposisi Kalori Kadar air Kadar lemak Kadar protein Kadar abu Kadar karbohidrat Kadar gula total Kadar gula reduksi Kadar mineral : 1. Nitrogen (N) 2. Fosfor (P) 3. Kalium (K) 4. Kalsium (Ca) 5. Magnesium (Mg) 6. Chlorida (Cl) 7. Sulfur (S) 8. Besi (Fe) 9. Mangan (Mn) 10. Seng (Zn) 11. Tembaga (Cu) Jenis vitamin2) : Vitamin C Vitamin B Kompleks : 1. Asam nikotinat 2. Asam pantotenat 3. Biotin 4. Vitamin B2 5. Asam folat 6. Vitamin B1 7. Piridoksin Jenis asam amino3) : 1. Glutamat (GLU) 2. Arginin (ARG) 3. Leusin (LEU) 4. Lisin (LYS) 5. Prolin (PRO) 6. Aspartat (ASP) 7. Tirosin (TYR) 8. Alanin (ALA) 9. Histidin (HIS) 10. Fenillalanin (PHE) 11. Serin (SER) 12. Sistein (CYS)
Daging buah kelapa Dalam 1) 17.4 kkal2) 95..5 % 2) < 0.1 % 2) 0.1 % 2) 0.4 % 2) 4.0%2) 5.6 % 1) 5.4 % 1) 432 mg/l 1) 186 mg/l 1) 7300 mg/l 1) 994 mg/l 1) 262 mg/l 1) 1830 mg/l 2) 35.40 ppm1) 11.54 ppm1) 49 ppm1) 18 ppm1) 0.80 ppm1) 2.2-3.4 mg/100 ml 64 ug/100 ml 52 ug/100 ml 2 ug/100 ml <0.01 ug/100 ml 0.3 ug/100 ml Sedikit Sedikit 14..50 % 12.75% 4.18% 4.51% 4.12% 3.60% 2.83% 2.41% 2.05% 1.23% 0.91% 1.17%
Sumber : 1) Kamala dan Velayutham (1978), 2) Thampan (1981), 3) Sison (1977) Keterangan : * Umur buah kelapa 8 bulan , jenis West Coast Tall
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
59
Rindengan Barlina dan David Allorerung
3. Obat kuat dan kecantikan Air kelapa muda yang dicampur dengan satu sendok teh madu merupakan campuran yang efektif yang dapat menguatkan pusat-pusat saraf seks. Selanjutnya, mencuci muka dengan air kelapa muda setiap hari merupakan salah satu cara untuk menghilangkan jerawat dan bintik-bintik hitam serta mencegah timbulnya keriput (Kumar, 1995). 4. Media pertumbuhan Air kelapa selain memiliki komposisi gizi yang baik, memiliki hormon pertumbuhan seperti giberalin. Hasil penelitian terhadap pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae menunjukkan, bahwa jumlah sel yang tumbuh pada media air kelapa muda 79.75 juta sel/ml, lebih tinggi dari yang tumbuh pada air kelapa tua, hanya 69.25 juta sel/ml (Sierra dan Velasco, 1976). Selain itu, ilmuwan Fipilina telah memanfaatkan air kelapa sebagai media untuk memproduksi antibiotik Oxytetracycline yang secara umum dikenal sebagai tetramycine (Kumar, 1995). Mengingat peranan gizi daging dan air kelapa sangat beragam untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi dan juga memiliki banyak khasiat, maka perlu penanganan khusus yang dapat meningkatkan daya tahan buah kelapa muda, seperti pengawetan atau pengolahan menjadi produk baru. Apabila mutu buah kelapa muda dapat dipertahankan, baik yang sudah diolah menjadi produk baru maupun yang masih utuh, maka peluang untuk melakukan usaha komersialisasi kelapa muda semakin terbuka. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA Untuk penanganan pasca panen buah kelapa muda dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: (1) buah kelapa muda disimpan utuh, (2) buah kelapa muda sebagian sabutnya dikeluarkan lalu diawetkan kemudian disimpan pada suhu rendah 100C dan (3) daging dan air kelapa muda dikeluarkan kemudian diolah menjadi produk baru. A. Pengolahan buah kelapa muda utuh Buah kelapa muda utuh disimpan dalam kotak kayu yang diisi pasir dengan cara buah disusun vertikal, kemudian ditutup pasir sampai 8 cm di atas buah kelapa muda tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa mutu buah kelapa (daging dan air kelapa) dapat bertahan 4-5 hari (Ramanandan, 1980). Cara ini dapat diterapkan karena pasir yang disediakan dapat digunakan terus menerus tetapi kelemahannya diperlukan kotak yang besar untuk menyimpan buah kelapa muda dalam jumlah banyak. Selain itu, untuk mempertahankan mutu buah kelapa muda dapat dilakukan sebagai berikut : sebagian sabutnya dikupas menggunakan pisau lalu dibentuk sesuai keinginan kemudian direndam dalam larutan antioksidan (sodium metabisulfit) dan antijamur (thiobendazole). Selanjutnya dikering-anginkan lalu dibungkus plastik dan disimpan pada suhu 100C, dengan cara ini buah kelapa muda dapat disimpan selama 4 minggu. Pada Gambar 1 dapat dilihat buah kelapa muda utuh dan yang sudah 60
POTENSI DAN PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA
POTENSI DAN PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA
dikupas lalu dicelup dalam larutan antioksidan, bentuknya sangat menarik dengan warna sabut tetap putih. Kelemahan produk ini apabila hanya disimpan pada suhu ruang (270C) hanya bertahan selama 3-4 hari. Oleh karena produk tersebut penampilannya menarik, maka akan lebih sesuai apabila menjadi konsumsi perhotelan dan tempat-tempat kunjungan wisatawan atau pada acara-acara tertentu yang memerlukan hidangan minuman ringan.
Gambar 1. Buah kelapa muda utuh dan yang sudah dikupas/diawetkan
B. Pengolahan daging dan air kelapa muda Berikut ini akan diuraikan beberapa teknologi yang sudah dihasilkan dari pengolahan daging dan air kelapa muda. 1. Pengolahan koktil kelapa Djatmiko (1991) telah melakukan pengolahan daging buah kelapa muda (Khina) umur buah 8 bulan menjadi koktil kelapa muda. Dalam pengolahan ini air kelapa muda tidak digunakan. Daging buah kelapa muda direndam dalam asam sitrat 1%, selama 5 menit lalu ditambah sirup gula 20%, selanjutnya disterilisasi 1150C selama 15 menit kemudian dimasukkan dalam botol jar dan diexhausting. Pemanasan dilanjutkan lagi pada suhu 1000C selama 20 menit lalu dinginkan dengan air dingin secara cepat, ditambah asam sitrat sampai pH 4.0, bahan pengawet 0.1% dan flavor 0.1%, lalu ditutup. Diagram alir proses pengolahan dapat dilihat pada Gambar 2.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
61
Rindengan Barlina dan David Allorerung
Kelapa muda umur 8 bulan
Pengupasan
Air kelapa muda
Sabut + Tempurung
Pengerikan daging buah
Daging Buah yang dikerik
Perendaman dalam asam sitrat 1%, 5 menit
Pembuatan sirup gula 20%
Pendingin
Penambahan asam sitrat (pH 4.0) pengawet 0.1%, flavor 0.1% Sterilisasi 1150C,
Pengemasan dalam botol jar
Penutupan
Koktil kelapa muda
Exhausting, 5 menit
Perendaman dalam penangas air suhu 1000C, 20 menit Gambar 2. Diagram alir proses pengolahan koktil kelapa muda (Djatmiko, 1991). Dengan cara ini mutu produk koktil kelapa dapat dipertahankan sampai 6 minggu. Selain itu, buah kelapa muda dapat juga diolah sebagai berikut : Air kelapa disaring dan daging kelapa dikerik, kemudian campuran air kelapa dan daging kelapa ditambah sirup (kadar total padatan 150 Brix) dan pH 4.5 (penambahan asam sitrat). Selanjutnya dimasukkan dalam kantong plastik dengan ketebalan 0.07 mm lalu dipasteurisasi, setelah dingin disimpan pada suhu 100C. Dengan cara ini mutu daging dan air kelapa dapat dipertahankan sampai 4 minggu (Kunikawati, 1980).
62
POTENSI DAN PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA
POTENSI DAN PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA
Di Filipina sudah dikembangkan juga pengolahan buko juice. Cara pengolahannya sebagai berikut: air kelapa muda ditambah air masak dalam perbandingan 80 : 20, kadar gula diatur sampai mencapai 6-7% kemudian ditambah potongan-potongan kecil daging kelapa muda, dikemas pada kemasan volume 250 ml dan dipasteurisasi. Produk ini dapat bertahan selama 14 hari pada penyimpanan suhu 100C (Paguirigan et al, 2000). Berdasarkan cara pengolahan di atas, maka cara pengolahan yang kedua dan ketiga mengandung nilai gizi lebih baik, sebab komponen air kelapa muda digunakan sedangkan pada cara pertama tidak digunakan. 2. Pengolahan selai kelapa Untuk pengolahan selai kelapa muda diperlukan penambahan gula. Perbandingan daging kelapa muda dan gula 1:1. Daging buah kelapa muda dihaluskan lalu dimasak sambil diaduk, disamping itu gula dimasak sampai agak berubah warna seperti karamel, kemudian dituangkan ke dalam adonan daging kelapa muda yang mulai masak. Campuran tersebut dimasak lagi sambil diaduk hingga berbentuk pasta, kemudian ditambah natrium benzoat 0.1% dan asam sitrat 0.05%. Selanjutnya dikemas pada kemasan botol dari bahan plastik atau kaca dan produk ini dapat disimpan selama 2 bulan (Rindengan et al, 1991). Gambar 3 dapat dilihat produk selei kelapa.
Gambar 3. Produk selei kelapa 3. Pengolahan minuman isotonik Secara alami, air kelapa muda mempunyai komposisi mineral dan gula yang sempurna (Tabel 2) sehingga mempunyai kesetimbangan elektrolit yang sempurna, sama dengan cairan tubuh manusia. Komposisi mineral air kelapa yang unik ini menyebabkan air kelapa bisa berperan sebagai minuman isotonik alami. Proses pengawetan dengan teknik pemanasan Ultra High Temperature (UHT) mampu memberikan daya awet yang diinginkan, tetapi nilai gizi, cita rasa dan aroma khas air kelapa muda mengalami perubahan. Oleh karena itu, Badan Pertanian
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
63
Rindengan Barlina dan David Allorerung
Dunia, FAO menerapkan teknologi mikrofiltrasi untuk mengawetkan air kelapa muda. Prinsipnya teknologi ini bekerja dengan mengalirkan air kelapa muda melalui suatu filter yang terbuat dari porselin ataupun gel poliakrilik. Dengan karakteristik filter yang tepat, filter akan mampu menahan semua mikroorganisme dan sporanya, dan melalukan permeate air kelapa muda yang steril. Teknologi mikrofiltrasi ini, dikembangkan oleh tim ahli dari FAO di bawah koordinasi Dr Morton Satin, yang juga sebagai Chief of FAO's Agricultural Industries and Post-harvest Management Service. Oleh karena potensi air kelapa di Indonesia sangat besar dan minuman energi banyak diminati konsumen, maka diharapkan air kelapa muda (sebagai minuman isotonik alami) mampu mengambil bagian dari pangsa pasar minuman olahraga dunia yang saat ini diperkirakan bernilai sekitar 1 milyar dollar AS (Prasetyo, 2002). PELUANG PENGEMBANGANNYA Beberapa teknologi pengolahan yang ada berpeluang untuk dikembangkan baik untuk tingkat petani maupun industri rumah tangga, sedangkan cara pengolahan lainnya akan lebih sesuai untuk skala industri yang lebih besar. Usaha menjual kelapa muda di kakilima pernah dilaporkan harian Sinar Tani (2000), yang menyatakan bahwa seorang pedagang pengumpul yang memperoleh buah kelapa muda dari 4 petani di daerah Serang dan menjualnya di Pasar Minggu Jakarta, pada saat bulan Puasa pendapatannya dapat mencapai Rp. 1 juta sehari dengan total penjualan 1000 - 2000 buah/hari. Pada hari-hari biasa hanya dapat menjual 400 buah sehari, dengan harga jual Rp. 1000/buah (pembelian pada petani Rp. 400/buah). Jika petani dapat menjual kelapa 100 buah/hari, maka diperoleh pendapatan Rp. 40,000/hari. Jadi apabila dalam 1 bulan petani dapat menjual 2400 buah kelapa muda (24 hari x 100 buah) dengan harga Rp. 400/buah, maka diperoleh pendapatan Rp. 960,000/bulan. Bila biaya panjat dan angkut sebesar 50%, maka keuntungan yang diperoleh Rp. 480,000/bulan (Rindengan dan Allolerung, 2003). Sedangkan jika dibandingkan dengan kopra hanya Rp. 100,000/bulan atau Rp. 1,200,000/tahun (Tarigan dan Mahmud, 1999). Bila petani yang langsung menjual ke pasar keuntungan akan lebih besar lagi. Berdasarkan uraian terdahulu mutu kelapa muda (daging dan air kelapa) hanya bertahan sampai 3 hari (tanpa perlakuan). Untuk mengatasinya penerapan teknik pengawetan perlu dilakukan antara lain, pengawetan buah kelapa muda yang sebagian sabutnya sudah dikeluarkan (Gambar 1) atau diolah menjadi produk baru, yaitu koktil kelapa. Di Thailand, harga buah kelapa muda yang sudah diawetkan dapat mencapai U$ 1.5 per buah. Pengembangan buah kelapa muda yang sudah diawetkan dapat dilaksanakan petani karena prosesnya singkat dan mudah dilaksanakan, tetapi harus disimpan pada suhu rendah (100C). Oleh karena itu, lebih sesuai apabila disalurkan di pasar swalayan yang memiliki lemari pendingin, sehingga buah kelapa muda awet produksi dalam negeri dapat bersaing dengan buah impor.
64
POTENSI DAN PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA
POTENSI DAN PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA
PENUTUP Buah kelapa muda selain bernilai ekonomi tinggi, juga bernilai gizi tinggi karena daging kelapa mengandung asam lemak esensial dan asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh. Air kelapa selain mengandung gula dan vitamin, juga memiliki berbagai jenis mineral, sehingga dapat memenuhi sebagian dari kebutuhan gizi dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Pemanfaatan buah kelapa muda harus diikuti dengan penanganan setelah panen, seperti pengawetan, pengemasan dan penyimpanan karena buah mudah rusak. Peluang dalam pengembangannya dipengaruhi oleh ketersediaan sumber bahan baku yang bermutu, modal, pemasaran dan SDM. Faktor-faktor tersebut sangat menentukan dalam upaya mencapai dampak yang diharapkan seperti terciptanya lapangan kerja, peningkatan pendapatan petani, peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Allorerung, D., dan Z. Mahmud. 2003. Dukungan kebijakan IPTEK dalam pemberdayaan komoditas kelapa. Prosiding KNK V. p.70-85. Anonim, 2002. Kelapa Muda untuk Jantung. Indo Asian News Service (SMC/Cn 02). Internet. Djatmiko, B., 1991. Pemanfaatan Daging Buah Kelapa Hibrida Indonesia (Khina) Menjadi Koktil Kelapa Muda. Jur. Penelitian Kelapa 5(1) : 17-21. Kamala, D.C.B., and M. Velayutham. 1978. Changes in the chemical composition of nut water and kernel during development of coconut. Placrosym 1:340-346. Kunikawati, 1980. Pengaruh Konsentrasi Gula dan pH Terhadap Mutu dan Daya Simpan Minuman Kelapa Muda. Skripsi pada Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, IPB. Bogor. 73p. Karyadi, D. dan Mulihal, 1988. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. 52p. Kumar, T.B.N, 1995. Tender coconut water : Nature’s finest drink. Indian Coconut Journal-XXXII Cocotech Special. XXVI (3) : 42-45. Milla, P.D. dan N. Boceta. 1989. Stay healty : Drink coconut water daily. Philippine Coconut Authority. 6 p. Ramanandan, P.L. 1980. Studies on the storage of tender coconut. Indian Coconut Journal X (9) : 4-5. Prasetyo. 2002. Air Kelapa Muda sebagai Minuman Isotonik Alami. Internet. Paguirigan, F.L., M.M.J. Molina., L. Lorenzana., N. Valencia dan D.B. Masa. 2000. Buko Drink : Enhancing its quality and marketability. Proceeding of the Coconut Week Symposiun 2000. PCA. Diliman, Quezon City, Philippines. p.2142. Rindengan, B., A. Lay dan Z. Mahmud. 1991. Manfaat kelapa dan perbaikan pasca panen untuk memperoleh nilai tambah. Prosiding Temu tugas PenelitianPenyuluhan Bidang Tanaman Perkebunan/Industri. Seri Pengembangan : No.41991. Balittas Malang. p.161-183.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
65
Rindengan Barlina dan David Allorerung
Rindengan, B., A. Lay, H. Novarianto. 1995. Karakteristik Daging Buah Kelapa Hibrid untuk Bahan Baku Industri Makanan. Terbitan Khusus. Teknologi Hasil. p.2237. Rindengan, B. 1999. Komponen buah kelapa hibrida pada beberapa tingkat umur buah. Tidak dipublikasi. Rindengan, B dan A. Allorerung. 2003. Pengembangan usaha komersialisasi kelapa muda. Prosiding Konperensi Nasional Kelapa V. p.199-208. Sierra, Z.N. dan J.R. Velasco. 1976. Studies on the growth factor of coconut waterIsolation of the growth promoting activity. The Philppine Journal of coconut Studies 1(2):11-18. Sison, B.C. 1977. Disposal of coconut processing waste. Philippine Journal of Coconut Studies. Didalam. Simatupang (1981) Beberapa komponen air kelapa jenis hijau dan kuning pada tiga tingkat umur buah dan lama penyimpanan. Skripsi Fatemeta, IPB Bogor. 55p. Sinar Tani, 2000. Usaha Kakilima Kelapa Muda Untungnya Menyegarkan. Agriutama. Harian Sinar Tani 6-12 Desember 2000 No. 2871 Tahun XXXI. p. 14-15. Thampan, P.K., 1981. Handbook on Coconuy Palm. Oxford & IBH Publishing Co. New Delhi Bombay Calcutta. 311p. Tarigan, D dan Z. Mahmud. 1997. Diversifikasi usahatani kelapa berwawasan agribisnis. Prosiding Temu Usaha Perkelapaan Nasional. Manado 6-8 Januari. p.109-119.
66
POTENSI DAN PENGOLAHAN BUAH KELAPA MUDA
PROSES PENGOLAHAN KECAP DAN MINUMAN RINGAN DARI AIR KELAPA Rindengan Barlina, Daniel J. Torar dan Elsje Tenda BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN PENDAHULUAN Air kelapa merupakan hasil samping dari pengolahan buah kelapa untuk memproduksi kopra, minyak, santan dan kelapa parut kering (desiccated coconut). Berdasarkan perhitungan, volume air kelapa matang umur 11-12 bulan dapat mencapai 300-400 ml/butir. Sampai saat ini produk dari pengolahan air kelapa yang sudah dibuat dan berkembang di masyarakat adalah nata de coco (sari kelapa). Air kelapa memiliki nilai gizi yang cukup baik, maka terbuka peluang untuk diformulasi menjadi berbagai produk pangan dan tidak hanya terbatas pada nata de coco, tetapi juga dapat diolah menjadi kecap dan minuman ringan. Dipasaran terdapat dua jenis kecap, yaitu kecap manis dan kecap asin. Secara fisik, kecap manis lebih kental dibanding kecap asin walaupun dari segi warna hampir sama, yakni coklat kehitaman. Kecap manis disamping fungsi utamanya sebagai penyedap makanan, juga memberikan warna alami pada makanan tertentu sehingga lebih menarik. Sebagian besar rakyat Indonesia, menggunakan kecap manis sebagai penyedap makanan. Hal ini terlihat mulai dari penjual makanan di kakilima sampai di restoran mewah menyajikan kecap manis sebagai penyedap makanan. Selanjutnya mengkonsumsi minuman ringan merupakan gaya hidup yang tidak bisa dipisahkan dari golongan konsumen menengah ke atas, baik anak-anak maupun orang dewasa. Jenis minuman ringan yang dikonsumsi umumnya berbahan baku konsentrat yang diimpor. Coca cola, Sprite dan Fanta adalah jenis-jenis minuman ringan yang digemari konsumen dan menguasai pasaran minuman ringan di Indonesia. Ketiga jenis minuman ringan ini telah menjadi minuman favorit, terutama pada acara-acara tertentu seperti jamuan makan atau pertemuan-pertemuan yang menyajikan bahan minuman. Diharapkan minuman ringan yang diolah dari air kelapa dapat juga menjadi minuman favorit konsumen Indonesia, seperti ketiga jenis minuman tersebut di atas. POTENSI AIR KELAPA Air kelapa yang merupakan 25% dari komponen buah kelapa (Grimwood, 1975) sampai saat ini pemanfaatannya masih pada pembuatan nata de coco. Khusus di Sulawesi Utara hanya ada satu jenis merk produk nata de coco yang selalu tersedia di pasaran, sehingga hanya sebagian kecil dari potensi air kelapa tersebut di atas yang dimanfaatkan. Salah satu pabrik desiccated coconut di Sulut, yaitu PT. Unicotin, dapat menyerap bahan baku kelapa berupa butiran sekitar 100,000 – 120,000 butir/hari (Baramuli dan Lay, 1997). Dari 100,000 – 120,000 butir kelapa tersebut akan menghasilkan 30 - 36 juta liter/hari yang terbuang sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan kalau tidak dimanfaatkan.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
67
Rindengan Barlina, Daniel J. Torar, dan Elsje Tenda
Pada umumnya buah kelapa matang mempunyai total padatan kurang dari 2 g/100 ml (Grimwood, 1975). Hasil analisa air kelapa matang, mengandung air 91.23%, protein 0.29%, lemak 0.15%, karbohidrat 7.27%, abu 1.06%. Komponen karbohidrat terdiri atas : glukosa 0.18%, fruktosa 0.20%, sukrosa 3.94%, sorbitol 1.02%. Selain itu, air kelapa mengandung vitamin C 2.2 - 3.7 mg/100 ml dan vitamin B kompleks yang terdiri dari : asam nikotinat 0.64 ug/ml, asam pantotenat 0.52 ug/ml, biotin 0.02 ug/ml, asam folat 0.003 ug/ml, riboflavin kurang 0.01 ug/ml (Child, 1964). Selanjutnya kandungan mineral, terdiri dari : (mg/100ml)-kalium (K) 312, natrium (Na) 105, calsium (Ca) 29, magnesium (Mg) 30, Ferrum (Fe) 0.10, Cuprum (Cu) 0.04, Phosphor (P) 37, Sulphur (S) 24 dan Chlor (Cl) 183.0. Hasil analisa air kelapa DMT, DTE dan DTA mengandung protein 0.06 - 0.11%, gula reduksi 1.86 - 2.46% dan vitamin C 0.23 - 0.26 mg/100 ml (Tenda et al, 1997). Berdasarkan pertimbangan kandungan gizi pada air kelapa dan ketersediaan bahan baku yang melimpah, maka air kelapa memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan pangan, seperti kecap manis dan minuman ringan. KECAP MANIS DAN MINUMAN RINGAN Kecap merupakan produk olahan dari Cina dan sudah lama dikenal serta dibuat oleh sebagian rakyat Indonesia. Di Indonesia dikenal dua jenis kecap yaitu kecap manis dan kecap asin. Kecap disukai oleh banyak orang, baik golongan menengah atas maupun golongan menengah bawah atau dengan kata lain kecap dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Pada dasarnya kecap yang dikenal berasal dari bahan baku kedele, diperoleh dengan cara fermentasi kedele atau dengan hidrolisa dan yang ditambahkan gula, garam dan bumbu-bumbu serta harus mengandung protein minimal 2 persen. Sedangkan kecap air kelapa yang bahan dasarnya dari air kelapa masih memerlukan penambahan kedele sehingga kecap yang dihasilkan dapat memenuhi standar mutu. Pengolahan kecap manis dari air kelapa dengan penambahan 200 g kedele memerlukan air kelapa 2750 ml sehingga menghasilkan kecap manis yang memenuhi standar mutu (Rindengan, 1983). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia, syarat mutu kecap manis adalah : kadar air 55-65%, garam 10%, sakarosa 30%, protein 2% (untuk mutu II) dan 6% (untuk mutu I), dengan syarat antara lain reaksi terhadap lakmus tidak boleh alkalis, serta kandungan asam benzoat atau garamnya, zat pemanis dan pewarna buatan, bahan berbahaya dan jamur harus negatif. Selanjutnya minuman ringan adalah minuman yang mengandung gula (minimum 10%), dan/atau tanpa penambahan asam serta tidak beralkohol. Pengolahan minuman ringan dari air kelapa telah banyak dilaporkan, antara lain Rosario dan Rubico, (1979), Gonzales (1984), Widardo et al, (1984), Kaseke dan Simanjuntak (1988) serta Tenda (1992). Dalam pengolahan air kelapa menjadi minuman ringan, beberapa zat yang ditambahkan adalah asam malat, asam askorbat, dan asam sitrat, serta beberapa variasi penambahan gula dengan tujuan untuk meningkatkan bahan padat terlarut (Rosario dan Rubico, 1979). Formulasi yang dapat diterima ialah kandungan padatan terlarut 10 - 12%, pH 4.2 - 4.5, dan asam sitrat 0.10 0.15%. Selanjutnya menurut Gonzales (1984), minuman ringan air kelapa mempunyai
68
PROSES PENGOLAHAN KECAP DAN MINUMAN RINGAN DARI AIR KELAPA
PROSES PENGOLAHAN KECAP DAN MINUMAN RINGAN DARI AIR KELAPA
kandungan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan minuman ringan lainnya, sehingga mikroba sangat mudah tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu Standar Nasional Indonesia menetapkan syarat mutu minuman ringan sebagai berikut: gula minimum 10%, asam benzoat 50 mg/kg (maksimum), logam berbahaya negatif, glukosa negatif, bakteri, ragi dan jamur negatif. Dengan pengolahan yang higienis, diharapkan minuman ringan air kelapa dapat menggantikan posisi produk minuman ringan lainnya. PROSES PENGOLAHAN KECAP MANIS DAN MINUMAN RINGAN A. Kecap manis Berikut ini akan diuraikan tahap-tahap pembuatan kecap manis yang menggunakan air kelapa adalah sebagai berikut (Rindengan, 1983) 1. Persiapan fermentasi kapang. Kedele sebanyak 2.5 kg direndam selama 12 jam dalam air pada suhu ruang. Setelah perendaman ditiriskan/dikeringkan kemudian dihamparkan di atas nyiru dan ditaburi kapang. Selanjutnya difermentasi selama 3 hari pada suhu ruang. Selesai fermentasi kedele berjamur (seperti tempe) dikeringkan kemudian direndam dalam larutan garam 20 persen selama satu minggu. 2. Persiapan Bumbu. Bumbu yang digunakan adalah kemiri, pekak, bawang putih, daun salam, dan gula merah. Pekak disangrai, kemiri dan bawang putih dikupas lalu digoreng dengan sedikit minyak. Gula merah sebanyak 6 kg, dilarutkan dalam air kelapa, sedangkan garam sebanyak 2.5 kg digunakan dalam fermentasi. 3. Pemasakan Air kelapa sebanyak 30 liter (dari sekitar 100 butir kelapa) disaring lalu kedele yang sudah difermentasi dalam larutan garam dicampur dengan air kelapa. Kemudian dimasak (pemasakan I) selama 3 jam sambil diaduk-aduk. Selesai pemasakan I disaring (penyaringan I), hasil saringan ditambah larutan gula dan bumbu-bumbu. Kemudian pemasakan dilanjutkan (pemasakan II) selama 2 jam. Selanjutnya disaring dan hasil akhir adalah kecap manis. Mutu kecap manis air kelapa adalah sebagai berikut :Kadar protein 2.66%, total gula 46.71%, sakarosa 35.30%, garam 8.50%, pH 4.63 dan logam berbahaya negatif. (Rindengan, 1983). Kecap manis air kelapa ini memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Diagram alir pengolahan kecap manis air kelapa dapat dilihat pada Gambar 1.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
69
Rindengan Barlina, Daniel J. Torar, dan Elsje Tenda
Air kelapa Kedele, direndam,ditiriskan
Fermentasi kapang (3 hari)
Penyaringan Pengeringan
Pemasakan I (3 jam)
Fermentasi dalam larutan garam (7 hari)
Penyaringan I
Pemasakan II (2 jam)
Persiapan bumbu dan gula merah
Penyaringan II
Pengemasan
Kecap manis Gambar 1. Diagram alir proses pengolahan kecap air kelapa (Rindengan, 1983) B. Minuman ringan. Proses pengolahan minuman ringan dari air kelapa menurut Tenda (1992) adalah sebagai berikut (Gambar 2). Air kelapa disaring dengan menggunakan alat saring. Kemudian tambahkan gula dan asam sitrat lalu dipanaskan sampai mendidih. Angkat dan masukkan ke dalam botol atau kemasan plastik cup. Bila menggunakan botol masukkan karbonat. Selanjutnya dipasteurisasi dengan suhu 700C selama 30 menit. Dinginkan sampai pada suhu 25 - 300C, lalu disimpan pada suhu ruang. Mutu minuman ringan yang diperoleh adalah sebagai berikut: Kadar gula sekitar 15 - 21%, pH 4.55 - 4.58, tahan penyimpanan sampai 2 bulan. Pada Gambar 3 dapat dilihat contoh produk minuman ringan yang dikemas dalam plastik cup.
70
PROSES PENGOLAHAN KECAP DAN MINUMAN RINGAN DARI AIR KELAPA
PROSES PENGOLAHAN KECAP DAN MINUMAN RINGAN DARI AIR KELAPA
Air kelapa
Gula 10%
Penyaringan
Asam sitrat 0.15%/lt
Pencampuran
Pasteurisasi
Sentrifus
Non Karbonat
Pembotolan
Pasteurisasi
Pasteurisasi
Karbonat
Karbonisasi
Pembotolan
Pasteurisasi Pendinginan
Pendinginan Penyimpanan
Penyimpanan
Gambar 2. Diagram alir pembuatan minuman ringan air kelapa karbonat dan non karbonat (Tenda, 1992).
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
71
Rindengan Barlina, Daniel J. Torar, dan Elsje Tenda
Gambar 3. Produk minuman ringan yang dikemas dalam plastik cup. KESIMPULAN Air kelapa matang merupakan hasil samping dari pengolahan kelapa butiran menjadi kopra, minyak dan santan yang berpotensi untuk bahan baku pengolahan berbagai produk pangan lainnya. Oleh karena masih memiliki komposisi gizi yang cukup baik, maka air kelapa matang dapat menjadi bahan baku pengolahan kecap dan minuman ringan. Untuk pengolahan kecap air kelapa masih perlu penambahan kedele sehingga syarat mutu kandungan protein dapat dipenuhi. Sedangkan sebagai bahan baku pengolahan minuman ringan masih perlu penambahan gula agar syarat mutu minuman ringan dapat dipenuhi. Pada dasarnya teknologi pengolahan kedua produk ini dapat diterapkan kepada industri rumah tangga, seperti halnya pengolahan nata de coco yang saat ini sudah berkembang. Oleh karena itu diharapkan teknologi pengolahan kecap dan minuman ringan air kelapa, dapat juga dikembangkan dalam industri rumah tangga sehingga komoditas kelapa dapat menghasilkan berbagai macam produk. DAFTAR PUSTAKA Baramuli, A.N. dan A. Lay. 1997. Pengembangan industri kelapa parut kering PT. Unicotin Di Sulawesi Utara. Prosiding Temu Usaha Perkelapaan Nasional di Manado. Buku II (Agroindustri). p.48-56. Child, R. 1964. Coconuts Production and Its Production. Longmans, Green and Co. Ltd. London. Grimwood, B.A. 1975. Coconut Palm Product. Food Agriculture and Organization. Agricultural Development. Gonzales. 1984. A Process for preparing non-carbonated and carbonated coconut water beverages. NIST J. Philippines, 1(1). Kaseke, H.F.G. dan H. Simanjuntak. 1988. Pengaruh penambahan CMC terhadap minuman ringan dari air kelapa. Majalah Ilmiah Balai industri Manado. p15-19.
72
PROSES PENGOLAHAN KECAP DAN MINUMAN RINGAN DARI AIR KELAPA
PROSES PENGOLAHAN KECAP DAN MINUMAN RINGAN DARI AIR KELAPA
Rindengan, B. 1983. Pengaruh penambahan kedele terhadap mutu kecap manis dengan bahan dasar air kelapa. Penelitian S1 Jurusan Teknologi Hasil dan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado. 80p. Rosario, D.R.R. dan S.M. Rubico. 1979. Formulation of beverage from coconut watet, Philippine Journal of Coconut Studies, 4(4). Tenda, E.T., H.G. Lengkey dan J. Kumaunang. 1997. Produksi dan kualitas buah tiga kultivar kelapa Genjah dan tiga kultivar kelapa Dalam. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 3(2): 64-71. Puslitbangtri, Bogor. Tenda, E.T. 1992. Studi mrkrobiologi minuman ringan air kelapa karbonat dan non karbonat dalam penyimpanan. Jurnal Penelitian kelapa 5(2)1-8. Balitka Manado. Widardo, S.H.,D. Hartanto., H.F.G. Kaseke., M. Silangen., V. Akerina dan K. Agansi. 1984. Penelitian pemanfaatan air kelapa untuk industri minuman ringan. Komunikasi Nomor 13. Balai Industri Manado.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
73
PELUANG PENGOLAHAN ANGGUR DARI AIR KELAPA Steivie Karouw dan Rindengan Barlina BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN PENDAHULUAN Air kelapa merupakan salah satu hasil ikutan pada pengolahan buah kelapa yang hanya memanfaatkan daging buah kelapa. Sampai saat ini hanya sebagian kecil air kelapa yang dimanfaatkan untuk diolah menjadi nata de coco dan sisanya terbuang sebagai limbah. Air kelapa mengandung karbohidrat, lemak, protein, serta sejumlah vitamin dan mineral. Air kelapa selain diolah menjadi nata de coco, alkohol, asam cuka dan minuman ringan, juga dapat dijadikan bahan baku untuk minuman beralkohol seperti anggur kelapa. Anggur air kelapa merupakan salah satu produk yang diolah menggunakan air buah kelapa dalam kondisi yang higienis. Untuk mendapatkan anggur yang baik, maka air kelapa yang akan dijadikan bahan baku adalah air kelapa yang segar, sehingga apabila menggunakan air kelapa dari industri desiccated coconut (kelapa parut kering) maka pengolahan anggur air kelapa akan sangat sesuai. Hal ini disebabkan pada industri desiccated coconut, buah kelapa yang digunakan sebagai bahan baku telah melalui proses sortasi terlebih dahulu, sehingga air kelapa tersebut diperoleh dari buah kelapa yang terjamin kualitasnya. Dengan pengolahan air kelapa menjadi anggur air kelapa selain akan meningkatkan nilai tambah produk kelapa, juga dapat mengurangi tingkat pencemaran lingkungan pada daerah sekitar industri yang hanya memanfaatkan daging buah kelapa seperti industri desiccated coconut. ANGGUR AIR KELAPA Anggur adalah hasil fermentasi alkohol oleh khamir terhadap glukosa dan fruktosa yang terdapat dalam buah anggur atau buah-buahan lainnya. Pada dasarnya minuman beralkohol dapat diproduksi dari sari buah-buahan , biji-bijian, madu, susu, padi-padian atau tanaman lain yang mengandung pati. Selain buah anggur, buahbuahan lain yang dapat diolah menjadi anggur, seperti mangga, jambu, nenas, durian, pisang, jambu mente, markisa dan kasturi. Menurut Judoamidjojo et al, (1980) proses pembuatan anggur dimulai dari penggilingan buah anggur, pemberian uap, penambahan SO2 atau sulfit atau pasteurisasi, inokulasi starter, fermentasi, pasteurisasi, penjernihan dan pematangan. Hasil penggilingan buah anggur diperoleh juice buah anggur yang mengandung air, karbohidrat (glukosa, fruktosa, pentosa dan pektin), protein, asam (tartarat dan malat), mineral, vitamin, enzim dan senyawasenyawa pembentuk aroma. Air kelapa mengandung protein 0.5%, lemak 0.29%, karbohidrat dalam bentuk glukosa (0.8), fruktosa (0.20), sakarosa (3.94%) dan sorbitol 1.02% (Grimwood, 1975; Thampan, 1971). Selain itu, air kelapa mengandung sejumlah vitamin dan mineral. Berdasarkan komposisi tersebut, maka air kelapa dapat diolah lanjut menjadi 74
PELUANG PENGOLAHAN ANGGUR DARI AIR KELAPA
PELUANG PENGOLAHAN ANGGUR DARI AIR KELAPA
minuman beralkohol seperti anggur. Selanjutnya vitamin dan mineral yang terdapat pada air kelapa sangat dibutuhkan oleh khamir sebagai sumber nutrisi, sedangkan lemak dan asam nukleat sangat berpengaruh terhadap flavor yang dihasilkan. 1. Karakteristik anggur air kelapa Karakteristik minuman anggur yang dihasilkan akan berbeda tergantung pada jenis bahan yang dijadikan substrat, jenis starter dan lama fermentasi. Pengolahan anggur air kelapa yang dilakukan oleh Alamsyah (2001) dengan menggunakan starter ragi roti sebanyak 6% yang difermentasi 14 hari dihasilkan anggur air kelapa dengan kadar alkohol 8.16% dan kadar gula reduksi 0.15%. Riset lainnya yang dilakukan di University of Phillipine Los Banos (UPLB), pengolahan anggur air kelapa menggunakan kultur murni S. cerevisiae yang difermentasi selama 3 – 4 minggu menghasilkan anggur dengan kadar alkohol 10 – 12%, total asam 0.72% dan pH (kemasaman) 4.0 (UPLB dalam Suharto, 1998). Sebagai pembanding, hasil penelitian Rindengan et al, (2003) menunjukkan bahwa pada pengolahan anggur dari nira aren yang menggunakan starter kultur ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dan kultur murni Saccharomyces cerevisiae menghasilkan anggur dengan kadar alkohol yang lebih tinggi, berturut-turut 6.83 - 7.83% dan 6.33 - 7.33% dibandingkan dengan menggunakan kultur murni S. ellipsoides hanya berkisar 1.17 - 4.00%. Namun dari aspek bau dan rasa, anggur dari nira aren yang diolah menggunakan kultur murni S. ellipsoides lebih disukai dibandingkan dengan kedua starter lainnya. 2. Faktor-faktor yang berperan pada pengolahan anggur Dalam fermentasi anggur ada banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain, starter, kadar gula, suhu, kemasaman, alat yang digunakan, dan proses fermentasi. a. Starter Dalam pembuatan minuman beralkohol yang dilakukan dengan cara fermentasi, biasanya dilakukan penambahan starter. Penambahan starter dalam air kelapa pada pembuatan anggur bertujuan untuk menambahkan khamir yang berperan dalam pembentukan alkohol selama proses fermentasi berlangsung. Starter yang ditambahkan adalah starter yang mengandung khamir seperti Saccharomyces cerevisiae, Candida, Hansenula, Saccharomyces ellipsoides dan Schizosaccharomyces (Immanuel dan Savitri, 1994). Starter yang digunakan dapat berupa biakan murni pada media agar miring maupun dalam bentuk khamir yang diawetkan atau dried yeast misalnya ragi komersial (ragi roti). Ragi roti mengandung sejumlah mikroba seperti Aspergillus, Saccharomyces, Candida dan Hansenula serta bakteri seperti Acetobacter. Genus-genus tersebut hidup secara sinergis, Aspergillus menyederhanakan pati, Saccharomyces, Candida dan Hansenula memiliki kemampuan untuk menguraikan gula menjadi alkohol dan zat organik lainnya. Selanjutnya Acetobacter menguraikan alkohol menjadi asam cuka (Dwijoseputro, 1984).
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
75
Steivie Karouw dan Rindengan Barlina
b. Kadar gula Kadar gula untuk pengolahan anggur berkisar antara 10 – 18%. Kadar gula yang terlalu tinggi akan memperlambat aktivitas khamir. Kadar gula dalam air kelapa hanya berkisar 4.0% (Banzon and Velasco, 1982), oleh karena itu untuk memperoleh kadar gula yang sesuai perlu ditambahkan gula pasir. Gula pasir yang ditambahkan sebanyak 100 g untuk setiap 1 liter air kelapa (Alamsyah, 2001). c. Suhu Suhu fermentasi yang sesuai untuk fermentasi khamir berkisar 21.10C hingga Suhu yang sesuai pada awal fermentasi berlangsung yaitu 21.100C atau 700F, sedangkan pada akhir fermentasi 32.20C atau 1000F. Suhu yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan khamir dan memperbesar kemungkinan kontaminasi. Namun suhu yang terlalu rendah juga akan memperlambat aktivitas khamir. 32.20C.
d. Kemasaman (pH) Pengaturan pH sangat penting karena pH menciptakan keadaan atau suasana yang sesuai untuk khamir. Untuk fermentasi anggur, pH yang sesuai yaitu 3.5 – 4.0. Air kelapa memiliki tingkat keasaman (pH) sekitar 5.0 – 6.0 (Rindengan dan Karouw, 2003). Oleh karena itu, untuk mendapatkan pH yang sesuai perlu dilakukan pengaturan pH. Dalam mengatur (menurunkan) pH dapat digunakan asam sitrat. Pengukuran pH dapat menggunakan pH meter dan kertas pH (indikator universal). e. Alat Peralatan yang akan digunakan untuk pembuatan anggur tidak boleh terbuat dari besi, tembaga dan kuningan. Alat-alat yang dipakai sebaiknya terbuat dari gelas, keramik, kayu atau stainless steel. Khusus untuk wadah fermentasi sebaiknya menggunakan wadah gelas karena gelas bersifat netral, tidak mempunyai efek bau dan rasa serta transparan. Semua peralatan yang digunakan harus higienis. Untuk peralatan yang tahan panas dapat disterilkan dengan cara pemanasan. Pemanasan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu (1) menggunakan udara panas (oven), (2) dengan uap panas (autoklaf atau dandang) dan (3) dengan air mendidih. 3. Proses Fermentasi Anggur Proses fermentasi dalam bahan pangan terjadi akibat aktivitas fermentatif pada substrat yang sesuai dan mengakibatkan terjadinya perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Enzim tersebut dapat dihasilkan oleh mikroba atau enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (Winarno et al, 1986). Mekanisme pembentukan alkohol selama fermentasi adalah sebagai berikut : dengan adanya enzim invertase, sukrosa dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa. Selanjutnya glukosa akan diubah menjadi alkohol dan CO2. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :
76
PELUANG PENGOLAHAN ANGGUR DARI AIR KELAPA
PELUANG PENGOLAHAN ANGGUR DARI AIR KELAPA
Invertase C12H22O11 + H2O Sukrosa Air C6H12O6
C6H12O6 + C6H12O6 Glukosa Fruktosa 2C2H5OH + 2CO2
Menurut Winarno dan Fardiaz (1979) pemecahan glukosa menjadi asam piruvat dapat melalui sistem heksosa difosfat (HDP). Melalui sistem ini setiap molekul glukosa dapat menghasilkan dua molekul triosa fosfat. Dalam reaksi tersebut diperlukan dua molekul ATP (Adenosin Tri Phosphat). Masing-masing triosa fosfat yang terbentuk kemudian dapat menghasilkan satu molekul asam piruvat, dua molekul ATP dan sepasang elektron. Asam piruvat selanjutnya akan diubah menjadi asetaldehida kemudian asetaldehida melalui reaksi reduksi menjadi alkohol. Selain alkohol, dalam proses fermentasi juga akan diperoleh hasil ikutan seperti gliserol, asam laktat, asam asetat, asam formiat, asam propionat dan asam butirat. DESKRIPSI PENGOLAHAN ANGGUR AIR KELAPA Dalam pengolahan anggur air kelapa bahan-bahan yang diperlukan yaitu 1) starter dapat berasal dari ragi roti atau kultur murni dalam agar miring (S. cerevisiae, S. ellipsoides atau Schizosaccharomyces), 2) gula pasir, 3) asam sitrat. Alat-alat yang diperlukan adalah : 1) panci stainless steel, 2) saringan, 3) timbangan, 4) pengaduk, 5) dandang, 6) botol fermentasi, 7) selang plastik, 8) kompor, 9) kertas pH, dan 10) ember plastik. Pengolahan anggur air kelapa terdiri atas persiapan bahan, pembuatan starter, persiapan media fermentasi, fermentasi, penuaan (aging), penjernihan, pembotolan dan pasteurisasi. Tahapan pengolahan anggur air kelapa adalah sebagai berikut : 1. Persiapan bahan baku Air kelapa yang akan digunakan sebagai bahan baku pengolahan anggur adalah air kelapa segar. Air kelapa segar yaitu air kelapa yang diperoleh dari buah kelapa segar yang utuh, tidak pecah dan berumur 10 - 12 bulan. 2. Pembuatan Starter Pembuatan starter diawali dengan proses penyaringan air kelapa. Selanjutnya air kelapa dipasteurisasi pada suhu 600C selama 30 menit dan didinginkan, diinokulasi dengan ragi roti 3 g/100 ml air kelapa (Alamsyah, 2001). Apabila menggunakan kultur murni, maka ke dalam tiap 100 ml air kelapa ditambahkan 1 tabung kultur murni dalam agar miring. Cairan tersebut kemudian diinkubasi selama 24 jam. Pembuatan starter berlangsung pada kondisi aerob, oleh karena itu botol starter cukup ditutup dengan kapas. Pada tahap ini tidak diinginkan terjadinya proses pembentukan alkohol tetapi hanya untuk memperbanyak jumlah khamir. Diagram alir pembuatan starter disajikan pada Gambar 1.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
77
Steivie Karouw dan Rindengan Barlina
3. Persiapan Media Fermentasi Air buah kelapa disaring, lalu diatur kadar gulanya dengan menambahkan gula pasir sebanyak 100 g untuk setiap 1 liter air kelapa. Selanjutnya dipasteurisasi pada suhu 600C selama 30 menit. Setelah didinginkan dilakukan pengaturan pH berkisar 4.0, kemudian dimasukkan dalam botol-botol fermentasi.
Air kelapa
Penyaringan
Pasteurisasi suhu 600C, selama 30 menit
Pendinginan
Diinokulasi ragi roti atau kultur murni
Diinkubasi selama 24 jam
Starter Gambar 1. Diagram alir pembuatan starter 4. Fermentasi Ke dalam botol-botol fermentasi yang berisi air kelapa ditambahkan starter sebanyak 6.0% (v/v) (Alamsyah, 2001). Untuk menciptakan kondisi anaerob botolbotol ditutup dan diberi selang, ujung selang yang satu dimasukkan ke dalam botol fermentasi dan ujung selang lainnya dimasukkan ke dalam air, selanjutnya dilakukan fermentasi. Setelah fermentasi selesai diperoleh produk yaitu anggur air kelapa. Untuk mendapatkan produk akhir yaitu anggur dalam kemasan masih ada tahapan proses yang harus dilakukan yaitu penuaan (aging), penyaringan dan pengemasan. 5. Penuaan (aging) dan penjernihan Penuaan dilakukan dengan tujuan untuk (a) memperbaiki aroma yang ada dan membentuk aroma baru sebagai akibat reaksi esterifikasi dari asam-asam amino, (b) menjernihkan anggur, karena pada waktu penuaan akan terjadi pengendapan. Waktu yang diperlukan untuk penuaan anggur tergantung pada jenis anggur yang dibuat. 78
PELUANG PENGOLAHAN ANGGUR DARI AIR KELAPA
PELUANG PENGOLAHAN ANGGUR DARI AIR KELAPA
Untuk anggur buah antara 6 bulan hingga 1 tahun, anggur tape ketan diperlukan waktu 30 hari, sedangkan anggur air kelapa dapat berlangsung selama 6 - 16 bulan (UPLB dalam Suharto, 1998). Pematangan yang terlalu lama akan menyebabkan flavor dan aroma akan hilang dan warna menjadi berubah (Said, 1987). Faktor yang perlu diperhatikan pada saat penuaan yaitu suhu dan wadah. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan oksidasi yang terlalu cepat sehingga aroma yang terbentuk kurang baik. Wadah penuaan sebaiknya menggunakan wadah yang netral yaitu bahan dari gelas atau keramik. Setelah proses penuaan maka dilanjutkan dengan penjernihan. Penjernihan bertujuan untuk mengendapkan koloid-koloid yang tidak bisa mengendap waktu dilakukan penuaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk penjernihan anggur yaitu melalui penyaringan. 7. Pembotolan dan pasteurisasi Anggur yang sudah jernih kemudian dibotolkan, ditutup dan dipasteurisasi. Pada waktu pengisian, botol harus terisi penuh cairan anggur sehingga sedikit sekali ruang udara yang tersisa. Ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya oksidasi alkohol menjadi asam cuka selama penyimpanan. Secara singkat sistimatika pengolahan anggur air kelapa dapat dilihat pada Gambar 2. Air kelapa Penyaringan Pasteurisasi suhu 600C, selama 30 menit Pendinginan Pengaturan pH Air kelapa + starter Fermentasi Penuaan Penjernihan Pembotolan dan pasteurisasi Anggur dalam kemasan
Gambar 2. Diagram alir pengolahan anggur air kelapa
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
79
Steivie Karouw dan Rindengan Barlina
PENUTUP Air kelapa berpeluang untuk diolah menjadi minuman beralkohol yaitu anggur kelapa. Air kelapa yang akan dijadikan bahan baku yaitu air kelapa segar dari buah kelapa utuh, tidak pecah dan berumur 10 - 12 bulan. Untuk keberhasilan pengolahan anggur air kelapa maka faktor-faktor yang penting untuk diperhatikan yaitu starter, suhu fermentasi, kadar gula, pH (kemasaman) dan sanitasi alat. Pengolahan minuman anggur dari air kelapa dapat dilakukan menggunakan starter berupa biakan murni pada media agar miring maupun dalam bentuk khamir yang diawetkan atau dried yeast misalnya ragi komersial (ragi roti/Saccharomyces cerevisiae). TINJAUAN PUSTAKA Alamsyah, A. 2001. Pengaruh jumlah starter dan lama fermentasi terhadap sifat kimia anggur buah kelapa. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Banzon, J.A. & J.R. Velasco. 1982. Coconut production and utilization. PCRDF, Manila. 351 p. Dwidjoseputro. 1984. Dasar-dasar mikrobiologi. Djambatan, Malang. Grimwood, B.A. 1975. Coconut palm product. Food Agiculture and Organization. Agricultural Development. Immanuel, E. dan T.H. Savitri. 1994. Pemanfaatan air kelapa menjadi minuman anggur. Media Komunikasi Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor. Judoamidjojo R.M., E. Gumbira dan I. Hartono. 1989. Biokonversi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB. 315 hal. Rindengan, B. dan S. Karouw. 2003. Pemanfaatan air kelapa untuk pembuatan nata de coco. Materi Magang Petugas Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur. Manado 2 – 14 Juni 2003, Balitka. Manado. Rindengan, B., S. Karouw, P. Pasang, A.Lay dan D. Torar. 2003. Pemanfaatan sabut kelapa pada penyadapan nira aren dan pengolahan nira aren menjadi palm wine. Laporan Penelitian T.A. 2002. Balitka, Manado. 25 hal. Said, E.G. 1987. Bioindustri. Penerapan teknologi fermentasi. Kerjasama PAU Bioteknologi IPB dengan PT.Mediyatama sarana Perkasa. Jakarta. 317 hal. Suharto, J.C. 1998. Coconut champagne – A toast of the century. Cocoinfo International 1 (5) : 14 – 15. Thampan, P.K. 1981. Handbook of coconut palm. New Delhi, India. Winarno, F.G. dan S. fardiaz. 1979. Biofermentasi dan biosintesa protein. Penerbit Angkasa, Bandung. Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1986. Pengantar teknologi pangan. PT. Gramedia, Jakarta.
80
PELUANG PENGOLAHAN ANGGUR DARI AIR KELAPA
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA Rindengan Barlina, Steivie Karouw dan Ronald T.P. Hutapea BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN PENDAHULUAN Produk utama tanaman kelapa adalah buah kelapa yang terdiri atas 4 komponen, yaitu sabut 33%, tempurung 15%, air kelapa 22% dan daging buah 30%. Hasil konversi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa setiap pengolahan kelapa yang menghasilkan 1 ton kopra akan diperoleh hasil samping air kelapa sebanyak 1.17 ton (Somaatmadja, 1984). Dari proyeksi produksi kelapa pada tahun 2003 sebesar 3,066,000 ton kopra, akan dihasilkan sekitar 3,587,220 ton air kelapa. Air kelapa merupakan salah satu komponen yang masih potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman ringan, alkohol, asam cuka dan nata de coco. Nata de coco dapat digolongkan sebagai produk buah-buahan seperti kolang kaling (buah aren). Oleh sebab itu nata de coco dapat dijadikan bahan substitusi untuk buah kaleng ataupun dapat dikonsumsi dengan buah-buahan lainnya sebagai makanan penyegar atau pencuci mulut (food dessert) yang dapat digolongkan pada dietary yang memberikan andil cukup berarti untuk kelangsungan fisiologi secara normal (Anonim, 1974). Nata de coco tidak terbatas sebagai bahan makanan saja, namun ternyata dapat dimanfaatkan sebagai membran pengeras suara atau loudspeaker membrane. Para ilmuwan di Jepang telah melakukan penelitian pembuatan membran pengeras suara dengan menggunakan material yang disebut bacterial cellulose (BC). Bacterial cellulose adalah produk fermentasi yang dihasilkan akibat aktivitas bakteri dalam media yang mengandung glukosa sebagai sumber karbon. Nata de coco merupakan salah satu produk yang dikategorikan sebagai BC, dan diprediksikan pada masa yang akan datang nata de coco sangat diperlukan sebagai salah satu material untuk industri elektronik (Indrati et al, 2001). Nata de coco hanya memiliki 1.8 kalori, jadi produk ini termasuk jenis makanan rendah kalori atau non nutritif. Meskipun demikian kandungan serat kasar yang berkisar 1.05% ternyata memberi andil yang cukup berarti untuk kelangsungan fisiologi tubuh secara normal. Oleh karena itu produk nata de coco sangat digemari oleh konsumen Jepang, karena dianggap berkasiat mencegah terjadinya kanker usus. Pada awalnya serat makanan hanya dianggap sebagai sumber energi yang tidak tersedia. Akan tetapi berdasarkan pengamatan para peneliti Inggris pada tahun 1970an menyimpulkan bahwa terdapat suatu hubungan yang erat antara konsumsi serat makanan dan insiden timbulnya berbagai penyakit. Berdasarkan hasil pengamatan mereka, penduduk Afrika pedalaman mempunyai sedikit insiden berbagai penyakit karena mengkonsumsi makanan berserat lebih banyak dibandingkan dengan penduduk di negara-negara maju. Para peneliti tersebut menyimpulkan bahwa konsumsi makanan berserat dalam jumlah banyak akan meningkatkan ketahanan tubuh manusia terhadap berbagai penyakit misalnya kanker usus besar (colon), penyakit divertikular (adanya benjolan/luka pada usus), penyakit kardiovaskuler (penimbunan kolestrol) dan obesitas (kegemukan).
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
81
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Ronald T.P. Hutapea
Saat ini nata de coco mulai disukai konsumen, hal ini terlihat dengan semakin banyak jenis nama dagang dengan kemasan yang lebih menarik yang ada di pasar swalayan. Dalam proses pembuatan nata de coco diperlukan bantuan bakteri Acetobacter xylinum untuk mensintesis kandungan gula dalam media air kelapa menjadi selulosa. Untuk memperoleh hasil yang baik, media air kelapa harus disesuaikan dengan syarat tumbuh bakteri tersebut. KARAKTERISTIK AIR KELAPA DAN NATA DE COCO 1. Air kelapa Alaban pada tahun 1962 telah melakukan penelitian pembuatan nata dari berbagai bahan, ternyata nata dari bahan baku air kelapa adalah yang terbaik (Cahyana, 1984). Hal ini disebabkan air kelapa cukup memiliki kandungan nutrisi antara lain vitamin dan mineral. Karakteristik air kelapa secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, ternyata air kelapa mengandung karbohidrat, vitamin C, vitamin B kompleks dan mineral yang cukup baik, sedangkan nilai kalori berkisar 17.4 kalori per 100 ml dan tingkat kemasaman (pH) berkisar 6.1. Tabel 1. Karakteristik air kelapa Komposisi
Air kelapa
Kadar air1) Kadar lemak1) Kadar protein1) Kadar abu1 Karbohidrat2) : Glukosa Fruktosa Sakarosa Sorbitol Vitamin C3) Vitamin B kompleks 4): Asam nicotinat Asam pantotenat Biotin Riboflavin Asam folat Mineral 2): Kalium (K) Natrium (Na) Kalsium (Ca) Magnesium (Mg) Besi (Fe) Tembaga (Cu) Fosfor (F) Sulfur (S) Klorida (Cl) 1) Subrahmanyan
91.23% 0.15% 0.29% 1.06% 0.18% 0.20% 3.94% 1.02% 2.2-3.7 mg/100 ml 0.64 ug/ml 0.52 ug/ml 0.02 ug/ml < 0.01 ug/ml 0.003 ug/ml 312 mg/100 ml 105 mg/100 ml 29 mg/100 ml 30 mg/100 ml 0.10 mg/100 ml 0.04 mg/100 ml 37 mg/100 ml 24 mg/100 ml 183 mg/100 ml
dan Swaminatha, dalam Kunikawati (1980)
2) Grimwood,1975 3) Thampan,1981 4)Child,1964
82
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA
2. Nata de Coco Berdasarkan penamaan nata de coco yang disebut juga selulosa sintetik, berarti bahwa produk nata termasuk salah satu produk yang rendah kalori. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat karakteristik nata de coco yang dibandingkan dengan kolang kaling alami. Nata de coco hanya memiliki kadar lemak 0.2%, tidak mengandung protein dan kadar serat kasar 1.05%, sedangkan kolang kaling memiliki kadar serat 0.95%. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka nata de coco tergolong jenis makanan yang rendah kalori, yaitu hanya 1.8 kalori dan kolang kaling 16.32 kalori. Tabel 2. Karakteristik kimia nata de coco dan kolang kaling alami Komposisi Kadar lemak3)
Nata de Coco1)
Kolang Kaling2)
0.2%
Kadar air
94.70%
93.75%
Kadar protein
-
0.69%
Karbohidrat (pati)
-
33.39%
Kadar abu
0.6%
1.00%
Serat kasar
1.05%
0.95%
Kalsium
-
0.012%
Fosfor
-
0.002%
Riboflavin (vitamin B3)
-
Thiamin (Vitamin B1)
-
0.017% sedikit sekali
1)Rindengan,
1994 et al, 1973 3)Cahyana, 1984 2)Muchtadi
TEKNOLOGI PENGOLAHAN NATA DE COCO Nata dapat dibuat dari berbagai macam bahan pangan yang berkadar air tinggi, seperti buah nenas, buah jambu dan air kelapa. Nata dari sari buah nenas disebut nata de pina, dari buah jambu disebut nata de cashew dan dari air kelapa disebut nata de coco. Dengan bantuan bakteri A. xylinum kandungan gula dalam media air kelapa akan disintesis menjadi selulosa. Namun untuk menghasilkan nata yang berkualitas, sifat fisiko kimia air kelapa harus disesuaikan dengan syarat tumbuh dari bakteri A. xylinum. Pembuatan nata de coco yang dilaksanakan oleh Rindengan (2000) diperoleh rendemen sekitar 75%. Dibandingkan dengan cara pembuatan nata de coco yang sudah umum dilakukan, Balitka telah melakukan modifikasi sebagian, sehingga cairan starter dan gula pasir yang digunakan dapat dihemat, masing-masing 9% dan 13% dengan waktu proses sampai panen sekitar 7 – 8 hari atau lebih singkat 50% dari waktu yang sudah lazim diterapkan. Selanjutnya dari segi penilaian secara organoleptik, nata de coco yang dihasilkan Balitka lebih disukai dibandingkan dengan salah satu produk nata de coco di pasaran yang berasal dari Lampung (Rindengan, 2000).
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
83
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Ronald T.P. Hutapea
1. Faktor –faktor yang berperan pada pengolahan nata de coco Banyak faktor yang mempengaruhi pengolahan nata de coco. Berikut ini akan diuraikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan nata de coco. a. Starter Dalam pembuatan nata de coco dibutuhkan mikroba tertentu untuk melakukan proses pembentukan nata. Jenis mikroba yang berperan adalah bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini, termasuk bakteri asam asetat, bersifat aerobik (butuh udara), dalam media cair membentuk suatu lapisan/massa yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri ini dapat dihasilkan dari ampas nenas yang telah diinkubasi (diperam) selama beberapa hari. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut : a) pilih buah nenas matang dan masih keras, b) cuci dengan air bersih, belah menjadi 2 bagian, kemudian potong kecil-kecil atau hancurkan, c) peras hancuran nenas tersebut untuk mengeluarkan juicenya, d) ampas kemudian dicampur dengan air dan gula pasir dengan perbandingan 6 : 3 : 1, e) aduk sampai rata, lalu masukkan ke dalam botol jar hingga setengah, f) tutup botol jar dengan kain yang bersih atau dengan kertas bersih, g) biarkan selama 2-3 minggu hingga terbentuk lapisan putih di atasnya. Lapisan putih ini yang disebut starter. b. Kadar gula Kadar gula media untuk pembentukan lapisan nata merupakan faktor yang sangat penting agar bakteri A. xylinum dapat melakukan sintesis gula menjadi nata dengan hasil yang tinggi. Kadar gula media yang sesuai untuk pembentukan nata adalah sekitar 5-8% gula (sakarosa). Pada Tabel 1 kadar gula air kelapa hanya sekitar 3.4%, oleh karena itu perlu penambahan gula pasir hingga mencapai kandungan gula yang sesuai. Untuk mencapai kadar gula yang sesuai, maka dalam 1 liter air kelapa ditambah 50 gram gula pasir. c. Keasaman (pH) dan suhu Kemasaman (pH) dan suhu merupakan faktor-faktor yang juga sangat penting untuk proses pembentukan nata. Air kelapa memiliki tingkat kemasaman (pH) sekitar 5 - 6, sedangkan dalam pembuatan nata de coco dibutuhkan kondisi pH sekitar 3.5. Oleh sebab itu untuk mendapatkan pH yang sesuai perlu penambahan asam cuka (glasial) sekitar 20 - 22 ml setiap liter air kelapa. Selanjutnya suhu yang sesuai untuk bakteri A. xylinum dalam melakukan aktifitasnya, berkisar antara 20 - 320C. d. Tinggi media Wadah yang digunakan sebagai tempat pembuatan nata de coco adalah wadah yang mempunyai permukaan yang lebar. Tinggi media (air kelapa) dalam wadah sebaiknya berkisar 3 sentimeter. Jika menggunakan 1 liter air kelapa, sebaiknya gunakan wadah yang mempunyai ukuran panjang, lebar dan tinggi 34 x 25 x 5 cm.
84
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA
Ukuran wadah ini sangatlah penting sehubungan dengan kebutuhan udara sebab bakteri A. xylinum termasuk aerobik yaitu membutuhkan udara. 2. Prosedur pengolahan nata de coco Dalam pengolahan nata de coco dibutuhkan peralatan seperti : 1) baskom plastik, 2) ember plastik, 3) rak kayu, 4) pengaduk dari kayu atau stainless steel, 5) liter, 6) botol jar/kantong plastik dan 7) kompor. Sedangkan bahan yang digunakan terdiri dari : 1) air kelapa, 2) gula pasir, 3) asam cuka (glasial), 4) cairan bibit/kultur murni, 5) bahan pengawet dan vanili bila perlu. Untuk setiap liter air kelapa diperlukan gula pasir 50 gram, asam cuka 20 - 22 ml dan cairan bibit 150 ml. Tahapan pembuatan adalah sebagai berikut : 1. Saring air kelapa dengan menggunakan kain penyaring, lalu ditambah gula pasir dan didihkan lalu dinginkan. 2. Campurkan asam cuka dan cairan bibit ke dalam air kelapa dalam wadah pencampur lalu diaduk. 3. Masukkan campuran tersebut ke dalam baskom ukuran panjang, lebar dan tinggi 34 x 25 x 5 cm, kemudian tutup dengan kain saring/kertas lalu dibiarkan selama 8 hari. 4. Setelah 8 hari lapisan nata sudah mencapai ketebalan sekitar 1.5 cm. Lapisan tersebut diangkat menggunakan garpu yang bersih dan jangan sampai cairan di bawahnya terkontaminasi, karena cairan ini merupakan cairan bibit yang dapat digunakan untuk pembuatan nata berikutnya. 5. Buang lapisan/selaput yang menempel pada bagian bawah nata, kemudian potong-potong dalam bentuk kubus, lalu dicuci. Tiriskan dan rendam dalam air bersih selama 2 - 3 hari untuk menghilangkan asam dan setiap hari air perendam diganti. Kemudian direbus selama 10 menit, lalu tiriskan. 6. Buat sirup nata dengan perbandingan, untuk 3 kg produk nata potongan diperlukan 2 kg gula dan 4.5 liter air. Gula dituangkan ke dalam air, panaskan sampai larut, lalu disaring. Selanjutnya nata dicampur dalam larutan sirup gula, bila perlu ditambahkan essence kemudian biarkan satu malam agar terjadi penyerapan gula ke dalam potongan-potongan nata, lalu didihkan selama 15 menit. 7. Selanjutnya dalam keadaan panas masukkan dalam botol jar dengan perbandingan antara padatan dan cairan 2 : 1. Botol ditutup rapat, kemudian direbus dalam air mendidih selama 30 menit. Angkat dan dinginkan, selanjutnya botol diberi label dan siap untuk dipasarkan. Sistimatika pembuatan nata de coco secara singkat dapat dilihat pada Gambar 1.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
85
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Ronald T.P. Hutapea
Air kelapa
Disaring Didihkan Dinginkan
Gula pasir (50 g)
Dicampur asam cuka (20-22 ml) dan cairan bibit 150 ml
Masukkan dalam wadah
Tutup kain saring
Peram (hari)
Nata lembaran
Cairan Bibit
Pemanenan (iris bentuk dadu)
Dicuci,tiriskan,rendam dalam air bersih (2-3 hari) Sirup nata (2 bgn gula : 4.5 bgn air)
Dicampur (3 bagian nata)
Didihkan
Masukkan dalam botol jar dan ditutup
Diangkat dan dinginkan
Nata siap dikonsumsi
Gambar 1. Sistematika pengolahan nata de coco
86
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA
3. Cara memperbanyak dan mengaktifkan cairan bibit nata de coco Untuk dapat membuat nata de coco secara berkelanjutan, sebaiknya juga harus mengetahui cara memperbanyak bibit nata de coco dan cara mengaktifkan bibit nata de coco yang sudah lemah (Internet, 2002). Cara memperbanyak bibit nata de coco Cairan starter nata de coco biasanya tersedia dalam kemasan botol-botol bekas sirup bervolume sekitar 500 ml. Bibit nata de coco dapat diperbanyak dari bibit nata de coco yang sudah ada menjadi 10 kali jumlah volume awal. Secara sederhana dapat dikatakan dari 1 botol cairan bibit dapat diperbanyak menjadi 10 botol bibit nata de coco yang baru. Untuk membuat bibit nata de coco pada tiap botol sirup (500 ml air kelapa) diperlukan 37.5 gram gula pasir, 10 - 12 ml asam cuka biasa dan 50 ml cairan bibit nata de coco (10% volume 1 buah botol). Untuk memperbanyak menjadi 10 botol atau kurang dari 10 botol, maka takaran tersebut langsung dikalikan/digandakan dengan jumlah botol yang tersedia. Untuk memperbanyak bibit nata de coco peralatan yang diperlukan yaitu : 1) panci, 2) kain penyaring/tapisan yang rapat, 3) pengaduk atau sendok, 4) botol-botol bekas sirup steril, 5) pisau, 6) corong plastik, 7) lampu spritus, 8) gelas ukur, 9) kompor, 10) kain lap bersih atau tissue dan 11) kertas roti atau kertas koran bersih. Bahan yang diperlukan adalah sebagai berikut : 1) air kelapa, 2) gula pasir, 3) asam cuka pasar dan 4) cairan bibit nata de coco. Tahapan perbanyakan bibit nata de coco, sebagai berikut: 1. Kerjakan proses perlakuan air kelapa seperti pada tahapan pembuatan nata de coco, yaitu mulai dari tahap penyediaan air kelapa, penyaringan, pendidihan, penambahan gula sampai proses pendinginan dan penambahan asam cuka. Takaran-takarannya disesuaikan dengan takaran pada perbanyakan bibit nata de coco di atas. 2. Setelah proses tersebut dilakukan, tuanglah larutan air kelapa tersebut ke dalam botol-botol bekas sirup yang tersedia kemudian tambahkan 10% volume 1 botol cairan bibit nata de coco (=50 ml) ke dalam botol tersebut secara aseptik (bebas hama) dan goncangan-goncangan sampai cairan bibit tersebut tercampur merata. 3. Tutuplah botol-botol tersebut dengan kertas roti atau kertas koran yang bersih dan ikat dengan karet gelang supaya dapat tertutup rapat. 4. Peram di rak-rak atau meja yang jauh dari gangguan. Diamkan selama beberapa hari. Bibit mulai dapat dipakai bila di atas permukaan cairan telah terbentuk lapisan yang tebalnya kurang lebih 1-1.5 cm. (Bibit yang baik adalah bibit yang lapisan natanya memiliki permukaan yang rata/halus dan tidak mudah patah). 5. Selanjutnya bibit hasil perbanyakan ini dapat dipakai untuk membuat nata de coco dan memperbanyak bibit yang baru lagi. Cara pengaktifan bibit nata de coco Pengaktifan bibit nata de coco diperlukan bila bibit atau hasil perbanyakan bibit sudah lemah. Bibit yang lemah artinya bibit yang sebagian besar bakterinya mati sehingga tidak dapat memfermentasikan air kelapa dengan maksimal. Tanda-tanda bibit yang sudah lemah antara lain: lapisan nata de coco yang dihasilkan sangat tipis. MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
87
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Ronald T.P. Hutapea
Tujuan pengaktifan bibit ini adalah untuk mengatasi siklus melemahnya bibit nata de coco dan untuk menjamin tetap tersedianya bibit nata de coco yang baik selama proses produksi. Secara sederhana pengaktifan bibit ini dapat diartikan sebagai proses seleksi bakteri yang masih hidup dan yang mati dengan cara memindahkan bibit lemah tersebut secara bertingkat ke dalam botol-botol jar yang menyediakan gizi/nutrisi. Bakteri yang masih hidup akan kembali bertumbuh dan berkembang biak dan bakteri yang mati akan terpisah. Pemindahan secara bertingkat akan menghasilkan bakteri yang daya fermentasinya sangat baik. Bahan yang diperlukan untuk mengaktifkan bibit nata yaitu 1) air kelapa, 2) gula pasir, 3) asam cuka pasar dan 4) bibit nata de coco yang sudah lemah. Peralatan yang diperlukan terdiri dari 1) panci, 2) kain penyaring/tapisan yang rapat, 3) pengaduk atau sendok, 4) botol-botol jar (botol bekas selai/jam) steril, 5) pisau, 5) corong plastik, 6) lampu spritus, 7) gelas ukur/matkan, 8) kompor dan 9) kain lap bersih atau tissue. Untuk mengaktifkan 10 ml bibit lemah, diperlukan air kelapa sebanyak 100 ml, gula pasir 7.5 gram dan asam cuka pasar 2-4 ml. Tahapan pengaktifan bibit nata de coco: 1. Sediakan air kelapa dan perlakukan seperti pada proses pembuatan nata de coco sampai pada tahap pendinginan dan penambahan asam cuka. 2. Masukkan secara aseptik ke dalam botol-botol jar steril dan tutup dengan penutupnya agak rapat. 3. Pada tahap yang bersamaan, ambil bibit yang sudah lemah (tandanya: lapisan hasil fermentasinya sangat lemah) sebanyak 10 ml dan tanamkan (inokulasi) secara aseptik ke dalam botol jar tersebut. 4. Setelah ditanam, tutup kembali botol jar tersebut dengan penutupnya agak rapat dan peram selama 24 jam. Selama pemeraman bibit lemah mulai aktif yaitu ditandai dengan terbentuknya lapisan sangat tipis di atas permukaan air kelapa Dalam . 5. Setelah diperam 24 jam, sediakan media air kelapa 100 ml dan perlakukan seperti pada point 1 dan masukkan kembali ke dalam botol jar steril dan tutup agak rapat (point 2) 6. Pada tahap yang bersamaan, ambil 10 ml cairan bibit dari botol jar pertama dan tanamkan ke dalam botol jar yang ke dua secara aseptik dan tutup agak rapat. Botol jar ke dua ini kemudian diperam 24 jam dan menghasilkan lapisan tipis di permukaan media air kelapa. 7. Untuk ketiga kalinya, proses pada point 1 dan 2 di atas diulangi. Selanjutnya tambahkan kembali 10 ml bibit dari botol jar ke dua dan tanamkan secara aseptik ke dalam botol jar steril ke tiga dan tutup agak rapat. Peram selama 24 jam. 8. Botol jar ke tiga ini sudah memiliki bibit yang aktif sehingga dapat dipakai untuk membuat nata de coco atau memperbanyak bibit nata de coco yang baru. 9. Untuk memperbanyak bibit nata de coco, dari botol jar ke tiga (100 ml) dapat diperbanyak menjadi 10 kalinya atau untuk 1 liter. Apabila bibit hasil perbanyakan sudah mulai melemah, pengaktifan dapat dilakukan kembali.
88
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA
PENGAWETAN DAN PENGEMASAN NATA DE COCO Bahan pangan dalam keadaan segar atau makanan olahan yang tidak langsung dikonsumsi akan mengalami kerusakan apabila tidak diawetkan. Nata de coco seperti halnya bahan makanan lainnya apabila tidak langsung dikonsumsi maka harus diawetkan agar mutunya tetap stabil untuk jangka waktu tertentu sehingga aman untuk dikonsumsi. Selain perlakuan pengawetan, maka proses pengemasan juga turut mempengaruhi daya simpan makanan. Oleh karena itu, untuk mempertahankan mutu dan daya simpan maka diperlukan perlakuan pengawetan dan pengemasan yang tepat. 1. Pengawetan nata de coco Pengawetan bahan pangan bertujuan untuk mempertahankan sifat-sifat alamiah makanan seperti fisik, biokimia, kimia dan mikrobiologi serta cita rasa. Pengawetan dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan membunuh sebagian atau seluruh mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan dalam bahan pangan. Mikroba dalam hal ini yaitu bakteri, kapang dan khamir (Frazier dan Westhoff, 1988). Proses pengolahan yang diterapkan pada bahan pangan ikut mempengaruhi daya awet atau daya simpan. Proses pengolahan yang kurang baik kadang-kadang dapat menambah jumlah dan jenis mikroba pada makanan. Penambahan atau pencampuran makanan dengan bahan-bahan lain yang terkontaminasi atau penggunaan alat-alat pengolahan yang sebelumnya tidak dicuci dengan bersih juga dapat menambah kontaminasi mikroba pada makanan (Fardiaz, 1992). Jenis dan konsentrasi bahan-bahan pengawet yang akan ditambahkan dalam makanan harus sesuai dengan ketentuan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Natrium benzoat dan asam sitrat merupakan dua jenis pengawet yang dapat ditambahkan pada nata de coco. Hasil penelitian yang dilakukan di Balitka Manado, penambahan natrium benzoat dan asam sitrat masing-masing dengan konsentrasi sebesar 0.1% dan 0.2% dapat mempertahankan daya simpan nata de coco selama 1 bulan. 2. Pengemasan nata de coco Pengemasan makanan bertujuan untuk menghambat kerusakan bahan makanan yang diakibatkan oleh lingkungan seperti kerusakan mekanis, perubahan kadar air, absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambahan cita rasa. Namun perlakuan pengemasan tidak dapat menghambat kerusakan yang diakibatkan oleh sifat-sifat alamiah makanan seperti perubahan-perubahan fisik, biokimia, kimia dan mikrobiologi (Syarief et al, 1989). Bahan pengemas yang akan digunakan untuk pembungkus makanan harus memenuhi persyaratan oleh badan internasional Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat. Persyaratan tersebut antara lain berisi bahwa bahan pengemas harus dapat menjaga nilai higienis, nilai gizi dan kualitas serta tidak menimbulkan suatu resiko apapun yang mungkin ditimbulkan akibat adanya migrasi dari senyawa yang dikandung bahan pengemas tersebut ke dalam makanan yang dikemas (Gustam, 2001). Nata de coco yang beredar di pasaran sebagian besar menggunakan kemasan kantong plastik, tapi ada pula yang dikemas menggunakan botol, gelas plastik cup dengan berbagai ukuran serta kemasan kaleng.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
89
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Ronald T.P. Hutapea
Beberapa jenis kemasan yang digunakan dalam bahan makanan adalah sebagai berikut : 1. Kemasan gelas Bahan pengemas gelas mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan seperti inert (tidak bereaksi), kuat dan tahan terhadap kerusakan. Sifat gelas yang transparan menguntungkan dari segi promosi di samping itu beberapa jenis gelas seperti pyrex mempunyai sifat tahan terhadap suhu yang tinggi. Sifat gelas yang tembus pandang (transparan) dapat digunakan untuk tujuan komersial guna merangsang konsumen, karena calon pembeli dapat melihat dan meneliti bahan pangan sebelum membeli. Sifat kimiawi kemasan gelas yang stabil memungkinkan wadah tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa kerusakan. Kelemahan wadah gelas yaitu mudah pecah dan kurang baik bagi produk-produk yang peka terhadap penyinaran (ultra violet). 2. Kemasan kaleng Kemasan kaleng umunya digunakan untuk berbagai produk yang mengalami sterilisasi termal. Untuk mencegah kontak langsung antara bahan pangan dengan wadah logam metal, maka dilakukan pelapisan atau coating dengan bahan non metal yang disebut enamel, di antaranya polibutadiena, epon, vinil, epoksi dan penolik. Lapisan enamel tidak hanya melapisi metal dari korosi, tetapi juga melindungi kontak antara makanan dengan metal yang dapat menghasilkan warna dan flavor yang tidak diingini (Syarief et al, 1989). 3. Kemasan plastik Kemasan plastik mempunyai keunggulan yaitu ringan, tranparan, mudah dilekukkan dan harganya murah. Namun kemasan plastik memiliki kelemahan yaitu tidak tahan terhadap suhu yang tinggi dan mudah bocor. USAHA PENGEMBANGAN SKALA KECIL 1. Pasar nata de coco Nata de coco telah lama populer di Philipina, sedangkan di Indonesia baru dikenal tahun 1970-an dan beredar di pasaran sekitar tahun 1981. Untuk pemasaran, produk ini dikemas dalam botol jar, botol plastik dan wadah kantong plastik. Khusus di Sulawesi Utara, nata de coco mulai dikenal konsumen perkotaan sejak tahun 1999, dengan harga per kantong plastik berisi 500 g (nata dan sirup) adalah Rp. 2.750. Jepang negara maju di kawasan Asia Pasifik telah mengimpor 70% kebutuhan nata de coco dari Philipina (Rindengan, 1994b). Di pasar-pasar swalayan terdapat bermacam-macam produk nata de coco dengan kemasan lebih baik dan harga lebih tinggi dari produk lokal. Jadi bukan saja produk luar yang masuk pasaran, tetapi produk lokal berpeluang juga untuk dipasarkan ke luar daerah.
90
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA
2. Usaha pengembangan nata de coco - Dilakukan secara berkelompok oleh masyarakat, dianjurkan satu kelompok terdiri atas 15 KK. - Diutamakan bagi kelompok masyarakat yang berada pada wilayah yang mudah untuk mendapatkan sumber bahan baku air kelapa, seperti daerah di sekitar pasar tradisional penjual kelapa segar (butiran), daerah pabrik minyak kelapa pengolahan secara basah dan pabrik kelapa parut kering. Pada daerah-daerah tersebut umumnya air kelapa hanya dibuang atau tidak dimanfaatkan. - Proses pembuatan nata de coco untuk setiap anggota (rumah tangga) hanya sampai tahap panen dalam bentuk lembaran nata de coco. - Untuk mendapatkan keseragaman mutu produk akhir nata de coco, dianjurkan proses pengolahan selanjutnya dari lembaran nata de coco sampai dengan pengepakan hanya dilakukan oleh salah satu kelompok. - Nata de coco dapat disajikan dalam bentuk berbagai kemasan sederhana dengan tingkat higinitas yang terjamin, di antaranya dalam bentuk kemasan plastik (ketebalan 0.3 mm) dengan ukuran berat nata 200 g dan kemasan gelas plastik. - Perlu dilakukan kemitraan dengan pasar swalayan dan atau dengan badan usaha lainnya dalam pemasaran produk nata tersebut. - Berdasarkan hasil analisa biaya usaha pengolahan nata de coco dengan 15 KK, dan nilai modal investasi alat sebesar Rp. 3,225,000 dan modal kerja dalam satu kali proses sebesar Rp. 459,000, maka jangka waktu pengembalian modal investasi adalah 3.56 kali proses produksi. Tingkat R/C rasio sebesar 2.97 cukup tinggi sehingga usaha ini layak untuk dikembangkan (Lampiran 1). PENUTUP 1. Air kelapa merupakan hasil ikutan yang masih memiliki nilai gizi yang tinggi, sehingga dapat dijadikan bahan baku dalam pengolahan produk makanan, yaitu Nata de coco. 2. Pemanfaatan air kelapa dalam pembuatan nata de coco memerlukan bakteri Acetobacter xylinum pada jumlah tertentu untuk menyusun gula pada air kelapa menjadi selulosa. Selain itu kadar gula, pH, suhu dan media pembuatan nata merupakan faktor penting yang harus diperhatikan agar diperoleh rendemen hasil yang tinggi. 3. Nata de coco termasuk produk makanan non nutritif, namun cukup memberikan andil dalam proses fisiologi tubuh secara normal, bahkan saat ini sangat digemari oleh konsumen Jepang sebab dianggap mencegah terjadinya kanker usus. Selain itu, nata de coco dapat dimanfaatkan sebagai membran pengeras suara atau loudspeaker membrane. 4. Untuk mempertahankan mutu dan daya simpan nata de coco maka diperlukan perlakuan pengawetan dan pengemasan yang tepat. 5. Berdasarkan analisis ekonomi usaha nata de coco dalam skala kelompok tani layak untuk dikembangkan.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
91
Rindengan Barlina, Steivie Karouw, dan Ronald T.P. Hutapea
6. Proses produksi nata de coco dilakukan dalam skala rumah tangga dan disarankan untuk kelompok masyarakat yang berada di sekitar pasar tradisional penjual kelapa segar (butiran), daerah pabrik minyak kelapa pengolahan secara basah dan pabrik kelapa parut kering. 7. Pemasaran nata de coco yang potensial yaitu masyarakat perkotaan melalui pasarpasar swalayan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1974. Pembuatan nata de coco. BBIHP, Bogor Cahyana, Y.A. 1984. Pemanfaatan air kelapa sebagai bahan baku nata. Simposium Mikrobiologi , Manado. Child, R. 1964. Coconuts Production and its Production. Longmans, Green and Co. Ltd. London. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. Frazier, W.C., and D.C. Westhoff. 1988. Food Microbiology fourth edition. Mc Graw Hill Book Company, New York. 539 p. Grimwood, B.A. 1975. Coconut Palm Product. Food Agriculture and Organization. Agricultural Development. Gustam, D. 2002. Teknologi radiasi sebagai alternatif untuk mempertahankan mutu rempah. Prosiding Simposium Rempah Indonesia. Jakarta 13-14 September 2001. p.57 – 60. Indrati, L., K. Amurwabumi & R. Yudianti. 2001. Loudspeaker membrane from nata de coco. Cocoinfo International 8 (1) : 15 – 16. Internet. 2002. Cara memperbanyak bibit nata de coco. Download 01/3/02. 5 hal. Kunikawati, 1980. Pengaruh konsentrasi gula dan pH terhadap mutu dan daya simpan minuman kelapa muda. Skripsi pada Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, IPB Bogor. 73p. Muhtadi, D., F.G. Winarno dan Soenarsono. 1973. Pemanfaatan hasil tanaman aren. Prosiding seminar teknologi pangan. BBIHP Bogor. Rindengan, B. 1994a. Pengolahan nira kelapa untuk produk nata, alkohol dan asam cuka. Jurnal Penelitian kelapa 17 (2) : 21-33. Rindengan, B. 1994b. Teknologi pengolahan air kelapa menjadi nata de coco. makalah disampaikan pada Temu Aplikasi Teknologi di NTB, 1-3 Nopember 1994. Rindengan, B. 2000. Teknologi Pengolahan Nata de coco yang efisien dan bermutu. Leaflet. Balitka Manado. Somaatmadja, D.H. 1984. Industri Pengolahan kelapa. KNK I. Medan. Syarief, R., S. Santausa dan St.I. Budiwati. 1989. Teknologi Pengemasan pangan. Laboratorium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas. IPB, Bogor. 339p. Thampan, P.K. 1981. Handbook of Coconut Palm. New Delhi, India. Ta’dung, M. 1997. Kebijakan kemitraan uasaha dalam memberdayakan usahatani kelapa. Prosiding Temu Usaha Perkelapaan Nasional. 6-8 Januari 1997. BalitkaManado. p.19-36.
92
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA
NATA DE COCO : PENGOLAHAN, TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT DAN PENGEMBANGANNYA
Tabel Lampiran : Analisa Pengolahan Nata de coco No. 1.
2.
3. 4. 5. 6.
Uraian Penerimaan Produksi - Nata de coco dalam kemasan 500 g - Nata de coco lembaran Biaya a. Investasi alat - Kulkas - Panci Email - Kompor Hock 24 sumbu - Pisau Stainless Still - Talenan - Baki kotak - Ember plastic - Rak 5 susun Jumlah (a) b. Modal Kerja Bahan : - Kelapa Butiran - Minyak Tanah - Bibit - Asam cuka glasial - Gula - Esence - Kantong plastik - Eksploitasi kulkas - Penyusutan alat Jumlah (b) c. Tenaga Kerja - Pengolahan Jumlah (c) Jumlah Modal Kerja Total Biaya (Investasi dan Modal Kerja) Pendapatan per Proses Produksi R/C Rasio Pay back period
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
Jumlah Satuan
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
450 30
2500,8,000,-
1,125,000,240,000,1,365,000,-
1 unit 2 buah 1 unit 7 buah 7 buah 60 buah 2 buah 1 unit
1,500,000,70,000,180,000,25,000,10,000,6,000,25,000,750,000,-
1,500,000,140,000,180,000,175,000,70,000,360,000,50,000,750,000,3,225,000,-
30 liter 3 liter 0,25 2,4 15 15 2 1 1
300,1,100,50,000,25,000,5,500,900,12,500,25,000,3,300,-
9,000,3,300,12,500,60,000,82,500,13,500,25,000,25,000,3,200,234,000,-
4,5 HOK
50,000,-
225,000,225,000,459.000,3,684,000,906,000,1,51 3,56
93
PENGOLAHAN SERAT SABUT KELAPA A. Lay dan Patrik M. Pasang BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN PENDAHULUAN Sabut yang merupakan komponen terbesar dari buah kelapa, sebagian besar hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada pengeringan kopra dan rumah tangga, hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan dalam proses industri. Ketersediaan sabut kelapa di Indonesia mencapai 9,6 juta ton per tahun yang bila diolah menjadi serat sabut bisa mencapai 1,9 juta ton per tahun (Anonim, 1999). Dengan melakukan pengolahan terhadap sabut kelapa akan mendukung meningkatnya nilai ekonomi sabut kelapa yang selama ini hanya sebagai limbah. Kurang berkembangnya usaha pendayagunaan sabut kelapa untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomi berupa serat sabut kelapa karena kurang tersedianya peralatan pengolahan yang dapat dijangkau dan informasi pasar produk serat sabut dan hasil olahan lanjut sangat terbatas. Upaya mengatasi permasalahan pendayagunaan sabut kelapa dapat dilakukan penanganan dalam dua arah yang dilakukan secara simultan dan berkelanjutan, yakni : (1) pihak instansi teknis; introduksi teknologi pengolahan sabut kelapa yang praktis, baik melalui pelatihan petani, pembinaan, media massa/elektronika, menyebarluaskan informasi pasar produk-produk serat sabut kelapa dan (2) pihak petani; petani dengan keterbatasan modal, teknologi, keterampilan dan kemampuan manajerial dan pengolahan sabut, sehingga sangat membutuhkan dukungan dana berupa kredit dengan bunga lunak dan pelatihan yang terprogram. Mengandalkan usaha pengolahan serat sabut kelapa dan produk olahannya secara perorangan akan berlangsung lambat dan tidak efisien, untuk praktis dan efisiennya usaha pembinaan baik teknis maupun manajemen usaha maka penyediaan peralatan pengolahan dan modal kerja/kredit serta pengorganisasian kegiatan dalam upaya memasarkan produk serat dan hasil olahannya perlu dilakukan dalam bentuk kelompok, baik melalui wadah kelompok tani maupun koperasi dengan bimbingan dan pengawasan oleh instansi terkait yang dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. KARAKTERISTIK SABUT KELAPA DAN SERAT Komposisi dari komponen buah kelapa adalah sabut 35%, daging 28%, air 25% dan tempurung 12% (Grinwood, 1960). Dengan demikian sabut kelapa merupakan komponen hasil dengan persentase terbesar. Komposisi kimia sabut kelapa dapat dilihat pada Tabel 1.
94
PENGOLAHAN SERAT SABUT KELAPA
PENGOLAHAN SERAT SABUT KELAPA
Tabel 1. Komposisi Kimia Sabut Kelapa Komponen Air Pektin Hemiselulosa Lignin Selulosa
Jumlah (persen) 26.00 14.25 8.50 29.23 21.07
Sumber : Anonim, 1960.
Komposisi sabut terhadap buah kelapa beragam, tergantung umur pohon kelapa dan berat buah (Lay, 1988). Keragaman tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Umur pohon kelapa kurang dari 25 tahun : berat buah 1.64 kg; sabut 25.1%; daging 28.1%; air 32.7%; tempurung 14.1%. 2. Umur pohon kelapa 25 - 50 tahun : berat buah 1.11 kg; sabut 30%; daging 29.4%; air 24.1%; tempurung 15.7%. 3. Umur pohon kelapa lebih dari 50 tahun : berat buah 0.70 kg; sabut 23%, daging 37.2%; air 22.2%; tempurung 17.5%. Diketahui bahwa sabut kelapa terdiri dari empat bagian yakni : (a) kulit sabut, (b) serat sabut, (c) serbuk/debu sabut, (d) bagian keras dari ujung sabut. Saat ini bagian yang bernilai ekonomi adalah serat sabut dan debu sabut. Komposisi serat sabut kelapa dapat lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia serat sabut kelapa Komponen Air Pektin Hemiselulosa Lignin Selulosa
Jumlah (persen)
5.25 3.00 0.25 45.84 43.44
TEKNIK PENGOLAHAN SERAT SABUT KELAPA Cara Biologi Penyeratan serat sabut kelapa secara biologi dilakukan dengan memanfaatkan peran mikroorganisme untuk melunakkan sabut kelapa, sabut kelapa tersebut direndam dalam air, sehingga lebih populer dengan sebutan penyeratan secara perendaman. Cara kerja penyeratan sebagai berikut :
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
95
A. Lay dan Patrik M. Pasang
1. Sabut kelapa yang akan direndam dimasukkan ke dalam jaring (net) 2. Setelah itu sabut kelapa direndam dalam air, lamanya perendaman tiga bulan. Selama perendaman sabut menjadi empuk dan bagian-bagian sabut akan terlepas sehingga memudahkan pemisahan serat dari sabut kelapa. 3. Sabut diangkat dari dalam air dan dikeringkan, setelah itu dipukul untuk memisahkan serat dari sabut kemudian dilanjutkan dengan pengeringan serat. 4. Serat yang diperoleh dijemur selama 4 – 5 jam (cuaca terang). Serat sabut yang kering berkadar air 12-14 5. Pengemasan serat dilakukan dengan mengepres menggunakan alat khusus, cara ini dilakukan untuk mengecilkan ukuran sehingga memudahkan dalam pengangkutan. Penyeratan secara biologi membutuhkan energi yang relatif kecil untuk memisahkan serat dari sabut karena sabut telah menjadi lunak. Cara pengolahan ini mudah dapat diaplikasikan pada petani, namun proses pengolahannya membutuhkan waktu yang lama. Cara Mekanis Penyeratan sabut secara mekanis merupakan cara yang populer untuk dikembangkan saat ini. Dengan ditemukannya alat penyerat sabut (decorticator) sangat membantu dalam mempercepat proses penyeratan. Decorticator terdiri atas tiga unit proses yakni unit pengangkut bahan olah, pemukul/penghancur dan pemisah serat sabut. Lama proses penyeratan tergantung dari ukuran dan kapasitas olah decorticator. Penyeratan secara mekanis sebagai berikut : 1. Sabut kelapa direndam dalam air sekitar 10 detik per sabut, selanjutnya ditiriskan dan ditumpuk dekat decorticator. Tujuan perendaman ini adalah untuk mengurangi debu yang beterbangan selama proses penyeratan berlangsung. 2. Mesin dihidupkan, kemudian sabut dimasukkan satu per satu ke dalam decorticator. 3. Serat yang dihasilkan umumnya masih basah sehingga perlu dikeringkan dengan sinar matahari sekitar 4 – 5 jam. Kadar air serat setelah pengeringan 12-14%. 4. Selama pengeringan berlangsung, debu/serbuk yang masih melekat pada serat akan terpisah dengan sendirinya. 5. Pengemasan serat dilakukan dengan mengepres menggunakan alat khusus, cara ini dilakukan untuk mengecilkan ukuran sehingga memudahkan dalam pengangkutan. Penyeratan secara mekanis ternyata lebih praktis, waktu pengolahan jauh lebih singkat, kapasitas olah lebih tinggi dan pengendalian proses produksi dan mutu hasil olahan dapat dikendalikan, dengan demikian penyeratan mekanis merupakan pilihan terbaik. Saat ini dipasaran telah banyak beredar alat penyerat sabut kelapa yang umumnya menggunakan drum ganda, di mana pelumatan dan penyeratan sabut dilakukan secara terpisah tetapi adapula yang kompak dalam satu drum. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (Balitka) Manado telah menghasilkan alat penyerat sabut kelapa dengan sistem drum tunggal, digerakkan oleh mesin diesel
96
PENGOLAHAN SERAT SABUT KELAPA
PENGOLAHAN SERAT SABUT KELAPA
20 Hp, operasional sederhana. Kapasitas olah 400 sabut/jam atau 240 kg sabut/jam menghasilkan serat kering 47.6 kg dengan persentase panjang serat 10 - 15 cm 35%, panjang serat 16 - 27 cm 65%, alat tersebut telah terdaftar pada Kantor Paten Ditjen Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Departemen Kehakiman RI, dengan nomor S20000219 tanggal 27 November 2000 (Lay dan Pasang, 2002). Akan tetapi kendala yang dihadapi untuk pengadaan alat penyerat sabut di tingkat petani membutuhkan investasi cukup besar. Maka untuk mengatasi hal tersebut, dukungan kredit bagi petani dari lembaga keuangan baik secara perorangan maupun kelompok tani atau koperasi akan sangat membantu petani dalam mendayagunakan potensi sabut kelapa sehingga akan menunjang peningkatan nilai tambah komoditas kelapa dan perbaikan pendapatan petani. PEMANFAATAN SERAT SABUT KELAPA Menurut Banzon dan Velasco (1982) serat sabut kelapa dapat dibedakan berdasarkan ukuran dan pemanfaatannya yakni : Mat/Yarn fibre merupakan serat panjang dan halus (cocok untuk pembuatan tikar, permadani dan tali). Bristle fibre merupakan serat kasar (untuk pembuatan sapu dan bahan kerajinan). Mattres merupakan serat pendek (sebagai bahan pengisi spring bed dan jok mobil). Penggunaan serat sabut kelapa sebagai bahan pengisi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan karet busa yaitu mempunyai kemampuan menyerap panas tubuh, kuat, tidak mudah lapuk, ringan, elastis sehingga lebih nyaman dalam penggunaannya (Vaz Antonal, 1996). Debu sabut yang merupakan hasil samping dari pengolahan serat sabut kelapa dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti bahan obat nyamuk bakar, hio (dupa cina), pupuk organik, media tumbuh dan untuk menyuburkan tanah. (Sutater, 1997) ). Debu sabut terdiri atas senyawa lignin sekitar 30% dan selulose sekitar 35% dengan nisbah C/N 60 : 1 (Ravindranath, 1991). Sifat ini menyebabkan debu sabut memiliki sifat lambat melapuk, suatu sifat yang diinginkan sebagai media tumbuh tanaman seperti bunga dan sayur-sayuran. Sifat ini ditunjang oleh daya memegang air yang mencapai 600% dan porositas 76% serta kerapatan lindak hanya 0.1525 g/ml. Sifat-sifat tersebut memiliki keunggulan dibandingkan media gambut yang selama ini digunakan sebagai media. PENUTUP Dengan teknologi penyeratan, maka sabut kelapa yang selama ini hanya dianggap limbah perkebunan dapat diolah menjadi produk berupa serat yang mempunyai nilai ekonomi. Teknologi penyeratan dapat dilakukan dengan cara biologi dan mekanis. Penyeratan mekanis merupakan pilihan terbaik karena lebih praktis, waktu pengolahan lebih singkat dan kapasitas olah lebih tinggi, proses produksi dan mutu hasil olahan dapat dikendalikan.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
97
A. Lay dan Patrik M. Pasang
Masalah dalam mengaplikasikan teknologi penyeratan sabut kelapa secara mekanis pada tingkat petani adalah membutuhkan dana cukup besar untuk pengadaan decorticator, untuk itu kredit bagi petani dari lembaga keuangan disertai pelatihan teknis dan manajemen usaha akan sangat membantu petani dalam mendayagunakan potensi sabut kelapa. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1960. Coir it’s extraction properties and uses council of scientific and industrial research. New Delhi. Anonim, 1999. Sabut kelapa bahan barang sederhana hingga luks. Sinar tani 15-21 Desember 1999. Lay A. 1988. Hubungan frekuensi panen dan mutu hasil kelapa. Laporan Tahunan 1987/1988 Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Manado. Lay A., dan Patrik M. Pasang. 2002. Alat penyerat sabut kelapa tipe Balitka. Konperensi Nasional Kelapa V (KNK V) Tembilahan, Riau. Banzon, J.A., and J.R. Velasco. 1982 Coconut production and utilization. PCRDF. Manila. Grinwood, B.E., 1960. Coconut palm products. FAO. Rome Ravindranath Anta Das, 1991. Coir pith-potertial wealth in India, Seminar on utilization in Agriculture. Tamilnadu Agricultural Unviersity. Coimbatro 64100. Sutater, T., 1997. Pemanfaatan limbah kelapa sebagai media tanam tanpa tanah dalam bentuk chip, pot dan curah. Laporan akhir RUK. Balai Penelitian Tanaman Hias, Jakarta. Vaz Antonal, P.C. 1996. Coconut fibre processing and marketing. Proceeding of the XXXIII Cocotech Meeting. Kuala Lumpur, Malaysia.
98
PENGOLAHAN SERAT SABUT KELAPA
PEMANFAATAN BATANG KELAPA A. Lay dan Daniel J. Torar BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN PENDAHULUAN Pada umumnya batang kelapa tua dimanfaatkan sebagai kayu bakar, bahan bangunan dan pembuatan meubel. Penjualan dalam bentuk pohon dan gelondongan (mot) kurang mendukung peningkatan pendapatan petani dan tidak menunjang pelaksanaan peremajaan untuk kelestarian produksi kelapa. Pengolahan kayu kelapa dipedesaan dilakukan secara tradisional, tidak didasarkan pada karakteristik kayu kelapa itu sendiri, sehingga produk yang dihasilkan baik berupa papan, balok maupun hasil olahan seperti meubel dengan harga relatif rendah dan produk olahan mudah rusak. Berkembangnya teknologi pengolahan kayu kelapa menjadi berbagai jenis meubel, ukiran dan bahan bangunan yang didasarkan pada karakteristik dan kelas mutu kayu, telah meningkatkan nilai jual kayu kelapa dan meubel karena mempunyai daya tarik yang tinggi bagi masyarakat ekonomi kelas menengah keatas. Usaha pengolahan kayu kelapa secara mekanis dengan teknologi canggih telah dirintis oleh Balai Latihan Kerja (BLK) Kaaten Tomohon. Kayu kelapa mempunyai keistimewaan yaitu letak serat yang artistik, terutama pada bagian yang keras sehingga menarik jika kayu kelapa dijadikan perabot rumah tangga. Kelemahannya adalah tidak mempunyai daya tahan alami seperti kayu konvensional, karena tingkat kekerasan tidak merata. Oleh karena itu cara penggergajian dengan tindakan pengawetan perlu mendapat perhatian (Rindengan et al, 1990). Pengadaan bahan baku kayu kelapa yang dilakukan industri kayu adalah dengan membeli batang kelapa dalam bentuk tegakan pohon dari petani yang dilakukan oleh agen industri yang bersangkutan. Pada dasarnya industri menerima penjualan kayu kelapa dari petani dengan persyaratan dan ukuran yang ditetapkan oleh industri yang bersangkutan. Umumnya petani enggan menjual kayu kelapa ke industri, karena keterbatasan peralatan antara lain gergaji, sehingga petani hanya menjual batang kelapa dalam bentuk tegakan pohon. Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah pemanfaatan batang kelapa dan kayu kelapa belum dimasukkan sebagai bagian integral dari peremajaan, sehingga sulit mempertahankan kelestarian produksi kayu kelapa. Untuk itu diperlukan program terpadu penebangan pohon kelapa tua dan peremajaan kelapa agar dapat dipertahankan produksi kayu kelapa yang lestari. Menurut Allorerung (1990) bahwa untuk menyiapkan dan melaksanakan program terpadu penebangan pohon kelapa dan peremajaan kelapa diperlukan kerjasama antara petani kelapa dan industri pengolahan kayu kelapa bersama pemerintah daerah sebagai fasilisator. Pola kerjasama ini dalam bentuk pola kemitraan. Pola kemitraan dalam pemanfaatan batang kelapa yang secara teknis layak dan praktis diaplikasikan serta secara ekonomi menguntungkan semua pihak terkait.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
99
A. Lay dan Daniel J. Torar
Dalam upaya mengatasi tingkat percepatan penebangan kelapa tua, baik untuk keperluan industri maupun untuk kebutuhan masyarakat umum dikaitkan dengan realisasi pelaksanaan peremajaan, perlu investasi dan kajian yang lebih akurat agar diperoleh keseimbangan antara jumlah kelapa yang ditebang dan kelapa yang ditanam untuk mempertahankan potensi batang kelapa sebagai sumber kayu sekaligus meningkatkan produksi kelapa dan perbaikan pendapatan petani. KARAKTERISTIK DAN MUTU KAYU KELAPA Kelapa Dalam mulai berproduksi umur 7-10 tahun, dan terus berproduksi sampai umur 80 tahun atau lebih, produksi maksimum dicapai setelah berumur 15-14 tahun (Grimwood, 1975). Tanaman kelapa akan menurun produksinya setelah berumur 60 tahun, disebabkan antara lain karena berkurangnya fungsi akar dan batang yang terlalu tinggi (Davis dan Sudarsip, 1978). Tingkat produksi kelapa yang secara ekonomi menguntungkan sampai pada umur 60 tahun (Child, 1974). Batang kelapa yang layak diolah menjadi kayu adalah pohon kelapa yang berumur 60 tahun atau lebih. Bagian batang kelapa yang digunakan sebagai bahan meubel dan bahan bangunan yang masuk kategori mutu-1, yakni bagian pangkal sampai ketinggian 6 m, sedangkan yang masuk kategori mutu-2 yaitu dari ketinggian 6 - 12 m, sedangkan lebih dari 12 m hanya digunakan sebagai mot (bahan bakar batubata). Untuk menghasilkan 1 m3 kayu kelapa campuran mutu-1 dan mutu-2 membutuhkan 5 pohon kelapa tua. Pengawetan kayu kelapa dapat dilakukan dengan pengeringan secara kering udara selama 3 - 6 bulan sebelum kayu digunakan sebagai bahan meubel dan bahan bangunan (Lay, 2000). Dilaporkan Fink (1992) bahwa di Sulawesi Utara pohon kelapa yang berumur 60 tahun atau lebih dengan tinggi berkisar 23-30 m, dapat menghasilkan sekitar 1.05 m³ kayu kelapa, yang terdiri dari 0.45 m³ kayu kelapa dengan tingkat kerapatan tinggi (bagian keras) dan 0.60 m³ kayu kelapa dengan tingkat kerapatan rendah (bagian tidak keras). Kelas kekerasan kayu kelapa dapat dibagi dalam tiga kelas, yakni : (a) kelas I adalah kayu kelapa bagian luar dengan densitas lebih besar dari 0.72 g/cm, (b) Kelas II bagian antara tengah dan luar dengan densitas berkisar (0.48 - 0.72 g/cm) dan (c) Kelas III atau non kelas adalah bagian tengah batang dengan densitasnya kurang dari 0.48 g/cm (Fink, 1992). Dilaporkan Gosal (1998) bahwa sesuai dengan pembagian kelas kayu maka pemanfaatannya harus sesuai dengan jenis dan kekuatan kayu, yakni: (a) Kelas I: biasanya digunakan untuk bahan meubel, pintu, jendela, bahan rumah dan lain-lain yang memerlukan bahan dengan kayu yang kuat, (b) Kelas II: sebagai bahan tambahan pada meubel, bahan bangunan seperti kaso/totara dan lain-lain, dan (c) Kelas III: hampir tidak terpakai, jika kayu kelapa kelas III ada campuran dengan kelas II dapat digunakan untuk bahan pengepakan.
100
PEMANFAATAN BATANG KELAPA
PEMANFAATAN BATANG KELAPA
PEMANFATAAN BATANG KELAPA SKALA PETANI DAN INDUSTRI 1. Pemanfaatan batang kelapa skala petani Pemanfaatan batang kelapa di tingkat petani sangat beragam, sebagian besar di gunakan sabagai bahan bangunan konvensional barupa balok dan papan dengan tidak memperhatikan pengelompokkan berdasarkan mutu kayu kelapa, karena orientasi penggunaannya untuk keperluan petani sendiri. Selain itu, batang kelapa dijadikan mot untuk bahan bakar pada pembakaran batu bata, sehingga nilai tambah yang diperoleh patani sangat terbatas. Pemanfaatan batang kelapa dengan memperhatikan kekerasan atau mutu kayu kelapa umumnya pada industri pengolahan kayu kelapa, di mana petani berperan sebagai penyedia batang kelapa dan dijual kepada industri melalui agennya dipedesaan dalam bentuk tegakan pohon. Kegiatan penebangan, penggergajian dan pengelompokkan mutu kayu kelapa dilakukan oleh industri yang bersangkutan. Dalam upaya meningkatkan nilai tambah pemanfaatan batang kelapa, perlu menghasilkan kayu kelapa bermutu, sehingga dibutuhkan dukungan peralatan berupa gergaji dan pembinaan petani. Dengan demikian pihak pengguna atau industri tidak membeli dalam bentuk tegakan pohon, melainkan dalam bentuk papan atau balok sesuai ukuran yang disyaratkan oleh industri yang bersangkutan. Berdasarkan tingkat teknologi pengolahan kayu kelapa dan harga produk kayu kelapa yang ada di pedesaan saat ini, pemanfaatan seluruh batang kelapa tua sebagai mot ukuran yang menguntungkan. Untuk meningkatkan nilai tambah batang kayu kelapa, pemanfaatan disesuaikan dengan ukuran tinggi batang. Pada tingkat batang kelapa sampai dengan 12 m, dimanfaatkan untuk pembuatan papan dan balok, sedangkan tinggi batang kelapa lebih 12 m, kurang sesuai untuk dijadikan papan/ balok, karena bermutu rendah, sehingga kebanyakan hanya digunakan sebagai mot untuk pembakaran batu-bata. Kayu kelapa yang dihasilkan patani/perajin baik berupa papan maupun balok akan menjadi bahan baku bagi industri pengolahan kayu kelapa. Pengolahan lanjut oleh industri akan menghasilkan berbagai produk bernilai ekonomi cukup tinggi antara lain meubel, pelapis dinding beton, bahan ukuran dan ornamen lainnya, selain untuk memenuhi kebutuhan lokal, daerah dan antar pulau, terutama ke Pulau Jawa. Dilaporkan Lay (2000), bahwa pemanfaatan batang kelapa pada tingkat petani di Sulawesi Utara, menunjukkan bahwa pada luasan 1 ha akan diperoleh 70 tanaman kelapa tua. Apabila pohon kelapa ditebang dan diolah menjadi kayu kelapa, ternyata cukup menguntungkan (Analisis biaya tertera pada Lampiran 1). Analisis biaya pemanfaatan batang kelapa untuk luasan 1 ha (70 pohon batang kelapa) yang dijadikan balok, papan dan mot (potongan gelondongan batang kelapa panjang sekitar 50 cm) sebagai berikut: 1. Pembuatan papan, balok dan mot: (a) Biaya pengolahan (penebangan, penggergajian, pengangkutan dan pengeringan kayu kelapa) Rp. 8,113,000,(b) Pendapatan dari produk kayu mutu 1 dan mutu II masing-masing 14 m³ dan mot 1470 buah, dengan nilai sebesar Rp. 14,952,000,(c) Pendapatan bersih (b-a) sebesar Rp. 6,839,000,-
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
101
A. Lay dan Daniel J. Torar
2. Pengolahan batang kelapa seluruhnya menjadi mot (a) Biaya pengolahan (penebangan, penggergajian Rp. 2,400,000,(b) Pendapatan 3500 mot sebesar Rp. 6,125,000,(c) Pendapatan bersih (b-a) sebesar 3,725,000,-
dan
pengangkutan)
Berdasarkan data diatas, menunjukkan bahwa pemanfaatan batang kelapa pada skala petani, dengan menghasilkan papan, balok dan mot pendapatan bersih Rp. 6,839,000,-/ha, lebih tinggi dibandingkan dengan seluruh batang kelapa dijadikan mot yang pendapatannya sebesar Rp. 3,725,000/ha, akan tetapi untuk pengolahan batang kelapa menjadi papan dan balok membutuhkan peralatan gergaji yang memadai dan waktu kerja yang cukup dibanding batang kelapa dijadikan mot. 2. Pemanfaatan batang kelapa skala industri Pemanfaatan batang kelapa pada skala industri, yakni dengan mengolah batang kelapa menjadi kayu kelapa dengan pengelompokkannya berdasarkan kelas atau mutu kayu dan diproses lanjut menjadi bahan bangunan, meubel dan ornamen. Pemanfaatan batang kelapa pada skala industri khususnya di Sulawesi Utara, telah dimulai tahun 1992. Industri pengolahan kayu kelapa di Sulawesi Utara terdapat di Desa Malalayang-Manado, Kaaten-Tomohon, Tontalete-Minahasa Utara dan LolakBolaang Mongondow. Pemasaran produk kayu kelapa di samping untuk memenuhi pasar lokal dan daerah, juga diantarpulaukan terutama ke Pulau Jawa. Untuk memanfaatkan peluang pasar terutama pasar ekspor, diperlukan penjajakan sistem pemasaran agar diperoleh sistem pemasaran yang lebih efisien. Sistem pengolahan kayu kelapa pada skala industri dengan tahapan kegiatan meliputi seleksi pohon, penebangan dan penggergajian, pengeringan kayu, seleksi kayu kelapa dan penggunaannya dan finishing. Tahap-tahap kegiatan pada skala industri akan diuraikan berikut ini. Seleksi pohon Dilaporkan Gozal (1998) bahwa memilih pohon dan mempersiapkan kayu kelapa yang baik untuk digunakan sebagai bahan meubel, bangunan atau keperluan lainnya, harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut : (a) Pohon yang sudah tua menurut fisiknya dan buahnya kurang (tidak produktif), (b) Umur pohon minimun 60 tahun, yang penentuannya berdasarkan informasi/data dari perkebunan, (c) Biasanya digunakan kelapa Dalam secara fisik cukup lurus/tidak terlalu bengkok, tidak banyak takikan (tangga) dan takikannya tidak terlalu dalam, (d) Kayu kelapa pada tempat yang lembab akan berbeda warna dan kadar airnya dari kelapa pada tempat yang kering, dan biasanya kayu kelapa yang ada di tempat kering mutunya lebih baik dan warnanya lebih coklat/tua, dan (e) Kekuatan dan keawetan kayu, tergantung dari mutu/jumlah serat pada kayu kelapa. Penebangan Pohon dan Penggergajian Awal Dalam penebangan diperlukan mesin gergaji (Chainssaw), pemakain mesin ini lebih mudah dan efisien karena tidak memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. 102
PEMANFAATAN BATANG KELAPA
PEMANFAATAN BATANG KELAPA
Penebang mengetahui seluk beluk penggunaan mesin, sehingga kerusakan/perbaikan dilapangan dapat dilakukan sendiri, untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pemotongan kayu kelapa sesudah dirobohkan dan digergaji dengan ukuran panjang sampai 12 m, kemudian dipotong-potong sesuai ukuran panjang yang dikehendaki. Sesudah tahap ini maka batang-batang ini sesuai potongan-potongannya diiris/dibelah menurut kualitasnya. Mula-mula dibuang kulitnya dulu barulah dibuat papan, dan balok bagian tengahnya dibuang. Cara memotong bagian-bagian kayu kelapa dapat dilihat pada Lampiran 2. Timbunan kayu yang sudah digergaji dilapangan, diusahakan agar tidak lebih dari 2 hari diatas tanah untuk menghindari kerusakan. Dibuat satu tempat penimbunan yang aman dengan sirkulasi udara yang baik, kemudian dikelompokan kayu mana yang akan dibuat balok, papan, lata, totara dan lain-lain menuju mesin yang akan memprosesnya. Dalam proses ini mesin-mesin yang dipakai adalah mesin gergaji iris/belah, mesin ketam perata, mesin ketam. Pengeringan Kayu Ada 3 cara pengeringan kayu yang dapat dilakukan antara lain: (a) Pengeringan udara/alam di bawah atap, (b) Pengeringan dengan oven, dan (c) Pengeringan dengan mesin pengering kayu (kiln dry). Masing-masing cara pengeringan mempunyai kelebihan dan kekuarangan, dalam usaha yang lebih besar untuk efisien dengan cara pengeringan yang menggunakan alat pengering. Dari seluruh cara pengeringan ini, tingkat kekeringan yang diperlukan untuk bahan perabot, daun pintu, daun jendela dan lain yang sejenisnya kadar air kayu 10-12%. Untuk bahan bangunan rumah, kadar air sekitar 18%, dengan toleransi susut lebih besar dari pada bahan untuk perabot, daun pintu dan daun jendela (Gozal, 1998). Seleksi kayu kelapa dan penggunaannya Sesudah dikeringkan, khususnya untuk bahan meubel, daun pintu dan daun jendela, kayu kelapa harus diseleksi lagi karena dalam proses pengeringan warna asli dari kayu belum kelihatan dengan jelas. Kayu kelapa yang sudah kering harus disusun sejajar atau searah guna mempermudah menentukan warna struktur dan corak serat yang seragam sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan berbagai jenis meubel, ukiran dan ornamen dari kayu kelapa mutu I tergantung desain. Harga berbagai peralatan rumah tangga dan ornamen dipengaruhi oleh volume kayu yang terpakai, kesulitan desain, cara pengerjaanya dan kehalusan finishing. Kayu kelapa yang dikategorikan mutu II digunakan untuk pembuatan bahan bangunan atau bagian penyangga dari meubel, ukuran dan ornamen yang menggunakan kayu mutu I. Kombinasi cara pengerjaan ini, selain menghemat penggunaan kayu kelapa mutu I yang harganya mahal, sekaligus harga jual produk meubel dapat ditekan, sehingga terjangkau masyarakat luas.
Finishing Finishing komponen peralatan untuk bahan bangunan, meubel dan ornamen dilakukan apabila tingkat kekeringan sudah dikontrol kembali permukaan kayu MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
103
A. Lay dan Daniel J. Torar
sebelum divernis merupakan hal yang penting, karena finishing permukaan kayu yang baik akan menentukan hasil akhir. Pengerjaan finishing dapat dilakukan dengan menggunakan mesin amplas dan manual. Bahan finishing yang dipergunakan terdiri dari dempul, melamic sending dan melamic clear. Bahan finishing di pasaran terdapat berbagai jenis antara lain Nipon, Impra, Seiv, Pimotex, dan lain-lain. Nilai ekonomi pada pemanfaatan kayu kelapa skala industri, tergantung pada jenis dan tingkat kehalusan serta desain dari produk yang dihasilkan. Produk kayu kelapa yang dihasilkan industri antara lain meubel yang meliputi meja, kursi, tempat tidur, lemari dan berbagai ornamen. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa untuk 1 m³ kayu kelapa mutu I (bahan setengah jadi) yang harganya sekitar Rp. 750.000, jika kayu kelapa dibuat meubel dan berbagai ornamen berkisar Rp. 7 - 8 juta. Nilai tambah yang dihasilkan pada pengolahan kayu skala industri cukup tinggi, namun membutuhkan investasi yang besar untuk menyediakan peralatan pengolahan kayu kelapa dan dibutuhkan dukungan keahlian dalam menangani proses pengolahan, desain dan pemasaran hasil. PENUTUP Pemanfaatan batang kelapa disesuaikan dengan ukuran tinggi batang. Pada tinggi batang kelapa sampai dengan 12 m, dimanfaatkan untuk pembuatan papan dan balok, sedangkan tinggi batang kelapa lebih 12 m, kurang sesuai dijadikan papan/balok harga jual rendah karena papan/balok yang dihasilkaan dikategorikan bermutu rendah, sebaiknya digunakan sebagai mot untuk bahan bakar batu-bata. Kayu yang terpakai dalam satu pohon tidak banyak dan proses produksi yang agak rumit serta memerlukan investasi mesin-mesin yang mahal. Namun hasil dari kayu kelapa mempunyai daya tarik serta seni tertentu sehingga memiliki nilai yang tinggi. Kayu dengan kualitas baik belum tentu hasilnya baik ini sangat tergantung dari keseluruhan proses. Kayu yang baik dengan proses yang baik dan benar akan menghasilkan produk yang bermutu dengan nilai ekonomi yang tinggi. Untuk meningkatkan nilai ekonomi batang kelapa, sebaiknya pemanfaatannya dilakukan secara berjenjang, yakni penyediaan bahan setengah jadi berupa balok, papan dan mot pada skala petani, sedangkan pengolahan lanjut kayu kelapa pada skala industri. Pemanfatan batang kelapa pada skala petani untuk menghasilkan bahan setengah jadi, nilai tambah yang dihasilkan relatif kecil, dibanding dengan pemanfaatan kayu kelapa pada skala industri untuk menghasilkan meubel dan ornamen. Nilai tambah yang dihasilkan pada pengolahan kayu skala industri cukup tinggi, namun membutuhkan investasi yang besar untuk menyediakan peralatan pengolahan kayu kelapa, dukungan keahlian dalam menangani proses pengolahan, desain dan pemasaran hasil. Pengolahan kayu kelapa skala industri dengan orientasi produk-produk bernilai ekonomi tinggi maka pola pengadaan bahan baku mitra dengan petani sebagai penghasil bahan baku kelapa. Apabila dapat dipadukan antara kegiatan penebangan pohon kelapa tua untuk pengolahan kayu kelapa, maka peremajaan berpeluang direalisasikan, sehingga akan menunjang pengembangan usaha pengolahan kayu kelapa pada berbagai skala usaha dan industri lainnya secara lestari.
104
PEMANFAATAN BATANG KELAPA
PEMANFAATAN BATANG KELAPA
Dalam upaya mengatasi tingkat percepatan penebangan kelapa tua, baik untuk keperluan industri maupun untuk kebutuhan masyarakat umum, sangat diperlukan investasi dan kajian yang lebih akurat agar dapat diperoleh keseimbangan antara jumlah kelapa yang ditebang dan yang ditanam untuk mempertahankan potensi produksi kayu kelapa dan meningkatkan produksi kelapa serta perbaikan pendapatan petani. DAFTAR PUSTAKA Allolerung, D. 1990. Teknologi peremajaan kelapa dan pola penerapannya. Buletin Balitka; (11): 112-120. Anonim. 1985. Berbagai metode peremajaan kelapa. Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kelapa Manado, hal. 7. Rindengan B., H. Kembuan dan D.B Taulu. 1990. Penelitian batang kelapa oleh team Jerman Barat. Kerjasama dengan BPPT Jakarta dengan Pemda Sulut (Laporan Kunjungan). Buletin Balitka; (12): 1-5. Child, R. 1974. Coconuts, 2nd Edition. Longman Group Ltd., London, p. 123. Davis, T. A. dan H. Sudasrip. 1978. Methods of rejuvination and replanting of coconut stands in Indonesia. LPTI Cawil III Manado, hal. 1-2. Fink, D. 1992. Utilization of coconut palm products; Their processing in developing countries. FAO Rome, p. 6-7. Gozal, D. 1998. Pengalaman pengolahan kayu kelapa untuk pembuatan meubel. Prosiding Temu Usaha Kelapa Nasional. Grimwood B.A., 1975. coconut Palm Product. Food Agriculture and Organization. Agricultural Development. Lay, A. 2000. Pengembangan dan pemanfaatan batang kelapa di Daerah Sulawesi Utara. Buletin Palma; (26):56-65.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
105
A. Lay dan Daniel J. Torar
Lampiran 1: Analisis biaya pengolahan batang kelapa skala petani di Sulawesi Utara Uraian
Banyaknya
Harga satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
28 m3 28 m3
150.000 28.000
4.200.000 784.000
7 trip
75.000
525.000
28 m3
56.000
1.568.000
1.470 bh 1.470 bh
250.000 200
367.500 294.000
5 trip
75.000
375.000
A. Produk Papan/Balok dan Mot (gelondongan) 1. Biaya ― Penggergajian papan/balok ― Pengangkutan papan/balok dari kebun ke penampungan ― Pengangkutan papan/balok ke tempat penyimpanan ― Pengeringan dan penyimpanan papan/balok ― Penggergajian mot ― Pengangkutan mot dari kebun ke penampungan ― Pengangkutan mot ke tempat pembakaran batu bata Jumlah (1)
8.113.000
2. Pendapatan ― Kayu Mutu I ― Kayu Mutu II ― Mot
14 m3 14 m3 1.470 bh
600.000 300.000 1.750
Jumlah (2) 3. Pendapatan Bersih (keuntungan) B. Produk Mot (gelondongan)
8.400.000 4.200.000 2.352.000 14.952.000 6.839.000
1. Biaya ― Penggergajian mot ― Pengangkutan mot dari kebun ke penampungan ― Pengangkutan mot ke tempat pembakaran batu bata Jumlah (1) 2. Pendapatan ― Mot Jumlah (2) 3. Pendapatan bersih (Keuntungan)
3.500 bh 3.500 bh 11 trip
250 200 75.000
875.000 700.000 825.000
2.400.000 3.500 bh
1.750
6.125.000 6.125.000 3.725.000
Sumber: Lay, A. 2000. Keterangan: 1. Analisis ini didasarkan pada harga berlaku pada bulan Oktober 1998 di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. 2. Populasi tanaman tua adalah 70 pohon/Ha. 3. Mot adalah potongan/gelondongan batang kelapa, panjang 50 cm yang digunakan sebagai bahan bakar pembuatan batu-bata.
106
PEMANFAATAN BATANG KELAPA
PEMANFAATAN BATANG KELAPA
Lampiran 2: Cara memotong bagian-bagian kayu kelapa
a. Penampang membujur satu potongan kayu kelapa.
b. Penampang melintang kayu kelapa dengan kualitasnya
Ukuran-ukuran : 1. 6 cm x 15 cm x 400 cm 2. 5 cm x 14 cm x 400 cm 3. 4 cm x Minimum 10 cm x 400 cm (1 m – 4 m bawah) c. Persiapan ukuran-ukuran balok, papan, dan sebagainya.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
107
TEKNOLOGI PROSES UNIT PENGOLAHAN KELAPA TERPADU
TEKNOLOGI PROSES UNIT PENGOLAHAN KELAPA TERPADU A. Lay, R. Barlina dan Patrik M. Pasang BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN PENDAHULUAN Pengolahan kelapa di Indonesia pada tingkat petani atau skala pedesaan sebagian besar tertuju pada penanganan daging buah dengan produk yang dihasilkan terbatas pada minyak klentik, kopra atau kelapa butiran. Komponen hasil lain yang bernilai ekonomi seperti sabut, tempurung, dan air kelapa kurang mendapat perhatian. Pemanfaatan kelapa yang demikian kurang memberi nilai tambah bagi komoditas kelapa dan pendapatan petani. Pengolahan pada skala industri dewasa ini telah mengolah seluruh komponen buah kelapa untuk mengasilkan berbagai produk yang bernilai ekonomi cukup tinggi dan mempunyai pasaran luas antara lain minyak kelapa, kelapa parut kering, tepung tempurung, arang aktif dan serat sabut. Namun pengembangan skala industri ini tidak berpengaruh terhadap perbaikan pendapatan petani. Hasil ini disebabkan posisi petani hanya sebagai pemasok bahan baku bagi industri pengolahan (Allorerung dan Lay, 1998). Industri kelapa terpadu adalah industri yang menerapkan metode pengolahan kelapa dengan mendayagunakan seluruh komponen hasil berupa sabut, daging, tempurung dan air kelapa dalam satu industri (Grimwood, 1975). Menurut Gonzales (1986) industri kelapa terpadu dapat menerapkan proses pengolahan dengan cara kering atau cara basah, tergantung pada produk yang akan dihasilkan dan nilai manfaatnya. Pengembangang industri kelapa terpadu lingkup pabrik skala besar dapat menghasilkan berbagai produk yang bernilai ekonomi cukup tinggi antara lain kelapa parut kering, serat, arang aktif dan protein kelapa. Sistem industri kelapa terpadu selain meningkatkan nilai tambah komoditas dan keuntungan bagi industri, juga dapat memberikan peluang bagi peningkatan pendapatan petani (Nambiar, 1984). Pengolahan kelapa pada tingkat petani atau skala pedesaan sebagian besar tertuju pada penanganan daging buah dengan produk yang dihasilkan terbatas pada minyak klentik, kopra dan kelapa butiran sehingga kurang memberi nilai tambah bagi komoditas kelapa dan pendapatan petani. Petani dengan keterbatasannya sulit menginovasi teknologi pengolahan kelapa skala besar yang membutuhkan biaya besar dan kemampuan teknis serta manajerial yang profesional. Untuk itu perlu dikembangkan pengolahan kelapa terpadu skala pedesaan yang mana petani, selain sebagai penyedia bahan baku, juga berperan sebagai pengolah dan pengusaha, sehingga petani ikut menikmati nilai tambah yang tercipta (Allorerung dan Lay, 1998). Berbagai teknologi pengolahan kelapa telah dikembangkan dan diaplikasikan, tergantung tingkat teknologi, investasi dan produk yang dihasilkan. Pada industri kelapa skala menengah-besar status petani hanya sebagai penyedia bahan baku dan nilai tambah yang dihasilkan hanya dinikmati oleh industri kelapa yang bersangkutan.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
1
A. Lay, R. Barlina, dan Patrik M. Pasang
Sistem pengolahan kelapa terpadu akan memberi kemudahan di dalam menyediakan bahan baku secara kontinu dan biaya angkutan relatif murah. Di samping itu akan membantu petani mengembangkan usaha pengolahan yang lebih efisien. Sesuai ketersediaan teknologi saat ini, dengan mempertimbangkan (a) tidak memerlukan persyaratan ketat baik teknologi maupun mutu produk, dan (b) penanganannya relatif praktis. Produk yang memungkinkan dikembangkan pada pengolahan kelapa terpadu skala pedesaan untuk tahap awal adalah minyak kelapa, bungkil, serat sabut, sari kelapa dan arang tempurung. KONSTRUKSI ALAT DAN CARA KERJA 1. Konstruksi dan prinsip peralatan Konstruksi alat pengolahan kelapa terpadu terdiri dari empat unit proses yakni: (1) unit pengolahan minyak kelapa, (2) pengarangan tempurung, (3) penyeratan serat sabut dan (4) pengolahan sari kelapa. Konstruksi unit proses yang terkait dalam satu sistem proses adalah pengolahan minyak kelapa dan pengarangan tempurung, sedangkan penyeratan sabut dan pengolahan sari kelapa (nata de coco) terpisah satu sama lain. Pengolahan minyak kelapa didasarkan pada sistem pengolahan minyak cara basah. Penyeratan serat sabut menggunakan sistem proses kering, sedangkan pengolahan sari kelapa didasarkan pada sistem pengolahan skala pabrik yang dimodifikasi, dengan menyederhanakan konstruksi dan sistem proses dari masingmasing unit proses. Unit pengarangan tempurung menggunakan alat pengarangan tempurung tipe drum rancangan Balitka. Sistem proses antar komponen peralatan dalam satu unit berlangsung secara kontinu. Pengolahan minyak didasarkan pada sistem pengolahan minyak dan bungkil cara basah. Unit proses ini terdiri atas 6 unit operasi, yakni pemarut daging kelapa, tungku pembakaran tempurung (thermopac), pengendali oli panas, pemasakan, pengepres, dan penyaringan. Pemarut (grinder) berkapasitas 500 butir/jam. Thermopack dilengkapi alat pengarangan tipe drum rancangan Balitka, memuat 2 drum berkapasitas 300 belahan tempurung/periode pembakaran, sedangkan tangki pemasakan berkapasitas 400 butir kelapa/periode proses. Bagian ini dilengkapi pengaduk mekanis berpenggerak 1 Hp. Pengendalian oli panas menggunakan pompa dengan motor penggerak 1 Hp. Pengepresan menggunakan alat pengepres tipe H-54. Pengolahan sari kelapa didasarkan pada sistem pengolahan skala pabrik namun dengan konstruksi dan sistem proses yang dimodifikasi lebih ringkas. Pada unit ini terdapat 6 unit operasi, yakni penampung air kelapa, penampung bahan penambah, unit pencampur, wadah fermentasi, dan pemotongan sari kelapa. 2. Spesifik peralatan berdasarkan unit proses Konstruksi dan sistem proses unit pengolahan kelapa terpadu skala pedesaan tipe Balitka berdasarkan unit proses, spesifikasinya sebagai berikut.
2
TEKNOLOGI PROSES UNIT PENGOLAHAN KELAPA TERPADU
TEKNOLOGI PROSES UNIT PENGOLAHAN KELAPA TERPADU
Unit proses pengolahan minyak kelapa dan bungkil (a) Grinder; Penghancur/pemarut daging kelapa menggunakan daya 5,5 Hp;1450 rpm (b) Tanur pembakaran (thermopac); Olie turalith pada spiral baja dipompa dari sumbernya dan dipanaskan dengan menggunakan bahan bakar tempurung kelapa. Olie panas akan dialirkan dari thermopac ke heat exchanger untuk pemasakan kelapa parut secara konveksi paksa. (c) Pengendali olie panas; Olie turalith yang terdapat di dalam drum pada menara dialirkan dan dipompa dengan gear pump 1 Hp ke arah thermopac, diteruskan ke spiral pada heat exchanger. Selanjutnya olie panas yang suhunya telah menurun pada heat exchanger akan diisap melalui gear pump, didorong dan dipanaskan lagi pada thermopac, demikian proses ini berlangsung secara kontinu. (d) Tangki pemasakan (heat exchanger); Pada tangki pemasakan kelapa parut ditambahkan minyak proses yang dipompa dari tangki penampung minyak proses dengan gear pump daya 1 Hp. Perbandingan kelapa parut dan minyak adalah 1:2 (100 kg kelapa parut dan 200 kg minyak), pada unit ini dilengkapi dengan komponen alat pengaduk yang digerakkan oleh dinamo 1 Hp; 1450 rpm diperlambat dengan menggunakan speed reduser sehingga diperoleh kecepatan putaran pengaduk 25-30 rpm. Pemasakan kelapa parut dengan suhu 80º - 124ºC berlangsung selama 2.0-2.5 jam per periode proses. (e) Saringan statis; Kelapa parut yang telah matang pada heat exchanger dikeluarkan melalui lubang pengeluaran dan dialirkan ke unit saringan statis. Pada unit penyaring, akan terpisah kelapa parut matang dan minyak proses. (f) Minyak proses akan mengalir ke tangki minyak proses, sedangkan kelapa parut matang diangkut ke tempat pengepresan. (g) Pengepres; Pengepres terdiri atas dua unit yakni pengepres basah dan pengepres kering. Pengepres basah yang mengepres kelapa parut matang yang berasal dari saringan statis. (h) Pada pengepresan basah, minyak yang tertinggal dalam bahan sisa pengepresan berkisar 20%. Minyak hasil pengepresan mengalir melalui pipa dan ditampung pada tangki penampungan minyak konsumsi. Pengepresan kering berfungsi untuk mengepres kelapa parut sisa pengepresan. Pada pengepresan ini diperoleh minyak dan bungkil. (i) Penyaringan minyak konsumsi atau filter; Minyak yang terdapat dalam tangki minyak konsumsi dipompa dengan gear pump 1 Hp ke unit filter, pada unit filter terdapat saringan yang terdiri atas tiga tingkatan, yakni saringan kasar (diameter lubang 2,0 mm), agak halus (50 mesh) dan halus (200 mesh). Minyak hasil penyaringan ini akan mengalir dan ditampung pada drum penampung minyak siap dikonsumsi.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
3
A. Lay, R. Barlina, dan Patrik M. Pasang
Unit proses pengolahan sari kelapa: (a) Penampung air kelapa, Air kelapa dari butiran kelapa ditampung dan disaring. (b) Penampung bahan tambahan, Bahan tambahan terdiri atas gula putih konsentrasi 6.5%, asam cuka 25% dengan konsentrasi 3.5% dan ditambahkan starter (Acetobacter xylinum) dengan perbandingan 1 ltr air kelapa : 0.15 l starter. Dengan demikian dari 100 l air kelapa dibutuhkan gula putih 6.5 kg; asam cuka 25% sebanyak 3.5 ltr dan starter 15 ltr. (c) Wadah fermentasi, Wadah fermentasi menggunakan wadah plastik ketinggian cairan fermentasi 3 cm.
dengan
(d) Fermentasi nata, Selama proses fermentasi wadah ditutup dengan kertas untuk menghindari kontaminasi dengan mikroba di udara dan mencegah masuknya semut-semut ke bahan yang difermentasi. Proses fermentasi berlangsung selama 7 - 10 hari, pada proses fermentasi ini akan terbentuk lapisan nata dengan ketebalan 1.0 - 1.2 cm. (e) Panen nata, Pelaksanaan panen nata dilakukan dengan cara memisahkan lapisan nata dari cairan yang tersisa, nata direndam dalam air selama 3 hari, setiap hari air diganti, untuk menghilangkan rasa asam. Selanjutnya nata dipotong-potong dengan ukuran 1x1 dan ketebalannya menyesuaikan dengan ketebalan nata yang terbentuk. (f) Pembuatan sirop nata dan pengepakan; Pembuatan jus nata dibuat sirop dengan komposisi 1 ltr air ditambahkan gula 1 kg, kemudian dimasak sampai mendidih dan didinginkan. Nata yang telah dipotong-potong dimasak selama 1 jam (keadaan mendidih), pemasakan ini untuk menghilangkan sisa asam yang ada dan membuat nata agak lembut, air rebusan ditiriskan, selanjutnya air sirop dituangkan pada wadah dimana nata dimasak dan ditambahkan aroma (essens Vanili). (g) Campuran nata, sirop, dan essens vanili direndam selama 10 - 12 jam, agar sirop dan essens meresap ke dalam nata. Hasil campuran ini dikemas atau dibotolkan dan siap dikonsumsi. Pembotolan dapat menggunakan botol selai yang volumenya 500 ml atau kemasan kantung plastik. Unit proses pengarangan tempurung kelapa: (a) Pengarangan tempurung berlangsung pada unit thermopac, dengan memanfaatkan panas pembakaran tempurung untuk pemanasan pipa spiral yang berisi olie turalith. (b) Pembakaran tempurung dalam ruang thermopac berlangsung sekitar 1 jam setiap drum pengarangan, yang dimaksudkan ke dalam ruang pengarangan secara bergantian dan sinambung. (c) Proses pengarangan; Drum berisi tempurung yang telah terbakar didorong ke dalam ruang pembakaran, apabila tempurung terbakar sempurna yang ditandai api berwarna biru dan adanya percikan api, drum tempurung dikeluarkan dan ditutup untuk menghindari terjadi kontak udara luar dengan arang yang sedang terbakar, pendinginan arang membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam.
4
TEKNOLOGI PROSES UNIT PENGOLAHAN KELAPA TERPADU
TEKNOLOGI PROSES UNIT PENGOLAHAN KELAPA TERPADU
Unit proses penyeratan sabut: (a) Konstruksi alat penyerat sabut kelapa menggunakan single drum yang dilengkapi dengan saringan sentrifugal. (b) Drum penyerat dibagi menjadi dua belahan yakni belahan atas dan belahan bawah, belahan atas dipasang sirip yang berfungsi untuk mengantar bahan olah. Belahan bagian bawah dipasang sirip di antara lubang-lubang tempat keluarnya debu sabut yang berfungsi untuk memperlambat gerak bahan olah dalam drum, sirip diperlambat gerak bahan olah. (c) Pemasangan sirip-sirip itu dilakukan agar pelumatan dan penyeratan sabut kelapa berjalan efektif. Pada poros penyerat dipasang palu yang berfungsi melumat sekaligus menyerat sabut kelapa. Kipas besi yang terdapat pada poros penyerat berfungsi membantu keluarnya serat dari drum melalui corong pengeluaran. (d) Poros drum penyeratan digerakkan oleh motor penggerak dengan daya 20 Hp atau lebih, tenaga gerak dari motor penggerak ditransfer ke poros drum penyeratan melalui tali kipas (v-belt) sebanyak tiga buah. (e) Saringan sentrifugal untuk memisahkan serat sabut dan debu sabut terletak pada ujung corong pengeluaran hasil olah. Komponen utama dari saringan sentrifugal terdiri dari motor penggerak 0.5 Hp yang berfungsi memutar silinder, speed reduser yang berfungsi memperlambat putaran silinder dan silinder yang dibalut dengan kawas kasa uluran 1 x 1 cm yang digandakan dengan kawat kasa 5 x 5 cm, yang berfungsi memisahkan debu sabut dan serat halus dengan serat berukuran panjang. KINERJA ALAT DAN KARAKTERISTIK PRODUK 1. Kinerja Alat Pengolahan Minyak Kelapa (a) Grinder, Kapasitas olah 200 kg daging kelapa atau setara dengan 500 butir kelapa per jam. (b) Thermopac, Kapasitas tampung untuk pembakaran dua drum, pada pemasakan minyak membutuhkan 4 drum setiap satu periode proses. (c) Heat exchanger, Kapasitas tampung (volume) optimal 300 kg, terdiri atas 200 kg minyak dan 100 kg bahan olah (daging kelapa parut). (d) Expeller, Kapasitas pengepresan 60 kg daging matang/jam, dengan frekuensi pengepresan 2 kali. (e) Tangki penampungan minyak konsumsi, Kapasitas tangki penampungan minyak 250 - 300 ltr. Pendiaman minyak kelapa sebelum dipompa ke tangki penampungan minyak konsumsi sekitar 2 hari untuk mengendapkan blondo dan ampas halus agar memudahkan di dalam penyaringan minyak kelapa.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
5
A. Lay, R. Barlina, dan Patrik M. Pasang
Pengarangan tempurung: (a)
Pengarangan tempurung dilakukan dengan pembakaran sebanyak dua drum sekali pembakaran, dengan waktu sekitar satu jam dan dilanjutkan dengan pengarangan berikutnya, proses pengarangan ini berlangsung secara kontinu sampai kelapa parut menjadi matang.
(b) Kapasitas drum tampung pembakaran berkisar 250 belahan tempurung atau 125 butir (beratnya 25 kg). Untuk setiap satu periode pemasakkan minyak, pembakaran tempurung membutuhkan empat drum dengan berat tempurung sekitar 100 kg, yang akan menghasilkan arang sekitar 25 kg atau rendeman arang tempurung 25%. Pengolahan Sari Kelapa (a) Unit proses yang digunakan pada pengolahan sari kelapa dalam bentuk lembaran dengan 6 buah rak fermentasi dapat ditempati sebanyak 360 buah wadah fermentasi. Setiap wadah fermentasi berkapasitas 1.0 kg. (b) Produksi sari kelapa dalam bentuk lembaran, mengikuti ukuran wadah fermentasi. (c) Produksi nata yang dihasilkan berdasarkan volume larutan per wadah fermentasi rata-rata 600 g atau rendeman 60%. (d) Apabila pengolahan nata dilakukan secara kontinu diperlukan wadah fermentasi sebanyak 2520 wadah dan rak fermentasi sebanyak 42 buah. Penyeratan Serat sabut (a) Kapasitas olah 400 buah sabut kelapa/jam atau 240 kg sabut kelapa/jam. Dari bahan baku tersebut diperoleh serat kering 47.6 kg dan debu sabut 106.1 kg. (b) Serat sabut yang dihasilkan berwarna kuning emas, dengan ukuran beragam dan bercampur sedikit debu sabut. Debu sabut akan terpisah pada saat pengeringan serat sabut (tertinggal pada lantai jemur). Unit pengolahan kelapa yang beroperasi secara penuh akan membutuhkan tenaga kerja sebanyak 20 orang, terdiri atas : pengolahan minyak 6 orang, sabut 3 orang, sari kelapa 4 orang, pengupasan 3 orang, pencukilan daging buah 2 orang, manajer dan administrasi 2 orang. Produksi rata-rata harian : 266 kg minyak goreng, 150 kg bungkil, 135 kg arang, 144 kg sari kelapa, 288 kg serat sabut kering, dan 534 kg debu sabut kering. 2. Karakteristik Produk Produk kelapa yang dihasilkan pada unit pengolahan terpadu terdiri dari minyak kelapa, bungkil, arang tempurung, serat sabut dan sari kelapa dengan karakteristik sebagai berikut.
6
TEKNOLOGI PROSES UNIT PENGOLAHAN KELAPA TERPADU
TEKNOLOGI PROSES UNIT PENGOLAHAN KELAPA TERPADU
(a) Minyak kelapa - Kadar air - Kadar FFA - Warna (b) Bungkil - Kadar air - Kadar minyak (c) Arang tempurung - Kadar air - Kadar bahan menguap - Kadar fixed carbon (d) Sari kelapa - Kadar air - Kadar serat kasar (e) Serat sabut - Kadar air - Panjang serat Pendek (10-15 cm) Panjang (16-27 cm) - Warna serat
: 0.10 – 0.11% : 0.48 – 0.49% : Kuning muda : 10.08 – 11.25% : 12.57 – 13.60% : 8.17 – 8.93% : 27.61 – 28.70% : 62.36 – 64.22% : 96.73 – 96.83% : 2.57 – 2.65% : 12.0 – 14.0% : 35.0% : 65.0% : Kuning emas
Berdasarkan standar mutu produk kelapa yang berlaku (Standar Industri Indonesia atau SNI), ternyata produk minyak kelapa, arang tempurung dan serat sabut memenuhi syarat mutu. SISTEM PENGOLAHAN Dilaporkan Lay (2002) bahwa sistem pengolahan pada unit pengolahan kelapa terpadu sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
Penyiapan bahan baku dilakukan dengan mengupas buah kelapa matang, membelah, pemisahan air kelapa dan pencungkilan daging buah. Pada persiapan bahan baku ini diperoleh sabut, air kelapa, daging dan tempurung. Sabut kelapa diangkut ke unit penyeratan, dekortikator akan memisahkan serat dan serbuk dengan cara sentrifugal, dan akan diperoleh serat dan debu sabut basah, selanjutnya dikeringkan diperoleh serat kering berwarna kuning muda dan debu sabut kering. Serat dan serbuk basah yang dijemur dibawah sinar matahari selama 1-2 hari. Daging kelapa diangkut ke unit pengolahan minyak kelapa. Daging digiling, lalu dimasak dalam heat axchanger menggunakan panas hasil pembakaran tempurung. Setelah matang hancuran daging di keluarkan dari heat axchanger untuk dipres dan disaring. Hasilnya berupa minyak segar, bungkil, dan blondo. Blondo dapat digunakan sebagai strater pada pengarangan tempurung. Pembakaran tempurung dilakukan pada ruang thermopac, panas yang dihasilkan digunakan untuk pemasakan minyak. Apabila telah tercapai pembakaran sempurna, drum dikeluarkan dari thermopac, drum ditutup, didinginkan selama 12-18 jam, diperoleh arang tempurung.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
7
A. Lay, R. Barlina, dan Patrik M. Pasang
5.
Air kelapa ditampung dalam ember plastik, disaring ditambahkan gula, asam cuka dan starter Acetobacter xylinum serta difermentasi selama 7-10 hari akan dihasilkan lapisan nata, diproses lanjut akan diperoleh sari kelapa.
Sistem pengolahan kelapa secara terpadu skala pedesaan akan memberikan kemudahan didalam menyediakan bahan baku secara kontinu untuk pengolahan berbagai produk dan biaya angkutan relatif murah, di samping itu akan membantu petani mengembangkan usaha pengolahan yang relatif efisien (Lay, 1993). Pengolahan kelapa terpadu skala pedesaan akan memberi manfaat bagi peningkatan harga komoditas kelapa ditingkat petani, pendapatan petani, karena petani mempunyai daya tawar yang cukup tinggi dan peningkatan daya guna kelapa (Sanchez, et al, 1990). Pengembangan produk kelapa ke arah komersial dengan teknologi yang senantiasa berkembang, seperti pengolahan kelapa terpadu skala pedesaan tidak memungkinkan dilakukan sendiri oleh petani/kelompok tani atau industri kecil. Melainkan sangat diperlukan dukungan dari industri menengah besar serta instansi teknis bersama pemerintah daerah yang terprogram, dengan operasionalnya dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan (Lay dan Pasang, 2002). PENUTUP Sistem pengolahan kelapa terpadu akan memberi kemudahan di dalam menyediakan bahan baku secara kontinu dan biaya angkutan relatif murah, dan akan membantu petani mengembangkan usaha pengolahan yang lebih efisien. Produk utama yang dihasilkan pada pengolahan kelapa terpadu skala pedesaan adalah minyak kelapa, bungkil, serat sabut, debu sabut, sari kelapa dan arang tempurung. Konstruksi alat pengolahan kelapa terpadu terdiri dari empat unit proses yakni unit pengolahan minyak kelapa, pengarangan tempurung, penyeratan serat sabut dan pengolahan sari kelapa. Pengolahan minyak kelapa didasarkan pada sistem pengolahan minyak cara basah, pengarangan tempurung menggunakan alat pengarangan tempurung tipe drum rancangan Balitka, penyeratan serat sabut menggunakan sistem proses kering, sedangkan pengolahan sari kelapa didasarkan pada sistem pengolahan skala pabrik yang dimodifikasi, dengan menyederhanakan konstruksi dan sistem proses dari masing-masing unit proses. Sistem proses antar komponen peralatan dalam satu unit berlangsung secara kontinu. Unit pengolahan kelapa terpadu secara teknis praktis dioperasikan dengan kinerja cukup memadai dan produk yang dihasilkan memenuhi syarat mutu. Sistem pengolahan kelapa terpadu akan memberi kemudahan di dalam menyediakan bahan baku secara kontinu dan biaya angkutan relatif murah, yang dapat membantu petani mengembangkan usaha pengolahan yang lebih efisien. Pengembangan pengolahan kelapa terpadu skala pedesaan tidak memungkinkan dilakukan sendiri oleh petani/kelompok tani atau industri kecil. Pengadaan unit pengolahan kelapa terpadu seyogianya dilakukan oleh pemerintah daerah/instansi terkait dan penanganannya oleh kelompok tani dengan bimbingan teknis manajemen usaha dan pemasaran produk oleh instansi terkait.
8
TEKNOLOGI PROSES UNIT PENGOLAHAN KELAPA TERPADU
TEKNOLOGI PROSES UNIT PENGOLAHAN KELAPA TERPADU
DAFTAR PUSTAKA Allolerung, D. dan A. Lay. 1998. Kemungkinan pengembangan pengolahan kelapa secara terpadu skala pedesaan. Makalah KNK IV, tanggal 21-23 April di Bandar Lampung. Grimdwood, B. E. 1975. Coconut Palm Product. Roma : FAO. Gonzales, O. N. 1986. Coconut Food, Coconut Today. Manilla, Philiphines 4 (1) : 35-52. Lay, A. 1993. Strategi Pengembangan Industri Kelapa Terintegrasi. Tesis Pascasarjana IPB, Bogor. Lay, A. 2000. Alat pengolahan kelapa terpadu skala pedesaan. Laporan Tahunan Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Manado, Tahun 2000. Lay, A. dan P.M. Pasang. 2002. Teknologi dan Strategi Pengembangan Unit Pengolahan Kelapa Komersial di Tingkat Pedesaan. Makalah yang disampaikan pada KNK V, 22-24 Oktober 2002 di Tembilahan, Riau. Nambiar, T. V. P. 1984. Maximizing the Utility of Coconuts by an Integrated Process for Large Scale Production of Proteins, Flour, Coconut Honey, and Oil From Fresh Coconut Kernel and by Products such as Fibre, Shell Chemicals, Cooking gas, etc, From Shell. CRD. Wiley Eastern Limited. New Delhi, India,p. 245 -249. Sanchez, P. C, Losada, F. E. Luseno. 1990. Potential Rural-Based for Coconut Product. APCC/05/90.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA
9