KARAKTERISASI TEPUNG JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) DENGAN METODE PENGERINGAN BERBEDA BESERTA UJI HEDONIKNYA
BINTANG RAMADHAN
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Tepung Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) dengan Metode Pengeringan Berbeda beserta Uji Hedoniknya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Bintang Ramadhan NIM D14110094
ABSTRAK BINTANG RAMADHAN. Karakterisasi Tepung Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) dengan Metode Pengeringan Berbeda beserta Uji Hedoniknya. Dibimbing oleh YUNI CAHYA ENDRAWATI dan MUHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO Jangkrik merupakan salah satu satwa yang masuk dalam famili Gryllidae. Pada umumnya jangkrik diolah sebagai pakan ternak alternatif untuk burung kicauan, domba, dan ikan. Alasan utama jangkrik diolah menjadi tepung karena kandungan protein yang tinggi, sehingga sangat baik dijadikan sebagai produk untuk meningkatkan produktivitas ayam. Umumnya jangkrik yang digunakan menjadi produk tepung adalah jenis jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus). Kandungan protein jangkrik 65%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) dari masing-masing bagian tubuh jangkrik yang terdiri dari bagian kepala (caput), perut (abdomen), dan kaki (thoraks) yang kemudian dibandingkan dengan tepung jangkrik komersial disertai dengan analisis tingkat kesukaan konsumen (uji hedonik). Data dianalisis dengan analisa deskriptif. Data analisa proksimat yang diamati diantaranya protein kasar, lemak kasar, serat kasar, kadar air, dan bahan kering. Hasil menunjukan bahwa ada perbedaan dari kadar protein tepung jangkrik komersial dengan hasil pada penelitian. Protein tertinggi terdapat pada tepung jangkrik kalung bagian kaki sebesar 61.37%. Hasil uji hedonik memperlihatkan bahwa panelis lebih menyukai TJK dikarenakan TJK memiliki warna, aroma, tekstur, dan penampilan umum yang lebih menarik. Kata kunci: jangkrik kalung, protein, tepung jangkrik
ABSTRACT BINTANG RAMADHAN. Characterization of Kalung Cricket Flour (Gryllus bimaculatus) with A Different Drying Method along with Hedonic Test. Supervised by YUNI CAHYA ENDRAWATI and MUHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO. Crickets is one of the animal that include in family of Gryllidae. Usually crickets processed as fodder alternative to the birds, sheep and fish. The main cause of crickets processed into flour because of high protein content, so that it can be used as the product to increase of chicken productivity. Generally crickets that used to made into a flour is type kalung crickets (Gryllus bimaculatus). The protein content of crickets is 65%. This report aims to understand the characterization parts of the body kalung crickets flour (Gryllus bimaculatus). Crickets consist of the head (caput), stomach (abdomen), and legs (thoraks) compared with commercial crickets flour accompanied by level analysis of consumers (hedonic test). Data was by descriptive analysis. Proximate data analysis was observed including protein, fat, fiber, moisture content and dry ingredients. Results showed that no distinction of levels of protein crickets flour commercially with result of my research. High protein content was made from the
legs of kalung cricket. Results of hedonic test showed the most prefered sample by the panelis was commercial crickets flour. Because the color, scent, texture, and general appearance from TJK it more be interest by the panelis. Key words: criket flour, kalung crickets, protein
KARAKTERISASI TEPUNG JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) DENGAN METODE PENGERINGAN BERBEDA BESERTA UJI HEDONIKNYA
BINTANG RAMADHAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam semoga senantiasa terlimpah dan tercurah kepada Rasulullah SAW, serta para sahabat, keluarga dan pengikutnya. Skripsi yang berjudul Karakterisasi Tepung Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) dengan Metode Pengeringan Berbeda beserta Uji Hedoniknya merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yuni Cahya Endrawati, SPt MSi dan Bapak Muhammad Sriduresta Soenarno, SPt MSc selaku dosen pembimbing, dan Ibu Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku dosen penguji ujian sidang atas segala bimbingan dan motivasi yang telah diberikan. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih juga kepada Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi selaku pembimbing akademik atas segala motivasi, semangat, dan bimbingan yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kepada ibu (Trijanti Pusparini) dan ayah (Tjatoer Joewanto), serta seluruh keluarga atas segala kasih sayang dan doa yang dipanjatkan untuk kesuksesan penulis. Terima kasih juga kepada Ibu Dr Ir Asnath M Fuah, MS, Ibu Ir Hotnida CH Siregar, MSi, Bapak Winarno, SP yang telah banyak membantu selama penelitian di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan. Terima kasih kepada Taofik SY, Tri Arfani, M Fajar Sidiq, Andika Sunyoto, Adita Zuhriyah, Anneke, Endah, Teguh, Alfian, Leli, sebagai teman seperjuangan terbaik selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, dan seluruh teman-teman IPTP 48, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas segala motivasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang telah dijalani selama penulis melaksanakan perkuliahan di IPB. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, April 2016
Bintang Ramadhan
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE
1 1 1 2
Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan Alat Prosedur Analisis Proksimat Uji Hedonik Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN
2 2 2 2 3 4 4 4
Kandungan Nutrisi Tepung Jangkrik Bahan Kering Kadar Abu Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar Uji Hedonik Tepung Jangkrik Warna Aroma Tekstur Penampilan Umum SIMPULAN DAN SARAN
4 4 6 6 7 7 8 8 10 10 10 11
DAFTAR PUSTAKA
11
RIWAYAT HIDUP
13
DAFTAR TABEL 1 Analisa proksimat tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) dengan metode pengovenan 85 oC dan sangrai 2 Hasil uji hedonik tepung jangkrik
5 8
DAFTAR GAMBAR 1 Histogram persentase bahan kering TCJ, TAJ, TKJ kalung yang sangrai, oven, dan komersial 2 Tepung jangkrik (a) TCJ kal (b) TAJ kal (c) TKJ kal (d) TCJ alam (e) TAJ alam (f) TKJ alam (g) TJK
5 9
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Jangkrik merupakan salah satu satwa yang dapat melompat dan termasuk dalam famili Gryllidae. Terdapat kurang lebih 123 jenis jangkrik yang berada di Indonesia (Paimin et al. 1999), umumnya yang dibudidayakan di Indonesia yaitu jangkrik Gryllus bimaculatus (jangkrik kalung), Gryllus mitratus (jangkrik alam) dan Gryllus testacius (jangkrik cendawang) (Paimin et al. 1999). Jangkrik memiliki siklus hidup yang pendek, mudah dalam pemeliharaan, dan mudah beradaptasi dengan pakan yang diberikan. Jangkrik yang umum dibudidayakan masyarakat adalah jenis jangkrik kalung, karena permintaan pasar tinggi dan mudah dimanfaatkan menjadi produk olahan yang bermanfaat, salah satunya adalah tepung jangkrik. Jangkrik diolah menjadi tepung karena memiliki kandungan protein tinggi mencapai 65% untuk jenis jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) (Prayitno 2005). Kandungan protein yang tinggi sangat baik perannya sebagai pakan suplemen untuk ternak ayam petelur dan burung puyuh. Tepung jangkrik dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak tinggi protein pada ternak domba, ayam petelur, dan burung puyuh. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas ternak tersebut. Jangkrik juga mempunyai daya reproduksi tinggi dan mudah dalam pemberian pakannya (Linsemaier 1972), sehingga memudahkan dalam budidaya. Tepung jangkrik komersial umumnya diolah dari tubuh jangkrik utuh. Tepung jangkrik pada penelitian ini diolah dari 3 bagian tubuh yang berbeda yaitu, kepala (caput), perut (abdomen), dan kaki (toraks). Hal tersebut untuk mengetahui kandungan nutrisi dari masing-masing bagian, terutama protein (Roeder 1953). Selain itu juga dibandingkan dengan tepung jangkrik komersial. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui kandungan nutrisi tepung jangkrik dan uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap produk tepung jangkrik kalung. Penelitian ini perlu dilakukan karena tingginya permintaan terhadap tepung jangkrik di masyarakat, yang ditandai dengan sistem pemasaran tidak hanya secara langsung namun juga online. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrisi dari masingmasing anggota tubuh jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) yang terdiri dari kepala (caput), perut (abdomen), dan kaki (thoraks) serta mengetahui tingkat kesukaan terhadap produk tepung jangkrik. . Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini tentang karakteristik nutrisi dan tingkat kesukaan konsumen pada tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) yang dibandingkan dengan tepung jangkrik komersial.
2
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, dimulai dari bulan Mei 2015 hingga Agustus 2015. Pengolahan tepung jangkrik dilakukan di Laboratorium Hasil Ikutan Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, sedangkan uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Analisa proksimat tepung jangkrik dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor. Bahan Jangkrik kalung hidup (Gryllus bimaculatus) sebanyak 3 kg umur panen 25 hari dan jangkrik alam (Gryllus mitratus) umur panen 35 hari yang dibeli dari peternakan jangkrik di Kota Bekasi, silica gel, dan 500 g TJK (tepung jangkrik komersial). Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain freezer, oven, timbangan digital, gunting, blender, toples, kertas aluminium foil, sendok, dan karung. Prosedur Sampel yang digunakan adalah jangkrik kalung umur 25 hari sebanyak 3 kg dan jangkrik alam umur 35 hari sebanyak 1 kg dari peternakan jangkrik Perwira di Bekasi. Persiapan awal yang dilakukan adalah memuasakan jangkrik selama 24 jam tanpa diberi minum dengan tujuan untuk mengosongkan abdomennya. Jangkrik yang telah dipuasakan kemudian dipindahkan ke toples dan dimasukkan ke dalam freezer selama 24 jam untuk mematikan jangkrik. Tahap selanjutnya adalah proses pengeringan yang dilakukan dengan 2 metode yaitu disangrai dan dioven. 1. Pengeringan Oven 85 oC Proses pengeringan oven menggunakan suhu 85 oC selama 6 jam (AOAC 2005). Sampel yang telah dioven kemudian dipisahkan menjadi 3 bagian yaitu kepala (caput), perut (abdomen) dan kaki (thoraks). Metode pengeringan dengan oven bertujuan agar dapat mengontrol suhu pengeringan tepung sehingga kualitas dari tepung tetap terjaga (Hughes dan Willenberg 1994). 2. Pengeringan Sangrai Metode pengeringan sangrai bertujuan untuk memudahkan peternak rakyat dalam proses pengolahan tepung jangkrik. Suhu pengeringan yang digunakan adalah sekitar 95 oC selama 1 jam. Jangkrik kalung yang telah disangrai, kemudian dipisahkan menjadi 3 bagian yaitu kepala (caput), perut (abdomen) dan kaki (thoraks).
3 Bagian tubuh jangkrik yang telah dikeringkan dengan 2 metode tersebut, kemudian digiling dengan menggunakan blender hingga halus menjadi tepung jangkrik. Produk tepung yang dihasilkan berupa TCJ kal (Tepung Caput Jangkrik kalung), TAJ kal (Tepung Abdomen Jangkrik kalung) dan TKJ kal (Tepung Kaki Jangkrik kalung) serta tepung jangkrik komersial (TJK). Tepung tersebut kemudian dianalisis proksimat dan uji hedonik. Analisis Proksimat Analisa proksimat adalah metode pengujian analisis secara kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi dari suatu bahan pakan atau pangan. McDonald et al. (1995) menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi menjadi 6 fraksi nutrisi yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Analisis proksimat menggunakan prinsip AOAC 2005. Berikut ini parameter yang diukur antara lain : 1. Kadar air suatu produk dihitung dengan menghilangkan air dari produk tersebut menggunakan oven 105 oC selama 24 jam (AOAC 2005). Kadar Air (%) = Keterangan:
a−b a
x 100%
a=berat bahan sebelum dioven b=berat bahan setelah dioven
2. Kadar abu untuk mengukur kandungan mineral dari bahan yang digunakan (AOAC 2005). Rumus sebagai berikut: 𝑎 Kadar abu (%) = 𝑏 𝑋 100% Keterangan:
a= berat abu b= berat sampel
3. Protein kasar digunakan untuk mengetahui jumlah protein dari masingmasing bagian tubuh jangkrik yang diolah menjadi tepung. Rumus sebagai berikut: (𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)𝑋 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑋14 𝑋6.25 Protein Kasar (%) = 𝑋 100% 𝑎 (𝑚𝑔) Keterangan: a= berat sampel (mg)
4. Analisis lemak kasar untuk mengetahui persentase lemak suatu bahan dihitung dari perbedaan bobot sebelum dan setelah proses ekstraksi. Rumus sebagai berikut: 𝑏−𝑎 Lemak kasar (%) = 𝑋 𝑥 100% Keterangan:
a= berat labu penyaring b= bobot akhir x= bobot sampel
5. Analisis serat kasar adalah semua bahan organik yang tidak larut dalam asam kuat yang encer dan basa kuat yang encer yang dipanaskan selama 30 menit. 𝑌−𝑍−𝑎 Serat Kasar (%) = 𝑥 𝑥100% Keterangan: a=bobot kertas saring setelah dipanaskan kemudian ditimbang Y=bobot cawan porselen didinginkan dalam eksikator Z=bobot cawan setelah ditanur ditimbang x=bobot awal sampel
4 Uji Hedonik Uji hedonik adalah metode penilaian seorang panelis terhadap suatu hal misalnya produk pangan atau sesuatu yang berkaitan dengan kesukaan (Jellinek 1985). Tingkat kesukaan panelis ditampilkan dalam bentuk skala hedonik seperti sangat suka, suka, tidak suka, dan sangat tidak suka (Soekarto 1985). Uji mutu hedonik dilakukan dalam skala laboratorium sehingga menggunakan panelis yang sudah memiliki pengetahuan tentang uji hedonik. Kategori panelis yang digunakan pada uji hedonik adalah panelis agak terlatih dengan jumlah 50 orang mahasiswa. Mahasiswa dapat membedakan karakteristik dari tiap sampel yang diujikan sehingga data yang diperoleh lebih akurat. Uji mutu hedonik dilakukan untuk melihat tingkat kesukaan konsumen dari parameter warna, tekstur, aroma, dan penampilan umum dari tepung jangkrik yang dibuat. Mahasiswa mengamati sampel tepung dan mengisi form uji hedonik. Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Data dibandingkan dengan beberapa literatur pustaka yang berkaitan dengan produk olahan tepung.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Tepung Jangkrik Bahan Kering Tubuh serangga terdiri dari 3 bagian yaitu kepala (caput), dada (toraks) dan perut (abdomen). Bagian kepala jangkrik tersusun atas mulut, organ sensoris dan otak (Garraway dan Evans 1984), di bagian dada (toraks) serangga terdiri dari tungkai dan sayap serangga (Borror et al. 1992) dan dibagian perut (abdomen) terdiri dari organ dalam tubuh serangga (Aurora dan Dhaliwal 1999). Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahui kandungan nutrien suatu bahan baku pangan atau pakan. McDonald et al. (1995) menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi menjadi 6 fraksi nutrisi yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Kadar bahan kering paling tinggi dari metode pengeringan sangrai berasal dari TCJ kal yaitu sebesar 96.13%. Hal ini disebabkan karena TCJ kal yang diolah dengan disangrai, proses penguapan sangat maksimal. Proses sangrai menggunakan suhu sekitar 95 oC dengan lama waktu 1 jam, sehingga menghasilkan tepung jangkrik yang sangat kering (Tabel 1 dan Gambar 1). Semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan dan semakin besar perbedaan suhu yang digunakan maka laju penurunan kadar air dari suatu produk semakin cepat (Desrosier 1988). Kadar bahan kering paling tinggi dari metode pengeringan dioven berasal dari TAJ kal yaitu sebesar 89.82%. Hal ini disebabkan di bagian perut jangkrik kalung yang diolah dengan teknik pengovenan, proses penguapan telah maksimal. Proses pengovenan dengan suhu 85 oC dengan lama waktu 6 jam menghasilkan tepung cukup kering (Tabel 1 dan Gambar 1). Berdasarkan 2 metode pengeringan yang dilakukan, tepung yang menghasilkan bahan kering paling tinggi berasal dari sampel TCJ kal yang disangrai. Hal ini disebabkan
5 karena TCJ kal yang diolah dengan disangrai, proses penguapan sangat maksimal daripada yang dioven. Tepung jangkrik yang dioven tidak mengalami proses penguapan maksimal karena suhu yang digunakan lebih rendah. Faktor yang mempengaruhi hasil pengeringan adalah waktu pengeringan, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap diudara, dan luas permukaan produk (Winarno 2002). Tabel 1 Analisa proksimat tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) dengan metode pengovenan 85 oC dan sangrai Kandungan nutrien (% BK) Bahan Kering Abu Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar
Tepung Jangkrik Kalung (TJkal) TCJ kal TAJ kal TKJ kal TCJ kal TCJ kal
Oven 85oC
Sangrai 96.13 5.10 53.72 28.87 5.46
95.97 5.49 47.20 33.52 9.13
TKJ kal
% BK 95.28 5.53 61.37 17.97 11.39
89.63 4.01 45.77 31.52 8.52
89.82 4.56 45.18 39.94 6.37
Tepung Jangkrik Komersial (TJK)
87.53 5.37 60.77 16.52 10.00
94.93 4.61 62.01 16.69 8.60
Keterangan: TCJ kal= Tepung Caput Jangkrik kalung, TAJ kal= Tepung Abdomen Jangkrik kalung, TKJ kal=Tepung Kaki Jangkrik kalung, TJKal=Tepung Jangkrik Kalung
Bahan kering (%)
Proses pengovenan dengan suhu pemanasan 85 oC menghasilkan persentase bahan kering lebih rendah dibandingkan dengan TCJ kal yang disangrai dan komersial (Gambar 1). Semakin besar perbedaan suhu antara alat pemanas dengan bahan pangan semakin cepat perpindahan panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan (Estiasih 2009). Semakin tinggi persentase bahan keringnya semakin banyak air yang menguap. Tepung jangkrik komersial memiliki persentase bahan kering lebih rendah, hal ini mungkin disebabkan suhu pengeringan yang digunakan lebih tinggi dari perlakuan pada penelitian sehingga air menguap maksimal. 96.50 96.00 95.50 95.00 94.50 94.00 93.50 93.00 92.50 92.00 91.50 91.00 90.50 90.00 89.50 89.00 88.50 88.00 87.50 87.00
TCJ Keterangan:
sangrai
TAJ Jenis tepung jangkrik oven 85
TKJ
komersial
Gambar 1 Histogram persentase bahan kering TCJ, TAJ, TKJ kalung yang sangrai, oven, dan komersial
6 Kadar Abu Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengukur kadar mineral dari tepung jangkrik. Abu merupakan residu anorganik yang didapat dari proses pembakaran bahan organik dari bahan pangan, sebanyak 96% dari bahan makanan terdiri dari bahan organik dan air sedangkan sisanya merupakan unsur mineral (Winarno 1992). Hasil uji analisis proksimat kadar abu tertinggi terdapat pada sampel TKJ kal baik dengan metode pengeringan disangrai maupun dioven yaitu sebesar 5.53% dan 5.37% (Tabel 1). Hal ini disebabkan kaki jangkrik terletak pada bagian toraks sehingga menghasilkan kandungan mineral yang tinggi, lebih lanjut dijelaskan bahwa tungkai-tungkai thoraks serangga dibagi 6 ruas tulang penyusun yaitu koksa, trokhanter, koksa, tibia, tarsus dan pretarsus (Borror et al 1992). Roeder (1953) menyatakan bahwa komponen penyusun kaki jangkrik salah satunya adalah kitin dan mineral sehingga menyebabkan kadar abu pada bagian kaki jangkrik tinggi. Pratama et al. (2014) menyatakan bahwa semakin besar kadar abu suatu bahan makanan maka semakin tinggi mineral yang dikandung makanan tersebut. Hasil uji analisis proksimat kadar abu terendah terdapat pada sampel TCJ kal baik dengan metode pengeringan disangrai maupun dioven yaitu sebesar 5.10% dan 4.01%. Hal ini disebabkan kepala jangkrik tersusun atas mulut, organorgan sensoris dan otak yang merupakan sistem saraf pusat dan pusat memori (Garraway dan Evans 1984), organ-organ tersebut tidak memiliki kandungan anorganik yang tinggi sehingga menghasilkan kadar abu yang rendah. Jika dibandingkan dengan TJK kadar abu tepungnya lebih tinggi. Protein Kasar Protein merupakan suatu zat yang terkandung di dalam bahan pangan atau pakan. Fungsi protein untuk tubuh adalah sebagai zat pembangun dan pengatur. Hasil analisis proksimat kandungan protein tertinggi terdapat pada sampel TKJ kal baik dengan metode disangrai maupun dioven yaitu sebesar 61.37% dan 60.77% (Tabel 1). Hal ini disebabkan kaki jangkrik tersusun dari zat penyusun utama berupa kitin-protein, lebih lanjut dijelaskan semua lapisan permukaan kaki jangkrik tersusun dari kitin-protein sehingga tinggi protein yang terlarut di bagian tersebut (Roeder 1953). Hasil analisis proksimat kandungan protein tertinggi terdapat pada sampel TKJ kal dengan metode disangrai dibandingkan dengan metode pengovenan. Hal ini diduga karena suhu pengeringan dengan metode sangrai tidak merata sehingga menghasilkan kadar protein jangkrik yang lebih tinggi daripada metode pengeringan dengan oven. Hasil analisis proksimat kandungan protein terendah terdapat pada sampel TAJ kal baik dengan metode disangrai maupun dioven yaitu sebesar 47.20% dan 45.18% (Tabel 1). Hal ini disebabkan perut (abdomen) serangga merupakan tempat melekatnya saluran pencernaan, saluran peredaran darah, dan saluran pernapasan (Arora dan Dhaliwal 1999). Sebagian besar abdomen serangga berisi saluran pencernaan, saluran peredaran darah, dan saluran pernapasan (Arora dan Dhaliwal 1999), sehingga protein yang terkandung lebih rendah dari bagian tubuh yang lain.
7 Hasil analisis proksimat (Tabel 1) menunjukkan persentase protein tepung jangkrik komersial paling tinggi dibandingkan perlakuan yang lain yaitu sebesar 62.01%. Perbedaan kadar protein antara tepung jangkrik komersial dengan TKJ kal dapat disebabkan oleh komposisi penyusun tepung komersial serta suhu pemanasan yang digunakan (Astawan 1989). Afrianto dan Liviawaty (2005) menyatakan bahwa tepung jangkrik yang dijual di pasaran kemungkinan terdapat campuran tepung ikan untuk meningkatkan kandungan proteinnya. Lemak Kasar Lemak adalah campuran trigliserida yang diklasifikasikan menjadi 3 yaitu, lipida sederhana, lipida majemuk, dan lipida turunan. Lemak atau lipid terdiri dari 2 tipe asam lemak yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Hasil uji analisis proksimat kadar lemak kasar tepung jangkrik kalung tertinggi terdapat pada sampel TAJ kal baik dengan metode pengeringan disangrai maupun dioven yaitu sebesar 33.52% dan 39.94% (Tabel 1). Hal ini disebabkan di bagian perut (abdomen) serangga tempat melekatnya saluran pencernaan, saluran peredaran darah, dan saluran pernapasan (Arora dan Dhaliwal 1999). Lemak atau lipid adalah senyawa karbon dan hidrogen yang tidak dapat larut di dalam air tetapi dapat larut dengan pelarut organik (Frances K dan Widmann 1989). Fungsi lemak bagi tubuh antara lain sebagai sumber energi, dan sumber asam lemak esensial bagi tubuh. Jangkrik mengandung asam lemak esensial yaitu asam lemak omega 3 dan omega 6 (Prayitno 2005). Kadar lemak TAJ kal yang dioven 85 oC lebih tinggi daripada metode pengeringan disangrai. Hal ini disebabkan penggunaan suhu pemanasan yang lebih rendah, lebih lanjut dijelaskan bahwa tingkat kerusakan lemak bervariasi tergantung suhu yang digunakan dan waktu pengolahan (Palupi et al. 2007). Semakin tinggi suhu pemanasan, maka kerusakan lemak akan semakin meningkat (Siti et al. 2012). Hasil uji analisis proksimat kadar lemak terendah terdapat pada sampel TKJ kal baik dengan metode pengeringan disangrai dan dioven yaitu sebesar 16.69% dan 17.97% (Tabel 1). Hal ini disebabkan di bagian kaki (thoraks) terdiri 6 ruas pada kaki serangga, lebih lanjut dijelaskan bahwa 6 ruas penyusun yaitu koksa, trokhanter, femur, tibia, tarsus, dan pretarsus (Borror et al. 1992). Komponen penyusun kaki sebagian besar adalah protein-kitin. Prayitno (2005) menyatakan bahwa kandungan lemak dari jangkrik sebesar 23%, sedangkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa kandungan lemak kasar pada bagian perut lebih tinggi daripada dibagian kaki. Hal tersebut dapat dikarenakan perbedaan bagian jangkrik yang digunakan antara penelitian dan literatur yang digunakan. Persentase kadar lemak perut (abdomen) jangkrik lengkap yaitu 15.37% - 32.84% (Novianti 2003). Kadar lemak kasar tepung jangkrik komersial memiliki persentase paling rendah yaitu 16.69% (Tabel 1), jika dibandingkan dengan lemak kasar TAJ kal dengan metode pengeringan disangrai dan dioven. Serat Kasar Hasil analisis proksimat, serat kasar paling tinggi berada di TKJ kal baik dengan metode disangrai maupun dioven sebesar 11.39% dan 10.00% (Tabel 1). Pengertian serat kasar adalah bagian dari bahan pangan atau pangan yang tidak dapat dihidrolisis dengan bahan kimia (Fardiaz et al. 1989). Hal ini disebabkan bahwa di bagian kaki terdiri dari ruas-ruas tulang kecil, ruas tulang panjang dan
8 kuku-kuku (Borror et al. 1992), lebih lanjut dijelaskan bahwa semua permukaan kaki jangkrik dilapisi oleh kitin (Roeder 1953). Kadar serat kasar sampel TKJ kal yang disangrai lebih tinggi daripada metode pengovenan. Hal ini disebabkan, semakin tinggi suhu pemanasan yang digunakan, maka semakin tinggi persentase serat kasar yang dihasilkan. Hasil analisis proksimat serat kasar paling rendah terdapat pada sampel TCJ kal sangrai sebesar 5.46% (Tabel 1). Hal ini diduga disebabkan di bagian kepala (caput) serangga terdiri dari beberapa organ penting seperti mata, otak, dan organ sensoris ( Gorroway dan Evans 1984) sehingga serat kasar yang dihasilkan paling rendah. Uji Hedonik Tepung Jangkrik Uji hedonik merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen. Tujuan dari uji hedonik adalah untuk mengamati penilaian konsumen terhadap produk pangan. Penilaian uji hedonik warna, aroma, tekstur, dan penampilan umum tepung jangkrik akan menentukan ketertarikan panelis terhadap produk tersebut. Ada tiga sampel yang digunakan tepung jangkrik komersial, tepung jangkrik kalung, dan tepung jangkrik alam. Hal ini karena masing-masing sampel mempunyai karakteristik berbeda sehingga perlu uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaannya. Berikut adalah hasil uji hedonik (Tabel 2) dari tepung jangkrik komersial, tepung jangkrik kalung, dan tepung jangkrik alam dengan parameter pengamatan warna, aroma, tekstur, dan penampilan umum. Produk tepung jangkrik kalung, tepung jangkrik alam, dan tepung jangkrik komersial disajikan pada (Gambar 2).
Kode Sampel TJK TCJ kal TAJ kal TKJ kal TCJ alam TAJ alam TKJ alam
Tabel 2 Hasil uji hedonik tepung jangkrik Warna Aroma Tekstur Penampilan Umum 2.86±0.60 2.65±0.56 3.00±0.53 2.75±0.59 2.20±0.66 1.86±0.78 2.08±0.59 2.14±0.69 2.41±0.61 2.25±0.74 2.49±0.50 2.49±0.54 2.49±0.58 2.16±0.95 2.55±0.76 2.45±0.67 2.35±0.72 1.98±0.95 2.18±0.77 2.24±0.79 1.90±0.85 1.84±0.99 1.67±0.79 1.75±087 2.82±0.65 2.41±0.92 2.80±0.69 2.65±0.72
Keterangan: Skala uji hedonik 1:Sangat Tidak Suka, 2:Tidak Suka, 3:Suka, 4:Sangat Suka, TJK: Tepung Jangkrik Komersial, TCJ kal: Tepung Caput Jangkrik Kalung, TAJ kal: Tepung Abdomen Jangkrik Kalung, TKJ kal: Tepung Kaki Jangkrik Kalung, TCJ alam: Tepung Caput Jangkrik Alam, TAJ alam: Tepung Abdomen Jangkrik Alam, TKJ alam: Tepung Kaki Jangkrik Alam
Warna Berdasarkan hasil uji hedonik tepung jangkrik dengan parameter pengamatan warna menunjukkan hasil yang beragam. Skala kisaran nilai uji hedonik yaitu 1-2.49 tidak disukai panelis, 2.50-3.00 disukai panelis dan skala 3.01-4.00 sangat disukai oleh panelis. Sampel TCJ kal dan TAJ kal memiliki nilai uji hedonik warna sebesar 2.20 dan 2.41 (Tabel 2), yang berarti bahwa sampel tersebut tidak disukai panelis. Hal ini disebabkan tepung TCJ kal dan TAJ kal yang dihasilkan berwarna kehitaman. Warna hitam yang dihasilkan pada tepung
9 disebabkan oleh jenis jangkrik yang digunakan memiliki warna coklat kehitaman dan hitam (Paimin et al. 1999).
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
Gambar 2 Tepung jangkrik (a) TCJ kal (b) TAJ kal (c) TKJ kal (d) TCJ alam (e) TAJ alam (f) TKJ alam (g) TJK Sampel TAJ alam, TCJ alam, TKJ kalung memiliki nilai uji warna berturutturut sebesar 1.90, 2.35, 2.49, sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga sampel tersebut tidak disukai panelis. TKJ alam dan TJK, memiliki nilai uji warna berturut-turut 2.82 dan 2.86, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua sampel tersebut disukai panelis. Warna dari tepung jangkrik komersial (TJK) (Gambar g) paling terang daripada sampel TCJ alam (Gambar d), TKJ kal (Gambar b), TKJ alam (Gambar c), dan TAJ alam (Gambar f). Tepung jangkrik komersial yang dijual dipasaran pada umumnya menambahkan tepung ikan sehingga warna tepungnya menjadi lebih terang dan menarik konsumen (Afrianto dan Liviawaty 2005). Secara visual penampilan warna dari tepung akan menentukan nilai kualitas suatu produk (Winarno 2002). Faktor lain yang mengakibatkan perbedaan kualitas warna yaitu perbedaan lingkungan pemeliharaan serta perbedaan pakan konsumsi selama pemeliharaa. Borror et al. (1992) menambahkan pakan jangkrik selama pemeliharaan dapat mempengaruhi reproduksi, pertumbuhan, perkembangan tingkah laku, dan sifat morfologis lainnya seperti warna dan
10 ukuran. Sampel warna yang paling disukai adalah sampel TJK dan yang paling tidak disukai sampel TAJ alam. Aroma Aroma adalah hasil dari proses penguapan makanan karena mengalami kontak langsung dengan udara. Aroma yang dihasilkan dari produk pangan beragam, ada yang enak dan ada yang menghasilkan bau tidak sedap. Hasil uji hedonik tepung jangkrik dengan parameter pengamatan aroma menunjukkan hasil yang seragam. Sampel TAJ alam, TCJ kal, TCJ alam, TKJ kal, TAJ kal, TKLalam, dan TJK masing-masing memiliki nilai aroma berturut-turut sebesar 1.84, 1.86, 1.98, 2.16, 2.25 dan 2.41 (Tabel 2), yang berarti bahwa aroma tepung jangkrik tidak disukai panelis. Hampir semua aroma tepung jangkrik kalung dan alam tidak disukai sampel panelis. TJK disukai panelis, hal ini disebabkan tepung jangkrik yang diolah tidak menghasilkan aroma yang sedap. Tepung jangkrik yang persentase bahan kering masih rendah menghasilkan aroma yang tidak sedap (sedikit tengik), penyebabnya adalah reaksi oksidasi dari lemak tidak jenuh (Winarno 1997). Tekstur Hasil uji hedonik tepung jangkrik pada pengamatan tekstur menunjukkan hasil yang beragam. Sampel TAJ alam, TCJ kal, TCJ alam dan TAJ kal masingmasing memiliki nilai terkstur sebesar 1.67, 2.08, 2.18 dan 2.49 (Tabel 2) yang berarti bahwa tekstur tepung tidak disukai panelis, sedangkan sampel TKJ kal, TKJ alam dan TJK masing-masing memiliki nilai tekstur sebesar 2.55, 2.80 dan 2.86 (Tabel 2) yang berarti bahwa tekstur tepung disukai panelis. Tekstur tepung jangkrik yang tidak disukai panelis diduga disebabkan oleh tekstur tepung jangkrik yang lengket karena tingginya kandungan lemak pada sampel tersebut. Kandungan lemak pada sampel TCJ kal dan TAJ kal masingmasing sebesar 28.87% - 31.52% dan 33.52% - 39.94% (Tabel 1). Kandungan lemak yang tinggi disebabkan oleh bahan pada pembuatan sampel tepung jangkrik yaitu kepala (caput) dan perut (abdomen). Lebih lanjut, dijelaskan bahwa perut (abdomen) merupakan tempat terletaknya organ-organ dalam, salah satunya adalah saluran pencernaan (Arora dan Dhaliwal 1999), sedangkan kandungan lemak yang tinggi pada kepala (caput) diduga disebabkan oleh adanya otak. Tekstur tepung jangkrik yang disukai panelis disebabkan oleh tekstur tepung jangkrik yang kering. Hal ini disebabkan oleh kandungan lemak yang rendah pada sampel tersebut yaitu sebesar 16.52% - 17.97%. Kandungan lemak yang rendah diduga disebabkan oleh tingginya kandungan kitin sehingga kandungan protein TKJ kal tinggi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa semua permukaan kaki jangkrik dilapisi oleh kitin-protein sehingga banyak protein yang terlarut dibagian kaki (Roeder 1953). Penampilan Umum Penampilan umum adalah penilaian yang dilakukan panelis secara keseluruhan. Penampilan umum tepung jangkrik menunjukkan hasil yang beragam. Sampel TAJ alam, TCJ kal, TCJ alam, TKJ kal dan TAJ kal masingmasing memiliki nilai penampilan umum sebesar 1.75, 2.14, 2.24, 2.45 dan 2.49
11 (Tabel 2) yang berarti bahwa penampilan umum tepung jangkrik tidak disukai panelis, sedangkan TKJ alam dan TJK masing-masing sebesar 2.65 dan 2.75 (Tabel 2) yang berarti bahwa disukai panelis. Penampilan umum tepung jangkrik yang tidak disukai terdapat pada sampel TAJ alam, TCJ kal, TCJ alam, TKJ kal dan TAJ kal. Hal ini diduga disebabkan memiliki warna yang lebih hitam. Warna hitam pada tepung disebabkan oleh jenis jangkrik yang digunakan memiliki warna coklat kehitaman dan hitam (Paimin et al.1999). Tepung jangkrik yang disukai panelis diduga disebabkan warna tepung yang lebih terang.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Persentase protein tertinggi terdapat pada sampel TKJ kal dengan metode disangrai sebesar 61.37%. Persentase lemak tertinggi terdapat pada sampel TAJ kal dengan pengovenan 85oC sebesar 39.94%. Sampel TJK (tepung jangkrik komersial) merupakan sampel yang paling disukai berdasarkan parameter warna, aroma, tekstur, dan penampilan umum.
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai purifikasi nutrisi tertinggi berdasarkan pada masingmasing bagian tubuh. Perlu dilakukan uji hedonik kepada konsumen (pembeli tepung jangkrik) langsung di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association Official Analytical Chemistry. 2005. Official Methods of Analysis. Washington (US): Benjamin Franklin Station. Afriyanto E, Liviawaty E. 1985. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta (ID): Kanisius. Alamsyah R. 2006. Pengembangan proses produksi kitosan larut air. Prosiding Seminar National Kitin Kitosan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Hasil Perairan. Apandi M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Bandung (ID): Alumni. Arora R, Dhaliwal GS. 1999. The Insect Diversity, Habits and Management. New Delhi (IN): Kalyani Publishers. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi XI. Penerjemah: Soetiyono, P. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. De Foliart GR, Finke MO, Sunde ML. 1982. Potential value of the optaining Mormon Cricket (Orthoptera tetigonidae) harvested as high protein feed for poultry. J. Economic Entamology. 75:848-852.
12 Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. Jakarta (ID): UI Pr. Estiasih T. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Malang (ID): Bumi Aksara. Fardiaz D, Danarwulan N, Hariantono HW, Puspita NL. 1992. Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Frances K, Widmann. 1989. Tinjauan Pustaka Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta (ID): EGC. Garraway MO, Evans RC. 1984. Fungal Nutrition and Physicology. Canada (US): John Willey and Sons Inc. Hartadi H, Reksohadiprojo S, Tilman AD. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univesity Pr. Kartika B. 1992. Petunjuk Evaluasi Sensori Hasil Industry Produk Pangan. Yogyakarta (ID): Pav. Pangan dan Gizi. Kompiang IP. 1981. Pengaruh penyimpanan terhadap nilai gizi silase ikan. Prosiding Seminar Penelitian Peternakan. Puslitbang Peternakan. Balitbang Pertanian. Bogor (ID): Departemen Pertanian. Linsemaier W. 1972. Insect of The World. New York (US): Mc Graw-Hill Book Company. McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD. 1995. Animal Nutrition. Ed ke-5. New York (US): Longman Scientific and Technical. Novianti J. 2003. Komposisi tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) pada suhu pengeringan berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Palupi NS. 2007. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi pangan. Modul eLearning ENBP. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-FatetaIPB. Paimin FB. 1999. Mengatasi Permasalahan Beternak Jangkrik. Catatan I. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Pratama RI, Rostini I, Liviawaty E. 2014. Karakteristik biskuit dengan tepung tulang ikan jangilus (Istiophorus Sp.). J Akuatika. V(1): 30-39. Prayitno. 2005. Potensi jangkrik kalung sebagai bahan baku industri pangan dan farmasi. Seminar Nasional Astrik Go Industri; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Litbang Astrik Pusat Yogyakarta. Rahayu DH. 2000. Pengaruh bangsa dan pakan terhadap pertumbuhan jangkrik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Roeder KD. 1953. Insect Physiology. New York (US): John Wiley and Sons Inc. Soewarno, ST. 1981. Penilaian Organoleptik. Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bogor (ID): PUSBANGTEPA / Food Technology Development Center Institut Pertanian Bogor. Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta (ID): Arcan. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG. 2002. Pangan Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
13
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palu pada tanggal 21 Maret 1993. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara pasangan Bapak Tjatoer Joewanto dan Ibu Trijanti Pusparini. Penulis mengawali pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Pembina dan lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 027 Terpadu Samarinda dan lulus tahun pada 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1Balikpapan dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2011. Penulis melanjutkan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur Ujian Talenta Mandiri dan di terima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama kuliah penulis pernah mengikuti program Student Mobility 2015 ke Universiti Putra Malaysia. Penulis aktif di beberapa kegiatan kepanitiaan, seperti Student Mobility Adelaide University 2015, MPF 2012. Tahun 2014 penulis mengikuti program Kuliah Kerja Profesi di Desa Asmorobangun Kec. Pare Kabupaten Kediri. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengolahan Daging pada tahun 2015. Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana pada program studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul Karakterisasi Tepung Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) dengan Metode Pengeringan Berbeda beserta Uji Hedoniknya.