KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG TERIGU KOMERSIAL DAN APLIKASINYA DALAM PROSES PEMBUATAN ROTI TAWAR DI PT. BUNGASARI FLOUR MILLS INDONESIA
DEWI RAHMATIKA SHAUMI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOL2GI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Terigu Komersial dan Aplikasinya dalam Proses Pembuatan Roti Tawar di PT. Bungasari Flour Mills Indonesia” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tulisan ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, 6HSWHPEHU 2016 Dewi Rahmatika Shaumi NIM F24120091
ABSTRAK DEWI RAHMATIKA SHAUMI. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Terigu Komersial dan Aplikasinya dalam Proses Pembuatan Roti Tawar di PT. Bungasari Flour Mills Indonesia. Dibawah bimbingan DIDAH NUR FARIDAH. Persaingan produsen tepung terigu di Indonesia semakin meningkat. Supaya mampu bersaing, produsen tepung terigu perlu menghasilkan produk yang berkualitas. Parameter kualitas tepung terigu dapat dilihat dari komposisi kimia, sifat reologi adonan, kualitas roti tawar yang menggunakan bahan baku tepung terigu tersebut yaitu parameter fisik dan sensori roti tawar. Kegiatan magang di PT. Bungasari Flour Mills Indonesia bertujuan untuk mempelajari sifat kimia tepung terigu, fisik (reologi) adonan tepung terigu komersial yang beredar di pasaran dan mengevaluasi sifat fisik dan sensori roti tawar. Analisis komposisi kimia dan reologi adonan tepung terigu mengacu pada prosedur standar American Association of Cereal Chemistry (AACC), sedangkan analisis karakteristik sensori roti tawar menggunakan metode skoring. Berdasarkan analisa rutin yang dilakukan di PT. Bungasari Flour Mills Indonesia, kualitas tepung terigu dapat ditentukan salah satunya dari pengukuran fisik roti tawar (tinggi, lebar dan perimeter). Dalam pemilihan tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan roti tawar dapat pula dilihat dari aspek production cost yang mencakup harga tepung, kebutuhan air dan waktu pengadukan. Berdasarkan hasil karakterisasi tepung terigu komersial secara kimia dan fisik (reologi) menunjukkan tepung terigu yanng berasal dari PT. Bungasari (Golden Crown, Golden Eagle dan Krakatau) memiliki keunggulan pada kandungan protein dan gluten yang cenderung tinggi, kadar air yang tinggi, dan water absorption tinggi. Kelemahannya terletak pada kadar abu yang tinggi pada produk tepung Krakatau, development time dan stability yang cenderung rendah, sehingga memiliki nilai indeks toleransi adonan yang tinggi (roti yang dihasilkan akan mudah kempis). Tepung Golden Eagle unggul pada aspek tinggi dan lebar roti tawar. Perimeter roti tawar tepung Golden Eagle dan Krakatau cukup unggul, kecuali tepung Golden Crown. Berdasarkan aspek pemilihan tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan roti tawar, tepung Gerbang Biru memperoleh peringkat pertama dan tepung Cakra Kembar memperoleh peringkat terakhir. Tepung terigu dari PT. Bungasari memperoleh peringkat ketiga untuk Golden Eagle, sedangkan Krakatau dan Golden Crown memperoleh peringkat kelima. Secara keseluruhan tepung terigu yang berasal dari PT. Bungasari memiliki kualitas cukup baik dibandingkan produk kompetitor, namun perlu dilakukan perbaikan lebih lanjut pada tepung terigu Krakatau karena memiliki banyak kelemahan terutama pada parameter internal roti tawar, hal tersebut dapat diakibatkan oleh kadar abu yang tinggi.
Kata kunci: Gandum, Tepung terigu, Komposisi kimia, Reologi, Sensori, Roti Tawar
ABSTRACT Dewi Rahmatika Shaumi. Characterization of Chemical and Physical Properties of Comercial Wheat Flour and Production of Pan Bread at PT. Bungasari Flour Mills Indonesia. Supervised by Didah Nur Faridah. Competition amongst wheat flour producers is significantly increasing nowadays. To compete, producers are challenged to produce high quality product. Wheat flour quality is represented by several parameters, such as chemical compositions, rheological properties, and the pan bread quality consist of physical and sensory properties. This research in PT. Bungasari Flour Mills Indonesia was aimed to study the chemical and physical (rheological) properties of commercial wheat flour in the market, and to evaluate the physical and sensory properties of the pan bread. The analysis of chemical compositions and dough rheological properties were done according to the standard procedures of American Association of Cereal Chemistry (AACC), while the sensory properties of the bread was analyzed using scoring method. Based on the routine analysis done in PT. Bungasari Flour Mills Indonesia, the quality of wheat flour could be determined by analyizing the physical properties (height, width, and perimeter). Choosing wheat flour as the main ingredient depends on production cost, which includes price, added water needs, and mixing time. Based on the characterization of commercial wheat flour products, the wheat flour produced by PT. Bungasari (Golden Crown, Golden Eagle and Krakatau) was distinguished due to its high protein content, gluten content, moisture content, and water absorption capacity. In the other hand, its ash content was also high in Krakatau variant and low development time and stability. Thus, it has high mixing tolerance index. Golden Eagle variant was distinguised in term of the width and height of the pan bread. Besides, Golden Eagle and Krakatau variants have a good bread perimeter, while Golden Crown variant doesn’t. It is concluded that the competitor’s wheat flour (Gerbang Biru) was ranked as the best flour, while Cakra Kembar was the least. Wheat flour products produced by PT Bungasari was ranked at the third place for Golden Eagle variant, while Krakatau and Golden Crown variant at the fifth place. In overall, wheat flours produced by PT. Bungasari have a good quality compared to competitors’. But, some improvements are still needed to improve some of its quality parameters, such as internal parameter of the bread which was possibly caused by the high ash content of the flour. Kata kunci: Gandum, Tepung terigu, Komposisi kimia, Reologi, Sensori, Roti Tawar
KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG TERIGU KOMERSIAL DAN APLIKASINYA DALAM PROSES PEMBUATAN ROTI TAWAR DI PT. BUNGASARI FLOUR MILLS INDONESIA
DEWI RAHMATIKA SHAUMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat-Nya dan kemudahan sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian dari kegiatan magang di Bungsari Innovation Center PT. Bungasari Flour Mills Indonesia Jakarta Selatan. Dilakukan sejak bulan Februari hingga Mei 2016. Selama kegiatan magang dan penulisan skripsi ini, begitu banyak bantuan yang diberikan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Keluargaku tercinta yang tak pernah henti selalu memberikan semangat, support, dan doa Ibunda tercinta Dra. R. Dedeh Hasanah, Nene Hj. R. Hapsah, Apa Drs. Yudi Budiono, tante-tante, om-om, serta sepupusepupu dari keluarga H. R. Amir Hamdjah dan keluarga H.D Suandana. 2. Ibu Dr. Didah Nur Faridah S.TP, M.Si selaku pembimbing akademik yang selalu membantu dan memberikan arahan sejak penulis masih semester 3. 3. Bapak Agus Sutriono, S.TP selaku pembimbing lapang yang selalu membantu memberikan arahan dan masukan dalam kegiatan magang penulis. 4. Bapak Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.TP, DEA selaku dosen penguji sekaligus dosen yang pembimbing selama penulis di Himitepa dan praktikum terpadu Je’Bread. 5. Bapak Faleh setia Budi ST, MT selaku dosen penguji yang sangat kooperatif selama proses penulisan tugas akhir hingga sidang. 6. Bapak Dr. Ir Feri Kusnandar yang memberikan arahan dan masukan sejak awal pemilihan tempat magang hingga berakhirnya penulisan skripsi ini. 7. Bapak Zaenal Arifin, Mas Rendy, Mas Langgeng, Bli Arif, Rnd Team yang selalu memberikan bantuan pada saat pengerjaan penelitian ini. Mbak Sheila, Om Tata, Pak Gulit yang selalu menghibur ketika jenuh dalam kegiatan magang. 8. Harya Danniswara sebagai partner magang setia yang selalu bersama disaat suka duka. 9. Partner satu bimbingan serta partner ex-penelitian, Zakya Hidayati Riana dan M. Ramadhan. 10. Para sahabat supporter setia Faikar Marzuq, Wulan Kanti Fitrani, geng beauties, geng mancur, pengurus Himitepa 2014-2015 dan teman-teman ITP 49. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kedepannya. Bogor, 6HSWHPEHU 2016 Dewi Rahmatika Shaumi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
vi vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Tepung Terigu
2
Roti Tawar
5
METODE
9
Tempat dan Waktu
9
Alat
9
Bahan
9
Metodologi Penelitian
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
16
Karakterisasi Komposisi Kimia Tepung Terigu
16
Karakterisasi Fisik Reologi Tepung Terigu
18
Faktor Kebutuhan Air dan Waktu Pengadukan (Mixing Time)
21
Karakterisasi Fisik dan Sensori Roti Tawar
23
Paramameter Pemilihan Tepung Terigu sebagai Bahan Baku Pembuatan Roti Tawar
37
SIMPULAN DAN SARAN
38
Simpulan
38
Saran
38
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
42
RIWAYAT HIDUP
56
DAFTAR TABEL 1 2
Standar mutu terigu menurut SNI 01-3751-2009 (BSN 2009) Standar eksternal dan internal pengujian sensori roti tawar di PT. Bungasari Flour Mills Indonesia
4 7
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Diagram alir tahapan penelitian karakterisasi tepung terigu komersial protein tinggi Diagram alir pembuatan roti tawar Grafik tinggi dan lebar roti tawar dari berbagai tepung terigu protein Tinggi Grafik perimeter roti tawar dari berbagai tepung terigu protein tinggi Grafik uji sensori parameter volume roti tawar Grafik uji sensori parameter color of crust roti tawar Grafik uji sensori parameter evenness of bake roti tawar Grafik uji sensori parameter symetry of form roti tawar Grafik uji sensori parameter character of crust roti tawar Grafik uji sensori parameter break and sherd roti tawar Fisik eksternal roti tawar (a-i) Grafik uji sensori parameter grain roti tawar Grafik uji sensori parameter color of crumb roti tawar Grafik uji sensori parameter aroma roti tawar Grafik uji sensori parameter taste roti tawar Grafik uji sensori parameter texture roti tawar Grafik uji sensori parameter mastication and chewability roti tawar Fisik internal roti tawar (a-i)
10 13 23 24 25 26 27 27 28 29 30 31 31 32 33 34 35 36
DAFTAR LAMPIRAN 1.1 2.1 2.2 3.1 4.1 4.2 4.3 4.4
Sensory form untuk uji skoring roti tawar Hasil uji statistik ANOVA pada parameter eksternal roti tawar tepung terigu komersial protein tinggi Hasil uji statistik ANOVA pada parameter internal roti tawar tepung terigu komersial protein tinggi Hasil uji statistik ANOVA tinggi, lebar dan perimeter Hasil uji korelasi kadar protein dan kadar gluten Hasil uji korelasi reologi adonan terhadap komposisi kimia tepung terigu Hasil uji korelasi unit operasi pembuatan roti tawar terhadap komposisi kimia tepung terigu Hasil uji korelasi unit operasi pembuatan roti tawar terhadap parameter reologi adonan
42 43 46 50 51 52 53 54
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Gandum (Titricum aesticum L.) merupakan komoditas seralia yang berasal dari daerah subtropik dan merupakan bahan dasar dalam pembuatan berbagai makanan yang penting di dunia. Gandum dapat memenuhi sumber kalori serta protein bagi manusia. Menurut FAO (2013), pada tahun 2012 produksi gandum di dunia mencapai 675.1 juta ton. Sebagian besar gandum diolah menjadi tepung terigu, dan sekitar 55% dari tepung terigu digunakan di industri roti dan confectionery. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) (2015) melaporkan bahwa terjadi kenaikan konsumsi terigu nasional pada tahun 2013 sebanyak 5.35 juta metrik ton atau sekitar 4,1% dibandingkan tahun 2012 dan pada tahun 2014 semester pertama terjadi kenaikan sebanyak 2.78 juta metrik ton atau sebesar 5.4% dibanding jumlah konsumsi pada tahun 2013 disemester pertama. Hal ini mendorong minat para investor untuk menanamkan modal dalam pasar tepung terigu di Indonesia. Sepanjang tahun 2014-2015 terdapat 6 Flour Mills di Indonesia. Hal tersebut menumbuhkan persaingan diantara produsen tepung terigu terutama dalam segi kualitas produk sehingga dapat diterima oleh pasar dalam skala besar dan mampu bersaing secara kompetitif. Oleh sebab itu, diperlukan informasi mengenai karakteristik fisikokimia tepung terigu komersial yang beredar di pasaran untuk mengetahui kualitas, keunggulan dan kelemahan dari masing-masing tepung guna memperbaiki kualitas tepung terigu dari suatu produsen tepung terigu. Kualitas tepung terigu dapat diketahui melalui beberapa pengujian diantaranya, sifat kimia tepung terigu, fisik (reologi) adonan tepung terigu, aplikasinya dalam proses pembuatan produk, serta sifat fisik dan sensori produk. Karakteristik sifat kimia tepung terigu dapat diketahui melalui analisis kadar air, abu, protein dan gluten. Karakteristik fisik tepung terigu dapat dilihat dari sifat reologi adonan terutama sifat kekuatan adonan saat proses pencampuran. Menurut Wheat Marketing Center (2004) karakteristik tepung terigu dapat diketahui dengan cara baking test untuk mengetahui performa tepung terigu pada proses pembuatan produk akhir serta memprediksi kegunaanya secara komersial. Produk yang digunakan untuk mempelajari kualitas tepung terigu pada penelitian ini adalah roti tawar. Roti tawar merupakan salah satu pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas dengan harga yang relatif murah sehingga mudah dijangkau oleh berbagai kalangan. Selain itu, roti tawar juga dapat dikonsumsi secara langsung maupun diaplikasikan dengan produk lainnya. Menurut Muchtadi dan Suginono (2013), dalam pembuatan produk roti dan produk sejenisnya yang memerlukan fermentasi sebaiknya digunakan tepung terigu dengan kadar protein tinggi (kadar glutenin dan gliadinnya tinggi) karena gluten dapat menahan gas saat fermentasi atau pemanggangan dalam pembutan roti. Oleh sebab itu, penentuan karakterisasi tepung terigu komersial yang beredar di pasaran dalam penelitian ini menggunakan tepung terigu protein tinggi. Perumusan Masalah PT Bungasari Flour Mills Indonesia merupakan pendatang baru di industri tepung terigu sejak tahun 2014, tetapi produknya telah memiliki pangsa pasar yang luas di Indonesia. PT Bungasari Flour Mills Indonesia berusaha untuk terus mengembangkan
2
produk sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan daya saing tepung terigu. Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk tepung terigu adalah dengan mempelajari karakteristik fisikokimia tepung terigu komersial yang beredar dipasaran, serta penggunaan tepung terigu tersebut dalam proses pembuatan roti tawar, sifat fisik dan sensori roti tawar. Diharapkan diperoleh hasil yang dapat menjadi acuan dalam mengembangkan dan menjamin mutu produk roti tawar. Tujuan Penelitian Tujuan kegiatan magang di PT. Bungasari Flour Mills Indonesia adalah untuk mempelajari: 1. Karakteristik kimia tepung terigu komersial yang beredar di pasaran. 2. Karakteristik fisik adonan tepung terigu komersial yang beredar di pasaran dalam proses pembuatan roti tawar. 3. Karakteristik fisik dan sensori roti tawar yang dihasilkan dari tepung terigu yang beredar dipasaran. 4. Faktor pemilihan tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan roti tawar. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui positioning dan memperbaiki kualitas produk tepung terigu yang telah diproduksi oleh PT Bungasari Flour Mills Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Tepung Terigu Gandum (Triticum vulgare) merupakan tanaman serealia yang kaya akan karbohidrat. Biji gandum (kernel) terdiri dari bagian kulit (bran) sekitar 13-17%, bagian endosperma yang dikemas oleh granula pati dalam matrix protein sekitar 75-80%, dan bagian lembaga (germ) sekitar 2-3%. Setelah proses penggilingan (milling) dan pengayakan (sieving), biji gandum terpisahkan menjadi kulit, lembaga, dan tepung yang sebagian besar terdiri dari bagian endosperma (Goesaert et. al 2005). Tepung dari biji gandum ini biasanya disebut tepung terigu. Tepung terigu dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue, mi, biskuit, roti, dll. Menurut U.S Wheat Associates (2006), terdapat berbagai macam jenis tepung terigu yang memiliki jenis dan fungsi berlainan. Tepung terigu tersebut terdiri dari, hard wheat (terigu protein tinggi dengan kandungan protein 12-14%), medium wheat (terigu protein sedang dengan kandungan protein 10-11%), soft wheat (terigu protein rendah dengan kandungan protein 8-9%), self raising flour (terigu yang sudah ditambahkan bahan pengembang dan garam), enriched flour (terigu yang difortifikasi dengan berbagai vitamin atau mineral dengan tujuan untuk memperbaiki nilai gizinya), whole meal flour (terigu yang dibuat dari biji gandum utuh termasuk kulit dan lembaganya sehingga warna tepung lebih gelap). Terigu berprotein 12-14% ideal untuk membuat roti dan mie, terigu berprotein 10-11% ideal untuk membuat biskuit, pastry, pie dan donat, sedangkan terigu berprotein 8-9% ideal untuk membuat gorengan, cake, dan wafer (Bogasari 1997).
3
Penentuan kualitas mutu tepung terigu di Indonesia telah diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Komponen penyusun tepung terigu dari kandungan yang terbesar hingga yang terkecil terdiri dari pati, protein, lemak, serat, mineral dan vitamin. Menurut Keran et.al (2009), dalam penentuan kualitas tepung terigu diperlukan adanya analisa karakteristik secara kimia dan fisik. Karakteristik kimia yang diteliti terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar gluten. Kadar air digunakan sebagai standar sebelum penggilingan gandum guna mendapatkan kadar air yang tepat pada produk tepung terigu. Kadar air juga berpengaruh pada umur simpan tepung terigu, jika kadar air melebihi 14,5% maka akan memikat jamur, bakteri dan serangga untuk hidup di dalamnya, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas tepung terigu selama penyimpanan (Keran et.al (2009). Kadar abu digunakan untuk mengetahui performa penggilingan gandum dan secara tidak langsung menunjukkan kontaminasi dedak pada tepung terigu. Kadar abu dapat mempengaruhi warna produk akhir, semakin tinggi kandungannya mengakibatkan warna produk semakin gelap. Kadar abu tidak selalu menunjukkan kualitas penggilingan, namun tergantung pada produk akhir yang akan dihasilkannya. White flour (tepung yang berasal dari endosperm gandum) memiliki kadar abu yang rendah bila dibandingkan dengan whole wheat flour (tepung yang berasal dari seluruh komponen gandum) yang memiliki kadar abu yang tinggi (Keran et.al 2009). Menurut USAID (2000) kadar abu pada tepung terigu menunjukkan kandungan mineral yang terkandung di dalamnya. Kandungan mineral yang tinggi dapat disebabkan oleh fortifikan tepung terigu. Kadar protein sangat berpengaruh pada kualitas proses pembuatan serta hasilnya sebagai suatu produk roti. Gluten merupakan komponen protein tepung terigu yang tidak larut air. Gluten berfungsi sebagai pembentuk struktur kerangka roti. Gluten terdiri atas komponen gliadin dan glutenin yang menghasilkan sifat viskoelastis, sehingga adonan dapat dibuat lembaran, digiling maupun dibuat mengembang. Gliadin akan menyebabkan gluten bersifat elastis sedangkan glutenin menyebabkan adonan menjadi kuat menahan gas dan menentukan struktur pada produk yang dibakar (Ratnawati 2003). Kualitas gluten dapat ditentukan dari pengukuran reologi adonan tepung terigu, hal tersebut berkaitan dengan seberapa kuat adonan yang diukur dari besarnya tekanan atau stress yang diberikan pada suatu adonan. Menurut Eiman et al (2015), penentuan reologi adonan tepung terigu merupakan hal yang penting karena dapat menentukan perilaku adonan selama proses penanganan mekanis pada saat proses produksi dan hal tersebut mempengaruhi kualitas roti yang dihasilkan. Karakteristik reologi adonan dapat ditentukan dengan farinograph, mixograph dan ekstensograph. Farinograph adalah alat yang digunakan untuk mengukur tegangan dan viskositas dari campuran tepung dan air pada saat proses pengadukan pada kecepatan dan suhu yang tetap. Parameter yang ditetapkan menggunakan farinograph terdiri dari water absorption (daya serap air), development time (waktu pengembangan adonan), stability time (waktu stabilitas), dan mixing tolerance index (indeks toleransi adonan). Water absorption (daya serap air) adalah jumlah air maksimal yang dapat diserap oleh tepung terigu. Development time (waktu pengembangan adonan) yaitu waktu yang diperlukan pada saat penambahan air hingga adonan mencapai konsistensi yang maksimum. Hal ini mengindikasikan waktu pencampuran optimum dibawah kondisi standar. Stability time (waktu stabilitas) adalah perbedaan waktu pada saat grafik farinogram menyentuh garis 500 BU (arrival time) dan pada saat garis meninggalkan 500 BU (depature time). Hal
4
tersebut menunjukkan waktu ketika adonan dapat mempertahankan konsistensi maksimumnya. Mixing tolerance index (indeks toleransi adonan) adalah angka dalam BU yang menunjukkan jarak penurunan kurva dari garis 500 BU pada 5 menit setelah kurva mencapai konsistensinya. Hal ini menunjukkan tingkat pelunakkan selama proses pencampuran (Madiv dan Hemlata 2015). Menurut A.R Tweed (1995) adonan roti yang baik adalah adonan yang kenyal, tidak mudah putus bila ditarik (lentur dan kenyal), mampu menyerap air yang tinggi dan memiliki ketahanan terhadap kondisi yang ekstrim seperti memiliki toleransi pengadukan yang baik. Tabel 1
Standar mutu tepung terigu menurut SNI 01-3751-2009 (BSN 2009)
Jenis uji Keadaan: a. Bentuk b. Bau c. Warna Benda asing Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak Kehalusan, lolos ayakan 212 μm (mesh No. 70) (b/b) Kadar air (b/b) Kadar abu (b/b) Kadar protein (b/b) Keasaman Besi (Fe) Falling number (atas dasar kadar air 14%) Seng (Zn) Vitamin B1 (tiamin) Vitamin B2 (riboflavin) Asam folat Cemaran logam: a. Timbal (Pb) b. Raksa (Hg) c. Cadmium (Cd) Cemaran arsen Cemaran mikroba: a. Angka lempeng total b. Escherichia coli c. Kapang d. Bacillus cereus Sumber: BSN (2009)
Satuan
Persyaratan
-
Serbuk Normal (bebas dari bau asing) Putih, khas terigu Tidak ada Tidak ada
%
Minimal 95
% % % mg KOH/100g
Maksimal 14,5 Maksimal 0,70 Minimal 7,0 Maksimal 50
mg/kg Detik
Minimal 50 Minimal 300
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Minimal 30 Minimal 2,5 Minimal 4 Minimal 2
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maksimal 1,0 Maksimal 0,05 Maksimal 0,1 Maksimal 0,50
koloni/g APM/g koloni/g koloni/g
Maksimal 1 x 106 Maksimal 10 Maksimal 1 x 104 Maksimal 1 x 104
5
Roti Tawar Roti merupakan produk fermentasi yang terbuat dari tepung terigu, air, ragi dan garam dengan seperangkat unit operasi yang terdiri dari proses pencampuran (mixing), pengadonan (kneading), pengembangan (proofing), pembentukan (shaping) dan pembakaran (baking) (Dewettick et.al 2008). Terdapat dua unit opeasi yang diamati pada penelitian ini yaitu kebutuhan air dan waktu pencampuran (mixing time). Menurut Rauf dan Sarbini (2015), diperlukan penambahan air dalam jumlah yang tepat untuk membentuk adonan dengan sifat viskoelastisitas yang optimal. Menurut (Shewry et al 2001) jika jumlah air yang ditambahkan kurang maka interaksi antar komponen akan terhambat, namun jika air yang ditambahkan berlebih dapat merusak interaksi antar komponen. Menurut Matz (1992), penambahan air yang berlebihan akan menyebabkan adonan lengket, sulit untuk diolah, mengembang sangat cepat, roti yang dihasilkan mudah untuk ditumbuhi mikroorganisme. Sebaliknya, jika penambahan air yang kurang menyebabkan adonan kering, keras dan tidak mengambang dengan baik. Menurut Mudjajanto dan Yulianti (2008) waktu pengadukan merupakan hal yang sangat penting yang perlu diamati. Apabila adonan dalam keadaan over atau under mixing akan menyebabkan kualitas yang kurang baik bagi produk akhir yang dihasilkan. Over mixing akan merusak susunan gluten, adonan lengket, panas sehingga menghasilkan volume yang buruk dan mempunyai remah pada bagian dalam. Under mixing akan menyebabkan adonan kurang elastis dan volumenya menjadi kurang mengembang. Menurut Fawumagun et. al (2016) apabila adonan berada pada keadaan over mixing dan under mixing maka akan menurunkan kualitas produk akhir. Secara umum roti terdiri dari dua jenis, yaitu roti tawar dan roti manis, perbedaanya terletak pada penggunaan gula biasanya roti tawar menggunakan gula di bawah 10% sedangkan roti manis menggunakan gula diatas 20% (Santoni 2009). Roti tawar adalah roti yang dibuat dari tepung terigu berprotein tinggi, air, yeast, lemak dan garam yang difermentasi dengan ragi roti dan dipanggang (Mudjajanto 2008). Roti tawar merupakan salah satu jenis makanan yang berbentuk sponge, yaitu makanan yang sebagian besar volumenya tersusun dari gelembung-gelembung gas (Matz 1962). Roti tawar termasuk kedalam kategori raised goods, yaitu adonan mengembang karena adanya karbondioksida yang dihasilkan dari proses fermentasi gula oleh ragi (yeast) (Potter 1978 ). Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan roti tawar terdiri dari tepung terigu, gula, shortening, susu bubuk, ragi, garam, bread impover dan air. Terigu merupakan bahan terbanyak dalam pembuatan roti. Bahan ini berfungsi membentuk jaringan dan kerangka roti sebagai akibat dari pembentukan gluten. Gluten berperan dalam pengembangan produk roti karena sifatnya yang mampu menahan gas pada saat proses fermentasi. Oleh sebab itu, pada pembuatan roti digunakan tepung terigu berprotein tinggi (kadar glutenin dan gliadin tinggi). Gula diperlukan sebagai makanan ragi dan untuk memperbaiki cita rasa. Gula juga berperan dalam pembentukan warna kulit roti (karamelisasi) dan menjaga kelembaban produk karena dapat mengikat air. Shortening atau lemak dalam pembuatan roti berfungsi sebagai pengempuk produk. Selain itu, penggunaan lemak dapat menjaga kelembaban roti karena mampu manahan air, membantu menahan gas hasil fermentasi, memperbaiki remah roti dan teksturnya. Susu bubuk digunakan untuk memperbaiki rasa, warna kulit dan remah roti, meningkatkan rendemen produk, masa simpan dan volume roti. Ragi diperlukan dalam pembuatan roti untuk melakukan fermentasi. Selama fermentasi dihasilkan gas CO2 yang
6
memungkinkan adonan roti mengembang, serta alkohol dan asam yang memberikan rasa dan aroma spesifik pada roti. Garam dalam pembuatan roti diperlukan untuk memberikan rasa gurih pada produk, mengontrol fermentasi, memperkuat gluten, meningkatkan daya serap air dan menjaga kelembapan produk (bersifat higroskopis) sehingga dapat memperpanjang umur simpan (Muchtadi dan Sugiono 2013). Bread improver terdiri dari bahan-bahan yang dapat memperbaiki atau memperkuat mutu roti. Bahan – bahan tersebut diantaranya, bahan penguat gluten (ascorbic acid dan bromated), pelunak gluten seperti hidrokoloid, makanan ragi (ammonium chloride, ammonium sulphate, enzim αamilase dan β-amilase) serta crumb softener atau emulsifier (surfactant, lechitan dan SSL) (Fahrudin 2009). Air dalam pembuatan roti untuk memungkinkan terbentuknya adonan, gluten, dan memungkinkan proses gelatinisasi pati selama pemanggangan. Air melarutkan bahan-bahan seperti gula, garam, ragi dan susu bubuk, serta menyebarkan bahan-bahan tersebut ke seluruh bagian adonan. Air dapat mengontrol suhu adonan, menjaga kelembaban roti, serta menentukan besarnya rendemen produk (Muchtadi dan Sugiono 2003). Untuk mengetahui kualitas roti tawar maka dilakukan analisa secara fisik dan sensori. Analisa fisik roti tawar terdiri dari pengukuran tinggi, lebar, dan perimeter (keliling) roti tawar. Analisa sensori roti tawar menggunakan uji deskriptif dengan metode skoring. Analisa sensori roti tawar terdiri dari uji eksternal dan internal roti tawar. Parameter uji eksternal terdiri dari volume, color of crust (warna kulit roti), evenness of bake (keseragaman warna), symetry of form (kesimetrisan bentuk), character of crust (karakter kulit roti), dan break and shared (pecahan dan retakan ovenspring). Sedangkan uji internal terdiri dari grain (serat roti), color of crumb (bagian dalam roti), aroma, taste (rasa), texture (tekstur), dan mastication & chewability (pengunyahan dan daya kunyah). Berdasarkan standar yang ditetapkan PT. Bungasari Flour Mills Indonesia, secara ekstenal roti tawar yang berkualitas baik memiliki volume yang normal dan besar, warna kulit yang coklat mengilap, memiliki keseragaman warna yang merata atau seragam pada seluruh bagian, kesimetrisan bentuk yang bulat sempurna dan sangat simetris, karakter kulit yang tidak retak dan tidak mudah rontok, serta retakan oven spring yang halus dan teratur. Secara internal roti tawar yang berkualitas baik memiliki crumb (bagian dalam roti) yang seragam dan rapat tidak terdapat remahan roti yang terlepas, warna crumb putih cerah, aroma khas roti segar, rasa normal (tidak ada rasa pahit dan sedikit asam khas roti), terkstur halus tidak liat dan mudah di telan, dan apabila dikunyah memiliki tekstur yang kenyal. Standar penilaian eksternal dan internal roti tawar PT. Bungasari Flour Mills Indonesia (Tabel 2). Selain faktor sensori eksternal dan internal roti tawar, dalam pemilihan tepung terigu pada pembuatan roti tawar dipengaruhi oleh faktor cost production seperti harga tepung, kebutuhan air dan mixing time atau waktu pengadukan.
7
Tabel 2 Standar eksternal dan internal pengujian sensori roti tawar di PT. Bungasari Flour Mills Indonesia Parameter
Skor Maks.
Range Skor
Keterangan
Parameter Eksternal (skor maks 35)
Volume
9-10 7-8 5-6 3-4
10
0-2 7-8
Warna kulit (Color of Crust)
Keseragaman warna pembakaran (Evenness of bake) Kesimetrisan bentuk (Symetry of form) Karakter kulit (Character of crust) Pecahan dan retakan oven spring (Break and sherd)
5-6
8 3-4 0-2 4-3 2-1
Volume roti normal, besar Volume roti mendekati normal, kurang besar Volume roti sedang, kurang besar Volume roti kecil, kurang mengembang Volume roti sangat kecil, kurang mengembang Warna coklat muda dan mengkilap Warna cokelat agak tua atau coklat agak pucat dan kurang mengkilap Warna coklat gelap atau coklat pucat dan tidak mengkilap Warna coklat sangat gelap atau coklat sangat pucat dan tidak mengkilap Warna atas, samping dan bawah seragam Warna sisi samping terang (masih putih)
4
4
0 3-4 2-1 0 4-5
5 3-2 0-1 4-3
4
2-1 0
Warna sisi bawah terang (masih putih) Bulat sempurna simetris Bulat sempurna kurang simetris Bukan bentuk bulat Kulit atas utuh tidak ada retak dan sobek, kulit samping keras dan tidak mudah rontok Ada sedikit retak pada kulit atas tetapi kulit samping tidak mudah rontok ataupun sebaliknya Kulit atas retak dan kulit samping rontok Retakan oven spring halus, terdapat tonjolan besar dan atau bentuk teratur Retakan oven spring kasar, terdapat sedikit tonjolan dan atau bentuk tidak teratur. Tidak terbentuk oven spring sama sekali
Parameter Internal ( Skor maks 65) Sifat remah (grain)
15
15 14-12
Tidak ada remah roti yang terlepas, alur crumb seragam dan rapat. Sedikit remah roti yang terlepas dari crumb, alur crumb kurang seragam, kurang rapat dan atau terdapat beberapa lubang besar.
8
11-9
8-6
Warna crumb (color of crumb)
5
Aroma
10
Rasa (Taste)
15
Tekstur
15
Mastication and chewability
5
5-0 5-4 3-2 1 0 10-9 8-7 6-5 4-0 15-13 12-10 9-0 15-13 12-10 9-6 5-0 5-4 3-2 1-0
Banyak remah roti yang terlepas dari crumb, alur crumb kurang seragam, kurang rapat dan atau terdapat beberapa lubang besar. Sedikit remah roti yang terlepas dari crumb sedikit kering, alur crumb tidak teratur, tidak rapat dan atau terdapat banyaklubang besar. Banyak remah roti yang terlepas dari crumb sangat kering, alur crumb tidak teratur, tidak rapat dan atau terdapat banyaklubang besar. Putih cerah Putih kusam Putih kecoklatan Coklat muda Aroma khas roti segar Aroma segar kurang Aroma roti segar tidak terdeteksi Aroma asam atau menyimpang Rasa normal (tidak ada rasa pahit dan sedikit asam khas roti) Rasa kurang sesuai Rasa menyimpang Tekstur halus, tidak liat dan mudah ditelan Tekstur liat dan menempel dia ats gigi atau bagian atas langit-langit rongga mulut Tekstur agak kasar karena agak mengering Tekstur kasar dan kering Roti kenyal Roti keras dan atau mudah putus Roti masih menyerupai adonan
9
METODE Tempat dan Waktu Kegiatan magang ini dibawah pengawasan Research Development Departement PT. Bungasari Flour Mills Indonesia. Bertempat di Bungasari Innovation Center Jl. Taman Pakubuwono 6 No. 11 Jakarta Selatan. Kegiatan magang dilaksanakan pada jam kerja normal Senin – Jumat mulai pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB. Alat Alat yang digunakan pada ini adalah sparmixer 7MX-B 220 V, pengaduk sparmixer tipe anchor, oven deck merek Mahyih, loyang roti tawar, bowl, timbangan digital Tanita, molder, proofer merek CAHO SR-T701, tali meteran, pisau roti, penggaris dan brabender farinograph, Bahan Tepung terigu yang dikarakterisasi terdiri dari 9 tepung terigu komersial protein tinggi yang terdiri dari Golden Crown, Cakra Kembar Emas, Tali Emas Spesial, Golden Eagle, Cakra Kembar, Gerbang Biru, Krakatau, Tipe A, dan Gerbang Jingga. Bahan baku yang digunakan adalah gula, shorthening, susu bubuk, garam, ragi, bread improver, air, dan carlo. Metodologi Penelitian Penelitian dalam kegiatan magang ini dibagi ke dalam empat tahap. Tahap pertama dilakukan karakterisasi komposisi kimia tepung terigu yang terdiri dari analisa kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar gluten. Tahap kedua dilakukan karakterisasi fisik (reologi) adonan tepung terigu menggunakan metode farinograph. Tahap ketiga dilakukan analisa pada proses pembuatan roti tawar terutama pada unit operasi penambahan air dan waktu pengadukan (mixing time). Tahap keempat dilakukan karakterisasi sifat fisik dan sensori roti tawar. Berikut merupakan diagram alir tahapan penelitian karakterisasi tepung terigu komersial protein tinggi (Gambar 1).
10
1. Water absorption 2. Developme nt time 3. Stability 4. Tolerance
Metode farinograph AACC No. 51 (AACC 2000):
Karakterisasi fisik reologi adonan tepung terigu
Roti Tawar
1. Tinggi 2. Lebar 3. Perimeter (keliling)
Karakterisasi fisik roti tawar:
Proses pembuatan roti tawar
Faktor Pemilihan Tepung Terigu Sebagai Bahan Baku Pembuatan Roti Tawar
1. Parameter eksternal (volume, color of crust, evenness of bake, symetry of form, character of crust, dan break and sherd) 2. Parameter internal (grain, color of crumb, aroma, taste, texture, dan mastication and chewability)
Karakterisasi sensori roti tawar (uji skoring):
Analisis faktor penambahan air dan waktu pengadukan
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian karakterisasi tepung terigu komersial protein tinggi.
1. Kadar air (AACC No. 44-15) 2. Kadar abu (AACC No. 08-01) 3. Kadar protein (AACC No. 46-10) 4. Kadar gluten (AACC No, 38-10)
Karakterisasi komposisi kimia tepung terigu (AACC 2000)
Tepung terigu komersial protein tinggi
11
1. Karakterisasi Komposisi Kimia Tepung Terigu Sampel tepung terigu komersial dianalisis kadar air, abu, protein dan gluten. Seluruh prosedur analisis komposisi kimia tepung terigu mengacu pada prosedur standar dari American Association of Ceral Chemistry (AACC). Pengukuran komposisi kimia tepung tepung terigu dilakukan secara duplo. Analisis Kadar Air AACC No. 44-15 (AACC 2000) Kadar air sampel tepung ditentukan dengan mengeringkan 3 gram sampel tepung (A) di dalam air forced draft oven pada suhu 105 ± 50C hingga mencapai bobot konstan. Cawan aluminium beserta tutupnya dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Bobot sampel setelah pengeringan ditimbang (B). Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut: 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟(%𝑏𝑏) = 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟(%𝑏𝑘) =
𝐴−𝐵 × 100 𝐴
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%𝑏𝑏) × 100 100 − 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (𝑏𝑏)
Keterangan: bb = Basis basah bk = Basis kering Analisis Kadar Abu AACC No. 08-01 (AACC 2000) Cawan porselen untuk pengabuan dikeringkan dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan di dalam desikator. Sebanyak 5 gram sampel yang sudah dikeringkan dengan oven ditimbang (A) dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak lagi mengeluarkan asap. Selanjutnya, pengabuan dilakukan dalam tanur listrik pada suhu 550-6000C selama 5-6 jam hingga berwarna putih keabuan dan berbobot konstan. Abu dan cawan didinginkan di dalam desikator lalu bobot abu ditimbang (B). Kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut: 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 (%𝑏𝑏) = 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 (%𝑏𝑘) =
𝐵 × 100 𝐴
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%𝑏𝑏) × 100 100 − 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (𝑏𝑏)
Analisis Kadar Protein AACC No. 46-10 (AACC 2000) Metode Kjeldhal digunakan untuk menentukan kandungan nitrogen di dalam sampel tepung melalui destruksi sampel menggunakan H2SO4 terkonsentrasi dengan kehadiran katalis. Saat dekstruksi, komponen-komponen organis teroksidasi dan nitrogen terkonversi menjadi ammonium sulfat. Amonia dibebaskan pada media basa dalam peralatan destilasi, yang kemudian dikumpulkan di dalam botol berisi larutan asam borat 4% menggunakan pewarna merah metilen sebagai indikator. Kandungan nitrogen di dalam sampel ditentukan melalui titrasi dengan larutan 0,1N H2SO4 dan persentase proteinnya dihitung dengan mengalikan persentase nitrogen dengan faktor konversi 5,7.
12
Analisis Kadar Gluten AACC No. 38-10 (AACC 2000) Kadar gluten (wet gluten) ditentukan dengan metode hand washing. Sebuah adonan dibentuk dengan menambahkan 15 mL air pada 25 gram tepung di dalam wadah. Adonan dibiarkan selama 1 jam lalu diremas lembut di bawah aliran air dingin. Hasil pencucian dialirkan melewati saringan rapat sampai seluruh pati dan senyawa larut air lainnya terpisah. Kesempurnaan pemisahan pati diuji dengan meremas sedikit air dari adonan untuk dicampurkan ke dalam air jernih. Kekeruhan mengindikasikan kehadiran pati. Proses pencucian dilakukan selama satu jam sambil terus diremas. Sisa adonan kemudian ditimbang sebagai gluten basah. 2. Karakterisasi Fisik Reologi Adonan Tepung Terigu Karakteriasi fisik reologi adonan dari tepung terigu diukur menggunakan metode Farinograph, dengan menggunakan mixing bowl besar dan berat tepung konstan (Constant Flour Weight Procedure). Pengukuran reologi tepung terigu dilakukan secara duplo. Analisis Farinograph AACC No. 54-21 (AACC 2000) Analisis farinograph dilakukan dengan alat Brabender Farinograph dan perilaku kekuatan tepung selama pengadukan digambarkan pada farinogram. Sampel tepung terigu sebanyak 300 ± 0,1 gram dimasukkan ke dalam bowl. Buret diisi dengan air destilata sampai penuh. Mesin dihidupkan pada kecepatan tinggi selama 1 menit, kemudian langsung ditambahkan air dari buret dan jumlahnya diatur supaya kurva maksimum berpusat pada 500 BU. Saat adonan mulai terbentuk, bersihkan dindingdinding bowl dari tepung yang menempel. Jika farinogram telah meninggalkan garis 500 BU, hentikan mesin dengan cara mengangkat tutup bowl. Parameter yang diukur adalah daya serap air, development time, stability dan tolerance. Daya serap air ditetapkan dengan membaca skala pada pipa buret. Development time adalah waktu yang dibutuhkan dari saat penambahan air sampai pengembangan adonan maksimum, yaitu saat puncak kurva melebar. Stability adalah perbedaan waktu saat grafik farinogram menyentuh garis 500 BU dan meninggalkan garis 500 BU. Mixing Indeks Tolerance adalah angka dalam BU yang menunjukkan jarak penurunan kurva dari garis 500 BU pada 5 menit setelah kurva mencapai puncak konsistensinya. 3. Faktor Kebutuhan Air dan Waktu Pengadukan (Mixing Time) Proses pembuatan roti tawar terdapat beberapa unit operasi yang dapat menentukan kualitas dan karakter tepung terigu. Unit operasi tersebut terdiri dari kebutuhan air atau jumlah air yang ditambahkan dan waktu yang dibutuhkan pada saat pengadukan dari penambahan air hingga adonan menjadi kalis. Metode pengadukan yang dilakukan adalah metode langsung atau straight dough yaitu seluruh bahan dicampur sekaligus sebelum fermentasi. Pengadukan dilakukan dengan varimixer yang cukup kuat menguleni adonan roti hingga terbentuk adonan yang lembut, elastis, ekstensibel, nampak relatif kering serta tidak lengket, dan ketika diregangkan adonanannya terbentuk lapisan tipis dan mudah dirobek.
13
Proses Pembuatan Roti Tawar
Tepung terigu, gula, garam, susu bubuk, ragi, dan bread improver
Pengadukan bahan kering selama 2 menit
Pengadukan kedua selama 12 ± 4 menit
Air
Shorthening
Pengistirahatan adonan selama 5 menit Pembagian adonan menjadi 515 gram
Pembulatan Adonan
Pengistirahatan adonan selama 10 menit
Peletakan adonan pada loyang (panning)
Proofing ±50 menit, 380C, RH 85%
Pemanggangan Suhu atas 1800C dan suhu bawah 2500C, 40 menit
Roti tawar Gambar 2 Diagram Alir pembuatan Roti Tawar berdasarkan resep PT. Bungasari Flour Mills Indonesia
14
Sampel tepung terigu komersial diolah sesuai dengan resep dan diagram alir pembuatan roti tawar (Gambar 2) di PT Bungasari Flour Mills Indonesia. Resep roti tawar (Tabel 3) dibuat dengan basis 1000 gram. Timbang seluruh bahan yang akan digunakan. Tepung terigu, gula, susu, garam, ragi dan bread improver (seluruh bahan kering) diaduk di dalam bowl sparemixer dengan kecepatan rendah (kecepatan 1). Air ditambahkan seara merata ke dalam bowl dengan kecepatan rendah selama 2 menit. Setelah terbentuk adonan yang kompak, shortening ditambahkan dan diaduk pada kecepatan sedang (kecepatan 2). Pengadukan dilanjutkan sampai adonan membentuk struktur yang kompak, seragam dan mudah diregangkan (kalis). Adonan yang telah kalis dibulatkan dan diistirahatkan selama 5 menit. Adonan kemudian dibagi menjadi 3 bagian dengan berat masing-masing 515 gram, kemudian dibulatkan dan diistirahatkan kembali selama 10 menit, setelah itu adonan dipipihkan dan dilipat pada alat molder. Kemudian, adonan dimasukan ke dalam loyang yang telah diolesi oleh carlo dan dimasukkan ke dalam alat proofer selama ±50 menit. Setelah adonan mengembang sempurna (template), adonan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu atas 180oC dan suhu bawah 250oC selama 40 menit. Pembuatan roti tawar terbagi menjadi 3 batch, setiap batch terdiri dari tiga tepung terigu dari kelas yang sama. Pembuatan roti tawar dari tiap sampel tepung terigu dilakukan secara duplo, dan direkam melalui pengisian process form (Lampiran 1.1) Tabel 3 Formula roti tawar dari bahan dasar tepung terigu Bahan Jumlah (g) Tepung terigu 1000 Gula 50 Shortening 50 Susu 20 Ragi 15 Garam 15 Bread Improver 3 Air** ± 600 Keterangan: *berdasarkan berat tepung terigu **jumlah menyesuaikan Sumber: PT. Bungasari Flour Mills Indonesia
Persentase* (%) 57,05 2,85 2,85 1,14 0,86 0,86 0,17 34,23
4. Karakterisasi Fisik dan Sensori Roti Tawar Karakterisasi fisik roti tawar terdiri dari pengukuran tinggi, lebar dan perimeter (keliling). Karakterisasi sensori roti tawar menggunakan uji skoring dengan parameter uji eksternal roti tawar dan internal roti tawar. Pengolahan data hasil analisis fisik dan sensori dilakukan secara statistik menggunakan metode One Way ANOVA (Analysis of Variance) dengan program SPSS (Versi 22, IBM, USA) pada taraf signifikansi 5% untuk mengetahui karakteristik sensori yang nyata antar sampel tepung terigu komersial. Karakterisasi Fisik Roti Tawar Setelah tahapan pembakaran selesai, roti tawar didinginkan pada suhu ruang ± 3 jam agar bobot dan bentuk roti stabil. Parameter yang diukur adalah tinggi, lebar dan perimeter (keliling). Pengukuran perimeter dilakukan dengan tali meteran yang dililitkan secara horizontal pada roti tawar yang telah stabil, agar besaran roti tawar dari hasil
15
pembakaran dapat diketahui karena menunjukkan hasil dari proses pengembangan roti yang dihasilkan. Pengukuran tinggi dan lebar, roti tawar yang telah stabil dipotong menjadi dua bagian kemudian diukur tinggi dari bagian dasar roti tawar hingga ujung atas dan lebarnya dari bagian ujung samping kiri ke samping kanan menggunakan pennggaris. Karakterisasi Sensori Roti Tawar Karakteristik sensori roti tawar diuji oleh panelis terlatih dari PT Bungasari Flour Mills Indonesia menggunakan metode skoring. Jumlah panelis terlatih yang digunakan dalam pengujian ini sebanyak 8 orang, mengacu pada jumlah minimum panelis terlatih menurut Carpenter et al (2012). Sebanyak 6 sampel roti tawar disajikan kepada panelis dalam satu kali pengujian, yaitu sebanyak 2 roti tawar untuk setiap sampel tepung terigu. Parameter sensori yang diujikan terdiri dari uji eksternal dan internal roti tawar. Parameter uji eksternal terdiri dari volume, color of crust (warna kulit roti), evenness of bake (keseragaman warna), symetry of form (kesimetrisan bentuk), character of crust (karakter kulit roti), dan break and shared (pecahan dan retakan ovenspring). Parameter uji internal terdiri dari grain (serat roti), color of crumb (bagian dalam roti), aroma, taste (rasa), texture (tekstur), dan mastication & chewability (pengunyahan dan daya kunyah). Hasil pengujian direkam melalui pengisian sensory form oleh panelis. Pembobotan beserta deskripsi penilaian atribut sensori mengacu kepada standar pengujian roti tawar pada PT Bungasari Flour Mills Indonesia Tabel 2. 5. Faktor Pemilihan Tepung Terigu sebagai Bahan Baku Pembuatan Roti Tawar Dalam penentuan pemilihan tepung terigu selain berdasarkan kualitasnya (parameter sensori eksternal dan internal roti tawar), pada penelitian ini ditinjau pula berdasarkan aspek pemilihan tepung terigu dari segi produsen roti tawar terutama pada aspek cost production yang terdiri dari parameter harga tepung, kebutuhan air, dan waktu pengadukan. Setiap parameter di rengking berdasarkan nilai yang relevan di lapangan. Semakin baik kualitas sensori eksternal dan internal roti tawar maka semakin tinggi rengkingnya. Semakin murah harga tepung maka profit yang di dapatkan produsen tepung terigu semakin besar. Semakin besar jumlah air yang dibutuhkan oleh suatu tepung dengan berat yang sama, maka akan semakin besar pula rendemen roti tawar yang dihasilkan. Semakin banyak rendemen roti yang dihasikan maka semakin besar profit yang bisa didapatkan. Waktu pengadukan berpengaruh kepada cost production pembuatan roti tawar. Semakin lama waktu pengadukan (semakin lama penggunaan mixer), maka cost yang dikeluarkan untuk pembayaran listrik semakin meningkat. Hasil rangking per parameter dikalikan nilai pembobot. Semakin tinggi nilai pembobot maka semakin utama faktor tersebut menjadi pilihan produsen roti. Harga dan faktor internal memiliki nilai pembobotan masing-masing sebesar 30%. Faktor sensori eksternal roti tawar menempati posisi kedua pembobotan sebesar 20% karena berpengaruh pada acceptance ability konsumen dari indera pengelihatannya. Faktor kebutuhan air menentukan acceptance ability dari produsen roti tawar. Faktor kebutuhan air dan waktu pengadukan memiliki nilai pembobotan masing-masing 10%. Jika dijumlahkan dari keseluruhan nilai pembobotan maka akan menghasilkan nilai 100% (nilai faktor pemilihan tepung terigu). Hasil kali pembobotan per parameter kemudian dijumlahkan dan di rangking untuk mengetahui tepung yang memiliki nilai acceptence tertinggi dari produsen roti tawar.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Komposisi Kimia Tepung Terigu Secara komposisi kimia faktor penting yang berepengaruh terhadap kualitas tepung terigu adalah kadar air, abu, protein dan wet gluten. Tabel 4 Hasil uji analisis komposisi kimia tepung terigu komersial protein tinggi Tepung Terigu
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Kadar Protein (%)
Kadar Wet Gluten (%)
Golden Crown
13,99
0,46
14,08
34,50
Cakra Kembar Emas Tali Emas Spesial Golden Eagle Cakra Kembar Gerbang Biru Krakatau Tipe A
13,64 13,30 14,05 13,52 13,99 13,67 13,79
0,44 0,52 0,47 0,52 0,52 0,67 0,44
14,81 14,78 14,02 13,34 14,41 14,27 13,29
37,10 35,80 34,90 31,20 34,60 33,80 30,40
Gerbang Jingga
13,51
0,50
13,18
31,00
Kadar Air Kadar air tepung terigu komersial protein tinggi dapat dilihat pada Tabel 4. Menurut SNI 3751-2009 batas maksimal kadar air tepung terigu sebesar 14,5%. Secara keseluruhan, kadar air seluruh sampel telah memenuhi ketentuan SNI yaitu berada di bawah standar maksimal yang telah ditetapkan. Tepung terigu yang memiliki kadar air tertinggi adalah tepung Golden Eagle sebesar 14,05%, sedangkan kadar air terendah adalah tepung Tali Emas Spesial sebesar 13,30%. Menurut Kweon et. al (2009), perbedaan kadar air pada setiap tepung terigu disebabkan terjadinya perbedaan pada proses produksi terutama saat proses tampering. Tampering adalah proses penyesuaian kadar air dengan menambahkan air pada gandum sebelum penggilingan untuk mengeraskan kulit luar (bran) dan melembutkan endosperm sehingga waktu penggilingan akan lebih efisien. Berdasarkan Wheat Marketing Center (2004), kadar air merupakan indikator profitability pada proses penggilingan. Semakin banyak air yang ditambahkan pada proses tampering (kadar air tinggi), maka berat tepung yang diperoleh akan semakin besar. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tepung terigu yang berasal dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia (Golden Crown dan Golden Eagle) cenderung memiliki kadar air tinggi sehingga memiliki nilai profitability yang tinggi bagi produsen tepung terigu. Kadar Abu Menurut Wheat Makreting Center (2004), kadar abu dapat diatur atau dapat diperkirakan pada proses pembuatan tepung, kadar abu juga dapat menunjukkan kinerja pada saat penggilingan yang dapat dilihat dari jumlah kontaminasi dedak pada tepung. Menurut USAID (2000) kadar abu pada tepung terigu menunjukkan kandungan mineral
17
yang terkandung di dalamnya. Kandungan mineral yang tinggi dapat disebabkan oleh fortifikan tepung terigu. Selain dipengaruhi oleh mineral dari fortifikasi tepung terigu, kadar abu dipengaruhi oleh efisiensi ekstraksi. Semakin rendah efisiensi ekstraksi maka semakin tinggi kadar abu tepung terigu. Tingkat ekstraksi atau extraction rate tepung terigu adalah proporsi berat tepung yang diperoleh saat penggilingan dari jumlah gandum yang telah diketahui beratnya (NIR Board of Consultants and Engginers 2006). Menurut Prabowo (2010) kadar abu berpengaruh terhadap proses pembuatan serta hasil akhir suatu bahan pangan. Tingginya kadar abu dapat mempengaruhi hasil akhir produk seperti warna produk akan manjadi gelap (warna remahan pada roti, warna mie) dan tingkat kestabilan adonan. Berdasarkan SNI 3751-2009 kadar abu maksimal yang terdapat pada tepung terigu adalah 0,70%. Berdasarkan hasil kadar abu dari keseluruhan sampel, seluruh sampel telah memenuhi standar yang telah ditetapkan. Tepung terigu yang berasal dari PT Bungasari Flour Mills Indonesia (Golden Crown dan Golden Eagle) memiliki kadar abu yang cenderung rendah kecuali tepung Krakatau memiliki kadar abu yang paling tinggi. Tepung Krakatau memiliki kadar abu sebesar 0,67%, sedangkan kadar abu terendah berasal dari Cakra Kembar Emas dan Tipe A sebesar 0,44%. Menurut Ranhotra (1999) kadar abu digunakan untuk mengetahui grade tepung dari segi efisiensi ekstraksi pada pembuatan tepung terigu. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa tepung Krakatau memiliki efisiensi ekstraksi terendah. Kadar Protein Kandungan protein dipengaruhi oleh fertilisasi nitrogen pada gandum, sedangkan kualitasnya ditentukan oleh genotipe gandum. Namun, keduanya dipengaruhi juga oleh kondisi iklim saat maturasi gandum. Oleh karena itu, protein dari tepung terigu sangat ditentukan dari jenis gandum yang digunakan (Al-Saleh dan Brennan 2012). Tepung terigu mengandung protein sekitar 7-22%. Tepung terigu minimal tersusun dari 5 jenis protein yaitu albumin, globulin, proteosa, gliadin dan glutenin. Jumlah albumin dan globulin hanya sekitar 1% dan protease hanya sebesar 0,3%. Giladin dan glutenin merupakan protein yang paling banyak dalam tepung terigu (masing-masing sekitar 40% dari total protein) kedua protein tersebut paling penting dalam pembuatan roti. Kedua protein ini jika dicampur bersama air akan membentuk adonan liat dan elastis disebut gluten. Fraksi glutenin bersifat padat dan kenyal sedangkan fraksi gliadin bersifat lunak dan lengket (Muchtadi 2013). Berdasarkan standar SNI 3751-2009, kadar protein minimal dalam tepung terigu adalah sebesar 7,00%. Secara keseluruhan sampel uji, kadar protein dari masing-masing sampel tepung terigu telah memenuhi standar SNI. Berdasarkan uji protein secara keseluruhan, tepung yang mempunyai kadar protein tertinggi adalah Cakra Kembar Emas sebesar 14,81%. Tepung yang memiliki kadar protein terendah adalah Gerbang Jingga sebesar 13,18%. Seacara umum kandungan protein dari tepung terigu yang berasal dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia (Golden Crown, Golden Eagle dan Krakatau) berada di posisi menengah. Kadar Gluten Gluten merupakan protein yang terdapat pada tepung terigu yang tidak larut dalam air, garam dan alkohol. Gluten berasal dari protein glutenin dan gliadin yang bercampur dengan air. Senyawa gluten ini memiliki sifat kohesif dan viskoelastis yang dapat meregang secara elastis. Dalam pembuatan roti, gluten berfungsi menahan gas yang
18
dihasilkan selama proses fermentasi dengan ragi. Selain itu gluten pula pembentuk tekstur pada roti. Mutu gluten mempengaruhi mutu crumb yang dihasilkan (Koswara 2009). Dalam SNI 3751-2009 tidak disebutkan kadar maksimal atau minimal kandungan gluten. Berdasarkan hasil analisa kadar wet gluten (gluten basah) didapatkan kadar gluten tertinggi pada tepung Cakra Kembar Emas sebesar 37,10% sedangkan kadar gluten terkecil berasal dari tepung Tipe A sebesar 30,40%. Setelah dilakukan uji korelasi menggunakan Bivarriate Corelations (Pearson) kadar gluten memiliki korelasi yang positif atau berbanding lurus dengan kadar protein, dengan angka pearson corelation yang tinggi yaitu sebesar 0,977. Berdasarkan hasil korelasi tersebut sesuai dengan Wheat Marketing Center (2004), kandungan wet gluten mencerminkan kandungan protein dan spesifikasi umum yang dibutuhkan oleh pengguna di indutri makanan. Tepung terigu yang berasal dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia (Golden Eagle dan Krakatau) memiliki kadar gluten yang cukup tinggi. Berbeda dengan Golden Crown yang memiliki kadar gluten yang rendah karena tepung ini dirancang untuk tidak mengedepankan volume pada hasil akhirnya melainkan pada kualitas crumbnya. Karakterisasi Fisik Reologi Tepung Terigu Karakteristik reologi dari adonan tepung terigu diamati menggunakan alat Brabender Farinograph. Parameter-parameter yang diamati diantaranya water absorption, development time, stability time dan mixing tolerance index. Tabel 5 Hasil uji analisis reologi tepung terigu dengan Brabender Farinograph Tepung Terigu
Golden Crown Cakra Kembar Emas Tali Emas Spesial Golden Eagle Cakra Kembar Gerbang Biru Krakatau Tipe A Gerbang Jingga
Water Development Time Absorption (menit) (%) 64,7 64,1 64,2 65,3 62,1 62,3 65,2 61,7 61,4
02:23 07:56 04:49 02:20 02:06 13:11 09:14 09:01 02:14
Stability Time (menit)
Mixing Tolerance Index (BU)
13:47 30:59 15:47 15:24 22:32 18:40 14:13 41:51 14:49
25 15 13 21 7 31 31 5 23
Water Absorption (Daya Serap Air) Water Absorption merupakan salah satu dari berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas tepung terigu. Daya serap air menunjukkan jumlah air yang dibutuhkan untuk tepung agar optimal menjadi produk akhir. Hasil pengukuran water absorption pada seluruh sampel tepung terigu sesuai dengan penelitian Koppel dan Ingver (2010), water absorption yang baik untuk aktivitas ragi dalam proses pembuatan roti berkisar antara 5565%. Oleh karena itu, seluruh sampel tepung terigu dapat dikatakan baik untuk aktivitas ragi dalam pembuatan roti. Tepung terigu yang berasal dari PT Bungasari Flour Mills Indonesia (Golden Crown, Golden Eagle, dan Krakatau), memiliki water absorption yang tinggi. Water absorption terendah berasal dari Gerbang Jingga.
19
Bila dikaitkan dengan Muchtadi (2013) tepung berdaya serap air tinggi dalam pembentukan adonan dengan konsistensi tertentu dibutuhkan dalam produk bakery. Jumlah adonan yang dihasilkan akan meningkat dengan adanya penyerapan air. Hal ini penting secara ekonomi karena air merupakan salah satu ingridient yang murah. Industri bakery dapat meningkatkan rendemennya dengan memilih tepung yang memiliki daya serap air tinggi. Berdasarkan hasil yang diperoleh bila dikaitkan dengan teori yang ada, secara daya serap air tepung yang berasal dari PT Bungasari Flour Mills Indonesia dapat menjadi rujukan untuk pemilihan tepung terigu bila dilihat aspek ekonomisnya (jumlah rendemen yang dihasilkan). Setelah dilakukan uji korelasi dengan metode Bivariate Correlations (Pearson), faktor kimia yang mempengaruhi water absorption adalah kadar gluten (r = 0,718) dan faktor kedua adalah kadar protein (r = 0,650). Kedua faktor tersebut memiliki korelasi yang kuat terhadap water absorption. Dari hasil korelasi tersebut sesuai dengan Rakkar (2007) semakin banyak kandungan gluten pada tepung terigu maka kecepatan absorpsi air semakin tinggi. Hasil korelasi pun sesuai dengan Mis (2005), semakin kuat tepung terigu (kandungan protein tinggi) maka semakin besar kemampuan tepung dalam menyerap air bila dibandingkan tepung yang lemah (kandungan protein rendah), sehingga adonan kohesif dan menyatu. Development Time (Waktu Pengembangan Adonan) Development time adalah waktu dari saat penambahan air sampai pada pengembangan adonan mencapai konsistensi (kekukuhan) maksimum. Nilai yang diperoleh memberikan petunjuk tentang waktu pembentukan adonan atau mixing time yang diperlukan tepung (Kalentunc dan Breslauer 2003). Secara keseluruhan development time tersingkat berasal dari tepung terigu protein dengan merek Cakra Kembar dengan waktu 2 menit 6 detik. Development time terpanjang berasal dari tepung Gerbang Biru dengan waktu 13 menit 11 detik. Hasil analisa development time tepung terigu komersial, sesuai dengan Indrani dan Rao (2007) yang mengamati development time pada tepung terigu yang berasal dari gandum Canadian cultivar yang memiliki range sekitar 2,25-13 menit. Tepung terigu yang berasal dari PT Bungasari Flour Mills Indonesia cenderung memiliki development time yang singkat. Menurut Mc Williams (2001) menyatakan bahwa development time yang terlalu lama menyebabkan terpecahnya matriks gluten yang telah terbentuk sehingga adonan menjadi lemah dan lengket sehingga sulit untuk ditangani, sedangkan bila suatu adonan mempunyai development time yang terlalu singkat maka adonan akan mudah mengalami overmixed yang menyebabkan adonan menjadi lemah dan akhirnya sulit mengembang. Stabilty (Stabilitas) Stability adalah perbedaan waktu pada saat grafik farinogram menyentuh garis 500 BU dengan pada saat grafik meninggalkan garis 500 BU. Stabilitas adonan dapat digunakan sebagai indikasi terhadap daya tahan adonan selama proses (waktu) pengadonan (Sim dan Cheng 2011). Nilai stabilitas mengindikasikan kekuatan tepung, semakin besar nilainya maka semakin kuat adonan tepung (Rosell et. al 2001) Dari data yang tertera pada tabel 5, nilai stabilitas pada tepung terigu dari hasil analisis memiliki range antara 13,47 – 41,51 menit. Berdasarkan Barros et. al (2010) tepung terigu yang berasal dari gandum hard winter wheat (rata-rata kadar protein = 12% dan rata-rata kadar wet gluten = 33,2) memiliki nilai stabilitas antara 10,7-31,6 menit.
20
Tepung terigu protein tinggi yang berasal dari PT. Bogasari Flour Mills (Cakra Kembar Emas, Cakra Kembar, dan Tipe A) memiliki nilai stabilitas yang cenderung tinggi. Tepung terigu yang berasal dari PT. Bungasari Flour Mills (Golden Crown, Golden Eagle, dan Krakatau) memiliki nilai stabilitas yang cenderung rendah. Hal tersebut menandakan bahwa tepung yang berasal dari PT. Bogasari Flour Mills lebih stabil atau tahan terhadap proses pengadukan, sedangkan tepung yang berasal dari PT. Bungasari Flour Mills kurang stabil atau kurang tahan terhadap proses pengadukan. Adonan yang memiliki nilai stabilitas rendah akan menghasilkan roti yang mudah kempis. Mixing Tolerance Index (Indeks Toleransi Adonan) Indeks toleransi adonan adalah angka dalam BU yang menunjukkan jarak penurunan kurva dari garis 500 BU pada waktu 5 menit setelah kurva mencapai puncak toleransinya. Indeks toleransi adonan sering dikenal sebagai indeks pelunakan adonan (weaking of dough) (Kalentunc dan Breslauer 2003). Dari data yang tertera pada tabel 5, dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan tepung terigu protein tinggi yang memiliki indeks toleransi adonan tertinggi adalah Gerbang Biru (31 BU) dan tepung Krakatau (31 BU), sedangkan tepung terigu yang memiliki indeks toleransi adonan terendah adalah tepung Tipe A (5 BU). Penelitian Baros et. al (2010) menunjukkan tepung terigu yang berasal dari gandum hard winter wheat memiliki nilai indeks toleransi adonan sebesar 0-31 BU. Hasil penelitian indeks toleransi adonan tepung terigu komersial mendekati hasil penelitian Baros et al (2010). Tepung terigu yang berasal dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia umumnya memiliki nilai tolerance yang tiggi. Menurut AACC (2000), semakin besar indeks toleransi adonan mengindikasikan adonan yang lemah dan mudah hancur saat proses mixing. Bila dikaitkan dengan nilai stabilitas tepung terigu yang berasal dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia memiliki nilai stabilitas yang rendah sehingga memiliki indeks toleransi adonan (indeks pelunakan adonan) yang tinggi. Nilai stabilitas memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan indeks toleransi adonan hal ini terbukti berdasarkan uji korelasi pearson dengan nilai korelasi -0,688 (korelasi yang berbanding terbalik dan kuat).
21
Faktor Kebutuhan Air dan Waktu Pengadukan (Mixing Time) Proses pembuatan roti tawar terdiri dari beberapa unit operasi yang berpengaruh pada hasil akhir roti tawar, namun yang diamati pada penelitian ini adalah kebutuhan air dan waktu pengadukan (mixing time). Setiap tepung terigu memiliki karakter yang berbeda, terutama dalam faktor kebutuhan air yang ditambahkan dan waktu pengadukan saat pembuatan roti tawar. Oleh karena itu, unit operasi lain dalam proses pembuatan roti tawar dianggap tetap atau sama. Tabel 6 Unit operasi pembuatan roti tawar Tepung Terigu Golden Crown Cakra Kembar Emas Tali Emas Special Golden Eagle Cakra Kembar Gerbang Biru Krakatau Tipe A Gerbang Jingga
Kebutuhan Air (gram) 610 605 610 615 600 610 620 600 605
Waktu Pengadukan (menit) 14 15 14 16 13 14 12 12 11
Kebutuhan Air Menurut U.S Wheat Associates (1983) dalam pembuatan roti, air mempunyai banyak fungsi. Air memungkinkan terbentuknya gluten, berperan mengontrol kepadatan adonan, melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan bukan tepung secara seragam, membasahi dan mengembangkan pati serta menjadikannya dapat dicerna dan juga memungkinkan terjadinya kegiatan enzim. Amjid et.al (2013), menyatakan bahwa air merupakan faktor kritis dalam pembuatan adonan yang menentukan pengembangan adonan. Berdasarkan Tabel 6, kebutuhan air terbesar berasal dari tepung terigu produk PT. Bungasari Flour Mills Indonesia (Golden Crown, Golden Eagle dan Krakatau) sedangkan kebutuhan air terendah berasal dari tepung terigu produk PT. Bogasari Flour Mills (Cakra Kembar Emas, Cakra Kembar dan Tipe A). Kebutuhan air dalam penelitian ini berikisar antara 600 – 620 gram, hal tersebut sesuai dengan formulasi pembuatan roti tawar metode straight dough pada Koswara (2009) yang memiliki kebutuhan air sebanyak 550-650 gram dengan basis tepung 1000 gram. Kebutuhan air dari setiap tepung berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh sifat water absorption tepung terigu (r = 0,784). Water absorption dan kebutuhan air memiliki tingkat korelasi yang tinggi. Menurut Andarwulan (2008) tepung yang memiliki kemampuan water absorption yang tinggi (kebutuhan air tinggi) dapat meningkatkan rendemen adonan roti. Air merupakan ingridient yang murah, sehingga secara ekonomis tepung yang memiliki kebutuhan air yang tinggi dapat menguntungkan bagi produsen roti dari segi rendemen yang di hasilkan.
22
Waktu Pengadukan (mixing time) Proses pengadukan berlangsung hingga tercapai perkembangan yang optimal dari gluten dan penyerapan airnya. Proses pengadukan dihentikan apabila jaringan gluten sudah terbentuk sempurna atau kalis (well developed) (Mudjajanto dan Yulianti 2008). Dari data Tabel 6 diatas bahwa waktu pengadukan terlama berasal dari tepung Golden Eagle selama 16 menit, dan tepung yang memiliki waktu pengadukan tersingkat yaitu tepung Gerbang dengan waktu 11 menit. Hal tesebut sesuai dengan Koswara (2009) pada pembuatan roti dengan tepung protein tinggi metode straight dough dengan basis tepung 1000 gram memiliki waktu pengadukan ±15 menit. Tepung yang berasal dari PT Bungasari Flour Mills Indonesia cenderung memiliki waktu pengadukan yang lama. Berdasarkan waktu pengadukan dapat diketahui bahwa tepung yang berasal dari PT. Bungasri Flour Mills Indonesia cenderung memiliki kadar gluten dan kadar protein yang tinggi. Waktu pengadukan setiap tepung berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh kandungan protein, semakin tinggi kandungan protein maka semakin lama durasi pengadukannya (Wheat Marketing Center 2004). Hal tersebut sejalan dengan uji korelasi menggunakan metode Bivariate Correlations (Pearson), waktu pengadukan memiliki korelasi yang kuat dengan kadar gluten (r = 0,771) dan kadar protein dengan (r = 0,623). Dari hasil korelasi tersebut dapat diketahui bahwa semakin besar kadar gluten dan protein maka semakin lama waktu pengadukannya.
23
Karakterisasi Fisik dan Sensori Roti Tawar Karakterisasi fisik roti tawar diukur dari segi tinggi, lebar dan perimeter (keliling) roti tawar. Ketiga aspek tersebut menentukan kualitas pengembangan roti tawar. Karakterisasi sensori roti tawar menggunakan metode skoring yaitu dengan memasukan rating atribut mutu dimana suatu atribut mutu dikategorikan dengan suatu kategori skala yang telah distandarisasi dan menjadi acuan bagi PT. Bungasari Flour Mills Indonesia. Uji sensori roti tawar ini terbagi menjadi dua uji yaitu uji ekstrenal dan internal roti tawar. Uji eskternal lebih melihat kepada penampakan dan bentuk roti tawar, parameter ujinya terdiri dari volume, color of crust, evenness of bake, symetry of form, character of crust, dan break and shared. Parameter uji internal terdiri dari jumlah grain yang dihasilkan, color of crumb, aroma, taste, texture, dan mouthfeel and chewability. Tinggi-Lebar (cm) 16,00
14,53bc 14,45b 14,93de 15,05e 14,05a 14,85cde14,65bcd 14,08a 14,48b
14,00
Ukuran (cm)
12,00 10,00
9,70a
10,30 bc
10,23 bc
10,73 bc
10,10 ab
10,40 bc
10,63 c
10,08 ab
10,38 bc
8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 Golden Cakra Tali Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Emas Eagle Kembar Biru Jingga Emas Spesial
Merek Tepung Tinggi (cm)
Lebar (cm)
Gambar 3 Grafik tinggi dan lebar roti tawar dari berbagai tepung terigu protein tinggi Menurut Onyango et. al (2015), pengukuran tinggi dan lebar merupakan faktor penting dalam penentuan kualitas roti tawar yang dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Berdasarkan uji ANOVA pada taraf siginifikansi 0,05 terdapat perbedaan yang nyata pada parameter tinggi dan lebar. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan pada parameter tinggi, terdapat 5 subset yang berbeda. Tinggi roti tawar dari tepung Golden Eagle berbeda nyata dengan seluruh tepung kecuali tepung Gerbang Biru dan Tali Emas Spesial. Tinggi roti tawar tepung Cakra Kembar dan Tipe A tidak berbeda nyata satu sama lain, namun berbeda nyata dengan seluruh tepung. Berdasarkan hasil pengukuran, roti yang memiliki ukuran tertinggi adalah roti yang terbuat dari tepung Golden Eagle sebesar 15,05 cm, sedangkan roti yang memiliki ukuran terendah terbuat dari tepung Cakra Kembar sebesar 14,05 cm. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan pada parameter lebar, terdapat 3 subset yang berbeda. Lebar roti tawar dari tepung Krakatau tidak berbeda nyata dengan seluruh tepung kecuali tepung Golden Crown, Tipe A dan Cakra Kembar. Lebar roti tawar dari tepung Golden Crown berbeda nyata dengan seluruh tepung kecuali tepung Tipe A dan Cakra Kembar. Roti dengan ukuran terlebar terbuat dari tepung Golden Eagle sebesar
24
10,73 cm, sedangkan roti dengan ukuran lebar terendah terbuat dari tepung Golden Crown sebesar 9,70 cm. Secara keseluruhan tepung dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia cenderung memiliki ukuran yang cukup tinggi dan lebar, namun tidak berlaku pada tepung Golden Crown yang tidak mementingkan volume pada produk hasilnya tetapi lebih kepada kualitas crumb. Hal tersebut berkorelasi dengan kandungan gluten tepung Golden Crown yang cenderung rendah. Perimeter (cm) 48,00 46,98g
Perimeter (cm)
47,00 46,00
46,40f
46,23f 45,35de
45,60e 45,00cd
45,00
44,70c
44,23b 43,65a
44,00 43,00 42,00 41,00
Merek Tepung Terigu
Gambar 4 Grafik perimeter roti tawar dari berbagai tepung terigu protein tinggi Pengukuran perimeter pada roti tawar dilakukan untuk mengetahui panjang keliling objek roti tawar. Pengukuran ini dilakukan dengan melilitkan tali meteran untuk mengetahui besaran roti tawar dasi hasil baking, terutama untuk menunjukkan hasil dari proses pengembangan roti yang dihasilkan. Berdasarkan uji ANOVA, terdapat perbedaan yang nyata pada pengukuran perimeter roti tawar dengan taraf signifikansi 0,05. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, terdapat 7 subset yang berbeda. Perimeter roti tawar dari tepung Tipe A, Gerbang Jingga dan Tali Emas Spesial berbeda nyata satu sama lain dan dengan seluruh tepung karena terletak pada subset yang berbeda. Dari hasil pengukuran, perimeter terbesar terdapat pada pada roti yang berasal dari tepung Tali Emas Spesial sebesar 46,98 cm dan perimeter terkecil berasal dari tepung Tipe A sebesar 44,70 cm. Roti yang terbuat dari tepung terigu PT. Bungasari Flour Mills Indonesia secara keseluruhan memiliki perimeter cenderung besar, namun tidak berlaku pada roti yang terbuat dari tepung Golden Crown yang tidak mengedepankan volume pada hasil rotinya. Berdasarkan uji korelasi Bivariate Corelation antara parameter perimeter roti tawar dengan kandungan kimia tepung terigu secara keseluruhan, perimeter roti tawar dipengaruhi oleh kadar protein (r = 0,573) dan faktor kedua adalah kadar gluten (nilai korelasi = 0,505). Dari hasil tersebut diketahui bahwa semakin tinggi kadar protein dan gluten maka perimeternya pun cenderung meningkat.
25
Uji Sensori Eskternal Roti Tawar Volume 12,00 10,00 8,00
9,75d 9,00c
8,38b
9,38cd
9,25cd
9,38cd
9,25cd
7,88b 6,75a
6,00 4,00 2,00 0,00 Golden Cakra Tali Emas Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Spesial Eagle Kembar Biru Jingga Emas
Gambar 5 Grafik uji sensori parameter volume roti tawar Dilakukan anayisis of variannce (ANOVA) pada parameter volume roti tawar yang terbuat dari 9 sampel tepung terigu protein tinggi komersial. Hasil analisis menunjukkan, volume roti dari tepung tipe A berbeda nyata terhadap seluruh tepung setelah dilakukan uji lanjut Duncan. Volume roti yang terbuat dari tepung Cakra Kembar dan Cakra Kembar Emas tidak berbeda nyata karena masih terdapat pada subest yang sama. Selain itu, volume roti dari tepung Golden Crown dan Tali Emas Spesial berbeda nyata, karena terdapat pada subset yang berbeda. Volume roti tawar yang berasal dari tepung Gerbang Biru, Gerbang Jingga, Golden Eagle dan Krakatau tidak berbeda nyata satu sama lain karena masih terdapat pada subset yang sama. Skor volume roti tawar tertinggi diperoleh dari tepung Tali Emas Spesial dengan nilai 9,75. Angka tersebut mengartikan volume roti normal dan besar. Skor volume roti tawar terendah diperoleh dari tepung Tipe A dengan nilai 6,75. Angka tersebut mengartikan bahwa volume roti sedang dan kurang besar. Volume roti yang berasal dari tepung terigu dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia berada di posisi menengah dan tidak berbeda nyata dengan tepung kompetitor lainnya. Berdasarkan penelitian Rozylo dan Laskowski (2011), faktor yang berkorelasi kuat dengan volume roti adalah kandungan protein tepung terigu, falling number dan ekstensibilitas adonan (r2 = 0,701). Jika dikaitkan dengan hasil penelitian yang telah di lakukan, tepung Tali Emas Spesial termasuk kedalam tepung yang memiliki kandungan protein kedua tertinggi sedangkan tepung Tipe A termasuk kedalam tepung yang memiliki kandungan protein yang kedua terendah dari 9 tepung yang diujikan.
26
Color of crust 8,00 7,00 6,00
7,13cd
7,50d 6,75bcd
6,88bcd 7,00bcd 6,38bc
6,63bc
6,25b 5,50a
5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Golden Cakra Tali Emas Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Spesial Eagle Kembar Biru Jingga Emas
Gambar 6 Grafik uji sensori parameter color of crust roti tawar Terdapat perbedaan yang nyata berdasarkan hasil uji ANOVA pada taraf signifikansi 0,05 parameter color of crust. Setelah dilakukan uji lanjut duncan, color of crust tepung tipe A berbeda nyata dengan 8 tepung lainnya. Color of crust tepung Tali Emas Spesial berbeda nyata dengan tepung Krakatau, Gerbang Jingga dan Gerbang Biru, namun tidak berbeda nyata dengan tepung Golden Crown, Cakra Kembar, Golden Eagle dan Cakra Kembar Emas. Skor color of crust terbesar diperoleh dari tepung Tali Emas Spesial dengan nilai 7,50. Nilai tersebut mengartikan bahwa warna kulit roti coklat muda dan mengkilap. Skor color of crust terendah berasal dari tepung Tipe A dengan nilai 5,50. Nilai tersebut mengartikan bahwa kulit roti yang dihasilkan memiliki warna coklat agak pucat dan kurang mengkilap. Tepung terigu dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia cenderung memiliki skor yang tinggi kecuali pada tepung Krakatau memiliki skor color of crust terendah kedua. Hasil dari uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa color of crust tepung Krakatau tidak berbeda nyata dengan tepung Gerbang Biru, Gerbang Jingga, Cakra Kembar Emas, Golden Eagle dan Cakra Kembar. Salah satu faktor terbentuknya color of crust adalah berdasarkan reaksi maillard. Reaksi maillard adalah rekasi yang terjadi antara protein dan gula dalam adonan tepung terigu pada saat proses pemanggangan. Semakin banyak kandungan protein dan gula pada adonan tepung terigu maka color of crust roti yang dihasilkan semakin gelap (Cauvain S dan Young L 2006). Bila dikaitkan dengan hasil penelitian, warna roti tepung Tipe A lebih pucat dibandingkan tepung Tali Emas Spesial hal tersebut dikarenakan kandungan protein tepung Tipe A lebih rendah dibandingkan Tali Emas Spesial.
27
Evenness of bake 4,00 3,50
3,25a
3,25a
3,25a 3,00a
3,00
2,75a
3,38a 3,13a
2,88a
2,75a
2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Golden Cakra Tali Emas Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Spesial Eagle Kembar Biru Jingga Emas
Gambar 7 Grafik uji sensori parameter evenness of bake roti tawar Setelah dilakukan hasil uji ANOVA pada parameter evenness of bake atau keseragaman warna pemanggangan, pada taraf signifikansi 0,05 tidak terdapat perbedaan yang nyata pada ke-9 sampel tepung terigu protein tinggi komersial (p>0,05). Parameter evenness of bake menunjukkan ketepatan pada saat proses pemanggangan. Ketepatan pada saat proses pemanggangan terdiri dari ketepatan jumlah isi oven pada saat pembakaran, jarak yang tepat saat penempatan adonan dalam loyang dan waktu pemanggangan yang tepat (NPCS Board of Consultans and Engineers 2011). Berdasarkan hasil uji ANOVA evenness of bake roti tawar dari 9 tepung yang berbeda tidak ada perbedaan yang nyata menunjukkan terdapat keseragaman pada proses pembakaran (proses pembakaran sudah tepat). Symetry of form 4,00 3,50b 3,50 3,00
3,50b
3,13ab 2,75a
2,75a
2,75a
2,75a
2,88a
2,75a
2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Golden Cakra Tali Emas Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Spesial Eagle Kembar Biru Jingga Emas
Gambar 8 Grafik uji sensori parameter symetry of form roti tawar
28
Berdasarkan hasil uji ANOVA pada parameter symetry of form, Tepung Tipe A dan Gerbang Jingga tidak berbeda nyata satu sama lain, namun berbeda nyata dengan ke-6 tepung lainnya. Tepung Krakatau masih terdapat pada satu subset dengan Tipe A, Gerbang Jingga dan ke-6 tepung lainnya (tepung Krakatau terletak pada dua subset). Skor tertinggi dimiliki oleh tepung Tipe A dan Gerbang Jingga dengan nilai 3,50. Nilai tersebut mengartikan bentuk bulat simetris. Skor terendah dimiliki oleh tepung Golden Crown, Cakra Kembar Emas, Tali Emas Spesial, Golden Eagle dan Gerbang Biru dengan nilai 2,75. Nilai tersebut mengaikan bahwa roti yang dihasilkan memiliki bentuk bulat sempurna kurang simetris. Tepung yang berasal dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia cenderung memiliki kesimetrisan bentuk roti tawar yang rendah kecuali tepung Krakatau yang memiliki skor yang cukup tinggi. Character of crust 4,25b
4,50 4,00 3,50
3,88ab
3,88ab
3,63a
3,63a
3,63a
3,50a
3,38a
3,38a
3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Golden Cakra Tali Emas Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Spesial Eagle Kembar Biru Jingga Emas
Gambar 9 Grafik uji sensori parameter character of crust roti tawar Hasil ANOVA pada parameter character of crust menunjukkan bahwa Tepung Gerbang Biru berbeda nyata terhadap 6 sampel lainnya kecuali tepung Golden Crown dan Cakra Kembar Emas (masih terletak pada subset yang sama). Tepung Gerbang Biru memiliki skor tertinggi pada parameter charcter of crust dengan nilai 4,25. Angka tersebut mengartikan bahwa kulit atas utuh tidak ada retak dan sobek, kulit samping keras dan tidak mudah rontok. Skor terendah diperoleh dari tepung Tipe A dan Gerbang Jingga dengan nilai 3,38. Angka tersebut mengartikan bahwa ada sedikit retak pada kulit atas tetapi kulit samping tidak mudah rontok. Tepung dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia memiliki skor yang menengah.
29
Break and sherd 4,00 3,50 3,00
3,75c
3,63c
3,38bc
3,25abc 2,75ab
2,88ab 2,63a
2,63a
2,75ab
2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Golden Cakra Tali Emas Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Spesial Eagle Kembar Biru Jingga Emas
Gambar 10 Grafik uji sensori parameter break and sherd roti tawar Berdasarkan hasil uji ANOVA pada parameter break and sherd, Tepung Gerbang Biru dan Tali Emas Spesial berbeda nyata dengan 5 tepung lainnya kecuali Golden Crown dan Krakatau (2 tepung tersebut masih dalam satu subset). Roti tawar yang memiliki skor break and sherd tertinggi berasal dari tepung Gerbang Biru dengan nilai 3,75. Angka tersebut mengartikan bahwa retakan oven spring halus, terdapat tonjolan besar bentuk teratur. Skor terendah dimiliki oleh tepung Cakra Kembar dan Tipe A dengan 2,63. Angka tersebut mengartikan bahwa terdapat sedikit tonjolan oven spring. Tepung dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia memiliki skor yang cukup tinggi pada parameter break and sherd. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, tepung terigu dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan tepung Cakra Kembar Emas dan Gerbang Jingga.
30
Gerbang Biru (f)
Gerbang Jingga (i)
Cakra Kembar (e)
Tipe A (h)
Golden Eagle (d)
Krakatau (g)
Gambar Gambar 11 11 fisik fisik eksternal eksternal roti roti tawar tawar (a-i) (a-i)
Tali Emas Spesial (c)
Cakra Kembar Emas (b)
Golden Crown (a)
31
Uji Sensori Internal Roti Tawar Grain 14,00 13,80
13,75a
13,75a 13,50a
13,60
13,50a 13,38a
13,40
13,25a 13,13a
13,20 13,00
12,88a 12,75a
12,80 12,60 12,40 12,20
Golden Cakra Tali Emas Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Spesial Eagle Kembar Biru Jingga Emas
Gambar 12 Grafik uji sensori parameter grain roti tawar Berdasarkan hasil uji ANOVA pada parameter grain atau sifat remah, pada taraf signifikansi 0,05 tidak terdapat perbedaan yang nyata pada 9 sampel tepung terigu protein tinggi komersial yang diujikan (p>0,05). Color of crumb 4,50 4,00 3,50 3,00
3,75bc
4,13c
4,00bc 3,50abc
4,00bc
3,75
3,50abc
3,25ab 2,88a
2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Golden Cakra Tali Emas Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Spesial Eagle Kembar Biru Jingga Emas
Gambar 13 Grafik uji sensori parameter color of crumb roti tawar Setelah dilakukan uji ANOVA pada parameter color of crumb menunjukkan bahwa Color of crumb roti tawar yang berasal dari tepung Golden Eagle berbeda nyata dengan tepung Gerbang Biru dan Krakatau. Skor color of crumb tertinggi berasal dari tepung Golden Eagle dengan nilai 4,13. Angka tersebut mengartikan bahwa crumb yang dihasilkan bewarna putih cerah. Skor color of crust terendah berasal dari tepung Krakatau
32
dengan nilai 2,88. Angka tersebut mengartikan bahwa warna crumb putih kusam. Tepung dari PT Bungasari Flour Mills Indonesia menunjukkan hasil yang beragam pada parameter color of crumb. Tepung Krakatau menunjukkan hasil yang kurang baik, Golden Crown hasil yang menengah dan tepung Golden Eagle menunjukkan hasil yang sangat baik. Berdasarkan NPCS Board of Consultans and Engineers (2011), color of crumb dipengaruhi oleh warna tepung dan ukuran tepung. Warna tepung dipengaruhi oleh efisiensi proses penggilingan tepung. Semakin rendah efisiensi tepung terigu maka semakin banyak kontaminasi dedak yang bersatu dengan tepung. Semakin banyak kandungan dedak yang bersatu dengan tepung, maka semakin tinggi kadar abu tepung terigu dan color of crumb yang dihasilkan akan semakin gelap. Berdasakan hasil penelitian, tepung Krakatau menghasilkan warna crumb roti yang lebih gelap atau kusam dibandingkan roti dari tepung Golden Eagle. Tepung Krakatau memiliki kadar abu tertinggi dari 9 tepung yang diujikan. Tepung Golden Eagle memiliki kadar abu terendah kedua dari 9 tepung yang diujikan. Aroma 8,60 8,38a
8,40 8,20
8,13a
8,13a
8,38a 8,13a
8,00a 8,00 7,75a
7,80 7,60
7,50a
7,50a
7,40 7,20 7,00 Golden Cakra Tali Emas Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Spesial Eagle Kembar Biru Jingga Emas
Gambar 14 Grafik uji sensori parameter aroma roti tawar Hasil uji ANOVA menunjukkan pada parameter aroma dari 9 sampel tepung terigu protein tinggi komersial yang diujikan, tidak terdapat perbedaan yang nyata pada taraf signifikansi 0,05 atau (p>0,05).
33
Taste 13,60 13,40
13,50b
13,50b
13,38
13,38b 13,25b
13,25b
13,20 13,00ab 13,00 12,75ab
12,80 12,60
12,50a
12,40 12,20 12,00 Golden Cakra Tali Emas Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Spesial Eagle Kembar Biru Jingga Emas
Gambar 15 Grafik uji sensori parameter taste roti tawar Setelah dilakukan uji ANOVA pada parameter taste atau rasa dari 9 sampel tepung terigu protein tinggi komersial yang diujikan menunjukkan bahwa Tepung Cakra Kembar Emas berbeda nyata dengan 6 tepung lainnya kecuali Krakatau dan Golden Eagle karena masih dalam satu subset. Skor taste tertinggi berasal dari tepung Tipe A dan Tali Emas Spesial dengan nilai 13,50. Angka tersebut mengartikan bahwa rasa roti normal (tidak ada rasa pahit dan sedikit asam khas roti). Skor taste terendah berasal dari tepung Cakra Kembar Emas dengan nilai 12,5. Angka tersebut mengartikan bahwa rasa roti kurang sesuai. Taste atau rasa roti tawar dari tepung terigu PT. Bungasari Flour Mills Indonesia cenderung berada diposisi menengah kecuali tepung Krakatau tergolong dalam posisi terendah kedua. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan pada parameter taste, tepung Krakatau tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan tepung Cakra Kembar Emas dan Cakra Kembar (masih terdapat pada subset yang sama).
34
Texture 14,00
13,75c 13,50bc
13,38bc
13,50 13,00abc
13,00abc
13,00
12,50
13,38bc 13,38bc
12,75ab 12,38a
12,00
11,50 Golden Cakra Tali Emas Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Spesial Eagle Kembar Biru Jingga Emas
Gambar 16 Grafik uji sensori parameter texture roti tawar Berdasarkan uji ANOVA pada taraf signifikansi 0,05 menunjukkan bahwa texture roti tawar dari tepung Cakra Kembar Emas berbeda nyata dengan tepung Krakatau dan Cakra Kembar. Diperoleh skor texture tertinggi berasal dari tepung Cakra Kembar Emas dengan nilai 13,75. Nilai yang diperoleh tersebut mengartikan bahwa roti tawar yang dihasilkan memiliki tekstur halus, tidak liat dan mudah ditelan. Skor texture terendah berasal dari tepung Cakra Kembar dengan nilai 12,38. Nilai yang diperoleh tersebut mengartikan bahwa roti tawar yang dihasilkan memiliki tekstur yang liat dan menempel di atas gigi atau bagian atas langit – langit rongga mulut. Berdasarkan penelitian Rozylo dan Laskowski (2011), faktor yang berkorelasi kuat dengan texture kekerasan crumb roti adalah kandungan abu tepung terigu, falling number dan kekuatan adonan (r2 = 0,801). Jika dikaitkan dengan hasil penelitian yang telah di lakukan, tepung Cakra Kembar termasuk kedalam tepung yang memiliki kandungan abu kedua tertinggi sedangkan tepung Cakra Kembar Emas termasuk kedalam tepung yang memiliki kandungan abu terendah dari 9 tepung yang diujikan.
35
Mastication and chewability 5,00 4,38c
4,50 4,00 3,50
3,88abc
3,63abc
4,13bc
3,88abc
3,63abc 3,50ab 3,13a
3,13a
3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Golden Cakra Tali Emas Golden Cakra Gerbang Krakatau Tipe A Gerbang Crown Kembar Spesial Eagle Kembar Biru Jingga Emas
Gambar 17 Grafik uji sensori parameter mastication and chewability roti tawar Hasil Analysis of Variances (ANOVA) pada parameter mastication and chewability menunjukkan roti tawar yang terbuat dari tepung Cakra kembar dan Krakatau berbeda nyata dengan roti tawar yang terbuat dari tepung Gerbang Biru dan Tali Emas Spesial. Skor mastication and chewability tertinggi diperoleh dari tepung Tali Emas Spesial dengan nilai 4,37. Nilai tersebut mengartikan bahwa roti tawar yang dihasilkan bersifat kenyal. Skor terendah diperoleh dari tepung Cakra Kembar dan Krakatau dengan nilai 3,13. Nilai tersebut mengartikan bahwa roti mudah putus. Berdasarkan parameter mastication and chewability tepung dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia cenderung berada di posisi menengah, kecuali tepung Krakatau berada di posisi terbawah dari seluruh tepung yang diujikan.
36
Gambar 18 fisik internal roti tawar (a-i)
Tipe A (h)
Gerbang Jingga (i)
Gerbang Biru (f)
Cakra Kembar (e)
Golden Eagle (d)
Krakatau (g)
Tali Emas Spesial (c)
Cakra Kembar Emas (b)
Golden Crown (a)
37
Paramameter Pemilihan Tepung Terigu sebagai Bahan Baku Pembuatan Roti Tawar Tepung terigu merupakan bahan terpenting dalam pembuatan roti tawar. Tepung terigu dapat mempengaruhi sifat adonan tepung saat proses pengolahan menjadi roti tawar dan produk akhirnya sebagai roti tawar. Parameter pemilihan tepung terigu yang diamati terdiri dari harga, faktor internal sensori roti tawar, faktor eksternal sensori roti tawar, kebutuhan air dan waktu pengadukan pada proses pembuatan roti tawar. Tabel 7 Pembobotan parameter pemilihan tepung terigu sebagai bahan baku roti tawar No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Tepung
Gerbang Biru Tali Emas Spesial Golden Eagle Gerbang Jingga Krakatau Tipe A Golden Crown Cakra Kembar Emas Cakra Kembar
Faktor Harga (30%)
Faktor Sensori Internal (30%)
Faktor Sensori Eksternal (20%)
Faktor Kebutuhan Air (10%)
Faktor Waktu Pengadukan (10%)
Total
Perin gkat
1,5
2,1
1,6
0,3
0,3
5,8
1
1,5
1,2
1,8
0,3
0,3
5,1
2
1,2 1,8 2,1 2,1 0,6
2,4 0,9 0,3 1,5 1,8
0,8 1,2 1 0,2 1,4
0,4 0,2 0,5 0,1 0,3
0,1 0,6 0,5 0,5 0,3
4,9 4,7 4,4 4,4 4,4
3 4 5 5 5
0,3
1,2
0,6
0,2
0,2
2,5
6
0,9
0,6
0,4
0,1
0,4
2,4
7
Harga dan faktor sensori internal menempati posisi pembobotan tertinggi karena menunjukkan faktor utama keberlangsungan produksi roti tawar. Harga tepung menentukan biaya produksi dan harga jual tepung terigu, semakin murah tepung terigu maka semakin besar profit atau keuntungan yang bisa didapatkan oleh produsen roti tawar. Faktor internal sensori menentukkan acceptence ability dari konsumen terutama dari indera pengecapnya. Harga dan faktor internal memiliki nilai pembobotan masingmasing sebesar 30%. Faktor sensori eksternal roti tawar menempati posisi kedua pembobotan sebesar 20% karena berpengaruh pada acceptance ability konsumen dari indera pengelihatannya. Faktor kebutuhan air menentukan acceptance ability dari produsen roti tawar. Semakin besar jumlah air yang dibutuhkan oleh suatu tepung dengan berat yang sama maka akan semakin besar pula rendemen roti tawar yang dihasilkan. Semakin banyak rendemen roti yang dihasikan maka semakin besar profit yang bisa didapatkan. Waktu pengadukan berpengaruh kepada cost production pembuatan roti tawar. Semakin lama waktu pengadukan (semakin lama penggunaan mixer), maka cost yang dikeluarkan untuk pembayaran listrik semakin meningkat. Faktor kebutuhan air dan waktu pengadukan memiliki nilai pembobotan masing-masing 10%. Jika dijumlahkan dari keseluruhan nilai pembobotan maka akan menghasilkan nilai 100% (nilai faktor pemilihan tepung terigu). Berdasarkan hal yang telah disebutkan di atas, setelah dilakukan pembobotan dan dilakukan penjumlahan setiap faktor. Diperoleh total nilai tertinggi (peringkat ke-1) berasal dari tepung Gerbang biru dengan total nilai 5,8. Nilai terendah (peringkat ke-7) berasal dari tepung Cakra Kembar dengan nilai total nilai 2,4. Tepung yang berasal dari PT. Bungasari Flour Mills Indonesia berada pada peringkat ke-3 (Golden Eagle) dengan total nilai 4,9 dan peringkat ke-5 (Krakatau dan Golden Crown) dengan total nilai 4,4.
38
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dari karakterisasi tepung terigu komersial secara kimia dan fisik (reologi) menunjukkan tepung terigu yanng berasal dari PT. Bungasari memiliki keunggulan pada kandungan protein dan gluten yang cenderung tinggi, kadar air yang tinggi (nilai profitability yang tinggi), dan water absorption (daya serap air) tinggi. Kelemahannya terletak pada kadar abu yang tinggi (efesiensi ekstraksi tepung yang rendah) pada produk tepung Krakatau, development time dan stability yang cenderung rendah, sehingga memiliki nilai indeks toleransi adonan yang tinggi (roti yang dihasilkan akan mudah kempis). Karakterisasi fisik roti tawar menunjukkan bahwa tepung Golden Eagle unggul pada aspek tinggi dan lebar. Berdasarkan pengukuran perimeter tepung Golden Eagle dan Krakatau yang cukup unggul, kecuali tepung Golden Crown yang memang dirancang tidak mengedepankan pada segi volume. Aspek pemilihan tepung terigu sebagai bahan baku dalam pembuatan roti tawar terdiri dari 5 faktor dengan nilai pembobotnya, yaitu harga tepung terigu (30%), sensori internal roti tawar (30%), sensori eksternal tepung terigu (20%), kebutuhan air (10%), dan waktu pengadukan (10%). Berdasarkan 5 faktor tersebut, dari 9 tepung yang diuji ditentukan peringkatnya. Peringkat pertama adalah tepung Gerbang Biru dan peringkat terakhir adalah tepung Cakra Kembar. Tepung terigu dari PT. Bungasari memperoleh peringkat ketiga untuk Golden Eagle, Krakatau dan Golden Crown memperoleh peringkat kelima. Secara keseluruhan tepung terigu yang berasal dari PT. Bungasari (Golden Crown, Golden Eagle dan Krakatau) masih dapat dikategorikan dalam produk yang memiliki kualitas cukup baik dibandingkan produk kompetitor pesaingnya, namun perlu dilakukan perbaikan lebih lanjut pada tepung terigu Krakatau karena memiliki banyak kelemahan terutama pada parameter internal roti tawar, hal tersebut dapat diakibatkan oleh kadar abu yang tinggi. Saran Penelitian ini diperlukan adanya uji ekstensograph untuk mengetahui ekstensibilitas dan elastisitas adonan tepung terigu. Diperlukan adanya uji falling number untuk mengetahui kualitas tepung selama proses penyimpanan. Uji sensori roti tawar lebih baik digunakan panelis terlatih dari luar perusahaan agar tidak terdapat bias karena faktor kebiasaan dan perlu dilakukan uji secara objektif seperti uji tekstur dengan texture analyzer dan uji warna menggunakan chomameter agar data yang didapatkan dapat tertelusur.
39
DAFTAR PUSTAKA [AACC] American Association of Cereal Chemists. 2000. Approved Methods of The American Association of Cereal Chemists 10th Edition. St. Paul (US): AACC International. Al-Saleh A, Brennan CS. 2012. Bread wheat quality: some physical, chemical and rheological characteristics of syrian and english bread wheat sampels. Foods. 1: 3-17. Amjid MR, Shehzad A, Hussain S, Shabbir MA, Khan MR, Shoaib M. 2013. A comperehensive review on wheat flour dough rheology. Pakistan J of Food Sci. 23(2): 105-123. Andarwulan N. 2008. Fenomena starch demage dalam produk bakery. Food Review [Internet]. [diunduh 2016 Sept 10]. Tersedia pada: http://foodreview.co.id/index1.php?view2&id=175#.V9NEaTW3tJs [APTINDO] Asosaiasi Produsen Tepung Terigu (ID). 2015. Info Tepung Terigu. [Internet]. [diunduh 2016 Mei 13]. Tersedia pada http://info.tepungterigu.info/2015/04/data-tepung-terigu.html AR Tweed. 1995. How Flour Effects Bread Quality. Bulletin Association of Operative Miller. Barros F, Alviola JN, Tilley M, Pierucci VRM, Rooney LW. 2010. Predictinng hot press wheat tortilla quality using flour, dough and gluten properties. Journal of Cereal Science. 52: 288-294. Bogasari. 1997. Quality Control of Raw Material Wheat Flour and By Product. Jakarta (ID): PT ISM Bogasari Flour Mills. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan, SNI 01-3751-2009 Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. Carpenter RP, Lyon DH, Hasdell TA. 2012. Guidelines for Sensory Analysis in Food Prosuct Develpoment and Quality Control. Gaithershurg (US): Aspen Publishers, Inc. Cauvain S, Young L. 2008. Baked Products: Science, Technology and Practice. Oxford (UK): Blackwell Publishing. Dewettinck K, Van Bockstaele F, Kuhne B, Van de Walle, Courtens T, Gellynck X. 2008. Nutritional value of bread : Influance of processing, food interaction and consumer perseption. Cereal Science. 48: 243-257. Eiman G, Abdoel M, Ahmed A. 2015. Effect of different starches on dough rheological properties of wheat flour. J Agri Food Apld Sci. 3(4): 110-117. Fahrudin. 2009. Pengaruh Penambahan Tepung Daging – Tulang Leher Ayam Pedaging Terhadap sifat Fisik dan Organoleptik Roti Tawar Berbahan Terigu dan Tepung Ubi Jalar. [Skripsi]. Fakultas Perternakan. Intitut Pertanian Bogor. Bogor Famuwagun AA, Tawio KA, Gbadmosi, Oyedle D .2016. Optimization of production of bread enriched with leafy vegatable powder. J Food Process. 7 : 1-7. [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations (US). 2013. FAOStat. [Internet]. [diunduh 2016 Jan 13]. Tersedia pada http://faostat.fao.org/site/339/default.aspx Goesaert H, Fergau R, Vander KC, Morris CF. 2006. Comparation of methods for gluten strength assessment. Cereal Chemistry. 83(3): 284-286 Indrani D, GV Rao. 2007. Rheological characteristics of wheat flour dough as influenced by ingridients of parotta. J Food Eng. 79(1):100-105.
40
Kaletunc G, Breslauer KJ. 2003. Characterization of Cereals and Flours. New York (US): Marcel Dekker Inc. Keran H, Salkic M, Odobasic A. 2009. The importance of determintation of some physical-chemical properties of wheat flour. Agriculturae Conspectus Scientificus. 74(3): 197-200. Koppel R, Ingver A. 2010. Stability and predictability of baking quality of winter wheat. Agronomy Research. 8(3): 637-644. Koswara S. 2009. Teknologi Pembuatan Roti: Ebookpangan.com. [Internet]. [diunduh 2016 Mei 29]. Tersedia pada http://bkp.madiunkab.go.id/downlot.php?...TeknologiRoti... Kweon M, Martin R, Souza E. 2009. Effect of tempering conditions on milling performance and flour functionality. Cereal Chem. 86(1): 12-17. Matz SA. 1992. Bakery Technology and Engineering 3rd edition. Texas (US): Van Nostrand Reinhold. Madhiv D, Hemlata P. 2015. A review on assessment of flour quality using rheological test. Intl J Ad Sci. 6(5):157-165. McWilliams M. 2001. Foods Experiental Perspevtive Forth Edition. New Jersey (US): Prentice Hall. Mis A. 2005. Influence of chosen factors on water absorption and rheological properties of gluten of bread wheat (Triticum aestivum L.). Acta agrophys. 128(8):1-120. Muchtadi T, Sugiono. 2013. Prinsip Proses Teknologi Pangan. Bogor (ID): Penerbit Alfabeta. Mudjajanto E, Yulianti 2008. Membuat Aneka Roti. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. NIR Board of Consultants and Engineers. 2006. Wheat, Rice, Corn, Oat, Barley and Sorghum Processing Handbook (Cereal Food Technology). Kamla Nagar (IN): Asia Pacific Business Press. NPCS Board of Concultants and Engineers. 2011. Handbook on Fermented Food and Chemicals. Kamla Nagar (IN): Asia Pacific Business Press. Onyango C, Unbehend L, Unbehend G. 2015. Rheological properties of wheat maize dough with the quality of bread treated with ascorbic acid and malzeperle classic bread improver. Afrcn J Food Sci. 9(2):84-91. Potter W. 1987. Food Science. Westport Connecticut (US): The AVI Publishing Co Inc Prabowo B. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Millet Kuning dan Tepung Millet Merah [Skripsi]. Program Studi Teknologi Hail Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Ranhotra GS. 1999. Wheat: Contribution to World Supply and Human Nutrition. London (UK): Blackie Academic & Professional. Ratnawati I. 2003. Pengayakan Kandungan β-karoten Mie Ubi Kayu dengan Tepung Labu Kuning (Curcubita maxima Dutchenes). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Rauf R, Sarbini D. 2015. Daya serap air sebagai acuan untuk menentukan volume air dalam pembuatan adonan roti dari campuran tepung terigu dan tepung singkong. Agritech. 35(3): 324-330. Rakkar PS. 2007. Development of A Gluten Free Comercial Bread. [Thesis]. Auckland University of Technology. Auckland. Rosell CM, Rajan J A, Benedito DE, Barder C. 2001. Influence of hydrocoloids on dough rheology and bread quality. Food Hydrocoloids.15(1): 75-81.
41
Rozylo R, Laskowski J. 2011. Predicting bread quality (bread loaf volume and crumb texture). J. Food Nutr Sci. 61(1):61-67. Santoni. 2009. Tips Meningkatkan Mutu Roti. Food Review 4(4): 56-59. Jakarta (ID) Sim SY, LH Cheng. 2011. Characteristics of wheat dough and chinese steamed bread added alginates or konjac glucomannan. Food Hydrocoloids. 25(5):951-957. Shewry PR, Popineau Y, Lafiandra D, Belton. 2001. Wheat glutenin subunits and dough elasticity findings of eurowheat project. Trends Food Sci Tech. 11: 433-441. US Wheat Associates. 1983. Pedoman Pembuatan Kue dan Roti. Jakarta (ID): Djambatan. US Wheat Associates. 2006. Elementary Cookie and Craker Course. Thailand: UFM Baking and Cooking School. USAID. 2000. Manual for Wheat Flour Fortification with Iron. Washington DC (US): The USAID Micronurist in Program. Wijayanti. 2007. Subtitusi Tepung Gandum (Triticum aestivum) Dengan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L) Pada Pembuatan Roti Tawar. [Skripsi] Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Wheat Marketing Center. 2004. Wheat and Flour Testing Methods: A Guide to Understanding Wheat and Flour Quality. Portland (US): Wheat Marketing Center, Inc.
42
LAMPIRAN Lampiran 1.1 Sensory form untuk uji skoring roti tawar
Komentar:
43
Lampiran 2.1 Hasil uji statistik ANOVA pada parameter eksternal roti tawar tepung terigu komersial protein tinggi
ANOVA Sum of Squares Volume
ColorOfCrust
EvennessOfBake
SymetryOfForm
CharacterOfCrust
BreakAndSherd
df
Mean Square
Between Groups
57,944
8
7,243
Within Groups
22,500
63
,357
Total
80,444
71
Between Groups
21,500
8
2,688
Within Groups
30,500
63
,484
Total
52,000
71
3,528
8
,441
Within Groups
15,125
63
,240
Total
18,653
71
6,694
8
,837
Within Groups
15,250
63
,242
Total
21,944
71
5,028
8
,628
Within Groups
18,625
63
,296
Total
23,653
71
Between Groups
12,278
8
1,535
Within Groups
22,375
63
,355
Total
34,653
71
Between Groups
Between Groups
Between Groups
F 20,281
,000
5,551
,000
1,837
,087
3,457
,002
2,126
,046
4,321
,000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Volume Duncana Subset for alpha = 0.05 JenisTepung
N
1
2
3
Sig.
4
Tipe A
8
6,7500
Cakra Kembar
8
7,8750
Cakra Kembar Emas
8
8,3750
Golden Crown
8
9,0000
Gerbang Biru
8
9,2500
9,2500
Gerbang Jingga
8
9,2500
9,2500
Golden Eagle
8
9,3750
9,3750
44
Krakatau
8
Tali Emas Spesial
8
9,3750
9,3750 9,7500
Sig.
1,000
,099
,272
,142
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
ColorOfCrust Duncana Subset for alpha = 0.05 JenisTepung
N
1
2
3
4
Tipe A
8
5,5000
Krakatau
8
6,2500
Gerbang Biru
8
6,3750
6,3750
Gerbang Jingga
8
6,6250
6,6250
Cakra Kembar Emas
8
6,7500
6,7500
6,7500
Golden Eagle
8
6,8750
6,8750
6,8750
Cakra Kembar
8
7,0000
7,0000
7,0000
Golden Crown
8
7,1250
7,1250
Tali Emas Spesial
8
7,5000
Sig.
1,000
,062
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
EvennessOfBake Duncana Subset for alpha = 0.05 JenisTepung
N
1
2
Cakra Kembar Emas
8
2,7500
Tipe A
8
2,7500
Cakra Kembar
8
2,8750
2,8750
Golden Eagle
8
3,0000
3,0000
Krakatau
8
3,1250
3,1250
Golden Crown
8
3,2500
3,2500
Tali Emas Spesial
8
3,2500
3,2500
Gerbang Biru
8
3,2500
3,2500
Gerbang Jingga
8
Sig.
3,3750 ,085
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
,082
,062
,057
45
SymetryOfForm Duncana Subset for alpha = 0.05 JenisTepung
N
1
2
Golden Crown
8
2,7500
Cakra Kembar Emas
8
2,7500
Tali Emas Spesial
8
2,7500
Golden Eagle
8
2,7500
Gerbang Biru
8
2,7500
Cakra Kembar
8
2,8750
Krakatau
8
3,1250
Tipe A
8
3,5000
Gerbang Jingga
8
3,5000
Sig.
3,1250
,196
,155
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
CharacterOfCrust Duncana Subset for alpha = 0.05 JenisTepung
N
1
2
Tipe A
8
3,3750
Gerbang Jingga
8
3,3750
Krakatau
8
3,5000
Tali Emas Spesial
8
3,6250
Golden Eagle
8
3,6250
Cakra Kembar
8
3,6250
Golden Crown
8
3,8750
3,8750
Cakra Kembar Emas
8
3,8750
3,8750
Gerbang Biru
8
Sig.
4,2500 ,122
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
,199
46
BreakAndSherd Duncana Subset for alpha = 0.05 JenisTepung
N
1
2
3
Cakra Kembar
8
2,6250
Tipe A
8
2,6250
Cakra Kembar Emas
8
2,7500
2,7500
Gerbang Jingga
8
2,7500
2,7500
Golden Eagle
8
2,8750
2,8750
Golden Crown
8
3,2500
3,2500
3,2500
Krakatau
8
3,3750
3,3750
Tali Emas Spesial
8
3,6250
Gerbang Biru
8
3,7500
Sig.
,069
,064
,131
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
Lampiran 2.2 Hasil uji statistik ANOVA pada parameter internal roti tawar tepung terigu komersial protein tinggi
ANOVA Sum of Squares Grain
ColorOfCrumb
Aroma
Taste
Texture
Between Groups
df
Mean Square
8,028
8
1,003
Within Groups
41,625
63
,661
Total
49,653
71
Between Groups
10,361
8
1,295
Within Groups
32,250
63
,512
Total
42,611
71
7,111
8
,889
Within Groups
35,875
63
,569
Total
42,986
71
7,750
8
,969
Within Groups
28,250
63
,448
Total
36,000
71
Between Groups
11,500
8
1,438
Within Groups
42,500
63
,675
Between Groups
Between Groups
F
Sig.
1,519
,169
2,530
,019
1,561
,155
2,160
,043
2,131
,046
47
Total
54,000
71
MasticationAndChewabili Between Groups
11,278
8
1,410
ty
Within Groups
28,000
63
,444
Total
39,278
71
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Grain Duncana Subset for alpha = 0.05 JenisTepung
N
1
2
Krakatau
8
12,7500
Tali Emas Spesial
8
12,8750
12,8750
Cakra Kembar
8
13,1250
13,1250
Gerbang Jingga
8
13,2500
13,2500
Tipe A
8
13,3750
13,3750
Cakra Kembar Emas
8
13,5000
13,5000
Gerbang Biru
8
13,5000
13,5000
Golden Crown
8
13,7500
Golden Eagle
8
13,7500
Sig.
,116
,069
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
ColorOfCrumb Duncana Subset for alpha = 0.05 JenisTepung
N
1
2
3
Krakatau
8
2,8750
Gerbang Biru
8
3,2500
3,2500
Tali Emas Spesial
8
3,5000
3,5000
3,5000
Gerbang Jingga
8
3,5000
3,5000
3,5000
Golden Crown
8
3,7500
3,7500
Cakra Kembar
8
3,7500
3,7500
Cakra Kembar Emas
8
4,0000
4,0000
Tipe A
8
4,0000
4,0000
Golden Eagle
8
Sig.
4,1250 ,116
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
,073
,137
3,172
,004
48
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
Aroma Duncana Subset for alpha = 0.05 JenisTepung
N
1
Krakatau
8
7,5000
Gerbang Jingga
8
7,5000
Tipe A
8
7,7500
Cakra Kembar Emas
8
8,0000
Golden Crown
8
8,1250
Tali Emas Spesial
8
8,1250
Cakra Kembar
8
8,1250
Golden Eagle
8
8,3750
Gerbang Biru
8
8,3750
Sig.
,052
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
Taste Duncana Subset for alpha = 0.05 JenisTepung
N
1
2
Cakra Kembar Emas
8
12,5000
Krakatau
8
12,7500
12,7500
Cakra Kembar
8
13,0000
13,0000
Golden Eagle
8
13,2500
Gerbang Jingga
8
13,2500
Golden Crown
8
13,3750
Gerbang Biru
8
13,3750
Tali Emas Spesial
8
13,5000
Tipe A
8
13,5000
Sig.
,164
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
,058
49
Texture Duncana Subset for alpha = 0.05 JenisTepung
N
1
2
3
Cakra Kembar
8
12,3750
Krakatau
8
12,7500
12,7500
Golden Crown
8
13,0000
13,0000
13,0000
Tali Emas Spesial
8
13,0000
13,0000
13,0000
Gerbang Biru
8
13,3750
13,3750
Tipe A
8
13,3750
13,3750
Gerbang Jingga
8
13,3750
13,3750
Golden Eagle
8
13,5000
13,5000
Cakra Kembar Emas
8
13,7500
Sig.
,171
,120
,120
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
MasticationAndChewability Duncana Subset for alpha = 0.05 JenisTepung
N
1
2
3
Cakra Kembar
8
3,1250
Krakatau
8
3,1250
Gerbang Jingga
8
3,5000
3,5000
Cakra Kembar Emas
8
3,6250
3,6250
3,6250
Tipe A
8
3,6250
3,6250
3,6250
Golden Crown
8
3,8750
3,8750
3,8750
Golden Eagle
8
3,8750
3,8750
3,8750
Gerbang Biru
8
4,1250
4,1250
Tali Emas Spesial
8
Sig.
4,3750 ,054
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
,105
,051
50
Lampiran 3.1 Hasil uji statistik ANOVA tinggi, lebar dan perimeter ANOVA Sum of Squares Tinggi
Lebar
Perimeter
df
Mean Square
Between Groups
3,926
8
,491
Within Groups
1,520
27
,056
Total
5,446
35
Between Groups
2,494
8
,312
Within Groups
2,558
27
,095
Total
5,052
35
37,087
8
4,636
2,202
27
,082
39,290
35
Between Groups Within Groups Total
F
Sig.
8,716
,000
3,290
,009
56,831
,000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Tinggi Duncana Subset for alpha = 0.05 NamaTepung
N
1
2
3
4
5
Cakra Kembar
4
14,0500
Tipe A
4
14,0750
Cakra Kembar Emas
4
14,4500
Gerbang Jingga
4
14,4750
Golden Crown
4
14,5250
14,5250
Krakatau
4
14,6500
14,6500
14,6500
Gerbang Biru
4
14,8500
14,8500
14,8500
Tali Emas Spesial
4
14,9250
14,9250
Golden Eagle
4
15,0500
Sig.
,883
,287
,077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
Lebar Duncana Subset for alpha = 0.05 NamaTepung Golden Crown
N
1 4
9,7000
2
3
,132
,271
51
Tipe A
4
10,0750
10,0750
Cakra Kembar
4
10,1000
10,1000
Tali Emas Spesial
4
10,2250
10,2250
Cakra Kembar Emas
4
10,3000
10,3000
Gerbang Jingga
4
10,3750
10,3750
Gerbang Biru
4
10,4000
10,4000
Golden Eagle
4
10,5450
10,5450
Krakatau
4
10,6250
Sig.
,093
,069
,116
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
Perimeter Duncana Subset for alpha = 0.05 NamaTepung
N
1
2
3
4
Tipe A
4
Gerbang Jingga
4
Krakatau
4
44,7000
Cakra Kembar
4
45,0000
Cakra Kembar
6
44,2250
45,0000 45,3500
45,3500
Gerbang Biru
4
Golden Crown
4
46,2250
Golden Eagle
4
46,4000
Tali Emas Spesial
4
Sig.
45,6000
46,9750 1,000
1,000
,149
,094
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
Lampiran 4.1 Hasil uji korelasi kadar protein dan kadar gluten
Correlations KadarProtein KadarProtein
Pearson Correlation
KadarGluten 1
Sig. (2-tailed) N KadarGluten
7
43,6500
4
Emas
5
Pearson Correlation
,953** ,000
72
72
,953**
1
,226
,394
1,000
52
Sig. (2-tailed)
,000
N
72
72
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 4.2 Hasil uji korelasi parameter reologi adonan terhadap komposisi kimia tepung terigu Correlations Kadar KadarA KadarProt KadarGlut WaterAbso DevTim Stabilit Toleran Air KadarAir
Pearson Correlation
bu
KadarAbu
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KadarProtein Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N KadarGluten Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N WaterAbsorp Pearson tion
Correlation Sig. (2-tailed) N
DevTime
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Stability
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
en
rption
e
y
ce
-,245*
-,009
,111
,237*
,215
-,010
,423**
,038
,937
,353
,045
,069
,930
,000
72
72
72
72
72
72
72
72
-,245*
1
,131
-,036
,254*
,247*
-,487**
,500**
,274
,765
,031
,036
,000
,000
1
Sig. (2-tailed) N
ein
,038 72
72
72
72
72
72
72
72
-,009
,131
1
,953**
,650**
,351**
-,214
,320**
,937
,274
,000
,000
,003
,071
,006
72
72
72
72
72
72
72
72
,111
-,036
,953**
1
,718**
,153
-,272*
,327**
,353
,765
,000
,000
,199
,021
,005
72
72
72
72
72
72
72
72
,237*
,254*
,650**
,718**
1
-,130
-,431**
,366**
,045
,031
,000
,000
,278
,000
,002
72
72
72
72
72
72
72
72
,215
,247*
,351**
,153
-,130
1
,368**
,273*
,069
,036
,003
,199
,278
,001
,020
72
72
72
72
72
72
72
72
-,010
-,487**
-,214
-,272*
-,431**
,368**
1
-,688**
,930
,000
,071
,021
,000
,001
,000
53
N Tolerance
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
72
72
72
72
72
72
72
72
,423**
,500**
,320**
,327**
,366**
,273*
-,688**
1
,000
,000
,006
,005
,002
,020
,000
72
72
72
72
72
72
72
72
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 4.3 Hasil korelasi unit operasi pembuatan roti tawar terhadap komposisi kimia tepung terigu Correlations KebutuhanA WaktuPenga ir KebutuhanAir
Pearson Correlation
dukan
WaktuPengaduk Pearson an
Correlation Sig. (2-tailed) N
KadarAir
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KadarAbu
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KadarProtein
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KadarGluten
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
KadarAir
u
n
n
,258*
,284*
,622**
,510**
,500**
,029
,016
,000
,000
,000
72
72
72
72
72
72
,258*
1
,415**
-,377**
,623**
,771**
,000
,001
,000
,000
1
Sig. (2-tailed) N
KadarAb KadarProtei KadarGlute
,029 72
72
72
72
72
72
,284*
,415**
1
-,245*
-,009
,111
,016
,000
,038
,937
,353
72
72
72
72
72
72
,622**
-,377**
-,245*
1
,131
-,036
,000
,001
,038
,274
,765
72
72
72
72
72
72
,510**
,623**
-,009
,131
1
,953**
,000
,000
,937
,274
72
72
72
72
72
72
,500**
,771**
,111
-,036
,953**
1
,000
,000
,353
,765
,000
,000
54
N
72
72
72
72
72
72
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 4.4 Hasil korelasi unit operasi pembuatan roti tawar terhadap parameter reologi adonan Correlations KebutuhanAi WaktuPenga WaterAbsorp r KebutuhanAir
Pearson Correlation
dukan
WaktuPengaduk Pearson an
Correlation Sig. (2-tailed) N
WaterAbsorption Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N DevTime
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Stability
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Tolerance
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
DevTime Stability Tolerance
,258*
,784**
,138
-,666**
,768**
,029
,000
,247
,000
,000
72
72
72
72
72
72
,258*
1
,596**
-,077
-,106
,033
,000
,523
,376
,785
1
Sig. (2-tailed) N
tion
,029 72
72
72
72
72
72
,784**
,596**
1
-,130
-,431**
,366**
,000
,000
,278
,000
,002
72
72
72
72
72
72
,138
-,077
-,130
1
,368**
,273*
,247
,523
,278
,001
,020
72
72
72
72
72
72
-,666**
-,106
-,431**
,368**
1
-,688**
,000
,376
,000
,001
72
72
72
72
72
72
,768**
,033
,366**
,273*
-,688**
1
,000
,785
,002
,020
,000
72
72
72
72
72
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
,000
72
55
Lampiran 4.5 Hasil korelasi karakterisasi fisik roti tawar terhadap parameter kimia tepung terigu Correlations Perimeter Perimeter
,505**
,668
,003
,000
,000
72
72
72
72
72
Pearson Correlation
,051
1
-,245*
-,009
,111
Sig. (2-tailed)
,668
,038
,937
,353
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KadarGluten
KadarGluten
,573**
N
KadarProtein
KadarProtein
,349**
N
KadarAbu
KadarAbu
,051
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
KadarAir
KadarAir
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
72
72
72
72
72
,349**
-,245*
1
,131
-,036
,003
,038
,274
,765
72
72
72
72
72
,573**
-,009
,131
1
,953**
,000
,937
,274
72
72
72
72
72
,505**
,111
-,036
,953**
1
,000
,353
,765
,000
72
72
72
72
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
,000
72
56
RIWAYAT HIDUP Nama lengkap penulis Dewi Rahmatika Shaumi. Lahir pada tanggal 6 Maret 1993. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan dari Ibu Dra. R. Dedeh Hasanah dan Bapak Drs. Yudi Budiono. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Pengadilan 2 Bogor tahun 2005, SMP Negeri 1 Bogor pada tahun 2008, dan SMK Analis Kimia Bogor pada tahun 2012. Pada tahun yang sama diterima menjadi mahasiswa program studi S1 Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) Tulis. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Teknologi Pangan (HIMITEPA) sebagai sekertaris sejak tahun 2013-2015. Selain itu penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti SUKSESI 2013, Unilever Goes to Campus 2014, BAUR 2014, Food Day Festival dan Food Ingredients Asia 2014. Pada beberapa kesempatan penulis sempat menjadi Master of Ceremony (MC) seperti pada acara Hari Departemen tahun 2014, FATETA Disiplin tahun 2014, Stadium Generale bersama BPOM tahun 2015, dan Pelepasan Wisudawan ITP pada tahun 2015.