KARAKTERISASI SIFAT FERMENTASI BEBERAPA KHAMIR HASIL ADAPTASI GALAKTOSA TERHADAP HIDROLISAT RUMPUT LAUT
AHMAD FAUZI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Sifat Fermentasi Beberapa Khamir Hasil Adaptasi Galaktosa terhadap Hidrolisat Rumput Laut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Ahmad Fauzi NIM G34090041
ii
ABSTRAK AHMAD FAUZI. Karakterisasi Sifat Fermentasi Beberapa Khamir Hasil Adaptasi Galaktosa terhadap Hidrolisat Rumput Laut. Dibimbing oleh GAYUH RAHAYU dan DWI SETYANINGSIH. Kappaphycus alvarezii mengandung polisakarida yang terdiri dari galaktosa sebagai monomernya. Setelah hidrolisis asam, galaktosa dapat digunakan oleh Pachysolen tannophilus IPBCC Y111149 dan Saccharomyces cerevisiae IPBCC Y03545 sebagai sumber karbon dan sumber energi, namun kemampuan khamirkhamir itu dalam mengkonversi hidrolisat K. alvarezii menjadi bioetanol masih rendah. Oleh sebab itu kemampuan fermentasinya perlu diperbaiki dengan cara proses adaptasi. Penelitian ini bertujuan memperoleh galur-galur baru P. tannophilus IPBCC Y111149 dan S. cerevisiae IPBCC Y03545 melalui adaptasi berulang pada galaktosa dan mengkarakterisasi galur-galur teradapatasi galaktosa berdasarkan sifat fermentasinya pada hidrolisat K. alvarezii. Adaptasi dilakukan sebanyak 264 kali pada medium Yeast Malt Peptone Galactose. Masa 1 kali adaptasi adalah 4 jam. Galur hasil adaptasi P. tannophilus memiliki kemampuan fermentasi galaktosa yang bervariasi, sedangkan galur S. cerevisiae lebih baik dengan semakin lama adaptasinya. Sifat fermentasi galur baru pada hidrolisat K. alvarezii ini berkorelasi dengan sifat fermentasi galaktosanya. Galur P. tannophilus hasil adaptasi ke-88 memiliki sifat fermentasi hidrolisat yang lebih baik dari galur hasil adaptasi lain dan galur liarnya, sedangkan galur-galur S. cerevisiae terus meningkat dari adaptasi ke-88 hingga ke-264 yang melebihi galur liarnya, kecuali efisiensi substrat. Adaptasi tidak mengubah bentuk sel P. tannophilus, sebaliknya mengubah bentuk sel S. cerevisiae menjadi agak lonjong dan membesar. Kata kunci: adaptasi, bioetanol, hidrolisat K. alvarezii, P. tannophilus, S. cerevisiae
ABSTRACT AHMAD FAUZI. Fermentation Traits of Galactose Adapted of Yeast toward Seaweed Hydrolysates. Supervised by GAYUH RAHAYU and DWI SETYANINGSIH. Kappaphycus alvarezii has polysaccharides which consist of galactose as monomer unit. After acid hydrolysis, galactose can be used as carbon and energy source by Pachysolen tannophilus IPBCC Y111149 and Saccharomyces cerevisiae IPBCC Y03545. Yet, the ability of these strains to convert K. alvarezii hydrolysates into bioethanol was low. Therefore, improvement of their fermentation characteristics needs to be pursued. An effort to obtain galactose adapted of P. tannophilus IPBCC Y111149 and S. cerevisiae IPBCC Y03545 and further characterized the fermentation traits of those towards K. alvarezii hydrolysates were carried out in this research. Adaptation was done for 264 times in fresh Yeast Malt Peptone Galactose medium. One cycle of adaptation is about 4 hours. Strains of P. tannophilus adaptation process varied in their galactose fermentation ability, meanwhile S. cerevisiae increased with longer adaptation process. The fermentation characteristics of yeasts in K. alvarezii hydrolysates correlated with their galactose fermentation ability. Fermentation characters of P. tannophilus 88th adaptation towards K. alvarezii hydrolysates was better than wild strain, while S. cerevisiae, except their substrate efficiency, were better than its wild strain. Adaptation process did not modify the shape of P. tannophilus cell, but modified the shape and size of S. cerevisiae cell to become oval-like and bigger. Key words: adaptation, bioethanol, K. alvarezii hydrolysates, P. tannophilus, S.cerevisiae
iii
KARAKTERISASI SIFAT FERMENTASI BEBERAPA KHAMIR HASIL ADAPTASI GALAKTOSA TERHADAP HIDROLISAT RUMPUT LAUT
AHMAD FAUZI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iv
Judul Skripsi : Karakterisasi Sifat Fermentasi Beberapa Khamir Hasil Adaptasi Galaktosa Terhadap Hidrolisat Rurnput Laut Nama Ahmad Fauzi NIM G34090041
Disetujui oleh
MSi
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
r 6 SEP 2013
v
Judul Skripsi : Karakterisasi Sifat Fermentasi Beberapa Khamir Hasil Adaptasi Galaktosa Terhadap Hidrolisat Rumput Laut Nama : terhadap Ahmad Fauzi Hidrolisat Rumput Laut NIM : G34090041
Disetujui oleh
Dr Ir Gayuh Rahayu Pembimbing I
Dr Ir Dwi Setyaningsih, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Iman Rusmana. MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Adapun judul yang dipilih dalam karya ilmiah yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 hingga Mei 2013 adalah Karakterisasi Sifat Fermentasi Beberapa Khamir Hasil Adaptasi Galaktosa terhadap Hidrolisat Rumput Laut. Pelaksanaan karya ilmiah bertempat di laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) dan laboratorium IPB Culture Collection (IPBCC). Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Gayuh Rahayu selaku pembimbing pertama dan Dr Ir Dwi Setyaningsih, MSi selaku pembimbing kedua yang telah sepenuh hati memberikan bimbingan dan arahan yang berarti sehingga karya ilmiah ini dapat selesai. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Tri Atmowidi, MSi selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan saran saat ujian dan penulisan karya ilmiah. Terima kasih pula kepada direktur dan karyawan SBRC khususnya Kak Indah, dan Kak Nely yang telah membantu dan memberi fasilitas selama penulis melakukan penelitian. Penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada keluarga tercinta bapak, mama, serta bang Okis, kak Fera dan adik Liska atas doa, dukungan, cinta, dan perhatiannya yang tak pernah berakhir. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman Biologi angkatan 46 khususnya Dheasinta, Fajar, Dwi, Riana, Puji, Feni atas kebersamaan serta rasa kekeluargaan yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2013
Ahmad Fauzi
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
METODE
1
Waktu dan Tempat
1
Bahan dan Alat
2
Prosedur Penelitian
2
HASIL
3
PEMBAHASAN
8
SIMPULAN
11
SARAN
11
DAFTAR PUSTAKA
11
RIWAYAT HIDUP
15
viii
DAFTAR TABEL 1 Gelembung gas dan populasi sel khamir sebelum dan setelah 48 jam inkubasi pada YMP Galaktosa cair 4 2 Ukuran sel P. tannophilus dan S. cerevisiae sebelum adaptasi dan setelah adaptasi ke 264 5
DAFTAR GAMBAR 1 Populasi sel P. tannophilus dan S. cerevisiae selama 360 menit 2 Sel-sel Khamir sebelum dan sesudah adaptasi 3 Volume etanol P. tannophilus dan S. cerevisiae pada K. alvarezii 4 Efisiensi substrat P. tannophilus dan S. cerevisiae pada K. alvarezii 5 Produksi etanol P. tannophilus dan S. cerevisiae pada K. alvarezii berdasarkan gula yang dikonsumsi 6 Efisiensi fermentasi P. tannophilus dan S. cerevisiae pada K. alvarezii
3 5 hidrolisat 6 hidrolisat 7 hidrolisat 8 hidrolisat 8
DAFTAR LAMPIRAN 1 Komposisi berbagai medium yang digunakan dalam penelitian ..................... 13 2 Rata-rata gula pereduksi hidrolisat K. alvarezii sebelum dan setelah fermentasi oleh khamir ................................................................................... 13 3 Efisiensi fermentasi dan efisiensi substrat ....................................................... 14
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sudah memasuki tahapan krisis bahan bakar energi tak terbaharukan seperti minyak bumi, batubara, dan gas alam sehingga sumber energi alternatif harus segera dicari. Salah satu alternatif sumber bahan bakar energi terbaharukan ialah bioetanol. Bioetanol kebanyakan bersumber bahan baku pati yang pemanfaatannya berkompetisi dengan sumber pangan dan pakan (Kartika 1992). Oleh sebab itu bioetanol sebaiknya berbahan baku yang belum banyak dimanfaatkan, ketersediannya melimpah, mudah dibudidayakan dengan masa panen cepat, harga murah, dan mengandung struktur gula sederhana yang dapat diubah menjadi etanol seperti bahan-bahan berlignoselulosa, contohnya rumput laut (Harvey 2009). Produksi bioetanol dari bahan baku galaktosa sudah pernah diteliti, namun agen fermentasinya seperti khamir masih dalam proses pengembangan. Pada saat ini, 2 galur khamir koleksi IPBCC yaitu Pachysolen tannophilus IPBCC Y111149 dan Saccharomyces cerevisiae IPBCC Y03545 dapat menggunakan galaktosa untuk memproduksi bioetanol (Radesiyani 2012). Namun kadar bioetanol dan efesiensi fermentasinya masih rendah. Oleh sebab itu perbaikan galur agen fermentasi galaktosa perlu dilakukan. Salah satu cara perbaikan sifat khamir produsen bioetanol adalah melalui proses adaptasi berulang-ulang yang akan mendorong terjadinya proses mikroevolusi. Menurut Adams et al. (1985) karakter fisiologi galur S. cerevisiae berubah setelah 264 generasi adaptasi. Hong et al. (2011) juga menyatakan bahwa rekayasa evolusi merupakan salah satu cara perbaikan galur. Salah satu galur S. cerevisiae yaitu AL IX baru diadaptasi sebanyak 9 kali pada hidrolisat rumput laut. Hasil adaptasi ini belum menunjukkan perubahan kemampuan produksi bioetanolnya (Abimanyu 2013). Oleh sebab itu adaptasi masih diperlukan untuk memperoleh galur-galur baru yang sesuai dengan karakter yang diinginkan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan memperoleh galur-galur baru P. tannophilus IPBCC Y111149 dan S. cerevisiae IPBCC Y03545 melalui adaptasi berulang pada galaktosa dan mengkarakterisasi galur-galur teradapatasi galaktosa tersebut berdasarkan sifat fermentasinya pada hidrolisat Kapphapychus alvarezii.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 hingga Mei 2013, di Laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) Institut Pertanian Bogor dan Laboratrium IPB Culture Collection (IPBCC).
2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah medium Yeast Malt Peptone (YMP) galaktosa 0.1% cair (Lampiran 1A), YMP galaktosa 0.1% agar (Lampiran 1B), hidrolisat K. alvarezii, larutan DNS, dua spesies khamir, yaitu P. tannophilus IPBCC Y111149 dan S. cerevisiae IPBCC Y03545. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, mikroskop majemuk, autoklaf, pH universal, destilator, densitometer, spektrofotometer, dan seperangkat alat inokulasi.
Prosedur Penelitian Persiapan Biakan Kerja Sebanyak masing-masing 1 ose biakan khamir pada medium YMP galaktosa padat dan berumur 48 jam diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 mL medium YMP galaktosa 0.1% cair steril. Biakan diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Jumlah populasi sel khamir dihitung dengan hemasitometer pada saat masa inkubasi berakhir. Biakan ini selanjutnya dijadikan biakan kerja. Penetapan Jangka Waktu Inkubasi Satu Kali Adaptasi Sebanyak masing-masing 2 ose biakan khamir pada medium YMP galaktosa padat diambil dan dimasukkan ke dalam 10 mL medium YMP galaktosa 0.1% cair steril. Biakan diinkubasi pada suhu ruang. Populasi sel khamir dihitung menggunakan hemasitometer setiap 30 menit mulai menit ke-0 hingga menit ke360. Jangka waktu inkubasi satu kali adaptasi adalah jangka waktu inkubasi yang diperlukan oleh khamir untuk pertumbuhan populasinya sampai dengan pertengahan fase generasi ke tiga. Proses Adaptasi Sebanyak 1 mL suspensi khamir diambil dari biakan kerja dan dipindahkan kedalam tabung reaksi yang berisi 4 mL YMP galaktosa cair. Kemudian biakan pada YMP galaktosa cair diinkubasi selama jangka waktu inkubasi yang telah ditetapkan. Setelah jangka waktu satu kali adaptasi berakhir, 1 mL suspensi dipindahkan kembali kedalam 4 mL media YMP galaktosa cair baru. Adaptasi ini dilakukan sebanyak 264 kali. Biakan hasil adaptasi ke-88, 176, dan 264 diuji kemampuan fermentasi galaktosanya. Biakan-biakan tersebut dikulturkan kembali pada YMP galaktosa agar cawan dan diinkubasi selama 48 jam. Sebanyak 1 ose dari masing-masing biakan tersebut diambil dan dipindahkan ke dalam 5 mL YMP galaktosa cair yang berisi tabung Durham dan diinkubasi selama 48 jam. Setelah masa inkubasi berakhir, ukuran gelembung CO2 yang terbentuk pada tabung Durham diamati, dan dihitung pula populasi selnya. Percobaan dilakukan dengan 3 ulangan. Biakan hasil adaptasi ke-88, 176, dan 264 dijadikan inokulum bagi produksi bioetanol. Bentuk dan ukuran sel khamir pada adaptasi ke-264 diamati di bawah mikroskop majemuk.
3 Produksi Bioetanol pada Hidrolisat K. alvarezii Sebanyak 10 mL inokulum khamir hasil adaptasi ke-88, 176, dan 264 masing-masing dimasukkan kedalam 90 mL larutan hidrolisat K. alvarezii. Biakan diinkubasi dalam labu erlenmeyer 250 mL pada suhu ruang selama 96 jam untuk P. tannophilus dan 144 jam untuk S. cerevisiae, karena pada waktu tersebut adalah waktu fermentasi optimum bagi masing-masing khamir. Produksi bioetanol ditetapkan berdasarkan volume dan kadar etanol yang dihasilkan. Etanol dipisahkan dari air dengan cara destilasi pada suhu 780C. Kadar etanol diukur menggunakan densitometer. Kadar gula pereduksi dihitung (Lampiran 2Adan 2B) dengan metode DNS. Selain itu ditetapkan pula efisiensi substrat dan efisiensi fermentasinya (Lampiran 3Adan 3B).
HASIL Penetapan Jangka Waktu Inkubasi Satu Kali Adaptasi Populasi sel pada inokulan P. tannophilus dan S. cerevisiae berturut-turut adalah 1.10x107 sel mL-1 dan 1.05x107 sel mL-1. Pada menit ke-30, beberapa selsel khamir telah bereproduksi. Jumlah sel P. tannophilus dan S. cerevisiae meningkat sedikit melebihi 2 kali lipat populasi sel awalnya pada menit ke-90, yaitu berturut-turut sebesar 2.40x107 sel mL-1 dan 2.15x107 sel mL-1. Fase lag terjadi sebelum menit ke-90 dan setelah itu populasi khamir mulai meningkat cepat dan mulai memasuki fase eksponensialnya. Fase eksponensial adalah fase pertumbuhan cepat pada sel karena sel telah mensintesis enzim-enzim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan selnya. Awal fase eksponensial terjadi saat jumlah sel telah melebihi 2x lipat dari jumlah awalnya dan terus meningkat selama nutrisi pada medium masih tersedia (Singh 2006). 14.00 11.85
12.00
Populasi khamir x 107 sel mL-1
10.00
8.35
8.00 6.00 3.25
4.00 2.00 0.00
1.15
2.00 2.05 2.40
1.05 1.15 0
30
1.40
60
4.50 4.35
5.30 5.10
5.75 5.75
6.05 5.90
9.55 9.65
8.95
7.05 7.60 6.60
3.35
2.15 90
P. tannophilus
120
150
180
menit ke-
210
240
270
300
330
360
S. cerevisiae
Gambar 1 Populasi sel P. tannophilus dan S. cerevisiae selama 360 menit.
4 Dari pola pertumbuhan populasi sel P. tannophilus dan S. cerevisiae diketahui bahwa menit ke-90 adalah waktu yang diperlukan oleh generasi pertama bagi kedua khamir untuk melengkapi siklus hidupnya. Generasi ke-2 melengkapi siklus hidupnya sekitar menit ke-150, sedangkan generasi ke-3 lengkap siklus hidupnya pada menit ke-330. Waktu regenerasi ke-3 ini lebih panjang daripada waktu regenerasi sebelumnya dan diduga periode adaptasi generasi ke-3 juga lebih panjang. Berdasarkan pola pertumbuhan ini, masa inkubasi 1 kali adaptasi ditetapkan 240 menit dengan harapan setiap 240 menit ada 3 generasi khamir yang telah melewati periode adaptasinya. Perubahan Fisiologi Biakan dan Morfologi Sel Evaluasi terhadap kemampuan fermentasi galaktosa dari biakan hasil adaptasi ke-88, 176, dan 264 diuji secara kualitatif dalam kemampuan fermentasi galaktosanya. S. cerevisiae lebih adaptif dibandingkan P. tannophillus karena semakin lama proses adaptasi kemampuan membentuk gelembung dan pertumbuhan sel S. cerevisiae lebih baik (Tabel 1). P. tannophilus tidak memperlihatkan perkembangan adaptasi yang baik karena kemampuan pembentukan gelembung dan kemampuan sel untuk tumbuh berfluktuasi dengan semakin lama proses adaptasinya. Tabel 1 Gelembung gas CO2 dan populasi sel khamir sebelum dan setelah 48 jam inkubasi pada YMP Galaktosa cair Sebelum adaptasi Jenis khamir
Gg
Ps
P. tannophilus
+
S. cerevisiae
+
Setelah adaptasi ke88
176
264
Gg
Ps
Gg
Ps
Gg
Ps
-
+++
3.50
+
2.93
++
3.35
-
+
2.35
++
3.28
+++
3.78
Keterangan: Gg = gelembung gas CO2; Ps= populasi sel ( x 109 sel mL-1); - = tidak dihitung; ukuran gelembung gas : +++ = besar; ++ = sedang; + = kecil Setelah proses adaptasi berakhir yaitu adaptasi ke-264, sel P. tannophilus tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran secara signifikan, sedangkan S. cerevisiae mengalami perubahan bentuk dan ukuran signifikan yang menjadi agak oval dan lebih besar (Gambar 2) dibandingkan dengan galur liarnya. P. tannophilus galur liar memiliki rata-rata panjang 14.11µm dan lebar 7.29µm, setelah diadaptasi 264 kali rata-rata panjang menjadi 14.65µm dan lebar 7.58µm. Sedangkan, S. cerevisiae galur liar memiliki rata-rata panjang sebesar 10.03µm dan lebar 5.30µm dan setelah diadaptasi 264 kali rata-rata panjang menjadi 16.02µm dan lebar 8.73µm. Ukuran sel P. tannophilus hasil adaptasi ke-264 sekitar 1.03x ukuran sel galur liarnya, sedangkan ukuran sel S. cerevisiae hasil adaptasi yang sama sekitar 1.6x ukuran sel galur liarnya (Tabel 2).
5 Tabel 2 Ukuran sel P. tannophilus dan S. cerevisiae sebelum adaptasi dan setelah adaptasi ke-264 Spesies khamir
Ukuran rata-rata (µm)
Rasio sebelum adaptasi :
Spesies khamir Sebelum adaptasi Setelah adaptasi ke-264
: setelah adaptasi 264 kali
Panjang
Lebar
Panjang
Lebar
Panjang
Lebar
P. tannophilus
14.11
7.29
14.65
7.58
1:1.04
1:1.04
S. cerevisiae
10.03
5.30
16.02
8.73
1:1.60
1:1.65
20 µm perbesaran: 20x
20 µm perbesaran: 20x
20 µm perbesaran: 30x
20 µm perbesaran: 30x
Gambar 2 Sel-sel khamir sebelum dan sesudah adaptasi. Sel-sel P. tannophilus sebelum diadaptasi (kiri atas), dan setelah 264 kali adaptasi (kanan atas), serta sel-sel S. cerevisiae sebelum diadaptasi (kiri bawah) dan setelah 264 kali adaptasi (kanan bawah).
6 Produksi bioetanol pada hidrolisat K. alvarezii Ketika khamir-khamir hasil adaptasi ke-88, 176, dan 264 dianalisis kemampuannya dalam menggunakan hidrolisat K. alvarezii dalam membentuk bioetanol, beberapa galur-galur hasil adaptasi ini menunjukan sifat fermentasi yang lebih baik daripada galur liarnya. Volume (Gambar 3) kedua khamir tersebut lebih tinggi dari galur liarnya. Galur-galur P. tannophilus hasil adapatasi menghasilkan etanol dengan volume (0.03-0.06 %v/v) yang lebih tinggi dibandingkan dengan galur liarnya (0.02 %v/v). Demikian pula semua galur S. cerevisiae hasil adaptasi menghasilkan etanol dengan volume (0.02- 0.10 %v/v) lebih tinggi dibandingkan dengan galur liarnya (0.01 %v/v). Berbeda dari volume dan kadar etanolnya, hanya beberapa galur hasil adaptasi yang menunjukkan efisiensi substrat lebih baik dari galur liarnya. P. tannophilus hasil adaptasi ke-176 dan ke-264 lebih efisien dalam memanfaatkan substrat dibandingkan dengan galur liarnya. Nilai efisiensi substrat P. tannophilus hasil adaptasi itu berturut-turut 26.99% dan 30.92%, lebih tinggi dari galur liarnya yaitu sebesar 24.31%, sedangkan nilai efisiensi subtrat S. cerevisiae, hanya hasil adaptasi ke-88 (31.21%) yang relatif lebih tinggi daripada galur liarnya sebesar 30.07 % (Gambar 4). 0.12 0.10
Volume etanol (% v/v)
0.10
0.08 0.06
0.06
0.05 0.04 0.04 0.03 0.02
0.02
0.02 0.01 Adaptasi
0.00 galur liar galur
ke-88
ke-176
ke-264
liar
P. tannophilus
S. cerevisiae
Gambar 3 Volume etanol P. tannophilus dan S. cerevisiae pada hidrolisat K. alvarezii.
7 35.00
Efisiensi Substrat (%)
30.00 25.00
30.92
31.21
30.07
26.99 26.27
24.31
22.79
21.80
20.00 15.00
10.00 5.00 0.00
galurliar galur liar
P. tannophilus
ke-88
ke-176
ke-264
Adaptasi
S. cerevisiae
Gambar 4 Efisiensi substrat galur P. tannophilus dan S. cerevisiae pada hidrolisat K. alvarezii.
Berdasarkan gula yang dikonsumsi, produksi bioetanol P. tannophilus dan S. cerevisiae hasil adaptasi lebih tinggi dibandingkan galur liarnya. Semua galur adaptasi P. tannophilus memproduksi bioetanol (1.09-3.05% b/b gula) lebih tinggi dari galur liarnya sebesar 0.94% (b/b gula). Produksi bioetanol pada semua galur adaptasi S. cerevisiae berkisar dari 0.73-4.39% (b/b gula) dan juga lebih tinggi dari produksi bioetanol galur liarnya sebesar 0.49% (b/b gula) (Gambar 5). Produksi bioetanol berdasarkan gula yang dikonsumsi ini setara dengan efisiensi fermentasinya (Gambar 6). Galur-galur adaptasi menunjukkan kemampuan produksi bioetanol yang bervariasi. Diantara galur-galur adaptasi, P. tannophilus hasil adaptasi ke-88 menunjukkan semua parameter produksi etanol yang lebih baik dibandingkan galur liar dan galur adaptasi lainnya, sedangkan S. cerevisiae hasil adaptasi ke264 menunjukkan karakter yang lebih baik daripada galur liarnya kecuali dalam efisiensi substratnya.
8
Produksi etanol (% b/b gula)
5.00 4.39
4.50 4.00 3.50
3.05
3.00
2.43
2.50
2.11
2.00 1.50
0.94
1.00
1.09
0.73
0.49
0.50 0.00
galur galur liar
ke-88
Adaptasi
liar
ke-176
ke-264
P. tannophilus
S. cerevisiae
Gambar 5 Produksi etanol galur P. tannophilus dan S. cerevisiae pada hidrolisat K. alvarezii berdasarkan gula yang dikonsumsi. 3.00 2.48
Efisiensi Fermentasi (%)
2.50 2.00 1.49
1.50
1.24 1.01
1.00 0.50
0.73 0.50
0.50 0.32
0.00 galur liar galur liar
ke-88
Adaptasi
P. tannophilus
ke-176
ke-264
S. cerevisiae
Gambar 6 Efisiensi fermentasi galur P. tannophilus dan S. cerevisiae pada hidrolisat K. alvarezii.
PEMBAHASAN Proses adaptasi dan uji fermentasi galaktosa pada penelitian ini menunjukkan bahwa P. tannophilus dan S. cerevisiae dapat menggunakan galaktosa sebagai sumber karbon dan sumber energi, meskipun kedua khamir tersebut (Kurztman & Fell 2000) atau S. cerevisiae (Timson 2007) saja lebih menyukai glukosa. Galaktosa merupakan nutrisi non-konvensional untuk khamir
9 dan akan digunakan sebagai satu-satunya sumber karbon saat glukosa tidak tersedia dalam medium (Frey 1996). Pada khamir, galaktosa tidak dapat masuk ke dalam jalur metabolisme primer untuk menghasilkan energi, melainkan harus diubah dulu menjadi glukosa-6P (Timson 2007). S. cerevisiae mengonversi galaktosa menjadi glukosa-6P melalui jalur Laloir dengan bantuan 5 enzim, yaitu galactose mutarotase, galactokinase, galactose-1-phosphate uridylyltransferase UDP-galactose 4-epimerase, dan pospoglukomutase (Timson 2007). Gen-gen yang terlibat dalam metabolisme galaktosa akan terinduksi jika dalam lingkungan tumbuh tersedia galaktosa sebagai sumber karbon tunggal (Brink et al. 2009). Gen-gen tersebut ialah galaktokinase (GAL1), galaktosa permease (GAL2), galaktosa-1-phosphate uridylyltransferase (GAL7) dan uridine-diphosphoglukosa 4-epimerase (GAL10). Induksi gen-gen tersebut akan menyebabkan sel membentuk protein yang dibutuhkan dalam metabolisme galaktosa. Oleh sebab itu dalam proses adaptasi pada penelitian ini, galaktosa dijadikan satu-satunya sumber karbon pada medium yang digunakan. Dari pola pertumbuhannya pada medium YMP Galaktosa 0.1%, fase lag bagi P. tannophilus dan S. cerevisiae diperkirakan terjadi pada 30 menit pertama masa inkubasinya. Fase lag ialah fase awal pada kurva pertumbuhan saat mikrob pada umumnya tidak mengalami pembelahan sel (Nasim et al. 1989). Pada fase ini sel mempersiapkan enzim-enzim yang diperlukan dalam proses metabolisme. Singh et al. (2006) menyatakan fase lag merupakan periode menyesuaikan diri dengan lingkungan atau medium baru yang dicirikan dengan tidak terjadi perbanyakan sel melebihi 2 kali dari jumlah awalnya. Waktu regenerasi khamir dipengaruhi oleh medium tumbuhnya. Pertumbuhan P. tannophilus dan S. cerevisiae pada medium YMP Galaktosa 0.1% menunjukkan bahwa pada menit ke-90 populasi sel P. tannophilus dan S. cerevisiae meningkat menjadi sekitar 2 x populasi awalnya. Hal ini berbeda dengan penemuan Adams et al. (1985). Mereka menemukan bahwa waktu yang dibutuhkan sel S. cerevisiae untuk meningkatkan populasinya 2 x dari populasi awalnya adalah sekitar 115-120 menit pada medium minimal dengan glukosa 0.08% sebagai sumber karbon tunggal. Hong et al. (2010) memperoleh 400 generasi S. cerevsiae dalam 62 hari adaptasi, berarti satu generasi membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam pada medium minimal galaktosa 2%. Perbedaan waktu regenerasi yang diperoleh ini disebabkan oleh perbedaan metode dan medium tumbuh yang digunakan. Penetapan periode adaptasi dilakukan berdasarkan pola tumbuhnya. Dalam periode 4 jam diharapkan terbentuk 3 generasi sel yang mengalami adaptasi terhadap galaktosa. Sel-sel yang setiap 4 jam terus dihadapkan pada medium galaktosa baru diharapkan dapat membentuk generasi baru yang terbiasa dalam mengonsumsi galaktosa. Waktu satu kali adaptasi ini kurang dari yang ditetapkan oleh Hong et al. (2010) yaitu 1 hari dalam penelitiannya yang bertujuan untuk memperoleh mutan yang mampu menggunakan galaktosa. Waktu satu kali adaptasi ini juga berbeda dari Guimarães et al. (2008). Mereka melakukan 12 kali pemberian medium baru setiap 2-5 hari dalam jangka waktu 41 hari.
10 Proses adaptasi P. tannophillus dan S. cerevisiae telah menghasilkan galur-galur baru dengan sifat fermentasi yang lebih baik dari galur liarnya. Proses adaptasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk menghasilkan mutan-mutan baru, misal Adams et al. (1985) menyatakan bahwa proses adaptasi sebanyak 264 generasi pada media galaktosa dapat mengakibatkan perubahan fisiologi pada S. cerevisiae. Mutan-mutan hasil adaptasi menggunakan galaktosa lebih baik. Guimarães et al. (2008) memperoleh mutan S. cerevisiae yang dapat menggunakan laktosa lebih baik dan menghasilkan bioetanol 30% lebih tinggi dari galur asalnya. Adaptasi juga dapat mengakibatkan perubahan bentuk sel. Adams et al. (1985) menemukan adanya perubahan bentuk sel S. cerevisiae setelah 264 generasi adaptasi. Pada penelitian ini, perubahan bentuk sel dan ukuran juga ditemukan pada sel S. cerevisiae yang diadaptasi sebanyak 264 kali. Ukuran sel pada mutan hasil adaptasi ke-264 sebesar 1.60 kali lebih besar dari galur liarnya. Sebaliknya setelah proses adaptasi ke-264, P. tannophilus tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran yang signifikan. P. tannophilus hasil adaptasi ke-88 menunjukkan kemampuan fermentasi galaktosa yang relatif lebih baik dibandingkan mutan-mutan lainnya, sebaliknya S. cerevisiae hasil adapatasi ke-264 menunjukkan kemampuan fermentasi galaktosa yang lebih baik daripada mutan-mutan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa respon sel P. tannophilus terhadap adaptasi galaktosa berbeda dari S. cerevisiae. Kemampuan fermentasi dan populasi sel P. tannophilus pada tahapan adaptasi tertentu berfluktuasi, sedangkan S. cerevisiae terus berkembang lebih baik sejalan dengan proses adaptasi. Perubahan pertumbuhan yang terjadi pada sel khamir karena kemampuan dalam pertumbuhan tunas terjadi pada fase G1 akhir atau awal fase S (Singh et al. 2006). Sehingga jumlah populasi sel P. tannophilus dan S. cerevisiae pada akhir fermentasi berbeda-beda pada setiap hasil adaptasi. Hasil penelitian Lee et al. (1986) menunjukkan bahwa mutan P. tannophilus hasil radiasi sinar-UV menunjukkan kemampuan fermentasi galaktosa yang paling rendah dibandingkan fermentasi gula-gula lainnya seperti glukosa, manosa, dan xylosa. Dengan demikian, pada kondisi yang sama P. tannophilus lebih menyukai mengonsumsi gula-gula lainnya dibandingkan mengonsumsi galaktosa. Oleh sebab itu proses adaptasi berulang pada penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan konsumsi galaktosa untuk diubah menjadi bioetanol. Pada penelitian ini hidrolisat K. alvarezii dijadikan bahan baku produksi bioetanol. Kim et al. (2008) menyatakan bahwa K. alvarezii mengandung karagenan sebesar 43.4%. Menurut Winarno (1996) karagenan tersusun dari perulangan unit-unit D-galaktosa dan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Hasil uji fermentasi galaktosa dari mutan-mutan hasil penelitian ini juga berhubungan dengan kemampuan mengonversi hidrolisat K. alvarezii menjadi bioetanol. Mutan-mutan P. tannophilus dan S. cerevisiae hasil adaptasi ke-88, 176, dan 264 menunjukkan bahwa P. tannophilus adaptasi ke-88 memiliki sifat fermentasi lebih baik dari galur adaptasi lain dan galur liarnya dalam produksi etanol (3.05%), volume etanol (0.06% v/v), dan efisiensi fermentasinya (1.49%). Sebaliknya sifat fermentasi seperti produksi etanol (0.73%-4.39%), volume etanol (0.02%-0.10% v/v), dan efisiensi fermentasi (0.50%-2.48%) S. cerevisiae terus meningkat dari adaptasi ke-88 hingga ke-264 kecuali dalam hal efisiensi substrat yang tidak lebih
11 baik dari galur liarnya. S. cerevisiae IPBCC Y05548 AL IX yang telah diadaptasi oleh Setyaningsih et al. (2012) mampu menghasilkan kadar etanol yang lebih baik yaitu 2%. Produksi bietanol oleh khamir ini mungkin dipengaruhi oleh kondisi hidrolisat. Meinita et al. (2011) menganalisis hidrolisat rumput laut K. alvarezii dan menyatakan bahwa hidrolisat mengandung senyawa inhibitor seperti 5Hydroxymethyl fulfural (HMF) dan asam levulinik (AL). Menurut Maharani (2011), konsentrasi tinggi dari HMF dan asam levulinik dapat menghambat produktivitas fermentasi mikroorganisme sehingga menurunkan produksi etanol. S. cerevisiae juga diduga dapat menggunakan gula sebagai sumber energi untuk mengilangkan inhbitor HMF dan AL daripada memproduksi bioetanol. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian ini bahwa efisiensi substrat yang tinggi dan efisiensi fermentasi yang rendah, diduga bahwa kedua khamir lebih memilih menggunakan energi untuk mengurangi senyawa inhibitor daripada memproduksi bioetanol.
SIMPULAN Adaptasi selama 264 kali menghasilkan mutan-mutan yang sifat fermentasinya lebih baik dari galur liarnya. Selain itu, proses adaptasi selama 264 kali pada medium YMP Galaktosa juga dapat mengubah bentuk sel S. cerevisiae menjadi lebih besar dan agak lonjong. Galur mutan P. tannophilus hasil adaptasi ke-88 memiliki sifat fermentasi yang lebih baik dari galur adaptasi lain dan galur liarnya. Begitu pula sifat fermentasi, kecuali efisiensi substrat, galur mutan S. cerevisiae hasil adaptasi ke-264 lebih baik dari galur adaptasi lain dan galur liarnya.
SARAN Perlu dilakukan pengecekan gula pereduksi galaktosa pada setiap proses adaptasi di medium YMP Galaktosa, supaya kemampuan P. tannophilus dan S. cerevisiae dalam menggunakan galaktosa sebagai sumber karbon tunggal dapat diketahui. Selain itu, kedua khamir tersebut perlu diadaptasi lagi pada medium hidrolisat K. alvarezii.
DAFTAR PUSTAKA Abimanyu HR. 2013. Evaluasi Saccharomyces cerevisiae Teradaptasi Hidrolisat Kappaphycus alvarezii dalam Kemampuan Mengonversi Hidrolisat Menjadi Bioetanol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Adams J, Paquin C, Oeller PW, Lee LW. 1985. Physiological characterization of adaptive clones in evolving populations of the yeast, Saccharomyces cerevisiae. Genetics. 110:173-185. Brink JVD, Akeroyd M, Hoeven RVD, Pronk JT, Winde JHD, Lapujade PD. 2009. Energetic limits to metabolic flexibility: responses of
12 Saccharomyces cerevisiae to glucose–galactose transitions. Microbiology. 155:1340-1350. Frey PA. 1996. The Leloir Pathway: mechanism imperative for three enzymes to change the stereochemical configuration of a single carbon in galactose. Federation of American Societies for Experimental Biology. 10:46-470. Guimarães PMR, François J, Parrou JL, Teixeira JA, Domingues L. 2008. Adaptive evolution of a lactose-consuming Saccharomyces cerevisiae recombinant. Applied and Environmental Microblogy. 74:1748-1756. Harvey F. 2009. Produksi Etanol dari Limbah Karaginan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hong KK, Vongsangnak W, Vemuri GN, Nielsen J. 2011. Unraveling evolutionary strategies of yeast for improving galactose utilization through integrated systems level analysis. Proceeding of the National Academy of Sciences of the United States of America. 108:12179-12184. Kartika B. 1992. Petunjuk Evaluasi Produk Industri Hasil Pertanian. Yogyakarta (INA): PAU Pangan dan Gizi UGM. hlm 55-63. Kim GS, Myung KS, Kim YJ, Oh KK, Kim JS, Ryu HJ, Kim KH.2007. Method of Producing Biofuel Using Sea Algae. Seoul (KOR): World Intelectual Property Organization. hlm 103-117. Kurtzman CW, Fell JW. 2000. The Yeast, A Taxonomy Study Fourth Edition. Amsterdam (NED): Elvier Science B.V. hlm 64-86. Lee H, James AP, Zahab DM, Mahmourides G, Maleszka R, Schneider H. 1986. Mutants of Pachysolen tannophilus with improved production of ethanol from d-xylose. Applied and Environmental Microblogy. 51(6):1252. Maharani DM. 2011. Adaptasi Saccharomyces cerevisiae terhadap hidrolisat asam ubi kayu untuk produksi bioetanol [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Meinita NDM, Kang YJ, Jeong TG, Koo MH, Park MS, Hong KY. 2011. Bioethanol production from acid hydrolysate of the carrageenophyte Kappaphycus alvarezii (cottonii). Journal of Applied Phycology. 24:857862. Nasim A, Young P, Johnson BF. 1989. Molecular Biology of the Fission Yeast. San Diego (US): Academic Press. hlm 567-588. Radesiyani I. 2013. Potensi khamir dalam fermentasi hidrolisat rumput laut (Kappaphycus alvarezii) Menjadi bioetanol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setyaningsih D, Windarwati S, Khayati I, Muna N, Hernowo P. 2012. Acid hydrolysis technique and yeast adaptation to increase red macroalgae bioetanol production. International Journal of Environment and Bioenergy. 3(2):98-110. Singh PG, Volpe G, Creely MC, Grotsch H, Geli MI, Petrov D. 2006. The lag phase and G1 phase of a single yeast cell monitored by Raman microspectroscopy. Journal Raman Spectroscopy. 37:858–864. Timson DJ. 2007. Galactose metabolism in Saccharomyces cerevisiae: A review. Dynamic Biochemistry. 3:63-73. Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta (INA): Pustaka Sinar Harapan. hlm 44-48.
13 Lampiran 1 Komposisi berbagai medium yang digunakan dalam penelitian A. Komposisi medium Yeast Malt Peptone (YMP) Galaktosa 0.1% cair (dalam 200 mL)
Yeast extract Malt Peptone Galaktosa 0.1% Akuades
1 1 1 0.2 200
g g g g mL
B. Komposisi medium Yeast Malt Peptone (YMP) Galaktosa 0.1% agar (dalam 500 mL)
Yeast extract Malt Peptone Galaktosa 0.1% Bakto agar Kloramfenikol Akuades
2.5 2.5 2.5 0.5 10 250 500
g g g g g µg mL
Lampiran 2 Rata-rata gula pereduksi hidrolisat K. alvarezii sebelum dan setelah fermentasi oleh khamir A. Rata-rata gula pereduksi hidrolisat K. alvarezii sebelum dan setelah fermentasi
oleh P. tannophilus P. tannophilus Galur liar Adaptasi ke-88 Adaptasi ke-176 Adaptasi ke-264
Gula pereduksi (% b/v) Sebelum fermentasi Setelah fermentasi 6.91 5.23 6.91 5.34 6.91 5.05 6.91 4.77
B. Rata-rata gula pereduksi hidrolisat K. alvarezii sebelum dan setelah fermentasi
oleh S. cerevisiae S. cerevisiae Galur liar Adaptasi ke-88 Adaptasi ke-176 Adaptasi ke-264
Gula pereduksi (% b/v) Sebelum fermentasi Setelah fermentasi 6.91 4.83 6.91 4.75 6.91 5.40 6.91 5.09
14 Lampiran 3 Efisiensi fermentasi dan efisiensi substrat A. Efisiensi fermentasi Efisiensi fermentasi (%) = Konsentrasi etanol yang diperoleh aktual (% b/v) x 100%
Konsentrasi etanol teoritis Konsentrasi etanol teoritis = So x 0,51* Keterangan: *Nilai etanol yang terbentuk pada persamaan glikolisis B. Efisiensi Substrat Efisiensi substrat (%) = So – S x 100% So Keterangan: So = gula pereduksi awal/sebelum fermentasi (% b/v) S = gula pereduksi setelah fermentasi (% b/v)
15
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 22 Juli 1991 dengan nama lengkap Ahmad Fauzi. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Ismet Fasya dan Nurhayati. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 52 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dari DIKTI pada tahun 2011-2013. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah bergabung dalam UKM CUA (Chess Unity of Agriculture) tahun 2009 dan kepanitian Pesta Sains Nasional (PSN) tahun 2011 sebagai anggota Divisi Tim Khusus. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Biologi Dasar pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013, asisten praktikum Sistematika Tumbuhan Berpembuluh pada tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum Botani Umum pada tahun ajaran 2012/2013, dan asisten praktikum Biologi Cendawan pada tahun ajaran 2012/2013. Tahun 2011 penulis melakukan Studi Lapang di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi, Jawa Barat dengan judul Serangga Pembentuk Puru di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Tahun 2012, penulis melakukan Praktik Lapangan di Pondok Pesantren Darul Fallah dari bulan Juni sampai Juli dengan judul Manajemen Pemeliharaan Terkait Status Kesehatan Sapi Perah di Unit Peternakan Darul Fallah, Ciampea-Bogor.