Prosiding Seminar Nasional XVII “Kimia dalam Pembangunan “ Hotel Phoenix Yogyakarta, 19 Juni 2014
ISSN :0854-4778
KARAKTERISASI SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) UNGGUL BERDASARKAN MORFOLOGI POHON DAN KADAR LIGNIN Dody Priadi dan N. Sri Hartati Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Cibinong ABSTRAK Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) merupakan salah satu jenis tanaman kehutanan cepat tumbuh yang banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan kayu dan funitur. Identifikasi pohon plus telah dilakukan terhadap koleksi pohon sengon di Kebun Plasma Nutfah Tumbuhan dan Hewan Pusat penelitian Bioteknologi LIPI yang dapat digunakan sebagai sumber benih unggul maupun pemuliaan pohon. Sebanyak 20 kandidat pohon telah diuji dan masing-masing dibandingkan dengan 5 pohon terdekat disekitarnya. Hasil menunjukkan bahwa terdapat 5 pohon yang dapat dikategorikan sebagai pohon plus berdasarkan kriteria diameter, tinggi, tinggi bebas cabang, bentuk batang, percabangan, sudut percabangan, pembuahan, hama penyakit dan cacat lain. Kelima pohon plus tersebut memiliki karakteristik penting berupa diameter 48,41 -73,89 cm, tinggi 26 – 37 m dan tinggi bebas cabang 11 – 20 m. Kayu sengon selain digunakan untuk kayu konstruksi dan furniture juga digunakan sebagai bahan baku pulp bersama dengan jenis kayu lainnya. Sebagai bahan baku pulp kayu dengan kadar lignin rendah akan sangat bermanfaat karena dalam proses pulpingnya akan lebih efisien. Lima pohon plus dengan kode pohon I, II, III, IV, V memiliki kisaran kadar lignin 17,93 – 25,63%. Pohon plus nomor II memiliki kadar lignin paling rendah sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber benih untuk bahan baku pulp. Kata-kata kunci: Sengon, Paraserianthes falcataria L. Nielsen, pohon plus, lignin, pulp ABSTRACT Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) is a fast-growing forest trees species which is widely used for timber and furniture purposes. Identification of plus trees have been done to the sengon tree collection at Plant and Animal Germplasm Garden – RC for Biotechnology LIPI. Those trees can be used as a source of superior seeds as well as tree breeding. A total of 20 candidate trees have been tested and compared with each of the 5 nearest surrounding trees. Results show that there are 5 trees that can be categorized as plus trees based on criteria in diameter, total height, bole height, stem form, branching, branching angles, fertilization, pest and other defects. Those five plus trees has important characteristics such as diameter of 48.41 -73.89 cm, height of 26-37 m and bole height of 11-20 m. Sengon is also used as a raw material for pulp industry. Wood with low lignin content is preferred in pulp industry since the pulping process would be more efficient. Five plus trees (tree code I, II, III, IV, and V) have a lignin content in the range of 17.93 - 25.63 %. Meanwhile tree code II has a potency to be developed as a source of material for pulp industry since it has the low lignin content. Keywords: Sengon, Paraserianthes falcataria L. Nielsen, plus tree, lignin, pulp
Untuk mendukung ketersediaan dan peningkatan produksi kayu diperlukan bibit yang diperoleh dari pohon unggul yang umumnya disebut pohon plus. Ketersediaan pohon plus dapat digunakan untuk tujuan produksi benih dan pemuliaan pohon yang diseleksi berdasarkan keunggulan karakteristik fenotipik. Pengukuran dan pengamatan untuk menentukan pohon plus tidak hanya dilakukan kandidat pohon plus, tetapi juga terhadap lima pohon random disekitarnya sebagai pohon pembanding dengan parameter diantaranya tinggi pohon,
PENDAHULUAN ebutuhan masyarakat akan kayu baik di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan minat terhadap produk berbahan dasar kayu. Konsekuensinya adalah ketersediaan pasokan dengan jumlah dan kontinuitas yang sesuai. Produksi kayu saat ini diprioritaskan berasal dari hutan tanaman yang dibangun dengan tujuan untuk produksi kayu pertukangan, kayu energi ataupun bahan industri pulp dan kertas.
K
Dody Priadi dan N. Sri Hartati
341
Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia
342 ISSN :0854-4778
Prosiding Seminar Nasional XVII “Kimia dalam Pembangunan” Hotel Phoenix Yogyakarta, 19 Juni 2014
tinggi bebas cabang, dan diameter batang, umur pohon, kelas bentuk batang, percabangan, sudut percabangan, pembungaan dan pembuahan (Djamhuri dan Siregar 2004). Kayu sebagai bahan baku industri pulp dan kertas selain memerlukan kuantitas yang mencukupi juga memerlukan komposisi kimia kayu terutama terkait dengan kadar lignin untuk produksi pulp yang efisien. Proses industri pulp yang memanfaatkan kayu sebagai bahan baku umumnya menggunakan proses sulfat/Kraft. Proses tersebut mempunyai keuntungan diantaranya dapat mengolah berbagai jenis kayu baik yang sejenis maupun campuran, waktu pengolahan yang relatif pendek dan menghasilkan pulp dengan kualitas tinggi, namun demikian pulp yang dihasilkan berwarna gelap sehingga membutuhkan banyak bahan pemutih dan menghasilkan limbah berupa bahan organik terklorinasi (Siagian et.al, 2003). Pulp coklat (unbleached pulp) yang merupakan hasil pencucian kemudian disaring, diputihkan, atau dikelantang pada unit pemutih (bleaching) yang umumnya dilakukan dalam 3-6 tahap proses pemutihan menggunakan zatzat kimia dari golongan klorin terutama Cl2, akan bereaksi dengan lignin menghasilkan limbah berupa senyawa organoklorin yang umumnya beracun. Warna gelap pada pulp umumnya disebabkan oleh lignin, salah satu komponen utama penyusun kayu yang tergolong ke dalam senyawa fenolik yang sangat mudah teroksidasi. Pada sisi lain, limbah organik terklorinasi yang dihasilkan dari proses bleaching sulit untuk didegradasi atau didaur ulang sehingga berpotensi sebagai bahan pencemar yang membahayakan lingkungan. Program minimisasi limbah dalam industri kertas yang efektif akan mengurangi biaya produksi dan beban pengelolaan limbah berbahaya sehingga akan meningkatkan efisiensi dan kualitas produk. Teknik minimisasi limbah yang dapat dilakukan selain yang terkait langsung dengan proses produksi seperti perencanaan produksi dan tahapannya, penyesuaian peralatan/proses atau modifikasi, pemisahan limbah dan daur ulang limbah, penggantian (substitusi) bahan baku juga merupakan salah satu alternatif minimisasi limbah (Setyorini 2002). Substitusi bahan baku yang dapat diterapkan untuk efisiensi produksi pulp adalah penggunaan bahan baku dengan komposisi lignin yang memudahkan proses pulping sehingga dapat menekan biaya produksi. Kayu sebagai bahan dasar dalam industri kertas mengandung beberapa komponen antara lain selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat
Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia
ekstraktif. Di dalam proses industri pulp secara kimia seperti proses sulfat/Kraft, memerlukan proses bleaching karena pulp yang dihasilkan berwarna gelap yang disebabkan oleh oksidasi senyawa lignin. Kandungan lignin pada sel tanaman (monomer guaiasil dan siringil) berpengaruh terhadap pelepasan dan hidrolisis polisakarida. Pada biopulping, asosiasi lignin dengan selulosa membentuk suatu matriks hidrofobik yang membatasi kerja enzim-enzim hidrolitik. Sengon banyak dikembangkan sebagai hutan rakyat dan hutan tanaman karena memiliki sifat yang menguntungkan yaitu dapat tumbuh pada sebaran kondisi iklim yang luas, tidak menuntut persyaratan tempat tumbuh yang tinggi dan multiguna. Sengon selain digunakan sebagai kayu konstruksi ringan dan furniture digunakan pula sebagai bahan baku pulp bersama dengan jenis kayu lainnya (pulp campuran). Kayu sengon memiliki sifat fisik yang menguntungkan untuk industri kertas dibanding dengan kayu pulp lainnya seperti Acacia, Eucalyptus dan Gmelina karena panjang seratnya paling tinggi yaitu 1356.08 µm. Disamping itu sifat kertas yang dihasilkan memiliki keunggulan dalam hal sifat tahan robeknya (tensile strength dan bursting strength) yang tinggi yang mungkin disebabkan karena kayu sengon seratnya panjang. Kebun Plasma Nutfah Tumbuhan dan Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI Cibinong memiliki kebun koleksi pohon sengon yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan pengamatan awal terhadap koleksi pohon sengon tersebut diidentifikasi terdapat 20 pohon yang dapat dikategorikan sebagai kandidat pohon plus. Kandidatkandidat pohon plus tersebut dapat dikarakterisasi lebih lanjut untuk menyeleksi pohon plus yang dapat digunakan untuk produksi benih unggul ataupun sebagai sumber daya genetik untuk pemuliaaan pohon sengon. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi koleksi sengon milik Kebun Plasma Nutfah Tumbuhan dan Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI berdasarkan karakter morfologi dan kadar lignin guna menentukan individu pohon sengon yang memiliki sifat unggul yang bisa dijadikan sebagai sumber benih. METODOLOGI Identifikasi morfologi pohon plus Kegiatan yang dilakukan di lapangan meliputi pemilihan kandidat pohon plus yaitu pada pohon-pohon sengon yang mempunyai fenotipik baik secara visual. Selanjutnya
Dody Priadi dan N. Sri Hartati
Prosiding Seminar Nasional XVII “Kimia dalam Pembangunan” Hotel Phoenix Yogyakarta, 19 Juni 2014 dilakukan pengukuran dan pengamatan pada pohon yang dipilih. Parameter yang di amati meliputi diameter batang, tinggi total dan tinggi bebas cabang. Pengamatan dilakukan sesuai dengan kriteria pemilihan kandidat pohon plus (Tabel 1). Kegiatan selanjutnya adalah pemilihan lima pohon terbaik yaitu pohon yang mempunyai skor terbesar berdasarkan kriteria pemilihan kandidat pohon plus. Tahapan penentuan kandidat pohon plus dan penentuan pohon plus meliputi: 1.
penunjuk jarak yang dipakai pada alat. Bagian yang dibidik pada pengukuran tinggi total yaitu bagian tajuk pohon sedangkan untuk tinggi bebas cabang adalah bagian cabang permanen yang pertama.
Menentukan kandidat pohon plus dan lima pohon pembanding, kemudian memberi nomor pada tiap pohon yang dipilih. Label nomor pada calon pohon plus berwarna merah sedangkan pada pohon pembanding label yang digunakan berupa label bening/transparan. Kandidat pohon plus yang ditentukan adalah sebanyak 20 pohon.
2.
Melakukan pengukuran diameter batang tiap pohon yang dipilih dengan menggunakan pita ukur. Pengukuran dilakukan pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah (diameter setinggi dada).
3.
Pengukuran tinggi total dan tinggi bebas cabang dengan menggunakan Hagameter. Sebelum melakukan pengukuran, dibuat jarak datar antara pengukur dan pohon yang akan diukur dengan menggunakan tali tambang sesuai dengan angka
4.
Penilaian bentuk batang sengon dilakukan dengan cara mengamatinya dari bawah tegakan kemudian menentukan bentuknya dengan menggunakan kriteria bentuk batang (Gambar 1). Semakin lurus batang tersebut maka semakin besar skor yang diperoleh. Bentuk batang pada pohon plus diharapkan mempunyai bentuk selurus mungkin atau paling tidak sepertiga dari tinggi pohon dari bawah harus lurus dan tanpa puntiran.
5.
Penentuan percabangan pada tegakan sengon yaitu dengan membandingkan besarnya diameter cabang dengan diameter batang yang diperoleh pada kegiatan nomor 2. Secara umum percabangan dari tegakan adalah baik (< 0,25 D). Untuk parameter sudut percabangan hasil yang diperoleh dari pengamatan adalah termasuk sudut percabangan sedang (50-70o).
6.
Penilaian parameter hama, penyakit dan cacat lain dilakukan dengan mengamati tanda atau gejala yang ada pada tegakan.
SWEEP
BOW SINUOSITY
SINUOSITY
343 ISSN :0854-4778
BENDS
FORK
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10
1
skor
0
2
3
4
5
5 10 15 20
2
3
4
5 10 15
5
2
20
3
4
2 4
5
2
6
8
3
4
5
2
3
5 10 15 20
4
5
5 10 15 20
Gambar 1. Bentuk batang pada penilaian pohon plus
Dody Priadi dan N. Sri Hartati
Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia
Prosiding Seminar Nasional XVII “Kimia dalam Pembangunan” Hotel Phoenix Yogyakarta, 19 Juni 2014
344 ISSN :0854-4778
Tabel 1. Kriteria pemberian nilai kandidat pohon plus dan pohon pembanding No
Karakter
Bobot nilai
1
Diameter (D)
25
2
Tinggi Total (TT)
20
3
Tinggi Bebas Cabang (TBC)
10
4
Bentuk Batang (BB)
30
5
Percabangan (PC)
5
Kriteria Penilaian <105% 105-110% 111-115% 116-120% >120% <105% 105-110% 111-115% 116-120% >120% <35% 35-45% 46-55% 56-65% >66% Lurus sempurna Sin Bow Sweep Bends Fork Kasar (>0.5 D) Sedang (0.25-0.5 D) Baik (<0.25 D)
Skor 5 10 15 20 25 4 8 12 16 20 2 4 6 8 10 30 (-5)-(-20) (-5)-(-20) (-2)-(-8) (-5)-(-20) (-5)-(-20) 0 2 5 0 2 5
6
Sudut Percabangan (SPC)
5
Miring ke atas (<50o) Sedang (50o-70o) Horizontal (>70o)
7
Pembungaan (PBG)
5
Kurang Sedang Baik
0 2 5
8
Pembuahan (PBH)
5
Kurang Sedang Baik
0 2 5
9
Hama, Penyakit & cacat lain (HPC)
5
Ada Tidak ada
0 5
Nilai Total
105
Rumus :
1. Diameter (D)=
Dc x100% Dp
2. Tinggi Bebas Cabang (TBC) =
Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia
3. Tinggi Total (TT)=
TTc x100% TTp
TBCc x100% TTc
Dody Priadi dan N. Sri Hartati
Prosiding Seminar Nasional XVII “Kimia dalam Pembangunan” Hotel Phoenix Yogyakarta, 19 Juni 2014
345 ISSN :0854-4778
Analisis kadar lignin
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis kadar lignin kayu sengon dilakukan terhadap kayu dari lima pohon sengon plus hasil seleksi dikoleksi dari Kebun Plasma Nutfah Tumbuhan dan Hewan Puslit Bioteknologi LIPI. Pohon sengon yang digunakan berumur 14 tahun. Kayu di koleksi dengan cara mengambil kayu beserta kulit dengan ukuran 20 x 20 cm dan ketebalan ±3 cm, pada dua titik yaitu pada ketinggian pohon 2 m dan 4 m dari pangkal batang.
Identifikasi morfologi tegakan pohon plus
Kadar lignin kayu sengon diuji dengan menggunakan metoda isolasi lignin Klason (TAPPI TM T222 OM88). Kadar ekstraktif kayu ditentukan dengan menggunakan pelarut etanol-benzena (TAPPI TM T412 OM94). Sampel kayu sengon bebas ekstraktif sebanyak 0,3 gram dimasukkan dalam gelas vial dan ditambah dengan 4,5 ml H2SO4 72%. Selanjutnya gelas vial tersebut dimasukkan dalam gelas piala yang berisi air dan dilakukan pengadukan pada 200 rpm selama 2,5 jam. Selama pengadukan suhu air dipertahankan pada 20±1 oC. Kemudian sampel dipindahkan kedalam Erlenmeyer 500 ml dan ditambah dengan akuades sebanyak 171 ml dan ditutup dengan aluminium foil. Sampel diautoklaf pada 121oC selama 15 menit. Selanjutnya disaring dalam keadaan panas menggunakan gelas filtrate. Sebelum digunakan gelas filtrate dioven pada 105oC selama 24 jam, didinginkan dalam desikator selama 2 jam dan ditimbang. Gelas filtrate dicuci berturut-turut dengan 20 ml air dan acetone dan selanjutnya di oven pada 105oC selama 24 jam. Setelah dioven, sample didinginkan dalam desikator. Kadar lignin ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagai berikut: Kadar lignin = C – A
X
100
(100%-Ka) X B
A: Berat gelas awal (sebelum penyaringan), B: Berat sample bebas ekstraktif,
Evaluasi Tegakan Tegakan sengon yang ada di Puslit Bioteknologi-LIPI terletak di dua tempat yaitu di areal pembibitan dan di sekitar wisma tamu. Tegakan tersebut ditanam dengan jarak tanam 2x2 m dan telah berumur 14 tahun. Adapun kondisi iklim di Puslit Bioteknologi-LIPI (Cibinong) secara umum mempunyai iklim tipe A (basah) menurut Schmidt-Ferguson. Rata-rata curah hujan tahunan 3400-3600 mm dengan kelembaban 50-60% pada musim kemarau dan 80-90% pada musim penghujan. Temperatur berkisar antara 28-32oC. Jenis tanah di daerah LIPI-Cibinong merupakan jenis Latosol Merah Kuning dengan pH 4,5-6. Kegiatan pemilihan pohon plus sengon dilakukan dengan memilih pohon yang terbaik berdasarkan sifat fenotipnya. Kegiatan ini meliputi evaluasi tegakan yaitu dengan memilih kandidat-kandidat pohon plus yang dilanjutkan dengan melakukan pengukuran dan pengamatan terhadap pohon tersebut. Metode pemilihan yang digunakan adalah sistem pohon pembanding (Comparison tree system) yaitu untuk setiap pohon yang dipilih dibandingkan dengan 5 (lima) pohon yang dipilih secara acak yang terdekat sebagai pembanding. Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan pada kegiatan evaluasi tegakan diperoleh nilai dan karakter untuk setiap parameter yang diamati (Tabel 1). Penilaian parameter hama, penyakit dan cacat lain yaitu dengan mengamati tanda, gejala yang ada di tegakan. Pohon yang terserang hama terlihat adanya lubang-lubang kecil disertai dengan keluarnya cairan dan kotoran berwarna coklat yang menggumpal pada lubang tersebut. Adapun jenis hama yang dominan dari tegakan tersebut adalah hama boktor (Xystrocera festiva). Sedangkan jenis penyakit yang mungkin ada pada tegakan tersebut yaitu penyakit jamur upas dan akar merah. Cacat fisik yang ditemukan yaitu berupa batang sengon yang gerowong dan patah.
C: Berat gelas filtrate setelah digunakan untuk menyaring Ka: Kadar air sampel
Dody Priadi dan N. Sri Hartati
Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia
Prosiding Seminar Nasional XVII “Kimia dalam Pembangunan” Hotel Phoenix Yogyakarta, 19 Juni 2014
346 ISSN :0854-4778
Tabel 2. Karakteristik morfologi pohon plus dan pohon pembanding
Jenis pohon
Diameter (cm)
Ting gi (m)
TB C
BB
Kandidat Pohon plus 1 Pembanding Kandidat Pohon plus 2 Pembanding Kandidat Pohon plus 3 Pembanding Kandidat Pohon plus 4 Pembanding Kandidat Pohon plus 5 Pembanding Kandidat Pohon plus 6 Pembanding Kandidat Pohon plus 7 Pembanding Kandidat Pohon plus 8 Pembanding Kandidat Pohon plus 9 Pembanding Kandidat Pohon plus 10 Pembanding Kandidat Pohon plus 11 Pembanding Kandidat Pohon plus 12 Pembanding Kandidat Pohon plus 13 Pembanding Kandidat Pohon plus 14 Pembanding Kandidat Pohon plus 15 Pembanding Kandidat Pohon plus 16 Pembanding Kandidat Pohon plus 17 Pembanding Kandidat Pohon plus 18 Pembanding Kandidat Pohon plus 19 Pembanding Kandidat Pohon plus 20 Pembanding
45,22 18,79-26,11 46,18 22,93-28,66 48,41 19,49-33,44 56,37 18,15-48,76 54,14 18,15-41,72 45,22 30,67-51,91 534,14 16,56-46,59 50 15,29-25,8 62,52 14,33-23,25 56,75 14,33-23,25 38,85 19,21-27,17 65,61 17,52-52,68 52,64 19,11-56,37 73,89 22,61-55,41 57,32 28,66 49,36 27,39-57,32 41,40 27,39-43,63 58,82 22,61-45,22 48,73 27,39-57,32 50,32 38,85-51,59
28 16-18 31 16-26 29 6-17 30 18-31 23,5 19-26 27 18-28 31,5 12-24 24 11-21 24 14-19 26 14-19 23 11-20 26 11-26 22 12-26 37 10-30 26 16-20 26 17-28 26 19-25 26 12-24 22 17-25 20 19-22
18 6-7 12 7-10 17 6-16 16 5-17 13 5-15 16 7-16 18,5 6-15 12 6-8 9 4-11 11 4-11 7 7-10 12 5-8 12 5-9 20 3-16 15 7-9 14 5-14 17 6-15 17 5-11 15 5-14 15 7-16
sin 4 sw 3, sw 4, sin 3, sin 5 sin3 sin 2, sin 3, sw 3 sin 4 sin 4, sw 4, b 3 sin 5 sin 4, sin 5, b 3, b 5, f 2 sin 4 sin 3, sin 5, b4, b5, f2 sin 3 sin 4, sin 5 F4 sin3, sin4, b4, f4 sin 3 sin3, sin4, sin 5, bw5 sin 4 sin 3, f2, sw2 F2 sin3, f2, sw2 sin 3 sin2, sin3, sin4, sin5 sin3 S, M sin 3 sin4, sin5, sw5 sin2 sin2, sin3, sin4, f5 sin2 sin2, sin3, f5 sin2 sin4, sin5, f2, f3 sin4 sin2, sin3, sin4, f3, b5 sin4 sin3, sin4, f5, bw2 sin2 sin4, sin5, f2, f3 sin2 sin2, sin 4, f5
SPC
S, H S S. H S S, M S S, M S S, H, M H S S S S S, H, M S S, H, M S S, H, M S S, M S S S S H S S S, H, M S S, M S S, M S S, M S S, M S S, B, M
PCB
HPC
B B B S, B B S, B B S, B S S, B S S, B S S B B, S S B, S S S, B S S, B S S S S B S, B B B, S S S S S, B S S S S S S
A T, A A T, A T T, A A T, A T T, A T A A T, A A T, A A A T A A A A T, A T A T T, A T T, A T T, A T T, A A T, A T T, A T T, A
Keterangan:
D (Diameter/cm), TT (Tinggi Total/cm), TBC (Tinggi Bebas Cabang/cm), BB (Bentuk Batang, Sin: sinuosity : F: fork; b: bend; bw: bow; sw: sweep), PC (Percabangan B: baik; S: sedang), SPC (Sudut Percabangan , S: sedang; H: horizontal; M: miring), HPC ( Hama, Penyakit & cacat lain, A: ada; T: tidak ada).
Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia
Dody Priadi dan N. Sri Hartati
Prosiding Seminar Nasional XVII “Kimia dalam Pembangunan” Hotel Phoenix Yogyakarta, 19 Juni 2014 Pemilihan Pohon Plus Parameter yang digunakan didasarkan pada sistem penilaian dengan skoring pada 9 sifat/karakter dengan titik berat kepada penilaian kualitas kayu seperti diameter, tinggi, tinggi bebas cabang, bentuk batang dan lainlain. Sedangkan untuk parameter pembungaan dan pembuahan diperlukan sehubungan dengan tujuan pemilihan pohon plus sebagai pohon penghasil benih. Kisaran diameter batang pada kandidat pohon plus adalah antara 30-70 cm (Gambar 2). Pohon yang memiliki diameter terkecil adalah kandidat pohon plus nomor 11 dengan nilai 38,85 cm dan diameter kandidat pohon plus paling besar yaitu pada nomor 14 dengan nilai 73,89 cm. Oleh karena itu kandidat pohon plus nomor 14 dijadikan sebagai pohon terbaik pertama. Pohon ke-12 dan ke-9 merupakan
347 ISSN :0854-4778
pohon yang mempunyai nilai diameter terbesar kedua dan ketiga setelah pohon ke-14 yaitu sebesar 65,61 cm dan 62,52 cm. Akan tetapi pohon tersebut tidak terpilih menjadi pohon terbaik kedua dan ketiga karena skor total yang diperoleh hanya 79 dan 74, sedangkan pohon ke-15 merupakan pohon terbaik kedua dengan skor total 92. Pohon terbaik ke-3, 4 dan 5 mempunyai skor total masing-masing 89, 89 dan 82 yaitu pada calon pohon plus nomor 10,16 dan 3. Pohon plus harus memiliki diameter pohon minimal 20% lebih besar dibanding diameter pohon pembanding. Dari keseluruhan calon pohon plus yang diukur diameter yang diperoleh telah melebihi 20% dari diameter pohon pembanding, sehingga pohon tersebut mempunyai peluang untuk dijadikan pohon plus. Tinggi total dan tinggi bebas cabang pada seluruh calon pohon plus disajikan pada Gambar 3.
Gambar 2. Diameter batang kandidat pohon plus
Gambar 3. Tinggi Total dan tinggi bebas cabang kandidat pohon plus
Dody Priadi dan N. Sri Hartati
Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia
Prosiding Seminar Nasional XVII “Kimia dalam Pembangunan” Hotel Phoenix Yogyakarta, 19 Juni 2014
348 ISSN :0854-4778
Berdasarkan data pada Gambar 3, pohon yang mempunyai tinggi total dan tinggi bebas cabang terbaik adalah pada kandidat pohon plus no 14. Pohon tersebut mempunyai tinggi total 37 m dengan tinggi bebas cabang 20 m.
Dari 20 kandidat pohon plus yang telah dinilai kemudian dipilih lima pohon terbaik. Adapun hasil nilai tiap parameter (kecuali pembungaan dan pembuahan) yang diperoleh tiap kandidat pohon plus dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Skoring Parameter kandidat pohon plus
Kandidat Pohon Plus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Skor dari parameter yang diamati D
TT
TBC
BB
SPC
PCB
HPC
Total Skor
25 25 25 25 25 15 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 15 25 20 20
20 20 20 20 8 18 20 20 20 20 20 20 16 20 20 20 20 20 4 4
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
15 20 15 10 15 20 15 20 15 25 20 20 20 25 25 25 15 15 25 25
2 2 2 2 2 5 2 2 2 2 2 2 2 5 2 2 2 2 2 2
5 5 5 5 2 2 2 5 2 2 2 2 2 5 5 2 2 2 2 2
0 0 5 0 5 5 0 0 0 5 0 0 5 5 5 5 5 0 5 5
77 82 825 72 67 75 74 82 74 893 79 79 80 951 922 894 69 74 68 68
Pohon ke-1 merupakan kandidat pohon plus nomor 14 dengan skor total terbesar yaitu 95 (Gambar 4). Pohon tersebut mempunyai diameter 73,89 cm, tinggi 37 m dan TBC 20 m pada umur 14 tahun, sehingga pohon ini dapat direkomendasikan sebagai pohon plus. Menurut Hidayat et al (2002) pada umur 12 tahun pohon sengon dapat mencapai 39 m dengan diameter 63,5 cm. Sedangkan pohon terbaik ke-2, 3 dan 4 masing-masing memunyai skor total sebesar 92, 89 dan 89 yaitu pada kandidat pohon plus nomor 15,16 dan 10. Adapun yang membedakan pemilihan pohon ke-3 dan ke-4 yaitu pada parameter bentuk batang. Pada pohon ke-3 mempunyai bentuk batang sin 2 sedangkan pada pohon ke-4 mempunyai bentuk batang fork 2. Walaupun sama-sama mendapatkan nilai 25 untuk parameter bentuk batang, akan tetapi bentuk batang pada sengon menurut Hidayat et al. (2002) adalah lurus dan silindris. Sehingga dari kedua bentuk batang
Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia
tersebut yang lebih mendekati lurus adalah sin 2. Apabila dihubungkan dengan syarat tempat tumbuh sengon, kondisi iklim di Puslit Bioteknologi Cibinong merupakan tempat yang sangat cocok untuk sengon. Selain itu menurut Mandang dan Pandit (1998) sengon dapat tumbuh dalam tanah yang miskin dan dapat bertahan hidup tanpa dipupuk. Akan tetapi pertumbuhan dari pohon ke-2, 3 dan 4 masih berada dibawah pohon ke-1, sedangkan dari segi umur tegakan tersebut berumur sama. Oleh karena itu pohon tersebut belum dapat dikategorikan sebagai pohon plus. Akan tetapi dapat direkomendasikan sebagai kandidat pohon plus. Selanjutnya pohon sengon dengan no koleksi 14, 15, 16, 10 dan 3 yang dinilai sebagai pohon plus .masing-masing di beri kode sebagai PI, PII, PIII, PIV dan PV.
Dody Priadi dan N. Sri Hartati
Prosiding Seminar Nasional XVII “Kimia dalam Pembangunan” Hotel Phoenix Yogyakarta, 19 Juni 2014
349 ISSN :0854-4778
2
1
Gambar 4. Pohon plus terpilih no 1 dan no 2 Analisis kadar lignin Secara umum kadar sengon yang diuji pada ketinggian pohon 2 m adalah (17,93 34,11%) dengan rata-rata 27,29% dan pada ketinggian 4 m adalah (16,58 – 35,59%) dengan rata-rata 27.73%. Sengon yang memiliki kadar lignin terendah adalah pohon PII (no. koleksi 15) dengan kadar lignin ratarata pada ketinggian 2m dan 4m adalah 17,25%. Kadar lignin tersebut termasuk kategori kayu rendah lignin yaitu kurang dari 18% (Pari 1996). Selain memiliki kadar lignin yang rendah pohon ini juga kadar selulosanya cukup tinggi yaitu 51.54% (Hartati et al. 2009). Berdasarkan hasil analisis kadar lignin pohon PII tersebut berpotensi untuk dibudidayakan dan diperbanyak sebagai bahan baku pulp yang efisien ataupun sebagai material pemuliaan tanaman untuk menurunkan lignin hingga kadar yang lebih rendah lagi tetapi respon pertumbuhan dan daya hasilnya tetap menguntungkan. Perbanyakan koleksi pohon unggul rendah lignin tersebut dapat dilakukan melalui stek ataupun propagasi in vitro untuk menjamin kesamaan identitas genetiknya. Distribusi lignin di dalam dinding sel dan pada bagian pohon yang berbeda tidak sama. Kadar lignin yang tinggi adalah khas untuk bagian batang yang paling rendah dan paling dalam (Fengel dan Wegener 1995). Walaupun secara keseluruhan rata-rata kadar lignin kayu sengon pada ketinggian 2m dan 4m hampir sama, namun pada kayu yang dikoleksi dari Cibinong dan Yogyakarta rata-rata kadar lignin pada ketinggian pohon 2m lebih tinggi dibanding pada 4 m (Tabel 2). Perbedaan kadar lignin tidak saja terdapat pada bagian
Dody Priadi dan N. Sri Hartati
pohon yang berbeda tetapi juga tergantung Provenance, seperti pada Acacia mangium yang kadar ligninnya pada tiga provenans yaitu Queensland, Papua New Guinea dan Indonesia Bagian Timur bervariasi yaitu 21.98, 24.54 dan 23.33% (Syafii & Siregar 2006). Tabel 4. Kadar lignin kayu sengon koleksi pohon sengon di Kebun Plasma Nutfah - Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Kadar lignin (%)
Kode Pohon
Ketinggian 2 m
Ketinggian 4 m
26,57 17,93 25,63 22,53 21,80 22,89
25,26 16,58 16,96 24,13 25,34 21,65
P I P II P III P IV PV Rata-rata KESIMPULAN
Berdasarkan hasil skoring pada seleksi pohon plus diperoleh lima pohon terbaik yang memiliki skor terbesar berdasarkan penampakan fenotipnya. Kelima pohon tersebut adalah kandidat pohon plus nomor koleksi 14, 15, 16, 10 dan 3. Pohon terbaik pertama yang direkomendasikan sebagai pohon plus mempunyai nilai total 95. Analisis kayu sengon yang dikoleksi dari daerah Cibinong menunjukkan bahwa kadar lignin sengon secara umum termasuk kategori kadar lignin sedang dengan kisaran (16,58 -35,59%). Sengon dengan kadar lignin rendah teridentifikasi pada koleksi sengon asal Cibinong yang merupakan Pohon plus no 2. Pohon-pohon plus tersebut yang memiliki
Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia
350 ISSN :0854-4778
Prosiding Seminar Nasional XVII “Kimia dalam Pembangunan” Hotel Phoenix Yogyakarta, 19 Juni 2014
keunggulan berdasarkan karakter fenotifik maupun kadar lignin berpotensi untuk dikembangakan sebagai sumber benih yang dapat mendukung penyediaan bibit unggul.
-
Siagian RM, Roliadi H, Suprapti S dan Komarayati S. 2003. Studi peranan fungi pelapuk putih dalam proses biodelignifikasi kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 1(1): 47-56.
-
Syafii W dan Siregar IZ. 2006. Sifat Kimia dan Dimensi Serat Kayu Mangium. Acacia mangium Willd.) dari Tiga Provenans. J. Tropical Wood Science & Technology. 4(1): 28-32.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Sdr. Sumaryati untuk bantuan teknis pengukuran dan pengamatan morfologi koleksi sengon. DAFTAR PUSTAKA -
-
-
-
Djamhuri, E. dan I. Z. Siregar. 2004. Panduan Praktek Umum Pembinaan Hutan : Perbenihan Tanaman Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Tidak diterbitkan. Fengel D, and Wegener G. 1995. Kimia Kayu, Ultrastruktur dan Reaksireaksi. Sastrohamidjojo H, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Hartati NS, E. Sudarmonowati, W. Fatriasari, E.Hermiati, W. Dwianto, R. Kaida, K. Baba, and T. Hayashi. 2009. Wood characteristic of superior sengon collection and prospect of wood properties improvement through genetic engineering. The first International Symposium of Indonesian Wood Research Society. Bogor, 2nd-3rd November 2009. Hidayat, J., D. Irianto., P. Ochsner dan IFSP. 2002. Informasi Singkat Benih. Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Direktorat Perbenihan Tanaman Kehutanan. Bandung.
-
Mandang, Y. I. dan I. K. N. Pandit. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan Indonesia. Yayasan PROSEA. Bogor.
-
Pari G. 1996. Analisis komponen kimia dari kayu sengon dan kayu karet pada beberapa macam umur. Buletin Penelitian Hutan. 14(8): 321-327.
-
Setyorini D. 2002. Minimisasi limbah dalam industri pulp and paper. Lembaga Kajian Ekonomi Lahan Basah.
Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia
TANYA JAWAB Lenny Marilyn Estiaty
Mengapa pohon kayu sengon yang dikembangkan?
Apakah manfaat kayu berkadar lignin rendah?
Dody Priadi
Sengon adalah pohon serbaguna, dapat tumbuh di sebagian besar daerah Indonesia. Meskipun kualitas kayunya bukan kelas 1 namun sangat berguna sebagai bahan baku pulp dan kertas karena panjang seratnya paling tinggi. Selain itu diguanakan pula untuk peti kemas, papan partikel dan kayu lapis karena bobotnya yang relatif ringan.
Kayu yang mempunyai kadar lignin rendah lebih disukai oleh industri pulp dan kertas karena proses pulpingnya akan lebih efisien dibanding dengan kayu berkadar lignin tinggi.
Praptisih
Mengapa pohon sengon yang mempunyai kadar lignin rendah harus diperbanyak dengan stek atau kultur jaringan?
Dody Priadi
Perbanyakan secara generatif dengan biji akan menghasilkan variasi genetik sehingga kemungkinan besar hasil perbanyakannya tidak sesuai dengan sifat induknya. Perbanyakan koleksi pohon unggul rendah lignin tersebut harus dilakukan secara vegetative misalnya melalui stek ataupun propagasi in vitro karena hasil perbanyakaannya akan sama dengan identitas genetiknya induknya yang mempunyai sifat rendah lignin.
Dody Priadi dan N. Sri Hartati