MODIFIKASI KANDUNGAN LIGNIN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) MELALUI REKAYASA GEN 4-COUMARATE COA LIGASE (4CL)
N. SRI HARTATI
DEPARTEMEN BIOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul Modifikasi Kandungan Lignin Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Melalui Rekayasa Gen 4-Coumarate CoA Ligase (4CL) adalah karya saya sendiri bersama pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini
Bogor,
2011
N Sri Hartati G361050111
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun
ABSTRACT N. SRI HARTATI. Modification of Lignin Content of Wood of Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) by Engineered gene of 4-Coumarate CoA Ligase (4CL). Under direction of Suharsono, Kurnia Sofyan, and Enny Sudarmonowati
Separation of lignin from cellulose requires high input of chemicals and energy resulted in high cost production and high ecological risks. The presence of lignin in plant cells is a factor limiting the efficiency of processing lignocellulosic materials of wood-based industries including pulp and paper industry either chemically or biologically (biopulping) process using white rot fungi. Lignin content and composition affect the efficiency of pulping process. Low-lignin wood or wood containing more reactive lignin which means syringyl content is higher than guaiacyl are more easily separated from cellulose. Therefore, it would be advantage to improve the efficiency process of pulp and paper industry. Sengon (P. falcataria) as a fast growth species is useful as a raw material for pulp because its characteristic which possess good fiber dimensions, high quality of physical and mechanical properties of its paper sheets. This study was aimed at (1) isolating the cDNA encoding 4-coumarate CoA ligase (4CL) from sengon, (2) constructing a binary vector of 4CL gene, with antisense orientation sengon transformation, (3) producing transgenic sengon plants which have characteristics low-lignin or higher syringyl ratio by introducing binary vector construct containing 4CL gene fragment with antisense orientation. Modification of the content or composition of lignin through recombinant DNA technology (genetic engineering) has been carried out in several stages: (1) quantitative analysis and histochemical lignin of sengon (P. falcataria), (2) embryogenesis shoots induction of sengon (3) isolation and cloning of cDNA fragments of genes encoding 4coumarate: Coenzyme A ligase from sengon, and (4) genetic transformation on sengon by using gene fragment of antisense 4-coumarate CoA ligase (4CL) via A. tumefaciens. Lignin content determination of sengon collected from several areas in Indonesia indicated that lignin content of sengon ranged low to moderate category (16.58-35.59%). Lignin histochemical assay of transverse section of stems by using phloroglucinol-HCl staining showed that the initiation of lignin deposition was noted in 2 weeks old seedling. Quantitative and qualitative assessment through histochemical assay showed that lignin content in trees was varied depending on heights and location. Shoots induction from cotyledon nodes was selected as the most appropriate regeneration system for genetic transformation to improve sengon wood quality for pulp and paper industry. The cDNA fragment of 342 bp in size was obtained using degenerate primer designed using CODEHOP technique. Blast analysis result showed that deduction amino acid sequences of one out of two RT-PCR products nucleotide was highly homologous with the 4CL conserved region from Rubbus ideaus, Oryza sativa, Populus tomentosa, Populus balsamifera, Betulla platyphilla, Nicotiana tabacum, and Arabidopsis thaliana with identity ranging from 78-90%. The 4CL fragment has been successfully constructed and cloned for antisense orientation in
pCAMBIA 2301. Recombinant expression vector of antisense 4CL has been successfully introduced into sengon via Agrobacterium tumefaciens. Gene integration test by PCR method showed that 19 out of 112 transformed sengon seedlings which resistant to kanamycine were transgenic seedlings. Lignin content determination of transgenic seedlings stem including histochemical assay, Klason lignin content and FTIR analysis to determine the S/G ratio was indicated that two transgenic sengon seedlings namely 4CLAS-4 and 4CLAS-1 possessed lower lignin content (15:53%) and higher S/G ratio than the control. These plants also showed the best growth characteristic and normal morphological appearance.
Keywords:
P. falcataria, lignin, histochemical, phloroglucinol-HCl, pulp, embryogenesis, shoot induction, TDZ, IAA, 4-coumarate: Coenzyme A ligase, RT-PCR, A. tumefaciens, syringyl, guaiacyl, lignin, antisense, FTIR
RINGKASAN
N.SRI HARTATI. Modifikasi Kandungan Lignin Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (l.) Nielsen) Melalui Rekayasa gen 4-Coumarate CoA Ligase (4CL). Dibimbing oleh Suharsono, Kurnia Sofyan, Enny Sudarmonowati
Pemisahan lignin dari selulosa membutuhkan input bahan kimia dan energi yang tinggi yang berdampak pada tingginya biaya produksi dan resiko ekologi yang membahayakan. Keberadaan lignin pada sel tanaman merupakan faktor pembatas efisiensi pengolahan material lignoselulosa menjadi produk-produk industri berbahan dasar kayu termasuk pulp baik secara kimia maupun biologis. Kadar dan komposisi lignin yang terkandung dalam tanaman akan mempengaruhi efisiensi proses pulping. Oleh karena itu bahan baku pulp dengan kadar lignin rendah atau yang memiliki komposisi lignin dengan reaktivitas tinggi lebih mudah dipisahkan dari selulosa, sehingga akan sangat menguntungkan bagi industri pulp karena akan menghemat energi dan biaya. Sengon (P. falcataria) memiliki keunggulan untuk digunakan sebagai bahan baku pulp karena dimensi seratnya yang baik, sifat fisik dan mekanik lembaran kertas dari kayu sengon kualitasnya tinggi, disamping itu sengon dapat tumbuh cepat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengisolasi cDNA penyandi 4-coumarate CoA ligase (4CL) dari tanaman sengon, (2) mengkonstruksi vektor biner gen 4CL dengan orientasi antisense (terbalik) untuk tranformasi pada sengon, (3) merakit tanaman sengon transgenik yang mempunyai karakteristik rendah lignin ataupun rasio siringil yang lebih tinggi dengan mengintroduksikan konstruk vektor biner gen (4CL) dengan orientasi antisense. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan untuk modifikasi kadar ataupun komposisi lignin sengon melalui teknologi DNA rekombinan (rekayasa genetik) terdiri dari beberapa percobaan yaitu (1) analisis kuantitatif dan uji histokimia lignin, (2) induksi embriogenesis dan induksi tunas dari nodal kotiledon, (3) isolasi dan pengklonan cDNA fragmen gen penyandi 4coumarate: Coenzyme A ligase dari sengon, dan (4) transformasi genetik sengon dengan fragmen gen 4CL antisense. Pengujian kadar lignin pada kayu yang dikoleksi dari beberapa daerah menunjukkan bahwa kadar lignin sengon termasuk kategori rendah hingga sedang (16.58-35.59%). Hasil uji histokimia lignin menggunakan pewarna phloroglucinol menunjukkan bahwa deposisi lignin dimulai pada umur 2 minggu, selain itu pada sengon dewasa kadar ligninnya berbeda tergantung pada ketinggian pohon dan lokasi tempat tumbuhnya. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan induksi embriogenesis dan induksi tunas, menunjukkan bahwa induksi tunas menggunakan nodal kotiledon dapat dipilih sebagai sistem regenerasi pada transformasi genetik sengon untuk meningkatkan kualitas bibit sengon yang sesuai dengan kebutuhan indusri pulp dan kertas. Penyediaaan bahan untuk memodifikasi kadar lignin kayu sengon melalui rekayasa genetik telah diperoleh yaitu berupa fragmen cDNA 4CL sengon berukuran 342 bp yang memiliki homologi tinggi dengan sekuen 4CL tanaman lain yang diisolasi dengan teknik RT-PCR menggunakan degenerate primer yang dirancang dengan teknik CODEHOP. Hasil analisis Blast menunjukkan deduksi asam amino salah satu
sekuen nukleotida produk RT-PCR memiliki homologi yang tinggi dengan sekuen 4CL terkonservasi dari Rubbus ideaus, Oryza sativa, Populus tomentosa, Populus balsamifera, Betulla platyphilla, Nicotiana tabacum, and Arabidopsis thaliana dengan kisaran identity 78-90%. Fragmen ini telah berhasil disisipkan diantara promotor 35S dan terminator NOS dengan arah terbalik (antisen) di dalam vektor biner pCAMBIA 2301. Vektor ekspresi rekombinan berupa antisense 4CL telah berhasil diintroduksikan ke dalam sengon melalui Agrobacterium tumefaciens. Hasil uji integrasi gen terhadap 112 bibit sengon yang tahan pada media seleksi yang mengandung antibiotik kanamisin, menunjukkan bahwa 19 diantaranya merupakan tanaman transgenik. Berdasarkan hasil pengujian kadar dan komposisi lignin yang meliputi uji histokimia, kadar lignin Klason dan analisis spektroskopi FTIR (Fourier Transformed Infra Red) untuk mengetahui S/G rasio, diperoleh 2 tanaman transgenik yaitu 4CLAS-4 yang memiliki keunggulan rendah kadar lignin (15.53%) dibanding kadar lignin sengon secara umum yaitu sekitar 26% dan 4CLAS-1 yang memiliki rasio S/G tinggi dibanding kontrol. Kedua tanaman tersebut menunjukkan pertumbuhan yang paling baik dan memiliki sifat morfologi yang normal.
Kata Kunci: P. falcataria, lignin, histokimia, phloroglucinol-HCl, pulp, embriogenesis, induksi tunas, TDZ, IAA, 4-coumarate: Coenzyme A ligase, RT-PCR, A. tumefaciens, siringil, guaiasil, antisense, FTIR
MODIFIKASI KANDUNGAN LIGNIN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) MELALUI REKAYASA GEN 4-COUMARATE COA LIGASE (4CL)
N. SRI HARTATI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
i
Judul
:Modifikasi Kandungan
Lignin Kayu Sengon
(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Melalui Rekayasa Gen 4- coumarate CoA Ligase (4CL) Nama Mahasiswa
: N. Sri Hartati
NRP
: G361050111
Program Studi
: Biologi
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suharsono, DEA Ketua
Prof. Dr. Ir. Enny Sudarmonowati
Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan
Anggota
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Biologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: 22 Februari 2011
Tanggal Lulus:
ii
Penguji pada ujian tertutup
: 1. Dr. Ir. Miftahuddin, M.Si 2. Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R
Penguji pada Ujian Terbuka
: 1. Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr. 2. Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya
iii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya atas perkenanNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan disertasi
dengan judul “Modifikasi Kandungan Lignin Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (l.) Nielsen) Melalui Rekayasa gen 4-Coumarate CoA Ligase (4CL)”. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2006 hingga September 2010. Sumber dana penelitian adalah dari kegiatan Riset Unggulan Terpadu XII dan dana penelitian Laboratorium Biologi Molekuler 3- Puslit Bioteknologi LIPI. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Ir. Suharsono, DEA selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Enny Sudarmonowati dan Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan selaku anggota komisi pembimbing atas gagasan, dukungan dan motivasi yang sangat berguna dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan disertasi. Ucapan terimakasih disampaikan pula kepada Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada program doktor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atas dana beasiswa yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti program doktor, Sekolah Pasca Sarjana IPB, Rektor IPB, Dekan SPs IPB, Dekan Fakultas MIPA, Ketua Program Studi Biologi SPs IPB, Ketua Departemen Biologi IPB yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor serta keluarga atas segala dukungan dan doa yang selalu diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan disertasi ini. Semoga karya ilmiah dalam bentuk disertasi ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bogor, Februari
N. Sri Hartati
iv
2011
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 26 Desember 1969 sebagai anak sulung dari ayah Dr. Maryoto Hadi Purnomo (Alm) dan ibu Ati Susilawati. Pendidikan sarjana di tempuh di Program Studi Kimia, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1999, penulis diterima di Program
Studi
Bioteknologi
pada
Program
Pascasarjana
IPB
dan
menyelesaikannya pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program doctor pada Program Studi Biologi, Program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2005. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Penulis bekerja sebagai Peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI sejak tahun 1993 pada Bidang Biologi Molekuler. Bidang penelitian yang didalami oleh penulis adalah analisis keragaman genetik tanaman, isolasi dan pengklonan gen, serta transformasi genetik tanaman dengan gen yang berhubungan dengan biosintesis dinding sel. Selama mengikuti program S3, penulis menjadi anggota Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Tanaman (Peripi). Sebuah artikel dengan judul
“Molecular cloning of
gene fragment encoding 4-coumarate: Coenzyme A ligase
of sengon
(Paraserianthes falcataria)” telah diterbitkan pada Indonesian Journal of Biotechnology Vol. 15, No 1, June 2010. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
v
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN UMUM Latar belakang………………………………………………… Tujuan penelitian……………………………………………… Manfaat penelitian…………………………………………….. Hipotesis penelitian…………………………………………… Ruang lingkup penelitian……………………………………... TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….. ANALISIS KUANTITATIF DAN UJI HISTOKIMIA LIGNIN SENGON (Paraserianthes falcataria)……………………………….. Abstract……………………………………………………….. Abstrak………………………………………………………... Pendahuluan…………………………………………………... Bahan dan metode…………………………………………...... Hasil dan pembahasan………………………………………… Kesimpulan dan saran…………………………………………. PRODUKSI TUNAS MELALUI INDUKSI EMBRIOGENESIS DAN MULTIPLIKASI TUNAS NODAL KOTILEDON SENGON Abstract……………………………………………………….. Abstrak………………………………………………………... Pendahuluan…………………………………………………... Bahan dan metode…………………………………………... ... Hasil dan pembahasan………………………………………… Kesimpulan dan saran…………………………………………. PENGKLONAN DAN KONSTRUKSI VEKTOR EKSPRESI ANTISENSE DARI FRAGMEN GEN PENYANDI 4-COUMARATE: COENZYME A LIGASE DARI SENGON Abstract……………………………………………………….. Abstrak………………………………………………………... Pendahuluan…………………………………………………... Bahan dan metode…………………………………………...... Hasil dan pembahasan………………………………………… Kesimpulan dan saran…………………………………………. TRANSFORMASI GENETIK SENGON DENGAN FRAGMEN GEN 4-COUMARATE COA LIGASE (4CL) ANTISENSE PADA SENGON MELALUI Agrobacterium tumefaciens Abstract……………………………………………………….. Abstrak………………………………………………………... Pendahuluan…………………………………………………... Bahan dan metode…………………………………………...... Hasil dan pembahasan………………………………………… Kesimpulan dan saran………………………………………….
vi
Halaman vii viii 1 4 4 4 5 6
19 19 20 22 24 30
31 31 32 33 34 38
39 39 40 42 45 52
53 53 54 56 59 73
PEMBAHASAN UMUM…………………………………………….. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… Lampiran ……………………………………………………………...
vii
74 79 81 88
DAFTAR TABEL Halaman Aktivitas katalitik beberapa enzim yang terlibat dalam biosintesis lignin…………………………………………………………......... Kadar lignin kayu sengon yang dikoleksi dari daerah Cibinong, Cikampek, Tasikmalaya dan Yogyakarta…………………………. Persentase pembentukan somatik embrio yang diinduksi dari aksis embrio sengon pada 4 jenis media……………………………….. Jumlah tunas yang terbentuk dari nodal kotiledon pada beberapa jenis dan komposisi media................................................................ Efisiensi hasil transformasi konstruk antisense 4CL pada sengon berdasarkan PCR…………………………………………………... Kadar lignin sengon hasil transformasi konstruk antisense 4CL dan kontrol………………………………………………………... Rasio siringil dan guaiasil lignin sengon hasil transformasi konstruk antisense 4CL dan kontrol……………………………… Karakteristik gugus fungsi lignin Klason tanaman sengon transgenik antisense 4CL dan kontrol berdasarkan serapan infra merah………………………………………………………………
.
viii
15 25 35 37 62 67 71
72
DAFTAR GAMBAR Halaman Diagram alur penelitian…………………………………………… Pohon sengon……………………………………………………… Struktur kimia penyusun lignin…………………………………… Diagram struktur lignin kayu lunak……………………………….. Jalur biosintesis prekursor monolignol lignin……………………... Isolasi dan uji histokimia lignin bibit sengon berbagai umur……... Intensitas histokimia lignin dengan phloroglucinol dan kadar lignin kecambah sengon pada berbagai umur……………………... Profil histokimia lignin kayu sengon bagian bawah, tengah dan atas pada pohon sengon umur 1 tahun…………………………... Profil histokimia lignin kayu sengon bagian bawah, tengah dan atas pada pohon sengon umur 2 tahun…………………………... Profil histokimia lignin kayu sengon dewasa yang dikoleksi dari Cibinong…………………………………………………………... Kalus embriogenik sengon yang diinduksi dari aksis embrio pada media MS + 0.05 mg/l IAA + 2 mg/l TDZ dan MS + 0.15 mg/l IAA dan 2 mg/l TDZ pada umur 1 bulan…………………………. Struktur kalus embriogenik dan embriosomatik yang diinduksi dari aksis embrio pada media MS + 0.1 mg/l TDZ + 0. 25 mg/l IAA pada umur umur 2, 4, 5 dan 7 minggu..................................... Induksi dan regenerasi tunas dari nodal kotiledon………………… Bibit sengon umur 4 bulan yang berasal dari kultur in vitro nodal kotiledon dari kecambah umur 10 hari pada media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ………………………………………….. Peta situs restriksi PGEM®-T Easy dan pCAMBIA 2301……….. Fragmen produk RT-PCR berukuran 342 dan 500 bp yang diamplifikasi menggunakan degenerate primer kondisi annealing 54.4oC selama 45 detik dan ekstensi 60 detik dan fragmen hasil pemisahan…………………………………………………………. Koloni hasil transformasi E. coli DH5α dengan vektor ekspresi fragmen 4CL antisense…………………………………………… Urutan nukleotida dan deduksi asam amino dari fragmen gen 4CL sengon……………………………………………………………... Hasil analisis BLAST P sekuen asam amino yang dideduksi dari produk RT-PCR sengon…………………………………………… Dendogram 4CL berdasarkan urutan nukleotida beberapa tanaman Analisis situs restriksi dengan program NEB cutter……………… Konstruksi vektor ekspresi fragmen gen 4CL antisense…………... Koloni A. tumefaciens dan E. coli. A. Koloni A. tumefaciens pCAMBIA 2301, E. coli DH5α transforman hasil transformasi konstruk antisense fragmen gen 4Cl, A. tumefaciens LBA 4404, A. tumefaciens LBA4404 hasil transformasi konstruk antisense…….. Verifikasi plasmid rekombinan…………………………………….
ix
5 6 11 13 14 27 28 29 29 30
35
36 37
38 44
45 46 47 48 49 49 50
51 51
Hasil PCR tanaman sengon hasil transformasi fragmen gen 4CL antisen dengan primer NPTII…………………………………….. Tanaman yang tahan pada media seleksi yang mengandung kanamisin 300 mg/l………………………………………………... Tanaman transgenik sengon umur 4 bulan yang mengandung fragmen gen 4CL antisense yang digunakan untuk analisis komposisi lignin…………………………………………………… Morfologi daun sengon transgenik yang mengandung fragmen gen 4CL antisense dan kontrol………………………………………… Batang sengon transgenik antisense 4CL dan kontrol…………….. Tinggi dan diameter tanaman sengon hasil gransformasi dengan fragmen gen 4CL antisen dan kontrol pada umur 4 bulan………… Uji histokimia lignin bagian tengah batang bibit sengon transgenik dan kontrol………………………………………………………… Spektrum infra merah sengon transgenik antisense 4CL.…………. Spektrum infra merah bibit sengon dan kontrol…………………...
x
62 63
64 64 65 66
68 70 71
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Perhitungan rasio siringil dan guaiasil lignin Klason tanaman sengon transgenik kontrol berdasarkan metoda garis dasar…….. 88
xi
PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Kayu merupakan material lignoselulosa yang memiliki nilai ekonomi tinggi dengan pemanfaatan yang luas mencakup kayu konstruksi, kayu lapis, pulp dan kertas hingga perkembangan terkini yang telah memulai memanfaatkan kayu sebagai bahan baku bioetanol. Khusus untuk industri pulp dan kertas, hingga kini kayu masih diandalkan sebagai bahan baku utama. Industri pulp terus berkembang dan produksinya cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya konsumsi kertas dunia. Secara umum, produksi kertas dan pulp dunia pada tahun 2004 adalah sekitar 360 juta ton dan diperkirakan akan meningkat hingga 494 juta ton pada 2020 (Teraäs 2007). Potensi Indonesia masih sangat mendukung perkembangan sektor industri pulp dunia dengan mengedepankan visi kelestarian lingkungan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi pulp ramah lingkungan antara lain modifikasi proses bleaching tanpa senyawa organik terklorinasi (AOX). Hal tersebut berkaitan dengan salah satu aspek kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkenaan dengan baku mutu lingkungan yaitu pengurangan produksi limbah, dalam rangka peningkatan efisiensi produksi dengan maksud untuk mengurangai produksi limbah yang berupa limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), cair, padat, dan gas. Pemilihan bahan baku, pengembangan teknologi, pemanfaatan ulang dan lain-lain dapat dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi produksi (KLH 1994). Proses industri pulp yang memanfaatkan kayu sebagai bahan baku umumnya menggunakan proses sulfat/Kraft yang memiliki diantaranya
keuntungan
dapat mengolah berbagai jenis kayu baik yang sejenis maupun
campuran, waktu pengolahan yang relatif pendek dan menghasilkan pulp dengan kualitas tinggi, yaitu dihasilkannya serat yang kuat, namun demikian pulp yang dihasilkan berwarna gelap sehingga membutuhkan banyak bahan pemutih menghasilkan limbah berupa bahan organik terklorinasi diantaranya dioksin (Siagian 2003).
1
dan
yang bersifat toksik
Warna gelap pada pulp umumnya disebabkan oleh lignin, salah satu komponen utama penyusun kayu yang tergolong ke dalam senyawa fenolik yang sangat mudah teroksidasi. Pada sisi lain, limbah organik terklorinasi yang dihasilkan dari
proses bleaching sulit untuk didegradasi atau didaur ulang
sehingga berpotensi sebagai bahan pencemar yang membahayakan lingkungan. Lebih dari sepuluh tahun terakhir ini, berbagai cara minimisasi limbah dalam industri pulp telah ditempuh yaitu melalui pengolahan pulp dengan memanfaatkan mikroba (biopulping) maupun modifikasi proses bleaching. Modifikasi proses bleaching yaitu Totally Chlorin Free (TCF) bleaching yang menggunakan bahan kimia hidrogen peroksida dan ozon (Johnston et al. 1996) telah berhasil menurunkan toksisitas efluen menjadi lebih rendah dibanding proses yang umum dipakai sebelumnya yaitu Elemental Chlorin Free (ECF). Namun demikian, modifikasi proses bleaching pulp bersifat menurunkan saja dan tidak dapat menghilangkan limbah berbahaya sama sekali. Keberadaan lignin merupakan faktor pembatas efisiensi pengolahan material lignoselulosa menjadi produkproduk industri terkait termasuk pulp baik secara kimia maupun biologis (biopulping) menggunakan jamur pelapuk putih. Asosiasi lignin dengan selulosa membentuk suatu matriks hidrofobik yang membatasi efektifitas kerja enzimenzim hidrolitik yang berperan dalam proses biopulping. Pengurangan limbah dapat pula dilakukan melalui subtitusi atau pemilihan bahan baku yang mendukung efisiensi proses bleaching. Selain itu struktur lignin mempengaruhi proses kimia dan fisika pulping kayu dan penggunaan serat yang dihasilkannya. Dengan demikian
penggunaan bahan baku kayu dengan kadar
lignin rendah atau yang memiliki komposisi lignin dengan reaktivitas tinggi yaitu yang rasio siringil ligninnya lebih tinggi sehingga lebih mudah dipisahkan dari selulosa, akan sangat menguntungkan bagi industri pengolahan pulp karena akan menghemat energi dan biaya disamping dapat menekan limbah berbahaya. Bahan baku kayu rendah lignin dapat diupayakan melalui pengelolaan praktek silvikultur. Namun demikian ketersediaan sumber daya genetik pohon dengan kadar lignin sesuai dengan kebutuhan juga akan sangat mendukung efisiensi industri pulp dan kertas. Perkembangan teknik biologi molekuler memberikan sumbangan yang berarti untuk aplikasi teknologi DNA (rekayasa
2
genetik) guna mengontrol biosintesis komponen dinding sel tanaman termasuk lignin. Studi molekuler mengenai enzim-emzim yang terkait dengan biosintesis lignin telah dimulai sejak tahun 1990-an dari tanaman model Arabidopsis thaliana dan tembakau
hingga tanaman berkayu seperti poplar dan
berkayu trasgenik rendah lignin
pinus. Tanaman
pertama adalah antisense 4-Coumarate Coenzim
A ligase (4CL) poplar yang dilaporkan oleh kelompok peneliti dari North Carolina University. Berbagai macam gen terkait biontesis lignin dari berbagai tanaman saat ini telah terdokumentasi pada situs gene bank. Selain itu studi mengenai fungsi gen terkait biosintesis lignin dengan memanfaatkan teknik transgenesis baik yang bersifat up regulasi maupun down regulasi telah banyak dilaporkan. Sengon (P. falcataria) merupakan salah satu komoditas yang diprioritaskan pada Hutan Tanaman Industri (HTI) karena sifatnya yang tumbuh cepat. Kayu sengon memiliki keunggulan untuk digunakan sebagai bahan baku pulp karena dimensi seratnya memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku pulp serta sifat fisik dan mekanik lembaran kertas dari kayu sengon sangat baik yaitu memiliki nilai tensile strength (daya regang) dan bursting strength (kekuatan robek) yang tinggi. Pada penelitian ini, modifikasi kadar lignin kayu sengon dilakukan melalui rekayasa genetika. Untuk itu gen yang berkaitan dengan biosintesis lignin yaitu gen 4-Coumarate CoA ligase (4CL) diisolasi dari sengon. Gen 4CL sengon yang berupa cDNA selanjutnya digunakan untuk merakit tanaman sengon transgenik rendah lignin atau yang memiliki rasio siringil lignin lebih tinggi. Pendekatan untuk menekan laju biosintesis lignin adalah dengan memanfaatkan fenomena PTGS (Post Transcriptional Gene Silencing) yang dapat dilakukan dengan mengekspresikan gen sasaran dengan arah terbalik (antisense). Untuk itu gen 4CL dikonstruksi secara terbalik dengan mengekspresikan sebagian utas pendamping yang disebut dengan konstruksi antisense. Konstruksi antisense tersebut selanjutnya digunakan untuk transformasi pada sengon via A. tumefaciens. Bibit sengon transgenik rendah lignin dan memiliki rasio siringil lebih tinggi yang dihasilkan melalui penelitian ini di masa yang akan datang diharapkan dapat diuji lebih lebih lanjut untuk mengkaji efisiensi proses pulping sehingga kayu tanaman
3
transgenik kadar lignin termodifikasi dapat menjadi salah satu pilihan bahan baku industri pulp dan kertas yang lebih efisen dan ramah lingkungan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kisaran kadar lignin kayu sengon dari berbagai lokasi tumbuh. 2. Memperoleh metoda dan bahan yang tepat untuk proses transformasi genetik. 3. Mengisolasi cDNA penyandi 4-coumarate CoA ligase (4CL) dari tanaman sengon. 4. Mengkonstruksi vektor biner rekombinan yang mengandung fragmen gen 4CL dengan orientasi antisense (terbalik) untuk tranformasi pada sengon. 5. Merakit tanaman sengon transgenik yang mempunyai karakteristik rendah lignin ataupun rasio siringil yang lebih tinggi dengan mengintroduksikan fragmen gen 4CL dengan orientasi antisense.
Manfaat Penelitian
1. Gen 4-coumarate CoA ligase 4CL) yang diisolasi dari sengon yang merupakan tanaman asli Indonesia, HKI nya menjadi milik sendiri dan dapat melengkapi deretan gen 4CL
yang sudah diperoleh dari tanaman lain dan akan
memberikan kontribusi untuk perkembangan mutakhir dalam
perbaikan
tanaman hutan tropis. 2. Vektor ekspresi gen 4CL antisense yang dapat berpengaruh terhadap modifikasi komposisi lignin pada sengon dapat diterapkan pada tanaman berkayu (tanaman hutan) bahan baku pulp lainnya.
Hipotesis Penelitian
Gen 4CL yang diekspresikan dengan orientasi terbalik dapat menurunkan kadar dan merubah komposisi lignin kayu sengon.
4
Ruang lingkup penelitian
Kegiatan penelitian yang telah dilakukan untuk modifikasi kadar ataupun komposisi lignin sengon melalui teknologi DNA rekombinan (rekayasa genetik) terdiri dari beberapa percobaan (Gambar 1). Penelitian ini terdiri dari: (1) analisis kuantitatif dan uji histokimia lignin, (2) induksi embriogenesis dan induksi tunas dari nodal kotiledon, (3) isolasi dan pengklonan cDNA fragmen gen penyandi 4coumarate: Coenzyme A ligase dari sengon, dan (4) transformasi genetik sengon dengan fragmen gen 4CL antisense. Analisis kuantitatif dan uji histokimia bibit dan sengon dewasa bertujuan untuk mengetahui kadar lignin sengon dari berbagai lokasi tumbuh, distribusinya pada perbedaan ketinggian pohon dan untuk menganalisis pembentukan lignin atau senyawa serupa lignin pada berbagai tahapan umur pohon. Percobaan teknik in vitro yaitu induksi embriogenesis dan tunas bertujuan untuk mendapatkan metoda dan bahan yang tepat untuk proses transformasi genetik sehingga menghasilkan tanaman transgenik. Dalam rangka memodifikasi kadar lignin kayu sengon melalui teknologi DNA rekombinan harus dilakukan isolasi salah satu gen yang berkaitan dengan biosintesis lignin yaitu 4-coumarate CoA ligase (4CL). Untuk menghambat ekspresi gen 4CL yang terdapat di dalam sengon, fragmen gen 4CL dengan arah ekspresi terbalik diintroduksikan ke dalam tanaman sengon dibawah kendali promotor kuat 35S. Induksi embriogenesis dan tunas
Tanaman sengon
Analisis kuantitatif dan uji histokimia lignin
Pengklonan dan konstruksi vektor ekspresi antisense fragmen gen penyandi 4-Coumarate: Coenzyme A ligase
Tanaman transgenik Gambar 1. Diagram alur penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifkasi dan botani sengon Sengon merupakan salah satu jenis tanaman yang tumbuh cepat di daerah tropis dan ditemukan pertama kali oleh Teysman di Pulau Banda pada tahun 1871 (Santosa 1992). Jenis-jenis P. falcataria terdapat di berbagai macam habitat dari permukaan laut hingga ketinggian 1600 m atau lebih, di hutan primer terutama di hutan basah sekunder di dataran rendah, juga di hutan pegunungan, hutan lumut, dan dataran berumput atau di sepanjang tepi jalan dekat laut. Tumbuh pada tanah berpasir dan pada tanah laterit dengan drainase cukup baik. Di Indonesia, P. falcataria mempunyai nama daerah bermacam-macam. Di Jawa misalnya dikenal dengan nama jeunjing, sengon laut, albizia, sengon landak, sengon lendi, sengon sarang dan kalbi. Di Sulawesi dikenal dengan nama tedehu pute, sedangkan di Maluku dikenal dengan nama rawe, selawoku, selawoku merah, sika, sika bot, tawasela atau sikas dan di Irian Jaya dikenal dengan nama bae, bai, wahogon, wai atau wikie. Di Madura dikenal dengan nama jing laut sedangkan di Malaysia dan Brunei Darussalam dikenal dengan nama puah dan batai atau kayu macis (Samingan 1982).
Gambar 2. Pohon sengon
6
Menurut Samingan (1982) sistematika taksonomi Paraserianthes falcataria adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophita
Sub-divisi
: Angiospermae
Klas
: Dikotyledone
Ordo
: Rosales
Famili
: Leguminoseae
Sub-famili
: Mimosaceae
Genus
: Paraserianthes
Spesies
: Paraserianthes falcataria
Sengon merupakan salah satu jenis tanaman yang tumbuh cepat di daerah tropis dan ditemukan pertama kali oleh Teysman di Pulau Banda pada tahun 1871 (Santosa, 1992). Pada umur satu tahun dapat mencapai tinggi 7 m dan pada umur 12 tahun dapat mencapai tinggi 39 m dengan diameter 63,5 cm. Diameter pohon yang sudah tua dapat mencapai 100 cm dan kadang- kadang lebih. Batang umumnya tidak berbanir, lurus dan silindris. Kulit licin berwarna abu-abu atau kehijau- hijauan. Tajuk berbentuk perisai, jarang dan selalu hijau (Hidayat et al. 2002). Kayu sengon termasuk kelas kuat dan kelas awet IV – V (Abdurachman & Hadjib 2009). Sengon merupakan salah satu jenis pohon yang dikembangkan dalam program Hutan Tanaman Industri. Tanaman ini mempunyai sifat-sifat unggul yaitu dapat tumbuh cepat pada tanah miskin hara dan drainase yang kurang baik, batang lurus, dan multi guna sebagai kayu pertukangan maupun bahan baku industri pulp. Sifatnya yang tumbuh cepat sangat sesuai digunakan dalam reboisasi dan penghijauan lahan-lahan kritis sebagai penyubur tanah. Tanaman sengon bersifat multiguna
dan bermanfaat sebagai tanaman
produksi, konservasi dan reboisasi. Beberapa kegunaan sengon antara lain sebagai pohon pelindung, meningkatkan kesuburan tanah karena bersimbiose dengan bakteri bintil akar, kayunya dimanfaatkan sebagai bahan industri seperti tusuk gigi, korek api, sumpit, peti kemas sampai mebel, pulp dan kertas, kerajinan, kayu
7
lapis, venir, bahan bangunan, perabot rumah tangga dan kayu bakar dan daunnya untuk makanan ternak dan pupuk hijau (Anggraeni 2008). P. falcataria termasuk jenis kayu yang diprioritaskan untuk hutan tanaman karena kayunya sesuai untuk bahan baku pulp, kertas dan kayu pertukangan selain karena pertumbuhannya yang cepat. Kayu sengon memiliki massa jenis sekitar 0.4 g/cm3 (Ishiguri et al. 2007; Yahya 2010). Dibandingkan jenis-jenis lain dengan massa jenis yang sama, keawetan kayu ini lebih tinggi sehingga sengon banyak dipergunakan sebagai bahan bangunan (Prajadinata & Masano 1989). Kayu sengon memiliki panjang dan diameter serat 1.373 dan 0.0160 mm. Berdasarkan dimensi serat dan juga massa jenisnya, kayu sengon sesuai untuk digunakan sebagai bahan baku pulp sebagaimana yang dikemukakan oleh Haroen (2006), bahwa umumnya massa jenis kayu yang digunakan untuk pulp massa jenisnya lebih kecil dari 0.7, panjang serat lebih dari 0.9 mm, kadar lignin kurang dari 33% dan ekstraktif lebih kecil dari 5%. Demikian pula jika ditinjau dari sifat fisik dan mekanik kertas yang dibuat dari kayu sengon, kualitasnya termasuk kategori kualitas
1 dengan keunggulan sifat fisik dan mekanik
diantaranya
kekutan sobek (burst factor), tensile strength, daya regang (stretch) dan panjang putus (breaking length) dengan nilai berturut-turut 88.78, 6.44, 3.74 dan 10.23 (Yahya 2010). Permasalahan pada industri pulp dan kertas Sejalan dengan peningkatan kebutuhan pulp dan kertas dunia, industri pulp dan kertas dituntut untuk meningkatkan efisiensi produksi dengan tetap menjaga kelestarian sumber bahan baku. Selain itu tuntutan mutu lingkungan dengan menekan pencemaran industri, mendorong penelitian yang sangat intensif di bidang teknologi proses maupun rekayasa jenis tanaman bahan baku pulp. Modifikasi bahan baku pulp dengan meminimalkan faktor-faktor pembatas pada proses pembuatan pulp akan meningkatkan efisiensi proses. Proses industri pulp yang memanfaatkan kayu sebagai bahan baku umumnya menggunakan proses sulfat/Kraft. Proses tersebut mempunyai keuntungan diantaranya dapat mengolah berbagai jenis kayu baik yang sejenis
8
maupun campuran, waktu pengolahan yang relatif pendek dan menghasilkan pulp dengan kualitas tinggi, namun demikian pulp yang dihasilkan berwarna gelap sehingga membutuhkan banyak bahan pemutih dan menghasilkan limbah berupa bahan organik terklorinasi (Siagian 2003). Pulp coklat (unbleached pulp) yang merupakan hasil pencucian kemudian disaring, diputihkan, atau dikelantang pada unit pemutih (bleaching) yang umumnya dilakukan dalam tiga hingga enam tahap. Pada proses pemutihan menggunakan zat-zat kimia dari golongan klorin terutama Cl2, akan bereaksi dengan lignin menghasilkan limbah berupa senyawa organoklorin yang umumnya beracun. Bleaching pulp ditinjau dari segi proses industri sangat penting karena derajat putih pulp tidak hanya merupakan standard kualitas yang digunakan oleh industri tetapi juga sebagai salah satu kriteria pemilihan oleh konsumen. Warna gelap pada pulp umumnya disebabkan oleh lignin, salah satu komponen utama penyusun kayu yang tergolong ke dalam senyawa fenolik yang sangat mudah teroksidasi. Pada sisi lain, limbah organik terklorinasi yang dihasilkan dari
proses bleaching sulit untuk didegradasi atau didaur ulang
sehingga berpotensi sebagai bahan pencemar yang membahayakan lingkungan. Lebih dari sepuluh tahun terakhir ini, telah ditempuh beberapa cara untuk untuk menekan limbah berbahaya dalam industri pulp yaitu melalui pengolahan pulp dengan memanfaatkan
mikroba (biopulping) maupun modifikasi proses
bleaching. Pengolahan pulp secara biologi
merupakan proses yang memanfaatkan
mikroba yaitu jamur pelapuk putih (white rot fungi) untuk melemahkan struktur kayu melalui cara degradasi lignin sehingga akan mengurangi pemakaian bahan kimia dan energi didalam pemisahan serat (Siagian et al. 2003). Modifikasi proses bleaching yaitu Totally Chlorin Free (TCF) bleaching yang menggunakan bahan kimia hidrogen peroksida dan ozon (Johnston et al. 1996) telah berhasil menurunkan toksisitas efluen menjadi lebih rendah dibanding proses yang umum dipakai sebelumnya yaitu Elemental Chlorin Free (ECF).
Namun demikian,
bagaimanapun juga modifikasi proses bleaching pulp tidak dapat menghilangkan sama sekali limbah berbahaya tetapi hanya menurunkannya saja.
9
Program minimisasi limbah dalam industri kertas yang efektif akan mengurangi biaya produksi dan beban pengelolaan limbah berbahaya sehingga akan meningkatkan efisiensi dan kualitas produk. Teknik minimisasi limbah yang dapat dilakukan selain yang terkait langsung dengan proses produksi seperti perencanaan produksi dan tahapannya, penyesuaian peralatan/proses atau modifikasi, pemisahan limbah dan daur ulang limbah, penggantian (substitusi) bahan baku juga merupakan salah satu alternatif minimisasi limbah (Setyorini 2002). Substitusi bahan baku yang dapat diterapkan untuk efisiensi produksi pulp adalah penggunaan bahan baku dengan komposisi lignin yang memudahkan proses pulping sehingga dapat menekan biaya produksi.
Struktur lignin Lignin merupakan komponen penyusun dinding sel tumbuhan (17-33%) dengan komposisi
bahan penyusun yang berbeda-beda bergantung jenisnya.
Lignin adalah polimer dari unit fenilpropana: unit guaiasil (G) dari prekusor transconiferyl-alcohol,
siringil
(S)
unit
dari
trans-sihapyl-alcohol,
dan
p-
hydroxyphenyl (H) unit dari prekursor trans-p-coumaryl alcohol. Lignin terutama terakumulasi pada batang tumbuhan berbentuk pohon dan semak. Pada batang, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak. Berbeda dengan selulosa yang terbentuk dari gugus karbohidrat, struktur kimia lignin sangat kompleks dan tidak berpola sama. Gugus aromatik ditemukan pada lignin, yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Ikatan yang menghubungkan unit-unit fenilpropana kebanyakan adalah ikatan eter (lebih dari 2/3) dan sisanya dengan ikatan karbon-karbon. Senyawa ini dikelompokkan ke dalam 3 grup berdasarkan unit monomer penyusunnya (Gambar 3) yaitu gymnosperm lignin (disusun oleh monomer coniferil alkohol), angiosperm lignin (disusun oleh monomer coniferil alkohol dan sinapil alkohol) serta grass lignin (terdiri dari campuran monomer coniferil alkohol, sinapil alkohol dan ρ-coumaril alkohol) (Higuchi 1980). Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia, prosentase kadar lignin kayu dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu lignin tinggi (33%), lignin
10
sedang (18-33%) dan lignin rendah (18%) (Pari 1996). Kadar lignin kayu sengon umumnya adalah 26.8%, dan pada penelitian Pari et al. (1997) kadar lignin bervariasi tergantung umur yaitu pada sengon yang berumur 5, 10 dan 15 tahun kadarnya berturut-turut adalah 29.10%, 29.79% dan 30.19%.
A
B
C
Gambar 3. Struktur kimia penyusun lignin (A) p-koumaril alkohol, (B) koniferil alkohol, (C) sinafil alkohol (Fengel dan Wegener 1995). Lignin dalam kayu terutama terdapat dalam lamela tengah dan dinding sel sekunder (Fengel & Wegener 1995). Lignin bersama-sama dengan selulosa merupakan suatu komponen penting pada tumbuhan berpembuluh dan dapat ditemukan dalam jumlah yang besar pada dinding sel sekunder, serat dan pembuluh angkut xilem. Fungsi lignin dalam tumbuhan selain sebagai penunjang mekanik juga sangat penting dalam membantu pertahanan tumbuhan terhadap patogen. Komposisi lignin di alam sangat bervariasi tergantung pada spesies tanaman, yang dapat dikelompokkan berdasarkan kayu daun jarum, kayu daun lebar, dan rumput-rumputan. Kayu lunak terutama tersusun atas unit guaiasil, sedangkan kayu keras juga tersusun atas unit siringil. Kayu lunak ditemukan lebih resisten untuk didelignifikasi dengan ekstraksi basa daripada kayu keras. Hal ini diduga karena guaiasil lignin membatasi pemekaran (swelling) serat dan dengan demikian menghalangi serangan enzim terhadap siringil lignin. Beberapa studi yang terbaru mengenai lignin ditemukan bahwa terdapat struktur lignin yang
11
bermacam-macam seperti terdiri dari daerah amorphous dan bentuk-bentuk terstruktur seperti partikel tabung dan globul. Ada indikasi pula bahwa struktur kimia dan dimensi tiga lignin sangat dipengaruhi oleh matrik polisakarida. Simulasi dinamik menunjukkan bahwa gugus hidroksil dan metoksil di dalam prekusor lignin dan oligomer mungkin berinteraksi dengan mikrofibril selulosa sejalan dengan fakta bahwa lignin memiliki karakteristik hidrofobik. Sebagai contoh ditemukan bahwa tipe ikatan utama lignin di dalam kayu spruce adalah ikatan eter-aril eter. Gugus fungsional yang mempengaruhi reaktifitas lignin meliputi gugus phenolic hydroxyl bebas, methoxyl, benzylic hydroxyl, benzyl alcohol, noncyclic benzyl ether dan carbonyl. Guaiasil lignin mengandung lebih banyak gugus phenolic hydroxyl dibanding siringil. Lignin pada kayu daun lebar disusun terutama oleh unit guaiasil dan siringil. Kadar lignin dan rasio siringil/guaiasil (S/G) berbeda-beda tergantung jenis dan lapisan selnya. Perbedaan rasio S/G ini mempengaruhi sifat kimia dan kecepatan degradasinya
pada
proses
pulping
sehingga
sangat
penting
untuk
mengkarakterisasi lokalisasi unit guaiasil dan siringil pada dinding sel kayu keras (Watanabe
2004).
Berdasarkan
komposisi
unit
strukturalnya,
diklasifikasikan kedalam beberapa tipe. Lignin pada kayu daun jarum
lignin atau
disebut lignin guaiasil atau G lignin sebagian besar disusun oleh unit guaiasil (sekitar 90%) dan p-kumaril alkohol (sekitar 10%). Lignin pada kayu daun lebar atau disebut lignin guaiasil siringil atau G-S lignin disusun oleh unit guaiasil dan siringil dengan perbandingan tertentu, tergantung dari jenis kayu, umur kayu, tempat tumbuh dan iklim (Davin & Lewis 2005). Kompleksitas struktur lignin hingga kini masih belum jelas. Namun demikian struktur dominan lignin telah diteliti seiring dengan semakin berkembangnya metoda identifikasi degradasi produk dan model sintesis. Beberapa studi berhasil menjelaskan repesentasi struktur lignin. Diketahui bahwa ikatan antar unit fenilpropana dan berbagai gugus fungsi menyebabkan lignin memiliki stuktur yang unik dan kompleks (Gambar 4). Ikatan yang dominan pada kayu lunak misalnya adalah ikatan β-O-4. Makromolekul lignin juga memiliki berbagai gusus fungsional yang berpengaruh terhadap reaktivitasnya. Kebanyakan
12
lignin mengandung gugus methoxyl, phenolic hydroxyl serta sedikit gugus aldehid terminal. Hanya sebagian kecil saja proporsi gugus phenolic hydroxyl yang bebas karena sebagian besar terikat dengan fenilpropana lainnya. Gugus-gugus karbonil dan hidroksil alkohol terikat dalam struktur lignin ketika proses dehidrogenasi enzimatik.
Gambar 4. Diagram struktur lignin kayu daun jarum (Raiskilla et al. 2008)
13
Biosintesis lignin dan enzim-enzim terkait Lignin terbentuk dari polimerisasi dehidrogenasi monolignol p-koumaril alkohol, koniferil alkohol, and sinapil alkohol. Monolignol tersebut disintesis melalui jalur biosintesis fenilpropanoid yang diinisiasi dari deaminasi fenil alanin oleh enzim fenilalanin ammonia liase (Zong & Morrison 2000a; Harakava 2005). Pada beberapa tanaman telah diketahui enzim-enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin diantaranya phenylalanine ammonia–lyase (PAL) (Kao et al. 2002), o-methyltransferase (CCoAoMT) (Ibrahim et al. 1998; He et al. 1998); 4-coumarate CoA ligase (4CL) (Allina et al 1998; Ehlting et al. 1999; Chukovic et al. 2000; Ehlting et al. 2001: Rogers et al. 2005), cinnamoyl-CoA reductase (CCR) dan cinnamyl alcohol dehydrogenase (CAD) (Ralph et al. 1998). Enzim-enzim tersebut terlibat di dalam jalur biosintesis lignin yang dimulai dari konversi prekursor fenil alanin hingga pembentukan monolignol (Gambar 5).
Gambar 5. Jalur biosintesis prekursor monolignol lignin. 4CL, 4-coumarate CoA ligase; C3H, p-coumarate 3-hydroxylase; C4H, cinnamate 4hydroxylase,; CAD, cinnamyl alcohol dehydrogenase; CCoAOMT, caffeoyl CoA O-methyltransferase; CCR, cinnamoyl CoA reductase; COMT, caffeic acid O-methyltransferase; F5H, ferrulate 5hydroxylase; hydroxycinnamoyltransferase; PAL, phenyl ammonialyase (Baucher 2003).
14
Gen-gen penyandi enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin telah diisolasi dan dikarakterisasi. Saat ini sudah banyak dilaporkan data sekuen DNA yang berupa fragmen cDNA ataupun sekuen gen utuhnya. Sekuen yang terdaftar pada data gene bank jumlahnya sangat banyak hingga mencapai ratusan jenis sekuen dari berbagai macam tanaman juga organisme lainnya. Berdasarkan studi EST (Expressed Sequence Tag), diketahui bahwa masing-masing enzim memiliki aktivitas terhadap substrat yang spesifik (Tabel 1).
Tabel 1. Aktivitas katalitik beberapa enzim yang terlibat dalam biosintesis lignin (Harakava 2005). Jenis enzim
Aktivitas katalitik
Phenylalanine ammonia-lyase – PAL
deaminasi fenilalanin untuk menghasilkan asam trans sinamat Cinnamate 4-hydroxylase - C4H menghidroksilasi asam sinamat menjadi asam p-coumarat. 4-coumarate CoA ligase -4CL esterifikasi CoA p-coumaric acid, caffeic acid, ferulic acid, 5hydroxyferulic acid dan sinapic acid. Hydroxycinnamoylmengubah p-coumaroyl-CoA dan CoA:shikimate/quinate caffeoyl-CoA menjadi shikimate atau hydroxycinnamoyltransferase – HCT quinate ester Caffeoyl CoA O-methyltransferase – mengkatalisis metilasi caffeoyl CoA CCoAOMT menjadi feruloyl CoA. Caffeic acid O-methyltransferase – mengubah 5-hydroxyconiferaldehyde COMT atau 5-hydroxyconiferyl alcohol menjadi sinapilaldehyde atau sinapyl alcohol Cinnamoyl CoA reductase - CCR mengubah hydroxycinnamoyl CoA esters menjadi aldehid Ferulate 5-hydroxylase - F5H mengubah ferulic acid menjadi 5hydroxyferulic acid atau coniferaldehyde /coniferyl alcohol menjadi synapaldehyde/sinapyl alcohol Cinnamyl alcohol dehydrogenase mengkatalisis konversi cinnamyl CAD aldehyde menjadi alkohol
15
Modifikasi transgenik komposisi lignin kayu dan prospek proses pulping yang lebih efisien Pada proses pembuatan pulp lignin harus dihilangkan untuk memperoleh serat selulosa. Pemisahan lignin dari selulosa memerlukan bahan kimia dan energi dalam jumlah yang besar sehingga biaya yang diperlukan juga tinggi disamping menimbulkan resiko pencemaran lingkungan. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mengembangkan varitas bibit pohon dengan kadar lignin rendah atau termodifikasi untuk mendukung efisiensi produksi pulp. Modifikasi transgenik dengan cara mengatur ekspresi gen-gen terkait dengan metabolism fenilpropanoid sangat memungkinkan untuk dikembangkan guna mendapatkan kayu dengan kadar lignin rendah atau yang lebih mudah didelignifikasi. Perbaikan genetik tanaman berkayu seperti tanaman kehutanan dan buahbuahan dibatasi oleh berbagai faktor antara lain ukuran pohon, siklus hidup yang panjang dan kurangnya informasi mengenai basis genetik. Teknologi DNA dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Penelitian mengenai transgenik tanaman tinggi ditemukan lebih dari 100 laporan yang meliputi ketahanan
terhadap herbisida dan serangga (Strauss & Bradshaw 2001) dan
modifikasi lignin tanaman berkayu melalui represi ekspresi enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin (Hauffe 1993; Kajita 1997; Lee 1997; Zhong et al. 2000b).
Pendekatan
untuk
menekan
biosintesis
lignin
adalah
dengan
memanfaatkan fenomena PTGS (Post Trancriptional Gene Silencing) yang dapat dilakukan diantaranya dengan konstruk antisense. Pada tanaman model Arabidopsis transformasi konstruk antisense dapat menurunkan aktivitas enzim 4CL hingga tersisa 8% dan menyebabkan perubahan rasio G/S lignin (Lee et al. 1997). Bahkan pada tanaman kehutanan transgenik subtropis yang cepat tumbuh yaitu aspen (Populus tremuloides) mengandung gen penyandi 4CL yang dikonstruksi secara antisense sehingga terjadi down regulated ekspresi 4CL menyebabkan turunnya kadar lignin hingga 45% dan kadar selulosa meningkat hingga 15%, selain itu terbukti pula memacu pertumbuhan daun, akar dan batang (Sederoff 1999, Harding et al. 1999). Selain upaya mengurangi kadar lignin kayu, cara modifikasi dilakukan untuk meningkatkan komposisi atau rasio siringil/guaiasil lignin sehingga lebih
16
mudah dipisahkan dari selulosa yang akan sangat menguntungkan bagi industri pengolahan pulp karena akan menghemat energi dan biaya disamping dapat menekan limbah berbahaya. Siringil lignin yang tersusun atas monomer sinapil alkohol lebih peka terhadap degradasi kimia maupun enzimatik dibanding guaiasil lignin, karena unit posisi C5 aromatik pada guaiasil bebas berikatan antar karbon. Ferulate
5-hydroxylase
(F5H)
terlibat
dalam
jalur
sintesis
5-hidroksi
koniferaldehid berupa prekursor sinapilalkohol sebagai penyusun siringil lignin. Over ekspresi ferulate 5-hydroxylase Arabidopsis pada poplar, menghasilkan kayu poplar transgenik dengan kadar siringil lignin tinggi yang dapat meningkatkan efisiensi proses pulping yaitu dalam hal peleraian selulosa dari lignin (U.S. Departement of Energi 2006). Over ekspresi F5H sweetgum dibawah kontrol promotor xylem-specific Pt4CLIP
pada aspen transgenik berhasil
meningkatkan rasio siringil/guaiasil (S/G) hingga 2.5 kali (Baucher et al. 2003). Demikian pula over ekspresi ferulate 5-hydroxylase Arabidopsis pada poplar, menghasilkan kayu poplar transgenik dengan kadar siringil lignin tinggi yang dapat meningkatkan efisiensi pulping yaitu dalam hal peleraian selulosa dari lignin (Boudet et al. 2003). Perbaikan sifat tanaman dengan cara konvensional yaitu melalui hibridisasi seksual (persilangan) akan membutuhkan waktu lama terutama karena panjangnya siklus hidup tanaman kehutanan. Dengan demikian usaha perbaikan sifat tanaman melalui teknologi DNA atau rekayasa genetika untuk memodifikasi kadar lignin kayu sengon akan lebih menguntungkan karena modifikasi terjadi dalam waktu relatif singkat. Pendekatan untuk menekan biosintesis lignin adalah dengan memanfaatkan fenomena PTGS (Post Transkriptional Gene Silencing) yang dapat dilakukan diantaranya dengan konstruk antisense dan RNAi (RNA interference) yang selanjutnya ditransformasikan pad tanaman. Efektivitas PTGS yang dihasilkan melalui teknik antisense umumnya sekitar 50%. Knock out gen dengan teknik RNAi dapat lebih tinggi dibanding antisense, misalnya efek silencing beberapa gen (GUS, PVY dan FAD2∆12-desaturase) pada tanaman tembakau, arabidopsis, tomat dan padi mencapai 90-100% (Wesley et al. 2001).
17
Pada Pinus radiata konstruk RNAi 4CL dapat menurunkan kadar lignin total hingga 36% - 50% dan rasio S/G meningkat, tetapi pada beberapa individu bentuk fenotifiknya menjadi kerdil (Wagner et al. 2009) . Mengingat peranannya yang penting dalam struktur dinding sel dan
ketahanan terhadap hama dan
penyakit, penurunan kadar lignin kayu bisa dilakukan hingga batas tertentu yang tidak mengganggu fenotif dan kekuatan pohon. Percobaan laboratorium untuk mengetahui karakteristik pulping kayu transgenik rendah lignin yang dipelihara di rumah kaca telah dilakukan diantaranya pada kayu poplar transgenik down regulasi CCR dan CAD, pinus mutan cad dan overekspresi F5H (Baucher et al. 2003). Pulp Kraft dari kayu transgenik tersebut menunjukkan bilangan Kapa yang rendah (salah satu parameter pulping yang baik) dan berkurangnya kebutuhan bahan kimia untuk proses pulping. Percobaan untuk mengetahui efisiensi pulping pada skala besar (pabrik) masih merupakan kendala karena belum adanya area field trial yang dapat menghasilkan kayu transgenik rendah lignin yang cukup untuk proses pabrik serta keterbatasan industri pulp yang bisa bekerjasama untu pengujian kayu transgenik.
18
ANALISIS KUANTITATIF DAN UJI HISTOKIMIA LIGNIN SENGON (Paraserianthes falcataria) Abstract The presence of lignin in plant cells is a factor limiting the efficiency of processing lignocellulosic materials of wood-based industries including pulp and paper industry either chemically or biologically (biopulping) process using white rot fungi. Lignin content determination of sengon collected from different areas in Indonesia indicated that it ranged low to moderate category (16.58 – 35.59%). Lignin histochemical assay of transverse section of stems using phloroglucinolHCl staining showed that the initiation of lignin deposition was noted in 2 weeks old seedling. Lignin quantitative and qualitative assessment through histochemical assay showed that lignin content was varied in trees depending on height.
Keywords: Paraserianthes falcataria, lignin, histochemical, phloroglucinol-HCl, pulp
Abstrak
Keberadaan lignin pada sel tanaman merupakan faktor pembatas efisiensi pengolahan material lignoselulosa menjadi produk-produk industri berbahan dasar kayu termasuk pulp baik secara kimia maupun biologis (biopulping) menggunakan jamur pelapuk putih. Pengujian kadar lignin yang dikoleksi dari beberapa daerah menunjukkan bahwa kadar lignin sengon termasuk kategori rendah hingga sedang (16.58% - 35.59%). Uji histokimia lignin pada potongan transversal batang dengan pewarnaan phloroglucinol-HCl menunjukkan bahwa deposisi lignin tampak jelas dimulai pada umur 2 minggu. Pengujian kadar lignin secara kuantitatif menggunakan metoda Klason dan kualitatif melalui uji histokimia jaringan, menunjukkan bahwa deposisi lignin berbeda pada ketinggian pohon yang berbeda.
Kata Kunci: P. falcataria, lignin, uji histokimia lignin, phloroglucinol-HCl, pulp
19
Pendahuluan
Industri pulp terus berkembang dan produksinya cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya konsumsi kertas dunia. Pertumbuhannya dalam dekade yang akan datang diperkirakan antara 2% hingga 3.5% per tahun, sehingga membutuhkan kenaikan kayu log yang dihasilkan dari lahan hutan seluas 1 sampai 2 juta hektar setiap tahun. Kondisi ini menuntut tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinyu khususnya kayu dari berbagai jenis tanaman kehutanan sebagai bahan baku yang paling banyak digunakan. Kayu sebagai bahan dasar dalam industri kertas mengandung beberapa komponen antara lain selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif. Di dalam proses industri pulp secara kimia seperti proses sulfat/Kraft, memerlukan proses bleaching karena pulp yang dihasilkan berwarna gelap yang disebabkan oleh oksidasi senyawa lignin. Kandungan lignin pada sel tanaman (monomer guaiasil dan siringil) berpengaruh terhadap pelepasan dan hidrolisis polisakarida. Pada biopulping, asosiasi lignin dengan selulosa membentuk suatu matriks hidrofobik yang membatasi kerja enzim-enzim hidrolitik. Lignin adalah polimer penyusun biomassa tanaman yang kelimpahannya menduduki urutan kedua setelah selulosa. Pada tanaman tingkat tinggi senyawa ini memiliki peran penting pada kekutan pohon, transport air dan ketahanan terhadap penyakit (Lappierre et al. 1999). Pemisahan lignin dari selulosa merupakan proses dasar pada Kraft pulping yaitu proses yang banyak digunakan pada pembuatan pulp. Pada berbagai spesies kayu kadar lignin bervariasi antar 15 - 36% (Doorsselaere et al. 1995). Sengon merupakan tanaman kehutanan yang memiliki sifat cepat tumbuh, dan multiguna. Sengon selain digunakan sebagai kayu konstruksi ringan dan furniture digunakan pula sebagai bahan baku pulp bersama dengan jenis kayu lainnya (pulp campuran). Kayu sengon memiliki sifat fisik yang menguntungkan untuk industri kertas dibanding dengan kayu pulp lainnya seperti akasia, eukaliptus dan gmelina karena panjang seratnya paling tinggi yaitu 1356.08 µm. Disamping itu sifat kertas yang dihasilkan memiliki keunggulan dalam hal sifat
20
tahan robeknya (tensile strength dan bursting strength) yang tinggi yang mungkin disebabkan karena kayu sengon seratnya panjang. Dalam proses pulping secara kimia, delignifikasi merupakan proses terpenting karena bertujuan untuk mendegradasi dan melarutkan lignin sebanyak mungkin dan menghindari kerusakan pada serat selulosa seminimal mungkin. Perbedaan laju delignifikasi tidak hanya dipengaruhi oleh kadar lignin tetapi juga oleh reaktivitas komponen penyusun lignin. Walaupun sifat-sifat fisik kayu sengon sangat baik sebagai bahan baku industri pulp, kayu sengon bukan merupakan bahan baku pulp yang digunakan secara luas karena berat jenisnya yang relatif rendah dibanding jenis kayu pulp lainnya. Untuk meningkatkan penggunaan kayu sengon sebagai bahan baku pulp karena sifatnya yang tumbuh sangat cepat dan sifatnya fisik kayunya yang menguntungkan, diperlukan upaya pemuliaan pohon untuk memodifikasi kadar maupun komposisi sub unit lignin yang merupakan faktor pembatas perolehan rendemen selulosa yang tinggi. Berkaitan dengan hal ini diperlukan studi pendahuluan mengenai analisis kadar lignin kayu dan waktu mulainya pembentukan lignin pada sengon. Lignin terdapat pada semua sel jaringan tumbuhan, akan tetapi banyak ditemukan pada jaringan sklerenkim (Soukupova et al. 2000). Keberadaan lignin tersebut secara kualitatif dalam suatu jaringan tumbuhan dapat diketahui dengan metode histokimia menggunakan pewarnaan phloroglucinol-HCl 1%. Section (irisan penampang melintang) suatu akar atau batang tanaman yang dicelupkan ke dalam larutan phloroglucinol-HCl 1% akan memberikan warna merah pada ligninnya (Valette et al. 1998). Penelitian mengenai perbandingan keberadaan lignin pada dinding sel kayu telah dilakukan pada beberapa spesies tanaman diantaranya Arabidopsis thaliana (Zhong et al. 2000b), spruce (Soukovova et al. 2000) dan Eucalyptus (Watanabe et al. 2004). Analisis histokimia lignin pada sengon telah dilakukan pada bibit sengon umur 3 bulan untuk mengetahui perbedaan kadar lignin secara kualitatif dari sengon merah dan sengon putih (Hartati et al. 2008a). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar lignin sengon dari berbagai lokasi tumbuh, distribusinya pada perbedaan ketinggian pohon dan untuk menganalisis pembentukan lignin secara temporal pada berbagai tahapan umur pohon.
21
Bahan dan metode
Analisis kadar lignin kayu sengon dilakukan terhadap kayu dari tanaman sengon yang dikoleksi dari beberapa lokasi yaitu koleksi kebun plasma nutfah Puslit Bioteknologi LIPI di Cibinong, Kebun Percobaan Puslitbang HutanKementrian Kehutanan di Cikampek, kebun koleksi sengon Dinas Kehutanan dan Perkebunan Tasikmalaya serta koleksi sengon Pusat Penelitian Hutan TanamanKementrian Kehutanan di Yogyakarta. Umur tanaman yang dianalisis hampir sama yaitu sekitar 10 tahunan. Selain itu pohon yang dipilih untuk dianalisis kadar ligninnya merupakan pohon yang memiliki respon pertumbuhan paling baik pada masing-masing lokasi tumbuhnya. Sengon yang dikoleksi dari kebun plasma nutfah Puslit Bioteknologi-LIPI (Cibinong) merupakan pohon plus, yang diuji dari 105 pohon yang diseleksi berdasarkan berbagai parameter yaitu diameter, tinggi, Diameter breast height (DBH), bentuk batang, bentuk percabangan, sudut percabangan, pembuahan, ketahanan hama dan penyakit serta cacat lain (Hartati et al. 2007). Pada setiap lokasi penelitian masing-masing dianalisis sebanyak 5 pohon. Tinggi dan diameter pohon yang diuji adalah sekitar 30-37 m dan 40-70 cm. Kayu di koleksi dengan cara mengambil kayu beserta kulit dengan ukuran 20 x 20 cm dan ketebalan ±3 cm, pada dua titik yaitu pada ketinggian pohon 2 m dan 4 m dari pangkal batang. Selain uji kuantitatif kadar lignin dilakukan pula uji histokimia lignin terhadap irisan melintang hipokotil bagian atas, tengah dan bawah bibit sengon yang berasal dari Kebun Botani Serpong pada umur 3 hari, 1 minggu dan 2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan untuk mengetahui distribusi lignin pada bagian dan umur bibit yang berbeda.
Uji kadar lignin Kadar lignin kayu sengon diuji dengan menggunakan metoda isolasi lignin Klason (TAPPI TM T222 OM88). Kadar ekstraktif kayu ditentukan dengan menggunakan pelarut etanol-benzena (TAPPI TM T412 OM94). Sampel kayu sengon bebas ekstraktif sebanyak 0.3 gram dimasukkan dalam gelas vial dan ditambah dengan 4.5 ml H 2 SO 4 72%. Selanjutnya gelas vial tersebut dimasukkan
22
dalam gelas piala yang berisi air dan dilakukan pengadukan pada 200 rpm selama 2.5 jam. Selama pengadukan suhu air dipertahankan pada 20±1oC. Kemudian sampel dipindahkan kedalam Erlenmeyer 500 ml dan ditambah dengan akuades sebanyak 171 ml dan ditutup dengan aluminium foil. Sampel diautoklaf pada 121oC selama 15 menit. Selanjutnya disaring dalam keadaan panas menggunakan gelas filtrate. Sebelum digunakan gelas filtrate dioven pada 105oC selama 24 jam, didinginkan dalam desikator selama 2 jam dan ditimbang. Gelas filtrate dicuci berturut-turut dengan 20 ml air dan acetone dan selanjutnya di oven pada 105oC selama 24 jam. Setelah dioven, sample didinginkan dalam desikator.
Kadar lignin ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagai berikut: Kadar lignin = C – A
X
100
(100%-Ka) X B A: Berat gelas awal (sebelum penyaringan), B: Berat sample bebas ekstraktif, C: Berat gelas filtrate setelah digunakan untuk menyaring Ka: Kadar air sampel
Uji histokimia lignin Bahan tanaman
yang berupa irisan melintang batang didehidrasi
menggunakan etanol dengan konsentrasi meningkat (30 40, 50, 60 dan 70) % masing-masing selama 5 menit. Selanjutnya irisan tersebut diwarnai dengan larutan phloroglucinol-HCl 1% dalam 6N HCl selama 30 menit. Preparat dibuat permanen menggunakan perekat Entelan kemudian irisan dianalisis menggunakan mikroskop cahaya. Dokumentasi dilakukan
30 hingga 40 menit setelah
pewarnaan. Analisis kualitatif kadar lignin ditentukan dengan cara skoring dengan kisaran nilai dimulai dari 1 hingga 9 yang menggambarkan intensitas warna lignin dari merah muda, merah hingga coklat.
23
Hasil dan pembahasan
Analisis kadar lignin Secara umum kadar sengon dari seluruh lokasi yang diuji pada ketinggian pohon 2 m adalah (17.93 -34.11%) dengan rata-rata 27.29% dan pada ketinggian 4 m adalah (16.58 – 35.59%) dengan rata-rata 27.73%. Sengon yang memiliki kadar lignin terendah adalah pohon PII yang merupakan koleksi dari Cibinong dengan kadar lignin rata-rata pada ketinggian 2 m dan 4 m adalah 17.25%. Kadar lignin tersebut termasuk kategori kayu rendah lignin yaitu kurang dari 18% (Pari 1996). Selain memiliki kadar lignin yang rendah
pohon ini juga kadar
selulosanya cukup tinggi yaitu 51.54% (Hartati et al. 2009). Berdasarkan hasil analisis kadar lignin pohon PII tersebut berpotensi untuk dibudidayakan dan diperbanyak sebagai bahan baku pulp yang efisien ataupun sebagai material pemuliaan tanaman untuk menurunkan lignin hingga kadar yang lebih rendah lagi tetapi respon pertumbuhan dan daya hasilnya tetap menguntungkan. Perbanyakan koleksi pohon unggul rendah lignin tersebut dapat dilakukan melalui stek ataupun propagasi in vitro untuk menjamin kesamaan identitas genetiknya. Distribusi lignin di dalam dinding sel dan pada bagian pohon yang berbeda tidak sama. Kadar lignin yang tinggi adalah khas untuk bagian batang yang paling rendah dan paling dalam (Fengel & Wegener 1995). Walaupun secara keseluruhan rata-rata kadar lignin kayu sengon pada ketinggian 2 m dan 4 m hampir sama, namun pada kayu yang dikoleksi
dari Cibinong dan Yogyakarta rata-rata
kadar lignin pada ketinggian pohon 2 m lebih tinggi dibanding pada 4 m (Tabel 2). Perbedaan kadar lignin tidak saja terdapat pada bagian pohon yang berbeda tetapi juga tergantung Provenance, seperti pada Acacia mangium yang kadar ligninnya
pada tiga provenans yaitu Queensland, Papua New Guinea dan
Indonesia Bagian Timur bervariasi yaitu 21.98, 24.54 dan 23.33% (Syafii & Siregar 2006).
24
Tabel 2. Kadar lignin kayu sengon yang dikoleksi dari daerah Cibinong, Cikampek, Tasikmalaya dan Yogyakarta. No.
Asal koleksi
1
Cibinong
2
3
4
Kode Pohon
P I P II P III P IV PV Rata-rata Cikampek 94 56 57 39 75 Rata-rata Tasikmalaya TSM 1 TSM 2 TSM 3 TSM 4 TSM 5 Rata-rata Yogyakarta CND1 CND3 CND4 CND5 CND6 Rata-rata Rata-rata total
Kadar lignin (%) pada ketinggian: 2m 4m 26.57 25.26 17.93 16.58 25.63 16.96 22.53 24.13 21.80 25.34 22.89 21.65 32.88 33.10 19.68 33.62 34.11 28.25 31.79 31.93 29.25 34.44 29.54 32.27 28.95 35.59 27.79 30.38 31.95 29.61 31.69 26.91 24.14 32.78 28.9 31.05 29.47 21.30 29.04 32.09 23.79 22.75 26.77 24.11 30.01 29.47 27.82 25.94 27.29 27.73
Uji histokimia lignin bibit sengon umur 3 hari, 1 minggu, 2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan Berdasarkan hasil analisis histokimia pada berbagai umur bibit sengon yang dilakukan skor berdasarkan intensitas warna, diketahui bahwa pada umur bibit 3 hari dan 1 minggu belum tampak pewarnaan lignin. Pada umur 3 hari, pewarnaan lignin hanya tampak berupa titik-titik merah dan belum menunjukkan pembentukan jaringan yang jelas sedangkan pada umur 1 minggu sudah mulai membentuk jaringan yang melingkar yang diduga sebagai awal pembentukan jaringan xilem. Setelah 2 minggu, jaringan yang semula berbentuk melingkar berubah menjadi segiempat dan intensitas warna merah lebih pekat. Pada uji histokimia hipokotil bibit sengon umur 3 hari serta 1 dan 2 minggu, menunjukkan bahwa kandungan lignin banyak ditemukan pada daerah sklerenkim (Gambar 6).
25
Hal ini sesuai dengan uji histokimia pada Picea abis dengan pewarnaan phloroglucinol-HCl yang menunjukkan bahwa kandungan senyawa lignin banyak ditemui didaerah sklerenkim, hipodermis dan sel atau jaringan vaskular (Soukupova, 2000). Berdasarkan penelitian Watanabe et al. (2004) tentang studi histokimia distribusi lignin pada dinding sel dari dua spesies Eucalyptus yaitu E. calmadulins dan E. globulus dengan metode Klason menunjukkan bahwa dinding sel E. calmadulins mengandung gugus guaiasil dan siringil dan pada vessel walls umumnya mengandung gugus guaiasil. Sedangkan E. globulus dinding selnya hanya mengandung gugus siringil sedangkan pada vessel walls
mengandung
gugus guasil dan siringil. Pewarnaan lignin mulai tampak pada bibit umur 2 minggu yang semakin tinggi intensitasnya pada umur 1 bulan dan 2 bulan (Gambar 6).
Intensitas
pewarnaan lignin pada setiap bagian yang diuji (atas, tengah, bawah) pada bibit umur 1 dan 2 bulan berbeda dimana pewarnaan lignin dengan intensitas tertinggi tampak pada bagian bawah (Gambar 7). Pada umur bibit 2 minggu, walaupun sudah terdekteksi adanya pembentukan lignin, tetapi intensitas warna pada ketiga bagian yang diuji skornya sama (Gambar 7). Seperti halnya hasil uji histokimia yang menunjukkan meningkatnya deposisi lignin seiring bertambahnya umur tanaman, kadar lignin Klason juga meningkat pada bibit umur 2 minggu, 1 dan 2 bulan yaitu masing-masing 4.28 %, 9.73% dan 13.98% (Gambar 7). Perbedaan distribusi dan deposisi lignin pada bagian tanaman dan umur berbeda juga terjadi pada bagian atas, tengah dan bawah dari
ruas ke- 10 tanaman jagung yang
diamati pada 3, 5, 7,9, 11, 13, dan 15 hari (Morrison et al. 1994). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada tanaman jagung, terjadi peningkatan lignin hingga 50% pada pengamatan 15 hari dibanding 3 hari dengan kadar tertinggi diperoleh pada bagian bawah ruas tanaman. Pada penelitian mengenai perkembangan xilem dan dinding sel kecambah kedelai umur 5 hari menunjukkan adanya deposisi lignin yang diamati dengan epi-fluorescen microscopy menggunakan pewarnaan 0.5% toluidine blue (De Micco et al. 2008). Hal ini menunjukkan bahwa lignifikasi telah terjadi sejak awal perkembangan tanaman.
26
A
B
2 bulan
3 hari
1 2 3 1 bulan minggu minggu hari
1 minggu
2 minggu
2 minggu
1 bulan
1 bulan
2 bulan
2 bulan
C
atas
tengah
bawah
Gambar 6. Isolasi dan uji histokimia lignin bibit sengon berbagai umur. A. Bibit sengon yang digunakan untuk uji histokimia dan uji kadar lignin, B. isolat lignin untuk pengujian kadar lignin, C. Profil histokimia bibit sengon.
27
A
B
Gambar 7. Intensitas pewarnaan histokimia lignin dengan phloroglucinol-HCl (A) dan kadar lignin kecambah sengon pada berbagai umur (B).
Pada jaringan kayu sengon umur 1 dan 10 tahun, pewarnaan phloroglucinol menghasilkan warna merah yang sangat jelas.
Percobaan uji histokimia pada
berbagai umur bibit dan pohon sengon akan berguna untuk menguji kadar lignin secara kualitatif kadar lignin sengon hasil transformasi dengan konstruk antisense gen penyandi enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin seperti halnya yang dilakukan untuk menguji kadar lignin tembakau dan poplar transgenik rendah lignin (Sewalt et al. 1997 dan Zhong et al. 2000a ).
28
Perbedaan intensitas warna lignin pada sengon umur 1 tahun pada ketiga bagian yang diuji tidak tampak jelas (Gambar 8.), tetapi pada bibit umur 2 tahun bagian pangkal memiliki intensitas warna yang lebih tinggi (Gambar 9). Adanya variasi intensitas warna pada tiga bagian kayu yang diuji yaitu atas, tengah dan bawah, mengindikasikan adanya perbedaan kadar lignin yang berbeda tergantung ketinggian atau jarak pengambilan sampel dari pangkal batang atau bibit. Uji kualitatif deposisi lignin secara histokimia dengan phloroglucinol-HCl sesuai pula dengan data kuantitatif sebagaimana pada hasil uji histokimia sengon PII dibanding dengan PI, dimana PII yang memiliki intensitas pewarnaan lignin lebih lemah dari PI kadar ligninnya pun lebih rendah (Gambar 10). Distribusi lignin pada PI tampak lebih jelas dibandingkan PII.
bawah
atas
tengah
Gambar 8. Profil histokimia lignin kayu sengon bagian atas, tengah dan bawah pada pohon sengon umur 1 tahun.
bawah
tengah
atas
Gambar 9. Profil histokimia lignin kayu sengon bagian atas (a), tengah (b) dan bawah (c) pada pohon sengon umur 2 tahun.
29
PI
P II
Gambar 10. Profil histokimia lignin kayu sengon dewasa yang dikoleksi dari Cibinong.
Kesimpulan dan saran Analisis kayu sengon yang dikoleksi dari daerah Cibinong, Cikampek, Tasikmalaya dan Yogyakarta menunjukkan bahwa kadar lignin sengon secara umum
termasuk kategori kadar lignin sedang dengan kisaran (16.58 -35.59%).
Sengon dengan kadar lignin rendah
teridentifikasi pada koleksi sengon asal
Cibinong yang merupakan kandidat pohon plus. Berdasarkan uji histokimia tampak bahwa pembentukan lignin dimulai pada bibit sengon umur 2 minggu. Baik melalui pengujian kadar lignin secara kuantitatif maupun uji histokimia menunjukkan bahwa deposisi lignin pada setiap bagian batang berbeda kadarnya berbeda pula. Sengon dengan kadar lignin rendah sangat berpotensi untuk diperbanyak dan dibudidayakan untuk mendukung ketersediaan bahan baku industri pulp dan kertas yang efisien dan ramah lingkungan. Data kualitatif melalui uji histokimia lignin yang menunjukkan waktu dimulainya deposisi lignin merupakan informasi yang sangat berguna untuk penelitian lebih lanjut terkait dengan upaya modifikasi kadar dan komposisi sub unit penyusun lignin yang menguntungkan untuk industri pulp dan kertas. Teknologi DNA rekombinan dengan mengatur tingkat ekspresi gen-gen yang berkaitan biosintesis lignin melalui Post transcription Gene Silencing (PTGS) dapat menjadi alternatif untuk upaya penurunan kadar lignin.
30
PRODUKSI TUNAS MELALUI INDUKSI EMBRIOGENESIS DAN MULTIPLIKASI TUNAS NODAL KOTILEDON SENGON Abstract Sengon micropropagation has been carried out using two methods i.e. embryogenesis induction of embryo axis and shoots induction of cotyledon node on MS medium containing various types and concentrations of plant growth regulators. Embryogenic callus could be induced using all media tested, but only on MS medium containing 0.1 mg/l TDZ and 0.25 mg/l IAA, the callus could develop into somatic embryos-like structures. The highest number and the longest shoots was obtained from cotyledon node-derived 10 days seedling on MS medium containing 1 mg/l TDZ. Shoots induction of cotyledon node was selected as the most appropriate system for genetic transformation to improve the sengon wood quality for pulp and paper industry.
Key words: embryogenesis, shoot induction, TDZ, IAA, P. falcataria
Abstrak
Mikropropagasi sengon telah dilakukan melalui dua jenis metoda yaitu induksi embryogenesis dari aksis dan induksi tunas dari nodal kotiledon pada media MS yang mengandung beberapa jenis dan konsentrasi ZPT. Kalus embriogenik dapat diinduksi pada semua media yang dicoba, namun hanya pada media MS yang mengandung 0.1 mg/l TDZ dan 0.25 mg/l IAA dapat berkembang menjadi struktur menyerupai embrio somatik. Tunas majemuk terbanyak dan ratarata tunas terpanjang dapat diinduksi dari nodal kotiledon kecambah umur 10 pada media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ. Dengan demikian induksi tunas menggunakan nodal kotiledon dapat dipilih sebagai sistem regenerasi pada transformasi genetik sengon untuk meningkatkan kualitas bibit sengon yang sesuai dengan kebutuhan indusri pulp dan kertas. Kata kunci: embriogenesis, induksi tunas, TDZ, IAA, P. falcataria
31
Pendahuluan
Propagasi tanaman melalui teknik in vitro dapat dilakukan melalui induksi somatik embrio maupun
induksi
tunas dari berbagai eksplan. Selain untuk
perbanyakan masal bibit tanaman, teknik kultur jaringan digunakan pula untuk penyedian bahan tanaman untuk transformasi genetik. Terdapat beberapa zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dapat digunakan untuk induksi tunas dari golongan sitokinin seperti BAP dan TDZ. Thidiazuron merupakan zat pengatur tumbuh yang sesuai untuk digunakan pada tanaman berkayu seperti Albizia sinensis (Sinha et al. 2000). Selain itu dapat pula digunakan kombinasi ZPT. Jenis eksplan yang digunakan untuk induksi tunas diantaranya kotiledon (Ardiana 2010), nodal kotiledon (Rauf et al.2004; Aasim et al. 2010; Singh & Tiwari 2010), daun (Ozyigit 2009) dan ruas tunas batang (Semivay et al. 2005). Regenerasi melalui embriogenesis somatik memiliki banyak keuntungan, antara lain waktu perbanyakan lebih cepat, pencapaian hasil dalam mendukung program perbaikan tanaman lebih cepat dan jumlah bibit yang dihasilkan tidak terbatas jumlahnya (Mariska 1996). Di samping itu, dengan strukturnya yang bipolar dan kondisi fisiologis yang menyerupai embrio, embrio somatik lebih menguntungkan daripada pembentukan tunas adventif yang unipolar (Sukmadjaja 2005). Morfogenesis tunas dan embriogenesis somatik merupakan dua proses regenerasi yang berbeda dan keduanya sangat bergantung kepada sumber eksplan dan jenis media kultur yang digunakan. Morfogenesis tunas (organogenesis) merupakan proses pembentukan dan perkembangan tunas dari jaringan meristem tunas. Tunas selanjutnya dapat diakarkan untuk mendapatkan tanaman utuh, sedangkan embriogenesis somatik merupakan proses regenerasi tanaman melalui pembentukan struktur menyerupai embrio (embrioid) dari sel-sel somatik yang telah memiliki calon akar dan tunas (serupa embrio zigotik). Tanaman utuh diperoleh dari hasil perkecambahan embrio somatik (Pardal et al. 2002). Perkembangan tanaman dari embriogenesis somatik pada tanaman kehutanan mempunyai beberapa tahapan perkembangan yang spesifik, seperti induksi kalus embriogenik atau embrio somatik (pembentukan langsung),
32
pemeliharaan, pendewasaan, perkecambahan, dan aklimatisasi. Embrio somatik biasanya berasal dari sel tunggal yang kompeten dan berkembang membentuk fase globuler, hati, torpedo, dan akhirnya menjadi embrio somatik dewasa yang siap dikecambahkan membentuk planlet/tanaman utuh (Finer & Mc Mullen 1991, Finer et al. 1996). Keberhasilan regenerasi melalui embriogenesis somatik dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain formulasi media (sumber nitrogen dan gula serta zat pengatur tumbuh) yang berbeda pada setiap tahap perkembangan embrio somatik serta jenis eksplan yang digunakan (Purnamaningsih 2002). Perbanyakan tanaman melalui embriogenesis somatik memerlukan beberapa tahapan dengan formulasi media yang berbeda, bergantung pada tahapan perkembangan embrio somatik (Sukmadjaja 2005). Penggunaan eksplan yang bersifat meristematik umumnya memberikan keberhasilan pembentukan embrio somatik yang lebih tinggi. Eksplan yang digunakan dapat berupa aksis embrio zigotik muda dan dewasa, kotiledon, mata tunas, epikotil maupun hipokotil (Purnamaningsih 2002). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metoda yang tepat untuk penyedian bahan untuk trasnformasi genetik sengon guna modikasi komposisi lignin.
Bahan dan Metode Bahan tanaman Bahan tanaman yang digunakan untuk induksi embriognesis adalah aksis embrio yang diisolasi dari biji sengon yang berasal dari Kebun Botani Serpong dan terlebih dahulu dikecambahkan selama 1 hari, sedangkan tunas majemuk diinduksi dari nodal kotiledon kecambah sengon umur 7 dan 10 hari yang telah dihilangkan tunas terminalnya. Jumlah eksplan untuk setiap perlakukan adalah 30.
Sterilisasi biji Biji sengon dicuci dalam larutan deterjen dan dibiarkan dalam air mengalir selama kurang lebih 30 menit. Selanjutnya biji direndam dalam air panas dengan suhu 80oC selama 10 menit. Setelah air panas dibuang, ditambahkan larutan
33
Dithane 4%, dibiarkan selama 30 menit sambil dikocok. Biji dibilas dengan akuades sampai bersih lalu ditambahkan larutan Masalgine 2% dan dibiarkan selama 10 menit sambil dikocok. Larutan Masalgine dibuang dan biji dibilas dengan aquades sampai bersih. Kemudian ditambahkan larutan etanol 70% sambil dikocok selama 5 menit. Setelah etanol dibuang, biji dibilas dengan akuades steril sampai bersih. Lalu ditambahkan larutan HgCl 2 0.5 % selama 3 menit selanjutnya biji sengon dibilas dengan akuades steril 3-5 kali hingga bersih.
Induksi embriogenesis Aksis embrio yang diisolasi dari biji sengon yang sudah disterilkan dan dikultur selama 1 hari, dikultur secara langsung pada media MS yang mengandung dua jenis zat pengatur tumbuh yaitu Thidiazuron (TDZ) dan Indole Acetic Acid (IAA) dengan konsentrasi bervariasi, yang dipadatkan dengan 0.3% gelrite. Kultur diinkubasi pada ruangan yang bersuhu 25-26°C.
Induksi tunas majemuk dari buku kotiledon Buku kotiledon dari kecambah sengon berumur 7 dan 10 hari dikultur pada media MS yang mengandung TDZ, BAP dan NAA dengan beberapa variasi konsentrasi. Kultur diinkubasi pada suhu 25-26°C.
Hasil dan Pembahasan
Induksi embriogenesis dari aksis embrio Kultur aksis embrio pada tiga jenis media (Tabel 3) seluruhnya dapat membentuk kalus embriogenik dengan persentase berbeda, akan tetapi kalus embriogenik tidak seluruhnya dapat berkembang menjadi embrio somatik. Pada media MS yang mengandung 0.05 mg/l IAA dan 2 mg/l TDZ, serta 0.15 mg/l IAA dan 2 mg/l TDZ kalus embriogenik tidak dapat berkembang menjadi embrio somatik (Gambar 11). Pada media MS yang mengandung 0.1 mg/l TDZ dan
34
0. 25 mg/l IAA kalus embriogenik dapat berkembang lebih lanjut menjadi embrio somatik pada umur 5 minggu (Gambar 11). Namun demikian embrio somatik ini tidak dapat berkembang menjadi planlet utuh. Penelitian Tampubolon (2007) mengenai induksi kalus yang responsif embriogenik dari eksplan kotiledon dari kecambah biji sengon berumur 10 hari telah berhasil dengan menggunakan media MS yang ditambah dengan 1 mg/l TDZ dan 0.25 mg/l IAA. Tetapi kalus yang dapat berkembang lebih lanjut ke tahapan embriogenesis berikutnya frekuensinya masih rendah. Sehingga masih diperlukan penelitian untuk optimasi media induksi embriogenesis somatik pada sengon dengan mengkombinasikan TDZ dengan ZPT yang lain seperti IAA dengan jenis eksplan yang berbeda.
Tabel 3.
Persentase pembentukan somatik embrio yang diinduksi dari aksis embrio sengon pada 4 jenis media.
Komposisi medium
Persentase eksplan membentuk kalus
MS0 (control) MS + 0.05 mg/l IAA + 2 mg/l TDZ MS + 0.15 mg/l IAA + 2 mg/l TDZ MS + 0. 25 mg/l IAA + 0.1 mg/l TDZ
Persentase membentuk embriogenik
eksplan kalus
Persentase eksplan membentuk embrio somatik
0 43
0 40
0 0
90
20
0
50
40
20
A
B
Gambar 11. Kalus embriogenik sengon yang diinduksi dari aksis embrio pada media MS + 0.05 mg/l IAA + 2 mg/l TDZ (A) dan MS + 0.15 mg/l IAA dan 2 mg/l TDZ (B) pada umur 1 bulan.
35
A
B
C
D
Gambar 12. Struktur kalus embriogenik dan embriosomatik yang diinduksi dari aksis embrio pada media MS + 0.1 mg/l TDZ + 0. 25 mg/l IAA pada umur umur 2 minggu (A), 4 minggu (B) , 5 minggu (C) dan 7 minggu (D). Induksi tunas dari buku kotiledon Ekplan nodal kotiledon baik dari kecambah umur 7 hari maupun 10 hari dapat diinduksi pembentukan tunas majemuknya pada semua media yang mengandung ZPT yang dicoba (Tabel 4) tetapi persentase pembentukan tunas dan jumlah tunasnya berbeda. Jenis media terbaik yang dapat menginduksi tunas terbanyak (rata-rata 5.87 tunas per eksplan) adalah media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ dengan eksplan buku kotiledon dari kecambah umur 10 hari, selain itu kisaran panjang tunas yang terbentuk pun untuk jenis eksplan ini lebih besar dibanding media lain yang mengandung BAP atau BAP dan NAA (Tabel 4). Hasil penelitian serupa
mengenai pengaruh BAP dan TDZ terhadap respon
pembentukan tunas dari nodal kotiledon juga terjadi pada induksi tunas Nyctanthes arbor-tritis L, dimana pada konsentrasi yang sama TDZ memberikan respon jumlah tunas yangh lebih tinggi dibanding BAP (Siddique et al. 2006). Pembentukan tunas majemuk terjadi sejak minggu pertama yang dilanjutkan dengan penggandaan dan pendewasaan tunas yang berlangsung
36
hingga minggu ke 7. Tunas selanjutnya dapat membentuk akar pada media 1/2MS pada minggu 8 dan dapat diaklimatisasi pada minggu ke 10 (Gambar 13). Planlet dapat berkembang lebih lanjut menjadi bibit sengon yang dipelihara pada media tanah (Gambar 14). Tabel 4. Jumlah tunas yang terbentuk dari nodal kotiledon pada beberapa jenis dan komposisi media Umur eksplan (hari) 7 Persentase eksplan membentuk tunas majemuk
Medium
MS (Kontrol) 1 TDZ 1.5 TDZ 1.75 TDZ 1 BAP 1B + 0.1 N 3B + 0.1 N 3B + 0.5 N
0 100 100 100 73.3 16.7 100 0
10
Jumlah ratarata tunas /eksplan 0 2.3 2.5 3.6 0.9 0.5 2.4 0
Kisaran panjang tunas (cm) 0 0.2-1.5 0.2-1.5 0.2-1.5 0.2-0.4 0.2-0.5 0.2-0.5 0
Persentase eksplan membentuk tunas majemuk 0 100 100 100 100 100 72.7 100
A
B
C
D
E
F
Jumlah ratarata tunas /eksplan 0 5.87 4.7 5.4 1.8 3 1.64 3.16
Kisaran panjang tunas (cm) 0 0.4-2 0.4-2 0.4-2 0.2-0.4 0.2-0.7 0.2-0.6 0.2-0.5
Gambar 13. Induksi dan regenerasi tunas majemuk dari nodal kotiledon. A. tahap awal induksi tunas, B. inisiasi pembentukan tunas majemuk, C. multiplikasi tunas majemuk, D. pemisahan dan pendewasaan tunas , E. induksi perakaran, F. bibit in vitro yang telah siap untuk diaklimatisasi pada media tanah.
37
A
B
Gambar 14. Bibit sengon umur 4 bulan yang berasal dari kultur in vitro nodal kotiledon dari kecambah umur 10 hari pada media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ. A. Bibit umur 1 bulan, B. Bibit umur 4 bulan. Jika dibandingkan dengan induksi embriogenesis, regenerasi tanaman hingga menjadi tanaman utuh pada percobaan ini hanya dapat dilakukan dengan induksi tunas dari nodal kotiledon. Walaupun demikian keberhasilan induksi embriogenesis hingga tahap somatik embrio dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mencoba media lain untuk mendewasakan embrio somatik agar menjadi planlet utuh.
Kesimpulan dan Saran
Induksi tunas dari nodal kotiledon kecambah sengon umur 10 hari dapat dijadikan sebagai bahan yang tepat untuk menyediakan material tanaman untuk transformasi genetik sengon karena jumlah tunas yang dapat diinduksi cukup banyak dan metoda regenerasinya yang mudah. Komposisi media terbaik untuk induksi tunas adalah media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ. Walaupun jalur organogenesis bukan merupakan sistem yang ideal untuk transformasi genetik tanaman, metoda ini telah berhasil digunakan untuk transgenesis beberapa tanaman lain.
38
PENGKLONAN DAN KONSTRUKSI VEKTOR EKSPRESI ANTISENSE DARI FRAGMEN GEN PENYANDI 4-COUMARATE: COENZYME A LIGASE DARI SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Abstract 4-coumarate:Coenzyme A ligase (4CL) plays an important role in lignin biosynthetic pathway that catalyze the activation of coumaric acid, caffeic acid or ferulic acid to be syringil monomer. Lignin biosynthesis control through 4CL down regulating would support modified lignin wood production. The objective of this study was to clone conserved region cDNA of gene encoding 4CL and to construct expression vector in antisense orientation. Gene fragment isolation was conducted by means reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) using degenerate heterologous primer. The RT-PCR products were purified, sequenced and analyzed to select the highly homology fragment to 4CL. Blast analysis result showed that deduction amino acid sequences of one out of two RTPCR products nucleotide was highly homologous with the 4CL conserved region from Rubbus ideaus, Oryza sativa, Populus tomentosa, Populus balsamifera, Betulla platyphilla, Nicotiana tabacum, and Arabidopsis thaliana with identity ranging from 78-90%. The 4CL fragment has been successfully constructed and cloned for antisense orientation in pCAMBIA 2301. Key words: Coenzyme A ligase, lignin, RT-PCR, sengon
Abstrak 4-coumarate:Coenzyme A ligase (4CL) mempunyai peranan penting dalam biosintesis lignin yang mengkatalisis aktivasi asam koumarat, kafeat atau ferulat menjadi monomer siringil. Pengaturan biosintesis lignin melalui down regulasi 4CL akan berguna untuk modifikasi komposisi lignin kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengklon daerah cDNA pengkode 4CL yang terkonservasi dan untuk mengkonstruk vektor ekspresi dengan orientasi terbalik (antisense). Isolasi frgamen gen dilakukan melalui reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan primer degenerate. Produk RT-PCR dimurnikan, disekuen dan dianalisis untuk memilih fragmen yang memiliki homologi tinggi dengan gen 4CL dari tanaman lain. Hasil analisis Blast menunjukkan deduksi asam amino salah satu sekuen nukleotida produk RT-PCR memiliki homologi yang tinggi dengan sekuen 4CL terkonservasi dari Rubbus ideaus, Oryza sativa, Populus tomentosa, Populus balsamifera, Betulla platyphilla, Nicotiana tabacum, and Arabidopsis thaliana dengan kisaran identity 78-90%. Fragmen 4CL telah berhasil dikonstruksi dan diklon dengan orientasi antisense pada pCAMBIA 2301. Kata kunci: 4-coumarate: Coenzyme A ligase, lignin, RT-PCR, sengon
39
PENDAHULUAN Kayu sebagai bahan dasar yang paling banyak digunakan dalam industri pulp dan kertas mengandung beberapa komponen antara lain selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif. Lignin adalah polimer aromatik yang merupkan salah satu komponen dinding sel tanaman dengan kadar 17-33%. Pada proses produksi pulp dan kertas, lignin harus dipisahkan dari komponen polisakarida kayu dan dilanjutkan dengan proses pengelantangan (bleaching). Ekstraksi lignin membutuhkan energi tinggi dan bahan kimia dalam jumlah besar yang dapat menurunkan kualitas lingkungan. Pada beberapa tanaman enzim-enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin telah diketahui diantaranya phenylalanine ammonia–lyase (PAL) (Kao et al. 2002), o-methyltransferase (CCoAoMT) (Ibrahim et al. 1998; He et al. 1998 ). 4-coumarate CoA ligase (4CL) (Allina et al. 1998; Ehlting et al. 1999; Cukovic et al. 2000; Ehlting et al. 2001,
Roger et al. 2005), cinnamoyl-CoA reductase
(CCR) dan cinnamyl alcohol dehydrogenase (CAD) (Ralph et al. 1998). Enzimenzim tersebut terlibat di dalam jalur biosintesis lignin yang dimulai dari konversi prekursor fenil alanin hingga pembentukan monolignol. 4-coumarate:Coenzyme A ligase (4CL) merupakan salah satu enzim kunci dalam jalur biosintesis lignin yang mengakatalisis aktivasi asam kumarat, kafeat dan ferulat menjadi monomer siringil (Baucher et al. 2003). Berkaitan dengan perannya dalam biosintesis lignin, enzim 4CL sangat menarik untuk dipelajari baik aktivitasnya, struktur protein maupun sekuen gennya. Enzim ini telah diisolasi dan dimurnikan dari berbagai tanaman baik tanaman semusim seperti kedelai, jagung, pea, parsley maupun dari tanaman berkayu seperti
spruce, pinus dan poplar. Identifikasi cDNA Pinus taeda
menunjukkan bahwa protein 4CL mengandung 537 asam amino. cDNA 4CL telah diklon dari pinus (Zhang & Chiang 1997) dan kedelai (Lindermayr et al. 2002). Walaupun studi mengenai 4CL telah dilakukan pada banyak tanaman, akan tetapi studi pada tanaman berkayu masih sedikit terutama untuk tanaman hutan tropis. Berdasarkan hal tersebut maka isolasi dan karakterisasi 4CL dari sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) yang merupakan tanaman multiguna sebagai kayu pertukangan, kayu lapis, dan bahan baku industri pulp &
40
paper dilakukan pada penelitian ini. Selain itu sengon telah dikembangkan sebagai salah satu komoditi Hutan Tanaman Industri karena mempunyai keunggulan yaitu dapat tumbuh dengan cepat pada tanah miskin hara dan drainase kurang baik. Pendekatan
untuk
menghambat biosintesis
lignin adalah dengan
memanfaatkan fenomena PTGS (Post Transcriptional Gene Silencing) yang dapat dilakukan diantaranya dengan teknologi RNA antisense dan RNAi (RNA interference) di dalam tanaman. Pada tanaman model Arabidopsis ekspresi antisense dapat menurunkan aktivitas enzim 4CL
hingga tinggal
8% dan
menyebabkan perubahan rasio G/S lignin (Lee et al. 1997). Bahkan pada tanaman kehutanan transgenik subtropis yang cepat tumbuh yaitu aspen (Populus tremuloides) yang mengekspresikan gen 4CL antisense sehingga terjadi downregulated ekspresi 4CL menyebabkan turunnya kadar lignin hingga 45% dan kadar selulosa meningkat hingga 15%. Selain itu pertumbuhan daun, akar dan batang terpacu (Harding et al. 2002). Keberhasilan tersebut
dapat dijadikan
sebagai acuan untuk melakukan modifikasi lignin pada tanaman berkayu lainnya. Mengingat peranannya yang penting dalam struktur dinding sel dan ketahanan terhadap hama dan penyakit, penurunan kadar lignin kayu bisa dilakukan hingga batas tertentu yang tidak mengganggu fenotip dan kekuatan pohon. Terkait dengan upaya penurunan kadar lignin kayu sengon melalui rekayasa genetika, pada penelitian ini gen 4CL yang merupakan salah satu enzim kunci dalam biosintesis lignin telah diisolasi. Fragmen gen ini kemudian disisipkan ke dalam vektor ekspresi dengan arah terbalik (antisense) untuk menekan ekpresi gen 4CL. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengklon fragmen gen 4CL sengon serta mengkonstruksi vektor ekspresi yang mengandung fragmen gen 4CL dengan arah antisen. Gen atau fragmen gen 4CL dapat diisolasi dari sengon dengan teknik RT-PCR menggunakan primer yang dirancang khusus berdasarkan kesejajaran urutan gen 4CL beberapa tanaman. Fragmen gen yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk konstruksi vektor ekspresi dengan arah antisense.
41
Bahan dan Metode Bahan Bibit sengon asal Serpong yang berumur 4 bulan digunakan sebagai bahan tanaman untuk isolasi RNA total. PGEM®-T Easy (Promega) digunakan sebagai vektor pengklonan E. coli galur DH5α dan pCAMBIA 2301 digunakan sebagai vektor ekspresi untuk mengkonstruksi vektor rekombinan yang mengandung gen 4CL (Gambar 1). Primer degenerate DP-F(5’-CCTCATCTTCCGGTCCAAGY TNCMNGAY AT-3’) dan DP-R (5’-CGCAGGTCCTTCCGCARDATYYYNCC3’) yang dirancang berdasarkan alligment dari gen 4CL beberapa tanaman yaitu Arabidopsis thaliana, Petroselinum crypsum, Vanilla planifolia, Solanum tuberosum, tembakau, Pinus taeda dan Oryza sativa yang dirancang dengan program Clustal W. dan teknik CODEHOP (Consensus-degenerate hybrid oligonucleotide primers) digunakan untuk isolasi dan amplifikasi cDNA dari gen 4CL. Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404 digunakan sebagai inang untuk vektor ekspresi.
Isolasi RNA total RNA total diisolasi dengan menggunakan kit reagen Trizol (Invitrogen). Sebanyak 0.1 g jaringan kayu dari batang bibit sengon yang telah dikelupas kulitnya digerus bersama nitrogen cair hingga halus. Selanjutnya bubuk kayu dimasukkan ke dalam tabung mikro yang berisi 1 ml reagen Trizol lalu diinkubasi selama 10 menit pada suhu 15-30oC. Setelah diinkubasi, campuran disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm (Biofuge fresco) pada suhu 4oC selama 15 menit. Cairan bagian atas atau supernatan diambil dan diekstraksi dengan 200 µl kloroform lalu digoyang-goyang sampai tercampur. Kemudian campuran disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm pada suhu 4oC selama 15 menit. Supernatan diambil dan ditambah dengan 0.5 ml isopropanol kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 12000 rpm pada suhu 40C selama 15 menit. Endapan dipisahkan dari supernatan lalu dibilas dengan etanol 70% dingin dan disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm pada suhu 4oC selama 15 menit. Pelet dikeringkan pada suhu ruang dan setelah kering endapan dilarutkan dengan menambahkan 20 µl air bebas RNAse.
42
RT-PCR Reaksi RT-PCR dilakukan secara one step reaksi yaitu sintesis cDNA dan reaksi RT (transkripsi balik) dilakukan secara langsung dalam satu tabung dengan menggunakan kit ready to go RT PCR (Amersham). Bead ready to go RT PCR dilarutkan dengan 43.9
µl
air bebas RNAse (Gibco BRL) sampai larut.
Kemudian ke dalam larutan bead ditambahkan 1.1 µl primer utas pertama 12-18 poly(T) (0.5 µg/µl), forward dan reverse primer (10 - 100 pmole), dan template RNA total 5 µg. Larutan tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 42oC selama 30 menit dan diinkubasi kembali pada suhu 95oC selama 5 menit, dan selanjutnya dilakukan amplifikasi PCR. PCR dilakukan sebanyak 40 siklus dengan kondisi : 95oC, 5 menit (pra PCR) ; 95oC, 45 detik denaturasi ; suhu annealing divariasikan (50oC – 56.8oC) dengan waktu 45 detik dan ekstensi pada suhu 72oC selama 60 detik.
Isolasi fragmen produk RT-PCR, pengklonan dan analisis sekuen 4CL produk RT-PCR Isolasi fragmen hasil RT-PCR dilakukan sesuai protokol Sephaglas Brandprep kit. Fragmen cDNA yang mengandung 4CL disisipkan ke dalam PGEM®-T Easy dengan mencampur 2 µl (10 ng) hasil RT-PCR dengan 1 µl (20 ng) PGEM®-T Easy. Campuran reaksi ligasi (10 µl) diintroduksikan kedalam E. coli DH5α kompeten. Pembuatan sel kompeten dilakukan dengan menggunakan kalsium klorida (Tomley, 1996). Hasil transformasi E. coli diseleksi di media LB padat yang mengandung 1.5% bakto agar, 100 µg/ml ampisilin, 2 mg IPTG per cawan dan 1 mg X-gal per cawan. Urutan nukleotida yang tersisip di dalam PGEM®-T Easy dianalisis dengan automatic ABI Prism TM sequencer.
43
Konstruksi vektor ekspresi antisense Fragmen disisipkan pada situs situs restriksi HindIII dan SalI
dari
pCAMBIA 2301 yang terletak diantara promotor 35S dan terminator NOS. A
B
Gambar 15. Peta situs restriksi PGEM®-T Easy (A) dan pCAMBIA 2301(B).
44
Hasil dan Pembahasan RT-PCR Strategi penyusunan degenerate primer dilakukan dengan teknik CODEHOP (Rose et al. 1998) yaitu masing-masing primer terdiri dari daerah core degenerate pada 3’dan daerah konsensus clamp yang lebih panjang pada 5’. Hanya dibutuhkan 3 hingga 4 residu asam amino terkonservasi pada daerah core yang distabilkan oleh clamp selama annealing dengan molekul cetakan. Pada siklus amplifikasi selanjutnya clamp non-degenerate menyebabkan annealing stabil terhadap molekul produk. Temperatur annealing dilakukan secara gradien yang diatur dari 50oC hingga 56.8oC untuk memperoleh kondisi PCR yang optimum. Produk RT-PCR dengan ukuran sekitar 300 dan 500 bp diperoleh pada temperature annealing 52.2oC dan 54.4oC. Dua pita produk PCR terbaik diperoleh pada temperatur annealing 54.4oC (Gambar 16A) dan kemudian diisolasi dan dipisahkan untuk diklon pada vektor PGEM®-T Easy dan dilanjutkan dengan analisis urutan nukleotida (Gambar 16B.). Teknik RT-PCR dengan degenerate primer dan non degenerate telah digunakan secara luas untuk mengisolasi gen-gen lainnya seperti gen yang berkaitan dengan biosintesis karotenoid pada Solanum lycopersicon (Araújo et al. 2007), Lettuce aminocyclopropane-1-carboxylic acid (ACC) synthase (Takahashi et al. 2003), ferns phosphoglucose isomerase (PgiC) (Ishikawa et al. 2002) dan cacao ACCase subunit biotin carboxylase (Budiani et al. 2006). A 1 Kb plus DNA ladder (bp)
500400300200-
B 1 Kb plus DNA ladder (bp)
500400300200-
DP1
DP2
Gambar 16. Fragmen produk RT-PCR berukuran 342 dan 500 bp yang diamplifikasi menggunakan degenerate primer kondisi annealing 54.4oC selama 45 detik dan ekstensi 60 detik (A) dan fragmen hasil pemisahan (B).
45
Pengklonan fragmen 4CL pada vektor TA cloning Produk RT-PCR
yang dihasilkan dan telah dipisahkan berdasarkan
ukurannya diligasikan pada vektor PGEM®-T Easy dan diintroduksikan ke dalam Escerichia coli DH5α. Ligasi vektor linier PGEM®-T Easy menyebabkan gen penyandi β-galaktosidase (lacZ) terekspresi dengan adanya pengiduksi IPTG dan mengubah X-gal menjadi biru. Fragmen produk RT-PCR yang menyisip pada situs EcoR1 dan Not1 dari lacZ menyebabkan β-galaktosidase tidak terekspresi sehingga koloni berwarna putih (Gambar 17).
Gambar 17. Koloni hasil transformasi E. coli DH5α dengan vektor ekspresi fragmen 4CL antisense.
Analisis urutan nukleotida Hasil analisis urutan nukleotida produk RT-PCR yang diklon pada PGEM®-T Easy menggunakan primer degenerasi dengan ukuran 342 bp dan deduksi asam aminonya disajikan pada Gambar 18. Analisis urutan nukleotida menggunakan and Blast P (Gambar 19) menunjukkan bahwa salah satu dari dua fragmen hasil RT-PCR merupakan protein 4CL yang memiliki homologi tinggi dengan gen 4CL beberapa spesies tanaman seperti Arabidopsis thaliana, Medicago truncatula, Populus tomentosa, Populus balsamivera, Betulla plativila dengan kesamaan antara 78% - 90%. Berdasarkan beberapa laporan penelitian diketahui bahwa ukuran gen 4CL utuh glycine max, Petroselinum, arabidopsis, Pinus taeda dan solanum tuberosum bervariasi dari 1021 bp hingga 4021 bp.
46
5' AAC AAA AGG TAA ACT AGG TGT TTA CGT TTT TAT CTT TCT TGG AGG AGG TAG GCG --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --Pro Arg Gly Phe Pro Gln Asp Phe Phe Pro Ser Arg Gly Asn Phe Lys Asp Gly 63 72 81 90 99 108 TTT CTC GTT GGT CCC CCG ACT TGT TGG TTA ATT CCG TTA ACG AAC TAG ACC TCC --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --Pro Gly Glu Ser Ala Phe Leu Ile Leu Arg Val Val Val His Gly Arg Phe Gln 117 126 135 144 153 162 CTT GCT AAC TAG GTA TGC GGA GGT ACC CTC CAA AGG CCA GCT TCT TAA AGG GAC --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --Leu Val Glu Arg Thr Val Lys Gly Ile Thr Val Pro Ile Leu Pro Gln Thr Ser 171 180 189 198 207 216 CTC CGC ATT CAG GCC AAG GAA GTT TGA GGC AAT ATC GGG ACT GTA ATG CCC TTA --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --Leu Ala Arg Met Arg Arg Val Pro Leu Arg Ser Trp Pro Leu Glu Gly Thr Ser 225 234 243 252 261 270 ACT GTT CTC TCC ACC AAC TAA AAA CGG CCA TGC ACC ACC ACCC TTA AAA TCA AGA --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --Ala Tyr Leu Val Ser Lys Gly Gly Leu Val Arg Lys Arg Asn lys Pro Thr Ser 279 288 297 306 315 324 AGG CCG ACT CGC CCG GTC AAT CTT TAA AAT TTC ATC GTG ATG GGA AAA AATC CTG --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- --Arg Gly Thr Asn Glu Lys Arg Leu Pro Pro Pro Arg Lys Ile Lys Thr Lys Thr 333 342 GGG AAA GCC CCG GGG 3' --- --- --- --- --Pro Ser Leu Pro Phe
Gambar18. Urutan nukleotida dan deduksi asam amino dari fragmen gen 4CL sengon.
Walaupun fragmen 4CL sengon yang diperoleh ukurannya relatif pendek, fragmen gen tersebut dapat digunakan untuk membuat konstruk antisense untuk menekan ekspresi gen 4CL. Tidak seperti teknik overekspresi yang membutuhkan sekuen gen utuh, fragmen mRNA bisa efektif untuk menekan translasi asam amino melalui interferensi produk mRNA oleh mRNA hibrid utas ganda yang komplemen pada lokasi tertentu. Teknik antisense serupa telah dilakukan untuk menurunkan aktivitas Acetolactate Synthase pada Solanum tuberosum L. (Hofgen et al. 1995) dan 4-Coumarate CoA ligase pada Pinus radiata (Schmitt & Ralph 2009).
47
Sequences producing significant alignments: gi|12003966|gb|AAG43823.1|AF212317_1 4-coumarate:coenzyme A liga gi|5163401|gb|AAD40665.1|AF150687_1 4-coumarate:coenzyme A ligas gi|5163399|gb|AAD40664.1|AF150686_1 4-coumarate:coenzyme A ligas gi|398965|sp|P31685|4CL2_SOLTU 4-coumarate--CoA ligase 2 (4CL 2) gi|12229631|sp|O24145|4CL1_TOBAC 4-coumarate--CoA ligase 1 (4... gi|112800|sp|P14912|4CL1_PETCR 4-coumarate--CoA ligase 1 (4CL... gi|398963|sp|P31684|4CL1_SOLTU 4-coumarate--CoA ligase 1 (4CL... gi|112801|sp|P14913|4CL2_PETCR 4-coumarate--CoA ligase 1 (4CL... gi|12229628|sp|O24540|4CL_VANPL 4-coumarate--CoA ligase (4CL) (4 gi|1117778|dbj|BAA08365.1| 4-coumarate:CoA ligase [Lithospermum gi|15636679|gb|AAL02145.1| 4-coumarate:CoA ligase [Populus tomen gi|15636677|gb|AAL02144.1| 4-coumarate:CoA ligase [Populus tomen gi|4038975|gb|AAC97600.1| 4-coumarate:CoA ligase isoenzyme 2 [Gl gi|14289344|gb|AAK58908.1|AF283552_1 4-coumarate:CoA ligase 3... gi|18032806|gb|AAL56850.1|AF314180_1 4-coumarate:CoA ligase [Pop gi|68005410|gb|AAY84731.1| 4-coumarate:CoA ligase [Populus tomen gi|55775693|gb|AAV65114.1| 4-coumarate:CoA ligase [Betula platyp gi|3258635|gb|AAC24503.1| 4-coumarate:CoA ligase [Populus tremul gi|89032963|gb|ABD59789.1| 4-coumarate:CoA ligase [Arnebia euchr gi|92881600|gb|ABE86318.1| AMP-dependent synthetase and ligase [ gi|29888158|gb|AAP03020.1| 4-coumarate-CoA ligase-like protein [ gi|1237183|dbj|BAA07828.1| 4-coumarate:coenzyme A ligase [Nicoti gi|12229632|sp|O24146|4CL2_TOBAC 4-coumarate--CoA ligase 2 (4... gi|42565074|ref|NP_188760.3| 4CL5 (4-COUMARATE:COA LIGASE 5);... gi|37930570|gb|AAP68991.1| 4-coumarate:coenzyme A ligase 2 [Salv gi|147787244|emb|CAN69130.1| hypothetical protein [Vitis vinifer gi|116058873|emb|CAL54580.1| DEAD-box like helicase (ISS) [Ostre gi|44889628|gb|AAS48417.1| 4-coumaroyl-coenzyme A ligase [Allium gi|2911799|gb|AAC39366.1| 4-coumarate:CoA ligase 1 [Populus b... gi|73665529|gb|AAZ79469.1| 4-coumarate:coenzyme A ligase [Eucaly
Score (Bits) 39.7 39.7 39.7 39.7 39.7 39.7 39.7 39.7 39.2 39.2 37.5 37.5 37.5 37.5 37.5 37.5 36.7 36.7 36.3 36.3 35.8 35.8 35.8 35.8 34.6 33.7 33.7 33.7 33.7 33.7
E Value 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.099 0.13 0.13 0.43 0.43 0.43 0.43 0.43 0.43 0.78 0.78 1.0 1.0 1.4 1.4 1.4 1.4 3.4 6.1 6.1 6.1 6.1 6.1
Gambar 19. Hasil analisis BLAST P sekuen asam amino yang dideduksi dari produk RT-PCR sengon.
Analisis kluster fragmen 4CL Analisis kluster fragmen 4CLsengon (Gambar 20) menggunakan software CLUSTAL W menunjukkan bahwa urutan nukleotida 4CL sengon merupakan kluster yang unik. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan 4CL sengon memiliki urutan nukleotida yang sedikit berbeda dibandingkan dengan sekuen 4CL tanaman lain.
Analisis restriksi Analisis restriksi menunjukkan bahwa fragmen gen 4CL mengandung beberapa situs restriksi diantaranya XmaI, SmaI, DraI, NlaIII, KpnI, AvaII, Hinc II (Gambar 21 yang tidak terdapat pada situs restriksi multiple cloning sites PGEM®-T Easy sehingga fragmen 4CL akan mudah dipisahkan dari vektor. Informasi mengenai situs enzim restriksi akan membantu memudahkan dalam memanfaatkan gen untuk rekayasa genetika.
48
Arabidopsis thaliana 4CL3 Arabidopsis thaliana 4CL2 Solanum tuberosum 4CL1 Glycine max 4CL2 Oryza sativa 4CL2 Pinus taeda 4CL1 Arabidopsis thaliana 4CL4 Arabidopsis thaliana 4CL1 Petroselinum crypsum 4CL1 Petroselinum 4CL2 Nicotiana tabacum 4CL2 Nicotiana tabacum 4CL1 Vanilla planifolia 4CL1 Rubus idaeus 4CL2 Glycine max 4CL1 Rubus idaeus 4CL1 Oryza sativa 4CL1 Oryza sativa 4CL3 Paraserianthes. falcataria . Gambar 20. Dendogram 4CL berdasarkan urutan nukleotida beberapa tanaman.
Gambar 21. Analisis situs restriksi dengan program NEB cutter
49
Konstruksi vektor ekspresi fragmen gen 4CL Orientasi antisense dibuat dengan cara menambahkan situs restriksi HindIII pada primer reverse dan SalI pada primer forward untuk mengamplifikasi fragmen 4CL yang tersisip di pGEMT Easy. Hasil PCR selanjutnya dipotong dengan HindIII dan SalI serta diligasikan pada pCAMBIA 2301 yang dipotong dengan enzim yang sama (Gambar 22). Plasmid rekombinan hasil ligasi antara vektor biner pCAMBIA 2301 dengan fragmen 4CL dengan orientasi antisense telah berhasil diintroduksikan ke dalam E. coli dan Agrobacterium tumefaciens LBA4404 sehingga dapat digunakan untuk transformasi genetik tanaman (Gambar 23). Hasil PCR pGEMT-Easy/4CL
5'-CCC AAG CTT TGA TCT TTC CGG GTC-3'
5'-GAG CTC TCC CAT ATG GTC GAC C-3'
HindIII
SalI
pCAMBIA 2301
SalI 8395
HindIII 10854
Restriksi SalI /HIndIII Produk PCR pGEMT-Easy/4C L pGEMT-Easy/4CL (
Restriksi SalI/HindIII pCAMBIA 2301
SalI/HindIII )
pCAMBIA 2301 (
salI/HindIII)
Ligasi
Sal1
LB
35 S Promotor
pGEMT-Easy/4CL Hind III
4CL antisen
NOS
RB
Terminator pCAMBIA 2301/4CL antisen
Gambar 22. Konstruksi vektor ekspresi fragmen gen 4CL antisense.
50
Pengujian keberhasilan konstruksi plasmid rekombinan fragmen gen 4CL antisen dilakukan dengan cara mengamplifikasi plasmid rekombinan yang diisolasi dari E.coli DH5α (Gambar 24A) dan keberhasilan transformasi plasmid rekombinan pada A. tumefaciens LBA4404 yang ditunjukkan dengan adanya pita DNA hasil restriksi plasmid dengan HindIII dan SalI (Gambar 24B).
B
A
D
C
Gambar 23. Koloni A. tumefaciens dan E. coli. A. Koloni A. tumefaciens pCAMBIA 2301(A), B. E. coli DH5α transforman hasil transformasi konstruk antisense fragmen gen 4Cl, C. A. tumefaciens LBA 4404, D. A. tumefaciens LBA4404 hasil transformasi konstruk antisense. A
B
1 Kb plus DNA ladder (bp)
1 Kb plus DNA ladder (bp)
500400300200-
500400300200-
100-
Gambar 24. Verifikasi plasmid rekombinan. A. Pita DNA hasil amplifikasi plasmid rekombinan fragmen gen 4CL antisen pada E. coli DH5α menggunakan primer forward/SalI dan primer reverse/HindIII, B. Hasil restriksi plasmid rekombinan fragmen gen 4CL antisen pada A. tumefaciens LBA4404 menggunakan HindIII dan SalI.
51
Kesimpulan dan Saran
Fragmen cDNA 4CL sengon dengan ukuran 342 bp telah diperoleh dengan menggunakan degenerate primer yang dirancang dengan teknik
CODEHOP.
Fragmen ini memiliki homologi tinggi dengan sekuen 4CL tanaman lain. Fragmen 4CL telah berhasil disisipkan diantara promotor 35S dan terminator NOS dengan arah terbalik di dalam vektor biner pCAMBIA 2301. Vektor ekspresi ini telah berhasil diintroduksikan ke dalam A. tumefaciens LBA4404. Fragmen gen ini dapat digunakan untuk menekan ekspresi gen 4CL untuk menurunkan kadar lignin sengon melalui cara konstruksi antisense.
52
TRANSFORMASI GENETIK SENGON DENGAN FRAGMEN GEN 4-COUMARATE COA LIGASE (4CL) ANTISENSE PADA SENGON MELALUI Agrobacterium tumefaciens
Abstract Recombinant DNA technology to control the expression level of genes related to lignin biosynthesis via Post Transcription Gene Silencing (PTGS) to be an alternative way of lignin content modification. Construct of antisense of 4CL gene fragmen to regulate gene expression 4CL, which is one of the key enzyme in lignin biosynthesis has been introduced into sengon to produce transgenic plants that possess low lignin content or higher S/G (Syringyl/Guaiacyl) ratio. Gene integration by using PCR method showed that 19 out of 112 transformed sengon seedling which resistant to kanamycine were transgenic seedlings. Lignin content determination of transgenic seedlings stem including histochemical assay, Klason lignin content and FTIR analysis to determine the S/G ratio indicated that two transgenic sengon seedlings namely 4CLAS-4 and 4CLAS-1 possessed lower lignin content (15.53%) and higher S/G ratio than the control. These plants also showed the best growth characteristic and normal morphological appearance.
Key words: A. tumefaciens, syringyl, guaiacyl, lignin, antisense, FTIR ABSTRAK
Teknologi DNA rekombinan dengan mengatur tingkat ekspresi gen-gen yang berkaitan dengan biosintesis lignin melalui Post Transcription Gene Silencing (PTGS) dapat menjadi alternatif untuk modifikasi kadar lignin. Konstruk antisense fragmen gen 4CL untuk mengatur penurunan ekspresi gen 4CL, yang merupakan salah satu enzim kunci dalam biosintesis lignin telah diintegrasikan pada sengon untuk menghasilkan bibit sengon transgenik yang memiliki kadar lignin rendah ataupun rasio siringil (S) yang lebih tinggi terhadap guaiasil (G). Hasil uji integrasi gen terhadap 112 bibit sengon yang tahan terhadap antibiotik, 19 diantaranya menunjukkan hasil uji positif. Berdasarkan pengujian lignin yang meliputi uji histokimia, kadar lignin Klason dan analisis FTIR untuk mengetahui S/G rasionya, diperoleh 2 tanaman transgenik yang memilki keunggulan rendah kadar lignin (15.53%) yaitu 4CLAS-4 dan yang memiliki rasio S/G tinggi dibanding kontrol yaitu 4CLAS-1. Kedua tanaman tersebut menunjukkan pertumbuhan yang paling baik dan morfologi yang normal. Kata kunci: Agrobacterium tumefaciens, siringil, guaiasil, lignin, antisense, FTIR
53
Pendahuluan
Upaya di bidang silvikultur, propagasi dan perbaikan produktivitas perlu dikembangkan untuk perbaikan sifat material kayu yang sesuai dengan kebutuhan produk kehutanan. Perkembangan
kegiatan penelitian
terkini terkait
produktivitas kehutanan yang perlu dilakukan diantaranya adalah peningkatan keseragaman sifat fisik, kimia dan mekanis, peningkatan densitas kayu, sudut mikrofibril yang lebih kecil, menurunkan atau modifikasi kadar lignin, pertumbuhan dan hasil yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah untuk per ton produk atau per ton karbon, perbaikan bentuk batang, perbaikan warna kayu sesuai kebutuhan, kelembaban yang lebih rendah yang akan berdampak pada pengurangan biaya pengangkutan, serta kayu yang lebih mudah difermentasi dengan kadar lignin lebih rendah dan selulosa yang lebih mudah dihidrolisis untuk keperluan industri biofuel etanol (Wegner et al. 2010). Diantara aspek tersebut perlu ditentukan mana yang paling sesuai dengan kebutuhan industri khususnya di Indonesia dan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar ekspor. Khusus untuk industri pulp dan kertas upaya menurunkan atau memodifikasi kadar lignin kayu perlu dilakukan untuk mendukung proses pulping yang lebih ekonomis dan efisien. Salah satu pohon yang banyak dimanfaatkan dalam pembangunan HTI adalah Sengon (P. falcataria (L.) Nielsen). Jenis ini banyak dikembangkan mengingat sifat fisik dasar dan sifat produknya yang sesuai untuk menghasilkan pulp, kertas, dan kayu pertukangan (Buharman & Irawati 1987). Untuk meningkatkan kualitas kayu sengon dalam industri terutama untuk pulp dibutuhkan tanaman sengon yang mengandung selulosa yang tinggi dan kadar lignin yang lebih rendah atau komposisinya yang sesuai untuk industri pulp dan kertas. Rekayasa genetika dengan penerapan teknologi DNA rekombinan merupakan teknologi alternatif untuk perbaikan tanaman dalam waktu lebih singkat dibanding teknik persilangan konvensional. Upaya mengurangi kadar lignin kayu hingga mencapai kadar tertentu (rendah) atau modifikasi untuk mengubah komposisi G/S (Guaiasil dan Siringil) lignin
sehingga
lebih
mudah
dipisahkan
54
dari
selulosa,
akan
sangat
menguntungkan bagi industri pengolahan pulp karena akan menghemat energi dan biaya disamping dapat menekan limbah berbahaya pada proses bleaching. Modifikasi lignin baik kadarnya secara total maupun komposisinya melalui teknologi DNA rekombinan adalah aspek yang sekitar dua dekade terakhir ini banyak dilakukan. Rekayasa metabolik melalui transformasi tanaman dengan mengatur ekspresi enzim-enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin dapat menurunkan kadar lignin maupun komposisinya seperti kayu yang mengandung siringil lignin tinggi yang dapat meningkatkan proses efisiensi pulping secara kimia. Lignin kayu terdiri dari unit siringil dan atau guaiasil yang terikat melalui rangkaian ikatan eter dan karbon-karbon. Ikatan eter β-O-4 merupakan yang banyak ditemukan pada lignin dan bersifat labil sehingga menjadi target pada proses delignifikasi (Lapierre et al. 1999). Di sisi lain, ikatan karbon-karbon terutama ikatan bifenil 5-5 yang terdapat hanya pada unit guaiasil bersifat resisten. Dengan demikian
modifikasi kadar dan komposisi sub unit lignin kayu yang
tentu saja pada batas yang masih dapat mendukung pertumbuhan, struktur pohon serta daya tahan terhadap serangan penyakit akan sangat menguntungkan industri pulp ditinjau dari segi efisiensi proses yaitu waktu dan penggunaan bahan pelerai selulosa serta proses bleaching. Terkait dengan upaya penurunan kadar lignin kayu sengon melalui rekayasa genetika, dilakukan transformasi konstruk antisense fragmen gen 4CL yang merupakan salah satu enzim kunci dalam biosintesis lignin terhadap buku kotiledon sengon melalui A. tumefaciens. Konstruk gen tersebut telah diperoleh pada tahap percobaan sebelumnya
yaitu kloning
molekuler dan konstruksi
antisense fragmen gen penyandi 4-coumarate: Coenzyme A ligase sengon yang diharapkan dapat mempengaruhi biosintesis lignin. Kadar lignin dapat diturunkan dengan mengekspresikan gen 4CL antisense. Vektor ekspresi frgamen gen 4CL antisense telah berhasil diintroduksikan sebelumnya. Transformasi genetik pada tanaman dengan menggunakan A. tumefaciens, jenis dan umur fisiologis eksplan merupakan faktor penting dalam teknik transformasi genetik tumbuhan karena berpengaruh pada efisiensi transformasi dan perkembangan eksplan secara in vitro. Target transformasi sebaiknya adalah
55
sel-sel dari jaringan yang kompatibel dan regeneratif. Salah satu jaringan target yang sering digunakan dalam transformasi genetik pada tumbuhan keluarga legum adalah nodal kotiledon (Mahmoudian et al. 2002, Saini et al. 2003, Anuradha et al. 2006) karena cukup regeneratif dan dilaporkan memiliki kemampuan multiplikasi tunas yang baik pada kultur in vitro tumbuhan (Shyamkumar et al. 2003; Rajeswari & Paliwal 2006). Selain itu transformasi sengon dengan menggunakan bahan nodal kotiledon telah berhasil pula dilakukan untuk gen xiloglukanase (Rahayuningsih 2008). Penelitian ini bertujuan untuk merakit tanaman sengon transgenik yang mempunyai karakteristik rendah lignin ataupun rasio siringil yang lebih tinggi dengan introduksi konstruk vektor biner fragmen gen (4CL) dengan orientasi antisense.
Bahan dan Metode Bahan tanaman Eksplan yang digunakan untuk transformasi adalah nodal
kotiledon
kecambah in vitro sengon asal Kebun Botani Serpong yang berumur 10 hari. Selanjutnya sebanyak 800 eksplan ditransformasi dengan konstruk antisense fragmen gen 4CL antisense, ditumbuhkan pada media induksi tunas yang mengandung agen penyeleksi yaitu kanamisin. A. tumefaciens strain LBA4404 digunakan untuk transformasi genetik sengon.
Persiapan kultur bakteri A. tumefaciens pembawa vektor biner rekombinan Persiapan kultur bakteri dilakukan dengan mengkultur koloni tunggal A.tumefaciens pada media LB yang mengandung 50 mg/l. kanamisin dan diinkubasi pada incubator shaker pada kecepatan 150 rpm dengan suhu 28°C selama 24 jam. Selanjutnya kultur bakteri yang telah mencapai OD 600 0.6 disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm pada 4°C selama 10 menit. Pelet yang diperoleh selanjutnya dicuci dengan air steril dan disentrifugasi kembali sebelumnya selama 10 menit. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali untuk menghilangkan antibiotik pada kultur bakteri. Pelet bakteri yang telah dicuci sebanyak 3 kali ditambah air steril hingga mencapai OD 600 0.6 dan digunakan untuk transformasi.
56
Transformasi konstruk antisense fragmen gen 4CL pada nodal kotiledon sengon dan seleksi tanaman putatif transgenik Transformasi dilakukan dengan merendam nodal kotiledon sengon pada larutan bakteri A. tumefaciens yang membawa konstruk antisen fragmen 4 CL selama 10 menit. Selanjutnya eksplan dikeringkan dengan cara menyerap larutan kultur bakteri pada kertas tissu khusus yang telah disterilisasi dan dikokultivasi pada media ½ MS (Murashige & Skoog) selama satu malam. Seleksi eksplan putatif transgenik dilakukan dengan cara memindahkan eksplan dari media kokultivasi pada media seleksi yaitu media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ serta 300 mg/l kanamisin dan 100 mg/l cefotaksim.
Selanjutnya diamati
perkembangan eksplan serta pembentukan tunas majemuk pada media seleksi. Pemindahan eksplan pada media seleksi yang baru hingga eksplan membentuk tunas majemuk dilakukan setiap 2 minggu sekali, sedangkan pemindahan eksplan pada media seleksi baru pada tahap pendewasaan tunas dilakukan setiap 1 bulan sekali. Tunas yang bertahan pada media seleksi selanjutnya dipindahkan pada media perakaran yang tetap mengandung agen penyeleksi kanamisin tetapi kadarnya lebih rendah yaitu media ½ MS yang ditambah dengan 50 mg/l kanamisin. Planlet hasil regenerasi in vitro yang berupa tanaman utuh yang tahan pada media seleksi selanjutnya diaklimatisasi pada media tanam dalam polibag yang berupa tanah, pasir dan kompos dengan perbandingan 1:1:1 selama 3 minggu setelah sebelumnya planlet dibersihkan dari sisa media dan direndam dalam air selama 30 menit. Untuk menghidari dehidrasi planlet, polibag ditutup dengan plastik transparan. Setelah 3 minggu, planlet yang menunjukkan pertumbuhan yang baik pada masa inkubasi selanjutnya dibuka penutup plastiknya dan dipelihara untuk diamati perkembangannya lebih lanjut. Pemeliharan tanaman dilakukan di rumah kaca khusus yaitu rumah kaca Fasilitas Uji Terbatas (FUT).
Uji Integrasi dengan PCR Uji integrasi terhadap tanaman putatif transgenik yang dipelihara di rumah kaca FUT (Fasilitas Uji Terbatas), dilakukan melalui teknik PCR menggunakan
57
primer spesifik untuk gen ketahanan kanamisin (NPT II). Isolasi DNA tanaman dilakukan dengan metode CTAB Gillies et a. (1997) yang telah dimodifikasi.
Isolasi DNA Isolasi DNA tanaman dilakukan dengan menggunakan metode CTAB berdasarkan Gillies et al. (1997) dengan modifikasi. Bahan tanaman yang akan diisolasi yaitu berupa daun sebanyak + 0.05 gram dimasukkan ke dalam tabung mikro ukura 1.5 ml. Penggerusan dilakukan dengan menambahkan nitrogen cair pada tabung yang berisi sampel dan disertai dengan penambahan sedikit PVP. Penggerusan dilakukan dengan menggunakan penggerus plastik steril secara cepat dan terus menerus sampai bahan menjadi serbuk yang halus. Kemudian dilakukan penambahan 600 µl buffer pengekstrak CTAB yang mengandung mercaptoetanol 0.2 % (v/v). Suspensi diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 65OC selama 1 jam sambil dibolak-balik perlahan-lahan selama beberapa kali dan kemudian didinginkan pada suhu ruang selama 5 menit. Selanjutnya diekstraksi dengan 600 µl klorofom: oktanol (24:1 dicampur perlahan-lahan hingga merata hingga homogen. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm pada 4oC selama 15 menit. Proses ekstransi dilakukan sebanyak 3 kali. Pengendapan DNA dilakukan dengan menambahkan 3 kali volume etanol absolut tehadap fase cair yaitu bagian atas tahap ekstraksi kloroform:oktanol dan disimpan pada -20oC selama 1 malam. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada 4oC selama 20 menit, supernatan dibuang dan pelet dicuci dengan cara menambahkan 70% etanol sebanyak 1 ml dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 rpm pada selama 4 oC selama 5 menit. DNA genom yang diperoleh dikering-anginkan pada suhu ruang selama 30 menit, ditambah dengan air bebas RNAse dan disimpan pada suhu -20oC hingga digunakan untuk percobaan selanjutnya
Reaksi PCR Sebanyak 17,5 µl akuades steril dimasukkan ke dalam tabung propilen 500 µl dan diikuti berturut-turut dengan 2,5 µl PCR buffer 10 X; 1 µl MgCl 2 25 mM; 0,5µl dNTP mix 2,5 mM, 1 µl DNA template; 1 µl forward primer;1 µl reverse
58
primer; dan 1 unit Taq polymerase. Kondisi PCR yang digunakan adalah pra PCR pada suhu 94oC selama 5 menit, denaturasi untuk siklus dilakukan pada suhu 94oC selama 30 detik, kemudian diikuti dengan annealing pada suhu 56oC selama 1 menit dan elongasi pada suhu 72oC selama 2 menit. Siklus ini diulang sebanyak untuk 30 kali dan diikuti dengan pasca PCR pada suhu 72oC selama 10 menit. Visualisasi produk PCR dilakukan dengan cara elektroforesis pada 1.5 % gel agarose dengan voltase 50 Volt dan selanjutnya direndam dengan larutan ethidium bromida dan diamati diatas UV transiluminator.
Uji kadar lignin, histokimia dan komposisi sub unit sringil dan guaiasil lignin bibit sengon transgenik hasil transformasi Uji histokimia, kadar lignin Klason dan komposisi sub unit siringil dan guaisasil lignin berturut-turut dilakukan terhadap sebanyak 10,7 dan 4 individu bibit sengon transgenik usia 4 bulan. Metoda uji histokima dan kadar lignin klason dilakukan dengan cara yang sama seperti pada percobaan terdahulu yaitu analisis kuantitatif lignin sengon dari berbagai daerah serta uji histokimia lignin bibit dan sengon dewasa (P. falcataria). Uji komposisi sub unit siringil dan guaiasil dilakukan terhadap isolat lignin Klason dengan cara analisis pencirian gugus fungsi gugus fungsi menggunakan spektrofotometer
FTIR (Fourier
Transform Infra Red Spectroskopi). Sebanyak 1 mg lignin dicampur dengan 300 mg KBr, dibuat pellet dan selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer FTIR Bruker jenis tensor 37.
Hasil dan Pembahasan
Transformasi dan regenerasi tanaman Fragmen gen 4CL antisense telah berhasil diintroduksikan ke dalam sengon melalui ko-kultivasi A. tumefaciens dengan nodal kotiledon dari kecambah berumur 10 hari. Pemilihan jenis dan umur eksplan yang digunakan untuk transformasi adalah berdasarkan penelitian mengenai transformasi gen xyloglukanase pada nodal kotiledon sengon dengan efisiensi transformasi sebesar 1.58% (Rahayuningsih 2008).
59
Induksi tunas dan regenerasi nodal kotiledon dilakukan pada media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ yang merupakan media terbaik berdasarkan percobaan sebelumnya yaitu induksi embriogenesis dari aksis embrio dan induksi tunas dari buku kotiledon sengon yang dapat menghasilkan sekitar 5 tunas majemuk
per nodal kotiledon. Selain itu tunas yang tumbuh dapat
diregenerasikan lebih lanjut menjadi tanaman utuh. Kalus embriogenik merupakan material yang ideal sebagai bahan untuk transformasi genetik karena berasal dari single sel serta memiliki kesesuaian antara frekuensi regenerasi dan transgenesis yang sangat tinggi. Walaupun kesesuaian frekuensi regenerasi dan transgenesis transformasi dari tunas adventif tidak setinggi kalus embriogenik, penggunaan tunas adventif diantaranya yang dapat dinduksi dari nodal kotiledon, untuk transformasi masih dapat menghasilkan frekuensi transgenesis yang tinggi dibanding dari tunas pucuk. Konsekuensinya adalah jumlah material yang ditransformasi untuk tunas adventif harus jauh lebih banyak dibanding kalus embriogenik. Percobaan
pemilihan konsentrasi kanamisin yang optimum dapat
digunakan sebagai media seleksi dilakukan pada media yang mengandung konsentrasi kanamisin 100, 200, 300, 400, 500 dan 600 mg/l. Media dengan konsentrasi kanamisin yang menunjukkan 20% eksplan yang bertahan hidup hingga minggu ke empat adalah media dengan konsentrasi kanamisin 300 mg/l merupakan media yang optimum untuk seleksi (data tidak ditampilkan). Penentuan konsentrasi antibiotik yang tepat sebagai media seleksi sangat diperlukan karena respon setiap tanaman terhadap antibiotik kanamisin berbedabeda. Dari penelitian optimasi media seleksi ini, dihasilkan bahwa antibiotik kanamisin dengan konsentrasi 300 mg/l dapat digunakan sebagai konsentrasi minimal yang dapat menghambat pertumbuhan dan merupakan konsentrasi lethal minimum pada eksplan nodal
kotiledon sengon, sehingga kanamisin dengan
konsentrasi tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi kultur nodal kotiledon sengon yang ditransformasi dengan frgamen gen 4CL antisense. Proses seleksi eksplan transgenik putatif dalam penelitian ini dilakukan secara bertingkat pada tahap induksi tunas dan perakaran. Penurunan konsentrasi antibiotik dilakukan untuk menurunkan stres yang dialami oleh jaringan eksplan
60
setelah perlakuan transformasi. Keadaan ini memberikan kesempatan jaringan eksplan yang ditransformasi untuk tumbuh dan beregenerasi, karena agen penyeleksi selain menghambat sel-sel atau jaringan yang tidak tertransformasi juga dapat memperlambat pertumbuhan sel-sel atau jaringan transforman (Sisharmini et al. 2002). Tunas majemuk yang bersifat transgenik putatif yang tahan pada media seleksi ditunjukkan dengan warna tunas yang hijau segar dan berkembang secara normal. Sebagian besar eksplan hasil transformasi tidak dapat bertahan pada media seleksi yang ditunjukkan dengan tidak terbentuknya tunas adventif dan terjadinya nekrotik pada jaringan eksplan yang dimulai sejak minggu ke 2 (Gambar 26B dan 26C). Tunas-tunas transgenik putatif yang berkembang lebih lanjut dan dipelihara pada media seleksi setelah dipisahkan dari kelompok tunas-tunas majemuk, dapat membentuk akar pada minggu ke 8 dan dapat diaklimatisasi pada minggu ke 12. Penggunaan eksplan nodal kotiledon pada percobaan ini memerlukan waktu regenerasi yang lebih singkat dibanding induksi tunas secara organogenesis dari hipokotil pada transformasi sengon dengan gen selulase yang membutukan waktu selama 6 bulan (Hartati et al. 2008b). Sebanyak 112 bibit sengon transgenik putatif telah dihasilkan dari 800 eksplan yang ditransformasi (Tabel 5). Uji integrasi gen dengan PCR menggunakan primer spesifik gen NPTII (penyandi ketahanan terhadap kanamisin) menunjukkan hasil PCR positif yaitu adanya pita DNA hasil amplifikasi yang berukuran 700 bp pada 19 tanaman yang tahan pada media seleksi (Gambar 25). Dengan demikian diperoleh efiseiensi transformasi pada penelitian ini adalah sebesar 2.37%. Hasil tersebut lebih tinggi dibanding dengan transformasi eksplan hipokotil sengon menggunakan gen selulase yang efisensi transformasinya 1.75% (Hartati et al. 2008). Efiseinsi transformasi pada kelompok tanaman kehutanan lain dari famili akasia
adalah 5% untuk
transformasi Acacia mangium dengan gen penanda NPTII (Xie & Hong 2002), 1.6% untuk transformasi A. sinuata dengan gen penanda ketahanan terhadap herbisida (Vengadesan et al. 2006), dan 7% untuk transformasi A. crasicarpa dengan konstruk antisen Pt4CL1 (Yang et al. 2008).
61
Pertumbuhan tanaman transgenik pada media tanah di rumah kaca FUT menunjukkan profil pertumbuhan yang normal sebagaimana tanaman kontrolnya baik pada umur 2 bulan maupun pada umur 4 bulan saat tanaman digunakan untuk analsis komposisi lignin (Gambar 27F dan Gambar 26.), demikian pula dengan morfologi daunnya (Gambar 28). 1 kb ladder
1 kb Kontrol Hasil transformasi ladder Hasil transformasi
10.000 bp
4000
3000 1000 750 500
Gambar 25. Hasil PCR tanaman sengon hasil transformasi fragmen gen 4CL antisen dengan primer NPTII.
Tabel 5. Efisiensi hasil transformasi konstruk antisense 4CL pada sengon berdasarkan PCR.
Parameter uji efiesiensi
Jumlah
Jumlah eksplan yang ditransformasi
800
Jumlah eksplan tahan pada media 112 seleksi kanamisin Jumlah eksplan positif PCR gen
19
NPT II Efisiensi hasil transformasi
62
2.37%
A
B
C
. D
F
kontrol
antisen 4CL
Kontrol
E
antisen 4CL
Gambar 26. Tanaman yang tahan pada media seleksi yang mengandung kanamisin 300 mg/l. A. tahap awal induksi tunas umur 1 minggu, B. seleksi eksplan di media seleksi pada umur 2 minggu, C. pembentukan tunas majemuk yang tahan pada media seleksi pada umur 4 minggu, D. pendewasaan tunas, E. planlet siap aklimatisasi pada umur 12 minggu, F. bibit sengon hasil transformasi konstruk antisense 4CL yang ditumbuhan pada media tanah pada umur 2 bulan setelah tanam.
63
4CLAS-4
4CLAS-5
K1
K2
Gambar 27. Tanaman transgenik sengon umur 4 bulan yang mengandung fragmen gen 4CL antisen yang digunakan untuk analisis komposisi lignin.
Kontrol
4CL antisen
Kontrol
4CL antisen
Gambar 28. Morfologi daun sengon transgenik yang mengandung fragmen gen 4CL antisense dan kontrol.
Analisis pertumbuhan, histokimia dan kadar lignin bibit sengon transgenik Berdasarkan parameter tinggi dan diameter batang, beberapa nomor tanaman transgenik tumbuh lebih baik dibanding tanaman kontrol (Gambar 29). Kisaran tinggi batang dan diameter tanaman transgenik umur 4 bulan berturutturut adalah 4 – 47 cm dan 1 – 3.9 mm, sedangkan untuk kontrol adalah 7 – 31 cm
64
dan 0.5 – 3.6 cm. Nomor-nomor tanaman transgenik yang paling baik pertumbuhannya adalah tanaman transgenik dengan kode 4CLAS- 1 dan 4CLAS4 sedangkan yang pertumbuhannya paling lambat adalah 4CLAS-3. Selain morfologi dan pertumbuhan yang normal, sebagian besar bentuk, warna batang dan warna irisan melintang mikroskopis tanpa pewarnaan batang bibit sengon transgenik pun sama dengan kontrol (Gambar 31 dan 30), walaupun ada beberapa tanaman yang cenderung kerdil seperti tanaman dengan kode 4CLAS-3, 4CLAS11 dan 4CLAS-36. Hal serupa terjadi pula pada beberapa tanaman transgenik yaitu poplar dengan down regulasi ekspresi caffeic acid O-methyltransferase (Jouanin et al. 2000), Arabidopsis thaliana
down regulasi cinnamoyl CoA
reductase (Goujon et al. 2003) dan Pinus radiata down regulasi 4-coumarate-CoA ligase (Wagner, 2009) yang menunjukkan fenotifik kerdil ataupun bentuk sel morfologi sel yang tidak normal. Pewarnaan histokimia lignin dengan phloroglucinol HCL irisan melintang batang bibit sengon transgenik secara umum menunjukkan perbedaan dibanding kontrol memiliki intensitas warna yang lebih muda terutama tampak jelas pada tanaman dengan kode 4CLAS-5. Selain itu luasan area pewarnaan pun pada beberapa tanaman berbeda dibandingkan kontrol yaitu pada bagian tengah tidak bereaksi dengan pewarna yaitu pada 4CLAS-8, 9, 11 dan 14 (Gambar 31). Luasan pewarnaan yang paling kecil yaitu pada 4CLAS-11 yang diindikasikan dengan pertumbuhan yang paling lambat pula. Hal ini diduga tanaman tersebut memilki kadar lignin yang sangat rendah sehingga mengganggu pertumbuhan pohon, akan tetapi jaringan kayu dari tanaman 4CLAS-11 belum dapat dianalisis kadar ligninnya secara kuantitatif karena jumlah sampel yang diperkirakan tidak mencukupi untuk analisis.
4CLAS-9
4CLAS-4
4CLAS-5
K1
K2
Gambar 29. Batang sengon transgenik antisense 4CL dan kontrol.
65
A
B
Gambar 30. Tinggi dan diameter tanaman sengon hasil transformasi dengan fragmen gen 4CL antisen dan kontrol pada umur 4 bulan. A. tinggi tanaman, B. Diameter batang.
Analisis kadar lignin batang bibit sengon transgenik dengan metoda Klason dilakukan terhadap tujuh
tanaman yang bobot jaringan kayunya
mencukupi untuk analisis yaitu 4CLAS-1, 2, 4, 5, 6, 9 dan 12. Kisaran dan ratarata kadar lignin tanaman transgenik berkisar antara 15.5 - 26.44 % dengan ratarata 24.11 %, sedangkan kisaran dan rata-rata kadar lignin tanaman kontrolnya
66
adalah 26.58 – 30.21% dan rata-ratanya sebesar 28.53%. Dengan demikian kadar lignin
tanaman transgenik lebih rendah dibandingkan kontrol dengan tingkat
penurunan kadar lignin terhadap control adalah 7.33 – 45.57% (Tabel 6).
Tabel 6. Kadar lignin sengon hasil transformasi konstruk antisense 4CL dan kontrol Sampel Kontrol K1 K2 K3 K4 Rata-rata Transgenik 1 2 4 5 6 9 12 Rata-rata
Kadar lignin (%)
Penurunan kadar lignin dibanding kontrol
30.21 30.37 26.96 26.58 28.53
-
26.16 23.51 15.53 26.44 25.91 25.00 26.21 24.11
8.31 17.60 45.57 7.33 9.18 12.37 8.13 15.49
Tanaman dengan tingkat penurunan tertinggi adalah 4CLAS-4 yang memiliki kadar lignin terendah yaitu 15.53%. Nilai kadar lignin ini lebih rendah dibanding kisaran kadar lignin yang diuji pada kayu sengon dewasa dari berbagai daerah yaitu 16.58 – 35.59%). Selain memiliki kadar ligninnya paling rendah, tanaman 4CLAS-4 menunjukkan pertumbuhan paling baik diantara tanman transgenik lainnya dan jauh lebih baik dibanding tanaman kontrol, sehingga tanaman ini berpotensi sebagai bibit unggul sengon rendah lignin yang diharapkan produktivitasnya akan tinggi pula. Walaupun demikian hal ini masih berupa dugaan awal karena masih perlu diamati pertumbuhannya lebih lanjut
dan
analisis sifat fisika dan kimia lainnya seperti kadar selulosa dan kekuatan mekanisnya. Telah dilaporkan pula bahwa penurunan lignin yang terlalu drastis hingga tinggal 8% saja pada P. radiata yang ditransformasi dengan konstruk RNAi gen 4CL mengakibatkan fenotipe tanaman yang kerdil yang disebut dengan
67
bonsai tree-like. Walaupun upaya menurunkan kadar lignin perlu dilakukan untuk memperoleh bahan baku kayu yang lebih efisien untuk proses pulping, perkembangan dan morfologi tanaman yang normal tetap menjadi acuan untuk pemilihan
nomor-nomor
tanaman
transgenik
yang
akan
dipilih
untuk
pengembangan lebih lanjut.
K1
K1
4CLAS-4
4CLAS-9
4CLAS-8
K2
4CLAS-5
4CLAS-11
4CLAS-11
4CLAS-14
4CLAS-1
4CLAS-2
4CLAS-6
4CLAS-12
4CLAS-8
4CLAS-14
Gambar 31. Uji histokimia lignin bagian tengah batang bibit sengon transgenik dan kontrol. Selain kadarnya, komposisi sub unit penyusun lignin pun perlu diperhatikan karena sanagt berpengaruh pada efisiensi pulping. Kayu dengan rasio siringil yang lebih tinggi akan lebih menguntungkan karena lebih reaktif dalam
68
proses pemisahannya. Pada percobaan ini telah dianalisis rasio siringil dan guaiasil sebanyak 4 sampel tanaman transgenik yaitu 4CLAS-1, 4, 5 dan 9 dengan metoda spektroskopi FTIR (Gambar 32 dan 33). Pada kayu daun lebar lignin terdiri dari unit siringil (S) dan guaiasil (G) dengan rasio tergantung pada jenis dan umur kayu serta tempat tumbuhnya. Metoda spktroskopi FTIR merupakan salah satu metoda untuk menentukan rasio S/G lignin dengan metoda garis dasar (Syahbirin 2009). Ciri pita serapan unit siringil dan berkisar pada bilangan gelombang 1370 - 1250 cm-1 sedangkan pita serapan guaiasil berkisar pada bilangan gelombang 1200 – 1225 cm-1. Rasio S/G lignin klason diperoleh dari spectrum FTIR yaitu puncak serapan dari siringil dan guaiasil dicatat dan diukur dari garis dasar yang dipilih. Nilai absorban dihitung dengan membandingkan % transmitan pada garis dasar dan % transmitan pada puncak minimum (Lampiran 1). Berdasarkan perhitungan dengan metoda garis dasar, diperoleh nilai rasio siringil/guaiasil kontrol rata-rata adalah 1:2.45 sedangkan pada tanaman transgenik rata-rata S/G rasionya lebih tinggi yaitu 1:30 (Tabel 7). Terdapat peningkatan kadar siringil lignin yaitu sebesar 43.66% dibanding kontrol yaitu 29.05%. Down regulasi 4CL sengon melalui transformasi dengan konstruk antisense tidak saja dapat menurunkan kadar lignin tetapi juga dapat meningkatan kadar siringil lignin sebesar 1.5 kali. Tanaman sengon transgenik yang memiliki nilai rasio S/G tertinggi adalah 4CLAS-1. Walaupun penurunan kadar ligninnya hanya turun sebesar 8.31%, tanaman tersebut berpotensi sebagai bibit unggul karena pertumbuhannya baik dan morfologinya tidak berbeda dengan kontrol.
69
Antisense 4CL-1
Antisense 4CL-4
Antisense 4CL-5
Antisense 4CL-9
Gambar 32. Spektrum infra merah sengon transgenik antisense 4CL.
70
K1
K2
Gambar 33. Spektrum infra merah bibit sengon kontrol.
Tabel 7. Rasio siringil dan guaiasil lignin sengon hasil transformasi konstruk antisense 4CL dan kontrol. Sampel Kontrol K1 K2
Rata-rata Transgenik 1 4 5 9 Rata-rata
Rasio Siringil:Guaiasil
Persentase siringil (%)
1:2.38 1:2.52
29.59 28.41
1:2.45
29.05
1:1.09 1:1.33 1:1.39 1:1.38 1: 1.30
47.85 42.92 41.84 42.02 43.66
71
Spektrum FTIR dapat digunakan pula untuk pencirian gugus fungsi yang ada pada lignin hasil isolasi baik kontrol maupun tanaman transgenik. Pencirian gugus fungsi (Tabel 8) menunjukkan pola nilai serapan FITR yang berbeda antara tanaman kontrol dan transgenik yang ditunjukkan pada hampir semua gugus fungsi yang meliputi vibrasi cincin aromatik, siringil dan guaiasil, uluran eter, serta deformasi vibrasi C=O dan C-H. Nilai serapan yang sama terjadi pada gugus fungsi uluran C-H gugus metal, regangan C= pada lokasi β dan gugus COOH.
Tabel 8. Karakteristik gugus fungsi lignin klason tanaman sengon transgenik antisense 4CL dan kontrol berdasarkan serapan infra merah . Bilangan gelombang (cm-1) 4CLAS-1 4CLAS-4 4CLAS-5 4CLAS-9 2928 1714 1642 1607 1500 1452 1321 1202 1110 904 857 -
2928 1714 1642 1607 1500 1452 1321 1202 1110 904 857 -
2928 1714 1642 1607 1500 1452 1321 1202 1110 904 857 -
2928 1714 1642 1607 1500 1452 1321 1214 1110 904 857 -
Gugus fungsi K1
K2
2928 1714 1642 1607 1547 1535 1505 1458 1423 1309 1226 1119 1083 1056 1035 884 855 -
2928 1714 1642 1607 1535 1505 1458 1423 1321 1238 1119 1083 1056 880 850
Uluran CH gugus metil Regangan C=O pada lokasi β dan pada gugus COOH
Vibrasi cincin aromatik
Vibrasi cincin siringil Vibrasi cincin guaiasil
Uluran eter Deformasi vibrasi C=O pada alkohol sekunder dan eter alifatik Deformasi vibrasi C=O pada cincin aromatik dan deformasi vibrasi C-O pada alkohol primer
Vibrasi C-H aromatik diluar bidang
72
Kesimpulan dan Saran
Transformasi sengon menggunakan eksplan nodal kotiledon dengan konstruk antisense fragmen gen 4 CL sengon telah berhasil dilakukan melalui vektor A. tumefaciens. Berdasarkan uji integrasi gen melalui PCR dengan primer NPTII yaitu ketahanan terhadap kanamisin diperoleh nilai efisiensi transformasi yang cukup tinggi
yaitu sebesar 2.37%. Down regulasi ekspresi gen 4CL
sengon oleh konstruk antisen fragmen 4CL mempengaruhi biosintesis lignin yang ditunjukkan dengan penurunan kadar lignin baik secara kualitatif yaitu uji histokimia dengan phloroglucinol HCl maupun secara kuatitatif dengan tingkat penurunan lignin 7.33 – 45.7%. Selain itu komposisi sub unit siringil dan guaiasil jaringan kayu bibit sengon transgenik berubah yaitu S/G rasionya meningkat dibandingkan kontrol disamping perbedaan pola serapan gugus fungsi yang ada pada lignin berbeda antara tanaman transgenik dan kontrol. Hasil yang telah diperoleh akan sangat berguna untuk penyediaan bibit sengon unggul sebagai bahan baku industri yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan industri pulp dan kertas. Walaupun demikian masih perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai pertumbuhannya di lapang, komposisi sifat fisik dan kimiawi yang lainnya seperti kadar selulosa dan densitas kayu serta ketahanan terhadap hama dan penyakit. Khusus untuk pengujian komposisi siringil dan guaiasil, perlu digunakan metoda lain yaitu GC-MS untuk analisis sifat kimia jaringan kayu sengon transgenik yang ditumbuhkan di lapangan.
73
PEMBAHASAN UMUM
Teknologi DNA rekombinan sebagai alternatif pemuliaan pohon kehutanan untuk modifikasi lignin . Teknologi DNA rekombinan dapat menjadi alternatif sebagai metoda mutasi genetik terarah untuk menghasilkan bibit unggul sengon yang memiliki komposisi lignin yang lebih menguntungkan untuk bahan baku pulp yaitu yang kadarnya rendah ataupun rasio siringil/guaiasilnya lebih tinggi.
Teknologi yang dapat
diterapkan dapat berupa up regulasi maupun down regulasi enzim-enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin. Salah satu enzim kunci dalam biosintesis lignin yaitu 4-Coumarate CoA ligase telah diterapkan pada beberapa tanaman untuk menekan biosintesis lignin melalui down regulasi ekspresi enzim tersebut baik dengan teknik antisense maupun konstruk RNA interferens (RNAi). Sengon sebagai komoditi tanaman kehutanan yang tumbuh cepat dan banyak dibudidayakan
pada
hutan
tanaman
industri,
memiliki
potensi
untuk
dikembangkan sebagai bahan baku pulp karena dimensi serat dan karakteristik yang cocok untuk industri kertas dari kayu sengon yang unggul. Walaupun penelitian mengenai rekayasa metabolik untuk modifikasi kadar lignin telah dilakukan pada beberapa tanaman berkayu seperti poplar, pinus, dan akasia, akan tetapi hingga kini di Indonesia belum ditemukan laporan mengenai penelitian serupa untuk tanaman kehutanan. Tahapan penelitian
yang terdiri dari:
(1) analisis kuantitatif dan uji
histokimia lignin, (2) induksi embriogenesis dan induksi tunas dari nodal kotiledon, (3) isolasi dan pengklonan cDNA fragmen gen penyandi 4-coumarate: Coenzyme A ligase dari sengon, dan (4) transformasi genetik sengon dengan fragmen gen 4CL antisense merupakan rangkaian kegiatan yang telah dilakukan untuk menghasilkan tanaman sengon transgenik yang memiliki karakteristik rasio siringil/guaiasil lignin yang tinggi ataupun rendah kadar ligninnya. Peningkatan rasio siringil lignin sangat penting untuk proses pembuatan pulp
yang lebih
efisien karena siringil lebih reaktif terhadap proses delignifikasi. Ketersediaan bibit unggul pohon bahan baku pulp dengan karakteristik kadar lignin rendah tetapi pertumbuhan dan produktivitas kayunya tinggi ataupun
74
kayu dengan komposisi lignin yang lebih reaktif adalah sangat penting untuk memperoleh rendemen pulp yang tinggi tetapi input bahan kimia dan energi yang ekonomis. Pengaruh modifikasi kadar lignin terhadap proses pulping telah diteliti pada tanaman poplar transgenik antisense COMT dan CAD yang menunjukkan bahwa tanaman transgenik rendah lignin memerlukan bahan kimia yang lebih sedikit dan menghasilkan pulp dengan bilangan Kappa yang lebih kecil dibanding kontrol (Lapierre et al. 1999). Demikian juga dengan tanaman transgenik overekspresi gen F5H memiliki rasio siringil lebih tinggi dan menghasilkan pulp dengan bilangan Kappa lebih rendah dan lebih cerah (Baucher et al. 2003).
Proses lignifikasi pada kayu sengon Kadar dan komposisi lignin pada setiap tanaman bervariasi tergantung umur tanaman, jenis sel dan jaringan serta lokasi tumbuh. Lignin kayu sengon dewasa yang diuji dari beberapa daerah (berbeda lokasi tumbuh) tetapi umurnya hampir sama, kadarnya bervariasi 16.58-34.44% dan rata-rata 27.29%. Kadar lignin tersebut merupakan kategori lignin sedang-tinggi. Rata-rata kadar lignin yang diperoleh hampir sama dengan hasil peneliti lain yaitu 26.8% (Pari et al. 1996). Kadar lignin tergantung pada umur yaitu semakin tua kadarnya semakin tinggi yang mencapai 30.19% pada kayu sengon umur 15 tahun (Pari et al.1997) juga bervariasi pada ketinggian pohon yang berbeda. Hasil penelitian mengenai kadar lignin sengon dewasa menunjukkan bahwa pada titik pengambilan sampel (ketinggian pohon) berbeda yaitu pada 2 m kadar ligninnya berbeda dari yang 4 m. Penelitian kadar lignin pada bagian pohon yang lebih tinggi (mendekati ujung pohon) perlu dilakukan untuk mengetahui distribusi lignin yang lebih lengkap. Informasi distribusi atau variasi kadar lignin dari berbagai lokasi tumbuh merupakan informasi yang sangat penting untuk menentukan target besarnya penurunan kadar lignin melalui modifikasi genetik. Informasi mengenai kisaran kadar lignin kayu sengon yang dikoleksi dari berbagai daerah sangat berguna untuk penentuan keberhasilan percobaan penghambatan ekspresi gen 4CL untuk menurunkan kadar lignin. Dengan demikian penurunan kadar lignin yang harus dicapai untuk menentukan keberhasilan ekspresi gen 4CL antisense haruslah mencapai kadar yang lebih rendah dari 16.58%.
75
Selain pengamatan secara spasial, pengamatan deposisi lignin secara temporal juga penting dilakukan untuk mengetahui mulainya proses lignifikasi sengon
seiring
dengan
perkembangan
tanaman.
Penelitian
mengenai
perkembangan dinding sel tanaman terkait dengan lignifikasi pada tanaman tingkat tinggi khususnya tanaman berkayu belum banyak dilaporkan. Pada tanaman jenis legum yaitu kedelai, diketahui bahwa lignifikasi telah terjadi pada tahap awal perkecambahan yaitu ketika umur 5 hari (De Micco 2008). Jika dibandingkan
dengan
sengon
yang
juga
merupakan
kelompok
legum,
pembentukan lignin yang diamati dengan pewarnaan phloroglucinol mulai terjadi pada umur 2 minggu dan deposisinya meningkat hingga 3 kali pada umur 2 bulan. Informasi mengenai deposisi lignin sangat penting untuk menentukan umur tanaman yang akan digunakan untuk isolasi gen penyandi lignin. Selain itu, uji histokimia juga berguna sebagai deteksi dini untuk mengetahui kadar lignin secara kualitatif pada bibit sengon transgenik. Walaupun masih memerlukan penelitian lebih lanjut, dapat diduga bahwa pada tanaman berkayu proses awal pembentukan deposisi lignin lebih lambat dibanding tumbuhan tingkat rendah yang perkembangannya lebih cepat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa proses lignifikasi pada awal perkembangan tanaman terjadi sangat cepat. Hal ini tampak dari kadar lignin sengon pada umur 2 bulan yang mencapai 13.94% jika dibandingkan dengan kadar lignin pohon sengon umur 10 tahun dengan rata-rata 26.8%. Peranan proses lignifikasi yang sangat cepat pada awal perkembangan bibit sengon sangat menarik untuk dipelajari lebih lanjut terutama keterkaitannya dengan pembentukan mikrofibril selulosa.
Peranan gen 4CL dalam biosintesis lignin kayu sengon. Ekspresi antisense 4CL tidak saja dapat digunakan untuk memperoleh bibit sengon transgenik tinggi rasio siringil/guaiasil ataupun rendah kadar lignin, tetapi dapat juga digunakan untuk mengkaji peranan gen 4CL pada biosintesis lignin dan lebih jauh lagi pada pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan konstruk antisen 4CL yang diintroduksikan pada pohon sengon mempengaruhi kadar dan komposisi lignin serta pertumbuhan. Penurunan kadar lignin diduga terjadi karena ekspresi gen 4CL terhambat karena adanya inteferensi transkrip
76
mRNA endogen sengon oleh
transkrip mRNA dari konstruk antisense.
Walaupun mekanismenya belum jelas, represi ekspresi gen 4CL juga berpengaruh terhadap rasio S/G lignin sengon. Pertumbuhan bibit sengon transgenik ada yang terhambat atau kerdil, hal ini mungkin terjadi karena berkurangnya massa yang ditunjukkan oleh kadar lignin yang sangat rendah yang mengganggu pertumbuhan. Kemungkinan lainnya adalah lokasi integrasi gen yang tersisip pada gen-gen fungsional yang berkaitan dengan pertumbuhan. Fenomena serupa terjadi pula pada tanaman lainnya hasil transformasi konstruk antisense ataupun RNAi gen-gen penyandi enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin yaitu penurunan lignin yang sangat tinggi akibat aktivitas enzim biosintesis lignin yang sangat rendah menyebabkan abnormalitas morfologi dan pertumbuhan tanaman. Penurunan kadar lignin pada tanaman transgenik poplar antisense CCoAOMT (Caffeoyl Coenzyme A Omethyltransferase) dengan tingkat penurunan sedang yaitu sebanyak 27% memperlihatkan pertumbuhan yang normal (Zhong & Morrison 2000). Hasil serupa juga ditunjukkan pada sengon transgenik antisense 4CL, penurunan lignin antar 8.31 – 45.57% dibanding kontrol masih menghasilkan tanaman dengan pertumbuhan normal. Penurunan lignin yang terlalu tinggi hingga 8% saja dapat mengganggu pertumbuhan pohon yaitu menjadi kerdil seperti yang terjadi pada P. radiata (Wagner 2009). Penurunan kadar lignin dengan persentase penurunan hingga sekitar 50% tampaknya tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Pengaturan ekspresi gen yang terkait dengan biosintesis lignin, tidak saja berpengaruh pada kadar maupun komposisi lignin, tetapi juga berpengaruh pada deposisi selulosa. Transformasi konstruk antisense 4CL pada Populus tremuloides
menyebabkan penurunan
lignin sebesar 52% dan menyebabkan peningkatan S/G rasio dan selulosa hingga 65% dan 30% (Li et al. 2003). Analisis FTIR terhadap kayu sengon transgenik menunjukkan adanya peningkatan S/G sebesar 50% terhadap kontrol. S/G rasio rata-rata kayu sengon transgenik sebesar 0.77 pada umur 4 bulan yang lebih tinggi dibandingkan
kontrol yaitu sebesar 0.4. S/G rasio alami kayu bervariasi
tergantung jenis tanaman, jenis jaringan dan umur tanaman (Watanabe 2004, Nurhayati et al. 2009). Pada kayu daun lebar pada umumnya rasio siringil lebih
77
tinggi dibanding guaiasil seperti pada Eucalyptus camaldulensis (2.99), E. grandis (2.93), E. urophylla (2.57), Acacia hybrid (1.27), A. auriculiformis (1.08), A. mangium (0.98) (Nurhayati 2009). Diharapkan S/G rasio kayu sengon transgenik akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman, seperti yang terjadi pada tanaman poplar transgenik antisense caffeic acid o-methyl transferase (CAD) yang rasio siringilnya meningkat sebesar 44% pada tanaman umur tiga bulan dibandingkan dengan tanaman umur 2 tahun (Lapierre et al. 1999).
Upaya lebih lanjut pengembangan pohon sengon transgenik rendah lignin Hasil penelitian yang telah dilakukan adalah diperolehnya dua tanaman transgenik yang unggul rendah lignin (15.53%) yaitu 4CLAS-4 dan yang memiliki rasio S/G tinggi dibanding control yaitu 4CLAS-1 dan menunjukkan pertumbuhan yang paling baik serta
morfologi yang normal. Selanjutnya
tanaman tersebut perlu diperbanyak melalui propagasi in vitro untuk menghasilkan bibit dalam jumlah yang besar untuk pengujian lebih lanjut di lapangan terbatas dengan melengkapi persyaratan keamanan hayati untuk uji lapangan terbatas tanaman trasngenik. Untuk keperluan tersebut perlu dilengkapi data-data lainnya seperti jumlah kopi gen dengan analisis Southern Blot dan uji pendahuluan keamanan hayati di rumah kaca fasilitas uji terbatas. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dimasa yang akan datang akan tersedia kayu dari tanaman transgenik rendah lignin dan rasio S/G tinggi yang dapat digunakan untuk mendukung kajian efisiensi proses dalam industri pulp.
78
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Fragmen gen 4CL dengan ukuran 342 bp dapat digunakan untuk kontruksi vektor biner dengan orientasi antisense untuk transformasi genetik sengon. Kultur in vitro nodal kotiledon pada media yang mengandung TDZ 1 mg/l
dapat
digunakan untuk transformasi sengon dengan efisiensi regenerasi yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis lignin baik uji histokima maupun lignin Klason pada bibit sengon dengan berbagai umur, diketahui bahwa lignin sudah mulai terdeposisi pada jaringan batang sengon sejak bibit umur 2 minggu. Informasi mengenai distribusi kadar lignin pohon sengon dewasa merupakan informasi yang berguna untuk mengetahui kisaran kadar lignin kayu sengon dan untuk memperkirakan target besarnya penurunan kadar lignin yang ingin dicapai melalui rekayasa genetika. Penghambatan ekspresi gen 4CL melalui introduksi fragmen gen 4CL antisen dapat menyebabkan perubahan kadar dan komposisi kadar lignin. Uji histokima lignin dapat digunakan sebagai metoda penduga awal atau deteksi dini kadar lignin tanaman sengon transgenik karena hasilnya memiliki kesesuaian dengan hasil uji kuntitatif kadar lignin. Dua tanaman sengon transgenik yang memiliki sifat berupa rendah kadar lignin dan rasio siringil/guaiasil lebih tinggi telah diperoleh melalui teknologi DNA rekombinan.
Saran Untuk mengetahui peranan gen 4CL dari sengon dalam biosintesis lignin yang lebih lengkap perlu dilakukan analisis lebih lanjut pada tanaman sengon transgenik yang meliputi analisis jumlah sisipan melalui hibridisasi Southern, analisis aktivitas 4CL, analisis ekspresi secara kuantitatif melalui qPCR dan Northern blot. Selain itu, perlu dilakukan analisis kadar selulosa. Untuk mengetahui kadar siringil lignin secara cepat dapat pula digunakan metoda histokimia dengan reagen Mäule.
79
Kajian lebih lanjut mengenai sifat-sifat bibit sengon transgenik di lapangan perlu dilakukan melalui penelitian propagasi bibit sengon transgenik yang telah dihasilkan. Selain itu, metoda represi ekspresi gen yang lain yaitu RNAi atau inverted repeat perlu dilakukan untuk lebih meningkatkan rasio S/G lignin pada kayu sengon atau pun kadar lignin sengon yang lebih rendah dari 15% dengan menggunakan fragmen gen 4CL dengan ukuran yang lebih besar.
80
DAFTAR PUSTAKA
Aasim M, Huasin N, Umer M, Zubair M, Bilal S. 2010. In vitro shoot regeneration of fenugreek (Trigonella foenum-graecum L.) using different cytokinins. African J Biotechnol 9(42): 7174-7181. Abdurachman, Hadjib N. 2009. Mutu beberapa jenis kayu tanaman untuk bahan bangunan berdasarkan sifat mekanisnya. Prosiding PPI Standardisasi 2009. Jakarta, 19 November 2009. Allina SM, Pri-hadash A, Theilmann DA, Ellies BE, Douglas CJ. 1998. 4Coumarate: coenzyme A ligase in hybrid poplar. Properties of native enzymes. Plant Physiol 116: 743-754. Anggraeni I. 2008. Pengendalian penyakit karat tumor (gall rust) pada sengon (Paraserianthes falcataria) di RPH Pandantoyo, BKPH Pare, Kediri. Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru pada Tanaman Sengon. 19 Nop 2008: 1-15 Anuradha TS, Jami SK, Datla RS, Kirti PB. 2006. Genetic transformation of peanut (Arachis hypogaea L.) using cotyledonary node as explants and a promoterless gus:nptII fussion gene based vector. J Biosci 31 (2): 235-246. Araújo A, Fonsecal N, Boiteux L. 2007. Nucleotide diversity of a major carotenoid biosynthetic pathway gene in wild and cultivated Solanum Lycopersicon) species. Plant Physiol 19(3):233-237. Ardiana D. 2010. Teknik pemberian benzil amino purin untuk memacu pertumbuhan kalus dan tunas pada kotiledon melon (Cucumis melo l.). Buletin Teknik Pertanian 14(2): 50-53 Baucher M, Halpin C, Conil MP, Boerjan W. 2003. Genetic engineering and impact on pulping. Critical Reviews in Biochem and Molec Biol 38(4): 305350. Boudet AM, Kajita S, Pettenati J, Goffner D. 2003. Lignin and lignosellulosics: a better control of synthesis for new and improved uses. Trends in Plant Sci 8(12): 576-581. Budiani A. 2006. Aktivitas ACCase mesokarp kelapa sawit dan kloning fragmen gen penyandi ACCase subunit biotin karboksilase. Menara Perkebunan 74(1): 33-43. Buharman, Irawati S. 1987. Kelompok jenis kayu HTI yang diprioritaskan. Sylva Tropika Vol.2 No.2. Chukovic D, Ehlting J, Van Zipffle JA, Douglas CJ. 2000. Sructure and evolution of 4-coumarate: coenzyme A ligase (4CL) gene families. Biol Chem 382: 645-654. Davin LB, Lewis NG. 2005. Lignin primary structures and dirigent sites. Current Opinion in Biotechnol 16 (4): 407–415. De Micco V, Aronne G, Joseleau JP, Ruel K. 2008. Xylem development and cell wall changes of soybean seedlings grown in space. Ann Bot 101: 661–669. Doorsselaere JV, Baucher M, Chognot E, Chabbert B, Tollier MT, Conil MP. 1995. A novel lignin in poplar trees with reduced caffeic acid/5hydroxyferrulic acid O-methyltransferase activity. The Plant J 8(6): 855-864.
81
Ehlting J, Büttner, D, Wang Q, Douglas CJ, Somssich IE, Kombrink E. 1999. Three 4-coumarate: coenzyme A ligase (4CL) in Arabidopsis thaliana reperesent two evolutionary divergent 4CL classes in angiosperm plants. Plant J 19: 9-20. Ehlting J, Shin JJK, Douglas CJ. 2001. Identification of 4-coumarate: coenzyme A ligase (4CL) substrate recognition domains. Plant J 27: 455-465. Fengel D, Wegener G. 1995. Kimia Kayu, Ultrastruktur dan Reaksi-reaksi. Sastrohamidjojo H, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Finer JJ, Mullen MD. 1991. Transformation of soybean via particle bombardment of embryogenic suspension culture tissue. In Vitro Cell. Dev Biol 27:175182. Finer JJ, Cheng TS, Verma DSP. 1996. Soybean transformation: Technologies and progress. In Verma, D.P.S. and R.C. Shoemaker ( Eds.). Soybean: Genetics, Molecular Biology, and Biotechnology. Biotechnology in Agriculture No. 14. CAB International. Gillies AC, Cornellius JP, Newton AC, Navaro C, Hernandez M, Wilson J. 1997. Genetic variation in Costa Rica population of tropical timber species Cedrela odorata L. Assesed using RAPDs. Molec. ecol 6:1113-1115. Goujon T, Ferret V, Mila I, Pollet B, Ruel K, Burlat V, Joselau J, Barriere Y, Lapierre C, Jouanin L. 2003. Down regulation of the AtCCR1 gene in Arabidopsis thaliana: effect on phenotype, lignins and cell wall degradability. Planta 217: 218-228. Harakava R . 2005. Genes encoding enzymes of the lignin biosynthesis pathway in Eucalyp. Genetics Molec Biol 28(3): 601-607. Harding S. Leshkevich, J, Chiang V, Tsai C. 2-002. Differential substrate inhibition couples kinetically distinct 4-coumarate:coenzyme A ligases with spatially distinct metabolic roles in quaking aspen. Plant Physiol 128(2): 428–438. Haroen WK. 2006. Variabilitas massa jenis kayu daun lebar tropis terhadap karakter serat, kimia dan pulp sulfat . J. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis.4: 35-41. Hartati NS, Dwianto W, Hermiati E, Tatriasari W, Sudarmonowati E. 2007. Sengon (Paraserianthes falcataria) unggul sebagai sumber bahan tanaman berkualitas: sifat fisik dan kandungan lignin. Seminar Nasional Pengembangan Pengelolaan dan Pemanfaatan Hasil Hutan Rakyat di Indonesia. Yogyakarta 12 Desember 2007. Hartati NS, Rusmiati A, Sugiharti S, Sudarmonowati E. 2008. Uji aktivitas peroksidase sengon merah dan sengon putih. Prosiding Seminar Nasional Biokimia. Depok, 9 Januari 2009: 1-6. Hartati S, Sudarmonowati E, Park Y, Kaku T, kaida R, Baba K, Hayashi T. 2008b. Overexpression of poplar cellulase accelerates growth and disturbs the closing movements of leaves in sengon. Plant Physiol 147: 552–561. Hartati NS et al. 2009. Wood characteristic of superior sengon collection and prospect of wood properties improvement through genetic engineering. The first International Symposium of Indonesian Wood Research Society. Bogor, 2nd-3rd November 2009.
82
Haufe KD, Lee SP, Subramaniam R, Douglas CJ. 1993. Combinatorial interaction between positive and negative cis-acting elements control spatial patterns of 4CL1 expression in transgenic tobacco. Plant J 4: 235-253. He XZ, Reddy JT, Dixon RA. 1998. sterss responses in alfalfa (Medicago sativa L. XXII.). c DNA cloning and characterization of an elicitor inducible isoflavone 7-O-methyltransferase. Plant Molec Biol 36: 43-54. Hidayat J, Irianto D, Ochsner P. 2002. Informasi Singkat Benih. Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Direktorat Perbenihan Tanaman Kehutanan. Bandung. Higuchi T. 1980. Lignin Structure and Morphological Distribution in Plant Cell Walls. Lignin Biodegradation. In. Lignin Biodegradation: Microbiology, Chemistry, and Potential Applications. Kirk, K.T. (ed). CRC Press, Inc. Florida. Hofgen R, Laber B, Schuttke I, Klonus A, Streber W, Pohle D. 1995. Repression of Acetolactate Synthase Activity through Antisense lnhibition. Molecular and biochemical analysis of transgenic potato (Solanum tuberosum L. cv DCsire) Plants. Plant Physiol 107: 469-477. Ibrahim RK, Bruneau A, Bantignies B. 1998. Plant O-methyltransferases: molecular analysis, common signature and classification. Plant molec Biol 36: 1-10. Ishiguri F, Eizawa J, Saito Y, Iizuka K, Yokota S, Priadi D, Sumiasri N, Yoshizawa N. 2007. Variation in the wood properties of Paraserianthes falcataria planted in Indonesia. IAWA Journal 28 (3): 339–348. Ishikawa H, Watano Y, Kano, K, Ito M, Kurita S. 2002. Development of primer sets for PCR amplification of the PGiC gene in ferns. J Plant Res 115: 6570. Johnston PA, Stringer R., Santilo, D, Stephenson AD, Labounskaia IP, McCartney HM. 1996. Towards zero effluent pulp and paper production: The pivotal role of totally chlorine free bleaching. Technical Report 7/96. November 28. 1996. Greenpeace laboratories. Jouanin L, Goujon T, Nadai V, Martin MT, Mila I, Vallet C, Pollet B, Yoshinaga A, Chabbert B, Conil M, Lapierre C. 2000. Lignification in transgenic poplars with extremely reduced caffeic acid O-methyltransferase activity. Plant Physyol 123: 1363-1373. Kajita S, Hishiyama S, Tomimura Y, Katayama Y and Omori S. 1997. Structural characterization of modified lignin in transgenic tobacco plant in which the activity of 4-coumarate:Coenzyme A ligase is depressed. Plant Physiol 114: 871-879. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1994. Hasil rapat koordinasi Nasional I. Pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Jakarta, 22-24 Nopember 1994 Kao YY, Harding SA, Tsai CJ. 2002. Differential expression of two distinct phenylalanine ammonia-lyase genes ini condensed tannin-accumulating and lignifying cells of quaking aspen. Plant Physiol 130(2): 796-807. Lapierre C , Pollet B, Conil MP, Toval G, Romero J, Pilate G, Leple JC. Boerjan W, Ferret V, Nadai V, Jouanin L. 1999. Structural alterations of lignin in transgenik poplars with depressed cinnamyl alcohol dehtydrogenase or
83
caffeic acid )-methyltransferase activity have an opposite impact on the efficiency of industrial Kraft pulping. Plant Physiol 119: 153-163. Lee D, Meyer K, Chapple C, Douglas C. 1997. Antisense suppression of 4coumarate:coenzyme A ligase activity in arabidopsis leads to altered lignin subunit composition. The Plant Cell 9: 1985-1998. Li L, Zhou Y, Cheng X, Sun J, Marita JM, Ralph J, Chian VL. 2003. Combinatorial modification of multiple lignin traits in trees through multigene cotransformation. PNAS 100(8): 4939-4944 Lindermayr C, Möllers B, Fliegmann J, Uhlmann A, Lottpeich F, Meimberg H, Ebel J. 2002. Divergent members of a soybean (Glycine max L.) 4coumarate:coenzyme A ligase gene family .Primary structures, catalytic properties, and differential expression. Eur J Biochem 269:1304-1315. Mahmoudian M., Meral Y, and Husein AO. 2002. Transformation of Lentil (Lens culinaris M.) Cotyledonary Nodes by Vacuum Infiltration of Agrobacterium tumefaciens. Plant Molec Biol Reporter 20: 251-257. Mariska I. 1996. Embriogenesis Somatik Tanaman Kehutanan. Prosiding Khusus Bioteknologi. 4-9 November 1996. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Serpong: 1-13. Morrison T, Kessleq R, Hatfield R, Buxtona DR. 1994. Activity of two lignin biosynthesis enzymes during development of a maizeiInternode. J Sci Food Agric 65: 133-139. Nurhayati D. 2009. Rasio Siringil Daun Lebar dan Pengaruhnya Terhadap Proses Delignifikasi. Skripsi. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Ozyigit I. 2009. In vitro shoot development from three different nodes of cotton (Gossypium hirsutum L.). Not Bot Hort Agrobot 37 (1): 74-78 Pardal SJ, Utami TI, Herman M. 2002. Organogenesis dan embriogenesis somatik kedelai secara in vitro. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. Bogor: 28- 36. Pari G, Setiawan D, Saepuloh. 1997. Analisis kimia 9 jenis kayu dari Irian Jaya. Buletin Penelitian Hutan 15(2): 87-93. Pari G. 1996. Analisis komponen kimia dari kayu sengon dan kayu karet pada beberapa macam umur. Buletin Penelitian Hutan. 14(8): 321-327. Pradjadinata S, Masano. 1989. Teknik penanaman sengon (Albizia falcataria L. Fosberg). Informasi Teknis No. 6. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Bogor. Purnamaningsih R. 2002. Regenerasi tanaman melalui embriogenesis somatik dan beberapa gen yang mengendalikannya. Buletin AgroBio 5(2): 51-58. Rahayuningsih L. 2008. Transformasi gen xiloglukanase dan induksi tunas majemuk pada eksplan buku kotiledon sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen ). Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Raiskila S, Pulkkinen M, Laakso T, Fagerstedt K, Loija M, Mahlberg R. Paajanen L, Ritschkoff AC, Saranpaa. 2008. FTIR spectroscopic prediction of Klason and acid soluble lignin variation in Norway spruce cutting clones. Silva Fennica 41(2): 351-371.
84
Rajeswari V, Paliwal K. 2006. In vitro propagation of Albizia odoratissima L.F (Benth) from Cotyledonary Node and Leaf Nodal Explants. BIOONE Online Journal Access Control 42 (5). Ralph J, Hatfield RD, Sederoff RR, Mackay JJ. 1998. Variations in lignin: what do recent studies on lignin-biosynthetic pathway mutans and transgenics revbeal about lignification?. Research Summaries. US Dairy Forage Research Center: 34-38. Rauf S, Usman M, Fatima B, Manzoor T, Khan K. 2004. In Vitro Regeneration and Multiple Shoot Induction in Upland Cotton (Gossypium hirsutum L.). International J of agric biol: 704-707. Rogers D, Cullis IF, Surman C, Poole M, Willment J, Mansfield SD, Campbell MM. 2005. Light, the circadian clock, and sugar perception in the control of lignin biosynthesis. J Experimental Botany 56 (416): 1651-1663. Rose T, Schulzt E, Henikoff J, Pietrokovski S, McCallum C, Henikof S. 1998. Consensus-degenerate hybrid oligonucleotide primers for amplification of distantly related sequences Nucleic Acids Research 26(7): 1628–1635. Saini R., Jaiwal S, Jaiwal PK. 2003. Stable Genetic Transformation of Vigna mungo L. Hepper via Agrobacterium tumefaciens. Plant Cell Reports 21(9). Samingan T. 1982. Dendrologi. Jakarta: PT. Gramedia. Santosa HB. 1992. Budidaya Sengon. Yogyakarta: Kanisius. Schmitt G, Ralph J. 2009. Suppression of 4-Coumarate-CoA Ligase in the Coniferous Gymnosperm Pinus radiata. Plant Physiol. Vol 149: 370–383. Sederoff R. 1999. Building better trees with antisense. Nat Biotech 17: 750-751. Semivay C, Khawar K, Yuzbasioglu E. 2005. Adventitious shoot regeneration from different explants of wild lentil (Lens culinaris subsp. orientalis). Biotechnol 2: 46-49. Setyorini D. 2002. Minimisasi limbah dalam industri pulp and paper. Lembaga Kajian Ekonomi Lahan Basah. Sewalt VJ, Ni W, Blount JW, Jung HG, Masoud SA, Howles PA, Lamb C, Dixon RA. 1997. Reduced lignin content and altered lignin composition in transgenic tobacco down-regulated in expression of L-phenylalanine ammonia-lyase or cinnamate 4-hydroxylase. Plant Physiol. 115: 41-50. Shyamkumar B, Anjaneyulu C and Giri CC. 2003. Multiple Shoot Induction from Cotyledonary Node Explants of Terminalia chebula. Biologia Plantarum 47: 585-588. Siagian RM, Roliadi H, Suprapti S & Komarayati S. 2003. Studi peranan fungi pelapuk putih dalam proses biodelignifikasi kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 1(1): 47-56. Siddique I, Anis M, Jahan AA. 2006. Rapid multiplication of Nyctanthes arbortritis L. through in vtro axillary shoot proliferation. World L Agric Sci 292: 188-192 Singh J, Tiwari K. 2010. Evaluation of cotyledonary node of Clitoria ternatea L. for high frekuensi in vitro axyllary shoot proliferation. Asian Plant Sci 9(6): 351-357. Sinha R, Majudar K, Shinha S. 2000. In vitro differentiation and plant regeneration of albizia sinensis (Osb.) Merr. In vitro Cell. Dev. Biol-Plant 36: 370-373.
85
Soukupova J, Cvikrova M, Albrechiova J, Rock BN, Ender J. 2000. Histochemichal and biochemical approaches to the study of phenolic compounds and peroxidases in needles of Norway spruce (Picea abies). New Phytol 146: 403-414. Strauss SH, Bradshaw HD. 2001. Transgenic trees: where are we now?. Proceedings of The First Symposium on Ecological and Societal Aspects of Transgenic Plantations: 113-123. Sukmadjaja D. 2005. Embriogenesis somatik langsung pada tanaman cendana. J. Bioteknologi Pertanian 10(1): 1-6. Syafii W, Siregar IZ. 2006. Sifat Kimia dan Dimensi Serat Kayu Mangium. Acacia mangium Willd.) dari Tiga Provenans. J. Tropical Wood Science & Technology. 4(1): 28-32. Syahbirin G. 2009. Pemanfaatan Lignin Kraft Dari Lindi Hitam Pabrik Pulp Untuk Pembuatan Natrium Lignosulfonat dan Sulfonat Hidroksi Metal Fenol Lignin Asam Sulfat Sebagai Bahan Pendispersi. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Takahashi H, Iwasa T, Shinkawa T, Kawahara A, Kurusu T, Inoue Y. 2003. Isolation and characterization of the ACC synthase genes from lettuce (Lactuca sativa L.), and the involvement in low pH-induced root hair initiation. Plant cell physiol 44 (1): 62-69. Tampubolon C. 2007. Aplikasi Stek Pucuk, Kultur Jaringan, Induksi Embriogenesis Somatik dan Analisis Isozim pada Program Bioteknologi Sengon. Tugas Akhir. Program Diploma III Budidaya Hutan Tanaman Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Teraäs T. 2007. World pulp and paper demand with special emphasis on bleached hardwood market pulp. www. Parliament.tas.gov.aUL. Tomley F. 1996. Transformation of E. coli. In: Basic DNA and RNA Protocols. Harwood A (ed.): Humana Press. New Jersey. Valette C, Andary C, Geiger JP, Sarah JL, and Nicole M. 1998. Histochemical and Cytochemical Investigation of Phenols in Roots of Banana Infected by the Burrowing Nematode Radopholus similes. Phytopathology Journal. 88(11):1141-1153. Vengadesan G, Amutha S, Muurganantham M, Anand R, Ganapathi A. 2006. Transgenic Acacia sinuata from Agrobacterium tumefaciens-mediated transformation of hypocotyls. Plant cell rep 25: 1174-1180. Wagner A, Donaldson L, Kim H, PhillipsL, Flint H, Steward D, Torr K, Koch G, Schmitt U, Ralph J. 2009. Suppression of 4-coumarate-CoA ligase in the coniferous gymnosperm Pinus radiata. Plant Physiol 149: 370-383. Watanabe, Y., Kojima, Y., Ona, T, Asada, T, Sano, Y., Fukazawa, K., Funada, R. 2004. Histochemical study on heterogeneity of lignin in eucalyptus species ii. the distribution of lignins and polyphenols in the walls of various cell types. IAWA Journal 25 (3): 283–295. Wegner T, Skog K, Ince P, Michler C. 2010. Uses and desirable properties of wood in the 21 st century. Journal of forestry. June: 165 – 173. Wesley SV. Hellwell. 2001. Construct design for efficient, effective and high throughput gene silencing in plants. Plant J 27(6): 581-590. Xie DY, Hong Y. 2002. Agrobacterium-mediated genetic transformation of Acacia mangium. Plant Cell Rep 20:917-922.
86
Yahya R. 2010. Pemanfaatan cabang dengan kulit kayu sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen). Jurnal Bumi Lestari 10(1): 75-81. Yang M, Xie X, Zheng C, Zhang F, He X, Li Z. 2008. Agrobacterium tumefaciens-mediated genetic transformation of Acacia crassicarpa via organogenesis. Plant cell tiss organ cult 95: 141-147. Zhang X, Chiang V. 1997. Molecular Cloning of 4-Coumarate:Coenzyme A Ligase in Loblollv Pine and the Roles of This Enzvme in the Biosynthesis of Lignin in Compression Wood. Plant Physiol Vol 113: 65-74. Zhong R, Morrison WH. 2000a. Essential role of caffeoyl coenzyme A Omethyltransferase in lignin biosynthesis in woody poplar plants. Plant Physiol. 124(2): 563-578. Zhong R, Ripperger A, Ye Z. 2000b. Ectopic Deposition of Lignin in the Pith of Stems of Two Arabidopsis Mutants. Plant Physiol. 123: 59–69.
87
Lampiran 1. Perhitungan rasio siringil dan guaiasil lignin Klason tanaman sengon transgenik dan kontrol berdasarkan metoda garis dasar.
Antisense 4CL -4
17 15 1321 1202 siringil guaiasil
3 2
88
K2
30 27
7 1321 1238 siringil Guaiasil
1
89
Serapan panjang gelombang siringil dan guaiasil Siringil Guaiasil :
: 1370 - 1250 cm -1 1200 - 1225 cm-1
Perhitungan rasio siringil: guaiasil Antisense 4CL 4 A 1321 = log 15 = 0.699 3 A 1202 = log 17 = 0.929 2 Rasio siringil : Guaiasil
: 0.699 = 1 : 1.329 0.929
K2 A 1321 = log 27 = 0.586 7 A 1238 = log 30 = 1.477 1 Rasio siringil : Guaiasil
: 0.586 = 1 : 2.52 1.477 90