Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
KARAKTERISASI FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL BAHAN PENGGANTI TELUR (EGG REPLACER) BERBAHAN ISOLAT PROTEIN, PATI, DAN HIDROKOLOID (Physicochemical and Functional Characterization of Egg Replacer Based on Protein Isolate, Starch, and Hydrocolloid) Nursya Sitorus1,2), Elisa Julianti1), Ridwansyah1) 1)Program
Studi Ilmu danTeknologi Pangan Fakultas Pertanian USU Medan Jl. Prof. A. Sofyan No. 3 Kampus USU Medan 2)e-mail :
[email protected]
Diterima tanggal : 20 April 2015 / Disetujui tanggal 28 April 2015
ABSTRACT The research was aimed to study the physicochemical and functional characteristics of egg replacer based on soy protein isolate, whey protein isolate, corn starch, guar gum, and xanthan gum. The research had been performed using non factorial completely randomized design with 12 levels and 3 repetition. Ratio of the threatment of soy protein isolate, corn starch, and guar gum (E1 = 70% : 29,5% : 0,5% ; E2 = 70% : 29,0% : 1,0% ; E3 = 70% : 28,5% : 1,5%), soy protein isolate, corn starch, and xanthan gum (E4 = 70% : 29,5% : 0,5% ; E5 = 70% : 29,0% : 1,0% ; E6 = 70% : 28,5% : 1,5%), whey protein isolate, corn starch, and guar gum (E7 = 70% : 29,5% : 0,5% ; E8 = 70% : 29,0% : 1,0% ; E9 = 70% : 28,5% : 1,5%), whey protein isolate, corn starch, and xanthan gum (E10 = 70% : 29,5% : 0,5% ; E11 = 70% : 29,0% : 1,0% ; E12 = 70% : 28,5% : 1,5%), and whole egg powder. Parameters analyzed were water content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate content, foam capacity, foam stability, emulsion capacity and activity, color, and density.The results showed that the egg replacer based on with soy protein isolate, whey protein isolate, corn starch, and hydrocolloid (guar gum, and xanthan gum) had the different the physicochemical and functional characteristics. Egg replacer had the different physicochemical and functional characteristics with control. The egg replacer from soy protein isolate, corn starch and xantan gum with the ratio of 70%:29,5%:0,5% had the physicochemical and functional properties that comparable than those of egg flour. Keywords:, Corn starch, hydrocolloid, protein isolate
emulsifikasi, koagulasi, foaming dan flavornya. Karakteristik ini sangat dibutuhkan untuk terbentuknya volume, tekstur, dan warna yang diinginkan pada produk pangan, tetapi bagi sebagian masyarakat, telur juga merupakan produk yang harus dihindari yaitu bagi orang yang alergi terhadap kandungan protein telur, orang yang menghindari asupan kolesterol dalam dietnya atau bagi kelompok vegetarian. Pembuatan roti dan cake yang bebas telur merupakan suatu tantangan, karena sampai saat ini masih sulit untuk memperoleh bahan baku pembuatan roti dan cake tanpa mengandung telur. Produk egg replacer (pengganti telur) saat ini sudah diproduksi secara komersial, tetapi di Indonesia sendiri produk ini belum diproduksi dan belum sepopuler di negara-negara maju. Sementara itu jumlah penderita alergi terhadap telur cukup banyak di Indonesia. Produk pengganti telur yang tersedia saat ini umumnya terbuat dari tepung kedelai, terigu, pati, gum,
PENDAHULUAN Peningkatan pendapatan masyarakat menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup dan pola makan, dari pola makan yang didominasi oleh nasi menjadi pola makan yang lebih beragam. Masyarakat dengan pendapatan yang tinggi sudah terjadi penurunan konsumsi beras tetapi ternyata terjadi peningkatan konsumsi pangan yang berbahan dasar terigu seperti roti dan kue-kue. Masyarakat juga mencari bahan pangan yang aman dan sehat seperti makanan rendah kolesterol, tidak mengandung alergen, murah, masa simpannya yang panjang dan tidak memerlukan refrigerasi (Lin, dkk., 2003; Swaran, dkk., 2003). Telur merupakan bahan yang penting dalam pembuatan roti dan cake (Hosomi, dkk., 1992; Stadelman dan Cotterill, 1995) pada hampir semua negara di seluruh dunia, karena gizinya yang tinggi terutama dalam hal kandungan protein serta karakteristik
434
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
kasein susu, rye, gandum, plasma darah. Oleh karena itu, perlu dikembangkan produk pengganti telur yang dapat diproduksi di Indonesia dengan menggunakan pati jagung, protein kedelai dan protein susu. Produk pengganti telur diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan roti dan cake pada industri-industri bakery. Hidrokoloid merupakan bahan yang banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam produk roti dan bakery. Pengaruh fungsional hidrokoloid adalah kemampuannya untuk memperbaiki karakteristik reologi adonan serta meningkatkan mutu produk akhir. Hidrokoloid sering digunakan sebagai bahan pengganti gluten pada produk roti yang bebas gluten (Toufeili, dkk., 1994). Carboxyl methyl cellulose (CMC), guar gum dan xanthan gum telah banyak digunakan dalam pembuatan roti yang berasal dari rye atau ubi kayu untuk memperbaiki mutunya serta meningkatkan umur simpan roti. Penambahan hidrokoloid pada bahan pengganti telur diharapkan dapat memperbaiki karakteristik bahan pengganti telur yang dihasilkan.
dengan ketebalan 6 mm, dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 50oC selama 24 jam. Flake diblender dan diayak dengan ayakan 80 mesh dan dikemas dengan kemasan kantung plastik polietilen sebelum dianalisa. Variabel mutu yang diamati adalah kadar air (AOAC, 1995 dengan modifikasi), kadar abu (Sudarmadji, dkk., 1997 dengan modifikasi), kadar protein (AOAC,1995 dengan modifikasi), kadar lemak (AOAC,1995), kadar karbohidrat (by difference), Warna (Hunter, 1958), densitas kamba (Okaka dan Potter, 1977), aktivitas dan stabilitas emulsi (Yasumatsu, dkk., 1972), kapasitas dan stabilitas buih (Barac, dkk., 2010; Balmaceda, dkk., 1984). Warna Pengujian warna dilakukan dengan metode Hunter, Andarwulan, dkk., (2011) menggunakan Chromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang). Sejumlah sampel diletakkan pada wadah datar dan diukur nilai L, a, dan b warnanya. Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light) mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Notasi a menyatakan kromatik campuran merah hijau. Notasi b menyatakan kromatik campuran kuning biru.
BAHAN DAN METODE
Densitas kamba Sampel sebanyak 20 g dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml sambil ditepuk-tepuk 20-30 kali dengan menggunakan jari agar memadat, kemudian volume sampel dicatat (Okaka dan Potter, 1977). Densitas kamba dihitung sebagai berikut: Berat sampel (g) Densitas kamba (g/ml) = Volume sampel (ml)
Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, xanthan gum, guar gum, dan xanthan gum. Pelaksanaan Penelitian Bahan-bahan pengganti telur berupa isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, gum arab dan xanthan gum dicampur dengan komposisi sesuai dengan perlakuan menggunakan mixer selama 4 menit hingga diperoleh bahan pengganti telur yang homogen.
Kapasitas dan stabilitas buih Penentuan kapasitas (KB) dan stabilitas buih (SB) dilakukan dengan cara melarutkan 2 g sampel dalam 100 ml akuades kemudian dimixer selama 5 menit pada kecepatan tinggi, lalu larutan dituangkan ke dalam gelas ukur 250 ml. Volume total larutan diukur pada saat awal (untuk kapasitas buih) dan setelah 15 menit dan 30 menit (untuk stabilitas buih) pada suhu ruang (Balmaceda, dkk., 1984). Kapasitas dan stabilitas buih dihitung dengan menghitung kenaikan volume sebagai berikut (modifikasi Sathe dan Salunkhe, 1981): Vol akhir – Vol awal (ml) KB (%) = x 100% Vol awal (ml) Vol buih (ml) SB (%) = x 100% Volume total buih (ml)
Pembuatan Tepung Telur Utuh Telur ayam disortasi dan dipilih berdasarkan warna, kulit, ukuran, dan kesegaran. Telur ayam dicuci dan dibersihkan dengan air hangat. Telur dipecah dan diambil isinya, kemudian dikocok menggunakan mixer hingga merata, dan disaring. Cairan telur dipasteurisasi sebanyak 500 g pada suhu 65oC selama 3 menit, kemudian diatur pH-nya dengan asam sitrat hingga menjadi 7. Ragi roti (Saccaromyces cerevisae) sebanyak 0,2% (w/w) ditambahkan ke dalam cairan telur dan diaduk hingga merata. Campuran didiamkan selama 3 jam pada suhu ruang. Campuran telur dan ragi roti dituang ke dalam loyang yang telah diolesi dengan minyak
435
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
(Volume buih diukur setelah 15 dan 30 menit).
Analisis Data Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial berupa perlakuan formulasi bahan pengganti telur (egg replacer) terdiri dari 12 taraf perlakuan dan 1 kontrol serta masing-masing perlakuan dan kontrol dilakukan dalam 3 ulangan. Perlakuan berupa perbandingan isolat protein kedelai, pati jagung, dan guar gum (E1 = 70% : 29,5% : 0,5% ; E2 = 70% : 29,0% : 1,0% ; E3 = 70% : 28,5% : 1,5%), isolat protein kedelai, pati jagung, dan xanthan gum (E4 = 70% : 29,5% : 0,5% ; E5 = 70% : 29,0% : 1,0% ; E6 = 70% : 28,5% : 1,5%), isolat protein susu, pati jagung dan guar gum (E7 = 70% : 29,5% : 0,5% ; E8 = 70% : 29,0% : 1,0% ; E9 = 70% : 28,5% : 1,5%), isolat protein susu, pati jagung dan xanthan gum (E10 = 70% : 29,5% : 0,5% ; E11 = 70% : 29,0% : 1,0% ; E12 = 70% : 28,5% : 1,5%), dan tepung telur utuh sebagai kontrol. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) dan perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata atau sangat nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).
Aktivitas dan stabilitas emulsi Sampel sebanyak 0,10 ± 0,0018 g dimasukkan ke dalam tabung sentrifus. Ditambahkan dengan 2,5 ml air lalu ditambahkan 5 ml minyak jagung secara bertahap sambil divorteks sampai terbentuk emulsi. Campuran disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 7000 rpm hingga terbentuk 3 lapisan yang terpisah. Lapisan paling atas merupakan lapisan minyak yang tidak teremulsi. Lapisan di tengah merupakan emulsi dan lapisan terbawah merupakan air. Tinggi lapisan emulsi dan tinggi total larutan diukur dengan menggunakan jangka sorong (modifikasi Yasumatsu, dkk., 1972). Penetapan stabilitas emulsi dilakukan dengan cara yang sama, hanya pengukuran larutan yang teremulsi dilakukan sesudah campuran dipanaskan pada suhu 80 °C dalam oven selama 30 menit sebelum disentrifus. Aktivitas (AE) dan stabilitas emulsi (SE) dihitung dengan persamaan: Tinggi lapisan emulsi (cm) AE (%) = x 100% Tinggi total lapisan (cm)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi lapisan emulsi (cm) SE (%) =
Pengaruh perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, guar gum dan xanthan gum terhadap karakteristik fisik, kimia, dan fungsional bahan pengganti telur disajikan pada Tabel 1, 2, dan 3.
x 100% Tinggi total lapisan (cm)
Tabel 1. Hasil analisis pengaruh perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, guar gum dan xanthan gum terhadap karakteristik fisik bahan pengganti telur Warna Perlakuan Densitas Kamba (g/ml) L a b E1 91,43bB 0,83aA 12,71aA 0,66aA E2 91,59bB 0,77aA 12,75aA 0,65aA bB aA aA E3 91,69 0,74 12,72 0,65aA bB aA aA E4 91,87 0,76 12,97 0,65aA E5 91,93bB 0,66aA 12,54aA 0,65aA bB aA aA E6 91,86 0,67 12,64 0,66aA aA bB bB E7 94,62 -0,31 10,48 0,59bB E8 94,48aA -0,29bB 10,75bB 0,59bB aA bB bB E9 94,53 -0,25 10,85 0,60bB aA bB bB E10 94,49 -0,35 10,66 0,60bB E11 94,47aA -0,33bB 10,68bB 0,59bB aA bB bB E12 94,58 -0,31 10,62 0,60bB Kontrol 4,25 37,92 0,67 82,70 Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
436
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
Tabel 2. Hasil analisis pengaruh perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, guar gum,dan xanthan gum terhadap karakteristik kimia bahan pengganti telur Perakuan Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kadar Protein (%) Kadar Lemak Kadar (%) Karbohidrat (%) E1 8,4426 3,5564aA 61,7432 1,3222abA 25,7926 aA E2 8,2998 3,5372 61,8498 1,2521aAB 26,1355 E3 8,4389 3,3555aA 61,8898 1,1693bBC 24,9691 E4 8,5128 2,6993bB 61,9766 1,0946bcC 24,8596 bB cC E5 7,8798 2,4618 61,6820 1,0737 25,8273 E6 7,7655 3,5329aA 61,6820 0,9246dD 26,2722 E7 8,3204 1,8092cdC 61,6820 0,3712eE 27,8172 E8 8,2929 1,7272cdC 61,7433 0,3620eE 27,8746 E9 8,3335 1,6521dCD 61,6208 0,3398eE 28,0538 cdC eE E10 8,3958 1,7951 61,8663 0,3776 27,5652 E11 8,3031 1,3936dD 62,1138 0,3364eE 27,8532 E12 8,3328 1,9051cC 61,6208 0,2983eE 27,8430 Kontrol 8,6011 3,9688 56,0995 25,3436 5,9870 Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
Tabel 3. Pengaruh perbandingan isolat protein, isolat protein kedelai, pati jagung, guar gum, dan xanthan gum terhadap karakteristik fungsional bahan pengganti telur Perlakuan Kapasitas Buih(%) Stabilitas Buih (%) Aktivitas Emulsi (%) 15 Menit 30 Menit bB aA aA E1 62 98 97 44,1aA bB aA aA E2 61 98 97 44,1aA E3 61bB 98aA 98aA 44,2aA E4 56cC 98aA 97aA 44,3aA E5 55cC 98aA 97aA 44,4aA cC aA aA E6 55 99 98 44,5aA aA bB bB E7 80 57 54 41,2bB aA bB bB E8 81 57 53 41,2bB aA bB bB E9 81 57 53 41,3bB E10 80aA 57bB 53B 41,3bB E11 80aA 57bB 53bB 41,2bB E12 80aA 58cC 53bBC 41,1bB Kontrol 29 99 89 54,0 Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
warna paling tinggi terdapat pada perlakuan E7 yaitu 94,62 dan terendah E1 yaitu 91,43. Hal ini dikarenakan isolat protein susu memiliki nilai L warna yang tinggi yaitu 94,37 dengan intensitas warna sangat cerah (Al-Alawi dan Laleye, 2008). Nilai L warna bahan pengganti telur yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan kontrol (tepung telur) yang berarti warnanya lebih cerah (putih). Tingkat kecerahan warna dipengaruhi oleh bahan baku bahan pengganti telur pati jagung yang berwarna putih, sedangkan kontrol lebih gelap (Koswara, 2006).
Nilai L warna Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai L warna bahan pengganti tepung telur yang menggunakan isolat protein kedelai (E1, E2, E3, E4, E5, E6) berbeda sangat nyata terhadap bahan pengganti telur yang menggunakan isolat protein susu (E7, E8, E9, E10, E11, E12). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan isolat protein yang berbeda berpengaruh terhadap nilai L warna produk yang dihasilkan dimana bahan pengganti telur dengan campuran isolat protein kedelai memiliki nilai L warna yang lebih rendah dibandingkan nilai L warna bahan yang menggunakan isolat protein susu. Nilai L
437
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
maupun isolat protein susu, kadar abu yang diberi hidrokoloid xanthan gum lebih tinggi daripada guar gum, tetapi penambahan konsentrasi xanthan gum baik dari isolat protein kedelai maupun dari isolat protein susu memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar abu bahan pengganti telur. Kadar abu kontrol lebih tinggi dibandingkan pengganti telur yang disebabkan telur yang digunakan sebagai bahan baku kontrol mempunyai kadar abu yang cukup tinggi yaitu sebesar 2,7% dan dipengaruhi oleh jenis pakan, umur ayam, dan kondisi lingkungan (Bell dan Weaver, 2002).
Nilai a warna Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai a warna bahan pengganti telur yang menggunakan isolat protein kedelai (E1, E2, E3, E4, E5, E6) berbeda sangat nyata terhadap bahan pengganti tepung telur yang menggunakan isolat protein susu (E7, E8, E9, E10, E11, E12). Hal ini dikarenakan isolat protein susu memiliki nilai warna a 0,11 (Al-Alawi dan Laleye, 2008). Nilai a(+) antara 0-100 untuk warna merah dan a(-) antara 0-(-80) untuk warna hijau (Andarwulan, dkk., 2011). Nilai a pengganti telur lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol yang dikarenakan intensitas warna sangat terang sedangkan warna pengganti telur lebih gelap (Agustina, 2008).
Kadar lemak (%) Tabel 2 menunjukkan bahwa penggunaan isolat protein kedelai (perlakuan E1, E2, E3, E4, E5, dan E6) menghasilkan kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pengganti telur yang menggunakan isolat protein susu (perlakuan E7, E8, E9, E10, E11, dan E12). Kadar lemak kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan pengganti telur yang disebabkan isolat protein yang merupakan bahan baku memiliki kemurnian yang tinggi karena diperoleh dari bahan bebas dari lemak dan komponen non protein lainnya hampir tidak ada (Londhe, dkk., 2011)
Nilai b warna Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai b pengganti telur yang menggunakan isolat protein kedelai (E1, E2, E3, E4, E5, E6) berbeda sangat nyata terhadap bahan pengganti telur yang menggunakan isolat protein susu (E7, E8, E9, E10, E11, E12), dimana isolat protein susu memiliki nilai b 11,05 (Al-Alawi dan Laleye, 2008). Nilai b(+) antara 0-70 untuk warna kuning dan b(-) antara 0-(-80) untuk warna biru (Andarwulan, dkk., 2011). Nilai b kontrol lebih tinggi dibandingkan pengganti telur karena intensitas warna yang semakin kuning (Agustina, 2008).
Kapasitas Buih (%) Tabel 3 menunjukkan bahwa bahan pengganti telur yang dibuat dari isolat protein kedelai mempunyai kapasitas buih yang lebih rendah dibandingkan dari isolat protein susu. Hal ini disebabkan keberadaan lemak pada isolat protein kedelai lebih tinggi sehingga kapasitas buihnya lebih rendah, karena dalam jumlah kecil tetap akan menjadi gangguan dalam pembentukan buih dan berkontribusi terhaap penurunan volume buih yang dihasilkan. Kapasitas buih pengganti telur lebih tinggi dibandingkan kontrol yang disebabkan tingginya kadar lemak dan umur simpan telur mempengaruhi pembentukan buih (Kulinologi, 2013)
Densitas Kamba (g/ml) Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan bahan pengganti telur dengan campuran isolat protein kedelai (perlakuan E1, E2, E3, E4, E5, dan E6) berbeda sangat nyata terhadap bahan pengganti telur dengan campuran isolat protein susu (perlakuan E7, E8, E9, E10, E11, dan E12). Densitas kamba penggantli telur lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol yang disebabkan kadar air kontrol lebih tinggi. Prabowo (2010) menyatakan bahwa produk dengan kadar air yang tinggi menyebabkan berat dari bahan yang diukur lebih besar dalam volume wadah yang sama. Tingginya kadar air menyebabkan partikel tepung menjadi lebih berat sehingga volume pada rongga partikel menjadi lebih kecil karena partikel yang terbentuk semakin besar dan menyebabkan nilai densitas kamba semakin meningkat.
Stabilitas Buih (%) Tabel 3 menunjukkan bahwa dapat dilihat bahwa stabilitas buih (15 dan 30 menit) pada bahan pengganti telur yang menggunakan isolat protein kedelai (E1, E2, E3, E4, E5, E6) berbeda sangat nyata dibandingkan menggunakan isolat protein susu (E7, E8, E9, E10, E11, E12). Bahan pengganti telur dengan campuran isolat protein kedelai memiliki stabilitas buih yang lebih tinggi dibandingkan yang menggunakan isolat protein susu. Perbedaaan ini disebabkan kandungan lemak pada isolat protein kedelai lebih tinggi
Kadar Abu (%) Tabel 2 menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa kadar abu bahan pengganti telur yang dibuat dari isolat protein kedelai lebih tinggi daripada dari isolat protein susu. Dari Gambar 5 dapat juga dilihat bahwa secara umum baik pada bahan pengganti dari isolat protein kedelai
438
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
dibandingkan isolat protein susu. Stabilitas buih kontrol lebih tinggi dibandingkan bahan pengganti telur dari isolat protein kedelai dan susu yang dipengaruhi oleh kandungan lemaknya, dengan semakin tingginya kandungan lemak maka buih akan lebih stabil (Rahardjo, 2003).
4.
Aktivitas Emulsi (%) Tabel 3 menunjukkan bahwa dapat dilihat bahwa aktivitas emulsi yaitu kemampuan protein untuk membentuk dan mempertahankan emulsi campuran isolat protein kedelai lebih tinggi dibandingkan isolat protein susu. Isolat protein kedelai dapat meningkatkan konsistensi emulsi yang berdampak pada kompaknya dispersi lemak oleh air dalam molekul emulsi sehingga lemak yang terhidrolisis sedikit (Pabita, 2011). Selain itu nilai aktivitas emulsi isolat protein cukup tinggi dengan kestabilan emulsi yang baik selama 6 jam (Budijanto, dkk., 2011). Tingginya aktivitas emulsi tepung telur utuh disebabkan adanya lesitin yang berperan sebagai pengemulsi. Semakin baik lesitin yang terdapat pada kuning telur akan mempengaruhi emulsi tepung telur. Lesitin yang berkaitan dengan protein kuning telur akan membentuk lesitoprotein (Winarno dan Koswara, 2002) dan akan bekerja sebagai stabilizer dengan cara meningkatkan stabilitas suatu emulsi (Hassenhuettl, 2008).
DAFTAR PUSTAKA Agustina, F. 2008. Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Al-alawi, A. dan Laleye, L. C. 2008. Characterization of Camel Milk Protein Isolates as Nutraceutical and Functional Ingredients. Sultan Qaboos University & Uni Arab Emirates University. Andarwulan, N., Kusnandar,F., dan Herawati, D. 2011. Analisa Pangan. Dian Rakyat, Jakarta. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist.Washington D. C. Balmaceda, E. A., Kim, M. K., Franzen, R., Mardones, B. dan Lugay, J. C. 1984. Protein Functionality Methodology— Standard Tests. In: Regenstein, J. M., Regenstein, C.E. (Eds.), Food Protein Chemistry. Academic Press, NY, pp. 278– 291.
KESIMPULAN 1.
2.
3.
Bahan pengganti telur berbahan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, guar gum, dan xanthan gum dapat digunakan sebagai pengganti telur untuk produk pangan memerlukan aktivitas dan kapasitas emulsi, serta stabilitas buih yang tinggi seperti dalam pembuatan produk roti dan cake.
Perbandingan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, guar gum, dan xanthan gum memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap karakteristik fisik (warna, densitas kamba), karakteristik kimia (kadar abu, kadar lemak) dan karakterististik fungsional (kapasitas buih, stabilitas buih, dan aktivitas emulsi tetapi memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar air, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kapasitas emulsi. Bahan pengganti telur berbahan isolat protein kedelai, isolat protein susu, pati jagung, guar gum, dan xanthan gum memiliki karakteristik fisik, kimia dan fungsional yang berbeda nyata dengan tepung telur utuh. Bahan pengganti telur dari isolat protein kedelai, pati jagung dan xanthan gum dengan perbandingan 70%:29,5%:0,5% mempunyai sifat kimia yang lebih baik, yaitu dengan kandungan protein yang paling tinggi dan sifat fungsional yang lebih baik.
Barac, M., Cabrilo, S., Pesic, M., Stanojevic, Zilic, S., Macej, O., dan Ristic, N. 2010. Profile and Functional Properties of Seed Proteins from Six Pea (Pisum sativum) Genotypes. International Journal of Molecular Science. 11 : 4973-4990. Bell, D. dan Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. Kluwer Academic Publishers, United States of Amerika. Budijanto, S., Sitanggang, A. B. dan Mudiarti, W. 2011. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Fungsional Isolat Protein Biji Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.). J. Teknol. dan Industri Pangan. Vol. XXII No. 2. Hassenhuettl, G. L. dan Hartel R. W. 2008. Food Emulssifiers and Their Application. Second
439
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.4 Th. 2015
Edition. Springer Science Businness Media LLC, New York.
Putih. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hosomi, K., Nishio, K., dan Matsumoto, H. 1992. Studies on Frozen Dough Baking. Effects of Egg Yolk and Sugar Ester. Cereal Chemistry 69:82-92.
Richana, N. dan Sunarti, T.C. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan Tepung Pati Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa, dan Gembili. Jurnal Pascapanen. 1(1). 29-37.
Hunter. 1958. Colour Measurement of Food. Dalam: MacDougall. D. B. (Editor). Colour in Food. CRC Press, New York.
Stadelman, J. W. dan Cotterill, O.J.. 1995. Egg Science and Technology. Fourth Edition. Food Products Press. An Imprint of The Haworth Press, Inc. New York.
Koswara, S. 2006. Teknologi Modifikasi Pati. http://www.ebookpangan.com. Diakses tanggal 20 Februari 2010.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Kulinologi. 2013. Lebih Jauh Tentang Sifat Fungsional Telur. http://kulinologi.biz. Diakses tanggal 18 Agustus 2014.
Swaran, S., Chauhan, G. S. S G. S. S, Raghuvanshi, P.R.,. Sharma, O. P. Chauhan dan Bajpai. 2003. Replacement of Egg Solids with Whey Protein Concentrate and Optimization of its Levels in Cake Making. J. Food Sci. Technol. 40:386-388.
Lin, S. D., Hwang, C. F. dan Yeh, C.H.. 2003. Physical and Sensory Characteristics of Chiffon Cake Prepared with Erythritol as Replacement for Sucrose. J. Food Sci. 68:2107-2110.
Toufeili, I., Dagher,S., Sadarevian, S., Noureddine,A., Sarakbi, M., dan Farran,M.T. 1994. Formulation of GlutenFree Pocket-Type Fat Breads: Optimization of Methylcellulose, Gum Arabic and Egg Albumen Levels by Response Surface Methodology. Cereal Chem. 71 : 594–601.
Londhe S.V, Joshi. M.S., Bhosale, A.A. dan Kale S.B., 2011. Isolation of Quality Soy Protein From Soya Flakes. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. Vol. 2 (3). Okaka, J. C. dan Potter, N. N. 1977. Functional and Storage Properties of Cowpea-Wheat Flour Blends in Bread Making. J. Food Science 42 : 828-833.
Widyaningtyas, M. dan Susanto . H.. 2014. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Hidrokoloid (Carboxy Methyl Cellulose, Xanthan Gum, dan Karagenan) Terhadap Karakteristik Mie Kering Berbasis Pasta Ubi Jalar Varietas Ase Kuning. 3(2):417-423.
Pabita, G. 2011. Pengaruh Tingkat Penambahan Lemak dan Isolat Protein Kedelai (IPK) terhadap Kualitas Burger dari Daging Sapi Bali. Makalah Hasil Penelitian hal. 11-17.
Winarno, F. G. dan Koswara. 2002. Telur, Penanganan dan Pengolahannya. MBRIO Press, Bogor.
Prabowo, B. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Millet Kuning dan Tepung Millet Merah. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surabaya.
Yasumatsu, K., Sawada, S. Moritaka, M., Nfisaki,J., Toda, T. Wada dan Ishi, K.1972. Whipping and emulsifying properties of soybean products. Agric. Biolog. Chem., 36: 719-727.
Rahardjo, S. 2003. Kajian Proses dan Formulasi Pembuatan Sosis Nabati dari Jamur Tiram
440