Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.1 Th. 2015
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG KOMPOSIT BERBAHAN DASAR TEPUNG UBI JALAR, PATI JAGUNG, DAN TEPUNG KEDELAI (Physico-Chemical Characterization of Composite Flour from Sweet Potato Flour, Corn Starch, and Soybean Flour) Iman Ginting1*), Elisa Julianti1), Rona J, Nainggolan1) 1Program
Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian USU Medan Jl. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan Kampus USU Medan, *) e-mail :
[email protected] Diterima : 27 Maret 2014/ Disetujui 20 Januari 2015
ABSTRACT This research aims at evaluating the physicochemical properties of composite flour produced from sweet potato flour, corn starch, soybean flour, and xanthan gum. . The research had been performed using factorial completely randomized design, with one factor i.e ratio of sweet potato flour : corn starch : soybean flour : xanthan gum : 60%:20%:19,5%:0,5%, 50%:30%:19,5%:0,5%, 40%:40%:19,5%:0,5%, 50%:20%:29,5%:0,5%, 40%:30%:29,5%:0,5%, 30%:40%:29,5%:0,5% and 100% wheat flour as control. The composite flour produces were subjected to chemical analysis (proximate and crude fiber). The results showed that ratio of sweet potato flour, corn starch, soybean flour, and xanthan gum gave the high significant differences (P<0,01) on all of parameter observed. Based on protein content, the composite flour with the proportion of sweet potato 30%, corn starch 40%, soybean flour 29,5% and xanthan gum 0,5% can be considered similar to wheat flour for making wheatless products. Keyword : Composite flour, sweet potato, corn starch, soybean flour, xanthan gum
Terigu adalah bahan baku pangan yang berasal dari biji gandum dan hingga saat ini masih diimpor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor biji gandum pada tahun 2011 mencapai 4,8 juta ton dengan nilai 1,4 Miliar US, sedangkan inpor terigu mencapai 775 ribu ton (Badan Pusat Statistik, 2012). Permintaan terigu diperkirakan akan terus meningkat menjadi 10 juta ton per tahun menurut Asosiasi Produsen Terigu Indonesia (ATPINDO, 2012). Peningkatan kebutuhan terigu ini, akan mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Oleh karena itu, pemanfaatan tepung berbahan baku lokal perlu dikembangkan. Terigu mengandung komponen gluten yang membedakannya dari tepung-tepungan lain. Gluten adalah protein yang bersifat lengket dan elastis. Dalam pembuatan roti, gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan menjadi elastik sehingga mudah dibentuk. Karakteristik gluten yang demikian menyebabkan terigu menjadi bahan utama dalam pembuatan roti dan mie. Tetapi adanya kandungan gluten pada terigu, membuat sebagian orang penderita autis dan penyakit seliak (celiac disease) menjadi alergi jika mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung terigu. Penyakit seliak adalah orang
PENDAHULUAN Konsumsi pangan yang beragam dan berimbang melalui diversifikasi pangan akan meningkatkan kualitas hidup manusia. Manusia memerlukan lebih 40 jenis zat gizi yang diperoleh dari berbagai jenis produk pangan untuk dapat hidup aktif dan sehat (Martianto, 2005). Diversifikasi pangan akan memungkinkan manusia untuk memperoleh lebih banyak komponen-komponen gizi maupun bahan bioaktif yang dibutuhkan untuk kesehatan, dibandingkan jika hanya mengonsumsi beberapa jenis makanan saja. Meningkatnya tingkat kehidupan masyarakat telah merubah pola makan, dari pola mkakan yang didominasi oleh nasi sebagai makanan utama menjadi diversifikasi pangan pokok yang lebih beragam. Pada masyarakat dengan pendapatan yang tinggi sudah terjadi penurunan konsumsi beras tetapi ternyata terjadi peningkatan konsumsi pangan yang berbahan dasar seperti roti dan kue-kue. Peningkatan konsumsi terigu juga terjadi pada masyarakat dengan pendapatan yang lebih rendah, karena terjadinya kenaikan harga beras, sehingga masyarakat mengurangi makan nasi dan beralih ke mie instan yang terbuat dari terigu.
19
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.1 Th. 2015
tepung terigu (cakra kembar, produksi PT.Indofood Sukses Makmur Tbl.Indonesia), yang dibeli dari pasar lokal di Medan serta dan xanthan gum (G1253, Sigma-Aldrich USA). Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis sifat fisik-kimia pada tepung berupa hexan, akuades, NaOH 0,313 N, H2SO4 0,255 N, K2SO4 10%, alkohol 95%, H2SO4 pekat, NaOH 40%, H2SO4 0,02 N dan NaOH 0,02 N. Peralatan yang digunakan untuk analisa karakteristik sifat fisik-kimia tepung ubi jalar, tepung kedelai, pati jagung, dan tepung terigu ialah neraca analitik, cawan aluminium, cawan porselin, oven, tanur pengabuan, soxhlet, desikator, labu kjedhal, erlenmeyer, corong, hot plate, dan kromameter.
yang sepanjang hidupnya tidak toleran terhadap kandungan prolamin pada gandum (gliadin), rye (secalin) dan barley (hordein). Oleh karena itu, untuk penderita autis dan penyakit seliak dibutuhkan produk pangan yang tidak mengandung gluten. Tepung dan pati yang tidak mengandung gluten sebenarnya ketersediaannya diseluruh dunia lebih besar daripada tepung yang mengandung gluten. Tetapi pemanfaatan tepungtepungan ini membuat roti dan cake memiliki kelemahan dibanding terigu yaitu tidak dapat dapat menghasilkan adonan yang elastis sehingga diperoleh produk roti yang tidak mengembang dan keras. Teknologi pembuatan roti, cake dan mie dari tepung komposit sebenarnya sudah banyak tersedia, tetapi umumnya masih menggunakan terigu sedikitnya 70% (Antarlina, 1998; Ridwansyah et al., 2011). Untuk mengatasi kelemahan dari tepung yang tidak mengandung gluten maka ditambahkan bahan-bahan tambahan seperti putih telur, margarine, xanthan gum, gliadin dan emulsifier seperti gliserol monostearat sebagai bahan pengikat dan juga meningkatakan volume adonan agar dihasilkan adonan yang elastis dan roti dengan tekstur lembut (Edema et al., 2005). Indonesia memiliki keanekaragaman bahan baku pangan yang tersebar diseluruh nusantara, yang sebenarnya dapat menghasilkan makanan yang banyak jenis dengan kualitas dan cita rasa ynga tidak kalah dengan makanan yang banyak berasal dari terigu. Beras, jagung, ubi jalar, garut dan ubi kayu merupakan bahan yang banyak dan mudah ditanam di Indonesia, namun pemanfaatannya masih sangat terbatas. Pengolahan bahan-bahan ini menjadi tepung atau pati kemudian diformulasikan dengan komposisi tertentu serta penambahan bahan tambahan berupa hidrokoloid seperti xanthan gum akan dapat menghasilkan tepung komposit dengan karakteristik fisik kimia dan viskositas yang mirip tepung terigu agar dapat dimanfaatkan sebagai pengganti terigu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik kimia tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xhantan gum.
Metode Penelitian Kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap 1 adalah persiapan bahan baku tepung komposit, berupa penyediaan pati jagung komersial serta pembuatan tepung ubi jalar dan tepung kedelai. Semua perlakuan dibuat dalam 3 kali ulangan. Tepung ubi jalar, pati jagung dan tepung kedelai diamati komposisi proksimatnya meliputi kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (SNI-01-34511994), kadar lemak dengan metode Soxhlet (AOAC, 1995), kadar protein dengan metode Mikro-Kjeldhal (AOAC, 1995), serta kadar serat kasar (AOAC, 1995). Pada tahap 2 dilakukan pembuatan tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum dengan perbandingan tepung ubi jalar : pati jagung : tepung kedelai : xanthan gum yang berbeda, yaitu : T1 = 60% : 20% : 19,5% : 0,5% T2 = 50% : 30% : 19,5% : 0,5% T3 = 40% : 40% : 19,5% : 0,5% T4 = 50% : 20% : 29,5% : 0,5% T5 = 40% : 30% : 29,5% : 0,5% T6 = 30% : 40% : 29,5% : 0,5% T7 = tepung terigu 100% (kontrol). Semua perlakuan dibuat dalam 3 kali ulangan. Pembuatan tepung ubi jalar Ubi jalar dikupas dan dicuci kemudian diiris tipis-tipis. Setelah itu, irisan bahan direndam dalam larutan sodium metabisulfit 0,3% selama 5 menit (untuk mencegah terjadinya pencoklatan). Kemudian irisan ubi jalar disusun pada loyang untuk dikeringkan dalam oven pengeringan pada suhu 50oC selama 14 jam, lalu didinginkan pada suhu ruang dan digiling, kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh. Dihasilkan tepung ubi jalar dan dikemas di dalam plastik dalam keadaan tertutup rapat.
BAHAN DAN METODA Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar berdaging umbi orange, pati jagung (maizena) komersial (Mamata Brand produksi Moon & Star Indonesia), kedelai lokal varietas anjasmoro,
20
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.1 Th. 2015
Pembuatan tepung kedelai Biji kedelai disortasi dan dibersihkan, kemudian direndam dalam air selama 6 jam. Setelah itu, biji kedelai direbus dengan menggunakan pressure cooker selama 10 menit. Kemudian kulit yang terdapat pada biji kedelai dikupas dan kedelai dikeringkan dalam oven pengeringan pada suhu 50oC selama 24 jam. Setelah itu, biji kedelai kering digiling menggunakan blender dan diayak dengan ayakan 60 mesh. Dihasilkan tepung kedelai dan dikemas di dalam plastik dalam keadaan tertutup rapat.
Analisis Data Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) nonfaktorial dengan perlakuan berupa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum yang dilakukan dengan 3 kali ulangan. Data yang diperoleh diuji Anova. Jika terdapat perbedaan, maka dilakukan uji lanjutan dengan Least Significant Range (LSR).
Pembuatan tepung komposit Tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum dicampur dengan komposisi sesuai dengan perlakuan dengan menggunakan Food Processor. Tepung komposit yang dihasilkan dianalisis kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (SNI-01-3451-1994), kadar lemak dengan metode Soxhlet (AOAC, 1995), kadar protein dengan metode Mikro-Kjeldhal (AOAC, 1995), kadar serat kasar (Apriyantono, dkk., 1989) dan warna dengan Chromameter Minolta.
Setiap tepung mempunyai karakteristik fisik dan kimia yang sangat beragam. Karakteristik tepung komposit dari campuran beberapa jenis tepung dan pati dipengaruhi oleh karakteristik tepung dan pati dari bahan bakunya. Pada penelitian ini, pembuatan tepung komposit bertujuan untuk mendapatkan karakteristik tepung komposit yang dapat menyerupai terigu. Karakteristik kimia tepung ubi jalar, pati jagung dan tepung kedelai dibandingkan dengan terigu dapat dilihat pada Tabel 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Karakteristik kimia tepung ubi jalar, pati jagung, dan tepung kedelai Parameter
Tepung Ubi Jalar
Pati Jagung
Tepung Kedelai
Kadar Air (%)
6.13±0.32
12.58±0.31
5.99±0.71
Kadar Abu (%)
1.95±0.08
0.09 ±0.02
4.61±0.06
Kadar Lemak (%)
0.96±0.02
0.14±0.05
19.42±3.98
Kadar Protein (%)
5.32±1.60
1.13 ±0.82
14.46±0.58
Kadar Serat (%)
2.69±0.38
1.13 ±0.82
2.21±0.58
Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± menunjukkan standar deviasi
Nilai L, a dan b dari tepung komposit ubi jalar, pati jagung dan tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.
Karakteristik Fisik Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar, Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum Karakteristik fisik tepung komposit yang diamati meliputi warna yang diukur dengan alat Chromameter dimana penilaian warna dilakukan dengan sistem Hunter terdiri dari nilai L, a dan b (Andarwulan, et al., 2011). Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan (lightness) dengan nilai berkisar antara 0 yang berarti hitam sampai 100 yang berarti putih. Nilai a merupakan warna campuran merah-hijau dengan nilai berkisar antara 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a (-) berkisar antara 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menunjukkan warna kromatik campuran biru-kuning dan nilai b(+) berkisar 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b(-) berkisar 0 sampai -70 untuk warna biru.
Warna (nilai L) tepung komposit Tabel 2 menunjukkan bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai L (kecerahan) tepung komposit yang dihasilkan. Warna tepung komposit memiliki nilai L > lebih besar dari 90 yang menunjukkan warna putih (Andarwulan et al., 2011). Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin banyak pati jagung yang digunakan maka akan meningkatkan nilai L tetapi semakin banyak jumlah tepung kedelai maka akan menurunkan nilai L dari tepung komposit. Kedelai mengandung lemak dan protein yang
21
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.1 Th. 2015
cukup tinggi sehingga menghasilkan warna tepung yang cenderung kuning. Menurut Widaningrum, et al., (2005), semakin banyak penambahan tepung kedelai maka akan menurunkan nilai L. pada Tabel 2 juga dapat dilihat bahwa nilai kecerahan (nilai L) dari tepung komposit masih lebih rendah daripada terigu.
dan tepung kedelai akan meningkatkan nilai -a (Gambar 8) sehingga warna tepung komposit cenderung lebih hijau. Warna (nilai b) tepung komposit Tabel 2 dapat dilihat bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai a warna tepung komposit yang dihasilkan. Nilai b tepung komposit berkisar antara (+ 13.897) – (+ 16.317) yang menunjukkan warna kekuningan (Andarwulan et al., 2011). Dari Tabel 2 dapat dapat peningkatan jumlah pati jagung akan menurunkan nilai b tetapi penambahan jumlah tepung kedelai akan meningkatkan nilai b.
Warna (nilai a) tepung komposit Tabel 2 menunjukkan bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap nilai a warna tepung komposit yang dihasilkan. Nilai a tepung komposit adalah negatif yang menunjukkan warna kehijauan (Andarwulan et al., 2011). Peningkatan jumlah pati jagung
Tabel 2. Nilai L, a dan b dari tepung komposit berbahan dasar tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai dan xanthan gum Nilai warna Perlakuan L a b T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
91,11 ± 0,24 dD 91,45 ± 0,09 cC 91,79 ± 0,01 bB 90,64 ± 0,15 eE 91,16 ± 0,11 dCD 91,84 ± 0,06 bB 95,02 ± 0,01 aA
-0,143 ± 0,14 aAB -0,053 ± 0,03 aA -0,157 ± 0,03 aAB -0,280 ± 0,04 bB -0,407 ± 0,06 cBc -0,490 ± 0,01 dD -0,90 ± 0,02 dD
15.15 ± 0,38bcBC 14,71 ± 0,37cCD 13,90 ± 0,26dD 16,32 ± 0,48aA 15,82 ± 0,45abAB 15,38 ± 0,26bAB 10,01 ± 0,05eE
Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR. T1-T6 = tepung komposit, T7 = terigu
tepung komposit menghasilkan tepung komposit dengan karakteristik kimia yang berbeda. Secara umum peningkatan jumlah tepung kedelai akan meningkatkan kadar protein tepung komposit.
Karakteristik Kimia Tepung Komposit Karakteristik kimia tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, dan tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 3. Perbedaan komposisi
Tabel 3. Karakteristik kimia tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum dengan berbagai perbandingan. Perlakuan Karakteristik Kimia Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Serat (%bk) (%bk) (%bk) (%bk) Kasar (%bk) T1 3,58±0,37 cC 7,66±1,79 aA 2,66±0,32cC 9,89±0,53 cdCD 2,36±0,12 cdCD cdCD cC aA dCD T2 10.04±0.22 3,45±0,82 7,65±0,82 2,61±0,17cC 2,15±0,15 bcBC dD cC aA T3 10.76±0.23 1,97±0,07 3,27±0,11 7,60±2,20 2,53±0,22dD T4 9.57±0.16 dD 3,08±0,23 bD 5,64±0,70 bB 9,52±1,29 aA 3,11±0,17aA bB aA cBC T5 10.28±0.12 cC 5.51±0.18 9.40±1,18 2,91±0,14bB 2,56±0,33 bB aA bB cdCD T6 5,24±0.77 9,30±0,45 2,84±0,20bB 10.90±0,06 2,28±0,10 aA aA aA bB T7 13.32±0.15 6,30±0,28 7.52±0.39 2.12±0.05 1,31±0,10eE Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) atau berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan Uji LSR T1-T6 = tepung komposit, T7 = terigu
jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P< 0,01) terhadap kadar air tepung
Kadar air Hasil analisis ragam kadar air pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa perbandingan tepung ubi
22
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.1 Th. 2015
komposit yang dihasilkan. Secara umum nilai kadar air tepung komposit lebih rendah daripada kadar air terigu. Tabel 3 menunjukkan bahwa penggunaan pati jagung pada tepung komposit dapat meningkatkan kadar air dan semakin banyak jumlah tepung kedelai yang digunakan maka kadar air tepung komposit semakin menurun. Dari hasil penelitian yang diperoleh pati jagung memiliki kadar air 12,58% dan tepung kedelai memiliki kadar air 5,99% (Tabel 1). Di antara perlakuan tepung komposit, perlakuan T6 memiliki kadar air paling tinggi yaitu 10,99% dimana pati jagung yang digunakan 40% dan tepung kedelai 29,5%. T4 memiliki kadar air paling rendah yaitu 9,57% dimana pati jagung yang ditambahkan berjumlah 20% dan tepung kedelai sebanyak 29,5% sedangkan tepung ubi jalar 50%. Menurut Kusnandar (2010), sifat molekul air dapat berikatan dengan molekul polar lain yaitu karbohidrat dan protein. Perlakuan T7 yang merupakan terigu 100% memiliki kadar air paling tinggi yaitu 13,32%. Syarat kadar air berdasarkan standar mutu terigu adalah 14% (Astawan, 2004). Semakin rendah kadar air maka semakin bagus mutunya karena kadar air yang rendah tidak mempercepat kerusakan tepung (Kusnandar, 2010).
mineral yang terdapat dalam gandum seperti P, Na, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn dan Se (Rodriguez, et al.,2011). Kadar protein Hasil analisis ragam kadar protein Tabel 2 menunjukkan bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap kadar protein tepung komposit yang dihasilkan. Dari Tabel 3 dapat dilihat, semakin banyak jumlah tepung ubi jalar dan tepung kedelai yang digunakan maka akan meningkatkan kadar protein. Hal ini dikarenakan kadar protein tepung ubi jalar sebesar 4,98% (Tabel 8) dan tepung kedelai 13,70% (Tabel 1). Perlakuan T7 (terigu 100%) memiliki kadar protein yang lebih tinggi dari tepung komposit yaitu 7,52%. Perlakuan T4 memiliki kadar protein tertinggi diantara tepung komposit lainnya dikarenakan terdiri atas tepung kedelai 29,5% dan tepung ubi jalar 50%. Menurut Widaningrum (2005), kedelai memiliki kandungan asam aminoyang tinggi. Asam amino yang terkandung dalam kedelai ialah isoleusin, leusin, lisin, fenilalanin, tirosin, sistin, treonin, triptofan, valin, dan metionin (Koswara, 1992). Dan perlakuan T3 memiliki kadar protein terendah karena menggunakan tepung kedelai hanya 19,5%. Penelitian ini menunjukkan bahwa hingga penambahan tepung kedelai sebesar 29,5% di dalam tepung komposit ternyata masih belum menghasilkan tepung dengan kadar protein yang lebih tinggi daripada terigu.
Kadar abu Hasil analisis ragam kadar abu Tabel 2 dapat dilihat bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap kadar abu tepung komposit yang dihasilkan. Secara umum kadar abu tepung komposit lebih rendah daripada tepung terigu. Dari hasil penelitian yang diperoleh tepung kedelai dan pati jagung memiliki kadar abu masing-masing 4,61% dan 0,09% (Tabel 1). Peningkatan jumlah tepung kedelai yang ditambahkan akan meningkatkan kadar abu tepung komposit sebaliknya, jumlah pati jagung yang semakin banyak akan menurunkan kadar abu. Kadar abu yang rendah pada pati menunjukkan bahwa pati relatif bebas dari serat halus terhidrasi yang berasal dari dinding sel granula pati (Zhou, et. al., 2004). Perlakuan T4 memiliki kadar abu paling tinggi dengan nilai 3,08% diantara tepung komposit sedangkan T3 memiliki kadar abu paling rendah yaitu 1,97%. Kadar abu ialah komponen yang tidak mudah menguap, tetap tinggal dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Kadar abu terdiri atas kandungan mineral. Perlakuan T7 memiliki kadar abu paling tinggi yaitu 6,30%. Tepung terigu memiliki kadar abu yang tinggi dikarenakan banyaknya kandungan
Kadar lemak Hasil analisis ragam kadar lemak Tabel 2 dapat dilihat bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak tepung komposit yang dihasilkan. Secara umum kadar lemak tepung komposit lebih tinggi daripada terigu. Tabel 3 menunjukkan bahwa perbandingan tepung komposit menghasilkan kadar lemak yang berbeda-beda. Semakin banyak jumlah tepung kedelai yang digunakan dalam tepung komposit akan meningkatkan kadar lemak. Sebaliknya semakin rendah tepung kedelai dan banyaknya jumlah pati jagung dan tepung ubi jalar dapat menurunkan kadar lemak tepung komposit. Dari hasil penelitian didapat kadar lemak tepung kedelai 19,42%, tepung ubi jalar 0,96% dan pati jagung 0,14% (Tabel 1). Perlakuan T4 memiliki kadar lemak tertinggi (9,52%) dikarenakan jumlah tepung kedelai yang digunakan 29,5%, 23
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.1 Th. 2015
tepung ubi jalar 50% dan pati jagung 20%. Perlakuan T3 memiliki kadar lemak terendah (7,6%) dikarenakan jumlah tepung kedelai yang digunakan 19,5%, tepung ubi jalar 40% dan pati jagung 40%. Kadar lemak yang terdapat pada kedelai merupakan asam lemak tidak jenuh yang bebas kolesterol (Koswara, 1992).
Antarlina, S. S. 1998. Teknologi pengolahan tepung komposit terigu-ubi jalar sebagai bahan baku industry pangan. Kumpulan Hasil Penelitian Terbaik Bogasari Nugraha. 105-118. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of official Analytical Chemists. Washington: AOAC.
Kadar Serat Kasar Hasil analisis ragam kadar serat kasar dan Tabel 2 dapat dilihat bahwa perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar tepung komposit yang dihasilkan. Secara umum tepung komposit memiliki kadar serat yang lebih tinggi daripada terigu. Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tepung ubi jalar yang digunakan maka kadar serat kasar tepung komposit akan semakin meningkat. Hal ini dikarenakan kadar serat kasar tepung kedelai dan pati ubi jalar memiliki kadar serat kasar yang lebih rendah, yaitu masing-masing sebesar 2,2 % dan 1,13% (Tabel 1), sedangkan kadar serat tepung ubi jalar sebesar 2,69%. Komposisi kimia tepung komposit sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan dasarnya (Haryadi, 1989).
APTINDO, 2012. Kelas Menengah Tumbuh, Konsumsi Terigu Melejit. http://www.aptindo.or.id. Astawan, M. 2004. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 22, Maret 2012. Edema, O.I.Mojisola, O.L.Sanni, dan A.I.Sanni, 2005. Evaluation of maize-soybean flour blends for sour maize bread production in Nigeria. African J. of Biotech. 4 (9) : 911918. Haryadi, 1989. Beberapa Bukti Struktur Granula Pati. Agritech, Yogyakarta. Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
KESIMPULAN 1.
2.
3.
Kusnandar, 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat, Jakarta.
Perbedaan perbandingan tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar serat kasar. Tepung komposit dari tepung ubi jalar, pati jagung, tepung kedelai, dan xanthan gum secara umum masih memiliki kadar protein, warna putih (kecerahan, nilai L chromameter yang lebih rendah daripada terigu. Berdasarkan karakteristik nilai kecerahan (nilai L chromameter) dan kadar protein, maka tepung komposit yang hampir mendekati karakteristik terigu adalah pada perbandingan tepung ubi jalar : pati jagung : tepung kedelai : xanthan gum sebesar 30% : 40% : 29,5% : 0,5%.
Martianto. 2005. Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak batita di desa Mulya Harja. J. Media Gizi 29 (2): 29-39. Ridwansyah, M.Nurminah, E.Yusraini, T.C. Sunarti, A.Meryandini. 2011. Kajian jumlah bakteri selolulitik terhadap mutu tepung kasava (gunting saga) yang termodifikasi sebagai bahan baku roti tawar dan mie basah. Prosiding Smeinar Nasional PATPI Sumatera Utara, 20 Oktober 2011. Rodriguez, L. H., D. A. Morales, E. R. Rodriguez, dan C. D. Romero. 2011. Minerals and trace elements in a collection of wheat landraces from the canary islands. Journal of Food Composition and Analysis. 24:1081-1090.
DAFTAR PUSTAKA Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. PT Dian Rakyat. Jakarta.
SNI-01-3451-1994. Kadar Abu. Badan Standar Nasional.
24
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.1 Th. 2015
Widaningrum, S. Widowati, dan S. T. Soekarto, 2005. Pengayaan tepung kedelai pada pembuatan mie basah dengan bahan baku tepung terigu yang disubstitusi tepung garut. Jurnal PascaPanen. 2:41-48.
Zhou, Y. R. Hoover., and Q. Liu. 2004. Relationship between α-amylase degradation and the structure and physicochemical properties of legume starches. Carbohydrate Polymers. 57:299317.
25