KARAKTER TOKOH UTAMA CERPEN USHI WO TSUNAIDA TSUBAKI NO KI Karya Niimi Nankichi
Skripsi Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Ujian Sarjana Program S1 Humaniora dalam Ilmu Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
Oleh : Juniar Roza Kusumadewi NIM : 13050111150011
PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013
i
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan sebenarnya, penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun tanpa mengambil bahan dari hasil penelitian untuk suatu gelar sarjana atau diploma di suatu universitas maupun hasil penelitian lain. Sejauh yang penulis ketahui, skripsi ini juga tidak mengambil bahan dari publikasi atau tulisan orang lain, kecuali yang telah tercantum dalam rujukan dan daftar pustaka. Penulis bersedia menerima sangsi apabila terbukti melakukan penjiplakan.
Semarang,
September 2013
Juniar Roza K
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui oleh Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Drs. Yudiono KS, SU NIP. 19481027 197603 1 001
Zaki Ainul Fadli, M. Hum
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Diterima dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Program Studi Strata I Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang Pada hari
:
Tanggal
:
Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
Ketua Drs. Yudiono KS, SU NIP. NIP. 19481027 197603 1 001
………………………………
Anggota I Zaki Ainul Fadli, SS, M. Hum
……………….……………...
Anggota II Kyouji Honda, M. A
…………….………………..
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto : "Untuk meraih sebuah kesuksesan, karakter seseorang adalah lebih penting dari pada Intelegensi." (Gilgerte Beaux) Jangan takut mengambil satu langkah besar jika memang dibutuhkan. Anda tak dapat menyeberangi jurang hanya dengan dua lompatan kecil. (David L. George) Dari semua hal, pengetahuan adalah yang paling baik, karena tidak kena tanggung jawab maupun tidak dapat dicuri, karena tidak dapat dibeli, dan tidak dapat dihancurkan. (Hitopadesa)
Persembahan : Skripsi ini kupersembahkan untuk keluarga besarku, orang-orang terdekat, dan teman-temanku. Terima kasih atas doa, motivasi dan bantuannya selama ini.
v
PRAKATA
Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa telah melimpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat. Penulis juga panjatkan syukur alhamdulillah, karena hanya dengan keridho’anNya skripsi yang berjudul “Karakter Tokoh Utama Cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki” karya Niimi Nankichi dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada : 1. Bapak Drs. Agus Maladi Irianto, M. A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang 2. Bapak Drs. Surono, S. U, selaku Ketua Jurusan Sastra dan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang 3. Ibu Nur Hastuti, S. S, M. Hum, selaku Dosen Wali Akademik Program Sastra dan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang 4. Bapak Drs. Yudiono, KS, SU, selaku Dosen Pembimbing I, dan Bapak Zaki Ainul Fadli, SS, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas waktu, kesabaran, arahan, bimbingan, dan nasehatnya selama menjadi pembimbing.
vi
5. Seluruh dosen Sastra dan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang yang telah membagikan ilmu yang bermanfaat. 6. Seluruh keluarga besar dan orang-orang terdekatku yang selalu mendoakan dan memotivasiku dalam segala hal, terima kasih. 7. Teman-teman di manapun berada, terima kasih atas doa, dukungan, nasehat dan bantuannya selama ini, kebersamaan kita akan selalu menjadi bagian penting dalam perjalanan hidupku.
Sebagai manusia biasa, dengan segala kerendahan hati dan keterbatasannya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan terdapat banyak kekurangan baik dari segi isi maupun teknik penulisannya, karena penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang,
Penulis
vii
September 2013
DAFTAR ISI PRAKATA ………………………………………………………….
vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………..
viii
ABSTRAKSI ………………………………………………………..
x
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………
1
1.1 LATAR BELAKANG ……………….………………..
1
1.2 RUMUSAN MASALAH ……………..……………….
4
1.3 TUJUAN PENELITIAN ……………….……………..
5
1.4 MANFAAT …………………………….……………...
5
1.5 RUANG LINGKUP ……………………..…………….
6
1.6 METODE PENELITIAN ………………….………….
6
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN …………….…………
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ……
8
1. 1 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………
8
1. 2 KERANGKA TEORI ………………………………..
9
BAB III ANALISIS KARAKTER TOKOH UTAMA CERPEN USHI WO TSUNAIDA TSUBAKI NO KI …………………………..
21
3.1 METODE TELLING ………………………………….
22
3.1.1 KARAKTERISASI MELALUI NAMA TOKOH ….
22
viii
3.1.2 KARAKTERISASI MELALUI PENAMPILAN TOKOH 23 3.1.3 KARAKTERISASI MELALUI TUTURAN PENGARANG 25 3.2 METODE SHOWING …………………………………
31
3.2.1 KARAKTERISASI MELALUI DIALOG ………….
31
3.2.2 KARAKTERISASI MELALUI LOKASI DAN SITUASI PERCAKAPAN ………………………….
35
3.2.3 KARAKTERISASI MELALUI JATIDIRI TOKOH YANG DITUJU OLEH PENUTUR ………………..
36
3.2.4 KUALITAS MENTAL TOKOH …………………...
37
BAB IV SIMPULAN ……………………………………………….
51
DAFTAR PUSTAKA YOUSHI LAMPIRAN BIODATA
ix
ABSTRACT
Kusumadewi, Juniar. “Karakter Tokoh Utama Cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki Karya Niimi Nankichi”. Thesis. Department of Japanese Studies Faculty of Humanities. Diponegoro University. The First Advisor Drs. Yudiono KS, SU. The Second Advisor Zaki Ainul Fadli, S. S, M. Hum. The purpose of this research is analyze the character of the main character of the short story Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki. The data used in this research is the short story Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki, published by Niimi Nankichi in the literature anthology in 1986. The theory used in this research is telling method and showing method by Albertine Minderoop. This theory used to analyze the character of the main character of the short story Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki. The second theory used in this research is structural theory by Burhan Nurgiyantoro. This theory used to analyze theme, plot, setting and the message in this short story.
Keywords : Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki, telling method, showing method, structural
x
BAB I PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG Sastra anak merupakan sastra yang ditujukan untuk anak, bukan sastra tentang anak. Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai untuk anak-anak, tetapi sastra untuk anak sudah tentu sengaja dan disesuaikan untuk anak-anak selaku pembacanya. (Puryanto, 2008 : 2) Karya sastra anak, baik itu berupa cerpen, puisi, ataupun drama, biasanya menggunakan tema yang mendidik. Tema-tema yang mengangkat masalah pendidikan sangat baik untuk diterapkan dalam karya sastra anak ini, karena dapat memberikan pesan moral, pengetahuan, dan nilai kehidupan bagi anak-anak selaku pembacanya. Selain itu karya sastra ini juga dapat dinikmati oleh orang dewasa sekalipun, mengingat pesan moral yang tersimpan dalam suatu cerita, tidak hanya ditujukan kepada orang-orang dengan golongan usia tertentu saja, tetapi juga untuk mereka yang membaca karya sastra tersebut. Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang berbentuk tulisan dengan isi ceritanya lebih pendek (tidak sekompleks) novel. Di berbagai negara, seperti Indonesia cerpen banyak digemari tidak hanya oleh anak-anak saja, melainkan orang dewasa sekalipun membaca cerpen. Mereka yang lebih suka membaca cerpen diantaranya memiliki alasan, seperti membaca cerpen tidak menghabiskan banyak waktu, karena bisa habis dibaca hanya dalam sekali duduk. Selain itu lebih mudah dipahami, karena isi ceritanya tidak sekompleks novel.
2
Cerpen biasanya merupakan gambaran hidup sang pengarang atau sebuah cerita yang menyangkut masalah kehidupan manusia lain, yang dituangkan dalam sebuah tulisan. Ada pula cerpen yang dibuat berdasarkan kisah fiksi belaka. Isi cerpen yang dibuat baik yang cerita fiksi maupun berdasarkan kisah nyata, biasanya terkandung beberapa amanat dan pesan kehidupan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya. Indonesia dan Jepang merupakan contoh negara yang banyak memproduksi cerpen untuk anak-anak. Cerpen-cerpen tersebut diterbitkan dalam sebuah buku, media cetak (seperti : koran, majalah, dan buku ajar), internet, serta ada yang dikemas dalam sebuah antologi kesusastraan. Beberapa cerpen dari Jepang yang dikemas dalam antologi kesusatraan, diantaranya seperti : Majyutsu (Ilmu Sihir) karya Akutagawa Ryunosuke, Ippon Ashi no Heitai (Prajurit Berkaki Satu) karya Suzuki Miekichi, Gonkitsune (Si Rubah Gong) dan Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki (Sapi yang Terikat di Pohon Camelia) karya Niimi Nankichi . Cerpen yang berjudul Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki inilah yang akan dijadikan sebagai objek material dalam penelitian ini. Alasan pemilihan objek material ini karena sosok pengarang cerpen tersebut yaitu Niimi Nankichi merupakan seorang penulis sastra anak terkenal di Jepang. Cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki merupakan salah satu karya besar (masterpiece) miliknya. Penulis sastra anak yang dijuluki sebagai Hans Christian Andersen-nya (Penulis dan Penyair terkenal asal Denmark) Jepang ini, mulai menulis sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan saat itu ia sudah berhasil menciptakan karya pertamanya, yaitu sebuah haiku (syair Jepang) yang ia
3
persembahkan saat upacara kelulusan SD. Semasa hidup Niimi Nankichi telah menghasilkan beberapa karya sastra anak, seperti cerpen yang bergenre fabel dengan judul Gonkitsune dipublikasikan di majalah Akai Tori edisi bulan Januari tahun 1932, cerpen yang berjudul Ojiisan no Ranpu yang dipublikasikan pada tahun 1942, dan cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki yang diterbitkan beberapa bulan setelah kematiannya (tahun 1943). Cerpen-cerpen tersebut dikemas dalam sebuah antologi kesusatraan dengan judul Gongkitsune Yudzuuru, bersama dengan beberapa cerpen karya Kinoshita Junji. Pada tahun 1994 dibukalah sebuah museum untuk memperingati 50 tahun kematian Niimi Nankichi. Museum tersebut dibangun oleh asosiasi insinyur dan arsitek bangunan yang ada di Prefektur Aichi, Jepang. Hal tersebut di atas membuktikan bahwa karya-karya Niimi Nankichi mendapat apresiasi dari masyarakat Jepang, khususnya di kota kelahirannya Handa (Prefektur Aichi). Beberapa cerpen anak karya Niimi Nankichi telah beredar di Indonesia. Salah satunya adalah cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki. Cerpen ini mengisahkan tentang seorang pemuda yang menemukan sumber mata air di tengah gunung dan mempunyai ide untuk membangun sumur yang dapat menampung air tersebut agar dapat bermanfaat bagi orang banyak. Beberapa kejadian yang dialami tokohnya dan sifat-sifat yang diperlihatkan tokoh tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah inspirasi dan tauladan bagi para pembaca mengenai arti sebuah perjuangan untuk dapat meraih apa yang diinginkan, meskipun dengan keadaan sosial-ekonomi yang tidak mendukung, serta banyaknya kendala yang ditemui di tengah-tengah perjalanan.
4
Berdasarkan uraian di atas itulah penulis telah meneliti tentang karakter tokoh utama cerpen yang digambarkan oleh pengarang sehingga ia mampu mewujudkan keinginannya tersebut. Keberadaan tokoh ini, tidak hanya menjelaskan siapa dan bagaimana tokoh ini berperan dalam cerpen tersebut, tetapi juga dapat mempengaruhi tokoh lain dan jalannya cerita cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki, bahkan karakter yang tergambar dari tokoh ini bisa menentukan sebuah tema yang terkandung dalam cerpen ini. Selain unsur tokoh, dalam sebuah karya sastra juga terdapat unsur-unsur pembangun lainnya. Setiap unsur-unsur tersebut juga saling berkaitan satu sama lain. Dalam penelitian ini, penulis juga menganalisis unsur-unsur seperti tema, alur, latar, dan amanat yang terdapat dalam cerpen tersebut. Penulis meneliti karakter tokoh utama cerpen ini dengan menggunakan metode karakterisasi telaah fiksi, yaitu dengan menggunakan metode telling (metode langsung) dan metode showing (metode tak langsung) milik Albertine Minderop. Kedua metode ini biasanya digunakan oleh pengarang fiksi jaman dahulu. Sedangkan unsur-unsur struktural lainnya diteliti dengan menggunakan metode struktural pada umumnya.
2.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya adalah bagaimana karakter tokoh utama yang digambarkan oleh pengarang cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki, sehingga
5
ia mampu mewujudkan keinginannya, dan bagaimana analisis unsur struktural lainnya dalam cerpen tersebut.
3.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui watak atau karakter dari seorang tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki, yang digambarkan oleh pengarang sehingga ia mampu mewujudkan keinginannya, walaupun dalam perjalanannya mengalami banyak kendala. Selain itu analisis unsur struktural dilakukan untuk mengetahui keterkaitan diantara unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut.
4.
MANFAAT Secara teoritis manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan wawasan yang luas bagi para pembaca mengenai karya sastra, yaitu tentang cara menganalisis karakter tokoh utama cerpen dengan menggunakan metode telling dan metode showing. Manfaat secara praktis dalam penelitian ini menambah pengetahuan para pembaca dalam bidang kesusastraan, khususnya sastra anak Jepang, yang dikaji dari segi strukturalnya yang mengenai karakterisasi tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki karya Niimi Nankichi.
6
5.
RUANG LINGKUP Pembatasan masalah pada penelitian ini difokuskan pada analisis karakter tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki melalui metode telling dan metode showing, serta analisis unsur struktural lain seperti tema, alur, latar, dan amanat.
6.
METODE PENELITIAN Penelitian karya sastra ini menggunakan metode telling dan metode showing. Penulis menggunakan kedua metode tersebut untuk menganalisis unsur tokoh dan penokohan, yaitu tentang karakter tokoh utama cerpen ini. Langkah awal yang dilakukan penulis adalah menentukan cerpen yang akan dianalisis. Setelah data primer yang berupa cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki dipilih, langkah selanjutnya adalah menerjemahkan cerpen tersebut. Setelah mengetahui isi cerita dengan baik, penulis menentukan objek apa yang akan diteliti dan metode yang akan digunakan untuk menganalisisnya. Langkah selanjutnya adalah mencari data sekunder, berupa buku-buku tentang teori sastra, teori psikologi sastra, metode karakterisasi telaah fiksi, maupun data-data lain dari internet sebagai penunjang untuk menganalisis cerpen tersebut. Setelah data-data terkumpul, cerpen ini dianalisis sesuai dengan metode yang digunakan. Langkah terakhir yang dilakukan yaitu menyajikan hasil analisis cerpen tersebut.
7
7.
SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan hasil laporan penelitian disajikan dalam bentuk sistematika berikut ini : Bab 1 Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, metode penelitian dan sistematika penulisan itu sendiri. Bab 2 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori, berisi tentang penelitian sebelumnya, dan landasan teori yang digunakan untuk menganalisis cerpen. Bab 3 Analisis Cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki, akan menguraikan analisis tentang karakter tokoh utama, melalui metode telling dan metode showing, serta analisis unsur struktural lain yang membangun karya sastra tersebut. Bab 4 Penutup, berisi tentang simpulan hasil penelitian cerpen. Lalu diikuti dengan daftar pustaka.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2. 1. TINJAUAN PUSTAKA Karya sastra Jepang sudah banyak yang beredar di Indonesia, seperti novel, cerpen, drama, dan film. Beberapa diantaranya adalah film Hachiko karya Seijiro Koyama, novel Utsukushisa To Kanashimi To karya Kawabata Yasunari, novel Bocchan karya Natsume Souseki, cerpen Yabu No Naka karya Akutagawa Ryunosuke, dan lain-lain. Sebagian besar dari karya sastra tersebut juga telah dijadikan sebagai bahan penelitian studi pustaka bagi mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia dengan menggunakan metode penelitian yang berbeda-beda pula, sesuai dengan apa yang menjadi objek penelitian. Pada penelitian ini, penulis memilih cerpen anak Jepang yang berjudul Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki untuk dianalisis mengenai karakter tokoh utamanya. Cerpen ini merupakan karya sastra anak Jepang yang ditulis oleh pengarang sastra anak, Niimi Nankichi. Menurut sepengetahuan penulis, penelitian mengenai karakter tokoh utama cerpen ini, belum pernah dilakukan sebelumnya, baik oleh individu maupun instansi yang ada di Indonesia. Penulis meneliti karakter tokoh cerpen ini menggunakan dua macam metode karakterisasi telaah fiksi. Kedua metode tersebut adalah metode telling (secara langsung) dan metode showing (secara tak langsung). Kedua metode ini biasa digunakan oleh pengarang fiksi jaman dahulu untuk menyajikan gambaran tokoh-tokoh dalam karya sastra.
9
Penggunaan kedua metode tersebut pada penelitian cerpen ini dimaksudkan untuk mengetahui pelukisan karakter atau watak yang diperankan oleh para tokoh dalam cerita. Karakter tokoh yang digambarkan dengan metode-metode ini tidak hanya diketahui melalui penggambaran secara fisik (penampilan fisik dan nama yang digunakan) semata, tetapi para peneliti bebas berekspresi dalam menentukan karakter seorang tokoh yang ditelitinya melalui dialog dan tingkah laku mereka, termasuk motivasi yang melandasi tindakannya tersebut.
2. 2. KERANGKA TEORI Pada sebuah cerpen ataupun jenis karya sastra lainnya, terdapat beberapa unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur tersebut diantaranya adalah tokoh, alur, latar, amanat, dan lain-lain. Salah satu unsurnya yaitu tokoh dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam suatu karya sastra. Seorang pengarang akan menceritakan sebuah cerita melalui tokoh-tokoh tersebut. Pengarang akan menggambarkan bagaimana karakter yang melekat pada diri seorang tokoh sebagai pelaku untuk menghidupkan cerita yang ditulisnya. Masing-masing karakter yang melekat pada tokoh itulah yang biasanya mampu menghidupkan suatu konflik diantara tokoh-tokoh yang lain sehingga membuat cerita tersebut menarik. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode telling (secara langsung) dan showing (secara tak langsung) untuk meneliti karakter tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki karya Niimi Nankichi. Menurut Aminudin (2002:79)
yang
tercantum
dalam
situs
10
http://rahmad.blogspot.com/2011/06/tokohdanpenokohandalamkajianprosa.html, tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Menurut Sudjiman (1988:16), tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (http://rahmad.blogspot.com/2011/tokoh-dan-penokohandalam-kajian-prosa.html). Tokoh-tokoh dalam karya sastra dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan tingkat pentingnya peran (Nurgiyantoro, 1995:176), yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Definisi lain mengenai tokoh utama menurut Abrams melalui Nurgiyantoro adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Nurgiyantoro, 2002:165). Tokoh utama ini memiliki peranan penting dalam cerita. Ia adalah tokoh yang lebih banyak diceritakan dan dikenai kejadian daripada tokoh lainnya. Pentingnya keberadaan tokoh utama ini karena selain banyak diceritakan, ia mampu mempengaruhi jalannya cerita (plot atau alur). Setiap tokoh dalam karya sastra selalu memiliki watak atau karakter yang melekat pada dirinya. Karakter seorang manusia, tidak terkecuali tokoh karya sastra, biasanya merupakan suatu ciri khas manusia tersebut. Karakter ini dapat diketahui dari nama, tingkah laku, serta gaya bicaranya kepada orang lain. Ada yang memiliki karakter baik dan bisa dijadikan tauladan bagi masyarakat, adapula
11
yang memiliki karakter yang cenderung tidak baik, dan bisa merugikan orang lain maupun dirinya sendiri. Karakter tokoh inilah yang diteliti oleh penulis. Menurut definisi, karakter, atau dalam Bahasa Inggris, character berarti watak, peran, huruf (Echols dan Shadily melalui Minderop, 2005:2). Karakter (character) bisa berarti orang, masyarakat, ras, sikap mental dan moral, kualitas nalar, orang terkenal, tokoh dalam karya sastra, reputasi dan tanda atau huruf (Bornby melalui Minderop, 2005:2). Menurut Albertine Minderop dalam bukunya yang berjudul Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, definisi karakterisasi atau dalam Bahasa Inggris characterization, berarti pemeranan, pelukisan watak. Beberapa definisi karakter di atas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah watak yang dimiliki oleh seseorang, yang bisa mencerminkan sifat dan sikap orang tersebut dalam kehidupannya. Karakter yang ada dalam suatu karya sastra merupakan pencerminan suatu tokoh yang digambarkan oleh pengarang karya sastra dan berperan dalam sebuah cerita karya sastra. Cara menentukan karakter tokoh dalam suatu karya sastra dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk menganalisis karakter tokoh utama cerpen ini adalah dengan menggunakan metode telling dan metode showing. a.
Metode Telling Metode telling adalah metode yang digunakan untuk menentukan karakter (watak) para tokoh secara langsung. Metode telling mengandalkan pemaparan watak tokoh pada eksposisi dan komentar langsung dari pengarang (Pickering dan Hoeper melalui Minderop, 2005:6). Metode ini
12
mencakup tiga hal, yaitu karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh (characterization through the use of names), karakterisasi melalui penampilan tokoh (characterization through appearance), dan karakterisasi melalui tuturan pengarang (characterization by the author) (Minderop, 2005:8). 1. Karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh Sebuah nama yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya, ataupun nama julukan yang diberikan untuk seseorang biasanya merupakan gambaran/pelukisan watak yang menonjol pada diri orang tersebut. Begitu juga dengan nama yang diberikan oleh seorang pengarang karya fiksi terhadap tokoh tertentu dapat melukiskan kualitas karakteristik yang membedakannya dengan tokoh lain (Minderop, 2005:8). Penggunaan nama ini mengacu pada karakter dominan yang dimiliki oleh tokoh, seperti tokoh Roger Chilingsworth dalam The Scarlet Letter karya Nathaniel Hawthorne. Penggunaan nama “Chill” di sini memiliki arti perasaan tidak nyaman atau orang yang sikapnya dingin (Minderop, 2005:9). Ada pula pengarang memberikan sebuah nama yang memiliki arti kebalikan dari makna nama itu sendiri, misalnya tokoh Fortunato dalam The Cast of Amontillado karya Edgar Allen Poe yang senantiasa bernasib sial (unfortunate of men), padahal kata “fortunato” berarti beruntung (Minderop, 2005:10), dan sebuah nama yang bisa memperjelas penampilan fisiknya, seperti pada tokoh Ichabod Crane dalam The
13
Legend of Sleepy Hollow karya Washington Irving, “Crane” yang berarti burung yang berkaki panjang atau mesin bertangkai panjang, adalah seorang tokoh yang berprofesi sebagai kepala sekolah yang bertubuh jangkung (Minderop, 2005:9). Penggunaan nama tokoh ini tidak hanya bisa mengetahui karakter yang dimiliki oleh para tokoh saja, melainkan juga mampu menentukan sebuah tema suatu cerita.
2. Karakterisasi melalui penampilan tokoh Penampilan para tokoh dapat menentukan karakter seorang tokoh dengan melihat penampilan tokoh itu sendiri. Penampilan tokoh di sini bisa mengenai pakaian yang ia kenakan, bagaimana ekspresinya, serta bagaimana kondisi fisik dan tingkat kesejahteraan tokoh yang digambarkan
oleh
pengarang.
Misalnya,
seorang
tokoh
yang
penampilannya compang-camping, lusuh, kurus, dan hidup di sebuah gubug, menandakan bahwa tokoh tersebut adalah orang miskin.
3. Karakterisasi melalui tuturan pengarang Karakterisasi melalui cara ini dapat memberikan tempat yang luas bagi pengarang untuk menuturkan kisah sebuah cerita dalam karya sastra yang ditulisnya. Pengarang tidak hanya sekedar menggiring perhatian pembaca terhadap komentarnya tentang watak tokoh, tetapi juga mencoba membentuk persepsi pembaca tentang tokoh yang dikisahkannya (Minderop, 2005:15).
14
b.
Metode Showing Metode showing merupakan cara menentukan karakter seorang tokoh secara tak langsung. Metode ini lebih banyak menganalisis karakter seorang tokoh melalui dialog dan tingkah laku mereka. Seorang peneliti yang ingin menganalisis karakter seorang tokoh dengan menggunakan metode ini pun bebas berekspresi dalam menentukan sebuah karakter yang melekat pada diri tokoh tersebut sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Metode ini meliputi 6 cara, yaitu melalui dialog, lokasi dan situasi percakapan, jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara, tekanan, dialek dan kosakata, serta melalui tindakan para tokoh. 1. Karakterisasi melalui dialog Karakter seorang tokoh dapat diketahui melalui percakapan atau dialog antar tokoh-tokohnya. Suatu dialog dapat menjelaskan bagaimana watak atau karakter seorang tokoh ketika ia sedang berbicara ataupun menanggapi sebuah pembicaraan dengan orang lain.
2. Lokasi dan situasi percakapan Lokasi yang dipilih oleh orang-orang untuk melakukan sebuah pembicaraan
dapat
menggambarkan
situasi
percakapan
tersebut.
Percakapan antara dua orang atau lebih dan terjadi di tempat yang tertutup biasanya menjelaskan bahwa pembicaraan tersebut bersifat serius dan rahasia, berbeda halnya jika percakapan itu terjadi di jalan atau tempat umum lainnya.
15
3. Jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur Penutur di sini berarti tuturan yang disampaikan tokoh dalam cerita, maksudnya tuturan yang diucapkan tokoh tertentu tentang tokoh lainnya (Minderop, 2005:31).
4. Kualitas mental para tokoh Kualitas mental para tokoh dapat dikenali melalui alunan dan aliran tuturan ketika para tokoh bercakap-cakap. Misalnya, para tokoh yang terlibat dalam suatu diskusi yang hidup menandakan bahwa mereka memiliki sikap mental yang open-minded. Ada pula tokoh yang gemar memberikan opini, atau bersikap tertutup (close-minded), atau tokoh yang penuh rahasia dan menyembunyikan sesuatu (Pickering dan Hoeper melalui Minderop, 2005:33).
5. Nada suara, tekanan, dialek, dan kosakata Nada suara dalam suatu karya sastra seperti cerpen dan novel, walaupun diekspresikan secara eksplisit atau implisit dapat memberikan gambaran kepada pembaca bagaimana karakter tokoh tersebut dilukiskan, apakah ia merupakan orang yang pemalu, kasar, atau bijaksana. Penekanan suara memberikan gambaran penting tentang watak tokoh bahkan dapat merefleksikan pendidikan, profesi dan dari kelas mana si tokoh berasal (Pickering dan Hoeper melalui Minderop, 2005:34). Dialek dan kosakata
16
dapat memberikan gambaran tentang karakter seorang tokoh dengan mengungkap pendidikan, profesi, dan status sosialnya.
6. Tindakan para tokoh Tindakan para tokoh ini dapat mengungkap karakter seorang tokoh melalui tingkah lakunya, ekspresi wajahnya atau bahasa tubuh (gesture), dan motivasi yang melandasi tokoh tersebut dalam melakukan sesuatu. Untuk membangun watak dengan landasan tingkah laku, penting bagi pembaca untuk mengamati secara rinci berbagai peristiwa dalam alur karena peristiwa-peristiwa tersebut dapat mencerminkan watak para tokoh, kondisi emosi dan psikis – yang tanpa disadari – mengikutinya serta nilai-nilai yang ditampilkan (Pickering dan Hoeper melalui Minderop, 2005:38). Ekspresi wajah para tokoh dapat diketahui dari tingkah laku samarsamar atau spontan dan tidak disadari sering kali dapat memberikan gambaran kepada pembaca tentang kondisi batin, gejolak jiwa atau perasaan si tokoh (Pickering dan Hoeper melalui Minderop, 2005:42). Karakter seoranag tokoh dapat pula diketahui dari motivasi yang melandasi tokoh tersebut saat melakukan sesuatu hal.
Penelitian mengenai karakter tokoh ini tidak hanya dapat mengetahui bagaimana seorang pengarang melukiskan perwatakan seorang tokoh dalam cerita, melainkan dapat pula menentukan sebuah tema yang terkandung dalam cerita
17
tersebut. Pada penelitian ini juga dipaparkan unsur pembangun karya sastra lainnya. Unsur-unsur tersebut antara lain : alur, latar, dan amanat yang terkandung dalam cerpen ini. a.
Tema Tema (theme), menurut Stanton (1965:88) dan Kenny (1966:20), adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita (Nuriyantoro, 1995:67). Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko dan Rahmanto melalui Nuriyantoro, 1995:68). Tema menjadi dasar pengembanan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas, dan abstrak (Nurgiyantoro, 1995:68). Berdasarkan beberapa pengertian tentang tema tersebut, dapat disimpulkan bahwa tema dapat juga dikatakan sebagai ide pokok atau gagasan utama sebuah cerita. Pada umumnya tema tidak dilukiskan secara terang-terangan oleh pengarang, namun bersifat abstrak dan tersembunyi dibalik cerita itu sendiri, sehingga untuk menafsirkan suatu tema yang terkandung dalam sebuah cerita harus menyimpulkan dari keseluruhan cerita dan tidak berdasarkan pada bagian-bagian cerita tertentu saja. Penentuan tema ini juga dapat diketahui melalui karakter atau watak tokoh utama suatu cerita yang dilukiskan oleh pengarangnya.
18
b.
Alur Stanton (1965:14) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Kenny (1966:14) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat (Nurgiyantoro, 1995:113). Plot sebuah karya fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu (Abrams melalui Nurgiyantoro, 1995:113). Alur terdiri dari tiga unsur, yaitu peristiwa, konflik dan klimaks. Plot atau biasa disebut alur merupakan jalan cerita atau rangkaian beberapa kejadian atau peristiwa dalam cerita sebuah karya sastra, baik yang terjadi secara berurutan yang sesuai dengan urutan waktu maupun peristiwaperistiwa yang sudah terjadi. Beberapa peristiwa ini dituangkan oleh pengarang dalam sebuah cerita sesuai dengan urutan waktu kejadiannya atau bahkan dipaparkan secara kilas balik (flashback) sesuai dengan kebutuhan, sehingga isi cerita menjadi satu kesatuan yang dapat dimengerti dan menarik bagi pembacanya.
19
c.
Latar Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa
yang
diceritakan
(Abrams
melalui
Nurgiyantoro, 1995:216). Latar terdiri dari tiga macam, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat merupakan tempat terjadinya suatu peristiwa tersebut. Tempat ini bisa berupa apa saja, seperti : rumah, kamar, sekolah, atau bahkan yang menyangkup wilayah yang luas (kota, desa, dan negara). Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa itu terjadi. Masalah waktu dalam karya naratif, menurut Genette (1980:33-35), dapat bermakna ganda : disatu pihak menyaran pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita, dan dipihak lain menunjuk pada waktu dan urutan yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita (Nurgiyantoro, 1995:231). Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, yaitu mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,
cara
berpikir
dan
bersikap,
serta
status
(http://odazzander.blogspot.com/2012/03/latar-atau-setting-dalamcerpen.html).
sosial
20
d.
Amanat Amanat yaitu pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya kepada pembaca. Pesan dapat berupa harapan, nasehat, kritik dan sebagainya
(http://www.sarjanaku.com/2011/08/pengertian-cerpen.html).
Pesan moral yang terkandung dalam sebuah cerita karya sastra biasanya merupakan pedoman hidup pengarang karya sastra mengenai nilai-nilai kehidupan yang ingin disampaikan kepada pembaca karya sastra. Moral dalam cerita, menurut Kenny (1966:89), biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Pengarang menyampaikan pesan moral atau amanat melalui tindakan para tokoh yang ditampilkan, agar hikmah dari beberapa peristiwa yang tertuang dalam cerita dapat tersampaikan dengan baik.
BAB III ANALISIS KARAKTER TOKOH UTAMA CERPEN USHI WO TSUNAIDA TSUBAKI NO KI
Dalam bab ini tertuang analisis karakter tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki. Dalam penganalisisan karakter tokoh, digunakan pendekatan obyektif, yaitu melalui metode telling dan metode showing menurut Albertine Minderop. Karakterisasi tokoh utama melalui metode telling adalah menganalisis karakter suatu tokoh cerita melalui penggunaan nama tokoh, penampilan tokoh, dan melalui tuturan pengarang. Karakterisasi tokoh utama metode showing merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis karakter tokoh melalui dialog dan tingkah laku tokoh tersebut. Metode ini dapat diketahui dari lokasi dan situasi percakapan yang dilakukan para tokoh, jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental tokoh, dan tingkah laku seorang tokoh yang melandasi tindakannya tersebut. Karakter tokoh ini tidak terbatas pada sifat atau watak yang dimiliki tokoh tersebut, melainkan juga berhubungan erat dengan unsur intrinsik lain, seperti tema, alur, latar, dan amanat cerita yang terdapat dalam cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki. Berikut analisis karakter tokoh utama cerpen tersebut :
22
3. 1. METODE TELLING 3. 1. 1. Karakterisasi Melalui Nama Tokoh Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Kaizo. Nama kaizo di sini dalam Bahasa Jepang ditulis dengan huruf kanji 海蔵さん. Nama ini terdiri dari dua huruf kanji, pertama adalah kanji 海 = dalam kunyoumi (cara baca dari Jepang) dibaca umi, dan dalam onyoumi (cara baca dari cina) bisa dibaca kai atau gai. Kanji umi ini dalam bahasa Jepang berarti laut. Kedua, kanji 蔵 = kura (kunyoumi), zou atau sou (onyoumi), yang artinya gudang, lumbung, tempat penyimpanan. Kanji 海 dan 蔵 jika digabungkan menjadi 海蔵 (dibaca kaizou), yang berarti gudang laut atau dapat dikatakan tempat penyimpanan air yang banyak. Sesuai dengan namanya tokoh Kaizo adalah orang yang berhubungan dengan air dan gudang atau tempat penyimpanan. Tokoh ini dalam cerpen diceritakan berawal dari ketika ia melihat air pegunungan yang menyembur terusmenerus. Hal itulah yang membuatnya ingin menggali sebuah sumur untuk menampung air tersebut agar dapat dimanfaatkan dan membantu orang-orang. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Kaizo adalah seorang yang memiliki hati seluas samudra (laut), karena ia ingin mewujudkan keinginannya untuk membangun sumur untuk orang banyak, hal ini sesuai dengan nama kai dari kanji 海 (umi) yang berarti laut.
23
3. 1. 2. Karakteristik Melalui Penampilan Tokoh Penampilan para tokoh yang digambarkan pengarang dalam cerpen merupakan salah satu cara untuk mengetahui karakter atau sifat yang dimiliki oleh tokoh tersebut secara langsung. Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Kaizo. Penampilan Kaizo yang menarik becak, menjelaskan bahwa tokoh ini digambarkan sebagai seorang penarik becak. Berikut kutipannya : 海蔵さんは、からの人力車をひきながら家に帰ってゆくとき、 「三十円な。……三十円か。」 と、何度もつぶやいたのでありました。 Kaizo san wa, kara no jinrikisha wo hikinagara ie ni kaetteyuku toki, “sanjuuen na. …sanjuuen ka.”to, nandomo tsubuyaita node arimashita. Saat Kaizo pulang ke rumah sambil menarik becaknya yang kosong, berulang kali ia bergumam “30 yen…30 yen ya?” (ごんぎつね.夕鶴, 1986:97)
Hal ini juga diperjelas dari penampilannya yang memakai topi caping (manjuugasa = sejenis topi yang biasa dikenakan para penarik becak di Jepang jaman dahulu), berikut kutipannya : 「ああ、あれがもう鳴き出したな。あれをきくと暑くなるて。」 と、海蔵さんが、まんじゅう笠をかむりながらいいました。 “Aa, are ga mou nakidashitana. Are wo kikuto atsukunarute.”to, Kaizo san ga, manjuu gasa wo kamurinagara iimashita. “Ah, hewan itu sudah bernyanyi. Kalau mendengar mereka berarti ini sudah memasuki musim panas.” kata Kaizo sambil memakai topi jeraminya. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:92)
Pekerjaan Kaizo sebagai penarik becak tersebut dijalankannya saat waktu senggang saja, karena pekerjaan utama ia sehari-hari adalah bertani. Hal ini
24
menunjukkan bahwa tokoh ini merupakan seorang yang pekerja keras. Keadaan ekonomi yang pas-pasan sebagai petani desa, membuatnya bekerja keras membantu perekonomian keluarganya dengan bekerja sambilan menarik becak. Berikut kutipannya : 二人は百姓仕事をし、暇なときには海蔵さんが、人力車を曳きに出 ていたのであります。 Futari wa hyakushoushigoto wo shi, himanatoki niwa kaizousan ga, jinrikisha wo hikinideteita no dearimasu. Mereka bekerja sebagai petani, saat waktu luang, Kaizo san pergi keluar untuk menarik becak. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:97)
Penampilan tokoh Kaizo di akhir cerita digambarkan sebagai seorang tentara. Ia memakai topi warna hitam dan kuning, serta pakaian warna hitam (seragam lengkap tentara Jepang jaman dahulu). Berikut kutipannya : 村の方から行列が、しんたのむねを下りて来ました。行列の先頭に は黒い服、黒と黄の帽子をかむった兵士が一人いました。それが海 蔵さんでありました。 Mura no hou kara gyouretsu ga, shintanomune wo oritekimashita. Gyouretsu no sentou ni wa kuroi fuku, kuro to ki no boushi wo kamutta heishi ga hitori imashita. Sore ga Kaizo san dearimashita. Sekelompok barisan dari arah desa datang menuruni shintanomune. Ada seorang tentara yang memakai topi warna hitam dan kuning, serta pakaian warna hitam adalah pemimpin barisan tersebut. Dia adalah Kaizo san. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:112)
Hal ini menunjukkan bahwa tokoh ini memiliki sifat pemberani, karena ia tidak takut untuk membela negaranya yang sedang berperang melawan musuh
25
(Rusia) dengan mengabdi sebagai tentara dan ikut dalam peperangan. Meskipun pada akhirnya Kaizo diceritakan gugur dala medan perang (Jepang - Rusia).
3. 1. 3. Karakterisasi Melalui Tuturan Pengarang Pengarang menggambarkan tokoh Kaizo sebagai orang yang memiliki sifat peduli terhadap orang lain. Hal ini ditunjukkannya ketika ia tengah membela temannya (Risuke) yang sedang dimarahi oleh tuan pemilik tanah (tokoh Jinushi san). Saat itu sapi milik Risuke yang diikatkan ke pohon camelia memakan semua daun camelia yang ada di sekitar tanah milik tuan tanah tersebut. Tuan tanah yang mengetahui hal tersebut naik pitam, karena bunga camelia yang ada di pekarangannya rusak dan habis dimakan sapi milik Risuke. Tuan tanah tidak terima akan hal itu dan menuntut tanggung jawab Risuke untuk mengembalikan pohon camelia miliknya seperti semula. Kaizo yang mendengar hal itu tidak mungkin dapat dilakukan oleh siapapun, ia memberanikan diri memintakan maaf untuk Risuke yang tersudut. Berikut kutipannya : そこで人力曳きの海蔵さんも、まんじゅう笠をぬいで、利助さんの ためにあやまってやりました。 Sokode jinrikihiki no Kaizo san mo, manjuu gasa wo nuide, Risuke san no tame ni ayamatte yarimashita. Lalu Kaizo san melepaskan topinya, dan memintakan maaf untuk Risuke san. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:94)
Rasa peduli Kaizo juga ia tunjukkan saat datang ke rumah tuan tanah. Awalnya Kaizo tidak mengetahui bahwa pak tua itu sakit, namun setelah mengetahui bahwa pak tua tersebut sekarat akibat cegukannya yang tidak kunjung
26
sembuh, ia menghampiri dan mendekat ke samping ranjang pak tua itu. Berikut kutipannya : たずねて見ると、一昨日から地主の老人は、しゃっくりがとまらな いので、すっかり体がよわって、床についているということでした。 それで、海蔵さんはお見舞いに枕もとまできました。 Tazunete miru to, issaku jitsu kara jinushi no roujin wa, shakkuri ga tomaranai node, sukkari karada ga yowatte, toko ni tsuiteiru to iu koto deshita. Sorede, Kaizo san wa omimai ni makura motomadekimashita. Ketika Kaizo san bertanya, orang tua itu sejak dua hari lalu cegukan-nya belum berhenti, tubuhnya melemah dan berbaring di tempat tidur. Lalu Kaizo san mendekat ke samping tempat tidurnya untuk bersimpati. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:109)
Tidak hanya itu, Kaizo juga mengurungkan niatnya meminta ijin menggali sumur kepada pak tua yang sedang sekarat, dan justru memberikan resep manjur kepada orang itu agar cegukannya bisa berhenti. Berikut kutipannya : 海蔵さんは、こんな死にかかった人と争ってもしかたがないと思っ て、しゃっくりにきくおまじないは、茶わんに箸を一本のせておい て、ひといきに水をのんでしまうことだと教えてやりました。 Kaizo san wa, konna shini kakatta hito to arasotte moshikata ga nai to omotte, shakkuri ni kiku omajinai wa, chawan ni hashi wo ippon noseteoite, hitoiki ni mizu wo nondeshimau koto da to oshiete yarimashita. Kaizo san berpikir tidak ada gunanya melawan orang sekarat seperti ini, Dia mengajarkan mantra untuk orang cegukan, yaitu minum air yang ditaruh di mangkuk yang di atasnya ditaruh sumpit, dan minum dalam satu tarikan nafas. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:109)
Setiap kejadian yang dialami Kaizo, selalu diceritakan kepada ibunya, seperti saat ia bersama Risuke di tengah gunung dan mengetahui adanya air yang
27
terus-menerus menyembur keluar, ia menceritakan hal itu kepada ibunya. Berikut kutipannya : 夕飯のときに二人は、その日にあったことを話しあうのが、たのし みでありました。 Yuuhan no toki ni futari wa, sono hi ni atta koto wo hanashiau no ga, tanoshimi de arimashita. Saat makan malam, mereka saling bercerita tentang kejadian di hari itu, sangat menyenangkan. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:97)
Ia juga bercerita kepada ibunya tentang niatnya membuat sumur di sekitar sana. Berikut kutipannya : 海蔵さんは、水をのみにいっている間に利助さんの牛が椿の葉を喰 ってしまったことを話して、 「あそこの道ばたに井戸があったら、いいだろにのオ。」と、いい ました。 「そりゃ、道ばたにあったら、みんながたすかる。」 と、いって、お母さんは、あの道の暑い日盛りに通る人々をかぞえ あげました。 Kaizo san wa, mizu wo nomini itteiru aida ni Risuke san no ushi ga tsubaki no ha wo kutteshimatta koto wo hanashite, “Asoko no michibata ni ido ga attara, iidaroninoo.”to, iimashita. “Sorya, michibata ni attara, minna ga tasukaru.”to itte, okaasan wa, ano michi no atsui hizakari ni tooru hitobito wo kazoe agemashita. Kaizo san bercerita tentang sapi milik Risuke san yang telah memakan daun camelia selama mereka pergi minum air, “Kalau ada sumur yang letaknya di pinggir jalan, bagus kan?” katanya. “Ya, kalau sumur itu ada di pinggir jalan, semua orang akan tertolong.” kata ibunya yang juga menghitung orang-orang yang melewati jalan itu pada tengah hari di musim panas. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:97-98)
Kutipan tersebut diatas yang menceritakan tentang apa yang dialami Kaizo dan diceritakan kepada ibunya menunjukkan bahwa karakter Kaizo yang memiliki
28
sifat terbuka. Sifat ini juga ia tunjukkan saat bercerita tentang kondisi tuan tanah dan kegagalannya membujuk pak tua itu kepada ibunya. Ia menceritakan bahwa saat itu ia belum berhasil meluluhkan hati tuan tanah yang masih keras kepala, namun setelah bertemu dan berbicara kepada putra tuan tanah tersebut, Kaizo seperti mendapat angin segar, karena ia berpikir, jika tuan tanah itu akhirnya meninggal, maka generasi selanjutnya akan dipimpin oleh putra tuan tanah. Saat itulah Kaizo akan diijinkan untuk menggali sumur di shintanomune. Berikut kutipan yang sesuai dengan kejadian tersebut : その夜、夕飯のとき、海蔵さんは年とったお母さんに、こう話しま した。 「あのがんこ者の親父が死ねば、息子が井戸を掘らせてくれるそう だがのオ。だが、ありゃ、もう二、三日で死ぬからええて。」 Sono yoru, yuuhan no toki, Kaizo san wa toshitotta okaasan ni, kou hanashimashita. “Ano ganko mon no oyaji ga shineba, musuko ga ido wo horasete kureru soudaganoo. Daga, arya, mou ni, minnichi de shinu kara eete.” Malam itu, saat makan malam, Kaizo san bercerita kepada ibunya seperti ini. “Seandainya pak tua yang keras kepala itu meninggal, putranya akan mengijinkanku untuk bisa menggali sumur. Tapi kalau dalam 2-3 hari mau meninggal juga tidak apa-apa,” (ごんぎつね.夕鶴, 1986:110)
Kaizo yang memiliki keinginan kuat untuk membuat sumur, melakukan berbagai macam usaha. Ia bertanya kepada temannya yang bernama Shingoro (penggali sumur). Shingoro yang paham mengenai sumur menyarankan Kaizo bahwa jika ingin menggali sebuah sumur membutuhkan uang sebesar 30 yen. Kaizo sadar mengumpulkan uang sebanyak itu bagi orang miskin sepertinya tidaklah mudah. Ia berusaha membujuk Risuke agar mau membantunya, namun
29
hal itu tidak berhasil. Kaizo yang tidak pantang menyerah, mempunyai ide untuk membuat sebuah kotak persembahan dan menggantungkannya ke pohon camelia. Kotak persembahan itu dibuatnya dengan tujuan agar orang-orang yang melewati tempat itu dan melihat kotak tersebut, mau menyumbangkan beberapa sen uangnya. Uang yang terkumpul nanti akan ia gunakan untuk membuat sumur. Berikut kutipannya : 旅の人や、町へゆく人は、しんたのむねの下の椿の木に、賽銭箱の ようなものが吊るされてあるのを見ました。それには札がついてい て、こう書いてありました。 「ここに井戸を掘って旅の人にのんでもらおうと思います。志のあ る方は一銭でも五厘でも喜捨して下さい。」 これは海蔵さんのしわざでありました。それがしょうこに、それか ら五、六日のち、海蔵さんは、椿の木に向かいあった崖の上にはら ばいになって、えにしだの下から首ったまだけ出し、人々の喜捨の しようを見ていました。 Tabi no hito ya, machi he yuku hito wa, shintanomune no shita no tsubaki no ki ni, saisenbako no youna mono ga tsurusarete aru no wo mimashita. Soreniwa fuda ga tsuiteite, kou kaitearimashita. “Kokoni ido wo hotte tabi no hito ni nonde moraou to omoimasu. Kokorozashi no aru kata wa ichisen demo gorin demo kishashite kudasai.” Kore wa Kaizo san no shiwaza de arimashita. Sore ga shouko ni, sorekara go, muinichi no chi, Kaizo san wa, tsubaki no ki ni mukai atta gake no ue ni harabai ni natte, enishida no shita kara kubitta dake dashi, hitobito no kasha no shiyou wo miteimashita. Orang-orang yang pergi ke kota, dan orang yang sedang dalam perjalanan akan melihat benda seperti kotak persembahan yang digantung pada pohon bunga camelia di bawah shintanomune. Di kotak itu ada sebuah catatan yang tertulis seperti ini “Aku berniat menggali sumur di sini supaya orang yang bepergian bisa minum di sini. Bagi yang mau sumbanglah 5 rin atau satu sen”. Ini adalah ulah Kaizo san. Sebagai buktinya, sejak 5-6 hari yang lalu, Kaizo san berbaring di atas bukit yang ada di depan pohon camelia, ia hanya sesekali mengeluarkan lehernya untuk melihat orang-orang yang bersedekah. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:102)
30
Berdasarkan kejadian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tokoh Kaizo ini selain memiliki sifat yang tak mudah menyerah, juga sangat cerdik. Terbukti ketika usaha pertamanya gagal, ia tidak kehabisan akal. Ia justru memiliki ide yang cukup kreatif dengan membuat kotak persembahan. Sifat pantang menyerah Kaizo juga terlihat dari kutipan berikut ini : 海蔵さんは、もう二タ月ほどまえから、たびたびこの家へ来たので した。井戸を掘るお金はだいたいできたのですが、いざとなって地 主が、そこに井戸を掘ることをしょうちしてくれないので、何度も 頼みに来たのでした。 Kaizo san wa, mou futatsuki hodo mae kara, tabitabi kono ie he kitanodeshita. Ido wo horu okane wa daitai dekitanodesu ga, iza to natte jinushi ga, soko ni ido wo horu koto wo shouchi shitekurenainode, nandomo tanomi ni kitanodeshita. Kaizo san sudah dua bulan lebih sebelumnya, sering datang ke rumah ini. Uang untuk menggali sumur sebagian besar sudah terkumpul, tapi karena tuan tanah tersebut tidak menyetujui untuk menggali sumur di sana, ia pun datang berkali-kali untuk memohon. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:108)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Kaizo telah mendatangi rumah tuan tanah berkali-kali selama dua bulan lebih. Ia pergi ke sana dengan maksud meminta ijin agar ia bisa menggali sumur di shintanomune. Beberapa usaha yang telah dilakukan Kaizo tidak menemui hasil. Kaizo yang memiliki tekad yang kuat, berusaha mengumpulkan uang 30 yen dengan caranya sendiri. Uang jajannya sehari-hari ia kumpulkan dan disimpan untuk membangun sumur impiannya. Berikut kutipannya : 海蔵さんの胸の中には、拳骨のように固い決心があったのです。今 までお菓子につかったお金を、これからは使わずにためておいて、 しんたのむねの下に、人々のための井戸を掘ろうというのでありま した。
31
Kaizo san no mune no uchi niwa, genkotsu no youni katai kesshin ga attanodesu. Ima made okashi ni tsukatta okane wo, korekara wa tsukawazuni tameteoite, shintanomune no shita ni, hitobito no tame no ido wo horou to iunode arimashita. Dalam hatinya Kaizo san memiliki tekad yang kuat seperti kepalan tinju. Ia akan menyimpan uang yang biasa ia gunakan untuk beli kue sampai sekarang, dan akan menggunakannya untuk menggali sumur di bawah shintanomune, untuk menolong orang-orang. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:107-108)
3. 2. METODE SHOWING Metode showing merupakan cara lain untuk menganalisis karakter tokoh utama pada cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki ini. Penganalisisan dengan menggunakan metode ini, mengabaikan kehadiran pengarang, sehingga para pembaca dan peneliti karya sastra dapat menganalisis sendiri karakter seorang tokoh secara bebas sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Penggunaan metode ini lebih banyak mengacu pada dialog yang diucapkan para tokoh dan tingkah laku mereka. Karakter seorang tokoh melalui dialog dan tingkah laku ini dapat diketahui dari lokasi dan situasi dimana percakapan itu terjadi, kualitas mental yang dimiliki tokoh tersebut, maupun motivasi yang melandasi seorang tokoh melakukan suatu tindakan. 3. 2. 1. Karakterisasi Melalui Dialog Pada cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki, tokoh utama Kaizo yang memiliki keinginan membuat sumur, berusaha mewujudkan keinginannya tersebut. Mulai dari menemui salah seorang temannya yang bernama Shingoro, yang berprofesi sebagai seorang penggali sumur, untuk menanyakan beberapa hal yang harus ia persiapkan. Berikut kutipannya :
32
海蔵さんが人力曳きのたまり場へ来ると、井戸掘りの新五郎さんが いました。人力曳きのたまり場といっても、村の街道にそった駄菓 子屋のことでありました。そこで井戸掘りの新五郎さんは、油菓子 をかじりながら、つまらぬ話を大きな声でしていました。井戸の底 から、外にいる人にむかって話をするために、井戸新さんの声が大 きくなってしまったのであります。 「井戸ってもなア、いったいいくらくらいで掘れるもんかイ、井戸 新さ。」 と、海蔵さんは、じぶんも駄菓子箱から油菓子を一本つまみだしな がらききました。 Kaizo san ga jinrikihiki no tamariba he kuru to, idohori no Shingoro san ga imashita. Jinrikihiki no tamariba to ittemo, mura no kaidou ni sotta dagashiya no koto de arimashita. Sokode idohori no Shingoro san wa, aburagashi wo kajirinagara, tsumaranu hanashi wo ooki na koe de shiteimashita. Ido no soko kara, soto ni iru hito ni mukatte hanashi wo suru tameni, Idoshin san no koe ga ookikunatte shimattanode arimasu. “Idottemonaa, ittai ikura kurai de horerumonkai, Idoshin sa.”to, Kaizo san wa, jibun mo dagashi bako kara aburagashi wo ippon tsumami dashinagara kikimashita. Saat Kaizo san datang ke tempat perkumpulan para penarik becak, Shingoro san si penggali sumur ada di sana. Yang dimaksud dengan tempat perkumpulan para penarik becak adalah sebuah toko permen yang terletak di sepanjang jalan utama desa. Lalu Shingoro san membicarakan hal-hal yang membosankan dengan keras, sambil mengunyah aburagashi. Untuk berbicara dari dasar sumur dan menghadap ke orang-orang yang ada di luar, suara Idoshin san harus keras. “Idoshin-san, kalau mau menggali sumur baru itu, kira-kira perlu menggali seberapa dalam ya” tanya Kaizo san sambil mengambil sebatang aburagashi dari kotak permen miliknya. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:95-96)
Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh Kaizo dalam cerita ini, selain memiliki rasa ingin tahu yang besar, ia juga merupakan seseorang yang jika mempunyai suatu maksud (keinginan), maka ia akan berusaha keras untuk mewujudkan keinginannya tersebut. Sifat Kaizo yang memiliki tekad kuat seperti inilah yang membuat dia mampu mewujudkan impiannya, meskipun ia menemui berbagai macam kendala. Hal ini terlihat saat Kaizo yang
33
membutuhkan uang sebesar 30 yen merasa kesulitan, karena ia adalah orang miskin dan tidak memiliki uang sebanyak itu. Kaizo yang teringat akan Risuke yang baru saja mendapat uang banyak, menemui temannya tersebut. Namun Risuke tidak tertarik sedikitpun terhadap ide Kaizo. Akhirnya Kaizo berusaha mengumpulkan uang sebanyak 30 yen sendiri dengan membuat sebuah kotak persembahan, lalu ia gantungkan ke pohon camelia. Ia membuat kotak persembahan itu dengan maksud agar orang-orang yang melihatnya, bersedia menyumbangkan beberapa sen uangnya. Berikut kutipannya : 旅の人や、町へゆく人は、しんたのむねの下の椿の木に、賽銭箱の ようなものが吊るされてあるのを見ました。それには札がついてい て、こう書いてありました。 「ここに井戸を掘って旅の人にのんでもらおうと思います。志のあ る方は一銭でも五厘でも喜捨して下さい。」 これは海蔵さんのしわざでありました。。。 Tabi no hito ya, machi he yuku hito wa, shintanomune no shita no tsubaki no ki ni, saisenbako no youna mono ga tsurusarete aru no wo mimashita. Soreniwa fuda ga tsuiteite, kou kaitearimashita. “Kokoni ido wo hotte tabi no hito ni nonde moraou to omoimasu. Kokorozashi no aru kata wa ichisen demo gorin demo kishashite kudasai.” Kore wa Kaizo san no shiwaza de arimashita… Orang-orang yang pergi ke kota, dan orang yang sedang dalam perjalanan akan melihat benda seperti kotak persembahan yang digantung pada pohon bunga camelia di bawah shintanomune. Di kotak itu ada sebuah catatan yang tertulis seperti ini “Aku berniat menggali sumur di sini supaya orang yang sedang dalam perjalanan, bisa minum di sini. Bagi yang mau, sumbanglah 5 rin atau satu sen”. Ini adalah ulah Kaizo san… (ごんぎつね.夕鶴, 1986:102)
Usaha Kaizo tidak berhasil. Lalu ia memutuskan akan melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Ia akan mengumpulkan uang jajannya sehari-hari, agar uang sebesar 30 yen terkumpul, demi bisa membuat sumur. Usaha Kaizo
34
tidak berhenti hanya sampai di sini. Ia pun telah mendatangi rumah tuan tanah berkali-kali, karena sumur yang akan ia gali berada di sekitar tanah milik tuan tanah tersebut. Kejadian yang dialami Kaizo bersama Risuke di tengah gunung waktu lalu, membuatnya tidak mudah mendapatkan ijin untuk menggali sumur di shintanomune. Berikut kutipannya : 海蔵さんは、もう二タ月ほどまえから、たびたびこの家へ来たので した。井戸を掘るお金はだいたいできたのですが、いざとなって地 主が、そこに井戸を掘ることをしょうちしてくれないので、何度も 頼みに来たのでした。その地主というのは、牛を椿につないだ利助 さんを、さんざん叱ったあの老人だったのです。 Kaizo san wa, mou futatsuki hodo mae kara, tabitabi kono ie he kitanodeshita. Ido wo horu okane wa daitai dekitanodesu ga, iza to natte jinushi ga, soko ni ido wo horu koto wo shouchi shitekurenainode, nandomo tanomi ni kitanodeshita. Sono jinushi to iu nowa, ushi wo tsubaki ni tsunaida Risuke san wo, sanzan shikatta ano roujin dattanodesu. Kaizo san sudah dua bulan lebih sebelumnya, sering datang ke rumah ini. Uang untuk menggali sumur sebagian besar sudah terkumpul, tapi karena tuan tanah tersebut tidak menyetujui untuk menggali sumur di sana, ia pun datang berkali-kali untuk memohon. Yang dimaksud dengan tuan tanah tersebut adalah orang tua yang dulu memarahi Risuke san yang telah mengikatkan sapinya ke pohon camellia. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:108)
Namun Kaizo yang memiliki tekad kuat untuk mewujudkan keinginannya serta tidak menyerah begitu saja, akhirnya berhasil meluluhkan hati tuan tanah yang keras kepala. Semua usaha Kaizo tersebut dilakukannya agar dapat membuat sumur yang diinginkannya. Hal itu ia lakukan karena ia peduli terhadap orang banyak.
35
3. 2. 2. Karakterisasi Melalui Lokasi dan Situasi Percakapan Kaizo yang merasa bersalah setelah berpikir yang tidak-tidak tentang tuan tanah yang sedang sekarat dan sebentar lagi akan meninggal, memutuskan pergi ke rumah pak tua itu lagi untuk meminta maaf. Berikut kutipannya : 老人はやつれて寝ていました。海蔵さんは枕もとに両手をついて、 「わしは、あやまりに参りました。昨日、わしはここから帰るとき、 息子さんから、あなたが死ねば息子さんが井戸を許してくれるとき いて、悪い心になりました。もうじき、あなたが死ぬからいいなど と、恐ろしいことを平気で思っていました。つまり、わしはじぶん の井戸のことばかり考えて、あなたの死ぬことを待ちねがうという ような、鬼にもひとしい心になりました。そこで、わしは、あやま りに参りました。井戸のことは、もうお願いしません。またどこか、 ほかの場所をさがすとします。ですから、あなたはどうぞ、死なな いで下さい。」 と、いいました。 Roujin wa yatsurete neteimashita. Kaizo san wa makura motoni ryoute wo tsuite, “washi wa, ayamari ni mairimashita. Kinou, washi wa koko kara kaeru toki, musuko san kara, anata ga shineba musuko san ga ido wo yurushitekureru to kite, warui kokoro ni narimashita. Moujiki, anata ga shinu kara ii nado to, osoroshii koto wo heiki de omotteimashita. Tsumari, washi wa jibun no ido no koto bakari kangaete, anata no shinu koto wo machinegau to iu youna, oni ni mo hitoshii kokoro ni narimashita. Sokode, washi wa, ayamari ni mairimashita. Ido no koto wa, mou onegaishimasen. Mata dokoka, hoka no basho wo sagasutoshimasu. Desukara, anata wa douzo, shinanaide kudasai.”to, iimashita. Orang tua itu masih tidur. Kaizo san meletakkan kedua tangannya di dekat tempat tidur dan berkata, “Aku minta maaf. Kemarin, saat pulang dari sini, hatiku menjadi jahat, setelah mendengar putramu, seandainya kau meninggal, maka ia akan mengijinkanku menggali sumur. Sebentar lagi tiba waktu anda, anda akan meninggal, dan saya merasa membiarkan sesuatu yang mengerikan. Dengan kata lain, saat hanya memikirkan halhal tentang sumur, hatiku berubah menjadi seperti setan, seperti mengharap kematianmu. Jadi maafkan aku. Aku tidak akan meminta halhal tentang sumur lagi. Dan aku akan mencari tempat lain. Oleh karena itu, anda tidak boleh mati.” (ごんぎつね.夕鶴, 1986:111)
36
Percakapan tersebut diatas terjadi di rumah tuan tanah. Saat itu Kaizo hanya berbicara berdua dengan pak tua tersebut. Ia pergi ke sana untuk meminta maaf karena telah berpikiran yang tidak-tidak. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Kaizo merupakan orang yang pemberani dan berjiwa besar, karena ia tidak sungkan-sungkan untuk berkata jujur tentang apa yang telah ia pikirkan tentang pak tua itu dan meminta maaf atas sikapnya tersebut.
3. 2. 3. Karakterisasi Melalui Jatidiri Tokoh yang dituju oleh Penutur Kaizo yang telah menyadari bahwa ia telah berpikir salah, membuat keputusan pergi menemui tuan tanah lagi untuk meminta maaf. Saat mengutarakan permintaan maafnya tersebut, justru tuan tanah tersebut memiliki penilaian sendiri untuk Kaizo. Pak tua itu mengatakan bahwa Kaizo adalah orang yang berhati baik, sehingga ia pun mengijinkan Kaizo menggali sumur di sekitar tanah miliknya. Berikut kutipannya : 「お前さんは、心のええおひとじゃ、わしは長い生涯じぶんの慾ば かりで、ひとのことなどちっとも思わずに生きて来たが、いまはじ めてお前さんのりっぱな心にうごかされた。お前さんのような人は、 いまどき珍しい。それじゃ、あそこへ井戸を掘らしてあげよう。ど んな井戸でも掘りなさい。もし掘って水が出なかったら、どこにで もお前さんの好きなところに掘らしてあげよう。あのへんは、みな、 わしの土地だから。うん、そうして、井戸を掘る費用がたりなかっ たら、いくらでもわしが出してあげよう。わしは明日にも死ぬかも 知れんから、このことを遺言しておいてあげよう。」 “Omae san wa, kokoro no ee ohitojya, washi wa nagai shougai jibun no yoku bakari de, hito no koto nado chitto mo omowazuni ikitekita ga, ima hajimete omae san no rippa na kokoro ni ugokasareta. Omae san no youna hito wa, imadoki mezurashii. Sorejya, asoko he ido wo horashite ageyou. Donna ido demo horinasai. Moshi hotte mizu ga denakattara, doko ni demo omae san no suki na tokoro ni horashite ageyou. Ano hen wa, mina, washi no tochi dakara. Un, soushite, ido wo horu hiyou ga
37
tarinakattara, ikura demo washi ga dashite ageyou. Washi wa ashita ni mo shinu kamoshiren kara, kono koto wo yuigonshiteoite ageyou.” “Kamu adalah orang yang memiliki hati yang baik, selama ini aku hidup dalam ketamakan, hidup tanpa sedikitpun memikirkan orang lain, tapi sekarang aku mulai berubah Karena kebaikan hatimu. Orang sepertimu sangat jarang saat ini. Baiklah, silahkan gali sumur di tempat yang kau suka, dimanapun itu. Bagaimanapun bentuk sumurnya, galilah! Sebelah sana adalah tanah milikku. Benar, kalau biaya untuk menggali sumurnya kurang, aku akan mengeluarkan uang berapapun. Aku akan memberikan hal ini sebagai permintaan terakhirku, karena mungkin besok aku akan meninggal.” (ごんぎつね.夕鶴, 1986:111-112)
3. 2. 4. Kualitas Mental Tokoh Mental tokoh Kaizo ini terlihat saat ia sedang berusaha memohon kepada tuan tanah agar diijinkan menggali sumur di sekitar tanah milik tuan tanah tersebut. Usaha ini tidaklah mudah bagi Kaizo, mengingat sifat tuan tanah yang keras kepala, apalagi mereka berdua pernah berselisih paham ketika sapi milik Risuke memakan semua daun camelia di pekarangan milik pak tua itu. Bahkan setelah Kaizo mengetahui bahwa tuan tanah tersebut sedang sekarat, ia mengurungkan niatnya. Saat itulah putra tuan tanah berbicara kepada Kaizo untuk bersabar, karena jika pak tua itu meninggal, ia akan menjadi generasi berikutnya dan mewarisi semua tanah tersebut. Kaizo yang terlalu senang mendengar hal tersebut, menjadi berpikiran yang tidak-tidak. Berikut kutipannya : 門を出ようとすると、老人の息子さんが、海蔵さんのあとを追って きて、 「うちの親父は、がんこでしようがないのですよ。そのうち、私の 代になりますから、そしたら私があなたの井戸を掘ることを承知し てあげましょう。」 といいました。
38
海蔵さんは喜びました。あの様子では、もうあの老人は、あと二、 三日で死ぬに違いない。そうすれば、あの息子があとをついで、井 戸を掘らせてくれる、これはうまいと思いました。 Mon wo deyou to suru to, roujin no musuko san ga, Kaizo san no ato wo ottekite, “uchi no oyaji wa, gankou de shiyouganai nodesuyo. Sono uchi, watashi no dai ni narimasukara, soshitara watashi ga anata no ido wo horu koto wo shouchi shiteagemashou. ”to iimashita. Kaizo san wa yorokobimashita. Ano yousu dewa, mou ano roujin wa, ato ni, san niche de shinu ni chigainai. Sousureba, ano musuko ga ato wo tsuide, ido wo horasete kureru, kore wa umai to omoimashita. Saat akan keluar dari pintu, anak laki-laki pak tua itu mengejar Kaizo san dan berkata, “Apa boleh buat, ayahku memang orang yang keras kepala. Sebentar lagi aku akan menjadi penerus generasi berikutnya, saat itu tiba aku akan memberimu ijin untuk menggali sumur.” Kaizo san merasa senang. Ia berpikir bahwa dalam keadaan tersebut, pak tua itu akan meninggal dalam 2-3 hari kedepan. Seandainya hal itu terjadi, setelah putranya menggantikan posisi pak tua itu, ia bisa menggali sumur. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:109-110)
Kutipan di atas menunjukkan perasaan Kaizo yang merasa senang karena ada harapan ia bisa menggali sumur. Ia pun langsung menceritakan hal itu kepada ibunya. Kaizo yang merasa senang menjadi lupa diri sehingga berpikiran yang tidak-tidak. Ibunya yang mendengarkan cerita itu pun menganggap bahwa hati Kaizo telah menjadi jahat, karena hanya memikirkan pekerjaannya sendiri, bahkan sampai mengharap kematian seseorang. Berikut kutipannya : その夜、夕飯のとき、海蔵さんは年とったお母さんに、こう話しま した。 「あのがんこ者の親父が死ねば、息子が井戸を掘らせてくれるそう だがのオ。だが、ありゃ、もう二、三日で死ぬからええて。」 すると、お母さんはいいました。 「お前は、じぶんの仕事のことばかり考えていて、悪い心になった だな。人の死ぬのを待ちのぞんでいるのは悪いことだぞや。」 Sono yoru, yuuhan no toki, Kaizo san wa toshitotta okaasan ni, kou hanashimashita. “Ano ganko mon no oyaji ga shineba, musuko ga ido wo
39
horasete kureru soudaganoo. Daga, arya, mou ni, minnichi de shinu kara eete.” Suru to, okaasan wa iimashita. “Omae wa, jibun no shigoto no koto bakari kangaeteite, warui kokoro ni nattadana. Hito no shinu no wo machi nozondeiru nowa warui kotodazoya.” Malam itu, saat makan malam, Kaizo san bercerita kepada ibunya seperti ini. “Seandainya pak tua yang keras kepala itu meninggal, putranya akan mengijinkanku untuk bisa menggali sumur. Tapi kalau dalam 2-3 hari mau meninggal juga tidak apa-apa,” Lalu ibunya berkata “Kau hanya memikirkan pekerjaanmu sendiri, itu sebabnya hatimu menjadi jahat. Mengharap kematian seseorang itu hal yang tidak baik.” (ごんぎつね.夕鶴, 1986:110)
Apa yang dikatakan ibunya membuat Kaizo sadar, bahwa ia telah salah berpikiran yang tidak-tidak. Keesokan harinya, Kaizo pergi ke rumah tuan tanah lagi untuk meminta maaf. Sepenggal cerita di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Kaizo adalah orang yang mudah dipengaruhi. Hal itu terlihat saat ia berbicara kepada putra tuan tanah. Ia tanpa sengaja telah berpikiran buruk. Namun setelah berbicara kepada ibunya, ia tersadar dan akhirnya meminta maaf kepada tuan tanah. Berdasarkan hasil analisis karakter tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki dengan menggunakan metode telling dan metode showing, dapat disimpulkan bahwa tokoh Kaizo adalah orang yang berhati baik, pekerja keras, pemberani, berjiwa besar, terbuka, memiliki tekad yang kuat, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dan peduli terhadap orang banyak. Namun di satu sisi ia juga mudah dipengaruhi oleh orang lain. Selain karakter tokoh utama cerpen, pada penelitian ini juga akan memaparkan analisi unsur intrinsik lainnya seperti : tema, alur, latar, sudut
40
pandang, dan amanat yang dapat diambil dari isi cerita cerpen tersebut. Berikut analisisnya : 1. TEMA Analisis karakter terhadap tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki di atas, selain dapat mengetahui bagaimana karakter seorang tokoh dilukiskan oleh seorang pengarang, juga dapat menentukan sebuah tema cerita. Cerpen “Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki” ini mengisahkan tentang tokoh Kaizo yang mempunyai keinginan membuat sebuah sumur di pinggir jalan yang berada di tengah gunung, setelah ia melihat mata air yang menyembur terus-menerus di sana. Ia pun memilik ide membuat sumur di sana, agar dapat menolong orangorang yang kelelahan dan kehausan selama perjalanan. Kaizo menemui banyak kendala dalam mewujudkan keinginannya tersebut. Ia tidak mempunyai uang sebesar 30 yen, karena kehidupnnya yang miskin. Ia juga mendapat penolakan dari tuan tanah mengenai ijin menggali sumur di tempat itu. Namun karena kegigihannya, ia bisa berhasil menggali sebuah sumur. Keberhasilan Kaizo dalam mewujudkan keinginannya membuat sumur tidak lepas dari berbagai macam sifat yang ia miliki. Berdasarkan analisis karakter tokoh Kaizo di atas, dapat pula ditarik kesimpulan mengenai sebuah tema cerita yaitu tentang perjuangan. Perjuangan di sini bukanlah tentang sebuah perang melawan musuh, mengorbankan darah hingga nyawanya demi mempertahankan Negara, melainkan perjuangan seorang manusia dengan mengorbankan waktu dan tenaganya untuk melakukan berbagai macam cara agar keinginannya terwujud, dan demi menolong orang banyak.
41
Perjuangan yang dilakukan oleh Kaizo ini merupakan salah satu contoh perjuangan seorang manusia yang berusaha mewujudkan keinginannya. Kaizo yang memiliki tekad kuat, tidak mudah menyerah, dan kepeduliannya terhadap orang banyak sangat besar, akhirnya berhasil membuat sumur yang diinginkannya.
2. ALUR Awal cerita Kaizo bersama Risuke istirahat di tengah gunung untuk minum air. Saat itu sapi milik Risuke yang diikatkan ke akar camellia, memakan semua daun bunga itu. Seorang pemilik tanah yang melihat hal itu terlihat sangat marah karena bunga camellia miliknya habis dimakan oleh sapi tersebut. Kaizo dan Risuke yang merasa bersalah pun meminta maaf kepada tuan tanah tersebut. Selama perjalanan pulang ke desa, mereka berdua berpikir tentang seandainya mata air itu ada di pinggir jalan, maka semua kejadian yang tidak menyenangkan saat itu tidak akan terjadi. Sejak saat itu muncullah ide dari Kaizo yang ingin membuat sumur di pinggir jalan tersebut. Pada pertengahan cerita diceritakan mengenai usaha-usaha Kaizo dalam mewujudkan keinginannya. Beberapa usaha yang ditempuh Kaizo tidak berjalan mulus. Banyak kendala yang ia temui, seperti tidak adanya dana karena ia miskin dan mendapat persetujuan dari tuan pemilik tanah tidak yang sulit. Namun hal itu tidak membuat Kaizo menyerah begitu saja terhadap keadaan, melainkan ia bertekad mengumpulkan uang sebesar 30 yen dengan caranya sendiri, yaitu dengan mengumpulkan uang jajannya sehari-hari. Selain itu ia juga berusaha mendatangi kediaman pemilik tanah agar ia diijinkan untuk menggali sumur di
42
shintanomune. Dua tahun berlalu, berkat kegigihannya yang ingin membuat sumur, akhirnya ia berhasil mewujudkannya. Akhir cerita, Kaizo yang telah menjadi tentara kembali ke desanya untuk melihat hasil jerih payahnya selama ini. Ia sangat senang saat melihat sumur yang telah dibangunnya dapat menolong orang-orang, seperti yang ia lihat ketika ada dua orang anak sekolah yang sedang menimba air sumur dan meminumnya. Bahkan saat melihat hal itu, Kaizo pun ikut mencoba minum air sumur tersebut. Lalu Kaizo yang saat itu telah menjadi seorang tentara, menyeberangi lautan dan ikut dalam peperangan Jepang – Rusia. Akhirnya ia tidak kembali karena gugur dalam medan perang tersebut. Berdasarkan ringkasan cerita tersebut, dapat disimpulkan bahwa cerpen ini menggunakan alur maju, karena jalan ceritanya dari awal hingga akhir sesuai dengan urutan waktu, dan tidak ada kejadian yang menceritakan tentang masa lalu.
3. LATAR Pelataran dalam karya sastra terbagi menjadi tiga macam, antara lain latar waktu, latar tempat, dan latar sosial. Latar waktu merujuk pada kapan terjadinya peristiwa tersebut. Latar tempat merujuk pada tempat kejadian dimana peristiwa itu terjadi. Latar sosial berhubungan dengan keadaan social masyarakat saat itu. Latar waktu cerita ini terjadi pada jaman di mana seseorang yang memiliki sepeda saat itu merupakan orang yang memiliki kedudukan tinggi di sebuah desa, yaitu sekitar jaman Meiji di awal musim panas hingga sampai terjadinya
43
perang Jepang-Rusia (sekitar tahun 1904-1905). Hal ini dapat diketahui dari beberapa kutipan berikut : 大野の町から車をひいて来る油売り、半田の町から大野の町へ通る 飛脚屋、村から半田の町へでかけてゆく羅宇屋の富さん、そのほか 沢山の荷馬車曳き、牛車曳き、人力曳き、遍路さん、乞食、学校生 徒などをかぞえあげました。 Oono no machi kara kuruma wo hiitekuru aburauri, Handa no machi kara Oono no machi he tooru hikyakuya, mura kara Handa no machi he dekaketeyuku rauya no Tomi san, sono hoka takusan no nibashahiki, gyuushahiki, jinrikihiki, henrosan, kojiki, gakkou seitou nado wo kazoe agemashita. Seperti, penjual minyak keliling yang naik mobil dari Kota Oono, tukang pos yang lewat dari Kota Handa ke Kota Oono, Tomi san si tukang kayu (bambu) yang bepergian dari desa menuju Kota Handa, selain itu ada penarik gerobak, penarik gerobak sapi, penarik becak, para peziarah, pengemis, dan murid-murid sekolah. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:98)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa saat itu terjadi pada jaman Meiji. Hal ini dapat diketahui dari keberadaan 「 飛 脚 屋 /hikyakuya 」 saat itu. 飛 脚 屋 (hikyakuya) merupakan buruh yang bertugas mengantarkan surat, uang cash, dan benda-benda kecil lainnya saat jaman Edo hingga memasuki era Meiji. Lalu ada juga kutipan yang menunjukkan bahwa saat itu terjadi menjelang musim panas tiba. Hal ini dapat diketahui saat Kaizo dan Risuke berada di tengah gunung, dan mereka mendengar suara serangga musim panas yang bernyanyi. Berikut kutipannya : 「ああ、あれがもう鳴き出したな。あれをきくと暑くなるて。」 と、海蔵さんが、まんじゅう笠をかむりながらいいました。 “Aa, are ga mou nakidashitana. Are wo kikuto atsukunarute.”to, Kaizo san ga, manjuu gasa wo kamurinagara iimashita.
44
“Ah, mereka sudah bernyanyi. Kalau mendengar mereka, berarti sebentar lagi akan masuk musim panas.” kata Kaizo san sambil memakai topi jeraminya. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:92)
Selain itu terdapat kutipan yang menunjukkan bahwa peristiwa ini berlangsung hingga saat terjadinya perang antara Jepang dan Rusia. Hal ini dapat diketahui dari profesi Kaizo yang menjadi seeorang tentara yang ikut dalam peperangan tersebut. Berikut kutipannya : 日本とロシヤが、海の向こうでたたかいをはじめていました。海蔵 さんは海をわたって、そのたたかいの中にはいって行くのでありま した。 ついに海蔵さんは、帰って来ませんでした。勇ましく日露戦争の花 と散ったのです。 Nippon to roshiya ga, umi no mukou de tatakai wo hajimeteimashita. Kaizo san wa umi wo watatte, sono tatakai no naka ni haitte iku node arimashita. Tsuini Kaizo san wa, kaettekimasendeshita. Isamashiku nichiro sensou no hana to chittanodesu. Jepang dan Rusia memulai pertarungan di seberang lautan. Kaizo san menyeberangi lautan dan ikut ke dalam peperangan itu. Akhirnya Kaizo san tidak kembali pulang. Ia gugur bersama bunga saat perang Jepang-Rusia dengan berani. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:115)
Latar tempat peristiwa yang terjadi dalam cerpen ini pada umumnya berada di sebuah desa yang berada di dekat gunung. Tempat yang menjadi titik awal peristiwa ini adalah saat Kaizo berada di tengah gunung untuk minum air. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut : そこで、利助さんと海蔵さんは、水をのみに山の中にはいってゆき ました。
45
Sokode, Risuke san to Kaizo san wa, mizu wo nomini yama no naka ni haitteyukimashita. Lalu Kaizo san dan Risuke san masuk ke tengah gunung untuk minum air. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:91)
Kejadian yang terjadi di gunung tersebut membuat Kaizo menemukan ide untuk menggali sumur di sekitar sana. Ia pun lalu membicarakan hal ini kepada ibunya saat makan di rumah. Sebuah rumah yang terbuat dari jerami kecil yang terletak di belaang semak-semak. Berikut kutipannya : 海蔵さんは藪をうしろにした小さい藁屋に、年とったお母さんと二 人きりで住んでいました。二人は百姓仕事をし、暇なときには海蔵 さんが、人力車を曳きに出ていたのであります。 夕飯のときに二人は、その日にあったことを話しあうのが、たのし みでありました。年とったお母さんは隣の鶏が今日はじめて卵をう んだが、それはおかしいくらい小さかったこと、背戸の柊の木に蜂 が巣をかけるつもりか、昨日も今日も様子を見に来たが、あんなと ころに蜂の巣をかけられては、味噌部屋へ味噌をとりにゆくときに あぶなくてしようがないということを話しました。 Kaizo san wa yabu wo ushiro ni shita chiisai waraya ni, toshitotta okaasan to futari kiride sundeimashita. Futari wa hyakushou shigoto wo shi, hima na toki ni wa Kaizo san ga, jinrikisha wo hiki ni deteita node arimasu. Yuuhan no toki ni futari wa, sono hi ni atta koto wo hanashiau no ga, tanoshimi de arimashita. Toshitotta okaasan wa tonari ni niwatori ga kyou hajimete tamago wo unda ga, sorewa okashii kurai chiisakatta koto, sedo no hiiragi no ki ni hachi ga su wo kakeru tsumorika, kinoumo kyoumo yousu wo mi ni kita ga, anna tokoro ni hachi no su wo kakerarete wa, miso beya he miso wo tori ni yuku toki ni abunakute shiyouganai to iu koto wo hanashimashita. Kaizo san tinggal berdua dengan ibunya yang sudah tua di sebuah rumah jerami kecil yang terletak di belakang semak-semak. Mereka bekerja sebagai petani, saat waktu luang, Kaizo san pergi keluar untuk menarik becak. Saat makan malam, mereka saling bercerita tentang kejadian di hari itu, sangat menyenangkan. Ibunya bercerita tentang ayam tetangga yang hari ini mulai bertelur, dan itu merupakan hal yang lucu, lalu ia sudah melihat keadaan kemarin dan hari ini, dan ia berencana akan mengambil sarang
46
lebah yang ada di pintu belakang dekat pohon minyak zaitun, jika sarang lebah di tempat itu bisa diambil, maka saat akan mengambil miso di tempat penyimpanan miso, tidak akan berbahaya lagi. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:97)
Latar tempat selanjutnya adalah berada di rumah Risuke, tepatnya berada di beranda rumah. Saat itu Kaizo berbincang-bincang dengan Risuke mengenai keinginannya membuat sumur. Berikut kutipannya : 二人が縁ばなに腰をかけると、海蔵さんが、 「なに、きょうのしんたのむねのことだがのオ。」 と、話しはじめました。 「あの道ばたに井戸を一つ掘ったら、みんながたすかると思うがの オ。」 と、海蔵さんがもちかけました。 Futari ga enbana ni koshi wo kakeru to, Kaizo san ga, “nani, kyou no shintanomune no koto daganoo.”to, hanashi hajimemashita. “Ano michibata ni ido wo hitotsu hottara, minna ga tasukaru to omou ganoo.”to, Kaizo san ga mochikakemashita. Keduanya duduk di teras, dan Kaizo san memulai pembicaraan, “Ini tentang kejadian di Shintanomune hari ini.” “Kalau kita menggali sebuah sumur di pinggir jalan, aku pikir akan bermanfaat bagi orang-orang.” usul Kaizo san. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:99-100)
Ada juga tempat di mana saat ia berada di atas bukit untuk mengawasi kotak persembahan yang dibuatnya untuk mendapatkan sumbangan dari orangorang. Berikut kutipnnya : それがしょうこに、それから五、六日のち、海蔵さんは、椿の木に 向かいあった崖の上にはらばいになって、えにしだの下から首った まだけ出し、人々の喜捨のしようを見ていました。 Sore ga shouko ni, sorekara go, muinichi no chi, Kaizo san wa, tsubaki no ki ni mukai atta gake no ue ni harabai ni natte, enishida no shita kara kubitta dake dashi, hitobito no kasha no shiyou wo miteimashita.
47
Sebagai buktinya, sejak 5-6 hari yang lalu, Kaizo san berbaring di atas bukit yang ada di depan pohon camelia, ia hanya sesekali mengeluarkan lehernya untuk melihat orang-orang yang bersedekah. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:102)
Latar tempat yang lain adalah saat Kaizo berada di kedai teh. Kedai teh ini merupakan tempat para penarik becak berkumpul, seperti Kaizo yang sedang beristirahat sambil menunggu tamu di sana. Berikut kutipannya : 次の日、大野の町へ客を送ってきた海蔵さんが、村の茶店にはいっ ていきました。そこは、村の人力曳きたちが一仕事して来ると、次 のお客を待ちながら、憩んでいる場所になっていたのでした。その 日も、海蔵さんよりさきに三人の人力曳きが、茶店の中に憩んでい ました。 Tsugi no hi, Oono no machi he kyaku wo okuttekita Kaizo san ga, mura no chamise ni haitte ikimashita. Soko wa, mura no jinrikihikitachi ga hito shigoto shitekuru to, tsugi no okyaku wo machinagara, yasundeiru basho ni natteita nodeshita. Sono hi mo, Kaizo san yori saki ni san nin no jinrikihiki ga, chamise no naka ni yasundeimashita. Hari berikutnya Kaizo san yang baru saja mengantarkan tamu ke Kota Oono, masuk ke dalam kedai teh. Tempat itu menjadi tempat untuk beristirahat para penarik becak yang dating dari desa , sambil menunggu tamu berikutnya. Hari itu juga, tidak hanya Kaizo san, tapi ada tiga orang penarik becak lainnya yang juga sedang beristirahat di sana. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:104)
Latar tempat berikutnya adalah rumah tuan tanah yang berada di kota Handa. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut : 海蔵さんが門をはいったとき、家の中から、ひえっというひどいし ゃっくりの音がきこえて来ました。 たずねて見ると、一昨日から地主の老人は、しゃっくりがとまらな いので、すっかり体がよわって、床についているということでした。 それで、海蔵さんはお見舞いに枕もとまできました。 Kaizo san ga mon wo haitta toki, ie no naka kara, hietto iu hidoi shakkuri no oto ga kikoetekimashita.
48
Tazunete miru to, issaku jitsu kara jinushi no roujin wa, shakkuri ga tomaranai node, sukkari karada ga yowatte, toko ni tsuiteiru to iu koto deshita. Sorede, Kaizo san wa omimai ni makura motomadekimashita. Saat Kaizo san memasuki pintu gerbang, terdengar suara cegukan keras dari dalam rumah. Ketika Kaizo san bertanya, orang tua itu sejak dua hari lalu cegukan-nya belum berhenti, tubuhnya melemah dan berbaring di tempat tidur. Lalu Kaizo san mendekat ke samping tempat tidurnya untuk bersimpati. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:108-109)
Latar tempat selanjutnya adalah shintanomune. Tempat ini merupakan sebuah bukit kecil yang berada di pinggir jalan, tempat di mana sumur itu digali di sana. Saat itu Kaizo yang sudah menjadi seorang tentara kembali ke desanya untuk melihat hasil jerih payahnya selama ini. Berikut kutipannya : そこまで来ると、行列がとまってしまいました。先頭の海蔵さんが とまったからです。学校かえりの小さい子供が二人、井戸から水を 汲んで、のどをならしながら、美しい水をのんでいました。海蔵さ んは、それをにこにこしながら見ていました。 Soko made kuru to, gyouretsu ga tomatte shimaimashita. Sentou no Kaizo san ga tomattakara desu. Gakkou kaeri no chiisai kodomo ga futari, ido kara mizu wo kunde, nodo wo narashinagara, utsukushii mizu wo nondeimashita. Kaizo san wa, sore wo nikonikoshinagara miteimashita. Sesampainya di sana barisan itu berhenti. Itu karena Kaizo san si pemimpin berhenti. Dua orang anak yang pulang sekolah sedang mengambil air dari sumur dan meminumnya. Kaizo san melihat hal itu sambil tersenyum. (ごんぎつね.夕鶴, 1986:114)
Latar sosial yang terdapat dalam cerpen adalah mengenai kebudayaan masyarakat Jepang pada jaman dahulu yang masih menggunakan alat transportasi tradisional seperti becak untuk bisa pergi ke suatu tempat. Saat itu belum ada alat transportasi seperti mobil, kereta (shinkansen), dan sepeda motor. Bahkan sepeda
49
pun baru menjadi alat transpostasi lain yang hanya bisa dimiliki oleh orang yang berada saat itu. Selain itu ada topi caping yang biasa dikenakan oleh para penarik becak saat bekerja. Saat ini becak dan topi caping itu sudah jarang ditemukan.
Alat
transportasi modern sudah berkembang sangat pesat di Jepang. Munculnya kereta (shinkansen) dan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) membantu masyarakat untuk pergi ke suatu tempat lebih mudah, meskipun dengan jarak yang ditempuh jauh. Saat ini profesi sebagai penarik becak jarang ditemukan, karena selain masyarakat Jepang sekarang sudah modern, keberadaan becak itu sendiri sudah jarang ditemukan.
4. AMANAT Pesan moral yang dapat diambil dari peristiwa yang terjadi dalam cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki adalah seseorang yang menjalani hidup tentulah memiliki berbagai macam keinginan, impian, atau cita-cita, dan berharap bisa meraihnya. Perjuangan dalam mewujudkan hal tersebut terkadang tidaklah mudah untuk dilakukan. Ada beberapa kendala yang muncul yang tidak hanya dapat menghambat diri kita untuk meraihnya, tetapi juga mampu membuat kita menyerah pada keadaan atau bahkan mengurungkan niat kita. Namun apabila kita memiliki tekad yang kuat, mau berusaha keras, sabar dan tidak pantang menyerah seperti yang diperlihatkan Kaizo dalam mewujudkan keinginannya, seberapa besar kendala apapun, tidak akan menghalangi langkah kita untuk mewujudkan hal tersebut.
50
Selain itu ada kalanya seseorang yang memiliki keinginan tinggi dan berusaha mewujudkannya, tanpa sadar ia melakukan kesalahan yang dapat merugikan orang lain. Apabila kesalahan itu telah terjadi, hendaklah diminimalisir, dan berjiwa besar meminta maaf, lalu memperbaikinya. Seseorang yang sedang ingin mewujudkan impiannya terkadang menemui kebuntuan di tengah jalan. Seandainya hal itu terjadi ada baiknya kita tidak terpaku pada satu cara saja untuk mewujudkan hal tersebut, melainkan sebagai seorang manusia yang diberi akal dan pikiran, kita dapat memikirkan cara lain yang dapat digunakan untuk meraih keinginan itu. Hal inilah yang ditunjukkan oleh Kaizo saat ia berusaha mengumpulkan uang sebesar 30 yen untuk menggali sebuah sumur. Keterbatasan ekonomi tidak membuatnya mengurungkan niat membuat sumur. Kotak persembahan yang ia buat pun tidak menghasilkan apa-apa. Namun Kaizo yang memiliki tekad kuat untuk membuat sumur, menempuh cara lain demi uang sebesar 30 yen, yaitu dengan mengumpulkan uang jajannya sehari-hari.
BAB IV SIMPULAN
Metode telling dan metode showing digunakan dalam penganalisisan karakter tokoh utama pada cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki karya Niimi Nankichi. Metode telling merupakan cara menganalisis karakter tokoh yang dilakukan secara langsung melalui penggunaan nama tokoh, penampilan tokoh, dan melalui tuturan pengarang. Metode showing digunakan untuk menganalisis karakter seorang tokoh melalui dialog dan tingkah laku tokoh tersebut dalam cerita, seperti dimana tokoh tersebut melakukan percakapan dengan lawan bicaranya dan bagaimana situasi yang terjadi saat itu, kualitas mental tokoh yang terlihat dalam cerita, serta karakterisasi melalui jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur. Tokoh utama pada cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki ini adalah Kaizo. Ia adalah seorang anak yang tinggal hanya berdua bersama ibunya di sebuah rumah kecil yang terbuat dari jerami. Ia bekerja sebagai petani dan menarik becak. Berdasarkan hasil analisis karakter tokoh dengan menggunakan metode telling dan metode showing, ia merupakan seorang yang memiliki hati seluas samudra, pekerja keras, pemberani, peduli terhadap orang lain, memiliki sifat terbuka, pantang menyerah, cerdik, memiliki tekad yang kuat, memiliki rasa ingin tahu yang besar, berjiwa besar, baik hati, namun sedikit egois dan mudah dipengaruhi. Beberapa sifat positif yang dimiliki Kaizo itulah yang menjadi faktor keinginannya untuk membuat sumur tercapai.
52
Selain menganalisis tentang karakter tokoh utama cerpen, pada penelitian ini juga dibahas tentang unsur intrinsik lain, seperti tema, alur, latar, dan amanat yang terkandung dalam cerpen. Pengaluran dalam cerpen ini menggunakan alur maju, karena peristiwa yang terjadi sesuai dengan urutan waktu. Latar waktu cerita secara keseluruhan terjadi pada jaman Meiji, tepatnya diawal musim panas hingga sampai terjadinya perang Jepang – Rusia (sekitar tahun 1904-1905). Hal ini dapat diketahui dari keberadaan 「 飛 脚 屋
/
hikyakuya」, yaitu buruh yang bekerja mengantarkan surat, uang cash, dan bendabenda kecil lainnya saat jaman Edo hingga memasuki era Meiji. Latar tempat cerita secara keseluruhan terjadi di sebuah desa yang ada di dekat gunung, yang menghubungkan antara kota Handa (prefektur Aichi) dan kota Ono (prefektur Hyogo). Latar sosial yang terdapat dalam cerpen yaitu masih banyaknya masyarakat Jepang yang memanfaatkan alat transportasi becak untuk pergi kala itu. Bentuk becak ini berbeda dengan becak yang ada di Indonesia. Becak Jepang saat itu dijalankan dengan cara ditarik oleh penarik becak (tukang becak) dan menggunakan topi caping. Saat ini kedua benda tersebut sudah jarang ditemukan karena modernisasi. Tema yang terdapat dalam cerpen adalah tentang perjuangan. Perjuangan seorang manusia yang mempunyai impian yang mulia, yaitu membangun sumur untuk orang banyak, namun memiliki keterbatasan ekonomi. Hal itu tidak menjadi penghalang bagi dirinya untuk berusaha mewujudkan impiannya tersebut. Berbagai macam kendala ia temui, akan tetapi dengan tekad dan rasa pantang
53
menyerahnya yang tinggi, membuatnya mampu mewujudkan impiannya membuat sumur. Amanat yang dapat diambil dari beberapa peristiwa yang dialami oleh Kaizo tersebut, hendaknya dapat dijadikan tauladan bagi para pembaca, seperti tidak mudah menyerah, mau berusaha keras, dan memiliki tekad yang kuat sebagai seorang manusia, meskipun memiliki keterbatasan dalam hidupnya. Selain itu sebagai seorang manusia yang memiliki kelebihan dibanding makhluk lain, hendaknya mampu memanfaatkan akal dan pikirannya untuk mengatasi suatu masalah yang muncul dalam hidupnya, sehingga kita tidak akan mengalami kebuntuan yang akhirnya dapat membuat kita menyerah, dan apa yang menjadi keinginan kita dapat terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Nankichi, Niimi. Junji, Kinoshita .1986.「ごんぎつね・夕鶴
」少年少女日
本文学館第十五巻. Japan : 株式会社廣済堂 Nurgiyantoro, Burhan.1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Minderop, Albertine. Oktober 2005. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Taniguchi, Goro. 1995. Kamus Standar Bahasa Jepang-Indonesia. Jakarta : PT. Dian Rakyat Drs. M. Husnan. 1989. Kamus Bahasa Jepang-Indonesia. Jakarta : PT. Aries Lima T. Chandra. 2000. Mengenal Kanji. Jakarta : Evergreen Japanese Course en.wikipedia.org/wiki/Nankichi_Niimi (diunduh pada tanggal 19 Maret 2013 pukul 17:02 WIB) www.aozora.gr.jp/index_pages/person121.html#sakuhin_list_1 (diunduh pada tanggal 21 Mei 2013 pukul 17:05 WIB) www.aozora.gr.jp/cards/000121/card630.html (diunduh pada tanggal 21 Mei 2013 pukul 17:09 WIB) http://rahmad.blogspot.com/2011/06/tokohdanpenokohandalamkajianprosa.html (diunduh pada tanggal 21 Mei 2013 pukul 23:02 WIB) http://odazzander.blogspot.com/2012/03/latar-atau-setting-dalam-cerpen.html (diunduh pada tanggal 21 Mei 2013 pukul 23:59 WIB)
http://www.sarjanaku.com/2011/08/pengertian-cerpen.html (diunduh pada tanggal 22 Mei 2013 pukul 12:07 WIB) http://ja.wikipedia.org/wiki/ 新 美 記 念 館 (diunduh pada tanggal 12 Juni 2013 pukul 22:36 WIB) http://www.answers.com/topic/niimi-nankichi (2 september, 6.48pm) www.apec.aichi-c.ed.jp/shoko/kyouka/things-eng/pdf/1-niimi.pdf
(2
september,
6.49pm) http://www.aichi-kanko.jp/j-heartland/handa/k_1.html (2 september, 9.43pm) http://www.goodreads.com/book/show/8889638-antologi-kesusastraan-anakjepang (3 sept, 8.55am) http://en.wikipedia.org/wiki/Nankichi_Niimi (3 sept, 10.25am)
要旨
児童文学は子供のために作られている文学作品である。ドラマや俳 句や詩や短編などの児童文学がある。児童文学は子供に読まれるだけでは なく、大人にも読まれる。それは文学の中に含まれている道徳的なメッセ ージが特定の年齢層の人々のためにだけではないからである。 本研究で筆者は日本の児童文学の一つを選んだ。それは短編である。 短編は長編小説よりストーリが簡単な文学の種類の一つである。研究対象 として新美南吉の作品の「牛をつないだ椿の木」というタイトルの日本の 短編を選んだ。この短編は1943年に作者の死後の数ヶ月たって刊行さ れた新美南吉の傑作の一つである。 この短編は山の中でいつも沸いていた清水を見た若者について語る。 そして彼はその水を貯めるためのアイデアが浮かぶ。その井戸は旅の途中 で人々ののどの渇きをいやすために、掘られる。その希望を実現する中で 主人公の性格が表示される。主人公は井戸を掘る途中でいくつかの問題を 経験する。社会の貧しさと井戸を掘るためのお金を集めることのむずかし さ。求められていることを達成するための闘いの意味について、読者に教 訓と霊感を与える。 上の説明によって、筆者は本研究に「Karakter Tokoh Utama Cerpen “Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki” Karya Niimi Nankichi」というタイトルを
つけた。本研究で作家がこの短編でどんな性格の主人公を描こうとしたか、 どんな構造要素が含まれているかを定式化した。 この定式化によって、主人公の性格が明らかになる。それから構造 要素の分析でテーマや、プロットや、バックグラウンドや、メッセージな どの本質的な要素が明らかになる。 主人公の性格の分析には二つの方法を使った。それは Telling の方法 と Showing の方法である。Telling の方法は直接主人公の性格を分析する。 この方法には3つある。すなわち名前や外見や作家の言葉などで性格を分 析する。Showing の方法は直接ではない方法で、つまり会話と行動を通し て、性格を分析する。 この短編の主人公は海蔵さんである。Telling の方法と Showing の方 法で分析した結果、海蔵さんは海のような広い心を持っている人、働き蜂 のような人、勇敢で、人々を介護する人、あきらめない人、賢い人、強い 決意の人、いい心の人などである。でも、ちょっと影響を受けやすい人で もある。 この性格の研究で主人公の性格を知ることができるだけではなく、 そのストーリのテーマを頭に浮かべることができる。海蔵さんの性格の分 析の結果によって、この短編のテーマは闘いであると結論する。それはい い夢を持っている人の闘いである。その夢は旅の途中でのどが渇いた人々 を助けるために、井戸を掘る。いくつかの問題に向かって、あきらめない
で強い決意を持って海蔵さんは井戸を掘るための夢を実現するために、い ろいろな方法を試みた。 さらに本研究で、プロットや、バックグラウンドや、メッセージな どを分析した。分析した結果によって、短編が使ったプロットは直線的で ある。そのことは時間の順番にストーリの中の事件が述べられることから 知ることができる。 時間のバックグラウンドは明治時代である。それは明治時代のある 年の初夏から日本とロシアの戦争までである。そのことは飛脚屋が登場す ることからわかる。飛脚は江戸時代から明治時代まで急ぎの手紙や、金銭 や、小さな荷物などを遠くへ届ける使いの人夫である。それから場所のバ ックグラウンドとしていろいろな場所が出てくる。山に近い田舎や、半田 の町や、大野の町などである。社会のバックグラウンドとして、日本人は そのとき人力車をよく使った。この人力車の形はインドネシアにある人力 車が同じではない。人力車は人に引かれて運転される。そのとき人力車の 曳き手たちはまんじゅう笠をかぶった。今はこれらの物は近代化した日本 社会には、あまり見られない。 短編の中に含まれているメッセージから読者は教訓と霊感を読みと る。たとえばいろいろな夢を持っている人間として、そしてそのことを実 現したいということ、一生懸命に努力するべきであること、それから途中 で問題があっても、ほかの生物より知性と心を持っている人間だから、あ きらめないで、ほかの方法で続けること。だから、何かをしようとすると
き、一つの方法だけではなく、問題を解決するために、ほかの方法も準備 するべきであるということ。 「牛をつないだ椿の木」という新美南吉の短編の中に含まれている メッセージは読者に大切な教訓と霊感を与える。筆者は主人公の性格と短 編の構造の分析が読者に大きな感動を与えることを期待している。
LAMPIRAN
人力車とまんじゅう笠
椿の木
ぜんまい
げんこつ
しだ
油貸し
やきするめ
BIODATA
Nama
: Juniar Roza Kusumadewi
Tempat, Tanggal Lahir
: Pekalongan, 1 Juni 1986
Alamat
: Perum Tulus Harapan BX/14 RT. 06 RW. 09 Kel. Sendangmulyo, Kec. Tembalang, Semarang
Agama
: Islam
Riwayat Pendidikan
:
1992 – 1998 SDN Sendangmulyo 03-04 Semarang 1998 – 2001 SMPN 3 Pekalongan 2001 – 2004 SMAN 3 Pekalongan 2004 – 2007 D3 Bahasa Jepang Universitas Diponegoro Semarang 2011 – 2013 S1 Sastra dan Bahasa Jepang Universitas Diponegoro Semarang